Sengketa Cupu Naga 2
Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 2
Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara
Tapi dia yang sudah melompat bangun dengan mata terbelalak itu sudah siap menerjang lagi dengan tidak kenal takut.
Namun Thian- san Giok-li tiba-tiba membentak.
"Kiok Lan, mundur kau...!"
Dan Kiok Lan yang cemberut dengan mata melotot ini akhirnya memandang Pek Bong Lo-mo dengan penuh kemarahan.
"Setan botak, kau sungguh tidak tahu malu. Apakah berani kau bertanding denganku lima puluh jurus?"
Pek Bong Lo-mo tertawa bergelak.
Ha-ha, jangankan lima puluh jurus, setengah jurus pun kau pasti roboh anak manis.
Untuk apa bertanding lima puluh jurus? Eh, Thian-san Giok-li, apakah kau tidak pernah mengajari muridmu ini tentang tingginya langit dalamnya bumi?"
Thian-san Giok-li melangkah maju.
"Pek Bong Lo- mo, jangan kau banyak bicara disini. Kita sudah sama tahu tentang kepandaian masing-masing. Apakah tidak malu kau melayani seorang bocah perempuan? Kalau kau ingin unjuk kepandaian hadapilah aku, kita boleh bertanding seribu jurus!"
"Ha ha... Kau ingin kita terlibat pertempuran lagi, Thian-san Giok-li? Kau ingin kita bertarung untuk menentukan siapa yang berhak membawa pangeran?"
"Kalau itu yang menjadi tujuanmu, Lo-mo. Kalau kau ingin mengantarkan nyawamu secara sia-sia dalam perebutan ini!"
"Ha-ha... bagus...., baik kalau begitu. Aku juga sudah gatal-gatal tidak merasakan tusukan jarummu. Eh, Thian-san Giok-li apakah kau tidak memberikan batas dalam pertandingan ini? Tidak saling membunuh umpamanya, cukup saling totok saja?"
"Hm, tidak perlu berpura-pura, Lo-mo. Saling towel atau saling bunuh dalam pertempuran kita adalah suatu kemungkinan besar. Tidak perlu ada batasnya. Kau ingin merampas pangeran dan aku ingin mempertahankannya. Dan siapa yang roboh dalam adu kepandaian ini anggap saja dia sedang sial!"
"Ha-ha... kalau begitu kita bermain keras Giok-li? Kau tidak takut tongkat emasku ini menghancurkan tubuhmu?"
Thian-san Giok-li tersenyum mengejek.
"Jangan membual, Lo-mo. Aku tidak takut menerima hantaman tongkatmu itu. Kalau kau mampu menghancurkan tubuhku itu memang nasib baikmu, Tapi kalau senjataku yang ganti menusuk jantungmu maka jangan salahkan aku. Nah, mulailah kita tidak perlu banyak bicara lagi....!"
Dan begitu Pek Bong Lo-mo tertawa bergelak tiba-tiba Thian-san Giok-li sudah mencabut sebatang jarum kuning yang seluruh nya terbuat dari emas! Dan begitu melihat senjata ini Bun Hwi diam- diam jadi tertegun.
Heran dia, bagaimana logam semahal itu hanya dijadikan senjata saja oleh orang-orang sakti ini.
Padahal dia yang hidup belasan tahun di dusun Ki- leng harus membanting tulang mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapat kan sepercik dua percik barang mulia itu.
Dan Thian-san Giok-li yang Sudah menghadapi Pek Bong Lo-mo dengan jarum emasnya itu tiba-tib a menoleh ke arahnya.
"Pangeran, kau menyingkirlah dahulu. Pek Bong Lo- mo adalah iblis yang berbahaya. Sekali dia berbuat curang mungkin Sukar aku melindungimu. Karena itu berdirilah di beIakang muridku. Kiok Lan akan melindungimu seperti aku melindungi nyawaku sendiri....!"
Dan Bun Hwi yang mendengar sebutan pangeran ini mendadak jadi tertegun.
Dia memandang terbelalak ke arah wanita sakti itu.
Dan Thian-san Giok-li yang sudah memutar tubuh menghadapi lawannya itu tidak banyak bicara lagi.
Wanita ini tampak serius, dan Kiok Lan yang sudah diberi isyarat oleh gurunya itu tiba-tiba menyambar lengannya sambil berbisik perlahan.
"Bocah she Bun, jangan mendelong saja. Hayo kau bersembunyi di belakangku....!"
Dan Bun Hwi yang ditarik lengannya seperti anak kecil ini sekonyong konyong menjadi gelap mukanya. Dia tersinggung sekali, dan Kiok Lan yang dipandang marah itu disemprot.
"Nona Kiok, kenapa kau menghinaku sedemikian rupa? Bukankah aku lebih tua darimu?"
Kiok Lan tiba-tiba tertegun.
"Eh, kau marah?"
"Tentu saja. Kau memperlakukan orang tanpa melihat pantas tidaknya...!"
Dan Kiok Lan yang mendapat teguran ini mendadak tersenyum mengejek. Dengan acuh tak acuh dia balas menatap pandangan Bun Hwi ini, lalu sambil mencibirkan bibir dia menjawab.
"Hm, kalau begitu memangnya kenapa, bocah she Bun? Apakah kau tidak puas dengan sikapku ini? Kalau begitu sama akupun juga tidak puas setelah mendengar bahwa kau ini adalah seorang pangeran!"
Dan Bun Hwi yang mendengar jawaban ini jadi tertegun. Dia memandang terbelalak, tapi Kiok Lan yang dipandang itu tiba-tiba membentak sengit.
"Ada apa kau melotot seperti kucing kelaparan? Apakah tidak pernah melihat perempuan?"
Dan Bun Hwi yang sekali lagi merasa terkejut ini kontan saja memerah mukanya.
Dia sedang terheran-heran ketika mendapatkan kenyataan bahwa murid Thian- san Giok-li itu marah-marah tanpa sebab kepadanya.
Dan bahwa gadis ini merasa tidak puas bahwa dia seorang "pangeran"
Benar-benar membuat dia jadi melongo.
"Nona Kiok, kenapa kau tiba-tiba marah begini? Apakah suatu kesalahan telah kuperbuat kepadamu?"
Bun Hwi bertanya dengan mata tidak berkedip sementara gadis itu sendiri mendadak mendengus.
"Jangan cerewet Iagi, Bun Hwi. Aku malas bicara denganmu. Kau.... pangeran tiban!"
Dan Bun Hwi yang mendengar suara ketus dalam ucapan ini akhirnya melenggong dengan muka tidak habis mengerti.
Heran dia, mengapa gadis itu sekonyong- konyong tampaknya marah sekali.
Dan bahwa Kiok Lan marah-marah karena dia tiba-tiba saja menjadi "pangeran"
Membuat Bun Hwi benar-benar bengong.
Tapi dia tidak mau lagi banyak tanya sekarang.
Dan Kiok Lan yang sudah melengoskan muka seolah- olah mual perutnya itu membuat Bun Hwi hanya menarik napas panjang.
Dia tidak mau mengganggu lagi.
dan Thian-san Giok-li serta Pek Bong Lo-mo yang sudah saling berhadapan itu dipandang dengan muka di kernyitkan.
Sekarang tampak Pek Bong Lo-mo menggoyang tongkat.
"Thian-san Giok-li, apakah kau tidak mengalah saja dalam persoalan kecil ini? Ingat, tongkatku tidak mengenal ampun, sekali tubuhmu tersentuh tentu nyawa pun melayang. Apakah kau masih berkeras kepala?"
"Hm, jangan cerewet lagi, Pek Bong Lo-mo. Aku bukan anak kecil. Kau majulah dan mari kita tentukan pertarungan ini....!"
Dan baru wanita sakti itu menyelesaikan kata- katanya mendadak dia sudah berkelebat ke depan dengan tusukan jarumnya.
Bun Hwi hanya melihat seleret sinar emas menyambar mata si setan botak, dan ketika sinar emas itu hampir mengenai sasarannya tiba- tiba Pek Bong Lo-mo tertawa bergelak.
Iblis hitam ini merendahkan tubuh, lalu sekali tongkatnya bergerak tiba-tiba jarum di tangan Thian-san Giok-li sudah ditangkis.
"Crang...!"
Bunga api berpijar indah ketika dua senjata ganjil itu bertemu.
Dan Bun Hwi yang merasa kaget karena mengira jarum kecil di tangan Thian-san Giok-li bakal terlempar malah jadi terbelalak ketika melihat bahwa tongkat di tangan si setan botak Itu justeru tergetar hebat hampir terpental! Dan sementara iblis ini berteriak marah tiba-tiba Thian-san Giok-li melayangkan kakinya menendang dagu lawan.
"Pek Bong Lo-mo, jangan berkaok-kaok, telingaku gatal....!"
Dan Thian-san Giok-li yang sudah melaku kan tendangan tinggi itu tiba-tiba membarengi gerakannya dengan kebutan ujung jubah. Lengan baju wanita ini bergerak untuk "menangkap"
Tongkat di tangan lawan, tapi Pek Bong Lo-mo yang sudah berteriak parau itu menekuk tongkat mengulur lengan.
Dan terjadilah adu pukulan di tengah udara itu.
Lengan baju Thian-san Giok -Ii bertemu gagang tongkat sedangkan tendangan kakinya disambut telapak kiri Pek Bong Lo-mo! "Plak-dess.
..!"
Empat batang lengan dan kaki itu saling beradu, dan Pek Bong Lo-mo yang menangkis dua serangan berbareng lawannya ini tiba-tiba berseru pelahan.
Dia terdorong mundur, sedangkan Thian-san Giok-li yang melancarkan serangan itu tampak sama sekali tidak bergeming! "Weh, kau memiliki kemajuan Thian-san Giok- li?"
Pek Bong Lo-mo terkejut.
"Pantas kalau begitu... !"
Dan iblis botak yang tiba-tiba melengking gusar ini mendadak sudah memutar tongkatnya seperti baling- baling.
Dia tidak menunggu Thian-san Giok-li menyerangnya lagi, dan begitu tongkatnya menderu dahsyat mendadak saja dia sudah menerjang wanita ini dengan penuh kehebatan.
Tapi Thian-san Giok-li tampaknya tidak gentar.
Karena begitu Pek Bong Lo-mo menyerangnya dengan bertubi-tubi mendadak wanita ini mengeluarkan lengkingan tinggi yang menusuk gendang telinga.
Dan begitu wanita ini berkelebat tiba-tiba saja dia sudah berseliweran di antara hujan tongkat yang menusuk tubuhnya bertubi-tubi! Itulah pengerahan ginkang yang dilakukan wanita sakti ini, dan Pek Bong Lo-mo yang terkejut melihat Thian-san Giok-li mengerahkan ginkang tiba-tiba memekik sambil menggereng.
Dia mempercepat putaran tongkatnya, dan tubuh Thian-san Giok-li yang berseliweran di dalam tongkatnya tiba-tiba dikejar lebih buas.
Tapi Thian-san Giok-li rupanya tidak mau bersikap mengalah.
Karena, begitu Pek Bong Lo-mo mempercepat putaran tongkatnya tiba-tiba saja dia pun mulai menangkis dan menyerang dari gulungan tongkat dengan senjata jarum emasnya.
Dan begitu wanita sakti dari Thian-san ini membalas kontan saja bentrokan senjata di antara mereka tak dapat dihindarkan Iagi.
Jarum emas dan tongkat emas mulai sering berdencingan, dan Pek Bong Lo-mo yang mengumpat caci di Iuar gundukan tongkatnya mendadak meraung hebat.
Iblis botak ini pun mengerahkan ginkang, dan begitu dia melompat tiba-tiba saja dia pun lenyap "masuk"
Dalam lingkaran tongkat emasnya yang bergulung-gulung! Sekarang orang luar tidak dapat melihat lagi.
Dan Bun Hwi yang menonton jalannya per-tandingan ini tampak bengong dengan mata terbelalak lebar.
Pemuda ini merasa takjub dan kagum bukan main, tapi sementara dia terhenyak tiba-tiba saja kepalanya ditempeleng orang.
"Bocah she Bun, kau menonton sambil memeluk orang? Apakah kau minta dihajar? Plak...!"
Dan Kiok Lan yang tahu-tahu telah berdiri dengan marah- marah itu tampak memandang Bun Hwi dengan mata berkilat-kilat.
Bun Hwi terkejut, dan sekarang dia sadar.
Kiranya, saking tenggelam menyaksikan per-tarungan dua orang sakti itu dia menempel di pundak gadis ini tanpa sengaja.
Dan karena "asyik"
Menggelandot di punggung orang sekarang gadis itu marah-marah kepadanya! Bun Hwi menjadi gugup.
"Eh, nona Kiok, aku tidak sengaja....!"
Bun Hwi berseru jengah.
"Siapa berniat memelukmu?"
"Hm, tidak sengaja setelah aku tahu, ya? Tidak sengaja setelah kau pegang-pegang diriku? Bun Hwi, kau memang laki-laki kurang ajar. Kau pangeran konyol yang mata keranjang....!"
Dan Kiok Lan yang siap menggerakkan tangan untuk menggeplok muka, pemuda ini tiba-tiba melompat maju dengan pipi mangar-mangar. Tapi sebelum gadis itu melaksanakan niatnya mendadak sebuah tangan kuat mencengkeram jarinya.
"Bocah she Kiok, jangan kurang ajar terhadap pangeran. Kau tidak boleh menghina nya.....!"
Dan Kiok Lan yang merasa terkejut ini tiba-tiba sudah ditekan pundaknya oleh seorang pengawal tinggi kurus berbaju kuning. Itulah pengawal yang mengiringi kedatangan Pek Bong Lo-mo, dan Kiok Lan yang terbelalak marah ini tiba-tiba melengking pendek.
"Babi kurus, berani kau memegang-megang pundakku! Aih, keparat kau... terimalah ini...!"
Dan Kiok Lan yang tiba-tiba sudah melipat sikunya itu mendadak menyodok perut orang dengan penuh kemarahan.
Ia tidak banyak cing-cong lagi.
Dan pengawal baju kuning yang diserang Kiok Lan ini berteriak kaget.
Dia berusaha menghindar, namun kecepatan Kiok Lan yang tidak disangka itu tahu- tahu telah mendahuluinya.
Maka begitu terdengar suara "buk"
Tiba-tiba saja pengawal ini ter-pelanting roboh dengan pekik kesakitan.
"Augh...!"
Laki-laki itu berteriak kaget tapi Kiok Lan yang tampak masih kurang puas sekonyong- konyong menyusulinya lagi dengan sebuah tendangan.
Dan begitu sepatu gadis ini mendarat di sasarannya tiba-tiba pengawal tinggi kurus itu sudah terguling-guling dengan keluhan panjang.
Kiok Lan hendak menyusulinya lagi dengan serangan ketiga, namun ketika gadis ini sudah melayang dekat tiba- tiba pengawal itu telah melompat dan sambil mencabut golok! "Siluman betina, berani kau menyerang seorang pengawal? Tidak tahukah kau tajamnya golok?"
Kiok Lan berdiri mengejek.
"Babi kurus, jangan kau menggertak sambal di sini. Aku tahu golokmu itu karatan, siapa takut tajamnya golok? ayo majulah kalau kau berani. Tapi buang golokmu itu kalau tidak ingin senjata makan tuan!"
"Keparat, kau mencari mati sendiri, siluman cilik. Jangan salahkan orang lain kalau terbunuh!"
Dan pengawal yang sudah naik pitam ini sekonyong- konyong melompat ke depan membacok kan goloknya.
Dia tampak bernafsu, dan Kiok Lan yang diserang itu dibabat kepalanya.
Tapi murid Thian-san Giok-li ini tenang-tenang saja.
la tidak menghindar ketika golok menyambar di depan hidungnya.
Namun ketika senjata itu hampir sejengkal mengenai kepalanya mendadak dia melompat ke kanan.
Lalu, sementara golok lewat di samping kirinya, tiba-tiba gadis ini melayangkan kaki sambil berseru.
"Babi kurus, hati-hati dengan senjatamu itu....!"
Dan begitu gadis ini mengeluarkan seruan mendadak saja kakinya sudah mendarat di pergelangan lawan. Lalu ketika laki-laki ini terkejut. Kiok Lan tiba-tiba memutar tumitnya menghantam dagu.
"Plakk"
Laki-laki itu menjerit dan Kiok Lan yang menggunakan kaki dalam serangannya ini membuat si pengawal tinggi kurus terpekik kaget.
Senjatanya terlepas, sementara ujung sepatu Kiok Lan yang menyentuh dagunya itu membuat laki-laki ini terjengkang roboh! "Ooh....!"
Pengawal baju kuning itu berseru tertahan dan sementara dia terperangah tiba-tiba saja goloknya disambar Kiok Lan lalu ditodongkan ke tubuhnya yang terguling! "Egkh....!"
Laki-laki ini tertegun dan golok di tangan Kiok Lan yang telah menempel di kulit lehernya itu membuat pengawal tinggi kurus ini tidak bisa berkutik.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia terbelalak memandang, sedangkan Kiok Lan yang tertawa mengejek itu menusukkan goloknya sedikit ke dalam kulit.
"Bagaimana, babi kurus, apa kubilang tadi! Bukankah kau harus hati hati dengan senjatamu ini?"
Si pengawal baju kuning terbelalak pucat. Dia tidak mampu bicara lagi, dan matanya yang melirik kiri kanan itu jelas mencari bantuan. Tapi Kiok Lan yang mempermainkan lawannya malah menginjak kan kaki di atas dada lawan.
"He, kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku, Apakah sudah menjadi tuli?"
Pengawal ini tiba-tiba menggigil.
Dia tampak ketakutan sekali, namun matanya yang melirik kiri kanan itu mendadak berseri.
Delapan belas bayangan tiba-tiba berkelebat mengurung Kiok Lan, dan si tinggi kurus yang menjadi girang dengan melompatnya delapan belas orang itu tiba-tiba berseru.
"Setan cilik, jangan kau bersombong. Lihat delapan belas temanku ini telah mengurung dirimu...!"
Dan Kiok Lan yang tiba-tiba menoleh memang melihat kenyataan ini.
Dia telah dikurung delapan belas pengawal, orang-orang yang tadi masih duduk diatas kuda, teman si pengawal tinggi kurus ini, para pembantu Pek Bong Lo-mo! Tapi begitu ia melihat datangnya orang-orang ini mendadak Kiok Lan tersenyum lebar.
Dengan cepat ia menotok si pengawal yang telah dirobohkan, lalu dengan berani gadis ini menghadapi delapan belas pengawal baju kuning itu.
"Eh, kalian tikus-tikus busuk, apakah hendak mengeroyokku seperti anjing berebut tulang?"
Orang-orang ini memandang marah.
"Bocah hina, jangan kau bermulut besar. Kami tidak ada waktu untuk melayanimu bicara. Menyerah lah dan ikut kami dengan baik-baik....!"
Seorang di antara mereka yang berdiri paling depan mengeluarkan bentakan bengis sambil mencabut senjata namun Kiok Lan menanggapinya dengan tertawa.
"Hi, kalian menyuruh aku menyerah tikus busuk? Mana mungkin itu? Kalian Sajalah yang menyerah baik- baik, agar aku tidak perlu merobohkan kalian seperti si babi kurus ini!"
"Keparat, kau berani menentang kami, setan cilik? Kau minta dihajar agar tidak besar kepala Iagi?"
"Eh, siapa yang minta dihajar? Kau saja lah yang menyerah, muka hitam. Aku ingin menyaksikan kau digebuk rotan. Lihat, aku sanggup merotanmu seratus kali untuk kecongkakanmu ini....! dan Kiok Lan yang tertawa-tawa mengejek lawan yang mukanya hitam ini tiba tiba mencabut sebatang rotan dari balik bajunya. Dan seperti main-main tiba-tiba dia melecut-lecutkan rotan itu di depan hidung si muka hitam. Tentu saja si muka hitam marah, dan begitu dia memberi aba-aba mendadak delapan belas orang itu sudah menerjang Kiok Lan dengan mata mendelik. Mereka merasa gusar atas sikap yang merendahkan dari murid Thian-san Giok-li ini, dan kenyataan bahwa gadis cilik itu sanggup merobohkan teman mereka dalam tiga gebrakan saja membuat mereka tidak berani maju satu-persatu. Bagaimanapun juga, yang mereka hadapi ini adalah seorang anak perempuan yang lihai ilmu silatnya. Dan maju mengeroyok adalah satu-satunya jalan penyelesaian yang cepat. Tetapi apa yang dikira itu ternyata masih meleset juga. Kiok Lan yang diserang beramai-ramai ternyata lincah. Gadis cilik ini tidak mau begitu saja ditangkap, karena begitu ia diserang tiba-tiba ia sudah melompat kesana kemari sambil mempermainkan goloknya. Dan begitu gadis ini bergerak tiba tiba saja delapan belas pengawal itu mengumpat caci. Murid Thian-san Giok-li ini seperti tupai saja. Diserang kesana menyelinap kemari. Dan diserang kemari menyelinap kesana. Kiok Lan bermain kucing- kucingan, dan karena gadis itu sadar bahwa ia harus mempergunakan taktik "mengejar copet mencari maling"
Alias harus berpindah-pindah tempat untuk meluangkan geraknya maka membuat para pengawal itu benar benar menjadi keki.
Mereka marah bukan main, dan si muka hitam yang merupakan komando bagi tujuh belas orang temannya itu mendadak memberikan bentakan nyaring.
Dia menyuruh teman-temannya melingkar lebar, dan begitu mereka ini merentang seperti jala tiba-tiba saja Kiok Lan sudah tidak dapat melarikan diri.
Gadis ini terkurung di tengah, tapi Kiok Lan yang cerdik luar biasa itu tiba -tiba tertawa mengejek.
"Ha, kau hendak menangkapku seperti orang menangkap harimau muka hitam? Hik-hik, Iihat saja kalau kau mampu....!"
Dan Kiok Lan yang sudah terkurung rapat itu sekonyong-konyong memekik nyaring.
Dia berjungkir balik meng-hampiri dua orang pengawal yang berjaga di sebelah kanan, lalu begitu goloknya terangkat tiba-tiba dia sudah menusuk leher pengawal pertama dilanjutkan tikaman cepat ke pengawal nomor dua.
Gerakannya ini sebat, dan dua orang pengawal yang mendapat serangan tiba-tiba itu tampak berseru keras.
Mereka terkejut, maklum akan kelihaian bocah ini dalam pertempuran seorang Iawan seorang.
Maka begitu Kiok Lan berkelebat menyerang mereka dua orang pengawal ini sudah cepat menangkis tikaman golok dengan bacokan senjata mereka.
"Trang-trang....l"
Dua golok itu bertemu dengan golok ditangan Kiok Lan.
tapi Kiok Lan yang tiba-tiba terkekeh mendadak mengayunkan kaki.
Lawan yang sepenuhnya memperhatikan serangan atas sekonyong-konyong didupak lututnya, dan begitu kaki gadis ini menyentuh sasarannya tiba-tiba dua orang pengawal itu menjerit.
Mereka terjungkal roboh, dan lutut yang didupak ujung sepatu Kiok Lan seketika retak tempurungnya! "Duk-duk....augh!"
Dua orang pengawal ini berteriak kesakitan dan tubuh mereka yang terguling- guling di atas tanah itu menjadikan pertahanan pada bagian ini bobol.
Kiok Lan tertawa-tawa, dan gadis yang sudah melompat keluar dari kurungan delapan belas pengawal yang kini tinggal enam belas orang itu tertawa mengejek ke arah si muka hitam.
"Hi-hik, apa kataku muka hitam? Bukankah kurunganmu ini sia-sia belaka?"
Si muka hitam mendelik gusar.
Dia benar-benar marah sekali, dan gebrakan cepat yang dilakukan murid- Thian-san Giok Ii itu untuk membobol kepungan sungguh luar biasa sekali.
Dia dan teman- temannya dalam keadaan tertegun ketika anak perempuan itu menyerang dua orang mereka.
Dan bahwa dalam gebrakan yang begitu singkat gadis ini telah merobohkan teman mereka sungguh membuat si muka hitam menggeram penuh kemarahan.
"Kawan-kawan, bunuh setan cilik ini. Jangan tangkap hidup-hidup lagi....!"
Si muka hitam yang tiba- tiba mengeluarkan bentakan itu mendadak memberikan aba-aba.
Dan begitu lima belas teman- temannya yang lain sama mengangkat golok, tiba- tiba saja mereka itu sudah menyerbu Kiok Lan dengan pekik kegusaran.
Kali ini Kiok Lan diserang hampir berbareng, dan gadis cilik yang tiba-tiba membelalakkan mata ini tampak terkejut.
Ia tidak takut, hanya sedikit bingung.
Karena si muka hitam yang sudah meluruk maju bersama teman-temannya itu kelihatan benafsu sekali.
Semua orang bermaksud membunuh, dan Kiok Lan yang melihat serbuan berbahaya itu tiba-tiba melengkung.
Golok yang ada di tangan mendadak diputar, dan begitu dua orang pengawal menubruknya.
dengan mata menyeramkan sekonyong-konyong gadis ini menyelinap di tengah-tengah bacokan senjata tajam.
Golok di tangannya membentur golok di tangan lawan, dan ketika senjatanya terpental karena kalah tenaga tiba- tiba dia mempergunakan pentalan ini untuk menangkis senjata lawan dari pengawal nomor dua.
Lalu, ketika mereka kaget sekonyong-konyong ia sudah menggerakkan kaki kanannya mendupak bokong orang.
"Bluk....!"
Tidak ayal dua orang pengawal itu berteriak marah ketika bokong mereka disepak dan sementara mereka terhuyung tiba-tiba golok di tangan Kiok Lan membabat pundak mereka.
"Tikus-tikus kasar, pergilah kalian menghadap Song- taijin. Aku jemu melihat kalian... crak"
Kiok Lan yang berhasil membacokkan goloknya tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya dan begitu dua orang pengawal itu menjerit kesakitan mendadak tubuh mereka sudah roboh terjerembab oleh totokan gadis ini.
Yang pundak terluka oleh bacokan golok sementara yang lain tertotok lumpuh oleh sentuhan jari mungil murid Thian-san Giok-li yang lihai ini! Tapi Kiok Lan pada saat itu juga hampir saja celaka.
Si muka hitam yang geram melihat dua orang temannya kembali roboh tiba-tiba sudah berada di belakang gadis cilik ini.
Dan sementara Kiok Lan merendahkan tubuh menotok dua orang lawan itu mendadak golok lebar di tangan laki-laki ini sudah menyambar punggung Kiok Lan.
Kejadian ini berlangsung cepat, dan Kiok Lan yang dibokong secara curang oleh laki-laki bermuka hitam itu mengejutkan Bun Hwi.
Tapi baru Bun Hwi berteriak memperingatkan tiba-tiba murid Thian-san Giok-li itu sudah membanting tubuh.
Golok si muka hitam menyambar serambut saja diatas kepala gadis ini, dan Kiok Lan yang berhasil menyelamatkan diri lewat ketajaman telinganya mendengar kesiur senjata tiba- tiba membentak! "Muka membokong hitam, tidak malu kau sama seorang anak perempuan? Cih, merendahkan amat perbuatanmu ini.
Terimalah, aku pun bisa menyerangmu secara gelap...
awas"
Dan Kiok Lan yang tiba-tiba menggerakkan tangan kirinya itu mendadak meluncurkan tiga jarum kuning ke wajah si muka hitam.
Dua menyambar matanya sedangkan yang terakhir menyambar pipi orang.
ltula Kim- ciam-mouw (Bulu Jarum Emas) yang merupakan senjata rahasia dari Thian-san Giok-li.
Maka si muka hitam yang mendapat serangan am - gi (senjata gelap) ini kaget bukan main.
Dia tidak menyangka, dan Kiok Lan yang memakinya sambil meluncurkan tiga jarum emas itu sungguh membuatnya terkejut bukan kepalang.
Maka begitu tiga sinar kuning itu menyambar mukanya tiba-tia si muka hitam ini mengeluarkan bentakan keras.
Golok yang luput membacok mendadak dibuat menangkis serangan tiga jarum emas ini, namun karena gerakannya gugup karena kaget maka hanya dua yang pertama yang berhasil dipentalkan.
Jarum ketiga tak mampu di kelit, maka begitu jarum ini menyambar pipinya sekonyong- konyong si muka hitam itu mengaduh.
"Cep...!"
Jarum menancap di pipinya, dan Kiok Lan yang terkekeh melihat pekik si muka hitam itu tampak memandang puas.
Namun gadis ini tidak dapat mengeluarkan ejekan.
Dia yang baru lolos dari serangan gelap si komandan pengawal itu tiba-tiba sudah dihujani senjata oleh belasan pengawal yang lain, dan begitu ia memutar tubuh tiba-tiba lima belas batang golok sudah menyambar dirinya.
"Bocah hina, mampuslah....!"
"Anak setan, pergilah....!"
Dan teriakan mereka yang penuh kemarahan disusul berkelebatnya golok bertubi-tubi itu membuat Kiok Lan terkejut.
la baru saja mcnyelamatkan diri dari ancaman bahaya si muka hilam.
Dan bahwa anak buahnya ini tiba-tiba menyerbu hampir berbareng dengan golok diayunkan benar-benar membuat Kiok Lan menjadi kaget.
Tapi murid Thian-san Giok-li ini benar-benar luar biasa.
Serangan golok yang seperti hujan menyambar itu mendadak disambut lengkingan pendek.
Lalu, ketika hujan golok mendekati tubuhnya tiba-tiba dia membanting diri bergulingan.
Aneh.
semua lawan tiba-tiba berteriak heran.
Mereka kehilangan lawan yang dijadikan sasaran.
Akan tetapi begitu mereka saling berteriak kaget, tiba-tiba saja sebuah golok menyerampang kaki mereka dari bawah seperti setan terbang! "Hei, awas....!"
"Hati-hati....!"
"Dia di bawah....!"
Dan teriakan susul menyusul yang menunjukkan kekagetan besar ini seketika disusul pekik kesakitan dari mereka yang tidak sempat menghindar.
Tiga orang pengawal seketika roboh terjungkal, dan kaki mereka yang terluka oleh golok ditangan Kiok Lan itu terobek lebar dengan kulit berdarah.
Kiranya Kiok Lan mempergunakan tipuan jurus yang disebut Trenggiling Berguling Miring.
Dan dengan jurus inilah dia berhasil menyelamatkan diri sekaligus melukai tiga orang pengawal yang dicium goloknya.
Tapi sementara Kiok Lan masih berguling di atas tanah sambil memutar golok tiba-tiba muka hitam yang penuh kegusaran terhadap gadis cilik ini melompat maju.
Dia bersembunyi di belakang seorang temannya yang melompat mundur.
Dan ketika Kiok Lan melompat bangun sehabis ber- gulingan menyerang itu tiba-tiba dia menimpuk kan goloknya.
"Siluman cillk, bayar hutang teman-temanku. Kau terimalah hui-to ini untuk menghadap Giam lo- ong...!"
Dan si muka hitam yang sudah menyambarkan goloknya itu sekonyong-konyong merebut senjata di tangan temannya lalu menyusuli tikaman curang di atas pundak.
Dia mempergunakan kesempatan sementara Kiok Lan terkejut oleh serangan gelapnya, dan ketika gadis itu betul-betul terjebak oleh akalnya ini mendadak saja dia sudah berada di belakang Kiok Lan membacokkan golok! Inilah kecurangan licik dari seorang laki-laki yang berwatak rendah, dan Kiok Lan yang mengira hanya satu saja angin golok yang menyambar dirinya tidak menyangka sama sekali.
Murid Thian-san Giok-li itu sudah memutar senjata menangkis, maksudnya menangkis golok terbang ( hui-to ) yang disambitkan si muka hitam.
Tapi begitu dia menangkis ini tahu-tahu golok kedua di tangan lawannya yang curang sudah berada di depan mata.
Si muka hitam itu menyembunyikan angin serangan di balik kesiurnya golok terbang.
Maka ketika Kiok Lan melihat golok di tangan lawannya itu menikam dada ia kaget bukan main.
"Muka hitam, kau manusia terkutuk....!"
Kiok Lan membentak kaget tapi sementara terkejut golok si muka hitam itupun menyambar tiba.
Dia tidak sempat mengelak lagi dan Kiok Lan yang terbelalak dengan muka pucat ini tahu-tahu sudah ditikam.
Dada gadis itu dijadikan sasaran, dan muka hitam yang memandang beringas itu tampak girang bukan main.
Tapi, sementara pengawal curang ini tertawa menyeramkan sekonyong-konyong sesuatu yang tak diduga tiba-tiba terjadi.
Sebuah jarum emas menyambar dari samping, membentur golok si muka hitam.
Dan ketika si muka hitam berteriak kagetnya goloknya terpental miring tiba-tiba terdengar teriakan Thian-san Giok-li.
"Hek-bin Busu jangan bermain curang, awas kepala mu itu nanti... Trang! Dan golok si muka hitam yang terpukul miring tiba - tiba membalik menyambar kepala pengawal ini. Si muka hitam terkejut, berseru keras sambil merendahkan muka. Tapi karena goloknya tiba-tiba menghantam tanpa dapat dikendalikan maka tak ayal lagi rambutnya terbabat.
"Brett...!"
Si muka hitam berteriak keras dan rambut kepalanya yang putus disambar golok sendiri membuat pengawal ini seakan terbang nyawanya.
Dia merasa kaget bukan main, dan sementara dia terkejut tiba-tiba Kiok Lan yang nyaris terancam bahaya ditangan laki-laki ini mendadak mengayunkan golok menusuk pipinya.
"Muka hitam kau laki-laki tak tahu malu. Beginikah watak pengawal gubernur Song itu? Terimalah...!"
Dan Kiok Lan yang melompat maju dengan golok menikam penuh kemarahan itu tak dapat dihindarkan lagi oleh si muka hitam. Pengawal ini berteriak kesakitan, dan ketika senjata ditangan Kiok Lan menusuk pipinya dia meraung dan terjungkal roboh.
"Crat!"
Pipi si muka hitam tembus terluka dan Hek- bin Busu yang terguling-guling dengan muka berdarah itu terkaok-kaok kayak babi di sembelih.
Dia melotot dengan penuh kesakitan, tapi Kiok Lan yang hendak memburunya untuk menikam dada si muka hitam ini tiba-tiba sudah diserbu kembali oleh anak buah lawannya yang menerjang maju.
Sepuluh orang pengawal membentak mengurung gadis ini.
Dan mereka yang kini menyerang dengan golok berkilauan itu membuat Kiok Lan membalikkan tubuh.
Ia merasa gemas dan marah terhadap para pengawal yang licik-licik ini, maka begitu mereka menyerbu Kiok Lan tiba-tiba memutar golok melayani mereka.
Gadis cilik ini siap merobohkan semua lawan, dan ketika pekik lantangnya bergema tiba-tiba saja Kiok Lan sudah berkelebat di antara sambaran sepuluh golok yang mengancam dirinya.
Namun tiba-tiba Kiok Lan tersentak.
Jeritan Bun Hwi di luar kepungan mendadak membuat dia menoleh.
Dan, apa yang dilihatnya Kiranya perbuatan si muka hitam.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pengawal yang terluka kedua pipinya itu kiranya telah menangkap pemuda itu dengan kasar.
Dan Bun Hwi yang di bekuk laki-laki ini nampak dipaksa untuk segera naik ke atas kuda.
Bun Hwi meronta, dan pemuda yang marah itu tiba- tiba meninju muka si muka hitam.
Namun si pengawal curang ini berkelit.
Dia yang pandai ilmu silat ini dengan mudah saja mengelak dan ketika Bun Hwi menggerakkan kembali kedua tangannya untuk memukul tiba-tiba saja dia telah dijegal oleh si pengawal bermuka hitam ini.
Lalu sementara Bun Hwi roboh tiba-tiba dia telah ditelikung tangannya dibawa meloncat ke atas kuda! "Pangeran, jangan memberontak Iagi.
Hamba akan membawa paduka ke hadapan sri baginda...! dan muka hitam yang sudah mengempit tubuh Bun Hwi ini mendadak menjejakkan kakinya menendang perut kuda.
Dia tampaknya tergesa-gesa dan Bun Hwi yang dibuat sudah tidak berkutik itu didudukkan di depannya.
Si muka hitam mencemplak kuda, dan ketika binatang itu meringkik sambil mengangkat kakinya tiba-tiba dia sudah kabur sambil tertawa gembira.
Namun, sesuatu yang di luar perhitungan tiba-tiba membawa sial si muka hitam ini.
Dia terIalu meremehkan keadaan sekitar, tidak memperhitungkan adanya Thian-san Giok-li.
Yang meskipun terlibat dalam pertandingan seru melawan Pek Bong Lo-mo sesungguhnya tidak pernah melepaskan perhatiannya pada Bun Hwi.
Maka begitu si muka hitam ini melesat dengan kudanya tiba-tiba Thian-san Giok-li mengeluarkan bentakan perlahan.
Wanita sakti itu mengayunkan lengan.
melepas dua jarum emas ke tengkuk dan punggung si muka hitam.
Dan ketika dua jarum itu meluncur melebihi kilat cepatnya mendadak raung si muka hitam terdengar mengerikan.
Laki laki curang itu tersentak di atas kudanya, mengejang seperti orang tertikam.
Lalu ketika dia mendelik dan mengeluh pendek tiba-tiba saja dia sudah terjungkal roboh dari atas kudanya, kiranya jarum emas yang mengenai tengkuknya itu menancap tepat di jalan darah kematian, dan jarum yang mengenai punggung telah amblas menyusup jantung.
Tak ayal, si muka hitam yang paling dibenci Kiok Lan ini langsung tewas seketika, dan Bun Hwi yang terbelalak diatas kuda memandang tertegun! Tapi Thian-san Giok-li tiba-tiba sudah dibentak Pek Bong Lo-mo.
"Thian-san Giok-li, berani kau membunuh utusan gubernur Hu-nan?"
Thian-san Giok-li tersenyum mengejek.
"Dia utusan kurang ajar Lo-mo. Sudah sepantasnya mendapat hukuman seperti itu. Apakah kau hendak membela orang yang bersalah semacam ini?"
"Keparat, kau harus mempertanggung jawabkan perbuatan mu Giok-li. Kau harus kubawa ke istana Song -taijin"
Dan Pek Bong Lo-mo sudah kembali menggerakkan tongkatnya itu melabrak Thian-san Giok- li dengan oenuh kemarahan. Tapi Thian-san Giok-li tertawa dari hidungnya, dan Kiok Lan yang dikepung sepuluh pengawal Hu-nan ini diteriaki.
"Kiok Lan bawa pangeran ke Nan-chang, pergunakan kuda orang-orang dungu itu...! Dan Kiok Lan yang mendengar seruan subonya ini tiba-tiba memekik sambil memutar senjatanya. Dia menyerang dua orang pengawal yang berada disebelah kirinya, lalu ketika mereka itu melompat mundur dengan muka kaget sekonyong-konyong gadis ini sudah menerobos keluar.
"Bun Hwi hayo lari, ikuti aku...!"
Kiok Lan yang sudah melayang di atas seekor kuda itu mendadak menendang perut kuda yang di tumpangi Bun Hwi, dan begitu kuda itu terkejut melarikan diri tiba-tiba gadis itu sudah menyusul di belakangnya sambil mengebah- gebah.
"Herr...! Hayo lari Bun Hwi. Herr...! Hayo lari."
Bun Hwi tertegun di atas kudanya.
Dia terkejut ketika mendadak kudanya menyelentak ke depan dengan kuat, dan ketika dia berseru dengan kaget tiba- tiba saja kudanya itu sudah digebah-gebah Kiok Lan dari belakang! Bun Hwi berteriak marah, dan dia yang belum pernah memegang kuda selama hidupnya itu menjadi pucat.
Tapi karena Kiok Lan melecut kudanya bertubi-tubi dan menyuruh dia berpegang erat-erat pada tali kekang akhirnya membuat pemuda ini melotot dengan kemarahan ditahan.
Dia mendongkol sekali atas kejadian yang menimpanya ini.
Mendongkol dan marah terhadap orang-orang yang menganggunya.
Baik Kiok Lan yang "kurang ajar"
Itu maupun Pek Bong Lo-mo dan anak buahnya.
Dan bahwa sekarang dia disuruh lari diatas kuda seperti seorang pesakitan yang melarikan diri terbirit-birit dari kejaran hukum diam- diam membuatnya gusar sekali.
Tapi Bun Hwi menahan kemarahan bagaimana pun juga dia memaklumi maksud baik guru dan murid itu.
Dan sikap Pek Bong Lo-mo dan anak buahnya yang kasar dan tidak malu-malu melakukan kecurangan itu membuatnya lebih condong untuk berpihak pada Thian- san Giok-li.
Tapi, apakah ini berarti dia harus pula mengikuti kehendak wanita sakti itu? Bukankah dia Sejak awal ingin menikmati kesendiriannya? Dan sekarang gara-gara Thian-san Giok-li tiba-tiba saja dia sudah dilibat oleh banyak orang yang tidak disukainya! Bun Hwi mengatupkan mulut.
Muka yang merah serta tinju yang dikepal penuh kemarahan itu menunjukkan perasaan pemuda ini.
Dan Kiok Lan yang berteriak-teriak menggebah kudanya dari belakang membuat Bun Hwi merasa geram.
Dia risi oleh teriakan murid Thian-san Giok-li itu, dan bahwa di belakangnya tiba-tiba terdengar derap banyak kuda mencongklang menjadlkan dia maklum bahwa agaknya sepuluh orang pengawal yang tadi ditinggal Kiok Lan kini mengejar mereka.
Dan itu memang betul.
Para pengawal ini sudah diperintah Pek Bong Lo-mo untuk memburu Bun Hwi.
Bahkan, iblis botak yang marah ini memerintahkan sekalian agar murid Thian-san Giok- li yang melindungi "pangeran"
Itu dibunuh saja! Maka sekarang terjadilah kejar-mengejar yang sengit di antara Bun Hwi dan para pengawal dari Hu- nan itu.
Dan Kiok Lan yang selalu melindungi pemuda ini mengeprak kudanya mati-matian.
la mengajak Bun Hwi melalui jalan setapak di sisi gunung.
tapi ketika tiba-tiba dua orang ini sampai disebuah tikungan mendadak Bun Hwi mengadakan aksi.
"Nona Kiok, kau berbeloklah ke kiri. Aku tidak mau turut perintahmu lagi. Aku Mau ke kanan....!"
Dan Bun Hwi yang tiba-tiba membelokkan kudanya ke arah berlawanan itu membuat Kiok Lan terkejut.
"Hei, kau gila, Bun Hwi? Itu bukan ke Nan-chang. ltu menuju ke Bukit Ular....!"
Tapi Bun Hwi tidak menggubris.
"Biarlah, nona Kiok. Aku justru ingin ke Bukit Ular. Aku tidak ingin terganggu lagi. Pergilah, dan sampaikan terima kasihku kepada gurumu...!"
Dan Bun Hwi yang sudah menjepit perut kudanya ini tiba-tiba kabur dengan tidak menghiraukan kanan kiri lagi. Dia memang benar- benar tidak ingin diganggu sekarang. tapi Kiok Lan yang diberi tugas gurunya untuk "mengawal"
Pemuda ini mana mau diam? Begitu Bun Hwi memutar kudanya gadis ini pun tiba- tiba memaki. Bun Hwi yang mengeprak kudanya ke Bukit Ular itu dikejar cepat. Dan Kiok Lan yang mengomel panjang pendek ini berteriak-teriak.
"Bocah she Bun, kau memang kurang ajar sekali. Orang membawamu ke tempat baik-baik kenapa kau malah mencari penyakit? Bukit Ular bukan tempat yang aman. Daerah itu berbahaya sekali...!"
Namun Bun Hwi justeru mencemplak kuda nya kuat- kuat.
"Aku tidak butuh pengawasanmu nona Kiok. Kau pergilah beri tahu gurumu itu...!"
Maka Kiok Lan yang melihat pemuda itu tidak mau dinasehati lagi tiba-tiba melengking gusar.
Dia menggencet perut kudanya sampai binatang itu kesakitan, dan kuda yang tiba-tiba juga bisa naik pitam seperti manusia ini sekonyong-konyong melesat ke depan seperti anak panah terlepas dari busurnya.
Bun Hwi diburu hebat, dan ketika Kiok Lan berhasil menyamai kedudukan Bun Hwi tiba-tiba gadis itu membentak.
"Bun Hwi, berhenti dulu. Hayo putar arah ke kiri jalan...!"
Tapi Bun Hwi memandang marah.
"Nona Kiok, kau ini ada hak apakah menyuruhku berhenti? Bukankah aku punya kebebasan untuk pergi ke mana saja?"
Kiok Lan melotot "Sekarang ini bukan waktu untuk berdebat, Bun Hwi. Hayo cepat kau memutar arah....!"
Tapi Bun Hwi tetap menggeleng.
Dia tidak mau banyak bicara lagi, dan kuda yang sudah meluncur kencang itu bahkan dipukul lehernya, akibatnya Kiok Lan tertinggal lagi di belakang, dan murid Thian-san Giok-li yang memuncak kegusarannya ini tiba-tiba berteriak nyaring.
Dengan meninggalkan kudanya secara berani Kiok Lan tiba-tiba berjungkir balik di udara.
menuju ke kuda Bun Hwi, dan ketika ia hinggap di belakang pemuda ini Kiok Lan Iangsung merebut tali kekang sambil membentak.
"Bun Hwi, kau benar-benar pangeran tolol. Apakah kau buta tidak melihat maksud baikku ini?"
Bun Hwi terkejut dengan mata terbelalak dia menoleh ke belakang, dan persis ketika memutar lehernya ini tiba-tiba secara tidak sengaja ia mencium pipi orang! "Eh....!"
Bun Hwi gelagapan.
"Kenapa... kenapa kau diatas kudaku, nona Kiok....? Wah, hayo turun... kuda ini tidak bisa dimuati dua orang...!"
Dan Bun Hwi yang tiba tiba menjadi gugup itu sudah meronta dengan muka tidak keruan. Ia merasa jengah dan kikuk sekali, sementara Kiok Lan yang dicium pipinya mendadak melengking marah.
"Bun Hwi, kau... berani kau kurang ajar kepadaku? Aih, kau laki-laki ceriwis, Bun Hwi... kau laki-laki mata keranjang... plakk!"
Dan Kiok Lan yang tiba- tiba sudah menempeleng kepala pemuda ini mendadak masih menundukkan muka dan mengigit pundak Bun Hwi dengan sekuat-kuatnya.
Tentu saja Bun Hwi kaget bukan main.
Dan pemuda yang digigit pundaknya oleh murid Thian-san Giok-li itu berteriak keras.
Dia merasa kesakitan sekali tapi ketika Kiok Lan masih tidak mau melepaskannya tiba-tiba Bun Hwi menyambar kepala gadis ini dan menjambak rambutnya.
"Kiok Lan, gila kau! Siapa yang berlaku ceriwis kepadamu? Hayo lepaskan mulutmu itu... lepaskan pundakku itu.... aduhh!"
Bun Hwi menjerit keras ketika lawannya tiba-tiba menggigit semakin kuat dan bersamaan dengan pergumulan dua remaja di atas kuda ini mendadak binatang tunggangan Bun Hwi meringkik panjang.
Kuda yang lepas kendali itu sekonyong-konyong memekik, dan kaki depannya yang menginjak tempat kosong tiba-tiba membuat binatang itu terjungkal.
Kiranya, tanpa disadari oleh dua orang anak itu kuda ini terperosok ke dalam jurang, dan Bun Hwi serta Kiok Lan yang saling cengkeram itu tiba-tiba terjerumus ke dalam jurang! "Aihh, Kiok Lan....!"
Bun Hwi berteriak kaget ketika menyadari apa yang sebenarnya terjadi dan tubuhnya serta tubuh murid Thian-san Giok-li yang sama-sama terlempar ke dalam jurang yang tidak dapat diukur berapa tingginya itu tampak terguling- guling membentur tebing.
Bun Hwi memanggil Kiok Lan dengan suara nyaring, sementara Kiok Lan yang meluncur ke arah dengan tubuh terputar-putar seperti baling-baling pesawat terbang ini akhirnya sama berteriak kaget ketika menyadari apa yang terjadi.
Namun semuanya sudah terlambat bagi dua orang muda-mudi ini.
Bun Hwi terus meluncur ke bawah seperti meteor jatuh, dan pemuda yang tiba-tiba terantuk dahan sebatang pohon persis pada tengkuknya itu tiba-tiba menjerit lirih dan tidak ingat apa-apa lagi.
Bun Hwi langsung tak sadarkan diri, dan pemuda yang tubuhnya terus terbanting pada jurang yang dalam itu akhirnya lenyap di bawah lapisan awan yang mengambang di tengah jurang.
Sedangkan Kiok Lan, yang jelek-jelek adalah murid seorang wanita sakti itu rupanya memiliki nasib yang lebih beruntung.
Gadis ini tak sengaja telah menangkap sebuah akar yang yang menjulur di tepi jurang, hasil dari gerak-gerik tangannya yang meracau ke sana ke mari.
Akan tetapi karena akar itu tertarik dengan kasar dan tiba tiba oleh sentakan jarinya membuat akar itu tiba tiba jebol.
Kiok Lan terpelanting lagi, namun karena luncuran tubuhnya sudah jauh berkurang akibat tertolong oleh cengkeraman pada akar di lepi tebing itu membuat gadis ini dapat jungkir balik di udara dan...
akhirnya selamat diatas dahan sebuah pohon yang tumbuh di dinding jurang.
ltulah pohon yang membentur Bun Hwi tadi, pohon yang tumbuh di tengah-tengah jurang di atas awan yang mengambang! Ah...! Kiok Lan serasa hilang sukmannya dan gadis yang kini sudah berdiri di atas pohon itu tampak gemetar dalam muka yang pucat pasi.
la terbelalak di atas dahan ini, tertegun memandang ke bawah.
Lalu ketika ingat betapa Bun Hwi telah terbaring di dasar jurang yang tidak dapat diukur berapa tingginya itu mendadak membuat gadis ini menutupi mukanya.
Kiok Lan terisak, dan gadis yang baru terhindar dari maut yang amat mengerikan itu tiba-tiba menangis! Dia tersedu-sedu, dan murid Thian-san Giok-li yang tadinya galak penuh kemarahan ini tiba-tiba menjatuhkan dirinya di atas dahan, memeluk batang yang besarnya seperti tubuh manusia itu dengan penuh kesedihan.
"Bun Hwi, kau... kenapa kau tidak mau turut permintaanku...? Kalau kau tidak keras kepala tentu semuanya ini tidak akan terjadi, Bun Hwi tapi kau terlalu keras hati.... kau terlalu kaku, kau pangeran sombong. Tidak mau dinasehati orang baik-baik! Uh- hu-huuk....!"
Kiok Lan menangis dengan tinju terkepal dan teringat betapa pemuda itu memiliki watak yang luar biasa bandel diam-diam membuatnya gemas bukan main.
Betapapun juga, kalau pemuda tadi tidak membelok di persimpangan jalan tentunnya akan beres.
Dia sudah akan membawa pemuda ini sesuai dengan perintah gurunya.
Tapi, gara-gara Bun Hwi "mogok"
Di tengah jalan dan belok arah menjadikan dia harus memaksa.
Sekarang, bagaimana dengan tugas yang diberikan subonya? Bukankah dia gagal? Malah Bun Hwi tewas di dalam jurang gara-gara perbuatannya.
Kiok Lan menangis lagi dan penyesalannya yang dalam semakin menggerogoti hatinya.
Betapapun dia bersalah terhadap pemuda ini.
Memperlakukannya dengan kasar dan keras.
Dan Bun Hwi yang berkali kali disakitinya itu belum pernah sekalipun juga membalasnya.
Kecuali tadi, ketika dia menggigit pundak pemuda itu dan Bun Hwi menjambak rumbutnya karena kesakitan.
Eh, bukankah dia memang kelewatan? Karena kalau dia mau bicara baik-baik barangkali pemuda itu bisa diajak dengan halus.
Dan dia yang sekarang mengakibatkan tewasnya pemuda itu tiba-tiba saja diganggu oleh perasaan bersalah yang besar.
Kiok Lan tiba-tiba merasa "berdosa"
Dan gadis yang menangis tersedu-sedu di dalam jurang itu, mendadak mengigit bibir. Kiok Lan berdiri perlahan- lahan, dan dasar jurang yang tertutup pawan mengambang itu sekonyong- konyong di pandangnya beringas.
"Bun Hwi, aku bersalah kepadamu. Aku berdosa kepadamu. Tapi apakah semuanya ini benar-benar aku penyebabnya? Bukankah kalau si iblis botak Pek Bong Lo-mo itu tidak datang menganggu, kita tentunya sudah tiba di Nan-chang. Hem, aku akan membalas kematianmu ini Bu Hwi. Aku akan membunuh iblis botak itu beserta para pengawalnya yang mengejar- ngejar kita. Tunggulah, aku akan melemparkan mayat- mayat mereka ke dasar jurang ini!"
Bersambung
Jilid III SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 03 KIOK LAN mengepal tinju dan sinar matanya yang penuh kemarahan itu membuat gadis akhirnya teringat akan keadaan diri sendiri.
Teringat ia bahwa ia masih terkurung di tengah jurang yang demikian tinggi dan dalam, jurang yang belum diketahui apakah dapat mengantarnya keluar atau tidak.
Karena itu ia lalu mendongakkan kepalanya, dan begitu memandang ke atas Kiok Lan tiba-tiba tertegun.
Ternyata jurang ini luar biasa tingginya.
Tidak kurang dari sepuluh pohon kelapa.
Dan mulut jurang yang menganga kecil di atas itu tampak seperti lubang tikus di dalam sebuah gua! Astaga, Kiok Lan mengerutkan alis dan hati yang tiba-tiba berdebar gelisah itu membuatnya jadi pucat.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dapatkah dia membebaskan diri dari jurang yang demikian dalam ini? Dan dapatkah dia keluar dengan selamat? Kiok Lan mengatupkan mulut.
Bagaimana pun juga dia harus berusaha.
Dan satu-satunya jalan keluar ialah merayap di sepanjang dindng.
Tapi ketika ia memandang ke sisi jurang yang merupakan tebing- tebing curam itu mendadak murid Thian-san Giok-li ini terbelalak.
Ternyata ia menghadapi lautan lumut yang luar biasa banyaknya di dinding jurang ini.
Dan tumbuh -tumbuhan yang basah serta licin itu menumpas habis semua akalnya.
Dinding jurang itu penuh dengan tanaman lumut, merata sampai puluhan meter tingginya.
Dan Kiok Lan yang melihat kenyataan ini tiba-tiba menjadi lemas! Murid Thian-san Giok Li itu mulai gemetar, dan kaki serta bibirnya yang gemerutuk menandakan dia mulai putus asa.
Namun mendadak suara berkelepak terdengar di atas kepalanya.
Ah, seekor burung gagak tiba-tiba terbang ke dalam jurang.
Suara gaoknya yang serak melantang membuat Kiok Lan terkejut.
Tapi ketika binatang itu berteriak-teriak dan memutari kepalanya membuat Kiok Lan jadi marah.
Gadis ini memotes sebatang ranting, lalu ketika gagak itu masih mengeluarkan gaoknya sambil berputar-putar di atas kepala tiba-tiba dia menyambit kan rantingnya.
"Gagak keparat, pergi- lah. Aku tidak suka mendengar suaramu...!"
Kiok Lan membentak dan ranting yang menyambar tubuh burung itu melesat ke atas dengan kecepatan ki-lat.
Tapi gagak, itu berteriak dan ranting yang disambitkan ke tubuhnya dikelepak.
Aneh.
Sayap burung itu tepat menangkis, lalu sementara Kiok Lan terbelalak kaget melihat ranting nya patah menjadi dua tiba-tiba burung itu sudah terbang tinggi ke atas jurang.
Kiok Lan hanya melihat titik hitam meluncur seperti anak panah, lalu ketika titik hitam itu hilang suara gaokpun sudah tidak didengarnya lagi.
Kiok Lan tertegun, dan matanya yang masih terbelalak ke atas jurang itu membuat gadis ini terkesima.
Dia berdiri mematung.
Merasa aneh dengan tangkisan burung itu.
Tapi belum dia lenyap rasa herannya sekonyong-konyong suara gaok pun kembali terdengar.
Kiranya si burung gagak datang kembali.
Dan bersamaan dengan munculnya burung ini tampaklah seutas tali menjuntai panjang.
Eh! Kiok Lan terkejut dan sementara dia membuka mata lebar-lebar tahu- tahu burung gagak itu menukik tajam.
Dia hampir mencengkeram kepala Kiok Lan ketika gadis itu berteriak kaget, namun sementara Kiok Lan merendah kan muka tiba-tiba dia berkaok panjang.
Tali yang tadi digigit mendadak di lepas, dan ketika dia terbang tinggi lagi Kiok Lan pun telah menerima ujung tali yang dibawa burung ini! Kiok Lan tercengang, tapi belum ia mengerti akan maksud burung yang aneh itu mendadak dari atas jurang menongol kepala seseorang.
"Hei, katak betina, apakah kau sudah menerima ujung tali itu? Hayo cepat naik kalau begitu, aku tidak mau menjadi budakmu di sini...!"
Dan Kiok Lan yang mendengar suara seseorang di atas sana seketika menjadi girang.
"Sahabat baik, siapakah kau?"
Tapi orang di atas justru memaki.
"Katak betina, kenapa mesti cerewet lagi? Hayo naiklah, atau tali ini nanti kubuang....!"
Maka Kiok Lan yang mendengar ancamannya itu terkejut.
Dengan tergesa-gesa ia menarik tali itu, lalu sambil merayap ia ganti berteriak, khawatir orang akan membuang talinya itu sudah merayap seperti seekor cecak di dinding jurang.
Ia memang tidak begitu sukar untuk melakukan pekerjaan ini, karena ilmu meringankan tubuhnya yang di dapat dari gurunya memang memungkinkan bagi gadis ini untuk merayap naik.
Tapi baru ia melampaui seperempat lebih tiba- tiba si gagak hitam muncul di atas kepalanya.
Burung ini mengeluarkan gaoknya yang lantang serak, dan Kiok Lan yang merasa "berhutang budi"
Itu spontan berseru gembira.
"Gagak Hitam, terima kasih atas bantuanmu. Aku sudah dapat naik sekarang. Lihat, aku merayap naik....!"
Dan Kiok Lan yang berseri- seri mukanya itu memandang gagak ini dengan mata bersinar-sinar.
Tapi sungguh tidak diduga.
Burung yang berputar putar di atas kepala Kiok Lan itu tiba-tiba hinggap di atas ubun-ubunnya, dan sementara Kiok Lan terkejut oleh perbuatannya itu mendadak burung ini menungging.
"Crot....!"
Tanpa di sangka sama sekali burung ini tiba-tiba melepas kotorannya, dan Kiok Lan yang "ditembak"
Kotoran burung itu tersentak kaget.
"Gagak keparat, berani kau kurang ajar kepadaku? Aih, jahanam kau...., siluman busuk kau....!"
Dan Kiok Lan yang hampir lupa diri ini nyaris melepaskan tangannya untuk menampar. Tapi untunglah, gagak yang sudah terbang tinggi itu menyadarkan ia dari keadaan yang berbahaya. Burung itu sudah terbang kembali setelah "menembakkan"
Di muka Kiok Lan, dan suara gaoknya yang panjang pendek seakan orang tertawa terbahak-bahak itu membuat Kiok Lan mendelik dengan kemarahan meluap-luap. Tapi gadis ini tiba-tiba mendengar suara orang di atas.
"Hei katak betina, ada apa kau mengumpat burungku? Bukankah dia yang telah berjasa menolongmu?"
Kiok Lan melotot dengan mata berapi-api.
"Burungmu kurang ajar, sahabat. Dia melepas kotorannya kepadaku!"
"Ha-ha, jadi kau marah kepada binatang itu, katak betina?"
Kiok Lan meradang.
"Tentu saja. Siapa suruh binarang itu kurang ajar? Kalau bukan burung mu tentu sudah kubunuh kelak!"
"Eh, tapi aku yang menyuruh, katak betina. Kenapa mesti gagak itu yang kaujadikan sasaran?"
Kiok Lan terkejut.
"Apa maksudmu?"
Orang di atas tertawa geli.
"Kau jangan mencari menang sendiri, katak betina. Gagakku lapor bahwa tadi di dalam jurang kau memukulnya. Nah, kalau kini aku menyuruh balas perbuatanmu itu bukankah sudah selayaknya? Jangan mentang-mentang menghadapi seekor burung kau lalu boleh memakinya, siluman cilik. Karena kalau dihitung- hitung kau lah yang bersalah dalam hal ini, ha-ha!"
Orang di atas jurang itu terbahak dan Kiok Lan yang sudah merayap tiga perempat bagian tertegun.
Sekarang dia melihat wajah orang yang menjadi bintang penolongnya ini, tapi begitu dia melihat tiba- tiba wajah di atas jurang itu mengerut.
Lenyap sekarang muka orang yang mengejeknya itu, dan Kiok Lan yang sempat melihat sekilas wajah orang jadi tercengang.
Ternyata orang itu kepalanya gundul, mirip Pek Bong Lo-mo ini keluar dari benaknya sekonyong-konyong Kiok Lan pucat mukanya.
Dia berhenti di dinding jurang, bergantungan dengan mata terbelalak.
Namun ketika orang di atas jurang belum juga melihatnya keluar tiba-tiba orang itu kembali nongol.
"Hei, apa-apaan kau ini? Kenapa tidak cepat naik?"
Kiok Lan mengangkat wajahnya.
Kepala orang yang gundul kembali terlihat dengan cepat, tapi begitu dia memandang sekonyong-konyong orang di atas jurang itu lagi-lagi mengerutkan kepalanya, persis seperti kura-kura betina yang malu dicumbu! Kiok Lan hampir tertawa, tapi setelah sekarang dia melihat lebih jelas tiba-tiba saja ia merasa lega.
Ternyata, meskipun kepala itu sama gundulnya tapi muka orang tidak lah hitam seperti Pek Bong Lo- mo.
Jadi dapatlah ditarik kesimpulan sekarang bahwa orang di atas jurang itu bukanlah musuh.
Bukan Pek Bong Lo-mo! Maka begitu Kiok Lan terkekeh kegirangan gadis ini pun lalu melanjutkan tarikannya.
Dengan cepat dia merayap naik, lalu ketika tinggal beberapa meter lagi dari bibir jurang tiba-tiba dia menyendal talinya.
Dengan gaya melenting seperti busur dia tiba-tiba menjejak tebing, lalu sekali kakinya berjungkir balik di udara tiba-tiba mendarat lah dia dengan selamat di atas jurang! Kiok Lan tertawa dengan muka berseri-seri.
Dia merasa bersyukur bahwa dia berhasil menyelamatkan diri dari jurang yang demikian dalam itu.
Tapi ketika dia menoleh untuk mencari bintang penolongnya itu mendadak ia tertegun.
Tidak ada siapa-siapa yang boleh diajak omong- omong! Eh, lalu ke mana si kepala gundul yang telah menolongnya itu? Ke mana orang aneh yang menyuruh burung gagaknya melepas kotoran di mukanya? Persis ketika ingatannya meluncur kepada gagak hitam itu tiba-tiba Kiok Lan mendengar suara gagak di sebelah barat.
Cepat ia menoleh dan begitu memandang ke langit yang biru bersih tiba-tiba Kiok Lan melihat gagak hitam itu.
Ternyata dia terbang tinggi di atas tanah, dan di bawah gagak ini, berjalan dengan seenaknya tampaklah si kepala gundul yang dicari-cari itu! "Hei....!"
Kiok Lan berteriak.
"Tunggu dulu, sahabat....!"
Dan begitu terlepas dari rasa kejutnya Kiok Lan tiba-tiba sudah mengejar ke arah barat.
Dia berteriak-teriak sambil menyuruh orang di depan itu berhenti, tapi si kepala gundul yang dikejar dengan mati-matian itu tampaknya tidak perduli.
Dia masih saja berjalan seenaknya, demikian menurut pandangan Kiok Lan, tapi jarak yang terjadi di antara mereka berdua ternyata tidak berubah.
Laki- laki di depan itu ada satu li jaraknya, dan Kiok Lan yang meluncur dengan ginkang dikerahkan sepenuhnya itu tetap saja tidak mampu memperpendek jarak! Sekarang Kiok Lan mulai marah.
Dia berseru nyaring, membentak laki-laki di depan itu untuk berhenti.
Tapi ketika orang tetap saja berjalan tenang tanpa menghiraukan seruannya gadis ini pun menjadi berang.
"Sahabat di depan, apakah kau tidak mau menemuiku?"
Kiok Lan berteriak.
"Kalau begitu baiklah, aku juga tidak akan merengek- rengek lagi kepadamu"
Dan Kiok Lan yang tiba-tiba berhenti berlari benar- benar tidak mengejar lagi.
Gadis ini berdiri dengan napas terengah-engah, melotot penuh kegemasan terhadap orang di depan itu.
Tapi begitu dia berhenti sekonyong-konyong si kepala gundul itu pun juga berhenti! Laki-laki itu tertawa, dan suaranya yang terbahak menggemaskan membuat Kiok Lan mengepal tinju.
"Katak betina, kau ada perlu apakah menyuruh ku berhenti?"
Kepala gundul itu bertanya tanpa menoleh. Kiok Lan mendongkol.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada mu, sahabat. Kenapa kau demikian sombong?"
"Ha-ha, kau mengatakan aku sombong? Dan keperluanmu itu juga hanya sekadar untuk meng- ucapkan terima kasih? Wah, kau siluman cilik katak betina. Padahal itu sesungguhnya bukan maksud utama mu. Yang jelas kau ingin mengetahui siapa aku, dan untuk itu lah kau mempergunakan kedok terima kasih untuk menyuruh ku berhenti. Hayo jawab, benar ataukah tidak kata-kataku ini?"
Kiok Lan mendengar orang bicara sambil tertawa seolah main-main, tapi bahwa apa yang dikatakannya itu memang benar menjadi maksud utamanya seketika membuatnya tertegun! "Eh, ini....ini.... bagaimana kau bisa tahu?"
Kiok Lan tergagap.
"Ha-ha, aku bukan bocah ingusan, katak betina. Kenapa kau tanya bagaimana aku bisa tahu? Sudahlah, kembalilah kau kepada gurumu. Thian- san Giok-li pasti kelabakan mencarimu. Bukankah kau di suruh guru mu itu untuk pergi ke Nan- chang?"
Kiok Lan membelalakkan matanya lebar-lebar.
"Koai-jin (orang aneh), kau juga sudah tahu tentang suboku?"
Orang itu tertawa. Dia menggoyang tubuh lalu mengebutkan bajunya.
"Katak betina, kau jangan cerewet lagi. Kenal atau tidak kenal dengan gurumu itu bukanlah urusanmu. Aku mau pergi kalau kau tidak mau minggat....!"
Dan baru dia selesai mengucapkan kata-katanya ini mendadak tubuh yang gerombyongan oleh pakaian longgar itu tiba- tiba mencelat.
Kiok Lan terkejut oleh gerakan kaki yang melompat tinggi itu, persis seperti katak terbang.
Tapi ketika ia memandang lebih lanjut tahu-tahu tubuh yang mencelat itu sudah meluncur jauh seperti burung terbang! Sekejap saja orang ini berada di puncak bukit, lalu ketika dia melayang turun lenyap lah tubuhnya dari pandangan mata.
"Ih....!"
Kiok Lan berseru lirih, kemudian setelah dia sadar dari bengongnya gadis ini pun termanggu- manggu.
Dia heran dan kaget melihat kelihaian orang yang demikian luar biasa.
Tapi maklum bahwa orang tidak mau berhadapan muka akhirnya membuat dia menarik napas panjang.
Sedikit rasa geyun mengisi penyesalannya, namun setelah dia teringat keadaan diri sendiri yang harus cepat-cepat pergi dari tempat berbahaya ini membuat Kiok Lan lalu memutar tubuh.
Dengan tergesa-gesa kembali ia menuju ke arah timur, dan setelah jurang pembawa celaka itu jauh di tinggalkannya maka keluarlah gadis ini dari daerah Bukit Ular.
Bun Hwi memang betul-betul pingsan.
Pemuda yang terbanting di dalam jurang yang ratusan meter tingginya itu memang tidak ingat apa-apa lagi setelah kepalanya terbentur dahan pohon yang memukulnya keras.
Tapi ketika dia melayang-layang di tengah jurang suatu keajaiban menimpa dirinya.
Karena, di dasar jurang yang demikian dalam itu terdapatlah sebuah telaga kecil yang menerima tubuhnya.
Dengan luncuran keras pemuda ini terbanting di atas telaga, dan ketika tubuhnya mencebur hebat di dalam air langsung tenggelamlah dia di dalam telaga.
Tapi itu tidak lama.
Air telaga yang tenang dan dalam menolak balik tubuhnya ke atas.
Dan ketika pemuda itu muncul kembali di atas permukaan air segeralah dia terapung lemah dengan tubuh basah kuyup.
Bun Hwi seakan orang mati.
Dan tubuhnya yang sama sekali tidak bergerak di atas telaga memang bakal di sangka orang sebagai mayat yang tersia- sia.
Tapi untung lah, bantingan hebat di atas air itu rupanya menyentakkan kesadarannya untuk pulih kembali karena beberapa menit setelah keadaannya yang mengenaskan itu tiba-tiba Bun Hwi membuka mata.
Yang pertama-tama dilihat adalah pohon-pohon besar yang berdiri tegak di sekeliling dirinya.
Pohon- pohon rindang dengan daun yang serba lebat dalam suasana setengah gelap.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan di tengah-tengah pohon itu, merupakan lorong panjang yang meninggi ke atas tampaklah mulut jurang yang tidak diketahui berapa dalamnya.
Dan begitu melihat lorong jurang yang luar biasa tingginya itu tiba-tiba Bun Hwi tersentak.
Sekarang dia ingat akan apa yang baru saja dialami.
Dan begitu dia teringat akan semuanya yang terjadi itu spontan Bun Hwi berseru kaget.
Dengan tergesa- gesa dia hendak melompat bangun, tapi begitu tubuhnya bergerak tiba-tiba saja pemuda ini gelagapan minum air.
Kiranya, telaga yang dingin menusuk tulang itu menyadarkan pemuda ini bahwa dia bukan berada di daratan.
Dan bahwa dia masih hidup di tengah-tengah telaga yang merupakan "lantai"
Jurang itu benar-benar membuat Bun Hwi tertegun! Pemuda itu membelalakkan mata.
Terkesiap oleh kenyataan yang sama sekali tidak diduganya ini.
Tapi begitu sadar tiba-tiba Bun Hwi menggerakkan kaki tangannya berenang.
Dia tidak mau berdiam lebih lama lagi di dalam air yang amat dingin itu, maka begitu dia menggerakkan kaki tangannya untuk berenang ke pinggir segera pemuda ini berkecipak seperti kucing kecil kecebur kolam.
Dengan napas panjang pendek dia mengayuh untuk cepat sampai di tempat tujuan, tapi baru setengah lebih dia berenang tiba tiba Bun Hwi berseru tertahan.
Apa yang terjadi? Kiranya pemandangan yang dapat membuat orang berhenti denyut jantungnya.
Karena, belasan meter di depan matanya yang terbelalak lebar tampaklah benda-benda hidup yang bulat panjang menghampiri dirinya.
Ular! Bun Hwi hampir copot nyalinya melihat ular-ular yang menghampiri dirinya ini dan bahwa mereka terdiri belasan ekor yang berenang cepat ke arahnya itu hampir saja membuat pemuda ini panik.
Tapi Bun Hwi memang anak yang tabah.
Maklum bahwa dia harus cepat-cepat menyelamatkan diri maka pemuda itu tiba -tiba memutar arah.
Ular-ular yang datang dari sebelah kanannya dipukul dengan tepukan air yang menimbulkan gelombang kecil, lalu sementara mereka tertahan sejenak Bun Hwi sudah membelokkan tubuhnya ke kiri.
Dia bermaksud berenang secepatnya meninggalkan binatang melata yang dapat membahayakan dirinya itu, namun baru dia menjejak air tiba-tiba suara yang mendesis-desis yang jumlah nya mengejutkan telah menghadang jalan larinya.
Kira nya, sekeliling telaga itu sesungguhnya telah penuh ular dan Bun Hwi yang bermaksud melarikan diri ke arah kiri ini telah berhadapan dengan binatang bulat panjang yang jumlahnya puluhan itu dengan lidah keluar masuk! "Ah....!"
Bun Hwi mencelos kaget dan kenyataan ke dua yang sama sekali tidak disangkanya ini membuat dia tertegun.
Tapi Bun Hwi mengatupkan mulut, dan kemarahannya yang tiba-tiba bangkit membuat pemuda ini mengepal tinju.
Dia rupanya harus menghadapi semua bahaya itu dengan tetap, dan bahwa ular-ular yang menghampirinya rupanya tidak mengenal kompromi menjadikan pemuda ini menggeram.
Betapapun dia tidak punya pilihan.
Tinggal melawan atau menyerah! Maka begitu kemarahannya bangkit segera Bun Hwi membalikkan tubuh.
Dia kembali menyongsong rombongan ular yang pertama, karena ular-ular inilah yang paling sedikit jumlahnya, hanya belasan ekor saja.
Dan begitu dia berhadapan muka dengan ular-ular ini langsung saja dia menangkap dan membanting mereka di dalam air! Bun Hwi segera bertarung dengan ular-ular yang mengeroyok dirinya itu, dan belasan ular yang mengerubut pemuda ini juga sudah saling pagut dan patuk menggigit tubuhnya.
Tapi Bun Hwi tidak perduli.
Kemarahannya yang sudah di atas kepala membuat pemuda ini gelap mata.
Dan gigitan ular yang menyengat tajam ke bagian-bagian tubuhnya justeru membuat keponakan Ma-lopek itu gusar.
Sambil berteriak marah Bun Hwi kini menangkap mereka, tapi tidak seperti tadi yang menangkap lalu dibanting adalah sekarang pemuda itu menangkap lalu....
balas menggigit! Ya, Bun Hwi balas menggigit ular-ular yang telah menggigit tubuhnya itu dan kalau mereka menggigit ke bagian-bagian tubuh Bun Hwi atas dasar asal kena adalah Bun Hwi langsung menggigit leher mereka sampai....
putus! Pemuda ini mengamuk membabi- buta, dan belasan ekor ular yang sebentar saja "dimakan"
Oleh ular itu akhirnya tinggal satu dua ekor yang menyerang dengan ganas.
Ular-ular ini tampaknya juga tidak mengenal takut, dan begitu Bun Hwi membasmi teman-teman mereka tiba-tiba saja mereka itu tampaknya semakin buas.
Tapi keberanian pemuda yang satu ini memang benar-benar luar biasa sekali.
Dua ekor ular terakhir yang menyerangnya dari kiri kanan tiba-tiba disambar, dan ketika dia harus mengorbankan jari kelingkingnya dipagut ular Bun Hwi-pun berhasil menangkap mereka.
Sekali pencet dan tekan dia membuat dua ekor ular terakhir dalam rombongan pertama ini tidak berdaya, dan begitu mereka menggeliat dalam desis kesakitan tiba-tiba Bun Hwi sudah membuka mulutnya.
"Kres-kres....!"
Bun Hwi menggigit leher ular dan ketika kepala ular itu telah terpisah dari tubuhnya maka bangkai ular yang masih menggeliat-geliat itu sudah dilemparnya ke samping! Kini Bun Hwi mengayuh kaki tangannya untuk berenang ke pinggir, tapi sementara dia merasa kepalanya pening dan perut mual-mual ingin muntah kerena menelan darah ular sekonyong-konyong rombongan kedua sudah mengejar! Bun Hwi mendelik, naik pitam oleh gangguan ular-ular yang memusuhi dirinya itu.
Dan begitu mereka mendekat di tubuhnya langsung saja dia menggunakan tangan menangkap.
Seperti tadi ketika diserbu rombongan pertama, dalam pertarungan ke dua ini pun Bun Hwi juga main gigit.
Dia tidak perduli apakah dia juga bakal tergigit, tapi pelampiasan marah berhasil menggigit mereka itu ternyata menyalurkan kemarahannya membuat pemuda ini seperti musuh-musuhnya juga.
Saling gigit dan terkam! Dan ular yang sebentar saja ditangkap langsung dikremus oleh pemuda itu tak berapa lama kemudian tinggal separoh! Sekarang Bun Hwi dikeroyok dua puluh lebih ular - ular yang ganas.
Dan mereka yang tidak kenal menyerah dalam pertarungan mati hidup ini membuat Bun Hwi menjadi kewalahan juga.
Betapa pun, dia baru mengalami "shock"
Akibat terbanting di dalam jurang.
Dan tiba-tiba sekarang harus menghadapi sekian puluh ular yang buas serta mematuknya bertubi-tubi membuat Bun Hwi kepayahan juga.
Pemuda ini sudah terengah-engah, mendengus dengan mata melotot.
Dan diri yang dikeroyok ular yang demikian banyak itu betapa pun juga membuatnya gemetar.
Dia sudah merasa panas dingin.
Dan darah ular yang amis memuakkan membuat dia ingin muntah- muntah.
Belum lagi denyut kepalanya akibat benturan keras dengan dahan yang memukulnya di tebing jurang itu, lalu kedinginan yang membeku dari air telaga yang dingin ini.
Itu masih ditambah lagi dengan gigitan-gigitan yang menyengat tajam dari ular-ular keparat ini.
Ah, Bun Hwi serasa ingin berteriak, melampias kan semua kemarahannya yang meledak-ledak di dalam dada.
Tapi bahwa musuh yang dihadapi hanyalah binatang-binatang melata yang tak dapat di maki- maki membuat pemuda itu mengamuk dengan caranya sendiri.
Dia menangkap dan menggigit semua ular yang ada di dekatnya, dan ketika akhirnya semua ular berhasil di sapu bersih terengah-engah lah Bun Hwi berenang ke pinggir.
Pemuda ini menggigil, giginya gemeretuk.
Dan ketika dia mendarat di tepi pasir tampaklah bintik- bintik merah di sekujur tubuhnya.
Itulah gigitan ular yang luar biasa banyaknya ada ratusan buah! Tapi Bun Hwi yang tidak perduli akan ini semuanya sudah melempar tubuh di tepi telaga.
Dia tidak tahu betapa keadaannya mengerikan sekali, mirip siluman air yang baru saja di sergap musuh.
Dan ketika dia sudah berada di daratan Bun Hwi tidak dapat bangkit berdiri karena lututnya seakan lumpuh! Bun Hwi hampir pingsan lagi.
Namun pemuda yang keras hati dan keras kemauan itu tidak mau menyerah oleh keadaan yang menimpanya.
Kepala yang berputar-putar serta mata yang berat menutup dipaksanya untuk tetap sadar.
Lalu ketika dengan kaki merangkak dan tubuh gemetar dia mencari per- lindungan di bawah sebatang pohon akhirnya Bun Hwi roboh di tempat yang dikehendakinya ini.
Keponakan Ma Lopek itu pucat pasi.
Serangan demam yang hebat menyerangnya tiba-tiba.
Tapi Bun Hwi menguatkan diri.
Dengan kesadaran yang masih tersisa pemuda yang keras kemauannya itu mencoba untuk bangkit berdiri.
Tapi ketika dia roboh lagi dengan sia-sia akhirnya Bun Hwi menggeletak pasrah di atas tanah.
Dia kedinginan hebat, mengira bahwa air telaga yang menjadi penyebabnya.
Tapi setelah rasa dingin yang memuncak itu menjadi panas yang tiba-tiba membuat pemuda itu jadi kaget setengah mati.
Apa sebenarnya yang terjadi pada dirinya ini? Kenapa demam itu mendadak berubah menjadi panas? Memang mula-mula terasa enak pada awalnya.
Rasa dingin terganti rasa hangat yang menyelimuti sekujur tubuh.
Tapi ketika rasa hangat itu semakin membakar dan akhirnya berubah seperti api neraka Bun Hwi pun mulai mengeluh dengan tubuh bergelinjangan.
Dia tidak tahan oleh rasa panas yang luar biasa hebatnya ini.
Sampai akhirnya ketika rasa panas itu tak dapat di tahannya lagi Bun Hwi pun berteriak-teriak mengaduh.
Keponakan Ma-lopek itu berkelojotan.
Dan muka serta tubuhnya yang tiba-tiba merah seperti bara menyala itu membuatnya mengerang panjang pendek.
Bun Hwi seperti orang gila, tapi ketika dia mulai menjerit-jerit dengan suara histeris mendadak rasa panas yang membakar tubuhnya itu padam.
Aneh! Hawa dingin tiba-tiba mulai menyelinap masuk.
Mengusap lembut di seluruh kulitnya yang kemerah- merahan.
Tapi ketika hawa dingin semakin bertambah hingga menusuk tulangnya.
Bun Hwi pun kembali mengeluh.
Pemuda itu meronta-ronta.
Sebentar mengerut kan tubuh namun sebentar kemudian mengejang.
Dan ketika akhirnya kulitnya berobah putih seperti tulang mendadak Bun Hwi berteriak parau dan bergulingan di tanah.
Dia mencengkeram apa saja, tanah, pakaian dan rambut yang dijambak-jambak.
Lalu ketika tiba- tiba matanya yang mendelik bertemu dengan sepasang bola seperti api Bun Hwi mencengkeram benda ini dengan kesadaran yang hampir lenyap dan timbul.
Dia tidak tahu benda apa itu yang berkilauan demikian ganas, tapi warna api yang memancar panas dari sepasang bola ini membuat dia secara tidak sengaja menggerakkan tangannya mencengkeram begitu saja.
Ingin mencari perlindungan dari hawa dingin yang demikian menyiksa.
Namun tepat tangannya bergerak tiba-tiba sepasang bola api itu melompat.
Bun Hwi hanya melihat benda yang hendak dicengkeram itu melejit secara aneh, dan bersamaan dengan melompatnya bola api yang menyala-nyala itu mendadak terdengar lah suara berkaok yang menggetarkan dinding lembah.
Bun Hwi terkejut, namun sementara dia tersentak kaget tiba-tiba kepala seekor ular besar telah mencaplok pinggangnya dengan kecepatan kilat! "Brett!"
Bun Hwi tidak sempat mengelak, dan taring ular yang tajam seperti pisau belati tahu-tahu telah menancap di kulit dagingnya.
Dan ketika Bun Hwi berteriak tertahan dengan mata terbelalak lebar tahu- tahu tubuhnya telah dililit ekor ular dengan belitan menyesakkan dada! Bun Hwi mengeluh.
Meronta dengan kepala digoyang-goyang.
Tapi ketika dia merasa betapa ular itu membelitnya semakin kuat maka tiba-tiba pemuda ini pun menjadi marah.
Dia tidak tahu ular macam apa yang menyerangnya itu.
Tapi bahwa tubuh ular demikian besar dan licin melilit tubuhnya membuat dia maklum bahwa ular yang kali ini menyerangnya bukanlah semacam ular yang tadi mengeroyoknya di telaga.
Setidak-tidaknya, ular ini adalah ular yang jauh lebih besar dan persis ketika dia mengangkat kepala nya tiba-tiba muka ular itu pun telah berada di depan matanya, persis di muka hidung! Bun Hwi kaget setengah mati.
Dia melihat lidah yang keluar masuk dengan amat cepatnya di antara mulut yang terbuka lebar itu.
Dan ular yang rupanya siap mencaplok kepalanya ini tiba-tiba mematuk.
Cepat gerakan ular itu, tapi Bun Hwi yang tiba-tiba berjuang di pintu maut ini sekonyong-konyong mendapatkan tenaga luar biasa.
Dengan berani dia nenangkap leher binatang ini, karena kebetulan kedua lengannya masih bebas bergerak-gerak.
Dan tepat dia menangkap leher ular ini mendadak Bun Hwi mencekik! Hebat tenaga pemuda itu.
Dan ular yang dicekik dengan tenaga terakhir itu tampak berkaok.
Dia mengguncang kepalanya, bermaksud melempar cekikan Bun Hwi yang menghunjam di jalan pernapasannya.
Tapi karena Bun Hwi bertahan dan ular itu pun berkutat maka terjadilah adu kekuatan yang menegangkan di antara dua makhluk yang berlainan jenis ini.
Mereka sejenak meregang otot, lalu ketika ular itu melepas belitan dan menyabet pinggang Bun Hwi dengan kekuatan dahsyat maka tiba-tiba Bun Hwi pun mengeluh.
Pemuda itu terlempar, namun kedua tangan yang mencekik jalan pernapasan ular ternyata tetap tidak dilepaskan.
Akibatnya pemuda ini jadi lah seperti seorang akrobat, dan begitu kakinya terangkat ke atas dan menimpa tubuh ular tiba-tiba dia sudah memutar diri dan duduk di atasnya.
Bun Hwi berada di kepala ular, dan ular yang mendesis-desis dengan mata mencorong itu mendadak mengeluarkan uap hitam.
Hebat sekali.
Bau yang amis luar biasa menyembur muka Bun Hwi, dan Bun Hwi yang tiba- tiba terbatuk- batuk dengan mata gelap hampir saja melepaskan cekalannya.
Namun untunglah, pemuda ini masih ingat akan keadaan diri sendiri yang amat tersiksa oleh panas dingin yang tidak karuan di tubuhnya, dan begitu dia memperkeras cekikannya sekonyong-konyong Bun Hwi menundukkan kepala.
Dia marah dan kesakitan sekali oleh penderitaan yang dialaminya itu, maka begitu dia menunduk langsung saja Bun Hwi membuka mulut.
Sekali terkam dia telah menggigit ubun-ubun kepala ular ini, dan begitu mulut Bun Hwi menyentuh ubun-ubun kepala ular tiba-tiba terdengarlah pekik yang amat dahsyat mengguncang isi lembah.
Sebuah tanduk kecil yang tidak diketahui Bun Hwi mendadak berhasil digigit pemuda itu, dan begitu tanduk ini bertemu gigi yang penuh kekuatan tiba-tiba Bun Hwi sudah menan- capkan giginya di kepala ular! Luar biasa sekali.
Darah yang amis hangat mendadak nyemprot di tenggorokan Bun Hwi seperti air sungai, dan Bun Hwi yang menggigit sambil menghisap itu tampak memeluk kepala ular dengan amat kuatnya.
Pemuda ini melekat seakan lintah, tapi ketika ular itu mengguncang tubuhnya dan menyabet- nyabetkan ekor ke tanah maka tiba-tiba Bun Hwi dibelit dengan lilitan yang amat dahsyat.
Tulang belulang pemuda ini seakan remuk, lalu ketika binatang itu meronta dan bergulingan di atas tanah kontan saja mereka berdua saling tumpang tindih menjadi satu.
Sekarang Bun Hwi mulai kehabisan napas.
Dia ganti mencekik oleh lilitan yang menyesakkan dadanya itu.
Tapi sang ular yang terus disedot darahnya oleh Bun Hwi juga tampak mulai kehilangan tenaga.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Binatang ini mendengus-dengus, dan uap hitam yang terus menerus disemburkan melalui mulutnya tiba-tiba habis.
Sampai akhirnya, ketika Bun Hwi sendiri merasa kesadarannya gelap dan matanya kabur tiba-tiba pemuda itu menyerah total dalam keadaan koyak.
Dia sudah lemas oleh tenaga yang terlampau berlebih-lebihan dikeluarkan, dan darah ular yang sebagian besar memasuki perutnya membuat dia "kekenyangan".
Akibatnya, Bun Hwi tidak tahu lagi apa yang terjadi dan ketika secara tidak sengaja dia melepaskan gigitannya pada kepala ular itu karena pingsang maka tiba-tiba ular itu telah membantingnya di atas tanah.
Bun Hwi terguling-guling, dan ketika akhirnya dia tergolek tanpa tenaga di atas tanah ini maka ular itu pun juga tiba-tiba lunglai di dekat kakinya.
Binatang ini masih mencoba mematuk, tapi baru dia mengangkat kepalanya mendadak tubuhnya ambruk ke depan.
Kiranya, ular itu pun juga sudah kehabisan tenaga dan darah yang disedot habis- habisan oleh Bun Hwi itu membuat dia tidak berdaya lagi.
Maka begitu dia roboh dengan ekor menggeliat mendadak ular ini pun sudah tergolek lemas di bawah kaki Bun Hwi.
Binatang itu mati, dan Bun Hwi yang telah melakukan pertarungan mati hidup itu juga tidak tahu apa-apa lagi di sekitar dirinya! Dua jam kemudian, Bun Hwi yang pingsan dengan tubuh tidak karuan tiba-tiba membuka mata.
Pemuda ini masih merasa nanar, tapi pertempuran dengan ular terakhir yang amat luar biasa merupakan ingatan pertama yang diperolehnya begitu dia sadar.
Maka begitu Bun Hwi ingat akan hal ini mendadak saja pemuda itu mengeluh kaget.
Dia merasa terkejut bahwa dia telah melepaskan gigitannya pada ular besar itu.
Tapi begitu dia sadar sepenuhnya akan hal ini tiba-tiba saja Bun Hwi menggeliat.
Rasa sakit yang amat hebat menguasai perutnya.
Dan begitu Bun Hwi mendesis menahan sakit mendadak sebuah bayangan berkelebat di depannya.
"Ha-ha, kau sudah sadar, bocah? Kau sudah menikmati hasil kemenanganmu ini? Lihat, Cheng- kak- coa telah mampus di bawah kakimu dan darah ular yang amat luar biasa bakal membuatmu seorang laki- laki paling hebat di dunia ini. Uwahh....!"
Dan Bun Hwi yang menoleh kaget itu tahu-tahu telah melihat munculnya seorang laki-laki berkepala gundul dengan perut buncit seperti arca Ji-lai-hud.
Bun Hwi tertegun, tapi rasa sakit yang sedetik hilang oleh munculnya laki-laki yang mirip seorang hwesio itu mendadak menyerangnya kembali.
Dia mengaduh, dan Bun Hwi yang diserang rasa nyeri dan mulas yang amat sangat ini sekonyong-konyong bergulingan di tanah.
Bun Hwi tidak lagi menghiraukan hwesio yang tidak dikenalnya itu, dan ketika dia merasa perutnya melilit luar biasa tiba- tiba Bun Hwi menjerit.
Gelembung atau semacam bola hawa mendadak berputar di dalam perutnya, dan begitu hawa ini ber- gerak maka Bun Hwi pun berteriak-teriak mengaduh.
Dia merasa kesakitan sekali, dan ketika gelembung hawa itu melembung seperti balon ditiup di dalam perutnya maka tiba-tiba Bun Hwi merasa seakan meledak.
Dia tersiksa sekali oleh putaran bola hawa di dalam perutnya itu, dan ketika bola hawa ini melembung dan semakin melembung maka Bun Hwi pun menjadi histeris.
Pemuda ini berteriak-teriak, dan perut yang dijadikan sasaran gelembung hawa itu tiba-tiba di pukul dan di tusuk.
Bun Hwi bermaksud memecahkan bola hawa yang menyiksanya ini, tapi begitu tangannya memukul mendadak tangannya itu mental seperti orang memukul bal karet.
Bun Hwi terkejut, juga ketakutan sekali.
Maka begitu pukulan dan tusukannya gagal Bun Hwi tiba-tiba berlari memutari telaga sambil berteriak-teriak seperti orang gila.
Pemuda ini mendelik dengan muka pucat kehijauan, lalu ketika matanya membentur sebatang ranting di atas tanah tiba-tiba dia pun sudah menyambarnya.
Perut yang tidak mempan dipukul kini di hantam bertubi-tubi dengan ranting itu, mengira tangannya yang tadi memukul kurang kuat bertenaga.
Tapi begitu hawa ini masih juga belum berhasil "dipecahkannya"
Dengan hantaman ranting mendadak Bun Hwi menggereng.
Sebuah dahan sebesar lengan orang dewasa tiba-tiba menarik perhatiannya dengan beringas.
Lalu ketika dia melompat ke atas pohon itu dan mematahkan dahan yang hampir sebesar betisnya ini maka tiba-tiba Bun Hwi pun sudah menggebuki perutnya seperti orang tidak waras.
Dia tidak sadar, betapa lompatannya yang amat ringan di atas pohon itu seperti seekor burung saja, dan bahwa dengan amat mudahnya dia mematahkan dahan yang di maksud dengan gentakan perlahan seperti orang lian membetot kayu kering sungguh membuat orang bakal keheranan.
Karena, itulah tandanya bekerjanya sebuah tenaga sakti, sinkang mujijat yang tidak sembarang orang dapat melakukannya! Tapi Bun Hwi sudah seperti orang kesurupan ini memang tidak sadar akan apa yang baru saja dilakukannya.
Pemuda itu masih terus menghantami perutnya, menggebuk dan menikam.
Lalu ketika kembali perbuatannya ini dirasa sia-sia karena gelembung hawa itu masih tetap saja bergolak di dalam perutnya maka Bun Hwi tiba-tiba meraung.
Dahan yang tidak berhasil memecahkan bola hawa sekonyong-konyong diremas, dan begitu pemuda ini mengerahkan tenaga tiba-tiba saja dahan pohon itu hancur.
"Kres!"
Tepung yang lembut seperti debu mendadak berhamburan dari telapak tangan pemuda ini, dan begitu Bun Hwi melemparkannya ke udara maka bertaburan lah bubuk-bubuk kayu itu seperti asap.
Mengejutkan! Tapi Bun Hwi lagi-lagi tidak menyadari perobahan yang terjadi dalam dirinya itu.
Pemuda yang sedang tersiksa oleh gelembung hawa yang ber putar-putar di dalam tubuhnya ini membuat perutnya serasa mau meledak, mau pecah.
Maka Bun Hwi yang sudah melompat dan berlarian di tepi telaga itu kembali berteriak-teriak.
Dia mencari benda-benda yang dapat memecahkan hawa yang bergolak seperti arus pusaran itu, lalu ketika tiba-tiba sebuah benda ber -kilat jatuh di depan kakinya oleh lemparan seseorang maka mata Bun Hwi pun sekonyong-konyong ber- kilauan.
Pisau....ya, pisau belati yang amat tajam.
Pisau yang dilemparkan oleh si laki-laki gundul yang tadi terbelalak takjub memandang keadaan Bun Hwi! Dan sementara si gundul ini memandang tegang pemuda itu pun sudah menyambar pisaunya dengan napas mendengus-dengus.
Bun Hwi memungut pisau itu seperti orang kelaparan melihat nasi, dan begitu dia mengambil pisau ini kontan saja pisau itu ditusukkan ke perutnya.
"Tass...!"
Aneh sekali.
Pisau yang demikian tajam mengkilat itu tidak mampu mencoblos.
Dan ketika Bun Hwi dengan mata terbelalak lalu menusukkannya bertubi-tubi tiba-tiba pemuda ini memekik dengan penuh kekecewaan.
Ternyata, pisau itu tetap saja tidak mampu dipakai "memecahkan"
Bola hawa yang bergolak di dalam perutnya dan ketika dengan marah dia mengerahkan tenaga menikam perut tiba-tiba pisau itu pun patah menjadi dua.
"Krek .. !"
Pisau belati itu patah dan Bun Hwi yang marah oleh keadaan yang mengecewakan hatinya itu tiba-tiba melengking lalu kembali berputaran men- gelilingi telaga! Dia benar-benar seperti orang gila sekarang, namun si kepala gundul yang sejak tadi memandang terbelalak sekonyong-konyong berkelebat ke depan.
"Bocah she Bun, terima pukulan ku ini. Tahan napas mu dan dorongkan kedua lengan balas menghantam pinceng....!"
Lalu si hwesio aneh yang tiba-tiba sudah memukul dada Bun Hwi itu membentak dengan seruan nyaringnya memperingatkan Bun Hwi. Dan begitu kedua tangannya menyambar ke depan, tiba-tiba dada Bun Hwi sudah dihantam telapak tangannya.
"Blang-blang!"
Dua pukulan berturut-turut itu dengan telak sekali mengenai sasarannya dan Bun Hwi yang dipukul hwesio ini tampak berseru tertahan dengan tubuh bergetar.
Pemuda itu sama sekali tidak terpental, tapi rasa kaget diserang tiba-tiba membutnya otomatis menahan napas.
Dan begitu dia tertegun si hwesio gundul itu pun sudah meneriakinya lagi.
"Bocah she Bun, dorongkan kedua lenganmu. Balas pukul pinceng dengan napas ditahan....!"
Dan si hwesio yang sudah menyerangnya lagi itu tiba-tiba sudah memukul perutnya dengan mata ber sinar-sinar.
Hwesio ini tampaknya girang sekali, tapi Bun Hwi yang kali ini sadar akan perintah orang tiba- tiba juga menggerakkan kedua tangannya mendorong.
Dan begitu pemuda ini mengangkat lengannya tiba- tiba dia merasa arus kekuatan yang luar biasa menyalur dari bawah pusar, meluncur deras dari gelembung hawa yang seakan jebol sumbatnya, mendapat jalan keluar! Dan begitu dia merasa kaget dan heran oleh kejadian yang menggirangkan hati ini pukulan hwesio itu pun tiba- tiba sudah mengenai perutnya.
"Blangg....!"
Suara seperti balon pecah mendadak terdengar di tempat itu dan begitu Bun Hwi dihantam perutnya tiba-tiba pemuda ini menjerit aneh dengan mata ter- belalak.
Dia terlempar ke belakang, setombak lebih, tapi perut yang tadi bergolak-golak oleh gelembung hawa yang amat menyiksa itu mendadak saja hilang tiga perempat bagian.
Aneh Bun Hwi tertawa gembira tapi baru dia mengangkat kepalanya tiba- tiba hwesio itu pun sudah memukulnya lagi.
"Anak setan, jangan tertawa-tawa dulu. Hayo tahan napas dan terima pukulan ini. Dorong kedua lenganmu ke depan!"
Dan si hwesio yang sudah berkelebat sambil memukul perut Bun Hwi itu mendorongkan telapak tangannya sambil membentak.
Dia tidak memberi waktu kepada Bun Hwi untuk menyalurkan kegembiraannya, dan Bun Hwi yang merasa kaget ini otomatis menahan napas lalu mengangkat kedua lengannya sesuai perintah orang.
Tapi begitu dia terpukul mendadak Bun Hwi berseru kaget.
Perutnya tiba-tiba "kosong", dan pukulan lawan yang tadi sama sekali tidak membuatnya sakit itu mendadak saja menjadikan ususnya jungkir balik.
Dia merasa nyeri, mulas dan pedih bukan main.
Lalu ketika sisa hawa yang seperempat bagian itu dihantam telapak hwesio tiba- tiba hawa di dalam perutnya ini "melejit", menyusup ke bawah melalui lubang pelepasannya.
Dan ketika tanpa ampun Bun Hwi menerima reaksi dari "bocornya"
Hawa sakti itu berupa kentut yang nyaring terdengarlah suara memberobot yang membuat si hwesio terkekeh geli! "Weh, kau meniup seruling beracun, anak setan? Celaka dua belas, hayo pergi kalau begitu. Rendam tubuhmu di air telaga....!"
Dan kaki si hwesio yang tiba- tiba sudah mendupak pantat Bun HWi ini tak ayal lagi membuat pemuda itu terlempar di dalam air.
"Byurr.!"
Bun Hwi kecebur dan keponakan Ma- lopek yang gelagapan dengan muka merah itu berteriak perlahan.
Dia kedinginan di dalam air.
Tapi Bun Hwi yang sudah menggerakkan kaki tangannya berenang ke pinggir itu cepat menuju tepi telaga dengan mulut meringis.
Dia sekarang sudah terbebas dari pusaran hawa yang bergolak di dalam perutnya tadi, dan ketika dia naik kembali di atas daratan tampaklah si hwesio aneh memandangnya sambil tertawa-tawa.
"Ha-ha. bagaimana keadaanmu sekarang, bocah she Bun?"
Bun Hwi menyeringai.
"Normal kembali, locianpwe. Tapi bagaimana pukulan-pukulan mu malah menjadikan aku sembuh? Dan siapakah kau ini, locianpwe?"
Hwesio itu terkekeh.
"Orang menyebutku Siauw bin- kwi, anak muda. Tapi ada pula yang menyebutku Siauw-bin Lo-koai (Si Orang Aneh Muka Ketawa). Tapi apa pun orang memberikan julukan kepadaku aku tidak peduli. Biar Siauw bin-kwi, (Setan Muka Ketawa) atau Siauw-bin Lo koai aku adalah tetap aku. Dan kau, bukankah kau ini keponakan Ma- taijin, bocah? Laki-laki yang menjadi buruh tani di dusun Ki-leng itu?"
Bun Hwi terkejut.
"Ma-Taijin (Pembesar Ma)....?"
"Ya, Ma-taijin yang sehari harinya telah menjadi Ma-lopek itu. Bukankah bersama dia kau hidup sehari-hari?"
Bun Hwi semakin membelalakkan matanya.
"Ah, dari mana kau tahu ini, locianpwe? Dan bagaimana kau tahu bahwa paman Ma adalah Ma-taijin?"
Tapi hwesio aneh itu tertawa kecut.
"Jangan menanyakan rahasia ini, bocah. Aku hanya tahu sebagian-sebagian saja. Sudahlah, apakah kau sekarang tidak merasa lapar? Dan apakah kau tidak ingin kita duduk yang enak di atas batu itu?"
Hwesio ini menuding ke atas.
"Kalau kau mau hayo kita ke sana, bawa ular ini dan kita panggang dagingnya!"
Lalu tanpa menoleh lagi kepada Bun Hwi tiba- tiba hwesio ini sudah menggerakkan kakinya melayang ke atas batu hitam.
Dia seolah-olah tidak melihat betapa Bun Hwi membelalakkan mata ter- tegun kepadanya, tapi Bun Hwi yang segera sadar melihat hwesio itu sudah duduk di atas batu hitam cepat- cepat menyusul.
Dengan amat tergesa-gesa pemuda ini hendak melompat, tapi hwesio yang melihat pemuda itu tidak membawa daging ular yang dimaksud tiba tiba berseru.
"Hei, kenapa terburu-buru? Bawa ular itu ke sini dulu dan kita panggang dagingnya!"
Maka Bun Hwi yang tersentak kaget oleh seruan itu kontan saja turun lagi.
Dia terpaksa memenuhi permintaan orang, dan begitu dia diingatkan tentang ular ini tiba-tiba saja Bun Hwi tercekat.
Dengan berdebar dia menghampiri bangkai ular yang menggeletak di atas tanah itu, dan ketika dia mengangkatnya barulah Bun Hwi tahu bahwa ular terakhir yang telah bertarung mati hidup dengannya itu bukanlah ular biasa.
Ular ini adalah jenis yang amat aneh.
Karena, selain kulitnya yang bersisik kemerah-merahan juga dia memiliki "tanduk"
Di atas kepala, merupakan daging keras yang amat licin.
Tapi kalau seluruh tubuhnya mulai dari kepala sampai ke ekor mem- punyai kulit kemerah-merahan adalah tanduk di atas kepalanya ini hijau gelap! Maka adalah aneh bahwa seekor ular memiliki dua macam warna yang berlainan pada kulitnya dan Bun Hwi yang sudah membawa ular itu mendekati si hwesio gundul lalu mengayunkan kakinya melayang naik.
Tapi Bun Hwi tiba-tiba berteriak kaget.
Tubuh yang melompat ke atas batu hitam itu ternyata meluncur terlalu tinggi.
setombak di atas kepala si hwesio gundul.
Dan sementara dia memekik keheranan tahu-tahu dia telah terbanting di depan si hwesio aneh dengan pantat terlebih dahulu! "Bluk....!"
Bun Hwi meringis dengan air mata hampir keluar ketika tulang ekornya menumbuk batu hitam dan si hwesio gundul yang melihat kekagetan Bun Hwi itu tampak tertawa bekakakan.
"Ha-ha, kau tidak menyangka perubahan dirimu ini, bocah? Kau terkejut melihat betapa tubuhmu tiba- tiba ringan sekali?"
Bun Hwi mendelong.
"Ya, bagaimana itu bisa terjadi, locianpwe? Kenapa tubuhku tiba-tiba demikian ringan begini? Aku tidak tahu kalau kakiku tadi tiba- tiba mental seperti bola dilontarkan ke udara!"
"Ha-ha, itu akibat kemujijatan Cheng-kak-coa (Ular Tanduk Hijau), bocah. Akibat nasib baikmu yang mendapatkan rejeki luar biasa ini. Kau telah meminum darahnya yang beracun, tapi gara-gara digigit Khong- sim-coa (Ular Hati Kosong) maka kau menjadi kebal terhadap racunnya dan memiliki dua macam tenaga sakti bolak-balik dua arah!"
"Ah, apa itu artinya tenaga sakti bolak-balik dua arah, locianpwe? Dan apa itu Khong-sim-coa?"
Hwesio itu tertawa lepas.
"Artinya, kau memiliki dua unsur kekuatan di dunia ini, bocah. Sinkang Yang (Panas) dan sinkang Im ( Dingin). Dan tentang Khong- sim-coa, mereka adalah ular-ular yang telah menggigit mu di tengah telaga. Mereka itu keturunan Cheng-kak- coa bersama pasangannya, Pek-hui coa (Ular Terbang Putih) yang telah puluhan tahun lenyap bertapa. Orang tidak tahu ke mana Pek-hui-coa yang merupakan ular jantan itu berada, tapi keganasan sepasang ular ini telah banyak diketahui orang-orang pandai. Dan kau yang telah membunuh ular betina ini harus berhati-hati, bocah. Karena Pek-hui-coa adalah ular yang lebih istimewa lagi. Dia memiliki indera ke enam yang luar biasa tajamnya, tahu siapa yang membunuh isterinya dari bau badan yang telah meresap di dalam tubuhmu. Dan sekali dia tahu tentang ini dia tidak akan mau sudah, bocah, balas membunuh atau terbunuh di tangan musuhnya!"
"Aah.!"
Bun Hwi terkejut, menjadi pucat oleh keterangan yang tidak diketahuinya itu. Tapi Siauw- bin Lo-koai yang melihat kecemasan pemuda ini malah tertawa gembira.
"Ha, kenapa kau mesti takut, bocah? Bukankah kau sudah berhasil membunuh Cheng-kak-coa? Dan kau ini sudah memiliki tenaga mujijat yang tidak ada tandingannya lagi. Kau bakal menjadi pendekar paling hebat dan paling jempolan di dunia ini!"
"Ah, tapi aku tidak sengaja membunuh ular itu, locianpwe. Dan aku juga tidak ingin menjadi pendekar segala macam seperti kata-katamu itu!"
Siauw-bin Lo-koai terkejut.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh. apa maksud kata - katamu ini? Bukankah sengaja atau tidak sengaja kau telah membunuh pasangan Pek-hui-coa itu, bocah? Dan tentang menjadi pendekar, ha-ha.kau kulihat mempunyai bakat untuk itu. Kenapa tidak ke sana akhirnya?"
Bun Hwi tiba-tiba bangkit berdiri."Tapi aku tidak suka bergaul dengan orang-orang yang pandai silat, locianpwe. Sebab mereka itu mengganggu dan meresahkan orang lain belaka!"
"Uwah, kalau begitu piceng juga kena ketidak- senanganmu ini, bocah?"
Bun Hwi terkejut. Dia "lupa"
Bahwa orang yang diajak bicara juga termasuk kelompok dunia persilatan. Dan bahwa sekarang dia melihat hwesio itu terbelalak kepadanya Bun Hwi tiba-tiba tersenyum. Dia duduk kembali, lalu dengan muka tersipu dia meralat.
"Ah, aku lupa bahwa engkau adalah seorang di antara ribuan orang kang-Ow, locianpwe. Tapi yang ku maksudkan ialah bahwa aku tidak suka bergaul dengan orang-orang yang jahat perangainya. Mereka itu, orang-orang yang pandai silat itu, kebanyakan amat sewenang-wenang sekali terhadap orang lain. Dan aku yang telah membuktikan sendiri hal ini terus terang saja mempunyai kesan tidak simpatik terhadap mereka!"
"Ha-ha jadi kalau begitu aku merupakan pengecualian, bocah? Kau menganggap pinceng berperangai baik? Ingat, pinceng dijuluki orang Siauw- bin-kwi. Dan kwi yang artinya setan itu tentu jelas di maksudkan untuk orang-orang yang tidak baik. Bagaimana kau bisa memberi keistimewaan ini kepada pinceng?"
Namun Bun Hwi tetap tersenyum.
"Hati nuraniku mengatakan kau orang baik-baik, locianpwe. Dan masalah orang menjulukimu kwi atau mo (iblis) bagiku tidak soal. Yang penting adalah kenyataan ini. Kau telah menolongku. Dan itu cukup dijadikan bukti bahwa kau bukanlah orang jahat. Ah, sudahlah locianpwe. Omong-omong aku jadi lupa menghaturkan terima kasih..."
Dan Bun Hwi yang tiba-tiba bangkit berdiri itu mendadak berlutut di depan orang.
"Locianpwe, teringat akan budi pertolonganmu yang menyelamatkan jiwaku di sini aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Semoga kelak aku bisa membalas budi kebaikanmu ini dan membantumu kalau kau menemui kesukaran....!"
Lalu Bun Hwi yang membenturkan jidatnya tiga kali dipermukaan batu hitam itu sudah disambut tertawa bergelak oleh si hwesio gundul.
Kakek aneh ini terkekeh-kekeh, tapi sinar matanya yang bersinar gembira itu memandang Bun Hwi dengan wajah berseri-seri.
"Ha-ha, kau kira aku yang telah menyelamatkan jiwamu, bocah? Kau kira Siauw-bin Lo-koai ini bisa merenggut maut yang hendak mencengkeram seseorang? Uwah, jangan mengumpakku, anak setan. Siauw-bin Lo-koai hanya perantara belaka yang secara kebetulan menolongmu di sini. Dan di atas segala- galanya, Tuhanlah yang telah menyelamatkan jiwamu itu. Hayo bangun, Siauw-bin Lo-koai belum pernah seumur hidupnya disembah pangeran!"
Dan Bun Hwi yang tiba-tiba dikebut lengan hwesio ini mendadak terangkat mukanya dengan sikap kaget. Dia memang kaget mendengar ucapan terakhir yang dikatakan oleh kakek ini, ucapan yang menyebut dirinya sebagai "pangeran"
Itu. Tapi Siauw- bin Lo-koai yang melihat orang terbelalak ini tiba-tiba sudah menyambar bangkai ular Cheng-kak- coa.
"Bocah, eh.... kau bernama Bun Hwi, kan! Nah, daripada melenggong saja di situ hayo kerjakan calon santapan yang amat nikmat ini untuk dipanggang. Kau bisa mengulitinya tanpa takut pembalasan Pek-hui sin- coa. Dan kalau sudah hayo cepat potong-potong dagingnya untuk dibakar. Lihat, aku membawa cukup rempah-rempah untuk membuat daging ular ini sesedap masakan di istana kaisar. Dan sekali kau menikmatinya tentu bakal mencari lagi ..!"
Dan si hwesio yang sudah me- lemparkan bangkai ular itu kepada Bun Hwi tampak tertawa-tawa mengeluarkan semua isi kantongnya.
Bun Hwi melihat ada garam di situ, merica, cabe dan segala macam bumbu-bumbu kering.
Dan bahwa hwesio ini tampaknya mempersiapkan "dapur"
Kecil di semua kantongnya membuat dia terbelalak heran. Tapi Siauw-bin Lo-koai tiba-tiba menghardiknya.
"He, kenapa melotot saja? Hayo potong ular itu. Kupas kulitnya dan kita panggang!"
Bun Hwi terkejut.
"Tapi... tapi mana pisaunya, locianpwe? Di sini tidak ada pisau. Bagaimana kau menyuruhku mengupas dan memo-tong?"
"Ah, kau tolol, bocah she Bun. Kau sudah mempunyai alat yang tajamnya melebihi pisau. Pergunakan kuku jarimu itu. Kerat dan potong dagingnya seperti perintahku!"
"Ah, kuku jariku, locianpwe?"
"Ya. Kenapa? Kau heran? Coba saja. Kau pasti dapat melakukan semua pekerjaan ini dengan mudah."
Dan Bun Hwi yang tertegun oleh perkataan hwesio ini tiba-tiba saja sudah memulainya dengan ragu- ragu.
Tadinya dia agak merasa sangsi.
Takut bahwa perkataan kakek ini hanya mempermainkannya saja.
Tapi ketika dengan mudah kuku jarinya benar- benar dapat mengupas kulit ular dan mengerat daging nya tiba-tiba saja Bun Hwi tercengang.
Dia merasa heran bahwa apa yang dikatakan oleh Siauw-bin Lo- koai ini betul, dan begitu dia merasa gembira tiba-tiba saja Bun Hwi sudah tertawa dengan muka bersinar.
"Locianpwe, bagaimana kau tahu bahwa aku dapat mempergunakan kuku jariku ini sebagai pisau? Dan dari mana aku bisa memperoleh keajaiban ini?"
Siauw-bin Lo-koai tertawa lebar.
"Kau tam- paknya bodoh sekali, bocah. Tentu saja itu kau dapat kan dari racun ular yang telah menggigit tubuhmu itu. Cheng kak-coa membuat tubuhmu kebal, baik terhadap racun maupun senjata tajam. Sedangkan Khong-sim-coa telah membuat memiliki tubuh yang seringan kapas. Tapi jangan kau gembira dulu, bocah. Karena apa yang telah tersimpan di dalam tubumu ini masih perlu disempurnakan. Kau masih setengah matang, ibarat buah masih belum masak benar. Dan kalau tidak disempurnakan seorang ahli jangan harap kau dapat mengendalikan kekuatan mujijatmu ini dengan sempurna."
Bun Hwi mendelong.
"Kekuatan mujijat, locianpwe?"
"Ya. Tapi omong-omong kita selesaikan dulu daging panggang ini. Lihat.!"
Dan Siauw-bin Lo-koai yang menyerahkan bumbu-bumbu kepada Bun Hwi tiba- tiba menepuk pinggiran batu hitam.
Dan begitu hwesio ini menepukkan tangan kanannya tiba-tiba lelatu api muncrat ke atas.
Lalu, sekali kakek ini menyodorkan sebatang ranting di tangan kirinya tiba- tiba jadilah sebuah api unggun! "Aah....!"
Bun Hwi terbelalak, kaget dan kagum oleh demonstrasi yang dilakukan oleh kakek gundul itu. Tapi Siauw-bin Lo-koai sendiri yang tertawa kecil hanya memandangnya dengan mulut ditarik ke bawah.
"Apa yang kau herankan, bocah?"
Siauw-bin Lo- koai bertanya dengan kepala digoyang.
"Apa kau merasa luar biasa melihat caraku membuat api unggun?"
Bun Hwi mengangguk takjub.
"Ya, aku belum pernah melihat orang membuat api hanya dengan menepukkan telapak tangannya ke batu hitam, locianpwe. Dan aku sungguh kagum oleh kepandaian mu ini!"
"Ha-ha, kau justeru dapat mengerjakan yang lebih hebat dari aku, bocah. Tapi karena kau belum membuktikannya maka merasa heran melihat kehebatan oran lain. Dan kelak, jika kesadaranmu ini tumbuh maka apa yang dipamerkan Siauw-bin Lo-koai pada hari ini bukanlah apa-apa bagimu. Darah Cheng- kak-coa dan Khong-sim-coa telah membuatmu jauh lebih hebat dari semua orang, dan sekali kau mempergunakannya maka Gunung Thai- san pun bakal roboh kau pukul!"
"Ah, kau main-main, locianpwe?"
Bun Hwi terkejut.
"Mana bisa aku memukul gunung?"
"Itu karena ketololanmu, bocah. Karena ketidak- mengertianmu tentang kemujijatan darah ular. Kau ingin mendengar tentang kehebatan Cheng-kak- coa?"
Hwesio ini membakar daging.
"Nah, kalau begitu dengarlah...."
Maka dua orang yang sudah duduk menghadapi panggang ular itu pun mulailah saling mendengarkan dan bicara.
Bun Hwi tampak menaruh perhatian yang besar terhadap cerita hwesio aneh ini, dan Siauw bin Lo koai sendiri yang bersungguh-sungguh mencerita kan pengetahuannya itu juga tampak serius.
Dan ternyata di sini bahwa suatu keberuntungan besar telah jatuh pada diri Bun Hwi, suatu keajaiban yang serba "kebetulan".
Cheng-kak-coa, si Ular Bertanduk Hijau itu, ternyata sesungguhnya tidak dapat dibunuh orang.
Ular ini konon usianya sudah mencapai tiga ratus tahun, dan pergantian kulit yang sudah puluhan kali membuat ular itu kebal.
Dia memiliki kulit yang luar biasa kerasnya.
Sisiknya tahan bacokan senjata tajam, dan dagingnya yang semakin lama semakin liat itu membuat ular ini mampu diinjak seekor gajah tanpa remuk! Inilah keistimewaan yang membuat ular itu tiba- tiba saja menjadi dewanya segala ular yang paling menakutkan.
Dan orang-orang kang-ouw yang mengetahui kehebatan ular ini banyak yang coba- coba menangkap.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Cheng-kak-coa memiliki kekebalan yang mentakjub kan.
Dan barangsiapa yang mampu meminum darahnya konon akan menjadi kebal seperti ular itu pula.
Tapi, karena ular ini sakti sekali dan tak dapat dibunuh lalu bagaimana orang dapat meminum darahnya? Jangankan membunuh, menangkap saja pun orang tidak mampu.
Dan orang orang kang-ouw yang telah mencoba mempertaruhkan jiwanya untuk memiliki ular ini malah banyak yang benar-benar jadi korban! Mereka tewas dalam pertarungan mati hidup melawan ular bertanduk hijau ini.
Dan puluhan nyawa yang telah menjadi santapan ular itu akhirnya membuat orang-orang dunia kang-ouw menjadi jerih.
Mereka belum mendapatkan cara untuk melumpuhkan ular yang perkasa ini, dan karena semakin lama semakin berkurang minat orang untuk mempertaruh kan jiwanya menghadapi cheng-kak- coa maka tiba-tiba belasan tahun belakangan ini berita tentang petualangan seseorang untuk membunuh Cheng-kak- coa padam.
Orang kang-ouw tidak lagi mencoba-coba me- nangkap atau pun membunuh ular sakti itu.
Dan Cheng -kak-coa sendiri yang kabarnya merasa terganggu oleh datangnya orang-orang itu tiba-tiba juga meninggalkan sarangnya di mana biasa ia tinggal.
Ular ini meng- hilang, dan orang kang-ouw yang tidak tahu lagi ke mana ular itu bersembunyi akhirnya juga tidak memburu-buru binatang yang dianggap tidak bisa dilumpuhkan ini.
Cheng-kak-coa untuk beberapa tahun akhirnya menjadi semacam cerita "legendaris"
Belaka dari banyak orang.
Dan ular yang mungkin bertapa ini memang kelihatannya menghilang, lenyap dari berita orang yang tidak tahu lagi di mana dan ke mana ular itu menyembunyikan diri.
Tapi, beberapa tokoh yang berjiwa petualang ternyata diam-diam masih mencari di mana persembunyian ular ini.
Dan seorang di antaranya adalah Siauw-bin Lo-koai itu! Kakek ini sebetulnya merupakan bekas kacung di biara Siauw-lim.
Tapi karena dia bukan seorang hwesio sejati dalam biara terkenal itu maka dia pun tidak menjadi pendeta yang pantang makan segala macam daging.
Dia berkepala gundul karena adat kebiasaan belaka dari biara Siauw-lim itu, yang mengharuskan semua anggotanya dari kacung sampai kepala bercukur rambut.
Dan Siauw-bin Lo- koai ini, yang nakal di masa mudanya ternyata diam- diam "mencuri"
Ilmu dari biara terkenal itu.
Dia mendapatkan secara tidak sengaja sebuah pening- galan dari bekas ketua Siauw-Iim yang telah meninggal dunia, dua buah kitab berupa kitab ilmu silat dan kitab filsafat.
Tapi karena dia tidak mengembalikan hasil temuannya itu kepada pemimpin biara melainkan dipelajari secara diam- diam membuat kakek ini akhirnya mendapat hukuman setelah konangan.
Dia kepergok oleh ketua kuil sendiri, yang waktu itu dijabat Thian It Hwesio.
Dan Thian It Hwesio yang diam-diam kaget melihat kacungnya ini menemukan warisan biara akhirnya menyita dua buah kitab peninggalan itu.
Siauw-bin Lo-koai yang hanya sebagai kacung diusir, tidak dihukum sebagaimana biasa karena dia bukan murid atau pun calon murid.
Dan Siauw-bin Lo-koai yang akhirnya meninggalkan biara itu terpaksa berkecimpung di dunia kang-ouw.
Dia melakukan sepak terjang yang aneh-aneh di dunia persilatan ini, dan karena keanehannya itulah dia lalu mendapat julukan Siauw-bin Lo-koai.
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Golok Halilintar Karya Khu Lung Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung