Ceritasilat Novel Online

Malaikat Dan Iblis 2


Dan Brown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Bagian 2



Kohler melihatnya. "Apa maksud Anda?"

   "Siapa pun yang menuliskan catatan itu pasti tidak tahu kalau tulisannya salah. Pilar itu bukan pilar gaya Ionia. Pilar-pilar Ionia selalu sama lebarnya. Yang ini ujungnya meruncing. Itu pilar gaya Doria. Salah kaprah seperti memang ini sering terjadi."

   Kohler tidak tersenyum. "Penulisnya tidak bermaksud untuk bergurau, Pak Langdon. Ionis artinya mengandung ion atau partikel-partikel yang dialiri listrik. Sebagian besar benda berisi ion.

   Langdon menatap pilar itu lagi dan melongo.

   LANGDON MASIH MERASA bodoh ketika dia melangkahkan kakinya keluar dari lift yang membawa mereka ke lantai teratas Gedung r Dia mengikuti Kohler berjalan ke koridor yang mewah. Dekoinya luar biasa. bergaya kolonial Perancis. Dia-bisa melihat sebuah sofa dari kayu cherry, jambangan bunga dari keramik, dan ukiran kayu bermotif melingkar-lingkar.

   "Kami suka membuat para ilmuwan kami merasa nyaman," jelas Kohler. Tidak diragukan lagi, sahut Langdon dalam hati. "Jadi, orang yang fotonya Anda kirimkan lewat faks ke saya pernah tinggal di sini? Dia salah satu dari pegawai eselon tinggi?"

   "Tenang," kata Kohler. "Lelaki itu tidak hadir dalam rapat denganku pagi ini dan tidak menjawab penyerantanya. Aku datang ke sini dan menemukannya meninggal di ruang tamunya."

   Langdon tiba-tiba merinding ketika dia sadar kalau sebentar lagi dia akan melihat mayat. Perutnya tidak cukup kuat untuk menghadapinya. Ini adalah kelemahan yang baru diketahuinya saat dia menjadi mahasiswa jurusan seni ketika dosennya berkata bahwa Leonardo Da Vinci mendapatkan keahliannya dalam memahami bentuk tubuh manusia dengan cara menggali kembali mayat dari kuburan dan mengiris tubuh mayat tersebut.

   Kohler mengajak Langdon ke ujung koridor. Ada sebuah pintu saja di sana. "Griya tawang, seperti istilah Anda," ujar Kohler sambil menyeka keringat yang muncul di dahinya.

   Langdon melihat pintu kayu ek di depan mereka. Plakat nama yang terdapat di sana bertuliskan.

   LEONARDO VETRA "Leonardo Vetra," kata Kohler, "akan genap berusia 58 tahun minggu depan. Dia adalah salah satu ilm uwan terpandai pada masa kini. Kematiannya merupakan kehilangan besar bagi dunia ilmu pengetahuan."

   Saat itu Langdon melihat luapan perasaan Kohler dari wajahnya yang mengeras. Namun secepat itu terlihat, secepat itu juga perasaan itu menghilang. Kohler merogoh sakunya dan mulai memilah-milah seikat besar kunci.

   Tiba-tiba Langdon merasa aneh. Gedung ini tampak sangat lengang. "Ke mana orang-orang yang lain?" tanyanya. Dia tidak melihat adanya kegiatan apa pun, padahal mereka akan memasuki tempat kejadian pembunuhan.

   "Penghuni lainnya sedang bekerja di lab," jawab Kohler. Tangannya sudah berhasil menemukan kunci pintu tersebut.

   "Maksud saya polisi," jelas Langdon. "Apakah mereka sudah pergi?"

   Kohler berhenti. Sesaat, kuncinya berhenti di udara.

   "Polisi?"

   Mata Langdon bertemu dengan mata sang direktur. "Polisi. Anda mengirimi saya selembar faks berisi sebuah gambar pembunuhan. Anda pasti sudah menelepon polisi."

   "Aku belum memanggil mereka."

   "Apa? Mata kelabu Kohler menajam. "Situasinya rumit, Pak Langdon."

   Langdon mulai dilanda rasa cemas. "Tetapi ... tentunya ada orang lain yang tahu tentang hal ini!"

   "Ya. Putri angkat Leonardo. Dia juga ahli fisika di CERN. Mereka berdua bekerja di lab yang sama. Mereka adalah rekan kerja. Nona Vetra sudah pergi selama satu minggu untuk melakukan penelitian lapangan. Saya sudah memberitahukan kematian ayahnya, dan dia sedang menuju ke sini saat kita sedang berbicara sekarang."

   "Tetapi orang ini telah dibun-"

   "Sebuah investigasi resmi," sela Kohler dengan tegas, "akan dilakukan. Walau bagaimana, penyelidikan itu akan membuat digeledahnya lab Vetra, sebuah ruangan yang sangat pribadi bagi mereka berdua. Karenanya, kami harus menunggu sampai Nona Vetra kembali. Aku merasa harus berusaha untuk sedikit merahasiakannya. Demi Nona Vetra."

   Kohler akhirnya memutar kunci itu.

   Ketika pintu terbuka, hembusan udara sedingin es mendesis dari ruangan dan menerpa wajah Langdon. Dia merasa sangat bineung. Langdon memandang ke dalam ruangan yang terasa sangat asing baginya. Ruangan di depannya seperti terbenam dalam kabut putih tebal. Kabut tidak tembus pandang itu berputarputar di antara perabotan ruangan tersebut. "Apa ini ...?" seru Langdon.

   "Sistem pendingin freon," jawab Kohler. "Saya membekukan flat ini untuk mengawetkan mayat itu."

   Langdon mengancingkan jasnya untuk menahan dingin. Aku benar-benar berada di negeri para peri, katanya lucu. Dan aku lupa membawa serta sandal ajaibku.

   MAYAT YANG TERGELETAK di hadapan Langdon tampak mengerikan. Mendiang Leonardo Vetra terbaring terlentang, ditelanjangi, dan kulitnya berwarna kelabu kebiruan. Tulang lehernya mencuat ke luar di tempat yang patah, dan kepalanya di putar ke belakang dengan sempurna, dan mengarah ke arah yang salah. Wajahnya tidak terlihat karena terpelintir mencium lantai. Lelaki itu terbaring di atas genangan urin bekunya, rambut di sekitar kemaluannya yang membeku berserabut karena bunga es.

   Untuk melawan perasaan mualnya, Langdon mengalihkan tatapannya ke arah dada korban. Walau Langdon telah melihat luka simetris itu lusinan kali di kertas faks yang diterimanya, luka bakar itu tampak sangat meyakinkan ketika melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Daging yang terkelupas dan terpanggang itu betul-betul menggambarkan ... simbol yang terbentuk dengan sempurna.

   Langdon bertanya-tanya apakah rasa dingin yang menggigit ini hanya berasal dari pengatur udara atau karena keheranannya yang luar biasa pada apa yang dilihatnya sekarang.

   Jantungnya berdebar ketika dia berjalan mengitari mayat itu sambil membaca tulisan yang tertera di dadanya dari arah atas untuk menegaskan kejeniusan simetris yang dilihatnya. Sekarang, simbol itu terlihat luar biasa ketika dia melihatnya secara langsung.

   "Pak Langdon?"

   Langdon tidak mendengarnya. Dia sedang berada di dunia lain ... dunianya, bagiannya. Ini adalah dunia tempat sejarah, mitos dan fakta saling bertabrakan, dan membanjiri benaknya.

   "Pak Langdon?" Mata Kohler menyelidik penuh harap. Langdon tidak mengalihkan pandangannya dari mayat itu. Perhatiannya sekarang semak in dalam dan sangat terfokus. "Apa saja yang Anda ketahui dari kata ini?" tanyanya kemudian.

