Ceritasilat Novel Online

Banjir Darah Di Pulau Neraka 2


Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 2



Ketika melihat roman si mayat-hidup, baik si Tosu maupun si Hweeshio sama-sama jadi mengunyukkan roman kaget, dengan suara hampir bersamaan mereka berkata.

   "Tiong Houw, kiranya kau disini!"

   Sebetulnya nona Goei sudah lantas hendak menyerang dengan pedangnya, akan tetapi ketika mendengar kedua orang suci itu kenal akan si mayat-hidup, ia menjadi ragu-ragu.

   Dan justeru karena itu, pergelangan tangannya jadi kena dicengkeram oleh si mayat-hidup tersebut, yang membikin sendi-sendinya jadi berasa sakit sekali.

   Dalam pada itu, teman kedua orang beribadah yang baru datang itu, yang berpakaian sebatai seorang nelayan, telah membentak.

   "Jangan kau berbuat sembarangan Tiong Houw! Pamanmu ada disini!"

   Bentakan mana membikin si pemuda jadi berdiam sejenak, kemudian ia melepaskan cekalannya terhadap si nona dan batik menerjaug kearah si nelayan tua seraya membentangkan kesepuluh jarinya guna mengorek sepasang mata orang yang menjadi pamannya.

   Si nelayan tua tetap tenang ditempatnya semula, ia menunggu sampai serangan si pemuda hampir tiba, segera mundur sedikit, lalu dengan gerakan Teng Pouw Pa Lian (mengatur langkah membariskan teratai), kaki kanannya diayunkan kemuka, ditendangkan kearah paha keponakannya, membikin orang yang disebut belakangan jadi terpental dan jatuh terguling diatas papan perahu.

   Akan tetapi rupanya pemuda itu memang benar telah hilang daya sadarnya sama sekali, degan jatuh, ia lantas melompat kembali dan lagi menerkam kearah nelayan tua.

   "Sudah gilakah kau, Tiong Houw?"

   Bentak orang yang diserang sambil menyiapkan Tiat Bun Peng (pukulan pintu besi). Hanya sebelum ia melaksanakan serangannya, tiba-tiba terdengar cegahan dari Hek le Toosu.

   "Tahan!"

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Berbareng dengan cegahannya itu, tubuhnya telah melesat seraya menotok ke jalan darah.

   That Hai Hiat dibagian dada Tiong Houw, yang membikin keponakan si nelayan tua jadi lemas seketika tu juga dan jatuh tak berkutik lagi.

   "Binatang yang harus mampus, sampai paman sendiri tak kau kenali!"

   Maki nelayan tua itu terhadap keponakannya. Habis berkata ia sudah hendak menghajar pada Tiong Houw, keponakannya.

   "Sudahlah, ia telah memakan obat-berbisa dari Peh Kut Loo Koay, ingatannya telah lenyap sama sekali, jangan kau sakiti lagi padanya."

   Cegah Poan Hweeshio.

   "Bila demikian halnya, ia takkan berguna lagi seumur hidupnya."

   Kata kakek yang menjadi pamannya.

   "Jangan kau bersusah-hati atau berputus asa saudara Han, setiap racun pasti ada pemunahnya, maka itu baik kita periahan- lahan mencarinya guna memulihkan ingatan keponakanmu ini."

   "Kalau boleh aku tahu siapakah gerangan gelaran Loo- cianpwee bertiga yang terhormat? Saudara ini pasti terkena racun buatan Peh Kut Loo Koay dari Ho In To."

   Tanya Piauw Hiang.

   "Hei budak, dalam usia semuda ini bagaimana kau bisa tahu tentang Peh Kut Lao Koay Ouw Hian Hong?"

   Tanya Hek Ie Toosu sambil memperlihatkan roman terperanjat.

   "Perihal itu saya tahu dari penuturan seorang Loocian-pwee yang kini masih terkurung didalam pulau neraka!"

   Menerangkan nona Goei.

   Habis mana, ia lantas menceritakan perihal dirinya sampai akhirnya ia tiba di pulau maksiat tersebut.

   Selesai mendengar penuturan Piauw Hiang, ketiga empe gagah juga lantas memperkenalkan diri masing-masing.

   Mereka ternyata adalah Hu Hai Sam Kie (Tiga orang gagah dari Hu Hai), si Tosu bernama Gwen Seng Gwan, bergelar Hek Ie Tun Tun Yang, ilmu yang paling diandalkan ialah Pun Tian Kiam Hoat yang terdiri dari 72 jurus.

   Sedang si Hweeshio bergelar Cian Chiu Tat Mo Beng In Siansu, disamping senjata bulan sabitnya, ilmu Am-gie nyapun lihay luar biasa.

   Sedang si nelayan tua bernama Han Beng, bergelar Ie Pak Ie In, ia adalah turunan lurus dari panglima besar Han Sie Cong ja dizaman Song, tangannya lihay sekali, ia bertempur umumnya dengan tangan kosong.

   Biarpun ketiga orang ini berasal dari lain-lain daerah, namun mereka sefaham dan paling mem-benci kejahatan.

   Mereka hanyak muncul disekitar Hu Hai, itu pulalah sebabnya digelari orang sehagai tiga orang gagah dari Hu Hai.

   Maksud kedatangan mereka kesitu ialah hendak mencari cari keponakan Han Beng, Han Tiong Houw beserta puterinya sendiri yang bernama Han Siok Lang.

   Sebab mereka mendapat kabar bahwa kedua anak muda itu, selagi hendak menolong mala-petaka yang ditimbulkan oleh kawanan mayat-hidup, malah mereka sendiri akhirnya yang kena tertawan dan dibawa pergi.

   Kini sewaktu bertemu dengan keponakannya, Tiong Houw ternyata telah hilang daya sadarnya, sehingga Han Beng menduga bahwa puterinya pasti akan mengalami hal yang serupa, mungkin lebih menyedihkan lagi.

   Hal mana membikin empe Han menjadi sangat sedih berbareng marah.

   Sedih melihat nasib malang kedua anak muda itu, keponakan serta puterinya yang belum diketahui keadaannya, marah terhadap kawanan mayat-hidup, terutama terhadap pemimpinnya, Peh Kut Loo Koay! (III)
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono "Jangan kau kelewat bersusah hati saudara Han, baik kita sama- sama menyerbu kepulau neraka guna membasmi kawanan mayat- hidup berikut kepalanya sekali, Peh Kut Loo Koay sekalian mencari obat pemunah racun yang telah me-rangsang diri keponakanmu."

   Beng In Siansu memberi saran. Piauw Hiang yang memangnya sangat khawatir akan nasib Bong San Kiam Khek berikut paman serta kedua sau-dara misannya, begitu mendengar saran tersebut segera berkata.

   "Betul, jalan satu-satunya yang terbaik ialah kita harus pergi kepulau neraka!"

   Dengan adanya usul serta sokongan, Han Beng akhirnya menyetujui dan menyarankan supaya sebentar malam mereka menuju kesana.

   Siong Hok bersama puteranya, karena melihat banyak orang pandai berada disitu, nyali merekapun jadi besar.

   Begitu menjelang senya, mereka segera pasang layar me-nuju kepulau yang dimaksud.

   Dengan menggenggam senjata gaetan serta pedang, Seng Goan berdiri didepan perahu, ia memperhatikan ke-adaan pulau yang amat ditakuti oleh penduduk disekitarnya.

   Batu-batu pada menjulang tinggi serta curam pula, ditambah dengan kegelapan sang malam, keadaannya sangat menyeramkan.

   "Keadaan disini betul-betul merupakan suatu neraka bagi manusia. Rasanya Peh Kut Loo Koay tentunya telah lama berdiam disini."

   Pendeta itu kata didalam hati. Waktu perahu telah mendekati tempat tujuan, tiba-tiba terdengar Piauw Wang berteriak.

   "Coba Cianpwee sekalian memperhatikan, disebelah sana ada orang yang tengah berlari-lari seperti dikejar setan!"

   Kawanan orang gagah memperhatikan ketempat yang ditunjuk oleh si nona dan mereka segera menampak, dian-tara kegelapan malam terlihat sebuah bayangan yang lad dengan kencangnya, sedangkan dibelakangmja mengejar beberapa bayangan pula.

   Bayangan yang ada disebelah depan mengenakan juba putih, yang ketika jarak mereka telah dekat pantai, nona Goal segera dapat mengenali bahwa itulah Bong San Kiam Khek Ciong- Peng adanya! "Itu adalah Ciong Loocianpwee, mari kita lekas memberi pertolongan padanya!"

   Kata Piauw Hiang pada orang banyak.

   Begitu mendengar seruan tersebut, tanpa berkata Gwen Sang Gwan bersama Beng Ire Siansu sudah lantas membentangkan Hai Yan Lang Po (walet melintasi ombak), dengan kaki sekali menjejak pada papan perahu, tubuh mereka melayang menuju kepantai dan di lain saat mereka telah berada diatas batu karang.

   Maka tak dapat disangkal pura, bahwa dengan dapat berbuat demikian, dengan sekali melompat mereka telah berhasil melintasi jarak kira-kira sembilan depa, ilmu meringankan tubuh mereka telah mencapai tingkat kesempurnaan.

   Maka kini, diantara Hu Hai Sam Kie hanya tinggal Han Beng seorang, sebab yang dilatihnya ialah ilmu luar, tak dapat ia menelad perbuatan kedua kawannya.

   Namun iapun tidak mau ketinggalan, ia segera mengambil gala, dengan alat mana ia tusukkan kedalam laut dan tubuhnya dengan meminjam tenaga dari benda tersebut telah melayang ke atas sambil menggunakan gerakan Peh Hok Ciong Thian (Bangau putih melambung ke angkasa), dilain saat badannya telah mencapai batu karang yang ada di hadapannya.

   Adalah pada waktu itu, wajah Bong San Kiam Khek telah pucat-pias, napasnya telah memburu dan keadaannya terlihat sangat letih, begitu melihat kedatangan ketiga orang tersebut, ia lari kearah
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono itu.

   Akan tetapi sebelum ia dapat mencapai tujuan, tubuhnya telah keburu ambruk dan tak ingat orang lagi.

   Han Beng cepat-cepat membopong padanya dan membawanya kepinggir.

   Sedang Seng Gwan dan Beng In Siansu sudah lantas berpencar untuk menghadapi dua makhluk aneh yang berpakaian serba merah yang tengah mengejar Ciong Peng.

   Kedua orang tua gagah ini telah membuka serangannya dengan senjata masing- masing diarahkan kehadapan lawannya.

   Akan tetapi kedua makhiuk aneh bukannya takut akan serangan senjata musuh, mereka malah memapaki dengan tangan masing- masing, mereka menggunakan Kin Na Chiu Heat, dengan menggaet, merobek, membetot, menutup, memukul dan memeluk menghadapi senjata musuhnya.

   Kuku-kuku mereka rata-rata tajam mengkilap dan ketika lebih ditelitikan ternyata mereka mengenakan selongsong baja, yang bukan saja dapat menangkis senjata lawan tanpa takut menderita luka, pun mereka dapat merebut dan memukul serta mencakar lawannya.

   Disatu pihak, Gwen Seng Gwan lantas membentangkan gaetan serta pedangnya dengan menggunakan ilmu Pun Tian Kiam Hoat, kedua senjatanya berkelebat kian kemari, laksana naga sakti yang tengah menari dilautan.

   Hanya biar bagaimanapun ia memeras keringat dan otak guna menghadapi lawannya, namun usahanya ternyata tak membawa hasil.

   Malah kadang-kadang, bila ia berlaku sedikit lengah, kuku- kuku lawan telah datang mencekeram, mengarah pundaknya! yang membikin ia, mau atau tidak, harus cepat-cepat lompat menyingkir kesamping, untuk kemudian menyusulkan sera-ngan berikutnya.

   Demikianlah, pertempuran antara seorang pendeta melawan makhluk aneh yang berpakalan serba merah berjalan dengan seru tapi mengerikan, tiadak boleh sala satu diantaranya yang berbuat lengah, bisa mengantarkan jiwanya tanpa diketahui terlebih dahulu.

   Masing-masing pada me-ngeluarkan kepandaian simpanan dan kelincahan tubuh.

   Hanya makhluk aneh berada didalam posisi yang agak- menguntungkan, sebab bukan saja jari-jari tangannya tak takut senjata tajam, seluruh tubuhnya juga ternyata kebal.

   Maka biarpun Seng Gwan telah herusaha sekeras tenaga, ia tetap tidak dapat menjatuhkan musuhnya.

   Dilain pihak, dengan senjata bulan-sabitnya Cian Chiu Tat Mo menempur makhluk aneh lainnya, hanya keadaannya hampir bersamaan dengan kawannya, biar ia telah mengeluarkan ilmu-ilmu simpanannya, lawannya tetap berada dipihak yang agak menguntungkan.

   Hingga akhirnya, dari pada menyerang terus- menerus dengan membuang banyak tenaga, ia mengambil posisi menahan sekalian hendak memperhatikan keadaan lawan.

   Ang Ie Koay U mengira paderi itu berada dibawah angin, ia mendesak terus, hebat serangan-serangannya, hanya sebegitu jauh ia tetap tak dapat menyatuhkan lawannya.

   Akhirnya ia jadi bosan melawan.

   Tapi biar bagaimana ia adalah satu makhluk yang berbudi rendah lagi keji, tak bisa mencelakakan orang secara terang- terangan, ia lantas mencari sasaran lain yang sedang lengah.

   Dilihatnya kala itu Gwen Seng Gwan sedang berkutet dengan temannya, maka dengan gerakan yang cukup sebat ditinggalkannya si Hweeshio dan menubruknya sang Tosu dari sebelah belakang.

   Sambil menubruk la bentangkan cakarnya untuk mencengkeram bahu orang.

   Han Beng yang sejak tadi berdiri disebelah samping, begitu melihat temannya sedang berada didalam bahaya, sambil mengeluarkan bentakan hebat badannya segera melayang, dengan jurus Siang Long Cut Hai (sepasang naga keluar dari dalam laut) dan dengan menggunakan Kim Kong Chiu (tangan-baja) nya, ia
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono hantam Tay Yang That si makhluk aneh, hebat lagi cepat serangannya itu.

   Namun di belakang kepala Ang Ie Koay U seperti ada matanya, belum lagi serangan empe Han sampai, ia sudah lantas membalikkan badannya, lalu dengan gerakan yang sebat luar biasa, ia arahkan cakarnya kebawah perut musuhnya sambil menggunakan gaya Hu Tee Cong Kun (menyodok kebawah perut).

   Hal itu membiki Han Beng mau atau tidak harus melompat mundur.

   Hanya iapun tak mau memberi banyak kesempatan bagi musuhnya untuk menyerang tetus.

   Habis berkelit, ia susulkan mengulurkan tangan kanannya untuk memegang pergelangan musuh.

   Inilah yang disebut gerakan Kim Liong Siauw Heng (naga emas melilit ditiang) dari ilmu Kim Liong Chiu (tangan naga emas).

   Andaikata serangan tepat mengenai sasaran, orang yang kena dipegang tangannya pasti akan rontok tulang-tulangnya yang kena tercengkeram.

   Tidak tahunya makhluk luar biasa itu cepat sekali gerakannya, ia bukan saja dengan mudah dapat mengegoskan serangan musuh, malah masih bisa balas menyerang, kali ini yang diarah ialah bagian Sim Nu Muinya Han Beng.

   Biar bagaimana cepat empe Han hendak mengegos, namun sudah tidak keburu, pundak kanannya kena terhajar, yang membikin Han Beng harus melompat kebelakang sambil kesakitan.

   ? ooOoo ?

   Jilid II Disamping penasaran Han Beng jadi sangat mendongkol, sehabis mengerahkan tenaga dalarn, ia menerjang kembali seraya menggunakan tendangan berantai Tay Lek Cian Kin Kiok Hoat (tendangan seribu kati), diarahkan ketiga jurusan dibagian bawah lawannya.

   Serangan empe Han sekali ini cepat luar biasa serta diluar dugaan, membikin biar bagaimana lihaypun mayat hidup tersebut, ia tetap tak keburu mengegoskan serangan tersebut, hingga tubuhnya tertendang jatuh.

   Han Beng yang masih mendongkol, waktu melihat serangannya membawa hasil, ia susulkan pula tendangan berikutnya guna menghabiskan nyawa Ang Ie Koay U.

   Hanya sekali-kali tak disangkanya bahwa gerakan lawannya aneh serta cepat luar biasa, biarpun badannya tengah terguling, ia toh dapat berlaku sebat, begitu serangan musuhnya hampir sampai,
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono badannya lantas bergulingan seraya menangkap kaki musuhnya dan usahanya ternyata berhasil.

   Hingga antara Han Beng dan dirinya jadi bergumal diatas batu karang sambil bergulingan.

   Empe Han tahu, bahwa bila melawan Ang Ie Koay U dengan cara itu, takkan menguntungkan baginya.

   Maka kemudian, begitu ada kesempatan, ia segera melambungkan tubuhnya melompat bangun dengan gerakan Beng Houw Cut Tong (macan buas keluar dari dalam goa), seraya kemudian membarengi menggunakan Kim Liong Chiunya kembali, menghantam kebahu lawan.

   Biarpun serangan tersebu tepat mengenai sasaran, namun makhluk luar biasa itu seperti tak berasa apa-apa.

   Baru saja ia hendak melancarkan serangan lainnya, tiba-tiba terdengar bentakan kawannya, Beng In Siansu.

   "Kena!' Akan tetapi Ang Ie Koay U seperti tidak takut akan ujung senjata bulan sabit si Hweeshio yang tajam, tubuhnya sekeras baja. Biarpun senjata Beng In Siansu tepat mengenai sasaran, namun tak membawa hasil sedikitpun. Si makhluk aneh hanya terdorong mundur sedikit. Si Hweeshio jadi penasaran, sambil membentangkan Heng Kong Hwie Sin (ilmu langkah terbang) dari Siauw Lim Pay, tubuh si Hweeshio gemuk dapat bergerak lincah, berkelebat kian kemari mengelilingi badan Ang Ie Koay U, sambil sebentar-sebentar menyodokkan senjatanya. Mengetahui bahwa dirinya agak berada dibawah angin, makhluk aneh yang mengenakan pakaian serba merah jadi agak kalap, ia segera mengambil sebuah batu besar, lalu dilemparkan menuju kebatok kepala sang Hweeshio. Beng In Siansu cepat-cepat mengegos, kemudian ia susulkan serangannya dengan gerakan Hong Hong Sauw Yap (angin pujuh menyapu daun), menyodokkan senjatanya kepinggang musuhnya. Kini giliran si makhluk aneh yang harus cepat-cepat mengegos. Tapi iapun tidak mau kalah sigap, ia melemparkan batu berikutnya ke arah kaki musuhnya. Beng In Siansu cepat-cepat melompat ke atas, hingga batu tersebut membentur batu karang yang ada di sisinya sehingga menimbulkan suara keras yang memekakkan telinga. Beruntun Ang Ie Koay U melemparkan delapan buah batu kearah sang Hweeshio, namun semuanya tak ada yang mengenai sasaran. Belakangan Beng In Siansu habis sabar, sambil mem-bentak, ia melambungkan tubuhnya setinggi satu depa lebih Kemudian dengan menggunakan gerakon Sin Long Liang Kong (naga sakti turun dari angkasa), orang berikut senjata terjuju melayang turun, yang begitu hampir tiba pada sasarannya, lantas membentak.

   "Kena!"

   Senjatanya sekaligus disapu kebagian bawah tubuh si makhluk aneh, tenaga sapuan ini besar sekali dan tepat mengenai sasaran, membikin musulinya terpental jatuh sejauh lima depa.

   Melihat serangannya berhasil, Beng In Sansu jadi sangat girang, tubuhnya lantas mencelat maju dan menjujukan ujung senjatanya ketenggorokan lawan.

   Tidak tahunya tangan si makhluk aneh yang berpakaian serba merah dapat bergerak cepat sekali, begitu senjata musuh hampir mengenai dirinya, badannya segera hergelinding kesamping, sedang tangannya dengan kecepatan luar biasa memegang ujung gagang senjata lawannya sambil membetotnya sekali.

   Hampir saja senjata bulan sabit terlapas dari genggaman Beng In Siansu, untung pegangannya cukup kuat, hingga senjatanya tak sampai kerebut.

   Namun begitu mereka harus berkutet dengan saling tarik dan mengadu tenaga masing-masing.
Kolektor E-Book

   Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Han Beng khawatir makhluk aneh itu menggunakan tipu untuk mencelakakan kawannya, cepat-cepat ia melompat kedekat mereka.

   Hanya sebelum ia turun tangan membantu Beng In Siansu telah meneriakinya.

   "Loosam, lekas kau ambil batu dan timpuk kepalanya!"

   Empe Han dapat menyelami maksud kawannya, cepat-cepat ia melompat kesamping dan mengambil sebuah batu besar, untuk kemudian ditimpukkan kearah si makhluk aneh.

   Mengetahui serangan berbahaya mengancam dirinya, terpaksa makhluk aneh itu melepaskan cekalannya terhadap senjata si Hweeshio dan cepat-cepat melompat menyingkir kesebelah samping.

   Han Beng tidak mau memberi kesempatan pada Ang Ie Koay U, begitu serangannya pertamanya tidak menernui sasaran, segera ia susulkan serangan kedua dan tepat mengenai dada si makhluk aneh.

   Terdengar kemudian ia berteriak-keras dan melompat mundur, disusul belakangan lantas membalikkan tubuhnya dan lari tanpa memperdulikan temannya.

   Makhluk luar biasa berbaju merah satunya lagi, ketika melihat kawannya kabur, semangat untuk bertempur telah musnah baginya, iapun segera meninggalkan Gwen Seng Gwan, guna menyusul kawannya merat dari situ.

   Ketiga empe gagah karena takut mereka masih mempunyai kawan-kawan yang tengah bersembunyi disekitar situ, supaya mereka tidak sampai terjebak, mereka tidak melakukan pengejaran.

   Han Beng sudah lantas memondong tubuh Bong San Kiam Khek, sedang Gwen Seng Gwan lantas memeriksa nadinya.

   "Kiranya ia tidak terluka, hanya kecapean belaka. Loo Poan (saudara gemuk), lekas beri dia sebutir Soat Can Wan!"

   Ia kata sesaat kemudian.

   Beng In Siansu segera mengeluarkan obat yang dimaksud dan memasukkannya kedalam mulut Bong San Kian Khek.

   Dalam pada itu Han Beng segera mengurut seluruh tubuh Ciong Peng, lewat sesaat, pendekar tua she Ciong ini mulai sadarkan diri, hanya badannya masih agak lemah.

   Akan tetapi, berkat obat Soat Can Wan, yang terbikin dari Jin Som Tiang Pek San dan teratai salju dari Thian San serta dicampur oleh beberapa macam obat mujarab lagi, perlahan-lahan tenaganya pulih kembali dan sudah dapat berdiri kembali.

   Hanya mukanya masih agak pucat.

   "Syukur Ciong Loocianpwee selamat. Mana pamanku?"

   Tanya Piauw Hiang setelah melihat orang telah sadarkan diri kembali.

   "Aku tak tahu. Aku saja hampir-hampir saja mati bila tidak ditolong oleh ketiga saudara ini. Kalau boleh aku tahu, siapakah nama saudara yang terhormat?"

   Sahut Bong San Kiam Khek seraya kemudian bertanya kepada Hu Hai Sam Kie. Seng Gwan beserta kedua saudara angkatnya lantas menyebutkan nama.

   "Kiranya kalian adanya. Tak percuma orang-orang pada memuji akan kepandaian saudara bertiga yang tinggi."

   "Mengapa saudara sampai bisa diuber-uber oleh kawanan mayat-hidup?"

   Tanya Seng Gwan. Ciong Peng lantas menceritakan kejadian yang menimpah dirinya selama beberapa saat itu. ? ooOoo ?
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kiranya, sewaktu Ciong Peng masuk kedalam goa, ia mendapat kenyataan bahwa dalamnya goa itu kira-kira ada 10 depa, sedang lebarnya lebih kurang delapan depa.

   Akan tetapi semakin ia masuk kedalam, dugaannya tentang panjang goa itu ternyata meleset, sebab makin kedalam, semakin tak berujung goa itu.

   Sebab jalan yang menuju kedalam selalu berliku-liku dan selalu terhalang oleh batu- batu ka-rang.

   Hawa disitu dingin sekali serta lembab.

   Mendadak terdengar suara keras, seperti ambruknya sesuatu, yang membikin empe Ciong jadi sangat terperanjat dan ketika ia berpaling, ternyata pintu untuk keluar telah tertutup sama sekali.

   Tak ada kemungkinan baginya keluar melalui pintu itu lagi.

   Maka mau atau tidak, terpaksa ia harus berjalan maju sambil membawa obor kecil, yang memang selalu disisipkan di ranselnya.

   Tadi ketika ia hendak masuk kedalam goa itu, sengaja ia membawanya masuk.

   Sewaktu ia melangkah maju lagi sekira tiga puluh tindak, tiba- tiba didepannya berkelebat sebuah bayangan putih.

   Ciong Peng cepat-cepat mencabut pedangnya dan menubruk bayangan putih tersebut sambil menggunakan gerakan Kim Cin Tu Sian (benang memasuki lobang jarum emas), pedangnya disabetkan dengan kecepetan luar biasa dan terdengarlah suara koyaknya kain, yang disusul dengan jatuhnya benda putih itu, yang ketika ditelitikan, ternyata adalah sehelai kain belacu.

   Diatasnya tertera beberapa titik merah, waktu disuluh dengan obor, ternyata adalah empat huruf yang berbunyi.

   "Tempat ini merupakan kuburan bagi siapa yang berani memasukinya."

   Bong San Kiam Khek bukannya takut akan ancaman itu, ia malah jadi tertawa besar.

   Tapi mendadak ia menjadi sangat terkejut, sebab begitu ia tertawa, dari empat penjuru terdengar gema dari suara tertawanya tadi.

   Lewat sesaat, barulah suara itu lenyap dari pendengarannya.

   Keadaan menjadi sangat honing.

   Hanya suasana itu tidak lama berlangsung, sebab terdengar jeritan yang mendirikan bulu-roma dan terdengar bergelombang.

   Biar bagaimana gagah dan tabah kakek luar biasa ini, toh bulu-kuduknya bangun juga.

   Cepat-cepat ia merebahkan diri dan menempelkan kupingnya ketanah, dengan saksama ia memperhatikan asal suara.

   barusan.

   Lewat sesaat, ia mendapat kepastian, bahwa suara tadi berasal dari tempat yang tidak berjauhan dari situ.

   Cepat-cepat ia melompat bangun, lalu dengan gerakan Pat Po Kan Shan (delapan langkah mengejar tonggeret), badannya melangkah maju terlebih jauh.

   Sekira ia berjalan tiga depa, sampailah ia kesebuah ruangan yang cukup lebar, disitu terdapat batu karang yang beraneka bentuk, yang umumnya menyulur kebawah.

   Disebelah pojok terdapat sebuah perapian, yang rupanya khusus untuk menerangkan ruangan tersebut.

   Pada sudut sebelah tengah terdapat sebuah pembaringan bats, diatasnya berba-ring seorang, yang seluruh tubuhnya telah penuh darah.

   Waktu lebih ditelitikan, bahna kagetnya, hampir saja obor terlepas dari pegangan kakek Ciong.

   Ternyata orang yang berbaring diatas pembaringan batu tersebut adalah seorang yang berkulit atau lebih tepat dikatakan telah dilucuti kulitnya, tubuhnya berkelejatan kian kemari, ini menandakan bahwa orang itu masih hidup.

   Hanya sudah tidak dapat dibedakan jenis kelaminnya lagi.

   Keadaannya persis dengan seekor katak yang telah dikuliti.

   Sepasang telapak kaki serta telapak tangannya dipantek oleh paku yang panjangnya kira-kira tiga dim.

   Tak dapat salah lagi, bahwa teriakan yang mendirikan bulu-roma serta menyeramkan tadi adalah berasal dari mulut orang ini.

   Sehabis memperhatikan keadaan sekelilingnya, barulah Ciong Peng berani menghampiri orang itu.

   "Siapa kau, kawan? Mengapa
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono kau bisa jadi begini?"

   Tanya Bong San Kiam Khek perlahan dipinggir kuping orang malang itu.

   Orang yang ditanya tampak mengkemak-kemikkan mulutnya, tapi sedikitpun tak dapat dimengerti oleh Ciong Peng.

   Sekonyong- konyong Bong San Kiam Khek mendapat suatu akal, segera ia mencongkel paku pada tangan kanan orang itu.

   Tampak tubuh orang tak berkulit tersebut berkelejatan sebeiitar, rupanya ia menahan sakit yang luar biasa.

   Dari bekas pantekan mengucurlah darah segar.

   Orang itu rupanya mengerti akan maksud Bong San Kiam Khek, ia segera menggerakkan tangannya untuk menulis sebaris surat, yang ketika ditelitilcan ternyata berbunyi.

   "Tempat ini adalah pintu masuk keistana dibawah permukaan laut, Peh Kut ..

   "

   Sebelum selesai ia menulis seluruhnya, darah telah mengucur habis dan tak dapat ia meneruskan perbuatannya.

   Ciong Peng segera menggunakan pedangnya lagi untuk mencongkel paku ditangan yang satu lag'.

   Hanya bedanya, biarpun si orang yang telah dikuliti berusaha dengan susah payah, tapi tampaknya sukar baginya ia menulis dengan tangannya itu.

   Maka baru saja ia habis menulis empat huruf, darahnya telah berhenti mengucur.

   Adapun bunyi keempat huruf tadl adalah.

   "Dibawan goa!"

   Habis mana ia lantas mengangkat tangannya dan mengisyaratkan kepada Ciong Peng untuk menusuk lehernya.

   Sebagai orang yang arif, Bong San Kiam Khek mengerti akan maksudnya itu, sebetulnya ia tidak tega melakukannya, tapi karena melihat penderitaan orang yang luar biasa, terpaksa ia harus mengeraskan hatinya dan menusukkan pe-dangnya ketenggorokan orang itu.

   Maka terdengarlah jeritan yang memilukan beberapa saat, disusul dengan berkelejatan tubuh orang itu, namun tak lama, tubuhnya berhenti bergerak untuk selama-lamanya.

   Baru saja Bong San Kiam Khek selesai menjalankan permintaan orang, mendadak dibelakangnya terasa menyamber angin dingin.

   Cepat-cepat ia anenundukkan kepalanya, dua buah kampak batu melayang lewat diatas kepalanya dan membentur dinding goa, hingga menimbulkan lelatu api, menyebar keempat penjuru.

   Bong San Kiam Khek segera membalikkan tubuhnya dan segera hendak menerjang musuh yang membokongnya, tidak tahunya ia telah didahului.

   Sebab tiba-tiba ada dua bayangan aneh yang menerjang padanya.

   Waktu ditegaskan, dua mayat hidup dengan sepasang tangan seperti gaetan, telah menjuruskan tangannya mencengkeram kekepala Ciong Peng.

   Insyaf akan kawanan mayat hidup yang kebal akan sen-jata biasa, disamping itu ia tidak mau tambah mengotorkan pedang pusakanya dengan darah bangsa kurcaci, maka ia lantas memasukkan pedangnya kedalam sarungnya.

   Untuk kemudian segera membentangkan ilmu Tay Kin Na Hoat, begitu berhasil mengegoskan serangan musuh, ia betot salah seorang lawannya, untuk kemudian diangkat dan dilempar ke dinding! Kali int ia tidak mau main kasihan-kasihan ia melempar dengan sepenuh tenaganya, ditambah pula tubuh mayat-hidup tersebut tepat benar membentur dinding, hingga tak ampun, tanpa mengeluarkan suara lagi, mayat- hidup tersebut kini benar-benar telah menjadi mayat! Mayat hidup yang satunya jadi amat terkejut, hingga untuk sesaat lamanya ia jadi berdirl bengong.

   Ciong Peng tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia segera mendupakkan kaki kanannya, ia tidak mendupak
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono sesungguhnya, hanya begitu serangannya hampir sampai, tanpa mengeluarkan banyak tenaga, ia gaet kaki orang.

   yang membikin simayat hidup jadi jatuh-terjengkang.

   Karena tubuhnya yang berat, begitu jatuh, mayat-hidup tersebut tak dapat segera bangun.

   Berhubung melihat keadaan orang yang dikuliti, hatinya jadi panas betul ia tidak kenal pada orang yang malang itu, tapi perbuatan lawannya sungguh keliwatan, kejam serta tak berperikemanusiaan.

   Iapun tak sungkan-sungkan lagi untuk menurunkan tangan kejam pada pihak lawannya, maka begitu melihat musuhnya jatuh terlentang, tanpa membuang waktu, ia tubruk badan orang, lalu diangkat untuk kemudian dilemparkan keranyang batu tempat orang dikuliti berada.

   Kepala si mayat hidup tepat mengenai pinggir batu pembaringan hingga pecah berantakan, otak bercampur darah mengucur ditanah, segera ia menyusul kawannya untuk melaporkan diri kepada Giam Loo Ong! Selesai membereskan jiwa kedua mayat hidup, Ciong Peng segera hendak melompat kedalam guna meneruskan penyelidikannya.

   Namun mendadak berkelebat sebuah bayangan merah, yang langsung menubruk kearah dirinya.

   Mengetahui akan kedatangan musuh barunya, cepat-cepat ia menggunakan gerakan Ju Yan Sieh Hui (walet kecil belajar terbang), tubuhnya menerobos dibawah lawannya.

   Begitu berhasil meloloskan diri, ia segera membalikkan tubuh untuk menanyakan diri lawannya, tapi telah ada angin santer menyamber lagi, menyusul terlihat bayangan aneh berwarna merah telah menerkam dirinya lagi, kali ini bagian kepalanya yang menjadi sasaran.

   Ciong Peng cepat-cepat membentangkan Ceng Teng Hui Sul Siang (capung terbang diatas air), tubuhnya segera mengegos kesamping.

   Waktu ia memperhatikan, ia melihat bahwa yang menyerang dirinya adalah Ang Ie Koay Jin (orang aneh berpakaian merah).

   Muka orang itu rupanya memakai kedok, hingga romannya tak terlihat sedikit perasaanpun, dingin dan kaku! Rambutnya panjang mencapai pundak, hingga tak dapat dibedakan, sebenarnya orang itu atau perempuan.

   Kalau dilihat dari gerakannya, maka ginkangnya tak dapat dipandang enteng, mengenai kepandaiannya, menurut dugaan Ciong Peng, tentu beberapa puluh kali lipat diatas kedua kawannya terdahulu.

   Tanpa ajal lagi Bong San Kiam Khek segera mencabut pedangnya dan lantas melancarkan gerakan Liong Bun Sam Cie Lang (ombak tiga kali menggempur gerbang sakti), membabat lawannya pada tiga jurusan.

   Serangan itu bukan saja dilakukan cepat sekali, pun diluar dugaan, yang memaksa lawannya harus melompat mundur.

   Akan tetapi Ang Ie Koay Jin juga bukanlah musuh yang empuk, yang bisa sekali diserang lantas kabur, sebab sehabis mundur, ia segera mencabut sesuatu dari pinggangnya dan terlihatlah sebuah cambuk panjang (Tiang Pian) yang luar biasa bentuknya.

   Panjang benda itu sekira ada lima depa, bila lebih ditelitikan, bentuknya menyerupai seekor kalajengking.

   Pada kedua sampingnya terdapat kaitan-baja sejumlah empat puluh delapan buah, teratur rapat sekali, hingga menyerupai benar dengan kaki- berkait dari kala-jengking.

   Diujungnya terdapat dua buah benda tajam yang agak melengkung, bentulcnya seperti huruf "U".

   Tak dapat disangkal lagi, bahwa pada ujung-ujung yang tajam dari senjata luar biasa ini pasti diborehi racun.

   Bila orang kena dikait, bukan saja baju beserta dagingnya akan gompal, racun segera menyalar keseluruh tubuh orang itu.

   Inilah rupanya yang disebut Ngo Kong Pian atau cambuk kala-jengking.

   Begitu mencabut senjatanya, tanpa menunggu dirinya diserang lagi, Ang Ie Koay Jin telah mendahului menyerang, hebat
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono serangannya itu dan rupanya ia hendak membalas serangan lawannya tadi, sebab sekali menyerang diarahkan ketiga jurusan, kebagian kepala, terus menurun keping-gang dan akhirnya menyuju Berta membabat bagian ping-gang musuh.

   Inilah gerakan yang disebut In Liong Sam Sian (ular naga muncul tiga kali).

   Bong San Kiam Khek tak berani berlaku ajal, segera ia bentangkan Bu Khek Kiam Hoat, sinar pedangnya bagaikan naga dan ular yang tengah menari.

   Sebentar saja pertempuran telah berjalan sampai dua puluh jurus lebih, keadaan mereka boleh dikata seimbang.

   Ciong Peng tidak mau bertempur lama-lama, sebab disamping keadaan disitu amat gelap, pun ia tidak mengetahui posisi tempat lawan.

   Ia takut kalau salah langkah akan masuk kedalam perangkap musuh.

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pula ia tidak mengetahui akan jumlah musuh yang bersembunyi, andai kata ia dilawan secara bergelombang, biar bagaimana tinggi kepanduan serta kosen dirinya, ia toh manusia, yang perlahan-lahan tapi pasti akan berkurang juga tenaganya, apa lagi kini ia telah berusia agak tua.

   Maka kemudian, ia lantas mengambil dan melancarkan serangan dengan Cit Kiat Sin Cin dengan menggunakan gerakan Kim Cin Tu Sian (benang menerobosi lobang jarum emas).

   Ang Ie Koay U cepat-cepat mengegos, lalu dengan nada yang dingin ia berkata.

   "Setelah masuk kegoa Giam Ong, jangan harap kau bisa keluar dengan mash bernyawa. Kepandaian silatmu terhitung boleh juga, maka sebaiknya kau menyerah pada kami, hidupmu pasti akan terjamin dan senang. Bila tidak, nasibmu akan seperti Oey Bok Toojin yang telah dikuliti itu!"

   Didengar dari suaranya, nyata itu adalah suara seorang perempuan, biar keras diucaplcannya, namun lembut terdengar.

   Sejak berada diatas pulau neraka ini, Baru pertama kali Cing Peng mendengar pihak lawannya bisa berbicara.

   Dari keterangan lawannya itu, tahulah ia bahwa orang yang ada dipembaringan batu adalah Oey Bok Toojin dari Bu Tong Pay.

   "Kau kira aku takut akan gertakanmu, biar apapun yang akan menimpa diriku, takkan sudi aku takluk pada kawanan iblis! Jaga seranganku!"

   Bentak Bong San Kiam Khek.

   Habis mana, ia lantas membentangkan gerakan Leng Hong Pat Kiam (delapan pedang menyanggah angin), diserangkan sekali kedelapan jurus, dibagian-bagian bahaya dan penting dari anggota tubuh lawannya, inilah salah satu gerakan yang terhebat dari ilmu Bu Khek Kiam Hoat.

   Sedang pada tangan lawannya, ia segera melontarkan tiga batang jarurn-saktinya, diarahkan kesepasang mata serta leher makhluk aneh tersebut.

   Wanita aneh berbaju merah itu bukanlah seorang yang lemah, yang dapat dijatuhkan dengan begitu saja.

   Begitu melihat pihak lawan menyerangnya dengan menggunakan senjata rahasia, cepat- cepat ia menundukkan kepalanya, hingga ketiga jarum-sakti Ciong Peng lewat diatas kepalanya.

   "Kepandaian melempar senjata gelapmu ternyata boleh juga, coba kau bandingkan dengan lemparan senjata-rahasia Loo-nio- mu!"

   Bentak lawannya.

   Habis berkata, si wanita aneh segera menggerakkan tangannya, sekelompok paku baju segera mengarah diri Bong San Kiam Khek, diarahkan kebagian atas, tengah dan bawah tubuhnya.

   Ciong Peng dapat mengenali bahvva itu adalah Peh Kut Teng (paku tulang putih) yang disamping halus buatannya, ujungnya sangat beracun serta diberi bahan belirang.

   Empe Ciong tidak berani gegabah menghadapi senjata ini, cepat-cepat ia menggunakan gerakan Peh Hok Ciong Thian
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono (Bangau putih menerjang keangkasa), tubuhnya melambung tinggi, semua senjata gelap yang diarahkan padanya lewat dibawah kakinya.

   Habis mengegoskan serangan lawannya, ia tidak mau menunggu sampai dirinya diserang lagi, selagi tubuhnya melayang, ia lantas menggunakan gerakan Thian Ma Heng Kong (Kuda sembrani turun dari angkasa), pedangnya diputar demikian rupa, hingga merupakan suatu lingkaran yang melindungi dirinya, yang ketika telah dekat Idengan tubuh lawannya, ia lantas membabatnya dengan kecepatan luar biasa serta diluar dugaan.

   Wanita aneh itu cepat.

   menggulingkan diri, tapi biar bagaimana cepat gerakannya, toh rambutnya kena terbabat sebagian.

   Ciong Peng tidak mau memberi kesempatan lagi pada lawannya, sebelum musuhnya sempat melakukan suatu apa, ia segera menyerang lagi, kali ini dengan senjata gelapnya, cepat sekali gerakannya, yang disusul kemudian dengan terdengarnya teriakan dari si wantta berbaju merah, rupanya serangan tersebut tepat mengenai sasaran, hanya Ciong Peng tidak tahu lawannya terserang dibagian mananya.

   Sebab begitu habis menjerit kesakitan, lawannya lantas lari dan menghilang dibalik batu karang.

   Biarpun Ciong Peng bernyali besar dan tinggi kepandaiannya, namun ia juga mempunyai perhitungan yang matang.

   Karena biar bagaimana hebat kepunsuannya, ia hanya seorang diri, menghadapi seorang lawan saja, ia sudah begitu susah payah untuk mengalahkannya, apa lagi dirinya nanti dikeroyok, bisa runyam dirinya nanti.

   Ia bermaksud hendak mencari jalan keluar, hanya baru saja ia melangkah beberapa tindak, tiba-tiba dibelakangnya telah menyamber angin dingin lagi.

   Tak percuma Bong San Kiam Khek melatih diri selama beberapa puluh tahun, hingga kupingnya menjadi sangat tajam.

   Begitu merasa ada angin dingin berkesiur dibelakangnya, ia segera membalikkan tubuhnya seraya membarengi membabatkan pedangnya dengan menggunakan gerakan Bwee Hoa Lok Tee (Bunga Bwee jatuh ketanah).

   Lawan yang menyerangnya segera harus menyingkir, hingga sewaktu empe Ciong membalikkan diri, ia tak usah takut untuk dibokong lagi.

   Ia segera melihat bahwa orang yang menyerang dirinya kembali adalah seorang wanita aneh, tapi roman musuh yang baru datang ini lebih mending dari wajah temannya yang terdahulu.

   Tanpa menunggu musuhnya, turun tangan, ia telah mendahului menyerang dengan dua buah babatan pedang, masing.

   menggunakan gaja Kho Couw Kong Coa (Kaisar Kho Couw membidik ular) dan Kim Cin Tu Sian (benang menerobosi lobang jarum emas), masing diarahkan kebagian leher dan dada si wanita berbaju merah.

   Ang Ie Lie Jin cepat-cepat mengegos kesamping, sambil kemudian ia mengeluarkan lima utas dadung yang digabung menjadi satu.

   Pada masing-masing ujungnya terikat sebuah cakar yang amat tajam, entah benda ini terbuat dari bahan apa, yang hanya dapat digunakan lemas dan keras.

   Sekali digerakkan lima bagian yang diarah.

   Seumur hidup baru kali ini Bong San Kiam Khek melihat senjata seaneh itu, segera ia membentangkan gerakan Pat Pui Hong Ie (Hujan badai didelapan penjuru), pedangnya berkelebat kian kemari, melindungi dirinya dari setiap serangan.

   Sebentar saja, pertempuran telah berjalan tiga puluh jurus lebih, selama itu keadaan mereka tetap berimbang.

   Bong San Kiam Khek coba-coba merangsek, tapi senjata musuhnya hebat luar biasa, disamping dapat digunakan untuk menyerang, sebagian lagi bisa dipakai guna melindungi dirinya, hingga untuk beberapa saat sukar
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono bagi Ciong Peng untuk mengalahkannya.

   Maka belakangan, sembari merangsek hebat, Ciong Peng menyusulkan menyerang musuhnya dengan jarum-saktinya sebanyak tiga batang, masing- masing menyurus kebagian yang dianggap lemah oleh si kakek.

   Namun wanita ini cukup lihay, baik mata maupun gerakannya, begitu melihat dirinya diserang, ia bukannya mengegos atau berusaha memukul jatuh serangan lawan, malah menarik senjatanya.

   Hanya waktu jarum Bong San.

   Kiam Khek hampir mengenai sasaran, satu per satu dipukulnya sampai jatuh ketanah, tanpa menimbulkan luka sedikit-pun pada tangan si penepak tadi.

   Hal mana membikin Ciong Peng jadi agak terkejut, diperhatikan tangan lawannya; baru kemudian ia tahu bahwa tangan musuh yang satu itu adalah tangan palsu yang terbikin dari baja putih.

   Pantas saja senjata gelap empe Ciong tak dapat melukal dirinya, malah dapat menepaknya sekali tanpa rasa takut sedikitpun.

   Bila dilihat keadaannya, tangan palsu tersebut, bukan saja dapat menepak jatuh semua senjata rahasia, malah nampaknya bisa digunakan untuk menyanggah setiap senjata, lawan.

   Sesudah memukul jatuh senjata gelap musuh, dengan roman puas berkatalah Ang Ie Lie Jin.

   "Hai kawan, setelah dapat melayani aku sebanyak tiga puluh jurus, kepandaianmu terhitung boleh juga dan dapat dimasukkan didalarn golongan Hoohan (orang gagah)! Kiauw-cu (pemmpin) kami amat senang pada orang yang berbakat serta berkepandaian lumayan, maka lebih baik kau meletakkan senjatamu untuk menyerah pada kami, jiwamu akan terjamin dan hidupmu akan senang sepanjang masa. Bila tidak, jangan harap kau bisa keluar dari dalam goa ini dengan masih bernyawa!"

   Ciong Peng bukannya menerima tawaran tersebut, ia malah menjadi sangat gusar, ia segera membentak.

   "Kena!"

   Ang Ie Lie Jin mcengira musuhnya kembali menyerang dirinya dengan senjata gelapnya, ia segera mengangkat tangannya untuk menepak setiap serangan musuhnya..

   Tidak tahunya bentakan Bong San Kiam Khek tadi hanyalah sebagai pancingan belaka.

   Ia bukannya hendak benar-benar menyerang, hanya sehabis membentak, ia majukan diri seraya menjujukan dua buah jarinya untuk menghantam Long Tay Hiatnya musuh.

   Tapi kemudian ia batik pikir, umumnya orang Peh Kut Kiauw memakai baju dari kulit buaja, setiap totokan tentu takkan membawa hasil.

   Maka belakangan ia jadi mereobah serangannya, ia segera mengerahkan Thiat Pie Pee Chiu (tangan kecapi besi), menghantam kedekat pusat lawannya.

   Ilmu Thiat Pie Pee Chiu ini bukan saja dapat memusnahkan kekebalan musuh yang memiliki ihnu weduk seperti Kim Ciong Co (lonceng ernas), Thiat Po San (baju besi), pula terhadap orang-orang yang memakai bahan pakaian yang tak mempan senjatapun dapat diterobosinya.

   Berhubung serangan kakek Ciong dilakukan divar dugaan, tak dapat bagi wanita berbaju merah untuk mengegoskannya, dengan telak ia merasai pukulan tersebut sampai tubuhnya jatuh terguling.

   Tapi ia cukup lihay, begitu jatuh, tubuhnya sudah lantas dapat mencelat bangun lagi dan segera melompat kebelakang tempat tidur batu, untuk kemudian menghilang dibalik dinding.

   Baru saja Ciong Peng hendak mengejarnya, tapi tiba-tiba tempat dimana wanita tadi menghilang, telah tertutup rapat dengan sebuah batu besar.

   Menyusul belakangan, jalan keluar dari situpun, entah sejak kapan, telah ditutup oleh pintu batu lainnya.

   Dengan begitu, Ciong Peng jadi terkurung ditengah-tengah ruangan tersebut.

   Andai kata ia tak dapat keluar selama sepuluh hari atau lamanya setengah bulan disitu tanpa makan dan minum, dengan sendirinya ia akan mati lemas.

   Namun empe gagah ini tidak kekurngan akal, ia melihat bahwa batu dimana orang yang telah
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono dikuliti berbaring lain keadannya dengan batu-batu yang terdapat disekitarnya.

   Ia segera menghampirinya dan setelah memperhatikan beberapa saat lamanya, ia membentangkan sepasang tanganna., memegang kedua ujung dari pembaringan tersebut.

   Sambil mengeluarkan seruan, tangannya berhasil mengangkat batu seberat tiga ratus kati dan melemparkannya kesebelah samping.

   Tampak kemudian, bahwa disebelah bawahnya terdapat sebuah goa yang menjurus kedasar goa lainnya.

   Keadaan disitu tampak terang, ia menandakan bahwa lobang itu merupakan sebuah jalan keluar.

   Hal mana membuat Ciong Peng jadi sangat girang, cepat3 melompat kedalamnya.

   Benar saja, begitu kakinya menginjak dasar ruangan tersebut, ia sebuah jalan lurus yang dapat menembus ketempat lainnya.

   Cepat- cepat ia berjalan kearah itu.

   Tapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, tiba-tiba entah dari mana datangnya telah menyambar dirinya beberapa buah batu karang besar, yang datangnya saling susul serta diluar dugaani Cepat-cepat Ciong Peng mundur guna menghindarkannya.

   Baru saja kakinya melangkah kebelakang, tempat keluar baginya telah tertutup lagi.

   Begitupun tempat kosong dimana ia masuk barusan, telah disumbat kembali.

   Menyusul belakangan, dari sekitar ruangan tersebut muncul beberapa buah lobang, yang disusul dan dalamnya menyemburkan pasir yang deras sekali.

   Tahulah Ciong Peng kini, bahwa lawan-lawannya hendak mengubur dirinya hidup-hidup ddalam pasir, yang terus mengalir masuk keruang itu tanpa henti-hentinya, makin lama makin tinggi saja tumpukannya.

   Bong San Kiam Khek segera melompat keatas dinding batu tersebut, dengan menggunakan limo Pit Houw Kong (cecak melekat) ia menempelkan tubuhnya disitu.

   Tumpukan pasir makin lama makin tinggi saja, dari dua depa, meningkat ketiga depa akhiranya mencapai tujuh depa.

   Empe Ciong insyaf, keadaan itu pasti akan lebih banyak membawa celaka baginya dari pada menguntungkan.

   Tak dapat ia berdiam diri terus tanpa mencari usaha lainnya, maka ia segera menggerakkan pedang pusakanya.

   Sekali tusuk, pedang tersebut telah berhasil menembus dinding sedalam setengah depa lebih kedalam dinding disampingnya.

   Ia gunakan tancapan pedang tersebut sebagai tempat kakinya berpijak.

   Baru kemudian ia tempelkan tangannya ke dinding batu seraya membentangkan ilmu Kim Kong Ciang Hoat.

   Begitu lihay tangannya ini, sebab begitu tangannya menempel, batu dikedua sisinya segera pada hancur berantakan.

   Perlahan tapi pasti tangan empe Ciong terus mendesak masuk, dengan disusul runtuh sedikit demi sedikit batu-batu dikedua sisinya.

   Setelah lewat beberapa saat, tangannya telah berhasil masuk dan mengorek sedalam kira-kira tiga depa lebih.

   Sedangkan tumpukan pasir telah makin meninggi juga, andai kata ia tidak cepat-cepat menggali, niscaya badannya pasti akan tertimbun didalamnya.

   Ciong Peng tidak menjadi gentar atau putus-asa karenanya, sebab didalam dirinya tertanam suatu keyakinan, bahwa dimana ada kemauan dan usaha, tiada satu soalpun yang akan sukar diselesaikan.

   Sambil menggeretek gigi, ia percepat usahanya, ia gunakan sekuat tenaga yang ada untuk terus mengorek.

   Maka ketika tumpukan pasir telah mencapai kedekat kakinya, ia telah berhasil membuat sebuah lobang, yang cukup baginya untuk lolos keluar.

   Dengan cara merayap, sehabis mencabut pedangnya, ia terus masuk kedalam lobang yang baru dibuatnya, dilain saat tubuhnya telah berada ditempat yang bebas.

   Hanya barn saja tubuhnya
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono muncul, ia mendapatkan disitu ada beberapa mayat hidup yang berpakaian serba kuning, hal mana membikin ia jadi sangat terkejut! Kawanan mayat hidup sedikitpun tak menduga bahwa pendekar tua yang gagah serta ulet ini bisa lobos dengan cara demikian.

   Begitu melihat Ciong Peng keluar, mereka segera melemparkan kantoug pasir yang sejak mereka tumpahkan kedalam goa dan cepat-cepat'.

   memburu kearah Bong San Kiam Khek.

   Bila didalam keadaan biasa, jangan kata baru beberapa mayat hidup, puluhan bahkan ratusan lagi Cong Peng masih tak gentar menghadapinya.

   Tapi sayang kini tenaganya boleh dikatakan telah berkurang sekali, tak dapat ia melawan mereka terlebih jauh, baik jasmani maupun rokhaninya telah berada didalam keadaan cape sekali.

   Maka begitu melihat mereka mendatangi, tanpa memperdulikan suatu apa ia lantas membentangkan ilmu Liok Tee Hwie Heng (terbang diatas tanah), terus lari sambil mengempos sisa tenaga yang masih ada.

   Ia kabur menuju kepantai! Dua mayat hidup tak mau melepaskan padanya, terus mengejar sampai dimana ia pergi, mereka masing-masing menggunakan gerakan Co Siang Hwie Heng (terbang diatas rumput)! Sambil lari didalam diri Ciong Peng mengharapkail bisa berjumpa dengan Yo Ceng Tong dan lainnya, ia sama sekali tidak menduga bahwa kawan-kawannya sebagian besar telah kena ditawan oleh musuh, hanya Piauw Hiang seorang yang dapat meloloskan diri.

   Maka biarpun ia telah lari kemana juga, ia tetap tak dapat menjumpai teman-temannya.

   Tenaganya kian berkurang, matanya telah mulai berkunang.

   Apa mau, sesampainya dipantai, ia juga tidak melihat perahunya Siong Hok.

   Maka habislah segala pengharapannya, ia lari sembarangan saja, tak tahu kemana ia harus menuju.

   Lawan-lawannya makin lama makin mendekati dirinya dan untung ketika ia hampir tertangkap, datanglah Gwen Sang Gwan dan kawan-kawan.

   (IV) Hu Hai Sam Kie bermaksud mengajak orang banyak untuk sementara berlalu dulu dari tempat tersebut.

   Sebab mereka insyaf akan kepandaian lawannya yang boleh dikata telah hampir mencapai tingkat kesempurnaan, yang biarpun mereka bertiga bergabung, belum tentu mereka bisa men-jatuhkan musuh.

   Mereka lantas mengusulkan supaya semuanya untuk sementara kembali dulu kedaratan, pergi ke Bu Tong San guna memberitahukan perihal kematian Oey Bok Cinyin kepada partai Bu Tong.

   Baru kemudian, dengan beramat-ramai mereka datang pula kesitu guna mem-basmi Peh Kut Sin Kun beserta komplotannya.

   Namun usul itu tidak dIsetujui oleh Bong San Kiam Khek beserta Goei Piauw Hiang.

   Sebab menurut mereka, lebih penting menolong teman-teman yang telah kena ditawan, sebab bila terlambat, mereka takut kalau keadaan mereka akan seperti Tiong Houw yang menjadi mayat-hidup! Bila usaha mereka menolong kawan berhasil, barulah mereka kembali kedaratan, guna mengundang orang-orang gagah untuk membasmi kawanan orang keji tersebut.

   Atas usul tersebut, untuk beberapa saat lamanya Hu Hai Sam Kie berdiam diri, mereka tak dapat mengambil keputusan dengan segera.

   Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Melihat ini nona Goei telah berkata lagi.

   "Sebelum mendapat kepastian bahwa kita harus atau tidak kembali dulu kedaratan sebelum menolong teman-teman yang tertangkap oleh musuh, maka
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono sebaiknya kita usahakan supaya kesadaran saudara Han dapat dipulihkan dulu.

   Aku rasa, dengan mengandalkan kepandaian sekaiian Loocianpwee, mesti diantara kalian ada yang dapat mengobatinya.

   Siapa tahu, dari diri saudara Han kita mendapat keterangan berharga tentang keadaan di sarang musuh."

   "Bila tidak kau sebutkan, hampir saja aku lupa. Sau-dara gemuk, kau adalah seorang akhli didalam bidang pengobatan urat- nadi serta tusuk jarum, coba tolong kau lihat, apakah Tiong Houw masih bisa ditolong atau tidak?"

   Kata Seng Gwan kepada temannya.

   "Aku rasa susah, sebab racun Peh Kut Loo Koay susah sekali dicari pemunahnya, terkecuali dari tangan iblis itu sendiri. Aku kira kita tak usah membuang banyak tenaga untuk menelitikan keadaan Tiong Houw, nanti saja setelah kita berhasil menyerbu dan membasmi musuh, kita mencari obat pemunahnya disarang mereka."

   Kata Beng In Siansu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Apa salahnya didalam menggunakan beberapa saat bagi kita untuk berpikir, disamping itu kita gunakan untuk melihat-lihat keadaan keponakanku. Siapa tahu kau bisa secara diluar dugaan kita bisa mengobatinya!"

   Kata Han Beng.

   "Tak mungkin,"

   Kata paderi itu cepat.

   "Kecuali kita mendapatkan obat pemunahnya."

   "Sebelum dicoba janganlah kau mengatakan tak mungkin, coba kau usahakan dulu setelah mana barulah kau membikin suatu kesimpulan!"

   Seng Gwan menyokong usul temannya yang satu.

   Didesak sana sini, akhirnya Beng In Siansu jadi tak berdaya untuk mengelakkan lagi permintaan teman-temannya.

   Sambil mengangguk perlahan ia menghampiri tubuh Tiong Houw, seraya sebelumnya menyuruh Kim Hoat membawa pelita kesitu.

   Setelah memeriksa sesaajt, mendadak romannya yang tadinya agak lesu jadi berseri, segera, ia berkata kepada Han Beng.

   "Dugaanmu tepat Loo-sam, keponakanmu masih ada harapan bisa sembuh kembali."

   "Benarkah?"

   Tanya kawannya cepat, la takut kupingnya salah dengar.

   "Betul. Rupanya Thian memang pemurah. Entah mengapa,. kawanan Peh Kut Loo Koay kali ini turun tangan secara meleset, hingga racun yang diberikan kepada keponakanmu belumlah meresap benar, baru dibagian luar saja yang kena terserang. Rupanya pekerjaan meracuni orang sampai lupa diri, lupa segalanya itu bukanlah dilakukan oleh Peh Kut Loo Koay sendiri!"

   "Sjukurlah kalau begitu,"

   Han Beng berkata dengan roman berseri, kemudian ia menegaskan lagi.

   "Jadi kau merasa pasti bahwa keponakanku dapat kau obati ?"

   Si paderi menganggukkan kepalanya.

   Habis mana ia segera membuka kantong obatnya, mengeluarkan beberapa batang jarum mas dan meminta Seng Gwan untuk membuka baju Tiong Houw.

   Sedang ia sendiri lantas membakar tiga batang jarum diatas api pelita, kemudian ia meraba dulu kejalan darah si pemuda, disusul dengan menusukkan sebatang kedalamnya.

   Begitu jarum tersebut menembus daging, segera terlihat ada semacam asap-putih tipis yang mengepul keluar dari badan Tiong Houw.

   Badan si pemuda tampak menggigil dan menggeliat kian kemari, romannya tampak sangat menderita.

   Waktu melihat roman orang yang begitu menderita, Seng Gwan menjadi kasihan.

   Tapi sebagai seorang yang juga akhli didalam soal
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono pengobatan, ia tahu bahwa pengobatan temannya membawa hasil yang diharapkan.

   Dilain pihak Beng In Siansu tidak berhenti sampai disitu saja, beruntun tapi secara hati-hati ia menusuk kebe-berapa buah jalan darah dibagian dada, diantaranya jalanl darah, Ciang Tay, Cong Bun dan Sin Teng.

   Sedangkan dibagian punggung orang ia tusukkan juga tiga batang jarum lainnya, yaitu masing-masing dijalan darah Hun Bun, Hian Ie dan Siong Kie.

   Biasanya, didalam mengobati orang dengan jarum, Beng In Siansu paling banyak menggunakan tiga batang jarum saja, boleh dikata baru sekali ini ia menggunakan jarum emasnya begitu banyak.

   Dan hal diatas, dapat diketahui betapa hebatnya dan parahnya yang diderita oleh Tiong Houw.

   Tak lama, terdengar kerongkongan pemuda she Han berbunyi, si paderi cepat-cepat membuka totokan yang dilakukan Seng Gwan sebelumnya untuk melumpuhkan 'si mayat hidup' Tiong Houw.

   Dengan kecepatan luar biasa ia sambar kaki orang, untuk diangkat dan dibalikkan serta menyelamkan tubuh si pemuda.

   Hal itu membikin orang banyak jadi sangat terperanjat, sebab perbuatan paderi ini adalah diluar dugaan mereka.

   "Loo-jie kau kau sudah gila-kah kau?"

   Han Beng berteriak.

   Tidak tahunya Beng In Siansu bukannya hendak melelepkan seluruh tubuh orang, banya waktu badan Tiong Houw terendam separoh dengan kepala disebelah bawah, ia lantas mengangkatnya kembali, lalu membaringkannya diatas papan perahu.

   Tak usah lama menunggu, sebab tiba-tiba pemuda she Han lantas muntah- muntah, mengeluarkan banyak cairan kuning-gelap serta kemerah- merahan.

   "Cukuplah sudah!"

   Demikianlah Beng In Siansu berkata dengan roman berseri.

   Selesai berkata ia mengeluarkan tiga butir Soat Can Wan-nya, lalu dimasukkan kedalam mulut keponakan Han Beng.

   Menyusul paderi ini menyuruh Kim Hoat mengambil air hangat untuk diminumkan pada Tiong Houw.

   Tak lama si pemuda she Han tampak mengangkat kepalanya dan melihat orang banyak.

   memandang orang banyak dengan mata pudar, namun perlahan-lahan jadi bersinar kembali! Wajah yang tadinya ke-tolol-tololan tiba-tiba berobah memperlihatkan perasaan kaget.

   Ia menundukkan kepalanya sambil memperhatikan pakaiannya yang basah, kemudian memperhatikan ju-ga keadaan disekelilingnya.

   "Tempest apa ini? Mengapa aku bisa berada disini?"

   Gumamnya. Melihat keponakannya telah pulih kesadarannya, Han Beng jadi sangat girang, ia lantas berkata.

   "Tiong Houw, akhirnya sadar juga kau!"

   "Mengapa paman bisa berada disini? Dimana encie Lang?"

   Tanya si pemuda. Waktu mendengar Tiong Houw menanyakan perihal anaknya, Han Beng jadi sedih hatinya, begitu sedih dan pilunya ia, hingga tanpa dapat dicegah air mata mengalir dari kelopak matanya, baru belakangan ia berkata.

   "Aku sendiri sedang mencarinya!"

   "Keadaan Tiong Houw masih lemah, tak boleh ia banyak bicara dulu. Sebaiknya kita membiarkan ia menukar pakai-annya yang basah serta mengisi perutnya dulu, memberi beberapa butir Soat Can Wan lagi dan menyuruhnya beristirahat untuk beberapa saat lamanya!"

   Seng Gwan kata pada orang banyak.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Dengan adanya peringatan itu, orang banyak jadi tidak banyak menanyakan ini dan itu lagi.

   Sehabis menukar pakaian, mengisi perut dan memakan beberapa butir Soat Can Wan serta mengasoh beberapa saat lamanya, kesehatan Tiong Houw telah berangsur pulih, hanya tenaganya saja yang masih lemah.

   Setelah orang banyak merasa si pemuda telah cukup mengasoh, maka bertanyalah nona Goei.

   "Sewaktu masih berada didalam istana Peh Rut Sin Kun tempo hari, apakah saudara Han melihat ayahku?"

   Habis mengajukan pertanyaan, ia segera melukiskan keadaan dan roman orang tuanya. Belum lagi Tiong Houw keburu menyawab, Han Beng telah bertanya juga.

   "Tiong Houw, selama kau berada dibawah pengaruh musuh, apakah kau melihat encie Leng-mu?"

   "Aku tak begitu lama berdiam di istana bawah tanah, disamping itu keadaanku pada saat itu telah berada didalam keadaan kurang sadar, berkat obat-racun yang diberikannya kepadaku."

   Sahut Tiong Houw.

   "Yang aku tahu hanyalah bahwa murid-murid Peh Kut Loo Koay terbagi didalam dua golongan, yang satu bisa berbicara, sedang lainnya tidak. Umumnya rambut orang-orang yang ada didalam istana dibawah tanah selalu meriapkan rambutnya, serta mengenakan topeng, hingga tak dapat dibedakan mana yang wanita serta mana prianya. Itulah sebabnya, baik ayah nona Goei seperti yang telah dilukiskan romannya tadi serta encie Leng tidak melihatnya sama sekali!"

   "Setelah mendengar keterangan saudara Han, menurut hernatku biar bagaimata kita harus masuk serta melabrak sarang musuh, guna sekalian menolong ayah, paman beserta anak-anaknya serta Siok Leng Ciecie, bila tidak, mereka pasti akan dijadikan mayat hidup!"

   Piauw Hiang kata sambil dengan roman memohon. Hu Hai Sam Kie berdiam diri, belakangan terdengar Beng In Siansu bertanya pada Seng Gwan.

   "Toa-ko, tahukah kau akan kepandaian khusus dari Peh Hut Loo Koay?"

   "Ilmu yang dilatih Loo Koay kalau tak salah adalah Kiu Im Sian Kong, hanya pada seratus tahun belakangan ini, boleh dikata jarang terdengar orang yang memiliki ilmu ini. Tapi andai kata Peh Hut Loo Koay benar telah melatihnya serta hampir sempurna tingkatannya, dapat kau bayangkan sendiri betapa tinggi kepandaiannya itu!"

   Seng Gwan menerangkan.

   "Sebaliknya sebelum Peh Kut Loo Koay sempurna benar ilmunya, kita menyerbu sarang serta membunuhnya. Bila terlambat lagi beberapa waktu, bila ia telah bisa melatih ilmunya sampai sempurna betul, akan susah bagi kita untuk membasminya!"

   Piauw Hiang mengusulkan.

   "Jangan kau terburu-buru Hiang-jie, sebaiknya kita tunggu sampai fajar menyingsing baru memasuki sarang musuh. Aku kira kawanan Peh Kut Kiauw tentunya takut akan sinar matahari, sebab mereka sudah menjadi seperti setan dan sebangsanya yang takut akan cahaya!"

   Sela Bong San Kiam Khek.

   "Begitupun baik, kita tunggu sampai fajar menying-sing baru memasuki serta mengubrak-abrik sarang musuh!"

   Beng In Siansu menyokong usul tersebut.

   "Tapi sebelum kita memasukinya, kita harus mengatur jalan keluarnyai"

   Kata Seng Gwan.

   "Bagaimana cara mengaturnya, Toa-ko?"

   Tanya Han Beng.

   "Dipihak kita kini sedikitnya ada tiga orang yang tidak dapat ikut menyerbu kesarang musuh, yaitu Tiong Houw beserta saudara Yu sama anaknya. Maka menurut hematku, sebaiknya mereka naik perahu meninggalkan pulau ini. Sedangkan kita, bila diberkahi
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono umur panjang oleh Thian hingga dapat membasmi kawanan Peh Kut Kiauw tanpa mengantarkan nyawa sendiri, kta boleh menyulut panah berapi untuk digunakan sebagai tanda.

   Dengan adanya tanda tersebut, Tiong Houw dan Kim Hoat bisa cepat-cepat kemari!"

   Orang banyak menyetujui usul itu.

   Piauw Hiang lantas pergi kedapur untuk masak nasi dan lauk-pauknya, yang kebanyakan terdiri dari daging ikan.

   Setelah masing-masing kenyang perutnya, lantas menyediakan bekal untuk dua hari lamanya, kemudian masing-masing naik keatas pulau.

   Han Tiong Houw bersama empe Yu dan anaknya lantas meninggalkan pulau itu.

   Gwen Seng Gwan memberi tanda disebuah batu karang, sebagai tanda bahwa itulah ternpat mereka mendarat.

   Kala itu fajar telah menyingsing, matahari memancarkan cahayanya yang jernih-bening, sinarnya terpantul terang tatkala terkena air! Selama itu Bong San Kiam Kheklah yang menjadi penunyuk jalan, sesampainya didekat puncak gunung, mendadak terdengar Ciong Peng mengeluarkan seruan aneh.

   "Aneh, mengapa goa ditutup oleh batu besar pada siang hari?"

   "Orang-orang Peh Kut Kiauw persis seperti yang kita duga, tiga bagian menyerupai orang, sedang tujuh bagiannya mirip setan. Begitu melihat matahari mereka segera menutup goa-setannya, takut kalau-kalau ada orang masuk kesitu. Han Loo-sam, mari kita berdua menggunakan Tay Lek Kim Kong untuk membobolkan batu renghalang ini!"

   Kata Beng In Siansu.

   "Baik, mari!"

   Sahut Han Beng bersemangat.

   "Tunggu dulu, berat batun ini sedikitnya seribu kati lebih, susah dan akan memakan banyak tenaga bagi kita untuk membukanya. Menurut perkiraanku, disekitar sini masih banyak goa semacam itu. Sebaiknya kita mengadakan pemeriksaan dulu."

   Cegah Bong San Kiam Khek.

   Orang banyak mau menurut perkataan Ciong Peng, mereka memeriksa sekitarnya.

   Betul juga apa yang dikatakan oleh empe Ciong, sebab tak lama mereka melihat sebuah goa lainnya yang tak tertutup.

   Bila dilihat dari luar, orang banyak tak tahu berapa dalamnya goa itu, hanya keadaannya tampak menyeramkan.

   "Sewaktu kau meloloskan diri, apakah melalui goa ini Ciong Loocianpwee?"

   Tanya Piauw Hiang.

   "Aku tak ingat lagi, sebab kala itu aku berada didalam keadaan letih dan kacau pikiran, begitu melihat ada jalan keluar, terus kulalui tanpa memperhatikan keadaannya lagi."

   Sahut Bong San Kiam Khek.

   "Sebaiknya kita masuk dari sini saja, tak perduli goa ini merupakan perangkap sekalipun. Lebih cepat kita menolong teman- teman kita adalah terlebih baik pula."

   Han Beng mengusulkan.

   "Betul kata Loo-sam, bila kita tak berani memasuki sarang macan, takkan bisa mendapatkan anaknya. Mari kita masuk."

   Kata Seng Gwan dan Beng In Siansu dengan suara hampir bersamaan.

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Habis berkata, dengan mengandalkan mata mereka yang tajam mereka menerjang masuk didalam keadaan yang samar-samar.

   Begitu masuk mereka segera mendapatkan aneka-bentuk batu yang aneh tapi menarik untuk dipandang.

   Sewaktu lebih ditelitikan, biarpun letak batu-batu aneh tersebut tampaknya sangat tak teratur, hanya kelihatannya didalamnya diatur Pat Tin Touw (barisan segi delapan).

   Hal itu pertama-tama dapat diketahui oleh Gwen Sang Gwan, maka cepat-cepat ia peringatkan temannya yang berjalan disam-ping.

   "Loo Poan, berhati-hatilah!"

   
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Baru saja peringatannya itu habis diucapkan, tiba-tiba telah menyambar beberapa titik putih kearah mereka.

   "Setan sialan, berani kau bermain-main dihadapan Hud-ya-mu!"

   Bentak si paderi.

   Setelah membentak, ia lantas menggerakan senjatanya sambil menggunakan gerakan Sin Liong Sie Hai (Naga Sakti berpesiar dilaut).

   Menyusul terdenga.r suara tring, tring beberapa kali, tujuh atau clelapan batang Siauw Kong Piauw (badi-badi baja kecil).

   Sambil tertawa besar Beng In Siansu telah berkata lagi.

   "Segala tembaga dan besi rongsokan masih berani kalian perlihatkan dihadapanku. Hai Peh Kut Loo Koay, bila engkau benar-benar mempunyai kepunsuan, lekas kau perlihatkan diri dihadapan Hud- ya-mu!"

   Belum lagi habis perkataannya diucapkan, tiba-tiba dari samping kanannya telah menyemburkan asap kuning, menyembur kearah kepala sang paderi.

   "Loo Poan, lekas kita berlalu dari sini, itulah asap beracun!"

   Begitu mendengar peringatan kawannya, Beng In Siansu cepat- cepat menotolkan ujung senjatanya, dengan menggunakan gerakan Ju Yan Sieh Hwie (burung walet kecil belajar terbang), tubuhnya mencelat keluar.

   Teman-temannya menelad perbuatannya menuju kedepan goa.

   "Loo Poan, lekas kau keluarkan pil anti racunmu, lekas bagi- bagikan pada, setiap orang yang hendak masuk kedalam goa ini. Dengan begitu kita tak usah takut lagi pada uap racun dan sebagainya."

   Si paderi menurut apa yang diusulkan oleh temannya. Dari jubahnya ia mengambil sebuah tabung, dari dalamnya ia mengeluarkan lima butir pil, yang masing-masing dibagikan kepada orang banyak seorang sebutir.

   "Mari kita masuk!"

   Kata Seng Gwan pada orang banyak.

   Selesai berkata ia mendahului melompat masuk dengan diikuti oleh kedua orang kawannya.

   Piauw Hiang dan Ciong Peug juga segera menelad perbuatan Hu Hai Sam Kie.

   Demikianlah, bagaikan beberapa ekor burung walet yang lincah-gesit tubuh kawanan orang gagah memasuki tumpukan batu.

   Malah Seng Gwan telah mendahului orang banyak memasuki Seng Bun (pintu-hidup) dari tarisan batu tersebut.

   Baru saja kakinya melangkah masuk, tiba-tiba dibelakangnya ada angin dingin menyambar kearah tiga jurusan dari tubuhnya.

   Cepat-cepat Tosu ini mengegos kesamping, hingga serangan tersebut lewat disisinya.

   Waktu ditelitikan, kiranya benda yang menyerang dirinya adalah senjata yang berbentuk cakar-ayarn dengan bersambung-sambung dengan rantai sebagai pegangannya.

   Bokongan tadi berasal dari sebelah kiri dan dilakukan oleh seorang yang berpakaian merah.

   Habis mengegos, tanpa menunggu dirinya diserang, Seng Gwan telah mendahului melompat menerkam sambil menusukkan pedangnya dengan menggunakan gerakan Cun Li Ca Can (Awan bertebaran), diarahkan kernuka lawannya.

   Dengan adanya gerakan cepat dan luar biasa dari kakek Gwen ini, si pembokong cepat mengegos kesisi.

   Hanya sebelum ia sempat berbuat epa, serangan kakek gagah itu telah tiba lagi, kali ini dengan gerakan To Coan Im Yang (menyungkir-balik negatif dan positif).

   Pedangnya disabetkan kebatok kepala musuh.

   Ang Ie Jin kembali jadi gelagapan, dengan sekuat tenaga ia melompat menyingkir, hanya gerakannya kalah cepat dengan babatan pedang Seng Gwan.

   Maka biar ia telah berusaha bagaimana
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono juga, walupun betul dirinya luput dari ancaman bahaya, namun rambutnyalah yang menjadi sasaran, dengan terpapas sebagian besar dari atasnya.

   Hal mana membikin si pembokong tadi, biar bagaimana nekat dan tabahnya dia, mau tak mau jadi mengeluarkan keringat dingin juga, nyalinya boleh dikata pecah seketika.

   Si Tosu she Gwen bukan saja lincah gerakannya, permainan pedangnyapun hebat luar biasa.

   Begitu melihat serangannya tidak begitu membawa hasil, tapi toh ia mendapat angin, ia susulkan serangan berikutnya, sebuah serangan berantai, yang sekali dihantarnkan diarahkan kedua buah jurusan, masing-masing dengan gerakan Kim Cin Eng Sian (menjahit dengan jarum emas) dan Kie Bok Ciang Po (ombak menghantam bebokong), diarahkan kebagian atas dan bawah bebokong musuh.

   Hanya sebelum serangannya mengenal sasaran, Ube- Seng Gwan merasakan ada sambaran angin yang menyuju kepalanya.

   Cepat-cepat ia menunduk, terlihat dua buah kampak bath lewat diatas kepalanya dan membentur dinding goa, yang disamping menerbitkan suara keras pun menimbulkan lelatu api, bahna keras benturan tersebut.

   Begitu berhasil meloloskan diri dan serangan musuh, dengan gerakan yang cepat luar biasa si Tosu mengayunkan tangannya, dan batang Kim Cian Pauw melayang kearah asal datangnya serangan kampak barusan.

   Tak lama, terdengarlah suara jatuhnya sesuatu, maka tahulah si empe bahwa serangannya membawa hasil seperti yang diharapkannya.

   Ia menjadi sangat girang, segera.

   hendak menerjang kearah itu.

   Hanya sebelum ia sempat melaksanakan maksudnya, tiba-tiba telah melayang kearahnya beberapa titikputih.

   Jarak bokongan musuh kali ini disamping begitu cepat pun diluar dugaannya, pula jarak yang dilakukannya dekat sekali.

   Hal mama membikin kakek Gwan jadi sangat terkejut.

   Cepat-cepat ia menggunakan gerakan Tiat Poan Kio (jembatan besi), tubuhnya setengah-ngejengkang kebelakang, yang membikin titik putih tadi lewat persis diatas tubuhnya, benda tadi ternyata adalah tiga batang panah pendek.

   Tanpa menunggu serangan lawan berikutnya, Hek Ie Tun Yang Gwen Seng Gwan sudah lantas mencelatkan tubuhnya seraya mengayunkan pedangnya, kearah datangnya serangan gelap barusan.

   Begitu hampir sampai ditempat sasaran, ia gerakan senjatanya dengan menggunakan gaya To Cian Seng Ho (membabat ribuan bintang) dan 'Ttrrraaaannnggg', suara beradunya senjata tajam dengan benda keras, tapi tiada terlihat ada sebuah tubuh manusiapun.

   "Lihay benar gerakan pembokong tadi!"

   Pikir Seng 'Gwan.

   Namun waktu ia lebih menelitikan, tahulah ia akan sebabnya.

   Ternyata ditempat yang diserangnya barusan memang asalnya tidak ada orang, yang ada hanya pasangan tali busur yang diikat pada dua buah batu karang, diikat demikian rupa, hingga biarpun tiada orang yang menyaganya, tali busur yang memangnya telah ditarohkan panah bisa melayang sendiri, sedang si pengaturnya.

   boleh berdiam ditempat yang berjarak kira-kira dua atau tiga depa dari situ, Inilah suatu tiara mengatur yang manis serta sempurna! Dengan adanya cara, mengatur dari lawan yang demi-kian, untuk selanjutnya, didalam melakukan penyelidikan berikutnya Seng Gwan jadi tidak berani berlaku sembrono lagi.

   Dengan langkah waspada, dengan mata dan kuping yang dipasang benar- benar, perlahan-lahan serta hati-hati ia maju kedepan.

   Sebab ia khawatir, suatu waktu salah langkah, masuk kedalam perangkap lawan, dengan dibarengi pula oleh senjata-senjata beracun lawan, biar bagaimana lihaynya dia, suatu waktu pasti akan dapat membuat kelambatan serta kelalaian.

   Hingga bila dirinya sampai kena
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono terserang oleh senjata-senjata lawan yang beracun serta dilakukan secara licik begitu, akan mati konyollah dia.

   Dilain pihak, kedua temannya, yaitu Beng In Siansu serta Han Beng juga ikut masuk kedalam Tin (barisan) lawan.

   Begitu mereka masuk, mereka segera disongsong oleh tiga orang Ang Ie Koay Jin, yang kesemuanya bermuka pucat dengan rambut yang berurai panjang serta tak teratur.

   Ditangan masing-masing pada menggunakan senjata cakar-tangan-manusia dengan direnteti oleh rantai-rantai bersambung sebagai pegangannya.

   Diantara.

   mereka segera terjadi pula suatu pertempuran yang dahsjat.

   Beng In Siansu dengan senjata bulan sabitnya yang bengagang panjang menghantam kesana kemari, sedang Han Beng dengan bertangan kosong, sambil membentangkan ilmu 'fay Lek Kim Kong Chiu Hoat menghadapi musuh.

   Bila diatas tanah datar, tak usah dikata, didalam tempo sekejap, kedua kakek gagah ini pasti dengan mudahnya menjadikan ketiga musuhnya.

   Tapi keadaan pada saat itu berlainan sekali, mereka berternpat diatas batu-batu yang pada menonyol disana-sini, serta didalam Tin buatan lawan lagi.

   Tak biasa mereka bertempur dengan cara itu dan berlainan sekali dengan ketiga musuhnya, yang telah biasa dan boleh dikata telah hafal diluar kepala jalan-jalan mana yang harus dilaluinya.

   Hingga dengan begitu, biar kedua kakek ini memeras tenaga dan mengeluarkan kepandaian simpanannya yang istimewa, mereka tetap tak dapat merobohkan musuhnya, keadaannya jadi berimbang, sebentar saja empat puluh jurus telah dilalui.

   Piauw Hiang dan empe Ciong yang sejak tadi menyak-sikan dari luar Tin, waktu melihat keadaan tersebut, nona Goei jadi tidak sabar, ia lantas mencabut pedang pendeknya dan segera hendak menerjang masuk kedalam Tin.

   Namun telah keburu dicegah oleh empe Ciong.

   "Jangan kau masuk kesana, kau tak tahu akan siasat yang diatur didalam Pat Kwa Tin musuh, jadi andai kata kau bertemu bahaya nanti, tiada akan bisa orang yang menolongmu."

   Mau si nona menuruti perkataan orang tua itu, akan tetapi hatinya rupanya belum peas, ia berkata.

   "Setelah teman-temannya kita bertempur, Ciong Loocianpwee, masakan kita terus menerus berpeluk tangan menyaksikan mereka bertempur. Disamping itu, bukankah masukmya mereka ke-mari adalah atas anyuran kita serta untuk menolong teman kita pula. Tak baik kiranya kalau kita tidak ikut turun tangan."

   "Anak tolol, kau hendak kemanakan ilmu Ciat Kiat Sin Cin- mu? Dari luar Tin kita membantu menggempur musuh, bukankah akan sama dengan kita menerjang masuk kesana?"

   Si kakek menerangkan. Akan perijelasan itu, nona Goei jadi sangat bergirang Kati, sambil tersenyum ia berkata.

   "Betul, mengapa tidak sejak tadi Loocianpwee mengatakannya. Mari kita sama-sama menjajal ilmu tadi, supaya kawanan binatang-aneh merasai kelihayan senjata kita!"

   "Baik, mari."

   Ciong Peng menyetujui.

   Lalu mereka masing-masing mengambil posisi disebelah kanan dan kin barisan (Tin), dan mana, dengan serentak mereka melemparkan jarum-jarum sakti yang diarahkan kepada ketiga lawannya.

   Dan usaha mere!ca ternyata membawa hasil.

   Sebab biar bagaimana tajam kuping dan awas mata orang-orang Peh Kut Kiauw, tapi senjata yang dilemparkan oleh Bong San Kiam Khek dan Piauw Hiang adalah sangat halus disamping boleh dikatakan tidak menimbulkan suara sama sekali.

   Hingga salah seorang diantaranya telah tekena timpukan jarum pada bahunya.

   Betul ia tidak sampai terluka berkat baju yang dilapis, namun toh ia jadi sangat kaget sampai menjadi lengah, maka tak ampun lagi pukulan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Han Deng tepat menghajar badannya, hingga tubuhnya jadi terpental dan membentur batu.

   Akan tetapi orang itu sungguh kuat, begitu jatuh, ia lantas melompat bangun, bukan untuk menyerang, hanya lantas raelarikan din dan menghilang dibalik batu.

   Dilain pihak, salah seorang kena dihajar oleh jarum fang dilemparkan oleh Piauw Hiang, yaitu pada jidatnya.

   Biarpun muka orang itu bertopeng, namun serangan tersebut membikin ia jadi sangat terkejut.

   Semangat untuk bertempur terlebih lama jadi lenyap sama sekali.

   Sambil bersiul, ia segera membalikkan tubuhnya dan larii, dilain saat telah menghilang dibalik batu! Gwen Seng Gwan dan lain-lainnya tidak mengejarnya, sebab mereka takut akan masuk kedalam perangkap musuh.

   Empe Gwen sudah lantas tertawa besar, sebab biarpun mereka tidak berhasil membunuh lawan-lawannya, tapi mereka telah berhasil memberi suatu hajaran-pahit.

   Ia kemudian membawa teman-temannya melintasi batu-batu karang yang berserak disana sini, yang sebenarnya membentuk sebuah barisan segi delapan.

   Setelah menikung tujuh belokan, mereka sampai disebuah jalan lurus yang sangat gelap.

   Empe Gwen menyuluh obornya, baru saja ia hendak memimpin orang banyak untuk memasuki jalanan tersebut, tiba-tiba ada sebuah batu kecil melayang, tepat menyambar kearah batang obor tersebut hingga patah dan apinya jadi mati seketika.

   Hal mana membikin semua orang yang ada disitu jadi sangat terperanjat, terlebih-lebih empe Gwen.

   Ini disebabkan batu obornya biarpun bukan terbuat dari baja tempaan, namun lebih kuat dari gagang suluh yang biasa.

   Adalah aneh dan hebat bagi si penyerang, yang dengan sekali serang dengan batu kecil saja sudah bisa memutuskannya.

   Dari hal itu dapat dipastikan bahwa sipenyerang gelap pasti mem-punyai kepandaian yang luar biasa.

   sedang Iweekang boleh dikata telah mencapai tingkat sempurna.

   Sang Govan cepat-cepat melompat kebelakang sambil melemparkan gagang obor yang telah buntung itu.

   Sebagai gantinya, ditangan kanannya ia memegang senjata gaetannya, sedang ditangan kirinya menggenggam pedang panjangnya.

   Dengan sikap waspada ia siap menghadapi musuhnya yang tidak terlihat.

   Beng In Siansu dan Han Beng masing-masing melompat kedua sisi tubuh temannya.

   Setelah menunggu teberapa saat lamanya, si penyerang gelap masih juga belum munculkan diri, yang membikin orang banyak jadi merasa sangat heran.

   Tiba-tiba terdengarlah suara orang tertawa, hebat serta tajam suara tersebut, membikin setiap orang yang mende-ngarnya jadi sedikit menggidik.

   "Hai orang yang bersembunyi, engkaukah Peh Kut Loo Koay? Lekas keluar menerima kematianmu!"

   Bentak empe Gwen.

   "Betul, Couw-su-ya-mu adalah Peh Kut Sin Kun. Tempo hari karena kurang hati-hati aku jadi kena ditipu oleh kawanan tikus. Baiknya. ilmuku telah sempurna, biar apapun yang mereka lakukan, mereka takkan bisa mengambil jiwa Couw-su-ya-mu. Ha, ha, ha, kini kalian kawanan tikus kecil lainnya berani pula datang mencariku disini, inilah yang sebenarnya aku tengah harapkan. Aku akan menjadikan kalian sebangsa mayat hidup atau seperti Oey Bok Toojin yang ku-kuliti kernudian dipantek diatas pembaringan batu! Ha, ha, ha ..!"

   Biar bagaimana tabahnya Piauw Hiang, tapi ia adalah seorang wanita, waktu mendengar suara yang menyeramkan itu, hatinya jadi berdebar dan tubuhnya sedikit menggidik.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Berlainan dengan orang laki lainnya, mereka biarptm agak jeri didalam hati, namun mereka dapat menguasai dengan suara hampir berbareng, membentaklah Hu Hai Sam Hie.

   "Hai bangsat tua, ajalmu kini telah hampir sam-pai, bila kau benar-benar seorang jantan, tunjukkanlah tam-pangmu guna menerima pembalasan setimpal dari perbuatan g kejam lagi keji-mu selama ini!"

   Mendengar mana, terdengar Peh Kut Sin Kun tertawa besar lagi serta bergelombang, suaranya lebih menyeramkan serta, menusuk kuping dari pada sebelumnya.

   "Oh .. oh .. kalian berani menantang Couw-su-ya- mu? Bagus, bagus. Tapi aku segan melayani kalian bangsa kurcaci seperti kalde botak, Tosu hidung kerbau serta lain-lainnya yang berupa kacoa kecil. Sebab sebelum kalian bisa bertemu denganku, kalian pasti akan mati. Hanya sebelum kalian menemui ajal, aku akan memperlihatkan beberapa kelihayan kaum Peh Kut Kiauw, supaya kalian mati tidak penasaran. Disamping itu, bila kalian ada pesan apa-apa sebelum mati, lekas beritahukan Couw-su-ya-mu, supaya aku bisa menyuruh orangku menyampaikan pesan kalian sama keluargamu! Ha, ha, ha, ha!"

   "Hai makhluk tua busuk, waktu kami datang kemari kami telah bertekad tidak menghiraukan jiwa kami lagi, tapi sebelum kami mati, kami percaya akan bisa memusnakan kau, manusia paling keji didalam dunia ini!"

   Tidak terdengar Peh Kat Loo Koay berkata lagi. Seng Gwan dan lain-lainnys terus saja memaki serta me-nantang. Lewat pula sesaat, tetap masih tidak ada reaksi dari lawan. Mendadak Ciong Peng ingat sesuatu, ia segera berkata kepada kawan-kawannya.

   "Tak usah kita memaki pula, sebab lawan kita telah berlalu dari sini."

   "Dari mama kau tahu?"

   Tanya Seng Gwan.

   "Dulu sewaktu aku terkurung, aku mengalami hal yang serupa, tidak tahu lawanku berada disebelah atas."

   Bong San Kiam Khek menerangkan.

   "Jadi maksudmu kita berada dilapis bawah, sedang lawan ada dilapis atas?"

   Sang Gwan menegaskan.

   "Ya, tegasnya ruangan ini terbagi dalam dua bagian."

   Ciong Peng kata sambil menganggukkan kepalanya.

   "Maka kini sebaiknya kita melanjutkan petijelidikan kita."

   Baru saja kawanan orang gagah ini hendak melangkah maju, tiba-tiba mereka menampak disebelah depan ada dua buah titik merah yang tengah jalan mendatangi.

   Setelah dekat, barulah mereka melihat tegas berada apa yang sedang jalan menghampiri, yang ternyata adalah dua orang anak kecil berpakdian merah dengan muka berkedok.

   Tatkala menampak empe gagah, kedua bocah tadi lantas membalikkan tubuh dan lari kembali.

   Bang In Siansu lantas mengejar.

   Tapi nyatanya, biarpun masih sangat muda usianya, gerakan kedua bocah itu sangat lincah dan ringan sekali, dengan beberapa kali lompatan, mereka telah berhasil menghilang dibalik batu.

   Si Hweeshio jadi sangat penasaran, terus mengejar, biarpun sasarannya telah lenyap dari hadapannya.

   Ciong Peng dan lain-lain karena khawatir masuk kedalam perangkap, membuntuti jejaknya.

   Setelah lewat beberapa tikungan, sampailah mereka disemua tempat yang terang, yang ketika ditegaskan, mereka telah sampai ditepi sebuah lembah.

   Luas lembah itu lebih kurang seratus meter persegi.

   Disitu hanya terdapat sebuah jalan, baik untuk masuk kedalamnya maupun bagi keluarnya juga.

   Didasar lembah tersebut
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan ID Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pedang Inti Es Karya Okt

Cari Blog Ini