Panasnya Bunga Mekar 33
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 33
Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja
Sementara di daerah rawa-rawa Kedung Seru, mereka mempunyai cara yang sulit untuk ditiru bagaimana mereka menyusup diantara pepohonan air dan menghilang.
Kedung Sertu adalah daerah rawa-rawa yang hampir setiap saat di selubungi oleh kabut yang tebal, sehingga sulit untuk dapat mengejar para perampok yang sudah lebih menguasai medan didaerah yang berawa-rawa itu"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk, daerah itu nampaknya memang daerah yang sulil untuk di jamah. Meskipun Mahisa Bungalan belum pernah melihat daerah itu, tetapi ia dapat membayangkan kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pasukan akuwu didaerah itu.
"Sebenarnyalah korban yang kita berikan sudah cukup mahal untuk mengatasinya. Tetapi kita masih belum dapat dengan pasti manghancurkan mereka. Selama pasukan kita berada didaerah itu, seolah-olah segala kegiatannya sudah dihentikan. Namun pada saat-saat pasukan itu lengah maka tiba-tiba saja mereka menyergap dan merampok orang-orang yang sebenarnya tidak terlalu berkecukupan didaerah rawa-rawa Kedung Sertu. Namun bahwa diantara rakyat didaerah rawa-rawa itu semula dengan berhasil, mengusahakan kulit ular dan kulit buaya bagi perhiasan dan perlengkapan khusus, maka mereka sempat menabung barang sedikit"
Akuwu Suwelatama menjelaskan. Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Memang sulit untuk mengatasi mereka yang mempunyai daerah perlindungan yang mapan.
"Tetapi Akuwu"
Bertanya Mahisa Bungalan "Apakah Akuwu pernah berbicara dengan Pakuwon di seberang hutan perbatasan, untuk mendapat ijin memasuki daerah itu dan langsung mengnancurkan asuhan perampok itu disarangnya"
"Pemimpin pasukan pengawal di hutan perbatasan itu pernah mencoba melakukannya. Tetapi pemimpin pasukan pengawal Pakuwon sebelah, menganggap bahwa pernyataan itu terlalu di buat-buat"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk.
Namun iapun tidak berkeberatan untuk menunda barang beberapa hari untuk kembali ke Singasari.
Namun Mahisa Bungalan telah mengirimkan penghubungnya untuk melaporkan perkembangan keadaan dengan para pemimpin prajurit di Singasari.
Bahkan ketika Pangeran Wirapaksi kemudian terpaksa mendahului bersama para pengawalnya, maka pesan Mahisa Bungalan itupun telah diulangi.
Memang ada juga beberapa orang prajurit Singasari yang mengeluh.
Calon perwira mereka itu adalah seorang petualangan dan pengembara yang tidak akan pernah pulang"
Desis seorang prajurit. Kawannya menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya kemudian "Tetapi menarik juga. Jika aku tidak terlalu rindupada anakku yang bungsu, maka aku kira senang juga pengembara ke tempat-tempat yang belum pernah dirambah"
Ternyata bahwa keluh kesah itu telah didengar oleh Mahisa Bungalan. Karena itu, maka iapun segera menemui Mahisa Agni dan Witantra untuk membicarakannya.
"Aku tidak sampai hati untuk meninggalkan Pakuwon ini begitu saja"
Berkata Mahisa Bungalan "Tetapi akupun mengerti, prajurit-prajurit itu sudah terlalu lama meninggalkan keluarganya dalam hubungannya dengan tugasnya kali ini"
Mahisa Agni dan Witantra saling berpandangan sejenak.
Kemudian Mahisa Agnipun berkata "Seorang prajurit kadang-kadang harus meninggalkan keluarganya sampai berbulan-bulan.
Yang mereka lakukan belum apa apa.
Mereka seolah-olah baru kemarin sampai di daerah ini.
Kau sudah memikirkan keluh kesah mereka.
Prajurit-prajurit yang masih muda memang memerlukan pengalaman"
"Untuk peperangan yang besar, mungkin mereka memang harus berbulan-bulan meninggalkan keluarga mereka. Namun yang mereka hadapi sekarang bukan persoalan yang terlalu besar. Dan merekapun merasa bahwa tugas yang dibebankan kepada mereka telah selesai"
Jawab Mahisa Bungalan "Jadi bagaimana maksudmu yang sebenarnya?"
Bertanya Witantra.
"Biarlah mereka kembali kekesatuan mereka. Biarlah mereka melaporkan bahwa ada beberapa orang yang terpaksa tidak dapat kembali pulang. Selainnya masih harus dirawat"
Berkata Mahisa Bungalan "sementara itu, aku masih akan melanjutkan tugas yang masih belum diselesaikan oleh Akuwu Suwelatama. Para perampok yangmenghantui daerah hutan perbatasan, serta daerah rawa- rawa di Kedung Sertu itu memerlukan pemecahan"
Mahisa Agni mengangguk-angguk kecil.
Katanya "Aku mengerti maksudmu Mahisa Bungalan.
Ternyata kau masih belum dapat melepaskan diri dari jiwa pengembaraanmu.
Tetapi bahwa kau tidak dapat mendengarkan keluhan sesaorang tanpa berbuat sesuatu adalah satu sikap yang sesuai dengan sikap seorang kesatria"
"Jadi paman sependapat dangan rencanaku?"
Bertanya Mahisa Bungalan.
"Aku akan memberi pertanda kepada mereka, bahwa mereka kembali atas perintah. Bukan karena mereka meninggalkan tugas"
Berkata Mahisa Agni.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk.
Jika pasukan itu sudah kembali, maka ia akan dapat membantu Akuwu Suwelatama untuk menjebak para perampok itu.
Demikianlah, maka Mahisa Agnipun kemudian memberikan pertanda kepada para prajurit Singasari.
Senapati tertua diantara mereka telah membawa rontal dari Mahisa Agni, yang menyebutkan bahwa prajurit-prajurit itu memang sudah selesai bertugas dan diperintahkan kembali ke dalam pasukan induknya, sementara Mahisa Bungalan, Mahisa Agni dan Witantra masih akan tinggal di Pakuwon Kabanaran untuk menyelesaikan persoalan kekisruhan di Pakuwon itu sampai tuntas.
Sepeninggal para prajurit, maka Mahisa Bungalanpun telah mengusulkan kepada Akuwu Suwelatama untuk menjebak para perampok itu.
Pasukan yang berada di hutan perbatasan itu, agar diperintahkan untuk menarik kembali.
Demikian pula bergantian akan dilakukan bagi pasukan di daerah rawa-rawa Kedung Sertu.Akuwu Suwelatama menjadi heran.
Dengan ragu-ragu ia bertanya "Kenapa justru ditarik kembali?"
"Hanya sebagian dari mereka harus meninggalkan tempat itu. Tetapi pada kesempatan yang tidak mudah diketahui oleh para perampok itu, sebagian pengawal yang tersisa, akan tinggal bersama rakyat di padukuhan- padukuhan yang terpencil itu. Dengan demikian, jika para perampok itu datang kepada mereka, maka yang akan melawan mereka adalah para pengawal yang tersembunyi. Aku akan berada diantara mereka"
Sahut Mahisa Bungalan.
"Menarik sekali"
Desis Akuwu Suwelatama "baiklah.
Kita akan mulai dengan daerah rawa-rawa Kedung Sertu.
Aku akan ikut pula dalam rencana itu.
Aku kira, kita untuk sementara tidak usah mencemaskan keadaan kota Pakuwon ini.
Adimas Pangeran berempat itu tentu memerlukan waktu yang lama untuk membuat pertimbangan- pertimbangan"
Demikianlah rencana itu disusun sebaik-baiknya.
Akuwu Suwelatama, Mahisa Bungalan, Mahisa Agni dan Witantra akan ikut bersama mereka.
Bersama para pengawal yang akan membaurkan diri dengan rakyat di daerah yang sering menjadi sasaran perampokan apabila ditinggalkan oleh para pengawal.
Setelah rencana itu disusun sebaik-baiknya, maka Akuwu telah memanggil Senopati yang memimpin pasukan di daerah rawa-rawa Kedung Sertu untuk mendengar penjelasannya.
Senopati yang kemudian datang menghadap itu mengangguk-angguk.
Ia mengerti sepenuhnya apa yang dimaksud oleh Akuwu Suwelatama.
"Kembalilah, dan aturlah seperti yang kita ren-canakan. Jika kami kemudian dengan diam-diam tiba, maka sebagiandari para pengawal yang telah kau sisihkan, akan meninggalkan tempat itu"
Dalam pada itu, sebelum Senapati itu kembali ke tugasnya ia masih sempat melihat akibat dari perebutan kekuasaan yang berlangsung hanya dalam waktu singkat itu.
Sayang ia tidak dapat ikut serta mempertahankan kota Pakuwon.
Namun ternyata iapun menyadari, bahwa tugasnya tidak kalah pentingnya dengan tugas untuk merebut kembali kota Pakuwon itu.
Ketika beberapa hari kemudian, segalanya sudah siap, serta dengan diam-diam orang-orang terpenting dari Pakuwon Kabanaran dan Singasari telah ada diantara rakyat Kedung Sertu, maka Senopati itupun telah memerintahkan sebagian dari para pengawal untuk berbaur pula diantara rakyat.
Sedangkan sebagian lagi dari mereka telah diperintahkan untuk meninggalkan daerah itu.
Upacara melepaskan para pengawal itu dilakukan dengan meriah.
Hampir semalam suntuk mereka bersuka ria.
Dengan demikian maka yang terjadi itu telah memancing perhatian para perampok yang tersembunyi.
Berita pelepasan itu akhirnya telah sampai pula ketelinga mereka.
Sehingga mereka mengira bahwa para pengawal memang telah jemu berada di Kedung Sertu.
Orang-orang yang dengan ikhalas atau tidak, sering memberikan keterangan tentang keadaan para pengawal, telah mengatakan kepada para perampok yang tersembunyi, bahwa para pengawal telah ditarik.
"Kau yakin?"
Bertanya salah seorang perampok yang dengan sandi memasuki padukuhan.
"Lihat saja sendiri"
Jawab orang yang memberikan keterangan itu.Untuk beberapa hari perampok-perampok itu berusaha untuk meyakinkan diri.
Dua tiga orang diantara mereka yang dengan tidak menarik perhatian melintasi padukuhan- padukuhan yang menjadi daerah sasaran mereka, memang sudah tidak melihat lagi adanya para pengawal yang sering berkeliaran di padukuhan itu.
Bahkan di pasar-pasar, mereka mendengar bahwa pelepasan para pengawal itu telah dilakukan dengan meriah.
Mereka mengadakan kembul bujana dengan rakyat yang akan mereka tinggalkan, sebagai ucapan terima kasih atas sikap dan bantuan rakyat terhadap mereka.
Sebaliknya rakyat pun mengucapkan terima kasih atas perlindungan mereka selama mereka berada di padukuhan itu.
"Bodoh sekali"
Desis salah seorang diantara mereka yang mendengar ceritera itu dari seorang penjual nasi di sudut pasar.
Lalu katanya "Ternyata merekalah yang jemu lebih dahulu.
Mungkin mereka mengira bahwa kita sudah kehilangan kekuatan, atau bahkan mereka mengira bahwa kita sudah musnah karena kelaparan"
"Ya. Bodoh sekali"
Sahut kawannya "dengan mengadakan keramaian itu, mereka telah memberikan tanda kepada kita, agar kita mulai melakukan tugas kita kembali"
Dalam pada itu, para perampok itu sama sekali tidak menyadari, bahwa masih ada sebagian dari para pengawal yang berada di padukuhan itu dengan membaurkan diri bersama rakyat.
Mereka tinggal di rumah-rumah rakyat dan tersebar diperbagai tempat.
Namun mereka telah melakukan satu usaha untuk mengajari rakyat di daerah Kedung Sertu itu untuk berusaha menjaga diri mereka sendiri.
Para pengawal yang tinggal telah mengajak anak-anak muda dan orang-orang yang lebih tua tetapi masih mampu melakukannya, untukmeronda di malam hari.
Mereka membuat gardu-gardu dan kentongan-kentongan yang mereka pasang tidak hanya di gardu-gardu.
Tetapi juga di setiap rumah.
Perkembangan baru itu ternyata mendapat sambutan yang baik dari rakyat di daerah Kedung Sertu.
Anak-anak mudanya telah berbuat lebih banyak dari masa-masa yang lewat.
Mereka mulai berusaha untuk mengenal senjata dan mempergunakannya sebaik-baiknya.
Gardu-gardu dan kentongan-kentongan itu telah menarik perhatian para perampok yang bersembunyi di seberang rawa.
Namun setiap orang di padukuhan-padukuhan itu telah mendapat pesan, terutama yang di rumahnya tinggal pengawal yang membaurkan diri diantara rakyat, agar mereka mengatakan bahwa yang tinggal di rumah itu adalah saudaranya yang datang dari jauh.
Saudaranya yang sudah lama tidak saling berkunjung.
Tidak banyak yang menghiraukan, bahwa di padukuhan- padukuhan disekitar Kedung Sertu itu banyak menerima tamu.
Namun karena mereka tinggal pada rumah yang berpencar, maka kehadiran mereka tidak begitu menarik perhatian.
Ternyata usaha Mahisa Bungalan untuk memancing para perampok mulai nampak akan berhasil.
Para perampok itu tidak senang melihat gardu-gardu yang mulai terisi oleh anak-anak muda dan laki-laki yang meskipun sudah lebih tua, tetapi masih sanggup melakukannya.
Karena itu, maka merekapun memutuskan untuk segera bertindak untuk menakut-nakuti rakyat di padukuhan itu.
Bahkan sekaligus merampok orang-orang yang mereka anggap cukup berada.
Demikianlah, pada hari yang sudah ditentukan, sekelompok perampok mulai merayap mendekatipadukuhan yang paling besar diantara beberapa padukuhan disekitar daerah rawa-rawa Kedung Sertu.
Mereka mengenal seorang saudagar kulit yang cukup mampu, sahingga para perampok itu menduga bahwa di dalam rumah itu terdapat perhiasan emas dan permata simpanan saudagar yang mereka anggap cukup mampu itu.
"Kita sekaligus menunjukan, kepada rakyat yang sombong itu, bahwa usaha mereka sia-sia. Para pengawal yang telah meninggalkan tempat itu agaknya telah berpesan, agar mereka mulai dengan menjaga ketentraman daerah mereka sendiri.
"Mereka akan menyesali kesombongan mereka. Mungkin kesombongan mereka itu pulalah yang menyebabkan para pengawal meninggalkan tempat itu. Rakyat yang sombong itu merasa dirinya sudah cukup kuat, hanya oleh latihan-latihan sekedarnya"
Sahut seorang kawannya. Kawan-kawannya yang lain tertawa. Mereka menganggap bahwa permainan yang akan mereka lakukan tentu akan menggembirakan.
"Sebenarnya kita tidak perlu membawa pasukan sebesar ini"
Desis salah seorang diantara mereka.
"Kita akan mengajari rakyat di padukuhan-padukuhan itu untuk mengenal diri mereka sendiri"
Berkata pemimpin perampok itu "meskipun demikian, kita tidak boleh lengah. Siapa tahu ada perubahan yang memang telahterjadi di padukuhan-padukuhan itu, sehingga jika demikian kita tidak akan terjebak karenanya"
Kawan-kawannya mengangguk-angguk.
Sementara itu mereka sudah mendekati padukuhan yang mereka pilih sebagai sasaran mereka malam itu.Dalam pada itu, malam yang turunpun menjadi semakin dalam.
Meskipun dilangit terdapat bintang-bintang yang berkeredipan, tetapi malam terasa sangat gelap.
Namun demikian, di padukuhan-padukuhan disekitar, Kedung Sertu, gardu-gardupun mulai diterangi dengan obor-obor.
Anak-anak muda mulai turun dari rumahnya dan sebagian dari mereka telah berkumpul di gardu-gardu untuk berkelakar.
Namun diantara mereka terdapat orang-orang yang sedang mengunjungi sanak kadang mereka di padukuhan itu.
Tiga ampat orang tamu itupun telah bertemu dan berkumpul di gardu-gardu itu.
sedangkan beberapa orang lainnya, berkumpul di gardu yang lain.
Tetapi tidak semua pengawal yang membaurkan diri diantara rakyat itu keluar di gardu-gardu.
Agar tidak segera mudah menimbulkan kecurigaan, maka mereka telah membuat giliran dengan diam-diam diantara mereka sendiri.
Gardu yang berada di mulut lorong, tiba-tiba telah dikejutkan oleh seseorang yang berlari-lari dari sawah.
Dengan terengah-engah orang itu berusaha berbicara kepada orang-orang yang berada di dalam gardu itu.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tenangkan sedikit hatimu"
Berkata orang yang sudah separo baya yang juga berada di gardu itu"
"Di sawah. Mereka menuju kemari"
Katanya gugup.
"Apa yang di sawah? Dan sipakah yang menuju kemari? bertanya yang lain.
"Sekelompok orang yang tidak aku kenal"
Berkata orang itu "cepat menyingkir. Mereka terlalu kuat""Siapa?"
Desak kawannya yang duduk terkantuk-kantuk di gardu, namun yang tiba-tiba matanya menjadi terbelalak.
"Aku kira sepasukan perampok"
Berkata orang itu "Cepat berbuatlah sesuatu. Mereka berada dekat dibelakangku. Untunglah mereka tidak melihat aku berlari- lari mendahului lewat pematang"
Seorang yang bukan penduduk Kedung Sertu itu tiba-tiba meloncat turun dari gardu "Kau tidak berbohong?"
"Tentu tidak. Biar apa aku harus berbohong?"
Jawabnya. Karena itu, orang yang meloncat dari gardu itupun berkata "Cepat bersiaga. Aku akan melihat keluar regol"
"Aku ikut bersamamu"
Desis seorang yang lain, yang juga orang padukuhan itu.
Dua orang itupun segera meninggalkan gardu itu.
Dengan hati-hati merekapun telah keluar dari gerbang padukuhan.
Namun jatung mereka menjadi berdebar-debar.
Ternyata bahwa sekelompok orang-orang yang berjalan dalam gelap benar-benar telah mendekati padukuhan itu.
Karena itu, maka orang itupun tidak telaten lagi, sementara orang-orang yang datang itu telah mencapai regol padukuhan.
Dengan tangkasnya orang itupun segera meloncat menyambat pemukul kentongan.
Sekejap kemudian, telah terdengar isyarat bunyi kentongan itu mengumandang seluruh padukuhan.
Sambil memukul kentongan orang itu berkata "Cepat menyingkir.
Jangan main-main.
Taruhannya adalah lehermu.
Jika kalian diketemukan di gardu ini, maka kalian akan dicincang sampai lumat"Barulah orang-orang yang berada di gardu itu sadar, bahwa mereka benar-benar menghadapi bahaya.
Karena itu, maka merekapun dengan serta merta telah berloncatan dan hilang di dalam gelap.
Sementara itu, sekelompok orang yang memasuki regol itupun mendengar suara kentongan.
Tetapi mereka sama sekali tidak menjadi gentar, biarpun orang-orang seluruh padukuhan atau dari padukuhan di sekitar tempat itu datang seluruhnya, mereka tidak akan cemas.
Orang yang memukul kentongan itupun menjadi gelisah.
Belum ada satupun kentongan di tempat lain yang menyahut.
Sementara itu iapun yakin bahwa sekelompok orang-orang yang datang ke padukuhan itu telah sampai ke pintu gerbang.
"Gila"
Geramnya "Apakah orang padukuhan ini telah tertidur semua?"
Karena itulah maka ia telah memukul kentongan semakin lama semakin keras.
"Mereka sudah terlalu dekat"
Desis seorang.
"Hampir tidak ada waktu "Kita harus mengundang kawan-kawan kita yang tersebar. Di pedukuhan ini hanya ada enam orang diantara kita dan orang yang bernama Mahisa Bungalan itu, yang dikirim oleh Akuwu Suwelatama untuk bergabung dengan kita"
"Apakah orang itu benar-benar mempunyai kemampuan sebagaimana seorang pengawal seperti kita?"
Bertanya yang seorang.
"Kita akan membuktikannya malam ini"
Jawab yang lain "Tetapi kita harus bertindak cepat sekarang.
Pergilah ke gardu.
Segalanya harus dilakukan dengan cepat.
Termasuk isyarat.
Karena yang datang berjumlah begitu banyak"Waktu memang hanya sedikit sekali.
Orang-orang itu sudah menjadi semakin dekat.
Sedangkan jumlah mereka cukup mendebarkan.
Sementara itu, seorang dari kedua orang yang keluar dari gerbang itupun telah kembali ke gardu dengan nafas yang terengah-engah.
Dengan sendat, sepeti orang yang terdahulu, ia berkata "Mereka hampir memasuki gerbang, tidak ada waktu.
Menyingkirlah dan bersiaplah.
Kita akan membunyikan isyarat"
"Apakah kau tidak bermimpi?"
Bertanya salah seorang diantara mereka yang berada di gardu itu.
"Cepatlah, tidak ada waktu untuk berbincang dalam keadaan seperti ini"
Geram orang itu.
Ternyata orang-orang yang masih berada di gardu itu tidak dapat mengikuti kehendak orang itu.
Mereka terlalu lamban dan membuat seribu macam pertimbangan.
Tetapi ia bertekad untuk tidak berhenti memukul kentongan sehingga ada meskipun hanya satu, suara kentongan yang menyahut dan yang akan memanggil orang lain untuk membunyikaimya pula.
Dalam pada itu, orang-orang yang datang ke padukuhan itu benar-benar sudah berada di dalam regol.
Untunglah, tepat pada waktunya, terdengar suara kentongan meskipun agak jauh, menyahut suara kentongan pertama.
Demikian suara kentongan yang lain itu berbunyi, maka suara ketongan yang pertama itupun terdiam, karena penabuhnya dengan tergesa-gesa telah menyusup menghilang di dalam gelap, tepat pada saat orang-orang yang memasuki regol itu mendekati gardunya.
"Kosong"
Desis orang-orang itu "Mereka telah pergi. Baru saja. Lihat, kentongan itu masih terayun"Kawannya tertawa. Jawabnya "Orang-orang yang sombong. Ternyata mereka tidak berbuat apa-apa ketika kami datang"
"Belum tentu"
Berkata yang lain lagi. Lalu "Dengar suara kentongan yang lain telah menyahut"
Tetapi yang tertawa itu masih juga tertawa. Katanya "Merekapun akan segera melarikan diri, demikian kita mendekati"
Demikianlah maka orang-orang itu telah memasuki padukuhan itu semakin dalam.
Mereka sama sekali tidak menghiraukan rumah-rumah dengan pintu tertutup rapat.
Yang ingin mereka datangi, kecuali gardu-gardu adalah rumah seorang saudagar kulit buaya yang cukup kaya.
Yang mereka duga menyimpan barang-barang berharga yang pantas untuk mereka ambil.
Dalam pada itu, suara kentongan dikejauhan masih terdengar.
Tetapi seperti suara kentongan yang pertama, maka suara yang lainpun tidak segera menyahut.
Baru kemudian terdengar suara kentongan yang lain, agak lebih dekat dari suara kentongan yang jauh itu.
Ternyata bahwa pemukul kentongan yang pada waktunya berhasil menyelinap itu telah menemukan sebuah kentongan tergantung di di serambi sebuah rumah.
Tanpa minta ijin dahulu, maka iapun telah memukul kentongan itu sekeras-kerasnya.
Karena itulah, maka dari padakuhan sebelah itupun telah terdengar pula suara kentongan yang justru sahut menyahut.
Hampir setiap kentongan di gardu-gardu telah dibunyikan.
Justru karena mereka menganggap bahwa bahaya yang sebenarnya tidak terdapat di padukuhan mereka.Dengan tanda-tanda khusus dari bunyi kantongan, maka para penghuni padukuhan di sekitar Kedung Sertu itu mengenal dengan pasti sumber dari suara kentongan itu.
Demikian juga kentongan yang mulai merayap di padukuhan-padukuhan yang lain itupun telah memberikan isyarat, dari manakah sumber bunyi kentongan itu.
Pukulan rangkap yang berulang terus-menerus telah mengoyak senyapnya malam di padukuhan-padukuhan disekitar Kedung Sertu yang biasanya memang senyap.
"Orang-orang gila"
Geram para perampok itu "apa yang dapat mereka lakukan dengan suara kentongan yang bising itu"
Sebenarnyalah untuk beberapa saat lamanya, tidak ada sesuatu yang dapat menggangu para perampok itu.
Mereka dengan leluasa telah mendatangi gardu-gardu yang kosong.
Ada satu dua kentongan yang nampaknya memang baru saja dibunyikan.
Namun orang-orang yang membunyikannya telah hilang di dalam gelapnya malam "Persetan"
Geram pemimpin perampok itu "kita akan pergi kerumah saudagar kulit sekarang.
Nanti kita akan melihat-lihat kentongan di gardu dipadukuhan-padukuhan lain yang berteriak-teriak seperti telah gila itu.
Kita akan membungkamnya dan kita akan segera memusnahkan semua gardu yang ada di padukuhan-padukuhan itu.
"Kita apakan gardu-gardu itu?"
Bertanya salah seorang perampok.
"Kita akan membakarnya"
Jawab pemimpin perampok itu.
"Bagus sekali. Aku ingin melihat, apa yang akan dilakukan oleh orang-orang padukuhan yang sombong itu,yang seolah-olah telah menyatakan dirinya berani melawan kita"
Pemimpin perampok itupun kemudian membawa orang- orangnya menuju ke rumah saudara kulit yang yang dimaksudkan.
Mereka ingin menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat.
Kemudian seperti yang sudah mereka katakan, bahwa mereka akan membakar gardu-gardu yang ada.
Sementara itu, beberapa orang pengawal yang berada di padukuhan itu telah berkumpul.
Enam orang pengawal dan Mahisa Bungalan.
"Orang itu menuju kerumah saudagar kulit itu"
Berkata salah seorang pengawal.
"Kita akan mencegah mereka. Kita akan pergi ke rumah itu pula"
Sahut Mahisa bungalan.
"Jangan bodoh. Mereka terdiri dari sekelompok orang yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan tinggi. Kita bertujuh tidak akan dapat berbuat apa-apa"
"Kawan-kawan kita akan berdatangan dari padukuhan- padukuhan lain. Salebihnya, apakah anak-anak muda dari padukuhan ini tidak dapat dikerahkan"
"Mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa. Jika mereka tampil, mereka akan menjadi korban yang tidak berarti sama sekali"
Mahisa Bungalan termangu-mangu sejenak.
Ia mengerti, bahwa anak-anak muda padukuhan itu tidak akan dapat mengimbangi kemampuan para perampok itu.
Tetapi pada suatu saat, anak-anak muda itupun harus mendapatkan kesempatan untuk percaya kepada kemampuan mereka.
Jika hal itu tidak segera dimulai, maka mereka tidak akan pernah dapat menjaga diri mereka sendiri.Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun berkata "Kita akan berada di paling depan.
Biarlah anak-anak muda itu dalam jumlah yang besar mempengaruhi perlawanan para perampok itu"
"Mereka belum siap untuk melakukannya"
Jawab salah seorang pengawal.
Mahisa Bungalan tidak membantah lagi.
Ia memang tidak dapat memaksa para pengawal mengerahkan anak- anak muda yang memang belum siap.
Tetapi Mahisa Bungalanpun tidak akan dapat membiarkan tingkah laku para perampok itu.
Karena itu, maka katanya "Kita akan mengganggu mereka sambil menunggu kawan-kawan kita yang tentu akan segera datang"
"Apa yang dapat kita lakukan?"
Bertanya salah seorang pengawal.
"Kita ikuti mereka dari kegelapan. Tetapi kita harus memberikan kesan, bahwa kita memang mengikutinya"
Jawab Mahisa Bungalan "dengan demikian maka mereka akan memperhitungkan kehadiran kita. Jika kita berpencar, maka kesannya, kita terdiri dari banyak orang yang mengintai mereka dari dalam gelap"
Para pangawal itupun mengangguk-angguk.
Agaknya mereka sependapat dengan Mahisa Bungalan.
Karena itu, maka merekapun segera mencari orang-orang yang telah memasuki padukuhan itu sambil berpencar.
Usaha itu tidak begitu sulit.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil menyusup di halaman dan pekarangan, mereka kadang-kadang menemukan anak-anak muda yang sedang bersembunyi.
Anak-anak muda yang bersembunyi itulah yang dapat memberikan petunjuk, kemana para perampok itu pergi."Agaknya mereka pergi kerumah saudagar kulit itu desis salah seorang anak muda yang bersembunyi di serambi rumah di pinggir jalan padukuhan.
Demikianlah para pengawal dan Mahisa Bungalan itupun akhirnya menemukan mereka.
Mahisa Bungalanlah yang pertama-tama dengan sengaja menampakan diri.
Namun iapun segera menghilang ke dalam gelap.
"Anak setan"
Geram para perampok "ada juga anak-anak yang mengikuti kita"
"Hanya seorang"
Desis Dara perampok itu.
Namun ternyata mereka telah melihat gerumbul yang berguncang di halaman sebelah.
Dua orang diantara para perampok itu segera meloncat memasuki halaman itu.
Namun seorang pengawal telah hilang pula dalam kegelapan.
Gangguan yang serupa telah terjadi pula di arah yang lain.
Sehingga dengan demikian, seperti yang dikehendaki, maka seolah-olah para perampok itu telah diintai oleh berpuluh-puluh pasang mata dari balik gerumbul dan kegelapan.
"Persetan"
Berkata pemimpin perampok itu "mereka hanya berani mengintai.
Jangan pedulikan.
Kita datangi rumah itu dan kita rampas harta bendanya.
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya Orang-orang itu tidak menghiraukan gangguan mereka lagi.
Mereka berjalan terus menuju ke rumah saudagar kulit yang cukup kaya itu.
Mahisa Bungalan tidak membiarkannya.
Iapun menjadi semakin berani menganggu.
Sekali-sekali maka mulailah Mahisa Bungalan melempari iring-iringan itu dengan batu.
Jika batu dilemparkan oleh anak-anak muda padukuhan itu dan mengenai seseorang, maka orang itu akanmenyeringai kesakitan.
Tetapi jika yang melemparkan batu itu adalah Mahisa Bungalan.
maka seseorang yang dikenainya telah menjadi pingsan.
"Gila"
Geram searang perampok "Kita cari tikus itu dan kita cincang sampai lumat.
Tetapi Mahisa Bungalan telah menghilang di balik pagar- pagar batu yang mengelilingi halaman-halaman rumah.
Sementara itu, para pengawal yang berada di padukuhan-padukuhan yang lain, telah dengan tergesa-gesa menuju ke padukuhan yang telah memberikan isyarat vang pertama.
Namun sementara itu, isyarat yang masih mengumandang di padukuhan padukuhan lain, justru di padukuhan yang pertama itu sekali telah berhenti.
Namun dalam pada itu, tiba-tiba saja telah terdengar suara kentongan yang mengejutkan di gardu di ujung lorong, menghadap ke pintu gerbang.
Semakin lama semakin keras.
"Mereka telah datang"
Desis Mahisa Bungalan kepada seorang pengawal yang berada di dekatnya "yang membunyikan isyarat itu tentu bukan anak-anak muda di padukuhan ini"
"Ya. Aku juga berpendapat demikian"
Desis pengawal itu.
"Carilah hubungan"
Desis Mahisa Bungalan, Pengawal itupun segera menyusup di dalam rimbunnya tanaman di kebun dan pekarangan. Dengan tergesa-gesa ia meloncati pagar dan dinding halaman, menuju ke gardu yang masih saja mengumandangkan suara kentongan.
"Orang-orang itu telah menjadi gila"
Geram para perampok.Tetapi pemimpin perampok itu mambantak "Kita akan terus. Setelah kita berhasil, maka seluruh padukuhan ini akan kita bakar sampai lumat menjadi debu"
Para perampok yang lainpun mengikutinya.
Seorang diantara mereka telah membawa kawannya yang pingsan itu.
Sementara itu Mahisa Bungalanpun mengikutinya bersama para pengawal yang lain.
Tetapi mereka tidak mengganggunya lagi.
Jika orang-orang itu menjadi marah, maka mereka akan benar-benar kehilangan akal dan membakar setiap rumah di sekitar jalan padukuhan itu.
Karena itu, maka Mahisa Bungalan harus menunggu.
Jika kawan-kawannya dari padukuhan-padukuhan lain telah berkumpul, meskipun jumlahnya tidak sebanyak para perampok yang telah berada di padukuhan itu, barulah ia akan bertindak.
Ternyata suara kentongan yang mengejutkan itu telah menjadi pertanda bagi para pengawal yang datang dari padukuhan-padukuhan yang berbeda.
Merekapun secara naluriah, telah mencari hubungan dengan orang yang membunyikan kentongan itu.
Karena sudah pasti bagi mereka, bahwa yang membunyikan itu bukan para perampok yang mendatangi padukuhan itu.
Pengawal yang memisahkan diri dari Mahisa Bungalan itulah yang kemudian memberikan penjelasan apa yang talah terjadi.
Sementara itu, Mahisa Bungalan dan para pengawal yang berada di padukuhan itu telah mengikuti para perampok yang memang sudah mereka perhitungkan, akan mendatangi rumah saudagar kulit yang cukup kaya itu.
"Kita harus bertindak cepat"
Berkata pengawal itu."Mereka sudah mendekati rumah itu""Kita akan segera mencegahnya"
Desis pemimpin pengawal yang berada di padukuhan-padukuhan disekitar Kedung Sertu itu.
Namun demikian ia memandang Mahisa Agni dan Witantra yang berada ditempat itu pula untuk mendapatkan pertimbangan.
Namun ternyata bahwa keduanya tidak mengambil keputusan.
Bahkan mereka telah mendekati seseorang yang nampaknya tidak ada bedanya dengan para pengawal yang lain, karena orang itupun mempergunakan pakaian sehari-hari sebagai mana dipakai oleh rakyat di padukuhan di sekitar Kedung Sertu itu.
"Bagaimana pendapat Akuwu?"
Bertanya Mahisa Agni.
"Kita akan melakukan secepatnya"
Jawab Akuwu Suwelatama yang ternyata telah ikut serta di dalam lingkungan para pengawal itu.
Demikianlah maka para pengawal yang kemudian dipimpin langsung oleh Akuwu Suwelatama itupun telah dengan tergesa-gesa pergi ke rumah saudagar kulit yang cukup kaya, yang pada malam itu berada di dalam bahaya.
Sementara itu, ternyata para perampok itu telah berada didepan regol rumah saudagar kulit itu.
Untuk beberapa saat mereka berkumpul di luar regol.
Sementara pemimpin mereka telah berusaha untuk membuka regol yang diselarak dari dalam.
"Satu atau dua orang memanjat dinding"
Perintahnya "jika ada penjaga di dalam regol dan agaknya orang itu akan mengganggu, kalian aku beri wewenang untuk bertindak apa saja yang baik menurut kalian.
Perintah itu tidak usah diulang.
Dua orang diantara merekapun segera meloncat dinding.
Ternyata bahwa di dalam regol itu tidak terdapat seorang penjagapun.Namun sebenarnyalah bahwa ada dua orang yang diupah oleh saudagar kulit itu untuk menjaga rumahnya.
Tetapi karena yang datang itu jumlahnya jauh berlipat ganda, maka keduanya sama sekali tidak akan dapat berbuat apa-apa.
Ketika keduanya mandengar suara kentongan, maka merekapun sudah menduga, bahwa sasaran yang pertama setelah pasukan pengawal ditarik dari daerah itu, adalah rumah saudagar kaya itu.
Karena itu, maka seorang dari keduanya telah berusaha mengamati jalan yang menuju ke rumah saudagar, itu.
Ternyata yang mereka lihat sangat mendebarkan.
Jumlahnya terlalu banyak, sehingga mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa.
Dengan demikian, maka dengan tergesa-gesa orang itupun kembali menemui kawannya.
Kemudian keduanya menyelarak pintu dan dengan tergesa-gesa mereka telah mengetuk pintu dan memberitahukan apa yang akan terjadi.
"Jadi bagaimana menurut pendapatmu?"
Bertanya saudagar itu.
"Mereka akan segera datang"
Jawab salah satu dari kedua penjaga itu "Jika sempat, kita sebaiknya meninggalkan tempat ini"
"Tetapi bagaimana dengan perempuan dan anak-anak yang sudah tidur lelap?"
Bertanya saudagar itu.
Kedua penjaga itu menjadi ragu-ragu.
Tentu tidak mungkin untuk membawa mereka.
Sedangkan jika mereka harus dibangunkan, waktunyapun terlalu sempit.
Dalam keragu-raguan itu mereka telah mendengar selarak pintu regol dibuka.
Sejenak kemudian merekapun mendengar orang-orang yang ribut di halaman rumah."Mereka telah datang"
Berkata penjaga itu "tidak ada waktu lagi untuk menyingkir"
Saudagar itu menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Baiklah.
Aku terpaksa menyerahkan apa saja yang pernah aku miliki sebagai hasil jerih payahku selama ini.
Agaknya itu akan lebih baik dari pada aku harus mempertahankan nyawaku.
Apalagi jika kemarahan orang-orang itu akan menyentuh anak istriku"
Ia berhenti sejenak, lalu "ternyata para pengawal tidak lagi memegang teguh janji mereka untuk melindungi rakyatnya. Aku tahu, satu dua orang tinggal di padukuhan ini. Namun dalam keadaan gawat ini, mereka tidak dapat berbuat apa-apa"
Kedua penjaga itu tidak menjawab.
Tetapi merekapun menjadi cemas akan nasib mereka sendiri.
Salah seorang dari mereka berkata "Aku terpaksa melepaskan senjataku.
Dengan senjata dilambung, maka mereka akan berprasangka buruk, seolah-olah aku akan melawan mereka"
"Terserah kepada kalian"
Berkata saudagar itu "tidak ada pilihan apapun juga"
Kedua penjaga itupun kemudian melepaskan pedang dilambungnya, dan menyembunyikannya dibawah amben yang besar.
Sementara itu, demikian pintu regol terbuka, maka para perampok itupun telah memasuki halaman yang cukup luas.
Merekapun segera berpencar sebelum pemimpin mereka memberikan perintah.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan dengan para pengamal yang mengikuti para perampok itupun telah berada disekitar halaman itu pula.
Mereka masih menunggu, apakah para pengawal yang berada di padukuhan sebelah-menyebelah sempat juga datang."Jika mereka tidak datang, apa boleh buat"
Desis Mahisa Bungalan "Tetapi jika kami yang ada disini harus melawan perampok yang banyak itu, maka korban akan terlalu banyak jatuh. Aku harus membunuh sebanyak-banyaknya sebelum aku sendiri akan mereka lumatkan disini"
Tetapi Mahisa Bungalan tentu tidak akan dapat membiarkan perampokan itu terjadi dihadapan matanya.
Namun dalam pada itu, selagi para perampok itu sibuk mengatur diri di halaman, maka Akuwu Suwelatama telah menjadi semakin dekat.
Meskipun pengawal yang dibawanya jumlahnya tidak cukup banyak dibanding dengan perampok yang datang dengan jumlah yang besar itu, namun Akuwu berpendapat, bahwa kesempatan itu tidak boleh disia-siakan.
Sementara itu, anak-anak muda padukuhan itu yang sedang bersembunyi, ketika mereka melihat sekelompok orang menelusuri jalan padukuhannya menuju kearah para perampok yang mendatangi rumah saudagar kaya itu menjadi termangu-mangu.
Diantara mereka justru menyangka, bahwa orang-orang itu adalah kawanan perampok itu pula yang menyusul kemudian.
Namun ada diantara anak-anak muda itu berpendapat lain.
Bahkan ketika iring-iringan itu lewat didepan gardu di simpang empat, maka seorang anak muda yang bersembunyi di balik gardu itu sempat melihat, bahwa diantara mereka adalah laki-laki yang pernah ikut serta membantu membuat gardu- gardu.
"Mereka adalah orang-orang yang selama ini tinggal diantara kami"
Berkata anak muda itu di dalam hatinya.
Karena itu maka iapun yakin, bahwa iring-iringan kecil itu dalah iring-iringan orang-orang yang tinggal di padukuhan- padukuhan itu dengan maksud baik.
Dan karena itulah,maka timbul pula harapannya bahwa perampokan itu akan dapat dicegah.
Karena itulah, maka iapun kemudian berusaha menemukan kawan-kawannya yang bersembunyi.
Dengan nafas terengah-engah ia berkata "Mereka akan membantu, kita.
Mereka adalah orang-orang yang tinggal dipadukuhan- padukuhan sebelah menyebelah bersama saudara-saudara kita di padukuhan itu"
"Mereka yang mencoba mempengaruhi cara hidup kita? Mereka yang mendesak kami untuk membuat gardu-gardu dan kentongan?"
Bertanya seorang kawannya.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya"
Jawab anak muda yang sempat memperhatikan iring-iringan itu.
"Apakah termasuk orang-orang asing yang berada diantara kita di padukuhan ini?"
Bertanya anak muda yang lain.
"Aku belum melihat. Tetapi mereka juga tidak ada diantara kita yang sedang bersembunyi. Mungkin mereka telah mengambil sikap sendiri atas para perampok itu"
Jawab anak muda yang melihat iring-iringan itu. Anak-anak muda itupun kemudian berbincang diantara mereka. Sehingga akhirnya mereka menemukan kesepakatan untuk melihat apa yang akan terjadi.
"Jika terjadi benturan kekuatan, maka kita akan membantu. Tetapi jika tidak terjadi sesuatu, maka apa yang akan kita lakukan itupun tentu sia-sia. Kita tidak akan dapat melawan para perampok itu tanpa bantuan orang-orang yang memiliki kemampuan cukup untuk mengimbangi mereka"
Berkata seorang anak muda.Kawannya sependapat. Karena itu maka katanya "Kita akan mengumpulkan kawan-kawan kita. Kita akan melihat perkembangan keadaan"
Demikianlah, maka anak-anak muda itupun telah mencari kawan-kawan mereka.
Bukan saja anak-anak muda, tetapi juga laki-laki yang masih sanggup untuk berbuat sesuatu bersama mereka.
Karena itulah, maka dengan senjata yang ada, mereka telah berkumpul.
Sementara itu, mereka telah menugaskan dua orang anak muda yang paling berani untuk melihat apa yang terjadi di rumah saudagar kulit itu.
Dalam pada itu, maka para perampok di halaman rumah saudagar itupun sudah siap untuk bertindak.
Pemimpinnya telah naik ke pendapa mendekati pintu peringgitan yang tertutup.
Dalam keremangan lampu di pendapa itu, maka Mahisa Bungalan melihat, perampok yang garang itu telah mendekati pintu peringgitan dan siap untuk mengetuknya.
Mahisa Bungalanpun menjadi termangu-mangu.
Semantara itu ia belum melihat para pengawal mendekati halaman itu.
Karena itu, maka ia merasa wajib untuk mencegahnya.
Jika satu atau dua orang perampok telah berhasil masuk ke dalam rumah itu, maka orang-orang yang ada di dalam akan dapat dipergunakan sebagai perisai dengan mengancam akan menumpas mereka jika para pengawal tidak mengikuti perintah-perintah mereka.
Karena itu, ketika perampok itu sudah siap untuk mengetuk pintu, terdengar Mahisa Bungalan justru tertawa di belakang dinding halaman rumah saudagar yang kaya itu.Pemimpin perampok yang sudah siap mengetuk pintu itu terkejut.
Ketika ia berpaling, terdengar suara Mahisa Bungalan yang mengikuti tingkah laku pemimpin perampok itu dari sebatang pohon diluar halaman "kerjamu sia-sia"
"Siapa kau"
Teriak pemimpin perampok itu.
"Kau tidak akan dapat mengenal aku"
Berkata Mahisa Bungalan "Tetapi dengan mudah aku akan dapat mengenalmu. Kau adalah pemimpin perampok yang bodoh dan tidak tahu diri"
Sejenak pemimpin perampok itu termangu-mangu. Namun kemudian iapun menjawab lantang "Orang gila. Apakah kau kira caramu itu akan berhasil"
"Tentu"
Jawab Mahisa Bungalan "kami sudah siap menumpas kalian"
"Omong kosong"
Pemimpin perampok itu menjadi semakin marah. Karena itu, maka katanya kemudian kepada orang-orangnya "cepat, cari orang itu diluar halaman"
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun berkata pula "Kau melakukan kebodohan yang kedua. Kau suruh anak buahmu untuk keluar regol dan membunuh dirinya Mendiri. Kami sudah siap"
"Omong kosong"
Teriak pemimpin perampok jangan hiraukan.
Cari dan tangkap orang itu.
Tentu orang itu pula yang telah melempar salah seorang diantara kita dengan batu.
Bawa orang itu kepadaku.
Aku akan memenggal lehernya di pendapa ini.
Jangan mudah ditakut-takuti.
Jika ia mempunyai sekelompok orang yang cukup kuat melawan kita, mreka tidak akan berbuat dengan sembunyi-sembunyi seperti itu.
Cepat, sebelum orang itu lari"Tiga orang diantara para perampok itu segera bergeser menuju ke regol halaman.
Namun dalam pada itu, para pengawal di padukuhan itu yang tinggal berjumlah lima orang itupun telah mendengar dan mengataui apa yang dilakukan oleh Mahisa Bungalan.
Karena itu, maka salah seorang dari mereka berdesis "Anak muda itu memang berani.
Karena itu ia dikirim oleh Akuwu untuk berada disini"
"Dengar"
Berkata pengawal yang lain "perampok itupun keras kepala. Ia memerintahkan orang-orangnya untuk mencari Mahisa Bungalan"
Ternyata bahwa para pengawal itupun dengan cepat menyesuaikan dirinya.
Ia mendengar Mahisa Bungalan mengancam jika ada orang yang berani keluar regol halaman.
Justru karena itu, maka merekapun telah berusaha melakukan seperti yang dikatakan oleh Mahisa Bungalan itu.
Dengan hati-hati mereka merayap keregol halaman.
Seperti yang sudah mereka perhitungkan, maka beberapa orang telah keluar dari regol dan memburu kearah suara Mahisa Bungalan.
Selagi Mahisa Bungalan menjadi berdebar-debar, ternyata para pengawal itu telah menyerang ketiga orang itu dengan tiba-tiba.
Selain jumlah pengawal itu lebih banyak, juga karena para pengawal itupun memiliki kemampuan yang cukup.
Sehingga dengan demikian, maka tanpa sempat melawan, ketiga orang perampok, itu telah terkapar diluar dinding halaman.
Mahisa Bungalan yang masih berada di cabang sebatang pohon itupun melihat.
Karena itu, maka iapun kemudian berdesis "terima kasih"Para pengawal itu sempat memandanginya sejenak.
Seorang diantara mereka menjawab "Teruskan permainan ini.
Agaknya cukup menarik sambil menunggu kawan- kawan kita yang lain"
Mahisa Bungalan mengangguk.
Sementara itu, ia melihat pemimpin perampok masih berada di pendapa.
Acaknya ia tidak menghiraukan lagi orang-orangnya yang sedang mencari Mahisa Bungalan, sehingga perhatiannya telah tertuju kembali kepada pintu yang masih tertutup.
Dalam pada itu saudagar kulit yang berada di dalam rumah itu menjadi bingung.
Iapun mendengar suara dari luar halamannya.
Meskipun tidak begitu jelas, tetapi ia pasti, bahwa ada kekuatan lain yang berusaha mencegah tingkah laku para perampok itu.
"Kau dengar suara itu?"
Bisik saudagar itu kepada kedua orang pengawalnya.
"Ya"
Desis kedua orang pengawal itu.
"Bagaimana sikap kita?"
Bertanya saudagar itu pula.
Kedua pengawal itu menjadi bimbang.
Mereka telah meletakan dan bahkan menyembunyikan senjata mereka.
Sementara itu, mereka mendengar pula suara Mahisa Bungalan diluar halaman "He, pemimpin perampok yang dungu.
Orang-orang yang kau perintahkan untuk mencari aku, ternyata tidak akan kembali lagi kepadamu.
Bukankah aku sudah memperingatkan.
Mereka terkapar diluar halaman.
Tetapi mereka belum mati.
Kami tidak sampai hati membunuh mereka, karena sebenarnyalah kau yang harus bertanggung jawab"
Wajah, pemimpin perampok itu menjadi tegang. Dengan lantang ia berteriak "Bohong""Kau tidak percaya? Lihatlah sendiri. Atau tentu kau tahu, bahwa seharusnya keduanya telah menangkap aku. Tetapi mereka tidak sempat melakukannya"
Jawab Mahisa Bungalan Pemimpin perampok yang marah itu ternyata telah kehilangan, kesabarannya. Dengan lantang ia berkata "Kita akan keluar halaman. Kita akan melihat siapakah orang- orang gila yang telah berusaha mengganggu kita"
Perintah itu memang mendebarkan.
Jika mereka benar- benar menghambur keluar, maka lima orang pengawal dan Mahisa Bungalan sendiri, tentu tidak akan mampu melawan mereka.
Namun dalam pada itu, ternyata Akuwu Suwelatama mendengar suara Mahisa Bungalan.
Karena itu, maka iapun berdesis "Aku akan mencarinya"
"Akuwu jangan terpisah dari pasukan ini"
Desis Mahisa Agni "biar aku sajalah yang menemuinya"
Akuwu tidak membantah.
Sementara itu Mahisa Agnipun telah mendahului mencari hubungan dengan Mahisa Bungalan.
Memang tidak begitu sukar, karena ketajaman pendengarannya segera dapat menuntunnya kearah suara Mahisa Bungalan itu.
Kehadiran Mahisa Agni telah membuat Mahisa Bungalan semakin yakin bahwa pasukan pengawal di padukuhan-padukuhan di sekitar Kedung Sertu akan dapat menyelesaikan tugasnya Karena itu maka katanya "Sebaiknya kita membuka pertempuran sebelum satu atau dua orang diantara mereka memasuki rumah itu"
Mahisa Agnipun ternyata sependapat Karena itu katanya "Jika demikian, kami akan langsung menuju ke regol""Silahkan paman.
Aku akan meloncat kedinding dan mengganggu mereka, sementara paman dan para pengawal mendekati dinding.
Seterusnya terserah kepada paman"
Berkata Mahisa Bungalan.
"Akuwu Suwelatama sendiri memimpin pasukan pengawal"
"Bagus. Silahkan"
Sahut Mahisa Bungalan.
Mahisa Agnipun segera kembali ke pasukannya dan melaporkannya kepada Akuwu Suwelatama.
Karena itu, maka Akuwu itupun segera membawa pasukannya menuju kepintu gerbang halaman rumah saudagar kulit yang cukup kaya itu.
Lima orang pengawal yang berada di padukuhan itupun segera menggabungkan diri pula bersama mereha.
Meskipun jumlah mereka tidak sebanyak para perampok di padukuhan itu, tetapi para pengawal itu yakin akan dapat mengatasi keadaan.
Apalagi diantara mereka terdapat Akuwu Suwelatama sendiri yang dengan diam-diam telah berada di padukuhan itu pula.
Demikianlah maka sejenak kemudian, para pengawal sudah berada di hadapan regol halaman.
Sementara itu Mahisa Bungalanpun telah memloncat keatas dinding halaman sambil berkata "He, para perampok yang dungu.
Kalian tidak akan mendapat kesempatan sama sekali.
Kami sudah benar-benar kehilangan kesabaran.
Meskipun demikian, jika kalian bersedia berdiri di halaman dan meletakan senjata bersama-sama, masih ada kesempatan untuk mohon ampun kepada Akuwu Suwelatama.
Kalian akan mendapat pengampunan meskipun kalian akan tetap dihukum.
Namun hukuman kalian bukan hukuman gantung sebagaimana jika kalian ditangkap dalam pertempuran"Pemimpin perampok itu menjadi tegang.
Dengan wajah yang membara ia berkata lantang "Bunuh orang itu"
Beberapa oreng berlari-lari kearah Mahisa Bungalan sambil mengacukan pedang.
Ujung pedang itu akan dapat mengenai tubuhnya jika ia tetap berdiri ditempat itu.
Tetapi orang-orang itu telah dikejutkan oleh sikap "Mahisa Bungalan.
Ia tidak melarikan diri atau meloncat keluar.
Ketika orang-orang yang membawa pedang itu semakin dekat, Mahisa Bungalan justru meloncat ke halaman.
Orang-orang yang berlari-lari mendekatinya itu terkejut.
Karena itu, justru mereka terhenti beberapa langkah dihadapan Mahisa Bungalan, sementara Mahisa Bungalanpun telah mencabut pedangnya pula.
"Marilah"
Berkata Mahisa Bungalan "Aku tidak akan lari. Justru sebentar lagi kawan-kawanku akan memasuki halaman ini"
Orang-orang yang memburunya itupun termangu-mangu Namun kemudian pemimpin mereka yang mendengar kata- kata Mahisa Bungalan itupun berteriak "Bunuh orang itu"
Orang-orang mendekati Mahisa Bungalan bagaikan termangu-mangu.
Namun pada saat itu, tiba-tiba saja pintu halaman itupun telah terbuka selebar-lebarnya.
Beberapa orangpun lelah menerobos masuk langsung berpencar.
Tidak hanya satu atau dua orang.
Tetapi sekelompok orang dalam pakaian sebagaimana orang-orang padukuhan itu.
"Nah"
Berkata Mahisa Bungalan "bukankah aku tidak membual"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemimpin perampok itu mengeram. Dipandanginya orang-orang yang berpencar di halaman, sebagaimana orang-orangnya sendiri."Gila. Apakah kalian sudah ingin mati"
Teriak pemimpin perampok itu.
"Tentu tidak"
Sahut Akuwu Suwelatama yang juga dalam pakaian orang kebanyakan "kami sudah lama menunggu kedatangan kalian. Sekarang kita bertemu. Mudah-mudahan kami sempat membuat penyelesaian"
"Bagus"
Berkata pemimpin perampok itu "semula kami ingin menyelesaikan pekerjaan kami.
Baru kemudian kami akan memancing kalian jika kalian mempunyai keberanian.
Ternyata kalian memang orang-orang yang berani.
He, apakah hanya sekian banyak orang padukuhan ini yang berani keluar?"
"Sudah cukup banyak"
Jawab Akuwu Suwelatama "di luar tinggal ada dua orang kami yang menunggui regol dan mengamati keadaan"
"Jika demikian, kami akan menyelesaikan kalian dengan cepat"
Berkata pemimpin perampok itu. Namun dalam pada itu, anak muda yang berusaha mencari hubungan dengan para pengawal itupun telah menemui dua orang yang berada di regol. Seorang pengawal sedangkan yang seorang adalah Witantra sendiri.
"Anak-anak muda padukuhan ini akan dapat membantu"
Berkata anak muda itu.
"Kalian mampu bertempur?"
Bertanya Witantra.
"Sejauh dapat aku lakukan"
Jawab anak muda itu.
"Lawan itu sangat berbahaya"
Berkata Witantra "karena itu kalian akan dapat membantu kami dengan cara yang khusus.
Pulanglah ambillah obor sebanyak-banyaknya.
Kemudian kalian datang beramai-ramai mengepung halaman rumah ini diluar dinding.
Dengan demikian makakalian akan mempengaruhi keberanian para perampok itu meskipun kalian tidak akan bertempur secara langsung.
Biarlah kami menghadapi mereka"
Anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis "Baik. Aku akan segera kembali dengan obor-obor itu"
Dengan tergesa-gesa anak muda itupun meninggalkan Witantra kembali ke kawan-kawan mereka. Dengan gagap dan nafas terengah-engah anak muda itu menceriterakan apa yang dikatakan oleh Witantra.
"Bagus"
Desis orang yang sudah melampaui masa mudanya "Aku mengerti maksud orang itu.
Aku setuju.
Mari kita siapkan obor sebanyak-banyaknya.
Obor minyak dan obor biji jarak yang kita beri tangkai bambu yang agak panjang.
Kira-kira setinggi pagar halaman rumah saudagar itu"
Anak-anak muda itupun segera mengambur kerumah masing-masing setelah mereka sepakat untuk berkumpul lagi ditempat itu.
Adalah kebiasaan mereka menyimpan obor di rumah.
Ada yang menyimpan obor minyak.
Ada yang menyimpan biji jarak kering.
Dalam pada itu.
selagi anak-anak muda itu mengumpulkan obor, maka dihalaman rumah saudagar kulit itupun telah terjadi ketegangan yang semakin meningkat.
Akuwu Suwelatama telah menyiapkan para pengawal, termasuk Mahisa Bungalan dan Mahisa Agni untuk bertempur menghadapi perampok yang jumlahnya lebih banyak.
Sementara itu Witantra dan seorang pengawal berada di regol sambil mengamati keadaan."Aku memberi kalian kesempatan"
Teriak pemimpin perampok itu "Jika kalian mohon maaf kepadaku, maka rakyat padukuhan ini akan aku ampuni.
Tetapi justru karena tingkah laku kalian, maka kita akan mengambil penyelesaian yang tuntas.
Upeti apa yang harus kalian serahkan kepadaku setiap sepekan satu kali"
"Upeti yang sekarang sudah siap adalah ujung pedang"
Jawab Akuwu Suwelatama "He, apakah kami boleh menyerahkan upeti kami sekarang. Ujung pedang yang akan mengoyak perut kalian"
"Orang yang tidak tahu diri"
Geram pemimpin perampok "Jangan menunggu lagi. Musnahkan mereka, karena mereka sudah tidak mau mendengarkan nasehatku agar mereka mohon maaf kepadaku"
Para perampok itupun segera bersiap.
Nampaknya perkelahian itu akan memberikan kegembiraan kepada mereka.
Jumlah lawan mereka lebih sedikit dari jumlah para perampok.
Apalagi mereka hanyalah orang padukuhan yang tidak terbiasa memegang senjata.
Dalam pada itu, dua orang pengawal saudagar yang berada di dalam rumah itupun telah mengambil keputusan lain.
Dengan tergesa-gesa mereka telah mengambil senjata mereka kembali.
Bahkan saudagar kulit itu sendiri telah memungut tombaknya pula, meskipun ia bukan orang yang memiliki ilmu yang tinggi.
"Tenangkan keluarga Ki Saudagar yang terbangun"
Berkata kedua pengawalnya "Aku akan menunggui pintu depan. Jika mereka mencoba memaksa membuka pintu, maka kami berdua akan menghadapi. Nampaknya di luar mereka mendapat perlawanan yang cukup meyakinkan"
Saudagar itu termangu-mangu. Namun iupun kemudian pergi ke bilik tengah untuk menengok isteri dan anak-anaknya yang tidur nyenyak. Namun ternyata bahwa isteri saudagar itu telah terbangun, meskipun ia tidak berani bergerak sama sekali.
"Kakang"
Desisnya ketika ia melihat saudagar itu memasuki biliknya.
"Tenanglah"
Berkata saudagar itu "nampaknya kita tidak berdiri sendiri. Diluar nampaknya para perampok itu akan mendapat perelawanan. Sementara dua orang pengawal kitapun sudah siap"
"Aku takut kakang"
Desis perempuan itu.
"Jangan takut. Jagalah anak-anak agar mereka tidak terbangun dan apalagi berteriak-teriak. Aku akan berada di ruang tengah"
Berkata saudagar itu.
"Jangan tinggalkan kami"
Desis perempuan itu.
"Tidak. Aku berada di ruang tengah dengan tombak ini ditangan"
Jawab saudagar itu. Isterinya terdiam. Namun kemudian iapun berdesis "Hati-hatilah kakang"
Saudagar itu kemudian pergi keruang tengah, di belakang pintu pringgitan kedua orang pengawalnya telah bersiap- siap dengan pedang terhunus.
Dalam pada itu, telah mulai terdengar dentang senjata, di halaman.
Para perampok telah mulai menyerang para pengawal yang mereka sangka adalah rakyat padukuhan itu dan sekitarnya yang memiliki sedikit keberanian dan telah mendapat sedikit latihan kanuragan dari para pengawal yang telah meninggalkan padukuhan itu.
Para perampok itu menyangka bahwa dalam waktu singkat mereka akan menebas lawan mereka seperti menebas ilalang.
Senjata mereka akan segera merah olehdarah.
Dan mayatpun akan segera terbujur lintang di halaman.
"Seterusnya tidak seorangpun akan berani melakukannya lagi"
Berkata para perampok itu di dalam hatinya.
Mereka sama sekali tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali membunuh sebanyak-banyaknya dan membuat mereka jera.
Jika demikian, maka apa yang akan mereka lakukan seterusnya, tidak seorangpun yang akan berani menentang.
Tetapi ketika senjata mereka mulai membentur senjata orang-orang yang mereka sangka orang-orang yang sekedar sombong dan dungu, mereka menjadi terkejut.
Benturan itu telah mengguncang tangan mereka.
Bukan sekedar kebetulan.
Tetapi tenaga orang-orang yang mereka anggap dungu itu terlalu kuat.
"Ada iblis yang merasuk ketangan itu"
Geram salah seorang perampok yang kebetulan telah menyerang Mahisa Agni, Namun yang lebih mengejutkan adalah orang yang menyerang Mahisa Bungalan.
Dengan tidak disangka-sangka Mahisa Bungalan lelah memutar pedangnya pada saat benturan terjadi.
Karena itu, maka pedang lawannyapun bagaikan telah terhisap oleh putaran itu, sangga lawannya yang tidak menduga sama sekali akan hal itu, telah kehilangan kesempatan untuk mempertahankan pedangnya.
Orang itu meloncat surut ketika pedangnya terlepas dan terlempar beberapa langkah dari padanya.
Mahisa Bungalan tertawa.
Katanya "Kau terlalu merendahkan martabat kami dalam olah kanuragan.
Kau sangka hanya para perampok saja yang mampu bermain senjata.
Tetapi sekarang kau harus melihat kenyataan,bahwa rakyat padukuhan inipun telah mampu meningkatkan dirinya dan mampu melawanmu"
"Persetan"
Geram orang yang kehilangan senjatanya "Kau sangka bahwa kemenanganmu yang kebetulan itu dapat kau banggakan?"
"O"
Desis Mahisa Bungalan "jadi kau anggap yang telah terjadi ini hanya sekedar kebetulan. Baiklah Aku beri kesempatan kau mengambil senjatamu. Kemudian lawan aku"
"Kau terlalu sombong"
Geram perampok yang kehilangan senjata itu "Apakah kau tidak memperhitungkan kemungkinan, bahwa dengan demikian aku akan dapat memenggal lehermu?"
Mahisa Bungalan tertawa. Katanya "Pertempuran lelah membakar halaman ini. Marilah, jangan merajuk lagi"
Kemarahan yang tidak tertahankan telah membakar jantung orang itu.
Dengari ragu-ragu ia bergeser mendekati pedangnya.
Tetapi Mahisa Agni sama sekali tidak mencegahnya.
Namun dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan menunggu orang itu mengambil pedangnya, ternyata pemimpin perampok itu telah melakukan sesuatu yang mendebarkan jantung Mahisa Bungalan.
Pemimpin perampok yang kurang memperhitungkan keadaan itu telah meninggalkan arena, karena menurut perhitungannya, orang-orangnya akan cepat menyelesaikan pertempuran itu.
Pemimpin perampok itu telah membuat langkah tersendiri.
Selagi pertempuran itu berkobar, ia akan memasuki rumah saudagar kulit itu untuk merampas hartabendanya.
Jika pertempuran itu selesai, maka iapun telah selesai pula, sehingga semuanya dapat berlangsung cepat.
Karena itu, maka pemimpin perampok itupun tidak menghiraukan lagi pertempuran yang sedang terjadi di halaman.
Dengan tangkai pedangnya ia telah mengetuk pintu pringgitan rumah saudagar kulit itu.
Tetapi kedua orang penjaga yang berada di pringgitan tidak mau membukanya.
Bahkan mereka telah menyiapkan diri untuk melawan si apapun yang memasuki pintu itu.
Pemimpin perampok itu menjadi sangat marah.
Karena itu, maka iapun telah bertekad untuk memecahkan pintu itu.
Meskipun ia mengerti bahwa pintu itu diselarak, tetapi ia yakin akan kekuatannya, bahwa ia akan dapat memecah pintu itu.
Karena itu, maka iapun memerintahkan seorang mengikutnya untuk berjaga-jaga, sementara ia akan memecahkan pintu itu.
Mahisa Bungalan ternyata tidak sempat melayani perampok yang dengan ragu-ragu memungut pedangnya.
Ketika ia melihat pemimpin perampok itu mundur dua langkah untuk mengambil ancang-ancang, maka Mahisa Bungalanpun telah bersiap-siap.
Sejenak kemudian maka pintu pringgitan rumah saudagar itu telah berderak.
Ketika pintu itu pecah, maka Mahisa Bungalanpun segera meloncat memburunya, epat pada saat perampok yang memungut pedangnya itu berhasil meraih senjatanya.
"Pengecut"
Perampok itu berteriak "Jangan lari"
Tetapi teriakan itu terputus ketika ia melihat, bahwa orang yang disangkanya melarikan diri itu justru telah mendekati pemimpinnya.Pada saat pintu berderak, maka seorang perampok yang mengikuti pemimpinnya itu dengan serta merta telah menerobos masuk.
Namun pada saat itu, dua ujung pedang lelah menahannya sehingga orang itu terkejut dan meloncat surut.
Sementara itu, pemimpin perampok yang telah memecahkan pintu itu tidak sempat memasuki rumah saudagar kulit itu, karena Mahisa Bungalan telah berdiri di belakangnya sambil mengacukan senjatanya "Jangan bodoh.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kau akan mati paling awal"
"Gila"
Geram pemimpin perampok itu "Kau akan membunuh diri he?"
"Tinggalkan pintu itu"
Desak Mahisa Bungalan "Jika kau ingin bertempur, marilah"
Pemimpin perampok itu menjadi sangat marah.
Maka iapun tidak bertanya lebih lanjut.
Dengan serta merta iapun segera menyerang Mahisa Bungalan dengan kemarahan yang meluap-luap.
Tetapi ternyata pemimpin perampok itu telah membentur kekuatan yang tidak diduganya.
Ia menyangka bahwa ia akan dapat dengan mudah menguasai lawannya.
Kemudian membunuhnya dan meneruskan niatnya memasuki rumah yang pintunya telah dipecahkannya itu.
Tetapi ternyata anak muda yang lelah mengganggunya itu mampu mengimbangi kecepatan bergerak dan bahkan kekuatannya.
"Iblis Buruk"
Geramnya "kau menyombongkan kemampuanmu yang tidak berarti itu?"
Mahisa Bungalan tidak menjawab.
Tetapi iapun kemudian membalas serangan itu dengan serangan pula.Dalam pada itu, kedua penjaga rumah saudagar itupun telah berhadapan dengan perampok yang seorang, yang telah melangkah surut ke pendapa ketika dua orang penjaga rumah itu mendesaknya dengan pedang teracu.
Perkelahianpun tidak dapat dihindarkan lagi.
Kedua orang penjaga rumah itu telah bertempur melawan perampok yang seorang.
Sementara itu, maka pertempuran telah berkobar dengan sengitnya.
Ternyata jumlah para perampok yang banyak itu telah berpengaruh pula.
Para pengawal yang memiliki bekal olah kanuragan itupun harus mengerahkan segenap kemampuannya, karena sebagian besar dari mereka harus bertempur melawan dua orang lawan.
Witantra yang melihat kesulitan para pengawalpun kemudian memasuki arena pula, setelah ia minta agar salah seorang pengawal mengawasi pengawal yang lain mengawasi keadaan di luar regol.
"Jika kalian yakin akan ada apapun juga, masuklah, dan bantulah kawan-kawanmu"
Berkata Witantra "atau jika anak-anak muda padukuhan ini telah datang dengan obor di tangan"
Pengawal itu mengangguk.
Demikian ia meninggalkan halaman keluar regol menemui seorang pengawal yang lain, Witantra telah terjun ke dalam arena pertempuran.
Seperti Mahisa Agni, Witantra berusaha mengurangi lawan sebanyak-banyaknya.
Tetapi seperti juga Mahisa Agni, Witantra hanya melumpuhkan lawannya, tetapi ia berusaha menghindari kematian.
Para perampok itu sebaiknya ditundukkan tanpa mengorbankan hidup mereka.
Tetapi dalam pertempuran seru, para pengawal tidak dapat dipersalahkan apabila merekapun telah membunuhlawan-lawan mereka, sebagaimana para perampok itu juga berusaha untuk membunuh.
Karena itu, maka keduanyapun telah bekerja keras di tempat yang terpisah.
Ternyata Akuwu Suwelatama sempat memperhatikan keduanya.
Bagaimanapun juga ia menjadi sangat kagum melihat ketrampilan mereka bergerak meskipun keduanya telah menjadi semakin tua.
Seolah-olah keduanya sama sekali tidak berbuat apa-apa.
Lawan-lawan merekalah yang datang, kemudian terlempar keluar gelanggang oleh luka yang tergores di tubuh mereka.
Justru karena kehadiran Mahisa Agni dan Witantra itulah, maka lambat laun, para pengawal semakin mendapat kesempatan untuk menyesuaikan diri.
Lawan mereka susut dengan cepat, meskipun jumlah para pengawalpun telah berkurang.
Tetapi pada umumnya para pengawal memiliki kemampuan yang cukup untuk mempertahankan diri dalam pertempuran yang kalut itu.
Jika seseorang terdesak oleh dua orang lawan, maka tiba- tiba saja pengawal yang lain telah mengisi tempatnya meskipun dengan demikian ia telah meninggalkan lawannya.
Namun pada saat yang singkat, kedudukannya telah digantikan pula oleh kawannya yang lain pula.
Dengan demikian, maka para perampok itu kadang- kadang memang menjadi agak bingung.
Kesempatan yang demikian itulah yang kemudian dipergunakan oleh para pengawal untuk menyesuaikan diri lebih mapan lagi.
Karena itulah, maka setiap kali para perampok itu telah kehilangan korbannya.
Bahkan kadang-kadang justru mereka sendirilah yang terjebak ke dalam ujung senjata.
Dalam pada itu.
Mahisa Bungalanpun telah bertempur dengan sengitnya melawan pemimpin perampok itu di pendapa.
Ternyata pemimpin perampok itu memangmemiliki kemampuan untuk melakukan kewajibannya.
Untuk beberapa saat ia mampu mengimbangi kemampuan Mahisa Bungalan.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan memang belum sampai ke puncak kemampuannya.
Sementara itu, dua orang penjaga rumah saudagar kulit itupun telah bertempur dengan segenap kemampuan mereka.
Ternyata bahwa keduanya harus berjuang untuk tetap dapat mempertahankan diri melawan seorang perampok yang garang.
-oo0dw0oo-
Jilid 27 NAMUN dalam pada itu, ternyata saudagar kulit itu sendiri tidak mau berdiam diri.
Ketika ia melihat arena, dan menganggap bahwa tidak akan ada seorangpun yang akan masuk ke dalam rumahnya dan mengganggu keluarganya, maka iapun telah keluar pintu pringgitan dengan senjata di tangannya.
Dengan serta merta ia telah menggabungkan diri dengan dua orang penjaga rumahnya melawan seorang perampok yang sudah siap memasuki rumahnya itu.
Meskipun saudagar itu bukan seorang berilmu linggi, tetapi kehadirannya dapat membantu kedua orang penjaga rumahnya melawan perampok yang garang itu.
Bahkan dengan kehadirannya maka perampok itu mulai terdesak.
Bagaimanapun juga, ujung tombak orang itu harus diperhitungkan oleh perampok itu.
Demikianlah, halaman rumah saudagar kulit itu, benar- benar telah terbakar oleh api pertempuran yang sengit.Tubuh yang berlumuran darah mulai terbaring berserakan.
Bahkan ada diantara mereka yang sudah tidak bernyawa lagi.
Dalam pada itu, Mahisa Bungalan akhirnya telah sampai di tempat yang semakin tinggi.
Karena itulah, maka ia mulai mendesak lawannya.
Bagaimanapun juga pemimpin perampok itu harus mengakui bahwa Mahisa Bungalan memiliki ilmu yang tidak dapat diimbanginya.
Karena itulah, maka pemimpin perampok itu telah bergeser menepi pendapa.
Ia sadar, bahwa jumlah orang- orangnya lebih banyak dari jumlah lawan mereka.
Karena itu, maka ia ingin berada diantara mereka, sehingga ia akan mendapat satu dua orang kawan untuk melawan Mahisa Bungalan.
Sebenarnyalah Mahisa Bungalan mendesaknya terus.
Namun jumlah yang banyak di halaman masih belum teratasi.
Pertempuran itu masih berlangsung dengan sengitnya, meskipun Mahisa Agni dah Witantra berusaha mengurangi jumlah lawan sebanyak-banyaknya.
Sementara itu, dalam hiruk pikuk pertempuran itu, tiba- tiba telah terdengar sorak yang gegap gempita.
Sejenak kemudian, udara di luar dinding halaman rumah itu bagaikan terbakar oleh beberapa puluh obor yang menyala.
Pemimpin perampok itu terkejut.
Dengan serta merta ia meloncat panjang mengambil jarak dari Mahisa Bungalan.
Ia berusaha untuk melihat apa yang telah terjadi diluar halaman.
Ternyata Mahisa Bungalan sengaja memberi kesempatan kepada lawannya itu untuk menilai keadaan.
Mahisa Bungalan sendiri tidak tahu, apakah yang sebenarnya terjadi.
Tetapi menilik suasananya, maka agaknya anak- anak muda padukuhan itu telah mulai bergerak.Witantralah yang mengerti dengan pasti apa yang telah terjadi, sehingga karena ttu, maka iapun berteriak nyaring mengatasi dentang senjata beradu "He, para perampok yang malang.
Lihatlah, kawan-kawan kami dalam jumlah yang tidak terhitung telah mengepung halaman rumah ini.
Kami yang berada di halaman ini dalam jumlah yang lebih kecil dari kalian, tentulah dapat menahan dan bahkan lambat laun akan mengalahkan kalian.
Apalagi jika pemimpin padukuhan ini memerintahkan kepada semua orang untuk memasuki halaman ini"
Sejenak suasana menjadi hening.
Baik pada perampok maupun para pengawal berusaha mendengarkan kata-kata Witantra.
Karena itu, pertempuran itupun seolah-olah telah dihentikan.
Sementara itu, Witantra yang mengerti, bahwa kata- katanya masih kurang dimengerti telah mengulanginya, lebih keras dari semula.
Dalam pada itu, maka Mahisa Agni dan Mahisa Bungalanpun segera mengetahui, bahwa agaknya Witantra telah mengatur mereka.
Setidak-tidaknya Witantra telah menyetujui atas apa yang telah terjadi.
Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun telah berkata pula kepada pemimpin perampok itu "Nah, kau dengar keterangan kawanku itu? "Persetan"
Geram pemimpin perampok "Yang kalian suruh membawa obor itu adalah perempuan dan anak-anak. Kalian menyangka bahwa kami akan menjadi Ketakutan karenanya"
"Bukankah kalian tidak cacat telinga? Jika demikian kalian akan dapat mendengar, bahwa suara yang cukup gempita itu bukan suara perempuan dan anak-anak"
Sahut Mahisa Bungalan."Tetapi mereka pengecut seperti perempuan dan anak- anak"
Teriak pemimpin perampok itu.
"Bagus. Bukankah dengan demikian kalian telah menantang, agar kawan-kawan kami itu memasuki regol ini?"
Jawab Witantra.
"Bagus"
Sahut pemimpin perampok itu "biarlah mereka masuk, agar pekerjaan akan lebih cepat selesai"
"Omong kosong"
Geram Witantra. Lalu "Baiklah. Aku akan membawa mereka masuk dan kita akan menghancurkan mereka sampai lumat"
Witantra tidak menunggu jawaban.
Iapun kemudian beringsut.
Ketika seorang pengawal sudah mengambil alih tempatnya, maka iapun segera meninggalkan arena, pergi keluar regol halaman.
Kepada kedua orang pengawal yang berada di luar regol ia berkata "Mintalah obor kepada anak-anak muda itu.
Kita bertiga akan memasuki halaman.
Kemudian suruhlah sepuluh anak muda yang paling berani memasuki halaman itu.
Tetapi tugas kita untuk melindungi mereka"
Kedua pengawal itupun kemudian menemui anak-anak muda itu.
Keduanyalah yang kemudian membawa obor bersama Witantra memasuki halaman.
Namun merekapun telah berpesan, bahwa sesaat kemudian, sepuluh orang diantara anak-anak muda itu, yang dipilih berdasarkan suka rela, agar memasuki halaman dengan senjata di tangan.
Mungkin mereka harus bertempur.
Tetapi para pengawal akan berusaha melindungi mereka.
Demikianlah, maka tiga orang pembawa obor telah memasuki halaman itu, sehingga halaman itu menjadi sedikit terang.
Tetapi cahaya tiga buah obor itu tidak dapat menjangkau terlalu jauh.Sementara itu, para perampok itupun dengan serta merta telah berusaha menyerang mereka bertiga.
Tetapi mereka telah terbentur oleh kemampuan ketiga orang itu.
Dengan obor di tangan kiri, mereka mampu bertempur dengan tangan kanannya.
Bahkan sekali-sekali api obor mereka itupun dapat mereka pergunakan sebagai senjata.
"Itulah mereka"
Desis Mahisa Bungalan "Mereka bukan perempuan dan anak-anak. Dan ternyata merekapun mampu bertempur menghadapi anak buahmu"
Pemimpin perampok itu menjadi bimbang.
Ia benar- benar melihat dari pendapa, tiga orang pemegang obor itu mampu bertempur dengan kemampuan yang tinggi.
Dalam keragu-raguan itu, tiba-tiba sepuluh anak muda telah memasuki halaman itu pula sambil membawa obor di tangan kiri dan senjata di tangan kanan.
Namun agaknya para perampok itupun menjadi semakin berhati-hati.
Apalagi para pengawal yang laigun telah berusaha untuk melihat setiap orang yang ingin menyerang anak-anak muda yang membawa obor itu.
Di luar halaman masih terdengar sorak yang gegap gempita.
Ternyata sorak itu telah mempengaruhi tekad para perampok itu untuk bertempur terus.
Dengan obor yang kemudian berada di halaman rumah itu, maka halaman itupun menjadi semakin terang.
Sebenarnyalah bahwa kemudian ternyata bahwa kekuatan para pengawal seolah- olah menjadi lebih besar dari kekuatan para perampok yang dengan cepat susut di sebelah menyebelah Mahisa Agni dan Witantra.
Dalam pada itu, sebenarnyalah kehadiran anak-anak muda itu sangat mempengaruhi keadaan.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiga belas obor di halaman itu, rasa-rasanya bagaikan berpuluh-puluh orangyang datang untuk ikut melibatkan diri ke dalam pertempuran.
"Menyerahlah"
Berkata Akuwu Suwelatama mengatasi segala hiruk pikuk "Aku adalah pemimpin dari anak-anak muda yang datang memasuki halaman ini.
Jika kalian menyerah, aku berjanji, untuk memerlakukan kalian dengan baik.
Tetapi jika tidak, maka aku akan memerintahkan semua orang untukmasuk halaman ini"
Perampok-perampok itu menjadi ragu-ragu.
Ternyata mereka telah berhadapan dengan orang-orang yang benar- benar memiliki kemampuan untuk bertempur.
Mereka bukan orang-orang dungu yang hanya sekedar mengenal hulu pedang dan tangkai tombak, tetapi mereka benar-benar mampu mempergunakannya di medan.
Namun dalam pada itu, pemimpin perampok itupun berteriak "Jangan diperbodoh.
Hanya satu dua orang saja diantara mereka yang mampu bertempur.
Yang lain mereka sama sekali tidak berarti.
Karena itu, hancurkan mereka"
Para perampok yang semula ragu-ragu itu tiba-tiba telah dijalari oleh kemarahannya kembali.
Teriakan pemimpinnya seolah-olah telah memanaskan kembali darah mereka yang hampir membeku.
Karena itu, maka senjata yang sudah mulai merundukpun telah terangkat kembali.
Sehingga dengan demikian, maka pertempuranpun telah berkobar lagi dengan dahsyatnya.
Dalam pada itu, Mahisa Agni dan Witantraiah yang kemudian menempatkan diri diantara anak-anak muda yang membawa obor itu.
Karena mereka mengerti, bahwa anak-anak muda itu akan mengalami kesulitan jika para perampok itu benar-benar menyerang mereka.Sementara itu, beberapa orang pengawalpun telah berada pula diantara anak-anak muda itu.
Bersama Mahisa Agni dan Witantra maka mereka lelah siap menghadapi para perampok yang akan menyerang anak-anak muda yang membawa obor itu.
"Lawanlah setiap orang menyerangmu"
Berkata Mahisa Agni kepada mereka "kami akan selalu dekat bersama kalian"
Anak-anak muda menjadi tenang, meskipun mereka merasa bahwa kemampuan mereka bertempur masih jauh dari tataran kemampuan para pengawal.
Tetapi dengan senjata ditangan, mereka harus berusaha melindungi diri mereka sendiri bersama para pengawal yang berada di sekitar mereka.
Demikianlah ketika pertempuran telah berkobar lagi, maka Mahisa Agni dan Witantra telah, bekerja lebih keras.
Ternyata mereka berharap bahwa dengan mengurangi lawan sebanyak-banyaknya pertempuranpun akan segera dapat dihentikan.
Karena itulah, maka setiap orang yang mendekati kedua orang itu telah terlempar dengan luka di tubuh.
Bahkan luka-luka itu kadang-kadang benar-benar telah melumpuhkan kemampuan mereka dan membahayakan jiwamereka.
Tetapi seperti kebiasaan para pengawal, para perampokpun selalu membawa obat-obat yang dapat mereka pergunakan untuk sementara.
Setidak-tidaknya untuk rnengurangi darah yang mengalir dari luka.
Sekali lagi para perampok itu merasa, bahwa mereka benar-benar berhadapan dengan orang-orang yang berkemampuan.
Sehingga merekapun telah meragukan kata-kata pemimpin mereka, bahwa diantara lawan merekahanya satu dua orang sajalah yang memiliki kemampuan olah kanuragan.
Dalam pada itu, pemimpin mereka sendiri itupun telah mengalami kesulitan pula.
Mahisa Bungalan semakin lama telah menekan pemimpin perampok itu semakin berat, se- hingga akhirnya pemimpin perampok itu tidak dapat lagi lari dari kenyataan bahwa ia tidak akan dapat bertahan lebih lama lagi.
Dengan susah payah ia telah berusaha menggeser diri dan kemudian bergabung diantara kawan- kawannya dengan harapan, bahwa satu atau dua orang kawannya akan dapat membantunya.
Tetapi jumlah perampok yang banyak itu ternyata telah jauh susut.
Sebagian dari mereka telah terkapar di pinggir halaman dalam keadaan luka.
Bahkan ada yang terlalu parah dan bahkan ada satu dua yang tidak akan tertolong lagi jiwanya.
"Kau tidak akan mampu lagi berbuat apa-apa"
Desis Mahisa Bungalan yang memburunya.
"Persetan"
Geram pemimpin perampok itu. Namun Mahisa Bungalanpun telah memaksanya untuk mengakui satu kenyataan baru, tiba-tiba saja lengannya telah tergores senjata.
"Gila"
Geram pemimpin perampok itu.
"Jangan mengumpat-umpat"
Desis Mahisa Bungalan "Kau harus mengakui kenyataan itu. Kaupun akan melihat, sebentar lagi pemimpin kami akan memerintahkan kawan- kawan kami yang berada diluar untuk masuk"
"Omong kosong"
Jawab pemimpin perampok itu. Tetapi kata-katanya telah patah, karena sekali lagi senjata Mahisa Bungalan telah mematuk pundaknya."Sebentar lagi kau akan terluka arang kranjang"
Geram Mahisa Bungalan.
Tetapi pemimpin perampok itu masih mengumpat- umpat.
Dalam pada itu, Mahisa Agni dari Witantrapun mendengar kata-kata Mahisa Bungalan tentang anak-anak muda yang membawa obor diluar.
Karena itu, maka Mahisa Agnipun berbisik kepada salah seorang pembawa obor "Suruh kawan-kawanmu masuk.
Tetapi hati-hati.
Kalian harus membawa senjata siap untuk dipergunakan.
Jumlah kalian yang banyak, akan sangat berpengaruh.
Sementara api obor kalianpun merupakan senjata yang dapat kalian pergunakan pula jika perlu"
Demikianlah seorang anak muda telah meninggalkan halaman untuk memanggil kawan-kawan mereka.
Yang sejenak kemudian, sambil berteriak gegap gempita, mereka telah memasuki, halaman dan langsung berdiri memutari arena sambil mengacungkan senjata mereka di tangan kanan.
Senjata apa saja yang dapat mereka bawa.
Pedang, tombak, parang dan bahkan kapak dan dandang.
Namun dalam pada itu, kehadiran anak-anak muda itu benar-benar telah membuat hati para perampok yang garang itu menjadi kecut.
Betapapun lemahnya mereka orang per orang, namun bersama-sama mereka akan merupakan kekuatan yang sulit untuk dilawan.
Apalagi diantara mereka benar-benar terdapat kemampuan yang melampaui kemampuan para perampok itu sendiri.
Pemimpin para perampok itu termangu-mangu.
Orang itu tidak banyak ambil peranan.
Tetapi ternyata lawannya yang masih muda, yang memiliki ilmu yang melampaui kemampuannya itu tidak banyak membantah.Karena itu, maka pemimpin perampok ilupun kemudian melemparkan senjatanya diikuti oleh para perampok yang lain.
"Kalian menjadi tawananku"
Berkata Akuwu Suwelatama. Orang-orang yang sudah melemparkan senjatanya itu sama sekali tidak menjawab. Namun merekapun sadar, bahwa mereka akan diikat tangannya dan dipaksa duduk dipendapa itu sampai saatnya mereka akan dihadapkan kepada Akuwu.
"Tetapi jika terdapat orang-orang gila di padukuhan ini, kita akan dibantai besok"
Berkata para perampok itu di dalam hatinya.
Namun justru karena kawan mereka cukup banyak, maka mereka masih berpengharapan bahwa mereka tidak akan diperlakukan demikian.
Sebenarnyalah seperti yang mereka duga, maka para perampok itupun telah diikat tangannya dibelakang tubuhnya.
Hanya beberapa orang saja yang dibiarkan lepas dari ikatan, namun mereka mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan kawan-kawannya yang terbunuh di peperangan itu, sementara yang terluka harus mereka kumpulkan di pendapa.
Demikianlah, hampir semalam suntuk mereka membersihkan halaman rumah saudagar kulit itu.
Sementara saudagar kulit itupun telah menemui Akuwu Suwelatama untuk mengucapkan terima kasih.
"Aku belum pernah mengenal Ki Sanak"
Berkata Saudagar kulit itu "Tetapi bahwa Ki Sanak telah datang dan memimpin sekelompok orang yang mampu mengalahkan para perampok ini tentu akan sangat membesarkan hati kita semuanya"Akuwu Suwelatama itu tersenyum.
Katanya "Apakah kau sudah mengenal kawan-kawanku yang lain?"
"Ada satu dua orang yang dapat aku kenal"
Berkata saudagar itu "Mereka adalah orang-orang dari padukuhan lain yang sedang berkunjung kepada sanak keluarganya di sini Atau?"
"Atau?"
Ulang Akuwu Suwelatama. Saudagar itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kepergian para pengawal dari padukuhan ini telah meninggalkan beberapa orang diantara mereka secara tersembunyi"
"Ya"
Jawab Akuwu Suwelatama.
"Itukah kalian?"
Bertanya saudagar itu.
Akuwu Suwelatama tersenyum.
Akhirnya ia berkata kepada anak-anak muda yang ada di halaman, kepada para perampok yang telah menyerah dan kepada saudagar itu "Kami adalah para pengawal yang memang bertugas di daerah ini sepeninggalkan para pengawal yang dengan wajar tinggal di sini sebelumnya"
"Gila"
Geram para perampok.
Baru mereka sadar, bahwa mereka telah dijebak oleh para pengawal itu.
Bagaimanapun juga para perampok itu harus membuat perhitungan.
Sebelum anak-anak muda yang membawa obor itu memasuki halaman, mereka sudah mengalami kesulitan.
Karena itu, kehadiran anak-anak muda yang membawa obor itu, tentu akan sangat besar pengaruhnya karena jumlah mereka cukup banyak.
Dalam pada itu, pemimpin perampok itupun terkejut.
Ia sama sekali tidak mengira, bahwa di padukuhan ika terdapat kekuatan yang seimbang dengan kekuatan orang-orangnya, ditambah dengan sejumlah anak-anak muda.
Seandainya anak-anak muda itu tidak berkemampuan apapun juga, namun bersama-sama dengan kekuatan yang terdahulu, maka mereka memang tidak akan terlawan.
Selagi pemimpin perampok itu termangu-mangu, maka Mahisa Bungalanpun berkata "Pikirkan masak-masak.
Kau dapat membunuh diri dalam pertempuran ini.
Tetapi jangan semua pengikutmu kau paksa untuk membunuh diri juga"
"Persetan"
Geram pemimpin perampok itu.
"Kau lihat keseimbangan pertempuran ini?"
Bertanya Mahisa Bungalan.
Pemimpin perampok itu terpaksa merenung.
Dalam saat- saat yang demikian, ternyata Mahisa Bungalan tidak menyerangnya.
Ia sengaja memberi kesempatan kepada pemimpin perampok itu untuk menilai keadaan.
Ternyata bahwa pemimpin perampok itu tidak dapat mengingkari kenyataan itu.
Para perampok itu tidak akan dapat melawan sejumlah orang yang memiliki ilmu yang cukup untuk melawan para perampok itu, selebihnya sejumlah anak-anak muda yang membawa obor di sekitar arena yang jumlahnya cukup banyak itu.
Karena itu, maka akhirnya iapun harus mengakui kenyataan yang dihadapinya itu.
Dengan berat hati, maka apun kemudian memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk menghentikan perlawanan.
"Tidak ada gunanya lagi kita bertempur"
Berkata pemimpin perampok itu.
"Tegaskan, bahwa kalian telah menyerah"
Desak Mahisa Bungalan.Pemimpin perampok itu tidak dapat ingkar. Maka katanya kemudian "Kita menyerah"
Pertempuran di halaman itupun segera berhenti. Para perampok itupun kemudian bergeser berkumpul di tengah- tengah halaman. Pemimpin perampok itupun telah berada diantara mereka pula. Tiba-tiba dalam pada itu terdengar perintah Pangeran Suwelatama "
Letakkan senjatamu"
"Siapa kau?"
Bertanya pemimpin perampok itu.
"Aku pemimpin orang-orang padukuhan dan anak-anak muda ini"
Jawab Akuwu Suwelatama.
Para perampok itupun kemudian mengerti, bahwa kepergian para pengawal dengan mengadakan pertemuan pelepasan yang sengaja dibuat cukup meriah itu adalah untuk memancing agar mereka datang ke padukuhan itu, karena mereka tentu menganggap bahwa mereka tidak akan dihalangi lagi oleh para pengawal.
Namun ternyata bahwa secara tersembunyi, para pengawal itu masih tinggal di padukuhan di sekitar Kedung Sertu itu, sehingga pada saatnya para perampok itu datang, maka mereka telah benar-benar masuk ke dalam jebakan, dan tidak dapat lagi melepaskan diri.
Dalam pada itu, Akuwu Suwelatama berkata selanjutnya "Nampaknya kalian memang belum pernah mengenal aku dengan baik meskipun namaku mungkin sudah kalian kenal"
"Siapakah Ki Sanak sebenarnya?"
Saudagar itulah yang bertanya, sementara para perampokpun segera ingin tahu, dengan siapa ia berhadapan."Aku adalah Suwelatama. Akuwu Suwelatama"
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jawabnya.
"Akuwu Suwelatama"
Hampir setiap mulut berdesis. Bahkan saudagar itupun tiba-tiba telah berjongkok di hadapan Akuwu sambil berkata sendat "
Ampun, Akuwu. Sebenarnyalah hamba tidak tahu, bahwa hamba berhadapan dengan Akuwu Pangeran Suwelatama"
Akuwu Suwelatama menarik bahu saudagar itu sambil berkata "Berdirilah.
Adalah menjadi kewajibanku untuk melakukan tugas seperti ini.
Namun selain aku, diantara kami terdapat tiga orang prajurit Singasari.
Mereka justru para Senopati yang mempunyai kegemaran khusus, menangani sendiri persoalan seperti yang terjadi di sini.
Mereka adalah Mahisa Bungalan, Mahisa Agni dan Witantra"
Ketika Akuwu menunjuk ketiga orang itu, maka pemimpin perampok itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya kepada orang yang berada di dekatnya "Karena itu, ia memiliki ilmu iblis yang tidak dapat aku atasi"
Tetapi justru karena itu, maka para perampok itu dapat menempatkan dirinya.
Mereka menyesal bahwa mereka terlalu bodoh sehingga terjebak.
Namun bahwa mereka harus kalah dari para pengawal dan bahkan diantara mereka terdapat Senopati dari Singasari adalah wajar sekali.
Karena itu, maka kemudian sama sekali tidak ada niat sepercikpun untuk berusaha, melepaskan diri, karena yang demikian itu tentu hanya akan sia-sia.
Dan bahkan akan dapat membuat mereka semakin sulit.
Dalam pada itu, maka Akuwu Suwelatamapun segera membenahi pasukannya.
Di hari berikutnya, ia telah memeriksa pemimpin perampok itu dan beberapa orang diantara mereka.
Akuwu ingin meyakinkan, apakah yangdatang itu merupakan bagian kecil saja dari gerombolan perampok yang berada di daerah Kedung Sertu, atau merupakan sebagian besar sehingga yang tersisa tidak lagi berbahaya bagi padukuhan itu.
Seorang perampok yang masih muda ketika dihadapkan kepada Pangeran Suwelatama telah menjawab segala pertanyaan dengan jujur, karena ia sama sekali tidak mempunyai harapan apapun lagi.
Sementara itu, pemimpin, perampok itu sendiri telah mengatakan sebagian besar sesuai dengan kenyataan, meskipun masih terasa bahwa ia berusaha untuk melindungi sarang mereka yang sebenarnya.
Tetapi perampok muda dalam pemeriksaan terpisah mengatakan "Tempat itu dapat dicapai dengan jalan darat.
Jika kami setiap kali menghilang di dalam rawa-rawa dengan rakit-rakit khusus itu sebenarnya hanya sekedar untuk mengelabui para pengawal.
Namun ternyata bahwa kini kami telah terjebak dan tidak mungkin untuk dapat bangkit lagi.
Kawan-kawan kami yang tersisa tinggal sedikit.
Diantara mereka tidak ada seorangpun yang akan mampu memimpin kelompok kecil yang tinggal itu"
"Apakah kau dapat menunjukkan jalan darat itu?"
Bertanya Akuwu Suwelatama.
"Tentu"
Jawab perampok yang masih muda itu.
Sebenarnyalah Akuwu Suwelatama berniat untuk menghancurkan gerombolan perampok itu sampai tuntas.
Meskipun yang tersisa itu hanya kecil, tetapi yang kecil itu akan dapat menjadi benih yang tumbuh, sehingga akan menjadi sebatang pohon yang besar dan yang akar-akarnya akan menghisap makanan di sekitarnya.
Karena itu, berdasarkan beberapa keterangan dari para perampok itu, maka Akuwu Suwelatamapun telahmenyusun sepasukan pengawal yang ada padanya untuk datang langsung ke sarang para perampok yang tersisa itu, sekaligus untuk mengetahui apa saja yang telah tersimpan di dalam sarang itu.
"Kita harus bekerja cepat, sebelum berita tertangkapnya para perampok ini sampai ke telinga merekar berkata Akuwu Suwelatama. Dengan demikian, maka Akuwu Suwelatama telah menyerahkan para perampok yang sudah tidak berdaya itu untuk di simpan di dalam tempat-tempat khusus dengan tangan terikat kepada anak-anak muda di padukuhan itu. Ia sendiri akan memimpin para pengawal untuk langsung datang ke sarang para perampok itu, meskipun ada beberapa orang yang diperintahkannya untuk tinggal bersama anak-anak muda padukuhan itu mengawasi para perampok yang telah menyerah.
"Kita akan segera berangkat"
Berkata Akuwu "sebenarnya jarak yang akan kita tempuh tidak terlalu jauh, meskipun jalan memang agak sulit"
Dengan petunjuk seorang perampok yang masih muda itu, maka pasukan pengawal itupun telah berangkat menuju ke sarang para perampok yang masih tersisa.
Ternyata perjalanan menuju kelempat tujuan memang sangat sulit.
Mereka melalui hutan yang lebat dan tanah yang berair.
Meskipun mereka dapat menempuhnya tanpa rakit, tetapi langkah mereka tersendat-sendat oleh alam yang masih sangat buas.
"Kenapa kalian memilih tinggal di tempat seperti ini?"
Bertanya Mahisa Bungalan kepada perampok muda itu.
"Tentu kami memilih tempat yang sulit dijangkau oleh orang lain"
Jawab perampok itu."Lalu, apakah arti dari hidupmu.
Kau merampok harta benda dengan taruhan nyawa.
Kemudian kau sembunyikan harta benda itu ditempat yang sulit dicapai.
Kaupun tinggal di tempat itu pula.
Apakah dengan demikian harta benda yang kau rampok dengan taruhan nyawa itu dapat berarti bagi hidupmu.
Apakah harta benda itu cukup kau taruh di atas pembaringanmu tanpa dipergunakan untuk apapun?"
Bertanya Mahisa Bungalan. Perampok itu termangu-mangu. Pertanyaan itu memang terdengar aneh ditelinganya.
"Jadi untuk apa sebenarnya harta benda yang kau rampok itu?"
Desak Mahisa Bungalan.
"Bukankah harta benda itu sangat tinggi nilainya?"
Bertanya perampok itu.
"Sesuatu akan menjadi tinggi nilainya jika sesuatu itu berarti bagi kehidupan"
Jawab Mahisa Bungalan "harta benda yang tertimbun tanpa dipergunakan untuk apapun juga, nilainya tidak lebih dari setumpuk jerami bagi atas tidur. Atau nilainya sama dengan seonggok batu padas di pinggir rawa-rawa itu. Renungkan"
Perampok itu termangu-mangu.
Namun kepalanya terangguk-angguk kecil.
Ia mulai mengerti, bahwa harta benda yang tertumpuk itu memang tidak mempunyai nilai apapun juga selama harta benda itu tidak dipergunakan.
Emas dan perak memang tidak lebih dari batu dan padas yang berserakkan jika emas dan perak itu hanya disembunyikan di dalam goa.
"Sementara itu hidupmu terlantar, kau makan apa yang dapat kau tangkap di hutan-hutan dan air di rawa-rawa"
Berkata Mahisa Bungalan kemudian "sementara itu orang lain yang mempunyai harta benda yang tidak berarti dapat menikmati makanan yang jarang pernah kau makan dantidur dongan hangat bersama sanak keluarga di rumahnya yang tidak jauh dari rumah sesamanya, sehingga mereka dapat hidup dalam satu lingkungan yang menyenangkan"
Perampok itu mengangguk-angguk.
Haru kemudian ia merasakan arti dari kata-kata Mahisa Bungalan itu.
Tetapi ia tidak dapat menjawabnya, la hidup dalam satu lingkungan tanua banyak mempersoalkan kehidupan itu sendiri.
Dalam pada itu, maka kelompok pengawal yang dipimpin langsung Akuwu Suwelatama itupun semakin lama menjadi semakin dalam memasuki daerah yang lebat, liar dan basah.
Setiap kali perampok muda itu memperingatkan, agar mereka berhati-hati terhadap ular air.
Ular yang hidup didaerah rawa-rawa dan mempunyai bisa yang sangat tajam.
"Ular itu mirip dengan ranting ramin kering"
Berkata perampok muda itu "kadang-kadang kita tidak dapat membedakannya dengan ranting-ranting yang melintang di hadapan kita.
Tetapi jika kaki menginjak, maka ulur itupun segera mematuk.
Jika ular itu berhasil mengggigit kita, maka harapan untuk dapat hidup kecil sekali.
Akuwupun selalu meneruskan peringatan itu kepada para pengawal.
Dengan demikian, maka mereka selalu berhati-hati.
Setiap langkah selalu diperhitungkan dengan waspada.
Karena banyak kemungkinan dapat terjadi.
Tergelincir jatuh membentur batang pepohonan, batu-batu padas, atau menginjak kaki ular air dan binatang air yang lain.
Dalam pada itu, Mahisa Agni yang berada di belakang tersama Witantra, berjalan dengan hati-hati pula.
Namun rasa-rasanya ia pernah hidup di daerah berawa-rawa sepertiitu.
Daerah yang di kelilingi oleh binatang-binatang air yang berbahaya.
Buaya kerdil dan ular air yang ganas.
Jarak tidak terlalu jauh itu ternyata telah ditempuh untuk waktu yang sangat lama.
Bahkan hampir sehari penuh.
Sehingga karena itu, maka merekapun harus bermalam semalam di daerah yang garang itu, karena baru pagi harinya mereka dapat mendatangi sarang perampok itu.
Mereka tidak akan dapat bertindak di malam hari, karena para perampok itu mengenal daerah mereka jauh lebih baik dari para pengawal.
Untuk menemukan tempat yang dapat mereka pergunakan untuk bermalam, maka mereka harus memasuki hutan lebih dalam.
Mereka memanjat pepohonan dan mencari cabang-cabang yang dapat mereka pergunakan untuk beristirahat dan tidur.
Meskipun mereka tidak perlu mencari cabang yang terlalu tinggi, tetapi juga tidak terlalu rendah, karena kadang-kadang air di rawa- rawa itu sempat naik dan mengangkat binatang-binatang di dalamnya pada permukaannya.
Untunglah bahwa para pengawal itu telah mendapat tempaan yang luar biasa lahir dan batin, sehingga meskipun mereka mengeluh di dalam hati, tatapi mereka tetap tabah menghadapinya.
Dengan bekal yang ada pada mereka, maka mereka sempat menahan lapar.
Namun seekor kijang yang sempat mereka tangkap menjelang senja, dapat membantu mereka untuk bertahan terhadap lembabnya udara.
Dengan perapian yang tidak begitu besar, mereka mematangkan kijang itu.
Baru kemudian, maka mereka mulai memanjat pepohonan ketika malam menjadi sangat gelap.Pagi-pagi benar mereka telah bersiap.
Setelah mereka menghitung jumlah mereka dan ternyata tidak ada yang kurang dan mengalami kesulitan, barulah mereka melanjutkan perjalanan.
Ternyata perjalanan itupun menjadi semakin berat.
Meskipun mereka adalah orang-orang yang terlatih, namun satu dua orang diantara mereka telah mulai mengeluh.
"Apakah anak itu tidak sengaja menyesatkan kita"
Desis salah seorang pengawal.
"Menilik keadaannya, ia tidak akan berbuat demikian"
Jawab kawannya "tetapi siapa tahu. Kadang-kadang yang kita lihat agak berbeda dari kenyataan yang sebenarnya"
"Jika ia menipu kami"
Sahut yang lain "Kita ikat dan kita lemparkan saja ke rawa-rawa itu"
Namun dalam pada itu mereka berjalan terus. Akuwu Suwelatama yang berada di belakang anak muda itupun bertanya "Apakah tujuan masih jauh?"
"Tidak. Kita sudah dekat"
Jawab perampok muda itu "memang lebih mudah lewat jalan air. Dengan rakit kita akan dapat mengambil jalan yang tidak terlalu banyak hambatan"
"Binatang air? Buaya misalnya?"
Bertanya Akuwu Suwelatama.
Namun dalam pada itu, iring-iringan itupun tiba-tiba telah berhenti.
Mereka melihat dihadapan mereka, seekor ular berwarna hijau coklat sebesar pohon pucang melintas dengan tenangnya.
Sekali binatang itu berhenti, mengangkat kepalanya untuk melihat kesebelah menyebelah.Rasa-rasanya tengkuk para pengawal itu meremang, jika ular itu menyerang mereka, maka mereka akan mengalami kesulitan.
Meskipun mereka bersenjata, tetapi melawan seekor ular raksasa yang muncul dari dalam kabel diatas rawa-rawa adalah pekerjaan yang sangat berat.
Dengan ekornya saja ular itu akan dapat menyapu mereka.
Ketika ular itu telah berlalu, maka perampok muda itu berkata "Ada tiga ekor ular raksasa di daerah rawa-rawa itu menurut penglihatan kami"
"Tiga akor?"
Bertanya Akuwu Suwelatama.
"Ya. Seekor yang hijau kecoklatan itu jawab perampok muda itu "Yang lain sering muncul dari dalam air. Kepalanya sebesar kepala kerbau. Bertanduk meski pun tidak sepanjang tanduk kerbau"
"Warnanya?"
Bertanya salah seorang pengawal.
"Hitam kelam"
Jawab perampok muda itu "Aku pernah melihatnya sekali.
Ketika rakit kami melintasi sebatang pohon air yang mirip dengan sebatang pohon beringin, dengan akar-akar yang bagaikan mecengkam jauh ke dalam tanah dibawah air, tiba-tiba disebelah pohon itu muncul sebuah kepala binatang air yang kami kira adalah seekor ular"
"Mengerikan"
Desis seorang pengawal "dan kalian masih juga berkeliaran didaerah itu?"
"Binatang itu tidak mengganggu"
Jawab perampok muda itu.
"Dan yang seekor lagi?"
Bertanya pengawal yang lain.
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itulah yang nampaknya mengerikan, meskipun jang seekor itupun tidak pernah mengganggu pula"
Jawab perampok muda itu "Yang seekor itu kepalanya warnakemerah-merahan.
Tubuhnya bergelang-gelang merah dan kuning.
Besarnya hampir sama dengan ular melintas itu.
Tetapi matanya seakan-akan memancarkan api.
Di telinganya seolah-olah terdapat gambar sumping, sehingga menurut dugaan kami, ular yang berwarna kemerah- merahan itu adalah raja dari segala jenis ular di daerah ini, meskipun bukan ular itulah yang terbesar, karena ular bertanduk yang berwarna hitam itu agaknya lebih besar"
Para pengawal itu memang merasa ngeri mendengarkan keterangan perampok muda itu.
Perampok itu tentu tidak berbohong atau sengaja menakut-nakutinya, karena mereka telah melihat salah seekor dari ular yang disebutkannya.
Ular yang berwarna hijau kecoklatan, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Namun demikian, iring-iringan itu berjalan terus.
Rawa- rawa itu nampaknya menjadi semakin liar.
Tetapi perampok muda itu mengatakan, bahwa mereka sudah dekat dengan sarang yang mereka tuju.
Beberapa puluh tonggak kemudian, mereka memasuki sebuah hutan yang semakin lama semakin kering.
Agaknya mereka telah menjauhi daerah rawa-rawa.
"Jika kami mempergunakan rakit, maka kami berhenti didaerah yang berair dibawah pohon raksasa itu"
Berkata perampok muda itu "disekitar pohon itu terdapat sarang buaya yang ganas. Tetapi kami sudah mengusai medan, sehingga kami dapat menempuh jalur yang paling aman"
Akuwu Suwelatama mengangguk-angguk.
Sementara itu mereka telah berada diatas tanah yang kering.
Bahkan kemudian mereka sampai kedarah yang berbatu padas.
Perampok muda itu tiba-tiba memberikan isyarat agar mereka berhenti.
Kemudian katanya kepada Pangeran Suwelatama "Kami tinggal di belakang batu karang itu.Disana masih ada beberapa orang kawan yang menjaga harta benda yang kami simpan"
"Hasil rampokan?"
Bertanya Akuwu.
"Ya"
Jawab perampok muda itu.
"Kalian menyimpan harta benda yang tidak terkira banyaknya. Tetapi kalian hidup di dalam lingkungan yang buas dan penuh dengan ancaman maut"
Desis Akuwu Suwelatama.
Perampok muda itu sama sekali tidak menjawab.
Sementara itu para pengawalpun telah berkumpul dan bersiap-siap menghadapi tugas mereka yang sebenarnya.
Memasuki sarang para perampok yang selalu mengganggu rakyat disekitar daerah rawa-rawa Kedung Sertu yang buas itu.
"Kita beristirahat sejenak"
Berkata Akuwu "kita siapkan diri kita untuk memasuki sarang itu. Meskipun menurut keterangan yang kita dapatkan, orang-orang yang tinggal bukan orang yang berbahaya, tetapi kita harus berhati-hati"
Demikianlah maka Akuwu Suwelatama itupun menyusun pasukannya sebaik-baiknya.
Setelah mereka beristirahat, maka atas petunjuk perampok yang masih muda itu, mereka telah bergerak.
Dengan hati-hati Akuwu Suwelatama membawa pasukannya melintasi daerah berbatu-batu padas.
Mereka melingkari sebuah onggokan batu karang berwarna keputih- putihan dan mengandung kapur.
Menurut perampok yang muda itu, maka dibelakang batu karang berkapur itulah, kawan-kawannya yang tersisa tinggal.
Demikianlah mereka sampai kesebelah batu karang itu, mereka telah melihat satu daerah yang tidak terlalu liar.Semacam sebuah halaman yang tidak terlalu luas membentang dihadapan mereka.
"Itukah?"
Desis Akuwu Suwelatama.
"Ya"
Jawab perampok muda itu.
Akuwu Suwelatama memberi isyarat kepada para pengawalnya.
Sementara itu Mahisa Bungalan berada di belakangnya dan Mahisa Agni serta Witantra justru berada di belakang.
Dengan isyarat, maka pasukan itu telah menebar.
Mereka akan mendekati sarang perampok itu yang dibuat diantara dua bongkah batu karang berkapur.
Di dalam batu berkapur itu terdapat sebuah goa, sementara di hadapan goa itu, mereka telah membuat sebuah barak memanjang, yang mereka pergunakan sebagai tempat tinggal.
"Kita akan menyergap dari depan"
Berkata Akuwu Suwelatama. Mahisa Agni dan Witantrapun kemudian berada di kedua ujung pasukan itu, sementara Akuwu Suwelatama dan Mahisa Bungalan berada di tengah-tengah.
"Jika isyarat aku berikan, kalian harus segera menempati tempat masing-masing"
Berkata Akuwu "sekali lagi, kita akan menyergap dari depan"
Sejenak kemudian mereka menunggu.
Demikian Akuwu itu memberikan isyarat, maka para pengawal itupun segera berlari-lari menebar dan menyusun sebuah gelar kecil menghadap kearah batu karang.
Sementara itu, dua orang pengawal mendapat tugas khusus untuk mengamati perampok muda yang mereka bawa dalam pasukan itu.
Kehadiran para pengawal itu telah mengejutkan para perampok yang tinggal di celah-celah dua bongkah batukarang berkapur itu.
Dengan serta merta, seorang diantara mereka yang kebetulan berada di depan baraknya telah memberikan isyarat.
isyarat itu telah mengejutkan kawan-kawannya.
Dengan tergesa-gesa para perampok yang berada di dalam barak itu telah berlari-larian keluar dengan senjata di tangan.
Pada saat yang bersamaan, pasukan Akuwu Suwelatama telah maju mendekati barak itu.
Yang berdiri di paling depan adalah Akuwu Suwelatama sendiri.Kemudian di belakangnya adalah Mahisa Bungalan.
"Gila"
Geram orang yang tertua diantara para perampok itu "Siapakah kalian he?"
Akuwu Suwelatama yang berdiri dipaling depan itu menjawab "Kami adalah para pengawal dari Pakuwon Kabanaran. Kau kenal Pakuwon Kabanaran"
"Persetan dengan Pakuwon Kabanaran"
Jawab orang tertua diantara para perampok itu "Aku tidak terikat pada Pakuwon manapun juga"
"Kau berada di dalam daerah kekuasaan Pakuwon Kabanaran meskipun daerah ini belum pernah kami datangi karena alam yang masih terlalu buas"
Jawab Akuwu Suwelatama.
"Aku tidak perduli"
Jawab orang itu.
"Akupun tidak peduli"
Berkata Akuwu "mengakui atau tidak mengakui, kami datang untuk menangkap kalian, karena kalian selalu mengganggu padukuhan-padukuhan disekitar Kedung Sertu ini"
"Kau kira kalian mempunyai kekuasaan untuk melakukan hal itu?"
Bertanya perampok itu."Aku adalah Akuwu Kabanaran"
Jawab Akuwu Suwelatama. Tetapi jawab perampok itu mendebarkan "Sudah aku katakan. Aku tidak peduli dengan Pakuwon Kabanaran. Pergilah, atau kalian akan menjadi mangsa buaya-buaya di rawa-rawa itu?"
"Kami akan menangkap kalian. Kawan-kawan kalian yang mendatangi padukuhan-padukuhan di sebelah rawa- rawa itu telah kami tangkap semuanya"
Jawab akuwu.
"Omong kosong"
Teriak perampok itu.
"Jangan menyangkal. Tanpa menangkap kawan- kawanmu itu, kami tidak akan dapat sampai ke tempat ini"
Berkata Akuwu Suwelatama. Lalu "Karena itu menyerah sajalah. Kami akan menangkap kalian dan mengambil semua harta benda yang ada disini. Adalah tugas kami untuk menghapuskan segala macam kejahatan"
Orang tertua diantara para perampok itu melihat, bahwa orang-orang yang datang dan menyebut pengawal Pakuwon Kabanaran dan dipimpin oleh Akuwu Kabanaran itu, berjumlah lebih banyak dari sisa kawan-kawannya yang tinggal.
Tetapi orang itu terlalu percaya akan kemampuan mereka, serta tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka oleh pemimpin mereka.
Karena itu, maka jawabnya "Kalian telah datang melalui jalan vang sangat berbahaya sekedar untuk mengantar nyawa kalian.
Baiklah.
Kita bertempur disini"
"Tidak ada gunanya"
Berkata Akuwu Suwelatama "menyerah sajalah. Jumlah kami lebih banyak. Sementara kemampuan kami secara pribadi adalah jauh lebih besar dari kalian""Pembual yang bodoh"
Teriak orang tertua itu "kami hidup dari ujung senjata kami. Kami akan membunuh kalian dalam sekejap. Kemudian melemparkan mayat kalian ke daerah rawa-rawa yang penuh dengan buaya itu. Mereka akan bersantap dengan mengucap terima kasih kepada kami"
"Bagaimana. jika terjadi sebaliknya?"
Bertanya Akuwu "mayat kalianlah yang kami lempar ke rawa-rawa itu?"
Orang tertua diantara para perampok itu menggeram.
Kemarahan yang menghentak di dadanya, membuat matanya bagaikan menyalakan api.
Namun dalam pada itu, Akuwu Suwelatama itupun berkata "Semua kawan-kawanmu yang menyerang padukuhan, dan akan merampok saudagar kulit itu telah kami kalahkan dan kami tawan semuanya.
Seorang diantara merekalah yang membawa kami kemari"
"Persetan"
Geram orang tertua itu "Jangan membual"
"Jadi kalian tidak ingin menyerah?"
Bertanya Akuwu Suwelatama.
"Jangan gila. Aku sudah mengatakan, jangan gila membayangkan bahwa kami akan menyerah. Kami akan membunuh kalian dan seperti yang sudah kami katakan, kami melempar mayat kalian ke rawa-rawa"
Berkata pemimpin perampok itu. Sementara itu, Mahisa Bungalan telah berbisik "
Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong