Sengketa Cupu Naga 4
Sengketa Cupu Naga Karya Batara Bagian 4
Sengketa Cupu Naga Karya dari Batara
"Can-kauwsu, bolehkah sekarang aku pergi? Urusan kita rupanya telah selesai, dan malam yang semakin larut membuat aku ingin beristirahat."
"Ah tergesa-gesa amat, Bun Hwi? Atau kau tersinggung oleh kekasaranku tadi?"
Can-kauwsu terkejut, bangkit berdiri dan terbata-bata menghadapi kekakuan Bun Hwi. Tapi Bun Hwi menggeleng kepala.
"Tidak, kauwsu. Tapi aku merasa lelah..."
"Hm, baiklah. Kalau begitu besok kita mungkin dapat bicara lagi, Bun Hwi. Dan sali lagi kalau kau merasa tidak senang atas sikapku sukalah kaumemaafkannya,"
Dan Can- kauwsu yang berusaha melempar senyum ramahya itu sudah menepuk-nepuk pundak Bun Hwi.
Dia tampaknya berusaha mengembalikan kepercayaan Bun Hwi agar tidak menaruh curiga.
Namun Bun Hwi yang diam-diam merasa guru silat ini tidak bicara jujur bagaimana bisa menghilangkan kecurigaannya? Maka ketika guru silat itu mengantarnya sampai di luar pintu gerbang Bun Hwi pun tetap pada sikapnya yang kaku.
Dia tidak begitu gembira menghadapi guru silat ini, sampai akhirnya ketika dia keluar dari pintu gerbang guru silat itu pemuda inipun sudah cepat-cepat melangkahkan kaki agar tiba kembali di kamarnya.
Malam itu Bun Hwi sudah hampir pulas.
Tapi ketokan pintu di luar kamarnya membuat dia tiba-tiba terkejut.
Lo-yaya mendadak muncul, dan begitu pemilik rumah makan itu mendorong pintu biliknya tiba-tiba saja majikan ini marah-marah kepadanya.
"Bun Hwi, ke mana kau keluyuran malam begini? Dan apa yang kauperbuat dengan lukisan ini?"
Bun Hwi meloncat bangun. Dia tertegun melihat majikannya itu tiba-tiba menenteng lukisan yang tadi dibuat, dan bahwa Lo- yaya tampak marah-marah dengan mata melotot seketika itu dia tergagap dibuatnya.
"Ini....oh....itu, eh...."
Bun Hwi kelabakan.
Dia masih kaget dari kelelapan tidurnya yang hampir pulas itu.
Dan Lo-yaya yang tiba-tiba menggugah dia yang hampir nyenyak sungguh membuatnya kedandapan.
Tapi Lo-yaya yang marah-marah justeru semakin naik pitam.
Bun Hwi yang sudah dicarinya semenjak tadi tapi tidak ditemuinya itu sekarang mendapatkan sasaran.
Karena begitu Bun Hwi melompat bangun tiba-tiba dia sudah melemparkan lukisan yang dibuat Bun Hwi sambil mencaci-maki.
"Anak gelandangan, siapa suruh kau melukis seperti ini? Kau mau menghinaku, ya? Kau minta ditempeleng lagi seperti siang tadi?"
Dan Lo-yaya yang sudah menghambur maju itu mendadak mencengkeram rambut Bun Hwi lalu memukuli kepalanya bertubi-tubi.
Bun Hwi terkejut, dan pemuda ini tiba-tiba berontak.
Tangan Lo-yaya yang mencengkeram rambutnya sekonyong-konyong ditepis, dan begitu Lo-yaya terdorong mundur pemuda ini tiba-tiba membentak.
"Lo-yaya, kenapa kau memukulku? Tidak cukupkah siang tadi kau melayangkan tangan ke muka orang?"
Lo-yaya mendelik.
"Kau semakin kurang ajar, Bun Hwi. Kau tiada ubahnya anjing cilik yang minta dihajar!"
Bun Hwi naik darah.
"Lo-yaya, jangan memaki orang sesukamu. Tidak tahukah kau makianmu itu kotor sekali? Kalau tidak suka kepadaku tidak perlu kau marah-marah begini!"
"Keparat, kau mengajari aku, Bun Hwi? Kau tidak mau kumaki kalau satu jan yang lalu aku kelabakan mencarimu?"
"Maaf, itu aku yang salah, Lo-ya. Aku dipanggil Can- kauwsu secara mendadak..."
Bun Hwi mengakui kesalahannya. Dan Lo-yaya yang tampak heran oleh keterangan ini membelalakkan matanya.
"Kau dipanggil Can-kauwsu, Bun Hwi?"
Bertanya heran.
"Ya satu jam yang lalu, Dan aku baru saja kembali,"
"Ah, aneh kalau begitu!"
Lo-yaya kini berseru.
"Sekarangpun juga ada orang yang memangmu, Bun Hwi. Dan Wong-taijin telah memerintahkan dua orang pengawalnya untak menjemputmu malam ini juga!"
Bun Hwi ganti terkejut.
"Apa, Lo-ya... Wong-taijin?"
"Ya, pembesar Wong itu. Kau dipanggil walikota sekarang juga bersama dua orang pengawalnya, Bun Hwi. Dan walikota telah mempersiapkan sebuah kereta di depan sana!"
Bun Hwi membelalakkan mata.
"Apa maksudnya ini, maksud Wong-taijin memanggilku?"
"Hm, mana aku tahu, Bun Hwi? Tapi kalau melihat panggilannya yang istimewa ini agaknya kau siap mendapatkan anugerah. Entah perbuatan apa yang telah kaulakukan sehingga menghormatimu sampai sedemikian rupa!"
Dan Lo-yaya yang tampak bersinar matanya memandang pembantunya ini tiba-tiba menghardik.
"Bun Hwi, kau tidak akan cerewet lagi kan? Nah, bersiaplah. Dua orang pengawal Wong-taijin itu sudah kesal menunggumu...!"
Lalu Lo-yaya yang menyambar lengan Bun-Hwi itu tiba-tiba sudah menyeretnya keluar sambil menyumpah-serapah.
Dia tidak mau Bun Hwi banyak omong lagi, dan mereka berdua yang sudah tiba di ruangan tamu itu siap menemui utusan Wong-taijin di luar sana ketika mendadak telpon restoran "Kim-hi"
Berdering.
"Keparat, siapa itu malam-malam begini menelpon rumah orang?"
Lo-yaya terpaksa berhenti dan menyumpah-nyumpah.
Dia tergesa-gesa mengambil gagang telpon, siap molontarkan segala kemarahannya kepada orang di seberang.
Tapi ketika diketahui bahwa penelpon di seberang adalah Wong-taijin sendiri tiba-tiba saja pemilik mumah makan ini gugup! "Oh, Wong-taijin....?"
Lo-yaya kaget dan gemetar.
"Oh-ya-ya... sebentar, taijin... anak ini baru saja kembali. Hamba akan mengantarkannya kepada utusan paduka...!"
Dan Lo-yaya yang sudahmeletakkan gagang telponnya lalu terburu- buru menyambar lengan Bun Hwi itu sudah cepat- cepat menyeret Bun Hwi ke ruangan depan.
Ternyata Wong-taijin tadi menanyakan keterlambatan pengawalnya.
Bertanya mengapa Bun Hwi yang di minta datang belum juga muncul di rumah dinas-nya.
Dan Lo-yaya yang menjelaskan apa adanya tentang bocah itu mendapat omelan panjang pendek dari sang walikota.
Tentu saja pemilik rumah makan "Kim-hi"
Ini ganti menimpakan kemarahannya kepada Bun Hwi! Tapi kini mereka sudah berada di luar.
Dan Bun Hwi yang disongsong dua orang pengawal tinggi tegap yang bersenjatakan golok menjadi berdebar hatinya mendapat sambutan itu.
Dia tidak banyak bicara, dan dua orang pengawal yang juga tidak banyak adat ini sudah mem- persilahkannya naik ke atas kereta.
Ternyata omongan Lo-yaya benar.
Sebuah kereta indah siap menjemputnya ke tempat Wong-taijin! Maka begitu Bun Hwi berada di atas kereta ini segeralah dua pengawal menjalankannya tergesa- gesa ke rumah walikota mereka.
Sekarang Bun Hwi berdebar kencang.
Dia tidak tahu ada maksud apakah Wong-taijin malam-malam begini mencarinya.
Dan bahwa walikota itu menjemputnya dengan cara demikian istimewa diam-diam membuatnya heran.
Dia tidak mengenal walikota itu, belum pernah bertemu muka.
Jadi bagaimana walikota itu tiba-tiba bisa mengenalnya? Dan apa yang dikehendaki walikota ini? Ah...
Bun Hwi menjadi bingung dan sementara dia terantuk-antuk di atas kereta tiba-tiba kendaraan itupun berhenti.
Sebuah taman luas tiba-tiba menghampari di depan mata.
Dan Bun Hwi yang sudah dipersilahkan turun ini tertegun melihat bangunan gedung besar yang dikelilingi tanaman bunga.
Keharuman yang segar dan sejuk memancar di segenap penjuru, dan Bun Hwi yang terbengong sejenak oleh keindahan ini tiba-tiba terkejut mendengar suara orang tertawa.
"Bun-kongcu, kau terpesona oleh keindahan taman ini?"
Bun Hwi tersentak kagat.
Dia melihat seorang laki- laki gemuk datang diiringi dua orang pelayan cantik, dan bahwa orang tiba-tiba menegurnya seperti itu kontan saja membuat Bun Hwi tersipu-sipu.
Tapi sementara dia tertegun tiba-tiba dua orang pengawal yang berdiri di belakangnya menjatuhkan diri berlutut.
"Wong-taijin, maaf hamba berdua datang terlambat. Bun-kongcu tidak ada di rumah ketika hamba berdua menjemputnya di sana!"
Dan laki-laki gemuk itu tersenyum lebar.
"Aku tahu, Gak Kong. Tapi sekarang Bun-kongcu telah datang, bukan? Nah, kalian pergilah. Tugas kalian telah selesai...!"
Dan laki-laki gemuk yang ternyata Wong-taijin ini sudah menghampiri Bun Hwi.
"Bun-kongcu, kau mengantuk malam-malam begini datang memenuhi panggilanku?"
Bun Hwi kebingungan. Dia gugur melihat orang yang ada di depannya itu adalah walikota Wong, tapi ketika dia hendak menjatuhkan diri berlutut tiba- tiba pembesar ini menahan pundaknya.
"Ha-ha, kenapa gugup, Sudahlah, anggap kau berada di rumah sendiri. Aku bukan orang lain bagimu. Kau ingin beristirahat atau bercakap-cakap, kongcu?"
Lalusementara Bun Hwi belum mampu menjawab pertanyaan ini tiba-tiba walikota itupun menyambung sendiri.
"Ah, sebaiknya kau beristirahat dahulu, kongcu. Dan biarlah besok pagi kita baru bicara...!"
Dan walikota Wong yang sudah tertawa kepada dua orang pelayannya ini berkata.
"Yang Shi, antarkan Bun- kongcu ke tempat peristirahatannya yang telah kita siapkan...!"
Lalu Bun Hwi yang dihampiri pelayan cantik di sebelah kanan disentuh bajunya "Bun-kongcu, kau ingin beristirahat, bukan? Mari ikuti hamba, kongcu. Sebuah kamar di pesanggrahan Bambu Kuning telah hamba siapkan untuk kongcu....!"
Dan Bun Hwi yang sudah digandeng lengannya ini ditarik halus oleh pelayan bernama Yang Shi itu. Bun Hwi mencium keharuman yang amat semerbak dari tubuh pelayan cantik ini, tapi dia yang menjadi gugup serta jengah itu buru-buru melepaskan diri.
"Nona, eh... Wong-taijin... aku... hamba... eh, belum mengantuk...!"
Wong-taijin tertawa.
"Kau belum mengantuk, kongcu? Tapi malam sudah selarut ini. Tidakkah kau ingin beristirahat dahulu?"
Bun Hwi menggelengkan kepalanya gugup.
"Tidak... tidak... aku ingin beristirahat di rumah Lo- yaya saja, taijin. Aku ingin kembali setelah urusan ini selesai!"
"Hm, kau ingin bercakap-cakap kalau begitu, kongcu? Baiklah, mari kita ke dalam kalau begitu....!"
Dan Wong-taijin yang berseri-seri mukanya ini tiba-tiba menepuk tangannya dua kali.
Yang Shi dan temannya tiba-tiba mengangguk, dan ketika pembesar itu sudah menggandeng tangan Bun Hwi merekapun berlari-lari kecil mendahului ke depan.
Pembesar Wong mengajak Bun Hwi memasuki ruangan dalam, dan ketika mereka sampai di tempat.
ini Yang Shi dan temannya itupun telah berada di situ mempersiapkan arak dan makanan kecil.
Sekarang Wong-taijin tertawa rebar, Bun Hwi yang tampaknya kikuk serta canggung itu dipersilahkannya ramah.
"Bun-kongcu, mari duduk. Kita lewatkan acara kita dengan pembicaraan yang santai....!"
Dan Bun Hwiyang segera duduk dengan mata terbelalak itu dipandang gembira oleh pembesar Wong ini.
"Bun-kongcu, tentunya kau terkejut dan heran oleh panggilanku ini, bukan?"
Wong-taijin mulai bicara.
"Nah, sekarang akan kujelaskan semua ini kongcu. Tapi sebelumnya kuharap kau membuang segala syak- wasangka yang mungkin timbul di hatimu. Pertama- tama, kongcu datang dari dusun Cun-leng, bukan?"
Bun Hwi terkejut.
"Dari kau tahu, taijin?"
Pembesar ini terkekeh.
"Jangan tanyakan itu, kongcu. Tapi benar kau telah datang dari sana, bukan?"
Bun Hwi mengangguk.
"Nah, justeru dari sinilah kita akan mulai bicara, kongcu. Dan kalau kongcu mau bersikap dari hati ke hati aku akan berterus terang pula padamu, Sesungguhnya aku ingin minta tolong, padamu Bun- kongcu, suatu permintaan tolong yang kecil dan tentu dapat kaulakukan..."
Pembesar ini sejenak menahan kata-katanya. Lalu melihat Bun Hwi tampak terheran diapun melanjutkan lagi.
"Barangkali kau dapat menebaknya, kongcu. Karena apa yang ingin kumintakanbantuanmu ini adalah persoalan ikan di dusun Kwa- chungcu itu!"
"Ah...!"
Bun Hwi tersentak.
"Naga Lilin, taijin...?"
Wong-taijin tertawa gembira.
"Ya, ikan keramat itu, kongcu. Naga Lilin yang kudengar telah kaudapatkan di dusun Cun-leng,...!"
Bun Hwi sekarang kaget bukan main. Tanpa terasa dia melompat bangun dari atas kursinya, dan suaranya yang serak terkejut menandakan kekagetan hatinya,"
Wong-taijin, siapa yang bilang itu? Siapa yang bilang aku mendapatkan Naga Lilin di dusun Kwa- chungcu...?"
Walikota Wong ini menarik napas panjang.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bun-kongcu, agaknya tidak perlu kau berbohong bahwa bukan kaulah yang mendapatkan ikan itu di dusun Cun-leng. Karena orang kepercayaanku telah memberitahukan bahwa kaulah yang melindungi ikan itu di kampung nelayan Kwa-chungcu, bukankah ini bukan berita bohong, kongcu?"
Bun Hwi tergagap.
"Y a... ya... itu benar, taijin. Tapi hanya sebagian saja. Naga Lilin bukan didapatkan olehku tetapi oleh orang lain. Nelayan Hok Sui-lah yang mendapatkan ikan itu. Dan kalau benar akumelindunginya bukan berarti aku pula yang mendapatkannya, taijin. Karena Naga Lilin yang kutemui di dusun itu hanya terjadi secara kebetulan belaka!"
"Hm, kalau begitu kau tentu dapat membantuku bukan, Bun-kongcu? Aku ingin kau membawa ikan itu ke mari sebentar. Maksudku, ingin meminjamnya untuk kemudian dikembalikan lagi...!"
Bun HWi terhenyak. Tanpa terasa teringat Can- kauwsu yang pula isinya dengan walikota Wong ini. Dan bahwa dia tertegun dengan muka keheranan tiba- tiba menarik perhatian Wong-taijin.
"Ada apa, kongcu? Kau tampaknya teringat seseorang?"
Bun Hwi menganggukkan kepala.
"Ya. aku teringat Can-kauwsu itu, taijin. Betapa diapun juga memintaku seperti apa yang taijin minta ini!"
"Ooh...!"
Walikota Wong tersentak, tampaknya kaget oleh cerita Bun Hwi ini "Kau bertemu Can-kauwsu, kongcu?"
"Ya beberapa saaat yang Ialu, taijin. Sebelum aku ke mari dijemput dua orang pengawalmu itu....!"
Dan Wong-taijin yang selesai mendengar cerita ini tiba- tiba terbatuk-batuk.
Dia tampaknya terguncang oleh sesuatu, Bun Hwi yang tidak pernah melepaskan perhatiannya padaa pembesar ini tiba-tiba melihat perobahan wajahnya yang aneh.
Bun Hwi melihat sinar mata yang berkilat pada roman pembesar itu, dan dia yang menjadi heran ini bertanya lirih.
"Taijin, kau mengenal guru silat Can itu?"
Wong-taijin tertawa serak.
"Tidak hanya mengenalnya. kongcu. Melainkan setiap hari kami berkumpul di sini!"
"O, begitukah?"
Bun Hwi tertegun.
"Ya, memang begitulah, kongcu. Karena Can-kauwsu yang kaumaksud itu bukan lain adalah pembantuku sendiri. Dia pengawal utama dibawah pimpinan pasukan Garuda Hitam...!"
Dan sementara Bun Hwi terbelalak kaget tiba-tiba pembesar Wong ini sudah menjentrekkan jarinya memanggil seseorang. Dan begitu pembesar ini memberikan isyarat tiba- tiba berkelebatlah sebuah bayangan.
"Ada perintah, taijin?"
Bun Hwi melihat munculnya seorang laki-laki bermuka pucat. Dan Wong-taijin tampak menganggukkan kepalanya.
"Ya, membawa sebuah keranda ke tempat ji-busu, Dan tolong antarkan pula sebuah surat kenangan untuk si tombak panjang itu!"
Lalu, mengulapkan tangannya ke atas pembesar Wong inipun melanjutkan lagi.
"Dan minta surat kenangan itu pada See Ma ciangbu, Hek-eng-pian. Katakan padanya bahwa aku sedang menjamu seorang tamu...!"
Dan ketika laki-laki bermuka pucat itu menyatakan "baik"
Segeralah pembesar ini menoleh pada dua orang pelayannya.
"Yang Shi... Gin Niu, ambilkan arak hitam untuk On-tu kita...!"
Lalu ketika hampir bersamaan tiga orang itu menganggukkan kepalanya menyeringailah walikota ini dengan mata bersinar- sinar. Dia tampaknya puas sudah, sementara Bun Hwi yang tidak mengerti dan terheran-heran oleh sikap walikota ini bertanya.
"Taijin, apa yang hendak kaulakukan?"
Pembesar itu terkekeh.
"Menyuruh mereka mengambilkan arak untukmu. kongcu....!"
"Ah, bukan... bukan itu, taijin!"
Bun Hwi menggelengkan kepala.
"Tapi perintahmu kepada si muka pucat itu! Siapa yang kaumaksud dengan si tombak panjang?"
Pembesar Wong membelalakkan matanya.
"Pengawalku sendiri, kongcu. Ji-busu yang perlu mendapat pelajaran itu."
"Hm, Can-kauwsu, taijin?"
Pembesar ini terkejut.
"Dari mana kau tahu, kongcu?"
Tapi Bun Hwi tiba-tiba bangkit berdiri. Dengan muka pucat dan mata terbelalak dia memandang pembesar ini, lalu mengepal tinju dia bertanya ulang.
"Taijin, apa yang hendak kaulakukan kepada guru silat itu?"
Walikota ini tiba-tiba tertawa.
"Bun-kongcu, kau aneh sekali! Ada apakah kau bertanya tentang guru silat itu? Dan bagaimana kau tahu bahwa Can- kauwsu bersenjatakan tombak panjang?"
Bun Hwi melotot.
"Karena dia menyerangku di rumahnya, taijin. Guru silat itu memanggilku datang untuk mengujiku secara curang!"
"Oh, tapi kau tidak terluka, kongcu? Jadi benar kau... kebal senjata?"
Walikota ini tiba-tiba menyeringai.
"Wah, kalau begitu kebetulan sekali, kongcu. Hek- eng- pian telah kuperintahkan, untuk menghukum guru silat itu. Dan kalau dia datang pasti pengkhianat itu telah memasuki kerandanya... ha- ha-ha!"
Dan Wong- taijin yang tertawa bergelak ini tiba-tiba berguncang tubuhnya dengan mulut penuh arak.
Dia tampaknya gembira bukan main, sementara Bun Hwi yang bangkit dari kursinya dipandang dengan muka berseri-seri.
Tapi walikota Wong ini mendadak terkejut.
Dia melihat muka Bun Hwi yang merah padam, dan ketika anak laki-laki itu menyambar cangkirnya tiba- tiba pembesar ini berseru kaget.
"Eh, apa yang kauperbuat, kongcu?"
Bun Hwi membanting cangkir yang baru dirampas.
"Aku ingin bertanya mengapa kau menghukum gurusilat itu, Wong-taijin. Dan mengapa pula kau menyebutnya pengkhianat...!"
Kini Wong-taijin berobah sikapnya. Dia pucat melihat Bun Hwi yang beringas itu, tapi mengandalkan ketabahannya dia coba tartawa sumbang.
"Bun-kongcu, kau ini aneh-aneh saja. Kenapa kau tampaknya tidak senang mendengar guru silat itu dihukum? Bukankah dia telah menyerangmu secara gelap?"
Bun Hwi mengepal tinju.
"ltu urusan pribadiku, taijin. Kenapa kau hendak campur tangan?"
"Hm, kalau begitu kaupun juga jangan campur tangan urusanku ini, kongcu. Karena guru silat Can yang telah berkianat padaku itupun patut menerima hukumannya!"
"Maksud taijin?"
"Dia telah mencuri dengar urusan Naga Lilin ini. Dan Can-kauwsu yang tampaknya hendak mengangkangi ikan keramat itu bermaksud mendahuluiku dengan jalan membujukmu!"
Bun Hwi tertegun.
"Wong-taijin, sesungguhnya ada rahasia apakah pada ikan Naga Lilin itu?"
Kini Wong-taijin memutar bola matanya.
"Bun-kongcu, asal kau suka membantuku barangkali mau juga aku berterus terang. Tapi berjanjikah kau untuk kerja sama ini?"
Bun Hwi memandang penuh selidik.
Dia kini jadi tergelitik hatinya untuk mengetahui ada rahasia apakah di balik ikan yang misterius itu.
Dan bahwa walikota ini beserta Can-kauwsu sama- sama membujuknya untuk mengambil Naga Lilin tiba- tiba membuat dia tertarik.
Ada apa yang tersembunyi di balik kemisteriusan ini? Dan mengapa dia yang dijadikan sasaran orang-orang itu? Bun Hwi merasa dipermainkan dan ketika dia melihat walikota Wong itu tersenyum penuh rahasia kepadanya tiba-tiba Bun Hwi menjadi sengit.
"Wong-taijin, kau rupanya mau mempermainkan aku. Apa sesungguhnya yang ingin kauperoleh?"
Walikota itu tertawa.
"Aku hanya ingin kau membawakan ikan itu ke sini, Bun-kongcu. Dan kalau kau sanggup aku berjanji untuk memberimu hadiah besar!"
"Hm, kenapa harus aku, taijin... kenapa tidak orang lain saja? Bukankah kau mempunyai banyak pengawal?"
Pembesar itu tiba-tiba menyeringai.
"Inilah soalnya, kongcu. Tidak ada orang yang sanggup melakukan pekerjaan itu!"
"Kenapa....?"
Wong-taijin tampak ragu-ragu. Tapi ketika pandangan mata Bun Hwi menuntut jawaban darinya tiba-tiba pembesar ini mengkela napas panjang.
"Bun-kongcu, kau rupanya tidak tahu banyak rentang ikan Naga Lilin itu. Apakah kau ingin mendengarnya sebentar?"
"Kalau kau tidak keberatan, taijin. Juga kalau kau tidak coba mempermainkan aku!"
"Ah...! "
Pembesar itu tertawa kecut.
"Agaknya kau bercuriga benar, Bun-kongcu. Tapi baiklah, akan kuceritakan sedikit di sini...."
Lalu ketika dilihatnya Bun Hwi mendengarnya penuh perhatian Wong-taijin inipun melanjutkan dengan muka meringis.
"Sesungguhnya. Naga Lilin itu milik kaisar, Bun-kongcu. Maka jika nelayan Hok Sui itu merasa dia yang mendapatkannya maka itu adalah kebodohannya belaka. Dia tidak tahu tentang ikan Naga Lilin ini, dan kalau ikan itu ada di sungai Kwa- chungcu hal itu terjadi karena satu dan lain hal!"
Wong-taijin berhenti. Dan Bun Hwi yang mendengar keterangan ini tiba-tiba membeliakkan matanya.
"Milik kaisar, taijin?"
Bun Hwi berseru kaget.
"Tapi bagaimana bisa berada di kampung nelayan itu?"
"Karena dicuri seseorang, kongcu. Diambil kerabat kaisar beberapa waktu yang lalu."
"Aa...h....!"
Bun Hwi tertegun dan Wong-taijin yang tertawa kecil memandangnya dengan sinar mata aneh. Tapi Bun Hwi tidak maghiraukan pandangan pembesar ini, karena dia yang merasa heran dan terkejut itu sudah bertanya lagi.
"Kalau begitu, apa maksudnya pencurian ini, taijin? Apa yang dikehendaki kerabat kaisar itu mencuri milik Sri baginda?"
Walikota ini menyeringai licik."Itu memang ada sebab- sebabnya, kongcu. Tapi bagaimana aku harus menjawab pertanyaanmu yang sejauh ini?"
Walikota tertawa.
"Kau belum menyatakan janjimu, kongcu.Dan kalau kita belum sepakat barangkali cerita ini terpaksa ku putus sampai di sini dulu."
Bun Hwi memandang penasaran.
"Kalau begitu kau tidak terbuka, taijin. Kau melepas buntut memegang kepalanya!"
"Ah, itu terserah penilaianmu, kongcu. Tapi kalau kau mau bekerja sama ini tidak akan kulakukan."
Bun Hwi menjadi sengit.
Tapi sebelum dia melampiaskan kemarahannya tiba-tiba Yang Shi dan Gin Niu muncul.
Dua orang pelavan yang disuruh mengambil arak ini tampak membawa penampan, dan Wong-taijin yang melihat munculnya dua orang pelayan cantik itu berkeplok.
"Wah, lama amat kalian, Gin Niu? Ke mana saja mencari arak hitam?"
Dua orang pelayan itu membungkukkan tubuh nya.
"Hamba mencari di gudang belakang, taijin. Maaf bila Bun-kongcu merasa tidak sabar."
"Ha-ha, Bun-kongcu memang tidak sabar, Gin Niu. Dia hampir meninggalkan kita sebelum kau muncul!"
Lalu menuding ke pechan cangkir yang tadi dibanting Bun Hwi pembesar ini berkata sambil tertawa.
"Yang Shi,bersihkan pecahan beling itu agar tidak mengenai kakimu. Tadi Bun-kongcu tergelincir tangannya memegang cawan."
Yang Shi mengangguk, dan pelayan yang membawa seguci arak hitam itu meletakkan bawaannya di meja walikota Wong. Sementara Wong-taijin yang sudah membuka botol arak dan menuangkan isinya berseru kepada Bun Hwi.
"Bun-kongcu, silahkan duduk kembali. Kita minum arak ini untuk persahabatan kita berdua...!"
Tapi Bun Hwi menggeleng.
"Maaf, aku tidak biasa minum arak, taijin. Jika kau suka minumlah sendiri!"
"Eh, begitu, kongcu?"
Pembesar ini menaikkan keningnya.
"Bukankah kau masih ingin mendengar beberapa cerita lagi tentang ikan Naga Lilin itu? Atau tentang dirimu umpamanya, mengapa aku memilihmu dan tidak mcmilih orang lain...!"
Bun Hwi bersinar matanya. Dia berhasil digelitik kembali oleh kata-kata walikota ini, dan bahwa walikota itu tertawa penuh arti kepadanya membuat Bun Hwi tiba-tiba duduk kembali dengan muka gelap.
"Wong-taijin, kau rupanya suka sekali bicara berbelit- belit. Apalagi sekarang yang hendak kau ceritakan?"
Wong-taijin tersenyum lebar.
"Jangan gusar, Bun-kongcu. Aku tidak bermaksud menpermainkanmu. Sekarang klta dapat minum bersama, bukan?"
Bun Hwi memandang ragu.
Sebenarnya dia tidak biasa minum arak, tapi karena orang tampaknya mengharap dia minum maka pemuda inipun tiba-tiba menyambar arak yang sudah disodorkan pembesar itu.
Dan begitu dia meneguk habislah arak yang dibawa Yang Shi ini, Amblas di dalam perutnya! "Ha-ha, kau rupanya tahan minum, kongcu.
Lihat, begitu keras arak ini tapi sekali teguk saja kau mampu melahapaya, wah...!"
Pembesar Wong tertawa, tampaknya gembira melihat Bun Hwi menelan arak suguhannya. Sementara arak sendiri, yang cawannya menempel di kedua jari, tiba-tiba dituangkan kembali oleh pembesar ini ke dalam guci! Bun Hwi terkejut.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eh, kenapa kau tidak minum, taijin?"
Wong-taijin menyeringai.
"Perutku tiba-tiba melilit, kongcu. Maaf jika aku tidak jadi meminumnya. Kau masih ingin tambah, kongcu?"
Bun Hwi jadi curiga.
Dengan mata tidak berkedip dia memandang penmbesar ini, lalu ketika dilihatnya pembesar itu meringis tidak jujur tiba-tiba dia mencengkeram pergelangan tangan laki-laki gemuk ini.
Dan begitu dia mencengkeram kontan saja Bun Hwi membentak.
"Wong-taijin, tipuan apa yang sesungguhnya kaulakukan kepadaku? Kenapa kau mengembalikan arakmu?"
Wong-taijin terkejut.
"Eh, aku... perutku melilit, Bun- kongcu! Kenapa kau tidak percaya?"
Bun Hwi mendengus.
"Kau bohong, taijin. Kau berdusta! Hayo minum arak ini seperti janjimu tadi...!"
Dan Bun Hwi yang sudah menuangkan arak dengan tangan sebelahnya yang bebas itu mendadak menempelkan arak ke mulut pembesar itu. Dan begitu arak ini menyentuh bibir sang walikota tiba- tiba pembesar itu berteriak-teriak.
"Hei, aduh... nanti dulu, Bun-kongcu...jangan paksakan orang minum arak! Aku tidak tahan oleh mulasnya perutku ini...!"
Dan pembesar Wong yang tampaknya ketakutan serta gugup itu menggoyang kepalanya keras-keras.
Dia menolak mati-malian cawan arak yang sudah ditempelkan ke mulutnya itu, dan ketika arak meleset mengenai pelipisnya tiba-tiba arak ini tumpah ke lantai! "Cess....!"
Suara seperti ular mendesis mendadak mengejutkan Bun Hwi dari kemarahannya, dan ketika dia memandang ke bawah tiba-tiba Bun Hwi melotot. Ternyata, lantai yang tersiram arak itu terbakar! "Ah...!"
Bun Hwi melepaskan cengkeramannya dan sisa arak yang ada di cawan sekonyong-konyong dipandang menggigil.
"Wong-taijin. Kau... kau meracuniku...?"
Pemuda ini mendelik.
"Kau mengundangku untuk memberikan racun ini, taijin...?"
Pembesar Wong gemetaran.
"Tidak... tidak... bukan begitu, Bun-kongcu. Aku hanya ingin mengujimu belaka. Aku hanya ingin mengetahui kekebalanmu...!"
Dan walikota Wong yang tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan Bun-Hwi itu berseru gemetar.
"Bun- kongcu, ampunkan aku... maafkan aku... aku tidak bermaksud buruk kepadamu...!"
Dan Wong-taijin yang tampaknya amat ketakutan ini tiba-tiba terkencing di tempat! Bun Hwi sekarang tertegun.
Dia merasa muak dan marah oleh kecurangan Wong-taijin ini.
Tapi melihat orang sampai terkencing-kencing di tempat mau tak mau membuatnya geli juga.
Tapi Bun Hwi mengeraskan dagu.
Dia tidak tertawa melihat pembesar yang basah celananya itu.
Dan ketika orang berlutut di depannya tiba-tiba Bun Hwi menyambar tengkuk walikota ini.
"Wong-taijin, bagaimana kau bisa mintakan ampun untuk dosa-dosamu ini? Apa jawabmu tentang racun arak hitam itu?"
Wong-taijin menggigil.
"Aku tidak berbuat curang, Bun-kongcu. Itu hanya sekedar batu ujianmu belaka..."
"Hm, menguji orang dengan memberinya racun taijin? Membiarkan orang supaya mampus dengan taruhan nyawanya?"
"Tidak... tidak... itu bukan maksudku, Bun-kongcu! Aku hanya ingin tahu kenapa kau tidak tewas menyentuh Naga Lilin itu...!"
Bun Hwi terkejut.
"Apa maksudmu, tai-jin?"
Pembesar ini terbata-bata. Dia menoleh kepada Yang Shi dan Gin Niu yang tampak pucat di sudut ruangan, lalu ketika dia mengangkat jarinya berserulah pembesar itu kepada mereka.
"Yang Shi... Gin Niu, cepat ambil mayat nelayan she Hok dan Cui-wangwe!"
Bun Hwi seperti disambar petir.
"Wong-taijin, apa katamu itu? Mayat nelayan she Hok?"
Walikota ini mengangguk gemetar.
"Ya... ya... mayat nelayan itu, Bun-kongcu. Mayat Hok Sui dan Cui- wangwe...!"
"Ah....!"
Bun Hwi terkesima seperti patung dan ketika dia melihat dun orang pelayan cantik itu berlari-lari kecil masuk ke dalam diapun bertanya kepada pembesar ini.
"Wong-taijin bagaimana nelayan she Hok itu mati? Siapa yang membunuhnya?"
Wong-taijin membelalakkan mata.
"Mereka tidak dibunuh siapapun, Bun-kongcu. Mereka tewas akibat menyentuh Naga Lilin itu!"
Bun Hwi terbengong. Dia masih tidak mengerti oleh keterangan Wong-taijin ini, tapi pembesar Wong yang tampaknya mulai tenang itu mengeluh.
"Bun- kongcu, dapatkah kau melepas cekikanmu ini?"
Bun Hwi mengendorkan tangannya. Dia masih terbelalak menatap pembesar itu, sementara Wong- taijin yang merasa lega melanjutkan keterangannya.
"Mereka betul-betul tidak dibunuh siapan, Bun- kongcu. Karena Cui-wangwe dan nelayan she Hok itu sesungguhnya tewas akibat Naga Lilin. Ikan kaisar itu beracun, dan siapapun yang memegang tubuhnya pasti binasa dalam waktu duapuluh empat jam!"
Bun Hwi tersentak kaget.
"ikan itu beracun, taijin?"
"Ya, dan racunnya tidak ada penawar, kongcu. Maka siapapun yang menyentuh ikan itu pasti mati!"
Bun Hwi sekarang melenggong.
Dia berdesir ketika teringat betapa dia telah memegang ikan keramat itu, mengembalikannya ke sungai atas permintaan penduduk dusun.
Tapi bahwa dia- tidak apa-apa selama ini membuat dia tertegun.
Tentu berkat kekebalan Ular Tanduk Hijau itu.
Dan juga ular Khong- sim-coa! Dan baru Bun Hwi termenung oleh pengalamannya di dasar jurang itu mendadak dua orang pelayan Wong- taijin muncul.
Mereka membawa dua sosok mayat dengan susah payah, lalu ketika sampai di depan dua orang ini tampaklah oleh Bun Hwi mayat siapagerangan.
Kiranya betul...
mayat pedagang ikan she Cui dan nelayan she Hok! "Oh...!"
Bun Hwi mengejapkan mata barang sejenak dan ketika dia memeriksa teliti pucatlah pemuda ini dengan muka menggigil.
Dia tidak menyangka bahwa nelayan Hok Sui ini akan menjadi korban penemuannya sendiri.
Dan bahwa Cui-wangwe juga tewas dengan cara yang sama Bun Hwi tiba-tiba mengangkat wajahnya.
"Wong-taijin, bagaimana pedagang ikan ini bisa berada di tempatmu?"
Pembesar itu menghela napas.
"Dia datang setelah malam itu kau usir dari dusun Cun-leng, Bun- kongcu. Dan karena dia merupakan orang kepercayaanku maka pedagang inipan langsung ke mari."
"O, dia pembantumu juga, taijin?"
"Ya, dan bersama beberapa orang lainnya mereka kusuruh mencari Naga Lilin, Bun-kongcu. Tapi karena pedagang ini yang berhasil menemukan buruannya maka diapun ke mari memberitahukan segalanya kepadaku. Termasuk kehadiranmu di dusun Kwa- chungcu itu!"
Bun Hwi tertegun. Sekarang dia mulai mengerti bagaimana dirinya dikenal orang. Dan bahwa walikota ini tidak menyembunyikan sesuatu tiba-tiba diapun bangkit berdiri, memandang mayat Hok Sui lalu bertanya dengan alis berkerut.
"Wong-taijin. Bagaimana kalau begitu dengan jenazah Hok-twako ini? Bagaimana dia bisa berada di tempatmu?"
Wong-taijin mengangkat mukanya.
"Dia diantar Kwa- chungcu, Bun-kongcu. Kepala kampung itu datang menceritakan musibah yang terjadi di dusun Cun-leng- Karena beberapa orang yang telah menyentuh ikan keramat itu semuanya mati dengan cara yang sama seperti Hok Sui ini!"
Bun Hwi terkejut.
"Beberapa orang, taijin?"
"Ya, empat orang jelasnya, kongcu. Dan kepala kampung Kwa yang datang melaporkan musibah itu menangis menyesalkan kepergianmu."
"Oh...!"
Bun Hwi termangu-mangu, dan kaget serta menyesal atas perbuatannya itu tiba-tiba pemuda ini mengerotkan giginya.
"Wong-taijin, kalau begitu apa yang dapat kulakukan untuk mengatasi semuanya ini? Dan apa sesungguhnya yang menjadi rahasia Naga Lilin itu?"
Wong-taijin tiba-tiba tersenyum.
"Bun-kongcu, apakah pertanyaanmu ini berarti kau siap membantuku"
Bun Hwi membelalakkan mata.
"Kau agaknya bernafsu sekali, taijin. Tapi apa yang menjadi rahasia Naga Lilin itu?"
"Hm. ini rahasia besar, kongcu. Dan kalau kau bersedia membantuku sajalah aku dapat menerangkan rahasia ini!"
Bun Hwi mendongkol. Dia gusar dan penasaran melihat sikap pembesar itu, tapi teringat Can- kauwsu tiba-tiba dia membentak.
"Wong-taijin, kau rupanya orang tidak jujur! Kalau begitu apa jawabmu tentang guru silat Can itu?"
Wong-taijin tersentak. Dia terkejut melihat perobahan wajah Bun Hwi ini, tapi merasa dia tidak menyinggung pemuda ini dalam persoalan Can- kauwsu tiba-tiba dia tertawa dibuat-buat.
"Bun- kongcu, guru silat itu mencuri pembicaraanku dengan Cui-wangwe. Kenapa kau harus mengetahui persoalan ini? Dia telah mengkhianatiku, kongcu. Dan kalau orang macam itu tidak dihukum tentu yang lain bakal ikut-ikutan!"
"Hmm....!"
Bun Hwi mengepal tinju dan baru dia akan memaki pembesar ini sekonyong-konyong di luar terdengar suara ribut-ribut.
Sebuah jeritan nyaring terdengar memecah keheningan malam, dan ketika Bun Hwi menoleh tiba- tiba masuklah sepasukan pengawal berbaju hitam dikejar-kejar seorang anak perempuan! "Mei Hong...!"
Bun Hwi berteriak kaget ketika mengenal bocah perempuan yang menjerit-jerit di belakang pasukan baju hitam itu, dan begitu dia berteriak kaget melompatlah belasan laki-laki yang bukan lain pasukan Garuda Hitam itu dihadapan Wong-taijin.
Mereka dipimpin si muka pucat, Hek-eng-pian yang tadi disuruh walikota ini.
Dan begitu si muka pucat ini sampai di depan sang pembesar diapun berseru.
"Taijin, hamba semua telah melaksanakan perintah. Tapi bagaimana dengan anjing betina cilik ini?"
Wong-taijin tertegun. Dia tampak terkejut melihat belasan pengawalnya dikejar-kejar seorang gadis cilik. Sementara Mei Hong yang berteriak-teriak histeris di belakang pasukan Garuda Hitam itu menangis sambil menjerit-jerit.
"Hek-eng-pian kau manusia iblis tidakberjantung. Kenapa kau bunuh ayahku? Kenapa kaurenggut nyawa ayahku? Hayo kembalikan ayahku, Hek-eng-pian... hayo kembalikan ayahku atau kubunuh kau...!"
Dan Mei Hong yang sudah mengejar laki-laki ini melompat ke depan dan menubruk lawannya dengan penuh kebencian. Tapi pengawal yang berdiri di dekat pintu tiba-tiba membentak.
"Siluman betina kembalilah ke tempat ayahmu. It-busu tidak ada waktu untuk melayanimu.....dess!"
Dan Mei Hong yang sekonyong ditendang pahanya, ini terlempar bergulingan dengan mulut mengaduh. Gadis itu terpental, tapi Mei Hong yang tampaknya sudah nekad ini sudah bangkit berdiri dan brteriak- teriak kembali.
"Hek-eng-busu, kalian manusia-manusia iblis... kalian manusia-manusia tidak berjantung! Kenapa kalian bunuh ayahku...?"
Dan Mei Hong yang sudah menerjang pengawal yang menendang tadi mengepalkan tinju dengan bibir digigit kuat-kuat.
Dia tampaknya tidak menghiraukan keselamatan diri sendiri, dan pengawal yang diserangnya itupun mendapat tubrukannya yang nekat.
Namun pengawal ini mendengus.
Serangan Mei Hong yang memukul dadanya ditangkis, dan begitu dia mengangkat kakinya tiba-tiba terlemparlah gadis itu oleh dupakannya.
Mei Hong kembali terpental seperti layang-layang putus, tapi gadis yang nekat ini sudah melompat bangun dan menerjang lagi! Akibatnya, pengawal ini marah dan ketika Mei Hong menubruknya kembali mendadak pengawal ini mencabut goloknya.
"It-busu, bolehkah gadis ini kubunuh?"
Hek-eng-pian menyeringai.
Dia sebenarnya jengkel dikejar-kejar putri Can-kauwsu yang telah dibunuhnya itu.
Tapi karena tidak ada perintah maka diapun mendiamkannya saja sampai gadis itu mengejar-ngejar mereka di tempat Wong-taijin.
Maka, ketika sekarang seorang anak buahnya berteriak meminta pendapat tiba-tiba si muka pucat inipun menoleh ke arah Wong-taijin.
"Taijin, bolehkah setan cilik itu dibereskan Wong- taijin terbelalak. Dia terkejut dan terheran-heran melihat para pengawalnya ini diburu-buru seorang bocah peremptan. Maka ketika It-busu itu bertanyakepadanya walikota ini justeru menegur.
"Hek-eng- pian, anak siapakah gadis cilik itu? Puteri ji-busukah?"
Si muka pucat mengangguk.
"Ya, anak angkatnya, taijin. Mengejar-ngejar hamba setelah ayahnya dibunuh!"
"Hm, kalau begitu mengapa bertanya lagi, Hek-eng- pian? Membiarkan bocah ini mendendam kita sebaiknya memang dibereskan saja!"
Maka begitu pembicaraan ini selesai tiba-tiba si muka pucat itupun mengangguk.
"Ya, taijin memberimu ijin, Lu Houw. Antarkan anak itu menyusul ayahnya!"
Dan begitu seruan ini diberikan pada si pengawal baju hitam tiba-tiba berkelebatlah sinar golok membabat tubuh.
Mei Hong.
Puteri Can- kauwsu ini sedang mencakar muka lawan dengan sepuluh jarinya, maka ketika golok membacok pinggangnya gadis inipun tidak sempat menarik serangan.
Mei Hong hanya terbelalak sekejap, lalu menjerit lirih oleh serangan golok ini ia mengelak ke kiri dengan gerakan sabisanya.
"Brett....!"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mei Hong terpekik kecil.
Bacokan golok yang membabat pinggang ternyata mengenai pundaknya, dan ketika dia terjengkangkang roboh tiba-tiba pengawal itu sudah memburunya dengantertawa menyeringai.
Golok yang diangkat menyambar dada gadis ini; tapi tepat golok diluncurkan mendadak sebuah bentakan nyaring menggetarkan tempat itu.
"Tahan...!"
Dan Bun Hwi tahu-tahu melompat menerima tikaman ini.
"Tak!"golok si baju hitam yarg menusuk dada Bun Hwi sekonyang-konyong terpental dan ketika semua orang terbelalak kaget tiba-tiba tertegunlah mereka itu ketika melihat Wong-taijin dicengkeram tengkuknya oleh pemuda ini! Hek-eng-pian yang paling kaget melompat ke depan, tapi Bun Hwi yang merah mukanya ini menghardik.
"Hek-eng-pian, tahan langkahmu. Kalau tidak Wong- taijin ini akan kubunuh...!"
Dan Bun Hwi yang berapi- api matanya itu mendelik ke walikota ini.
"Wong-taijin, kenapa kau hendak bunuh gadis iter setelah Can-kauwsu kau bunuh? Masih kurangkah nyawa orang-orang tidak berdosa ingin kaulenyapkan?"
Wong-taijin pucat mukanya.
"Bu-kongcu... itu... gadis ini, eh... dia berbahaya bagiku kongcu. Dia puteri Can- kauwsu yang menjadi pengkhianat itu...!"
Bun Hwi membanting kakinya.
"Aku tahu, taijin. Tapi kalau sudah ayahnya kau bunuh apakah anaknya juga perlu dibunuh? Kau terlalu kejam Wong-taijin, kau tidak berperikemanusiaan...!"
Dan Bun Hwi yang marah besar ini secara tidak sengaja memperkeras cengkeramannya. Dia tidak tahu betapa tenaga sakti Ular Tanduk Hijau selalu bergolak dahsyat jika marah. Dan begitu dia memperkeras tekanan tiba-tiba saja walikota Wong ini menjerit.
"Bun-kongcu, aduh ampun...kendorkan tekananmu itu... oh...!"
Wong-taijin menggelepar dan ketika Bun Hwi melihat walikota itu meronta-ronta hendak melepaskan diri mendadak saja pemuda ini malah menjadi sengit.
Dia muak dan marah menyaksikan kelicikan pembesar ini.
Dan teringt betapa dia disuguhi arak beracun tiba-tiba Bun Hwi menggerakkan jarinya.
Dia menjepit tulang leher pembesar ini dengan penuh kegemasan, tapi begitu dia memperkeras buku-buku jarinya, tiba- tiba saja tulang leher Wong-taijin patah! "Krekk!"
Bun terkejut ketika pembesar itu menjerit hebat. Dan ketika dia melepaskan jarinya mendadaksaja tubuh pembesar ini sudah terkulai di lantai dengan kepala tertekuk lemas! "Ooh...?"
Bun Hwi terkejut bukan main dan pasukan Garuda Hitam yang melihat pemuda itu membunuh Wong-taijin tiba-tiba saja menjadi marah.
Hek-eng-pian berteriak keras dan begitu dia mencabut senjatanya sekonyong-konyong Bun Hwi sudah disambar trisula bercagak tiga yang mematuk tubuhnya.
Bun Hwi tersentak.
Namun senjata lawan yang menyambar tubuhnya dia kelit sebisa mungkin.
Tapi karena Bun Hwi pada dasarnya memang tidak pandai silat dan kalah cepat maka senjata di tangan Hek-eng-pian itupun mengenai perutnya.
Komandan pengawal bermuka pucat ini membentak nyaring, Dan begitu senjatanya menusuk tubuh Bun Hwi tiba-tiba kajaiban itupun muncul.
Perut Bun Hwi kebal senjata, dan trisula di tangan Hek- eng-pan mental seperti bertemu bola karet! "Takk...!"
Hek-eng-pian memekik kaget dan ketika laki- laki itu berteriak marah tiba-tiba dia menendang lutut Bun Hwi dengan kecepatan kilat.
Dia menyapu pemuda itu dengan maksud merobohkannya dengan tusukan lain, tapi ketika senjatanya kembali mematuk punggung pemuda itu dan mental, laki-laki ini benar-benar terkesiap.
Dia kaget melihat Bun Hwi tidak dapat dilukai dua kali berturut-turut, dan ketika dia mencoba menusuk bertubi-tubi ke seluruh tubuh anak itu namun selalu membalik tiba-tiba saja komandan pengawal ini menjadi beringas.
Dia mencecar Bun Hwi dengn segala tusukan mautnya, dan ketika laki-laki itu memekik segera tujuh orang anak buahnya melompat membantu.
Mereka menyerang Bun Hwi dengan tombak dan golok, tapi Hek-eng-pian yang melihaat sia-sianya segala bacokan senjata tajam tiba-tiba berteriak.
"Jangan serang tubuhnya. Incar matanya saja....!"
Dan kini delapan senjata yang mengarah mata Bun Hwi membuat pemuda itu terkejut bukan main.
Dia sudah jatuh bungun oleh serangan Hek-eng-pian yang paling ganas ini.
Maklum orang yang paling lihai ilmu silatnya.
Dan ditambah tujuh orang pasukan Garuda Hitam yang membantu membuat Bun Hwi kelabakan dbuatnya.
Dia benar-benar sungsal-sumbal hancur pakaiannya oleh patukan tombak dan bacokan golok yang dilakukan amat gencar.
Dan ketika orang-orang mulai mengarahkan senjatanya pada mata Bun Hwi tiba-tiba saja gugup.
Dia boleh kebal senjata pada bagian tubuh manapun.
Tapi, bagaimana dengan matanya? Tapi sementara Bun Hwi mulai dalam kadaan bahaya sekonyong-konyong seorang laki-laki muncul di situ.
Dia memakai pakaian gemerincing, dan tanda pangkatnya sebagai kapten itu tampak mencmpel di dada.
Dan begitu dia melihat pertempuran ini tiba-tiba saja laki-laki itu yang bukan lain adalah See Ma ciangbu (kapten See Ma) berteriak keras.
"Hek-eng-busu, jangan bunuh anak itu. Tangkap saja dengan jala...!"
Dan begitu seruan ini diteriakkan tiba- tiba saja kapten See Ma itu melemparkan jaring besar kepada tujuh orang pembantu Hek-eng-pian.
Dia sendiri sudah melompat maju, dan begitu jaring ditangkap para pengawal ini mendadak saja Hek-eng- pian berseru keras.
Dia menyerang Bun Hwi pada mata kirinya, dan ketika anak laki-laki itu mengegoskan kepalanya, tiba-tiba saja dia mendupak paha Bun Hwi.
"Blukk....!"
Tendangan ini mengenai sasarannya, dan Bun Hwi yang terguling roboh itu sekonyong- konyong ditangkap jaring. Dari atas jala ini menebar di atas kepala, dan sebelum Bun Hwi melompat bangun tiba-tiba saja dia telah terjirat.
"Rrrrttt...!"
Bun Hwi kembali roboh ketika jala itu ditarik. Dan begitu dia terjungkal tiba-tiba saja dia sudah tertawan. Bun Hwi kelabakan tapi sementara dia meronta- ronta di dalam jala tiba-tiba saja jeritan nyaring mengejutkan semua orang.
"Hek-eng-busu, lepaskan pemuda itu...!"
Dan Mei Hong yang semenjak tadi tertegun di tempatnya tiba- tiba melompat maju.
Gadis yang terluka pundaknya ini menyerang pasukan Garuda Hitam, tapi begitu dia disambut dua orang pengawal tiba- tiba saja gadis ini terjerembab.
Dia terguling roboh oleh jegalan pengawal di sebelah kanan, dan ketika pengawal satunya hendak mengayunkan golok tiba- tiba kembali See Ma ciangbu berteriak.
"Hek-eng-busu, jangan bunuh gadis itu. Tangkap saja hidup-hidup seperti bocah ini...!"
Dan ketika golok dibalik mengenai tengkuk Mei Hong gadis inipun mengeluh pendek.
Mei Hong memang sudah payah, maka begitu dia dipukul punggung golok yang tumpul diapun kontan terjungkal roboh.
Gadis itu pingsan dan Mei Hong yang tidak ingat apa-apa lagi ini tahu-tahu sudah dijebloskan di penjara bawah tanah.
bersama Bun Hwi dengan kedua tangan diborgol menjadi satu! Pagi itu Mei Hong membuka mata.
Dia mengeluh tubuhnya sakit-sakit.
Tapi ketika ia melompat bangun tiba-tiba saja ia terkejut.
Bun Hwi dilihatnya tersenyum kepadanya, senyum pahit yang amat getir.
Dan ketika ia melihat tangan mereka diborgol menjadi satu gadis terbelalak.
"Bun Hwi, kau di sini...?"
Bun Hwi mengangguk.
"Ya, seperti yang kaulihat, Mei Hong. Apakah tubuhmu masih sakit-sakit?"
Mei Hong mengepalkan tinju. Dia marah kepada pasukan yang dipimpin Hek-eng-pian itu. Dan begitu ingatannya melayang pada peristiwa semalam tiba-tiba gadis ini mendesis.
"Aku tidak akan membiarkan si muka pucat itu, Bun Hwi. Aku akan membalas dendam kepada komandan pasukan Garuda Hitam itu...!"
Bun Hwi menyeringai.
"Tapi yang bersalah bukan si muka pucat itu, Mei Hong. Melainkan Wong- taijinlah.Walikota itulah yang menyuruh si muka pucat membunuh ayahmu!"
Bun Hwi lalu menceritakan secara singkat tentang perintah walikota ini kepada pengawal Hek-eng-busu dan ketika Mei Hong membelalakkan matanya tiba- tiba gadis itu bertseru.
"Kalau begitu, apa kesalahan ayah kepadanya, Bun Hwi? Dan bagaimana kau tiba- tiba berada di tempat Wong-taijin? Bukankah kau baru kembali dari rumah ayah?"
Bun Hwi menarik napas pendek.
"Gara-gara Naga Lilin, Mei Hong..."
"Naga Lilin?"
"Ya, ayahmu dianggap pengkhianat oleh Wong-taijin gara-gara ikan keramat itu,"
Lalu Bun Hwi yang menceritakan, perihal guru silat Can itu mencuri dengar pembicaraan Wong-taijin membuat Mei Wong tertegun.
Gadis ini terkejut mendengar ayahnya disebut "pencuri", dan bahwa gara-gara ikan itu ayahnya sampai dibunuh Mei Hong jadi tersentak.
"Bun Hwi, sesungguhnya ada rahasia apakah pada ikan itu?"
Gadis ini terbelalak. Tapi Bun Hwi menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu, Mei Hong. Wong-taijin tidak menceritakan rahasiaikan itu kepadaku. Yang kuketahui ialah Naga Lilin katanya milik kaisar. Dan orang yang memegang ikan itu bakal tewas terkena racunnya!"
Mei Hong terkejut "Naga Lilin milik kaisar, Bun Hwi?"
"Ya, dan beracun sekali. Demikian kata pembesar itu."
Mei Hong terbengong kaget dan ketika dia hendak bertanya sesuatu, tiba-tiba Bun Hwi meraba pundaknya.
"Mei Hong, kau terluka?"
Gadis ini mengangguk.
"Luka kecil, Bun Hwi... luka tak berarti..."
"Hm, siapa bilang kecil, Mei Hong. Lihat, kulitmu sobek lebar. Boleh aku menolongmu, Mei Hong?"
Bun Hwi tiba-tiba sudah meraba kantongnya tapi teringat pakaiannya hampir hancur tiba-tiba pemuda ini mengerutkan keningnya.
"Ah, aku tak mempunyai Obat Mei Hong... ini... wah, bagaimana menolongmu?"
Mei Hong tersenyum.
"Aku ada Obat, Bun Hwi...peninggalan ayah, untung masih sini..."
Dan MeiHong yang sudah merogoh bajunya dengan susah payah karena tangan satu diborgol tiba-tiba mengeluarkan bungkusan putih.
Dia membuka bubukan obat luka ini, ketika mencoba dengan susah payah untuk menaburi lukanya namun kurang berhasil Bun Hwi pun segera membantunya.
Dengan penuh rasa iba dan kelembutan pemuda ini mengobati luka Mei Hong, lalu ketika hendak membalut pundak Bun Hwi tiba-tiba merobek bajunya.
"Eh, kenapa harus begitu, Bun Hwi?"
Mei Hong menegur. Tapi Bun Hwi tersenyum kecil.
"Biarlah, Mei Hong. Bukankah bajuku sudah compang-camping?"
Dan Bun Hwi yang sudah membalut luka itu dengan sobekan bajunya tertawa lebar. Kini mereka sama-sama berdiri, dan Mei Hong yang memandang pemuda itu tampak terharu.
"Bun Hwi, terima kasih..."
Mei Hong berbisik, berlinang air matanya oleh kelembutan pemuda itu. Namun Bun Hwi yang dipandang orang malah menarik napas.
"Mei Hong, kenapa kau harus demikian sungkan? Bukankah aku hanya... pelayan saja?"
Mei Hong tiba- tiba bersinar matanya.
"Tidak... tidak... aku tidak percaya itu, Bun Hwi. Kau pasti sedang berpura-pura! Eh, Bun Hwi, kenapa kau harus berbohong kepadaku? Siapakah kau ini sebenarnya?"
Bun Hwi mendadak muram.
"Aku tidak tahu siapa aku ini, Mei Hong. Karena paman Ma yang memeliharaku sejak kecil tidak pernah menceritakan tentang orang tuaku. Ah, sudah!ah... untuk apa bertanya tentang ini, Mei Hong? Yang jelas aku memang orang kecil, bekas pelayan dan buruh tuan- tuan tanah!"
"Hm, tapi kau tidak pantas untuk menjadi semuanya ini, Bun Hwi. Karena wajahmu yang bersinar-sinar itu mirip keturunan orang besar. Setidak-tidaknya, kau cocok untuk menjadi keturunan kaum bangsawan....!"
Bun Hwi tertawa masam.
"Mei Hong, kau ini ada-ada saja. Dari mana kau bisa menduga begitu?"
Mei Hong memandang pemuda ini.
"Dari mukamu, Bun Hwi. Dari sinar wajahmu yang terang. Apakah kau tidak merasa bahwa kau ini sepantasnya hidup sebagai seorang pangeran?"
Bun Hwi terkejut.
"Mei Hong, ini..., apa katamu itu?"
Mei Hong mengulang anggukannya.
"Ya, kau pantas menjadi seorang pangeran, Bun Hwi. Kau mirip keturunan bangsawan agung!"
Dan Bun Hwi yang melihat kesungguhan Mei Hong ini tiba-tiba saja tersentak kaget.
Dia jadi teringat pertemuannya dengan Thian-san Giok-li itu, dengan Pek-bong Lo-mo dan Siauw-bin sendiri yang menyebutnya pangeran".
Dan bahwa kini Mei Hong tiba-tiba saja menerangkan kesimpulannya itu dengan demikian jujur membuatnya benar-benar terkesiap.
Tapi Bun Hwi sudah menekan guncangan hatinya ini dan Mei Hong yang tampak heran oleh perobahan wajahnya disambut ketawa gugup.
"Mei Hong, kau agaknya melantur tidak karuan! Tidak ingatkah kau betapa kita berada di tempat orang? Lihat, kita berdua sama-sama tertangkap, dan kita yang bicara tiada guna tentang hal-hal lain sungguh harus memaki diri sendiri. Eh, Mei Hong. tidakkah terpikir olehmu untuk keluar dari tempat ini?"
Mei Hong sekarang sadar. Dia memandang sekeliiing ruangan batu yang melingkupi mereka itu. Tapi kerutwajahnya yang gelisah menunjukkan keputusasaannya.
"Bun Hwi. mungkinkah kita dapat keluar dari sini? Ruangan batu ini tampk kokoh. Bagaimana dapat, meloloskan diri?"
"Hm, belum dicoba kenapa putus asa, Mei Hong? Hayo kita coba ketuk-ketuk batu ini. Siapa tahu dindingnya ada yang kosong!"
Dan Bun Hwi yang sudah mengajak temannya itu menghampiri dinding ruangan mulai mengetuk-ngetuk batunya.
Bun Hwi tampak bersemangat dan Mei Hong yang ikut di sampingnyajuga mulai bersinar-sinar matanya.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi dua muda-mudi ini akhirnya mengeluh.
Ruangan "kosong"
Yang dicari-cari itu ternyata tidak ada, dan Mei Hong yang kesal ini mulai mengomel panjang pendek.
"Uh, kamar tahanan ini batu tebal melulu, Bun Hwi. Bagaimana kita mencari tempat yang kosong?"
Bun Hwi juga hampir putus asa.
"Kiita rupanya sia- sia saja, Mei Hong. Tapi bukankah masih ada satu tempat yang belum kita selidiki?"
"Hm, tempat mana lagi, Bun Hwi? Bukankah empat penjuru sekeliling sudah kita teliti?"
Mei Hong mengerutkan alis.
"Ya. Tapi kita lupa bagian atasnya, Mei Hong. Dan tempat itulah yang kumaksudkan!"
Maka begitu Bun Hwi mendongakkan kepalanya tiba-tiba gadis inipun tertawa.
"Wah, kau benar Bun Hwi. Tapi kaupun kurang lengkap. Menurutku sekarang bukan hanya satu tempat yang belum kita selidiki melainkan dua tempat! Kau ingin tahu yang satunya? inilah dia....!"
Dan Mei Hong yang sudah menjejak-jejakkan kakinya ke lantai kamar tahanan itu tiba-tiba membuat Bun Hwi tersenyum.
"Baiklah, kau menang, Mei Hong. Tapi mari kita selidiki yang atas dulu. Siapa tahu ada hasilnya?"
Dan Bun Hwi yang mulai mendongakkan mukanya itu meneliti seluruh ruangan dengan amat seksama.
Dia siap mengetuk-ngetuk ruangan atas penjara ini dengan segala daya upayanya.
Tapi Mei Hong yang tampaknya juga sudah mendongakkan kepala itu mendadak berseru.
"Hei, lihat itu, Bun Hwi. Ada sebuah gelang kecil menempel di sudut atap!"
Dan Mei Hong yang sudah menunjuk ke tempat itu sekonyong-konyong berseri matanya.
Ia tampak gembira, dan Bun Hwi yang melihat hasil penemuan gadis itupun sudah melayangkan pandangannya.
Ternyata benar.
Ada sebuah gelang kecil di atas sana.
Dan Bun Hwi yang berdebar hatinya ini mulai menjadi tegang.
"Wah, barangkali ada hasilnya, Mei Hong. Tapi bagaimana cara kita meraihnya? Tempat itu cukup tinggi..."
Bun Hwi bergumam bingung. Tapi Mei Hong sudah menarik lengannya.
"Kau dapat menunjangku, Bun Hwi. Kau dapat berjongkok untuk melemparku ke sana. Aku dapat meraih asal kau menopangkan bahumu....!"
Dan Mei Hong yang tampaknya gembira ini tiba-tiba menyuruh Bun Hwi berjongkok.
Dan begitu ia menaikkan tubuhnya di atas pundak Bun Hwi lalu menyuruh pemuda itu berdiri Mei Hong pun sudah berjungkir balik menyentuh gelang kecil itu.
Sekali raih ia gagal, namun ketika ia mencoba "menggantol"
Dengan kakinya tiba-tiba gelang itupun terkait! "Ha, aku berhasil, Bun Hwi. Tapi hati-hati, aku siap menarik....!"
Dan Mei Hong yang sudah memutar- mutar kakinya ke sana ke mari itu mendadak menyentak dengan tiba-tiba.
Gadis ini tampak bersemangat sekali, dan begitu ia memutar kuat-kuat mendadak suara bergemuruh mengejutkan mereka.
Ternyata, langit-langit kamar tahanan itu terbuka! Bersambung
Jilid VI SENGKETA CUPU NAGA Karya . Batara SENGKETA CUPU NAGA - BATARA PUSTAKA . AWIE DERMAWAN
Kolektor E-Book
REWRITERS & PDF MAKERS. TEAM
Kolektor E-Book
Jilid 06 "OH, kita berhasil Bun Hwi... kita berhasil...!"
Mei Hong berteriak-teriak gembira melihat hasil penemuannya yang tidak disengaja ini dan begitu ia melompat turun segeralah mereka melihat menganganya sebuah guha yang gelap.
Mei Hong tidak mau banyak omong.
Karena begitu ia melihat jalan keluar tiba-tiba saja ia sudah menarik tangan Bun Hwi.
"Ayo, Bun Hwi, kita terobos guha ini...! "
Dan Mei Hong yang sudah mengajak Bun Hwi melayang naik itu tiba- tiba sudah berada di lorong gelap pekat yang tidak ada cahayanya.
"Wah, gelap, Mei Hong....
"
Bun Hwi berbisik.
Tapi Mei Hong yang tampaknya tidak perduli itu sudah mengajaknya berjalan setengah merangkak di tempat yang masih asing bagi mereka itu.
Dua muda-mudi ini berindap-indap, dan Bun Hwi yang harus berhimpitan dengan tubuh dara remaja itu berdebaran tidak karuan.
Celaka sekali, lorong yang tidak dikenal ini sempit.
Dan Bun Whi yang bergesekan lembut dengan tubuh yang hangat itu tiba-tiba saja merasa ada yang bergerak di bawah celananya! Busyet...! Bun Hwi diam-diam merah mukanya.
Tapi kegelapan suasana di sepanjang lorong guha itu menolongnya dari rasa jengah.
Dan ketika tiba-tiba mereka samapi di ujung ruangan mendadak terlihatlah sinar cahaya matahari di luar sana.
"Ah, kita agaknya selamat, Bun Hwi! "
Mei Hong berbisik kegirangan.
"Lihat tuh, kita sampai di luar...! "
Dan Mei Hong yang sudah menyeret Bun Hwi dengan langkah tergesa-gesa itu membuat pemuda ini menyeka keringat. Mei Hong tidak tahu betapa Bun Hwi sebenarnya "gembrobyos"
Di ruangan gelap tadi. Dan bahwa Bun Hwi tampak tertegun di ujung ruangan ini membuat Mei Hong keheranan.
"Bun Hwi, kau kenapakah?"
Mei Hong bertanya khawatir. Tapi Bun Hwi justeru tiba-tiba menjadi gugup.
"Aku, eh... aku ingin kencing. Mei Hong! Wah, di mana harus buang air kecil...?"
Dan Bun Hwi yang mendadak jengan mukanya itu tampak bingung untuk melepas air seninya.
Dia kelabakan bukan main, sementara Mei Hong yang mendengar kata-kata pemuda itu tiba-tiba saja merah mukanya.
Gadis ini tampak malu dan kikuk, tapi Bun Hwi yang rupanya "ngebet"
Itu tiba-tiba melepas celananya.
"Mei Hong, kau melengoslah ke sana. Aku tidak tahan lagi...!"
Dan Bun Hwi yang mendadak sudah ngocor sambil berdiri itu membuat Mei Hong merah padam! Mereka berdua memang tidak dapat berpisah, dan Mei Hong yang diam-diam memaki borgol ini mengumpat gemas terhadap pasukan Garuda Hitam.
Dia malu dan jengah melihat Bun Hwi harus buang hajat kecil di sebelahnya, persis berhimpitan seperti itu.
Tapi karena mereka tidak berdaya akhirnya mau juga gadis remaja ini memaklumi kesulitan Bun Hwi.
Bagaimanapun juga mereka terikat menjadi satu.
Dan kalau bukan Bun Hwi yang kencing barangkali juga dia.
Aah...! Mei Hong mendadak terkejut.
Ia jadi tidak karuan membayangkan kemungkinan ini tapi sementara ia tertegun tiba-tiba Bun Hwi yang sudah selesai itu memanggilnya.
"Mei Hong, kenapa kau tertegun? Kau marah...? "
Mei Hong menundukan kepalanya. Ia melirik halus ke arah Bun Hwi, takut kalau seumpama, pemuda itu belum selesai. Belum selesai mengancing celana umpamanya! Tapi Mei Hong yang melihat pemuda itu itu sudah rapi tiba-tiba menarik napas gugup.
"Bun Hwi, aku... borgol ini... ah, harus kita putuskan...!"
Bun Hwi mengangguk.
"Ya, itu memang ada dalam pikiranku, Mei Hong. Tapi bagaimana caranya? Bukankah kita masih belum tahu di mana kita ini sekarang?"
Mei Hong berani mengangkat mukanya kini. Ia memandang Bun Hwi dengan pipi masih kemerahan, dan begitu saling beradu muka tiba-tiba gadis ini semburat.
"Ah...! "
Mei Hong mengeluh.
"Tapi bagaimanapun juga kukira borgol ini harus kita lepas, Bun Hwi. Kalau tidak bagaimana kita bisa bebas...? Aku sendiri ingin mematahkannya. Tapi tanganku sakit! "
"Hm, kalau begitu mari ke sana, Mei Hong. Kita pukul dengan batu agar pecah!"
Dan Bun Hwi yang tampaknya memaklumi apa yang dirasakan temannya ini tiba-tiba menuju ke sebuah batu besar.
Dengan penuh semangat mereka memukul-mukul rantai borgol itu, tapi rantai yang kuat ini tampaknya tak berhasil diputuskan.
Dan ketika mereka sedang sibuknya memukul-mukul borgol itu mendadak seorang pengawal Garuda Hitam menyusul! "Hei, kalian di sini...?"
Pengawal itu berseru kaget.
"Wah celaka, tawanan lolos! "
Dan pengawal yang sudah menyerang Bun Hwi itu menggerakkan senjatanya membacok punggung. Dia lupa saking gugupnya bahwa Bun Hwi kebal, maka begitu goloknya menyambar dan mental menghantam pemuda ini barulah pengawal itu terkejut.
"Hei...! "
Dia berteriak tertahan ketika goloknya membalik tapi Bun Hwi yang sudah memutar tubuh dengan kaget itu tiba-tiba memukul pergelangan tangannya.
"Mei Hong, tendang lututnya! "
Bun HWi berteriak kepada temannya dan hampir bersamaan dengan tangannya yang menghantam pergeiangan lawan tiba- tiba saja kaki Mei Hong pun mendupak lutut pengawal Garuda Hitam ini.
"Duk-plak!"
Dua serangan berbareng itu mengenai sasarannya dan pengawal Garuda Hitam yang menjerit kesakitan ini terpelanting roboh. Golok yang ada di tangan mencelat, dan ketika dia bergulingan diatas tanah tiba-tiba Mei Hong sudah menyambar senjatanya.
"Bun Hwi, kita bunuh pengawal ini....!"
Mei Hong berteriak, dan gadis yang sudah melompat ke depan dengan mata berapi-api itu mendadak mengayunkan golok, Pengawal yang baru bangkit tahu-tahu sudah diserang, dan begitu pengawal itu berteriak kaget tiba- tiba saja golok di tangan Mei Hong menusuk dadanya.
"Cratt!"
Golok yang tidak sempat ditangkis itu menikam tubuh pengawal ini dan begitu golok bersarang di dadanya kontan saja pengawal itu berteriak mengerikan.
Dia terjungkal roboh dengan mata mendelik dan ketika dia mengelepar-gelepar seperti ayam disembelih tiba-tiba Mei Hong sudah menambahinya lagi dengan satu tusukan di leher.
"Crot....!"
Golok yang digerakkan dengan penuh kebencian di tangan Mei Hong inu menikam tembusleher lawan dan ketika Mei Hong menariknya kembali tiba-tiba mengoroklah pengawal Garuda Hitam itu.
Dia tidak bergerak-gerak lagi, dan ketika Mei Hong menendang tubuhnya tertelungkuplah pengawal ini dengan nyawa putus.
Dia binasa dalam sekejap, dan Mei Hong yang tampak puas itu bersinar-sinar matanya.
Tapi Bun Hwi tiba-tiba tersentak.
Dia melihat berkelebatnya beberapa buah bayangan mendatangi mereka.
Dan begitu dia terkesiap kaget tiba-tiba disendallah tangan temannya ini.
"Mei Hong, lari. Ada empat orang mendatangi kita...!"
Dan Bun Hwi yang sudah melompat tergesa- gesa meninggalkan tempat itu mengajak Mei Hong menyelinap di balik pohon-pohon besar.
Dengan amat terburu-buru dia mengajak gadis ini melarikan diri, tapi baru belasan langkah dia berjalan mendadak Hek-eng-pian muncul! "Bocah setan, ke mana kau mau melarikan diri?"
Bun Hwi terkejut.
Dia terbelalak ke arah pengawal bermuka pucat ini, tapi Mei Hong yang melihat munculnya laki-laki ini justeru meronta.
Gadis yang beringas matanya itu berteriak, dan sekali ia membentuk tiba-tiba diseranglah komandan pengawai Garuda Hitam itu dengan golok rampasannya.
"Hek-eng-pian, kau manusia iblis! Mampuslah...!"
Dan Mei Hong yang sudah menerjang laki-laki ini mengayunkan golok menikam perut.
Ia tampaknya sakit hati benar, dan Hek-eng-pian yang menikam perutnya itu diterjang dengan kemarahan meluap.
Tapi komandan pasukan Garuda Hitam ini mendengus.
Golok Mei Hong yang menusuk perutnya dikelit, lalu ketika golok itu lewat samping tubuhnya tiba-tiba dia menetak pergelangan tangan Mei Hong.
"Setan betina, robohlah...! "
Dan Hek-eng-pian yang sudah menghantam pergelangan Mei Hong ini membuat gadis itu menjerit.
Golok di tangan Mei Hong terlepas, dan ketika Hek- eng-pian mengerakkan kakinya tiba-tiba terpentallah golok yang masih di udara itu jauh di atas tanah.
Akibatnya, Mei Hong tidak bersenjata lagi dan sementara dia terbelalak tiba-tiba muncullah empat bayangan yang mengejar-ngejar mereka tadi.
Itulah anak buah si komandan bermuka pucat ini, dan begitu mereka tiba salah seorang di antaranya berteriak.
"It-busu, bocah-bocah ini membunuh Lu Houw...!"
Dan Hek-eng-pian yang mendengar seruan ini mendadak berkilat matanya. Dia menggereng seperti harimau marah, dan ketika empat orang anak buahnya itu sudah menerjang bocah-bocah ini diapun mencabut senjatanya.
"Kalian membunuh pengawa! Garuda Hitam, anak- anak setan?"
Hek-eng-pian membentak.
"Kalau begitu mampuslah, bayar jiwa seorang anak buahku dengan jiwa kalian berdua!"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan Hek-eng-pian yang sudah menerjang dengan trisulanya itu tampak menikam bertubi-tubi ke arah Bun Hwi dan Mei Hong.
Dia gusar mendengar anak-anak ini membunuh Lu Houw, pengawal yang semalam hampir saja menamatkan riwayat Mei Hong ini.
Dan bahwa dua remaja lolos dari kamar tahanan membuat pengawal bermuka pucat ini geram.
Dia memang bermaksud membunuh saja anak-anak berbahaya itu, tapi karena See Ma ciangbu mencegah mereka membuat dua orang bocah ini terpaksa ditangkap hidup-hidup.
Lain halnya dengan sekarang.
Di mana See Ma-ciangbu yang menjabat sebagai wakil Wong-taijin itu tidak ada di tempat.
Maka membunuh anak-anak ini adalah suatu kesempatan bagus baginya.Dan Hek-eng-pian yang memang bersungguh-sungguh untuk menamatkan jiwa Mei Hong dan Bun Hwi itu tampak bersikap ganas.
Bun Hwi yang kebal senjata selalu diincar sepasang matanya.
Sedang Mei Hong yang terborgol menjadi satu dengan anak laki-laki ini menjadi bagian empat orang pengawal Garuda Hitam.
Maka repotlah dua orang bocah remaja itu.
Keadaan mereka berbahaya, tapi tepat Bun Hwi dan Mei Hong kerepotan diserang gencar mendadak muncul seorang pengemis di tempat itu.
Orang tidak tahu kapan pengemis berpakaian kembang-kembang itu muncul.
Tapi begitu dia muncul terdengarlah suara ketawanya yang bernada mengejek.
"Wah, pengawal gagah-gagah mengapa mengeroyok dua orang bocah? Hei, tikus-tikus busuk. hayo kalian main-main saja denganku...!"
Dan pengemis yang nyelonong sambil terkekeh-kekeh di tengah pertempuran itu mendadak saja memutar-mutar tongkat butut yang ada di tangan ke arah golok dan trisula di tangan pengeroyok Bun Hwi.
Dia tampaknya enak-enak saja, main-main ambil ketawa ha-ha-he-he mengelebatkan tongkatnya.
Tapi begitu bambu panjang ini membentur senjata di tangan lima orang musuhnya mendadak saja terdengar suara "tak-tik-tok "
Yang nyaring dan...
semua senjata terpental! Hek-eng-pian mengeluarkan seruan kaget.
Komandan pengawal yang tidak tahu kapan masuknya pengemis jembel ini menjadi marah.
Dan ketika dia sudah menggerakkan senjatanya tiba-tiba trisula itu meluncur menyambar si pengemis jembel.
"Manusia rudin, pergi kau dari sini....!"
Hek-eng-pian membentak dan begitu trisulanya mengaung di tangan tiba-tiba saja senjata itu sudah menusuk dada si pengemis berkembang.
Tapi si jembel bertelanjang kaki ini terkekeh.
Dia tidak mengelak serangan itu.
Namun ketika senjata sudah hampir mengenai dadanya sekonyong- konyong dia mengembangkan lengan.
"Cep! "
Hek-en-pian terkejut ketika senjatanya tiba- tiba berhenti di tengah jalan dan ketika ia memandang ternyata trisula itu "mampet "
Di ketiak lawan! "Ahh...! "
Hek-eng-pian berteriak keran dan begitu dia menyentak tangannya untuk mencabut senjata ini tiba-tiba si pengemis jembel menampar kepalanya.
"Tikus busuk, jangan main-main dengan tombak panjang. Awas dengan kepalamu itu...!"
Dan si jembel yang sudah tertawa sambil menggerakkan tangannya ini tahu-tahu menggaplok mukanya.
"Plak!"
Hek-eng-pian menjerit kesakitan dan ketika dia terhuyung tiba-tiba kaki pengemis inipun menjegal lututnya.
"Dess...!"
Hek-eng-pian mengeluh pendek dan begitu dia terpelanting roboh melepas trisulanya si pengemis berkembang itupun sudah melompat ke anak buah pengawal ini untuk memberikan gebukan sambil terkekeh-kekeh.
"Tikus-tikus busuk, hayo kalian roboh tengkurap...!"
Dan pengemis jembel yang sudah membagi pukulan dan tendangan itu membuat empat pengawal yang menjadi bawahan Hek-eng-pian ini saling berteriak kaget.
Mereka hanya melihat bayangan kakek jembel berloncatan di depan mata, lalu ketika senjata mereka berkerontangan dipukul tongkat bambu si pengemis tua tiba-tiba saja tubuh mereka sudah roboh terpelanting didupak pantatnya.
"Des-des-blukk...!"
Empat orang pengawal itu menjerit keras dan begitu mereka roboh bersamaan tiba-tiba saja jari tangan kakek ini sudah menotok pundak mereka.
"Aduhh...!"
Empat orang ini memekik berbareng dan begitu mereka tertotok tiba-tiba saja mereka semua sudah roboh bergelimpangan dalam keadaan tengkurap! Hek-eng-pian terkejut dan mata yang terbelalak kaget dari komandan pasukan Garuda Hitam ini tampak terkesiap.
Dia tidak menyangka bahwa si pengemis jembel yang tidak dikenalnya itu demikian lihai, dan begitu dia melihat baju berkembang- kembang yang dikenakan pengemis ini mendadak saja Hek-eng-pian teringat akan seorang tokoh kai- pang (kaum gelandangan) yang hanya dikenal namanya saja.
Dialah Hwa-i-Lo-kai (Pengemis Bangkotan Berbaju Kembang) dan begitu komandan pasukan ini teringat akan tokoh pengemis itu tiba-tiba saja dia berteriak.
"Kakek bangkotan, kau Hwa-i Lo kai...?"
Kakek ini tertawa.
"Ha-ha, kau mengenal Hwa-i Lo- kai, tikus busuk? Kau sudah tahu namanya belum pernah ketemu orangnya?"
Hek-eng-pian menatap gusar. Dia tidak mendapat jawaban yang jelas dari kata-kata kakek ini, tapi si pengemis yang tiba-tiba terkekeh memandangnya itu mendadak melontarkan tombak rampasan.
"Tikus busuk, terimalah. aku tidak ingin meminjam senjatamu yang berbau jahat ini...!"
Dan trisula bercagak yang sekonyong-konyong dilempar ke arah pemiliknya ini mengeluarkan suara bercuit seperti anak panah dilepas dari busur.
Hek-eng-pian menangkap, tapi pengawal bermuka pucat yang tiba-tiba berseru kaget itu tampak melepas senjatanya dengan tangan berdarah.
Ternyata, telapak tangannya pecah ketika menerima lontaran dari si pengemis berkembang itu dan ketika dia memandang terkejut sang kakek bangkotanpun terkekeh-kekeh.
"Ha-ha, kau lecet menangkap senjatamu sendiri, muka pucat? Wah, kalau begitu jangan menjadi pengawal saja. Lebih baik ikut aku meminta-minta sedekah di sepanjang jalan!"
Dan si pengemis jembel yang sudah menoleh ke kiri itu tiba-tiba tertegun melihat Bun Hwi dan Mei Hong.
"Hei, kalian belum pergi, anak-anak? Celaka, apa gunanya aku menolong kalian? Hayo pergi kalau begitu... pergi cepat sebelum tikus pucat ini memanggil teman-temannya...! "
Dan kakek pengemis yang mendorongkan tongkatnya ke punggung Bun Hwi dan Mei Hong ini tiba-tiba menyentak perlahan.
Dia tambaknya tidak mengeluarkan tenaga, tapi Bun Hwi dan Mei Hong tiba-tiba kaget ketika tubuh mereka terlempar di udara dan...
melampaui tembok pagar! "Heii...!"
Bun Hwi dan Mei Hong berseru keras tapi begitu mereka jatuh dengan ringan di atas tanah tiba- tiba dua anak remaja ini menjadi girang.
Mereka sadar bahwa si kakek jembel menghendaki mereka agar cepat-cepat angkat kaki dari tempat itu, maka begitu mereka lolos tiba-tiba saja Bun Hwi berteriak.
"Kakek tua, terima kasih. Mudah-mudahan kita dapat bertemu lagi....! "
Dan Bun Hwi yang sudah menyeret Mei Hong itu mengajak temannya melarikan diri.
Dia maklum Hek-eng-pian pasti tidak akan membiarkan mereka, maka begitu jalan keluar ada di depan mata segeralah Bun Hwi ntengajak temannya ini meninggalkan lingkungan berbahaya itu.
Apalagi ketika didengarnya Hek-eng-pian membentak marah dan hendak mengejar namun dihalangi si pengemis sakti Bun Hwi buru-buru menyeret Mei Hong menuju ke selatan.
Dengan langkah tergesa-gesa pemuda ini menuju ke bukit kecil yang tampak di sebelah kanannya dan Mei Hong yang terengah-engah mengikutinya bertanya.
"Bun Hwi, kita hendak kemanakah?"
Bun Hwi menuding ke depan.
"Menuju bukit itu, Mei Hong. Memasuki hutan dan bersembunyi di sana!"
"Ah, tapi itu jauh sekali, Bun Hwi. Tidakkah kita bersembunyi di kelenteng tua itu saja?"
Mei Hong menunjuk ke kiri. Tapi Bun Hwi menggelengkan kepala.
"Jangan... jangan ke sana, Mei Hong. Itu terlalu dekat. Berbahaya...! "
Dan Bun Hwi yang sudah memaksa temannya ini berlari cepat tidak memperdulikan Mei Hong yang kelelahan.
Dengan muka pucat dan kaki gemetar Mei Hong mencoba mengikuti ajakan pemuda ini.
Namun setelah setengah jam mereka berlari tiba-tiba Mei Hong mengeluh.
"Bun Hwi, aku capai. Kakiku menggigil...!"
Bun Hwi membelalakkan mata.
"Kita hampir sampai, Mei Hong. Tidakkah kau dapat berjalan sedikit lagi? Ayo cobalah...! "
Dan Bun Hwi yang kembali sudah menyeret temannya ini mengajak Mei Hong memasuki hutan yang sudah tambak di depan mata. Namun Mei Hong tiba-tiba mengaduh dan gadis yang mengeluh pendek itu sekonyong-konyong terjungkal.
"Bun Hwi, aku tidak kuat. Napasku serasa putus...!"
Dan Mei Hong yang benar-benar roboh itu akhirnya membuat Bun Hwi terkejut. Dengan terpaksa dia berhenti dan Mei Hong yang pucat mukanya serta penuh keringat itu dipandang denga muka bingung.
"Mei Hong, ini... wah, bagaimana harus melanjutkan perjalanan? Hutan sudah di depan mata, Mei Hong. tinggal dua tiga li lagi...!"
"Ya, tapi aku tidak kuat, Bun Hwi.... kakiku gemetar, bagaimana harus lari? "
Mei Hong setengah menangis.
"Atau kau jalan dulu Bun Hwi tinggalkan aku di sini....!"
Dan Mei Hong yang lupa akan borgol di tangannya itu tiba-tiba membuat Bun Hwi tersenyum.
"Hm, bagaimana harus duluan, Mei Hong? Kita masih terikat seperti ini...!"
Bun Hwi tertawa.
"Tapi seandainya tak terikatpun tak mungkin aku bisa meninggalkanmu, Mei Hong. Karena apapun yang telah terjadi kita berdua telah menghadapinya hersama-sama!"
Mei Hong tersentak kaget. Gemerincing rantai borgol yang digerakkan Bun Hwi membuat ia sadar akan kenyatan itu, dan begitu ia memandang temannya gadis inipun tiba-tiba menajdi bingung.
"Kalau begitu... bagaimana, Bun Hwi...?"
Bun Hwi menyentuh pundaknya.
"Ada satu jalan, Mei Hong. Tapi kau setuju atau tidak itulah terserah kepadamu..."
"Hm, apa itu, Bun Hwi? "
Bun Hwi mengangkat tubuhnya.
"Kau kugendong, Mei Hong!"
Mei Hong terkejut. Ia terbelalak memandang Bun Hwi dengan pipi merah, tapi sebelum ia memberi jawaban tiba-tiba terdengar derap dua ekor kuda menuju ke hutan! "Ah, siapa mereka? "
Bun Hwi terkejut. Dan Mei Hong juga bangkit berdiri. Gadis yang tampak gemetar tubuhnya ini kelihatan lebih gelisah, dan Bun Hwi yang sudah menoleh kepadanya itu menuntut jawaban.
"Bagaimana, Mei Hong, kau setuju kugendong? "
Bun Hwi tampak khawatir.
"Kita harus segera bertindak, Mei Hong. Karena sedikit terlambat mungkin musuh yang mengejar kita!"
Mei Hong sekarang menekan debaran hatinya. Dengan gugup dan malu-malu dia memandang teman laki-lakinya itu, lalu menundukkan muka dan berbisik lirih diapun menjawab.
"Sesukamulah, Bun Hwi... asal kau tidak celaka oleh perbuatanku...."
Maka Bun Hwi yang mendengar jawaban inipun tiba- tiba berseru girang.
"Baik. Kalau begitu mari kita pergi, Mei Hong. Maaf bahwa aku terpaksa menggendongmu...!"
Dan Bun yang sudah menyambar tubuh gadis ini lalu meletakkannya di atas pundak membuat Mei Hong memejamkan mata nya.
Seperti anak rusa diburu Singa Bun Hwi berlari cepat menuju hutan yang tinggal beberapa saat itu, dan ketika dengan napas memburu dia berhasil memasuki hutan ini Bun Hwi pun segera mencari tempat persembunyian.
Semak-semak belukar yang banyak di mulut hutan itu langsung menjadi incarannya.
Dan persis dia menggulingkan diri bersama Mei Hong tiba- tiba dua ekor kuda yang menyusul di belakang sekonyong-konyong muncul! "Astaga, kita hampir terlambat, Mei Hong..!"
Bun Hwi menyeka keringatnya.
"Lihat tuh, mereka sudah datang!"
Dan Bun Hwi yang sudah memandang dua ekor kuda yang meringkik di dalam hutan ini membelalakkan mata lebar-lebar.
Dia cemas dan gelisah kalau yang datang itu adalah pasukan Garuda Hitam.
Tapi ketika dia memandang ke depan tiba-tiba Bun Hwi berseru kaget.
"Hei...!"
Tapi sekonyong-konyong pemuda ini menutup mulutnya. Mei Hong yang melihat jadi terkejut.
"Kau mengenalnya, Bun Hwi?"
Bun Hwi terbelalak.
"Ya.., ya... mereka itu..."
Bun Hwi menghentikan kalimatnya.
Dia seakan terkancing kerongkongannya untuk meneruskan kata-kata itu, sementara Mei Hong yang melihat Bun Hwi gugup tiba-tiba menjadi cemburu! Ternyata, yang datang menunggang kuda ini adalah dua orang wanita.
Yang pertama adalah wanita setengah baya dengan wajah yang masih halus dan cantik sedangkan yang ke dua adalah seorang gadis remaja seusia Mei Hong.
Sekitar duabelas atau tigabelas tahun! Dan Mei Hong yang melihat Bun Hwi selalu menatap sang dara remaja tiba-tiba panas hatinya.
Dengan muka merah dia melihat Bun Hwi terpaku pandangannya pada gadis remaja itu dan Mei Hong yang panas hatinya ini tiba-tiba mencubit keras.
"Bun Hwi, kau ada apakah melotot pada gadis canlik itu? Pacarmukah dia?"
Bun Hwi terkejut. Dia hampir menjerit oleh cubitan Mei Hong yang amat keras ini. Tapi teringat akan kehadiran dua orang wanita di depan membuat Bun Hwi mendesis kesakitan.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mei Hong, apa-apaan kau ini? Siapa yang yang kaumaksudkan pacarku itu?"
Mei Hong memandang marah.
"Siapa lagi kalau bukan yang muda itu, Bun Hwi? Atau kau sinting memilih yang tua?"
Bun Hwi tertegun.
"Mei Hong, kau ini bicara yang tidak-tidak. Kenapa kau marah-marah begini? Mereka itu Thian-san Giok-li dan muridnya. Dahulu menolongku dari kekejaman Bhong-loya...!"
Dan Bun Hwi yang menahan mulutnya untuk memberikan isyarat pada Mei Hong agar tidak mengeluarkan suara itu tiba-tiba menundukkan kepalanya.
Dia melihat Thian-san Giok-li yang memasuki hutan ini mengendalikan kudanya yang meringkik panjang, dan wanita cantik yang rambutnya dihias batu kemala itu tiba-tiba berteriak.
"Kiok Lan, berhenti dulu. Kuda ini rupanya mencium sesuatu...! "
Dan Thian-san Giok-li yang sudah melompat turun itu memandang sekeliling dengan mata bersinar-sinar.
Ia tampaknya curiga, sementara Bun Hwi yang melihat wanita sakti itu melompat turun dari atas kudanya jadi berdegupan tidak enak.
Sedangkan Mei Hong, yang cemberut oleh keterangan Bun Hwi tadi memandang tajam ke arah si dara remaja.
Ia baru tahu bahwa gadis cantik itu bernama Kiok Lan, seperti yang baru saja didengarnya ketika Thian-san Giok-li memanggil muridnya.
Dan bahwa dua orang guru dan murid itu tiba-tiba berada di hutan ini membuat Mei Hong mengerutkan alis.
Entah mengapa, ia tidak senang melihat munculnya dua orang wanita itu, terutama Kiok Lan.
Dan bahwa dia lebih baik kedatangan pasukan Garuda Hitam daripada dua orang guru dan murid itu membuat gadis ini mengepalkan tinju.
Tapi sementara Mei Hong mengamat-amati gadis sebayanya itu mendadak Bun Hwi menekan kepalanya.
"Mei Hong, tundukkan kepalamu itu. Wanita sakti itu teriampau tajam pandangnnya....!"
Dan Bun Hwi yang sudah menundukkan kepala sambil menekan kepala Mei Hong ini tiba-tiba menyenggol lengan temannya agar waspada.
Mereka melihat wanita sakti menujukan pandangannya pada tempat persembunyian ini, dan Mei Hong yang melihat Bun Hwi takut-takut tiba-tiba menggerutu.
"Bun Hwi, kau ini kenapakah? Bukankah mereka kaubilang sahabatmu?"
Bun Hwi mengangguk.
"Ya, tapi aku belum mempercayai iktikad baik Thian-san Giok-li itu, Mei Hong. Karena wanita sakti itu tampaknya menyembunyikan sesuatu kepadaku!"
"Hm, kau menyimpan rahasia. Bun Hwi?"
"Rahasia apa?"
Bun Hwi balas bertanya.
"Rahasia yang membuat wanita sakti itu menyembunyikan sesuatu terhadapmu!"
"Ah. entahlah...!"
Bun Hwi mengangkat pundaknya.
"Tapi kukira aku tidak memiliki rahasia apa-apa, Mei Hong!"
"Hm..."
Dan Mei Hong yang mengeluarkan suara di hidung itu mencibirkan mulut kepada Bun Hwi.
Dia sendiri merasa temannya ini menyembunyikan sesuatu rahasia tapi karena Bun Hwi menyangka anggapannya iapun tidak bertanya lagi.
Thian-san Giok-li yang sudah mengalihkan pandangannya dari tempat persebunyian Bun Hwi ini karena tidak melihat gerakan mencurigakan menebarkan pandangannya pada semak-semak belukar yang lain.
Wanita sakti itu tampak mengerutkan alis, sementara muridnya yang cantik yang benar Kiok Lan adanya sudah melompat turun pula dari atas kudanya.
Gadis ini tampak kurus dan mukanya yang pucat dengan mata membendul bekas banyak menangis itu kelihatan tidak begitu gembira.
Hal ini diam-diam mengherankan Bun Hwi.
Karena murid Thian-san Giok-li yang biasanya lincah jenaka itu tidak seperti ini sikapnya.
Kiok Lan biasanya lincah dan kadang-kadang juga nakal.
Jadi apa yang menyebabkan gadis remaja itu muram? Dan sementara Bun Hwi memandang murid Thian- san Giok-li ini dengan pandangan aneh tiba-tiba terdengarlah gadis itu bertanya pada gurunya.
"Subo, apakah ada sesuatu yang mencurigakan di sini? Hutan ini tampaknya sunyi, subo, tidak ada apa- apa di dalamnya...!"
"Hm, jangan mengira begitu, Kiok Kan. Hutan yang sunyi belum tentu tanpa penghuni!"
