Ceritasilat Novel Online

Sepasang Cermin Naga 4


Sepasang Cermin Naga Karya Batara Bagian 4



Sepasang Cermin Naga Karya dari Batara

   

   Saat itu dia lagi melatih Cam-kng ciangnya (Tangan Pembunuh Petir), sinar merah dan kuning yang berkelebatan itu keluar dari sepasang lengannya, menyambar dan berseliweran di puncak.

   Tapi ketika dia lagi asyik dan tenggelam melatih ilmunya ini mendadak terdengar kekeh dan tawa lembut.

   "Hi-hik, kau kiranya, Cam-kong? Kau masih hidup? Heh-heh, hebat Pembunuh Petir, tapi aku datang ingin mencoba .. .. blarr!"

   Dan Puncak Siluman yang tiba- tiba berguncang dan meledak serta bergemuruh mendadak seakan dilanda gempa ketika sesosok tubuh muncul, menerima dan menangkap sinar merah dan kuning itu.

   Cam kong Ho Hong Siu terkejut.

   Tak dinyana tak di sangka orang asing sekonyong - konyong datang ke tempatnya, padahal selama ini belum pernah ada yang menyatroni.

   Tapi begitu sadar dan menggereng marah tiba-tiba Pembunuh Petir ini membentak mendorongkan kedua lengannya, melihat seseorang bersembunyi di balik tabir asap hitam.

   "Pengacau busuk, mampuslah!"

   Cahaya atau sinar merah kuning kembali berkelebat.

   Kali ini hawa panas ikut menghembus pula, salju yang ada di puncak tiba-tiba mencair dan leleh.

   Tapi ketika bayangan di balik asap hitam itu terkekeh dan menggerakkan kedua235 lengannya pula tiba tiba dentuman bagai gunung dihantam roket menggetarkan tempat itu.

   "Blangg!"

   Si Pembunuh Petir tersentak.

   Dia terdorong setengah tindak.

   matanya membeliak dan seruan aneh keluar dari mulutnya.

   Bayang-bayang di balik tabir juga terhuyung, ada tawa kaget di situ.

   Tapi karena Cam-kong Ho Hong Siu penasaran dan marah serta gusar tiba tiba tokoh ini sudah mencelat dan menghantam lagi, ditangkis dan kali ini semburan api menyambar dari depan.

   Pembunuh Petir terpekik.

   Dan ketika dia menghantam lagi namun lawan di depan berjungkir balik tinggi dan menangkis serta menghantam pula maka Puncak Siluman bagai gunung runtuh ketika digetarkan dentuman dahsyat di mana batu besar kecil berguguran dan ambrol ke bawah.

   "Blarrr......!"

   Sinar warna-warni mencuat ke atas.

   Lidah api dan sinar merah kuning berkelebat sekejap Puncak Siluman benar-benar terang dalam waktu beberapa detik.

   Tapi ketika semua cahaya dan lidah api itu lenyap maka keadaan gelap kembali menyelubungi tempat itu namun mata awas Cam Kong Ho Hong Siu melibat adanya seorang nenek yang bergoyang.goyang di depannya, sekitar sepuluh tombak.

   "Dewi Api Naga Bumi......!"

   Suara terkekeh menyambut seruan Cam-kong Ho Hong Siu itu.

   Pembunuh Petir ini tertegun, dia236 mengenal siapa lawannya sekarang dan nenek di depan tertawa.

   Tubuh yang bergoyang-goyang itu sudah berhenti.

   Dan ketika Ho Hong Siu bngong dan nenek ini mengibaskan rambut sekonyong-konyong ia mencelat dan sudah berada di depan Pembunuh Petir.

   "Hih-heh, kau masih mengenal aku, Hong Siu? Kau tidak lupa? Heh-heh, bagus, Pembunuh Petir. Kiranya ingatanmu masih tajam dan kuat !"

   Hong Siu, Pembunuh Petir ini terkesima.

   Seorang nenek riap riapan berdiri di depannya, pinggangnya masih ramping dan indah.

   Hanya kulit tubuh dan muka yang berkeriput itu menunjukkan ketuaannya.

   Tapi Hong Siu yang sadar dan mundur tiba- tiba mengeluarkan seruan heran dan memukul pipinya tiga kali.

   "Heh, kau ini, Pek Kiok? Kau belum mampus? Kau nasih hidup? Ha-ha, sungguh luar biasa. Pek Kiok. Kiranya kau datang dan belum di cabut Giam-lo-ong...... hichh!"

   Cam - kong Ho Hong Siu yang tiba-tiba meringkik dan tertawa seperti kuda mendadak mencelat dan menubruk lawannya itu, menghantam namun lawan menangkap.

   Si nenek menggerakkan dua tangannya mencengkeram, rambut dikelebatkan dan meledak menyambar pelipis Hong Siu.

   Dan ketika tubrukan itu diterima dan Hong Siu disambar rambut maka benturan dan ledakan kembali terjadi.

   "Plak-plak!"

   Dua orang laki perempuan ini bersatu Pembunuh Petir telah memeluk lawannya,237 tentu saja bukan sembarang pelukan karena seluruh buku-buku di tangan Pembunuh Petir itu berkerokok.

   Suaranya bagai jagung dibakar.

   Tapi ketika Dewi Api Naga Bumi menyambut dan mencengkeram pula pundak lawannya maka dua orang itu bersitegarg dan untuk sejenak saling remas dan ingin menghancurkan.

   "Krek-krekk!"

   Tulang dan buku-buku jari seakan hancur.

   Masing masing meremas dan menggencet.

   Tapi ketika masing-masing merasa perlawanan yang kuat dan daging atau tubuh yang dicengkeram mengeluarkan tenaga dahsyat menolak serangan akhirnya Ho Hong Siu tertawa panjang melepaskan gencetannya, menendang.

   "Pek Kiok, kau hebat. ..dess!"

   Namun Hong Siu yang terhuyung dan lawan yang juga terdorong akhirnya mendapat kenyataan bahwa mereka berimbang! "Heh-heh, kau ingin membunuh aku, Hong Siu?"

   "Hm!"

   Hong Siu, si Pembunuh Petir kagum. Kau hebat, Pek Kiok. Tapi katakan sekarang apa maksudmu datang ke mari!"

   "Aku ingin mengajak mu melemaskan otot .."

   "Mau bertanding?"

   Hong Siu memotong, mata pun berkilat.

   "Boleh, Dewi Api. Tapi jangan harap dapat mengalahkan aku!"

   "Hi-hik,"

   Sang nenek terkekeh, masih merdu.

   "Kau salah, Hong Siu. Bukan berlawan melainkan238 berkawan. Aku mau memberi tahu bahwa murid keponakanmu, Siauw-bin-kwi, mampus!"

   "Apa perdulinya?"

   Tokoh ini mendengus.

   "Aku tak perduli dia mampus atau tidak, Pek Kiok. Semua orang pasti mampus dimakan umur!"

   "Tapi ini bukan mati tua, melainkan dibunuh!"

   "Hm, aku tak perduli, Pek Kiok. Aku bosan menghadapi dunia dan ingin tenang di sini."

   "Bodoh! Kau seperti kerbau, Hong Siu. Tak mau dengar dan buru-buru memotong dulu Dengarlah, bukankah kau bosan hidup dan ingin mati? Bukankah setiap hari kau mencaci Giam-lo ong agar mengambil nyawamu?"

   Tokoh ini bersinar-sinar.

   "Memangnya ke napa?"

   "Heh - heh, inilah kesempatan baik, Hong Siu. Kau harus turun gunung dan mati di tangan seseorang!"

   Pembunuh Petir itu tertawa mengejek.

   "Dewi Api, di dunia ini tak ada orang yang sanggup membunuh aku, biar kau sekalipun. Kentut busuk apa yang kau keluarkan ini?"

   "Nanti dulu, jangan sombong. Cam kong. Kalau kusebut sebuah nama beranikah kau 'bertaruh?"

   "Siapa?"

   "Taruhan dulu, beranikah kau?"

   "Hm....!"

   Pembunuh Petir ini tertegun juga.

   "Kau tampaknya serius, Pek Kiok. Tapi coba sebutkan taruhan apa yang kau minta."239

   "Serahkan Cam - kong-ciangmu kalau kalah!"

   "Baik!"

   Dan Cam kong Ho Hong Siu yang langsung mengiyakan dan mengangguk tiba - tiba bertanya.

   "Nah, sebutkan siapa orang itu dan biar kudengar siapa dia!"

   "Hi-hik, Bu-beng Sian-su, Cam-kong, Manusia inilah yang dapat membunuhmu dan tak mungkin kau menang!"

   "Ahh. Bu-beng Sian-su?"

   Cam-kong mencelat mundur.

   "Ya, bukankah dia yang paling kau takuti? Nah, serahkan Pembunuh Petirmu, Hong Siu. Atau kau kuhajar!"

   Cam - kong tertawa bergelak.

   Setelah kaget dan bengong sejenak tiba-tiba di tertawa, mula mula biasa namun kian lama kian tinggi.

   Suaranya melengking dan tajam menusuk telinga.

   Disebutnya nama Bu beng Sian - su membuat tokoh ini tersentak.

   Memang, itulah yang paling ditakuti.

   Teringat dia akan kekalahannya yang berkali-kali dengan manusia dewa ini, yang anehnya tak pernah membunuhnya.

   Dan ketika lawan menagih janji dan Dewi Api itu bersiap menerima ilmunya mandadak tokoh ini mencelat dan menghantamkan kedua lengannya ke depan, suara tawanya berobah menjadi jerit yang mendirikan bulu kuduk, menggetarkan puncak sampai jauh di kaki gunung.

   "Pek Kiok, terimalah!"240 Bentakan itu disusul berkelebatnya sinar merah dan kuning Pembunuh Petir menyatakan memberi. tapi bentakan dan pukulan kedua tangannya yang jelas menyambar dahsyat dan merupakan pukulan maut tiba-tiba dikelit dan disambut pekikan Dewi Api.

   "Heh, menerima serangan? Kau mau membunuh aku, Hong Siu? Keparat, kau pembohong ".......siut-darr!"

   Dan si nenek yang membalas dan mengelebatkan rambutnya menghantam pinggang lawan tiba tiba melejit dan sudah menyerang si Pembunuh Petir, merasa ditipu karena Hong Siu tak memberikan ilmunya.

   Apa yang dilakukan tokoh itu adalah justeru menyerang dan menghantam, itu adalah pemberian yang kurang ajar.

   Dan karena nenek ini tahu apa arti "pemberian"

   Itu dan jelas harus mengelak dan memaki maka Puncak Siluman digetarkan dentuman dahsyat ketika masing-masing sama menangkis, menyerang dan menangkis lagi dan akhirnya keduanya pun bertanding.

   Malam itu Puncak Siluman seakan dijatuhi peluru meriam, ledakan dan gelegaran silih berganti mengguncang tempat itu.

   Hong Siu si Pembunuh Petir sudah mengerahkan Cam- kongciangnya.

   hebat dan bertubi-tubi namun si nenek Dewi Api dapat melayani baik.

   Nenek itu menggerakkan kedua tangannya pula dan pukulan atau sambaran angin dahsyat menahan pukulan Cam-kong, bahkan mendorong dan membuat Cam kng berkali kali berseru kaget Dan ketika dua orang itu bertempur dahsyat dan241 malam pun nerganti pagi maka pohon dan batu-batu di sekitar sudah berhamburan dan terbang dihantam pukulan dua tokoh ini.

   Lalu, karena pertempuran dilanjutkan dan masing masing pihak juga sama penasaran maka Puncak Siluman menjadi gemuruh.

   Orang di kaki gunung melihat berkelebatnya sinar merah kuning disusul ledakan-ledakan suaranya menggetarkan jantung dan beberapa kilatan api juga terlihat Pendeknya, puncak itu benar-benar seakan diserbu iblis.

   Gegap-gempita dan gemuruh.

   Dua hari dua malam penduduk di bawah gunung dibuat ternganga, mereka ketakutan dan akhirnya melarikan diri.

   Gunung Himalaya dianggap mau meletus.! Tapi ketika pada hari ketiga suara-suara itu berkurang dan kepundan atau Puncak Himalaya tetap biasa-biasa saja maka orang pun berdegupan namun belum mau kembali ke tempat tinggal masing masing, tak lagi mendengar suara itu dan akhir nya pada hari keempat pun suara suara itu lenyap Puncak Siluman menjadi sunyi dan sepi seperti biasa.

   Dan ketika malam kembali tiba dan penduduk berdebar debar maka di atas sana terdengat erangan dan umpatan.

   Apa yang terjadi? Berakhirnya pertandingan dan tokoh luar biasa itu.

   Ho Hong Siu tak dapat mengalahkan lawannya, sementara nenek Dewi Api juga tergolek kelelahan.

   Tiga hari tiga malam bertanding melawan Si Pembunuh Petir itu menghasilkan pertandingan seri, mereka draw.

   Tak ada kalah atau menang.

   Dan ketika Ho Hong Siu juga tertatih242 tatih di sana dan terhuyung serta jatuh terduduk lagi maka dua orang ini saling memaki dan pengumpat.

   "Pek Kiok, kau masih hebat. Jahanam, terkutuk kau!"

   "Hi-hik, kau pun tua bangka sialan, Hong Siu. Cam-kong - cungmu ampuh tapi tak dapat membunuh aku."

   "Hm, Tee-sin-kangmu (Pukulan Bumi) luar biasa. Kalau tidak karena itu kau tentu mampus!".

   "Mau dilanjutkan kembali? Hayoh, aku siap, Hong Siu. Biar kita mati salah satu atau bersama!"

   "Mana mungkin?"

   Hong Siu mendengus.

   "Berdiri pun kau tak bisa, Pek Kiok. Jangan takabur dan sombong!"

   "Hi-hik. dan kau pun tak bisa berdiri pula. Lihat, duduk saja roboh!"

   Dua orang itu saling memaki.

   Mereka meng ejek dan merendahkan yang lain.

   tapi karena masing- masing tak dapat bangun dan sehari itu mereka harus bersila memulihkan tenaga maka baru pada hari ke tujuh, tepat seminggu setelah pertandingan mereka baru bisa sama sama bangun! "Nah, aku lebih kuat!"

   Hong Siu berdiri tegak, mengejek lawannya. Tapi baru dia bicara begitu tiba- tiba di sana pun lawannya sudah mencelat bangun.

   "Tidak, aku lebih dulu, Hong Siu. Lihat, aku lebih segar dan sehat!"243 Namun, ketika keduanya saling melotot dan tak mau kalah tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang berkesiur bagai siluman. Tahu - tahu telah berdiri di situ.

   "Heh, kalian, Hong Siu? Dan kau Dewi Api?"

   Dua orang ini terkejut.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Di tengah mereka telah berdiri seorang kakek gimbal-gimbal, tubuh nya cebol dan pendek.

   Kepalanya besar dan bulat, begitu bulat hingga biji matanya tertutup pipi yang tembem, hampir tak kelihatan.

   Tapi begitu mereka menoleh dan terkejut tiba tiba Hong Siu si Pembunuh Petir terseru.

   "Hek-bong Siauwjin (Manusia Busuk Dari Kubur )!"

   "Heh-hh, kau mengenal aku, Cam - kong! Bagus, kita semua ternyata masih hidup!"

