Panasnya Bunga Mekar 32
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 32
Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja
Karena itu, maka jawabnya "Pangeran.
Aku tidak tahu, dimana Pangeran Suwelatama untuk sementara menarik pasukanya.
Tetapi yang aku ketahui dengan pasti, ia akan kembali bersama pasukannya untuk mengusir Pangeran.
"Cukup guru"
Potong Pangeran Indrasunu "waktu aku berikan bagi guru sudah terlalu panjang"
"Terima kasih Pangeran"
Jawab Wasi Sambuja "Aku mohon diri. Aku akan kembali kepadepokan untuk menenangkan hati dan berdoa agar Pangeran mendapat terang dihati, sehingga sempat menilai kembali apa yang sedang Paneran lakukan sekarang"
"Jangan membuang waktu dan tenaga yang tidak akan berarti apa apa"
Jawab Pangeran Indrasunu "Doa guru tidak akan terkabul sama sekali"
Wasi Sambujo menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi ia tidak ingin memberikan penjelasan lagi.
lapun minta diri dan meninggalkan istana Akuwu.
Demikian Wasi Sambuja itu hilang di balik regol, maka Pangeran Indrasunupun segera memanggil dua orang peng awal terpilihnya.
Katanya "Kau melihat orang tua itu "Ya Pangeran"
Jawab salah seorang dari kedua pengawal itu."Aku tahu, kalian berdua adalah orang pilih tanding. Apakah kalian berani mengimbangi kemampuan guruku itu?"
Bertanya Pangeran itu.
"Apakah Pangeran bermaksud agar aku mengejarnya dan menangkapnya?"
Bertanya pengawal itu pula.
"Tidak. Bukan menangkapnya. Bagaimanapun juga, ia adalah guruku"
Desis Pangeran Indrasunu.
"Jadi?"
"Ikuti orang itu. Aku yakin ia akan pergi ketempat persembunyian Akuwu Suwelatama "desis Pangeran Indrasunu "jika kalian telah menemukan persembunyian itu, laporkan kepadaku. Kita akan datang beramai-ramai. Nah kau tahu apa yang aku maksud?"
"Mengerti Pangeran"
Jawab pengawal itu "mengikuti orang tua itu sampai ketempat persembunyian Pangeran Suwelatama"
"Tepat. Lakukan sekarang, mumpung orang itu belum terlalu jauh"
"Kami dapat mengikuti jejak kaki kudanya Pangeran. Kawanku ini adalah seorang ahli menilik jejak. Apalagi jejak seekor kuda yang baru saja lewat, sedangkan jejak seseorangpun dapat diikutinya"
"Bagus tetapi segeralah berangkat"
Perintah Pangeran Indrasunu.
Kedua pengawal itu segera mengambil kudanya.
Sejenak kemudian keduanya telah berderap mengikuti jejak kuda Wasi Sambuja.
Sebenarnyalah pengawal itu memiiiki ketajaman penglihatan atas jejak yang diikutinya.
Ia dengan mudah dapat mengenal jejak yang baru.
Sehingga dengan demikianmaka kedua pengawal itupun tahu dengan pasti, kemana Wasi Sambuja pergi.
Dalam pada itu, Wasi Sambuja memang ingin kembali ketempat persembunyian Akuwu Suwelatama.
Namun nalurinya memberinya peringatan bahwa memang mungkin sekali Pangeran Indrasunu memerintahkan orang-orangnya untuk mengikutinya, karena itu maka Wasi Sambuja telah memilih jalan lain yang tidak langsung menuju ke tempat yang dituju.
Seolah-olah ia mengikuti jalur jalan yang arahnya berbeda? meskipun pada suatu saat ia akan berbelok menuju ke tempat yang sebenarnya.
Karena itu maka kedua pengawai yang mengikuti jejaknyapun telah menuju ketempat yang tidak semakin dekat dengan tempat persembunyian Akuwu Suwelatama.
Namun dalam pada itu, ada juga keragu-raguan dihati kedua pengawal itu.
Ketika mereka berbelok memasuki sebuah jalan sempit, salah searang dari kedua orang itu berkata "Aku tidak dapat membayangkan, kemana orang tua itu akan pergi"
"Mungkin Akuwu Suwelatama telah menyeberang perbatasan dan memasuki Pakuwon tetangga. Jalan ini menuju keperbatasan"
Sahut yang lain. Meskipun demikian, keduanya memasuki jalan itu pula. tetapi yang seorang berkata "Aku tidak akan salah, jejak ini masih sangat jelas.
"Akupun dapat melihatnya"
Jawab yang lain "sebaiknya kita percepat sedikit. Mungkin kita akan dapat mengetahui dengan pasti, kemana orang itu pergi"
"Jika ia menyeberang perbatasan?"
Bertanya kawannya.
"Kita akan melihat suasana?"
Jawab yang lain "jika perlu kitapun akan menyeberang. Bukankah menjadi rencanaPangeran Indrasunu, bahwa Pakuwon disekitarnyapun harus tunduk kepadanya sebelum pada suatu saat, Kediri akan dikuasai?"
Keduanyapun kemudian mempercepat kuda mereka.
Dengan demikian mereka berharap untuk dapat mengetahui lebih jelas, apa yang akan dilakukan oleh orang tua itu.
Agaknya keduanyapun menjadi curiga, bahwa orang tua itu menyadari bahwa ia telah diikuti dan sedang berusaha melepaskan diri dari orang-orang yang mengikutinya itu.
"Jika ia mencapai sebuah sungai dan menelusurinya, kita harus berhati-hati"
Desis yang seorang. Kawannya mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia bertanya "Kenapa kita harus berhati-hati?"
"Kita akan mengalami kesulitan untuk menemukan arah. Di dalam air yang keruh, kita sulit untuk melihat jejaknya. Mungkin orang itu berbelok ke kiri. Tetapi mungkin menelusuri sungai itu kearah kanan"
Jawab Kawannya.
Sebenarnyalah bahwa akhirnya Wasi Sambuja itupun mengetahui bahwa dua orang telah mengikutinya.
Ketika ia berada di bulak panjang, maka ia sempat melihat dua orang yang muncul dari mulut lorong.
Namun agaknya kedua orang itu tidak melihatnya karena ia sudah berada di padukuhan diseberang bulak.
Justru karena getar perasaannya, ia menduga bahwa Pangeran Indrasunu tidak akan bertindak jujur.
"Ternyata dugaanku benar"
Berkata Wasi Sambuja kepada diri sendiri.
Ketika ia meyakinkan untuk kedua kalinya, ia menjadi yakin bahwa ia benar-benar telah diikuti.
Dalam pada itu, kedua orang yang mengikutinya itupun berusaha untuk memperpendek jarak.
Denganmempertinggi kecepatannya mereka berharap dapat mengikuti orang itu secara langsung, agar mereka tidak kehilangan.
Ketika pada suatu saat kedua orang itu muncul dari sebuah padukuhan, keduanya menjadi bimbang.
Mereka tidak melihat jejak kuda itu lagi.
Yang nampak adalah bekas pedati yang lewat menyeret bambu yang ujung- ujungnya menyentuh tanah.
Bahkan dedaunan yang agaknya berada di pedati itu pula.
"Kita lihat beberapa puluh langkah ke depan"
Berkata yang saorang. Tetapi bekas pedati itu masih tetap menghapus jejak.
"Gila"
Geram orang itu "Apakah orang itu memang sengaja berbuat demikian?"
"Jika benar demikian, maka pedati itu tentu tidak jauh di depan kita"
Berkata kawannya.
Kedua orang itupun berpacu semakin cepat.
Mereka ingin menyusul pedati yang telah menghapus jejak itu.
Jika pedati itu berada di belakang orang yang mereka ikuti, sementara jalan sebuah pedati tidak lebih cepat dari seekor siput yang merayap, maka pedati itu tentu tidak akan jauh lagi di hadapan mereka.
Demikianlah keduanya berpacu semakin cepat.
Ketika keduanya muncul dari sebuah padukuhan kecil, sebenarnyalah mereka melihat sebuah pedati yang ditarik oleh sepasang lembu, berjalan lambat sekali di jalan yang berbatu-batu.
"Tidak ada seekor kuda di belakang pedati itu"
Desis yang seorang."Aneh"
Sahut yang lain "jika demikian, dimana orang tua itu berhenti"
"Tentu tidak terlalu jauh. Di jarak antara kita kehilangan jejak itu sampai pada pedati itu. Mungkin ia berbelok"
Jawab kawannya.
Kedua orang itupun kemudian memutar kuda mereka dan menelusuri jalan kembali untuk menemukan jejak yang hilang itu.
Mereka mengamati setiap lorong simpangan.
Dalam pada itu, tiba-tiba yang seorang hampir berteriak berkata "Aku menemukannya.
Ia berbelok lewat jalan kecil ini"
"Kau mengenal jejaknya?"
Bertanya kawannya.
"Kau lihat jejak ini?"
Kawannya tersenyum. Katanya "Kau memang seorang ahli meneliti jejak. Marilah, jangan biarkan orang itu lepas. Kita harus menemukan tempat persembunyian Akuwu Suwelatama"
Keduanyapun segera berbelok pula mengikuti jalan setapak. Tetapi mereka tidak dapat berkuda bersama-sama. Yang seorang berada di depan, yang seorang berada di belakang.
"Agaknya kita tidak akan terlalu jauh lagi mengikutinya"
Berkata yang di depan "nampaknya kita akan sampai ke sebuah hutan perdu. Mungkin ada pedukuhan terpencil di sebelah hutan perdu itu, yang akan dapat menjadi tempat yang baik untuk berlindung"
"Kamu sudah mengenal daerah ini?"
Bertanya kawannya."Tentu. Meskipun belum begitu akrab. Tetapi naluriku mengatakan, bahwa kita akan sampai ke hutan perdu"
Jawab yang lain.
"Kau belum mengenalnya dengan baik"
Desis kawannya.
"Memang benar. Tetapi kita akan segera mengenalnya sebaik-baiknya"
Keduanyapun kemudian berusaha mempercepat kuda mereka. Jalan menjadi semakin sulit. Namun jejak kuda orang yang diikutinya menjadi semakin jelas.
"Nah"
Berkata yang didepan "bukankah di depan kita itu sebuah hutan perdu"
"Kau benar. Menurut dugaanmu, dibelakang hutan perdu itu terdapat padukuhan terpencil, dan Pangeran Suwelatama serta sisa pasukannya berada di padukuhan itu?"
Bertanya yang di belakang.
"Ya"
Jawabnya "karena itu kita harus berhati-hati.
Jika perlu, kita harus meninggalkan kuda kita di hutan perdu itu.
Jika kita sudah yakin, maka kita akan segera melapor.
Kita tidak perlu mendekat benar, agar kita tidak diketahui oleh para pengawal Akuwu Suwelatama yang tentu meronda berkeliling di sekitar tempat persembunyiannya.'"
Kawannya mengangguk-angguk.
Setelah menempuh bulak pendek, maka tanahpun menjadi semakin gersang.
Mereka tidak lagi melihat sawah yang terbentang.
Agaknya tanah menjadi sukar digarap karena ketiadaan air.
Sehingga yang terbentang dihadapan mereka adalah sebuah hutan perdu.
Dengan hati-hati mereka kemudian memasuki hutan perdu yang disana-sini ditumbuhi gerumbul-gerumbul liar.
Ada yang berduri tetapi ada yang sama sekali tidakberdaun, selain batang dan ranting-rantingnya yang mengering.
Keduanya masih tetap mengikuti jejak kuda orang tua yang menemui Pangeran Indrasunu di Istana Akuwu Suwelatama yang telah terdesak.
Namun tiba-tiba keduanya terkejut.
Mereka melihat seekor kuda yang tertambat pada sebatang pohon perdu.
"Gila"
Desis yang berada didepan "itu kuda yangi kita ikuti. Dimana penunggangnya?"
Namun sebelum kawannya menjawab, terdengar suara justru di belakang mereka "Aku disini"
Keduanya dengan serta merta telah berpaling. Mereka melihat orang yang mereka ikuti berada disebelah semak semak yang berdaun rimbun.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gila"
Geram kedua pengawal itu "
Kenapa kau berhenti?"
"Aku memang ingin menemui kalian berdua. He, apakah kepentinganmu, sehingga kau mengikuti aku sampai sedemikian jauh dari istana Akuwu?"
"Kami harus meyakinkan, bahwa kau tidak akan berbuat sesuatu yang dapat merusak tata kehidupan di Pakuwon ini"
Jawab salah seorang dari kedua pengawal yang mengikutinya.
Wasi Sambuja yang dengan sengaja menjebak kedua- orang yang mengikutinya itu menarik nafas dalam-dalam.
Pengawal itu memang cerdik, mereka dapat mencari dalih, kenapa mereka mengikutinya.
Namun demikian Wasi Sambuja itu berkata selanjutnya "Aku kira bukan itulah yang penting, yang harus kalian iakukan"
"Apa maksudmu?"
Bertanya salah seorang pengawal itu."Bukankah kalian mendapat tugas mengikuti aku, sehingga dengan demikian kalian akan dapat mengetahui tempat persembunyian Akuwu Suwelatama?"
Bertanya Wasi Sambuja.
Pertanyaali ini membuat kedua pengawal itu menjadi bingung.
Mereka tidak dapat segera menjawab.
Bahkan untuk sesaat mereka saling berpandangan.
Dalam pada itu, maka Wasi Sambujapun berkata "Ki Sanak.
Sebaiknya Ki Sanak mengurangkan saja niat Ki Sanak.
Katakan saja kepada Pangeran Indrasunu, bahwa kalian kehilangan jejak, sehingga kalian tidak dapat mengikuti aku sampai ke tempat yang kalian maksud"
"Persetan"
Geram salah seorang pengawal itu "kau harus mengatakan, dimana Akuwu Suwelatama itu bersembunyi.
Maksud kami memang tidak ingin melakukan kekerasan.
Tetapi karena kau telah membuat satu kesalahan yang besar, maka kau harus menebus kesalahanmu dengan perlakuan yang peras dan memaksa"
"Jika aku tidak bersedia?"
Bertanya Wasi Sambuja.
"Kau akan menyesal. Kau akan mengalami satu perlakuan yang barang kali tidak akan pernah kau bayangkan"
Jawab pengawal itu.
"Ki Sanak"
Berkata Wasi Sambuja kemudian "Aku memang sudah menduga, bahwa Pangeran Indrsunu akan memerintahkan orang-orangnya untuk mengikuti aku.
Pangeran itu sudah menanyakan kepadaku, dimana tempat persembunyian Akuwu Suwelatama.
Karena itu, aku sengaja mengambil jalan yang lain, yang dapat menyesatkan arah yang seharusnya kalian tempuh"
"Gila"
Geram pengawal itu "kau sudah tua. Seharusnya kau sudah tidak perlu lagi melakukan tindakan yang dapatmencelakaimu. Karena itu, sebelum terlambat, tunjukkan, dimana Akuwu itu bersembunyi"
"Sebaiknya kalian kembali saja Ki Sanak"
Jawab Wasi Sambuja "barangkali itu lebih baik daripada aku membawa kalian ke tempat persembunyian Akuwu Suwelatama.
Jika para pengawal Akuwu itu mengetahui bahwa kalian adalah orang-orang Pangeran Indrasunu yang akan mencari tempat persembunyian itu, maka nasib kalian akan mereka tentukan"
"Omong kosong"
Geram pengawal itu "kau harus menyebut dimana tempat persembunyian itu.
Kemudian aku akan mengikatmu disini.
Jika kau berbohong, maka aku akan datang kembali untuk mengikatmu dibelakang kaki kudaku dan menyeretmu disepanjang hutan perdu ini, sampai kau mengatakan yang sebenarnya.
Jika sekali lagi kau berbohong, maka kau akan kami hukum picis di depan istana Akuwu itu"
"Jangan mengatakan yang mengerikan itu Ki Sanak"
Sahut Wasi Sambuja "sebaiknya kalian pulang saja. Katakan bahwa kau kehilangan jejak"
Para pengawal itu menjadi marah.
Setelah mereka mengikat kuda mereka di pepohonan perdu, maka mereka- pun melangkah mendekati orang tua itu.
Seorang dari kedua pengawal itu berkata "Jangan memaksa kami bertindak kasar Ki Sanak.
Kau sudah tua.
Sebaiknya kau pelihara hari-hari tuamu sebaik-baiknya.
Jika kau berterus terang, mungkin Akuwu akan memberimu hadiah yang akan dapat membuatmu gembira"
"Aku sudah merasa gembira bahwa aku tidak menunjukkan tempat persembunyian Akuwu. Karena itu, jangan memaksa aku melakukan yang tidak aku sukai"
Jawab Wasi Sambuja. Lalu "Sekali lagi akumemperingatkanmu. Kembalilah, dan katakan kepada Pangeran Indrasunu, bahwa kalian telah kehilangan jejak"
"Persetan"
Kedua pengawal itu menjadi semakin marah.
Yang seorang melangkah semakin dekat sambil berkata "Jangan banyak bicara.
Cepat, katakan di mana Akuwu itu bersembunyi.
Baru kemudian kau akan kami ikat.
Jika kau berkata sebenarnya kami akan kami lepaskan kemudian.
Tetapi jika kau berbohong, maka kau akan kami cincang hidup-hidup "
Wasi Sambuja nenarik nafas dalam-dalam. Katanya "Aku sudah menjawab beberapa kali. Aku mohon kalian dapat mengerti"
"Jadi kau memaksa kami bertindak kasar?"
Bertanya salah seor jng pengawal itu.
"Bukan maksudku. Aku hanya ingin tetap merahasiakan tempat kedudukan Akuwu itu sekarang. Karena memberi tahukannya berarti mengkhianatinya. Dan aku tidak mau berbuat demikian"
Jawab Wasi Sambuja.
Para pengawal itu menjadi sangat marah.
Agaknya orang tua itu benar-benar tidak dapat diajak berbicara.
Ia berkeras untuk tidak mau menunjukkan, dimana Akuwu Suwelatama bersembunyi.
Karena itu, maka seorang dari para pengawal itu berkata "Nampaknya kau memang keras kepala.
Aku akan memaksamu berbicara"
Wasi Sambuja menarik nafas dalam-dalam.
Tetapi iapun menganggap bahwa orang-orang itu adalah orang-orang dungu yang tidak tahu diri.
Namun sebenarnyalah orang- orang itu tidak sadar dengan siapa mereka berhadapan.
Karena itu, maka salah seorang pengawal itupun kemudian bergeser selangkah, sementara yang lain berkata"Cepat katakan.
Apakah kau memang ingin mengalami nasib yang sangat buruk?"
"Aku tidak ingin berkhianat. Itu sudah menjadi tekadku"
Jawab Wasi Sambuja.
Seorang dari kedua pengawal itu tidak sabar lagi.
Demikian Wasi Sambuja selesai berbicara, maka orang itupun segera meloncat dengan tangan terayun menghantam kening.
Namun Wasi Sambuja tidak membiarkan keningnya disentuh oleh orang itu.
Iapun segera surut selangkah, sehingga dengan demikian maka tangan pengawal itu tidak menyentuhnya.
Kemarahan telah mendidih di dadanya.
Dengan sigapnya ia meloncat memburu.
Tangannyapun terjulur lurus mengarah ke dada.
Namun sekali lagi pengawal itu tidak berhasil menyentuh tubuh orang tua itu.
Tangannya terayun sejengkal dengan dada orang tua yang memiringkan tubuhnya.
"Gila"
Kawannya mengumpat. Tiba-tiba saja ia tidak lagi menahan diri. Dengan kakinya ia meluncur dengan cepatnya menghantam lambung. Tetapi seperti serangan-serangan kawannya, maka kakinya sama sekali tidak mengenai sasarannya.
"Anak Setan"
Geram pengawal itu "
Jadi kau benar-benar keras kepala? Kau sangka bahwa apa yang kau lakukan itu dapat mendebarkan jantungku.
Kami berdua belum berbuat sebenarnya, karena kami masih berharap kau tidak akan menyerahkan lehermu.
Jika kau berkata dimana Akuwu, maka kau akan mendapat kebebasan untuk pergi.
Tetapi sudah tentu setelah kami meyakinkan kebenaran kata- katamu itu""Jangan kau ulang.
Tidak ada gunanya"
Jawab Wasi Sambuja.
Kemarahan kedua pengawal itu sudah sampai ke puncak ubun-ubunnya.
Karena itu, maka keduanyapun segera bersiap.
Mereka benar-benar akan membinasakan orang tua yang tidak tahu diri itu, karena mereka sudah tidak dapat mengharap orang itu berbicara.
Atau mungkin dengan kekerasan, orang itu akan dapat dipaksa untuk membuka mulutnya menyebut tempat yang mereka cari.
Dengan demikian maka kedua orang itupun segera menyerang dengan serangan beruntun.
Mereka masih dipengaruhi oleh anggapan bahwa Orang tua itu akan segera dapat mereka kuasai.
Namun sebenarnyalah bahwa anggapan mereka itu salah.
Betapapun juga mereka berusaha menyentuhnya, tetapi ternyata bahwa keduanya tidak segera dapat berhasil.
"Anak iblis. Kau kira, kami telah bersungguh-sungguh"
Pengawal yang seorang berteriak.
Wasi Sambuja sama sekali tidak menjawab.
Tetapi ia masih saja meloncat menghindari serangan-serangan yang semakin lama menjadi semakin cepat.
Namun akhirnya Wasi Sambuja itu menjadi jemu.
Ia tidak mau sekedar menjadi sasaran terus menerus.
Karena itu, maka iapun kemudian mulai membalas serangan- serangan itu dengan serangan pula.
Kedua pengawal itu terkejut, ketika justru serangan orang tua itulah yang telah mengenai dirinya.
Pengawaipengawal itu tidak sempat mengelak ketika tiba- tiba saja serangan orang tua itu menghantam dada mereka"Gila"
Pengawal itu hampir berteriak. Serangan itu tidak begitu keras. Tetapi bahwa serangan itu telah mengenai dadanya, adalah sangat mengejutkannya.
"Jangan berteriak terlalu keras"
Berkata Wasi Sambuja "jika orang-orang di luar hutan perdu ini mendengar, mereka akan berdatangan. Kalian akan ditangkap sebagai penyamun"
"Kaulah yang akan ditangkap. Orang-orang padukuh-an tidak akan. berani menangkap para pengawal Pangeran Indrasunu yang sekarang menguasai Pakuwon ini"
Jawab pengawal itu.
"Mereka tidak mengenalmu. Mereka tidak akan tahu apa yang kalian katakan tentang Pakuwon ini"
Berkata Wasi Sambuja.
"Persetan. Apapun juga, kau memang harus mati"
Geram pengawal itu.
Dengan demikian, maka kedua pengawal itu menjadi semakin berhati-hati menghadapi lawannya.
Mereka merasa bahwa mereka harus mempergunakan ilmunya menghadapi orang tua itu.
Agaknya orang tua itu bukannya orang kebanyakan.
Karena itulah, maka keduanya mulai berpencar.
Keduanya menghadapi Wasi Sambuj dari arah yang berlawanan.
Namun nampaknya Wasi Sambuja masih nampak tenang.
Ia tidak menjadi gelisah.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena sebenarnyalah kedua orang pengawal itu tidak akan dapat berbuat banyak atasnya.
Sejenak kemudian kedua orang pengawal itu mulai menyerangnya.
Beruntun dari arah yang berlawanan.Keduanya telah mengerahkan segenap ilmu mereka masing- masing.
Tetapi sebenarnyalah yang mereka hadapi adalah orang tua yang berilmu tinggi.
Dalam pertempuran yang semakin cepat, maka tangan orang tua itu semakin sering menyentuh mereka.
Nampaknya.
hanya sentuhan sentuhan yang tidak bermaksud menyakiti.
Namun yang justru paling sakit adalah hati kedua pengawal itu.
Seolah-olah orang tuaTui telah dengan sengaja mempermainkan mereka berdua.
Karena itu, maka tidak ada pertimbangan lain lagi bagi kedua orang pengawal itu.
Karena Wasi Sambuja tidak dapat mereka paksa untuk berbicara, maka satu-satunya kemungkinan yang paling baik dapat mereka lakukan adalah membinasakannya dan melaporkan kepada Pangeran lndrasunu, bahwa orang tua itu telah melawan mereka.
Hampir berbareng kedua orang pengawal itu telah menggenggam pedang.
Dengan senjata masing-masing maka keduanya siap untuk benar-benar membunuh orang tua itu.
Sejenak kemudian, maka keduanya telah menyerang dengan ujung senjata.
Keduanya sudah tidak mempunyai pertimbangan lain, sehingga karena itu, maka merekapun lelah menyerang dengan dahsyatnya.
Tetapi mereka tidak banyak mempunyai kesempatan.
Meskipun mereka berdua, melawan seorang yang sudah kelihatan terlalu tua untuk berkelahi, namun keduanya masih tetap tidak berdaya.
Orang tua yang kemudian mengurai seutas tali pada ikat pinggangnya, benar-benar .telah membingungkan.
Dengan tali yang digantungi dengan bandul kecil di ujungnya, orang tua itu melawandua buah pedang di tangan dua orang pengawal yang garang.
"Namun kedua pengawal itu sama sekali tidak berdaya. Ketika ujung tali itu menyentuh tubuh mereka, terasa betapa perasaan sakit sudah menghentak kulit dan tulang mereka.
"Anak iblis"
Geram salah seorang pengawal itu.
"Sudahlah"
Desis Wasi Sambuja "kembalilah, jangan ikuti aku lagi.
Karena betapapun seseorang berusaha menahan diri, namun pada suatu saat, ia akan dapat kehilangan kesabaran.
Demikian pula dengan aku.
Jika aku sudah kehilangan kesabaran, maka kalian tidak akan dapat kembali kepada anak isteri kalian.
Bukan seja kalian tidak dapat melaksanakan tugas kalian dengan baik, tetapi kalian akan mengorbankan nyawa kalian tanpa arti"
Kedua pengawal itu mengeram.
Tetapi, dalam pertempuran selanjutnya, semakin nyata, bahwa kedua pengawal itu tidak dapat berbuat banyak.
Meskipun demikian kemarahan mereka telah menutup kenyataan yang mereka hadapi itu.
Rasa-rasanya keduanya masih saja belum melihat kenyataan, bahwa keduanya tidak akan dapat menghadapi orang tua itu, betapapun mereka mengerahkan segenap kemampuan dan ilmunya.
Bahkan semakin lama mereka menjadi semakin terdesak.
Tali lunak yang berada di tangan orang tua itu semakin sering menyentuh tubuh mereka.
Sebuah bandul baja yang tidak terlalu besar yang terdapat di ujung tali itu setiap kali terasa menyengat bagaikan memecahkan tulang.
Namun kedua orang pengawal itu masih saja selalu mengumpat-umpat.
Pedang mereka menyambar-nyambar dengan dahsyatnya.
Namun satu kenyataan tidak akandapat mereka ingkari, meskipun kemarahan mereka membakar jantung, namun pedang mereka sama sekali tidak dapat menyentuh orang tua itu.
Justru bandul kecil di ujung tali orang tua itulah yang telah menyakiti mereka.
Sentuhan bandul kecil itu semakin lama terasa semakin sakit di tubuh mereka.
Dengan demikian kedua orang pengawal itu telah menghantakkan sisa kekuatan mereka yang terakhir.
Kelelahan mulai mencengkam tubuh mereka, sementara nafas mereka telah memburu di lubang hidung.
Tetapi tidak segorespun ujung pedang mereka dapat melukai orang yang akan mereka bunuh itu.
Bahkan ketika bandul kecil itu semakin sering mengenai tubuh mereka, bahkan pundak dan lengan mereka, terasa tangan mereka menjadi seolah-olah semakin lemah.
Perasaan sakit yang menyengat tidak lagi dapat mereka abaikan, sehingga akhirnya, kedua orang pengawal itu telah kehilangan sebagian besar dari tenaganya.
"Aku masih memberi kesempatan kepada kalian"
Berkata Wasi Sambuja. Kedua pengawal itu menggeram. Salah seorang dari merekapun berteriak "Aku bunuh kau iblis"
Namun kata-katanya bagaikan patah dikerongkongan. Bandul baja yang tidak begitu besar itu telah menyambar dadanya, sehingga terdengar orang itu mengeluh tertahan.
"Jangan terlalu sombong anak-anak"
Desis orang tua itu "Aku sudah menahan perasaan sejak aku mengetahui bahwa kalian mengikuti aku.
Jika kalian keras kepala, aku pecahkan kepala kalian yang keras itu dengan bandul kecil ini"Bagaimanapun juga, peringatan orang tua itu tidak lagi dapat mereka abaikan.
Ketika kelelahan telah semakin mencengkam, dan perasaan sakit yang menjalar keseluruh tubuh.
Karena itu, maka semakin lama perlawanan mereka pun menjadi semakin lemah, sehingga akhirnya, bandul kecil yang tidak terelakkan telah sekali lagi menghantam dada salah seorang dari kedua pengawal itu.
Demikian kerasnya, sehingga rasa-rasanya nafasnya telah menjadi sesak.
Dengan serta merta, orang itu meloncat surut.
Sehingga dengan demikian kawannyapun telah meloncat pula menjauh.
"Apakah kalian merasa belum cukup yakin, bahwa .aku akan dapat membunuh kalian jika aku menghendaki?"
Bertanya Wasi Sambuja. Kedua pengawal itu menggeram. Tetapi mereka tidak segera menyerang. Bahkan keragu-raguan mulai nampak di wajah mereka.
"Aku memberi kesempatan terakhir"
Berkata Wasi Sambuja "kalian tinggalkan tempat ini, atau aku akan benar-benar membunuh kalian sebagaimana benar-benar akan kalian lakukan atasku.
Jika kalian tetap berkeras untuk bertempur, maka aku akan kehilangan pertimbangan untuk memaafkan kalian"
Kedua orang itu harus benar-benar mempergunakan nalar mereka.
Mereka tidak dapat sekedar menuruti perasaan dan barangkali sekedar harga diri.
Agaknya nyawa mereka lebih berharga dari sekedar harga diri saja.
Karena itu, maka keduanya tidak segera dapat menjawab."Cepat.
Ambil keputusan.
Pergi dari tempat ini dan selanjutnya tidak mengikuti aku lagi, atau kalian akan mati di padang perdu ini"
Geram orang itu.
Kedua orang itu saling berpandangan sejenak.
Perasa an sakit di tubuh mereka telah mempertegas sikap mereka.
Dengan isyarat salah seorang dari keduanya itupun mengangguk kecil sehingga dengan demikian, maka kedua orang itupun telah melangkah surut.
"Jika kalian mengambil keputusan untuk menarik diri, lakukanlah. Salamku kepada Pangeran Indrasunu. Katakan kepadanya, bahwa langkah yang diambilnya adalah langkah yang salah sama sekali"
Berkata orang tua itu.
Kedua orang itupun melangkah semakin jauh.
Mereka tidak lagi menghiraukan harga diri mereka.
Agaknya ke duanya masih belum ingin mati.
Beberapa langkah kemudian, keduanya telah dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu langsung menuju ke kuda mereka.
Dengan tergesa-gesa pula merekapun melepas kuda mereka dan segera keduanya berloncatan naik ke punggung kuda masing-masing.
"Barangkali satu penyelesaian yang paling baik"
Berkata orang tua itu "kembalilah ke Pangeranmu itu"
Kedua orang pengawal itupun segera menarik kekang kudanya.
Ketika kaki mereka menyentuh perut kuda masing-masing, maka kuda itupun segera berlari meninggalkan hutan perdu itu.
Wasi Sambuja menarik nafas dalam-dalam.
Ia memang tidak ingin membunuh kedua orang yang tidak banyak mengerti tentang tingkah laku Pangeran Indrasunu itu.
Karena itu, maka keduanyapun telah diberinya kesempatan untuk kembali menghadap Pangeran Indrasunu."Jika keduanya dihukum karenanya, maka itu bukan salahku"
Berkata Wasi Sambuja "adalah hakku untuk mempertahankan agar aku tidak mati terlalu cepat"
Demikianlah, ketika kedua pengawal itu sudah tidak nampak lagi, Wasi Sambujapun segera mengambil kudanya. Iapun segera melanjutkan perjalanannya, kembali ke tempat persembunyian Akuwu Suwelatama untuk melaporkan, hasil perjalanannya.
"Pangeran Indrasunu sudah tidak dapat diajak berbicara lagi, Pangeran"
Berkata Wasi Sambuja "Aku sudah berusaha dengan cara apapun juga.
Tetapi hatinya sudah mengeras seperti batu.
Ia merasa sangat kecewa atas kegagalannya mengambil seorang gadis cantik dari rumah seorang yang bernama Mahendra, kemudian gagal dalam sayembara tanding melawan anak muda yang bernama Mahisa Bungalan.
Sementara aku sendiri gagal memperbaiki kekalahan itu, karena aku harus berhadapan dengan seorang yang bernama Witantra, seorang yang pernah berada di Kediri sebagai seorang Senopati Agung yang mewakili kekuasaan Singasari di Kediri"
Akuwu Suwelatama itupun mengangguk-angguk.
Ternyata bahwa yang dihadapinya bukannya masalah yang dapat dengan mudah dipecahkannya.
Ia harus berpikir dengan sungguh-sungguh.
Apakah yang harus dilakukannya menghadapi kekuatan Pangeran Indrasunu.
Pangeran yang dicengkam oleh kekecewaan pribadi itu telah berhasil mengobarkan api di hati beberapa orang saudara dan para guru mereka, sehingga api benar-benar telah menyala, seolah-olah api itu akan dapat menjadi api pencuci kepincangan yang terdapat di Kediri dan Singasari.
"Wasi Sambuja"
Berkata Pangeran Suwelatama "nampaknya masalah yang aku hadapi memang tidak terlalu mudah.
Aku tidak akan dapat menarik dengansegera pasukanku yang menghadapi kekuatan para perampok di perbatasan.
Meskipun sudah aku perintahkan agar mereka mempercepat tugas mereka, dengan tidak menunggu lagi, tetapi mereka harus langsung memasuki sarang para penjahat itu, namun sewaktu-waktu aku akan dapat menghadapi kesulitan yang sungguh-sungguh jika Pangeran-pangeran muda itu menemukan tempat persembunyianku"
"Memang tidak ada jalan lain Pangeran"
Berkata Wasi Sambuja "agaknya pasukan Kediri, atau Singasari memang diperlukan"
Pangeran Suwelatama menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian ia berkata "Bagaimana jika kau hubungi saja lawan Pangeran Indrasunu itu. Mungkin menghadapkan Pangeran Indrasunu dengan orang itu, akan mempunyai pengaruh yang dapat menyentuh hatinya"
"Tetapi apa arti ia seorang diri"
Berkata Wasi Sambuja. Pangeran Suwelatama mengangguk-angguk. Katanya "Ya, apa artinya ia seorang diri"
Kecuali jika ia dapat datang dengan sepasukan prajurit Singasari.
Meskipun tidak dengan dalih resmi sebagaimana yang terjadi.
Dengan demikian, maka pasukan kecil itu belum berarti memerangi sebuah pemberontakan.
Mungkin Pangeran dapat minta bantuannya untuk meme rangi kejahatan"
Berkata Wasi Sambuja.
"Antarkan aku menjumpai salah seorang dari mereka"
Berkata Pangeran Suwelatama "Aku ingin menyelesaikan persoalan ini, tetapi tidak dengan semata-mata menjerumuskan adik-adikku itu ke dalam satu hukuman sebagai pengkhianat.
Aku masih berusaha untuk menyelamatkan mereka, lahir dan batinnya.
Namun akujuga tidak ingin menjadi korban dari kebodohan mereka itu"
Wasi Sambuja sama sekati tidak berkeberatan untuk mengantarkan Akuwu Suwelatama ke Singasari. Namun yang akan ditemuinya pertama-tama adalah Pangeran Wirapaksi.
"Aku sependapat"
Berkata Pangeran Suwelatama "Aku akan berbicara dengan kakangmas Wirapaksi"
Demikianlah, maka Akuwu Suwelatama telah pergi ke Singasari diantar oleh Wasi Sambuja untuk menemui Pangeran Wirapaksi.
Sebagaimana telah terjadi, Pangeran Wirapaksi termasuk salah seorang yang memiliki kebijaksanaan, meskipun persoalannya menyangkut adik iparnya.
Kedatangan Pangeran Suwelatama di Singasari sangat mengejutkan Pangeran Wirapaksi.
Karena itu, maka iapun segera ingin mengetahui, apakah keperluan Akuwu Suwelatama yang datang bersama Wasi Sambuja.
"Kedatanganku ada hubungannya dengan adimas Pangeran Indrasunu"
Berkata Pangeran Suwelatama. Pangeran Wirapaksi mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia bertanya "Apakah adimas Pangeran Indrasunu mengatakan apa yang pernah terjadi di Singasari?"
Pangeran Suwelatama menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ia telah melakukan satu kesalahan yang besar"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pangeran Wirapaksi termangu-mangu sejenak.
Ia menyangka bahwa Pangeran Suwelatama datang bersama Wasi Sambuja untuk menyatakan keberatannya atas sikapnya terhadap Pangeran Indrasunu.
Namun ternyata Pangeran Suwelatama itu telah menceriterakan apa yangtelah terjadi, justru bertentangan dengan dugaan Pangeran Wirapaksi.
Pangeran Wirapaksi itupun menarik nafas dalam-dalam.
Dengan nada datar ia berkata "Agaknya Pangeran Indrasunu telah terlalu jauh tersesat.
Apakah adimas Suwelatama sudah melaporkan hal ini kepada para pemimpin di Kediri?"
Pangeran Suwelatama menggeleng.
Jawabnya "Aku masih berusaha melindungi nama baik keempat Pangeran muda itu.
Jika aku melaporkan hal ini kepada para pemimpin di Kediri dan apa lagi Singasari, maka keempat Pangeran itu akan dapat ditindak sebagai pemberontak.
Bukankah dengan demikian hari depan keempat orang anak-anak muda itu akan tertutup"
"Tetapi apa yang telah mereka lakukan benar-benar telah merupakan satu pemberontakan"
Desis Pangeran Wirapaksi.
"Kakangmas benar. Tetapi aku masih berusaha dengan cara lain"
Jawab Pangeran Suwelatama yang juga menceriterakan kesulitannya karena pasukannya sedang menghadapi para penjahat di daerah perbatasan.
"Aku mengerti"
Jawab Pangeran Wirapaksi "Jika pasukan itu tergesa-gesa ditarik, maka rakyat di daerah itu akan mengalami bencana.
Penjahat-penjahat itu akan melepaskan dendamnya kepada mereka dan lebih dari nada itu, semua kekayaan yang ada tentu akan dirampasnya sampai kering"
Pangeran Wirapaksi berhenti sejenak, lalu "memang sebaiknya mereka harus tetap di tempatnya"
"Benar kakangmas"
Jawab Pangeran Suwelatama "namun dengan demikian aku tidak dapat mengatasi kesulitanku menghadapi keempat anak-anak muda yangtersesat jalan itu, tanpa menyeret mereka ke dalam tuduhan sebagai seorang pengkhianat"
Pangeran Wirapaksi mengangguk-angguk. Kemudian katanya "Jadi apakah maksud adimas datang ke Singasari jika adimas tidak mau melaporkan hal ini kepada para pemimpin pemerintahan yang akan menunjuk beberapa orang Senapati untuk bertindak?"
"Aku memang tidak ingin melaporkan"
Berkata Akuwu Suwelatama "Tetapi aku ingin berbicara dengan orang yang telah memenangkan sayembara tanding melawan Pangeran Indrasunu.
Jika ia mendengar nama itu, mungkin jiwanya akan terpengaruh.
Namun sudah barang tentu, di samping orang itu, akupun memerlukan kekuatan untuk merebut kembali kota Pakuwon Kabanaran yang telah diduduki adimas Pangeran Indrasunu.
Tetapi sekali lagi, yang tidak akan menyeretnya sebagai seorang pengkhianat"
"Permintaanmu sangat sulit"
Jawab Pangeran Wirapaksi "tetapi baiklah.
Aku akan berusaha.
Aku akan mengirimkan sebagian dari pengawal-pengawalku yang tidak banyak jumlahnya.
Kemudian paman Mahisa Agni akan dapat mempergunakan pengaruhnya untuk mengirimkan sepasukan kecil prajurit dengan dalih yang mapan.
Mungkin untuk menumpas kejahatan yang tersebar di Pakuwon Kabanaran"
"Tetapi mungkin ada sebuah pertanyaan, kenapa aku tidak pergi ke Kediri?"
Berkata Pangeran Suwelatama "Apakah aku dapat berbohong, bahwa pasukan pengawal di Kediri sedang mengalami kesulitan yang sama menghadapi para penjahat yang pada masa terakhir berkembang dengan pesat"
Pangeran Wirapaksi tersenyum. Katanya "Baiklah. Tetapi aku kira paman Mahisa Agni tidak akan bertanyaterlalu banyak. Bahkan mungkin kepadanya aku dapat berterus terang apa yang telah terjadi"
"Apakah ia dapat mengerti?"
Bertanya Pangeran Suwelatama.
"Ia akan dapat mengerti"
Jawab Pangeran Wirapaksi.
Dengan demikian maka Pangeran Suwelatama itupun telah dibawa menghadap Mahisa Agni bersama Wasi Sambuja.
Namun Pangeran Wirapaksi sudah berpesan agar mereka tidak mengatakan hal itu kepada isterinya, kakak perempuan Pangeran Indrasunu.
Ternyata tanggap Mahisa Agni seperti yang diharapkan.
Ia dapat mengerti sepenuhnya.
Karena itu, maka tidak ada kesulitan bagi Pangeran Suwelatama untuk mendapatkan sepasukan prajurit Singasari yang justru dipimpin seorang Magang yang akan dicalonkan sebagai seorang Senopati muda.
"Satu pendadaran bagi Mahisa Bungalan"
Berkata Mahisa Agni.
Demikianlah, maka sepasukan kecil prajurit Singasari, dipimpin oleh Mahisa Bungalan telah berbenah diri untuk pergi ke pakuwon Kabanaran.
Bersama mereka adalah Mahisa Agni sendiri, Witantra dan Pangeran Wirapaksi yang membawa sebagian pengawal pribadinya.
Dalam kegelisahan maka Pangeran Suwelatama meng harap agar ia dapat secepatnya kembali, agar ia dapat berada diantara pasukannya yang tersisih itu.
"Kamipun dapat segera berangkat"
Berkata Mahisa Agni "Tetapi sudah tentu bahwa pasukan kami dalam keseluruhan tidak akan dapat secepat mereka yang berkuda. Pasukan yang akan berangkat tidak dapat seluruhnya berkuda""Aku akan menunggu kedatangan pasukan dari Singasari"
Jawab Pangeran Suwelatama "mudah-mudahan adimas Pangeran Indrasunu tidak segera mengetahui tempat persembunyian kami, sehingga pada saatnya pasukan Singasari datang, kami masih tetap berada di tempat kami"
"Jika terjadi satu perubahan, aku mohon kalian dapat memberitahukan kepada kami"
Berkata Mahisa Bungalan "bersama Pangeran akan ikut serta sekelompok pasukan berkuda.
Mereka akan dapat Pangeran pergunakan sebagai penghubung.
Kami akan menempuh jalan yang akan Pangeran lalui.
Jika terjadi perubahan keadaan, maka penghubung itu akan dapat menyongsong perjalanan kami"
Demikianlah, maka Pangeran Suwelatama telah mendahului pasukan Singasari bersama beberapa orang prajurit berkuda dari Singasari.
Sementara itu Wasi Sambuja akan berada diantara pasukan kecil itu.
Ia akan dapat menunjukkan jalan dan tempat, dimana Pangeran Suwalatama bersembunyi dengan sisa pasukannya yang tidak terlalu kuat.
-oo0dw0oo-
Jilid 26 KETlKA pangeran Suwelatama sampai di tempat persembunyiannya, maka keadaannya masih belum berubah. Namun para pengawalnya mulai memperingatkan, bahwa persediaan makanan akan menjadi semakin tipis di hari-hari mendatang.
"Jika keadaan tidak Segera dapat diatasi, maka kemungkinan kita akan kehabisan persediaan makanan"
Lapor seorang petugas.Pangeran Suwelatama mengangguk-angguk. Katanya "Mudah-mudahan dalam waktu dekat, kita akan dapat kembali ke kota Pakuwon kita"
"Berapa hari lagi kita akan menunggu?"
Bertanya seorang Senopati.
"Dua hari lagi pasukan Singasari itu akan datang"
Jawab Pangeran Suwelatama "dua hari satu malam. Mereka datang tidak untuk menumpas pemberontakan. Tetapi mereka akari berusaha mengusir para penjahat yang telah berani mengganggu ketenangan Pakuwon Kabasaran"
Para Senopati itupun mengerti, bahwa Pangeran Suwelatama masih belum sanggup menyebut adik-adiknya itu sebagai pemberontak yang harus dibinasakan sebagai pengkhianat.
Dua hari adalah waktu yang terasa terlalu panjang.
Namun pada hari pertama menjelang kedatangan pasukan Singasari, pasukan dari parang Pendiangan telah datang lebih dahulu.
Senopati yang memimpin pasukan itu dengan serta merta menghadap Akuwu Suwelatama dan mohon diperintahkan untuk merebut kembali kota Pakuwon Kabanaran.
"Kami sanggup melakukannya Sang Akuwu"
Senopati itu menjelaskan.
Tetapi Akuwu Suwelatama menggeleng.
Katanya "Kau belum melihat kekuatan mereka.
Memang sangat mengejutkan.
Menurut perhitungan kami, kalian tidak akan sanggup merebut kembali meskipun kalian akan membawa pasukan yang tersisa di sini.
Pasukan di daerah perbatasan masih belum dapat meninggalkan tugas mereka, demikian pula pasukan yang berada di sekitar Kedung Sertu"Senopati itu menjadi kecewa.
Namun ia masih bertanya "Apakah kekuatan mereka demikian besarnya?"
"Ya. Kekuatan mereka cukup besar. Apalagi mereka kini sempat membujuk anak-anak muda dengan janji yang manis dan dengan pemberian yang dapat menyenangkan hati mereka, sehingga mereka bersedia untuk memperkuat pasukan Pangeran Indrasunu dan Resi Damar Pamali"
"Resi Damar Pamali?"
Ulang Senopati itu.
"Ya. Kau dapat membayangkan kemampuan Resi Damar Pamali dan dua orang pemimpin padepokan lainnya. Sementara itu, ampat orang Pangeran telah menyediakan beaya untuk tingkah laku mereka yang membosankan itu"
"Jadi, apakah kita hanya akan menunggu?"
Bertanya Senopati itu.
"Tidak. Aku sudah mendapat persetujuan dari Senopati di Singasari. Tetapi mereka akan datang bukan untuk membinasakan sebuah pemberontakan. Aku masih berusaha menjaga nama baik keempat Pangeran yang masih muda itu. Pasukan Singasari datang untuk membersihkan Pakuwon ini dari tindak kejahatan"
"Tetapi bukankah dengan demikian, seolah-olah Pakuwon ini tidak dapat mengatasi kesulitannya sendiri?"
Bertanya Senopati itu.
"Sebenarnyalah aku dalam kesulitan. Aku tidak sampai hati menarik pasukanku yang berada di daerah yang rakyatnya terancam langsung oleh kejahatan itu"
Jawab Akuwu "karena itu, aku mohon sepasukan kecil prajurit Singasari dan sekelompok kecil pula pasukan pengawal kakangmas Wirapaksi.
Selanjutnya bersama dengan kalian, mereka akan merebut kembali kota Pakuwon yang kinididuduki oleh Pangeran Indrasunu dan saudara- saudaranya"
Senopati itu mengangguk-angguk.
Tetapi menunggu sampai keesokan harinya adalah pekerjaan yang sangat membosankan.
Namun kehadiran mereka membuat Akuwu menjadi semakin tenang.
Jika Pangeran Indrasunu mengetahui persembunyian mereka, maka dengan kekuatan yang ada, pasukan Akuwu tidak akan dengan mudah dibinasakan.
Meskipun dengan pasukan yang ada itu, mereka masih belum mungkin untuk merebut kota kembali.
Betapapun mereka menahan diri, namun akhirnya pasukan yang mereka tunggu itupun datang.
Pasukan itu memang tidak begitu besar, dipimpin oleh Mahisa Bungalan, ang di dalamnya terdapat Mahisa Agni dan Witantra.
Sementara itu pasukan lain yang lebih kecil lagi, dipimpin eleh Pangeran Wirapaksi sendiri berada pula bersama dengan pasukan Singasari itu.
"Pasukan kami memang tidak terlalu besar"
Berkata Mahisa Bungalan ketika ia menghadap Pangeran Suwelatama "Tetapi kami berharap bahwa kami aka dapat membantu"
"Terima kasih"
Jawab Pangeran Suwelatama "meskipun pasukan itu tidak terlalu besar, tetapi kami mengerti, nilai kemampuan pasukan itu"
Mahisa Bungalan tersenyum. Katanya "Tidak terlalu baik. Tetapi aku akan mencoba untuk berbuat sebaik- baiknya sehingga segalanya akan cepat berakhir"
Demikianlah maka Mahisa Bungalanpun kemudian mengadakan pembicaraan-pembicaraan khusus dengan Akuwu Suwelatama dan para pemimpin dari Pakuwon Kabanaran, diantaranya Senopati yang memimpin pasukan Pakuwon itu ke padang Padiangan."Apakah kita akan memasiud kota itu besok?"
Bertanya Senopati yang tidak sabar lagi itu.
"Segalanya terserah kepada Akuwu"
Jawab Mahisa Bungalan "aku kurang menguasai medan, sehingga aku memerlukan banyak keterangan dan petunjuk sehingga pasukanku akan dapat menempatkan diri sebaik-baiknya.
Kamipun memerlukan waktu untuk menganal siapakah kawan-kawan kami di dalam pertempuran yang bakal terjadi, agar pada saat-saat yang gawat tidak akan terjadi salah paham"
"Baiklah"
Berkata Akuwu "kita akan menentukan segalanya. Kita akan menunjukkan siapakah yang akan berada di pasukan ini dengan ciri-ciri yang dapat segera dikenal"
"Dengan demikian, maka kita akan dengan rancak merebut kembali daerah yang sudah diduduki oleh Pangeran Indrasunu"
Berkata Mahisa Bungalan.
Karena itulah, maka mereka tidak segera dapat menuju ke medan pada hari berikutnya.
Pangeran Suwelatama masih harus mempersiapkan pasukannya sebaik-baiknya untuk saling mengenal dengan pasukan yang datang dari Singasari dengan ciri-ciri yang tidak akan dapat menimbulkan salah paham.
Merekapun telah memperkenalkan cara yang akan mereka pergunakan bagi masing-masing bagian dari pasukan itu dan gelar yang akan mereka pilih.
Akhirnya Pangeran Suwelatama telah menentukan, bahwa mereka akan mempergunakan gelar yang melebar apabila mereka mendekati kota.
Mereka akan berusaha memancing pertempuran di luar kota, agar tidak terlalu banyak menimbulkan kerusakan."Gelar Cakra Byuha"
Berkata Pangeran Suwelatama "Aku sendiri akan berada di pusat gelar. Dan aku berharap bahwa para Senopati dari pasukan Singasaripun akan berada bersamaku. Terutama Mahisa Bungalan dan Wasi Sambuja"
Mahisa Bungalan mengangguk sambil menjawab "Baiklah Pangeran. Aku akan berada bersama Pangeran. Aku berharap dapat bertemu dengan Pangeran Indrasunu"
"Baik. Sementara itu, aku berharap bahwa Wasi Sambuja akan dapat menahan pemimpin padepokan yang nampaknya telah dibekali dengan ketidak-puasan sejak ia sebelum mengasingkan diri. Resi Damar Panali"
Wasi Sambuja menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Baiklah Pangeran. Aku akan menemui orang tua yang hatinya patah itu. Aku akan berusaha untuk mencegahnya berbuat terlalu banyak. Mudah-mudahan aku dapat menemuinya di medan"
Sementara itu, Pangeran Suwelatama telah menunjuk Mahisa Agni dan Witantra untuk berada di sayap pasukannya.
Sementara itu ia berharap agar pasukan Pangeran Wirapaksi dapat berada di induk pasukan bersama sebagian dari pasukan pengawal Akuwu sendiri.
Pasukan terpilih yang tidak terpisah daripadanya.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedangkan pasukannya yang lain telah dibagi di kedua sayap, sebagaimana pasukan Singasari yang terbagi pula.
Dua orang Senopati telah mendapat perintah dari Akuwu untuk berada bersama Mahisa Agni dan Witantra masing- masing di sayap kiri dan kanan.
Demikianlah ketika gambaran gelar itu sudah siap dan mantap, maka bersiaplah pasukan Akuwu Suwelatama untuk merebut kembali kota Pakuwon yang telah berada ditangan Pangeran Indrasunu bersama tiga orang Pangeran yang lain dibantu oleh Resi Damar Pamali.
Namun sekali lagi Pangeran Suwelatama mengharap, agar pasukan Singasari tidak menganggap Pangeran- pangeran muda itu sebagai pemberontak.
Mereka masih dapat diarahkan sesuai dengan umur mereka yang masih muda.
Baru pada hari berikutnya, maka pasukan Akuwu Suwelatama itu mulai bergerak.
Dengan sengaja Akuwu telah memerintahkan sepasukan kecil mendahului pasukan induknya, agar dengan demikian, petugas sandi yang melihat kedatangan pasukan itu, akan memberikan laporan dan memancing pasukan lawan untuk menyongsong pasukannya diluar kota.
Ternyata bahwa usaha Akuwu itu berhasil.
Beberapa orang pengawas melihat sepasukan kecil menelusuri jalan setapak menuju ke gerbang kota.
Karena itu, maka dengan tergesa-gesa laporanpun segera sampai kepada para petugas di pintu gerbang.
Sejenak kemudian, maka telah terdengar isyarat yang mengumandang di seluruh kota.
Isyarat itu memang telah mengejutkan Pangeran Indrasunu dan ketiga saudaranya.
Bahkan Resi Damar Pamali menjadi ragu-ragu, apakah isyarat itu benar sebagaimana didengarnya.
Namun akhirnya telah datang menghadap seorang petugas sandi yang melaporkan bahwa pasukan Akuwu Suwelatama telah mendekati gerbang kota.
Pangeran Indrasunu yang kurang mempercayainya itupun segera bertanya "Apakah pasukan itu cukup kuat untuk melawan pasukan kita?"Petugas itu menggeleng.
Katanya "Menurut laporan, pasukan itu tidak terlalu kuat.
Bahkan terlalu kecil.
Tetapi apakah pasukan itu sudah merupakan pasukan dalam ke seluruhan, atau sekedar sebagian dari pasukan yang lebih besar, masih belum diketahui"
Resi Damar Pamalipun kemudian berkata "Kita jangan terjebak. Mungkin pasukan itu nampaknya adalah pasukan yang tidak terlalu kuat. Namun apabila kita menyongsong dengan kekuatan seimbang mereka akan menjebak kita"
"Jadi apakah yang sebaiknya kita lakukan?"
Bertanya Pangeran Indrasunu.
"Kita siapkan pasukan untuk menahan mereka, namun pasukan yang kuatpun harus dipersiapkan pula"
Jawab Resi Damar Pamali.
Dengan demikian maka para pemimpin laskar yang telah menduduki Kabanaran itupun segera mempersiapkan pasukan masing-masing.
Sebagian dari mereka harus lebih dahulu keluar pintu gerbang kota antuk menahan pasukan yang telah menyerang.
Ternyata bahwa pasukan Pangeran Suwelatama itu tidak langsung mendekati pintu gerbang.
Mereka menunggu beberapa ratus tonggak dari batas kota.
Sebagaimana diharapkan, maka pasukan Pangeran Indrasunupun telah keluar dari kota.
Ternyata bahwa yang menyongsong pasukan kecil itu hanya pasukan yang seimbang dengan kekuatan yang datang.
"Mereka memang sombong"
Berkata Senopati yang memimpin pasukan kecil itu.
"Tetapi kita harus berhati-hati"
Jawab Senopati pembantunya "mungkin di belakang pasukan itu telah disiapkan pasukan yang lebih besar, namun untuk itudiperlukan waktu, sehingga untuk sementara mereka mengi rimkan pasukan yang dapat mereka siapkan dalam sekejap dengan imbangan kekuatan yang tidak terpaut banyak.
Baru kemudian yang lain akan datang dan menumpas kita"
Senopati yang memimpin pasukan kecil itu mengangguk- angguk.
Namun tugas mereka adalah memancing pertempuran diluar kota.
Karena itu, maka setelah pertempuran terjadi, maka kekuatan induk pasukan Akuwu Suwelatama itupun akan segera datang.
Demikianlah, maka pasukan kecil itupun segera terlibat dalam pertempuran.
Pasukan Pangeran Suwelatama adalah pasukan pengawal yang terlatih, sehingga dalam banyak hal nampak mereka memiliki kelebihan dari lawan-lawannya.
Meskipun demikian bukan berarti bahwa pasukan yang keluar dari gerbang kota itu tidak memilikj, orang-orang yang berilmu tinggi.
Beberapa orang ternyata mampu membuat para pengawal menjadi kebingungan, sehingga mereka harus berpasangan menghadapinya.
Seorang putut ternyata telah mengacaukan beberapa orang pengawal di dalam pasukan Pangeran Suwelatama.
Sehingga dengan demikian, maka Senopati pasukan kecil itu harus mengambil langkah khusus untuk menghadapinya.
Dalam pada itu, pasukan Pangeran Suwelatama dalam gelar Cakra Byuha telah mendekati arena.
Seorang penghubung telah melaporkan, bahwa pasukan kecil yang memancing pasukan lawan keluar dari gerbang kota telah terlibat dalam pertempuran.
Tetapi lawan merekapun tidak terlalu banyak, sehingga kedua pasukan itupun nampaknya seimbang.
Karena itu, maka Pangeran Suwelatama merasa perlu untuk mengejutkan lawannya.
Beberapa orang pengawaltelah diminta untuk membunyikan sangkakala.
Dengan demikian, maka kedatangan induk pasukan Pangeran Suwelatama itu akan mempunyai pengaruh yang besar pada ketahanan perasaan lawan.
Suara sangkakala itu benar-benar telah mempengaruhi perasaan pasukan Pangeran Indrasunu.
Rasa-rasanya bulu- bulu mereka telah meremang.
Seakan-akan sudah terbayang kedatangan satu pasukan yang sangat besar.
Karena itu, maka dua orang penghubung dengan tergesa- gesa telah memasuki gerbang kota dan melaporkan, bahwa pasukan yang lebih besar telah datang.
Ternyata Resi Damar Pamalipun sudah siap.
Dengan kekuatan yang besar, ia memimpin pasukannya keluar dari gerbang kota.
"Apakah lawan yang datang telah memasang gelar?"
Bertanya Resi Damar Pamali.
"Nampaknya mereda menebar?"
Jawab peng-hubung itu.
"Kita akan membuat gelar yang serupa untuk mengimbangi mereka. Kita akan membuat gelar yang menebar. Garuda Nglayang"
Berkata Resi Damar Pamali.
Resi Damar Pamali sendiri akan berada di paruh pasukannya.
Kemudian dua Pangeran akan bersamanya sebagai Senopati Pengapit.
Sementara dua orang Pangeran yang lain bersama guru mereka akan berada di sayap.
Mereka akan memimpin sayap kiri dan sayap kanan.
"Kita akan melihat, gelar apakah yang mereka pergunakan"
Berkata Resi Damar Pamali "Jika perlu kita akan merubah gelar ini untuk menyesuaikan diri"
Demikianlah pasukan itupun berjalan mendekati arena. Mereka tidak menghiraukan lagi sawah yang sedangditumbuhi oleh batang padi yang hijau. Mereka maju dalam gelar yang sudah siap untuk bertempur.
"Kita akan menarik pasukan kecil itu untuk memasuki gelar"
Berkata Resi Damar Pamali "sayap kiri akan terbuka, dan pasukan itu akan memasuki gelar ini, langsung berada di induk pasukan.
Jika ada lawan yang berusaha mengejar, biarlah mereka memasuki pintu sayap itu pula.
Kita akan membaurkan gelar ini dengan gelar jurang grawah.
Lawan yang memasuki gelar ini, akan terhisap dan hancur berserakkan.
Pasukan yang ada di dalam gelar harus membinasakan mereka"
Para Senopatipun mengerti apa yang harus mereka lakukan.
Karena itu, maka merekapun telah siap dengan tugas masing-masing.
Sejenak kemudian telah terdengar tanda dari induk pasukan yang dipimpin oleh Resi Damar Pamali.
Seperti yang telah direncanakan, maka tanda itu telah menarik pasukan kecil yang telah bertempur itu mulai menarik diri.
Meskipun mereka terpaksa mengorbankan beberapa orang yang tidak mampu mempertahankan hidup mereka, namun mereka akan melakukan satu gerakan dalam hubungan dengan gelar dalam keseluruhan.
Sayap kiri dari gelar yang dipimpin oleh Resi Damar Pamali itu telah terbuka, sehingga pasukan kecil yang menarik diri itu langsung menuju ke pintu di sayap yang terbuka itu.
"Bukan main"
Desis Senopati yang memimpin pasukan kecil yang mendahului pasukan Akuwu Suwelatama ternyata mereka memiliki kemampuan yang tinggi.
Gelar itu dapat dilakukan dengan hampir sempurna.
Mereka dapat menarik padukan kecil yang telah dilontarkan lebih dahulu, dan kemudian menyatu dalam gelar yang besar"Tetapi Senopati itupun tidak terlalu bodoh untuk mengejarnya dan membenturkan diri dengan kekuatan yang tidak imbang.
Bahkan pasukan kecil itupun segera menghindarkan diri pula dan membenamkan diri ke dalam satu gelar yang meluas, yang dipimpin langsung oleh Akuwu Suwelatama.
Dengan demikian maka dua gelar yang kuat itupun telah saling mendekati Resi Damar Pamali dan para Pangeran itupun terkejut ketika mereka melihat kekuatan Pangeran Suwelatama.
Mereka sama sekali tidak menduga, bahwa.
Pangeran Suwelatama sempat menghimpun kekuatan yang demikian besarnya.
Dengan tanda kebesaran Pakuwon Kabanaran, panji-panji, rontek, serta tunggul-tunggul, dan diiringi oleh sangkakala, pasukan itupun maju semakin mendekat.
"Gila"
Geram Pangeran Indrasunu "ternyata masih juga banyak orang-orang dungu yang berpihak kepadanya"
"Jangan cemas"
Sahut Resi Damar Pamali "Akuwu Suwelatama tentu telah mengumpulkan orang-orang yang tidak berarti dan dipaksanya untuk.memasuki tugas keprajuritan.
Jika pertempuran ini nanti mulai menyala, akan segera kelihatan, bahwa yang ada di hadapan kita hanyalah jumlah.
Tetapi mereka sama sekali tidak berkemampuan"
Berbeda dengan tanggapan Pangeran Indrasunu dan para Senapatinya, maka Pangeran Suwelatama telah mengagumi gelar pasukan lawannya.
"Mereka terlatih dengan baik"
Berkata Akuwu Suwelatama "ternyata mereka benar-benar telaft mempersiapkan diri pada saat mereka melakukan rencana mereka"Justru dengan demikian, maka setiap orang di dalam pasukan Akuwu Suwelatama menjadi berhati-hati menghadapi lawan mereka, karena menilik gelar yang mereka hadapi, maka lawan mereka memiliki kemampuan sebagaimana kemampuan para prajurit.
Demikianlah, beberapa saat kemudian kedua gelar itu saling mendekati.
Ternyata bahwa ujung pasukan Pangeran Suwelatama dalam gelar Cakra Byuha tidak selebar pasukan Resi Damar Pamali yang mempergunakan gelar Garuda Nglayang.
Karena gelar yang dipergunakan Akuwu Suwelatama memusatkan kekuatannya pafla pusat dari induk pasukannya.
Kemudian pada tebaran yang merupakan sayap pasukannya akan segera berkisar bila benturan telah terjadi.
Gelar Cakra Byuha akan menjadi semacam sebuah lingkaran yang bergigi, yang akan langsung menghantam pusat pertahanan lawan.
Karena itu, maka Resi Damar Pamalipun menganggap bahwa gelarnya tidak sesuai dengan gelar lawan yang tidak seperti yang diduganya.
Karena itu, maka Resi Damar Pamali segera memberikan isyarat kepada petugas penghubungnya untuk memberikan tanda agar gelar itu di rubah menjadi gelar Sapit Urang.
"Kita akan meriyerang gelar lawan dari tiga jurusan"
Berkata Resi Damar Pamali "Induk pasukan akan menghadapi gelar Cakra Byuha itu. Kemudian sapit kiri akan menyerang dari arah kiridan sapit kanan akan menyerang dari arah kanan"
Sementara itu Akuwu Suwelatama telah menyempurnakan gelarnya.
Masih gelar Cakra Byuha.
Kedua Senopati pengapitnya berada pada ujung-ujung gerigi dekat dengan pusat pimpinan gelar, sementara pada gerigi yang lain Mahisa Agni dan Witantra yang akan menghadapi sayap pasukan lawan yang telah berubahmenjadi sapit kanan dan sapit kiri.
Sementara gerigi di paling belakang dipimpin oleh kedua orang Senopati dari pasukan pengawal Pangeran Suwelatama.
Dengan demikian maka tebaran gelar Cakra Byuha itu menjadi semakin menyempit, namun semakin padat, dengan tujuh ujung gerigi yang siap menghadapi lawan.
Namun dalam pada itu, ternyata Pangeran Indrasunu menjadi berdebar-debar.
Semakin dekat kedua gelar itu, maka Pangeran Indrasunupun mulai melihat orang-orang yang berada di pusat gelar lawan.
Diantara mereka terdapat dua orang yang mendebarkan jantungnya selain Pangeran Suwelatama sendiri.
Ternyata di pusat gelar lawan itu terdapat Mahisa Bungalan dan Wasi Sambuja.
"Gila"
Pangeran Indrasunu itu hampir berteriak. Resi Damar Pamali yang mendengar pengapitnya berkata lantang itupun berpaling. Ia melihat kecemasan membayang di wajah Pangeran Indrasunu.
"Kenapa?"
Bertanya Resi Damar Pamali. Pangeran Indrasunu telah meninggalkan tempatnya sejenak mendekati Resi Damar Pamali dan mengatakan siapakah kedua orang itu.
"Ya. Aku mengenal Wasi Sarobuja"
Berkata Damar Pamali "kenapa kau menjadi cemas? Aku akan menghadapinya"
Pangeran Indrasunu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Ia adalah guruku"
"Aku sudah tahu. Pangeran pernah mengatakan bahwa Wasi Sambuja tidak dapat ikut bersama Pangeran karena keadaannya. Ia terluka di dalam perang tanding melawan Witantra. Namun ternyata bahwa ia berada di pihak lawan"jawab Resi Damar Pamali. Lalu "Tetapi itu tidak apa-apa Bukankah dengan demikian sudah menjadi jelas, bahwa ia telah melawan angger Pangeran. Karena itu, ia harus dibinasakan. Aku mengerti, ia memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi justru aku mengenalnya maka aku tahu bahwa ilmunya tidak terlalu tinggi seperti yang angger duga. Bukankah di Singasari ia dikalahkan oleh Witantra?"
"Ya"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jawab Pangeran Indrasunu"
Apakah Resi mengenal Witantra?"
"Tentu aku mengenalnya. Tetapi aku belum melihat bukti kelebihannya"
Jawab Resi Damar Pamali. Pangeran Indrasunu mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia berdesis "Anak muda itu bernama Mahisa Bungalan. Orarg itulah yang telah mengalahkan aku"
Resi Damar Pamali tersenyum.
Kalanya "Dua orang Putut dari padepokan ada di samping Pangeran.
Mereka akan menyelesaikan semua persoalan.
Sementara dua orang Pututku yang lain ada di sisi Pangeran itu.
Ia akan menghadapi Pangeran Suwelatama, sementara aku akan berhadapan dengan orang yang kau sebut guru itu"
Pangeran Indrasunu mengangguk-angguk.
Ia mengerti, bahwa dua orang murid terpercaya Resi Damar Pamali ada disampingnya.
Karena itu, maka iapun menjadi lebih mantap menghadapi medan, meskipun ia melihat Mahisa Bungalan ada diantara pasukan lawan.
Sebenarnyalah bahwa jumlah prajurit Singasari dan para pengawal Kabanaran lebih kecil dibanding dengan pasukan Pangeran Indrasunu.
Namun kemauan yang menyala di hati Pangeran Suwelatama dan para pengawalnya, talah mendorong pasukan yang lebih kecil jumlahnya itu menghadapi lawan dengan dada tengadah."Jika aku tidak berhasil"
Berkata Pangeran Suwelatama kepada diri sendiri "maka akan segera terlibat pasukan Singasari yang sebenarnya.
Adimas Pangeran yang ampat itu tidak akan dapat mengelakkan diri lagi dari satu tuduhan pemberontakan sehingga nasibnyapun akan menjadi sangat buruk"
Demikianlah gelar Cakra Byuha yang tidak melebar sebagaimana yang diduga sebelumnya, telah dihadanj dengan gelar yang mapan dengan jumlah jumlah orang yang tidak banyak.
Sapit urang.
Ujung-ujung gerigi disisi akan dihadapi oleh pasukan yang akan datang dari arah samping sebelah menyebelah.
Sementara dihadapan gelar Cakra Byuha itu telah menunggu pasukan induk dengan jumlah pasukan yang besar dan kuat.
Meskipun para Senopati yang akan memimpin induk pasukan dan sapit di sebelah menyebelah tidak imbang dengan para Senapati dari gelar Cakra Byuha yang bergerigi itu, namun pasukan yang besarpun akan ikut menentukan.
Demikianlah Pangeran Suwelatarna yang menyadari jumlah pasukannya yang lebih kecil telah mempersempit gelarnya.
Kekuatannya harus terpusat, dan dengan demikian akan mempunyai arti menghadapi lawannya.
Pangeran itupun percaya, bahwa gerigir gelar di sisi terdapat Witantra dan Mahisa Agni disamping para Senopatinya.
Kedua orang itu memiliki kemampuan dan pengetahuan melampaui setiap orang yang ada di kedua gelar itu.
Melampaui dirinya sendiri.
Beberapa saat, menjelang kedua pasukan itu bertemu, maka Pangeran Suwelatama telah menghentikan gerak gelarnya.
Dengan lantang ia berkata "Adimas Pangeran Indrasunu.
kita masih mempunyai kesempatan untukberbicara.
Apakah adimas benar-benar sudah kehilangan nalar yang bening"
Tetapi jawaban Pangeran Indrasunu "Apakah kau cemas melihat kekuatan kami? Jika demikian, sebaiknya kakangmas menyerah saja.
Kami tidak akan berbuat apa- apa.
Tetapi dengan demikian kakangmas tidak akan berarti apa-apa lagi di Pakuwon ini, yang kemudian akan menjadi pacatan langkah-langkah kami selanjutnya"
"Jangan berkata begitu adimas. Di sini ada sekelompok kecil pasukan Singasari yang sebenarnya bertugas untuk mengamankan satu daerah dari para penjahat, para perampok dan brandal. Mereka berada di sini dengan satu tugas mengatasi kekalutan yang terjadi di sini. Kalian masih dianggap sebagai orang-orang yang sekedar membuat kekacauan. Belum dianggap sebagai sekelompok orang yang memberontak. Jika kalian tidak menyerah saat ini, sikap Singasari akan berubah menghadapi kalian. Jika pada suatu saat Singasari menganggap kalian sebagai pemberontak, maka kalian akan menyesal"
Pangeran Indrasunu menjadi termangu-mangu.
Jika perkembangan keadaan berlangsung begitu cepat, maka apakah ia akan sempat menyusun kekuatan untuk melawan Singasari.
Namun dalam pada itu, Resi Damar Pamalilah yang menjawab "Kita sudah berhadapan di medan perang.
Mulailah.
Jika besok pasukan Singasari datang dan menganggap kami sebagai pemberontak, maka sebenarnyalah kekuatan kami telah tersusun rapi, dan dengan mudah kami akan dapat mengimbangi kekuatan Singasari.
Tidak tedeng aling-aling, kami memang akan menumbangkan kekuasaan Singasari yang serakah dan tamak.
He, pengikut Singasari, bersiaplah untuk berlutut di bawah telapak kaki para Pangaran yang masih sempalberpikir bening.
Wasi Sambuja yang mengkhianati muridnya sendiri, kau masih mempunyai kesempatan untuk menikmati kejayaan Kediri setelah Singasari runtuh apabila kau menyadari kesalahanmu sekarang"
Wasi Sambuja menarik nafas dalam-dalam. Sebuah pertanyaan telah terlontar dari mulutnya "Siapakah yang sebenarnya telah berkhianat?"
Pertanyaan Wasi Sambuja itu memang menggetarkan jantung Pangeran Indrasunu.
Tetapi agaknya sikapnya memang sudah benar-benar dikaburkan oleh gejolak di dalam jiwanya, yang dimulainya dari perasaan kecewa semata, namun yang kemudian berkembang menjadi gejolak yang menggetarkan Kediri.
Namun dalam pada itu, Resi Damar Pamali sudah tidak sabar lagi.
Karena itu, maka katanya kemudian "Kita tidak datang ke tempat ini untuk banyak berbicara.
Kami tidak akan mempunyai belas kasihan lagi jika per-tempuran sudah dimulai.
Pasukan kami yang lebih banyak serta kemampuan kami yang lebih tinggi akan segera menghancurkan kalian.
Kami mengerti, bahwa kalian telah memilih gelar yang memungkinkan kalian memusatkan kekuatan kalian yang kecil.
Tetapi dengan gelar kami, maka kami akan menghancurkan kaliandari tiga arah dengan kekuatan yang tidak akan dapat kalian lawan"
Wasi Sambuja tidak menjawab lagi.
Ketika ia berpaling kearah Pangeran Suwelatama, maka Pangeran itupun sedang memandanginya.
Wasi Sambuja itupun mengangguk kecil sebagai satu isyarat, bahwa memang tidak ada jalan lain kecuali jalan kekerasan.
Pangeran Suwelatama menarik nafas dalam-dalam.
Namun iapun menyadari, bahwa satu-satunya jalan adalahkekerasan.
Karena itu maka iapun kemudian memberikan isyarat kepada Mahisa Bungalan untuk bersiap.
Dan sejenak kemudian, maka terdengarlah Pangeran Suwelatama itu memberikan perintah kepada para Sanapati di dalam pasukannya untuk mulai bergerak.
Perintah itupun segera menjalar sampai kepada orang yang berada di paling jauh dari pasukan lawan.
Di gerigi yang paling belakang, para pengawal dan prajurit Singasari merupakan tenaga yang akan memukul di saat terakhir.
Pada keadaan tertentu, mungkin sekali Panglima pasukan akan memutar gelar, sehingga terjadi bergeseran Senopati.
Terutama jika kekuatan lawan tidak seimbang dengan kemampuan gelar Cakra Byuha itu pada sisi-sisi tertentu.
Demikianlah, maka gelar itupun mulai bergerak maju.
Sementara itu, Resi Damar Pamalipun telah memerintahkan gelarnya bergerak pula.
Bagaikan seekor udang raksasa dengan sapitnya yang kuat bergerak dari arah yang berlawanan seolah-olah akan menjepit gelar lawannya, sementara induk pasukannyapun telah bergerak maju di bawah pimpinan langsung Panglimanya dan dua orang Senopati Pengapit.
Sementara itu, masih ada pasukan cadangan di bagian ekor gelar yang pada setiap saat akan dapat bertindak untuk kepentingan yang khusus.
Gelar Cakra Byuha yang dipimpin oleh Pangeran Suwelatama itu memang menyempitkan diri untuk memusatkan segenap kekuatan.
Namun dengan demikian, maka yang bertemu di medan itu seolah-olah seekor udang raksasa iangah berusaha menerkam sebuah lingkaran untuk diremas dan dihancurkan.
Kedua supit di kiri dan di kanan itupun bergerak semakin dekat, sementara induk pasukan Resi Damar Pamalipun maju pula menyongsong gelar Cakra Byuha yang mendekat pula.Ternyata yang menyentuh gelar pasukan Pangeran Suwelatama bukannya induk pasukannya.
Tetapi sapit kiri dari gelar Sapit Urang itu telah mulai dengan sergapannya langsung menusuk ke lambung gelar Cakra Byuha.
Namun dalam pala itu, pasukan Singasari yang tidak terlalu banyak, ditambah dengan para pengawai Pangeran Wirapaksi dan pengawal Pakuwon Kanaran sendiri, telah menyongsong pasukan lawan.
Ternyata dalam benturan pertama itu telah terasa, bahwa kekuatan Resi Damar Pamali memang cukup besar.
Tetapi hanya dalam jumlah.
Ternyata bahwa secara pribadi, maka prajurit Singasari dan para pengawal masih mempunyai beberapa kelebinan.
Ketika satu dua orang putut menunjukkan kelebihannya, maka merekapun segera tertahan oleb para prajurit Singasari yang terlatih baik.
Di dalam perang gelar, maupun ditilik dari kemampuan mereka orang seorang.
Selebihnya di bagian kiri dari gelar Cakra Byuha itu terdapat Mahisa Agni.
Karena itu, maka dengan cermat Mahisa Agnipun mengikuti perkembangan pertempuran itu selanjutnya.
Dalam pada itu, induk pasukan dalam gelar Sapit Urang itupun telah mulai membentur pasukan Pangeran Suwelatama.
Dalam jumlah yang lebih besar, maka untuk sesaat pasukan induk gelar Sapit Urang itu berhasil mendorong beberapa langkah gelar Cakra Byuha itu surut.
Tetapi di saat kemudian keadaanpun segera berubah.
Para Senopatipun kemudian ielah terekat dalam pertempuran diantara mereka.
Wasi Simbuja memang sudah bersedia bertemu dengan Resi Damar Pamali, sementara Mahisa Bungalan ingin mengulangi perang tanding yang pernah terjadi.
Sedangkan PangeranWirapaksi telah berhadapan dengan seorang Pangeran muda yang lain yang berada di dalam gelar lawan, sebagai Senopati pengapit.
Sementara itu Pangeran Suwelatama sendiri langsung memimpin seluruh pasukannya.
Bahkan iapun telah bertempat diantara para prajurit di induk pasukan.
Tetapi justru karena Pangeran Suwelatama tidak terikat di dalam pertempuran Senopati, maka ia mampu memberikan penilaian selengkapnya atas benturan yang telah terjadi itu.
Sentuhan yang terakhir terjadi di sayap kanan.
Sapit dalam gelar Cakra Byuha itu agaknya lebih lamban di banding dengan sapit kirinya.
Namun ternyata bahwa Senopatinya mempunyai perhitungan yang cermat.
Senopati di sapit kanan yang terdiri dari salah seorang Pangeran saudara Pangeran Indrasunu itu teiah membuka gelar sapitnya melebar.
Karena itu maka khususnya di sapit kanan itu, telah terjadi pertempuran yang memancung lawan untuk membuka ajang parang lebih luas.
Tetapi yang berada di hadapan sapit kanan gelar Sapit Urang itu adalah Witantra.
Ia memiliki pengalaman yang luas dan mapan menghadapi segala jenis medan.
Karena itu, maka ia tidak menjadi bingung menghadapi sapit yang tiba-tiba telah menganga dan siap menjepit gelar lawannya.
Witantra tidak membuka gerigi gelarnya.
Dengan demikian maka akan terjadi kekosongan dan merupakan lubang yang dapat diselusupi oleh lawannya, tetapi Witantra justru memerintahkan lewat Senopati yang berada di gerigi sebelahnya untuk merapat Meskipun gelar itu sendiri tidak berputar, tetapi dua ujung gerigi yang menghadapi sapit kanan gelar Sapit Urang itu merupakan dua ujung yang siap melawan bagaikan sepasang tanduk yang tajam runcing.
Benturan yang terjadi memang sangatmengejutkan.
Sapit yang meluas itu ternyata justru menipis.
Karena itu, maka ujung gerigi Cakra Byuha itu seolah-olah telah menusuk menembus gelar lawan sehingga tembus.
Namun tangkai sapit pada gelar lawan itupun segera mengambil bagian.
Mereka langsung menyerang ujung gerigi yang berhasil menembus gelar Sapit Urang itu.
Meskipun demikian usaha itu tidak berhasil.
Gerigi gelar Cakra Byuha yang menyempit itu justru menjadi sangat kuat dan berhaya.
Mahisa Agni di sisi yang lainpun segera mengusai keadaan.
Ujung-ujung gerigi yang terisi oleh para Senopati dari tataran masing-masing, telah membingungkan lawan, apalagi bagian yang berhadapan dengan sapit kiri itu.
Mahisa Agni pun segara telah membingungkan lawannya.
Seorang Pangeran yang bingung menghadapinya telah bergeser oleh kehadiran seorang tua yang nampaknya memiliki ilmu yang tinggi.
"Sebaiknya kau jangan menakuti anak-anak"
Berkata orang tua itu "marilah. Barangkali yang tua-tua inipun masih ingin juga bermain-main"
"Siapa kau?"
Bertanya Mahisa Agni.
"Aku adalah gurunya"
Jawab orang tua itu "Pangeran itu memang masih terlalu muda untuk melawanmu. He, siapakah kau sebenarnya?"
"Namaku Mahisa Agni"
Jawab Mahisa Agni. Wajah orang itu tiba-tiba menegang. Dengan suara sarat ia bertanya "Aku pernah mendengar namamu. Apakah kau pernah berada di Kediri?"
"Ya. Aku pernah berada di Kediri meskipun tidak terlalu lama"
Jawab Mahisa Agni.Orang tua itupun termangu-mangu sejenak, sementara pertempuranpun berlangsung dengan sengitnya.
"Jadi kaulah yang bernama Mahisa Agni, yang atas nama kekuasaan Singasari berada di Kediri. Dan kau jugalah yang agaknya telah mengalahkan Wasi Sambuja"
Geram orang tua itu.
Mahisa Agni mengangguk.
Kataknya "Aku memang pernah berada di Kediri.
Tetapi bukan aku yang mengalahkan Wasi Sambuja, tetapi orang lain yang juga pernah berada di Kediri sebagaimana aku lakukan.
Namanya Witantra.
Orang itu menggeram.
Katanya "Jika kau belum dapat mengalahkan Wasi Sambuja, maka kau tidak akan berarti apaapa bagiku.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seandainya kau mampu mengalahkannya, kau masih harus melihat kenyataan, bahwa kemampuan Wasi Sambuja berada jauh dibawah lapisan ilmuku"
Mahisa Agni menganggukangguk. Katanya "mungkin memang begitu, tetapi sebaiknya kita akan mencoba, siapakah yang akan dapat keluar dari pertempuran ini"
"Persetan"
Geram orang ini. Lalu "Kau jangan terlalu sombong. Apakah kau tidak berpikir untuk memilih jalan yang paling baik? Berpihak kepada Pangeran Indrasunu dan Resi Damar Pamali?"
Mahisa Agni tertawa pendek. Katanya "Perang telah berkobar. Lihat, pasukanku yang lebih kecil telah mendesak pasukanmu yang jumlahnya jauh lebih banyak tetapi tanpa kemampuan pribadi untuk mengatasi kekalutan yang timbul"
Orang itu menjadi semakin marah. Maka tiba-tiba saja ia menggeram sambil berkata "Kau akan menyesal. Pakailah senjata apa saja yang kau miliki. Tumpahkan segala jenisilmu dan pasukanmu. Maka kau bagiku hanyalah debu yang tidak berarti apa-apa"
Mahisa Agni masih sempat tertawa, maskipun ia berusaha untuk menahannya.
Namun bukan berarti bahwa ia mengabaikan lawannya.
lapun yakin, bahwa lawannya bukannya bohong sepenuhnya.
Ia tentu memiliki ilmu yang dapat diandalkannya disamping usahanya untuk menggertak dan menguncupkan hati lawan.
Sejenak kemudian, diantara pertempuran yang riuh, Mahisa Agni telah bertempur dengan guru salah seorang dari keempat Pangeran yang telah sepakat untuk mengadakan perubahan dalam tatanan pemerintahan di Kediri dan kemudian di Singasari.
Ternyata bahwa ia memang memiliki ilmu yang tinggi.
Namun betapapun juga orang itu tidak dapat mengimbangi kemampuan Mahisa Agni.
Sehingga beberapa saat kemudian, maka orang tu telah terdesak pula.
Ternyata meskipun jumlahnya cukup banyak, tetapi sebagian dari mereka terdapat orang-orang yang baru yang masih belum mempunyai pengalaman sama sekali, sehingga ketika mereka benar-benar berada di medan perang, maka merekapun telah menggigil ketakutan.
Apalagi ketika mereka melihat darah yang mengalir dari tubuh seseorang.
Bagi mereka, pertempuran ternyata bukan suatu yang menarik seperti yang mereka duga semula, tetapi ternyata adalah sesuatu yang sangat mengerikan dan mendebarkan jantung, sehingga rasa-rasanya mereka akan membeku karenanya.
Pada saat mereka datang ke Pakuwon Kabanaran, mereka dengan tidak banyak kesulitan berhasil mendesak para pengawal Pakuwon.
Mereka seolah-olah tidakmengalami perlawanan yang berarti karena Akuwu Suwelatama telah menarik diri dan bersembunyi di tempat yang tidak diketahui.
Dengan demikian, mereka menyangka, bahwa perang yang demikian adalah menyenangkan sekali dan membuat kebanggaan bagi mereka, tanpa berbuat apa-apa mereka berderap memasuki kota dengan senjata di tangan.
Dengan garang mereka menakuti penduduk yang bersembunyi di rumah masing-masing.
Seperti menghalau binatang liar mereka mengejar orang-orang yang mengungsi.
Tetapi yang dijumpainya kemudian adalah berbeda sekali dengan apa yang terjadi terdahulu.
Yang kemudian dihadapinya adalah prajurit yang tidak meninggalkan medan sebelum bertempur seperti yang dilakukan oleh pengawal Pakuwon itu sebenarnya.
Karena itu ketika mereka melihat, bagaimana para prajurit Singasari bertempur, serta para pengawal yang tidak lagi mendapat perintah untuk mundur dan bahkan para pengawal yang datang dari padang Pandiangan dengan kemarahan yang membakar jantung, maka mereka yang mencoba untuk ikut pula dalam peperangan itupun menjadi ngeri.
Tetapi diantara pasukan Pangeran Indrasunu terdapat juga orang-orang yang memiliki kemammpuan pribadi yang mengagumkan.
Beberapa orang cantrik, jejanggan dan putut yang ada diantara mereka, mampu mengimbangi para prajurit Singasari dar para pengawal pangeran Wirapaksi dan para pengawal Pakuwon Kabanaran.
Namun jumlah mereka tidak terlalu banyak.
Dengan demikian maka pertempuran itupun menjadi semakin lama semakin sengit.
Ternyata bahwa jumlah yang lebih banyak itupun berpengaruh pula.
Teravata bahwapasukan Pameran Indrasunu masih tetap bertahan.
Serangan serangan mereka masih juga terasa di kedua sapit kanan dan kiri, sementara induk pasukan merekapun menekan pusat gelar Cakra Byuha semakin kuat.
Tetapi perlawanan dan gelar yang lebih memusat itupun telah mendebarkan Resi Damar Pamali yang kemudian bertempur melawan Wasi Sambuja.
Dua orang pemimpin padepokan yang memiliki bekal ilmu yang cukup tinggi, namun yang ternyata berbeda sikap dan pendirian.
Sementara itu, Pangeran Indrasunu tidak bertempur seorang diri.
Ia merasa bahwa ia tidak akan dapat menandingi Mahisa Bungalan yang memimpin sepasukan kecil prajurit Singasari.
Karena itu.
maka iapun telah bertempur bersama seorang putut, murid Resi Damar Pamali yang sudah mendapat kepercayaan untuk membantunya menuntun para cantrik yang baru datang.
Karena jumlah mereka memang terlalu banyak, maka Mahisa Bungalanpun harus menerima kehadiran kedua lawannya yang bertempur berpasangan.
Tetapi karena keduanya berasal dari sumber yang berbeda, maka mereka masih harus berusaha untuk menyesuaikan diri.
Mahisa Bungalan menyadari, bahwa ia harus memeras tenaganya untuk melawan keduanya jika keduanya berhasil saling mengisi.
Karena itu, maka justru sebelum mereka sempat menempatkan diri masing-masing dalam pasangan yang serasi, maka Mahisa Bungalan telah mengerahkan segenap ilmunya untuk menyerang mereka.
Pangeran Indrasunu memang pernah membenturkan ilmunya melawan Mahisa Bungalan.
Dan ia merasa bahwa ia tidak mampu mengimbanginya.
Namun dalam pertempuran itu, bersama seorang putut ia telah melawan Mahisa Bungalan dengan ilmu pedangnya yang mapan.Tetapi ternyata Mahisa Bungalenpun memiliki ilmu pedang yang tinggi.
Selagi kedua orang lawannya berusaha saling mengisi, maka serangan Mahisa Bungalan datang bagaikan banjir bandang.
Karena itulah, maka kedua orang itu justru mengalami kesulitan pada benturan pertama.
Mahisa Bungalan benar- benar memanfaatkan keadaan itu.
Senjatanya berputaran seperti baling-baling, sementara kakinya berloncatan seperti kaki kijang di pedang rumput luas.
Dalam pada itu, justru sebelum Pangeran Indrasunu dan pulut dari padepokan Resi Damar Pamali itu sempat menyesuaikan diri, maka ternyata bahwa ujung pedang Mahisa Bungalan telah berhasil menyentuh lengan putut itu, justru lengannya sebelah kanan.
Dengan demikian, maka sentuhan itu langsung mempengaruhi ilmu pedang putut itu.
Namun ternyata bahwa kedua tangan putut itu dapat dipergunakannya dengan tataran yang hampir sama.
Karena tangan kanannya terluka, maka pedang di tangan kirinya, hampir tidak berbeda sebagaimana ketrampilan tangan kanannya.
Meskipun demikian, luka itu telah memberikan satu kesan kelebihan ilmu Mahisa Bungalan.
Sementara itu.
Pangeran Indrasunu perlahan-lahan telah berhasil menyesuaikan dirinya Meskipun kawannya bertempur dengan tangan kirinya, namun kedua orang yang berhasil saling mengisi itu menjadi berbahaya bagi Mahisa Bungalan.
Semakin lama keduanya menjadi samakin mapan.
Pangeran Indrasunu mempergunakan kekuatannya untuk menekan Mahisa Bungalan, sementara lawannya yangmemegang pedang di tangan kiri, berusaha mengimbangi kecepatan gerak Mahisa Bungalan.
Sehingga demikian, maka Mahisa Bungalan harus mengimbangi keduanya.
Dalam pada itu, pertempuran antara dua gelar itupun menjadi semakin sengit.
Tanaga cadangan pada gelar Sapit Urang itupun telah mulai bergerak maju.
Di sisi lain pada pasukan pengapit, Pangeran Wirapaksi memimpin langsung beberapa orang pengawalnya.
Seorang Pangeran yang kemudian menghadapinya telah mencacinya sebagai penjilat yang tahu diri.
"Kakangmas Wirapaksi tidak pantas disebut dalam deretan para bangsawan di Kediri. Agaknya bagi kakangmas Singasari telah memberikan kesenangan yang melimpah"
Berkata Pangeran itu.
Tetapi Pangeran wirapaksi tidak cepat kehilangan kesabarannya meskipun ia sudah betempur.
Katanya "Sebaiknya kalian melihat ke dalam diri kalian sendiri.
Apakah yang kalian lakukan ini menguntungkan bagi Kediri atau justru sebaliknya"
Lawannya tidak menjawab.
Tetapi ia bertempur semakin sengit.
Namun ternyata bahwa Pangeran wirapaksi memang mempunyai kelebihan, sehingga Pangeran itu tidak dapat segera mendesaknya.
Apalagi seorang putut yang berada di sayap pengapit itu tidak dapat membantunya dan bertempur berpasangan sebagaimana dilakukan oleh Pangeran Indrasunu, karena demikian putut itu berusaha menempatkan dirinya disamping Pangeran itu, seorang pengawal pilihan Pangeran Wirapaksi telah dengan langsung melawannya.
Dalam pada itu, meskipun jumlah lawan lebih banyak, tetapi seperti dibagian lain dari medan pertempuran itu, maka para pengawal Pangeran Wirapaksi mempunyaibeberapa kelebihan, sehingga karena itu, maka jumlah yang banyak itu sulit untuk dapat mendesak.
Secara keseluruhan pertempuran itu menjadi semakin seru.
Namun ketika para prajurit Singasari itu sudah mulai basah oleh keringat, maka seolah-olah tandang mereka mulai berubah.
Wajah mereka menjadi berkerut, dan tatapan mereka menjadi semakin tajam.
Karena itulah, maka senjata di tangan mereka itupun menjadi berbahaya.
"Goresan demi goresan telah melukai pasukanmu Resi Damar Pamali"
Berkata Wasi Sambuja, pada suatu saat maka pasukanmu akan pecah tidak karuan"
"Jangan meramal sesuatu yang tidak akan terjadi"
Berkata Resi Damar Pamali "Kita akan melihat dari pertempuran ini.
Seandainya aku sampai hati membunuhmu, maka aku ingin membiarkan kau tetep hidup sampai suatu saat kau melihat keseluruhan dari hasil pertempuran ini.
Aku ingin membiarkan kau melihat orang terakhir mati di medan, sebelum kau sendiri akan mati"
Tetapi Wasi Sambuja justru tertawa.
Katanya "Baiklah Mudah-mudahan kita masing-masing sempat menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Tetapi jika Akuwu Suwelatama ini menjadi jemu, maka iapun akan segera memasuki arena.
Jika ia mulai dengan satu sikap yang tidak menguntungkan bagmu, maka kau akan menyesal, meskipun sesaat kemudian kau akan mati"
Resi Damar Pamali itu mengeram.
Kemarahannya benar-benar telah membakar kepalanya, tetapi ia tidak dapat berbuat banyak atas lawannya, Wasi Sambujo.
Dibagian lain dari pertempuran itu, Witantra telah banyak berbuat dengan pasukannya.
Bahkan ia telah berhasil mendesak lawan meskipun jumlahnya lebih banyak.
Tetapi Witantra tidak dapat melepaskan diri darigelar, sehingga karena itu maka ia tidak mendesaknya lebih jauh.
Namun dalam pada itu, lawannya kurang berpengalaman, menganggap bahwa witantra tidak mempunyai kesempatan.
Karena itu ia tetap dalam lingkungan pasukannya.
Dalam pada itu, seorang yang kira-kira sebaya dengan Witantra berada pula diantara pasukan lawan.
Ternyata ia adalah seorang pemimpin padepokan, guru dari salah seorang Pangeran yang bersama dengan Pangeran Indrasunu telah mengusai Pakuwon Kabanaran.
Dengan nada dalam yang menghadapi Witantra itu berkata "Kaulah orang yang telah mencerai beraikan anak- anak di sayap ini"
"O"
Witantra mengangguk-angguk "nampaknya memang demikian, tetapi sebenarnya aku tidak ingin sekedar menakuti mereka"
"Baiklah kita selesaikan persoalan ini diantara orang- orang tua"
Berkata orang itu.
Witantra tidak menjawab.
Orang itupun kemudian menyerang dengan garangnya, sehingga pertempuran menjadi semakin seru.
Namun demikian, para prajurit Singasari telah berhasil membingungkan lawan- lawannya yang sebagian besar kurang berpengalaman dalam perang gelar, meskipun mereka mengusai gelar gelar itu sendiri.
Seorang Pangeran yang berada di sapit itu, dalam elar Sapit Urang yang hampir sempurna, sama sekali tidak berdaya.
Setiap kali psukannya melanda gerigi-gerigi dalam gelar Cakra Byuha, mata mereka bagaikan tertusuk olah ujung- ujung gerigi, sehingga didalam gelar mereka menjadi semakin parah.Meskipun demikian, pasukan Singasari itu tidak melepaskan keterikatan mereka di dalam gelar sehingga gelar Cakra Byuha itu masih nampak utuh dan mapan.
Meskipun damikian bukan berarti bahwa tidak ada korban yang jatuh diantara para prajurit Singasari, para pengawal Pangeran Wirapaksi dan para Pengawal Pakuwon Kabanaran.
Namun dibanding dengan lawan mereka, maka seakan-akan Cakra Byuha itu benar-benar masih utuh.
Dalam pada itu, yang paling garang diantara pasukan dalam gelar Cakra Byuha itu adalah para pengawal Pakuwon Kabanaran sendiri.
Para pengawal yang datang dari Padang Pandiangan merasa ditikam dari belakang, sehingga Akuwu Suwelatama harus menyingkir.
Kemarahan mereka nampaknya semakin membakar jantung ketika mareka melihat lawan yang jumlahnya lebih banyak menghadapi meraka di luar kota Pakuwon mereka.
Demikianlah, maka dua gelar itu mengalami akibat yang semakin jauh berbeda.
Gelar Sapit Urang yang besar itu benar-benar telah menjadi jauh susut, sementara gelar Cakra Byuha yang meskipun lebih kecil, namun masih nampak utuh dan segar.
Dengan demikian, maka keseimbanganpun kemudian menjadi semakin cepat berubah.
Jika keduanya dalam keadaan yang sama-sama segar, dapat menumbuhkan geseran keseimbangan, maka selagi gelar Sapit Urang itu sudah hampir pecah, maka akhir dari pertempuran itu sudah dapat membayang.
Perlahan-lahan gelar Cakra Byuha itu dalam kebulatan telah mendesak gelar Sapit Urang yang sudah susut kekuatannya itu.
Semakin lama semakin jauh mendekati gerbang kota Pakuwon Kabanaran.
Bahkan beberapa orangpenghubung telah masuk ke dalam kota untuk memanggil pasukan cadangan yang ditinggalkan oleh Resi Damar Pamali.
Meskipun Pasukan cadangan yang keluar dari kota itu sudah menggabungkan diri dengan pasukan induk gelar Sapit Urang itu, namun mereka sama sekali tidak berhasil mempengaruhi pertempuran.
Gelar Cakra Byuha itu benar- benar berhasil mendesak maju.
Sementara itu, Wasi Sambuja dan Resi Damar Pamali terlibat dalam pertempuran yang semakin lama semakin sengit.
Keduanya adalah orang yang memuliki ilmu yang tinggi, memiliki pengalaman yang luas dan keyakinannya masing-masing.
Latar belakang kehidupan dan pandangan hidup Resi Damar Pamali memang dapat mendorongnya untuk memaksa diri bertempur melawan pasukan Pakuwon Kabanaran, pasukan Kediri dan apalagi dari Singasari.
Namun yang kemudian dihadapinya adalah Wasi Sambuja.
betapapun ia merasa kecewa bahwa pasukannya justru telah terdesak.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun betapa dendam dan kemarahan menyala dihatinya, sehingga ia bertekad untuk bertempur melawan Wasi Sambuja sampai kesempatan yang terakhir.
Karena itu, maka Resi Damar Pamali itu seolah-olah tidak menghiraukan lagi pertempuran itu dalam keseluruhan.
Yang ada dihadapannya itu seakan-akan seseorang yang berdiri dalam perang tanding.
Ia tidak mau tahu apa yang terjadi diseluruh medan, karena perhatiannya seluruhnya telah tertumpah kepada Wasi Sambuja.
Dengan demikian maka gelar Sapit Urang itu semakin lama menjadi semakin berserakkan.
Setiap orang yang menjadi Senopati dari segala tataran telah berusaha menyelamatkan diri mereka sendiri.Dalam pada itu, maka pertempurran antara Resi Damar Pamali dan Wasi Sambuja itu telah sampai ke puncaknya.
Masing-masing telah mengerahkan segenap kemampuan yang mereka miliki.
Tidak ada pikiran lain kecuali menghancurkan lawan secepat-cepatnya dengan cara apapun juga.
Karena itulah, maka akhirnya Resi Damar Pamalipun sampai pada ilmu pamungkasnya.
Tanpa menghiraukan apapun lagi, maka iapun segera mengambil ancang-ancang untuk melepaskan puncak ilmunya.
Namun Wasi Sambuja menyadari arti dari sikap lawannya.
Karena itu, iapun justru telah bersikap pula.
Dengan segenap kekuatan lahir batinnya, maka Wasi Sambujo telah siap membentur kekuatan puncak dan Resi Damar Pamali.
Demikianlah, maka sejenak kemudian Resi Damar Pamali itu telah meloncat mengayunkan ilmunya lewat telapak tangannya, sementara Wasi Sambujapun telah siap menerimanya dengan kedua tangannya yang bersilang.
Yang terjadi kemudian adalah benturan yang dahsyat sekali.
Keduanya telah terlempar dan jatuh di tanah.
Wasi Sambujo dengan cepat telah disambar oleh Akuwu Suwelatama, sementara Resi Damar Pamali yang sempat jatuh terbanting di tanah, segera dikerumuni oleh beberapa orang muridnya.
Namun agaknya keadaan Resi Damar Pamali tidak kalah parahnya dari Wasi Sambujo.
Namun justru karena Wasi Sambujo menjadi pingsan, maka ia tidak terlalu banyak berbuat sesuatu.
Resi Damar Pamali ternyata tidak menjadi pingsan.
Namun luka di dalam dadanya agaknya menjadi sangat parah.Apalagi ia tidak mau melihat kenyataan tentang dirinya itu, serangga iapun telah meronta-ronta untuk bangkit dan berteriak-teriak meskipun dari mulutnya mengalir darah "Lepaskan, lepaskan Aku.
Akan Aku bunuh kelinci gila itu"
Bagaimanapun murid-muridnya berusaha untuk menahannya, tetapi nampaknya Resi Damar Pamali sudah tidak menghiraukannya lagi.
Dalam pada itu, Pangeran yang bertubuh kecil, murid Resi Damar Pamali itu, tiba-tiba saja telah meninggalkan lawannya dan menyerahkannya kepada seorang Putut yang kemudian bertempur bersama beberapa orang melawan Pangeran Wirapaksi.
Tetapi agaknya Pangeran Wirapaksi memang tidak bersungguh-sungguh untuk berusaha membinasakan lawanya.
Karena itu, maka ia dengan sengaja membiarkan Pangeran bertubuh kecil itu meninggalkannya untuk melihat keadaan gurunya.
Justru karena Resi Damar Pamali selalu meronta-ronta dan tidak dapat mengendalikan diri itulah, maka keadaannya menjadi semakin parah.
Bahkan akhirnya tenaganya seolah-olah telah lenyap sama sekali.
Matanya yang menjadi redup memandang muridnya yang bersimpuh di hadapannya.
"Pangeran"
Suaranya menjadi parau "Aku tidak berhasil kali ini.
Tetapi ini bukan akhir dari segalanya.
Aku harap Pangeran akan melanjutkan dendam yang menyala di dalam hati ini.
Pangeran dapat bekerja bersama Pangeran Indrasunu, murid si iblis itu sendiri.
Bawalah pesanku, agar kau lepaskan dendamku kepadanya"Pangaan bertubuh kecil itu tidak sempat memjawab.
Sekali lagi Damar Pamali mengumpat.
Namun kemudian matanyapun telah selama-lamanya.
Murid-muridnya yang melihat gurunya telah meninggal itu, hatinya menjadi kecut.
Meraka seolah-olah sudah tidak mempunyai sandaran lagi.
Itulah sebabnya, maka nafsu mereka untuk bertempur telah larut sama sekali.
Dengan bati yang patah, maka murid-muridnya ber usaha untuk membawa tubuh Resi Damar Pamali ke belakang garis perang.
Bahkan terlalu banyak murid-murid dan pengikutnya yang mengikutinya sehingga medanpun telah berubah sama sekali.
Kekuatan di induk pasukan itupun telah susut dengan cepat.
Akuwu Suwelatama, Pangeran Wirapaksi dan Mahisa Bungalan melihat keadaan itu.
Namun sebenarnyalah mereka bukan orang-orang yang bertempur dengan nafsu membunuh yang tidak terkendali.
Itulah sebabnya, maka meraka tidak banyak berbuat ketika lawan mereka menjadi semakin terpecah-pecah.
Hanya pasukan yang marah yang ditarik dari padang Padiangan sajalah yang agaknya bertindak lebih keras dari kesatuan-kesatuan yang lain.
Mahisa Agni dan Wiiantrapun nampaknya sekedar berusaha untuk mendesak lawan.
Mereka memiliki cara yang mapan untuk membuat lawan mereka menjadi bingung.
Guru dari para Pangeran yang berada di dalam sapit gelar itupun tidak banyak berarti menghadapi Mahisa Agni dan Witantra.
Dalam keadaan yang pahit itulah, maka Pangeran Suwelatama mengurai gelarnya.
Di rubahnya gelarnya yang melingkar dan bergerigi itu menjadi gelar yang lebih besar.
Gelar Wulan Punanggal.Perbahan itu semakin membingungkan lawannya.
Gelar itu ternyata telah mencakup arena yang panjang, karena kekuatan lawan tidak lagi berbahaya.
Karena itu gelar yang tipis dan melebar itu tidak iagi dicemaskan akan pecah.
Perlahan-lahan gelar Wulan Punggal itupun mendesak maju.
Gelar Sapit Urang dari pasukan Pangeran Indrasunu benar-benar telah kehilangan kekuatannya.
Mereka terdesak menuju ke gerbang kota.
Sepeninggal Resi Damar Pamali serta murid-muridnya yang terpercaya karena menyingkirkan tubuhnya, kekuatan gelar Sapit Urang itu sebenarnyalah telah pecah.
Karena itu, ketika pasukan itu semakin dekat dengan gerbang kota, maka sebagian dari meraka tidak dapat menahan diri lagi.
Dengan serta merta sebagian dari merekapun telah berlari larian memasuki pintu gerbang.
Bahkan Pangeran Indrasunupun tidak lagi berharap untuk dapat memenangkan pertempuran itu, sehingga iapun telah berusaha meninggalkan lawannya dan berlari masuk ke dalam pintu gerbang.
Demikian Pangeran Indrasunu memasuki gerbang, ternyata bahwa kedua Pangeran yang lain bersama guru merekapun telah berlari-lari memasuki pintu itu pula.
Bahkan mereka menjadi berjejal-jejal dan saling mendesak diantara mereka sendiri.
"Tutup pintu gerbang"
Teriak Pangeran Indrasunu.
Perintah itu tidak perlu diulang.
Karena kedua orang Pangeran yang lain bersama guru mereka yang semula berada di Sapit dalam gelar sapit urang telah memasuki gerbang pula, sementara Pangeran yang bertubuh kecil telah bersama-sama dengan tubuh Resi Damar Pamali masuk lebih dahulu, maka orang-orang yang berada didalam pintu gerbang itupun telah berusaha menutup pintu itu."Tunggu-tunggu"
Teriak orang-orang yang masih ada diluar.
Tetapi orang-orang yang di dalam tidak menghiraukannya lagi.
Jika mereka menunggu, maka yang kemudian akan masuk bukan lagi kawan-kawannya, tetapi mungkin sekali adalah justru pasukan lawan.
Karena itu, maka pintu gerbang itupun kemudian telah ditutup rapat.
Sebuah selarak yang besar telah menyilang pintu gerbang itu.
Dengan demikian, maka tidak seorangpun lagi yang akan dapat masuk lewat pintu gerbang itu.
"Jika mereka akan memaksa memasuki kota lewat pintu gerbang yang lain, mereka tentu memerlukan waktu. Selama itu kita sudah dapat menerobos keluar lewat pintu gerbang yang lain atau bersembunyi di dalam kota. di rumah-rumah penduduk yang tidak tahu menahu tentang peperangan ini berkata salah seorang diantara mereka. Sebenarnyalah, keempat Pangeran itupun segera saling mencari dan berbincang. Atas pentunjuk beberapa orang tua termasuk dua orang guru dari dua orang Pangeran diantara mereka, menasehatkan agar mereka segera meninggalkan kota. Ternyata keempat Pangeran itupun, sepakat, Mereka segera berusaha mengumpulkan pengawal-pengawal mereka yang paling setia. Dengan mengerahkan kuda yang ada di dalam kota sekitar jalan yang mereka lalui, maka akhirnya merekapun melarikan diri melalui pintu gerbang yang lain. setelah para pengawal mereka berusaha menahan setiap gerakan untuk menahan mereka yang berusaha melarikan diri itu. Namun akhirnya para pengawal itu sendiri tidak sempat berbuat sesuatu, karena pasukan Pangeran Suwelatama telah berada di dalam kota itu pula. Mereka tidak perlu memecah pintu gerbang, meskipunmereka harus melingkari jalan yang agak panjang, memasuki kota lewat jalan-jalan butulan. Namun sebenarnyalah mereka datang terlambat. Keempat Pangeran itu telah melarikan diri dari kota Pakuwon Kabanaran yang telah mereka rebut beberapa saat yang lewat. Sementara itu, selebihnya dari sisa pasukan Pangeran Indrasunu ternyata telah menyerah. Beberapa bagian kecil diantara mereka telah melarikan diri bercerai berai. Dengan demikian, maka Akuwu Suwelatama telah berhasil merebut kembali tempat kedudukannya, meskipun ia harus mendapat bantuan dari Singasari. Bukan karena Akuwu itu terlalu lemah, tetapi ia tidak sampai hati menarik pasukannya dari daerah yang mulai menjadi gawat oleh kelompok-kelompok penjahat. Dalam pada itu Pangeran indrasunu telah meninggalkan Pakuwon Kabanaran dengan tergesa-gesa. Tidak banyak pengawalnya yang menyertainya. Bahkan yang sedikit itupun nampaknya bukan pengawal yang setia. Sebagaian dari mereka telah dengan diam-diam memisahkan diri untuk mencari hidup masing-masing. Bahkan Pangeran yang bertubuh kecil yang telah kehilangan gurunya itupun telah menemui Pangeran indrasunu. Dengan nada menyesal ia berkata "Aku sudah kehilangan segala-galanya. Karena itu, untuk sementara aku ingin menyendiri sambil membawa tubuh guruku kembali ke padepokannya"
"Perjuangan kita masih panjang"
Berkata Pangeran indrasunu.
"Aku tahu. Tetapi aku perlu beristirahat sepeninggal guru. Jika hatiku telah pulih kembali, aku akan menentukansikap"
Berkata Pangeran bertubuh kecil, murid Resi Damai Pamali yang terbunuh di peperangan. Pangeran Indrasunu tidak dapat mencegahnya. Katanya "Baiklah. Beristirahatlah. Pada saatnya aku akan dapat menjemputmu"
Pangeran bertubuh kecil itu mengangguk-angguk.
Tetapi ia tidak menjawab.
Demikianlah Pangeran bertubuh kecil itu telah memisahkan diri.
Sementara itu ketiga Pangeran yang lainpun akhirnya merasa bahwa mereka memang harus beristirahat untuk menyusun rencana yang lebih baik.
Kegagalan mereka itu harus mereka jadikan dasar pengalaman untuk melakukan tindakan-tindakan selanjutnya.
Tetapi para Pangeran itu tidak mau kembali ke Kediri.
Jika persoalan mereka sudah didengar oleh para petugas di Kediri, maka kedatangan mereka ke Kediri hanya akan mengundang bencana.
Karena itu.
maka para Pangeran itu telah memilih untuk kembali ke padepokan, ke tempat mereka berguru.
Tetapi karena Pangeran Indrasunu tidak akan dapat kembali kepada gurunya, maka iapun telah memilih salah satu dari kedua padepokan tempat saudaranya berguru.
"Kita memang tidak boleh tergesa-gesa"
Berkata guru salah seorang dari kedua Pangeran itu "kali ini kita telah gagal. Tetapi pada kesempatan lain, kita akan memenangkan pertempuran seperti ini"
Para Pangeran itu hanya mengangguk-angguk saja.
Namun gambaran mereka tentang masa depan mereka, tiba-tiba telah menjadi buram.Sementara itu, dendam Pangeran Indrasunu justru tertuju paling banyak kepada seorang gadis yang bernama Ken Padmi.
Bagi Pangeran Indrasunu.
gadis itu menjadi sumber dari malapetaka yang telah dialaminya.
Jika ia pada suatu malam tidak melihat gadis itu di perapian dalam perjalanannya ke Singasari, serta kemudian gadis itu tidak menolaknya dengan seribu macam alasan dan cara, maka agaknya ia tidak terlempar ke dalam keadaan seperti yang dialaminya saat ini.
Namun selebihnya iapun telah mendendam kepada Akuwu Suwelatama yang dianggapnya menipu serta mengkhianatinya.
Dendam selanjutnya ditujukan kepada gurunya sendiri, Wasi Sambuja.
"Mudah-mudahan iapun mati dalam benturan itu"
Geramnya. Namun dalam pada itu, ternyata Wasi Sambuja yang justru menjadi pingsan, tidak terlalu banyak menghambur- hamburkan sisa kekuatannya. Ia justru telah terbaring tenang, juga pada saat ia telah sadar kembali.
"Apa yang terjadi?"
Bertanya Wasi Sambuja. Akuwu Suwelatama yang berdiri disamping pembaringannyapun kemudian mendekat Perlahan-lahan ia menyahut "Kau pingsan ketika terjadi benturan dengan Resi Damar Pamali"
"O"
Wasi Sambuja menganguk-angguk "ternyata ilmunya bertambah maju di hari-hari tuanya "Apakah ia kemudian telah merusak gelar Akuwu?"
"Tidak. Tentu tidak. Sebab ketika Wasi Sambuja membentur ilmu Resi Damar Pamali, Wasi Sambuja menjadi pingsan. Tetapi Resi Damar Pamali telah terbunuh dalam benturan itu"
Jawab Akuwu."O"
Wasi Sambuja menarik nafas dalam-dalam. Desisnya "Bukan maksudku membunuhnya. Tetapi ia mati karena pokalnya sendiri. Jika aku ikut dalam arus kekecewaan muridku, akupun akan mati seperti Resi Damar Pamali"
Wasi Sambuja berhenti sejenak, lalu "tetapi dimana aku sekarang?"
"Kita sudah merebut kembali kota Pakuwon Kabanaran"
Jawab Pangeran Suwelatama.
"Sukur. Sukurlah"
Wasi Sambuja itu menyahut. Meskipun ia masih nampak sangat lemah, tetapi sorot matanya membayangkan kegembiraannya.
"Tetapi dimana para Pangeran itu sekarang?"
Bertanya Wasi Sambuja.
"Mereka melarikan diri. Kami belum berhasil menemukan jejaknya. Nampaknya pasukan mereka menjadi bercerai-berai meskipun ada juga sekelompok kecil yang tetap berada dalam satu ikatan. Yang lain telah terkepung dan menyerah kepada pasukan kami"
"Sukurlah"
Jawab Wasi Sambuja "Jika demikian maka perang mi sudah selesai"
"Mudah-mudahan para Pangeran itu tidak membuat onar lagi dengan cara lain. Namun agaknya jika mereka akan bertindak lagi, mereka harus mempertimbangkan pengalaman ini, sehingga mereka tidak akan terperosok lagi ke dalam kesulitan yang semakin parah"
"Mudah-mudahan mereka mengerti arti dari pengalamannya"
Sahut Wasi Sambuja "bukan berakibat sebaliknya. Dendam yang tidak berkesudahan"
Akuwu Suwelatama mengerutkan keningnya.
Dicobanya untuk melihat tabiat saudara-saudaranya itu seorang demi seorang.
Namun sambil menarik nafas dalam-dalam iaberkata "Mudah-mudahan.
Pengalaman mereka kali ini cukup pahit bagi mereka.
Tetapi kadang-kadang aku masih dibayangi oleh keragu-raguan justru aku mengenal silat-sifat mereka.
Kali ini aku berusaha untuk mengatasi kekalutan ini sebagaimana kita mengatasi kekacauan biasa.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bukan satu pemberontakan.
Karena akibatnya akan berbeda.
Tetapi jika ia mengulangi lagi.
mungkin aku sudah tidak dapat lagi membatasi tuduhan, bahwa yang mereka lakukan benar-benar satu pemberontakan"
"Adalah bodoh sekali jika mereka tidak mengetahui akan hal itu"
Sahut Wasi Sambuja "Akuwu sudah berbuat lembut terhadap mereka"
Wasi Sambuja berhenti sejenak, lalu "tetapi agaknya memang sulit untuk menjajagi perasaan seseorang"
Demikianlah maka Akuwu Suwelatamapun berusaha untuk menegakkan kembali pemerintah di Pakuwonnya.
Orang-orang yang terlibat dalam pertempuran itupun mendapat perhatiannya sepenuhnya.
Mereka yang dengan sadar memihak Pangeran-pangeran yang melawannya, diperlakukan berbeda dengan mereka yang kurang mengerti persoalannya meskipun mereka ikut berperang.
Tetapi untuk membedakan sikap itu pada setiap orang tentu akan banyak mengalami kesulitan.
Meskipun demikian Akuwu Suwelatamapun telah memerintahkannya demikian.
Ia membuat beberapa ketentuan yang akan dapat menjadi petunjuk para pembatunya untuk melakukan pengusutan.
Namun dalam pada itu, tidak dapat diingkari bahwa sikap pribadi setiap orang akan berbeda, sehingga tang- gapan mereka terhadap orang-orang yang akan menglami pengusutan itupun akan berbeda pula.Dalam pada itu, untuk beberapa saat pasukan Singasari masih tetap berada di Pakuwon Kabanaran.
Bahkan Akuwu minta agar.
mereka sempat mengikuti perkembangan keadaan di Pakuwon itu untuk beberapa lama.
Bahkan saja pulihnya tata pemerintahan, tetapi juga perkembangan keadaan didaerah yang gawat.
Didaerah hutan perbatasan dan di Kedung Sertu yang masih selalu dibayangi oleh kejahatan yang belum dapat diatasi.
"Apakah mereka terlalu kuat?"
Bertanya Mahisa Bungalan.
"Tidak karena mereka terlalu kuat"
Jawab Akuwu Suwelatama "Tetapi juga bukan berarti mereka dapat diabaikan kekuatannya.
Yang paling menyulitkan adalah kedudukan mereka.
Bagi mereka yang berada di hutan perbatasan, maka mereka bersarang di daerah seberang perbatasan.
Pedang Inti Es Karya Okt Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Dendam Empu Bharada Karya SD Djatilaksana