Ceritasilat Novel Online

Malaikat Dan Iblis 18


Dan Brown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Bagian 18



Saat itu Max merasakan ada sesosok yang besar berdiri di dekatnya. Malaikat? Max hampir tidak dapat melihat. Matanya bengkak dan tertutup. Sosok itu berbisik di telinganya, tetapi itu bukan suara dari malaikat. Max mengenalinya. Itu suara dari salah satu dokter-dokter tadi ... dokter yang sudah duduk di sudut kamarnya selama dua hari. Dia tidak pernah pergi, dan memohon orang tua Max untuk diizinkan memberikan obat baru dari Inggris.

   "Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri," bisik dokter itu, "kalau aku tidak melakukan ini." Lalu dokter itu dengan lembut mengambil lengan Max yang lemah. "Andai saja aku melakukan ini lebih awal."

   Max merasakan ada tusukan kecil di lengannya. Hampir tidak terlihat walau sakitnya jelas terasa.

   Lalu dokter itu dengan tenang mengemasi peralatannya. Sebelum dia pergi, dia meletakkan tangannya di dahi Max. "Ini akan menyelamatkan hidupmu. Aku sangat percaya pada kekuatan obat-obatan."

   Dalam beberapa menit, Max merasa seolah semacam kekuatan ajaib mengalir di dalam pembuluh darahnya. Kehangatan menyebar ke seluruh tubuhnya dan mematikan rasa sakitnya. Akhirnya, untuk pertama kalinya dalam beberapa hari yang menyakitkan itu, Max tertidur.

   Ketika demam itu berakhir, ayah dan ibunya berkata itu karena keajaiban Tuhan. Tetapi ketika ternyata anaknya menjadi lumpuh, mereka menjadi sangat sedih. Mereka mendorong kursi roda anaknya ke gereja dan memohon pendeta untuk menasihati mereka.

   "Ini hanya karena kebesaran Tuhan," kata pendeta itu, "sehingga anak ini selamat."

   Max mendengarkan, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.

   "Tetapi anak lelaki kami tidak dapat berjalan!" Nyonya Kohler menangis. Pendeta itu mengangguk sedih. "Ya. Itu berarti Tuhan menghukumnya karena tidak cukup mempunyai keyakinan."

   "Pak Kohler?" Itu suara Garda Swiss yang tadi berlari mendahului. "Sang camerlegno mengizinkan Anda untuk bertemu."

   Kohler menggerutu dan bergerak lagi di koridor itu.

   "Beliau heran akan kunjungan Anda," kata penjaga itu.

   "Aku yakin itu," kata Kohler sambil terus menggelinding. "Aku ingin bertemu dengan beliau sendirian."

   "Tidak mungkin," kata penjaga itu. "Tidak seorang-"

   "Letnan!" bentak Rocher. "Pertemuan ini akan berjalan seperti yang kehendaki Pak Kohler."

   Penjaga itu menatapnya dengan tidak percaya.

   Di luar pintu Kantor Paus, Rocher mengizinkan penjaga-penjaganya untuk melakukan pencegahan standar sebelum membiarkan Kohler masuk. Alat pendeteksi metal yang mereka pegang diarahkan ke seluruh peralatan elektronik Kohler tanpa hasil. Para penjaga itu menggeledah Kohler tetapi jelas mereka merasa enggan untuk melakukan penggeledahan seperti yang seharusnya karena kelumpuhan yang dimiliki Kohler. Mereka tidak pernah menemukan revolver di bawah kursinya. Mereka juga tidak menyita benda lainnya ... yaitu satu benda yang Kohler tahu akan membuat penutupan yang tak terlupakan dalam rangkaian kejadian pada malam yang luar biasa ini.

   Ketika Kohler memasuki Kantor Paus, Camerlegno Ventresca sendiri sedang berlutut dalam doanya di samping api yang sudah hampir padam. Dia tidak membuka matanya.

   "Pak Kohler," kata sang camerlegno. "Apakah Anda datang untuk memb uatku menjadi seorang martir?" SEMENTARA ITU, terowongan sempit yang disebut Il Passetto terbentang di depan Langdon dan Vittoria ketika mereka berlari ke arah Vatican City. Obor di tangan Langdon hanya dapat menyinari beberapa yard di depan mereka. Dinding itu sangat sempit dengan langit-langit yang rendah. Udaranya beraroma lembab. Langdon terus berlari menembus ke kegelapan bersama Vittoria yang berlari dekat di belakangnya. Terowongan itu menurun curam ketika meninggalkan Kastil Santo Angelo dan terus terbentang hingga ke bagian bawah benteng batu yang tampak seperti saluran air Roma. Di sana, terowongan itu menjadi datar dan mulai menjadi jalan rahasia ke arah Vatican City. Ketika Langdon berlari, pikirannya berputar berulang-ulang seperti kaleidoskop yang memberikan gambaran-gambaran yang kacau. Kohler, Janus, si Hassassin, Rocher ... cap keenam? Aku yakin kamu sudah pernah mendengar tentang cap keenam, kata si pembunuh itu. Yang paling cemerlang dari semuanya. Langdon sangat yakin dia belum pernah mendengarnya. Bahkan para pecinta teori konspirasi sendiri tidak pernah menyebut-nyebut tentang cap keenam. Nyata atau dalam khayalan sekalipun. Yang ada hanya desas-desus tentang emas batangan dan Berlian Illuminati yang tanpa cela, tapi tidak ada kabar tentang cap keenam.

   "Kohler tidak mungkin si Janus!" kata Vittoria sambil terus berlari di dalam terowongan. "Itu tidak mungkin!"

   Tidak mungkin, adalah kata-kata yang tidak mau digunakan lagi oleh Langdon malam ini. "Aku tidak tahu," teriak Langdon sambil terus berlari. "Kohler mempunyai dendam, dia juga memiliki pengaruh yang besar."

   "Krisis ini membuat CERN terlihat seperti monster besar! Max tidak akan melakukan apa pun untuk merusak reputasi CERN!"

   Di satu sisi, Langdon tahu malam ini CERN telah mendapat celaan dari masyarakat. Semua itu karena Illuminati berniat untuk menjadikan krisis ini sebagai tontonan bagi masyarakat. Walau begitu, Langdon bertanya-tanya seberapa besar sesungguhnya kerugian CERN. Celaan gereja adalah hal yang biasa bagi institusi itu. Kenyataannya, semakin sering Langdon memikirkannya, semakin sering dia bertanya-tanya apakah krisis ini sebenarnya mendatangkan keuntungan bagi CERN. Kalau pengungkapan di depan umum itu adalah bagian dari permainan, maka antimateri adalah primadona malam ini. Semua orang di planet ini membicarakannya.

   "Kamu tahu apa yang dikatakan P.T. Barnum?" seru Langdon sambil agak menoleh ke belakang. "'Aku tidak peduli apa yang kamu katakan tentang diriku, tulis saja namaku dengan benar!' Aku bertaruh semua orang diam-diam mulai antri untuk mendapatkan lisensi teknologi antimateri. Dan mereka akan melihat kekuatan yang sesungguhnya pada malam ini .... "

   "Tidak masuk akal," kata Vittoria. "Mengumumkan terobosan ilmiah tidak dengan memamerkan kekuatannya yang merusak! Ini sangat merugikan bagi antimateri, percayalah padaku!"

   Obor Langdon mulai meredup sekarang. "Kalau begitu, ini jadi jauh lebih sederhana daripada itu. Mungkin Kohler bertaruh Vatican akan terus merahasiakan antimateri dan menolak untuk memperkuat posisi Illuminati dengan memastikan keberadaan senjata itu. Kohler berharap Vatican akan tetap terus tutup mulut tentang ancamam itu, tetapi sang camerlegno mengubah tradisi pada malam ini."

   Vittoria hanya diam saja ketika mereka berlari di dalam terowongan itu.

   Tiba-tiba skenario itu menjadi lebih jelas bagi Langdon. "Ya! Kohler tidak pernah memperhitungkan reaksi sang camerlegno. Sang camerlegno telah melanggar tradisi Vatican tentang kerahasiaan dan mengumumkan krisis yang mereka hadapi. Sang camerlegno adalah orang yang jujur. Dia mengizinkan penyiaran antimateri ke hadapan publik. Itu adalah langkah yang jitu dan Kohler tidak pernah menduganya. Dan hal yang paling ironis dari semuanya ini adalah Illuminati balas menyerang. Tanpa diduga oleh mereka, krisis ini malah melahirkan jiwa pemimpin baru gereja di dalam diri sang camerlegno. Dan sekarang Kohler datang untuk membunuhnya!"

   "Max memang seorang yang menyebalkan," jelas Vittoria, "tetapi dia bukanlah pembunuh. Dan dia tidak akan per nah terlibat pada pembunuhan ayahku."

   Di dalam benak Langdon, suara Kohler-lah yang menjawabnya. Leonardo dianggap berbahaya di mata para ilmuwan puritan di CERN. Mencampurkan ilmu pengetahuan dengan Tuhan adalah fitnah ilmiah yang besar. "Mungkin Kohler mengetahui tentang proyek antimateri itu beberapa minggu yang lalu dan tidak menyukai implikasi keagamaannya."

   "Sehingga dia membunuh ayahku karena itu? Aneh sekali! Lagipula, Max Kohler tidak mungkin tahu tentang keberadaan proyek itu."

   "Ketika kamu pergi, mungkin saja ayahmu mengalami kesulitan dan mendiskusikannya dengan Kohler untuk meminta petunjuknya. Kamu sendiri bilang ayahmu juga memikirkan tentang implikasi moral dari penciptaan bahan yang sangat berbahaya itu."

   "Meminta petunjuk moral dari Maximilian Kohler?" Vittoria mendengus. "Aku tidak percaya itu!"

   Tiba-tiba terowongan itu membelok ke kanan, dan obor di tangan Langdon mulai semakin meredup. Lelaki itu mulai khawatir bagaimana tempat ini jadinya ketika oborna mati.

   "Lagi pula," sanggah Vittoria, "kenapa Kohler meneleponmu pagi ini dan minta tolong padamu kalau dia memang ada di belakang ini semua?"

   Langdon telah memikirkan hal itu. "Dengan meneleponku, Kohler menutupi keterlibatannya. Dia harus memastikan agar orang-orang tidak akan menuduhnya sebagai penyebab krisis ini. Dia mungkin tidak pernah menduga kita akan terlibat sejauh ini."

   Pikiran kalau dirinya sudah dimanfaatkan oleh Kohler membuat Langdon marah. Keterlibatan Langdon telah meningkatkan kredibilitas Illuminati. Kredibilitas dan buku-buku yang ditulisnya telah dikutip oleh media sepanjang malam itu. Walau tampak aneh, kemunculan seorang dosen dari Harvard di Vatican City meningkatkan kesan gawat di dalam khayalan publik yang paranoid dan menghapuskan keraguan dunia tentang keberadaan persaudaraan Illuminati sehingga mereka tidak lagi menjadi fakta sejarah tapi menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan.

   "Wartawan BBC itu," kata Langdon, "berpikir CERN adalah markas Illuminati baru."

   "Apa!" Vittoria tersandung di belakangnya. Dia berusaha menenangkan diri, lalu mengejar Langdon. "Dia bilang begitu?"

   "Ditayangkan secara langsung. Lelaki itu menyamakan CERN dengan perkumpulan rahasia Mason-organisasi yang tidak bersalah yang tanpa mereka sadari telah memberi bantuan kepada kelompok Illuminati pada masa lalu."

   "Ya Tuhan, ini akan menghancurkan CERN."

   Langdon tidak terlalu yakin akan hal itu. Tapi di sisi lain, teori itu tiba-tiba tampak lebih masuk akal. CERN adalah surga ilmu pengetahuan yang besar. Institusi itu adalah rumah bagi para ilmuwan yang berasal lebih dari belasan negara. Mereka tampaknya memiliki pendanaan pribadi yang tidak pernah habis. Dan Maximillian Kohler adalah direktur mereka.

   Kohler adalah Janus.

   "Kalau Kohler tidak terlibat," kata Langdon menantang pendapat Vittoria, "lalu mau apa dia datang ke sini?"

   "Mungkin untuk mencoba menghentikan kegilaan ini. Menunjukkan dukungan. Mungkin saja dia benar-benar bertindak sebagai Samaritan! Dia dapat saja tahu siapa yang mengetahui proyek antimateri dan datang untuk berbagi informasi itu."

   "Si pembunuh itu bilang dia akan datang untuk mencap sang camerlegno."

   "Dengarkan dirimu sendiri! Itu akan merupakan misi bunuh diri. Max tidak akan keluar dari sini dalam keadaan hidup."

   Langdon mempertimbangkannya. Mungkin memang itu maksudnya.

   Samar-samar dari kejauhan terlihat pintu baja yang menghalangi perjalanan mereka di terowongan itu. Jantung Langdon hampir berhenti berdetak. Ketika mereka mendekat, mereka melihat bahwa kunci kuno itu tergantung di gemboknya. Pintu itu tidak terkunci. Mereka dapat membukanya dengan bebas.

   Langdon menghela napas lega karena tahu, seperti yang telah diduganya sebelumnya, bahwa terowongan kuno ini telah digunakan lagi akhir-akhir ini, dan juga hari ini. Sekarang dia merasa yakin empat orang kardinal yang ketakutan itu sebelumnya telah dibawa secara diam-diam melalui jalan ini.

   Mereka terus berlari. Sekarang Langdon dapat mendengar suara dari keriuhan di sebelah kiri Lapangan Santo Petrus. Mereka telah semakin dekat.

   Mereka bertemu dengan sebuah pintu gerbang lainnya, kali ini lebih berat. Yang ini juga tidak terkunci. Sekarang suara dari Lapangan Santo Petrus mulai memudar di belakang mereka, dan Langdon merasa bahwa mereka telah melewati tembok luar Vatican City. Dia bertanya-tanya di bagian mana terowongan kuno ini akan berakhir. Di taman? Di gereja? Di tempat kediaman Paus? Kemudian tiba-tiba saja, terowongan itu berakhir.

   Pintu berat itu menghalangi mereka seperti tembok tebal yang terbuat dari besi tempa. Walau hanya diterangi api obor yang sudah meredup, Langdon dapat melihat bahwa penghalang di hadapannya itu sangat halus. Tidak ada pegangan, tidak ada kenop, tidak ada lubang kunci, tidak ada engsel. Tidak ada pintu masuk.

   Tiba-tiba Langdon merasa begitu panik. Dalam dunia arsitektur, pintu seperti ini sangat langka dan disebut sebuah senza chiave-penghalang satu arah yang digunakan sebagai pintu keamanan, dan hanya dapat dibuka dari satu sisi-dari sisi di balik pintu ini. Harapan Langdon langsung meredup ... bersamaan dengan padamnya api obor di dalam genggamannya.

   Dia melihat jam tangannya. Mickey bersinar dengan gembira.

   11.29 malam.

   Dengan teriakan keputusasaan, Langdon mengayunkan obor itu dan mulai menggedor-gedor pintu di hadapannya.

   ADA YANG SALAH.

   Letnan Chartrand berdiri di depan Kantor Paus dan merasakan perasaan tidak tenang yang dirasakan penjaga yang berdiri bersamanya. Mereka tahu kalau mereka berdua sama-sama cemas. Kata Rocher, dengan tetap menutup tempat pelaksanaan rapat pemilihan paus, mereka dapat menyelamatkan Vatican dari kehancuran. Lalu Chartrand bertanya-tanya kenapa instingnya sebagai penjaga tergugah. Dan kenapa Rocher bertindak sangat aneh? Benar-benar serba salah.

   Kapten Rocher berdiri di sebelah kanan Chartrand. Rocher menatap lurus ke depan dengan tatapan tajam yang tidak seperti biasanya. Pandangannya seperti mengarah ke tempat yang sangat jauh. Chartrand hampir tidak mengenali sang kapten. Rocher tidak seperti biasanya dalam beberapa jam terakhir ini. Keputusannya tidak masuk akal.

   Seseorang juga harus hadir dalam pertemuan di dalam ruangan itu! pikir Chartrand. Dia mendengar Maximilian mengunci pintu setelah dia masuk. Mengapa Rocher mengizinkan hal itu? Tetapi ada yang sangat mengganggu pikiran Chartrand. Kardinal- kardinal itu. Mereka masih terkunci di dalam Kapel Sistina. Ini benar-benar gila. Sang camerlegno telah meminta mereka dipindahkan lima belas menit yang lalu! Rocher telah melanggar keputusan sang camerlegno dan tidak memberi tahu hal itu kepadanya. Chartrand sudah memperlihatkan keprihatinannya, tapi Rocher malah tidak berpikir dengan waras. Rantai komando tidak pernah dipertanyakan dalam Garda Swiss, dan Rocher sekarang adalah petinggi teratas setelah kematian Komandan.

   Setengah jam, pikir Rocher yang diam-diam melihat jam tangan chronometer buatan Swiss-nya di dalam keremangan sinar lilin di koridor itu. Ayo, cepat.

   Chartrand berharap dia dapat mendengar apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Sekalipun demikian, dia tahu tidak ada orang lain untuk menangani krisis ini selain sang camerlegno. Lelaki itu telah diuji dengan sangat luar biasa malam ini, dan dia sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. Dia menghadapi masalah ini dengan berani ... jujur, tulus, bercahaya seperti contoh bagi semua orang. Sekarang Chartrand merasa bangga menjadi seorang Katolik. Illuminati membuat kesalahan ketika mereka menantang Camerlegno Ventresca.

   Pada saat itu lamunan Chartrand terguncang oleh bunyi yang tidak terduga. Sebuah gedoran.

   Bunyi itu berasal dari serambi. Bunyi gedoran itu terdengar jauh dan terhalang, tetapi terus menerus. Rocher mendongak. Lalu sang kapten menoleh pada Chartrand dan menunjuk ke arah serambi. Chartrand mengerti. Dia menyalakan senternya dan pergi untuk menyelidiki.

   Sekarang bunyi gedoran itu terdengar semakin putus asa. Chartrand berlari sepanjang tiga puluh yard di koridor dan menuju ke arah perempatan ruangan. Bunyi itu tampaknya berasal dari sekitar sudut itu, di luar ruangan Sala Clementina. Chartrand terpaku. Hanya ada satu ruangan di sana- perpustakaan pribadi Paus. Perpustakaan pribadi Paus telah dikunci sejak Paus wafat. Tidak mungkin ada orang di sana! Chartrand bergegas menuju ke sana, berbelok lagi, dan bergegas ke arah pintu perpustakaan. Serambi berpilar kayu itu sederhana, tetapi dalam kegelapan, pilar-pilar itu tampak seperti penjaga berwajah keras. Bunyi gedoran itu berasal dari suatu tempat di dalam ruangan. Chartrand ragu-ragu. Dia belum pernah masuk ke perpustakaan pribadi walau beberapa orang temannya sudah pernah. Tidak seorang pun yang boleh masuk tanpa ditemani oleh Paus sendiri.

   Dengan ragu, Chartrand meraih kenop pintu itu dan memutarnya. Seperti yang sudah di duganya, pintu itu terkunci. Dia menempelkan telinganya pada pintu itu. Bunyi gedoran itu terdengar lebih keras. Lalu dia mendengar suara yang lainnya. Suara! Seseorang memanggil-manggil! Dia tidak dapat menangkap kata-kata yang diucapkan mereka, tetapi dia dapat mendengar kepanikan dari teriakan mereka. Apakah ada orang yang terperangkap di dalam perpustakaan itu? Apakah Garda Swiss belum mengosongkan gedung ini dengan benar? Chartrand ragu-ragu sambil bertanya-tanya apakah dia harus kembali menemui Kapten Rocher dan bertanya kepadanya. Peduli setan. Chartrand sudah terlatih untuk membuat keputusan, dan sekarang dia akan membuat satu keputusan. Dia mengeluarkan pistolnya dan melepaskan satu tembakan ke arah gerendel pintu. Kayu itu meletus, pintu pun terbuka.

   Di ambang pintu, Chartrand tidak melihat apa-apa kecuali kegelapan. Dia menyalakan senternya. Ruangan itu berbentuk persegi dan dihiasi oleh permadani oriental, rak-rak buku dari kayu ek yang diisi dengan berbagai buku, sebuah sofa berlapis kulit, dan sebuah perapian dari pualam. Chartrand pernah mendengar tentang tempat ini di mana tiga ribu jilid buku kuno diatur berdampingan dengan ratusan majalah masa kini dan terbitan berkala lainnya. Apa pun yang dikehendaki Sri Paus. Meja tamu di hadapannya tertutup oleh jurnal ilmu pengetahuan dan politik.

   Bunyi gedoran itu terdengar lebih jelas sekarang. Chartrand mengarahkan senternya ke arah bunyi itu. Di dinding yang terdapat di ujung ruangan, jauh dari area duduk, terlihat sebuah pintu yang terbuat dari besi. Pintu itu terkunci rapat seperti sebuah kotak brankas. Pintu itu memiliki empat buah kunci dalam ukuran besar. Ada tulisan kecil tepat di tengah-tengah pintu itu yang membuat napas Chartrand tersendat.

   IL PASSETTO Chartrand memandang tak percaya. Jadi ini adalah jalan rahasia Sri Paus kalau ingin melarikan diri. Chartrand memang pernah mendengar tentang Il Passetto, dan juga pernah mendengar kabar angin bahwa pintu itu pernah menjadi jalan masuk. Tetapi terowongan itu tidak pernah digunakan lagi selama bertahun-tahun! Siapa gerangan yang menggedor dari balik pintu ini? Chartrand mengambil senternya dan mengetuk pintu di hadapannya itu. Terdengar ada suara kegembiraan yang meluap-luap dari balik pintu, walau hanya terdengar samar-samar. Gedoran itu berhenti, dan suara itu berteriak lebih keras. Chartrand hampir tidak dapat mengerti kata-kata dari balik penghalang di depannya itu.

   "... Kohler ... berbohong ... camerlegno "Siapa itu?" teriak Chartrand.

   "... ert Langdon ... Vittoria Ve ..."

   Chartrand cukup memahami kata yang mereka teriakkan, tapi itu malah membuatnya bingung. Kupikir kalian telah mati! " ... pintu ini," suara itu berteriak. "Buka ...!"

   Chartrand melihat penghalang besi itu dan tahu dia memerlukan dinamit untuk membukanya. "Tidak mungkin!" dia berseru. "Terlalu tebal!"

   "... pertemuan ... hentikan ... erlengo ... bahaya ..."

   Walau dia dilatih untuk mengatasi keadaan berisiko yang menimbulkan kepanikan, tapi dia belum pernah merasa begitu ketakutan ketika mendengar beberapa kata terakhir itu. Apakah dia tidak salah mengerti? Jantungnya berdebar keras. Dia lalu ingin memutar tubuhnya dan berlari kembali menuju ke Kantor Paus. Ketika dia berputar, dia terhenti. Tatapannya jatuh pada sesuatu di atas pintu ... sesuatu yang lebih mengguncangkan daripada pesan yang baru saja didengarnya tadi dari balik pintu tadi. Mencuat dari lubang-lubang kunci di hadapannya terlihat kunci-kunci untuk membuka pintu tebal ini. Chartrand menatapnya. Kunci-kunci itu ada di sini? Dia mengedipkan matanya karena tidak percaya. Kunci pintu itu seharusnya tersimpan di sebuah lemari besi di suatu tempat! Jalan ini tidak pernah terpakai, tidak selama berabad-abad! Chartrand menjatuhkan senternya di atas lantai. Dia meraih kunci pertama dan memutarnya. Mekanisme di dalamnya berkarat dan kaku, tetapi masih dapat berfungsi. Seseorang telah membukanya baru-baru ini. Chartrand mencoba kunci berikutnya. Lalu yang lainnya. Ketika kunci terakhir terbuka, Chartrand menarik pintu besar itu. Lempengan besi berat itu terbuka dengan bunyi bergemeratak. Dia mengambil senternya dan mengarahkannya ke terowongan itu.

   Robert Langdon dan Vittoria Vetra tampak seperti hantu ketika mereka berjalan terhuyung-huyung di perpustakaan. Keduanya terlihat kusut dan letih, tetapi mereka sangat bersemangat.

   "Apa ini!" tanya Chartrand. "Ada apa! Dari mana kalian?"

   "Di mana Max Kohler?" tanya Langdon. Chartrand menunjuk. "Sedang mengadakan pertemuan pribadi dengan sang camer-"

   Langdon dan Vittoria mendorong melewati Chartrand dan berlari ke dalam serambi yang gelap. Chartrand berputar dan secara naluriah membidikkan senjatanya ke arah punggung mereka. Namun dengan cepat dia menurunkannya dan mengejar mereka. Tampaknya Rocher mendengar mereka datang karena ketika mereka tiba di depan Kantor Paus, Rocher telah menghadang mereka dengan kaki terentang, menjaga dan mengarahkan pistolnya pada mereka. "Alt!"

   "Sang camerlegno dalam bahaya!" teriak Langdon sambil menaikkan lengannya sebagai tanda menyerah ketika dia berhenti berlari. "Buka pintunya! Max Kohler akan membunuh sang camerlegnol"

   Rocher tampak marah.

   "Buka pintunya!" teriak Vittoria. "Cepat!"

   Tetapi mereka terlambat.

   Dari dalam Kantor Paus terdengar teriakan yang mengerikan. Itu teriakan sang camerlegno.

   KONFRONTASI ITU BERAKHIR dalam waktu beberapa detik saja.

   Camerlegno Ventresca masih menjerit-jerit ketika Chartrand melangkah mendahului Rocher dan menendang pintu Kantor Paus hingga terbuka. Dalam sekejap para petugas Garda Swiss berlari masuk. Langdon dan Vittoria berlari di belakang mereka.

   Pemandangan di depan mereka membuat mereka terguncang.

   Ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya lilin dan api perapian yang sudah hampir mati. Kohler berada di dekat perapian, berdiri dengan canggung di depan kursi rodanya. Dia mengacungkan sepucuk pistol, membidik ke arah sang camerlegno yang tergeletak di atas lantai di depan kaki Kohler sambil menggeliat kesakitan. Jubah sang camerlegno sobek, dan dada telanjangnya menghitam. Langdon tidak dapat membaca simbol itu dari seberang ruangan, tetapi sebuah cap persegi tergeletak di atas lantai di dekat Kohler. Besi itu masih menyala merah.

   Dua orang Garda Swiss bertindak tanpa ragu-ragu. Mereka menembakkan senjata mereka. Peluru itu menghantam dada Kohler sehingga dia terjengkang ke belakang. Kohler terjatuh di atas kursinya dengan dada bersimbah darah. Pistolnya jatuh ke lantai.

   Langdon berdiri terpaku di ambang pintu.

   Vittoria tampak lumpuh. "Max..., dia berbisik.

   Sang camerlegno yang masih bergerak-gerak di lantai berguling ke arah Rocher. Lalu dengan tatapan ketakutan seperti saat perburuan tukang sihir pada masa lampau, sang camerlegno mengacungkan telunjuknya ke arah Rocher dan meneriakkan satu kata. "ILLUMINATUS"

   "Kamu keparat," kata Rocher sambil berlari ke arahnya. "Kamu orang yang berlagak suci, bedeb-"

   Kali ini Chartrand yang bertindak secara naluriah dengan menembakkan tiga butir peluru ke punggung Rocher. Kapten itu jatuh dengan wajah mencium lantai dan tergelincir karena darahnya sendiri. Chartrand dan petugas lainnya segera berlari ke arah sang camerlegno yang masih tergeletak memegangi dirinya sendiri dan setengah sadar dalam kesakitannya.

   Kedua petugas itu berseru ngeri ketika melihat simbol yang tercap pada dada sang camerlegno. Petugas kedua melihat cap itu dari arah terbalik dan langsung terhuyung dengan sinar ketakutan di matanya. Chartrand, yang tampak sangat bingung melihat simbol itu, s egera menutupkan kembali jubah sang camerlegno yang terkoyak di bagian dada supaya tidak terlihat.

   Langdon merasa seperti bermimpi ketika dia bergerak melintasi ruangan itu. Melalui kabut kegilaan dan kekejaman, dia berusaha memahami apa yang sedang dilihatnya. Seorang ilmuwan lumpuh, dalam usaha terakhir untuk menunjukkan dominasinya, telah terbang ke Vatican City dan ingin meletakkan cap di dada pejabat tertinggi gereja. Sesuatu yang sepadan dengan kematian, kata si Hassassin. Langdon bertanya-tanya bagaimana mungkin orang cacat seperti Kohler bisa mengalahkan sang camerlegno. Tapi Kohler memiliki senjata. Tidak penting bagaimana dia melakukannya! Kohler nyaris berhasil menyelesaikan misinya.

   Langdon bergerak ke arah pemandangan yang mengerikan itu. Sang camerlegno sedang dirawat, dan Langdon merasa dirinya tertarik ke arah cap yang masih berasap dan tergeletak di atas lantai di dekat kursi roda Kohler. Cap keenam! Semakin Langdon mendekat, dia menjadi semakin bingung. Cap itu tampak berbentuk persegi sempurna dan berukuran sangat besar, dan jelas berasal dari bagian tengah peti yang tadi dilihatnya di Markas Illuminati. Cap keenam dan terakhir, kata si Hassassin tadi. Yang paling cemerlang dari yang lainnya.

   Langdon berlutut di samping Kohler dan meraih benda yang masih menyala karena panas. Dia memegang pegangannya yang terbuat dari kayu lalu memungutnya. Dia tidak yakin apa yang akan dilihatnya, tetapi jelas bukan yang seperti ini.

   Langdon menatapnya lama dan larut dalam kebingungan. Semuanya tidak masuk akal. Mengapa para penjaga itu berteriak ketakutan ketika melihat benda ini? Benda itu hanyalah sebuah benda dengan garis-garis yang tidak ada artinya. Yang paling cemerlang dari yang lainnya? Langdon memang dapat memastikan kalau benda itu simetris ketika dia memutar pegangannya yang terbuat dari kayu, tetapi sama sekali tidak ada artinya.

   Ketika dia merasa ada seseorang menyentuh bahunya. Langdon menoleh dan menduga itu tangan Vittoria. Tetapi tangan itu berlumuran darah. Itu tangan Maximilian Kohler yang terulur dari kursi rodanya.

   Langdon menjatuhkan cap itu dan berusaha berdiri. Kohler masih hidup! Tergeletak di atas kursi rodanya, direktur yang sekarat itu masih bernapas, sekalipun dengan napas yang terputus-putus. Mata Kohler bertemu dengan mata Langdon, dan itu adalah mata kelabu yang sama yang menyambutnya di CERN siang tadi. Mata itu kini tampak lebih keras di saat kematiannya. Kali ini dipenuhi oleh kebencian dan rasa permusuhan.

   Tubuh ilmuwan itu bergetar, dan Langdon merasakan Kohler berusaha untuk bergerak. Semua orang di dalam ruangan ini sedang memusatkan perhatiannya pada sang camerlegno sehingga usaha Kohler luput dari pandangan mereka. Langdon ingin berteriak tetapi dia tidak dapat melakukan apa-apa. Dia seperti tersihir oleh kekuatan yang terpancar dari Kohler dalam detik-detik terakhir hidupnya. Sang direktur dengan susah payah mengangkat lengannya dan menarik sebuah alat kecil dari lengan kursi rodanya. Alat itu hanya sebesar kotak korek api. Dia memegangnya dengan gemetar. Sesaat Langdon khawatir kalau Kohler memegang senjata. Tetapi benda itu ternyata sesuatu yang lain.

   "B .. beri ...," kata-kata terakhir Kohler hanya merupakan bisikan yang tidak jelas. "B .. berikan ini ... kepada p ... pers." Lalu Kohler terkulai tidak bergerak, dan alat itu jatuh di atas pangkuannya. Langdon sangat terkejut ketika menatap alat tersebut. Itu hanya alat elektronik. Kata SONY RUVI tercetak di bagian depannya. Langdon langsung mengenalinya sebagai salah satu alat elektronik baru. Itu adalah kamera video berukuran mini. Berani sekali lelaki ini! pikir Langdon. Tampaknya Kohler telah merekam semacam pesan bunuh diri untuk diberikan kepada media agar disiarkan ... tidak diragukan lagi, itu pasti berisi pesan yang mengungkap pentingnya ilmu pengetahuan dan kejahatan agama. Langdon memutuskan dirinya telah melakukan cukup banyak bagi kepentingan lelaki tua itu malam ini. Sebelum Chartrand melihat kamera itu, Langdon menyelipkannya di dalam saku jasnya yang paling dalam. Pesan terakhir Kohler dapat membusuk di neraka! Suara camerlegno memecah kesunyian. Dia berusaha untuk duduk. "Para kardinal," dia tergagap pada Chartrand.

   "Masih berada di dalam Kapel Sistina!" seru Chartrand. "Kapten Rocher memerintahkan-"

   "Pindahkan ... sekarang. Semuanya."

   Chartrand memerintahkan penjaga lainnya untuk segera mengeluarkan para kardinal.

   Sang camerlegno meringis kesakitan. "Helikopter ... di depan ... bawa aku ke rumah sakit." DI LAPANGAN SANTO Petrus, pilot Garda Swiss duduk di kokpit helikopter Vatican yang diparkir di sana sambil mengusap pelipisnya. Keriuhan di lapangan sekitarnya begitu keras sehingga melebihi suara baling-baling pesawatnya. Ini bukan upacara menyalakan lilin sambil berdoa di depan gereja dengan khidmat. Dia kagum karena kerumunan itu belum juga bubar.

   Saat itu, kurang dari 25 menit menjelang tengah malam, orang-orang itu masih saja berkumpul. Beberapa di antaranya berdoa, ada juga yang menangis bagi gereja, sementara yang lainnya lagi meneriakkan sumpah serapah dan mengatakan gereja memang patut mendapatkan ini semua, tapi ada juga yang membacakan ayat-ayat dari Alkitab yang berisi wahyu-wahyu.

   Kepala sang pilot terasa berdenyut keras ketika lampu-lampu pers mengarah ke kaca depan pesawatnya. Dia menyipitkan matanya ke arah massa yang berteriak dengan riuh rendah. Spanduk-spanduk melambai-lambai di atas kerumunan itu.

   ANTIMATERI ADALAH ANTIKRISTUS! ILMUWAN = SETAN DI MANA TUHANMU SEKARANG? Pilot itu mendesah, sakit kepalanya semakin memburuk. Dengan setengah sadar dia meraih tutup dari vinyl di kaca depan lalu memasangnya sehingga dia tidak harus melihat itu semua, tetapi dia tahu dia harus terbang dalam beberapa menit lagi. Letnan Chartrand baru saja menghubunginya lewat radio dan menyampaikan berita mengerikan. Sang camerlegno telah diserang oleh Maximilian Kohler dan sekarang sedang terluka parah. Chartrand, lelaki Amerika dan rekan perempuannya sekarang sedang membawa sang camerlegno keluar untuk memindahkannya ke sebuah rumah sakit.

   Secara pribadi, pilot itu merasa bertanggung jawab atas penyerangan tersebut. Dia mencaci dirinya sendiri karena tidak bertindak sesuai dengan intuisinya. Tadi, ketika dia menjemput Kohler di bandara, dia telah merasakan keanehan di mata ilmuwan itu. Dia tidak dapat memastikannya, tetapi dia tidak menyukainya. Itu sudah tidak penting lagi. Tapi Rocher-lah yang memegang komando pada saat itu. Ketika itu, sang kapten bersikeras tamu inilah yang mereka harapkan. Tampaknya Rocher salah.

   Terdengar tepuk tangan yang gegap gempita. Pilot itu melihat keluar dan menyaksikan sebarisan kardinal yang bergerak dengan khidmat dan keluar dari Vatican untuk menuju Lapangan Santo Petrus. Perasaan lega yang dirasakan oleh para kardinal karena telah meninggalkan area bom nuklir tampaknya berubah menjadi tatapan kebingungan pada pemandangan yang terjadi di luar gereja.

   Suara riuh rendah dari kerumunan itu bertambah lagi. Kepala pilot itu berdentam-dentam. Dia memerlukan sebutir aspirin. Mungkin tiga butir. Dia tidak suka menerbangkan pesawat ketika berada dalam pengaruh obat, tetapi beberapa butir aspirin pasti tidak membuatnya terlalu lemah dibandingkan dengan sakit kepalanya yang luar biasa ini. Dia meraih kotak P3K yang tersimpan bersama berbagai macam peta dan buku panduan terbang di dalam sebuah kotak kargo yang diletakkan di antara tempat duduk di bagian depan pesawat. Ketika dia mencoba membuka kotak tersebut, ternyata kotak itu terkunci. Dia mencari-cari kuncinya, namun akhirnya dia menyerah. Malam ini jelas bukan malam keberuntungannya. Dia kembali mengurut-urut pelipisnya.

   Di dalam kegelapan Basilika Santo Petrus. Langdon, Vittoria dan dua orang Garda Swiss berusaha keras untuk menuju ke pintu keluar utama. Karena mereka tidak dapat menemukan sesuatu yang lebih tepat, keempatnya menggotong sang camerlegno yang terluka itu di atas sebuah meja kecil sambil berusaha menyeimbangkan tubuh tak bergerak itu di antara mereka seolah mereka sedang membawa sebuah tandu. Di luar pintu, suara samar-samar dari sorakan kerumunan manusia sekarang mulai jelas terdengar. S ang camerlegno terbaring dalam keadaan antara sadar dan tidak.

   Waktu hampir habis.

   SAAT ITU PUKUL 11.39 ketika Langdon melangkah bersama yang lainnya dari Basilika Santo Petrus. Sinar yang menerpa mata mereka sangat menyilaukan. Lampu-lampu pers menyinari pualam putih seperti sinar matahari di atas padang salju. Langdon menyipitkan matanya dan berusaha menemukan tempat perlindungan di balik pilar-pilar besar di bagian depan, namun cahaya itu datang dari semua arah. Di depannya, sekumpulan layar video besar bermunculan di atas kerumunan itu.

   Ketika dia berdiri di atas tangga gedung raksasa yang terhampar hingga ke piazza di bawahnya, Langdon merasa seperti seorang aktor drama yang enggan muncul ketika sedang berdiri di atas panggung terbesar di dunia. Dari suatu tempat, di antara gemuruh dari ribuan suara, Langdon mendengar suara mesin helikopter. Di sebelah kiri mereka, sebarisan kardinal sedang bergerak ke arah lapangan. Mereka semua berhenti karena khawatir akan terlihat oleh banyak orang dalam keadaan seperti itu.

   "Berhati-hati sekarang," desak Chartrand, suaranya terdengar tegas ketika kelompok itu mulai menuruni tangga gedung ke arah helikopter yang sedang menanti mereka. Langdon merasa seolah mereka sedang bergerak di bawah air. Lengannya terasa sakit karena beban tubuh sang camerlegno dan meja itu sendiri. Dia bertanya-tanya bagaimana suasananya bisa menjadi sangat tidak bermartabat seperti ini. Lalu dia menemukan jawabannya. Dua wartawan BBC yang sudah tidak asing lagi sedang berusaha menyeberangi lapangan terbuka itu untuk kembali ke tempat pers berkumpul. Tapi kini, karena mendengar gemuruh suara massa, mereka berbalik arah dan menuju ke arah mereka. Macri menaikkan kameranya ke pundaknya dan menyalakan. Nah, datanglah para burung pemakan bangkai, pikir Langdon.

   "Alt!" bentak Chartrand. "Kembali!"

   Tetapi kedua wartawan itu terus bergerak mendekat. Langdon menduga, jaringan TV lainnya, dalam waktu sekitar enam detik setelah itu, juga akan menyiarkan apa yang diberikan oleh BBC. Tetapi dia salah. Rupanya mereka hanya membutuhkan waktu dua detik saja. Seolah terhubung oleh semacam kesadaran universal, setiap layar yang terpancang di piazza itu menghentikan tayangan jam yang sedang menghitung mundur, dan para komentator Vatican mereka. Lalu mereka mulai menayangkan gambar yang sama-laporan dengan posisi kamera yang bergoyang-goyang yang menayangkan kejadian di tangga gedung Vatican. Sekarang, ke mana pun Langdon menatap, dia melihat tubuh lunglai sang camerlegno dalam tayangan close-up.

   Ini tidak sopan! pikir Langdon. Dia ingin berlari ke bawah dan mencegahnya, namun dia tidak bisa. Lagi pula itu tidak ada gunanya. Entah karena suara sorak-sorai para pengunjung atau udara malam yang dingin yang menyebabkannya, Langdon tidak tahu. Tapi saat itu sesuatu yang tidak terduga terjadi.

   Seperti orang yang terjaga dari mimpi buruk, mata sang camerlegno terbuka dan dia duduk tegak. Karena sangat terkejut, Langdon dan yang lainnya, terguncang oleh perubahan beban di tangan mereka. Bagian depan meja itu turun. Sang camerlegno pun mulai tergelincir. Mereka lalu berusaha menahannya dengan menurunkan meja itu ke lantai, tapi sudah terlambat. Sang camerlegno tergelincir ke depan. Tapi anehnya, dia tidak jatuh. Kakinya menyentuh lantai pualam dan dia segera menegakkan tubuhnya. Dia berdiri untuk beberapa saat, terlihat kebingungan dan kemudian, sebelum orang lain dapat menahannya, sang camerlegno mencondongkan tubuhnya dan berjalan tertatih-tatih menuruni tangga ke arah Macri. "Jangan!" teriak Langdon.

   Chartrand bergegas ke depan dan berusaha menghalangi sang camerlegno. Tetapi sang camerlegno menoleh padanya dan menatapnya dengan mata terbelalak marah. "Tinggalkan aku!"

   Chartrand terlonjak mundur.

   Pemandangan itu berubah dari buruk ke lebih buruk. Jubah sang camerlegno yang koyak, yang tadi oleh Chartrand hanya ditutupkan di depan dadanya, mulai merosot. Sesaat, Langdon mengira jubah itu tidak akan jatuh, tapi rupanya tidak demikian. Jubah itu merosot dari bahu sang camerlegno, dan turun ke sekitar pinggangnya .

   Kerumunan yang tercengang di lapangan itu tampaknya menulari semua orang di seluruh dunia dalam waktu sangat singkat. Kamera-kamera merekam dan lampu media berpijar terang. Di layar media yang terdapat di mana-mana, gambar dada sang camerlegno yang dicap ditayangkan dengan sangat rinci. Beberapa layar bahkan menghentikan gambar itu dan memutarnya 180 derajat untuk melihat cap di dada sang camerlegno secara terbalik.

   Ini adalah kemenangan besar bagi Illuminati.

   Langdon menatap gambar cap itu di berbagai layar yang terpancang di lapangan. Gambar persegi yang terlihat itu adalah gambar yang tadi sudah dilihatnya, tapi sekarang simbol itu terlihat lebih masuk akal baginya. Sangat masuk akal. Kekuatan besar dari cap itu menghantam Langdon seperti tabrakan kereta api.

   Orientasi. Langdon melupakan peraturan pertama dari simbologi. Kapan persegi tidak dapat dikatakan sebagai persegi? Dia juga lupa bahwa cap-cap yang terbuat dari besi itu, seperti halnya cap dari karet, tidak pernah mirip dengan hasil cap mereka. Hasil cap selalu merupakan kebalikan dari bentuk yang ada pada alat capnya. Tadi, Langdon telah melihat kliise dari cap tersebut! Ketika keriuhan itu menjadi-jadi, sebuah kutipan Illuminati bergema dengan pemahaman baru. "Sebutir berlian tanpa cela, lahir dari elemen-elemen kuno dengan kesempurnaan yang tiada duanya sehingga semua orang yang melihatnya hanya bisa terpana."

   Langdon sekarang tahu kalau mitos itu benar. Tanah, Udara, Api, Air. Berlian Illuminati.

   ROBERT LANGDON YAKIN kalau keramaian dan histeria yang menyebar di Lapangan Santo Petrus saat ini melebihi apa pun yang pernah disaksikan oleh Bukit Vatican. Tidak ada pertempuran, tidak ada penyaliban, tidak ada perjalanan ziarah, tidak ada penglihatan mistis ... tidak ada sesuatu pun yang bisa menandingi kejadian dan drama yang terjadi sekarang ini di depan sebuah gereja terbesar di dunia.

   Ketika tragedi itu terkuak, Langdon merasa tersisihkan ketika berdiri di samping Vittoria di puncak tangga Basilika Santo Petrus. Peristiwa itu tampak menjauh, seolah terbungkus waktu, dan semua kegilaan ini merayap lambat ....

   Camerlegno yang dicap ... membuat dunia terpesona...

