Ceritasilat Novel Online

Ksatria Putri Bintang Jatuh 2


Dewi Lestari Ksatria Puteri Dan Bintang Jatuh Bagian 2



Mau tak mau Ruben tertawa.

   "0-ho! Untung sekali kamu bertanya. Sebenarnya sederhana. segala sesuatu yang bisa kita tangkap di domain materi A"realita iniA"yang serba terukur, baik itu gelombang televisi, radio, inframerah, dan seterusnya, adalah sinyal lokal". Kenyataannya, kita semua pun saling terhubungkan dengan sinyal nonlokal24." 'Coba, aku kepingin tahu, kalau memang sinyal nonlokal tidak bisa dideteksi, bagaimana kamu bisa membuktikan itu ada?"

   Kali ini Ruben tergelak.

   "Omonganmu sudah sama persis dengan para reduksionis skeptis itu,"

   Ia tertawa-tawa sendiri.

   "Baiklah Tuan Skeptis, ada satu eksperimen yang beken dikenal dengan Faraday's Cage, atau kandang... arrgh, aku benci terjemahan, Faraday's Cage sama sekali bukan kandang. Ia adalah semacam ruang yang kesemua sisinya terbuat dari logam khusus yang mampu meredam semua gelombang. Semua 21 Loka)/Lokahtas. Ide bahwa semua interaksi dan komunikasi antarobjek terjadi melalui sinyal maupun medan yang penyebarannya terjadi dalam ruang-waktu yang tunduk pada batas-batas kecepatan cahaya. * Nonlokal/Lokaiitas. Komunikasi ataupun pengarah yang terjadi instan tanpa melalui pertukaran sinyal dan tanpa memecah keutuhan ruang-waktu. alat komunikasi atau apa pun yang menggunakan gelombang tidak akan bekerja di dalam ruang Faraday.

   "Lalu, ada dua orang yang ditempatkan di dua ruang Faraday yang berbeda, sehingga dipastikan keduanya tidak dapat berkomunikasi. Tapi sebelum mereka dipisahkan, kedua orang itu disuruh berinteraksi, ngobrol atau apa saja, sampai dirasa ada ikatan psikologis yang cukup. Di dalam ruang terpisah itu tubuh mereka dipasangiA"mulai sensor saraf, jantung, sampai EEGA"untuk mengetahui adakah respons stimuli yang terjadi. Dan kamu tahu? Ketika orang yang satu diberi pertanyaan atau tindakan tertentu, orang yang satu lagi memberikan respons stimuli yang serupa! Padahal secara sadar, ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di ruang sebelah."

   Dhimas mendengarkan terpesona.

   "Berarti... kita semua ini ternyata terhubung satu sama lain, sehalus apa pun itu, bahkan tanpa kita sadari!"

   "Seringnya memang tidak disadari. Tubuh kita menerima stimulus berjuta-juta kali lipat dari apa yang diolah otak. Lalu Kesadaran apa yang dimaksud kalau kita yang dalam keadaan bangun dan terjaga ini sensitivitasnya ternyata tidak jauh beda dengan bangkai? Itulah... Kesadaran yang transenden. Nonlokal."

   Ferre Ia sadar kini.

   Dirinya telah kembali menjadi robot yang tak berhasrat, karena satu-satunya chip yang masih menjadikannya bergunaA"chip candu kerja, hasratnya yang terakhirA"juga ikut terampas.

   Tak ada lagi si gila kerja.

   Ia robot cacat.

   Pujangga, apakah engkau masih di sana...? Re memanggil-manggil, jauh ke dalam hatinya.

   Ia ingin dibuatkan sajak perpisahan, aksinya terakhir di pentas bumi.

   48 jam sudah ia menunggu, namun tidak ada yang menjawab.

   Pujangga benar-benar pergi, atau mati.

   Bahkan tak disisakan baginya satu gaung pun.

   Re mengepalkan tangannya gemas, aku tak ingin pergi seperti ini.

   Diva Diva tibatiba terusik dengan pemandangan aneh di depan rumahnya.

   Ia pun melirik jam, berusaha meyakinkan dirinya sekali lagi.

   Ternyata benar, jam setengah satu siang.

   Lantas, mengapa mobil itu ada di garasi? SemUa jendela rumahnya masih tertutup tirai, termasuk ruang yang satu itu...

   ruang tempat si pemabuk cinta biasa asyik minum-minum anggur asmaranya.

   Bahkan sampai matahari condong ke Barat, keadaan rumah itu tetap sama.

   Diva pun memilih tidak ke mana-mana.

   Lima jam mengamati rumah seberangnya telah menambatkan rasa penasaran, dan ia masih menunggu tanda-tanda.

   Sore berganti malam.

   Malam bertambah larut.

   Namun tetap tidak ada perubahan.

   Menjelang tidurnya.

   Diva pun masih menyempatkan diri memandangi rumah itu.

   Ia terus bertanya-tanya...

   apa yang terjadi denganmu, wahai kau yang jatuh cinta? Tengah mengawangkah dirimu? Atau tergolekkah engkau di dasar jurang yang kaugali sendiri, beralaskan remah-remah kehancuran hatimu? Sampai esok hari, tirai itu tetap tidak terbuka.

   Dhimas & Ruben "Paradoks ini harus diselesaikan.

   Apa pun caranya,"

   Gumam Dhimas gelisah.

   "Berarti, harus ada pengamat yang mengintervensi."

   Ruben menatap Dhimas lurus-lurus. Itu sebuah kode.

   "Taruhan kita tadi, Ruben."

   Dhimas menatapnya balik.

   "Koin itu sudah melayang, bukan?"

   Ruben mengangguk kecil. Sambil mengepalkan tangannya, ia berkata.

   "Sudah kutangkap. Dan mungkin sekarang saatnya kita buka."

   KEPING^ ^ Di Dasar Jurang Sesuatu tiba-tiba melintas, entah di mana, di hati atau di otak, tak lagi jadi masalah untuknya. Yang jelas ada kakek dan neneknya di sana, bersimpuh dan berdoaA"ada rosario yang selalu ditinggalkan di sebelah bantalnyaA"

   Dengungan doa novena yang ia dengar hampir setiap malamA"

   Suara masa kecilnya melafalkan doa Bapa Kami... Re tidak mengerti, apa maksud potongan-potongan gambar yang dipampangkan bulat-bulat di depan matanya. Dhimas & Ruben "Untuk apa cuplikan-cuplikan masa lalu itu?"

   Bisik Ruben.

   "Aku tidak tahu!"

   Dhimas mengangkat bahu dengan muka lebih bingung lagi.

   "Mungkin... ternyata selama ini ada bifurkasi lain. Bukan cuma dongeng masa kecil. Melainkan sesuatu yang lebih dahsyat."

   Ferre Potongan gambar itu terus datang... tangisan. Oma di pemakaman MamaA"dekapan erat Opa di hari Mama wafatA"

   Tubuh yang terbujur kaku di atas karpet...

   Re berusaha DUPERNDVA berontak, ia tak mau melihat lebih banyak lagi, namun gambar itu terus menyerbu tanpa bisa ia tahan.

   Ada genangan darah di dekat kepala MamaA"sepucuk pistol kecil di dekat tangannyaA"sepucuk surat yang tak bisa ia baca...

   Re ingin semua ini berhenti, tapi sekarang justru suara-suara yang muncul...

   'Mamamu bunuh diri'A"'Semua ini gara-gara Papamu'A"'Papamu lari dengan wanita lain'...

   Re mencoba meredam suara-suara itu, tapi yang hadir malah bayangan buku dongengnya...

   Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh.

   Kisah malang tentang seseorang yang termakan cinta, menjadi lemah, dan mati karenanya.

   Kisah serupa juga dialami ibunya, dan wanita itu memilih mati.

   Tidak pernah ada yang bertanya padanya, padahal ia juga sama-sama punya protes.

   'Lalu kenapa aku yang ditinggalkan?', 'Kurang berhargakah aku sampaisampai mereka sibuk dengan perkara cintanya masing-masing dan lupa kalau aku ada?', 'Kenapa kamu begitu lemah dan egois, Mama?', 'Kenapa kamu tidak menyelesaikan masalahmu dan malah memilih kabur.

   Papa?'.

   Dan sekarang...

   Re terkekeh.

   Pahit.

   [ Lihatlah Ibunda, yang ada di alam sana, dan Ayahanda, di mana pun engkau berada...

   cukup 24 tahun bagiku untuk menjadi kalian berdua.

   Aku nyaris melarikan istri orang, dan sekarang aku akan mencabut nyawaku sendiri.

   Tidakkah kalian bangga? ] l Oma...

   Opa...

   kalian selalu ingin mendengarku berdoa, bukan? Baiklah.

   Tapi jangan harap aku sudi menunduk dan tutup mata ] Re pun mendongak, mengangkat dagunya setinggi mungkin.

   Dengan tatapan tajam ia menentang apa pun itu di atas sana.

   Wahai Tuhan, Aku tahu kita tak saling bicara.

   Tapi tentunya Kau masih ingat aku, sebagaimana aku tak menyangkal-Hu.

   Dan jika ini detik-detik penghabisanku, maka bebaskan aku berbicara semauku.

   Izinkan aku kesal pada-Mu di dalam kepasrahanku.

   Sepanjang hidup Engkau selalu membingungkan.

   Dengan cara-cara aneh Kau tunjukkan keagungan.

   Kau, dengan teka-teki-Hu bernama Takdir.

   Bahkan di saat seperti ini, ada saja cara kalian membuatku tertawa sekaligus tersindir.

   Dhimas & Ruben Suasana kamar kerja itu menjadi sangat senyap.

   Keduanya mencurahkan konsentrasi mereka dengan penuh kesungguhan.

   Tak ada lain di benak mereka selain Ksatria...

   dalam rumahnya yang tertutup.

   "... dengan sisa kekuatan dalam dirinya, ia menantang Sang Pencipta. Di dunia yang serba seragam, ia ingin mencuri perhatian-Nya, sekalipun harus dengan cara mengumpat..."

   "... siapa yang menyangka, dalam benda semungil itu, ada malaikat maut yang akan melarikan nyawanya pergi. Dan betapa dingin genggamannya..."

   Ruben menarik napas.

   Diva Mendadak ia bangkit, membuka tirai, dan mendapatkan jendela di seberang sana masih tertutup.

   Diva menggigit bibir.

   Sesuatu yang besar tengah terjadi di dalam sana, ia dapat merasakannya.

   Engkau sudah jatuh, bukan? Rasakanlah dinginnya dasar jurang itu.

   Ferre Tangannya sedingin es.

   Baru 60 jam, tapi darahnya sudah kepingin cepat-cepat berhenti mengalir.

   Sekilas Re melihat pantulan dirinya di gagang pistol yang mengkilap...

   ia pun tersenyum, mengerikan, El Maut ternyata cukup gagah untUk seorang Kepala Departemen Alam Kubur.

   Dhimas & Ruben "...

   ditekankannya moncong senjata itu dalam-dalam ke pelipis kanan.

   Telunjuknya mengait mantap di pelatuk, tak sedikit pun ia gemetar."

   Diva Kehancuranmu adalah awal kesadaranmu. Bbimas & Ruben Sampai pada gilirannya, Dhimas terdiam t Ruben. la tak ingin ada di posisi itu, menjad?pen "'"t^ A"

   Pelatuk. Penentu bagi "Di mana peluru itu berada?"

   Tanya Rub A-Di putaran selongsong yang akan ia tarik^if"9-Dhimas menelan ludah.

   "rolet Rusia ini berakhir tertS"

   Cepat.

   Diva Matilah terhadap segala yang kauketahui.

   Ferre Napasnya memburu, namun tidak ada tanda keraguan.

   Ia malah terlihat sangat tenang.

   Dibawanya silinder itu menancap di pelipis k anan.

   [ Re selalu ingin memilih yang kanan, la menganggap otak .

   kanan nyai ah yang paling bertanggung jawab.

   Sumber dari segala polemik kognitif yang mengacaukan sistemasi otak kirinya yang tertata rapi Itu.

   Atau jangan-jangan keduanya berkomplot? ] Titik target berpindah.

   Kini pistol itu tepat menancap di tengah-tengah keningnya.

   [ Katanya, di situ ada mata ketiga.

   Sial amat kalau begitu.

   Padahal ia tak mau melihat apa-apa lagi sesudah tewas nanti, la ingin buta dari dunia.

   Total ] Re memejamkan mata.

   Mati sepertinya begitu nikmat.

   Kenapa juga dulu ia pernah dilahirkan.

   KEPING Opto, Ergo Sum 4 1 aktu sebentar lagi akan berakhir.

   Dan di detik-detik UJ penghabisannya.

   Re merasakan waktu ternyata berkontur.

   Betapa detail otot dan sendinya bergerak...

   menuju akhir.

   Dhimas & Ruben Keduanya bertatap-tatapan.

   Tidak ada yang mau bertindak.

   Diva Matilah sebelum mati.

   Karena kematianmu adalah kemerdekaanmu.

   Ferre Sesuatu melesat lebih cepat dari peluru.

   Menyengat bagai berondongan volt listrik yang menancapkan sengatan rasa sakit bertubi-tubi.

   Jauh di dalam sana.

   180 Apakah peluru ini engkau, fme.

   Yang melubangiku dan kini berkuasa atas hidu Semoga ini engkau ...

   ' p,knlu? Dengan demikian kasihku mengalir keluar seraya beA"AžL Berjaya dalam mahligai ^-""fKarena hanya kepadamulah kurelakan sisa denyut* ...

   meregang dalam genggamanmu seorang.

   "

   Dhimas & Ruben -Sebentar!"

   Seru Dhimas.

   "Kita tidak bisa begini' Ini namanya solipsisme, filosofi egois yang menempatkan W sebagai satu-satunya makhluk berkesadaran sementara yang-lain cuma sosok imajiner. Aku tahu ini kedengarannya gila... tapi aku kembali merasakan hal itu, seperti ada kehidupan nyata yang terkait di cerita ini."

   Ruben tidak bisa berkata-kata, tapi diam-diam ia pun merasakannya.

   "Aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, Ruben. Tapi tendensiku mengatakan, dia tidak boleh mati."

   "Sebaiknya tidak,"

   Sahut Ruben sembari mengusap wajahnya. Entah kenapa, ia merasa sangat lega.

   "Aku masih tidak tahu kelanjutan cerita ini, sekalipun kitalah yang memegang pena. Tapi yang jelas; kita tidak boleh irfenyikapinya seperti tadi. Aku ingin... Kesadaran nonlokal itu yang berbicara. Entah caranya seperti apa. Tapi tidak di tangan egoku, juga.bukan di egomu."

   "Tapi apa yang kira-kira terjadi dengan Ksatria sekarang?"

   "Jangan kita pikirkan hal itu dulu! Sebaiknya kita kembali mengeksplorasi apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kesadaran. Aku benar-benar ingin tahu."

   Ruben terkesiap.

   Tak pernah ia melihat Dhimas begitu keras hati.

   Diva Engkau bahgkit kini.

   Ferre Re mematung.

   Darahnya kembali mengalir deras, dan rasanya ia kesemutan.

   Hangat perlahan merambat di setiap kapiler pembuluh darahnya.

   Ia masih tak percaya.

   Apa yang barusan ia dengar bukan lagi sekadar gaung labirin hati, kata-kata itu terdengar jelas seperti seseorang membisikkan langsung ke kupingnya.

   Dan gerbang penentuan tadi pun lenyap, sekejap mata berganti menjadi celah kosong yang tak terkatakan, dan kini ia telah dimuntahkan ke dataran yang sama sekali berbeda.

   Di dataran ini.

   Re menangis sejadi-jadinya.

   Bukan .

   tangisan lemah, sekalipun seluruh badannya berguncang dan air mata seakan mengoyak matanya.

   Sebaliknya, ia belum pernah merasa sekuat ini.

   Suara tadi...

   memanggil namanya.

   Suara tadi...

   adalah suaranya sendiri.

   Dhimas & Ruben *Baik, kita mulai lagi,"

   Ujar Ruben, kembali bersama cangkirnya.

   "Kesadaran memiliki empat aspek yang berbeda. Pertama, kesadaran sebagai sebuah medan, atau bisa diartikan juga medan pikir global. Keterjagaan atau awareness termasuk di dalam aspek ini. Kedua, objek kesadaran, yakni pemikiran ataupun perasaan yang datang dan pergi di medan kesadaran tadi. Ketiga, subjek kesadaran, yang berarti pengamat, atau partisipan. Dan keempat, kesadaran sebagai medan universal yang menampung semuanya. Ini sama dengan yang diungkapkan David Bohm dengan istilahnya holomovement, yakni landasan dasar segala macam proses feedback, yang telah eksis dan tetap eksis sekalipun tidak ada feedback itu sendiri. Ini juga menunjukkan bahwa di dalam setiap penghuni Kesadaran pasti terdapat pola tunggal karena mereka pada dasarnya berakar dari landasan yang sama. Tapi sia-sia saja kalau mereka berusaha mengidentifikasi skema besarnya, karena bagaimanapun mereka cuma pecahan. Mereka tidak dapat memuat gambar keseluruhan."

   "Sekarang aku mengerti k h ^ngidentifikasikan diri dengan orang perasaannya. Dan milah yang terkadang inS J?,a-AtaA"

   Apa yang bisa kita pegang dari sesuatu kare*a dan pergi, hilir mudik dan tidak pernah^LS*^ phimas. penetap? tuttu "Itulah prinsip Descartes.*coaito berpikir, maka aku ada. Dan banyak sekaHA SUm^* sepaham dengannya, sadar atau tidak "

   Ruben yang "Berarti sesungguhnya, bukan 'aku hpmv ambahkan-ada'/ "A"Pikir, maka aku "Bukan juga 'aku sadar, maka aku ada' ti i pernyataan yang tidak perlu, karena Kesadaran S v dipertanyakan.

   Ia ada, tanpa harus ada klaim konaSS?1' keterjagaan.

   A"wsiatau "Tetapi..."

   Dhimas tersenyum cerah.

   "aku memilih, maka aku ada Dan subjek yang memilih adalah subjek tunggaUA-universal. Bukan aku-nya ego yang personal "

   "Opto, ergo sum. Aku memilih, maka aku ada j Keduanya pun mengembuskan napas lega. Bohlam di kepala mereka telah digantikan secercah matahari yanq terbit perlahan, dan pasti. Semesta Memutuskannya Ale baiu mendengar kabar dari kantor Re tadi sore Pimpinan tertinggi mereka menghilang tanpa pemberitahuan tiga hari terakhir ini. Untuk sebuah MNC, kejadian seperti itu juga membakar jenggot orangorang regional. Dari mulai Hong Kong sampai New York menanyakan keberadaan managing director mereka yang satu itu. Tidak ada nomor yang bisa dihubungi. Telepon genggam yang biasanya siaga 24 jam itu sekarang malah mati 72 jam. Telepon rumahnya terblokir atas permintaan pelanggan. Ale langsung mengambil inisiatif mendatangi rumah Re, sambil tak hentihentinya merasa heran. Sama sekali bukan Ferre yang ia kenal kalau sampai absen dari kantor tanpa kabar. Apalagi menonaktifkan alat komunikasinya. Ini luar biasa mengherankan. Sesuatu pasti telah terjadi, Ale yakin itu. Mungkin sahabatnya sedang melarikan Rana ke Las Vegas dan menikah di sana. Langsung berbulan madu ke Maui. Atau mereka berdua memutuskan jadi Tarzan dan Jane di hutan antah berantah, daripada menanggung risiko menetap di Jakarta. Rumah kuldesak itu memang nampak kosong. Semua tirai ditutup. Lampu padam. Mobilnya nongkrong tak tercuci. Ale memijit bel, menggedor-gedoi . ^anagil-fflan9gil-Luna menit, tidak ada rAž u' dan mulai curiga. Ia berteriak seVat^ -hantu tetangga yang bosan menunaom BebA"apa Snbgak-celinguk ke luar, satpam uZluA"

   Gj hrdatangan.

   "un mulai "Ini rumah teman kamu?"

   Ale menoleh. Wanita itu. Diva, tetangga di sev,pra rumah Re, tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya "9

   "Iya. Namanya Ferre. Kamu kenal?"

   "Yang jelas, teman kamu Ferre itu sudah tidak keluar rumah tiga hari."

   Dalam waktu singkat, orang-orang mulai ikut merubungi.

   "Didobrak saja pintunya!"

   "Ada yang mencium bau-bau aneh nggak? Bau bangkai gitu..."

   Orang-orang mulai kasak-kusuk. Ale gelenggeleng kepala. Ini mulai tidak sehat. Tiba-tiba telepon genggamnya berdering... Re! "Le, aku ada di dalam,"

   Suara Re berbisik-bisik.

   "akan aku bukakan pintu ini. Tapi tolong usir dulu orang-orang itu."

   Masih dengan muka kaget, Ale pun berusaha cengengesan sembari menghalau kerumunan kecil itu.

   Mengaku kalau ternyata Re baru saja meneleponnya dari luar kota.

   Lama-lama semuanya pun pergi, kebanyakan bersungut-sungut karena tidak jadi ada tontonan.

   Tapi Diva tidak beranjak.

   "Dia di dalam, ya?"

   "Ya,"

   Ale mengangguk ragu.

   "tapi sebaiknya kamu pergi juga. Kalau enggak, katanya dia tidak bakalan buka pintu."

   "Kita sudah saling kenal, kok,"

   Sahut Diva tenang. Perlahan, gagang pintu itu bergerak. Lewat celah kecil yang dibukanya, Re melihat Ale... dan dia! "Kamu baik-baik saja?"

   Diva malah yang pertama bertanya.

   Sayangnya, Re tidak dalam kapasitas mampu A"njawab.

   Ale yang berniat mengambil alih situasi juga kalan cep .

   Jiva keburu, melangkah masuk.

   Alhasil, ketiganya hanya nerpandang-pandangan.

   Rikuh.

   185 Ale paling pertama memecah kesunyian.

   "You look like shit,"

   Ujarnya setelah benar-benar melihat keadaan temannya. Re tak bercukur, ditambah lagi rambutny a berantakart. Matanya nampak lelah. Rautnya kusut. Dan rumahnya yang gelap membuat ia nampak seperti vampir.

   "Smells like one, too"

   Diva menambahkan.

   "Sebaiknya kamu menyuruh teman kamu mandi dulu,"

   Ujarnya pada Ale.

   "nanti saya kembali lagi, membawakan makan malam."

   Diva kemudian pergi begitu saja, meninggalkan keduanya terbengongbengong.

   "Kamu betulan kenal dia?"

   Ale bertanya heran.

   Re menggeleng, lebih heran.

   Ale tidak mau bertanya, segatal apa pun lidahnya.

   Situasi itu sudah bercerita semua.

   Sudah bagus Re masih bisa duduk tenang di hadapannya.

   Malah, agak terlalu tenang.

   Sejujurnya Ale tambah khawatir.

   Lama mereka diam, tanpa pembicaraan.

   Tergilah berlibur.

   Tinggalkan dulu semua ini,"

   Cetus Ale akhirnya.

   "Tidak ada yang perlu ditinggalkan."

   Kembali senyap.

   "Ka.pan pun aku diperlukan, aku pasti siap. Tapi sekarang, kelihatannya kehadiranku tidak terlalu berguna."

   Ale bangkit berdiri.

   "aku senang kamu baik-baik saja."

   "Terima kasih,"

   Jawab Re sungguh-sungguh.

   "aku senang kamu datang."

   Ale menepuk bahu sahabatnya, dan Re menggenggam tangannya balik.

   Hanya sekian detik, namun Ale sudah bisa merasakan satu keganjilan lagi...

   genggaman itu kukuh.

   Gestur yang seharusnya tidak tercermin dari hati yang baru porak-poranda.

   Dan bertepatan dengan langkahnya keluar pintu.

   Diva datang.

   Membawa seloyang macaroni schotel hangat.

   "Hanya ini yang ada. Semoga kamu suka/ ia menyorongkannya pada Re, lalu menoleh.

   "barangkali kamu juga mau... Ale?"

   "Eh, tidak, terima kasih banyak."

   Ale sudah keburu pusing, terlalu banyak keganjilan dalam satu malam.

   "Saya..."

   Re pun lebih bingung lagi.

   "Makan saja. Kamu pasti lapar."

   Larut malam, di meja makannya, sendirian, Re memandangi loyang licin di hadapannya.

   Hidup ini benar-benar aneh.

   Konon, kita memang tidak pernah tahu akan bertemu dengan siapa hari ini atau esok lusa.

   Dan di malam ini ia menemukan seseorang yang mampu memasak macaroni schotel sebegini %enak.

   Dhimas & Ruben "Ruben, sebelum kamu kembali ke dapur dan keluar dengan kopi baru, coba terangkan satu hai lagi..."

   "Tepatnya, sebelum kamu berkomentar lagi mengenai kopiku. Ya, silakan."

   "Sebenarnya, secara ilmiah, bagaimana cara Kesadaran nonlokal itu bekerja?"

   Ruben langsung meletakkan cangkir, bersiap menerangkan dengan semangat mentok.

   "Itu pertanyaan yang sangat bagus. Mau tahu kenapa? Karena poin itulah yang akan menjembatani fisika dan psikologi. Itulah yang membuatku menyeberang sejauh ini, hanya untuk menarik garis dari kedua bidang itu, malah kalau bisa, lebih banyak bidang. Salah satu aspek utama ilmu psikologi adalah komunikasi. Dan aku ingin mengeksplorasinya lebih jauh dari sekadar komunikasi antarmanusia, antarbudaya, bahkan lebih dari sekadar antara alam sadar dan bawah sadarnya Freud yang gelap/gulita. Aku ingin tahu bagaimana sinyal-sinyal nonlokal mengomunikasikan pesan-pesannya. Dan kamu tahu betapa sederhana itu sesungguhnya? "Kesadaran nonlokal tidak berparameter sebabakibaA. Ia bekerja melalui kita, atau pada tingkat tertentu, adalah kita, hanya saja ada selubung halus yang seolah menutup pikiran kita. Selubung itu bukannya tidak bisa ditembus. Para mistik, para avatar, adalah contoh orang-orang yang berhasil membuka selubung tersebut, dengan tingkatan masing-masing yang bisa saja berbeda.

   "Lebih lanjut lagi. Kesadaran nonlokal tidak bekerja dalam kontinuitas sebab-akibat, melainkan dalam diskontinuitas kreatif yang menghadirkan momen demi momen, peristiwa demi peristiwa, melalui kolapsnya aspek gelombang kuantum dalam otak. Loncatan kuantum, atau diskontinuitas, adalah komponen esensial dari kreativitas. Yang berarti, satu-satunya jalan untuk berkomunikasi adalah loncat dari sistem."

   "... loncat dari konteks lama." 0 Ruben mengangguk setuju, bersiap masuk dapur.

   "Sebentar dulu,"

   Tahan Dhimas.

   "kalau ia beroperasi melalui kita, dan katakanlah Ksatria kita benar-benar ada, karena aku tetap punya perasaan aneh bahwa dia hidup di luar sana, berarti... mungkinkah keputusan hidup-matinya tadi benar-benar di tangan kita, dalang ceritanya?"

   "Douglas Hoftstadter akan menyebut kondisi tadi tangled hierarchy", atau hie rarki berbelit, arrgh... aku benci terjemahan, yakni hierarki yang sangat kompleks sehingga tidak bisa ditentukan lagi mana yang superior dan mana yang inferior. Pertanyaannya bukan siapa yang menentukan siapa, tapi rencana itulah yang sudah ada. Sama halnya dengan terjebak di pertanyaan 'ayam atau telur'. Selama kamu masih di dalam sistem, kamu akan terus berputar mengikuti hierarki ayam-telur yang tak ada habisnya itu. Tapi kalau kamu melihat dari luar sistem, maka yang kamu lihat adalah rencana besar tentang spesies bernama ayam, dan tidak terjebak di runutannya. Rencana itu sendiri berada di level yang tidak terganggu-gugat. The inviolate level."

   "Ini membawa kita kembali ke isu Kesadaran. Jadi artinya, hierarki berbelit itu terjadi di level pikiran kita."

   "Betul. Kesadaranlah yang mengolapskan keadaan kuantum total menjadi alam dualitas, menghasilkan pemisahan akbar antara subjek dan objek. Selanjutnya. Kesadaran mengidentifikasikan diri menjadi 'aku', dan pengalaman terjaga menjadi 'aku ada'. Kedua pengalaman ini "

   D^toSiA-14** biS"

   Ditd"iuri sccara melainkan hams diterabas dengan 188 semesta Memutuskannya hanya ada di level hierarki berbelit. Sementara di level tempat Kesadaran itu berada, yang ada hanyalah 'ada'."

   Dhimas menjitak kepalanya sendiri.

   "Ya ampun! Aku merasa bodoh! Bukannya itu yang aku ingatkan tadi, ketika kita menghentikan adegan bunuh diri Ksatria? Solipsisme! Dan barusan aku nyaris lupa, terminologi 'kita' tidak sebatas dua orang manusia di ruang ini, tapi juga dunia. Mungkin saja ada orang lain di luar sana yang tidak menghendaki Ksatria menyerah begitu saja... atau mungkin Ksatria sendiri yang memutuskan demikian."

   "Atau lebih tepat lagi, semesta memutuskannya."

   Mendengarnya, seluruh tubuh Dhimas serasa berpendar-pendar. Takjub. Tak digubrisnya Ruben yang bersiul-siul membuat kopi lagi. 189 KEPING Selamat Pagi, Koevoius Selamat pagi."

   "Selamat pagi. Langsung kerja lagi?"

   "Ya. Kamu... tidak ke mana-mana?"

   "Belum. Mungkin nanti siang."

   "Oh, ya, terima kasih untuk makanannya semalam."

   "Sama-sama."

   Keduanya lalu saling melempar senyum.

   Re masuk ke dalam mobil.

   Diva tetap berdiri dengan sekop dan botol pupuk di tangan.

   Lihatlah, sayapmu tumbuh sudah.

   Namun, adakah engkau tahu? Ferre Pekerjaannya menumpuk bukan kepalang, herannya, ia tetap tenang.

   Sekalipun menghabiskan setengah hari untuk memberikan penjelasan sanasini, Re dapat bertahan stabi seperti tidak terjadi apa-apa.

   Anehnya lagi, ia tidak bersandiwara atau pura-pura.

   Re memang merasa baik-bai, saja.

   SELAMA PAGI, Kd*VOl.UA"

   Seluruh sisa pekerjaannya ia bawa pulang.

   Dan ketika ia sendirian, benaknya pun sunyi.

   Tidak lagi hiruk-pikuk seperti pasar pagi.

   Ia hanya mengemudi.

   Tak ada lamunan apalagi beban.

   Kamar itu menyambutnya seperti sahabat lama.

   Hangat, dan wajar.

   Tidak ada sudut-sudut yang membangkitkan kenangan dan menusuk-nusuk jantung.

   Re pun membereskan earikan-carikan kertasA"suratsurat rahasianya untuk RanaA"

   Lalu menyimpannya rapi di dalam laci.

   Tak ketinggalan pensil jelek itu, sembari berpikir kalau dalam waktu dekat ini ia akan membuangnya.

   Kemudian Re berjalan ke jendela, menutup tirai...

   mendadak tangannya berhenti.

   Bintang Jatuh.

   Berdiri di seberang sana, memandanginya.

   Dan Re bertanya-tanya, sudah berapa lamakah kebiasaan itu berlangsung.

   Ia lalu mengangkat tangan, melambai kecil.

   Dhimas & Ruben Mereka duduk santai, tidak ada yang sedang mood berpikir beratberat.

   "Kau lihat betapa ajaibnya hidup ini, Dhimas?"

   "Ya, Ksatria telah mengubah kisahnya,"

   Sahut Dhimas sambil tertawa lebar.

   "Dongeng itu tidak lagi dongeng hitam-putih. Bukan si Jahat dan si Baik. Bukan lagi mencari siapa yang salah dan benar. Solusi dicapai bukan dengan balas dendam. Tapi semua berpulang kepada keberanian masing-masing untuk mengubah konteks masalah."

   "Itu dia!"

   Ruben sontak bangkit berdiri.

   "Kamu JENIUS!"

   Dhimas sama sekali tidak tersanjung.

   "Aduh, kita kan sudah sepakat, istirahat dulu bicara yang berat-berat... sudahlah..."

   Keluhnya lemas.

   "kenapa kita tidak sekali-sekali diam dan menikmati cerita."

   Supernova Diva Tak lama kemudian, terdengar ketukan di pintunya. Diva sudah tahu siapa yang datang.

   "Hai."

   "Hai/ Diva menyapa ramah. Dia pasti tidak tahu, aku tidak pernah menerima tamu.

   "Mengganggu?"

   "Oh, tidak. Silakan masuk."

   "Saya cuma ingin mampir sebentar,"

   Re lalu tertawa kecil.

   "Lucu, kita tetangga bertahun-tahun tapi baru kenal kemarin lusa."

   "Iya, ya."

   Aku mengenalmu, jauh sebelum yang kau tahu.

   "Satu hal yang lebih lucu. Kita berdua menggunakan kamar yang sama untuk bekerja. Maaf, bukan berarti saya tukang ngintip, tapi kamu juga tahu kan ruangan kita yang saling menghadap ke jalan?"

   "Kalau begitu, kamu juga harus memaafkan saya, Ferre. Saya juga tidak pernah bermaksud ngintip."

   "Panggil saya Re." 'Rasanya saya lebih senang menyebut Ferre. Nama itu enak diucapkan."

   Re tergelak.

   "Saya tidak bisa menilai. Kita tidak pernah memanggil diri kita sendiri, kan?"

   "Tidak pernah?"

   Tanya Diva lagi.

   "Kamu... tidak pernah mendengar dirimu, memanggil nama kamu sendiri?"

   Ada penekanan yang hampir tak kentara, namun sangat terasa.

   Ada serpihan waktu teramat singkat di mana Re terguncang mendengar pertanyaan itu.

   Dan ada kekekalan yang terasa ketika mereka saling menatap.

   Pernahkah kamu merasa waktu mendadak lenyap, tapi bumi tetap berputar? Ya.

   Aku tahu maksudmu.

   Bumi yang kamu pijak berputar, tapi waktu di benakmu beku.

   Pernahkah kamu merasa tidak di mana-mana, sekaligus berada di manp.-mana? Aku juga tahu itu.

   Perasaan lebur total yang tak terperi indahnya.

   Selamat Pagi, Kdevolusi Dan pernahkah kamu tidak berkata-kata, tapi kamu berbicara? Bukankah itu yang sedang kita lakukan sekarang...

   Ferre? Re nampak tersentak, sedikit.

   "Saya punya teh spesial. Racikan saya sendiri, pakai tiga jenis rempah dan empat macam bunga. Enak, deh. Mau coba?"

   "Tapi saya benar-benar tidak mau mengganggu..."

   "Sama sekali tidak! Ayo, silakan duduk. Akan saya buatkan dulu tehnya, lalu nanti kita bisa ngobrol-ngobrol,"

   Diva menyerocos cepat, dan langsung ngeloyor membuat teh spesialnya.

   Di teras belakang menghadap kebun kecilnya, mereka berdua bercakap-cakap seperti sahabat lama.

   Kadang-kadang serius, kadang-kadang konyol.

   Terkadang kening keduanya berkerut-kerut, namun ada kalanya me*reka terpingkal-pingkal.

   Tak perlu dimungkiri, malam itu sangat menyenangkan.

   Setidaknya bagi Diva.

   "Sudah malam,"

   Re melirik jam tangannya.

   "Dari tadi juga malam."

   "... dan sudah lama aku tidak ngobrol begini dengan seseorang,"

   Sambung Re lagi.

   "Sudah lama juga aku tidak kedatangan tamu."

   "Maksudmu?"

   "Rumah ini asosial, Ferre. Malah bagi kebun mungil ini, kamu adalah pengalaman sosialisasinya yang pertama."

   "Suatu kehormatan bagiku. Dan tolong sampaikan pada kebun mungil ini, bahwa pemiliknya menganggap dia Kebun Raya Bogor dan memberlakukan proteksi yang lebih ketat dari cagar alam mana pun di dunia."

   Diva tertawa. Lepas. Enak sekali rasanya.

   "Kita bertemu lagi besok pagi?"

   "Di depan rumah?" *Ya. Di depan rumah."

   Ferre "Halo? Re? Selamat, ya. Aku dengar kamu langsung ngantor hari ini. Hebat. Terbuat dari apa sih kamu? Besi?"

   Suara Ale yang setengah teriak-teriak memekakkan telinganya. Bicara anak itu pun sudah normal, kembali tanpa filter.

   "Eh, sudah dari tadi aku coba telepon ke rumahmu, tapi kok tidak diangkat. Hp-mu juga."

   "Sori. Tadi aku pergi, flp-ku tidak dibawa."

   "Sudah pelesir segala! Pergi ke mana?"

   "Cuma ke rumah depan."

   "Diva?!"

   Tanpa dilihat sudah terbayang mulut Ale yang menganga seperti gua hantu.

   "Kamu tidak... oh no. Look, dude, kamu pakai proteksi, kan?"

   "Dasar otak bandit! Kamu pikir aku pake dia, gitu?"

   "Well, excuse me. Cowok baru patah hati, baru sadar punya tetangga cakep yang bisa dipake pula, dan punya cukup duit buat bayar. Wajar kan kalau pikiran itu sempat terlintas?"

   "Hei, jangan ngomong tentang Diva seperti itu. Dia sama sekali tidak seperti yang kamu bayangkan. Kita tadi ngobrol, berjam-jam..."

   "Ngobrol? Berjam-jam?"

   "Orang satu itu pengetahuannya luar biasa! Kita diskusi tentang pasar bebas, bisnis internet, utang dunia ketiga, perburuhan, kita bahkan membahas Marxisme!"

   "Ha?! Eat my shit!"

   "Dan... dan dia hafal angka-angka, statistik, bukan cuma satu atau dua negara, bukan cuma satu dua korporasi besar... tapi buanyak! Info-info yang dia miliki sangat ekstensif. Seperti dia pernah bekerja di banyak tempat atau punya ratusan informan."

   "Jangan-jangan, di balik profesinya itu, dia memang beneran mata-mata. Atau..." 'Simpan saja imajinasimu untuk sektor lain/ "Oke, oke. Yang jelas aku senang mendengar nada itu lagi."

   "Nada apa?"

   "Nah, di situlah kocaknya. Kamu tidak pernah sadar! selamat PAB1, koevolu8i Re, Re, apa jadinya denganmu kalau aku tidak ada,"

   Ale tergelak-gelak.

   "Nada ITU! Nada kalau kamu mulai tertarik dengan seseorang."

   "Kamu memang juaranya sok tahu."

   "Boleh jadi kamu tidak pernah bisa diskusi Karl Marx denganku, boleh jadi aku cuma tahu onderdil mobil dan tai-tainya, tapi untuk yang satu itu... aku tidak pernah salah. Fakta berbicara. Sejarah mencatat."

   "Whatever suits you."

   "Tapi aku salut. Seleramu benar-benar konsisten, kamu tidak pernah mau dengan yang biasa-biasa. Terakhir kamu naksir..."

   Ale menelan ludah.

   "istri orang,"

   Nada itu semakin turun.

   "dan sekarang..."

   Terdengar suara menelan ludah lagiA"

   GandaA"dan kalimat itu tidak diteruskan.

   Hening.

   Re tidak kuat lagi.

   Tawanya muncrat dengan keras.

   Ale ikut terpancing.

   Dan akhirnya mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

   Makin keras dan keras, sampai keduanya terbungkuk-bungkuk, bercucuran air mata.

   Menertawakan hidupA"tak ada lagi momen yang lebih menyenangkan.

   Salah satu kapabilitas agung milik manusia dari Sang Penciptanya Yang Maha Humoris.

   Dhimas & Ruben "Oh, ini mengharukan.

   Sekarang Ksatria dan Bintang Jatuh malah berteman,"

   Ujar Dhimas penuh penghayatan, suaranya sampai bergetar. Ruben meliriknya sebal.

   "Jangan cuma aspek emosionalnya saja, dong. Harusnya kamu mendengarkan penjelasanku. Aku kan sudah kepingin ngomong dari tadi."

   "Ya ilah, pakai ngambek segala. Merusak suasana, tahu?"

   Sahut Dhimas kesal.

   "Memangnya kamu mau menyumbangkan kemumetan apa lagi, heh?"

   "Inilah konsep yang menerangkan bagaimana kenyataan dapat terjungkir balik dengan drastis. Konsep ini bernama Koevolusi."

   Ruben langsung menyambar berapi-api.

   "Koevolusi adalah terobosan baru dalam dunia biologi yang merekonstruksi konsep evolusi Darwin. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa perjuangan eksistensi sebuah spesies bukanlah hasil kompetisi, tapi hasil bahu-membahu mutual antarspesies dalam ekosistem. Mereka yang bertahan adalah mereka yang belajar bekerja sama. Nah, apa yang terjadi dengan dongengmu kurang lebih sama dengan apa yang terjadi di bumi dua miliar tahun lalu."

   "Dua miliar?? Nggak ada yang lebih lama lagi?!"

   "Dulu, ketika permukaan bumi hanya dihuni oleh bakteri, ada satu jenis bakteri bernama bakteri sian. Aktivitas bakteri sian menghasilkan oksigen yang merupakan unsur beracun bagi biosfer saat itu. Ketika polusi oksigen mencapai titik paling parah, terjadi kematian massal yang akhirnya memaksa semua bakteri yang tersisa untuk bekerja sama, dengan menciptakan mutasi-mutasi dan sistem baru. Sebagian bakteri masuk ke tanah demi menghindari gas racun, sementara yang lain membangun kemampuan untuk bernapas memakai oksigen.

   "Gabungan kedua jenis bakteri ini kemudian menghasilkan jenis bakteri bernukleus pertama. Dan bakteri yang bermutasi menjadi pengguna oksigenA"bakteri batangA"

   Ketika melakukan invasi ke bakteri lain, akhirnya menghasilkan mitokondria, yang sampai detik ini menjadi bagian permanen sel tubuh kita.

   Ada juga bakteri inang lain yang diinvasi oleh bakteri sian, dan akhirnya berfungsi menjadi kloroplas yang mampu menghasilkan energi dari sinar matahari dan air.

   Diduga, inilah awal munculnya organisme tumbuhan."

   "Aku masih belum mengerti hubungannya, tapi ceritamu menakjubkan."

   "Itu belum apa-apa. Ada lagi sebuah spekulasi menarik dari seorang mikrobiologis, Lynn Margulis. Menurut Margulis, kawin silang bakteri inang dengan bakteri spirositA"yang terkenal dengan mobilitasnyaA"adalah awal pembentukan organ otak. Sebenarnya hal itu ironis. Bayangkan saja, spirosit yang pergerakannya supercepat harus terkungkung di dalam tengkorak kepala. Akibatnya, mereka harus mengorbankan identitas spirositnya, tapi di sisi lain me reka*juga memiliki format dan fungsi baru, yakni sel otak. Dalam tekanan ruang yang luar biasa, mereka akhirnya menjadi instrumen transportasi jaringan siklus feedback paling cepat di planet bumi. otak manusia. Mereka tidak lagi berkubang di lumpur primitif, tapi di percikan-percikan listrik mobilitas pikiran kita."

   "Aku setuju. Sejarah perkawinan bakteri-bakterimu itu semakin menarik saja. Tapi Ruben, sekali lagi, apa hubungannya?"

   "Itulah koevolusi. Kemampuan makhluk hidup untuk mengubah konteks. yang semula menjadi musuh akhirnya menjadi teman, dan perubahan itu menciptakan kehidupan baru. Percayalah, ini tidak hanya terjadi di level fisik, tapi juga mental. Ketika bakteri primitif saja mampu mengubah konteks, tidakkah kamu heran terhadap manusia-manusia yang menyerah begitu saja dengan keadaan? Padahal kemampuan itu nyata-nyata diberikan di setiap level kehidupan, dari mulai makhluk bersel tunggal sampai makhluk bersel tak terhitung jumlahnya... kita."

   A Diva "Hai, selamat pagi."

   "Hai!"

   "Apa kabar 'si paprika'?"

   "Bunganya sudah keluar."

   "Selamat kalau begitu, sebentar lagi kamu jadi ibu."

   Diva tertawa kecil.

   "Tidak ke mana-mana hari ini?"

   "Hmm... mungkin tidak. Saya mau masak kue. Kalau sudah jadi, kamu mau coba?"

   "Boleh. Nanti malam?"

   "Oke."

   "Sampai nanti..."

   "Ya. Sampai nanti."

   Sambil memandangi mobil itu menjauh, perlahan Diva menekankan tangannya ke dada.

   Rasa hangat itu ternyata bukan cuma alegori.

   Inikah yang dulu kaurasakan.

   Pemabuk Cinta? Ferre Ia menatap kue bolu di tangannya.

   Aroma pandan masih mengepul dari ronggarongga halus itu, harum.

   Adonan ini pasti dikocok dengan.sempurna, pikirnya, atau ditaburi soda kue dosis tepat.

   Teksturnya begitu halus, apa rasanya nanti kalau melumer di lidah...

   "Sedang menganalisa bolu pandan, Ferre?"