   Dan, si kakek gimbal-gimbal yang mendadak menyelinap dan bergerak maju tiba-tiba sudah berada di selangkangan Hong Siu dan menarik anggauta rahasia si Pembunuh Petir itu.

   "Kurang ajar... plak!"

   Dan Hng Siu yang tentu saja membentak dan mengayun kakinya menendang tiba-tiba membuat kakek gimbal - gimbal itu mencelat dan terguling - guling, terkekeh tapi melompat bangun dan Hong Siu atau si Pembunuh Petir ini merah mukanya.

   Sebagian celana nya sobek, persis bagian bawah tapi untung miliknya yang paling berharga tak sampai dicomot si Manusia Busuk Dari Kubur itu.

   Hek - bong Siauwjin terbabak-bahak.

   Tapi ketika Hong Siu244 menggeram dan hendak menyerangnya tiba-tiba kakek cebol ini mengangkat tangannya tinggi-tinggi, berseru.

   "Hei, jangan marah. Tunggu, Cam - kong, Aku hanya main - main saja!"

   Dan pura pura mengulapkan tangannya dua kali manusia aneh itu menyambung.

   "Aku datang untuk berkawan, bukan bermusuhan. Sebaiknya kuberi tahu bahwa Siauw bin kwi murid keponakanmu itu mampus!"

   "Hm, aku sudah tahu."

   Hong Siu melotot.

   "Kau tak usah memberi tahu, iblis cebol. Tapi apa maksudmu datang ke mari? Mau bertanding dan mencari mampus?"

   "Ha-ha, tak perlu sombong, Cam - kong. Kau tahu bahwa tak mungkin kau dapat membunuhku seperti juga aku tak dapat membunuhmu. Jauh jauh dari Timur aku datang, bukan untuk mencari permusuhan melainkan semata mendengar kau mendekam di sini. Ingin membuktikan dan ternyata benar kau masih hidup. Heh, bagaimana si nenek siluman ini juga ada di sini? Kau masih segar, Dewi Api?"

   "Cih!"

   Si Dewi Api, nenek yang baru bertempur itu meludah.

   "Kau tak perlu bertanya kalau sudah melihat Siauwjin. Matamu tak buta dan tak perlu kujawab!"

   "Heh - heh, Dewi Api masih angkuh! Tapi tak apa, aku datang mungkin sama dengan maksudmu, nenek siluman. Kalau kalian berdua sudah berada di sini245 dan agaknya bertempur pula tentu tak perlu kuberi tahu bahwa murid keponakanmu Tok-gan Sin ni sudah mampus 'menyusul Siauw bin kwi. Bagaimana pendapatmu? Apakah kau diam saja dan tak ingin membalas?"

   "Hm, Cam-kong sudah kuberi tahu tentang kematian murid keponakannya, Siawjin. Dan kini rupanya kau pun tahu tentang kematian murid keponakanku. Baiklah, kau tentu tahu pula tentang mampusnya dua murid keponakanmu Hek bong Siang- lo-mo. bukan? Atau kau pura-pura dan tutup mata tentang ini?"

   "Ya, aku tahu. Tapi, heh-heh... apakah kau tahu siapa pembunuhnya?"

   "Kim-mou-eng!"

   "Benar. tapi bocah ini tak perlu digubris, Dewi Api. Yang lebih penting lagi adalah ....

   "Bu beng Sian-su!"

   Ho Hong Siu kini memotong, memekik tinggi.

   "Apakah kau tahu di mana musuh kita nomor satu itu, Siauwjin? Di mana dia?"

   "Hmm,,,.!"

   Dewi Api menyela, meledakkan rambutnya. agaknya manusia cebol ini datang untuk mencari bantuan, Hong Siu. Coba tanya apa maksudnya kemari kalau bukan itu!"

   "Benar,"

   Si Pembunuh Petir bersinar-sinar.

   "Kau sebutkan dulu apa maksudmu kemari, setan cebol. Atau kau kuusir dan pergi dari sini!"246

   "Heh-heh, tak perlu galak-galak, Cam kong.Mmang jujur saja kuberitahukan maksudku bahwa aku datang untuk mengajakmu membekuk manusia menyebalkan Bu-beng Sian-su itu. Kematian murid keponakanku tanggung jawabnya pula Kim-mou- eng kita tangkap dan kita cari si Bu beng Sian-su itu!"

   "Kau cari sendiri!"

   Hong Siu mendengus.

   "Aku tak mau membantumu, Siauwjin. Kau selalu banyak akal dan curang kepada kawan!"

   "Eh-eh, jangan begitu. Beranikah kau menghadapi Bu-beng Sian-su sendirian? Tidakkah kau ingat kekalahanmu dulu?"

   "Hm, kau tak perlu mengungkit-ungkit kekalahanku, Siauwin. Kau pun tak dapat menandingi dia dan roboh!"

   "Sudahlah,"

   Dewi Api memotong.

   "Kita semua tak perlu menyombong - nyombongkan diri, Cam-kong. Kita semua setingkat dan masing-masing tak pernah menang menghadapi kakek dewa itu. Aku datang memang untuk mengajakmu menghadapi Bu-beng Sian su. Kalau Siauwjin datang dan iblis busuk ini mengetahui kematian muridnya pula maka kebetulan kita dapat bergabung dan cari musuh kita itu. Jangan bertengkar dan berolok-olok. Kita hadapi Bu-beng Sian-su dan satukan kekuatan untuk merobohkannya!"

   "Ha-ha, setuju!"

   Hek-bong Siauwjin bersorak.

   "Aku memang ingin menyatukan kekuatan, Dewi Api. Kalau kita dapat bergabung dan menghadapi kakek247 dewa itu maka kita dapat menebus kekalahen sekaligus sakit hati!"

   "Ya, aku juga penasaran selama ini. Tapi sebelum semuanya mengerubuti biar satu per satu kita coba dulu dan masing-masing menghadapi kakek dewa itu."

   "Benar, Cam kong-ciangku jauh lebih dahsyat dibanding puluhan tahun yang lalu, Pek Kiok, Ingin kujajal dan kubuktikan dulu kepandaianku sekarang!"

   Cam-kong, si Pembunuh Petir berseru.

   Dewi Api mengangguk.

   Si Manusia Busuk Dari Kubur juga tertawa, mereka bertiga tiba-tiba gatal tangan untuk mencoba dulu Bu beng Siansu seorang demi seorang, sebelum mengeroyok.

   Dan ketika masing-masing menyombongkan kesaktiannya dan mau turun gunung tiba-tiba terdengar jerit dan teriakan mengerikan di bawah.

   "Keparat, siapa itu?"

   "Mari libat, ayo adu cepat, Cam-kong....!"

   Dan Hek bong Siauwjin yang melesat dan lenyap mendahului yang lain tiba-tiba mengajak dua temannya berlomba dan Dewi Api serta Pembunuh Patir mengangguk.

   Dewi Api sudah meledakkan rambutnya dan lenyap, Cam- kong Ho Hong Siu sendiri sudah mendengus dan hilang pula.

   Gerakan tiga orang ini sungguh luar biasa dan tidak lumrah manusia pada umumnya, hanya tampak tiga titik meluncuri puncak dan tahu-tahu mereka sudah di248 bawah.

   Begitu cepatnya, sungguh seperti iblis saja.

   Dan ketika mereka tiba di bawah dan hampir bersamaan mereka berkelebat di situ maka Cam-kong dan dua yang lain tertegun melihat seorang laki laki menjerit dan berteriak bergulingan.

   "Aduh, ampun ......ampun.....!"

   Tak ada apa apa di situ.

   Orang tak mengerti kenapa laki-laki ini bergulingan seperti orang gila, bajunya robek-robek dan seluruh tubuhnya luka luka kena cakar.

   Melihat lukanya seperti baru diserang harimau atau singa, penuh darah dan mengerikan.

   Dan ketika Cam kong dan teman temannya tertegun membelalakkan mata mendadak terdengar gerengan dan sebuah sinar hitam mencelat.

   "Grrrr!"

   Laki-laki itu menjerit. Bayangan hitam yang tak jelas apa dan siapa ini tahu tahu menyambar, laki-laki itu menangkis tapi tiba-tiba terdengar suara "krak"

   Dan lengannya pun putus.

   Mengerikan sekali, darah menyembur dan laki-laki itu roboh, berteriak ngeri dan bayangan hitam lenyap.

   Laki-laki itu bergulingan dan merintih.

   Dan ketika kembali terdengar geraman dan bayangan itu muncul kembali dan menyambar untuk kedua kali maka laki-laki ini mengeluh ketika lengannya buntung lagi, copot dan entah bagaimana putus begitu saja dari pundaknya.

   Apa yang terlibat ini mengerikan sekali, laki-laki yang bergulingan dan merintih .

   rintih itu kehilangan kedua lengannya.

   Putus begitu saja.

   Tapi249 ketika laki-laki itu terguling dan hendak pingsan sekonyong-konyong bayangan itu muncul untuk ketiga kali dan.....

   menyambar dada laki-laki itu.

   "Augh.....!"

   Jerit mengerikan ini menutup isi lembah.

   Laki- laki itu akhirnya ambruk dengan dada berluhang, bayangan hitam yang menyambar dadanya, itu sudah langsung merogoh, segumpal jantung dan paru paru yang penuh darah dicomot.

   Kini terdengar tawa bergelak yang mendirikan bulu kuduk.

   Dan ketika bayangan itu, yang kini berhenti dan tegak di depan laki- laki yang sudah tidak bernyawa tampak jelas maka tahulah orang siapa bayangan atau mahluk mengerikin ini.

   "Tok-ong-hang sai (Singa Lapar Raja Racun)......!"

   Seruan itu keluar dari mulut Cam-kong dan kawan-kawannya.

   Di depan mereka telah berdiri Seorang kakek tinggi besar yang pundaknya riap- riapan, berpakaian serba hitam namun tokoh yang dipanggil itu tak menggubris.

   Dia tertawa bergelak memandangi jantung dan paru-paru yang penuh darah itu, dua buah benda yang masih segar dan berdenyut-denyut.

   Lalu, ketika Cam - kong dan kawan-kawannya kembali berseru namun tidak digubris tiba-tiba jantung dan paru-paru yang masih bergerak hidup itu sudah dimasukkan ke dalam mulutnya dan........

   dimakan.

   "Ha-ha-heh-he, siapa mau menikmati makanan sgar ini? Siapa mau?"

   Kakek itu, tokoh yang250 mengerikan ini seolah bicara pada Cam-kong dan teman-temannya.

   Dia bertanya tapi sama sekali tak menoleh pada Pembunuh Petir dan dua temannya itu, mulut menggerogoti jantung dan paru-paru dan asyik memamah.

   Muntah 0rang biasa melihatnya.

   Tapi Cam- kong dan Dewi Ap! yang tiba tiba terkekeh mendadak berkelebat dan menghantam, Dewi Api menyambarkan rambutnya ke muka laki-laki tinggi besar itu.

   "Tok-ong, aku mau. Coba berikan padaku ........wutt!"

   Rambut melecut ke muka lawan, meledak dan menyambar sementara Cam-kong sendiri sudah menggerakkan kedua tangannya ke depan, angin berkesiur dan pukulan itu pun meng.

   hantam dahsyat, dua pukulan menyerang dari kanan dan kiri.

   Tapi Tokong yang asyik memamah dan tentu saja tahu dua pukulan itu tiba - tiba menggereng dan menggerakkan siku ke kanan dan kiri, masih menggerogoti jantung dan paru paru.

   "Des - plak!"

   Tiga orang itu mengeluarkan seruan aneh.

   Tok - ong dan lawannya tergetar, tiga orang itu tampak mengerahkan tenaga dan Tok-ong tiba.tiba membungkuk.

   Secepat kilat Raja Racun ini miringkan kaki, dan ketika dia membentak dan tertawa aneh sekonyong - konyong pukulan Dewi Api disalurkan untuk menyambut hantaman Cam kong.

   "Blarr!"

   Letupan bagai gunung dihantam roket meng getarkan tempat itu.

   Cam-kong dan Dewi Api251 memekik, mereka merasa diperdayai dan diadu.

   Tentu saja masing-masing menarik serangannya dan secepat Kilat mereka berjungkir balik.

   Dan ketika mereka meluncur turun dan memaki lawan maka Tok ong terbahak-bahak sudah menggulingkan tubuh dan meloncat jauh di sana, masih asyik menggerogoti jantung dan paru paru.

   "Keparat, kau busuk, Tok - ong. Jahanam!"

   Dewi Api membentak, gusar.

   "Ya, dan kau pengecut, Tok-ong. Licik meng adu kami!"

   Cam-kong yang marah dan mendelik juga membentak. Tadi mereka hampir diadu oleh Raja Racun itu, tapi Raja Racun sendiri yang terbahak-bahak dan tertawa bergelak tiba tiba mengeluarkan suaranya yang parau.

   "Hee, kau Cam-kong, siapa suruh menyerang aku? Dan kenapa Dewi Api itu juga ikut. ikutan menyerang? Bukankah Sepantasnya kalau pukulan kalian ku kembalikan berikut bunga? Haha, tak perlu melotot, Cam kong. Kita boleh bertanding kalau ingin melihat siapa yang kuat.. ..... ger!"

   Tawa Raja Racun itu tiba tiba berobah menjadi geraman, jantung dan paru paru sudah habis dilahap dan laki-laki mengerikan ini mengusap mulut yang penuh darah, matanya meliar dan berputar putar.

   Tapi Hek-bong Siauwjin yang mencelat dan tertawa aneh tiba-tiba berser.

   "Stop, tahan! Tak perlu bertempur kalau kita sesama golongan!"

   Dan tertawa memandang252 semuanya...iblis cebol ini melanjutkan.

   "Cam-kong, dan kau Dewi Api. Ternyata kita berempat masih hidup dan segar bugar. Bagaimana kalau sekarang kita mencari Bu beng Sian-su itu dan menantangnya? Kita semakin kuat, nenek siuman. Tak mungkin kakek itu dapat menghadapi dan memenangkan kita!"

   "Hm. terserah Cam kong. Apakah Singa La par ini perlu diikutkan?"

   "Heh, aku telah mendengar semua percakapan kalian di puncak. Dewi Api. Kalau aku tak boleh ikut maka kau harus berhadapan dulu dengan aku dan bertanding. Atau Pembunuh Petir ini kurogoh jantungnya dulu dan biar dia kutahan di sini!"

   "Keparat!"

   Cam-kng mendelik.

   "Kau selamanya sombong, Tok-ong. Dapatkah kau membunuhku dan menahanku? Mari, kita boleh bertanding, Tok-ong. Lihat siapa yang akan roboh kau ataukah aku!"

   "Tidak, jangan!"

   Hek bong Siauwjin buru-buru mengangkat kedua lengannya mencegah.

   "Kita masing- masing setingkat, Cam-kng. Sekali bertanding tentu tak mau sudah kalau belum seorang di antaranya roboh. Kau dan Tok-ong bisa sama-sama mati, rugi aku dan nenek siluman itu nanti. Tidak, kita berdamai dan musuh kita adalah Sian-su!"

   "Hm!"

   Dewi Api mengangguk, sadar.

