Ceritasilat Novel Online

Banjir Darah Di Pulau Neraka 3


Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong Bagian 3



Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono tampak berkumpul sekelompok bayangan berjubah kuning, tujuh atau delapan orang membentuk sebuah bagian.

   "Bukankah yang berbaring didasar lembah itu kawanan mayat- hidup adanya?"

   Teriak Piauw Hiang sambil menunjuk kearah yang dimaksud.

   Waktu orang banyak memperhatikan kearah yang ditunjuk, benar seperti yang dikatakan oleh nona Goei, itulah kelompok kawanan mayat-hidup, yang seluruhnya ditaksir berjumlah seratus orang lebih.

   Cara mereka berbaring luar biasa sekali, bukan baring sembarang berbaring.

   Setiap tujuh atau delapan orang membentuk sekelompok kecil.

   Bentuk dari kelompok tersebutpun sang-at aneh, ada yang membentuk bulat, ada pula yang membentuk semacam Tin.

   Sedangkan muka mereka rata-rata menghadap keatas.

   Untuk beberapa saat lamanya kawanan orang gagah jadi bengong memandang keadaan mereka.

   Mendadak dari lamping gunung terdengar suara ting, ting, ting, tiga kali.

   yang luar biasa adalah, begitu mendengar suara itu, setiap mayat-hidup yang tengah berbaring cepat-cepat pada bangkit dan berbaris rapih sekali! Menyusul dari lamping gunung mencelat turun sembilan bayangan Ang le Jin (orang yang berpakaian serba merah), turunnya tepat ditengah-tengah kawanan mayat hidup.

   Begitu sampai, salah seorang lantas menepuk tangannya sebanyak tiga kali.

   Tepukan mana membikin kawanan mayat hidup yang berpakaian serba kuning pacta memencarkan diri, kemudian membikwin sebuah barisan kecil lagi, setiap delapan atau sepuluh orang membentuk sebuah kelompok, masing-masing pada mengambil posisi didalam barisan Kiu Kiong (sembilan istana).

   Tiba-tiba salah seorang Ang Ie Jin, yang rupanya menjadi kepala dari rombongan orang yang berpakaian serba merah, segera membentak kearah kawanan orang gagah.

   "Setelah kalian berani datang kepulau neraka ini, kepandaian kalian tentunya telah lumayan. Tapi kalian harus mengetahui, bahwa Peh Kut Touw Hun Tin kami lihay sekali, maka sebelum kami gerakkan, sebaiknya kamu menyerah saja, dengan begitu kalian masih ada harapan untuk hidup, bila tidal, hemm .. jangan harap kamu bisa lolos dari barisan pencabut nyawa dari Peh Kut Kiauw ini!"

   Dengan mendengar nadanya yang halus tapi tajam itu, orang banyak lantas dapat memastikan bahwa si pembicara adalah seorang wanita.

   "Hai wanita iblis, bila engkau hendak turun tangan silakan, tak usah kau ngoceh terus disitu! Sebab kedatangan kami kemari bukanlah untuk menyerahkan diri, tapi sebaliknya, hendak memusnahkan kalian!"

   Han Beng balas membentak.

   Mendapat jawaban seperti diatas, si wanita aneh jadi sangat marah, ia segera bersiul panjang, menyusul mana, seratus lebih kawanan mayat hidup lantas menyerbu kearah Sang Gwan dan kawan-kawannya.

   Hu Hai Sam Kie dan lain-lainnya tahu bahwa rombongan mayat hidup tersebut bukanlah benar-benar-' mayat hidup, tapi hanyalah rombongan orang biasa yang telah dibius hingga lupa diri.

   Sebetulnya mereka tidak tega untuk membunuh mereka, hanya bila mereka tidak berbuat demikian, merekalah yang akan menjadi mangsa.

   Maka tak ada lain jalan, biar bagaimana mereka harus mengeraskan hati untuk menyambuti kedatangan lawan secara kekerasan juga.

   Waktu gerombolan mayat-hidup telah mendekati, Han Beng mendahului kawan-kawannya menyambut kedatangan mereka dengan pukulan Kim Kong Hoat In (Arhad menguak awan) dari Tay Lek Kim Kong Chiu Hoatnya.

   Begitu tangannya digerakkan,
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono segera angin pukulan yang dahsyat menyambar kerombongan delapan mayat hidup yang berbaris paling depan.

   Andai kata serangannya ini mencapai sosaran, sedikitnya ada beberapa mayat- hidup yang pasti akan terluka parah.

   Namun sebelum serangannya sampai, tiba-tiba ada angin dingin menyambar dibelakangnya, maka terpaksa ia menarik kembali serangannya, untuk kemudian mengegos sambil membalikkan badannya.

   Ia melihat, bahwa yang menyerang dirinya adalah seorang Ang Ie Jin yang bersenjata pedang panjang yang bergagang tulang.

   Han Beng tidak menanti serangan lawannya lagi, ia mendahului menyerang dengan pukulannya, hingga lawannya harus mengegos sambil melompat mundur.

   Baru saja empe Han hendak mendesak tapi dirinya telah dihadang, kembali oleh delapan orang mayat- hidup, serta meluruknya dengan serentak dari berbagai jurusan.

   Inilah hahaya bagi diri Han Beng, sebab bila ia memulcul kesatu bagian, bagian lainnya sudah lantas akan menghantam ke arahnya, maka tak ada lain jalan baginya selain lantas melompat menghindari kelompok lawannya dengan menggunakan gerakan Kan Tee Pa Touw (mencabut bawang ditanah gersang), tubuhnya melompat kebelakang rombongan lawan, dari mana ia segera hendak menghantam mereka.

   Hanya lagi-lagi sebelum ia keburu melancarkan serangannya, telah berkelebat sebuah bayangan merah kearahnya, yang begitu sampai lantas menyerangnya dengan menggunakan pedang panjangnya, diarahkan kejalan darah Man Kie Hiat dibebo-kong Han Beng.

   Begitu juga kedelapan mayat hidup, waktu tak berhasil menyergap musuhnya, begitu mengetahui bahwa lawannya telah berada, dibelakang mereka, mereka segera membagi diri menjadi dua kelompok, menerkam Han Beng dari dua jurusan.

   Biar bagaimana jagonya Han Beng, tapi ia tak dapat menghadapi sekali gus serangan lawannya dari tiga jurusan ini, kembali ia harus lornpat menyingkir seraya menggunakan gerakan Ya Hok Ciong Thian (bangau liar menerjang ke angkasa).

   Dipihak lainnya, Seng Gwan, Cian Chiu Tat Mo, Ciong Peng mengalami hal serupa yang dialami temannya, mereka harus menghadapi barisan tembok-orang dari lawan.

   Sedangkan orang- orang yang berpakaian merah umumnya hanya memberi petunjuk, dimana perlu mereka ikut menerjang guna membantu temannya, bila berada didalam bahaya.

   Hal itu membikin empe Gwan dan kawan-kawannya jadi repot sekali, mereka terpaksa harus sering menggunakan gerakan ginkang, baik gaya It Hok Ciong Thian (bangau menerjang keangkasa) maupun Yan Cu Hwie In Ciong (walet terbang kian kemari).

   Dengan mengandalkan ilmu-ilmu entengi tubuh itu, untuk beberapa saat mereka masih dapat menghindari serangan-serangan lawan dan bila bertemu dengan kesempatan, mereka balas menyerang.

   Hanya karena tubuh-tubuh lawannya pada memakai lapisan-kebal, bila hanya kena terhantam, paling-paling mereka terpental, kemudian bangkit kembali untuk bergabung dengan temannya mengerubuti musuhnya lagi.

   Keadaan Piauw Hiang pada saat itu terlebih payah lagi, sebab diantara orang-orang gagah.

   yang menerjang kesitu, kepandaiannyalah yang paling rendah, sedang Iweekangnyapun belum lagi dalam, tak dapat ia mengikuti perbuatan kawan- kawannya untuk melompat kesana-kemari guna menghindari serangan-serangan musuh.

   Sebab sesudah ia menyingkirkan diri dari serangan-serangan lawan sebanyak dua tiga puluh jurus, napasnya telah mulai memburu, keringatnyapun telah mengucur keluar juga.

   Sedangkan kurungan lawannya makin lama jadi semakin rapat serta serangan-
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono serangan mereka juga jadi semakin berbahaya, yang membikin kemudian pandangannya jadi berkunang-kunang.

   Diam-diam ia berkata pada dirinya sendiri.

   "Tak kusangka bahwa akan mengantarkan jiwa ditempat ini!"

   Serangan-serangan mayat hidup masih saja dipergencar dan diperhebat, tampaknya pada saat itu dirinya tidak bakal lobos lagi dari hantaman musuh.

   Ia telah memejamkan mata untuk menerima saja kematian.nya.

   Tapi tiba-tiba terjadi hal yang diluar dugaannya, sebab ketika serangan musuhnya hampir mengenai sasaran, mendadak Ang Ie Jin (orang yang berpakaian serba merah) yang menjadi pemimpin rombo-ngan bagi kawanan mayat hidup yang mengurung dirinya mengasi perintah supaya teman-temannya mundur.

   Dengan begitu ia jadi mendapat napas lagi.

   Ia lantas hendak mencelat pergi.

   Namun kembali telah terkurung lagi.

   Anehnya ialah, setiap kali dirinya berada didalam bahaya, kepala dari rombongan lawannya yang menggenggam golok lantas memberi perintah pada teman-temannya untuk mundur atau mengambil lain arah.

   Sehingga beberapa kali dirinya terluput dari bahaya.

   Hal itu membikin Piauw Hiang yang tadinya tidak begitu memperhatikan Ang Ie Jin, kini mau atau tidak ia meman-dangnya juga.

   Setelah melihat sesaat lamanya, hatinya jadi memukul keras.

   Dengan gerakan lincah lagi cepat tubuhnya mencelat kearah orang yang berpakaian serba merah itu, begitu sampai dihadapannya, ia lantas menggerakkan pedangnya sambil menyerang dada Ang Ie Jin seraya menggunakan gerakan Oey Liong Touw Cu (Naga kuning menyemburkan mutiara).

   Ang Ie Jin cepat-cepat menyembatkan goloknya seraya menggunakan gaya Heng In Toan San (Kelompok awan memotong gunung), inilah gerakan dari ilmu golok keluarga Goei yang sering diajarkan oleh Thian Co pada Piauw Hang.

   Hal ini membuktikan bahwa orang berpakaian serba merah yang telah menjadi mayat hidup sebenarnya adalah ayahnya sendiri.

   Setelah mendapat kepastian.

   ia segera berteriak.

   "Ayah! Kiranya kau telah menjadi orang Peh Kut Kiauw!"

   Memang benar bahwa Aug Ie Jin yang bersenjata golok ini adalah Goei Thian Co, ayah Piauw Hiang, yang hilang pada dua bulan yang lalu.

   Begitu mendengar teriakan anaknya, untuk beberapa saat ia jadi tertegun, seakan-akan otaknya tengah memikir, mengapa terhadap gadis itu ia jadi enggan turun tangan.

   Inilah karena hubungan darah antara ayah dan anak, biarpun dirinya telah dibikin lupa ingatan, tapi perasaan kasih diantara ayah dan anak yang tadinya demikian besarnya, kini jadi mempengaruhi tindakannya.

   Sehabis memanggil, nona Goei sudah lantas hendak menubruk dan memeluk tubuh ayahnya.

   Hanya sebelum maksudnya kegampaian, tiba-tiba di belakangnya telah menerkam seorang Ang Ie Jin lainnya, yang waktu tubuhnya hampir sampai sudah lantas membentak.

   "Hai budak, siapa yang menjadi ayahmu?"

   Habis membentak, dengan menggunakan senjata tulang dari besi ia menyerang kebagian bawah si nona, memaksa Piauw Hiang harus mundur lagi.

   Ang Ie Jin ini begitu sampai lantas mengambil alih pimpinan terhadap kawanan mayat hidup berjuba serba kuning, disamping itu ia segera berkata kepada temannya yang menggenggam golok.

   "Bu Cie, lekas mundur!"

   Bong San Kiam Khek bersama Hu Hai Sam Kie ketika mendengar teriakan nona Goei barusan, mereka tahu bahwa Mien Co telah dibikin hilang ingatannya, disamping kaget merekapun jadi bertambah sernangat bertempurnya jadi bertambah berlipat ganda.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Sambil mengeluarkan bentakan, Sang Gwan menyabetkan senjata gaetannya, serangannya diarahkan ke Ang Ie Jin yang memimpin barisan.

   Sebab setelah bertempur beberapa puluh jurus, ia telah dapat mengenal kurungan lawannya, yang tak lain menggunakan Kiu Kiong Tin Hoat (barisan sembilan istana) seperti yang telah diduganya semula.

   untuk membubarkan Tin tersebut, yang pertama-tama harus dihantam adalah yang memimpinnya, itulah sebabnya, begitu menyerang ia lantas membabat kepada Ang ia Jin.

   Waktu diserang, orang yang berpakaian serba merah cepat- cepat lompat menyingkir.

   Empe Gwen tidak mau membuang-buang waktu, ia sudah lantas melambungkan diri, dengan gerakan Ya Hok Ciong Thian (bangau liar menerjang ke angkasa), tubuhnYa melarnbung sampai dua depa lebih, selagi badannya melayang turus, ia menggerakkan, sepasang tangannya, dari dalam lengan jubahnya lantas melayang sepuluh buah Kin Cian Piauw, semuanya diarahkan kebagian mata dan tenggorokan mayat-hidup.

   Begitu cepat serta diluar dugaan serangannya itu, hingga tak ampun lagi beberapa mayat-hidup terserang telak, tanpa bersuara lagi tubuh mereka terguling.

   Dengan jatuhnya beberapa mayat-hidup, maka bujarlah barisan musuh yang amat diandalkan itu.

   Hal mana membikin wanita berpakalan serba merah yang membikin ia jadi sangat marah, ia segera mencabut Ngo Kong Tiang Piar (cambuk panjang kala- jengking) nya., melompat menerkam kearah musuhnya.

   Selagi tubuhnya melayang, ia telah menye-rang dengan serangan berantai, sekali menghantam, tiga jurus yang diarah.

   Seng Gwan tahu bahwa kaitan dari senjata musuhnya beracun, tak berani ia berlaku ajal lagi, cepat-cepat melompat mundur seraya mengangkat senjatanya untuk melindungi dirinya sambil menggunakan Baja Lek Hoat Yung Kouw (Dengan tenaga menggali parit) serta Kho Couw Kong Coa (Kho Couw memanah ular), hingga terjadilah bentrokan yang amat membisingkan! Dilain pihak Beng In S.ansu serta Han Beng, yang masing- masing dengan senjata bulan sabit serta pukulan Tay Lek Kim Kong Chiunya berhasil memukul jatuh beberapa mayat-hidup.

   Sedang Ciong Peng juga tidak mau ketinggalan, dengan menyebarkan Cit Kiat Sin Cinnya ia menyerang mata musuhnya, sebentar saja beberapa musuhnya telah kena dilukainya.

   Maka didalam sekejap mata saja, telah ada kira-kira tujuh belas orang kena dilukainya, dengan begitu barisan musuh jadi kucar-kacir! Piauw Hian,g menggunakan kesempatan yang tengah kalut itu segera mengejar ayahnya yang telah menjadi mayat-hidup.

   Hanya Ang Ie Jin yang menggunakan tulang besi sebagai senjatanya tak mau membiarkan nona Goei pergi begitu saja, ia terus berusaha menghalanginya dengan berbagai cara, diantaranya ialah memperhebat desakannya.

   Terpaksa Piauw Wang harus melompat kekiri dan berkelit kekanan, dengan susah payah ia baru dapat mengegoskan serangan- serangan musuhnya.

   Pada suatu ketika, sehabis mengegos, ia segera menggerakkan tangan kanannya seraya mem-bentak.

   "Kena!"

   Lawannya mengira ia melepaskan senjata gelapnya, cepat-cepat menundukkan kepalanya.

   Tidak tahunya nona Goei hanyalah menggertak belaka, begitu melihat keadaan lawan, ia segera melambungkan diri melompat melewati kepala orang seraya menggunakan gerakan Yan Cu Toan In (burung walet menebus awan).

   Dengan beberapa kali menggerakkan badannya, ia telah berhasil melewati dua kelompok mayat hidup yang belum bubar.

   Dilain saat ia hanya terpisah lebih kurang satu depa dengan Ang Ie
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono Jin yang menggenggam senjata golok. Ia segera memanggilnya.

   "Ajah, tunggu ayah!"

   Hanya sebelum ia mencapai tujuannya, di belakangnya tampak berkelebat sebuah bayangan hitam, yang begitu sampai lantas membentangkan Kin Na Chiunya memeluk tubuh nona Goei.

   Sewaktu Piuw Hang hendak berontak, mendadak hidungnya telah nitekap oleh sehelai sapu-tangan yang mengandung obat pulas, dalam tempo sekejap saja nona Goei telah pingsan.

   Kejadian tersebut dapat dilihat oleh Bong San Kam Khek dan Han Beng, mereka bermaksud hendak menolongnya, tapi sudah tidak keburu.

   Biarpun begitu, mereka hendak mernburu kearah itu, ramun telah ada seutas dadung halus yang menyerang diri Ciong Peng.

   Bong San Kiam Khek tak terani berlaku ajal, cepat-cepat ia menggunakan gerakan Liu Ceng Enng Hong (kapas tertiup angin), tutuhnya melompat kesebelah camping.

   Waktu ia menegaskan, ternyata orang yang menyerang dirinya adalah wanita berpakalan merah yang pernah ia lukai didalam goa kemarinnya.

   Aneh sekali, luka jang dideritanya boleh dikata cukup berat, didalam tempo begitu cepat telah dapat sembuh! Dalam pada itu si wanita telah menyerang lagi dengan menggunakan gerakan Ciong Tee Liong (Naga menembus tanah), dadungnya disabetkan kekaki Ciong Peng.

   Bong San Kiam Khek cepat menggunakan gerakan Kan Tee Po Touw (mencabut ditanah gersang), dirinya mencelat sampai kira- kira lima depa tingginya.

   Selag tubuhnya melayang turun, la sapukan pedangnya dengan gerakan Lek Niauw Hoat See (burung menggores pasir).

   Lawannya cepat-cepat mengargkat dan menyabetkan tali dadungnya kesenjata musuh, dengan begitu kedua senjata jadi telibat satu sama lainnya.

   Cong Peng segera membentak sambil mengerahkan tenaga dalam yang hebat, membetot senjatanya keatas, membikin tubuh si wania jadi terbetot naik! Ang Ie Lie Jin cepat-cepat mengarahkan Cin Kiu Tiok (kaki seribu kati) nya, sepasang kakinya ditancapkan kukuh sekali, disamping itu ia juga mengalirkan tenaga dalarnnya ke sepasang tangan dan balik membetot tubuh lawannya.

   Kini tibalah giliran tubuh Bong San Kiam Khek yang jang terbetot kebawah.

   Ciong Peng cepat-cepat menggunakan gerakan Hui Niauw Ku Lim (burung terbang melintasi rimba), pedang ditangan kirinya ia biarkan terlibat dengan tali dadung musuh, sedang tangan kanannya dihantamkan kedada lawan dengan pukulan Po Ciong Kin (memecahkan palu), cepat serta diluar dugaan serangannya, itu.

   Tampaknya tak lama lagi tubuh si wanita pasti akan terpukul dan menderita luka parah! Siapa sangka, sebelum Ciong Peng bisa berhasil dengan pukulannya, sewaktu jarak diantara mereka telah dekat sekali, tampak Ang Ie Lie Jin menggerakkan tangannya, dua kelompok Peh Kut Teng menyambar kearah si empe she Ciong! Didalam keadaan dem!kian, tak ada kesempatan bagi Ciong Peng untuk mengegos lagi, maka diam-diam ia menyebut celaka, sambil begitu ia coba mengerahkan tenaga dalam untuk menutup semua jalan darahnya.

   Namun setiap kejadian kadang-kadang terjadi diluar dugaan, selagi empe Ciong repot dan khawatir, tiba.

   telah menyambar sebuah tubuh orang yang berjubah kuning melewati depan tubuhnya, hingga semua paku-tulang-putih dari lawannya bersarang dibadan orang itu!
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Kiranya, dilain pihak, Han Beng waktu hendak menolong Piauw Hiang telah dikepung oleh kawanan mayat-hidup berbaju kuning, dengan begitu, ia seperti juga Ciong Peng jadi tak dapat menolong nona Goei, harus dengan kesungguhan hati melayani lawan-lawannya.

   Pada suatu ketika, ia melihat temannya berada didalam bahaya, cepat-cepat ia merangsak musuh yang dilihatnya berkepandaian paling rendah, dengan satu gerakan yang tagus lagi cepat, ia terhasil menangkap badan orang, lalu cepat dilemparkan ketengah-tengah antara si wanita dengan Ciong Peng.

   Dengan begitu Bong San Kiam Khek jadi terhindar dari serangan gelap.

   Begitu menjejakkan kakinya ditanah, Ciong Peng segera menggerakkan Yan Siang Hui (burung walet terbang berpasangan), menendang tulang selangka si wanita.

   Ang Ie Lie Jin segera imengulurkan tangan buatannya, hendak menangkap telapak kaki lawannya.

   Siapa tahu pada saat itu Han Beng telah sampai disitu, tan.a bericata ia hantam bebokong orang, yang tepat sekali mengenai sasaran.

   Membikin tubuh wanita itu jadi sempoyongan.

   Belum lagi ia bisa berbuat apa-apa, jalan darah Jit Sie Hiat, yang terletak dipaha kiri, telah kena ditendang lawan, tak ampun lagi tubuhnya jadi jatuh.

   "Han-heng, jangan kau lukai dia! Kita gunakan dia setagai jaminan!"

   Kata Bong San Kiam Khek.

   Ciong Peng menganggukkan kepalanya, ia gerakkan ujung kaki kanannya, mendepak jalan darah Hong Mao Hiatnya orang, yang membikin si wanita sambil menjerit perlahan lantas tak sadarkan diri.

   Dilain pihak Gwen Sang Gwan bersama Beng In Siansu, dengan menggunakan pedang dan senjata bulan sabit mereka mengubrak-abrik Para mayat-hidup yang berjubah kuning.

   Dengan begitu barisan musuh benar-benar menjadi kucar-kacir! Beberapa orang yang rupanya menjadi pemimpin dari rombongan Peh Kut Kiauw itu, ketika melihat keadaan kurang menguntungkan, ia lantas bersiul panjang.

   Maka terlihat kemudian, kawanan mayat-hidup lantas pada melarikan diri.

   Tapi apa mau jalan keluar dari dalam lembah-mati itu hanyalah sebuah, hingga mereka jadi berebutan hendak lari lebih dahulu.

   Makin mereka berlaku demikian, makin susah mereka keluar, sebab saling mendesak.

   Sang Gwan dan kawan-kawannya tidak mau main kasihan mereka lantas menyapu dan membabat kelemahan kawanan mayat- hidup tersebut, hingga sebentar saja telah terkapar dua puluh lebih kawanan Peh Kut Kiauw, sebagian mati dan lainnya menderita luka parah! Hu Hai Sam Kie tidak berhenti sampal disitu saja, mereka terus merangsek dan membabat, hingga dilain saat kembali ada sepuluh orang mayat-hidup yang menggeletak di tanah.

   Sedang lain-lainnya lagi telah berhasil meloloskan diri.

   Han Bang yang selalu terkenang akan puterinya, walau-pun la tahu bahwa wanita baju serba merah bukanlah puterinya, sebab Siok Lang tidak buntung sebelah tangannya.

   Namun karena ia khawatir, setelah berada ditangan orang-orang Peh Kut Kiauw puterinya lantas dibuntungkan tangannya, ia jadi ingin tahu wajah siapa sebenarnya yang berada dibalik topeng! ia lantas meneriaki temaninya.

   "Sudahlah, kita tak usah mengejar mereka lagi. Mari kita lihat tawanan yang berhasil kutangkap!.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Bong In Siansu dan lainnya tidak mengejar terlebih jauh, mereka pada menghampiri Han Bang.

   Ciong Peng yang telah berpengalaman menghadapi orang- orang dari Peh Kut Kiauw, la mendahului teman-temannya mencelat kedepan Ang Ie Lie Jin.

   Perlahan-lahan ia mencongkelkan pedang,nya kebagian bawah dagu orang, lalu tangan kanannya membeset kulit dibalakang telinganya.

   Dilain saat topeng yang dikenakan tawanan itu telah terbuka, dan terlihattah wajah sebenarnya dari si wanita.

   Orang banyak jadi sangat terperanjat begitu melihat roman orang, sebab wajah orang yang ada dihadapan mereka luar biasa sekali.

   Biarpun masih muda usianya, namun pada bagian muka nona itu terdiri dari dua bagian.

   yang sebelah kanannya sangat hitam, rusak seperti bekas terbakar.

   Sedang dibagian kirinya putih- licin serta halus sakali, tampaknya sangat cantik.

   "Toako, sebagal orang yang luas pengalaanan, tahukah kau sebabnya hingga wanita ini mengenakan tangan palsu?"

   Tanya Han Beng pada Seng Gwan. Sebelum kakek Gwen menyawab, Beng In Siansu telah mendahului berkata.

   "Sebabnya tentu mudah saja, tangannya pasti telah kena dibuntungkan oleh seorang gagah didalain suatu pertempuran, hingga kemudian ia terpaksa mengenakan tangan palsu. Bukankah begitu Loo-toa?"

   "Aku rasa tidak. Kebanyakan ia sengaja membuntungkan tangannya sendiri, untuk melatih ilmu yang luar biasa."

   Kata Seng Gwan.

   "Masa ada orang yang begitu tolol, hendak mempelajari suatu ilmu dengan membuntungkan tangannya?"

   Tanya Beng Siansu. Sambil bersenyum dan dengan wajah sungguh-sungguh empe Gwan menjelaskan.

   "Itulah keistimewaan dari ilmu silat Peh Kut Loo Koay. Sebab setelah berhasil mempelajari ilmunya, dengan menggunakan tangan palsu, lawannya kurang hati-hati, pasti akan terpedaya olehnya. Tangan yang pada ujung-ujung' diborelai racun, bila berhasil mencakar atau menusuk lawan dengan kukunya, musuhnya pasti akan mati keracunan!"

   Sehabis mendengar penjelasan tersebut, Ciong Peng jadi ingat akan kediadian tempo hari, dimana gadis itu menyambuti senjata rahasinya dengan tangan-palsunya tersebut, ia segera berkata.

   "Betul apa yang dikatakan oleh Gwan-heng, tempo hari aku juga mengalaminya. Tapi kini bukanlah saat yang tepat bagi kita untuk berbicara panjang lebar, sebaiknya kita berusaha menolong nona Goei beserta beberapa orang yang telah kena ditawan!"

   Hu Hai Sam Kie menyetujui usul tersebut, mereka segera hendak keluar dari datam lembah tersebut.

   Han Beng yang menggendong si nona berjalan paling belakang.

   Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba terdengar Bong San Kiam Khek sambii berteriak kaget telah berkata.

   "Musuh telah menutup jalan keluar kita!"

   Ketika orang banyak memperhatikan, benar saja telah ada batu besar lagi berat, yang bentuknya merupakan pintu telah menghalangi jalan keluar mereka.

   Beng In Siansu mendahului temannya melompat ke depan, dengan menyalurkan tangannya ia mendorongnya, namun sedikitpun talc bergerak.

   "Mari kita bersama-sama menghancurkan batu penghalang ini!"

   Ia kata kemudian kepada orang banyak.

   "Sebaiknya kita, jangan melakukan itu. Batu penghalang di jalan ini tentunya bukan hanya sebuah saja, andai kata kita telah
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono berhasil menghancurkan yang, satu ini, kita dihadapkan pada yang lainnya.

   Dengan bagiu, untuk menyingkirkan semua penghalang, akan memakan tenaga kita yang banyak sekali.

   Tak usah dikatakan lagi, sampai pada saat kita telah berhasil melintasi semua penghalang, kita pasti akan kehabisan tenaga, atau sedikitnya tenaga kita akan herkurang banyak sekali.

   Pada saat itu, bila lawan secara serentak menyerang kita, bukankah kita takkan sangugup melawan mereka?!"

   Cioag Peng mengemukakan pandangannnya.

   Bang In Siansu masih penasaran, ia coba mendorong batu besar lagi tebal dan berat itu dengan senjata bulan sabitnya, tapi usahanya sia-sia balaka, jangan kata terbuka, bergemingpun tidak.

   Hal mama membuatnya jadi sangat masgul.

   Begitu juga teman-temannya.

   Lewat sesaat, mendadak Han Bang berkata.

   "Kita tak usah melalui jalan ini, masih ada satu jalan bagi kita luntuk meloloskan diri!"

   "Lekas kau terangkan caranya Sam-tee!"

   Kata Seng Gwan cepat.

   "Mari ikut aku!"

   Han Beng kata sambil memimpin orang banyak kembali ketengah-tengah lebbah-mati tersebut.

   "Jangan kau bermain-main pada saat demikian, Loo-sam! Disini mama ada jalan lainnya?"

   Kata Bang In Siansu.

   "Aku tidak main-main,"

   Ujar Han Bang. Lalu sambil menunjuk kelamping gunung ia berkata. ''Tadi bukankah bebarapa Ang Ie Jin turun dari lamping sana, setelah mereka bisa melakukan itu, mengapa kita tidak?"

   Orang banyak pada menganggukkan kepala, mereka menganggap perkataan temannya baralasan. Namun setelah memparhatikan beberapa saat, berkatalah Seng Gwan.

   "Usulmu tak dapat dilaksanakan., Sam-tee."

   "Mengapa?"

   Tanya Han Beng cepat.

   "Coba kau perhatikan sekelilingnya!"

   Empe Han dan menelti keadaan disekitar term pat itu dan mereka dapat kenyataan bahwa pada permukaan batu gunung tersebut ditumbuhi oleh lumut-lumut yang tebal lagi licin nampaknya.

   Rupanya karena lereng lembah beglu lurus kebawah, matahari hanya bisa mencapai sampai tengah gunung itu, sedang dibagian bawahnya sama sekali tidak terkena sorotan sang Surya.

   "Aneh, didalam keadaan demikian, memang susah bagi kita untuk mencapai puncaknya. Tapi mengapa tadi kawanan Ang Ie Jin nampaknya mudah saja menuruninya?"

   Gumam Han Bang.

   "Kau harus tahu, Sam-tee. Menuruni lembah jauh lebih mudah dari mendakinya. Lagi pula mereka nampaknya tidak turun secara begitu saja, mungkin mereka memakai tambang, yang ketika sampal dibawah, tambang yang mereka pakai lantas dilepaskan."

   Seng Gwan mengemukakan pendapatnya. Penjelasan tersebut sangat masuk diakal, hingga orang banyak dapat menerimanya.

   "Kali ini betul-betul kita masuk kedalam perangkap si iblis tua. Kelihatannya kita Bakal mengantarkan jiwa secara percuma, disini!"

   Kata Beng In Siansu.

   "Tak usah kau berputus asa dulu Loo Peon. Coba kita priksa, cukup untuk berapa harikah bekal yang kita bawa?"

   Kata, Seng Gwan memberi dorongan.

   "Kira-kira untuk tiga hari!"

   Menjelaskan Ciong Peng.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono "Nah, didalam tempo tiga bari cukup bagi untuk berichtiar mencari jalan keluar dari sini."

   Kata empe Gwan pula.

   "Betul, kita harus berichtiar selama kita masih bernapas."

   Cion.g Peng manimpali perkataan orang. Beberapa saat lamanya mereka pada berdiam diri. (V) Lewat sesaat, meneladak Han Beng mengemukakan usulnya.."Bagaimana. kita coba merambat keatas ?!" ? ooOoo ?

   Jilid III "Susah, lereng gunung .ang begitu curam dan licin, biar kita memiliki ginkang yang bagaimana tin.ggi juga, sukar bagi kita untuk mendakinya."

   Kata Beng In Siansu yang rupanya tak sependapat dengan usul kawannya.

   "Bukankah pada diri kita masing-masing ada Pek Lian Hwie Jiauw (rantai yang pada ujungnya berbentuk cakar)? Dengan menggunakan alat itu kita perlahan-lahan merambat keatas!"

   Han Beng mempertahankan pendapatnya.

   "Loo-sam, rencanamu terlalu muluk. Jangan kata manusia, semutpun takkan bisa merambat terus sampai keatas."

   Beng In Siansu terus menolak usul temannya.

   "Kita toh manusia yang mempunyai pikiran lebih panjang dan luas dari pada binataag. Memang tak mungkin bagi kita untuk merambat begitu saja. Didalam hal ini memerlukan ketelitian serta kesabaran kita disamping ketekunan yang harus kita miliki. Kita bisa menggunakan Hwie Jiauw sebagai pegangan serta membikin lobang untuk batu injakan kita. Dengan begitu, setapak demi setapak kita bisa merambat keatas."

   Empe Han masih tetap mempertahankan usulnya. Teman-temannya yang lain dapat menerima uulnya itu, hanya Beng In Siansti telah berkata lagi.

   "Rencanamu itu memang bagus dan dapat kia coba. Tapi kau harus ingat, bila kita telah merambat sampai ketengah-tengah, mendadak musuh dari atas menghujani kita dengan batu-batu besar, dimana kita harus melindungkan diri? Bukankah dengan begitu kepala kita bakal hancur tertimpah batu besar dan tulang-tulang kita akan berantakan mana kala tubuh kita terbanting dari tengah-tengah lamping gunung kedasar lembah? Coba kau pikirkan itu. Aku bukannya sengaja tidak menyetujui usulmu itu. Rencanamu memang baik dan dapat kita coba, tapi
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono disamping itu kita juga harus mencari jalan guna menghindarkan akibat yang akan timbul dari perbuatan kita."

   "Aku rasa yang kau khawatirkan itu takkan terjadi. Bukankah pada saat ini telah lewat kentongan kedua, dengan sendirinya lawan-lawan kita tentu takkan menduga kita akan mencoba jalan tersebut. Disamping itu keadaan disini sangat gelap, asal kita berlaku hati-hati, tentu takkan dapat dikeahui oleh lawan kita!"

   Kata Han Beng lagi.

   Karena jalan lain tak ada lagi, orang banyak lantas menyetujui usul tersebut.

   Mereka lantas mencobanya, dengan Gwen Seng Gwan sebagai pembuka jalan.

   Ciong Peng mengikuti paling belakang dengan menggendong gadis berbaju merah.

   Setelah mereka merambat sampai dua pertiga dari lamping tersebut, sudah tidak ada lagi lumut yang tumbuh Dengan demikian mereka jadi lebih cepat lagi merambat keatas.

   Nampaknya tak lama lagi mereka akan mencapai puncaknya.

   Tapi mendadak dari puncak gunung tersebut jadi terang benderang.

   Kehadiran mereka jadi nampak jelas, menyusul belakangan ada sebuah batu yang menggelinding turun menghantam kearah mereka.

   Memang benar yang dikhawatirkan oleh Beng In Siansu, mereka jadi repot menghindarkannya.

   Untung mereka rata-rata berkepandaian tinggi, hingga dengan susah payah dapat juga menghindarkan lemparan batu tersebut, yang bukan saja dilakukan oleh timpukan batu yang besar tapi gencar lagi.

   Inilah hebat, andai kata lawan-lawannya lebih gencar lagi melakukan perbuatannya, niscaya mereka pada suatu waktu, pasti akan terkena dengan timpukan tersebut.

   Untung bagi mereka, keadaan mereka pada saat itu mengambil jalan terpencar, dibagian Seng Gwan yang agak jarang mendapat serangan, maka dialah yang paling cepat juga dapat merambat keatas, meninggalkan kawan-kawan lainnya disebelah bawahnya.

   Tak lama, usahanya berhasil, ia telah bisa mencapai puncak yang dimaksud, lalu dengan meminjam tenaga kaitan, dengan gerakan Yan Cu Coan In (burung walet menembus awan), tubuhnya melambung dan berada ditengah-tengah dataran puncak tersebut.

   Begitu berhasil, ia segera melihat ada dua orang Ang Ie Jin tengah menggelundungkan batu-batu besar kebawah.

   Hal mana membikin empe Gwen jadi panas hati, bagaikan banteng luka, sambil membentak keras ia menusukkan pedangnya kepinggang salah seorang lawannya sambil menggunakan gerakan Sun Tian Tu Hoat (geledek mendadak menyambar).

   Sedang tangan yang satunya lagi, menyabetkan cakar besinya kekepala musuhnya.

   Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Namun kepandaian lawannya juga tak dapat dipandang enteng, sambil menghentikan perbuatannya, mereka memencarkan diri kekiri dan kanan seraya masing-masing mencabut senjata tulangnya.

   Seng Gwan tidak mau mengasi hati, apa lagi sekarang keselamatan kawan-kawannya sedang terancam bahaya.

   Melihat serangan pertamanya tak membawa hash, ia susulkan serangan berikutnya.

   Badannya melambung cakar rantai besinya digerakkan dengan digabungkan menusukkan pedangnya kebebokong lawan satunya lagi.

   Hebat lagi cepat luar biasa serangannya, itu, disusul terdengar jeritan-jeritan mengerikan dan jatuhnya dua buah tubuh! Empe Gwen belum reda panas hatinya, ia bermaksud menendang tubuh-tubuh lawannya yang telah jatuh tak berdaya itu kedalam jurang.

   Namun tiba-tiba dibelakangnya berasa menyambar angin dingin, menyusul sebuah cambuk kala-jengking menyabet pinggangnya.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Sebagai seorang yang telah berpengalaman, ia tetap berlaku tenang, walaupun ia tahu dirinya tengah dibokong musuh.

   Dengan gerakan yang lincah ia membalikkan tubuh seraja menggerakkan pedangnya guna menyanggah senjata musuhnya.

   Kedua senjata Gjadi bentrok keras, begitu kencang bentrokan tersebut, hingga tubuh lawannya harus mundur beberapa tindak.

   Sedang Seng Gwan hanya tergetar sedikit.

   Empe Gwen tidak berhenti sampai disitu, ia lancarkan serangan berantainya, masing-masing diarahkan kejalan darah Sin Teng, Tiong Hong dan Tan Tian.

   Mendapat serangan gencar serta hebat, mau atau tidak si wanita berbaju merah kembali harus melompat mundur lagi.

   Baru saja Seng Gwan hendak merangsek terlebih jauh, tiba-tiba dibelakangnya telah menyambar senjata tulang-besi musuh lainnya.

   Hal mana membikin ia harus membatalkan maksudnya, cepat-cepat menggunkaan gerakan Yan Cu Coan In (Burung walet menerobos awan).

   Bertepatan dengan itu, mendadak mencelat mendatangi seorang lain, yang ketika ditegaskan, ternyata adalah Beng In Siansu.

   Begitu sampai, Hweeshio ini segera melancarkan serangan dengan menggunakan gerakan Pay San In Ciang (menyalurkan tenaga membariskan gunung), sepasang telapak tangannya dirangkapkan, mendorong Ang Ie Jin yang membokong Seng Gwan.

   Lawannya karena mengetahui bahwa serangan musuhnyu tak dapat dihindarkan lagi, cepat-cepat ia mengerahkan tenaga dalamnya ketempat yang menjadi sasaran musuh.

   Serangan Beng In Siansu tepat mengenai sasaran, tapi lawannya nampak tak menderita suatu apa akibat serangan tersebut.

   Hal mana mmbikin si Hweeshio jadi bengong untuk beberapa saat lamanya.

   Orang berbaju merah yang bersenjatakan tulang besi, menggunakan kesempatan itu untuk melakukan serangan balasan, mengarahkan senjatanya kebagian Tan Tian si tangan seribu dengan menggunakan gerakan Sun Sui Tui Couw (mengayuh sampan mengikuti aliran air).

   Beng In cepat-cepat melompat kesebelah samping sambil menggunakan gerakan Kua Houw Teng San (harimau mendaki gunung).

   Menunggu senjata lawan lewat disisinya, ia balik menyerang Tay Yang Hiatnya Ang Ie Jin, sedang tangan satunya lagi dihantamkan kebagian dada, yaitu Hian Kie Hiat musuh.

   Melihat datang serangan dahsyat dari lawan, Ang Ie Jin cepat- cepat melompat mundur dan hendak melarikan diri.

   Siansu ini tak mau memberi hati, ia hendak mengejar dan menghajar sampai mati pada musuhnya.

   Akan tetapi baru saja ia hendak melambungkan diri, tiba-tiba kedua kakinya berasa berat dan susah digerakkan, seakan-akan melekat sesuatu pada bagian bawah tubuhnya ini.

   Cepat-cepat Cian Chiu Tat Mo menggunakan Cian Kin Tiok (injakan seribu kati) nya, seraya memandang kebawah.

   Entah dari kapan, kakinya telah dipeluk oleh dua orang anak kecil yang baru berumur kira-kira sepuluh tahun.

   Muka mereka mengenakan topeng.

   Kedua bocah ini mati-matian memegang kaki si paderi.

   Mengingat akan ganasnya komplotan lawan, Beng In tak mau main kasihan-kasihan lagi, ia menggerakkan sepasang telapak tangannya untuk memukul batok kepala kedua lawan ciliknya.

   Sebelum maksud si paderi tercapai, tiba-tiba Ang Ie Jin yang tadinya hendak melarikan diri, kini telah balik lagi datang menyerang.

   Dengan begitu keadaan Beng In jadi seperti Seng Gwan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono barusan, didepan menghadapi kedua musuh cilik yang ternyata cukup lincah, sedangkan dibelakangnya selalu datang membokong Ang Ie Jin.

   Baiknya pada saat itu telah datang Bong San Kiam Khek dan Han Beng.

   Si wanita berbaju merah begitu melihat dibelakang Ciong Peng menggendong gadis berbaju merah, Ang Ie Koay So (wanita aneh berpakaian merah) ini segera berte-riak aneh sambil melambungkan tubuh dan menyabetkan sen-jata kala-jengkingnya.

   Bong San Kiam Khek tetap berdiam ditempat asalnya seraya menyiapkan tiga batang jarum sakitnya.

   Waktu sera-ngan musuhnya hampir sampai, ia menundukkan kepalanya seraya melontarkan senjata gelapnya itu.

   Karena tempo hari telah merasai akan kelihayan Cit Kiat Sin Cin musuh, tak berani ia berlaku ayal lagi, ia mengegoskan, tubuhnya, hingga ketiga serangan tersebut lewat disisinya.

   Untuk kemudian, tanpa menunggu dirinya diserang lagi, ia menyabetkan Ngo Kong Piannya pula, kali ini kepala musuh yang diarah.

   Bong San Kiam Khek adalah seorang yang cerdik, melihat si wanita begitu menampak nona yang ada dipondongannya segera mengeluarkan teriakan aneh dan terus menyerang dirinya, ia tahu antara kedua wanita ini pasti mempunyai hubungan rapat.

   Maka kini, waktu dirinya diserang, ia tidak mengegos, malah memasang tubuh gadis yang ada digendongannya untuk dihajar.

   Hal mana adalah diluar dugaan Ang Ie Koay So, meanbuat ia jadi sangat terkejut, cepat-cepat ia menarik kembali serangannya.

   Ciong Peng tidak mau mmbuang-buang kesempatan tersebut, selagi wanita itu berada didalam keadaan panik, ia hantamkan telapak tangan yang mengandung Thay Khek Kun Goan Kie Kunnya, serangan mana tepat mengenai sasaran.

   Ang Ie Koay So hanya tergerak badannya sedikit, tiba-tiba ia kembali melambungkan tubuhnya dan sewaktu melayang turun, beruntun ia sabetkan Ngo Kong Pian lagi, diarahkan ketiga jurusan, seraya membentak.

   "Bangsat tua, lekas lepaskan puteriku!"

   Perkataan itu sungguh diluar dugaan empe Ciong, betul ia menduga bahwa antara kedua wanita ini mempunyai hubungan yang erat, tapi paling banter mereka adalah guru dan murid atau kakak-beradik.

   Sekali-kali tak disangkanya bahwa mereka adalah ibu dan anak.

   Cepat-cepat ia mengegoskan ketiga serangan tersebut.

   Berhubung hatinya masih terangsang oleh hal yang diluar dugaan itu, sehabis berkelit, untuk beberapa saat ia berdiam diri.

   Lain halnya dengan si wanita, melihat serangannya kembali tak membawa hasil, ia kembali majukan diri, tapi bukan menyerang dengan senjatanya, hanya mengebutkan sehelai sapu tangan kemuka Ciong Peng.

   Bong San Kiam Khek tahu bahwa sapu tangan sutera tersebut mengandung obat bius, baiknya waktu memasuki goa tali ia telah memakan pil pemunah pemberian Cian Chiu Tat Mo.

   Biarpun obat tersebut kini telah larut kedalam tubuhnya, tapi khasiatnya belum lenyap.

   Dengan begitu serangan obat bius si wanita sedikitpun tak membwa hasil.

   Namun sebagai seorang yang cerdik serta telah matang pengalarnannya, empe Ciong berpura-pura terkena pengaruhnya, ia goyangkan tubuh perlahan-lahan.

   seakan hendak jatuh dengan menutup sepasang matanya.

   Si wanita mengira rencananya berhasil, ia jadi bergirang hati, cepat-cepat ia majukan diri seraya mengulurkan tangannya hendak merebut puterinya dari tangan musuh.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Tapi diluar dugaannya, sebelum usahanya berhasil, mendadak terdengar hentakan Ciong Peng dengan membarengi memukulkan tangan kirinya, menghantam pinggang musuh.

   Biar si wanita telah berusaha keras hendak mengegos, namun sudah tidak keburu.

   Serangan musuh tepat mengenai dirinya, membuat tubuhnya terpental beberapa langkah.

   Tapi ia cukup lincah dan kuat, setelah mundur beberapa tindak, ia telah bisa berdiri tetap lagi.

   Bukannya segera menyerang, hanya lantas membalikkan tubuh dan melarikan diri dengan cepatnya, sebentar saja badannya telah lenyap dari pandangan orang banyak.

   Aug Ie Jin yang bersenjatakan tulang-besi, ketika melihat kepergian lawannya, ia lantas juga mencelatkan diri, meninggalkan Han Bong.

   Begitu juga kedua bocah, yang selalu dengan lincah mengegoskan setiap kali tangkapan Beng In Siansu.

   Menampak kawan-kawannya pada melarikan diri, merekapun ikut kabur dan setelah meloncati beberapa buah batu aneh, tubuh me-reka lantas lenyap.

   Hu Hai Sam Kie dan Ciong Peng tidak mengejar, mereka beristirahat sambil menyenderkan diri.

   Lewat sesaat, lenyaplah sudah segala keletihan mereka.

   "Ciong-heng, bagaimana pendapatmu kalau kita mengorek keterangan tentang lceadaan perkumpulan Peh Kut Kiauw serta kawan-kawan kita yang ditawan oleh mereka dari mulut gadis tangkapan kita ini?!"

   Tanya Han Beng pada Bong San Kiam Khek.

   "Aku kira itulah jalan yang paling tepat bagi kita!"

   Ciong Peng kata.

   "Mari kita laksanakan!"

   Seng Gwan menyokong usul kawannya. Selesai berkata, tubuhnya lantas mencelat dan menepuk Cay Kong Hiat orang seraya bertanya.

   "Siapa namamu budak kecil? Sejak kapan kau masuk kedalam perkumpulan Ph Kut Kiauw ? Dimana sarang Peh Kut Loo Koay? Berapa jumlah orang-orang dari partaimu? Lekas jawab! Bila kau membandel, kau pasti akan merasakan derita yang amat sangat!"

   Nona yang beroman aneh, bukan saja tidak menyahut, meladenipun tidak.

   "Rupanya kau hendak merasakan kelihayanku?! Baiklah kalau begitu."

   Bentak Seng Gwan seraya mengulurkan tangannya menotok Roan Cie Hiat orang.

   Pada mulanya gadis tadi tidak begitu berasa sakit, tapi kian lama ia jadi kian menderita.

   Ia mengira dengan menyalurkan tenaga dalamnya ia bisa membebaskan diri dari derita tersebut.

   Banyo sekali-kali tak disngkanya bahwa makin ia mengerahkan Iweekangnya, makin menderitalah ia.

   Seluruh tubuhnya bagaikan tersennat beribu-ribu ular beracun.

   Belakangan rasa panas yang amat sangat mulai menjalar keseluruh tubuhnya.

   Dilain saat berganti dengan rasa dingin yang begitu hebat, bagaikan dirinya berada dipuncak gunung salju.

   "Baik aku menerangkan, tolong kau lekas bebaskan diriku dari totokan ini!"

   Ia memohol pada akhirnya.

   "Coba dari tadi kau tidal; membandel, kau takkan menderita seperti Kata Seng Gwan seraya membebaskan totokannya.

   "Ayo, lekas kau terangkan!"

   "Peh Kut Sin Kun adalah ayahku . !"

   Keterangan itu membikin orang banyak jadi sangat terkejut, hingga mereka rata-rata pada mengeluarkan teriakan tertahan.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono Dalam pada itu si nona berbaju merah telah meneruskan perkataannya.

   "Biarpun betul adalah ayahku, tapi aku tak mengakuinya sebagai Thia-thiaku. Sampai ibukupun tak mengakunya sebagai suaminya."

   "Mengapa bisa begitu? Siapa nama nona serta ibumu?"

   Tanya Sang Gwan dengan sikap yang telah berobah menjadi ramah.

   "Namaku Hoa Pit Ya, sedang ibuku bernama Hoa Lie Ciang."

   Si nona menjelaskan.

   "Begitu bencinya aku bersama ibu pada Peh Kut Sin Kun, hingga she (marga)-ku adalah menurut she ibu."

   "Bagaimana duduk persoalannya ?"

   Tanya Seng Gwan lagi.

   "Bila hendak diceritakan, mesti dari mula, yaitu mulai dari hancurnya sarang Peh Kut Sin Kun dan Ho In To."

   Kata Pit Ya, kemudian ia mulai menuturkan kejadian tersebut.

   ? ooOoo ? Pada beberapa puluh tahun yang lalu, sewaktu pendekar- pendekar gagah dari lima partai mengubrak-ambrik dan membakar sarang Peh Kut Loo Koay, mereka mengira orang tua aneh itu pasti akan mati terbakar dan ikut musna bersama sarangnya.

   Maka orang banyak, setelah memeriksa kesekitarnya tak dapat menemui si Loo Koay, bersama-sama mereka meninggalkan tempat tersebut.

   Tak tahunya disarang Peh Kut Sin Kun ada sebuah jalan bawah tanah rang tembus langsung kelaut.

   Loo Koay setelah melihat posisinya berada dalam bahaya, tanpa menunggu orang-orang gagah memusnahkan sarangnya, ia lantas mengajak dua orang murid kesayangannya, menembus jalan rahasia dan dengan menaiki sampan yang memang telah disediakan melarikan diri melalui laut.

   Kala itu hari telah malam, jadi kepergian mereka tak diketahui oleh lawan.

   Sebetulnya pada saat itu Peh Kut Sin Kun telah menderita luka parah, biarpun ia, tak sampai menemui ajalnya, namun dirinya susah bergerak.

   Kedua murid yang menyertainya, yang seorang bernama Khek Seng, sedang lainnya bernama Kim Ie.

   Mereka adalah orang-orang yang mendapat ajaran langsung dari Ouwa Hian Hong, hingga kepandaian kedua orang ini boleh dikata telah cukup lumayan.

   Mereka asalnya adalah bekas bajak-laut, yang kemudian tunduk dan men-jadi murid empe Ouw.

   Kini waktu membawa sang guru, mereka lantas mengajak Hian Hong ke Tee Gak To, tempat dimana dulu pernah menjadi sarang mereka.

   Peh Kut Sin Kun mengira kedua muridnya ini dengan sepenuh hati menolong dirinya.

   Tidak tahunya, sewaktu mereka telah berada didalam goa, dengan mata yang galak dan sambil membentak kejam kedua muridnya ini lantas merejang padanya dan menepuk empat buah jalan darah di belakang bebokongnya dan menengkurapkan dirinya diatas pembaringan batu.

   Dari dalam jubanya Kim Ie mengeluarkan Ngo Tok Cin (jarum lima bisa), memantek keenam belas jalan darah dibagian tangan dan kaki si kakek, yang membikin Ouw Hian Hong jadi tak dapat bergerak.

   Dengan jalan itu mereka coba memaksa pada sang guru untuk mengeluarkan Thay Eng Sian Keng dan sebuah kitab obat serta tempat penyimpanan harta rampasan mereka, yang hanya Peh Kut Sin Kun seorang yang mengetahui rempatnya.

   Ouw Hian Hong insyaf, andai kata ia berikan semua yang diminta oleh kedua muridnya, itu berarti bahwa akan tamatlah jiwanya ditangan mereka.

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Maka biar bagaimana, ia tetap bungkem dalam seribu bahasa.

   Hal mana membuat Kim Ie dan Khek Seng jadi sangat marah, mereka segera menjalankan hukum picis yang
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono amat keji dan diluar batas perikemanusiaan, yaitu dengan mencabuti rambut, kuku serta menusukkan jarum beracun keberbagai jalan darah secara sembarangan saja, hal mana membikin Ouw Hian Hong beberapa kali menjadi pingaan karenanya.

   Namun selama itu Ouw Hian Hong terus bungkemkan diri.

   Kim Ie berdua tak berani membunuh sang guru, sebab bila mereka melakukannya, segala kitab pusaka, buku obat dan tempat penyimpanan harta, takkan mereka bisa memperolehnya.

   Itulah sebabnya, biarpun mereka terus menyiksa, mereka tetap tak mau membikin Peh Kut Loo Koay sampai mati.

   Pada suatu hari, karena persediaan makanan mereka telah habis, Khek Seng pergi mencari makanan.

   Tinggal Kim Ie seorang yang menyaga disitu.

   Tiba-tiba Peh Kut Sin Kun mendapat satu akal, sambil memaksakan dirinya tertawa ia berkata.

   "Kim-jie, sebagai seorang murid yang telah lama mengikuti aku, kau tentunya mengetahui sifatku yang tak takut akan kekerasan, tapi paling tunduk dan lemah terhadap kebaikan serta kelemah-lembutan. Semakin kau sakiti, aku jadi semakin kukuh dan keras kepala. Disamping itu, takkan ada gunanya kau bunuh aku, sebab barang-barang yang kalian inginkan takkan dapat kamu peroleh! Sebagai seorang yang cerdik kau tentunya mengetahui itu semua. Sebehim aku mati, hendaknya kau memperlakukan aku secara baik, hingga aku bisa menutup mata secara puas. Bila telah sampai waktunya nanti, aku akan memberitahu padamu seorang akan tempat itu dan hasilnya boleh kau kangkangi seorang."

   Kim Ie adalah seorang yang cerdik, sebetulnya ia tak mudah dapat dibujuk, hanya karena terdorong oleh rasa tamaknya, timbullah niat mengambil seluruh bagian dari barang-barang yang diingin tanpa mengindahkan temannya lagi. Tapi dimulutnya ia berkata.

   "Bagaimana aku harus memperlakukanmu? Aku takkan sebodoh yang kau kira hingga mau membebaskan dirimu!"

   "Entah aku telah melakukan dosa apa didalam hidupku hingga menjalani siksaan demikian hebat, sampai kini boleh dikata sembilan per sepuluh bagian tubuhku telah berada didalam keadaan mati."

   Kata Ouw Han Hong dengan suara lemah.

   "Dan tak lama lagi aku pati akan menemui ajalku. Maka aku harap, sebehun aku mati, hendaknya kau melakukan sedikit perbuatan yang baik terhadapku. Dengan begitu, sebagai imbalannya, akan kuberitahukan kau tempat penyimpanan kitab serta harta padamu. Disamping itu aku juga tidak minta banyak darimu, cukup kau cabut saja dua batang Ngo Tok Cin yang ada di Sin Cang Hiat, yang tartancap dibebokongku dan Thian Tiok Hiat dileherku. Dengan demikian, sebelum mati aku akan bisa bernapas lega untuk beberapa saat lamanya."

   Kim Ie menampak keadaan Hian Hong yang rupanya memang betul' telah dekat pada ajalnya.

   Pula ia pikir, hanya mencabut dua batang jarum beracunnya takkan membawa suutu pengaruh buruk bagi dirinya.

   Maka akhirnya, sambil menganggukkan kepalanya ia berkata.

   "Aku akan menuruti kehendakmu, tapi bila kemudian kau memberikan keterangan palsu padaku, hmm, aku takkan mengampuni jiwamu lagi!"

   Selesai berkata, ia mengulurkan tangannya, mencabut jarum yang menancap di Sin Cang Hiat Peh Kut Sin Kun, baru kemudian Thian Tiok Hiatnya.

   Begitu paku-paku dikedua jalan darah tersebut tercabut, Ouw Hian Hong jadi tertawa nyariug dan dengan kecepatan luar biasa ia menyemburkan darah hitam kemuka muridnya.

   Kim le sama sekali tak menduga akan hal itu, hingga sedikitpun ia tak bersiap siaga.

   Waktu ia hendak berkelit, gumpalan darah hitam telah mengemai mukanya.

   Bagaikan mendapatkan pukulan
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono keras dari palu besi, mukanya menjadi remuk dan menghembuskan napasnya yang terakhir! Maka dapat dibayangkan betapa tinggi kepandaian Peh Kut Sin Kun.

   Melihat rencananya berhasil, Ouw Hian Hong jadi tertawa besar, lewat sesaat, ia menge; ahkan Khie-kongnya dan menggerakkan kepalanya, lalu menggunakan giginya mencabut dua batang jarum yang menancap pada bahunya.

   Dengan begitu sepasang tangannya jadi dapat digerakkan dengan leluasa.

   Maka kemudian, dengan mudahnya ia mencabut seluruh sisa jarum yang menancap dibadannya.

   Setelah berhasil bebaskan diri dari segala rintangan, ia melompat turun dan bertepatan dengan itu Khek Seng kembali kesitu dengan membawa, makanan.

   Begitu ia melangkah masuk, ia tak melihat lagi diatas pembaringan terpantek tubuh sang guru.

   Juga tampak baginya tubuh kawannya telah terkapar ditanah.

   Hal mana membuat ia jadi sangat terperanjat.

   Baru saja ia hendak berlalu lagi, tiba-tiba telah menyambar angin dingin, bersamaan de-ngan terlihatnya Peh Kut Sin Kun.

   Khek Seng cepat-cepat meletakkan bungkusan makanannya dan menyambuti serangan gurunya.

   Namun ia bukanlah menjadi tandingan sang guru, tak sampai lima gebrak, kepalanya telah kena dipukul remuk, matilah ia pada saat itu juga.

   Kembali Ouw Hian Hong tertawa besar, lalu makan sampai kenyang.

   Berkat ilmunya yang tinggi, tak berselang lama, semangatnya telah pulih seperti sediakala.

   Sebetulnya kerns niatannya untuk kembali kedaratan, hanya karena ia ingat akan peristiwa yang baru lalu, dimana dirinya hampir menemui ajalnya, hatinya jadi tawar kembali.

   Selama tiga bulan lebih ia berdiam didalam goa sambil merawati lukanya.

   Ketika dirinya sembuh, kebetulan persediaan makanan yang dibawa oleh Khek Seng tempo hari telah habis.

   Dengan naik sampan ia pergi ketempat dimana harta serta kitab pusakanya disimpan.

   Kemudian ia mengangkutnya secara berangsur-angsur ke Tee Gak To.

   Selama beberapa tahun ia melatih diri lagi dan selama itu ia tidak muncul didalam kalangan Kang-ouw.

   Pada suatu hari, ada sebuah kapal terdampar waktu Ouw Hian Hong memeriksa, ia melihat ada beberapa puluh orang yang terkapar lemah serta kelaparan digeladak.

   Selain beberapa orang tukang perahu, sisanya terdiri dari laki-laki muda dan wanita-wanita yang baru meningkat dewasa.

   Ketika ia menanyakan pada salah seorang tukang perahu, ia mendapat tahu bahwa pemuda-pemudi itu semuanya berasat dari propinsi Shoa-tang dan hendak dibawa ke-istana untuk dijadikan Thay-kam (orang kebiri) dan Kiong-lie (dayang).

   Apa mau, waktu kapal mereka lewat disitu, didampar oleh badai ombak sampai ke atas pulau neraka! Hal itu sungguh cocok dengan rencana Peh Kut Sin Kun, sebab ia sendiri tadinya memang telah bermaksud pergi mencari orang untuk dijadikan pengikutnya yang setia dan tak tahu apa-apa, dengan lain perkataan hendak dijadikan mayat-hidup.

   Maka kini, ia lantas memberi obat bius pada semua orang yang ada dikapal, yang bila mereka sadar nantinya, akan melupakan segala-galanya.

   Hanya ketika ia hendak membius seorang nona
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono yang terakhir, tertarik akan kecantikan serta keindahan tubuh orang, nafsu Peh Kut Sin Kun yang selama ini bisa dikekang, jadi berkobar demikian rupa, ia lantas mengoyak pakaian orang, Tatkala melihat kulit orang yang lembut, ia lupa segala apa, ia bopong tubuh rupawan itu keruang batu sebelahnya dan dilain saat hanya terdengar rintihan lemah, diselingi oleh isak-tangis bercampur dengan helaan-napas puas dari Ouw Hian Hong! ? ooOoo ? Bercerita sampai disitu Pit Ya berhenti, lalu menangis sedih sekali.

   "Biar bagaimana aku harus membalas dendam pada Peh Kut Sin Kun yang telah menyakiti ibu dan aku sendiri!"

   Ia kata dengan suara gemas dan dengan air mata tetap mengucur. Orang banyak pada berdiam diri.

   "Tenanglah nak, sakit hatimu nasti akan terbalas kelak!" 'Ciong Peng coba menghibur. Pit Ya masih terus menangis dengan sedihnya. Tiba-tiba dari balik batu terdengar helaan napas. Orang banyak jadi heran berbareng kaget. Hu Hai Sam Kie dan Ciong Peng bersiap-siaga menantikan segala kemungkinan. Bersamaan dengan habisnya helaan napas tadi, dari balik batu muncul seorang wanita berpakaian serba merah. Pit Ya segera memanggil.

   "Ibu!"

   Sebetulnya ia segera hendak menghampiri ibunya, tapi tubuhnya berada dibawah pengaruh totokan hingga tak dapat bergerak.

   "Ya-jie!"

   Bales panggil si wanita dengan suara lemah-haru. Pada mulanya ia percepat langkahnya, namun waktu melihat Seng Gwan dkk berada didalam keadaan siaga, ia jadi mandekkan tubuh. Baru belakangan melangkah pula dengan tindakan perlahan.

   "Harap lealian jangan memperlakukan aku sebagai lawan. Memang telah lama aku menunggu kesempatan ini, tapi selama itu belum kudapat. Banyak sudah orang-orang gagah yang datang menerjang kemari, namun tiada seorangpun yang dapat meloloskan diri dari rintangan yang dibuat oleh Peh Kut Sin Kun. Didalam hati aku memang telah bartekad, bila ada orang gagah yang dapat menerobos sampai kemari, aku segera menggabungkan diri padanya untuk bersama-sama mernbasmi si laknat tua Ouw Hian Hong!"

   Ia kata dengan suara perlahan.

   Sikapnya sungguh harus dkasihani.

   Ciong Peng dan kawan-kawan sebagai orang-orang yang telah cukup memakan asam-garam penghidupan dikalangan Kang-ouw jadi pada sangsi.

   Andai kata sebelumnya mereka tidak mendengar penuturan dari Pit Ya, yang dianggapnya masih cukup jujur dan suci, biar apapun alasan yang dikemukakannya, takkan diladeni oleh orang banyak, malah sebaliknya mereka akan terus menggempurnya.

   Setelah memperhatikan sejenak, orang banyak mau percaya bahwa wanita itu memang telah berobah dan ia berbuat jahat semata-mata dipaksa oleh keadaan.

   Hingga belakangan kawanan orang gagah bersikap biasa lagi dan kalau keadaan memungkinkan, mereka akan berlaku ramah terhadapnya.

   Melihat perobahan orang banyak, wajah si wanita she Boa, ibu Pit Ya, jadi berseri.

   Ia melangkah terlebih cepat, setibanya didepan orang banyak, ia lantas menjura.

   "Tak usah kau berlaku shejie nyonya, coba tolong kau tuturkan kisah kalian berdua setelah kau berada disarang iblis tua ini!"

   Kata Seng Gwan dengan ramah.
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono Wajah yang tadinya telah berseri, kini kembaii menjadi murung dan sedih.

   Belakangan ia terkulai lemah dan duduk diatas sebuah batu sambil menangis sedih sekali.

   "Jangan kau ,bersedih nyonya, sebab kami jadi ikut sedih karenanya."

   Kata Seng Gwan Cengan terharu.

   Lie Ciang masih tetap menangis.

   Anaknya ikut sedih dan akhirnya turut menangis juga.

   Keempat empe gagah itu jadi repot menghibur.

   Rupanya bagi mereka, lebih balk menghadapi musuh yang ganas dari pada disuruh menghibur wanita yang menangis.

   Baiknya tak lama Lie Ciang menghentikan tangisnya dengan diikuti oleh puterinya.

   Keadaan ini membikin lega hati keempat kakek gagah.

   Tanpa diminta oleh orang banyak, nyonya itu menuturkan kisah dirinya.

   "Sehabis melanggar secara paksa kehormatan-ku, Peh Kut Sin Kun memaksa diriku untuk dijadikan isterinya. Tadinya aku berkeras tidak mau dan aku bertekad lebih baik mati dari pada ,menjadi isteri kakek tua yang terkenal keganasannya lagi buruk rupa itu. Namun belakangan aku berobah pikiran. Aku berpura-pura menuruti segala keinginannya, sambil menunggu kesempatan yang baik untuk kabur dari situ. Siapa sangka, empe ini disamping ganas, keji pun licin sekali. Ia seperti juga telah dapat membace maksudku. Betul di luarnya ia tak mengatakan tapi diam-diam didalam makananku dicampurinya semacam obat, yang perlahan-lahan tapi tetap bekerjanya, didalam beberapa saat mukaku jadi berobah kasar dan berkisut disana-sini. Pada mulanya tak kuketahui bahwa perobahan pada mukaku itu adalah perbuatannya. Akan tetapi pada suatu ketika, selagi kami merayakan hari ulang tahun Pit Ya yang pertama, ia minum arak banyak sekali dan memborehi pipi puteriku dengan semacam bubuk. Tak lama muka anak itu yang tadinya licin bagus, separohnya jadi berobah hitam dan buruk sekali. Hal ini tentu saja membikin aku jadi sangat marah. Aku maki dia habis- habisan, namun ia hanya ganda tertawa saja, hingga kemudian aku hanya bisa menangis. Malah yang bikin aku lebih panas lagi, ia membuka rahasia yang selama ini terpendam, yaitu sebabnya mukaku berobah jadi begini adalah atas perbuatannya, yang mencampuri semacam obat didalam makananku sehari-hari. Sebabnya ia berbuat demikian, ia takut aku main gila dengan orang lain. Mulai saat itu, aku bukan saja benci dia, marah menaroh dendam padanya. Aku bertekad didalam hati, bahwa pada suatu ketika akan kumusnakan dia. Tapi selama ini belum kujumpai kesem-patan itu. Sejak terjadi pengrusakan muka puteri yang kusayangi, ia terus berusaha membujuk dan berlaku manis terhadapku. Aku tetap berkeras tak meladeninya. Belakangan aku mendapat satu daya, yaitu aku hendak mempelajari ilmu silatnya. Ia berkeras tak mau mengajarkan. Aku tak kehabisan akal, setiap kali ia hendak mengadakan hubungan kelamin denganku, kutolak!"

   Bercerita sampai disitu Lie Ciang berhenti sebentar. Sehabis menghela napas, nyonya itu meneruskan ceritanya lagi.

   "Pada mulanya, biar kutolak, ia memaksanya dengan kekerasan dan sudah tentu maksudnya itu bisa dicapainya dengan kepuasan sepihak. Belakangan, entah karena kasihan padaku ataukah karena hanya puas sepihak kurang begitu nikmat atau sebab lainnya, akhirnya ia mengajarkan ilmu silatnya juga padaku. Begitu juga puteriku, sewaktu ia telah berumur sembilan tahun. aku ingat betul, kala itu telah senja hari, tidak seperti biasa, puteriku kembali dengan menangis. Waktu kutegaskan, tangannya telah putus sebelah. Ketika kutanya, siapa yang berbuat begitu keji terhadapnya, ia memberitahukan bahwa ayahnyalah yang melakukan. Aku menjadi sangat marah, kudatangi Ouw Hian Hong, begitu bertemu, kuterjang dia. Selama aku menyerang, ia terus makin kelit seraya memberi penjelasan, berhubung Ya-jie berbakat dalam ilmu silat, ia jadi bermaksud menurunkan ilmu istimewa
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono padanya.

   Untuk mempelajari ilmu luar biasa tersebut, tangannya harus dibuntungkan.

   Karena merasa tak ungkulan, juga karena aka berniat membikin puteriku berilmu tinggi, hingga pada suatu waktu kelak membantuku untuk membunuh ayahnya yang kejam itu.

   Mulal saat itu aku tak mengacuhkannya lagi dan puteriku tidak lagi she Ouw, tapi memakai she-ku, yaitu Hoa.

   Biarpun namanya saja kami suami isteri, tapi sebenarnya kami jarang mengadakan hubungan lagi, baik jaasmami maupun bathin.

   Hanya puteriku yang masih sering berkunyung pada ayahnya, itupun untuk mempelajari ilmu silat saja.

   Tapi biarpun begitu, demi untuk tidak dicurigai oleh si tua she Ouw, aku mengurus juga keadaan rumah tangga disini, termasuk segala tata-tertibnya.

   Hingga belakangan, selain suamiku, hanya aku seorang yang bisa memerintah orang-orang disini, yang semuanya telah dijadikan mafat-hidup.

   Setiap kali ada orang gagah menyatroni kemari, akulah yang pertama datang menyam-butinya, setelah sebelumnya orang itu berhasil menerobos beberapa penghalang yang dipasang dimuka.

   Maksudku berbuat demikian, pertama ialah untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari Hian Hong, kedua adalah bila orang gagah yang datang itu benar-benar perkasa, bila ia telah berhasil membubarkan barisan dari lembah dibawah kita, aku akan bergabung padanya untuk ikut membasmi Ouw Hian Hong.

   Hanya sayangnya selama ini aku belum berhasil menemui apa yang kucari.

   Baru pada hari ini aku bertemu dengan kalian! Rupanya memang telah diatur oleh Thian, bahwa hari mus- nanya si tua bangka she Ouw telah sampal!"

   Habis berkata, Hoa Lie Ciang kembali menghela napas.

   "Kagum aku akan ketekadanmu yang begitu kuat serta pandanganmu yang luas. Disamping itu aku jadi turut terharu atas derita yang kau alami selama ini!"

   Kata Seng Gwan. Habis berkata, ia sudah hendak membebaskan Pit Ya dari totokannya. Namun telah keburu dicegah oleh Lie Ciang.

   "Jangan kau lakukan itu. Biarkan puteriku berada didalam keadaan begitu. Dan aku minta kau juga menotok diriku seperti itu!"

   Inilah permintaan yang diluar dugaan orang banyak, bukan saja Seng Gwan, ketiga temannya juga jadi pada bengong, hingga untuk beberapa saat mereka bingung apa sebaiknya yang harus mereka lakukan ?! "Jangan kau bimbang, lekas lakukan apa yang kuininta.

   Hal ini semata-mata untuk mengelabui mata orang-orang Peh Kut Kiauw.

   Dengan begitu aku jadi leluasa memberitahu jalan rahasia yang menuju ke sarang mereka."

   Kata Lie Ciang. Tatkala melihat orang banyak masih tetap ragu-ragu, ia meneruskan perkataannya.

   "Lekas kau lakukan, bila terlambat bila Peh Kut Sin Kun telah berhasil menyempurnakan Thay Eng Sin Kunnya, yang menurut dugaanku kira-kira tinggal satengah hari lagi akan selesai ia latih, jangan kata baru kalian berempat, ditambah dengan Ciang Bun Jin-Ciang Bun Jin dari partai-partai tersohor, juga akan susah menumpasnya. Kemungkinan malah bisa jadi sebaliknya, kalianlah yang akan disapu bersih! Ayo lekas, jangan kita membuang waktu percuma, hingga melalaikan tugas besar lagi mulia!"

   Atas desakan mana, terpaksa Song Gwan turudi'tangan, tapi secara hati', sebal; ia takut kesalahan tangan sampai menyakiti si nyonya yang bernasib malang itu.

   "Sekarang salah seorang dari kalian lekas bopong aku, aku akan memberi petunjuk melalui kisikan!"

   Si nyonya telah berkata pula. Karena takut akan Peh Kut Sin Kun bisa menyelesaikan ilmu yang tengah dilatihnya, bisa membikin kapiran urusan besar, malah mungkin jiwa mereka sendiri akan terancam bahaya, maka tanpa
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono berkata dan dengan tidak menghiraukan sopan-santun akan adat yang berlaku pada saat itu, Han Beng membopong si nyonya.

   Belum mereka berjalan jauh, tiba-tiba didepan mereka telah berkelebat dua buah bayangan kecil dan waktu lebih ditegaskan ternyata adalah dua bocah berbaju merah yang tadi melarikan diri.

   "Mereka adalah anak angkat dari Peh Kut Loo Kay yang bernama Hong Ngo dan Hong Tong. Biarpun masih sangat kecil, tapi mereka telah dapat mewarisi sifat ayah angkatnya, licik dan keji, sebaliknya kalian membereskan jiwanya supaya tidak menimbulkan keruwetan dikemudian hari."

   Lie Ciang berkata dengan suara perlahan. Kedua bocah itu, begitu melihat Beng In Siansu, mereka segera membalikkan tubuh, lompat kebalik batu besar.

   "Hendak lari kemana kalian bocah-ingusan?! Lihat senjataku!"

   Bentak si Hweeshio.

   Baru saja Beng In habis berkata, tiba-tiba didepannya telah datang menyambar delapan buah benda bersinar kearahnya.

   Sebagai seorang ahli didalam senjata gelap, tak mudah Siansu ini kena diserang begitu saja, segera ia putar senjatanya, di lain saat semua senjata yang menyambar padanya telah dibikin jatuh seluruhnya.

   Si Hweeshio sudah lantas hendak menerjang maju lagi, tapi dibelakangnya terasa menyambar angin dingin, cepat ia kebatkan senjatanya kearah itu dan terbenturlah benda yang menyambarnya, yang ternyata adalah sebuah batu dengan senjata bulan sabitnya.

   Biar kecil batu itu, tapi begitu bentrok, Bang In Siansu merasa pergelang,an tangannya sakit sekali sampai menembus ke ulu-hati.

   Hal mana membikin ia jadi sangat terkejut dan memastikan bahwa penyerang gelap dirinya yang baru ini pasti mempunyai Iweekang yang tinggi sekali.

   "Celaka, Peh Kut Sin Kun telah datang!"

   Lie Ciang membisiki Han Beng. Dilain pihak Hong Ngo dan Hong Tong telah berani munculkan diri lagi, mereka baru jingkrak-jingkrak kegi-rangan seraya berkata.

   "Ayah datang!"

   Dihadapan orang banyak kini telah muncul seorang tua kurus, jelek lagi menakutkan.

   Padanya wajahnya tidak terlukis perasaan sedikitpun, sikapnya dingin sekali.

   Begitu sampai dihadapan orang banyak, Peh Kut Sin Kun segera tertawa panjang lagi aneh serta menusuk panda-ngaran.

   "Setelah kalian bisa melukai banyak sekali orang-orangku, kalian tentunya adalah jago' yang tak dapat dipandang enteng, hingga aku jadi sangat tertarik untuk meminta sedikit pengajaran dari kalian!"

   Ia berkata kemudian. Ciong Peng yang ingat akan koadaan Oey Bok Toojin jadi tak dapat ,mengendalikan perasaannya, ia segera membentak.

   "Kejahatanmu telah melewati takaran dan hari ini adalah hari musnanya kau, Ouw Loo Koay!"

   Mendengar itu, kembali Peh Kilt Sin Kun tertawa besar dan panjang, tak enak didengar.

   "Aku hendak lihat, hari ini siapa yang akan musnah, aku atau kalian?!"

   Ia berkata dangan sikap menantang.

   Habis berkata, tubuhnya dengan kecepatan luar biasa melambung dan menerkam kediri Ciong Peng seraya menggerakkan sepasang tangannya ke kepala Bong San Kiam Khek.

   Sebelum serangannya sampai, angin dingin telah mendahului, menyambar, yang membikin orang yang diserang, biar telah bertahan bagaimana kuat juga, tak urung tubuhnya jadi sedikit menggigil dan susah bergerak.

   Seng Gwan melihat keadaan kurang begitu menguntung-
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono tungkan temannya, yang nampaknya, tak lama lagi pasti akan mengalami celaka, cepat ia maju menerjang dengan senjata gaetannya, menggaet pinggang Ouw Hian Hong.

   Namun kepandaian Peh Kut Sin Kun sungguh luar biasa, melihat datangnya serangan, ia tetap berlaku tenang, begitu hampir sampai, tubuhnya berputar, cepat bagaikan gulungan angin, selain dapat menghindarkan dirinya dari serangan musuh, ia malah berbalik menyerang Seng Gwan.

   (VI) Diantara keempat ernpe gagah yang datang kepulau ne-raka itu, kepandaian kakek she Gwenlah yang tertinggi, tapi kalau dibandingkan dengan kepunsuan Peh Kut Sin ia masih kalah jauh.

   Maka kini, waktu dirinya diserang begitu rupa, ia tahu bahwa dirinya bukanlah menjadi tandingan pemimpin dari Peh Kut Kiauw.

   Ia segera meneriaki kedua saudara angkatnya untuk ikut membantu meggerubuti empe ganas tapi gagah dari Tee Gak To ini.

   Ouw Hian Hong tidak takut biar dirinya dikerubuti, ia bertempur sama lincahnya seperti sebelumnya.

   Badannya bergerak kian kemari dengan susah diduga terlebih dahulu, setiap kali serangannya setengah sungguh-sungguh dan merupakan juga sebagai pancingan.

   Itulah gerakan Yu Cin Ciang (pukulan khajal dan nyata).

   Satu waktu, sehabis berkelit, Beng In Siansu seperti mendapat kesernpatan, ia menyodokkan tongkat bulan sabitnya dengan sekuat tenaga.

   Tak tahunya itu hanyalah merupakan pancingan Peh Kut Sin Kun saja, sebab begitu si paderi menyodokkan senjatanya, ia injak dengan kakinya.

   Begitu hebat dan berat injakan itu, hampir saja Beng In melepaskan senjatanya.

   Bersamaan dengan itu, pukulan si kakek ganas telah mengarah batok kepalanya! Cepat lagi ganas serangan tersebut, nampaknya Cian Chiu Tat Mo, takkan dapat mengegoskan hajaran tersebut.

   Baiknya didalam keadaan keritis baginya, telah menyambar lima titik terang kearah bagian-bagian berbahaya dari tubuh Peh Kut Sin Kun.

   Biar bagaimana kosennya.

   Ouw Hian Hong, tapi toh dirinya tetap seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging.

   Maka waktu melihat diserang oleh senjata gelap, kelima bagian yang berbahaya lagi, ia jadi terpaksa membatalkan serangannya dan melompat sambil berpoksay (berjungkir-balik) keatas udara, waktu turunnya, ia segera menerjang kearah Hu Hai San Kie.

   Cepat ketiga kakek gagah mengegoskan diri.

   Dalam pada itu Seng Gwan segera berkata.

   "Tunggu sebentar, aku ada omongan yang hendak disampaikan padamu!"

   Peh Kut Sin Kun tertawa besar, sambil mundur beberapa tindak, ia berkata dengan sombongnya.

   "Rupanya kini kalian telah mengetahui kelihayan Kiauw-couw-mu, maka lekaslah kalian berlutut dihadapanku sambil menganggukkan kepala untuk meminta ampun, dengan begitu mungkin aku masih bisa menaroh belas kasihan untuk mengampuni kalian."

   "Jangan kau sombong, Ouw Loo-koay."

   Kata Seng Gwan, lalu sambil menunyuk ke arah isteri beserta puteri Hian Hong, yang kala itu dijaga oleh Ciong Peng, yang tadi menyerang dengan Cit Kiat Sin Cin nya untuk menolong Bang In Siansu, empe Gwen telah berkata lagi.

   "Lihatkah kau, bahwa jiwa anak dan isterimu kini telah berada ditangan kami!"

   "Jangan kau buru-buru merasa puas, orang-orangmu sendiri telah ada enam orang yang jatuh ditangan. Su-couw-ya-mu, tiga
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Scan/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono laki-laki dan tiga wanita! Hmmm, tidak lama lagi kalian juga akan mengikuti nasib mereka!"

   Ouw Hian Hong mengejek.

   "Jangan kau mimpi Ouw Loo Koay, takkan mudah kau berbuat terhadap kami seperti apa yang kau ucapkan barusan. Namun begitu, aku mempunyai usul, kini kite masing-masing mempunyai tawanan, sebaiknya kita tukar saja!"

   Kata Seng Gwan tak mau kalah-hawa.

   "Kau omong seenaknya saja, mana ada aturan dua tukar enam? !"

   Peh Hut Sin Kun bilang sambil tertawa besar.

   "Tak kusangka bahwa Ouw Hian Hong yang tergagah dan menjadi pemimpin satu partai sesat begitu kecil nyalinya."

   Ejek Sang Gwan.

   "Ape kau bilang?"

   "Aku kata nyalimu kecil. Sebab kalau tidak begitu, masakan dengan menambah enam orang dari pihak kami Saja kau takut! Bila kau benar"

   Seorang pemberani, takkan kau halangi pertukaran kita yang adil ini."

   Empe Gwen terus membakar kemarahan lawannya."

   "Hmmm, kau kira aku takut, baik, kita boleh menukar masing- masing tawanan!"

   Kata Hian Hong dengan suara keras.

   Sebabnya Peh Kut Sin Kun mau melulus permintaan kawanan orang gagah, pertama terdorong oleh perasaan pangs hatinya, keduanya ia berpikir, bahwa diantara keenam orang tawanan, hanya seorang saja yang masih sadar seperti manusia biasa, sisanya telah menjadi mayat-hidup semua.

   Selesai membentak, ia berpaling kearah Hong Ngo dan Hong Tong dan berkata.

   "Hay-jie (anakku), lekas kalian pergi keistana untuk membebaskan keenam orang tawanan!"

   "Baik a.jah,"

   Sahut kedua bocah dengan suara hampir berbareng.

   Tak berselang lama, mereka telah kembali lagi dengan diiring oleh sebaris mayat hidup yang berpakaian serba kuning, dengan mengiringi enam orang, yang waktu ditegaskan, mereka adalah Yo Ceng Tong, Goei Piauw Hiang, Goei Thian Co, To Kian Kong, To Lie Cu dan Han Siok Leng.

   Selain Piauw Hiang seorang yang masih sadar seperti menusia biasa, lima orang lainya telah pudar pandangan hidupnya serta jalannya seperti mayat, kaku lagi berat.

   "Lepaskan mereka!"

   Perintah Hian Hong sewaktu me-reka telah berada dihadapan orang banyak.

   Oey Ie Hok Ciang (kawanan mayat hidup berpakaian serba kuning), menurut perintah, melepaskan serta mend rong mereka kehadapan orang gagah.

   Begitu terlepas, Piauw Hiang lantas lari kesamping Bong San Kiam Khek, dengan muka bercucuran air mata ia me-manggil.

   "Ciong Cianpwee!"

   "Kini aku telah melepaskan mereka, kalian juga harus melepaskan dua orangku!"

   Bentak Hian Hong. Sebagai seorang gagah yang menepati janyi, biar bagaimana harus melakukan apa yang pernah diucapkannya barusan. Sambil menghela napas Ciong Peng sudah hendak melepaskan Lie Ciang beserta puterinya.

   "Tunggu dulu Ciong Cianpwee!"

   Ujar Piauw Hiang perlahan.

   "Kau tak usah terburu-buru melepaskan mereka. Baik kita menipunya sekali lagi tntuk mengajaknya bertempur ditepi laut. Setelah mama baru kau lepaskan mereka."

   "Apa maksudmu Tit-jie? Meugapa kita harus bertern-pur ditepi laut dengannya?"

   Tanya. Ciong Peng. Piauw Hiang sudah lantas memberi penjelasan dipinggir kuping Ciong Peng.

   "Secara tak sengaja aku mendengar percakapan dari
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono orang-orang Peh Kut Kiauw yang berpakaian serba merah yang mengatakan, bahwa setiap orang yang telah dijadikan mayat-hidup, asal tidak lewat seratus hari, kalau dimasukkan garam kedalam mulutnya sebanyak sekali, ingatannya akan pulih kembali!"

   Keterangan itu membikin Bang San Kiam Khek jadi sangat girang, tahulah ia mengapa nona Goei memintanya untuk bertempur ditepi laut.

   Sebab andai kata Yo Ceng Tong dan lain-lainnya dapat disedarkan kembali, dengan menggabungkan tenaga mereka, biar bagaimana lihaynya Ouw Hian Hong, dengan bertambahnya tenaga, akan lebih mudah bagi mereka untuk menghadapinya.

   Berpikir sampai disitu, Bong San Kiam Khek segera berkata dengan suara yang sengaja ditinggikan.

   "Kau menyuruh melepaskan orang-orangrnu, Ouw Loo Koay, itu mudah kami lakukan. Tapi harus ditepi laut!"

   "Kalian jangan berbicara seenaknya saja, mengapa harus ketepi laut kalian baru mau melepaskan orang-orangku?"

   Bentak pemimpin dari Peh Kut Kiauw.

   "Betul kau telah melepaskan keenam teman kami dan sudah seharusnya kami juga melepaskan orangmu. Tapi harus kau ketahui, lima orang yang kau lepas itu telah menjadi mayat hidup dan tak ada gunanya bagi kami. Hanya harus kau ketahui, bahwa kami mempunyai adat yang aneh, andai kata harus mati, lebih baik kami mati dilaut dari pada didarat!"

   Ciong Peng kata.

   Dilain pihak, Hu Hai Sam Kie, waktu melihat Piauw Hiang berkasak-kusuk dengan Ciong Peng, tentunya pasti ada apa-apa yang tengah dibicarakan untuk menghadapi si setan tua.

   Maka sampai ketika mendengar perkataan terakhir dari temannya, mereka lantas menimpali.

   "Betul, kami mempunyai adat aneh itu. Hai, Loo Koay U, beranikah engkau menghadapi kami disana!"

   Ouw Hian Hong tidak lantas menyawab, setelah berpikir sebentar, ia baru berkata.

   "Kalian kira aku takut, mari kita pergi kesana!"

   Melihat usahanya berhasil, Piauw Hiang jadi sangat girang, ia segera berkata kepada Ceng Tong berlima.

   "Lekas kalian ikut aku!"

   Kelima orang itu menurut apa yang diperintahkan oleh nona Goei.

   Hoa Lie Ciang ibu dan anak masing-masing digendong oleh Bong San Kiam Khek dan Han Beng.

   Jarak antara mereka dengan tepi pantai hanyalah beberapa ratus langkah saja.

   Maka didalam sekejap mata mereka telah sampai ketempat yang dimaksud.

   "Aku manta Sie Wie Loocianpwee tolong menghadapi Peh Kut Sin Kun dalam beberapa puluh gebrak, aku hendak mengobati beberapa orang yang telah menjadi mayat hidup. Bila telah berhasil, aku akan segera datang membantu!"

   Kata Piauw Hiang dengan suara cukup keras.

   Selesai berkata, ia tarik leher ayahnya, kemudian menyelesapkannya kedalam air laut.

   Melihat ini barulah Peh Rut Sin Kun sadar bahwa dirinya kena ditipu oleh orang banyak.

   Ia menjadi sangat marah dan segera lompat menerkam kearah Hu Hai Sam Kie.

   Gwen Sang Gwan bertiga juga tidak mau kalah sigap, habis mengegos, mereka masing-masing balas menyerang, Mereka bertempur dengan bergilir, bila satu maju, dua lainnya menjaga keselamatan temannya.

   Kalau.

   dua yang menyerang, yang satu melindunginya.

   Demikianlah, pertempuran ini lain dari pada yang lain, bukan saja dilakukan dengan cepat dan diluar dugaan, namun setiap serangan pasti mengarah kebagian yang berbahaya.

   Piar bagaimana jagonya Hu Hai Sam Kie, tapi perlalian-lahan, tapi tetap, mereka
Kolektor E-Book

   https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka .

   
Banjir Darah Di Pulau Neraka Hiat Sie Tee Gak To Karya Kiam Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Aditya Indra Jaya Scan/foto image .

   Awie Dermawan Distribusi & arsip .

   Yon Setiyono telah berada dibawah angin.

   Melihat ini, Ciong Peng lantas menceburkan diri kedalam gelanggang, ikut membantu ketiga temannya.

   Keadaan boleh dikata menjadi seimbang kembali.

   Sebentar saja tiga puluh jurus lebih telah dilalui.

   Dilain pihak, ayah Piauw Hiang setelah menelan air laut cukup banyak, mendadak in jadi muntah-muntah, mengeluarkan cairan yang berwarna kuning.

   Lewat sesaat, kesadarannya mulai pulih, maka bertanyalah ia kepada puterinya.

   "Apa yang sedang kau lakukan Hiang-jie? Mengapa kini bisa berada disini?"

   Melihat usahanya membawa basil, nona Goei jadi sa-ngat girang, ia berkata pada ayahnya.

   "Ajah, lekas kau to-long paman dan lainnya guna membebaskan mereka dari pengaruh racun dari pihak Peh Kut Kiauw!"

   Begitu habis berkata, ia lantas memegang kepala Lie Cu dan menyelesapkannya kedalam air.

   Pada mulanya Thian Co masih merasa heran, tapi belakangan, waktu ia melihat keempat orang gagah tengah menghadapi Peh Kut Loo Koay serta keadaan Ceng Tong dan lain"nya, tahulah ia apa yang tengah terjadi.

   Ia lantas menelad perbuatan anaknya, menelungkupkan kepala Ceng Tong kedalam air laut.

   Tak berselang lama, Ceng Tong dan lain-lainnya telah dibikin sadar semua.

   Ciong Peng yang sambil bertempur terus memperhatikan keadaan dipihak Piauw Hiang, waktu melihat usaha nona Goei berhasil seluruhnya dengan memuaskan, ia segera berteriak.

   "Kalian lekas kemari untuk membantu memus-nakan orang tua yang keji ini!"

   Sambil membentak Thian Co sudah hendak majukan diri, tapi telah keburu ditarik leher bayunya seraya seraya membisiki.

   "Thia- thia, gunakanlah senjata ini!"

   Setelah menerima pedang, Thian Co ikut masuk ke dalam gelanggang pertempuran.

   Begitu juga To Ceng Tong berserta kedua anaknya, hanya sayang pada saat itu mereka tak bersenjata.

   Hendak menggunakan senjata cambuk dan dadung dari Pit Ya beserta ibunya, tak biasa mereka lakukan, hingga tak sesuai dengan gerakan mereka.

   Maka kemudian, mereka lantas mengundurkan diri lagi dan menonton pertandingan seruh dari sebelah samping.

   Tiba-tiba diatas laut tompak mendatangi sebuah kapal aneh berwarna hitam, dengan kecepatan luar biasa benda itu me-nuju kepantai! Melihat mana Piauw Hang jadi sangat girang, ia me-neriaki kawan-kawannya.

   "Lihat Khek-wie, orang yang mengantarkan senjata telah sampai!"

   Orang banyak tak mengerti apa yang dimaksud olehnya, mereka bengong memandang kekapal aneh yang makin lama makin dekat, tak lama benda, itu telah menepi.

   Tanpa berkata, nona Goei lantas menggunakan gerakan Liu Kin Eng Hong (kapas terbang terbawa angin), badannya melambung tinggi dan menuju keatas kapal aneh tersebut.

   Baru saja Piauw Hiang menyejakkan kakinya diatasnya, dari dalam geladak telah keluar satu mayat hidup yang, berpakaian serba kuning.

   Tanpa mengenal kasihan lagi Coei Piauw Hiang menggerakkan kakinya dengan memakai gaya Yan Siang Hui (walet terbang berpasangan), menyusul dengan terlihatnya terceburnya Oey Ie Hok Ciang itu! Dari pintu geladak telah muncul satu lainnya, mayat hidup itu yang baru ini menggenggarn golok.

   

Pedang Sakti Tongkat Mustika Karya Herman Pratikto Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Pedang Bengis Sutra Merah Karya See Yan Tjin Djin

Cari Blog Ini