Ceritasilat Novel Online

Sepasang Cermin Naga 8


Sepasang Cermin Naga Karya Batara Bagian 8



Sepasang Cermin Naga Karya dari Batara

   

   Dan Hek-eng Taihiap yang girang melihat watak anak itu lalu menyambar dan melempar - lemparnya ke udara, lima enam kali dan Ituchi pun tidak takut.

   Anak ini memang berani dan tak kenal takut, sesungguhnya bangga Pendekar Garuda Hitam itu mendapat anak macam ini.

   Sayang dia merasa terlalu rendah.

   Dan ketika anak itu diturunkan kembali dan Ituchi tertawa maka pendekar ini mengajak semuanya berangkat.542

   "Ayo kita sekarang mencari Kim-mou-ng. Kalau ketemu baik tidak ketemu pun tak mengapa .!"

   Dan mengajak keduanya meninggalkan tempat itu akhirnya Pendekar Garuda Hitam ini berjalan mengawal Ituchi dan bibinya, ditanya apakah Kim mou eng masih hidup atau tewas, Wan Hoa teringat kata-kata Daikim.

   Tapi tersenyum menjawab pendek pendekar itu berkata bahwa Kim mou eng masih hidup.

   "Tak usah dipercaya orang macam Daikim itu. Dia pembohong dan pendusta"

   Wan Hoa lega.

   Berjalan bersama pendekar ini mendadak dia merasa terlindung, aman dan bahagia.

   ..Eh! Wan Hoa tiba tiba terkejut sendiri.

   Kenapa bahagia? Ada apa dengan perasaannya itu? Dan ketika dia mengerling dan tanpa sengaja dikerling pula tiba- tiba Wan Hoa semburat dan melengos, mulai sering "lirik-lirikan"

   Dan baik Hek eng Taihiap atau pun wanita ini menyeling pembicaraan mereka dengan pandang mata lembut, mesra dan hangat.

   Dan ketika perjalanan dilakukan dari hari ke hari dan pendekar itu mulai menurunkan dasar-dasar ilmu silat kepada Ituchi maka seminggu kemudian, dalam perjalanan yang hangat dan mesra ini mendadak keduanya merasa saling jatuh cinta!.

   Aneh, Hek-eng Taihiap, pria di atas tiga puluh lima tahun itu sering memperhatikan Wan Hoa.

   Dan karena selama ini dia masih lajang dan kebetulan Wan Hoa juga masih sendiri maka di minggu kedua, di mana543 mereka sering sambar menyambar memberikan pandangan lembut akhirnya pendekar itu menyatakan cintanya, tentu saja panas dingin karena sama-sama merasa jatuh cinta untuk pertama kali.

   Lucu.

   Waktu itu mereka bertiga beristirahat.

   Ituchi lelah, anak ini tidur dan Wan Hoa memberikan selimutnya.

   Dalam perjalanan Hek eng Taihiap telah mencukupi keperluan dua orang ini dengan makan minum dan pakaian.

   Wan Hoa benar-benar merasa berhutang budi sekali.

   Dan ketika dua orang itu duduk sendiri dan canggung serta malu-malu, hal yang akhir- akhir ini sering terjadi, tiba tiba Pendekar Garuda Hitam itu beringsut, mendadak memegang lengan Wan Hoa, menggigil.

   "Wan Hoa, bolehkah aku bicara sesuatu?"

   Wan Hoa terkejut.

   Saat itu dia menjahit baju yang sobek, mengangkat mukanya dan tiba-tiba merah padam.

   Pandang mata dan sikap Hek eng Taihiap yang mesra serta lembut membuat dia menunduk, tak tahan.

   Dan ketika dia bertanya apa yang hendak dikatakan pendekar itu dan membiarkan tangannya digenggam gadis ini tampak tak berhasil menguasai suaranya yang gemetar pula.

   "Taihiap mau bicara apa?"

   "Ah,"

   Hek eng Taihiap mendekat.

   Buang sebutan taihiap itu, Wan hoa.

   Bukankah berkali-kali kularang kau menyebutku taihiap.

   Panggil saja aku Siok- twako, atau Beng-twako (kakak Beng).

   Kau tahu namaku544 adalah Siok Gwan Beng Dan, hm.....

   aku mau bicara tentang kita, tentang kau dan aku...."

   Wan Hoa mengangkat mukanya. Saat itu Hek- eng Taihiap melirih suaranya, serak dan menggigil. Dan ketika dia memandang dan beradu pandang di udara tiba-tiba dia terkejut melihat pndekar itu menitikkan air matanya.

   "Eh, taihiap kena apa?"

   Gwan Beng, Pendekar Garuda hitan ini cepat menghapus air matanya.

   "Aku.... aku tak apa-apa, Wan Hoa. Hanya sedikit terguncang dan gugup. Aku.... aku mau menyatakan cinta!"

   Wan Hoa tersentak. Mukanya tiba-tiba seperti kepiting direbus, merah sampai ke telinga. Tapi mendengar suara yang lantang seperti panglima mau perang tiba tiba Wan Hoa tak dapat menahan geli dan tertawal "Eh, kenapa kau tertawa?"

   "Hi-hik, aku.... ah, aku geli, taihiap. Kau lucu!"

   "hmm....!"

   Hek-eng Taihiap tiba tiba terpukul, malu.

   "Aku.... aku serius, Wan Hoa. Aku benar-benar menyatakan cintaku!"

   Wan Hoa memandang, Hek eng Taihiap membalas.

   Dan ketika dua mata itu beradu sama sama tajam di udara tiba-tiba Wan Hoa menunduk dan terisak, tak menjawab kecuali memainkan jari jarinya di atas baju sendiri.

   Hek-eng Taihiap penasaran dan memegang jari jari yang lembut itu, tangan yang545 menggigil.

   Dan ketika pendekar itu bertanya bagaimana jawaban Wan Hoa tiba-tiba Wan Hoa menangis dan berseru.

   "Taihiap, perlukah kujawab lagi? Tidakkah kau tahu bahwa aku ....aku, ah....!"

   Dan Wan Hoa yang menubruk, serta mendekap pendekar itu tiba-tiba mengguguk, dan tersedu sedu.

   Aneh sekali.

   Hek-eng Taihiap menjadi bingung.

   Dia tak tahu apa artinya ini, wanita dianggapnya menyimpan banyak misteri.

   Namun mendorong dan mengangkat wajah itu dia coba bertanya.

   "Wan Hoa, kau menerima cintaku?"

   Was Hoa tak kuat menahan.

   "Perlukah ku jelaskan, taihiap?' "Ya, aku ingin tahu jawabanmu, Wan Hoa Aku perlu kepastian!"

   "Kalau begitu kau.. kau bodoh!"

   Dan Wan Hoa yang menangis lagi di pelukan pendekar ini akhirnya membuat Hek-eng Taihiap bingung dan ragu-ragu.

   Sebagai lelaki yang jarang bergauI dengan wanita memang dia canggung dan kikuk sekali.

   Lihat pernyataan cintanya tadi, lantang seperti perajurit maju perang.

   Namun karena dia pun memiliki naluri dan naluri laki-laki ini menyatakan gadis itu menerima cintanya tiba tiba, untuk membuktikan kebenaranny Hek eng Taibiap menunduk dan mencium.

   "Baiklah, kalau begitu biarlah kubuktikan, Wan Hoa. Aku....maaf, aku menciummu!"

   Dan nekat546 mencium bibir itu tiba-tiba Hek eng Taihiap menghisap dan memejamkan mata.

   Apa yang dilakukan ini dilakukannya sepenuh keberanian.

   Lucu melihat perbuatan pria di atas tiga puluhan itu, dia layaknya perjaka yang baru mengenal wanita.

   Mulut mencium asal mencium, tentu saja, Wan Hoa tersedak, terbatuk- batuk.

   Dan ketika Wan Hoa melepaskan diri dan geli namun juga terharu tiba-tiba wanita ini tersenyum dan tertawa, aneh sekali, tertawa di saat air mata masih basah.

   "Taihiap, kau lucu. Canggung sekali, ah, kau pria serba kikuk!"

   Dan Wan Hoa yang bangkit mlempar pandangan mesra tiba-tiba berlari dan tertawa meninggalkan pendekar itu, membuat Hek eng Taihiap tertegun namun girang.

   Mukanya merah, Wan Hoa tidak marah.

   Dan karena Wan Hoa membiarkan dia mencium dan wanita itu melempar pandangan mesra tiba-tiba pendekar ini bangkit meloncat tertawa mengejar.

   "Hoa moi (dinda Hoa), tunggu ..!"

   Wan Ha tertangkap.

   Hek-eng Taihiap menyambar dan menubruknya, mereka terguling dan segera tertawa-tawa.

   Dan ketika mereka bergulingan dan berpelukan sambil tertawa-tawa maka Hek eng Taihiap mendaratkan lagi ciumannya ke wajah wanita ini, disambut dan segera Pendekar Garuda Hitam itu melayang ke surga.

   Kini yakinlah dia bahwa cintanya bersambut, sang pujaan menerima dan bukan main girangnya hati.

   Dan ketika mereka berciuman dan Hek -547 eng Taihiap tidak canggung atau kaku lagi maka gerakan pendekar ini lebih berani lagi dan segera Wan Hoa mengeluh atau menggelinjang, jari-jari sang kekasih menyelinap ke sana-sini.

   Hek-eng Taihiap hampir lupa daratan karena ia baru pertama itu dia dibuat mabok Tapi ketika sang pendekar hendak bertindak jauh dan Wan Ha mendorong tiba-tiba wanita ini berbisik.

   "Beng-ko, di sini ada Ituchi. Sst, jangan...!"

   "Ah, maaf, moi-moi. Aku lupa,"

   Hek eng Taihiap sadar, mencium kekasihnya dengan lembut dan tentu saja dia mengurungkan niatnya itu.

   Di situ memang ada Ituchi, mereka harus hati hati.

   Dan ketika keduanya sadar dan Hek-eng Taihiap mengangguk maka pendekar itu meraih dan memeluk kekasibnya, membisikkan kata- kata cinta dan Wan Hoa terharu.

   Lelaki ini dapat menahan diri, dia bahagia.

   Dan karena keduanya memang saling jatuh cinta dan kehangatan serta kemesraan itu ditunjukkan kian menjadi suka sebentar kemudian mereka sudah intim dan akrab, tawa dan senyum silih berganti.

   Ah, orang bercinta memang nikmat.

   Begitu nikmatnya hingga sekeliling pun bisa terlupa.

   Dan ketika hari demi hari dilewati lagi dengan indah dan burung serta lain lain berkicau gembira maka sebulan kemudian lewat dengan cepat dan tibalah hari keputusan itu.

   "Kim mou eng tak kita ketemukan. Bagaimana sekarang?"548

   "Ituchi ikut denganmu, Beng ko. Dan aku ....."

   Wan Hoa tiba-tiba sedih, terisak.

   "....pulang"

   "Hm,"

   Pendekar ini mencekal lengan kekasihnya.

   "Bagaimana kalau kau ikut aku, Hoa-moi? Kita membangun saja keluarga bahagia, kau dan ituchi tak berpisah!' "Tidak, bagaimana dengan Cao Cun? Aku tak dapat meninggalkan sahabatku itu lama-lama, Beng ko. Dia tiada ubahnya saudaraku sendiri!"

   Hek eng Taihiap tertegun.

   Dia melihat cinta luar biasa kekasihnya ini terhadap Cao Cun Ah, betapa agung dan hebatnya inta Wan Hoa itu, sedikitpun Wan Hoa tak dapat melupakan sahabatnya.

   Agaknya, Hek eng Taihiap cemas, Wan Hoa sanggup meninggalkan dirinya demi Cao Cun.

   Persahabatan di antara dua orang itu sedemikian luar biasanya hingga tak seorang pun mampu meninggalkan yang lain.

   Wan Hoa tiada ubahnya Cao Cun sementara Cao Cun sendiri tiada ubahnya Wan Hoa.

   Dua orang ini satu jiwa dua raga.

   Wan Hoa sanggup mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan Cao Cun.

   Dan karena pendekar itu mulai tergetar dan was was akan sikap Wan Hoa maka benar saja kekasihnya itu berkata, tersendat.

   "Beng ko, sekarang waktu sebulan itu habis. Aku harus kembali, menemani Cao Cun. Kau pergi dan bawalah Ituchi. Kalau kau rindu datanglah se waktu- waktu ke sana."549

   "Hm,"

   Hek-eng Taihiap merasa dinomor duakan.

   "Apakah kau tak dapat menuruti nasihatku, Hoa-mi? Apakah kita tak melanjutkan hubungan ini sampai rumah tangga?"

   Wan Hoa menangis.

   "Aku tentu tak akan mengecewakanmu, Beng ko. Tapi aku juga tak dapat berpisah dengan sahabatku. Cao Cun sendiri di sana, dia tak ada siapa siapa. Bagaimana kalau Khan yang baru mengancam dan mencelakai dirinya? Tidak, aku tak dapat meninggikan sahabatku. Beng-ko. Kau maafkanlah aku dan biar aku pulang!"

   "Gila,"

   Pendekar ini terkejut.

   "Kau mengorbankan cinta kita, Hoa.moi. Kau lebih memberatkan Cao Cun daripada aku!"

   Wan Hoa tiba-tiba tersentak, membuka matanya lebar-lebar.

   "Beng-ko, sebagai seorang pendekar tentu kau tak boleh egois. Tak dapat kusangkal bahwa aku dapat mengorbankan segala-galanya demi Cao Cun. Kami senasib dan sependeritaan sejak masih remaja, Beng-ko. Apa yang kualami bersamanya sudah seraga mendarah daging. Kami satu meskipun dua. Kau tak boleh begitu kalau melihat cinta kami, justeru kau harus bijaksana dan menolong Cao Cun pula kalau tak ingin hatiku mendua!"

   "Hm."

   Pendekar ini terpukul.

   "Baiklah, bagaimana kalau begitu maumu?"

   "Aku harus kembali. Beng - ko, menengok dan menemani sahabatku itu."550

   "Dan Ituchi?"

   "Ikut denganmu. Kau gembleng dia, kaulatih dia ilmu ilmu silat seperti janjimu sendiri. Kalau sudah, kau datanglah ke tempat kami dan jemput aku. Ituchi tentu sudah dapat menjaga ibunya."

   Hek-eng Taihiap tertegun.

   Tiba-tiba dia melihat betapa mulia dan agungnya kekasihnya ini, Wan Hoa siap berkorban sampai Ituchi pandai, artinya sampai pemuda itu dapat menjaga ibunya sendiri kalau Wan Hoa sudah menjadi isterinya.

   Kata-kata Wan Hoa bahwa dia disuruh datang dan menjemput wanita itu jelas mengandung arti yang gamblang.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hk eng Taihiap tiba- tiba terharu.

   Dan karena dia merasa betapa dia hampir terjerat keakuannya dan untung sang kekasih menyadarkan tiba-tiba pendekar itu memeluk dan mencium Wan Hoa, terharu dan gemetar.

   "Baik Lah, aku mengikuti kata kata mu, Wan Hoa. Tapi kau tak boleh pulang sendiri. Aku mengantarmu, dan setelah itu Ituchi ikut denganku"

   Wao Hoa terisak.

   "Kau tidak marah, Beng. ko?"

   "Ah, mendapatkan kekasih seagung dan semulia dirimu bagaimana aku marah, moi-moi? Tidak, justeru aku terharu dan bangga melihat persahabatanmu yang begitu suci dan tulus terhadap Cao Cun, moi moi. Semoga aku dapat mengikuti jejakmu dan rela berkorban untuk orang yang di sayang!"

   Wan Hoa menangis Tiba tiba dia tahu bahwa kekasihnya ini berkorban pula demi dia, Hek ng Taihiap551 menahan diri dan tidak memaksa, Betapa berbudi dan bijaksananya pula kekasihnya ini.

   Dan ketika dia dipeluk dan Wan Hoa mengangkat wajahnya tiba tiba wanita itu mencium dan mendahului.

   "Beng - ko, maaf....!"

   Hek-eng Taihiap srasa terbang.

   Baru kali ini Wan Hoa menciumnya lebih dulu, biasanya dia yang memulai dan Wan Hoa menerima.

   Tapi begitu menyambut dan balas mencium tiba - tiba keduanya melekat dan seolah tak mau berpisah lagi.

   Wan Hoa menumpahkan semua sesal dan cintanya kepada pendekar itu.

   Dia tahu bahwa mereka segera harus berpisah, Ituchi tak dapat dibawa ke tempat bangsa liar itu karena Khan yang baru akan mengancam.

   Satu satunya jalan memang anak itu harus disingkirkan dan sudah tepat kalau mendapat pendekar ini, karena Kim mou eng tak mereka ketemukan Dan ketika pertemuan itu diakhiri dengan ciuman ciuman mesra dan kedua nya saling menumpahkan sayang dan cinta maka hari itu Ituchi disuruh menunggu karena pendekar ini akan mengantar Wan Hoa sampai di tempatnya sendiri, Tapi, ketika di perbatasan tiba-tiba Wan Hoa merandek.

   "Beng.ko,"

   Wanita itu tiba - tiba berkata.

   "Bagaimana kalau Cao Cun kubujuk agar meninggalkan tempat itu dan bersama kita? Kita dapat segera hidup sebagai suami isteri, Beng ko. Aku tak perlu menyiksamu lagi dan Cao Cun pun aman!"552 ***

   Jilid XI Koleksi Kolektor EBook "AH,"

   Hek-eng Taihiap girang, tiba-tiba mengangguk.

   "Kalau sahabatmu mau tentu saja aku setuju, moi-moi. Bnar sekali gagasanmu ini. Cobalahl"

   Namun, ketika Wan Hoa kembali ternyata wanita itu terisak, bahkan menubruk dan menangis di dada pendekar ini.

   "Gagal....."

   Katanya.

   "Cao Cun tak mau. Beng - ko. Aku lupa bahwa dia di sini karena mengemban tugas negara!"

   Hek-eng Taihiap tertegun. Memang dia tak tahu "misi"

   Yang dijalankan istana. Bahwa Cao Cun dipasang untuk mengawasi sekaligus mengendalikan bangsa liar itu, sejak raja Hu masih hidup Dan Hek eng Taihiap yang bengong melihat cinta-kenegaraan yang besar dari Cao Cun tiba tiba mendecah dan kagum.

   "Dia tak mau, bahkan marah-marah. Bukankah dia di situ untuk menjaga dan mengawasi bangsa liar ini? Aku lupa, Beng-ko. Aku lupa bahwa Cao,Cun sedang mengenban tugas negara!"

   Wan Hoa segera menceritakan perihal itu, bahwa Cao Cun telah berjanji kepada mendiang kaisar lama untuk mengawasi dan mengendalikan bangsa liar553 ini, agar mereka tidak berontak dan melawan istana. Cao Cun adalah "Srikandi"

   Bangsa Han yang sedang bertugas, siap mengorbankan segala-galanya demi negara. Dan ketika Wan Hoa selesai dan Hek-eng Taihiap tertegun maka pendekar ini mendusin dan terkejut serta kagum.

   "Ah, aku tak tahu, Wan Hoa. Dan puteranya telah menjadi muridku! Aduh, keturunan wanita patriot begini apakah pantas kudidik? Wan Hoa, aku merasa kecil berhadapan dengan sahabatmu itu. Ituchi rasanya terlalu tinggi menjadi muridku. Biarlah dia kujaga dan kulindungi dengan seluruh jiwa ragaku!"

   Pendekar ini menggigil, memang tidak semua orang tahu akan tugas yang diemban Cao Cun.

   Wanita itu telah berjasa besar mengendalikan bangsa liar ini, menundukkan rajanya tapi sayang pihak istana justeru tak memberi timbal balik yang sepadan.

   Cao Cun memang bernasib malang, meskipun sejarah telah mencatat namanya dengan tinta emas, batu ironi yang mengenaskan.

   Dan ketika pendekar itu terbelalak, dan kagum terhadap Cao Cun maka Wan Hoa menghapus air matanya melepaskan diri.

   "Nah, semuanya sudah kuceritakan, koko. Dan kau tentu maklum akan perasaanku kepada Cao Cun. Dia wanita mulia yang besar jasanya terhadap negara, aku bukan apa apa!"

   "Ah, tidak,"

   Hek eng Taihiap terharu.

   "Kau juga mulia dan agung. Hoa-moi. Cintamu terhadap Cao Cun554 tak kalah besar dengan cinta wanita itu terhadap ngara!"

   "Hm, sudahlah. Sekarang kau kembali, koko. Kita ... kita harus berpisah!"

   Hek eng Taihiap tertegun.

   Tiba-tiba dia memeluk dan mendekap kekasihnya kembali, bisikan dan kata-kata mesra berluncuran dari mulut pendekar ini Dan ketika pendekar itu menggigil dan wan Hoa juga mengeluh maka pendekar itu bertanya, serak dan penuh iba.

   "Hoa-moi, tak adakah kenang kenangan di antara kita? Haruskah kita berpisah begini-begini saja?"

   "Maksudmu?"

   Sang pendekar merah mukanya.

   "Aku......Aku.."

   "Hm.."

   Wan Hoa dapat menebak.

   "Kau.... kau mau minta yang itu, koko? Kau menghendakinya sekarang?"

   Hek eng Taihiap terkejut.

   "Aku.....ah, maaf. Aku takut kita tak jumpa lagi, Wan Hoa. Entah kenapa perasaanku berdebar tak enak"

   Wan Hoa tertegun.

   "Hoa moi,"

   Pendekar ini sekarang menggigil.

   "Sebagai laki-laki yang mencinta dirimu alangkah inginnya aku agar secepat mungkin kita menjadi suami isteri. Aku takut, aku khawatir kalau kau jauh dariku. Bagaimana dirimu nanti di tempat itu? Aku bingung, moi moi. Aku gelisah?"555 Wan Hoa menangis. Sebagai wanita yang baru pertama ini jatuh cinta tentu saja berat baginya harus berpisah. Hek-eng taihiap ini adalah kekasih yang dapat dipercaya. Selama perjalanan tak pernah pendekar itu mengganggunya. Hek eng Taihiap adalah laki-laki yang dapat menjaga diri dan kesuciannya. Tapi mendengar dan melihat sikap pendekar itu tiba-tiba Wan Hoa mengeluh dan berdebar, entah kenapa mendadak dia merasakan firasat yang sama. Agaknya, setelah ini mereka sulit berjumpa lagi. Kebimbangan besar tiba tiba melanda wanita itu. Ada takut dan harap, ada cemas dan tegang. Dan ketika keduanya kembali berpelukan dan Hek eng Taihiap menggigil dengan air mata basah tiba-tiba Wan Hoa mengguguk.

   "Koko, lakukanlah. Aku pun juga ingin menyerahkan itu padamu!"

   Hek-eng Taihiap tersentak.

   Sebagai laki-laki normal sebenarnya sebulan ini dia panas dingin bersama Wan Hoa.

   Bukan tidak diketahuinya kalau sang kekasih juga menahan-nahan keinginan, Wan Hoa berkali kali memeluknya dan mendesah.

   Mereka berdua sebenarnya diamuk pula keinginan yang satu itu namun tetap bertahan, keduanya saling menjaga dan ingin melindungi yang lain.

   Tapi ketika perasaan tak enak itu mengganggu mereka dan Wan Hoa menangis serta maklum apa yang diingini kekasihnya tiba-tiba wanita ini mengangguk dan siap menyerahkan itu, maklum,556 mereka sudah lebih dari dewasa dan Wan Hoa juga terhitung "perawan tua".

   Kebutuhan biologi itu cukup mendesaknya dan betapa inginnya wanita ini membangun rumah tangga segera dengan pendekar itu.

   Pria yang dipercaya dan amat dicintanya.

   Dan ketika Hek-eng Taihiap tertegun dan tersentak oleh pernyataan ini tiba tiba pendekar itu meramkan mata dan gemetar.

   "Hoa-moi, kau benar-benar mengerti firasatku? "Ya, aku tahu, Beng ko. Dan aku juga tak enak!"

   "Dan kau mau menyerahkan itu kepadaku?"

   Wan Hoa tersedu sedu.

   "Beng ko, bagaimanakah maumu?"

   "Hm,"

   Pendekar ini mendadak mencengkram pundak kekasihnya, mengejutkan Wan Hoa "Kau tahu ada kuil di sini?"

   Wan Hoa tertegun, terbelalak.

   "Aku menginginkan itu tapi secara baik-baik, moi-moi. Aku ingin menghargai dan menghormatimu sebagai kekasih yang agung. Aku ingin menikah, sekarang juga. Meresmikan hubungan kita dan biar kita buat semacam upacara sederhana di kuil! Kau tahu ada kuil di dekat dekat sini?"

   "Ada....."

   Wan Hoa pucat dan merah berganti- ganti.

   "Tapi kuil kosong, kko, tak ada pendeta...."

   "Tak apa. Kita nyalakan lilin, Hoa-moi. Kita adakan upacara darurat dan kita menikah. Aku ingin557 meninggalkan dirimu sebagai isteri Hek eng Taihiap, mengikat rsmi hubungan kita! Di mana kuil itu?"

   "Di sana....."

   Dan begitu Hek-eng Taihiap menyambar dan membawa terbang kekasihnya segera Wan Hoa di bawa ke tempat itu, mendapatkan sebuah kuil kosong dan di situ dua orang ini berlutut di depan altar.

   Mereka menyalakan lilin dan sembahyang, bersumpah dan berjanji bahwa sejak itu mereka resmi menjadi suami isteri.

   Keadaanlah yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas, tak mungkin ramai-ramai atau membuat acara di tengah tengah suku bangsa liar itu.

   Bisa berbahaya! Dan ketika keduanya selesai dan masing-masing sudah menyatakan setia sebagai suami isteri maka hari itu Wan Hoa menyerahkan drinya kepada Hek - eng Taihiap, resmi sebagai suami isteri dengan Langit dan Bumi sebagai saksinya.

   Mengharukan Keduanya sudah seakan hidup sebatangkara saja, Wan Hoa sudah tak memiliki siapa-siapa lagi sejak masuk ke istana itu, kecuali Cao Cun.

   Dan karena Pendekar Garuda Hitam ini juga seorang diri di dunia dan tak memiliki sanak atau kadang maka keduanya menikah dengan cara begitu sederhana.

   Situasi dan kondisi tak memungkinkan mereka banyak adat, bahkan ramai ramai atau melangsngkan pernikahan di tengah suku bangsa liar itu bisa membahayakan keduanya, terutama Wan Hoa Maka begitu keduanya resmi mengikat diri dan Wan Hoa telah selesai menjalankan kewajibannya maka558 Hek eng Taihiap melukai ibu jari menggoreskan darah di kening isterinya.

   "Kini kau istriku, moi moi. Segala apa yang terjadi kini kita pikul berdua!"

   Wan Boa terisak.

   "Dan kau berhati-hatilah Beng ko Jaga dan lindungi baik-baik Ituchi."

   "Tentu, dan aku juga akan menjagamu, moi moi. Kalau ada apa-apa beri tahu padaku dan setiap bulan aku akan menengok!"

   Keduanya berpisah. Wan Hoa telah mendapat tanda dari suaminya, kembali dan menemani Cao Cun Tapi ketika Hek-eng Taihiap kembali dan hendak menemui Itchi ternyata anak laki laki itu menghilang! "Tuchi.. Tuchi...!"

   Hek eng Taihiap memanggil- manggil.

   "Di mana ku? Ke mana kau...?"

   Tak ada jawaban.

   Hek-eng Taihiap gelisah dan tiba tiba berteriak di seluruh hutan.

   Dia sekarang menyesal kenapa terlalu lama dia meninggalkan anak itu.

   Dan ketika suaranya menjadi serak dan pendekar ini menggigil serta pucat mendadak di atas kepalanya, tepat di pohon pek terdengar suara ah-uh-ah-uh dan Ituchi ternyata ada di sana.

   "Heii...!"

   Hek-eng Tsibiap girang, langsung meloncat."Kenapa kau, Ituchi? Ada apa?"

   Namun sang anak yang tiba-tiba tertarik dan hilang di balik kerimbunan pohon tiba tiba membuat pendekar ini kaget dan berseru tertahan, berjungkir balik dan559 hinggap di dahan itu.

   Dia terbelalak memandang ke atas, terkesiap.

   Dan ketika suara ah-oh terdengar lagi namun di pohon sebelah tiba - tiba pendekar ini terkejut berteriak marah.

   "Ituchi....!"

   Namun sang anak pun lenyap.

   Hek-eng Taihiap telah melayang dan berjungkir balik ke pohon yang ini, Ituchi hilang dan muncul lagi di pohon yang lain, dikejar namun lenyap lagi untuk kemudian muncul pada pohon yang berikut.

   Dan ketika enam tujuh kali kejadian itu berlangsung tetap dan Hek eng Taihiap kaget dan tertegun tiba tiba dia sadar bahwa seseorang yang lihai sedang mempermainkan dirinya.

   Tak ayal, pendekar ini memaki marah Dan ketika dia meloncat turun dan menyuruh siluman yang membawa ituchi memperlihatkan diri maka seperti iblis, entah kapan datangnya tiba-tiba sesosok tubuh tinggi kurus dan pucat terkekeh di belakang pendekar ini.

   "Heh heh, aku di sini, Hek eng Taihiap. Kenapa berteriak teriak? Lihatlah!"

   Hek-eng Taihiap membalik. Dia merasa tiupan napas di belakang kuduknya, dekat sekali. Dan begitu dia membalik serta membentuk meng hantam maka sepotong lengan kurus ,menyambut pukulannya.

   "Dess.!"

   Pendekar Garuda Hitam ini mencelat terguling- guling. Dia kaget bukan main berseru keras, menggigit bibir dan melompat bangun. Dan ketika dia melihat560 siapa di situ mendadak pendekar ini tersirap dan seolah hilang seluruh darahnya.

   "Cam kong ( Pembunuh Petir )....!"

   Pendekar ini tertegun.

   Cam-kong, Pembunuh Petir yang kurus menyeramkan itu ada di situ, menenteng Ituchi sambil tertawa aneh, pucat muka pendekar ini.

   Namun membentak berseru nyaring tiba tiba dia menerjang, nekat dan menghantam dan kali itu Cam kong mendengus.

   Entah sial apa pendekar ini bertemu dengan iblis yang sakti itu.

   Dan begitu si iblis mengelak dan membalik tahu-tahu pendekar ini terbanting dan muntah darah.

   "Buk!"

   Hek-ng Taihiap pucat pasi.

   Dia melompat dan terhuyung bangun, Ituchi disana terbelalak dan mengeluh panjang pendek.

   Anak itu pun pucat.

   Namun marah menggereng maju pendekar ini kembali menerjang, dikelit dan cepat serta bertubi-tubi ia menyerang lagi.

   Hek-eng Taihiap tak memperdulikan diri sendiri dan akhirnya ia mencabut pedangnya.

   Dengan bertubi-tubi dan nekat ia menyerang lawan yang jauh di atasnya ini.Dan ketika Cam-kong mendengus dan tertawa aneh tiba tiba Pembunuh Petir itu menangkis dan mem bentak.

   "Hek-eng Taihiap, robohlah .... krak!"

   Dan pedang yang patah menjadi dua akhirnya membuat pendekar itu terbanting dan mengeluh, sadar bahwa ia bukan tandingan iblis amat sakti ini.

   Dia menggeliat dan561 mau bangun kembali, rboh dan terjerembab.

   Dan ketika dua kali pendekar itu gagal bangun berdiri maka Cam-kong berkelebat di depannya dan tahu-tahu menyentuh jalan darah di atas ubun-ubunnya.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hek-eng Taihiap, suruh anak ini menjadi muridku kalau kau ingin hidup. Ia tak dapat kubujuk! Hek eng Taihiap tertegun Ia kini terbelalak memandang iblis itu, lalu Ituchi. Dan ketika ituhci dibebaskan totokannya dan dapat bicara tiba tiba anak itu berteriak mendahului.

   "Tidak, jangan, paman. Aku tak mau menjadi muridnya! Dia telah berkali kali memaksa diriku!"

   "Hm, diam kau,"

   Cam kong tertawa aneh.

   "Orang ini tak pantas menjadi gurumu, anak baik. Bukankah ia roboh dalam beberapa gebrakan saja.? Kau pantas menjadi muridku, diam dan biar gurumu bicara."

   "Tidak.... tidak....!"

   Namun Cam-kong yang terpaksa menotok dan menutup kembali mulut anak itu akhirnya bengis memandang Hek eng taihiap.

   "Anak ini tergantung suaramu. Kalau kau setuju tentu dia tak dapat bicara lagi. Nah, katakan kau mau dan nyawamu selamat!"

   Hek eng Taihiap menggigil.

   Kini dia tahu bahwa Ituchi kiranya ditangkap iblis yang amat sakti ini, dibujuk tapi si bocah rasanya menolak.

   Hek-eng Taihiap tahu watak Ituchi, memang anak itu tak mudah dibujuk.

   Sekali dia menetap kan pilihan maka biar setan pun tak562 akan dia gubris.

   Maka mendengar permintaan itu tiba- tiba pendekar ini ketawa.

   "Cam-kong, kau memang lihai dan hebat. Tapi kau ganas, mana mungkin anak itu mau menjadi muridmu? Ha - ha, kau tak akan berhasil, Cam kong. Lebih baik kaulepaskan dia dan pergi!"

   "Plak!"

   Cam kong menampar, membuat lawannya terpelanting.

   "Kau jangan macam-macam, orang she Siok. Kalau kau tak mau membantuku tentu kekasihmu itu kubunuh pula! Kau ingin Wan Hoa menjadi mayat?"

   "Tidak!"

   Hk eng Taibiap terkejut.

   "Kau..... ah, kau rupanya sudah tahu semua?, Cam kong Kau busuk dan keji!"

   "Heh-heh, tak perlu berkaok - kaok, bocah she Siok. Sekarang pergunakan kesempatanmu baik-baik dan bujuk anak ini agar mau menjadi muridku!"

   Hek eng Taihiap terguncang.

   Mukanya tiba-tiba menjadi merah dan beringas, mata meliar dan ia pun memandang penuh kebencian kepada lawannya itu.

   Cam-kong kiranya sudah mengetahui semua hubungannya dengan Wan Hoa, terkejut dan jengah dia kalau membayangkan iblis itu tahu pula waktu dia menggauli sang isteri.

   Tapi mengedikkan kepala berseru gagah Hek eng Tai hiap coba mengembalikan masalah kepada Ituchi.563

   "Cam-kong, kau tak perlu tanya aku. Seharusnya yang bersangkutan kau tanya sendiri dan langsung!"

   "Bocah ini menyerahkan padamu, orang she Siok. Kalau kau setuju dia pun setuju. Kau di anggapnya sebagai pengganti Kim mou-eng yang dapat dipercaya!"

   Lalu membebaskan totokan Ituchi lagi Pembunuh Petir ini berseru.

   "Nah, bukankah begitu, anak baik? Kau bilang apa tadi kepadaku?"

   Ituchi tertegun.

   Tadi ketika dia ditangkap dan dibujuk memang dia menolak, menyatakan bahwa itu tergantung pamannya, Hek - eng Taihiap, sebuah kata kata yang dimaksud untuk mengulur waktu belaka.

   Tapi kini diadu dengan pamannya dan dia ditanya apakah betul atau tidak tiba-tiba anak ini terpaku.

   "Bagaimana, kau mau belajar bohong?"

   "Tidak!"

   Ituchi tiba-tiba marah, tersinggung telak.

   "Aku memang bicara begitu, Cam - kong. Dan aku tak usah menyangkal!"

   "Ha-ha, bagus, anak baik. Bagus! Nh, bagaimana sekarang jawabanmu, Hek-eng Taihiap? Kau mau atau tidak?"

   Hek-eng Taihiap bingung.

   Dia mengumpat kelicikan iblis ini, Ituchi disuntik tepat pada harga dirinya.

   Anak itu memang jujur dan tak mau bohong.

   Wan Hoa dan Cao Cun telah mendidik anak ini untuk bersikap berani dan gagah, jantan.

   Dan karena tak ada564 lain jalan untuk mengiyakan atau menolak akhirnya Hek - eng Taihiap berseru melepaskan kemarahannya.

   "Cam - kong, meskipun anak ini menunggu jawabanku tapi semuanya kupulangkan kembali padanya. Aku sudah kau robohkan, mau bunuh boleh bunuh mau siksa boleh siksa!"

   "Eh, kau nekat?"

   Hek eng Taihiap mendelik.

   "Kalau begitu, heh heh..... kekasihmu kubawa ke sini, orang she Siok. Boleh kau lihat apa yang akan kulakukan."

   "Tidak!"

   Dan Hek-eng Taihiap yang menjerit serta memekik ngeri tiba tiba menggigit jari lawan yang ada di atas kepalanya, membuat Cam kong terkejut dan kakek iblis itu membentak.

   Apa yg dilakukan memang tidak disangka.

   Dan karena Hek - eng Taihiap menggigit begitu kuat dan jari itu tak dapat dilepaskan akhirnya Cam kong menggerakkan tangannya yang lain menampar kepala pendekar itu.

   "Prakk!"

   Hek-eng Taihiap roboh.

   Seketika pendekar ini binasa, Ituchi memekik dan meronta di pelukan kakek itu.

   Cam-kong menendang mayat pendekar ini, menotok anak itu pula.

   Dan ketika Ituchi mengeluh dan pingsan di pelukan kakek ini tiba-tiba Cam-kong tertawa aneh menyambar mayat Hek eng Taihiap.

   Lalu begitu dia terbang dan menggerakkan kakinya menuju ke tempat Wan Ha maka wanita itu histeris menerima lemparan tubuh suaminya.565

   "Brukk!"

   Cam-kong menghilang lagi.

   Wan Hoa menjerit melihat mayat suaminya, Hek-eng Taihiap telah kaku dengan kepala pecah.

   Dan ketika wanita itu pingsan dan roboh di kemahnya maka Cao Cun ganti terkejut melihat kejadian itu, tak mengenal Hek-eng Taihiap tapi lalu menyadarkan Wan Hoa.

   Sahabatnya ini menangis tersedu .

   sedu dan menubruk mayat itu, pingsan lagi dan disadarkan lagi.

   Dan ketika kejadian itu menggegerkan tempat itu namun bangsa liar ini tentu saja acuh terhadap mayat Hek eng Taibiap yang dianggap orang asing maka Wan Hoa menceritakan secara terputus- putus siapa Hek-ng Taihiap ini, jatuh bangun dan menangis tak henti hentinya oleh kejadian ini.

   Cao Cun menghibur dan memeluk sahabataya, ikut menangis Dia terkejut karena baru itu Wan Hoa menceritakan dirinya.

   Dan ketika seminggu kemudian Wan Hoa berkabung untuk kematian suaminya maka wanita itu pun akhirnya jatuh sakit.

   Wan Hoa terpukul hebat.

   Tentu saja dia tak tahu siapa yang membunuh suaminya ini.

   Cam kong terlalu lihai gerakannya untuk diikuti.

   Ah, nasib malang kini menyertai wanita itu.

   Dan ketika hari demi hari sakit Wan Hoa bertambah keras dan wanita itu sering mengigau maka Cao Cun yang menungguinya dan setia di tepi pembaringan ikut kurus dan menangis tak henti- hentinya pula.566

   "Sudahlah .... sudahlah, Wan Hoa. Kenapa kau demikian sedih dan berduka? Kenapa teringat selalu kepada mendiang suamimu itu? Ituchi akan membalasnya, Wan Hoa. Tenang dan cepatlah sembuh.....! Wan Hoa malah mengguguk. Dia sebenarnya berduka akan dua hal, satu tentang suaminya itu dan yang lain tentang Ituchi. Dia sama sekali tak menceritakan bahwa Ituchi dibawa Hek eng Taihiap ini, karena dia mengatakan anak itu dibawa Kim-mou-eng. Jadi Cao Cun menganggap Ituchi sudah di tangan Kim mou eng. Dan karena Hek eng Taihiap tewas di mana hal itu merupakan indikasi baginya bahwa anak itu tentu tak selamat pula maka Wan Hoa menganggap suaminya gagal dan Ituchi ikut terbunuh. Hal ini tak dapat dia ceritakan pada Cao Cun, ngeri Wan Hoa menceritakan itu. Dan ketika Cao Cun malah berkata dan menghibur bahwa kelak Ituchi akan membalas dan mencari pembunuh suaminya itu tiba-tiba wanita ini malah tersedu.

   "Ah, Cao Cun ... Cao Cun..."

   Wan Hoa menjerit dalam hati.

   "Mana kau tahu anakmu sudah terbunuh? Mana kau tahu bahwa kegagalan suamiku berarti kegagalanku pula? Tidak, aku berdosa padamu, Cao Cun. Aku berdosa!"

   Dan Wan Ha yang mengguguk serta membuat bingung Cao Cun malah membuat wanita itu salah sangka, mengira kesedihan Wan Hoa karena terlampau besarnya cinta terhadap mendiang suami.567 Cao Cun menghela napas dan teringat dirinya sendiri, betapa dulu pun ia amat tergila-gila dan jatuh cinta terhadap Kim mou - eng begitu besar dan mendalamnya hingga beberapa kali ia mau bunuh diri.

   Cinta memang tak dapat disalahkan.

   Dan ketika Cao Cun menghibur dan kembali membujuk sahabatnya dengan menyebut- nyebut Ituchi lagi mendadak Wan Hoa malah bertambah sakitnya dan tak dapat sembuh-sembuh.

   "Sudahlah.... sudahlah, Cao Cun. Jangan hibur aku lagi dan biarkan aku sendiri. Aku.... aku kini ingin sendiri..."

   Cao Cun terbelalak.

   "Tapi obat ini harus kau minum, Wan Hoa. Kau harus sembuh!"

   Wan Hoa menggeleng. Da tersedu menolak obat itu, menyuruh Cao Cun meletakkanny dimeja. Dan ketika Cao Cun menangis dan memeluk sahabatnya itu maka Wan Hoa, yang kini kurus tinggal tulang menyuruh dia keluar "Wan Hoa, ku mau apa......?"

   Tidak.... tidak apa-apa. Hanya... hanya aku mau sendiri sejenak, Cao Cun. Kau keluarlah dan biar kulihat bayangan suamiku. Semalam dia datang, memeluk dan mau menjemputku ..."

   Cao Cun menangis tak keruan.

   Ini tanda tak baik, bukan main menyesal dan berdukanya dia.

   Dan ketika Wan Hoa memaksa dan menyuruh dia keluar akhirnya Cao Cun mengguguk menutup pintu kamar, hampir tak dapat menghibur lagi karena semua568 hiburannya sia - sia.

   Cao Cun masih menganggap kesedihan Wan Hoa adalah karena kematian suaminya itu, tak tahu bahwa "kematian"

   Ituchi membuat Wan Hoa terpukul berat pula.

   Bahkan, agaknya ini yang lebih memukul.

   Wan Hoa menganggap tugasnya gagal dan dia merasa berdosa, sebulan ini wanita itu tak habis- habisnya menangis.

   Dan ketika tepat sebulan bayangan suaminya muncul di dalam mimpi dan pagi itu Wan Hoa minta agar Cao Cua keluar maka Cao Cun akhirnya menjerit ketika sejam kemudian dia sudah mendapati Wan Hoa dalam ke adaan kaku dan dingin.

   "Wan Hoa...!"

   Raung menyayat itu meremangkan bulu kuduk.

   Seluruh bangsa liar dikejutkan oleh tangis dan jerit Cao Cun, wanita ini sudah menubruk dan terguling-guling memeluk mayat Wan Hoa.

   Cao Cun seakan tak percaya, bahwa sahabatnya itu akhirnya akan meninggalkannya juga.

   Wan Hoa telah meninggal.

   Dan ketika Cao Cun meng guguk dan menciumi mayat itu tiba-tiba wanita ini menyambar dan menggendong mayat Wan Hoa berlari- lari, menangis dan tertawa.

   "Wan Hoa, hi-hik.....kau meninggalkan aku juga? Ka membiarkan aku sendiri? Oh, kau nakal, Wan Hoa, kau kejam... kau.... brukk...!"

   Cao Cun terguling, jatuh bersama Wan Hoa dan bangsa liar geger. Cao Cun menangis dan tertawa-tawa Dan ketika semuanya menolong dan mengambil mayat itu maka Cao Cun membentak dan bangkit melompat bangun.569

   "Kalian mau bawa ke mana sahabatku itu? Tidak, berikan dia kepadaku, pengawal. Berikan ....!"

   Cao Cun kalap, menubruk dan menyambar lagi mayat sahabatnya itu dan pengawal dipukul.

   Cao Cun memeluk dan menciumi lagi mayat ini, dayang pun menangis dan pengawal bercucuran air mata.

   Apa yang disaksikan itu sungguh menyayat hati.

   Persahabatan dan kecintaan Cao Cun terhadap sahabatnya memang semua orang tahu, Dan ketika Cao Cun menangis dan tertawa-tawa memeluk mayat sababatnya itu maka wanita ini seperti orang gila yang tidak waras lagi, menciumi dan menina bobok dan tak ada seorang pun yang tak meruntuhkan air mata melihat kejadian itu, termasuk Khan sendiri.

   Namun setelah Cao Cun letih dan terhuyung-huyung membawa mayat temannya yang tentu saja tak dapat menjawab semua pertanyaannya maka wanita ini pun terguling dan roboh pingsan.

   Hari itu bangsa liar berkabung, Cao Cun mengigau dan memanggil-manggil sababatnya, menyedihkan sekali.

   Dan ketika Wan Hoa dimakamkan dan Cao Cun menangis di pusaranya maka keluhan dan ratap tangis wanita ini menyayat sekali didengar.

   "Wan Hoa, kau kejam. Kau tak adil. Dulu aku mau mati tapi kau cegah, kau tak mau sendiri. Kenapa sekarang kau meninggalkan aku dan hidup sendiri? Ah, kalau tak ingat anak-anakku tentu kususul kau, Wan Hoa. Aku juga tak mau hidup sendiri dan ingin570 menyusulmu!"

   Kemudian, ketika pengawal terharu wanita ini meraup tanah kuburan itu.

   "Wan Ha, biarlah kucuci muka dengan tanah kuburanmu. Kalau kelak aku menyusul kau jemputlah aku..!"

   Cao Cun benar-benar cuci muka dengan tanah itu, meraupkannya ke seluruh wajah dan untuk tujuh hari wanita ini tidak menghilangkannya.

   Itulah cara aneh untuk mengenang sahabat.

   Dan ketika wanita itu masih termenung di pusara sahabatnya maka seorang bocah perempuan terisak di sebelahnya.

   "Ibu, Halingi menangis...."

   Cao Cun sadar.

   Seorang bocah perempuan lain menangis, dayang sibuk mendiamkannya tapi anak itu tak mau diam.

   Itulah anak perempuannya nomor dua, putera ketiga, Halingi.

   Dan ketika Cao Cun bangkit dan menerima anak ini maka wanita itu menepuk - nepuk dengan air mata, bercucuran.

   "Halingi, diam. Ataukah kau ingin ibumu menangis dan sedih lagi? Diam nak....diam. Mari kita pulang dan diamlah...."

   Anak itu diam.

   Cao Cn membawa pergi anak perempuannya ini, juga anaknya yang lain itu, Maringa (Si Mawar Cantik ), yang tadi menyenggol dan berbisik di sebelahnya.

   Dan ketika hari itu Cao Cun meninggalkan makam sahabatnya dan untuk pertama kali merasakan kekosongan hidup yang luar biasa maka wanita ini tinggal di rumah dengan banyak mernung.571 Kepergian Wan Hoa benar-benar dinilai sbagai suatu kehilangan yang berat.

   Cao Cua kurus dan semakin kurus saja, tak ayal ia pun jatuh sakit.

   Tapi ketika seorang dayang memperingatkan sikapnya agar dia menjaga kesehatan tubuh maka dayang ini, yang selalu setia dan bukan lain Mayang adanya berhasil menyadarkan Cao Cun.

   "Ingat, paduka masih dibutuhkan anak-anak paduka ini, Ratu. Kalau ada apa-apa dan anak ini sampai terlantar tentu kasihan Halingi dan Maringa."

   Cao Cun mengangguk. Dia memang "ratu"

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Di bangsa liar itu, dihormati dan disegani karena dialah isteri mendiang raja Hu, raja pertama di tempat itu.

   Dan ketika dia sadar dan memeluk anak-anaknya maka Cao Cun teringat pula pada Ituchi, puteranya.

   Bangkit dan timbul harapannya bahwa kelak anaknya laki-laki itulah yang akan membahagiakannya.

   Cao Cun tak tahu bahwa kelak nasib burukpun akan menimpa puteranya ini.

   Dan ketika hari itu dia agak terhibur dan bangkit demi anak anaknya maka hari demi hari mulai dilewatkan wanita ini dengan sedikit tenang.

   *** Sepasang Cermin Naga-Batara Credit.

   Sumber buku Awie D.

   , Edit OCR Iskandar E.572

   "Cu-wangwe jahanam keparat! Cu wangwe manusia terkutuk....!"

   Caci dan teriakan itu menggegerkan Mingciang.

   Pagi itu, sejumlah nelayan berteriak-teriak, di depan gedung hartawan Cu ini.

   Sebelas nelayan melancarkan protes, mereka menentang kebijaksanaan, yang tidak bijaksana dari hartawan itu.

   Dan ketika tukang-tukang pukul mulai berdatangan dan membentak mereka maka kaum nelayan ini bukannya reda melainkan justeru semakin beringas.

   "A-lok, kau penjilat pantat Cu wangwe. Mana itu setia kawanmu kepada orang kecil? Bukan kah kau bekas nelayan dan kini diangkat sebagai tukang pukul? Seharusnya yang kau pukul adalah hartawan itu, A lok.

   "Bukankah kami yang sudah menderita dan dipermainkan!"

   Seorang pelayan balas membentak, tadi dipukul dan cepat dia meraih sebatang dayung.

   Dayung ini hendak dihantamkannya kepada si A-lok itu namun teman temannya yang lain mencegah, mereka bukan bermusuhan dengan tukang pukul itu, yang notabene masih bekas teman sendiri, karena A-lok itu lalu diambil dan diangkat sebagai tukang pukul Cu-wangwe.

   Dan ketika ribut ribut itu memuncak dan dari mana mana muncul nelayan lain bergerombol dan bersatu dengan sebelas nelayan ini maka di lain tempat juga terjadi hal srupa namun di tempat Bhong-wangwe (hartawan Bhong).573

   "Benar, Bhong-wangwe pun manusia penindas. Kita harus turun tangan dan menentang ketidakadilan!"

   Teriakan dan pekik ini tiba-tiba merata di seluruh Ming ciang.

   Cu-wangwe, yang mula-mula menjadi penyulut dan sebab dari semuanya itu mendadak menjalarkan penyakitnya ke mana mana.

   Hartawan itu mulai gila-gilaan lagi menentukan bagi hasil, hartawan itu berani pulang setelah Kwee Han di kota raja Maklum, dia punya back ing di istana.

   Dan ketika secara perlahan namun licik bagi Hasil itu dipertinggi dan kian lama kian tajam maka nelayan pun berontak dan untuk kesekian kalinya lagi para pelayan itu berdemonstrasi.

   "Cu wangwe harus kita bunuh. Tangkap dan rampas perahunya!"

   Dan Bhong wangwe serta Kim-wangwe juga, kita tuntut. Mereka sama sama juragan yang tak tahu diril"

   "Benar, dan juragan yang lain juga kita sikat, kawan-kawan. Mereka menaikkan bagi-hasil seenak perutnya sendiri dan menjadi kaum penindas!"

   Ming-ciang menjadi ribut.

   Di mana-mana mendadak kaum nelayan bersuara lantang, mereka menuntut Cu-wangwe dan lain-lain untuk berbuat adil.

   Kini hampir semua juragan perahu membuat bagi-hasil satu banding dua puluh, keadaan yang tentu saja mencekik dan menjerat leher kaum pelayan ini.

   Dan ketika ribut ribut semakin menjadi dan para tukang574 pukul mencoba menghalau namun dilawan tiba tiba seseorang memekikkan keberanian Kwee Han yang dulu memelopori mereka.

   "Kawan-kawan, serbu! Ingat keberanian Kwee Han yang dulu menyelamatkan kita!"

   Tak ayal kaum nelayan ini bergerak.

   Mereka menyerang dan menghadapi para tukang pukul itu, bukan hanya di tempat C - wangwe saja mlainkan juga di tempat hartawan hartawan lain.

   Kiranya ketimpangan hidup yang menyolok ini telah membuat semacam kesepakatan di antara kaum nelayan itu untuk mengadakan pemberontakan.

   Mereka berontak terhadap ketidakadilan yang menggencet mereka.

   Dan ketika di mana-mana timbul kerusuhan dan huru-hara maka pasukan keamanan menjadi sibuk dan bingung oleh sepak terjang orang-orang rendahan ini, rakyat kecil.

   "Tahan, jangan mengacau. Tahan.....!"

   Namun bentakan maupun himbauan pasukan keamanan itu sia-sia.

   Kaum nelayan terlanjur menyerbu dan menyerang, jumlah mereka ratusan.

   Dan karena pasukan keamanan tak sebanding jumlahnya dengan mereka meskipun ditambah para tukang pukul yang dipunyai kaum hartawan maka kerusuhan beberapa tahun yang lalu yang pernah terjadi di kota ini terulang lagi.

   Para juragan terbirit-birit, mereka memaki namun cepat melarikan diri.

   Dan ketika tindakan sudah mulai dengan pengrusakan dan pembakaran rumah maka575 bantuan diminta dari kota raja dan datanglah limaratus pengawal istana yang merupakan golongan bu-su ( pasukan yang pandai silat), menyergap dan menangkapi orang-orang itu dan akhirnya kaum nelayan bubar.

   Mereka berantakan dan tentu saja bukan lawan pasukan istana yang tangkas itu.

   Namun karena sumber ketidak puasan berasal dari pembagian hasil dan itu masalah perut maka ketegangan maupun dendam para nelayan tak dapat dihapus.

   "Kita siap mati kalau ditangkap. Betapapun ini memang persoalan mati hidup anak isteri kita!"

   Keadaan menjadi seperti api dalam sekam.

   Kaum nelayan yang ditangkap lalu diperiksa, tentu saja menceritakan ketidak adilan yang terjadi, bahwa mereka diperas dan ditindas.

   Kini bagi hasil menjadi begitu gila gilaan karena satu banding dua puluh, berarti sembilan puluh lima persen untuk juragan sementara mereka yang bekerja keras dan mandi keringat hanya menerima lima persennya saja, satu ketidak adilan yang menyolok, Dan ketika komandan paskan itu, Pu- ciangkun, mendengar dan mengerutkan kening maka segera dia memanggil dan menegur Liem-taijin yang menjadi kepala daerah.

   "Bagaimana ini? Kenapa Cu wangwe dan lain- lain menindas dan mencekik rakyat? Kau sebagai kepala daerah mestinya tahu semua permainan ini, taijin. Ikut bertanggung jawab dan menentukan kesejahteraan rakyat!"576

   "Maaf, wewenangku terbatas, ciangkun. Kalau ciangkun mau bersabar sebentar sebaiknya ciangkun tunggu seseorang yang lebih tahu."

   Pu - ciangkun terbelalak. Dia merasa ganjil dan aneh mendengar jawaban ini, Liem taijin tersenyum dan tenang-tenang saja. Dan ketika komandan itu bertanya apa maksud Llem-taijin maka A siong, nelayan muda yang ditangkap menuding.

   "Ciangkun, percuma menanyi dia itu. Liem taijin ini antek Cu-wangwe!"

   "Plak!"

   Seorang pengawal menampar.

   "Diam kau, nelayan busuk. Atau kami akan membunuhmu sebelum bicara!"

   Pengawal itu mau mendaratkan pukulannya lagi, dicegah dan Pu - ciangkun membentak.

   Komandan pasukan istana ini tak senang, dia merasa dilangkahi.

   Dan karena Pu-ciangkup adalah perwira jujur yang juga bertangan keras maka panglima ini membentak menyuruh pengawal Liem taijin itu mundur.

   "Jangan lancang. Mundur dan pergi lah!"

   Liem - taljin memberi isyarat.

   Pengawalnya, mundur dan tersenyum mengejek, namun ketika Pu- ciangkun melotot tiba tiba dia mengkeret, ke luar dan membiarkan majikannya berbicara dengan komandan pasukan istana itu.

   Pu- ciangkun dan pasukannya adalah penumpas huru-hara.

   Dan ketika dua orang itu berbicara dan Pu ciangkun tampak menarik leher maka panglima ini menegur tajam.577

   "Taijin, seharusnya sebagai kepala daerah kau mengayomi rakyat, melindungi si kecil. Kenapa kau berkomplot dan melindungi hartawan-hartawan itu? Bukankah mereka melakukan tindakan tak adil di sini? Lihat, nelayan mendapat lima persen saja, taijin. Padahal merekalah yang bersusah payah dan mandi keringat!"

   "Ah, itu kebijaksanaan juragan perahu, ciang kun. Kalau mereka tak puas seharusnya pergi dan berhenti saja, tak usah protes."

   "Pergi bagaimana?"

   A-siong, nelayan muda itu berteriak.

   "Kami tercekik hutang yang harus dilunasi, ciangkun. Tak boleh pergi atau berhenti bila belum melunasi hutang itu!"

   "Benarkah?"

   Pu ciangkun memandang Liem taijin.

   "Benar,"

   Liem-taijin mengangguk, tenang- tenang saja.

   "Hal itu wajar, ciangun. Kalau kau sendiri, bagaimana sikapmu kalau anak buahmu merat sebelum melunasi hutang? Mungkinkah mereka kau biarkan pergi?"

   "Hm..."

   Panglima ini mengurut jenggotnya, kalah suara.

   "Kalau begitu betul, taijin. Hanya....."

   "Hanya bagaimana kami melunasi hutang itu?"

   A-siong menyambung.

   "Untuk makan sekeluarga sudah kelabakan, ciangkun, boro boro untuk melunasi hutang. Kalau bagi - hasil berjalan pantas tentu dapat kami melunasi hutang!"578 Panglima ini tertegun.

   "Hm, katanya berapi api.

   "Apa yang dikata nelayan ini betul, taijin. Pokok persoalan memang pada ketimpangan bagi-hasil itu. Kau membiarkan Cu wangwe dan teman temannya menindas!"

   "Dia juga!"

   A-siong kembali menuding, berteriak.

   "Liem-taijin ini juga memiliki seratus perahu, cangkun. Hanya diatas namakan orang lain!"

   "Bohong!"

   Liem-taijin kini membentak "Orang ini ngaco, ciangkun. Jangan kau dengarkan mulutnya karena itu fitnah! Hm, sebaiknya mulutnya dibungkam dan biar pengawalku masuk lagi!"

   Namun, Pu - ciangkun yang mengibas dan menghalang menyuruh Liem taijin diam.

   "Tidak, ini urusanku, taijin. Keamanan di sini sekarang menjadi tanggung jawabku. Aku akan memeriksa kasus ini!"

   Dan ketika Pu-ciangkun membalik dan memanggil beberapa orangnya maka segera panglima itu mengumpulkan data data.

   Berapa orang kaya di situ, apakah benar Lim-taijin memiliki seratus perahu yang di atas namakan orang lain.

   Dan ketika berkas-berkas dikumpulkan dan satu demi satu perkara itu diusut maka benar Lien taijin ternyata terlibat.

   Pantas melindungi para juragan perahu! "Taijin, sekarang terbukti.

   Kau pun mempunyai andil di sini.

   Kau ikut memeras dan mencekik rakyat! Nah, ini saudaramu Liem Hu, sudah kutanya dan kuperiksa hingga mengaku.

   Apa katamu sekarang579 setelah bukti-bukti ini? Kau masih menyangkal dan menolak tuduhan?"

   Liem taijin, kepala daerah Ming - ciang itu terkejut.

   Pu-ciangkun, panglima yang keras ini benar- benar bertangan besi.

   Saudaranya, Liem Hu, dikompres dan terpaksa mengaku, beberapa tubuhnya matang biru dan wajah saudaranya itu tembam.

   Rupanya komandan pasukan ini bertindak tegas, tidak pandang bulu.

   Dan ketika pembesar itu tertegun dan tak dapat bicara maka panglima itu berkata lagi.

   "Nah, sekarang kau harus ikut aku, taijin, kita menghadap gubernur Ping!"

   Liem taijin pucat. Gubernur Ping adalah pemimpinnya, gubernur itu lah yang membawahi kepala daerah dan sebangsanya. Tapi tersenyum dan tertawa lebar tiba-tiba pembesar ini berseru.

   "Ciangkun, nanti dulu. Ping tajjin (gubernur Ping) saat ini justeru sedang mengutus utusan. Lihat lah ia....!". Seseorang masuk. Pu-ciangkun terkejut melihat seorang laki-laki gemuk melangkah lebar, berhenti dan tersenyum kepadanya. Dan ketika laki laki itu menjura dan menyerahkan sepucuk surat maka Pu ciangkun tertegun.

   "Ciangkun, aku Swee - hok wakil gubernur Ping. Katanya ada sedikit ribut-ribut di sini. Terimalah, ini surat dari Hao-taijin!"580 Pu ciangkun menyambut. Dia cepat menerima dan membuka surat itu, dan begitu membaca tiba tiba dia terperanjat. Isinya, menyuruh dia pulang ke kota raja. Urusan itu akan ditangani Gwa ciangkun, seorang perwira lain yang tiba-tiba muncul dan sudah berdiri di samping laki-laki gemuk itu, Swee hok. Dan ketika Pu- ciangkun pucat dan mengerti apa artinya itu maka panglima ini tersentak tak dapat berbuat apa apa.

   "Baiklah, maaf. Swee- taijin. Kiranya atasan ku memanggilku. Urusan ini kulimpahkan pada Gwa- ciangkun!"

   Dan berdiri serta menyerahkan berkas- berkas itu Pu ciangkun angkat kaki dan hari itu juga kembali ke kota raja, tak jadi menangkap Liem taijin dan Asiong bengng.

   Nelayan muda ini tak tahu apa yang terjadi, kenapa kemenangannya yang hampir dibela Pu - ciangkun mendadak padam.

   Lampu yang siap menyala itu sekonyong konyong mati.

   Dan ketika berkas diterima dan di lipat Gwa ciangkun, perwira baru itu, tiba tiba berkas ini dibuang dan..

   ...

   ludes dimakan api.

   "Ha ha, bagus, Gwa.ciangkun. Terima kasih. Dan juga Swee hok-taijin!"

   Liem taijin bertepuk tangan, gembira dan berseru nyaring dan segera tiga orang itu tertawa bersama sama.

   A siong melihat Liem-taijin menjamu dua tamu baru ini, kasak-kusuk dan sejumlah bungkusan diberikan pada dua orang itu.

   Asiong tiba- tiba sadar bahwa itulah suap, sebuah permainan kotor.

   Dan ketika dia tertegun dan terbelalak melihat dua581 orang itu diberi uang begitu banyak maka Liem taijin mendengus padanya berkata mengejek.

   "Lihat, tikus kecil. Kau tak dapat mnjatuhkan kami orang-orang besar!"

   "Kparatl"

   A - siong berteriak.

   "Terkutuk kau, Liem-taijin. Kiranya kau srigala berbulu domba!"

   "Ha.hu, kau memaki? Eh, seret dia, pengawal. Bungkam mulutnya dan lempar jauh jauh!"

   A-siong meronta dan kaget.

   Pengawal yang tadi memukulnya maju dengan gembira, meringkus dan menutup mulutnya.

   Dan ketika dia melawan dan memberobot tiba tiba pengawal itu menghantamnya dengan gagang tombak, membentak dan segera nelayan muda itu disiksa.

   Dia sendirian di tempat itu, pelindungnya, Pu-ciangkun, telah tak ada lagi, pergi.

   Dan ketika nelayan itu mengaduh dan memaki maki maka pemuda ini akhirnya diseret dan ditendangi, menjadi permainan beberapa pengawal lain yang datang ke situ Tak ayal lagi pemuda ini pun babak-belur.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Apa yang dilakukan pengawal itu adalah atas suruhan Liem-taijin.

   Dan ketika para pengawal terbahak-bahak menghajar pemuda itu akhirnya A - siong tewas dan hancur dengan tubuh tidak utuh lagi.

   Para nelayan yang menemukan mayatnya geger.

   Mereka mau berontak tapi limaratus busu menjaga kett, mereka kasak kusuk dan akhirnya mengambil keputusan.

   malam nanti menyerbu gedung Liem taijin.

   Tapi sebelum semuanya itu dilaksanakan582 mendadak seseorang berseru agar mereka meminta bantuan Kwee Han.

   "Tunggu, banjir darah nanti. Bagaimana kalau kita minta bantuan Kwee Han? Dia sekarang menjabat menteri muda, kawan-kawan. Sebaiknya tunda maksud itu dan biar beberapa di antara kita ke sana!"

   "Ah,"

   Seseorang menyahut.

   "Kwee Han telah berkali kali menolong kita, Lu San. Kalau kita mengganggu dan datang lagi kepadanya aku khawatir dia tak senang."

   "Benar,"

   Seorang kakek tua muncul.

   "Kalau terlalu sering meminta bantuannya tentu kita dianggapnya pengganggu, Lu San. Dan Kwee Han sekarang sudah mulai lain dengan Kwee Han yang dulu. Sebaiknya cari orang lain saja dan tidak mengganggu dial"

   "Hm. Pwe lopek kiranya. ..."

   Lu San, nelayan kekar itu tertegun.

   "Ada apa kau bilang begini, lopek? Bukankah Kwee Han berjanji akan selalu menolong kita?"

   "Benar, tapi perobahan telah terjadi, Lu San. Aku orang tua telah melihatnya."

   "Ahh, dia dua kali telah menolong kita. Lihat puluhan ribu yang telah dia berikan kepada kita untuk pembayar hutang, bukankah ini menunjukkan Kwee Han tak berubah? Kau agaknya justeru tak bersyukur, lopek. Kau jadi keliru memandang Kwee Han!"583

   "Hm, bagaimana aku menjelaskannya? Aka tidak keliru memandang, Lu San, tapi itulah yang kulihat. Boleh tanya pada A-kong atau A sam."

   Dua orang yang disebut kebetulan tak ada tertangkap. Dan ketika kakek itu mendesah melibat yang lain tak senang tiba-tiba kakek ini berkata.

   "Lu San, sebaiknya lihat apa yang terjadi. Pernahkah Kwe Han datang ke mari? Pernahkah dia menepati janji menemui kita? Ini pertanda dia tak mau mengurus kita, Lu San, barangkali Kwee Han takut kedudukannya terancam!"

   "Ah, Pwee-lopek malah bercuriga!"

   Lu San berseru.

   "Kwee Han telah menolong kita dengan budinya yang begitu besar, lopek. Tak boleh sebenarnya kita berprasangka buruk kepadanya. Betapapun, aku ingin minta bantuannya dan mencegah rencana serbuan ini!"

   "Benar, tapi tak mungkin berhasil, Lu San. Kalau mau minta tolong sebenarnya ada seseorang, tapi aku tak tahu di mana dia berada."

   "Siapa?"

   "Pendekar Rambut Emas!"

   Orang-orang tertegun. Nama itu memang dapat dijadikan jaminan, namun karena Pendekar Rambut Emas adalah seorang yang tak tentu tinggalnya maka mereka dingin dan auh saja "Pwee-lopek,"

   Lu San menjawab.

   "Barangkali kau benar. Tapi untuk saat sekarang ini kita sudah584 diburu waktu, Kim-mou eng tak mungkin kita cari. Aku masih tetap ingin menghubungi Kwee Han dan biarlah aku ke sana karena kau tampaknya enggan!"

   "Terserah,"

   Kakek ini akhirnya dingin.

   "Boleh- boleh saja kau ke sana, Lu San. Tapi sebaiknya jangan sendiri. Kau akan berhadapan dengan pengawal dan barangkali bakal menemui kesulitan!"

   Lu San tertawa mengejek.

   Dia tak takuti segala pengawal, apalagi pengawal Kwee Han.

   Dan ketika malam itu rencana serbuan digagalkan dan untuk sementara Lu San dapat menunda keinginan teman- temannya ini maka pemuda itu berangkat ke kota raja, berjanji tiga hari sudah kembali dan teman-temannya pun menunggu.

   Betapapun Kwee Han adalah stitik air yang mereka harapkan.

   Pemuda itulah yang telah dua kali menolong mereka, memberikan puluhan ribu tail sebagai pelunas hutang terhadap para juragan perahu, bukan main besarnya budi itu.

   Dan ketika mereka menunggu dan hari ketiga lewat dengan cepat ternyata Lu San tak kembali, begitu juga hingga hari keempat dan kelima, bahkan hari ketujuh.

   Dan ketika mereka cemas dan kaum nelayan ini Tentu saja bingung maka diutus kembali dua orang teman mereka, menunggu tiga hari lagi namun dua teman terakhir ini pun tak kembali.

   Keadaan itu berturut-turut hingga pada utusan ke lima, tentu saja kaum nelayan gelisah dan tak sabar.

   Dan ketika sebulan lewat dengan cepat sementara mereka kebingungan oleh pekerjaan yang hilang maka tiba-tiba585 mereka melihat kepala Lu San terapung apung di atas sungai!.

   Gegerlah para nelayan ini.

   Berturut-turut kemudian teman-teman mereka yang diutus juga mengalami nasib yang sama, sembilan kepala terapung apung di sungai, tanpa tubuh.

   Dan ketika hari itu mereka ribut dan menjerit tanpa suara maka Gwa ciangkun, panglima yang sudah berjaga di situ menyuruh mereka bekerja.

   "Siapa yang mogok akan dibunuh. Kalian harus bekerja dan kebijaksanaan baru dapat diatur!"

   Terpaksa, karena sebulan ini anak isteri sudah merintih dan mereka terpukul oleh kematian teman- teman mereka maka para nelayan bekerja kembali di bawah tekanan Gwa ciangkun, diancam dengan tuduhan mengacau dan limartus busu mengawasi mereka, tentu saja kaum nelayan tak berdaya.

   Beberapa di antaranya menyadari bahwa menghadapi lawan kuat memang mereka kalah, hukum rimba masih berlaku di situ.

   Dan ketika tekanan dan paksaan membuat orang- orang ini terpaksa bekerja dan yang tidak kuat akhirnya diam-diam menyingkir maka kejadian seperti dulu terulang, si lemah menjadi makanan si kuat.

   Cu-wangwe dan teman temannya kian merajalela.

   kaum nelayan ditindas dan tidak diberi bagi Hasil lagi.

   Mereka hanya diberi makan seadanya asal kuat untuk bekerja sehari, tentu saja ada yang protes.

   Tapi ketika Cu-wangwe586 muncul dan berkata itu sudah sewajarnya maka dengan pongah hartawan ini berseru.

   "Sungai dan segala isinya adalah milikku. Barang siapa coba-coba melawan dia akan dibunuh!"

   Geramlah kaum nelayan itu.

   Kalau saja Lu San atau teman-teman mereka yang pemberani masih hidup mungkin akan lain halnya, setidak-tidaknya ada yang membakar semangat dan mereka dapat melawan.

   Tapi karena Lu San dan delapan yang lain binasa tanpa diketahui siapa pembunuhnya maka nyali kaum nelayan ini menciut dan anak isteri mereka meratap, menyuruh mereka diam saja karena biarlah begitu asal mereka sekeluarga selamat.

   Urusan bagi-hasil tak usah diributkan, asal dapat makan.

   Dan karena orang kecil selalu di tempat tak menguntungkan dan hal itu terjadi tanpa dapat dilawan maka tunduklah mereka seperti sapi perahan yang diambil susunya.

   Sebenarnya apakah yang terjadi pada Lu San dan teman-temannya itu? Memang nasib buruk.

   Lu San, nelayan kekar ini datang seorang, diri di kota raja.

   Dia menganggap Kwee Han sama seperti dulu, mencari dan akhirnya menemukan gedung pemuda itu.

   Dan ketika dia bengong dan mendelong memandang gedung Kwee Han yang indah maka seorang penjaga menyodok perutnya dengan gagang tombak, sebuah perlakuan kasar yang tidak disangkanya semula.

   "Kau mencari apa? Kenapa longak-longok seperti orang gila?"587 Lu San terkejut.

   "Eh, apakah ini rumah Kwee Han?"

   Dia bertanya lugu, menyebut nama Kwee Han begitu saja dan tentu saja pengawal atau penjaga itu marah.

   Kwee Hau sekarang ada lah pejabat tinggi, dia seorang menteri muda.

   Maka mendengar pertanyaan itu tiba-tiba pengawal ini membentak dan mendorongkan gagang tombaknya lebih jauh.

   "Kau petani busuk. Pergi dan enyahlah.... ngekk!"

   Lu San terpelanting, ditusuk gagang tombak dan tentu saja ia merasa kesakitan.

   Nelayan ini adalah nelayan bertemperamen tinggi, dia mirip A kong yang berangasan.

   Maka mendapat jawaban tidak simpatik justeru ditusuk dan didorong gagang tombak tiba-tiba Lu San bangun membentak menyergap pengawal itu.

   "Kau pengawal busuk. Pergi dan enyahlah kau..... wutt!"

   Lu San memiting, menangkap dan berhasil mengunci leher pengawal ini. Lalu membanting dan merebut tombak nelayan kekar yang marah itu melempar lawannya.

   "Brukk!"

   Pengawal ini terkejut.

   Dia tak menduga disergap begitu cepat, jelek - jelek Lu San memang jago berkelahi.

   Dan ketika dia menjerit dan terguling-guling maka pengawal ini meloncat bangun dan berseru memanggil temannya, menerjang namun Lu San menggerakkan tombak.

   Sekarang nelayan muda ini bersenjata, dia bermaksud menakut-nakuti lawannya588 itu.

   Tapi pengawal lain yang menubruk dan datang ke tempat itu tiba tiba membentak dan menyerangnya, memukul tombak nelayan ini dan terjadilah perkelahian sengit.

   Pengawal pertama yang dibanting dan dilempar Lu San mengeroyok, berteriak mengatakan Lu San gila.

   Dan karena dua pengawal maju berbareng dan nelayan ini kalah tangkas akhirnya nelayan muda itu terkena tusukan tombak dan terhuyung, melawan namun sebuah tusukan lagi mengenai pundaknya.

   Darah mengalir dan Lu San melotot, dia gelisah dia bingung juga.

   Dari pintu gerbang terlihat seseorang berjalan, Lu San melihat itulah Kwe Han, orang yang dicari.

   Kebetulan.

   Dan ketika tombaknya terpental dan dua pengawal membuat dia terpelanting tiba-tiba nelayan ini meloncat bangun dan terbirit-birit meninggalkan dua lawannya, menuju Kwee Han.

   "Kwee Han, tolong....!"

   Bayangan itu, yang tiba-tiba lenyap di balik dinding membuat Lu San tertegun.

   Dia jelas melihat itulah Kwee Han, orang yang dicari.

   Tentu saja dia penasaran dan meneruskan larinya, semakin cepat.

   Tapi ketika dari mana mana muncul pengawal dan nelayan ini dihadang akhirnya ia dibentak disuruh menyerah.

   "Ah, aku bukan mau merampok. Aku mencari Kwee Han!"

   Pengawal memaki.

   Kwee Han yang mereka panggil Kwee taijin tiba-tiba disebut begitu saja oleh nelayan kasar ini, tentu saja mereka marah.

   Dan ketika589 Lu San menerjang dan coba menerobos lawan - lawannya ternyata pelayan ini gagal dan bahkan mendapat tusukan atau pukulan tombak.

   "Cus - des-bluk!"

   Lu Sao akhirnya roboh.

   Pengawal beramai ramai menangkapnya, nelayan ini berteriak-teriak memanggil Kwee Han, Kwee Han itulah yang di mintainya tolong.

   Tapi ketika sebatang tombak menghantam tengkuknya dan pelayan ini tersungkur akhirnya Lu San pingsan dan tak tahu lagi apa yang terjadi.

   Dia merasa diguyur air ketika sadar, mula-mula pening dan mengeluh.

   Dan Ketika dia membuka mata dan ingat apa yang terjadi maka dilihatnya Kwee Han, bayangan itu, ada di depannya, duduk di sebuah kursi.

   "Ada apa kau datang?"

   Pertanyaan itu tak ramah.

   Lu San, pelayan ini perlahan lahan bangkit terhuyun.

   Beberapa luka di tubuhnya tak dihiraukan.

   Tapi ketika seorang pengawal membentak dan mengancam punggungnya dengan tombak maka nelayan ini mengeluh dan berseru, masih tak tahu bahaya.

   "Kwee Han, aku datang untuk menemuimu. Kenapa pengawalmu begitu bengis dan kasar? Aku datang mewakili teman-teman di Ming-ciang, Kwee Han. Kau dinantikan kedatangannya namun tak pernah menengok!"590

   "Plak!"

   Sebuah tamparan membuat pelayan ini roboh.

   "Panggil Kwee - taijin padanya, orang, kasar. Kau dungu dan bodoh sungguh melebihi kerbau!"

   "Kwee Han ...."

   Suara ini terhenti kembali, kepala Lu San diinjak. Pengawal marah dan mau membentaknya lagi. Tapi Kwee Han yang mengulapkan lengan menyuruh pengawal itu melepaskan korbannya berkata.

   "Ci Hu, lepaskan dia. Biar dia bicara!"

   Dan memberi kesempatan nelayan itu bangun Kwee Han kini bersinar sinar memandang bekas sahabatnya itu.

   "Kwee Han......"

   Kini Lu San mulai berapi-api, bangun terbuyung.

   "Beginikah watak pngawalmu menghadapi tamu? Aku bukan perampok, Kwee Han. Aku datang atas nama seluruh kawan-kawan di Ming- ciang!"

   "Benar, tapi kau kurang ajar, Lu San. Kau tak tahu adat dan menjangkar terhadap seorang pejabat. Aku adalah Kwee-taijin, menteri muda. Tak tahukah kau dan tak dapatkah kau menghormat diriku? Kau tamu tak diundang, Lu San, meskipun bukan perampok. Tapi tindak-tanduk dan gerak-gerikmu melebihi perampok. Kau kasar dan murahan, tentu kau datang agar aku memberimu uang untuk teman-temanmu di Ming ciang itu!"

   Lu San terbelalak.

   "Benar, bukan?"591

   "Tidak,"

   Akhirnya nelayan ini menggeleng, mulai sadar.

   Sadar bahwa dia harus baik baik terhadap Kwee Han yang kini menjadi Kwee taijin itu, seorang menteri.

   Dan ketika Kwee Han melengak dan terheran oleh jawaban itu maka nelayan ini berdiri tegak, mulai sopan.

   "Kwee-taijin,"

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Katanya canggung.

   "Aku memang datang untuk urusan teman temanku itu, tapi bukan masalah uang. Karena aku datang untuk mohon kesediaan. mu menegakkan keadilan di Ming ciang. Dengan uang masalah hutang memang lunas, taijin. Tapi kalau Cu-wangwe dan teman-temannya itu mencekik lagi dengan bagi hasil yang tidak seimbang tentu kami akan terlibat hutang lagi dan tak berdaya, begitu seterusnya. Kini aku datang menagih janjimu, bukankah kau mau datang untuk menengok dan menolong kami? Kami ditindas lagi kaum juragan perahu itu, taijin. Dan hanya kaulah yang kami harap untuk mengatasi kekejaman Cu wangwe dan teman temannya!"

   "Hm,"

   Kwee Han terbelalak juga.

   "Bukankah ada Liem-taijin? Kau dapat melaporkan itu padanya, Lu San. Dan tak perlu jauh-jauh datang ke mari"

   "Liem taijin tak akan menolong kami. Dia antek Cu wangwe!"

   "Hm, kalau begitu ada atasannya. Bukankah kau dapat menghadap gubernur Ping?"

   "Gubernur Ping?"

   Lu San membelalakkan mata.

   "Kami orang kecil tak punya kenalan bangsa gubernur592 atau orang orang besar, Kwee-taijin. Kami hanya mengenalmu dan kini datang untuk meminta tolong! "Urusan ini tak dapat aku menolong,"

   Kwee Han akhirnya berkata terus terang.

   "aku tak mau diganggu dan terganggu."

   "Eh!"

   Lu San melebarkan mata. Bukankah kan berjanji untuk menolong kami, taijin? Bukan kah kedatanganmu di kota raja dulu juga atas niat menolong ini?"

   "Hm,"

   Kwee Han bangkit berdiri, bersikap sombong.

   "Sekarang dan dulu lain, Lu San. Dulu aku nelayan miskin tapi kini pejabat tinggi. Dulu teman temanku orang-orang kecil tapi sekarang kaum bangsawan dan pejabat. Aku tak mau merendahkan diri ikut-ikutan mengurus persoalan mu."

   "Kwee Han!"

   Lu San tiba-tiba membentak kembali njangkar.

   "Tahukah kau kutukan teman-teman kalau mendengar bicaramu ini? Tahukah kau bahwa selama ini kau dianggap dewa penolong dan kami amat berterima kasih? Tidak, jangan begitu, Kwee Han. Cabut pernyataanmu itu dan ingat waktu kedatangamu semula di kota raja!"

   "Plak!"

   Lu San kembali mendapat sebuah tamparan keras, dari pengawal.

   "Jangan kau lancang, nelayan busuk. Atau Kwee-taijin akan membunuhmu dan kau tak dapat melawan!"

   "Tidak..... tidak.....!"

   Dan Lu San yang marah memandang Kwee Han tiba - tiba berteriak.

   "Kwee Han,593 apakah kau benar - benar tak mau menolong kami? Ku membiarkan saja teman-temanmu di Ming - ciang kelaparan ditindas Cuwangwe?"

   "Hm,"

   Kwee Han kini bangkit berdiri, mendengus.

   "Aku sesungguhnya tak mengenal lagi kawan-kawanmu di Ming ciang itu, Lu San. Cukup kiranya bantuanku selama ini. Apakah kau juga tak punya budi untuk mengingat dua kali kebaikanku kepada kalian semua? Tidakkah kau ingat berapa puluh ribu tail yang telah ku sumbangkan cuma-cuma kepada kalian?"

   Lu San tertegun.

   "Nah, ingat itu, Lu San. Sebaiknya kau pergi dan jangan kembali lagi!"

   Kwee Han membalik, memberi tanda pada pengawal dan Lu San didorong nelayan ini tertegun dan teringat bantun Kwee Han selama ini, yang memang harus diaku cukup besar dan amat besar.

   Puluhan ribu tail yang disumbangkan kepada mereka di Ming Ciang untuk menghapus hutang pada Cu wangwe memang bukan jasa kecil.

   Dan ketika nelayan itu tercenung dan terbelalak melihat Kwee Han pergi maka nelayan ini didorong disuruh keluar.

   "Cukup, taijin telah memerintahkanmu keluar. Sekarang pergi dan keluarlah!", Lu San terhuyung. Melihat para pengawal yang tersenyum padanya dan rata-rata mengejek di luar tiba- tiba nelayan ini mendidih. Begitukah kehidupan di kota besar? Gampang sekali orang melupakan asalnya.594 Seperti Kwee Han itu, tiba-tiba congkak dan angkuh. Mentang mentang sudah jadi pejabat tinggi! Namun karena kata-kata Kwee Han terakhir tadi amat menusuk perasaan nya maka nelayan kasar ini tahu diri juga, menimbang dan merenungkan bahwa apa yang dikata itu adalah betul Kwee Han telah menolong teman temannya di Ming ciang dengan cukup besar. Uang yang dikeluarkan pemuda itu tak tanggung tanggung. Tapi ketika dia terhuyung di luar dan didorong hampir jatuh mendadak sebuah kereta berhenti di situ dan seseorang meloncat turun.

   "A fuk....!"

   Lu Sap tertegun.

   Dia mengenal betul laki-laki yang turun dari atas kereta ini, A-fuk, teman nya.

   Bekas sesama nelayan yang kini tampak berpakaian perlente dan necis.

   Ah, Lu San hampir tak percaya itu, mengucek- ucek matanya namun dirasanya penglihatannya itu betul.

   Dia tidak salah.

   Itu adalah A fuk.

   Tapi ketika dia hendak memanggil namun tenggorokannya terasa kering dan letih tiba-tiba A fuk telah meloncat dan lenyap di gedung Kwee Han, membawa semacam peti dan Lu San terbengong.

   Dia sungguh tidak tahu permainan apa lagi itu.

   Apa yang dibawa A-fuk pula.

   Namun karena persaan ingin tahunya tiba tiba begitu besar dan laki-laki ini melonjak akhirnya dia menyelinap dan memutar ke belakang gedung itu, menghindari pengawal yang berjaga dan akhirnya dengan nekat dan berani nelayan ini kembali lagi.

   Dia menaiki tmbok dan595 anjlog ke bawah.

   Dan ketika dia berendap dan maju dengan hati hati maka bayangan A fuk dicarinya dan tiba-tiba ia tertegun, melibat A fuk bicara sambil tertawa tawa dengan Kwee Han! "Ha ha, kau betul.

   A fuk.

   Sampaikan pada Cu- wangwe dan teman-temannya rasa terima kasihku.

   Pemberian ini kuterima, dan bilang pada mereka bahwa mereka tak usah khawatir."

   Dan Cu-wangwe ingin menekankan sekali lagi agar kau tak menolong nelayan-nelayan itu, taijin. Biarkan mereka di bawah kekuasaan Cu wangwe dan bekerja seperti biasa."

   "Tentu, siapa mau mencampuri? Dulu aku terpaksa melakukan itu karena kedatangan Kim mou eng, A fuk. Kalau Pendekar Rambut Emas, itu tak datang tentu tak sudi aku menolong mereka. Sekarang beres, Pendekar Rambut Emas itu tak pernah datang lagi dan aku tentu membiarkan mereka kelaparan, ha-ha!"

   "Dan taijin sekarang sudah hidup enak......"

   "Ya-ya, enak dan nikmat. Aku tak mau kehilangan semuanya ini untuk orang orang tolol itu, A fuk. Katakan pada Cu-wangw bahwa aku sudah senang dan tak akan mengganggu!"

   Lu San terbelalak.

   Akhirnya dia tahu bahwa peti yang dibawa A-fuk itu adalah uang, penuh dan padat.

   Kalau dihitung, ada ratusan ribu tail.

   Terkejut dan sadarlah nelayan ini.

   Kiranya Kwee Han sudah disogok dan menerima smacam upeti dari hartawan-hartawan596 di Ming.ciang, agar dia tutup mulut.

   Itulah perbuatan hina.

   Dan ketika A-fuk bicara lagi sambil tertawa-tawa dan sejam kemudian pamit pulang maka Lu San melihat Kwee Han menyisipkan segenggam uang ke tangan laki laki itu.

   "Pulanglah, dan hiduplah baik-baik. Urus diri sendiri dan bersenang senanglah dengan uang ini, A-fuk. Jangan hiraukan kaum gelandangan itu agar kau selamat".

   "Terima kasih, dan permisi, taijin .....!"

   Dan A fuk yang berseri seri menerima segenggam uang akhirnya membuat Lu San tak tahan lagi dan berteriak marah.

   Kini tahu apa yang terjadi dan sadar bahwa tidak semua temannya di Ming ciang sengsara oleh perbuatan Cu wangwe dan kawan kawannya.

   Ada beberapa di antara mereka yang enak.

   A-fuk dan juga A-lok itu, yang kini menjadi tukang pukul Cu wangwe.

   Maka begitu dia berteriak dan muncul menyerang dua orang itu tiba.

   tiba Kwee Han dan A fuk terkejut bukan main.

   "Heii..... dess!"

   A fuk diterkam, jatuh terguling dan Lu San menyamber sebuah kursi.

   Dengan marah dia menghantam kepala temannya itu sampai kelengar, kejadian begitu cepat.

   Dan ketika Kwee Han tertegun dan terbelalak pucat tiba-tiba Lu San sudah menyerangnya dan menghantamkan kaki kursi itu.

   "Kau pun jahanam keparat, Kwee Han. Kiranya setelah disogok dan hidup senang di sini kau pun melupakan kami. Terimalah........ bress!"597 Kwee Han terpelanting, ditubruk dan mendapat lagi serangan membabi buta. Kwee Han kaget karena tak menyangka pembicaraannya didengar, Lu San kini menjadi berbahaya dan marah-marah kepadanya. Dan ketika dia mengeluh dan bergulingan menjauhkan diri maka Lu San yang kalap mengejar dan mengamuk, menghujani pukulan bertubi-tubi dan Kwee Han cepat menyambar sebuah kursi yang lain, menangkis Dan ketika dia berteriak-teriak dan keributan itu mengundang pengawal muka pengawal pun kaget memaki nelayan muda ini, tentu saja menyelamatkan Kwee Han yang terlanjur matang biru, menyerang dan membentak Lu San. Dan karena nelayan itu hanya bersenjatakan kursi sementara pengawal memegang tombak atau golok akhirnya kursi yang dibawa nelayan ini hancur bertemu senjata para pengawal, dilanjutkan dengan bacokan atau tikaman yang mengenai tubuh nelayan itu. Lu San mulai terhuyung-huyung dan mandi darah. Keadaannya berbahaya. Dan ketika dia menerima sebuah tusukan tombak maka lambungnya terkuak dan pemuda itu pun roboh.

   "Cep!"

   Lu Sin masih berusaha bangun.

   Sambil memaki maki namun juga mengeluh pemuda itu berdiri lagi, menerima bacokan golok dan roboh, bangkit lagi namun kali ini menggelepar.

   Pinggangnya tersabet dan mandi darahlah nelayan itu.

   Dan ketika dia mengerang dan598 melotot memaki Kwee Han maka Kwee Han menyuruh pengawal membunuh nelayan itu.

   "Penggal kepalanya!"

   Lu San tak dapat mengelak.

   Sebatang golok menyambar lehernya, tak dapat dikelit dan muncrtlah darah segar dari leher nelayan pemberani itu.

   Kwee Han terpaksa menbunuh karena Lu San telah mengetahui permainannya, bisa berbahaya membiarkan nelayan itu hidup.

   Dan ketika nelayan itu binasa dengan kepala terpisah dari tubuhnya maka Kwee Han menyuruh lempar mayat temannya itu ke sungai.

   "Buang mayatnya, bersihkan tempat ini!"

   Pengawal sudah bekerja.

   Lu San yang malang dibuang begitu saja mayatnya, akhirnya ditemukan teman-temannya di Ming ciang dan kaum pelayan itu pun geger.

   Tapi karena mereka tak mengetahui siapa yang membunuh nelayan itu dan mereka menyuruh lagi yang lain maka berturutturut mayat baru pun mengapung di sungai itu, menjadi korban keganasan Kwee Han karena sekarang pemda ini merasa terancam kedudukannya.

   Siapa yang datang bakal disikat.

   Pemuda yang dulu lembut ini mendadak berobah begitu keji, harta dan kedudukan benar-benar telah merobah watak pemuda ini.

   Dan ketika delapan nelayan yang lain datang disapu Kwee Han maka seperti yang kita ketahui akhirnya kaum nelayan di Ming ciang itu pun ketakutan dan tak berkutik lagi.

   Tak ada yang berani lagi pergi ke kota raja karena setiap ada yang ke599 sana tentu pulang tanpa nyawa, mereka itu tak tahu siapa yang membunuh.

   Hanya dugaan tertuju pada Cu- wang we, hartawan itulah yang menjadi sasaran.

   Dan ketika mereka kian membenci namun tak berdaya di tangan hartawan itu maka kehidupan yang menyedihkan kembali berulang seperti dulu.

   Ketidakadilan selalu memancing persoalan.

   Ketidakadilan selalu memancing permusuhan Tapi karena ketidakadilan itu tampaknya sedang berkuasa dan rakyat kecil ini kehabisan suara untuk berteriak- teriak lagi maka ketidakadilan itu berada kembali dan menggilas mereka.

   Sebenarnya, apa yang menyebabkan Kwee Han berubah seratus delapanpuluh derajat? Bagaimana pemuda itu bisa demikian kejam dan tega terhadap bekas teman-temannya sendiri? Bukan kah dia harus ingat bahwa kedatangannya dulu ke kota raja adalah dalam misi"

   Memperjuang kan nasib teman-temannya? Ah, kehidupan memang merobah segala-galanya.

   Lingkungan dan faktor - faktor lain ikut menunjang.

   Dan karena kebetulan Kwee Han merupakan manusia lemah dalam menghadapi semuanya ini maka masuk dan berobahlah sifat pemuda itu.

   Dulu, ketika Pwee lopek datang dan memintanya bantuan memang Kwee Han pernah menolong, apalagi setelah Pendekar Rambut Emas turun tangan, pendekar yang ditakuti dan membuat600 pemuda ini gentar.

   Namun setelah berkali-kali Pwee - lopek datang mengganggu dan Pendekar Rambut Emas juga tidak muncul lagi maka keberanian dan ketidaksenangan Kwee Han muncul, apalagi setelah disudutkan Khek taijin, kerabat Cu wangwe itu.

   "Beginikah sikapmu meminta tolong aku? Ingat, saudaraku di Ming.ciang itu juga perlu hidup senang, Kwee Han. Kalau kau terus-menerus menyuruh aku memperingati saudaraku maka tak ada gunanya kau di kota raja. Keberadaanmu di sini adalah memang untuk menjauhkan diri dengan teman-temanmu itu, para nelayan bodoh. Kalau kau tak dapat mengambil sikap dan ingin menjadi pahlawan bagi teman temanmu di Ming cang maka kedudukanmu bakal dicopot dan kau harus menyerahkan kembali semua kesenangan yang telah kau peroleh di sinil"

   Kwee Han tertegun.

   "Ingat,"

   Menteri itu menyambung lagi "Apa yang dapat diberikan kawan kawanmu di Mingciang itu kepadamu? Apa yang dapat mereka berikan kalau kau menolong mereka? Mereka kere (pengemis) miskin yang hina, Kwee Han.

   Mereka tak dapat mengantarmu dalam taraf hidup seperti yang sudah kau peroleh sekarang.

   Ingat dan sayangi segala kedudukan dan harta yang kau nikmati itu, atau semuanya akan hilang dan Kiu Kin atau Sam-hwa akan meninggalkanmu!"

   Kwee Han pucat.

   Disebut sebutnya dua nama terakhir ini membuat dia menggigil, itulah dua selirnya601 terkasih yang paling disayang, semenjak dia kehilangan Siong-hi, hadiah dari pangeran Yu Fu dan pucat Kwee Han membayangkan itu.

   Tanpa Harta tak mungkin dia dapat bergelimang dan bersenang-senang dengan wanita cantik.

   Ah, itu terlalu berbahaya.

   Bisa mati kurus dia! Dan ketika Khek taijin pergi dan meninggalkannya untuk merenung sendirian maka Kwee Han mengangguk angguk dan sependapat.

   Memang betul, kawan-kawannya itu, para nelayan di Ming ciang, apa yang dapat mereka berikan kalau dia berhasil menolong mereka? Apa yang akan dia peroleh? Dapatkah mereka memberi jabatan tinggi dan wanita cantik? Dapatkah mereka memberi harta dan kesenangan? Bah...

   mereka itu orang-orang miskin.

   "kere"

   Kata Khek-taijin.

   Paling paling hanya ucapan terima kasih dan sebutan pahlawan yang kosong belaka.

   Sebutan itu sendiri tak akan membuat dia memperoleh kedudukan, harta dan wanita cantik.

   Sebutan itu tak berguna baginya karena hanya abstrak belaka.

   Hidup seperti sekarang inilah yang penting, bergelimang dalam kesenangan dan kenikmatan.

   Bukankah tujuan orang hidup adalah memperoleh kesenangan dan kenikmatan? Dan karena kawan-kawannya di Ming- ciang itu tak mungkin memberinya kesenangan dan kenikmatan seperti yang dia peroleh sekarang maka Kwee Han mulai berbalik haluan dan acuh terhadap teman-temannya itu, Dan diam.

   Cu wangwe dan bartawan lain memang memberinya semacam "upeti"602 kepada pemuda ini.

   Bukan karena takut terhadap Kwee Han melainkan terhadap pelindung di balik pemuda itu.

   Kwee Han tak menyadari bahwa cincin berharga ditangannya itulah yang memberikan semua itu.

   Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tak menyadari bahwa berkat cincin ini Khek-tajin gentar kepadanya, karena cincin itu adalah tanda sebagai orang dekat kaisar, sahabat atau orang yang pernah menanam budi kepada kaisar Dan karena cincin itu melekat di jari pemuda itu dan Khek taijin melihat ini maka terkejutlah pembesar itu dan segera terbelalak, tentu saja menyelidiki dan menteri ini tertegun Kiranya Pendekar Rambut Emas berada di balik semuanya itu, memberikan cincin ini kepada Kwee Han karena kebetulan pendekar itu bertemu dan tertarik kepada pemuda ini, melihat kejujuran dan keberaniannya sewaktu di Ming-ciang.

   Tentu saja Pendekar Rambut Emas tak menyangka perubahan yang sekarang terjadi pada diri pemuda itu, yang sekarang telah dipanggil Kwee - taijin.

   Dan karena menteri Khek akhirnya tahu bahwa ada semacam persahabatan di antara pemuda itu dengan Pendekar Rambut Emas, yang dulu telah menolong dan menyelamatkan kaisar dari peristiwa pemberontakan maka sebenarnya terhadap pendekar inilah menteri itu menaruh segan dan takut, bukan kepada Kwee Han pribadi karena betapapun pemuda itu adalah bekas seorang nelayan biasa, yang tentu saja secara diam-diam dicibir dan diejek Khek - taijin.

   Dan karena Kwee Han tak menyadari keberuntungannya ini603 dan menganggap semuanya biasa maka pemuda itu pun akhirnya congkak dan sombong, melihat sikap hormat dan takut orang lain kepadanya, bahkan Khek taijin sendiri.

   Hal yang tentu saja membuat menteri itu mendongkol dn gemas, diam-diam lalu merencanakan sesuatu untuk menjatuhkan pemuda itu, membuat balasan.

   Dan ketika hal itu dapat dilakukannya dan secara perlahan tetapi pasti Kwee Han telah masuk perangkapnya maka menteri ini pun akhirnya berbalik sikap dan berani kepada Kwee Han, tak segan-segan lagi, terbukti dari suatu percakapan di mana suatu ketika mereka tampak bercekcok, masalah Cu wangwe.

   "Hm, aku tak mau lagi didatangi kawan- kawanku itu, taijin. Beritahukan pada saudaramu agar tidak melampaui batas. Saudaramu itu keterlaluan juga!"

   "Eh, apa maksudmu?' menteri Khek menanya, memandang tajam.

   "Bukankah kau tak usah menghiraukan mereka dan diam saja?"

   "Hm,"

   Kwee Han gemas.

   "Aku berkali-kali dirongrong masalah ini, taijin. Bahwa saudaramu bertindak tak adil dan memeras nelayannya. Tadi Pwee- lopek datang kepadaku dan minta bantuan uang, katanya untuk pelunas hutang!"

   "Dan kau beri?"

   "Tentu saja! Aku datang di kota raja karena memang ingin memperjuangkan ini, taijin. Aku minta604 agar saudaramu tidak keterlaluan atau aku melapor pada kaisar!"

   "Ha-ha!"

   Khek-taijin tiba tiba tertawa bergelak.

   "Kau sekarang sombong dan congkak, Kwee Han. Mentang - mentang sudah menjadi menteri muda lalu mau coba-coba menguasai aku. Eh, coba kutanya ka. Dari mana semua jabatan dan harta yang kau dapatkan ini? Dari mana semua kesenangan dan nikmat hidup yang kau peroleh itu?"

   Kwee Han tertegun.

   "Dari pangeran Yu Fu? Ha-ha, jangan menghayal, anak muda. Akulah sebenarnya yang berdiri di balik semuanya ini. Kau berhutang banyak sekali kepadaku, tak terhitung. Kalau aku tak membujuk dan mempengaruhi pangeran Yu Fu tentu kau tak akan menjadi menteri muda. Kalau aku tak ada di sini belum tentu kau dapat memperoleh nikmat dan kesenangan yang besar. Ha ..ha.., ingat itu, Kwee Han. lngat kedudukan dan toko tokomu yang besar. Ingat berapa uang yang sudah kuberikan padamu. Apakah kau Kira cuma - cuma saja dan aku gudang uang, yang tidak habis diambili? Bodoh! Cu-wangwe adalah tambang emas bagiku, Kwee Han. Tak usah kau ungkit-ungkit itu dan diam sajalah!"

   Kwee Han terbelalak.

   "Tambang emas?"

   "Ya, kiramu apa? Kau mau tahu? Ha-ha, baiklah, Kwee Han, dengar dan lihatlah ini baik baik. Cu wangwe dan kawan-kawannya itu adalah tambang emas605 bagiku. Mereka itulah yang setiap kali mengisi peti uangku kalau habis kuberikan padamu. Dengan lain kata, hasil di Ming-ciang, itu salah satu sumber hidupku, karena aku masih mempunyai sumber-sumber hidup yang lain. Dan karena kekayaanku banyak berkurang kalau aku memberimu ini itu maka kekayaan itu harus ditambah dan Cu wangw serta kawan-kawannya itulah yang mengisi. Kau jelas? Jadi, peti uangku harus penuh kembali setiap berkurang karena kuberikan padamu, sebab aku tak mau beramal cuma cuma kepada dirimu atau siapa pun!"

   Kwee Han terkejut.

   "Jadi kalau begitu....."

   "Benar, harta dan uang yang kuberikan padamu adalah hasil dari Ming ciang itu, anak muda. Karena itu jangan kau bercuap cuap lagi kalau tak ingin menderita, ha-ha....!"

   Kwee Han tertegun. Tiba-tiba dia sadar bahwa kiranya sumber dari semuanya itu justeru Khek taijin ini, menteri itu memang mengurusi sungai dan hutan. Tapi karena belum yakin dan masih penasaran dia bertanya lagi.

   "Taijin,jadi selama ini kau mendapat uang suap dari hartawan-hartawan di Ming ciang itu?"

   "Ha-ha, bukan suap, Kwee Han, melainkan uang kebijaksanaan yang mereka berikan kepada ku sebagai imbalan. Bukankah kalau aku melarang atau mempersempit ruang gerak mereka maka Cu-wangwe dan lain-lainnya itu tak dapat bekerja? Nah, ini namanya606 uang kerja sama, Kwee Han. Bukan suap karena itu adalah hasilku melindungi mereka!"

   "Tapi sama saja! Dengan begitu kau melindungi orang- orang macam saudaramu itu yang arti memeras nelayan!"

   "Hm, jangan terlalu keras, Kwee Han. Orang hidup memang diperas atau memeras, dimakan atau memakan. Bukankah kau bukan anak kecil lagi? Di manakah orang hidup menikmati hasil dengan begitu saja? Mereka nelayan-nelayan itu adalah orang orang bodoh, Kwee Han. Dan sudah menjadi hukum di manapun di dunia ini bahwa orang bodoh makanannya orang pintar!" ***

   Jilid XII Koleksi Kolektor EBook "KALAU begitu kau pun penindas!"

   Kwee Han membentak. Kau kiranya yang menyebabkan Cu- wangwe harus menekan buruhnya, taijin, Kau biang keladi semuanya ini!"

   "Hm!"

   Khek-taijin tertawa mengejek, sikap nya tenang namun mata pun berkilat berbahaya.607 Kau jangan kurang ajar kepadaku, Kwee Han.

   Apalagi setelah kaisar tua wafat.

   Apa yang kau andalkan untuk membentak - bentak aku? Cincin di jari mu itu? Ha-ha, kau sendiri telah sama dengan aku, Kwee Han.

   Pendekar Rambut Emas tentu tak bakal mengampunimu lagi kalau tahu keadaanmu sekarang!"

   "Apa maksudmu?"

   Kwee Han terbelalak.

   "Masih tidak mengerti juga?"

   Sang menteri mengejek.

   "Baik, kuberi tahu padamu, Kwee Han. Sebagai menteri muda kau pun telah menghisap rakyat dan menyedot darahnya. Kau kira apa sumbangan yang ka terima dari hartawan hartawan di kota raja? Kau anggap apa pemberian mereka itu kepadamu? Cuma- cuma saja? Ha-ha, tak ada orang di dunia ini yang mau bekerja cuma-cuma, Kwe Han. Tak ada seorang pun yang mau kerja bakti kecuali orang gila! Kau telah menerima pajak dan sutera-sutera gelap, kau telah menikmati uang negara yang seharusnya masuk kas istana!"

   "Apa?"

   "Benar. Orang-orang yang telah berhubungan denganmu itu adalah penyelundup-penyelundup kakap, Kwee Han. Kau telah merubah tarif yang seharusnya masuk kas negara sebagai keuntunganmu pribadi. Kau telah main api di sini dan bisa tertangkap kalau sri baginda tahu!"

   "Tapi kau yang menyuruhku begitu, kau yang memberi petunjuk!"608

   "Ha-ha, tapi kau yang memberi tanda tangan atas semua barang dan pajak itu, Kwee Han. Jadi kaulah yang bertanggung jawab penuh kalau ada apa-apa!"

   "Terkutuk!"

   Kwee Han pucat.

   "Kau menjebak aku, Khek-taijin. Kau menipu dan menjerumuskan aku!"

   Khk taijin tertawa bergelak.

   Setelah Kwee Han tahu sepak terjangnya sendiri tiba tiba menteri itu gembira bukan main.

   Memang benar, Kwee Han selama ini telah memanipulasi pajak, juga barang-barang lain yang seharusnya masuk istana.

   Barang-barang atau pajak yang seharusnya menjadi milik kaisar, untuk negara.

   Dan ketika Kwee Han merah padam dan tampak menggigil maka menteri ini berkata lagi.

   "Nah, tinggal kau, Kwee Han. Mau berbalik haluan dan menyerahkan semuanya itu pada istana dan berarti kau ditangkap atau diam saja dan teruskan gaya hidupmu sehari hari dan jangan mengganggu aku lagi. Kita sama sama mnikmati uang harm. Kau dengan penghasilanmu melalui pajak atau barang-barang selundupan sementara aku dengan hasilku di Ming - ciang itu dan beberapa yang lain lagi. Kedudukanku lebih kuat, kalau ada apa apa paling paling aku dimutasi, dipindah. Tapi kau.....ha-ha, kau bisa dipecat dan dihukum, Kwee Han. Kau orang biasa yang tidak memiliki backing seperti aku. Aku dapat mengandalkan pangeran Yu Fu dan lain-lain, sahabatku di istana. Sedang kau paling - paling Kim mou-eng kalau Pendekar Rambut Emas itu mau membantu. Ha-ha!"609 Kwee Han pucat. Sekarang dia melihat betapa berbahaya dan liciknya menteri ini, mau menerjang tapi beberapa pengawal siap di belakang menteri itu. Kwee Han sadar bahwa dia telah terjerumus ke jalan yang salah. Kalau dia mau merobah perbuatan maka hari itu juga seharusnya dia memutar kemudi. Namun karena memutar kemudi ini resikonya besar karena segala kedudukan dan kekayaanaya bisa amblas dalam sekejap maka Kwee Han tak dapat berbuat apa apa dan menyerah dalam genggaman menteri itu. Sadar bahwa dia telah terjebak dan Khek - taijin rupanya bermaksud agar dia tidak menganggu lagi dengan masalah Ming- ciang, itu yang diminta menteri ini dan sebagai imbalannya dia menikmati perlindungan dan jasa baik menteri itu. Dia ternyata sudah di bawah kekuasaan Khek - tanjin. Dan karena melepas segala kesenangan dan kedudukan di tempat empuk itu memang berat dan tak mungkin dilakukan pemuda ini maka Kwee Han menyerah dan hanyut dalam pelukan selirnya tercinta. Hari itu Kwee Han tak perduli lagi pada keadilan. Dia tak perduli lagi pada nasib teman temannya di Ming-ciang. Tak ingat lagi akan "misi"

   Perjuangannya dulu, akan maksud kedatanganya di kota raja dan betapa dia menuntut keadilan demi teman- temannya yang menderita. Dan ketika hari itu Kwee Han merasa di "K. O."

   Dan menteri Khek memang benar akhirnya seperti yang kita lihat bekas nelayan yang sudah menjadi "orang penting"

   Ini tak menghiraukan610 lagi teman-temannya.

   Dia tak mau diganggu dan sengaja menghindar, sikapnya mulai berobah dan Pwee - lopek melihat itu, menasihati Lu San namun sayang nelayan ini tak mau dengar.

   Akibatnya kematian merenggut nyawa nelayan muda itu.

   Dan ketika semuanya berlangsung kian menyedihkan dan kaum hartawan kini menggencet buruhnya dengan tidak memberi uang selain makan seadanya maka Dewa Keadilan seolah ditutup matanya dan diikat tak berdaya.

   Apa yang terjadi di Ming ciang seterusnya tak mau didengar atau dilihat Kwee Han lagi.

   Dia sudah membutakan diri terhadap nasib teman-temannya itu.

   Kwee Han telah mempunyai prinsip.

   persetan orang lain asal dia selamat.

   Dan karena pemuda itu telah membutakan matanya terhadap sesama dan nasib kaum nelayan di Mingciang tak dihiraukan lagi maka Kwee Han tak mendengar jerit tangis atau rintih kelaparan di mulut bekas teman-temannya yang menderita.

   Menyedihkan! *** Ce-bu.

   Kota ini tiba - tiba menjadi berita penting.

   Hu Beng Kui si jago pedang, yang berjuluk Si Pedang Maut dan kini menjadi bengcu tiba-tiba berubah pula cara hidupnya tidak seperti dulu-dulu.

   Jago pedang611 ini mulai pongah dan tinggi hati.

   Kedudukannya sebagai pemimpin dunia persilatan tiba-tiba mengantar jago pedang itu pada sebuah kehormatan yang tinggi, yang membuat dia agak besar kepala dan sombong.

   Aneh, jago pedang yang dulu rendah hati itu mendadak sekarang menjadi tinggi hati.

   Tidak sembarang orang dapat menemuinya.

   Dan ketika sebulan yang lalu dia dinobatkan secara resmi sebagai bengcu (pemimpin dunia kang-ouw) dan semua ketua-ketua partai datang dan memberi hormat maka sikap jumawa tiba-tiba ditunjukkan jago pedang ini.

   "Ha-ha, sekarang aku nomor satu. Kim-mou eng bagiku bukan apa-apa dan kecil. Siapa dapat menandingiku di dunia?"

   Swat Lian, puterinya, mengerutkan kning.

   "Dan aku tak takuti lagi siapa pun, Lian-ji. Aku bengcu dan jago tak tertandingi, ha-ha......!"

   "Hm,"

   Sang puteri tak senang.

   "Jangan sombong, ayah. Di atas gunung masih ada awan, dan di atas awan masih ada langit. Kenapa pongah?"

   "Siapa pongah? Tidak, aku tidak pongah, Lian- ji. Aku hanya menyesuaikan diri. Aku beng cu, aku pemimpin dunia persilatan, Aku harus menjaga kedudukan dan harkat kepemimpinanku ini. Tidak pongah!"

   "Baik, dan apa yang ayah mau lakukan?"

   "Hm ...!"

   Jago pedang ini memelintir kumis nya.

   "Aku harus menjaga keamanan dunia kang ouw, Lian-ji.612 Membersihkan sisa-sisa kejahatan yang masih ada. Aku ingin menegakkan keadilan! "Apa yang mau ayah lakukan?"

   "Banyak, satu yang terpenting adalah menenteramkan dunia kang ouw. Memerintahkan ketua-ketua partai atau pendekar yang lain membela silemah membasmi si angkara."

   "Tapi itu sudah umum, ayah. Ada yang khusus yang harus kau perhatikan, nasib Hauw Kam suheng dan Gwan Beng-suheng. Kau belum menemukan dan merampas merka!"

   Jago pedang ini berkerut kening.

   Mendadak dia geram, mata berkilat dan kemarahanpun muncul disitu.

   Memang benar, dua muridnya itu, murid-murid utama, belum berhasil dirampasrya dari tangan Hek-beng Siauwjin dan nenek Naga Bumi.

   Pertandingan dahsyat yang dia lakukan dulu tak sampai menyelamatkan murid-murid utamanya ini.

   Hek bong Siauwjin dan nenek Naga Bumi menyembunyikan dua pemuda itu, melarikan diri dan akhirnya entah ke mana sejak enam Iblis Dunia ia kalahkan, satu pertandingan luar biasa yang menguras tenaga dan konsentrasinya.

   Maka begitu sang puteri mengingatkan ini dan Hu Beng Kui merasa kurang sempurna maka jago pedang ini menggeram.

   "Benar, tugasku belum selesai, Lian-ji. Dua suhengmu harus kurampas kembali. Tapi Hek bong Siauwjin dan nenek Naga Bumi adalah siluman-siluman613 yang licik, mereka melarikan diri dan hingga kini tak kuketahui jejaknya. Bagaimana mencari mereka?"

   "Ayah tak sanggup?"

   Mata itu mendelik.

   "Nanti dulu, jangan marah,"

   Sang anak menggoyang lengan.

   "Aku tidak bermaksud merendahkanmu, ayah. Tapi kalau sekarang kau sibuk dengan tugasmu sebagai bengcu lebih baik serahkan hal ini padaku dan kucari Hauw Kam-suheng atau Gwan Beng-suheng.

   "Dengan kepandaianmu yang seperti ini?"

   Hu Beng Kui tersenyum. tiba-tiba ketawa lebar.

   "Tak mungkin. Lian - ji. Kau tak akan berhasil dan sia-sia saja!"

   "Kalau begitu ayah turunkan dua ilmu silat hebat itu, Khi-bal-sin-kang dan Jing - sian eng!"

   "Hm!"

   Sang pendekar mengurut jenggot.

   "Semestinya memang begitu, Swat Lian. Tapi, hm...,aku ragu."

   "Kenapa?"

   Putrinya penasaran.

   "Aku keturunanmu satu satunya, ayah. Aku yang masih hidup setelah Beng An-ko tiada!"

   "Justeru itulah. Aku menyesal kau bukan lelaki, Swat Lian. Kalau kakakmu masih hidup dan kuwarisi ilmu ini tentu keluarga Hu sudah tanpa tandingan lgi."

   "Hm, laki-perempuan sama, ayah. Kenapa kau membeda-bedakan?"614

   "Sama apa?"

   Sang ayah menolak.

   "Perempuan tak sekuat laki laki, bocah. Dalam hal - hal tertentu perempuan harus mengalah pada lelaki!"

   "Apa misalnya?"

   Sang anak menuntut.

   "Kau terlalu meremehkan perempuan, yah. Kau bertindak tak adil kalau membuat diskriminasi begini!"

   "Bukan begitu,"

   Sang ayah agak kalem.

   "Tapi contoh dapat kuberikan, Lian-ji. Lihat misal nya kalau wanita sudah menikah. Rumah tangga dipegang sang suami dan isteri biasanya di belakang atau mendampingi. Tak pernah memimpin karena kdrat wanita memang begitu. Lihat, ada kah bengcu yang dipimpin wanita? Adakah negara yang dipimpin wanita? Kalau pun ada maka hal itu jarang, Lian ji. Barangkali seratus dibanding satu, tetap menang lelaki!"

   "Ayah mengagul-agulkan lelaki,"

   Swat Lian tak puas.

   "Kalau tak mau mengajarkan ilmu itu biar aku tak menuntut, yah. Tapi kalau ada apa apa jangan salahkan aku!"

   "Wah, sewot?"

   Ayahaya tertawa.

   
Sepasang Cermin Naga Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tidak, tentu kuajarkan ilmu ini, Lian - ji. Tapi berjanjilah tak boleh orang lain mempelajari itu."

   "Memangnya aku tak dapat dipercaya? Terlalu, tanpa berjanji pun seharusnya kau percaya, ayah. Aku anak perempuanmu dan satu-satunya di sini!"

   "Baiklah, ha - ha, tentu saja aku percaya!"

   Dan Hu Beng Kui yang lalu mengajak puterinya ke belakang dan mulai mengajarkan Khi-bal-sinkang lalu menyuruh615 puterinya berlatih dan dengan sabar tapi cepat sudah menurunkan ilmu silat yang dahsyat itu.

   Sebulan kemudian sudah di pahami dan Swat Lian mengerti baik ilmu pukulan ini, kagum dan bersinar-sinar karena khi- bal sin-kang memang ilmu yang amat ampuh.

   Ilmu itu pada intinya adalah membangkitkan "bola sakti"

   Di dalam tubuh, dibarengi teknik pernapasan yang tepat hingga didapatlah getaran hawa sakti yang bergerak dari pusar.

   Gadis ini tinggal mengatr dan membiasakan diri.

   Dan karena dia sudah memiliki ilmu ilmu silat tinggi di mana gadis ini sudah setingkat dengan tokoh-tokoh terkenal seperti para ketua partai atau pendekar- pendekar kelas satu maka dengan cepat dan mudah gadis itu menangkap pelajaran yang diberikan ayahnya.

   Bulan kedua sudah hapal betul dan Hu Beng Kui memuji.

   Anak perempuannya ini dengan cepat sudah menguasai delapan persepuluh bagian dari ilmu yang diwariskan, berarti, sedikit lagi sudah akan menyamainya.

   Dan ketika bulan ketiga Swat Lian sudah mencapai titik paling atas dan hanya pengalaman atau pertempuran berkali-kali akan membuatnya terlatih dan biasa maka Khi-bal-sin-kang sudah bisa dibilang dikuasai penuh gadis ini.

   "Ha-ha, hebat. Kau hampir seperti aku. Khi bal- sin-kang telah kau kuasai secara penuh, Lian-ji. Tapi kalau bertempur menghadapi keroyokan nenek Naga Bumi atau Hek bong Siauwjin kau masih kalah. Kau baru mendapat setengah dari ilmuku!"616

   "Hm, maksud ayah masih barus memiliki Jing- sian-eng (Bayangan Seribu Dewa ) itu?"

   "Benar, tanpa ini kau tak dapat mengikuti gerakan Hek-bong Siauwjin atau kawan-kawannya, Lian ji. Betapapun mereka adalah tokoh-tokoh sesat yang hebat luar biasa."

   "Kalau begitu ayah ajarkan itu, jangan tanggung-tanggung!"

   "Ha-ha, tentu, anakku. Mari kita mulai dan menginjak pelajaran baru!"

   Swat Lian girang.

   Digembleng dan dididik langsung oleh ayahnya sendiri tentu saja membuat gadis ini seolah harimau tumbuh sayap.

   Separuh dari ilmu ayahnya yang hebat telah diwarisi, Khi-bal-sin-kang telah berada di tangan Dan ketika dua bulan kemudian gadis ini mewaris pula Jing-sian.eng atau Bayangan Seribu Dewa itu yang merupakan ilmu ginkang paling tinggi maka enam bulan kemudian, sejak H Beng Kui menjadi bengcu maka gadis ini hampir menyamai ayahnya dalam segala hal.

   Malam terakhir itu Hu Beng Kui sengaja menguji pterinya.

   Sehari penuh dia telah menggembleng puterinya hingga lelah, Swat Lian tertidur dan beristirahat di kamarnya.

   Dan ketika dengan gerakan enteng jago pedang itu melayang di atas genteng kamar puterinya dan berindap tanpa suara maka Swat Lian yang telah memiliki kepekaan syaraf617 seorang ahli silat tinggi bangun dari tidurnya dan langsung mencelat, mendorong jendela dan keluar.

   "Siapa di situ?"

   Cukup bagi si jago pedang.

   Ini menunjukkan dalam kelelahan luar biasa pun puterinya tetap waspada, kepekaan syarafnya telah begitu luar biasa hingga sedikit langkah ringan pun membangkitkan tidurnya.

   Jarang bagi orang biasa dapat mengetahui kehadirannya.

   Tapi karena dia masih ingin mencoba dan gerakan puterinya yang berjungkir balik keluar jendela juga menunjukkan ilmu meringankan tubuh yang hebat maka jago pedang ini, yang menutupi mukanya dengan saputangan dan tertawa aneh tiba-tiba menyambitkan sebutir kerikil hitam ke muka anak perempuannya itu, lalu melarikan diri.

   "Plak!"

   Swat Lian menyampok runtuh.

   Dengan kibasan lengan bajunya gadis ini memukul batu hitam itu, hancur dan membentak dan tentu saja ia tak membiarkan lawan melarikan diri.

   Swat Liap mengejar dan berseru menyuruh lawan berhenti.

   Namun ketika lawan mempercepat larinya dan meloncat tinggi ke atas genteng mendadak lawannya itu sudah terbang dan berkelebatan dari rumah ke rumah.

   "Berhenti.. I"

   Swat Lian terkejut, menambah kecepatannya tapi lawan pun tak mau kalah.

   Gadis itu tersentak karena lawan di depan menambah pula kecepatannya, dia tak menduga itulah ayahnya dan618 tentu saja menjadi marah dan gusar.

   Dan ketika dia berseru nyaring dan berkelebat sambil mengayun tubuh maka pukulan jarak jauh dilontarkan dan angin dingin menyambar punggung.

   "Dess!"

   


Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long

Cari Blog Ini