   "Kurang lebih,"

   Re tertawa.

   "Aku merasa ganjil akhir-akhir ini. Mendadak jadi banyak hal kecil yang menarik perhatianku. Detail yang seharusnya tidak ada, tapi jadi ada, dan aku mengagumi semuanya. Aneh, kan?"

   Diva cuma tersenyum, sambil menyeruput teh hangatnya.

   "Rupiah turun lagi hari ini."

   "Dua ratus poin, kan?"

   "Ya. Paling drastis dibandingkan Baht dan mata uang Asia lain/ "Alasannya pasti sama, tidak ada insentif positif dari dalam negeri. Bosan/ "Plus, imbauan supaya Presiden berhenti mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak kondusif,"

   Sambung Re.

   "Di mataku, negara tinggal sebuah museum tua/ "Museum tua?"

   "Coba lihat di luar sana, kehidupan sesungguhnya dipegang tukang-tukang dagang. Mereka punya aneka pasar yang lebih atraktif, dinamis. Mereka cuma menyewa tempat, atau malah mereka yang disewa? Tidak jelas lagi,"

   Diva mengangkat bahu.

   "Di dunianya tukang dagang, menurutmu apa yang kira-kira berperan jadi tuhan, Ferre?"

   "Uang, tentu saja. Dan para pelaku pasar adalah evangelisnya/ Re nyengir.

   "Kalau ada proses evolusi yang bisa kita rekam dari awal, maka itu tidak lain adalah evolusi uang/ "Aku setuju. Uang sebagai sebuah ide telah ber-evolusi dengan sangat menakjubkan/ "Dan tidak ada rahim yang lebih nyaman dibandingkan kapitalisme. Lihat saja, dari sekian banyak sistem ekonomi, uang telah menyeleksi kapitalisme sebagai sistem yang sanggup bertahan, beradaptasi dengan zaman. Survival of the fittest Dan lewat sistem itu, ia bermutasi menjadi virus-virus yang lebih canggih. Lebih imun. Lebih pintar. Bahkan kalau dipikir-pikir lagi, uang sudah memiliki banyak sifat-sifat ilahiah. Katakanlah, seorang 'ateis uang' yang menolak mentahmentah segala bentuk materi sekalipun sebenarnya tidak bisa lepas seratus persen. Uang tidak terelakkan. Ia sudah menjadi konteks besar dan hadir dalam macam-macam format; kertas, koin, saham, logam mulia, tanah, hutan rimba..."

   "... tubuh, ide, imaji, citra. Uang ternyata sudah sebegitu universal. Menyaingi musik, atau matematik!"

   Seru Re takjub sambil menatap Diva.

   "Aku belum pernah membahas uang sedalam ini! Menarik sekali/ "Dan setiap hari, manusia saling tukar pelajaran tentang uang, bahkan mengajarkannya ke anak-anak sedini mungkin. Begitu seseorang mengenal konsep uang, maka ia menjadi seperti taksi yang ditancapi argometer. Mendad ak ia mulai menghitung, mengukur, dan menaksir apa pun yang dilewatinya/ Diva terus berbicara.

   "Kecuali yang satu itu..."

   Potong Re.

   Dalam jeda antarkalimat yang hanya berlangsung sedetik atau kurang, mereka saling bertatapan.

   Engkau tahu persis apa itu.

   Ya.

   Sesuatu yang ada di dalam dirimu.

   Dan di dalam dirimu.

   Ia tak terukur.

   Hanya bisa dirasa.

   Hangat, bukan? Hangat? Aku bisa membakar bumi, Ferre.

   "Tambah lagi kuenya?"

   "Boleh/ SJ Supernova Sepulang dari sana, Ferre membongkar sesuatu dari dalam laci. Surat Rana. Dibacanya ulang, dan kemudian ia menyimpannya lagi, rapi. Kamu benar, Puteri. Perasaan itu sudah mengkristal. Dan akan kusimpan. Selamanya. Dhimas & Ruben Terdengar sayup-sayup suara Ruben berpidato ilmiah dari dapur.

   "... bifurkasi itu adalah momen yang mengkristal. Kamu tidak bisa kembali ke sana, tapi ia selamanya ada dalam kekekalan."

   Seketika Dhimas langsung berhenti mengetik, tercengang karena apa yang ia tulis bertepatan dengan apa yang diomongkan Ruben.

   Lagi-lagi ia tidak habis pikir, kenapa begitu banyak kebetulan terjadi.

   Atau mungkin lebih patut disebut keajaiban.

   KEPING Pernahkah, Supernova? Selamat pagi, sampai nantiA"menjadi kalimat yang paling ditunggu-tunggu.

   Terkadang mereka mengucapkan selamat tidur, dari kejauhan, cukup dengan lambaian kecil sebelum menutup tirai jendela.

   Tidak pernah mereka pergi keluar bersama, mereka hanya duduk di kebun kecil milik Diva.

   Satu pot teh panas dan dua cangkir kecil.

   Sepiring kue-kue, kalau lagi ada.

   Dan bahan pembicaraan yang tak habis-habis.

   Namun ada dua hal yang tidak pernah mereka bahas.

   penyebab kejadian Re mengurung diri, dan pekerjaan Diva.

   Ale penasaran bukan main.

   "Aku tidak mengerti, kalian hampir setiap malam bertemu. Berarti kapan dia kerjanya?"

   Tanyanya pada Re.

   "Siangsiang kali, ya? SAL Sex after lunch."

   "Aku tidak tahu, dan tidak mau tahu. Yang jelas, dia sudah berhenti dari catwalk. Dan kalau setiap pagi-pagi aku tanya, dia hampir selalu bilang tidak bakal ke mana-mana."

   "Dan kamu percaya? OK please. Naif amat."

   "Kenapa juga aku harus yakin dia bohong? Apa gunanya?"

   "Aha... aku tahu,"

   Ale mengangguk-angguk yakin "kamu lebih baik tidak peduli karena kalau kamu tahu 201 kenyataan sebenarnya, kamu bakalan sakit sendiri, kan? Tidak rela?"

   "Dia adalah manusia paling mandiri yang aku tahu, dan kedewasaannya lebih dari cukup untuk sekadar menentukan pilihan kerja. Jadi buat apa aku pusing-pusing soal itu? Dan kalau kamu mengira aku menyimpan rasa cemburu kelas kampung, kamu salah besar. Kita cuma bersahabat. Tidak lebih."

   "Tapi dia istimewa, kan?"

   "Sangat. Tidak akan kumungkiri."

   "Jadi... apa lagi?"

   "Aduh, sudahlah, hentikan berpikir klise seperti itu. Lama-lama aku muak, tahu?"

   Ale nyengir.

   "Hei, aku memang cuma mengujimu barusan. Dan ternyata kondisimu lebih gawat lagi. Re. Kamu memang tidak ingin menjadikannya pacar, tapi aku yakin perasaan yang kamu milikiA"terlepas kapan kamu menyadarinyaA"jauh lebih besar dari yang bisa kita bayangkan."

   Re pun terenyak-.

   Barangkali Ale memang Nostradamus untuk perkara asmaranya, tapi ia tak menyangka akan terbaca sejelas ini.

   Supernova Bunyi modem berderik-derik seperti kor jangkrik.

   Ada sepasang mata yang berkilat-kilat, tidak sabar menunggu kata itit muncul; connected.

   Tak sampai lima menit, barisan pesan-pesan berdatangan.

   Dengan cepat ia menyortir satu-satu.

   Berulangkah mengklik tanda reply.

   Tak ada yang mampu merenggutnya dari ruangan itu.

   Dari padat lalu lintas benaknya.

   Tariannya di atas sarang laba-laba.

   >Supernovai percayakah kamu akan suratan takdir? Saya percaya ada proses surat-menyuratA Takdir yang interaktif -Bukan satu arah* Apa pun yang Anda lakukan dan Ažpikirkan, akan berakibat penuh pada duniaA Terlepas dari Anda menyadarinya atau tidak.

   r a o Sana halnya alami bumi-i yang juga punya napas sendiriA Andaikan kita 'cukup peka dengan semua ini i kita akan melihatnya sebagai proses surat-menyurat.

   Korespondensi antarsahabat pena yang berada dalam satu tubuhA >Percayakah kamu akan surga? Neraka? Malaikat? Iblis? Saya percaya setiap manusia dapat mewujudkan surga-A-neraka-A-berlaku seperti malaikati dan menjadi iblis itu sendiri A <sA"nd>> >Supernova-i kamu percaya Tuhanf Percaya? Saya melihat-Nya di mana-mana.

   Setiap detik i bahkan celah di antaranya.

   Tapi saya tidak yakin kita sedang membicarakan Tuhan dengan persepsi yang sama* < s e n d > > >Saya hanya penasaran* *A pernahkah sang Supernova jatuh >cintaf Tangan yang tadinya lincah, perlahan berubah mematung.

   Bukan yang pertama kali ia ditanya seperti itu, pertanyaan iseng orang-orang yang penasaran dengan sosoknya yang sangat impersonal.

   Tapi tetap saja ia tak menemukan jawaban yang tepat.

   Pernahkah ia jatuh cinta? Sebagai jawaban, komputer itu malah dipadamkan1*.

   Gio "AZoa26, Gio?"

   "Aloa... querida! Ini benar-benar kejutan!"

   "Jam berapa di sana? Aku harap tidak mengganggu."

   "Jam empat sore. Jamnya orang-orang Eropa ini siestal Tapi kamu tahu, mana pernah aku tidur siang."

   "Gio, aku mau memberitahukan sesuatu."

   "Kamu baik-baik saja, kan?"

   Suaranya langsung cemas.

   "Aku... sudah siap pergi." 36 Halo 203 Hening, cukup lama.

   "Gio..."

   "Kamu serius. Diva?"

   "Aku akan butuh segala info dari mu."

   "Kamu yakin tentang hal itu?"

   Ulang Gio sungguh-sungguh.

   "Hei, aku ini milyuner eksentrik yang bosan duit,"

   Diva malah berseloroh.

   "tentu saja aku serius!"

   "Aku akan siap menemanimu. Ke mana saja."

   "iVao", querido. Aku pergi sendiri."

   Gio menghela napas.

   "Baiklah."

   "Aku akan kirim e-mail malam ini juga. Tolong dicek, ya."

   "Sfm.28"

   "Muito obrigado23, Gio."

   Dhimas & Ruben "Aku akan menamatkan cerita ini, Ruben."

   "Dengan cara bagaimana?"

   "Masih belum tahu. Ada usul?"

   Kaki Ruben langsung bergoyang-goyang, keningnya berkerut. Ditunggunya bohlam itu menyala.

   "AHA!"

   Justru Dhimas yang berteriak.

   "Aku harap ide itu sespektakuler suaramu,"

   Timpal Ruben sambil memegangi kupingnya yang berdengung.

   "Aku tabu..."

   Bola mata Dhimas membundar.

   "kita akan membiarkan cerita Ini selesai sendiri!"

   Bola mata Ruben ikutan membundar.

   "Wow! Ide yang sangat jeniusi Dapat dari siapa? Badut?!"

   "Sabar dulu. Tuan Einstein. Justru inilah momen puncak karya kita. Momen di mana kita diuji oleh pemahaman kita sendiri. Atau seperti istilahmuA"bifurkasi?"

   "Aku tidak mengerti; Gelap!"

   "Kita berdua dapat merasakan betapa hidupnya kisah "Tidak ABaik 39 Terima kasih banyak PERNAHKAH, 8upERNavA? ini, dan sudah terlalu banyak kebetulan yang membuatku tercengang-cengang. Apakah tidak pernah terlintas di kepalamu kalau kita juga bagian dari hierarki berbelit ini? pan kunci penentu bisa ada di mana saja. Tidak lagi penting. Yang penting rencana besarnya sudah ada, bukan? Di level yang tidak terganggu-gugat, katamu. Jadi, bagaimana kalau kita letakkan pena, dan biarkan cerita bergulir dengan sendirinya. Cepat atau lambat, titik akhir itu pasti akan datang. Bagaimana pun caranya."

   Muka Ruben dilukisi konflik.

   "Tidakkah kamu ingin juga berolahraga, meloncat kuantum seperti mereka?"

   Dhimas tersenyum lebar.

   "Pertama-tama kita harus membalikkan posisi, Ruben. Bercermin. Berhenti jadi dalang, dan ikut berperan dalam cerita."

   Ruben geleng-geleng kepala.

   "Aku dapat menangkap maksud ide sintingmu, tapi... aplikasinya seperti apa? Kita harus bagaimana?"

   "Diam,"

   Jawab Dhimas mantap.

   "Kita harus diam. Biarkan dalang yang sebenarnya menampakkan diri."

   "Diam apa ini... diam filosofiskah? Diam berpikir? Atau benarbenar diam dan tidak menyentuh pekerjaan kita?"

   Ruben masih bingung.

   "Kedua-duanya."

   KEPING Cermin yang Hidup nenjelang pakui setengah dua malam.

   Huruf-huruf di buku itu mulai mengabur.

   Rasa kantuknya tidak tertahankan lagi, dan matanya pun terpejam.

   Gelap.

   Seliweran sisa-sisa pikiran melintas untuk terakhir kali.

   Benar-benar gelap.

   Sunyi.

   Terdengar sayup-sayup suara tangis yang terkempit dalam isapan bantal.

   Tangis anak perempuan.

   Ada langkah-langkah berat, menggema di koridor.

   Pintu berderit pelan.

   Ada suara yang berbisik, mengatakan ia berbeda dengan anak-anak yang lain dan betapa indah dirinya.

   Re merasakan dingin, seperti bajunya dilucuti satu-satu.

   Ia mengerang.

   Selangkangannya terasa sakit.

   Berulang-ulang.

   Tak berhenti, rasanya bertahun-tahun.

   Tangis itu semak in pilu.

   Ada amarah yang menggelegar di dada, kecewa yang tak berujung, dan ia melihat setan-setan berbaju putih seperti malaikat.

   Setan yang mengajarkan sembahyang.

   Setan yang berpidato tentang kebesaran Tuhan.

   Setan yang mengutip ayat-ayat kitab suci.

   Tuhan sendiri membeku entah di mana.

   Tangannya yang hampir setiap malam meraih minta tolong tidak pernah digubris.

   Setan...

   malaikat...

   manusia...

   gambar-gambar itu 206 Cermin yang hidup teraduk jadi satu dalam kebingungan dan kemarahan yana terus membuncah.

   Sakit Uu tidak tertahankan lagi SaLai akhirnya ia...

   meledak.

   3 ' Htu Setiap sel tubuhnya seperti meletus, dan aliran listrik mengaliri segala sudut.

   Mendadak segalanya gelap Hitam yang tak terhingga pekatnya tapi tak menakutkan Sebaliknya, damai.

   Dirinya adalah kedamaian, dan tubuh tak lagi memenjara.

   Matikah ia? Sepertinya demikian.

   Ia tak ada sekaligus berada di mana-mana.

   Tak ada lagi pertanyaan.

   Tak ada lagi batas dan kendala materi.

   Yang ada hanyalah keabadian.

   Sampai percikan biliunan cahaya perlahan datang, menjadikan gelap tadi bening.

   Bening sejernih tetes embun pagi pertama di taman Firdaus.

   Dunia hadir kembali dalam kejernihan, dan ia melihat dirinya di manamana.

   Warna-warna mencuat keluar.

   Wangi-wangian menyerbu rongga hidung.

   Dan ia merasakan Sahara dari sebutir pasir yang hinggap di kulitnya.

   Memar di tubuhnya hilang, juga rasa sakitnya.

   Kulitnya menghalus tak terkira.

   Matanya bersinar jernih, dan seluruh saraf di tubuhnya siaga berkali-kali lipat.

   Muncul tonjolan halus di pertemuan alisnya.

   Semua detik adalah baru, tidak ada pengulangan.

   Memakan sebutir apel rasanya makan berkeranjangkeranjang.

   Tidak ada memori yang tersimpan.

   Ia hanya berpikir kalau ia mau.

   Dan ilmu bagaikan sinar yang tinggal diserapnya begitu saja.

   Buku hanya masalah pemahaman dan sedikit waktu.

   Sekalipun kakinya sudah kembali berpijak di bumi, sayap-sayapnya tidak hilang.

   Ia dapat melepaskan ikatan tubuhnya kapan saja ia mau.

   Ia hanya ingin menikmati hidup.

   Bermain-main.

   Suka atau duka, tangis atau tawa, semua terjadi bersamaan baginya.

   Ia merasakan emosi-emosi itu, memberikan reaksi, tapi dalam sekelebat ia pun bisa pergi.

   Dirinya menjadi cermin yang hidup.

   Ketika ia dibenci, sesungguhnya orang yang membenci itu sedang benci dirinya sendiri.

   Ketika ia bercinta dengan seseorang, orang itu sebenarnya sedang bercinta dengan dirinya sendiri.

   Ia hanya saluran yang dilewati arus energi.

   Dan ketika ia jatuh cinta maka...

   tiba-tiba perhatian Re teralih.

   207 Cermin vans hidup Ada sebuah cermin di depan sana.

   Ia pun berjalan mendekati.

   Perlahan, Re menyentuhkan tangannya...

   ternyata cermin itu bergelombang seperti air! Dan ketika riaknya mulai mereda, ia terkesiap.

   Refleksi siluetnya di cermin itu lamat-lamat berubah.

   Lututnya pun gemetar hebat, dan seiring dengan permukaan cermin yang kembali tenang.

   Re jatuh berlutut.

   Pantulan di cermin.itu.

   ...

   ia adalah Diva.

   Jiwanya bergolak.

   Hatinya terkoyak.

   Pikirannya berontak.

   Tubuhnya meledak! Re terlonjak bangun.

   Napasnya memburu, dan keringat dingin membanjiri sekujur tubuh.

   Apakah aku mimpi...

   aku tak tahu...

   semua rasanya nyata...

   rasa sakit itu...

   ledakan itu...

   kejernihan Firdaus...

   cermin tadi...

   Diva! Secepat kilat Re bangkit berdiri, dan lari menuju pintu.

   Pintu rnmah Diva dibiarkan sedikit terbuka.

   Walaupun agak ragu.

   Re pun memutuskan untuk masuk.

   Di dalam, ada satu pintu lagi yang dibiarkan terbuka.

   ruang kerja.

   Re melangkah perlahan.

   Ada sebuah kursi kerja besar, membelakangi pintu, menghadap sebuah komputer yang menyala.

   N, Kursi itu berputar.

   Diva, menyambutnya dengan senyum.

   "Ferre. Aku sudah menunggumu."

   Dhima s & Ruben "Sejujurnya,"

   Ruben menghelas napas.

   "aku tidak tahan."

   "Tidak tahan apa?"

   "Tidak tahan DIAM!"

   Dhimas terkekeh.

   "Kamu memang jago teori doang,"

   Ujarnya geli. Ruben pun berdiri, berjalan-jalan gelisah.

   "Pada saat seperti ini, tidakkah kamu jadi berpikir tentang konsep freewillA"

   Kemerdekaan memilih yang konon dihadiahkan Tuhan buat manusiaA"mana otoritas itu, ya? Nyatanya seringkali kita tidak bisa mengelakkan nasib, takdir, lalu cuma nrimo.

   Persis seperti keadaan kita sekarang.

   Berdiam diri, pasrah, menunggu keajaiban jatuh dari langit."

   "Hei, hei... take it easy. Kenapa kamu mendadak jadi skeptis dan pesimis begitu?"

   "Aku cuma ingin mendiskusikannya saja, kok,"

   Ruben langsung beralasan.

   "Aku teringat Paradoks Wigner ketika dia mencoba menyelesaikan Paradoks Schrodinger."

   "Mendengarnya saja sudah malas. Paradoks melahirkan paradoks,"

   Dhimas melengos.

   "Eugene Paul Wigner mencoba dengan solusi pengamat plural, lebih dari satu. Tapi itu kan menjadi paradoks, lantas kesadaran pengamat mana yang mengolapskan aspek gelombang? Cuma, mungkin Wigner benar. Para pengamat tadi memutuskan hal yang sama karena mereka mengalami sensasi yang serupa atas kejadian tersebut. Sekarang, di mana kamu mau tempatkan free-will kalau ternyata semua sensasi menghasilkan respons seragam? Apa serunya lagi? Kayaknya free-will itu konsep omong kosong!"

   Dhimas mendengarkan argumentasi Ruben dengan kalem, tak sedikit pun ia nampak terdistraksi.

   "Ruben, kalau kemerdekaan yang kamu maksud adalah sejenis keinginan anak kecil yang ingin memberontak pada ibunya untuk bisa makan es krim waktu sakit flu, itu memang omong kosong. Tuhan tidak akan memberikan hadiah sedangkal itu. Menurutku, freewill adalah kebebasan manusia untuk mengubah perspektif. Kamu jatuh miskin besok, apakah itu bencana atau berkat yang tersembunyi? Semuanya ada di tanganmu. Free-will adalah kemampuan manusia mengubah konteks. Seperti yang dibilang temanku tadi... siapa namanya, eh, Ruben?"

   Ruben berdecak, antara gemas dan geli.

   "Ya, ampun! Sekarang giliran aku yang merasa bodoh! Seperti kucing yang mengejar ekor sendiri..."

   "Mungkin memang itulah hidup di alam dualitas. Seberapa pun luas pemahaman kita, akal bagaikan sebatang ilalang yang rentan tertiup angin. Gamang dan cepat goyang. Kita tetap manusia, Ruben."

   Diva & Feire "Siapa kamu sebenarnya...?"

   Tanya Re, tercekat.

   "Akulah pelajaran terakhirmu untuk bisa terbang. Berawal dari kepakan kupu-kupu kecil... berakhir dengan kilatan bintang jatuh. Kau telah mengalami metamorforsis indah dan sangat magis, Ferre."

   "Kamu tidak menjawab pertanyaanku,"

   Desis Re sengit.

   "kamu ini apa? Dan siapa yang mengirimmu? Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam mimpiku? Apakah itu mimpi atau..."

   "Pertanyaanmu tidak akan habis-habis, dan semuanya tidak ada yang perlu,"

   Diva tertawa lembut.

   "Aku manusia biasa, sama seperti kamu. Hanya cermin yang relatif lebih jernih. Kita semua cermin bagi satu sama lain. Aku melihat diriku dalam kamu, dalam orang-orang, dan di dalam alam. Aku berkaca setiap detik dan mengagumi keindahan demi keindahan. Apakah itu mimpi? Tidak menjadi masalah, bukan? Banyak orang yang matanya terbuka tapi jiwanya dibiarkan tidur. Yang penting adalah mata jiwamu, dan ia sudah terbangun sekarang.

   "Ferre, kamulah yang mengirimku. Sama halnya dengan peristiwa-peristiwa yang kamu alami. Keinginanmu... telah mendatangkan itu semua. Dan lihatlah, sekarang kamu menjadi Ksatria yang sejati. Jatuh, tapi mampu bangkit. Melesat, tapi tidak hancur."

   Perlahan Diva bangun dari tempat duduknya, datang menghampiri.

   Membelai pipinya lembut.

   Tangan itu terasa hangat, damai.

   Re pun memejamkan mata.

   Diva baru saja membelai hatinya.

   Ada saat aku berusaha membunuh jiwaku ...

   Biar kuambil peluru itu* Cermin yang hidup Ada saat hatiku sekarat ...

   Biarkan ku meregang untukmu.

   Dan di saat aku melesat...

   Aku melepaskanmu dengan kebebasan mutlak.

   Aku mencintaimut lebih dari yang kau tahu.

   Kau mencintai dirimu, lebih dari yang kautahu.

   "Lalu sekarang apa?"

   Bisik Re. Digenggamnya tangan Diva seerat mungkin.

   "Aku akan pergi."

   Re menghela napas berat, rahangnya mengeras. Sudah kuduga ...

   "Bumi adalah taman bermain yang luas, Per-re. Aku ingin bermain, berkeliling. Tapi aku masih butuh bantuanmu."

   "Sebut saja."

   "Sebuah yayasan pendidikan bawah tanah, tanpa melibatkan namaku. Uangku cukup untuk membuat satu sekolah dan membiayai macam-macam proyek pendidikan. Sekolah ini buat siapa saja, tidak ada batasan umur, dan mengajarkan satu hal. pemahaman tentang apa pun yang berkenaan dengan hidup. Dan pertanyaan yang jadi fu ndamen adalah mengapa. Bukan dulu apa. Ini adalah sekolah jaringan, bukannya tersekap di gedung beton. Aku hanya butuh tim kecil tapi profesional untuk memantapkan pergerakannya, dan kamu adalah satu-satunya profesional yang bisa "kupercaya."

   "Lalu bagaimana dengan kamu?"

   "Tidak ada meja yang mampu mengikatku, kamu tahu itu. Dunia virtual adalah kantorku. Semua yang di rumah ini akan kujual habis kecuali notebook. Dialah satusatunya instrumen jaring laba-labaku nanti,"

   Ujar Diva ringan.

   "Sekolah ini tidak akan mengenal hierarki guru-murid. Pada akhirnya kita saling membagi pengetahuan dari pengalaman hidup masing-masing. Dan biarkanlah jaringan kita berevolusi ke bentuk apa pun itu nanti. Kita hanya perunut jaring laba-laba. Mengamati simpul dari untaian benang perak yang tak terputus."

   Bagai rekahan mentari, lamat-lamat terbit senyum d"

   Wajah Re.

   "Satu kehormatan bagiku. Supernova."

   Diva nampak terkesiap.

   "Aku sering mengunjungi taman kanak-kanak itu bertanya-tanya siapakah Supernova sebenarnya. Lalu ak' bertemu denganmu, dan berharap kalau saja Supernov menjelma menjadi seorang Diva. Sampai satu hari aku menanyakan satu pertanyaan, yang tidak ia jawab..."

   Re menempelkan pipinya ke muka Diva, berbisik tepat di kupingnya.

   "pernahkah sang Supernova jatuh cinta?"

   Dan sang Supernova berbisik balik.

   "Itulah refleksi yang kulihat saat aku bercermin padamu. Ksatria."

   Keping^ ^ Jaring Laba-laba Sayup-sayup terdengar dengkuran halus Ruben yang tertidur di sofa. Sebaliknya, mata Dhimas justru membelalak siaga, membaca setiap kalimat yang muncul di layar komputernya.

   "Ini gila..."

   Desisnya sendirian.

   Tangannya berulang-ulang mengklik mouse, sementara pikirannya pun tak berhenti mereka-reka.

   siapa orang ini, organisasi apa ini, dan bagaimana alamat e-mail mereka bisa terdaftar.

   Inilah TAMAN KANAK-KANAK.

   Kesempatan Anda untuk bermain dengan hidup-Untuk benar-benar HIDUPRuang kelas ini adalah ruang informasi-, bukan ruang diskusiDemi kepentingan bersama A.

   saya menghindari berseliwerannya informasi usang yang hanya akan Anda perdebatkan satu sama lainSemua pertanyaan harap langsung ditujukan kepada Supernova, dan akan dibalas secara pribadiDhimas tak sabar ingin cepat-cepat membangunkan Ruben.

   *Gio, aku sudah memutuskan tempat mana yang paling pertama kukunjungi."

   "Ke mana itu?"

   "Apurimac."

   "Sumber Amazon. Whauw. Langsung menuju Zeus-nya sungai! Pilihan yang luar biasa."

   "Aku ingin melihat arus-arus terdahsyat, Gio. Safari sungai adalah jadwal tur pertamaku."

   "Pastikan kamu mampir ke Cuzco. Aku punya teman di sana, Paulo, akan kuhubungi dia secepatnya."

   "Obrigado."

   "Sesudah Apurimac?"

   Diva diam sejenak.

   "Tatshenshini."

   Di belahan dunia sana, Gio tersenyum.

   "Ada tips khusus, querido?"

   Terdengar suara menghela napas.

   "Ya. Di sana ada masih beruang grizzly. Hati-hati."

   Giliran Diva yang tersenyum.

   "Kamu sangat istimewa, aku harap kamu tahu itu."

   "Jangan harap aku bakal balas mengatakan kamu istimewa. Kamu... adalah matahari hidupku, Diva."

   Dhimas & Ruben Kepala keduanya bagai seikat petasan yang dicemplungkan ke api.

   Ledakan-ledakan kaget datang berentet.

   E-mail ini lebih eksplosif dari badai serotonin sepuluh tahun silam.

   Inspirasi mereka ternyata menjadi kenyataan, dan bukan sebatas tulisan hitam di atas putih...

   melainkan hidup mereka telah terbelit jaring labalaba yang mereka khayalkan sendiri.

   SUPERNOVA -Diperuntukkan bagi Anda yang ingin HIDUP Selamat datangHari ini Supernova mengajak Anda nonton ke bioskop Ingatkah Anda ketika sedang berada dalam bioskopi menyaksikan sebuah film yang menggerakkan emosi f Detik pertama Anda laruti layar yang penuh cahaya dan warna itu telah berhasil menyentuhkan kehidupan ke dalam pikiran Anda-Membuat Anda menangisi tertawan atau bahkan ingin membunuh seseorangA Di posisi itui Anda adalah penonton-penonton' pasif yang distimulasi oleh stimulus-stimulus virtual yang aktif-Apakah stimulus-stimulus tadi punya kepentingan tertentu? Kepentingan mereka hanya satu.

   berkembang biak-Melalui Anda semua.

   Apa yang Anda pikir tidak hidupi ternyata hidupi dan SANGAT hidup-Mereka seperti virusi tak d apat didefinisikan hidup atau mati i sampai ia menemukan inang untuk di jadikan medium-Respons negatif atau positif Anda tidak menjadi pertimbangan-Mereka sudah mendapatkan hidupnyai di detik pertama Anda mulai memberikan reaksi-Mulai memberikan arti -Sekarangi coba posisi lain Anda adalah sebuah tubuh di layar perak.

   Naskah dan jalan cerita diberikan dengan rinci ke dalam setiap sel-Membangun Anda menjadi tubuh-tubuh matang yang siap berkembang biak-Mendorong Anda untuk menggandakan diri Anda sendiri-Terdorong untuk berahi lalu kemudian beranak-pinak.

   Tanpa sadar Anda telah menciptakan lebih banyak lagi inang untuk mereka bersemayamLihat kesamaan antara kedua posisi dalam bioskop tadif Ya-Anda tetap menjadi pihak yang dieksploitasiStimulus yang mendorong tubuh Anda untuk beranak-pinak seperti marmot itu sudah lama dideteksi oleh ilmuwan-ilmuwan biologii mereka menyebutnya.

   DNA-Kalau Anda dengan egoisnya masih berani berkata bahwa Andalah bosnya DNAA"berdasarkan fakta naif bahwa tubuh Anda lebih signifikan daripada DNA yang tak kasat mata ituA"maka sebaiknya Anda pikir-pikir lagi* Anda adalah ruang hampa yang mereka olah menjadi kerajaan.

   Mulai merasa kecil dan tak berarti? Tenangi itu baru satuYang berikut ini lebih abstrak-Mereka menginstruksikan aba-abanya dengan halus dan tersamari ke dalam instrumen perekam dan pengulang yang tiada duanya.

   otak-Ketika Anda menemukan idei sesungguhnya ide tersebut yang menemukan Anda-Ketika Anda berpikir Anda punya idei sesungguhnya ide itulah yang memiliki AndaPara ilmuwani selama kurang dari tiga puluh tahun terakhiri telah memperkenalkan LMemetics1 atau Memetika-Ilmu ini mempelajari tmeme"1 atau memi yakni satuan dasar pembangun interpretasi pikiran i yang kemudian menciptakan budaya i sistem sosiali sistem kepercayaan i dan segala sesuatu yang berkenaan dengan interpretasi kita atas hidup Kalau Anda penasaran ingin melacaknya i saya harus memberi kabar buruk.

   tak ada mikroskop yang mampu menelanjangi wujudnya-Satu-satunya alat yang mampu menjadi detektor pergerakan mereka adalahA"kabar baikA"pemahaman Anda sendiri Izinkan saya memberikan petunjuk sederhana* Belahlah DNA dan kita akan mendapatkan kehampaan di dalamnya.

   Belahlah kata-kata dan kita menemukan abjad-abjad yang tak bermaknaSesungguhnya semua _kekosongan_ tadilah yang memegang jalan cerita-Dan kebanyakan dari kita hanya mampu merasakan residunya sajai yakni konflik-Kita yang tidak sadari cuma akan merasa jadi bulan-bulanan.

   Maka izinkan saya memberi tips ekstra.

   Pertama-1amai terimalah kenyataan bahwa segala sesuatunya relatif-Perkembangan sainsi teologii filsafati semakin hari semakin menunjukkan signifikansi bahwa kita memang hidup dalam alam serba relatif.

   Kebenaran itu relatif.

   Apa yang Anda baca di Supernova adalah relatif.

   Konflik baru berakhir ketika Anda berada di titik nol-Dengan demikian Anda akan melihat kubu-kubu di sekitar Anda tanpa menjadi obyek permainannyaHidup yang serba keras ini dapat seketika menjadi taman bermainSupernova ingin membantu Anda untuk mengerti mekanisme yang sesungguhnya i melihat dengan dua sudut pandang.

   sudut pandang sutradara dan sudut pandang aktorDengan sadar bahwa keterpisahan dalam bioskop itu harus diakhiri A> Anda akan mampu berpindah-pindah dari satu perspektif ke perspektif lain untuk mencapai apa pun yang Anda inginkan dalam hidup iniY a t apa pun yang Anda inginkan-Apakah Anda siap? Jikalau Anda memutuskan untuk menjadi budak PNA i diternakkan seperti kawanan marmoti silakan tutup program iniJikalau Anda cukup puas menjadi komputer sewaannya memi 217 SUPERNOVA pengolah dan pengeksekusi data yang pasif, kirimi saya surat berhenti berlangganan.

   Selamat tinggal dan semoga sukses.

   Tetapi kalau Anda setujui bahwa hidup ini penuh kabut menyesakkan yang ingin-, bahkan menunggu-, untuk Anda singkap, liari, kita berjalan bersama-sama.

   Ini bukan perjalanan yang mulus-, namun ini perjalanan Anda untuk menemukan DIRI.

   Bangun dari kematian ini"Memetika..."

   Desis Ruben takjub.

   "keparat itu juga tahu me me tik a."

   "Apa yang harus kita lakukan?"

   Bisik Dhimas g elisah.

   "Kopi. Kita harus minum kopi."

   "Buatkan aku satu!"

   Supernova Jemari lentiknya kembali mengetik secepat kilat.

   Terlalu banyak e-mail yang harus dibalas, ia hampir tidak merespons para penanya di chat room ICQ.

   Tiba-tiba muncul sebuah nomor asing...

   ia pun tersenyum.

   Sapaan pertama mereka telah bercerita segalanya.

   <guest> Cyber Avatar.

   Ternyata kamu ada* <TNT> Senang berkenalan dengan kalian..

   <guest> Kamu tahu kami ini berdua? <TNT> Aku tahu semua kandidatku-<guest> Kandidatf <TNT> Jaring laba-laba ini sudah terlalu luas untuk kutangani sendirian-Aku butuh beberapa pengamat lain.

   <guest> Maksudmu---kami? <TNT> Tidak banyak orang yang bisa kupercayaAJaring Laba-laba <guest> Kenapa kamif <TNT> Karena tidak banyak juga orang yang mau mempelajari keutuhan sebagai paradigma.

   Kalian akan kuhubungi lagi.

   Baru sedetik ia menutup room, muncul sebuah nomor lagi, yang sama-sama menarik perhatiannya.

   <guest> Buka jendelamu-.

   Supernova.

   Ia tertawa, lantas membuka tirai jendelanya.

   Ada Ferre di sana, melambai kecil.

   <guest> Aku akan merindukan ini.

   <TNT> Aku juga.

   <guest> Aku mencintaimu.

   <TNT> Aku juga.

   Lebih dari yang kutahu.

   KEPING 3B Individu Hanyalah Ilusi Sang Waktu terasa jadi gembul dan rakus.

   Melahap sekon lebih banyak dari porsi biasa.

   Merenggut masamasanya untuk lebih lama memeluk Supernova.

   "Jangan biarkan ia melalapmu, Ferre."

   Re tersentak. Sulit juga bersama seseorang yang punya akses ke ruang pikir.

   "Ssst,"

   Bisik Diva sebelum Re berkata apa-apa.

   "Dengarkan..." [Degup jantung.Embusan napas.Harmoni tanpa not] Itulah rima dari puisi yang tak pernah habis. Hidup. Dan bila jantung berhenti? Puisi adalah roh bertabir kata. Roh itu, tak pernah mati. Tak pernah pergi? Ia segalanya. Harus pergi ke mana lagi? Segalanya ada padamu.

   "Kita akan bertemu lagi?"

   "Tentu.Tidak tahu kapan dan di belahan bumi mana.

   " -"-A"-rA"cA"fi ilusi Mungkin nanti aku jadi Diva si pedagang kue "

   "Atau Diva si tukang kebun."

   "Usulan profesi yang bagus,"

   Diva tertawa kecil "Jangan lupa satu poci teh, dan kue bolu panas"

   "Akan selalu kutunggu saat itu. Re."

   Re terperanjat.

   "Kamu tidak pernah memanggilku begitu sebelumnya."

   "Nama itu punya arti yang agung. Aku tidak mau sembarang mengucap. Di mitologi Mesir kuno, Atum-Re adalah sosok terluhur. Sang Sumber yang mengatasi dewa-dewa. Ada sebelum segalanya ada."

   "Apalah arti sebuah nama, my dear."

   "Percayalah, artinya sangat besar. Nama adalah makna dirimu yang diresonansikan setiap saat ke semesta."

   "Tidak heran namamu Diva,"

   Re tersenyum.

   "Jadi gaungkanlah keagunganmu setiap saat. Aku ingin terus mendengarnya. Di mana pun aku berada."

   Re memeluknya pelan-pelan dari belakang.

   Panas tubuh itu mulai terasa seiring dengan rengkuhan tangannya.

   Kehangatan yang menyatukan dua jasad.

   Ia dapat merasakan semua lekukan.

   Tenggelam di antara susunan tulang punggung, tonjolan belikatnya, dan betapa hangat berdiam di sana.

   Tersesat di antara rambut-rambut halus di tengkuk itu, dan merelakan napasnya terisap pori-pori kulitnya.

   [Debur darah.Tarian energi.Harmoni cinta nan elemental] Dhimas & Ruben "Beri aku penjelasan Ruben! Serumit apa pun, aku tak peduli! Aku hanya ingin satu...

   SATU penjelasan!"

   Dhimas nyaris kalap..Sementara itu Ruben nampak terbaring santa\*ep*la menghadap langit. Senyum puas menghiasi wajahnya. Rileks, Dhimas. Ini kan garagara ide brilianmu juga. Nikmati dululah." .Až "Ya, aku tahu! Tapi... it's too good to be true.

   "Otopoiesis. Mungkin hanya itu yang bisa kukatakan padamu."

   S UPEHNQvA "Terima kasih. Penjelasanmu sangat terperinci. Eh, maaf, tapi apa ya bedanya otopoiesis dengan Otong Lenon?!"

   Tanya Dhimas ketus.

   Ruben terpingkal.

   MOopst sorry.

   Baiklah, alam ini seperti spektrum, berawal dari sistem sederhana sampai sistem yang sangat kompleks.

   Otopoiesis berada di ujung spektrum alam.

   Saking kompleksnya; makhluk-makhluk otopoietik ini biangnya paradoks.

   Setiap makhluk otopoietik punya struktur yang mampu memperbaharui diri, dan setiap organ punya tingkat otonomi tinggi serta memiliki identi tas berbeda-beda yang tetap bertahan sekalipun terikat dalam jaringan.

   Tapi di lain pihak, karena sistem otopoiesis ini terbuka, maka ia punya ketergantungan dan ikatan yang dalam dengan lingkungan.

   Padahal lingkungan ini jauh dari ekuilibrium, selalu ada fluktuasi energi tinggi yang melibatkan kebutuhan makan, sinar matahari, unsur kimia, mineral, dan sebagainya.

   Artinya, setiap struktur otopoietik punya sejarah pribadi yang unik, tapi sejarah ini kemudian terkait lagi dengan sejarah yang lebih besar dan struktur otopoietik lain, dan seterusnya, dan seterusnya.

   Semakin besar otonomi satu organisme, semakin dalam lagi belitan yang menjeratnya.

   Atau malah, tak terputus..."

   Wf&.

   "Yang artinya?!"

   Potong Dhimas tidak sabar.

   "Individu hanyalah ilusi."

   Dhimas tepekur.

   Ia mulai melihat semua kaitan ini...

   dengan lebih jelas lagi...

   'Semua realita itu nyata, tapi keterpisahanlah yang ilusi.

   Di satu titik, kita semua adalah satu organisme.

   Roh dan materi dibangun dari satu unsur yang serupa.

   Dwiaspek dalam ketunggalan.

   Dan kejadian yang saling menyilang ini sebenarnya tidak semisterius yang kita duga.

   Inilah yang disebut..."

   "Sinkronisitas!"

   Dhimas berseru, takzim.

   "Carl Jung, beliau benar-benar memberikan istilah yang sufisien, ya?"

   Ruben tersenyum.

   "Dan... dan kita baru saja mengalami sinkronisitas yang luar biasa."

   "Sinkronisitas adalah komunikasi yang terjadi dalam Kesadaran, dan digerakkan oleh satu Maha Rencana. Kalau kita memandang ini sebagai proses sebab-akibat, niscaya tidak akan masuk akal. Semua kebetulan yang bermakna ini bukan hasil kausalitas."

   "Aku mengerti. Masing-masing dari kita bertolak dari sejarah pribadi yang tidak ada kaitannya, tapi lihatlah sekarang. Kita semua berada di jaring laba-laba yang sama. Bedanya, Supernova lebih dulu menyadari hal ini."

   Tiba-tiba tawa Ruben meledak. Terpingkal-pingkal.

   "Selama ini... ha-ha-ha... selama ini aku dengan sia-sia memikirkan perumusan Kesadaran dalam sains! Itu bodoh! Ha-ha-ha! Imbisil! Idiot!"

   "Ruben, tolong jangan bilang kamu jadi gila gara-gara ini semua. Hidup jadi gay sudah cukup susah, jangan persulit keadaanku lagi..."

   "Supernova benar! Semua ini adalah jaring laba-laba, dan selama aku diam dalam simpulku, tidak mungkin aku menerangkan jaring itu sendiri. Sains menerangkan fenomena, tapi Kesadaran sendiri bukanlah sebuah fenomenon, melainkan segala-galanya termasuk sains adalah fenomenon dalam Kesadaran. Yang harus kita cari adalah sains yang kompatibel dengan Kesadaran. Itu dia!"

   Dhimas tersenyum lebar.

   "Ternyata kamu waras. Malah, tambah waras.".

   "Inilah yang dimaksud Abraham Maslow. Pada bentuknya yang paling ideal, sains tidak akan punya lagi persyaratan masuk. Ia terbuka pada segalanya dan tidak mengecualikan apa pun."

   "Aku jadi ingat Copernicus yang mengubah pandangan dunia, bahwa ternyata bumi bukan pusat orbit, melainkan matahari. Sekarang aku ingin mengubahnya lagi, kita memang pusat semesta, walaupun bukan secara geografis. Kita adalah pusat karena..."

   "Kita adalah maknanya."

   Kedua pria itu berangkulan, menghadap jendela, menatap konstelasi bintang dan menemukan cermin mereka di mana-mana.

   223 KEPING Segalanya Ada Padamu Tirai jendela di seberang rumahnya tertutup jua.

   Hari itu tiba sudah, dan Supernova agaknya kurang suka perpisahan.

   Ia hanya menyelipkan secarik kertas di pintu depan.

   Segalanya ada padamu.

   Di dalam dirimu.

   Termasuk aku.

   ,AA"..

   i Ada getar yang menoreh perih dalam hatinya, sekalipun Re tahu mereka tidak terpisah.

   Sayupsayup terdengar alunan lagu dari putaran piringan hitamnya.

   Dan betapa ia merindukan Diva, berandai kalau saja bisa memeluknya, mengajaknya berdansa meniti kata-kata terindah.

   "... Love is free, free is love/Love is living, living love ..."

   Namun siapa kiranya yang dapat menahan Bintang Jatuh? Dia telah datang menyalakan langitnya, dan kini dirinya sendirilah yang memegang kunci cahaya itu.

   Re memejamkan mata.

   Sebuah perasaan mahaindah merasuki setiap kelumit batin.

   Menggerakkannya bangkit.

   Melebur dalam langit pagi.

   Puteri.

   lihatlah aku.

   Aku melayang tinggi.

   Menembus semua akal.

   Cinta tak pernah jadi hantu.

   Ia menjejak nyata di seluruh jagat raya.

   Dan itulah Aku.

   Ruang itu mulai terasa sumpek.

   Hamparan buku dan kertas nyaris memenuhi setiap inci lantai) hanya ada ruang yang pas-pasan untuk tubuh mereka berdua.

   "Sepuluh tahun, Dhimas."

   "Dan kita melangkah lebih jauh dari yang kita duga."

   Sejenak mereka menikmati hawa euforia, sampai tibatiba sesuatu menggelitik pikiran Dhimas.

   "Ruben... mungkinkah Supernova ternyata salah satu dari tokoh kita?"

   "Mungkin. Kenapa tidak?"

   "Andaikan kita berdua juga bagian dari cerita yang kita buat sendiri. Kira-kira apa peran kita?"

   Ruben diam. Ide itu agaknya terlalu fantastis untuk ia tanggapi.

   "Bagaimana kalau ternyata kita hanya dalang tempelan. Figuran. Dua orang pria yang bahkan tak punya nama belakang... hidup dalam sebuah molekul pikiran seorang penulis lain... dan kita selamanya tak akan bisa keluar dari sini." * Ruben bergidik ngeri, tapi ia berusaha melanjutkan.

   "Semua memori, pengetahuan, dan hikayat hidup kita hanya diinjeksikan begitu saja... kita tidak sungguhan mengalami itu semua."

   "Dan eksistensi kita habis di halaman terakhir bukunya."

   "Dan... dan... sebenarnya selama ini kita tidak pernah keluar dari rumah sedetik pun."

   "Kita hanya dua orang pria tak punya nama belakang di dalam kamar kerja bertugas jadi dalang untuk cerita seseorang dan selamanya tinggal di sebuah molekul pikiran."

   "Bagaimana kalau dia amnesia?"

   "Kita tamat."

   Keduanya terdiam dengan perasaan campur aduk.

   "Ruben..."

   "Ya?"

   "Aku mencintaimu."

   "Ha?"

   "Setidaknya aku tamat dalam rasa cinta." 225 SUPERNOVA -"j\jcu juga mendntaiinli."

   Mereka lain berpegangan tangan erat. Dua pria yang tak punya nama belakang di dalam sebuah kamar kerja. Saling mencintai. THE BEGINNING Bangs, Richard & Christian Kallen ExninrinAž A". m A-1 Orford^iwl!1"11' Meme Machine-Ne"

   York.

   Bohm, David and F.

   David Peat.

   Science Order anrf Creativity.

   New York.

   Bantam, 1987! ' Brodie, Richard.

   The New Science of the Meme .

   Virus of the Mind.

   Seattle.

   Integral Press, 1996.

   ; Briggs, Jones & F.

   David Peat.

   An Illustrated Guide to Chaos Theory and the Science of Wholeness.

   Turbulent Mirror.

   New York.

   Harpers and Row Publishers, 1989.

   Chopra, Deepak.

   How to Know God.

   The Soul's Journey into the Mistery of Misteries.

   New York.

   Harmony Books, 2000..Ferris, Timothy.

   A State of the Universe(s) Report .The Whole Shebang.

   New York.

   Simon & Schuster, 1997.

   Gleick, James.

   Chaos.

   Making a New Science.

   New York.

   Viking, 1987.

   Goswami, Amit & Maggie Goswami & Richard E.

   Reed.

   How Consciousness Creates the Material World .

   The SelfAware Universe.

   J.

   P.

   Tarcher, 1998.

   Greider, William.

   The Manic Logic of Global Capitalism .

   One World, Ready or Not.

   New York.

   Touchstone, 1998.

   Hofstadter, Douglas R.

   Metamagical Themas.

   Questing for the Essence of Mind and Matter.

   Toronto.

   Bantam, 1985.

   Hutchinson, The.

   Encyclopedia of Science.

   Great Britain.

   Helicon Publishing Ltd., 1998.

   Margulis, Lynn & Dorion Sagan.

   Microcosmos.

   New York.

   Summit Books, 1986.

   Peat, F.

   David.

   The Bridge Between Matter and Mind .

   Synchronicity.

   New York.

   Bantam Books, 1987.

   Wilson, Edward 0.

   The Unity of.

   Knowledge Consilience.

   New York.

   Vintage Books, a division of Random House, Inc., 1998.

   A Adam dan Hawa, 1S6 adrenalin, 84 alien, 15 Amazon, 214 Amerika, 14,54,69, 72,73 Amnesty International, 14(7 Amplifikasi, 7,8,35,42,139 Andes, 93 antagonis, 46,120 Apurimac, 214 Aquarian Conspiracy, 139 arbitrase, 56 area abu-abu, 48 atraktor asing, 44, 45, 106 Atrial Septal Defect 40 Atum-Re, 221 aurora, 28 Avatar, 14,15,136.137,139, 187, 218 awareness, 172,182 B bad-trip, 9 Baht 198 bakteri, 7,196 A-'t bakteri cyan, 196 Baltimore, 4,73 Bandung, 102,109,128 Barbie, 64 Barnes & Noble, 87 Bell, Alexander Graham, 77 A Bergstrom, Matti, 87 Berkeley, 72,109 bffurkasf.

   7,8.16,35,42.48,50.

   175, 200,204 Bimasakti, 7 biologi.

   195,216 biosfer, 196 Bohm, David, 182 Bohr, Niels, 170 C cahaya.

   1,28,172.207,215,224 catwalk.

   92, 201 chaos.

   6, 7,9.10.35, 44,87.88.

   90, 139 chip, 173 Cina, 98,116 Cinta, 12.13.15,28.31,32,42.43, 66,75,79.95,106,113.118.

   121,132,162,197,221,225^ 226 Citra, 8,44,171,199 CNN, 120 Cobafa, Kurt 47 coming out 11 consciousness, 172 Copernicus, 223 cortex.

   87,88,151 CUZCO, 214 D Dapur Agung, 6 Das Kapital, 68 Descartes, 183 destruktif.

   82 detektor, 168, 216 detoksifikasi, 82 dikotomis, 169,170 disinfektasi, 82 DNA, 216,217 dolar, 57,92,100,131,132 Dualitas Elektron, 9 Dupont Circle, 11 E Ecstasy, 5 Einstein, 9,47,86, 87,151,204 ekosistem, 196 eksistensi, 196,225 Ekspatriat 73 ekuilibrium, 6, 222 El-Maut 178 elektron, 168 E-mail, 22, 143, 214, 218 embrio, 88 endoifin, 12 energi, 44,56,106,170,196,207, 220, 222 entrepreneur, 100 Epimenides, 16,171 evolusi, 7,8,21, 48,88.195,198 F Faraday's Cage, 172 feedback, 7,42,106,140,182,197 fenomena, 6,8, 24, 91, 92, 168,223 Feuerbach, 68 Rente.

   68 film, 6, 27,37,110,137, 215 filosofi, 181 filsafat l, 217 filsuf, 142 Finlandia, 87 ftuks.

   7 fluktuasi, 222 free-will, 209 Freud, 27,187 G gambar proyeksi, 8 gay, 11,12,80,223 geiger counter, 168 gelombang, 7,89,168,172,173.

   188 gestalt 171 Gftf terawangan, 135 gletser, 98,161 Gletser Rekiak, 98 global 14,89,140,142,182 Gramsci, 68 Grand Canyon, 55 Greenpeace, 140 grizzly, 214 H Habermas, 68 Habibie, 27.30 Harvard Business Review, 18 Hegel 68 helium, 31 hetero, 13,15,134 hirarki, 19,139,188, 205,211 Hoftstatder, Douglas, 188 Hollywood, 137 fiolomovement, 182 homunculus, 130,167 house-mix, 58 I ICQ, 156,158,218 idealis monistik, 49 ideologi, 82,83 idiot 33,131,132, 223 imaji, 31,108,199 imajinasi, 12,16 impuls, 7 inframerah, 172 interaksi, 6, 7.170 intuisi, 13,23 inviolate level, 188 isotop radioaktif, 168 ITB, 37 3 jaring labalaba, 82,211,214, 218, 223 jaringan, 7,140,197, 211,222 jasad, 92, 221 Jepang, 54, 74,116 John Lennon, 20 jurnalistik, 37 K Kant, 68 Kariage Kun, 74, 77 Kebayoran Baru, 72 Kebon Raya Bogor, 193 ' Kekekalan, 88,89, 90.192, 200 Kesadaran,89,90,140.171,172, 173,181,182,183.188,222.

   223 keteraturan, 6, 7 keterjagaan, 172,182,183 ketidakteraturan, 6, 44 kiamat 6,164,165,166 Koevolusi, 195.197 Kohl Helmut 56 kompleksitas, 1 komputer, 15,16.23,46.47.137.

   140,164, 203.

   208, 217 kontinuum, 151 kontroversial 13 Kotak Pandora, 10 Kramat Tunggak, 67 Kreta, 16 kuantum, 6, 7.10.16,89,133,168, 188,205 Kucing Schrodinger.

   9,167,168 kulminasi, 7 kupu-kupu, 9.23.25,26.27,210 Kupu-kupu Lorenz, 9 kurva, 62 L linearitas, 88.

   91 un.55228 Dee M macaroni schotel, 186,187 Maha Ketidakteraturan, 7 Mafia Rencana.

   222 Malaysia, 54 Mandelbrot Benoit, 5 Margulis, Lynn, 196 Marx.

   55,68,195 Maslow, Abraham, 49, 223 Matahari.

   93, 99,101 matematika, 44 materi, 8,9.44,49,91,170.171.

   199, 207,222 materialisme, 68 McDonald's, 137 medan energi, 8 meditasi,.

   9 medium, 215 mekanisme, 50, 217 Memetika, 216, 218 Mescaline, 5 Mesir, 221 metafora, 11, 95 metamorfosa, 26, 210 metropolis, 14 Microgynon, 79 mikroskop, 216 mitokondria, 196 mitos, 1,9,24,26 Moralitas.

   13,85 Mark, 39 Mr.

   Bean, 27 museum.

   56.198 mutasi.

   196 N Naisbitt 139 neo-Gramscian, 68 neuro-transmitter, 5 New Eyes, 100 New Kids on the Block, 40 Newtonian, 7 nirwana, 20,135 nonlinear, 7,44.139,140 nonlokal 6,89,168,172.173,181, 187.188 notebook, 47,211 Novena, 175 0 observasi, 170 obyektivrtas.

   6 oksigen.

   82,196 okultisme, 1 ombak.

   8,148 order, 6,7,35,42,171 organisme, 7,196,222 Orion, 28 Orson, 39 Otopoiesis, 221,222 P Papua Nugini, 98 paradoks.

   16, 48, 50.

   152,154.165, 168.169,209,222 paranoid, 107 pemburit, 11 Permias.

   72 phase space, 43,44 pikiran, 1,8,15,16.19,49,50,52.

   59.76.82,106.138.146.187.

   188,197.206.216,225 potybag, 115 portofolio, 97 Portugal 93 post-modernisme, 81 post-strukturalis, 81 potensial 14 Prancis, 5.54 Prigogine, Ilya.

   7 probabilitas.

   6.7.59.154 protagonis, 48 Psikolog Kuantum, 12 psikologi, 12,172.187 psikologi transpersonal 49 Psiloeybw?, 5 Puck, 118 puisi.

   9.75,76.220 pujangga, 9.15,16,21,43,75,130 puzzle, 141 R rafting, 97, 98 realita, 2,6,7,8,49,89,108,169.

   172,222 rectoverso, 137,138 reduksionis, 7.48,172 reduksionisme.

   6 refleksi, 5, 7 rekonsiliasi, 9,15 relatif, 6,87,110,210,217 relativitas, 6,48 resisten, 7 revolusioner, 6 Rio de Janeiro, 93 robot 15,25,57,173 rolet Rusia, 169,179 Romantisme, 95 rongga abdomen, 7 rosario, 175 RSK0.82 S sains,!, 6,7,11,13,43.150,170, 217.223 San Fransisco, 26,31 Sang Waktu, 84,220 Schrodinger, Erwin, 168 Scientific American, 44 sejarah, 1, 7, 88, 223 sel 1,12,21,30,75,82.88.91,99, 109,196,207,215 sensor, 173 serotonin, 5,9,10,11,12,214 Siemens, 55, 56 Simulakrum, 20,108 sinetron, 22,43,119.120.165 sinkronisitas.

   222 sinyal lokal 137,172 Sobek Internasional 98 Socrates.

   16 Sodom dan Gomorah, 11 Sotipisme, 189 soliton, 8 Spesies, 45,188,196 spirosit 196 stabilo, 60 stimulus, 87,173,215 Surabaya, 107 Survival of the fittest 199 T takdir, 46,112,142,202,209 tangled hierarchy, 188 tank top, 59 tata surya, 7 Tatshenshirri, 98,99,214 teologi, 217 teknologi, 14,53,56,139 teori relativitas, 10, 48.151 Tibet 98 Tiger Leap Gorge, 98 TIM, 55 Timezone, 137 Tionghoa, 93 Toffler, 139 trance, 5 transenden, 6,95,173 transendental 170 transformasi, 2 treadmill, 92 tsunami, 144 turbulensi, 6,7,10,35,44,133,139 U UFO, 56,172 utopis.

   33,79 V vakum, 100 variabel 43,44 velocity, 43 viagra, 67 vibrasi, 100 Vietnam, 54 virus, 15,82,199,215 W Wagm',98 Watut, 98 wavicle, 168,169 X xenon, 137 Y Yahweh.

   11 yoga, 92 Yogyakarta.

   44 ' Yuat 98 yuppies.

   14 Z Zeus, 214 zombie.

   268, 169 zona kuantum, 6 Sebuah petualangan intelektual yang menerabas segala sekat disipliner; semacam perselingkuhan visioner yang mempesona antara fisika, psikologi, religi, mitos dan fiksi.

   Tak hanya menggoda, novel ini mungkin bahkan penting.

   [ Or.

   I.

   Bambang Sugiharto ] Kehangatan yang menyengat yang ditawarkan novel ini unik, baru dan memukau.

   Dengan pengalaman menulis sendiri dan aa membaca karya-karya sastra selama puluhan tahun, saya an hanya merasakan, tapi juga terseret di dalamnya.

   [ Arswendo Atmowiloto ] Novel ini, terutama penyusunan dialog dan komposisinya, merupakan perwujudan dari kebudayaan kita yang sekarang diguncang oleh tidak adanya makna yang bisa dijadikan pegangan.

   Sangat menarik.

   [ Sapardi Djoko Damons ] Mereka yang oleh sebab kebiasaan lama terlalu membedakan fiksi dan nonfiksi, mungkin kecewa dengan buku ini.

   Tapi tidak bagi yang selalu bergairah menyongsong segala hal yang tumbuh.

   [ Sujiwo Tejo J **~' Sebuah novel yang menarik dari angkatan muda kita.

   Inilah karya sastra intelektual bergaya pop art yang sepenuhnya bermain di dunia hakiki.

   Menentang nilai-nilai lama dengan mengajukan argumentasi-argumentasi baru, agar pembaca memiliki persepsi baru tentang keberadaannya.

   [ Jakob Sumardjo ] Di tebing akhir Supefnova akan muncul sebuah kalimat besar yang bisa jadi kunci segala macam fanatisme yang kini tengah mengoyak negeri ini.

   Matilah terhadap segala yang kau tahu.

   [ Putu Wf jaya ] Salah satu kesegaran baru yang muncul dalam sastra Indonesia tiga tahun terakhir ini.

   Penelusuran nilai lewat sains, spiritualitas dan percintaan yang cerdas, unik, dan mengguncang.

   ( Tauffq Ismail ] "Diva tuh karakternya gua banget.

   Thanks, Wi." [ Tri, sahabat agak kege-eran ] "You rock, girl! UNDERGROUND RULES!!" [ Arian, sahabat, musikus ] "Nama saya Yasep, panggilan Joshep atau Josh.

   Begini, sebenarnya saya mau memberitahu kalau Dewi itu pengagum saya, dan suka ikut-ikutan.

   Sebetulnya semua ini adalah akibat diskusi-diskusi dengan saya, cuma saya terlalu malas menulis, jadinya ..." [ Joshep, sahabat, rekan curhat, krisis Identitas ] t "Hai, cewek-cewek .-..

   " [ Mulki S Ridhan, sahabat, numpang beken ] "Tak kusangka-sangka, anakku bisa buat buku rupanya. Tapi kenapa hurufnya kecil kali kau buat?" [ Ayahanda, tanpa kacamata ] "Saya berubah pikiran."

   Tidak seberat yang dibilang orang.

   Ceritanya Mbak Dewi buanget." [ Arina, adik, penggemar komik ] "Sampaikan kritik dan saran untuk Dee.

   Karena puji-pujian hanya untuk Tuhan." [ Nia, teman menunggu di percetakan ] "Khemod.

   Kreatif.

   Kece.

   Kepepet.

   Kesepian.

   Korban." [ Khemod, sahabat, pasang Iklan ] "Novel sing ditulis Mbak Dewi pancen bedo karo novel liyane sing ernah tak woco, sing isine soal percintaan remaja sing jorok (an urang mendidik.

   Tapi Supernova ono kata-kata sing kurang tak ngerteni.

   Selamat kanggu Mbak Dewi.

   Aku enggak rrgiro iso ketemu langsung! Matur nuwun." [ Mariyanti, 23, asal Ngawi, pembantu ru mah tangga di kawasan Slipi -Jkt] "Aduh, bo! Gue capung ngurusin produksi elo.

   Kapan selesainya sih ini semua? Tengki bensin aja, deh.

   Jangkar sering-sering, ya.

   Puspita bambang, neeh ..." [ James, manajer produksi berkepala Andre Agassi ] Supernova 23 AVAILABLE IN CASSETTE & CD OUT OF SHELL Gratis Kompilasi Pufsi untuk setiap pembelian CD/Kaset "Out Of Snail"

   Bagi yang sudah memiliki/mernbeli SUPERNOVA.

   Rariaki i Hi WkaJtakn bertanda khusus.

   seekor anjfng roft STamoyed jantan bernama BHHueard aliftjtf Blizzg.

   Panggilan mayang.

   Blijar, Zjar, SuW&'ar.

   Usia.

   3.5 tahun No ta-too di "kuping.

   C7S 16 CSriciri Bpeeifik.

   Tidak pernaH menggonggongi manusia.

   Hanya tikus, kucing, kecoak, ayam, dan kadang-kadang printer.

   Lucu.

   Agak bodoh.

   Baik, dan amat jinak.

   Vokal cenderung lebih tinggi dan cempreng dibandingkan Hamouod Jantan lainnya.

   Prejvtaflri.

   model untuk cover album Rida, Sita, Dewi gang ke-3 ("Satu").

   Lokasi TJCP.

   Jalan Patrakomala, Bandung.

   Mama pemilik.

   Dewi Lestari/D ee/Keluarga Simanguneong.

   McepaT PULans, buzz y.

   Kami semua me^msuKanmu Bagi gang menemukan harap Hubungi Truedee Book* (alamat ada di "halaman depan).

   twA"

   IMtkaTan menarik dan keuntungan seumur hidup.

   1 Baiklah, untuk menunjukkan keseriusan kami, berikut adalah hal-hal yang selama ini menjadi keresahan masyarakat terhadap Supernova dan perlu kami sikapi dengan sungguh-sungguh.

   1.

   Supernova yang dicetak di atas kertas koran/buram, dan dikenal dengan nama gaul.

   "edisi hemat", bukanlah barang bajakan. Justru untuk menghindari pembajakan, kami memutuskan untuk "membajak"

   Barang kami sendiri, sekaligus menjadikannya terjangkau bagi kalian-kalian yang mengejar isi, tidak peduli kulit, atau memang pelit.

   Harga resminya 16.500 perak, dan masih mungkin terjadi variasi harga di pasar, tergantung pada kemurahan hati atau terjepit tidaknya kondisi finansial sang penjual.

   2.

   Untuk distribusi, khusus di kampus, dan tempat-tempat lain di seluruh pelosok negeri, di kampung maupun 'di kota, di gunung ataupun di pantai, bahkan di Mars kalau memungkinkan, Srudooks membuka peluang penuh untuk kamu-kamu yang ingin berbagi rezeki dengan kami dengan ikut menjual Supernova, silakan hubungi alamat kami di halaman depan, atau hubungi posko-posko Perjuangan Truedee YESSl di manapun itu berada.

   3.

   Sejak masih menjadi embrio di jagad inspirasi sana, bersama-sama para balon (bakal calon) ide lain seperti teori terbaru tentang lubang hitam, teknik kloning paling kini, atau strategi politis terbusuk, Supernova sudah direncanakan untuk menjadi cerita serial.

   Jadi, bukannya karena semangat ingin punya sekuel karena terbilang berhasil di gebrakan pertama.

   Kami pun tidak akan memunculkan nama Supernova 2, 3, 4, dst, seperti terobosan jenius sinetron "Tersanjung".

   Supernova akan hadir dengan judul episode berlainan yang orisinal, misalnya.

   "Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh 2". Atau untuk menyenangkan Kang Wawa akan kegemarannya pada abreviasi, bisa saja kami mencantumkan. SUPNOV KPBJ 2 oleh. D-RSD, A.S. (artis selebritis). 4, Ehm, ehm. Ini amat penting. Simak baik-baik. Nama "Dee"

   Diucapkan dengan bunyi 'di', seperti 'mie', atau 'gigi'.

   Bukan 'de\ Bukan juga 'deee' (tetap bunyi 'e' tapi panjang).

   Dan yang paling pasti, bukan 'de'e'! 5.

   Walaupun harus menggunakan ancaman kekerasan dan berbagai bentuk .

   intimidasi lainnya, kami jamin .bahwa Dee, di tengah kesibukannya yang super padat akan tidur siang, tetap membaca situs Truedee, khususnya guest book.

   vi Dee 6.

   Kami menjamin keaslian identitas Dee di komunitas tmedee-ustfSvahoogroups.com.

   Tapi sekedar pemberitahuan; Dee tidak pernah chatting dengan nick "Supernova"

   Di channel apapun. 7. Dee BELUM PERNAH membaca "Sophie's World"

   Atau "Dunia iSophie* karangan Jostein Gaarder.

   Mungkin suatu saat nanti, katanya.

   Kalau sudah ada yang mau meminjamkan atau memberi gratis.

   8.

   Mungkin sudah saatnya kami mengkonfirmasi ulang bahwa Supernova adalah cerita fiksi.

   Fiktif.

   Karena itu, kami tegaskan bahwa Srudooks tidak menyembunyikan/ memperkerjakan/ menyewakan Diva.

   9.

   Footnote.1 Tidakkah kata itu membuat Anda gila, sekaligus terpesona? Begitu banyak tanggapan yang datang sehubungan dengan jumlah footnote di Supernova.

   Banyak yang bilang itu mengganggu, tidak perlu, aneh, dsb.

   Namun sesungguhnya, kami tidak sekedar menggunakan footnote karena banyaknya istilah asing atau ilmiah yang perlu diberi keterangan tambahan, melainkan karena footnote adalah bagian dari kultur dan etos kerja kami.

   Tak terpisahkan.

   Setiap pagi, sebelum bekerja, staf Srudooks melakukan pemanasan berupa gerakan senam sehat diiringi musik house-mix mutakhir, sambil meneriakkan yel-yel.

   "F-Q-0-T-N-O-T-E! Footnote! Footnote! Foooot... FOOTNOTE! YESS!"2 10. Dee memang memiliki selera bacaan yang aneh untuk seorang... Dewi Lestari. Kami dapat mengerti apabila hal tersebut lantas menggerahkan banyak orang, terutama karena ia begitu berani memuat sekian banyak pengetahuan empiris untuk fiksinya, dan bukannya diam di area abstrak sastra sehingga mudah berkelit ke kanan dan ke kiri dalam nama Seni. Karena itu, kami akan menganjurkan secara intensif agar Dee mulai membaca buku yang lebih praktis seperti memasak dan berkebun, atau menjadi peternak anjing sesuai dengan cita-cita luhurnya. 11. Iklan kehilangan anjing di halaman belakang adalah serius. Seserius-seriusnya. 12. Iklan album solo Dee "Out of Shell"

   Cuma main-main (bo'ong, deng! A).

   Itulah dia si jali-jali.

   Final remarks dari Si Truedee Books, yang sebenarnya tidak pernah final, karena tetap saja ada perubahan apabila Anda cermati dap mulai cetakan pertama sampai sekarang.

   Entah apa nasib cetakan berikutnya, siapa tahu nanti kami muncul dalam format foto keluarga, full colour.

   Who knows? Beginilah kami.

   Sekelompok anak muda kurang kerjaan yang ingin eksis, nge-tren, cool, en tetap funky.

   Tidak lupa kami ucapkan terima kasih cup-cup mmmuaah...

   untuk kamu-kamu yang sudah patuh untuk membaca Cuap-cuap ini.

   Dan sebagai penutup, pastinya kami akan kembali mengutip satu peribahasa besar yang niscaya sanggup mengubah wajah dunia, bahkan galaksi sekitar.

   supernova vii "Ada ubi ada talas.

   Ada budi ada...

   Wati."

   Plus, satu slogan emas yang hingga detik ini masih dipakai sebagai penghias pantat truk di seantero Nusantara.

   "Kutunggu jandamu."

   Dan yang paling Anda tunggutunggu; satu permainan kombinasi pelik simbol/angka dan huruf yang akan menstimulasi otak Anda.

   "Ca 150 Yang."

   Asoy Geboy Gedebuk Enjoy] Srudooks..Untuk menyambut piknik perusahaan kami di Kebun Binatang akhir tahun ini, kami akan membuat tarian footnote akbar, menggunakan kombinasi taebo, body language, dan senam kesegaran jasmani.

   Pertunjukan ini akan digefar dekat area burung unta, di bagian rumput yang tidak terlalu becek.

   2 Gerakan "YESSTiiii adalah gerakan penutup yang klasik punya; tanan kanan mengepal, dilarik dan udara ke arah pinggang, disinkronisasikan dengan lutut kiri yang mengangkat manis.

   Huruf "sss"

   Diucapkan dengan esktra desis, dan wajah distel optimis.

   Menulis adalah perjalanan menuju satu kelahiran.

   Dan karya yang dilahirkan ibarat air nan bergulir bebas di lereng perasaan dan pikiran.

   Ia dapat tertahan di semak.

   Ia bisa hinggap di akar yang merambat.

   Namun ia juga bisa menggelinding lancar untuk melebur dalam samudera luas.

   Tak ada yang dapat menghitung berapa ceruk di lereng itu.

   Tak ada yang tahu seberapa gerah tetumbuhan di sana.

   Ia hanya akan mengalir...

   sebisanya.

   Itulah satu kesimpulan kecil dari pengalaman saya "melahirkan"

   Supernova, dan menyaksikannya tumbuh...

   dalam sekian banyak benak yang berbeda.

   Namun di titik ketika inspirasi datang berbisik, ada kesegaran yang tak terusik.

   3t^l Jadi jangan heran, apabila di kesempatan edisi evolusi ini (saya lebih suka menyebutnya demikian daripada "edisi revisi"), saya hanya ingin meluaskan ucapan terima kasih, terutama bagi orang-orang yang hadir bak air mata sejuk.

   Dari refleksinya terlihatlah keluasan samudera yang tak pernah surut.

   Hadir lewat canda, tawa, dan dukungan mereka.

   Inilah saat hati membungkuk, mengucapkan terima kasih pada staf Srudooks.

   James Erlangga, Myrfa, Abang Edwin SA, Popon, Yeni (dan Saeful-nya), Dian, Rossi dan, desainer andalan kami.

   Teple dan Roni.

   A^ Terkhusus untuk para proof-reader yang amat"

   Saya hormati. Prof. Dr. Fuad Hassan, dan Hermawan Aksan. Regu 'Gawat Darurat' Truedee. Nurdin, Hans, dan Melvin. Dan yang tak akan terlupakan. Reza Pamungkas, Wahyu, Edwin "Ewink"

   Irvanus, Lia (MQ), Wien "PasarbukiT Muldian, Bpk.

   Syahrul di Ciganjur, Sim Comm.

   Para 'penggembira' yang amat berjasa.

   Hikmat & Nia & Musyawarah Burung, Adam Herdanto Features dan seluruh kru, Whani Darmawan, Hagi Hagoromo & Dissy (Bintang Millenia), Landung Simatupang, Tommy F.

   Awuy, Bambang Harymurti, Wawan Sofwan, Sita, Arie, Rida.

   Tak lupa pula mereka yang memberi dukungan pada Supernova sejak masih jadi embrio.

   Miftah Fauzi, Ridhan, Ninun, Pim-pim, Didi, Vivi WHK, Joshua Barker, Nova Nugraha, Clay & Rileks.com, Paul & Jeroen Hehuwat, Tagor Siagian, semua sahabat yang pernah mampir memberi saran atau sekadar numpang minum kopi, esp.

   Troy, Agus Ebreh, Ani, dan Adrian Darmono (for always believing in my writing talent).

   Dan terimakasih tak berujung pada.

   Erwinthon P.

   ATapitupulu, untuk kerja keras, masukan, dan kehadirannya semenjak kukecil dulu.

   Myrfa (sekali lagi), untuk semangat, ketulusan, dan persahabatan iman.

   Triawan Munaf, untuk dukungan dan kepercayaan yang mendalam.

   Tri, sahabat tergila yang selalu mendukung 'kegilaan' mimpi.

   Joshep, sahabat tersinting yang saya harap tidak pernah sembuh-sembuh.

   Also, special thanks to.

   Takashi Ichiki (Kariage Kun's fellow fanA), Richard Oh (QB Bookstore), Laksmi & Winfred (Aksara Bookstore), Tri Suharmoko, Wahyu Rinanto, Siswidiani, Vanda, Enggar, LIP Bandung, semua organisasi, komunitas kebudayaan, unit kemahasiswaan, dan juga mahasiswa yang bergerak atas aspirasinya sendiri untuk mengadakan diskusi di Supernova di kampus/ markasnya.

   Tak ketinggalan keluarga saya tercinta.

   Ian -the best Editor, Key -the Energizer, Imelda the Brainstormer, Arina -the best Listener, Ayahanda -the greatest Supporter, Ibunda -the eager Redder and a lifetime Motivator.

   Also Blizzard, anjingku tersayang, the mast loyal Companion, untuk segala kenangan di ruang kerja dan kecurigaannya pada printer.

   Berbahagialah kamu di manapun kamu berada kini.

   Sejuta teori akan datang dan pergi, sejuta kisah cinta akan datang mengilhami, namun ada satu anak kunci yang menetap abadi.


Pendekar Rajawali Sakti Hantu Karang Bolong Pendekar Rajawali Sakti Misteri Hantu Berkabung Shugyosa Samurai Pengembara III

Cari Blog Ini