Panasnya Bunga Mekar 23
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 23
Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja
Tetapi apa boleh buat.
Jika kau berteriak, maka kau akan mati Ibumu akan mati dan saudaramu itupun akan mati.
Ayah dan kedua saudaramupun akan mati pula apabila mereka mendengar suaramu dan berusaha untuk menolongmu"Suasana menjadi tegang.
Tetapi tidak seorangpun dapat mencegahnya ketika laki-laki kasar itu menarik gadis itu keluar dengan ancaman "Jangan bunuh diri.
Gadis ini akan selamat iika kalian berbuat baik"
Ibu dan saudara perempuan gadis itu menahan gejolak hatinya didada yang hampir retak. Tetapi mereka benar- benar tidak berani berbuat apa-apa, karena senjata laki-laki kasar itu selaku melekat di tubuh gadis itu.
"Jika peronda itu datang, katakan, tidak terjadi sesuatu, Nanti, jika keadaan sudah tenang, aku akan mengembalikan anak perempuanmu. Jika nanti keadaan masih berbahaya bagiku, besok pagi aku akan mengembalikannya"
Pesan laki-laki kasar itu.
"Jangan besok pagi"
Minta perempuan itu.
"Apaboleh buat"
Jawab laki-laki kasar itu.
Demikianlah, laki-laki kasar itu telah menarik gadis itu lewat pintu butulan menyusul kawan-kawannya.
Mereka tidak melalui regol depan dari halaman rumah itu.
Tetapi mereka keluar lewat regol belakang.
Ternyata para perampok itu tidak meninggalkan kebun belakang yang rimbun dari rumah yang besar itu.
Kebun yang berada diluar dinding halaman, sehingga kebun itu seolah-olah sama sekali tidak terpelihara.
"Kita tidak perlu lari"
Berkata pemimpin perampok itu.
"Ya"
Jawab laki-laki kasar itu "aku sudah berpesan agar ia tidak mengatakan sesuatu tentang anak gadis ini"
Tetapi salah seorang dari mereka itupun bertanya "Tetapi jika yang datang itu adalah ayahnya atau saudara- saudaranya, maka mereka tentu mengerti, bahwa penghuni rumah itu sudah berkurang seorang"Pemimpin perampok itu ragu-ragu sejenak.
Namun kemudian katanya "Baiklah.
Kita meninggalkan tempat ini"
Lalu katanya kepada laki-laki kasar itu "Urus perempuan itu agar tidak mengganggu diperjalanan"
Para perampok itu sudah siap untuk meninggalkan kebun yang tidak terpelihara itu.
Mereka mulai beringsut dengan hati-hati, agar mereka tidak terperosok kedalam lingkungan para peronda.
Karena itu, maka dua orang yang disiang harinya sudah menjelajahi tempat itu oleh pemimpinnya diperintahkan untuk berada dipaling depan.
Dalam pada itu, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar.
Mereka tidak menyangka, bahwa orang-orang pedukuhan itu sebagian ternyata sangat penakut, sehingga usahanya untuk menarik perhatian mereka justru berakibat sebaliknya, sehingga ada kesempatan bagi para perampok itu untuk meninggalkan tempatnya.
Dan yang juga tidak mereka duga-duga, adalah bahwa perampok-perampok itu telah membawa seorang, gadis untuk memastikan keselamatan mereka.
Namun menilik pembicaraan dan sikap laki-laki kasar itu.
maka gadis itu akan dapat mengalami perlakuan yang sangat pahit.
"Apa yang harus kita lakukan?"
Bisik Mahisa Bungalan. Mahisa Agni masih ragu-ragu. Namun akhirnya ia berkata "Kita harus menarik perhatian para peronda yang datang itu. Sementara dua orang di antara kita mengawasi nasib gadis itu"
Mahisa Bungalan mengangguk. Lalu katanya "Aku akan mengawasi gadis itu""Bersama dengan pamanmu Witantra"
Berkata Mahisa Agni "aku akan berada disini untuk memancing para peronda itu"
Mahisa Bungalan mengangguk, sementara Witantrapun kemudian berdesis "Marilah, jangan kehilangan jejak"
Keduanyapun segera menyusul para perampok itu dengan sangat berhati-hati.
Jika para peronda tidak menemukan mereka, maka mereka tentu akan lepas dengan bebas.
Adalah tidak mungkin bagi laki-laki kasar itu untuk datang kembali menyerahkan gadis yang dibawanya.
Demikianlah, ketika para peronda yang datang kemudian itu sibuk membicarakan batu-batu yang dilemparkan oleh hantu dari halaman rumah itu maka seorang dari mereka yang agaknya memiliki keberanian telah memasuki halaman sambil berkata "Aku akan melihat, dimana hantu itu bersembunyi"
Mahisa Agni melihat kemungkinan untuk menarik perhatian mereka lebih lanjut. Karena itu, maka iapun telah melemparkan sebutir batu keatas atap yang kemudian bergilir jatuh dihalaman.
"Batu. Batu"
Desis peronda yang sudah ketakutan. Yang memiliki keberanian itupun kemudian mendekat lagi. Ketika sekali lagi sebutir batu jatuh, maka ia melangkah surut.
"Penakut"
Geram Mahisa Agni di dalam hatinya.
Ia mulai gelisah, bahwa ia tidak berhasil menarik perhatian orang-orang itu memasuki rumah atau menemukan tanda- tanda perampokan yang lain.
Apalagi perempuan di rumah itu tentu tidak akan berani berterus terang bahwa anak gadisnya telah dibawa.Sementara itu, maka orang-orang yang berada dihalaman itu sudah berkumpul merapat.
Namun orang yang paling berani itu masih mencoba berteriak "He, siapa yang melempari batu"
Suara itu terdengar jelas dari dalam rumah.
Tetapi seperti yang dipesankan, perempuan penghuni rumah itu sama sekali tidak berani berbuat sesuatu.
Namun dalam pada itu, anak gadisnya yang seoranglah yang menangis terisak sambil berkata "Biyung, bagaimana dengan Genuk.
Apakah biyung rela, Genuk dibawa oleh perampok"
"Demi keselamatannya ngger"
Jawab ibunya.
"Tetapi biyung dapat minta tolong kepada para peronda. Mereka tentu akan bersedia membantu kita mengejar para perampok itu"
Tangis anaknya.
"Tetapi bagaimana nasib Genuk kemudian"
Ibunya menjadi semakin gemetar. Anaknya menangis semakin keras, sehingga orang-orang yang berada diluar itupun akhirnya mendengarnya pula.
"Siapa menangis?"
Bertanya salah seorang dari para peronda itu.
"Kuntilanak"
Yang lain berdesis.
Mahisa Agni yang mendengar pembicaraan itu mengeluh di dalam hatinya.
Namun dalam pada itu, maka ia tidak mempunyai cara lain untuk menarik perhatian para peronda itu.
Karena itu, maka setelah berpikir sejenak, Mahisa Agni itupun kemudian berlari melintasi halaman samping.
Kakinya yang menghentak-hentak diatas tanah terdengar oleh para peronda itu.
Sementara Mahisa Agni dengan sengaja berlari ditempat terbuka."He, orang lari.
Kau melihat orang berlari?"
Tiba-tiba saja seorang diantara para peronda itu berteriak.
"Ya. Seorang yang lari kedalam gelap"
Sahut yang lain "Jika demikian, nampaknya orang itulah yang telah melempari kita dengan batu"
Geram yang lain.
"Ya, ya. Orang itu. Marilah kita lihat"
Geram orang yang paling berani. Orang-orang itupun kemudian berlari-larian menuju ke halaman samping. Sementara itu, orang-orang itupun mendengar suara tangis di dalam rumah.
"Lihat kedalam. Dua diantara kalian"
Berkata orang yang paling berani. Dua diantara para peronda itupun kemudian mengetuk pintu samping yang diselarak dari luar. Dalam pada itu, maka perempuan yang kehilangan anak perempuannya itu termangu-mangu.
"Bukalah biyung"
Desis anak gadisnya yang masih dalam pelukannya.
"Bagaimana dengan Genuk"
Isak ibunya yang tidak dapat menahan gejolak perasaannya lagi.
"Biyung harus minta tolong sebelum Genuk menjadi semakin jauh"
Jawab anaknya "itu akan lebih baik dan pada Genuk berada diantara para penjahat yang kasar itu Selagi ibunya ragu-ragu, anak gadis itulah yang men jawab "Tolong buka dari luar"
Para peronda itu melihat, bahwa pintu telah diselarak dari luar. Karena itu, maka merekapun segera membukanya dan dengan tergesa-gesa masuk.
"Apa yang terjadi?"
Bertanya salah seorang dari kedua peronda itu.Ketika perempuan yang kehilangan anaknya itu masih ragu-ragu, anak perempuanyalah yang menyahut dengan nafas terengah-engah perampok"
"Perampok?"
Keduanya terkejut.
Gadis itupun segera menceriterakan apa yang telah terjadi di dalam rumah itu.
Dan apa yang telah dialami sau daranya yang disebut Genuk itu.
Kedua orang itu termangu-mangu sejenak.
Namun kemudian yeng seorang berkata "Aku akan membunyikan tanda bahaya sebelum mereka sempat keluar dari padukuhan ini"
"Tetapi bagaimana dengan Genuk "
Tangis perempu an itu.
"Kita akan mencari jalan untuk membebaskannya. Tetapi kita memang harus berhati-hati"
"Tetapi cepat, lakukanlah"
Minta gadis yang menjadi sangat cemas atas nasib saudaranya.
"Aku akan mengatakan kepada ayah dan saudara- saudaramu. Kita akan membicarakannya"
Berkata salah seorang dari kedua peronda itu.
"Ya. Tetapi capat lakukan"
Gadis itu tidak sabar lagi.
"Baiklah. Baiklah"
Jawab keduanya hampir bersamaan beberapa orang kawanku sedang mengejar seseorang yang berlari dihalaman samping. Kami berdua akan kembali ke gardu dan mencari ayahmu"
"Cepat, cepat"
Gadis itu hampir berteriak.
"Kedua orang peronda itupun kemudian berlari me ninggalkan rumah itu. Mereka tidak menunggu kawan- kawannya yang menurut anggapannya sedang mengejar seorang dari para perampok itu. Bahkan salah seorang darikeduanya berkata "Tidak ada kesempatan lagi untuk membuat pertimbangan-pertimbangan. Mungkin mereka sudah mendekati dinding padukuhan yang lepas dari peng amatan"
"Tetapi yang seorang itu masih ada di dalam. Bahkan masih di halaman ini"
Berkata yang lain.
"Mungkin ia justru orang terbaik yang membikin perhatian, sementara kawan-kawannya sudah berlari semakin jauh. Karena itu, kau sajalah yang memberitahukan kepada kawan-kawan dan mencari ayah serta saudara saudara Genuk yang dibawa lari itu. Aku akan memukul tanda bahaya"
"Juga digardu bukan?"
Bertanya kawannya.
"Ya. Sementara kau berceritera, aku sudah kentongan"
Keduanyapun telah sepakat melakukannya.
Karena itu, maka demikian mereka sampai ke gardu, maka seorang diantara mereka langsung memukul kentongan, memberikan isyarat bahaya kepada semua orang di padukuhan itu, sementara yang lain menceriterakan apa yang telah mereka ketahui.
Suara kentongan itu benar-benar telah mengejutkan seisi padukuhan itu.
justru pada saal setiap laki-laki keluar dari rumahnya dan berada digardu-gardu, di regol dan di lorong- lorong.
Karena itulah, maka dengan cepatnya suara kentongan itu telah menjalar kesegenap sudut padukuhan.
Dalam pada itu, selagi dua orang dari gardu itu mencari ayah dan saudara-saudara Genuk yang berada diregol, maka ibu Genuk lelah menangis terisak semakin keras, la benar-benar mencemaskan nasib anak perempuannya.Jika para perampok itu menjadi putus asa dan kehilangan kesempatan, maka mereka akan dapat berbuat diluar peri kemanusiaan dengan membunuh Genuk.
Tetapi suara kentongan itu sudah memenuhui padukuhan.
Bahkan dari pedukuhan tetangga yang terdekat pun telah terdengar pula suara kentongan menyahut, sehingga dengan demikian peronda di padukuhan tetangga itupun telah mendengarnya pula.
Karena itu, maka setiap laki-laki yang memang sudah berada diluar rumah itupun segera bersiaga.
Mereka segera memancar kesegenap penjuru padukuhan.
Regol-regol dijaga seketatnya, sementara yang lain dengan senjata ditangan, mengamati setiap jengkal tanah di padukuhan itu.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila"
Geram pemimpin perampok "mereka telah memukul kentongan. Nampaknya usaha kita membawa gadis itu tidak ada gunanya"
"Anak setan"
Geram laki-laki kasar yang membawa gadis yang hampir mati beku itu "biyungmu tidak menempati janjinya. Nampaknya ia sudah tidak lagi memerlukan kau. Karena itu, malanglah nasibmu anak manis"
Gadis itu sama sekali tidak dapat mengucapkan kata-kata lagi. Wajahnya yang tegang dan jantungnya yang bagaikan telah kejang itu, membuatnya bagaikan patung yang mati.
"He, apa katamu"
Bentak laki-laki kasar itu.
Tetapi gadis itu seolah-olah telah menjadi gagu.
Ia tidak dapat berbicara apapun juga betapapun hatinya bergejolak.
Bahkan rasa- rasanya, kulitnya sudah tidak merasakan sesuatu meskipun tangan laki-laki kasar itu mengenggam lengannya erat-erat.
"Bukan hanya nasibnya yang malang"
Berkata pemimpin perampok itu kemudian "tetapi setiap orang yang berusaha membebaskanmu, akan mengalami nasib malang. Baiklah.Kita akan menunggu Kita tidak akan lari. Jika mereka datang, kita akan membunuh setiap orang.
"Apakah kita tidak berusaha keluar?"
Bertanya salah seorang diantara mereka.
"Tidak ada gunanya"
Jawab pemimpin perampok itu "semuanya tentu sudah diawasi.
Tetapi kita akan melihat keadaan.
Jika ada rasa belas kasihan dihati kita, maka kita akan meninggalkan tempat ini tanpa menumpas setiap laki- laki.
Aku akan menentukan kemudian.
Tetapi suara kentongan itu membuat hatiku menjadi sakit"
"Bagaimana dengan gadis ini"
Bertanya laki-laki kasar itu.
"Terserah kepadamu. Tetapi ia akan dapat kita pergunakan sebagai perisai jika diperlukan. Namun agaknya pedang kita akan lebih berharga dari gadis itu"
Jawab pemimpin perampok itu.
"Aku akan memberinya sedikit pelajaran. Juga kepada orang tuanya sebelum kita mengambil keputusan lain. Jika ayah dan saudara-saudara laki-lakinya akan mati, biarlah ibunya menyesali kesalahannya sedalam-dalamnya"
Geram laki-laki kasar itu.
"Apa yang akan kau lakukan?"
Bertanya kawannya.
"Masih ada waktu untuk berbuat apa saja. Tetapi agaknya aku akan dapat menahan setiap orang yang akan menangkap kita dengan mempergunakannya sebagai perisai jika kita berniat untuk lari"
Berkata laki-laki kasar itu.
"Sudah aku katakan, kita tidak akan lari. Kecuali setelah aku melihat kemungkinan yang dapat menumbuhkan belas kasihan kita kepada mereka"Para perampok itu tidak membantah lagi. Apalagi ketika pemimpin perampok itu berkata "Kita akan dapat membunuh siapapun yang ingin kita bunuh"
Nampaknya pemimpin perampok itu benar-benar tersinggung mendengar suara kentongan yang memenuhi padukuhan itu.
Karena itu, maka ia tidak lagi bersikap lebih lunak.
Ia tidak lagi ingin melawan sambil menarik diri.
Tetapi nampaknya kemarahannya akan ditumpahkan kepada setiap orang yang berusaha menangkapnya.
Dalam pada itu, Witantra dan Mahisa Bungalan yang mengawasi mereka menjadi ragu-ragu.
Bagaimana mereka dapat menyelamatkan gadis itu.
Dalam keadaan yang demikian, nasib gadis itu tentu akan menjadi buruk sekali.
Jika para perampok itu banar-banar berhasil membunuh setiap orang yang berani mendekat, sehingga kemudian tidak ada lagi orang yang berani melawan mereka, maka gadis itu tentu akan dibawanya.
Bahkan mungkin kemarahan orang-orang itu masih akan meluap kepada keluarga gadis itu.
Kepada saudara perempuannya dan kepada ibunya.
Karena itu, untuk beberapa saat, keduanya masih harus menunggu perkembangan keadaan., Mungkin pada salu saat mereka akan mendapat kesempatan.
Dalam pada itu, Mahisa Agni yang berhasil menarik perhatian beberapa orang peronda, tidak segera menarik mereka kepada para perampok yang telah meninggalkan halaman itu.
Mahisa Agnipun memperhitungkan kecuali keselamatan gadis yang telah dibawa oleh para perampok itu, iapun harus memperhitungkan orang-orang yang mengejarnya itu.
Mereka hanya beberapa orang saja yang tentu tidak akan dapat melawan para perampok yang jumlahnya cukup banyak.Karena itu, maka dengan kemampuan yang ada padanya.
Mahisa Agni telah berhasil melepaskan diri dari pengamatan orang-orang itu, sehingga kemudian iapun telah berusaha untuk menelusuri jejak para perampok.
Ternyata para perampok itupun tidak bersembunyi terlalu jauh Mereka berada dihalaman kosong yang sudah menjadi belukar.
Banyak rumpun bambu yang liar tumbuh disela-sela gerumbul-gerumbul perdu.
Sehingga dengan demikian tempat itu dapat dipergunakan sebagai tempat persembunyian yang baik.
Tetapi Mahisa Agni tidak segera dapat menemukan Witantra dan Mahisa Bungalan.
Meskipun demikian, ia tidak tergesa-gesa.
Pada suatu saat, ia tentu akan dapat mene mukan mereka.
Sementara itu, orang-orang di padukuhan itupun telah bergerak.
Dengan hati-hati mereka mengelilingi setiap sudut dan persimpangan jalan.
Sementara itu, ayah dan saudara laki-laki gadis yang hilang itu telah diberitahukan pula, sehingga berlari-lari mereka pulang ke rumahnya.
Yang mereka ketemukan adalah ibu dan gadisnya yang seorang yang sedang menangis.
"Bagaimana dengan Genuk?"
Bertanya ayahnya. Ibunya hanya dapat terisak-isak. Sementara anak gadisnyalah yang berceritera tentang orang-orang kasar yang telah memasuki rumahnya dan membawa saudara perempuannya "Gila"
Geram ayah dan kedua saudara laki-lakinya "aku harus menemukannya.
Mereka tentu belum dapat keluar dari padukuhan ini.
Dengan suara kentongan ini, maka semua jalan keluar sudah ditutup"Namun ternyata gadis yang kehilangan saudaranya itu bertanya "Tetapi bagaimana mereka dapat masuk? Bukankah padukuhan ini sudah dijaga baik-baik"
Ayahnya termangu-mangu sejenak. Namun iapun ke mudian berdesis "Ya. Kenapa dapat memasuki padukuhan ini tanpa kami ketahui"
"Tentu mereka bukan perampok seperti kebanyakan perampok"
Berkata salah seorang anaknya.
"Tetapi kita tidak dapat berbicara saja tentang Genuk. Aku akan mencarinya"
Berkata ayahnya.
"Kita semua akan mencarinya"
Geram saudara laki- lakinya.
"Tinggallah di rumah"
Berkata ayah Genuk kepada isterinya "berhati-hatilah. Aku akan minta dua orang untuk menunggui kalian. Mungkin masih ada satu dua orang perampok yang berada disekitar rumah ini"
Demikianlah, ketiga orang laki-laki yang kehilangan Genuk itu dengan tergesa-gesa turun dari pintu butulan.
Di luar beberapa orang telah menunggunya.
Bahkan orang- orang yang mengejar bayangan yang telah menarik perhatian mereka, tetapi tidak dapat mereka ketemukan telah berada dihalaman itu pula.
"Orang itu seperti hilang dalam kabut"
Berkata salah seorang diantara mereka. Orang-orang yang berada dihalaman rumah itupun termangu. Nampaknya mereka memang berhadapan dengan sekelompok perampok yang tangguh dan berbahaya."Mereka memang gila"
Berkata laki-laki yang lain "mereka sengaja melempari kami dengan batu. Mereka sengaja menyatakan dirinya"
"Kalau begitu kita semuanya harus berhati-hati"
Berkata ayah Genuk.
Lalu "Anak perempuanku ada ditangan mereka.
Aku ingin mendapatkannya kembali.
Tanpa cidera Laki-laki yang berkumpul dihalaman itupun segera mempersiapkan diri.
Dua orang diantara mereka, akan menjaga rumah itu.
Mereka tidak akan berada diluar, tetapi mereka akan berada di dalam dengan menyiapkan sebuah kentongan.
Jika keadaan menjadi gawat mereka akan memukul kentongan itu.
Sementara suara kentongan di padukuhan itu masih bergema.
Tetapi kentongan di rumah itu akan berbunyi dengan nada yang berbeda, yang telah sama-sama disepakati.
"Orang-orang digardu itu akan diberitahu"
Berkata salah seorang dari mereka "isyaratmu yang khusus tentu akan segera diketahui"
Demikianlah, maka orang-orang yang berkerumun itupun segera meninggalkan halaman itu.
Dua diantara mereka tinggal menunggui kedua perempuan yang ketakutan itu dengan kentongan kecil ditangan.
Pada saat- saat yang gawat, kentongan itu akan berbunyi dengan irama yang khusus.
Gardu yang tidak terlalu jauh dari rumah itu tentu akan mendengar, dan orang-orang digardu itu tentu akan dapat mengambil satu tindakan khusus.
Apalagi dalam keadaan yang gawat, banyak orang yang berjalan hilir mudik di lorong-lorong diseluruh padukuhan itu sambil mencari dimana para perampok itu bersembunyi.
Dalam pada itu, para perampok itupun masih berkumpul di kebun yang kosong, yang penuh dengan belukar perdu dan rumpun-rumpun bambu yang liar., Mereka menunggusambil bersiaga.
Bagaimanapun juga, orang-orang padukuhan itu tentu akan menemukan mereka.
Namun kemarahan yang memuncak dari pemimpin gerombolan perampok itu nampaknya telah membakar jantungnya, sehingga ia bertekad untuk menghukum orang-orang padukuhan yang telah meneriaki mereka dengan suara kantongan.
Beberapa orang peronda memang telah berkeliaran di lorong disebelah halaman kosong itu.
Namun mereka masih belum berusaha menerobos kebun yang menjadi liar itu.
Beberapa orang laki-laki telah berjalan dengan obor ditangan, sementara yang lain membawa berbagai macam senjata.
"Kelinci-kelinci yang malang"
Desis para perampok "mereka akan mati"
Sementara itu, laki-laki kasar yang menguasai gadis yang lagaikan membeku itupun masih iuga memegangi lengan gadis itu. Sekali-kali tangan itu dihentakkannya. Sementara gadis itu sama sekali sudah tidak berdaya.
"Aku akan mengikatnya"
Tiba-tiba saja laki-laki kasar itu berdesis "Kenapa?"
Bertanya pemimpinnya.
"Aku akan berkelahi. Baru setelah orang-orang bodoh itu lari meninggalkan kita, maka kita akan pergi dengan jenang. Aku akan membawa gadis ini"
Berkata laki-laki kasar itu. Lalu "
Tanpa mengikatnya, ia akan selalu mengganggu saja. Apalagi jika aku harus berkelahi"
Gadis itu akan dilepas oleh orang-orang padukuhan"
Desis kawannya.
"Bodoh. Aku akan mempertahankannya sekaligus membunuh siapapun juga yang telah berani menganggupekerjaan kita. Sementara itu, aku dapat juga mengikatnya ditempat yang kecil sekali kemungkinannya untuk didatangi oleh orang-orang padukuhan ini"
"Gadis itu dapat berteriak"
Berkata kawannya yang lain.
"Aku dapat menyumbat mulutnya"
Jawab laki-laki itu.
Gadis itu mendengar semua pembicaraan.
Tetapi perasaannya seolah-olah sudah mati.
Ia tidak mengerti, apa yang harus dilakukannya.
Karena itu, iapun memang tidak akan berbuat apa-apa.
Ketika laki-laki kasar itu kemudian menarik lengannya dan membawanya kedalam gerumbul yang rimbun, ia sama sekali tidak berusaha melawan.
Ia menurut saja seperti seekor kerbau yang dilarik dengan sehelai tali.
Gadis itupun tidak berbuat apa-apa ketika tangan yang kasar itu mendorongnya sehingga iapun melekat pada sebatang pohon.
Dan gadis itupun sama sekali tidak meronta ketika laki-laki kasar itu kemudian mengikatnya.
Kedua tangan gadis itu ditariknya ke belakang melingkari sebatang pohon yang tidak begitu besar.
Kemudian dengan ikat kepalanya, laki-laki kasar itu mengikat kedua tangan gadis itu dipergelangannya.
Ia yakin bahwa gadis yang ketakutan itu tidak akan berbuat apa-apa.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bahkan menggerakkan jari-jarinyapun ia tidak akan berani.
Meskipun demikian, laki-laki kasar itu masih juga menyumbat mulutnya.
Dengan menyayat ujung baju gadis itu sendiri, maka ia telah membungkam gadis yang ketakutan itu.
"Kau jangan mencoba untuk berbuat sesuatu"
Laki laki kasar itu masih berpesan "jika kau berteriak atau berbuat sesuatu, apalagi mencoba melarikan diri, maka nasibmu akan menjadi sangat buruk. Kau tidak akan aku bunuh.Tetapi kau akan menyesal sepanjang umurmu yang akan datang"
Gadis itu tidak menjawab.
Tetapi tubuhnya benar-benar lelah menjadi gemetar oleh ketakutan.
Sejenak kemudian, laki-laki kasar itupun beringsut.
Sekali lagi ia berpesan "Tinggallah dengan tenang disitu sampai pekerjaanku selesai.
Nasibmu akan ditentukan kemudian, tergantung atas sikapmu"
Laki-laki itupun kemudian melangkah pergi. Laki-laki itu kembali kedalam lingkungan para perampok. Sementara orang-orang padukuhan yang mencarinya terasa menjadi semakin dekat. Obor-oborpun nampak berkeliaran dilorong sebelah.
"Mereka akan segera menemukan kita"
Berkata pemimpin perampok itu.
"Nasib mereka memang sangat buruk"
Desis orang berjambang lebat. Lalu tiba-tiba ia bertanya "Bukankah kita boleh membunuh?"
"Aku tidak ingin lari karena aku ingin membunuh"
Berkata pemimpin perampok itu.
"Jika demikian"
Berkata laki-laki kasar yang mengikat gadis itu "kenapa kita harus bersembunyi? Kawan-kawan kita cukup banyak.
Kita akan dapat dengan leluasa berbuat apa saja sesuai dengan keinginan kita.
Jika dua tiga orang yang pertama terbunuh, maka akan lari ketakutan.
Dan menurut pendapatku, kita tidak akan dengan tergesa-gesa lari.
Kita akan mengambil apa saja yang terdapat di dalam padukuhan ini"
"Jangan kehilangan nalar. Disekitar padukuhan ini tentu ada orang-orang yang dapat berbuat sesuatu yang akan dapat mengganggu kita., Jika orang-orang padukuhan inimerasa dirinya tidak mampu lagu melawan kita, maka akan berlari berpencaran. Mungkin mereka akan sampai kepadukuhan disebelah menyebelah. Dengan demikian, maka kita akan menghadapi lawan yang semakin banyak"
"Merekapun tidak lebih dari orang-orang padukuhan ini"
Geram laki-laki kasar itu.
"Mungkin. Tetapi jika jumlah mereka tidak terhitung, maka kita akan menghadapi kesulitan. Selebihnya, kita jangan terlalu berani mempertaruhkan nyawa. Seperti yang sudah aku katakan, jika membawa hasil yang cukup banyak, maka tidak mustahil bahwa tiba-tiba saja Rajawali Penakluk itu muncul kembali dengan tiba-tiba untuk merampas harta yang kita kumpulkan dengan mampertaruh kan nyawa itu. Padahal kita harus mengakui, bahwa kita tidak akan dapat melawannya. Apalagi jika ia datang berdua, bertiga atau beberapa orang pengawalnya yang terpilih"
Jawab pemimpin perampok itu.
Kawan-kawannya tidak memaksanya lagi.
Mereka hanya ingin melepaskan sakit hati karena irama kentongan dan usaha orang-orang di padukuhan itu menutup semua jalan keluar, seolah-olah usaha mereka itu akan berhasil.
Sebenarnyalah dalam pada itu, orang-orang padukuhan yang mancari Genuk semakin lama menjadi semakin mendekati tempat persembunyian itu.
Bahkan satu dua orang yang membawa obor telah berteriak "Dimana-mana kami tidak menemukannya.
Mungkin di kebun kosong ini"
"Kawan-kawan kita sedang mencari di kebun kosong di- ujung Barat padukuhan ini"
Jawab yang lain.
"Tetapi disana tidak ada apa-apa. Kebun kosong di dekat gardu itupun tidak terdapat seekor kelincipun"
Jawab yang lain."Tetapi apakah hanya di kebun kosong saja yang dapat mereka pergunakan untuk bersembunyi.
Justru di halaman yang bersih, merekapun dapat bersembunyi.
Mereka dapat berada diantara pepohonan di kebun dan dibalik pohon bunga yang sengaja ditanam di kebun dan halaman samping.
Mungkin pohon soka, mungkin ceplok piring atau pohon kemuning"
Sahut yang lain.
"Memang mungkin. Tetapi kita akan mencarinya lebih dahulu di kebun kosong ini"
Jawab satu suara yang bergetar, Suara itu adalah suara ayah Genuk.
"Aku harus menemukannya"
Geramnya. Tetapi justru suaranya tidak banyak didengar oleh orang lain. Namun akhirnya ia berkata lantang "Anakku harus aku ketemukan dengan selamat"
"O, itu tentu ayahnya"
Desis pemimpin gerombolan itu.
"Aku akan membunuhnya dan merampas anaknya"
Geram laki-laki kasar.
"Kita akan menunggu mereka datang kemari"
Geram pemimpin perampok itu.
Witantra dan Mahisa Bungalan melihat semuanya yang terjadi atas gadis yang malang itu.
Sementara di tempat lain, Mahisa Agnipun sempat mengintip dan melihat dengan ketajaman penglihatannya, bahwa gadis yang ditangkap itu telah dibawa pergi untuk disembunyikan.
"Satu kesempatan"
Desis Mahisa Agni yang kemudian menyelinap menyusul laki-laki yang telah membawa Genuk.
Namun ternyata kemudian, ketika Mahisa Agni mendekati tempat gadis itu diikat, ia melihat bayangan lain yang mendekatinya pula.
Namun Mahisa Agnipun segeramengenalinya, bahwa yang sedang merayap mendekat itu adalah Mahisa Bungalan.
Karena itu, maka Mahisa Agni yang lebih dahulu mengetahui memanggilnya perlahan "Mahisa Bungalan"
Mahisa Bungalan tertegun. Namun iapun kemudian melihat Mahisa Agni mendekatinya sambil bertanya "Dimana pamanmu Witantra sekarang?"
"Ia menunggu dibalik gerumbul itu"
Desis Mahisa Bungalan "aku diperintahkannya melepaskan gadis itu"
"Bagus"
Sahut Mahisa Agni "cepatlah sedikit. Sebentar lagi akan terjadi perekelahian yang sengit. Dan Sudah tentu kita tidak akan dapat tinggal diam melihat para perampok itu membantai orang-orang padukuhan yang lidak terbiasa berkelahi ini"
Mahisa Bungalanpun kemudian beringsut maju dengan hati-hati. Ketika ia yakin, bahwa tidak ada seorangpun yang melihatnya, maka iapun mendekati gadis yang terikat itu sambil berdesis "Jangan takut Aku akan menolongmu"
Gadis itu terkejut. Ketika dilihatnya bayangan seseorang berdiri disampingnya, jantungnya justru merasa bagaikan terhenti. Ia tidak tahu, apakah yang akan terjadi lagi atas dirinya.
"Jangan takut"
Mahisa Bungalan mengulang "aku kembalikan kepada orang tuamu"
Kata-kata itu didengar oleh Genuk.
Tetapi rasa-rasanya ia tidak mengerti maknanya.
Karena itu, ia hanya memandangi saja wajah Mahisa Bungalan yang tidak jelas didalam keremangan malam.
Namun Genuk itu masih sempat membedakan antara orang yang akan menolongnya itu dengan orang yang telah mengikatnya.Tetapi bagi Genuk hampir tidak ada bedanya.
Siapapun yang akan menguasainya.
Ia tidak lagi mempunyai sikap karena putus asa.
Sementara itu, Mahisa Bungalan telah berusaha melepaskan tali yang mengikat tangannya.
Nampaknya sebuah ikat kepala.
Namun agaknya tidak terlalu mudah untuk mengurai ikatan itu, sehingga Mahisa Bungalan telah mempergunakan pisau belatinya untuk memotong ikatan itu.
"Marilah, ikut aku"
Berkata Mahisa Bungalan kepada gadis itu.
Dan agaknya gadis itu seolah-olah memang Sudah tidak berjiwa lagi.
Dengan langkah kosong ia berjalar mengikuti Mahisa Bungalan menyusup ke balik gerumbul menemui Witantra, Di belakangnya Mahisa Agni mengikutinya sambil mengamati keadaan sebaik-baiknya.
Mahisa Agni yang telah bertemu dengan Witantra itupun segera menentukan sikap.
Keduanya sepakat untuk menyerahkan kembali, gadis itu kepada ayahnya yang sudah berada disekitar tempat itu.
Dengan demikian, maka mereka bertiga akan mendapat kepercayaan untuk ikut serta bersama para penghuni padukuhan itu untuk menangkap para perampok.
"Kita akan menemui mereka"
Berkata Mahisa Agni.
Demikianlah, maka merekapun segera berusaha keluar dari kebun yang kosong itu.
Dengan hati-hati mereka merayap mendekati orang-orang padukuhan yang sudah bersiap-siap untuk memasuki kebun yang kosong itu dengan obor-obor dan senjata ditangan.
"Kita harus menyerahkan gadis ini lebih dahulu sebelum mereka melihat kita dan menganggap kita adalah perampok-perampok yang melarikan gadis itu"
Berkata Mahisa Agni."Aku akan menghubungi mereka"
Berkata Witantra.
"Cobalah"
Sahut Mahisa Agni.
Dalam pada itu, Witantrapun kemudian turun kejalan dan dengan hati mendekati orang-orang yang sudah bersiap-siap itu.
Namun bagaimanapun juga, kehadirannya cukup mengejutkan, karena Witantra adalah orang yang tidak dikenal di padukuhan itu.
"Aku membawa seorang gadis yang terikat di kebun kosong itu"
Berkata Witantra. Kata-katanya itu sangat menarik perhatian. Dengan serta merta ayah Genuk itu meloncat mendekat. Sambil mengacukan senjatanya ia berkata "Kau yang telah melarikan anak perempuanku"
"Bukan aku"
Jawab Witantra "justru akulah yang menemukannya terikat di sebatang pohon di kebun kosong itu"
"Bohong"
Laki-laki itu hampir berteriak "dimana anakku sekarang"
"Aku akan menyerahkannya kepadamu. Tetapi jangan salah paham. Bukan aku dan bukan kawan-kawankulah yang telah mengambilnya. Aku justru ingin membantu kalian dalam kesulitan ini"
Berkata Witantra.
"Omong kosong"
Teriak beberapa orang lainnya "dimana gadis itu sekarang"
"Aku akan mengambilnya. Tetapi sekali lagi aku minta, jangan salah paham. Aku bukan orang yang telah mengambilnya. Aku justru dapat menunjukkan kepada kalian, siapakah yang telah melakukannya"
Ulang Witantra.
"Jangan bicara saja"
Ayah Genuk itu tidak sabar lagi "bawa anak itu kemari"Witantrapun kemudian beringsut untuk mengambil Genuk yang berada dibalik gerumbui bersama Mahisa Agni dan Mahisa Bungalan.
Demikian gadis itu muncul, maka ayahnyapun lelah berlari memeluknya sambil berkata "Kau selamat ngger? Terasa tubuh gadis itu masih gemetar.
Ketakutan yang mencengkam jiwanya rasa-rasanya membuatnya bagaikan membeku.
Genuk mendengar pertanyaan ayahnya, tetapi mulutnya tidak dapat dibukanya untuk menjawabnya.
"Kau tidak apa-apa?"
Bertanya ayahnya sekali lagi sambil melepaskan pelukannya dan berjongkok di hadapan anak itu. Namun Genuk masih juga membisu.
"Kau tenung anak gadisku"
Orang itu berteriak.
"Ia masih dalam ketakutan"
Berkata Witantra "kawan- kawanku telah menemukannya terikat dan mulutnya tersumbat"
"Bohong"
Kemarahan ayah Genuk itu telah memuncak. Genuk melihat kemarahan ayahnya yang menggelegak. Iapun mengerti, bahwa orang-orang yang melepaskannya itu bukan orang-orang yang mengambilnya. Tetapi mulutnya masih tetap membeku.
"Jangan biarkan orang-orang ini melarikan diri"
Berkata ayah Genuk "mereka mengembalikan anakku karena mereka tidak melihat lagi jalan keluar"
Witantra menarik nafas dalam-dalam.
Ketika ia berpaling kepada Mahisa Agni, dilihatnya Mahisa Agni sedang menepuk pundak Mahisa Bungalan.
Agaknya Mahisa Bungalan yang muda itu tidak mau diperlakukan demikian.Namun dalam pada itu, selagi mereka ribut dengan tuduhan ayah Genuk atas Witantra dan kedua orang kawannya, para perampok itupun mendengar bahwa gadis itu telah diserahkan kembali kepada ayahnya.
Karena itu, laki-laki kasar yang mengikatnya itupun menggeram"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gila. Apa benar yang dikatakannya bahwa seseorang telah menyerahkan gadis itu kepada ayahnya"
"Jangan bicara saja. Lihat, apakah gadis itu masih ada ditempatnya atau tidak"
Geram pemimpinnya. Laki-laki kasar itupun kemudian dengan hati-hati merayap menuju ke balik gerumbul tempat ia menyembunyikan Genuk. Namun betapa ia menjadi terkejut, bahwa gadis itu benar-benar sudah tidak ada di tempatnya.
"Setan alas, gendruwo, anak iblis"
Ia mengumpat sejadi- jadinya. Dengan tergesa-gesa ia kembali kepada pemimpinnya. Dengan nafas memburu dikerongkonggan ia memberitahukan bahwa gadis itu memang sudah hilang.
"Aku akan mengambilnya kembali"
Geram laki-laki kasar itu.
"Jangan bodoh"
Jawab pemimpinnya "mereka menuduh orang yang telah melepaskan gadis itu dengan mengembalikannya kepada orang tuanya"
"Tetapi itu tidak akan berlangsung lama. Orang itu tentu akan menunjukkan tempat gadis itu terikat. Dalam pada itu, maka peronda itu akan memasuki kebun kosong ini"
"Baru jika mereka datang, kita akan melawannya"
Jawab pemimpinnya."Tetapi gadis itu"
Geramnya. Lalu "Bukankah kita sudah berniat untuk membunuh? Kenapa kita tidak mulai saja membunuh mereka?"
Pemimpinnya termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya "Biarlah orang-orang yang telah mangambil gadis itu dibunuh lebih dahulu. Baru kemudian kita akan bertindak"
"Apakah gadis itu tidak dapat mengatakan tentang orang-orang yang telah mengambilnya dari rumahnya dan kemudian tentang orang-orang yang membebaskannya"
Geram laki-laki kasar itu.
"Tetapi dengarlah. Jangan bicara saja"
Bentak pemimpin perampok itu. Laki-laki itu diam. Iapun kemudian mendengar meskipun tidak begitu jelas, ayah Genuk itu membentak "Jangan mancoba membohongi kami. Kau tenung anakku sehingga ia menjadi bisu, kemudian kau mengaku telah membebaskannya"
"Jangan salah paham"
Jawab Witantra "Jika kami yang mengambilnya, lebih baik melarikan diri tanpa menyerahkan gadis itu. Atau barangkali kami dapat menjadikannya perisai demi kebebasan kami"
"Omong kosong"
Ayah Genuk telah benar-benar menjadi marah, lalu "tangkap ketiganya"
Orang-orang padukuhan itupun segera mengepung ketiga orang itu.
Sementara Mahisa Bungalan rasa-rasanya sudah kehabisan kesabaran.
Ia berusaha menolong gadis itu, tetapi ternyata orang-orang padukuhan itu justru menuduhnya melakukan kejahatan.
Karena setiap kali Mahisa Agni selalu menghalanginya, maka tiba-tiba saja Mahisa Bungalan berteriak "He, orang-orang yang bodoh tetapi keras kepala.
Lihat, apa yang ada di dalam kebun kosong itu.
Ujung senjata telah mengintip kalian.
Sebentar lagi mereka akan tampil dengan senjata telanjang.
Sebentar lagi kalian tidak akan dapat melihat bintang-bintang di langit"
Ayah Genuk menjadi termangu-mangu sejenak, semen tara Mahisa Bungalan melanjutkan "jika kalian tidak percaya, cobalah.
Siapa yang berani lebih dahulu menginjakkan kakinya di dalam belukar itu.
Di belakang rimbunnya dedaunan itu adalah daun pedang dan batang- batang bindi yang bergigi tajam"
"Kau mengingau"
Geram ayah Genuk. Namun terasa nadanya di warnai oleh keragu-raguan. Namun ke mudian ia membentak "Jika benar, maka orang-orang itu tentu kawan-kawanmu. Kau memang ingin menjebak kami"
"Kalau mereka kawan kami, apa gunanya kami mambawa gadis ini dan menyerahkannya kepada kalian"
Mahisa Bungalanpun membentak. Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja seorang laki maju setapak sambil berkata "Laki-laki inilah yang siang tadi berada di kedaiku. Mereka adalah orang-orang berkuda yang aku katakan kepada kalian"
"He?"
Wajah ayah Genuk menjadi tegang "jadi orang- orang inilah yang telah kita curigai sejak siang tadi? Pantas. Dan sekarang mereka tidak akan dapat lari lagi"
Wajah Mahisa Bungalan menjadi semakin tegang.
Ia tidak mau berlama-lama lagi.
Jika pertolongannya itu dianggap sebagai satu usaha untuk mengelabui orang-orang bodoh itu, maka Mahisa Bungalan akan lebih senang mempergunakan cara lain.Namun Witantra masih tetap bersabar.
Katanya "Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan Ki Sanak.
Anak gadis itu telah dicengkeram oleh ketakutan, sehingga ia masih belum dapat berbicara.
Jika kalian mau menunggu sebentar, aku yakin, gadis itu akan sempat mengatakan apa yang telah terjadi atas dirinya Sementara itu, malam akan segera berakhir, dan orang-orang yang bersembunyi itu akan keluar dengan sendirinya.
Kalian tidak perlu memasuki daerah belukar yang berbahaya, karena setiap saat kalian akan dapat terantuk ujung tombak di balik setiap lembar daun di kebun yang kosong itu"
"Jangan banyak bicara lagi"
Bentak ayah Genuk "telah banyak petunjuk tentang kalian. Karena itu, menyerah sajalah. Jika tidak maka kalian akan kami cincang di sini"
"Persetan"
Mahisa Bungalan benar-benar tidak dapat manahan diri "orang-orang bodoh yang tidak tahu diri.
Jika aku biarkan saja gadis itu di dalam ikatannya, maka kalian akan menyesal tujuh keturunan.
Tetapi sekarang kalian dengan bodoh telah menyia-nyiakan pertolongan kami"
"Cukup"
Ayah Genuk itu berteriak.