   Berlian Illuminati ... terbuka dalam kejeniusannya yang kejam...

   Jam yang berdetik mundur menunjukkan dua puluh menit terakhir dari sejarah Vatican ...

   Walau demikian, drama ini baru saja dimulai.

   Sang camerlegno, seolah masih dalam keadaan tidak sadar akibat trauma yang dideritanya, tiba-tiba tampak bertenaga dan dirasuki setan. Dia mulai meracau, berbisik pada sesuatu yang tidak tampak, menatap ke langit dan merentangkan lengannya pada Tuhan.

   "Bicaralah!" sang camerlegno berseru ke arah langit. "Ya, aku mendengarmu!"

   Pada saat itu Langdon mengerti. Jantungnya seperti berhenti berdetak.

   Tampaknya Vittoria juga mengerti. Dia menjadi pucat. "Sang camerlegno terguncang," katanya. "Dia berhalusinasi. Dia mengira dia sedang berbicara dengan Tuhan!"

   Harus ada yang menghentikan ini semua, pikir Langdon. Ini akan menjadi akhir yang memalukan dan menyedihkan. Bawa orang ini ke rumah sakit! Di bawah mereka, di anak tangga Basilika Santo Petrus, Chinita Macri berdiri dan merekam gambar dari tempat yang menguntungkan. Gambar yang diambilnya langsung tersaji di seberang lapangan di belakangnya, di layar-layar besar dari media lainnya ... seperti bioskop drive-in yang tidak pernah berakhir, semuanya menayangkan peristiwa tragedi mengerikan yang sama.

   Pemandangan keseluruhan terlihat seperti dongeng. Sang camerlegno dengan jubahnya yang koyak dan dada hangus tercap, tampak seperti seorang pemenang yang babak belur setelah berhasil menguasai ring neraka dan sedang mengalami pewahyuan. Sang camerlegno berseru pada langit.

   "Ti sento, Dio! Aku mendengarmu, Tuhan!"

   Chartrand mundur, tatapannya terlihat terpesona.

   Kesenyapan langsung tercipta di dalam kerumunan yang tadinya hiruk pikuk itu. Untuk sesaat, kesenyapan itu seakan terjadi di seluruh dunia ... semua orang yang sedang menonton tayangan ini dari televisi, menjadi kaku dan menahan napas bersama-sama.

   Sang camerlegno berdiri di a tas tangga Basilika Santo Petrus, di hadapan semua orang dan mengangkat kedua lengannya. Dia hampir menyerupai Kristus; telanjang dan terluka di hadapan dunia. Dia mengangkat tangannya ke arah langit dan mendongak sambil berseru. "Grazie! Grazie, Dio!"

   Kesunyian dalam kerumunan itu tidak terusik.

   "Grazie, Dio!" sang camerlegno berseru lagi. Seperti matahari yang menguak langit mendung, kegembiraan merona di wajahnya. "Grazie, Dio!"

   Terima kasih, Tuhan? Langdon menatap keheranan.

   Air muka sang camerlegno sekarang berseri-seri, dan perubahan yang menakutkan itu menjadi semakin sempurna. Dia menatap ke arah langit, masih sambil mengangguk-angguk dengan bersemangat. Dia kembali berseru ke arah langit. "Di atas batu karang ini aku akan mendirikan jemaatku!"

   Langdon mengenal kata-kata itu, tetapi dia tidak tahu mengapa sang camerlegno dapat menyerukan kata-kata itu.

   Sang camerlegno kemudian menatap ke arah kerumunan dan kembali meneriakkan kata-kata itu sehingga menembus kegelapan malam. "Di atas batu karang ini, aku akan membangun jemaatku!" Lalu dia mengangkat tangannya ke angkasa dan tertawa keras. "Grazie, Dio! Graziel"

   Lelaki itu jelas sudah gila.

   Dunia yang menontonnya pun terpaku.

   Peristiwa ini jelas bukan hal yang diduga oleh siapa pun.

   Dengan luapan kegembiraan yang terakhir, sang camerlegno berputar dan berlari kembali ke dalam Basilika Santo Petrus.

   PUKUL 11 LEWAT 42 malam.

   Iring-iringan itu kembali memasuki Basilika Santo Petrus untuk menarik sang camerlegno. Langdon sama sekali tidak pernah menduga dirinya akan ikut serta melakukan itu ... apalagi sebagai pemimpinnya. Tetapi dia berdiri paling dekat ke pintu dan secara naluriah dia segera bertindak.

   Dia ingin mati di sini, pikir Langdon sambil berlari dengan cepat melewati ambang pintu yang membawanya ke ruangan yang gelap. "Camerlegno, berhenti!"

   Kegelapan yang menyambut Langdon di dalam sangat pekat. Bola matanya berusaha untuk menyesuaikan diri setelah sebelumnya menerima sinar yang menyilaukan di luar gereja, dan jarak pandangnya sekarang terentang tidak lebih dari beberapa kaki di depan wajahnya. Kakinya tergelincir ketika berusaha untuk berhenti. Di suatu tempat di dalam kegelapan di depannya, dia mendengar suara jubah sang camerlegno yang bergemerisik ketika pastor itu berlari ke arah gereja.

   Vittoria dan para penjaga juga segera tiba di sana. Lampu-lampu senter menyala, tetapi sinar itu sekarang hampir mati dan bahkan tidak dapat membantu mereka untuk menerangi ruangan gereja di depan mereka. Cahaya senter mulai menyapu ke belakang dan ke depan dan hanya mampu melihat pilar-pilar dan lantai kosong. Sang camerlegno tidak terlihat di mana-mana.

   "Camerlegno!" teriak Chartrand, ada ketakutan dalam suaranya. "Tunggu! Signore!"

   Suara ribut-ribut di belakang mereka membuat mereka semua menoleh. Tubuh Chinita Macri yang besar menyerbu melalui pintu masuk di belakang mereka. Kameranya terpanggul di atas bahunya, dan sinar merah yang berkilauan di atasnya menandakan bahwa kamera itu masih terus menyiarkan peristiwa itu. Glick berlari di belakang Macri sambil membawa microphone di tangannya, dan berteriak pada Macri untuk memperlambat larinya.

   Langdon tidak dapat memercayai tingkah kedua wartawan itu. Ini bukan waktunya! "Keluar!" bentak Chartrand. "Kalian tidak boleh melihat ini!"

   Tetapi Macri dan Glick terus mendekat.

   "Chinita!" seru Glick terdengar takut sekarang. "Ini bunuh diri namanya! Aku tidak ikut!"

   Macri mengabaikannya. Dia menyalakan sebuah tombol di kameranya. Lampu di atasnya menyala benderang dan menyilaukan semua orang.

   Langdon menutupi wajahnya dan berpaling dengan perasaan kesal. Sialan! Tapi ketika dia melihat lagi, ruang gereja di sekitarnya menjadi terang benderang dengan radius sejauh tiga puluh yard.

   Pada saat itu suara sang camerlegno menggema dari kejauhan. "Di atas batu karang ini aku akan membangun jemaatku!"

   Macri mengarahkan kameranya ke arah suara itu. Jauh di balik keremangan di ujung jangkauan sinar kamera Macri, secarik kain hitam melambai dan menampakkan bentuk yang sudah tidak asing lagi yang s edang belari di sepanjang gang utama gereja itu.

   Ada sinar keraguan yang terlihat di mata setiap orang ketika melihat gambaran yang aneh itu. Tapi kemudian keraguan itu menghilang. Chartrand bergegas melewati Langdon dan berlari mengikuti sang camerlegno. Langdon mengikutinya. Kemudian para penjaga dan Vittoria.

   Macri mengikuti mereka, menyinari jalan mereka dan terus menyiarkan peristiwa kejar mengejar yang menghebohkan itu kepada dunia. Glick yang enggan ikut serta dalam kejadian ini menyumpah keras ketika akhirnya dia harus ikut berlari. Sambil terbata-bata dia memberikan laporan yang sepotong-sepotong.

   Gang utama di Basilika Santo Petrus, seperti yang pernah dibayangkan oleh Letnan Chartrand, lebih panjang daripada ukuran lapangan sepak bola. Tetapi malam ini, dia merasa gang itu menjadi lebih panjang dua kali lipat. Ketika para penjaga berlari dengan cepat mengejar sang camerlegno, dia bertanya-tanya ke mana larinya lelaki itu. Sang camerlegno jelas dalam keadaan terguncang sehingga mengigau karena luka yang dideritanya dan harus memikul beban karena menyaksikan pembantaian yang mengerikan di Kantor Paus tadi.

   Di suatu tempat yang jauh, di luar jangkauan sinar lampu sorot kamera BBC, suara sang camerlegno terdengar keras penuh kegembiraan. "Di atas batu karang ini aku akan membangun jemaatku!"

   Chartrand tahu lelaki itu meneriakkan ayat Mattius 16.18, kalau dia tidak salah ingat. Di atas batu karang ini, aku akan membangun jemaatku. Itu hampir menjadi inspirasi yang tidak tepat-gereja ini sebentar lagi akan hancur. Jelas, sang camerlegno sudah gila.

   Atau memang begitu? Saat itu juga, jiwa Chartrand seperti bergetar. Penglihatan suci dan pesan ilahiah selalu tampak seperti khayalan yang tidak masuk akal baginya. Itu hanya berasal dari pikiran yang terlalu taat sehingga mereka mendengar apa yang mereka ingin dengar. Tuhan tidak berhubungan langsung dengan manusia! Sesaat kemudian, seolah Roh Kudus sendiri yang turun untuk membujuk Chartrand dengan kekuatan-Nya, letnan Garda Swiss itu seperti mendapatkan penglihatan suci.

   Lima puluh yard di depannya, di tengah-tengah gereja itu, sesosok hantu menampakkan diri ... sosok tembus pandang yang bersinar. Sosok pucat itu adalah sang camerlegno yang setengah telanjang. Hantu itu seperti tembus pandang dan memancarkan sinar. Chartrand terhuyung dan berhenti. Dia merasa dadanya menjadi kaku. Sang camerlegno bersinar! Tubuh itu tampak bersinar lebih terang sekarang. Lalu bayangan itu mulai tenggelam ... lebih dalam dan lebih dalam lagi, hingga menghilang seperti sihir ke dalam lantai yang gelap.

   Langdon juga melihat bayangan itu. Sesaat, dia juga berpikir dirinya sedang mendapat penglihatan ajaib. Tetapi ketika dia melewati Chartrand yang terpaku dan berlari ke arah titik tempat sang camerlegno menghilang, dia sadar pada apa yang baru saja terjadi. Sang camerlegno tiba di Niche of the Palliums-ruang dengan lantai cekung yang hanya diterangi oleh 99 lampu. Lampu di ruangan itu bersinar ke atas dan menyinari sang camerlegno sehingga tampak seperti hantu. Kemudian, ketika sang camerlegno menuruni tangga dengan sinar lampu di sekelilingnya, dia tampak seperti menghilang ke bawah lantai.

   Langdon tiba di pinggir ruangan itu dengan terengah-engah sambil menatap ruangan di bawahnya. Dia melongok ke lantai bawah. Di dasar lantainya, diterangi oleh sinar keemasan dari lampu-lampu minyak, dia melihat sang camerlegno berlari melintasi ruangan dari pualam untuk menuju ke arah sepasang pintu kaca yang membawanya ke ruangan yang menyimpan kotak keemasan yang terkenal itu.

   Apa yang dilakukannya? Langdon bertanya-tanya. Tentu saja dia tidak berpikir kalau kotak keemasan itu-Sang camerlegno membuka pintu di depannya dengan kasar dan berlari ke dalam. Anehnya, dia mengabaikan kotak keemasan itu, dan terus berlari melewatinya. Lima kaki dari kotak itu, sang camerlegno menjatuhkan diri, berlutut, dan berusaha untuk mengangkat sebuah sarangan besi yang tertanam di lantai.

   Langdon melihatnya dengan ketakutan karena sekarang dia tahu ke mana sang camerlegno menuju. Ya ampun, jangan! D ia kemudian berlari lebih cepat untuk mengejarnya. "Bapa! Jangan!"

   Ketika Langdon membuka pintu kaca dan berlari ke arah sang camerlegno, dia melihat sang camerlegno telah mengangkat sarangan besi itu. Penutup besi itu terbuka dan jatuh dengan menimbulkan suara hantaman yang memekakkan telinga.

   Sarangan itu menunjukkan sebuah ruangan dan tangga sempit yang menuju ke bawah tanah. Ketika sang camerlegno bergerak ke arah lubang itu, Langdon meraih bahunya yang telanjang dan menariknya kembali. Kulit lelaki itu licin karena keringatnya, tetapi Langdon terus memeganginya.

   Sang camerlegno memutar tubuhnya dan betul-betul terkejut. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan keras.

   Langdon heran ketika mata mereka bertemu. Tatapan sang camerlegno tidak lagi seperti seseorang yang sedang tidak sadar. Matanya tajam dan berkilauan karena mempunyai tujuan yang jelas. Cap di dadanya tampak mengerikan.

   "Bapa," kata Langdon sambil berusaha setenang mungkin. "Anda tidak boleh pergi ke bawah sana. Kita harus pergi dari sini."

   "Anakku," kata sang camerlegno, suaranya terdengar sangat sadar. "Aku baru saja menerima pesan. Aku tahu-"

   "Camerlegno!" Chartrand dan yang lainnya tiba. Mereka datang sambil berlarian memasuki ruangan yang kini diterangi oleh lampu kamera Macri. Ketika Chartrand melihat kuburan terbuka di lantai, matanya dipenuhi ketakutan. Dia membuat tanda silang dan menatap Langdon dengan pandangan penuh terima kasih karena telah menghentikan sang camerlegno. Karena Langdon telah cukup banyak membaca tentang arsitektur Vatican, dia tahu apa yang ada di bawah sarangan besi itu. Di sana adalah tempat yang paling suci bagi umat Kristiani. Terra Santa, Tanah Suci. Beberapa orang menyebutnya sebagai Necropolis. Ada juga yang menamakannya Catacomb. Menurut catatan beberapa pendeta terpilih yang pernah turun ke sana beberapa tahun yang lalu, Necropolis adalah sekumpulan ruang bawah tanah yang dapat 'menelan' pengunjung kalau mereka tersesat. Mereka tidak akan mau mengejar sang camerlegno hingga ke tempat itu.

   "Signore," Chartrand memohon. "Anda sedang terguncang. Kita harus meninggalkan tempat ini. Anda tidak boleh pergi ke bawah sana. Itu bunuh diri namanya."

   Tiba-tiba sang camerlegno seperti menahan diri. Dia mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas bahu Chartrand dengan tenang. "Terima kasih untuk perhatian dan pelayananmu. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya. Aku tidak bisa memintamu untuk mengerti. Tetapi, aku telah mendapatkan wahyu. Aku tahu di mana antimateri itu disembunyikan."


Satria Gendeng Geger Pesisir Jawa Agatha Christie Misteri Kereta Api Biru Pendekar Rajawali Sakti Hantu Karang Bolong

Cari Blog Ini