   "Apa yang diomongkan Stauwjin memang benar, Cam-kong. Sekali kita bertanding dan ribut sendiri tentu semuanya akan253 sampyuh. Musuh utama kita masih hidup, sebaiknya tak perlu cekcok dan biar Tok-ong bersama kita!"

   "Bagaimana?"

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Siauwjin kini berseri-seri.

   "Dewi Api telah mendukungku, Cam-kong. Kita harus bergabung dan berempat menghadapi Sian-su tentu kita berhasil!"

   "Terserah Singa Lapar itu,"

   Cam-kong men dengus.

   "Aku tak keberatan kalau dia tak macam- macam, Siauwjin. Tapi kalau dia mau coba-coba denganku tentu saja boleh!"

   "Heh, kalian tak usah berpanas-panasan,"

   Dewi Api meledakkan rambutnya.

   "Tok-ong dan kita semua satu, Cam kong. Kita barus bersahabat dan menghadapi Bu-beng Sian su!"

   "Benar,"

   Hek-bong Siauwjin tertawa.

   "Tak usah mendongkol olh sikapnya, Cam-kong. Kau selamanya tahu bahwa Tok-ong memang begitu. Sudahlah, kita bersatu dan jangan hiraukan omongan Tok ong."

   "Ya, dan aku pemimpin,"

   Tok-ong tiba-tiba menyela, melompat maju.

   "Kalian semua tunduk perintabku, Siauwjin. Atau ...."

   "Tar-tarr!"

   Dewi Api meledakkan rambut, marah dan akhirnya tak tahan juga."Kau tak perlu pongah, Tok-ong. Atau kau kami keroyok dan bunuh!"

   "Hm,"

   Siauwjin akbirnya mendongkol juga.

   "Kau tak perlu memimpin, Tok-ong. Kita semua setingkat dan sama rata. Kalau kau macam-macam254 tent kami tak dapat mengampunimu dan membunuh. Apakah kau perlu dihajar?"

   "Kalian mau mengeroyok?"

   Raja Racun itu tertawa bergelak.

   "Boleh, Siauwjin. Hayo coba coba dan mari berhantam!"

   Dan Raja Racun itu yang tiba-tiba berkelebat menghantam iblis cebol ini tahu-tahu sudah menyerang dan melepas pukulan ke arah temannya itu, dikelit dan pukulan meledak dan Raja Racun ini menerjang kembali, tapi dua kali Dua kali pukulannya menghantam pula Iblis Busuk Dari Kubur itu mengelak.

   Dan ketika Hek-bong Siawjin melotot juga dan memberi tanda pada teman-temannya maka Dewi Api dan Pembunuh Petir bergerak, maju membentak dan melepas pukulan ke Raja Racun itu.

   Repot lah Raja Racun ini.

   Dia sebenarnya main-main, tentu saja tak sungguh-sungguh.

   Dan ketika dia dikeroyok dan berganti - ganti Siauwjin dan dua temannya melepas pukulan dari tiga penjuru akhir nya iblis berpakaian hitam ini berkaok kaok dan jatuh bangun, menyatakan tbat dan akhirnya melesat melarikan diri.

   Siauwjin yang tertawa melihat itu menyuruh dua temannya berhenti menyerang, sesungguhnya Tok-ong tadi menguji kepandaian dengan mereka bertiga, mendapat kenyataan bahwa mereka berimbang dan satu dikeroyok tiga tentu saja iblis ini berat.

   Dan ketika lawan melarikan diri dan dari jauh Raja Racun itu menyatakan tahu di mana bu - beng Sian su berada maka Cam-kong dan teman temannya mengejar, bukan untuk255 menyerang melainkan mengikuti Raja Racun itu, tak lama kemudian berendeng dan masing.masing sama tertawa, aneh orang orang ini.

   Dan karena mereka bukan manusia-manusia biasa dan ilmu lari cepat mereka tak lumrah manusia lainnya maka bagai terbang saja akhirnya Tok ong dan teman-temannya ini menuju ke selatan, berbelok dan akhirnya lenyap di antara lebatnya hutan-hutan besar.

   Mereka itu hanya tampak melesat dan hilang di kejauhan, akhirnya orang tak tahu ke mana mereka pergi.

   Dan ketika orang di kota Ci - bong mendengar dentuman atau ledakan-ledakan di Bukit Malaikat maka akhirnya orang tahu bahwa semalam Bu - beng Sian su menghadapi lawan lawan tangguh dan empat orang itu mundur setelah kalah, tersebar berita bahwa Bu-beng Sian-su menjanjikan sepasang cermin yang katanya berisi ilmu kesaktian untuk mengalahkan empat orang lawannya itu.

   Cam kong dan kawan- kawannya hanya dikenal sebagai tokoh Barat dan Timur, orang tak banyak tahu tentang apa yang sesunggubnya terjadi di Bukit Malaikat itu.

   Dan ketika cerita itu tersebar dari mulut ke mulut dan cerita yang sudah dibawa orang ini ditambah atau dikurangi menurut watak masing-masing maka hari itu semua orang menuju ke Bukit Malaikat untuk menagih janji Sian-su! ***256

   "Begitulah, ini yang kami dengar, nona.Katanya Bu-beng Sian-su menghadapi tokoh tokoh amat luar biasa dan hari ini akan memberikan cerminnya. Kami tak tahu benar atau tidak tapi nyatanya orang orang kang ouw berdatangan dan telah berkumpul,"

   Begitu Swat Lian mendengar cerita seorang tamu penginapan, kebetulan pengunjung atau bekas penonton kejadian di Ce bu dulu.

   Swat Lian dan suhengnya dikenal dan segera orang itu mendekat.

   orang ini adalah pengagum keluarga Hu.

   Dan ketika orang itu menyelesaikan ceritanya dan Swat Lian tertarik maka gadis memandang dua suhengnya dengan mata bersinar sinar.

   "Bagaimana, suheng? Kita bergerak sekarang juga?"

   "Hm, masih terlampau pagi, sumoi. Tapi tak apa kalau kau mau."

   "Sian-su akan muncul pagi ini, siauw hiap. Katanya sebelum matahari panas benar!"

   Orang ini yang banyak bercerita dan memberi tahu tiba tiba menimpali.

   "Aku juga akan ke sana dan kalau boleh bergabung dengan kalian!"

   Swat Lian saling pandang.

   "Apakah suheng setuju?"

   "Maaf."

   Gwan Beng bicara.

   "Kau boleh saja ikut rombongan kami, saudara. Tapi keselamatan dan lain lain kami tak berani tanggung. Dan lagi ilmu lari cepatmu itu tak dapat mengimbangi kami."257

   "Ah,...."

   Orang itu sadar.

   "Baiklah, siauw hiap, aku mengerti. Kalau begitu biar aku jalan sendiri dan mudah-mudahan kita bertemu lagi di Bukit Malaikat "

   "Kau bilang Bukit Malaikat terhalang jurang, dapatkan kau melompati itu? "Aku akan mencoba, siauw hiap. Tapi kalau gagal biarkan aku menjadi penonton dari jauh."

   Gwan Beng tersenyum, merasa kasihan.

   Pagi itu percakapan berhenti dan mereka pun berkemas, orang itu tahu diri dan Gwan Beng lega.

   Memang, membawa orang yang kepandaiannya masih rendah dan coba bergabung dengan mereka tentu hanya merepotkan saja.

   Sute dan sumoinya tentu tak suka, perjalanan jadi terganggu dan syukur orang itu tahu diri, tidak tersinggung atau pun marah setelah mendengar kata-katanya tadi, Dan ketika pagi itu mereka siap dan cerita tentang Bu beg Sian-su telah mereka dengar secara Singkat maka pagi itu juga Gwan Beng mengajak Sute dan sumoinya berangkat, bukan untuk memperoleh cermin seperti yang diidam-idamkan orang banyak melainkan semata hanya ingin melihat dan mengikuti keramaian, Apalagi tokoh dewa macam Bu beng Sian su dikabarkan akan muncul di sana, tentu ramai.

   Dan ketika mereka berkelebat dan pagi itu juga, meninggalkan penginapan maka di sepanjang jalan mereka melihat ratusan orang berbondong-bondong ke satu arah.258

   "Hm, tak kurang dari tiga ratus orang. Mungkinkah semuanya mampu ke bukit itu?"

   "Entahlah, kita lihat saja, sumoi dan mari kita dahului mereka itu!"

   Gwan Beng berkelebat, mengajak Sumoinya mengerahkan ginkang dan orang-orang di sepanjang jalan terbelalak dan terpekik melihat berkelebatnya bayangan tiga muda mudi ini.

   Mereka hanya merasa angin berkesiur di samping mereka, bayangan pun lenyap dan tahu-tahu tiga orang muda itu telah berada jauh di depan.

   Dan ketika beberapa di antaranya ada yang mengenal Swat Lian dan Gwan Beng sebagai orang- orang muda yang mengalahkan Hwa-i pai cu dan Pak- tung Lo-kai maka mereka berseru tertahan.

   "Aih, murid Hu-taihiap......!"

   "Ya, dan puterinya juga, Hu-siocia!"

   Swat Lian dan suhengnya tak menghiraukan.

   Mereka hanya tersenyum saja dan melesat mengerahkan ilmu lari cepat.

   Bukit Malaikat tahu-tahu telah berada di depan mata dan mereka berpacu.

   Dan ketika tak lama kemudian mereka tiba di bawah bukit itu dan benar saja sebuah jurang yang dalam ada di bawah bukit itu maka Swat Lian dan suhengnya berhenti dan melihat puluhan orang telah berada di sini pula.

   "Berhenti, jangan menarik perhatian!"

   Gwan Beng mengembangkan lengannya, menyuruh sute dan sumoinya berhenti dan mereka bertiga pun sudah tak jauh dari Bukit Malaikat.

   Bukit itu tidak begitu tinggi,259 namun karena terbilang jurang dan melewati jurang itu saja sudah merupakan pekerjaan sukar maka walhasl hanya orang-orang berkepandaian tinggi saja yang akan dapat menyeberang.

   Gwan Beng mengerutkan keningnya sejenak.

   "Bagaimana?"

   Hauw Kam, sang ste bertanya.

   "Apakah kita lewat dan membuat tambang?"

   "Hm, membuat tambang tentu dapat ke sana, sute. Tapi perbuatan kita diketahui orang banyak dan ini hanya menarik perhatian saja."

   "Kalau begitu kita turun ke jurang itu, naik dan merayap di dinding sebelah sana."

   "Benar,"

   Swat Lian yang pernah menuruni jurang berseru.

   "Aku pernah memasuki jurang itu, suheng. Kita dapat bergerak di bawah dan melompati dinding sebelahnya."

   "Ini pun akan diketahui orang,"

   Gwan Beng tak setuju.

   "Sebaiknya kita putar, sumoi. cba lihat barangkali di sebalik bukit itu ada jalan lain."

   Hauw Kam dan sumoinya mengangguk.Mereka sudah mengikuti jejak kakak tertua itu, Gwan Beng berkelebat dan menghilang ke kiri.

   Di situ mereka memutar dan coba mencari jalan di seputar bukit.

   Tapi ketika tak ada jalan lain karena di bagian ini pun terdapat sungai yang deras arusnya maka Gwan Beng tertegun sementara belasan orang berperahu tiba tiba muncul di sungai itu.260

   "Hei, kalian mau ke mana? Mari, ikut kami, nona manis. Perahu kami masih besar dan cukup untuk menampung seorang!"

   "Ha-ha, benar Tapi yang seorang itu harus kau, nona. Jangan dua temanmu itu. Kami tak butuh laki- laki!"

   Swat Lian merah mukanya.

   Orang orang kurang ajar yang ada di atas perahu itu berteriak padanya, semua cengar cengir dan hampir dia menggerakkan lengan.

   Dari jarak jauh dia dapat menjungkir balikkan perahu itu.

   Tapi sebelum dia bergerak dan mau menghajar orang orang itu mendadak Hauw Kam menuding dan berseru.

   "Eh, Kim mou eng (Pendekar Rambut Emas)"

   Swat Lian terkejut.

   Bersama twa - hengnya dia cepat menoleh, melihat sebuah bayangan berkelebat cepat di seberang sungai.

   Orang-orang diatas perahu itu pun menengok dan tertegun, seorang pemuda berambut keemasan meluncur dan mendaki bukit, entah dari mana dia datang, cepat dan sebentar kemudian dia menghilang di atas bukit itu.

   Dan ketika Swat Lian tertegun dan suhengnya juga terbelalak mendadak terdengar jerit dan pekik orang orang di atas perahu itu.

   "Hei, awas...!"

   Swat Lian dan suhengnya terkesiap.

   Mereka melihat perahu yang ditumpangi belasan orang itu tiba - tiba menghantam batu besar, tadi batu itu tertutup arus261 yang bergelombang dan kini kelihatan setelah gelombangnya surut, sekejap saja kejadian itu tapi perahu tiba-tiba pecah dan berantakan.

   Orang-orang ini pun tadi tertegun memandang bayangan di atas bukit itu, bayangan yang disangka Kim- mou eng.

   Dan ketika perahu berserak patah dan orang orang itu terpelanting maka semuanya tercebur ke sungai dan hanyut "Eh, tolong .....

   tolong......!"

   Swat Lian terkesiap.

   Jiwa kemanusiaannya langsung bangkit, dia mau bergerak dan menolong.

   Tapi belum dia berkelebat tiba-tiba belasan orang yang terseret arus ini terbanting batu batu yang mencuat dan mengeluh, enam di antaranya menjerit dan tenggelam, kepala mereka kena benturan keras dan pingsan.Celakalah orang orang itu.

   Dalam keadaan pingsan sudah terbawa arus dan tenggelam, tak ada harapan untuk hidup.

   Dan Ketika Swat Lian tertegun dan mau melompat tiba-tiba yang lain ditumbuk sebuah perahu hitam yang dikemudikan seorang Kakek berpakaian hitam yang tiba - tiba muncul di situ dan tertawa bergelak.

   "Ha-ha, mampus kalian, cecunguk-cecunguk busuk. Siapa suruh kalian datang kemari. Hayoh, menghadap Giam -lo ong. Pergi ke neraka!". Jerit dan pekik terdengar di situ. Kakk itu menggerakkan lengannya dua kali, orang orang itu262 pecah kepalanya dan tenggelam. Air menjadi merah dan cepat seperti datangnya tahu tahu kakek di atas perahu itu telah menghilang, semua ini bagai mimpi saja dan Swat Lian serta suhengnya terkejut. Apa yang dilihat itu bagai mimpi buruk. Sungguh mengejutkan.Dan ketika Swat Lian dan suhengnya bengong tiba-tiba terdengar kekeh wanita dan sebuah perahu lain muncul, tanpa penumpang! "Hi-hik, kau menakut-nakuti orang, Tokong. Kenapa begitu telengas dan kejam? Aih, kau terlalu. Lihat ada penonton yang bengong!"

   Swat Lian dan suhengnya terkesima.

   Mereka bergidik tapi juga heran melihat ada perahu dapat meluncur di tengah-tengah arus sungai yang deras itu, tanpa penumpang tanpa pengemudi Tapi begitu Swat Lian mengerahkan pandangannya dan dua suhengnya juga mengerahkan kekuatan batin mendadak mereka melihat sesosok asap hitam berada di atas perahu itu sosok yang tidak jelas tapi menyerupai manusia, bentuk seorang wanita "Dewi Api Naga Bumi....!"

   Hauw Kam tertegun.

   Dialah yang berseru tadi.

   teringat cerita di rumah penginapan dan perahu di tengah sungai itu tiba-tiba berhenti.

   Berhenti begitu saja, seolah di-rem.

   Tentu orang biasa akan terkejut melihat kejadian luar biasa itu, sebuah perahu berhenti di tengah-tengah arus yang deras, tanpa penumpang.

   Atau, penumpang nya barangkali mahluk halus!263 Dan, ketika Hauw Kam mengeluarkan seruannya tadi dan dua saudaranya yang lain bengong mendadak terdengar kekeh itu lagi dan perahu kini berputar ke arab Hauw Kam dan suheng serta sumoinya ! "Hi hik, kau mengenal aku, anak muda? Itu sebuah kehormatan.

   Ayo ikut kemari dan naik lah....!"

   Hauw Kam berteriak.

   Tiba-tiba dia merasa serangkum angin dahsyat menyambar ke arahnya, Hauw Kam berkelit tapi roboh terguling.

   Dan, ketika pemuda itu menjadi kaget dan mencelos sekonyong tubuhnya tertarik naik dan.........

   terbang ke perahu yang tidak ada orangnya itu.

   "Suheng.....!"

   Swat Lian pucat bukan main. Dia melihat suhengnya terbanting di atas perahu itu, berdebok dan suhengnya mengeluh. Lalu, sementara Swat Lian terkesiap dan Gwan Beng juga tersentak mendadak perahu itu berputar haluan dan meluncur menjauhi mereka.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Suheng......!"

   Untuk kedua kali Swat Lian berteriak.

   Gadis ini melengking dan gelisah, kini mencelat dan berjungkir balik mengejar perahu itu.Tapi ketika dia melayang dan berjungkir balik di udara tiba tiba kekeh itu terdengar lagi dan Swat Lian mendengar kata-kata lirih.

   "Pergilah!"264 Hanya itu yang didengar Swat Lian. Setelah itu dia tak tahu apa yang terjadi karena tubuhnya didorong sebuah tenaga dahsyat, begitu dahsyat hingga tubuhnya terlempar kembali ke darat. Gadis ini terbanting dan terguling-guling di tanah. Dan ketika dia mengeluh dan Gwan Beng berseru keras memburu sumoinya maka Swat Lian melompat terhuyung dan merasa pening.

   "Aih, celaka. Ji-heng (kakak kedua) diculik siluman!"

   "Hm,"

   Gwan Beng menangkap lengannya, lebih memperhatikan gadis ini.

   "Kau tak apa-apa, sumoi?"

   "Tidak, tapi..... eh, kenapa kepalaku pning? Aduh, bumi, rasanya berputar, suheng. Aku tak tahan!"

   Swat Lian tiba - tiba terguling, suhengnya terperanjat dan Gwan Beng cepat menotok pundak suminya itu.

   Entah dengan pukulan atau ilmu siluman apa sumoinya ini diserang nenek dahsyat itu, cepat Gwan Beng menyalurkan sinkang dan mengeluarkan obat penawar racun.

   Barangkali sumoinya tadi mendapat serangan beracun.

   Dan Ketika tak lama kemudian sumoinya bangun berdiri dan pucat, memandang kedepan maka Swat Lian sudah merasa sehat kembali dan tidak pening.

   "Iblis, nenek itu benar-benar iblis!"

   "Kau tak apa-apa?"

   Gwan Beng tetap lebih memperhatikan sumoinya ini dari yang lain.

   "Kau sudah sembuh, sumoi?"265

   "Ya, tapi kenapa kau tak mengejar ji-hng, suheng? Kenapa kau membiarkan dia diculik orang?"

   "Sabar, semuanya berlangsung cepat, sumoi, Aku tak menduga kalau kam-sute dapat dibawa begitu mudah. Dewi Api Naga Bumi kiranya betul-betul nenek dahsyat, dia muncul dan sungguh bukan dongeng bagaimana kalau kita mencari perahu?"

   "Ya. cepat, suheng. Kita harus mencari Kam suheng dan mengejar nenek iblis itu. Dia tadi berlindung di balik asap, dia iblis berbahaya yang harus kita waspadai!"

   "Benar, tapi jangan sembrono, sumoi. Sekarang kita kehilangan seorang teman dan tinggal kita berdua. Ayo, kita cari perahu dan kejur nenek itul"

   Gwan Beng juga gelisah, bingung dia mencari perahu tapi tak ada sebuah pun kendaraan air disitu.

   Sungai itu hampir tak dapat direnangi, cukup lebar dan kuat arusnya, satu-satunya jalan memang harus berperahu dan itu pun harus hati hati.

   Di tengah banyak batu mencuat dan hitam serta tajam, ujungnya digosok setiap hari oleh arus sungai yang kuat.

   Dan ketika mereka kebingungan dan gugup mencari perahu tiba tiba muncul seorang kakek cebol dengan perahu pendek yang kedua sampingnya diberi batang pisang, sebagai pengimbang.

   "Hen heh, mencari apa kalian, anak-anak?"

   Gwan Beng terkejut.

   Seperti siluman atau hantu saja tahu-tahu kakek cebol di atas perahu pendek266 itu sudah ada di dekatnya, begitu dekat hingga sekali raih agaknya kakk itu dapat menyambarnya! Gwan Beng terkesiap.

   Dan ketika dia terbelaiak dan mundur secara otamatis mendadak kakek itu mengulurkan lengan dan tertawa.

   "Naiklah, mari kita bersama!"

   Gwan Beng seperti disengat listrik.

   Lengan si kakek sudah menjulur dekat, dia mundur tapi lengan itu memanjang .Bukan main, lengan ini seperti karet! Dan ketika Gwan Beng membentak dan tentu saja menangkis tahu - tahu lengan yang terulur itu melejit dan.

   ....dia pun sudah terangkat dan terlempar ke dalam perahu.

   "Bluk.!"

   Gwan Beng terbanting bergulingan.Kejadian itu luar biasa cepat dan dia tak dapat mengelak.

   Pemuda ini terkesiap sementara sumoinya di sana berteriak tertahan.

   Swat Lian kaget bukan main melihat suhengnya roboh.

   Tapi ketika gadis itu membentak dan mau menyerang sekonyong konyong perahu berputar dan meluncur jauh terbang di atas permukaan air, lenyap di kejauhan sana.

   "Heh-heh, kau ikut aku, anak muda. Selamat bertemu!"

   Swat Lian memekik.

   Dia jadi ditinggal sendirian di tempat itu, perahu sudah menghilang dan dia tak dapat mengejar.

   Tapi Swat Lian yang tentu saja tak mau diam dan memaki sambil memburu akhirnya267 menemukan sebatang pohon pisang, langsung membabat dan membuat getek.

   Cepat dan darurat dia menyambung nyambung batang pisang itu.

   Tapi ketika getek ini mau dilempar ke sungai dan dia siap menumpangi mendadak terdengar suara gaduh dan jerit kesakitan di belakang.

   "Aduh, ampun ...... tobat........!"

   "Aduh, mati aku.... ....!"

   Swat Lian tertegun.

   Dari arah jurang di mana pertama kali dia bersama suhengnya datang ternyata berlari puluhan orang yang tunggang langgang.

   Mereka ini jatuh bangun dan menjerit jerit, di belakangnya terdengar geraman dan bentakan.

   Dan ketika dia terbelalak dan orang itu berlari-larian saling tubruk maka tampaklah sesosok tubuh tinggi kurus menggeram geram di belakang orang-orang ini.

   "Kalian tikus-tukus busk, pergi ...!"

   Swat Lian terkejut.

   Orang yang menggeramgeram ini menggerak-gerakkan kedua lengannya, angin pukulan dahsyat menyambar dan orang orang itu pun terpelanting.

   Ada yang dapat bangun tapi ada pula yang tidak, yang sial ini mengerang dan merintih karena kaki atau tangan mereka patah.

   Swat Lian terblalak.

   Dan karena mereka itu mendekatinya dari beberapa di antaranya melihat dirinya dan mengenalnya maka seorang di antaranya berteriak,268

   "Hu siocia, tolong. Kami diamuk Cam-kong,"

   Swat Lian tersentak.

   Sekarang dia mengenal kiranya rang di belakang itu adalah Cam-kong.

   tokoh dahsyat dari Himalaya, tokoh Barat.

   Jadi satu dari sekian manusia luar biasa golongan Tok ong dan lain-lainnya itu.

   Dan teringat bahwa suhengnya Hauw Kam dan Gwan Beng diculik dua di antara empat tokoh mengerikan ini mendadak Swat Lian melengking dan berkelebat menerjang tokoh itu, laki laki tinggi kurus yang mukanya pucat serta bermata cekung.

   "Cam-kong, kau iblis jahanam keparat. Mampuslah!"

   Cam-kong, si Pembunuh Petir tertegun. Swat Lian memapak dan menyambarnya, tidak lari dan Justeru menyerang. Heran dan kaget iblis ini. Tapi mendengus dan mengibaskan lengannya dari jauh tiba- tiba iblis itu membentak dan menggeram.

   "Plakk!"

   Swat Lian tunggang-langgang.

   Gadis itu me mekik dan terbanting bergulingan, pukulannya tadi disambut pukulan jarak jauh dan ia terlempar, Bukan main kagetnya gadis ini.

   Tapi ketik# ia melompat bangun dan menyerang lagi tiba-tiba terdengar suara lembut yang bernada memerintah "Cam kong, di wilayah ini tak boleh kau membunuh.

   Kalau ingin datang ke puncak datanglah baik-baik, jangan kotori dengan darah!"269 Cam-kng, Pembunuh Petir terkejut.

   Ia mengeluarkan suara aneh dari hidung, pukulan Swat Lian dielak.

   Lalu melengking dan mengeluarkan suara mirip tangis mendadak tokoh itu berkelebat dan...

   hinggap di atas air, di permukaan sungai.

   "Bu beng Sian-su, kau kakek keparat. Di mana- mana bertemu selalu memerintah....ittttt!"

   Dan meringkik mirip kuda digebuk pantatnya sekoyong- konyong kakek ini menggerakkan kedua lengannya. Lalu sementara Swat Lian dan lain tertegun tiba tiba kakek itu meluncur maju dan sudah terbang di atas air, menghilang! "Iblis.....!"

   "Kakek luar biasa..!"

   Swat Lian dan lain-lain bengong.

   Mereka tak melihat lagi kakek itu, Cam-kong atau Pembunuh Petir ini telah melayang atau berjalan di atas air.

   Itulah kesaktian luar biasa dari ilmu meringankan tubuh atau ginkang yang sudah mencapai puncaknya.

   Dengan kaki dan tanpa bantuan apa-apa Cam-kong lenyap di kejauhan sana, tak lama kemudian melihat sebuah titik kecil di atas bukit.

   itu pun tak lama karena kemudian titik ini pun lenyap lagi.

   Dan ketika semua orang mendelong dan kagum serta gentar mendadak Swat Lian meloncat dan ....

   hinggap pula di atas getek pisangnya, mengayuh dan membentak dan sebentar kemudian gadis itu mengejar Cam-kong.

   Orang-orang berseru tertahan karena itu pun perbuatan berbahaya.

   Arus sungai itu270 deras dan perahu biasa pun dapat pecah terhantam bata batu hitam.

   Swat Lian tentu saja harus berhati - hati dan mengemudikan perahu anehnya ini dengan cermat.

   Dan ketika gadis itu menggerak gerakkan kedua tangannya dan tanpa dayung di tangan pun 1a dapat menyelinap di arus yang deras dan akhir nya menghilang di kejauhan sana orang pun menjadi kagum dan takjub.

   beberapa di antaranya mencoba tapi terguling.

   Sungai terlalu berbahaya untuk diseberangi! Dan karena orang - orang ini sebagian besar hanya terdiri dari orang-orang kang -ouw tingkat rendahan dan mereka tak dapat ke Bukit Malaikat maka hanya beberapa gelintir dan memiliki kepandaian cukup saja dapat menyeberang.

   Beberapa di antaranya mencari jalan lain tapi di belakang bukit adalah rawa, ini pun berbahaya dan tak kalah gawat.

   Kembali hanya orang-orang yang berkepandaian cukup yang hanya dapat melewati semua halangan itu.

   Dan ketika orang ribut-ribat sendiri dan sebagian besar akhirnya menjauh dari tempat berbahaya itu maka di sana Swat Lian telah berhasil menyeberang dan naik ke Bukit Malaikat, Apa yang dicari? Tentu saja suhengnya Gwen Beng dan Hauw Kam.

   Tadi dua orang Suhengnya itu diculik nenek Dewi Api dan kakek cebol.

   Swat Lian tersentak karena ia teringat Hek-bong Siauw jin.

   Keparat! Suhengnya dalam bahaya dan dia harus menolong.

   Tapi ketika ia berkelebatan di atas bukit itu dan memaki memanggil271 manggil lawannya mendadak sesosok bayangan berkelebat dan Kim - mu - eng muncul.

   "Adik Swat Lian tunggu,,,,. Jangan terus naik ke atas ..!"

   Swat Lian tertegun.

   Di depannya telah berdiri orang yang selama ini mengganggu tidurnya, Kim mou- eng tampak kurus namun gagah.

   Pendekar Rambut Emas itu agak kusut namun sinar matanya tajam bersinar-sinar.

   Dan ketika Swat Lian berhenti dan Kim- mou - eng berdiri di depannya tiba-tiba gadis itu terisak dan ingat kenangan lama "Kim-Twako, kau....?"

   "Ya, jangan ke puncak, Swat Lian. Terlalu berbahaya dan gawat. Suhu memerintahkan aku agar mencegah siapa pun datang ke sana. Tokong dan teman- temannya memasang ranjau.....!"

   Dan baru kata-kata ini selesai diucapkan mendadak terdengar dentuman dan jerit di sebelah kiri.

   Tiga sosok tubuh mencelat di udara, pekik mengerikan itu menyayat telinga.

   Dan ketika sosok tubuh tu terbanting dan Swat Lian terkejut mendadak terdengar lagi gelegaran di sebelah kanan dan jerit serta pekik kematian mengguncang bulu kuduk.

   "Keparat, Tok-ong dan kawan-kawannya benar-benar keji"

   Kim mou eng berkelebat, Swat Lian disambar dan cepat mereka sudah di tempat kejadian itu.

   Enam potong tubuh tergelimpangan di sana - sini.

   Swat Lian272 bergidik, Darah dan potongan kaki bercecer di situ, sungguh keji.Mengerikan.

   Tapi ketika Swat Lian hendak melepaskan dirinya dan bertanya tentang sesuatu mendadak berkesir tiga angin dingin dan dua orang tosu serta seorang hwesio muncul.

   "Omitohud, inikah kau, kim taihiap? Mana gurumu Bu beng Sian-su?"

   "Sian cai, perbuatan Tok-ongkah ini, taihiap? Mana empat datuk iblis yang jahat itu?"

   Kim mou-eng dan Swat Lian tertegun.

   Di depan mereka berdiri tiga orang gagah yang matanya tajam berkilat-kilat.

   Dapat datang ke tempat itu saja sudah menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang-orang sembarangan, Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas tercekat.

   Tapi sebelum dia menjawab tiba-tiba Swat Lian yang maju mendahului dan rupanya mengenal hwesio di depan bertanya.

   "Maaf, bukankah ini Bi Konglo-suhu dari Siu - lim?"

   "Benar, dan kau Hu-siocia, nona? Mana ayahmu?"

   "Ah!"

   Swat Lian yang terkejut tapi girang tiba- tiba berseru, bertanya lagi.

   "Apakah lo-suhu melibat dua suhengku dalam perjalanan ke mari? Tidakkah bertemu nenek siluman Dewi Api atau iblis cebol Hek-bong Siauwjin?"

   "Omitohud, tidak, nona. Apakah maksudmu saudara Gwan Beng dan Hauw Kam?"273

   "Ya, benar, mereka itu!"

   Tapi belum gadis ini melanjutkan Kim-mou-eng sudah menyentuh lengannya dan maju ke depan.

   "Maaf, ketua Siu-lim rupanya. Lo-suhukah yang bernama Bi Kong Hwesio? Dan siapakah dua ji-wi locianpwe ini?"

   "Siancai, aku Yang Te Cinjin, Kim-taihiap. Dan ini rekanku Ciu Sek Tosu."

   "Aih. ketua Hng-san dan Liong san kiranya. Maaf, aku tak tahu......!"

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan Kim mou-eng yang tampak terkejut dan buru-buru menjura lalu menghadapi tiga ketua partai itu dengan muka tegang.

   Baru sekarang tahu bahwa inilah ketua ketua dari partai persilatan terkenal, satu di selatan sementara yang lain terletak di barat, di perbatasan Himalaya, bersebelahan dengan Kun-lun.

   Dan ketika tiga orang hwesio dan tosu itu balas menjura dan Swat Lian tertegun maka Bi Kong Hwesio, hwesio yang pertama itu merangkapkan lengannya kembali, tokoh atau orang pertama dari Siu-lim..

   "Taihiap. benarkah hari ini gurumu yang terhormat Bu-beng Sian-su akan mengadakan keramaian? Bolehkah kami bertiga bertemu dan memperkenalkan diri?"

   "Maaf, hari ini suhu tak mengadakan apa apa, l-suhu. Hanya empat iblis dari Timur dan Barat itulah yang mengacau. Mereka ingin membalas dendam, kini datang dan membuat keonaran. Kalau sam-wi (kalian274 bertiga ) ingin bertemu tentu saja tak ada yang menolak tapi keadaan sekarang gawat!"

   "Pinto ( aku ) sudah mendengar,"

   Yang Te Cinjin, ketua Hng san berkata.

   "Kami semua sudah mendengar itu, taihiap. Dan kami juga mendengar janji gurumu untuk memberi Cermin Naga. Terus terang, kami ingin melihat dan berkenalan. Kalau perlu melihat dan menemui Hek-bong Siauw jin dan lain-lainnya itu untuk membuktikan apakah benar mereka masih hidup atau hanya omong kosong!"

   "Mereka benar masih hidup,"

   Kim-mou-eng menjawab "Tapi sepak terjang atau tindak-tanduk mereka luar biasa, totiang. Aku sendiri belum berhadapan tapi hari ini mereka berjanji datang!"

   "Apakah sebenarnya yang terjadi? Bolehkah jauh-jauh kami mendengar?"

   "Maaf, suhu belum menjelaskannya secara lengkap, totiang. Tapi kalau kalian ingin ke puncak boleh kuantar. Mari....!"

   Tapi belum Kim-mou eng berkelebat taba-tiba Swat Lian menegur.

   "Kim twako, apakah mayat mayat ini akan dibiarkan saja?"

   "Ah,"

   Kim mou-eng sadar.

   "Betul, Swat Lian, tapi...."

   "Biar pinto bersihkan!"

   Bi Kong Hwesio, tokoh atau ketua Siu-lim tiba - tiba bergerak.

   Dia mencabut sebatang dahan dan langsung menusuk tanah, mencongkel dan sebentar kemudian lubang besar cukup275 untuk beberapa mayat itu tersedia.

   Cepat sekali kerjanya, juga luar biasa.

   Dan ketika Swat Lian menutup hidung tak tahan oleh keadaan mayat yang terpotong- potong itu bergerak membantu tahu-tahu hwesio ini telah menggerakkan kakinya dan.....

   ...

   mayat-mayat itu pun masuk semua ke lubang yang dibuat, tak ada satu menit! Lalu membersihkan dan mengbut bajunya dari kotoran yang melekat .

   Hwesio itu berkata.

   "Nah, sekarang kita siap, nona. Tapi beberapa sahabat rupanya keburu datang.....!"

   Angin berkesur dan beberapa bayangan berkelebat.

   Swat Lian sebenarnya juga sudah mendengar itu, kagum pada ketajaman hwesio ini dan muncullah di situ beberapa orang yang gagah dan keren, satu di antaranya memiliki kumis panjang sampai di bawah dagu, seorang tosu semacam Ciu Sek atau Yang Te Cinjin itu.

   Dan ketika Bi Kong Hwesio mmbalik dan tentu saja tak jadi pergi maka hwesio ini terkejut buru - buru merangkapkan kedua tangannya.

   "Aih, Swan Cong Tojin kiranya! Omitohud, kau juga datang ke mari, totiang? Bersama Kwi Hiang Hosiang? Ah, Buddha yang welas asih mempertemukan kita. Omitohud ... !"

   Hwesi ini menjura dalam dalam, Swat Lian dan Kim-mou-eng terkejut karena itulah ketua - ketua Kun-lun dan Go-bong-pai.

   Mereka tertegun dan seketika terbelalak, tentu saja terkejut.

   Dan ketika Bi Kong, Hwesio memberi hormat dan cepat dibalas maka276 Swan Cong Tojin, ketua Kun-lun itu merangkapkan kedua tangannya.

   "Sianai, tak diduga kau ada di sini pula, Bi Kong lo suhu. Dan ini agaknya rekan Yang Te Cinjin dan Ciu Sek Tosu?"

   "Benar, kami datang bersama Kwi Hiang lo- suhu. Barangkali saja kita seiring dan setujuan. Dan ini Kim-mou-eng, bukan?"

   Kim-mou-eng mengangguk, cepat memberi hormat.

   "Totiang, jauh jauh kau datang ke mari, tentu mendengar tentang desas-desus itu dan tertarik. Totiang ingin mencari siapa?"

   "Siancai, pinto ingin bertemu gurumu, taihiap. Dan juga Tok-ong dan kawan-kawannya itu. Benarkah mereka ada dan masih hidup?"

   "Shu mengatakannya begitu, totiang. Tapi aku pribadi belum bertemu sendiri." ***

   Jilid VI Koleksi Kolektor Ebook "DAN nona ini, bukankah puteri Hu- taihiap?"

   "Benar, aku Swat Lian totiang. Bagaimana kau mengenal aku?"

   "ah, pinto mendengar sepak terjangmu di Ci- nong, nona. Dan kebetulan juga melihat bayanganmu277 waktu melewati orang-orang di jalan itu. Kau hebat, ginkangmu mengagumkan! Tapi mana dua suhengmu? "Mereka diculik Dewi Api dan Hek - bong Siauwjin totiang. Empat tokoh itu benar ada dan masih hidup. aku melihat sendiri! "Omitohud, begitukah?"

   Hwesio di sebelah Swan Cong Tojin tiba-tiba berseru.

   "Kalau begitu dunia dalam bahaya, cuwi enghiong (semua orang gagah). Kita harus mencegah itu dan membasmi mereka!"

   "Siancai, pinto datang juga dengan maksud itu. Dan Bu-beng Sian su yang terhormat katanya akan memberi petunjuk!"

   Ciu Sek Tosu kioi berseru.

   "Ya, dan pinceng juga ingin melihat apa yang diberikan Sian - su, Tojin. Katanya hari ini Cermin Naga akan dikeluarkan. Pinceng ingin melihat dan menyaksikan benda itu!"

   Semua kini bicara.

   Ternyata orang-orang itu adalah para ketua partai yang diam-diam tertarik oleh berita besar ini, tentu saja mereka tak nampak di Ci nong karena malu harus terlihat atau berada di tengah- tengah orang banyak.

   Betapapun mereka harus menjaga kedudukan sendiri.

   Dan ketika semua saling sahut dan Kim mou eng bingung harus bicara kepada siapa, mendadak di puncak terdengar geraman dan bentakan.

   "Sian-su, keluarlah. Kami sudah datang.. !"

   Semua orang terkejut.

   Swat Lian mengenal geraman itu, bentakan atau geraman Can kong, si278 Pembunuh Petir.

   Tentu saja dia bergerak dan Tiba tiba melengking, berkelebat menuju puncak.

   Tapi baru dia menjejakkan kaki dan membentak memaki iblis itu, tiba- tiba Kim-mou-eng berkelebat dan menyambar punggungnya.

   "Swat Lian, jangan lewat jalan itu. Berbahaya....!"

   Dan ledakan yang mengejutkan semua orang disusul pekikan Swat Lian tiba tiba membuat semua orang terkesiap karena tanah di depan amblong, Kim-mou-eng keburu menyambar punggung gadis itu dan melempar Swat Lian kembali ke tempat semula.

   Pendekar Rambut Emas sendiri sudah berjungkir balik lima kali sebelum jatuh di rombongan Bi Kong Hwesio, mukanya pucat dan mengusap keringat dingin, peluh sebesar jagung menitik dari dahinya.

   Dan ketika Swat Lian sendiri mencelos dan hampir mati kaget melihat ke smbronoannya maka di puncak terdengar kekeh dan tawa yang panjang.

   "Hi - hik, kau boleh mampus, bocah. Siapa smbrono akan mendapat hadiahnya!"

   "Ya, dan kau suruh gurumu keluar, Kim-mou- eng. Kami sudah datang!"

   Kim-mou-eng dan lain-lain marah.

   Mereka kini tahu bahwa tokoh-tokoh sesat yang kepandaiannya luar biasa sudah ada di puncak, Kim mou eng mengepal tinju dan berang.

   Tapi belum dia mengajak yang lain terdengar lagi Teriakan dari puncak, kini ditujukan kepada Swat Lian, !279

   "Sumoi, jangan datang ke mari. Turun....!"

   "Benar, jangan ke mari, sumoi. Pergilah ..!"

   Swat Lian pucat.

   "Itu Hauw Kam - suheng dan Gwan Beng-suheng. Mereka ada di sana!"

   Serunya.

   "Ah, apa yang harus kulakukan, Kim-twa ko? Apakah harus membiarkannya saja?"

   Tapi baru gadis ini selesai bicara tiba-tiba terdengar seruan lembut dari atas, mengusap semua telinga orang, begitu menyejukkan.

   "Kim-mou eng, bawa teman-temanmu ke lorong bawah tanah. Boleh ke puncak tapi sembunyikan diri!"

   Kim-mou-eng girang.

   "Ini suara suhu,"

   Seru nya.

   "Mari, ikuti aku, cuwi enghiong. Semua menjadi satu dan jangan sendiri sendiri!"

   Kim mou eng sudah berkelebat, menguak sebuah semak belukar dan di situ terlihat sebuah guha atau lorong bawah tanah.

   Di sini Kim-mou eng menyerahkan beberapa batang lilin dan bergeraklah pendekar itu merunduk dan melompat.

   Bi Kong Hwe sio dan lain-lain mengikuti dan dengan tegang namun gembira mereka berjalan di belakang Kim.

   mou eng.

   Tempat yang gelap tak menjadi halangan karena masing masing telah menyalakan lilin pemberian Kim- mou-eng.

   Dan ketika sembilan orang itu mulai bergerak dan merunduk serta berlari kecil di dalam guha yang akhirnya menaik ke atas ini maka Bi Kong Hwesio dan teman-temannya kagum karena tak lama kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang lapang.

   lilin mulai tak dipakai lagi karena cahaya matahari tampak280 menerobos masuk di celah-celab guha, meskipun lemah.

   Dan ketika setengah jam kemudian mereka semakin ke atas dan akhirnya berhenti mendapat aba aba maka mereka merasa tanah bergetar dan bergoyang ketika di atas sana terdengar bentakan dan gedrukan kaki.

   "Semua jangan keluar, boleh mengintai tapi jangan menampakkan diri,"

   Suara halus tiba-tiba menyusup kembali di dalam telinga, tak diketahui dari mana asalnya tapi Bi Kong Hwesio dan lain-lain bergidik.

   Sebenarnya sejak tadi mereka itu seolah diamati sepasang mata tajam, entah di mana mata itu.

   Pokoknya diamati dan dua kali Bi Kong Hwesio merasa diusap punggungnya ketika tadi hampir dia terpeleset.

   Hwesio ini terlampau buru-buru dan tegang sewaktu menelusuri lorong bawah tanah itu, kebetulan dia akhirnya di belakang karena membantu yang lain-lain masuk, Hanya hwesio inilah yang merasa didorong punggungnya dan bergidik! Dan ketika suara yang lmbut itu kembali bicara dan kini mereka mengenal sebagai suara Sian-su maka Kim-mou-eng mengibas ke samping dan rontoklah beberapa dinding guha yang terkupas.

   "Suhu memerintahkan kita tak boleh keluar. Sementara ini uwi mengintai saja di beberapa tempat!"

   Bi Kong Hwesio dan lain-lain mengangguk.

   Mereka sebenarnya ingin keluar, perintah ini agak merendahkan derajat mereka sebagai ketua ketua281 partai.

   Namun karena mereka adalah tamu dan betapapun mereka telah memasuki wilayah Bukit Malaikat maka Bi Kong dan temannya mencari tempat pengintaian dan menempelkan muka, sebelumnya saling pandang dan Ciu Sek serta Yang Te Cinjin memberi isyarat Agaknya ketidakpuasan dua ketua Hong san dan Liong-san ini tak dapat disembunyikan juga Tapi karena Bi Kong mengedip dan ketua Siu-lim ini menyuruh sabar maki dua ketua itu mengangguk dan mengintai, kebetulan mendapat celah paling jelas dan posisi paling menguntungkan.

   Dan begitu mereka mengintai melihat ke depan tiba - tiba keduanya berseru tertahan dan melotot.

   Apa yang dilihat? Tak ada apa-apa! Di situ hanya tampak sebuah tempat datar yang sekeliling nya penuh pohon, jadi semacam lapangan kecil berbentuk lingkaran.

   Tempat itu kosong tapi bentakan atau geraman terdengar di sini, bahkan gedrukan-gedrukan itu pun terdengar di sini.

   Suara nya menggetarkan guha bawah tanah dan siapa yang tak menempel erat-erat di dinding pengintal barangkali akan jatuh seperti cecak diblandring (dikatepil).

   Menyeramkan sekali! Dan ketika yang lain - lain juga terbelalak dan keheranan karena tempat itu kosong maka Kim-mou eng tiba tiba berseru.

   "Kerahkan tenaga batin, jangan melihat dengan mata biasa!"

   Orang - orang terkejut.

   Mereka baru sadar bahwa yang mereka hadapi ini adalah tokoh tokoh tak282 lumrah manusia, Hek-bong Siauwjn dan teman- temannya itu adalah iblis iblis yang berkepandaian luar biasa.

   Maka begitu mereka mengerahkan tenaga batin dan mata telanjang mulai menembus disertai kekuatan dalam tiba-tiba mereka tertegun melihat apa yang ada.

   Sekarang tampaklah itu.

   Tiga pasang kakek nenek, bukan empat melainkan enam.

   Dan Kim mou eng yang terkejut serta kaget melihat dua nenek baru di rombongan iblis ini mendadak berseru tertahan.

   "Sepasang Dewi Naga....!"

   Yang Te Cinjin dan lain-lain tersentak.

   "Sepasang Dewi Naga, taihiap? "Ya, dua nenek itu ternyata telah bergabung dengan iblis iblis ini, totiang. Pantas kalau mereka berani lagi datang dan menantang suhu!"

   "Diakah yang menculik anak mu"

   Swat Lian tiba-tiba bertanya, terkejut.

   "Ya, tapi....... ah!"

   Dan Kim-mou-eng yang hampir melompat keluar tapi ingat pesan gurunya tiba- tiba menggigit bibir dan sudah dicengkeram lembut jari- jari halus yang digetarkan Swat Lian.

   "Twako, aku turut berduka oleh musibah yang menimpamu. Tenanglah, aku pasti membantu. Dua pasang mata beradu pandang. Swat Lian segera menunduk ketika sepasang mata Pendekar Rambut Emas bergetar penuh perasaan, Kim-mou-eng tiba tiba balas mecengkeram dan bertanya dari mana gadis itu tahu. Dan ketika Swat Lian berbisik bahwa dia283 baru saja ke tempat rendekar itu tapi Kim-mou-eng tak ada maka Pendekar Rambut Emas tertegun menatap heran.

   "Kau ke suku bangsa Tar-tar?"

   "Ya, dua hari yang lalu, twako."

   "Untuk apa? "Mencari dirimu."

   "Ya, aku tahu. Tapi untuk apa?"

   "Disuruh ayah. twako. Menebus kekalahannya dua tahun yang lalu dan mengajakmu bertanding!"

   Kim mou-eng tersentak.

   Tiba-tiba dia ingat penasaran jago pedang itu, bahwa Hu Beng Kui tak puas dan ingin menebus kekalahannya.

   Benar, kini mengutus puterinya dan Kim-mou-eng tertegun.

   Tapi karena saat itu tak dapat mereka banyak bicara dan Bi Kong Hwesio serta yang lain lain juga ada di situ tiba-tiba Kim-mou- eng cepat melepas pegangannya ketika mendengar Yang Te Cinjio batuk-batuk.

   "Maaf,"

   Pendekar ini merah mukanya.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku sedang kalut, Swat Lian. Biar lain kali kita bicara lagi,"

   Dan melepas gadis itu memandang ke depan akhirnya Pendekar Rambut Emas dan lain lain memperhatikan lagi suasana di atas, melihat nenek Dewi Naga bersiap siap sementara Hek-bong Siauwjin dan lainnya berteriak teriak.

   Baru tahulah semua orang bahwa tokoh tokoh luar biasa dari dunia hitam ini rata - rata melindungi dirinya dengan semacam uap hitam di mana masing-masing tak akan terlihat oleh mata biasa,284 itulah semacam kekuatan sakti mirip ilmu menghilang.

   Hek bong Siauwjin tampak paling pendek di antara semuanya, sementara Cam kong tampak paling jangkung.

   Tokong paling tinggi besar dan menyeramkan, iblis inilah yang mengedruk-gedrukkan kaki hingga bumi bergetar, seakan dilanda gempa saja.

   Dan ketika mereka semua memperhatikan dan enam tokoh sesat itu mengitari lapangan sambil memanggil - menggil Sian--su mendadak seperti muncul dari dalam bumi saja tampaklah kakek dewa itu, muncul dan tertutup halimun putih sementara mukanya tak kelihatan! "Hm, aku sejak tadi di sini, Siauwjin.

   Tak terlihatkah oleh kalian?"

   Enam tokoh itu kaget.

   Bi Kong Hwesio dan Teman - temannya juga terkesiap, mereka itu tak melihat dari mana Bu beng Siun-su muncul dan tahu tahu kakek dewa itu telah bersila tenang di tengah- tengah kepungan lawannya.

   Begitu tenang dan agung! Dan ketika mereka terbelalak dan baru pertama kali itu juga Bi Kong dan lain lain melihat Bu beng Sian-su maka Hek-bong Siauw ja dan teman temannya membentak.

   "Sian su, kau kakek tua tak tahu aturan. Kenapa hendak menyerahkan Cermin Naga kepada orang lain? Berikan kepada kami, atau kau kami bunuh!"

   "Benar, dan aku akan menggeragoti jantung mu, kakek keparat. Atau kau selamat dan Cermin Naga menjadi milikku!"285

   "Tidak, cermin itu menjadi milik bersama, Tok- ong. Jangan serakah dan tak tahu diri!"

   "Hm.......!"

   Bu-beng Sian su, kakek di tengah- tengah lingkaran itu tiba-tiba bangkit berdiri.

   "Kalian semua amat beringas dan haus darah,Tok-ong. Kenapa begitu keji dan garang? Cermin Naga memang akan ku keluarkan, tapi bukan diminta dengan paksa."

   "Berikan padaku!"

   "Tidak, padaku, Sian-su, Atau....."

   "Ha-ha, kakek ini tak mungkin memberikan nya kepada kita, Dewi Api. Lebih baik serang dan bunuh dia!"

   Siauwjin, si Manusia Busuk Dari Kubur tiba tiba menukas, langsung berklebat dan menyelinap di bawah selangkangan kakek dewa itu.

   Dengan ganas dan keji dia merenggut bagian bawah kakek itu, kebiasaannya yang mengerikan dengan mencomot anggauta rahasia ternyata tak segan-segan dilakukannya kepada kakek dewa itu.

   Tapi ketika tangannya merogoh dan kakek itu membiarkan seknyong konyong iblis ini menjerit karena tempat itu kosong dan jarinya menyentuh benda panas yang membakar lengannya seperti api.

   "Aduh, keparat .....!"

   Hek-bong Sauwjin terguling - guling. Dia kaget dan marah, heran tapi juga gentar. Dan ketika iblis itu melompat bangun dan yang lain terbelalak melihat kejadian itu maka Tk-ong dan nenek Dewi Api melejit ke depan.286

   "Sian su, mana itu Cermin Naga?"

   "Kau tak memberikannya kepada kami?"

   "Hm,"

   Kakek dewa itu bersikap tenang.

   "Hawa dan nafsu jahat mengotori kalian, Dewi Api. Dan kalian semakin tersesat. Cermin Naga akan kulempar, siapa mendapatkan dialah yang beruntung."

   "Tidak, orang lain tak boleh mendapatkannya, kakek keparat. Serahkan pada kami atau kau kubunuh!"

   "Benar, dan kau juga berhutang sesuatu, kakek busuk. Kau merusakkan wajah kami berdua!"

   Sepasang Dewi Naga, Bi Kim dan Bi Lin membentak.

   Mereka itu jerih kalau menghadapi lawan berdua saja, kini tentu saja berani karena disitu banyak teman.

   Ada enam jumlahnya.

   Dan karena Hek-bong Siauwjin dan kawan- kawannya itu juga tambah berat karena Sepasang Dwi Naga membantu dan bergabung dengan mereka maka kioi Tok - Ong menggeram menggedrukkan kaki nya.

   "Bu-beng Sian su, kau masih tak ingin mengeluarkan cermin mu?"

   Bu-beng Sian-su, kakek dewa ini sekonyong konyong tersenyum.

   Sepasang sorot Cahaya tiba tiba keluar dari sepasang matanya, Bi Kong Hwe sio dan lain- lain terkejut karena mereka mendadak merasa silau.

   Mengerahkan tenaga batin namun, tak kuat, tetap saja mereka terkesiap dan kaget.

   Mata tiba-tiba dipejamkan dan air mata pun mengalir.

   Pedih.

   Tak kuat mereka beradu pandang dengan sorot yang amat tajam itu.

   Dan ketika mereka menutup mata dan sejenak saja287 melakukan ini sekonyong-konyong terdengar pukulan dahsyat ketika Tok ong menerjang, disusul bentakan yang lain dan bunyi berdering keluar dari lengan kakek dewa itu.

   Kim mou eng dan Swat Lian yang tak memandang langsung sorot atau cahaya mata manusia sakti ini selamat, melihat kakek dewa itu mengeluarkan sepasang cermin namun Tok-ong menubruk begitu melihat.

   Kakek tinggi besar ini menerkam seperti singa haus darab, mencoba merebut.

   Tapi karena teman temannya yang lain juga bermaksud sama dan mereka itu sudah melengking dan berkelebat ke depan tiba tiba enam orang itu sudah serentak merebut dan menyerang.

   "Berikan padaku ....!"

   "Tidak, aku saja!"

   Dan enam orang itu yang berkelebat bersama dan merebut serta menghantam tiba-tiba sudah menyerang kakek dewa itu.

   Pukulan mereka cepat dan tentu saja bukan main dahsyatnya tapi Bu-beng Sian-su masih berdiri tegak.

   Kakek itu seolah tak tahu bahaya atau sengaja menerima, Kim-mou-eng sampai terkesiap.

   Tapi karena Bu beng Sian su adalah kakek maha sakti dan semua serangan itu membuat Kim-mou eng terbelalak tiba tiba kakek ini meniup dan......

   enam 0rang itu berhantam sendiri, Bu beng Sian-su tembus dipukul dan Hek bong Siauwjin serta kawan kawannya terpekik kaget.

   "Heii.... plak dess!"288 Tok ong dan lima temannya terjungkal. Tadi mereka itu sudah menghantam tubuh lawan, entah kenapa tiba-tiba tembus"

   Dan amblong.

   Kakek itu seperti roh halus saja dan mereka berenam, menjerit.

   Tapi karena mereka juga orang orang luar biasa dan Hek bong Siauwjin sudah membentak dan meloncat bangun dan iblis cebol ini dan kelima temannya sudah menyerang dan berkelebat lagi.

   Tamparan atau pukulan mereka membuat pohon di sekitar berderak roboh, bumi tergetar dan Bi Kong Hwasio serta lain-lain yang ada di guha terpelanting, bukan main hebat! nya! Dan ketika ketua Siu-lim itu dan kawan-kawannya berteriak tertahan dan melompat terhuyung maka di luar terdengar ledakan dan dentuman dahsyat, mereka melihat tapi yang tampak hanya bayang bayang yang kabur saja.

   Pandangan dikerahkan tapi tetap saja mata tak mampu melihat jelas.

   Hek-dong Siauwjin dan kawan- kawan nya itu hanya merupakan bayangan berseliweran dan berobah seperti bayangan iblis, sungguh mengejutkan.

   Dan ketika mereka mencoba mempertajam pandangan namun kepala tiba-tiba pening mendadak Bi Kong Hwesio dan teman-temannya ambruk! "Jangan melihat pertempuran.

   Semua bersila....!"

   Kim-mou eng berseru kaget, melihat semua yang ada kecuali dia dan Swat Lian satu per satu roboh terguling.

   Bayangan yang tak dapat diikuti membuat kepala berputar dan Bi Kong Hwesio serta yang lain lain289 itu pun roboh.

   Bukan main, padahal mereka adalah ketua-ketua partai persilatan terkenal! Dan ketika Kim- mou eng sendiri cepat memejamkan mata dan duduk bersila dan dengan cara begini dia melihat"

   Jalannya pertandingan maka di luar terdengar dentuman dan gemuruh bagai hutan diamuk hantu.

   Orang tak melihat betapa Bu-beng Sian-su tiba- tiba berobah menjadi enam, masing masing, Bu-beng Sian-su menghadapi seorang lawan.

   Hek bong Siauwjin dan kawan kawannya terpekik, tentu saja kaget dan gentar.

   Ini ilmu siluman, pada hal mereka sendiri adalah siluman! Dan ketika hantaman atau pukulan meledak di tempat itu dan orang di bawah bukit melihat kilatan cahaya atau api yang menyambar - nyambar di puncak maka orang orang di bawah pelenggong dan bengong.

   "Iblis, yang bertempur itu benar-benar bukan manusia.....!"

   "Ya, dan Bu-beng Sian-su hanya tampak sebagai bayangan putih, kawan-kawan. Yang hitam dan berkelebatan itu tentu Tok-ong dan teman temannya!"

   "Aih, hebat. Aku belum pernah melihat pertandigan macam begini. Luar biasa, aku....... heii ...!"

   Orang di bawah bukit tiba tiba berteriak.

   Di puncak terdengar bentakan dan suara gemuruh, api dan petir sekonyong konyong meledak.

   Awan hitam bagai mendung tiba-tiba memenuhi puncak, dari mana mana datang berkumpul dan akhirnya melebar, kian melebar dan akhirnya Bukit Malaikat gelap gulita.

   Dan, ketika290 orang orang, di bawah ternganga dan tak tahu apa yang terjadi sekonyong-konyong hujan api dan petir menyambar ke bawah, disusul derak tanah yang membuat bumi bergoyang.

   Hek bong Siauwjin dan teman temannya telah mengerahkan ilmu hitam, iblis dan siluman dipanggil untuk membantu mereka.

   Dan ketika orang di bawah terpekik tak keruan meluncurlah kemudian batu batu besar dan pohon tumbang, disusul hujan deras! "Awas, air bah.

   Menyingkir..!"

   Paniklah orang-orang itu.

   Mereka seakan di dalam mimpi buruk, semuanya berlarian dan mencari selamat.

   Dan ketika mereka berlindung dari hujan dan batu yang seakan ditumpahkan dari langit mendadak dari puncak Bukit Malaikat yang gelap gulila muncul sepasang sinar terang yang berkilauan mengatasi segalanya, mendesing dan berputaran dan terdengarlah saat itu gerengan dan teriakan marah.

   Sepasang benda yag berputar - putar di atas bukit ini melesat.

   Lalu, ketika - orang di bawah melenggong dan bengong mendadak sepasang benda itu meluncur dan terbang ke utara dan selatan.

   "Sepasang Cermin Naga, kejar....!"

   Orang tak tahu siapa yang berser itu.

   Mereka seakan terpaku tapi tiba-tiba kaget, berjengit dan semuanya lari ke arah benda terbang itu.

   Ratusan orang kang-ouw melesat dan memburu.

   Cermin Naga sudah keluar, terlempar dari puncak Bukit Malaikat.

   Dan ketika291 semua orang berlarian dan saling dahulu mendahului maka di puncak terdengar pekik dan kilatan halilintar.

   "Sian-su. Kau kakek keparat. Jahanam...! Kejar, Cermin Naga itu harus kita dapatkan...!"

   Orang tak tahu apa yang terjadi.

   Di pancak Bukit Malaikat terdengar dentuman dahsyat, suaranya begitu menggelegar dan langit serta bukit seakan akan ambruk.

   Orang di bawah yang sedang berlari-larian mendadak terguling.mereka tadi merasa tanah bergoyang dan berderak, puluhan di antaranya seketika roboh berbareng.

   Bukan main dahsyatnya pengaruh getaran yang ber asal dari puncak itu.

   Dan ketika mereka berteriak kaget dan cermin yang mereka kejar itu masih mendesing di udara dan melesat ke utara dan selatan maka di Bukit Malaikat yang gelap gulita terdengar keluhan dan bantingan tubuh disertai erangan dan umpatan.

   "Aduh...!"

   "Bangsat...!"

   Orang juga tak tahu apa yang terjadi.

   Di atas sana hanya terdengar rintihan itu, Cermin Naga melayang-layang di udara dan meneruskan perjalanannya.

   Aneh bin ajaib, cermin itu tidak segera jatuh dan meluncur kian jauh dengan masing-masing berlawanan arah, tetap ke utara dan selatan.

   Dan ketika orang-orang yang roboh terguling terlompatan bangun dan terhuyung memandang cermin itu maka di puncak292 terlihat enam bayangan yang melarikan diri dan meluncur ke bawah.

   *Kejar Cermin Naga, dapatkan itu...!"

   Orang di bawah bengong.

   Mereka hanya melihat enam bayangan meluncur ke bawah bukit, di iring umpatan dan makian, juga rintihan.

   Dan ketika enam bayangan itu tiba di bawah dan tibatiba memecah menjadi dua mendadak tiga di antaranya melesat ke utara sementara yang tiga lagi melesat ke selatar, mengejar Cermin Naga! "Ah, mereka mendahului.

   Habis harapan kita....!"

   Seorang di antara orang-orang di bawah berteriak, seruannya mengandung kecewa dan putus asa.

   Yang lain mengangguk dan bengong bagai mimpi saja.

   Tapi seorang lainnya yang rupanya berpendapat lain dan masih melihat sepasang cermin itu melayang - layang di udara mendadak melompat dan berseru.

   "Tidak, Cermin Naga tak segera jatuh. Ayo, kita ikuti dan kejar....!"

   Dan mendahului yang lain dan bersemangat tinggi tiba tiba orang ini sudah mengejar ke depan, ke utara, yang selatan tak dihiraukan karena betapa pun dia memang harus memilih satu di antara dua.

   Yang lain lain terkejut tapi bangkit semangatnya.

   Dan ketika orang itu sudah mendahului dan puncak Bukit Malaikat mulai terang maka yang lain-lain pun segera mengejar dan berteriak, rombongan mendadak menjadi dua dan orang-orang kang ouw ini pun mengejar Cermin Naga.

   Yang merasa lebih dekat dengan293 selatan mengejar cermin kedua itu, memburu sementara yang sudah berlari ke utara juga mengejar cermin pertama.

   Orang-orang itu tiba-tiba pecah dan masing-masing sudah melaksanakan keinginannya sendiri sendiri.

   Dan ketika semua mengejar Cermin Naga dan puncak Bukit Mlaikat terang kembali maka aneb bin ajaib suara suara, gemuruh dan halilintar itu pun lenyap, tak ada lagi hujan atau pun api! "Siancai, ini bagai mimpi...!"

   Yang Te Cin jin, ketua Hong-san-pai brseru takjub.

   Dia tadi bersama kawan-kawannya berkutat melawan pengaruh di atas bukit yang begitu dahsyat, duduk bersila namun dua di antara mereka terguling, yakni wakil atau sute dari Swan Cong Tojin ketua Kun lun dan wakil atau sute dari ketua Go bong, adik perguruan Kwi Hiang Hosiang.

   Dari sini dapat dibuktikan betapa dahsyat pertempuran di atas puncak Bukit Malaikat itu, semuanya gemetaran dan menggigil.

   Hampir saja mereka tak kuat bertahan lagi, hanya Kim mou - eng serta Swat Lian saja yang dapat sedikit lebih tenang, meski pun keduanya juga berkeringat dan mengerahkan seluruh kekuatan batin untuk melawan.

   Suara gemuruh dan ledakan petir di atas sana terlalu hbat, begitu hebat hingga mungkin Yang Te Cin jin dan lain lainnya itu akan pingsan kalau pertempuran tidak segera bergenti.

   Bu-beng Sian-su rupanya berhasil mengalahkan lawan-lawannya itu, Hek bong Siauwjin dan kawan kawan terbanting roboh ketika semua pukulan mereka membalik atau294

   "menembus"

   Kakek dewa itu.

   Yang dihadapi Seakan bukan jasad kasar, melainkan roh! Dan karena Bu-beng Sian su sendiri memecah dirinya menjadi enam dan semua pukulan membalik atau menembus sia sia maka enam iblis itu mnjadi kedr dan gentar, akhirnya tunggang-langgang dan memaki maki kakek dewa itu.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bu-beng Sian-su benar benar kakek dewa maha sakti, begitu sakti Hingga dikeroyok enam tetap saja mereka kalah, Padahal mereka adalah tokoh-tokoh luar biasa yang ada pada jaman itu.

   Dan ketika Cermin Naga mencelat dan terlempar dari atas bukit ketika pertempuran berlangsung maka akhirnya enam iblis itu melarikan diri dan mengejar sepasang cermin yang anehnya terbang berlawanan arah itu, satu ke utara sedang yang lain ke selatan.

   Dan Karena cermin itu berisi ilmu pamungkas untuk "menundukkan"

   Ilmu mereka maka Hek - bong Siauwjin dan lima kawannya mengejar dan tak aneh kalau mereka mati-matian menghendaki cermin itu dan meninggalkan lawan yang tak dapat mereka kalahkan! "Omitohud, pinceng juga takjub...!"

   Bi Kong Hwesio, yang kini bangkit berdiri dan agak terhuyung juga berseru.

   Setelah tadi Yang Te Cinjin mengucapkan seruan dan mereka semua mengangguk memang masing-masing harus mengakui itu.

   Apa yang dilihat dan didengar adalah suatu kejadian mentakjubkan yang belum tentu seratus tahun sekali disaksikan.

   Itu mimpi luar biasa bagi mereka.

   Dan ketika Kwi Hiang Hosiang295 dan Swan Cong Tojin selesai menolong sute mereka dan dua orang itu berdiri limbung maka Kim - mou-eng melompat bangun berseru perlahan.

   "Kita keluar, sekarang aman....!"

   Namun angin berkesiur lembut. Sesosok bayangan menembus celah dinding, begitu luar biasa dan mengagetkan. Dan ketika orang orang terbeLalak dan tersentak ternyala Bu-beng Sian-su, kakek dewa itu telah berada di depan mereka menggoyang lengannya.

   "Tak perlu, biar di sini saja!"

   Orang-orang terkejut.

   Mereka memandang celah yang dilalui kakek dewa ini, tertegun dan terkesiap karena celah itu hanya selebar mata kucing, tak lebih dari seinci.

   Ujung jempol dimasuk kan saja belum tentu dapat, bagaimana kakek dewa itu dapat masuk? Dan ketika mereka tertegun dan terkesima maka kakek dewa ini telah menyuruh mereka duduk.

   "Kalian tenang saja, ingin bertemu dengan aku bukan? Nah kalian boleh bicara, Bi kong loo - suhu. Atau Yang Te totiang ini juga boleh mendahului."

   "Ahh!"

   Dan dua ketua itu yang tiba-tiba terhenyak dan melipat tubuh dalam-dalam tiba-tiba merasa didahului dan kaget, cepat-cepat memberi hormat.

   "Sian-su, maafkan pinceng. Kiranya kau pun telah mengetahui apa yang ada di hati pinceng.

   "Ya, dan pinto talah melihat semuanya di puncak bukit, Sian-su. Sungguh kepandaian pinto dan296 kawan-kawan terasa rendah sekali dibandingkan kesaktianmu! "Ah, kalian tak usah berbasa-basi. Mari, keluarkan apa yang ingin dibicarakan dan boleh tanya apa yang kalian suka."

   "Omitohud.... !"

   Bi Kong Hwesio bersinar-sinar.

   "Kalau begitu pinceng ingin mendahului, Sian-su. Apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa Cermin Naga itu kau lepaskan!"

   "Ya, dan pinto juga ingin bertanya kenapa kau melepaskan pula enam iblis itu, Sian-su. Bukankah mereka dapat kau bunuh dan habisi!"

   "Hm, kau Bi Kong lo suhu, dan kau pula Yang Te Cinjin. Apa yang terjadi adalah takdir dan tak seorang pun dapat mengubah semuanya itu. Hek bong Siauwjin dan kawan-kawannya adalah manusia, mati hidup bukanlah di tangan manusia lainnya pula....."

   "Tapi kau dewa, kau bukan manusia biasa!"

   Yang Te Cinjin memotong.

   "Hm,"

   Kakek ini tersenyum lebar.

   "Apa yang kau katakan tak perlu kujawab, Cinjin. Tapi dewa pun tak berhak mencabut nyawa manusia. Aku datang bukan untuk membunuh atau menghabisi, melainkan menyadarkan dan membantu manusia lainnya".

   "Baiklah, kalau begitu bagaimana pertanyaan ku tadi , kejadian tadi, Sian su? Apa yang sebenarnya dan kenapa kau lepaskan Cermin Naga itu? Betulkah cermin itu sakti dan dapat menahan sepak terjang orang-orang297 sesat?"

   Bi Kong Hwesio bertanya, mengajak yang lain memusatkan dulu konsentrasi ke sini dan Yang Te Cinjin pun sadar.

   Memang saat itu pertanyaan Bi Kong Hwesio belum dijawab, sebagai orang kedua dia harus menunggu giliran.

   Dan ketika Bu-beng Sian-su tertawa dan mengebutkan lengannya maka kakek ini bersila tapi anehnya tak sedikit pun kakinya menyentuh lantai, mengambang! "Bi Kong lo - suhu, dan kau Yang Te totiang, sebaiknya kalian dengar apa yang akan ku Katakan ini.

   Cermin Naga berisi tentang sesuatu yang hidup yang ada di permukaan hidup ini.

   Dan karena cermin itu berkaitan erat dengan orang atau seseorang maka cermin itu sesungguhnya bukan barang yang terlampau istimewa meski pun barangkali benar menyimpan beberapa ilmu silat tinggi, bagi yang mengerti dan mampu memahaminya." *Pinceng tak mengerti,"

   Bi Kng Hwesio mengernyitkan kening.

   "Apakah Cermin Naga itu barang biasa saja, Sian su.?"

   "Biasa atau luar biasa tergantung dari yang menerima, lo-suhu. Pendapat atau daya terima seseorang berlainan antara yang satu dan yang lain."

   "Pinceng masih bingung, ;dapatkah kau terangkan lebih jelas? Lo suhu,"

   Kakek dewa itu tertawa.

   "Yang jelas Cermin Naga itu menyimpan sebuah syair akan kehidupan. Syair, inilah yang penting dan perlu disadari, tapi karena298 benda itu telah terbang jauh dari sini maka percuma juga ku terangkan kepada kalian . Hanya tak lama lagi akan muncul gelombang di dua golongan. Satu golongan dunia kang-ouw dan yarg lainnya adalah golongan 0rang biasa. Dan ini lah yang menjadi inti dari semua kejadian yang lewat maupun yang akan datang."

   Bi Kong Hwesio jadi kebingungan.

   "Pincng tak paham,"

   Katanya gugup.

   "Pincerg merasa bebal!"

   "Ya, dan pinto juga, lo suhu. Apa yang di kata Sian-su pinto pun tak mengerti!"

   Yang. To Cinjin berseru.

   "Hmmm, Bagaimana mengerti kalau kejadiannya belum terbuka?"

   Bu-beng Sian-su, tersenyum.

   "Mengerti apa yang belum dimengerti memang tak mungkin, Cinjin. Tapi kuberitahukan saja pada kalian bahwa di dunia kang-ouw akan terjadi ketidakadilan."

   "Ketidakadilan tentang apa?"

   "Yach, tentang banyak hal, cinjin. Termasuk kalian barangkali juga akan melakukan hal yang sama!"

   "Pinto juga melakukan ketidakadilan?"

   "Ha-ha, semua orang bisa melakukan itu, Cinjin. Tak perlu kaget. Maka menyadari dan mengerti akan ini adalah sebuah perbahan mendasar!"

   Yang Te Cinjin pucat.

   Tiba-tiba dia seakan ditodong sebuah persoalan tajam oleh kakek dewa itu, tidak mengerti namun tergetar oleh ucapan kata-kata itu.

   Dia seakan dimasukkan ke dalam sebuah tungku299 panas, namun karena tak mengerti dan penasaran oleh semuanya itu tosu ini menanya.

   "Sian su, dapatkah kau jelaskan kepada Kami apa yang sesungguhnya kau maksudkan? Kenapa pula Hek-bong Siauwjin dan teman-temannya itu datang?"

   "Mereka datang karena ingin membalas dendam, Cinjin. Dan menjelaskan apa yang sesungguhnya ku maksudkan juga tak mungkin, waktunya belum tiba."

   "Bagaimana ini?"

   "Begini saja, kalian pulang dan kembali ke tempat masing-masing. Lihat dan dengarkan apa yang terjadi. Kalau waktu itu tiba dan kalian - ingat aku kalian boleh datang ke sini dan dengar apa yang tersembunyi."

   "Tapi kau belum menjawab tuntas pertanyaan pinceng!"

   Bi Kong Hwesio tiba-tiba berseru.

   "Kau tak menjawab apakah Cermin Naga benar dapat menahan sepak terjang orang-orang jahat atau tidak, Sian su. Masakah kita semua harus pulang?"

   "Hm,"

   Kakek itu bersinar-sinar.

   "Menahan sepak terjang orang jahat atau tidak bukanlah masalah mendasar, lo suho. Yang penting adalah kita masing masing harus mampu menahan sepak terjang sendiri, yang tidak baik, yang tidak sehat!"

   "Jadi cermin itu tidak membawa faedah? Salahkah pendengaran pinceng bahwa Cermin Naga akan mampu meningkatkan kesadaran seseorang dan menahan sepak terjang orang jahat?"300

   "Meningkatkan kesadaran seseorang barang. kali betul, lo - suhu, tapi barangkali juga tidak. Telah kusebutkan di atas bahwa daya tangkap atau daya terima seseorang berbeda antara yang satu dan yang lain. Itu semua tergantung dari masing-masing individu Dan kalau cermin itu mampu menahan sepak terjang orang jahat maka ini pun tergantung kalian sendiri!"

   "Bagaimana ini?"

   Bi Kong Hwesio berkeringat.

   "Pinceng tak puas, Sian-su. Jawabanmu kabur!"

   "Hm, kabur karena kau belum mengerti, lo suhu. Kalau sudah tentu tidak kabur. Ku ulangi lagi, kalian pulang dan lihat saja apa yang akan terjadi. Dunia kang ouw dan dunia orang biasa akan mendapat sebuah pelajaran, Cermin Naga akan menjelaskan pada kalian dan kelak kalian akan mengerti.

   "Tapi cermin itu katanya berisi syair,"

   Ciu Sek Tosu kini tiba-tiba bicara, teringat akan keistimewaan manusia dewa ini membuka syairnya.

   "Apakah kami tak boleh tahu apa isi syair itu, Sian-su?"

   "Benar,"

   Swan Cong Tojin tiba-tiba nimbrung. ikut bicara pula.

   "Kau biasanya memberi wejangan kehidupan dengan syair-syair, Sian-u. Apakah pinto juga tak boleh tahu dan lihat? "Kalian serius?"

   "Tentu saja. Kami telah mendengar keistimewaanmu memberi nasihat, Sian-su. Daripada301 pulang tak membawa apa-apa lebih baik beri kami sedikit pengetahuan dan kami renungkan di rumah!"

   "Baiklah, kalau begitu simpan ini sebagai bekal, Swan Cong totiang. Barangkali ada gunanya dan lihat serta dengarlah baik - baik,"

   Bu beng Sian su tertawa, menjelaskan bahwa sesuatu yang berhubungan erat dengan "keadilan"

   Akan dan sedang terjadi.

   Kakek dewa itu tak memberi tahu banyak dan tiba-tiba tangannya bergerak ke belakang.

   Dan ketika jari-jari menggurat dan sekejap kemudian kakek itu menghentikan gerakan nya maka di dinding guha, tepat di belakang kakek dewa ini muncul sebuah syair terdiri dari tiga bait .

   Angkat kepala, busungkan dada acungkan tinju pekikkan kata tuntut sesuatu demi sesama itulah pahlawan harapan kita! Air beriak di tengah telaga berguncang lembut membuai sukma jebak menjebak membodohi kita pudarlah pahlawan harapan jaya! Adil tak adil permainan belaka jujur seiring itulah surga terpeleset jua si manusia loba rusak lah sudah hancur semua!302

   "Nah, kalian mengerti?"

   Kakek itu tertawa.

   "Tidak,"

   Swan Cong menggeleng.

   "Pinto tak mengerti akan apa yang kau tulis, Sian-su. Maksud pinto, ini sukar dan tak tertangkap inti sarinya."

   "Sudah kubilang kalian tak mengerti karena belum terjadi, totiang. Kenapa bersikeras memaksa diri? Inti syair ini bicara tentang keadilan. Lebih baik kalian pulang dan ingat saja baik-baik. Kalian pun suatu ketika akan mengalami dan mengerti hal itu.

   "Hm!"

   Bi Kong Hwesj berkedip-kedip.

   "Apakah Sian su hendak maksudkan bahwa kejadian itu akan terjadi dan berhubungan dengan Cermin Naga?"

   "Ya,"

   "Padahal Cermin Naga ada dua, lalu cermin yang manakah yang ada kaitannya?"

   "Dua-duanya berkait, Bi Kong lo suhu. Dan dua- duanya berhubungan satu dengan lainnya!"

   "Manakah yang lebih penting?"

   "Tak ada yang lebih penting, dua - duanya Sama penting!"

   "Hm, kalau begitu coba sebutkan keadilan apa yang hendak kau maksudkan di sini. Bersifat perorangan ataukah umum, hanya perlu untuk satu dua orang ataukah semuanya!"

   "Ha-ha, bersifat umum, lo-suhu. Untuk semuanya!"

   "Begitukah?"303

   "Ya!"

   "Dan kami semua akan membuktikan?"

   "Ya, kalian semua akan membuktikan, losuhu. Dan lihat apa yang terjadi!"

   Bu beng Sian su tiba tiba menoleh pada Kim-mou-eng, Pendekar Rambut Emas."Kim-mou-eng, kau akan menJadi saksi pertama untuk cermin yang melayang di utara Dan kau, nona....dia menuding Swat Lian.

   "Kau saksi pertama untuk cermin yang melayang di selatan. Nah, kalian semua sudah mendengar. Kukira cukup dan marilah kita kerjakan pekerjaan masing-masing....... wusstt"

   Dan Bu- beng! Sian-su yang tidak tampak bergerak tapi menghilang dari situ mendadak sudah lenyap dan keluar melalui celah dinding dimana pertama tadi dia masuk, menghilang dan tak diketahui ke mana perginya dan Kim-mou eng berteriak.

   Pendekar ini terkejut melihat gurunya pergi, begitu tiba-tiba.

   Dan ketika ia melompat bangun dan memburu ke luar ternyata gurunya yang maha sakti itu sudah tak ada dan entah ke mana.

   "Suhu, bagaimana dengan urusan teecu? Bagaimana dengan putera teecu?"

   Tak ada jawaban.

   Bu - beng Sian-su lenyap cepat dan seperti iblis, semuanya terjadi begitu tidak diduga.

   Dan ketika Bi Kong Hwesio dan lain-lain melompat keluar dan berada di belakang pendekar ini maka hwesio ketua Siu-lim itu merangkapkan kedua lengannya.304

   "Omitohud, kepandaian Sian s benar benar mentakjubkan. Sungguh bagaikan dewa! "Ya, dan pinto juga kagum, lo-suhu. Semoga pertemuan hari ini membawa manfaat. Siancai ...!"

   Yang Te Cinjin, ketua Hong san juga berseru.

   Mereka semua seperti kehilangan sesuatu dan mimpi.

   Kakek maha sakti itu datang dan pergi tak dapat mereka ikuti, padahal mereka rata rata adalah ketua partai persilatan terkenal.

   Dan ketika hari itu semua orang menyatakan kagum dan syair di dalam guha diingat-ingat akhirnya Bi Kong Hwesio dan lain-lain pamit, meninggalkan tempat itu dan tinggallah Kim - mou-eng bersama Swat Lian.

   Dua orang itu saling pandang dan Swat Lian menunduk, tatapan tajam dari Pendekar Rambut Emas membuat gadis itu berdebar.

   Tapi ketika Kim mou-eng memegang lengannya dan Swat Lian menengadah maka gadis ini gemetar mendengar kata kata lembut'.

   "Lian moi, kukira kita masing-masing tak dapat lama berkumpul. Aku akan mencari anak ku, sedang kau tentu mencari suhengmu Begitu,bukan?"

   "Ya,"

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Dan maaf aku tak dapat memenuhi keinginan ayahmu, Lian-moi. Sampaikan saja penyesalan ku dan biar lain kali kucoba ilmu pedangmu. Tampaknya kau memiliki kemajuan pesat, daya tahan dan sinkangmu sudah setingkat dengan yang ku punyai!"

   "Dari mana kau tahu?"305

   "Kejadian di dalam guha tadi, Lian - moi, Bukankah kau dapat bertahan sementara yang lain hampir roboh? Hm, kau hebat. Kepandaianmu sekarang agaknya sudah melebihi mendiang kakak mu dulu"

   "Kim - twako,"

   Swat Lian terisak.

   "Jangan sebut- sebut lagi mendiang kakakku. Aku menyesal atas kematiannya. Sudahlah, kau pergi dan biar sementara kutunda keinginanku untuk melaksanakan pesan ayah."

   "Terima kasih, dan kita masing-masing dinyatakan sebagai orang yang akan menjadi saksi utama dari kebenaran Cermin Naga, Lian-moi. Aku tak tahu maksud suhuku tapi akan jelas agaknya kita di kemudian hari."

   "Ya, dan kau hati hatilah, twako. Ku doakan puteramu selamat dan kau dapat bertemu lagi."

   Swat Lian tiba-tiba meremas lengan pendekar itu Dengan mata terpjam dan air mata menitik gadis itu menggumamkan sesuatu, tiba-tiba menekan dan meloncat pergi.

   Dan ketika Kim mou eng tertegun dan terkejut tahu-tahu gadis itu telah lenyap dan meluncur di bawah Bukit Malaikat.

   "Kim-twako, aku akan selalu menunggumu"

   Kim-mou-eng tergetar.

   Kata-kata itu mempunyai dua arti, mengandung dua makna.

   Menunggu untuk bertanding ataukah menunggu untuk menumpahkan rindu dan kecewa.

   Kim-mou-eng tersentak karena betapapun ia tahu apa yang terjadi di hati gadis itu.

   Swat Lian mencintainya, jauh sebelum ia306 menikah dengan sumoinya, yang sudah tewas.

   Dan ketika hari itu Swat Lian meninggalkannya dan Kim mou- eng berdiri mendelong tiba tiba pendekar itu pun menggerakkan kaki dan sadar.

   Sadar bahwa ia harus mencari anaknya, Dailiong.

   Puteranya itu belum diketahui di mana sementara nenek Dewi Naga tak nampak bersama putranya itu.

   Keparat, dua nenek iblis itu harus dimintai pertanggungjawabannya.

   Dan karena urusan ini menggelisahkan hatinya dan persoalan Swat Lian tiba tiba lenyap mendadak Pendekar Rambut Emas turun bukit dan...

   ...

   terbang ke utara.

   Swat Lian ke selatan dan gadis itu pun mencari dua suhengnya.

   Dan begitu dua orang ini meninggalkan Bukit Malaikat dan sama-sama mengurus rusannya sendiri maka bukit itu pun tenang kembali dan hening seperti biasa, *** Ce-bu.

   Seperti diketahui tempat ini adalah kota dagang yang ramai, juga sekaligus tempat tinggal si jago pedang yang lihai, Hu Beng Kui atau Hu - taihiap.

   Dan karena jag pedang ini pernah membuat geger dengan menyimpan Sam Hong kiam atau Pedang Tiga Dimensi maka Cebu menjadi terkenal dan semakin teringat oleh spak terjang jago pedang itu.

   Hu Beng Kui sendiri beberapa waktu ini hidup tenang.

   Artinya, dia tak mencari permusuhan atau pun307 dimusuhi.

   Jago pedang ini sudah berusia lima puluh tiga tahun, usia yang cukup matang bagi seorang laki laki, hidup menduda dan sudah lama kematian isterinya.

   Berdua bersama putera-puterinya, Beng.

   An dan Swat Lian jago pedang ini sebenarnya cukup bahagia.

   Tapi sayang, nafsu tamaknya akan pedang keramat membuat pendekar ini menerima akibat.

   Beng An, puteranya, tewas.

   Dan karena tinggal Swat Lian seorang yang menjadi puterinya dan jago pedang ini kian tua maka kesadaran dan pengalaman batinnya meningkat.

   Hari itu jago pedang ini duduk bersila.

   Lengannya yang buntung, sebelah kiri, disembunyikan dalam lengan baju yang panjang.

   Hanya kalau dia bergerak dan berjalan tampaklah kebuntungan pendekar itu.

   Tapi karena da tetap seorang jago pedang lihai di mana seluruh kemahirannya bermain pedang sudah mendarah - daging maka meskipun cacad pendekar ini adalah seorang laki laki yang tetap disegani.

   Sebagai jawara atau pendekar besar Hu-tai hiap adalah laki-laki penuh wibawa.

   Kharismanya mantap, gerak-geriknya tenang dan apa pun yang digerakkan selalu mengandung tenaga.

   Begitulah si jago pedang ini.

   Dan ketika pagi itu dia duduk bersila dan tenggelam dalam samadhi mendadak pintu jendelanya pecah dihantam sesuatu.

   "Prangg......!"308 Hu Beng Kui langsung membuka mata. Sebagai pendekar langsung dia bereaksi, tubuh mencelat dan tangan pun siap menghantam. Dia terkejut karena menyangka diserang musuh, hal yang mengagetkan karena telinganya tak mendengar apa-apa. Meskipun dalam keadaan samadhi tapi telinga dan seluruh syaraf jag pedang itu hidup, sekali mendengar suara tentu bangkit dan waspada. Maka begitu mendengar sesuatu yang mengejutkan tanpa tanda tanda lebih dulu maka pendekar ini sudah mencelat dan mata pun mencorong siap melepas pukulan maut. Tapi, apa yang dilihat? Jago pedang ini tertegun. Di depannya, tanpa disangka-sangka terdapat sebuah cermin bulat lonjong, menghantam kaca jendela dan kini tak bergerak di depan ya. Cermin itu aneh, tak bergerak dan juga tak pecah. Entah dari mana itu. Barangkali dilempar iblis! Hu Beng Kui terbelalak dan tidak segera mengambil. Syaraf di tubuhnya bergetar dan pendengaran pun dipertajam. Tapi ketika tak ada suara apa-apa lagi dan cermin itu diam tanpa hal hal mencurigakan akhirnya pendekar ini berjungkir balik dan menyambar cermin itu.

   "Cermin aneh, dari mana kau datang?"

   Hu Beng Kui sudah mengamat-amati cermin ini, heran dan kagum karena bingkai cermin itu terbuat dari emas.

   Bukan main.

   Tentu mahal harganya.

   Dan ketika ia membalik dan mengamati bagian belakang mendadak matanya yang tajam melihat guratan halus disertai gambar menyeramkan, seperti iblis atau gendruwo!309

   "Heh, apa ini?"

   Hu Beng Kui mengkirik.

   Dia merasa seram dengan lukisan atau gambar itu, mengamat amati dan akhirnya melihat bagian yang lain, dan heran terkejut karena bagian belakang dari sebelah yang lain kosong dan polos.

   Bahkan, melihat bekas bekasnya cermin ini seakan belahan atau sebagian dan sebuah cermin yang utuh.

   Jelasnya, cermin ini merupakan bagian atau tengahan sebuah Cermin lengkap.

   Cermin yang ada di tangannya itu bekas "disobek"

   Atau dibelah, memanjang dari atas ke bawah, ganjil sekali. Dan ketika Hu Beng Kui mengamati dan tertegun maka guratan huruf huruf halus menjadi perhatian utamanya lagi.

   "Pelajaran ilmu silat!"

   Hu Beng Kui terpekik, melihat bahwa itulah pelajaran ilmu silat tinggi yang terdiri dari tiga jurus saja, terdiri dari pokok-pokok dasar melatih napas atau sinkang dan pukulan serta daya bertahan.

   Jadi, masing masing sebuah pelajaran ini telah mencakup semua dasar yang harus dimiliki seorang ahli.

   Tenaga atau sinkang dan teknik menyerang serta cara bertahan, itu saja, tidak lebih.

   Dan karena sekali lihat jago pedang ini tahu bahwa tiga pelajarn itu merupakan inti dari semua gerakan atau serangan maka dengan tertarik dan bernafsu jago pedang ini menliti dan mempelajari! Aneh sekali.

   Orang bakal terheran-heran bahwa Hu Beng Kui seorang ahli silat dan jago pedang ternama ternyata masih "berguru"

   Pada sebuah310 pelajaran silat lain.

   Begitu antusias dan gembira serta bersemangat.

   Tapi kalau orang tahu bahwa di sudut bawah cermin itu terdapat sebuah nama di mana nama inilah yang membuat si jago pedang bangkit nafsunya maka orang tak akan merasa aneh lagi.

   Nama siapa gerangan? Bukan lain Bu-beng Sian-su! Ya, itulah yang membuat si jago pedang berseri seri.

   Hu Beng Kui melihat bahwa inilah sebuah pelajaran tingkat tinggi, bukan pelajaran sembarang pelajaran melainkan inti - dari ilmu silat yang diturunkan kakek dewa itu melalui guratan huruf-huruf halus di cermin itu, singkat saja namun sebagai orang yang berpengalaman banyak jago pedang ini dapat menangkap.

   Dia sudah penuh dengan segala teori dan macam ragam ilmu silat, tentu saja mudah mengerti dan memamah tiga pelajaran singkat di cermin itu.

   Dan karena Hu Beng Kui adalah "murid"

   Yang sudah matang, dan sedikit saja diberi tahu dia sudah akan paham segala-galanya maka tak lama kemudian jago pedang ini tertawa bergelak dan mengerti semua pelajaran di cermin itu.

   


Si Pedang Kilat -- Gan K L Pisau Kekasih Karya Gu Long Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung

Cari Blog Ini