Ceritasilat Novel Online

Kabut Hitam Di Karang Setra 2


Pendekar Rajawali Sakti Kabut Hitam Di Karang Setra Bagian 2



Entah sudah berapa lama Rangga berada di sana.

   Sedangkan saat ini, matahari sudah tepat berada di atas kepalanya.

   Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak bergeming sedikit pun, seakan-akan tidak peduli terhadap panasnya sengatan sang mentari yang bagai hendak membakar semua yang ada di atas permukaan bumi ini.

   "Dewi Mata Hijau. Hm... Siapa dia sebenarnya...?"

   Gumam Rangga, berbicara pada diri sendiri.

   Begitu pelan suaranya, sehingga langsung menghilang terbawa angin yang bertiup agak kencang siang ini.

   Beberapa saat Pendekar Rajawali Sakti masih diam mematung, memandangi puncak Bukit Hantu ini.

   Kemudian, kakinya terayun perlahan ke depan.

   Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak saja....

   Wusss! "Heh...?! Uts!"

   Jleb! Cepat sekali Rangga melompat ke belakang, ketika tiba-tiba saja sebatang tombak meluncur deras ke arahnya dari depan.

   Tombak itu menancap di tanah, tepat di ujung jari kaki Pendekar Rajawali Sakti.

   Belum lagi hilang rasa terkejutnya, kembali Rangga dikejutkan oleh munculnya dua orang laki-laki bertubuh tinggi besar dan tegap dari batik semak belukar.

   Mereka masing-masing menggenggam sebatang tombak yang berukuran panjang.

   "Hm...,"

   Rangga menggumam kecil.

   "Belum waktunya kau datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti!"

   Bentak salah seorang yang mengenakan baju warna merah menyala.

   "Aku ingin bertemu pemimpinmu,"

   Kata Rangga, tidak kalah tegasnya.

   "Tunggu saja dua hari lagi,"

   Sahut seorang lagi yang mengenakan baju warna biru tua.

   "Hm, lalu siapa kalian ini?"

   Tanya Rangga.

   "Aku Tombak Merah. Dan ini, Tombak Biru. Kami adalah Iblis Tombak Kembar,"

   Sahut laki-laki berbaju merah memperkenalkan diri.

   Saat itu, Rangga baru menyadari kalau wajah kedua orang ini memang mirip.

   Hanya pakaiannya saja yang berbeda.

   Sedangkan bentuk tubuh dan tingginya sama persis.

   Wajah mereka hampir tidak bisa dibe-dakan lagi.

   Hanya saja, yang berbaju merah berwajah garang.

   Sedangkan yang berbaju biru tua kelihatan pucat, seperti mayat.

   Tombak mereka juga sama persis, baik bentuk maupun ukurannya.

   "Kenapa kalian mencegahku? Sedangkan pemimpin kalian ingin bertemu denganku cepat-cepat. Bahkan sampai mengirim utusan untuk menjemputku,"

   Kata Rangga, tetap terdengar tegas nada suaranya.

   "Pemimpin kami tidak pernah mengirim utusan untuk menjemputmu, Pendekar Rajawali Sakti. Kau memang ditunggu di sini, tapi dua hari lagi baru bisa datang,"

   Sahut si Tombak Merah, tidak kalah tegasnya.

   Rangga jadi berkerut keningnya.

   Dia teringat dengan si Setan Hijau Pisau Terbang.

   Juga, pada Nini Ratih yang sekarang ini meringkuk di dalam kamar tahanan Karang Setra.

   Mereka sengaja menemuinya untuk menjemput.

   Dan katanya, hendak membawa Pendekar Rajawali Sakti menghadap pemimpinnya.

   Sedangkan dua orang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun berwajah kembar ini mengatakan, pemimpinnya tidak pernah mengirim seorang utusan pun untuk menjemputnya.

   Saat itu juga, Rangga merasakan adanya sesuatu yang ganjil.

   Langsung bisa diduganya kalau ada dua kelompok atau lebih yang menginginkan kematiannya.

   "Sebaiknya kau kembali saja, Pendekar Rajawali Sakti. Baru purnama nanti kau bisa datang lagi ke sini,"

   Kata si Tombak Biru, mengusir Pendekar Rajawali Sakti.

   Rangga mengangkat bahunya sedikit.

   Rasanya memang tidak ada gunanya terus mendesak.

   Terlebih lagi, saat ini sebuah teka-teki masih belum jelas terungkap.

   Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, dari-mana lagi harus memulai.

   Tapi yang jelas, ada beberapa orang yang menghendaki kematiannya.

   Dan dugaan itu sangat diyakininya saat ini.

   Hanya saja, Rangga tidak tahu, siapa orang-orang yang menginginkan kematiannya sekarang ini.

   Rasanya, juga sulit bila menduga satu persatu bekas lawan-lawannya yang masih tetap hidup sampai sekarang ini.

   Dan dia tidak tahu, siapa di antara sekian banyak yang mendalangi semua ini.

   "Baik. Aku akan kembali nanti saat bulan purnama,"

   Kata Rangga mengalah.

   Setelah berkata demikian, Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya berbalik, dan melangkah meng-hampiri kudanya.

   Dewa Bayu memang ditinggalkan di bawah pohon beringin yang cukup rimbun, sehingga melindunginya dari sengatan sinar matahari.

   Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Dewa Bayu.

   "Hiyaaa...!"

   Sekali gebah saja, Dewa Bayu langsung melesat pergi begitu cepat. Sementara, si Iblis Tombak Kembar masih terus berdiri tegak memandangi, sampai Pendekar Rajawali Sakti tak terlihat lagi. *** "Hooop...!"

   "Hieeegkh...!"

   Tiba-tiba saja Rangga menarik tali kekang kudanya kuat-kuat.

   Sehingga, membuat kuda hitam tegap itu meringkik keras, sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi ke udara.

   Maka seketika Dewa Bayu berhenti berlari.

   Dan saat itu, Rangga melompat turun dengan gerakan indah dan ringan sekali.

   Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tak terdengar suara sedikit pun saat kakinya menjejak tanah.

   Tatapan mata pemuda berbaju rompi putih itu langsung tertuju pada seorang perempuan tua bertubuh agak bungkuk.

   Dia berdiri dengan sikap menghadang di tengah jalan tanah berdebu ini.

   Pakaiannya yang panjang dan longgar berwarna kuning gading, tedihat berkibar dipermainkan angin.

   Sebatang tongkat kayu yang tidak beraturan bentuknya tampak tergenggam di tangan kanan.

   Sorot matanya begitu tajam, menentang tatapan mata Rangga yang memang sangat tajam menusuk.

   "Bocah sombong! Kemari kau..!"

   Bentak perempuan tua itu mendengus kasar.

   "Heh...?!"

   Rangga jadi terkejut mendengar bentakan bernada kasar itu.

   "Ke sini kataku!"

   Bentak perempuan tua itu lagi.

   "Maaf. Aku tidak mengenalmu, Nisanak. Siapa kau ini, dan mengapa menghadang jalanku...?"

   Rangga mencoba bersikap ramah, walaupun perempuan tua itu kelihatan garang sekali.

   "Aku Nek Srinita yang akan mengajarmu untuk berlaku sopan santun pada orang tua, Bocah Sombong!"

   Sahut perempuan tua itu, masih tetap terdengar kasar nada suaranya.

   "Heh...?! Ada apa ini...?"

   Rangga benar-benar terkejut dan tidak mengerti atas sikap dan kata-kata perempuan tua yang tadi mengaku bernama Nek Srinita.

   Dan lagi, Rangga merasa belum pernah mengenalnya.

   Sedangkan perempuan tua bertubuh agak bungkuk itu seperti sudah mengenalnya begitu lama, Seakan-akan, dia sudah tahu tentang Pendekar Rajawali Sakti sejak kecil.

   "Kau seorang raja, juga seorang pendekar. Seharusnya, kau bisa memberi contoh yang baik bagi semua rakyatmu. Tapi, kau malah tidak sudi menghormati orang tua sepertiku. Malah panggilanku kau anggap remeh. Padahal, bukan hanya kau saja yang terancam kehancuran. Tapi seluruh rakyat Karang Setra terancam penderitaan seumur hidup. Huh! Kau oenar-benar tidak pantas menjadi raja, Rangga!"

   Masih terdengar kasar nada suara Nek Srinita.

   "Kau memanggilku...?"

   Rangga jadi terlongong-longong.

   Seketika itu juga, dia teringat dengan si Setan Hijau Pisau Terbang.

   Juga, gadis cantik yang kini meringkuk di dalam penjara Karang Setra.

   Mereka datang menemuinya, karena mendapat perintah dari pemimpinnya untuk membawanya menghadap.

   Saat itu juga, Rangga menduga kalau perempuan tua inilah pemimpin mereka.

   Tapi, apakah perempuan tua ini yang berjuluk Dewi Mata Hijau...? "Nisanak.

   Aku benar-benar tidak mengerti sikap-mu ini.

   Apa maksudmu sebenarnya...?"

   Tanya Rangga meminta penjelasan.

   "Kau kenal mereka, Rangga?"

   Saat itu, dari balik semak dan pepohonan muncul sekitar tiga puluh orang yang semuanya menyandang golok terselip di pinggang.

   Dan salah seorang dari mereka adalah si Setan Hijau Pisau Terbang.

   Laki-laki yang mengenakan baju serba hijau itu menghampiri Nek Srinita, kemudian berdiri di samping kanannya.

   Tentu saja Rangga mengenali, karena mereka pernah mengeroyoknya di kedai dekat perbatasan Kotaraja Karang Setra.

   "Dan yang seorang lagi, adalah orang yang kau tawan di kamar tahananmu, Rangga. Kau benar-benar tidak mengenal adat dan tata krama!"

   Sambung Nek Srinita bernada geram.

   "O..., jadi mereka semua orang-orangmu, Nisanak...?"

   Desis Rangga, jadi agak sinis nada suaranya.

   "Mereka semua muridku. Dan kau sama sekali tidak menghormati mereka. Itu sama saja tidak meng-hormatiku, Rangga. Huh...! Tidak kusangka, putra Arya Permadi yang kuhormati ternyata pemuda liar yang tidak mengenal sopan santun dan tata krama."

   "Eh, tunggu dulu...!"

   Sentak Rangga merasa tersinggung.

   "Apa maksudmu sebenarnya, Nisanak? Mengapa kau marah-marah padaku...?"

   Rangga benar-benar tidak mengerti.

   Makanya perempuan tua itu diminta untuk menjelaskannya.

   Dia juga terkejut, karena perempuan tua yang tidak pernah dikenalnya ini tahu semua tentang dirinya.

   Bahkan tahu nama mendiang ayahnya.

   Dalam benaknya, Pendekar Rajawali Sakti jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya perempuan tua yang mengaku bernama Nek Srinita ini...? Dia seperti tahu betul tentang keadaan Kerajaan Karang Setra daripada rajanya sendiri.

   "Aku adalah ibu suri ayahmu, Rangga. Aku tahu betul tentang dirimu. Juga orang tuamu. Seluruh tanah Karang Setra ini berada di dalam genggaman-ku. Tapi, selama ini aku tidak pernah ingin ikut campur, selama kau bisa mempertahankannya melalui orang-orang kepercayaanmu, dan kedua adik tirimu. Tapi sekarang..., aku terpaksa keluar dari pertapaan. Karena, kejayaan Karang Setra tengah terancam. Dan kau sendiri sepertinya tidak tahu keadaan kerajaanmu. Kau terlalu sibuk mengembara, hingga melalaikan tugasmu sebagai raja. Nah! Sekarang kau sudah jelas tentang diriku, Rangga...? Saat itu juga Rangga tidak bisa berkata-kata. Mulutnya ternganga, dan matanya terbuka lebar. Seakan-akan dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Sungguh tidak disangka kalau perempuan tua ini adalah ibu suri ayahnya. Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti menjatuhkan diri ber-lutut "Ampunkan aku, Nek. Aku sama sekali tidak tahu kalau kau...."

   "Sudahlah, Rangga. Bangunlah. Tidak pantas kau bersikap begitu padaku. Kau seorang raja sekarang. Dan kau juga seorang pendekar digdaya pilih tanding. Bangunlah...,"

   Ujar Nek Srinita memutuskan ucapan Pendekar Rajawali Sakti.

   Rangga baru bangkit berdiri setelah pundaknya disentuh lembut.

   Kini, tidak lagi terlihat kegarangan di wajah dan sorot mata perempuan tua berjubah kuning gading ini.

   Bahkan yang ada sekarang adalah kelembutan seorang wanita tua.

   Cepat-cepat Rangga menjura, membungkukkan tubuhnya untuk memberi penghormatan.

   Nek Srinita tersenyum melihat sikap penghormatan Pendekar Rajawali Sakti.

   "Ayo ikut ke pertapaanku, Rangga,"

   Ajak Nek Srinita.

   "Banyak yang harus kita bicarakan."

   "Tapi, Nek..."

   "Ada apa lagi?! Kau akan menolak undanganku ini...?!"

   Sentak Nek Srinita kembali mendelik matanya.

   "Bukan..., bukan itu maksudku. Aku harus membebaskan Nini Ratih. Bukankah dia juga muridmu, Nek...?"

   Ujar Rangga cepat-cepat.

   "Kau bisa melakukannya nanti. Sekarang ada urusan yang lebih penting dari pada mengurus Ratih,"

   Dengus Nek Srinita.

   "Ke mana kau akan membawaku, Nek?"

   Tanya Rangga sambil mengambil tali kekang kudanya.

   "Ke Pertapaan Gonggong,"

   Sahut Nek Srinita.

   "Di mana itu?"

   "Sebelah Timur lereng Bukit Hantu."

   Rangga tidak bertanya lagi, lalu melangkah mengikuti Nek Srinita yang sudah lebih dulu berjalan.

   Pendekar Rajawali Sakti mensejajarkan ayunan kakinya di samping kanan perempuan tua ini.

   Sedangkan Setan Hijau Pisau Terbang dan murid-murid Nek Srinita lainnya mengikuti di belakang.

   Tak ada se-orang pun yang membuka suara.

   Mereka terus berjalan mengikuti perempuan tua berjubah kuning gading ini.

   *** Saat malam sudah mencapai puncaknya, Rangga baru tiba kembali ke Istana Karang Setra.

   Seperti biasanya, dia selalu lewat jalan rahasia di bagian belakang bangunan istana yang megah ini.

   Setelah menaruh kudanya di istal, Pendekar Rajawali Sakti langsung menuju ke bangunan penjara bawah tanah yang tidak beberapa jauh letaknya dari istal.

   Dua orang prajurit penjaga segera membungkukkan tubuhnya memberi hormat, begitu melihat raja mereka datang menghampiri.

   Meskipun Rangga me-genakan baju rompi putih, tapi semua prajurit yang ada di Kerajaan Karang Setra ini sudah mengetahuinya.

   Karena, Rangga memang seringkali muncul dengan pakaian kependekarannya.

   "Buka pintunya,"

   Perintah Rangga.

   "Hamba, Gusti Prabu,"

   Sahut salah seorang prajurit seraya membungkuk memberi hormat Bergegas prajurit itu membuka pintu penjara bawah tanah ini lebar-lebar.

   Sebentar Rangga mengamati keadaan lorong bawah tanah yang tampak terang oleh nyala obor, kemudian melangkah masuk.

   Dituruninya anak-anak tangga batu satu persatu.

   Pintu penjara itu kembali tertutup setelah Rangga berada dalam.

   Pendekar Rajawali Sakti terus melangkah menelusuri lorong yang tidak seberapa besar dan pengap itu.

   Keadaannya cukup bersih dan terang oleh obor yang terpancang di kiri-kanan dinding batu lorong penjara ini.

   Beberapa pintu yang terbuat dari jeruji besi sudah dilewati.

   Tapi, pemuda tampan berbaju rompi putih itu terus mengayunkan kakinya.

   Dan, dia baru berhenti setelah sampai di depan sebuah pintu besi baja yang tertutup rapat.

   Dua orang prajurit terlihat berdiri berjaga di samping kiri dan kanan pintu itu.

   Mereka segera membungkuk, menjura memberi hormat.

   "Buka pintunya,"

   Perintah Rangga.

   "Hamba, Gusti Prabu."

   Salah seorang prajurit bergegas membuka pintu yang terbuat dari besi baja berukuran tebal itu lebar-lebar.

   Tampak di balik pintu itu terdapat sebuah ruangan yang cukup besar dan kelihatan bersih.

   sebuah pembaringan kecil yang terletak di sudut terlihat seorang gadis berbaju merah muda tengah terbaring diam.

   Rangga melangkah masuk, dan minta pintu ditutup kembali.

   Kedua prajurit itu menutup pintu setelah memberi hormat.

   Perlahan Rangga menghampiri gadis cantik yang masih tetap terbaring diam.

   Gadis cantik berbaju merah muda yang tak lain Nini Ratih itu hanya berpaling sedikit, dan melirik Pendekar Rajawali Sakti.

   Dia tetap terbaring, walaupun Rangga sudah berada di sampingnya.

   "Aku menyesal kau menderita begini, Nini Ratih,"

   Ajar Rangga, membuka suara lebih dulu.

   "Kau raja di sini. Kau bisa berbuat apa saja sesukamu,"

   Dengus Nini Ratih ketus.

   "Kalau kau memilih berterus terang, tidak bakal berada di sini, Nini Ratih,"

   Kata Rangga lagi, masih tetap terdengar lembut suaranya.

   "Hhh!"

   Nini Ratih hanya tersenyum sinis.

   Tubuhnya digeser, lalu bangkit duduk di tepi pembaringan.

   Sementara Rangga mengambil kursi kayu, kemudian duduk tidak jauh di depan gadis cantik itu.

   Beberapa hari terkurung didialam penjara, rupanya tidak juga memudarkan kecantikannya.

   Sementara Rangga sempat menikmati kecantikan gadis ini beberapa saat.

   Tapi cepat-cepat dibuangnya semua pikiran buruk yang tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya tanpa disadari.

   "Kau tidak akan bisa membujukku, Pendekar Rajawali Sakti,"

   Desis Nini Ratih dingin.

   "Tidak akan ada yang membujukmu, Nini Ratih. Aku sudah tahu semua tentang dirimu. Juga gurumu. Demikian pula tugas yang kau emban dari gurumu,"

   Kata Rangga sambil tersenyum Begitu manis senyuman yang tersungging di bibir Pendekar Rajawali Sakti.

   Tapi, Nini Ratih hanya melirik saja sedikit.

   Walaupun, dalam hatinya sempat juga terkejut mendengar kata-kata Rangga barusan.

   Dan dengan cepat keterkejutannya bisa dihilangkan.

   Bahkan langsung memalingkan muka ke arah lain.

   Sehingga, Rangga tidak sempat lagi melihat perubahan yang begitu cepat terjadi di wajah cantik itu.

   "Kalau mau, kau bisa keluar sekarang juga, Nini Ratih. Tapi sebaiknya, kau bersihkan dulu dirimu. Emban-emban istana akan memenuhi semua yang kau perlukan,"

   Kata Rangga, tetap terdengar lembut nada suaranya.

   "Kau tidak akan bisa membujukku dengan ber-manis-manis begitu, Pendekar Rajawali Sakti,"

   Dengus Nini Ratih sinis.

   Rangga hanya tersenyum saja.

   Dia bangkit berdiri dan melangkah ke pintu.

   Dua kali pintu dari besi baja yang kokoh ini diketuknya.

   Prajurit yang menjaga di-luar segera membuka pintu itu lebar-lebar.

   Rangga berdiri saja di samping pintu yang sudah terbuka lebar.

   Ditatapnya Nini Ratih dengan bibir masih menyunggingkan senyum manis.

   "Ayo! Kau bisa keluar sekarang,"

   Ujar Rangga lembut.

   Nini Ratih jadi berkerut keningnya.

   Dipandangi pemuda tampan itu dalam-dalam, seakan-akan tidak percaya kalau dibebaskan begitu saja.

   Beberapa gadis itu masih duduk diam di pinggir pembaringan kayu ini, kemudian berdiri dengan mata masih memandangi Pendekar Rajawali Sakti.

   Perlahan kakinya melangkah ke pintu, dan terus melewatinya.

   Dua orang prajurit segera membungkuk memberi hormat begitu Rangga melewatinya.

   "Kalian lanjutkan tugas,"

   Kata Rangga pada kedua prajurit itu.

   "Gamba, Gusti Prabu,"

   Sahut kedua orang prajurit itu bersamaan, seraya menjura memberi hormat.

   Sementara Rangga terus melangkah di samping Nini Ratih yang tampaknya masih belum mengerti sikap manis Pendekar Rajawali Sakti yang juga Raja Karang Setra ini.

   Berbagai macam pertanyaan dan dugaan berkecamuk dalam kepalanya.

   Tapi, tak ada satu pun yang bisa terjawab.

   Nini Ratih juga tidak bisa menentukan pilihan lagi.

   Dia terus saja berjalan di samping pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih ini.

   Dan sesekali, matanya melirik wajah yang tampan itu.

   Entah kenapa, setiap kali lirikannya bertemu dengan sorot mata Rangga, ada getaran aneh terasa di dadanya.

   *** Bukan hanya Danupaksi dan Pandan Wangi saja yang terheran-heran atas sikap Rangga dengan membebaskan Nini Ratih.

   Bahkan hampir semua pembesar yang ada dalam istana itu jadi telongong tak mengerti.

   Malah, Rangga memberikan empat orang emban untuk memenuhi segala kebutuhan gadis itu.

   Sampai-sampai Rangga juga memberi sebuah kamar yang indah.

   Tapi, tak ada seorang pun yang berani bertanya.

   Apalagi menegurnya.

   Hanya Pandan Wangi dan Danupaksi saja yang berani bertanya.

   Dan itu juga saat mereka menemui Pendekar Rajawali Sakti di kamar Cempaka.

   Sedangkan Cempaka sendiri masih belum boleh meninggalkan pembaringan, walaupun sudah tampak pulih kembali kesehatannya.

   "Kakang, kenapa kau bebaskan wanita itu?"

   Tanya Pandan Wangi.

   "Dia bukan musuh. Jadi, tidak layak diperlakukan demikian,"

   Sahut Rangga kalem.

   "Tapi dia sudah mengganggu ketenangan istana, Kakang. Bahkan sudah menghina dan merendahkanmu,"

   Selak Danupaksi.

   Rangga tidak menanggapi, tapi malah tersenyum.

   Kemudian tubuhnya dihempaskan di kursi panjang dekat jendela kamar ini.

   Sementara, Cempaka hanya memandanginya saja sambil duduk bersandar di pembaringannya.

   Pandan Wangi mengambil tempat di samping adik tiri Pendekar Rajawali Sakti itu.

   Sedangkan Danupaksi duduk agak jauh di depan Rangga.

   Mereka semua memandangi Pendekar Rajawali Sakti, tapi yang dipandangi seperti tidak peduli.

   Rangga malah memejamkan mata.

   Kepalanya di-topang dengan kedua tangan yang dilipat di belakang kepala.

   Kakinya dijulurkan lurus ke depan.

   Sama sekali tidak dipedulikan pandangan-pandangan mata yang menuntut penjelasan dari sikapnya dengan membebaskan Nini Ratih begitu saja.

   Bahkan gadis itu diperlakukan seperti seorang tamu agung yang perlu mendapat penghormatan.

   Cukup lama juga Rangga memejamkan matanya.

   Dan kelopak matanya baru terbuka setelah dirasakan tidak ada lagi yang bersuara.

   Senyuman kecil masih terus terlihat menyungging di bibirnya.

   Sebentar dipandanginya Pandan Wangi dan kedua adik tirinya, yang juga tengah memandanginya.

   "Kenapa kalian harus merisaukan Nini Ratih? Dia bukan musuh yang berbahaya. Justru kedatangannya sebenarnya ingin membantu menyelesaikan persoalan yang sedang kita hadapi sekarang ini. Persoalan besar yang menyangkut keutuhan serta kejayaan Kerajaan Karang Setra. Meskipun pada pokok utamanya, akulah yang menjadi sasaran,"

   Jelas Rangga kalem.

   "Aku tidak mengerti maksudmu, Kakang,"

   Selak Pandan Wangi.

   "Benar, Kakang. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan kalau dia bukan musuh, sedangkan jelas sekali sikapnya sangat bermusuhan? Bahkan dia sudah menghina, dan merendahkanmu di depan orang banyak. Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan yang sebaliknya, Kakang?"

   Sambung Danupaksi meminta penjelasan.

   "Aku tidak mengatakan yang sebaliknya, Danu-paksi. Aku mengatakan kenyataan yang sebenarnya,"

   Bantah Rangga tegas.

   "Tapi...,"

   Danupaksi tidak meneruskan ucapannya. Beberapa saat Danupaksi memandangi Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian kepalanya terlihat bergerak menggeleng periahan beberapa kali. Sedangkan Rangga hanya tersenyum saja, memandangi adik tirinya ini.

   "Uh! Kau membalasku, Kakang. Kau membalas kami semua,"

   Rungut Danupaksi.

   "Apa yang kubalas...?"

   Tenang sekali nada suara Rangga.

   "Baiklah, Kakang. Aku mengaku kalah. Aku memang salah, dan sudah mengakui semua kesalahanku, Kakang. Memang tidak enak bila sesuatu dirahasiakan oleh orang terdekat,"

   Ujar Danupaksi langsung merasa saat ini Rangga tengah membalasnya.

   "Ha ha ha...!"

   Tiba-tiba saja Rangga tertawa terbahak-bahak.

   Sedangkan Danupaksi hanya mendengus saja, sambil menekuk wajahnya sampai dagunya berlipat.

   Rangga bangkit dari kursinya, dan melangkah menghampiri adik tirinya ini.

   Ditepuknya pundak Danupaksi, lalu diajaknya berdiri.

   Danupaksi mengikuti saja keinginan Pendekar Rajawali Sakti yang membawanya ke pembaringan, tempat Pandan Wangi dan Cempaka berada di sana.

   "Dengar! Kalian adalah orang-orang yang terdekat denganku. Kalian adalah saudara-saudaraku. Jadi, tidak sepatutnya di antara kita semua tersimpan rahasia. Kecuali, rahasia pribadi kalian masing-masing yang tidak perlu diketahui orang lain. Kalian sudah merasakan, bagaimana kalau sesuatu di-rahasiakan, bukan...?"

   Ujar Rangga lembut dan perlahan-lahan. Danupaksi dan Cempaka hanya diam saja. Memang sulit bisa mengalahkan Rangga dalam segala hal. Merekalah yang pasti jadi pecundang. Kedua adik tiri Pendekar Rajawali Sakti saling melemparkan pandangan.

   "Beberapa hari ini, aku selalu keluar menyelidiki rahasia apa yang kalian simpan. Dan Danupaksi sudah mengatakannya padaku, walaupun tidak seluruhnya terungkap. Tapi siang tadi, aku baru bisa mengetahui semua yang terjadi dan menjadi rahasia kalian semua. Walaupun aku sendiri masih belum tahu, siapa biang keladi semua ini sebenarnya,"

   Jelas Rangga.

   "Tapi, Kakang...,"

   Selak Pandan Wangi cepat.

   "Apa ini ada hubungannya dengan pembebasan Nini Ratih?"

   "Jelas ada, Pandan."

   "Ada...?"

   "Ya! Karena, aku sudah tahu, siapa dia sebenarnya. Dan apa maksudnya datang ke istana ini menemuiku. Semua itu dilakukan karena hanya ingin memancingku saja. Dan semua yang dilakukannya hanya karena menjalankan perintah dari gurunya,"

   Jelas Rangga lagi.

   "Aku masih belum mengerti maksudmu, Kakang,"

   Selak Cempaka yang sejak tadi diam saja mendengarkan. Rangga jadi tersenyum. Ditepuknya pundak gadis cantik adik tirinya ini dengan lembut penuh kasih, dan cinta seorang kakak terhadap adiknya.

   "Sebaiknya, kau cepat sembuh, Cempaka. Latih-lah otot-ototmu. Purnama nanti, aku pasti memerlu-kan tenaga dan kepandaianmu. Akan ada peristiwa besar yang akan menguras tenaga serta kepandaian kalian semua,"

   Kata Rangga masih juga belum membuka seluruh rahasianya.

   "Bulan purnama...? Jadi, kau...,"

   Suara Danupaksi jadi tercekat di tenggorokan.

   "Aku akan menyelesaikan semuanya saat itu, Danupaksi,"

   Kata Rangga seraya tersenyum manis.

   "Kakang...,"

   Desah Danupaksi tidak dapat lagi berkata-kata.

   Danupaksi memang sudah tahu, apa yang akan terjadi pada bulan purnama nanti.

   Dan dia tidak bisa lagi memendam kecemasannya.

   Danupaksi tahu, Rangga akan menerima tantangan Dewi Mata Hijau untuk bertarung sampai mati di puncak Bukit Hantu.

   Walaupun tidak pernah meragukan kepandaian dan kesaktian yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti, tapi tetap saja Danupaksi merasa cemas.

   Karena seseorang yang berani menantang Pendekar Rajawali Sakti untuk bertarung sampai mati, pasti bukan orang sembarangan.

   Dan yang pasti, memiliki tingkat kepandaian sangat tinggi.

   "Persiapkanlah diri kalian sebaik mungkin. Aku tidak mau ada di antara kalian yang terluka,"

   Kata Rangga berpesan.

   Setelah berkata demikian, Rangga melangkah meninggalkan kamar ini.

   Tinggal Danupaksi, Pandan Wangi, dan Cempaka masih saling berpandangan.

   Sementara, Pandan Wangi dan Cempaka benar-benar tidak mengerti semua yang dikatakan Rangga tadi.

   Hanya Danupaksi saja yang kelihatan sudah tahu, apa yang bakal terjadi pada bulan purnama nanti di puncak Bukit Hantu.

   "Kenapa Kakang Rangga berkata seperti itu? Apa sebenarnya yang akan terjadi, Danupaksi...?"

   Tanya Pandan Wangi. Nada suaranya terdengar seperti menggumam.

   "Hhh...,"

   Danupaksi hanya menghembuskan napas panjang saja.

   "Ceritakan, Danupaksi. Tampaknya kau sudah tahu,"

   Desak Pandan Wangi.

   Sebentar Danupaksi terdiam, kemudian men-ceritakan apa yang akan terjadi pada bulan purnama nanti.

   Tentu saja Pandan Wangi dan Cempaka jadi terkejut mendengarnya.

   Tapi, mereka juga sama seperti Danupaksi, tidak mungkin bisa mencegah Pendekar Rajawali Sakti untuk bertarung melawan Dewi Mata Hijau di puncak Bukit Hantu.

   Mereka semua tahu, apa yang sudah diucapkan Rangga, tidak akan bisa ditarik kembali.

   Terlebih hal ini sebuah tantangan pertarungan.

   Pantang bagi seorang pendekar untuk menolak tantangan seperti itu.

   "Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?"

   Tanya Cempaka setelah Danupaksi menyelesaikan ceritanya.

   "Tidak ada yang bisa kita lakukan, selain menuruti semua keinginan Kakang Rangga,"

   Sahut Danupaksi, agak mendesah.

   "Mempersiapkan diri untuk menghadapi orang-orangnya Dewi Mata Hijau...?"

   Ujar Cempaka lagi.

   "Benar!"

   Sahut Danupaksi.

   "Apa boleh buat..?"

   Ujar Pandan Wangi seraya mengangkat bahunya sedikit.

   Mereka tidak bicara lagi.

   Dan memang, tidak ada yang bisa dibicarakan, ataupun dilakukan lagi.

   Mereka hanya bisa mengikuti saja, apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti tadi.

   Mereka harus mempersiapkan diri untuk menyambut sebuah peristiwa be-sar yang akan menjadi sejarah bagi Kerajaan Karang Setra.

   Di puncak Bukit Hantu nanti, nasib Karang Setra selanjutnya ditentukan.

   Apakah pendekar-pendekar muda Karang Setra ini mampu mem-pertahan-kan kejayaan Kerajaan Karang Setra...? *** Pagi-pagi sekali, Rangga sudah berada di punggung kudanya.

   Seekor kuda hitam yang tinggi dan tegap, dan dikenal bernama Dewa Bayu.

   Di sebelah kiri, terlihat seekor kuda lain berkulit coklat muda yang gagah.

   Bibir Pendekar Rajawali Sakti menyung-gingkan senyuman begitu melihat Nini Ratih keluar dari dalam istana.

   Gadis cantik berbaju merah muda itu melangkah menuruni anak-anak tangga istana.

   Dan tanpa berbicara sedikit punt dia melompat naik ke punggung kuda yang ada di sebelah Pendekar Rajawali Sakti.

   Gerakannya cukup indah dan ringan, pertanda tingkat kepandaiannya cukup tinggi.

   Tak lama kemudian, kedua ekor kuda itu sudah bergerak meninggalkan Istana Karang Setra yang megah ini.

   Tampak di pintu depan istana, terlihat Pandan Wangi dan Danupaksi memandangi kepergian mereka.

   "Mau ke mana mereka pergi, Danupaksi?"

   Tanya Pandan Wangi, terus mengarahkan pandangan ke arah Rangga dan Nini Ratih, sampai lenyap di balik pintu gerbang.

   "Entahlah. Kakang Rangga tidak mengatakannya padaku,"

   Sahut Danupaksi.

   "Hm...,"

   Gumam Pandan Wangi.

   Dan mereka tidak bicara lagi.

   Danupaksi me-ninggalkan si Kipas Maut itu sendirian di ambang pintu.

   Sementara itu, Rangga dan Nini Ratih terus berkuda perlahan-lahan, semakin jauh meninggalkan Istana Karang Setra.

   Mereka terus bergerak menuju ke arah Timur.

   Beberapa kali Nini Ratih melirik wajah tampan yang berada di punggung kuda hitam itu.

   "Bukankah jalan ini menuju Bukit Hantu...?"

   Kata Nini Ratih begitu mereka berbelok memasuki jalan tanah yang tampaknya sudah jarang dilalui lagi.

   "Benar,"

   Sahut Rangga tanpa menghentikan langkah kaki kudanya.

   "Mau apa kau mengajakku ke sana?"

   Tanya Nini Ratih bemada menggugat.

   "Kau belum lupa dengan tujuanmu menemuiku, bukan...?"

   Rangga malah balik bertanya. Nini Ratih hanya diam saja.

   "Sekarang, bukan kau yang membawaku. Tapi, justru aku yang akan membawamu pada Nek Srinita,"

   Sambung Rangga kalem.

   "Heh...?!"

   Nini Ratih jadi tersentak setengah mati, seperti mendengar suara petir rasanya.

   Padahal pagi ini langit kelihatan begitu cerah dan bening sekali.

   Tidak mungkin ada petir di pagi yang cerah ini.

   Tapi, kata-kata Rangga barusan membuat Nini Ratih seperti mendengar petir da siang hari bolong.

   Bahkan langkah kaki kudanya langsung dihentikan.

   Maka, Rangga ikut berhenti.

   Pendekar Rajawali Sakti langsung menatap langsung ke bola mata gadis cantik ini.

   "Kenapa kau terkejut? Bukankah ini yang kau inginkan...?"

   Tanya Rangga terus merayapi wajah gadis cantik ini.

   "Tidak...,"

   Desis Nini Ratih.

   "Eh, tidak...?!"

   Kali ini justru Rangga yang jadi terkejut "Aku tahu, kau baik dan berbudi luhur. Maka ku-minta, kau membiarkan aku pergi sendiri sekarang,"

   Kata Nini Ratih bernada memohon.

   Rangga tidak bisa lagi menahan keheranannya.

   Hatinya benar-benar bingung dan tidak mengerti atas sikap gadis ini.

   Perlahan Pendekar Rajawali Sakti turun dari punggung kudanya.

   Sementara, Nini Ratih masih tetap duduk di punggung kuda coklat itu beberapa saat.

   Kemudian, gadis itu juga melompat turun dengan gerakan indah dan ringan.

   "Kau ada masalah?"

   Tanya Rangga ingin tahu.

   "Aku tidak bisa kembali ke sana lagi. Maaf...,"

   Sahut Nini Ratih.

   "Kenapa?"

   "Aku sudah gagal. Aku tidak berani lagi menghadap Nek Srinita. Biarkan aku pergi. Katakan saja kalau aku kabur dari tahananmu,"

   Kata Nini Ratih kembali memohon.

   "Tidak mungkin, Nini Ratih. Aku sudah berjanji akan membawamu kembali. Jangan khawatir. Kau tidak gagal dalam mengemban tugasmu. Dan lagi, bukan hanya kau sendiri yang mengemban tugas itu. Tapi ada lagi yang lainnya. Toh mereka juga tidak bisa membawaku untuk menemui gurunya. Tapi, mereka kembali lagi ke sana bukan sebagai orang yang gagal,"

   Bujuk Rangga lembut.

   "Aku mohon, jangan paksa aku kembali ke sana,"

   Pinta Nini Ratih.

   "Tentu ada alasan lain, sehingga kau tidak mau kembali lagi pada gurumu,"

   Desak Rangga meminta penjelasan. Nini Ratih hanya diam saja.

   "Katakan padaku, Nini Ratih. Mungkin aku bisa membantumu menyelesaikan persoalan,"

   Desak Rangga lagi.

   "Kau tidak akan bisa membantu. Persoalanmu sendiri lebih besar dariku."

   "Aku tinggal menunggu waktu saja. Dan persoalan-ku akan selesai kalau sudah sampai pada waktunya. Sedangkan kau sendiri, aku yakin kau butuh seseorang yang bisa membantu menyelesaikannya,"

   Kata Rangga lagi.

   "Percayalah. Aku akan membantu menyelesaikan persoalanmu."

   "Kau yakin...?"

   "Kenapa tidak...?"

   "Tapi, aku sudah menghinamu. Merendahkanmu di depan orang banyak."

   "Tidak ada persoalan, Nini Ratih. Mereka memaklumi semua yang kau lakukan. Kau hanya mengemban tugas saja. Dan mereka juga akan bersikap seperti itu kalau mendapat tugas yang harus di-laksanakan. Tidak ada seorang pun yang bisa mengelak dari tugas yang harus dijalankan,"

   Masih terdengar lembut sekali nada suara Rangga.

   Nini Ratih terdiam membisu.

   Dan Rangga juga tidak berkata lagi.

   Dia tahu, Nini Ratih tengah memikirkan ucapannya tadi.

   Perlahan kepala yang tertunduk, bergerak terangkat.

   Dan pandangan matanya langsung bertemu sorot mata Rangga yang begitu lembut dan meneduhkan hati.

   Begitu panjang sekali gadis ini menghembuskan napasnya.

   "Kau pasti akan membenci kalau sudah tahu persoalannya,"

   Kata Nini Ratih pelan.

   "Katakan saja, Nini Ratih. Aku pasti bisa memper-timbangkan dari sudut pandang yang baik,"

   Ujar Rangga lembut.

   "Aku telah mencuri kitab pusaka intisari ilmu-ilmu Nek Srinita,"

   Hampir tidak terdengar suara Nini Ratih.

   Rangga tidak dapat lagi menyembunyikan keterkejutannya.

   Sementara, Nini Ratih menundukkan kepalanya, seakan-akan tidak sanggup lagi menentang sorot mata Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan untuk beberapa saat lamanya, mereka terdiam membisu.

   Perlahan Rangga mengangkat dagu gadis itu dengan ujung jarinya, sehingga mereka kembali saling berpandangan.

   "Kenapa kau lakukan itu?"

   Tanya Rangga lembut "Aku terpaksa. Nyawa adikku terancam,"

   Sahut Nini Ratih.

   Kedua bola mata bening gadis itu langsung terlihat berkaca-kaca.

   Rangga mengajak ke tempat yang lebih teduh.

   Mereka kemudian duduk berhadapan di bawah rindangnya sebatang pohon, dan membiarkan kuda-kuda mereka merumput "Nek Srinita tahu kalau keselamatan adikmu terancam?"

   Tanya Rangga lagi.

   "Tidak. Bahkan tidak tahu kalau aku masih punya seorang adik,"

   Sahut Nini Ratih. Rangga jadi terdiam.

   "Aku ikut Nek Srinita baru tiga tahun ini. Dan kepandaian yang kuperoleh pun belum banyak. Tapi, sebelumnya aku memang sudah menguasai jurus-jurus ilmu olah kanuragan yang kupelajari dari mendiang ayahku sebelum meninggal. Nek Srinita tidak tahu kalau aku masih punya adik. Dan sekarang, adikku menjadi tawanan. Adikku akan dibunuh bila aku tidak bisa mencuri kitab pusaka intisari ilmu-ilmu Nek Srinita. Juga, aku harus membunuhmu. Atau paling tidak, mencelakakanmu. Setelah itu, dia baru akan membebaskan adikku,"

   Cerita Nini Ratih dengan nada begitu sendu.

   "Seharusnya, kau berterus terang pada Nek Srinita, Nini Ratih,"

   Ujar Rangga menyesalkan tindakan gadis ini.

   "Aku tidak berani. Aku baru tiga tahun ikut dengannya."

   "Lalu, kitab itu sudah kau serahkan?"

   Tanya Rangga.

   "Belum. Masih ada padaku, dan kusimpan di tempat yang tidak ada seorang pun mengetahuinya."

   "Siapa yang menyandera adikmu?"

   Tanya Rangga lagi.

   "Dewi Mata Hijau. Dia juga yang membunuh kedua orangtuaku,"

   Sahut Nini Ratih, masih agak tersendat suaranya.

   "Adikmu sudah besar?"

   "Baru berumur lima tahun."

   Rangga terdiam beberapa saat. Nini Ratih juga tidak berkata-kata lagi. Beberapa saat mereka terdiam. Entah apa yang ada dalam benak masing-masing.

   "Serahkan semuanya padaku, Nini Ratih. Biar persoalanmu dengan Nek Srinita aku yang akan menyelesaikan. Aku yakin, Nek Srinita akan bertindak adil dan bijaksana,"

   Kata Rangga.

   "Aku..., aku berhutang budi padamu..."

   "Ah, sudahlah.... Lupakan saja. Ayo..."

   Rangga bangkit berdiri. Tangannya diulurkan untuk membantu gadis cantik ini berdiri. Tak berapa lama kemudian, mereka sudah kembali berkuda menuju bagian Timur lereng Bukit Hantu.

   "Rangga... boleh aku memanggilmu Kakang...?"

   Tanya Nini Ratih setelah lama terdiam.

   "Dengan senang hari, Ratih,"

   Sahut Rangga seraya tersenyum.

   "Kau ingin membawa kitab itu juga?"

   Nini Ratih menawarkan.

   "Aku rasa, itu akan lebih bagus lagi,"

   Sahut Rangga.

   "Tapi, bagaimana dengan adikku?"

   Tanya Nini Ratih.

   "Percayalah. Aku akan membebaskannya,"

   Janji Rangga.

   "Terima kasih, Kakang,"

   Desah Nini Ratih perlahan.

   Begitu pelannya, sehingga hampir tak terdengar di telinga Pendekar Rajawali Sakti.

   Rangga tersenyum senang.

   Mereka terus berkuda, tapi kali ini arah yang dituju bukan lereng sebelah Timur Bukit Hantu.

   Mereka akan mengambil dulu kitab yang dicuri Nini Ratih dari Nek Srinita, yang disembunyikan di tempat aman.

   *** Apa yang dikatakan Rangga memang benar.

   Nek Srinita bertindak sangat bijaksana setelah mengetahui muridnya sendiri mencuri kitab intisari dari ilmu-ilmu yang dimilikinya.

   Bahkan dia begitu prihatin mendengar adik Nini Ratih kini berada di tangan Dewi Mata Hijau, sebagai sandera untuk melemahkan Pendekar Rajawali Sakti.

   Setelah menyelesaikan persoalan Nini Ratih pada gurunya, Rangga kemudian berpamitan.

   Tapi, Nek Srinita mencegahnya.

   Hal ini membuat Pendekar Rajawali Sakti tidak jadi meninggalkan pertapaan perempuan tua ini.

   Dan di dalam ruangan gua yang cukup besar ini, sekarang tinggal mereka berdua saja, setelah Nini Ratih mohon diri.

   "Kau tetap akan memenuhi tantangannya malam nanti, Rangga?"

   Tanya Nek Srinita ingin memastikan tekad Pendekar Rajawali Sakti dalam menanggapi tantangan Dewi Mata Hijau.

   "Pantang bagiku untuk menolak tantangan, Nek,"

   Sahut Rangga mantap.

   "Tapi kau harus berhati-hati, Rangga. Dewi Mata Hijau memiliki ilmu-ilmu yang sangat tinggi tingkatan-nya. Bahkan aku sendiri, rasanya tidak mungkin bisa mengalahkannya,"

   Pesan Nek Srinita. Rangga hanya tersenyum saja. Entah apa arti senyumnya. Hanya dia sendiri yang bisa mengetahuinya.

   "Nek, apakah Dewi Mata Hijau memiliki banyak pengikut?"

   Tanya Rangga ingin memastikan lagi.

   "Lebih besar dari pasukan prajurit yang kau miliki, Rangga. Itulah sebabnya, kenapa aku ingin menemui-mu. Aku hanya ingin memperingatkanmu saja, kalau lawan yang akan kau hadapi tidak bisa dipandang enteng. Buktinya, berpuluh-puluh prajuritmu telah tewas sewaktu berusaha menggempur Dewi Mata Hijau. Tapi, terutama sekali kau harus berhati-hati dengan senjata-senjatanya. Semua senjatanya mengandung racun yang sangat mematikan. Terlebih lagi, senjata rahasianya. Kau tidak boleh memandang enteng padanya. Perlu kau ingat, dia sangat ahli dalam menggunakannya,"

   Jelas Nek Srinita memperingatkan lagi. Rangga terdiam.

   "Dan satu lagi yang harus kau hindari, Rangga,"

   Sambung Nek Srinita.

   "Apa itu?"

   Tanya Rangga ingin tahu.

   "Kau harus hindari tatapan matanya,"

   Sahut Nek Srinita.

   "Maksudmu, Nek...?"

   "Kalau matanya sudah berubah menjadi hijau, maka jangan sekali-sekali menentang sorot matanya. Kau akan lemah. Bahkan seluruh kekuatan yang ada padamu akan terisap habis. Kau bisa jadi kembali seperti bayi. Di matanya itulah sumber kekuatan yang dimiliki Dewi Mata Hijau. Dan ini yang paling berbahaya. Karena, selama ini tak ada seorang pun yang bisa mengalahkan sorot matanya. Kau harus bisa berusaha menghindar. Sekali saja matamu ter-tangkap, sulit untuk melepaskannya kembali."

   "Hm...,"

   Rangga menggumam perlahan.

   "Tapi aku yakin, kau pasti bisa menandinginya. Karena, kau juga memiliki ilmu yang hampir sama dengan ilmu 'Mata Iblis' si Dewi Mata Hijau itu,"

   Sambung Nek Srinita.

   Rangga agak terkejut.

   Sungguh tidak disangka kalau perempuan tua ini tahu benar akan dirinya.

   Sampai-sampai semua kepandaian yang dimilikinya juga diketahui.

   Dan memang benar, Pendekar Rajawali Sakti memiliki satu ilmu kesaktian yang hampir sama dengan ilmu 'Mata Iblis' si Dewi Mata Hijau.

   Dan ilmu itu memang menjadi ilmu pamungkasnya yang sangat diandalkan.

   Ilmu yang dinamakan aji 'Cakra Buana Sukma' memang sangat dahsyat.

   Terlebih lagi, Rangga sudah bisa menyempurnakannya sampai pada tingkat terakhir.

   "Rangga! Kau adalah cucu suriku. Jadi, kau tidak perlu khawatir. Aku akan selalu berada di belakang-mu. Semua yang kuketahui tentang Dewi Mata Hijau akan kuberikan, agar kau bisa mengambil titik kelemahannya,"

   Kata Nek Srinita lagi.

   "Terima kasih, Nek,"

   Ucap Rangga terharu.

   "Sudahlah. Ayo ikut aku,"

   Ajak Nek Srinita seraya bangkit berdiri.

   Rangga juga ikut bangkit berdiri, dan melangkah mengikuti perempuan tua bertubuh agak bungkuk yang mengenakan jubah panjang warna kuning gading ini.

   Mereka berjalan menyusuri lorong gua yang cukup panjang tanpa berbicara lagi.

   Hingga akhirnya, mereka tiba di mulut gua yang sangat kecil ukurannya.

   Rangga terpaksa membungkukkan tubuhnya untuk melewati mulut gua ini.

   Dan tembusan mulut gua ini temyata adalah ke sebuah air terjun kecil yang sekelilingnya terlihat begitu indah.

   Rangga merasakan seperti berada di dalam sebuah taman yang begitu indah dan alami.

   "Di balik air terjun itu, aku menyimpan banyak rahasia alam dan kehidupannya. Juga, semua manusia yang menghuni bumi ini. Kau akan menemukan rahasia terpendam dari Dewi Mata Hijau,"

   Jelas Nek Srinita.

   "Hm.... Bagaimana kau bisa mengetahui segalanya tentang Dewi Mata Hijau, Nek?"

   Tanya Rangga ingin tahu.

   "Aku senang mengamati tokoh-tokoh persilatan yang hidup di mayapada ini, Rangga. Dan hampir semua tokoh persilatan tingkat tinggi, tidak luput dari perhatianku. Bahkan mereka kebanyakan tidak tahu kelemahannya sendiri. Tapi, aku bisa melihat dan mengetahui kelemahannya. Hanya saja, aku tidak pernah senang mencari perkara. Kalau mau, aku bisa menguasai seluruh rimba persilatan,"

   Jelas Nek Srinita, tanpa bermaksud menyombongkan diri.

   "Hebat..,"

   Puji Rangga tulus.

   "Kau masih punya waktu, Rangga. Sebaiknya pelajarilah dulu calon lawanmu. Terutama, kau harus bisa mengetahui kelemahannya. Aku yakin, kau akan mudah mengalahkannya, kalau sudah mengetahui kelemahannya,"

   Ujar Nek Srinita. Tapi Rangga hanya tersenyum saja. Kemudian kepalanya menggeleng perlahan beberapa kali.

   "Maaf, Nek. Bukannya aku tidak menghargai usahamu. Tapi, aku merasa tindakan itu tidak jujur. Sedangkan aku menginginkan pertarungan jujur,"

   Tolak Rangga halus.

   "Kau akan menghadapi kesulitan, Rangga."

   "Serahkan saja segalanya pada Sang Hyang Widi, yang menguasai seluruh mayapada ini, Nek."

   "Aku hanya ingin membantumu, Rangga. Aku tidak bisa melihat kau tewas di tangannya. Sedangkan aku mempunyai titik-titik kelemahan lawanmu,"

   Ujar Nek Srinita, terdengar perlahan suaranya.

   "Terima kasih, Nek. Aku sangat menghargai usahamu itu. Tapi, maaf. Aku tidak bisa menerimanya. Aku hanya ingin sebuah pertarungan jujur dan bersih,"

   Rangga tetap menolak halus.

   "Tapi dia sangat licik, Rangga."

   "Aku akan bertindak hati-hati. Mudah-mudahan Sang Hyang Widi berkehendak membantuku,"

   Ucap Rangga lembut "Oh! Kau tidak jauh berbeda dengan ayahmu, Rangga. Keras dan sulit diubah pendiriannya,"

   Desak Nek Srinita terkenang pada cucu surinya.

   "Maafkan aku, Nek,"

   Ucap Rangga menyesal, karena tidak menuruti keinginan perempuan tua ini.

   "Ah, sudahlah... Aku bisa mengerti, Rangga. Aku justru menghargai tindakanmu. Aku hanya bisa ber-harap, kau mampu menandinginya. Hanya itu...."

   "Terima kasih, Nek."

   Sampai hari menjelang senja, Rangga baru meninggalkan pertapaan Nek Srinita.

   Dengan menunggang Dewa Bayu, Pendekar Rajawali Sakti langsung menuju puncak Bukit Hantu.

   Memang, sebenarnya tempat tinggal Nek Srinita di kaki Bukit Hantu.

   Tapi sampai sejauh ini, Dewi Mata Hijau memang tidak mengetahuinya.

   Apalagi, tempat itu memang tersembunyi sekali.

   Jarang orang yang dapat menemukan, kalau bukan bersama tuan rumahnya.

   Sementara, secara diam-diam, Nek Srinita dan murid-muridnya mengikuti Pendekar Rajawali Sakti dari jarak yang cukup jauh.

   Sedangkan dari arah Kotaraja Karang Setra, terlihat Danupaksi, Cempaka, dan Pandan Wangi juga sudah bergerak menuju ke Bukit Hantu.

   Di belakang mereka, terlihat para prajurit yang berjumlah ratusan orang mengikuti.

   Bahkan hampir semua panglima ikut dalam barisan itu.

   Seakan-akan Kerajaan Karang Setra benar-benar akan menghadapi perang besar.

   Mereka bergerak tidak terialu tergesa-gesa menuju Bukit Hantu, tempat bersemayamnya Dewi Mata Hijau yang belum jelas orangnya itu.

   Di situlah Dewi Mata Hijau menentukan tempat pertarungannya dengan Pendekar Rajawali Sakti.

   Sementara, matahari terus merayap semakin tenggelam di belahan bumi bagian Barat.

   Cahayanya yang semula begitu terik, kini terasa lembut menyapu kulit.

   Terasa begitu lembut matahari tenggelam.

   Seakan-akan ingin turut menyaksikan pertarungan besar di puncak Bukit Hantu.

   Sementara, Rangga sendiri sudah hampir tiba di puncak Bukit Hantu.

   Keadaan begitu sunyi dan sangat mencekam.

   Rangga melompat turun dari punggung kudanya.

   Sebentar matanya merayapi keadaan sekitarnya yang begitu sunyi senyap.

   Bahkan desiran angin pun serasa tidak terdengar lagi.

   "Hm.... Kenapa begitu sunyi keadaannya...?"

   Gumam Rangga dalam hati.

   Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan berkeliling, kemudian menepuk leher Dewa Bayu.

   Kuda bertubuh tinggi tegap itu meringkik kecil, kemudian berlari cepat menuruni lereng Bukit Hantu ini.

   Binatang itu seperti mengerti kalau Rangga meminta agar ditinggalkan sendiri saja.

   "Masih cukup banyak waktu. Sebaiknya, aku cari dulu tempat persembunyian Dewi Mata Hijau. Mudah-mudahan saja, aku masih sempat menyelamatkan adiknya Nini Ratih,"

   Gumam Rangga lagi, berbicara sendiri dalam hati.

   Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti melesat cepat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.

   Begitu sempurnanya, sehingga bentuk tubuhnya jadi menghilang.

   Dan yang teriihat kini hanya sebuah bayangan putih yang berkelebat begitu cepat di antara lebatnya pepohonan di Bukit Hantu ini., Hanya dalam waktu sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah tiba di puncak Bukit Hantu.

   Keadaan di puncak bukit ini semakin terasa angker dan mengerikan.

   Semua pepohonan yang tumbuh begitu besar dengan cabang-cabangnya yang menjulur, bagaikan tangan-tangan raksasa yang siap melumat siapa saja yang berani memasukinya.

   Rangga baru berhenti berlari setelah tiba di sebuah padang rumput yang tidak begitu luas di puncak Bukit Hantu ini.

   "Hm..."

   Kening Pendekar Rajawali Sakti jadi berkerut.

   Sorot matanya begitu tajam, merayapi keadaan padang rumput yang tidak seberapa luas ini.

   Seakan-akan padang rumput ini merupakan sebuah gelanggang yang sudah siap menerima pertarungan antara hidup mati dua anak manusia.

   Pandangannya langsung tertuju pada sebuah bangunan batu yang tidak begitu besar, berdiri tegak di seberang padang rumput ini.

   "Itukah tempat tinggal Dewi Mata Hijau...?"

   Gumam Rangga perlahan, bertanya pada diri sendiri.

   Setelah mengamati keadaan sekitamya beberapa saat, Rangga baru melangkah memasuki padang rumput yang tidak begitu besar ini.

   Telinganya dipasang tajam-tajam, mencoba mendengarkan suara yang sangat halus sekalipun.

   Bahkan Rangga mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'.

   Tapi baru saja berjalan beberapa langkah....

   "Hih!"

   Cepat sekali Rangga melompat, ketika tiba-tiba saja dari dalam tanah di bawah kakinya menyembul sebuah tangan yang hampir mencengkeram kakinya.

   Dan begitu kakinya menjejak tanah lagi, saat itu juga bermunculan sekitar sepuluh sosok dari dalam tanah.

   Mereka langsung mengepung Pendekar Rajawali Sakti, dengan golok yang tajam berkilatan tergenggam di tangan masing-masing.

   "Hiyaaa...!"

   "Yeaaah..!"

   Tanpa berbicara sedikit, orang-orang yang bermunculan dari da lam tanah itu langsung berlompatan menyerang. Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, menghindari beberapa bilah golok yang berkelebatan di sekitar tubuhnya.

   "Hiyaaa...!"

   Saat itu juga, Rangga mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' Kedua tangannya terkembang lebar, dan membuat gerakan-gerakan yang begitu cepat luar biasa.

   Begitu cepat gerakannya, sehingga dua orang yang berada dekat dengannya tidak sempat lagi berkelit.

   Dua kali jeritan panjang melengking terdengar seketika, disusul ambruknya dua orang dengan kepala pecah terkena hantaman tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna.

   "Hiyaaat..!"

   Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga cepat memutar tubuhnya. Setelah berjumpalitan beberapa kali di udara, cepat sekali tubuhnya meluruk deras. Kedua kakinya tampak bergerak begitu cepat luar biasa. Plak! "Akh...!"

   Satu orang lagi terjungkal, begitu kepalanya terkena tendangan dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.

   Memang sungguh cepat luar biasa gerakan jurus-jurus yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti.

   Sehingga, sangat sulit diikuti pandangan mata biasa.

   Belum lagi hilang jeritan melengking yang begitu menyayat, kembali terdengar pekikan keras yang kemudian disusul ambruknya dua orang lagi.

   Dalam beberapa gebrakan saja, Rangga sudah berhasil me-lumpuhkan lima orang penyerangnya.

   Dan mereka yang masih tetap hidup, cepat-cepat berlompatan mundur.

   Tampak di mata mereka tedihat sinar kegentaran dalam menghadapi jurus-jurus maut yang begitu cepat dan dahsyat dari Pendekar Rajawali Sakti.

   *** "Kalau kalian ingin bernasib sama dengan mereka, ayo majulah!"

   Dengus Rangga dingin, sambil menunjuk lima tubuh yang bergelimpangan tak bernyawa lagi.

   Tampak lima orang yang masih tersisa itu saling berpandangan satu sama lain.

   Kegentaran begitu jelas tersirat dari sorot mata mereka.

   Sementara, Rangga sudah menyilangkan tangan kanannya di depan dada.

   Sorot matanya begitu tajam, merayapi wajah-wajah yang mencerminkan kegentaran itu.

   "Ayo maju kalian semua!"

   Sentak Rangga garang.

   "Hiyaaa...!"

   "Yeaaah...!"

   "Hup! Hiyaaat...!"

   Begitu kelima orang itu berlompatan menyerang, bagai kilat Rangga melenting ke udara.

   Lalu, cepat sekali dilepaskannya beberapa pukulan bertenaga dalam tinggi secara beruntun.

   Begitu cepat pukulan yang dilepaskannya, sehingga tidak ada seorang pun dari lawan-lawannya yang bisa lagi menghindar.

   Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar saling susul.

   Tampak kelima orang yang bersenjatakan golok itu bertumbangan ambruk menggelepar di atas tanah berumput cukup tebal yang sudah digenangi darah.

   Hanya beberapa gebrakan saja, lima orang itu sudah tidak mampu lagi meng-gerakkan tubuhnya.

   Mereka tewas seketika, terkena pukulan-pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi.

   Rangga berdiri tegak, memandangi sepuluh orang yang tergeletak tak bernyawa lagi Darah tampak semakin membasahi rerumputan.

   "Hm.... Rupanya Dewi Mata Hijau benar-benar sudah mempersiapkan penyambutan untukku,"

   Gumam Rangga dalam hati.

   Kembali Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kaki perlahan-lahan.

   Pandangan matanya tertuju lurus ke depan, ke arah bangunan kecil yang tampaknya terbuat dari batu di seberang padang rumput ini.

   Kembali, dikerahkannya aji 'Pembeda Gerak dan Suara'.

   Matanya pun terpentang lebar, tak berkedip sedikit pun.

   Kesunyian kembali menyelimuti padang rumput yang tidak seberapa luas ini.

   Saat Pendekar Rajawali Sakti berada di tengah-tengah padang rumput ini, tiba-tiba saja kedua kelopak matanya jadi terbeliak lebar.

   Tampak tanah berumput di depannya menggembung dan bergerak cepat ke arahnya.

   "Hup!"

   Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melenting ketika gundukan tanah yang bergerak itu hampir menyentuh ujung jari kakinya.

   Dua kali dia berputaran di udara, lalu manis sekali mendarat di tanah berumput tebal ini.

   Dan pada saat itu....

   Brusss! Dari gundukan tanah yang bergerak itu menyembul seorang laki-laki tua berbaju hitam kumal yang kotor penuh lumpur.

   Rambutnya yang panjang, dibiarkan meriap tak terarur.

   Bahkan tampak kusut, penuh tanah melekat Tubuhnya agak bungkuk, disangga sebatang tongkat kayu di tangan kanan.

   "He he he...! Tidak percuma kau dijuluki Pendekar Rajawali Sakti, Anak Muda. Rasanya, aku juga tidak akan sia-sia datang jauh-jauh ke sini,"

   Terasa begitu kering suara laki-laki tua bungkuk dan kumal itu.

   "Siapa kau, Kisanak?"

   Tanya Rangga dengan sorot mata tajam.

   "He he he... Memang tidak enak rasanya kalau di antara kita tidak saling mengenal. Baik. Aku biasa dipanggil si Ular Tanah. Dan kau tidak perlu memperkenalkan diri, karena aku sudah tahu siapa julukan mu Anak Muda,"

   Kata laki-laki tua itu masih dengan suara kering sekali.

   "Hm...,"

   Rangga hanya menggumam perlahan.

   Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti masih terlihat begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata laki-laki tua berbaju kumal dan kotor penuh lumpur ini.

   Meskipun belum pemah bertemu, tapi Rangga yakin kalau laki-laki tua yang mengaku berjuluk Ular Tanah itu mempunyai maksud yang tidak berbeda dengan Dewi Mata Hijau.

   Dia pasti hendak menantang Pendekar Rajawali Sakti untuk bertarung sampai salah seorang di antara mereka ada yang mati.

   "Aku mengakui, kau memang tangguh, Pendekar Rajawali Sakti. Kau sanggup mengalahkah sepuluh orang muridku dalam beberapa gebrakan saja. Tapi, itu belum berarti kau bisa mengalahkan aku dengan mudah,"

   Kata si Ular Tanah lagi.

   "O..., jadi mereka itu muridmu?"

   Desis Rangga agak sinis.

   "Lalu, apa maksudmu menghadangku di sini?"

   "Tentunya kau sudah tahu jawabannya, Pendekar Rajawali Sakti. Nah, bersiaplah...!"

   Sahut si Ular Tanah dingin. Bet! Cepat sekali laki-laki tua itu mengebutkan tongkatnya ke depan. Dan seketika itu juga, dari ujung tongkatnya menyembur lidah api yang langsung menyambar ke arah pemuda berbaju rompi putih itu.

   "Hup!"

   Namun dengan gerakan indah sekali, Rangga berhasil menghindari jilatan api dari ujung tongkat si Ular Tanah.

   Dan belum juga Rangga bisa menarik tubuhnya tegak kembali, mendadak saja si Ular Tanah sudah melompat begitu cepat.

   Langsung tongkatnya dikebutkan ke arah kepala.

   "Hiyaaa...!"

   "Hup! Yeaaah...!" *** Pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti melawan si Ular Tanah memang tidak dapat lagi dihindari Dan itu memang sudah diperhitungkan Rangga sebelumnya. Dia sudah tahu, tidak akan mungkin bisa bertemu langsung dengan si Dewi Mata Hijau. Jelas, tidak sedikit rintangan yang harus dihadapi. Menyadari akan hal itu, Rangga tidak lagi tanggung-tanggung menghadapi si Ular Tanah ini. Langsung dikeluarkannya jurus-jurus dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti' yang begitu dahsyat dan sukar dicari tandingannya. Bahkan Rangga langsung mengerahkannya pada tingkatan yang terakhir dari setiap jurus yang dimainkannya ini.

   "Uts! Setan...!"

   Si Ular Tanah jadi merutuk, begitu kepalanya hampir saja terkena sambaran tangan Rangga yang mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' saat itu. Untung kepalanya cepat dirundukkan, sehingga serangan itu berhasil dihindari.

   "Hiyaaat...!"

   Tapi belum juga si Ular Tanah bisa menarik tegak kepalanya lagi, Rangga sudah begitu cepat merubah jurusnya.

   Seketika dikeluarkannya jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

   Cepat sekali pukulannya terlontar, begitu kepalan tangannya telah berwarna merah bagai berlumur darah.

   "Yeaaah...!"

   "Heh...?!"

   Si Ular Tanah jadi terbeliak setengah mati.

   Cepat-cepat tokoh tua itu melompat ke belakang beberapa langkah.

   Tanpa diduga sama sekali, pukulan yang dilontarkan Rangga mengandung hempasan angin yang begitu kuat, dan mengandung hawa panas yang sangat menyengat.

   Si Ular Tanah yang sama sekali tidak menyangka, dan tidak dapat lagi berkelit menghindar.

   Maka...

   Desss! "Akh...!"

   Keras sekali tubuh tua itu terpental ke belakang, begitu angin pukulan dari jurus 'Pukulan Maut-Paruh Rajawali' tingkat terajdiir menghantam dada yang kurus kerempeng.

   "Hiyaaa...!"

   Bagaikan kilat, Rangga melenting mengejar si Ular Tanah yang terpental akibat dadanya terkena sambaran angin pukulannya tadi.

   Begitu cepatnya lesatan pemuda berbaju rompi putih itu, sehingga satu pukulan lagi yang dilepaskannya langsung menghantam dada si Ular Tanah.

   Diegkh! "Aaakh...!"

   Kembali si Ular Tanah memekik keras melengking tinggi.

   Tubuh si Ular Tanah meluncur deras, dan kembali menghantam tanah begitu keras.

   Sementara itu, Rangga sudah menjejakkan kakinya sekitar enam langkah lagi dari laki-laki tua ini.

   Tampak darah kental agak kehitaman merembes keluar dari sudut bibir si Ular Tanah.

   "Kau.... Kau memang tangguh, Pendekar Rajawafi Sakti,"

   Puji si Ular Tanah tersendat.

   Belum juga si Ular Tanah berhasil mengangkat tangannya, langsung jatuh kembali dan tak bergerak-gerak lagi.

   Seketika itu juga, si Ular Tanah tewas dengan dada remuk terkena dua kali pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.

   "Hm...,"

   Rangga menggumam kecil.

   Sebentar dipandanginya tubuh si Ular Tanah yang sudah tidak bergerak lagi.

   Kemudian tubuhnya diputar dan kembali melangkah menuju ke bangunan kecil yang terbuat dari baru di seberang padang rumput ini.

   Keadaan bangunan rumah itu masih tetap keUhatan sunyi, seperti tidak ada penghuninya.

   Dan letaknya pun sangat terpencil, sehingga hampir ter-samar pepohonan dan bebatuan jika dilihat dari seberang padang rumput ini.

   "Berhenti...!"

   Tiba-tiba saja Rangga dikejutkan lagi oleh bentakan keras yang menggelegar.

   Maka, ayunan kakinya kembali terhenti seketika.

   Saat itu, terlihat dua buah bayangan berkejebat begitu cepat di depannya.

   Dan tahu-tahu, sekitar satu batang tombak di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri dua orang laki-laki bertubuh tinggi tegap dan berotot Bukan hanya bentuk tubuhnya saja yang sama, tapi juga wajah mereka begitu mirip.

   Hanya pakaiannya saja yang membedakan satu sama lain.

   Yang satu mengenakan baju warna merah, dan yang satunya lagi memakai baju warna biru tua.

   Mereka sama sama memegang sebatang tombak yang panjang ukurannya.

   "Hm... Iblis Tombak Kembar,"

   Desis Rangga menggumam perlahan. Langsung bisa mengenali dua orang kembar ini. *** "Kau terlalu cepat, Pendekar Rajawali Sakti. Matahari saja belum tenggelam, tapi kau sudah muncul di sini,"

   Terasa dingin nada suara Tombak Merah.

   "Di mana aku bisa bertemu Dewi Mata Hijau?"

   Tanya Rangga langsung.

   "Tidak semudah itu bisa menemuinya, Pendekar Rajawali Sakti. Lagi pula, ini belum waktunya,"

   Sahut Tombak Merah agak sinis.

   Rangga menatap tajam pada dua orang kembar ini.

   Kemudian kakinya terayun melangkah.

   Tapi baru saja berjalan tiga langkah, mendadak saja Iblis Tombak Kembar sudah menghunuskan tombaknya yang panjang ke depan.

   Ujung tombak yang bermata kuning keemasan itu tertuju lurus ke dada Pendekar Rajawali Sakti.

   Maka, terpaksa Rangga menghentikan langkahnya.

   "Kau harus menunggu sampai tengah malam nanti, Pendekar Rajawali Sakti,"

   Desis si Tombak Merah, dingin.

   "Kalau aku tidak mau...?!"

   Dengus Rangga, tidak kalah dinginnya.

   "Itu berarti kau harus melewati kami dulu,"

   Sahut si Tombak Merah tegas.

   "Hhh...!"

   Rangga tersenyum sinis.

   "Sebaiknya jangan terlalu memaksa, Pendekar Rajawali Sakti. Lihat sekelilingmu,"

   Selak si Tombak Biru yang sejak tadi hanya diam saja.

   Begitu si Tombak Biru mengangkat tombaknya ke atas, saat itu juga bermunculan orang-orang yang semuanya menghunus senjata berbagai macam bentuk.

   Rangga jadi terkejut.

   Dalam waktu yang singkat, seluruh padang rumput ini sudah terkepung begitu rapat.

   Entah berapa jumlahnya.

   Kemunculan mereka bagaikan keluar dari dalam tanah.

   Rangga mengedarkan pandangannya berkeliling.

   Tampak dilihatnya juga tidak sedikit yang sudah siap dengan anak panah terpasang di busur.

   Saat itu disadari kalau keadaannya saat ini sangat tidak menguntungkan.

   Jelas Pendekar Rajawali Sakti tidak mungkin bisa melawan begitu banyak orang, yang jumlahnya bisa dikatakan dua kali lipat daripada jumlah prajurit yang ada di Kerajaan Karang Setra.

   Begitu banyaknya hingga padang rumput ini jadi penuh.

   "Baik... Aku akan datang lagi tengah malam nanti,"

   Terpaksa Rangga harus mengalah, mengingat keadaan dirinya yang tidak menguntungkan sama sekali.

   Perlahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah mundur.

   Tapi baru saja berjalan beberapa langkah ke belakang, mendadak saja terdengar teriakan-teriakan keras melengking yang saling susul.

   Tampak orang-orang yang mengepung padang rumput, di puncak Bukit Hantu ini kontan jadi berantakan.

   "Heh...?! Apa itu...?"

   Sentak si Tombak Merah terkejut.

   Keterkejutan si Tombak Merah langsung terjawab seketika.

   Ternyata, keributan yang terjadi itu karena para prajurit Karang Setra sudah datang.

   Bahkan langsung menggempur orang-orangnya Dewi Mata Hijau.

   Dan pada saat itu juga, terlihat Nek Srinita dan murid-muridnya sampai di sini.

   Mereka langsung saja terjun membantu para prajurit Karang Setra.

   "Keparat kau, Pendekar Rajawali Sakti...!"

   Desis si Tombak Merah.

   "Hiyaaat...!"

   "Yeaaah.,.!"

   Cepat sekali si Iblis Tombak Kembar melompat bersamaan menyerang Pendekar Rajawali Sakti.

   "Hup! Yeaaah...!"

   Namun dengan gerakan cepat dan ringan sekali, Rangga berhasil menghindari serangan yang dilancarkan laki-laki kembar ini.

   Sementara, pertempuran di puncak Bukit Hantu ini terus beriangsung semakin sengit.

   Jeritan-jeritan kematian terdengar begitu menyayat, bercampur-baur dengan teriakan-teriakan pertempuran dan denting senjata beradu.

   Sedangkan Rangga terpaksa harus menghadapi si Iblis Tombak Kembar.

   Tapi dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' rasanya memang terlalu sulit bagi si Iblis Tombak Kembar untuk mendesak Pendekar Rajawali Sakti.

   Gerakan-gerakan dari jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', membuat Pendekar Rajawali Sakti begitu sulit dijamah.

   Tubuhnya begitu lentur, diimba-ngi gerakan kaki yang sangat lincah.

   Bahkan terka-dang seperti bukan gerakan-gerakan ilmu olah kanuragan.

   Namun begitu, masih terialu sulit bagi si Iblis Tombak Kembar untuk memasukkan serangannya.

   "Hup!"

   Tap! Tiba-tiba saja, Rangga mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada, ketika si Tombak Biru menghunjamkan tombak ke arahnya.

   Begitu cepat gerakan tangannya, sehingga si Tombak Biru tidak sempat lagi menarik tombaknya.

   Dan seketika itu juga, ujung mata tombaknya sudah terjepit kuat di antara dua telapak tangan Rangga.

   "Hih! Yeaaah...!."

   Dan mendadak saja, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan tangannya ke depan, disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat sempurna.

   "Akh...!"

   Si Tombak Biru jadi tersentak kaget, tapi tidak bisa lagi berbuat sesuatu.

   Seketika tubuhnya terpental deras ke belakang.

   Begitu tubuhnya menghantam tanah, dia tidak bangun-bangun lagi.

   Pingsan! Dan pada saat itu juga, Rangga melesat cepat bagai kilat sambil melepaskan satu pukulan dahsyat menggeledek ke arah dada si Tombak Merah.

   "Hap!" *** Tapi si Tombak Merah sudah lebih cepat lagi berkelit menghindar. Namun belum juga bisa menguasai keseimbangan tubuhnya, tiba-tiba saja Rangga sudah memberi satu tendangan keras menggeledek yang begitu dahsyat. Begitu cepatnya serangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga membuat si Tombak Merah tidak sempat lagi berbicara atau berbuat sesuatu. Karena, tendangan keras menggeledek yang dilepaskan Rangga menghantam telak dadanya. Diegkh! "Akh...!"

   Seketika itu juga si Tombak Merah terpental jauh ke belakang, sambil memekik keras.

   "Hup! Hiyaaa...!"

   Rangga tidak sudi lagi membuang-buang waktu.

   Di saat kedua lawannya tengah mengerang merasakan sakit, Rangga sudah melompat cepat ke rumah batu yang ada di seberang padang rumput ini.

   Hanya beberapa kali lompatan saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah sampai di depan pintu yang tertutup rapat.

   Tapi baru saja Rangga menjejakkan kakinya sekitar satu batang tombak di depan pintu, mendadak saja....

   Wusss! "Uts...!"

   Cepat-cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan, ketika tiba-tiba saja dari pintu yang mendadak terbuka melesat sebuah benda yang memancarkan cahaya kejau-hijauan.

   Benda kecil bercahaya biru itu terus meluncur deras, melewati samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

   Dan baru saja Rangga bisa menegakkan tubuhnya lagi, terlihat sebuah bayangan hijau meluncur keluar begitu cepat sekali dari dalam rumah baru ini.

   Dan kini tahu-tahu di depan Rangga sudah berdiri seorang wanita berwajah cantik.

   Bajunya warna hijau ketat Kecantlkan dan kemolekan tubuhnya agak menghilang oleh sorot mata dan raut wajah yang memancarkan kebengisan.

   "Kau yang berjuluk Dewi Mata Hijau?"

   Tanya Rangga langsung, bernada dingin sekali.

   "Benar! Aku memang Dewi Mata Hijau,"

   Sahut wanita cantik berbaju hijau, membenarkan dugaan Rangga barusan.

   "Kenapa kau lakukan semua ini, Nisanak?"

   Tanya Rangga.

   "Karena kau seorang pendekar yang begitu terkenal dan pilih tanding, juga namamu sudah terkenal di daerah Utara, itulah yang membuatku jadi penasaran. Dan aku memang sudah bertekad untuk menantangmu bertarung, Pendekar Rajawali Sakti,"

   Sahut Dewi Mata Hijau berterus terang.

   "Kau hanya menantangku saja...?"

   Rangga seperti tidak percaya dengan alasan yang dikemukakan wanita cantik ini. Namun belum juga Rangga bisa menghilangkan keheranannya, tiba-tiba....

   "Hiyaaa...!"

   "Uts!"

   Rangga cepat-cepat menarik tubuhnya ke belakang, ketika tiba-tiba saja Dewi Mata Hijau menyerang begitu cepat.

   "Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"

   Dewi Mata Hijau terus merangsek Pendekar Rajawali Sakti dengan jurus-jurus dahsyat luar biasa.

   Akibatnya Rangga terpaksa harus menghindari serangan-serangan dahsyat ini dengan berjumpalitan di udara, sambil meliuk-liukkan tubuhnya.

   Jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang dimainkan Rangga saat ini memang belum bisa untuk menjajagi kemampuan lawan.

   Entah berapa jurus sudah berlalu, tapi pertarungan itu masih terus berjalan sengit.

   Dan Rangga seperti sengaja tidak memberi serangan balasan.

   Hingga pada satu saat, mereka sama-sama menghentakkan kedua tangan ke depan.

   Maka tak pelak lagi, dua pasang tangan itu beradu keras, sampai menimbulkan ledakan menggelegar bagai guntur.

   "Hup!"

   "Hap...!"

   Secara bersamaan, mereka menjejakkan kaki di tanah.

   Tapi, jarak mereka memang tidak jauh, dan hanya sekitar tujuh langkah lagi saja.

   Sementara, Dewi Mata Hijau sudah membuat gerakan-gerakan yang begitu cepat dengan kedua tangannya, setelah membuang tombaknya ke samping.

   "Pandang mataku, Rangga...,"

   Desis Dewi Mata Hijau.

   "Oh...?!"

   Rangga jadi terkejut, begitu tiba-tiba saja melihat sepasang bola mata Dewi Mata Hijau jadi berubah hijau menyala, seperti sepasang lampu pelita.

   Dia jadi ingat kata-kata Nek Srinita.

   Cepat-cepat pandangannya dialihkan ke arah lain.

   Tapi pada saat itu juga, Rangga merasakan seluruh tubuhnya seperti ter-serang hawa dingin yang semakin lama semakin menggigilkan.

   "Oh, apa ini...?"

   Desis Rangga bertanya sendiri dalam hati.

   Betapa terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti ketika melihat tangannya jadi berwarna hijau.

   Bahkan seluruh tubuhnya juga seperti terselubung cahaya hijau.

   Dan lebih terkejut lagi, begitu merasakan adanya kekuatan yang begitu mendesak, seperti memerintah dirinya agar memandang bola mata wanita cantik yang dijuluki Dewi Mata Hijau.

   itu.

   Kekuatan itu semakin menggila, mendesak dirinya.

   "Ugkh...!"

   Rangga mulai mengeluh. Cepat disadarinya kalau tadi memang sempat memandangi bola mata yang hijau itu. Dan apa yang dikatakan Nek Srinita memang benar. Kini, dia harus berjuang keras melawan gempuran maha dahsyat ini.

   "Hih...!"

   Sret! Cring...! Cepat sekali Rangga mencabut Pedang Rajawali Sakti dari punggungnya.

   Cahaya biru terang langsung menyemburat keluar begitu pedang di punggung Rangga tercabut dari warangka.

   Pendekar Rajawali Sakti langsung melintangkan pedangnya di depan dada.

   Kemudian, telapak tangan kirinya menempel di mata pedang yang memancarkan sinar biru menyilaukan mata itu.

   Perlahan telapak tangan kiri itu bergerak menggosok mata pedang dari pangkal sampai ke ujung.

   Lahi, kembali lagi ke pangkal Pedang Rajawali Sakti.

   Saat itu juga, sinar biru yang memancar keluar dari mata pedang langsung menggumpal membentuk bulatan di ujung pedang.

   "Aji 'Cakra Buana Sukma'. Yeaaah...!"

   Sambil berteriak keras menggelegar, bagaikan kilat Rangga menghentakkan pedangnya ke depan.

   Dan seketika itu juga, bulatan cahaya biru yang menggumpal di ujung pedang meluncur deras ke arah Mata Hijau.

   Tapi pada saat yang bersamaan, dari kedua bola mata wanita cantik berbaju serba hijau itu juga meluncur cahaya hijau yang teramat terang.

   Blarrr..! Ledakan keras menggelegar seketika terdengar menggetarkan mayapada, begitu dua cahaya yang mengandung kekuatan dahsyat bertemu di tengah-tengah.

   Tampak Rangga tergeser dua langkah ke belakang.

   Sementara, Dewi Mata Hijau juga terdorong beberapa langkah ke belakang.

   "Hap!"

   Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menggosok lagi mata pedangnya dengan telapak tangan kiri.

   Dan begitu cehaya biru kembali menggumpal, langsung dipindahkan ke tangannya.

   Secepat pedang pusaka-nya dimasukkan kembali ke dalam warangkanya di punggung, secepat itu pula kedua tangannya yang memancarkan cahaya biru dihentakkan ke depan, sambil berteriak keras menggelegar.

   "Aji 'Cakra Buana Sukma'. Hiyaaa...!"

   Slap! "Yeaaah...!"

   Dua cahaya kembali terlihat melesat begitu cepat.

   Tapi pada saat itu, tiba-tiba saja Rangga menggeser kakinya cepat-cepat ke kanan.

   Gerakan Pendekar Rajawali Sakti membuat Dewi Mata Hijau jadi terkejut setengah mati.

   Tapi, dia tidak sempat lagi berbuat sesuatu.

   Apalagi cahaya biru yang meluncur dari kedua telapak tangan.

   Pendekar Rajawali Sakti sudah menghantam tubuhnya.

   Sedangkan sinar hijau yang keluar dari bola matanya terus lewat di samping tubuh pemuda berbaju rompi putih ini.

   "Akh...!"

   "Hih!"

   Rangga segera mengerahkan seluruh kekuatannya di dalam aji 'Cakra Buana Sukma', saat merasakan adanya perlawanan dari wanita cantik berbaju hijau ini.

   Pendekar Rajawali Sakti jadi tersentak kaget, saat merasakan kalau dirinya seperti tertarik kekuatan yang begitu besar.

   Sedikit demi sedikit kaki Pendekar Rajawali Sakti mulai bergerak ke depan.

   Namun, Rangga berusaha untuk tetap bertahan.

   Seluruh kekuatan di dalam aji 'Cakra Buana Sukma' dikerahkan sampai tingkat terakhir.

   Sehingga dari telapak kakinya yang terus bergerak menyusur tanah, terlihat asap mengepul.

   Sementara, seluruh tubuh Dewi Mata Hijau sudah berselubung cahaya biru yang memancar semakin terang dan menyilaukan dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti.

   Tapi, dari kedua bola matanya juga mengeluarkan sinar hijau yang menyelimuti seluruh tubuh pemuda berbaju rompi putih itu.

   Dua kekuatan dahsyat kini bertarung saling menarik kekuatan masing masing lawan.

   "Hih!"

   Rangga mulai mengeluh. Keringat mulai terlihat menitik dari pori-pori tubuhnya. Bahkan keringat yang keluar bukan keringat biasa, melainkan titik-titik darah! "Hm.... Akan kucoba menarik aji 'Cakra Buana Sukma',"

   Gumam Rangga dalam hati.

   Dan begitu aji kesaktiannya yang sangat dahsyat itu ditarik, seketika tubuh Pendekar Rajawali Sakti terpental tertarik ke depan dengan cepat sekali.

   Hal ini membuat Dewi Mata Hijau jadi terperanjat setengah mati.

   Sungguh tidak disangka kalau Rangga akan mencabut aji kesaktiannya begitu cepat Tapi belum juga hilang rasa terkejutnya, tiba-tiba saja...

   "Hiyaaa...!"

   Sret! Bet! "Heh...?!"

   Bagaikan kilat, Rangga mencabut pedang pusaka-nya dan langsung dibabatkan ke leher wanita cantik berbaju hijau ini. Begitu cepatnya, sehingga Dewi Mata Hijau hanya mampu terbeliak saja. Sehingga... Cras! "Aaakh...!"

   "Hup!"

   Rangga cepat-cepat melenting ke belakang dan berputaran beberapa kali, begitu pedangnya membabat leher Dewi Mata Hijau.

   Manis sekali kakinya menjejak kembali ke tahah.

   Tampak Dewi Mata Hijau berdiri tegak dengan bola mata yang berwarna hijau terbeliak lebar.

   Mulutnya ternganga, seperti melihat hantu.

   Tapi hal itu hanya sebentar saja.

   Karena beberapa saat kemudian, tubuhnya jadi limbung, dan langsung ambruk ke tanah dengan kepala terpisah dari leher.

   Darah langsung muncrat keluar dari lehernya yang buntung tak berkepala lagi.

   Dewi Mata Hijau langsung tewas seketika, begitu tubuhnya menyentuh tanah.

   Jeritan panjang melengking tinggi tadi, rupanya mengejutkan mereka yang tengah bertempur.

   Saat itu, si Iblis Tombak Kembar yang melihat Dewi Mata Hijau dengan kepala buntung, langsung cepat melesat pergi.

   Maka, pengikut-pengikut wanita cantik itu jadi kalang-kabut, karena pemimpinnya sudah tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti.

   Hal ini membuat mereka tidak mampu lagi menahan gempuran para prajurit Karang Setra yang dibantu Nek Srinita dan murid-muridnya.

   Bahkan tidak sedikit yang melarikan diri mencari selamat Hingga tak berapa lama kemudian, pertarungan pun berhenti.

   Sementara, Rangga berdiri tegak mematung memandangi mayat Dewi Mata Hijau.

   "Hhh...!"

   Rangga menghembuskan napas panjang dan berat.

   Perlahan Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya.

   Dan bibirnya langsung tersenyum begitu melihat Nini Ratih melangkah menghampirinya sambil menuntun seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun.

   Di belakangnya, mengikuti Nek Srinita, Pandan Wangi, Cempaka, dan Danupaksi.

   Sementara para prajurit Karang Setra yang dipimpin panglimanya, membersihkan seluruh puncak Bukit Hantu ini dari sisa-sisa para pengikut Dewi Mata Hijau.

   "Terima kasih, Kakang. Kau telah mengembalikan adikku,"

   Ucap Nini Ratih begitu dekat di depan Rangga. Rangga hanya tersenyum saja.

   "Sejak semula, aku sudah yakin kalau kau pasti mampu mengalahkannya,"

   Kata Nek Srinita.

   "Yaaah.... Aku sendiri hampir tidak kuat tadi,"

   Desah Rangga, jujur mengakui. Rangga kemudian mengajak mereka semua kembali ke Karang Setra. SELESAI Created ebook by Scan & Convert to pdf (syauqy_arr) Edit Teks (dedig) Weblog,
http.//hanaoki.wordpress.com Thread Kaskus.
http.//www.kaskus.us/showthread.php?t=B97228

   

   

   

Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id

Cari Blog Ini