"Jadi apakah subo melihat sesuatu?"
"Belum. Tapi kudaku meringkik memberi tanda!"
"Ah, barangkali binatang buas, subo. Bukan manusia....!"
"Ya, barangkali juga. Tapi bagaimanapun juga kita harus waspada. Kiok Lan. Karena menganggap enteng sesuatu yang belum kita ketahui adalah satu kebodohan besar!"
"Kalau begitu apa kita berhenti dulu disini, subo?"
"Kalau terpaksa..."
Thian-san Giok-li menjawab.
"Tapi setelah itu kita harus melanjutkan lagi, Kiok Lan. Dan bocah she Bun itu harus kita cari...
"
Dan Thian-san Giok-li yang sudah mengikat kudanya itu tiba-tiba melayang naik ke atas pohon. Ia memandang seluruh penjuru hutan ini dengan pandangan jauh ke depan. Lalu merasa tempat itu betul-betul aman iapun turun lagi.
"Hm, tidak ada aneh, Kiok Lan. Tapi kenapa kuda itu meringkik panjang?"
Thiaan-san Giok-li mengomel.
"Barangkali dia letih, subo. Maklum, tiga hari penuh kita memakainya!"
"Ya, barangkali saja. Dan ini semua gara-gara bocah she Bun itu....!"
Thian-san Giok-li kembali menggerutu dan Bun Hwi yang mendengar dua kali berturut-turut wanita sakti itu menyebut nyebut "she Bun "
Tiba-tiba saja berdetak hatinya.
Dia menjadi kaget mendengar wanita sakti ini menyebut-nyebut bocah she Bun.
Karena sekali dengar saja dia cukup maklum siapa yang dimaksudkan Thian-san Giok-li itu.
Tentu dirinya! Dan Mei Hong, yang mendengar percakapan guru dan murid itu tiba-tiba menyenggol mulutnya dengan senyum mengejek.
"Bun Hwi dengar tuh. Thian-san Giok-li mencari-cari bocah she Bun. Kalau bukan dirimu siapa lagi? Apa yang pernah kaulakukan terhadap wanita sakti itu?"
Bun Hwi mengerutkan keningnya.
"Aku tidak melakukan apa-apa, Mei Hong. Justeru wanita itu yang hendak memaksaku pergi ke Nan-chang."
"Hm, ke Nan-chang? Untuk apa, Bun Hwi...?"
"Tidak tahulah. Barangkali saja sekedar dolan....!"
Bun Hwi berbohong. Tapi Mei Hong yang tajam perasaannya itu mencubit pinggangnya.
"Kau bohong, Bun Hwi... kau berdusta!"
Dan Mei Hong yang tampak mendongkol ini memperkeras cubitannya dengan gemas sehingga Bun Hwi hampir saja berteriak kesakitan.
"Mei Hong, aduh... lepaskan cubitanmu itu!"
Bun Hwi mendesis.
"Sakit sekaii...! "dan Mei Hong yang melepaskan cubitan dengan bibir cemberut itu membuang muka jengkel.
"Bun Hwi, kau benar-benar sahabat tidak jujur! Kenapa masih harus menyimpan rahasia kepadaku? "
Bun Hwi memandang gugup.
"Aku sungguh tidak tahu akan maksud wanita sakti itu, Mei Hong..."
"Hm, dan juga tidak tahu tentang kekebalan yang kau peroleh?"
Bun Hwi tertegun.
"Ini... ini... ah, sudahlah Mei Hong, nanti saja kita bicara...!"
Dan Bun Hwi yang tampak gelisah itu tiba-tiba memandang Thian-san Giok-li dan muridnya.
Dia memang tidak enak dengan teguran temannya ini, karena betapapun juga Mei Hong adalah sahabat baik.
Jadi kenapa dia harus menyembunyikan segalanya terhadap gadis itu? Bukankah Mei Hong adalah gadis yang polos dan dapat dipercaya? Tapi sebelum mereka bertengkar lagi Bun Hwi tiba-tiba mendengar pertanyaan Thian- san Giok-li yang ditujukan kepada muridnya.
"Kiok Lan, benarkah kau tidak dapat melupakan bocah she Bun itu? Apakah yakin dirimu Bun Hwi yang tewas di dasar jurang?"
Kiok Lan mengangguk.
"Ya, kami berdua terjerumus di jurang yang amat dalam itu, subo. Dan teecu yakin Bun Hwi tidak dapat menyelamatkan diri..."
"Hm, kalau begitu bagaimana dengan kabar yang kita terima, ini, Kiok Lan? Menipukah si gundul bangkotan itu?"
Kiok Lan berlinang air matanya.
"Teecu tidak tahu, subo. Tapi bagaimanapun, juga teecu merasa berdosa kepada Bun Hwi! Gara-gara teeculah semuanya ini terjadi, dan kalau teecu tidak membunuh Pek-bong Lo-mo teecu bersumpah tidak akan tinggal diam sebelum mencabut nyawanya...!"
"Hm, tapi kau harus berlatih keras, Kiok Lan. Kau tidak dapat mengalahkan iblis botak itu kalau kau tetap begini."
"Ah, teecu akan tekun berlatih, subo. Teecu akan giat memperdalam kepandaian sampai teecu dapat mengalahkan iblis botak itu!"
"Baik, tapi bagaimana dengan kelemahan fisikmu ini, Kiok Lan? Bagaimana kau dapat belajar mati-matian kalau setiap hari tubuhmu kian bertambah susut saja?"
Kiok Lan terisak.
"Teecu teringat pada kematian Bun Hwi itu, subo. Teecu teringat pada kematiannya yang amat mengenaskan..."
"Hm, tapi si gundul bangkotan itu telah memberitahukan kepada kita bahwa Bun Hwi masih hidup, Kiok Lan. Kenapa kau harus selalu berduka? Bukankah pemuda itu masih hidup?"
"Benar. Tapi itu kata orang, subo... kata orang yang mungkin saja hendak menghiburku. Siapa tahu kakek itu berbohong?"
Thian-san Giok-li tiba-tiba merasa marah.
"Kiok Lan, kaukira hwesio bangkotan itu menipu kita? Kau kira keledai gundul itu berani mempermainkan Thian-san Giok-li dengan melempar keterangan kosong?"
Wanita sakti ini membentak.
"Terlalu kau! Siauw-bin Lo-kai tidak mungkin berani main-main kalau dia tahu kemarahanku!"
"Tapi nyatanya kita masih belum bertemu Bun Hwi, subo... masih berputar-putar tak menentu mengikuti keterangannya!"
Kiok Lan menangkis.
Dan Thian-san Giok-li yang mendengar debatnya tiba-tiba tertegun.
Ya, ucapan muridnya itu memang benar.
Tiga hari yang Siauw-bin Lo-koai bertemu mereka.
Tapi keterangan si hwesio gundul yang menyatakan Bun Hwi masih hidup itu memang belum mereka buktikan.
Bahkan berputar-putar mengikuti "petunjuk "
Si kakek gundul itupun belum sekali juga mereka mendapatkan jejak Bun Hwi.
Bahkan ada kesan si gundul bangkotan mempermainkan mereka! Ah...
Thian-san Giok-li mulai ragu-ragu dan bercuriga Siauw-bin Lo-koai benar-benar mempermainkannya tiba-tiba wanita ini mengepal tinju.
Ia jadi teringat pertemuannya dengan si hwesio gundul itu, pertemuan tidak sengaja yang terjadi secara kebetulan.
Dan di dalam pertemuan inilah Siauw-bin Lo-koai memberitahukan kepada mereka tentang Bun Hwi.
Betapa pemuda itu masih hidup dan kini "keluyuran"
Di berbagai tempat.
Mula-mula hwesio itu memberitahukan arah dusun Kwa-chungcu.
Tapi ketika dicari dan tidak bertemu lalu diberitahu agar menuju ke Lauw-yang.
Tapi ketika dicari dan tidak ketemu lagi dan Thian-san Giok-li menunggu-nunggu hwesio itu untuk menegur tiba- tiba saja Siauw-bin Lo-koai tidak menampakkan batang hidungnya lagi.
Hwesio itu tiba-tiba menghilang, dan Thian-san Giok-li yang was-was ini tentu saja mulai marah! Tapi di samping marah wanita itu juga mulai bingung.
Karena di dalam perjalanam ini ia mendengar cerita yang aneh-aneh tentang bocah she Bun itu.
Betapa Bun Hwi dianggap mahluk siluman oleh penduduk Cun-leng dan betapa bocah itu kebal terhadap bacokan semjata tajam! Hal ini membingungkan wanita sakti itu karena seingatnya, bukankah Bun Hwi merupakan bocah biasa saja dan tidak pandai silat.
Lalu bagaimana tiba- tiba muncul Bun Hwi yang kebal senjata tajam? Apakah Bun Hwi yang di maksudkan Siauw-bin Lo- koai ini lain denga Bun Hwi yang dicari? Ataukah Bun Hwi yan diceritakan itu jelmaan dan "roh "
Bun Hwi yan tewas? "Ah...."
Thian-san Giok-li jadi bergidik.
Dan ketika ia mencari-cari di kota Lauw yang tiba-tiba saja terjadi kegemparan besar di kota ini.
Terdapat berita bahwa Wong-taijin, walikota yang menjadi kepala daerah Lauw-yang itu mati dibunuh orang.
Dan pembunuhnya adalah Bun Hwi! Siapa tidak kaget? Maka Thian-san Giok-li lalu buru-buru menyelinap ke gedung pembesar negara ini.
Tetapi karena saat itu Bun Hwi sedang mendekam di penjara bawah tanah iapun tidak berhasil.
Thian-san Giok-li gagal lagi, dan sementara ia uring- uringan tiba-tiba bayangan si hwesio gundul muncul! Itulah Siauw-bin Lo-koai! Tapi si kakek yang ketawa ha- ha-he-he itu tidak memberikan banyak komentar.
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia hanya bilang Bun Hwi sebentar lagi akan ketemu, dan Siauw-bin Lo-koai yang dikejar wanita sakti ini akhirnya melarikan diri ke selatan.
Thian-san Giok-li buntuti, dan karena Kiok Lan tidak dapat ditinggal ia lalu membawa kuda, bersama murid-nya mencari jejak Bun Hwi sekaligus mencari kakek gundul itu untuk dimaki-maki! Maka di hutan itulah dia sekarang berada! Sementara Kiok Lan, yang melihat subonya termenung bingung tiba-tiba menarik napas panjang dengan suara berat.
"Subo. mungkinkah Bun Hwi masih hidup?"
Gadis itu terisak lirih.
"Hm, mungkin saja, Kiok Lan. Tapi mungkin juga tidak. Aku sendiri jadi bingung kabar bocah she Bun itu! Bagaimana dia membuat geger dalam sepak terjangnya? Bagaimana dia bisa menjelma seperti siluman begitu?"
"Ya, dan ini rasanya aneh sekali. Terlampau aneh untuk mendengarkan Bun Hwi tahan bacokan senjata tajam! padahal...."
"Padahal di tempat Bhong-loya dia hampir mampus, bukan?"
Thian-san Ciok-li menukas "Dan aku jadi tidak mengerti tentang semua ini, Kiok Lan. Aku jadi heran bahwa bocah itu tidak mampu dilukai senjata tajam. Apakah yang dimaksudkan tua bangka itu bukan Bun Hwi yang kita cari-cari? Ataukah dia itu..."
"Jelmaan roh-nya, subo?"
Kiok Lan nyambung ngeri.
"Mm, tak tahulah. Tapi aku tidak percaya dengan roh yang bangkit dari kubur, Kiok Lan. Aku lebih condong untuk menduga bahwa Bun Hwi yang dimaksudkan Siauw-bin Lo-koai itu mungkin kebetulan sama nama atau memang Bun Hwi yang asli dengan perobahan- perobahannya. Anak itu memang menyimpan banyak rahasia kalau suatu ketika dia muncul dengan segala keanehannya aku tidak akan merasa heran lagi. Dia memang bocah ajaib, pantas menjadi anak sri baginda meskipun hanya dari selir!"
Thian-san Giok-li berhenti bicara. Dan Mei Hong yang mendengar kata-kata wanita itu terlalak lebar memandang Bun Hwi.
"Bun Hwi, kau putra sri baginda kaisar...?"
Gadis ini berbisik kaget. Tapi Bun Hwi tersenyum pahit.
"Jangan percaya ocehan itu, Mei Hong. Kau tahu aku tak tahu siapa ayah ibuku!"
"Ah, tapi Thian-san Giok-li berkata seperti itu, Bun Hwi. Masa kau hendak menyangkal didepanku?"
"Hm, itu menurut ceritanya, Mei Hong apa kau tidak tahu apakuh Bun Hwi yang dimaksudkan wanita itu adalah aku!"
"Ya. Tapi kaupun juga tidak tahu apakah yang dimaksudkan wanita itu bukan kau, Bun Hwi.
"
Mei Hong membentak.
"Karena Bun Hwi yang di sini maupun Bun Hwi yang lain bagiku duanya sama saja!"
"Eh, kenapa begitu, Mei Hong?"
Bun Hwi merasa aneh.
"Karena kedua-duanya sama-sama menganjang rahasia!"
Dan Bun Hwi yang mendengar gadis ini menyelesaikan kata-katanya tiba-tiba saja tertawa asam. Dia melihat sikap yang penuh kegemasan dari nada suara Mei Hong itu, dan bahwa gadis ini tampaknya mendongkol kepadanya membuat dia tersenyum pahit.
"Mei Hong, kenapa kau harus tidak percaya kepadaku? Bukankah aku tidak pernah membohongimu?"
Mei Hong mencibir.
"Hm, kau memang tidak pernah membohongiku, Bun Hwi. Tapi menutup suatu rahasia kepada sahabat sendiri bukanlah sikap yang terbuka! Berani kau menyangkal pernyataanku ini? Bun Hwi terdiam. Dia menarik napas panjang mendengar tuduhan temannya ini dan Mei Hong yang bersungut-sungut dipandang menyesal.
"Maaf, aku memang tidak banyak tahu tentang diriku ini, Mei Hong. Tapi kalau kau percarcaya biarlah kelak kita buktikan sendiri...."
Dan Bun Hwi yang sudah memandang ke depan itu tiba-tiba melihat Thian-san Giok-li menggapai muridnya.
"Kiok Lan, kau ingat kedatangan kita di dusun Cun- leng?"
Gadis itu menghampiri.
"Ya. teecu ingat subo. Ada apakah?"
"Hm, kau tidak ingat kejadian yang baru saja menggemparkan di dusun itu, Kiok Lan?"
"Ah, maksud subo sepak terjang Bun Hwi?"
"Bukan, bukan itu...."
Thian-san Giok-li menggeleng.
"Tapi mengenai penemuan nelayan she Hok itu."
"Oh, berita Naga Lilin, subo?"
"Ya, berita ikan keramat itu! Apakah kau tahu apa yang terjadi dengan kaum nelayan itu?"
Kiok Lan menghela napas panjang.
"Ya. Empat orang dikabarkan tewas, subo. Dan dusun Cun-leng berkabung untuk musibah ini...."
"Benar. Tapi kau tahu apa yang menyebabkan semuanya itu?"
Kiok Lan menggeleng.
"Tidak, subo. Tapi menurut berita hal itu disebabkan kutukan Dewa Sungai yang dipercaya mereka,"
"Hm, dan kau percaya tentang ini, Kiok Lan?"
Gadis itu mengangkat mukanya.
"Sukar untuk menjawab pertanyaan ini, subo. Namun bukankah kutukan itu bisa saja terjadi dari arwah arwah yang penasaran?"
Thian-san Giok-li tiba-tiba tertawa.
"Bodoh kau, Kiok Lan. Arwah yang sudah mati tidak mungkin bisa memberi kutukan pada manusia. Yang jelas ikan itulah yang membawa malapetaka pada orang-orang tolol itu!"
"Maksud subo?"
Gadis ini terbelalak.
"Naga Lilin telah membunuh mereka!"
"Ah, ikan itu membunuh para nelayan, subo? Naga Lilin gentayangan seperti cerita Hong Wi Thai-houw (Ratu Heng Wi)....?"
"Hm, itu dongeng rakyat, Kiok Lan. Jangan samakan peristiwa ini dengan cerita kosong itu!"
"Jadi bagaimana kalau begitu, subo? Bukankah subo bilang ikan itu membunuh kaum nelayan?"
"Ya. Tapi ini bukan seperti cerita Hong Wi Thai-houw itu, Kiok Lan. Karena kalau Ratu Hong Wi dikisahkan membalas dendam dengan menjelma sebagai ikan adalah Naga Lilin ini benar-benar ikan asli bukan jelmaan siapa-pun!"
"Ah. kalau begitu bagaimana, subo? Bagaimana Naga Lilin bisa membunuh para nelayan?"
"Karena ikan itu beracun. Kiok Lan. Karena ikan itu milik kaisar yang hilang dicuri orang!"
"Aah...!"
Kiok Lan membelalakkan mata terkejut sekali.
"Milik kaisar, subo? Naga Lilin milik kaisar yang hilang dicuri orang...."
Thian-san Giok-li mengangguk.
"Ya, ikan itu milik kaisar, Kiok Lan. Dan ikan yang amat beracun dicuri seseorang pada lima belas tahun yang lalu!"
"Ooh....!"
Kiok Lan kembali berseru kaget dan mendengar Naga Lilin dicuri orang pada limabelas tahun yang lalu ia jadi terheran-heran.
"Limabelas tahun yang lalu, subo? "gadis ini terbelalak.
"Wah, lama amat...!"
Dan Thian-san Giok li menarik napas pendek.
"Ya, memang sudah lama, Kiok Lan. Tapi justeru lamanya inilah yang membuat semuanya jadi ruwet. Pencuri itu tidak diketahui siapa, tapi ada suara- suara yang menuduh kerabat kaisarlah yang mencuri ikan itu. Dan karena hal ini tidak terlalu aneh maka aku sendiri condong pada dugaan itu."
"Kalau begitu subo tahu siapa pencurinya?' Thian-san Giok-li menggeleng.
"Tidak. Tapi kalau Bun Hwi dapat dibawa ke Gubernur Kam barangkali semuanya dapat terbuka."
"Ah, Bun Hwi. subo? Bun Hwi ada hubungannya dengan ikan yang hilang itu?"
Kiok Lan berseru kaget.
"Ya, tapi itu haru dugaan belaka. Kiok Lan. Karena hanya Gubernur Kam-lah yang tahu banyak tentang peristiwa ini...!"
Dan Thian-san Giok-li yang lagi-lagi menarik napas itu memandang muridnya yang tertegun bengong.
"Kau terkejut, Kiok Lan?"
Gadis ini tergagap.
"Ya...ya...teecu memang tcrhcran- heran, subo. Bagaimana Bun Hwi hubungannya dengan pencurian ikan itu?"
Tapi wanita sakti ini melempar pandangan kosong jauh ke depan "Aku sendiri tidak tahu, Kiok Lan.
Dan kalau dulu bocah she Bun itu sudah berhasil kita bawa ke tempat Kam-taijin tentu semuanya dapat diketahui.
Tapi anak itu memang celaka benar.
Keras kepalanya yang amat bandel membuat aku harus mati-matian mencarinya kembali.
Keparat!"
Thian-san Giok-li mengepal tinju dan matanya yang bersinar marah menunjukkan wanita ini merasa gemas. Namun Kiok Lan melangkah maju.
"Subo, harap jangan memaki Bun Hwi, Bukankah subo sendiri yang salah tidak memberitahukan segalanya pada anak itu?"
Wanita ini membelalakkan mata.
"Kau membela anak setan itu, Kiok Lan? Kau menyalahkan gurumu sendiri?"
Kiok Lan tersipu-sipu.
"Maaf, bukan begitu maksudku, subo. Tapi bukankah subo memang tidak menceritakan rahasia ini kepadanya?"
Thian san Giok-li mendengus "Hm, memang tidak perlu menceritakan segalanya pada anak itu, Kiok Lan.
Dan karena sekarang masalah Naga Lilin muncul kembali aku harus cepat-cepat mengangkap bocah itu.
Atau kalau tidak, besok kita kembali ke dusun Cun- leng!"
"Ah, untuk apa subo?"
"Mencari Naga Lilin itu!"
"Mencari Naga Lilin?"
"Ya!"
Dan Kiok Lan yang mendapat jawaban tegas dari gurunya ini tiba-tiba saja terhenyak. Dia merasa aneh dengan ucapan subonya itu, tapi hatinya yang tidak tahan bertanya tiba-tiba sudah berseru.
"Subo, untuk apakah kita mencari ikan itu? Bukankah subo masih harus mencari Bun Hwi?"
Tapi kali ini wanita itu menggelengkan kepalanya.
"Bagi orang kang-ouw mencari ikan itu lebih penting daripada mencari yang lain, Kiok Lan. Dan karena ikan ini sudah ditemukan orang kita harus cepat- cepat mendahului nya. Kalau tidak, sekali orang lain mendapatkannya maka hilanglah peluang yang amat berharga ini!"
"Maksud subo?"
"Kita harus cepat-cepat menangkap ikan itu. Membawanya ke tempat yang aman dan mendapatkan harta yang tersembunyi di perut ikan itu!"
"Ah Naga Lilin menyimpan harta karun subo?"
Kiok Lan bertanya kaget. Tapi Thian-san Giok-li kembali menggelengkan kepalanya.
"Bukan... bukan harta karun Kiok Lan. Tetapi harta tak terkirakan bagi orang-orang yang gemar silat!"
Dan Thian-san Giok-li yang tiba-tiba sudah tertawa aneh itu memandang muridnya dengan mata bersinar-sinar.
"Kiok Lan, tidak tahukah kau bahwa ikan yang dicuri dari kolam kaisar ini membawa sesuatu yang disembunyikan pencurinya? Tidakkah kau ingin bertanya mengapa ikan itu dicuri?"
Kiok Lan sekarang sadar.
"Ah, benar subo...! Kenapa aku tidak menanyakan pertanyaan ini? Kalau begitu, apa sebenarnya yang dikehendaki pencuri itu dengan mengambil milik kaisar?"
Thian-san Giok-li tertawa sinis.
"Karena ada sebab- sebabnya, Kiok Lan. Dan sebab itu justeru terletak di dalam perut ikan ini!"
Wanita itu berhenti bicara. Dan Kiok Lan yang mulai tertarik hatinya ini memandang subonya dengan mata bersinar-sinar.
"Subo, sesungguhnya apakah yang berada di perut Naga Lilin itu? Mengapa harus ikan beracun ini yang dijadikan sasaran?"
"Karena memang ikan itu yang merupakan sasaran paling tepat untuk menyembunyikan benda berharga itu, Kiok Lan. Karena ikan itu yang paling ampuh untuk menyembunyikan Cupu Naga!"
"Cupu Naga...?"
Kiok Lan terkejut.
"Ya. Cupu Naga, Kiok Lan... sebuah cupu yang mengandung inti sari seluruh ilmu silat di dunia ini!"
Dan Kiok Lan yang mengeluarkan seruan kaget itu dipandang gurunya dengan mata bersinar-sinar.
"Nah, bagaimana pendapatmu, Kiok Lan? Tidakkah mencari benda berharga itu jauh lebih penting daripada mencari lain-lainnya?"
Kiok Lan tertegun. Dia tampaknya terpengaruh oleh cerita gurunya ini. Tapi setelah beberapa saat beradu pandang tiba-tiba gadis itu menggeleng kepalanya dengan muka sedih.
"Maaf, tapi bagaimana dengan Bun Hwi subo?"
Thian-san Giok-li terbelalak.
"Astaga, bagaimana otakmu melulu dipenuhi bayangan anak setan itu, Kiok Lan? Anikah kau tidak menganggap penting untuk mendahului mencari cupu ini?"
Kiok Lan merah mukanya. Ia menunduk gugup, dan ketika gurunya menyentuh lengannya tiba-tiba gadis ini terisak.
"Tapi teecu ingin mencari Bun Hwi dahulu, subo... bukankah suhu berjanji untuk melaksanakan niat teecu ini?"
Sengketa Cupu Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar. Tapi kita bisa melakukannya sambil berjalan, Kiok Lan. Dan kalau pemuda itu belum kita temukan sebaiknya urusan Naga Lilin diutamakan!"
"Ah...."
Kiok Lan tampak kecewa, dan Thian-san Giok- li yang mengerutkan alisnya itu tiba-tiba menegur.
"Kiok Lan. kenapa kau menjadi cengeng begini? Kenapa kau selalu memikirkan bocah she Bun itu?"
Kiok Lan semakin menundukkan kcpala merasa malu dan bingung mendengar pertanyaan gurunya itu, dan ketika ia belum menjawab tiba-tiba Thian-san Giok-li mencengkeram pundaknya.
"Kiok Lan, kau jatuh cinta kepada pangeran konyol itu?"
Kiok Lan terkejut setengah mati. Ia berseru lirih mendengar kata-kata gurunya ini dan begitu ia mengangkat muka tampaklah bibirnya yang pucat gemetar.
"Subo, apa yang kaukatakan itu?"
Thian-san Giok-li tertawa getir "Aku bertanya apakah kau jatuh cinta pada anak setan itu Kiok Lan. Apakah kau tidak bisa melupakannya kalau tidak bertemu dengannya!"
Kiok Lan terpana. Gadis remaja ini menggigil tapi begitu subonya tersenyum pahit tiba-tiba gadis ini mengeluh. Dengan kaki gemetar ia menubruk gurunya, dan Kiok Lan yang tampak terpukul ini menangis sesenggukan.
"Subo, kenapa kau menghinaku seperti itu? Kenapa kau mengejekku seperti itu...?"
Thian-san Giok-li mengerutkan dahinya "Aku tidak mengejekmu, Kiok Lan. Aku tidak menghinamu. Siapa bilang begitu?"
"Tapi kau membuat aku malu, subo... kau membuat aku terpukul...!"
"Hm, kenapa mesti malu, Kiok Lan... kenapa kau harus merasa terpukul? Bukankah cinta adalah soal yang biasa bagi kaum remaja? Jangankan kalian yang masih muda belia, orang tuapun bisa saja jatuh cinta terhadap lawan jenisnya!"
Dan Thian-san Giok-li yang tertawa kecut ini mengelus-elus rambut muridnya.
Betapapun, Kiok Lan adalah murid satu-satunya baginya.
Bahkan tidak hanya merupakan murid, tapi juga seperti anak sendiri baginya.
Melebihi puteri kandung bagi seorang ibu Karena Thian-san Giok-li yang berhari-hari melihat muridnya itu menangis tidak tampak gembira bagaimanapun juga membuat dia ikut prihatin.
Sudah hampir sebulan ini Kiok Lan dilihatnya muram.
Dan kalau ditanya selalu menjawab merasa "berdosa "
Kepada Bun Hwi.
Tidak dapat melupakan pemuda itu karena dirasa menjadi pangkal celaka bagi pemuda itu.
Tetapi begitukah seharusnya orang yang merasa menyesal? Tidakkah sikap Kiok Lan ini dapat dianggap berlebih-lebihan? Maka wanita sakti yang sudah cukup pengalaman ini maklum apa yang sesungguhnya menggeragoti hati muridnya itu.
Tentu cinta asmara yang mulai tumbuh di hati setiap remaja.
Hal yang lumrah dan biasa.
Tapi kalau murid sampai kurus gara-gara memikirkan bocah she Bun itu inilah hal yang menjengkelkan hati.
Maka Thian-san Giok-lipun menjadi gemas.
Ia jengkel dan marah kepada Bun Hwi yang membuat murid perempuannya itu berduka, sementara Bun Hwi dan Mei Hong yang mendengar percakapan guru dan murid di tempat persembunyiannya itu terbelalak.
Bun Hwi kaget dan jengah mendengar pertanyaan ini sedangkan Mei Hong kaget dan marah mendengar Kiok Lan "jatuh cinta"
Terhadap Bun Hwi. Dan begitu gadis ini cemberut mulutnya tiba-tiba saja rantai borgol yang mengikat keduanya secara tidak sengaja berdencing nyaring.
"Cring....!"
Bun Hwi dan Mei Hong sama terkejut. Tapi sebelum mereka menahan bunyi yang terlanjur keluar itu mendadak Thian-san Giok-li membentak bengis.
"Siapa di sana?"
Dan wanita sakti yang tampak terperanjat itu siap melompat dengan muka kaget.
Namun sebelum Bun Hwi dan Mei Hong ketangkap basah tiba-tiba terdengar suara ketawa melengking serak.
Seorang pengemis tua mendadak melayang turun dari atas pohon, persis di tempat persembunyian Bun Hwi.
Dan begitu dia melayang turun tertegunlah dua orang anak ini.
Kiranya si pengemis berbaju kembang, Hwa-i Lo-kai! Dan begitu pengemis ini muncul terdengarlah suaranya yang serak terkekeh.
"Heh-heh, kau yang membentak-bentak orang dari tidur, Thian-san Giok-li? Waah, celaka kalian guru dan murid sama-sama tidak tahu aturan. Kenapa membuat ribut dan menangis di tempat ini? Lihat, aku hampir jatuh dari pohon itu mendengar tangis muridmu....! "
Dan Hwa-I Lo-kai pura-pura menggerutu sambil mengucek-ucek mata seperti orang baru bangun itu mmbuat Thian-san Giok-li dan Kiok Lan terkejut.
Thian-san Giok-li terkejut karena tidak menyangka di situ ada orang sedangkan Kiok Lan terkejut karena kaget mengetahui perasaan hatinya didengar orang! Tapi Hwa-i Lo-kai yang pura-pura tidur melihat kekagetan dua orang guru dan murid itu menyeringai dengan ketawa ha-ha-he-henya.
Dia bersikap tolol, sementara gelang logam yang entah kapan berada di pergelangan tangannya itu dipukul dengan suara berirama.
Suara ini mirip suara "criing "
Yang terjadi akibat sentuhan rantai borgol ditangan Bun Hwi dan Mei Hong, maka Thian-san Giok-li yang mengira pengemis ini yang membuat dia terkejut sudah membentak marah.
"Hwa-I Lo-kai, apa maksudmu mengintai pembicaraan orang? Tidak malu kau sebagai tua bangka begini bersembunyi di atas pohon?"
Hwa-i Lo-kai terkekeh.
"Wah, apa-apaan ini, Giok-li? Bukankah kalian yang seharusnya kutegur? Aku tidur sudah lebih dari tiga jam. Kenapa malah disalahkan begini?"
Thian-san Giok-li melotot.
Ia sebenarnya kaget bahwa pengemis bangkotan ini berada disitu tanpa diketahuinya.
Padahal ia sudah menyelidiki tempat itu.
Jadi bagaimana pengemis itu bisa tidur di atas pohon? Apakah dia yang kurang menyelidiki tempat itu? Jadi bagaimana pengemis ini bisa tidur di atas pohon? Apakah dia yang kurang teliti atau si pengemis yang mempergunakan kesempatan ketika muridnya menangis? Thian-san Giok-li bercuriga.
Namun karena tidak mungkin baginya mengakui kelemahan diri sendiri maka akhirnya wanita itupun menumpahkan kemarah annya pada pengemis jembel ini.
"Hwa-i Lo kai. Kau tua bangka tidak tahu diri! Kenapa pura-pura hendak memutar balik dosa? Apa yang kau lakukan di sini?"
Hwa-i Lo-kai terbelalak.
"Wah, apa yang kumaksud kan, Giok-li? Kenapa harus marah-marah kepadaku?"
Thian-san Giok-li membentak dingin.
"Jangan pura- pura, Lo-kai. Aku tahu kau tidak tidur seperti katamu! Hayo apa maksudmu mencuri dengar pembicaraan orang? Apa yang kaucari di sini?"
Pengemis itu tiba-tiba terkekeh.
"Ah, kau memang awas, Giok-li. Aku sedang mengejar buruanku, dua orang muda-mudi yang membuat heboh di kota Lauw- yang. Apa kau melihat bayangan mereka?"
Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Kembang Jelita Peruntuh Tahta (2) Karya Stevanus SP Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung