Banjir Darah Di Pulau Neraka 1
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 1
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono BANJIR DARAH DIPULAU NERAKA (HIAT SIE TEE GAK TO)
Jilid KE I ? III (BUNDEL) Saduran. KIAM HONG PENERBIT . U.P. KARYA BARU JAKARTA Sumber Pustaka Juru potret / sean Distribusi & Arsip . . . Aditya Indra Jaya Awie Dermawan Yon Setiyono
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Hak penyadur dan pencetakan buku ini dipegang sepenuhnya oleh U.P.
KARYA BARU di JAKARTA jang diperlindungi oleh.
UNDANG-UNDANG Perc.
Saksama Oplag.
4000 exp.
Banjir Darah Di Pulau Neraka
Jilid KE I (I) Bagian timur dari propinsi Ciatkang menghadap kelaut, disitu terdapat beberapa teluk dan diantaranya yang terbesar adalah teluk Hang-ciu.
Disekitarnya terdapat banyak pulau kecil.
Dibagian barat teluk Hang-ciu berdiri sebuah kam-pung nelayan, kecil daerahnya tapi cukup ramai keadaannya.
Penduduk disitu semuanya adalah nelayan, terkecuali seorang keluarga Goei Thian Co yang menuntut hidup lain.
Menurut kabar, leluhur keluarga Goei adalah seorang jenderal yang berjasa dalam mempertahankan kota Siang Yang dikala melawan tentara Goan.
Namun setelah keraja-an Song runtuh, keluarga Goei lantas mengasingkan diri ketempat itu.
Goei Thian Co mempunyai seorang puteri yang bernama Goei Piauw Hiang, usianya kala itu.
baru tujuh belas tahun, sejak kecil ia telah ditinggal mati oleh ibunya.
Selama itu kedua ayah dan anak ini hidup berbahagia, mereka selalu menyauhi keruwetan hidup.
Pada suatu pagi, penduduk didesa In Hu ini digemparkan dengan adanya dua baris jejak aneh diatas pesisir.
yang luar biasa adalah bentuk kaki tersebut, satu sama lainnya selalu berjarak kira- kira delapan depa.
Dengan begitu, kesimpulan penduduk ialah bahwa pemilik telapak itu selalu berlompat, bukannya berjalan seperti biasa!
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Beberapa hari kemudian, dikala tengah malam, A Mao dari keluarga Kiang yang baru berumur sepuluh tahun, mendadak lenyap.
Sedang kedua orang tuanya telah mati terbunuh! Pada malam berikutnya, beberapa keluarga lainnya mengalami nasib yang sama dengan keluarga Kiang itu, Rata-rata dada mereka kena dicakar oleh benda runcing serta leher mereka ada bekas-cekekan.
Itu pulalah yang menye-babkan kematian mereka.
Ada beberapa orang diantaranya, sebelum menghembuskan napas yang terakhir masih sempat berteriak.
"Ada setan, ada hantu . tolong .!"
Namun penduduk desa-nelayan itu yang masih tebal akan kepercayaan mereka akan tahajul, tak berani mereka datang menolong pada malam itu juga, baru pada keesokan harinya mereka beramai-ramai datang melongok ketempat orang yang meminta pertolongan semalam, yang ternyata telah menjadi mayat dengan mata melotot! Rata-rata yang mengalami peristiwa diatas adalah orang.
yang mempunyai anak yang berumur dari tujuh sampai sepuluh tahun.
Sang anak lenyap tanpa junterungan, sedang orang tuanya mati terbunuh! "Hiang-jie, tahukah kau bahwa didalam beberapa hari ini sering terjadi peristiwa orang mati dibunuh hantu?"
Demikian tanya Thian Co pada puterinya. Sambil menganggukkan kepala Piauw Hiang menyahut.
"Aku pernah mendengarnya dari pelayan tua kita, Goei-ngo tentang hal itu. Tapi menurut pendapatku, sipembunuh bukanlah setan- sungguhan, hanya samaran orang jahat belaka. Baik sebentar malam kita menyelidiki keadaan untuk kemudian menempur gerombolan orang jahat itu!"
"Kau hendak ikut membasmi kawanan mayat-hidup? Bagaimana dengan senjata pelurumu?"
Tanya sang ayah.
"Silakan ayah saksikan dikebun!"
Kata Piauw Hiang.
Habis berkata, ia pergi kekamarnya untuk mengambil busur dan peluru besinya.
Thian Co menunggu puterinya dikebun.
Tak lama terlihat nona Goei mendatangi.
Tanpa berkata ia mulai beraksi, mulanya ia, melepaskan dua butir peluru, selagi kedua benda tersebut masih melayang, ia bidikan dua peluru lainnya dan tepat mengenai kedua peluru yang dilepas terdahulu.
Ia tidak berhenti sampai disitu, ia susulkan lagi membidikan keempat peluru lainnya, kembali mengenai tepat keempat peluru yang masih melayang.
Demikianlah dengan beruntun ia melepaskan tiga puluh dua butir peluru besi, satu sama lainnya selalu membentur diangkasa! "Cukup, malam ini kau boleh ikut bersamaku."
Kata sang ayah.
Malam itu mereka pergi kepantai, sebab dari tempat itulah pertama kali para nelayan nielihat jejak aneh.
Mereka bersembunyi disemak yang tumbuh diseberang pantai.
Biar mereka telah menunggu agak lama, namun mereka tidak melihat suatu pergerakan, apalagi mayat-hidup yang dimaksud.
Hal mans membikin mereka jadi agak kesal mendadak, dari belakang mereka terdengar suara keresekan Waktu mereka berpaling, kedua ayah dan anak ini jadi sangat terkejut! Sebab apa yang dilihatnya ialah, dibela-hang mereka telah berdiri empat mayat hidup! Thian Co bersama puterinya lantas mencelat ke batu karang yang berada diseberangnya.
Sedang keempat mayat hidup tersebut, dengan tindakan yang berat lagi kaku, perlahan-lahan menghampiri kearah mereka.
Biar tagaimana beraninya Piauw Hiang, tapi ia toh seorang wanita yang bernyali agak kecil bila dibandingkan dengan kaum pria, diam' ia jadi menggidik juga.
"Jangan takut Hiang-jie, keempat benda aneh ini hanyalah samaran orang belaka!"
Thian Co menasehati puterinya.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Selesai berkata, ia lantas mencabut golok kepala harimaunya, lalu dengan kecepatan luar biasa ia menerjang kesalah satu mayat- hidup dengan menggunakan gerakan Pat Pui Hong Ie (hujan badli didelapan penjuru), diarahkan kebagian atas lawannya.
Suatu keanehan segera, terjadi, sebab biarpun nampaknya gerakan si mayat hidup semula begitu kaku dan berat, namun begitu diserang, dengan kegesitan luar biasa ia mengegoskan serangan Thian Co.
Malah kemudian ia balas menyerang dengan mencengkeram! Thian Co juga bukannya seorang yang lemah, waktu melihat dirinya balik diserang, cepat-cepat ia melompat kesamping seraya membarengi menabaskan goloknya kebagian bawah musuh dengan gerakan Sin Liong Tiauw Bwee (naga sakti menukar ekor).
Akan tetapi lagi-lagi serangannya dapat diegoskan oleh si mayat hidup dengan gerakan yang lincah sekali.
Dilain pihak Piauw Hiang telah membentangkan Yan Ceng Cap Pwee Kun (delapan belas jurus dari ilmu pedant walet terbang), beberapa kali ujung pedangnya mengenai sasaran, namun lawannya ternyata kebal, badannya tak ter-makan oleh senjata tajam! Maka terjadilah suatu pertempuran yang cukup seru serta mengerikan, empat mayat hidup melawan dua orang manusia! Beberapa kali Thian Co bersama putrinya berhasil menabaskan senjatanya, namun tak membawa hasil sama sekali.
Belakangan sang ayah insyaf akan keadaan lawarmja ia segera meneriaki puterinya.
"Hiang-jie, lekas serang bagian muka serta mata mereka dengan peluru besimu!"
Mendengar itu, Piauw Hiang cepat-cepat menggunakan gerakan Yan Cu Coan In (Burung walet menerobos keawan), badannya segera melayang kebatu karang yang berjarak dua, depa dari situ.
Dari mana ia lantas membentangkan busurnya dan membidikkan pelurunya kemuka mayat-hidup dan tepat mengenai sasaran! Anehnya, biar mereka kena diserang, tapi seperti tidak berasa.
Dilain pihak, sambil bertempur, Thian Co telah meneriaki puterinya lagi.
"Anak tolol, serang mata mereka!"
Piauw Hiang menurut, tanpa membuang tempo lagi ia segera melepaskan tiga helas butir pelurunya lagi, namun tiada sebutirpun yang mengenai sasaran yang dimaksud. Kini keempat mayat hidup tersebut telah mengurung dan menerjang kediri Thian Co.
"Dasar tolol, jangan kau menyerang keempat arah, bidik saja kesalah satu diantaranya!"
Teriak sang ayah lagi.
Piauw Hiang seperti orang yang baru sadar, ia lantas menuruti petunjuk tersebut, hasilnya ialah salah satu dari mayat hidup tersebut lantas mengeluarkan teriakan yang mengerikan, serta sembarang menerjang! Melihat serangannya membawa hasil, Piauw Hiang jadi senang hatinya, ia susulkan serangan berikutnya.
Akan tetapi mayat hidup yang diserang kali ini cukup sebat gerakannya, dengan melambungkan diri, ia berhasil mengdsi lewat serangan itu.
Piauw Hiang tidak mau meraberi ketika kepada mereka, ia teruskan serangannya dengan membidikkan kern-bali peluru besinya dengan gencar sekali.
Begitu juga dengan Thian, ia perhebat permainan goloknya, selalu diarahkan kebagian atas lawan'nya.
Melihat gelagat kurang begitu menguntungkan, salah satu dari mayat-hidup 'antes mengeluarkan teriakan aneh, menyusul mana mereka lantas pada melarikan diri dengan melompat.
Piauw Hiang bersama ayahnya sudah lantas mengejar, namun kelincahan tubuh mereka kalah blia dibandingkan dengan ginkang kawanan mayat-hidup, yang sekali lompat sudah bisa mencapai
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono tujuh atau delapan depa! Maka tak heran, seben-tar saja, kawanan mayat-hidup tersebut telah lenyap dari pandangan ayah dan anak itu.
Tak ada lain jalan lagi bagi Thian Co bersama puterinya kecuali kembali kerumah guna melakukan pengintaian pada hari berikutnya.
Pada keesokan malamnya, mereka mengintai lagi.
Biar mereka telah menunggu sampai menjelang subuh, tapi makhluk-makhluk yang ditunggu belum juga muncul.
Untuk malam itu mereka menanti tanpa hasil.
Begitu juga pada malam kedua dan ketiganya.
Maka pada malam keempatnya, Thian Co berkata ke-pada puterinya.
"Hiang-jie. malam ini sebaiknya kita me-ngasoh dulu, tak usah melakukan pengintaian lagi."
Malam itu sang rembulan menyembunyikan diri, hingga keadaan menjadi remang-surain.
Keadaan didalam kam-pung menjadi hening-sepi, hanya suara binatang malam saja yang terdengar berdendang-ria, menyambut kedatangan dunia mereka, yaitu malam hari! Sekira pada kentongan kedua, pintu depan keluarga Goei terdengar diketok orang.
Pesuruh Goei-ngo yang kebe-tulan baru layap-layap tidur, mengira ada tamu yang tak diundang masuk kesitu, segera memeriksa keadaan.
Tapi tiada suatu perobahan yang mencurigakan.
Pintu depan kembali diketok.
Dengan memberanikan diri Goi-ngo berjalan kedepan dan bertanya dengan suara keras.
"Siapa?"
Diluar tiada terdengar jawaban.
Setelah menanti sesaat, tetap tidak terdengar sesuatu, make, pesuruh ini membesarkan nyalinya untuk membuka pints guna melihat keadaan diluar.
Akan tetapi begitu pints terbuka, ia jadi sangat terkejut, untuk beberapa saat ia tidak dapat bersuara, belakangan dengan menguatkan hatinya ia berteriak.
"Tolong . ada setan . !"
Setelah itu, bahna takutnya ia jadi jatuh pingsan.
Thian Co yang tidur dikamar depan, mendengar teriakan tersebut, cepat-cepat bangun dengan membawa goloknya ia me-lompat keluar.
Begitu melihat siapa yang datang, tanpa berkata ia segera menyerang dengan menggunakan gerakan Lo Eng Sin Jiauw (Garuda tua mengulurkan cakarnya), goloknya diarahkan kebagian dada mayat- hidup! Makhluk-aneh yang diserang tetap berdiam ditempatnya semula, ia mengasi dadanya diserang dan terdengarlah ben-turan yang cukup kencang, disusul dengan tergetarnya tangan si orang she Goei! Dalam pada itu, si mayat hidup telah mengulurkan kukunya guna mencengkeram kepala Thian Co.
Goei Thian Co segera mendongkokan kepalanya, seraya membarengi menyerang dengan Sian Hong Tui (Tendangan angin topan) nya.
Mau atau tidak, karena serangan Thian Co kali ini ditujukan kebagian lernahnya, si mayat hidup harus melompat kesamping.
Baru saja si orang she Boei hendak menyusulkan serangan berikutnya, enendadak ia merasakan bagian bahunya telah kena tercakar hingga selain pakaian di bagian itu kojak pun pundaknya terluka.
Cepat-cepat Thian Co menggunakan gerakan Lee Hie Tiauw Liong Bun (Ikan gabus melompati gerbang sakti), menyingkir kepinggir lain seraya nieneriaki puterinya.
"Hiang-jie, lekas kemari!"
Sekali-kali Thian Co tidak tahu bahwa kala itu Piauw Hiang juga tengah dikurung oleh dua orang mayat-hidup lainnya.
Maka biarpun teriakannya terdengar oleh puterinya, tapi nona Goei tak bisa datang kepadanya.
Keadaan Thian Co kala itu benar-benar telah terdesak, kawanan mayat-hidup kian lama kian rapat mengurung dirinya seraya
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono mengeluarkan teriakan aneh serta menyeramkan, salah satu diantaranya sudah lantas lompat menerkam seraya mernbentangkan mulutnya, dari dalamnya mengeluarkan uap yang amat memuakkan, yang begitu masuk kehidung Thian Co, kepalanya jadi swat pening, kaki dan tangannya men-jadi lemas sekali.
Dengan menggunakan tenaga yang terakhir, ia lemparkan goloknya kemuka lawan, hanya karena tenaga yang terkandung didalam lemparan tersebut lemah sekali, sebelum mengenai sasaran telah jatuh dengan sendirinya.
Disusul dengan jatuhnya sang tubuh dan pingsan! Dilain pihak Piauw Hang repot menghadapi musuh.t anehnya, ia berusaha sekuat tenaga membidikkan peluru-besinya, tapi semua serangannya tak membawa hasil.
Lawan-lawannya cukup tangguh dan kebal, pula lincah lagi ganas! Kian lama kian dekat dengan diri si nona, yang membikin Piauw Mang akhirnya tak berdaya melepaskan pelurunya lagi.
Terpaksa ia gunakan pedangnya, dengan membentangkan ilmu pedang yang pernah dipelajari, ditabaskan kian kemari, senjatanya berkelebat sebentar kekiri dan kekanan, dilain saat kebawah dan keatas.
Namun semuanya tetap tak mem-bawa hasil yang dikehendaki, malah ia sen'diri belakangan jadi tambah terdesak.
Maka kemudian, karena mengetahui tak ada harapan untuk dapat mengungkuli kepandaian lawannya, dengan menggunakan gerakan Ju Yan Hwie Co (Walet kecil kembali kesarangnya), tubuhnya melompat keatas tern-bok rumah.
Baru saja ia hendak melompat keluar, diluar ternyata telah menunggu satu mayat-hidup lainnya.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal mana membikin ia jadi batal melompat kearah itu, dengan kesebatan luar biasa ia meloncat kebagian lainnya, sambil lari ia berteriak.
"Ada maling ada maling tolong...."
Inilah kecerdikan si nona, sebab andai kata ia berteriak ada setan, penduduk pasti takkan berani membantunya, lain halnya kalau ia berteriak ada maling, maka atas dasar kesetia-kawanan serta kegotong-rojongan yang umum terdapat didesa-desa, mereka pasti akan keluar berbondong-bondong untuk menangkapnya.
Dan perkiraannya itu tak meleset, sebab tak lama kemudian tampak beberapa orang nelayan lari mendatangi dengan masing"
Membawa obor, kian lama kian banyak jumlahnya.
Kawanan mayat-hidup melihat gelagat kurang baik, segera pada menghilang dikegelapan malam.
Sewaktu para nelayan telah sampai ditempat Piawa, Hiang berada, mereka melihat wajah si nona pucat-pasi, rambutnya telah awut-awutan tak keruan, keadaannya menun-jukkan perasaan takut dan tak tenang! Salah seorang diantaranya telah bertanya kepadanya.
"Dimana malingnya nona Hiang? Mana paman Goei ?"
"Bukannya coaling, tapi mayat-hidup. Rumahku habis diubrak- abrik kawanan mayat-hidup!"
Piauw Hiang menjelaskan dengan napas terengah-engah. Dengan adanya penjelasan itu, para nelayan yang berkumpul disitu jadi sangat terperanjat. Ada diantaranya beberapa orang yang bernyali kecil, sudah lantas pada menggidik ketakutan.
"Paman sekalian tak usah takut atau khawatir, sebab mayat- hidup yang datang kerumahku hanyalah samaran orang belaka. Malah ayahku kini masih bertempur dengan mereka. Mari kita kesana!"
Kata nona Goal kemudian.
Terdorong oleh perasaan setia kawan, serta karena mengingat jumlah mereka yang besar, akhirnya para nelayan pada ikut dengan Piauw Hiang untuk kembali kerumahiija Tidak tahunya, sesampainya disitu, keadaa.n telah menyadl hening sepi, pintu luar rumah keluarga Goei telah terpentang lebar.
Dengan meminjam sebuah obor Piauw Hiang mendahului menerjang masuk dengan sikap yang penuh waspada.
Ia segera
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono mendapatkan bahwa Goei-ngo, pelayan tua yang setia, telah mati dengan usus pada keluar.
Dilain pihak, Coa-ma, pengasuhnya sejak kecil, mengalami nasib yang sama.
Didinding kamar terdapat noda- noda darah.
Sebegitu jauh nona Goei tetap tidak dapat menemui ayahnya, ia segera memanggilnya.
"Thia-thia, Thia-thia, dimana kau?"
Hanya suara panggilannya yang berkumandang kembali, sedang sahutan sang ayah tetap tak terdengar.
Belakangan mata Piauw Hiang tertumbuk sesuatu, sambil mengeluarkan jeritan yang menyedihkan, ia lantas jatuh pingsan.
Kiranya diatas tanah disudut pekarangan depan tampak topi ayahnya, tidak jauh dari situ terlihat dua gumpal darah hidup yang sudah mulai membeku.
Namun Thian Co tak ada disitu.
Piauw Hiang menduga, bahwa setelah kena dilukai dan dibunuh, tubuh sang ayah dibawa kabur oleh para mayat-hidup.
Tak dapat ia menahan perasaan sedihnya, sambil terteriak ia jatuh pingsan.
Lewat sesaat.
ia siuman kembali dan terus menangis dengan sangat menyedihkan.
"Sudahlah nona Hiang, kau tak usah menangisi orang yang telah mati, sebab sampai kau mengeluarkan air mata darah sekalipun, ia takkan bisa hidup lagi!"
Salah seorang nelayan-tua menasehati padanya.
"sebaiknya sekarang kau pergi berlidung dulu kesuatu tempat yang aman, supaya pada suatu waktu kau dapat membalas dendam itu!"
Piauw Hiang pikir benar juga nasehat itu, ia tidak menangis terlebih jauh dan mengambil keputusan bahwa besok akan berangkat ke Leng Po untuk menemui pamannya, kakak dari ibunya almarhum! Demikianlah, pada keesokan harinya, seorang nelayan tua yang bernama Yu Siong Hok bersama puteranya mengantar Fiauw Hiang ke Leng Po.
Karena baru pertama kalinya Piauw Hiang naik perahu layar, disepanjang jalan matanya terus memandang kian kemari guna menikmati panorama laut yang cukup mange sankan, hingga perasaan sedihnla jadi terhibur sedikit karenanya.
Sewaktu perahu berada ditengah-tengah taut, mendadak Piauw Hiang melihat bahwa tak jauh dari situ berlayar sebuah perahu aneh.
Perahu mana dibagian depan dan belakangnya menjulang tinggi lagi runcing.
Dibagian tengahnya dibuat demikian rupa hingga rendah sekali serta tak ada layarnya.
Akan tetapi jalannya sangat laju, sebentar saja telah lenyap dari pandangan nona Goei.
"Kim Hoat-ko, tahukah kau siapa pemilik perahu aneh itu?"
Tanya Piauw Hiang pada anak kakek Yu. Baru saja si pemuda hendak memberi penjelasan, tapi telah keburu dibentak oleh ayahnya.
"Jangan kau usil, Hoat-jie!"
Dengan adanya bentakan itu, pemuda she Yu jadi batal berkata.
"Aku harap kau tidak menjadi kecil hati karenanya nona Goei, sebab kami yang hdup diatas-air ini mempunyai banyak pantangan yang tak boleh diberitahukan pada orang lain. Maka aku minta dengan sangat tapi hormat, supaya seterusnya nona tidak menanya ini dan itu lagi kepada kami."
Kata empe Yu guna menghilangkan kekecewaan orang atas tindakannya barusan. Biarpun sebenarnya Piauw Hiang ingin benar mange-tahui tentang kapal aneh tadi, tapi dengan adanya peringatan si kakek, ia jadi tak enak hati untuk bertanya terlebih jauh.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Pada keesokan harinya perahu Siong Hok mendarat dikota Lang Po.
Sehabis mengantarkan Piauw Hiang sampai kerumah pamannya, empe Yu mengajak anaknya kembali keperahunya.
Kedatangan nona Goei sungguh berada diluar dugaan Yo Ceng Tong, sang paman.
Ia sudah lantas bertanya.
"Kau datang sendirian, Hiang-jie? Mana ayahmu?"
Piauw Hiang tak dapat menahan rasa sedih dan pilunya, sambil menangis ia menyawab.
"Ajah telah dibunuh oleh kawanan mayat- hidup, paman!"
"Mayat-hidup? Didunia ini mana ada mayat-hidup? Itu mungkin samaran orang belaka!"
Kata sang paman agak terperanjat.
"Tapi aku benar-benar telah menempur mereka, keadaannya memang menyerupai mayat-hidup seperti yang pernah diceritakan oleh orang."
Kata nona Goei.
"Ya, aku ingat sekarang. Pada beberapa hari yang lalu disinipun pernah terjad suatu peristiwa yang manggemparkan, yaitu gudang penyimpan ransom dan harta telah kena dirampok oleh para mayat- hidup, mungkin mereka satu komplotan dengan mayat-hidup yang datang kekampungmu."
Kata Ceng Tong.
Ternyata sejak bangsa Mongol berhasil menyatuhkan kerajaan Song, tata-negara kerajaan mengalami perobahan besar.
Kerajaan Goan ini membagi keadaan di Tiong goan menjadi delapan belas Tiong Su Sin (sernacam propinsi sekarang), pejabat yang tertinggi kedudukannya disebut Tiong Su Leng (jabatannya seperti Gubernur sekarang).
Biarpun Hang Ciu adalah ibu propinsi Ciat Kang, namun segala uang dan ransum dikumpulkan dikota Leng Po, supaya mudah diangkat melalui perairan dari kota tersebut keberbagai tempat, baik kebarat maupun ketimur.
Karenanya di Leng Po didirikan sebuah gudang khusus untuk itu.
Diluarnya diadakan penyagaan yang kuat sekali, yang dijaga secara bergilir.
Tapi pada beberapa hari yang lalu, penduduk kota digemparkan oleh suatu peristiwa perampokan berdarah, para penyaga gudang pada menggeletak dengan usus keluar dan mata melotot atau lidah mereka menyulur kedepan dengan dileher mereka ada tanda cekekan.
Ada salah seorang penyaga yang hampir mati masih sempat menerangkan bahwa pada malam hari gudang tersebut didatangi oleh kawanan mayat-hidup! Dengan sedih Piauw Hiang menuturkan pengalamannya kepada Ceng Tong.
Untuk beberapa saat sang paman berdiam diri sambil mengerutkan keningnya, rupanya ia tengah memikirkan cara untuk menghadapi kawanan mayat-hidup tersebut.
Yo Ceng Tong mempunyai seorang putera dan seorang puteri, masing-masing bernama Yo Kian Kong dan Yo Lie Cu, umur mereka berada dibawah umur Piauw Hiang.
"Piauw-cie, baik besok kita bertiga pergi mencari gerombolan mayat-hidup tersebut!"
Lie Cu mengajukan usul sehabis mendengar penuturan encie misannya.
"Untuk apa kau hendak mencari mereka?"
Tanya sang ayah.
"Sudah tentu untuk membasmi mereka, bukan begitu engko Kong?"
Sahut nona Yo seraya bertanya kepada saudaranya. Kian Kong menganggukkan kepalanya sambil berkata.
"Memang, bangsat laknat semacam itu harus kita basmi sampai keakar-akarnya, supaya tidak menimbulkan susah serta kerugian bagi masjarakat!"
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono "Semangatmu tinggi hanya dapatkah kau melawan mereka.
Jangan-jangan bukannya mereka yang kena dibasmi, tapi malah kalian yang kena ditumpas!"
Kata sang ayah.
"Thia-thia kelewat memandang enteng pada kepandaian kami."
Kata Kian Kong agak kurang senang. Baru saja sang ayah hendak berkata lagi, tiba-tiba ada pesuruh datang melaporkan bahwa didepan ada tamu.
"Siapa yang mencariku?"
Tanya Ceng Tong.
"Tuan itu hanya menyebut dirinya sebagai Peng Cong Bu Eng."
Sang pesuruh menerangkan.
"Oh kiranya dia, aku akan segera mendatangi"
Kata empe Yo, kemudian ia berpaling ke arah Piauw Hiang seraya berkata.
"Menurut pendapatku ayahmu belum mati."
"Benarkah? Dari mana paman bisa tahu?"
Tanya nona Goei.
"Bukankah menurut ceritamu yang selalu diculik adalah anak yang berumur antara sepuluh tahun dan selama itu tidak pernah mereka membawa orang tua. Sedang setiap orang tua yang mereka jumpai selalu mereka bunuh dan ayahmu ternyata tak tampak mayatnya. Keadaan itu membikin aku mendapat suatu kesimpulan bahwa ayahmu belum mati, hanya terluka. Tapi mungkin juga telah dibawa oleh mereka, tapi kau tal usah risau, asal ayahmu masih hidup, masih ada kesempatan bagi kita untuk menolongnya. Nah kau tunggu sebentar, aku hendak menyambut tetamu dulu!"
Dengan langkah lebar Ceng Tong menuju keruang disitu ia lantas menjabat tangan tamunya, yang ternyata seorang yang mirip kutu-buku, namun matanya sangat bercahaya.
Ceng Tong lantas niemimpin tamunya kedalam dan memperkenalkan kepada kedua anaknya serta Piauw Hiang.
"Cianpwee ini adalah seorang yang dikalangan Kang-oua dijuluki Bong San Kiam Khek, Ciong Loocianpwee! Lekas kalian beri hormat kepadanya!"
Kian Kong, Lie Cu serta Piauw Hiang lantas menjalankan peradatan.
"Bangun, bangun, tak usah kalian menjalankan segala peradatan lapuk."
Kata Ciong Peng seraya membangunkan mereka.
"Angin apa yang membawa saudara datang kemari?"
Tanya Ceng Tong sehabis menyilakan tamunya duduk.
"Angin mayat-hidup yang meniupkan kemari."
Sahut sang tamu sambil bersenyum.
"Apa? Jadi saudara telah mengethui tentang kejadian disini?"
Tanya tuan rumah. Ciong Peng menganggukkan kepala, kemudian berkata.
"Rupanya si iblis belum puas setelah tempo hari sarangnya diubrak- abrik oleh lima pemimpin partai persilatan, kini ia mulai berani munculkan diri lagi, malah kelihatannya lebih ganas dari tempo hari."
"Iblis mana yang saudara maksud?"
Tanya Ceng Tong.
"Siapa lagi kalau bukannya Peh Kut Loo Kui!"
Sahut. Ciong Peng.
"Tak kusangka ia masih hidup sampai sekarang. Bila benar dia yang menjadi pemimpin mayat-hidup, susah bagi kita untuk menumpas gerombolan mayat-hidup yang makin mengganas ini!"
Kata empe Yo. Ceng Tong teringat akan peristiwa pada empat puluh tahun yang lampau, lima pemimpin partai persilatan, masing-masing dari Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay, Siong Yang Pay, Kun Lun Pay dan
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Ngo Bie Pay, telah berhasil mengubrak-abrik serta membakar sarang Peh Nut Loo Kui di Ho In To, di Tong-hay! "Kalian dengar tidak, jangan kata kepandaian seperti kalian berdua, sampaipun aku sendiri juga rasanya tak sanggup untuk menghadapi si setan tua bertulang putih itu."
Kata Ceng Tong pada kedua anaknya.
"Coba aku that sampai ketaraf apa kepandaian putera. puterimu."
Kata empe Ciong.
"Aku adalah seorang yang tolol, mana bisa aku mendidik anak sampai sempurna."
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata Ceng Tong, merendah.
"Saudara tak usah merendah, siapa yang tak tahu akan kepandaian tunggal dari keluarga Yo dijaman Song. Aku harap saudara suka memandang mukaku untuk tidak menolak bagi anakmu untuk mempertunjukkan kepandaiannya dihadapanku!"
Kata Ciong Peng.
"Bila itu juga yang menjadi kehendak saudara, baik-lah. Tapi aku minta setelah menyaksikan kepandaian anak-anakku, harap kau tidak mentertawakannya."
Kata Ceng Tong.
"Mana berani aku, silakan!"
"Kong-jie, lekas keluarkan segala kepandaianmu, supaya nanti mendapat petunjuk dari Ciong Loocianpwee."
"Baik,"
Sahut sang anak.
Sehabis membuka baju dan memberi hormat, Mulailah ia memamerkan kepunsuannya.
Pertama ia memperlihatkan ilmu pukulan dan tendangan Tiang Kun Cap Toan Kin dari Bu Tong Pay, badannya bergerak lincah kian kemari, sehabis menjalankan jurus-jurus dari ilmu tersebut, ia melompat kesamping.
"Kepandaianmu cukup memadai, hanya waktu mempelajarinya rupanya terlalu singkat, kalau aku tak salah kira, kau tentunya baru empat atau lima tahun mempelajari ilmu ini."
Kata Ciong Peng.
"Matamu sungguh tajam saudara, anakku memang baru lima tahun melatih ilmu itu."
Ceng Tong kata.
"Bila dilihat keadaannya, ia lebih cocok mempelajari Gwakang, sebaiknya saudara menurunkan ilmu tombak-emas turunan leluhurmu kepadanya."
Empe Ciong mengusulkan.
"Tadinya aku memang bermaksud demikian, tapi karena melihat tenaganya kurang mencukupi, sampai kini aku tetap ragu- ragu untuk menurunkannya "
Si orang she Yo menerangkan.
"Saudara tak usah menitik beratkan pada tenaga, tenaga tidak bisa datang sendiri tanpa dllatih. Adalah omong kosong kalau orang mengatakan bahwa anaknya mempunyai tenaga alam yang amat besar tanpa melatih diri?"
Ciong Peng bilang.
"aku kini membawa setoples Sin Liong Tan, isinya ada dua puluh satu butir. Kau berikan pada anakmu untuk dimakan sehari tiga kali, pagi, siang dan sore hari. Sesudah tujuh hari dengan ditambah sedikit petunjukku, aku jamin bahwa sebulan kemudian tenaganya jadi bertambah beberapa kali lipat."
"Mana berani aku menerima obat yang berharga ini."
Kata Ceng Tong.
"Kau tak usah shejie-shejie, ambillah demi kepentingan anakmu serta ilmu tombak leluhurmu yang tersohor akan kelihayannya."
Ciong Peng mendesak.
"Baiklah kalau begitu, tapi dengan apa aku harus membalas budimu ini?!"
Ceng Tong kata sambil menyambuti toples yang diangsurkan oleh kawannya.
"Mau apa saudara menyebut-nyebut budi segala, setiap pemberian yang rela, takkan mengharapkan suatu pemba-lasan."
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono Kata kakek Ciong.
"sekarang giliran puterimu untuk mempertunjukkan kepandaiannya."
"Cu-jie, lekas kau tunjukkan kepandaianmu guns mendapat petunjuk dari Ciong Loocianpwee!"
Ceng Tong menitah anaknya.
Dengan sikap malu-malu dan langkah perlahan Lie Cu ma- jukan diri, sehabis memberi hormat, ia mencabut sepasang goloknya, untuk kemudian dikebaskan kian kemari dengan menggunakan Liok Hap Too Hoat (ilmu golok enam tahap)! Sekira ia main sampai kejurus empat puluh, mendadak tampak tubuh empe Ciong mencelat dari kursinya dan dilain saat kedua golok nona Yo telah pindah tangan.
Kejadian ini membikin Lie Cu jadi agak kaget, untuk beberapa saat ia berdiri bengong.
"Ilmu golokmu telah cukup memadai, hanya penjagaan dirimu yang masih kurang, buktinya didalam satu gebrak golokmu telah berhasil kurampas. Baik nanti aku akan mengajarkan kau ilmu tangan kosong untuk merebut senjata."
Melihat kesediaan temannya untuk memberi petunjuk disamping telah memberikan obat mujijat, Yo Ceng Tong jadi amat gembira. Belakangan ia ingat akan keponakannya yang menurut penglihatannya. cukup pandai, segera ia memanggil padanya.
"Hiang-jie, kau juga perlihatkan kepandaianmu kepada Ciong Loocianpwee, supaya dari padanya kau akan mendapat petunjuk yang berharga."
Sambil tersenyum Piauw Hiang majukan diri, sesam-painya dihadapan Bong San Kam Khek ia memberi horraat seraya berkata.
"Tadi kedua saudara misanku telah memperlihatkan ilmu pukulan dan senjata dihadapan Loocian-pwee, bila aku memainkan cara itu lagi tentu akan memuakkanmu. Maka aku bermaksud memperlihatkan kejelekanku dalam hal membidikkan peluru-besi, yang dapat kupelajari sejak kecil dari ayahku."
"Silakan."
Kata kakek Ciong. Nona Goei tidak segera mulai, ia memperhatikan keadaan disekeliling kamar, mendadak matanya tertumbuk pada dua pot-kembang yang terletak disudut timur dan barat dari ruang itu. Ia lantas berkata kepada Ceng Tong.
"Pa-man, dapatkah aku mempergunakan kedua Benda itu sebagai sasaran?!"
"Mengapa tidak, silahkan."
Didalam pot itu masing tertancap delapan tangkai bunga jadi dalam dua pot berjumlah enam belas tangkai Hay Ciang Hoa yang bertangkai panjang.
Tampak kemudian Piauw Hiang menggerakkan tangannya, kali ini ia membidik tanpa menggunakan busurnya, terlihat kemudian melayang bintik-bintik hitam dan dilain saat ke enambelas tangkai bunga dari kedua, sudut itu telah runtuh dalam waktu yang hampir bersamaan.
Piauw Hiang memperlihatkan roman puas dan mengira bahwa empe Ciong akan memuji kepandaiannya.
Tidak tahunya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya Ciong Peng telah berkata.
"Caramu membidik boleh juga hanya sayang didalam menghadapi lawan yang bergerak boleh dikatakan tak berguna sama sekali."
"Mengapa begitu, Loocianpwee? Bukankah cara membidik dari Piauwcieku hebat sekali?"
Tanya Lie Cu.
"Untuk menghadapi benda-benda mati mana bisa terhitung hebat. Cara membidik dari Piauwciemu tadi kalau menghadapi pencuri-pencuri kecil masih dapat dipakai, tapi untuk menghadapi lawan-lawan yang berkepandaian tinggi boleh dikata tidak berguna sama sekali."
Cong Peng kata.
"Kepandaian Cianpwee didalam hal senjata gelap tentunya sangat istimewa, dapatkah sekiranya kau memamerkan sedikit guna membuka mataku?!"
Nona Goei minta petun-juk.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono "Tanpa kau minta, aku juga akan mempertunjukkan nya pada kalian supaya jangan mengatakan bahwa Loohu hanya seorang yang bisa cakap besar saja tanpa suatu kebisaan."
Ujar empe Ciong, kemudian ia berpaling kearah Ceng Tong dan nerkata.
"Tolong kau suruh orangmu membawa dua mangkok gula putih!"
Ceng Tong menurut dan tak lama kemudian nenda yang dimaksud telah dibawa kesitu.
Ciong Peng meminta supaya kedua mangkok gula tersebut diletakkan diatas meja yang ada ditengah-tengah ruangan tersebut.
Semua orang yang hadir pada menunyukkan roman heran, entah untuk apa kedua mangkok gula tersebut, namun mereka tidak mau banyak bertanya, sebab setiap tindakan ang dilakukan oleh kakek Ciong pasti ada maksudnya.
Tak lama kemudian, tampak diatas kedua mangkok telah berterbangan banyak sekali lalat, baik yang besar maupun yang kecil.
"Nah sekarang kalian boleh saksikan permainanku!"
Hata empe Ciong setelah menyaksikan keadaan itu.
Habis berkata, la mengambil tempat duduk yang berjarak kira- kira tiga depa dari meja.
Dari situ ia menggerakkas tangannya berulang-ulang, cepat sekali cara ia menggerakkan tangannya, sehingga orang-orang yang ada disisinya tak dapat melihat tegas berapa kali sudah ia menggojangkan tangannya.
Menyusul mana, lalat-lalat tadi yang banyak berterbangan diatas mangkok gula, telah pada jatuh bergelimpangan, satupun tak ada yang tersisa.
yang luar biasa ialah setiap lalat jatuhnya diatas daun Hay Ciang, tiada seekorpun yang jatuh ketempat lain.
"Pertunjukkanku selesai sudah, kini kalian boleh melihat hasilnya!"
Bong San Kiam Khek kata sambil bersenyum.
Waktu orang banyak lebih menelitikan, ditengah-tengah lalat yang mati, telah tertancap sebatang jarum baja sehalus bulu kerbau, malah nampaknya lebih halus lagi tapi kekar dan tajam keadaannya.
Iniiah suatu kepandaian luar biasa yang jarang ada duanya didalam kalangan rimba persilatan.
Saking kagum, tokjub dan ingin bisa, Piauw Hiang lantas menyatuhkan diri dihadapan kakek lihay itu seraya berkata.
"Tolong Loocianpwee mengajarkan ilmu yang luar biasa ini padaku!"
Sambil tertawa besar Ciong Peng berkata.
"Seumur hidupku paling takut disembah orang, ayo lekas bangun, aku akan mengajarkannya kepadamu!"
Nona Goei jadi gembira luar biasa, sehabis mengangguk- anggukkan kepalanya beberapa kali, ia segera melom-pat bangim.
Mulai hari itu, Piauw Hiang berdua saudara misannya belajar ilmu dibawah penilikan Bong San Kiam Khek.
Ciong Peng memberitahukan cara memakan obat Sin Liong Tan kepada Yo Kian Kong, serta mengajar padanya tiara mengatur pernapasan guna menambah tenaga.
Sedang Lie Cu mendapat petunyuk tentang dengan cara tangan kosong merebut senjata, yang keseluruhannya berjumlah enam belas jalan.
Biarpun tak banyak jurus yang terdapat didalamnya, namun kegunaannya luar biasa hebat serta ganas, bukan saja dapat merebut senjata musuh, malah dapat juga digunakan untuk mematahkan tulang lawannya.
Piauw Hiang memperoleh ilmu melempar senjata gelap yang diberi nama Cit Kiat Sin Cin.
Tadinya nona Goei hendak melepaskan busur serta pelor besinya, namun Ciong Peng tidak setuju akan tindakannya itu, kakek lihay ini memberitahukan padanya bahwa ilmu jarum yang diajarkan padanya, hanya bisa bisa menyerang musuh didalam batas-jarak tiga depa saja.
Sedangkan
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono kepandaian peluru yang telah diyakini oleh Piauw Hiang bisa membidik lawan didalam ja-rak lima depa.
Maka empe Ciong meminta padanya untuk tetap melatih kedua macam ilmu tersebut.
Sebentar saja sebulan telah lalu, peristiwa perampokan gudang harta belum juga ada kabar beritanya.
Ketiga anal niuda dibawah penilikan Bong San Kiam Khek telah memiliki suatu kemajuan yang pesat.
Pada suatu Sari Ciong Peng mengusulkan kepada Ceng Tong dan lain-lainnya untuk pergi kedesa Hwie In, kampung halaman Piauw Hiang.
Orang banyak lantas menyetujuinya.
(II) Pada keesokan harinya, dipintu barat kota Leng Po tampak lima orang penunggang kuda, yang melarikan binatang tunggangan mereka dengan cepat sekali.
Mereka menuju kearah desa Hwie In.
Kelima orang ini tak lain dari pada Bong San Kiam Khek, Yo Ceng Tong beserta kedua anaknya serta Goei Piauw Hiang.
Setelah menempuh jalan kira-kira lujuh-puluh lie, sampailah mereka ketempat yang dimaksud.
Begitu masuk kedalam batas kampung, Piauw Hiang jadi sangat terkejut, sebab hanya didalam tempo lebih kurang sebulan saja keadaan disitu telah berobah sama sekali, dari sebuah desa yang cukup ramai dengan kaum nelayan, kini telah menjadi sepi-mati, hanya satu dua orang saja yang terlihat, orang-orang itupun rupanya dengan terburu-buru hendak meninggalkan tempat itu.
"Dimana rumahmu? Mari kita kesana!"
Kata empe Ciong kepada Piauw Hiang. Nona Goei mengajak orang banyak ketempat tinggalnya dan menyilakan mereka masuk.
"Untuk sementara baik kita tak usah masuk dulu, sebab aku rasa disitu kita tidak akan mendapat suatu petunjuk. Coba kau sebutkan dimana kau untuk pertama kali bertemu dengan kawanan mayat-hidup ?!"
Ujar Bong San Kiam Khek. Piauw Hiang mengantarnya kebatu karang, dimana untuk pertama kali la bersama ayahnya mengadakan penyelidikan. Setelah memperhatikan keadaan disitu beberapa saat lamanya, berkatalah Ciong Peng.
"Kini aku telah mendapat sedikit gambaran!"
"Loocianpwee rupanya telah mendapat petunjuk."
Tanya nona Goei.
"Ya, hanya aku masih ragu-ragu akan kebenarannya."
Kata si kakek.
"Rupanya kawanan mayat-hidup datangnya dari laut."
"Aku rasa dugaan Loocianpwee tidak benar, sebab tempo hari, waktu aku bersama ayah mengadakan penyelidikan, yang kami perhatikan adalah arah laut, tapi mendadak mereka muncui dari belakang kami. Dengan adanya kejadian itu, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa kawanan mayat-hidup itu datang dari darat!"
Plauw Hiang mengemukakan pendapatnya.
"Kau hanya melihatnya dari satu sudut saja, sudut luarnya. Tapi sebenarnya aku berani memastikan bahwa mereka bukan berasal dari darat, tapi dari laut. Sebagai misal aku kemukakan disini, bukankah sebelum adanya kejadian pembunuhan serta penculikan anak kecil, beberapa orang penduduk sini telah melihat telapak kaki aneh dipantai? Jadi kemungkinan besar sekali mereka datang dengan perahu dan mendarat disebuah pulau kosong yang
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono berdekatan dengan tempat ini, untuk kemudian baru menuju kemari."
"Jadi bila demikian halnya, sarang kawanan mayat-hidup tentunya terletak disebuah pulau kosong yang berada tidak jauh dari kampung ini."
Lie Ce manta penegasan.
"Sarang mereka kurasa mernang berada disebuah pulau kosong, tapi tentang jauh dekatnya dari sini belum dapat kupastikan!"
Sahut empe Ciong.
"Jumlah mereka kurasa tidak terbatas pada beberapa orang atau puluhan, tapi mungkin ratusan banyaknya. Aku kira cukup penyelidikan kita sampai disini dulu, mari kita kemball dulu kerumah nona Goei."
Orang banyak menyetujui.
Tak lama hari telah menjadi gelap, Piauw Hiang menyalakan pelita dan bersama-sama mereka makan malam.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Selesai makan, Bong San Kiam Khek meminta kepada Piauw, Hiang supaya memadamkan pelita, yang membikin keadaan rumah menjadi gelap- gulita.
Untung pada saat itu sedang terang bulan, hingga membikin mereka mudah dapat melihat pergerakan diluar, dan kebetulan rumah keluarga Goei ini menghadap kelaut.
Menjelang tengah malam, mendadak terdengar Yo Klan Kong yang sejak tadi berdiri diberanda rumah telah berteriak.
"Thia-thia, Ciong Cianpwee, lekas kemari! Diatas laut seperti ada sebuah perahu aneh tengah mendatangi!"
Piauw Hiang dan Lie Cu sudah segera hendak melompat keluar, tapi telah dihalangi oleh Ciong Peng.
"Kalian jangan sembarangan bergerak! Mari kita jalan memutar untuk menyambut kedatangan mereka!"
Karena tahu bahwa sebentar lagi pasti ada keramaian, ketiga anak muda itu jadi bersemangat, tapi mereka tak berani sembarang bergerak, selalu mengikuti petunjuk dari Bong San Kiam Khek.
Perlahan-lahan mereka menuju ke tepi laut.
Dibawah penerangan sang dewl malam, mereka melihat sekira setengah lie terpisah dari daratan, mendadak perahu aneh tersebut berhenti dan dari atasnya melompat dua buah bayangan keatas air dan berenang dengan cepatnya hepantai! Waktu jarak mereka telah semakin dekat, Ceng Tong cs dapat melihat tegas bahwa kedua benda yang tengah berenang mendatangi ternyata adalah dua mayat-hidup! Inilah aneh, karena mayat-hidup yang pergerakannya kaku ternyata dapat berenang dengan lincahnya.
Tak lama, kedua mayat-hidup itu telah sampai kepantai yang begitu sampai terlihat mereka melepaskan beberapa macam benda, yang ternyata adalah alat pelembung serta dua batang papan ditelapak tangan mereka.
Tahulah Ciong Peng dan lain-lainnya, bahwa kedua mayat-hidup itu mengandalkan benda-benda yang baru dilepasnya barusan supaya badan mereka tidak sampai tenggelam! Salah satu diantaranya, sudah lantas melompat-lompat, namun belum berapa jauh ia berbuat begitu, ia sudah lantas menjerit dan menutupi mukanya dengan sepasang tangannya yang kaku dan segera hendak lari balik! Belum lagi maksudnya tercapai, badannya telah kena dihadang oleh tiga orang anak muda, yang sudah lantas mengerubutinya.
Sehingga si mayat-hidup tidak dapat mencapai maksudnya.
Sedangkan kawannya yang satu sudah lantas berenang batik ketengah lautan.
Mayat-hidup yang satu ini, biarpun telah terluka, dan gerakannya kaku, namun cukup lincah dalam menghadapi ketiga anak muda, ia selalu dapat mengegoskan setiap serangan.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Kiranya tadi, sewaktu ia baru mendarat dan melompat beberapa kali, Piauw Hiang yang telah gatal tangannya telah lantas melepaskan jarum pemberian Ciong Peng.
Hal itu sebenarnya diluar rencana Bong San Kiam Khek, ia tadinya bermaksud hendak menangkap hidup kedua mayat-hidup tersebut, namun karena kecerobohan nona Goei, hingga salah satu diantaranya dapat melarikan diri.
Kini waktu melihat ketiga anak muda belum dapat mengalahkan si mayat-hidup, empe Ciong terpaksa majukan diri dan meminta ketiga anak muda itu untuk mundur.
Dengan gerakan Poan Liong Siauw Heng (Ular naga melingkar ditiang), tangannya dipukulkan kearah rusuk kiri si mayat-hidup seraya mengerahkan tenaga dalamnya sambil menggunakan ilmu Po Kiat Chin (tangan pembela besi) dan tepat mengenai sasaran.
Tak ampun lagi tubuh si mayat-hidup terpental empat depa, begitu jatuh tak dapat bangun lagi dan ternyata telah mati! "Ilmumu luar biasa hebatnya, saudara Ciong!"
Puji Ceng Tong dari sebelah samping.
Bong San Kiam Khek hanya bersenyum.
Perlahan-lahan ia menghampri mayat-hidup yang kini benar-benar telah menjadi mayat.
Setelah menendangnya sekali dan ternyata tak bergerak, barulah kakek Ciong menbongkokan tubuhnya untuk memeriksa keadaannya dengan membuka pakaian mayat itu! Seketika orang banyak yang berdiri disebelah samping jadi berteriak kaget.
Ternyata seluruh tubuh mayat-hidup tersebut diselubungi oleh kulit buaya, sedangkan pada bagian perut sampai kekakinya dilapisi pula dengan lempengan besi yang dibuat demikian rupa, hingga menjadi tipis sekali, Begitu juga pada dada dan bebokongnya.
Itulah rupanya yang menyebabkan bahwa makhluk aneh ini tak mempan senjata tajam! Pada mukanya, dilapisi oleh kulit manusia pula, yang pada bagian kuping, hidung dan matanya terdapat lobang.
Mayat-hidup tadi ternyata adalah manusia biasa yang berumur lebih kurang dua puluh tahun dengan mata telah buta akibat serangan jarum Piauw Hiang barusan.
"Sungguh kasihan pemuda yang masih begini gagah lagi cakap harus mati secara begini mengerikan, dengan pe-cahan lempengan besi menusuk rusuknya."
Kata Ciong Peng sambil menghela napas.
"Harus kalian ketahui, perbuatannya ini dilakukan diluar kesadarannya, sebab daya-sadarnya telah dipunahkan oleh si manusia, iblis Peh Kut Loo Koay!"
"Kenapa bisa begitu Loocianpwee?"
Tanya Piauw Hiang.
"Peh Kut Loo Koay adalah seorang manusia yang berhati melebihi kebuasan dari segala binatang berbisa. Seperti pernah kudengar tentangnya tempo hari, orang-orang yang kena dbawah pengaruhnya terlebih dahulu diberi semacam obat bius, yang begitu dimakan lantas lupa akan segala hal; juga terhadap dirinya sendiri. Keadaannya memang persis seperti mayat-hidup yang tak berperasaan! Keadaan orang ini persis seperti mayat-mayat hidup tempo hari yang pernah dijumpai oleh kawanan orang gagah ketika mengubrak-abrik sarang Peh Kut Loo Koay!"
Dengan adanya penjelasan itu, teranglah duduk persoalannya bagi Ceng Tong beserta kedua anak dan seorang keponakannya.
Karena tidak melihat ada perobanan lebih jauh, mereka kembali kerumah nona Goei, setelah melempar mayat tadi kedalam laut, untuk tidak menimbulkan kerewelan dan pertanyaan penguasa setempat! Selama tiga hari mereka menunggu dan menyelidiki keadaan komplotan mayat hidup tanpa hasil.
Maka pada malam hari ketiganya Ciong Peng berkata kepada orang banyak.
"Setelah salah
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono seorang anggotanya mengantarkan nyawa didesa ini, untuk sementara aku rasa kawanan mayat-hidup tidak berani menginjakkan kakinya kemari.
Maka besok sebaiknya kita pergi kekampung nelayan Peh Cio guna menyelidiki sepak terjang mereka disana!"
Orang banyak menurut.
Begitulah, pada keesokan harinya, mereka berangkat kedesa Peh Cio yang terletak tiga puluh lie dari desa Piauw Hiang.
Sekira tengah hari, sampailah mereka ketempat yang dituju.
Keadaan didesa itu ternyata sama saja dengan desa tetangganya, sejak terjadi peristiwa mayat-hidup, penduduknya pada mengosongkan kampung.
Hanya disitu suasananya lebih ramai sedikit.
Sebab biar tiada penduduk, tapi ditepi pantai masih berdiam beberapa buah perahu penangkap ikan.
Diantaranya Piauw Hiang lantas mengenali balrwa salah sebuah diantaranya adalah perahunya Siong Hok.
Maka ia lantas menghampiri seraya memanggil.
"Paman Hok, kau mengapa bisa berada disini?"
Agak terkejut juga Siong Hok ketika melihat Piauw Hiang beserta beberapa orang berdiri dipantai, namun begitu, ia menghampiri juga perahunya kesitu.
Setelah dekat, dengan gerakan yang lincah nona Goei melompat keatas perahu dengan diikuti oleh Ciong Peng.
Kakek she Yu waktu melihat kehadiran Bong San Kiam Khek, segera mengeluarkan teriakan tertahan dan segera menyatuhkan diri seraya berkata.
"Kiranya Loojinkee turut datang kemari, maafkan hamba tidak siang-siang datang menyambutmu!"
Kakek Ciong hanya tertawa lebar.
Kiranya pada beberapa puluh tahun yang lalu, Siong Hok adalah seorang petani didesa Shia Pu, didesa mana terdapat seorang pemeras dan jagoan jahat.
Pada suatu ketika, karena kesalahan kecil, jagoan jahat tersebut hendak merampas semua hartanya berikut isterinya sekali.
Sehingga biarpun Siong Hok seorang yang sabar, karena tindakan yang melewati batas, ia lantas melawan.
Tapi apa mau dirinya dikeroyok oleh kawan-kawan dari si jagoan jahat, yang bampir saja ia mengantarkan jiwa.
Untung pada saat yang berbahaya bagi diri Ciong Peng datang Bong San Kiam Khek, yang lantas menolongnya serta memberinya beberapa puluh tail perak untuk ongkos Siong Hok sekeluarga didalam perjalanan, sebab sebelumnya ia telah berbasil memukul mati beberapa orang konco dari si jagoan jahat.
Dengan uang pemberian mana akhirnya ia membeli sebuah perahu dan menjalankan penghidupan sebagai nelayan sampai pada saat itu.
Budi Ciong Peng yang besar selalu teringat didalam benaknya.
Maka tak heran, begitu melihat tuan penolongnya, ia segera paykui! "Jangan kau terus menjalankan peradatan usang itu, ayo lekas bangun.
Maksud kedatangan kami kedesa Peh Cio ini ialah hendak memeriksa sesuatu dan hendak minta pertolonganmu, sudikah engkau?"
Tanya Ciong Peng kemudian.
"Jangan kata hanya pertolongan, disuruh matipun hamba rela!"
Sahut kakek she Yu pendek, tapi tegas dan bersemangat.
"Aku bukannya hendak menyuruhmu mengantarkan nyawa, hanya hendak menanyakan sesuatu."
Kata empe Ciong.
"Silakan In-jin sebutkan!"
"Kemanakah perginya penduduk disini?"
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono "Sejak adanya peristiwa mayat-hidup, seperti halnya di desaku, penduduk disini juga sudah pada melarikan diri."
Siong Hok menerangkan.
"Oh begitu. Kalau boleh aku tahu sejak kapan kau menjadi nelayan?"
Tanya Ciong Peng lagi.
"Sehabis ditolong oleh In-jin tempo hari, mulai saat itu aku lantas merobah cara hidupku sampai sekarang, jadi sudah beberapa puluh tahun lamanya!"
Sahut yang ditanya.
"Selama ini, terutama pada saat belakangan ini, sudah berapa kali kau melihat perahu yang berbentuk aneh yang berlayar disekitar sini?"
Kakek Ciong bertanya lebih jauh.
"Kalau tidak salah sudah lima kali."
"Ingatkah kau pada tanggal-tanggal berapa kau selalu menjumpai perahu itu?"
Siong Hok tidak lantas menyawab, setelah berdiam beberapa saat, barulah ia. berkata.
"Tanggal-tamggalnya aku kurang begitu jelas, kalau tak salah pertama kali aku menjumpainya pada tanggal 13 bulan yang lalu dan tanggal 16 bulan ini, sedang yang tiga lagi aku lupa tanggalnya."
"Tahukah kau bahwa disekitar kota Leng Po terdapat berapa pulau-pulau yang agak besar?"
Bong San Kiam Khek bertanya terlebih jauh. Kembali empe Yu harus berdiam diri untuk beberapd .at lamanya, lewat sesaat barulah ia menyawab.
"Perahuku adalah perahu kecil, tak berani aku menangkap ikan sampai jauh ketengah, karenanya, yang aku tahu hanyalah pulau-pulau didekat sini saja, diantaranya To Hoa To, Coan San To, Ie Ang To, Sim Kee Bun. Selain dari itu aim tak tahu. Ada-pun pulau-pulau yang kusebutkan diatas, semuanya ada penduduknya."
Baru habis Siong Hok menerangkan, tiba-tiba Bong San Kiam Khek telah berkata sambil menunyuk ketengah laut.
"Nah perahu aneh yang tengah kita bicarakan kini telah munculkan diri!"
Dengan adanya perkataan itu, semua orang yang ada disitu jadi pada terperanjat, mereka semuanya memandang kearah yang ditunjuk oleh kakek Ciong.
Benar saja, bahwa ditengah-tengah Taut tampak sebuah perahu aneh, yang berlayar dengan kecepatan luar biasa.
"Mari kita ikuti!"
Minta Ciong Peng pada Siong Hok. Seketika, wajah Siong Hok berobah, ia tetap berdiri ditempatnya semula tanpa berkata, keadaannya jadi serba salah. Melihat itu Piauw Hiang menyela.
"Paman Hok, bukankah tadi kau telah mengatakan, bahwa jangankan diminta tolong, memberi jiwamu sekali kau sudi. Mengapa sekarang kau jadi begini macam?"
"Baik, aku akan segera mengejarnya. Kim Hoat, lekas pasang layar!"
Kata empe 'Yu dengan lantas kepada anaknya.
Sebentar saja perahu telah disiapkan, dengan naik perahu empe Yu, orang banyak mengikuti perahu aneh yang berlayar dimuka.
Namun perahu yang tengah dikuntit ternyata berjalan dengan cepat sekali, sebab sesaat kemudian, biarpun Siong Hok telah berusaha mati-matian untuk mempercepat jalannya sang perahu, namun toh akhirnya mereka telah kehilangan jejak.
"Sayang kita agak terlambat mengikutinya!"
Kata Ceng Tong. Baru habis ia berkata, tiba-tiba ia mendengar teriakan Lie Cu dan Piauw Hiang.
"Lihat, perahu aneh ada disebelah sana!"
Waktu orang banyak memperhatikan kearah yang disebut, benar saja perahu aneh berada diarah itu. Setelah memperhatikan beberpa saat, berkatalah Bong San Kiam Khek.
"Perahu ini bukanlah perahu yang kita ikuti tadi! Inilah aneh!' "Benarkah?"
Tanya Ceng Tong.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono "Takkan salah penglihatanku.
Perahu aneh sebelumnya lebih tinggi ujung mukanya dari yang ini.
Mari kita ikuti!"
Kata empe Ciong.
Yu Siong Hok menurut.
Tapi baru saja mereka mengikuti sebentar, kemball perahu aneh yang ada didepan mereka telah lenyap lagi.
Hal itu membikin hati orang banyak jadi kecewa, terlebih lagi Ciong Peng.
Namun dengan mengandalkan matanya yang tajam, Bong San Kiam Khek dapat memandang benda yang jauh didepannya, sambil menunyuk kearah itu ia berkata.
"Kedua perahu aneh menuju kerentetan tiga buah pulau kecil didepan sana, mari. kita kesitu!"
Mendengar ini, cepat-cepat Siong Hok menggojang-gojangkan tangannya seraya berkata.
"Sebaiknya kita jangan ke-sana, Ciong In-jin!"
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengapa?"
Tanya Ciong Peng cepat.
"Ketiga rentetan pulau itu disebut orang sebagai pulau neraka. Dari namanya saja kita telah dapat menduga akan keganasan keadaan disitu sebab setiap orang yang menuju kesana, umumnya hanya namanya saja yang kembali!"
"Kau jangan terpengaruh akan cerita orang, ada aku disini aku jamin kau takkan celaka!"
Bong San Kiam Khek memberi dorongan.
Ingat akan budi orang, Siong Hok terpaksa mengikuti kemauan tuan penolongnya.
Tak berselang lama, mereka sampai disebuah pulau yang terletak tak jauh dari apa yang disebut pulau neraka.
Berhubung pada saat itu telah lewat senya, mereka tak leluasa untuk meneruskan perjalanan guna mencapai tempat yang dituju.
Maka mereka bermaksud mengasoh semalam dipulau itu.
Lewat sesaat, malampun tibalah.
Yu Siong Hok mere.
bagi- bagikan makanan kering kepada orang banyak, sedang.
kan anaknya sudah lantas hendak menyalahkan lampu minyak, tapi telah dicegah oleh Ciong Peng.
"Tak usah kau menyalahkan itu, baik kita gunakan sinar rembulan untuk pene-rangan kita. Kim Hoat menurut. Untuk menenangkan pikiran orang banyak, sambil makan ransum kering, Ciong Peng menceritakan tentang kejadian-kejadian aneh didalain kalangan Kang-ouw. Begitu bisanya in. bercerita, sehingga orang banyak tertarik akan kisah yang dituturkannya, dengan lain perkataan untuk sementara hilanglah ketegangan yang meliputi hati orang banyak. Pada, suatu ketika, tanpa disengaja, dikala berpaling Piauw Hiang melihat sesuatu yang aneh diatas pasir, ia segera berseru.
"Paman, Loocianpwee, coba kalian lihat apa yang menggeletak diatas pasir?"
Dengan matanya yang tajam, Bong San Kiam Khek lantas mengetahui apa yang dimaksud oleh nona Goei.
Tubuhnya seger mencelat kearah yang ditunjuk dan berjongkok disitu.
Kiranya diatas pasir terlihat tiga buah tumpukan kulit kerang, yang rata-rata sebesar mangkok, tebal pula.
"Kalau begitu tepat dugaanku, bahwa Peh Kut Loo Koay telah bangkit kembali!"
"Dari mana Loocianpwee tahu?"
Tanya Piauw Mang cepat.
"Dari ketiga baris kerang ini, yang masing-masing membentuk huruf Toa (besar), dua buah bintang dan satu bulan sabit. Semuanya menunyukkan suatu pertemuan, tempat dan dipermulaan bulan. Coba kalian periksa, aku rasa dibeberapa tempat dari pulau ini pasti terdapat tanda-tanda serupa!"
Empe Ciong menjelaskan.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Dengan berpencar orang banyak lantas memeriksa, dan ternyata apa yang dikatakan oleh kakek luar biasa itu terbukti! Karena adanya hal itu, orang banyak jadi repot setengah malaman untuk memeriksa keadaan, hingga waktu hampir fajar barulah mereka masing-masing pada tidur.
Piauw Hiang bessama Lie Cu tidur didalam perahu.
Sedangkan Siong Hok bersama anaknya dan Ceng Tong beserta puteranya tinggal digeladak.
Tadinya empe Yu menyilakan Ciong Peng untuk tidur bersama disitu, tapi telah ditolak oleh Bong San Kiam Khek dengan alasan, bahwa bila ia tidur juga disitu, tempat yang sudah sempit itu jadi semakin sempit.
Sedangkan ia adalah seorang yang melatih ilmu dalam, andai kata didalam keadaan terpaksa, ia juga dapat bertahan untuk tidak tidur sampai dua hari dua malam.
Biar ia didesak bagaimana, ia tetap tidak mau tidur diatas perahu, maka akhirnya Siong Hok juga tidak me-maksa terlebih jauh.
Karena cape pada slang harinya, tak, lama kemudian orang banyak terlelap dalam mimpi.
Setelah melihat orang banyak pada tidur, Ciong Peng pergi kesebuah batu karang.
Sebetulnya, batu karang disitu sangat dingin, ditambah pula oleh angin laut yang bertiup santer, bila diganti orang biasa, orang itu pasti akan menggidik kedinginan.
Namun lain halnya dengan Ciong Peng, dengan menyalurkan Iweekangnya, angin santer itu dirasakannya seperti angin malam yang bertiup sepoi-sepoi serta menyejukkan! Biarpun pada seat itu matanya telah dipejamkan, tapi kupingnya dipasang benar-benar.
Mendadak telinganya mendengar suatu suara yang aneh, cepat.
kakek luar biasa ini membuka matanya dan memandang kearah laut, samar-samar ia melihat ditengah-tengah laut terdapat sebuah kapal aneh.
Dari dalamnya melompat baberapa buah titik hitam, yang tampaknya berenang menuju ketempat dimana Ciong Peng dan lainnya berada.
Dari balik batu karang Ciong Peng dapat melihat tegas kedatangan mereka dan setelah mereka mendarat, barulah Bong San Kiam Khek dapat melihat tegas roman mereka..
Bentuk mereka aneh sekali, seluruh tubuh mereka dibungkus oleh selaput benda hitam yang mengkilap, yang terlihat hanyalah mata dan mulut mereka.
Tanpa mengeluarkan suara, tubuh Ciong Peng mencelat, menerkam kearah dua diantara mereka yang telah mendarat dengan gerakan Kie Eng Po To (Elang lapar menerkam kelinci).
Begitu tubuhnya hampir sampai, ia barengi menendang dengan tipu To Tang Chit Seng (Menendang tujuh bintang), menyepak kesalah satu diantaranya.
Dan ia tidak berhenti sampai disitu, begitu tendangannya berhasil membikin terpental satu lawannya, ia susulkan lagi tangan kanannya menotok kejalan Hun Bun Hiat seorang lainnya.
Biarpun kedua serangannya itu tepat mengenai sasaran, namun kedua makhluk aneh itu kelihatannya tidak berasa apa-apa, apa lagi terluka.
Yang satu begitu kena ditendang, lantas melompat bangun dan menceburkan diri kembali ke-laut, dilain saat telah lenyap dari pandangan si kakek.
Sedang satu lainnya, sehabis ditotok sampai jatuh, juga hendak menelad perbuatan temannya, tapi ia agak lambat, ia kena dihadang! Tanpa berkata, Ciong Peng segera menggerakkan tangannya, cepat luar biasa gerakannya itu, kali ini ia menggunakan tipu menangkap can menempel.
Menangkap kaki lawan dan menempelkan tangan satunya keleher musuhnya, untuk kemudian membenturkan tubuh makhluk aneh tersebut keatas karang, yang
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono membikin tak ampun lagi makhluk luar biasa itu jadi jatuh terkulai dan tak sandarkan diri pula.
Baru saja kakek Ciong hendak mengikatnya, tiba.
ia mendengar diatas perahu timbul kegaduhan, segera ia menuju kesana.
Kiranya perahu empe Yu hendak dibikin tenggelam oleh kawanan makhluk aneh lainnya dengan mambolongi bawah perahu.
Cepat Ciong Peng menuju kearah itu, dengan gerakan Pay San In Ciang (Menyalurkan tenaga membariskan gunung), ia dorong perahu Siong Hok ketepi.
Ceng Tong juga tidak mau tinggal diam, ia turut membantu, maka dilain seat perahu empe Yu telah dapat diselamatkan ketepi.
Melihat gelagat kurang begitu menguntungkan pihaknya, kawanan makhluk aneh sudah lantas melarikan diri dengan berenang ketengah.
Kim Hoat yang masih penasaran, ia segera mengambil tombak dan melemparkannya kearah salah satu yang bere-nang paling belakang seraya membentak.
"Kena!"
Betul tombaknya tepat mengenai sasaran, namun membal balik.
"Sudahlah, percuma kita menyerang mereka dengan sen-jata tajam biasa, badan mereka diselubungi oleh kulit yang tak tembus senjata. Mari kita lihat salah satu yang telah berhasil kutangkap."
Kata kakek Ciong. Orang banyak lantas mengikuti.
"Rupanya Cianpwee telah membunuhnya lagi?!"
Tanya Kian Kong. Sambil bersenyum Bong San Kiam Khek berkata.
"Setelah ada pengalaman mengenai mayat hidup tempo hari, aku tidak mau sembarang turun tangan. Makhluk ini hanya kubikin pingsan saja."
Habis berkata, ia lantas jongkok disamping makhluk yang tengah pingsan, dengan pisau kecil ia membuka jahitan kulit yang menutup makhluk itu.
Kiranya benda hitam mengkilap tersebut hanya semacam baju luar yang menutupi seluruh tubuh orang dengan menggunakan urat-kerbau sebagai benang untuk menjahitnya.
Begitu penutup tersebut berhasil dibuka, orang banyak jadi sangat terkejut.
Ternyata didalamnya adalah seorang pemuda yang berumur kira-kira dua puluh dua tahun, ia memakai pakaian kasar lagi telah koyak-koyak.
Wajahnya sangat pucat, seperti tak berdarah.
Ciong Peng meraba dada orang, yang ternyata masih hangat dan jantungnya masih berdenyut.
Hanya badan pemuda itu saja yang telah kaku.
Cepat empe gagah ini mengurutnya dan tak lama kemudian terdengar si pemuda menjerit aneh serta segera, hendak lari ke air.
Kian Kong mencegatnya, namun ia kena didorong oleh pemuda itu, yang ternyata bertenaga besar sekali, yang membikin tubuh pemuda she Yu jadi terpelanting.
Si pemuda terus saja lari kearah air, akan tetapi sebe-lum maksudnya tercapai, ia telah kena dihadang oleh Ciong Peng, yang dengan sekali mengulurkan tangannya telah berhasil menotok Leng Tay Hiatnya, hingga ia jatuh terkulai diatas pasir! "Hai kawan, kau berasal dari mana? Siapa pemimpinmu dengan mengapa, kau hendak mencelakai kami?"
Bentak empe Ciong. Pemuda itu bukannya menyawab, ia malah memandang kepada si penanya dengan roman ketolol-tololan.
"Hai Siauwcu, tulikah engkau? Lekas jawab pertanya-an Ciong Loocianpwee!"
Bentak Kian Kong seraya menamparnya dengan keras.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Namun si pemuda tetap tidak ada reaksi apa-apa, kelihatannya tamparan keras tak sedikitpun tak berasa baginya.
"Jangan kau sakiti padanya, ia telah kena dibius orang. Nampaknya ia hidup tanpa kesadaran akan dirinya sendiri serta tak berperasaan lagi. Baik kita angkut saja keperahu. Suatu waktu pasti ada gurianya!"
Kakek Ciong kata, habis mana ia lantas mengikat tubuh orang.
Kala itu fajar telah menyingsing, di sana-sini tampak mulai berterbangan burung-burung laut.
Dalam pada itu terdengar empe Yu telah perintahkan anaknya untuk memasang layar.
Tak lama, perahu yang ditumpangi oleh orang-orang gagah ini telah berlayar maju menuju kepulau neraka! "Pemuda ini sungguh harus dikasihani, kita harus me-rawatnya baik.
dan kita harus memberinya makan dan minum secukupnya, supaya ia tidak mati kelaparan dan ke-hausan!"
Kata empe Ciong kepada orang banyak. Kim Hoat lantas mengambil makanan kering dan air guna diberikan kepada pemuda penyamar itu. Tak lama kemudian, ia kembali lagi kepada orang banyak seraya berkata.
"Siauwcu itu benar-benar telah gila, melihat aku membawakan makanan serta, minuman, ia terus memandangku sambil bersenyum. Sedikitpun ia tidak mau makan, hanya meminum air sedikit!"
"Bila demikian halnya, biarlah ia terus berdiam disitu!"
Ujar empe Ciong.
Perahu empe Yu maju terus kemuka dengan layunya, beberapa saat kemudian, sekira menjelang tengah hari, sampailah mereka ketempat yang dituju.
Pulau neraka ternyata adalah pulau yang terjadi dari kumpulan bukit-bukit batu karang, diantaranya bukit yang berada paling tengah yang tertinggi.
Di sekitarnya tidak terdapat sebuah tempat datarpun.
Jangankan pohon, rumputpun tak tumbuh disitu.
Begitu juga binatang-binatang, tak ada yang terlihat.
Malah air yang terdapat disekitarnya, bukan makin dekat kedarat makin tenang, ini malah sebaliknya, jadi semakin kencang dan tinggi ombaknya.
Baiknya Siong Hok telah berpengalaman didalam menghadapi soal semacam itu, dengan susah payah dan membuang banyak tenaga, berhasil juga ia menepi disebuah batu karang yang menjulang tinggi.
Siong Hok berdua anaknya yang berdiam diperahu, sedang yang lainnya, dengan merambati tebing, akhirnya sampai juga mereka diatas pulau tersebut.
Begitu mereka berada diatas, mereka dibikin terkejut oleh tumpukan tengkorak-tengkorak orang.
Biarpun didalam hati agak jeri, namun nona Goei gatal tangannya, ia segera mengulurkan tangannya hendak menjamah tumpukan tengkorak tersebut, topi telah keburu dibentak oleh Bong San Kiam Khek.
"Kau jangan semba-rang bergerak, benda-benda itu adalah suatu tanda dari orang dikalangan Kang-ouw yang tak boleh sembarang dijamah!"
Dengan adanya bentakan tersebut, Piauw Hiang jadi mengurungkan niatnya.
Mereka berjalan maju lagi dan lewat sesaat, sampai-lah mereka disebuah goa.
Didalam goa tersebut ternyata gelap sekali, sebab talc ada cahaya yang dapat menembusinya.
Didepan goa itu terdapat dua buah tumpukan tengkorak orang..
Anehnya ialah, tumpukan disebelah kiri menghadap kedepan, sedangkan tumpukan yang satu lagi, yaitu yang sebelah kanan, menghadap kedalam.
Setelah menelitikan beberapa saat, berkatalah Bong San Kiam Khek kepada orang banyak.
"Aku akan memeriksanya, kalian harap menunggu sebentar disini!"
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Aku kira didalamnya tentu ada apa-apa yang kurang beres saudara Ciong."
Kata Ceng Tong dengan nada penuh kekawatiran.
"Justeru itu aku jadi hendak menyelidikinya. Kau tak usah mengkhawatirkan diriku, aku pasti dapat menyaga diriku dari segala mara bahaya. Lagi pula kau harus ingat, bahwa siapa yang takut memasuki goa macan, mana mungkin bisa mendapatkan anak- harimau!"
Kata si kakek dengan tenang.
Selesai barkata, tubuhnya lantas mencelat masuk.
Lewat sekira sepemakan nasi, mendadak didalam goa terdengar suatu getaran keras dan gaduh, hal mana mem-bikin orang-orang yang menunggu disebelah depan jadi sangat terperanjat.
"Celaka, saudara Ciong pasti akan tertimbun hidup' didalam goa ini!"
Kata Ceng Tong agak gugup.
"Mari kita lekas menolongnya!"
Begitu ia habis berkata, tubuhnya lantas mencelat masuk, tapi baru saja kakinya menginjak mulut goa, dirinya telah diserang oleh empat orang mayat hidup! Piauw Hiang bersama kedua saudara misannya tidak mau tinggal diam, mereka segera mencabut senjata masing-masing menyambut kehadiran empat lawan.
Maka terjadilah pertempuran dahsjat.
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dimana golok dan pedang berkelebat kian kemari untuk memusnakan kawanan mayat hidup.
Dengan membentangkan ilmu Hian Lie Kiam Hoat nona Goei memutarkan pedangnia dengan kecepatan luar biasa serta diluar dugaan.
Pada suatu ketika ia gunakan gaja Giok Lie To Cun (Bidadari menenun), pedangnya disapukan kedua jurusan, masing- masing kearah mata dan leher lawan.
Si mayat hidup melihat datangnya serangan, lantas menengadahkan kepalanya guna menghindarkan tusukan pada matanya, tidak tahunya, pedang si nona bergerak demikian cepat, betul matanya dapat terhindar, namun ujung pedang telah berhasil menusuk leher dan merobeknya sekali! Maka tak ampun lagi sambil mengeluarkan teriakan yang mengerikan tubuh si mayat hidup jatuh terkulai lemah dan tak berkutik lagi.
Melihat serangannya membawa basil, Piauw Hiang jadi tambah bersemangat, ia lantas hendak menerjang ketiga lawan lainnya.
Hanya bertepatan dengan itu, ketiga mayat hidup masing-masing telah mengeluarkan sebuah tabung, ketika dibuka, dari dalamnya menyemburkan asap kuning, yang masing-masing menuju kearah Ceng Tong, Kian Kong dan Lie Cu.
Empe Yo karena tidak menduga bahwa akan ada serangan gelap serta licik dari lawannya itu, sehingga hidungnya menyedot semacam bau-bauan yang amat menusuk, menyusul mana kepalanya menjadi sangat berat dan matanya berkunang-kunang, kemudian ia jadi tak sadarkan diri lagi.
Hal yang sama dialami oleh anaknya sang lelaki, yang segera menyusul jahnya jatuh terjungkal.
Lie Cu terlebih cerdik, begitu melihat gerakan lawan yang agak mencurigakan, ia segera menundukkan kepalanya, sehingga terhindar dari asap-berbisa lawannya.
Namun begitu, hidungnya toh masih sempat menyedot sedikit asap tersebut, yang membikin ia jadi agak muak dan rada pusing serta lemah seluruh tubuhnya.
Dengan kekuatan yang masih tersisa ia berteriak kearah Piauw Hiang.
"Ciecie, lekas tolong aku!"
Melihat paman serta saudara misannya yang lelaki dibikin pingsan, nona Goei mengetahui bahwa keadaan kurang menguntungkan pihaknya, maka jalan yang paling baik baginya hanyalah berlalu untuk sementara dari situ.
Tanpa berkata, ia samber tangan adik misannya, guna segera diajak berlalu dari situ.
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Apa mau, baru saja mereka lari beberapa langkah, mendadak leher Lie Cu terjerat dari sebelah samping dan terseret kebalik tumpukan batu karang.
Ketika Piauw Hiang berpaling, dua mayat hidup berdiri dihadapannya, merekalah rupanya yang menjerat saudara misannya.
Disamping terkejut ia-pun jadi amat marah akan perbuatan licik lawannya.
Baru saja ia hendak menerjang, dari sisi kirinya berkelebat beberapa bayangan, dilain saat dihadapannya telah menghadang lima mayat-hidup lainnya, yang begitu muncul lantas menerkam dirinya seraya membentangkan sepasang tangannya untuk mencengkeram.
Dengan adanya hal itu, nona Goei tak ada kesempatan lagi untuk menolong Lie Cu.
Sambil membentak ia melontarkan beberapa batang Cit Kiat Sin Cin kearah kawanan mayat-hidup.
Rombongan lawan rupanya mengetahui akan kelihayan senjata rahasia si nona, cepat-cepat mereka menyingkir kekanan dan kekiri.
Piauw Hiang menggunakan kesempatan itu segera melambungkan badannya dengan menggunakan Yam Cu Coan Lim (Burung walet melintasi hutan), tubuhnya lewat disisi lawannya, ia terus membentangkan langkahnya, lari sekuat tenaganya! Kawanan mayat hidup rupanya tak rela melepaskannya begitu saja, mereka terus mengejarnya.
Walaupun Piauw Hiang mengetahui bahwa rombongan lawannya hanyalah samaran orang belaka, namun karena jumlah mereka jauh lebih banyak serta dirinya berada disarang orang, takkan menguntungkan baginya untuk terus melawan.
Ia terus melarikan diri dan waktu hampir kena kecandak, ia lantas melontarkan jarum-rahasianya, yang membikin lawannya mau atau tidak harus merandek sebentar.
Hal mana memberi kesempatan bagi nona Goei untuk dapat lari terlebih jauh.
Tidak tahunya, ketika ia sampai ketempat dimana perahu empe Yu menunggu, keadaan disitupun tengah mengalami bahaya.
Kiranya ada dua mayat hidup yang berusaha menyeret perahu tersebut ketepi lainnya.
Empe Ye bersama anaknya berusaha mati- matian mempertahankan posisi perahunya.
Rupanya belakangan kedua mayat hidup tersebut habis kesabarannya, mereka tidak lagi berkutet untuk mengalihkan arah perahu, tapi terus hendak membereskan jiwa baru kemudian merampas perahu mereka.
Didalam keadaan keritik itu, Piauw Hang sampai.
Tanpa berkata ia melompat dan sebelum ia menginjakkan kakinya diatas papan perahh, ia menendang salah seorang lawannya.
Mayat-hidup yang satu ini karena tidak menduga akan adanya serangan mendadak tersebut, tanpa ampun belakangan tubuhnya kena disepak, badan siapa lantas tercebur.
Kawannya yang seorang lantas menerkam nona Goei, mencengkeram batok kepalanya.
Piauw tidak menunggu sampai serangan lawannya sampai, ia mendahului menyerang mata lawan dengan ujung pedangnya sambil menggunakan gerakan Hoat Liong Tiam Ceng (membuat mata, dalam melukis naga).
Dengan adanya serangan tersebut si mayat hidup cepat-cepat menundukkan kepalanya.
Apa mau nona Goei tidak mau berhenti sampai disitu saja, melihat serangan pertamanya gagal, ia susulkan serangan berikutnya dengan menggunakan Wan Yo Twie (tendangan merpati), menepak keulu Kati lawan.
Karena tak menyangka si nona dapat bergerak begitu cepat, tanpa, ampun lagi dirinya kena diserang dan tubuhnya terpental ke air, menyusul kawannya yang satu!
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Kim Hoat mengambil bambu panjang untuk menolak batu karang didepannya, hingga perahu mereka terayun menuju ketengah-laut.
Ditambah pula empe Yu mengayunkan dayungnya, sehingga sebentar saja perahu mereka telah terpisah kira.
lima depa dari pulau neraka.
"Sjukur kita dapat lolos dari bahaya maut."
Kata nona Goei gembira.
Namun begitu, ketika ingat akan diri Bong San Kiam Khek, Yo Ceng Tong beserta kedua anaknya yang belum ketahuan akan nasib mereka, ia jadi amat masjgul dan sedih.
Mendadak terdengar Siong Hok berteriak kaget.
Waktu Piauw Hiang berpaling, ternyata diburitan perahu telah menjambret dua pasang tangan mayat hidup yang tadi tercebur.
Tanpa berkata nona Goei berdiri dan menggerakkan tangannya,'menyusul terdengar teriakan yang mengerikan dan terceburlah dua sosok tubuh.
Baru pada saat itu hati Piauw Hiang, Kim Hoat bersama ayahnya jadi agak lega, tapi sekonyong-konyong kembali terdengar empe Yu berteriak.
"Celaka. dibelakang mengejar perahu aneh!"
Waktu Piauw Hiang memperhatikan, benar saja dibe-lakang perahu mereka tengah mendatangi sebuah perahu aneh yang berlayar cepat menuju keaxab.
mereka.
Tampaknya tak lama lagi perahu mereka akan tersusul.
Nona Goei menggigit bibirnya seraya menyiapkan jarum rahasianya, matanya terus mengawasi kearah perahu itu.
Ia bertekad, andai kata sampai tersusul, ia akan bertempur mati-matian.
Selagi perasaan tegang mencengkam diri Plauw Hiang tiba-tiba terdengar Kim Hoat berteriak.
"Mereka rupanya sengaja hendak menjepit kita. Lihat didepan sana ada sebuah sampan yang tengah mendatangi!"
Apa yang dikatakan oleh Kim Hoat memang cocok dengan penafsiran Piauw Hiang, tapi ia tak menjadi gentar karenanya.
Ia memperhatikan kearah yang baru ditunjukkan, yang ternyata adalah sebuah Shia-ku (sampan kecil peranti menangkap udang, umumnya hanya muat untuk tiga orang) tengah mendatangi dengan cepatnya.
Inilah diluar dari pada biasanya bahwa sebuah sampan kecil biasa berlayar begitu cepat dengan memotong ombak! Sedang perahu aneh dibelakang mereka telah makin mendekat jua, sekira jarak mereka terpisah beberapa depa lagi, mendadak dari mulut perahu muncul dua buah lobang.
dari dalamnya segera melayang dua batang panah berapi menuju keperahu empe Yu.
Nona Goei cepat-cepat menggerakkan pedangnya untuk menghalaunya dan usahanya berhasil.
Namun lagis dari perahu aneh menyerang datang dua batang lainnya.
tapi kern-ball dapat dienyahkan oleh Piauw Hiang.
Beruntun dari kepala perahu aneh tersebut memuntahkan tujuh atau delapan batang anak panah, akan tetapi kesemuanya dapat disingkirkan oleh nona gagah ini.
Dilain pihak sampan yang ada didepan mereka juga telah sampai, yang begitu tiba segera terlihat berkelebat dua buah bayangan, yang mencelat keperahu Piauw Hiang.
Nona Goei jadi amat terperanjat, cepat-cepat ia melompat kesamping dan memperhatikan kedatangan orang.
yang pertama sampai ternyata adalah.
seorang Toojin (pendeta To) yang berbaju serba hitam, ditangan kanannya menggenggam sebatang pedang, sedang ditangan kirinya memegang senjata gaetan.
Dibelakangnya menyusul seorang Hweeshio (pendeta Buddha) yang gemuk pendek, dari kepala sampai kebagian mukanya serba licin- mengkilap, ia menggenggam sebatang Pui Plan Can (senjata
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono bergagang panjang, yang pada ujung,nya berbentuk seperti bulan sabit).
Karena menganggap kedatangan mereka tentunya tidak mengandung maksud baik, tanpa berkata lagi Piauw Hiang segera menyerang si Toojin dengan menggunakan gerakan Ho Pa Siauw Thian (Dengan obor membakar langit), disapukan kekaki si Tosu.
Bertepatan dengan serangan none Goei ini, dari perahu aneh telah melompat dua mayat-hidup, salah satu diantaranya lantas menyerang Kim Hoat, yang biarpun menggunakan pengayuh sebagai senjatanya, tak urung bahunya kena dijambret oleh kuku tajam, hingga bayunya kojak dan bahunya terluka, sambil menjerit kesakitan anak muda she Yu ini jatuh keatas papan perahu.
Mayat- hidup yang baru datang ini ternyata sangat kejam, ia tak memberi hati kepada orang yang telah terluka ini, siapa lantas menerkam dan mencengkeram kepala Kim Hoat untuk dtkirim menemui Giam Loo Ong.
Sebetulnya Tosu berpakaian serba hitam hendak mengajar adat kepada Piauw Hiang yang dianggapnya sangat sembrono, hanya disamping itu ia melihat Kim Hoat tengah berada didalam bahaya, cepat-cepat ia menggerakkan badannya dengan gerakan Ju Yan Ce Co (walet kecil meninggalkan sarangnya), tubuhnja melayang melewati kepala nona Goei, jatuhnja tepat didepan si mayat-hidup yang kala itu hendak mengambil nyawa orang.
Begitu ia menjejakkan kakinja, Tosu ini segera menyabetkan pedangnya dan "Breeet", baju kebal si-majat-hidup dibikin bobol, hingga dengan dada tergores pedang, tubuhnja lantas terpental ke laut sambil mengeluarkan teriakan jang mengerikan.
Dilain pihak si Hweeshio gemuk juga, tidak mau tinggal diam, dengan gerakan Pat Po Kan Shan (delapan langkah mengejar tonggaret), badannja jang gemuk itu ternyata dapat bergerak cepat lagi lincah, dengan beberapa langkah badannja telah berada dihadapan majat-hidup lainnya.
Si mayat-hidup rupanja tidak mau kalah sigap, sebelum dirinja diserang ia telah menyerang terlebih dulu, mencengkeram kediri sang Hweeshio.
Poan Hweeshio tidak mendjadi gugup atau gentar karenanya, ia agak mendoyongkan badannja ke belakang, sehingga serangan lawan lewat disisi badannya, bersamaan dengan itu ia menggerakkan senjata bulan sabitnya dengan gerakan Hoat Pun Tu Mang (mendayung rakit melintasi sungai), ditusukkan kebagian rusuk lawan, begitu cepat serangannya, membikin lawannya tak dapat berkelit, tubuhnya tak ampun lagi kena diserang dan diangkat oleh udjung senjata si Hweeshio serta diangkatnja sekali dan dilemparkannja kelaut! Kawanan mayat-hidup yang berada di atas perahu aneh ketika melihat gelagat kurang menguntungkan pihaknya, cepat-cepat mereka putar haluan dan melarikan perahunya.
Hek Ie Toojin sudah lantas hendak melompat keperahu sana, namun mendadak dirinya kena diserang oleh beberapa batang panah berapi, sehingga mau atau tidak ia harus menangkisnya dan dengan begitu perahu aneh jadi mempunyai kesempatan untuk melarikan diri.
"Sayang, sungguh sayang kita tak berhasil membasmi semua kawanan anjing itu!"
Gumam si Tosu kemudian.
Pada saat itu Piauw Hiang baru sadar bahwa kedua orang beribadah itu bukanlah kawan dari rombongan mayat-hidup, agak menyesal juga tadi ia turun tangan sembarangan, baru ia hendak meminta mast, si Tosu telah berkata kearah sampannya.
"Lootee lekas kemari, kawanan anjing telah kita usir semua!"
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .
Awie Dermawan Distribusi & arsip .
Yon Setiyono Dari dalam sampan mendadak telah melompat seorang lagi, begitu cepat dan lincah gerakannya, dilain saat orang itu telah berdiri dihadapan orang banyak.
"Hai budak, mengapa tanpa sebab tadi kau menyerangku?!"
Tanya si Tosu pada Piauw Hiang setelah melihat temannya telah menyejakkan kakinya diatas perahu. Akan tetapi tanpa menunggu jawaban ia telah berpaling kearah si Hweeshio seraya berkata.
"Poan-heng, lekas kau tolong mengobati luka saudara kecil itu!"
Sehabis memerilcsa beberapa saat, berkatalah Poan Hweeshio.
"Lukanya hanya dikulit saja, tidak membahayakan jiwanya. Dengan memakan sebungkus obatku lukanya pasti akan segera sembuh."
Selesai berkata, si Hweeshio mengangsurkan sebungkus obat kepada empe Yu guna mengobati anaknya, Berulang-ulang Siong Hok mengucapkan terima kasihnya, lalu membopong anaknya maauk kedalam tenda untuk diobati.
Tapi sebentar kemudian, ia telah lari keluar lagi sambil tetap membopong anaknya seraya berkata dengan napas empas-empis.
"Celaka, mayat-hidup telah lepas dari ikatannya!"
Wajah Piauw Hiang segera berobah, cepat-cepat ia cabut pedangnya dan menuju ketempat yang ditunjuk oleh empe Yu.
Namun sebelum ia melangkah jauh, telah terlihat si mayat-hidup keluar, yang begitu melihat orang, lantas menerkam hendak menggigit tenggorokan orang.
Pedang Inti Es Karya Okt Angkin Sulam Piauw Perak Karya Wang Du Lu Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien