Panasnya Bunga Mekar 18
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 18
Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja
Ki Dukut memang memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menempa kedua Pangeran kakak beradik itu, sehingga keduanya telah menjadi dua orang yang pilih tanding di antara para bangsawan di Kediri.
Namun dalam pada itu, Ki Dukut yang jarang sekali terbentur pada ilmu yang setingkat itu, terkejut ketika benturan-benturan ilmu kemudian meningkat semakin seru.
Ternyata orang Singasari yang bernama Witantra itu benar- benar memiliki bekal yang cukup untuk menghadapinya.
Bukan saja dalam ketrampilan dan kecepatan gerak, tetapi ketika ilmu mereka saling berbenturan, maka mereka pun saling menyadari, bahwa pertempuran yang terjadi itu adalah pertempuran yang akan berlangsung sangat seru.Meskipun pada benturan pertama keduanya masih belum mengerahkan segenap kemampuan mereka, namun setingkat demi setingkat ilmu merekapun segera berkembang.
Ki Dukut yang dibakar oleh dendam karena kegagalan- kegagalan yang pernah dialaminya itupun segera berusaha untuk menumpahkan segala sakit hatinya kepada orang yang bernama Witantra itu.
Setelah ia menyelesaikannya, maka Ki Dukut akan segera membunuh orang-orang lain, sehingga orang terakhir dari padepokan itupun akan dibantainya.
Tetapi ternyata bahwa ilmunya telah membentur kemampuan ilmu yang tidak mudah ditembusnya.
Witantra yang menjadi tegang juga mengalami tekanan orang yang bernama Ki Dukut dan menyebut dirmya Rajawali Penakluk itu, segera berusaha untuk menyesuaikan ilmunya.
Ia tidak dapat ingkar, bahwa lawannya adalah benar-benar orang yang pilih tanding.
Guru dari dua orang Pangeran kakak beradik yang mumpuni.
Karena itulah, maka pertempuran di antara keduanya elah menggetarkan padepokan kecil itu.
Para pengikut Ki Dukut dan para prajurit serta pengawal, apalagi para antrik telah bergeser menjauhinya.
Meskipun pertempuran di seluruh halaman itu masih berlangsung, tetapi mereka seolah-olah telah menjauhi arena pertempuran antara lua kekuatan raksasa yang sulit dicari bandingnya itu.
Ki Dukut yang semula merasa tidak terlalu sulit untuk mengakhiri pertempuran itu, ternyata menjadi semakin panas ketika ilmunya selapis demi selapis dapat diimbangi oleh lawannya.
Bahkan ketika kemudian Ki Dukut telah mengerahkan segenap ilmunya, ternyata bahwa lawannya masih mampu mengimbanginya."Gila orang Singasari ini"
Geram Ki Dukut.
Namun Witantrapun harus mengerahkan kemampuan iya.
Ia tidak boleh lengah, karena Ki Dukut memiliki kelampuan yang dapat meningkatkan getar geraknya, sehingga orang itu seakan-akan tidak berjejak di atas tanah.
Tetapi Witantrapun memiliki ilmu yang luar biasa.
Ilmu yang berkembang pada dirinya sehingga sulit untuk diimbangi dengan ilmu yang manapun juga.
Hanya orang- orang mg memiliki tataran ilmu tertinggi sejalah yang akan apat melawan ilmu Witantra yang dahsyat.
Dengan demikian, maka kedua orang itu seakan-akan telah terpisah dari arena pertempuran dalam keseluruhan.
Keduanya saling menyerang, saling mendesak dengan keuatan yang sulit dimengerti oleh para cantrik di padepokan itu.
Di tempat yang lain, beberapa orang telah tertarik perhatian mereka melihat pertempuran yang dahsyat itu.
merekapun segera mengerti, bahwa yang bertempur itu tentu pimpinan dari orang-orang yang menyerang padepokan yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk itu.
Tetapi baik Mahisa Agni, maupun Ki Wastu serta pemimpin padepokan itu, tidak segera dapat meninggalkan empat mereka untuk menyaksikan pertempuran yang dahsyat itu, karena pertempuran masih menyala di halaman adepokan itu.
Para perampok dan penyamun yang melihat ahwa Rajawali Penakluk itu telah terjun pula ke dalam arena pertempuran, seakan-akan menjadi mabuk.
Merekapun tiba-tiba meningkatkan serangan-serangan mereka den, kasar dan buas.
Mereka berteriak-teriak tanpa terkendali lagi.
Para cantrik mulai dirayapi lagi oleh kengerian lihat sikap orang-orang yang menyerang padepokan.
Tetapi jikamereka melihat para prajurit dan penga yang bertempur dengan gigihnya, maka gairah mereka segera timbul kembali.
Mereka sadar, bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih berkepentingan untuk mempertahankan padepokan itu daripada para prajurit dan pengawal.
Sementara itu, Mahisa Agni, Ki Wastu dan pemimpin padepokan yang ingin segera menyelesaikan pertempui itu, agar mereka berkesempatan untuk menyaksikan pertempuran yang sengit antara Witantra dan Ki Dukut, segera meningkatkan ilmu mereka.
Meskipun mereka masih nu batasi diri untuk melumpuhkan lawannya tanpa membunuhnya, namun yang mereka lakukan telah cukup mengagetkan hati para pengikut Ki Dukut.
Mahisa Agni yang bukan saja melindungi para cantrik itu, bagaikan menjelajahi satu sisi daerah pertempuran itu.
Seakan-akan setiap ayunan tangan dan kakinya, ia telah melemparkan satu orang pengikut Ki Dukut keluar arena dengan luka yang parah Di bagian lain, Ki Wastu telah banyak membungkam para perampok, penyamun dan pengikut-pengikut yang kasar dari Ki Dukut itu.
Sebenarnyalah, yang dilakukan oleh Mahisa Agni, Ki Wastu dan pemimpin padepokan itu telah sangat mempengaruhi pertempuran yang berlangsung di seputar padepokan itu.
Beberapa orang pengikut Ki Dukut yang bergelar Rajawali itu telah terdesak sampai ke tempat yang semakin jauh dari padepokan, sementara yang lain justru terdorong kedinding.
Dengan demikian, maka pertempuran itu telah menyebar.
Tidak dapat lagi ditarik batas antara kedua pasukan yang sedang bertempur itu.
Di halaman luarpadepokan itu telah berserak, lawan dan kawan dari kedua belah pihak.
Beberapa orang yang tinggal di dalam lingkungan dinding padepokan, masih sempat menjenguk pertempuran yang terjadi diluar dinding padepokan itu.
Sejenak mereka telah terpukau melihat arena yang menebar.
Namun merekapun kemudian melihat, betapa dua orang yang memiliki kamampuan yang luar biasa telah terlibat dalam pertempuran yang dahsyat.
Tetapi orang-orang yang mendapat perintah untuk tetap tinggal di dalam itu, tidak dapat meninggalkan tugas mereka.
Beberapa orang cantrik dan prajurit serta pengawal yang dianggap masih terlalu lemah untuk bertempur diarena yang kasar dan buas.
Namun, akhirnya para pengikut Ki Dukut itupun menjadi semakin cemas.
Mereka mulai merasa terdesak dan mengalami kesulitan untuk mempertahankan diri.
Tetapi karena pemimpin mereka masih bertempur dengan sengitnya, maka merekapun masih tetap berusaha untuk bertahan.
Meskipun pertempuran itu sudah menebar semakin luas, namun ternyata kekasaran dan keliaran para perampok dan penyamun itu masih mampu membuat para cantrik menjadi ngeri.
Dalam pada itu, Ki Dukut Pakering masih bertempur dengan garangnya melawan Witantra yang harus menjadi sangat berhati-iiati Ki Dukut ternyata memiliki ilmu yang luar biasa.
Ia mampu bergerak secepat tatit.
Namun getar tangannya seakan-akan memiliki pancaran kekuatan yang tiada taranya.
"Luar biasa"
Desis Witantra.
Tetapi Witantrapun bukan orang kebanyakan.
Dalam keadaan yang gawat, maka tangannya mampu melepaskan aji pamungkas, yang dapatmeremukkan bukit dan dapat memecahkan batu karang.
Dengan demikian, maka dua ilmu yang dahsyat itu benar- benar telah mengguncangkan arena.
Pepohonan bagaikan dihembus angin prahara, sementara bebatuan telah terlempar kesegenap penjuru.
Mahisa Agni yang masih belum berhasil menyelesaikan tugasnya, karena jumlah lawan yang cukup banyak masih saja berkeliaran diarena pertempuran.
Namun daerah pertempuran yang menebar itu seakan-akan telar memperluas daerah yang harus dijelajahinya untuk melindungi para cantrik dari kekasaran para perampok dan penyamun itu.
Dalam pada itu, apa yang terjadi diarena itu, ternyata sempat pula diamati oleh Ki Dukut Pakering.
Betapa dendam dan kemarahan menghentak-hentak di dadanya, namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan, apa yang telah terjadi di halaman luar padepokan itu.
Di dalam hati ia telah mengumpat-umpat, betapa ia sendiri telah menjadi lengah.
Justru orang-orang di dalam dinding padepokan itulah yang telah keluar menyerang pada saat-saat yang tidak diduganya.
Dengan demikian, maka pada benturan pertama, isi padepokan itu telah berhasil mendesak orang-orangnya dan menjatuhkan korban yang menentukan bagi pertempuran-pertempuran berikutnya.
Sambil bertempur, Ki Dukut sempat membuat pertimbangan.
Agaknya ia masih belum ingin mati atau terhenti, sebelum ia berhasil melepaskan dendamnya atas lawan bebuyutannya.
Apalagi setelah muridnya yang berhasil dipengaruhinya dan berdiri dipihaknya telah terbunuh, sementara muridnya yang lain, bagi Ki Dukut, ternyata telah berkhianat.Sejenak Ki Dukut masih bertempur terus.
Namun ia sudah mulai membuat perhitungan-perhitungan lain.
Ia berusaha menggeser arena pertempuran itu semakin jauh dari dinding padepokan, mendekati pategalan dan padang perdu yang berada di sekitar padepokan itu.
Mula-mula Witantra sama sekali tidak menduga, apakah yang akan dilakukan oleh Ki Dukut.
Karena ia harus memusatkan perlawanannya kepada orang yang memiliki ilmu yang tinggi itu, maka ia tidak melihat kemungkinan yang dapat dilakukan oleh lawannya.
Bahkan Witan tra sama sekali tidak menduga, bahwa orang yang berilmu tinggi itu akan berbuat licik dan merendahkan harga dirinya.
Tetapi Ki Dukut tidak menghiraukan harga diri lagi.
Yang menjadi tujuannya adalah lepasnya dendam yang justru semakin bertimbun di dalam hatinya.
"Aku tidak mau mati dalam timbunan dendam seperti ini"
Geram Ki Dukut Pakering di dalam hatinya.
Karena itulah, maka ia telah menyusun satu kesempatan untuk melepaskan diri dari arena pertempuran.
Adalah tidak diduga sama sekali oleh Witantra yang masih menghargai lawannya sebagai seorang jantan yang berilmu tinggi, bahwa tiba-tiba saja Ki Dukut Pakering itu telah meneriakkan aba-aba yang melengking memenuhi arena pertempuran.
Bahkan orang-orang yang berada di dalam lingkungan dinding padepokanpun dapat mendengarnya.
Karena itulah, maka sejenak kemudian, arena itupun menjadi kisruh.
Para pengikutnya tidak lagi memikirkan, bagaimana sebaiknya yang mereka lakukan.
Tetapi merekapun segera mencoba untuk melepaskan diri dari arena pertempuran yang sangat mendebarkan itu.Ternyata suasana itulah yang memang dikehendaki oleh Ki Dukut Pakering.
Dalam keadaan yang kisruh dan tidak menentu itulah, maka iapun telah meninggalkan lawannya dan berbaur dalam suasana itu, Apalagi sejenak kemudian mereka telah terbenam dalam ribunnya pepohonan di hutan perdu dan pategalan.
Jika saja yang melarikan diri itu bukan Ki Dukut Pakering, maka Witantra dan apalagi bersama-sama dengan Mahisa Agni dan Ki Wastu, tentu tidak akan mengalami kesulitan untuk menangkapnya.
Namun yang melarikan diri itu adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi, yang mumpuni dan berlindung dibalik suasana yang kisruh dan diantara pepohonan pategalan dan perdu.
Dengan demikian maka Witantra merasa, bahwa tidak akan ada gunanya untuk mengejarnya.
Namun dalam pada itu, yang dilakukan oleh Witantra, Mahisa Agni, Ki Wastu dan pemimpin padepokan itu adalah berusaha untuk menenangkan para cantrik yang merasa telah memenangkan pertempuran itu.
Mereka menge jar para perampok dan penyamun pengikut Rajawali Penakluk itu dengan senjata teracu.
Bahkan kadang-kadang mereka benar-benar telah mengayunkan senjata mereka kearah lawannya yang sedang berusaha untuk melarikan diri itu.
Tetapi Mahisa Agni.
Witantra, Ki Wastu dan Pemimpin padepokan itupun menjadi cemas, bahwa apabila para cantrik itu mengejar lawannya semakin jauh terpisah dari kawan-kawannya, maka jika orang yang dikejarnya itu kemudian berbalik dan melawannya, maka cantrik itu tentu akan mengalami kesulitan.
Karena itulah, maka pemimpin padepokan itupun segera berlari ke pintu gerbang padepokannya.
Setelah pintugerbang itu terbuka, maka iapun segera memerintahkan untuk memukul kentongan seperti yang biasa mereka lakukan untuk mengumpulkan para cantrik.
Sejenak kemudian, maka suara kentongan itupun bergema.
Dengan demikian, para cantrik yang sudah menebar tanpa perhitungan itupun segera menyadari keadaannya.
Merekapun kemudian bergegas untuk berkumpul di halaman luar padepokannya.
Sementara itu, para prajurit, pengawal dan para cantrik termasuk putut-pututnya telah berkumpul.
Para prajurit dan pengawal yang dengan sadar menghadapi keadaan terakhir, telah berhasil menawan beberapa orang lawan.
Selebihnya mereka yang terluka parah dan tidak mampu lagi melarikan diri akan menjadi tawanan pula.
Bahkan akan menjadi beban bagi padepokan kecil itu.
Selintas terbayang kembali peristiwa yang telah terjadi.
Disaat para prajurit dan pengawal membawa para tawanan ke Kediri.
Tiba-tiba saja mereka telah disergap oleh pasukan yang dipimpin orang yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk.
Tetapi para prajurit dan pengawal itu tidak akan dapat mengambil kesimpulan, bahwa sebaiknya setiap orang yang tertangkap akan dibinasakan saja untuk menghindari persoalan yang pernah terjadi.
Namun mereka harus berpegangan kepada martabat kemanusiaan mereka dalam hubungan mereka dengan sesama.
Karena itulah, maka sekali lagi padepokan itu dihuni oleh beberapa orang yang dapat mereka tawan dalam pertempuran yang terjadi diluar dinding padepokan itu.
Dalam keadaan terluka maupun yang sama sekali tidak tergores seujung duripun oleh senjata lawan di medan pertempuran itu.Demikianlah, maka para prajurit, pengawal dan para cantrik segera membenahi padepokan yang baru saja dibakar oleh api pertempuran itu.
Pertempurah yang bagi Ki Dukut dan para pengikutnya, telah sangat mengejutkan.
Yang tidak mereka sangka sama sekali telah terjadi.
Justru orang-orang dari dalam dinding padepokan, yang mereka sangka sedang menggigil ketakutan itu, telah menyerang mereka dengan tiba-tiba.
Namun dalam pada itu, sekali lagi Ki Dukut Pakering berhasil melepaskan diri.
Pada jarak yang cukup jauh, ia masih sempat berusaha mengumpulkan sisa orang-orangnya yang sudah tekoyak dan tercerai berai.
"Kita akan kembali"
Berkata Ki Dukut "aku yakin, mereka belum mengetahui tempat kita. Kita akan melakukan segala macam usaha dalam waktu yang sangat singkat"
Beberapa orang pengikutnyapun segera dengan tergesa-gesa kembali bersama Ki Dukut. Bahkan beberapa orang yang tercerai berai telah langsung menuju ke persembunyian mereka tanpa menghiraukan orang-orang lain diantara mereka.
"Orang-orang yang tertawan tentu dapat menunjukkan persembunyian kita"
Berkata Ki Dukut Pakering yang dikenal bergelar Rajawali Penakluk "karena itu, kita harus segera mengambil langkah.
Meskipun aku tahu, mereka tidak akan dengan serta merta menyusul kita, karena sebenarnya kekuatan merekapun tidak cukup besar untuk melakukannya.
Yang mereka lakukan sebenarnya adalah sekedar mengejutkan kita, sehingga kita telah kehilangan pengamatan diri"
Pengikut tidak menjawab.
Mereka masih dengan tergesa- gesa kembali ke sarang mereka.Tetapi seperti yang diperhitungkan oleh Ki Dukut, meskipun orang-orang di padepokan itu berusaha untuk mengetahui sarang orang yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk itu, namun merekapun tidak dapat dengan serta merta menelusuri jejak lawan mereka.
Karena merekapun harus bertindak dengan hati-hati, dan tidak terjebak oleh perhitungan yang salah seperti yang dilakukan oleh Ki Dukut Pakering.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena itu, maka ketika Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itu sampai ke sarangnya, maka ia masih sempat memerintahkan orang-orangnya untuk bersiap-siap memindahkan sarang mereka dengan segala isinya, ke sarang gerombolan yang lain.
Bahkan jika mungkin ke tempat yang baru sama sekali.
Ada beberapa orang yang sebenarnya agak berkeberatan dengan keputusan Rajawali Panakluk itu.
Apalagi mereka yang berasal dari gerombolan yang memiliki sarang dan sebagian besar dari barang-barang yang ditimbun di tempat itu.
Jika barang-barang itu dipindahkan, mungkin barang- barang itu akan lebur dengan milik gerombolan yang semula berbeda sumbernya.
Tetapi Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itupun kemudian menjelaskan "Jika kita bertahan di tempat ini, maka kita akan mengalami kesulitan.
Seperti yang aku katakan, bahwa orang-orang kita yang tertawan akan dapat menunjukkan tempat kita.
Mungkin setelah mereka berhasil mengumpulkan kekuatan mereka, maka mereka akan datang kemari.
Jika mereka datang dengan pasukan yang ada di padepokan itu beserta para cantrik, maka mereka akan binasa di sini.
Tetapi jika mereka sempat memanggil beberapa orang prajurit dan pengawal dari Kediri dan Singasari, maka kitalah yang akan binasa.
Sementara milik kita akan mereka rampas"Orang-orang yang semula berkeberatan, akhirnya harus menerimanya pula.
Namun mereka berpendapat, bahwa lebih baik mereka mencari tempat yang baru sama sekali.
"Jika kita hanya berpindah tempat dari sarang ini ke sarang yang lain, maka kemungkinan besar, orang-orang itu akan menelusuri jejak kita. Orang-orang yang mereka tawan tentu akan menunjukkan satu demi satu tempat- tempat yang mungkin kita pergunakan sebagai tempat persembunyian. Karena itu, sebaiknya kita mencari tempat yang baru sama sekali. Kita dapat Mempergunakan goa di lereng bukit di tebing-tebing sungai, yang justru dekat dengan air. Atau di tengah hutan yang lebat, sehingga jika kita inginkan binatang buruan, kita tinggal duduk di muka barak sambil menarik busur"
Berkata salah seorang dari pengikutnya.
Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itupun mengangguk-angguk.
Sebenarnyalah bahwa iapun mengerti, ada beberapa keberatan bagi salah satu gerombolan yang telah menjadi pengikutnya untuk menggabungkan milik mereka dengan milik gerombolan yang semula terpisah itu.
"Baiklah"
Berkata Rajawali Penakluk "masih ada waktu untuk mencari tempat.
Aku kira kita mempunyai waktu sekitar dua tiga hari.
Orang-orang padepokan itu tentu akan membenahi diri lebih dahulu.
Baru kemudian, jika menurut perhitungan mereka, mereka akan dapat mengatasi, mereka akan datang kemari.
Tetapi jika mereka tidak yakin untuk melakukannya, maka barulah pada saat lain mereka akan datang bersama orang-orang Kediri dan Singasari"
Orang-orangnyapun mengangguk-angguk.
Mereka mengerti sepenuhnya apa yang, dikatakan oleh Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itu.
Namun seperti yangdikatakan oleh KiDukut, mereka tidak perlu terlalu tergesa- gesa.
Di hari berikutnya, setelah orang-orangnya berkumpul seluruhnya, termasuk mereka yang terluka tetapi sempat melarikan diri, mulailah Ki Dukut membagi tugas.
Beberapa orang yang sama sekali tidak cidera di dalam pertempuran yang baru saja terjadi, telah diperintahkannya untuk men cari tempat yang penting bagi pusat kekuasaannya di antara para perampok dan penyamun itu.
Mereka dipecah menjadi empat kelompok yang akan berjalan ke arah empat mata angin.
"Aku beri kalian waktu empat hari perjalanan ber angkat dan kembali"
Berkata Ki Dukut "dapat atau tidak dapat, kalian harus kembali pada hari keempat.
Dua hari kalian berjalan mencari, dan dua hari kemudian perjalanan kalian kembali.
Jarak itu sudah cukup jauh dari tempat ini, sementara menurut perhitunganku, selama empat hari, masih belum terjadi sesuatu di tempat ini"
Meskipun demikian, ketika orang-orang itu telah berangkat kearah empat mata angin dengan bekal secukupnya, maka Ki Dukutpun telah memerintahkan penjagaan di segala arah pula.
"Kita harus mengawasi keadaan. Kita harus membagi diri selama sehari semalam terus menerus. Mungkin orang- orang gila itu akan menyergap kita, seperti yang dilakukannya tanpa kita duga-duga sebelumnya itu"
Berkata Rajawali Penakluk itu kepada orang-orangnya.
Demikianlah, maka para pengikut Ki Dukut itu telah membagi tugas dengan cepat.
Mereka harus mengawasi setiap arah disetiap saat, agar mereka tidak lagi dapat disergap dengan tiba-tiba.
Karena itu, maka para pengawas itupun telah dilengkapi dengan alat dan tanda-tanda untukmengirimkan isyarat.
Mereka membawa panah api atau panah sendaren.
Tetapi merekapun telah membawa kentongan pula.
Dalam pada itu, Ki Dukut sendiri menjadi semakin berprihatin mengalami kegagalan yang langsung terjadi di depan hidungnya.
Kepercayaannya kepada para perampok dan penyamunpun telah hampir lenyap sama sekali.
Para perampok yeng kasar itu ternyata tidak banyak dapat membantunya.
Mereka masih belum memiliki kemampuan yang memadai, jika mereka berhadapan dengan prajurit Singasari dan apalagi dengan para Senapatinya.
Prihatin dan dendam yang bercampur baur di dalam dirinya, telah mendorongnya untuk mencari jalan lain.
Meskipun ia tidak melepaskan para perampok dan penyamun itu, namun ia mulai memikirkan kemungkinan- kemungkinan yang lain.
Jika saja ia menempuh satu perjalanan panjang, menemui orang-orang yang dikenalnya meskipun dari golongan hitam sekalipun.
"Apa boleh buat"
Geramnya "dendamku tidak akan dapat lenyap sebelum aku masih sempat merenunginya. Dendam itu akan hilang bersama pecatnyanyawaku, atau sasaran dendam itu sendiri"
Dalam pada itu, maka di padepokan kecil, yang telah ditinggalkan oleh Ki Dukut dan pengikutnya, yang telah mengalami sergapan yang tiba-tiba, sedang sibuk membenahi keadaan padepokan itu.
Ternyata bahwa diantara para prajurit dan pengawal, ada juga yang terluka.
Bahkan terluka parah.
Sementara para cantrikpun tidak dapat, menghindarkan korban.
Yang terluka parah dan bahkan ada dua orang cantrik yang telah gugur selama pertempuran itu.
Yang ternyata jumlahnya jauh lebih sedutit dari jumlah para perampok dan penyamun yangdengan tiba-tiba telah disergap sebelum mereka bersiap untuk melawan.
Dengan demikian, maka peristiwanya bagaikan terulang kembali.
Mereka yang tidak cidera apapun juga, segera tenggelam dalam kesibukan mengurus kawan-kawannya yang terluka dan yang telah gugur.
Namun dalam pada itu, ternyata bahwa Ki Dukut Pakering adalah orang yang memang sangat berbahaya.
Ia sama sekali tidak menghiraukan, apakah yang bakal terjadi atas diri orang-orang yang telah dipergunakan olehnya.
Sementara itu, orang-orang yang telah dikirim oleh Ki Dukut untuk mencari tempat persembunyian yang baru, telah berusaha sejauh dapat mereka lakukan Yang pergi kesebelan Barat, telah menemukan satu tempat yang bagus sekali di lereng bukit, di tengah-tengah hutan.
Pada lereng itu terdapat dataran yang cukup luas bagi sebuah padepokan kecil.
Tempat itu akan dapat dibangun menjadi tempat persembunyian Rajawali Penakluk.
Bukan saja untuk sementara, tetapi untuk waktu yang panjang.
Untuk memenuhi waktu yang diberikan, orang itu masih melanjutkan sisa waktunya yang tinggal sedikit.
Tetapi ia tidak menemukan tempat yang lebih baik dari tempat yang telah ditemukannya.
"Tempat itu cukup terlindung"
Katanya di dalam hati "namun cukup menyenangkan.
Di lereng bukit itu dapat dibuat tangga untuk memanjat sampai ke dataran itu.
Namun dapat juga dibuat tangga untuk turun dari atas bukit itu"Dalam pada itu, pada saatnya mereka kembali, maka merekapun kembali dengan keyakinan, bahwa tempat yang diketemukannya adalah tempat yang paling baik.
Sementara itu, yang pergi ke Selatan, telah meneruskan sebuah bukit kecil.
Tidak mudah untuk memanjat.
Dibeberapa bagian terdapat lereng-lereng terjal.
Namun dengan sedikit ketekunan, akan dapat dibuat tangga yang bersusun beberapa tingkat mendaki sampai kepuncak.
Dipuncak bukit itu terdapat sebuah dataran yang tidak terlalu luas, yang nampaknya akan dapat ditanami dengan beberapa jenis pepohonan.
Yang lebih meyakinkan bagi mereka adalah sebuah mata air yang cukup besar dan jernih.
"Rajawali Penakluk itu tentu akan berkenan di hati"
Berkata orang itu.
Karena itulah, maka merekapun dengan tergesa-gesa telah kembali.
Mereka berpendapat, bahwa semakin cepat mereka meninggalkan sarang mereka yang lama, akan menjadi semakin baik.
Yang pergi kearah Timur, telah menemukan sebuah belumbang dicelah-celah lereng yang terjal.
Memang agak sulit untuk mencapai tempat itu.
Tetapi tempat yang agak.
tersembunyi itu akan memberikan perlindungan yang mapan.
Untuk mencapai tempat itu, seolah-olah telah dibuat dua buah pintu ke dua arah yang berlawanan.
Dalam keadaan bahaya, maka kedua pintu itu akan dapat ditutup.
Tetapi jika perlu,, maka satu pintu akan dapat dijadidkan pintu rahasia untuk melarikan diri apabila tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh.
"Tidak ada tempat yang lebih tenang dan aman dari tempat ini"
Berkata orang-orang yang menemukannya"sementara itu belumbang itu akan memberikan lauk yang tidak akan ada habisnya"
Sementara mereka menghabiskan waktunya di tempat itu, ternyata mereka sempat menangkap ikan belumbang yang tersembunyi itu.
Belumbang yang tidak pernah dijamah oleh tangan manusia.
Namun dalam pada itu, di belumbang itu terdapat ikan yang tidak terhitung jumlahnya lari segala macam jenis ikan air tawar.
"Seluruh permukaan bumi, tidak ada pilihan yang akan melampaui tempat ini"
Berkata orang-orang yang nenemukannya itu diantara mereka.
Karena itu, maka pada saatnya mereka telah kembali dengan bangga, karena mereka menganggap, bahwa pilihan Rajawali Penakluk tentu akan jatuh kepada penemuan mereka.
Kelompok yang keempat adalah mereka yang pergi kearah Utara.
Semula kelompok ini merasa ragu-ragu, apakah mereka akan dapat menemukan tempat yang baik, karena mereka berjalan di sebuah padang rumput.
Sejenak kemudian mereka memasuki hutan perdu yang kering, sehingga tempat itu tidak mungkin akan dapat dijadikan persembunyian yang baik.
Namun akhirnya, mereka sampai kesebuah sungai, sungai yang nampaknya tidak terlampau besar, tetapi juga tidak terlampau kecil.
"Marilah, kita selusuri sungai ini"
Berkata pemimpin kelompok itu.
Adalah diluar dugaan mereka, bahwa akhirnya meeka menemukan sebuah goa di lereng sebuah bukit di pinggir sungai itu.
Di muka goa itu terdapat sebuah halaman yang ukup luas.Penemuan itu ternyata telah membuat mereka berbangga.
Mereka yakin, tidak ada tempat yang lebih baik ari penemuan mereka itu.
Tempat yang tersembunyi, memadai dan di hadapannya air mengalir tanpa kering di musim kemarau.
Demikianlah maka orang-orang yang bertugas untuk menemukan tempat terbaik itu, berusaha kembali tepat pada waktu yang telah disediakan oleh pimpinan mereka, Rajawali Penakluk yang bagi mereka merupakan orang ajaib yang tidak ada bandingnya.
Jika gada suatu saat Rajawali Penakluk itu harus menghindar dari medan pertempuran, itu karena ia mempunyai pertimbangan-pertimbangan tersendiri yang tidak dapat dimengerti oleh pengikut-pengikutnya.
Namun, ketika orang-orang yang merasa dirinya berjasa itu kembali ke tempat mereka yang akan mereka tinggalkan, mereka menjadi kecewa.
Dari orang yang dianggap tertua diantara mereka, orang-orang itu mendapat keterangan, bahwa Rajawali Penakluk itu telah pergi meninggalkan mereka.
"Jangan bergurau"
Berkata salah seorang dari mereka yang menemukan lembah dengan belumbang yang panuh dengan ikan air tawar.
"Aku tidak bergurau. Sebenarnyalah bahwa Rajawali Penakluk sudah pergi"
Jawab orang tertua itu.
"Gila. Apakah maksudnya? Apakah ia tidak percaya lagi kepada kami dan mencari tempat itu sendiri?"
Bertanya yang lain.
"Tidak"
Jawab orang tertua itu "ia sama sekali tidak berpesan tentang tempat. Bahkan ia berkata, agar kitamenentukan tempat itu menurut pendapat dan pertimbangan kita bersama"
"Jadi apa maksudnya?"
Bertanya yang lain tidak sabar.
"Ia telah pergi untuk waktu yang tidak ditentukan. Bukan karena ia takut menghadapi pasukan Singasari atau Kediri, tetapi ia merasa wajib untuk melakukan sesuatu karena dendamnya masih belum dapat ditumpahkannya"
Jawab orang tertua itu.
"Aku menjadi bingung"
Potong salah seorang dari mereka yang menemukan goa di lereng pinggir sungai itu "apa maksudnya sebenarnya"
"Rajawali Penakluk nampak menjadi sangat gelisah, Tiba-tiba saja ia memanggil kami dan berpesan, agar kami menentukan tempat itu tanpa menunggunya"
Jawab orang tertua itu.
"Jika ia kembali?"
Bertanya yang lain.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ia akan mencarinya. Dan akupun yakin, hal itu tidak akan merupakan kesulitan baginya"
Jawab, orang tertua itu.
Sejenak suasana menjadi tegang.
Namun tiba-tiba orang yang menganggap sebuah lereng yang dilindungi oleh hutan itu tempat terbaik, berkata lantang "Kita pindahkan semuanya ke tempat yang telah aku ketemukan.
Tempat yang tidak ada duanya didunia ini"
"Omong kosong"
Berkata seorang yang lain "aku menemukan sebuah bukit yang paling pantas kita pergunakan sebagai padepokan kita. Bukit yang mempunyai sebuah dataran yang rata dan subur, karena di atas bukit itu terdapat sebuah mata air"
Tetapi yang lain memotong kata-kata itu.
Mereka berusaha untuk menjelaskan penemuan mereka masing-masing.
Mereka menganggap bahwa yang mereka ketemukan masing-masing adalah tempat yang paling baik bagi mereka.
Karena itu, maka mereka tidak segera menemukan kesepakatan.
Masing-masing berusaha bertahan.
Sehingga akhirnya seseorang yang bertubuh tinggi, kekar dan berwajah kasar berteriak "Persetan dengan semuanya itu.
Aku akan kembali kekelompokku semula.
Aku akan melakukan pekerjaanku seperti yang selalu aku lakukan.
Aku tidak peduli lagi dengan tempat-tempat yang tidak dikenal itu.
Tetapi, karena aku sudah berada di tempat ini, maka aku akan pergi dengan membawa bekal secukupnya"
"Persetan"
Seorang bertubuh tinggi dan berkumis lebat menyahut "bekal apa yang dapat kau bawa? Yang ada disinl adalah milik kelompok kami. Kalian datang untuk mengikuti perintah Rajawali Penakluk. Bukan untuk mendapat warisan dari kelompok kami"
"Semua yang ada disini harus dipindahkan"
Tiba-tiba seorang bertubuh kecil berteriak melengking "kalian jangan gila.
Semuanya harus dibawa kesuatu tempat yang tidak dikenal, karena semua yang ada disini akan dapat dirampas oleh orang-orang Singasari dan orang-orang Kediri jika pada suatu saat mereka datang kemari"
"Biarlah kami sendiri yang memindahkannya"
Geram orang bertubuh tinggi itu "Persetan. Persetan. Kami akan kembali ke tempat kami. Tetapi barang-barang ini lebih baik kita bagi"
Teriak orang bertubuh gemuk "apapun yang kalian katakan, kami sudah berada disini"
Tetapi orang bertubuh tinggi itupun segera meloncat memisahkan diri.
Sementara orang-orang yang sekelompok dengan orang itupun segera berloncatan pula.
Karena tempat itu adalah tempat mereka, maka jumlah merekalahyang terbanyak.
Tetapi agaknya orang-orang yang berada di tempat itu, yang terdiri dari beberapa kelompok itu, jumlahnya masih lebih banyak lagi apabila mereka akan bergabung.
Namun dalam pada itu, orang tertua itupun berdiri pula sambil berkata "Kalian sudah gila.
Kalian sudah dijangkiti oleh kegilaan kalian yang lama.
He, apa kalian mengira bahwa Rajawali Penakluk itu tidak akan kembali sama sekali? Jika ia mendengar apa yang telah kalian lakukan disini, maka ia tentu akan marah.
Meskipun kalian merasa, bahwa daam satu kelompok kalian akan dapat melawannya, tetapi kalian harus memikirkan, apakah jadinya, jika kalian seorang demi seorang akan mati tanpa diketahui sebabnya, Kapan dan dimana.
Karena Rajawali itu akan dapat berbuat sesuatu diluar kemampuan nalar kita"
Kata-kata orang tertua itu ternyata telah menyentuh perasaan orang-orang kasar itu.
Bagaimanapun juga mereka masih juga dijalari oleh perasaan takut dan ngeri.
Mereka mengakui, bahwa Rajawali Penakluk memang orang yang luar biasa.
Ia dapat berbuat sesuatu yang sama sekali tidak pernah mereka bayangkan.
Karena itu, maka oreng bertubuh tinggi itupun bertanya "Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan"
"Seperti yang dipesankan oleh Rajawali Penakluk itu"
"Berpindah tempat?"
Bertanya orang yang bertubuh gemuk.
"Kita akan memilih salah satu dari keempat tempat yang nampaknya sama-sama baik. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya"
Jawab orang tertua itu."Jadi, yang manakah yang akan kita pilih"
Bertanya orang bertubuh tinggi. Orang tertua itu termangu-mangu sejenak. Namun ke mudian katanya "Kita akan membicarakan bersama"
Tetapi karena kita masing-masing belum melihatnya, kecuali yang menemukannya, maka memang sulit bagi kita untuk membuat perbandingan. Yang sudah melihatpun, baru melihat satu dari yang empat"
"Kau sajalah yang menentukan"
Berkata seorang yang bertubuh tinggi kekar dan berwajah kasar.
"Ya, kau sajalah"
Sahut yeng bertubuh tinggi.
Beberapa orengpun sepakat untuk memberi kesempatan kepada orang itu untuk memilih tempat.
Tetapi orang itupun kemudian berkata "Sulit bagiku untuk memilih.
Marilah, kita akan mengadakan pilihan sesuai dengan keinginan kalian.
Aku akan menyebut satu demi satu tempat yang sudah kita dengar sesuai dengan laporan mereka yang menemukannya.
Kalianlah yeng akan memilih.
Yang berkenan di hati kalian atau sebagian dari kalian, maka orang itu harus menyatakannya.
Kita akan menghitung.
Jumlah yang paling banyaklah yang akan kita taati.
Dengan demikian kita tidak akan saling menyalahkan apabila ternyata pilihan itu salah.
Tetapi satu hal yeng harus kita lakukan, kita harus meninggalkan tempat ini"
Orang-orang yang berkumpul itu mengangguk-angguk.
Mereka semuanya belum melihat tempat yang akan mereka bicarakan.
Karena itu, semuanya hanya berdasarkan pada bayangan dan angan-angan, sesuai dengan pendengaran mereka dari penjelasan masing-masing kelompok yang menemukan tempat-tempat itu.
Sejenak kemudian, orang tertua itu sudah mulai.
Disebutnya satu demi satu.
Dan dihitungnya jumlah orangyang menyatakan perasaannya dan tanggapannya atas tempat-tempat yang disebutnya.
Setelah semuanya menyatakan pendapatnya, dan dari hasil pernyataan itu, maka orang tertua itu berhasil menentukan tempat ke mana mereka harus pindah.
"Kita akan memindahkan sarang ini ke sebuan lembah yang diapit oleh lereng yang tinggi, yang hanya mempunyai dua pintu di ujung dan ujung. Tetapi kita akan mempunyai sebuah belumbang yang akan sangat penting artinya. Bukan karena ikan tawarnya, tetapi air itu agaknya memang tidak akan dapat dipisahkan dari kehidupan kita"
Demikianlah, maka telah menjadi Keputusan mereka, bahwa sarang mereka akan mereka pindahkan ke tempat yang baru, yang terlindung dari kemungkinan pelacakan jejak oleh para prajurit Singasari atau oleh para pengawal di Kediri.
Tetapi ternyata bahwa tidak semua orang akan ikut serta menempati tempat tinggal mereka yang baru.
Yang terutama akan tinggal di tempat itu adalah kelompok yang berada di sarang mereka yang mungkin sekali akan menjadi pusat perhatian para prajurit dan pengawal, karena untuk terakhir kalinya Rajawali Penakluk berada di tempat itu, dan mempergunakan tempat itu sebagai tempat untuk memberikan perintah terakhir dalam perlawanannya terhadap prajurit Singasari dan para pengawal Kediri.
"Kami akan kembali ke dalam kelompok kemi"
Berkata beberapa orang di antara mereka.
"Kami datang bersama banyak orang. Tetapi kami akan kembali dalam jumlah yang susut hampir separo"
Berkata yang lain."Tetapi kalian tidak akan dapat memisahkan diri"
Berkata orang tertua "pada satu saat Rajawali Penakluk itu akan datang. Mungkin ia akan memerlukan kalian, seningga kalian akan dipanggil. Mungkin kalian, tetapi mung kin orang-orang baru dari kelompok kalian masing- masing"
Tidak ada yang akan dapat ingkar.
Semua orang hanya dapat mengangguk-angguk kecil.
Demikianlah, maka pada satu malam yang ditentukan, seisi sarang yang sebenarnya sudah cukup tersembunyi itu telah berpindah tempat.
Mereka membawa apa saja yag ada di dalam simpanan mereka.
Hasil dalam malam-malam perampokan dan saat-saat mereka menyamun di bulak- bulak panjang.
Namun setulah semuanya itu disimpan dalam tempat mereka yang baru.
dalam barak-barak yang mereka dirikan dengan tergesa-gesa, maka sebagian dari orang-orang itu telah kembali ke kelompok masing-masing.
"Jika Rajawali Penakluk datang kepada kelompok kalian masing-masing, maka kalian akan dapat menunjukkan, di mana kami menunggu"
Berkata orang tertua.
"Tetapi mungkin pula pada suatu saat, sarang kamilah yang akan didatangi oleh prajurit-prajurit Singasari"
Berkata orang berwajah kasar dan bertubuh tinggi tegap.
"Kemungkinan itu memang ada, tetapi kecil sekali. Mungkin kawanmu yang tertangkap akan dipaksa untuk menyebut tempatnya. Tetapi aku kira perhatian utama adalah tempat tinggal Rajawali Penakluk itu sendiri"
Jawab orang tertua.Orang berwajah kasar itu mengangguk-angguk. Namun orang tertua itu berpesan "Meskipun demikian, kalian jangan meninggalkan kewaspadaan"
Demikianlah, orang-orang yang berasal dari kelompok- kelompok lain telah kembali.
Namun mereka masih tetap menunggu kedatangan Rajawali Penakluk.
Dalam pada itu, di padepokan kecil yang baru saja berhasil mengusir orang-orang yang mengepung padepokan mereka, masih saja selalu sibuk dengan orang-orang mereka yang terluka.
Suasana suram masih meliputi padepokan itu, karena terpaksa melepaskan beberapa orang cantrik yang tidak dapat tertolong lagi.
Sementara itu, mereka masih harus mengurus orang-orang yang dapat mereka tangkap.
Tetapi juga mereka yang tidak dapat lagi meninggalkan medan karena luka-luka yang parah.
Ada semacam dendam di hati para cantrik.
Jika mereka harus melepaskan dua tiga orang kawan mereka yang gugur, alangkah pedih hati mereka, bahwa mereka harus mengobati lawan mereka yang luka parah.
"Kenapa mereka tidak dibiarkan saja mati seperti kawan- kawanku itu"
Berkata para cantrik di dalam hatinya.
Namun merekapun mendapat ajaran dari pemimpin padepokan mereka, bahwa tidak seharusnya mereka dengan sengaja membiarkannyawa seseqrang hilang selagi masih ada kesempatan untuk menolongnya, siapapun mereka "Peperangan adalah salah satu ujud betapa manusia ini mempunyai tabiat aneh"
Berkata pemimpin padepokan itu.
Karena itu, maka para cantrik itupun telah berbuat seperti yang diajarkan oleh pemimpin padepokan mereka.
Betapa anehnya perasaan mereka, namun mereka berusaha untuk berbuat sebaik-baiknya atas orang-orang yang terluka dan para tawanan dalam keseluruhan.Namun dalam pada itu, Mahisa Agni, Witantra dan Ki Wastu telah bersepakat untuk tidak dengan tergesa-gesa meninggalkan padepokan itu.
Masih banyak kemungkinan dapat terjadi.
Dendam yang menyala di hati Rajawali Penakluk, yang ternyata adalah Ki Dukut Pakering itu tentu bagaikan api yang disiram minyak.
Kegagalan-kegagalan yang dialaminya rasa-rasanya tidak tertanggungkan lagi.
Karena itu, maka Mahisa Agni, Witantra dan Ki Wastu masih merasa wajib untuk melindungi padepokan kecil itu.
Namun dalam pada itu, terhadap orang-orang yang dapat ditawannya Mahisa Agni telah berhasil mengetahui dimanakah sarang orang yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk itu.
Dari mereka yang tertawan Mahisa Agni mendapat gambaran, bagaimana Ra|awali Penakluk itu mendapatkan banyak pengikut.
Namun yang ternyata tidak dapat memenuhi harapannya.
Orang-orang yang di angkatnya dari daerah hitam itu tidak berhasil dibentuk untuk memenuhi keinginannya.
Adalah justru karena mereka harus berhadapan dengan beberapa orang prajurit Singasari dan Kediri.
Pada suatu saat, kita akan mencarinya"
Berkata Mahisa Agni.
"Kita harus membuat perhitungan yang mapan"
Berkata Witantra "kita sudah mengenal, bahwa orang yang semula mempunyai nama yang agung itu. kini telah berubah sama sekali, la tidak lebih dari seorang yang licik dan tidak mempunyai harga diri"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Dengan nada dalam ia berkata "Orang tua itu hampir menjadi putus asa. Itulah sebabnya, maka perubahan-perubahan itu terjadi demikian cepat pada dirinya""Ia akan menjadi orang yang sangat berbahaya"
Desis Ki Wastu.
"Benar"
Sahut Witantra "dalam keputusasaan, ia akan dapat berbuat apa saja, yang kadang-kadang tidak dapat dimengertinya sendiri"
"Tetapi untuk beberapa saat, ia tentu tidak akan bergerak lagi"
Berkata Ki Wastu "ia sudah kehilangan banyak pengikutnya. Ia memerlukan waktu untuk membentuk satu pasukan yang dianggapnya cukup kuat"
Mahisa Agni mengangguk-angguk.
Tetapi ia kemudian bergumam "Mungkin ia akan berbuat demikian.
Tetapi selama ia menyiapkan satu pasukan yang cukup kuat menurut perhitungannya, maka ia dapat berbuat apa saja diantara lingkungan hidup yang kemudian dibencinya"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Witantra dan Ki Wastu mengangguk-angguk.
Bagi mereka sendiri, mungkin Ki Dukut yang putus asa itu tidak akan berbahaya.
Mereka masing-masing akan dapat menolong diri mereka sendiri, jika mereka pada satu saat bertemu dengan Ki Dukut dimanapun.
Tetapi ada lingkungan lain yang akan dapat menjadi sasaran dendamnya, meskipun lingkungan itu sama sekali tidak mengerti ujung-dan pangkalnya.
"Orang itu harus dapat dibatasi geraknya"
Desis Mahisa Agni tiba-tiba.
"Lebih baik jika kita dapat menangkapnya"
Sahut Ki Wastu.
"Sulit sekali"
Sahut Witantra "betapapun orang itu kehilangan harga dirinya, maka untuk menangkapnya tentu akan mengalami kesulitan. Orang itu tentu akan memilih melarikan diri atau mati, daripada harus tertangkap hidup- hidup""Apaboleh buat"
Tiba-tiba saja Ki Wastu berdesis lambat.
Mahisa Agni dan Witantra menarik nafas dalam-lalam.
Mereka mengerti arti kata-kata itu.
Memang tidak da pilihan lain.
Apalagi bagi Ki Wastu yang tentu saja nasih terasa betapa pedihnya peristiwa yang menimpa anak perempuannya, justru karena sikap Ki Dukut Pakering.
Hampir saja anak dan cucunya menjadi korban dengki dan ketamakannya.
Nampaknya sikap itulah yang akan diambil menghadapi Ki Dukut Pakering.
Perburuan di padang yang sangat luas dan samar akan segera dilanjutkan, meskipun tidak dalam waktu yang terlalu pendek, karena rasa-rasanya nasih belum sampai hati meninggalkan padepokan yang nenjadi sasaran Ki Dukut Pakering yang bergelar Rajawali Penakluk itu.
Karena itulah, selain untuk melindungi langsung, maka Mahisa Agnipun memerintahkan para prajurit untuk memberikan latihan oiah kanuragan kepada para cantrik.
Tetapi Mahisa Agni tidak dapat berada untuk waktu yang tidak terbatas di padepokan itu.
Iapun harus berbuat sesuatu dalam perburuan yang harus dilakukannya.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun segera mengatur diri.
Ia harus segera menghubungi Pangeran Kuda Padmadata di Kediri agar rencana perburuan itu segera dapat dilanjutkan.
Akhirnya Mahisa Agni memutuskan untuk pergi ke Kediri bersama Witantra dan tidak lebih dari dua orang pengawal.
Mereka harus dapat berhubungan dengan orang yang telah mendahului mereka ke Kediri.
Segalanya akan diatur kemudian apabila Mahisa Agni telah bertemu dengan Pangeran Kuda Padmadata.
Mahisa Agni tidak menunggu lebih lama.
Meskipun kemungkinan yang pahit dapat terjadi di perjalanan, namuntidak ada pilihan lain yang dapat dilakukannya.
Sementara Ki Wastu akan tetap berada di padepokan itu bersama beberapa orang prajurit dan Pengawal.
"Menurut perhitunganku, satu-satunya orang orang yang harus diperhitungkan adalah Ki Dukut Pakering itu seorang diri saja. Karena itu, kehadiran Ki Wastu di padepokan itu. akan dapat akan dapat melawan Ki Dukut pakering, apabila orang itu akan datang kembali. Demikianlah, maka Mahisa Agni dan Witantra pada hari yang ditentukan telah meninggalkan padepokan itu. Mereka dengan laju berkuda menuju ke Kediri. Bagaimanapun juga, mereka harus bersiap menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi di sepanjang jalan. Namun ternyata bahwa perjalanan mereka sama sekali tidak terganggu. Mereka sampai di Kediri dengan selamat. Ternyata bahwa di Kediri, Pangeran Kuda Padmadatapun telah menyiapkan sepasukan pengawal. Tidak terlalu banyak, tetapi mereka adalah orang-orang pilihan yang akan dilibatkan dalam perburuan di padang yang sangati luas.
"Ayah masih akan ikut serta"
Berkata Mahisa Bungalan kepada Mahisa Agni.
"Baiklah, Bagaimana dengan adik-adikmu?"
Bertanya Mahisa Agni.
"Mereka tidak mau ditinggalkan. Sebenarnya ayah ingin mengantar mereka kembali ke Singasari. Tetapi mereka lebih senang ikut dalam perburuan ini"
Jawab Mahisa Bungalan yang seolah-olah merasa tidak sabar lagi.
Ketika Mahisa Agni bertemu dengan Mahendra yang masih sempat mengurusi barang-barang dagangannya diKediri, maka katanya Kau masih sempat mempergunakan setiap waktu yang bagimu sangat berharga"
Mahendra tertawa.
Katanya "Aku tidak dapat duduk terkantuk-kantuk saja di Kediri.
Aku mempunyai beberapa orang yang dapat bekerja bersama dengan aku disini.
Hubungan kami sudah lama.
jika aku datang ke Kediri dengan jenis-jenis batu akik dan wesi aji, maka orang-orang itulah yang aku hubungi mula-mula.
"Itu adalah ujud dari seorang pedagang yang sebenarnya desis Mahisa Bungalan. Mahisa Agnipun tersenyum. Sementara Mahendra berkata "Aku memang sudah terbiasa mempergunakan setiap waktu yang tertuang. Ah, apakah salahnya jika aku memanfaatkan waktu yang berlebihan disini?"
Mahisa Agnipun menjawab "Tentu tidak ada salahnya. Agaknya Mahisa Bungalan sama sekali tidak mewarisi sifat- sifat seorang pedagang"
"Ya"
Jawab Mahendra "mudah-mudahan adik-adiknya kelak dapat membantu aku"
Mahisa Bungalan sama sekali tidak menyahut.
Ia tidak tertarik untuk berbicara tentang jual beli batu akik dan wesi aji.
Ia lebih tertarik berbicara tentang Ki Dukut Pakering yang hileng dari pengamatan mereka.
Yang mungkin telah keluar dari medan yang diduga sebelumnya oleh mereka yang memburunya.
Demikianlah, pada akhirnya Mahisa Agni, Witantra, Mahendra telah berbicara dengan Mahisa Bungalan dan pangeran Kuda Padmadata tentang perburuan yang akan mereka teruskan.
Mereka bersepakat untuk bertemu lebih dahulu dengan Ki Wastu dan para prajurit serta pengawal yang mereka tinggalkan.
Mereka akan mempergunakan segala macam petunjuk dan keterangan dari orang-orangyang dapat mereka tawan untuk mencari jejak Ki Dukut Pakering yang bergelar Rajawali Penakluk itu.
Seperti yang dikatakan oleh Mahisa Bungalan, ternyata kedua adiknya tidak mau ketinggalan.
Mereka telah ikut pula bersama ayahnya kembali ke padepokan kecil yang menjadi sasaran pertama dari serangan Ki Dukut Pakering.
Dari sanalah perburuan itu akan diatur lebih jauh.
Kehadiran kembali Pangeran Kuda Padmadata telah memberikan kegembiraan bagi para prajurit dan pengawal.
Mereka merasa kawan-kawan mereka lebih banyak sehingga mereka akan dapat bergantian mengawasi orang- orang yang tertawan.
Sebenarnya Mahisa Bungalan rasa-rasanya sudah tidak sabar lagi.
Ialah yang bergerak lebih, cepat dari orang-orang yang dianggapnya sudah terlalu lamban karena umur mereka yang semakin tua.
Kepada para tawanan Mahisa Bungalan mendapat keterengan dimana Ki Dukut bersembunyi dan mengatur pasukannya.
"Besok aku akan pergi"
Berkata Mahisa Bungalan. Orang-orang yang dianggapnya terlalu tua dan lamban itu tidak dapat mencegah. Bersama dengan Pangeran Kuda Padmadata ia telah menyiapkan pasukannya untuk pergi ke tempat persembunyian Ki Dukut Pakering.
"Jangan hanya berdua"
Berkata Witantra, yang kemudian menyatakan diri untuk ikut bersama kedua anak- anak muda yang ingin dengan segera menemukan tempat Ki Dukut mengatur pasukannya.
Ketika matahari terbit dipagi hari berikutnya, maka Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata telah bersiap untuk berangkat.
Diantara mereka terdapatWitantra yang tidak sampai hati melepas keduanya menghadapi Ki Dukut.
Mahisa Agni hanya dapat menarik nafas dalam-dalam.
Mahendrapun tidak akan dapat menundanya.
Sehingga karena itu, maka Mahisa Agni, Mahendra, Ki Wastu dan kedua adik Mahisa Bungalan itu melepas pasukan itu sampai kedepan regol padepokan.
Pemimpin padepokan itu bersama para putut dan cantrikpun mengantar mereka sampai diluar regol.
"Mudah-mudahan mereka berhasil"
Desis pemimpin padepokan itu.
Dengan demikian, maka ia tidak akan selalu dibayangi oleh kemungkinan-kemungkinan yang pahit jika Ki Dukut datang, kepada mereka.
Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata yang tidak sabar lagi itupun langsung membawa pasukannya sesuai dengan petunjuk orang-orang yang telah tertawan.
Diantara pasukan itu terdapat dua orang dari mereka.
Orang itu harus menunjukkan, dimanakah tempat Ki Dukut bersembunyi.
"Jangan mencoba mengelabui kami"
Berkata Mahisa Bungalan kepada kedua orang itu.
Kedua orang itu tidak menjawab.
Namun mereka selalu dibayangi oleh kecemasan.
Mereka tidak tahu, apa yang akan terjadi setelah pasukan itu sampai ke tempat Ki Dukut yang mereka kenal bergelar Rajawali Penakluk itu tinggal.
"Pasukan Rajawali Penakluk itupun cukup banyak"
Berkata orang-orang itu di dalam hatinya.
Tetapi mereka pun mengakui, bahwa para prajurit itu memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kawan-kawannya.
Meskipun kawan-kawannya berjumlah lebih banyak, namun agaknya jnereka tidak akan dapat melawansepasukan prajurit dan pengawal yang dipimpin langsung oleh Pangeran Kuda Padmadata itu.
"Apakah yang aku lakukan ini bukan pengkhianatan"
Pertanyaan itu timbul pula di hati orang-orang yang tertawan itu.
Namun ternyata mereka memilih untuk melakukan perintah para prajurit daripada mereka harus mengalami perlakuan yang mendebarkan jantung.
Dalam pada itu, perjalanan pasukan itu semakin lama menjadi semakin dekat.
Mereka beristirahat sejenak ketika matahari bagaikan membakar kulit setelah melampaui puncaknya.
Namun mereka tidak menghiraukan lagi keringat yang bagaikan terperas dari tubuh mereka.
"Apakah kita akan mendekati sarang mereka esok pagi?"
Bertanya Witantra.
"Sekarang"
Jawab Mahisa Bungalan.
"Ya, sekareng"
Desis Pangeran Kuda Padmadata.
"Menjelang gelap?"
Bertanya Witantra pula.
"Apa salahnya? Kita akan bertempur malam hari"
Sahut Pangeran Kuda Padmadata. Witantra mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian "Aku sendiri tidak berkeberatan. Aku mampu bertempur tiga hari tiga malam demikian aku sampai diserang mereka. Tetapi entahlah dengan anak-anak itu"
Pangeran Kuda Padmadata dan Mahisa Bungalan tertegun, mereka mengerti maksud Witantra yang melanjutkan "Tenaga mereka telah terperas di perjalanan yang terik.
Mereka mendaki tebing dan menuruni jurang.
Kalian dapat saja memaksa mereka untuk bertempur.
Tetapi aku tidak yakin, bahwa mereka masih memiliki tiga perempat dari kemampuan mereka"Mahisa Bungalan menarik nafas panjang.
Sambil memandang Pangeran Kuda Padmadata itu berkata "Apakah kita akan mulai dengan besok pagi-pagi benar Pangeran?"
Pangeran Kuda Padmadata mengangguk.
Jawabnya "Baiklah.
Malam ini kita beristirahat di depan sarang mereka, tetapi jangan terjadi seperti yang kita dengar dan mereka yang bernasil menyergap lawan mereka justru sedang menunggui mereka di depan padepokan"
"Kita akan sempat melihat-lihat, apakah yang sebenarnya kita hadapi"
Berkata Witantra.
Dengan demikian, maka ketika mereka mendekati sarang Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itu, maka pasukan itupun segera menebar.
Mereka tidak mau kehilangan lawan mereka.
Karena itu, merekapun mengawasi sarang itu dari segala arah.
Namun, menjelang senja, mereka masih sempat melihat, bahwa sarang itu nampaknya terlampau sepi.
Mereka tidak melihat tanda-tanda apapun di muka barak yang terlindung bukit-bukit kecil.
Namun yang justru dapat dilihat jelas dari bukit-bukit itu.
"Sepi sekali"
Desis Mahisa Bungalan.
"Ya. Tetapi apakah memang demikian"
Sahut Pangeran Kuda Padmadata yang mengawasi tempat itu dari atas bukit kecil.
"Kita panggil kedua orang itu"
Gumam Witantra hampir kepada diri sendiri.
Mahisa Bungalanpun kemudian memerintahkan memanggil kedua orang tawanan yang mereka bawa bersama pasukan itu.
Dengan hati-hati keduanyapunmendekati Mahisa Bungalan.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun seperti orang-orang lain, iapun merasa bahwa barak itu terlampau sepi.
"Biasanya tidak demikian"
Berkata kedua orang itu "Apakah kau ingin menjebak kami?"
Geram Mahisa Bungalan.
"Tidak. Sama sekali tidak. Aku mengatakan yang benarnya. Barak itu tidak seperti biasanya"
Mahisa Bungalan yang tidak sabar lagi itupun berata "Marilah. Kita akan melihat"
"Berhati-hatilah"
Berkata Witantra "siapkan pasukanmu. Beberapa orang akan bersama kita"
"Paman juga akan melihat barak itu?"
Berkata ahisa Bungalan"
"Ya. Aku juga akan pergi"
Jawab Witantra.
Demikianlah, maka Mahisa Bungalan, Pangeren Kuda admadata dan Witantra, diantar oleh beberapa orang ngawal, dengan hati-hati mendekati barak yang nampaknya sepi itu.
Sementara Mahisa Bungalan mendekati barak, kedua orang tawanan itupun berada di dalam pengawasan yang ketat.
Sedangkan pasukan yang dibawanyapun telah bersiap.
Setiap saat diperlukan, mereka akan segera dapat bertindak.
Mahisa Bungalan, Pangeran Kuda Padmadata, Witantra dan beberapa orang pengawal, dengan hati-hati mendekati barak itu.
Selangkah demi selangkah mereka maju.
Tangan- tangan mereka sudah siap mencabut senjata apabila diperlukan.
Tetapi barak itu memang terlalu sepi.
Nampaknya tidak ada seorangpun yang tinggal lagi di dalam barak itu.
Pinturegol barak itu tampak terbuka.
Pagar yang rapat dan tinggi yang mengelilingi barak itupun nampaknya tidak terjaga sama sekali.
Dengan hati-hati, merekapun kemudian memasuki regol yang terbuka.
Demikian mereka menginjakkan kakinya ke halaman dalam barak itu, mereka merasa, bahwa barak itu memang sudah sepi.
"Gila"
Geram Mahisa Bungalan "mereka sempat meninggalkan barak ini"
Wajah Pangeran Kuda Padmadatapun menjadi tegang. Meskipun demikian ia berkata "Marilah, kita akan melihat isi barak itu"
Mahisa Bungalan mengangguk kecil.
Ketika ia memandang Witantra, orang itupun mengangguk pula.
Demikianlah merekapun kemudian mendekati pintu barak yang terbuka.
Perlahan-lahan mereka melangkah masuk.
Seperti ketika mereka memasuki halaman barak itu, merekapun semakin yakin, barak itu memang sudah kosong.
Sebenarnyalah, ketika mereka berada di dalam setiap barak yang ada dilingkungan sarang itu, mereka sama, kali tidak menemukan apapun juga.
Merekapun dapat menduga, bahwa orang-orang di dalam barak itu telah memindahkan sarang mereka, karena mereka yakin, bahwa pada suatu saat, pasukan Singasari dan Kediri akan datang untuk menangkap mereka.
"Tetapi mereka berhasil lolos"
Geram Mahisa Bungalan keterlambatan yang sangat mengecewakan"
Witantra tidak manjawab. Sementara Pangeran Kuda Padmadatapun nampaknya sangat kecewa, bahwakehadirannya di tempat itu sama sekali tidak memberikan hasil apapun juga.
"Paman"
Berkata Mahisa Bungalan kemudian kepada Witantra "yang terjadi adalah satu pangalaman. Betapa lambatnya kami bertindak"
Witantra mengangguk-angguk. Namun katanya kemudian "Yang terjadi atas Ki Dukut itupun satu pengalaman, bagaimana cepatnya ia bertindak. Tetapi tanpa perhitungan yang mapan"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia memandang wajah Pangeran yang masih muda itu, iapun melihat Pangeran itu menjadi sangat kecewa, namun kepalanyapun terangguk-angguk kecil mendengar jawaban Witantra itu.
"Baiklah"
Berkata Witantra kemudian "kita datang setelah sarang ini manjadi kosong. Kita tidak dapat menyalahkan siapapun juga. Tetapi ini bukan akhir dari perburuan kita"
Mahisa Bungalan mengangguk. Jawabnya "Malam ini kita akan berada di dalam lingkungan halaman barak ini. Besok kita akan kembali ke padepokan itu tanpa membawa hasil apapun juga"
Witantra hanya dapat mengangguk-angguk kecil.
Ia mengerti bahwa anak-anak muda itu menjadi kecewa.
Namun iapun merasa wajib untuk kadang-kadang meredakan gejolak kemudaan mereka itu.
Mahisa Bungalanpun kemudian memerintahkan pasukan yang dibawanya untuk memasuki halaman barak dan beristirahat semalam.
"Tetapi jangan lengah"
Berkata Pangeran Kuda Padmadata kepada para pemimpin kelompok "mungkinterjadi sesuatu yang tidak kita duga-duga sebelumnya.
Jika orang-orang itu menyingkir tidak terlalu jauh dengan perhitungan tertentu, maka mungkin sekali malam nanti, merekalah yang akan manjebak kita" -oo0dw0oo- Kiriman Langsung Dino ke
Tiraikasih Website
Jilid 15 KARENA itu, maka para pemimpin kelompok itupun segera memerintahkan pasukannya untuk meneliti pagar halaman barak yang rapat dan cukup tinggi itu.
Mungkin ada kesengajaan para pengikut Rajawali Penakluk itu membuat pintu-pintu rahasia pada dinding barak yang dapat mereka masuki dimalam hari untuk menjebak pasukan yang ada di dalamnya.
Tetapi dinding barak yang rapat dan tinggi itu ternyata cukup kuat.
Tidak ada lubang yang dapat dipergunakan untuk merayap masuk.
Meskipun demikian, para prajurit dan pengawal itupun seialu berhati-hati dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Karena mereka tidak bersiap dengan obor yang cukup banyak, maka para prajurit itupun telah membuat perapian di beberapa bagian halaman barak itu, sekaligus untuk menerangi halaman di sekitar barak, di dalam lingkungan pagar.
Mlerekapun kemudian mengatur giliran untuk berjaga- jaga, agar mereka tidak mengalami nasib seburuk pasukan Rajawali Penakluk yang mengepung padepokan, justrumereka menjadi lengah karena mereka menganggap lawannya sama sekali tidak berdaya.
Demikianlah, pasukan itupun bermalam semalam di dalam lingkungan halaman barak itu.
felapi mereka tidak mengalami sesuatu.
Namun dengan demikian, jantung nereka telah dicengkam oleh perasaan kecewa yang sangat.
"Kita harus menemukan mereka"
Geram Mahisa Bungalan. Karena itulah, ketika matahari terbit di keesokan harinya, maka Mahisa Bungalanpun telah menemui Witantra untuk membicarakan kemungkinan yang akan ditempuhnya.
"Jika kau ingin mencarinya kemana kita akan pergi?"
Bertanya Witantra "apakah kau akan membawa pasukanmu menjelajahi daerah yang tidak terbatas ini? Atau kita mencari bahan lebih dahulu sebelum pasukan kita bergerak"
"Jadi kita harus menunggu lagi?"
Bertanya Mahisa Bungalan.
"Bukan menunggu. Tetapi kita akan segera mulai. Bukankah usaha menemukan satu tempat yang akan menjadi sasaran pasukan kita itupun sudah satu permulaan? Apakah kau kira kau akan berhasil dengan iring-iringan pasukan ini mendaki tebing dan menuruni lereng-lereng jurang tanpa tujuan?"
"Jadi menurut pertimbangan paman, kita akan kembali lagi ke padepokan itu?"
Bertanya Mahisa Bungalan.
"Ya, agar kita tahu apa yang harus kita lakukan"
Mahisa Bungalan tidak menjawab.
Namun iapun kemudian memanggil dua orang tawanannya.
Dengan nada keras iabertanya, apakah ia mengetahui, kemana perginya seisi barak yang telah kosong itu.
Tetapi jawabnya benar-benar masuk akal "Bukankah selama ini aku berada di padepokan itu? Tentu aku tidak mengetahui kemana mereka pergi"
"Kemungkinan terbesar. Ha, apakah kau tahu sarang- sarang yang lain, yang dapat dipergunakan oleh Rajawali Penakluk yang licik itu?"
BentaK Mahisa Bungalan.
"Aku berasal dari barak ini"
Jawab keduanya hampir berbareng.
Mahisa Bungalan hanya dapat menggeram.
Ternyata kedua orang itu tidak dapat menunjukkan, kemungkinan yang dapat menuntun arah pasukan itu tanpa kembali dahulu ke padepokan.
Namun akhirnya Mahisa Bungalan tidak dapat berbuat lain.
Bahkan, betapapun kecewa, namun Pangeran Kuda Padmadatapun berkata "Tawanan-tawanan itu tentu ada yang dapat berbicara, kemana kita harus menyusul"
Dengan kesal, Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata telah membawa pasukannya kembali tanpa hasil apapun juga.
Barak yang mereka datangi ternyata sudah kosong sama sekali, tanpa mendapat petunjuk, kemana mereka harus mencari Rajawali Penakluk.
Ketika mereka sampai ke Padepokan setelah menempuh perjalanan panjang yang menjemukan, maka Mahisa Bungalanpun segera minta, agar Witantra berusaha untuk mendapatkan petunjuk kemana pasukan yang sudah siap di padepokan itu harus bergerak.
Witantra menarik nafas dalam-dalam ketika Mahisa Bungalan berkata "Paman, bukankah kita sudah cukup lama berjalan menjelajahi daerah yang luas ini? Bukankahdengan demikian, sudah tiba waktunya bagi kita untuk bertindak lebih cepat?"
"Ya, aku mengerti Mahisa Bungalan. Biarlah aku melakukannya secepatnya"
Jawab Witantra.
Mahisa Agni, Mahendra dan Ki Wastu yang mendengar persoalan yang dikemukakan oleh Mahisa Bungalan itu hanya tersenyum saja.
Mereka dapat mengerti gejolak darah muda yang mengalir di dalam tubuh Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata.
Namun dalam pada itu, Mahisa Murtini dan Mahisa Pukat mempunyai pendapat lain "Marilah kita mencarinya ayah.
Kita akan melanjutkan perjalanan mengelilingi daerah yang luas bersama pasukan yang kuat.
Kita akan dapat melihat-lihat dan mendapatkan pengalaman dari penjelajahan itu"
"Ah, kau"
Desis Mahendra "kau kira kita sedang bertamasya? Mungkin kau akan senang menjelajahi daerah yang luas, menuruni tebing dan memanjang lereng-lereng gunung yang terjal bersama kawan yang berjumlah banyak.
Tetapi bukan itu tujuan pasukan Singasari dan Kediri ini bergerak.
Mereka mempunyai tugas yang harus mereka lakukan sebaik-baiknya.
Dengan tenaga yang sedikit mungkin, akan dapat dicapai hasil yang sebanyak- banyaknya"
"Itu namanya tidak adil. Orang yang ingin mencapai hasil yang besar, ia harus mau bekerja sekeras-kerasnya"
Jawab Mahisa Murti. Mahendra tertawa. Katanya "Tetapi dalam perbandingan keseluruhan, patokan itu harus diperhitungkan""Seperti ayah saja"
Desis Mahisa Pukat "
Maunya ayah membeli barang semurah-murahnya dan dijual dengan harga yang setinggi-tingginya"
Bukan saja Mahendra, tetapi orang-orang lain yang mendengarpun tertawa pula. Bahkan Witantra berkata "Tetapi patokan ayahmu itu memang dapat ditrapkan dimana-mana Pukat"
Mahisa Pukat mengerutkan keningnya.
Tetapi ia tidak menjawab lagi.
Namun dalam pada itu, orang-orang tua itupun berusaha untuk mengimbangi kecepatan gerak anak-anak muda.
Merekapun segera berusaha mencari keterangan diantara tawanan yang ada di padepokan itu, kemanakah Rajawali Penakluk itu berpindah tempat.
Tetapi tidak seorangpun dari mereka yang dapat memberikan petunjuk.
Tidak seorangpun yang dapat menduga, apa yang dilakukan oleh Rajawali Penakluk itu.
Akhirnya Mahisa Bungalan tidak telaten lagi.
Kepada para tawanan itupun ia bertanya, dimanakah tempat-tempat bersembunyian dan sarang-sarang dari kelompok-kelompok yang termasuk berada dibawah pnngaruh Rajawali Panakluk itu.
Orang-orang tua yang melihat cara Mahisa Bungalan menelusuri jejak Ki Dukut itupun mengangguk-angguk.
Nampaknya Mahisa Bungalan ingin mencari Ki Dukut dari satu tempat ke tempat yang lain "Hal ini lebih baik aku lakukan, daripada tidak sama sekali"
Berkata Mahisa Bungalan.
"Baiklah kita coba"
Berkata Mahisa Agni "
Mungkin usaha ini akan ada hasilnya""Karena itu, aku harus mengetahui, kemungkinan- kemungkinan yang dapat aku lakukan"
Sahut Mahisa Bungalan.
Mahisa Agni tidak menghalang-halangi.
Ternyata bahwa dari para tawanan itu, Mahisa Bungalan dapat mengetahui beberapa tempat yang mungkin dipergunakan oleh Ki Dukut untuk bersembunyi, atau beristirahat beberapa saat sebelum ia mulai lagi dengan kerjanya yang gila.
"Kita akan menjelajahi tempat demi tempat"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berkata Mahisa Bungalan kepada Pangeran Kuda Padmadata.
"Kita dapat membagi pasukan"
Sahut Pangeran Kuda Padmadata "kau membawa separo, aku membawa separo. Kita akan pergi kearah yang berbeda setelah kita sepakati arah kita masing-masing"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk, katanya "Bagus. Dengan demikian kerja kita akan lebih cepat"
Dengan rencana itu, maka Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadatapun segera membicarakannya dengan Mahisa Agni dan orang-orang tua yang lain.
Orang-orang tua itu hanya dapat mengangguk-angguk.
Namun mereka tidak akan dapat melepaskan anak-anak muda itu.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun berkata "Baiklah.
Aku akan pergi bersama Pangeran Kuda Padmadata, sementara Witantra akan berada di dalam pasukanmu, Mahisa Bungalan"
Mahisa Agni berhenti sejenak, lalu "sudah barang tentu, padepokan ini tidak dapat ditinggalkan begitu saja.
Satu pengalaman pernah terjadi, Ki Dukut itu justru menyerang lagi padepokan ini.
Karena itu, maka biarlah Mahendra dan kedua anak- anaknya bersama Ki Wastu tinggal di padepokan ini bersama beberapa prajurit dan pengawal untuk inarignwasi para tawanan"Betapa jengkelnya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, bahwa mereka harus berada di padepokan itu.
Bagaimana pun juga keduanya menyatakan keinginan mereka, tetapi Mahendra tetap berkeberatan jika keduanya mengikuti kakaknya dalam perjalanan yang berat dan tidak menentu.
"Pada saatnya kau akan pergi juga"
Berkata Mahendra "tetapi dalam perjalanan yang lain"
Akhirnya keduanya mengerti juga, betapa beratnya tugas yang sedang dipikul oleh Mahisa Bungalan, sehingga akhirnya mereka bersedia berada di padepokan bersama ayahnya dan Ki Wastu.
Dalam pada itu, maka Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadatapun telah mempersiapkan diri.
Mereka telah membagi pasukan yang ada menjadi dua bagian.
Yang seorang akan dipimpin oleh Mahisa Bungalan, yang lain akan langsung dipimpin oleh Pangeran Kuda Padmadata.
Sementara itu masih ada sekelompok kecil yang akan tinggal di padepokan untuk membantu para cantrik apabila terjadi sesuatu.
Selebihnya, mereka yang tinggal juga berkewajiban untuk memberikan latihan-latihan olah kanuragan, agar para cantrik mampu meningkatkan ilmu mereka.
Demikianlah, pada hari yang tertentu, dua kelompok pasukan itupun berangkat dari padepokan kecil itu.
Seperti yang direncanakan, maka Mahisa Agni akan menyertai Pangeran Kuda Padmadata, sedangkan Witantra akan berada di dalam pasukan yang dipimpin oleh Mahisa Bungalan.
Bersama mereka, dua orang tawanan berada disetiap kelompok untuk menunjukkan, tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat persembunyian sementara Ki Dukut Pakering yang bergelar Rajawali Penakluk itu.Dari para tawanan itu Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata mendapat beberapa petunjuk, bahwa Ki Dukut yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk itu mempunyai beberapa gerombolan pengikut yung semula saling terpisah.
Karena itu.
maka mungkin sekuli Ki Dukut berada diantara pengikut-pengikutnya itu.
"Kita harus mendatangi sarang mereka satu demi satu"
Berkata Mahisa Bungalan kepada tawanan yang menyertainya.
Namun dalam pada itu, Pangeran kuda Padmadatapun berniat demikian.
Dengan Mahisa Bungalan Pangeran itu sudah bersetuju untuk membagi, yang manakah yang harus didatangi oleh Pangeran Kuda Padmadata, dan yang manakah yang harus diselesaikan oleh Mahisa Bungalan.
Dengan demikian maka perjalanan kelompok-kelompok itu adalah perjalanan yang cukup berat.
Mereka harus menyusup hutan, menuruni jurang dan mendaki lereng bukit-bukit.
Sarang gerombolan itu terpencar, dan pada umumnya berada di tempat yang sulit untuk didatangi.
Namun, sudah menjadi tekad Mahisa Bungalan dan Pangeran Kuda Padmadata, bahwa perburuan itu harus lebih mengarah.
Bukan sekedar menjelajahi pedepokan demi padepokan tanpa berbuat apa-apa.
Seakan-akan hanya sekedar menunggu kesempatan, serta menunggu satu kemungkinan dari berpuluh-puluh kemungkinan yang lain, bahwa mereka akan bertemu dengan Ki Dukut disatu tempat.
Mahisa Agni, Witantra, Mahendra dan Ki Wastu harus mengikuti cara berpikir anak-anak muda itu.
Sehingga merekapun kemudian seakan-akan hanyalah mengikuti saja sambil memberikan pendapat dan mungkin kemampuannya apabila diperlukanDemikianlah, maka pada hari-hari pertama, kedua kelompok itu telah menuju ke arah yang berbeda, sehingga jarak antara keduanya menjadi semakin jauh.
Mahisa Bungalan dan pasukannya, yang di sertai oleh Witantra menuju ke daerah yang berbukit-bukit, sementara Pangeran Kuda Padamadata yang diikuti oleh Mehisa Agni serta pasukannya, menusuk masuk ke dalam kepekatan hutan.
Dari para tawanan mereka mendapat petunjuk, bahwa sebagian dari sarang gerombolan yang berada di bawah pengaruh Ki Dukut itu ada di antara bukit-bukit dan terpencar di seberangnya, sementara yang lain bersembunyi di hutan-hutan dan lembah-lembah dibalik hutan itu.
Tetapi tidak seorangpun dari para tawanan yang mengetahui keadaan Ki Dukut yang sebenarnya.
Merekapun tidak tahu apa yang dilakukan oleh pengikut- pengikutnya yang terlepas dari tangan para prajurit dan pengawal.
Mereka tidak mengetahui, bahwa Ki Dukut yang bergelar Rajawaii Penakluk itu tiba-tiba saja sudah hilang dari antara pengikutnya.
Sementara sarang yang telah kosong itu telah ditinggalkan oleh penghuninya, atas pesan Ki Dukut ke tempat yang lebih tersembunyi lagi.
Karena itu, baik Mahisa Bungalan maupun Pangeran Kuda Padmadata telah dibawa oleh tawanan-tawanan yang berada di antara mereka menuju ke tampat yang sudah mereka kenal.
Sebenarnyalah, sepeninggal Ki Dukut, setiap kelompok penjahat itu seakan-akan telah saling memisahkan diri.
Mereka seakan-akan tidak lagi merasa terikat yang satu dengan lain seperti sebelum Ki Dukut yang mereka kenal dengan gelar Rajawali Penakluk itu berada di antara mereka.Hanya bekas-bekas pengaruh Ki Dukut yang mengikat mereka sajalah yang kadang-kadang masih terlintas di dalam angan-angan mereka.
"Bila orang itu datang, biarlah kami menjalankan perintahnya. Jika tidak, kami tidak mempunyai keterikatan dengan kelompok-kelompok lain"
Berkata hampir setiap pemimpin kelompok yang telah mengangkat diri mereka kembali.
Dengan demikian, maka mereka telah terjun kembali ke dalam kehidupan mereka seperti sediakala.
Mereka berada di jalan-jalan sunyi.
Menelusuri bulak-bulak panjang di malam hari, dan bahkan kadang-kadang memasuki padukuhan-padukuhan dan selanjutnya memilih rumah- rumah yang paling besar dan mempunyai kemungkinan menyimpan benda-benda berharga.
Demikianlah mereka telah kembali ke dalam kehidupan meraba sebagai perampok dan penyamun sepenuhnya tanpa pegangan dan arah sama sekali.
Dalam pada itu, maka tawanan yang berada di dalam pasukan Mahisa Bungalan telah membawa pasukan itu untuk pertama kali ke sarang sekelompok penjahat yang dianggapnya paling baik.
Kelompok yang pertama berhubungan dengan Ki Dukut yang bergelar Rajawali Penakluk itu.
"Mungkin Rajawali Penakluk itu berada di sana"
Katanya di dalam hati "jika tidak, maka meskipun pasukan ini akan berhasil menghancurkan sarang itu, tetapi pasukan ini tentu akan mengalami luka yang cukup parah pula.
Jika kemudian aku membawa keternpat yarig terhitung kuat, maka keadaannya tentu semakin buruk, sehingga akhirnya akan menjerumuskan pasukan ini ke dalam lingkungan yang tidak akan memberinya kesempatan untuk meninggalkan tempat itu.
Sarang kelompokku sendiri yang aku kenal baik-baik"
Demikianlah, maka setelah menempuh perjalanan yang panjang dan beristirahat semalam di lereng sebuah bukit berbatu padas, maka pasukan itupun mendekati sarang kelompok yang akan mereka datangi pertama kali.
"Kau jangan menipu kami"
Berkata Mahisa Bunga lan kepada kedua orang itu "kami akan menghancurkan kepala kalian"
"Aku hanya menunjukkan. Aku tidak tahu lagi, apakah isi padepokan itu. Apakah Rajawali Penakluk ada di situ atau tidak. Atau kemungkinan-kemungkinan lain pada perkembangan terakhir"
Mahisa Bungalan menggeram. Namun kemudian katanya "Sebut, darimana arah yang sebaiknya kami mendekati barak itu?"
"Barak itu menghadap ke tangga yang mendaki lereng bukit ini. Tetapi di samping beberapa gubug, terdapat pula sebuah goa yang dalam dan luas. Aku juga tidak tahu, siapakah yang memimpin kelompok ini sekarang"
Desis tawanan itu. Mahisa Bungalan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun minta pertimbangan Witantra, apakah yang sebaiknya dilakukannya.
"Jika kau sudah siap, maka sebaiknya kita mendekati barak itu"
Berkata Witantra "awasi setiap lubang yang mungkin dapat dijadikan jalan untuk melepaskan diri. Besok pagi-pagi kita akan menyergap"
"Kau harus memberikan kesempatan kepada orang- orangmu untuk beristirahat. Jangan kau paksa merekauntuk memeras keringatnya di perjalanan, kemudian memeras darahnya di pertempuran ini"
Mahisa Bungalan tidak membantah lagi. Iapun kemudian memerintahkan pasukannya dengan diam-diam mengepung barak dan goa di hadapan mereka. Tetapi mereka harus sangat berhati-hati, agar penghuni barak itu tidak mengetahuinya.
"Biarkan orang yang memasuki daerah kepungan ini"
Perinlah Mahisa Bungalan "tetapi setiap orang yang keluar harus kalian ikuti dan kalian tangkap setelah jaraknya cukup jauh dari barak itu"
Demikianlah, maka ketika senja menjadi semakin gelap, pasukan yang datang itupun mulai mengatur diri mengepung sarang gerombolan perampok dari penyamun yang berada dibawah pengaruh Rajawali Penakluk itu.
Seperti yang diperintahkan oleh Mahisa Bungalan, maka para prajurit dan pengawal itupun akan menangkap setiap orang yang keluar dari barak itu, sehingga memungkinkan mereka menghubungi gerombolan yang lain sehubungan dengan kehadiran para prajurit dan pengawal Tetapi ternyata bahwa kehadiran mereka diketahui oleh penghuni barak itu.
Seperti yang selalu mereka lakukan, mengingat pesan Ki Dukut agar mereka selalu berhati-hati, maka gerombolan itu telah memasang beberapa orang untuk mengawasi keadaan siang dan malam.
Demikian mereka melihat sepasukan mendekati barak itu, maka merekapun segera bertindak cepat.
Sesudah memberikan laporan kepada pemimpin gerombolan itu.
maka dua orang telah diperintahkan untuk menghubungi gerombolan terdekat.
Mereka memang sudah memperhitungkan bahwa pasukan itu baru akan menyerang dikeesokan harinya.
Menurut perhitungan gerombolan itu,pasukan yang datang itu tidak akan bergerak dimalam hari, karena mereka belum mengenal medan sebenarnyalah yang cukup gawat.
"Tetapi bagaimana jika mereka menyerang malam ini"
Bertanya salah seorang dari gerombolan itu.
"Kita akan melumatkannya. Kita sudah terbiasa bergerak dimalam hari. Dan kita sudah mengenal daerah ini seperti kita mengenal tubuh kita sendiri"
Jawab pemimpin gerombolan itu.
"Kenapa kita tidak menyerang mereka malam ini?"
Bertanya yang lain.
"Kita harus keluar dari sarang kita. Merekapun berpencar mengelilingi barak ini. Apalagi mereka telah memilih tempat yang paling baik bagi mereka, karena kitalah yang datang kepada mereka. Agak berbeda jika merekalah yang datang kepada kita. Mereka tidak dapat memilih tempat dimana kita akan menjebak"
Sahut pemimpin gerombolan "selebihnya, jika orang kita itu sempat menghubungi kelompok lain yang terdekat, maka kita akan mendapat kesempatan lebih banyak.
Aku sudah berpesan, agar mereka tetap berada diluar kepungan, dan mereka akan bertindak pada saat pasukan itu menyerang kita besok pagi"
Para perampok dan penyamun yang berada dibarak itupun hanya dapat menunggu.
Namun mereka selalu siap menghadapi segala kemungkinan yang bakal datang.
Ternyata bahwa dua orang yang mereka tugaskan untuk menghubungi kelompok lainnya, berhasil menyusup keluar sebelum kepungan itu merapat.
Mereka dengan tergesa- gesa, bahkan berlari-lari kecil menuju kesebuah barak yang lain.
Mereka berharap bahwa sebelum pagi.
kelompok yang lain itu sudah berada di sekitar sarangnya.Kedatangan kedua orang itu memang mengejutkan.
Sarang yang didatangi itupun selalu dalam kesiagaan seperti juga yang lain-lain.
Sehingga karena itu, kedatangan kedua orang itu segera diketahui oleh hampir semua orang di dalam gerombolan itu.
"Apa yang terjadi?"
Bertanya pemimpin gerombolan itu.
"Barak kami telah didatangi otuli sepasukan yang kuat berkata kedua orang petugas itu "mereka mengepung barak kami. Menurut perhitungan kami, mereka akan menyerang besok pagi"
Pemimpin gerombolan itu mengangguk-angguk.
Iapun segera mengerti bahwa kedatangan kedua orang itu tentu akan memerlukan bantuan.
Untuk menjaga kepentingan bersama, juga apabila gerombolan itu sendiri mengalami, maka pemimpin gerombolan itupun berkata "Kau tentu memerlukan bantuan.
Baiklah, kita akan menghadapi mereka bersama- sama"
"Terima kasih. Kamipun akan melakukan hal yang serupa apabila barak inilah yang mengalami serangan pada kesempatan lain"
Jawab petugas itu.
"Tetapi apakah menurut perhitungan kalian, kami akan dapat melawan mereka?"
Bertanya pemimpin gerombolan itu.
"Jumlah mereka tidak terlalu banyak. Tetapi kita sudah dapat mengukur kemampuan mereka. Ketika orang-orang lerbaik kita menyerang mereka, maka diantara kita jaluh banyak korban"
Berkata petugas itu "tetapi sekarang, meskipun bukan orang-orang terbaik, kita dapat mengarahkan semua orang yang ada.
Tidak hanya beberapaorang terpilih saja.
Bagaimanapun juga, jumlah akan ikut menentukan akhir dari pertempuran yang bakal datang itu"
"Aku sependapat"
Jawab pemimpin gerombolan itu "tentu orang-orang yang tertawan itulah yang telah menunjukkan barakmu itu"
"Tentu. Kami sudah memperhitungkan, seperti juga perhitungan Rajawali Penakluk itu, sehingga ia memerintahkan sarang induk kita itu dipindahkan"
Demikianlah, maka gerombolan itupun segera mempersiapkan diri. Mereka harus dengan cepat bertindak.
"Kesempatan untuk melepaskan dendam"
Berkata pemimpin gerombolan itu "merekalah yang kini datang. Dengan jumlah yang banyak kita akan menghancurkan mereka. Meskipun kita tidak lagi memilih orang-orang terbaik, tetapi justru kita semuanya akan bergerak"
Sejenak kemudian, maka gerombolan itupun telah meninggalkan sarang mereka.
Hanya beberapa orang sajalah yang kemudian tinggal menunggui harta benda yang tersimpan di dalam barak itu.
Dengan petunjuk dari kedua orang yang datang memberitahukan keadaan baraknya itu, maka gerombolan yang datang itupun telah mengatur diri.
Pemimpin gerombolan itu telah memberikan beberapa petunjuk, agar kehadiran mereka tidak diketahui oleh orang-orang Singasari dan Kediri itu.
"Kita baru akan bergerak jika orang-orang Singasari dan Kediri itu sudah mulai menyerang"
Berkata pemimpin gerombolan itu, lalu "sehingga dengan demikian, maka pasukan itu akan terjepit.
Di depan mereka adalah orang- orang yang berada di dalam barak, sementara dibelakang mereka adalah kita yang datang untuk membalas dendam"Demikianlah, maka dengan cepat gerombolan itu bergerak.
Mereka mendekati sarang yang terkepung itu menjelang ayam jantan berkokok untuk yang ketiga kalinya.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada waktu sedikit untuk beristirahat"
Berkata pemimpin gerombolan itu "memencarlah.
Bukankah kalian telah mengenal daerah ini, setidak-tidaknya beberapa orang diantara mereka? Kalian akan menyerang setelah aku memberikan isyarat dengan suara kentongan kecil ini.
Kalian tidak perlu mengapung daerah ini.
Tetapi kalian cukup berkumpul kelompok demi kelompok di tempat yang terpencar, sehingga pada saatnya kalian akan dapat menyergap dari segala arah.
Sementara kalian menunggu fajar, kalian sempat tidur barang sejenak"
Demikianlah, maka dengan sangat hati-hati, maka gerombolan itupun telah terpencar.
Mereka berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil yang sudah ditentukan diseputar barak itu.
Pada saatnya mereka sudah ditentukan diseputar barak itu.
Pada saatnya mereka akan menyerang dari segenap penjuru"
Waktu yang sesaat itu telah mereka pergunakan sebaik- baiknya untuk beristirahat.
Beberapa orang diantara mereka sempat mengunyah makanan yang mereka bawa dari barak mereka.
Yang lain langsung tertidur.
Tetapi kawannya segera membangunkannya sambil berdesis "Jangan mendengkur.
Suaramu seperti babi hutan.
Jika orang-orang Singasari dan Kediri itu mendengar, maka mereka akan datang menangkapmu"
"Apa aku mendengkur?"
Ia bertanya.
"Keras sekali"
Jawab kawannya.
"Aku tidak merasa"
Jawabnya."Dan kau tentu tidak mendengarnya pula"
Sahut kawannya yang lain. Orang itu terdiam. Tetapi iapun kemudian tidur sambil memiringkan kepalanya, agar tidak mendengkur lagi. Tetapi ternyata kawannya telah membangunkannya lagi.
"Pergilah jauh-jauh. Tidurnya sendiri"
Geram kawannya.
"Nanti aku dimakan harimau"
Katanya "baiklah. Aku tidak akan tidur. Aku hanya sekedar bertiduran untuk menghilangkan telah"
Tetapi sebentar kemudian ia sudah mendengkur lagi.
Namun kawan-kawannya tidak menghiraukannya lagi.
Merekapun sedang mencoba untuk dapat tidur barang sekejap.
Tetapi kesempatan itu memang tidak terlalu lama.
Sejenak kemudian langitpun mulai dibayangi oleh warna fajar.
Dalam pada itu, maka para prajurit dan pengawal yang mengepung barak itupun telah bersiap-siap untuk melakukan tugas mereka.
Barak itu akan segera mereka serang dari segala arah.
Mereka masih mempunyai harapan, bahwa mereka akan dapat menemukan Rajawali Penakluk atau setidak-tidaknya mendapat keterangan tentang dirinya.
"Ingat"
Berkata Mahisa Bungalan kepada pemimpin- pemimpin kelompok yang dikumpulkannya menjelang pagi kami bukan datang untuk membunuh.
Tetapi tugas kami adalah memburu orang yang bernama Ki Dukul dan bergelar Rajawali Penakluk itu.
Meskipun porumpok dan penyamun tidak dibenarkan adanya, tetatamai ditelatah Kediri dan Singasari, namun cara kita menghadapi mereka berbeda dengan apa yang harus kita lakukan terhadap Ki Dukut Pakering"Para pemimpin kelompok itu mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mahisa Bungalan.
Karena itu.
maka merekapun mengangguk dan siap menyampaikan perintah itu kepada anak buah mereka.
"Kalian akan mendengar suara panah sendaren. Kami disini akan melepaskan panah itu kesegenap arah. Suara sendaren yang kalian dengar adalah perintah, bahwa kalian harus segera menyerang"
Berkata Mahisa Bungalan kemudian.
Demikianlah maka para pemimpin kelompok itupun segera kembali ke tempat masing-masing dan segera menyampaikan pesan itu pula kepada anak buahnya.
Sementara itu, di dalam barak itupun telah terjadi kesibukan.
Orang-orang di dalam barak itu menjadi- berdebar-debar pula.
Kedua orang yang ditugaskannya mencari hubungan dengan gerombolan terdekat tidak kembali lagi kepada mereka.
"Keduanya tentu mempunyai perhitungan tersendiri"
Berkata pemimpin gerombolan itu "mereka tidak akan berani menembus kepungan. Jika mereka tertangkap, maka rahasia hubungan mereka dengan kawan kita diluar barak ini akan terungkap"
Bagaimana jika mereka tertangkap ketika mereka berangkat?"
Bertanya seseorang.
"Memang mungkin. Karena itu, kita harus bersiaga sebaik-baiknya. Mungkin kita memang harus bertempur tanpa bantuan pihak yang lain"
Jawab pemimpin gerombolan itu "sementara kita belum tahu pasti, seberapa besar kekuatan lawan.
Tetapi kita yakin, bahwa kita akan dapat mempertahankan diri.
Dan kitapun yakin, bahwa orang itu akan dapat menghubungi kawan kita.
Merekaakan datang membantu kita dengan cara yang kita pesankan"
Namun demikian, pemimpin gerombolan itupun telah memerintahkan orang-orangnya Untuk mempergunakan segala cara yang dapat mereka lakukan tanpa mengharap bantuan pihak lain.
"Jumlah kita cukup banyak"
Geramnya.
Beberapa orang diantaranya mereka telah siap dengan budur dan batu besar yang dapat mereka lontarkan pada lereng-lereng yang mungkin akan dipanjat oleh para prajurit dan pengawal.
Juga di hadapan tangga yang menjadi jalan induk memasuki sarang mereka.
Sementara yang lain telah menyiapkan lembing-lembing bambu yang ujungnya diberi sekeping besi.
Lembing-lembing itu akan dapat mereka lontarkan kepada lawan yang akan mendaki bukit.
Dengan senjata-senjata itu, mereka telah menghadap kesegala arah yang mungkin akan ditempuh oleh para prajurit dan pengawal.
Meskipun satu sisi dari barak itu agaknya terlalu sulit untuk ditempuh, namun mereka telah menempatkan-beberapa orang untuk mengawasinya juga.
Mungkin sekali para prajurit dan pengawal itu justru meng ambil arah yang dianggapnya terlalu sulit itu, sehingga mereka dapat menyergap tanpa mendapat perlawanan yang berarti.
Tetapi prajurit dan pengawal yang dipimpin oleh Mahisa Bungalan itu tidak mempergunakan jalan yang terlalu sulit itu.
Kepungannya pada bagian yang sulit itupun tidak terlalu rapat, karena mereka menganggap, jalan itu tidak akan mungkin dilakui.
Dengan hati yang berdebar-debar, setiap orang telah menunggu langit menjadi terang.
Para prajurit danpengawal, orang-orang yang berada di dalam kepungan dan gerombolan yang datang untuk membantu.
Dengan demikian, maka rasa-rasanya tempat itu justru menjadi semakin sepi.
Orang-orang yang ada di sekitar tempat itu telah menahan nafas masing-masing dengan tangan dihulu senjata.
Sementara yang lain telah siap untuk melontarkan senjata-senjata mereka, sementara orang lain menggenggam tangkai ketongan dengan eratnya sedangkan tangannya yang lain menggenggam pemukulnya.
Tiba-tiba kesenyapan pagi itu telah dikoyak oleh lengking panah sendaren.
Beberapa panah sendaren telah berterbangan kesegala arah, seolah-olah gaung suara burung aneh yang memenuhi langit yang masih buram.
Pada saat itulah pasukan Mahisa Bungalan mulai bergerak.
Merekapun menyadari kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada saat mereka mendekati barak.
Karena itulah, maka pasukan yang paling kuat adalah justru pasukan yang datang dari arah sayap.
Meskipun mereka menempuh jalan yang agak sulit, tetapi mereka mendaki tebing tidak tepat di hadapan barak yang menjadi sasaran serangan mereka, sehingga mereka tidak akan mendapat hambatan langsung dari orang-orang di dalam barak itu.
Tetapi satu hal yang tidak diperhitungkan oleh Mahisa Bungalan adalah, kedatangan orang-orang dari gerombolan lain yang akan menyerang mereka dari belakang.
Perlahan-lahan pasukan Mahisa Bungalan itu bergerak maju.
Hal-hal yang akan terjadi telah diduga sebelumnya.
Demikian pasukan induk itu mendekati tangga, maka orang-orang di dalam gerombolan itu telah siap melontarkan batu-batu yang besar untuk menghambat lawan mereka, sementara yang lain akan melemparkanlembing-lembing bambu yang ujungnya diberi kepingan- kepingan besi tajam.
Tetapi para prajurit dan pengawal itupun cukup mempunyai pengalaman.
Karena itu, maka mereka yang dihadapkan langsung pada jalan induk itu adalah prajurit- prajurit dan pengawal pilih yang mampu mengatasi kesulit an yang bakal mereka hadapi dengan perlengkapan khusus Mereka adalah prajurit-prajurit yang bersenjata pedang dan perisai.
Demikian prajurit-prajurit pengawal yang melalui jalan di hadapan sarang mereka itu mulai mendaki, di-antaranya lewat tangga yang memang sudah ada disitu, maka batu- batu besar itupun mulai dilontarkan, diiringi dengan lemparan lembing dan anak panah.
Bebatuan dan senjata-senjata itu momang dapat menahan pasukan Mahisa Bungalan.
Mereka tidak segera dapat memanjat.
Sebagian dari mereka berusaha untuk mendaki di sebelah menyebelah, tetapi batu-batu itupun meluncur dengan derasnya diiringi dengan lontaran lembing dan anak panah.
Namun agaknya para prajurit dan pengawal itu tidak menjadi gelisah.
Hal itu memang sudah diperhitungkan.
Pasukan yang datang dari sayap harus mendahului menghimpit gerombolan itu, sehingga sebagian dari mereka akan ditarik ke daerah benturan yang terjadi itu.
Sebenarnyalah bahwa sebagian sayap pasukan Mahisa Bungalan telah berhasil mendaki tebing.
Merekapun segera merayap mendekati sarang gerombolan itu dari samping.
Dengan demikian, maka pertempuran yang berkobar lebih dahulu justru sayap pasukan Mahisa Bungalan.
Pasukan itu seolah-olah telah datang menghimpit dari sebelah menyebelah.Kekuatan pasukan Mahisa Bungalan ternyata sangat mengejutkan.
Jumlah mereka memang tidak sebanyak orang-orang yang ada disarang itu.
Tetapi kemampuan mereka ternyata jauh melampaui kemampuan orang-orang yang berada digerombolan itu.
Namun dalam pada itu, sejenak kemudian telah terdengar suara kentongan dari arah yang agak jauh, justru di bagian yang dianggap sulit.
Suara kentongan yang memberikan aba-aba kepada gerombolan yang akan datang membantu gerombolan yang telah diserang oleh pasukan Mahisa Bungalan itu.
Tetapi sebenarnyalah, yang berada di tempat itu hanyalah beberapa orang saja yang bertugas membunyikan isyarat itu.
Sementara itu, pasukan yang sebenarnya telah memencar dari segenap arah, seperti pasukan Mahisa Bungalan.
Isyarat itu mengejutkan Mahisa Bungalan dan pasukannya.
Dengan demikian, maka mulailah Mahisa Bungalan menyadari kelengahannya.
Batu dan lembing yang dilontarkan dari atas tebing tidak mengejutkan pasukannya.
Kestagaan itu dapat saja berlangsung setiap saat, sejak terjadi permusuhan dengan padepokan kecil itu, karena mereka yang berada disarang gerombolan itu sudah menduga, bahwa pada suatu saat akan datang serangan balasan seperti itu.
Tetapi bahwa diluar kepungan pasukan dari Singasari dan Kediri itu masih terdapat selapis lawan yang menyergap mereka, adalah merupakan satu peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi.
"Satu kelengahan"
Desis Witantra."Ya. Satu kelengahan"
Gumam Mahisa Bungalan "kita tidak tahu, apakah kelengahan ini akibatnya akan parah bagi pasukan ini"
Witantra tidak menjawab.
Tetapi ia mulai melihat, orang-orang yang bermunculan dari gerumbul-gerumbul liar diseputar mereka.
Dengan senjata teracu dan teriakan- teriakan yang gempita, merekapun berlari-lari dengan garangnya.
Para prajurit Singasari dan pengawal dari Kediri yang sudah berada di atas tebingpun terkejut.
Sayap pasukan yang mulai menghimpit lawannya itu harus mengambil sikap.
Tetapi para pemimpin kelompok para prajurit dan pengawal itu memiliki pengalaman yang luas di dalam pertempuran yang paling garang.
Karena itu, maka merekapun dengan cepat menyesuaikan diri.
Meskipun mereka tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa lawan meraka menjadi sangat banyak dikedua arah.
Kehadiran gerombolan itu telah membuat orang-orang di dalam sarang yang terkepung itu bersorak-sorak pula.
Mereka merasa seakan telah terlepas dari ancaman yang mencemaskan dari pasukan yang kuat itu.
Sejenak kemudian, pertempuran yang dahsyatpun telah terjadi.
Bukan saja disayap pasukan yang sudah mulai menyerang dari sebelah menyebelah.
Tetapi pasukan yang sudah mulai memanjat dari bagian depan barak itupun harus menghentikan langkah mereka untuk meng -hadapi gerombolan yang menyerang mereka dari arah belakang.
"Keadaan kita gawat paman"
Berkata Mahisa Bungalan. Witantra memang melihat keadaan yang gawat itu. Pasukan lawan jumlahnya menjadi semakin banyak."Aku akan membunyikan isyarat untuk menyelamat kan pasukan ini"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berkata Mahisa Bungalan. Tidak ada pilihan lain. Karena itu, maka Witantrapun mengangguk kecil. Namun Mahisa Bungalan masih nampak ragu-ragu ketika tiga orang penghubung telah siap di hadapannya.
"Bagaimana paman?"
Sekali lagi ia bertanya.
"Keadaan pasukanmu memang gawat"
Berkata Witantra.
Mahisa Bungalan mengangguk sambil berkata "Baiklah.
Marilah kita lepaskan isyarat itu.
meskipun sebenarnya baru akan aku lepaskan disaat-saat yang memaksa.
Bahkan kami berharap bahwa isyarat itu tidak perlu.
Tetapi keadaan yang tidak terduga-duga ini telah mencemaskan pasukan kita.
Meskipun pertempuran ini baru mulai.
Agaknya kita tidak boleh membiarkan pasukan ini hancur di ujung pertempuran"
Ketiga orang itupun kemudian siap dengan busur dan anak panah mereka.
Panah sendaren.
Dengan segera ketiganyapun menyiapkan diri.
Sejenak kemudian, maka meluncurlah berturut-turut tiga panah sendaren keudara.
Isyarat itu telah mengejutkan setiap pemimpin kelompok pasukan Singasari dan Kediri.
Namun dengan demikian mereka menyadari, bahwa keadaan mereka mulai gawat demikian mereka mulai terlibat ke dalam pertempuran.
Isyarat itu adalah isyarat untuk bertempur dengan kekuatan tertinggi dan kemungkinan yang paling buruk.
Pasukan itu harus mengurangi jumlah lawan mereka sebanyak-banyaknya.Karena itulah, maka pertempuran itupun segera telah meningkat semakin dahsyat.
Pasukan Singasari dan Kediri itu tidak sempat melihat keseluruhan medan.
Karena itu, merekapun segera dapat membayangkan, ketika isyarat itu mereka dengar.
"Tidak ada cara lain"
Berkata seorang pemimpin kelompok kepada anak buahnya.
Sebenarnyalah para prajurit dan pengawal itupun telah bertempur tanpa pengekangan diri.
Ketika satu dua orang kawan mereka mulai terluka, maka merekapun yakin, bahwa sebenarnyalah isyarat itu telah dilontarkan tepat pada saatnya, demikian pertempuran itu mulai.
Karena itulah, maka pasukan Mahisa Bungalanpun telah mengerahkan segenap kemampuan mereka.
Justru mereka merapat dan menyempit garis benturan antara pasukan mereka dengan lawan.
Dengan demikian, maka mereka berhasil membatasi jumlah lawan yang akan langsung mereka hadapi, meskipun dengan demikian, lapisan lawan menjadi semakin tebal.
Tetapi kelebihan kemampuan dan ketrampilan bertempur pada para prajurit dan pengawal itu telah membuat lawan mereka menjadi ngeri.
Pada saat-saat yang gawat itu, Mahisa Bungalan dan Witantra tidak dapat tinggal diam.
Sementara mereka belum pasti bahwa di tempat itu terdapat seorang yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk, maka Witantrapun harus membantu para prajurit dan pengawal yang gelisah melihat jumlah lawan mereka.
Witantra dan Mahisa Bungalan tidak segera memisahkan diri.
Witantra masih menunggu perkembangan.
Jika benar ada orang bernama Rajawali Penakluk itu, dan yang dipilihnya ternyata Mahisa Bungalan untuk menjadilawannya, maka mau tidak mau Witantra harus berusaha menghindarkannya.
Apalagi pertemuan antara dua orang yang memiliki ilmu yang tinggi itu bukannya di dalam perang tanding.
Karena itu, maka Witantra dan Mahisa Bungalan yang justru berada diinduk pasukan yang menghadap langsung kemulut sarang gerombolan itu, telah bertempur pula diantara para prajurit dan pengawal yang tidak sempat untuk memanjat naik.
Kecuali lawan merekalah melontarkan batu dan senjata tajam, juga karena sergapan yang tiba-tiba saja datang dari belakang.
Sebenarnyalah bahwa jumlah induk pasukan itu justru tidak sebesar sayap pasukan yang mendapat tugas menghimpit lawan dari arah yang berlawanan.
Menurut perhitungan, memang sayap itulah yang akan membenturkan kekuatannya lebih dahulu karena mereka tentu tidak akan mendapat hambatan yang sangat besar disaat-saat mereka memanjat tebing untuk mencapai ketinggian lawan mereka.
Kehadiran Witantra dan Mahisa Bungalan langsung dimedan pertempuran itu telah mengejutkan lawan mereka, justru karena keduanya nampaknya tidak berdebar dengan orang-orang lain dalam pasukannya, dan senjata merekapun tidak lebih dari sebilah pedang seperti yang diperguna kan oleh orang-orang lain di dalam pasukan itu.
Namun ternyata bahwa ujung senjata mereka itu, bagaikan memiliki ketajaman penglihatan, sehingga setiap geraknya telah berhasil menyusup senjata lawan, dan menyentuh kulit dan mengoyak daging.
Meskipun Mahisa Bungalan telah melepaskan isyarat untuk bertempur dengan kemampuan tertinggi dan kemungkinan yang terburuk bagi lawan, namun keduanyamemang bukan pembunuh-pembunuh yang tidak berperi- kemanusiaan.
Karena itu, justru mereka yang tersentuh oleh senjata Witantra dan Mahisa Bungalan, sebagian besar masih mempunyai kemungkinan untuk tetap hidup meskipun mereka tidak berdaya lagi untuk melawan.
Pertempuran itu semakin lama menjadi semakin dahsyat.
Orang-orang yang mempertahankan sarang mereka dan mereka yang datang untuk membantu, mulai merasa, bahwa lawan mereka benar-benar sepasukan prajurit dan pengawal yang mumpuni.
"Tetapi jumlah kita jauh lebih banyak"
Berkata pemimpin gerombolan yang bertahan.
Hampir bersamaan pula, maka pemimpin gerombolan yang datang membantupun berteriak pula.
Teriakan-teriakan itu memang dapat memberikan dorongan tekad yang dilambari dengan dendam seperti yang sengaja ditiup ketelinga mereka oleh para pemimpin mereka.
Dengan demikian, meskipun diinduk pasukan itu, jumlah prajurit dan pengawal terlalu sedikit dibandingkan dengan jumlah lawan mereka, namun pertempuran itupun seolah-olah menjadi seimbang.
Orang-orang yang berada di atas tebing itu tidak lagi dapat melontarkan batu dan lembing-lembing bambu yang ujungnya diberi kepingan besi tajam, karena di dalam pertempuran itu seakan-akan telah berbaur kedua belah pihak.
Disayap pasukan Mahisa Bungalan yang sudah berada di tempat yang lebih tinggi, dan sudah mulai menghimpit lawan telah mengalami kesulitan pula.
Mereka bertempur menghadap kesegala arah.
Justru merekalah yang kemudian seolah-olah telah terkepung.Namun pengalaman mereka berada diberbagai medan yang paling berai, segera menempatkan mereka pada kedudukan yang paling mungkin untuk mengatasi kesulitan itu.
Dalam medan yang sempit itu, prajurit dan pengawal yang berada di dalam pasukan Mahisa Bungalan itu telah membentuk gelar bulat memanjang.
Dengan demikian, maka sebagian lawan mereka yang berusaha mengepung pasukan itu, telah berada di pinggir tebing yang meskipun tidak sangat linggi, tetapi seseorang yang terlampar akan berguling dan jatuh dilembah yang memungkinkan mereka menjadi luka-luka pada kulit dan daging.
Mungkin luka itu tidak terlalu parah.
Namun luka-luka itu akan dapat mengganggu kemampuan tempur mereka.
Sebenarnyalah, bahwa medan yang sempit itu membuat orang-orang yang bertempur sambil berdesak-desak an itu menjadi kebingungan.
Adalah satu perhitungan yang mapan, bahwa setiap kali pasukan Mahisa Bungalan yang berada disayap itu telah berusaha mendesak lawan mereka.
Satu dua diantara mereka berguling kebawah.
Dengan mendesak mereka maka mereka tidak akan dapat bertahan lagi.
Mereka lebih baik berguling-guling di lereng itu, dari pada perut mereka dilubangi dengan ujung pedang prajurit dan pengawal dari Kediri yang ternyata memiliki ketrampilan yang luar biasa dalamilmu pedang.
Namun serangan gerombolan itu bagaikan gelombang yang menghempas pantai.
Bergulung-gulung susul menyusul.
Jika lapisan pertama berhasil disapu oleh prajurit dan pengawal itu, mati terluka atau terguling dijurang, maka lapisan berikutnya telah menghantam mereka dengan ujung senjata teracu.Dalam pada itu, orang-orang yang terguling di tebing itu tidak lagi berusaha untuk memanjat.
Sambil menyeringai menahan pedih merekapun segera bangkit dan menggabungkan diri dengan kawan-kawan mereka yang berada dibawah, bertempur melawan induk pasukan Mahisa Bungalan.
Mereka menganggap bahwa lawan terlalu sedikit di induk pasukan itu, sehingga mereka akan dengan mudah dapat segera menumpas mereka sampai orang terakhir Tetapi demikian mereka mendekat, maka mereka mulai melihat satu kenyataan yang sama sekali lain dengan yang mereka duga.
Meskipun jumlah mereka tidak terlalu banyak, namun kawan-kawan gerombolan yang sudah berada di hadapan pasukan yang sedikit itu sama sekali tidak berhasil mendesak maju.
Bahkan satu dua orang diantara mereka terlempar diantara kawan-kawan mereka yang berdesakan.
Yang lain merangkak sambil mengerang.
Sementara yang lain lagi terkapar tidak bergerak.
"Luar biasa"
Desis salah seorang dari mereka "tentu ada diantara mereka yang memiliki ilmu iblis"
Dalam pada itu, maka dua orang diantara mereka yang datang menyerang itu benar-benar mendebarkan jantung.
Ternyata bukan saja Rajawali Penakluk yang mampu berbuat sesuatu diluar nalar mereka.
Para prajurit dan pengawal sudah membuat mereka berdebar-debar.
Apalagi kedua orang itu.
Mereka mampu berbuat sesuatu seperti yang pernah diperlihatkan oleh Rajawali Penakluk itu.
Karena itulah, maka kedua orang itu benar-benar menjadi hantu di medan pertempuran yang semakin dahsyat itu.
Keduanya benar-benar mampu menyapu lawan yang mengepung mereka.
Meskipun luka-luka senjata yang tergores di tubuh lawannya, bukan goresan dan tikaman yang membunuh, namun mereka benar-benar telah berhasilmelumpuhkan lawan yang tidak terhitung jumlahnya.
Jika diantara mereka ternyata ada satu dua orang yang terbunuh, agaknya bukan itulah tujuan mereka.
Tetapi sebenarnyalah bahwa Witantra dan Mahisa Bungalan tidak akan dapat menghindarkan diri dari pembunuhan.
Lawan demikian banyak yartg datang dari segala arah.
Karena itu, maka kadang-kadang yang terjadi tidak lagi dapat dihindarinya..Dalam pada itu, pertempuran di sebelah menyebelah, masih berlangsung dengan sengitnya pula.
Pasukan induk yang jumlahnya tidak begitu banyak itu harus bertempur dengan segenap kemampuan mereka.
Tetapi pada umumnya mereka adalah orang-orang terpilih yang bersenjata pedang dan perisai sehingga orang-orang dari gerombolan yang datang membantu dan menyerang pasukan induk itu dari arah belakang, terkejut karenanya, karena seolah-olah mereka telah membentur kekuatan yang tidak akan tertembus.
Dengan demikian maka pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit.
Matahari yang kemudian memanjat langit, bagaikan semakin memanasi arena yang terbakar oleh kemarahan, dendam dan kebencian.
Mereka yang bertempur itu telah basah oleh keringat.
Tetapi ada pula diantara mereka yang menjadi basah oleh darah yang mengalir dari luka.
Yang terdengar diarena pertempuran itu adalah teriakan- teriakan kemarahan, hentakan senjata dan umpatan- umpatan kasar.
Namun kadang-kadang juga lengking kesakitan dan kejutan dari mereka yang tergelincir ke dalam jurang.
Orang-orang yang berada di dalam sarang gerombolan itupun sudah seluruhnya ikut melibatkan diri.
Mereka yangsemula melemparkan batu dan lembing, telah berlari-lari menuruni tebing dan melibatkan diri malawan pasukan induk Mahisa Bungalan, sehingga seperti pasukan yang berada disayap, mereka berhadapan dengan lawan yang datang dari arah yang berlawanan.
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Pendekar Bloon Karya SD Liong Elang Terbang Di Dataran Luas -- Tjan Id