   "Hanya yang sudah kubaca dari situs Anda. Kata Illuminati berarti 'mereka yang tercerahkan'. Itu adalah nama sebuah persaudaraan kuno."

   Langdon mengangguk. "Anda pernah mendengar nama itu sebelumnya?"

   "Tidak sampai aku melihatnya tercap pada tubuh Pak Vetra."

   "Jadi Anda membuka internet untuk mencari keterangan tentang itu?" "Ya."

   "Dan kata itu menghasilkan ratusan petunjuk tentunya."

   "Ribuan," kata Kohler. "Namun situs Anda berisi informasi dari Harvard, Oxford, sebuah penerbit yang mempunyai reputasi baik, dan sebuah daftar dari penerbit lain yang berhubungan. Sebagai seorang ilmuwan, saya tahu mutu informasi yang baik berasal dari sumber yang baik. Informasi Anda tampak meyakinkan."

   Mata Langdon masih terpaku pada mayat itu.

   Kohler tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya menatap dan menunggu Langdon untuk memberikan keterangan mengenai apa yang dilihatnya sekarang.

   Langdon mendongak, dan melihat ke sekeliling ruangan yang membeku itu. "Mungkin kita dapat membicarakannya di tempat yang lebih hangat?"

   "Kamar ini baik-baik saja." Tampaknya Kohler terbiasa dengan suhu rendah. "Kita berbicara di sini saja."

   Langdon mengerutkan keningnya. Sejarah Illuminati tidak bisa dibilang sederhana. Aku akan mati beku saat mencoba menjelaskannya. Langdon lalu menatap cap itu sekali lagi, dan merasa bertambah kagum.

   Walaupun kisah tentang lambang Illuminati merupakan legenda dalam simbologi modern, belum ada ilmuwan yang betul-betul melihatnya. Berbagai dokumen kuno menjelaskan simbol itu sebagai sebuah ambigram-ambi berarti "bisa dua-duanya" dan itu maksudnya bisa dilihat dari dua sisi. Dan walaupun ambigram sering terlihat di berbagai simbol seperti pada swastika, yin yang, bintang Yahudi, dan salib sederhana, pemikiran bahwa sebuah kata dapat diukir menjadi sebuah ambigram tampaknya sangat tidak mungkin. Para ahli simbologi modern sudah bertahun-tahun mencoba untuk menulis kata Illuminati dengan gaya simetris, tetapi mereka selalu gagal.

   Umumnya para ilmuwan sekarang memutuskan bahwa simbol itu hanyalah sebuah mitos belaka.

   "Jadi, siapakah orang-orang Illuminati itu?" tanya Kohler mendesak. Ya, pikir Langdon. Siapa mereka sebenarnya? Dia lalu memulai ceritanya.

   "SEJAK AWAL PERADABAN," jelas Langdon, "sebuah jurang dalam telah terbentuk di antara ilmu pengetahuan dan agama. Ilmuwan-ilmuwan yang berani bicara seperti Copernicus-"

   "Dibunuh," sela Kohler. "Dibunuh oleh gereja karena mereka menguak kebenaran ilmiah. Agama selalu menganiaya ilmu pengetahuan."

   "Ya. Tetapi pada tahun 1500-an, sebuah kelompok di Roma melawan gereja. Beberapa orang Italia yang sangat terpelajar, seperti para ahli fisika, matematika, dan ahli astronomi, diam-diam mulai mengadakan pertemuan untuk berbagi keprihatinan terhadap pengajaran gereja yang tidak benar. Mereka takut kalau monopoli gereja pada 'kebenaran' akan mengancam pencerahan ilmuwan di seluruh dunia. Mereka mendirikan sebuah think tank, lembaga pemikir pertama di dunia, dan menyebut diri mereka sendiri sebagai 'orang-orang yang tercerahkan.'"

   "Kelompok Illuminati itu."

   "Ya," sahut Langdon. "Orang-orang paling pandai di Eropa ... mengabdi untuk mencari kebenaran ilmiah." Kohler terdiam.

   "Tentu saja kelompok Illuminati itu diburu dengan kejam oleh Gereja Katolik. Hanya karena mereka dapat bersembunyi dengan baik, mereka bisa selamat. Pemikiran mereka pun tersebar ke seluruh ilmuwan bawah tanah, dan persaudaraan Illuminati berkembang serta melibatkan seluruh ilmuwan di seluruh Eropa. Para ilmuwan itu mengadakan pertemuan secara teratur di Roma di sebuah markas yang sangat dirahasiakan yang mereka sebut Gereja Illuminati(Gereja Pencerahan)."

   Kohler terbatuk dan menggerakkan tubuhnya.

   "Beberapa anggota kaum Illuminati," lanjut Langdon, "ingin melawan tirani gereja dengan kekerasan, tetapi anggota yang paling mereka hormati membujuk mereka untuk tidak melakukan itu. Dia adalah orang yang cinta damai dan seorang ilmuwan yang paling ternama dalam sejarah."

   Langdon yakin Kohler tahu nama ilmuw an itu. Bahkan orang awam pun mengenali seorang ahli astronomi yang bernasib malang. Ilmuwan itu ditangkap dan hampir dihukum oleh gereja karena meneatakan bahwa matahari, dan bukan bumi, adalah pusat tata surya. Walau fakta yang dikemukakannya itu tidak dapat disangkal, ahli astronomi tersebut tetap di hukum berat karena secara tidak langsung mengatakan bahwa Tuhan menempatkan manusia di tempat lain selain di pusat semesta-Nya.

   "Namanya Galileo Galilei," kata Langdon. Kohler mendongak. "Galileo?"

   "Ya. Galileo adalah seorang Illuminatus. Dan dia juga seorang Katolik yang taat. Dia berusaha untuk memperlunak pemikiran gereja terhadap ilmu pengetahuan dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak mengecilkan keberadaan Tuhan, tetapi malah memperkuatnya. Dia pernah menulis ketika dia memerhatikan planet-planet yang berputar melalui teleskopnya, dia dapat mendengar suara Tuhan dalam musik alam semesta. Dia meyakinkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama bukanlah musuh, tetapi rekanan-dua bahasa berbeda yang menceritakan sebuah kisah yang sama, kisah tentang simetri dan keseimbangan ... surga dan neraka, malam dan siang, panas dan dingin, Tuhan dan setan. Ilmu pengetahuan dan agama keduanya bergembira bersama dalam simetri Tuhan ... pertandingan tak pernah berakhir antara terang dan gelap." Langdon berhenti sejenak lalu menghentakkan kakinya supaya tetap hangat. Kohler hanya duduk di atas kursi rodanya dan memerhatikan Langdon. Celakanya," lanjut Langdon, "penggabungan ilmu pengetahuan dan agama tidak diinginkan gereja."

   "Tentu saja tidak," sela Kohler. "Pengabungan itu akan menghancurkan apa yang sudah dikatakan gereja sebagai satusatunya kendaraan yang dapat digunakan manusia untuk mengerti luhan. Jadi gereja mengadili Galileo sebagai orang yang sesat, diputus bersalah dan dijatuhi hukuman tahanan rumah seumur hidup. Saya paham benar sejarah ilmu pengetahuan, Pak Langdon. Tetapi itu sudah terjadi berabad-abad yang lalu. Apa hubungannya dengan Leonardo Vetra?"

   Pertanyaan bagus. Langdon tidak menghiraukannya. "Penangkapan Galileo membuat kaum Illuminati bergejolak. Tapi mereka membuat kesalahan sehingga gereja dapat mengenali empat orang anggota Illuminati. Mereka kemudian ditangkap dan diinterogasi. Tetapi keempat ilmuwan itu tidak mengatakan apa-apa ... walau" pun mereka disiksa."

   "Disiksa?"

   Langdon mengangguk. "Mereka dicap hidup-hidup di dada mereka dengan simbol salib."

   Mata Kohler membelalak, dia menatap mayat Vetra dengan tatapan gelisah.

   "Setelah itu para ilmuwan dibunuh dengan sadis, mayat mereka di buang di jalan-jalan di Roma sebagai peringatan bagi yang lainnya supaya tidak bergabung dengan kaum Illuminati. Karena serangan gereja yang begitu gencar, anggota Illuminati yang masih tersisa akhirnya melarikan diri dari Italia."

   Langdon berhenti sesaat. Dia memandang mata Kohler yang menatap tanpa ekspresi. "Kaum Illuminati bergerak di bawah tanah dan mulai bergabung dengan para pelarian lainnya yang berusaha menyelamatkan diri dari aksi pembersihan yang dilakukan gereja. Mereka adalah para penganut aliran mistik, ahli kimia, pengikut ilmu gaib, dan orang-orang Muslim dan Yahudi. Selama bertahuntahun, Illuminati menambah anggotanya. Sebuah Illuminati baru pun muncul. Kelompok Illuminati yang lebih gelap. Kelompok Illuminati yang sangat anti-Kristen. Mereka menjadi begitu kuat, mengadakan upacara-upacara misterius, kerahasiaan yang sangat tertutup, dan bersumpah untuk bangkit lagi pada suatu hari untuk membalas dendam pada Gereja Katolik. Kekuatan mereka berkembang sehingga gereja menganggap mereka sebagai suatu gerakan anti-Kristen yang paling berbahaya di bumi ini. Vatican mengolok mereka sebagai persaudaraan Shaitan." "Shaitan?' "Itu istilah dalam Islam. Artinya 'musuh' ... musuh Tuhan. Gereja sengaja memilih nama dari istilah Islam karena itu adalah bahasa yang mereka anggap kotor." Langdon meneruskan dengan ragu-ragu. "Shaitan adalah asal kata untuk kata bahasa Inggris ... Satan."

   Kegelisahan terlintas di wajah Kohler.

   Suara Langdon terdengar muram. "Pak Kohler, saya tidak tahu bagaimana atau kenapa tan da itu tercetak di dada Vetra ... tetapi Anda sedang melihat simbol dari sebuah perkumpulan setan terkuat di dunia yang sudah lama tak tentu rimbanya." LORONG ITU SEMPIT dan lengang. Sekarang si Hassassin berjalan dengan cepat, mata hitamnya memandang dengan waspada. Sesaat sebelum sampai ke tempat yang ditujunya, kata-kata perpisahan Janus bergema di benaknya. Fase kedua akan segera mulai. Beristirahatlah.

   Si Hassassin menyeringai. Dia sudah tidak tidur sepanjang malam, tetapi tidur adalah pilihan terakhirnya. Tidur adalah pekerjaan orang lemah. Dia seorang pejuang seperti nenek moyangnya dahulu, dan bangsanya tidak pernah tidur begitu perang dimulai. Genderang perang jelas sudah ditabuh, dan dia mendapat kehormatan untuk memulainya. Kini dia hanya memiliki waktu selama dua jam untuk merayakan kejayaannya sebelum kembali bekerja.

   Tidur? Ada cara yang jauh lebih baik untuk bersantai ....

   Seleranya pada kesenangan duniawi merupakan sesuatu yang diturunkan oleh nenek moyangnya. Generasi sebelumnya selalu menghibur diri dengan mengisap hashish, tetapi dia lebih menyukai jenis hiburan yang lain. Dia bangga pada tubuhnya- mesin pembunuh yang kuat-dan dia tidak sudi untuk mengotorinya dengan narkotika. Dia memiliki ketergantungan pada sesuatu yang lebih baik daripada obat bius ... hadiah yang jauh lebih sehat dan memuaskan.

   Merasakan gairah yang berkembang dalam tubuhnya, si Hassassin pun bergerak lebih cepat di jalan sempit itu. Dia sampai di depan sebuah pintu yang berbentuk tidak biasa lalu membunyikan belnya. Jendela intip di pintu itu terbuka dan dua mata berwarna cokelat lembut memandangnya untuk menaksir penampilannya. Pintu pun akhirnya terbuka "Selamat datang," sapa seorang perempuan dengan pakaian yang apik. Dia mengantar si Hassassin ke ruang duduk yang dihiasi oleh perabotan mahal dengan lampu yang temaram. Tercium wangi parfum dan pengharum ruangan yang mahal. "Kapan pun kamu siap." Perempuan itu memberinya sebuah album foto. "Panggil aku jika kamu sudah menentukan pilihanmu." Perempuan itu pun menghilang.

   Si Hassassin tersenyum.

   Ketika dia duduk di atas sofa besar yang empuk dan meletakkan album foto itu dipangkuannya, dia merasa gairahnya berputar. Walau bangsanya tidak merayakan Natal, dia bisa membayangkan seperti inilah perasaan seorang anak Kristen ketika duduk di depan setumpukan hadiah Natal dan ingin menemukan keajaiban di dalam hadiah-hadiah itu. Dia membuka album itu dan memerhatikan foto-foto yang terdapat di sana dengan seksama. Fantasi seksual sepanjang hidupnya hidup kembali dalam benaknya.

   Marisa. Seorang dewi Italia. Berapi-api. Sophia Loren muda.

   Sachiko. Seorang geisha Jepang. Luwes. Keahliannya tidak diragukan.

   Kanara. Gadis berkulit hitam yang luar biasa. Bertubuh kencang. Eksotis.

   Dia meneliti seluruh foto dalam album itu sebanyak dua kali lalu memutuskan pilihannya. Setelah itu dia menekan sebuah tombol yang terletak di atas meja yang berada di sampingnya.

   Reberapa saat kemudian perempuan yang tadi menyambutnya muncul kembali. Lelaki itu menunjukkan pilihannya. Perempuan itu tersenyum. "Ikuti aku."

   Setelah menyelesaikan pembayaran, perempuan itu menelepon dengan suara lirih. Dia menunggu beberapa menit, lalu mengantar lelaki itu menaiki tangga putar dari pualam ke sebuah koridor mewah. "Pintu keemasan di ujung itu," katanya. "Seleramu mahal juga."

   Memang begitu, jawab lelaki itu dalam hati. Aku 'kan pecinta keindahan sejati.

   Si Hassassin melangkah di sepanjang koridor seperti seekor macan kumbang menghampiri santapan yang sudah lama dinantikannya. Ketika dia tiba di ambang pintu, dia tersenyum pada dirinya sendiri. Pintu itu sudah terbuka sedikit seperti menyambutnya. Dia mendorongnya dan pintu itu pun terbuka dengan mudahnya.

   Ketika dia melihat pilihannya, dia tahu dia telah memilih dengan tepat. Perempuan itu tepat seperti yang dikehendakinya ... telanjang, terbaring terlentang, kedua lengannya terikat di kepala tempat tidur dengan pita beledu tebal.

   Lelaki itu berjalan mendekat dan mengusapkan jarinya yang berwarna gelap di atas perut berkulit putih dan mulus i tu. Aku sudah membunuh orang kemarin malam, katanya dalam hati. Kamu adalah hadiah untukku.

   "SETAN?" TANYA KOHLER sambil mengusap mulutnya dan bergeser tidak tenang. "Ini simbol dari kelompok pemuja setan?"

   Langdon mondar-mandir dalam ruangan itu untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap hangat. "Kelompok Illuminati memang memuja setan. Tetapi tidak dalam pengertian modern."

   Dengan cepat Langdon menjelaskan bagaimana umumnya orang menggambarkan para pemuja setan sebagai pemuja iblis. Tapi secara historis para pemuja setan adalah orang-orang yang terpelajar yang melawan gereja. Shaitan. Kabar angin tentang kekuatan gaib hitam, pengorbanan hewan dan ritual pentagram hanyalah kebohongan yang disebarkan oleh gereja sebagai kampanye kotor melawan musuh-musuh mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, para penentang gereja itu juga ingin menyamai kaum Illuminati. Kelompok itu mulai memercayai kebohongan yang disebarkan oleh gereja dan bertindak sesuai dengan apa yang mereka percayai. Maka, lahirlah kelompok pemuja setan modern.

   Kohler berdehem. "Itu semua sejarah kuno. Aku ingin tahu bagaimana simbol itu bisa berada di sini."

   Langdon menarik napas panjang. "Simbol itu sendiri diciptakan oleh seorang seniman Illuminati yang tidak diketahui namanya pada abad keenam belas sebagai penghormatan bagi kecintaan Galileo akan simetri-semacam logo sakral Illuminati. Persaudaraan itu menjaga kerahasiaan simbol tersebut. Konon mereka berencana untuk memperlihatkannya hanya ketika mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk muncul kembali dan mewujudkan tujuan utama mereka."

   Kohler tampak tidak mengerti. "Jadi simbol ini berarti persaudaraan Illuminati muncul kembali?"

   Langdon mengerutkan keningnya. "Itu tidak mungkin. Ada satu bab dari sejarah Illuminati yang belum kujelaskan."

   Suara Kohler terdengar tegas, "Jelaskan padaku."

   Langdon menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya sementara pikirannya mulai memilah-milah ratusan dokumen yang pernah dibacanya atau ditulisnya tentang Illuminati. "Kaum Illuminati adalah orang-orang yang tangguh," jelasnya. "Ketika mereka melarikan diri dari Roma, mereka melakukan perjalanan melintasi benua Eropa dan mencari tempat aman untuk berkumpul kembali. Mereka diterima oleh sebuah kelompok rahasia juga ... sebuah persaudaraan yang anggotanya merupakan para ahli mengukir batu dari Bavaria yang kaya raya bernama Freemason."

   Kohler tampak terkejut. "Kelompok Mason itu?"

   Langdon mengangguk dan tidak terlalu terkejut karena Kohler pernah mendengar tentang kelompok tersebut. Kini persaudaraan Mason memiliki lebih dari lima juta anggota yang tersebar di seluruh dunia, separuhnya tinggal di Amerika Serikat dan lebih dari satu juta orang tinggal di Eropa.

   "Tentu saja kelompok Mason itu bukan pemuja setan, bukan?" tanya Kohler dengan ragu-ragu.

   "Tentu saja bukan. Kelompok Mason menerima para pelarian itu demi kebaikan mereka sendiri. Setelah mereka menerima para ilmuwan pelarian itu pada tahun 1700-an, tanpa mereka sadari, kelompok Mason menjadi benteng bagi kaum Illuminati. Kaum Illuminati berkembang di dalam tubuh kelompok Mason dan perlahan-lahan mulai mengambil alih kekuatan kelompok Mason. Diam-diam kaum Illuminati mulai memperkuat kembali persaudaraan ilmuwan mereka di dalam tubuh Mason-semacam perkumpulan rahasia di dalam perkumpulan rahasia lainnya. Kemudian kaum Illuminati menggunakan jaringan internasional yang dimiliki oleh kelompok Mason untuk menyebarkan pengaruh mereka."

   Langdon menghirup udara dingin sebelum melanjutkan dengan cepat. "Penghapusan ajaran Katolik merupakan tujuan utama mereka. Persaudaraan itu yakin kalau dogma takhayul yang disebarkan oleh gereja merupakan musuh terbesar manusia. Mereka khawatir kalau agama terus menyebarkan mitos kesalehan sebagai kenyataan absolut, maka kemajuan ilmu pengetahuan akan terhenti, dan manusia akan musnah karena jihad bodoh di masa mendatang yang tidak beralasan itu."

   "Seperti yang kita lihat saat kini."

   Langdon mengerutkan keningnya. Kohler benar. Jihad masih menjadi berita utama sampai sekarang. Tuhanku lebih baik dibandingkan den gan Tuhanmu. Tampaknya selalu ada kemiripan antara umat yang taat dengan pasukan yang siap berperang.

   "Lanjutkan," kata Kohler. Langdon mengumpulkan pemikirannya lalu melanjutkan. "Kaum Illuminati berkembang menjadi semakin kuat di Eropa dan mulai memandang Amerika sebagai pemerintahan yang belum berpengalaman. Banyak dari pemimpin bangsa Amerika adalah anggota kelompok Mason, seperti George Washington dan Benjamin Franklin. Mereka adalah orang-orang yang jujur, taat kepada Tuhan tapi tidak menyadari cengkeraman kuat Illuminati dalam diri mereka. Kaum Illuminati mengambil keuntungan dari penyusupan itu dan berhasil mendirikan bank, berbagai perguruan tinggi, dan membangun industri untuk mendanai tujuan utama mereka." Langdon berhenti sejenak. "Tujuan mereka adalah dunia yang bersatu, semacam konsep New World Order atau Tata Dunia Baru yang sekuler." Kohler tidak bergerak.

   "Sebuah Tata Dunia Baru," Langdon mengulangi, "berdasarkan pencerahan ilmiah. Mereka menyebutnya Doktrin Luciferian. Gereja menegaskan bahwa Lucifer adalah sebuah kata yang mengacu pada setan. Tetapi persaudaraan itu menegaskan bahwa Lucifer berasal dari bahasa Latin yang berarti sang pembawa cahaya. Atau Illuminator. Kohler mendesah, dan suaranya tiba-tiba menjadi tenang. "Pak Langdon, duduklah."

   Langdon duduk di atas sebuah kursi yang membeku.

   Kohler menggeser kursi rodanya agar dapat lebih mendekat. "Aku tidak yakin kalau aku memahami semua yang baru saja kamu katakan padaku, tetapi aku pasti mengerti yang satu ini. Leonardo Vetra adalah harta yang tak ternilai harganya bagi CERN. Dia juga teman saya. Saya membutuhkan Anda untuk mencari Illuminati."

   Langdon tidak tahu bagaimana menjawabnya. "Mencari Illuminati?" Bercanda, ya? "Sepertinya, itu tidak mungkin."

   Alis Kohler naik. "Apa maksud Anda? Anda tidak mau-"

   "Pak Kohler," Langdon mencondongkan tubuhnya ke arah sang tuan rumah dan merasa tidak yakin bagaimana membuatnya mengerti tentang hal yang akan dikatakannya. "Saya memang belum menyelesaikan penjelasan saya. Tapi saya sangat yakin kalau pemberian cap di atas dada pegawai Anda itu tampaknya tidak dilakukan oleh Illuminati karena keberadaan mereka sudah tidak dapat dibuktikan sejak lebih dari setengah abad yang lalu, dan hampir semua ilmuwan sepakat kalau Illuminati sudah bubar sejak lama sekali."

   Kata-kata itu tidak mendapatkan tanggapan. Kohler menatap kabut dengan perasaan antara marah dan tak berdaya. "Bagaimana kamu bisa bilang kalau kelompok itu sudah tidak ada sementara nama mereka terukir di atas mayat orang ini!"

   Langdon juga menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri sepanjang pagi tadi. Penampakan ambigram Illuminati ini memang sangat mencengangkan. Para ahli simbologi di seluruh dunia pasti akan pusing. Walau demikian, Langdon berpikir kalau pemunculan lambang itu tidak membuktikan apa-apa tentang Illuminati.

   "Simbol," kata Langdon, "tidak dapat memastikan keberadaan si pencipta simbol yang asli."

   "Apa maksud Anda?"

   "Maksud saya adalah, ketika filosofi terorganisir seperti Illuminati itu punah, simbol mereka akan tetap ada dan dapat digunakan oleh kelompok lain. Itu disebut transfer simbol. Hal itu sangat biasa dalam dunia simbologi. Nazi mengambil lambang swastika dari agama Hindu, orang-orang Kristen mengambil bentuk salib dari bangsa Mesir, -"

   Tadi pagi," kata Kohler dengan suara seperti menantang Langdon, "ketika aku mengetik kata Illuminati pada komputerku, aku menemukan banyak referensi baru. Sepertinya masih banyak orang yang berpikir kalau kelompok ini masih aktif."

   Itu hanya para penggemar teori konspirasi," sahut Langdon. la selalu terganggu oleh teori konspirasi berlebihan yang beredar di dalam budaya pop modern. Media menampilkan berita utama yang mengejutkan, dan dengan sok tahu membuat berita kalau Illuminati masih ada dan mampu mengelola Tata Dunia Baru dengan baik. Baru-baru ini, New York Times melaporkan tentang hubungan antara kelompok Mason dengan beberapa orang terkenal, seperti Sir Arthur Conan Doyle, Duke of Kent, Peter Seller, Irving Berlin, Prince Phillip, Louis Armstrong dan beberapa pen gusaha dan bankir terkenal lainnya.

   Kohler menunjuk dengan marah ke arah mayat Vetra. "Dengan melihat bukti yang ada di hadapan Anda, para penggemar teori konspirasi itu mungkin saja benar."

   "Saya bisa memahaminya," kata Langdon sediplomatis mungkin. "Tapi ada satu penjelasan yang jauh lebih masuk akal. Mungkin saja ada organisasi lainnya yang mengambil alih lambang Illuminati dan menggunakannya untuk tujuan mereka sendiri."

   "Tujuan apa? Apa yang ingin dibuktikan oleh pembunuhan ini?"

   Pertanyaan bagus, pikir Langdon. Dia juga mendapat kesulitan membayangkan dari mana orang itu dapat menemukan lambang ini setelah menghilang selama lebih dari 400 tahun. "Yang dapat saya katakan pada Anda adalah, jika memang Illuminati masih aktif hingga kini, walau saya yakin itu tidak benar, mereka tidak mungkin terkait dengan pembunuhan Leonardo Vetra."

   "Tidak?"

   "Tidak. Kelompok Illuminati mungkin saja diyakini sebagai kelompok yang ingin menghilangkan agama Kristen, tetapi mereka ' menjalankan kekuatan mereka melalui sarana politis dan keuangan, bukan melalui tindakan terorisme. Terlebih lagi, Illuminati mempunyai peraturan ketat tentang moralitas dalam menentukan siapa yang mereka anggap sebagai musuh. Mereka sangat menghormati para ilmuwan. Jadi tidak mungkin mereka membunuh orang seperti Leonardo Vetra."

   Mata Kohler menjadi sedingin es. "Mungkin saya lupa mengatakan bahwa Leonardo Vetra bukanlah seorang ilmuwan biasa."

   Langdon menarik napas dengan sabar. "Pak Kohler, saya yakin Leonardo Vetra sangat pandai dalam banyak hal, tetapi kenyataannya tetap-"

   Tiba-tiba, Kohler memutar kursi rodanya dan berjalan cepat keluar ruang tamu sehingga meninggalkan pusaran kabut ketika menghilang ke sebuah koridor di dalam apartemen Vetra.

   Demi kasih Tuhan, Langdon menggerutu. Dia pun mengikuti lelaki tua itu. Ternyata Kohler sedang menunggunya di dalam sebuah ruangan kecil di ujung koridor tersebut.

   "Ini ruang kerja Leonardo," kata Kohler sambil menunjuk ke sebuah pintu geser. "Mungkin kalau Anda melihatnya, Anda akan memahami beberapa hal dengan lebih jelas." Dengan mengeluarkan geraman yang aneh, Kohler menggesernya, dan pintu itu pun bergerak terbuka. Langdon melongok ke dalam ruang kerja tersebut dan langsung merinding. Bunda Jesus yang suci, katanya pada dirinya sendiri. DI SEBUAH TEMPAT di negara lain, seorang petugas keamanan berusia muda duduk dengan sabar di depan sekumpulan layar monitor. Dia menatap layar monitor yang menayangkan tampilan yang berganti-ganti di depannya. Tampilan tersebut langsung disiarkan melalui ratusan kamera video nirkabel yang tersebar di seluruh kompleks ini. Tampilan tersebut berganti-ganti dalam sebuah urutan yang tidak ada akhirnya. Sebuah koridor dengan hiasan yang indah. Sebuah kantor pribadi. Sebuah dapur dengan ukuran yang sangat besar. Ketika gambar-gambar itu berganti-ganti, penjaga itu melamun. Sebentar lagi giliran jaganya akan berakhir, tapi dia masih waspada. Melayani merupakan sebuah kehormatan baginya. Suatu hari kelak dia akan menerima penghargaan besar. Ketika pikirannya melantur, sebuah gambar di depannya membuatnya bersiaga. Tiba-tiba, secara refleks dia tersentak dengan kekuatan yang mengejutkan dirinya sendiri. Tangannya terulur dan menekan sebuah tombol di papan kendali sehingga gambar itu berhenti bergerak. Rasa ingin tahunya timbul. Dia kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah layar monitor agar dapat melihat dengan lebih jelas. Tulisan di layar menunjukkan bahwa gambar itu ditangkap oleh kamera nomor 86-sebuah kamera yang diarahkan ke koridor. Tetapi gambar di depannya sama sekali tidak menayangkan situasi di koridor. LANGDON MENATAP RUANG kerja di hadapannya dengan heran. "Ruangan apa ini?" Walau udara hangat menerpa wajahnya, dia melangkahkan kakinya melewati pintu itu dengan gemetar. Kohler tidak mengatakan apa-apa ketika mengikuti Langdon memasuki ruangan tersebut. Langdon mengamati seluruh ruangan itu, tanpa memahami ruang macam apa itu. Ruangan itu berisi berbagai artifak ganjil yang belum pernah dilihatnya. Dari kejauhan Langdon bisa melihat sebu ah salib kayu yang besar sekali dan tergantung di dinding. Menurut perkiraan Langdon, salib tersebut berasal dari Spanyol dan dibuat pada abad keempat belas. Di atas salib tersebut, tergantung di atas langit-langit, terdapat tiruan planet-planet dari metal yang dapat bergerak seperti sedang mengorbit. Di dinding di sisi kiri Langdon, terdapat lukisan cat minyak Maria Perawan Suci, dan di sampingnya ada sebuah susunan berkala yang dilaminating. Di sisi lain, terdapat dua salib lagi dari perunggu dan mengapit sebuah poster Albert Einstein dengan kutipan terkenalnya, TUHAN TIDAK BERMAIN DADU DENGAN ALAM SEMESTA. Langdon bergerak masuk ke dalam ruangan tersebut, dan melihat-lihat dengan penuh kagum. Sebuah Alkitab bersampul kulit tergeletak di atas meja kerja Vetra, sementara di sampingnya terdapat sebuah model sebuah atom karya Bohr yang terbuat dari plastik dan sebuah miniatur replika Nabi Musa karya Michaelangelo. Gado-gado sekali! seru Langdon dalam hati. Kehangatan ruangan ini memang membuat Langdon merasa nyaman, tapi ada sesuatu dari penataan ruangan itu yang membuatnya merinding. Dia merasa seperti sedang menyaksikan pertempuran antara dua raksasa filosofi ... sebuah gambar buram dari dua kekuatan yang saling bertentangan. Dia mengamati berbagai judul buku yang terdapat di sebuah rak buku. Partikel Tuhan. Taoisme dalam Fisika Tuhan. Sang Bukti Pada sandaran buku terdapat kutipan. ILMU SEJATI AKAN MENEMUKAN TUHAN YANG SEDANG MENANTI DI BALIK SETIAP PINTU. -PAUS PIUS XII "Leonardo adalah seorang pastor Katolik," kata Kohler. Langdon menoleh. "Seorang pastor? Saya kira Anda tadi mengatakan kalau dia seorang ahli fisika."

   "Leonardo adalah pastor Katolik dan ahli fisika. Ilmuwan sekaligus agamawan yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah. Leonardo adalah salah satu dari mereka. Dia menganggap fisika sebagai 'hukum alam Tuhan'. Dia bilang kita bisa membaca tulisan tangan Tuhan dengan memerhatikan hukum alam yang terjadi di sekitar kita. Melalui ilmu pengetahuan dia berharap dapat membuktikan keberadaan Tuhan bagi orang-orang yang meragukannya. Dia menganggap dirinya sendiri sebagai seorang theo-physicist. Ahli fisika teologis."

   Fisika teologis? Langdon menganggap kata itu terdengar konyol dan tidak masuk akal.

   "Bidang fisika partikel," kata Kohler lagi, "berhasil menemukan beberapa penemuan yang mengejutkan akhir-akhir ini. Penemuan tersebut memiliki dampak yang cukup spiritual. Leonardo ikut terlibat dalam beberapa penemuan tersebut."

   Langdon mengamati direktur CERN itu sambil masih mencoba memahami keanehan di sekitarnya. "Spiritualitas dan fisika?" Langdon sudah menghabiskan sebagian besar waktu dari karirnya untuk mempelajari sejarah agama, dan selalu ada masalah yang terus-menerus muncul. Masalah itu tak lain adalah pandangan bahwa ilmu pengetahuan dan agama adalah seperti minyak dan air sejak sejarah peradaban terbentuk. Mereka musuh bebuyutan dan tidak dapat dipadukan.

   "Vetra adalah ahli fisika partikel kawakan," kata Kohler. "Dia mulai mencampur ilmu pengetahuan dan agama ... untuk menunjukkan bahwa kedua hal itu saling melengkapi dengan cara yang sangat tidak terduga. Dia menamakan bidang itu Fisika Baru." Kohler menarik sebuah buku dari rak buku dan memberikannya kepada Langdon. Langdon memerhatikan judul yang tertulis di sampul buku tersebut. Tuhan, Keajaiban, dan Fisika Baru-oleh Leonardo Vetra.

   "Bidang itu memang masih bayi," kata Kohler, "tetapi dapat memberikan jawaban segar bagi beberapa pertanyaan klasik, seperti tentang asal muasal alam semesta dan kekuatan yang menyatukan kita semua. Leonardo percaya, penelitiannya berpotensi mengundang jutaan orang untuk menjadi lebih spiritual. Tahun lalu dia menemukan bukti keberadaan kekuatan energi yang mempersatukan kita semua. Dia menunjukkan bahwa secara lahiriah kita saling terhubung ... bahwa semua molekul dalam tubuh saya saling terjalin dengan molekul di tubuh Anda ... bahwa adasatu daya yang bergerak di diri semua umat manusia."

   Langdon merasa bingung. Dan kekuatan Tuhan akan menyatukan kita semua. "Pak Vetra benar-benar menemukan cara un tuk membuktikan kepada kita kalau partikel-partikel tersebut saling berhubungan?"

   "Bukti yang meyakinkan. Baru-baru ini Scientific American menurunkan sebuah artikel yang menulis bahwa Fisika Baru adalah jalan menuju Tuhan yang lebih nyata daripada agama." . Komentar tadi masuk akal juga. Langdon kemudian tiba-tiba berpikir tentang Illuminati yang antiagama. Dengan enggan, dia memaksakan diri untuk membiarkan pemikiran tadi memengaruhi dirinya. Jika Illuminati memang masih aktif, apakah mereka membunuh Leonardo dengan tujuan untuk menghentikan ahli fisika itu agar tidak menyebarkan pesan agamanya kepada masyarakat? Langdon mengusir gagasan itu. Tidak masuk akal! Illuminati adalah sejarah kuno! Semua ilmuwan tahu tentang itu! Vetra memiliki banyak musuh dari dunia ilmu pengetahuan," lanjut Kohler. "Banyak ilmuwan puritan membencinya. Bahkan dia juga dibenci di sini. Mereka menganggap usaha Vetra yang menggunakan analisis fisika untuk mendukung prinsip-prinsip agama merupakan pengkhianatan pada ilmu pengetahuan."

   "Tetapi bukankah sekarang para ilmuwan bersikap kurang defensif dengan gereja?"

   Kohler mendengus kesal. "Kenapa harus seperti itu? Mungkin saja kim gereja tidak akan membakar kita di atas salib sepertindahulu kala, tetapi kalau Anda berpikir mereka sudah melepaskan kekuasaannya terhadap para ilmuwan, tanyakan pada diri Anda sendiri kenapa separuh dari sekolah-sekolah di negara Anda tidak membiarkan kita mengajarkan evolusi. Tanyakan pada diri Anda sendiri kenapa Koalisi Kristen di Amerika Serikat menjadi kekuatan lobi paling berpengaruh di dunia dalam melawan kemajuan ilmu pengetahuan. Pertempuran antara ilmu pengetahuan dan agama masih berlangsung, Pak Langdon. Ajangnya kini berpindah dari medan perang ke ruang-ruang sidang, tetapi hal itu terus berlangsung."

   Langdon tahu kalau Kohler benar. Baru seminggu yang lalu, mahasiswa Harvard School of Divinity berdemonstrasi ke gedung Fakultas Biologi untuk memprotes diadakannya mata kuliah rekayasa genetik di program pasca sarjana. Ketua jurusan biologi, ahli ilmu tentang burung terkenal bernama Richard Aaronian, tetap mempertahankan kurikulum yang diajukannya dengan menggantungkan spanduk besar di jendela kantornya. Spanduk itu bergambarkan "ikan" Kristen yang memiliki empat kaki yang kecil. Menurut Aaronian, itu adalah penghormatan untuk evolusi ikan lungfish Afrika yang berhasil hidup di daratan. Di bawah gambar ikan tersebut, alih-alih tertulis kata "Jesus," terdapat satu kata dengan tanda seru. "DARWIN!"

   Suara "bip" terdengar dan menggugah kesadaran mereka. Langdon mencari arah suara dan menemukan Kohler sedang meraih sederetan perlengkapan elektronik di kursi rodanya. Dia mengambil penyeranta itu dari penjepitnya kemudian membaca pesan yang tertera di sana.

   "Bagus. Itu tadi putri Leonardo. Nona Vetra sebentar lagi tiba di landasan helikopter. Kita akan menyambutnya di sana. Menurutku sebaiknya dia tidak usah datang ke sini dan melihat ayahnya dalam keadaan seperti itu."

   Langdon setuju. Gadis itu tidak pantas untuk mendapatkan guncangan sehebat itu.

   "Aku akan meminta Nona Vetra untuk menjelaskan proyek yang sedang ditanganinya bersama-sama dengan ayahnya ... mungkin hal itu akan memberikan sedikit kejelasan kenapa ayahnya dibunuh."

   "Anda mengira, karena penelitian yang dilakukannya yang membuat Vetra dibunuh?"

   "Sangat mungkin begitu. Leonardo mengatakan padaku bahwa dia sedang mengerjakan sesuatu yang bisa mengundang kontroversi. Hanya itu yang dikatakannya. Dia sangat merahasiakan proyeknya itu. Dia bahkan memiliki lab pribadi agar mendapat ketenangan. Saya memberikan apa yang dia minta karena kepandaian yang dimilikinya. Pekerjaannya memakan listrik yang sangat besar akhirakhir ini, tetapi saya tidak bertanya apa-apa padanya." Kohler berputar ke arah pintu ruang kerja di apartemen Vetra. "Ada satu lagi yang harus Anda ketahui sebelum kita meninggalkan ruangan ini. Langdon tidak yakin ingin mendengarnya.

   "Sebuah benda telah dicuri oleh pelaku pembunuhan."

   "Sebuah benda?" "Ikuti saya."

   Direktur itu berputar kembali ke arah ruangan berkabut itu.

   Langdon mengikutinya, tidak tahu apa yang akan dilihatnya. Kohler bergerak mendekati mayat Vetra dan beberapa inci kemudian dia berhenti. Dia memanggil Langdon untuk mendekat. Dengan enggan, Langdon mendekat. Dia merasa mual oleh bau urin beku yang terdapat di dekat mayat itu.

   "Lihat wajahnya," kata Kohler. Lihat wajahnya? Langdon mengerutkan keningnya. Bukannya kamu tadi bilang kalau sesuatu telah dicuri? Dengan ragu-ragu, Langdon berlutut. Dia mencoba melihat wajah Vetra, tetapi kepala Vetra sudah dipilin 180 derajat ke belakang sehingga wajahnya sekarang mencium permadani di bawahnya. Kohler berusaha melawan kecacatan tubuhnya, menundukkan badannya dan dengan berhati-hati memutar kepala Vetra yang membeku. Terdengar suara berderak keras, dan wajah mayat itu berputar ke depan. Air mukanya membayangkan kesakitan. Sejenak Kohler menahannya di posisi seperti itu.

   "Ya, Tuhan!" seru Langdon. Dia pun terhuyung ke belakang dengan ketakutan. Wajah Vetra berlumuran darah. Satu mata cokelatnya menatap kosong ke arahnya. Mata yang satunya hilang sehingga meninggalkan luka bekas cungkilan yang mengerikan. "Mereka mencuri mata-nya?" LANGDON MELANGKAH KELUAR dari Gedung C dan menuju ke ruang terbuka. Dia merasa senang karena sudah berada di luar apartemen Vetra. Sinar matahari membantunya untuk menghilangkan bayangan rongga mata kosong yang tadi menguasai benaknya.

   "Ke sebelah sini, Pak Langdon," kata Kohler sambil membelok ke arah jalan kecil yang curam. Kursi roda listrik itu tampak meluncur tanpa kesulitan. "Nona Vetra akan tiba sebentar lagi."

   Langdon bergegas supaya tidak tertinggal.

   "Jadi, kamu masih meragukan keterlibatan Illuminati?" tanya Kohler. Langdon tidak tahu harus berpikir bagaimana lagi. Kedekatan Vetra dengan agama memang cukup berbahaya dan Langdon tidak dapat mengabaikan setiap bukti ilmiah yang pernah dia teliti. Terlebih lagi, ada masalah tentang mata yang hilang itu...

   "Aku masih beranggapan kalau Illuminati tidak bertanggung jawab atas pembunuhan ini. Mata yang hilang itulah buktinya." Kata Langdon dengan suara yang lebih keras daripada yang inginkannya.

   "Apa?"

   "Mutilasi acak," jelas Langdon, "sama sekali ... bukan sifat Illuminati. Para peneliti berbagai kelompok pemujaan menganggap tindakan perusakan wajah seperti itu berasal dari sekte pinggiran vane tidak berpengalaman. Pengikut fanatik yang melakukan aksi terorisme. Operasi yang dilakukan Illuminati selalu merupakan tindakan yang penuh perhitungan."

   "Penuh perhitungan? Mengambil bola mata seseorang dengan cara dibedah seperti itu bukan tindakan penuh perhitungan?"

   "Tidak begitu jelas tujuannya. Sepertinya tidak ada maksud tertentu."

   Kursi roda Kohler berhenti dengan tiba-tiba di puncak bukit. Dia kemudian berpaling untuk menatap Langdon. "Pak Langdon, percayalah pada saya. Bola mata yang hilang itu pasti memiliki maksud yang tidak sepele ... sebuah maksud yang luar biasa penting."

   KETIKA KEDUA LELAKI itu menyeberangi halaman berumput, suara baling-baling helikopter mulai terdengar dari arah barat. Kemudian sebuah helikopter pun muncul dari balik bukit menuju ke arah mereka. Helikopter itu membelok tajam, lalu melambat di atas sebuah landasan helikopter yang dicat di atas rumput.

   Langdon memerhatikan helikopter tersebut, dan pikirannya terasa berputar-putar seperti baling-baling pesawat itu. Dalam hati Langdon bertanya-tanya apakah tidur nyenyak sepanjang malam dapat menjernihkan pikirannya yang campur aduk. Tapi entah kenapa, dia meragukannya.

   Ketika helikopter itu mendarat, seorang pilot meloncat keluar dan mulai menurunkan muatan yang dibawanya. Muatan yang dibawa pesawat itu ternyata cukup banyak, dan terdiri atas beberapa barang dalam jumlah besar seperti ransel, tas basah dari anan vinyl, tabung skuba dan peti kayu yang tampaknya berisi peralatan selam berteknologi tinggi.

   Langdon bingung. "Itu semua barang-barang milik Nona Vetra?" teriaknya pada Kohler untuk mengalahkan deru suara mesin helikopter.

   Kohler mengangguk dan berteriak menyahut, "Dia melakukan penelitian biologi di Laut Balearic."

   "Saya kira Anda tadi bilang dia ahli fisika!"

   "Memang benar. Dia memang ahli fisika yang berhubungan dengan biologi. Dia mempelajari keterkaitan dalam sistem kehidupan. Pekerjaannya sangat terkait dengan perkerjaan ayahnya di bidang fisika partikel. Baru-baru ini Nona Vetra mematahkan teori fundamental Einstein dengan menggunakan kamera khusus yang sinkron dengan gerakan atom untuk meneliti sekelompok ikan tuna."

   Langdon mengamati wajah tuan rumahnya itu untuk mencari tanda-tanda bahwa dia sedang bercanda. Einstein dan ikan tuna? Dia mulai bertanya-tanya apakah pesawat X-33 yang membawanya tadi pagi telah mengantarkannya ke planet yang salah.

   Sesaat kemudian, Vittoria Vetra muncul dari dalam helikopter. Robert Langdon baru sadar kalau hari ini akan menjadi satu hari yang penuh dengan kejutan yang tiada habisnya. Vittoria Vetra turun dari helikopter mengenakan celana pendek dari bahan khaki dan blus putih tanpa lengan. Gadis itu sama sekali tidak terlihat seperti seorang kutu buku seperti yang sebelumnya Langdon bayangkan. Putri Leonardo Vetra itu adalah perempuan yang luwes dan anggun. Dia bertubuh jangkung dengan kulit berwarna kecokelatan. Vittoria memiliki rambut hitam panjang yang berterbangan karena angin yang dihasilkan oleh baling-baling helikopter yang berputar tak jauh dari tempatnya berdiri. Tak diragukan lagi kalau Vittoria Vetra memiliki wajah seorang wanita Italia-tidak terlalu cantik, tetapi tampak percaya diri. Sosok memesona yang walau dilihat dari jarak dua puluh yard pun masih tampak memancarkan cahaya sensual. Putaran udara menerpanya dan membuat pakaiannya melekat ketat pada tubuhnya sehingga memperjelas badannya yang ramping dengan payudaranya yang kecil.

   "Nona Vetra adalah perempuan yang memiliki kepribadian sangat kuat," kata Kohler seolah dia melihat keterpikatan Langdon. "Gadis itu melewatkan waktu selama berbulan-bulan a?uk bekerja di dalam sistem ekologi yang berbahaya. Dia seorang vegetarian yang taat dan pelatih Hatha yoga di CERN."

   Hatha yoga? Langdon merasa geli sendiri. Seni meditasi peregangan kuno ala Buddha bukanlah hobi yang lazim bagi putri seorang ahli fisika dan pastor Katolik.

   Langdon melihat Vittoria berjalan ke arah mereka. Tampak ielas kalau dia baru saja menangis. Matanya yang berwarna cokelat dengan tatapan membara itu dipenuhi oleh emosi yang tidak dimengerti oleh Langdon. Walau terlihat terguncang, perempuan itu berjalan dengan tenang.

   Tubuhnya atletis dan tampak kecokelatan-menunjukkan kalau dia baru saja menikmati cahaya matahari di Laut Mediterania yang hangat.

   "Vittoria," sambut Kohler ketika perempuan itu mendekat. "Aku turut berduka cita. Ini kehilangan yang menyedihkan bagi dunia ilmu pengetahuan dan bagi kita semua di CERN."

   Vittoria mengangguk mengerti. Ketika dia berbicara suaranya lembut-beraksen Inggris dan serak. "Kamu sudah tahu siapa pelakunya?"

   "Kami masih mencarinya."

   Lalu dia berpaling pada Langdon, dan mengulurkan lengan yang ramping. "Namaku Vittoria Vetra. Anda dari interpol, bukan?"

   Langdon menyambut tangannya, dan sesaat dia terpaku oleh pesona yang dipancarkan dari mata yang berkaca-kaca itu. "Robert Langdon." Dia tidak yakin apa lagi yang dapat dikatakannya.

   Pak Langdon bukan pejabat yang berwenang," jelas Kohler.

   Dia seorang ahli dari Amerika Serikat. Dia berada di sini untuk menolong kita agar dapat menemukan siapa pelaku pembunuhan ini."

   Vittoria tampak ragu-ragu. "Lalu bagaimana dengan polisi?"

   Kohler menghela napas, dan tidak mengatakan apa-apa. "Di mana jenazahnya?" tanya Vittoria. "Sedang diurus."

   Kebohongan kecil itu membuat Langdon heran.

   "Aku ingin melihatnya," kata Vittoria.

   "Vittoria," desah Kohler, "ayahmu dibunuh dengan sangat kejam. Sebaiknya kamu mengingatnya seperti dia masih hidup saja. Vittoria akan berbicara lagi, tapi disela oleh seruan beberapa orang.

   "Hei, Vittoria!" beberapa orang menyapa dari kejauhan. "Selamat datang!"

   Perempuan itu berpaling. Sekelompok ilmuwan lewat di dekat helikopter sambil melambaikan tangan mereka dengan gembira.

   "Kamu berhasil mematahkan teori Einstein lagi?" seseorang bertanya dengan suara kera s. Dan yang lainnya menambahkan, "Ayahmu pasti bangga padamu!"

   Vittoria membalas lambaian mereka dengan kaku. Dia kemudian berpaling pada Kohler. Kini wajahnya terlihat bingung. "Belum ada yang mengetahuinya?'"

   "Menurutku ini sebaiknya dirahasiakan saja."

   "Kamu belum mengatakan kepada rekan-rekan lainnya kalau ayahku dibunuh?" Nada kebingungannya sekarang berubah menjadi nada kemarahan. Nada bicara Kohler menjadi lebih keras lagi. "Mungkin kamu lupa Nona Vetra. Begitu aku melaporkan pembunuhan ayahmu, akan ada penyelidikan di CERN. Termasuk penyelidikan dalam labnya. Aku selalu mencoba untuk menghormati hak pribadi ayahmu. Ayahmu hanya mengatakan dua hal tentang proyek yang sedang kalian kerjakan saat ini. Pertama, proyek itu akan menghasilkan jutaan frank bagi CERN dari berbagai kontrak perizinan selama sepuluh tahun mendatang. Kedua, proyek itu belum siap dipublikasikan karena masih menjadi teknologi yang penuh risiko. Dengan mempertimbangkan dua alasan tadi, aku tidak sudi membiarkan orang asing memeriksa barang-barang di labnya, baik untuk mencuri pekerjaannya atau mengalami kecelakaan ketika sedang melakukan pemeriksaan sehingga malah menyusahkan CERN. Jelas?"

   Vittoria hanya menatapnya tanpa mengatakan apa-apa. Langdon dapat merasakan keengganan Vittoria untuk menghormati dan menerima pemikiran Kohler.

   "Sebelum kita melaporkan apa pun kepada polisi," Kohler melanjutkan, "aku ingin tahu apa yang sedang kalian kerjakan. Aku ingin kamu membawa kami ke labmu."

   "Lab itu tidak ada hubungannya," kata Vittoria. "Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang kami berdua sedang kerjakan. Percobaan itu tidak mungkin berhubungan dengan pembunuhan ayahku."

   Kohler mendengus kesal. "Bukti yang ada memperlihatkan hal yang berbeda."

   "Bukti? Bukti apa?"

   Langdon juga mempertanyakan hal yang sama. Kohler menyeka mulutnya lagi. "Kamu hanya harus memercayai aku."

   Terlihat jelas dari tatapan mata Vittoria kalau dia tidak memercayai Kohler.

   LANGDON BERJALAN TANPA bersuara di belakang Vittoria dan Kohler ketika mereka kembali menuju ke atrium utama; tempat dimana pertama kali Langdon menginjakkan kaki di tempat yang aneh ini. Kaki Vittoria terayun dengan luwes seperti langkah penyelam Olimpiade. Sebuah potensi tidak mengherankan kalau dikaitkan dengan latihan kelenturan dan pengendalian yang didapat dari latihan yoga. Langdon dapat mendengar tarikan napas Vittoria yang perlahan dan teratur seolah sedang menyaring kesedihan yang tengah dirasakannya.

   Langdon ingin mengatakan sesuatu padanya untuk menunjukkan rasa simpati. Dia juga pernah merasakan kekosongan yang menyakitkan seperti itu karena kematian ayahnya juga terjadi secara mendadak. Langdon masih ingat pemakaman ayahnya yang berlangsung dua hari setelah ulang tahunnya yang ke dua belas. Semua yang diingatnya hanyalah hujan dan warna kelabu. Rumahnya penuh dengan teman-teman kerja ayahnya yang mengenakan jas kelabu; orang-orang yang menyalami tangannya dengan genggaman yang terlalu kuat. Mereka semua menggumamkan kata-kata seperti serangan jantung dan ketegangan. Ibunya berusaha bergurau dengan mata basah kalau dia masih bisa merasakan denyut jantung suaminya yang kuat hanya dengan memegang tangannya.

   Ketika ayahnya masih hidup, Langdon pernah mendengar ibunya memohon kepada ayahnya untuk "berhenti sebentar dan mencium wangi mawar." Tapi Langdon menerima kalimat itu terlalu harfiah. Tahun itu Langdon memberikan setangkai mawar kecil dari kaca untuk ayahnya sebagai hadiah natal. Itu merupakan benda terindah yang pernah dilihat oleh Langdon kecil ... ketika sinar matahari jatuh ke atas mawar kaca itu, warna-warni pelangi akan terpantul pada helai bunganya. "Cantik sekali," kata ayahnya ketika dia membuka hadiah yang diterimanya. Dia kemudian mencium dahi Langdon kecil. "Ayo kita carikan tempat yang aman baginya." Lalu ayahnya dengan hati-hati meletakkan mawar tersebut di atas sebuah rak tinggi yang berdebu di sudut gelap di ruang tamu. Beberapa hari kemudian, Langdon mengambil sebuah bangku, memanjat rak buku itu, dan mengambil mawar tersebut untuk dikembalikan l agi ke toko. Ayahnya tidak pernah menyadari kalau mawar itu sudah menghilang.


Pendekar Rajawali Sakti Rahasia Candi Tua Rajawali Emas Sumpah Iblis Kubur Roro Centil Ular Betina Selat Madura

Cari Blog Ini