Ceritasilat Novel Online

Sengketa Cupu Naga 11


Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 11



Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara

   

   Bun Hwi membanting tubuh. Dia kaget melihat Naga Lilin tiba-tiba menjadi buas seperti itu. Dan ketika ikan ini kembali menyerangnya dan mengibaskan ekor mendadak Bun Hwi menampar.

   "Plak!"

   Kepala ikan itu tepat ditampar Bun Hwi, tapi Naga Lilin yang menyelam di bawah air tiba-tiba menyerang Bun Hwi dari bawah.

   Dia menggigit paha Bun Hwi, dan Bun Hwi yang kaget bukan main tiba- tiba merasakan sengatan tajam di kakinya.

   Dia mengaduh, dan marah oleh serangan ikan ini sekonyong-konyong Bun Hwi ikut menyelam.

   Dengan gemas dan marah dia memukul ikan itu, dan Naga Lilin yang berenang ke sana kemari tiba-tiba menggerakkan ekor dan kedua siripnya.

   Bun Hwi disabet dan ditusuk, dan Bun Hwi yang marah dan kesakit di dalam air kontan saja mengejar dan menyerang ikan itu! Sekarang terjadilah pergumulan di dalam air.

   Bun Hwi dan Naga Lilin sama-sama serang-menyerang, dan dua makhluk berlainan jenis yang tampaknya sama-sama marah itu sudah terlibat dalam perkelahian sengit di mulut teluk Po-hai ini.

   Mereka tampaknya tidak mau mengalah, dan Naga Lilin yang menggigit Bun Hwi dengan giginya yang kecil tajam sudah membuat pemuda ini menyeringai kesakitan.

   Sementara Bun Hwi, yang marah oleh serangan ikan ini berkali-kali memukul dan menendang lawannya.

   Tapi Naga Lilin semakin ganas.

   Bun Hwi yang menyerangnya bertubi-tubi dikibasnya dengan ekor, dan ketika pemuda itu terguling-guling di dalam air mendadak sirip kanannya menusuk.

   "Cep!"

   Bun Hwi terbelalak.

   Pangkal lengannya terluka oleh tusukan sirip ikan ini, satu hal yang aneh sekali, mengingat kekebalannya yang diperoleh dari darah ular tanduk hijau! Dan Bun Hwi yang hampir menjerit kesakitan oleh tusukan itu tiba-tiba menangkap lawannya.

   Dia menggelut tubuh ikan, lalu begitu Naga Lilin meronta-ronta tiba-tiba Bun Hwi memiting lehernya! Sekarang mereka menjadi satu.

   Bun Hwi yang melekat di tubuh lawan tidak mau melepaskan korbannya, dan Naga Lilin yang memberontak di dalam air tiba-tiba membuka mulut.

   Sekali sambar dia tahu-tahu menggigit hidung Bun Hwi, dan Bun Hwi yang kesakitan oleh perbuatan lawannya ini tiba-tiba berteriak dengan mata terbelalak.

   Dia merasa nyeri bukan main oleh gigitan ikan itu, dan gusar oleh serangan ikan ini mendadak Bun Hwi memperkuat cekikan.

   Leher lawan yang dipiting sekarang benar-benar erat dicekik, dan Naga Lilin yang meronta-ronta di dalam air menimbulkan gelombang besar.

   Sebentar saja mereka saling berkutat, dan ketika akhirnya Bun Hwi terengah-engah di dalam air tiba-tiba Naga Lilin mengeluarkan semacam lendir di kulit tubuhnya.

   Sekejap saja dia berhasil meloloskan diri, dan Bun Hwi yang tertegun melihat lawannya lepas tiba-tiba melihat ikan itu melarikan diri! Bun Hwi mengejar.

   Dia marah dan geram menyaksikan ulah lawannya itu, maka begitu Naga Lilin menyelam diapun tiba-tiba menahan napas dan mengejar ikan itu.

   Dengan cepat Naga Lilin diburu, dan Bun Hwi yang tidak tahu keadaan sekitar tahu- tahu sudah dibawa ikan ini di tepi Laut Po-hai, di tebing karang yang menjulang tinggi! Dan Bun Hwi yang bernafsu mengalahkan lawannya itu tiba-tiba memasuki sebuah terowongan bawah laut, tempat di mana Naga Lilin melarikan diri.

   Dan persis dia tiba di tempat ini tiba-tiba keadaan menjadi gelap.

   Bun Hwi tertegun.

   Dia kehilangan jejak lawannya itu.

   Naga Lilin tak kelihatan lagi, lenyap di balik kegelapan terowongan bawah laut.

   Tapi baru dia mengepalkan tinju mendadak dua sinar merah muncul.

   Mata Naga Lilin! Maka Bun Hwi yang sudah mengejar itu tiba-tiba berenang cepat.

   Dia tidak tahu bahwa terowongan itu hanya beberapa meter saja dalamnya, alias di depan sana jalan buntu.

   Dan Naga Lilin yang terpaksa kembali ini mau tidak mau harus menghadapi Bun Hwi.

   Maka Bun Hwi yang sudah meluncur ke depan itu tahu-tahu menangkap ikan ini.

   "Jrrt...!"

   Bun Hwi menubruk angin. Naga Lilin dengan gesit telah menghindari tubrukannya, dan ikan yang menggelincir di bawah lengan Bun Hwi itu tiba-tiba mengibaskan ekornya.

   "Plak!"

   Bun Hwi ganti tertampar.

   Dia mengumpat marah, dan gemas oleh perbuatan lawannya ini tiba- tiba Bun Hwi sudah kembali menubruk.

   Sekali terkam dia membuat Naga Lilin tak mampu berkutik, tapi ikan yang tiba-tiba kembali mengeluarkan lendir di tubuhnya itu lagi-lagi berhasil meloloskan diri.

   Dengan mudah dia menyelinap di balik lengan Bun Hwi, dan Naga Lilin yang sudah berenang cepat itu sebentar saja meninggalkan Bun Hwi jauh di depan! Bun Hwi membelalakkan mata.

   Dia tertegun melihat ikan ini lolos lagi dari tubrukannya, dan mendongkol serta marah oleh perbuatan ikan itu tiba-tiba Bun Hwi sudah mengejar kembali.

   Naga Lilin yang diburu ternyata memasuki lagi terowongan-terowongan yang banyak terdapat di dinding-dinding batu karang itu, dan Bun Hwi yang harus keluar masuk di dalam terowongan bawah laut ini akhirnya mendapatkan Naga Lilin terjebak di terowongan paling ujung, tak mampu keluar lagi! Maka Bun Hwi yang tertawa girang ini sudah mengembangkan kedua lengannya.

   Dia menubruk ikan itu, dan gemas berkali-kali melihat ikan itu lolos dari cengkeramannya tiba-tiba Bun Hwi menundukkan kepala dan...

   menggigit punggung Naga Lilin! Sekali pagut dia telah menancapkan giginya di tubuh ikan ini, dan Naga Lilin yang kesakitan tiba-tiba berontak.

   Ikan itu menggeliat, tapi Bun Hwi yang menancapkan giginya kuat-kuat tidak mau kehilangan lagi buruannya ini.

   Dia menggigit tak mau terlepas, dan Naga Lilin yang kesakitan di dalam air tiba-tiba menggelepar.

   Ia mengibaskan ekor, menusuk-nusukkan sirip.

   Tapi Bun Hwi yang tetap melekat di atas punggungnya tak mau terpelanting.

   Akibatnya dua musuh ini saling serang dan bertahan, dan Bun Hwi yang gemas serta mendongkol oleh perbuatan lawannya itu tiba-tiba menghisap pula darah ikan yang memenuhi mulutnya! Sebentar saja Bun Hwi menyedot darah Naga Lilin seperti menggelogok arak, dan Naga Lilin yang menggelepar-gelepar di dalam air tiba-tiba membalikkan tubuh.

   Ia rupanya kesakitan sekali, dan sementara Bun Hwi menggigit punggungnya dan menghisap darah tiba-tiba ikan ini berenang seperti gila.

   Dia menubruk sana membentur sini, menggeliat dan mengibas-ngibaskan ekor.

   Lalu begitu puncak rasa sakit tak dapat ditahan lagi sekonyong-konyong ikan ini keluar dari terowongan.

   Dia menuju ke laut bebas, dan membanting-banting Bun Hwi di atas air tiba-tiba ikan ini telah menyerbu ombak dan bersatu dengan gulungan laut yang bergelora timbul tenggelam! Sekarang Bun Hwi mulai pening.

   Dia berkali-kali hampir melorot turun dari punggung ikan yang licin, namun mulutnya yang tetap melekat di punggung Naga Lilin membuat dia seperti lintah di atas punggung lawannya itu.

   Dan ketika Naga Lilin membawanya ke laut lepas tiba-tiba saja hantaman ombak membuat Bun Hwi menyeringai.

   Dia merasa pedas-pedas, dan Naga Lilin yang berenang bagai gila itu tahu-tahu telah membawanya jauh dari pantai! Bun Hwi tidak tahu lagi dimana dia sekarang berada, dan Naga Lilin yang mengamuk di Laut Po- hai akhirnya terdampar di sebuah pesisir tak bertuan! Bun Hwi mengeluh.

   Dia berada di antara sadar dan tidak.

   Dan ketika ikan itu tergolek lemas di tanah daratan tiba-tiba Bun Hwi muntah-muntah dan terguling roboh, pingsan di samping Naga Lilin yang juga mati kehabisan darah! *S*F* Sekarang matahari mulai condong ke barat.

   Bun Hwi masih tak sadarkan diri.

   Tapi ketika sinar matahari menghangati mukanya tiba-tiba Bun Hwi membuka mata.

   Yang pertama-tama dirasa adalah rasa pening di kepala, lalu rasa mual di perut.

   Dan Bun Hwi yang bangkit duduk tiba-tiba melihat bangkai ikan yang dikejar-kejarnya itu.

   Dan begitu melihat Naga Lilin tiba-tiba Bun Hwi tertegun.

   Ada sebuah benda yang mengkilap menyilaukan di dekat kepala ikan ini.

   Sebuah cupu yang seluruhnya terbuat dari emas! Dan Bun Hwi yang terbelalak melihat benda itu tiba-tiba berdebar tegang melihat lukisan naga di lapisan luar cupu ini.

   Ah, Cupu Naga...! Bun Hwi bangkit berdiri.

   Dia terbelalak memandang cupu ini, dan begitu menyadari bahwa cupu itulah yang diperebutkan banyak orang tiba-tiba Bun Hwi menggigil.

   Jadi benda inikah kiranya yang telah membuat ibunya mengalami perubahan hidup secara drastis? Cupu inikah yang merupakan lambang bagi dirinya yang diangkat sebagai putera mahkota? Bun Hwi gemetar.

   Dia mengamati cupu itu, mengambilnya dengan hati-hati di dekat kepala Naga Lilin yang telah mati.

   Dan melihat cupu itu demikian indah gemerlapan tiba-tiba Bun Hwi membuka tutupnya.

   Dia mengira cupu itu akan terisi pelajaran ilmu silat seperti apa yang didengarnya.

   Tapi melihat cupu ini kosong saja tak ada apa- apanya Bun Hwi jadi melenggong.

   Dia tertegun, mengamati benda itu sekali lagi luar dalamnya.

   Tapi melihat bahwa cupu ini benar-benar tak ada isinya tiba-tiba Bun Hwi hampir tertawa.

   Apa-apaan orang-orang kang-ouw itu, kenapa mengatakan Cupu Naga terisi warisan ilmu silat penting dari seorang manusia dewa pada ratusan tahun yang lalu? Ah, mereka itu orang-orang yang mabok kepandaian.

   Tak tahu bahwa apa yang disiarkan orang banyak itu ternyata hanya isapan jempol belaka! Tapi Bun Hwi mengerutkan keningnya.

   Ada getaran aneh yang mengisi cupu ini.

   Sebuah getaran yang membuat tangannya tiba-tiba berat.

   Mula-mula dia tidak merasakan itu.

   Tapi ketika lama-kelamaan dia memegang cupu ini mendadak saja cupu itu seakan- akan berubah menjadi sebuah benda yang beratnya ratusan kilo! Bun Hwi terkejut.

   Dia merasa aneh dengan benda yang ada di tangan kanannya itu.

   Dan ketika dia sedang terbelalak tiba-tiba benda ini tak dapat dipegangnya lagi, jatuh di atas tanah.

   "Cring...!"

   Bun Hwi terbengong.

   Dia tak tahu bagaimana benda yang masih dipegangnya itu mendadak jatuh.

   Tapi merasa betapa lengannya seakan-akan menahan sebuah barang yang beratnya seribu kati mau tak mau Bun Hwi menjadi kaget juga.

   Luar biasa, benda itu aneh sekali.

   Menjadi berat kalau terlalu lama dipegang! Maka Bun Hwi yang membelalakkan mata ini tiba-tiba menjadi penasaran.

   Dia memungut benda itu lagi, memegangnya dengan tangan kiri.

   Tapi setelah beberapa jenak dia memegang dan Cupu Naga benar-benar menjadi berat dan semakin berat tiba-tiba Bun Hwi terkejut.

   Dia tak mampu memegangnya lagi, dan Cupu Naga yang sudah jatuh di atas tanah kembali mengeluarkan suara berdencing! "Aah...!"

   Bun Hwi terkesima.

   Dia seakan hampir tak percaya oleh kejadian itu, tapi baru dia mau memungutnya lagi mendadak sebuah bayangan berkelebat di depan.

   Seorang laki-laki tahu-tahu telah menyambar cupu ini, dan Bun Hwi yang kaget oleh perbuatan itu seketika berteriak marah dan melompat bangun.

   Tapi Bun Hwi tiba-tiba tertegun.

   Dia melihat Menteri Hu telah berdiri di depannya, dan menteri yang tersenyum dengan muka gembira itu tertawa.

   "Pangeran, paduka selamat?"

   Bun Hwi melangkah mundur.

   "Hu-taijin, eh... paman Hu, apa... apa maksudmu ini?"

   Menteri itu melangkah maju.

   "Hamba membuntuti paduka, pangeran. Dan setelah melihat perjuangan paduka yang mati-matian hamba merasa gembira bahwa paduka selamat dan berhasil membunuh ikan itu!"

   Bun Hwi membelalakkan mata.

   "Tapi ini bukan sesuatu yang sukar, paman Hu. Kenapa kau tampaknya membesarkan persoalan ini? Dan kenapa kau menyebutku pangeran?"

   Menteri ini tiba-tiba menarik napas panjang.

   "Bun- kongcu, sebaiknya kau jangan menyembunyikan diri lagi. Bukankah kau putera selir sri baginda yang menghilang belasan tahun yang lalu? Di mana ibumu itu sekarang?"

   Bun Hwi tiba-tiba menjadi murung.

   "Paman Hu, kau rupanya diam-diam telah mengetahui rahasia diriku. Baiklah, tapi apa maksudmu membuntuti aku? Dan kenapa kau tanya tentang ibuku?"

   Menteri ini mengerutkan kening.

   "Sri baginda kaisar telah memerintahkan kepadaku untuk mencari kau dan ibumu, pangeran. Dan beliau yang rindu kepada kalian ibu dan anak ingin berjumpa setelah bertahun-tahun tidak bertemu muka!"

   "Hm, dan apa maksud sri baginda, paman Hu?"

   "Ah, tentu saja melepas rindu, pangeran. Bukankah lima belas tahun beliau tidak menemukan kalian?"

   "Tapi di sana banyak putera dari selir-selir lain, paman Hu. Kenapa harus kami yang dicari?"

   "Ah, ini hamba tidak mengerti, pangeran. Tapi kalau melihat bahwa ibumu merupakan selir yang paling disayang agaknya tidak berlebihan jika sri baginda ingin melihat kalian ibu dan anak!"

   Bun Hwi termenung. Begitu juga dahulu dia mendengar alasan pencarian ini, betapa sri baginda katanya rindu kepadanya. Tapi teringat Cupu Naga yang kini dipegang menteri itu tiba-tiba Bun Hwi mengalihkan pertanyaannya.

   "Dan cupu itu, untuk apa kau bawa, paman Hu? Kenapa kau merampasnya dari tanganku?"

   Menteri ini terkejut. Dia terbelalak sejenak, tapi tertawa halus diapun memandang Bun Hwi.

   "Ini kubawa sekedar untuk melihat apakah benda ini tulen atau palsu, pangeran. Tapi melihat getarannya yang aneh sekarang kuyakin bahwa ini memang benar-benar benda yang asli. Kau tahu tentang cerita cupu ini, pangeran?"

   Bun Hwi mengangguk.

   "Ya, katanya mengandung rahasia ilmu silat, taijin. Tapi nyatanya kosong tidak ada isinya sama sekali!"

   Menteri ini tersenyum.

   "Tampaknya memang kosong, Bun-kongcu. Tapi justeru dari sinilah isi yang sebenarnya terdapat!"

   Bun Hwi terheran.

   "Apanya yang terdapat, paman Hu?"

   "Isi dalam kekosongannya itu!"

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah, apa yang kau maksudkan, paman?"

   Menteri Hu tidak menjawab. Dia tiba-tiba melempar benda itu kepada Bun Hwi, dan membalikkan tubuh tiba-tiba dia membentak.

   "Siapa di situ?"

   Beberapa bayangan tiba-tiba muncul.

   Suara tawa bergelak yang mengiringi bayangan ini mendadak membuat Bun Hwi terbelalak, karena bersamaan dengan bentakan Menteri Hu tiba-tiba Ang-sai Mo- ong dan Tung-hai Lo-mo muncul.

   Dan bersamaan dengan munculnya dua orang iblis itu tampaklah Pangeran Ong dan Pangeran Yin berada di antara mereka! "Ah!"

   Bun Hwi tertegun. Dan Ang-sai Mo-ong yang melompat paling depan berseru dengan suara gembira.

   "Ha-ha, apa kabar, taijin? Bukankah kubilang tak lama lagi kita bakal bertemu?"

   Menteri Hu menjura di depan dua orang pangeran. Dia tak menghiraukan seruan iblis itu, dan bertanya dengan kening dikerutkan dia memandang dua orang pangeran itu.

   "Ji wi pangeran, ada apa paduka berdua berada di tempat ini? Mencari hambakah?"

   Pangeran Ong tertawa sinis.

   "Aku tidak mencarimu, paman Hu. Tapi membawa sedikit keperluan dengan adikku Bun Hwi."

   "Hm, apa yang paduka kehendaki, pangeran?"

   Pangeran Ong membalikkan tubuh.

   "Apa ini perlu kau ketahui, paman?"

   Menteri itu tertegun. Dia melihat muka pangeran ini gelap, dan Bun Hwi yang melangkah maju tiba-tiba bertanya nyaring.

   "Kanda pangeran, apa yang kau perlukan dariku? Bukankah di antara kita tidak ada urusan?"

   Pangeran Yin mendadak menudingkan lengannya.

   "Kanda, itukah Bun Hwi yang kau ceritakan selama ini? Kenapa begitu kasar?"

   Bun Hwi naik darah.

   Dia memang bersikap kasar karena teringat cerita pamanny betapa ibu pangeran ini telah memfitnah ibunya, bahkan hendak membunuhnya pula di waktu dia masih bayi.

   Maka mendengar Pangeran Yin menegurnya tajam diapun membelalakkan mata.

   Tapi Pangeran Ong tertawa manis, dan mengulapkan lengannya tiba-tiba dia memberi hormat di depan Bun Hwi, buru-buru mencegah dua orang itu bentrok.

   "Adik pangeran, aku diutus ayahanda kaisar untuk menjemputmu. Apakah selama ini baik-baik saja?"

   Bun Hwi tertegun. Dia jelas tak percaya kepada pangeran ini, dan Menteri Hu yang mengerutkan kening tiba-tiba bertanya.

   "Pangeran, apakah paduka membawa suatu bukti bahwa sri baginda menyuruh paduka menjemput Bun-kongcu?"

   Pangeran Ong mengangkat alisnya. Dia tersinggung, dan Menteri Hu yang memandangnya tajam ini balas ditanya.

   "Apakah diriku ini tidak cukup sebagai jaminan, paman? Apakah ayahanda kaisar perlu memberikan bukti lain untuk urusan begini?"

   "Tapi hamba juga diutus sri baginda, pangeran. Bagaimana mungkin sri baginda mengutus orang lain?"

   "Hm, dan kau sendiri juga membawa tanda, paman? Kau membawa bukti bahwa kedatanganmu ini benar-benar atas utusan ayahanda kaisar?"

   Menteri Hu terkejut.

   Dia terbelalak melihat pangeran itu membalik dia dengan ucapan yang masuk akal, dan maklum bahwa pangeran ini memiliki kecerdikan yang amat tinggi tiba-tiba saja dia bersikap keren.

   Bagaimanapun, dia mengenal baik watak pangeran yang satu ini.

   Dan bahwa Bun Hwi menghadapi bahaya besar tiba-tiba dia bersikap tegas.

   "Pangeran, kalau begitu apa yang hendak paduka perbuat? Apakah paduka tetap menghendaki Bun- kongcu ikut?"

   "Hm, sebagai seorang kakak aku menghendaki begitu, paman Hu. Tapi kalau dia tidak mau tentu saja aku tidak memaksa. Hanya sedikit kuminta, sukalah dia meminjamkan sebentar benda yang ada di tangannya itu!"

   Menteri Hu sekarang maklum. Dia sudah menduga bahwa munculnya pangeran itu tentu ada kaitannya dengan Cupu Naga, dan menoleh kepada Bun Hwi tiba-tiba dia bertanya.

   "Bun-kongcu, paduka mau meminjamkan sebentar benda itu kepada kanda pangeran?"

   Bun Hwi menggelapkan mukanya. Dia tentu saja tidak mau menyerahkan benda itu, dan meskipun orang mengancamnya tentu dia tidak mau menyerah. Tapi sebelum dia menjawab mendadak Pangeran Ong tertawa.

   "Adik Bun, barangkali kita bisa tukar-menukar jasa. Bagaimana bila kita saling memberi dan menerima?"

   "Hm, apa maksudmu, kanda pangeran?"

   Pangeran Ong bertepuk tangan.

   Dia mendadak menggapai ke belakang, dan begitu lengannya bergerak tahu-tahu Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo- ong menghilang sekejap lalu muncul lagi.

   Dan begitu dua orang kakek iblis ini muncul tiba-tiba saja darah Bun Hwi tersirap kaget.

   "Kiok Lan! Mei Hong...!"

   Pangeran Ong tertawa.

   "Ha-ha, kau mengenal dua orang dara ini, Bun-te? Manis-manis mereka. Kalau ditukar Cupu Naga barangkali tidak terlalu berat sebelah!"

   Dan Bun Hwi yang terbelalak memandang dua orang pembantu kakaknya itu mengepalkan tinju dengan tangan menggigil.

   Dia melihat Kiok Lan dan Mei Hong berada di tangan dua orang kakek iblis itu, pingsan dengan tubuh basah kuyup.

   Dan Tung- hai Lo-mo serta Ang-sai Mo-ong yang menyeringai kepadanya tersenyum mengejek.

   "Bagaimana, kau mau menerima perjanjian timbal balik ini, Bun-te? Mereka hanya pingsan saja. Tapi kalau kau tidak mau tentu keduanya akan kami bunuh dengan dalih pemberontak-pemberontak yang mengacau ketentraman!"

   Bun Hwi menyala mukanya.

   "Kau licik, kanda pangeran. Kau manusia curang!"

   "Hm, dalam masalah begini tidak ada licik atau tidak licik, adik Bun. Kami hanya sekadar memberimu penawaran paling baik. Kau setuju dengan tukar menukar ini?"

   Menteri Hu tiba-tiba berkata keren.

   "Pangeran, paduka melanggar tata kesopanan. Kenapa harus mengancam Bun-kongcu dengan pertukaran macam itu? Bukankah ini perbuatan yang tidak terpuji sama sekali?"

   Pangeran itu membalikkan tubuh.

   "Kau jangan ikut- ikut, paman Hu. Aku bicara dengan saudaraku sendiri. Apakah ini juga kesopanan yang baik?"

   Menteri Hu merah mukanya. Dia didamprat terang- terangan, tapi Bun Hwi yang melompat maju berseru.

   "Kanda pangeran, tidak perlu kau menyalahkan paman Hu. Dia bertindak atas dasar kebenaran. Sekarang bagaimana jika aku menolak usulmu?"

   "Hm, kau tidak setuju dengan tukar-menukar ini, Bun-te? Kalau begitu menyesal sekali. Ang-sai Mo- ong berhak penuh atas diri dua orang gadis itu. Aku telah berjanji kepadanya untuk menyerahkan mereka bila kau menolak perjanjian, karena merekalah yang menemukan. Tapi kalau kau tidak menolak tentu saja dua orang gadis ini akan kuserahkan padamu sebagai penukaran timbal balik!"

   Bun Hwi melotot. Dia sudah melihat Ang-sai Mo-ong terkekeh keji pada dua orang dara itu. Dan maklum iblis tua ini dapat melakukan perbuatan yang amat kejam tiba-tiba dia menggigit bibir.

   "Baiklah. Kalau begitu tawaranmu kuterima, kanda pangeran. Tapi hati-hatilah lain kali jika kita ketemu lagi!"

   Dan Bun Hwi yang siap melempar cupu itu sudah menggerakkan tangannya kepada Pangeran Ong. Tapi Menteri Hu mendadak merampas cupu, dan berkata kepada pangeran itu orang tua ini berseru.

   "Ong-siauwya, sebaiknya kau dulu yang memberikan dua orang gadis itu. Hendak kulihat apakah mereka berdua benar-benar masih hidup!"

   Bun Hwi terkejut. Pangeran Ong juga terbelalak. Tapi tersenyum mengejek pangeran ini melambaikan tangannya kepada dua orang pembantunya.

   "Lo-mo, berikan tawanan kita kepada adikku...!"

   Dan Tung- hai Lo-mo yang sudah menggerakkan lengannya tahu-tahu melempar tubuh Mei Hong dan Kiok Lan kepada Bun Hwi.

   Bun Hwi cepat menyambut, dan Menteri Hu yang memeriksa keadaan dua orang gadis ini cepat-cepat meraba denyut nadinya.

   Dia melihat dua orang gadis itu ternyata tidak mengalami luka, dan menotok membebaskan mereka diapun berkata lega.

   "Bun- kongcu, sekarang boleh kau serahkan cupu itu kepada kakakmu..."

   Dan Menteri Hu yang menjaga di sisi kanan Bun Hwi melihat Bun Hwi melemparkan Cupu Naga ke arah kakaknya. Tapi persis cupu itu diterima tiba-tiba Pangeran Ong tertawa.

   "Bagus, terima kasih, adik Bun. Kalau begitu kau berangkatlah...!"

   Dan persis kata-kata "berangkat"

   Ini diucapkan tiba-tiba Ang-sai Mo-ong tertawa bergelak dan menghantam dada Bun Hwi dengan pukulan Ang-mo-kang! "Ah...!"

   Bun Hwi terkejut, dan memekik kaget dia membanting tubuh menghindarkan pukulan itu.

   Tapi Ang-sai Mo-ong berkelebat maju, dan tangan kakek ini yang sudah menyambar ke depan tak mampu dikelit Bun Hwi.

   Sekali pukul tentu Bun Hwi akan roboh.

   Namun Menteri Hu yang ternyata memasang kewaspadaan itu tahu-tahu telah menggerakkan lengannya.

   "Ang-sai Mo-ong, jangan curang!"

   Dan lengan kiri Menteri Hu yang sudah memalang ke depan menangkis pukulan kakek raksasa ini.

   "Dess!"

   Ang-sai Mo-ong tergetar dan kakek iblis yang berteriak marah itu menggereng.

   "Hu-taijin, minggirlah!"

   Tapi Menteri Hu sudah mendorong Bun Hwi, melindungi anak itu dengan dirinya. Lalu berkata bengis dia membentak Pangeran Ong.

   "Ong- siauwya, apa maksud paduka dengan perbuatan Ang-sai Mo-ong ini?"

   Pangeran itu memandang dingin.

   "Paman Hu, jangan kau ikut campur. Ini adalah urusan di antara kami pribadi, para pangeran yang sama-sama menjadi putera ayahanda kaisar!"

   "Hm, tapi ini bukan perbuatan ksatria, pangeran. Kalau kau ingin menjadi putera mahkota seharusnya kau sendiri yang mengajukan usul kepada sri baginda!"

   Pangeran Ong membelalakkan mata. Dia marah oleh kata-kata itu, dan mengeplokkan tangannya tiba- tiba dia berseru.

   "Mo-ong, aku tidak mau tugasmu tertunda. Lakukan apa yang sudah kubicarakan tadi!"

   Dan pangeran yang tiba-tiba sudah melompat ke belakang ini memutar tubuh dan meninggalkan Menteri Hu.

   Dia diturut Pangeran Yin, yang juga mengikuti jejak kakaknya itu meninggalkan lawan.

   Dan begitu dua orang pangeran ini pergi tiba-tiba saja di tempat itu muncul dua puluh lebih bayangan orang-orang kasar dengan sikap mereka yang buas.

   Itulah anak buah Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo- ong, dan Ang-sai Mo-ong yang tertawa bergelak oleh kagetnya menteri ini berseru.

   "Hu-taijin, maaf pangeran telah memberikan mandat kepadaku untuk membunuhmu. Kalian merupakan penghalang yang harus disingkirkan. Menyerahlah!"

   Dan kakek iblis yang tiba-tiba menyeringai itu menerjang Menteri Hu bersama dua puluh anak buahnya. Sementara Tung-hai Lo-mo, yang terkekeh oleh kekagetan Bun Hwi dan Menteri Hu sudah menubruk ke arah anak laki-laki ini.

   "Bocah she Bun, kau robohlah baik-baik. Aku tidak ingin membunuhmu dengan cara yang keji...!"

   Dan Tung-hai Lo-mo yang menggerakkan kedua tangannya ini tahu-tahu menerkam Bun Hwi dengan tubrukannya yang cepat.

   Dia tidak membiarkan Bun Hwi mengelak dan begitu anak laki-laki ini tertegun tiba-tiba kedua tangannya sudah mencengkeram ke depan.

   Dada Bun Hwi sudah ditangkapnya kuat- kuat, tapi bayangan Menteri Hu yang melayang ke kiri melepaskan pukulan Soat-kong-jiunya.

   "Tung-hai Lo-mo, enyahlah!"

   Dan pukulan Menteri Hu yang menghantam lengan lawan membuat Tung- hai Lo-mo terkejut. Dia terpaksa melepaskan Bun Hwi, dan mendesis ke arah menteri ini iblis tua itu sudah menangkis.

   "Plak!"

   Tung-hai Lo-mo terhuyung dan Menteri Hu yang melihat Bun Hwi bebas dari cengkeraman kakek ini sudah berteriak.

   "Bun-kongcu, lari...!"

   Dan menteri yang sudah diterjang belasan lawan itu memutar tubuh dengan cepat menampar bertubi- tubi.

   Dia harus bergerak cekatan, karena keroyokan orang-orang kasar itu menghujani tubuhnya.

   Tapi terjangan Ang-sai Mo-ong yang tak sempat dia elakkan tahu-tahu menghantam lambungnya.

   "Dess!"

   Menteri Hu terbelalak.

   Dia terdorong selangkah, gempur kuda-kuda kakinya.

   Tapi menteri yang sudah melengking tinggi ini tiba-tiba menggoyang tubuh.

   Sekali dia memutar lengan tahu-tahu Ang-sai Mo-ong dipukulnya dengan pukulan Pek-in-ciang, dan kibasan lengan kirinya yang menyilang dari atas ke bawah tahu-tahu sudah mendorong dua puluh anak buah Ang-sai Mo-ong.

   "Plak-plak-dess...!"

   Orang-orang itu menjerit.

   Mereka disambar sinar putih yang panas membakar, dan begitu lima orang terjungkal tahu-tahu sepuluh yang lain ikut roboh terpelanting tumpang-tindih! Mereka tidak kuat menerima pukulan menteri ini, sementara Ang-sai Mo-ong yang menghadapi dorongan Pek-in- ciang juga tahu-tahu terhuyung tiga langkah dan bajunya robek! "Ah...!"

   Kakek itu berteriak marah.

   Dan mengerotokkan buku-buku jarinya mendadak dia sudah menerjang ke depan menyerang menteri ini.

   Dia tidak memberi kesempatan lagi, dan Menteri Hu yang juga sudah berkelebatan menggerakkan tangannya tahu-tahu menampar dan menendang musuh-musuhnya.

   Dia membuat anak buah kakek iblis itu jatuh bangun, lalu begitu mereka mundur diapun cepat melayani Ang-sai Mo-ong yang melancarkan pukulan Ang-mo-kangnya dan Sai-mo Ciang-hoat bertubi-tubi.

   Sekarang menteri ini dikepung di tengah.

   Sementara Tung-hai Lo-mo yang menubruk Bun Hwi mempermainkan bocah itu dengan ketawa kekehnya yang menyeramkan.

   Dia sengaja memperlambat gerakannya, membiarkan bocah itu melompat- lompat sambil memaki, menghindar dan bahkan kadang-kadang balas memukul serangannya.

   Dan Menteri Hu yang sibuk oleh serangan Ang-sai Mo- ong yang dibantu para anak buahnya berkali-kali terpaksa memecah perhatiannya untuk menolong Bun Hwi.

   Akibatnya menteri ini mulai menerima pukulan-pukulan lawan, dan beberapa bacokan senjata yang mulai mendarat di tubuhnya membuat menteri ini menggeram.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia tidak terluka, karena bacokan senjata orang-orang kasar yang tingkatnya masih jauh di bawah tingkatnya itu sama sekali tidak membuatnya khawatir.

   Tapi pukulan Mo-ong yang berbahaya dan jauh lebih berat membuatnya harus lebih berhati-hati dan memasang kekebalan di tempat-tempat yang dipukul.

   Akibatnya menteri ini benar-benar sibuk, dan ketika Bun Hwi tiba-tiba terjepit keadaannya dan tak dapat mengelakkan tubrukan Tung-hai Lo-mo lagi mendadak menteri ini mengeluarkan bentakan menggeledek.

   Dia menghantam kedua lengannya berturut-turut ke depan, yang kiri melancarkan pukulan Soat-kong-jiu sedang yang kanan berisi penuh tenaga Pek-in-ciang.

   Dan begitu dia memukulkan kedua lengannya ke depan tiba-tiba terdengar jerit mengerikan dari dua puluh lebih anak buah Ang-sai Mo-ong ini.

   Mereka terlempar, mencelat bagai layang-layang putus, dan Ang-sai Mo-ong sendiri yang berseru kaget tiba-tiba mendapatkan tubuhnya terpelanting roboh dan terguling-guling di atas tanah! Dan pada saat itulah menteri ini bekerja.

   Dia berkelebat ke arah Bun Hwi, menampar kepala Tung-hai Lo-mo.

   Dan begitu iblis ini menangkisnya dengan pukulan Hek-hai-ciang tiba-tiba Menteri Hu menendang Bun Hwi keluar dari kepungan.

   "Bun-kongcu, menyingkirlah. Bawa dua orang temanmu ini...!"

   Dan Bun Hwi yang tahu-tahu mencelat diluar kepungan mendadak menerima Kiok Lan dan Mei Hong yang jatuh di atas pundaknya.

   Kiranya menteri itu juga telah menendang Kiok Lan dan Mei Hong agar tidak memberatkan suasana, dan Bun Hwi yang tertegun diluar menjublak bengong.

   Tapi Bun Hwi tiba-tiba sadar, dan maklum menteri itu lagi-lagi telah menolongnya dari ancaman dua orang kakek iblis itu mendadak Bun Hwi melompat jauh dan memondong Kiok Lan dan Mei Hong.

   "Paman Hu, baik aku pergi dulu. Aku akan mengejar dua orang lawanku tadi...!"

   Dan Bun Hwi yang sudah melarikan diri ini menuju ke timur mencari Pangeran Ong dan Yin.

   Dia hendak merampas kembali Cupu Naga yang dilakukan secara curang oleh pangeran itu.

   Namun Menteri Hu yang tiba-tiba berseru dengan ilmunya yang disebut Coan im-jip-bit (Mengirim Suara Jarak Jauh) mendadak membuat Bun Hwi tercengang.

   "Bun-kongcu, jangan cari dua orang itu. Mereka mendapatkan benda yang palsu. Cupu Naga yang asli telah kutukar dan kusisipkan di bajumu....!"

   Maka Bun Hwi yang tertegun ini otomatis berhenti. Dia melenggong, dan meraba saku bajunya mendadak dia mendapatkan sebuah cupu lain yang entah bagaimana dan kapan dimasukkannya tahu- tahu telah berada di kantong bajunya! "Ah...!"

   Bun Hwi terbengong.

   Tapi gembira oleh ucapan menteri ini tiba-tiba saja Bun Hwi tertawa dan berseri mukanya.

   Dia tidak jadi mengejar dua orang pangeran itu, dan membalikkan tubuh diapun berlari cepat menuju ke barat.

   Kini Bun Hwi gembira sekali.

   Dia melarikan diri sambil memondong dua orang temannya, dan Bun Hwi yang sebentar saja telah tiba kembali di tepi sungai itu segera mencari perahu.

   Tapi sekonyong- konyong sebuah bayangan berkelebat, dan seorang wanita cantik yang menghadang di depannya membuat Bun Hwi terkejut.

   "Thian-san Giok-li....!"

   Bun Hwi berseru tertahan. Dia melihat wanita itu tahu-tahu telah berkacak pinggang, dan Thian-san Giok-li yang mengerutkan kening tiba-tiba membentak.

   "Bun Hwi, mau kau bawa kemana muridku itu?"

   Bun Hwi tertegun.

   "Ini... eh, kami diserang Ang-sai Mo-ong, locianpwe. Kami ditolong Hu-taijin dan kini melarikan diri...!"

   Thian-san Giok-li tiba-tiba merampas muridnya. Dia tampak tidak percaya, dan Bun Hwi yang memandang terbelalak tiba-tiba melihat Pangeran Ong dan Yin muncul! "Bun Hwi, kau penipu. Kau memberikan Cupu Naga yang palsu!"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia mendengar Pangeran Ong berteriak-teriak, dan dua orang yang tiba-tiba sudah mendekati mereka sekonyong-konyong menghambur maju dengan marah-marah.

   Mereka mau menubruk, tapi melihat Thian-san Giok-li disitu mendadak Pangeran Ong tertegun.

   "Kau di sini, locianpwe?"

   Thian-san Giok-li mendengus.

   "Ada apa kau kemari, pangeran?"

   Dua orang pangeran itu tampak gugup. Mereka mendelong, tapi Pangeran Ong yang tiba-tiba tertawa itu menuding Bun Hwi.

   "Dia menemukan Cupu Naga, locianpwe. Tapi kami yang ingin pinjam sebentar ternyata diberinya barang palsu!"

   Thian-san Giok-li menoleh.

   "Kau sudah mendapatkan cupu itu, Bun Hwi?"

   Bun Hwi terjepit. Dia gelisah oleh sinar mata Thian- san Giok-li yang tiba-tiba berubah aneh, tapi mengeraskan dagu dia menjawab.

   "Aku tidak mau bicara urusan ini, locianpwe. Yang jelas mereka itu mau merampas barang yang kumiliki dengan cara yang curang!"

   "Hm, dan sekarang barang itu masih kau simpan, Bun Hwi?"

   "Ya, dan tadi dia mau bersikap kurang ajar kepada muridmu, Giok-li. Bun Hwi hendak mempermainkan muridmu yang pingsan dengan cara tidak sopan!"

   Pangeran Ong tiba-tiba berkata, mendahului Bun Hwi yang masih terbelalak. Tapi wanita cantik yang mendenguskan hidungnya ini membentak.

   "Pangeran, jangan buang fitnahan di sini. Thian-san Giok-li bukan orang yang tidak tahu watakmu!"

   Maka Pangeran Ong yang merah mukanya itu segera mengerotkan gigi. Dia malu, tapi Thian-san Giok-li yang kembali memandang Bun Hwi sudah tidak memperdulikan pangeran ini.

   "Kau masih menyimpan barang itu, Bun Hwi?"

   Bun Hwi menggigit bibir. Dia gelisah oleh tatapan wanita itu yang terasa mengandung ancaman, dan terpaksa oleh keadaan tiba-tiba diapun mengangguk.

   "Ya, itu benar, locianpwe. Tapi apa perlunya kau mengetahui hal ini?"

   "Hm, kalau begitu serahkan padaku, Bun Hwi. Aku juga ingin meminjamnya sebentar!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Kau mau merampasnya, locianpwe?"

   "Tidak. Aku hanya ingin meminjamnya!"

   Maka Bun Hwi yang terbelalak ini tiba-tiba melangkah mundur. Dia marah, tapi belum dia berkata sesuatu tiba-tiba sesosok bayangan tertawa mengejek.

   "Giok-li, jangan mentang-mentang kau. Cupu itu hanya berhak diwarisi ji-wi pangeran!"

   Dan Pek-bong Lo-mo yang tiba-tiba muncul membuat Thian-san Giok-li terkejut.

   "Setan hitam, apa kau bilang?"

   "Ha-ha, cupu itu hanya berhak diwarisi ji-wi pangeran, Giok-li. Jika kau ingin mengangkanginya berarti kau harus berhadapan dulu denganku!"

   "Keparat!"

   Thian-san Giok-li tiba-tiba mengebut, dan ujung baju lengan wanita sakti ini mendadak menyerang dada Pek-bong Lo-mo yang baru muncul.

   Sekali serang dia melakukan tiga totokan bertubi, tapi Pek-bong Lo-mo yang tertawa mengejek sudah menangkisnya dengan tongkat emas yang ada di tangan.

   "Plak-plak-plak!"

   Totokan Giok-li mental dan tongkat Pek-bong Lo-mo sendiri yang terpukul ujung baju sudah tergetar miring Thian-san Giok-li berseru marah, dan membentak nyaring tiba-tiba wanita ini telah melepas muridnya dan menerjang Pek-bong Lo-mo.

   Akibatnya iblis botak itu terpaksa melayani orang, dan dua orang tokoh yang sebentar saja sudah bertanding seru itu segera terlibat perkelahian sengit yang sama-sama hebat.

   Keduanya saling terjang, dan Thian-san Giok-li yang mencabut jarum emasnya sudah menyerang iblis botak itu dengan tusukannya yang bertubi-tubi.

   Sekarang Bun Hwi mendelong.

   Dia kecewa melihat sikap Thian-san Giok-li yang tiba-tiba ingin merampas cupunya.

   Tapi melihat kehadiran Pek- bong Lo-mo yang juga sama-sama tidak menguntungkan membuat Bun Hwi menggigit bibir.

   Dia melihat pertempuran itu semakin seru, dan ketika Pek-bong Lo-mo terdesak dan keteter mundur tiba-tiba Bun Hwi melihat sebuah bayangan lain berkelebat datang.

   "Ha-ha, kau ketemu wanita siluman ini, Lo-mo?"

   Bun Hwi mendengar bayangan itu tertawa bergelak, terbang dari arah Pangeran Ong dan Yin. Lalu begitu ia dekat tiba-tiba bayangan ini menggerakkan tangannya.

   "Kalau begitu biar kubantu kau, Lo-mo. Robohkan lawanmu itu dan pukul kepalanya...!"

   Dan Bun Hwi yang melihat sinar putih menyambar punggung Thian-san Giok-li mendadak mendengar wanita itu menjerit tertahan dan mengejang tubuhnya.

   Bun Hwi melihat sebuah paku tulang tahu-tahu telah menancap di punggung Thian-san Giok-li, dan Ang- sai Mo-ong yang tahu-tahu telah tiba di tempat itu tertawa bergelak dengan suara parau! "Ang-sai Mo-ong, keparat kau...!"

   Thian-san Giok-li membentak, marah dan gusar menyaksikan kecurangan iblis tua itu. Tapi Pek-bong Lo-mo yang sudah menggerakkan tongkat emasnya tahu-tahu menghantam kepalanya.

   "Thian-san Giok-li, jangan memaki orang lain. Lihatlah keselamatan dirimu sendiri... des!"

   Dan kepala Thian-san Giok-li yang tiba-tiba terpukul tongkat di tangan Pek-bong Lo-mo tahu-tahu mengeluarkan suara keras dan roboh terpelanting.

   Wanita sakti ini terpekik, tapi kepalanya yang mampu menahan pukulan ternyata membuat wanita itu telah melompat bangun dengan mata mendelik.

   Ia marah sekali, dan ketika Pek-bong Lo-mo menyerangnya kembali mendadak ia menghamburkan lima jarum rahasianya.

   "Cet-cet-cett!"

   Pek-bong Lo-mo terkejut.

   Dia sedang melancarkan serangan, tak mengira akan serangan Thian-san Giok-li.

   Maka begitu lima jarum rahasia menyambar dirinya tiba-tiba saja iblis botak ini melengking tinggi dan memutar tongkat emasnya.

   Ia melindungi diri sendiri, terpaksa menggagalkan serangannya.

   Dan lima jarum yang akhirnya dipukul runtuh itu terpental miring jatuh di atas tanah.

   Tapi Thian-san Giok-li tiba-tiba menubruk, dan jarum emas yang ada di tangan kanannya sekonyong-konyong menyambar dada Pek-bong Lo-mo dengan kecepatan kilat! "Setan botak, mampuslah...!"

   Pek-bong Lo-mo kaget bukan main.

   Dia melihat senjata di tangan wanita itu telah menyambar dadanya, menyentuh baju menempel kulit dada.

   Maka terkesiap oleh serangan ini Pek-bong Lo-mo tiba-tiba membanting tubuh dan menghantamkan tongkatnya ke dada Thian-san Giok-li, ganti membalas! "Plak-bress!"

   Dua-duanya mengeluh.

   Pek-bong Lo-mo hanya sedikit berhasil menghindar, tak sempat menjauhkan dirinya dari tusukan jarum di tangan lawan.

   Hingga jarum itu telah menancap di dadanya.

   Dan Thian-san Giok-li yang juga terpukul tongkat emas yang digerakkan sekuat tenaga tak mampu mengelak.

   Akibatnya wanita ini menjerit, dan roboh terpelanting di atas tanah tiba-tiba Thian-san Giok-li melontakkan darah segar dari mulutnya! "Ah...!"

   Bun Hwi terbengong. Dia melihat wanita itu terguling di atas tanah, dan Kiok Lan yang tiba-tiba sadar juga melihat kejadian itu.

   "Subo...!"

   Gadis ini menjerit, meloncat bangun dan tiba-tiba menghampiri subonya. Tapi Ang-sai Mo-ong yang tiba-tiba tertawa bergelak sekonyong-konyong mengayunkan lengan.

   "Thian-san Giok-li... pergilah kau menghadap Giam- lo-ong...!"

   Dan dua paku tulang yang tiba-tiba menyambar leher wanita ini membuat Bun Hwi kaget bagai disambar petir.

   Dia tahu wanita sakti itu telah terluka, di samping terkena pukulan tongkat emas juga sebelumnya disambit paku tulang yang mengenai punggungnya.

   Maka begitu melihat dua paku tulang kini tiba-tiba meluncur ke leher wanita ini kontan saja Bun Hwi membelalakkan mata.

   Tak ada lagi yang menolong wanita itu, dan Bun Hwi yang melihat dua paku tulang itu telah menyambar leher Thian-san Giok-li tiba-tiba mendengar wanita sakti itu mengeluh pendek dan terguling untuk kedua kalinya.

   Thian-san Giok-li mendelik, dan persis muridnya telah melompat menghampiri tiba-tiba kepala wanita itu terkulai, tewas dengan tinju terkepal! Maka Bun Hwi yang tertegun tiba-tiba membentak.

   "Ang-sai Mo-ong, kau manusia keji...!"

   Dan Bun Hwi yang bangkit berdiri memandang penuh kemarahan kepada iblis tua itu. Namun Ang-sai Mo-ong terkekeh, dan melihat Kiok Lan menjerit menangisi subonya tiba-tiba kakek iblis ini memutar tubuh.

   "Bun Hwi, serahkan cupu itu kepadaku!"

   Bun Hwi marah bukan main.

   Dia melihat Pangeran Ong dan Yin juga melompat ke depan, memandangnya dengan sinar mata penuh ancaman.

   Sementara Pek-bong Lo-mo yang terluka dadanya terengah-engah di tanah, menyeringai seperti iblis memandang kepadanya pula.

   Maka Bun Hwi yang menggigit bibir ini tiba-tiba menjadi beringas.

   Dia liar memandang kesana kemari, lalu melihat Mei Hong masih tergolek pingsan sementara Kiok Lan menangisi jenasah subonya tiba-tiba Bun Hwi mengambil keputusan cepat.

   Dia akan mengambil Cupu Naga itu, tapi bukan untuk diserahkan kepada orang-orang ini melainkan akan dibuang ke tengah-tengah sungai itu! Dan persis Bun Hwi mengambil cupu itu untuk dibuang sebagaimana yang dipikirkannya mendadak sesosok bayangan berkelebat maju dengan bentakannya yang nyaring.

   "Bun Hwi, jangan serahkan cupu itu...!"

   Dan seorang pengemis tua yang tahu-tahu muncul di tempat ini membuat semua orang tertegun kaget. Mereka melihat ketua Hwa-i Kai- pang muncul, dan Bun Hwi yang girang oleh munculnya kakek ini kontan saja sudah berteriak gembira.

   "Lo-kai...!"

   Tapi Hwa-i Lo-kai tidak menoleh. Kakek itu mengetrukkan tongkatnya, dan mendorong Bun Hwi dengan tangan kirinya dia berseru.

   "Bun Hwi, larilah. Bawa Mei Hong dan biar kujaga orang-orang ini...!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Tapi kau seorang diri, locianpwe. Mana mungkin itu?"

   Hwa-i Sin-kai mendengus.

   Dia mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, dan begitu bersuit nyaring tiba-tiba empat pengemis lain muncul di situ.

   Bun Hwi melihat Hwa-i Sin-kai tahu-tahu sudah ditemani para anggota Hwa-i Kai-pang, dan Hwa-i Sin-kai yang membentak ke arah Ang-sai Mo-ong memandang marah.

   "Mo-ong, kenapa kau membunuh Thian-san Giok-li? Apa salah wanita itu kepadamu?"

   Ang-sai Mo-ong terbelalak. Dia terkejut melihat munculnya kakek pengemis ini. Tapi ketawa bergelak dia akhirnya berkata mengejek.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hwa-i Sin- kai, kenapa hari ini kau muncul di sini? Minta kuantar menyusul wanita siluman itukah?"

   Hwa-i Sin-kai menggetarkan tongkat.

   "Kau keji, Mo- ong. Kau iblis yang tidak tahu malu!"

   "Ha-ha, kalau begitu apa maumu, Sin-kai? Kau ingin aku membunuh orang-orangmu ini pula?"

   Hwa-i Sin-kai melotot.

   Dia memukulkan tongkatnya, lalu begitu berteriak tinggi tiba-tiba dia sudah menyerang lawannya.

   Sekali berkelebat dia menotok ulu hati lawan, tapi Ang-sai Mo-ong yang terkekeh panjang menggerakkan tangannya.

   Sekali tangkis dia membuat tongkat di tangan ketua Hwa-i Kai- pang itu terpental, dan Hwa-i Sin-kai yang melihat Bun Hwi masih berdiri di situ tiba-tiba berseru.

   "Bun Hwi, larilah. Empat orang pembantuku akan menjagamu dari belakang!"

   Bun Hwi tertegun.

   Dia ragu-ragu, tapi melihat Pek- bong Lo-mo tiba-tiba bangkit berdiri dan memandangnya dengan mata merah sekonyong- konyong Bun Hwi sadar.

   Dia cepat memondong lagi Mei Hong yang pingsan, dan melompat ke arah Kiok Lan tiba-tiba ia berteriak.

   "Kiok Lan, lari dulu. Bantu aku menyelamatkan cupu ini...!"

   Dan Bun Hwi yang sudah menarik gadis itu melepaskan Kiok Lan dari jenasah subonya.

   Kiok Lan mula-mula menolak, tapi melihat Bun Hwi diancam banyak orang tiba-tiba diapun menurut.

   Sambil menangis dan mengatupkan mulutnya dia mengikuti Bun Hwi meninggalkan tempat itu, lari tersaruk-saruk mengikuti aliran sungai.

   Tapi Pek- bong Lo-mo yang menyeringai di belakang tertawa menyeramkan.

   "Bun Hwi, mau ke mana kau?"

   Bun Hwi tak menghiraukan seruan lawannya ini.

   Dia terus lari sambil memondong temannya, sementara Kiok Lan yang mencucurkan air mata di sebelah menggigit bibir.

   Tapi baru lima puluh langkah mereka melarikan diri mendadak Pek-bong Lo-mo sudah berkelebat di depan.

   "Ha-ha, mau kemana kau, pangeran? Serahkan dulu cupu itu dan baru kau boleh pergi!"

   Bun Hwi terkejut. Dia jelas melihat iblis botak ini terluka, bahkan jarum emas Thian-san Giok-li masih menancap di dadanya. Tapi kenapa setan botak itu masih sanggup mengerahkan tenaga? Bun Hwi tiba- tiba menerjang.

   "Pek-bong Lo-mo, kau iblis tengik. Mampuslah!"

   Dan tangan kiri Bun Hwi yang mendarat di tubuh kakek ini langsung bertemu daging kenyal.

   "Bukk!"

   Pek-bong Lo-mo terkekeh. Dia menerima pukulan itu seperti menerima sarapan pagi, dan Bun Hwi yang terkejut oleh kekuatan iblis ini tahu-tahu melihat Pek-bong Lo-mo menangkap lengannya.

   "Hei...!"

   Bun Hwi berteriak, kaget melihat iblis botak itu tahu-tahu telah menangkap tangannya. dan Pek- bong Lo-mo yang tertawa menyeringai itu tiba-tiba telah menerkam pundaknya.

   "Kau menyerahlah, pangeran. Serahkan cupu itu kepadaku!"

   Bun Hwi memberontak. Dia menendang iblis itu, dan Kiok Lan yang juga marah kepada iblis ini menghantam tengkuk lawannya dengan pukulan miring.

   "Pek-bong Lo-mo, robohlah...!"

   Tapi Pek-bong Lo-mo tertawa mengejek.

   Dia terguncang oleh tendangan dan pukulan dua orang lawannya, tapi iblis yang tetap mencengkeram pundak Bun Hwi ini mendadak membanting anak laki-laki itu.

   Sekali tekuk dia membuat Bun Hwi menggeliat, dan Bun Hwi yang sudah berdebuk di atas tanah disambut kekeh yang menyeramkan dari setan botak ini.

   "Kau masih tidak mau menyerahkan cupu itu kepadaku, pangeran?"

   Bun Hwi mendesis. Dia melihat empat pengemis Hwa-i Kai-pang tiba-tiba telah muncul di belakang iblis ini, dan mereka yang menggerakkan tongkat langsung memukul melindungi Bun Hwi.

   "Pek-bong Lo-mo, pergilah!"

   Dan empat tongkat yang hampir berbareng mendarat di tubuh iblis itu membuat Pek-bong Lo-mo berteriak marah dan terguling roboh.

   Dia melepaskan cengkeramannya, dan Bun Hwi yang melompat bangun menjadi kaget melihat Pek-bong Lo-mo tiba-tiba melempar empat sinar hitam ke arah empat orang lawannya itu.

   "Pengemis-pengemis busuk, kalian mengganggu saja...!"

   Dan bentakan Pek-bong Lo-mo yang sudah disusul gerakan tangannya itu tiba-tiba membuat empat pengemis Hwa-i Kai-pang ini saling berteriak kaget memperingatkan temannya.

   Mereka melihat empat batu hitam meluncur ke arah mereka, dan empat pengemis yang cepat menggerakkan tongkatnya itu lalu menangkis hampir berbareng dengan kecepatan kilat.

   Ternyata, empat batu hitam itu runtuh dipukul.

   Tapi Pek-bong Lo-mo yang kembali sudah menubruk Bun Hwi tahu-tahu tertawa dan mencekik leher pemuda ini! "Ha-ha, mana itu Cupu Naga, pangeran?"

   Bun Hwi kaget bukan main.

   Dia sedang terbengong ketika tadi melihat sambaran empat batu hitam itu, mengira itu adalah pelor-pelor beracun seperti yang biasa dimiliki Tung-hai Lo-mo, suheng dari iblis botak ini.

   Maka ketika Pek-bong Lo-mo menyerangnya secara mendadak diapun tak dapat mengelak.

   Lehernya tahu-tahu telah dicekik iblis botak ini, dan empat pengemis Hwa-i Kai-pang yang menyaksikan Bun Hwi dalam bahaya membentak marah.

   "Lo-mo, lepaskan!"

   Tapi Pek-bong Lo-mo tiba-tiba mengangkat tubuh Bun Hwi.

   Sambil tertawa menyeramkan dia menangkis pukulan empat tongkat itu dengan tubuh Bun Hwi, dan Bun Hwi yang sebentar saja menjadi sasaran empat tongkat pengemis Hwa-i Kai-pang ini kontan saja terbelalak.

   "Buk-buk-bukk!"

   Bun Hwi mengeluh.

   Dia menjadi tameng bagi Pek- bong Lo-mo, dan pukulan tongkat yang bertubi-tubi mengenai tubuhnya itu membuat dia menyeringai kesakitan.

   Tapi Kiok Lan tiba-tiba melompat, dan gadis yang berteriak marah ini tahu-tahu membabat tangan Pek-bong Lo-mo dengan sebuah pedang pendek yang entah dari mana diambilnya! "Crak!"

   Kejadian berlangsung cepat, dan tangan Pek- bong Lo-mo yang tahu-tahu dibabat pedang tiba-tiba buntung sembilan persepuluh bagian! Pek-bong Lo- mo menjerit, memandang pergelangan tangannya yang hampir putus.

   Dan Bun Hwi yang otomatis terlepas dari cengkeraman iblis itu terbelalak ngeri melihat luka yang mengerikan itu.

   Hampir putus, tapi belum sempurna, masih "kiwir-kiwir"

   Di ujung lengan! Dan Pek-bong Lo-mo yang tiba-tiba menggereng itu mencabut sisa tangannya yang masih bergelantungan.

   "Setan cilik, berani kau membuntungi tanganku?"

   Kiok Lan tertegun ngeri.

   Dia tadi kurang kuat mengerahkan tenaga, terbukti pergelangan lawan tak mampu dibacoknya sekaligus.

   Maka melihat Pek- bong Lo-mo tiba-tiba mencabut sisa lengannya yang hampir putus itu lalu menubruknya buas tiba-tiba Kiok Lan menjadi pucat.

   "Bun Hwi, tolong...!"

   Gadis itu berteriak, melempar diri bergulingan ketika Pek-bong Lo-mo menyerangnya dengan satu tangan. Dan Bun Hwi yang melihat kemarahan Pek-bong Lo-mo tiba-tiba bergerak. Tapi empat orang pengemis Hwa-i Kai-pang mendadak mendahuluinya.

   "Bun-kongcu, larilah. Biar kujaga iblis botak ini...!"

   Dan empat orang pengemis yang tiba-tiba sudah menyerang Pek-bong Lo-mo itu mendorong Bun Hwi ke pinggir dan menghujani tubuh si iblis botak dengan pukulan tongkat mereka.

   Tak ayal Pek-bong Lo-mo semakin mendelik, dan Kiok Lan yang sudah dilindungi empat orang pengemis Hwa-i Kai-pang itu membuat sute Tung-hai Lo-mo ini membalik dan menerima pukulan mereka.

   "Bak-bik-bukk!"

   Pek-bong Lo-mo tertawa bergelak.

   Dia dihujani pukulan yang bertubi-tubi, dan iblis botak yang menggerakkan tangan kirinya itu mendadak mengayun lengan menghantam empat tongkat dengan tenaga sinkangnya.

   Dia mementalkan tongkat di tangan empat orang lawannya itu, dan Kiok Lan yang terbelalak di sebelah kanannya sekonyong-konyong disambar.

   "Kiok Lan, awas...!"

   Kiok Lan terkejut.

   Dia terbengong melihat iblis botak yang masih belum roboh, padahal tangan kanannya sudah buntung.

   Dan Pek-bong Lo-mo yang masih memegang buntungan tangan kanannya itu di tangan kiri mendadak mengayunkan buntungan tangan ini ke arah Kiok Lan.

   Tak pelak Kiok Lan kaget bukan main, dan ngeri melihat buntungan tangan itu menyambar mukanya tiba-tiba saja ia kurang cepat berkelit.

   "Plak!"

   Kiok Lan dihantam tangan kanan yang penuh darah itu.

   Dan gadis yang kontan jatuh terpelanting ini memekik kaget dengan jantung hampir berhenti berdenyut.

   Ia merasa ngeri sekali, juga pucat.

   Dan Pek-bong Lo-mo yang sudah menubruk itu tertawa menyeramkan dengan mata melotot merah.

   "Ha-ha, kau harus membayar hutangmu, siluman cilik. Mampuslah...!"

   Tapi empat orang pengemis Hwa-i Kai-pang lagi-lagi menolong.

   Mereka kini telah menggerakkan tongkat, dan punggung Pek-bong Lo-mo yang dijadikan sasaran membuat iblis itu meraung dengan penuh kemarahan.

   Dia tersungkur, hampir terjerembab di atas tanah.

   Dan Pek-bong Lo-mo yang marah kepada orang-orang Hwa-i Kai-pang ini tiba-tiba membalik dan mengamuk di situ! Pek-bong Lo-mo tidak lagi memperdulikan Bun Hwi maupun Kiok Lan, dan empat orang pengemis yang melihat Bun Hwi masih tertegun di situ tiba-tiba berteriak.

   "Bun-kongcu, lari. Cepat sebelum kami kewalahan...!"

   Bun Hwi terpaksa bergerak. Dia maklum betapa Pek- bong Lo-mo ternyata masih cukup hebat, dan sadar akan keadaannya yang amat gawat, Bun Hwi sudah menyeret lengan Kiok Lan, memondong Mei Hong di pundak kirinya.

   "Kiok Lan, ayo lari. Selamatkan diri dulu sebelum mereka menangkap kita!"

   Kiok Lan mengangguk.

   Ia melihat sepak terjang Pek- bong Lo-mo yang ganas, mirip kerbau liar yang kemasukan setan.

   Maka gadis yang merasa ngeri itu sudah tidak banyak cakap lagi.

   Bersama Bun Hwi ia lari tersaruk-saruk di tepi sungai, tapi melihat Mei Hong di pondongan Bun Hwi ia mengerutkan kening.

   "Bun Hwi, apakah gadis itu belum siuman?"

   "Hm, nyatanya begitu, Kiok Lan. Tapi kenapa menanyakan itu? Bukankah kita harus menyelamatkan diri dulu? Hwa-i Sin-kai menolong kita. Maka menyelamatkan muridnya adalah kewajiban kita terhadap budi baiknya!"

   Kiok Lan mendengus.

   Ia tidak bertanya lagi, dan Bun Hwi yang tahu temannya ini ada ketidakcocokan dengan murid Hwa-i Sin-kai juga tidak memperpanjang urusan itu.

   Dia menggandeng lengan Kiok Lan, mengajaknya berlari cepat menjauhi pertempuran yang berbahaya.

   Tapi baru beberapa li menyelamatkan diri mendadak Tung-hai Lo-mo muncul! "Bocah, mana itu Cupu Naga?"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat Tung-hai Lo-mo tahu- tahu telah melayang di depannya, dan kakek iblis yang terkekeh ini menghadang dengan kaki terpentang! Dia tampak bengis, dan Bun Hwi yang tidak melihat Hu-taijin di belakang iblis ini jadi terkesiap hatinya.

   "Tung-hai Lo-mo, apa yang kau maui dariku? Bukankah cupu itu telah berada di tangan majikanmu?"

   Tung-hai Lo-mo tertawa bergelak.

   "Ha-ha, jangan mengibuli orang tua, Bun Hwi. Aku mendengar Pangeran Ong marah-marah kepadamu karena mendapat barang palsu!"

   "Keparat!"

   Bun Hwi menggeram, dan menerjang marah tahu-tahu dia menubruk kakek iblis itu dengan tinju kanannya.

   "Bluk!"

   Tung-hai Lo-mo menangkap lengan Bun Hwi, dan Bun Hwi yang memberontak kuat tiba-tiba menendangkan kakinya.

   "Des!"

   Tung-hai Lo-mo juga menerima dan kakek yang tertawa menyeramkan itu tahu-tahu mendorong kaki Bun Hwi.

   Dia membuat Bun Hwi terguling-guling dan sebelum dia tahu apa yang terjadi mendadak Tung-hai Lo-mo telah menangkap anak lelaki ini! "Ha-ha, mana itu Cupu Naga, Bun Hwi?"

   Bun Hwi meronta. Dia memaki-maki iblis itu, dan Kiok Lan yang terbelalak di sampingnya tiba-tiba menyerang.

   "Tung-hai Lo-mo, lepaskan dia...!"

   Iblis ini terkekeh. Dia mengibaskan lengan kirinya, dan pukulan Kiok Lan yang menghantam lambungnya ditangkis.

   "Pergilah, anak manis. Jangan kau ikut-ikut membela temanmu ini... plak!"

   Dan Kiok Lan yang mengeluh tertahan tahu-tahu terjengkang roboh di atas tanah. Ia mau menerjang lagi, tapi Menteri Hu yang muncul dari belakang mengeluarkan bentakan berwibawa.

   "Tung-hai Lo-mo, lepaskan dia!"

   Tung-hai Lo-mo terkejut.

   Dia tidak mengira menteri itu telah menyusulnya, karena tadi dia meninggalkan menteri itu untuk dikeroyok anak-anak buahnya yang berjumlah banyak.

   Dan Menteri Hu yang mendadak mengayunkan lengan tahu-tahu menampar pelipis kirinya dengan pukulan Pek-in- ciang.

   "Keparat, kau selalu mengganggu, Hu-taijin...!"

   Dan Tung-hai Lo-mo yang terpaksa menggerakkan tangannya menangkis serangan ini.

   Dia maklum tenaga sinkang menteri itu hebat sekali, karena beradu tenaga berkali-kali dia terhuyung mundur.

   Tapi mempertahankan keinginan memperoleh Cupu Naga membuat iblis lautan timur ini nekat.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Maka begitu Hu-taijin menyerangnya dengan tamparan Pek-in-ciang diapun melotot dan mengerahkan Hek- hai-ciangnya.

   "Dess!"

   Tung-hai Lo-mo mengeluh. Dia merasa lengannya panas, nyeri dan linu bukan main. Dan Tung-hai Lo- mo yang marah ini tiba-tiba mengangkat tubuh Bun Hwi.

   "Hu-taijin, hentikan seranganmu. Kalau tidak bocah ini kubunuh!"

   Tapi Menteri Hu sudah bertindak cepat.

   Dia tidak berhenti menampar pelipis iblis lautan timur ini, karena begitu Tung-hai Lo-mo terhuyung tiba-tiba dia sudah mengangkat kaki dan menendang lawannya.

   Dan persis Tung-hai Lo-mo mengangkat tubuh Bun Hwi tahu-tahu diapun berkelebat maju memukul leher iblis itu.

   "Plak-dess!"

   Tung-hai Lo-mo menjerit.

   Dia terlempar ke belakang, setombak lebih.

   Dan Menteri Hu yang menghantam lehernya membuat dia berteriak kesakitan dan melepaskan Bun Hwi.

   Dan pada saat itulah menteri ini menyambar Bun Hwi.

   Dia sudah menarik baju Bun Hwi, dan melempar Bun Hwi tinggi di udara menteri itupun berseru.

   "Pangeran, pergilah. Cari perahu di depan sana. Ada sungai bercabang di ujung jalan...!"

   Dan Bun Hwi yang sudah terguling-guling di atas tanah cepat bangun berdiri dengan mata terbelalak.

   Dia tidak sakit dilempar begitu tinggi oleh menteri ini, karena Menteri Hu agaknya mempergunakan tenaga saktinya yang istimewa.

   Dan Bun Hwi yang mendengar seruan ini tiba-tiba menyambar lengan Kiok Lan.

   Dia hendak memondong lagi tubuh Mei Hong ke atas pundaknya, tapi murid Hwa-i Sin-kai yang sudah membuka mata itu mendadak melompat bangun.

   Rupanya guncangan berkali-kali membuat gadis ini sadar, dan melihat Bun Hwi melenggong memandang sebuah pertempuran di situ Mei Hong jadi terkejut.

   "Bun Hwi, apakah yang terjadi?"

   Bun Hwi tertegun. Dia girang melihat Mei Hong sadar kembali, tapi melompat tergesa-gesa diapun sudah menyambar lengan gadis ini sambil berkata.

   "Mei Hong, ayo pergi. Tempat di sini berbahaya...!"

   Mei Hong terkejut.

   Dia mau banyak bertanya, tapi Bun Hwi yang sudah menyeret terburu-buru membuat dia menahan mulutnya.

   Maka Mei Hong terpaksa mengikuti ajakan pemuda ini, dan Bun Hwi yang mendongkol oleh semuanya itu mengomel panjang pendek.

   Dia memaki-maki Tung-hai Lo-mo, juga Ang-sai Mo-ong dan Pek-bong Lo-mo sendiri.

   Dan teringat betapa dirinya dikejar-kejar hanya untuk urusan cupu yang kosong melompong Bun Hwi jadi geram.

   Sambil mengumpat tiga iblis itu dia mencaci pula Pangeran Ong dan Yin, dan ketika akhirnya mereka tiba di ujung jalan tiba-tiba benar saja Bun Hwi menghadapi sungai yang bercabang.

   Di sini Bun Hwi terpaksa berhenti, dan keringat yang membasahi mukanya membuat Bun Hwi terengah- engah dengan napas memburu.

   "Kiok Lan, kemana harus pergi?"

   Kiok Lan memandang ke kiri.

   "Sebaiknya mengikuti aliran sungai di sebelah kiri itu, Bun Hwi. Kita menghilangkan jejak dengan menghapus tapak kaki."

   "Hm, dan kau Mei Hong, kemana arah yang kira-kira akan kau pilih?"

   Mei Hong masih kebingungan.

   "ku tak mengerti apa yang terjadi, Bun Hwi. Bagaimana harus memberi pendapat? Apa sesungguhnya yang kita alami?"

   Bun Hwi mengeluarkan Cupu Naga.

   "Aku dikejar- kejar untuk urusan ini, Mei Hong. Aku secara tidak sengaja mendapatkan Cupu Naga!"

   Mei Hong terkejut.

   Dan Kiok Lan juga terbelalak.

   Dua orang gadis ini memang belum tahu bahwa Bun Hwi mendapatkan cupu itu, terutama Mei Hong.

   Karena Kiok Lan hanya mendengarnya di dalam perjalanan saja.

   Maka melihat cupu yang demikian indah berlapiskan emas yang mengkilap berkilauan Mei Hong dan Kiok Lan pun tertegun.

   "Ini cupu yang dicari orang-orang itu, Bun Hwi?"

   "Ya."

   "Darimana kau mendapatkannya?"

   "Aku kurang tahu, tapi tampaknya dari perut Naga Lilin yang mati kubunuh!"

   "Hm..."

   Mei Hong merasa aneh dan Kiok Lan yang berdiri di sampingnya bertanya.

   "Apa isi cupu itu, Bun Hwi?"

   "Kosong."

   "Kosong...?"

   "Ya, lihatlah...!"

   Dan Bun Hwi yang sudah membuka tutup cupu itu segera memperlihatkannya kepada dua orang temannya.

   Mei Hong dan Kiok Lan terbelalak melihat Cupu Naga yang sama sekali tidak ada apa-apanya itu, tapi Bun Hwi yang teringat kata-kata Menteri Hu menyambung.

   "Tapi Menteri Hu bilang cupu ini ada isinya, Kiok Lan. Tapi dimana dan bagaimana isinya itu aku tidak tahu."

   Dua orang gadis itu tertegun. Mereka tampaknya terheran, dan Mei Hong yang tertarik melihat keindahan cupu ini tiba-tiba bersinar matanya.

   "Bun Hwi, kalau begitu apa yang akan kau lakukan terhadap cupu ini?"

   Bun Hwi mengerutkan alis. Dia melihat mata Mei Hong yang bercahaya penuh harap, tampaknya mengagumi benda yang bagus ini. Dan Bun Hwi yang tiba-tiba tersenyum mendadak ingin memberikan cupu itu kepada Mei Hong! "Mei Hong, kau suka benda ini?"

   Mei Hong terkejut. Dan Kiok Lan yang ada di sebelahnya pun juga ikut terkejut.

   "Apa maksudmu, Bun Hwi?"

   Bun Hwi menyeringai.

   "Aku pikir benda ini daripada diperebutkan banyak orang lebih baik kuberikan padamu saja, Mei Hong. Bukankah mereka tidak akan tahu? Dan kalian dapat menyelamatkan diri. Mereka tidak akan tahu bahwa cupu itu telah tidak ada lagi di kantongku!"

   Mei Hong mendadak berseri mukanya. Tapi sejenak iapun mengerutkan kening.

   "Ah, tapi itu berbahaya, Bun Hwi. Kau akan selalu dikejar-kejar dan aku yang keenakan!"

   "Hm, itu dapat kuatur, Mei Hong. Asal kita pandai menjaga diri tentu semuanyapun selamat!"

   "Maksudmu?"

   "Maksudku begini. Karena orang telah mengetahui bahwa Cupu Naga ada di tanganku maka sebaiknya kita selamatkan dulu cupu ini. Kau membawa Cupu Naga, kita masing-masing berpisah. Aku terus menuju ke depan sedang kau membelok ke kanan. Kiok Lan boleh melanjutkan perjalanan ke kiri. Dan kalau sudah aman kita boleh bertemu lagi di tempat ini!"

   Mei Hong setuju, tapi gadis ini masih ragu-ragu. Dia terang mengkhawatirkan keselamatan Bun Hwi, yang tentu dikejar-kejar banyak orang. Dan agak bingung oleh persoalannya itu diapun mendesah.

   "Tapi bagaimana dengan kau, Bun Hwi? Bukankah..."

   "Ah, sudahlah. Aku dapat menjaga keselamatan diriku sendiri, Mei Hong,"

   Bun Hwi memotong.

   "Asal kita menjalankan tugas masing-masing tentu semuanyapun akan selamat!"

   Mei Hong menjadi gugup.

   Dia memang tertarik oleh cupu itu, bukan tertarik oleh isinya yang digembar- gemborkan orang mengandung warisan ilmu silat seorang sakti tapi melulu tertarik melihat keindahan cupu ini.

   Rasa tertarik yang wajar dimiliki kaum wanita yang mudah kagum melihat sesuatu yang bagus, yang indah.

   Dan Mei Hong yang bingung oleh keputusan Bun Hwi tiba-tiba saja menjadi cemas.

   Bagaimanapun, dia tidak menghendaki Bun Hwi celaka di tangan orang-orang jahat dan Kiok Lan yang tiba-tiba melangkah maju bertanya dingin.

   "Bun Hwi, apakah hanya temanmu ini saja yang dapat kau percaya?"

   Bun Hwi terkejut.

   "Apa maksudmu, Kiok Lan?"

   Kiok Lan mendengus.

   "Aku hanya bertanya, apakah temanmu ini saja yang dapat kau percaya? Karena aku yang ada di sini tampaknya kau anggap sebagai angin lalu saja!"

   Bun Hwi terbelalak. Dia melihat Kiok Lan marah, dan sadar bahwa dia telah melupakan gadis ini tiba-tiba saja Bun Hwi terkejut. Dengan muka merah dia buru-buru menggoyangkan lengannya, dan berkata lembut dia mencoba menyabarkan orang.

   "Ah, bukan begitu, Kiok Lan. Aku tidak bermaksud untuk membedakan kalian. Bukankah kalian sama-sama teman baik?"

   "Hm, kalau begitu kenapa dia saja yang kau perhatikan, Bun Hwi? Apakah cupu itu dia saja yang merasa suka?"

   Bun Hwi menjadi gugup. Dia telah memperlihatkan sikap yang berlebihan terhadap Mei Hong, padahal Kiok Lan ada di situ! Maka merasa tidak enak diapun menarik napas panjang.

   "Kiok Lan, jangan kau marah. Keadaan kita darurat. Bukankah terhadap siapa cupu ini kuberikan tidak menjadi soal? Kita sama-sama dikejar musuh, dan untuk menyelamatkan kalian berdua aku ingin melepaskan cupu ini."

   "Hm, kalau begitu berikan saja padaku, Bun Hwi. Akupun dapat menjaga cupu itu sebagaimana yang dilakukan temanmu!"

   Bun Hwi tertegun. Dan belum dia menjawab Kiok Lan pun sudah melanjutkan.

   "Bukankah katamu kepada siapa saja cupu ini diberikan sama saja? Nah, kenapa melenggong?"

   Bun Hwi benar-benar terkejut. Tapi Mei Hong yang merah mukanya sudah menyahut.

   "Tapi cupu itu telah kau janjikan kepadaku, Bun Hwi. Apa ini hendak kau cabut kembali atas hasutan siluman betina itu?"

   Kiok Lan tiba-tiba melotot.

   "Kau memakiku, setan cilik?"

   "Hm, kenapa harus kusangkal? Bukankah kau ingin merampas hak yang telah diberikan Bun Hwi kepadaku?"

   "Keparat, kalau begitu kuhancurkan mulutmu, setan cilik. Kau gadis tidak tahu sopan santun...!"

   Dan Kiok Lan yang tiba-tiba menerjang ke depan langsung memukul lawannya dengan penuh kemarahan.

   Dia rupanya cemburu dan marah sekali kepada Mei Hong.

   Kini ditambah makian gadis itu membuatnya naik darah bagai harimau diganggu anaknya.

   Dan Mei Hong yang juga marah melihat Kiok Lan tiba- tiba hendak "merebut"

   Cupu Naga kontan saja melayani.

   "Plak-plak!"

   Dua gadis itu terpental.

   Mereka sama-sama tergetar, karena Mei Hong yang menangkis sudah balas menyerang.

   Dan Kiok Lan yang semakin marah oleh sikap lawannya itu tiba-tiba melengking tinggi dan menerjang lawan bertubi-tubi.

   Ia memukul dan menendang, dan Mei Hong yang tidak mau kalah begitu saja tidak tinggal diam.

   Dengan mata melotot gusar iapun balas memukul, dan dua gadis cantik yang tiba-tiba saja telah saling serang itu membuat Bun Hwi terkejut.

   "Hei, berhenti dulu, Mei Hong...! Hei, tahan dulu, Kiok Lan...!"

   Tapi dua orang gadis itu tetap saling pukul.

   Mereka bertubi-tubi melancarkan serangan, dan Bun Hwi yang melihat seruannya tidak digubris sekonyong- konyong nyelonong ke depan.

   Dia menerima hantaman Kiok Lan dan Mei Hong, dan begitu suara "bak-bik-buk"

   Membuat dia terpelanting barulah dua orang gadis itu terperanjat. Mereka melihat Bun Hwi mengeluh kesakitan, dan Mei Hong serta Kiok Lan yang tiba-tiba melompat menghampiri hampir berbareng mengeluarkan seruan.

   "Bun Hwi, kau terluka?"

   Bun Hwi meringis. Dia hampir tertawa oleh sikap dua orang gadis itu, tapi bangkit berdiri dia mengebut- ngebutkan pakaiannya.

   "Mei Hong... Kiok Lan... Kalian terlalu sekali. Kenapa dalam keadaan begini masih saling bermusuhan?"

   "Karena setan cilik itu memakiku, Bun Hwi!"

   Kiok Lan menjawab marah.

   "Karena dia hendak merampas cupu yang kau berikan padaku, Bun Hwi!"

   Mei Hong juga tak mau kalah suara. Bun Hwi akhirnya memandang dua orang temannya ini. Dia bingung tapi juga mengakui kesalahannya yang bertindak tidak adil. Dan menggigit bibir akhirnya dia menemukan jalan keluar.

   "Mei Hong, Kiok Lan... begini saja. Karena aku harus bersikap adil terhadap kalian maka sebaiknya cupu ini kita pecah saja. Kalian berdua masing-masing mendapatkan hak, tapi siapa tutup siapa cupunya akan ditentukan oleh ketangkasan kalian sendiri. Cupu ini akan kubuang, dan siapa yang beruntung dialah yang mendapatkannya!"

   Kiok Lan terbelalak. Mei Hong juga tertegun. Tapi Bun Hwi yang sudah menetapkan keputusannya itu tiba-tiba memandang mereka.

   "Kalian sudah siap, Mei Hong?"

   Gadis ini terkejut.

   "Dan kau sudah puas, Kiok Lan?"

   Gadis ini juga tersentak. Tapi keduanya yang mengangguk hampir berbareng lalu diberi isyarat oleh Bun Hwi.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Nah, berjaga-jagalah. Aku hendak melempar cupu ini ke sungai. Siapa cepat dialah yang dapat...!"

   Dan Bun Hwi yang tidak mau berpikir panjang lebar tiba-tiba berseru keras.

   cupu yang ada di tangannya dilempar, dan begitu tangannya bergerak tahu-tahu Cupu Naga telah mengaung tinggi di udara.

   Mereka bertiga melihat cupu itu mula-mula masih bersatu, tutupnya belum terpisah.

   Tapi begitu menukik ke bawah sekonyong-konyong tutupnya terlempar.

   Tapi astaga, tutup cupu yang melayang seperti piring terbang itu mendadak membuat kejutan.

   Karena tutup yang semula satu itu tiba-tiba menjadi dua! Bun Hwi dan dua orang temannya tertegun.

   Mereka tidak mengerti mengapa tutup cupu itu ada dua, tapi Kiok Lan dan Mei Hong yang berseru kaget sama- sama terpekik kecil melihat kejadian ini.

   Mereka berdua melihat tutup cupu itu meluncur ke kiri dan ke kanan, dan begitu mencebur ke sungai tiba-tiba saja mengambang di permukaan air, hanyut tergelincir oleh arus sungai yang menuju ke utara! "Ah...!"

   "Hei...!"

   Kiok Lan dan Mei Hong membentak nyaring.

   Mereka sudah mengejar, dan begitu melempar tubuh mereka berduapun sudah mencebur di sungai yang deras airnya itu.

   Mereka berdua sama-sama mengejar tutup cupu yang terpisah di kiri kanan, dan sungai yang bercabang di ujung jalan ini secara aneh membuat kedua tutup cupu itu hanyut sesuai cabang di kiri kanan sungai.

   Yang kiri dikejar Kiok Lan sedang yang kanan diburu Mei Hong! "Aah..."

   Bun Hwi tertegun.

   Dia terbelalak menyaksikan peristiwa yang amat luar biasa itu.

   Dan melihat Mei Hong dan Kiok Lan secara aneh sudah terpisah mengejar tutup cupu yang menjadi dua itu tiba-tiba dia teringat akan cupunya sendiri.

   Cupu ini tadi jatuh di tengah-tengah, tidak diperhatikan dua orang temannya karena mereka terbengong oleh pecahnya tutup cupu yang menjadi dua.

   Maka Bun Hwi yang sudah melompat ini tiba- tiba melihat badan cupu yang mengambang di atas permukaan air, hanyut mengikut aliran sungai.

   Tak ayal Bun Hwi mengejar, dan begitu dia menceburkan dirinya maka berenanglah Bun Hwi memburu cupu itu.

   Sekarang tiga orang anak ini benar-benar tak searah lagi.

   Mereka masing-masing dipenuhi keinginannya untuk memperoleh benda yang dikejar.

   Dan Bun Hwi yang berenang mengejar badan cupu ternyata harus berjuang setengah mati.

   Dia meluncur setengah jam lebih di tengah sungai itu, dan setelah berkali-kali melawan arus barulah Cupu Naga terpegang olehnya.

   Bun Hwi berenang menepi, dan basah kuyup oleh perjuangannya di tengah sungai Bun Hwi membawa cupu itu ke pinggir.

   Tapi Menteri Hu tiba- tiba muncul.

   **SF** BERSAMBUNG

   Jilid 17 Bantargebang, 31-05-2019, 22.44 SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book

   
Jilid 17 * * * "KAU masih di sini, pangeran?"

   Bun Hwi terkejut.

   "Mana itu Tung-hai Lo-mo, paman?"

   Menteri itu mengeraskan dagunya.

   "Mereka lari, pangeran. Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong secara licik melukai Hwa-i Sin-kai. Mana itu dua orang temanmu? Dan, eh... kenapa cupu itu terbuka?"

   Bun Hwi tersenyum pahit. Dia melihat Menteri Hu telah melompat menghampirinya, dan menjawab pertanyaan itu dia berkata tenang.

   "Cupu ini telah kubagi-bagikan, paman. Yang bagian tutup kuberikan pada dua orang temanku sedang sisanya ini menjadi bagianku."

   "Dan di mana mereka sekarang?"

   "Aku tidak tahu!"

   Menteri Hu tertegun. Dia tampak heran, tapi sinar matanya yang keras tiba-tiba mengejutkan Bun Hwi.

   "Kalau begitu kau ikut denganku, pangeran. Sekarang juga kita harus menghadap sri baginda kaisar...!"

   Bun Hwi tersentak kaget.

   "Apa katamu, paman? Kita menghadap kaisar?"

   "Ya, demi membersihkan nama baikku, pangeran. Karena dua orang kakakmu yang curang itu telah kurobohkan dan tentu akan mengadu pada sri baginda kaisar!"

   Bun Hwi terkesiap. Dia terkejut, tapi teringat Kiok Lan dan Mei Hong tiba-tiba dia menggeleng.

   "Maaf, kalau sekarang aku tidak dapat, paman. Karena dua orang temanku yang masih harus kucari tak dapat kubiarkan begitu saja."

   Menteri Hu membelalakkan mata.

   "Kau menolak, pangeran?"

   "Bukan menolak, paman. Tapi mengundurkan dahulu niat baikmu itu."

   "Ah..."

   Dan Menteri Hu yang tampak marah tiba-tiba mengulurkan lengannya.

   "Kalau begitu serahkan Cupu Naga kepadaku, pangeran. Hamba akan membawanya kepada sri baginda dan menunggu kedatangan paduka di istana!"

   Bun Hwi mengerutkan kening.

   "Kau mau ikut-ikutan bersikap kasar, Paman Hu? Apakah..."

   "Maaf, waktuku sedikit, pangeran. Jangan membantah dan cepat serahkan cupu itu!"

   Bun Hwi tiba-tiba melompat mundur. Dia menjadi tegang, dan marah oleh sikap menteri ini yang dikiranya bermaksud sama dengan tiga orang kakek iblis itu mendadak Bun Hwi menghentakkan kakinya.

   "Paman Hu, sungguh tak kusangka kau berpikiran serendah itu! Apakah kebaikanmu selama ini pura- pura saja?"

   Menteri Hu membelalakkan mata.

   "Jangan banyak omong, pangeran. Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo- ong masih mengincar benda yang ada di tanganmu itu!"

   "Hm, tidak akan kuserahkan, paman. Kalau caramu demikian kasar tentu aku akan menentangmu!"

   Menteri Hu tiba-tiba menggerakkan kaki. Dia berkelebat menotok pundak Bun Hwi. Tapi Bun Hwi yang sudah menyimpan cupu itu tiba-tiba dengan berani menangkis serangannya.

   "Plak!"

   Bun Hwi terpelanting roboh. Dia berseru marah, dan melompat bangun Bun Hwi membentak menteri itu, tidak tahu, betapa dua buah logam meluncur keluar dari saku bajunya.

   "Paman Hu, apa kau menghendaki kematianku?"

   Menteri Hu meruntuhkan pandangannya ke tanah. Dia tak menjawab bentakan Bun Hwi, karena tertegun melihat dua buah logam yang tiba-tiba terlempar itu. Dan mengerutkan kening dia justeru tampak terkejut.

   "Bun-kongcu, apa yang kau bawa itu?"

   Menteri Hu sudah menyambar benda ini, memandang Bun Hwi dengan alis terangkat.

   "Dari mana kau mendapatkan benda ini?"

   Bun Hwi ikut terkejut. Dia melihat dua buah logam di tangan menteri itu, sepasang benda yang didapatkannya di ruang bawah tanah milik Pek- mauw Sin-jin. Dan melihat menteri itu tampaknya tertegun Bun Hwi jadi terheran.

   "Kau mengenal benda itu, paman?"

   "Tentu saja. Ini milik suhengku sendiri, Pek-mauw Sin-jin!"

   "Ah!"

   Bun Hwi terperanjat.

   "Jadi orang tua itu suhengmu, paman?"

   "Ya."

   Menteri Hu mengangguk.

   "Kau bertemu dengannya, pangeran?"

   Bun Hwi ganti tertegun. Dia mengiyakan pertanyaan itu, dan Bun Hwi yang menghela napas ini berseru lirih.

   "Tapi dia telah wafat, paman. Aku menemukannya di terowongan bawah tanah...!"

   "Ah..."

   Menteri Hu tampak terbelalak dan menteri yang terkejut sejenak ini tiba-tiba menarik napas berat.

   "Jadi dia telah tiada, pangeran? Dan kau telah mengubur mayatnya?"

   Bun Hwi menggeleng.

   "Ada pesan aneh di jenasahnya, paman. Aku tak berani melakukan itu karena kata-katanya yang luar biasa!"

   "Hm, kata-kata apa itu, pangeran?"

   Bun Hwi mengingat-ingat.

   "Meledak jika diangkat, paman. Begitu katanya. Dan juga tentang lengan kiri dan kanan yang membawa faedah!"

   "Hm..."

   Menteri Hu tersenyum.

   "Kalau begitu benar, pangeran. Dia betul suhengku sendiri!"

   Dan menteri yang tiba-tiba nampak berseri ini memandang Bun Hwi.

   "Sekarang kau tahu apa artinya itu, pangeran?"

   "Ah, tentu saja tidak, paman! Mana aku mengerti dua kalimat yang tidak kupahami ekor dan kepalanya itu?"

   "Nah, kalau begitu pergunakan logam ini, pangeran. Cupu Naga hanya dapat dipelajari dengan dua syarat. Kesatu mempergunakan abu jenasah suhengku sendiri dan kedua mempergunakan logam ini."

   Bun Hwi terkejut.

   "Mempergunakan abu jenasah, paman?"

   "Ya."

   Bun Hwi tak mengerti.

   "Kalau begitu bagaimana caranya, paman?"

   Menteri Hu menarik napas.

   "Begini, pangeran. Karena kau telah mendapatkan cupu itu memang kau pula kiranya yang sudah menjadi ahli waris cupu ini. Cupu Naga adalah pemberian Pek In Siansu, manusia dewa yang menjadi majikan suhengku Pek- mauw Sin-jin. Dan karena Pek In Siansu telah memberikan cupu itu pada kakek kaisar yang sekarang maka cupu itu lalu dianggap pusaka kerajaan. Kau tentu masih heran betapa cupu itu kosong, bukan?"

   Bun Hwi mengangguk.

   "Ya, tidak ada isinya apa-apa, paman."

   "Dan kuterangkan bahwa justeru di balik yang kosong itulah letak isinya, bukan?"

   Bun Hwi bingung.

   "Ini memang tidak kumengerti, paman. Bagaimana di balik yang kosong terdapat yang isi?"

   Menteri Hu tertawa kecil.

   "Untuk mengetahui isi dari cupu itu orang harus mempergunakan dua syarat ini, pangeran. Pertama mempergunakan abu jenasah suhengku sedang yang kedua mempergunakan benda logam ini. Ketahuilah, Cupu Naga yang tampaknya kosong itu baru akan kelihatan isinya bila bagian dalam cupu itu digosok abu jenasah Pek- mauw-suheng. Dan bila Pek-mauw-suheng belum meninggal tentu saja logam yang kau dapatkan ini yang dipakai! Kau paham, pangeran?"

   Bun Hwi terbelalak.

   "Jadi abu jenasah itu untuk menggosok bagian dalam cupu, paman?"

   "Begitulah."

   "Dan logam itu..."

   "Sebagai benda kedua untuk mengetahui rahasia yang tersimpan di balik Cupu Naga!"

   "Oh!"

   Bun Hwi mendelong. Dia baru mengerti sekarang, tapi mengerutkan alisnya dia bertanya.

   "Tapi kenapa harus suhengmu yang menjadi korban, paman? Apakah abu jenasahnya istimewa?"

   "Hm, suheng telah mempelajari ilmu yang disebut Mengkilapkan Tulang Menyucikan Darah, pangeran. Dan orang yang telah berhasil memiliki ilmu ini dia tidak dapat membusuk jenasahnya. Cupu Naga terbuat dari logam mulia, dilapisi emas seratus persen. Dan guratan halus di dalam Cupu Naga tak dapat terlihat bila tak digosok abu jenasah orang yang berhasil memiliki ilmu Mengkilapkan Tulang Menyucikan Darah itu, atau benda logam yang kini kau dapatkan ini. Dan siapa yang hendak mempelajari Cupu Naga tentu saja harus memiliki salah satu syarat yang kusebutkan itu!"

   Bun Hwi kembali tertegun. Dia merasa heran, tapi juga terkejut. Dan Menteri Hu yang memandang itu tiba-tiba mengernyitkan keningnya.

   "Hanya yang tak kumengerti, bagaimana kau bisa mendapatkan logam ini, pangeran? Karena menurut apa yang kuketahui benda ini sudah lama hilang semenjak suhengku masih hidup. Menurut apa yang kudengar, konon suheng katanya menyembunyikan benda ini di sebuah mainan batu pualam. Apa di tempat itu kau menemukan benda ini, pangeran?"

   Bun Hwi terperanjat.

   "Mainan batu pualam, paman? Mainan dari batu giok yang indah?"

   "Benar. Apa kau menemukan benda itu di sana, pangeran? Karena kalau itu ada di sana berarti benar logam ini berasal dari mainan batu giok itu. Suheng memberikannya pada seseorang, tapi siapa orang yang dimaksud aku sendiri tidak tahu."

   "Ah...!"

   Bun Hwi termenung.

   Dia teringat mainan batu giok yang dulu diberikan pamannya sebelum dia keluar dari dusun Ki-leng.

   Dan betapa dia telah menyembunyikan mainan itu tapi dicuri Siauw-bin Lo-koai dan diberikan pada pamannya tiba-tiba saja dia mengerti sekarang.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kiranya di dalam mainan batu giok itu tersembunyi benda logam ini, benda yang dapat dipakai untuk "membaca"

   Peninggalan manusia dewa Pek In Siansu di dalam Cupu Naga.

   Dan teringat betapa Ang-sai Mo-ong pernah mengancamnya untuk memberikan mainan itu tiba- tiba saja Bun Hwi sadar! Sekarang dia mulai mengerti, dan Bun Hwi yang bersinar matanya ini mendadak tersenyum.

   "Paman, sesungguhnya terbuat dari apakah logam yang kutemukan ini?"

   "Hm, itu bukan logam sembarang logam, pangeran. Itu adalah batu bintang yang telah dicor bersama baja tulen!"

   Bun Hwi terbelalak.

   "Batu bintang, paman?"

   "Ya. Ada apakah?"

   Bun Hwi terbengong. Dia jadi teringat mustika Batu Bintang, sebuah mustika yang disuruh cari oleh pamannya untuk mengobati ibunya yang menderita sesuatu penyakit. Dan Bun Hwi yang tertegun oleh keterangan menteri itu tiba-tiba menghela napas.

   "Paman, tahukah kau akan adanya sebuah mustika yang bernama Mustika Batu Bintang?"

   "Hm, itu mustika yang amat langka, pangeran. Aku mendengarnya juga tapi tidak tahu apakah benar benda itu ada atau tidak."

   "Dan nama Lembah Duka?"

   Menteri Hu terkejut.

   "Lembah Duka, pangeran? Kenapa kau tanyakan ini?"

   "Aku dipesan mendiang pamanku untuk mencari lembah itu, paman. Tapi karena tidak tahu akupun jadi bingung."

   "Hmm..."

   Menteri Hu memandang penuh selidik.

   "Itu adalah lembah tempat makam raja-raja Kerajaan Tang, pangeran. Dan kau bilang dipesan mendiang pamanmu? Kalau begitu Ma-taijin..."

   "Ya, adik ibuku itu telah wafat, Paman Hu. Dia tewas dibunuh Ang-sai Mo-ong!"

   Bun Hwi memotong pembicaraan menteri ini. Dan Menteri Hu tampak tertegun. Dia menarik napas panjang, dan berkata seorang diri dia seakan-akan bergumam.

   "Hm, orang hidup mesti mati. Tapi siapa sangka semuanya berakhir begini?"

   Lalu menoleh kepada Bun Hwi dia bertanya.

   "Pangeran, kalau begitu ibumu ada di Lembah Duka?"

   Bun Hwi terkejut. Dia kelepasan omong tadi, tapi percaya kepada menteri ini diapun menganggukkan kepalanya.

   "Memang begitu menurut pamanku itu, paman. Tapi paman berkata bahwa ibu tidak mau ditemui siapapun kecuali paman sebelum penyakitnya sembuh!"

   "Ah, jadi ibumu sakit, pangeran?"

   Bun Hwi mengangguk muram. Dia tidak suka banyak bicara tentang ibunya ini. Dan Menteri Hu yang menepuk pundaknya tiba-tiba berkata.

   "Baiklah, kalau begitu jagalah dirimu baik-baik, pangeran. Dan tugasku yang berjalan setengah jalan terpaksa kunyatakan gagal di hadapan sri baginda. Kau boleh mencari temanmu itu, tapi menurut pendapatku sebaiknya kau pergi ke Bukit Batu Pedang. Di sana kau dapat mempelajari warisan Pek In Siansu, dan bila telah selesai kelak kau boleh menemuiku di kota raja!"

   Bun Hwi mengangkat mukanya.

   "Jadi kau tidak merampas cupu lagi, paman?"

   "Hm, logam yang kau bawa dari tempat suheng harus kuhormati, pangeran. Karena siapa yang membawa logam itu berarti dia menjadi wakil suhengku. Terimalah...!"

   Menteri Hu melempar kembali logam yang diambilnya dari Bun Hwi, dan Bun Hwi yang menjadi girang oleh perubahan sikap menteri ini tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut.

   "Paman Hu, kau sungguh baik sekali. Terima kasih atas semua bantuanmu kepadaku!"

   Menteri Hu terkejut. Dia mengangkat bangun anak laki-laki ini, dan mengusap punggungnya dia berkata.

   "Pangeran, jangan begitu. Hamba masih tetap di bawah paduka!"

   Bun Hwi tertawa.

   "Tapi aku belum resmi seorang pangeran, paman. Mana bisa kau bilang begitu?"

   Menteri Hu ikut tertawa. Dia tersenyum lebar, dan tangannya yang menuding ke depan memberi tahu.

   "Di depan sana Bukit Batu Pedang menjulang, pangeran. Kalau kau turut nasihatku baiknya sekarang juga kau ke sana."

   Bun Hwi tersenyum.

   Dia menyatakan terima kasih, tapi baru memutar tubuh tiba-tiba belasan bayangan muncul.

   Mereka langsung mengepung, dan Bun Hwi serta Menteri Hu yang berdiri di tengah tahu-tahu melihat bayangan Ang-sai Mo-ong dan Tung-hai Lo- mo tertawa bergelak! "Ha-ha, mana bisa bocah itu kau suruh pergi, taijin? Kami masih ingin bertukar pendapat dengannya!"

   Dan Ang-sai Mo-ong yang sudah melompat ke depan tahu-tahu menenteng dua orang laki-laki yang terbelalak lumpuh.

   Mereka itu adalah Wen Tao dan Wen Ti, dua orang kakak beradik yang menjadi pembantu setia menteri ini.

   Dan Bun Hwi yang terkejut melihat perubahan itu tiba-tiba saja terbelalak kaget dengan mata tak berkedip.

   "Paman Hu, mereka dua orang pengawalmu...!"

   Menteri Hu menjadi marah.

   "Ang-sai Mo-ong, apa yang kau kehendaki dari bocah ini?"

   "Ha-ha, biasa, taijin. Tukar-menukar barang kalau Bun Hwi mau!"

   Menteri Hu melangkah ke depan. Dia marah oleh kelicikan kakek iblis itu, dan maklum banyak bicara tidak ada gunany lagi tiba-tiba dia berkelebat ke depan melepas pukulan.

   "Ang-sai Mo-ong, lepaskan dua orang pembantuku...!"

   Dan tangan kiri Menteri Hu yang mendorong ke depan tahu-tahu mengeluarkan sinar berkeredep menghantam dada kakek iblis itu. Tapi Ang-sai Mo-ong tertawa, dan iblis tua yang keji ini mendadak mengangkat Wen Ti menerima pukulan Menteri Hu.

   "Ha-ha, jangan galak-galak, Hu-taijin. Aku khawatir pembantumu ini mampus!"

   Dan Ang-sai Mo-ong yang mendorong tubuh Wen Ti di depan tubuhnya sendiri dengan cepat menerima pukulan itu.

   "Dess!"

   Menteri Hu terkejut.

   Dia tidak menyangka perbuatan kakek iblis itu, dan sinar pukulannya yang meluncur cepat tiba-tiba sudah menghantam dada pembantunya sendiri.

   Wen Ti menjerit, dan laki-laki tinggi kurus yang terbelalak itu menyeringai dan melontakkan darah segar! "Ah!"

   Menteri Hu melotot.

   Dia kaget, juga menyesal.

   Karena pukulan yang dilepaskannya tadi tak dapat ditarik kembali karena terlampau cepat dia bergerak.

   Maka marah oleh kelicikan iblis tua ini mendadak Menteri Hu berteriak tinggi dan menerjang ke depan.

   Dia berkelebat menghantam kakek itu dengan dua pukulan beruntun, dan begitu Ang-sai Mo-ong kembali menyodorkan tubuh Wen Tao untuk menerima pukulannya tiba-tiba jari menteri ini bergerak memecah.

   Yang kiri menyodok ulu hati lawan sedang yang kanan merebut Wen Tao dari cengkeraman Ang-sai Mo-ong.

   "Plak-bret!"

   Ang-sai Mo-ong menjerit.

   Dia kalah cepat oleh gerakan menteri itu, maka ketika jari Menteri Hu menyodok ulu hatinya kakek iblis ini tak berani main-main.

   Dia tahu betapa ampuhnya jari-jari yang penuh getaran tenaga sinkang itu.

   Maka begitu ulu hatinya disodok Ang-sai Mo-ong terpaksa melompat mundur.

   Dia tak sempat menangkis, dan tangan Menteri Hu yang menyambar baju Wen Tao tiba-tiba telah merebut laki-laki itu dari tangannya! Ang-sai Mo-ong marah.

   Dia memutar-mutar tubuh Wen Ti yang masih dalam tawanannya, dan membentak nyaring dia coba mengancam menteri itu.

   "Hu-taijin, menyerahlah. Aku siap membanting hancur tubuh pembantumu ini jika kau melawan...!"

   Tapi Menteri Hu telah membebaskan totokan Wen Tao. Kakak Wen Ti yang sudah berdiri di samping majikannya itu gusar melihat nasib adiknya. Maka mendengar ancaman lawan tiba-tiba dia berteriak.

   "Ang-sai Mo-ong, lepaskan saudaraku!"

   Dan Wen Tao yang melompat ke depan menerjang kakek iblis ini. Namun Ang-sai Mo-ong terkekeh. Dia berkelit ke kiri, dan melihat Wen Tao kembali menerjangnya dengan kemarahan meluap tiba-tiba dia menangkis serangan lawannya itu dengan tubuh Wen Ti.

   "Wen Tao, terimalah...!"

   Dan Wen Ti yang lagi-lagi dijadikan tameng telah membuat Wen Tao mendaratkan pukulan di tubuh adiknya sendiri. Wen Tao memekik, dan Ang-sai Mo-ong yang menggerakkan lengan kirinya sekonyong-konyong melancarkan serangan Ang-mo-kang.

   "Wen Tao, mampuslah...!"

   Tapi Menteri Hu telah berkelebat maju. Dia mendorong minggir pembantunya ini, dan berseru keras tahu-tahu Menteri Hu menangkis pukulan Ang- sai Mo-ong dengan tenaga Pek-in-ciangnya.

   "Dess!"

   Dan Ang-sai Mo-ong yang mencelat mundur berteriak marah melihat majunya menteri itu.

   Dia memberi aba-aba, dan Tung-hai Lo-mo yang sejak tadi diam tak bergerak sekonyong-konyong melengking pendek.

   Iblis lautan timur ini menerkam Bun Hwi, dan anak buahnya yang mengepung tempat itu mendadak menyerbu ke depan dengan senjata menyambar bagaikan hujan! Kini Bun Hwi benar-benar terkejut.

   Dia melihat Ang- sai Mo-ong menyerang Hu-taijin, sementara Tung- hai Lo-mo yang menubruk dirinya tampak menyeringai dengan mata menyeramkan.

   Bun Hwi mengelak, dan ketika Tung-hai Lo-mo mengejarnya dengan sikap mengerikan mendadak Wen Tao tampil ke depan.

   "Pangeran, minggirlah. Biar hamba yang menghadapi iblis tua ini... plak!"

   Dan Wen Tao yang sudah menangkis serangan Tung-hai Lo-mo tiba-tiba menggerakkan kaki tangannya melakukan serangan bertubi-tubi.

   Dia melindungi Bun Hwi mati-matian, dan ketika hujan senjata menyerang dirinya tahu- tahu laki-laki ini telah merebut sebatang tombak panjang dan menangkis semua serangan itu.

   "Trang-trang-trang...!"

   Tombak rampasan Wen Tao membuat semua senjata terpental. Tapi Tung-hai Lo-mo yang berkelebat di belakang tiba-tiba tertawa mengejek, memukul tengkuk pembantu Hu-taijin ini dengan pukulan tangan miringnya.

   "Des!"

   Wen Tao yang terhuyung ke depan mengeluh tertahan.

   Dia terpukul serangan lawan, tapi laki-laki yang gagah perkasa ini sudah membalikkan tubuh dan menggerakkan tombaknya.

   Dia menusuk dan menikam, dan ketika Tung-hai Lo-mo dan anak buahnya menyerang dirinya tahu-tahu pembantu Menteri Hu ini telah mengerahkan ginkang dan berkelebatan di antara tubuh lawan! Dia beterbangan bagaikan capung yang menari-nari, dan ujung tombaknya yang sebentar saja mematuk ke sana kemari tahu-tahu telah diiringi pekik musuh yang roboh terjungkal.

   Wen Tao mengamuk, dan Bun Hwi yang berada di tengah-tengah jadi bingung.

   Dia tidak dapat lagi membedakan mana tubuh Wen Tao dan mana tubuh lawan.

   Karena pembantu Hu- taijin yang berkelebatan dengan tombak rampasannya itu menyerang gencar bagai orang kalap.

   Tapi ketika Tung-hai Lo-mo ikut berkelebatan dan membentak nyaring sekonyong-konyong Bun Hwi tercekat.

   Dia mendengar pembantu Hu-taijin itu mengeluh, dan melihat Wen Tao terpelanting roboh tiba-tiba Bun Hwi menjadi gelisah.

   "Paman Wen, biarkan yang bersenjata melawan aku!"

   Bun Hwi melompat, berteriak kepada laki-laki bertombak itu agar menyerahkan anak buah Tung- hai Lo-mo kepadanya. Tapi Hu-taijin yang rupanya diam-diam memperhatikan keadaan di tempat ini mendadak berseru.

   "Pangeran, pergilah. Lari ke tempat yang sudah kutunjukkan tadi...!"

   Bun Hwi terbelalak.

   Dia tidak dapat lari karena tempatnya sudah dikepung.

   Jadi harus lari ke mana? Tapi baru dia kebingungan tiba-tiba bayangan Menteri Hu melompat ke arahnya.

   Bun Hwi merasa tubuhnya tahu-tahu diangkat, dan sekali bentakan Menteri Hu terdengar tiba-tiba tubuhnya sudah meluncur di luar kepungan, persis seperti ketika mula pertama dia ditolong menteri itu! Maka Bun Hwi yang terjatuh di luar pertandingan jadi tertegun.

   Tapi Menteri Hu tiba-tiba mendorongkan lengannya.

   "Pangeran, larilah!"

   Bun Hwi merasa angin kuat meniup tubuhnya.

   Dia tidak tahu apa yang terjadi, tapi ketika tubuhnya tiba-tiba terpelanting roboh dan terguling-guling belasan tombak dia baru sadar.

   Bun Hwi cepat melompat bangun, dan Menteri Hu yang kembali sudah bertanding melawan Ang-sai Mo-ong dilihatnya menggerakkan kaki tangan mencegah kakek iblis ini mengejarnya.

   Bun Hwi memandang pucat.

   Sebenarnya, di hati kecil dia tak senang menerima anjuran menteri itu.

   Tapi maklum bahwa ini semuanya demi kebaikan diri sendiri diapun akhirnya menggigit bibir.

   Bun Hwi angkat kaki, dan petunjuk Menteri Hu bahwa di depan sana ada Bukit Batu Pedang segera dihampirinya dengan tergesa-gesa.

   Dia berlari cepat, tak menoleh ke belakang lagi.

   Dan hampir lenyap dia dari pandangan orang-orang ini terdengarlah suara Menteri Hu.

   "Wen Tao, hadapi cecunguk-cecunguk yang lain. Biar dua iblis ini menjadi bagianku...!"

   Bun Hwi terpaksa menoleh.

   Dia melihat Tung-hai Lo- mo tiba-tiba diserang Hu-taijin, dan Wen Tao yang menghadapi belasan orang lain menggerakkan tombak dengan tusukan cepat.

   Bun Hwi menarik napas panjang.

   Dia mendengar lagi jerit mengerikan dari korban yang menjadi sasaran senjata panjang di tangan pembantu Menteri Hu itu, dan Bun Hwi yang sudah memutar kepala lari kembali dengan muka tidak senang.

   Kini Bun Hwi memasuki daerah berbatu karang.

   Dia melihat sebuah bukit yang aneh di tempat itu, karena tak jauh dari depan matanya tampaklah menjulang sebuah batu karang yang tinggi meruncing ke atas bagai pedang.

   Itulah agaknya yang membuat bukit ini dinamai Bukit Batu Pedang.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dan Bun Hwi yang sudah melarikan diri ke tempat ini berdebar tegang dengan perasaan was-was.

   Dia melihat batu pedang yang tinggi menjulang itu terjal sekali.

   Permukaannya kasar, lerengnya penuh sarang burung.

   Tanda tak pernah dijamah manusia.

   Dan Bun Hwi yang sudah mendekati tempat ini terengah-engah dengan mata terbelalak.

   Dia tak mendengar lagi suara pertempuran di belakang, dan anjuran Menteri Hu yang menyuruh dia bersembunyi di tempat ini agaknya memang cocok sekali.

   Tapi Bun Hwi tiba-tiba terkejut.

   Sesosok bayangan menyelinap di depan, menerepes di batu-batu karang seperti ular menggeleser.

   Dan ketika bayangan ini muncul mendadak kekeh yang menyeramkan terdengar mendirikan bulu roma.

   "Ha-ha, kau sudah di sini, pangeran? Bagus, aku menantimu tak sia-sia...!"

   Dan Pek-bong Lo-mo yang tahu-tahu menghadang di depan tampak berlumuran darah dengan tubuh bergoyang! "Ah...!"

   Bun Hwi tertegun.

   Dia otomatis berhenti, dan sute Tung-hai Lo-mo yang tertawa bergelak itu maju menghampiri dengan kaki terseok-seok.

   Sebetulnya iblis ini terluka cukup parah, karena jarum Thian-san Giok-li yang masih menancap di dadanya belum dicabut.

   Tapi karena bernafsu untuk merampas Cupu Naga membuat Pek-bong Lo-mo bagai orang yang lupa diri.

   Dia tak menghiraukan segalanya, dan darah yang mengalir membasahi bajunya dibiarkannya begitu saja tanpa perawatan.

   Bun Hwi membelalakkan mata.

   Pek-bong Lo-mo sudah di depannya, tak lebih dari setombak saja.

   Dan iblis botak yang menyeringai ini mengulurkan lengan.

   "Mana Cupu Naga, pangeran? Kau tentu ingin tetap hidup, bukan?"

   Bun Hwi melangkah mundur.

   "Pek-bong Lo-mo!"

   Dia membentak.

   "Apakah buta matamu bahwa cupu ini bukan milikmu? Kenapa kau hendak mengangkangi barang milik orang lain?"

   "Ha-ha, pemilik barang yang asli itu sudah tak ada lagi, pangeran. Apakah benda itu kau sangka milikmu pula? Pek In Siansu meninggalkan warisan itu untuk mereka yang bernasib baik. Dan karena nasibmu buruk sebaiknya cepat kau serahkan saja kepadaku!"

   Bun Hwi marah.

   "Kau gila, Pek-bong Lo-mo. Kau tidak waras!"

   "Ha-ha, hamba memang gila, pangeran. Hamba memang tidak waras. Hayo cepat serahkan cupu itu kepadaku!"

   Bun Hwi kembali melangkah mundur.

   Dia melihat iblis botak itu terkekeh-kekeh, dan air liurnya yang membasahi dagu membuat Bun Hwi menjadi jijik.

   Pek-bong Lo-mo agaknya gila, atau setidak-tidaknya pada saat itu dia sedang dikuasai nafsu setan.

   Dan iblis botak yang melangkah maju itu tertawa dengan sikap penuh ancaman.

   "Mana itu Cupu Naga, pangeran? Kau masih berat untuk menyerahkannya kepadaku?"

   Bun Hwi tiba-tiba membalik.

   Dia melarikan diri ke belakang sebuah batu karang, maksudnya hendak mengecoh iblis botak itu.

   Dan Pek-bong Lo-mo yang menggereng tiba-tiba mengejar.

   Sute Tung-hai Lo- mo ini mengira Bun Hwi takut, maka mengeluarkan suara melengking tiba-tiba dia melompat.

   "Pangeran, serahkan dulu cupu itu!"

   Tapi Bun Hwi terus berlari.

   Dia tak menghiraukan bentakan iblis itu, dan ketika tiba di tempat ini Bun Hwi sekonyong-konyong melayang mendekati puncaknya.

   Dia melihat di tempat ini ada sebuah batu besar, menggantung setengah lepas di pinggang bukit karang.

   Dan Bun Hwi yang timbul akalnya untuk menyerang iblis botak itu tiba-tiba mendorong batu besar ini.

   "Pek-bong Lo-mo, kau manusia siluman...!"

   Pek-bong Lo-mo tertawa.

   Dia sudah mendaki batu karang itu, terkekeh dengan muka berseri-seri.

   Maka ketika Bun Hwi mendorong sebuah batu besar ke arahnya pada saat dia berada di tengah-tengah tiba- tiba saja iblis hitam ini mengeluarkan seruan kaget.

   Dia melihat batu itu menggelundung cepat, tanggal dari tempatnya semula.

   Dan Pek-bong Lo-mo yang terpekik kaget menjadi pucat mukanya.

   "Hai...!"

   Pek-bong Lo-mo menjerit. Dia tak keburu melompat turun, apalagi tempatnya sedemikian tinggi. Maka iblis botak yang terpaksa mengangkat kedua lengannya itu dengan cepat menerima batu besar yang menggelundung ini.

   "Bress...!"

   Pek-bong Lo-mo mengeluh.

   Dia berhasil menangkap batu besar itu, menyangganya dengan kedua tangan.

   Tapi Bun Hwi yang melihat iblis botak ini tidak roboh terguling mendadak melompat turun di atas batu besar yang sedang disangga Pek-bong Lo- mo! Tentu saja Pek-bong Lo-mo terkejut setengah mati.

   Dia sedang menyangga batu yang demikian berat.

   Dan Bun Hwi yang tahu-tahu hinggap di atas batu di kedua tangannya itu kontan saja membuat beban dua kali lipat.

   Pek-bong Lo-mo tak kuat menahan, dan berteriak keras tiba-tiba iblis botak itu terguling roboh dengan batu menimpa tubuhnya.

   "Brukk...!"

   Bun Hwi sudah melompat turun. Dia melihat iblis botak itu terjepit di bawah, dan Pek- bong Lo-mo yang melotot gusar meraung kesakitan.

   "Pangeran, kau bocah siluman. Keparat kau...!"

   Bun Hwi tak menghiraukan makian ini.

   Dia sudah berlari kembali menuju ke Bukit Batu Pedang, dan Pek-bong Lo-mo yang berteriak-teriak di bawah batu besar yang menjepit tubuhnya tiba-tiba berontak.

   Sekali dia parau mendadak batu itu berhasil digulingkannya, dan Pek-bong Lo-mo yang bangkit berdiri tahu-tahu meluncur ke depan, mengejar Bun Hwi! "Pangeran, serahkan dulu cupu itu.

   Kalau tidak kau akan kubunuh...!"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat iblis botak ini tiba-tiba telah mengejarnya, dan kaget melihat lawannya itu berhasil melepas batu yang menindih tubuhnya mendadak Bun Hwi tancap gas.

   Dia tiba-tiba mencelat, dan kekuatan mujijat dari darah Ular Tanduk Hijau sekonyong-konyong timbul.

   Pek-bong Lo-mo melihat bocah itu melambung tinggi di udara, dan ketika Bun Hwi melayang bagai siluman tiba-tiba saja iblis botak ini melongo! Dia melihat Bun Hwi melompat-lompat bagai katak, dan ketika tubuh anak laki-laki itu "terbang"

   Ke puncak bukit batu karang mendadak saja Pek-bong Lo-mo tertegun.

   Sebentar saja Bun Hwi dilihatnya sudah tiba di atas puncak, dan Pek-bong Lo-mo yang terbelalak ini tiba-tiba menjadi marah.

   Dia mengerahkan tenaga, dan iblis botak yang tidak mau kehilangan jejak lawannya itu mendadak sudah menggerakkan kakinya mengejar ke Bukit Batu Pedang.

   Kini Pek-bong Lo-mo menguras tenaga.

   Dia terpaksa menggigit bibir menahan rasa sakit yang menusuk- nusuk dada kirinya, tempat di mana jarum Thian-san Giok-li menancap di situ.

   Dan iblis botak yang mengepal tinju ini sebentar saja juga sudah menginjak Batu Pedang.

   Sekarang dia melihat Bun Hwi tertegun di atas sana, memandang sebuah jurang yang menganga di depan.

   Dan Pek-bong Lo- mo yang tertawa menyeramkan tahu-tahu sudah melayang naik ke dekat pemuda ini.

   "Ha-ha, kau tak dapat maju, pangeran?"

   Bun Hwi menjublak marah.

   Dia memang tak dapat maju, karena persis di depan mukanya itu menganga sebuah jurang lebar, jurang yang mengelilingi puncak Batu Pedang yang tak nampak dari bawah.

   Maka marah dan gelisah oleh ejekan lawannya itu tiba-tiba Bun Hwi membalikkan tubuh.

   "Pek-bong Lo-mo, kau iblis tak tahu malu. Berani kau mengejar-ngejarku sedemikian rupa?"

   Pek-bong Lo-mo tertawa.

   "Aku hanya menghendaki cupu yang kau bawa itu, pangeran. Jika kau berikan cupu itu baik-baik tentu akupun tak akan mengejar- ngejarmu!"

   "Keparat!"

   Bun Hwi menerjang.

   "Kalau begitu terimalah ini, Pek-bong Lo-mo...!"

   Dan Bun Hwi yang sudah menggerakkan tangannya tahu-tahu menghantam dada kiri kakek iblis itu. Pek-bong Lo-mo tertawa, dan mengelak mudah tiba- tiba iblis botak ini menendang pinggul Bun Hwi dari samping kanan.

   "Bluk!"

   Bun Hwi terlempar, dan Pek- bong Lo-mo yang terkekeh panjang itu mengejek.

   "Ha-ha, sebaiknya kau serahkan benda itu kepadaku, pangeran. Kalau tidak tentu aku akan melemparkan tubuhmu ke dalam jurang...!"

   Bun Hwi membentak marah.

   Dia sudah melompat bangun, dan maklum jalan turun tidak ada lagi diapun kembali menerjang iblis ini dengan pukulan dan tendangannya.

   Bertubi-tubi Pek-bong Lo-mo diserangnya, tapi iblis yang masih kuat menahan luka-lukanya itu ternyata mampu berkelit kesana kemari.

   Bahkan dia menangkis pukulan-pukulan Bun Hwi, dan ketika anak laki-laki itu kalah sebat tahu- tahu Pek-bong Lo-mo telah menangkap lengan Bun Hwi dan memutar-mutarnya ke atas! "Ha-ha, bagaimana, pangeran? Kau masih tidak mau menyerah?"

   Bun Hwi menendangkan kakinya.

   Dia mendupak ke kiri kanan, dan pucat oleh kekeh lawan yang semakin deras air liurnya itu mendadak Bun Hwi berteriak panjang.

   Dia membetot tangannya kuat- kuat, lalu begitu Pek-bong Lo-mo terbelalak sekonyong-konyong Bun Hwi menekuk lutut dan menghantam anggota rahasia lawan! "Ahh...!"

   Pek-bong Lo-mo terpekik.

   ya melepaskan tangan Bun Hwi, dan menerima tendangan lutut itu tiba-tiba iblis botak ini tertawa aneh dan...

   menggeliat ke belakang lawannya.

   Dia tahu-tahu telah muncul di belakang punggung Bun Hwi, dan lututnya yang ganti menggebuk punggung Bun Hwi tiba-tiba membuat Bun Hwi berteriak mengaduh.

   "Augh...!"

   Bun Hwi berteriak kesakitan, dan Pek- bong Lo-mo yang tertawa menyeramkan mendadak telah menelikung tangan anak laki-laki ini di belakang tulang belikat! Tak ayal Bun Hwi menyeringai, dan tubuh yang terpaksa menunduk ke depan itu sekonyong-konyong membuat Cupu Naga terjatuh! Sekarang tampaklah benda yang menarik perhatian ini.

   Pek-bong Lo-mo tampak gembira, dan melihat benda yang dikejar-kejarnya itu sudah jatuh di atas tanah tiba-tiba Pek-bong Lo-mo tertawa bergelak.

   Dia mengangkat tubuh Bun Hwi, diputar-putarnya di atas kepala untuk dilemparkan ke dalam jurang yang mengelilingi puncak Batu Pedang itu.

   Tapi persis dia tertawa menyeramkan mendadak Wen Tao muncul! "Pek-bong Lo-mo, lepaskan pangeran...!"

   Iblis botak itu terkejut.

   Dia tidak mendengar atau melihat pembantu Hu-taijin ini.

   Maka melihat orang tahu-tahu muncul di situ iblis botak ini jadi kaget bukan main.

   Dia sudah memutar tubuh, siap berjaga diri.

   Tapi Wen Tao yang telah melontarkan tombaknya tahu-tahu telah menyerang iblis itu dengan kecepatan kilat.

   "Wutt...!"

   Pek-bong Lo-mo berseru tertahan. Dia tak sempat mengelak, juga tak dapat menangkis. Maka tubuh Bun Hwi yang tiba-tiba diangkat ke depan tahu-tahu sudah digerakkan untuk menerima serangan ini.

   "Cep...!"

   Pek-bong Lo-mo tertawa bergelak.

   Dia mengira Bun Hwi terluka perutnya oleh ujung tombak yang runcing.

   Lupa betapa Bun Hwi kebal senjata! Dan iblis botak yang mengeluarkan seruan girang ini siap mengejek lawan dengan cemoohannya yang menyakitkan telinga.

   Tapi Pek-bong Lo-mo tiba-tiba melotot.

   Bun Hwi yang sebenarnya menangkap gagang tombak tahu-tahu telah "meneruskan"

   Serangan ini ke belakang. Dan begitu tangannya bergerak tiba-tiba Pek-bong Lo-mo menjerit kesakit dan terjengkang roboh. Iblis botak itu tertikam mata tombak, dan perut yang robek berdarah membuat ususnya terburai! "Augh...!"

   Pek-bong Lo-mo terbelalak. Dia tak menyangka kejadian itu, dan sadar akan maut yang mengancam dirinya mendadak iblis botak itu mencengkeram leher Bun Hwi dan melemparkannya ke dalam jurang.

   "Bocah she Bun, kau benar-benar anak haram jadah...!"

   Bun Hwi terkejut. Dia melayang tinggi di atas jurang yang menganga lebar. Tapi Wen Tao yang meloloskan tali panjang mendadak mengeluarkan bentakan keras.

   "Pangeran, jangan takut. Hamba akan menolong paduka...!"

   Dan tali yang berkelebat di atas jurang itu tahu-tahu telah membelit pinggang Bun Hwi.

   Sekali sentak laki-laki ini menyendal Bun Hwi kembali di tanah berbatu, dan Pek-bong Lo-mo yang marah dengan pertolongan itu terhuyung bangun.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia mencabut tombak yang menancap di perutnya, lalu sekali memekik dia melempar tombak itu ke arah Wen Tao.

   Tapi Wen Tao mendengus.

   Pembantu Menteri Hu yang tahu keadaan iblis botak itu sudah terlampau parah tiba-tiba menangkis.

   Dan sekali dia menggerakkan tangan tahu-tahu tombak itu kembali ke arah Pek-bong Lo-mo.

   Setan botak itu menjerit, dan mata tombak yang mengenai pahanya membuat sute Tung-hai Lo-mo ini roboh terjerembab.

   Sekarang Wen Tao menyambar Bun Hwi.

   Dia mengajak Bun Hwi mengelilingi puncak Batu Pedang, dan laki-laki yang tampak tergesa dengan sikapnya itu berkata pendek.

   "Paduka harus secepatnya ke puncak Batu Pedang, pangeran. Hu-taijin menyuruh hamba membawa paduka sementara beliau menahan dua orang iblis di belakang!"

   Bun Hwi terheran.

   "Tapi puncak itu dikelilingi jurang, paman. Mana bisa ke sana kalau tidak punya sayap?"

   "Hm, di sebelah kiri ada jembatan gantung, pangeran. Hamba akan membawa paduka mempergunakan jembatan itu!"

   Bun Hwi terdiam.

   Dia sudah dibawa memutar ke tempat yang dimaksudkan pembantu Menteri Hu ini.

   Dan begitu sampai di sana tiba-tiba Bun Hwi tertegun.

   Ternyata benar, disitu ada jembatan gantung.

   Jembatan yang terbuat dari seutas tali yang besarnya tidak lebih dari ibu jari kaki.

   Dan Bun Hwi yang berubah mukanya memandang terbelalak.

   "Kita hendak ke puncak dengan tali itu, paman?"

   "Ya. Dan hamba akan menggendong paduka, pangeran. Marilah, paduka naik di punggung hamba!"

   Bun Hwi kebat-kebit.

   "Tapi... tapi tali itu demikian kecil, paman. Mana mungkin ke sana?"

   "Kita dapat menyeberang, pangeran. Hamba akan mempergunakan ginkang agar ringan meniti di atasnya."

   Bun Hwi tak mampu bicara lagi.

   Dia menurut, dan melompat di atas pundak orang diapun sudah digendong oleh laki-laki yang menjadi pembantu paling diandalkan Hu-taijin ini.

   Wen Tao sudah melompat, dan laki-laki yang mulai bergerak di atas jembatan gantung itu membuat tali bergoyang- goyang naik turun.

   Bun Hwi hampir menutup mata.

   Dia ngeri.

   Dan jurang yang menganga hitam di bawah mereka tampak demikian dalam hingga tak tampak dasarnya.

   Kini Wen Tao mulai berada di tengah.

   Jembatan gantung yang berupa tali panjang itu melengkung ke bawah, tak dapat menahan beban Bun Hwi yang tidak bisa mengerahkan ginkang.

   Dan ketika Wen Tao telah melalui tigaperempat bagian dari panjang tali itu tiba-tiba Ang-sai Mo-ong muncul! "Ha-ha, hendak ke mana kau, Wen Tao?"

   Wen Tao kaget bukan main. Dia mempercepat larinya, tapi ketika hampir sampai di ujung seberang tiba-tiba Ang-sai Mo-ong tertawa bergelak dan melempar sebuah paku tulangnya membabat tali yang merupakan jembatan gantung itu.

   "Tass!"

   Wen Tao berteriak kaget.

   Tali tiba-tiba putus, dan Wen Tao yang kehilangan keseimbangan tiba-tiba terpelanting jatuh dan meluncur ke bawah jurang.

   Tentu saja bersama Bun Hwi! Dan mereka yang sama-sama berteriak ngeri melayang ke bawah dengan cepat sekali.

   Bun Hwi mendengar kakek iblis itu tertawa bergelak dengan suara gemuruh, dan ketika tubuhnya semakin terbanting ke bawah tiba-tiba suara kakek itupun tak terdengar lagi.

   Yang ada di pinggir telinganya ialah desau angin yang bising, menutup semua suara akibat luncuran yang cepat.

   Dan ketika Bun Hwi memasuki daerah yang gelap di bawah jurang tiba- tiba diapun kehilangan kesadaran dan tak ingat apa- apa lagi.

   Hanya sebelum dia pingsan, Bun Hwi merasa adanya sebuah lengan yang kuat mencekal punggungnya.

   Lalu begitu dia terantuk sesuatu Bun Hwi pun tak ingat apa-apa lagi.

   *S*F* Apa yang terjadi pada diri anak laki-laki ini? Kiranya sebuah kebetulan.

   Karena persis dasar jurang siap menerima tubuhnya tiba-tiba Bun Hwi menghantam sebuah dahan yang tumbuh di dinding jurang.

   Dia bersama Wen Tao terlempar di pohon yang luar biasa lebat itu.

   Tapi Wen Tao yang jatuh duluan tak dapat menyelamatkan diri.

   


Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Puteri Es Karya Wen Rui Ai Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl

Cari Blog Ini