Ceritasilat Novel Online

Mawar Berbisa 2


Pendekar Rajawali Sakti Mawar Berbisa Bagian 2



Pandangan mereka tertuju pada kepulan debu yang masih terlihat keluar dari dalam hutan.

   Sementara suara hentakan kaki kuda yang dipacu cepat semakin menghilang dari pendengaran mereka berdua.

   "Ini baru permulaan, Pandan. Mereka tentu tidak akan merasa senang,"

   Ujar Rangga pelan, dengan suara terdengar agak mendesah. Pandan Wangi hanya diam saja.

   "Aku khawatir, mereka menghancurkan desa ini,"

   Sambung Rangga.

   "Sebelum mereka sampai, kita harus lebih cepat bertindak, Kakang,"

   Tegas Pandan Wangi.

   "Ya! Untuk menghindari jatuh korban lebih banyak lagi, kita memang harus lebih cepat bertindak daripada mereka,"

   Sambut Rangga.

   "Kita datangi sarang mereka, Kakang...?"

   Rangga hanya menganggukkan kepala saja.

   Dan tanpa banyak bicara lagi, mereka segera melesat pergi menembus hutan dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh.

   Sehingga dalam waktu sebentar saja, mereka sudah lenyap tertelan pepohonan di dalam hutan ini.

   *** "Goblok...!"

   Bentak Ki Gopar geram, begitu mendengar laporan Karun atas kegagalannya membawa kembali Pandan Wangi dari Desa Kranggan.

   Terlebih lagi, Karun kehilangan empat orang temannya.

   Dan ini membuat kemarahan Ki Gopar semakin me-muncak.

   Sementara Karun yang duduk bersimpuh di lantai tidak berani lagi mengangkat wajahnya.

   Memang bukan hanya dia sendiri yang berada dalam ruangan itu.

   Ada lima orang lagi kepercayaan Ki Gopar juga ada di ruangan ini.

   Mereka semuanya juga tertunduk, tidak sanggup menentang sorot mata Ki Gopar yang memerah tajam.

   "Baru menghadapi perempuan saja sudah tidak becus. Apa kerja kalian selama ini, heh...?! Aku tidak sudi lagi mendengar kegagalan kalian. Sekarang juga, semua berangkat ke Desa Kranggan. Bunuh siapa saja yang menghalangi. Bawa semua gadis desa itu ke sini!"

   Tinggi sekali nada suara Ki Gopar.

   Tidak ada seorang pun yang berani membantah.

   Tanpa menunggu perintah dua kali, mereka segera meninggalkan orang tua yang sudah kelihatan muda lagi ini.

   Sementara Ki Gopar sendiri masih tetap duduk di kursinya seperti seorang raja yang tengah gundah menghadapi serangan musuh kerajaan lain.

   Sedangkan di ruangan besar ini, sudah tidak ada lagi seorang pun pengikutnya.

   Semuanya sudah pergi menjalankan tugas yang diberikannya.

   Ki Gopar baru mengangkat kepala saat mendengar langkah kaki yang halus mendekati dari pintu yang berada di sebelah kanannya.

   Tampak Nyai Lestari menghampiri dengan wajah memancarkan ketidaksenangan melihat sikap Ki Gopar yang dianggap sudah berlebihan.

   Langsung saja di-lewatinya Ki Gopar, lalu menuju pintu keluar.

   Ki Gopar terus memandangi.

   Dan ketika Nyai Lestari hampir mencapai pintu....

   "Lestari...!"

   Nyai Lestari langsung menghentikan langkahnya, tapi tidak berbalik.

   Dia tetap diam menghadap ke pintu yang terbuka lebar sejak tadi.

   Sedangkan Ki Gopar sendiri masih tetap duduk di kursinya memandangi punggung wanita cantik yang sebenarnya juga sudah tua itu.

   "Mau ke mana kau?"

   Tegur Ki Gopar langsung. Nada suaranya terdengar dalam, agak ditekan.

   "Pergi,"

   Sahut Nyai Lestari datar.

   "Ke mana?"

   "Ke mana aku suka. Aku sudah muak melihat tingkahmu di sini. Aku tidak sudi lagi berurusan denganmu!"

   Bentak Nyai Lestari ketus.

   Tanpa peduli kegeraman Ki Gopar, Nyai Lestari terus saja mengayunkan kakinya, keluar dari rumahnya yang besar bagai istana yang dikelilingi pagar tinggi seperti benteng ini.

   Kepergian Nyai Lestari membuat Ki Gopar semakin geram.

   Wajahnya sudah memerah, dan kedua bola matanya menyala bagai api.

   "Kau tidak boleh pergi, Lestari...!"

   Bentak Ki Gopar keras menggelegar. Tapi Nyai Lestari tidak mempedulikan lagi. Wanita itu terus saja melangkah menyeberangi beranda depan yang cukup luas ini.

   "Kembali kataku...!"

   Bentak Ki Gopar sambil melompat turun dari kursinya. Namun tetap saja Nyai Lestari tidak mempeduli-kannya.

   "Keparat...!"

   Geram Ki Gopar tidak dapat lagi menahan kemarahannya.

   "Hih! Yeaaah...!"

   Bet! Sambil membentak keras menggelegar, Ki Gopar mengebutkan tangan kanannya ke depan.

   Maka saat itu juga terlihat sebuah pisau kecil melesat dari dalam lengan bajunya.

   Deras sekali pisau kecil itu meluncur, membuat Nyai Lestari tidak sempat lagi menyadarinya.

   Hingga....

   Jleb! "Akh...!"

   Nyai Lestari kontan terpekik, begitu pisau yang dilemparkan Ki Gopar menembus punggungnya.

   Seketika, wanita itu jatuh tersungkur mencium tanah.

   Sementara, Ki Gopar sudah melompat keluar dari dalam ruangan ini.

   Langsung kakinya mendarat di tubuh perempuan cantik ini.

   Des! "Akh...!"

   Kembali Nyai Lestari memekik keras agak tertahan dengan tubuh bergulingan jauh di atas tanah berumput ini.

   Sementara Ki Gopar kembali menghampiri dengan geraman bergemeletuk, menahan kemarahan yang sudah meluap dalam dada.

   Saat itu, Nyai Lestari mencoba bangkit berdiri, walau darah sudah keluar dari mulutnya.

   Meskipun sebuah pisau menembus punggungnya, tapi wanita ini masih bisa berdiri.

   Walaupun, dengan tubuh terhuyung huyung.-"Mampus kau! Hiyaaa...!"

   Sambil membentak keras menggelegar, Ki Gopar melompat cepat sekali.

   Langsung dilepaskannya satu tendangan menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

   Sementara, Nyai Lestari sama sekali tidak mampu lagi menghindar.

   Namun begitu tendangan yang dilepaskan Ki Gopar hampir menghantam tubuhnya, mendadak saja....

   Slap! Tiba tiba saja.

   sebuah bayangan putih berkelebat cepat sekali ke arah Nyai -Lestari.

   Lalu....

   Der! "Heh...?!"

   Tendangan Ki Gopar jadi menghantam pohon beringin besar yang ada tepat di belakang Nyai Lestari, begitu bayangan putih tadi melesat pergi dari hadapan Ki Gopar.

   Seketika pohon yang sangat besar itu hancur berkeping keping.

   Sedangkan Nyai Lestari sudah lenyap entah ke mana.

   -Bayangan putih yang berkelebat begitu cepat itu telah menyambar dan membawanya entah ke mana.

   Ki Gopar cepat mengedarkan pandangan ke sekeliling.

   Cepat disadari kalau ada orang lain yang menolong Nyai Lestari dari kematiannya tadi.

   Namun, kini tidak terlihat satu bayangan pun di sekitarnya.

   Hanya kesunyian saja yang ada di sekelilingnya.

   "Setan...!"

   Geram Ki Gopar berang.

   Cepat sekali Ki Gopar melompat ke atas, dan langsung hinggap di atap bangunan besar yang dikelilingi benteng ini.

   Kembali pandangannya beredar ke sekeliling.

   Tapi, tetap saja tidak terlihat ada seorang pun di sekitar bangunan seperti istana kecil dikelilingi pagar benteng ini.

   "Phuih!"

   Ki Gopar menyemburkan ludahnya dengan sengit, disertai umpatan dalam hati.

   Dia tidak tahu, ada sepasang mata indah yang tersembunyi di balik kerudung kain putih terus mengamatinya sejak tadi.

   Sepasang mata bulat indah itu bersembunyi dari kerimbunan dedaunan, di atas pohon yang berada tidak jauh dari bangunan bagai benteng ini.

   "Hup!"

   Ki Gopar kembali melesat turun dari atas atap ini.

   Gerakannya begitu indah dan ringan, sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kedua kakinya menjejak tanah.

   Sementara sepasang mata yang tersembunyi di balik kerudung putih itu tetap diam tidak bergerak sedikit pun.

   Terus diperhatikannya Ki Gopar yang melangkah masuk kembali ke dalam rumah sambil bersungut-sungut, memuntahkan kekesalannya.

   Dan pada saat itu, sesosok tubuh ramping berbaju serba putih meluncur turun dari atas pohon.

   Sosok tubuh ramping inilah yang sejak tadi mengamati Ki Gopar dari atas pohon.

   Dia terus berlari mengikuti pagar yang tinggi dan kokoh ini, menuju bagian belakang.

   Dan di sana, sudah menunggu seorang laki-laki tua yang menyembunyikan diri di balik sebuah pohon besar.

   Laki laki tua yang ternyata -kusir tua yang bernama Ki Jambun, segera keluar begitu melihat wanita berkerudung putih ini terlihat.

   Segera dihampiri-nya wanita itu dengan langkah tergesa gesa.

   -"Mana Nyai Lestari...?"

   Tanya Ki Jambun langsung, begitu dekat di depan wanita berkerudung putih ini.

   "Terluka. Tapi sudah ditolong orang lain,"

   Sahut wanita itu.

   "Siapa...?"

   "Aku tidak tahu. Gerakannya sangat cepat Ki Gopar sendiri tidak bisa melihatnya,"

   Sahut wanita itu pelan.

   "Mudah mudahan saja yang menolongnya orang baik baik,"

   Desah Ki Jambun. --"Ya, mudah mudahan saja...,"

   Desah wanita itu. -"Aku akan mencari tahu, Nini. Aku masih bebas berkeliaran di desa desa sekitar -kaki Gunung Cagarasa ini,"

   Tegas Ki Jambun langsung bersemangat kembali.

   "Apa yang akan kau lakukan, Ki?"

   "Nini! Aku tahu kalau di Desa Kranggan ada seorang pendekar tangguh yang sudah membunuh empat orang pengikut Ki Gopar. Hanya Karun saja yang bisa menyelamatkan diri. Peristiwa itu, belum lama terjadi. Aku yakin pendekar itu yang menyelamatkan Nyai Lestari,"

   Duga Ki Jambun.

   "Kau tahu, di mana mencarinya, Ki?"

   "Dia tinggal di rumah Ki Sarumpat. Kepala Desa Kranggan, Nini,"

   Sahut Ki Jambun.

   "Ayo kita pergi, Ki,"

   Ajak wanita berkerudung putih itu.

   "Kita lihat, apa benar pendekar itu yang menyelamatkannya."

   "Tapi, Nini.... Aku tidak mungkin pergi sekarang. Ki Gopar pasti membutuhkan aku sekarang. Dia bisa marah kalau aku tidak ada,"

   Kata Ki Jambun.

   "Kau tidak perlu kembali lagi ke sana, Ki. Nanti saja kalau iblis ini sudah mampus."

   Ki Jambun jadi terdiam.

   Sementara, wanita berkerudung putih itu sudah melangkah pergi.

   Beberapa saat Ki Jambun terdiam, mempertimbang-kan kata kata wanita berkerudung putih itu.

   Dan tidak berapa lama kemudian, -kakinya segera melangkah mengikuti wanita berkerudung putih yang sudah masuk ke dalam hutan di belakang bangunan besar dikelilingi pagar tinggi ini.

   *** Sementara itu, di dalam sebuah kamar di rumah Ki Sarumpat, tampak Nyai Lestari tertelungkup di atas ranjang dengan bagian punggung terbuka lebar.

   Pandan Wangi tengah mengobati luka di punggung wanita ini, ditemani Selasih dan ibunya.

   Sedangkan di ruangan lain, Rangga dan Ki Sarumpat sedang membicarakan Nyai Lestari yang hampir saja mati dibunuh Ki Gopar.

   "Nyai Lestari bisa kau selamatkan, Rangga. Tapi aku khawatir terhadap anak gadisnya yang pasti masih ada di sana,"

   Ujar Ki Sarumpat.

   "Ada wanita lain di rumah itu, Ki...?"

   Tanya Rangga terkejut, tidak menyangka kalau masih ada wanita lain di dalam rumah seperti benteng itu.

   "Nyai Lestari punya anak gadis yang sebaya Selasih. Dia pasti masih ada di sana, dan tidak tahu kalau ibunya hampir mati dibunuh Ki Gopar,"

   Jelas Ki Sarumpat. Rangga jadi terdiam membisu untuk beberapa saat.

   "Siapa namanya, Ki?"

   Tanya Rangga kemudian.

   "Mawar,"

   Sahut Ki Sarumpat "Kakang..."

   Tiba tiba Pandan Wangi menyembulkan kepala dari balik pintu kamar, dan memanggil -Rangga.

   Bergegas Pendekar Rajawali Sakti menghampiri.

   Dilihatnya Nyai Lestari masih tertelungkup di atas pembaringan.

   Tapi, kini tubuhnya sudah tertutup selembar kain yang sudah pudar warnanya.

   "Ada apa?"

   Tanya Rangga berbisik.

   "Nyai Lestari ingin bicara denganmu. Dia mendengar semua yang kau bicarakan dengan Ki Sarumpat,"

   Kata Pandan Wangi memberitahu.

   Sedikit Rangga menatap wanita cantik yang sebenarnya sudah tua itu, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar ini.

   Selasih dan ibunya segera keluar dari kamar itu.

   Sedangkan Pandan Wangi tetap berdiri di ambang pintu.

   Rangga menarik sebuah kursi kayu ke dekat pembaringan ini, dan duduk di sana.

   Sehingga jaraknya dengan Nyai Selasih begitu dekat sekali.

   Wanita itu membuka kelopak matanya, dan tersenyum melihat Rangga sudah dekat dengannya.

   Rangga membalas senyuman itu dengan senyum pula.

   "Kau ingin bicara denganku, Nyai...?"

   Terdengar pelan dan lembut suara Rangga.

   "Aku mendengar semua yang kau bicarakan dengan Ki Sarumpat, Anak Muda. Aku sangat berterima kasih atas usahamu dalam menyelamatkan nyawaku. Tapi, aku tidak ingin kau mengorbankan dirimu lagi, menentang bahaya untuk putriku. Sejak Gopar datang, Mawar sudah pergi entah ke mana. Dan sampai saat ini, aku tidak pernah melihatnya lagi,"

   Jelas Nyai Lestari tentang anaknya. Rangga jadi terdiam.

   "Tapi, aku merasa kalau Mawar masih hidup. Dia memang tidak menyukai Gopar, dan memilih pergi. Apalagi, dia pernah memergoki Gopar sedang mem-perkosa seorang gadis yang diculiknya dari desa di dalam kamarnya. Sejak kejadian itu, Mawar tidak pernah terlihat lagi,"

   Jelas Nyai Lestari lagi.

   "Aku akan mencarinya, Nyai. Aku janji, akan membawanya ke sini untukmu,"

   Tegas Rangga, mencoba menenangkan hati wanita ini.

   "Terima kasih, Rangga. Kau baik sekali...."

   "Sebaiknya, Nyai istirahat saja dulu. Biar Pandan Wangi yang merawat lukamu. Beri saja dia petunjuk untuk membuat obatnya,"

   Ujar Rangga seraya bangkit berdiri.

   "Kau akan ke mana?"

   Tanya Nyai Lestari.

   "Keluar sebentar, Nyai. Kudengar Ki Gopar menyebar orang orangnya untuk membunuh-Pandan Wangi dan menculik Selasih. Aku akan menjaga desa ini dari tangan kotor mereka,"

   Sahut Rangga.

   Sebelum Nyai Lestari bisa mencegah, Pendekar Rajawali Sakti sudah melangkah keluar, melewati Pandan Wangi yang masih berdiri di ambang pintu.

   Rangga sedikit mengerlingkan matanya.

   Dan Pandan Wangi sudah bisa mengerti, walau tanpa harus dijelas-kan lagi.

   Kembali gadis itu masuk ke dalam kamar ini, dan duduk di kursi yang tadi diduduki Pendekar Rajawali Sakti.

   Sementara Rangga sudah kembali berada di beranda depan rumah Kepala Desa Kranggan ini.

   Dirayapinya keadaan sekitarnya beberapa saat.

   Begitu sunyi keadaannya, tidak seperti pertama kali ketika Rangga dan Pandan Wangi datang.

   Suasana di Desa Kranggan ini langsung berubah, setelah Ki Sarumpat memberitahu pada warganya akan bahaya yang mengancam desa ini.

   Kesunyian begitu terasa mencekam, membuat Rangga mengayunkan kakinya keluar.

   Namun baru saja berada di tengah tengah halaman depan rumah ini, mendadak -saja....

   Wusss! "Heh...?! Hup!" *** Rangga cepat memiringkan tubuhnya begitu terdengar desir yang halus dari belakang.

   Dan cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke samping, begitu terlihat secercah cahaya merah melesat cepat bagai kilat, di samping tubuhnya.

   Cahaya merah itu langsung menghantam tanah, di depan Rangga tadi berdiri.

   Dan....

   Glar! "Upths!"

   Rangga kembali melompat ke depan.

   Tubuhnya langsung berputaran beberapa kali, begitu tanah yang terhantam cahaya merah itu terbongkar, menimbulkan ledakan dahsyat.

   Manis sekali Pendekar Rajawali Sakti kembali menjejakkan kakinya di tanah.

   Matanya langsung menangkap sesosok tubuh berjubah hitam, berdiri di atas atap rumah Ki Sarumpat.

   Dan tanpa membuang buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung melesat cepat bagai -kilat ke atas atap itu.

   "Hiyaaa...!"

   Begitu cepatnya Rangga melesat, hingga membuat laki laki tua berjubah hitam yang -ada di atap jadi terbeliak kaget setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau pemuda berbaju rompi putih ini bisa bergerak begitu cepat bagai kilat.

   "Haiiit...!"

   Namun laki laki tua itu bisa menghindari terjangan Pendekar Rajawali Sakti -dengan gesit.

   Dia cepat melompat ke samping sambil memutar tubuhnya, dan kembali berdiri tegak dengan indah sekali.

   Sementara, Rangga sendiri sudah menjejakkan kakinya di atas atap rumah kepala desa ini.

   "Siapa kau...?!"

   Tanya Rangga langsung membentak.

   "Kau tidak perlu tahu siapa aku,"

   Sahut laki laki tua berjubah hitam itu dingin. -"Mampus kau! Hih! Yeaaah...!"

   Tanpa banyak bicara lagi, orang tua berjubah hitam itu langsung saja mengebutkan tangan kanan ke depan.

   Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya yang terbuka melesat cepat bulatan cahaya merah bagai bola api menerjang ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hup!"

   Cepat Rangga melenting ke atas, hingga dapat menghindari serangan orang tua itu.

   Tapi, bola api ini justru menghantam atap rumah Ki Sarumpat hingga jebol, menimbulkan ledakan keras menggelegar.

   Sementara, Rangga langsung meluruk turun ke bawah.

   Dan orang tua itu terus saja melesat cepat mengejar -nya.

   "Hiyaaa...!"

   Bet! Kembali orang tua itu mengebutkan tangan kanannya ke depan, membuat bola api kembali melesat mengejar Pendekar Rajawali Sakti dengan kecepatan bagai kilat.

   "Hap!"

   Hanya sedikit saja Rangga menotokkan ujung jari kakinya ke tanah, maka tubuhnya langsung melesat kembali ke atas.

   Langsung Pendekar Rajawali Sakti berputar ke belakang, hingga melewati atas kepala orang tua itu.

   Dan bersamaan dengan terkembangnya kedua tangan Rangga ke samping, terdengar ledakan keras menggelegar dari tanah yang terbongkar terhantam bulatan bola api itu.

   Gerakan Rangga yang berputar ke atas, membuat orang tua ini jadi terkesiap kaget tidak menyangka.

   Cepat tubuhnya diputar berbalik di udara.

   Namun pada saat yang bersamaan, Rangga sudah mengibaskan tangan kanannya cepat sekali, menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'! "Yeaaah...!"

   Wut! "Heh...?!"

   Begitu cepatnya serangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang tua berjubah hitam ini tidak sempat lagi menghindarinya.

   Terlebih lagi, tubuhnya baru saja diputar berbalik.

   Hingga, kibasan tangan Rangga yang begitu cepat tidak dapat lagi dielakkan.

   Dan....

   Des! "Akh...!"

   Orang tua itu memekik keras, begitu dadanya terkena kibasan keras tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti.

   Seketika, tubuhnya meluncur deras ke bawah dan terbanting keras di tanah.

   Sementara, Rangga terus meluncur ke bawah mengejar orang tua ini.

   Tapi begitu kakinya menjejak tanah, anak sulung Ki Sarumpat terlihat sudah melompat keluar dari beranda depan rumahnya.

   Goloknya cepat dikibaskan ke tubuh orang tua berjubah hitam ini.

   "Hiyaaa...!"

   Bet! Cras! "Aaaa...!"

   Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar menyayat, ketika golok yang dikibaskan anak sulung Ki Sarumpat menebas dada orang tua ini.

   Maka darah seketika muncrat keluar dengan deras sekali.

   Tampak orang tua berjubah hitam itu menggelepar sesaat, kemudian dam tidak bergerak gerak lagi.

   Darah terus mengucur-deras dari dadanya yang terbelah lebar.

   *** Rangga membantu Ki Sarumpat dan dua anak laki-lakinya membetulkan atap rumahnya yang jebol, setelah menguburkan mayat orang tua berjubah hitam yang dikenali sebagai pengikut Ki Gopar.

   Setelah selesai, mereka berkumpul di beranda depan rumah kepala desa ini.

   Pandan Wangi dan Selasih menyediakan minuman, kemudian kembali masuk ke dalam menjaga Nyai Lestari yang masih belum bisa turun dari pembaringan.

   "Baru satu orang yang datang ke sini, Rangga. Aku yakin mereka akan kembali lagi menyerang,"

   Kata Ki Sarumpat pelan.

   "Biar mereka datang ke sini, Ayah. Kita hadapi mereka bersama sama,"

   Selak anak -sulung kepala desa itu.

   "Kepandaian yang kau miliki belum cukup, Rampal,"

   Desah Ki Sarumpat pelan. Sepertinya, dia masih menyesali tindakan anaknya yang langsung saja membunuh anak buah Ki Gopar tadi.

   "Aku rela mati demi kebenaran, Ayah,"

   Tegas anak sulung Ki Sarumpat yang bernama Rampal itu.

   Sementara, Rangga hanya tersenyum senyum saja.

   -Sebenarnya tindakan Rampal tadi pada orang tua pengikut Ki Gopar itu disesalinya juga.

   Tapi, dia tidak bisa bilang apa apa lagi.

   Tindakan mereka selama ini -memang bisa membuat orang menaruh kebencian.

   Tak heran, mereka juga akan melakukan tindakan yang sama seperti Rampal tadi.

   Dan Rangga tidak bisa menyalahkan tindakan Rampal, walaupun di dalam hatinya menyesali.

   Dan tindakan tadi tentu saja akan berekor panjang nantinya.

   Seakan, Rangga sudah bisa meramalkan apa yang bakal terjadi.

   Saat itu Rangga bangkit berdiri dan melangkah keluar dari beranda depan rumah ini.

   Sementara Ki Sarumpat ikut berdiri dan melangkah menghampiri Rangga yang sudah berdiri di tengah tengah halaman yang tidak begitu luas.

   Mereka sama sama --mengedarkan pandangannya ke sekeliling, merayapi keadaan sekitarnya yang begitu sunyi.

   Tak seorang penduduk pun terlihat berada di luar rumahnya.

   Ki Sarumpat memang melarang penduduknya keluar dari dalam rumah, sebelum persoalan ini terselesaikan.

   Tentu saja kepala desa ini tidak menginginkan timbulnya korban dari penduduk yang tidak tahu apa apa.

   Namun demikian, tetap saja beberapa -penduduknya sudah menjadi korban anak buah Ki Gopar.

   Sebagian besar adalah anak -anak gadis yang dijadikan korban untuk kesempurnaan ilmu Ki Gopar.

   "Aku pergi dulu, Ki,"

   Pamit Rangga pelan.

   "Mau ke mana, Rangga?"

   Tanya Ki Sarumpat.

   Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja.

   Kakinya terus saja melangkah, meninggalkan kepala desa itu di tengah halaman rumahnya.

   Sementara, Ki Sarumpat hanya bisa memandangi punggung Pendekar Rajawali Sakti tanpa dapat mencegah kepergiannya lagi.

   Bergegas kepala desa itu kembali ke rumahnya, dan menyuruh anak anaknya masuk ke -dalam.

   Dengan segera ditutupnya semua pintu dan jendela.

   Di ruangan depan, Pandan Wangi memandangi Ki Sarumpat yang sedang menutupi pintu dan jendela rumahnya.

   "Ke mana Kakang Rangga, Ki?"

   Tanya Pandan Wangi yang tetap berdiri di ambang pintu kamar depan.

   "Pergi,"

   Sahut Ki Sarumpat seraya berbalik.

   "Ke mana?"

   Tanya Pandan Wangi lagi.

   "Dia tidak mengatakan tujuannya,"

   Sahut Ki Sarumpat seraya menghempaskan tubuhnya, duduk di kursi kayu di ruangan depan.

   Pandan Wangi jadi terdiam, dan kembali masuk ke dalam kamar itu.

   Di atas pembaringan di dalam kamar, terlihat Nyai Lestari masih tertelungkup ditunggui Selasih.

   Gadis itu terus menyeka keringat yang membanjiri wajah wanita cantik yang sebenarnya sudah tua ini.

   Sementara, Pandan Wangi hanya memandangi-nya saja.

   Entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini.

   Diambilnya pedang dan kipasnya yang tergeletak di atas meja.

   Lalu pedang itu dikenakan di punggung, sedang kipasnya diselipkan di balik ikat pinggangnya.

   Pandan Wangi terus saja melangkah keluar dari dalam kamar ini.

   Dihampirinya Ki Sarumpat yang hanya bisa memandangi saja tanpa bicara sedikit pun.

   "Kau juga akan pergi, Pandan?"

   Tanya Ki Sarumpat terdengar pelan suaranya.

   "Tidak,"

   Sahut Pandan Wangi seraya tersenyum.

   "Lalu, kenapa mengenakan senjata itu?"

   "Untuk berjaga jaga saja, Ki,"

   Sahut Pandan Wangi seraya menarik kursi kayu ke -samping pintu kamar, lalu duduk di sana.

   "Kukira kau akan pergi juga, Pandan...,"

   Desah Ki Sarumpat merasa lega melihat Pandan Wangi tidak meninggalkan rumah ini.

   "Aku harus menjaga rumah ini, selama Kakang Rangga tidak ada, Ki,"

   Kata Pandan Wangi meyakinkan.

   "Terima kasih...,"

   Hanya itu yang bisa diucapkan Ki Sarumpat.

   Dan Pandan Wangi hanya tersenyum saja sedikit.

   Sementara Ki Sarumpat sudah sibuk mengasah goloknya dengan batu asahan.

   Golok yang sudah tajam berkilat itu tampak semakin tajam saja.

   Entah kenapa, Pandan Wangi jadi tersenyum lagi.

   Terutama ketika teringat dua senjatanya yang tidak pernah diasah.

   Dan memang, kedua senjata pusakanya tidak perlu diasah.

   Kalau golok yang dimiliki Ki Sarumpat tidak diasah, sudah barang tentu tidak bisa digunakan lagi.

   *** Sementara itu, Rangga sudah berada jauh di luar Desa Kranggan.

   Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak di tengah tengah sebuah padang rumput yang cukup luas, di -lereng Gunung Cagarasa sebelah timur.

   Beberapa kali, matanya merayapi keadaan sekitarnya.

   Kemudian kepalanya terdongak ke atas, menatap langit yang cerah tanpa awan sedikit pun.

   Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terdiam seperti patung, dengan pandangan tertuju lurus ke atas.

   Kemudian ditariknya napas dalam dalam.

   -Dan.....

   "Suiiit...!"

   Siulan panjang dan melengking tinggi dengan nada aneh itu seketika terdengar menggema, hingga menem -bus angkasa.

   Suara siulan itu terdengar keluar dari bibir Rangga yang membentuk bulatan kecil.

   Tidak begitu lama Rangga menunggu, dan kini sudah tersenyum ketika melihat sebuah titik kecil melayang jauh di angkasa.

   Dan tidak berapa lama kemudian, titik kecil itu sudah terlihat jelas bentuknya.

   Tampak seekor burung rajawali meluncur cepat bagai kilat menuju padang rumput di lereng Gunung Cagarasa ini.

   "Ke sini, Rajawali...!"

   Seru Rangga sambil me-lambaikan tangan.

   "Khraaagkh...!"

   Langit seakan menjadi mendung, begitu burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu berada di atas kepala Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan dengan gerakan ringan seperti kapas, burung rajawali yang selalu dipanggil Rajawali Putih itu mendarat tidak jauh di depan pemuda berbaju rompi putih ini.

   Rangga bergegas menghampiri.

   Langsung dipeluknya leher burung rajawali raksasa ini.

   Hanya sebentar saja Rangga melepas kerinduannya, kemudian sudah melepaskan pelukannya lagi.

   Dipandanginya burung raksasa yang kelihatan mengerikan itu.

   Sedangkan burung rajawali ini hanya mengkirik perlahan saja.

   "Aku memerlukan bantuanmu, Rajawali. Ada persoalan yang harus kuhadapi di Desa Kranggan,"

   Kata Rangga langsung mengutarakan masalah yang sedang dihadapi.

   "Khrk...!"

   Rangga tersenyum.

   Dia tahu, apa yang diinginkan Rajawali Putih.

   Tanpa banyak bicara lagi, langsung diceritakannya semua yang telah terjadi di sekitar kaki Gunung Cagarasa ini.

   Rajawali Putih mendengarkan penuh perhatian.

   Sesekali kepalanya bergerak miring ke kiri.

   Lalu kepalanya kembali tegak dan miring lagi ke kanan, mendengarkan penuturan pemuda berbaju rompi putih ini.

   Dan setelah Rangga menyelesaikan ceritanya, burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu langsung mengeluarkan suaranya yang serak dan keras memekakkan telinga.

   "Khraaakh...!"

   "Aku juga berpendapat begitu, Rajawali. Persoalan ini harus diselesaikan secepatnya, sebelum jatuh korban lebih banyak lagi. Sementara dua malam lagi bulan purnama. Ki Gopar harus mempersembahkan seorang gadis suci untuk kesempurnaan ilmunya. Semua ini harus dicegah sebelum terlambat, Rajawali. Aku khawatir tindakannya semakin sulit saja dihentikan,"

   Kata Rangga mengemukakan kekhawatirannya.

   "Khrrrkh...!"

   "Ayo, Rajawali. Kita datangi dia,"

   Ajak Rangga.

   "Hup!"

   Dengan gerakan indah dan ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Rajawali Putih.

   "Khraagkh...!"

   Sambil mengeluarkan suara serak dan keras memekakkan telinga, Rajawali Putih melesat ke angkasa.

   Cepat sekali lesatannya, sehingga dalam sekejapan mata saja burung raksasa itu sudah jauh melayang di angkasa.

   Seakan, Rajawali Putih hendak menembus langit, sehingga hanya seperti titik saja yang terlihat.

   Sementara, Rangga yang berada di punggung Rajawali Putih terpaksa harus berpegangan erat erat.-Angin di angkasa ini begitu kencang, seakan ingin meng-hempaskannya.

   Sedangkan Rajawali Putih terus meluncur cepat bagai kilat menuju kaki Gunung Cagarasa, tempat berdirinya bangunan besar seperti benteng pertahanan milik Ki Gopar yang direbutnya dari Nyai Lestari.

   Sebentar saja Rajawali Putih sudah berada di atas bangunan yang dikelilingi pagar gelondongan kayu yang tinggi dan kokoh bagai benteng pertahanan.

   Rajawali Putih berputar putar di atas bangunan sambil berkaokan keras.

   Dan ini membuat -telinga Rangga jadi pekak, seperti hendak pecah.

   "Jangan terlalu ribut, Rajawali,"

   Pinta Rangga.

   "Khraaagkh...!"

   "Aku tahu, Rajawali. Aku sudah melihatnya sejak tadi,"

   Kata Rangga seperti bisa mengerti arti suara burung rajawali raksasa ini.

   Di bawah sana, Rangga memang melihat Ki Gopar tengah berdiri tegak di depan rumah besar ini dengan tatapan ke atas.

   Teriakan Rajawali Putih tadi, rupanya membuat laki laki tua yang kini semakin terlihat muda itu keluar dari dalam -rumah.

   Dan kepalanya langsung mendongak ke atas.

   Tapi memang sulit untuk bisa melihat jelas bentuk Rajawali Putih yang terbang begitu tinggi.

   Hanya sebuah titik bercahaya keperakan saja yang terlihat melayang dan berputar putar di atas -bangunan bagai benteng pertahanan ini.

   "Dia menyerang, Rajawali,"

   Kata Rangga, ketika melihat secercah cahaya kuning keemasan meluncur deras dari telapak tangan Ki Gopar yang terangkat ke atas.

   "Khraaakh...!"

   Rajawali Putih langsung melesat tinggi, semakin naik ke atas.

   Sehingga, kilatan cahaya kuning keemasan itu tidak sampai mengenainya.

   Lalu cahaya kuning keemasan itu meledak di angkasa, menimbulkan suara keras menggelegar bagai guntur.

   Sementara Rajawali Putih kembali berputar mengelilingi bangunan itu tanpa memperdengarkan suara lagi.

   Sedangkan dari bawah, terlihat Ki Gopar seperti kehilangan jejak burung rajawali raksasa itu.

   Pandangannya terus merayapi angkasa, mencari cari titik putih -keperakan yang diserangnya tadi.

   Dari angkasa ini, Rangga bisa melihat jelas ke arah Ki Gopar, dengan mempergunakan ilmu 'Tatar Netra'.

   Tampak bibir laki laki yang kelihatan muda itu menyunggingkan senyum.

   Rangga -menduga, Ki Gopar mengira serangannya tadi tepat mengenai sasaran.

   Tampak Ki Gopar melangkah masuk kembali ke dalam bangunan besar itu.

   "Lebih rendah lagi, Rajawali,"

   Pinta Rangga.

   Tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, Rajawali Putih cepat meluruk turun.

   Dan burung itu kembali berputar setelah jaraknya dengan atap bangunan itu sudah tidak tinggi lagi.

   Sehingga dari bawah, bentuknya yang besar dan hampir menutupi bangunan seperti benteng ini dapat terlihat jelas sekali.

   Dan pada saat Rajawali Putih melintasi bagian atap rumah besar itu, mendadak saja....

   Slap! "Awas...!"

   Rangga berseru nyaring, ketika tiba tiba dari atas atap meluncur cahaya kuning -keemasan yang langsung meluruk deras ke arah Rajawali Putih.

   "Khraaagkh...!"

   Cepat sekali Rajawali Putih mengibaskan sayap kirinya, menyampok terjangan cahaya kuning keemasan itu. Dan memang, dia tidak punya kesempatan lagi untuk menghindarinya. Hingga.... Glaaar...! "Khraaagkh...!"

   "Rajawali...!"

   Rangga jadi terpekik, begitu merasakan getaran yang cukup kuat di punggung burung rajawali raksasa ini.

   Dan itu terjadi tepat ketika terdengar ledakan keras menggelegar, dari cahaya kuning keemasan yang tersampok sayap kiri burung rajawali.

   Rajawali Putih pun menjerit keras, dan langsung melambung tinggi ke angkasa.

   Dia terus melesat meninggalkan bangunan besar itu dengan kecepatan bagai kilat, kembali membawa Rangga ke padang rumput yang ada di lereng Gunung Cagarasa ini.

   Sementara di atas punggungnya, Rangga kelihatan cemas melihat darah mengucur dari sayap kiri Rajawali Putih raksasa ini.

   Sebentar saja, Rajawali Putih sudah kembali mendarat di atas rerumputan di lereng Gunung Cagarasa ini.

   Bergegas Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung burung raksasa tunggangannya.

   "Kau terluka, Rajawali...,"

   Desis Rangga tidak dapat lagi menyembunyikan kecemasannya.

   "Khrrr...!"

   "Diamlah. Aku akan mengobati lukamu,"

   Kata Rangga.

   "Khrrrkh...!" *** Untung saja luka yang diderita Rajawali Putih tidak parah, sehingga Rangga bisa mudah mengobatinya. Sementara itu, Ki Gopar sudah mengumpulkan orang-orangnya lagi yang kini tinggal sekitar sembilan orang. Sementara, semua murid Nyai Lestari sudah pergi meninggalkan bangunan itu, setelah tahu kalau Ki Gopar berusaha membunuhnya. Sehingga tidak seorang pun yang masih tinggal di sana. Bahkan Ki Jambun yang menjadi kusir di rumah itu juga sudah pergi, entah ke mana. Bahkan wanita berkerudung putih yang selalu mengawasi rumah itu juga sudah tidak terlihat lagi.

   "Kalian tentu sudah bisa melihat kalau ada orang-orang tertentu yang hendak membunuhku. Bahkan mereka sudah beberapa kali mencoba masuk ke rumah ini,"

   Kata Ki Gopar memulai. Tidak ada seorang pun yang bersuara. Mereka semua diam dengan kepala tertunduk, menekuri lantai yang licin dan berkilat ini. Sejenak Ki Gopar memandangi sembilan orang anak buahnya.

   "Mulai sekarang, lupakan dulu urusan dengan Nyai Lestari. Kalian harus menjaga sekitar rumah ini. Hanya Karun saja yang boleh keluar mencari gadis suci untuk korbanku malam purnama nanti. Dan kuminta, malam ini kau sudah bisa mendapatkannya. Sudah tidak ada waktu lagi...,"

   Lanjut Ki Gopar.

   "Ke mana aku harus mencarinya, Ki?"

   Tanya Karun tidak mengerti.

   "Semua kampung di sekitar kaki Gunung Cagarasa ini sudah terjaga. Bahkan setiap kampung memiliki pendekar yang selalu berjaga jaga siang dan malam. Sulit untuk bisa -mendapatkan gadis lagi, Ki."

   "Kau harus bisa cari kesempatan, Karun. Atau aku sendiri yang harus melakukannya...?"

   Karun jadi terdiam.

   "Baik... Aku minta kalian jangan tinggalkan tempat ini, selama aku pergi. Biar aku yang mencari gadis itu sendiri,"

   Kata Ki Gopar memutuskan.

   "Biar aku saja yang menjalankannya, Ki,"

   Selak seorang laki laki setengah baya -bertubuh tegap. Tampak seutas cambuk melingkar di dalam genggaman tangan kanannya.

   "Hm.... Baiklah, Bodin.... Kuberi kesempatan padamu sampai sore nanti. Kalau kau tidak kembali sore ini, aku yang akan pergi sendiri,"

   Sahut Ki Gopar memberi kesempatan.

   "Aku usahakan, Ki,"

   Sahut Bodin mantap.

   "Pergilah sekarang."

   Bodin menjura memberi hormat, setelah bangkit berdiri. Dan tanpa banyak bicara lagi, kakinya segera melangkah pergi meninggalkan ruangan depan yang luas ini. Sementara, Karun dan tujuh orang lainnya tetap duduk bersila di depan Ki Gopar.

   "Kalian jalankan tugas masing masing. Kuminta jangan sampai ada tempat luang -bagi orang luar masuk rumah ini. Mengerti...?"

   "Mengerti, Ki...!"

   Serempak mereka menyahuti.

   Dan tanpa diperintah dua kali, mereka segera beranjak bangkit, melangkah keluar dari ruangan ini.

   Tapi saat itu, Ki Gopar memanggil Karun yang baru saja sampai di ambang pintu.

   Karun berbalik, dan langsung menjura membungkuk memberi hormat.

   "Ada apa, Ki?"

   Tanya Karun dengan sikap hormat "Kau tetap di sini bersamaku, Karun. Aku membutuhkan orang yang bisa kuajak bicara,"

   Pinta Ki Gopar. Karun segera menghampiri, dan kembali duduk bersila di sebelah laki laki tua yang kini sudah terlihat kembali muda itu. -Bahkan kelihatannya lebih muda daripada Karun yang baru berusia dua puluh delapan tahun.

   "Karun! Kau tahu, di mana Mawar berada sekarang?"

   Tanya Ki Gopar setelah beberapa saat terdiam membisu.

   "Tidak, Ki,"

   Sahut Karun seraya menggeleng perlahan.

   "Lalu, kau tahu di mana Ki Jambun?"

   Karun terdiam sebentar. Lalu....

   "Mungkin dia ada di pondoknya sekarang ini, Ki,"

   Sahut Karun.

   "Kau tahu, di mana pondoknya?"

   Tanya Ki Gopar lagi. Karun hanya mengangguk saja.

   "Antarkan aku ke sana, Karun,"

   Pinta Ki Gopar. Karun langsung mengangkat kepalanya dengan wajah terkejut. Dipandanginya wajah Ki Gopar yang kini terlihat tampan dan muda itu beberapa saat.

   "Kenapa. .? Kau tidak mau mengantarkan aku ke sana...?"

   Tegur Ki Gopar dengan mata mendelik lebar.

   "Bukannya tidak mau, Ki. Tapi untuk apa...?"

   Terdengar agak tergagap suara Karun.

   "Aku yakin, Ki Jambun tahu di mana Mawar berada. Dan aku akan menjadikan Mawar sebagai korbanku, kalau Nyai Lestari tidak mau keluar dari persembunyiannya. Karena, masih ada sesuatu yang disembunyikan Nyai Lestari dariku. Dan yang disembunyikannya itu, sangat penting artinya bagiku untuk menguasai dunia persilatan, Karun. Kau mengerti maksudku...?"

   Karun hanya menganggukkan kepala saja.

   "Siapkan kudaku sekarang juga, Karun. Kita pergi ke pondok Ki Jambun,"

   Perintah Ki Gopar.

   Karun tidak bisa lagi menolak.

   Dia segera bangkit, lalu menjura hormat.

   Kemudian laki laki itu bergegas melangkah keluar dari ruangan itu.

   Ki Gopar sendiri -langsung meninggalkan ruangan ini.

   Dia masuk ke dalam sebuah kamar yang bersebelahan dengan ruangan depan ini.

   Dan tidak lama Ki Gopar sudah keluar lagi, terus melangkah menuju beranda depan.

   Sementara di ujung tangga beranda, Karun sudah menunggu dengan dua ekor kuda pilihan yang gagah.

   Tidak lama kemudian, kuda mereka sudah dipacu cepat meninggalkan bangunan besar yang dikelilingi pagar kokoh seperti benteng pertahanan itu.

   Tidak ada seorang pun yang berbicara lagi.

   Dua orang yang menjaga pintu gerbang langsung membuka pintu lebar-lebar.

   Mereka segera membungkuk memberi hormat, ketika Ki Gopar dan Karun melintasinya.

   Kepergian mereka mendapat perhatian dari semua pengikut laki-laki tua yang kini sudah kembali menjadi muda lagi.

   Ki Gopar dan Karun langsung memacu cepat kudanya, setelah berada di luar bangunan besar seperti benteng itu.

   Mereka tidak tahu kalau ada dua pasang mata yang sejak tadi terus mengawasinya dari angkasa tanpa berkedip sedikit pun.

   Mereka adalah Pendekar Rajawali Sakti dan Rajawali Putih raksasa tunggangannya.

   Mereka mengikuti terus ke mana Ki Gopar dan Karun pergi.

   "Ikuti terus mereka, Rajawali,"

   Pinta Rangga yang berada di punggung Rajawali Putih tunggangannya.

   "Khrakgh!" *** Brak! Ki Gopar langsung mendobrak pintu pondok Ki Jambun yang berada di pinggir sebuah desa di kaki Gunung Cagarasa. Hanya sekali tendang saja, pintu dari belahan kayu itu hancur berkeping keping. Langsung diterobosnya pintu itu, lalu masuk ke -dalam. Saat itu, Ki Jambun yang ada di dalam pondoknya ini baru saja akan menyuap makanan ke mulutnya. Dan dia sampai terlonjak kaget, begitu pintu terdobrak dari luar, disusul melesatnya tubuh Ki Gopar yang masuk ke dalam pondok ini. Sekujur tubuh Ki Jambun jadi bergetar menggigil, melihat Ki Gopar muncul di pondoknya.

   "Hiiiih...!"

   Sambil menggeram, Ki Gopar menarik leher baju kusir tua ini dan langsung dilemparkannya keluar.

   Ki Jambun hanya bisa berteriak.

   Tubuh tua itu terlempar keluar, dan jatuh bergulingan keras sekali di tanah.

   Saat itu, Ki Gopar sudah kembali melesat keluar dari dalam pondok ini.

   "Oh...! Ampun, Ki.... Ampun.... Jangan bunuh aku...,"

   Rintih Ki Jambun sambil berlutut, merapatkan kedua telapak tangan di depan hidung.

   "Hrg! Di mana Mawar kau sembunyikan, heh...?!"

   Gerak Ki Gopar dengan suara keras menggelegar, membuat seluruh tubuh Ki Jambun semakin menggeletar ketakutan.

   "Aku..., aku...."

   "Hih!"

   Plak! "Aduh...!"

   Ki Jambun jadi mengeluh, begitu telapak tangan Ki Gopar yang besar dan kuat menampar wajahnya.

   Akibatnya, dia terjatuh mencium tanah.

   Seketika, darah mengucur keluar dari bibirnya yang pecah.

   Ki Jambun merintih lirih, sambil berusaha bangkit kembali.

   Tapi belum juga bisa bangkit, satu tendangan yang keras sudah menghantam tubuhnya.

   Duk! "Akh...!"

   Ki Jambun kembali terpekik, dan bergulingan beberapa kali di tanah.

   Dan daya lontar tubuhnya baru berhenti setelah menabrak pohon, sehingga membuatnya kembali memekik kesakitan.

   Sementara Ki Gopar terus menghampiri dengan wajah memerah.

   Tidak jauh di belakangnya, Karun hanya dapat menyaksikan saja sambil memegangi tali kekang dua ekor kuda tunggangan mereka.

   Terselip rasa iba melihat nasib kusir tua itu menjadi bulan bulanan Ki Gopar, tanpa mampu memberi -perlawanan sedikit pun.

   Ki Jambun memang hanya seorang kusir tua yang sama sekali tidak mengenal ilmu -olah kanuragan.

   Dan dia hanya bisa pasrah akan nasib buruknya ini.

   Sambil merintih lirih, Ki Jambun berusaha bangkit.

   Sementara, Ki Gopar sudah berdiri tegak berkacak pinggang di depannya.

   "Katakan! Di mana Mawar, Jambun...?!"

   Desis Ki Gopar dingin menggetarkan.

   "Aku tidak tahu, Ki. Sungguh...!"

   Sahut Ki Gopar merintih lisih.

   "Dengar, Jambun. Aku bisa mudah membunuhmu. Semudah membalikkan telapak tangan,"

   Desis Ki Gopar mengancam. Seluruh tubuh Ki Jambun semakin keras bergetar mendengar ancaman itu. Kedua bola matanya berputar, seperti mencari sesuatu. Sedangkan Ki Gopar terus memandangi dengan sinar mata tajam berapi api. -"Di mana dia, Jambun...?!"

   Desak Ki Gopar dingin. Ki Jambun hanya diam saja. Dan ini membuat Ki Gopar semakin berang. Tangannya terangkat. Lalu....

   "Kau lebih memilih mampus rupanya. Hih...!"

   Tepat ketika tangan Ki Gopar terayun hendak memukul kepala kusir tua itu, tiba -tiba saja dari atas meluncur sebuah bayangan putih yang begitu cepat menyambar Ki Jambun.

   Sehingga tamparan Ki Gopar yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi itu hanya mengenai pohon di belakang Ki Jambun tadi.

   Brak! Begitu kerasnya tamparan itu, membuat kayu pohon itu hancur seketika.

   Dan pohon yang cukup besar itu tumbang, menghantam tanah, sampai menimbulkan getaran bagai gempa.

   Ki Gopar jadi menggeram marah, melihat kusir tua itu lenyap dari depannya.

   "Setan keparat...!"

   Ki Gopar cepat berbalik.

   Dan pada saat itu, terlihat sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat di depannya.

   Dan ini membuat orang tua yang sudah kelihatan muda lagi ini jadi tersentak kaget.

   Cepat cepat dia melompat ke -belakang, dengan berputar satu kali.

   Hap! Manis sekali Ki Gopar menjejakkan kakinya kembali ke tanah.

   Dan pada saat itu juga, sekitar lima langkah di depannya sudah berdiri seorang pemuda tampan berbaju rompi putih.

   Sebuah pedang bergagang kepala burung tampak bertengger di punggungnya.

   "Siapa kau...?!"

   Bentak Ki Gopar geram.

   "Aku Rangga. Dan aku paling tidak suka pada orang yang menyiksa orang tua lemah tak berdaya sepertimu,"

   Dengus pemuda berbaju rompi putih itu dingin.

   Pemuda tampan berbaju rompi putih itu memang Rangga, yang lebih dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan jawaban Rangga yang tegas bernada dingin, membuat seluruh wajah Ki Gopar semakin merah bagai terbakar.

   Kedua bola matanya tampak berapi api menatap tajam wajah tampan di depannya.

   -"Keparat...! Berani benar kau mencampuri urusanku! Berarti, kau sudah tidak sayang nyawa lagi, Anak Muda!"

   Geram Ki Gopar berang.

   "Tidak ada seorang pun yang tidak sayang dengan nyawanya, Kisanak. Aku juga begitu, Dan nyawaku akan kupertahankan kalau kau menginginkannya,"

   Sahut Rangga kalem dan tegas suaranya.

   "Phuih! Kau menantangku, Bocah...!"

   Geram Ki Gopar merasa tertantang.

   "Terserah penilaianmu saja,"

   Sahut Rangga seraya tersenyum tipis.

   "Setan...! Pecah kepalamu! Yeaaah...!"

   Sambil membentak geram, Ki Gopar langsung saja mengebutkan tangan kanannya ke depan, tepat mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan tepat di saat secercah cahaya kuning keemasan melesat dari telapak tangan yang terbuka, Rangga memiringkan kepala sedikit ke kanan.

   Slap! Glaaar...! Pondok kecil tempat tinggal Ki Jambun seketika hancur berkeping keping, -menimbulkan ledakan keras menggelegar, begitu terhantam cahaya kuning keemasan yang dilepaskan Ki Gopar tadi.

   Sementara, Karun yang tadi berada di depan pondok itu langsung melompat bergulingan ke tanah, menghindari pecahan kayu pondok itu.

   Api langsung berkobar, melahap pondok yang seluruhnya terbuat dari kayu ini.

   Rangga sendiri langsung melompat berputaran tiga kali ke samping kiri, membuat jarak sejauh satu batang tombak dengan Ki Gopar.

   "Hm.... Dahsyat sekali ilmunya...,"

   Gumam Rangga dalam hati, memuji kedahsyatan ilmu yang dikerahkan Ki Gopar tadi.

   Ilmu itulah yang membuat sayap Rajawali Putih terluka.

   Tapi untungnya tidak parah.

   Sehingga, burung rajawali raksasa itu masih bisa terbang membawa Rangga sampai ke tempat ini, setelah mereka berdua mengintainya dari tempat tinggal Nyai Lestari yang seperti benteng itu.

   Dan Rangga juga tidak bisa mem-bayangkan, bagaimana jadinya kalau cahaya kuning keemasan itu tadi sampai menghantam kepalanya.

   Sementara, Ki Gopar sudah kembali bersiap melancarkan serangan dahsyatnya.

   Dia tampak semakin geram saja melihat pemuda yang menjadi lawannya bisa menghindari serangannya barusan.

   "Tahan seranganku, Bocah! Hiyaaa...!"

   Sambil membentak keras, Ki Gopar kembali melancarkan serangan.

   Tapi saat ini, Rangga sudah siap menghadapi serangan itu.

   Dan ketika dari kedua telapak tangan Ki Gopar yang menghentak lurus ke depan meluncur cahaya kuning keemasan, saat itu juga Rangga mencabut pedang pusakanya dari punggung.

   Dan....

   "Yeaaah...!"

   Bet! *** Glaaar! Tepat ketika Rangga menyilangkan pedangnya di depan dada, cahaya kuning keemasan itu menghantam bagian tengah pedang pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata.

   Maka seketika itu juga, terdengar ledakan keras menggelegar yang sangat dahsyat memekakkan telinga.

   Dan saat itu juga...

   "Akh...!"

   Tampak Ki Gopar menjerit keras.

   Tubuhnya kontan terpental jauh ke belakang.

   Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak, tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya.

   Sementara pedang pusaka Rajawali Sakti tetap tersilang di depan dada, memancarkan cahaya biru terang yang menyilaukan mata.

   Tatapan matanya begitu tajam, memperhatikan Ki Gopar yang berusaha bangkit kembali sambil mengerang lirih.

   Tampak darah kental kehitaman mengalir dari sudut bibirnya.

   Dengan tubuh gontai, Ki Gopar kembali berdiri.

   "Keparat kau, Anak Muda...! Aku akan kembali membunuhmu...!"

   Desis Ki Gopar geram, penuh dendam menggeledek dalam dada.

   Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi.

   Pedangnya masih tetap tergenggam erat, menyilang di depan dada.

   Saat itu Karun menghampiri Ki Gopar sambil menuntun kedua ekor kuda tunggangan mereka.

   Segera diserahkannya tali kekang seekor kuda pada Ki Gopar.

   "Hup!"

   Dengan tubuh gontai, Ki Gopar cepat melompat naik ke punggung kudanya.

   Sejenak ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti dengan penuh dendam.

   Kemudian cepat kudanya digebah meninggalkan lawannya ini.

   Karun bergegas mengikuti, naik ke punggung kudanya.

   Tapi kudanya tidak langsung digebah.

   Dan matanya malah memandangi Rangga dengan sinar yang sukar diartikan.

   Baru kemudian dia menggebah kudanya, mengikuti Ki Gopar yang telah berada cukup jauh.

   Cring! Rangga memasukkan kembali Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung.

   Maka cahaya biru yang memancar terang dari mata pedang itu seketika lenyap.

   Beberapa saat Rangga masih tetap berdiri tegak, memandangi kepulan debu yang semakin jauh dan menghilang ditelan lebatnya pepohonan.

   Kemudian bergegas kakinya melangkah mendekati pintu pondok kecil, yang menjadi tempat tinggal Ki Jambun.

   Namun belum juga sampai ke depan pintu, dari dalam sudah keluar Ki Jambun.

   Dia langsung meng-hampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan menjatuhkan diri berlutut di depannya.

   "Terima kasih, Den ... Terima kasih...,"

   Ucap Ki Jambun sambil berlutut, dengan merapatkan kedua telapak tangan di depan dada.

   "Bangunlah, Ki,"

   Pinta Rangga sambil menyentuh sedikit pundak orang tua itu dengan ujung jari tangan.

   Perlahan Ki Jambun bangkit berdiri.

   Rangga lantas memberi senyuman lebar dan manis sekali.

   Ki Jambun membungkukkan tubuh sedikit, memberi penghormatan seperti layaknya kaum persilatan.

   Dan senyum Rangga semakin lebar, melihat sikap kusir tua yang hampir mati dibunuh Ki Gopar ini.

   "Aku tahu siapa kau, Ki. Itu sebabnya, kenapa aku menyelamatkan dirimu tadi,"

   Kata Rangga lembut, dengan senyum terus mengembang menghiasi bibir.

   "Oh...,"

   Ki Jambun hanya terlongong saja.

   "Terus terang saja, Ki. Kedatanganku ke sini memang mengikuti Ki Gopar. Dan aku tahu, tujuan dia datang ke pondokmu ini. Dia pasti punya tujuan sama denganku, yakni mencari Mawar. Tapi, kedatanganku tidak dengan maksud jahat,"

   Kata Rangga lagi, masih dengan nada suara lembut.

   "Aku..., aku...,"

   Ki Jambun jadi tergagap.

   "Tidak perlu menyembunyikannya padaku, Ki. Justru kedatanganku ke sini untuk membawa Mawar pada ibunya,"

   Selak Rangga cepat.

   "Nyai Lestari...?!"

   Seketika terbeliak kedua bola mata Ki Jambun.

   Entah, laki laki tua ini percaya atau tidak pada kata kata Pendekar Rajawali --Sakti barusan.

   Tapi yang jelas matanya terus memandangi wajah tampan pemuda itu.

   Bola matanya sampai berputar, seperti sedang menilai kejujuran dan keagungan hati pemuda yang telah menyelamatkan nyawanya.

   "Kau tentu sudah tahu, apa yang telah terjadi pada Nyai Lestari, Ki.... Bukannya ingin menyombongkan diri, tapi sekarang Nyai Lestari sudah ada di tempat yang aman, dan dalam perawatan orang yang kupercayai. Tapi sampai saat ini, dia selalu menyebut nama putrinya. Maka aku bermaksud membawa Mawar padanya. Aku juga ingin menghentikan semua perbuatan busuk Ki Gopar,"

   Jelas Rangga, sebelum Ki Jambun bisa berkata kata lagi. -Kusir tua itu hanya diam saja, memandangi pemuda di depannya. Kemudian ditariknya napas panjang-panjang, dan dihembuskannya kuat -kuat.

   "Nini Mawar ada di goa persembunyiannya. Ayo kuantarkan kau ke sana,"

   Kata Ki Jambun, setelah yakin akan kejujuran hati pemuda ini.

   "Terima kasih, Ki,"

   Ucap Rangga seraya tersenyum.

   Namun baru saja mereka berjalan beberapa langkah, mendadak saja terlihat sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat di depan.

   Seketika langkah mereka terhenti.

   Dan saat itu juga, seorang wanita bertubuh ramping berbaju putih bersih sudah berdiri sekitar lima langkah lagi di depan kedua laki laki ini.

   -Wajahnya sulit untuk bisa dikenali, karena seluruh kepalanya tertutup kerudung putih yang cukup tebal.

   Hanya pada bagian matanya saja yang terlihat.

   "Nini...,"

   Desis Ki Jambun langsung mengenali.

   "Diakah Mawar, Ki...?"

   Tanya Rangga langsung.

   *** Belum juga Ki Jambun menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti tadi, wanita berkerudung putih itu sudah membuka kain kerudung yang menutupi wajahnya.

   Ternyata, di balik kain kerudung putih itu tersembunyi seraut wajah yang begitu cantik, bagai bidadari.

   Rangga sempat terkesiap melihat kecantikan wajah gadis ini.

   Garis garis wajahnya begitu mirip -dengan Nyai Lestari.

   Rangga langsung menebak, kalau gadis ini memang Mawar.

   Putri Nyai Lestari yang memang sedang dicarinya.

   "Aku memang Mawar,"

   Kata gadis itu menjawab pertanyaan Rangga tadi.

   "Di mana ibuku...?"

   Rangga tidak langsung menjawab.

   "Benar, Den. Dia Nini Mawar, putri tunggal Nyai Lestari...,"

   Kata Ki Jambun seperti mengetahui keraguan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hm...,"

   Rangga hanya menggumam saja sedikit "Katakan saja, di mana Nyai Lestari, Den. Dia memang Nini Mawar,"

   Kata Ki Jambun, mencoba meyakinkan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Baik. Aku tahu, kau masih ragu. Tapi, kau tentu mengenali ini...,"

   Kata gadis cantik berbaju putih yang mengaku bernama Mawar itu.

   Kelopak mata Rangga langsung menyipit, melihat seuntai kalung emas yang ditunjukkan gadis itu.

   Dia pernah melihat kalung itu sebelumnya.

   Dan memang, kalung itu seperti yang dipakai Nyai Lestari.

   Bahkan Rangga ingat kata kata Nyai -Lestari, sebelum pergi meninggalkan rumah Ki Sarumpat.

   Kalung itu hanya ada dua, yang dipakai dirinya, dan anak gadisnya.

   Tidak ada orang lain lagi yang mengenakan kalung itu, selain Nyai Lestari dan Mawar.

   "Aku percaya kau Mawar. Maaf atas keraguanku tadi,"

   Ucap Rangga akhirnya.

   "Aku bisa mengerti, Ka...,"

   Kata kata Mawar terputus. -"Rangga. Panggil saja aku Rangga,"

   Rangga langsung memperkenalkan diri. Mawar memberi senyum manis.

   "Boleh aku memanggilmu Kakang...? Kau pasti lebih tua dariku,"

   Pinta Mawar.

   "Tentu saja,"

   Sahut Rangga seraya tersenyum. Sesaat mereka terdiam. Tampak Ki Jambun kelihatan senang, melihat Rangga sudah bisa mempercayai gadis ini.

   "Kakang Rangga..., di mana ibuku sekarang?"

   Tanya Mawar.

   "Di rumah Ki Sarumpat. Kau boleh menjumpainya di sana bersama Ki Jambun,"

   Sahut Rangga.

   "Kau sendiri?"

   Tanya Mawar ingin tahu.

   "Aku harus kembali ke rumahmu untuk mengusir Ki Gopar dan orang orangnya,"

   Sahut -Rangga tegas.

   "Sendiri...?"

   Rangga hanya tersenyum saja. Dia tahu, Mawar menyangsikan kemampuannya menghadapi Ki Gopar dan para begundalnya.

   "Dia bisa diandalkan, Nini. Tadi Ki Gopar baru saja dikalahkan dengan pedang pusakanya yang sangat dahsyat,"

   Kata Ki Jambun memberitahu dengan wajah cerah.

   "Aku tidak mau membiarkanmu sendiri ke sana, Kakang. Biar aku ikut denganmu,"

   Putus Mawar, langsung.

   "Tidak menemui ibumu dulu?"

   Tanya Rangga seperti menguji.

   "Itu bisa nanti, Kakang. Yang penting sekarang, mereka harus enyah dari muka bumi ini. Mereka terlalu berbahaya kalau dibiarkan hidup. Terutama sekali, Gopar keparat itu. Dia bukan lagi manusia. Tapi, iblis yang bersarang di tubuh manusia,"

   Jelas Mawar dengan nada gusar. Rangga melirik sedikit pada Ki Jambun.

   "Biar Ki Jambun sendiri yang ke sana, memberitahu tujuan kita, Kakang,"

   Kata Mawar, seperti bisa mengerti arti pandangan lewat ekor mata Rangga pada kusir tua itu.

   "Benar, Den. Aku sudah biasa ke sana. Aku sering memberitahukan hal hal penting -pada Ki Sarumpat. Bahkan rencana penculikan pada anak gadisnya, juga aku yang memberitahukannya. Itu sebabnya, Ki Sarumpat memintaku untuk menjaganya,"

   Kata Ki Jambun merasa bangga.

   "Aku tahu itu, Ki. Terima kasih kau sudi memberi semua yang kau ketahui pada kami,"

   Ucap Rangga seraya tersenyum.

   "Pergilah kalian berdua. Biar aku yang memberitahu Nyai Lestari dan Ki Sarumpat tentang kalian,"

   Kata Ki Jambun lagi.

   "Ayo, Kakang. Sebentar lagi malam datang. Jangan menunda waktu. Aku rasa, ini malam yang terbaik untuk kita menyerang ke sana. Kalau sampai besok malam purnama, kekuatan Ki Gopar semakin sulit ditandingi lagi,"

   Kata Mawar memberitahu.

   Rangga hanya mengangguk saja, lalu sedikit mendongakkan kepalanya ke atas.

   Tampak Rajawali Putih masih berada di atas kepalanya, berputar putar menanti.

   Dengan pengerahan tenaga batin yang begitu -dalam, Rangga meminta Rajawali Putih terus mengikutinya.

   "Apa yang kau lihat, Kakang?"

   Tegur Mawar.

   "Ah, tidak...,"

   Sahut Rangga cepat cepat. -"Ayo..."

   Rangga langsung saja melangkah, tidak ingin Mawar terus bertanya setelah sikapnya tadi yang memandang Rajawali Putih di angkasa.

   Mawar mengikuti pemuda ini, dan menjajarkan langkahnya di sebelah kanan.

   Sementara, Ki Jambun langsung saja melangkah pergi menuju Desa Kranggan.

   Ingin secepatnya dia sampai ke sana, memberitahukan semua rencana Rangga dan Mawar.

   *** Malam sudah mulai menyelimuti seluruh wilayah kaki Gunung Cagarasa ini, ketika Rangga dan Mawar tiba di depan bangunan besar tempat tinggal Nyai Lestari yang kini dikuasai Ki Gopar dan anak buahnya.

   Mereka tidak langsung menerobos ke dalam bangunan berbentuk benteng itu, karena penjagaan di sana tampaknya cukup ketat.

   Sejenak Rangga menatap ke atas.

   Dan Rajawali Putih masih tampak di angkasa dengan jelas, walaupun kegelapan sudah menyelimuti sekitarnya.

   Dengan kekuatan batin yang begitu dalam, Rangga bisa berbicara pada burung rajawali raksasa itu.

   Pendekar Rajawali Sakti menanyakan keadaan di dalam benteng ini pada Rajawali Putih.

   Tampak bibir Rangga menyunggingkan senyum.

   Dan tanpa diketahui, Mawar sejak tadi terus memperhatikan.

   Gadis itu tampak heran melihat sikap Rangga yang dirasakannya aneh.

   "Ada apa, Kakang? Kenapa tersenyum sendiri?"

   Tegur Mawar langsung.

   "Tidak apa apa,"

   Sahut Rangga kalem, masih juga tersenyum.-Tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung melangkah menghampiri bangunan besar seperti benteng ini.

   Mawar semakin heran, lalu bergegas mengikuti Pendekar Rajawali Sakti.

   Namun ketika mereka hampir sampai di depan pintu, Mawar langsung menarik tangan pemuda ini.

   Maka seketika ayunan kaki Rangga terhenti.

   "Hati hati, Kakang. Mungkin mereka sudah pasang perangkap untuk kita,"

   Mawar -memperingatkan.

   "Tidak ada perangkap, Mawar. Hanya sembilan orang saja yang ada di dalam,"

   Sahut Rangga kalem.

   "Dari mana kau tahu...?"

   Tanya Mawar semakin heran.

   Rangga tidak menjawab, tapi hanya tersenyum saja.

   Sudah barang tentu semua pembicaraannya dengan Rajawali Putih tidak akan dikatakannya.

   Dan Pendekar Rajawali Sakti semakin mendekati pintu benteng ini, lalu berhenti setelah berjarak sekitar lima langkah lagi.

   Sementara, Mawar berada sekitar tiga langkah di belakangnya.

   Dia heran melihat Rangga hanya berdiri diam saja, memandangi pintu pagar seperti benteng yang tertutup rapat ini.

   Sreeet! Cring! Perlahan Rangga mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung.

   Dan seketika itu juga, malam yang gelap ini jadi terang benderang oleh cahaya -biru yang memancar dari mata pedang itu.

   Mawar yang melihat kedahsyatan pamor pedang pemuda ini jadi terbeliak, seperti tidak percaya.

   Belum pernah disaksikannya sebuah pedang yang bisa memancarkan cahaya begitu terang menyilaukan mata.

   Sehingga, sekelilingnya jadi terang benderang seperti siang hari saja.

   -Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan pedang tergenggam pada kedua tangan, tegak lurus sejajar tubuhnya.

   Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti terdiam, membuat suasana semakin terasa sunyi dan mencekam.

   Mawar sendiri tidak membuka suara sedikit pun.

   Dengan hati diliputi berbagai macam pertanyaan, gadis itu terus memperhatikan Rangga yang tetap berdiri tegak, tidak bergeming sedikit pun.

   Tapi mendadak saja....

   "Hiyaaa...!"

   Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga tiba-tiba melompat cepat sekali, sambil mengangkat pedang yang tergenggam dengan kedua tangan ke atas kepala.

   Dan seketika itu juga, pedang pusakanya dihantamkan ke pintu pagar benteng yang tertutup rapat dan terbuat dari kayu jati tebal ini.

   Cahaya biru yang memancar dari pedang itu berkelebat begitu cepat sekali, hingga....

   Glaar...! Seketika itu juga terdengar ledakan dahsyat yang menggelegar.

   Bahkan tanah di sekitarnya jadi bergetar, bertepatan dengan hancurnya pintu pagar benteng terhantam pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti yang dahsyat.

   "Hup!"

   Rangga langsung menerobos masuk, dan menjatuhkan diri ke tanah seraya bergulingan beberapa kali.

   Pendekar Rajawali Sakti menjaga, kalau kalau sembilan orang anak buah Ki Gopar -sudah menanti dengan panah.

   Tapi, ternyata tidak ada satu anak panah pun yang meluncur menghujaninya.

   Dan Rangga cepat melompat bangkit berdiri.

   Namun baru saja menjejakkan kakinya di tanah, seketika itu juga terdengar teriakan keras menggelegar memberi perintah.

   "Seraaang...!"

   "Hiyaaa...!"

   "Yeaaah...!"

   "Hup!"

   Rangga cepat melenting ke atas, dan langsung meluruk deras mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

   Bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya yang memancarkan cahaya biru terang ke depan.

   Maka dua orang yang berada dekat di depannya, tidak dapat lagi menahan kibasan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ini.

   Bret! Cras! "Akh'"

   "Aaaa...!"

   Jeritan melengking tinggi seketika terdengar menyayat, bersamaan ambruknya dua orang itu.

   Darah kontan muncrat dari tubuh mereka yang terbelah, terbabat pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti.

   Jeritan panjang itu membuat Mawar yang masih menunggu di luar langsung melompat masuk.

   Tanpa banyak bicara lagi gadis ini langsung melompat.

   Diterjangnya tujuh orang pengikut Ki Gopar ini.

   Pedangnya seketika berkelebat cepat sekali, meng hantam senjata senjata lawan yang langsung menyam but ---serangannya.

   Sementara, Rangga langsung melesat, begitu berhasil merobohkan dua orang lawannya lagi.

   Pendekar Rajawali Sakti meninggalkan sisa lawannya untuk Mawar yang dianggap mampu menghadapi lima orang yang tersisa.

   "Hup! Yeaaah...!"

   Tanpa membuang buang waktu lagi, Rangga melesat -cepat sekali menerobos masuk ke dalam rumah besar yang dikelilingi pagar tinggi berbentuk benteng ini.

   Namun baru saja kakinya menjejak lantai depan pintu, secercah cahaya kuning keemasan sudah menyambut-nya cepat bagai kilat.

   "Hup!"

   Manis sekali Rangga melenting ke atas, dan berputaran dua kali menghindari terjangan cahaya kuning keemasan ini.

   Dan belum juga kakinya menjejak lantai, Ki Gopar sudah terlihat meluruk deras mener jangnya.

   -Satu pukulan keras menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam, langsung dilepaskan mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hait!"

   Namun dengan gerakan mengegos yang begitu manis, Rangga bisa menghindari serangan Ki Gopar.

   Akibatnya Ki Gopar terus meluruk ke depan, dan hampir jatuh di luar beranda depan rumah ini.

   Untung saja dia cepat melenting ke atas.

   Dua kali tubuhnya berputaran di udara, lalu manis sekali kedua kakinya kembali menjejak tanah.

   Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri tegak sekitar lima langkah di depan Ki Gopar yang baru saja mendarat di tanah.

   Dan saat itu juga, Rangga menyilangkan pedang di depan dada.

   Telapak tangan kirinya sudah menempel di mata pedang yang memancarkan cahaya biru terang ini.

   Kedua kakinya terpentang lebar, dengan lutut tertekuk.

   Sehingga, tubuhnya merendah.

   Sementara Ki Gopar juga sudah bersiap mengerahkan ilmu kedigdayaannya yang sangat diandalkan.

   "Hh...!"

   Sedikit Ki Gopar menghembuskan napas.

   Tangan kanannya yang terkepal ditarik, hingga tersilang di depan dada.

   Sedangkan tangan kiri yang mengembang, berada tepat di ujung kepalan tangan kanan.

   Sorot matanya terlihat begitu tajam, menatap lurus bola mata Pendekar Rajawali Sakti.

   Sementara Rangga sendiri sudah melakukan gerakan miring ke kiri, lalu kembali ke kanan.

   Dan tubuhnya tegak kembali, bersamaan dengan menggumpalnya cahaya biru di ujung pedang pusakanya.

   Jelas, Rangga langsung mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma' dalam menghadapi orang tua yang dianggap sangat berbahaya ini.

   Sekali saja pertemuannya dengan orang tua yang kelihatan muda ini, Rangga sudah tahu kalau tidak bisa lagi menganggapnya ringan.

   Sehingga terpaksa Pendekar Rajawali Sakti harus langsung menggunakan aji 'Cakra Buana Sukma', begitu melihat lawannya bersiap mengerahkan aji kesaktian juga.

   Sementara seluruh tubuh Ki Gopar terlihat menggeletar, seperti terserang demam.

   Dan ketika tangannya dijatuhkan di depan dada, seketika itu juga dari kepalan tangan kanannya menyemburat cahaya merah.

   Sehingga, kini seluruh tangan kanan laki laki tua yang kelihatan muda ini jadi -memerah bagai terbakar.

   "Hooop... Yeaaah...!"

   Tiba tiba saja, Ki Gopar membentak keras -menggelegar.

   Tangan kanannya menghentak ke depan, dengan jari jari terbuka -mengembang.

   Maka seketika itu juga, cahaya merah yang sejak tadi sudah menyebar di seluruh tangannya langsung meluncur deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

   Namun pada saat yang bersamaan, Rangga menghentakkan pedangnya ke depan, sambil berteriak keras menggelegar, bagai guntur membelah angkasa.

   "Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"

   Slap! Cahaya biru yang sudah menggumpal membentuk bulatan sebesar kepala di ujung pedang itu, seketika meluruk deras menyambut serangan cahaya merah yang memancar dari telapak tangan kanan Ki Gopar.

   Dalam jarak yang pendek ini, mereka sudah tentu tidak dapat lagi menghindari serangan satu sama lain.

   Hingga...

   Glaaar...! Seketika itu juga terdengar ledakan dahsyat yang menggelegar.

   Sehingga, tanah yang dipijak jadi berguncang hebat, begitu dua cahaya yang saling berlawanan beradu tepat di tengah tengah.

   Dan saat itu juga....-"Akh...!"

   Ki Gopar langsung memekik keras agak tertahan dengan tubuh terpental sejauh satu batang tombak ke belakang. Sedangkan Rangga hanya bergeser satu langkah saja ke belakang, ketika aji kesaktian yang dilepaskan satu sama lain saling beradu keras.

   "Hih! Yeaaah...!"

   Bet! Rangga tidak mau lagi membuang buang waktu.

   -Begitu bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, cepat sekali pedang pusakanya dihentakkan ke depan.

   Seketika, cahaya biru yang sudah kembali menggumpal di ujung pedangnyaa melesat cepat bagai kilat.

   Cahaya itu langsung menerjang Ki Gopar yang baru saja bisa bangkit berdiri, setelah bergulingan beberapa kali di tanah yang berumput ini.

   "Setan...!"

   Ki Gopar jadi memaki geram, melihat lawannya sudah kembali melancarkan serangan.

   Maka cepat tubuhnya melenting ke atas, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti.

   Namun tanpa diduga sama sekali, Rangga cepat mengangkat pedangnya sedikit ke atas.

   Dan cahaya biru yang meluruk deras itu terus mengikuti gerakan tubuh Ki Gopar.

   Begitu cepat lesatannya, sehingga Ki Gopar tidak dapat lagi menghindarinya.

   Splahs! "Aaaakh...!"

   Ki Gopar jadi menjerit keras, begitu tubuhnya terhantam cahaya bim itu.

   Dan seketika itu juga, tubuh laki laki tua yang kini kelihatan muda kembali itu -terbanting keras di tanah.

   Seketika kembali terdengar jeritan agak tertahan.

   Sementara, sinar biru yang terus memancar dari ujung pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti itu, terus menggulung seluruh tubuh Ki Gopar.

   "Ikh ..! Aaaakh...!"

   Ki Gopar jadi kelabakan setengah mati.

   Langsung seluruh kekuatan yang dimilikinya dikerahkan untuk bisa melepaskan diri dari selubung cahaya biru ini.

   Namun pada saat itu juga, terasa adanya kekuatan yang sangat dahsyat menyedot seluruh tenaganya yang dikerahkan.

   Begitu deras aliran kekuatan yang tersedot keluar, membuat Ki Gopar jadi menjerit kesakitan.

   Bahkan seluruh tubuhnya jadi menggigil keras bagai terserang demam.

   *** Sementara itu, perlahan lahan Rangga mulai-melangkah mendekati lawan.

   Pedangnya terus terjulur lurus ke arah Ki Gopar yang menggeliat geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru di seluruh -tubuhnya.

   Tapi semakin kuat berusaha, semakin banyak kekuatannya yang mengalir keluar.

   Sehingga, akhirnya laki laki bertubuh gemuk itu tidak dapat lagi -menguasai kekuatannya yang terus mengalir dari dalam tubuhnya.

   Keadaan ini membuat Ki Gopar semakin bingung.

   Sedangkan Rangga semakin bertambah dekat saja jaraknya.

   Dan sementara di tempat lain, Mawar tampaknya benar benar menguasai jalannya per-tarungan.

   Kini, dia -tinggal menghadapi Karun saja yang kelihatannya masih tangguh.

   Sedangkan la wan --lawan yang lain sudah tidak ada yang bisa bangkit berdiri lagi.

   Mereka sudah tergeletak tidak bernyawa, dengan darah melumuri tubuhnya.

   "Aku bisa saja mengampunimu, Ki Gopar. Tapi, kau tetap akan menjadi ancaman bagi semua orang nantinya...,"

   Desis Rangga dingin menggetarkan.

   "Setan keparat! Kubunuh kau...!"

   Geram Ki Gopar agak bergetar suaranya.

   "Kau yang akan mati, Ki Gopar. Bersiaplah menerima kematianmu...,"

   Desis Rangga tak mempedulikan makian lawannya.

   "Setan...! Kubunuh kau, Bocah Keparat..!"

   Rangga sama sekali tidak mendengarkan teriakan -teriakan Ki Gopar yang terus memakinya. Pendekar Rajawali Sakti sudah mengangkat pedangnya perlahan-lahan ke atas. Dan tiba tiba saja.... -"Hih! Yeaaah...!"

   Secepat pedang itu terhentak ke atas kepala.

   Dan secepat itu pula, Rangga mengibaskannya ke leher laki-laki tua yang kelihatan muda kembali ini.

   Begitu cepat serangan terakhir dari aji 'Cakra Buana Sukma' itu.

   Sehingga Ki Gopar yang sudah terkuras kekuatannya, tidak dapat lagi menghindarinya.

   Dan...

   Cras! "Aaaa...!"

   Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar membelah angkasa, bersamaan berkelebatnya pedang Pendekar Rajawali Sakti menebas leher lawannya ini.

   Tampak Ki Gopar berdiri diam dengan kedua bola mata terbeliak lebar dan mulut ternganga, seperti melihat hantu.

   Sementara, Rangga berdiri tegak di depannya dengan pedang pusaka masih tergenggam di tangan kanan.

   Cring! Bruk! Begitu pedang pusaka Rajawali Sakti tenggelam kembali ke dalam warangka di punggung pemuda ini, tubuh Ki Gopar langsung ambruk ke tanah, dengan kepala menggelinding terpisah.

   Seketika darah menyemburat keluar dari leher yang buntung tidak berkepala lagi.

   Sedikit pun tidak ada gerakan pada tubuh Ki Gopar yang sudah tergeletak diam, tidak bergerak gerak lagi, mati.

   Pendekar Rajawali Sakti harus melenyapkan Ki Gopar, -karena memang amat ber -bahaya bila dibiarkan hidup.

   Sementara itu terdengar jeritan panjang melengking tinggi dari tempat lain.

   Rangga langsung berpaling.

   Tampak pedang Mawar menghunjam dada Karun begitu dalam, hingga tembus sampai ke punggung.

   Anak muda itu langsung ambruk menggelepar, begitu Mawar telah mencabut pedangnya.

   Dengan gerakan sangat indah, Mawar memasukkan pedangnya kembali ke dalam warangka yang tergantung di pinggangnya yang ramping.

   Sebentar dipandanginya tubuh tubuh lawannya yang sudah tergeletak tidak bernyawa lagi di sekitarnya.

   -Kemudian kepalanya berpaling pada Rangga, dan melangkah menghampiri.

   "Selesai sudah, Kakang...,"

   Desah Mawar sambil menyeka keringat yang membanjiri leher.

   "Ya...,"

   Sahut Rangga juga mendesah pelan.

   "Sekarang kita jemput ibumu di Desa Kranggan."

   Mawar tersenyum manis.

   Dan Rangga membalasnya dengan senyum yang tidak kalah manisnya.

   Mereka kemudian melangkah beriringan, keluar dari dalam benteng ini.

   Tidak ada seorang pun yang berbicara lagi.

   Sementara, malam terus merayap semakin larut.

   Angin dingin pun menyebarkan bau anyir darah yang meng-genangi halaman depan rumah Nyai Lestari, yang seperti benteng pertahanan di kaki Gunung Cagarasa ini.

   SELESAI Created ebook by Scan & Convert to pdf (syauqy_arr) Edit Teks (fujidenkikagawa) Weblog,
http.//hanaoki.wordpress.com

   

   

   

Selir Yang Dihadiahkan Karya Widi Widayat Angkin Sulam Piauw Perak Karya Wang Du Lu Pendekar Rajawali Sakti Macan Gunung Sumbing

Cari Blog Ini