Lalu tiba-tiba saja seorang yang bertubuh tinggipun berteriak "Orang-orang inilah orang-orang yang telah kita curigai sejak siang tadi.
Tangkap dan jika mereka melawan, apa boleh buat.
Bukan salah kita jika senjata kita akan menyayat kulit dagingnya"
Ketika orang-orang.
itu mulai bergerak, Mahisa Bungalanpun segera bersiaga.
Namun Witantra dan Mahisa Agni nampaknya tidak akan memberikan perlawanan sama sekali.
Bahkan Mahisa Agni masih sempat menggamit Mahisa Bungalan sambil berdesis "Kau cepat sekali mengambil sikap"
Mahisa Bungalan menggeram.
Namun ia tidak akan menyerahkan dirinya diperlakukan sangat tidak adil.Namun dalam pada itu, ketika orang-orang yang marah itu mulai bergerak, tiba-tiba saja Genuk yang membeku itu berhasil mengucapkan satu patah kata "Jangan"
Ayahnya tersentak.
Tiba-tiba saja ia menjatuhkan diri dan berjongkok lagi dihadapan anaknya sambil bertanya "Kau sudah dapat berbicara.
Berbicaralah.
Katakanlah apa yang kau ketahui.
Jika orang-orang inilah yang telah mengambilmu, maka tidak akan ada ampun lagi bagi mereka"
Ternyata Genuk sudah berbasil mengatur perasaannya serba sedikit. Karena itu, maka iapun menggelengkan kepalanya sainbil berkata dengan gemetar "Tidak. Jangan"
"Berkatalah"
Desak ayahnya yang menjadi semakin gembira "berkatalah"
Genuk berusaha untuk menguasai perasaannya. Akhirnya terloncat dari mulutnya "Ayah. Bukan mereka"
"He"
Ayahnya mengguncang lengan anaknya sambil bertanya "Apa maksudmu?"
"Bukan mereka"
Genuk mengulang "maksudku, yang mengambil aku dari biyung, bukan orang-orang itu"
"O, jadi siapa?"
Bertanya ayahnya mendesak.
"Di kebun kosong itu"
Jawab Genuk yang menjadi semakin lancar.
"Jadi siapakah orang-orang ini?"
Bertanya ayahnya pula.
"Mereka melepaskan aku"
Jawab Genuk.
Ayah Genuk mengangguk-angguk.
Namun tiba-tiba saja ia berdesis "Apakah ini hanya satu siasat saja? Mereka membuat satu permainan yang tidak kami mengerti maksudnya.
Mungkin mereka akan menjebak kita semuanya"Tetapi Genuk menggeleng "Tidak ayah.
Mereka nampaknya bermaksud baik"
Ayah Ganuk itu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya "Orang-orang yang kita cari ada di dalam kebun kosong ini. Kita akan mengepungnya dan menangkap mereka. Jika mereka melawan, maka apa boleh buat. Kita akan bertindak tegas"
"Kita akan memanggil semua orang untuk berkumpul di sini"
Berkata yang lain.
"Ya. Tetapi tiga orang inipun harus selalu diawasi. Siapa tahu, mereka adalah orang-orang yang termasuk ke dalam satu permainan yang tidak kita mangerti"
Berkata ayah Genuk. Lalu "Perintahkan mereka ke gardu di sudut jalan itu. Tiga orang akan menjaga mereka. Jika mereka berbuat sesuatu yang tidak sewajarnya, tiga orang itu kami beri wewenang untuk mengambil tindakan yang paling baik"
Mahisa Bungalan menggeletakkan giginya. Namun Witantra berbisik "Biarlah. Kita akan melihat, apa yang akan terjadi"
Demikianlah, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun kemudian dibawa oleh tiga orang laki-laki ke gardu yang tidak terlalu jauh dari tempat itu, sementara beberapa .orang telah memanggil sebagian besar laki-laki di padukuhan itu untuk berkumpul.
Hanya boberapa orang sajalah yang tinggal di regol-regol padukuhan dan di gardu-gardu yang memencar.
Namun sebagian besar dari mereka telah dipanggil untuk menangkap para perampok yang bersembunyi di kebun kosong itu.
Sejenak kemudian, sebagian besar laki-laki di padukuhan itu sudah berkumpul.
Orang yang dianggap palingberpengaruh dan yang dianggap mewakili ke Buyut yang tinggal di padukuhan lain dalam Kebuyutan itu, segera mengatur orang-orangnya.
Kebun kosong itu benar-benar telah di kepung.
Beberapa orang diantara mereka telah menyalakan obor sementara yang lain telah merundukkan senjata mereka.
"Apakah kita akan memasuki kebun kosong itu?"
Bertanya salah seorang dari mereka.
Namun orang-orang yang mendengar keterangan Mahisa Bungalan tentang para perampok yang berada di balik dedaunan di kebun kosong itu menjadi ragu-ragu.
Mereka membayangkan, bahwa di balik setiap lembar daun terdapat sepucuk senjata yang siap mematuk siapa saja yang mendekat Karena itu, maka salah seorang dari mereka berkata "Mereka mendapat kesempatan lebih banyak untuk menyerang dengan diam-diam dan tiba-tiba daripada kita"
"Lalu, apakah kita akan membiarkan mereka tanpa berbuat sesuatu"
Bertanya yang lain. Seorang yang lain lagi berkata "Kita akan mengepungnya sampai mereka menyerah. Mereka harus melepaskan senjata mereka dan keluar dari gerumbul- gerumbul itu dengan tangan terangkat"
"Jika mereka tidak keluar?"
Bertanya kawannya.
"Kita tunggu sampai besok, sampai lusa, sampai tiga atau empat hari. Mereka memerlukan makan dan minum. Tanpa makan dan minum mereka akan mati kelaparan"
Jawab yang mengusulkan untuk mengepung sampai orang- orang di kebun kosong itu menyerah.
Ternyata pendapat itu sangat menarik.
Seorang laki-laki yang sudah separo baya berkata "Pendapat yang bagus.Kita berada di rumah kita sendiri.
Kita dapat mengambil makan dan minum kapanpun kita kehendaki.
Tetapi mereka akan kelaparan.
Sementara kita tidak melakukan satu pekerjaan yang sangat berbahaya.
Memasuki kebun kosong dalum gelapnya malam, meskipun dengan obor di tangan, adalah sangat tidak menguntungkan.
Mereka dapat setiap saat berloncatan sambil menusuk lambung dan dada kita dengan senjata-senjata mereka"
"Jika demikian, baiklah"
Berkata orang yang mewakili Ki Buyut di padukuhan itu "kita akan mengepung mereka sampai mereka menyerah dan melepaskan senjata mereka"
Dalam pada itu, ternyata pembicaraan itu telah didengar oleh para perampok yang bersembunyi. Dengan nada marah salah seorang dari mereka berkata kepada pemimpin perampok itu "Apakah kita mau diperlakukan seperti itu?"
Pemimpin perampok itu menggeram.
Katanya "Mereka memang gila.
Jika demikian, kita akan menyerang mereka.
Kita akan membunuh dan meninggalkan mayat yang terbujur lintang.
Yang masih tersisa akan tahu, bahwa mereka telah melakukan satu kesalahan yang paling berat justru karena tingkah ibu gadis yang malang itu"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, gadis itu akan jatuh lagi ke tanganku dan aku akan membawanya menurut kehendakku"
Geram laki-laki kasar yang semula membawanya.
"Persetan"
Kawannya mengumpat "kau ribut saja dengan gadis itu. Aku tidak peduli. Aku akan membunuh siapa saja yang mendekati aku. Tua muda besar atau kecil"
Laki-laki kasar yang telah kehilangan gadis itu mengerutkan keningnya.
Tetapi ia tidak menjawab lagi, karena pemimpinnya berkata "Bersiaplah.
Kita akan segera keluar dari liang yang pengab ini dan segera akan membunuh orang-orang bodoh yang tamak itu"Para perampok itupun segera mempersiapkan diri.
Mereka hanya tinggal menunggu perintah dari pemimpin mereka.
Demikian perintah itu jatuh, mereka akan segera menghabur keluar dan bertempur seperti harimau lapar.
Dalam pada itu, orang-orang yang mengepung para perampok itu justru tidak lagi bersiap-siap menghadapi kemungkinan yang paling berbahaya.
Hanya beberapa orang sajalah yang tetap bersiaga dengan senjata di tangan, sementara yang lain telah memasuki kebun dan halaman di seberang lorong.
Beberapa diantara mereka justru telah duduk di tlundak regol dan di atas batu-batu padas, sementara yang lain berdiri bersandar dinding halaman.
Bagi mereka, beberapa orang yang tetap bersiaga itu telah cukup.
Beberapa orang itu berjalan hilir mudik di seputar kebun yang kosong itu.
Sementara yang lain tersebar di lorong dan halaman di seputar kebun kosong itu.
"Suruh membawa minuman kemari"
Justru salah seorang berteriak "kita menunggu semut yang kita tuang air itu keluar dari sarang, sementara kami akan minum air sereh yang hangat dengan gula gelapa"
Yang lainpun berteriak "Tidak hanya air sereh hangat, tetapi ketela pohon rebus itu pula"
Nampaknya orang-orang itu sengaja menyebut beberapa jenis makanan dan minuman untuk sekedar mengganggu orang-orang yang sedang bersembunyi di kebun kosong itu.
Dangan demikian mereka berharap bahwa orang-orang bersembunyi itu akan terpengaruh, sehingga mereka merasa dirinya haus dan lapar.
Tetapi mereka tidak menyadari, bahwa orang-orang di dalam kebun itu justru sedang merayap mendekati lorong.
Mereka merayap dari balik gerumbul yang satu ke gerumbulyang lain, sehingga pada satu saat mereka berada di depan hidung orang-orang padukuhan yang bodoh itu tanpa disadari.
"Dengan satu loncatan, kita bunuh semua orang yang berada di lorong itu "geram pemimpin perampok itu "baru kemudian yang lain, yang masih ingin menyerahkan nyawanya"
Kawan-kawannya tidak menyahut.
Tetapi mereka merayap semakin dekat dengan lorong kecil yang dihamburi oleh orang-orang padukuhan yang sedang berjaga-jaga itu.
Namun dalam pada itu, meskipun tidak terlalu dekat, terasa sesuatu menggelitik hati Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
Karena itu, maka Mahisa Agni dan Witantra, tanpa berjanji berusaha untuk memperhatikan kebun yang kosong itu.
"Jangan lari"
Geram orang-orang yang menjaganya itu.
"Ki Sanak"
Berkata Witantra "beri aku kesempatan untuk memperhatikan kebun kosong itu. Beri kesempatan aku mendekat sedikit. Kalian dapat mengawal kami dengan ujung pedang di punggung. Kami memang tidak akan lari"
Tetapi ketiga orang yang mengawasinya itu berkeras untuk memaksanya mereka tetap berada di tempatnya.
Dua orang yang sudah berada digardu itu, justru telah pergi dan berkumpul bersama orang-orang yang mengepung kebun kosong itu.
Sejenak Mahisa Bungalan termangu-mangu.
Namun kemudian ia berdesis "Apakah kita akan memaksa?"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.
Rasa-rasanya ia tidak akan dapat membiarkan melihat sikap orang-orang pedukuhan itu.
Mereka sama sekali tidak menyadari, bahwanyawa mereka sedang terancam Sementara Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan tahu.
bahwa para perampok itu tentu tidak akan tinggal diam dan membiarkan diri mereka terkurung.
Sehingga menurut perhitungan mereka, orang-orang itu pada saatnya tentu akan berloncatan dengan pedang ditangan seperti yang memang akan dilakukan oleh, para perampok itu.
Namun dalam pada itu, Mahisa Agni masih mencoba berkata dengan sabar "Ki Sanak, jika aku diperkenankan mendekat sedikit saja, rasa-rasanya aku sudah puas.
Aku ingin melihat apa yang terjadi di kebun kosong itu"
"Kau mau apa?"
Bertanya salah seorang yang mengawasinya itu"
"Tidak apa-apa, hanya ingin mendekat dan melihat sedikit saja"
Jawab Mahisa Agni.
"Kau akan menipuku ya? Kau akan bergabung dengan kawan-kawanmu yang berada digerumbul itu"
Bentak yang lain. Mahisa Bungalan menggeretakkan giginya. Tetapi Witantra mendahuluinya "Sudah kami katakan Ki Sanak. Kami tidak ada hubungan apa-apa dangan mereka. Bukankah kau juga mendengar apa yang dikatakan gadis yang telah kami bebaskan?"
"Tentu ada satu permainan yang tidak aku ketahui tentang hubungan kalian dengan orang-orang itu"
Bentak salah seorang dari keempat orang itu, justru sambil mengacukan pedangnya.
Witantra menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi ia merasa gelisah terhadap orang-orang yang menurut perhitungannya agak lengah, sehingga kesempatan para perampok itu akan cukup besar untuk membinasakan mereka dalam sekejap.Karena itu, maka tiba-tiba saja Witantra melangkah mendekati orang yang mengacukan senjatanya itu.
Tanpa berkata sepatah katapun lagi, ia mendorong senjata itu kesamping.
Kemudian memijit pundak orang itu dengan tiba-tiba sehingga orang itu tidak dapat mencegahnya sama sekali.
Mahisa Agni dan Mahisa Bungalan melihat hal itu.
Karena itu, merekapun telah berbuat serupa terhadap orang-orang yang mengawasi mereka masing-masing.
Tanpa berdesah sama sekali, mereka seolah-olah telah tertidur nyenyak, sehingga karena itulah, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan telah mengangkat mereka dan meletakkan mereka di dalam gardu.
Namun karena itulah, maka mereka tidak dapat berbuat sekehendak hati.
Jika mereka bertiga mendekati orang- orang yang sedang berjaga-jaga itu, akan dapat menimbulkan pertanyaan, bahwa mereka tidak lagi bersama para pengawalnya.
Karena itu, maka ketiganya telah mengambil satu cara yang lain.
Seperti orang-orang yang berada di kebun kosong itu, maka ketiga orang itupun mendekat dengan diam-diam.
Mereka memasuki kebun disebelah kebun kosong itu dan merayap diantara tanaman-tanaman di kebun itu.
Meskipun ketiga orang itu berada tidak jauh dari orang- orang padukuhan yang berada di lorong-lorong, namun tidak seorangpun yang mengetahuinya.
Ternyata kegelisahan mereka bertiga, benar-benar terjadi Mereka melihat diantara pepohonan yang sudah membelukar itu bergerak-gerak, sementara angin sama sekali tidak bertiup."Mereka memang sudah bergerak"
Bisik Mahisa Bungalan.
"Ya"
Sahut Mahisa Agni "nampaknya orang-orang yang mengepung mereka itu tidak menyadari"
"Kita harus memperingatkan mereka"
Sahut Mahisa Bungalan.
"Caranya?"
Bertanya Witantra.
Mahisa Bungalan terdiam.
Memang sulit bagi mereka untuk memberitahukan bahwa orang-orang di dalam gerumbul-gerumbul perdu di kebun kosong itu telah bergerak.
Namun tiba-tiba Witantra berdesis "Kita lempari mereka dengan batu.
Mereka tentu akan segera menampakkan diri sebelum mereka sampai di ke bibir kebun kosong itu"
Mahisa Agni mengangguk-angguk. Katanya "Bagus. Kita lempari saja mereka dengan batu agar mereka menampakkan diri dari balik dedaunan"
Ketiga orang itupun kemudian dengan hati-hati mencari batu diantara tanaman di kebun itu.
Setelah mereka mendapatkan beberapa butir, maka merekapun mencari arah yang baik, sehingga batu yang mereka lemparkan tidak akan menyentuh dedaunan dan apalagi ranting dan dahan, sehingga akan menimbulkan suara.
Sejenak kemudian, maka batu-batu itupun telah dilemparkan.
Demikian batu-batu itu mamasuki kebun kosong dan menyentuh batang-batang dan dedaunan belukar yang tumbuh dikebun itu, terdengar suaranya gemerasak.
Namun lebih dari itu, ternyata satu dua dari batu-batu yang terlempar itu telah itu lelah mengenai orang- orang yang sedang merayap mendekati lorong yang ditunggui oleh orang-orang padukuhan itu,"Gila"
Geram salah seorang dari perampok-perampok itu "siapakah yang telah melempari batu?"
"Anak iblis"
Yang lain mengumpat "aku juga kena"
Namun dalam pada itu, beberapa buah batu masih saja dilontarkan oleh Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan. Bahkan ada diantara batu-batu itu yang cukup besar, sehingga mereka yang telah dikenainya menyeringai menahan sakit.
"Keparat"
Yang lain hampir saja berteriak "apakah kami masih harus menunggu dengan merayap-merayap dibawah hujan batu ini?"
Kemarahan yang membara telah membakar jantung pemimpin gerombolan itu.
Dengan demikian, maka ia telah melupakan satu perhitungan.
Sebenarnya mereka akan merayap sampai kepagar halaman kosong itu.
Dengan satu loncatan, mereka akan merenggut beberapa korban sekaligus.
Korban-korban itu akan dapat menakut-nakuti kawan-kawannya sehingga orang-orang padukuhan itu akan menjadi gentar.
Tetapi karena batu yang dilontarkan itu telah mengenainya pula, maka tiba-tiba saja iapun berteriak "Bunuh semuanya"
Teriakan itu benar-benar telah menggetarkan malam yang kelam di padukuhan itu.
Demikian aba-aba itu diteriakkan, maka para perampok itupun segera berloncatan dengan senjata di tangan.
Sambil berteriak seolah-olah menggetarkan langit, merekapun Kemudian berlari-lari menyerang orang-orang padukuhan yang mengepungnya.
Namun arah serangan mereka justru kepada kelompok yang paling banyak di lorong sebelah.Orang-orang yang mengepung kebun kosong itupun terkejut bukan buatan.
Apalagi ketika mereka mendengar orang-orang yang bersembunyi di kebun kosong itu berloncat sambil berteriak.
Rasa-rasanya jantung merekapun telah berhenti berdenyut.
Namun sejenak kemudian, mereka menyadari, bahwa para perampok itulah yang akan datang menyerang karena mereka tidak lagi melihat kemungkinan untuk lari.
Karena itu.
maka orang yang dianggap mewakili Ki Buyut itupun berteriak pula "Jangan biarkan mereka melarikan diri"
Orang-orang yang mengepung itupun segera bersiap.
Yang duduk di atas batu-batu padas, atau yang berbaring di tangga pendapa rumah sebelah, segera berloncatan bangun, dengan senjata di tangan merekapun segera berlari-larian ke lorong tempat kawan-kawan mereka bersiap.
Ternyata bahwa rencana pemimpin perampok untuk mengejutkan orang-orang padukuhan itu pada serangan pertama telah gagal.
Demikian para perampok itu berlari- lari menyerang, maka orang padukuhan itupun telah siap dengan senjata di tangan.
Namun dalam pada itu, tidak semua orang laki-laki di padukuhan itu mempunyai keberanian yang sama.
Orang- orang yang berdiri di lorong itupun seakan-akan telah disaring menurut keberanian mereka.
Yang paling berani berdiri di depan dengan senjata teracung siap menerima para perampok yang akan meloncati dinding halaman.
Di lapisan berikutnya adalah orang-orang yang kurang berani menghadapi keadaan yang mengejutkan itu.
Sementara itu, ada beberapa orang yang justru berada di tempat-tempat yang gelap dengan jantung yang berdebaran.
Orang-orang padukuhan yang mengepung di kebun dan halaman dan sekitarnyapun kemudian menyadari, bahwapara perampok itu telah menyerang ke satu sasaran.
Karena itu, maka merekapun segera menyesuaikan diri.
Laki-laki yang berani dan sedikit mempunyai pengalaman dengan segera berlari-lari menggabungkan diri dengan sisi yang langsung mendapat serangan para perampok itu.
Daiam pada itu, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan memperhatikan segala peristiwa itu dengan jantung yang berdebar-debar.
Ternyata bahwa perarnpok- perampok itu cukup banyak untuk benar-benar melakukan pembunuhan atas orang-orang padukuhan yang sebagian sama sekali belum berpengalaman menggenggam senjata.
Meskipun jumlah mereka jauh lebih banyak.
Namun hal itu bukan satu kepastian bahwa mereka akan berhasil menangkap para perampok itu.
Demikianlah, maka sejenak kemudian para perampok itupun telah meloncati dinding kebun kosong tempat mereka bersembunyi.
Namun demikian mereka meloncat, maka ujung-ujung senjata sudah siap menerima mereka.
Tetapi perampok-perampok itu ternyata memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi keadaan yang demikian.
Mereka masih sempat menangkis dan memukul ujung-ujung senjata itu ke samping sebelum mereka meloncat turun ke lorong.
Sejenak kemudian, pertempuranpun telah terjadi.
Ada juga beberapa orang padukuhan itu yang mampu mempermainkan senjata, sehingga untuk sesaat mereka berhasil menahan serangan para perampok ilu.
Namun sejenak kemudian, kekasaran dan keliaran para perampok itu telah membuat mereka menjadi bingung.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apalgi seienak kemudian, para perampok itu telah berusaha untuk menebar, sehingga pertempuran itupun telah terjadi di halaman-halaman rumah disekitarnya."Kita tidak dapat tinggal diam"
Berkata Mahisa Bungalan.
"Baiklah"
Berkata Mahisa Agni "kita akan ikut serta. Sebaiknya kita juga membawa senjata seperti yang mereka pergunakan agar tidak terlalu menarik perhatian"
"Tetapi kita tidak mempunyainya"
Desis Mahisa Bungalan.
"Tiga orang tertidur nyenyak di gardu"
Jawab Mahisa Agni. Ketiganya pun kemudian mengambil pedang dari ketiga orang yang masih tidur di gardu. Kemudian dengan tergesa- gesa ketiganya berlari-lari menuju ke daerah pertempuran.
"Kitapun berpencar"
Berkata Witantra.
Ketiga orang itupun kemudian berpencar.
Mahisa Agni memasuki halaman di seberang lorong yang menjadi ajang perkelahian yang sengit.
Di halaman itu pula, Genuk disingkirkan.
Namun agaknya laki-laki kasar yang pernah menyembunyikannya, berusaha untuk merampasnya lagi.
Sementara itu, Mahisa Bungalan dan Witantra berada di lorong yang menjadi arena yang riuh.
Keduanya berada di ujung sebelah menyebelah.
Dalam keadaan yang kacau itu, kehadiran mereka tidak banyak diketahui.
Baik oleh para perampok, maupun oleh orang-orang padukuhan itu sendiri.
Para perampok itu memang sudah mempunyai pendirian yang tegas.
Mereka ingin melepaskan sakit hati mereka dengan membunuh orang-orang yang ingin menghalangi mereka.
Bahkan mereka tidak akan lagi memilih, siapapun yang akan menjadi korban mereka.Namun dalam pada itu, dalam hiruk pikuknya pertempuran, para perampok telah dikejutkan oleh putaran senjata yang terasa lain dari kewajaran putaran senjata orang-orang padukuhan itu.
Rasa-rasanya dengan tiba-tiba saja senjata mereka telah membentur kekuatan yang tidak ada taranya.
Dalam beberapa saat saja, dua tiga senjata telah terlepas dari tangan.
"Gila"
Geram para perampok yang kehilangan senjatanya.
Tetapi mereka tidak dapat sekedar mengumpati saja.
Dalam pada itu, orang-orang padukuhan itupun telah menyerang mereka, sehingga mereka harus melawan dengan tanpa senjata.
Namun karena mereka memiliki pengalaman bertempur lebih baik, maka meskipun-mereka tidak bersenjata, tetapi mereka mampu memberikan perlawanan yang gigih.
Orang padukuhan itu sendiri, akhirnya melihat juga sesuatu yang bagi mereka terasa aneh.
Seseorang dalam keremangan malam dan dalam jangkauan cahaya obor yang lemah, yang ditancapkan di pinggir jalan dan di sudut halaman, telah bertempur dengan tangkas dan cepat.
"Apakah ada hantu penunggu padukuhan ini yang telah membantu kami"
Timbul pertanyaan pada beberapa orang yang melihat keanehan yang terjadi itu.
Sebenarnyalah bahwa Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan telah bertempur dengan kecepatan yang mengagumken.
Mereka berusaha untuk menarik perhatian lawan, dan bahkan Mahisa Bungalan telah berusaha untuk menjatuhkan setiap senjata dari tangan para perampok itu.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 19 TERNYATA kehadiran ketiga orang di medan pertempuran itu telah mempengaruhi keadaan dengan cepat.
Sementara itu, para perampok yang mengalami sentuhan senjata orang-orang yang tidak dikenal itu manjadi bingung.
Mereka sama sekali tidak menduga, bahwa di dalam lingkungan padukuhan itu, ada satu dua orang yang memiliki kemampuan tidak ada taranya.
Dalam pada itu, pertempuran itupun semakin lama menjadi semakin sengit.
Para perampok menjadi semakin garang.
Mereka bertempur sambil berteriak dengan kasar.
Beberapa orang padukuhan itu hatinya menjadi kecut.
Mereka yang melihat kegarangan para perampok itupun berusaha untuk menyingkir.
Mereka menarik diri menjauh dan bahkan ada yang dengan sengaja berlindung dikelamnya malam.
Perlahan-lahan mereka beringsut dan hilang di balik pagar, regol atau bahkan longkangan rumah terdekat.
Namun ada juga beberapa orang yang ternyata cukup berani menghadapi para perampok itu.
Apalagi ketika mereka melihat sesuatu yang sangat menarik perhatian.
Rasa rdsanya mereka telah mendapat bantuan secara ajaib untuk melawan para perampok itu.
Akhirnya orang-orang padukuhan yang sedang bertempur melawan para perampok itupun menyadari, bahwa memang ada orang yang memiliki ilmu yang tinggi yang telah membantu mereka.
Tanpa bantuan itu, maka orang-orang padukuhan itu tentu akan mangalami kesulitan.
Bahkan seperti yang diinginkan oleh para perampok itu, korban akan berjatuhan.
Meskipun dalam pertempuran itu, jatuh juga korban diantara para penghuni padukuhan itu, namun denganhadirnya orang-orang yang tidak mereka kenal itu, benar- benar telah menyalakan tekad mereka untuk bertempur terus.
Namun sementara itu, masih ada juga diantara mereka yang beringsut surut dengan diam-diam dan bersembunyi dibalik kandang atau di belakang pakiwan.
Pemimpin perampok yang melihat keadaan yang timpang itupun kemudian berteriak nyaring "Jangan ragu- ragu.
Aku sudah memerintahkan kepada kalian untuk membunuh saja orang-orang dungu itu"
Namun dengan demikian, Mahisa Bungalanpun mengetahui, bahwa orang itu adalah pemimpin dari para perampok.
Karena itulah, maka Mahisa Bungalanpun kemudian telah menyusup diantara pertempuran itu langsung mendekati pemimpin perampok yang sedang mengamuk melawan sekelompok orang-orang padukuhan itu yang memiliki keberanian untuk bertempur.
"Lepaskan orang itu"
Geram Mahisa Bungalan. Orang-orang yang sedang bertempur melawan pemimpin perampok itu heran sesaat. Namun seorang laki-laki yang berkumis lebat menggeram "Siapa Kau"
"Siapapun aku"
Jawab Mahisa Bungalan "biarlah aku menyelesaikan orang ini sebelum satu dua orang diantara kalian akan dibantai oleh orang ini"
Orang-orang padukuhan itu seolah-olah telah terpesona oleh kata-kata Mahisa Bungalan. Bahkan sebelum mereka menarik diri, Mahisa Bungalan telah mengacukan senjatanya dan dengan satu putaran, mendesak pemimpin perampok itu beberapa langkah surut.
"Siapa kau"
Geram pemimpin perampok itu."Siapapun aku tidak ada bedanya bagimu"
Jawab Mahisa Bungalan "aku adalah orang yang sedang mencari seseorang yang menyebut dirinya Rajawali Penakluk"
"Gila, siapa kau he? suara perampok itu menjadi semakin tinggi.
"Kita akan bertempur"
Berkata Mahisa Bungalan "tetapi kau masih mempunyai kesempatan untuk menyerah"
"Aku bunuh kau"
Geram pemimpin perampok itu.
Mahisa Bungalan tidak menjawab lagi.
Keduanyapun kemudian bertempur dengan sengitnya.
Masing-masing memiliki ilmu yang dapat diandalkan.
Orang-orang padukuhan itu melihat pertempuran itu dengan heran.
Sebagian dari mereka harus bertempur melawan perampok-perampok yang lain, namun sebagian masih sempat mengagumi, bagaimana Mahisa Bungalan berhasil mendesak lawannya.
Dibagian lain dari pertempuran itu, Mahisa Agni dan Witantra telah melakukan sesuatu yang tidak masuk dalam pertimbangan nalar orang-orang padukuhan itu.
Dengan tangkas mereka bertempur sambil berloncatan.
Mereka tidak bertempur melawan seorang lawan saja.
Tetapi mereka berloncatan dari satu lawan kepada lawan yang lain.
Namun demikian, orang-orang yang aneh itu dapat membuat lawan-lawan mereka menjadi bingung.
Para perampok itupun tidak lagi dapat berbuat banyak.
Jika mereka lengah, maka merekalah yang tentu akan terkapar di tanah.
Orang yang tidak dikenal itu bertempur bagaikan burung elang.
Melayang-layang dan kemudian menukik fmenyambar korbannya.
Sementara itu, Mahisa Bungalan telah menguasai pemimpin perampok itu.
Seolah pemimpin perampok itutidak lagi dapat bergerak.
Kemana ia meloncat, senjata Mahisa Bungalan sudah teracu kearahnya.
"Menyerahlah"
Geram Mahisa Bungalan.
Tetapi nampaknya pemimpin perampok itu masih belum melihat kenyataan yang dihadapinya.
Karena itu.
ia masih mencoba untuk bertempur dengan sekuat tenaganya.
Namun kemampuannya memang terbatas.
Betapapun juga ia berusaha, namun ia tidak akan dapat memaksa dii.
melawan "Mahisa Bungalan, kecuali jika ia memang menyongsong kematian.
Dalam pada itu, para penghuni padepokan itupun telah memperketat kepungan mereka.
Demikian mereka melihat kehadiran orang-orang yang tidak dikenal sehingga para perampok itu menjadi kebingungan, maka merekapun berusaha agar tidak seorangpun dari para perampok itu melarikan diri.
Namun demikian, bagaimanapun juga, dalam bentur an senjata itu, sulit untuk menghindarkan korban di kedua belah pihak.
Ternyata bahwa ada juga satu dua orang penghuni padepokan itu .yang terluka oleh senjata.
Seorang laki-laki yang bertubuh gemuk telah berteriak nyaring sambil mengumpat-umpat ketika lengannya tersayat oleh senjata seorang perampok.
Namun seorang perampok yang lain telah mengaduh tertahan, karena ujung tombak lawannya telah tergores dipunggungnya.
Pertempuran itu masih juga berlangsung dengan sengitnya.
Nemun tiba-tiba saja seorang laki yang bertubuh kecil berdesis sambil menunjuk kepada Witantra yang kebetulan sedang bertempur tidak terlalu jauh dari sebuah obor"Orang itu yang telah membawa Genuk kepada ayahnya.
Yang lain memperhatikan orang itu dengan seksama.
Kemudian katanya "Ya.
Orang itulah yang telah menyerahkan Genuk.
Ternyata ia mempunyai kemampuan tidak ada bandingnya"
"Untunglah, ia tidak marah ketika ayah Genuk mencurigainya dan, he, bukankah tiga orang telah mendapat tugas untuk mengawasi tiga orang yang dicurigai. Kemana mereka?"
Bertanya orang yang lain.
"Bukankah mereka semula berada di gardu sebelah?"
Bertanya orang yang lain "Bukankah mereka semula berada di gardu sebelah?"
Bertanya yang lain lagi.
Tetapi mereka tidak menghiraukan lagi ketiga orang kawannya yang tidak nampak diantara orang-orang padukuhan yang sedang mengepung para penjahat.
Karena selain tiga orang itu, masih banyak orang-orang lain yang dengan sengaja menyembunyikan diri.
Pertempuran di padukuhan itu masih berlangsung dengan sengitnya.
Namun para perampok yang semula dengan dada tengadah berniat untuk membunuh orang- orang yang telah membuat mereka menjadi marah itu, ternyata telah terdesak semakin berat.
Rasa-rasanya mereka tidak melihat lagi kemungkinan untuk dapat membebaskan diri dari kemarahan orang-orang padukuhan itu.
Ternyata bahwa hadirnya tiga orang yang tidak dikenal, baik oleh para perampok, maupun oleh penghuni padukuhan itu.
telah membuat akhir yang berbeda sekali dari peristiwa yang menggemparkan.
Semakin lama, para perempok itupun menjadi semakin terdesak.
Mahisa Agni dan Witantra benar-benarmerupakan hantu yang menakutkan bagi para perampok.
Tiba-tiba saja kedua orang itu muncul di tempat yang tidak terduga-duga.
Mendesak dan bahkan melumpuhkan perlawanan beberapa orang perampok dengan membenturkan senjata mereka, sehingga senjata para perampok itu terlepas.
Dengan demikian, maka kegarangan para perampok yang tidak 'bersenjata lagi itu tidak lagi sangat berbahaya.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan yang telah berhasil mendesak pemimpin perampok itupun telah memaksanya untuk mengerahkan kemampuan terakhirnya.
Namun pada benturan-benturan yang terjadi di antara senjata mereka, maka pemimpin perampok itu tidak dapat bertahan lagi.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika Mahisa Bungelan memutar senjatanya dalam satu patukan yang seru, pemimpin perampok itu berusaha untuk menangkisnya.
Namun senjatanya seolah-olah telah direnggut oleh putaran senjata Mahisa Bungalan.
Demikian senjata orang itu terlempar, maka dengan satu loncatan pendek, Mahisa Bungalan mengacukan senjatanya tepat di dada lawannya.
"Apakah kau masih akan melawan?"
Mahisa Bungalan bertanya. Pemimpin perampok itu menggeram.
"Menyerahlah"
Bentak Mahisa Bungalan. Pemimpin perampok itu masih termangu-mangu. Wajahnya masih dibayangi oleh dendam dan kemarahan. Namun ia tidak dapat mengingkari kenyataan. Satu tusukan jari Mahisa Bungalan, akan dapat berarti dadanya akun berlubang.
"Menyerahlah"
Sekali lagi Muhisa Bungalan membentak sambil menekankan ujung pedanguyu di dada lawannya."Aku menyerah"
Geram pemimpin perampok itu.
"Berikan aba-aba kepada orang-orangmu. Perintahkan mereka menyerah dan melepaskan senjata mereka"
Pemimpin perampok itu ragu-ragu. Namun ketika senjata Mahisa Bungalan menekan didadanya semakin keras, ia berkata "Akuakan memerintahkannya"
Mahisa Bungalan menunggu sesaat.
Dibiarkannya pemimpin perampok itu mengatasi gejolak perasaannya.
Hanya ujung senjatanya sajalah yang menekan tubuh pemimpin perampok itu semakin keras.
Namun akhirnya, pemimpin perampok yang tidak mempunyai pilihan lainnya itupun kemudian berteriak nyaring.
Diperintahkannya orang-orangnya untuk menghentikan perlawanan.
Bagaimanapun juga, para perampok itupun tidak dapat ingkar lagi.
Mereka tidak banyak mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu, apalagi membunuh orang-orang padukuhan itu.
Sebagian dari mereka sudah tidak bersenjata lagi.
Senjata mereka terlepas dalam setiap benturan dengan orang-orang yang tidak dikenal.
Mahisa Agni dan Witantrapun mendengar, bahwa pemimpin perampok itu telah memerintahkan kepada orang-orangnya untuk menyerah.
Karena itu, maka merekapun telah menghentikan perlawanan mereka.
Bahkan, ketika orang-orang padukuhan itu masih juga ingin berbuat sesuatu terhadap para perampok yang telah menyerah itu, Mahisa Agni dan Witantra telah berusaha untuk mencegahnya.
Demikian pula ketika seseorang yang selama pertempuran itu hanya sekedar bersemubunyi, namun ketika ia mendengar aba-aba dari pemimpin perampok bagiorang-orangnya untuk menyerah, yang dengan serta merta tampil dengan garangnya maka Mahisa Agni yang melihat segera berusaha mencegahnya.
"Apa pedulimu?"
Bentak orang yang tidak mengerti apa yang telah terjadi di pertempuran itu.
"Mereka telah menyerah"
Berkata Mahisa Agni.
"Aku tidak peduli. Mereka telah membuat padukuhan ini menjadi kisruh, dicengkam oleh ketakutan dan berbagai kerugian lainnya"
Jawab orang itu dengan kasar "aku wajib memberikan sedikit pelajaran kepadanya"
"Tidak perlu"
Jawab Mahisa Agni. Tetapi orang itu justru menjadi marah dan membentak "Minggir. He, siapa kau?"
Kawan-kawan orang itupun menjadi heran. Namun mereka yang mengetahui, bahwa orang itu baru muncul dari persembunyian dan berlagak sebagai seorang pemberani mendekatinya sambil berkata "Sudahlah. Jangan membiarkan perasaanmu berbicara"
"Aku tidak dapat menahan diri lagi. He, siapakah orang ini dan apa kerjanya di sini?"
Bertanya orang itu.
"Ia salah seorang dari perampok-perampok itu"
Berkata kawannya "tetapi ia memiliki kelebihan sehingga kami tidak berani memaksanya untuk meletakkan senjata seperti perampok-perampok yang lain"
Orang yang baru muncul setelah para perampok itu menyerah itupun menjadi bimbang.
Namun kemudian katanya "Jangan bergurau.
Bukan saatnya bergurau sekarang.
Aku berkepentingan untuk bertindak terhadap para perampok.
Jika mereka dibiarkan tanpa ditindak, maka mereka akan merasa bebas untuk melakukan kejahatan"Namun tiba-tiba seseorang bertanya kepada orang itu "He, dimana kau selama ini?"
"Aku berada di ujung lain dari daerah pertempuran ini"
Jawab orang itu.
"Dan kau sekarang tiba-tiba saja berada di sini? Apakah di ujung lain tidak lagi terjadi apa-apa sekarang?"
Bertanya kawannya yang lain pula.
Orang itu mulai bingung.
Nampaknya kawan-kawannya mengetahui apa yang dilakukan selama kawan-kawannya berkelahi.
Dalam pada itu, kawannya yang lain mendekatinya.
Sambil menggamitnya ia berkata "Cobalah, kau tangkap orang ini"
Orang itu menjadi semakin bingung. Sementara itu, terdengar suara di arah lain "Kumpulkan mereka dan senjata-senjata mereka"
Beberapa orangpun kemudian mengumpulkan para perampok yang menyerah.
Nampaknya dendam masih membara di hati para penghuni padepokan itu.
Namun Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan minta para penghuni padukuhan itu tidak melakukan kekerasan.
Namun sulit bagi mereka untuk menahan diri jika mereka melihat beberapa orang kawan mereka telah terluka.
Bahkan ada di antara mereka yang parah, meskipun tidak seorangpun yang telah meninggal karena luka- lukanya.
Namun di antara para perampok itupun terdapat pula orang-orang yang terluka.
Bahkan beberapa orang sedang terancam jiwanya.Ayah Genuk yang mengetahui segala peristiwa yang telah terjadi itupun kemudian mendekati Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
Ia tidak merasa malu "Aku bersedia menerima hukuman apa saja"
Berkata ayah untuk mohon maaf kepada ketiga orang yang ternyata bukan orang kebanyakan itu.
"Sudahlah"
Berkata Witantra "sekarang kita menghadapi persoalan yang cukup gawat. Orang-orang itu harus mendapat perhatian sepenuhnya"
"Lalu, apakah yang baik kami lakukan terhadap mereka?"
Bertanya orang yang dianggap mewakili Ki Buyut.
"Biarlah mereka dikumpulkan di suatu tempat yang dapat diawasi dengan baik. Tetapi tidak ada jeleknya, jika kalian bertindak dengan berhati-hati. Tidak ada salahnya pula jika mereka ditempatkan di satu tempat dengan tangan terikat. Dengan demikian kalian yakin, bahwa mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi"
Berkata Mahisa Bungalan.
"Kemudian"
Mahisa Agni meneruskan "laporkan hal ini kepada Ki Buyut yang tinggal di padukuhan yang lain.
Biarlah ia datang melihat para perampok, atau biarlah, para perampok yang terikat itu dibawa kepadanya.
Aku masih juga berkepentingan dengan para perampok itu, karena mereka telah menyebut-nyebut nama Rajawali Penakluk"
"Siapakah Rajawali Penakluk itu?"
Bertanya salah seorang penghuni padukuhan itu.
"Kalian tentu belum mengetahuinya"
Jawab Mahisa Agni "tetapi belum tentu bahwa mereka benar-benar mempunyai hubungan dengan Rajawali Penakluk itu"
Orang-orang padukuhan itupun kemudian mengumpulkan para perampok dan mengikat tanganmereka.
Meskipun mereka sudah tidak bersenjata, namun mereka masih tetap orang-orang yang berbahaya.
Dalam pada itu, terdengar seseorang mengumpat-umpat.
Sambil menunjuk ke gardu disebelah ia berkata "Tiga orang malas itu justru tidur nyenyak digardu itu.
Mereka adalah orang-orang yang harus mengawasi tiga orang yang semula kita curigai itu, namun yang ternyata kitalah yang salah menilai"
"Apakah kau tidak membangunkannya?"
Bertanya seorang kawannya.
"Mereka tidak mau bangun"
Jawab yang ditanya. Dalam pada itu, sebelum orang lain berbicara, Mahisa Agni telah mendahuluinya. Katanya "Baiklah aku mencoba membangunkannya"
Beberapa orang mengikutinya tanpa mengerti maksudnya. Namun kemudian dengan sentuhan-sentuhan kecil, maka ketiga orang itupun menggeliat.
"Bangun pemalas"
Bentak orang-orang padukuhan itu. Ketiga orang itu tergagap. Kemudian merekapun segera bangkit. Dengan nada tinggi mereka hampir bersamaan berteriak "Dimana ketiga orang perampok itu?"
"Perampok yang mana?"
Bertanya kawan-kawannya.
"Yang kami bawa ke gardu ini"
Jawab salah seorang dari ketiga orang yang tertidur itu.
Namun tiba-tiba saja mereka melihat Mahisa Agni yang berdiri termangu-mangu.
Dengan nada tinggi salah seorang dari mereka menunjuk sambil berteriak "Inilah orang itu.
Mana yang dua orang lainnya"Tetapi hampir meledak kawan-kawannya tertawa.
Seorang yang berkumis tipis maju selangkah sambil berkata "Bangunlah.
Kau agaknya telah bermimpi"
"Aku tidak bermimpi. Tiga orang perampok telah kami bawa ke gardu ini. Seorang diantara mereka adalah orang ini"
Orang itu bertahan. Tetapi kawan-kawannya tetap tertawa. Yang seorang diantara mereka yang tertawa itu bertanya "Siapa yang kau bawa kemari? Tiga orang? Jika demikian, kenapa mereka kalian tinggal tidur saja dengan nyenyaknya?"
Ketiga orang itu menjadi bingung. Bahkan mereka mulai menilai, apakah mereka tidak sedang bermimpi "Cobalah"
Berkata seorang diantara orang-orang padukuhan itu ingat-ingatlah apa yang telah terjadi"
"Kawan-kawan perampok itu. Kami bertiga harus membawa mereka ke gardu ini dan menjaganya"
Jawab salah seorang dari ketiga orang itu.
"Kalian bermimpi. Tidak ada apa-apa disini. Kami memang meronda. Tetapi tidak ada perampok, tidak adf orang-orang yang kau maksud dan kau memang tidur sejak sore"
Berkata salah seorang dari orang-orang yang kemudian berkerumun.
Ketiga orang itu saling berpandangan.
Mereka mencoba mengingat-ingat apa yang telah mereka lakukan.
Namun seolah-olah telah terjadi yang sebenarnya.
Bukan sekedar mimpi.
Jika mereka sekedar bermimpi, kenapa tiga orang dapat bermimpi dengan peristiwa yang sama.
Dalam keragu-raguan itu, maka kawan-kawannyapun berkata "Marilah.
Kita tinggalkan gardu ini"Ketiga orang itu masih bingung.
Salah seorang dian-tara merekapun bertanya kepada kawan-kawannya "Siapakah orang ini"
Kawan-kawannya memandang Mahisa Agni. Tiba-tiba saja seorang diantara mereka menjawab "Mereka adalah tamu kita. Kita mempunyai tiga orang tamu"
"Tiga orang? Maksudmu tiga orang dari kawanan perampok itu?"
Bertanya orang itu dengan serta merta.
"Kawanan yang mana? Mereka adalah tamu kita. Tamu yang harus kita hormati"
Jawab seseorang.
Ketiga orang itu menjadi bingung.
Namun merekapun menyesali diri mereka sendiri.
Kenapa mereka telah tertidur nyenyak sekali sehingga mereka tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya.
Bahkan mereka merasa, bahwa kawan- kawannya telah memperolok-olokan mereka.
Namun dalam pada itu, ketika ketiga orang itu sampai kedalam lingkungan mereka yang sedang menjaga para perampok yang telah menyerah itu, mereka menjadi semakin bingung.
Mereka bertiga melihat tiga orang yang harus mereka awasi di gardu sebelah.
Namun nampaknya ketiga orang itu sama sekali tidak mendapat perlakuan seperti yang terbayang di dalam peristiwa disebut seperti mimpi itu.
"Aku tidak bermimpi"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berkata salah seorang kepada kawannya yang lainpun menyahut "Tidak. Akupun merasa itu bukan satu mimpi"
Tetapi orang ketiga berkata "Tetapi kita benar-benar telah tertidur.
Bagaimana mungkin kita tertidur.
Rasa- rasanya kami memang sedang mengawasi ketiga orang itu.
Mereka akan mendekati para.
perampok yang berada di kebun kosong itu.
Kami melarangnya.
Dan menurut ingatanku, mereka telah menyerang kami""Ya.
Tepat.
Aku ingat sekarang apa yang telah terjadi"
Desis yang pertama.
"Tetapi kenapa kita justru tidur"
Gumam yang lain "apakah benar semuanya itu terjadi di dalam mimpi. Tetapi perampok-perampok itu benar-benar ada, dan mereka telah tertangkap"
Namun agaknya mereka tetap tidak tahu, apakah yang sebenarnya telah terjadi, dan kenapa mereka telah tertidur nyenyak.
Tetapi ketiga orang itu tidak mau memikirkannya lagi.
Mereka kemudian menghadapi para perampok itu yang ternyata telah menyerah dan tiga orang yang disebut sebagai tamu itu, siapapiin mereka.
Dan merekapun kemudian tahu, bahwa kawan-kawannya berniat untuk menyampai kan keadaan yang mereka hadapi itu kepada Ki Buyut.
Ternyata bahwa orang-orang padukuhan itu, telah memilih untuk mengikat para perampok itu.
Tidak saja diikat tangannya, tetapi mereka kemudian diikat tangan dan kakinya pada pepohonan.
"Gila"
Geram laki-laki kasar yang masih bermimpi 'ontuk menangkap Genuk "kami tidak mau diperlakukan seperti seekor lembu"
Namun seorang di antara penghuni padukuhan itu menyahut "Kalian memang bukan seekor sapi.
Tetapi justru karena itu, rasa-rasanya ikatan tangan dan kakinya semakin kuat.
Dalam pada itu, maka beberapa orang telah pergi ke rumah Ki Buyut di padukuhan yang lain di dalam Kebuyutan itu.
Ketika mereka memasuki halaman rumahnya, tiga orang peronda di rumah itu terkejut.Dengan tergopoh-gopoh mereka menyongsongnya sambil bertanya "Malam-malam begini kau datang ke rumah Ki Buyut.
Tentu ada yang penting.
Kami memang mendengar suara kentongan lamat-lamat.
Tetapi kami memang menunggu.
Jika ada persoalan yang gawat, tentu akan ada utusan datang kemari"
"Kami akan menghadap Ki Buyut"
Berkata orang yang dianggap mewakili Ki Buyut di padukuhannya.
"Baiklah"
Jawab peronda itu"
Ki Buyut tentu belum tidur. Iapun mendengar suara kentongan itu. Beberapa lama ia berada diantara kami, baru saja Ki Buyut masuk ke ruang dalam"
"Tolong sampaikan kepada Ki Buyut bahwa kami akan menghadap"
Berkata orang dianggap mewakili Ki Buyut di padukuhan itu.
Dalam pada itu, seorang peronda telah mendekati pintu butulan.
lapun kemudian mengutuk dinding dua kali berulang tiga kali sebagaimana pesan Ki Buyut kepada para penjaga.
Hanya dengan tanda itu sajalah, Ki Buyut akan menanggapi.
Sebenarnyalah bahwa Ki Buyut memang belum tidur.
Setelah beberapa lamanya ia berada di antara para peronda, dan tidak ada seorangpun yang datang memberikan laporan, maka iapun kemudian masuk ke ruang dalam, apalagi ketika suara kentongan semakin lama menjadi semakin reda.
Namun Ki Buyut masih berpesan kepada para peronda di regol halamannya "Berhati-hatilah.
Dua orang diantara kalian harus lebih sering mengelilingi padukah ini, sementara tiga orang lainnya tetap berada di regol.
Bawa alat isyarat.
Cepat beri isyarat jika kalian melihat sesuatu yang mencurigakan"Ketika Ki Buyut kemudian mendengar ketukan seperti yang sudah dipesankan kepada para peronda itu, maka iapun segera bangkit.
Diraihnya pedang yang tergantung di dinding, di sebelah pembaringannya.
Kemudian dengan tangan di hulu pedang, iapun mendekati pintu butulan.
Perlahan-lahan ia membuka pintu butulan itu sambil bertanya "Ada apa?"
Peronda yang berada di sebelah pintu itupun menjawab "Ada orang padukuhan sebelah ujung Kabuyutan ini ingin bertemu"
"Padukuhan diarah suara kentongan itu?"
Bertanya Ki Buyut. Peronda itu mengangguk. Jawabnya "
Ya Ki Buyut. Nampaknya memang begitu"
Ki Buyutpun kemudian dengan tergesa-gesa turun ke halaman mendekati beberapa orang yang telah berada di halaman.
"Kalian ingin bertemu dengan aku?"
Bertanya Ki Buyut.
"Ya Ki Buyut"
Jawab orang-yang mewakilinya di padukuhannya.
"Marilah. Naiklah ke pendapa. Aku juga mendengar 'sunrakentongan lamat-lamat dari arah padukuhanmu. Tetapi aku menunggu keterangan. Karena tidak ada seorangpun yang memberitahukan kepadaku, maka akupun memutuskan untuk tidur saja"
"Ki Buyut sedang tidur?"
Bertanya salah seorang dari mereka yang datang.
"Belum. Aku belum sempat tidur"
Jawab Ki Buyut Lalu sekali lagi ia mempersalahkan "Naiklah ke pendapa""Terima kasih Ki Buyut"
Jawab orang yang datang itu "kami tergesa-gesa"
"O, ada apa? Apakah kalian memerlukan bantuan? Biarlah para peronda memukul kentongan. Maka dalam sekejap akan berkumpul orang-orang yang akan dapat membantumu. Mungkin merekapun masih belum tidur di rumah masing-masing, karena mereka mendengar juga suara kentongan lamat-lamat. Tetapi merekapun agaknya menunggu seperti aku"
Dalam pada itu, dua orang peronda yang mengelilingi padukuhan melihat tetangga-tetangganya dari padukuhan sebelah telah berada di halaman rumah Ki Buyut.
Sebelum orang-orang yang datang itu menjawab, kedua orang itupun hampir berbareng bertanya pula dengan nada sama seperti pertanyaan Ki Buyut.
"Ada peristiwa yang gawat telah terjadi"
Jawab salah seorang dari mereka yang datang itu.
"Kami sudah menduga"
Jawab salah seorang dari kedua orang peronda yang berkeliling padukuhan ini nampaknya kesiagaan telah meningkat.
Di gardu-gardu para pengawal sudah siap menghadapi segala kemungkinan, meski pun sebagian yang lain, masih terdapat juga laki-laki yang lebih senang berada di dalam rumahnya"
Orang yang mewakili Ki Buyut itupun segera menceri- terakan apa yang telah terjadi.
Mereka juga menceritera-kan hadirnya tiga orang yang tidak mereka kenal, yang semula mereka curigai, namun yang ternyata telah memberikan banyak pertolongan kepada mereka.
"Tanpa ketiga orang itu, kami sudah akan membunyikan tanda bahaya ganda untuk minta bantuan kepada padukuhan-padukuhan yang lain yang telahmendengarnya"
Berkata salah seorang dari mereka yang datang di halaman rumah Ki Buyut itu.
"Lalu, bagaimana sekarang dengan mereka?"
Bertanya Ki Buyut. Orang-orang yang datang dari padukuhan yang baru saja terguncang itupun segera menceriterakan lebih jelas lagi, khususnya mengenai Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.
"Aneh"
Desis Ki Buyut "ada juga orang yang memiliki kelebihan itu di daerah ini. Tetapi aku kira mereka tentu pendatang yang entah karena sesuatu yang tidak diketahui orang lain, telah merantau ke daerah ini"
"Kami mohon Ki Buyut untuk melihat para tawanan itu. Mereka telah kami ikat pada pepohonan"
Berkata salah seorang diantara mereka yang datang dari padukuhan yang sedang kacau itu.
"Aku akan datang"
Berkata Ki Buyut "Tunggulah, aku akan berkemas sebantar"
Ki Buyutpun kemudian masuk kembali ke dalam rumahnya. Kemudian setelah membenahi pakaiannya, senjatanya dan segala keperluannya, maka iapun kemudian turun ke halaman.
"Dua orang diantara kalian, ikut aku. Yang lain, jaga rumah ini baik-baik. Jika perlu, cepat bunyikan isyarat. Jangan terlambat, agar kawan-kawanmu di gardu-gardu lain dapat segera membantu"
Demikianlah, maka Ki Buyutpun segera meninggalkan halaman rumahnya bersama kedua orang pengawalnya. Sekali lagi ia berpesan agar para pengawal itu berhati-hati."Kami sudah siap menghadapi segala kemungkinan"
Jawab para pangawal "kantongan yang kami dengar lamat- lamat itu merupakan peringatan yang paling baik bagi para peronda malam ini"
Ki Buyut mengangguk-angguk.
Lalu iapun pergi dengan langkah panjang bersama orang-orang padukuhan yang mendatanginya.
Ketika Ki Buyut sampai di tempat peristiwa itu terjadi, maka iapun menarik nafas dalam-dalam.
Ia melihat bekas dari arena pertempuran yang seru.
"Luar biasa"
Berkata Ki Buyut "perampok yang jumlahnya demikian banyaknya berhasil kalian tangkap"
"Kami mendapat bantuan dari tiga orang yang tidak kami kenal sebelumnya"
Berkata orang-orang di padukuhan itu. Merekapun kemudian memperkenalkan Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan kepada Ki Buyut yang mengaguminya.
"Luar biasa Ki Sanak, berkata Ki Buyut "aku sudah mendapat laporan, apa yang telah terjadi di sini. Tetapi aku tidak membayangkan, bahwa jumlah perampok itu sedemikian banyaknya dan menilik orang-orangnya dan jenis senjatanya, mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Namun ternyata mereka dapat kalian tangkap dan bahkan telah kalian ikat"
"Bukan kami bertiga"
Jawab Mahisa Agni "tetapi kami semua yang telah terlibat kedalam pertempuran melawan perampok itu. Kami hanya tiga orang di antara sekian banyak laki-laki dari padukuhan ini"
"Tetapi setiap orang mengatakan, tanpa kalian bertiga, maka orang-orang di padukuhan ini tidak berarti apa-apa.Bahkan mungkin mereka akan dibantai oleh para, perampok yang garang itu, karena nampaknya para perampok telah berniat untuk mambunuh sebanyak- banyaknya. Mahisa Agni tersenyum. Katanya "Agak berlebih- lebihan. Namun sebenarnyalah, bahwa kami memang hanya sekedar membantu. Bantuan yang betapapun kecilnya memang terasa sangat berarti dalam keadaan yang gawat. Ki Buyut mengangguk-angguk. Namun nampaknya ketiga orang itu memang sangat meyakinkan. Dua orang yang sudah menjelang hari tuanya, sementara yang seorang adalah seorang anak muda yang perkasa.
"Apapun yang telah terjadi"
Berkata Ki Buyut "kalian adalah orang-orang yang pantas dihormati. Kami ingin mempersilahkan kalian tinggal di rumah kami untuk beberapa lemanya"
"Terima kasih Ki Buyut"
Jawab Mahisa Agni. Namun semantara itu, ia berkata pula "mungkin Ki Buyut tertarik pula untuk memperhatikan para perampok itu"
"Ya. Aku ingin membawa pemimpinnya ke rumahku. Aku ingin berbicara dengan orang itu"
Sahut Ki Buyut.
"Ki Buyut"
Berkata Mahisa Agni "jika Ki Buyut tidak berkeberatan, aku ingin mendapat kesempatan untuk berbicara dengan mereka, khususnya dengan pemimpinnya"
"Tentu, kenapa aku berkeberatan?"
Jawab Ki Buyut "kami akan membawa pemimpin perampok ini ke rumah kami, sementara kami pun akan mempersilahkan kalian bertiga untuk tinggal di rumah kami"Tetapi Mahisa Agni menjawab "Terima kasih Ki Buyut.
Tetapi kami tidak dapat mengikut Ki Buyut sekarang.
Besok, kami akan datang ke rumah Ki Buyut yang tentu tidak terlalu sulit untuk mencarinya.
Setiap orang di Kabuyutan ini tentu tahu, di mana rumah Ki Buyut"
"Kenapa besok?"
Bertanya Ki Buyut. Mahisa Agni termangu-mangu sejenak. Namun kemudian jawabnya "Kami tidak dapat mengatakan, kenapa Ki Buyut. Tetapi masih ada kewajiban kami yang harus kami lakukan"
"Malam ini?"
Desak Ki Buyut. Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian katanya "Kami mohon maaf. Besok kami akan datang kepada Ki Buyut. Sekarang kami justru akan mohon diri"
"Tunggu"
Beberapa orang hampir berbareng mencegahnya "jangan pergi"
"Aku tidak pergi. Besok aku akan berada di sini lagi. Mungkin di kedai di pinggir jalan itu. Tetapi yang jelas, aku akan berada di rumah Ki Buyut untuk berbicara dengan pemimpin perampok itu"
Jawab Mahisa Agni.
Orang-orang itu tidak dapat mencegah lagi.
Karena itu, maka ketika ketiga orang itu memaksa meninggalkan padukuhan, laki-laki yang hampir saja kehilangan anak perempuannya itu sekali lagi datang kepada mereka untuk mohon maaf dan sekali lagi mengucapkan terima kasih.
Witantra tersenyum sambil menjawab "Jaga anakmu baik-baik "
Orang-orang padukuhan itu kamudian melepaskan Witantra dengan perasaan yang aneh.
Hampir saja terjadisalah paham.
Namun untunglah bahwa ketiga orang itu cukup sabar menghadapi mereka, sehingga ketiga orang itu tidak justru memusuhi mereka.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meskipun yang paling muda diantara ketiga orang itu hampir kehilangan kesabar an, namun kedua orang yang lebih tua itu berbasil mencegahnya.
Dalam pada itu, maka Ki Buyutpun memerintahkan membawa pemimpin perampok itu ke rumahnya, semen tara para perampok yang lain diserahkan untuk sementara kepada orang-orang padukuhan itu.
Pada saatnya merekapun akan diambil oleh Ki Buyut dan persoalan mereka akan diselasaikan pula.
Dalam pada itu, Witantra, Mahisa Agni dan Mahisa Bungalanpun berada kembali di tempat mereka berlindung.
Mereka kembali ke tempat kuda-kuda mereka disambunyikan.
"Besok kita pergi ke rumah Ki Buyut"
Berkata Mahisa Bungalan.
"Ya. Besok kita akan sempat bertanya kepada pemimpin perampok itu. Apakah hubungan mereka dengary Rajawali Penakluk sahut Witantra. Namun artinya tidak akan menentukan apa-apa lagi"
Berkata Mahisa Agni "nampaknya meraka adalah bekas para pengikut Rajawali Penakluk yang sudah ditinggal kannya.
Agaknya Ki Dukut tidak akan kembali kepada mereka, setelah Ki Dukut berhubungan dengan orang-orang berilmu hitam.
Semula, ia masih mempertimbangkan banyak kemungkinan, dan ia menganggap bahwa para peram pok masih lebih baik dari orang-orang berilmu hitam yang pada umumnya juga perampok besar, yang dibekali sifat-sifat yang agak lain dari kebanyakan orang"Witantra mengangguk-angguk.
Katanya "Kau benar.
Kita tidak akan mendapatkan bahan apapun juga dari mereka.
Tetapi tidak ada salahnya pula jika kita menemuinya besok"
Demikianlah, mereka bersepakat dipagi hari berikutnya, mereka akan datang ke rumah Ki Buyut untuk bertemu dengan pemimpin perampok yang sudah tertangkap itu.
Sementara itu, menjelang dini hari, pemimpin perampok yang terikat tangan dan kakinya itu sudah berada di rumah Ki Buyut.
Untuk menjaga agar orang itu tidak melarikan diri, maka Ki Buyut memrintahkan para pengawalnya untuk mengikat di dalam gandok sebelah kiri.
Bukan saja tangannya, tetapi juga kakinya.
Namun dalam pada itu.
Ki Buyut itu berkata kepada orang-orang yang mengawal pemimpin perampok itu "Jangan takut bahwa ia akan melarikan diri.
Tali itu adalah janget rangkep tiga.
Tidak seorangpun yang akan dapat memutuskannya.
Sementara tangannya dan kakinya terikat pada tiang.
Jika tiang itulah yang berhasil diangkatnya, maka gandok itu akan roboh dan menimpa kepalanya.
Kematiannya tidak akan dapat dipersalahkan kepada kita"
Para pengawal itu termangu-mangu.
Namun Ki Buyut berkata "Tinggalkan orang itu.
Orang-orang yang menunggui pemimpin perampok itupun kemudian meninggalkan gandok.
Sementara Ki Buyut berkata "Tetapi jangan tinggalkan rumah ini.
Kalian dapat berada digardu atau di pendapa.
Bagaimanapun juga, orang ini tetap berbahaya.
Mungkin kawan-kawannya yang kebetulan tidak ikut dalam perampokan ini mengetahui nasibnya dan berusaha untuk membebaskannya.Orang-orang padukuhan itupun mengangguk hormat.
Seorang diantara mereka menjawab "Baiklah Ki Buyut.
Kami akan berada di pendapa"
Sejenak kemudian, orang-orang itu telah berada di pendapa dan yang lain berada di regol.
Bukan hanya mereka yang bertugas meronda, tetapi beberapa orang lain telah datang pula di rumah Ki Buyut demikian mereka mengetahui bahwa pemimpin perampok yang tertangkap telah dibawa kurumah Ki Buyut.
Dalam pada itu, demikian orang-orang itu pergi, Ki Buyut luluh menggeram "Kau memang dungu.
Kenapa kau berbuat gila seperti itu?"
"Orang-orangmulah yang gila. He. kenapa kau panggil lagi orang itu? Kau sengaja menjebak kami he?"
Pemimpin perampok itu menggeram pula.
"Kau benar-benar akan membantai orang padukuhan ini?"
Bertanya Ki Buyut.
"Mereka membuat kami menjadi marah. Mereka Ingin munangkap kami dan memperlakukan kami seperti ini"
Jawab pemimpin perampok itu "jika orang-orang dungu di padukuhan itu tidak memukul tanda bahaya, maka kamitmu akan memperhitungkan tingkah laku kami.
Tetapi telah memukul tanda bahaya, dan mereka telah berusaha mengepung kami.
Itu sangat menyakitkan hati.
Dan bukankah tidak ada satu perjanjianpun, bahwa kami tidak mudah membunuh"
"Memang tidak ada perjanjian. Tetapi aku mengira, bahwa kalian bukan binatang sebuas itu. jika kalian telah berhasil memiliki semua kekayaan orang yang kau rampok, itu sudah cukup. Kau tinggal memberikan hasil rampokan itu sebagian kepadaku""Kau gila. Kau tidak ikut berbuat apapun juga"
Geram pemimpin perampok itu.
"Aku sudah berusaha untuk mencegah orang-orangku di padukuhan ini untuk keluar dari regol dan membantu padu kuhan yang telah memukul tanda bahaya itu. Mereka memang siap"
Bertaka Ki Buyut.
"Tetapi orang-orang padukuhan itu merasa mampu untuk melakukannya, sehingga mereka tidak memukul tanda bahaya ganda. Jika demikian, kami akan semakin banyak membunuh orang dan meninggalkan bangkai terbujur lintang"
Jawab pemimpin perampok itu.
"Omong kosong. Sebelum mereka memukul isyarat bahaya ganda dan lagi-laki dari padukuhan ini datang membantu kau sudah berhasil ditangkap dan sekarang kau terikat disini"
"Persetan"
Geram Ki Buyut "kaulah yang bodoh sehingga kau lebih senang berusaha membunuh daripada menyelamatkan diri"
Pemimpin perampok itu menggeram. Tetapi ia tidak menjawab, sementara Ki Buyut itu berkata pula "
Sebenarnya akhir dari peristiwa ini dapat berbeda jika kau sedikit mempunyai otak dan dapat mengendalikan nafsumu yang gila. He, apakah orang-orangmu juga mengetahui hubungan kita?"
"Pertanyaan itulah yang gila"
Geram pemimpin perampok itu "betapapun bodohnya aku, tetapi aku tidak akan berbuat begitu dungunya"
"Tidak seorangpun yang mengetahui?"
Desak Ki Buyut.
"Tentu tidak"
Jawab pemimpin perampok itu.Ki Buyutpun mengangguk-angguk.
Lalu katanya "Tidak boleh seorangpun yang mangetahui rahasia ini.
Terakhir kita bekerja bersama kira-kira setahun yang lalu.
Orang- orang sudah melupakannya, karena yang kita lakukan kemudian sama sekali tidak menyangkut Kabuyutanku sendiri.
Sekarang, di saat aku mengisyaratkan kepadamu, bahwa kerja sama ini dapat dilakukan lagi, kau telah berbuat begitu bodohnya"
"Lepaskan aku. Aku akan berbuat lebih baik di hari kemudian"
Pinta pemimpin perampok itu.
"Gila. jika ketiga orang itu datang kepadaku, apa kataku jika kau aku lepaskan"
Ki Buyut itulah yang menggeram.
"Kaupun ternyata terlalu bodoh. Kau dapat menga takan bahwa aku berhasil malarikan diri. Aku akan dapat membuat bekas-bekas seperti itu. Aku akan memutuskan tali pengikatku, dan aku akan dapat memecah dinding ruangan ini"
Sahut pemimpin perampok itu "kemudian aku akan melarikan diri tanpa dapat dikejar oleh siapapun meskipun hari telah terang. Bukankah ketiga orang itu tidak ada di sini? Jika mereka ada, aku memang tidak akan berhasil berbuat apa-apa"
Ki Buyut merenungi permintaan pemimpin perampok itu. Kemudian katanya "Kau benar-benar dapat memutuskan tali pengikat tangan dan kakimu itu?"
"Ya. Aku dapat melakukannya. Aku masih mempu nyai alat untuk berbuat demikian"
"Apa?"
Bertanya Ki Buyut.
"Ambil dan taruhlah di tanganku yang terikat itu, sebilah pisau kecil di ikat pinggangku"
Berkata pemimpin perampok itu."O, kau memang benar-benar bodoh. Jika tali itu putus dan terdapat bekas pisau, apakah hal itu tidak akan dapat menumbuhkan kecurigaan seseorang kepadaku?"
Jawab Ki Buyut.
"Aku akan meninggalkan pisau kecil itu. Semua orang akan sependapat, bahwa aku berhasil melepaskan diri karena aku berhasil mengambil pisau itu dari tempat aku menyembunyikannya pada bagian tubuhku"
Ki Buyut termangu-mangu. Namun kemudian kalanya "Bagaimana dengan para pengawal"
"Aku tidak berkeberatan sama sekali, jika dimuka pintu bilik ini dijaga oleh orang-orangmu yang bodoh dan tidak tahu sama sekali tentang apa yang mereka lakukan. Kemudian kau akan dapat membebankan tanggung jawab kepada mereka"
Ki Buyut termangu-mangu sejenak.
Nampaknya rencana itu memang dapat dilakukan.
Jika pemimpin perampok itu tetap ada di rumahnya sebagai tawanan, sementara ketiga orang itu akan ikut serta memeriksanya, maka tidak mustahil bahwa pada suatu saat rahasia itu akan dapat terbongkar.
Karena itu, rencana pemimpin perampok itu nampaknya dapat memberikan jalan kepadanya untuk menghindar.
Yang dapat dituduhkan kepadanya, adalah sekedar kelengahan, sehingga pemimpin perampok yang terikat itu masih dapat meraih senjata kecilnya untuk memutuskan tali pengikat tangan dan kakinya.
"Cepat putuskan sebelum siang"
Geram pemimpin perampok itu.
Ki Buyutpun kemudian dengan ragu-ragu mendekati perampok itu.
Namun akhirnya iapun mengambil sikapseperti yang diusulkan tawanannya.
Dengan hati-hati iapun mengambil pisau kecil dari ikat pinggang tawanan itu dengan meletakkan pisau kecil itu dalam genggaman tangan pemimpin perampok itu.
"Panggil orang-orangmu dan suruhlah mereka menjaga aku"
Gumam pemimpin perampok itu. Ki Buyutpun kemudian keluar dari bilik itu dan memanggil beberapa orangnya yang masih berada di pendapa dan regol.
"Aku sudah selesai dengan orang itu. Jagalah baik-baik. Bagaimanapun juga orang itu adalah orangyang sangat licik. Nanti, tiga orang yang telah membantu menangkap perampok-perampok itu akan datang. Mereka akan bertanya langsung kepada perampok itu tentang beberapa hal yang tidak aku mengerti"
"Baik Ki Buyut"
Jawab salah seorang dari mereka.
"Ia masih terikat. Tetapi jika orang itu melarikan diri, maka kalianlah yang akan menjadi gantinya"
Pesan Ki Buyut kemudian.
"Bukankah tali pengikatnya adalah janget?"
Bertanya salah seorang pula.
"Ya, Tetapi jangan lengah"
Bentak Ki Buyut. Orang-orang itu tidak berani membantah lagi. Ketika Ki Buyut melangkah pergi, ia masih berkata "Jagalah di muka pintu. Biar ia berada di dalam bilik yang pintunya kalian selarak dari luar"
Orang-orang itupun melakukan seperti yang dikatakan oleh Ki Buyut.
Beberapa orang sempat menjengukkan kepalanya di pintu dan melihat orang itu masih terikat pada tiang.
Nampaknya orang itu memang tidak akan dapatmelepaskan dirinya.
Jika ia memiliki kekuatan unluk mengangkat tiang tu, maka atas rumah itu akan roboh menimpanya.
Sejenak kemudian, maka pintu gandok itupun telah di tutup dan diselarak dari luar.
Para peronda yangmengang gap bahwa tawanan itu tidak akan sempat melarikan diri telah menjaganya dengan kurang berhati-hati.
Diantaranya telah berbaring diamben bambu di serambi gandok itu, sementara yang lain duduk terkantuk kantuk"
Tawanan yang terikat di dalam bilik di gandok itu tersenyum. Di dalam hatinya mereka berkata "Orang-orang dungu. Sebentar lagi aku akan bebas"
Dalam pada itu, ketika pemimpin perampok itu tidak mendengar suara orang-orang yang menjaganya di pintu bilik, maka iapun mulai berusaha untuk memotong tali yang mengikat tangannya.
Demikian tajamnya pisau kecilnya, sehingga usahanya tidak banyak manemui kesulitan.
Tidak seorangpun yang mendengar, apa yang dilakukan oleh pemimpin perampok itu.
Beberapa orang yang menjaganya.
terkantuk-kantuk di luar, sementara yang lain berusaha mengisi waktunya dengan berkelakar dan beberapa diantara mereka berjalan-jalan di halaman.
Sementara itu langitpun mulai terang.
Burung-burung liar mulai berkicau bersahut-sahutan.
Demikian riangnya menyambut pagi yang datang.
Beberapa orang yang berada di rumah Ki Buyut itu justru ada yang telah tertidur di gardu dan di pendapa.
Namun hal itu sama sekali tidak dihiraukan oleh kawan-kawan nya.
Meskipun ada diantara mereka yang tertidur nyenyak, namun bagi mereka yang masih tetap berjaga-jaga, sama sekali tidak melihat sesuatu yang mencurigakan."Nampaknya Ki Buyut merasa letih sekali"
Berkata salah seorang dari para penjaga itu "biasanya ia bangun pagi- pagi"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pedang Inti Es Karya Okt Pedang Inti Es Karya Okt Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja