Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 14


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 14



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   Tentu tuanku tidak akan percaya lagi kepada hamba, apapun yang hamba katakan.

   Tetapi biarlah hamba mengatakannya juga, bahwa jika hamba melakukannya, bukanlah semata-mata karena keinginan hamba sendiri, meskipun ada juga keterlibatan hamba secara batin dalam muslihat ini"

   Pangeran Kuda Padmadata mengerutkan keningnya. Namun kemudian sambil mengangguk-angguk ia berkata "Aku sudah menduga. Tetapi siapakah orangnya"

   Puteri itu termangu-mangu sejenak. Namun katanya kemudian Pangeran, bukan maksud hamba ingin mengurangi kesalahan hamba. Tetapi sebenarnyalah bahwa Pangeran Kuda Rukmasantipun mengetahui segala- galanya.

   "Ya, katakan siapakah orang yang berada bersama kalian itu"

   Desak Pangeran Kuda Padmadata.

   Sejenak puteri itu ragu-ragu.

   Namun tiba-tiba, sebelum puteri itu menjawab, Mahisa Agni meloncat dengancepatnya, mendorong puteri itu sehingga jatuh tertelungkup.

   Namun bersamaan dengan itu, seleret anak panah telah menyambar ke dalam bilik itu.

   Hampir saja mengenai Mahisa Bungalan.

   Tetapi dengan gerak naluriah.

   Mahisa Bungalan agaknya telah beringsut pula.

   Sementara puteri itu terjatuh, maka tiba-tiba pula Witantra telah meloncat bagaikan terbang, keluar dari bilik itu.

   Hampir tidak dapat di ikuti dengan tatapan mata sewajarnya.

   Yang dapat dilihat oleh orang-orang yang berada diserambi seolah-olah hanyalah sebuah bayangan yang terbang menghilang ke dalam gelap.

   Ki Wastupun tertegun melihat peristiwa itu.

   Barulah ia sadar sepenuhnya, bahwa Mahisa Bungalan benar-benar seorang anak muda dari lingkungan yang pilih tanding.

   Orang yang disebut ayahnya, paman-pamannya dan iuga yang dianggapnya sebagai gurunya.

   Mahendra dan Mahisa Agnipun kemudian menolong puteri itu duduk kembali.

   Namun kemudian iapun dibawa beringut ketempat yang lebih terlindung.

   Sementara Mahendrapun kemudian bangkit dan melangkah keluar untuk mengamati keadaan.

   Tetapi keadaan diluar terasa sangat sepi.

   Meskipun diserambi beberapa orang duduk dibawah pengawasan Ki Wastu, namun seolah-olah mereka adalah patung yang mati.

   Perlahan-lahan Mahendra mendekati Ki Wastu yang termangu-mangu sambil berkata "Ada seseorang yang terlihat didalam persoalan yang gawat ini"

   "Aku adalah orang tua yang tidak berarti sama sekali. Aku berada disini, tetapi aku tidak melihat sesuatu yangternyata hampir saja merusak keadaan seluruhnya"

   Berkata Ki Wastu. Ada orang yang berusaha menghilangkan jejak dengan membunuh puteri itu"

   Berkata Mahendra. Ki Wastu mengangguk-angguk. Dipandanginya arah Witantra menghilang dalam gelap. Namun ia tidak melihat sesuatu.

   "Kita akan menunggu"

   Berkata Mahendra.

   "Sekedar menunggu?"

   Bertanya Ki Wastu. Mahendrapun termangu-mangu. Namun katanya kemudian "aku akan melihat, apa yang terjadi dengan kakang Witantra. Berhati- hatilah kiai. Didalam ada Mahisa Agni dan Mahisa Bungalan. Jika perlu, kau harus memanggilnya"

   "Baiklah"

   Jawab Ki Wastu.

   Mahendrapun termangu-mangu sejenak, la tidak tahu, kemana Witantra menyusul orang yang telah berusaha membunuh puteri yang sedang mengucapkan beberapa pengakuan itu.

   Namun iapun kemudian melangkah memasuki kegelapan, kearah Witantra menghilang.

   Tetapi Mahendra tidak menjumpai sesuatu.

   Dengan ketajaman inderanya ia berusaha mencari, apakah di halaman yang gelap dibagian belakang istana itu telah terjadi perkelahian.

   Namun agaknya, yang didapatnya adalah getar dedaunan disentuh angin malam yang lembut.

   Karena itu, maka Mahendiapun tidak melanjutkan langkahnya.

   Ia sudah kehilangan jejak.

   Sehingga iapun justru melangkah kembali ke serambi.

   Namun ia terkejut ketika ia mendengar desir lembut.

   Dengan tangkasnya ia berkisar, menghadap kearah suara itu.Yang dilihatnya adalah sesosok bayangan yang terkejut pula melihat kehadirannya.

   Tetapi segera mereka saling mengenal, bahwa yang datang itu adalah Witantra.

   "Bagaimana?"

   Bertanya Mahendra.

   "Aku kehilangan jejak"

   Jawab Witantra.

   "Ternyata bahwa segalanya belum berakhir. Jika orang itu dapat melepaskan diri dari tangan kakang Witantra, maka orang itu tentu bukan orang kebanyakan"

   "Ya"

   Jawab Witantra "karena itulah, maka segalanya masih harus dipersoalkan.

   Pangeran Kuda Padmadata mungkin akan berhadapan dengan orang-orang yang justru lebih berbahaya dari orang-orang yang nampak dan membayanginya selama ini.

   Mungkin orang-orang yang tersembunyi itu merasa bahwa tidak ada lagi kesempatan yang dapat dilakukannya, selain dengan kekerasan terbuka, sementara mereka adalah orang-orang yang pilih tanding"

   Mahendra mengangguk-angguk.

   Dengan nada rendah ia berkata "Untunglah bahwa perempuan dan anak laki- lakinya itu telah dititipkan ke dalam istana Singasari, sehingga mereka berada dalam perlindungan para prajurit.

   Mungkin orang-orang yang tersembunyi itupun tidak akan tinggal diam.

   Mungkin merekapun akan mempergunakan perempuan dan anak laki-lakinya itu sebagai bahan untuk mematahkan perlawanan Pangeran Kuda Padmadata atas segala maksudnya"

   "Tetapi jika yang mereka maksudkan adalah warisan, maka mereka tidak akan mendapatkan saluran lagi"

   Berkata Witantra kemudian "tidak ada perempuan yang dapat disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata, dan tidak ada orang yang dapat disebut saudara kandungnya lagi"

   "Kecuali dengan kekerasan"

   Desis Mahendra."Maksudmu, perampokan?"

   Berkata Witantra.

   Mahendra mengangguk, sementara Witantra berkata "Jika demikian, para pengawal di istana ini yang tentu akan dibangun lagi oleh Pangeran Kuda Padmadata, akan lebih mudah menghadapinya.

   Betapa besar kekuatan mereka, maka isyarat yang disembunyikan, akan terdengar dari gardu-gardu perondan para pengawal kota.

   Mereka akan segera datang membantu sehingga perampokan itu akan dapat digagalkan"

   Witantra mengangguk-angguk. Katanya kemudian "Mungkin akan dicari cara lain. Namun sebaiknya Pangeran Kuda Padmadata tidak meninggalkan kewaspadaan menghadapi segala kemungkinan yang mungkin kasar, tetapi mungkin juga dengan halus"

   "Tetapi puteri itu dapat diselamatkan oleh Mahisa Agni"

   Desis Mahendra "ia akan dapat menjadi sumber keterangan yang mudah-mudahan dapat mengungkapkan persoalan ini sampai tuntas"

   Keduanyapun kemudian kembali keserambi. Mereka masih melihat Ki Wastu berada ditempatnya, mengawasi orang-orang yang duduk dengan lesu.

   "Bagaimana?"

   Bertanya orang tua itu. Witantra menggeleng. Jawabnya "Aku tidak menemukannya"

   Ki Wastu menarik nafas dalam-dalam.

   Iapun menyadari, bahwa persoalan yang mereka hadapi memang belum selesai.

   TetapHa tidak mengatakan sesuatu.

   Ia menunggu perkembangan terakhir dari pembicaraan orang-orang yang berada didalam.

   Meskipun ia adalah mertua Pangeran tetapi Ki Wastu merasa dirinya tidak lebih dari orang pa- desan yang tidak berhak untuk berbuat sesuatu selain me nunggu dan menjalankan perintah yang akan diterimanya.Dalam pada itu, maka Witantra dan Mahendrapun telah masuk kembali ke dalam bilik yang sudah menjadi porak poranda itu.

   Mereka melihat puteri yang ketakutan itu duduk disudut, dijaga oleh Mahisa Agni dengan tubuh gemetar.

   Sementara Pangeran Kuda Padmadata berdiri disamping tubuh adiknya yang membeku.

   "Tidak ada seorangpun yang dapat aku ketemukan"

   Berkata Witantra.

   "Tentu bukan orang kebanyakan"

   Desis Mahisa Agni "bahwa ia berhasil mendekati pintu itu tanpa diketahui oleh seorangpun, merupakan pertanda bahwa ia termasuk orang yang pilih tanding"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Kemudian dipandanginya perempuan yang pernah disebut sebagai isterinya itu dengan tajamnya. Kemudian katanya "Katakan, siapakah orang yang berada dibelakang kalian, yang hampir saja membunuhmu itu?"

   Puteri itu masih menggigil. Namun Mahisa Agnipun kemudian berkata "Jangan takut puteri. Puteri akan aman disini, karena disini ada beberapa orang pengawal dan usaha itu telah digagalkan, sehingga tidak akan ada orang yang berani mencoba lagi"

   Puteri itu masih ragu-ragu.

   Wajahnya masih pucat, dan bibirnya nampak bergetar oleh ketakutan yang sangat.

   Tetapi Puteri itu tidak segera mengatakan, nama yang dikehendaki oleh Pangeran Kuda Padmadata.

   Bahkan puteri itu telah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya sambil terisak.

   "Puteri"

   Berkata Mahisa Agni "jika puteri mengatakannya, maka beban didalam dada puteri akan menyusut.

   Seolah-olah beban itu sudah puteri letakkan.Bukankah puteri sudah mengatakan, bahwa hukuman apapun tidak lagi menggetarkan jantung puteri, jika hukuman itu harus puteri lakukan, kecuali apabila puteri harus menanggung malu dihadapan rakyat Kediri?"

   Puteri itupun mengangguk kecil.

   "Nah, katakan"

   Desis Mahisa Agni "dengan demikian maka kesalahan dari peristiwa ini tidak akan memberati pundak puteri, sehingga puteri akan diarak berkeliling kota sebelum dibawa ketiang gantungan"

   "O"

   Desahnya.

   "katakan"

   Desak pangeran Kuda Padmadata. Karena puteri itu masih berdiam diri, maka Pangeran Padmadatalah yang kemudian menyebut sebuah nama "Apakah paman Herbuntala, ayahmu itulah yang telah menggerakkan hatimu untuk melakukan pengkhianatan ini?"

   Puteri itu menggelengkan kepalanya.

   "Jika bukan ayahmu, siapa? Dan apakah ayahmu tidak tahu menahu akan segala muslihatmu itu?"

   "Tidak Pangeran"

   Jawab puteri itu sambil menangis "ayahanda sudah terlalu tua untuk melakukannya"

   "Jadi siapa?"

   Pangeran Kuda Padmadata sudah hampir kehilangan kesabaran.

   Lalu katanya "Baiklah.

   Jika tidak ada orang lain, maka kau adalah pangkal dari segala yang telah terjadi.

   Kau akan menanggung segala kesalahan dan dosa itu seluruhnya, karena adikku sudah mati"

   "Pangeran dapat menghukum mati hamba sekarang juga"

   Tangis puteri itu.

   "Bukan aku"

   Suara Pangeran Kuda Padmadata semakin keras "tetapi penguasa di Kediri.

   Mungkin kau tidak sajadiarak keliling kota sebelum digantung, tetapi kau akan diikat disimpang empat pusat kota, agar setiap orang dapat melihat betapa seorang puteri yang cantik, tetapi hatinya segelam hati iblis"

   "Jangan Pangeran jangan. Ayahanda akan tersiksa melampaui yang hamba derita sendiri"

   Minta puteri itu.

   "Apaboleh buat. Jika kau tidak mau menyebut nama orang yang bertanggung jawab atas segala kejadian ini"

   Sejenak puteri itu termangu-mangu.

   Namun akhirnya ia berkata ampun pengeran.

   Hamba tidak kuasa untuk mengatakannya, karena hamba takut akan mengalami kutuknya.

   Tetapi carilah orang yang paling dekat dengan Pangeran dan kakanda Kuda Rukmasanti dalam hubungan ilmu kanuragan"

   Wajah Pangeran Kuda Padmadata menegang. Dengan suara bergetar ia berkata "Aku tidak mempunyai saudara seperguruan yang lain, kecuali adimas Kuda Rukmasanti. Mungkin guru mempunyai murid yang lain diluar pengetahuanku. Tetapi aku tidak mengenalnya"

   "Tidak Pangeran"

   Desis puteri yang ketakutan itu "memang tidak ada muridnya yang lain kecuali Pangeran berdua kakak beradik seperti yang dikatakan oleh kakanda Pangeran Kuda Rukmasanti"

   "Jadi, jadi siapakah yang kau maksud? Siapa?"

   Pangeran Kuda Padmadata yang tidak sabar lagi itu telah mengguncang tubuh puteri itu.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hampir saja Pangeran itu meremas lengan puteri itu, jika Mahendra tidak menggamitnya, ketika puteri itu menyeringai menahan sakit yang menyengat lengannya yang digenggam kuat-kuat oleh Pangeran Kuda Padmadata.

   "Siapa?"

   Pangeran itu berteriak.Puteri itu masih terisak. Tetapi ia berdesis "Siapakah orang yang hamba maksud itu. Tuan tentu dapat menyebutnya"

   "Guru sendiri. Guru sendiri"

   Pangeran Kuda Padmadata benar-benar telah berteriak "benar begitu? Atau kau memang harus dipacung kepalamu jika kau berbohong?"

   "Ampun Pangeran"

   Puteri itu menangis "jangan dipaksa hamba menyebutkannya.

   Hamba tidak berani, ka rena hamba akan dikutuknya sehingga hamba akan dapat menjadi seekor kelinci, atau seekor katak, atau seekor binatang melata yang paling hina dalam jenis hamba, atau hamba akan dapat menjadi gila dan kehilangan akal dan ingatan, sehingga hamba akan berkeliaran disepanjang jalan tanpa mengenal malu sama sekali"

   "Tidak"

   Teriak Pangeran Kuda Padmadata "tidak ada orang yang dapat mengutuk orang lain menjadi seekor binatang jika ia sendiri berhati binatang. He, apakah benar? Kau tidak usah menyebutnya. Jika benar, anggukkan kepalamu"

   Puteri itu ragu-ragu.

   Namun akhirnya ia mengangguk kecil.

   Namun dalam pada itu, meledaklah tangisnya betapapun ia mencoba menahan.

   Wajahnya menjadi pucat seperti kapas.

   Tubuhnya gemetar seperti orang kedinginan.

   Betapa ketakutan yang sangat telah mencekamnya.

   Tetapi Mahisa Agni kemudian berkata "Puteri, apakah puteri pernah melihat, bagaimana ia mengutuk seseorang menjadi seekor binatang?"

   Puteri itu ragu-ragu sejenak.

   Namun iapun kemudian menggeleng."Nah, itu adalah pertanda, bahwa ia tidak dapat melalukannya.

   Mungkin ia dapat membuat orang lain menjadi gila dengan cara yang khusus.

   Tetapi bukan dengan kutukan.

   Aku dapat membuat orang lain kehilangan ingatan dengan reramuan obat-obatan, tetapi juga dengan mengganggu syaraf pada simpul-simpul yang paling peka.

   Jika tuan puteri tidak percaya, aku dapat mencobanya"

   Puteri itu memandang Mahisa Agni dengan tatapan mata yang buram. Tetapi ia mengangguk lemah. Di sela- sela bibirnya yang gemetar terdengar ia berdesis "apakah benar demikian?"

   "Ya. Seandainya ia mencoba melakukannya, maka kita akan dapat mencoba menghindar"

   Jawab Mahisa Agni. Puteri itu mencoba menenangkan hatinya. Tetapi ia masih pucat dan gemetar.

   "Ya Pangeran. Guru Pangeran Kuda Rukmasanti la telah mengatur segalanya"

   Desis puteri itu dengan ragu ragu.

   "Jadi, benarkah guru telah melakukannya?"

   Sekali lagi Pangeran Kuda Padmadata bertanya.

   "Ya Pangeran. Guru Pangeran Kuda Rukmasanti. Ia telah mengatur segalanya"

   Desis puteri itu dengan ragu- ragu.

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam.

   Diantara getar jantungnya, ia berkata terbata-bata "Aku tidak menduga bahwa guru dapat bertindak sedemikian jauhnya.

   Aku sudah merasa, bahwa guru lebih dekat dengan Kuda Rukmasanti.

   Meskipun pada mulanya tidak ada bedanya antara kami berdua.

   Tetapi di saat-saat terakhir terasa, bahwa guru lebih banyak berada bersama Kuda Rukmasanti.

   Bahkan kadang-kadang aku merasaditinggalkan.

   Karena itulah, maka aku ragu-ragu, meskipun aku saudara yang lebih tua bukan saja dalam umur, tetapi juga dalam olah kanuragan, namun aku tidak yakin bahwa ilmuku lebih baik dari ilmu Kuda Rukmasanti.

   Mahisa Agni, Witantra, Mahendra dan Mahisa Bungalan termangu-mangu mendengarkan keterangan Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Selanjutnya Pangeran itu berkata "Agaknya puncak dari sikap guru itu tercermin pada peristiwa yang pahit yang aku alami untuk beberapa lama.

   Hampir saja aku menjadi putus asa, bahwa aku tidak akan dapat keluar lagi dari istana ini sebagai seorang yang bebas.

   Bahkan aku mengira, bahwa isteri dan anakku itu tidak akan mampu lagi aku selamatkan"

   "Semuanya sudah lewat Pangeran"

   Desis Mahisa Agni.

   "Belum. Masih ada yang dapat terjadi. Ternyata guru masih belum menganggap bahwa peristiwa ini telah selesai. Gurulah yang agaknya telah mencoba membunuh puteri. Untunglah bahwa usaha itu dapat digagalkan"

   "Mudah-mudahan segalanya akan dapat menjadi semakin terang"

   Desis Witantra.

   "Tetapi aku tidak tahu, kenapa sikap guru demikian tidak adil. Aku merasa bahwa aku tidak pernah berbuat kesalahan. Mungkin aku tidak mempunyai kesempatan sebanyak yang dilakukan oleh adimas Rukmasanti"

   Namun dalam pada itu, semua orang telah berpaling ke pintu ketika mereka mendengar suara "Hambalah yang menyebabkannya Pangeran"

   Pangeran Kuda Padmadata terkejut. Dengan serta merta ia bangkit dan melangkah mendekat "Ki Wastu"

   "Ya, hambalah ini angger Pangeran"

   Jawab orang tua itu."Marilah Ki Wastu"

   Pangeran Kuda Padmadata mempersilahkan.

   "Biarlah hamba disini Pangeran. Hamba mengawasi orang-orang yang berada diserambi itu"

   Jawab Ki Wastu.

   "Tetapi apa hubungannya guru dengan Ki Wastu, sehingga Ki merasa, bahwa Ki Wastu adalah penyebab dari kebencian guru kepadaku"

   "Sebenarnya itu tidak perlu terjadi"

   Berkata Ki Wastu "semuanya sudah dilupakan oleh orang yang aku anggap guruku.

   Agaknya orang yang Pangeran sebut sebagai guru Pangeran itu adalah musuh bebuyutan dengan orang yang aku anggap sebagai saudara tua seperguruanku, yang kemudian aku anggap sebagai pengganti guruku"

   "O"

   Pangeran Kuda Padmadata terkejut "adalah kebetulan sekali Pangeran.

   Ketika Pangeran mengambil anakku menjadi isteri Pangeran dan Pangeran tinggalkan di padesan untuk waktu yang lama, hamba sudah merasa, bahwa ada hubungannya dengan orang yang Pangeran sebut guru itu.

   Pada saat itu Pengeran masih selalu datang ke padukuhan hamba.

   Tetapi pada suatu saat Pangeran bagaikan melupakan kami.

   Selain seorang yang Pangeran tinggalkan bersama kami, maka seolah-olah hubungan kita sudah terputus sama sekali.

   Sehingga akhirnya datang malapetaka itu.

   Orang yang tuanku tinggalkan itu ternyata adalah seorang yang sangat setia.

   Tetapi akhirnya ia terbunuh oleh orang-orang yang telah mengambil anak perempuan hamba itu dan kemudian menyembunyikannya.

   Sementara itu mereka masih saja mengancam keselamatan hidup cucu hamba yang lahir dari anak perempuan hamba itu, yang sebenarnya adalah putera Pangeran sendiri"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Tetapi guru tidak pernah mengatakansesuatu tentang permusuhannya dengan saudara seperguruan Ki Wastu itu"

   "Mungkin ia menganggap hal itu tidak perlu dikatakannya. Sementara ia mempunyai cara dan pamrih ganda. Ia dapat melepaskan dendamnya karena Pangeran telah berhubungan dengan musuh bebuyutannya, tetapi juga dapat mengharapkan harta peninggalan yang akan Pangeran wariskan kepada Pangeran Kuda Rukmasanti dan puteri yang disebut isteri tuanku ini"

   "Aku mengerti"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "jika segalanya berjalan lancar, maka umurkupun tidak akan panjang.

   Aku akan mereka lenyapkan, meskipun mereka tentu berusaha untuk melenyapkan jejak.

   Mungkin kematian yang mereka rencanakan, akan memberikan kesan, bahwa aku mengalami kecelakaan.

   Mungkin aku akan mengalami sakit beberapa hari lamanya, atau alasan- alasan lain yang dapat mereka lakukan.

   Namun puteri itupun tidak akan menikmati kemenangannya.

   Ia akan tersisih, sehingga segalanya akan jatuh ke tangan guru.

   Mungkin Kuda Rukmasanti akan ikut menikmatinya pula sebagai murid terdekat.

   Atau puteri itupun akan dapat ikut serta memiliki jika ia diperlukan oleh Kuda Rukmasanti"

   Terdengar puteri itu terisak tertahan-tahan. Namun iapun kemudian berkata "Aku memang seorang perempuan yang tidak berharga Aku tidak akan dapat mencuci tanganku, seolah-olah aku sama sekali tidak bersalah"

   "Aku akan menyerahkan kau kepada paman Herbuntala. Aku akan menyelesaikan masalah ini dengan guru sampai tuntas. Aku akan mencarinya kemana guru pergi"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   "Jangan serahkan aku kepada ayahanda"

   Tangis puteri itu."Lalu apa yang harus aku lakukan? Kau tidak mau diserahkan kepada penguasa di Kediri. Dan kau juga tidak mau diserahkan kepada ayahandamu. Jadi kau mau apa?"

   Tiba-tiba saja Pangeran Kuda Padmadata membentaknya. Puteri itu menjadi semakin ketakutan. Sementara Pangeran itu berkata "aku tidak akan mengatakan sesuatu kepada paman Herbuntala"

   "Tetapi ayahanda menyangka bahwa aku akan tinggal di rumah ini sebagai isteri Pangeran suara puteri itu gemetar.

   "Itu tidak mungkin. Bukankah Rukmasanti yang selalu datang menjemputmu jika kau pulang. Dan Rukmasanti pula yang mengantarmu?"

   Geram Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ya Pangeran. Tetapi atas nama Pangeran Kuda Padmadata"

   "Jika kau tidak mau kembali ke rumahmu lalu kau mau kemana lagi?"

   "Biarlah hamba disini, meskipun hamba harus menjadi juru pengangsu atau juru madaran"

   Tangis perempuan itu.

   "Persetan"

   Wajah Pangeran Kuda Padmadata menjadi merah "kau harus kembali.

   Jika kau ingin menjaga namamu, maka katakan kepada ayahmu, bahwa kaulah yang telah minta aku mengantarmu pulang.

   Katakan kepada ayahmu, bahwa aku sudah membohongimu.

   Ternyata aku sudah mempunyai isteri dan anak.

   Biarlah paman Herbuntala marah kepadaku dan mengutukku"

   "Tidak. Pangeran tidak bersalah. Aku tidak akan dapat mengatakannya kepada ayahanda demikian"

   "Terserah kepadamu, apa yang akan kau katakan. Tetapi kau hanya mempunyai dua pilihan. Aku serahkan kepadapenguasa di Kediri yang akan menghukummu, atau aku kembalikan kau kepada orang tuamu"

   Puteri itu tidak dapat membantah lagi.

   Ia tidak mempunyai pilihan lain, sehingga karena itu, maka iapun harus pasrah kepada nasibnya.

   Betapa penyesalan telah mencekamnya.

   Betapa rendah budinya dan betapa ringkih hatinya.

   Dalam pada itu, maka Pangeran Kuda Padmadatapun kemudian memerintahkan membenahi keadaan yang telah terserak-serak tidak menentu.

   Demikian juga mereka harus menyelenggarakan mayat Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Kepada orang-orang yang tidak lagi dapat berbuat apa- apa itu, Pangeran Kuda Padmadata berpesan, agar mereka tidak usah menceriterakan apa yang telah terjadi Mereka akan diampuni, sepanjang mereka mengerti, bahwa yang telah mereka lakukan itu adalah kesesatan.

   "Aku tidak akan sampai hati membiarkan nama adikku tercemar"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "Karena itu, kalian yang pernah menjadi pengikutnya dan berpengharapan untuk mendapatkan keuntungan apapun juga, harus membantuku.

   Aku akan mengatakan bahwa rumah ini telah didatangi oleh sekelompok perampok.

   Kita semuanya telah bertempur.

   Dan adikku telah terbunuh.

   Dengan demikian, namanya tidak akan direndahkan oleh orang-orang Kediri.

   Ingat, jika penguasa di Kediri mengetahui, bahwa adikku pernah melakukan kesalahan yang harus dihukum, maka tentu akan dilakukan pengusutan.

   Kalian, yang pernah menjadi pengikutnya akan diseret pula ke tiang gantungan.

   Tetapi aku berpendirian lain.

   Siapa yang menyesali kesalahannya dan tidak akan melakukannya lagi, maka aku akan mengampuninya"Beberapa orang yang berada di serambi itu menundukkan kepalanya.

   Ketika pekatik muda itu mencoba mengangkat wajahnya, tiba-tiba saja terpandang olehnya Mahisa Agni.

   Pekatik muda itu cepat-cepat menundukkan kepalanya ketika ia melihat Mahisa Agni justru tersenyum kepadanya.

   Demikianlah, maka malam itu juga istana Pangeran Kuda Padmadata telah disibukkan dengan penyelenggaraan mayat Pangeran Kuda Rukmasanti dan pengawal yang telah terbunuh.

   Tetapi seperti yang dipesankan oleh Pangeran Kuda Padmadata, tidak seorangpun yang berani mengatakan, apakah yang sebenarnya telah terjadi, agar mereka tidak terseret ketiang gantungan karena mereka telah terlibat ke dalam kesalahan itu.

   Bahkan kepada mereka yang tidak tahu menahu tentang peristiwa itu, tetapi melihat pertengkaran yang telah terjadi antara kakak beradik itupun telah mendapat pesan pula dari Pangeran Kuda Padmadata agar mereka tidak menceriterakan lain dari yang dipesankannya.

   "Jika tidak, kalianpun tentu akan diusut. Satu persatu kalian akan dipanggil untuk didengar keterangannya oleh para prajurit"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata Sehingga dengan demikian, maka penghuni istana itupun merasa takut untuk menceriterakan apa yang sebenarnya telah terjadi.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara itu, maka Pangeran Kuda Padmadata telah mempersilahkan Mahisa Agni.

   Witantra, Mahendra, Ki Wastu dan Mahisa Bangalan untuk masuk keruang dalam.

   Puteri yang ketakutan itupun telah dipersilahkan masuk ke dalam bilik diruang dalam yang terlindung rapat, sehingga tidak seekor lalatpun yang akan dapat mengganggu nya, ditunggui oleh embannya yang juga gemetar karena ketakutan.Sementara orang-orang yang tidak terlibat, abdi istana Pangeran itu yang sudah berada menghambakan diri, diperintahkannya mengawasi kawan-kawanya yang ternyata adalah para pengikut Pangeran Kuda Rukmasanti.

   Meskipun demikian, orang-orang di serambi itu benar- benar tidak berani lagi berbuat sesuatu, Mereka yang men dapat tugas menyelenggarakan mayat-mayat itupun tidak berani berusaha untuk berbuat lain, Jika orang-orang yang mengawasi itu berteriak, maka yang akan keluar adalah orang-orang yang luar biasa yang sedang berada diruang dalam.

   Yang paling muda diantara mereka ternyata telah mampu membunuh Pangeran Kuda Rukmasanti, yang mereka anggap orang yang tidak terkalahkan.

   Dipagi harinya, maka seluruh Kediripun telah mendengar apa yang terjadi.

   Tetapi seperti yang dikatakan oleh Pangeran Kuda Padmadata, bahwa yang terjadi itu adalah satu kecelakaan, Sekelompok perampok telah memasuki istana itu.

   Dalam pertempuran yang terjadi, maka Pangeran Kuda Rukmasanti telah terbunuh.

   "Dua orang perampok itupun telah terbunuh pula"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata sambil menunjuk mayat dua orang yang sehari-hari nampaknya seperti dua orang pengawalnya yang paling setia, namun orang yang baginya justru paling memuakan.

   Lebih memuakkan dari adiknya yang telah berkhianat itu.

   Sementara itu, maka seperti yang sudah dikatakannya, orang yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata itupun telah diserahkannya kembali kepada orang tuanya, demikian upacara penyelenggaraan mayat itu sudah selesai.

   Tetapi ternyata bahwa puteri itu tidak ingin merendah kan nama Pangeran Kuda Padmadata.

   Yang dikatakannyakepada ayahnya, bahwa ia sebenarnya telah ditekan oleh perasaan takut yang sangat untuk berada di istana itu.

   Meskipun ia sadar, bahwa pada suatu saat ayahnya akan bertanya, kapen ia akan kembali kepada suaminya, Namun ia akan mendapat kesempatan untuk memikirkannya.

   Mungkin ia dapat berterus terang setelah berjarak waktu.

   Mungkin ayahnya akan marah dan menghukumnya, Tetapi keadaannya tentu sudah berubah.

   Namun dalam pada itu, yang kemudian menjadi pembicaraan Pangeran Kuda Padmadata adalah persoalan yang tentu masih akan berkepanjangan.

   Gurunya tentu tidak akan tinggal diam, karena rencana jahatnya telah diketahui oleh Pangeran Kuda Padmadata.

   "Ki Wastu"

   Berkata Pangeran itu ketika mereka duduk diserambi samping istana setelah keadaan mereda, dan suasaa di istana itu telah berjalan wajar, meskipun agaknya lain bagi Pangeran Kuda Padmadata sendiri.

   "Apakah tidak mustahil bahwa dendam guru akan dijatuhkan kepada anak perempuan Ki Wastu serta anak laki-lakinya?"

   "Mereka sudah berada dibawah perlindungan para prajurit di Singasari Pangeran"

   Jawab Ki Wastu.

   Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk.

   Namun masih nampak kecemasan diwajabnya.

   Bahkan kemudian katanya "Apakah para prajurit di Singasari itu menyadari, bahwa perempuan itu terancam bahaya yg dapat menyergapnya dengan segala cara.

   Mungkin seseorang mengaku akan mengunjunginya karena ia saudaranya, atau mungkin dengan cara apapun juga, sehingga memberi kesempatan kepadanya untuk melakukan niatnya yang jahat.

   "Mudah-mudahan para prajurit tetap waspada"

   Sahut Mahendra.

   Namun akhirnya ia berkara "Pangeran Aku kiramemang lebih baik jika aku kembali.

   Aku akan dapat memberikan beberapa peringatan kepada prajurit-prajurit di Singasari.

   Karena menurut perhitungan, lebih baik jika isteri Pangeran itu untuk sementara tidak berada di istana ini.

   Orang yang Pangeran katakan sebagai guru itu, tentu masih akan tetap berusaha melakukan sesuatu.

   Meskipun mungkin ia sudah melepaskan niatnya untuk memiliki harta dan benda yang ada di istana ini, tetapi dendamnya akan menuntut pembalasan"

   Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk. Tetapi katanya kemudian "Tetapi ia adalah isteriku. Aku lah yang paling berkewajiban untuk melindunginya. Anak itupun adalah anakku. Biarlah aku mempertanggung jawabkannya"

   "Sebaiknya kita melihat keadaan yang tentu masih akan berkembang Pangeran"

   Berkata Witantra "aku setuju jika Mahendra dan Ki Wastu kembali ke Singasari. Aku dan Mahisa Agni akan berada disini. Mungkin Pangeran masih memerlukan aku"

   Pangeran Kuda Padmadata berpikir sejenak. Sementara Mahisa Bungalan bertanya "Bagaimana dengan aku paman?"

   Witantra memandang anak muda itu sambil berkata "Kau akan menentukan sikapmu.

   Meskipun aku mengatakannya, namun agaknya lebih suka memilih sendiri.

   Jika kau menganggap perantauanmu sudah selesai, maka kau dapat kembali ke Singasari.

   Tetapi jika kau masih ingin melihat kelanjutan dari peristiwa ini kau dapat tinggal disini"

   Mahisa Bungalan termangu-mangu. Namun akhirnya ia berkata "Aku akan tinggal disini. Tetapi tidak di istana ini"

   "Lalu dimana?"

   Bertanya Pangeran Kuda Padmadata."Di rumah Ki Daredu. Aku sudah kerasan tinggal di rumah itu. Mungkin untuk beberapa lamanya aku akan menunggu perkembangan keadaan di rumah Ki Daredu"

   Tetapi Witantra menggeleng.

   Katanya "Yang kita hadapi bukan kanak-kanak.

   Sebaiknya kau berada disini untuk beberapa saat sampai segalanya nampak lebih jelas.

   Guru Pangeran Kuda Padmadata tentu bukan orang kebanyakan.

   Ia tentu memiliki sesuatu yang jauh melampaui Pangeran Kuda Rukmasanti itu"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.,Tetapi iapun kemudian mengangguk sambil menjawab "Terserah kepada paman"

   "Nah, baiklah kita akan melihat perkembangan keadaan. Biarlah Mehendra dan Ki Wastu segera kembali ke Singasari"

   Gumam Witantra, Demikianlah, Maka pembicaraan itupun telah mengambil kesimpulan, agar Mahendra dan Ki Wastu kembali ke Singasari.

   Mereka harus memberitahukan segala persoalannya kepada para prajurit di Istana Singasari.

   Dengan demikian, maka perhatian mereka kepada perempuan itu akan memberikan pertimbangan, agar perlindungan kepadanya menjadi lebih baik.

   Bahkan jika diijinkan oleh pimpinan prajurit pengawal, maka biarlah Ki Wastu berada didekat anak perempuan dan cucunya, agar ia akan dapat bertindak langsung jika terjadi sesuatu, sementara ia dapat mengharapkan bantuan para prajurit.

   "Tidak mustahil guru Pangeran Kuda Rukmasanti itu akan mengambil jalan yang licik. Ia dapat memberikan uang atau bentuk suap yang lain kepada para pengawal untuk mendapat kesempatan bertemu dengan orang yang seharusnya dilindungi itu. Ia akan dapat saja memberikan seribu satu alasan, sehingga para pengawal yang menerimasuap itu tidak mengetahui, bahwa orang yang mungkin mengaku saudaranya,mungkin mengaku utusan dari siapa pun, namun yang sebenarnya akan dapat membunuh pada kesempatan yang sangat kecil sekalipun"

   Berkata Mahendra. Ki Wastu mengangguk-angguk. Agaknya sebaiknya memang demikian apabila ia mendapat ijin dari yang berwenang dalam pasukan pengawal istana itu.

   "Sementara itu"

   Berkata Mahendra lebih lanjut "aku dapat kembali kepada kedua anak-anakku yang bengal itu. Mereka tentu sudah menunggu dan mengumpat setiap saat karena aku terlalu lama pergi"

   Ki Wastupun mengangguk-angguk. Diluar sadarnya ia berkata "Ki Mahendra ternyata mendapat kurnia yang tiada taranya dari Yang Maha Agung. Putera-putera Ki Mahendra ke-tiga-tiganya dapat dibanggakan"

   "Aku selalu mengucapkan terima kasih kepada kemurahan Tuhan Yang Maha Penyayang. Namun sebenarnyalah bahwa anak-anakku itu adalah anak-anak yang bengal"

   "Mereka memiliki ilmu yang luar biasa pada umurnya yang masih sangat muda. Ketika aku melihat, bagaimana Mahisa Bungalan mempertahankan diri dari orang-orang yang berusaha membunuhnya, pada saat pertama kali aku melihatnya, aku hampir tidak percaya akan penglihatanku atas kemudian anak itu"

   "Ki Wastu selalu memuji. Tetapi Ki Wastu juga telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi Mahisa Bungalan"

   Jawab Mahendra.

   "Tidak ada artinya baginya. Hanya sekedar melengkapi ilmu geraknya"

   Sahut Ki Wastu.Demikianlah, maka ketika Mahendra dan Ki Wastu kembali ke Singasari, mereka sempat singgah di rumah Ki Daredu. Kepada orang tua itu Mahendra mengatakan, bahwa segalanya telah selesai. Ia tidak perlu merasa cemas lagi"

   "Aku tidak mengerti, apakah yang sebenarnya telah terjadi di Istana Pangeran Kuda Padmadata"

   Berkata Ki Daredu.

   "Tidak ada apa-apa. Seperti berita yang barangkali pernah kau dengar, bahwa rumah itu telah dirampok oleh sekelompok penjahat yang merasa sangat kuat kedudukannya. Tetapi untunglah pada saat itu Mahisa Agni dan Kakang Witantra berada di istana itu"

   Jawab Mahendra. Tetapi Ki Daredu tertawa sambil berkata "Jadi aku harus mempercayainya?"

   Mahendrapun tersenyum. Jawabnya "Terserah Kepadamu Ki Daredu"

   Ki Daredu masih tertawa sambil mengangguk-angguk.

   "Baiklah. Aku akan mempercayainya. Tetapi aku tahu bahwa Tuanku Mahisa Agni dan Tuanku Witantra pernah memegang kekuasaan tertinggi Singasari di Kediri. Akupun mengetahui bahwa ada sesuatu yang tidak wajar terjadi di istana itu seperti yang pernah dikatakan oleh Tuanku Mahisa Agni sebelumnya. Tetapi sebaiknya aku memang tidak mengatakannya kepada siapapun"

   Mahendra dan Ki Wastupun tertawa.

   Pekatik tua itu agaknya bukannya orang yang terlalu bodoh, sehingga ia pun dapat mengerti beberapa persoalan yang dilakukan oleh Mahisa Agni.

   Namun, bahwa segala sesuatu telah selesai dilakukan oleh Mahisa Agni dan Witantra, membuat hati Ki Daredu menjadi tenang.

   Beberapa hari lamanya, iapunmengalami ketegangan.

   Yang dilakukan oleh Mahisa Agni tentu bukannya sesuatu yang tidak akan dapat menyangkut banyak pihak.

   Demikianlah, maka Mahendra dan Ki Wastupun meninggalkan Kediri, kembali ke Singasari.

   Bagaimanapun juga, mereka merasa cemas, bahwa guru Pangeran Kuda Rukmasanti itu akan mencari sasaran dendamnya kepada anak perempuan Ki Wastu, mungkin mengambilnya untuk dipergunakan sebagai alat memaksakan kehendaknya kepada Pangeran Kuda Padmadata seperti yang pernah terjadi.

   Sepeninggal Mahendra dan Ki Wastu, maka Mahisa Agni dan Witantra telah ditempatkan ditempat yang khusus didalam istana Pengeran Kuda Padmadata.

   Tetapi karena Mahisa Agni dan Witantra masih tetap ingin dianggap sebagai orang-orang yang tidak banyak berarti, maka iapun telah memilih tempat diluar lingkungan bangunan induk istana Pangeran Kuda Padmadata.

   Meskipun Mahisa Bungalan pernah mengatakan pada saat hatinya terbakar oleh kemarahannya dihadapan Pangeran Kuda Rukmasanti, tetapi hanya orang-orang tertentu sajalah yang telah mendengar bahwa ia adalah Mahisa Agni dan Witantra yang pernah mewakili kekuasaan Singasari di Kediri.

   Sementara orang-orang itu telah dipesan untuk tidak mengatakan sesuatu tentang kedua orang itu.

   Dalam kehidupan sehari-hari di istana, Mahisa Agni dan Witantra, mencoba untuk meluluhkan diri ke dalam keluarga besar yang mulai tenang itu.

   Dalam pada itu, selagi Pengeran Kuda Padmadata sibuk dengan usaha penyelamatan keluarganya, sebelum mereka merasa aman untuk membawanya ke istana, maka seorang yang memiliki ilmu yang mumpuni sedang dicekam olehkekecewaan.

   Bahkan kecemasan bahwa rahasianya telah terbuka.

   "la tentu akan mengatakannya"

   Geramnya. Namun ia tidak mempunyai cara untuk mencegahnya. Dalam pada itu, seorang pengikutnya yang terdekat duduk dengan kepala tunduk diatas amben yang besar, sementara orang yang berilmu mumpuni itu berjalan hilir mudik didalam bilik itu.

   "Ada beberapa orang gila di rumah Kuda Padmadata"

   Orang itu bergeremang "tidak banyak yang mengetahui siapa mereka. Tetapi agaknya mereka pulalah yang telah berhasil membebaskan isteri Pangeran gila itu"

   Orang yang menundukkan kepalanya itu mengangguk angguk kecil. Katanya kemudian "Tetapi belum terlambat Masih ada kesempatan untuk membunuhnya atau mencari kembali sampai kita dapatkan perempuan dan anak laki- lakinya itu"

   "Jika Pangeran itu mati, maka tidak banyak lagi artinya atas harta benda yang dimilikinya. Tetapi aku kini telah dibakar oleh dendam. Aku tidak mau berpikir lagi. Yang penting bagiku adalah kematiannya. Ada atau tidak ada gunanya lagi bagiku"

   "Kita masih dapat mengumpulkan kekuatan"

   Berkata pengikutnya.

   "Tetapi aku kehilangan muridku yang paling baik. Pangeran Kuda Rukmasanti. Ada juga setan yang mampu mengalahkannya"

   Geramnya "

   Ukannya saja seorang.

   Tetapi aku yakin, bahwa beberapa orang yang ada di istana itu, tentu memiliki ilmu yang tinggi.

   Setidak-tidaknya mereka dapat mengimbangi ilmu murid-muridku.

   Tetapi dalam jumlah empat atau lima orang, maka sulit bagikuuntuk mengatasinya.

   Aku tidak sempat memanggil orang lain diantara kalian"

   "Sekarang masih ada waktu"

   Berkata pengikutnya.

   "Aku sudah kehilangan dua orang muridku yang paling baik. Kuda Rukmasanti sudah jelas, ia terbunuh. Sedang Padmadata benar-benar telah berkhianat. Ia telah membuat jalur hubungan dengan iblis yang paling terkutuk itu. Langsung atau tidak langsung. Sengaja atau tidak sengaja"

   "Kita dapat berbuat cepat"

   Berkata pengikutnya.

   Orang yang dibakar oleh dendam itu mengangguk- angguk.

   Katanya "Kau tinggal satu-satunya muridku.

   Itupun agak terasing dari kedua muridku yang berdarah bangsawan itu, sehingga kau tidak nampak sebagai saudara seperguruannya.

   Tetapi aku yakin, justru karena itu, maka kau telah menempa dirimu sebaik-baiknya meskipun jarang dibawah pengawasanku langsung"

   "Aku sedang mencoba untuk dapat menjadi murid di padepokan kecil itu"

   Berkata pengikutnya. Jangan sebut lagi padepokan itu. Aku tidak akan kembali kesana. Kuda Padmadata telah pernah datang ke padepokan itu. Ia akan dapat datang kesana mencari aku dengan membawa beberapa orang pilihan"

   Guman orang yang sedang mendendam itu.

   "Ki Dukut Pakering"

   Berkata pengikutnya "jika demikian, maka apakah yang akan kita lakukan sekarang?"

   "Untuk sementara aku akan tinggal di pondok ini. Aku akan membuat hubungan dengan beberapa orang kawan- kawanku, Aku sudah hampir kehilangan kesempatan karena kegagalan-kegagalan yang terjadi. Semula aku masih dapat menjanjikan sebagian dari kekayaan Pangeran gila itu, jika kelak jatuh ketanganku lewat adik dan perempuanyang disebut isterinya itu. Tetapi kini aku tidak akan dapat mengatakan demikian, sementara beberapa pihak telah kehilangan kepercayaan kepadaku"

   Desah orang yang disebut Dukut Pakering itu.

   "Tetapi masih dapat diusahakan dengan banyak cara"

   Berkata pengikutnya.

   "Sudah banyak orang yang terbunuh, meskipun itu karena kebodohan mereka sendiri. Menurut keterangan yang aku dengar, satu orang diantara orang-orang yang me nolong isteri Pangeran yang gila itu, telah membunuh beberapa orang sekaligus"

   "Kesahalan-kesalahan itu akan dapat dipakai sebagai pengalaman"

   Berkata Pengikutnya. Lalu "Sebaiknya Ki Dukut masih berusaha menghubungi beberapa orang yang dapat dipercaya"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Itu memerlukan waktu. Tetapi dendamku tidak susut lewat waktu-waktu yang betapapun panjangnya. Padmadata harus mati dengan cara apapun juga. Mungkin aku harus menunggu saat yang paling baik. Tapi rasa-rasa nya aku sudah tidak sabar lagi"

   "Segalanya dapat dibicarakan"

   Berkata Pengikutnya "tetapi siapakah yang masih mungkin dihubungi dalam hal ini"

   "Ada dua tiga orang. Mereka masih mempunyai hubungan ilmu dengan aku. merekapun orang-orang yang tidak ada tandingnya. Tetapi mereka tentu mempunyai syarat-syarat yang harus aku penuhi. Itulah yang masih belum dapat aku ramalkan"

   Berkata Dukut Pekering.

   "Apakah tidak ada semacam kesetia kawanan meng hadapi persoalan ini? Seperti juga jika pada saat lain, salah seorang dari mereka mengalami kesulitan?""Mungkin juga"

   Berkata Dukut Pekering "tetapi aku harus dapat menyakinkan mereka, bahwa aku telah dihinakan. Bahwa aku telah diperlakukan dengan licik dan tidak adil"

   "Apakah mereka orang-orang yang berpegang pada keadilan dan mungkin kebenaran?"

   Bertanya Pengikutnya. Ki Dukut Pakering menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku tidak mengerti. Tetapi kebenaran itu sendiri bukannya sesuatu yang mutlak seperti juga keadilan. Setiap orang dapat memberikan batasan sesuai dengan kepentingannya"

   Pengikutnya mengangguk-angguk.

   Namun rasa-rasanya yang terjadi itu adalah sesuatu yang sangat pahit yang harus ditelan oleh Ki Dukut Pakering, yang sebelumnya sangat dihormati orang.

   Sebagai seorang guru dari kakak beradik Pangeran Kuda Padmadata dan Kuda Rukmasanti, maka ia adalah orang yang disegani.

   Ia memang mempunyai ilmu pada tingkat yang sulit dicapai oleh orang kebanyakan.

   Namun pada suatu saat, ia tidak dapat tegak lagi dalam kedudukannya.

   Hatinya telah digoyahkan oleh dendam dan kebencian.

   Namun kemudian juga nafsu dan ketamakan.

   Semula ia kecewa kerena Pangeran Kuda Padmadata diluar sadarnya telah berhubungan dengan orang yang paling dibencinya, bahkan kemudian Pangeran Kuda Padmadata telah kawin dengan seorang perempuan padukuhan yang masih mempunyai jalur hubungan meskipun tidak langsung dengan orang yang paling dibencinya itu.

   Namun akhirnya, warna-warna hatinya yang sebenarnya telah mencair pula mengaliri sikapnya.

   Ia tidak saja berusaha untuk menjauhkan Pangeran Kuda Padmadata dari orang yang paling dibencinya itu.

   Tetapi ia mulai melihat kekayaan yang tersimpan di dalam istanaPangeran Kuda Padmadata.

   Seorang Pangeran yang memiliki hutan khusus dengan tanaman peliharaan yang dapat mendatangkan kekayaan, karena ia menamani jenis- jenis kayu yang bergetah arum.

   Dengan cara yang tidak kasat mata, maka ia memperalat adik kandung Pangeran Kuda Padmadata untuk menguasainya.

   Bukan saja orangnya, tetapi juga segala kekayaannya.

   Bahkan telah diaturnya untuk memasukkan seorang perempuan yang hampir sederajat untuk disebut sebagai isterinya tanpa dapat menolak, karena isteri Pangeran itu yang sebenarnya telah dikuasainya.

   "Tetapi ternyata hadir orang-orang gila yang tidak dikenal itu"

   Geramnya didalam hati.

   Sebenarnya bahwa kehadiran Mahisa Bungalan yang tidak diduga-duga itu telah merusak segala rencananya.

   Apa yang sudah dimulainya, ternyata pecah berserakkan.

   Perempuan yang dapat dipergunakannya untuk memaksakan kehendaknya atas Pengeran Kuda Padmadata itu telah terlepas dari tangannya.

   Betapapun diusahakannya namun korban-korban jugalah yang jatuh.

   Sedang perempuan itu bagaikan telah hilang ditelan bumi.

   Setelah kegagalan-kegagalan itulah maka kini harus mulai lagi dari permulaan sekali meskipun tujuannya sudah berbeda.

   Kini ia telah digerakkan oleh dendam yang tidak tertahankan, seperti dendamnya kepada saudara tua seperguruan Ki Wastu itu.

   Seorang pengikutnya yang semula tidak diperhitungkannya, kini menjadi satu-satunya orang yang setia kepadanya.

   Bersama seorang pengikutnya itulah maka Ki Dukut Pakering mulai dengan usahanya melepaskan dendamnya.

   Setelah beberapa saat lamanya ia berada di pondok kecilmilik pengikutnya itu, maka mulailah ia mencari hubungan dengan orang-orang yang pernah dikenalnya.

   Namun dalam pada itu, ada juga semacam kerinduannya untuk melihat bekas padepokannya yang tidak lagi dihuninya, karena ia mempunyai perhitungan tertentu setelah ia gagal menguasai muridnya yang tua.

   "Apakah Ki Dukut akan kembali ke padepokan itu?"

   Bertanya pengikutnya.

   "Tidak. Aku hanya ingin melihatnya. Mungkin aku akan mendapatkan semacam kesan atau bahkan mungkin aku akan mendapat ilham daripada padepokan itu, apakah yang sebaiknya aku lakukan"

   Jawab Ki Dukut Pakering.

   Demikianlah, maka ia telah mengajak pengikutnya untuk berjalan mendekati padepokannya.

   Mereka menem puh jalan yang jarang dilalui orang, karena Ki Dukut merasa seolah-olah setiap orang telah mengetahui apa yang telah dilakukan.

   Dengan hati'yang ragu-ragu, mereka telah mendekati sebuah bukit kecil.

   Dari atas bukit itu mereka akan dapat melihat, jalur jalan menuju ke padepokannya yang juga ter letak diatas sebuah bukit kecil yang lain.

   Namun jantung Ki Dukut itu serasa berhenti berdetak.

   Dari tempatnya ia melihat beberapa ekor kuda berpacu menuju ke padepokan kecilnya.

   "Siapakah mereka?"

   Bertanya pengikutnya.

   "Setan itu"

   Geram Ki Dukut"

   Tentu yang dipaling depan itu adalah Kuda Padmadata"

   "Apakah maksudnya?"

   Bertanya pengikutnya pula.

   "Tentu ia mencari aku. Ia membawa beberapa orang pengawal""Hanya lima orang"

   Desis pengikutnya "apakah Ki Dukut tidak berniat membalas dendam sama sekali. Merekalah yang datang kepedepokan ini"

   Ki Dukut menarik nafas dalam-dalam.

   Katanya "Meskipun hanya lima orang, tetapi aku tidak tahu, siapakah mereka.

   Mungkin salah seorang dari mereka adalah orang yang telah membebaskan isteri Pangeran gila itu dengan membunuh beberapa orang sekaligus.

   Bukan berarti aku takut kepadanya, tetapi aku harus belajar dari pengalaman, agar aku tidak gagal lagi, dan apalagi mati tanpa arti sama sekali"

   Pengikutnya mengangguk-angguk.

   Dari kejauhan ia memandang derap beberapa ekor kuda menuju ke padepokan kecil yang telah menjadi kosong itu.

   Dimuka regol.

   Ki Dukut dan pengikutnya melihat kuda- kuda itu berhenti.

   Tanpa berpencar mereka telah meloncat turun dan memasuki regol.

   Selanjutnya, dari kejauhan mereka tidak melihat orang-orang yang memasuki regol padepokan itu lagi.

   "Mereka tidak akan menemukan apa-apa"

   Berkata Ki Dukut "tetapi sikap deksura dari Padmadata membuat darahku semakin mendidih. Aku semakin bernafsu mencincangnya meskipun ia pernah menjadi muridku yang baik"

   Pengikutnya mengangguk-angguk.

   Namun tatapan matanya masih saja mengarah ke padepokan kecil itu.

   Tetapi iapun tidak melihat lagi orang-orang berkuda yang telah memasuki regol padepokan itu sambil menuntun kuda mereka.

   Dalam pada itu, Pengeran Kuda Padmadata bersama Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan diikuti olehseorang pengiring, telah memasuki padepokan yang pernah dihuni oleh Ki Dukut Pakering.

   Namun padepokan kecil itu ternyata telah kosong.

   Mereka tidak menjumpai seorangpun berada di padepokan itu.

   "Semuanya telah pergi"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   Mahisa Agni mengangguk-angguk.

   Sementara Witantra dan Mahisa Bungalan telah melihat-lihat ke bagian samping dari padepokan itu.

   Mungkin sesuatu dapat dijumpainya, atau barangkali ada semacam petunjuk yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk menelusuri jejak Ki Dukut Pakering.

   "Agaknya orang tua itu menyadari, bahwa pada suatu saat aku akan datang ke padepokan ini"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   "Mungkin Pangeran"

   Sahut Mahisa Agni "tetapi mungkin pula orang tua itu ingin menghalau kegelisahan hatinya"

   "Tetapi usahanya untuk membunuh puteri itu adalah pertanda, betapa ia telah dicengkam oleh kecemasan dan ketakutan. Dengan demikian, maka ia tidak akan berani lagi berada di padepokan ini"

   Mahisa Agnipun mengangguk-angguk.

   Ketika iapun kemudian memutari padepokan itu menyusul Witantra dan Mahisa Bungalan, maka iapun melihat, betapa padepokan kecil itu pernah terpelihara dengan baik.

   Padepokan itu agaknya memang tidak banyak berpenghuni.

   Hanya ada beberapa pondok kecil meskipun cukup baik.

   Karena padepokan itu adalah dari seorang guru yang mempunyai dua orang murid Pangeran yang cukup kaya di Kediri."Sayang sekali jika padepokan ini diterlantarkan"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Siapakah yang berani memakai padepokan ini?"

   Desis Witantra "meskipun guru Pangeran Kuda Padmadata itu sudah tidak tinggal disini, tetapi jika ada orang lain yang berani memilikinya, maka ia tentu akan dianggapnya musuh yang harus disingkirkan"

   Mahisa Agni mengangguk-angguk. Katanya "Agaknya memang demikian. Karena itu, untuk sementara padepokan ini akan kosong"

   "Tidak ada lagi yang akan menyirami tanaman-tanaman itu"

   Berkata Mahisa Bungalan. Lalu iapun mengeluh "Burung-burung di dalam sangkar itu mati kelaparan. Agaknya sudah sejak beberapa hari padepokan ini ditinggalkan"

   "Masih ada yang hidup"

   Berkata Mahisa Agni "mungkin pada suatu saat orang itu atau pengikutnya telah datang dan memberi sekedar minum makan kepada burung burung didalam sangkar itu. Tetapi keadaannya sudah tidak terlalu baik"

   Mahisa Bungalanpun kemudian membuka pintu sangkar burung-burung yang masih hidup.

   Betapa lemahnya mereka, namun burung-burung itupun kemudian berterbangan.

   Satu dua diantara mereka hinggap di pinggir belum bang yang airnya nampak jernih meskipun dikotori oleh dedaunan yang gugur dari rantingnya.

   Sementara yang lain telah hinggap pada pelepah pisang.

   Beberapa tandan buah pisang memang nampak menguning di batangnya.

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   Rasa- rasanya lehernya ikut menjadi sejuk ketika ia melihat beberapa ekor burung yang minum air belumbang yangsegar, kemudian terbang mencari buah-buahan yang bertebaran di kebun padepokan itu.

   Dalam pada itu, maka ketika mereka sudah melingkari padepokan itu dari sudut kesudut, maka merekapun kemudian naik kependapa.

   Masih ada sehelai tikar pandan yang putih terbentang.

   Meskipun Mahisa Bungalan harus mengibaskan beberapa kali karena debu, namun tikar itu adalah tikar yang masih baik.

   Orang-orang itupun kemudian beristirahat sambil duduk dipendapa.

   Pangeran Kuda Padmadata dapat bercerita serba sedikit, pada saat-saat ia belajar ilmu kanuragan pada Ki Dukut Pakering di padepokan itu.

   Ketika ia sudah menguasai dasar-dasar ilmunya, maka iapun kembali ke Kediri.

   Ki Dukutlah yang kemudian selalu datang untuk meningkatkan dan mematangkan ilmunya.

   Sehingga akhirnya pada suatu saat terasa oleh Pangeran Kuda Padmadata, bahwa gurunya agak berbeda sikap terhadapnya dan terhadap adiknya.

   Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Tinggal sebuah kenangan yang manis"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata.

   Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan dapat merasa, betapa perasaan kecewa telah mencekam jantung Pangeran Kuda Padmadata.

   Padepokan itu agaknya memang pernah memberinya nafas kehidupan yang sejuk.

   Tetapi kemudian, ternyata bahwa gurunya telah membantingnya pada suatu keadaan yang hampir menyeretnya pada keputus-asaan dan bahkan akhir hidup yang sangat pahit.

   Dalam pada itu, selagi Pangeran Kuda Padmadata dan beberapa orang yang menyertainya duduk dipendapa padepokan kecil itu, maka Ki Dukut Pakeringmemperhatikan padepokannya dengan hati yang bergejolak.

   Sekali-sekali terdengar ia mengumpat.

   Namun kemudian katanya "Apa saja yang mereka kerjakan di padepokan itu? Apakah mereka akan merampok sisa-sisa perabot yang masih ada.

   Atau mereka akan membakarnya?"

   Pangikutnya tidak menyahut.

   Namun iapun tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan oleh beberapa orang yang sedang berada di dalamnya.

   Namun demikian, kedua orang itu sama sekali tidak ingin mendekat dan melihat ke dalamnya.

   Mereka tidak mau mengalami nasib yang buruk, karena menurut perhitungan Ki Dukut Pakering, orang yang datang itu tentu bukan orang kebanyakan.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Jika ia terlibat dalam satu perselisihan, maka Ki Dukut tidak yakin, bahwa ia akan dapat membebaskan dirinya.

   Sementara ia harus mempertanggung jawabkan segala peristiwa yang pernah terjadi di istana Pangeran Kuda Padmadata.

   Ternyata Pangeran Kuda Padmadata tidak terlalu lama berada di padepokan itu.

   Setelah ia yakin, bahwa padepokan itu telah ditinggalkan oleh seluruh penghuninya, maka Pangeran Kuda Padmadatapun segera bersiap-siap untuk kembali ke istananya.

   "Kita harus berusaha mengerti, atau setidak-tidak nya mengetahui arah kepergian Ki Dukut"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "apakah ia benar-benar ingin meninggalkan daerah ini, atau ia hanya sekedar bersembunyi dengan menyimpan dendam dihatinya"

   "Kemungkinan yang terakhir itulah"

   Sahut Mahisa Bungalan. Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk. Katanya "Agaknya memang demikian""Tetapi untuk menemukannya adalah pekerjaan yang sangat sulit. Bahkan menemukan lacaknyapun agaknya memerlukan waktu dan kerja yang tekun"

   Desis Mahisa Agni.

   "Benar"

   Sahut Pangeran Kuda Padmadata "dan aku harus melakukannya. Jika aku tidak menemukan suatu keyakinan bahwa orang itu tidak akan dapat menggangguku lagi, maka aku masih akan tetap ragu-ragu untuk menjemput isteriku ke Singasari"

   "Memang sebaiknya Pangeran tidak tergesa-gesa"

   Berkata Witantra "semuanya memang harus jelas. Jika tidak demikian, maka selesai isteri Pangeran itu sudah berada disini, keadaan yang gawat itu masih akan mencekam istana Pangeran, maka akan dapat timbul kesulitan"

   Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian "Marilah kita kembali. Kita tidak menemukan sesuatu disini"

   Orang-orang yang ada di padepokan kecil itupun segera meninggalkan regol halaman, kembali ke Kediri.

   Sementara itu, Ki Dukut Pakering masih saja berada diatas bukit kecil yang tidak begitu jauh dari pedepokannya.

   Beberapa kali ia mengumpat.

   Namun kemudian katanya "Marilah, Kita melihat, apa yang mereka lakukan di padepokan itu"

   Ki Dukut dan pengikutnya itupun segera menuruni tebing yang rendah turun ke jalan yang menuju ke padepokan itu.

   Dengan ragu-ragu merekapun kemudian memasuki regol yang masih terbuka.

   Terasa jantung Ki Dukut itu menjadi berdebar-debar.

   Ada juga keseganan meninggalkan padepokan yang sudah mapan, dengan kebun bunga dan kebun buah-buahan.Beberapa tandan pisang telah mulai menguning.

   Buah- buahan yang tumbuh subur.

   Pangeran itu memang anak setan. Nyawanya ternyata cukup liat, sehingga rencana yang nampaknya sudah hampir selesai dengan sempurna itu telah gagal"

   Geram Ki Dukut "

   Tetapi yang harus dibunuh bukannya Pangeran itu saja, tetapi semuanya. Orang-orang gila yang telah melibatkan diri itupun harus mati dicincang"

   Apakah Ki Dukut dapat mengetahui salah seorang dari mereka?"

   Bertanya pengikutnya.

   Sampai saat ini belum. Tetapi aku segera akan mengetahuinya. Jangan kau kira bahwa orang-orang kita yang telah dikalahkan seluruhnya akan berkhianat. Kita akan dapat mencari hubungan dengan mereka.

   Apakah mereka masih dapat dipercaya?"

   Desis pengikutnya "

   Mereka tentu mengetahui, bahwa harapan untuk mendapatkan kekayaan Pangeran Kuda Padmadata telah pudar sama sekali. Dengan demikian, merekapun tidak dapat mengharapkan apapun juga dengan tugas-tugas yang akan kita berikan kepada mereka"

   Mungkin "

   Sahut Ki Dukut "

   Tetapi merekapun tentu ingin hidup mereka lebih panjang. Mereka yang tidak mau menjalankan perintah, berarti nyawanya akan kita lenyapkan"

   Pengikutnya menarik nafas dalam-dalam.

   Dengan cara yang demikian, memang mungkin sekali untuk memaksa satu dua orang diantara mereka untuk tetap mematuhi perintah Ki Dukut.

   Tetapi hubungan dengan orang-orang dalam, bukan berarti tidak mengandung bahaya.

   Pengkhianatan masih akan dapat terjadi sehingga akan dapat menyulitkan keadaan Ki Dukut yang sudah terjepit itu.Namun dalam pada itu, Ki Dukutpun berkata "Tetapi kecuali mempergunakan orang-orang yang masih berada di istana itu, aku akan tetap mencari hubungan beberapa orang kawanku.

   Mungkin aku memerlukan waktu barang dua tiga pekan.

   Tetapi itu akan lebih baik jika aku tempuh dengan cara yang lain"

   Pengikutnya mengangguk-angguk.

   Iapun berpendapat bahwa jalan yang paling baik adalah mencari bantuan kepada orang-orang yang dianggap mempunyai kemungkinan untuk melakukan niatnya.

   Satu-satunya jalan untuk menguasai harta benda Pangeran Kuda Padmadata adalah dengan merampoknya Orang- orang yang masih berada di istana itu akan dapat di bujuk, mungkin dengan di takut-takuti, tetapi mungkin juga dengan janji bahwa mereka akan mendapat sebagian dari hasil rampokan itu, jika mereka dapat membantu terlaksananya"

   Berkata Ki Dukut. Pengikutnya mengangguk-angguk, sementara Ki Dukut Pakeringpun dengan wajah buram berdesis "

   Aku tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa akhirnya, aku hanya akan menjadi seorang perampok.

   Tetapi akupun akan tetap menjaga harga diriku.

   Aku tidak merampok petani-petani miskin atau saudagar ternak di padukuhan.

   Tetapi aku merampok seorang Pangeran gila yang bernama Kuda Padmadata, yang karena dendam tiada taranya.

   Bahkan kemudian membunuhnya sekali"

   Nampak diwajah Ki Dukut, betapa kemarahan dan dendam menyala diliatinya.

   Sambil menggeretakkan giginya ia berkata "Kita kembali.

   Pondok kecil itu ternyata jauh lebih baik dari padepokan ini.

   Kita harus mulai dengan modal yang ada dan dapat kita pergunakan"

   "Maksudmu iblis itu sendiri"

   Bertanya Ki Dukut."Ya Ki Dukut. Kita dapat mulai dari iblis itu sendiri. Kemudian adik seperguruannya. Ayah perempuan itu. Baru kemudian sampai pada sasarannya"

   Pengikutnya sama sekali tidak menjawab.

   Namun iapun kemudian mengikutinya ketika Ki Dukut dengan tergesa- gesa meninggalkan padepokan yang pernah dihuninya beserta beberapa orang pengikutnya.

   Dengan darah yang bergejolak dijantungnya, Ki Dukut berjalan menyelusuri jalan yang pernah setiap hari dilaluinya, keluar masuk padepokannya.

   Dalam pada itu.

   diperjalanan kembali kepondok kecilnya, Ki Dukut telah menganyam gagasan.

   Apakah yang sebaiknya dilakukan lebih dahulu.

   Apakah ia akan menghubungi orang-orang yang akan dimintanya untuk membantu membunuh Pangeran yang pernah jadi muridnya itu, ataukah ia harus mengambil langkah-langkah lain.

   Ki Dukut "

   Bertanya pengikutnya itu "

   Bukankah ada sumber kebencian Di Dukut kepada Pangeran Kuda Padmadata? Tentu bukan tiba-tiba saja Ki Dukut membencinya, kemudian bersama Pangeran Kuda Rukmasanti merencanakan segalanya yang telah terjadi itu"

   Ya"

   Berkata Ki Dukut "

   Iblis itulah yang menumbuhkan kebencianku kepada Kuda Padmadata yang kemudian mengambil seorang isteri dari padukuhan.

   Seandai nya perempuan yang diambil itu bukannya anak perempuan tikus kecil itu, aku kira aku tidak akan membencinya.

   Karena Kuda Padmadata termasuk seorang murid yang patuh.

   Tetapi ternyata bahwa ia sama sekali tidak menghiraukan peringatanku ketika ia mengambil gadis padesan itu.

   Apalagi ketika aku mengetahui bahwaperempuan itu adalah anak dan adik seperguruan iblis buruk itu"

   Pengikutnya mengangguk-angguk. Lalu katanya "

   Tetapi apakah dengan demikian, Ki Dukut tidak mulai saja dari sumber kebencian itu"

   Maksudmu iblis itu sendiri?"

   Bertanya Ki Dukut.

   Ya Ki Dukut. Kita dapat mulai dari iblis itu sendiri. Kemudian adik seperguruannya. Ayah perempuan itu. Baru kemudian sampai kepada sasarannya. Perempuan dan anak laki-lakinya, terakhir barulah Pangeran Kuda Padmadata"

   Tidak yang terakhir "

   Potong Ki Dukut "aku ingin memperlihatkan kematian Pangeran gila itu kepada isteri dan anak laki-lakinya"

   Jika demikian, apakah Ki Dukut tidak mulai saja dari orang yang telah menjadi sumber kebencian Ki Dukut.

   Mungkin tidak terlalu sulit untuk melakukannya.

   Jika Ki Dukut mendapat satu dua orang kawan, maka orang itu, betapapun saktinya, tentu akan dapat dikalahkan.

   Memang agak berbeda dengan Pangeran itu sekarang.

   Mungkin ia sedang dikerumuni oleh orang-orang yang memiliki kelebihan"

   Desis pengikutnya.

   Ya. Kuda Padmadata sedang cukerumuni oleh orang- orang yang memiliki ilmu yang tinggi, tetapi bodoh dan dungu. Apa yang mereka dapatkan dengan mempertaruhkan nyawa, mereka melindungi Pangeran dan istrinya itu"

   Geram Ki Dukut.

   Tetapi apakah mungkin mereka keluarga atau hubungan perguruan dengan orang tua dari perempuan yang diambilnya itu?"

   Bertanya pengikutnya."

   Aku tidak tahu"

   Jawab Ki Dukut "

   Tetapi agaknya mereka orang lain, mungkin mereka adalah petugas-petugas dari Singasari, atau orang-orang lain sama sekali.

   Namun dalam pada itu, pendapat pengikutnya itu memang menarik perhatian.

   Jika ia tidak segera dapat menghukum Pangeran Kuda Padmadata, maka ia akan mulai dari ujung yang lain.

   Ia akan dapat menelusuri kebenciannya kepada musuh bebuyutannya.

   Kemudian ke- kepada orang tua perempuan padukuhan itu.

   Baru kemudian ia akan sampai kepada perempuan dan anak laki- lakinya atau Pangeran Kuda Padmadata sendiri, yang ke- matiannya ingin ditunjukkannya kepada isterinya yang diambilnya dari padukuhan itu.

   Bahkan tiba-tiba saja Ki Dukut berkata "Aku akan memikirkannya"

   Apa Ki Dukut?"

   Bertanya pengikutnya.

   Aku tidak harus mulai dengan Pangeran Kuda Pad madata"

   Berkata Ki Dukut "

   Aku akan membunuh iblis itu lebih dahulu.

   Mungkin aku akan sulit melakukannya karena mungkin aku dan iblis itu mempunyai kemampuan seimbang.

   Namun aku akan datang kepadanya dengan beberapa orang tertentu, aku harus yakin bahwa ia akan mati.

   Kemudian aku akan merambat kepada orang-orang yang lebih dekat lagi dengan Pengeran Kuda Padmadata itu"

   Tetapi apakah Ki Dukut tahu, dimanakah orang-orang itu tinggal atau mungkin padepokannya?"

   Bertanya pengikutnya.

   Aku sudah mengetahuinya. Tetapi perempuan dan orang tuanya itulah yang tidak aku ketahui dimana mereka sekarang berada"

   Geram Ki Dukut "namun demikian, akuakan mulai dari orang yang dapat aku ketemukan dengan mudah"

   Pengikutnya tidak menyahut lagi.

   Tetapi iapun mengikutinya saja dengan langkah yang semakin cepat.

   Ternyata Ki Dukut Pakering benar-benar telah memikirkan, bahwa ia akan mengambil langkah yang lain la sudah merasa tidak lagi akan dapat menguasai harta benda Pangeran Kuda Padmadata seperti yang diperhitung kan.

   Karena itu, yang kemudian menyala didadanya bukan lagi ketamakannya kepada harta benda, tetapi dendamnyalah yang seakan-akan telah membakar jantung.

   Ketika keduanya sampai kepondok kecil tempat tinggal mereka untuk sementara, maka Ki Dukut masih mengulangi pembicaraan itu.

   Bahkan kemudian seakan- akan ia telah mengambil keputusan, untuk mengamati padepokan kecil tempat tinggal musuh bebuyutannya itu.

   Alangkah buruk nasibnya"

   Berkata Ki Dukut "

   Tiba-tiba saja aku datang untuk melepaskan dendam dan kebencianku kepadanya. Mungkin ia tidak menduga sama sekali. Bermimpipun tidak. Atau bahkan ia sudah dibayangi oleh mimpi buruk"

   Pengikutnya mengerutkan keningnya ketika ia melihat Ki Dukut itu tertawa tertahan-tahan. Sambil mengangguk- angguk ia berkata pula "

   Kenapa baru sekarang aku menyadarinya, bahwa dengan demikian aku akan mendapat kepuasan ganda.

   Meskipun bukan karena aku dapat membunuh Pangeran Kuda Padmadata dan mendapat harta bendanya, tetapi aku telah membunuh orang yang paling aku benci sebelum aku membunuh muridku yang gila itu"

   Dengan demikian, maka Ki Dukut itupun telah memalingkan untuk sementara perhatiannya kepada musuhbebuyutannya.

   Ia tidak lagi dengan tergesa-gesa ingin membunuh Pangeran Kuda Padmadata, karena menurut perhitungannya, orang-orang yang telah melibatkan diri itu tentu masih tetap berada di istana itu untuk sementara.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Biarlah mereka terlena dengan Pangeran yang gila itu"

   Berkata Ki Dukut "aku akan mengambil jalan lain"

   Namun demikian, pada saat Ki Dukut memutuskan untuk menghubungi beberapa orang yang dikenalnya dengan baik untuk melaksanakan maksudnya, maka pada saat itu, Mahendra dan Ki Wastu telah berada di Singasari Bersama Mahendra, maka Ki Wastupun telah masuk ke dalam lingkungan istana untuk menengok anak perempuan Ki Wastu dan cucunya ternyata mereka mendapat tempat yang cukup baik dan perlindungan seperlunya, apalagi pesan itu diberikan oleh Mahisa Agni.

   Untuk sementara kau akan tetap tinggal disini"

   Berkata Ki Wastu kepada anak perempuannya.

   "Kenapa ayah?"

   Bertanya anak perempuannya itu "

   Aku berterima kasih kepada para prajurit di Singasari yang telah melindungi aku dan memperlakukan aku dengan sebaik- baiknya.

   Tetapi aku disini tidak lebih dari seekor burung yang hidup didalam sangkar.

   Aku mendapat makan secukupnya.

   Aku mendapat pakaian dan bahkan aku mendapat apa saja yang aku perlakukan.

   Tetapi bukan kali demikian yang seharusnya dilakukan oleh seorang perempuan.

   Aku sudah merindukan panasnya api di dapur.

   Aku sudah mulai dibayangi oleh keinginan untuk mengambil air sumur mengisi pakiwan dengan kelenting.

   Aku adalah seorang perempuan yang seharusnya bekerja seperti kebanyakan srempuan.

   Tetapi disini aku tidak sempat melakukannya, justru karena kebaikan hati dan mungkin juga belas kasihan"Mahendra menarik nafas, dalam-dalam.

   Katanya "jangan memikirkan sesuatu yang dapat memberati perasaan.

   Kami sudah bertemu dengan Pangeran Kuda Padmadata.

   Segalanya akan segera selesai.

   Namun sementara ini, Pangeran itu masih dibayangi oleh dendam dan kebencian, justru dari gurunya sendiri.

   Karena itu.

   maka untuk sementara kau masih perlu mendapat perlindungan khusus.

   Perlindungan yang sebaik-baiknya tidak akan dapat kau peroleh di rumahku misalnya, karena orang-orang yang mendendam Pangeran Kuda Padmadata itu akan dapat bertindak dengan cara yang paling kasar sekalipun"

   Perempuan itu dapat mengerti. Tetapi kadang-kadang ia merasa sulit untuk mengendalikan perasaannya. Bahkan tanpa disadarinya, matanya menjadi basah Terdengar ia berdesah "

   Ayah, sampai kapan aku harus mengalami himpitan perasaan seperti ini?"

   "Anakku"

   Jawab Ki Wastu "

   Sebenarnyalah langit sudah menjadi merah oleh fajar. Sebentar lagi, pagi akan datang. Tetapi kau tidak akan dapat mempercepat putaran waktu. Karena itu, kau harus tetap bersabar"

   Perempuan itu menunduk dalam-dalam.

   Titik air matanya telah membasahi pangkuannya.

   Namun ia mencoba untuk tetap menahan hati dan mengerti, pesan ayahnya.

   Karena iapun menyadari, betapa ayahnya, dan orang-orang yang semula tidak dikenalnya sama sekali, telah mempertaruhkan nyawanya, untuk melindunginya.

   Dalam pada itu, untuk sementara, Ki Wastu tetap berada di rumah Mahendra.

   Ia menunggu mungkin sesuatu akan terjadi di Kediri atau di Singasari.

   Namun sementara itu, Ki Wastupun telah memikirkan saudara seperguruannya.

   Sumber kebencian guru PangeranKuda Padmadata kepada muridnya itu adalah karena saudara tua seperguruannya itu, sehingga kebencian itu lelah mengalir pula kepada Pangeran yang malang itu.

   Yang hampir saja menjadi korban.

   Namun ternyata bahwa yang berbicara, bukan saja dendam dan kebencian, tetapi juga nafsu dan ketamakan atas harta benda Pangeran yang kaya raya itu.

   "Ki Mahendra"

   Berkata Ki Wastu pada suatu saat "aku merasa kurang lengkap, jika persoalan ini tidak aku sampaikan kepada kakak seperguruanku, yang kemudian aku anggap sebagai pengganti guruku.

   Ia adalah sumber dari kebencian Ki Dukut Pakering, guru Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Jika ia mengetahui persoalan ini, mungkin ia akan dapat ikut memecahkannya.

   Dengan demikian kecemasan kecurigaan dan keragu-raguan ini akan dapat segera diatasi"

   Mahendra mengangguk-angguk. Iapun sependapat dengan Ki Wastu. Namun demikian, ia masih bertanya "

   Tetapi Ki Wastu, apakah dalam waktu dekat, saudara seperguruan Ki Wastu itu perlu diberi tahu? Atau justru apabila segala sudah selesai, sehingga tidak perlu melibatkannya ke dalam kegelisahan pula"

   Mungkin juga demikian. Tetapi jika ia sudah mengetahuinya, maka ia akan dapat ikut mengambil sikap "

   Bertanya Ki Wastu "

   Bahkan mungkin ia akan dapat memberikan jalan penyelesaian"

   Mahendra masih mengangguk-angguk. Lalu katanya "Jika demikian, apakah yang sebaiknya kita lakukan?"

   Ki Mahendra"

   Berkata Ki Wastu kemudian "

   Aku kira tidak ada jalan lain kecuali, aku harus menemuinya di padepokannya. Menyampaikan segala persoalan yangberkembang atas anak perempuanku, sehingga berakhir dengan kematian Pangeran Kuda Rukmasanti"

   "Perjalanan itu tetap cukup jauh Ki Wastu. Apakah Ki Wastu akan menempuh perjalanan itu sendiri"

   "Aku kira aku tidak berkeberatan untuk menempuh perjalanan itu sendiri. Meskipun mungkin aku kembali bersama dengan saudara seperguruanku itu"

   Sahut Ki Wastu kemudian.

   Mungkin ada kawan lain yang dapat pergi bersama! Ki Wastu"

   Berkata Mahendra "

   Jika Ki Wastu mau singgah di Kediri, meskipun barangkali akan bertambah sedikit jauh, namun Mahisa Bungalan akan dapat menemanimu"

   Ki Wastu mengerutkan keningnya. Ia telah mengenal anak muda yang bernama Mahisa Bungalan. Ia telah mengetahui tingkat kemampuan anak muda itu. Bahkan ternyata Mahisa Bungalan telah berhasil mengalahkan Pangeran Kuda Rukmasanti.

   "Tetapi apakah ia masih bersedia mengorbankan waktunya untuk kepentingan orang yang tidak mempunyai sangkut paut sama sekali dengan anak muda itu?"

   Bertanya Ki Wastu, lalu "

   Kami bukan sanak bukan kadang.

   Kamipun tidak mempunyai hubungan perguruan.

   Adalah karena sikap yang luhur sajalah, maka angger Mahisa Bungalan, dan bahkan kemudian seluruh keluarganya, termasuk ayah dan paman-pamannya, telah terlibat pula ke dalam persoalan ini"

   Mahendra tersenyum. Katanya "

   Ki Wastu.

   Memang seharusnya Mahisa Bungalan sudah dipanggil oleh Sang Maha Prabu di Singasari untuk memasuki lingkungan keprajuritan.

   Tetapi agaknya Mahisa Bungalan ingin melengkapi pengalamannya lebih dahulu.

   Jika ia sudah berada didalam lingkungan keprajuritan, maka ia adalahseorang prajurit yang tidak dapat pergi kemana saja sesuai dengan keinginannya.

   Karena itu, untuk sementara ia masih mohon waktu, agar ia diperkenankan melengkapi bekalnya sebelum ia memasuki tugas-tugas yang berat dari seorang prajurit di Singasari yang besar ini"

   Ki Wastu menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya kemudian "

   Tetapi untuk mencari pengalaman, seharusnya angger Mahisa Bungalan tidak terlalu dekat berjalan menyentuh bahaya. Mungkin ia ingin melihat kota-kota lain dan tata kehidupan yang lebih lengkap. Tetapi tidak bermain-main dengan nyawanya"

   "Sentuhan-sentuhan pada bahaya yang gawat itulah yang diinginkannya, meskipun aku harus berdoa siang dan malam, agar'ia selalu mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa"

   Ki Wastu mengangguk-angguk. Katanya "

   Aku menyadari bahwa aku sedang berbicara dengan ayah seorang anak muda yang bernama Mahisa Bungalan.

   Akupun sadar, bahwa pembicaraan ini sekaligus merangkum pengertian, bahwa Ki Mahendra tidak berkeberatan sama sekali jika aku menawarkan kepada angger Mahisa Bungalan, apakah ia bersedia untuk ikut bersamaku, pergi ke padepokan saudara seperguruanku itu"

   "Ki Wastu benar. Justru aku masih ingin memberikan kesempatan kepada anakku. Mudah-mudahan dengan tugas tugas ini menjadi puas dan segera bersedia memasuki lingkungan keprajuritan yang sudah lama tersedia baginya"

   Berkata Mahendra.

   Dengan demikian, maka keduanyapun telah sepakat, bahwa Ki Wastu akan memberitahukan segala yang telah terjadi kepada saudara seperguruannya, yang menjadi pusat dendam Ki Dukut Pakering, sehingga akibatnya telahmenyentifh Pangeran Kuda Padmadata, muridnya sendiri.

   Sehingga hampir saja hidupnya telah dikorbankan.

   Sementara itu Ki Wastupun akan singgah pula di Kediri untuk menyampaikan maksudnya kepada Mahisa Bungalan, apabila ia tidak berkeberatan untuk ikut serta dalam perjalanan yang agak panjang.

   -oo0dw0oo-

   Jilid 12 PERJALANAN ke Kediri itu sendiri sudah merupakan perjalanan yang cukup jauh.

   Namun ternyata bahwa Ki Wastu pun seorang perantau yang berpengalaman pula.

   Karena itulah, maka meskipun perjalanan itu cukup jauh dan ditempuhnya seorang diri, namun ia sama sekali tidak menjadi segan karenanya.

   Apabila perjalanan itu adalah perjalanan yang dianggapnya sangat penting.

   Mahisa Pukat dan Mahisa Murti ternyata merengek pula untuk dapat ikut dalam perjalanan itu.

   Di Kediri mereka akan bertemu dengan kakaknya dan dengan paman- pamannya.

   Tetapi Mahendra melarangnya.

   Ia masih belum sampai hati melepaskan kedua anak yang masih sangat muda itu.

   meskipun mereka pun telah dibekalinya dengan ilmu kanuragan.

   Ketika Ki Wastu telah berada di Kediri pula, maka ia pun segera menawarkan maksudnya kepada Bungalan seperti yang dikatakan oleh Mahendra.

   Ternyata dengan serta merta Mahisa Bungalan telah menerimanya, meskipun ia sadar, bahwa perjalanan itu adalah perjalanan yang berat, yang mungkin akan mengalami akibat yang gawat pula.Tetapi seperti yang dikatakan oleh ayahnya, maka ia ingin melengkapi pengalamannya sebelum ia memasuki tugas-tugas keprajuritan.

   Ternyata Mahisa Agni dan Witantra pun tidak berkeberatan.

   Dengan beberapa pesan, maka mereka pun telah melepaskan Mahisa Bungalan untuk pergi bersama Ki Wastu.

   "Berhati-hatilah"

   Pesan Pangeran Kuda Padmadata.

   "guruku adalah seorang yang memiliki ilmu yang luar biasa"

   "Mudah-mudahan kami tidak bertemu Pengeran"

   Berkata Ki Wastu.

   Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk lemah.

   Tetapi sebenarnyalah bahwa ia menjadi cemas.

   Jika di dalam perjalanan itu mereka bertemu dengen Ki Dukut Pakering, yang mungkin masih disertai satu dua pengikutnya, maka keduanya akan mengalamai nasib yeng kurang baik.

   Tetapi Ki Wastu dan Mahisa Bungalan bukannya orang yang tidak berilmu.

   Keduanya adalah orang-orang yang memiliki kemampuan yang harus diperhitungkan pula.

   Demikianlah, maka kemudian Ki Wastu dan Mahisa Bungalan itu pun meninggalkan Kediri, manuju ke sebuah padepokan kecil yang agak jauh dari kota.

   Mereka harus berkuda melalui daerah pegunungan.

   Dan mereka pun harus bermalam sampai dua malam di perjalanan.

   Tetapi keduanya sudah memiliki pengalaman perantauan.

   Karena itu perjalanan mereka, bukannya persoalan lagi.

   Perjalanan yang demikian sudah terlalu sering mereka lakukan, meskipun sesuai dengan jalur masing-masing.

   Bahkan pada permulaan perjalanan itu.Mahisa Bungalan telah mendapatkan kesegaran baru di dalam dirinya, Ketika ia memasuki daerah yang berlembah kehijau-hijauan di-atas tanah berpadas yang kemerah- merahan.

   Mahisa Bungalan telah pernah menempuh perjalanan jauh.

   Berkuda, bahkan berjalan kaki.

   Namun ia tidak jemu- jamunya mengagumi alam yang cantik meskipun tidak terlalu ramah.

   Sekali-sekali kuda-kuda mereka berjalan dengan hati-hati menuruni tebing.

   Namun kemudian berlari di lembah- lembah yang hijau menyusuri jalan yang rata.

   Agaknya jalur jalan antara padukuhan telah menjadi semakin ramai dilalui orang.

   Kadang-kadang mereka bertemu dengan pedati yang merangkak dengan lambannya.

   Namun kadang kadang mereka pun berpapasan dengan kuda yang berpacu dengan tergesa-gesa.

   Tetapi mereka tidak selalu berjalan melalui jalan yang rata.

   Sekali-sekali mereka harus menempuh jalan sempit yang melintasi.

   Agaknya Ki Wastu sudah pernah menempuh perjalanan serupa sebelumnya.

   Ia pernah melintas dari Kediri sampai ke padepokan saudara seperguruannya itu.

   Bahkan akhirnya Mahisa Bungalan bertanya.

   "Apakah Ki Wastu sudah mengenal jalan yang akan kita tempuh?"

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tentu ngger. Aku memang pernah pergi ke Kediri pada saat-saat Pangeran Kuda Padmadata masih belum dicengkam oleh bayangan kekuasaan gurunya. Aku pernah melintasi jalan ini, dan agaknya aku masih dapat mengingat beberapa cirinya. Maskipun kadang-kadang aku menjadi ragu-ragu. Tetapi agaknya jalan yang kita tempuh sekarang adalah jalan yang benar"

   Jawab Ki Wastu.Mahisa Bungalan mengangguk-angguk.

   Bahkan seandainya jalan itu adalah jalan yang salah sekalipun, maka mereka berdua tentu akan dapat menemukan padepokan yang mereka cari.

   Di malam pertama, keduanya harus bermalam di lereng sebuah bukit.

   Mereka tidak berusaha untuk sampai ke padukuhan dan mohon agar diperkenankan untuk bermalam di banjar.

   Agaknya sebuah lekuk di lereng bukit, telah dapat mereka pergunakan untuk beristirahat.

   Apalagi tidak jauh dari lekuk itu terdapat sebuah mata air yang meskipun hanya kecil saja, tetapi sudah cukup untuk memberi kuda mereka minum.

   Sementara rerumputan yang hijau di sekitarnya dapat memberi makan kuda-kuda mereka sekenyang-kenyangnya.

   Meskipun tidak saling berjanji, namun kedua-duanya seakan-akan sudah saling bersetuju untuk tidur bergantian.

   Yang mula-mula tidur adalah Mahisa Bungalan.

   Baru ketika Mahisa Bungalan terjaga, maka Ki Wastu lah yang merebahkan dirinya di atas batu-batu padas.

   Tetapi keduanya terkejut ketika mereka mendengar kuda mereka meringkik.

   Dengan sigapnya Mahisa Bungalan dan Ki Wastu bangkit dan meloncat keluar dari lekuk lereng gunung.

   Tetapi mereka tidak melihat seseorang "Tetapi seekor binatang buas"

   Berkata Ki Wastu.

   "di lereng bukit ini, sering terdapat binatang buas yang barangkali terpaksa keluar dari hutan sebelah karena mereka tidak mendapat makan. Mungkin mereka tidak lagi dapat mengintai dan kemudian menerkam seekor kijang. Bahkan kelinci-kelinci pun telah lari bersembunyi sejak petang hari"Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia pun percaya bahwa kuda-kuda mereka agaknya telah mencium bau binatang buas di sekitarnya. Karena itu, maka Mahisa Bungalan pun kemudian tidak lagi berada di dalam lekuk lereng bukit. Betapapun terasa dingin menyentuh kulitnya, tetapi ia tidak akan menunggu sampai seekor harimau meloncat menerkam kudanya. Meskipun mungkin ia akan dapat mengusirnya, tetapi jika kudanya telah terluka, maka akibatnya akan dapat menyulitkannya. Ki Wastu yang baru sempat beristirahat sejenak itu pun kemudian berbaring di luar lekuk bukit itu. Ia pun tidak sampai hati membiarkan kuda mereka ketakutan. Sekali-sekali mereka masih mendengar kuda mereka meringkik dengan gelisahnya. Namun Mahisa Bungalan pun kemudian membelai surinya dan menenangkannya. Kedua ekor kuda itu seakan-akan mengerti, bahwa keduanya berada dibawah perlindungan tuannya. Karena itu, maka kuda-kuda itu pun menjadi tenang dan tidak lagi meringkik ketakutan. Ketika fajar menyingsing, maka barulah kedua orang itu yakin, bahwa sebenarnyalah seekor harimau telah mendekati tempat itu. Mereka dapat melihat jejak kaki harimau itu di sekitar mata air tidak terlalu jauh dari tempat mereka bermalam.

   "Agaknya harimau itu sedang haus"

   Gumam Ki Wastu.

   "dan ternyata mata air ini adalah mata air yang terdekat dari hutan itu"

   "Ah"

   Sahut Mahisa Bungalan.

   "tentu di hutan itu ada juga mata air"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "bahkan di bawah pohon-pohon raksasa itu biasanya terdapat belumbang meskipun kecil"Ki Wastu mengangguk-angguk. Tetapi adalah satu, kenyataan, bahwa di sekitar mata air itu terdapat jejak harimau. Namun Ki Wastu pun mengangguk-angguk ketika Mahisa Bungalan berkata.

   "Mungkin bau kuda-kuda itu tercium oleh seekor harimau. Ketika harimau itu mendekat, maka dijumpainya mata air itu"

   Demikianlah setelah berbenah diri, maka keduanya pun segera melanjutkan perjalanan.

   Perjalanan mereka masih cukup jauh.

   Dan mereka pun masih harus bermalam di perjalanan.

   Tetapi pada malam kedua, mereka tidak bermalam di lereng bukit, atau di tengah-tengah hutan.

   Tetapi keduanya memilih untuk bermalam di sebuah padukuhan.

   Dengan senang hati Ki Buyut memberikan tempat bagi mereka di banjar padukuhan.

   Berbeda dengan saat-saat mereka bermalam di lekuk sebuah lereng bukit.

   Di banjar, mereka dapat bermalam dengan tenang, karena di banjar itu pula, beberapa orang anak muda berkumpul.

   Bahkan mereka berdua telah dijamu pula oleh Ki Buyut dengan makan dan minum secukupnya.

   Demikianlah, dipagi hari berikutnya, Ki Wastu dan Mahisa Bungalan meninggalkan padukuhan itu dengan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada Ki Buyut dan isi padukuhan itu yang telah memberikan tempat bermalam bagi mereka.

   Dalam pada itu, perjalanan Ki Wastu dan Mahisa Bungalan pun manjadi semakin dekat dengan tujuan.

   Sebuah padepokan kecil yang terpencil, seolah-olah dengan sangaja memisahkan diri dari tata hubungan kehidupan sesama."Itu adalah padepokan Pucang Wungu"

   Berkata Ki Wastu kepada Mahisa Bungalan ketika mereka menuruni bukit kecil, menghadap ke sebuah lembah yg subur. Sebuah padukuhan kecil terletak di tengah tengah bulak, dihubungkan dengan sebuah jalur jalan duri jalan yang mereka lalui.

   "Itukah padepokan yang kita tuju?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Ya. Ternyata aku masih dapat menemukannya meskipun sudah cukup lama aku tidak mengunjunginya"

   Desis Ki Wastu.

   "Apakah sudah lama sekali?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Sebetulnya juga belum. Tetapi karena aku telah terlibat dalam persoalan yang merampas segenap perhatianku, maka rasa-rasanya aku sudah lama sekali terpisah dari sanak kadang"

   Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Dengan nada berat ia berdesis.

   "Padepokan yang sejuk. Tetapi kedatangan kita akan membawa udara yang panas bagi penghuninya"

   "Apaboleh buat"

   Berkata Ki Wastu.

   "agaknya itu lebih baik daripada tiba-tiba saja padepokan itu menjadi terbakar hangus"

   Mahisa Bungalan tidak menjawab.

   Namun ia benar- benar merasa, betapa padepokan itu merupakan tempat yang tenang dan tenteram.

   Demikianlah maka kedua orang itu pun semakin lama menjadi semakin dekat.

   Perlahan-lahan mereka menuruni tebing bukit kecil itu menuju ke padepokan yang disebut padepokan Pucang Wungu.Kedatangan Ki Wastu memang telah mengejutkan penghuninya.

   Seorang yang rambutnya telah memutih, namun yang tubuhnya masih nampak sigap dan tangkas, dengan tergesa-gesa telah mendatanginya.

   "Kau Wastu"

   Desisnya. Ki Wastu mengangguk hormat. Dengan suara bergetar ia berkata.

   "Aku telah datang lagi ke padepokan yang tenang dan damai ini kakang"

   "Marilah Wastu. Marilah. Naiklah ke pendapa. He, siapakah anak muda itu? Muridmu?"

   Bertanya saudara seperguruan Ki Wastu itu.

   "Ah, bukan kakang. Sama sekali bukan. Ia adalah seorang anak muda yang mumpuni. Yang memiliki ilmu yang lebih baik dari anak muda yang manapun"

   Jawab Ki Wastu.

   "Ah"

   Sahut Mahisa Bungalan.

   "tentu tidak. Ki Wastu selalu memuji. Tetapi dengan demikian, aku akan kehilangan kenyataan tempat berpijak jika aku benar-benar merasa diriku terlalu besar"

   "Siapakah namamu ngger?"

   Bertanya saudara seperguruan Ki Wastu.

   "Namaku Mahisa Bungalan"

   Jawab Mahisa Bungalan, lalu.

   "dengan sebutan apakah jika aku memanggil kakek?"

   Orang tua berambut putih itu mengerutkan keningnya. Namun Ki Wastu tertawa sambil berkata.

   "Ia juga memanggilku kakek ketika kami pertama kali bertemu"

   Orang berambut putih itupun tertawa. Lalu jawabnya.

   "Panggil aku Ki Kasang Jati"Mahisa Bungalan mengangguk sambil menyahut.

   "Terima kasih. Dengan demikian, aku tidak lagi akan memanggil kakek"

   Orang tua itu tersenyum. Sekali lagi ia mempersilahkan.

   "Marilah, naiklah ke pendapa"

   Mereka pun kemudian duduk di pendapa. Beberapa saat Ki Wastu dan Ki Kasang Jati saling menanyakan keselamatan masing-masing. Kemudian dengan nada penuh harap ia berkata.

   "Bukankah kau akan tinggal di padepokan ini untuk beberapa lama?"

   Ki Wastu mengangguk. Meskipun terasa keragu- raguannya, namun ia menjawab.

   "Ya kakang. Aku berada di padepokanmu untuk beberapa lamanya"

   "Baiklah. Baiklah. Jika demikian aku tidak akan bertanya keperluanmu datang ke padepokan ini. Tentu kau hanya sekedar ingin menengok aku"

   Berkata Ki Kasang Jati.

   "Ya. Aku hanya ingin sekedar bertamu. Sudah lama aku tidak berkunjung kemari. Bagiku, kakang adalah pengganti guru yang sudah tidak ada lagi"

   "Ah, kau memang suka mumuji. Setelah unak muda itu, maka sekarang kau memuji aku. Mungkin aku dapat kau anggap sebagai pengganti guru, karena ketuaanku. Karena aku sudah terlalu lama hidup sehingga umurku pun semakin bertambah-tambah. Tetapi dalam hal ilmu, kita hampir tidak ada bedanya"

   "Mungkin aku memang memuji. Tetapi kakang senang merendahkan diri seperti anuk muda ini pula. Mereka pun tertawa. Pertemuan itu nampaknya benar benar memberikan kesan kegembiraan setelah cukup lama mereka berpisah.Ki Wastu pun ternyata tidak tergesa-gesa menyampaikan maksudnya. Ia berada di padepokan itu bersama Mahisa Bungalan. Di hari pertama, sudah terasa, betapa tenangnya hidup di padepokan itu. Beberapa orang cantrik bekerja dengan rajin dan gembira. Tanaman pohon buah-buahan mereka pun nampak subur dan rimbun. Buahnya bergayutan seoleh-olah akan mamatahkan ranting dan dahan-dahannya. Namun demikian, Ki Wastu yang gelisah oleh beban perasaannya, merasa masih, belum lapang dadanya, jika ia belum mengatakan keperluannya datang ke padepokan itu. Karena itulah, maka pada hari kedua, ketika mereka duduk di pendapa bersama Mahisa Bungalan, Ki Wastu berniat untuk menyampaikan.

   "Apapun tanggapan kakang Kasang Jati"

   Berkata Ki Wastu di dalam hatinya. Lalu.

   "Namun aku tidak akan dapat menyembunyikannya lebih lama lagi. Bukan saja karena kegelisahan perasaanku, namun ada kemungkinan lain yang dapat terjadi dengan tiba-tiba di padepokan ini"

   Karena itu, maka Ki Wastupun kemudiun bertekad untuk segera menyampaikan keperluannya. Sebelum justru guru Pangeran Kuda Padmadata lah yang telah mendahului. Dengan agak ragu-ragu, maka Ki Wastu pun kemudian berkata.

   "Kakang, sebenarnyalah bahwa kedatanganku kemari, selain berkunjung karena sudah terlalu lama aku tidak datang kemari, juga membawa pesan yang barangkali penting bagi kakang"

   Ki Kasang Jati tersenyum. Katanya.

   "Aku sudah mengira, bahwa kau tentu mempunyai keperluan, jika tidak, kau tentu sudah melupakan orang tua yang tidak berharga ini""Ah, jangan begitu kakang"

   Jawab Ki Wastu.

   "kakang adalah orang tuaku, guruku dan tempat aku bersandar"

   "Kau sudah memuji lagi. Tetapi baiklah. Katakan, apakah keperluanmu?"

   Ki Wastu beringsut sejenak. Kemudian katanya.

   "Apa kah kakang masih ingat kepada Pangeran Kuda Padmadata"

   Orang tua itu mengerutkan keningnya, sementara, Ki Wastu menjelaskan.

   "Pangeran yang pernah mengambil anak perempuanku menjadi isterinya"

   "O, tentu. Aku ingat. Nah, bagaimana kabarnya Pangeran itu sekarang?"

   Bertanya Ki Kasang Jati.

   "Dan apakah kakang mengetahui bahwa Pangeran Kuda Padmadata itu murid Ki Dukut Pakering"

   Bertanya Ki Wastu pula. Ki kasang Jati menarik nafas dalam-dalam. Katanya.

   "Ya. Aku sudah mengetahuinya. Ia adalah murid Ki Dukut Pakering"

   "Dan kakang masih ingat, hubungan yang buruk antara kakang dan Ki Dukut Pakering itu?"

   Bertanya Ki Wastu pula.

   "Aku berusaha untuk melupakannya. Apakah arti permusuhan diantara orang tua-tua. yang pada saat yang pendek akan segera kembali kepada penciptanya"

   Jawab Ki Kasang Jati.

   Dada Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar.

   Ternyata tanggapan Ki Kasang Jati dan Ki Dukut Pakering agak bertentangan terhadap masa-masa lampau mereka.

   Agaknya Ki Dukut masih selalu mengingat permusuhan yang tajam sejak masa jauh sebelum mereka menjadi tua.Sedangkan Ki Kasang Jati telah berusaha untuk melupakannya.

   Sejenak Ki Wastu termangu-mangu.

   Bahkan kebimbangan yang sangat telah mencekam jantungnya.

   Tetapi kemudian ia bertekad untuk segera menyampaikannya, justru karena sikap Ki Kasang Jati.

   Jika orang tua itu tidak mengetahui sikap sebenarnya dari Ki Dukut, maka mungkin sekali pada suatu saat ia akan dihadapkan pada keadaan yang sangat membingungkan.

   Karena itu, maka Ki Wastu pun kemudian berkata.

   "Kakang, kedatanganku kemari agaknya ada hubungannya dengan kedua orang murid dan guru itu"

   "Kenapa dengan mereka?"

   Bertanya Ki Kasang dengan kerut-merut di kening. Keragu-raguan masih nampak di wajah Ki Wastu. Sekilas ia memandang Mahisa Bungalan. Namun Mahisa Bungalan tidak memberikan kesan apapun kepadanya. Baru sejenak kemudian, Ki Wastu itupun berkata.

   "Kakang, mungkin terkejut mendengar ceriteraku. Tetapi sebenarnyalah bahwa aku tidak berbohong. Anak muda ini akan dapat menjadi saksi"

   "Katakanlah"

   Desis Ki Kasang Jati.

   Ki Wastu bergeser lagi setapak.

   Kemudian dengan bahasa yang patah-patah iapun menceriterakan, apa yang diketahuinya tentang Ki Dukut Pakering serta sikapnya terhadap Pangeran Kuda Padmadata.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ki Kasang Jati mendengarkan ceritera itu dengan saksama.

   Setiap kali nampak kerut-merut dikeningnya.

   Bahkan kadang-kadang wajah itu menjadi sangat tegang.Namun ketika Ki Wastu selesai dengan ceriteranya, maka Ki Kasang itu berkata.

   "Wastu. apakah kau bukan sekedar salah paham menanggapi peristwa itu? Darimana kau mengetahui bahwa Ki Dukut sudah bersikap demikian buruknya"

   "Aku mendengar sebagian dari Pangeran Kuda Padmadata"

   Jawab Ki Wastu.

   "Dan kau mempercayainya begitu suja? Mungkin sebagian ceriteranya adalah benar, tetapi mungkin sebagian lagi hanyalah untuk mendukung ceritera yang sebenarnya itu"

   "Tidak kakang. Bertanyalah kepada anak muda ini. Untunglah bahwa aku bersedia singgah di Kediri untuk membawanya serta. Jika tidak, mungkin aku sama sekali tidak mempunyai saksi untuk menyatakan kebenaran dari ceriteraku"

   Ki Kasang mengerutkan keningnya. Kemudian iapun bertanya.

   "Apakah benar ngger. Apa saja yang kau ketahui tentang Ki Dukut Pakering?"

   "Maaf Ki Kasang Jati"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "aku tidak tahu apapun juga tentang Ki Dukut Pakering. Tetapi aku mangetahui serba sedikit kebenaran ceritera Ki Wastu. Aku tahu bagaimana anak perempuannya mengalami perlakuan yang keji. Aku tahu bagaimana Ki Dukut telah membuat jaring-jaring yang sangat rapat. Dan aku tahu, apa yang dialami Pangeran Kuda Padmadata itu di istananya sendiri, karena paman Mahisa Agni telah mengabdi di istana itu pula"

   "Dengan demikian, maka kalian sampai pada kesimpulan, bahwa yang berbuat demikian itu adalah Ki Dukut Pakering?"

   Bertanya Ki Kasang."Kakang"

   Berkata Ki Wastu.

   "puteri yang ikut menjadi alat pemerasan itulah yang mula-mula mengatakannya. Kemudian diperkuat dengan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh Pangeran Kuda Padmadata. Sehingga karena itu, maka aku percaya, bahwa sumber malapetaka itu adalah Ki Dukut Pakering. Namun selebihnya dari dendamnya yang tersimpan, iapun telah didorong oleh ketamakannya melihat kekayaan Pangeran Kuda Padmadata itu melimpah, yang kelak akan jatuh ke tangan orang yang dibencinya. Ki Kasang Jati menarik nafas dalam-dalam, wajahnya menjadi muram. Dengan nada dalam, iapun kemudian berkata.

   "Jika demikian, maka akulah yang paling bersalah sehingga anak perempuanmu itu mengalami nasib yang sangat buruk. Bahkan hampir saja merampas jiwanya"

   "Tidak. Bukan maksudku menyalahkan kakang."

   Potong Ki Wastu dengan serta merta.

   "aku hanya mengatakan, bahwa kebencian Ki Dukut terhadap kakang Kasang telah mempengaruhi caranya berpikir menanggapi keadaan muridnya. Tetapi sudah barang tentu ada pengaruh lain yang harus diperhitungkan. Tentu adik Pangeran Kuda Padmadata itu pun mula-mula terkejut dan tidak mau melihat kenyataan bahwa kakaknya telah kawin dengan seorang pidak pedarakan. Kekecewaan ini bertemu dengan keangkuhan, ketamakan dan kedengkian."

   Ki Kasang Jati mengangguk-angguk. Katanya kemudian hampir kepada diri sendiri.

   "Aku tidak mengira, bahwa permusuhan yang sudah aku usahakan untuk melupakan itu, masih saja berakibat buruk. Bukan atas diriku sendiri, tetapi atas orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah."

   "Kakang"

   Bertanya Ki Wastu kemudian.

   "sebaiknya kakang tidak usah menyesali diri sendiri. Kini anakku telah bebas, dan bahkan mendapat perlindungan yang sangat baikdi Istana Singasari, diawasi oleh Ki Mahendra, ayah angger Mahisa Bungalan ini."

   Ki Wastu berhenti sejenak, lalu.

   "kedatanganku kakang, sebenarnya hanyalah ingin memberikan isyarat kepada kakang."

   "Terima kasih"

   Jawab Ki Kasang Jati. Lalu.

   "Aku mengerti. Kegagalan Ki Dukut atas rencananya yang menyangkut muridnya, dan kegagalannya menyingkirkan puteri itu, mungkin akan menumbuhkan rencananya yang lain. Sasarannya adalah aku."

   "Ya, ya kakang. Aku memang ingin mengatakan demikian."

   "Terima kasih Wastu"

   Desis Ki Kasang Jati.

   "aku sudah tua. Aku kira aku sudah tidak pantas lagi turun ke dalam arena perselisihan apapun sebabnya. Karena itu, jika Ki Dukut datang, biarkan ia mendapatkan apa yang dicarinya. Jika ia ingin melepaskan dendamnya, biarlah ia melakukannya."

   "Aku sudah mengira"

   Berkata Ki Wastu.

   "Kakang adalah orang yang baik, murah hati dan barangkali seorang yang tidak banyak menghiraukan nasibnya sendiri."

   Tetapi, di samping itu kakang pun harus bertindak adil.

   Adil terhadap diri sendiri dan adil terhadap hubungan kakang dengan orang lain.

   Jika kakang membiarkan dendam itu membakar diri kakang, itu sama sekali bukan sikap yang adil.

   Kakang sudah membiarkan kejahatan berlaku atas seseorang, meskipun seseorang itu kakang sendiri.

   Tetapi mungkin kejahatan itu akan menjalar terhadap orang lain yang lebih buruk lagi, apabila orang itu sama sekali tidak tahu menahu.

   Ki Kasang Jati mengerutkan keningnya. Namun iapun kemudian berkata.

   "Kau pandai memaksa aku untuk berpikir Wastu. Tetapi dengan melepaskan dendamnyakepadaku, maka aku kira ia sudah puas. Ia tidak akan lagi mencari sasaran yang lain."

   "Tetapi dendamnya telah berkembang dengan ketamakan dan kedengkian. Ia tidak akan puas dengan pelepasan dendamnya yang lama saja. Ia kini tentu mendendam Pangeran Kuda Padmadata pula, serta keinginannya untuk menguasai harta bendanya tentu tidak akan dapat segera dilupakannya."

   Ki Kasang Jati menarik nafas dalam-dalam.

   Sejenak ia merenungi keadaannya.

   Sekilas terbayang, apa yang pernah terjadi, sehingga dendam telah menyala antara dirinya dengan orang yang bernama Ki Dukut Pakering.

   Ki Kasang Jati sama sekali tidak mengira, bahwa dendam itu justru akan membakar anak perempuan dari adik seperguruannya, sehingga hampir saja perempuan itu menjadi hangus bersama anak laki lakinya.

   Bahkan Pangeran Kuda Padmadata sendiri, hampir saja menjadi korban pula.

   Kini nampaknya, kegagalan kegagalan itu telah menggiring Ki Dukut Pakering untuk menemukan sasarannya yang semula meskipun hanya sekedar untuk melepaskan amukan kekecewaan dan kebencian.

   "Tetapi apakah benar, bahwa dendam itu akan terhenti sampai pada pelepasan atas diriku?"

   Bertanya Ki Kasang Jati kepada diri sendiri. Tetapi, pertanyaan itu telah membuka pertimbangan pertimbangannya yang lain. Justru itulah, yang dikehendaki oleh Ki Wastu, agar kejahatan yang membakar perasaan Ki Dukut Pakering itu tidak menjalar.

   "Wastu,"

   Berkata Ki Kasang Jati kemudian.

   "aku mengerti maksudmu. Tetapi apakah kata orang, jika orang- orang tua yang sudah berusaha untuk mendekatkan diri kepada asalnya, kepada Sangkan Paraning Dumadi inimasih harus berselisih dan bahkan mungkin masih harus mempergunakan kekerasan pula"

   "Kakang"

   Jawab Ki Wastu.

   "mungkin aku adalah orang yang lebih kasar dari Kakang. Aku sudah bertempur mempertahankan anak perempuanku. Bahkan angger Mahisa Bungalan ini serta ayah dan paman-pamannya telah mempergunakan pula untuk mencegah menjalarnya kejahatan"

   "Mereka adalah orang-orang yang memang mempunyai kewajiban sebagai seorang Kesatria. Apalagi mereka adalah orang-orang yang berada dalam lingkungan keprajuritan"

   "Tetapi apakah menurut pendapat kakang, membiarkan kejahatan itu terjadi, juga termasuk kebajikan? Juga termasuk jalan menuju ke Sangkan Paranging Dumadi? Apakah dengan demikian kakang sudah menunaikan tugas pengabdian kakang justru karena kakang mendapatkan kurnia kelebihan dalam olah kanuragan?"

   Bertanya Ki Wastu.

   "Wastu"

   Berkata Ki Kasang Jati.

   "sejak dahulu aku selalu merasa terdesak apabila aku harus berbantah dengan kau. Tetapi biarlah aku mengakuinya. Aku memang harus mendengarkan pendapatmu. Aku akan mencoba mempertimbangkannya"

   "Kakang masih akan mempertimbangkannya?"

   Berkata Ki Wastu. Ki Kasang Jati menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada datar ia berkata.

   "Kau selalu saja mendesak, Wastu. Baiklah. Baiklah. Aku tidak akan mempertimbangkannya lagi. Aku akan berbuat sesuatu untuk menjaga diri"

   Ki Wastu menundukkan kepalanya. Katanya dengan nada dalam, hampir kepada diri sendiri.

   "Maaf kakang.Sebenarnya aku hanya didorong oleh kecemasanku, bahwa sesuatu telah terjadi atas kakang dan padepokan ini, tanpa ngetahuinya lebih dahulu"

   Aku mengerti maksudmu Wastu"

   Desis Ki Kasang Jati. Ki Wastu tidak menyahut lagi. Tetapi kepalanya masih tertunduk. Sementara itu, Mahisa Bungalan hanya dapat mendengarkan percakapan dua orang kakak beradik seperguruan itu. Dalam pada itu, Ki Kasang Jati pun kemudian berkata.

   "Wastu, dengan demikian, maka aku justru minta agar kau tetap tinggal di sini untuk sementara. Mungkin yang kau katakan itu segera terjadi, sehingga kau sempat menyaksikannya. Mungkin kau akan dapat menemukan jalan keluar jika sebenarnyalah seperti yang kau katakan. Apalagi jika Ki Dukut membawa orang-orang lain yang sebenarnya tidak bersangkut paut dengan padepokan ini"

   "Baiklah kakang, aku akan tinggal di sini untuk beberapa saat. Tetapi tentu tidak terlalu lama. Di Singasari anak perempuan dan cucuku tentu selalu menunggu, kapan mereka mendapat kesempatan untuk keluar dari lingkungan istana yang kurang dimengertinya. Meskipun ia mendapat perlindungan sebaik-baiknya, tentu ia akan lebih kerasan tinggal di luar lingkungan istana"

   Ki Kasang Jati mengangguk. Jawabnya.

   "Jika yang kau perhitungkan itu benar-benar akan terjadi, maka tentu tidak akan terlalu lama lagi hal itu akan terjadi"

   Dengan demikian, maka Ki Wastu dan Mahisa Bungalan masih tetap akan tinggal beberapa lama di padepokan kecil yang tenang itu.

   Namun yang karena kedatangan mereka, telah menjadi goncang.

   Meskipun Ki Kasang Jati sama sekali tidak memberitahukan apapun kepada cantrik-cantriknya, namun suasana itu nampaknya terasa oleh beberapa orang yang berada di padepokan itu pula.

   Namun agaknya, apa yang dikatakan oleh Ki Wastu itu benar-benar mulai membayangi padepokan kecil itu.

   Pada suatu sore ternyata salah seorang cantrik melaporkan kepada Ki Kasang Jati.

   "Ki Kasang Jati, ketika aku pulang dari sawah, aku melihat dua orang yang melintas di jalan sebelah. Beberapa saat lamanya mereka berhenti mengamati padepokan ini dari jarak yang tidak terlalu dekat. Keduanya tidak mengetahui, bahwa aku yang bekerja di sawah dan sedang berada di dalam gubug, adalah penghuni padepokan ini. Atau barangkali keduanya justru tidak melihat aku, karena aku sudah duduk di dalam gubug.

   "Apa salahnya"

   Bertanya Ki Kasang Jati.

   "mungkin keduanya sedang mencari seseorang, atau bahkan keduanya mamang mencari padepokan ini. Mungkin sanak kadangnya ada yang tinggal di padepokan ini, atau untuk keperluan yang lain"

   Cantrik itu mengangguk-angguk. Jawabnya.

   "Mungkin sekali. Aku tidak tahu, kenapa aku tiba-tiba saja telah mencurigainya"

   Ki Kasang Jati mengerutkan keningnya.

   Agaknya seperti yang dirasakannya, suasana di padepokannya memang sudah berubah karena kehadiran Ki Wastu dan Mahisa Bungalan.

   Namun iapun mengerti, bahwa Ki Wastu dan Mahisa Bungalan datang ke padepokan itu dengan maksud yang baik.

   Dengan demikian, maka Ki Kasang Jati memang harus mulai menyatakan sikapnya kepada para cantriknya.

   Ia tidak dapat membiarkan orang-orang yang tinggal di padepokan itu berteka-teki tanpa petunjuk arah sama sekali.Karena itu, maka pada hari berikutnya, Ki Kasang Jati telah memanggil dua orang Pututnya untuk diajak berbincang bersama Ki Wastu dan Mahisa Bungalan.

   Dengan hati-hati Ki Kasang Jati memberikan kemungkinan yang dapat terjadi di padepokan kecil itu.

   Sebenarnya ia sendiri sudah berusaha melupakan permusuhan yang sudah terlalu lama tanpa ujung pangkal itu.

   Namun pada suatu saat, ia memang harus melihat kenyataan, bahwa permusuhan itu belum padam sama sekali.

   Pada suatu saat, karena terpercik oleh peristiwa yang terjadi di Kediri, maka api yang telah tidak lagi berasap itu, bagaikan disiram dengan minyak.

   Kedua Putut itu pun mendengarkan keterangan Ki Kasang Jati dengan saksama.

   Mereka menarik nafas dalam dalam ketika Ki Kasang Jati berkata.

   "Tetapi semuanya itu adalah salahku. Betapa hatiku ternyata telah ternoda oleh sikapku sendiri. Jika padepokan ini dimaksudkan untuk menjauhkan diri dari segala macam kekasaran duniawi, maka aku masih juga mengajarkan olah kanuragan kepada kalian berdua. Ternyata pada suatu saat, seolah-olah kita semuanya telah dituntut untuk mampertanggung jawabkannya"

   Kedua Putut itu mengangguk-angguk.

   "Nah"

   Berkata Ki Kasang Jati kemudian.

   "bagaimanapun juga kita tidak akan dapat ingkar, bahwa salah satu dari sifat kita, adalah mempertahankan hidup kita. Karena itu, kita tidak bersalah jika kita bertahan di dalam lingkungan kita sendiri, jika ada pihak yang ingin merusak ketenangan padepokan ini"

   Kedua Putut itu masih mengangguk-angguk. Salah seorang dari mereka berkata.

   "Guru. Agaknya memang demikian. Kita berhak untuk mempertahankan diri,sebagaimana yang guru ajarkan. Seperti juga kita makan dan minum, agar kita akan tetap hidup"

   Ki Kasang Jati tersenyum. Katanya.

   "Baiklah, jika kau memang menempatkan pengertian itu pada keadaan yang kita hadapi sekarang. Cobalah sampaikan kepada kawan- kawanmu dengan hati-hati, agar mereka tidak salah paham dan menjadi sangat gelisah karenanya"

   "Ya guru. Aku akan mencoba. Tetapi sudah seharusnya kita bersiaga manghadapi kemungkinan yang betapapun pahitnya, yang memang jarang sekali terjadi atas padepokan ini"

   Jawab salah seorang Pututnya.

   Ki Kasang Jati menarik nafas dalam-dalam.

   Dua orang muridnya yang tertua itu dapat mengerti persoalannya dengan jelas.

   Tetapi beberapa orang cantrik yang lain, mungkin akan mempunyai tanggapan yang berbeda.

   Tetapi kedua orang Putut itu akan dapat mewakilinya.

   Mereka dalam hidup sehari-hari adalah satu dengan para cantrik, meskipun sebenarnya kedua orang Putut itu dapat juga disebut guru dari para cantrik yang lain.

   Namun setiap orang padepokan itu menganggap bahwa guru mereka adalah Ki Kasang Jati.

   Sementara para Putut Itu adalah saudara tua mereka.

   Demikianlah, padepokan kecil yang tenang itu benar- benar telah di panasi dengan ketegangan yang semakin memuncak.

   Ternyata cantrik-cantrik yang lain pun melaporkan bahwa mereka melihat orang-orang yang tidak dikenal dan mencurigakan di sekitar padepokan itu"

   "Baiklah"

   Berkata Ki Kasang Jati.

   "kalian harus menyadari, bahwa bukan Wastu dan angger Mahisa Bungalan inilah yang membawa ketegangan, di sini. Bahkan mereka telah mendahului datangnya ketegangan itu dengan memberitahukan kepada isi padepokan ini. Dengandemikian, maka datang atau tidak datang Wastu dan angger Mahisa Bungalan, kita akan menghadapi ketegangan ini dan sekaligus sentuhan yang kasar,"

   Ki Kasang Jati berhenti sejenak, lalu katanya kemudian.

   "tetapi ingat, kalian tidak perlu mengatakan, bahwa ada dua orang tamu di padepokan ini. Anggaplah Wastu dan angger Mahisa Bungalan sebagai keluarga sendiri. Sebut sajalah mereka sebagai saudara-saudara kalian"

   


Pendekar Cacad Karya Gu Long Pendekar Cacad Karya Gu Long Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL

Cari Blog Ini