Ceritasilat Novel Online

Kutukan Manusia Sekarat 3


Raja Naga Kutukan Manusia Sekarat Bagian 3



"Dadung Bongkok! Seingatku kau memiliki dua tangan yang utuh! Tapi sekarang, kau hadir hanya dengan satu tangan! Juga, di manakah senjatamu yang cukup terkenal itu?!"

   Kakek yang kumis dan jenggotnya terpintal menjadi satu mengangkat kepala. Kepalanya agak condong ke depan karena tubuhnya bongkok.

   "Hantu Menara Berkabut... dua belas tahun lalu kualami kesialan tiada banding! Kesialan yang telah memupuk dendamku setinggi langit! Dewi Lontar yang menyebabkan tangan kiriku kutung seperti ini! Dia juga yang telah menghancurkan senjataku!!"

   "Kabar telah kudengar, tetapi tak sampai sedemikian parah! Ratu Sejuta Setan! Bagaimana kabar Tanah Terbuang?!"

   Perempuan tua kontet berkulit hitam legam mengangkat kepala.

   "Tanah Terbuang tetap merupakan tempat terpencil, tempat yang akan kujadikan sebagai kuburan Dewi Lontar! Tetapi dasar sial! Dadung Bongkok telah menggagalkan seluruh rencanaku! Bahkan dia telah membunuh Dewi Lontar terlebih dulu!"

   Sambil mengucapkan kata-kata terakhir, sepasang mata Ratu Sejuta Setan melirik tajam pada Dadung Bongkok.

   Yang ditatap membalas penuh amarah! "Aku tahu kau menghendaki gumpalan daun lontar milik mendiang Pendekar Lontar! Tetapi bukan hanya kau saja yang menginginkan pusaka itu! Mungkin pula bukan hanya aku seorang yang akan jadi pesaing! Masih banyak lagi yang bertebaran dan menginginkan pusaka itu!"

   "Dadung Bongkok! Selama ini kau kuanggap sebagai teman sejalan yang dapat saling bantu! Tapi nyatanya kau menohok dari belakang!"

   "Seharusnya kau bersyukur hingga kau tak perlu susah payah membunuh Dewi Lontar yang bisa jadi akan mengalahkanmu! Mungkin akan membuatmu terkapar dua belas tahun yang lalu!"

   "Setan bongkok! Kutampar mulutmu sampai robek!"

   Dadung Bongkok hanya memperlihatkan tatapan sinis.

   "Dan kau tak mampu melakukan apa-apa di hadapan Dewa Tombak!"

   Ejeknya. Ratu Sejuta Setan menahan gejolak amarah dalam dadanya. Sepasang rahangnya mengembung karena menahan napas. Bersamaan dia menghembuskannya dengan cara menyentak, muiutnya bicara.

   "Kakek buntal itu akan mampus di tanganku sepergi dari tempat ini!"

   "Bicara boleh tinggi tapi kenyataannya masih merayap di tanah!"

   "Setan! Tutup mulutmu!!"

   Hardik Ratu Sejuta Setan menggelegar. Dadung Bongkok kontan menegakkan kepala, tetapi punggungnya tetap menjorok ke belakang.

   "Perempuan tua kontet! Kau telah membuka urusan di hadapanku sekarang! Berarti kau akan mampus di tanganku!"

   Sebelum Ratu Sejuta Setan berseru, Hantu Menara Berkabut sudah mendahului.

   "Tak perlu bertengkar! Kita adalah sesama Tiga tokoh kelas tinggi yang sudah tentu harus saling bantu!"

   Kata-kata kakek berjubah jingga itu membuat keduanya terdiam. Kendati demikian mata mereka tetap saling menatap penuh amarah. Hantu Menara Berkabut berkata lagi.

   "Seperti yang kalian ketahui, akulah yang telah membunuh Pendekar Lontar! Dan dari kematiannya telah kalian coba untuk mengambil kesempatan guna merebut pusaka Pendekar Lontar!"

   Hantu Menara Berkabut melihat wajah keduanya memerah. Dia melanjutkan.

   "Tapi aku tak peduli apa pun yang kalian kehendaki! Yang pasti, dendamku pada Pendekar Lontar telah terbayar! Dan sesuai dengan rencanaku aku memang tak membunuh Dewi Lontar! Aku sengaja menyiksanya agar dia terbawa dalam arus kesedihan sepanjang hari! Dan belum lama ini aku juga telah menamatkan riwayat Pendekar Harum dan Bandung Sulang! Dua manusia keparat yang juga pernah mengalahkanku dulu kini telah menjadi makanan cacing tanah!"

   Kata-kata Hantu Menara Berkabut membuat dua pasang mata di hadapannya terbuka lebih lebar. Hantu Menara Berkabut melan-jutkan.

   "Dadung Bongkok! Dewi Lontar telah kau bunuh! Dan menurut kabar yang kudengar kau juga hampir berhasil mendapatkan pusaka Pendekar Lontar! Tetapi mengapa kau kemudian sampai gagal?"

   Mendengar pertanyaan itu wajah Dadung Bongkok diliputi kegeraman dalam. Untuk beberapa lama kakek bongkok ini tak berkata apa-apa. Ratu Sejuta Setan membentak.

   "Keparat! Apakah telingamu sudah menjadi tuli hingga tak mendengar pertanyaan orang?!"

   Dadung Bongkok tak meladeni bentakan itu. Ditekan napasnya lalu dihembuskan pelan-pelan.

   "Sesuatu yang tak kusangka terjadi. Dewa Naga muncul dan menggagalkan rencanaku!"

   Sementara wajah Ratu Sejuta Setan melengak, Hantu Menara Berkabut terdiam dengan pandangan menyipit.

   "Dewa Naga! Rupanya dia juga ikut campur dalam urusan ini!"

   Desisnya dingin.

   "Bila Dewa Naga tidak muncul saat itu, aku bukan hanya telah mendapatkan pusaka Pendekar Lontar! Tetapi juga telah menghabisi keturunan Pendekar Lontar!"

   Hantu Menara Berkabut menjereng-kan matanya.

   "Inilah yang kutunggu-tunggu. Kendati tak kuhiraukan kutukan Bandung Sulang, tetapi aku masih diliputi rasa penasaran tentang putra Pendekar Lontar. Dan nampaknya manusia bongkok ini mengetahui tentang bocah itu yang bila masih hidup tentunya dia telah berusia sekitar tujuh belas tahun."

   Lalu dengan sikap tenang dan seolah tak mempedulikan segala sesu-atunya, kakek bercambang hingga dagu ini berkata.

   "Apakah Dewa Naga telah menyelamatkan putra Pendekar Lontar?!"

   "Ya! Kakek keparat itulah yang menyelamatkannya! Dan dia umbar ancaman padaku untuk menunggu dan menerima balasan atas perbuatanku dua belas tahun mendatang. Tapi... huh! Sampai saat ini aku belum melihat atau mendengar kemunculan putra Pendekar Lontar! Dan aku yakin kalau bocah itu sebenarnya sudah mampus?!"

   "Bagaimana bila ternyata masih hidup?"

   Tanya Ratu Sejuta Setan.

   "Kemungkinannya dia akan menjadi murid Dewa Naga! Seperti yang dikatakan oleh Dewa Naga, tentunya ancaman yang dilakukannya akan dijalankan oleh putra Pendekar Lontar yang tentunya akan diangkat menjadi muridnya!"

   Dadung Bongkok mendengus. Dia menangkap nada melecehkan darj kata-kata Ratu Sejuta Setan. Makanya dia berkata.

   "Siapa pun yang akan muncul di hadapanku, aku tak peduli! Aku telah siap untuk menyambutnya! Dan saat ini telah kukirim murid tunggalku untuk menyelidiki Dewa Naga!"

   "Kau hanya memberi jalan bagi muridmu untuk menuju ke sebuah musibah yang tak pernah dibayangkannya!"

   "Jangan menganggap sepele! Dengan ucapanmu aku menangkap kau justru melecehkanku! Apakah kau pikir aku tak mampu mendidik murid tunggalku itu? Ratu Sejuta Setan! Bila muridku telah muncul, akan kusuruh dia menyerangmu! Ingin kuiihat apakah kau mampu menghadapinya sampai dua puluh lima jurus!"

   Wajah kelam perempuan tua kontet itu semakin menghitam. Asap putih nampak sedikit mengepul di atas kepalanya, pertanda amarah sudah merasuk dalam dirinya. Tetapi dia tidak-berkata apa-apa karena Hantu Menara Berkabut telah berkata.

   "Berarti kalian akan menghadapi momok yang cukup angker! Murid Dewa Naga akan muncul mencari kalian! Terutama kau, Dadung Bongkok!"

   "Hantu Menara Berkabut! Tadi kukatakan aku telah siap untuk menyambut kedatangannya!"

   Sahut Dadung Bongkok dingin. Diam-diam dia melanjutkan dalam hati.

   "Dan bukan hanya aku saja yang sedang dicari oleh putra Pendekar Lontar bila memang dia masih hidup! Kau pun akan dicarinya pula karena kaulah yang telah membunuh ayahnya!"

   Ratu Sejuta Setan yang memandangi Hantu Menara Berkabut diam-diam berkata dalam hati.

   "Tak seharusnya Hantu Menara Berkabut menanyakan tentang putra Pendekar Lontar! Dan kalaupun dia bertanya seperti itu, tentunya ada sesuatu yang telah membuatnya kecut! Mungkin pula dia merasa kalau dirinya akan menjadi sasaran dari putra Pendekar Lontar!"

   Berkata Hantu Menara Berkabut.

   "Telah kudengar kabar kalau putra Pendekar Lontar memiliki sisik coklat halus pada kedua tangannya sebatas siku! Kalau dia memang masih hidup sekarang, sudah tentu sisik-sisik halus berwarna coklat itu akan semakin jelas! Berarti tak sulit menentukan siapa orangnya jika kelak kita berjumpa! Apakah kau punya pikiran untuk menjaga keselamatanmu, Dadung Bongkok?!"

   "Sejak dulu aku sudah siap menghadapi apa pun! Keselamatan diriku kujaga di atas segala-galanya! Aku telah canangkan niat untuk mendahuluinya! Aku akan memburunya sebelum dia memburuku!!"

   Sahut Dadung Bongkok ketus.

   "Ratu Sejuta Setan... apa yang akan kau laku-kan?!"

   "Aku tak punya urusan lain kecuali menginginkan pusaka Pendekar Lontar! Bila memang putranya itu masih hidup, aku akan memburunya! Selain membunuhnya, aku akan merebut pusaka Pendekar Lontar!"

   Sahut Ratu Sejuta Setan. Lalu melirik Dadung Bongkok tajam-tajam.

   "Bila ada orang lain yang menginginkan benda itu, jangan berharap dia dapat melihat matahari lebih lama!"

   Dadung Bongkok sadar kalau kata-kata ketus itu ditujukan kepadanya.

   Dia segera melotot gusar.

   Diam-diam telapak tangannya ditempelkan pada lantai.

   Dialirkan tenaga dalamnya yang melesat halus ke arah Ratu Sejuta Setan.

   Perempuan tua kontet itu merasakan adanya desiran angin yang melesat di bawahnya.

   Tetapi dia tidak berbuat apa-apa, bahkan berkata pada Hantu Menara Berkabut.

   "Bila kau berkenan mengatakan, apakah rencanamu selanjutnya?!"

   Hantu Menara Berkabut juga tahu kalau Dadung Bongkok lancarkan serangan diam-diam pada Ratu Sejuta Setan.

   "Hemmm... kakek bongkok itu memandang sebelah mata pada perempuan tua kontet itu. Kendati Ratu Sejuta Setan kelihatan tenang-tenang saja tetapi dia telah mengalirkan tenaga dalamnya melalui pinggulnya. Sebentar lagi akan terjadi bentrok...."

   Baru saja habis kata batin Hantu Menara Berkabut mendadak saja terlihat lantai sejarak duduknya Ratu Sejuta Setan dan Dadung Bongkok bergetar.

   Lalu berderak! Tak ada letupan yang keluar akibat benturan tenaga dalam Dadung Bongkok dengan Ratu Sejuta Setan.

   Tetapi masing-masing orang terlihat justru terdiam sekarang.

   Tangan kanan Dadung Bongkok semakin kuat menekan lantai, begitu pula dengan Ratu Sejuta Setan yang pinggulnya kuat menempel pada lantai.

   Hantu Menara Berkabut mendengus sekarang.

   Mendadak dijentikkan tangannya ke tengah-tengah, tepat di antara Dadung Bongkok dan Ratu Sejuta Setan duduk.

   Trikkk!! Pyaaarrr!! Letupan kecil terjadi namun akibatnya baik Dadung Bongkok maupun Ratu Sejuta Setan sama-sama terlempar ke samping.

   "Tak perlu perpanjang urusan yang tak harus kita lakukan! Bila kalian masih keras kepala, akulah yang akan menghabisi kalian sekarang juga!!"

   Dingin suara Hantu Menara Berkabut. Baik Dadung Bongkok maupun Ratu Sejuta Setan tak ada yang bersuara. Kendati demikian keduanya sama-sama saling pandang penuh dendam.

   "Tak lama lagi malam akan datang! Sekarang juga kalian tinggalkan Menara Berkabut! Bunuh putra Pendekar Lontar bila memang dia masih hidup!"

   Kali ini kedua orang yang duduk di hadapannya sama-sama merangkapkan kedua tangannya di depan dada.

   "Mulai hari ini, aku akan menuruti apa yang kau katakan,"

   Kata Ratu Sejuta Setan.

   "Hantu Menara Berkabut... apa pun yang terjadi, semuanya akan kupikul sendiri di bawah pantauanmu!"

   Kata Dadung Bongkok.

   "Bagus! Tinggalkan tempat ini sekarang juga!"

   Lalu tanpa ada yang bersuara, masing-masing orang melangkah ke belakang.

   Masuk melewati sebuah pintu dan menuruni undakan tangga yang berputar.

   Jumlah tangga itu cukup banyak tetapi keduanya dapat menuruni dalam waktu yang cukup singkat.

   Tangga yang berputar ke bawah itu terus sampai ke bawah tanah, berada di bawah bangunan Menara Berkabut.

   Setelah itu masing-masing orang melangkah melewati jalan yang cukup sempit dan harus agak menunduk.

   Bau lumut menusuk penciuman.

   Tak berapa lama kemudian keduanya sudah keluar dari balik ranggasan semak, dan segera menghirup udara segar dalam-dalam.

   Lalu sama-sama memandangi Menara Berkabut yang tak nampak sama sekaii karena kabut tebal yang melindunginya.

   "Jalan rahasia ini tak ada yang mengetahui kecuali kita bertiga,"

   Kata Ratu Sejuta Setan.

   "Itu pun dikarenakan kita diberitahu oleh pemilik Menara Berkabut!"

   "Ratu Sejuta Setan... aku tak lagi menginginkan pusaka Pendekar Lontar! Jadi kau bebas mendapatkannya tanpa ada persaingan dariku! Tetapi aku menginginkan nyawa putra Pendekar Lontar bila memang dia masih hidup. Kau tahu siapa nama pemuda itu?"

   Ratu Sejuta Setan memalingkan kepalanya ke kanan. Lama dipandanginya Dadung Bongkok sebelum menggeleng.

   "Aku tak ingat lagi siapa namanya! Kita berpencar sekarang untuk mencari tahu tentang putra Pendekar Lontar!"

   "Aku pun akan mencari muridku! Barangkali dia sudah menemukan jejak Dewa Naga! Karena... selama ini tak seorang pun yang mengetahui di mana Lembah Naga berada!"

   Masing-masing orang saling tatap sebelum kemudian menempuh jalan yang berbeda.

   Apa yang terjadi di Menara Berkabut sebelumnya dan tindakan yang dilakukan Hantu Menara Berkabut, telah membuka mata masing-masing untuk saling membantu.

   Karena secara tak langsung Hantu Menara Berkabut telah melepaskan ancaman dari ucapannya.

   * * * SUNGAI berair jernih itu mengalir agak sedikit bergemuruh.

   Beberapa helai dedaunan pepohonan yang menjulai ke tengah sungai gugur dan terbawa oleh arus sungai.

   Agak ke tengah sana batu-batu menyembul keluar.

   Mendadak....

   Byuuurrr! Sebuah kepala muncul dari dalam air, lalu digerak-gerakkan hingga butiran air yang menempel pada wajah jelita dan rambut indahnya bermuncratan.

   Kemudian gadis jelita berhidung mancung itu kembali menyelam, berenang-renang kesana kemari.

   Lalu muncul kembali wajahnya.

   Kembali pula digerak-gerakkan hingga butiran air berloncatan.

   Mendadak gadis berambut indah tergerai yang sekarang basah itu menoleh ke kanan.

   Pandangannya tajam pada semak belukar yang tak jauh dari tempatnya.

   "Keparat! Siapa orang lancang yang berani mengintipku itu?!"

   Makinya dalam hati.

   Lalu perlahan-lahan dia berenang ke tepian, ke balik ranggasan semak lainnya, di mana sebelumnya diletakkan pakaiannya dengan pandangan bersiaga.

   Namun belum lagi dia tiba di tempat yang dituju, mendadak sebuah benda berwarna putih jatuh di atas rumput yang tak jauh darinya.

   "Setan laknat!"

   Maki si gadis begitu mengenali benda yang ternyata pakaiannya itu.

   "Akan kuhajar orang yang berani berbuat lancang seperti ini! Tapi dalam keadaan telanjang bulat seperti sekarang, sulit bagiku untuk melakukan serangan!"

   Gadis jelita yang ternyata Diah Harum alias Dewi Bunga Mawar itu hanya bisa merutuk panjang pendek.

   Dia memang bisa melesat dari dalam air untuk menyambar pakaiannya, tetapi sudah tentu bagian-bagian tubuhnya akan terlihat oleh si pengintip yang berada di balik ranggasan semak sebelah kanan.

   Dan kalau dia tidak segera mengambil pakaiannya, kemungkinan besar si pengintip akan melakukan tindakan yang tak menyenangkan.

   Dalam keadaan polos seperti itu, sudah tentu Diah Harum akan kelabakan bila si pengintip keluar untuk melihatnya lebih dekat.

   Hal itu pun terjadi! Dua sosok tubuh muncul dari balik ranggasan semak sambil tertawa-tawa.

   Yang memiliki wajah tirus dengan pakaian hitam terbuka di bagian dada sudah ber-seru.

   "Renggana! Hidungmu sungguh tajam untuk mencium bau sedap dari tubuh seorang perawan!"

   Yang dipanggil Renggana menoleh. Dia seorang laki-laki bermata besar dengan bibir tebal dan codet di pipi kirinya. Tepian matanya bersinar menggiriskan. Sebilah kapak lebar tergenggam pada tangan kanannya.

   "Ki Lodan, Aku sangat hafal dengan bau sedap dari tubuh perawan! Karena sebelum mengikutimu tak pernah kulewatkan sehari pun untuk menikmati kehangatan tubuh seorang perawan!"

   Ki Lodan tertawa lagi. Tubuhnya agak ringkih, kurus dengan kedua tangan yang agak panjang.

   "Dan perawan itu kini sudah berada di hadapanmu! Berarti kau tidak hendak melewatkan kesempatan ini!"

   "Sudah tentu ya! Apakah kau juga akan turut ambil bagian?!"

   "Renggana, Renggana... aku sudah tua walaupun gairahku tak kalah dengan apa yang kau miliki! Sewaktu muda aku pun banyak mengumbar seluruh nafsuku pada siapa saja! Karena itu adalah sebuah pekerjaan penuh nikmat tiada tara! Tapi sekarang ini, biarlah kau yang menikmati perjalanan kehikmatan sementara aku akan menyaksikan saja!"

   "Gairahku akan semakin bertambah bila kuketahui akulah yang akan menikmati keindahan ini!"

   Di dalam air di mana hanya kepalanya yang muncul, Diah Halum menggeram dingin.

   "Keparat! Tentunya salah seorang dari mereka yang telah mengambi! pakaianku dan sengaja melemparkannya! Semata untuk mempermainkanku! Jahanam terkutuk! Bila saja aku sudah berpakaian, siapa pun keduanya akan kugebrak sampai mampus!"

   Habis membatin Diah Harum membentak sengit.

   "Manusia-manusia terkutuk! Kalian telah melakukan kesalahan karena berani lancang mempermainkanku! Kemarikan pakaianku itu! Kita akan bergebrak sampai kalian mampus kubunuh!"

   Bentakan si gadis hanya disambut tawa oleh Ki Lodan dan Renggana. Ki Lodan buka suara.

   "Perjalanan menuju ke Menara Berkabut masih tiga hari lagi! Dan membuang waktu sedikit untuk memberimu kesempatan rasanya tak ada yang perlu disesali! Renggana, apakah kau akan diam saja?! Apakah matamu buta tidak melihat indahnya dua gundukan bukit yang membayang pada air itu?!"

   Sementara lelaki tinggi besar bersenjatakan kapak lebar itu terbahak-bahak hingga bahunya berguncang, Diah Harum dengan perasaan marah menurunkan lagi kedudukannya di dalam air.

   "Setan keparat!"

   Geramnya dengan pancaran mata diamuk kemarahan.

   "Mengapa aku tidak memperhitungkan akan kemunculan kedua manusia keparat ini?!"

   Renggana buka suara.

   "Ki Lodan! Kau bukan hanya akan melihat dua gundukan indah pada dadanya, tetapi... hahaha... kau akan melihat pemandanganyang benar-benar luar biasa! Dari sini saja tubuhnya sudah menjanjikan kenikmatan tiada tara!"

   Habis ucapannya, Renggana melangkah ke depan. Di dalam air Diah Harum mundur ke belakang.

   "Manis... mengapa kau menjadi panik seperti itu? Bukankah tadi kau hendak bergebrak denganku? Ayo, muncullah! Kalau kau bisa ambillah pakaianmu! Tetapi bila kau tidak bisa berarti bagiankulah yang akan segera kuperlihatkan!"

   "Manusia keparat! Lemparkan pakaian itu ke sini!!"

   "Mengapa kau tidak muncul saja? Aku biasa melihat! keindahan yang terpampang sebelum merasakan keindahan itu! Ayo, ayo! Kau basuhlah kedua mataku ini dengan keindahan yang ada pada dirimu"

   Sebagai jawaban, Diah Harum menggerakkan tangan kanannya ke depan.

   Air memercik ke atas saat tangan kanannya dikibaskan.

   Menyusul menghampar gelombang angin berkekuatan tinggi ke arah Renggana.

   Yang diserang sedikit terkejut, tetapi hanya dengan memiringkan tubuh ke kiri gelombang angin itu telah luput dari sasarannya dan menghajar sebatang pohon yang dedaunannya berguguran laksana hujan.

   "Hebat! Aku menyukai gadis yang agak keras kepala"

   Serunya sambil tertawa kembali.

   Lalu dia melangkah ke tepian sungai, diperhatikannya Diah Harum yang nampak sudah semakin panik.

   Dalam keadaan tidak berpakaian seperti itu, sudah barang tentu dia tak akan mampu melakukan tindakan apa-apa.

   Mendadak dilihatnya lelaki tinggi besar itu mengayunkan kapak lebarnya ke dalam air.

   Pyaaaarrr!! Air itu muncrat ke udara.

   Kejap berikutnya telah disusul dengan muncratan yang Sebih banyak, dan seperti membelah ke tepian satunya lagi.

   "Heiiii!!"

   Diah Harum tersentak kaget dan tanpa sadar dia melompat agak menjauh. Kontan Ki Lodan terbahak-bahak.

   "Kau memang pandai membuat sebuah permainan menyenangkan, Renggana! Apakah kau tidak melihat benda bulat indah yang ujungnya terdapat bulatan coklat menggiurkan tadi?! Fiuh! Bergoyang indah menantang! Sayang... sayang aku tidak melihat benda lainnya yang sangat ingin kuiihat karena loncatannya terlalu rendah!"

   "Kau sendiri rupanya tidak saba-ran, Ki Lodan! Sekarang kau akan melihatnya!"

   Kemudian Renggana mengangkat kapak lebarnya lagi dan siap diayunkan.

   Tetapi sekarang urung karena dengan penuh kemarahan Diah Harum sudah mendorong tangan kanan kirinya.

   Wuuusss! Wuuusss!! Renggana segera menggerakkan kapak lebarnya ke samping.

   Blaarr! Blaaarrr!! Dua gelombang angin itu putus terhantam ayunan kapak lebarnya tetapi tubuhnya sendiri harus terdorong beberapa langkah.

   "Perawan kurang ajar!!"

   Makinya dengan tubuh bergetar.

   Matanya melebar seperti.

   siap melahap bulat-bulat tubuh yang masih terendam di air itu.

   Menyusul digerakkan kapak lebar-nya di atas kepala.

   Suara dengungan terdengar berdenging-denging, memekak-kan telinga.

   Menyusul terjadinya gelombang angin memutar yang membuat ranggasan semak dan dedaunan di sekitar sana berguguran.

   Kejap berikutnya, disentakkan kapak lebarnya kuat-kuat ke arah Diah Harum! Wrrrrrrr!!! Gelombang angin dahsyat menderu ke arah Diah Harum.

   Gadis jelita itu memekik tertahan.

   Tak mau tubuhnya terhantam gelombang angin itu dia segera menyelam dan berenang tergesa agak menjauh.

   Byuurrrr!! Air yang terkena hantaman gelombang angin yang meluncur dari kapak besar Renggana muncrat setinggi dua tombak.

   "Wah! Kau gagal, Renggana! Gadis itu lebih cerdik! Dia tidak melompat seperti tadi malah berenang! Kau gagal! Ayo, sekali iagi kau paksa gadis itu untuk melompat!!"

   Kata-kata Ki Lodan membuat Renggana menjadi panas.

   Dilakukan lagi hal yang sama yang membuat Diah Harum harus berusaha untuk menghindar.

   Gadis ini memiliki sifat yang keras rupanya.

   Dia tetap tak mau melompat lagi kecuali tergesa-gesa berenang menjauh untuk menghindari gelombang angin yang menderu ke arahnya.

   "Kau gagal, Renggana! Gagal!!"

   "Keparat!!"

   Maki'Renggana keras. Sepasang matanya yang bersinar menggiriskan tak berkedip pada Diah Harum yang sedang mengatur napas. Tetapi mendadak saja lelaki tinggi besar itu kemudian terbahak-bahak.

   "Sekarang kau akan kena batunya...."

   Lalu orang ini melangkah masuk ke dalam sungai. Paras Diah Harum menegang.

   "Celaka! Celaka aku sekarang! Tak mungkin aku bisa menghadapinya dalam keadaan seperti ini!"

   "Ayo, kau perlihatkan apa yang kau miliki itu, Manis! Agar Ki Lodan gembira di pagi ini!!"

   Seringai Renggana sambil terus mendekat.

   "Terkutuk! Berikan pakaianku! Kau akan kuhajar!!"

   Seru Dewi Bunga Mawar sambil beringsut mundur.

   Dia tetap berusaha untuk tidak keluarkan anggota tubuhnya yang lain dari dalam air kecuaii sebatas leher.

   Renggana hanya tertawa sebagai sahutan.

   Dia terus mendekati Diah Harum.

   Yang didekati semakin panik.

   Wajah jeiitanya mulai diliputi ketegangan dalam.

   Dan tanpa setahunya, Renggana mengirimkan serangan melalui kedua kakinya yang berada di dalam air.

   Diah Harum masih terus beringsut mundur diiringi teriakan-teriakannya.

   Ketika dirasakan ada hawa yang menderu ke arahnya, cepat gadis ini bergerak ke samping kanan! Pyaaarrr!! Air sungai itu terangkat naik dan muncrat ke udara.

   "Hebat!"

   Desis Renggana kagum bercampur marah.

   Kejap berikutnya dia sudah bergerak begitu cepat membuat Diah Harum merasa terkepung.

   Gadis jelita itu masih berusaha untuk menghindar bahkan melancarkan serangannya.

   Tetapi karena tak berpakaian, apa yang dilakukan hanyalah sebuah kesia-siaan belaka.

   Bahkan...

   tap! Tangan kanannya telah.

   tergenggam tangan kiri Renggana dan siap untuk ditarik keluar.

   Namun sebelum dilakukan, bersamaan terdengar seruan tertahan.

   "Heiiii!!"

   Satu sosok tubuh sudah melayang ke arahnya. Dan.... Tukk!! "Wadoaauuuwww!!"

   Menyusul...

   pyarr! Sosok tubuh itu telah menarik keluar tubuh Diah Harum seraya menyelimuti tubuh gadis itu dengan pakaian berwarna putih.

   Kejap berikutnya orang yang menggagalkan niat busuk Renggana sudah keluar lagi dari balik ranggasan semak di mana tadi dia membawa Diah Harum ke sana! * * * Ki Lodan yang tadi berseru tertahan karena melihat kejadian yang mengejutkannya, memandang tidak berkedip pada pemuda yang telah berdiri sejarak delapan langkah dari hadapannya.

   Sejak Ki Lodan memandangi orang itu sebelum kemudian dirasakannya debaran jantungnya semakin cepat.

   "Gila! Siapa pemuda berompi ungu ini?! Tatapannya sungguh angker dan mengerikan! Sosoknya membuat orang akan berpikir dua kali untuk menghadapinya! Tadi... tadi hanya kulihat satu bayangan yang menyambar pakaian si gadis yang dilempar Renggana. Lalu dengan gerakan seperti setan bayangan itu sudah melesat dan menggagalkan niat Renggana. Bahkan dalam waktu yang sama dia sudah membawa keluar tubuh si gadis tanpa dapat kulihat secara jelas. Dan sekarang dia sudah berdiri di hadapanku. Astaga! Dia hanya membutuhkan waktu tiga kejapan mata untuk lakukan semua tindakan!!"

   Sementara itu, lelaki tinggi besar yang masih berada di dalam sungai meraung keras.

   "Pemuda keparat! Siapa kau?!"

   Bentaknya seraya berenang ke tepian. Pemuda bermata angker itu ganti memandang pada lelaki tinggi besar yang sebagian tubuhnya basah. Namaku Boma Paksi! Julukanku Raja Naga! Lebih baik kalian menyingkir dari sini sebelum aku marah!"

   Suara dingin itu membuat Renggana dan Ki Lodan sejenak terdiam. Bukan suara itu yang sebenarnya membuat keduanya terhenyak. Tetapi tatapan angker dari pemuda berambut dikuncir itu! "Raja Naga...,"

   Desis Ki Lodan dalam hati.

   "Astaga! Julukannya sangat tepat untuknya! Tatapannya begitu mengerikan!"

   Di pihak lain Renggana tak buka mulut. Lelaki tinggi besar berkapak lebar ini memandang tak berkedip pada pemuda yang sesungguhnya baru berusia tujuh belas tahun.

   "Seumur hidupku... baru kali ini kulihat tatapan angker yang mengandung kekuatan magis,"

   Desisnya dan tanpa sadar dia masih tertegun. Ki Lodan yang buka mulut.

   "Renggana! Mengapa kau diam seperti kerbau dungu, hah?! Pemuda keparat itu muncul dan menggagalkan keinginanmu! Apakah kau tak mendengar ucapannya yang tak memandang kita sebelah mata pun?!"

   Kata-kata Ki Lodan menyadarkan Renggana dari keterkesimaannya. Lelaki tinggi besar ini menggeram.

   "Pemuda celaka! Ulangi lagi apa yang kau katakan tadi?!"

   Raja Naga memandang tak berkedip.

   Sisik-sisik coklat yang terdapat pada kedua lengannya sebatas siku lebih bersinar, pertanda dia sudah dilanda amarah.

   Murid Dewa Naga ini sebenarnya tak sengaja melewati tempat itu.

   Tatkala dia mendengar teriakan memaki dari seorang gadis, nalurinya segera mengatakan kalau ada orang yang membutuhkan bantuannya.

   Dan yang tak disangkanya, orang yang menjerit itu adalah gadis.

   yang pernah berjumpa dengannya.

   Gadis yang diam-diam telah memincut hatinya dengan kecantikan yang dimilikinya! Tatapan angker itu kian meradang.

   Suaranya bertambah dingin.

   "Kuminta kalian tinggalkan tempat ini, sebelum kemarahanku semakin membesar!"

   Kata-kata itu membuat Renggana meradang.

   "Setan keparat! Kutebas kepala-mu!!"

   Meluncur lelaki tinggi besar itu seraya ayunkan kapak lebarnya. Wuuunggg!! Tak! "Aaaakhhhhi!"

   Renggana memekik tertahan dan terhuyung ke belakang. Tangan kirinya menekap tangan kanannya dengan mulut monyong menahan sakit. Kapak lebarnya telah jatuh di atas tanah! "Gila!!"

   Seruan kaget itu terdengar dari mulut Ki Lodan. Sosoknya sampai surut satu tindak ke belakang.

   "Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa?!"

   Desisnya lagi, berulang-ulang. Raja Naga tetap berdiri di tempatnya.

   "Kau telah pancing kemarahanku! Berarti... kau tak akan kuampuni!!"

   Renggana yang masih menahan sakit mengangkat kepalanya. Tatapannya mengandung kengerian sekarang.

   "Kupikir... tubuhnya akan tercacak buntung akibat kapak lebarku! Tapi... gila! Aku sama sekaii tak melihatnya bergerak! Gila!!"

   "Boma Paksi! Terima kasih atas pertolonganmu! Biar aku yang urus manusia keparat itu!!"

   Satu suara terdengar bersamaan melompatnya satu sosok tubuh dengan gerakan indah. Dan tanpa keluarkan suara telah berdiri di samping kanan Raja Naga. Menyusul terdengar bentakannya.

   "Manusia laknat! Kau terima balasanku sekarang!" * * * GADIS berpakaian putih bersih dengan dua kuntum mawar merah pada atas dada kanan kirinya itu sudah menerjang ke arah Renggana yang masih merasakan ngilu pada tangan kanannya, Gerakan si gadis sungguh cepat sekali. Renggana mengangkat kepalanya dan sebisanya digerakkan tangan kirinya. Des! Des! Benturan itu terjadi. Sosok si gadis yang bukan lain Dewi Bunga Mawar terpental ke belakang. Baru saja kedua kakinya menginjak tanah, tubuhnya sudah menerjang kembali. Raja Naga hanya tersenyum. Dan begitu mendengar satu gerakan di sampingnya, dia langsung menoleh.

   "Jangan gegabah! Kau tak perlu mencampuri urusan ini!"

   Bentaknya pada Ki Lodan.

   Ki Lodan yang tadi sudah bersiap hendak membantu Renggana menggeram keras.

   Lelaki berwajab tirus ini memandang tajam Raja Naga tak berkedip.

   Tetapi dia tak sanggup melakukannya lebih lama, karena ta-tapan angker itu seperti menghujam pada jantungnya.

   "Pemuda bersisik! Renggana adalah sobatku. Apa pun yang terjadi padanya aku akan ikut ambil bagian!"

   Bentaknya sambil menenangkan gemuruh dadanya.

   "Kau telah lakukan kesalahan yang paling bodoh! Sobatmu telah memiliki niat keji terhadap gadis itu! Bila kau masih punya akal seharusnya kau menghalangi niatnya itu, bukannya mendorong atau membantu!"

   "Peduli setan!"

   Bentak Ki Lodan sambil menindih rasa ngerinya.

   "Kau boleh unjuk gigi di hadapannya, tapi... kau akan menyesali tindakanmu itu di hadapanku!!"

   Habis seruannya Ki Lodan menerjang ke depan.

   Seraya menerjang tangan kanan kirinya yang kurus direntangkan lebar-lebar.

   Lalu seperti meraup sebuah benda, digerakkannya masuk ke dalam hingga melipat dadanya sendiri.

   Kejap berikutnya tubuhnya sudah berputar sedemikian hebat.

   Tanah segera mengepul mengiringi putaran tubuhnya.

   Suara yang keluar keras, bergemuruh.

   Raja Naga hanya memperhatikan tak berkedip.

   Begitu putaran tubuh Ki Lodan mendekat dan siap menggulungnya, dia segera melepaskan jotosan.

   Buk!! Tubuh Ki Lodan terpental ke belakang sejenak masih dalam keadaan berputar.

   Saat lain masih berputar yang semakin cepat tubuhnya kembali meluncur ke arah Raja Naga.

   "Keras kepala!"

   Kalau tadi Raja Naga melancarkan jotosannya sekali, kali ini dua kali.

   Tetapi justru dia yang sekarang terkejut.

   Karena begitu kedua jotosannya masuk dalam putaran tubuh Ki Lodan, mendadak saja dia terseret berputar agak terhuyung.

   Menyusul...

   buk! Dadanya terhantam tendangan kaki kanan Ki Lodan yang membuatnya mundur.

   "Ternyata kau tak setangguh apa yang kau perlihatkan pada Renggana tadi!"

   Seru Ki Lodan masih berputar.

   Kali ini gelombang angin semakin dahsyat diiringi tanah yang makin banyak mengepul.

   Menyusul be-muncratannya sinar-sinar bening ke arah Raja Naga yang masih sempoyongan.

   Anak muda bersisik dari Lembah Naga itu mengertakkan rahangnya.

   Mendadak saja dijejakkan kaki kanannya di atas tanah yang seketika terdengar letupan kecil.

   Namun yang terjadi kemudian sungguh mengejutkan.

   Karena tanah itu bergerak cepat menyusur ke arah putaran tubuh Ki Lodan.

   Rupanya Boma Paksi sudah mengeluarkan ilmu 'Barisan Naga Penghancur Karang'.

   Ki Lodan yang masih berputar dahsyat itu memekik keras karena merasakan tanah mendadak berderak ke atas! Brooolll!! Kekuatan besar menyembur dari dalam tanah, memuntahkan tanah ke berbagai arah.

   Ki Lodan memang berhasil menghindari serangan aneh yang dilepaskan Raja Naga, tetapi dua kali dia terhantam lesatan tanah yang muncrat ke arahnya.

   Saat itu pula tubuhnya ambruk! Punggungnya dirasakan seperti mau patah.

   Untuk sesaat dia menggeliat lalu berusaha bangkit.

   Dillhatnya pemuda bersisik coklat hanya berdiri tegak dengan tatapan kian angker.

   Susah payah Ki Lodan bangkit sambil memegang dadanya dengan tangan kanannya.

   Sesuatu dirasakan bergolak pada perutnya dan melesat ke atas! "Huaaaakkkl!"

   Dia muntah darah. Untuk beberapa saat Ki Lodan mengalirkan tenaganya dalam guna memulihkan keadaannya.

   "Terkutuk! Bertahun-tahun aku berlatih ilmu 'Pusaran Mata Angin'. Tetapi hari ini ilmu itu begitu mudah dipatahkan oleh seorang pemuda yang masih bau kencur!"

   "Lebih baik kau menyingkir dari sini! Kalaupun kau masih ingin berada di sini, kau hanya berhak sebagai penonton! Biarkan gadis itu menuntut balas apa yang telah dilakukan kawanmu terhadapnya!"

   Seruan dingin itu membuat Ki Lodan mengangkat kepalanya.

   Kendati parasnya meringis kesakitan tetapi sorot matanya tetap angkuh.

   Dia tak melakukan tindakan apa-apa.

   Sementara itu Dewi Bunga Mawar sedang berusaha untuk mendesak Renggana.

   Tetapi tak mudah dilakukannya.

   Karena kendati tangan kanannya nyeri akibat hantaman Raja Naga sebelumnya, Renggana masih bisa memperlihatkan kelasnya.

   Raja Naga membatin.

   "Dari apa yang terjadi seharusnya Dewi Bunga Mawar dapat segera mengalahkan orang tinggi besar itu. Tetapi dia terlalu dipenuhi dengan hawa amarah dan keinginan untuk memenangkan pertarungan."

   Zeebbb! Tangan kiri Renggana mengibas ke arah kepala Dewi Bunga Mawar yang menghindar. Namun gadis itu tak bisa langsung melancarkan serangan balasan karena kaki kanan Renggana sudah mencuat. Raja Naga menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Dewi Bunga Mawar! Coba kau hantam pergelangan kedua tangannya!"

   Dewi Bunga Mawar yang sedang menghindar langsung mengarahkan serangannya pada kedua pergelangan Renggana. Ganti Renggana yang kelihatan agak pucat sekarang.

   "Gila! Bagaimana pemuda bersisik itu bisa mengetahui kalau kelemahanku terletak pada kedua pergelangan tanganku ini? Jahanam terkutuk! Pemuda bau kencur itu bukan orang sembarangan rupanya!"

   Karena kelemahannya sudah diketahui lawan, Renggana tak bisa berbuat banyak.

   Dia hanya berusaha menghindari setiap terjangan dari Dewi Bunga Mawar.

   Orang tinggi besar ini memekik tatkala tendangan Dewi Bunga Mawar telah menghantam pergelangan tangan kirinya.

   Disusul dengan kibasan tangan dari samping kiri ke pergelangan tangan kanannya.

   Kontan Renggana terhuyung ke belakang diiringi teriakan keras.

   Kedua penglihatannya saat itu pula berkunang-kunang.

   Kepalanya mendadak pusing tujuh keliling.

   Dewi Bunga Mawar yang marah karena niat busuk orang, sudah melesat ke depan untuk menyelesaikan pertarungan.

   "Tahan!"

   Seru Raja Naga sambil menjentikkan tangan kanannya. Trikkk! Satu tenaga menghalangi gerakan Dewi Bunga Mawar yang seketika berputar. Begitu kedua kakinya hinggap di atas tanah, gadis jelita berambut indah itu sudah buka mulut.

   "Boma! Mengapa kau menghalangi niatku, hah?!"

   "Karena sudah cukup kau menghajarnya, Diah...."

   "Manusia bejat seperti dia, tak patut ada kata cukup untuk menghajarnya! Boma! Biarkan aku menghajarnya lagi!!"

   "Dia sudah mendapatkan balasan! Diah... bila kau bersikeras. Lantas apa bedanya kau dengannya? Apakah kau Ingin menyamakan dirimu dengan orang seperti dia?"

   Kata-kata Raja Naga membuat Diah Harum menggeram pendek.

   Gadis jelita ini keiihatan masih belum puas untuk menghajar Renggana.

   Tetapi dia menuruti juga kata-kata Boma Paksi.

   Hanya terlihat kaki kanannya dihentakkan di atas tanah yang seketika amblas untuk melampiaskan rasa kesalnya.

   Raja Naga memalingkan kepalanya.

   "Sekarang kalian tinggalkan tempat ini sebelum aku berubah pikiran!"

   Ki Lodan memandanginya tajam-tajam.

   "Pemuda bersisik! Dengan perginya kami dari sini bukan berarti urusan telah selesai! ingatlah balk-baik! Kelak kami akan muncul kembali!!"

   Habis kata-katanya Ki Lodan menarik tubuh Renggana untuk dibawanya berlari. Susah payah Renggana mengikutinya. Raja Naga berseru.

   "Heiii! Apakah kau melupakan kapak lebarmu ini?!"

   Lalu disepaknya kapak yang tergeletak di tanah itu dengan gerakan ringan.

   Wungg! Kapak Iebar itu melesat dengan kecepatan tak ubahnya anak panah dilepaskan dari busur.

   Mendesing di atas kepala Ki Lodan yang masih menyeret Renggana.

   Cleebbb! Kapak lebar itu menancap pada sebatang pohon.

   Ki Lodan yang di saat kapak lebar itu mendesing di atas kepalanya menghentikan larinya, menggeram dingin.

   Di pihak lain Renggana terhuyung.

   Dengan kegeraman luar biasa, Ki Lodan mencabut kapak itu! Tetapi tak semudah yang dibayangkannya.

   Setelah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya dan tubuhnya dibanjiri keringat, barulah di berhasil mencabut kapak yang menancap pada pohon itu.

   Mendadak...

   kraaakk! Begitu kapak lebar itu dicabut, pohon itu seketika tumbang bergemuruh.

   "Terkutuk! Akan kuingat semua ini! Akan kuingat selama-lamanya!!"

   Makinya keras dengan wajah ditekuk gusar. Lalu katanya pada Renggana yang telah berdiri dan masih menahan sakit.

   "Kita urungkan niat menuju ke Menara Berkabut! Kita akan menuntut balas perbuatan Raja Naga!"

   Diiringi Renggana yang menahan sakit, Ki Lodan sudah berlari mendahului dengan membawa kapak lebar milik temannya itu. * * * "Boma... terima kasih atas pertolonganmu...,"

   Kata Diah Harum kemudian. Sesungguhnya masih ada keinginan untuk menghajar Renggana. Boma Paksi tersenyum. Tatapannya tetap angker.

   "Aku hanya kebetulan lewat di tempat ini,"

   Sahutnya sambil menatap dalam-dalam wajah jelita di hadapannya. Dan hati pemuda bersisik ini sedikit demi sedikit mulai terusik oleh kecantikan alami Diah Harum.

   "Boma... belum lama kita berjumpa dan kini sudah berjumpa lagi. Apakah kita akan langsung berpisah sekarang?"

   Diah Harum tersenyum.

   "Wajahnya tampan. Tapi tatapan itu masih terkesan angker...,"

   Sambungnya dalam hati.

   "Sudah tentu aku tidak punya keinginan selekas itu sekarang. Aku masih ingin menatapnya lebih lama lagi,"

   Kata Raja Naga dalam hati. Tetapi mulutnya bicara lain.

   "Aku tahu kalau kau masih punya urusan, begitu pula denganku. Yah... kupikir sebaiknya kita memang harus berpisah lagi...."

   "Boma... apakah ini saat yang tepat bagi kita untuk saling mengenal?"

   Mendengar pertanyaan si gadis, Raja Naga langsung arahkan pan-dangannya ke kejauhan.

   "Apa yang ingin kau kenal dariku, Diah?"

   "Pemuda ini terlihat begitu tertutup sekali,"

   Kata Diah Harum dalam hati. Kemudian katanya.

   "Mungkin yang hendak kutanyakan, hendak ke manakah kau sebenarnya? Pertama kali kita berjumpa kau begitu tergesa dan tentunya ada urjusan yang harus kau selesaikan."

   Boma Paksi mengangguk.

   "Keberatankah kau bila mengatakannya kepadaku?"

   Pemuda dari Lembah Naga ini tak segera menjawab. Dia justru menarik napas panjang. Dewi Bunga Mawar menunggu untuk beberapa lama. Kemudian didengarnya pemuda itu berkata.

   "Aku sedang mencari pembunuh ayah dan ibuku, Diah...."

   "Oh! Kau... kau sedang mencari pembunuh ayah dan ibumu?"

   Ulangnya terbata. Raja Naga mengangguk.

   "Ya... pembunuh yang selama dua belas tahun belum pernah kulihat wajahnya...."

   "Siapakah orang itu, Boma?"

   "Yang membunuh ayahku adalah Hantu Menara Berkabut...."

   "Oh!"

   Untuk kedua kalinya Dewi Bunga Mawar tersentak kaget. Boma Paksi langsung menoleh.

   "Diah... kau mengenalnya?"

   Kepala si gadis menggeleng-geleng.

   "Aku... aku tidak pernah mengenalnya, aku hanya pernah mendengar Guru menceritakannya kepadaku... Bukankah dia penghuni Menara Berkabut?"

   "Yah! Aku sedang menuju ke sana! Diah... apakah gurumu pernah menceritakan di manakah letak Menara Berkabut?"

   "Guru pernah sekali mengatakannya kepadaku, tetapi aku belum pernah diajaknya ke sana. Dan rasanya sangat sulit untuk mencapai Menara Berkabut. Bahkan melihat menara itu saja tak bisa dilakukan mengingat diliputi kabut tebal yang sulit ditembus oleh pandangan."

   "Aku juga pernah mendengar tentang hal itu. Selain di sekitarnya hidup berbagai jenis ular berbisa juga terdapat lumpur-lumpur hidup yang dapat menelan siapa saja."

   "Boma... guruku pernah mengatakan kalau ada jalan rahasia yang dapat membuat orang dengan mudah bisa mendatangi Menara Berkabut."

   "Oh! Apakah kau tahu di manakah jalan rahasia itu?"

   Dengan berat hati Dewi Bunga Mawar menggeleng.

   "Sayang, aku tidak tahu sama sekali. Kendati guruku pernah menerangkan aku tak bisa mengetahuinya mengingat aku belum pernah ke sana...."

   Raja Naga hanya mengangguk anggukkan kepalanya. Dewi Bunga Mawar menjadi tidak enak karena melihat pemuda di hadapannya itu jadi kelihatan gelisah.

   "Maafkan aku, Boma...."

   Buru-buru pemuda dari Lembah Naga itu menggeleng.

   "Diah... kau tahu kalau aku masih harus melakukan perjalanan ke Menara Berkabut. Sebaiknya, kita berpisah di sini...."

   Diah Harum mengangguk.

   "Sebelum berpisah, ada yang ingin kutanyakan padamu, Boma."

   "Aku menunggu."

   "Tahukah kau di mana Lembah Naga berada?"

   Pertanyaan Diah Harum membuat kening Raja Naga berkerut.

   "Lembah Naga? Ada apakah kau mencari tempat itu?"

   "Guruku memerintahkanku untuk mendatangi Lembah Naga, untuk mengetahui sesuatu di sana...."

   "Apa yang ingin kau ketahui?"

   "Tentang Dewa Naga sendiri yang merupakan penghuni Lembah Naga dan nasib seorang bocah yang dibawa lari olehnya."

   Kening Raja Naga makin berkerut. Firasatnya mengatakan dia akan mendengar sesuatu yang tidak enak.

   "Kau tahu di mana tempat itu?"

   "Jelaskan dulu kepadaku apa yang kau cari."

   Dewi Bunga Mawar menarik napas hingga dadanya yang membusung itu bergerak indah. Setelah terdiam beberapa saat barulah dia berkata.

   "Dua belas tahun yang lalu, guruku pernah bertarung dengan Pendekar Lontar yang merupakan musuh bebuyutannya. Dia mengatakan Pendekar Lontar adalah musuh utamanya yang harus dimusnahkan. Guruku tidak kesampaian membunuh Pendekar Lontar karena pendekar itu sudah tewas lebih dulu. Dia memang datang ke kediaman Pendekar Lontar dan menjumpai istrinya yang berjuluk Dewi Lontar. Pertarungan terjadi. Guruku berhasil membunuh perempuan biadab itu kendati dia harus membayar mahal dengan tangan kirinya yang kutung akibat tebasan pedang Dewi Lontar."

   Dada Boma Paksi berdebar keras.

   "Lantas?"

   "Yang diinginkan guruku adalah Pusaka Pendekar Lontar yang begitu dia berhasil membunuh istrinya, putranya muncul dengan membawa pusaka yang berupa gumpalan daun lontar. Guruku telah berhasil mendapatkannya bahkan bermaksud untuk menghabisi putra Pendekar Lontar yang dimaksudkan agar keturunan pendekar biadab itu tidak ada lagi di muka bumi ini! Tapi...,"

   Wajah Dewi Bunga Mawar mengeras.

   "Dewa Naga datang dan menggagalkan rencananya!"

   Gemuruh di dada Boma Paksi mengeras. Sisik coklat pada kedua tangannya hingga siku mulai bersinar. Dewi Bunga Mawar terkejut melihatnya.

   "Boma... Ada apa?"

   "Diah Harum..,"

   Suara si Pemuda dingin.

   "Siapakah nama Gurumu?". Sesaat Diah Harum memandangi wajah dihadapannya sebelum menjawab.

   "Dia bernama.. Dadung Bongkok..,"

   SELESAI Ikuti Kelanjutannya dalam episode.

   "Misteri Menara Berkabut"

   Scan/E-Book. Abu Keisel Juru Edit. mybenomybeyes
http.//duniaabukeisel.blogspot.com/

   

   

   

Sengketa Cupu Naga Karya Batara Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Pendekar Slebor Dendam Dan Asmara

Cari Blog Ini