Ceritasilat Novel Online

Sengketa Cupu Naga 15


Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 15



Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara

   

   Dia mengempos semangatnya, menotolkan kaki ringan di atas lantai.

   Lalu begitu bentakannya melengking rendah tiba-tiba Bun Hwi juga sudah mengimbangi kecepatan gerak lawan.

   Serangan Hong Lam yang bertubi-tubi menghajarnya ditangkis sana-sini.

   Dikelit bahkan juga dibalas keras.

   Tapi ketika Hong Lam mengeluarkan pekik aneh dan bajunya berkibar bagai bendera tiba-tiba Bun Hwi terperanjat.

   Ada hawa panas meluncur dari kedua tangan pemuda itu menyerangnya bagai bara api.

   Dan ketika dalam bentrokan keras kedua lengan mereka beradu tiba- tiba Bun Hwi melihat betapa uap kemerahan telah membungkus lengan pemuda itu bagai sebatang bara yang sedang menyala! **SF** BERSAMBUNG

   Jilid 22 Bantargebang, 29-06-2019, 17.36 SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book

   
Jilid 22 * * * "AH!"

   Bun Hwi terbelalak.

   Dia tidak tahu bahwa Hong Lam telah mengerahkan tenaga Ang-tok- ciangnya, tenaga racun merah yang mengandung bisa ular-ular paling jahat.

   Tapi Bun Hwi yang dapat mencium bau amis dalam angin pukulan pemuda ini segera tahu bahwa itu adalah pukulan yang amat jahat! Maka, ketika lengannya terasa gatal dan panas beradu dengan lengan lawan Bun Hwi tiba- tiba membentak keras.

   Dia mengipatkan lengannya ke kiri, mengusap habis bekas pukulan yang menimbulkan bintik-bintik merah itu.

   Lalu begitu suaranya melengking tinggi tiba-tiba Bun Hwi sudah menggerakkan jarinya tiga kali di udara, menulis huruf "Wi", pukulan pertama dari ilmu silatnya Wi Tik Tong Thian.

   Dan begitu jurus pertama dari ilmu silat ini dikeluarkan berteriak kagetlah Hong Lam yang ada di depan.

   Pemuda itu tiba-tiba merasa angin dahsyat menderu dari lengan kanan Bun Hwi, membuyarkan uap panasnya.

   Dan begitu dia terkejut tahu-tahu tangan Bun Hwi menyambar dadanya.

   "Blek!"

   Hong Lam menjerit panjang.

   Dia terlempar bagai layang-layang putus talinya, mengeluh dengan napas sesak.

   Dan begitu roboh terpelanting Hong Lam menggulingkan dirinya jauh-jauh dari serangan berikut.

   Tapi Bun Hwi sudah terlanjur menyerang dengan jurus kedua, menggores udara membentuk lukisan "Tik".

   Dan begitu suara bercicit keluar dari jari pemuda ini tahu-tahu sinar putih mengejar pundak Hong Lam.

   Hong Lam bermaksud mengelak.

   Tapi sinar putih yang sudah berkeredep mendahuluinya itu tak sempat dia hindarkan lagi.

   Serangan jarak jauh Bun Hwi mengenai pundaknya, dan persis suara "crit"

   Terdengar robohlah Hong Lam dengan pundak tembus terluka! "Ah...!"

   Hong Lam pucat mukanya. Dia tiba-tiba saja lumpuh, dan Bun Hwi yang melompat maju tahu- tahu menendang tubuhnya mencelat keluar kamar.

   "Orang she Hong, kau pergilah...!"

   Dan Hong Lam yang sudah terlempar keluar jatuh berdebuk di atas tanah.

   Pemuda ini tak berdaya, sejenak mengeluh dengan mata terbelalak lebar.

   Tapi begitu jarinya mengusap pundak yang terluka tiba-tiba Hong Lam telah berdiri lagi dan tampak gagah perkasa! Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat lawannya itu sudah melompat masuk dengan muka berseri-seri, dan Hong Lam yang tertawa bergelak itu berkata kepadanya.

   "Bun Hwi, aku bukan Ang-sai Mo-ong. Kau tak dapat melukai atau membunuhku...!"

   Bun Hwi mendelong.

   Dia tak tahu ilmu apa yang dipergunakan lawannya itu, dan Hong Lam yang sudah melompat masuk tiba-tiba menyambar sebuah golok yang entah dari mana asalnya.

   Dia tertawa bergelak, dan melihat Bun Hwi melenggong bagai orang melihat setan di siang hari tahu-tahu goloknya sudah menyambar leher Bun Hwi, membacok dengan kekuatan penuh.

   "Crak!"

   Bun Hwi terlempar.

   Golok Hong Lam tepat mengenai lehernya, tapi golok yang justeru patah bertemu kekebalan pemuda ini membuat Hong Lam berseru kaget dengan mata takjub.

   Dia melihat Bun Hwi sama sekali tidak apa-apa.

   Jangankan terluka, tergores sedikit saja tidak.

   Dan Hong Lam yang menjublak bengong ini ganti seakan tak percaya pada apa yang dilihat.

   Tapi Hong Lam sudah melempar sisa goloknya.

   Dia mencabut tombak pendek yang ada di dinding kamar, lalu penasaran oleh bacokan pertama tiba- tiba dia sudah menubruk ke depan menikam dada Bun Hwi yang baru bangkit berdiri, masih terheran- heran dan bengong oleh kehebatan putera Hong Beng Lama ini.

   Tapi begitu mata tombak mengenai dada Bun Hwi kembali senjata di tangan putera Hong Beng Lama itu patah ujungnya.

   "Krak!"

   Hong Lam terkesima.

   Dia melihat mata tombaknya patah, dan Bun Hwi yang sadar kembali oleh serangan tombak ini tiba-tiba menggereng dan melompat ke depan.

   Dia mencengkeram leher lawannya, lalu menggerakkan jari sekonyong- konyong dia menusuk leher pemuda itu dengan sekali tikaman.

   "Crot!"

   Hong Lam roboh terbanting.

   Dia tak menyangka tusukan jari Bun Hwi yang tiba-tiba mengeras bagai baja, masih kaget oleh kekebalan Bun Hwi yang dua kali mematahkan golok dan tombak.

   Tapi begitu dia mendelik dan darah segar menyemprot dari lehernya sekonyong-konyong Hong Lam tertawa aneh dan mengusap luka di lehernya itu.

   Bun Hwi hanya melihat adanya uap hitam yang samar-samar menutupi luka itu, lalu begitu Hong Lam bangun dan tertawa bergelak dia melihat pemuda itu sudah segar-bugar sehat kembali! "Ah...!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Kau mempergunakan ilmu setan apa, orang she Hong?"

   Hong Lam tertawa.

   "Tidak ada ilmu setan, Bun Hwi. Yang jelas kau tak dapat membunuh atau melukaiku!"

   Bun Hwi tergetar perasaannya.

   Dia terheran-heran melihat ilmu aneh yang luar biasa itu, mengusap luka dan seketika sembuh! Tapi Hong Lam yang kembali sudah menyerangnya membuat dia tak dapat terbengong saja.

   Hong Lam telah menampar kepalanya, dan pukulan uap merah yang mengikuti tamparan itu menimbulkan perasaan mual di perut Bun Hwi.

   Maka ketika pukulan tiba Bun Hwi tiba-tiba merendahkan tubuh ke belakang.

   Dia mempergunakan lagi jurus pertama.

   Menggores "Wi"

   Di udara. Dan persis serangan lewat di depan mukanya Bun Hwi langsung menghantam punggung lawan dengan pukulan sinkangnya.

   "Dess!"

   Hong Lam terputar.

   Pemuda itu berteriak, dan Bun Hwi yang buru-buru melanjutkan jurus kedua sudah menotok kembali tenggorokan lawannya ini.

   Tak ayal Hong Lam roboh terpelanting, tapi pemuda yang sudah kembali bangkit dengan keadaan segar-bugar itu membuat Bun Hwi tercengang tak habis mengerti.

   "Ha-ha, kau tak dapat mengalahkan aku, Bun Hwi. Kau tak dapat melukai aku...!"

   Bun Hwi tertegun.

   Dia sungguh tak mengerti kenapa lawannya itu demikian hebat.

   Seakan tak bisa dibunuh saja! Maka melotot dengan muka terheran- heran dia lalu menerima terjangan orang yang sudah menubruknya sambil tertawa-tawa.

   Hong Lam menyerangnya dengan pukulan Ang-tok-ciang, menerkam sana-sini dengan serangan-serangan cepat.

   Tapi Bun Hwi yang selalu menghindar berhasil mengelak dari semua pukulan itu.

   Dia untuk sementara mendelong saja, tak balas menyerang karena bingung semua serangannya tak mampu merobohkan lawan.

   Tapi ketika Hong Lam mulai menggencetnya bertubi-tubi Bun Hwi pun menjadi marah.

   Bagaimanapun, dia harus merobohkan lawannya ini.

   Dan kalau pemuda itu mempunyai ilmu aneh untuk menyembuhkan maka satu-satunya jalan ialah mencegah pemuda itu mengusap lukanya.

   Dia melihat uap hitam samar-samar melindungi lawannya ini, menimbulkan getaran mujijat yang berbau sihir.

   Maka Bun Hwi yang mulai berpikir untuk mengalahkan lawannya ini mulai menggigit bibir dengan satu tekad.

   Kalau tidak melukai yang membunuh! Tapi apa yang dipikir Bun Hwi ini sebenarnya juga sama dengan yang dipikirkan Hong Lam.

   Pemuda itu juga gemas melihat Bun Hwi memiliki kekebalan yang aneh.

   Tak mampu dibacok senjata tajam.

   Maka Hong Lam yang mulai bersinar-sinar matanya itu mengambil keputusan seperti apa yang diputuskan Bun Hwi.

   Maka ketika Bun Hwi dua kali mematahkan golok dan tombak yang tak mampu melukai tubuhnya Hong Lam mulai melancarkan pukulan- pukulan berat.

   Dia hendak merobohkan Bun Hwi dengan pukulan sinkangnya.

   Tak perlu memakai senjata.

   Dan kalau lawannya itu binasa oleh serangan racun merahnya hal ini justeru yang dikehendaki! Tapi Hong Lam terkejut.

   Uap merahnya yang semakin tebal membungkus lengan ternyata tak mampu merobohkan pemuda itu.

   Karena Bun Hwi yang mengipatkan lengan lalu mengusap bekas pukulan itu selalu berhasil membersihkannya dengan baik.

   Seolah-olah pemuda itu tak merasai sama sekali adanya uap beracun! Padahal, siapa yang tidak takuti racun merah yang diwujudkan dalam pukulan Ang-tok-ciang itu? Hwa-i Sin-kai sendiri terkejut.

   Tampak pucat dan gentar menghadapi lengannya yang mengandung racun ini.

   Tapi bocah she Bun yang berkali-kali menangkis bahkan menerima pukulannya itu sama sekali tak merasa apa-apa.

   Seolah-olah Bun Hwi kebal pula terhadap racun! Dan inilah yang memang tidak diketahui Hong Lam.

   Dia mengira Bun Hwi kebal terhadap senjata tajam saja.

   Tidak kebal menghadapi pukulan-pukulan beracun.

   Maka perhitungan Hong Lam yang meleset diluar dugaannya itu tentu saja membuat pemuda ini terbelalak.

   Hong Lam sudah bertubi-tubi melancarkan pukulan Ang-tok-ciangnya itu.

   Tapi Bun Hwi yang selalu mengelak atau menangkis itu sama sekali tak terpengaruh.

   Maka Hong Lam yang menjadi geram ini kontan melotot dengan penuh kegusaran.

   Biasanya, lawan akan roboh dalam beberapa jurus saja menghadapi pukulannya.

   Apalagi kalau tahu bahwa dia adalah putera Hong Beng Lama yang sakti.

   Tanpa bertempurpun orang biasanya menyerah kalah.

   Tapi bocah ini, yang sudah bertempur sekian jurus ternyata masih hebat-hebat saja.

   Bahkan dua kali melukai dirinya dengan pukulan yang mencicit.

   Keparat! Hong Lam menjadi mata gelap.

   Dia sekarang melakukan tekanan-tekanan berat, mendesak Bun Hwi dengan pukulannya yang bertubi-tubi.

   Tapi Bun Hwi yang tidak mau didesak terus tiba-tiba melengking tinggi sambil memutar kedua lengannya ke kiri kanan.

   Dia membentuk garis silang- menyilang, naik turun dengan cepat.

   Dan ketika Hong Lam melancarkan pukulan-pukulannya yang berat tiba-tiba pemuda itu berseru kaget ketika semua pukulannya membalik dengan kuat bertemu getaran hawa sakti yang tiba-tiba muncul dari dalam tubuh Bun Hwi! "Ah...!"

   Hong Lam berseru kaget.

   Dia merasa betapa semua pukulan Ang-tok-ciangnya membalik, bertemu benteng hawa yang melindungi Bun Hwi.

   Dan ketika dia terbelalak pucat tahu-tahu Bun Hwi melancarkan serangan aneh dengan kedua tangan berbareng.

   Pemuda itu menggunting dirinya, menyambar pinggang kiri dan kanan hampir serentak.

   Dan begitu angin dingin menyambar dari lengan Bun Hwi tiba-tiba hawa panas dari pukulan Ang-tok-ciang buyar berantakan seperti api disiram es! Tentu saja Hong Lam terkejut, dan belum dia mengelak dari serangan yang amat dahsyat itu tahu- tahu lengan Bun Hwi sudah "menggunting"

   Tubuhnya.

   "Cret!"

   Hong Lam mendelik.

   Dia merasa tubuhnya seakan- akan direndam dalam sebuah telaga yang dinginnya luar biasa, melumpuhkan hawa panas dari tenaga Ang-tok-ciang.

   Dan begitu dia menjerit tiba-tiba Bun Hwi sudah mencolok kedua mata dengan tusukan cepat! Inilah serangan yang luar biasa berbahaya.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dan Hong Lam yang melihat dua jari Bun Hwi menyambar matanya tiba-tiba mengeluarkan jerit ngeri mirip raungan singa.

   Pemuda itu kaget bukan main, pucat pasi mukanya.

   Tapi Hong Beng Lama yang sejak tadi menonton diam-diam di atas belandar sekonyong-konyong berkelebat.

   Lama itu juga kaget, terkejut melihat ancaman yang bakal membutakan kedua mata anaknya.

   Karena hanya organ inilah yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmunya yang aneh! Maka begitu melayang turun dengan kecepatan kilat Hong Beng Lama tahu-tahu mengebutkan jubahnya sambil membentak.

   "Bun Hwi, lepaskan pemuda itu... wutt!"

   Dan jubah Hong Beng Lama yang penuh tenaga sinkang menghantam punggung Bun Hwi bagai sebuah lempengan baja menghantam sebuah tembok istana.

   "Blang!"

   Bun Hwi terpental kaget.

   Dia mengeluh tertahan mendapat serangan dari belakang ini, dan kedua jarinya yang siap menusuk mata lawan otomatis gagal di tengah jalan.

   Dia melihat Hong Lam terguling-guling, dan pemuda yang sudah melompat bangun itu tiba-tiba menyambar Mei Hong sambil berteriak.

   "Bun Hwi, kau hebat. Tapi aku juga belum kalah...!"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat Hong Lam melarikan diri, tapi seorang Lama tinggi besar yang sikapnya keren telah menghadang di mukanya melindungi pemuda itu.

   Maka Bun Hwi yang menjadi marah ini tiba-tiba melompat, dan membentak keras dia mengibaskan lengannya ke depan.

   "Hei, kau minggirlah...!"

   Tapi Lama tinggi besar ini tersenyum. Dia menerima pukulan Bun Hwi, menggerakkan kedua lengannya ke depan. Dan begitu dua tenaga sinkang sama- sama bertemu terdengarlah suara "duk"

   Yang menggetarkan dinding ruangan. Hong Beng Lama tergetar, surut selangkah. Dan Bun Hwi sendiri yang terhuyung ke belakang membelalakkan mata dengan kaget.

   "Lama, kau siapakah?"

   Bun Hwi membentak. Tapi Hong Beng Lama tersenyum.

   "Pinceng Hong Beng Lama, Bun Hwi. Sudah lama mendengar sepak terjangmu yang hebat. Kau bersabarlah sebentar dan mari kita bicara baik-baik."

   Bun Hwi melototkan mata.

   "Bicara baik-baik tentang apa, Hong Beng Lama? Tahukah kau bahwa lawanku itu membawa kabur seorang gadis?"

   "Ya, aku tahu, Bun Hwi. Tapi tenanglah kau dan tekan kemarahanmu itu. Gadis itu tidak akan celaka. Si pemuda pasti tertangkap!"

   Bun Hwi tidak mau percaya. Dia akan menyerang Lama tinggi besar itu, tapi Hong Beng Lama yang mengulapkan lengan berseru.

   "Bun Hwi, tahan. Pinceng orang kepercayaan Gong-taijin...!"

   Bun Hwi terkejut. Disebutnya nama Gong-taijin itu membuat dia merandek, menahan serangannya. Dan Hong Beng Lama yang dipandang marah dibentaknya kasar.

   "Hong Beng Lama, apa maksudmu membawa-bawa nama Gong-taijin? Apa buktinya kau orang kepercayaan pembesar itu?"

   Hong Beng Lama tertawa.

   "Tentu saja pinceng tidak bermaksud apa-apa, Bun Hwi. Tapi bukankah kau perlu surat Gong-taijin untuk menyelesaikan persoalan teman-temanmu di dusun Ki-leng?"

   Bun Hwi tertegun. Dan belum dia membuka suara tiba-tiba dari pintu dalam keluarlah seorang laki-laki gemuk dengan muka bulat. Laki-laki ini melangkah lebar, dan Hong Beng Lama yang melihat munculnya laki-laki ini sudah memberi hormat.

   "Taijin, ini saudara Bun Hwi. Kita dapat mempersilahkannya masuk sebagai tamu, bukan?"

   Laki-laki itu tersenyum lebar. Dia buru-buru menganggukkan kepalanya, dan menjura di depan Bun Hwi dia berkata.

   "Pangeran, anda yang bersama nona Hu Lan, bukan? Ah, silahkan masuk, pangeran. Nona Hu telah lama menunggu kedatangan paduka!"

   Bun Hwi membelalakkan mata.

   Dia melihat dua orang itu bersikap ramah kepadanya, tapi perasaannya yang tidak nyaman memberitahunya sesuatu yang buruk.

   Namun Bun Hwi membalas hormat di depan laki-laki gemuk ini, dan bertanya perlahan dia memandang pembesar itu.

   "Taijin, kau Menteri Urusan Tanah yang mengurus sertifikat rakyat kecil?"

   Pembesar itu berseri mukanya.

   "Ya, hamba orangnya, pangeran. Kau ada urusan tentang ini?"

   Hong Beng Lama menyela.

   "Taijin, sebaiknya Bun Hwi kita ajak masuk. Pembicaraan masalah ini dapat diatur di dalam!"

   Pembesar itu tertawa.

   "Ah, kau benar, Hong Beng Lama. Bun-ongya boleh kita sambut dengan cara sebagaimana mestinya. Mari... mari, pangeran. Silahkan masuk dan kita bicara di dalam!"

   Bun Hwi mengikuti laki-laki gemuk ini. Dia sudah dipersilahkan masuk, dan Hong Beng Lama yang mengikuti di belakang menepuk-nepuk pundaknya.

   "Pangeran, kau hebat sekali. Kekebalan dan ilmu silatmu yang aneh benar-benar mengagumkan!"

   "Hm, darimana kau bisa tahu, Hong Beng Lama? Kau mengintai pertempuran itu?"

   "Ha-ha, pinceng secara kebetulan meronda, pangeran. Pinceng melihat kau melawan pemuda itu."

   "Dan kau diam saja tak membantu, Hong Beng Lama? Kau membiarkan penjahat itu pergi?"

   Hong Beng Lama tertawa.

   "Dia bukan penjahat, pangeran. Dia orang yang sengaja kupasang untuk mengujimu!"

   "Eh?"

   Bun Hwi terkejut.

   "Kalau begitu siapa dia, Hong Beng Lama? Dan kenapa temanku dia tangkap di sini?"

   Hong Beng Lama mengebutkan jubahnya dua kali.

   "Itu dapat kujawab di dalam, pangeran. Sekarang kau masuklah dan mari minum-minum dulu!"

   Bun Hwi terpaksa diam tak bertanya lagi. Dia dibawa ke ruangan yang luas dan lebar, penuh lukisan- lukisan indah, sementara Gong-taijin yang menarik kursi mempersilahkannya duduk.

   "Pangeran, silahkan duduk. Kita bisa bicara tanpa sungkan- sungkan lagi."

   Bun Hwi meragu sejenak.

   Tapi melihat dua orang itu sudah duduk di kursinya masing-masing diapun menetapkan hati dan duduk dengan tenang.

   Sekarang Gong-taijin bertepuk tangan, memanggil pelayan menyiapkan minuman.

   Lalu tiga orang dayang yang sudah membawa penampan penuh arak harum mengayun langkah dengan lemah- gemulai.

   Mereka meletakkan cawan-cawan kecil, menuangkan arak dan tersenyum-senyum.

   Tapi Bun Hwi yang mengerutkan alis mengerling ke kiri melihat seorang pelayan menyentuhkan pinggul secara halus di lengannya.

   Hm! Bun Hwi berdebar, dan Gong-taijin yang melihat kejadian itu tertawa gembira.

   "Pangeran, pelayanku genit-genit. Maaf kalau mereka kurang halus menyajikan minuman!"

   Bun Hwi merah mukanya.

   "Tidak apa, taijin. Tapi mana itu nona Hu? Bukankah kau bilang ia ada di sini?"

   Gong-taijin mengangguk cepat.

   "Ya... ya, Hu-siocia ada di sini, pangeran. Tapi biarlah sementara ini kita bicara tanpa dia. Gadis itu kurang bersahabat denganmu, bagaimana kalau membuat ribut?"

   Bun Hwi terbelalak.

   "Tapi kemana dia, taijin?"

   "Sementara ini di belakang, pangeran. Kau tidak percaya kepadaku?"

   "Hm...."

   Bun Hwi memandang ragu, dan Gong-taijin yang melihat ketidakpercayaan pemuda itu tiba-tiba bertepuk tangan sambil tertawa ke arah dayang cantik yang tadi menyenggol Bun Hwi.

   "Cheng Li, panggil Hu-siocia kemari. Bun-ongya ingin bertemu dengannya!"

   Bun Hwi buru-buru menggoyang tangannya.

   "Tidak... tidak usah, taijin. Aku percaya kepadamu...!"

   Bun Hwi terpaksa mencegah perbuatan orang. Dia sekarang percaya, melihat bahwa apa yang dikatakan pembesar ini adalah sungguh-sungguh. Dan Gong-taijin yang tertawa melihat cegahan Bun Hwi tersenyum lebar.

   "Kenapa begitu, pangeran? Bukankah..."

   "Tidak... tidak, aku percaya padamu, taijin. Biarlah nanti saja gadis itu dibawa kemari...!"

   "Baiklah, kalau begitu siapkan kamar paling bagus untuk pangeran, Cheng Li. Berikan ruangan tengah untuk paduka pangeran!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Eh, memangnya aku harus tinggal di sini, taijin? Aku masih banyak urusan, tak bisa memenuhi permintaanmu!"

   Pembesar itu tertawa.

   "Memang tidak tinggal untuk selamanya, pangeran. Tapi paling tidak semalam kau harus menginap di rumahku!"

   Bun Hwi mengerutkan alis.

   "Taijin, kenapa kau mendesakku seperti itu?"

   "Ah, bukan mendesak, pangeran. Tapi melulu menyelesaikan persoalan tanah teman-temanmu itu. Bukankah paduka hendak bicara tentang urusan ini?"

   Bun Hwi mengangguk.

   "Memang benar. Tapi..."

   "Tapi yang menandatangani surat-surat itu bukan aku, pangeran. Melainkan Pangeran Kao Cung yang telah ditunjuk kaisar membantuku menyelesaikan urusan tanah bagi rakyat jelata!"

   Bun Hwi membelalakkan mata. Dia terkejut oleh keterangan itu, heran mendengar nama Pangeran Kao Cung, nama yang baru kali ini didengar. Maka memandang pembesar itu diapun bertanya.

   "Taijin, siapa itu Pangeran Kao Cung? Kenapa baru kali ini aku mendengar namanya?"

   Pembesar itu tertawa lebar.

   "Dia putera kesayangan kaisar, Bun-ongya. Pangeran yang dilatih sri baginda untuk bekerja dalam tampuk pemerintahan."

   "Ooh..."

   Bun Hwi mengerti.

   "Jadi yang membuat sah tidaknya urusan tanah adalah pangeran ini, taijin? Kau hanya mengumpulkan data-datanya?"

   "Memang begitu, pangeran. Tapi hamba dapat membantu paduka menyelesaikan masalah tanah teman-temanmu di dusun Ki Leng itu. Pangeran Cung mudah diajak berunding. Asal hamba yang mintakan tanda tangannya tentu semua beres!"

   Bun Hwi manggut-manggut. Dia melihat muka pembesar she Gong itu berseri-seri, dan pembesar yang sudah menyentuh cawan araknya itu mengangkat minumannya.

   "Pangeran, mari minum dulu. Arak ini merupakan arak paling baik yang ada di rumahku!"

   Bun Hwi mencium bau arak yang menyedakkan hidung. Dia melihat pembesar itu meneguk araknya, sementara Hong Beng Lama yang duduk di sebelah itu tiba-tiba tertawa.

   "Taijin, Bun-ongya kurang suka minum dengan cara begini. Bagaimana kalau aku saja yang menuangkan minumannya?"

   "Ha-ha, terserah kau, Hong Beng Lama. Kalian orang-orang yang pandai silat memang selalu aneh- aneh saja. Apa pangeran hendak kau suguhi arak lain?"

   Hong Beng Lama tertawa.

   "Tidak, taijin. Tapi arak ini juga yang hendak kuberikan kepadanya. Tapi kenapa arak ini tiba-tiba menjadi dingin?"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat arak di cawan Hong Beng Lama mendadak mengeras, dingin bagaikan es.

   Dan arak yang sudah menjadi satu tak dapat diguncang itu melekat di cawan bagaikan bongkahan salju di dalam sebuah gelas! Bun Hwi terbelalak.

   Dia melihat Lama jubah merah itu meliriknya, dan tersenyum lebar Lama ini menyodorkan arak yang membatu itu kepadanya.

   "Pangeran, bagaimana ini? Dapatkah aku mencairkannya?"

   Bun Hwi mengangguk. Dia masih tidak mengerti apa maksud Lama itu menyodorkan arak yang sudah menjadi es. Tapi karena orang minta kepadanya untuk mencairkan arak tiba-tiba dia pun menjadi gembira.

   "Hong Beng Lama, kau tampaknya ingin mengujiku dengan kekuatan sinkang. Baiklah, biar kucoba-coba mencairkan arak ini!"

   Dan Bun Hwi yang memegang cawan di tangan Hong Beng Lama bermaksud mengambil cawan itu untuk dipegang dalam tangan sendiri.

   Tapi Hong Beng Lama ternyata tak membiarkan araknya berpindah tangan.

   Lama itu mempererat cekalannya, dan Bun Hwi yang terheran oleh perbuatan Lama itu mendengar lawannya tertawa.

   "Pangeran, tangan hamba tak dapat ditarik. Coba kau lepaskan jariku dan cairkan arak ini!"

   Bun Hwi mendesis.

   Dia mengerti kiranya Lama itu ingin main-main dengannya, mengadu sinkang melalui arak yang sudah dibekukan lawannya ini.

   Maka Bun Hwi yang memegang cawan hanya setengah lingkaran karena bagian lain sudah dicengkeram Lama itu tiba-tiba membentak perlahan dan mengerahkan tenaganya.

   Dia menarik sekaligus mengguncang cawan, merebut arak sambil menghantam uap dingin di tangan Hong Beng Lama.

   Tapi Hong Beng Lama yang menegang urat-urat wajahnya mendadak bertahan.

   Lama itu menggetarkan jari, membuat cawan naik turun.

   Dan ketika Bun Hwi menambah tenaga hingga uap panas muncul melawan uap dingin tiba-tiba Lama ini berseru pendek dan menguatkan cengkeramannya.

   Dia mempertahankan cawan, mengerahkan tenaga hingga arak di dalam cawan semakin dingin.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan ketika Bun Hwi semakin melotot dan berusaha mencairkan arak tiba-tiba saja Lama ini mengeraskan jarinya dan tertawa lebar.

   "Pangeran, cairkan arak ini. Lepaskan tanganku dan kau rebutlah!"

   Bun Hwi naik darah.

   Dia sekarang mengerti bahwa Lama itu diam-diam ingin mengadu sinkang dengannya, satu perbuatan yang besar resikonya.

   Tapi Bun Hwi yang sudah melayani orang tidak lagi berpikir panjang lebar.

   Dia mengerahkan tenaganya setengah bagian, mendorong naik hawa sakti di bawah pusar.

   Lalu begitu lengannya mengepulkan uap putih tiba-tiba saja arak di dalam cawan mendidih! Hong Beng Lama terkejut.

   Dia kaget bahwa arak yang dibekukannya itu tiba-tiba meleleh, cair bagai salju terkena matahari.

   Maka Hong Beng Lama yang berubah mukanya itu tiba-tiba membentak dan menambah tenaga.

   Dia membuat lengannya berbunyi seperti tulang-tulang berkerotokan, dan Bun Hwi yang semula girang melihat arak berhasil dicairkannya tiba-tiba terkejut ketika melihat arak kembali membeku! "Ah...!"

   Bun Hwi memandang Lama ini.

   Dia melihat Lama itu menyembunyikan senyum mengejek kepadanya, seolah-olah bicara bahwa dia tak mungkin dapat mencairkan arak di dalam cawan.

   Maka Bun Hwi yang ganti terbelalak ini tiba-tiba menambah tenaganya hingga tiga perempat bagian.

   Dia mengerahkan tenaga, mendorong naik hawa sakti hingga membuat lengannya menggigil.

   Dan begitu Bun Hwi membentak perlahan sekonyong- konyong arak kembali mencair! Sekarang Hong Beng Lama terkejut untuk kedua kalinya.

   Dia melihat arak di cawan meleleh cepat, tanda sinkang Bun Hwi bekerja keras.

   Dan Hong Beng Lama yang tidak mau kalah tentu saja segera mengimbangi kekuatan Bun Hwi dengan penambahan tenaga sinkangnya.

   Dia membuat arak kembali membeku, dan ketika tiga kali kejadian ini berulang naik turun tiba-tiba cawan di tangan Hong Beng Lama pecah menjadi dua.

   "Krak!"

   Hong Beng Lama dan Bun Hwi sama-sama terkejut. Mereka melihat arak di dalam cawan juga ikut "pecah"

   Menjadi dua.

   Yang satu cair dan mendidih bagai air masak sedang yang lain masih membeku bagaikan batu.

   Dan bersamaan dengan pecahnya cawan disusul arak itu tahu-tahu arak setengah bagian yang berhasil dicairkan Bun Hwi muncrat mengenai muka Hong Beng Lama! "Crot!"

   Hong Beng Lama mengeluarkan teriakan keras. Dia tak dapat menyelamatkan mukanya dari arak yang masih mendidih itu, dan Lama yang sudah menjejakkan kaki ini tahu-tahu mencelat dari tempat duduknya menghantam tembok di belakang.

   "Brol!"

   Tembok di belakang meja jebol. Hong Beng Lama merah padam, dan Bun Hwi yang kaget oleh terpentalnya Lama ini buru-buru bangkit dari kursinya dan menjura.

   "Hong Beng Lama, kau tidak apa-apa, bukan? Aih, maaf, aku tak tahu akibat dari permainan sinkang ini...!"

   Hong Beng Lama mengusap mukanya. Dia tertawa pahit, merasa betapa sinkang Bun Hwi mendorongnya hebat sampai dia merasa sesak napas. Tapi Hong Beng Lama yang mengebutkan jubah ini menyeringai lebar sambil mengulapkan tangannya.

   "Pangeran, arak tumpah adalah biasa. Bagaimana kalau kita main-main lagi?"

   "Ah, kau masih tidak puas, Hong Beng Lama?"

   Bun Hwi terkejut.

   "Sekedar memenuhi rasa penasaranku, pangeran. Mari kita coba yang kedua kalinya!"

   Bun Hwi tak dapat menolak.

   Dia melihat Hong Beng Lama telah duduk kembali dengan dua cawan baru, mengisinya penuh melampaui bibir cawan.

   Dan Hong Beng Lama yang telah mengerahkan tenaga saktinya itu membuat arak membeku seperti es seperti tadi.

   Lalu, memandang Bun Hwi Lama ini mengangkat cawan di tangan kanan, memberikannya kepada pemuda itu.

   "Pangeran, mari kita minum. Kita adakan toast untuk kesehatanmu!"

   Bun Hwi terbelalak.

   Dia melihat arak di tangan Lama ini mengepulkan uap dingin, disodorkan dengan jari menggigil penuh getaran tenaga mujijat.

   Dan Bun Hwi yang mau tidak mau harus menerima arak itu tiba-tiba mengerahkan tenaga supaya arak di dalam cawan tetap membeku.

   Tentu saja ini berlawanan dengan perbuatannya tadi, dimana dia mengerahkan hawa saktinya untuk mencairkan arak.

   Dan Hong Beng Lama yang melihat Bun Hwi mampu menjaga arak pemberiannya dengan hawa dingin yang sama tiba-tiba membelalakkan mata dengan muka berubah.

   Dia tertegun sejenak, tapi tertawa lebar dia tiba-tiba menyambar arak di cawan sebelah kiri dan membenturkannya ke cawan di tangan Bun Hwi.

   "Pangeran, mari minum. Demi keselamatanmu... cring!"

   Dan cawan Hong Beng Lama yang membentur cawan Bun Hwi tiba-tiba meluncurkan hawa sakti menyerang pemuda itu secara diam- diam.

   Bun Hwi merasa adanya sebuah tenaga yang hebat sekali menggencetnya dari cawan di tangan Lama itu, dan begitu kedua cawan beradu tiba-tiba saja arak di dalam cawannya terguncang.

   Bun Hwi kaget, araknya hampir tumpah.

   Tapi maklum Hong Beng Lama memang sengaja hendak menumpahkan arak yang membeku di tangannya tiba-tiba Bun Hwi mempertahankan diri menambah kekuatannya.

   Ia menarik napas, lalu menerima benturan yang mengeluarkan suara nyaring itu Bun Hwi balas menyerang menumpahkan arak di cawan Hong Beng Lama! Kini terjadilah pemandangan yang aneh.

   Kedua cawan saling menempel, melekat seolah menjadi satu.

   Sementara Bun Hwi dan Hong Beng Lama yang mengadu sinkang tampak sama-sama merah mukanya.

   Hong Beng Lama tidak tertawa lagi, mengerahkan tenaga menyerang Bun Hwi secara diam-diam.

   Dan Bun Hwi yang mempertahankan kiri sekaligus membalas mulai ganti menyerang Lama itu dengan desakan tenaga saktinya, melalui arak yang tiba-tiba berkerotok seakan batu yang hendak pecah! Sekarang keduanya saling pandang.

   Hong Beng Lama terbelalak, sementara Bun Hwi melotot.

   Dan dua orang yang sama-sama menyerang itu tiba-tiba menambah tenaga hampir berbareng.

   Gong-taijin yang ada di dekat mereka melihat Bun Hwi dan Hong Beng Lama menarik napas panjang, hampir serentak, dan Hong Beng Lama yang penasaran oleh perlawanan Bun Hwi tiba-tiba menggerakkan jarinya mengetuk cawan di tangan Bun Hwi.

   "Pangeran, kau minumlah arakmu....!"

   Bun Hwi terkejut. Dia melihat cawan yang diketuk jari Lama itu tiba-tiba pecah, dan arak yang tentu saja tidak ada tempatnya ini lolos ke bawah! "Ah...!"

   Bun Hwi mendesis.

   "Kau curang Hong Beng Lama...!"

   Dan Bun Hwi yang tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya menotok pergelangan kanan Hong Beng Lama itu.

   Lalu begitu sang Lama terkejut tahu- tahu tangannya sudah menyambar cawan di tangan lawan sementara arak yang membeku di tangannya sendiri dilemparkan ke muka Hong Beng Lama! "Ih!"

   Hong Beng Lama terkejut.

   Dia terbelalak kaget, melihat betapa arak di tangannya sudah dirampas Bun Hwi.

   Tapi Lama Tibet yang tidak kehilangan akal ini tiba-tiba menyambar cawan di tangan Gong- taijin.

   Arak beku yang dilempar Bun Hwi ke mukanya dia terima dengan cawan Gong-taijin ini, lalu begitu arak masuk ke dalam cawan tahu-tahu Lama itu telah menggelogok isinya yang sudah menjadi cair! "Ha-ha, kau hebat sekali, pangeran.

   Sungguh hebat....!"

   Hong Beng Lama berseru penuh kagum. Dia memandang Bun Hwi dengan mata bersinar- sinar, memuji dengan setulusnya hati. Tapi Bun Hwi yang bangkit berdiri memandangnya tidak senang.

   "Hong Beng Lama, kenapa kau memecah cawanku?"

   Lama itu tertawa lebar.

   "Untuk mengujimu terakhir kali, pangeran. Untuk melihat apakah benar-benar kau mampu melawanku!"

   Bun Hwi tidak puas.

   Dia marah oleh kecurangan lawannya ini.

   Karena sedikit terlambat saja tentu dia sudah roboh di bawah serangan gelap.

   Karena cawan yang dipecahkan Hong Beng Lama tadi sesungguhnya membuyarkan tenaga saktinya lewat belakang! Dan kalau dia tidak cepat-cepat menotok pergelangan Lama itu tentu sinkang lawan akan menghantamnya dengan bebas! Tapi Gong-taijin sudah buru-buru bangkit berdiri.

   "Pangeran, maafkan perbuatan Hong Beng Lama. Dia hanya ingin mengujimu, bukan?"

   "Hm, bukan hanya menguji, taijin. Tapi juga berniat mencelakakan jiwaku!"

   Gong-taijin pura-pura kaget.

   Dia memang tidak tahu permainan sinkang, tapi sinar matanya yang tadi berseri-seri jelas membuktikan pembesar ini girang melihat Bun Hwi diserang.

   Tapi pembesar yang sudah mengedipkan matanya ini memberi isyarat ke Hong Beng Lama, dan menjura di depan Bun Hwi dia berkata.

   "Pangeran, biarlah memandang mukaku kau tidak memperpanjang urusan ini. Kalau Hong Beng Lama curang tentu dia sedia minta maaf!"

   Hong Beng Lama sudah bangkit berdiri. Dia terbawa bergelak, lalu mengebutkan jubah dia membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.

   "Pangeran, paduka tampaknya salah paham. Baiklah, kalau pinceng salah biarlah pinceng meminta maaf....!"

   Dan Hong Beng Lama yang sudah memutar tubuh itu berkelebat pergi meninggalkan meja. Dia kelihatannya menyesal mengetahui Bun Hwi marah. Dan Bun Hwi yang sudah dituntun pembesar she Gong mendapat perlakuan hormat.

   "Pangeran, mari duduk kembali. Hamba yakin Hong Beng Lama tidak bermaksud buruk. Kalau bermaksud buruk untuk apa dia mengangkat paduka dari lubang sumur?"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia teringat kejadian di lubang sumur itu, yang membuatnya terkubur hidup-hidup akibat kecurangan Ang-sai Mo-ong.

   Maka mendengar bahwa Hong Beng Lama-lah yang telah menyelamatkannya dari sumur itu Bun Hwi pun tiba- tiba jadi menyesal.

   "Ah, jadi diakah yang menolongku, taijin? Dan dimana sekarang musuhku itu?"

   "Musuh yang mana, pangeran? Ang-sai Mo-ong itukah?"

   "Ya, dia itu. Dialah yang menjebakku!"

   Gong-taijin tersenyum.

   "Dia sudah tidak ada lagi disini, pangeran. Sebaiknya lupakan soal itu dan kita bicara yang lain."

   Bun Hwi tidak puas. Dia sudah duduk kembali berhadapan dengan pembesar ini, dan Gong-taijin yang memandangnya kagum menggeleng kepala.

   "Pangeran, paduka benar-benar hebat sekali. Bagaimana paduka masih hidup setelah lama terpendam di sumur itu?"

   "Hm, berapa lama aku terkubur, taijin?"

   "Setengah hari, pangeran. Begitu yang kudengar dari para pengawal."

   "Dan kau menyuruh Lama itu menolongku?"

   Pembesar ini mengangguk.

   "Ya, hanya perbuatan tak berarti, pangeran. Tapi hampir saja hamba terlambat!"

   Bun Hwi mengucapkan terima kasih. Dia meneguk arak yang dituangkan pembesar itu ke dalam cawannya, dan Bun Hwi yang mengerutkan alis tiba- tiba bertanya.

   "Taijin, mana itu puterimu?"

   Gong-taijin terkejut.

   "Puteri yang mana, pangeran?"

   "Song Ki,"

   Bun Hwi menjawab.

   "Dia tadi menolongku diluar!"

   Gong-taijin bangkit berdiri.

   "Ah, jadi gadis itu datang kemari, pangeran? Dia bilang apa kepadamu?"

   "Dia bilang aku berada dalam bahaya. Tapi Mo-ong yang tiba-tiba muncul bersama muridnya membuat keributan. Dia puterimu, bukan?"

   Pembesar ini menggeleng.

   "Aku tak mempunyai anak, pangeran. Dia adalah sumoi dari murid Ang- sai Mo-ong itu!"

   Bun Hwi tertegun.

   Dia teringat gadis cantik baju hijau itu, yang mengaku anak pembesar ini.

   Tapi Gong-taijin yang telah menyangkalnya membuat dia terdiam.

   Bun Hwi manggut-manggut.

   Sedikit curiga dia memandang pembesar ini, tapi Gong-taijin yang telah menuangkan arak menyembunyikan kegugupannya.

   "Pangeran, ada apa paduka memandang hamba?"

   "Hm, aku sedikit aneh dengan kejadian ini, taijin. Masa seorang gadis mau mengaku begitu saja laki- laki lain sebagai ayahnya? Tapi sudahlah, itu urusan pribadinya. Sekarang, bagaimana dengan nasib teman-temanku di dusun Ki-leng? Besok dapat kau bantu aku menyelesaikan urusan ini, taijin?"

   Gong-taijin gembira.

   "Tentu saja, pangeran. Malam ini juga hamba akan menyiapkan surat-surat itu dan minta tanda tangan Pangeran Kao Cung!"

   Dan besok aku bisa pergi?"

   "Kalau paduka kehendaki, pangeran. Tapi kalau paduka mau tentu saja hamba menginginkan paduka tinggal lebih lama disini!"

   "Dan nona Hu itu, kenapa tidak muncul, taijin? Boleh sekarang dia disuruh kemari? Aku ingin bertanya apa maksudnya membawaku kemari!"

   Gong-taijin tiba-tiba cemas.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah, itu masalah kematian ayahnya, pangeran. Kau dituduh membunuh ayahnya pada lima tahun yang lalu!"

   "Ya, memang begitu katanya. Tapi gadis itu bilang bahwa seseorang akan membuktikan kebenaran tuduhannya. Lalu siapa yang dimaksudkannya ini, taijin? Apakah kau orangnya?"

   "Hm, sebaiknya kita undang dia, pangeran. Kukira sekarang ini kemarahannya agak reda."

   Gong-taijin tiba-tiba bertepuk tangan. Dia memanggil pelayannya yang cantik, Cheng Li dan gadis itu yang sudah melangkah menghampiri melirik Bun Hwi sambil tersenyum. Belum Gong- taijin memberi penjelasan ia nyerocos sendiri.

   "Kamar pangeran sudah hamba siapkan, taijin. Kalau pangeran ingin istirahat sekarang juga boleh dipakai...!"

   Gong-taijin tersenyum.

   "Wah, bukan itu maksudku memanggilmu, Cheng Li. Pangeran masih belum ingin beristirahat. Kau panggillah Hu-siocia kemari!"

   Gadis itu tercengang. Tapi tersenyum lebar ia memberi hormat.

   "Baik, taijin. Hamba akan melaksakannya dengan baik!"

   Bun Hwi melihat gadis itu melenggang manis. Dia melihat Cheng Li sekali lagi melempar senyum berarti yang membuat hatinya berdebar, tapi Gong- taijin yang tertawa kecil mendorongkan cawannya.

   "Pangeran, paduka tertarik pada pelayanku itu? Ha- ha, manis dia. Pandai dan halus caranya melayani tamu...!"

   Bun Hwi semburat merah.

   "Aku tak tertarik padanya, taijin. Hanya heran bagaimana pelayanmu demikian cantik-cantik semua!"

   Gong-taijin tertawa. Dia melihat Bun Hwi tersipu- sipu, tampak bengong memandang kepergian pelayan cantik ini. Tapi Cheng Li yang tiba-tiba muncul kembali membuat keduanya tertegun.

   "Eh, mana Hu-siocia, Cheng Li?"

   Gadis itu membungkukkan tubuhnya.

   "Ia tidak mau datang, taijin. Kecuali mengirimkan surat ini."

   Gong-taijin sudah menyambar surat di tangan pelayannya. Dia membaca sekejap, lalu mengerutkan keningnya dia menghela napas.

   "Ah, gadis itu tak mau kemari, pangeran. Dia mau bicara empat mata kalau kau sudah beristirahat!"

   Bun Hwi membelalakkan mata.

   Surat di tangan Gong-taijin sudah diserahkan pembesar itu kepadanya, dan Bun Hwi yang melihat tulisan halus mencoret-coret di sebuah kertas jadi ikut menekan debaran hatinya yang tiba-tiba tidak enak.

   Di situ tertulis bahwa Hu Lan tidak mau bicara malam itu, kecuali Bun Hwi pergi.

   Dan Hu Lan yang minta pembesar itu mengawasi Bun Hwi mengharap pemuda itu ditangkap dan ditahan di ruang belakang! "Ah, Hu-siocia masih membencimu, pangeran.

   Sebaiknya kau beristirahat saja kalau begitu.

   Ia akan bicara empat mata denganku!"

   Bun Hwi memandang pembesar ini.

   "Kalau begitu besok bisa kutemui gadis itu, taijin? Aku pun ingin bicara penting dengannya!"

   "Hm, hamba usahakan, pangeran. Tapi mudah- mudahan Hu-siocia tidak menyerang paduka!"

   Bun Hwi merasa aneh.

   Dia melihat kejanggalan yang mengherankan hatinya.

   Seperti misalnya gadis baju hijau yang mengaku puteri pembesar ini.

   Juga Hu Lan yang tiba-tiba tidak mau menemuinya.

   Kenapa semua itu terjadi serentak dalam saat berbareng? Tapi Bun Hwi mengacuhkan keadaan sekitar.

   Dia melihat Gong-taijin memberi kedipan pada pelayannya, dan Cheng Li yang tersenyum lebar membalas isyarat rahasia pula.

   Bun Hwi terkejut.

   Ada apa itu? Tapi dia pura-pura tidak tahu.

   Maka ketika jamuan kecil itu selesai beberapa menit kemudian diapun diantar pelayan cantik ini menuju ke kamarnya, jauh di belakang menembus sebuah lorong yang panjang.

   *S*F* "Pangeran, paduka ingin mandi?"

   Bun Hwi terbelalak.

   Dia sudah memasuki kamar itu, sebuah kamar besar dengan perabot-perabot lengkap.

   Dan Cheng Li yang menawarinya mandi membuat dia tertegun.

   Sekarang dia ingat bahwa berhari-hari dia belum membersihkan diri.

   Apalagi belum lama berselang dia terkubur hidup-hidup di dasar sebuah sumur.

   Wah, apa yang harus dilakukannya? Tapi Bun Hwi akhirnya menganggukkan kepala.

   "Ya, aku ingin mandi, Cheng Li. Di manakah kamar mandinya?"

   Cheng Li tertawa manis. Ia menyentuh lengan Bun Hwi, halus namun erat. Dan Bun Hwi yang tersirap darahnya tiba-tiba terkejut melihat gadis ini menariknya manja.

   "Pangeran, kamar mandi ada di sana. Ayolah, hamba bersihkan tubuh paduka dari segala debu!"

   Bun Hwi terbelalak. Belum dia menjawab tahu-tahu pelayan ini sudah membuka kamar mandi dan melepas kancing bajunya.

   "Pangeran jangan canggung. Hamba telah diperintah Gong-taijin untuk melayani paduka baik-baik!"

   "Ah, tapi... tapi biarkan kulepas kancing-kancing bajuku, Cheng Li. Aku dapat melakukannya sendiri!"

   Bun Hwi menjadi gugup. Tapi pelayan cantik itu tertawa ngikik. Dia geli melihat Bun Hwi merah padam, dan baju Bun Hwi yang tahu-tahu sudah ditanggalkan membuat pemuda ini setengah telanjang! "Pangeran, mari kugosok. Masuklah di kolam itu!"

   Bun Hwi terpana.

   Dia melihat sebuah bak indah dari porselin, halus mengkilat di depan matanya.

   Dan Cheng Li yang sudah menggerayang celananya siap melepas pakaian terakhir itu dengan tidak malu- malu! Bun Hwi tentu saja terkejut, dan gugup serta jengah oleh "servis"

   Yang belum pernah diterimanya seumur hidup itu membuat dia kelabakan.

   "Cheng Li, tinggalkan aku. Biar aku mandi sendiri di tempat ini!"

   Pelayan itu membelalakkan mata.

   "Tapi paduka tak tahu bagaimana cara mengisi bak mandi, pangeran. Mana dapat hamba tinggalkan?"

   "Ah, sudahlah. Aku dapat mencarinya sendiri!"

   Bun Hwi yang tiba-tiba menjadi gugup itu mendorong sang pelayan keluar kamar.

   Lalu begitu Cheng Li terbelalak diluar diapun mengawasi sekitar kamar mandi ini.

   Dia melihat bak itu jelas bak mandi, indah membujur dari porselin mengkilat.

   Tapi kamar mandi yang sama sekali tidak ada airnya ini lebih mirip dibilang kamar makan atau kamar tidur! Bun Hwi bingung.

   Dia menghampiri tombol merah biru yang ada di atas bak porselin, tiba-tiba muncul menekannya berbareng.

   Dan pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka membuat dia kaget bukan main.

   Eh, kenapa bukan air yang keluar? Dan Cheng Li tiba-tiba muncul.

   "Paduka memanggil hamba, pangeran?"

   Bun Hwi tersipu-sipu.

   "Tidak... tidak... aku mencari tombol air, Cheng Li. Bagaimana caranya mengisi bak mandi ini?"

   Gadis itu tertawa.

   "Sudah hamba bilang, pangeran. Kau tak dapat mandi tanpa bantuanku! Nah, lihatlah, ini tombol untuk mendapat air...!"

   Dan Cheng Li yang menghampiri pipa di atas bak porselin tiba-tiba memanjat bagai kera betina.

   Gadis ini tidak merasa kikuk, dan pakaiannya yang tersingkap sebatas lutut membuat Bun Hwi meramkan mata dengan jantung berdetak.

   Berani amat gadis itu! Pikirnya berdegupan.

   Memamer-mamerkan tungkai yang halus indah! Namun Bun Hwi mendengar Cheng Li tertawa.

   Gadis itu sudah melompat turun, membetulkan pakaiannya dan terkikik melihat Bun Hwi meramkan mata.

   "Pangeran, kenapa meramkan mata? Lihat, air sudah kuisi dalam bak mandi itu...!"

   Bun Hwi tersipu-sipu.

   Dia benar-benar gugup menghadapi pelayan ini, dan belum dia berbuat sesuatu tiba-tiba pelayan ini sudah menggerayangi kancing celananya dan melepas baju sendiri, baju luar, hingga Cheng Li tinggal mengenakan baju dalam yang tipis menerawang.

   Lalu belum ia berkata sesuatu tiba-tiba gadis itu sudah mendorongnya mencebur di bak porselin! "Pangeran, ayo mandi.

   Biar kugosok tubuhmu, hi hik...!"

   Bun Hwi kaget sekali.

   Dia tahu-tahu telah terguling di bak mandi itu, dilayani Cheng Li yang setengah telanjang pula karena tinggal memakai baju dalam yang tembus pandang.

   Dan belum dia berbuat sesuatu gadis itupun telah mengguyurnya dengan air dingin, memandikannya seperti anak kecil sambil terkekeh-kekeh! Bun Hwi membelalakkan mata.

   Dia tertegun, merah padam dengan tubuh menggigil.

   Tapi baru kejadian ini berlangsung beberapa detik tahu-tahu pintu kamar mandi didobrak orang.

   Mei Hong muncul di situ, dan gadis yang tampak merah mukanya ini berdiri dengan mata bersinar-sinar marah! "Bun Hwi, kau...

   kau..."

   Bun Hwi kaget sekali. Dia melompat keluar, terbelalak melihat gadis ini. Tapi Mei Hong yang melihat Bun Hwi hampir telanjang dengan sisa pakaian yang sedikit di bawah pusar tiba-tiba membalikkan tubuh dan berteriak marah.

   "Bun Hwi, kau pemuda hidung belang. Kau tak tahu malu....!"

   Bun Hwi melompat mengejar.

   "Mei Hong, tunggu dulu, kau salah paham...!"

   Tapi Cheng Li menjerit kecil.

   "Pangeran, pakaianmu. Kau masih telanjang...!"

   Bun Hwi kaget dan bingung. Dia teringat keadaan diri sendiri yang hampir tak berpakaian sama sekali, membalikkan tubuh dan marah pada pelayan ini. Dan menyambar pakaiannya yang dilempar Cheng Li diapun membentak gadis itu.

   "Cheng Li, kenapa kau lakukan ini? Kenapa kau bersikap tak tahu malu?"

   Pelayan itu terbelalak.

   "Hamba hanya sekedar menerima perintah, pangeran. Hamba diharuskan melayani paduka baik-baik. Apakah ini salah?"

   Bun Hwi gemas. Dia sudah mengenakan pakaiannya kembali, tergesa-gesa dengan tubuh masih basah bekas berendam di bak mandi, tanpa handuk. Dan melompat pergi dia menghadiahi pelayan itu dengan sebuah gaplokan.

   "Cheng Li, kau membuat malu aku. Kau menjadi gara-gara... plak!"

   Dan Cheng Li yang terguling di lantai berteriak mengaduh ditampar Bun Hwi.

   gadis ini terpelanting, tapi Bun Hwi yang sudah meninggalkannya membanting pintu kamar mandi kuat-kuat.

   Bun Hwi sudah mengejar Mei Hong, memanggil- manggil gadis itu dengan suara gelisah.

   Dan ketika dilihatnya Mei Hong berkelebat di ujung lorong Bun Hwi melompat panjang sambil berseru.

   "Mei Hong, tunggu dulu. Kau salah paham...!"

   Tapi Mei Hong tidak mau berhenti. Bun Hwi mendengar gadis ini terisak, melayang keluar tembok pagar. Dan Bun Hwi yang membuntuti murid Hwa-i Sin-kai ini tiba-tiba berada di sebuah taman indah yang dikurung banyak orang! "Bun Hwi, berhenti...!"

   Hong Beng Lama tiba-tiba muncul, membentak Bun Hwi dan tidak menyebut lagi pemuda itu dengan "pangeran". Dan Bun Hwi yang terkejut oleh bentakan Lama jubah merah ini otomatis tertahan langkahnya.

   "Hong Beng Lama, apa maksudmu menghentikan aku?"

   Hong Beng Lama mendengus.

   "Kau kami tangkap, Bun Hwi. Atas perintah langsung sri baginda kaisar!"

   Bun Hwi terbelalak.

   "Hong Beng Lama, kau gila?"

   Lama itu tertawa mengejek.

   "Kau yang gila, Bun Hwi. Berani amat menyerang dan berniat membunuh putera mahkota!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Putera mahkota...? Aku..."

   "Ya, kau kami tangkap atas dasar tuduhan ini, Bun Hwi. Kau membuat putera mahkota luka parah dan hampir tewas!"

   Hong Beng Lama memotong tersenyum dingin dan mengebutkan jubahnya.

   Sementara di belakang Lama ini, muncul dengan tiba-tiba nampaklah si pemuda tampan yang mengganggu Mei Hong itu, Hong Lam, si pemuda yang tak dapat dibunuh! Bun Hwi tertegun.

   Dia melihat taman itu sudah dikurung puluhan pengawal, dipimpin sang Lama yang menyeringai lebar ini.

   Dan Bun Hwi yang masih terbelalak tak mampu bicara tiba-tiba melihat berkelebatnya dua orang iblis yang dari dulu memusuhinya, Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong! "Ha-ha, kau tak dapat melarikan diri, bocah.

   Kau harus menerima hukuman sri baginda kaisar atas perbuatanmu!"

   Bun Hwi mendengar Ang-sai Mo-ong tertawa bergelak, mengejeknya dengan mata bersinar-sinar. Dan Bun Hwi yang tiba-tiba marah oleh tuduhan ini sekonyong-konyong membentak.

   "Ang-sai Mo-ong, kau iblis keji. Mampuslah...!"

   Bun Hwi melompat menyerang iblis ini. Tapi Hong Beng Lama yang berdiri di depan mengebutkan jubahnya.

   "Bun Hwi, kau jangan melawan... duk!"

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan lengan serta jubah yang saling hantam itu membuat Bun Hwi terpental sementara Hong Beng Lama sendiri terhuyung dua tindak. Lama ini berkilat matanya, dan Bun Hwi yang siap menerjang marah tiba-tiba mendengar bentakan penuh wibawa.

   "Hong Beng Lama, bawa bocah itu ke ruang sidang....!"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia melihat semua orang tiba-tiba berlutut menghadap ke asal suara ini dan seorang laki-laki yang mukanya keren dengan pakaian bersulam naga muncul disitu dengan kepala tegak.

   Dia tampak penuh wibawa sekali, sikapnya angker.

   Dan Bun Hwi yang tergetar memandang laki-laki setengah baya itu tertegun.

   "Kaisar...!"

   Bun Hwi tercekat.

   Dia tiba-tiba lumpuh, dan perbawa laki-laki di depan yang memang bukan lakin sri baginda adanya sudah membuat Bun Hwi mendeprok seakan tak bertenaga.

   Dia menundukkan mukanya, tak kuat beradu pandang dengan sepasang mata yang penuh perbawa itu.

   Mata seorang laki-laki yang dianggap utusan Tuhan oleh seluruh rakyat.

   Dan Bun Hwi yang gemetar dengan muka berkeringat itu mendengar lagi suara laki-laki setengah baya ini.

   "Hong Beng Lama, bawa bocah itu ke ruang sidang. Laki-laki yang gagah tidak akan bersikap pengecut menyangkal perbuatan sendiri!"

   Hong Beng Lama membenturkan dahinya.

   "Baik, sri baginda. Akan hamba laksanakan perintah ini...!"

   Dan laki-laki penuh wibawa yang sudah memutar tubuh itu menghilang di balik pintu. Bun Hwi melihat semua orang bangun kembali, dan Hong Beng Lama yang membentaknya dingin berseru.

   "Bun Hwi, kau masih tidak percaya bahwa sri baginda memerintahkan penangkapan ini?"

   Bun Hwi mendelong.

   Dia menghela napas dan melihat bahwa kaisar sendiri telah menyuruh Hong Beng Lama membawanya ke ruang sidang diapun tunduk tak membantah.

   Bun Hwi diborgol, dan Hong Beng Lama yang mendorong pemuda itu menuju ke istana segera diikuti puluhan pengawal yang berjaga-jaga mengurung pemuda itu agar tak melarikan diri! Tapi Bun Hwi tak ada niat melarikan diri.

   Dia memang hendak melawan, menolak perintah Hong Beng Lama yang hendak menangkapnya.

   Tapi setelah kaisar muncul sendiri dan menyuruh Lama Tibet itu membawanya ke ruang sidang diapun menyerah.

   Hanya, di dalam hati tentu saja perasaannya bergolak oleh rasa penasaran yang amat sangat.

   Dia dituduh menyerang putera mahkota, bahkan hendak membunuh putera mahkota yang tidak diketahuinya siapa.

   Lalu apa alasannya dia menyerang putera mahkota itu.

   Ini tentu fitnah.

   Kalau saja sri baginda tadi tidak menyinggungnya dengan kata-kata bahwa seorang gagah harus berani mempertanggung jawabkan perbuatan sendiri tentu dia sudah berontak.

   Tapi dia seorang gagah.

   Dia tidak akan melarikan diri.

   Karena melarikan diri tentu akan dianggap bahwa dia benar-benar telah melakukan perbuatan itu.

   Yang berarti membenarkan tuduhan Hong Beng Lama! Dan Bun Hwi yang tidak mau melakukan perbuatan ini sekarang menengadahkan muka dengan kepala terangkat, siap menghadapi kaisar dan melawan fitnah ini! Tapi Bun Hwi rupanya lagi sial! Ruang sidang yang biasanya sunyi sepi itu tahu-tahu telah banyak orang.

   Dan seorang di antaranya adalah...

   Hu Lan! Bun Hwi tertegun.

   Dia heran dan terkejut melihat gadis itu berada di ruang sidang, satu hal yang sama sekali tidak disangkanya.

   Sementara sri baginda sendiri yang duduk tegak di atas kursi singgasananya tampak memandang pesakitan ini dengan sikap bengis.

   Bun Hwi berlutut, dan Hong Beng Lama serta pengawal juga berlutut.

   Dan sri baginda yang memandang Lama Tibet ini bertanya nyaring.

   "Hong Beng Lama, inikah bocah yang kalian bilang berasal dari dusun Ki-leng?"

   Hong Beng Lama membenturkan jidatnya.

   "Memang benar, sri baginda. Dialah bocah yang dulu paduka cari itu!"

   "Dan sekarang datang bermaksud membunuh Pangeran Kao Cung?"

   "Seperti yang paduka saksikan, sri baginda. Bun Hwi melukai bahkan hendak membunuh putera mahkota bila hamba tidak muncul!"

   "Hm..."

   Sri baginda kaisar meraba dagunya, memandang marah Bun Hwi yang masih berlutut.

   "Bocah, benarkah kau yang bernama Bun Hwi?"

   Bun Hwi mengangkat mukanya. Dia memandang sekeliling, melihat Hong Beng Lama dan dua orang kakek iblis Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong tersenyum mengejek kepadanya. Dan sri baginda yang membentaknya nyaring membuat dia tiba-tiba menengadahkan muka.

   "Sri baginda,"

   Bun Hwi agak gemetar, baru kali ini berhadapan langsung dengan kaisar yang penuh wibawa ini.

   "kalau hamba dituduh melukai dan hendak membunuh putera mahkota hamba sama sekali tidak tahu-menahu urusan ini. Hamba tidak tahu siapa itu putera mahkota, dan kalau orang menuduh hamba melakukan perbuatan itu maka ini adalah fitnah! Hamba tidak melakukan apa-apa, hamba tidak bersalah...!"

   Kaisar bertanya dingin.

   "Aku tidak menanyakan itu, bocah. Yang kutanya adalah benarkah kau yang bernama Bun Hwi dan berasal dari dusun Ki-leng!"

   Bun Hwi mengangguk.

   "Memang benar, sri baginda. Hamba adalah Bun Hwi dan berasal dari dusun Ki- leng!"

   "Dan kau benar keponakan Ma-taijin?"

   Bun Hwi tergetar.

   "Benar, sri baginda."

   "Dan kau benar pula memiliki ibu yang bernama Wi Hong, Tang Wi Hong?"

   Bun Hwi menundukkan muka. Untuk ini dia sulit menjawab. Karena sesungguhnya dia tidak tahu siapa dan bagaimana rupa ibunya. Tapi percaya mendiang pamannya tidak berbohong kepadanya maka diapun menjawab liriih.

   "Benar, sri baginda. Hamba adalah putera wanita itu..."

   Sri baginda tampak tertegun.

   "Kalau begitu, dimana ibumu itu sekarang?"

   "Hamba tidak tahu, sri baginda. Hamba masih akan mencari ibu kandung yang hilang!"

   Kaisar tampak terkejut. Tapi mendengus dingin tiba- tiba dia bertanya.

   "Bun Hwi, kalau betul kau putera Wi Hong lalu dimana Cupu Naga yang kau dapat dari ibumu itu? Dapatkah kau tunjukkan kepadaku?"

   Bun Hwi ganti terkejut.

   "Hamba... hamba tidak tahu, sri baginda. Ibu tidak memelihara hamba sejak kecil...!"

   Kaisar tertawa mengejek.

   "Kalau begitu kau mengada-ada, bocah. Kau mengaku-aku sebagai putera Wi Hong yang kusayang sebagai selir!"

   Bun Hwi terbelalak. Belum dia menjawab tiba-tiba Ang-sai Mo-ong berseru.

   "Sri baginda, bocah ini telah mencuri Cupu Naga yang dimiliki selir paduka!"

   "Ya, dan dia pula yang membunuh Hu-taijin, sri baginda. Hamba menjadi saksi atas perbuatannya ini!"

   Tung-hai Lo-mo menyambung, berseru lantang memojokkan Bun Hwi. Dan kaisar yang marah oleh laporan ini tiba-tiba bangkit berdiri.

   "Bun Hwi, bagaimana keteranganmu untuk dua tuduhan ini? Kau memikul dosa berat, melakukan kesalahan besar dengan mencuri dan membunuh di samping melukai putera mahkota!"

   Bun Hwi memandang ke belakang.

   "Ang-sai Mo-ong, tutup mulutmu. Kau tak perlu melempar fitnah di sini!"

   "Ha-ha, tak perlu memaki, Bun Hwi. Kau telah melakukan perbuatan yang ada buktinya!"

   Bun Hwi bangkit berdiri. Tapi Hong Beng Lama yang memukul pundaknya membuat dia terguling.

   "Bun Hwi, jangan membuat ribut disini. Kau jawablah pertanyaan sri baginda!"

   Bun Hwi marah sekali. Dia hendak memberontak, tapi sinar mata sri baginda yang dingin menusuk membuat dia sadar. Itu adalah ruang sidang. Kalau dia membuat onar tentu tuduhan semakin berat! Maka Bun Hwi yang menekan gejolak marahnya ini mendesis.

   "Sri baginda, hamba tidak bersalah seperti yang dituduhkan orang. Kalau itu benar hamba mohon bukti-buktinya!"

   Sri baginda bertepuk tangan.

   "Hong Beng Lama, coba kau ceritakan dari awal bagaimana tuduhan ini jatuh di pundaknya. Dan bawa kemari Pangeran Kao Cung yang luka parah...!"

   Hong Beng Lama mengangguk. Dia memberi isyarat temannya, menyuruh Tung-hai Lo-mo membawa Pangeran Kao Cung yang terluka. Lalu begitu pangeran ini muncul dengan tubuh penuh luka-luka yang dibalut berkatalah Lama Tibet itu.

   "Mula-mula hamba tidak tahu bocah ini datang, sri baginda. Karena pada mulanya dia berada di rumah Gong- taijin meminta surat tanah bagi teman-temannya di dusun Ki-leng. Dan karena dia tidak menunjukkan kecurigaan tertentu Gong-taijin menerimanya baik- baik. Hamba melihat dia tinggal di rumah Gong- taijin, menunggu surat yang dipersiapkan untuk keesokan harinya kembali ke Ki-leng. Tapi maksudnya meminta surat tanah itu rupanya hanya sebagai dalih saja. Karena ketika Gong-taijin menyuruhnya beristirahat di kamar belakang tiba- tiba dia menyelinap keluar. Hamba menemuinya di taman keputran, saat Pangeran Kao Cung menjerit. Dan ketika hamba datang tahu-tahu bocah ini telah menyerang dan siap membunuh paduka putera mahkota...!"

   Bun Hwi tiba-tiba menggeram.

   "Itu bohong, sri baginda. Hamba tidak kemana-mana kecuali tinggal di rumah Gong-taijin!"

   "Hm, kalau begitu kenapa kau lari-lari, Bun Hwi? Kenapa kau melompat tembok pagar dan melarikan diri?"

   Bun Hwi tertegun.

   Terang untuk ini dia tak dapat menjelaskan sebab-musababnya.

   Karena pada saat itu dia sedang mengejar Mei Hong yang melihatnya sedang mandi bersama Cheng Li.

   Atau lebih tepat gadis itu sedang memandikannya di kamar mandi, yang entah bagaimana tiba-tiba kepergok Mei Hong yang marah-marah! Maka Bun Hwi yang tak dapat menjawab pertanyaan ini seketika bungkam mulutnya, bingung untuk menjawab apa! dan Hong Beng Lama yang tertawa dingin mendesaknya dengan kata-kata tajam.

   "Bun Hwi, kenapa kau tak mampu menjawab? Tidak benarkah jika kukatakan di sini bahwa sebetulnya kau hendak melarikan diri setelah menyerang Pangeran Kao Cung?"

   Bun Hwi bersinar mukanya.

   "Aku sama sekali tak menyerang pangeran itu, Hong Beng Lama. Tentu ini fitnah yang kalian perbuat untuk menjatuhkan aku di hadapan sri baginda!"

   "Hm, kalau begitu bagaimana jika kita tanya pada yang bersangkutan saja?"

   Hong Beng Lama mengejek.

   "Kau dapat menanya pada orang yang kau serang itu, Bun Hwi. Dan dapat kau dengar sendiri apa jawabannya dan mengapa kau menyerang dia!"

   Bun Hwi penasaran. Dia memandang orang yang luka-luka itu, Pangeran Kao Cung yang melotot penuh kebencian terhadapnya. Dan belum dia membuka suara pangeran muda yang terluka itu membentaknya.

   "Bun Hwi, untuk apa kau bertanya lagi? Kalau bukan masalah kedudukan putera mahkota yang diberikan ayahanda kaisar kepadaku untuk apa kau menyerang dan hendak membunuhku? Gara-gara iri dan busuknya hatimu kau hendak menghilangkan nyawaku, agar sri baginda memberikan kedudukan itu padamu kelak!"

   Bun Hwi pucat mukanya.

   "Pangeran, apa kau bilang? Kau juga bersekongkol dengan orang-orang ini untuk melempar fitnah padaku?"

   "Hm, tak perlu fitnah, Bun Hwi. Kanda Pangeran Ong memberitahuku bahwa kau benar putera dari bibi Wi Hong. Kalau bukan untuk kedudukan putera mahkota lalu untuk apa lagi kau menyerangku?"

   Bun Hwi menggigil.

   "Tapi... tapi..."

   "Tapi kau tak dapat menjawab pertanyaan Hong Beng Lama kenapa kau melarikan diri melompat tembok pagar, Bun Hwi. Kau tak dapat menolak tuduhan ini karena kau tertangkap basah!"

   "Ah...!"

   Bun Hwi merah mukanya. Dan marah oleh serangan kata-kata itu tiba-tiba dia membalikkan tubuh.

   "Hong Beng Lama, dari mana kau dapat mengarang cerita busuk ini?"

   Lama itu mendengus.

   "Tak perlu mencari alasan, Bun Hwi. Kau tertangkap basah ketika pinceng sedang meronda di taman keputran!"

   "Tapi aku tidak melakukan apa-apa, Hong Beng Lama. Aku masih berada di..."

   Bun Hwi tertegun sendiri.

   Dia hampir kelepasan omong mengatakan di kamar mandi bersama Cheng Li.

   Tapi teringat ini bakal memalukan diri sendiri tiba-tiba dia memutus omongannya.

   Dan Hong Beng Lama, yang melihat pemuda itu tak dapat melanjutkan jawabannya tiba- tiba tertawa mengejek.

   "Bun Hwi, tuduhan pinceng adalah bahwa kau menyerang dan bermaksud membunuh Pangeran Kao Cung. Ini dibenarkan sendiri oleh yang bersangkutan. Lalu apalagi yang hendak kau katakan? Kalau kau mau bicara sebaiknya akui saja perbuatanmu ini. Sri baginda akan meringankan hukumanmu dan semuanya beres! Untuk apa kau mengelak padahal saksi utama ada di sini?"

   "Dan kau masih menghadapi tuduhan membunuh Menteri Hu, bocah. Nona Hu Lan ada di sini menuntut pertanggungjawabanmu...!"

   Ang-sai Mo- ong menimbrung. Dan Tung-hai Lo-mo yang ada di situ juga menambahi.

   "Dan kau telah mencuri Cupu Naga. Bun Hwi kau tak dapat menyangkal persoalan ini di hadapan sri baginda!"

   Bun Hwi mendelik. Omongan tiga orang itu benar- benar membuat keadaannya buruk, tapi Bun Hwi yang masih menahan kemarahannya berseru lantang.

   "Ang-sai Mo-ong, Tung-hai Lo-mo, kalian berdua adalah ular-ular berbisa yang jahat. Siapa sudi mendengar omongan kalian?"

   "Hm, tapi kami mempunyai saksi-saksi cukup, bocah. Tak perlu menyangkal atau mengelak tuduhan ini. Sebaiknya akui saja perbuatan itu dan mintalah ampun pada sri baginda kaisar!"

   Hong Beng Lama membentak.

   Bun Hwi menoleh pada Lama tinggi besar ini, dan marah oleh sikap lawan yang menghinanya tiba-tiba Bun Hwi mengerahkan tenaga.

   Borgol besi yang mengikat pergelangan tangannya tiba-tiba disentak, dan begitu terdengar suara "krak"

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dua kali tahu-tahu borgol yang ada di tangannya itu putus! "Hong Beng Lama, saksi-saksimu tak ada yang dapat dipercaya di sini. Kalau kau mau merobohkan aku tangkaplah...!"

   Hong Beng Lama terkejut. Semua orang juga kaget, dan para pengawal yang tiba-tiba mencabut senjata membuat suasana menjadi gaduh. Namun sri baginda kaisar tiba-tiba bangkit berdiri, dan menggoyang lengannya penuh wibawa kaisar ini membentak.

   "Bun Hwi, kalau aku yang menyuruhmu tangkap apakah kau masih berani melawan?"

   Bun Hwi tergetar.

   "Hamba menolak semua tuduhan ini, sri baginda. Hamba juga mempunyai saksi bahwa hamba tidak melakukan perbuatan itu!"

   Kaisar tertegun. Dia tampaknya terkejut tapi mengulapkan lengannya dia bertanya.

   "Apa maksudmu, Bun Hwi? Darimana kau mempunyai pembela?"

   Bun Hwi menjatuhkan diri berlutut.

   "Sri baginda, hamba mempunyai saksi yang dapat menerangkan dimana hamba saat itu. Kalau paduka perkenankan mohon saksi-saksi yang hamba minta disuruh datang kemari!"

   Kaisar akhirnya mengangguk.

   "Baik, siapa yang kau minta, Bun Hwi?"

   Bun Hwi menengadahkan muka.

   "Yang pertama adalah pelayan Gong-taijin, sri baginda. Nona Cheng Li yang tahu betul dimana hamba saat itu!"

   Kaisar mengangguk.

   "Lalu yang kedua?"

   "Yang kedua ialah nona Song Ki, sri baginda. Dia inilah yang telah memberi tahu hamba bahwa ada sesuatu yang tidak beres!"

   Kaisar tampak terkejut.

   "Song Ki? Siapa ia itu?"

   Bun Hwi buru-buru menjawab.

   "Ia mengaku puteri Gong-taijin, sri baginda. Tapi Menteri Gong menyangkalnya di depan hamba. Nah, sementara ini dua orang itulah yang hamba minta untuk menjadi saksi bagi hamba!"

   Kaisar menoleh ke kiri. Ada perubahan sikap di wajah Hong Beng Lama dan Ang-sai Mo-ong yang dilihat Bun Hwi. Tapi dua orang tokoh yang sudah kembali tenang dengan muka tidak menampakkan perubahan itu buru-buru menunduk ketika dipandang kaisar.

   "Hong Beng Lama, Gong-taijin mempunyai seorang puteri, bukan?"

   Hong Beng Lama mengangguk.

   "Benar, sri baginda."

   "Tapi kenapa menyangkal di depan Bun Hwi bahwa Song Ki bukan puterinya?"

   "Ampun, sri baginda. Gong-taijin memang benar tidak mempunyai anak perempuan. Song Ki bukan puteri menteri ini melainkan hanya anak angkat!"

   "Hm, kalau begitu panggil Gong-taijin...!"

   Menteri Gong tiba-tiba muncul. Dia kiranya ada di situ, menyembunyikan diri di antara muka orang banyak. Dan kaisar yang sudah memandangnya buru-buru disambutnya dengan melipat tubuh dalam-dalam.

   "Sri baginda, hamba ada di sini...!"

   Kaisar memandang aneh.

   "Menteri Gong, kenapa kau sangkal Song Ki bukan puterimu? Benarkah ia hanya anak angkat?"

   Menteri ini menjatuhkan diri berlutut.

   "Memang benar, sri baginda. Song Ki hanya anak angkat hamba. Dia keponakan hamba, puteri dari mendiang adik hamba!"

   "Hm, kalau begitu panggil anak perempuan itu kemari. Juga pelayanmu yang bernama Cheng Li!"

   Gong-taijin mundur tergesa-gesa.

   Dia memberi isyarat beberapa orang pembantunya di luar, lalu begitu pembesar ini muncul kembali tampaklah sekarang gadis pelayan itu dan Song Ki, yang melangkah gemetar dengan muka pucat! "Siapa di antara kalian yang bernama Cheng Li?"

   Sri baginda bertanya lantang. Cheng Li buru-buru menjatuhkan diri berlutut.

   "Hamba, sri baginda... hamba yang bernama Cheng Li...!"

   "Dan kau Song Ki yang menjadi anak angkat Gong- taijin?"

   Kaisar menudingkan tangannya, menunjuk Song Ki yang berdiri menggigil. Dan gadis baju hijau yang segera membenturkan dahi ini sudah mengiyakan. Mereka berdua disuruh bangkit berdiri, dan kaisar yang memandang Bun Hwi berseru.

   "Bun Hwi, dua orang inikah yang hendak kau jadikan pembela?"

   Bun Hwi berseri mukanya.

   "Memang benar, sri baginda. Mereka memang benar Cheng Li dan Song Ki!"

   "Baik. Kalau begitu apa yang hendak kau minta dari mereka?"

   Bun Hwi menghadapi gadis pelayan ini.

   "Cheng Li,"

   Dia bertanya dengan suara penuh harap.

   "kau tahu bahwa aku masih ada di rumah Gong-taijin, bukan? Benarkah aku menyerang Pangeran Kao Cung?"

   Gadis ini terbelalak.

   Dia mengusap pipinya, bekas tamparan Bun Hwi.

   Dan Bun Hwi yang melihat gadis ini mengusap pipi tiba-tiba saja menjadi kecut.

   Kalau Cheng Li masih marah kepadanya tentu gadis ini akan membalik, membuat keadaannya runyam dan semakin buruk.

   Dan Cheng Li yang benar saja marah kepadanya itu tiba-tiba membuat kesaksian dusta! "Sri baginda,"

   Gadis itu tiba-tiba menangis.

   "Hamba tidak tahu apakah benar pemuda ini menyerang putera mahkota atau bukan. Yang jelas, di kamar mandi dia hendak memperkosa hamba dan hampir saja merenggut kehormatan hamba. Dia laki-laki jahat, pemuda hidung belang yang tidak tahu malu...!"

   Bun Hwi kaget bukan main. Dia pucat mendengar kata-kata gadis itu, dan Hong Beng Lama yang tiba- tiba tertawa dingin berseru.

   "Ah, kiranya kau pemuda hidung belang, Bun Hwi. Tak kusangka di samping menyerang putera mahkota kau juga hendak menggerayangi kehormatan seorang wanita!"

   Bun Hwi bangkit berdiri.

   "Itu bohong, Hong Beng Lama. Aku tidak melakukan seperti apa yang dikatakannya. Gadis ini dusta, dia melempar fitnah keji...!"

   Cheng Li tiba-tiba bangkit berdiri pula.

   "Bun Hwi, kenapa kau menyangkal tuduhan ini? Tidak benarkah bila kukatakan kau bersamaku di kamar mandi?"

   Bun Hwi terbelalak. Dia merah padam, dan Cheng Li yang berapi-api mukanya itu tiba-tiba meneruskan pula kata-katanya.

   "Sri baginda, kalau seorang laki- laki membawa seorang perempuan di kamar mandi salahkah bila dugaan hamba bahwa dia bermaksud kotor? Hamba masih mempunyai bukti, sri baginda, bukti pakaian hamba yang cabik-cabik...!"

   Dan Cheng Li yang sudah memperlihatkan bajunya yang robek-robek di bagian pundak dan punggung membuat Bun Hwi menggereng dengan mata penuh kemarahan.

   Dia melihat semua orang memandang iba pelayan Gong-taijin yang sudah terisak-isak sambil menutupi mukanya itu, sementara mata mereka yang memandangnya marah jelas membuat kedudukannya buruk di atas buruk.

   Bun Hwi tak tahan lagi, dan melompat maju tiba-tiba dia menyambar kepala Cheng Li dengan penuh kegusaran.

   "Cheng Li, kau perempuan hina. Kau melempar fitnah keji...!"

   Dan Bun Hwi yang menjambak rambut pelayan ini mencengkeram dengan kekuatan dahsyat.

   Dia tak sadar lagi bahwa tenaganya yang demikian hebat akan membuat kepala gadis itu hancur dicengkeram jari-jarinya yang bergetar penuh tenaga sakti.

   Tapi Hong Beng Lama yang mengebutkan jubahnya tiba-tiba berkelebat sambil menendang tubuh sang pelayan.

   "Cheng Li, mundurlah... dess!"

   Dan lengan Hong Beng Lama yang bertemu lengan Bun Hwi mengeluarkan suara keras bagai petir meledak.

   Semua orang berteriak kaget ketika ruang sidang yang penuh pilar-pilar kokoh itu berderak, bagai dilanda gempa bumi.

   Dan Bun Hwi yang marah oleh tangkisan Lama ini memutar tubuh.

   "Hong Beng Lama, kau agaknya musuh dalam selimut. Kau bekerja sama dengan orang-orang yang memusuhiku untuk melempar fitnah busuk!"

   Hong Beng Lama tertawa dingin.

   Dia melihat Bun Hwi menerjangnya marah, memutar lengan dan melontar pukulan dahsyat.

   Tapi Lama yang sudah mempersiapkan diri ini menyambut terjangan Bun Hwi dengan kebutan lengan jubahnya yang tiba-tiba menjadi kaku dan keras.

   Sekali tangkis dia membuat lengan Bun Hwi terpental, lalu sementara pemuda itu terhuyung tahu-tahu Lama jubah merah ini sudah berkelebat ke depan menghantam dada Bun Hwi.

   "Bocah, robohlah...!"

   Bun Hwi tak dapat mengelak. Dia tak sempat menerima pukulan Lama Tibet ini, maka begitu dadanya dihantam sinkang lawan yang mengeluarkan hawa dingin tiba-tiba Bun Hwi terlempar ke belakang bagai layang-layang putus talinya.

   "Bress!"

   Bun Hwi mengumpat marah.

   Dia melompat bangun, menggoyang kepala mirip anjing terpukul tongkat.

   Lalu begitu Hong Beng Lama tertegun melihatnya tak terluka sama sekali tiba-tiba Bun Hwi menggetarkan lengan mendorongkan telapaknya ke depan, menggores dua kali membentuk huruf "Wi", menyerang mempergunakan ilmunya Wi Tik Tong Thian! Dan Hong Beng Lama yang mendengar kesiur angin dingin tiba-tiba terbelalak.

   Dia melihat Bun Hwi melompat maju, menghantamnya dengan angin pukulan yang bercuit bagai tikus terjepit.

   Tapi Hong Beng Lama yang tidak keburu mengelak sudah cepat menerima pukulan pertama ini dengan dua lengan dilonjorkan ke depan.

   "Dess!"

   Kali ini Hong Beng Lama terpekik. Dia terdorong tiga tindak, goyah pasangan kuda- kudanya, dan Bun Hwi yang sudah menyerangnya kembali dengan jurus kedua membentuk lukisan "Tik"

   Tahu-tahu menghantam lambung kirinya dengan suara mencicit yang lebih nyaring! "Crit!"

   Hong Beng Lama mengeluh.

   Dia terbelalak kaget melihat sinar putih yang meluncur dari jari Bun Hwi, menusuk cepat lambung kirinya.

   Dan Lama Tibet yang sudah terluka lambungnya itu melompat mundur dengan mata terbelalak.

   Hong Beng Lama sama sekali tak mengira bahwa dalam dua gebrakan saja dia telah dilukai pemuda ini, yang pantas menjadi cucu muridnya.

   Tapi Lama yang sudah mengusap luka dan sembuh dalam sekejap itu tiba- tiba tertawa bergelak dengan mata bersinar-sinar.

   "Ha-ha, kau tak dapat melukai atau membunuh pinceng, Bun Hwi. Kau tak dapat mengalahkan pinceng dengan segala kehebatanmu...!"

   Bun Hwi tertegun. Dia melihat hal yang sama antara Lama ini dengan Hong Lam. Maka terbelalak marah tiba-tiba saja dia sadar.

   "Hong Beng Lama, kalau begitu pemuda itu muridmu?"

   Dia menuding Hong Lam, yang masih berdiri tenang dengan senyum mengejek di belakang Lama ini. dan Hong Beng Lama yang menyeringai lebar mengejeknya. **SF** BERSAMBUNG

   Jilid 23 Bantargebang, 24-07-2019, 20.29 SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book

   
Jilid 23 * * * "DIA bukan hanya murid pinceng, Bun Hwi. Tapi juga putera tunggal pinceng yang paling pinceng sayangi!"

   Bun Hwi mendesis.

   "Kalau begitu kalian ayah dan anak telah bersekongkol, Hong Beng Lama. Kalian rupanya mempunyai tujuan tertentu dalam melempar fitnah ini. Keparat....!"

   Bun Hwi yang tiba menerjang kembali menggetarkan dirinya menusuk dari jauh, tapi sri baginda kaisar yang bangkit dari duduknya membentak.

   "Bun Hwi, tahan...!"

   Bun Hwi terpaksa menghentikan serangan, ia melihat muka sri baginda merah padam, tampak gusar sekali. Tapi raja yang memandang dengan mata merah ini sudah menoleh ke kiri.

   "Hong Beng Lama, kalau kalian mau bertempur, sebaiknya setelah semua saksi-saksi bicara. Ruang ini bukan tempat pibu, jaga dirimu di tempat orang!"

   Hong Beng Lama terkejut. Dia melihat kaisar marah, merasa kewibawaannya tersinggung. Dan maklum dia harus mengendalikan diri maka Lama tinggi besar ini tiba-tiba membungkukkan tubuhnya dalam.

   "Maaf, sri baginda. Hamba hampir kehilangan rasa sabar menghadapi bocah yang tak tahu adat ini...!"

   Bun Hwi mendengus. Dia melihat kaisar sudah memandangnya, tajam bersinar-sinar. Dan baginda yang reda kemarahannya itu sudah bertanya keren.

   "Bun Hwi, betulkah kau hendak memperkosa pelayan ini?"

   Bun Hwi tentu saja menggeleng.

   "Tidak benar, sri baginda. Gadis itu hanya melempar fitnah yang tidak hamba mengerti!"

   "Hm, kalau begitu kau ada di kamar mandi?"

   "Ini... ini..."

   Bun Hwi gugup.

   "Kenapa gugup? Kau benar ada di kamar mandi waktu itu bersama pelayan ini?"

   Kaisar membentaknya perlahan. Bun Hwi terpaksa mengangguk.

   "Memang benar, sri baginda. Tapi hamba sama sekali tidak bermaksud memperkosanya. Adalah gadis itu yang menyeret hamba ke kamar mandi..!"

   "Hm, lalu apa yang terjadi?"

   "Hamba... hamba..."

   "Dia hendak memperkosa hamba, sri baginda. Bun Hwi hendak memaksa hamba di kamar mandi itu!"

   Cheng Li tiba-tiba melengking. Tapi sri baginda membentaknya.

   "Diam kau, Cheng Li. Aku tidak bertanya padamu!"

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Gadis ini menangis. Dia menunduk, mengguguk dibentak sri baginda. Dan Bun Hwi yang marah oleh keterangan ini terpaksa bicara jujur.

   "Sri baginda, waktu itu hamba dibawa pelayan ini untuk beristirahat. Tapi Cheng Li yang bertanya pada hamba apakah ingin mandi lalu membawa hamba ke tempat itu. Di kamar mandi hamba dipreteli, tak dapat menolak karena saat itu hamba gugup dan bengong. Tapi baru beberapa jenak tiba-tiba teman hamba muncul. Dia mendobrak pintu, memaki hamba dan melotot pada perempuan tak tahu malu itu. Lalu selesai memaki hamba dia lalu pergi. Hamba mengejar, tapi tiba di taman tahu-tahu Hong Beng Lama muncul dan melemparkan tuduhan ini!"

   "Hm, benarkah itu, Cheng Li?"

   "Tidak... tidak benar, sri baginda. Dia bohong dan memutar balik kenyataan...!"

   Cheng Li tiba berdiri, melotot pada Bun Hwi dan menangis terisak-isak. Lalu sri baginda yang mengerutkan alis memandang keduanya.

   "Kalau begitu siapa di antara kalian yang bicara benar?"

   Cheng Li tiba mengguguk.

   "Hamba berani sumpah, sri baginda. Kalau hamba tidak bicara benar biarlah hamba dipotong lehernya!"

   Bun Hwi terkejut. Dia melihat Cheng Li bicara kelewat berani, satu hal yang membuat dia tertegun, kaget dan heran. Dan sri baginda yang sudah memandangnya bertanya padanya.

   "Dan kau, bagaimana, Bun Hwi? Kau juga berani bersumpah seperti gadis ini?"

   Bun Hwi mengeraskan dagunya.

   "Tentu saja berani, sri baginda. Hamba juga berani menyatakan bahwa hamba tidak bersalah. Kalau hamba bohong bolehlah leher hamba dipenggal!"

   Sri baginda mengangguk dingin.

   "Baiklah, kalau begitu sementara ini kalian berdua kuanggap benar semuanya. Lalu nona Song Ki, bagaimana pembelaanmu, Bun Hwi? Apa yang hendak kaubicarakan tentang gadis ini?"

   Bun Hwi menoleh ke kanan, memandang gadis yang tiba menjadi perhatiannya itu. Dan bertanya nyaring dia memandang gadis baju hijau ini.

   "Ki siocia, tidak benarkah jika kukatakan di sini bahwa kau memberitahuku bahwa ada sesuatu bahaya yang mengancamku?"

   Gadis baju hijau itu gemetar.

   "Aku... aku tidak bicara apa-apa padamu, Bun Hwi aku tidak pernah mengenalmu sebelum di ruang sidang ini....!"

   Bun Hwi terkejut.

   "Tapi kau yang menolongku di luar, Ki-siocia. Kau telah merobohkan para pengawal ayahmu di pintu penjagaan!"

   Gadis itu menggeleng.

   "Tidak... tidak.... aku tldak tahu apa-apa, Bun Hwi. Kau mencari-cari dalih hingga aku terikat di sini. Aku tidak tahu apa-apa tentang dirimu....!"

   Bun Hwi bangkit berdiri.

   "Sri baginda, gadis ini rupanya terikat kegelisahan. Dia tentu diancam seseorang untuk menyangkal segala perbuatannya. Padahal dialah yang memberitahu hamba akan adanya bahaya yang mengancam!"

   "Hm, tapi yang bersangkutan menyangkal, Bun Hwi. Apakah gadis itu hendak kau paksa?"

   Bun Hwi bingung.

   Dia tidak mengerti kenapa gadis itu tiba-tiba menolak semua perbuatannya, menyangkal di hadapan sri baginda padahal jelas dia mengetahui apa yang akan terjadi.

   Terbukti bahwa dia terjebak dalam fitnah keji ini dengan tuduhan menyerang pangeran mahkota! Tapi Bun Hwi yang hampir kehilangan akal tiba mendesah.

   Masih ada seorang lagi yang dapat membebaskan segala tuduhan itu.

   Yakni Wei Hong.

   Tapi gadis yang meninggalkannya tanpa diketahui ke mana perginya itu tentu tak sudi membantunya.

   Bun Hwi mendesis.

   Dia kembali bingung, tapi seorang pengemis yang tiba muncul di situ mendadak membuat ruang sidang geger.

   Dialah Hwa-I Sin-kai, guru Mei Hong yang menyeret Sam-lokai dan Su-lokai.

   Dan pengemis tua yang tampak beringas ini tiba berteriak.

   "Sri baginda, Bun Hwi benar-benar tidak bersalah. Yang menyerang dan melukai putera mahkota ialah putera Hong Beng Lama itu!"

   Semua orang terkejut. Hong Beng Lama sendiri tampak berobah mukanya, dan kaget serta gusar oleh teriakan pengemis Hwa-i Kai-pang ini. Mendadak Hong Beng Lama berkelebat ke depan menghantam kepala pengemis itu.

   "Hwa-i Sin-kai, kau pengemis pemberontak!"

   Hwa-i Sin-kai mengelak.

   Dia memaki Lama Tibet ini, tapi pukulan Hong Beng Lama yang sudah mendahuluinya maju tak dapat dia kelit.

   Tamparan Hong Bong Lama mengenai pelipisnya.

   dan Hwa-i Sin-kai yang berteriak panjang tahu terbanting roboh dengan kepala retak! "Plak!"

   Hwa-i Sin-kai terguling-guling. Pengemis ini akhirnya berhenti di dekat Bun Hwi, merintih kesakitan. Tapi pengemis sakti yang masih dapat melompat bangun itu terkekeh mengerikan dengan kepala bergoyang.

   "Bun Hwi, orang-orang ini mengadakan persekongkolan gelap. Mereka menjatuhkan namamu sebagai penyerang putera mahkota. Padahal putera Lama itulah yang melukai Pangeran Kao Cung... aku... heh-heh... aku tahu dari dua orang pembantuku yang busuk ini...!"

   Bun Hwi pucat mukanya.

   Dia melihat Hong Beng Lama menggereng, dan Ang-sai Mo-ong serta Tung- hai Lo-mo yang juga tiba berteriak marah mendadak mengayun lengan masing.

   Ang-sai Mo- ong menyambitkan paku tulangnya, menyerang dada pengemis Hwa-i Kai-pang itu.

   Sementara Tung- hai Lo-mo yang juga menimpukkan pelor beracunnya tahu-tahu menyambit kepala ketua Hwa-i Kaipang ini dengan lontaran kilat.

   "Hwa-i Sin-kai, kau pemberontak hina.. wut-wutt!"

   Dan dua pelor serta paku tulang yang meluncur deras ini tiba sudah berada di depan mata Hwa-i Sin-kai.

   Pengemis itu terbelalak, tak mampu menghindar.

   Tapi Bun Hwi yang sudah bergerak mengembangkan lengan tahu menerima sambitan itu dan melontarkannya balik dengan pukulan sinkangnya.

   "Ang-sai Mo-ong, Tung-hai Lo-mo, kalian iblis keji...!"

   Dua orang iblis itu terkejut.

   Mereka melihat paku tulang dan pelor beracun kembali ke arah mereka, menyambar dengan kecepatan yang luar biasa.

   Dan mereka yang membanting tubuh berteriak kaget menangkis dari samping dengan usaha sebisanya Tapi paku tulang ternyata masih menyerempet pundak Ang-sai Mo-ong, dan kakek iblis yang menjerit ini bergulingan menjauh dengan muka pucat.

   "Bun Hwi, kau bocah lancang...!"

   Namun Bun Hwi sudah melindungi tubuh Hwa-i Sin- kai.

   Dia sekarang menghadapi tiga orang tokoh itu dengan mata bersinar-sinar, dan Bun Hwi yang menggigil tubuhnya tampak menonjol urat-uratnya mengerahkan tenaga sakti yang tiba bergolak.

   Dia marah, siap mempertahankan Hwa-i Sin-kai yang terluka.

   Tap sri baginda yang bangkit dari duduknya tiba mengeluarkan suara penuh wibawa.

   "Hong Beng Lama, Ang-sai Mo-ong, berhenti semua! Kalian tak boleh bergerak sebelum pengemis ini melanjutkan keterangannya...!"

   Hong Beng Lama dan Ang-sai Mo-ong terbelalak. Mereka terpaksa tak bergerak, memandang penuh kemarahan kepada ketua Hwa-i Kai-pang yang tiba muncul mengejutkan mereka itu. Dan sri baginda kaisar yang suda memandang pengemis tua ini bertanya.

   "Hwa-i Sin-kai, betulkah tuduhanmu tadi bahwa yang menyerang putera mahkota bukan Bun Hwi?"

   Pengemis ini menggigil. Dia terkekeh, sama sekali tak bersikap hormat di depan kaisar. Tapi Hwa-i Sin- kai yang berlumuran darah kepalanya itu mengangguk.

   "Benar, sri baginda. Hamba mempunyai bukti bahwa orang lainlah yang menyerang Pangeran Kao Cung. Hong Beng Lama menyuruh puteranya menyerang pangeran mahkota, lalu pura-pura menolong putera mahkota, Lama itu menyuruh puteranya pergi. Bun Hwi jadi sasaran, difitnah dan kini diadili paduka. Tapi putera Lama terkutuk itu justeru ongkang kaki melepaskan diri!"

   "Hm, benarkah itu, Hong Beng Lama?"

   Kaisar kini memandang Hong Beng Lama.

   "Tidak benar, sri baginda. Pengemis busuk itu melempar fitnah keji kepada hamba. Dia teman baik Bun Hwi, siapa tidak tahu akal muslihatnya ini?"

   "Heh-heh, tapi aku punya bukti, Hong Beng Lama. Dua orang pembantuku yang berkhianat ini akan membuktikan pada sri baginda. Segala perbuatanmu yang hina. Kalian ayah dan anak merencanakan pemberontakan, berniat menggeser kedudukan putera mahkota untuk kelak digantikan puteramu sendiri. Siapa tidak tahu akalmu ini?"

   Sr baginda terbeIaIak.

   "Hwa-i Sin-kai, kau jangan melempar tuduhan keji. Tahukah kau akibat dari pernyataanmu ini?"

   Hwa-i Sin-kai mengejek.

   "Sri baginda, kalau hamba bohong biarlah leher hamba dijadikan taruhan di sini. Hamba diminta sendiri oleh Lama ini dan temannya untuk dijadikan kambmg hitam. Mereka hendak membunuh putera mahkota. Siapa dusta dalam hal ini?"

   Kaisar tiba-tiba merah mukanya.

   "Hong Beng Lama, benarkah itu?!"

   "Bohong, sri baginda... Dia bohong....!"

   "Hm, kalau begitu siapa teman yang kau maksud dalam rencana ini, Hwa-i Sin-kai?"

   Hwa-i Sin-kai menuding.

   "Gong-taijin, sri baginda. Silahkan tanya pada menteri urusan tanah itu!"

   Sidang tiba-tiba menjadi geger. Gong-taijin yang dituding pengemis tua ini tiba-tiba pucat mukanya, dan belum dia ditanya kaisar, mendadak dia sudah menjatuhkan diri berlutut.

   "Sri baginda, jangan percaya omongan pengemis ini. Dia hendak membela temannya, siapa tidak tahu akalnya itu?"

   Tapi Hwa-i Sin-kai tiba-tiba berkelebat. Pengemis yang sudah terluka ini ternyata masih mampu mencengkeram punggung pembesar she Gong itu, lalu membawanya kembali ke tempat semula, dia menghardik.

   "Gong-taijin, jangan lembuang omong kosong di sini. Kau sendiri telah menyuruh Hong Beng Lama menangkapku. Apa maksudmu kalau bukan untuk menyuruhku mengakui perbuatan itu? Kau bersama Lama ini berniat melakukan pemberontakan, bagaimana hendak menyangkal?"

   Gong-taijin meronta.

   Dia merasa kaget dirinya tiba disambar orang, bermaksud mepaskan diri dari cengkeraman itu.

   Tapi ketika si pengemis itu menyentuh jalan darah pi-peh-hiat di punggung atasnya tiba pembesar ini menjerit.

   Dia merasa nyeri yang amat sangat nenusuk tubuhnya, bagai sengatan jarum berapi.

   Maka Gong-taijin yang tiba mengaduh itu melolong kesakitan.

   "Hwa-i Sin-kai, kau pengemis pemberontak. Lepaskan aku!"

   Tapi Hwa-i Sin-kai tertawa dingin.

   "Kau harus mengakui dulu perbuatanmu itu, Gong-taijin. Kalau tidak, aku akan membuatmu begini seumur hidup!"

   Gong-taijin berteriak-teriak. Dia tak dapat menahan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya itu, maka ketika Hwa-i Sin-kai memperkeras cengkeraman pada jalan darahnya itu tiba pembesar ini menjerit.

   "Ya, benar.... benar, aduh... Sudah....sudah....!"

   Hwa-i Sin-kai masih belum melepaskan sentuhan jarinya.

   "Kau harus mengaku bahwa Hong Beng Lama merencanakan pembunuhan putera mahkota, taijin. Kau harus mengakui bahwa atas suruhanmu Lama itu menangkapku untuk dijadikan kambing hitam...!"

   Gong-taijin tak tahan lagi.

   "Memang benar, sri baginda. Hamba...hamba..."

   Tiba sebatang pisau menyambar dada pembesar itu. Gong-taijin tak dapat meneruskan pengakuannya dan pembesar yang tiba tiba roboh sambil menjerit keras itu tahu- tahu terlukai di atas lantai dengan pisau menembus jantungnya! "Ah...!"

   Semua orang kaget. Mereka tak tahu siapa yang melempar pisau maut itu. Tapi Bun Hwi yang tiba melompat ke arah Cheng Li membentak.

   "Cheng Li, kau pelayan keji!"

   Gadis pelayan ini terkejut. Dia melihat Bun Hwi tiba- tiba sudah berada di depannya, membungkuk dan menyambar kepalanya. Tapi gadis yang tiba-tiba terkekeh ini melompat ke belakang menangkis serangan Bun Hwi.

   "Plak!"

   Bun Hwi terkejut.

   Dia terbelalak memandang pelayan itu, kaget melihat betapa pelayan yang disangkanya gadis biasa ini tiba dapat menangkis dan lolos dari tubrukannya, merasakan tenaga yang penuh getaran sinkang.

   Dan Cheng Li yang sudah melompat keluar Itu tertawa.

   "Bun Hwi, jangan sombong. Kau tak dapat menangkap aku....!"

   Bun Hwi tertegun sekarang. Dia melihat Cheng Li melompat keluar, melarikan diri dari ruang sidang. Dan kaisar yang juga kaget melihat perobahan tak disangka itu tiba tiba saja membentak.

   "Cheng Li, kembali kau....!"

   Tapi Cheng Li tertawa.

   "Sri baginda, hamba bukan pelayan Gong-taijin. Dia sekarang sudah mampus. Untuk apa di sini lagi?"

   Bun Hwi terbengong kaget.

   Dia melihat gadis itu sudah melompat keluar, melarikan diri keluar pintu sidang.

   Dan Bun Hwi yang marah oleh kejadian ini tiba-tiba menjejakkan kakinya.

   Dia mengejar gadis itu, tapi Hwa-i Sin-kai yang tiba menjerit panjang membuat dia tertegun pucat dan membalikkan tubuh.

   Apa yang terjadi? Kiranya sebuah paku tulang telah menancap di dada pengemis tua ini, menembus hingga mencuat di belakang punggungnya.

   Dan Hwa-i Sin-kai yang berteriak parau menuding gemetar.

   "Bu Hwi, tangkap gadis itu. Dia silumun betina dari Sungai Huang-ho....!"

   Bun Hwi terbengong.

   Dia melihat pengemis tua itu telah roboh terkapar, mendelik dan akhirnya tewas dengan tangan masih menuding ke depan.

   Tapi Bun Hwi yang tiba-tiba toringat gadis misterius yang disangkanya pelayan Gong-taijin itu dan yang telah membunuh pembesar she Gong tiba melompat keluar mengejar Cheng Li.

   Tapi Bun Hwi tiba-tiba terkejut.

   Cheng Li yang telah melarikan diri itu mendadak mencelat memasuki kembali ruangan sidang, dan Mei Hong yang tiba- tiba muncul menyerang gadis ini bertubi-tubi melancarkan tendangan yang membuat Cheng Li terbanting.

   Gadis pelayan itu berteriak, dan Cheng Li yang kaget mendapat serangan gencar ini tahu-tahu mencelat dihadiahi dua tendangan berantai yang mengenai dada dan lehernya! "Ah...!"

   Bun Hwi melongo girang.

   
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dia melihat Mei Hong telah berdiri di situ denga mata berapi-api, dan Cheng Li yang tahu telah diinjak lehernya membuat gadis itu tak berkutik di bawah ancaman Mei Hong! "Huang ho Mo-li (Iblis Betina dari Sungai Huang-ho), apa yang kau lakukan bersama Lama busuk itu? Berani kau menyangkal bahwa semua ini bukan tipu muslihat kalian sendiri?"

   Cheng Li atau yang ternyata Huang-ho Mo-li itu pucat mukanya. Ia tak berdaya dan sikap Mei Hong yang bengis kepadanya membuat wanita itu ketakutan. Tapi Huang-ho Mo-li mendesis, dan tertawa mengejek ia menjawab.

   "Siluman betina, jangan kau berlagak di sini. Aku tidak tahu apa tentang semua katamu....!"

   Mei Hong menambah injakan kakinya.

   "Kalau begitu kau juga menyangkal bahwa pisau yang membunuh Menteri Gong bukan kau yang melakukannya, Huang-ho Mo-li?"

   Iblis wanita ini mengeluh.

   "Aku.... aku tidak tahu....!"

   Mei Hong tiba menggerakkan kakinya, ia menginjak lebih dalam, menekan leher itu hingga melesak setengah lebih. Dan Cheng Li yang mendelik dengan napas tercekik tiba neronta berkelojotan.

   "Huang- ho Mo-li, kau idak mengakui perbuatanmu membunuh pembesar she Gong?"

   Huang-ho Mo-li mendesis ketakutan.

   "Aku... aku, ah.... lepaskan kakimu, siluman betina....aku....."

   "Kau harus mengakuinya di depan sri baginda, Huang-ho Mo-li. Kalau tidak, aku akan membunuhmu sekarang juga!"

   Cheng Li terpaksa mengaku.

   "Be...benar aku... aku yang melempar pisau itu .....

   "Dan kau menjadi suruhan Hong Beng lama, bukan?"

   "Benar....aku... aduh...!"

   Gadis itu tiba menjerit. Kepalanya ditembus sebuah paku tulang dan semua orang yang tiba memandang kaget ke arah Ang-sai Mo-ong melihat iblis tua itu tertegun dengan muka berobah.

   "Ang-sai Mo-ong, kenapa kau bunuh wanita itu?"

   Iblis tua ini terbelalak.

   "Bukan hamba yang melakukannya, sri baginda. Hamba tidak tah siapa yang berbuat!"

   "Hm, tapi senjata rahasia itu jelas milikmu Mo-ong. Kau masih hendak menyangkal bukti yang tak dapat dipungkiri ini?"

   Ang-sai Mo-ong tiba membalikkan tubuh.

   "Hong Beng Lama, kau rupanya meminjam tangan orang melakukan perbuatan pengecut! Kenapa kau membunuh gadis itu dengan paku tulangku?!"

   Hong Beng Lama tidak menjawab. Puteranya yang maju sambil tertawa dingin mengejek iblis ini, Hong Lam, membuka suara.

   "Ang-sai Mo-ong, tak perlu kau bicara yang bukan. Kami tidak tahu-menahu urusan paku tulangmu!"

   "Tapi....tapi...."

   "Tapi kau tak dapat mengelak bukti yang ada di depan mata, Ang-sai Mo-ong. Kau telah membunuh pengemis Hwa-i Sin-kai dan Huang-ho Mo-Ii!"

   Ang-sai Mo-ong tiba-tiba tertawa bergelak. Matanya liar, dan iblis yang tiba-tiba berkelebat ini tahu meluncur keluar pintu sidang.

   "Hong Beng Lama, sungguh tak kukira kalian ayah dan anak demikian cerdik. Aku berhasil kalian kelabuhi. Baiklah, aku pergi kalau begitu, dan mudah-mudahan Tung-hai Lo-mo tidak menjadi korban yang ke dua...!"

   Dan iblis tinggi besar yang tiba-tiba menggerakkan kakinya itu melayang jauh memberi kedipan mata pada temannya.

   Tung-hai Lo-mo tertegun.

   Tapi suheng Hek-bong Lo- mo yang melihat suasana tiba menjadi buruk se- konyong tertawa aneh, ia mengikuti jejak Ang-sai Mo-ong, menggerakkan kakinya melarikan diri dari ruang sidang itu.

   Namun Bun Hwi yang menggereng di sebelah kiri tiba membentak.

   "Ang-sai Mo-ong, Tung-hai Lo-mo, tunggu dulu. Kalian masih berhutang kepadaku beberapa jiwa!"

   Tung-hai Lo-mo dan Ang sai Mo-ong terkejut. Mereka mendengar kesiur angin dingin menghantam punggung, tapi dua orang iblis yang hampir berbareng menggerakkan tangan ini menengkis ke belakang dengan cepat.

   "Des-dess!"

   Dua-duanya terkejut. Mereka terpelanting roboh, dan Ang-sai Mo-ong yang menjerit tertahan berteriak.

   "Bun Hwi, hutang jiwa tak dapat kubayar di sini. Kalau kau mau meminta tanggung jawabku, datanglah ke dusun Cun-leng! Namun Bun Hwi mendengus tidak percaya. Dia sudah menggerakkan kaki tangannya menerjang lawan, dan Tung-hai Lo-mo serta Ang-sak Mo-ong yang melihat Bun Hwi tak melepaskan mereka menjadi marah. Mereka sama-sama melotot, dan Tung-hai Lo-mo yang berada di sebelah kanan tiba- tiba berseru.

   "Mo-ong, bocah ini harus kita binasakan. Kalau tidak, tentu menjadi bibit penyakit di kemudian hari!"

   Ang-sai Mo-ong mengangguk.

   "Benar, Lomo. Kita harus binasakan bocah ini sebelum dia menyusahkan kita...."

   Dan dua orang iblis yang sama sepakat itu tiba menyambut serangan Bun Hwi dengan penuh semangat.

   Mereka maklum Bun Hwi bukan ancaman yang ringan bagi mereka.

   Apalagi Ang-Sai Mo-ong sendiri telah merasakan kelihaian pemuda ini yang kemarin melukai lambungnya.

   Hal yang sebetulnya mengejutkan iblis tua ini.

   Maka Tung-hai Lo-mo serta Ang-sai Mo-ong yang tiba berteriak sudah melambung tinggi bergerak hampir berbareng.

   Mereka melancarkan pukulan Ang mo-kang dan Hek- hai-ciang, menghantam Bun Hwi dengan pengerahan tenaga sakti.

   Tapi Bun Hwi yang tersenyum mengejek menyambut serangan dua orang lawannya itu dengan ilmu silatnya Wi Tik Tong Thian.

   Sekali mengembangkan lengan dia sudah menyambut pukulan lawan, dan begitu terdengar ledakan nyaring dua kali ber-turut maka terlemparlah dua orang iblis tua itu dengan seruan kaget.

   Mereka ter- guling dan Tunghai Lo-mo yang pucat mukanya terbelalak.

   "Mo-ong, bocah ini rupanya memiliki ilmu setan. Hati membentur tenaganya....!"

   Ang-sai Mo-ong tak menjawab.

   Dia lebih dulu tahu kehebatan Bun Hwi, maka menggereng keras dia tiba memekik.

   Tung-hai Lo-mo juga melengking, dan bersamaan dengan gerengan Mo-ong yang menggetarkan ruangan, dua orang iblis tua ini menyerang hampir berbareng.

   Mereka tidak lagi melancarkan pukulan sinkang, melainkan bergerak cepat mengandalkan ketangkasan.

   Dan Bun Hwi yang sebentar saja dihujani pukulan serta tendangan yang ber-tubi segera terkurung di antara dua bayangan yang berkelebatan di sekitar tubuhnya.

   Bun Hwi sekarang melulu bertahan, menangkis ber- tubi serangan lawan yang gencar.

   Tapi lawan yang selalu tergetar mundur membuat Tung-hai Lo-mo dan Ang-sai Mo-ong mema ki.

   Mereka marah, tapi juga jerih.

   Dan ketika tiba-tiba Mo-ong dan Lo-mo mempergunakan ginkang mereka maka lenyaplah keduanya dalam bayangan yang amat cepat.

   Sekarang Bun Hwi dikurung bayangan yang naik turun, ber-tubi melancarkan pukulan.

   Dan Tung-hai Lo-mo serta Ang-sai Mo-ong yang membentak ber- kali melancarkan serangan cepat yang susul- menyusul.

   Mereka isi-mengisi dalam serangan berganda ini, bekerja sama dengan baik dan luar biasa cepat.

   Dan Bun Hwi yang mulai terkena pukulan terdorong tubuhnya ber-kali.

   Namun pemuda ini memiliki kekebalan yang aneh.

   Dia tak dapat dilukai lawan, karena baik pukulan Mo- ong yang beracun ataupun serangan Lo-mo yang mengeluarkan uap kehitamanan sama sekali tak mempengaruhinya.

   Bun Hwi hanya tertolak sebentar, lalu kemudian sudah maju kembali menerima pukulan lawan.

   Dan Mo-ong serta Lo-mo yang bertubi-tubi gagal merobohkan pemuda ini mulai pucat dan bingung menghadapinya.

   Dulu Bun Hwi hanya memiliki kekebalan saja, tak pandai ilmu silat.

   Tapi setelah sekarang pemuda ini menerima warisan Cupu Naga maka serangan dua orang kakek iblis itu tidak hanya melulu diterimanya mentah.

   Bun Hwi mulai pula membalas, dan ketika berkaIi-kali tubuhnya menerima tamparan dan pukulan hingga membuatnya terdorong mundur tiba Bun Hwi berteriak marah dan melancarkan jurus pertamanya dari ilmu silat Wi Tik Tong Thian, jurus "Wi"

   Yang membentuk guratan di udara itu. Dan begitu pemuda ini mulai melancarkan balasannya tiba-tiba saja suara bercuit mulai terdengar! "Ang-sai Mo-ong, Tung-hai Lo-mo, kalian berhati- hatilah...!"

   Dua orang iblis itu terkejut.

   Mereka baru saja mendorong Bun Hwi dengan tamparan dan pukulan cepat, dan Bun Hwi yang sudah menggetarkan jari dengan suara berkerotok itu tiba saja membuat mereka terperanjat.

   Mereka melihat Bun Hwi menggores dua kali, lalu begitu suara bercuit terdengar di udara mendadak jari pemuda itu sudah menyambar leher mereka.

   "Lo-mo, hati...!"

   Tung hai Lo-mo mengangguk kaget.

   Dia melihat jari Bun Hwi tahu mencuit di depan matanya, dan iblis tua yang sudah mengeluarkan bentakan keras itu mengelak sambil melompat ke kiri.

   Tapi terlambat.

   Dia kurang cepat, dan Tung-hai Lo-mo yang menjerit tertahan tahu disambar sinar putih yang meluncur dari ujung tangan Bun Hwi.

   "Cret!"

   Tung-hai Lo-mi mengeluh.

   Dia terpelanting roboh, sementara Ang-sai Mo-ong yang terlebih dahulu menggulingkan tubuh menjauhkan diri dari serangan ini.

   lblis muka merah itu melengking, dan begitu tusukan Bun Hwi lewat di sampingnya, tiba dia menyambitkan tiga paku tulang sekaligus.

   "Bun Hwi, mampuslah....!"

   Tapi Bun Hwi mengebutkan lengan. Dia tidak mengelak serangan tiga paku tulang itu yang mental mengenai kulitnya. Dan Bun Hwi yang sudah melancarkan serangan ke dua tiba tiba membentak dan mengejar iblis tua ini.

   "Ang-Sai Mo-ong, kau robohlah....!"

   Ang-sai Mo-ong terkejut.

   Dia baru melompat bangun menghindar dari serangan Bun Hwi yang pertama.

   Maka mendapat serangan ke dua yang sinarnya berkeredep itu kakek iblis ini jadi kaget bukan main.

   Dia terpaksa mengangkat lengan, menangkis dengan mata terbelalak.

   Tapl begitu lengannya menangkis sinar putih yang meluncur ke lehernya kakek ini menjerit keras dan terbanting roboh.

   "Bluk!"

   Ang-sai Mo-obg ter-guling. Dia berdiri, bangun dengan leher terluka. Tapi Bun Hwi yang sudah mengejarnya tahu mengangkat kaki kanan menendang dagunya.

   "Ang-sai Mo-ong, kau robohlah....!"

   Angsai Mo-ong tak dapat mengelak. Dia menerima tendangan itu, dan begitu kaki Bun Hwi mengenai dagunya kakek iblis ini kontan mengeluh dan terlempar ke belakang.

   "Dess!"

   Ang-sai Mo-ong berteriak kesakitan.

   Dia ter- guling, dan Bun Hwi yang siap membunuh lawannya ini tiba-tiba sudah menusukkan jari ke mata kakek itu.

   Sekali coblos tentu iblis tua ini bakal binasa! Tapi sesosok bayangan ramping se-konyong berkelebat.

   Bun Hwi tertegun ketika bayangan ini membentaknya perlahan, dan tusukan yang hampir mencoblos mata Ang-sai Mo-ong itu tiba-tiba ditangkis sebatang lengan halus yang memiliki sinkang kuat bukan main.

   "Bun Hwi, tahan...!"

   Dan lengan halus yang sudah menangkis tusukan jarinya itu tahu bertemu tanpa dapat dihindarkan lagi.

   "Plak!"

   Bun Hwi mendelong. Dia melihat seorang gadis cantik dengan muka kemerah-merahan telah berdiri di depannya, tersenyum kepadanya. Dan Bun Hwi yang kaget melihat wajah cantik ini tiba saja terkejut.

   "Kiok Lan...?"

   Gadis itu tertawa manis. Ia memang Kiok Lan adanya, gadis yang kini tiba memikat perhatian semua orang. Dan Kiok Lan yang tersenyum memandang Bun Hwi itu sudah menganggukkan kepalanya.

   "Ya, aku, Bun Hwi. Kau baik, bukan?"

   Bun Hwi girang dan gugup. Tapi teringat Ang-sai Mo- ong yang ditolong gadis ini dia jadi mengerutkan alisnya.

   "Kiik Lan, aku baik saja. Tapi kenapa kau melindungi iblis tua itu?"

   Kiok Lan tertawa.

   "Kau tak boleh membunuhnya, Bun Hwi. Dia bagianku!"

   Bun Hwi tertegun. Dia melihat gadis ini tiba membalikkan tubuh, beringas memandang Mo-ong. Dan Kiok Lan yang sudah bertolak pinggang itu membentak.

   "Ang-sai Mo-ong, kau masih ingat siapa aku?!"

   Ang-sai Mo-ong menggigil pucat. Dia jelalatan mencari jalan keluar. Tapi melihat pintu keluar dijaga Bun Hwi, dia menjadi geram. Maka mendengar bentakan itu tiba dia membentak marah.

   "Tikus cilik, kau murid Thian-san Giok-li, bukan? Apa maumu menantang aku?"

   Kiok Lan menjengek.

   "Kau berhutang nyawa subo, Ang-sai Mo-ong. Aku datang untuk meminta ganti jiwa!"

   Kakek iblis itu mengejek.

   Dia tidak tahu bahwa Kiok Lan sekarang bukan seperti Kiok Lan dulu, yang hanya mendapat pelajaran silat dari mendiang gurunya.

   Dan Ang-sai Mo-ong yang tiba-tiba bersinar matanya ini mendadak mengeluarkan lengking tinggi.

   Dia meiompat ke depan, menyambar Kiok Lan untuk ditotok roboh.

   Tapi Kiok Lan yang mengeluarkan suara di hidung ini menyambut totokan itu dengan kibasan lengan kirinya.

   "Ang-sai Mo-ong, jangan buru-buru."

   "plakk!"

   Dan Angsai Mo-ong yang tertolak ke belakang berseru kaget dengan mata terbelalak.

   Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia terpental, bertemu tenaga yang luar biasa kuat, sinkang yang tidak kalah oleh sinkangnya sendiri.

   Dan Ang-sai Mo- ong yang hampir tak percaya oleh tangkisan gadis ini tertegun.

   "Kau....?"

   "Hi-hik, jangan mendelong seperti orang tidak waras, Mo-ong. Aku bukan gadis yang dapat kaurobohkan seperti lima tahun yang lalu!"

   "Ah...!"

   Kakek itu marah.

   Dia menggereng lagi, mendelik dengan mata melotot sebesar jengkol.

   Lalu membentak dengan suara menggeledek tiba dia kembali menerjang gadis ini.

   Sekarang Ang-sai Mo- ong mengerahkan tenaga Ang-mo-kangnya, dan sepasang lengan yang tiba-tiba berubah kemerahan itu se-konyong sudah menyambar dahsyat ke kepala Kiok Lan.

   Tapi Kiok Lan bersikap tenang.

   Dia tertawa mengejek, menunggu serangan dahsyat itu sampai betul berada di depan mukanya.

   Lalu begitu kedua tangan kakek iblis ini tiba dengan angin pukulan yang membuat pakaiannya berkibar, tiba Kiok Lan membentak nyaring.

   Dia memainkan jurus pertama dari ilmu silatnya Sing Sien, menerima serangan sekaligus membalas dengan tamparan ke leher kakek iblis ini.

   Lalu begitu terdengar suara "plak- plak"

   Dua kali tahu telapak tangannya sudah menampar leher kakek iblis itu.

   "Dess!"

   Ang-sai Mo-ong terpelanting.

   Kakek iblis ini menjerit dan tamparan Kiok Lan yang secara aneh telah menyelinap mengenai lehernya membuat kakek ini meraung bagai singa kelaparan.

   Dia berjangkit balik melompat bangun dengan mata me-nyala.

   Dan Ang-sai Mo-ong yang kaget serta marah oleh dua gebrakan cepat ini tiba mengeluarkan suara seperti singa mengaum.

   Tubuhnya bergetar, lalu begitu kedua lengan menggigil dan mengembang ke kiri kanan tiba kakek ini sudah menubruk dengan teriakan paraunya.

   Itulah Sai-mo Ciang-hoat, silat singa sakti yang menjadi andalan kakek ini disamping Ang-mo- kangnya.

   Dan begitu dia melancarkan serangan ini tahu beberapa orang di dalam ruang sidang roboh dengan muka pucat.

   Mereka tergetar oleh pekik kakek iblis ini, yang serasa mengguncang dan me- robek jantung di dalam dada.

   Dan Kiok Lan sendiri yang terkejut oleh serangan ganas ini terbelalak.

   Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan kakek itu.

   Tapi maklum serangan ini tentu berbahaya sekali, Kiok Lan sudah menjejakkan kakinya berkelebat mengelak.

   la cepat menghindar dan Ang-sai Mo-ong yang gagal dalam tubrukannya ini tiba membalik dan mengejar.

   Kakek iblis itu rupanya marah sekali, dan Kiok Lan yang berkelit kesana-kemari tiba dikejar dengan serangan yang ber-tubi.

   Sekarang terlihatlah keduanya dalam pertandingan yang seru, dan Ang-sai Mo-ong yang sudah melancarkan serangan keras main pukul dengan ilmu silat Sai-mo Ciang-hoatnya.

   Sementara Kiok Lan yang memiliki delapanbelas gerakan dalam tiap jurus Sing Sien mulai berkelebatan kesana-kemari menghindar sekaligus membalas serangan lawan.

   Dan di sini Ang-sai Mo-ong terkejut.

   Dia melihat kedua lengan lawannya itu menyambar naik-turun bagai naga betina mencari mangsa, sementara gadis yang berkelebatan lincah di-kejar pukulan tangannya itu berkibar pakaiannya bagai kupu dikejar kumbang.

   Ang-sai Mo-ong tekejut.

   Benturan lengan yang terjadi di antara mereka menunjukkan bahwa murid Thian-san Giok-li ini memiliki sinkang yang hebat sekali.

   Mampu mementalkan tangannya sekaligus menolak uap merah Ang-mo-kang.

   Padahal mendiang Thian-san Giok-li sendiri pada lima tahun yang lalu tak mungkin mampu melakukan hal itu! Maka Ang-sai Mo-ong yang terbelalak matanya ini tiba-tiba memekik.

   Dia menghentikan putaran tubuhnya, menggereng dan melepas pukulan yang disebut Singa Lapar Menubruk Kerbau.

   Dan begitu kedua lengan didorongkan ke depan, tahu angin pukulan yang luar biasa kuat menyambar dan menghantam dada Kiok Lan.

   Tapi Kiok Lan mengeluarkan suara dari hidung.

   la ber-kali berhasil mementalkan pukulan lawan.

   Maka melihat Ang-sai Mo-ong melepaskan pukulan dahsyat iapun tidak takut.

   Sekali memutar pinggang ia meliuk ke bawah, lalu begitu kedua lengan didorongkan ke depan maka disambutlah serangan kakek iblis itu.

   "Dess-dess!"

   Kali ini Ang-sai Mo-ong menahan guncangan tubuhnya.

   Dia terhuyung hampir roboh.

   Namun kakek iblis yang tertawa aneh itu tiba mengangkat ujung kakinya.

   Sebuah pisau kecil tahu mencuat, dan begitu kakek ini menghentak kakinya tiba pisau kecil itu terbang menyambar ulu hati Kiok Lan! "Kiok Lan, awass....!"

   Bun Hwi berteriak kaget oleh perbuatan Ang-sai Mo-ong yang curang.

   Dan Kiok Lan yang berdiri terbelalak pucat mukanya oleh serangan gelap ini.

   Ia masi belum tegak, sama-sama tergetar menerima adu tenaga sinkang tadi.

   Maka begitu pisau menyambar dadanya gadis ini jadi kaget bukan main.

   Secepat kilat ia melempar tubuh, tapi pisau yang masih menyerempet pinggangnya itu merobek baju menggores kulit.

   "Bret!"

   Kiok Lan marah. Ia bergulingan menjauhkan diri, dan Ang-sai Mo-ong yang tertawa bergelak tiba menyambitkan tiga paku tulang ber-turut ke arah gadis yang sedang bergulingan itu.

   "Curang!"

   Bun Hwi tak dapat menahan marah.

   Dia terpaksa melompat, berkelebat menangkis sambaran tiga paku tulang itu.

   Dan begitu tiga senjata rahasia ini mengenai tubuhya Bun Hwi menangkap sebuah di antaranya.

   Lalu berseru keras dengan mata melotot dia menimpuk balik paku tulang itu dengan tenaga sepenuh bagian.

   "Ang-sai Mo-ong, kau iblis keparat....!"

   Kakek itu terkejut.

   Dia tidak menyangka Bun Hwi turut campur menggagalkan serangannya, maka begitu melihat paku tulang menyambar dirinya tiba- tiba kakek ini menggoyang tangan menangkis kuat.

   Dia mengerahkan telapak tangannya mendorong senjata rahasia itu.

   Tapi sinkang Bun Hwi yang dahsyat luar biasa tak dapat dia tahan.

   Akibatnya kakek ini menjerit, dan paku tulang yang mengenai tangannya itu menancap dan tembus ke belakang punggung tangannya! "Aduh....!"

   Ang-sai Mo-ong berteriak.

   Dia terpantek paku tulangnya sendiri, dan Kiok Lan yang sudah melompat bangun dengan mata ber-api melengking panjang dan meraup pisau kecil milik iblis tua itu.

   Sekali timpuk dia menyambitkan pisau di tangannya ke leher kakek iblis itu, dan Ang-sai Mo-ong yang masih tertegun oleh serangan Bun Hwi tak sempat mengelak lemparan pisau ini.

   "Crep!"

   Ang-sai Mo-ong mendelik.

   


Pendekar Cacad Karya Gu Long Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id

Cari Blog Ini