Pertentangan Kaum Persilatan 4
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT Bagian 4
ekor keledai kurus serta satu tabib pengembara, jang tubuhnja kate dan ketjil, memakai tudung lebar, wadjahnja tampak kuning-kering, alisnja berdiri, hidungnja mantjung, dua baris giginja kuning, tak sedap dipandangnja, sedang tubuhnja tertutup kain katun jang diikatkan sepotong tali ikat-pinggang.
Dia memakai kain keredongan, jang djusteru ia telah buka untuk digebriki saldjunja.
Maka itu sibudjang dapat lihat djuga satu kantong jang ada tulisannja.
"Istimewa menjembuhkan pelbagai penjakit aneh."
Selain membawa buntalan, tabib ini pun menggendol sebuah pajung hitam. Sedang keledainja tak hentinja meng-gedruk2kan kakinja.
"Apakah tuan hendak menjewa kamar?"
Tegurnja djongos itu.
"Keledaiku ini lebih penting daripada aku! Apakah ada istal?"
Si tabib balik menanja. Meski tetamunja mendjawab setjara melantur, djongos itu toh menundjuk kebelakang.
"Untuk menambat keledai, masuklah dari belakang,"
Katanja. Lantas ia mengabrukkan pintu. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tabib itu tuntun keledainja djalan kebelakang pondok.
Ia tolak sebuah pintu.
Ruang belakang ini sepi dan gelap, tjahaja saldjulah jang membuat orang bisa melihat dengan samar2.
Ia hampiri gubuk iang bertembok tanah dan ia masuk kedaiamnja.
Daun djendelapun sudah rusak, angin menjampok2 masuk.
Tapi ruangann ia lebar, disitu terdapat banjak rumput.
Disuatu sudut ada sebuah pelita jang api nja kelak-kelik hampir padam.
Tabib pengembara ini telah tambat keleedainja.
lalu ia menantikan djongos sekian lama jang ternjata tak kundjung datang.
Maka menggerutulah ia.
Terpaksa ia ngelojor kepekarangan luar, untuk tjari palungan untuk tempat makan keledainja.
Djongos tadi tetap tidak menampakkan mata-hidungnja.
Tabib itu tarik keluar sehelai selimut dari buntalannja untuk ia rebahkan diri ciiatas rumput.
Ia rebah belum lama, segera ia dengar suara disuatu podjok.
Ia bahgun dengan gesit, sambil memasang mata dan kuping.
Diantara tjahaja jang remang1, ia tampak satu tubuh manusia jang bergerak sedikit tapi tidak kedengar an suara napasnja.
"Pasti korban rumah pondok ini jang hanja memandang uang "
Pikir tabib ini, jang segera menghampiri tubuh itu.
Menduga pada orang sakit jang miskin datanglah rasa kasihannja.
Ia tampak orang dengan muka bersemu merah dan mulut kering, napasnja pelahan sekali, ia menggelengkan kepala, lalu ia ambil pelita untuk menjuluhinja.
Ia rabah nadinja orang itu, kedua mata jang meram itu pun ia bentetnja, akan achirnja badjunja orang itupun ia buka untuk diperiksa dadanja.
Karena ini, ia Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dapatkan sebuah batu kumala, ia terkedjut, hingga ia mengawasi orang sakit itu.
Sehabisnja memeriksa, tabib ini kantjingi pula badju orang itu dan kumalanja disimpankannja dengan rapi.
Dipinggang sisakit itu iapun dapatkan sebilah pedang jang terikat keras.
Ketika ia menghunusnja, pedang itu bersinar bergemirlapan.
Ia kagum dan heran.
Achirnja ia manggut2 setelah ia batja huruf2 jang terukir dipedang itu.
Ia menghela napas.
Untuk menolong sisakit, tabib ini buka! buntalan obatnja, ia djemput satu mangkok sombeng, ia tjari air, dengan apa ia aduk obatnja jang ia terus tjekokkan kepada sisakit itu.
Sisakit itu adalah Ong Tjoen Beng jang disiasia tuan rumah penginapan, ia telah tak ingat akan dirinja, dalam keadaan tak sadar itu ia merasa bagaikan sudah pulang kerumah, dan selagi ia bertempur hebat datang seorang gagah jang membantui padanja, jang bawa ia melajang diatas udara, lalu ia rasakan dirinja bagaikan sadar, ketika ia buka kedua mata nja, ia dapatkan dirinja sedang tidur diatas rumput, dari luar menjorot tjahaja matahari pagi, dari pajon rumah mengetes turun air saldju jang lumer.
"Heran "
Pikirnja.
Ia hendak bangun tapi segera djuga ia rasakan tubuhnja sangat lemah.
Tubuhnja basah demak karena banjak mengeluarkan keringat, la sekarangpun ingat bahwa selagi sakit, ia menumpang dipondok dan dapat kamar, maka aneh, sekarang ia rebah diatas rumput.
la sedang memikirkannja ketika tiba2 ia dengar suara berisik dari luar.
"
Kalian machluk2 dengan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
mata andjing tumbuh didjidatmu!"
Demiklnn dampratan dari seorang dengan lidah See-liang.
"Kalian hanja tahu, Jang kuning ialah emas, jang putih ialah perak! Dimanakah perasaan perikemanusiaanmu? Orang telah djatuh sakit sedjak beberapa hari, mengapa dibiarkannja? Dan sekarang, setelah orang sadar, mengapa kalian tidak segera sediakan bubur untuknja? Awas, aku nanti putar batang lehermu!"
Lalu terdengar suara orang dengan lagu-suara setempat.
"Djanganlah kau menjalahi aku, inilah atas titah madjikanku,"
Demikian suara itu.
"Hm!"
Demikian suara orang jang pertama, disusul dengan suara njaring dari sepotong perak jang dilemparkan ketanah.
Tjoen Beng tidak mengerti, tetapi ia menduganja bahwa jang dipersoalkan itu mengenal dlrinja.
Selagi ia merasa heran, la dengar pintu dibuka, lalu muntjul seorang mirip dengan satu guru desa, mengenakan katja-mata, kuntjirnja terlibat didalam karpusnja, tangannja menjekal sebatang hoen-tjwee, matanja mengawasi kepadanja.
"Saudari Ong, kau telah sembuh,"
Kata orang tak dikenal ini sambil dia tjenderungkan sedikit tubuhnja.
"Sebentar, setelah orang bawakan kau bubur dan air, kau boleh berbangkit "
Lalu orang itu angkat buntalannja dari atas tumbukan rumput dan pergi. Tjoen Beng heran. Mengapa orang tahu shenja dan tahu djuga bahwa ia sudah sembuh? Mungkinkah orang telah Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
panggilkan ia tabib? Selagi ia terbenam dalam keheranan, ia lihat djongos datang dengan satu hanglo, kemudian djongos itu gotong sebuah medja dan djuga bubur serta air minum.
"Sebentar aku sediakan air panas untuk kau mandi,"
Kata djongos itu, jang menjilakan tetamunja makan bubur itu.
Tjoen Beng ke-heranan akan tetapi ia berbangkit djuga untuk makan bubur.
Ia segera merasa, bubur itu bagaikan air penawar, karena baharu sadja ia habis bersantap, ia sudah merasakan tubuhnja segar.
Apapula setelah la mandi air panas, ia merasakan dirinja sehat benar.
Djongos telah bertindak lebih djaub.
ialah ia undang Tjoen Beng pindah kamar.
"Apa artinja ini?"
Tanja pemuda ini achirnja, ia bingung dan sangat tidak mengarti.
"Ini artinja ada orang jang menolong kau, tuan,"
Sahut djongos, jang terus berikan keterangannja, hingga Tjoen Beng ketahui, berapa hari ia sudah djatuh sakit, bagaimana datang sitabib pengembara jang obati padanja, bahwa tabib itu sudah tinggalkan sedjumlah uang, supaja ia dapat menumpang terus dipondok itu sampai dua hari lagi.
Dalam heran dan girang berbareng, Tjoen Beng bersjukur kepada tabib tak dikenal itu.
"Mari antar aku temui padanja!"
Katanja. sambil ia tarik tangannja djongos.
"Sedjak tadi pagi dia sudah pergi,"
Kata djongos itu. Tjoen Beng terpekur. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Dia tabib setempat atau tabib pengembara?"
Ia tanja.
Djongos itupun heran pemuda ini tidak kenal tabib itu, maka ia tuturkan hal sitabib, mula dia datang dan menginap didalam gubuk bersama si pemuda ini dengan ber-sama2 keledainja djuga.
Tentu sadja ia tidak mau akui bahwa ia telah pandang hina pada tabib itu, jang ia tak sudi lajani.
Ia djelaskan keanehan tabib itu.
Setelah mendengar keterangan itu, Tjoen Beng agak terperandjat dan menjesal.
Segera la ingat kata2 ajahnja tentang sitabib pendjual obat dari Liong-see, jang sebenarnja adalah seorang kang-ouw aneh.
Maka ia menjesal bukan main, sudah membikin hilang ketika jang sebaik ini Ia djadi lesu.
Selagi Tjoen Beng terpekur dan bengong, djongos itu telah pergi untuk ambil buntalannja.
Waktu Tjoen Beng periksa bungkusannja, dari dalam itu djatuh kelantai sebuah benda jang menerbitkan suara njaring, hingga ia djadi heran, apapula setelah ia membungkuk untuk memungutnja.
Itulah sepotong perak seharga kira2 sepuluh tail! Ia heran sebab ia tahu bahwa uang bekalannja sudah habis.
"Pastilah uang ini adalah dari tabib aneh itu,"
Ia menduganja. Maka kembali ia merasa sangat bersjukur. Hingga hari itu, ia berdiam dalam kamarnja dengan bimbang tak keruan.
"Dua tahun aku merantau, apa maksudnja?"
Kata ia pada dirinja sendiri.
"Orang jang kutjari telah berhadapan muka, tetapi ketika jang sebaik ini aku telah kasi lewat dengan begitu sadja !"
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Setelah berpikir keras, Tjoen Beng panggil djongos, untuk minta dibelikan seekor kuda, guna ia susul sitabib penolong itu.
"Kau baharu sembuh, tuan,"
Kata sidjongos.
"Mengapa kau tidak mau beristirahat lagi dua hari? Lagipun disini, selewatnja tengah hari, tidak ada pendjual kuda lagi. Untuk sewa kereta keledaipun kau harus tunggu esok pagi"
Tjoen Beng meneerti kesulitan itu, terpaksa ia menjabarkan diri. Iapun merasa tubuhnja masih lelah.
"Baiklah,"
Katanja.
"Tapi besok kau harus sudah siapkan kuda untukku."
Keesokannja benar2 ia berangkat menjusul tabib pengembara itu.
Sudah belasan hari ia djalan.
ia telah lintasi Wie goan, Lim-tiauw, Leng teng dan Lim-hee, belum djuga ia dapat tjandak atau ketemukan tabib itu, walaupun disetiap tempat ia telah menanjakan keterangan, bahkan ditengah djalan dan ditempat sepipun tiada orang jang lihat tabib itu.
Ia bagaikan orang jang mentjari sepotong batu jang tenggelam didasar laut.
Djusteru waktu itu, pemerintah Boan sedang menggerakkan angkatan perang-nja menjerbu Tjenghay (Kokonor) dan Sinkiang (Turkestan Tionghoa).
dengan alasan "menindas pemberontakan atau huru hara,"
Disepandjang djalan, tentera dan iringsan angkutannja tiada putusnja.
Tempat2 jang dilewati tentera itu.
mendjadi sangat tidak aman bagi penduduknja.
Penduduk2 sembilan dalam sepuluh bahagian kabur mengungsi Itulah disej babkan keganasan tentera jang suka menggarong harta- milik penduduk.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Begitulah ketika Tjoen Beng sampai di Lira-hee, semua rumah penginapan penuh dengan tentera.
Ia sendiripun turut mendjadi korban.
Ia mampir disebuah rumah makan untuk menangsel perut, ia tambat kudanja diluar, kuda itu telah diambil tentera jang telah pergi djauh, hingga ia tjuma bisa kertek gigi Maka terpaksa ia berdjalan kaki.
Ia menudju ke Utara.
Selang dua hari sampailah ia di Eng- tjeng, dikaki bukit Liok Poan San, jang djalanannja sukar.
Selewatnja dari situ, akan sampailah ia dibukit Siauw Tjek Sek San.
Magrib telah mendatang, Tjoen Beng masih belum menemukan pondok, sedang perutnja sudah kerontjongan meminta makan, terpaksa ia tiari rumah penduduk.
Ia datangi sebuah rumah tanah dari mana asap mengepul keluar, sedang pintunja separuh tertutup Dua kali ia memanggil, tidak ada suara djawaban, terpaksa ia tolak pintu dan bertindak masuk kedalamnja.
Diatas sebuah pembaringan tanah, tampak satu njonja sedang rebah, sambil memeluk satu baji jang rupanja terlahir belum lama.
Nampaknja njonja itu dalam keadaan sakit.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diatas perapian ada sebuah tehko.
Melihat keadaan rumah.
TJoen Beng keluar lagi.
Ketika itu dari luar mendatangi satu njonja tua, tangannja menengteng sebuah rantang-bambu berisi sebungkus obat, waktu ia lihat pemuda kita, ia ketakutan bagaikan melihat hantu, lantas sadja ia bertekuk lutut dan mangeut berulang2 sambil terus memohon.
"Paduka panglima, disini sudah tidak nda lagi barang jang berharga, anakku telah dibawa untuk angkut rangsum, tidak ada orang lelaki lainnja lagi"
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjoen Beng segera mengerti akan ketakutannja njonja tua ini, ia segera membangunkan njonja tua itu.
"Djangan takut, uwa"
Ia menghiburkan.
"Aku bukannja panglima perang, aku hanja seorang pelantjong jang hendak tjari pondok. Lekaslah kau pergi tengok njonja mantumu."
Uwa itu mengawasi pemuda ini, lenjaplah kekuatirannja.
"Mari masuk "
Ia mengadjaknja kemudian, Uwa ini lantas masak obat untuk nyonja menantunja jang baharu melahirkan itu, iapun berikan susu tadjin ke pada bajinja, sesudah mana, ia masak air dan nasi untuk tetamunja sekalian, Melihat orang walaupun miskin tapi baik batlnja itu Tjoen Beng rogo sepotong ketjil perak.
"Bolehkah malam ini aku menumpang disini"
Tanjanja.
"Tentu boleh, tuan"
Sahut njonja tua Itu "Tak usah kau keluarkan uang."
Tapi Tioen Beng memaksa.
"Terima kasih, tuan"
Kata uwa itu dengan rasa sjukur "Hari ini Buddha jang murah bati telah lindungkah kami, beruntun dua kali kami ketemu koehdjin.
tuan penolong Tadi tenga hari satu tabib pengembara jang menunggang keledai kurus telah datang berikan obat, ia tuliskan surat- obat dan Kasi uang djuga untuk aku segera belikan obatnja tetapi dia tidak berdiam lama sehabis minum setjangkir teh dia lantas berangkai pula"
Uwa ini masih nendak bltjara terus tapi Tjoen Beng memotongnja. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Apakah dia mengendol kantong obat dan pajung dipunggungnja"
Demikian pemuda kita "Tidakkah dia bermuka kuning dan kurus?"
"Oh tuan kenal padanja?"
Tanja sinjonja tua.
"Sudah lamakah dia berangkat? dan kemana dia menudju?"
Tanja pula Tjoen Beng tanpa perdulikan pertanjaan si njonja. Dia sangat bernafsu.
"Dia berangkat baharu lewat tengahari, Dia tanjakan djalan ke gunung Siauw Tiek Sek San dan berapa luasnja pangkal sungai Hong Hoo setelah loloskan kelenengan keledainja dia menuju ke Utara."
Tjoen Beng tidak menanja lebih djauh. sehabis dahar ia segera pamitan setelah menamukan djalan ketjil jang menudju kepangkal sungai Hong Hoo hingga uwa itu heran dan ngotjeh sendirian "Aneh! Dia minta bermalam tapi toh dia berangkat sekarang!...."
Malam itu turun saldju, djalanan sukar dilaluinja tapi saldju mendatangkan sinar terang.
Untuk Tjoen Bene turunnja saldju ada baiknja.
Ia bisa gunai ilmu mengentengkan tubuh untuk lari keras, hingga sesaat lantas ia dapat dengar suara ritjikannja air.
Waktu itu sudah larut malam ketika ia lihat sebuah lembah dimana ada air tumpah dari alas gunung, menggenang luas ditempat rendah dimana banjak terdapat batu koral, la tidak sempat perhatikan keindahan alam llu, ia terus ngerobok menjeberang untuk mentjapai dilain tepi, la djaian terus dengan berlompat2 ditanah pegunungan jang sukar itu, jakni mulut djalanan gunung Siauw Tjek Sek San.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Selagi Tjoen Beng djalan, se-konjong2 ia dengar tindakan kaki kuda ketika ia mengawasi, ia tampak satu penunggang kuda mendatangi dengan tjepat, hingga kemudian ia lihat tegas itu lah bukan seekor kuda hanja keledai, bahwa sipenunggangnja seorang bertubuh ketjil.
"Pasti dia sitabib pengembara!"
Ia menduganja.
Hampir2 ia lari mengedjar, sjukur ia dapat sabarkan diri.
Ia menduganja mungkin orang itu hendak mengerdjakan sesuatu, tak boleh ia menghalangi nja.
Iapun harus djaga terdjadinja salah faham.
Maka ia membajanginja sadja dari sebelah atas, sipenunggang keledai di bawah.
Kapan kemudian tjahaja putih-suram mulai tertampak diarah Timur dan burung2 mulai mendusi dari tidurnja satu malaman, tepat ditempat jang banjak pohon2, penunggang keledai itu hentikan binatang tunggangannja, ia lompat turun dan duduk dibawah sebuah pohon.
Tjoen Beng jang membajanginja.
memasang mata dari tempat sembunji.
la lihat orang mengeluarkan satu potji arak, isinja ditjeguk beberapa kali, setelah mana, orang itu djemput sesuatu dimasukkan kedalam mulutnja, ia menggajam.
Hampir tanpa merasa matahari mulai naik tinggi menerangi seluruh djagat.
Maka segeralah tertampak debu menge pul dengan muntjulnja didjalan raja lima penunggang kuda, jang larikan tunggang annja dengan kentjang.
Mereka mengena kan seragam, dibelakang mereka ada belasan penunggang kuda lain, jang mengiringi lima buah kereta.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Mesti akan terdjadi sesuatu,"
Tjoen Beng men-duga12, hingga ia lupa pada kantuk dan letihnja satu malam tidak tidur Ia pasang mata.
Orang kurus dan bermuka kuning itu bungkus mulut keledainja, ia letakkan kantong kulitnja, setelah mana, dengan bawa pajungnja ia lari kedjalan besar, selagi lima penunggang kuda datang dekat, ia naik ketempat tinggi ditepi djalan sambil terus putar pajungnja, jakni pajung besi tanpa kain penutup, hanja batang2 rangkanja sadja.
Sekedjap sadja dua ekor kuda telah rubuh.
Dua penunggang kudanja turut djatuh, terus mereka tutupi muka sambil mendjerlt kesakitan bagaikan babi sedang disembelih.
Tiga penunggang kuda lainnja terperandjat.
Disetiap kereta, pada sisinja sesuatu kusir.
ada berduduk masing2 satu orang dengan pakaian seragam djuga.
mereka ini lompat turun untuk perdengarkan seruan maka kelima kereta lantas berhenti dan persatukan diri dalam satu bundaran, terus dikurung oleh belasan pengiringnja Bukan itu sadja.
dari dalam sesuatu ke retapun segera munljul tudjuh atau delapan tukang panah, siap-sedia untuk melakukan perlawanan.
Tjoen Beng lihat kereta2 persatukan diri dengan rapi, ia kagum.
Berbareng ia pun berkuatir bagi simuka kuning, maka pikjrnja.
"Kalau dia keteter aku harus membantui untuk balas budinja."
Dari tiga kereta, sesuatu penumpangnja jang berseragam telah lompat turun, sekarang mereka madju Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
kepada simuka kuning itu.
Mereka bersendjatakan golok, pedang dan tombak.
Tidak tunggu sampai orang datang dekat padanja, sikurus itu mendahului lompat menerdjang kelima orang militer itu.
merekapun segera menjerangnja dengan pelbagai matjam sendjata rahasia, hingga sikurus mesti putar pajungnja untuk melindungkan diri, semua sendjata rahasia terpukul terpental djauh, sesudah mana, sikurus itu berlompat pula mendekati kelima musuhnja.
Sebaliknja merekapun berbalik mengurung dengan mementjar diri dilima pendjuru, merupakan bunga bwee.
Tjoen Beng saksikan pertempuran itu Ia tampak kelima perwira itu gagah semua.
Andaikan ia jang lawan mereka itu, paling banjak ia dapat lajani dua diantaranja.
"Baik aku menonton terus, bila perlu baharulah aku membantui sitabib pengembara itu,"
Pikirnja.
Selagi pemuda ini berpikir demikian, si tabib kurus itu sudah perhebat perlawanannja atau serangannja, tulang rangka pajungnja terputar bagaikan kipas-angin, hingga sendjata2 musuhnja terpukul patah dan terlempar Meski begitu, kelima penjerang itu tidak mendjadi djeri, mereka lemparkan sisa sendjatanja untuk diganti dengan djoan- pian, tjambuk emas, jang mereka tjopotkan dari pinggangnja masing2 untuk menjerang terus.
Tetap sitabib lakukan perhwannn jang hebat, kembali ia gerak2kan pajunenja setjara dahsjat hingga lagi2 ia dapat bikin putus tjambuknja kelima penjerang itu.
hingga kali ini memaksakan lima perwira Itu memutar tubuh menjingkirkan diri.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Dengan buang diri bergulingan, tabib itu melakukan pengedjaran, pajungna ber-gerak2 tak hentinja tetapi ia tidak hadjar rubuh kelima penjerangnja itu.
Ia hanja terus memutari kereta, dengan tiada orang jang melihat ia telah tjabut pisau belatinja dengan apa ia tabas setiap kaki kuda dari barisan pengiring, hingga dllain saat, rubuhlah kuda itu berbareng sama semua penunggangnja djuga.
Oleh karena pertempuran jang ramai itu, tukang2 panah diatas kereta tidak dapat melepaskan panahnja, mereka kuatir memanah orang sendiri, tetapi karena itu lah, sendirinja mereka mendjadi korban Entah sendjata apa jang digunakan si tabib, ketika ia ber-ulang2 ajun tangannja kearah tukang2 panah itu, mengikuti suara mengaung bagaikan suara tawon, semua tukang panab itu mendjerlt kesakitan, njatalah belakang tangan mereka telah terluka.
Sekarang baharulah ketahuan, sendjata rahasia itu adalah bidji2 ang- tjo dari Pakkhia, jang udjungnja lebih ketjil lantjip dan pandjang daripada bidji angtjo biasa.
Sedangnja semua tukang panah repot kesakitan, sitabib lompat kesebuah Kereta jang memuat uang, ia menjambuki empu ekor kuda penariknja, hingga binatang itu kabur sendirinja karena kesakitan.
Beberapa tukang panah jang tidak dapai luka hendak menghalangi sitabib akan tetapi dengan tjambuknja sitabib hadjar mereka, sedang kelima perwira jakni pahlawan2 istana, takut madju pula.
Tjoen Beng mendjadi heran dan kagum Se-konjong2 ia mendjadi kaget bagaikan hilang semangatnja ketika ia Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dengar seruannja sitabib jang ditudjukan kepadanja.
"Hai... engko ketjil, mari lekas ke mari!"
Waktu pemuda ini berpaling, ia dapatkan sitabib sudah berada dekat pada nja, tabib itu mendatangi bersama kereta jang tadi ia kaburkan empat ekor kuda nja! Maka insjaflah ia sekarang, selama setengah malaman penguntitannja itu telah diketahui oleh sitabib jang hanja ber pura2 tidak tahu, ia tidak bersangsi lagi dengan satu lompatan "Yan-tjoe tjonn in,.
atau "Burung walet menembusi mega"
Ia lompat keluar dari tempat sembunjinja terus lari kekerela.
Baharu sadja ia lompat naik, kereta itu segera dikasi kabur pula.
Tjoen Beng lihat matahari, maka ia tahu ia sedang menudju ke Selatan Diwaktu tengahari, ia telah melalui perdjalanan djauhnja lima-ratus lie iapun tahu bahwa ia sedang mendekati Toen-hoa, suatu tempat diperdjalanan Tjenghay.
Disini kereta didjalankan perlahau2, di antara pohon2 yanglioe dikiri-kanan.
Lantas tertampaklah bangunan2 jang bertembok putih, ialah pelbagai mesdjid.
Ketika kereta melewati sebuah djembatan, dari kedua tepi djalan jang banjak pohon2 segera muntjul banjak orang dengan djuba putih mereka menjambut sambil berlutut ditepi djalan.
Simuka kuning membalas hormat sambil angkat tjambuknja ia mengutjapkan kata dalam bahasa asing - bahasanja orang2 dengan pakaian putih itu diwilajah Tjeng hay, penduduknja memang terdiri terutama dari dua suku- bangsa Mongolia dan Hoan, jang beragama Islam.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Simuka kuning.
ini terus mengendarai keretanja sampai disebuah mesdjid, ia adjak Tjoen Beng turun dari keretanja, mereka masuk kedalam mesdjid itu dimana telah berkumpul banjak orang Islam jang sedang berdoa dengan asap dupa ber-gulung2 melajang tinggi.
Simuka kuning turut bersembahjang djuga.
Setelah selesai sembahjang, baharu ia ambil tempat duduk.
Tjoen Beng berdiri disamping orang luar biasa ini.
Dengan bahasa Hoan simuka kuning bitjara banjak, achirnja semua orang angkat tangannja ber-sorak2.
Karena ini Tjoen Beng menduga dan pertjaja bahwa tabib ini adalah pemimpin orang Hoan itu.
Setelah itulah, sitabib baharu bitjara kepada Tjoen Beng, maka pemuda ini segera memperkenalkan dirinja, dan menerangkan maksud perantauannja, jang sudah djalan dua tahun, sampai achirnja ia djatuh sakit dipondok dan dapat pertolongannja tabib aneh ini.
Ia lantas minta tabib ini adjarkan ia ilmu silat.
"Engko ketjil she Ong, aku telah ketahui tentang dirimu,"
Kata sitabib kemudian.
"Apa jang aku belum tahu jaitu perhubungan diantara keluargamu dan Bo Tong Siang-Yan. Kau ingin beladjar silat padaku, aku tidak akan menolaknja, tapi sekarang aku belum dapat menerimanja. Sebabnja ialah sekarang bangsaku sedang menghadapi gelombang bentjana. Aku tidak mempunjai waktu untuk mengadjari nja, sedang kalau kau tinggal disinl, tidak leluasa bagi kedua pihak. Maka baiklah, kau turut pemetjahanku. Sekarang kau kembali ke Shoasay, dari situ kau pergi ( kebukit Bian Nia dipegunungan Thay Heng San, disana kau tjari satu sahabatku Tjhia Bie Loo-tjouw, untuk beladjar Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
khie-kang dan ilmu enteng-tubuh. Sehabis itu baharulah kau mempeladjarkan ilmu silat Djioe-Koen Sip-pat Siang Twie-tjiang kepadaku. Akurkah?"
Tjoen Beng berlutut, ia manggut2.
"Apapun titah soehoe, aku akan turutnja,"
Katanja.
"Akan tetapi, setelah ini, sampai kapankah baharu aku dapat bertemu pula dengan soehoe?"
Orang itu tertawa.
"Djangan kesusu !"
Katanja.
"Tentang inipun aku telah perhitungkan. Kau ingat baik2, tiga hari setelah perajaan Oen Lan Tjiat, jaitu sembahjang bulan tudjuh tanggal lima- belas, kau harus pergi dan berada dibukit Bek Tjek San di Timurselatan distrik Thian-soei, tempat sutji , kaum penganut Buddha dimana sedjak keradjaan Goei Utara telah ada banjak sekali guha2 dengan tjukilan atau ukiran patung. Disitu aku telah djandjikan satu orang untuk membereskan suatu perhitungan terachir, jakni permusuhan dari beberapa puluh tahun jang lampau. Dalam pertempuran itu, mungkin kau dapat saksikan aku terpukul rubuh, dengan begitu kau bisa lihat dan ketahui berapa tinggi ilmu kepandaian musuh itu maka pada saat itu, baiklah kau buang niatmu untuk beladjar silat lebih djauh akan tetapi bila sebaliknja aku bisa mengalahkan musuhku itu, maka selandjutnja kau boleh ikut aku, untuk memenuhkan harapan atau tjita2mu."
"Siapa musuhmu Itu, soehoe?"
Tjoen Beng tanja.
"Orang matjam apakah dia itu?"
Tabib itu pimpin bangun muridnja jang masih berlutut. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Kalau sudah tiba waktunja, kau akan mendapat tahu sendiri."
Sahutnja.
"Sekarang kau turuti sadja petundjukku."
Tjoen Beng tidak berani menanjakan lebih djauh, begitulah pada suatu hari gurunja telah titahkan ia berangkat sambil hadiahkan seekor kuda tunggang pilihan.
Murid jang belum djadi murid ini berangkat dengan belum ketahui she dan nama gurunja itu, ketjuaii ia bawa seputjuk suratnja untuk Tjhia Bie Lootjouw.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bian Nia berada di Timur-selatan Shoasay djauh terpisahnja dari Ngo-tay maka itu, tak sempat Tjoen Beng pulang kerumahnja, ia menudju langsung kebukit itu.
Ketika pada suatu hari ia sampai ditempat tudjuannja itu, ia dapatkan sebuah kuil tua dan rusak, rusak djuga mereknja, hingga sulit untuk dapat batja namanja.
"Biauw Tjin". Beberapa katjung-imam pimpin ia masuk keruang belakang dimana ia djumpakan satu imam jg sudah landjut usianja numprah diatas pembaringan, merah sepasang alisnja, jang pun pandjang hingga menempel kepada kupingnja. Dilihat dari romannja imam ini mesti mempunjai kepandaian Silat tinggi. Setelah menghundjuk hormat, Tjoen Beng lalu serahkan suratnja sitabib pengembara sambil tuturkan hal dirinja sendiri serta maksud-tudjuannja. Imam itu jakni Tjhia Bie Loo-tjouw, terima pemuda ini, maka selandjutnja Tjoen Beng berdiam dikuil Biauw Tjin Koan jang tua itu menuntut peladjaran, pertama tentang mengatur djalannja napas agar mendjadi kuat, hingga sambil duduk bersemedhi ia sanggup tiup terpental dua buah peluru besi jang digantung didepannja, djaraknja dari Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dekat lambat-laun digeser sampai djauhnja satu kaki dan terpentalnja pun lebih djauh lagi.
Selang satu tahun baharu ia diadjarkan ilmu mengentengkan tubuh, ilmu menahan djalan napas, djuga ilmu menotok seratus delapan djalan darah.
Tjoen Beng ingat djandjinja sitabib kurus, untuk sehabisnja Oeh Lan Tjiat mesti tengok gurunja Itu di Bek Tjek San Hari itu tinggal lagi dua bulan.
Karena Ini, ia lantas menghadap Tjhia Bie Lootjouw, untuk mohon perkenan.
"Kau pergilah,"
Memperkenankan guru ini, jang seterusnja memesan djuga agar muridnja ini ber-hati2 didjalan, djangan usil urusan lain orang.
Tjoen Beng terima pesan itu dan mengutjap terima kasih, lantas ia memberi hormat untuk pamitan.
Sesampalnja didusun Tiang-lan-tin, ia beli seekor kuda untuk perdjalanannja itu.
Bek Tjek San berada dalam propinsi Kam-siok, letaknja di Timur-selatan distrik Thian-soei, sedjauh tiga-puluh lie lebih dari kota Thian-soei, diatas puntjaknja berdiri sebuah pagoda.
Puntjak itu benar mirip udjung gandum (bek), karena dasarnja jang sempit itu, orang menamakannja Bek Tjek Gay.
Sedjak djaman Soei sampai kepada djaman Beng, dari radja sampai menteri dan saudagar besar, mereka gemar keluarkan uang untuk mentjukil atau mengukir batu gunung, karena itulah disitu terdapat banjak patung atau ukiran2, jang semuanja bersifat ke-Buddhaan, semua dengan maksud agar leluhur mereka, atau mereka sendiri dan anak-tjutju, memper oleh berkah dengan perlindungannja Sang Buddha.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ketika Tjoen Beng achirnja sampai di Bek Tjek San, angin meniup membawa pasir. Dimulut gunung itu ia tidak ketemui seorang djuga.
"Aku ingat soehoe menjebutkan tiga hari setelah Oeh Lan Tjiat, kenapa sekarang aku tidak lihat sekalipun bajangan mereka?"
Pikir pemuda kita setelah ia mendaki sekian lama.
Karena ini, snmhil memandang kelilingan, hatinja berpikir terus.
Tiba2 dari kedjauhan terdengar suara jang samar, setelah ia meneliti, Tjoen Beng dengar itulah suara sar- sernja angin kepalan jang saling sambar.
Selama dua tahun ia sudah tinggal menjepi dipegunungan jang sunji, maka pendengarannja djadi terang luar biasa, la lantas djalan mendaki sambil mengawasi kearah dari mana suara itu datang.
Ditempat luasnja belasan tombak, dimuka beberapa lobang guha, Tjoen Beng lihat dua orang tengah bertempur dengan seru, serangan kepalan mereka menjebabkan suara angin jang keras.
Ia terperandjat akan kenalkan salah satu orang jang bertempur itu adalah sitabib pengembara, gurunja jang belum resmi, sedang musuh nja guru ini adalah satu pendeta sukubangsa Hoan, sebagaimana mudah dikenalinja dari djubanja, ialah djuba ka-see, jang meriutupi sebelah lengan, dan koplahnju berudjung lantjip.
Pun nampaknja orang beribadat itu ada garang sekali.
IX Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
See-Tjhong, atau Thibet, adalah satu wilajah jang "gaib".
Dlmasanja keradjaan Boan, pemerintah Boan telah tempatkan sedjumlah tenteranja di Lassa, ibu-kota Thibet itu, begitupun dibeberapa kota besar lainnja.
Seluruh Thibet tapinja berada dibawah pengaruh agama Buddha, sebab umumnja adalah pendeta2 Lama jang mendjalankan pemerintahan dengan kuilnja sebagai pusat.
Di Timur-utara Lassa ada satu kota jang dinamakan Bektekkong-kay, atau ringkasnja Bektekkong.
Kota ini menghubungi See-kong dan Tjenghay.
Disitu, kuil jang terbesar adalah Tjap Pou Loen dengan pendeta kepalanja Tiat In Siansoe.
Lain dari kedudukannja sebagai pendeta, Tiat In lebih terkenal untuk kepandaian silatnja, ialah ilmu silat Djioe-Koen Sip-pat Siang Twie-tjiang.
Malah menurut tjerita orang, pernah pada suatu tahun, sebelum Kam Hong Tie menutup mata, dengan ilmu enteng-tubuhnja, Pat-pou Kan-slam, ia telah bikin kagum djago she Kam itu.
Adalah kebiasaan dari Tiat In Siansoe akan dalam sepuluh tahun satu kali datang ke Pakkhia, untuk mengadakan chotbah atau sembahjang besar didalam Yong Hoo Kiong, jaitu kuil Lama terbesar dikota radja keradjaan Boan.
Kuil itu Letaknja di tepi djalan umum dipintu kota An-teng-moei jang pada mulanja dikepalai oleh Hutuhktu Tjiang Kek.
Disitu terdapat banjak pendopo diantaranja ada jang dinamakan Ban Hok Lauw dalam mana ada dipudja sebuah patung Buddha jang besar, tingginja delapan tombak lebih, terbuat dari kaju wangi Tim-hio, seluruh tubuhnja bertaburkan emas dan mutiara, lengannja berselendang huota.
Satu pendopo lagi, jang dinamakan Ya Bok Tek, bertachta sebuah patung tubuh manusia berkepala andjing, pinggangnja tergantungkan satu kepala orang, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
kakinja mengindjak patung seorang perempuan telandjang bulat.
Adalah kebiasaannja Hutuhktu Tjiang Kek setiap tahun mengundang pendeta berilmu dari See-tjhong untuk datang membatja doa, jang diadakannja mulai Tjhia-gwee Djie-kauw atau tanggal dua-puluh sembilan bulan pertama tiap tahun.
Selama upatjara sembahjang itu dilakukan djuga tarian "bujak,"
Jang berarti tarian mengusir hantu- iblis, dengan sedjumlah murid Lama menjamar sebagai pelbagai malaikat atau siluman, jang menari dengan tentu2 selama satu bulan.
Pada waktu itupun ada dibuat pengorbanan, jaitu dibuatnja satu kepala orang2an dari tepung dibuang keselokan Liong-sle-kauw, maksudnja untuk diberikan kepada hantu2 supaja mereka kenjang makan dan tidak datang pula untuk menggoda.
Demikian tahun itu ada gilirannja Tiat In Siansoe, ia berangkat dengan adjak belasan pengiringnja.
Mereka menunggang keledai dengan membekal "tjampa"
Rangsum kering terbuat dari tepung, minjak dan sari teh.
Dapat dimengerti kalau perdjalanan mereka djauh dan sukar.
Pada suatu hari, sesampainja di Seng-sioe-hay, ditanah pegunungan Pa-gan Gok Lap San, tiba-tiba turun hudjan jang sangat besar, hingga air gunung menggenang dan arusnja jang hebat menerdjang mereka Itu.
Empat-belas ekor keledai bersama semua penunggangnja terdampar hanjut kearah bawah gunung.
Sjukur Tiat In besar hati dan sebat, dengan merubuhkan sebuah pohon besar, ia masih dapat tolong beberapa pengikutnja.
Setelah bentjana ini, perdjalanan dilandjutkan dalam kesengsaraan.
Walaupun demikian, pendeta ini tidak memikirnja untuk membatalkan tudjuannja dan kembali Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
pulang.
Maka itu, disepandjang djalan mereka tjari buah2an dan lainnja untuk menangsel perut.
Karena semua bekalan mereka habis dibawa arus.
Pun mereka sangat latjurnja, mereka berada didaerah tandus dan tidak ada binatang liarnja.
Kemudian, kesulitan bertambah ketika mereka mulai memasuki daerah gurun pasir.
Bukan alang-kepalang penderitaannja mereka apabila angin menjambar membawa pasir halus, sorot matahari jang panas, gerah dan letih.
Sebaliknja diwaktu malam, mereka kedinginan dibawah serangannja hawa dingin bagaikan musim saldju.
Bahna tidak tertahannja, beberapa murid Lama itu bergantian rubuh binasa sebagai korban kelaparan, panas dan dingin.
Hingga tinggallah Tiat In seorang, jang tubuhja ulet dan kuat.
Selang lagi beberapa hari, Lama ini telah sampai di Na Bok San, disuatu tempat jang ada penduduknja.
Pada waktu itu ia sudah kehilangan segala2nja ketjuali surat keterangannja sebagai orang sutji.
Selagi magrib dekat mendatang, Tiat In tampak mendatanginja serombongan penunggang kuda.
Ia mendjadi girang, ia menduga akan mendapat pertolongan, maka bagaimana mentjelos hatinja, ketika rombongan itu sudah datang dekat, ia dapatkan mereka adalah segerombolan suku-bangsa pegunungan disitu jang masih liar, jang hidupnja sebagai perampok2 gurun pasir.
Tubuh mereka berbulu, dan bahasanja berlagu seperti suara binatang.
Tentu sadja ia tak bisa harap dapat pertolongan, malah sebaliknja ia lantas kerahkan ilmu Tiat-pou-san - "Badju Besi"
Dan Kim-tjiong-tlauw - "Sarung lontjeng emas", untuk bikin tubuh dan kepalanja kedot, tidak Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
mempan pukulan atau sendjata.
Ia lantas rebahkan diri, kedua matanja dirapatkan ber-pura2 mati.
Beberapa orang lompat turun dari kudanja menghampiri dan menggeledah tubuhnja Lama ini, tetapi mereka tidak dapatkan barang apa2, mereka ber-djingkrak2 bahna mendongkol, malah jang satu lantas sadja me-robek2 surat keterangannja Lama ini.
Tubuhnja Tiat In diam kaku, napasnja berhenti, tetapi tubuh itu masih hangat, maka beberapa orang itu niat mengangkatnja untuk dibawa pergi akan tetapi mereka tidak kuat mengangkatnja, tubuh itu berat bagaikan melekat keras dengan bumi.
Dalam sengitnja, beberapa orang menjerang kalang- kabutan dengan tombak mereka, tetapipun tubuh "majat"
Itu tidak terlukakan, ketjuali djubanja jang mendjadi hantjur. Menampak demikian, mereka mendjadi heran, agaknja mereka djeri. Sedangnja mereka ter-heran?, tiba "majat"
Itu mentjelat, sampai tiga kaki tingginja.
lalu djatuh pula, dan mentjelat lagi, demikian beberapa kali, baharu dia rebah diam seperti semula.
Walaupun mereka bangsa liar tak beradab, namun mereka takut terhadap malaikat atau hantu, maka itu, menjaksikan kedjadian aneh itu, takutnja mereka tidak alang-kepalang, lantas sadja semuanja lompat naik keatas kudanja untuk lari kabur djusteru itu sang majat bergerak pula, bergulingan sangat tjepat dlsekeliling mereka.
Lenjaplah semangat mereka, dengan tidak berpaling lagi mereka terus kabur.
Sesudah orang kabur djauh, Tiat In bangun berduduk.
Ia awasi matahari jang sudah tjenderung ke Barat, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
menandakan hari sudah mendekati magrib Ia sangat letih haus dan lapar.
Ia insjaf bahwa ia tidak dapat duduk sadja disitu, maka ia pikir untuk paksakan berdjalan.
Disaat ia ber.
dak berbangkit, ia tampak ngepulnja debu sedikit djauh didepannja, kemudian ia dapat lihat seorang penunggang kuda kabur mendatangi.
Orang itu mengenakan pakaian putih, belakangnja tertutup mantel.
Ia menduganja orang itu bukannja orang Hoan.
Njata dugaannja tidak meleset setelah sipenunggang kuda datang dekat, memang dia adalah satu pemuda Hwee (Hui, Islam) putih semua pakaiannja, kudanjapun berbulu putih mulus djuga.
Dia memakai koplah hitam jang atasnja bundar, sebilah pedang tergantung dipinggangnja.
Hanja tubuhnja orang itu ketjil dan kate.
Tiat In bangkit berdiri sambil rangkapkan kedua tangannja.
Ia menantikan penunggang kuda itu datang dekat dan turun dari kudanja, hingga ia tampak tegas badjunja orang itu jang tersulamkan bintang dan bulan, kedua matanja bersinar, akan tetapi kuning mukanja, hidung pesek, alisnja jang pandjang melengkung turun.
Itulah satu roman luar biasa.
Segera penunggang kuda itu, dalam bahasa Thibet menegur Lama ini, menanjakan hal-iehwalnja, setelah mana, ia ulur sebelah tangannja niat mengangkat sipendeta naik keatas kudanja.
rupanja ia hendak adjak pergi untuk ditolongnja lebih djauh dengan ia sendiri turun dari kudanja untuk berdialan kaki.
Demikian memang sifat ramah-tamah dan sudi menolong dari penduduk Tjeng hay dan See-tjhong.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
PuaTiat In akan menjaksikan kebaikan budinja orang itu, akan tetapi ia ingini udji tenaga orang, ia sengadja memberatkan tubuhnja dengan ilmu "Tjian-kim twie" - Berat Seribu Kati Pemuda Hwee itu tidak sanggup angkat tubuhnja pendeta ini, tapi la tidak berhenti sampai disitu, ia kerahkan tenaganja untuk tjoba mengangkat lebih djauh dengan menggunakan kedua tangannja, hingga Tiat In merasa, orang Hwee itu mempunjal tenaga dari delapan- ratus kati.
I Djuga kali ini pemuda itu gagal.
Ia berotak terang, segera ia insjaf bahwa in telah dipermainkan.
Maka itu ia bertindak kedepan si Lama, la tekuk kedua lututnja, untuk pasang bebokongnja.
Iai pun kata "Buddha Hidup, silakan indjak tubuhku, untuk kau naik keatas kuda."
Semakin suka Tiat In akan kelakuannja orang ini, maka tanpa ajal lagi ia indjak bebokong orang untuk la naik ke* atas kuda, setelah mana, pemuda itu berbangkit dan bertindak kedepan.
Untuk terus berdjalan sambil tuntun kuda putihnja itu, sedang sebelah tangannja memegang gagang pedangnja.
"Engko ketjli, kau she apa ?"
Tanja Tiat In tengah perdjalanan.
"Kemana kau hendak bawa aku ?"
Pemuda muka kuning itu berpaling.
"Buddha Hidup, arang sebut aku Tay-Katsip-djie,"
Sahutnja.
"Aku adalah anak nja Touwsoe dari gunung Tjek Sek San! Ajahku mendjadi ketua pengurus sembahjang dimesdjid Lap Pok Gok. Kau tentu sudah letih, mari beristirahat beberapa hari ditempatku. nanti baharu kau landjutkan perdialananmu ini."
"Masih berapa djauh perdjalipan kita ini ?"
"Lagi beberapa ratus Lie."
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Kalau begitu, naiklah kau bersama atas kuda ini."
Pemuda Itu manggut la memberi hormat, baharulah ia lompat naik keatas kudanja.
Kuda itu keras larinja dlatas gurun pasir itu.
Pemuda Tay-Katsipdjie ini, sebenarnja bernama Katsip Bokloento, dia mengerti ilmu panah dan mainkan pedang.
Dia bawa Tiat In kerumahnja.
Dia menganut agama Islam akan tetapi dia menaruh hormat kepada golongan Lama.
Begitulah, untuk beberapa hari, dia rawat Tiat In dirumahnja.
Sementara itu, Lama ini telah tempel kembali surat keterangannja, supaja ia bisa landjutkan perdjalanannja.
"Buddha Hidup,"
BerKata Katsip Touwsoe ajahnja Bokloento.
"kau telah kehilangan semua pengiringmu, berbahaja untuk kau berdjalan sendirian. Perdjalanan masih djauh dan banjak bahajanja, maka aku pikir hendak titahkan anakku serta beberapa budjang untuk antar kau sampai di Pakkhia, supaja tidaklah gagal perdjalananmu ini."
Tiat In terima djasa baik itu.
Iapun suka kepada botjah itu dan niat mendidiknja.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka itu, ketetapan sudah lantas diambil.
Dihari keberangkatan, untuk matfa persiapan telah dilakukan, Tiat In Siansoe benar2 diantar oleh Tay- Katsipdjie serta beberapa budjangnja.
Mereka menunggang kuda.
Pemuda Hwee itu kenal baik djalanan, maka perdjalanan bisa dilakukan dengan lantjar.
Mereka menudju ke Tong-djin, sampai di Toen-hoa, setelah lewat Siauw Tjek Sek San, sampailah mereka di Lan-tjioe, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Kiamsiok.
Disini dan seterusnja, banjak terdapat rumah2 berhala, maka perdjalanan djauh terlebih leluasa, hingga achirnja mereka sampai di Pakkhia di-hari2 permulaan dari bulan Tjhia-gwee, djusteru pihak kuil Yong Hoo Kiong sudah mulai dengan persiapannja untuk upatjara.
Tay- Katsipdjie ikut terus Tiat In, semua budjangnja telah dititahkan pulang.
Ketika kemudian upatjara sembahjang telah selesai dilakukan, Tiat In masib berdiam terus dalam kuil.
Maka melihat Tay-Katsipdjie jang ulet, sabar dan ber sungguh2, pendeta ini lantas mulai adjarkan dia ilmu silat, malah namanjapun diubah mendjadi Tjong Lioe, diambil dari arti "Ban hoat kwie tjong, goan lioe hap it", jakni.
"berlaksa ilmu kembali pada pokok-asalnja, aliran2 sumber air tergabung mendjadi satu."
Selang setengah tahun, Tjong Lioe mulai mengerti bahasa Tionghoa.
Ia segera adjarkan ilmu enteng tubuh Pat-pou Kan-siam (Delapan tindak mengedjar tonggeret), untuk mana lumpur empang digali dan ditumpukkan, diatas itu ia turun-naik, ber-lari2 dan merosot.
Kemudian lagi, ia diwariskan ilmu pukulan Djioe Boen Sip-pat Siang Twie-tjiang.
Bersamaan waktu itu, didalam Yong Hoo Kiong ada tinggal djuga satu Hoan-tjeng, pendeta suku Hoan asai Tjeng-hay, muridnja Lama-besar Hutuhktu Tjiang Kek, berimbang usianja dengan Tjong Lioe, ilmu sijatnja djuga sudah sempurna, hanja dia mejakini ilmu silat Tjeng Tjhone Pay.
Hoan-tjeng ini bernama Beng Hoo Tjapkampou, dia datang ke Pakkhia sudah belasan tahun, maka dia telah mengerti baik segala adat-kebiasaan, malah dia telah bersahabat rapat dengan orang2 kebiri dalam Istana.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Dengan Hoan-tjeng ini, Tjong Lioe pun bergaul rapat, sering mereka berlatih silat bersama atau pergi pesiar sama2.
Begitulah, setahun lewat tanpa terasa.
Waktu itu pemerintah Boan ambil tindakan memindahkan rombongan1 penduduk Tjeng-hay keselatan sungai Tja Tat Bok, setiap rombongan jang membantah, lantas ditindas.
Pemindahan ini mengenai djuga Katsip Touwsoe, ajahnja Tjong Lioe, jang ditetapkan harus pindah keselatan gunung Siauw Tjek Sek San, suatu daerah jang masih belukar, jang mesti dibuka terlebih dulu, sedangkan daerahnja sendiri subur sawah, tanah ladang dan datar rumputnja.
Itulah mirip pengusiran mereka kedaerah kematian.
Berhubung dengan ini, Kat sip Touwsoe kirim orang kepada Tjong Lioe, untuk minta anak ini mendajakan agar kepindahan itu dibatalkan atau dihapuskan sadja.
Tjong Lioe bitjarakan urusan itu kepada gurunja, ia minta gurunja itu bantu mendajakan.
Tiat In, jang sebagai orang sutji, tidak suka mentjampuri tindak-tanduk pemerintah.
Maka itu, Tjong Lioe terpaksa berdamai dengan Beng Hoo Tjapkampou.
Tjapkampou adalah seorang tjerdik dan litjik, ia tahu Tjong Lioe adalah puteranja satu touwsoe, ia anggap inilah ketlkanja untuk ia dapat mengeduk uang, untuk nanti ia pulang ke Tjengbay guna mendirikan sebuah kuil Lama jang besar, untuk ia angkat dirinja sendiri djadi dai-lama, Lama besar.
Dia menjanggupkan untuk berdamai kepada pembesar jang bertanggungdjawab.
Lalu berselang dua hari.
Ia beritahukan Tjong Lioe, asal dapat menjediakan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
emas lima-ratus kati titah pemindahan penduduk itu akan dihapuskan.
Tjong Lioe lantas kirim orang kepada ajahnja, untuk ajah itu mengumpulkan uang.
Katsip Touwsoe lantas berdaja, ia kumpulkan semua rakjatnja, setelah dapat kata sepakat, berhasil lah mereka mengumpulkan lima-ratus kati emas jang lantas dikirim kepada Tjong Lioe.
Djusteru waktu itu Tiat In hendak pulang ke Tjeng-hay, maka Tjong Lioe lantas serahkan uang itu kepada Tjapkampou, siapa berdjandji akan mengurusnja se- baik2nja.
"Sekembalinja kau kekampungmu, surat titah penghapusan segera keluar"
Kata Hoan-tjeng ini.
Tjong Lioe pertjaja sahabat ini, dengan pikiran lega ia ikut gurunja pula ke Tjeng-hay, dimana ia kasi tahu gurunja bahwa ia ingin berdiam dahulu sama ajahnja untuk menunggu keputusan penghapusan titah itu.
Tiat In setudju, ia pulang langsung ke Bektekkong, untuk mana Tjong Li perintah beberapa orang bangsanja untuk mengantarkannja.
Sementara itu, satu bulan telah lewat, surat titah penghapusan masih belum datang djuga, hingga Katsip Touwsoe dan rakjat bangsanja djadi berkuatir.
Kemudian datanglah satu hari jang hebat.
Hari itu, bukan surat pentjabutan jang datang, tapi satu pasukan tentera Boan jang memerintahkan dalam tempo tiga hari, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Katsip Touwsoe semua harus sudah pindah kepegunungan Siauw Tjek Sek San.
Semua penduduk mendjadi kaget dan gelisah, karena untuk mengumpulkan lima-ratus kati emas, mereka sampai mesti mendjual barang berharga berikut binatang ternak mereka, hingga tidak ada lagi uang untuk kepindahan itu.
Batas tempopun sangat mendesak.
Sedjumlah penduduk, jang putus asa, ada jang sudah lantas membunuh diri.
Katsip Touwsoe djadi sangat malu.
Ia damprat habisan Tjong Lioe, kemudian iapun bunuh diri.
Tjong Lioe mendongkol dan menjesal tidak terkira, dengan hati hantjur ia rawat djenazah ajahnja.
Air matanja ber-linang2 akan saksikan orang2 bangsanja dipaksa pindah.
Dengan menunggang kuda ia lantas kabur ke Pakkhia, untuk tjari Beng Hoo Tjapkampou.
Ia larikan kudanja siang dan malam.
Ketika ia sampai di ibukota, ia lantas pergi ke Yong Hoo Kiong, akan menemui Tjapkampou.
Untuk kegusarannja, Hoan-tjeng itu berpura2 tidak kenal dan menjangkai urus hal pentjabutan titah pemindahan itu.
Dalam murkanja jang hebat, Tjong Lioe hendak serang Tjapkampou akan tetapi kepala pengurus kuil jakni dai- lama, sudah lantas mengusir padanja, hingga tak dapat ia berdiam lagi di Yong Hoo Kiong.
Berhubung dengan urusan kepindahan penduduk suku- bangsa itu pemerintah Boan telah adakan suatu aturan, jaitu setiap orang Hwee jang mau pergi ke Pakkhia diharuskan mempunjai keterangan dari pembesar Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
setempat, siapa tidak mempunjainja dia dipandang sebagai pemberontak.
Pasti Tjong Lioe tidak punjakan surat keterangan itu, malah karena diusir dari Yong Hoo Kiong ia terpaksa mondok disebuah kuil bobrok.
Dihari kedua, dengan mendadak Tjong Lioe digerebek seratus lebih serdadu Kimwie-koen dan tangsi Sian-pok- eng tangsi Pandai Menerkam.
Kim-wie-koen adalah pasukan istana dan semua serdadunja di didik dalam ilmu gulat.
Tjong Lioe tidak mau menjerah untuk dirinja diringkus musuh, terutama karena ia lantas ingat sakit hati ajahnja, jang telah mati membunuh diri, iapun sudah 6 tahun beladjar silat, tapi ia belum mengetahui, berapa djauh ia sudah dapat kemadjuan, maka sekarang, ia hendak gunai kepandaiannja itu ia rabuh belasan serdadu jang madju paling depan, hingga mereka itu rubuh sungsang sumbal.
Tapi iapun insjaf bahwa ia tidak dapat lajani semua serdadu itu.
Maka tanpa ragu2 lagi ia segera lompat naik kegenteng.
Ia heran sendiri nja melihat ia bisa lompat tinggi dua tombak lebih.
Karena ini, dengan berani ia lompat turun dilain bagian.
Seterusnja ia lari dibawah pajon rumah2 penduduk, sehingga ia lolos dari kepungan.
Malah sjukur baginja, dipintu kota belum ada pendjagaan dan pintu kotapun belum ditutup.
Namun la keluar dari tembok kota dengan melompati tembok dibabagian Jfmg rendah.
Baharu setelah beradu diluar kota, ia keluarkan keringat dingin, tanda lega hatinja.
Tjong Lioe terus lakukan perdjalanan merat pulang ke Tjenghay.
Selang satu bulan, baharu ia sampai dikampung halamannja sendiri.
Disepandjang djalan ia lihat surat pengumuman untuk menangkap padanja.
Dengan diam2 Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
ia tjari kuburan ajahnja untuk undjuk hormatnja mengangkat sumpah untuk menuntut balas kepada musuh dengan menggurat bahunja dengan pedangnja hingga berdarah.
Tiga kali ia berlutut, setelah itu, ia lalu kabur kedjurusan Selatan.
Ia ingin tjari gurunja di Bektekkong untuk beladjar silat lebih djauh.
Tiat In ketahui baik sifat muridnja, iapun tidak senang Seng Hoo Tjapkampou tipu muridnja ini, maka ia terima Tjong Lioe, untuk dididik lebih djauh dalam ilmu silat, sedang sebagal sendjatanja ia andjurkan muridnja pakal pajung tanpa kain, untuk sendjata tersebut ia mempunjai ilmu silat istimewa, itulah pajung terbuat dari besi dan setiap tulangnja bisa dibuka dan ditutup dengan perantaraan per rahasia, malah bila perlu, tulang Itu dapat dilepaskan melesat bagaikan anak panah.
Tiat In rasa sudah tjukup berikan peladjaran, ia andjurkan murid itu pergi meninggalkan kuil Tjap Pou Loen, maka Tjong Lioe lantas berangkat ke Pakkhia.
Beng Hoo Tiapkampou sudah tidak berada di Pakkhia, katanja dia telah pulang ke Tjenjliay dimana dia telah pergi kekota Touwlan diutara sungai Tja Tat Bok, untuk dirikan satu kuli besar sambil berbareng angkat dinnja mendjadi Lama besar.
Disitu telah ditempatkan tentera Boan, rakjat dilarang melalui perbatasan.
Tjong Lioe tidak berani pergi ketempat Itu, karena la tetap dianggap sebagal pemburon.
Djuga waktu Itu telah ada aturan keras untuk penganut2 agama Islam dan Buddha, kedua pihak dilarang berselisih atau bertempur.
Tidak hanja orang, walau kambingpun apabila ada jang melintasi tapal batai tentu dibinasakan djuga.
Sssuatu orang jang lantjang memasuki kuil pihak agama Buddha Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
tak perduli alasan apapun, dia akan dipandang sebagai pemberontak dan akan dihukum berat.
Karena ini terpaksa Tjong Lioe menjingklr ke Mongolia, terus ke Kwan-gwa, akan hidup eebagai orang kaum Rimba Hidjau, bekerdja sebagai ma-tjat "begal kuda".
Tjepal sekali, tudjuh atau delapan tahun telah lewat, namanja Tjong Lioe di Kwan-gwa djadi terkenal, akan tetapi selama itu ia tidak pernah ganggu pihak saudagar, mangsa-nja adalah pembesar hartawan djahat.
Pernah satu kali kaisar Boen berburu di Djiat-hoo (Jehol) dalam pemburuan itu dia djatuh sakit beberapa bulan lamanja, sehingga dia harus berdiam terus didalam pesanggrahan.
Karena inilah, dapat dimengerti kalau hubungan antara kotaradja dan Djiat-hoo djadi ramai, se- waktu2 ada angkutan barang berharga untuk kaisar dan selir2nja.
seperti pakaian untuk empat musim dan lainnja.
Dikaia itu di Kwan-gwa ada satu hiaptoo atau penjamun pendekar jang kenamaan, Beng Eng namanja, asal seorang Korea, la adalah salah satu dari "Hek San Pat TJoen"* - Delapan Djago dari Hek San, djulukannja "Kim-too Soan- nie"
Atau "Anak Singa Golok Emas."
Ia pun bermusuhan turun-temurun dengan bangsa Boan.
Daerah kerdjanja adalah tapal batas Korea, pengikutnja terdiri dari beberapa puluh penunggang kuda, sebat sekali sepak-terdjang mereka.
Demikian pada suatu hari, dengan adjak dua putera serta satu puterinja, Beng Eng memasuki daerah Djiat-hoo, untuk membegal suatu angkutan berharga kepunjaan radja.
Kail Ini mereka telah menghadapi perlawanan gigih, karena Lwee-boehoe, kantor Istana jang urus Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
pengangkutan itu sudah kirim pelindung terdiri dari para pahlawan jang gagah dari Kim-wie-koen.
Lama kedua pihak bertempur, makin lama Beng Eng dan anak2-nja makin terkurung, maka itu bukan sadja maksud mereka tak segera tertjapai, bahkan mereka sukar untuk meloloskan diri dari kepungan itu.
Disaat mereka sedang terdesak dan berkuatir itu, tiba2 suatu dari atas tepi gunung turun bergelindingan bagaikan roda kereta, setelah dari dekat, njatalah benda Itu sebuah pajung jang ditjekal oleh seorang kate, jang segera berbangkit dan menjerang serdadu2 Kim-wie-koen, setiap kali serangannja berkelebat, tentu ada serdadu jang rubuh.
Hebat sekali serangannja, hingga beberapa pahlawan-istana itu mendjadi repot.
"Lekas bekerdja!"
Sikate itu serukan Beng Eng sambil landjutkan serangannja.
Beng Eng berempat gunakan kesempatan itu untuk menghampirkan peti2 berharga, mereka segera membongkarnja, isinja mereka bungkus dan diikat bebokong mereka, lantas mereka menjerang musuh untuk meloloskan diri dari kurungan.
Si orang kate dengan putar pajungnja membuka djalan setjara da sekali, menjebabkan sendjata tiap2 pe halang terlepas dan terpental.
Beberapa pahlawan mengedjar, tetapi si kate itu, setelah kasi lewat Beng ng beserta ketiga anaknja, lantas putar itu menghalau pengedjar2 itu.
Kali ini dia gunakan pajungnja setjara istimewa.
Tulang2 pajung jang terbuat dari besi itu tjopot melesat atas sesuatu gerakan, menjusul mana, beberapa musuh djatuh terguling dari kuda mereka.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Menampak demikian, Beng Eng berempat madju merampas kuda musuh, untuk mereka kabur, perbuatan mereka diturut djuga oleh si kate, jang mukanja bersemu kuning, maka dilain saat, mereka sudah kabur djauh kearah Timur-utara tanpa dapat dikedjar pula oleh barisan Kim-wiekoen.
Slkate bermuka kuning itu ialah Tjong Lioe, jang mulai dari saat itu mendjadi sahabatnja Beng Eng, malah hiaptoo ini menitahkan ketiga anaknja membahasakan paman padanja.
Itulah ketiga anak jang kemudian terkenal sebagai Kwan-gwa Sam Eng - Tiga Djago dari Kwan-gwa.
Putera pertama bernama Beng Kong gelar Tok-kak- liong, si Naga Tanduk Satu, putera ke-dua Beng Kiang djulukan Tjianbwee-houw, si Harimau Ekor Lantjip dan jang ketiga seorang puteri, Beng Siang namanja, gelar Siang-kiam-hong, siburung Hong Sepasang Pedang.
Belakangan mereka bertigapun dikenal sebagai Kwan-gwa Sam Eng Liong Houw Hong - si Naga, si Harimau, si burung Hong, dari Kwan gwa.
Sebagai kesudahan dari pembegalannja Beng Eng itu, Tjong Lioe peroleh bagian separuhnja kira2 seharga seribu kati emas, dengan bawa harta itu, ia njelundup pulang ke Tjeng-hay.
Ketika ita tindakannja pembesar negeri sudah agak kendor, tak ada orang sebut perkaranja.
Ia menudju langsung ke Siauw Tjek Sek San, tempat pemindahan suku-bangsanja.
Dasar ia seorang putera touwsoe, ia disambut dengan kegirangan.
Tjong Lioe tanpa ragu2 sebar uangnja diantara orang2 bangsanja itu, untuk mereka bermodal mengusahakan pemeliharaan hewan, sedang untuk dirinja sendiri ia Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
bangunkan sebuah kuli serta rumah.
Ia tetap masih bekerdja terus, hingga selang pula satu tahun ia dapat dirikan sebuah perkampungan kuat bagaikan bentengan, sendirinja ia dipandang sebagai touwsoe dan sangat dihormati.
Selama di Kwan-gwa, Tjong Lioe dapat mempeladjari Ilmu ketabiban bertjampur Ilmu -dukuh, jaitu jang didjaman dahulu diTionggoan disebut tjiok-yoe-ko, dengan demikian, ia bisa mengobati antaranja memakai hoe atau surat djimat dan tusukan djarum.
Tjong Lioe tak dapat lupakan sakit hati ajahnja, maka dengan menjamar sebagai tabib pengembaraan ia pergi ke Ham-yang, harapannja adalah agar ia peroleh endusan tentang musuh besarnja.
Tentu sadja tempat singgahnja setiap malam adalah pelbagai kuli atau pondok ketjil, untuk mengelakkan perhatian umum.
Sebaliknja, setiap ketemukan angkutan orang djahat, saudagar atau pembesar, ia masih suka membegalnja.
Ia bekerdja seorang diri, sukar untuk pembesar negeri dapat bekuk padanja.
Demikian malam Itu dirtimah penginapan didusun dekat Lim-to, ia ketemu Ong Tjoen Beng jang sedang sakit, jang disia-siakan pemilik hotel, maka segera ia berikan pertolongannja, obat dan uang.
Dari pedangnja Tjoen Beng, ia dapat ketahui bahwa pemuda ini adalah ahliwaris Thay Kek Ong-Kee jaitu Thay Kek Pay pihak Keluarga Ong.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada waktu itu Tjong Lioe telah dengar satu kabar penting mengenai Beng Hoo Tjapkampou, musuh besarnja itu.
Ialah pada tahun jang akan datang Beng Hoo akan pergi kegunung sutji Bek Tjek San diluar kota Thian-soei, Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Kam-siok, untuk berziarah.
Menurut kebiasaan kalangan agama Lama di Tjenghay dan Seetjhong, siapa telah mendjadi Lama besar lamanja sepuluh tahun, dia diwadjibkan melakukan tugas sutji itu, untuk mana sampai ada jang merantau djauh ke India, ke Burma atau Nepal.
Karena Tjenghay terpisah djauh dari India dan Burma, orang dapat berziarah ke Liong-boen, Ngo Tay atau Bek Tjek San itu.
Beng Hoo pun tidak pernah lupakan perbuatan tjurangnja terhadap Tjong Lioe, ia menduga bahwa Tjong Lioe pun tidak akan lupa akan hal ini, hanja sampai sebegitu djauh, ia tak menjangkanja bahwa si Oey Bin Ma- tjat - penjamun kuda muka kuning - atau si may-yoh long-liong- tabib pengembara - itu Tjong Lioe adanja.
Maka itu, ia telah pilih Lompat ziarahnja gunung Bek Tjek San, jang letaknja tidak djauh dari Tjeng-hay.
Untuk ziarah itu, persiapan mesti dilakukan sedjak dua tahun dimuka.
Tidak heranlah Tjong Lioe, jang biasa merantau, telah dapat mendengarnja tentang kepergiannja itu.
Maka touwsoe ini telah pergi untuk menuntut balas.
Sementara itu Ong Tjoen Beng, untuk memenuhi djandji, sudah susul gurunja ke Bek Tjek San.
Maka kedjadianlah ia saksikan gurunja asjik tempur satu pendeta Lama, pertandingan berdjalan sangat hebat.
Ia tampak si Lama sangat liehay, ia tidak ungkulan dapat membantu gurunja, terpaksa ia berdiri menonton sadja dengan tangan terus memegangi gagang pedangnja.
Makin lama serangan si Hoan-tjeng eljadi makin hebat, ketika satu kali ia tangkis Ngo-heng-tjiang - "Tangan Lima Sifat", lantas ia membalas dengan "Wle Hok hian tjie"
Atau "Wie Hok mempersembahkan toja". satu tlpu-pukulan dari Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Lo Han Kang" - ilmu silat "Lo Han", tangannja mendjurus kebatok kepala musuh. Menampak demikian, Tjong Lioe meluputkan diri dengan gerakan "Hiong tjian kauw tjhioe"
Atau "Menggalang tangan didepan dada "
Tapi Beng Hoo menjusu! terus, kali ini dengan "Djie Long tan san"
Atau "Djie Long Sin memanggul gunung". sambil mendek diri, tangannja menjambar iga, disangsut keatas, terus kedjanggut. Untuk tolong diri, Tjong Lioe gunai gerakan "Tjoan sim tioe"
Atau "Sikut tembusi djantung,"
Setelah bujarkan antjaman bahaja dari musuh, segera iapun membalas dengan "Pauw twie"
Atau pukulan "Peluru meriam". Beng Hoo berkelit untuk terus menjerang pula, dengan "Hap-tjhioe kie teng"
Atau "Dua tangan angkat perapian,"
Hingga serangannja tak kurang hebatnja. Lama ia perlihatkan kesehatan dan kegesitan tubuhnja, hingga Tjong Lioe insjaf tak dapat ia rebut kemenangan setjara tjepat, ia lalu mentjoba bersilat dengan gerak2an dari "Djioe-boen Sip-pat Siang Twie-tjiang"
Adjarannja Tiat In Siansoe. Untuk kelintjahannja iapun gunai lompatan "Pat pou kan siam" - "Delapan tindak mengedjar tonggeret"
Baharu sekarang ia bisa balas mendesak, hingga setindak demi setindak Beng Hoo mesti mundur teratur.
Oleh karena ia terantjam.
Hoan-tjeng djadi mendongkol, kembali ia perlihatkan kesebatannja untuk menjerang pula, la djuga gunai "Eng Djiauw Sip-lou Lian hoan-koen" - pukulan berantai Sepuluh Djurus Kuku Garuda - beruntun ia menjambar pinggang untuk dapat memantjing musuh.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjong Lioe tidak berani berlaku alpa ia melajaninja dengan sungguh2 dan samai gesitnja. Dengan tiba2 Beng Hoo gunai "Siana djin hoan heng"
Atau "Dewa merubah matjam", ia berlompat madju.
Untuk menang dinginja atau mempunahkannja, Tjong Lioe mainkan "Tiauw yang tjhioe" - "Tangan Hadapi Matahari", akan tetapi ia telah terlambat, maka tak dapat ditjegah lagi mereka djadi saling tempel tangan dengan begitu terdjadilah adu tenaga "dalam"
Dan "luar".
Dalam hal tenaga, Tjong Lioe kalah dari si pendeta Lama, akan tetapi latihan ilmudalamnja (Iwee-kang), ia telah peladjari banjak tahun, dapat djuga ia bertahan.
Tjoen Beng menonton pertandingan dengan otak penuh ber-matjam2 pikiran jang mengalutkan hatinja, disebabkan liehaynja musuh dari gurunja itu, tapi kali ini ia tidak sanggup kendalikan diri lagi, ia da pat kenjataan, gurunja terdesak setjara perlahan-lahan, sedang tangan mereka berdua tak dapat dilepaskan satu dari jang lain.
Keras sekali niatnja murid ini untuk membantui gurunja, sehingga ia tidak pikir lagi bahwa ia akan menerdjang bahaja.
Ia bunus pedangnja dan terus lompat kebelakang musuh, jang segera ia batjok pundaknja.
Terdengarlah suara batjokan jang keras seperti mengenai kaju, Tjoen Beng tjepat2 tarik pulang pedangnja, akan tetapi untuk keheranan dan kekagetannja, ia tidak dapat lakukan itu.
Pedangnja itu telah terdjepit dua potong daging otot jang keras dari Lama itu.
"Tjoen Beng, lekas mundur!"
Terdengar seruannja Tjong Lioe selagi muridnja tertjengang. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjoen Beng terpaksa lepaskan tjekalannja, tapi ia sudah terlambat mundur, dengan mendadak pedangnja jang terdjepit itu sudah terpental sendirinja, menjambar kepadanja jang sedang lompat mundur.
Inilah hebat.
Tidak dapat ia berkelit atau menangkis apalagi untuk menjambut pedang jang menjambar dari dekat itu.
Dalam saat segenting itu, sjukur ia ingat ilmu memainkan hawa napas, jang ia peroleh dari Tjhia Bie Loo-tjouw dibukit Bian Nia, dimana ia telah berlatih dua tahun lamanja.
Segera ia meniup keras kearah pedang itu.
Ia sebenarnja belum mengetahui sampai dimana tenaga tiupannja itu, akan tetapi untuk kelegaan hatinja, ia dapat kenjataan pedang itu telah tertiup mingglr dan djatun disislnja ! Walaupun ia sedikit bergidik, ia toh lekas2 djsmput sendjatanja itu.
Tjong Lioe dan musuhnja masih berkulet, Dimata muridnja, dia tetap terdesak.
Sambil bertahan guru Ini mundur sambil memutar, hingga mereka seperti main putaran.
Dengan berputar2an Tjong Lioe dapat tjegah ia terdesak ketepi djurang.
Tjoen Beng saksikan gurunja dalam keadaan terantjam, berbareng dengan itu, ia djadi berbesar hati karena liehaynja hawa ambekannja tadi, maka dengan tanpa hiraukan nasihat gurunja, Ia madju pula untuk terus membantui.
Ia tidak lagi menjerang dengan pedangnja, ia hanja saban2 meniupkan napasnja kearah -si Lama.
Beng Hoo tidak sangka orang mempunjai tiupan napas demikian kuat, ia mentjoba bertahan, namun ia masih rasakan desakan angin jang keras, sampai beberapa kali ia meram-melek, sebab tak dapat ia terus buka matanja.
Karena ini, pemusatan tenaganja djadi terganggu, dan ketika itu digunai Tjong Lioe untuk kerahkan tangannja Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
jang lain, untuk menjengkeram dengan "Tjeng liong tam djiauw"
Atau "Naga hidjau menjakar".
Sekarang tak bisa tidak, Beng Hoo terpaksa lepaskan tempelannja, untuk berkelit dari tiupan hingga keduanja djadi terpisah.
Oleh karena kedua pihak bertempur untuk mati atau hidup, sebentar sadja, dua musuh sudah rapatkan diri pula, untuk mulai serang-menjerang lagi.
Tjong Lioe tetap gunai Siang-twietjiang, Beng Hoo melawan dengan Gantjie-tjiang - "Tangan sajap belibis" - untuk menandinginja.
Keduanja madjukan tangan kiri dan kanan masing2 dengan berbareng, dengan demikian mereka djadi saling tolak.
Djuga kali ini tidak ada satu jang ingin mendahului menarik pulang tangannja, sebab itu berarti bahaja, musuh bisa menjerang membarengi.
Tentu sekali karenanja, kedua pihak sama2 menantjap kaki memasang kuda2nja, hingga tanpa merasa, kaki mereka seperti melesak, meninggalkan bekas2 ditanah jang mereka indjak.
Tjoen Beng, jang berdiri didepan guha, tidak membantui gurunja lagi seperti tadi, ia berdiri menonton pula dengan memasang mata dan kuping terang2.
Sekonjong2 Tjoen Beng dengar suara berkeresak.
Itulah suaranja pasir dan koral halus, jang telah bergerak karena terindjak2 dan djatuh melumk kedalam djurang.
Selama saling bertahan, kedua orang jang bertempur itu memang berada dibagian datar dipingirnja tebing.
"Soehoe, tanah gempur, lekas menjingkir !"
Tjoen Beng serukan gurunja. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Sia-sia sadja nemberian-ingat itu, Beng Hoo dan Tjong Lioe agaknja tidak mendengamja, sebagai djuga mereka tidak tahu diri mereka sedang terantjam keambrukan tanah. Maka selagi hatinja tegang, tiba2 pula Tjoen Beng, mendjerit.
"Tjelaka!"."
Benar tanah datar tempat pertempuran telah gempur, si Lama dan sitabib pengembara tidak dapat lompat menjlngkir, karena itu tidak ampun lagi tubuh mereka lantas miring dan tergelintjir djatuh kedjurang.
Itulah sebabnja kenapa Tjoen Beng perdengarkan suara kagetnja.
Suara njaringpun terdengar berkemandang dari dalam djurang.
Sekalipun dalam kaget, Tjoen Beng raarih ineat lompat ketepi untuk melongok kebawah, dimana ia tidak tampak orang atau bajangannja.
Ia djadi heran, lantas ia mentjari djalan untuk lari turun.
Dilembahpun ia tidak lihat gurunja atau si Lama, sedang menurut dugaannja, pasti mereka sudah tewas atau sedikitnja rebah dengan luka2 parah "Heran!"
Murid ini mengutjap dalam hati.
Sampai ia berdiri bengong sekian lama, adalah setelah putus asa, ia ngelojor pergi.
Masih dua hari Tjoen Beng mondok dihotel, untuk ia putar-kajun di Bek Tjek San mentjari gurunja, namun segala pertjobaannja itu sia-sia belaka, maka achirj nja dihari ke-tiga, dengan menjewa seekor kuda dan bawa semua buntalannja, ia pergi dengan tidak keruan rasa.
Ia memikir hendak pulang ke Ngo-tay, Shoasay.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ditengah perdjalanannja itu, tiba2 ia dengar suara derapnja kaki kudadjauh dibelakangnja, suara itu datang semakin ; dekat.
Ketika ia berpaling untuk melihat nja, ia tertjengang.
Bukankah penunggang kuda itu gurunja sitabib pengembara?.
Toh ia tidak tampak setan disiang hari? Maka ia terus sadjan mengawasi dengan mata mendelong.
"Tjoen Beng, inilah aku!"
Begitulah ia dengar suaranja orang itu.
"Aku tidak mati"
Sekarang tidak lagi murid ini bersangsi, ia lompat turun dari kudanja untuk berlutut ditengah djalan menjambut gurunja itu .
"Bangun, anak,"
Mengutjap Oey Bin Koay-kek sambil tjenderungkan tubuh akan pimpin bangun muridnja itu. Maka dilain saat mereka sudah melandjutkan perdjalanan sambil djalankan kudanja berendeng.
"Aku telah berhasil mentjari balas, muridku"
Berkata sitabib.
"Aku telah berhasil karena gempurnmja tanah indjakan itu. Sjukur aku telah fahami Pat-pou Kan-siam, maka selagi sama2 tergelintjir aku gunai ketika itu untuk berlompat. Orang jang mengerti Pat-pou Kan-siam bisa gunai kakinja kalau kaki itu dapat, indjak sesuatu, tanah atau tjabang pohon umpamanja. Beng Hoo djugai dapat mendjambret tjabang pohon dimand ia bergelantungan diri. Aku segera djemput. tiga bidji angtjoh, jang beruntun aku timpukkan kepadanja. Dia mengerti ilmu Tiat-pou-san dan Kim-tjiong-tiauw, tubuhnja kebal dan kedot tidak mempan sendjata tadjam, akan tetapi selagi dia tidak bersedia, ilmuja itu tidak dapat menolong padanja. Akupun serang kedua tangannja jang memegangi tjabang pohon Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Ru, dan bidji jang ketiga mengenai nadi* nja.
Dia kaget dan kesakitan, pegangannja terlepas, maka tubuhnja terus djatuh kebawah, terbanting keras dlatas sebuah batu besar, hingga batok kepalanja petjah, polonja hantjur berserakan.
Itulah pembalasan untuk kedjahatannja."
Tjoen Beng kagum dan merasa ngeri djuga. Bertjeritera lebih djauh, Tjong Lioe tuturkan bagaimana dengan susah-pajah ia meninggalkan lembah jang dalam dan berbahaja itu.
"Sebenarnja perbuatanku menjerang ia dengan bidji angtjoh adalah kurang tepat"
Kemudian guru ini akui.
"tetapi ia sangat djahat, ia tidak hanja menipu aku tetapipun mentjelakai orang2 bangsaku, maka perbuatanku itu tidaklah keterlaluan."
Tjoen Beng bersjukur.
Ia tidak sesali gurunja itu, sebagaimana ia djuga tidak menjesal sudah membantui gurunja mengepung Lama jang liehay dan djahat itu.
Dalam perdjalanan ini, Tjoen Beng ikut gurunja pergi pada rombongan Kat-sip di Siauw Tjek Sek San, disitu Tjong Lioe tinggalkan pesan kepada bangsanja itu, lalu ia adjak muridnja pergi ke Thay Heng San, dipuntjak tertinggi dari bukit Bian Nia, untuk tinggal menetap, dimana Tjoen Beng setjara sjah diterima sebagai murid.
Disini Tjoen Beng dapat mewarisi kepandaian gurunja ini, tak terketjuali Ilmu menggunakan pajung istimewa itu, hanja disalurkan kepada sendjata pedang.
"Pajung besiku adalah alat-sendjata jang gandjil, tak mudah untuk dipahaminja,"
Kata san guru.
"karena kau telah mempunjai dasar ilmu pedang Thay Kek Kiam, baik Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
kau salurkan pajungku kepada pedangmu, pasti ilmu pedangmu akan mendjadi luar biasa."
Tjoen Beng turuti kehendak gurunja Itu.
Tanpa merasa beberapa tahun telah lewat.
Selama itu, bukannja djarang Tjong Lioe turun gunung seorang diri, untuk lamanja satu atau dua bulan.
Guru ini masih tidak mau melupakan tjara hidupnja jang lama.
Selama itu, Tjoen Beng tetap masih dapat andjuran dan pimpinannja Tjhia Bie Loo-too, maka ia telah peroleh banjak kemadjuan.
Dalam beberapa tahun itu, In-tiongkiam Ong Wie Yang telah meninggal dunia karena sakit.
Ia telah andjurkan puteranja pergi tjari kepandaian sambil dipesan untuk tak usah pulang Andai-kata ia menutup mata, Tjoen Beng turut pesan itu, ia tidak pulang, hanja ketika ia terima kabar meningalnja ajah itu, ia kutjurkan air mata, ia berkabung dan bersembahjang dari gunungnja sadja.
Ada kata2 bahwa hidjau itu asalnja biru, demikian dengan Ong Tjoen Beng, sesudah gurunja lihat ia telah dapatkan peladjaran tjukup, ia diadjak merantau untuk djumpai banjak ahli silat kenamaan karenanja, tambahlah pengetahuan dan pengalamannja, hingga ia ketahui dimana ada orang pandai, dimana ada djago dari Hek-too (Kalangan Hitam), sampaipun ia mengerti kata2 rahasia kaum kang-ouw.
Pada suatu hari, Tjoen Beng ikut gurunja pergi ke Tjhongtjioe, disitu pada suatu hari sang guru berkata pada muridnja itu.
"Muridku, kau harus segera pelang kerumahmu. Adikmu Tjong Beng, telah nampak kesulitan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dari Kwan-gwa Sam Eng, perlu kau bantu adikmu. Ingat, umpama kau menemui kesulitan, kau boleh sebut bahwa aku adalah gurumu, keterangan ini akan ada gunanja bagimu. Ingatlah baik2 pesanku ini!"
Tjoen Beng belum tahu akan urusan dan duduknja hal adiknja.
Tapi ia lantas pamitan dari gurunja, ia lakukan perdjalanan tjepat untuk pulang ke Ngo-tay.
Pada suatu hari sampailah Tjoen Beng dlrumahnja, lebih dahulu ia pasang hio didepan sin-tjie ajahnja, lalu ia ber- tjakap2 dengan isterinja, Phoa-sie, kemudian sehabisnja bersantap sore, ia naik kuda, pergi kegunung Ngo Tay San, diluar kota.
Untuk sampai digunung, Tjoen Beng mesti lewati rumah makannja Lie Lao-djie, disini ia mampir untuk kombongin kudanja.
Didalam pekarangan ia tampak tiga ekor kuda Kwan-gwa, jang bebokongnja masih menggemblok buntalan bermuntkan sendjata pandjang, sedang dimedja pertama, ia lihat tiga tetamu.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka itu mengawasi padanja selagi ia lontjat turun dari kudanja.
Ia seorang jang berpengalaman, ia lantas sadja tjurigai ketiga orang asing itu, maka dengan alasan hendak buang air, ia bertindak kesamping dimana ia pasang kuping.
"Pan Kee sibotjah baharu hari ini berangkat"
Demikian ia dengar seorang berkata.
"Kedua koko Liong dan Houw djuga mengatakan, djangan kita terlalu mempertjajai botjah itu,"
Kata satu jang lain. Ketika itu datang seorang lain, terpaksa Tjoen Beng pergi terus kekakus, dari mana ia keluar tak lama Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
berselang, tapi ketika ia sampai didepan, djusteru Lie Djie dan djongosnja sedang ribut, sebab kudanja Tjoen Beng telah dirampas orang2 Kwan-tiong itu.
Tjoen Beng lompat naik keatas sebuah pohon, ia tampak debu mengebul naik djauh didepan, tandanja perampas itu sudah pergi djauh.
Dengan terpaksa, masgul dan mendongkol Tjoen Beng pergi ke Ngo Tay San dengan berdjalan kaki dengan ber- lari2.
Sjukur baginja, pedangnja ia tidak tinggalkan dibebokong kudanja.
Kira2 djam dua ia sudah dapat lihat bentuk Pek Lok Sianlim.
Dengan menggunakan ilmu entengtubuh ia lari mendaki gunung.
Didalam pekarangan kuil, dimnna ada banjak po.
hon2, ia lihat empat ekor kuda, satu diantaranja adalah kudanja jang dilarikan itu.
Ia tarik kudanja untuk ditambat di tempat sedikit djauh dan tersembunji, setelah itu, ia loloskan tambatan tiga ekor kuda jang lain itu, dengan tepukan udjung2 pedangnja membuat ketiga ekor kuda itu kabur turun gunung Kemudian baharulah Tjoen Beng menudju kekuil.
Murid2 nja Tjong Lioe segera dengar suara beadunja sendjata2 didalam taman, maka ia lantas lompat naik kegenteng, akan menudju kependopo Tay Hiong Poo-tian didepan mana ia tampak sinar api terang, hingga dapat lihat djuga empat orang sedang bertempur seru.
Itulah Tjong Beng jang sedang dikepung tiga orang Kwangwa jang tidak dikenal itu.
Maka sambil berseru njaring ia lantas lompat turun untuk membantui adiknja.
Tjong Beng terbangun semangatnja melihat datangnja kanda itu, kalau tadi ia terdesak, sekarang ia berbalik bisa merangsek.
Tanpa pikir2 lagi Tjoen Beng lantas keluarkan ilmu silat pedang pengadjarannja Oey Bin Koaykek, jaitu Djioe-boen Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Sippat-sie Klam-hoat, dengan itu ia desak ketiga musuhnja, jang semuanja bersendjatakan golok besar. Baharu sadja berlandjut lima-enam djurus, segera ketiga musuh itu berseru.
"Huruf akur, anak terbang!"
Hampir serentak, ketiga orang itu lompat naik ketembok pekarangan pergi kabur. Kelihatan tegas mereka semua mempunjai ilmu enteng-tubuh jang sempurna. Tjoen Beng lihat orang hendak kabur, maka ia serukan adiknja.
"Djangan kasi burung2 dara ini terbang pergi!"
Dan ia mendahului lompat untuk mengedjar.
Tjong Beng telad kandanja itu.
Kedua pihak ber-lari2 ditanah pegunungan itu, tudjuan tiga orang Kwan-tiong adalah Tembok Besar.
Karena sang fadjar sudah mulai undjuk diri, tembok besar sudah lantas berpeta.
Adalah setelah sampai dibahagian tempat jang rendah tiga musuh itu lenjap.
Tjoen Beng tidak mau mengerti, bersama adiknja ia terus mengedjar, sampai dilembah tadi, mereka tjari ketiga musuh Itu.
Tiba2 terdengar suara ketawa besar, disusul dengan kata2 jang njarlng bagaikan suara genta.
"Saudara Ong, kami telah bikin kaitan banjak tjape!"
Lalu dua orang muntjul dari balik balu, satu diantaranja berusia tiga-puluh lebih, mukanja berewokan, tubuhnja tinggi-besar, romannja keren.
Tioen Beng berdua adiknja tidak berdulikan siapa dua orang ini, tanpa melajani bltjara.
mereka terdjang kedua orang itu.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Dua orang itu menggunai masing2 sebatang tombak dengan runtje merah dan sebuah tjambuk Kioe-tjiat Kongpian.
Ilmu silatnja orang jang bersendjatakan tombak itu sangat bagus, ia lantas menjerang setjara berantai, sedang jang bergegaman tjambuk terus bersilat dengan gerakan Poan-tjoa touw siat" (Ular melingkar mengulur lidah) dan "Hoei liong pa bwee" (Naga terbang menggojang ekor).
Tjoen Beng dan Tjong Beng melajani masing2 dengan ilmu pedang mereka jakni Djioe-boen Sip-pat-sie dan Thay- Kek Sipsnm-sie, dengan begitu, pertempuran mereka djadi hebat sekali mereka tengah bertempur, tiba2 dari atas tandjakan terdengar seruan.
"Aku datang !"
Jang disusul dengan melajang turunnja satu tubuh disertai sinar pedang jang berkilauan.
Tjoen Beng segera tampak seorang perempuan dengan sepasang pedang ditangan, malah sinona lantas sadja serang padanja, hingga ia djadi dikepung berdua, maka-ia tinggalkan musuhnja jang semula, antuk sambut nona ini Untuk pertama kali ia menangkis dalam gerakan "Hoen hoa hoet lloe" - "Memisah bunga, mengebut yanglioe".
Sebagai seorang jang berpengalaman, muridnja sitabib pengembara segera mengerti kedudukannja jang tidak menguntungkan, dari Itu, ia segera mengasi tanda pada adiknja, untuk menggunakan siasat "Pay-sie" -"Ber-pura2 kalah", untuk meloloskan diri dari kepungan.
Ketiga lawan itu tertawa gelak2, mereka tahan sendjatanja masing2, mereka tidak mengedjar, mereka hanja mengawasi orang ngelojor pergi Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tjoen Beng dan adiknja sebenarnja belum kalah, mereka hanja ingin menjingkir dari tempat buruk itu.
Mereka tidak hiraukan edjekan musuhnja, mereka djalan dengan tjepat, sampai se-konjong2 mereka kaget dan tidak berdaja.
Mereka telah terdjeblos kedalam lembah bagaikan lobang sumur.
Ternjatalah mereka terdjeblos dalam lobang djebakan jang diatasnja ditaruhkan rumput.
Lembah itu belasan tombak dalamnja.
sulit untuk kedua saudara Ong dapat lompat atau merajap naik, mereka hanja bisa dongak akan mengawasi langit dengan sedikit bintang.
Dengan pedang masih tetap ditangan dua saudara ini memasang mata.
Sebentar kemudian, mereka dengar suara ditariknja tambang, disusul sama berpetanja bajangan dari satu tubuh manusia, jang djalan diantara tambang jang dipentang diatas lobang itu.
Mereka masih sempat lihat orang berkeredong kulit binatang, orang itu lenjap dalam sekedjab.
Kedua kakak-beradik ini menduga kepada musuh, mereka siap-waspada.
X Sesaat kemudian terlihat diulur turunnja selembar tambang, lalu ditepi atasnja lubang kelihatan tubuh orang tadi dengan tangannja meng-gape2.
"Mungkin dia tidak bermaksud djahat,"
Kata Tjoen Beng pada saudaranja sambil tangan kirinja mendjambret udjung tambang itu, setelah ia mem-betot2 untuk tjoba kekuatannja tambang itu, terus sadja ia melapaj naik. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Dengan tjepat ia telah sampai diatas, maka segera ia gapekan adiknja, jang lantas merajap naik dengan tjepat pula hingga dilain saat, keduanja sudah bebas dari kurungan itu, jang sebenarnja adalah lubang buatan tentara negeri semasa dahulu mereka memantjing tentara Mongolia untuk didjebaknja.
Diantara tjahaja remang2 itu, dua saudara Ong lihat penolongnja adalah seorang tua jang mengenakan koplah kulit rase jang berbulu, dikedua pilingannja kelihatan rambut jang sudah ubanan, akan tetapi kedua matanja bersinar tadjam, dipinggangnja menjoren sebatang golok lantjip.
Tampak gerak-gerakannja orang ini enteng sekali, suatu tanda ia berkepandaian silat tinggi.
Disaat kedua kakak-beradik ini hendak memberi hormat untuk menghaturkan terima kasihja, untuk minta beladjar kenal djuga, mendadak orang tua itu menundjuk kesamping mereka, sama sekali ia tidak buka suara.
Mereka berpaling kearah jang ditundjuk.
dengan begitu tampaklah dua orang jang teringkus rebah ditanah.
mulutnja tersumbat robekan dari badjunja sendiri.
Mereka pun segera kenali, itulah dua antara tiga orang jang memasuki Pek Lok Sian-lim.
Mereka mendjadi heran.
"Tentulah mereka tertawan oleh orang tua ini,"
Mereka men-duga2. Agaknja siorang tua bisa duga pikirannja kedua kakak- beradik ini, maka sambil tangannja menggulung tambang, dia kata dengan perlahan.
"Lekas ikut aku berlalu dari sini "
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Karena perasaan herannja dan ingin tahu, Tjoen Beng dan Tjong Beng ikuti siorang tua.
Orang tua itu djalan tjepat sekali, kedua saudara itu dapat mengikuti nja dengan menggunakan ilmu djalan tjepat.
Mereka menudju ke Utara.
Selewatnja beberapa puluh lie, langit mulai mendjadi terang, didepan mereka lihat Tembok Besar jang pandjang dan melengkung sana-sini bagaikan tjapung.
Masih mereka lintasi sebuah selat, akan sampai didepan sebuah kali ketjil.
Setelah mengegosi, Tjoen Beng tahu itulah kali tjabang sungai Hou To Ho jang berpangkal dipropinsi Shoasay, mengalirsampai dipropinsi Tit-lee.
Ketika itu, disampingnja lelah, dua sau1 dara Ong inipun merasa lapar.
"Djiewie kongtjoe, didepan itu adalah gubukku"
Kata siorang tua sambil menundjuk.
Baharu sekarang ia buka suara.
Tjoen Beng dan Tjong Beng lihat suatu tempat jang banjak pohon2nja, dimana berdiri sebuah rumah dengan dua pintu nja, pekarangannja terkurung pagar pohon ojot, didepannja terdapat kebun sajur, jang daunnja hidjau dan segar.
Selagi mereka bertindak mendekati rumah itu, mereka disambut oleh seekor andjing jang tjendekam didepan pintu, Tetapi ketika binatang itu mengenali si orang tua, ia berbangkit dan menghampiri sambil gojang2 ekornja.
Tepat mereka sampai didepan pintu, daun pintu dibuka oleh satu nona ketjii, jang pun memakai badju kulit.
Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Yaya."
Katanja nona ini.
"aku telah duga kau akan pulang pagi2, maka bubur telah kumasak matang!"
Orang tua itu bersenjum.
"Mari masuk!"
Ia undang dua tetamunja.
Ia djalan sambil buka badju kulitnja.
Sesampainja didalam, dimana mereka disilakan duduk, Tjong Beng heran melihat sebuah sin-tjie dimana tertuliskan huruf2 jang menjatakan Ang Hoe-Kengliak, pendjabat Yoe-touwtok dari pasukan depan Tok-soe Keradjaan Beng jang terbesar.
Dialas medja itupun ada tertantjap dua lembar bendera leng-kie dari Tjeng Liong Hwee.
Tjoen Beng pun heran seperti adiknja djuga.
Tuan rumah melihat orang heran, ia bertindak kedepan Ong Tjong Beng, untuk segera memberi hormat seperti tjaranja kaum Tjeng Liong Hwee sambil ia kata "Loohan Ang Seng Tong menghadap Siauwtotjoe!"
Lantas ia hendak berlutut. Tetapi Tjong Beng segera mentjegahnja.
"Djangan djalankan kehormatan, loope,"
Katanja.
"Disini bukan tempatnja untuk menggunakan adat-peradatan. Kiranja kau adalah satu hio-tjoe. Kapankah loope memperolehnja leng-kie ini? Maafkan aku jang sudah tidak lantas kenali satu enghlong "
Walaupun ia mengutjap demikian, Tjong Beng toh memberikan tanda dengan tangannja, dan utjapkan beberapa kata2 dari kaumnja, partai Tjeng Liong Hwee, Naga Hidjau. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Tuan rumah undang kedua tetamunja duduk dekat perapian dengan ia turut menemani sesudah mana, baharu Ia perkenalkan dirinja.
"Mungkin Siauw-totjoe tidak ketahui, ajahku almarhum adalah Hoe-keng-liak jang mendjadi Touwtok terdepan dari Toksoe Soe Ko Hoat. Ketika kota Yangtyioe djatuh, ajahku mentjoba bunuh diri, tetapi ia lelah ditolong punggawa2 sebawahannja, dibawa lolos dari kepungan, lalu diobati hingga sembuh dari lukanja. Ajahku lalu pergi ke Djiat-hoo dan Soei-wan di Kwan-gwa untuk menggabungkan diri kepada bekas sebawahannja, guna melandjutkan usaha membangun pula Keradjaan Beng kita. Diwaktu itulah ajah telah dapat berkenalan dengan beberapa pendiri dari Tjeng Liong Hwee, seperti Poan Liong Tay-hiap dan Oey Bwee Kie-soe. Setelah masuk mendjadi anggauta, ajah peroleh lengkie. Setelah itu, ajah kembali ke Hle-hong-kauw untuk memperluas pengaruh partai, hingga djumlah anggauta mendjadi beberapa ribu djiwa banjaknja. Meski demikian, tak dapat ajah bertahan melajani serangan tentera Boan, aehirnja ajah binasa berkurban."
Orang tua ini berhenti sebentar, matanja mengawasi sin-tjie marhum ajahnja, nampaknja ia sangat berduka. Tapi tidak lama kemudian meneruskan penuturannja pula.
"Paling belakang ini loohan pindah kemari hidup menjendiri, namun tetap loohan masih berhubungan dengan saudara2 separtai. Loohan pernah bertemu dengan Leng Khong Tiangloo ditempat Poan Liong Tay-hiap di Tjhongtjioe. Kemudian loohan turut Thian Tie Koay-HIap merantau di Hek Liong Kang kira2 dua-puluh tahun lamanja. Sesudah itu, seperti putuslah perhubunganku dengan Tjeng Liong Hwee.Baharu pada tahun Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
jang lampau, untuk suatu urusan, loohan pulang kerumahku ini untuk tinggal terus disini.
Beberapa hari jang lalu, loohan terima wartabahwa Siauwtotjoe sudah datang ke Kim-leng dan telah terima kedudukan sebagai ketua partai kita dilima propinsi Utara.
Loohan girang sekali bahwa Tjeng Liong Hwee sudah mempunjai ketua lagi.
Diluar dugaanku, loohan djuga dengar kabar halnja Kwan-gwa Sam Eng hendak mengganggu siauw-totjoe, karena mana, loohan lantas intai mereka.
Begitulah sekarang kita dapat bertemu."
Waktu itu, sinona ketjil sudah sadjikan barang makanan.
"Silakan dahar"
Orang tua itu mengundang.
"Masih banjak jang loohan hendak utjapkan."
Dua saudara itu sedang lapar, mereka tidak menampik, setelah mengutjap terima kasih, mereka lantas dahar. Ang Loo-djin, siorang tua she Ang itu, duduk sambil hisap hoentjweenja perlahan2, asjik sekali nampaknja.
"Djiewie hiantit"
Kemudian dia mulai berkata pula, setelah kedua saudara itu dahar tjukup.
"ketiga lawan jang kalian lajani itu adalah putera2 dan puterinja Kim-too Soan- nie Beng Eng, kaum Rimba Hidjau mendjulukkannja Kwan- gwa Sam Eng Liong Houw Hong. Beng Eng sendiri sudah meninggal pada beberapa tahun jang lampau. Ketiga saudara ini djauh lebih gagah daripada ajahnja. Mereka adalah Tok-kak-liong Beng Kong, Tjian-bweehouw Beng Kiang, dan Siang-kiam-hong Beng Siang. Untuk banjak tahun ketiga saudara ini pernah ikut ajahnja merantau. Beng Kong gagah-berani dan pintar, pengetahuannja luas. Beng Kiang beradat keras dan agak sembrono, tetapi dia bentji sangat pada kedjahatan. Tjerdik dan tangkas adalah Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Beng Siang, dia pandai berpikir, urusan2 jang menjangsikan kedua, kandanja, biasanja dialah jang memetjahkannja. Banjak djuga usaha mereka, biasanja terhadap kaum kang-ouw mereka tak pernah turunkan tangan djahat..."
Mendengar kata2 jang terachir, Tjoen Beng heran, hingga ia memotong.
"Tetapi, lootiang, apa maksudnja maka sekarang mereka satrukan kami berdua?"
"Inilah soal runjam"
Sahutnja siorang tua.
"Walaupun mereka berbuat begini, namun terhadap djiewie mereka tidak kandung maksud djahat. Mereka malahan ketahui djelas sebab-musabab kematiannja gurumu, mereka tahu siapa jang membinasakannja. Dibelakang hari mungkin mereka bisa berikan bantuannja pada hiantit, untuk singkirkan pembunuh guru hiantit itu "
Tjong Beng dan kandanja mendjadi bertambah heran.
"Lootiang,"
Kata Tjong Beng.
Pertentangan Kaum Persilatan Yoe hiap eng hiong 1 Karya OKT di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"kami tinggal dl Shoasay, dengan ketiga saudara itu kami tidak punja urusan, seperti air kali tidak mengganggu air sumur, maka kenapa mereka kirim orang2nja ke Pek Lok Sian-lim untuk mengganggu kami?"
"Sabar, hiantit, dengarkanlah keteranganku lebih djauh,"
Sahut tuan rumah Jang tua itu.
"Sebab dari itu adalah buruknja perbuatan orang Pek Lok Sian-Lim sendiri jang sudah berkongkol dengan orang luar, untuk tjuri rahasia simpanan harta karun di Ngo Tay San. Semasa Siauw-totjoe belum pergi ke Kim-leng, akar penjakit sudah tumbuh lebih dahulu. Ketika itu, Kwan-gwa Sam Eng masih belum turut serta. Djiewie tentunja ketahui bahwa Beng Eng adalah orang Korea, dia pernah turut dalam gerakan Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Hek San Pat-Tjoen, untuk usir pengaruh bangsa Boan dari sungai Yalu, sajang gerakan itu gagal, ba1 njak anggautanja jang terbekuk musuh dan dikirim kesebuah tempat pembuangan rahasia dimana mereka didjadikan kuli2 siksaan, hingga untuk se-lamasnja mereka tidak punja ketika lagi akan dapat mej lihat matahari.
Beng Eng pernah tertawan bangsa Boan, hampir sadja diapun djadi kuli siksaan itu, jang dinamakan majat hidup.
Sjukur ia dapat ditolong Thian Tle Koay-Hiap.
Sesudah itu, Beng Eng berichtiar mengumpulkan orang2 gagah jang bersatu tjita2, dia ingin tjari tahu tempat pembuangan rahasia Boantjioe itu, guna bebaskan kemerdekaannja majat2 hidup itu, hanja sampai sebegitu djauh ia tidak dapat tjapai tjita2nja itu, jang tak terwudjud sampai saat adjalnja.
Tapi selagi heni dak menutup mata, ia telah tinggalkan pesan kepada ketiga anaknja untuk melandjutkan usahanja itu.
Tiga saudara Beng taat kepada pesan ajahnja itu, mereka telah bekerdja keras mentjari keterangan, sehingga achirnja mereka peroleh djuga sedikit endusan "
Tuan rumah berhenti sebentar, untuk menjilakan kedua tetamunja minum teh.
"Tolong lootiang djelaskan tentang tempat pembuangan rahasia itu,"
Tjoen Beng ! meminta.
"Bagaimana duduknja maka ketiga saudara Beng berhasil peroleh endusan itu?"
Orang tua itu irup tehnja.
"Pandjang untuk menutur semua itu,"
Sahutnja kemudian.
"Djiewie berasal dari keluarga persilatan kenamaan, pengalaman djiewie pasti tidak sedikit, sudah tentu djiewie pernah dengar nama Tiat Ma Sinkang"
Dua saudara itu manggut. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Memang pernah kami dengar nama itu"
Djawabnja mereka.
"Dia adalah salah seorang kenamaan dari Ngo Bie PayAng Seng Tong melandjutkan.
"Namanja jang sebenamja ialah Soe In Teng, murid kepala dari Seng Siauw Toodjin, dikala mudanja adalah seorang ahli silat jang dianggap nomor satu, ilmu silatnja jang paling dimalui adalah Tjoan-in-tjiang (Tangan Menembusi Mega), jang berbareng dapat menotok djalan darah. Diapun tjiptakan Heng-liong-Go-houw Koen atau ilmu silat Naga Berdjalan - Harimau Mendekam. Untuk belasan tahun Soe In Teng berguru pada imani itu. Didalam perantauannja In Teng lelah rubuhkan beberapa ahli silat, hingga kemudian untuk belasan tahun lamanja tidak ada orang jang berani tandingi padanja. Inilah jang menjebabkan kaum Rimba Persilatan berikan gelaran Tiat Ma Sin-kang kepadanja, artinja Djago Kuda Besi. Dan, selama duapuluh tahun kemudian orang tidak pernah lihat atau dengar tentang dirinja, hingga orang duga ia sudah memasuki gunung sunji untuk hidup menjendiri. Lambat-laun orangpun mulai lupa akan dia."
Kedua seudara Ong tertarik serta asjik mendengarkannja.
"Itulah kedjadian sesudah beberapa puluh tahun raasuknja pemerintah Boan ke Tionggoan,"
Ang Seng Tong melandjutkan pula.
"Kita sudah tahu tentang peraberontaknnnja beberapa radja muda jakni Peng-see- ong Gouw Sam Koei, Peng-lamong Slang Ko Hie dan Kheng TJeng Tiong, jang semuanja dapat ditindas pemerintah Boan. Sesudah itu, beberapa kali telah terdjadi perkara2 hebat jang disebabkan penerbitan buku2 atau karangan lainnja, jang meminta djiwanja penjinta negara jang pandai Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
ilmu surat, sedikitnja orang dihukum pendjara beberapa tahun.
Begitulah Lu Lioe Liang karena mengarang sebuah buku, telah ditangkap dan dihukum pitjis sehingga mati, semua anggauta keluarganjapun dihukum mati pula.
Kemudian, tindakan lain jang diambil pemerintah Boan adalah mengumpulkan djago2 silat, jang ditugaskan setjara diam2 menawan atau mentjulik penjinta2 negara, katanja mereka disekap dipelbagai pendjara rahasia, entah di Tjenghay, entah di Kiongtjioe.
Siapa sadja jang ditjurigainja, namanja ditjatat dalam daftar hitam, untuk kemudian menemui nasib tjelaka "
Wadjah kakak-beradik itu berubah setelah mereka mendengar penuturan jang hebat itu.
"Orang mengatakan bahwa setiap pendjara rahasia itu dikepalai oleh suatu pemimpin jang kosen, jang banjak pula kakitangannja, sampai dikalangan rumah makan dan rumah hina terdapat orang2nja itu."
Demikian Ang Seng Tong melandjutkan penuturannja.
"Disamping bertugas menangkapi musuh2, merekapun mentjari kawan2 baharu jang liehay. Waktu Beng Eng ditawan, sia-sia sadja kawan2nja tjari ia diseluruh Kwan-gwa, orang menduganja Kwan-gwalah tempatnja pendjara rahasia itu. Orangpun heran, bahwa Beng Eng jang mempunjai kepandaian tinggi itu kena ditjulik musuh negara, sehingga ada jang menjangkanja mungkin Thian Tie Koay-Hiap telah kesudian djadi gundai bangsa Boan, karena Thian Tie KoayHiap seoranglah jang bisa rubuhkan Beng Eng, sepak- terdjangnja sukar diketahui, dia mirip seperti naga sakti jang tampak kepalanja tetapi tidak ekornja "
Tjoen Beng dan Tjong Beng terus diam mendengarkan penuturan itu. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
Dari ini aku bertjeritera hal pengalamanku semasa mengikuti Thian Tie Koay-hiap.
Ketika itu kami berdiam digunung Ya Kek San dalam daerah pegunungan Hin An Nia di Hek-liong-kang.
Hari itu sehabis pulang djalan* Koay-hiap terus sadja berkata padaku "Seng Tong, mari kau turut aku.
Ada satu urusan sangat penting, mungkin kita bakal hadapi bentjana.
Kau harus bekal "enam-belas batang golok Tiauw-yang-too serta tambang djoan-so, terutama siapkanlah rangsum untuk beberapa hari Aku heran tetapi aku ber-slap2.
Dihari kedua, kami berangkat dengan naik kuda, kami kabur ke Barat-selatan.
Berselang dua hari, sampailah kami dikuil Kam Tjoe Sie, ditapal batas Mongolia Luar.
Disitu, dikiri-kanan kami.
mengalir sungai Hapdjiehap.
Dengan bawa golok dan tambang, Koayhiap pergi seorang diri.
Aku dititahkan menanti dikuil Kam Tjoe Sie itu.
Dihari kedua tengah malam, baharulah Koayhiap pulang dengan menuntun seekor kuda jang diatasnja mendekam satu orang jang tubuhnja kurus-kering, hingga romannja tidak lagi mirip manusia.
Koay-hiap.
sendiripun sangat letih, nampaknja ia baharu habis bertempur hebat, sebab badju iuarnja jang terbuat dari kulit robek sana-sini, lengannjapun terluka tapi tidak hebat.
Ia pondong orang itu dibawa kedalam, aku diperintah mendjaga diluar.
Belum pernah aku lihat dia demikian tegang.
Satu malam itu aku berdiam diluar diantara saldju.
Keesokan paginja, baharu sadja terang tanah, ia sudah bawa orang kurus-kering itu kedjurusan Liauwleng.
Aku mengiringi sampai di Soh-loen, baharulah aku diperintahkan kembali ke Ya Kek San, untuk menantikan padanja.
Aku telah dipesan untuk tutup mulut"
Kakak-beradik itu terus mendengarkannja dengan tidak memotong penuturan itu. Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
"Berselang beberapa bulan, baharulah Thian Tie Koay- HIap kembali ke Ya Kek San,"
Ang Seng Tong meneruskan.
"Kali ini dia telah memberi keterangan padaku. Orang jang dia tolongi tuu adalah Kim-too Soan-nie Beng Eng. Katanja Koay-Hiap, seumur hidupnja baharu inilah jang pertama kali dia hadapi musuh sangat tangguh dan pengalamannja jang paling berbahaja, bagaikan dia dapat lolos dari Kwie- boenkwan, kota iblis. Aku tahu benar diseluruh Kwan-gwa djarang ada orang jang dapat menandingi padanja. Atas pertanjaanku Koay-Hiap beritahukan bahwa musuhnja itu adalah Tiat Ma Sin-kang Soe In Teng. Kagetku tidak terkira Koay-Hiap mendjelaskan, kalau waktu itu Tiat Ma Sin-kang tidak sedang bepergian, mungkin Koay-Hiap akan djadi majat hidup djuga. Koay-Hiap bersjukur telah membekal golok dan tambang, dengan goloknja ia telah rusaki djaring musuh, dan tambangnja digunakan untuk mengerek tubuh Beng Eng. Ketika dia baharu keluar dari pekarangan pendjara majat hidup itu, dia bersomplokan dengan Soe In Teng jang baharu kembali. Soe In Teng belum pernah bertemu muka dengan Koay-Hiap. sebaliknja Koay-Hiap kenali padanja. Diluar pendjara itu mereka bertempur sampai belasan djurus, setelah keluarkan seantero, kepandaiannja, baharulah Koay-Hiap dapat meloloskan diri, dan setelah menggunakan pula enam-belas batang golok-terbangnja baharu ia bisa lompat naik keatas kudanja dan kabur. Soe In Teng tidak berhasil merintanginja karena dia bertangan kosong, tetapi dia masih mengedjarnja sampai ditepi danau. Koay-Hiap berhasil memasang perahu kulitnja. Mungkin Soe In Teng tidak nandai berenang, ia tidak terdjun kealr untuk mengedjar lebih djauh. Koay-Hiap mengatakan djuga, seandainja pertempuran dilakukan diwaktu biasa mungkin Yoe Hiap Eng Hiong seri I -
Kolektor E-Book
dia tidak sanggup melajani Hengliong Hok-houw Koennja Soe In Teng.
Kemudian aku dipesan untuk simpan rahasia, katanja ia bukan djeri terhadap Soe In Teng, ia hanja takut mendjadi majat hidup atau majat berdjalan itu".
Komudian Koay-Hiap terus2an menjlngkir dari Beng Eng.
Sebabnja ialah Beng Eng mendesak minta diberikan keterangan hal pendjara rahasia itu.
Dia kuatir kelak Beng Bn g tjarl Soe in Teng, hingga ada kemungkinan Beng Eng didjadlkan majat hidup pula.
Bila Beng Eng terdjatuh pula dltangan In Teng, akan sulitlah untuk dapat ditolong kembali.
Maka itu, sampai pada saatnja Beng Eng menghembuskan napasnja jang penghabisan, dia tetap tidak ketahui dimana adanja pendjara neraka dunia itu."
Lama Seng Tong bertjeritera, sampai sinona tjilik muntjul bersama hidangan tengahari.
"Hanja, lootiang,"
Tanja Tjoen Beng.
"satu hal kami masih belum djelas jaitu kenapa dan ada hubungan apa semuanja itu dengan halnja tiga saudara Beng memusuhi kami ?"
"Slauw-totjoe,"
Berkata Seng Tong.
"tadipun aku telah menerangkannja bahwa sebab musababnja itu adalah karena tjatjatnja kaum Pek Lok Sian-lim sendiri! Pri-bahasa mengatakan, suatu benda busuk lebih dahulu,
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Rase Emas Karya Chin Yung Menyingkap Rahasia Tabir Hitam Karya Danang HS