Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 25


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 25



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   Ki Buyut tertawa, semantara Ki Demung terkejut mendengar kata-katanya sandiri.

   Namun justru karena itu, ia berjuang semakin gigih untuk bertahan.

   Ketika ia menyahut, rasa-rasanya ia tidak melakukannya dengan satu kesadaran seperti yang dimaksud oleh Mahisa Agni.

   Namun kemudian ia telah melakukannya dengan kesadarannya yang kadang kadang kabur untuk berbuat seperti yang dikatakan itu-oleh Mahisa Agni.

   Karena itu, sekali lagi ia berkata "Orang-orang itu memang harus dibunuh"

   Ki Buyut tertawa semakin keras.

   Ia mengharap dapat melihat satu pertunjukkan yang menarik sekali.

   Karena itu, maka kemudian dipandanginya Mahisa Agni yang berdiri termangu-mangu.

   Katanya "Ki Sanak yang memiliki kemampuan diatas kemampuan orang kebanyakan, cobalah mempertahankan diri.

   Orang-orang itu telah bersiap untuk membunuh kalian.

   Tetapi kami bukan orang-orang licik yang akan membunuh orang yang tidak mampu melawan karena itu, jika kalian memang ingin selamat, lawanlah Kalian bertiga akan berhadapan dengan orang-orang yang datang bersamamu kemari"

   Mahisa Agni tidak menjawab. Dipandanginya orang itu sejenak, kemudian Ki Demung dan Ki Perapat.

   "Nah, mulailah"

   Berkata Ki Buyut itu pula.

   Ki Demung dan Ki Perapat benar-benar telah menjadi basah kuyup.

   Mereka berusaha bertahan atas kesadarannya sendiri.

   Merekapun mendengar perintah Ki Buyut.

   Diantara sadar dan tidak, maka ia mendengar pula Ki Buyut Berkata "Ambillah senjata kalian"Ki Demung dan Ki Perapat itupun kemudian berlari-lari mengambil senjata mereka disudut pendapa.

   Senjata-senjata itu masih berada ditempat mereka meletakkannya.

   Ki Buyut dan beberapa orang bebahu menjadi gembira melihat orang-orang itu menjadi bahan permainannya.

   Namun demikian Ki Buyut tidak lengah.

   Beberapa orang bebahu dan pengawalpun masih tetap mengawasi mereka dengan senjata di tangan.

   Bersama mereka, Mahisa Agni, witantra dan Mahisa Bungalanpun telah mengambil senjata mereka pula.

   Mereka berusaha agar Ki Buyut yakin, bahwa mereka semuanya telah berada di dalam pengaruh kuasanya.

   Mahisa Agni.

   Witantra dan Mahisa Bungalan justru dapat memainkan peranannya dengan sebaik-baiknya, karena justru mereka menyadarinya sepenuhnya.

   Mereka berjalan dengan tatapan mata kosong.

   Mengambil senjata dan kembali ke tempatnya dengan senjata yang tunduk.

   Sementara itu, Ki Demung dan Ki Perapatpun telah menggenggam senjata masing-masing pula.

   Demikian pula beberapa orang kawan-kawannya.

   Sementara itu, Ki Demung dan Ki Perapat masih berada di dalam keadaan yang kabur dari pengaruh yang bercampur baur, antara pengaruh kuasa Ki Buyut dan pengaruh keadaan diri.

   "Nah"

   Berkata Ki Buyut "semuanya sudah siap. Kalian adalah laki-laki yang terpilih. Mulailah. Gerakan senjatamu. Hadapilah lawanmu. Lakukanlah apa yang aku katakan. Angkat senjatamu dan penggal leher lawanmu"

   Kata-kata itu benar-benar telah mencengkam jantung.

   Kawan-kawan Ki Demung dan Ki Perapat tidak lagi dapat melawan pengaruh itu.

   Sementara Ki Demung dan Ki Perapat sendiri berusaha bertahan dengan sengit.Dalam pada itu, ki Buyut berkata "Marilah.

   Lakukanlah.

   Dengarlah kata-kataku.

   Kalian adalah orang-orang yang perkasa.

   Tangan kalian adalah tangan-angan yang haus akan darah Merahilah tangan-angan kalian agar menjadi pertanda bahwa kalian adalah laki-laki jantan.

   Melangkah maju dengan senjata teracu.

   Mulailah, mulailah"

   Ki Demung dan Ki Perapatpun mulai melangkah maju diikuti oleh kawan-kawannya.

   Sementara Mahisa Agni,.

   Witantra dan Mahisa Bungalan masih tetap berdiri ditempatnya.

   Dalam pada itu, Ki Buyutpun berkata "Bertahanlah Ki Sanak.

   Kalian harus menyelamatkan diri sebagaimana orang-orang menyebut kalian sebagai orang- orang yang memiliki kelabihan.

   Angkatlah senjata kalian dan mulailah bertempur seperti seorang laki-laki"

   Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masih berdiri tegak.

   Mereka memandang Ki Demung, Ki Perapat dan kawan-kawannya melangkah semakin dekat.

   Namun Mahisa Agni kemudian menjadi berdebar-debar.

   Ia tidak yakin bahwa Ki Demung dan Ki Perapat mampu bertahan.

   Karena itu, maka iapun telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.

   "Bagus"

   Berkata Ki Buyut "sebentar lagi senjata kalian akan berbenturan. Kalian akan bertempur sebagai pahlawan untuk mempertahankan hidup kalian masing-masing"

   Ki Demung dan Ki Perapat diikuti oleh kawan- kawannya maju semakin dekat.

   Senjata marekapun telah teracu.

   Namun dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa kesadaran Ki Demung dan Ki Perapat telah mulai larut.

   Bahwa saatnya sudah tepat, la tidak mau terlambat sehingga Ki Demung dan Ki Perapat benar-benar tidak mampu lagi mengendalikan diri.Dalam ketegangan itu, tiba-tiba saja terdengar Mahisa Agni tertawa.

   Katanya "Ki Buyut.

   Permainan apakah yang sedang Ki Buyut lakukan? Aku sudah mencoba untuk mengikuti segala kemauan Ki Buyut untuk memberikan kepuasan.

   Aku sudah bermain api dengan meletakkan senjata dan memasuki ruang itu.

   Tetapi aku yakin.

   bahwa pada suatu saat senjata kami akan kembali ketangan kami.

   Karena itu, permainan ini sudah cukup dan bagi kami sudah sangat memuakkan"

   Ki Buyut terkejut.

   Barulah ia sadar, bahwa Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan itu sebenarnya lepas dari pengaruhnya.

   Karena itu, maka tiba-tiba saja ia berteriak "Ki Demung, Ki Perapat dan laki-laki padukuhan ini yang berhati jantan.

   Lakukanlah.

   Bunuhlah orang-orang ini"

   "Kau keliru Ki Buyut"

   Sahut Mahisa Agni "merekapun menyadari apa yang terjadi"

   Lalu katanya kepada Ki Demung dan Ki Perapat "nah, sudah waktunya kalian menyatakan diri seperti yang kami lakukan.

   Kalian adalah laki-laki yang mempunyai pendirian yang teguh.

   Kalian mempunyai sikap dan keyakinan.

   Karena itulah maka kalian akan bertumpu kepada diri kalian sendiri.

   Tidak kepada pengaruh kuasa Ki Buyut yang sesat"

   "Kalian adalah orang Kebuyutan ini. Cepat, lakukan"

   Ki Buyut berteriak semakin keras.

   "Kalian harus bangun"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Kalian datang tidak untuk membius diri. Tetapi kalian datang dengan keyakinan"

   Ki Demung dan Ki Perapat memejamkan matanya sejenak.

   Ternyata bahwa mereka masih berhasil menggapai diri mereka yang hampir terlepas.Namun aalam pada itu, Suara Ki Buyut dan suara Mahisa Agni seolah-olah saling berebut tempat.

   Seolah-olah mereka telah didesak kearah yang berlawanan berganti- ganti.

   Namun akhirnya Ki Demung dan Ki Perapat yang menggapai-gapai itu mendapat pegangan yang teguh, karena di telinga mereka terdengar pertanyaan Mahisa Agni "Ki Demung dan Ki Perapat, apakah maksud kalian sebenarnya datang kemari?"

   Tidak saja dengan suara lantang Ki Demung yang sedang mencapai pegangan itu ingin memperkuat genggaman batinnya dengan berteriak "Kami akan menuntut keadilan. Ki Buyut, kau sudah menodai kedamaian di Kebuyutan ini, Kami sudah tahu semuanya"

   "Omong kosong"

   Sahut Ki Buyut. Lalu "Marilah Ki Demung. Kau sudah melangkah kejalan yang sesat. Dengarlah kata-kataku. Mulailah. Gerakan senjatamu. Kau sudah berhadapan dengan lawan yang ingin membinasakanmu"

   Tetapi terdengar suara Mahisa Agni "Dengarlah kata nuranimu sendiri. Kau mempunyai sikap dan keyakinan. Katakanlah. Katakanlah"

   Ki Perapat yang juga ingin bertumpu lebih kuat lagi itupun berteriak pula "Jangan mencoba mempengaruhi kami lagi Ki Buyut. Kami tidak akan menundukkan kepala kami dan membiarkan tangan dan kaki kami terikat"

   "Jangan mencoba melepaskan diri dari pengaruh kuasaku. Dengar Aku adalah pemimpinmu"

   Desis Ki Buyut "lihatlah. Lihatlah mataku. Aku berbicara dengan jujur"

   "Sorot matamu mengandung racun Ki Buyut"

   Sahut Mahisa Agni "biarlah aku memandang sorot matamu.Pandanglah aku.

   Cobalah menanamkan pengaruh dihatiku.

   Kau tidak akan mampu melakukannya karena aku memiliki pegangan yang kokoh.

   Dan sekarang Ki Demung dan Ki Perapatpun memiliki pegangan yang kokoh pula seperti kami bertiga.

   Nah, cobalah, pandang aku.

   Pandang aku Ki Buyut"

   Ki Buyut menggeram.

   Dipandanginya wajah Mahisa Agni.

   Kemudian dengan sorot matanya Ki Buyul mencoba menembus dinding perasaan Mahisa Agni untuk menaklukannya.

   Tetapi Mahisa Agni yang memiliki perbendaharaan pengalaman yang hampir lengkap itu sama sekali tidak dapat ditundukkannya, bahkan pada saat yang demikian Witantra dan Mahisa Bungalan telah menyusup diantara orang-orang padukuhan itu sambil berdesis membangunkan mereka dari cengkaman ilmu Ki Buyut.

   Di saat Ki Buyut memusatkan ilmunya untuk menundukkan Mahisa Agni, maka Ki Demung dan Ki Perapat telah benar-benar memiliki kesadarannya sepenuhnya.

   Karena itu maka iapun telah berkata kepada pengikutnya "jangan biarkan diri kita terbius oleh ilmunya.

   Jangan tatap matanya, tetapi pandang senjatanya"

   Para pengikut Ki Demung dan Ki Perapatpun mulai menyadari diri mereka masing-masing.

   Mereka mulai menyadari apa yang terjadi, sementara Witantra berdesis "Bukankah kalian ingat, bahwa kita semuanya telah dimasukkan kedalam bilik tertutup dan kemudian kita akan diadu domba sekarang ini?"

   Ternyata usaha Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan itu berhasil, Ki Buyut yang merasa gagal itu menjadi gelisah Namun dalam pada itu, Ki Jagabayalah yang mendekatinya sambil berkata "Jangan cemas KiBuyut.

   Jika cara yang Ki Buyut pergunakan itu gagal, maka kita akan memakai cara terakhir.

   Apaboleh buat.

   Kita akan membunuh mereka seorang demi seorang"

   Ki Buyut mengerutkan, keningnya. Sementara terdengar Ki Jagabaya berteriak "Jangan seorangpun keluar dari regol ini. Tutup semua pintu regol. Regol depan, dan semua regol butulan"

   Perintah itu telah mengerakkan orang-orang Ki Buyut dan para pengawalnya mengepung orang-orang yang telah mulai sadar akan diri mereka sendiri. Dua orang setelah menyelarak regol telah maju pula mendekat.

   "Nah"

   Berkata Ki Jagabaya "sekarang akulah yang akan berbicara.

   Caraku lain dengan cara yang ditempuh oleh Ki Buyut yang nampaknya dapat digagalkan oleh orang asing itu.

   Tetapi dengan caraku tidak ada seorangpun yang akan dapat menggagalkannya meskipun kalian sudah bersenjata"

   Ki Demunglah yang menyahut "Ki Jagabaya.

   Kenapa kau langsung menganggap kami adalah musuh yang harus dibinasakan.

   Kalian masih belum bertanya, kenapa kami datang kemari dan apakah yang sebenarnya kami kehendaki.

   Jika kalian tadi mendengar jawaban-jawaban kami maka yang kami katakan itu adalah diluar kesadaran kami"

   "Tidak perlu"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Berkata Ki Jagabaya "kalian datang dengan senjata ditangan. Itu sudah merupakan satu bukti bahwa kalian akan menentang kekuasaan yang sah di Kabuyutan ini"

   "Kalian terlalu berprasangka"

   Berkata Ki Perapat "kami sebenarnya ingin berbicara dengan baik""Itu tidak perlu"

   Berkata Ki Jagabaya "demi ketenangan di kabuyutan ini, maka kalian harus tunduk kepada perintah kami. Menyerah atau kami binasakan"

   Ki Demung dan Ki Perapat menyadari, bahwa mereka tidak akan dapat berbicara lebih banyak lagi.

   Karena itu, maka mereka segera mempersiapkan diri untuk melakukan perlawanan apabila benar Ki Jagabaya akan menangkap dan membunuh mereka.

   Ki Buyut yang merasa bahwa usahanya untuk mempengaruhi orang-orang itu tidak berhasil, maka ia telah menyesuaikan diri dengan perkembangan berikutnya.

   Ia sadar, bahwa orang-orang yang berada di halaman itu mengerti, sumber pengaruhnya adalah pada tatapan matanya,.

   Karena itu, maka orang-orang itu sudah menghindar dan tidak lagi berusaha memandang matanya.

   Karena itulah maka katanya kemudian "Baiklah.

   Aku ulangi pertanyaan Ki Jagabaya.

   Menyerah atau binasa"

   "Kami tidak akan menyerat"

   Jawab Ki Demung "kami sudah bertekad untuk menyatakan sikap kami.

   Tetapi sebelum kami berbicara dengan baik, kalian sudah memperlakukan kami sebagai perampok-perampok.

   Dan bahkan sebaiknya, kalian memperlakukannya pemimpin perampok itu seperti keluarga sendiri.

   Wajah Ki Buyut menjadi merah.

   Ia sadar, bahwa pemimpin perampok yang telah tertangkap kembali itu tentu sudah berbicara banyak.

   Karena itu, maka ia tidak mau menunda lebih lama lagi.

   Sekejap kemudian jatuhlah perintah Ki Buyut "Jangan menunggu mereke berbicara lagi.

   Tangkap mereka hidup atau mati.

   Kepada yang menyerah, aku akan memberikan pengampunan.

   Tetapi bagi yang melawan akan aku binasakan"Ki Jagabaya menanggapi perintah itu dengan sikap yang pasti.

   Dengan suara lantang ia bertanya "Yang manakah yang disebut orang-orang berilmu tinggi? Jika mereka adalah ketiga orang yang mampu membebaskan diri dari pengaruh kuasa Ki Buyut, maka biarlah aku melawan mereka bertiga"

   Ki Demung, Ki Perapat dan orang-orangnya yang sudah bebas sama sekali dari pengaruh sorot mata Ki Buyut itupun segera bersiap.

   Namun merekapun menyadari bahwa diseputar mereka terdapat bahaya yang sama gawatnya seperti mata Ki Buyut.

   Beberapa orang bersenjata telah, mulai bergerak memperkecil lingkaran kepungan mereka.

   "Kita menghadap kesegala arah"

   Perintah Ki Demung "mereka tidak dapat lagi diajak berbicara.

   Karena itu, biarlah senjata kita yang berbicara.

   Seandainya kiia tidak kembali, dan bahkan tidak keluar dari halaman ini, maka orang-orang yang mengetahui bahwa kita memasuki halaman rumah ini akan mengetahui bahwa kita sudah mencoba berbuat sesuatu.

   Berbuat sesuatu atas keadaan Kabuyutan kita yang tidak sewajarnya ini"

   "Persetan"

   Geram Ki Jagabaya "jangan banyak bicara. Sebentar lagi kau akan mati"

   "Justru karena itu"

   Jawab Ki Demung "sebelum aku mati. Selagi aku masih sempat, maka aku akan berbicara apa saja yang ingin aku bicarakan"

   Ki Jagabaya menggeram. Katanya "Bunuh orang itu lebih dahulu"

   Seorang bebahu pengikut Ki Buyutpun lulah meloncat menyerang Ki Demung.

   Namun Ki Demung sudah siap menghadapinya, sehingga dengan sigapnya pula ia telah menangkis serangan itu.Demikian, maka pertempuran itupun telah pecah.

   Ternyata bahwa para pengikut Ki Buyut jumlahnya medang lebih banyak, sehingga karena itu, maka Ki Demung dan orang-orangnya memang menjadi agak cemas, Sementara itu, Ki Jagabaya yang terlalu yakin akan kemampuannya sekali lagi menantang "He, orang-orang asing yang telah menyalakan api pertentangan dikalangan orang-orang Kabuyutan ini.

   Lawanlah aku.

   Kalian bertiga tidak akan mampu berbuat apa-apa dihadapanku, meskipun orang- orang mengira bahwa kalian memiliki ilmu yang tinggi, sehingga kalian dapat membantu menangkap para perampok itu"

   Mahisa Agni.

   Witantra dan terutama Mahisa Bungalan menjadi panas.

   Hampir saja Mahisa Bungalan kehilangan pengendalian dirinya.

   Namun Mahisa Agni menggamitnya sambil berkata "Marilah, mumpung pertempuran ini belum membakar seisi halaman.

   Kita beri pelajaran sedikit Ki Jagabaya yang sangat sombong itu"

   Mahisa Bungalan tidak segera menangkap maksud Mahisa Agni, namun ketika ia melihat Mahisa Agni dan Witantra bersama-sama mendekati Ki Jagabaya, maka mulailah Mahisa Bungalan mengetahui maksudnya.

   Karena itu, maka iapun mengikutinya pula mendekati Ki Jagabaya yang telah menantang mereka bertiga.

   "Kami bertiga siap menghadapi Ki Jagabaya"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Bagus"

   Teriak Ki Jagabaya yang ternyata bersenjata bindi, yang diberi gelang-gelang besi bergerigi "Marilah siapa yang ingin mati lebih dahulu"

   Ki Demung dan Ki Perapat menjadi berdebar-debar.

   Ternyata ketiga orang yang diharapkan akan dapat membantu mereka itu telah bertempur bersama hanyamenghadapi seorang saja.

   Ki Jagabaya.

   Jika kemudian Ki Buyutpun turun kearena, maka keadaan mereka tentu akan bertambah sulit pula.

   Tetapi semuanya itu memang sudah diperhitungkan.

   Bahkan merekapun sudah sampai pada pertimbangan, bahwa mereka tidak akan dapat keluar lagi dari halaman rumah Ki Buyut, sehingga mereka telah menganjurkan kepada orang-orang yang mempunyai kepentingan khusus untuk tidak ikut serta bersama mereka.

   Ki Jagabaya yang bersenjata bindi itupun kemudian telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.

   Sementara itu, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masing- masing bersenjata pedang.

   Mahisa Agnilah yans mula-mula memancing serangan Ki Jagabaya dengan menjulurkan pedangnya.

   Namun dengan tangkasnya Ki Jagabaya telah bergeser menghindar.

   Namun pada saat yang pendek, Witantralah yang menggerakkan pedangnya menyerang Ki Jagabaya.

   Namun serangan itupun mampu dihindarinya pula.

   Tetapi demikian kakinya berjenjak di tanah, pedang Mahisa Bungalan menyambar kakinya, sehingga iapun harus meloncat lagi dengan tangkasnya.

   Tetapi Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan telah dengan sengaja mempermainkan Ki Jagabaya, sehingga serangan mereka telah datang beruntun tanpa dapat dicegah lagi.

   Ki Buyut yang sudah hampir turun kearena melihat, betapa Ki Jagabaya hampir kehabisan akal.

   Serangan- serangan itu tidak melukainya.

   Namun hampir tidak dapat dihindari.

   Dalam kemarahan yang memuncak, maka Ki Jagabayapun telah mengayunkan bindinya yang berat.Tetapi ayunan-ayunan bindi itupun hanya menambah keringatnya yang sudah membasahi seluruh tubuhnya.

   Kemarahan Ki Jagabaya itupun memuncak ketika ujung senjata ketiga orang itu mulai menyentuhnya.

   Sedikit sekali.

   Hanya seujung duri dan bahkan hanya goresan-goresan kecil.

   Namun sentuhan-sentuhan itu ternyata telah memerah oleh darah yang mengembun.

   "Gila"

   Ki Buyutlah yang menggeram di dalam hatinya, ia melihat pertempuran telah berkobar, sementara ia terpukau melihat Ki Jagabaya yang menjadi seperti orang gila.

   Namun dalam pada itu, Ki Demung, Ki Perapat dan kawan-kawannyapun mulai merasa tekanan yang berat dari lawan-lawan mereka yang jumlahnya memang lebih banyak.

   Namun Ki Demung dan Ki Perapat sudah bertekad untuk bertempur dengan segenap tenaga dan kemampuan yang ada.

   Karena itu, maka keduanya telah mengamuk sejadi-jadinya.

   Sementara kawan-kawannyapun telah berbuat serupa, meskipun lawan mereka lebih banyak.

   Mereka masih merasa beruntung, bahwa tiga orang yang telah berhasil menangkap pemimpin perampok itu bersama mereka.

   Dengan demikian mereka telah berhasil menahan Ki Jagabaya dan nampaknya Ki Buyut juga tertarik untuk melawan mereka bertiga.

   Sehingga dua orang yang mewakili kekuatan yang luar biasa itu tidak bergabung dengan orang-orang yang telah bertempur melawan Ki Demung dan kawan-kawannya.

   Sebenarnyalah bahwa Ki Buyutpun menjadi sangat marah melihat ketiga orang itu memperlakukan Ki Jagabaya.

   Karena itu, maka Ki Buyutpun berteriak lantang "Aku akan membantumu Ki Jagabaya"Mahisa Agni mundur selangkah sambil berkata "Jika demikian, maka aku akan bertempur wajar.

   Bukan sekedar bermain-main melayani keinginan Ki Jagabaya"

   "Apa maksudmu?"

   Bertanya Ki Buyut.

   "Seorang lawan seorang"

   Jawab Mahisa Agni.

   "Kau sombong sekali. Kau bertiga tidak mampu mengalahkan Ki Jagabaya"

   Mahisa Agni tertawa. Lalu katanya "Baiklah, marilah kita mulai dengan satu permainan baru"

   Ki Buyut tidak menjawab lagi.

   Iapun langsung meloncat menyerang Mahisa Agni.

   Ia terlalu yakin, bahwa kemampuannya akan dapat mengalahkan orang yang tidak dikenal sebelumnya di padukuhan itu.

   Tetapi serangannya sama sekali tidak menyentuh Mahisa Agni.

   Dengan sigapnya Mahisa Agni meloncat menghindar.

   Namun Ki Buyut itupun memburunya.

   Kemanapun Mahisa Agni menghindar, Ki Buyut selalu memburunya.

   Dengan demikian, akhirnya keduanya telah bertempur di tempat yang terpisah.

   Mahisa Agni sengaja telah memancingnya sehingga ia akan dapat berhadapan dengan Ki Buyut yang memiliki pengaruh pada sorot matanya itu.

   Sementara itu, Witanlrapun telah mengambil sikap tersendiri menghadapi keadaan itu.

   Ia melihat bahwa Ki Demung, Ki Perapat dan kawan-kawannya mengalami kesulitan.

   Karena itu, maka katanya kepada Ki Jagabaya "Permainan ini agaknya tidak menyenangkan bagi Ki Jagabaya.

   Karena itu, cara inipun akan kita akhiri.

   Hadapilah lawanmu yang paling muda ini.

   Aku akanbergabung dengan Ki Demung yang mengalami kesulitan karena jumlah lawannya yang banyak itu"

   "Persetan"

   Geram Ki Jagabaya.

   Bindinya terayun dengan derasnya.

   Namun Witantra berhasil mengindarinya.

   Ia sama sekali tidak menghiraukan lagi Ki Jagabaya, karena orang itu sudah diserahkannya kepada Mahisa Bungalan.

   Ketika Witantra bergeser meninggalkan Ki Jagabaya, orang itu berusaha memburunya.

   Namun Mahisa Bungalan telah menyerangnya, sehingga langkah Ki Jagabayapun telah tertegun.

   Ia harus berusaha menghindari serangan Mahisa Bungalan.

   Dengan demikian maka Witantra telah terlepas daripadanya.

   Dengan seksama iapun memperhatikan medan yang menjadi riuh oleh pertempuran yang terjadi antara para pengikut Ki Buyut melawan para pengikut Ki Demung.

   Sekilas Witantra tidak dapat mengenali mereka dengan cepat.

   Namun akhirnya ia dapat melihat orang-orang yang datang bersamanya di halaman itu.

   Dengan demikian, maka iapun berhasil membedakan, yang manakah lawan dan yang manakah kawan.

   Sejenak kemudian Witantra telah melibatkan diri ke dalam pertempuran itu.

   Sebenarnya ia tidak perlu mencari lawan, karena lawan itu telah datang sendiri.

   Sebelum ia menyerang siapapun juga, maka seseorang telah menyerangnya dengan canggah yang terjulur lurus mengarah ke leher.

   "Senjata yang berbahaya"

   Desis Witantra.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Untuk sesaat Witantra masih tetap berdiam diri, sehingga orang yang menyerangnya itu merasa, bahwa lawannya itu akan mampu menghindar.

   Lehernya akanterjepit oleh dua mata cenggah yang tajam dan bahkan leher itu akan tergores di kedua sisi.

   Tetapi dugaan itu ternyata keliru.

   Witantra menghindar tepat pada saatnya.

   Ia sengaja berbuat demikian sambil menyilangkan sebelah kakinya.

   Karena itu, terdorong oleh kekuatan sendiri, sementara kakinya terantuk kaki lawan, maka orang itu telah jatuh terjerembab.

   Tetapi yang tidak terduga oleh Witantra, bahwa dalam keadaan yang demikian, seorang pengikut Ki Demung telah nenginjak kepala orang itu.

   Tetapi ketika orang itu mengangkat pedang dan siap untuk menusuk punggung, Witantra mencegahnya "Jangan kau bunuh orang itu.

   Ia masih kadang sendiri"

   Orang itu termangu-mangu.

   Namun akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk membunuh, meskipun kakinya yang menginjak kepala itu justru dihentakkannya, sehingga wajah orang itu seakan-akan telah menghunjam ke dalam tanah.

   Orang yang menginjakkan kakinya itu tidak dapat bertahan terlalu lama, karena orang-orang lain yang saling menyerang dan menghindar.

   Namun Witantra masih sempat mengangkat orang itu meletakkannya di pinggir halaman.

   Hidung orang itu ternyata telah berdarah, sementara senjatanya tertinggal di arena.

   Pertempuran selanjutnya sangat menggelisahkan para pengikut Ki Buyut.

   Namun demikian ketika di kedua belah pihak, senjata sudah mulai menyentuh kulit, maka pertempuran itupun menjadi semakin sengit.

   Dalam pada itu, Ki Buyut yang marah itupun telah berusaha untuk segera menguasai lawannya.

   Ia sadar, bahwa pengaruh matanya tidak dapat menundukkan orang yang menempatkan dirinya sebagai lawannya itu.

   Karenaitu, maka senjatanyalah yang kemudian akan menjinakkannya.

   Sejenak kemudian, Ki Buyutpun telah mengerahkan kemampuannya.

   Ia ingin dengan cepat menundukkan lawannya yang dianggapnya telah sombong itu.

   Namun dalam pada itu, Mahisa Agnilah yang justru berkata kepada Ki Buyut sambil menghindari serangan- serangannya "Ki Buyut.

   Sebaiknya kau hentikan tingkahmu yang sesat itu.

   Jika kau menyerah dan datang sendiri ke tempat Sang Akuwu dengan segala penyesalan.

   mungkin kau tidak akan mendapat hukuman terlalu berat.

   Bahkan mungkin dengan persetujuan orang-orang kabuyutan ini.

   kau masih akan dapat diterima kembali.

   Namun jika kami terpaksa memaksamu menyerah dan menghadap Akuwu, maka kesannya akan berbeda"

   "Persetan"

   Geram Ki Buyut "sebentar lagi kau akan mati. Mayatmu akan ditanam dihalaman ini tanpa pertanda apapun juga. Demikian juga semua orang yang datang bersamamu. Dengan demikian akan lenyaplah segala keterangan tentang kalian"

   "Jangan mempermudah persoalan"

   Jawab Mahisa Agni "banyak orang yang mengetahui bahwa kami datang menghadap Ki Buyut. Jika kami tidak keluar dari halaman ini, mereka tentu akan mempersoalkannya"

   "Mudah sekali"

   Berkata Ki Buyut "mereka akan segera jatuh dibawah pengaruhku.

   Jika aku gagal, aku dapat mengancam mereka agar mereka tidak mengatakan sesuatu tentang kalian yang memasuki halaman ini dari tidak pernah keluar lagi.

   Aku akan dapat menakut-nakuti mereka dengan membunuh satu atau dua orang dan mengatakan kepada mereka, bahwa orang-orang itu telah berusahaberkhianat.

   Dengan demikian maka orang-orang lainpun akan menjadi ketakutan"

   "Kau korbankan dua orang yang tidak bersalah?"

   Bertanya Mahisa Agni.

   "Apaboleh buat"

   Jawab Ki Buyut "memang kehohongan yang pertama harus ditutup dengan kebohongan- kebohongan berikutnya.

   Kebohongan yang setengah-tengah dan ragu-ragu, akan segera dapat diketahui orang.

   Tetapi kebohongan yang mantap dan tegas, justru tidak akan menimbulkan kecurigaan orang lain"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Sambil menangkis serangan Ki Buyut itu masih sempat berkata "Kau mendorong aku untuk bertindak lebih jauh"

   "Persetan"

   Geram Ki Buyut sambil menyerang.

   Tetapi serangan-serangannya sama sekali tidak mengenai sasaran.

   Mahisa Agni selalu menghindar dan menangkis serangan Ki Buyut.

   Namun sikap Ki Buyut yang kasar itu.

   membuat Mahisa Agni berkeinginan untuk menangkapnya saja dan menyerahkannya kepada Akuwu, karena nampaknya tidak ada lagi jalan yang dapat ditempuh untuk memberi peringatan sekedarnya kepada Ki Buyut.

   Dalam pada itu, Ki Jagabaya yang marah telab berusaha membinasakan Mahisa Bungalan.

   Dengan kekuatan yang besar ia yakin akan dapat mengalahkan lawannya yang muda itu.

   Namun ternyata ia harus kecewa.

   Mahisa Bungalan yang masih muda dan kadang-kadang masih dibayangi oleh perasaannya saja, kadang-kadang dengan sengaja tidak mau menghindari serangan Ki Jagabaya.

   Ia justru berusaha membentur serangan itu dengan menangkisnya.Dalam benturan-benturan itulah Ki Jagabaya hampir tidak percaya pada kenyataan yang dihadapinya.

   Anak muda itu ternyata memiliki kekuatan raksasa.

   Bahkan melampaui kekuatannya.

   Namun dalam pada itu, rasa-rasanya Ki Jagabaya tidak dapat mengakuinya.

   Ia justru berpikir, bahwa mungkin sekali ia sudah melakukan satu kesalahan sehingga kekuatan lawannya yang muda itu rasa-rasanya tidak dapat diimbanginya.

   Tetapi setiap kali kenyataan itu telah terulang.

   Benturan senjata antara keduanya telah membuat tangan Ki Jagabaya itu merasa pedih.

   "Anak iblis"

   Geramnya "aku harus berhasil mengalahkannya"

   Berkata Ki Jagabaya dalam hatinya.

   Karena itu, maka ia tidak lagi bertumpu pada kekuatannya.

   Tetapi ia mencoba dengan kecepatan bergerak.

   Ia menyerang sambil berloncatan.

   Kadang-kadang justru menjauh, Namun tiba-tiba kakinya telah terjulur panjang dengan senjata teracu.

   Tetapi ia sama sekali tidak berhasil.

   Lawannya justru dapat bergerak lebih cepat lagi.

   Mahisa Bungalan selalu dapat memotong serangan-serangannya yang dirasakannya telah dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi.

   Dengan demikian, maka Ki Jagaya, orang yang paling terpercaya disamping Ki Buyut sendiri, sama sekali tidak berdaya menghadapi Mahisa Bungalan.

   Bahkan kadang- kadang rasa-rasanya ia ingin mengumpat sampai ke langit.

   Anak muda itu seakan-akan hanya sekedar bermain-main saja.

   Namun dalam pada itu, anak itu telah berhasil melumpuhkannya.Dibagian lain dari pertempuran itu, Witantra berusaha untuk menguasai arena, sehingga pertempuran itu tidak akan menjadi perang yang mengerikan.

   Ia berusaha untuk menengahi benturan-benturan yang sudah mendekati pembunuhan.

   Dalam kesibukan itu, ia masih sempat menyingkirkan beberapa orang yang terluka dan mendesak para pengikut Ki Buyut untuk mundur mendekati pendapa "Tidak ada gunanya kalian melawan"

   Berkata Witantra.

   Tetapi pertempuran itu berlangsung terus.

   Bagaimana pun juga, Witantra tidak akan dapat mencegah sama sekali, darah yang mengalir membasahi halaman.

   Namun dalam pada itu, segera dapat diketahui, banwa Ki Buyut dan pengikutnya sudah hampir kehilangan kesempatan sama sekati.

   Dalam pada itu, agaknya Mahisa Agnilah yang harus bertindak untuk menghentikan pertempuran itu.

   la sudah melihat beberapa orang terluka.

   Tetapi ia memang menghendaki, agar para pengikut Ki Buyut mengakui kelebihan Ki Demung, Ki Perapat dan para pengikutnya.

   Meskipun ada juga para pengikut Ki Demung yang terluka, tetapi ternyata bahwa hadirnya Witantra di pertempuran itu, ia dapat mengatur, sehingga kekuatan Ki Demung dan pengikut-pengikutnya nampak jauh lebih tinggi dari para pengikut Ki Buyut.

   Dalam pada itu, setelah Mahisa Agni menganggap cukup tekanan dan kegelisahan bagi para pengikut Ki Buyut, mulailah ia dengan lebih bersungguh-sungguh menekan Ki Buyut untuk menyerah.

   Tetapi ternyata bahwa Ki Buyut benar-benar memiliki hati yang keras.

   Ia tidak menghiraukan peringatan- peringatan yang diberikan oleh Mahisa Agni.

   Bahkan setiapkesempatan yang di berikan oleh Mahisa Agni, dirasanya sebagai satu kelemahan.

   Karena itu, maka Ki Buyut justru bertempur lebih keras lagi.

   Namun, akhirnya Mahisa Agni menganggap perlu segera mengakhiri pertempuran.

   Jika Ki Buyut sudah tidak berdaya, maka para pengikutnya yang telah merasa betapa beratnya tekanan lawannya, akan segera menyerah pula.

   Demikianlah, maka Ki Buyut yang mengerahkan segenap kemampuannya, tiba-tiba merasa, serangan Mahisa Agni datang lebih seru.

   Sejenak ia masih dapat menilai kemampuan lawannya.

   Namun akhirnya Ki Buyut benar- benar menjadi bingung.

   Ia tidak mengerti, bagaimana mungkin senjata telah terlepas dari tangannya.

   Ketika ia berusaha untuk memungutnya, maka terasa sentuhan ujung pedang Mahisa Agni di lambungnya.

   "Jangan Ki Buyut. Biarlah senjata itu terletak di situ"

   Berkata Mahisa Agni. Sejenak Ki Buyut tertegun. Namun tiba-tiba saja ia meloncat memungut senjatanya sambil berkata "jika kau ingin membunuh, bunuhlah aku"

   Namun justru karena itu, Mahisa Agni tidak menekan ujung pedangnya sehingga menghunjam ke lambung Ki Buyut yang agaknya justru ingin membunuh diri itu. Dibiarkannya Ki Buyut bersiap untuk menghadapinya lagi.

   "Kenapa kau tidak membunuhku ketika aku memmungut senjataku?"

   Bertanya Ki Buyut. Tetapi Mahisa Agni justru tertawa. Katanya "Aku tidak mau melihat kau membunuh diri dengan cara demikian"

   "Persetan"

   Geram Ki Buyut.

   "Nah, setelah senjatamu berada di tanganmu lagi, kau mau apa?"

   Bertanya Mahisa Agni.Ki Buyut memandang wajah Mahisa Agni sejenak.

   Kemarahan yang tidak tertahankan telah membakar jantungnya.

   Karena itu, maka iapun segera meloncat menyerang dengan garangnya.

   Mahisa Agni melangkah surut.

   Ketika senjata lawannya menebas mendatar, ia menghindar.

   Namun Ki Buyut tidak mau melepaskannya.

   Iapun telah memburu dengan mengacukan senjatanya.

   Namun tiba-tiba saja terasa senjatanya bagaikan terputar ditangannya, sehingga senjata itu tiba-tiba saja telah terlempar.

   "Gila"

   Geram Ki Buyut.

   Namun seperti yang terdahulu, Ki Buyut tidak menghiraukan apapun lagi.

   Ia sama sekali tidak menghiraukan ancaman senjata Mahisa Agni.

   Karena itu, maka dengan serta merta, maka iapun meloncat memungut senjatanya kembali.

   Mahisa Agnipun membiarkannya.

   Namun ketika dengan senjata itu Ki Buyut menyerangnya sekali lagi, maka senjatanya telah terlepas pula dari tangannya.

   "Setan. Anak iblis"

   Geram, Ki Buyut. Sementara Mahisa Agni tersenyum sambil berkata "Apakah kau akan mengambil senjatamu lagi? Silahkan Ki Buyut. Aku tidak akan mengancammu lagi"

   Ki Buyut benar-benar dibakar oleh kemarahan yang tidak ada taranya.

   Sekali lagi ia memungut senjatanya.

   Dan sakali lagi ia menyerang Mahisa Agni.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Karena itu, akhirnya Ki Buyut itu menjadi putus asa.

   Ia sama sekali tidak dapat berbuat apapun juga.

   Mahisa Agni itu ternyata benar-benar seorang yang memiliki ilmu yang tiada taranya, sehingga akhirnya Ki Buyut itupun sadar, bahwa Mahisa Agni memang bukan lawannya.Dengan demikian ketika senjatanya sekali lagi terlepas, maka iapun tidak berusaha untuk memungutnya lagi.

   Sambil berdiri tegak dan menengadahkan dadanya ia berkata "Bunuhlah aku ki sanak"

   Tetapi Mahisa Agni menggeleng. Katanya "Aku bukan seorang pembunuh. Aku hanya ingin menempatkan persoalan ini pada keadaan yang sewajarnya"

   "Apa yang kau maksud dengan keadaan yang sewajarnya itu?"

   Bertanya Ki Buyut.

   "Aku tidak akan mengadilimu. Sebaiknya kau menghadap Sang Akuwu. Aku tidak tahu, apa yang akan dilakukan atasmu"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Persetan. Aku tidak mau. Lebih baik kau bunuh saja aku di sini"

   Geram Ki Buyut.

   "Bukan kewajibanku"

   Jawab Mahisa Agni, lalu "sekarang aku minta kau menghentikan pertempuran itu. Kau dapat memerintahkan orang-orangmu berhenti melawan"

   "Gila. Kenapa bukan.orang-orang Ki Demung yang diperintahkan untuk berhenti bertempur"

   Geram Ki Buyut.

   "Mereka akan berhenti jika orang-orang berhenti melawan"

   Sahut Mahisa Agni.

   "Tidak. Aku tidak mau memerintahkan mereka berhenti bertempur. Biarlah orang-orang Ki Demung habis terbunuh"

   Jawab Ki Buyut.

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.

   Ia melihat kekerasan hati memancar di wajah Ki Buyut.

   Agaknya ia sama sekali tidak ingin berbuat sesuatu yang akan dapat membantu mempercepat penyelesaian pertempuran itu.Karena itu, maka Mahisa Agnipun menjawab "Ki Buyut.

   Jika kau tidak mau memerintahkan orang-orangmu untuk berhenti bertempur, maka yang akan habis bukannya para pengikut Ki Demung dan Ki Perapat.

   Tetapi yang akan habis adalah pengikut-pengikutmu.Bebahu-bebahu yang kau angkat, yang sebenarnya bukan haknya"

   "Persetan. Bunuhlah semuanya. Aku tidak peduli"

   Jawab Ki Buyut "kau dapat membunuh aku juga jika semuanya sudah terbunuh"

   Mahisa Agni menjadi termangu-mangu.

   Nampaknya Ki Buyut memang sulit untuk mengerti.

   Karena itu, maka Mahisa Agni itupun berkata "Baiklah Ki Buyut.

   Jika demikian, kita akan membiarkan pertempuran itu berlangsung.

   Biarlah diantara mereka mati sebanyak- banyaknya.

   Dan kematian itu nanti akan menjadi pertimbangan Akuwu, betapa dahsyatnya pertempuran yang terjadi.

   Dan segala tanggung jawab akan dibebankan kepada Ki Buyut"

   "Persetan"

   Jawab Ki Buyut "aku sudah mati jika Akuwu itu mendapat laporan apa yang terjadi di Kabuyutan ini"

   Mahisa Agni mengerutkan keningnya.

   Tetapi ia menyadari, bahwa hal itu akan dapat terjadi.

   Ki Buyut itu mungkin sekali akan membunuh dirinya tanpa menghiraukan apapun yang dapat terjadi.

   Karena itu, maka Mahisa Agni harus mengambil sikap.

   Sebelum hal itu terjadi.

   Adalah di luar dugaan Ki Buyut, bahwa tiba-tiba saja Mahisa Agni telah meloncat menggapainya.

   Dengan tangan sebelah, Mahisa.

   Agni telah menerkam tengkuk Ki Buyut Satu hentakkan telah menekan urat dipangkal leher Ki Buyut.

   Ki Buyut tidak tahu apa yang telah terjadi atas dirinya.

   Tetapi tiba-tiba saja ia merasa tubuhnya bagaikan lumpuh.Meskipun ia tidak tertidur, namun rasa-rasanya ia tidak dapat berbuat sesuatu.

   Bahkan berdiripun ia tidak sanggup lagi.

   Mahisa Agnilah yang kemudian menolong memapahnya dan kemudian meletakkannya di pendapa, duduk sambil bersandar tiang.

   "Ki Buyut"

   Desis Mahisa Agni "aku dapat membuatmu tidur dan tidak menyadari apa yang terjadi dengan satu pijitan yang lain.

   Tetapi akupun dapat membuat urat- uratmu tidak bekerja sehingga kau seakan-akan menjadi lumpuh.

   Duduklah, dan jagalah agar kau tidak terjatuh.

   Jika kau tidak berusaha untuk banyak bergerak, maka kau akan dapat bertahan duduk untuk beberapa lama"

   "Persetan. Licik"

   Geram Ki Buyut.

   "Jangan mangumpat begitu. Lebih baik .kau memerintahkan orang-orangmu berhenti bertempur sebelum Korban akan jatuh lebih banyak lagi"

   Sahut Mahisa Agni. Lalu "Semakin banyak korban yang jatuh, semakin berat tanggung jawabmu"

   "Kau yang harus bertanggung jawab"

   Geram Ki Buyut.

   "Aku akan pergi sebelum Akuwu datang. Ki Demung dan Ki Perapatlah yang akan menemui Akuwu, atau akan membawa kalian menghadapinya, jika Akuwu menghendaki. Ki Demunglah yang akan menjawab semua pertanya an Akuwu tentang kalian dan tentang apa saja yang telah kalian lakukan di sini. Terakhir adalah usahamu melepaskan pemimpin perampok itu. Adalah tidak masuk akal jika seorang Buyut melepaskan seorang pemimpin perampok yang telah merampok di salah satu padukuhan yang terletak di dalam lingkungan Kabuyutannya"

   "Persetan. Aku tidak peduli"

   Geram Ki Buyut."Baiklah. Dan perhatikan pertempuran itu. Kau lihat, bagaimana anak muda itu bermain-main dengan Ki Jagabaya?"

   Bertanya Mahisa Agni.

   Ki Buyut tidak menjawab.

   Tetapi iapun sempat memperhatikan apa yang terjadi dengan Ki Jagabaya.

   Agaknya Mahisa Bungalan dengan sengaja ingin menunjukkan kepada Ki Jagabaya bahwa kesombongannya sama sekali tidak seimbang dengan kemampuannya.

   Karena itu, maka setiap kali ujung senjata Mahisa Bungalan telah menyentuh kulitnya.

   Meskipun ujung senjata itu tidak mengoyak kulitnya itu, namun sentuhan itu telah meninggalkan luka betapa tipisnya, sehingga darahpun telah mengembun di luka itu.

   Mahisa Bungalan yang masih muda itu, ternyata mampu menahan diri, justru setelah ia melihat keadaan lawannya.

   Meskipun kesombongan masih nampak pada sikap dan kata-katanya, tetapi Ki Jagabaya tidak dapat mengelakkan kenyataan, bahwa tubuhnya telah berdarah di beberapa tempat.

   Lengannya, pundaknya, dadanya dan bahkan punggungnya.

   "Menyerahlah"

   Geram Mahisa Bungalan "lihatlah, Ki Buyut sudah duduk di pendapa. Justru beristirahat dengan tenangnya melihat kau yang semakin banyak menitikkan darah. Kenapa kau tidak berhenti bertempur, menyerah dan beristirahat?"

   Ki Jagabaya menggeram.

   Ia menghentakkan kemampuannya menyerang Mahisa Bungalan.

   Namun justru senjata anak muda itulah yang menyentuh lambungnya.

   Segores kecil.

   Tetapi menyakitkan.

   Bukan sakit pada luka itu.

   Tetapi justru sakit di hati Ki Jagabaya yang sombong.Sementara itu, Witantralah yang masih sibuk bersama para pengikut Ki Demung.

   Setiap kali Witantra berusaha untuk menahan agar tidak terjadi pembunuhan- pembunuhan yang tidak perlu.

   Sementara iapun sebenarnya menunggu sikap Ki Buyut dan Ki Jagabaya.

   "Cepatlah bersikap Ki Buyut"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Aku tidak peduli"

   Jawab Ki Buyut.

   "Baiklah"

   Berkata Mahisa Agni "aku akan turun ke arena.

   Ki Jagabaya dan orang-orangmu akan mati di sini.

   Sementara itu kau akan tetap hidup.

   Jika Akuwu tidak dapat datang, maka kau dalam keadaanmu akan dibawa menghadap untuk menerima hukuman, yang akan kau jalani dalam keadaanmu sekarang.

   Tidak seorangpun yang akan dapat mengobati lumpuhmu jika bukan aku sendiri"

   Wajah Ki Buyut menjadi tegang. Tetapi ia masih tetap tidak berdaya untuk berbuat sesuatu. Seakan-akan seluruh tubuhnya memang sudah lumpuh.

   "Pikirkanlah"

   Berkata Mahisa Agni "selebihnya kau harus mengetahui bahwa pada suatu saat kesabaranku akan sampai ke batas. Dan aku akan berbuat sesuatu yang tidak pernah kau duga sebelumnya. Terhadapmu dan juga terhadap orang-orangmu"

   Ki Buyut masih tetap berdiam diri.

   Sementara Mahisa Agni berkata selanjutnya "Kau lihat orangmu yang paling kau percaya.

   Ia tidak berdaya sama sekali menghadapi anak muda itu.

   Lihatlah dengan seksama.

   Apakah kau kira anak muda itu benar-benar bertempur.

   Bukankah ia sedang bermain-main? Seperti juga saudaraku yang seorang itu.

   Ia berada di antara mereka yang bertempur itu sekedar untuk melerai kekerasan-kekerasan yang tidak perlu.

   Tetapi jika sikapnyi berubah, dapat kau bayangkan, apa yang ajtan terjadi""Aku tidak peduli"

   Ki Buyut hampir berteriak.

   "Baik"

   Mahisa Agnipun hampir berteriak.

   Lalu katanya kepada Mahisa Bungalan "Mahisa Bungalan.

   Bawa lawanmu kemari dalam keadaan yang tidak diinginkannya sama sekali.

   Biarlah ia menjadi lumpuh dan tidak dapat berbuat apa-apa.

   Kemudian kita bertiga akan rnengambil sikap terhadap orang-orang padukuhan ini"

   Perintah Mahisa Agni itu ternyata telah menggetarkan hati Ki Buyut yang semula telah membatu itu.

   Ketika Mahisa Bungalan kemudian mendesak Ki Jagabaya dan dengan putaran senjatanya anak muda itu berhasil melemparkan senjata Ki Jagabaya, maka tiba-tiba Ki Buyutpun berdesis perlahan "Baiklah kami menyerah"

   "Bagus"

   Sahut Mahisa Agni "perintahkan kepada orang- orangmu sebelum mereka tertumpas habis dan semuanya itu akan menjadi tanggung jawabmu"

   Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ketika ia melihat Mahisa Bungalan mengancam Ki Jagabaya dengan senjatanya, maka iapun kemudian berkata "Kita menyerah"

   Ki Jagabaya berpaling.

   Tetapi iapun tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

   Sakit hatinya bagaikan meretakkap tulang- tulang di dadu.

   Namun ia tidak dapat menerima kenyataan yang dihadapinya.

   Bahwa orang-orang yang datang bersama Ki Demung telah memenangkan pertempuran itu.

   Kemampuan pengaruh sorot mata Ki Buyut tidak lagi dapat menguasai kesadaran pribadi mereka, sementara kepercayaan mereka terhadap senjata merekapun hampir tidak berarti sama sekali.

   Meskipun jumlah mereka lebih banyak, tetapi Ki Demung dan orang-orangnya benar-benar telah berhasil menguasai mereka.

   Dengan demikian, maka Ki Buyut dan orang-orangnya itupun telah menyatakan menyerahkan diri.

   Merekakemudian berkumpul di pendapa, sementara senjata mereka telah dikumpulkan pula.

   Mahisa Agni telah membebaskan Ki Buyut dari kelumpuhannya, meskipun ia masih harus mengawasinya, karena dalam keadaan tertentu, jika para pengikut Ki Demung lengah, pengaruh sorot mata Ki Buyut akan dapat menguasai mereka kembali.

   Namun dalam pada itu, ternyata pertempuran itu telah mengakibatkan beberapa orang terluka.

   Bahkan ada beberapa diantara mereka yang menjadi parah.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dengan obat-obatan yang ada, Witantra telah berusaha menolong mereka, sehingga penderitaan mereka menjadi agak ringan.

   Sementara Mahisa Agni berkata "Hari ini kalian harus memanggil seorang tabib yang paling bandai di daerah ini, sehingga ia akan dapat mengobati mereka yang terluka sebaik-baiknya.

   Terlebih-lebih mereka yang terluka parah dan tidak mampu lagi berbuat sesuatu"

   Sementara itu Ki Buyut dan Ki Jagabaya duduk dengan kepala tunduk.

   Mereka seolah-olah sedang mengenang masa-masa lampau mereka.

   Saat-saat mereka mulai memanjat ke jenjang kekuasaan di Kabuyutan itu.

   Namun segalanya telah berakhir.

   Ada semacam penyesalan menyelinap di hati Ki Buyut Jika ia puas dengan keberuntungannya, bahwa ia telah berhasil memikat hati anak Ki Buyut, tua dan kemudian menggantikannya.

   Seandainya ia puas dengan kedudukan itu dan kekuasaan yang diperoleh kedudukan itu.

   Tetapi segalanya sudah terjadi.

   Dan ia tidak akan dapat lari dari tanggung jawab, Apalagi tentang pemimpin perampok yang telah dilepaskannya itu.

   Ki Demunglah yang kemudian memberikan beberapa keterangan tentang kehadirannya.

   Katanya "Aku tidak sempat mengatakannya saat aku datang.

   Tetapi aku kirakalian semuanya telah mengetahui, kenapa aku datang bersama beberapa orang bersenjata, justru karena di rumah ini ada beberapa orang bersenjata pula"

   Ki Buyut sama sekali tidak menyahut.

   Bahkan kepalanya menjadi semakin tunduk.

   Dalam pada itu Ki Demungpun berkata selanjutnya "Sebenarnya hati kami telah terbakar oleh kemarahan.

   Jika di sini tidak ada ketiga orang yang telah menolong kami menyelamatkan Kabuyutan ini, maka keadaan kita tentu sudah menjadi terlalu buruk.

   Tetapi kehadiran mereka telah berhasil membatasi keadaan"

   Ki Buyut hanya menarik nafas dalam-dalam. Dan Ki Demungpun melanjutkan "Nah, segalanya terserah kepada kebijaksanaan Akuwu. Kami akan menghadap dan melaporkan apa yang telah terjadi di sini"

   Memang tidak ada pilihan lain.

   Ki Buyutpun tidak dapat mengelak lagi.

   Ketika ia bersama beberapa orang .

   dipersilahkan masuk ke gandok dan diselarak dari luar, maka Ki Buyut itupun kemudian duduk di sudut amben sambil berdesah panjang.

   Tetapi yang terjadi sudah terjadi.

   Ki Demung masih minta agar Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan untuk tinggal beberapa saat lagi di Kabuyutan itu sampai segalanya dapat diselesaikan dengan Akuwu yang tentu akan mengambil sikap terhadap seorang Buyut yang telah berbelok dari jalur jalan yang seharusnya ditempuh.

   Ketika semuanya telah dikemasi, maka Ki Demung dan Ki Perapatpun segera berangkat menghadap Akuwu untuk melaporkan apa yang telah terjadi di Kabuyutan mereka, sementara Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalah masih tetap berada di Kabuyutan itu.Namun dalam pada itu, sambil menunggu Akuwu maka Mahisa Bungalan telah pergi mengambil pemimpin perampok yang telah tertangkap kembali, sementara orang lain telah berusaha memanggil tabib yang dapat menolong orang-orang yang terluka.

   Bahkan ada diantara mereka yang terluka berat.

   Pemimpin perampok yang telah dibawa ke rumah Ki Buyut itu tidak dimasukkan kedalam ruang yang sama.

   Tetapi ia dibawa keruang yang lain, sementara Mahisa Agni.

   Witantra dan Mahisa Bungalan dapat bertanya kepada mereka tentang orang yang disebut Rajawali Penakluk.

   "Orang itu sudah lama meninggalkan kami"

   Berkata pemimpin perampok itu.

   Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan memang tidak dapat memaksa orang itu untuk dapat mengatakan sesuatu tentang Rajawali penakluk.

   Mereka percaya bahwa Ki Dukut memang sudah meninggalkan para perampok yang pernah diharapkan akan dapat membantunya.

   Namun ia selalu mengalami kegagalan.

   Bahkan bersama orang- orang yang memiliki kemampuan dengan ilmu hitamnyapuii, Ki Dukut tidak pernah dapat berhasil.

   Karena itu, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun tidak memaksanya untuk berbicara lagi.

   Dibiarkannya pemimpin perampok itu untuk menunggu, apa yang diperintahkan oleh Akuwu.

   Jarak antara padukuhan itu dangan Pakuwon tidak terlalu jauh, meskipun ternyata bahwa Ki Demung dan Ki Perapat tidak segera dapat menghadap dan harus bermalam satu malam.

   Tetapi Ki Demung dan Ki Perapat tidak mencemaskan keadaan Kabuyutan mereka, karena di Kabuyutan itumasih ada orang-orang yang sebenarnya memang memiliki kemampuan yang luar biasa.

   Balikan sulit untuk digambarkan.

   Di Kabuyutan, Mahisa Agni telah mengambil sikap tertentu beberapa orang bebahu yang memang tidak terlibat, telah membantu Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan menguasai keadaan di Kabuyutan itu.

   Peristiwa yang terjadi di rumah Ki Buyut itu memang tidak dapat dibatasi di dalam dinding halaman saja.

   Karena dalam waktu yang singkat berita itu telah menjalar sampai keseluruh daerah Kabuyutan.

   Berita yang tidak jelas telah menjalar dari mulut kemulut.

   Tetapi berita itu telah berkembang dan berubah sesuai dengan orang-orang yang menerus, kan berita itu.

   Ada yang berpihak kepada Ki Buyut, dan menyiarkan berita, seolah-olah Ki Demung dan Ki Perapat telah merebut kedudukan Ki Buyut dibantu oleh beberapa orang tidak dikenal dan seorang pemimpin perampok yang sakti.

   Tetapi orang lain mengatakan, bahwa Ki Buyut telah bersekutu dengan sekelompok perampok untuk merampok orang-orang di Kabuyutannya sendiri, sehingga Ki Demung dan Ki Perapat terpaksa bertindak.

   Sementara orang lain lagi mengatakan bahwa yang terjadi sebenarnya adalah perebutan kedudukan berdasarkan kepada kecurigaan yang tidak mendasar dan dendam yang sebenarnya sudah berakar sejak nenek moyang Ki Demung dengan keluarga Ki Buyut.

   Karena itulah, maka para bebahu yang tidak terlibatpun segera memanggil setiap pemimpin padukuhan ke rumah Ki Buyut.

   Atas nama Ki Demung mereka memberikan panjelasan, apa yang sebenarnya telah terjadi.

   "Jangan membuat tanggapan menurut selera kalian sendiri-sendiri"

   Berkata seorang bebahu yang sudah lanjut usia "kita harus mendudukkan peristiwa ini pada tempatyang sebenarnya. Ki Buyut harus kalian lihat sesuai dengan apa adanya"

   Orang-orang yang memang tidak menyukainya cepat menyesuaikan diri dengan keterangan bebahu itu, sementara yang lainpun kemudian melihat satu kenyataan, bahwa Ki Buyut adalah seorang bekas perampok yang telah memanfaatkan kedudukannya untuk mencari keuntungan.

   Namun dengan sungguh-sungguh para bebahu berusaha menenangkan keadaan, sehingga akhirnya kegelisahan orang-orang diseluruh Kabuyutan itupun dapat diredakan.

   Namun dalam pada itu, semalam suntuk hampir semua laki-laki di Kabuyutan itu tidak ada yang sempat tidur.

   Mereka siap untuk berjaga-jaga diseluruh Kabuyutan.

   Di padukuhan-padukuhan besar dan kecil gardu-gardu perondan menjadi penuh.

   Anak-anak muda berkeliaran di mulut-mulut lorong, di gerbang-gerbang padukuhan dan tikungan- tikungan.

   Bagaimanapun juga mereka mencemaskan, bahwa ada juga beberapa pihak yang akan memancing keuntungan dalam keadaan yang keruh.

   Mungkin sekelompok perampok yang lain, mungkin orang- orang yang ingin melihat Ki Buyut bebas atau kemungkinan-kemungkinan yang tidak diketahui lainnya.

   Sementara itu, Mahisa Agni, Witantra dan.

   Mahisa Bungalan masih tetap berada di rumah Ki Buyut.

   Mereka menunggu Ki Demung dan Ki Perapat kembali dengan membawa sikap sesuai dengan keputusan Akuwu.

   Di pagi harinya, barulah Ki Demung dan Ki Perapat sempat menghadap Akuwu.

   Mereka mengatakan apa yang telah terjadi di Kabuyutan mereka dan memberikan beberapa keterangan tentang Ki Buyut dan apa yang telah dilakukannya di saat-saat terakhir.

   "Apakah kau tidak berbohong?"

   Bertanya Akuwu."Ampun Sang Akuwu. Hamba telah mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di Kabuyutan kami"

   Berkata, Ki Demung. Akuwu yang masih muda itu mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun memanggil seorang Senapatinya sambil berkata "Bawalah dua orang pengawal. Lihatlah apa apa yang terjadi di Kabuyutan itu. Laporanmu akan menentukan keputusanku"

   Ki Demung menarik nafas dalam-dalam.

   Ternyata masalahnya tidak dapat selesai secepat dugaannya.

   Namun bahwa Akuwu telah mengirimkan seorang Senapati, tentu akan memberikan gambaran yang sebenarnya.

   Demikianlah, maka yang datang ke Kabuyutan itu sama sekali bukan Akuwu sendiri atau memerintahkan orang- orang Kabuyutan itu membawa Ki Buyut menghadap.

   Tetapi ia masih memerlukan untuk melihat persoalannya lewat seorang Senopatinya.

   Namun ternyata Senopati itu telah melakukan tugasnya dengan cermat.

   Ia telah bertemu dengan Ki Buyut dan para pengikutnya.

   Berbicara dengan mereka dan berusaha melihat persoalannya dengan sudut pertimbangan seorang Senopati.

   Dalam pada itu, Senopati itu masih sempat juga tersenyum sambil berkata kepada Ki Buyut di dalam ruang tertutup, namun yang dapat didengar oleh Mahisa Agni den beberapa orang lain di luar bilik itu "Jangan main-main Ki Buyut.

   Aku tahu, bahwa kau mempunyai kekuatan yang sangat berpengaruh pada tatapan matamu.

   Tetapi jangan mencoba mempengaruhi aku untuk melepaskanmu, karena dengan demikian akan berarti, bahwa aku akan kau adu dan kau benturkan kepada orang-orang padukuhan ini"Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam.

   Kepalanyapun kemudian tertunduk lesu.

   Ia tidak berhasil mempergunakan sorot matanya untuk mempengaruhi Senopati yang memiliki kepribadian yang kuat itu.

   Karena itu, maka Senopati itupun justru menjadi lebih berhati-hati menghadapinya.

   Setelah semua pertanyaan dijawab oleh Ki Buyut yang merasa tidak mampu mengelak lagi, maka Senopati itupun telah diantar ke ruang yang lain untuk berbicara dengan pemimpin perampok yang telah berada di rumah Ki Buyut itu pula.

   Dari pemimpin perampok itu, Senopati itupun mendapat beberapa penjelasan tentang Ki Buyut, dan apa saja yang pernah dilakukannya sebelumnya.

   Dengan demikian, maka bahan laporan Senopati itu menjadi lengkap.

   Ia telah mengetahui apa yang pernah dilakukan oleh Ki Buyut sebelum ia mendapatkan kedudukan itu dan apa pula yang telah dilakukannya di saat-saat terakhir.

   Karena itu, maka Senopati itu merasa, bahwa tidak ada persoalan lagi yang harus dibicarakannya di Kabuyutan itu, sehingga ia merasa perlu untuk segera minta diri.

   Tetapi ternyata masih ada yang menarik perhatiannya.

   Senopati itu melihat, ada tiga orang yang tentu bukan orang dari Kabuyutan itu.

   "Kami memang bukan orang-orang Kabuyutan ini"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Jadi, siapakah kalian dan apakah kepentingan kalian di daerah ini?"

   Bertanya Senopati itu kepada Mahisa Agni.

   "Kami adalah pengembara. Kami mengembara dari satu tempat ke tempat lain sekedar untuk melihat-lihat keadaan"

   Jawab Mahisa Agni.Tetapi kalian tentu mempunyai tujuan.

   Di Kabuyutan ini kalian telah membantu membuka satu persoalan yang sangat menarik.

   Namun apakah kalian berbuat seperti ini pula di tempat yang lain? Atau kalian hanya sekedar ingin melihat satu perubahan terjadi di satu tempat?"

   Bertanya Senopati itu.

   "Tidak Ki Sanak"

   Jawab Mahisa Agni "kami tidak pernah berbuat sesuatu jika kami tidak disentuh oleh satu peristiwa yang menurut penilaian kami kurang sewajarnya.

   Di Kabuyutan ini kami telah dicurigai.

   Namun justru karena itu, kami dapat menduga, bahwa sesuatu telah terjadi di daerah ini.

   Ternyata bahwa di daerah ini memang menjadi sasaran perampokan, yang justru telah menyangkut nama Ki Buyut itu sendiri"

   Senopati itu mengangguk-angguk.

   Namun tiba-tiba saja katanya "Kami tidak akan menolak keterangan itu.

   Meski pun kami dapat mempunyai dugaan yang lain, bahwa kalian adalah orang-orang yang mengembara, yang bertualang dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan kepuasan dalam benturan-benturan yang terjadi di tempat-tempat yang kau datangi.

   Dengan demikian maka kalian akan mendapat kan keuntungan berupa apapun juga, misalnya upah dari mereka yang pernah merasa kau tolong.

   Dalam hal yang terjadi di Kabuyutan ini, misalnya, kau akan mendapat ucapan terima kasih dari orang-orang di Kabuyutan ini, khususnya dari Ki Demung dan pengikut-pengikutnya"

   Witantra telah menggamit Mahisa Bungalan yang bergeser setapak, sehingga anak muda itu telah mengurungkan niatnya untuk menjawab.

   Yang menjawab adalah Mahisa Agni "Ki Sanak.

   Sudahlah.

   Jangan berprasangka begitu.

   Sebaiknya kalian selesaikan tugas kalian di Kabuyutan ini.

   Setelah segalanyaselesai, maka kamipun akan meninggalkan tempat ini.

   Sebenarnyalah bahwa kami tidak mengharapkan apapun juga dari Ki Demung dan semua orang Kabuyutan ini.

   Kami berbuat seperti yang kami lakukan, semata-mata karena kami merasa bahwa menjadi kewajiban setiap orang untuk saling membantu dalam keadaan yang pahit terutama.

   Karena pada suatu saat.

   akupun tentu memerlukan juga bantuan dari pihak yang sekarang masih belum aku kenal"

   Senopati itu mengangguk-angguk. Namun katanya "Baiklah. Tetapi aku minta kalian bersedia bersama kami menghadap Akuwu. Mungkin Akuwu mempunyai beberapa pertanyaan kepadamu dalam hubungan peristiwa di Kabuyutan ini"

   Mahisa Agni mengerutkan keningnya.

   Katanya "Sudahlah Ki Sanak.

   Jangan memperpanjang persoalan.

   Kami merasa bahwa tugas kami sudah selesai.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Biarlah kami pergi meninggalkan Kabuyutan ini, dan mungkin kamipun akan segera meninggalkan daerah Pakuwon ini.

   Seperti yang kami katakan, bahwa kami mengembara tanpa tujuan, semata-mata untuk melihat kehidupan mi dalam segala segi dan ujudnya"

   Tetapi Senopati itu tersenyum. Katanya "Memang menarik sekali. Tetapi sulit untuk dipercaya bahwa kalian telah berbuat sesuatu sehingga kalian mempertaruhkan nyawa kalian"

   "Sebaiknya Ki Sanak tidak usah menghiraukan kami"

   Jawab Mahisa Agni pula.

   Senapati itu mengangguk-angguk.

   Tetapi wajahnya sama sekali tidak memberikan kesan keterbukaan hatinya.

   Sehingga dengan demikian maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar.Dalam pada itu, Ki Demung yang merasakan pertolongan Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan, bukan saja karena mereka telah berhasil mengatasi pengaruh Ki Buyut dan orang-orangnya, juga karena mereka telah membantu menangkap pemimpin perampok yang akan dapat menjadi saksi utama dari persoalan yang sedang mereka hadapi di Kabuyutan itu, berusaha untuk memberikan keterangan "Sebenarnyalah mereka adalah orang-orang yang telah banyak berjasa dalam masalah ini, sehingga segalanya dapat menjadi jelas"

   Senapati itupun mengangguk-angguk pula.

   Tetapi ia kemudian berkata "Baiklah.

   Aku percaya bahwa kalian telah melakukan sesuatu yang menguntungkan di Kabuyutan ini.

   Mungkin orang-orang Kabuyutan inipun tidak akan mengatakan bahwa mereka telah memberi kalian upah yang tinggi atas jasa-jasa kalian"

   "Tidak"

   Sahut Ki Perapat "kami tidak memberikan ampun juga kepada mereka. Mereka datang tanpa kami minta dan mereka melakukan segalanya atas kehendak mereka sendiri"

   Senapati itu tertawa "Kalian adalah orang-orang Kabuyutan yang masih diselebungi oleh sifat-sifat kalian yang jujur dan tanpa prasangka apapun juga.

   Karena itu, kalian justru mudah dikelabui orang yang kemudian kalian anggap sebagai Buyut itu, ternyata telah menipu kalian untuk waktu yang cukup lama.

   Hal ini dapat terjadi karena kalian menanggapi perubahan keadaan dengan tanpa prasangka apapun juga.

   Dan nampaknya orang lain telah memanfaatkan sifat kalian itu sebaik-baiknya"

   Ki Demung dan Ki Perapat mengerutkan keningnya. Sementara Senapati itu berbicara selanjutnya "

   Ki Demung.

   Kalian dan setiap orang di Kabuyutan ini tentumerasa berhutang budi kepada ketiga orang ini.

   Dengan demikian perasaan itu akan mengikuti kalian seumur hidup kalian.

   Jika kalian mengupah seseorang, maka demikian upah kalian serahkan, maka persoalannya sudah selesai.

   Kalian sudah membeli apa yang kalian terima dari pihak lain.

   Tetapi dengan berhutang budi, maka kalian akan menjadi sumber pemerasan yang tidak ada kering- keringnya.

   Pada suatu saat mereka bertiga akan datang dan mengeluh karena sesuatu persoalan.

   Maka aku yakin bahkan pasti, bahwa kalian akan memberikan pertolongan yang berlebih-lebihan.

   Di saat lain, mereka akan datang pula dengan cara yang sama, sehingga mereka akan menerima pemberian kalian sebagai balas budi.

   Tetapi yang akan mereka lakukan adalah berulang-ulang dan bahkan berpuluh-puluh kali.

   Nah, apakah kira-kira yang akan terjadi di Kabuyutan ini"

   Ki Demung dan Ki Perapat tidak menjawab.

   Tetapi mereka benar-benar memikirkan pendapat Senapati itu.

   Apalagi, ketika Senapati itu berkata "Karena itu, sebaiknya orang-orang Kabuyutan ini tidak usah memikirkannya.

   Kami akan mem bawa ketiga orang ini menghadap Sang Akuwu"

   "Tidak mungkin"

   Tiba-tiba saja Mahisa Bungalan telah menjawab. Tetapi Witantra menggamitnya sekali lagi sambil berdesis "Biarlah diselesaikan oleh pamanmu Mahisa Agni"

   Dalam pada itu, Senapati itupun berkata "Biarlah Akuwu mengambil keputusan.

   Jika kalian memang tidak bersalah, maka kalian tentu akan dilepaskan.

   Tetapi jika penglihatan batin Akuwu yang tajam melihat, bahwa kalian memang bersalah dan apa lagi terbiasa melakukan pemerasan, maka kalian tentu akan menerima hukumannya.

   Tidak seorangpun yang dapat lolos daritangannya.

   Meskipun Akuwu masih muda.

   tetapi ia memiliki kelebihan dari kebanyakan orang"

   Mahisa Bungalan menjadi tegang.

   Namun ia masih tetap menahan hati.

   Seperti Witantra, maka iapun akan menyerahkan semuanya kepada Mahisa Agni.

   Dalam pada itu, Mahisa Agnipun berpikir sejenak.

   Dij andanginya Ki Demung dan Ki Perapat berganti-ganti.

   Nampaknya mereka telah terpengaruh oleh kata-kata Senapati itu.

   Sehingga dengan demikian, mereka telah menjadi berprasangka terhadap Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan.

   "Ki Sanak"

   Berkata Senapati itu "jangan membantah lagi. Ikutilah kami menghadap Sang Akuwu"

   Mahisa Bungalan terkejut ketika ia mendengar Mahisa Agni menjawab "Baiklah. Kami tidak akan membantah lagi"

   Senapati itu mengangguk-angguk. Katanya "Terima kasih atas kesediaan Ki Sanak. Bersiaplah. Kita akan segera berangkat"

   Ketika Mahisa Bungalan beringsut, maka Mahisa Agnipun memberi isyarat kepadanya, agar ia tidak menolak.

   Betapapun beratnya perasaan Mahisa Bungalan, namun akhirnya iapun terpaksa mengikuti keputusan yang sudah diambil oleh Mahisa Agni dan yang agaknya akan dilakukan pula oleh Witantra mengikuti Senapati itu menghadap Sang Akuwu"

   Dengan demikian, maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun segera bersiap pula.

   Mereka membenahi kuda-kuda mereka dan diri mereka sendiri.

   Sementara Ki Demung dan Ki Perapat hanya memandangimereka bertiga dengan hati yang gelisah dan penuh kebimbangan.

   Dalam pada itu Mahisa Agnipun kemudian mendekatinya sambil tersenyum.

   Katanya "Jangan gelisahkan kami.

   Kami sudah berusaha berbuat sebaik- baiknya bagi kalian.

   Tetapi ternyata yang kami lakukan itu masih harus diusut oleh Akuwu"

   Ki Demung menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun bergumam "Percayalah. Akuwu tentu tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah"

   Mahisa Agni mengangguk. Jawabnya "Tentu. Kami yakin, bahwa Akuwu akan bijaksana"

   Namun -dalam pada itu.

   Mahisa Bungalan menjadi Mahisa Agni menerima keputusan Senapati yang baginya sama sekali tidak bijaksana.

   Namun akhirnya, Mahisa Bungalanpun mengerti maksud Mahisa Agni ketika pamannya itu sempat membisikkan sesuatu ditelinganya.

   Meskipun demikian, ia masih belum dapat menerima sepenuhnya keputusan Mahisa Agni untuk mengikuti Senapati itu menghadap Akuwu.

   "Jangan rendahkan wibawa Akuwu dihadapan orang- orang Kabuyutan yang sedang bergejolak itu"

   Berkata Mahisa Agni "karena itu, biarlah kita mengikutinya.

   Kita akan dapat memisahkan diri kapan saja kita kehendaki Senapati dan pengawalnya itu tidak akan dapat mencegah kita lagi.

   Bahkan kita akan dapat kembali ke Kabuyutan dan minta diri kepada mereka untuk meninggalkan daerah ini"

   Witantra mengangguk-angguk, tetapi Mahisa Bungalan hanya menundukkan kepalanya saja.

   la justru inginmenunjukkan kepada orang Kabuyutan, bahwa yang dilakukan oleh Senapati itu kurang adil.

   Namun demikian, ia tidak mau membantah pamannya, karena bagaimanapun juga Mahisa Agni mempunyai pengaruh yang kuat sekali terhadap dirinya, sebagaimana ayahnya sendiri.

   Demikianlah maka ketiga orang itupun mengikuti Senapati yang ingin membawanya kepada Akuwu.

   Senapati itu berkuda justru di belakang, sementara seorang pengawalnya berkuda disampingnya, sedangkan pengawalnya yang seorang lagi berkuda di paling depan, diantara oleh Mehisa Agni, Mahisa Bungalan dan Witantra.

   "Jangan berbuat sesuatu yang dapat menyulitkan kalian"

   Berkata Senapati itu setiap kali. Dan setiap kali pula Witantra menggamit Mahisa Bungalan apabila ia berpaling dengan wajah yang tegang.

   "Kapan kita melepaskan diri dari keadaan yang menjemukan ini paman"

   Desis Mahisa Bungalan. Witantra tersenyum. Katanya "Jangan tergesa-gesa. Waktu masih panjang . Perjalanan ini baru saja kita mulai"

   "Tentu kita tidak akan menunggu sampai kita memasuki halaman istana Akuwu"

   Gumam Mahisa Bungalan.

   "Tentu tidak. Dihadapan kita itu adalah sebuah bulak panjang"

   Berkata Witantra "jika pamanmu Mahisa Agni setuju, biarlah kita menyimpang di bulak itu"

   Di luar sadarnya Mahisa Bungalan telah berpaling.

   Justru karena itu, maka sikapnya telah menarik perhatian Senapati itu, sehingga iapun mendekat sambil berkata "Anak muda.

   sikapmu membuat aku curiga.

   Jangan kau anggap bahwa aku adalah sedungu orang-orang Kabuyutanitu, sehingga kau akan dapat berbuat apa saja yang kau kehendaki"

   "Tetapi aku mengemban perintah Sang Akuwu untuk bertindak terhadap siapapun yang menolak perintahku. Termasuk kalian, karena tidak ada satu sebabpun yang dapat menolong kalian dengan sikap khusus terhadap kalian"

   Yang menjawab adalah Witantra "Kami tidak akan berbuat apa-apa yang barangkali tidak sesuai dengan kehendakmu Ki Sanak. Kami sudah mengikut kalian sesuai dengan perintah kalian"

   Tetapi Senapati itu menjawab "Sikap kawanmu yang muda itu menyinggung perasaan kami.

   Ia tidak menerima hal ini dengan ikhlas dan penuh pengertian.

   Nampaknya ia melakukannya dengan terpaksa karena kalian berdua, yang tua-tua, bersedia melakukan perintahku"

   "Apapun yang telah dilakukannya, tetapi kami semuanya telah mematuhi perintah kalian"

   Jawab Mahisa Agni pula.

   "Ada dua kemungkinan"

   Berkata Senapati itu "melakukan perintahku dengan ikhlas dan mengerti artinya, atau dibawah pengaruh kekuasaanku sehingga hal itu dilakukan dengan terpaksa"

   "Bagi Ki Sanak, tidak ada bedanya, apakah kami mengikut Ki Sanak karena kami mengerti maksud Ki Sanak atau karena kami menghormati kekuasaan yang ada pada Ki Sanak"

   "Ada bedanya Ki Sanak"

   Jawab Senapati itu "jika kalian melakukan dengan pengertian, maka sebenarnya kami tidak usah mengawasi kalian seperti mengawasi tawanan.

   Tetapi jika kalian melakukan perintahku karena kekuasaanku,maka kami harus mengawasi kalian yang setiap saat mungkin sekali akan melarikan diri.

   Sikap itu nampak pada anak muda itu.

   Nampaknya ia melakukan perintahku karena ia takut melihat kuasaku dan kemampuanku mempergunakan kekuasaanku.

   Karena itu, anak muda itu perlu diawasi.

   Mungkin saja ia tiba-tiba memacu kudanya dan melarikan diri, sehingga salah seorang dari kami harus mengejarnya.

   Tetapi jika demikian, maka nasibnya akan menjadi buruk.

   Ia akan diperlakukan dengan kasar, seperti kami memperlakukan para perampok"

   Mahisa Bungalan menggeram. Namun karena mereka sudah memasuki bulak panjang, maka Mahisa Bungalan itu ternyata tidak lagi dapat menahan hatinya, sehingga iapun menjawab "Jangan terlalu meremehkan kami"

   Jawaban itu benar-benar mengejutkan. Bahkan Mahisa Agni dan Witantra pun telah terkejut. Tetapi kata-kata itu sudah diucapkan oleh Mahisa Bungalan Bahkan katanya kemudian "Kita sudah berada di bulak panjang"

   "Anak muda"

   Berkata Senapati itu dengan nada yang agak keras "apakah kau mulai akan memberontak?"

   "Kau sendirilah yang menggelitik aku untuk melakukan sesuatu"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "Diamlah"

   Berkata Senapati itu "pandanglah ke depan atau tundukkan kepalamu. Jangan membuat aku marah"

   "Kau juga jangan membuat aku marah"

   Sahut Mahisa Bungalan.

   Pengawal yang berkuda di depan tiba-tiba saja telah berhenti dan memutar kudanya.

   Wajahnya yang gelap nampak semakin buram.

   Dengan nada berat ia berkata "Kau membuat jantungku berdegup semakin cepat.

   Tetapi aku masih berusaha untuk menahan diri.

   Tetapi seandainyasekarang juga Senapati memerintahkan, aku akan membungkam mulutmu"

   Wajah Mahisa Bungalanpun menjadi marah.

   Namun dalam pada itu ternyata Mahisa Agni dan Witantra tidak lagi mencegahnya.

   Kedua orang tua itu telah membiarkan Mahisa Bungalan menjadi marah karena tingkah laku Senapati itu.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sehingga anak muda itupun berkata "Senapati.

   Sudah sampai saatnya aku menentukan sikap.

   Aku tidak mau kau perlakukan serjerti ini"

   "Gila"

   Geram pengawal yang tangannya menjadi gemetar. Senapati itupun menjadi marah pula. Dengan suara bergetar ia berkata "Apakah kau benar-benar akan memberontak? Mintalah pertimbangan kepada dua orang tua-tau ini"

   Namun ternyata jawab Mahisa Agni telah mengejutkan Senapati itu pula "Ki Sanak.

   Kaupun telah berbuat melampaui batas kesabarannya.

   Anak itu sudah menahan hati sejak ia mendengar niatmu untuk membawanya menghadap Akuwu.

   Akulah yang memaksanya agar ia menuruti perintahmu.

   Bukan karena kami merasa bahwa kami tidak akan dapat melepaskan diri dari kuasamu, tetapi kami masih menghormati kuasa Akuwu di hadapan orang- orang Kabuyutan yang sedang bergejolak itu.

   Jika kami menolak perintahmu, maka wibawa Akuwupun akan tercemar.

   Karena itu, maka kami telah berusaha mebantumu mengangkat wibawa Akuwu lewat seorang Senapatinya.

   Tetapi ternyata kau salah mengerti.

   Kau anggap kami terlalu tidak berarti, sehingga seperti yang dikatakan oleh anak muda itu, bahwa kau sudah menggelitiknya untuk mengambil sikap"Wajah Senapati itu telah membara.

   Dengan suara lantang iapun kemudian berkata "Apakah dengan demikian berarti bahwa kalian bertiga melawan kami setelah kami tidak berada di Kabuyutan itu lagi"

   Yang menjawab tegas adalah Mahisa Bungalan "Ya"

   Senapati itu tidak menahan diri lagi. Dengan serta merta ia memerintahkan kepada pengawal-pengawalnya "Tangkap mereka bertiga dan perlakukan mereka sebagai tawanan"

   Kedua orang pengawal itupun segera menempatkan dirinya.

   Moreka masing-masing berada di tempat yang berseberangan.

   Yang seorang mula-mula berjalan di depan dan yang lain bersama Senapati berada di belakang.

   Sejenak kemudian kedua orang itu telah berloncatan turun dari kudanya.

   Agaknya mereka merasa lebih mudah bertindak atas ketiga orang yang dianggapnya akan memberontak itu.

   Sikap Senapati itu benar-benar telah menyakitkan hati Mahisa Bungalan.

   Ia sama sekali tidak berbuat apa-apa.

   Ia hanya memerintahkan kedua orang pengawalnya untuk menangkap mereka bertiga.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalan yang muda itupun kemudian berkata lantang "Paman.

   Silahkan keduanya menunggu.

   Biarlah aku sendiri melayani kedua orang pengawal yang sombong ini"

   Kata-kata itu benar-benar menusuk jantung kedua orang pengawal itu. Salah seorang dari keduanya berkata "Jika kami membunuhmu, tidak akan ada seorangpun yang dapat menyalahkan kami""Tetapi juga sebaliknya"

   Sahut Mahisa Bungalan tidak kalah lantangnya "tidak seorangpun dapat menangkap kami jika kami membunuh kalian bertiga"

   Kemarahan kedua pengawal itu sudah sampai ke puncaknya.

   Setelah mereka menambatkan kudanya, maka merekapun segera bersiap untuk bertindak.

   Sementara itu Mahisa Bungalanpun lelah turun pula dari kudanya dan menambatkannya pada sebatang perdu di pinggir jalan.

   Iapun segera pula mempersiapkan diri menghadapi kedua orang pengawal yang datang dari sebelah menyebelah.

   "Apakah kau benar-benar menantang kami berdua?"

   Bertanya pengawal itu.

   "Ya"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "Anak yang malang"

   Desis pengawal yang lain "sikapmu telah menjerumuskanmu ke dalam keadaan yang paling parah. Kau sudah pantas dihukum mati"

   Mahisa Bungalan sama sekali tidak menjawab.

   Namun dalam pada itu, Mahisa Agni dan Witantra tidak duduk saja di punggung kudanya.

   Tetapi merekapun berloncatan turun pula dan menambatkan kuda mereka masing-masing.

   Dalam pada itu, Senapati yang memerintahkan ketiga orang itu untuk mengikutinya menghadap Akuwu masih tetap duduk di atas punggung kudanya.

   Ia merasa yakin, bahwa kedua orang pengawalnya yang terpilih itu akan dapat mengatasi keadaan, meskipun seandainya ketiga orang itu bersama-sama akan bertempur melawan pengawal-pengawalnya itu.

   Sejenak kemudian, maka Mahisa Bungalan telah bersiap menghadapi segala kemungkinan.

   Ia berdiri di pinggir jalan, sementara kedua lawannya datang dari arah yang berbeda."Jangan hiraukan kedua orang pamannya"

   Berkata Senapati yang masih di punggung kudanya "jika mereka berusaha melarikan diri, aku sendiri yang akan menangkap mereka"

   "Gila"

   Mahisa Bungalan menggeram.

   Ia menjadi jengkel karena kedua orang pamannya itu sama sekali tidak berbuat apa-apa meskipun mereka mendengar betapa Senapati itu telah merendahkan mereka.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalan telah menumpahkan kejengkelannya kepada kedua orang pengawal itu.

   Ia berniat untuk menunjukkan bahwa ia benar-benar seseorang yang tidak dapat diperlakukan demikian menyakitkan hati.

   Ketika kedua pengawal itu menjadi semakin dekat, maka Mahisa Bungalanpun telah bergeser.

   Ia menjulurkan tangannya menyerang seorang diantaranya.

   Hanya sekedar untuk memancing agar lawannyapun mulai bergerak menyerangnya.

   Lawannya bergeser.

   Namun seperti yang diharap, dengan garangnya ia menyerang dengan kakinya yang mendatar mengarah ke lambung.

   Mahisa Bungalan yang jengkel itu tidak melepaskan kesempatan itu.

   Pada langkah-langkah pertama ia ingin membuktikan bahwa kedua pengawal itu tidak akan mampu berbuat apa-apa sama sekali.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalan telah berbuat sesuatu yang mengejutkan.

   Bukan saja bagi pengawal yang sedang menyerang itu, tetapi juga kedua orang yang lain.

   Sementara kaki pengawal itu terjulur, maka Mahisa Bungalan telah bergeser setapak.

   Dengan kecepatan yang tinggi, Mahisa Bungalan telah menangkap kaki pengawalitu.

   Kemudian dengan kekuatan yang menghentak ia melemparkan pengawal itu menghamtam kawannya.

   Kedua pengawai itu sama sekati tidak menyangka, bahwa hal itu dapat dilakukan oleh Mahisa Bungalan.

   Karena itu, maka mereka tidak dapat mengelak sama sekali ketika keduanya harus berbenturan satu sama lain.

   Senapati yang masih duduk di punggung kudanya itupun terkejut.

   Bahwa hal itu dapat dilakukan oleh Mahisa Bungalan, telah menghentak jantungnya, sehingga darahnyapun bagaikan berhenti mengalir.

   Apalagi ketika kemudian ia melihat Mahisa Bungalan itu berdiri saja sambil bertolak pinggang menunggui kudua orang pengawal yang sedang berusaha untuk bangkit.

   "Cepat"

   Bentak Mahisa Bungalan "berdiri dan lawan aku lagi"

   Kedua pengawal itupun kemudian meloncat berdiri. Dengan wajah yang merah membara mereka memandangi Mahisa Bungalan yang berdiri tegak.

   "Kalian sudah mendapat bukit perlawanannya"

   Berkata Senapati yang masih berada dipunggung kuda itu "jangan ragu-ragu lagi.

   Kesalahan kalian adalah, bahwa kalian terlalu baik hati dan ragu-ragu.

   Mungkin kalian menganggap anak itu terlalu lemah sehingga kalian menjadi lengah, atau kalian masih mempunyai belas kasihan untuk bertindak dengan sungguh-sungguh"

   "Ya. Ternyata anak itu benar-benar anak gila yang harus di selesaikan dengan cara yang keras"

   Geram salah seorang pengawal itu.

   "Kalian hanya dapat berbicara tanpa ujung pangkal"

   Berkata Mahisa Bungalan "sudah aku katakan, bahwa aku akan melawan perintah kalian.

   Kami mengikuti kaliansampai di bulak ini sekedar menolong agar kalian tidak kehilangan wibawa dihadapan rakyat padukuhan yang sedang berguncang itu.

   Setelah kita semuanya berada ditempat yang cukup jauh, dan dibulak panjang yang tidak banyak dilihat orang, maka kalian harus melihat satu kenyataan, bahwa kalian bagi kami memang tidak berarti apa-apa"

   Kata-kata Mahisa Bungalan itu benar-benar menyakitkan hati.

   Karena itu kedua orang pengawal itupun segera bersiap.

   Mereka maju selangkah demi selangkah mendekati Mahisa Bungalan.

   Mahisa Bungalan bergeser.

   Ia sudah bersiap sepenuhnya ketika kedua orang itu mengambil arah.

   Bahkan kemudian Keduanya siap menyerang beruntun dari arah yang berbeda.

   Namun sikap mereka terlalu lugu bagi Mahisa Bungalan.

   Apa yang akan mereka lakukan dengan mudah dapat dilihat pada langkah-langkah mereka.

   Meskipun mereka nampak garang bagi orang lain, namun bagi Mahisa Bungalan, mereka adalah orang-orang yang terlalu sederhana.

   Mereka terlalu percaya kepada kemampuan mereka bertempur sesuai dengan latihan-latihan yang mereka lakukan di dalam lingkungan para pengawal Akuwu.

   Bagi orang kebanyakan, bahkan bagi mereka yang baru mulai mengenal ilmu kanuragan, para pengawal itu adalah orang- orang yang ditakuti.

   Tetapi tidak ada artinya bagi Mahisa Bungalan.

   Karena itu, ketika orang-orang itu mulai menyerang, maka niat Mahisa Bungalan untuk memperlakukan mereka dengan garangpun menjadi susut.

   Bahkan kemudian Mahisa Bungalan menganggap bahwa mereka adalahorang-prang yang sama sekali tidak mengerti, apa yang telah mereka lakukan.

   "Aku tidak yakin, bahwa seorang demi seorang pengawal ini lebih baik dari pemimpin perampok yang tertangkap itu"

   Berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya.

   Sebenarnyalah, bahwa kedua pengawal itu masih belum memiliki kemampuan setingkat dengan pemimpin perampok yang telah tertangkap kembali.

   Bahkan mungkin kedua pengawal ini akan kehilangan kepribadian mereka sendiri, jika mereka berhadapan dengan Ki Buyut yang memiliki kemampuan mempengarui orang lain lewat sorot matanya.

   "Apakah Akuwu itu memiliki kewibawaan yang cukup dengan pengawal-pengawalnya yang terpilih seperti ini"

   Bertanya Mahisa Bungalan kepada diri sendiri.

   Tanpa sesadarnya, ia memandang sekilas kepada pamannya.

   Witantra.

   Pada mulanya Witantra itupun seorang Senapati pada sebuah Pakuwon yang besar, TumapeL Yang kemudian berkembang dan bahkan Ken Arok telah menjadikan Pakuwon itu pusar dari sebuah pusat pemerintahan yang baru.

   "Tetapi bagaimana dengan Pakuwon ini"

   Desis Mahisa Bungalan.

   Sejenak kemudian, maka pertempuranpun segera terjadi lagi.

   Kedua orang pengawal itu bertempur dengan tangkasnya.

   Mereka menyerang sambil berloncatan dengan senjata di dalam genggaman.

   Mereka mengacu-acukan pedang mereka.

   Dengan sungguh-sungguh mereka berusaha untuk mengenai lawannya.

   Bahkan nampaknya keduanya tidak lagi berusaha untuk mengekang diri dengan pedang mereka.Tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang dapat mengenai Mahisa Bungalan.

   Bahkan menyentuh pakaiannyapun tidak.

   Keduanya tidak mampu mengimbangi kecepatan gerak anak muda itu.

   Tanpa senjata Mahisa Bungalan berhasil menghindari serangan- serangan kedua pengawal yang menurut mereka, adalah serangan-serangan yang sangat berbahaya.

   Senapati yang duduk dipunggung kuda itu akhirnya tidak dapat tinggal diam.

   Kedua orang pengawalnya sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa terhadap seorang saja diantara ketiga orang yang dianggapnya telah memberontak itu.

   Karena itu, maka Senapati itupun menggeram sambil meloncat turun dari kudanya.

   Sambil mengikat kudanya pada sebatang pohon perdu.

   Senapati itu berkata "Kalian memang tidak dapat dibelas kasihani.

   Bersiaplah untuk mati, karena jika aku sendiri sudah turun tangan, maka nasib kalian sulit untuk diramalkan"

   "Benar Ki Sanak"

   Jawab Mahisa Agni "seperti nasib kami yang sulit diramalkan, nasib Ki Sanakpun sulit untuk diramalkan.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Karena itu, sebaliknya Ki Sanak tidak usah mulai dengan kerja yang sia-sia.

   Dua orang pengawalmu yang terpecaya sama sekali tidak dapat mengalahkan seorang diantara kami, justru yang paling muda.

   Lalu, apakah yang kira-kira dapat kau lakukan menghadapi kami berdua?"

   "Persetan"

   Geram Senapati itu "kau ternyata salah sangka.

   Kedua pengawalku itu memang tidak dapat mengalahkan seorang kawanmu.

   Tetapi jangan kau kira bahwa kalian berdua akan dapat mengalahkan aku seorang diri, karena sebenarnyalah kemampuanku berlipat sepuluh dari kedua orang pengawal itu""O"

   Mahisa Agni mengangguk-angguk "benarkah Senapati dari satu Pakuwon memiliki kemampuan lipat sepuluh dari pengawalnya? Itukah agaknya maka Akuwu dari Tumapel yang kecil itu berhasil mengalahkan Kediri dan kemudian mengangkat dirinya menjadi seorang Maharaja yang Perkasa, He, apakah Pakuwon Ki Sanak yang memiliki Senapati yang tangguh akan berusaha juga untuk melatah Singasari"

   Witantra yang tertawa berkata "Jangan bermimpi Ki Sanak.

   Sudahlah.

   Marilah kita akhiri persoalan kita sampai disini.

   Biarlah kami meneruskan perjalanan kami.

   Jangan ganggu kami, dan kamipun tidak akan mengganggu tugas Ki Sanak.

   Bukankah tugas Ki Sanak sudah Ki Sanak lakukan di Kabuyutan itu? Laporkan sajalah hasil tugas klaian kepada Akuwu"

   "Gila"

   Geram Senapati itu "kenapa kau mengigau tentang Kediri, Tumapel dan Singasari"

   Ia berhenti sejenak, lalu "yang penting sekarang, aku akan menangkap kalian bertiga"

   "Dan karian akan dengan leluasa melakukan pekerjaan kalian dengan menghasut dan menimbulkan benturan benturan di Kabuyutan-Kabuyutan yang lain?"

   Bertanya Senapati itu "bukankah hanya kebetulan saja bahwa kau berdiri dipihak yang benar di kabuyutan itu.

   Tetapi mungkin di Kabuyutan yang lain kau tidak menghiraukan lagi, siapakah yang benar dan yang salah.

   Bagimu, benturan dan geseran yang terjadi, akan dapat memberikan keuntungan bagi kalian"

   Mahisa Agbi menarik nafas dalam-dalam. Dipandangnya wajah Senapati yang tegang itu. Bahkan Senapati telah melangkah maju dengan tangan di hulu pedang."Menyerahlah"

   Geramnya.

   Namun dalam pada itu Senapati itu terkejut karena ia melihat salah seorang pengawalnya yang bertempur melawan Mahisa Bungalan telah terpelanting jatuh meskipun senjatanya masih belum terlepas dari tangannya.

   Mahisa Agni menarik nafas panjang, sementara Witantra tersenyum sambil berkata "Ki Sanak.

   Apakah Ki Sanak tidak dapat melihat kanyataan itu? Apakah Ki Sanak sekedar berpegang kepada harga diri dan kewibawaan.

   Dengarlah, kami sudah menolong mempertahankan kewibawaan Ki Sanak dihadapan orang-orang Kabuyutan itu.

   Bagaimanakah kira-kira yang akan dikatakan oleh orang Kabuyutan itu jika mereka melihat seorang pengawalmu terpelanting jatuh justru dua orang sekaligus Bertempur melawan seorang diantara kami"

   "Itu bukan ukuran"

   Geram Senapati itu "karena aku sendiri belum terlibat. Marilah, jangan banyak bicara. Jangan salahkan aku jika kalian akan mati. Aku mulai meskipun kalian tidak melawan"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.

   Kemudian dipandanginya wajah Witantra yang menegang.

   Bahkan kemudian iapun berkata kepada Witantra "Marilah.

   Jika Senapati ini memang ingin menyakinkan dirinya tentang kita.

   Kita akan melayaninya dan menyakinkannya bahwa ia tidak dapat berbuat sesuatu atas kami.

   Ia harus melihat kenyataan, bahwa kami akan dapat melepaskan diri kapan saja kami kehendaki"

   Senapati itu benar-benar tidak berbicara lagi.

   Namun nampaknya iapun masih belum mempergunakan senjatanya.

   Dengan serta merta ia telah meloncat menyerang Mahisa Agni dengan tangannya yang terjulur lurus ke depan.Mahisa Agni bergeser kesamping, sementara serangan itu tidak mengenai sasarannya.

   Namun ternyata Senapati itu mampu bergerak cepat.

   Demikian kakinya menjejak tanah, maka ia telah meloncat lagi menyerang.

   Bukan Mahisa Agni, tetapi Senapati itu telah menyerang Witantra.

   Witantra agak terkejut juga.

   Tetapi iapun sempat mengelak pula, sehingga serangan Senapati itu tidak mengenainya.

   Dalam pada itu, Mahisa Agni dan Witantra sama sekali tidak mempunyai minat untuk bermain-main terlalu lama.

   Karena itu, maka mereka seolah-olah telah bersepakat untuk segera mengakhiri pertempuran itu.

   Karena itu, ketika Senapati itu menyerang sekali lagi, Mahisa Agnipun telah menghindarinya dan sekaligus menyerangnya.

   Dengan cepat dan keras.

   Senapati itu telah didorong kearah Witantra dengan telapak tangannya.

   Witantrapun mengerti, apa yang dimaksud oleh Mahisa Agni.

   Iapun telah siap untuk menerima Senapati itu dengan telapak tangannya pula.

   Namun ternyata Senapati itu memiliki kecepatan bergerak pula.

   Ia sadar bahwa ia akan dipermainkan kedua lawannya.

   Karena itu.

   maka iapun menggeliat dan meloncat kesamping, sehingga ia tidak lagi terdorong kearah Witantra.

   Mahisa Agni menarik nalas dalam-dalam.

   Ternyata Senapati itu tidak selemah yang diduganya.

   Bahkan kemudian mereka melihat Senapati itu telah bersiap menyerangnya kembali sambil berkata "Kau telah menghina aku"

   Mahisa Agni dan Witantra saling berpandangan..

   Nampaknya Senapati itu mengerti, bahwa Mahisa Agni dan Witantra ingin menyelesaikan pertempuran itu dengancepat dan dengan cara yang sangat sederhana.

   Karena itu, maka Senapati itupun menjadi sangat marah dan terhina.

   Karena itulah, maka iapun segera mempersiapkan dirinya.

   Betapapun juga ia merasa bahwa ia akan dapat melawan kedua orang itu.

   Meskipun ia merasa betapa kuatnya dorongan Mahisa Agni, namun ia masih belum melihat kekuatan yang sesungguhnya yang ada di dalam diri kedua orang lawannya yang sudah tua itu.

   Sejenak kemudian dengan garangnya Senapati itu menyerang pula.

   Tetapi Mahisa Agni dan Witantra benar- benar menjadi jemu.

   Sementara Mahisa Agni bergeser setapak, maka Mahisa Bungalan telah melemparkan kedua lawannya, sehingga keduanya jatuh berguling di tanah.

   Senapati itu tidak sempat berbuat sesuatu, karena Mahisa Agni justru telah meloncat menyerangnya.

   Demikian cepatnya, seningga Senapati itu tidak dapat berbuat sesuatu.

   Yang dapat dilakukannya adalah mencoba menangkis serangan Mahisa Agni itu.

   Sehingga dengan demikian telah terjadi benturan diantara keduanya.

   Barulah Senapati itu merasa, betapa dahsyatnya tenaga lawan.

   Meskipun Mahisa Agni hanya mempergunakan sebagian kecil saja dari tenaganya, namun Senapati itu tidak mampu untuk mengimbanginya sehingga, ia telah terdorong beberapa langkah surut, dan bahkan telah kehilangan keseimbangannya.

   Tetapi sebelum ia terjatuh, Witantra terah meloncat menangkapnya dan membantunya untuk berdiri tegak.

   "Setan alas"

   Senapati itu mengumpat.

   Sekaligus ia telah menyerang Witantra yang dirasanya terlalu sombong itu.

   Witantra tidak menghindar.

   Tetapi Witantra menangkis serangan itu sehingga sekali lagi terjadi benturan.Sekali lagi Senapati itu dihentakkan oleh kekuatan yang tidak diduganya.

   Oleh kekuatannya sendiri yang seolah- olah telah membentur dinding baja, maka Senapati itu terdorong surut.

   Tangannya menjadi sakit, bahkan terasa tulang-tulangnya akan retak.

   Oleh dorongan kekuatan Witantra yang tidak terlalu besar, maka sekali lagi Senapati itu terhuyung-huyung.

   Namun Mahisa Agnilah yang telah menangkapnya, sehingga Senapati itu tidak terbanting jatuh.

   Sekali lagi Senapati itu menhentakkan diri meloncat sambil mengumpat, Namun bagaimana juga, ia tidak dapat mengingkari kenyataan.

   Karena itu, maka tiba-tiba saja ia menggeram sambil mencabut pedangnya "Apaboleh buat.

   Kalian harus menebus kesombongan kalian dengan kematian.

   Tidak ada pilihan lain kecuali dengan ujung pedang"

   "Sudahlah Ki Sanak"

   Berkata Mahisa Agni "kau harus melihat kenyataan ini. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, tetapi kau sama sekali tidak akan dapat melawan kami, Permainan senjata hanya akan berbahaya bagi Ki Sanak sendiri"

   Senapati itu mengumpat semakin keras. Dengan senjata teracung ia berkata "Jangan mencoba melawan. Mungkin kau memiliki kelebihan. Tetapi aku adalah seorang yang menguasai ilmu pedang sebaik-baiknya"

   Witantra menjadi jengkel juga akhirnya.

   Tetapi ia masih berusaha mengekang diri.

   Bahkan kemudian ia masih mencoba berkata dengan nada rendah "Ki Sanak.

   Lihat.

   Anak muda itu akan segera mengakhiri perkelahiannya.

   Kedua lawannya benar-benar sudah tidak berdaya.

   Apa kah kau akan melawan kami bertiga?"Senapati itu menjadi ragu-ragu, sementara Witantra melanjutkan "Jangan sekedar berpegang pada harga diri.

   Kau harus melihat kenyataan ini"

   Namun Senapati itu menggertakan giginya "Aku tidak peduli. Aku akan membunuhmu"

   Namun belum lagi ia berbuat sesuatu, ia melihat kedua kedua senjata pengawalnya sudah terlempar ke tanah, dan mereka telah terpelanting jatuh, sementara nafas mereka bagaikan berdesakan di lubang hidungnya.

   Meskipun demikian, sambil menghentakkan kakinya ia berkata "Bersiaplah.

   Bersenjata atau tidak bersenjata, aku akan tetap membunuh kalian.

   Bertempurlah bersama-sama.

   Aku akan melawan kalian bertiga"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kau bukan seorang prajurit lagi. Tetapi kau sekedar seorang yang keras kepala tanpa dapat mempertimbangkan peristiwa dengan nalar. Baiklah. Anak muda itu akan melawanmu"

   Mahisa Agnipun kemudian berpaling kepada Mahisa Bungalan sambil berkata "Kau dapat memungut sebuah dari senjata lawan-lawanmu yang terlempar itu. Lawanlah Senapati ini"

   Mahisa Bungalan menarik nafas panjang. Dengan segan ia memungut sebilah pedang. Kemudian dengan langkah berat ia mendekat sambil berkata "Kenapa harus aku?"

   Mahisa Agni tersenyum. Cepat, aku dan pamanmu akan bersiap di punggung kuda. Setelah kau selesaikan Senapati ini, susul kami berdua. Biarlah mereka bertiga kembali menghadap Akuwu dan berceritera tentang kita"

   Senapati itu menjadi sangat marah.

   Sambil berteriak ia menyerang Mahisa Bungalan.

   Tetapi Mahisa Bungalanpuntelah siap.

   Karena itu, maka ia mampu mengelakkan serangan itu dan membalas dengan serangan pula.

   Dalam waktu sesaat.

   Senapati itu sudah berada dalam kesulitan, sementara Mahisa Agni dan Witantra benar- benar telah meloncat ke punggung kudanya.

   Katanya kepada Mahisa Bungalan "Aku mendahuluimu.

   Tetapi aku tidak akan berpacu terlalu cepat"

   Mahisa Bungalan tidak menjawab. Tetapi ia melihat lawannya semakin cepat. Bahkan ia masih berkata "Tunggu paman. Aku hanya sebentar"

   Senanapati itu benar-benar merasa terhina.

   Tetapi ia tidak dapat berbuat sesuatu selain mengumpat-umpat.

   Sebenarnyalah bahwa Mahisa Bungalan tidak merasa terlalu sulit untuk menyelesaikan pertempuran itu.

   Ketika ia menghentakkan serangannya, maka Senapati itu telah terdesak surut.

   Karena Mahisa Bungalan memang ingin menyelesaikan pertempuran itu dengan segera, maka iapun segera memburunya dan dengan kekuatan yang tidak terlawan oleh Senapati itu, iapun telah berhasil merenggut senjata lawannya sehingga terjatuh beberapa langkah dari padanya.

   Sementara itu, iapun telah siap menyelesaikan pertempuran itu, Karena itu, maka demikian lawannya kehilangan senjatanya Mahisa Bungalan telah menyerangnya.

   Tidak dengan pedangnya, tetapi dengan kakinya.

   Dalam kebingungan Senapati itu benar-benar tidak berdaya.

   Serangan Mahisa Bungalan yang cepat itu sama sekali tidak dapat dihindarinya.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Karana itu, maka ia telah berusaha untuk menangkisnya.

   Namun kekuatan Mahisa Bungalan ternyata jauh melampaui kekuatannya.

   Dengan demikian, maka seranganMahisa Bungalan itu telah membenturnya dan melontarkannya beberapa langkah.

   Kemudian tanpa dapat mempertahan kan lagi keseimbangannya, Senapati itupun jatuh terbanting.

   Demikian kerasnya dorongan kekuatan Mahisa Bungalan, sehingga terasa seakan-akan tulang belakangnya telah patah.

   Ketika ia berusaha untuk segera bangkit, punggungnya terasa sakit sekali.

   Sehingga dengan demikian, maka sambil menyeringai ia sekali lagi mengumpat.

   Namun ia tidak berhasil untuk berdiri, seperti kedua pengawalnya, maka ia tidak dapat berbuat apa-apa ketika Mahisa Bungalan kemudian pergi ke kudanya sambil berkata "jangan ganggu aku lagi.

   Aku akan menyusul kedua pamanku itu"

   "Anak gila"

   Geram Senapati itu "seluruh pengawal Pakuwon akan mencari kalian bertiga. Kalian akan dibunuh di alun-alun dan kepala kalian akan ditanjir dipintu gerbang kota pakuwon di tiga penjuru"

   Mahisa Bungalan memandang Senapati yang masih menyeringai sambil duduk di tanah. Katanya kemudian "Segeralah bangkit dan tinggalkan tempat ini. Jika ada satu dua orang petani menyaksikan kalian duduk di pinggir parit itu, mereka tentu akan bertanya"

   "Anak setan"

   Geram Senapati itu.

   Mahisa Bungalan tidak menghiraukannya lagi.

   Namun iapun segera meninggalkan tempat itu.

   Ketika sekali ia berpaling, maka ia.

   masih melihat Senapati itu mencoba untuk berdiri.

   Tetapi ia tidak mempedulikannya lagi.

   Dipacu kudanya menyusul Mahisa Agni dan Witantra yang masih belum terlalu jauh.

   Sepeninggal ketiga orang itu.

   Senapati itupun masih mengumpat-umpat.

   Dengan susah payah ia berusaha untukbangkit.

   Betapapun perasaan sakit mencengkam punggungnya, namun akhirnya iapun berdiri juga terbungkuk-bungkuk.

   Tetapi dalam pada itu, iapun dengan serta merta mengumpati kedua orang pengawalnya "Bangkit, cepat tikus-tikus dungu.

   Kedua pengawalnya masih menyeringai kasakitan.

   Bahkan seorang diantara keduanya rasa-rasanya tidak memiliki kesadaran sepenuhnya, meskipun ia tidak pingsan.

   Baru kemudian perlahan-lahan ia menyadari keadaannya.

   Namun perasaan sakitpun bagaikan menggigit-gigit tulang.

   Ketika sekali lagi Senapatinya yang marah itu mengumpat, maka barulah ia sadar sepenuhnya, apakah yang sudah terjadi.

   Karena itu, dengan menahan rasa sakit, kedua orang pengawal itupun mencoba untuk bangkit pula.

   Mula-mula mereka duduk diatas rerumputan dipinggir jalan bertelekan tangannya.

   Baru kamudian mereka mencoba untuk berdiri betapapun tubuhnya merasa sakit.

   Akhirnya kedua pengawal itupun dapat berdiri tegak seperti Senapati itu pula.

   "Kita akan menghadap Akuwu"

   Berkata Senapati itu "kecuali melaporkan keadaan Kabuyutan itu, kita harus melaporkan tentang ketiga orang yang tentu akan sangat berbahaya bagi kita semuanya"

   "Ya"

   Sahut seorang pengawalnya "ketiga orang ini akan lebih berbahaya dari sekalompok perampok"

   "Para Senapati dan para pengawal akan mencari diseluruh daerah Pakuwon. Aku akan mengusulkan untuk meneari ketiga orang itu dan menangkapnya hidup-hidup"

   Berkata Senapati itu.

   "Ya. Orang itu harus ditangkap hidup-hidup"

   Berkata pengawal itu, namun kemudian "tetapi siapakah yangsanggup menangkapnya. Para Senapati tentu tidak akan dapat mengimbangi kemampuannya"

   "Omong kosong"

   Teriak Senapati itu. Namun kemudian suaranya merendah "orang-orang itu memang memiliki ilmu iblis. Mungkin Akuwu sendiri harus turun tangan. Jika Akuwu sendiri bersedia untuk menangkapnya, maka ketiga orang itu tidak akan mampu menghindar lagi"

   "Tetapi apakah Akuwu bersedia melakukannya?"

   Bertanya salah seorang pengawalnya. Senapati itu menggeleng. Katanya "Aku tidak tahu. Tetapi adalah kewajiban kita untuk menyampaikannya. Keputusan terakhir terserah kepada Akuwu"

   "Ya, segalanya terserah kepada Akuwu"

   Desis pengawalnya.

   "Jangan terlalu lama. Jika mungkin, kita jangan kehilangan waktu. Masih ada kesempatan untuk mengejarnya"

   Berkata Senapati itu "semua jalan keluar Pakuwon akan ditutup"

   "Akan diperdengarkan isyarat tanda?"

   Bertanya pengawalnya.

   "Aku akan mengusulkan"

   Jawab Senapati itu.

   Kedua pengawal itu tidak menjawab.

   Namun ketiga Senapati itu pergi mengambil kudanya, keduanyapun segera melakukannya pula.

   Sambil menyeringai kesakitan mereka naik kepunggung kuda masing-masing.

   Dan sejenak kemudian kuda merekapun telah berpacu, meskipun perasaan sakit masih mencangkam.

   Ketiganya ingin segera menghadap Akuwu dan melaporkan apa yang terjadi.

   Dengan kemarahan yang masih menghentak-hentak di dada, maka Senapati itupun melaporkan apa yang dilihat, didengar dan dialaminya.Akuwu yang masih muda itupun mendengarkannya dengan penuh perhatian.

   Namun semakin lama terasa telinganyapun menjadi semakin panas.

   Senapati yang tidak berdaya menghadapi Mahisa Bungalan itu telah menceriterakan apa yang dialaminya dengan maksud tertentu, sehingga ada beberapa hal yang sengaja atau tidak sengaja tersisip di dalam ceriteranya.

   Dengan marah Akuwu itupun kemudian berkata "Lepas dari salah atau tidak bersalah, tetapi menolak perintahmu, itu sudah merupakan satu tindak yang pantas mendapat hukuman"

   "Ampun Sang Akuwu. Maksud hamba, bukan untuk menghukum mereka. Tetapi sekedar membawa mereka menghadap"

   Berkata Senapati itu.

   "Aku mengerti. Karena itu, maka aku menganggap mereka bersalah. Meskipun aku merasa heran bahwa kalian bertiga tidak mampu menangkap tiga orang yang meskipun mereka disebut orang yang luar biasa karena mereka berhasil menangkap pemimpin perampok yang melarikan diri itu"

   Geram Akuwu yang muda itu.

   "Satu kelengahan Sang Akuwu"

   Desis Senapati itu "hamba memang tidak menyangka sama sekali bahwa mereka akan melawan. Karena itu, maka mereka berhasil mendahului menyerang hamba dan kawan-kawan hamba. Kemudian merekapun sempat melarikan diri"

   "Perintahkan. Tangkap mereka"

   Perintah Akuwu "bawa mereka menghadap kepadaku"

   Senapati itu dengan serta merta menyahut "Apakah hamba harus memerintahkan untuk membunyikan isyarat? Bahkan isyarat tunda agar dengan cepat dapat diketahui oleh para penjaga di semua jalur jalan keluar dari Pakuwon ini"Akuwu itu berpikir sejenak.

   Kemudian katanya "Baiklah.

   Isyarat itu tentu menjalar jauh lebih cepat dari derap kuda yang manapun juga.

   Seluruh Pakuwon harus ikut serta menangkap mereka"

   Senapati itupun kemudian mohon diri dari hadapan Akuwu.

   Sejenak kemudian, maka kenthongan yang menjadi pusat isyarat dari Pukuwon itu telah berbunyi.

   Isyarat yang berbunyi dengan irama dua ganda, kemudian disusul dengan tiga ganda.

   Setiap pengawal dan bahkan setiap orang di Pakuwon itu mengetahui, bahwa Akuwu menjatuhkan perintah untuk menutup semua perbatasan.

   Tidak seorangpun yang boleh keluar dari Pakuwon.

   Sehingga dengan demikian setiap orang mengetahui bahwa ada buruan yang gawat yang harus ditangkap.

   Orang-orang yang mendengar isyarat itu terkejut.

   Namun setiap banjar padukuhan dan banjar kabuyutan telah menyahut isyarat itu dan menyambungnya, sehingga isyarat itu memang menjalar dengan cepat ke seluruh daerah Pakuwon.

   Padukuhan yang baru saja dijamah oleh perampok itupun mendengar pula isyarat itu.

   Ki Demung dan Ki Perapat serta para pengikutnyapun mendengar pula, dan bahkan mereka yang berada di banjar teluh memukul isyarat itu pula.

   Para pengawal yang tersebar di jalur jalan yang keluar dan masuk daerah Pakuwon itupun mendengar pula.

   Merekapun segera bersiaga di pintu-pintu gerbang, untuk menutup sehingga tidak seorangpun dapat keluar dari Pakuwon.

   Sementara itu, jalan-jalan padukuhan yang paling kecilpun terutama di perbatasan telah dijaga pula oleh anak- anak muda di padukuhan itu.

   Mereka justru lebih garangdari para pengawal.

   Mereka tidak hanya mencegah orang- orang yang keluar dari daerah Pakuwon.

   Tetapi mereka menangkap siapapun yang mereka curigai.

   "Kami sekedar lewat"

   Tangis seorang laki-laki tua.

   "Jangan menangis seperti bayi. Tunggu sajalah di sini. Jika keadaan sudah baik, dan ternyata bukan kau yang diperlukan, maka kau akan kami lepaskan"

   Jawab anak- anak muda.

   "Kapan keadaan akan menjadi baik?"

   Bertanya orang tua itu.

   "Jika orang yang dicari sudah tertangkap, maka akan terdengar isyarat. Isyarat yang menyebutkan bahwa keadaan sudah menjadi baik dan buruan itu sudah tertangkap"

   Jawab anak-anak muda.

   Orang tua itu tidak berhasil melepaskan diri.

   Ia harus tunduk kepada anak-anak muda yang menjadi lebih garang dari para pengawal itu sendiri.

   Dalam pada itu, selain para pangawal, anak-anak muda dan orang-orang di perbatasan yang menutup semua jalan keluar, maka beberapa kelompok pengawal terpilihpun telah meninggalkan pusat pemerintahan Pakuwon menjelajahi padukuhan.

   Setiap kelompok yang terdiri dari lima orang terpilih itupun berusaha untuk menemukan tiga orang berkuda dan menangkapnya untuk membawa mereka menghadap Akuwu.

   "Betapapun tinggi ilmunya, mereka tidak akan dapat menghadapi para pengawal terpilih"

   Berkata Akuwu muda itu. Namun Senapati yang melaporkan itu memperingatkan "Mereka memiliki ilmu iblis""Bukankah mereka menyerangmu dengan tiba-tiba di saat kalian lengah?"

   Bertanya Akuwu itu "itu tidak berarti apa-apa. Namun demikian jika perlu, maka para pengawal itu akan dapat minta bantuan para pengawal di perbatasan atau anak-anak muda di setiap padukuhan yang tentu telah bersiap-siap pula"

   Senapati itu tidak membantah pula.

   Bahkan iapun kemudian telah mendapat perintah-perintah pula untuk berkeliling daerah Selatan dari Kabuyutan itu.

   Sementara itu, Ki Demung dan Ki Perapat menjadi gelisah.

   Ia mengetahui suasana yang kurang baik di saat- saat Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan dibawa oleh Senapati itu.

   Bahkan merekapun menduga jauh melampaui peristiwa yang sebenarnya terjadi.

   Seolah-olah telah terjadi satu peristiwa berdarah, sehingga ketiga orang yang telah menolongnya itu menjadi buronan.

   "Jika Akuwu sendiri bertindak, betapapun tinggi ilmu orang-orang itu, namun mereka tidak akan berdaya"

   Desis Ki Demung.

   "Kita sudah berhutang budi"

   Sahut Ki Perapat.

   Ki Demung menarik nafas dalam-dalam.

   Tetapi ia tidak mengerti, apa yang sebaiknya dilakukan.

   Jika benar terjadi perselisihan antara orang-orang yang telah menolongnya itu dengan Akuwu, sudah barang tentu bahwa ia tidak akan dapat berpihak.

   Jika ia berusaha untuk membalas budi kepada ketiga orang yang tidak mereka kenal dengan pasti itu, maka akibatnya akan sangat pahit bagi mereka.

   Bukan saja mereka dan beberapa orang yang mengetahui dengan pasti pertolongan yang telah diberikan oleh ketiga orang itu, namun seluruh Kabuyutan itu akan mengalami perlakukan yang kurang baik dari Akuwu.Karena itu, maka tidak ada pilihan lain dari Ki Demung dan Ki Perapat selain tidak ikut campur dalam persoalan yang terjadi itu.

   "Mudah-mudahan isyarat ini tidak ada hubungannya dengan ketiga orang itu"

   Berkata Ki Demung.

   "Mudah-mudahan"

   Sahut Ki Perapat "namun seandainya benar-benar ketiga orang itu harus ditangkap, beruntunglah kita, bahwa Kabuyutan ini tidak terletak di perbatasan.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tetapi bagaimana sikap kita jika ketiga orang itu datang kembali ke Kabuyutan ini dan minta perlindungan kepada kita, sementara persoalan Ki Buyut dan para perampok itu masih belum selesai. Bukankah Senapati yang datang kemari melihat keadaan itu akan dapat mengkaitkan segala peristiwa yang terjadi ini dengan ketiga orang yang dicurigainya itu? Memang masuk akal, agaknya sulit dimengerti bahwa seseorang telah mempertaruhkan nyawanya tanpa pamrih sama sekali"

   Bertanya Ki Demung, seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri.

   Tidak seorangpun yang menjawab., Merekapun menjadi bingung, apakah yang harus mereka lakukan.

   Dalam pada itu, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun terkejut mendengar isyarat itu.

   Meskipun mereka tidak tahu pasti, arti dari suara kentongan yang bersahutan dan merambat dengan cepatnya itu, namun terasa bahwa mereka adalah sasaran dari suara isyarat itu.

   "Senapati itu memang gila"

   Geram Mahisa Bungalan "jika aku membuatnya pingsan, maka isyarat itu tentu tidak akan secepat ini menjalar keseluruh wilayah Pakuwon yang luas ini""Terlambat"

   Desis Mahisa Agni "semua jalan tentu sudah ditutup"

   "Tetapi jika maksud isyarat ini justru membuka semua jalan kaluar?"

   Bertanya Witantra. Mahisa Agni tersenyum. Ia mengerti, bahwa Witantrapun sebenarnya mempunyai dugaan yang sama. Isyarat itu ditujukan kepada mereka bertiga yang tentu dianggap telahi melawan kekuasaan Sang Akuwu"

   "Apakah Akuwu ini juga memiliki jiwa yang bergejolak seperti Ken Arok?"

   Desis Mahisa Agni.

   "Mungkin"

   Sahut Witantra "kadang-kadang seorang Akuwu memang memiliki kelebihan. Bahkan mungkin Akuwu itu tidak berdiri sendiri. Ia mungkin memiliki seorang guru yang akan dapat membantunya dalam keadaan yang paling sulit"

   "Mudah-mudahan kita akan berhadapan dengan orang- orang yang mengerti tentang kita, agar kita tidak terpaksa membela diri"

   


Pendekar Bloon Karya SD Liong Hong Lui Bun -- Khu Lung Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien

Cari Blog Ini