Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 35


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 35



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   "Nah, itu memang satu contoh, bagaimana Pangeran itu memanjakan ketamakannya"

   Jawab Akuwu Suwelatama "Tetapi baiklah aku tidak berbicara tentang adimas Indrasunu.

   Tolong sampaikan saja kepadanya, demikianlah anggapanku atasnya.

   Dan menurut perhitunganku, adimas Pangeran lndrasunu sekarang berada di perbatasan dan berusaha untuk membantu para perampok mengacaukan Pakuwon Kabanaran untuk melepaskan dendamnya"

   Wajah Akuwu di Watu Mas menjadi merah padam. Tetapi iapun masih berusaha menahan diri. Meskipun demikian, katanya kemudian "kakangmas Akuwu adalah tamuku. Aku mohon kakangmas dapat menjaga diri sebagai seorang tamu yang terhormat"

   Akuwu suwelatama tertawa pendek.

   Katanya "Baiklah.

   Daripada aku menjadi semakin buruk di mata adimas, maka aku akan mohon diri.

   Kedatanganku ke Pakuwon ini adalah sia-sia.

   Tetapi aku sudah mendapat gambaran, siapakah yang sebenarnya aku hadapi di perbatasan"

   "Siapa?"

   Bertanya Akuwu di Watu Mas.

   "Tidak ada dua atau tiga. Adimas lndrasunu yang memperalat para perampok untuk membalas sakit hatinya"

   Jawab Akuwu Suwelatama "sakit hati yang bermula pada kegagalannya untuk mengganggu seorang gadis.

   Namun persoalan yang kecil itu telah mekar menjadi satu sikap yang sama sekali tidak terpuji.

   Bahkan menodai nama baik semua bangsawan keturunan Kediri"Akuwu di Watu Mas menggeram.

   Dengan suara bergetar ia berkata "Sebelum kakangmas melakukan kesalahan untuk kesekian kalinya, sebaiknya kakangmas menyadarinya"

   "Aku akan mohon diri adimas. Sebenarnya aku masih ingin tinggal di Pakuwon ini lebih lama lagi. Tetapi agaknya kedatanganku kali ini agak kurang menguntungkan"

   Berkata Akuwu Suwelatama.

   "Apapun menurut penilaian kakangmas. Tetapi aku sudah berusaha menerima kedatangan kakangmas sebaik- baiknya"

   Jawab Akuwu di Watu Mas. Akuwu Suwelatamapun kemudian minta diri. Mahisa Bungalan yang hampir saja tidak dapat menahan diri bersama para pengawalpun telah meninggalkan rumah Akuwu di Watu Mas.

   "Tantangan yang keras sekali"

   Desis Mahisa Bungalan di perjalanan kembali.

   Akuwu Suwelatama mengangguk sambil berdesis "nampaknya mereka benar-benar ingin menunjukkan bahwa mereka dalam kedudukan yang kuat.

   Mereka mencoba untuk memancing persoalan namun tanpa dapat disebut bersalah"

   "Ya. kita harus mengambil cara yang paling baik untuk menanggapi sikap itu"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   Dengan jantung yang berdengupan iring-iringan kecil itupun berpacu meninggalkan Pakuwon Watu Mas kembali ke Kabanaran.

   Di sepanjang jalan, tidak banyak lagi yang mereka perbincangkan.

   Namun mereka masing-masing agaknya telah tenggelam ke dalam angan-angan mereka tentangpersoalan yang melilit hubungan antara Kabanaran dan Watu Mas.

   Demikian Akuwu sampai ke Pakuwon Kabanaran, maka iapun segera mengadakan pembicaraan khusus.

   Persoalan Kabanaran dan Watu Mas nampaknya sulit untuk dapat diselesaikan dengan pembicaraan.

   Meskipun demikian, Akuwu Suwelatama masih belum ingin melibatkan Kediri secara langsung.

   Ia masih berusaha untuk dapat memecahkan persoalannya itu sendiri.

   "Kita tidak dapat memancing mereka dengan cara yang sama seperti yang kita lakukan di daerah rawa-rawa Kedung Sertu"

   Berkata Akuwu Suwelatama.

   "Kita mempergunakan cara lain"

   Berkata Mahisa Bungalajn "sementara itu justru kekuatan di daerah itu ditambah. Tersebar di tempat yang lebih luas. Kita harus berusaha menghancurkan setiap kejahatan yang imbul di daerah itu"

   "Ternyata bahwa kejemuan lebih cepat mencekam para pengawal daripada para perampok. Jika para pengamal itu tinggal di padukuhan itu tanpa berbuat sesuatu untuk waktu yang terlalu lama, maka akan kehilangan pendirian mereka sebagai pengawal"

   Jawab Akuwu Suwelatama.

   "Itulah sebabnya, maka para pengawal yang bertugas di daerah itu harus selalu berganti"

   Berkata Mahisa Bungalan "dengan demikian mereka tidak sempat dicengkam oleh kejemuan. Kecuali itu, maka tenaga mereka akan tetap segar untuk tugas-tugas yang berat itu. Bukankah sejama ini, pasukan itu jarang sekali diganti?"

   Akuwu Suwelatama mengangguk. Jawabnya "Pasukan itu pernah digauli pula. Tetapi tidak terlalu sering""Jangan lebih dari tiga bulan. Bukankah menggantikan pasukan di daerah hutan perbatasan itu tidak terlalu sulit dan jaraknyapun tidak terlalu lama?"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   "Apakah tidak terlalu cepat? Sebelum mereka mengenal medan, maka mereka harus sudah dilarik dan digantikan oleh yang baru yang juga belum mengenal medan sama sekali"

   "Tidak seluruhnya"

   Berkata Mahisa Bungalan "setiap pergantian, beberapa orang pemimpin akan tinggal untuk memberikan penjelasan dan pengenalan bagi mereka yang baru datang.

   Baru kemudian ia dapat meninggalkan tempat itu, setelah yang baru itu memahami medan yang mereka hadapi"

   Akuwu Suwelatama mengangguk-angguk.

   Meskipun ia sadar, cara demikian akan memerlukan waktu lama.

   Seolah-olah mereka hanya berlomba siapakah yang lebih tahan menyerap waktu, tanpa berbuat sesuatu.

   Namun untuk sementara mereka memang tidak mempunyai cara yang lain.

   Namun dalam pada itu, diluar pertemuan dengan para pemimpin di Pakuwon Kabanaran, Mahisa Bungalan berkata "Akuwu, bagaimana pendapat Akuwu jika kita akan mempergunakan cara yang sama"

   "Apa maksudmu?"

   Bertanya Akuwu Suwelatama.

   "Kita mengirimkan orang-orang untuk merampok daerah di seberang hutan perbatasan"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "Aku tidak mengerti maksudmu"

   Jawab Akuwu Suwelatama."Perampok-perampok itu harus memberikan kesan, bahwa karena mereka tidak lagi sempat merampok di daerah Kabanaran, maka mereka telah melakukannya di daerah Watu Mas"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   Akuwu Suwelatama mengerutkan keningnya.

   Ia dengan serta-merta menganggap pikiran itu adalah pikiran yang aneh.

   Namun setelah merenunginya sejenak, maka katanya "Mungkin juga hal itu dilakukan.

   Tetapi bagaimana jika salah seorang dari antara kita tertangkap"

   "Namun disusun satu pasukan khusus yang akan melakukan tugas itu. Mereka terdiri dari orang-orang yang kuat dan tabah hati. Berkemampuan tinggi dan setia kepada janji"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   "Aku mengerti maksud itu"

   Berkata Akuwu Suwelatama "mungkin lebih baik jika aku sendiri yang memimpinnya.

   "Jangan"

   Potong Mahisa Bungalan "Jika ada satu dua orang yang karena sesuatu hal mengetahui, maka nama Akuwu akan menjadi korban, seolah-olah Akuwu telah menjadi seorang perampok atau dengan kata lain, Akuwu sudah menyerang dan berada di dalam Pakuwon Watu Mas"

   "Jadi bagaimana?"bertanya Akuwu.

   "Aku bersedia ikut bersama mereka"

   Berkata Mahisa Bungalan "tidak banyak orang yang mengenal aku, bahkan mungkin Akuwu di Watu Mas yang hanya melihat aku sekilas itupun tidak akan mengenalku pula.

   Seandainya Pangeran lndrasunu berada di hutan perbatasan itu pula, aku akan dapat menghindari pengenalannya dengan pakaian dan barangkali sedikit penyamaran di wajah"

   Akuwu Suwelatama menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Kau terlalu baik. Tetapi dengan demikian kautentu akan berada didaerah ini terlalu lama. Kedua pamanmu sudah berpesan, agar kau tidak terlalu lama berada di Pakuwon Kabanaran"

   "Pada dasarnya aku adalah seorang pengembara japab Mahisa Bungalan "Aku memang sudah menyatakan kesediaanku menjadi seorang prajurit. Tetapi darah pengembaraanku masih saja mendidih di dalam dada ini"

   Akuwu Suwelatama tidak dapat mencegah.

   Sebenarnyalah ia memang memerlukannya.

   Dalam pada itu, maka Akuwupun segera menyusun satu pasukan pengawal khusus.

   Pembentukan yang tidak banyak diketahui orang.

   Pasukan itu terdiri dari pengawal- pengawal pilihan.

   Pemimpin-pemimpinnyapun orang-orang terbaik yang ada di Pakuwon Kabanaran.

   "Aku serahkan orang-orang ini kepadamu"

   Berkata Akuwu Kabanaran.

   Mahisa Bungalan yang menerima pasukan itupun kemudian membawa mereka ke hutan perbatasan.

   Tetapi pada jarak yang cukup dari hutan perbatasan yang diawasi oleh pasukan dari Pakuwon Kabanaran.

   Hanya para Senapati tertinggi sajalah yang mendapat pesan, bahwa Kabanaran akan melakukan tindakan yang mirip dengan kejadian yang sebenarnya dalam keadaan terbalik.

   Segerombolan perampok yang bersarang di Kabanaran, tetapi melakukan perampokan di daerah Watu Mas.

   Namun para perampok itu terdiri dari para pengawal di Pakuwon Kabanaran, justru para pangawal terpilih.

   Di hutan perbatasan itu, Mahisa Bungalan telah memanfaatkan waktu yang pendek menjelang tugas-tugas yang akan mereka lakukan, dengan menempa para pengawal itu lahir dan batin.

   Mereka berlatih dengan berat, sementara setiap sore mereka harus mendengarkanpenjelasan-penjelasan tentang pengabdian yang akan mereka lakukan.

   "Tugas ini sangat berat. Kesempatan untuk hidup dalam tugas ini sangat kecil. Siapa yang merasa segan untuk melakukannya, dapat mengajukan keberatan. Tidak akan ada hukuman apapun. Mereka hanya akan ditugaskan menjaga barak yang kita buat disini. Bagiku, keseganan, apalagi ketakutan justru akan mengganggu tugas kawan- kawan yang lain"

   Bertanya Mahisa Bungalan kepada mereka.

   Tetapi tidak seorangpun yang merasa berkeberatan untuk melakukan tugas itu.

   Bahkan setiap orang berharap untuk dapat melakukannya terlebih dahulu.

   Namun Mahisa Bungalan telah memilih orang-orang terbaik dari orang-orang pilihan itu.

   Baik kemampuannya, maupun kekerasan jiwa serta hasrat pengabdiannya.

   Orang-orang itulah yang pertama-tama akan dibawanya memasuki tlatah Watu Mas untuk melakukan perampokan.

   Sebelum segalanya dimulai, maka Mahisa Bungalan telah menugaskan beberapa orang pengawal dalam tugas sandi untuk mengamati sasaran.

   Sehingga apabila mereka benar-benar telah memasuki tlatah Watu Mas, mereka tidak akan terjebak.

   "Mungkin kita akan behadapan dengan para pengawal dari Pakuwon Watu Mas"

   Berkata Mahisa Bungalan "karena itu, kita harus bersiap sepenuhnya.

   Kita tidak boleh berpegang pada paugeran.

   jiwa prajurit yang pantang menyerah.

   Tetapi bagi seorang perampok, senjata terakhir untuk menyelamatkan diri adalah lari.

   Karena itu, jangan segan meninggalkan arena karena kalian berjiwa prajurit.

   Untuk permainan kita ini, kalian justru harus lari tunggang langgang.

   Tetapi kita tetap berpegang pada kesatuan dankesetia kawanan.

   Kita harus saling melindungi.

   Dalam kesan tunggang-langgang itu kita sebenarnya berada dalam aturan tertentu"

   Para pengawal itupun mengangguk-angguk.

   Mereka mengerti apa yang dimaksud oleh Mahisa Bungalan oleh Mahisa Bungalan.

   Karena itulah, setelah mereka menempa diri di daerah hutan perbatasan untuk beberapa pekan, dan merekapun sudah mulai membiasakan diri dengan medan yang akan, mereka hadapi, maka rencana mereka itupun siap untuk dilaksanakan.

   "Kita harus menyiapkan bukan saja tubuh kita, tetapi juga jiwa kita"

   Berkata Mahisa Bungalan ketika mereka akan berangkat.

   Demikianlah, sebagian dari para pengawal itupun telah mulai dengan tugas mereka yang aneh.

   Mereka akan menjadi perampok.

   Tetapi perampok yang khusus.

   Pada saat-saat terakhir itu, Mahisa Bungalan masih sempat memberikan beberapa gambaran tentang sifat-sifat khusus dari para perampok.

   Mereka harus memahami, meniru dan melakukannya.

   Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan masih berpesan.

   "Tetapi karena merampok bukan tujuan kita, maka kita harus tetap memegang teguh dasar- dasar kemanusiaan kita. Jangan membunuh tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. Jangan merampok harta benda yang dapat melumpuhkan kehidupan seseorang, apalagi menumbuhkan keputusasaan dan kehilangan masa depan mereka"

   Para pengawal itu mengangguk.

   Namun salah seorang dari mereka berdesis "Yang kita lakukan tentu lebih sulit dari perampok kebanyakan"Mahisa Bungalan tersenyum.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Yang lainpun tersenyum pula.

   Tetapi mereka harus melakukan permainan itu.

   Bahkan seandainya salah seorang dari mereka mengalami nasib yang sangat buruk, sehingga mereka tertangkap, maka mereka harus mempunyai jiwa yang kuat.

   Mereka harus menjawab segala pertanyaan sebagaimana sudah mereka sepakati.

   Bahkan seandainya tubuh mereka diperas sampai darah mereka menjadi kering, mereka tidak akan mengatakan yang lain.

   Setelah jiwa dan wadag mereka ditempa sebaik-baiknya, maka mulailah pasukan khusus itu melakukan tugas mereka.

   Yang pertama mereka lakukan adalah menyeberangi hutan perbatasan, memasuki tlatah Pakuwon Watu Mas.

   Pada permainan mereka yang pertama, mereka tidak melakukan Perampokan.

   Tetapi mereka berhasil mengejutkan beberapa orang peronda yang terkantuk- kantuk di dalam gardu mereka.

   Ketika kemudian terdengar titir, maka para perampok itupun berlari-larian.

   Namun mereka sempat memberikan kesan, bahwa jumlah para perampok itu cukup banyak.

   "Perampok"

   Desis seseorang "kenapa tiba-tiba saja ada sekelompok perampok memasuki padukuhan ini"

   Orang-orang padukuhan di daerah Watu Mas itu telah keluar semua dari rumah mereka.

   Karena perampokan itu tidak pernah terjadi didaerah mereka, maka merekapun kurang menyadari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh para perampok itu.

   Namun ternyata bahwa para perampok itu telah lari tunggang langgang.

   Para bebahu padukuhanpun kemudian berkumpul di mulut lorong induk padukuhan mereka.

   Adalah aneh sekalibagi mereka, jika padukuhan mereka telah didatangi sekelompok perampok.

   "Hari ini mereka lari"

   Berkata para bebahu "

   Tetapi pada kesempatan yang lain, mungkin keadaannya akan berbeda"

   "Tetapi mungkin sekali justru mereka tidak akan berani kembali lagi"

   Jawab salah seorang penghuni padukuhan itu "mereka telah melihat bagaimana kita selalu siap menghadapi segala kemungkinan, apalagi setelah peristiwa yang pertama ini. Kita selalu bersiaga"

   Para bebahu padukuhan itu mengangguk-angguk.

   Mereka yakin bahwa para penghuninya akan selalu bersiaga.

   Justru setelah mereka menyadari, bahwa para perampok mulai menyentuh padukuhan itu.

   Meskipun demikian para bebahu padukuhan itu masih saja berbincang.

   Menurut pendengaran mereka, daerah di seberang perbatasanlah yang banyak sekali di datangi olehj para perampok.

   Tetapi tidak didaerah Pakuwon Watu Mas.

   Di pasar-pasar mereka selalu mendengar berita tentang perampokan.

   Tetapi pada saat-saat terakhir, para pengawal dari Pakuwon Kabanaran telah berada di perbatasan.

   Meskipun demikian, para perampok itu kadang-kadang masih saja berhasil melakukan kegiatannya didaerah Pakuwon Kabanaran.

   Namun sementara itu, disamping usaha untuk meng acaukan pertimbangan Akuwu di Watu Mas, sebenarnya lah bahwa kekuatan para pengawal di Pakuwon Kabanaran telah ditambah dan semakin menyebar ke beberapa padukuhan.

   Mereka tidak berkumpul di dalam satu barak.

   Tetapi mereka mulai memencar dan tinggal dirumah penduduk padukuhan-padukuhan itu.Orang-orang yang merasa memiliki sedikit harta dan benda, merasa tenang dan bahkan sangat berterima kasih apabila dua atau tiga orang pengawal bersedia tinggal bersama mereka.

   Dengan menggantungkan kentongan di ruang dalam rumah mereka, maka mereka akan dapat dengan muda memberi isyarat kedapa para pengawal yang tersebar apabila salat satu dari para penghuni itu mengalami perampokan.

   Apalagi ketika Akuwu Suwelatama benar-benar telah mengambil kebijaksanaan, bahwa para pengawal itu Bertugas di sesuatu tempat untuk waktu yang tidak terlalu lama.

   Dengan demikian maka para pengawal itu selalu kelihatan segar, karena mereka tidak sampai dicengkam oleh kejemuan.

   Meskipun setiap kali mereka harus memperkenalkan diri dengan rakyat di padukuhan- padukuhan yang mereka awasi, apabila terjadi pergantian pasukan.

   Ternyata cara itu lebih menguntungkan bagi Pakuwon Kabanaran.

   Dengan demikian, maka mereka dapat berada di tempat yang lebih luas.

   Hampir disetiap padukuhan terdapat lima enam orang pengawal atau bahkan lebih.

   Sementara itu jarak padukuhan yang satu dengan yang lain tidak terlalu jauh, sehingga apabila terdengar isyarat, maka para pengawal dipadukuhan sebelah menyebelah akan segara dapat membantu.

   Sementara itu, para pengawalpun telah mengajari anak anak muda untuk siap mengamankan padukuhan mereka masing-masing.

   Setiap malam gardu- gardu menjadi penuh dengan anak-anak muda, sementara satu dua orang pengawal bergiliran berada bersama mereka.

   Dalam pada itu, di lain pihak, Mahisa Bungalan telah membuat rencana-rencana khusus yang akan dapat mengganggu ketenangan di Pakuwon Watu Mas.Dengan demikian, maka Kabanaran telah mengetrapkan cara yang sebagian mirip dengan cara yang ditrapkan di daerah Kedung Sertu, namun tanpa memancing para perampok itu, karena mereka menganggap tidak akan banyak gunanya, karena mereka agaknya telah mendengar tentang apa yang dilakukan oleh para pengawal di Kedung Sertu.

   Namun demikian, penyebaran pasukan ke padukuhan-padukuhan dan cara meerka melibatkan anak- anak muda sebagaimana pernah terjadi di Kedung Sertu, telah menyulitkan para perampok itu.

   Sementara itu, justru telah terjadi perampokan- perampokan di daerah Watu Mas sendiri.

   Ternyata perampok yang dapat diketahui oleh peronda yang terkantuk-kantuk di gardu, dan sempat memukul kentongan itu tidak menjadi jera.

   Meskipun mereka tidak kembali ke padukuhan itu, namun beberapa hari kemudian, di padukuhan lain telah benar-benar terjadi perampokan.

   Para perampok meskipun tidak menyakiti pemilik rumah, tetapi mereka telah mengikat semua penghuni rumah itu pada tiang rumahnya.

   Mereka telah mengambil sebagian besar dari kekayaan orang yang tidak berdaya itu.

   Namun agaknya para perampok itu tergesa-gesa sekali, sehingga sebagian dari hasil rampokan mereka telah berceceran di pendapa dan sebagian justru di halaman.

   Ketika para bebahu datang kerumah itu, tetangga- tetangga telah berdatangan dan berusaha menolong mereka Yang lain telah mengumpulkan harta benda yang berceceran itu dan menyerahkan kembali kepada pemiliknya "Untunglah"

   Berkata pemilik itu "seandainya barang- barang itu tidak berceceran, maka aku benar-benar menjadi miskin""Kau memang masih beruntung"

   Berkata bebahu padukuhan itu "Tetapi hal seperti ini tidak boleh terulangi kembali"

   "Memang mengerikan"

   Desis pemilik rumah yang di rampok itu "Mereka adalah orang-orang yang kasar, buas dan liar"

   "Apa saja yang mereka lakukan kecuali mengikat kalian?"

   Bertanya bebahu "Mereka mengancam leherku dengan golok"

   Jawab orang yang dirampok itu.

   "Hanya mengancam?"

   Bertanya orang lain.

   "Ya. Dan merekapun mengatakan bahwa yang dilakukan itu karena mereka tidak lagi dapat berbuat lain. Daerah Kabanaran telah tertutup, sehingga mereka terpaksa merampok di daerah Watu Mas sendiri"

   Jawab orang yang dirampok itu.

   "Benar begitu?"

   Beratanya bebahu padukuhan itu.

   "Ya. Semua orang di rumah ini mendengarnya"

   Jawab orang itu.

   "Memasuki daerah Watu Mas untuk mengejar para perampok yang melakukan kejahatan di daerah mereka"

   Bebahu itu menarik nafas dalam-dalam, katanya "Jika benar demikian, maka kita harus bersiaga.

   Di hutan perbatasan itu memang terdapat sarang sekelompok perampok.

   Tetapi para perampok itu tidak pernah melakukan di daerah Watu Mas, mereka selalu menyeberangi perbatasan.

   Sementara itu menurut pendengaranku, para pengawal dari Kabanaran tidak dibenarkan untuk memasuki wilayah Watu Emas.

   "Lalu kenapa yang terjadi sekarang justru merekamerampok di Pakuwon Watu Mas sendiri?"

   Bertanya seseorang.

   "Seperti yang dikatakan bebahu itu, nampaknya trang- orang Kabanaran benar-benar telah bertindak. Dibantu oleh para pengawal mereka telah berusaha menutup perbatasan, sehingga para perampok itu tidak sempat nelakukan kejahatan di Kabanaran"

   "Kita temui pemimpin pengawal yang bertugas di perbatasan"

   Berkata salah seorang dari mereka.

   Demikianlah, bebahu padukuhan itu telah berusaha menemui pemimpin pengawal di perbatasan.

   Mereka melaporkan bahwa sekelompok yang tidak dapat menyeberangi perbatasan, justru telah merampok di daerah Watu Mas sendiri.

   "Omong kosong"

   Geram pemimpin pengawal di perbatasan itu.

   "Silahkan datang ke padukuhan kami"

   Jawab bebahu itu. Pemimpin pengawal Pakuwon Watu Mas itu termangu- mangu. Tetapi nampaknya bebahu itu tidak berbohong. Karena itu maka katanya "Baiklah. Aku akan melihat keadaan padukuhanmu"

   Seperti yang dikatakannya, maka bersama beberapa orang pengawal pemimpin pengawal itu telah melihat sendiri, apa yang telah terjadi.

   Dengan seksama ia bertanya kepada orang yang telah dirampok rumahnya.

   Seluruh keluarganya dikumpulkan, dan satu persatu mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan.

   "Gila"

   Geram pemimpin pengawal itu "Apakah benar mereka tidak mempunyai jalan lagi ke Kabanaran?""Jalan masih mengkin disusupi"

   Jawab pengawal yang lain, lalu "tetapi nampaknya pengawal di perbatasan Kabanaran itu benar-benar telah diperkuat.

   Pekerjaan mereka di Kedung Sertu telah selesai, meskipun dengan sangat mengerikan.

   Kitapun menjadi tenang.

   Dengan demikian mereka dapat memusatkan perhatian mereka ke hutan perbatasan ini, sehingga dengan demikian kesempatan para perampok untuk memasuki Pakuwon Kabanaran menjadi sempit.

   "Tetapi adalah gila behwa mereka telah melakukannya di Watu Mas ini sendiri. Pemimin pengawal itu manjawab lantang. Tidak seorangpun yang menjawab. Tetapi parampokan itu sudah terjadi dengan tergesa-gesa sehingga sebagian dari harta benda yang dirampok itu dapat diketemukan kembali berceceran di pendapa dan di halaman dan menyerahkan kepada pemilikinya. Namun peristiwa perampokan itu, telah menjadi persoalan yang menarik perhatian para penawal di perbatasan Watu Mas. Pimpinan Pengawal di Watu Mas yang mempunyai hubungan dengan para perampok telah berusaha untuk menghubungi para pemimpin perampok itu.

   "Kalian telah melanggar perjanjian"

   Berkata pemimpin para pengawal perbatasan itu.

   "Kenapa?"

   Bertanya pemimpin para perampok.

   "Jika aku berhasil, aku selalu memberikan imbalan itu kepada kalian. Tetapi beberapa hari ini aku tidak berhasil, karena para pengawal di Pakuwon Kabaranaran ditempatkan di perbarasan, telah mengambil cara yang sulit untuk diatasi. Mereka telah menutup perbatasan dengan rapat. Namun seandainya kami berhasil menyusup, maka kami akan berhadapan denga para pengawal yang kuat""Aku mengerti, tetapi dalam keadaan yang demikian, kalian jangan membabi buta? sahut pengawal itu.

   "Apa maksudmu?"

   Bertanya pemimpin para perampok itu.

   "Kau melakukan di daerah Watu Mas sendiri"

   Geram pemimpin para pengawal itu.

   "Siapa yang mengatakannya?. Kau jangan membuat persoalan ini semakin rumit. Beberapa saat lamanya kami tidak mendapatkan hasil yang berarti, sekarang kau menuduh kami melakukan sesuatu yang tidak pernah kami lakukan"

   "Ikut aku, kau akan melihat sendiri apa yang telah terjadi"

   "Kau boleh memengal leherku jika aku melakukannya"

   Jawab pemimpin perampok itu.

   "Bukan kau sendiri. Tetapi orang-orangmu"

   Desis pemimpin pengawal itu.

   "Aku tidak pernah memerintahkan, atau mengijinkan sahutnya "tetapi entahlah, jika ada orang-orang yang melakukan di luar pengetahuanku"

   Untuk beberapa saat pemimpin perampok itu bertanya- tanya kepada pemilik rumah yang mengalami perampokan itu. Namun ia justru telah membentak-bentaknya. Dengan kasar ia bertanya "Kau tidak berpura-pura he?"

   "Tidak. Kami benar-benar mengalami"

   Jawab orang itu.

   "Jika kau berbohong, maka lehermu akan menjadi taruhan"

   Geram pemimpin perampok itu.

   "Buat apa kami berbohong"

   Jawab pemilik rumah itu "kami mengalami bencana itu.

   Beberapa orang tetangga kami melihat barang-barang kami yang tercecer."Kau dapat saja membohongi tetangga tetanggamu.

   Barang-barangmu yang kau jual, atau kalah main judi, atau sebab-sebab yang lain, kau katakan telah hilang kepada tetangga-tetanggamu.

   Dengan cara yang licik, tetangga- tetanggamu telah kau kelabuiseolah-olah kau telah mengalami perampokan.

   Beberapa barang-barang yang masih ada sengaja kau hamburkan di halaman untuk menghilangakn jejak, Pemilik rumah itu termangu-mangu.

   Sama sekali tidak terlintas di dalam kepalanya, bahwa hal serupa itu dapat terjadi dan dapat dilakukan oleh seseorang.

   Karena itu maka iapun justru telah terdiam.

   "Sudahlah"

   Berkata pemimpin pengawal sambil menyingkir "Kau harus mempercayainya. Siapapun yan melakukan, tetapi ia sudah mengalami"

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "kaulah yang harus melindungi rakyatmu dengan pasukan pengawalmu. Tetapi percayalah, meskipun aku seorang perampok, tetapi aku tidak akan mengotori halaman rumah sendiri dengan darah sanak-kadang"

   "Jika yang melakukan itu kelompok yang lain, apakah kau bersedia membantu kami?"

   Bertanya pemimpin pengawal itu.

   "Kau aneh. Kau dapat mengerahkan pasukan pengawa di Watu Mas. Kau tidak perlu bantuanku. Untuk hiduppun, saat ini terasa sulit. Bahkan kami sudah mengambil barang- barang tabungan kami"

   Jawab pemimpin perampok itu.

   "Kita akan pergi dari tempat ini. Kita akan berbicara Lebih panjang"

   Gumam pemimpin pengawal itu.

   Sementara itu, Mahisa Bungalan yang berada di sarangnya tengah membicarakan kerja mereka yang pertama.

   Ketika dua orang diantara mereka memasukidaerah Watu Mas dengan laku sandi, maka merekapun segera dapat mendengar bahwa peristiwa itu telah menimbulkan persoalan diantara para pengawai.

   Bahkan telah tersebar kabar diantara penduduk, seolah-olah para perampok di perbatasan tidak lagi sempat melakukan kejahatannya di daerah Kabanaran, sehingga mereka melalukannya di daerah Watu Mas.

   Ketika hal itu dilaporkannya kepada Mahisa Bungalan, maka iapun merasa bahwa usahanya sebagian kecil telah berhasil.

   Meskipun demikian, Mahisa Bungalanpun telah memperhitungkan, justru karena para pengawal di perbatasan itu telah mengadakan hubungan dengan para perampok, maka para pemimpin pengawal di perbatasan itupun akan menghubungi para pemimpin perampok untuk membuktikan kebesaran berita itu.

   "Tentu akan timbul persoalan"

   Berkata Mahisa Bungalan "tetapi kita akan menyusulinya lagi dengan tindakan berikutnya"

   Sebenarnyalah, maka Mahisa Bungalanpun telah membawa sebagian dari pasukannya menyeberangi perbatasan.

   Dua orang petugas sandinya telah berhasil menemukan sasaran.

   Seorang saudagar kaya dianggap oleh orang-orang disekitarnya sebagai seorang kaya yang sangat kikir.

   Kita harus berhati-hati.

   Orang-orang yang demikian biasanya mempunyai kekuatan dibelakangnya untuk menakut-nakuti orang"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   "Tetapi apakah kekuatan yang ada padanya perlu dicemaskan?"

   Bertanya seorang pengawal yang menyamar sebagai perampok itu."Bagaimanapun juga. kita tidak boleh menjadi lengah"

   Jawab Mahisa Bungalan apalagi mungkin sekali mereka telah berhubungan dengan para pengawal di Watu Mas"

   "Memang mungkin"

   Jawab pengawal itu "apalagi setelah mereka mengetahui perampokan yang bertama itu.

   "Kita sudah melakukan dengan baik"

   Berkata Mahisa Bungalan "Kita tidak membawa barang-barang berharga itu seluruhnya. Justru hanya sebagian kecil, karena yang lain kita tinggalkan di pendapa dan halaman. Tetali mudah- mudahan barang-barang itu kembali kepada pemiliknya"

   "Menurut pendengaran kami memang demikian"

   Jawab orang yang dengan laku sandi mendengarkan akibat dari perampokan itu.

   Demikianlah pada saat yang ditentukan, Mahisa Bungalan telah mendekati sebuah padukuhan dengan anak buahnya.

   Di padukuhan itulah saudagar kikir yang akan menjadi sasarannya itu tinggal.

   Setelah memperhatikan keadaan sebenak sambil menunggu tengah malam, Mahisa Bungalan dan orang- orangnya itu sempat beristirahat di pategalan yang sepi.

   Dua orang telah dikirim mendahului perjalanan rfiereka untuk mellihat,apakah di padukuhan itu ada tanda-tanda yang membahayakan.

   Ternyata bahwa jalan yang akan mereka lalui cukup lapang.

   Memang ada beberapa orang peronda di dalam gardu di ujung padukuhan, tetapi mereka akan dapat rhencari jalan lain untuk memasuki padukuhan itu.

   "Jika mungkin kita akan menghindari para peronda yang berada di gardu itu"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   Dengan demikian kita tidak perlu bertempur.

   Sebab dengan pertempuran itu, bagaimanapun kita berhati-hati,mungkin sekali senjata kita akan menggores lawan.

   Bahkan mungkin senjata mereka akan melukai kita.

   Jika darah telah menitik maka sulitlah bagi kita untuk menahan diri, meskipun aku tetap berpesan, kita bukan perampok yang sebenarnya.

   Orang-orang yang mengikutnya itupun mengangguk- angguk.

   Sementara Mahisa Bungalan berkata "Kita tidak akan membawa harta bendanya untuk kepentingan kita.

   Tetapi kitapun tidak akan meninggalkan harta benda itu di halaman.

   Kita akan meninggalkan sebagian besar dari kekayaannya bertebaran di jalan padukuhan, di bulak-bulak dan di pategalan.

   Setidak-tidaknya ia harus menyadari, bahwa harta benda yang tertimbun itu akan dapat lenyap dalam sekejap.

   Alangkah baiknya jika yang bertebaran itu kemudian atau sebagian jatuh ketangan.

   orang-orang yang memerlukannya"

   "Mereka akan takut memilikinya"

   Desis seseorang.

   Mahisa Bungalan mengangguk-angguk.

   Iapun sependapat bahwa orang-orang kebanyakan di sekitar saudagar kaya yang kikir itu tentu akan takut memilikinya.

   Namun demikian, maka ia berkata "Kita akan menebarkan kekayaannya yang disimpannya ditempat yang tidak pernah tersentuh tangan.

   Mungkin dalam wantu dekat tidak ada orang yang berani menilainya meskipun mereka menemukannya.

   Tetapi mungkin setelah beberapa lama, barang-barang yang dapat diketemukan itu akan bermanfaat bagi orang-orang miskin disekitarnya"

   Namun tiba-tiba salah seorang pemimpin pengawal yang menjadikan diri mereka perampok itu berkata "Bagaimana kalau kita bawa saja sebagian dari harta benda orang kikir itu.

   Tidak untuk kita miliki, tetapi pada suatu saat akan kita kembalikan kepada orang-orang kikir disekitarnya dalamujud yang lain, yang tidak akan mungkin dituntut oleh orang kaya yang kikir itu"

   Mahisa Bungalan berpikir sejenak. Namun kesempatannya tidak terlalu panjang. Mereka sudah menjadi semakin dekat dengan sasaran. Karena itu maka Mahisa Bungalan kemudian mengambil keputusan "Ya. Aku sependapt"

   Keputusan itulah yang kemudian menjalar kepada para perampok yang aneh itu.

   Merekapun mendapat wewenang untuk membawa barang-barang dari orang kaya yang kikir itu.

   Sebagaimana dikehendaki, maka para pengawal yang menjadikan diri mereka perampok itu berusaha untuk tidak melalui pintu gerbang padukuhan.

   Dengan hati-hati mereka memilih jalan yang sepi meskipun mereka harus meloncati dinding padukuhan.

   Para pengawal itu tidak banyak mengalami kesulitan.

   Kemampuan mereka yang tinggi, melampaui kemampuan perampok yang sebenarnya telah mempermudah usaha mereka mendekati rumah orang kaya itu tanpa diketahui oleh para peronda.

   Ketika mereka mendekati regol halaman rumah saudagar kaya itu, mereka melihat bahwa regol itu tertutup.

   Dengan hati-hati para pengawal itupun mendekati dinding halaman dari arah samping, sehingga sebagian dari mereka justru berada di halaman sebelah halaman saudagar kaya itu.

   "Lahatlah"

   Desis Mahisa Bungalan kepada seorang pengawal "Apakah ada seseorang yang menjaga regoi itu"

   Pengawal itu segera beringsut.

   Tetapi ia harus sangat berhati-hati.

   Menurut perhitungan, maka dirumah itu tentuterdapat penjaga yang dapat melindungii kekayaan saudagar yang kikir itu.

   Sebenarnyalah, pengawal yang mengamati regol itu mendengar suara dan orang yang sedang bercakap-cakap.

   Tiba-tiba saja pengawal itu ingin mendengarkan, apa saja vang mereka percakapkan.

   Dari balik pintu ia mendengar seseorang berkata "Saudagaar itu tidak menyetujui meskipun aku sudah mengemukakan alasan-alasan yang seharusnya dapat ia mengerti.

   Anakku sakit dan keluarga isteriku memerlukan uang untuk membeli benih palawija"

   "Ia memang kikir sekali"

   Sahut yang lain "Aku sebenarnya sudah jemu bekerja disini. Tetapi aku tidak akan mendapatkan pekerjaan lain jika aku keluar dari tempat ini. Sementara sawahku yang tandus itu tidak memberikan makan yang cukup bagi keluargaku"

   "Tetapi rasa-rasanya kurang seimbang jika kita perbandingkan antara, tugas kita yang brertaruh nyawa itu dengan upah yang kita terima"

   Berkata yang seorang.

   "Apaboleh buat, untuk sementara aku harus bertahan. Mudah-mudahan selama bertahan disini, kita tidak cepat mati. Para perampok yang tidak sempat merampok ke Pakuwon Kabanaran telah merampok di daerah Watu Mas"

   Jawab yang lain.

   Tiba-tiba saja timbul keinginan pengawai itu untuk melakukan sesuatu yang mungkin akan dapat menghindarkan perkelahian.

   Karena itu, maka tiba-tiba saja ia berdesis di luar pintu tegol "Kau benar Ki Sanak.

   Kami telah datang kemari karena itu serentak melancat.

   Dengan geram salah seorang dari keduanya bertanya "Siapa kau?"Sudah kau sebut-sebut dalam pembicaraanmu.

   Aku idak datang sendiri.

   Tetapi sekelompok, bukalah pintu.

   "Aku akan berbicara dengan baik"

   Berkata pengawal diluar pintu itu.

   "Tidak"

   Geram penjaga di dalam pintu "kami bertugas disini. Kami akan menghalau siapa saja yang berani mengganggu rumah ini"

   "Jangan terlalu garang Ki Sanak"

   Berkata pengawal itu "Aku mendengar apa yang kau bicarakan.

   Kalian mengeluh, bahwa apa yang kalian dapat dari saudagar itu tidak seimbang dengan jerih payah yang kau berikan.

   Bukankah begitu? Jika kalian memaksa diri melawan kami, maka akibat yang paling pahit akan kalian alami.

   Mungkin kalian adalah orang-orang yang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi.

   Tetapi lawanmu akan terlalu banyak, karena kami datang dalam jumlah yang besar.

   Sementara itu, orang-orang disekitar rumah saudagar yang kikir ini tidak akan membantumu"

   "Kami tidak hanya berdua"

   Jawab penjaga regol itu tetapi kami berempat. Dua orang diantara kami tidur dipendapa. Mereka akan segera bangun dan ikut serta menangkap kalian.

   "Apa artinya ampat orang bagi kelompok kami"

   Jawab pengawal itu berpikirlah.

   Jika kalian memang berniat untuk mempertaruhkan nyawa kalian untuk upah yang tidak seimbang itu.

   kamipun tidak berkeberatan, meskipun sebenarnya kami merasa sayang akan keadaanmu sekeluarga.

   Anak istenmu dan mungkin orang tuamu.

   Penjaga regol itu menjadi heran.

   Mereka tidak dapat membayangkan bahwa seorang perampok dapat berbicara tentang keluarga, anak dan isteri.

   Namun demikian, salah seorang dari mereka menjawab.

   "Kau menakut-nakutikami? Jangan menyangka bahwa kau dapat berbuat demikian terhadap kami"

   "Tidak Ki Sanak. Aku tidak menakut-nakuti"

   Jawab pengawal itu "Tetapi aku mendengar apa yang kalian percakapkan itu.

   Kalian merasa, bahwa apa yang kalian lakukan tidak sesuai dengan upah yang kalian terima.

   Karena itu.

   jangan korbankan dirimu untuk sesuatu yang tidak akan berarti apa-apa bagi hidupmu"

   "Tetapi jika aku kehilangan pekerjaan ini, hidupku akan menjadi semakin sulit"

   Jawab salah seorang dari mereka.

   "Lebih baik kehilangan pekerjaan itu daripada kehilangan nyawamu"

   Jawab pengawal itu "sudahlah. Buka pintunya dan beri kesempatan aku menjelaskan"

   Kedua orang itu menjadi ragu-ragu. Sementara itu pengawal itu berkata "Atau, kau perlu bukti bahwa kami dapat berbuat seperti yang aku katakan?"

   Tiba-tiba saja salah seorang menjawab "Ya. Buktikan bahwa kau dapat melakukannya. Pengawal itu menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "Baiklah. Kami akan memasuki halaman ini. Tetapi kami tidak berniat untuk bertempur jika kalian tidak mendahului"

   Tidak ada jawaban. Sementara itu pengawal itupun berkata "Tunggulah sebentar. Aku akan memberitahukan kepada kawan-kawanku"

   Pengawal itu tidak menunggu jawaban.

   Sejenak ia merayap meninggalkan regol kembali kepada Mahisa Bungalan.

   Dengan singkat ia menceriterakan keadaan penjaga regol itu dan percakapannya dengan mereka."Baiklah.

   Kita akan memasuki halaman.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tetapi janyan berbuat sesuatu lebih dahulu"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   Pesan itupun telah merambat dari seorang ke orang lain sehingga seluruh kelompok itu mengerti maksudnya.

   Sejenak kemudian, maka Mahisa Bungalan memberikan isyarat bunyi sebagai perintah kepada para pengawal untuk dengan serentak meloncati dinding dan memasuki halaman.

   Kehadiran mereka benar-benar mengejutkan dua orang penjaga regol yang masih berada ditempatnya.

   Keduanya menyangka, bahwa sekelompok perampok akan merusak pintu regol.

   Karena itu.

   dengan senjata telanjang keduanya menunggui pintu itu, sementara kedua kawannya telah terbangun pula, meskipun mereka masih berada di pendapa.

   Sebelum keempat orang penjaga itu berbuat sesuatu, pengawal yang menyebut diri mereka perampok itu telah memenuhi halaman.

   Sementara pengawal yang telah berbicara dengan dua orang pengawal itu maju mendekati keduanya yang termangu-mangu.

   "Nah, bukankan aku berkata sebenarnya"

   Desis pengawal itu.

   Kedua orang penjaga itu tertegun.

   Mereka melihat sekelompok orang yang disangkanya benar-benar perampok telah berada di depan hidungnya.

   Tetapi seperti yang dikatakan oleh salah seorang diantara mereka, bahwa jumlah mereka terlalu banyak.

   "Apakah kalian berempat akan melawan?"

   Bertanya pengawal itu.

   Keempat orang yang terpisah itu ragu-ragu.

   Mereka yakin bahwa para perampok itu dapat berbuat sangat kasar terhadap mereka.

   Bahkan membunuhnya."Upah yang kalian terima sama sekali tidak seimbang dengan taruhan yang kalian berikan"

   Berkata pengawal itu "Kau sendiri menyadari. Karena itu, menyerah sajalah. Kami tidak akan mengganggu kalian, kecuali jika kalian melakukan sesuatu yang dapat mengganggu kerja kami"

   Keempat orang itu masih membeku.

   "Cepat, menyerahlah"

   Ulang pengawal itu "Jangan menunggu kami kehabisan kesabaran. Letakkan senjata kaliaan sebelum jantung kalian terbelah"

   Keempat penjaga itu memang tidak mempunyai pilihan lain.

   Yang ada di halaman itu adalah perampok-perampok yang garang dan mempunyai pengalaman yang luas tentang benturan kekerasan.

   Karena itu, maka ketika seorang diantara mereka meletakkan senjatanya, maka yang lainpun segera melakukannya pula.

   "Ternyata kalian cukup bijaksana"

   Berkata pengawal itu "kalian tidak mau mengorbankan diri untuk upah yang tidak memadai. Silahkan kalian duduk disudut pendapa. Biarlah dua orang kawan kami mengawasi kalimah, sementara kami akan melakukan tugas kami"

   Keempat orang itupun kemudian duduk dipendapa.

   Namun salah seorang dari mereka bedesis "Ikat kami.

   Agar tidak mendapat tuduhan yang dapat menjerat leher kami.

   Seolah- olah kami telah memberikan jalan kepada sekelompok perampok untuk merampok di rumah ini"

   Pengawal itu memandang Mahisa Bungalan sejenak.

   Ketika kemudian Mahisa Bungalan mengangguk, maka keempat orang itupun kemudian diikat dengan ikat kepala mereka masing-masing.Dalam pada itu, keributan yang terjadi di pendapa itu ternyata telah membangunkan saudagar kaya yang kikir itu.

   Sesaat ia mencoba mendengarkan, apa yang telah terjadi di luar.

   Dengan hati-hati ia mendekati pintu pringgitan.

   Namun ia tidak berani membuka dan mengintip keluar.

   Tetapi suara-suara yang didengarnya telah meyakinkannya, bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi.

   Tetapi saudagar kaya yang kikir itu sama sekali tidak mendengar perkekahian teradi.

   Karena itu, ia menjadi ragu- ragu.

   Yang didengarnya hanyalah percakapan yang tidak jelas.

   Namun ia terkejut bahwa tiba-tiba pintu pringgitan di hadapannya itu diketuk keras-keras.

   Hampir saja ia terlonjak dan berteriak.

   Namun ia berhasil menguasai diri.

   Karena itu, ia hanya bergeser saja surut beberapa langkah.

   "Buka pintu"

   Terdengar suara garang diluar. Saudagar itu menjadi sangat berdebar-debar. Agaknya telah datang sekelompok perampok yang telah berhasil menguasai para penjaganya.

   "Buka pintu"

   Sekali iagi terdengar suara itu.

   Saudagar kaya itu termangu-mangu.

   Namun diluar terdengar suara "Rumahmu sudah dikepung.

   Jangan mencoba lari lewat pintu-pintu butulan.

   Tidak ada gunanya.

   Bahkan mungkin hanya akan mencelakakan saja.

   Keempat orang upahanmu telah kami tangkap dan kami ikat, karena mereka tidak akan mampu melawan kami dalam jumlah yang lima kali lipat"

   Sudagar itu menjadi gemetar. Nampaknya memang tidak ada harapan lagi. Yang datang lima kali lipat dari jumlah orang-orangnya.Meskipun demikian ia mencoba menjawab "Kalian berbohong"

   "Jangan bodoh. Kami dapat membakar rumahmu dengan segala isinya"

   Bentak pengawal diluar pintu "Cepat, buka pintu. Kami bukan tamu yang mengenal sopan santun dan unggah-ungguh. Tetapi kami adalah orang-orang kasar yang tidak punya kesabaran"

   Saudagar di dalam rumahnya itu menjadi semakin gelisah. Agaknya orang-orang yang diluar itu benar-benar bukan orang yang mengenal ungguh-ungguh. Ternyata bahwa sejenak kemudian mereka telah mengetuk pintu semakin keras.

   "Apakah kau menunggu rumahmu menjadi abu?"

   Bentak orang yang mengetuk pintu itu.

   Saudagar itu menjadi gemetar.

   Karena itu, maka ia tidak mempunyai pilihan lain.

   Kepercayaannya agaknya sudah tidak berdaya lagi, karena yang datang terlalu banyak.

   Karena itu, maka dengan tangan gemetar itupun telah membuka pintu pringgitan.

   Demikian pintu itu terbuka, maka dua orang yang berdiri didepan pintu telah mengacungkan pedangnya kedadanya.

   "Kau akan melawan?"

   Bertanya salah seorang.

   Sebenarnyalah yang datang memang terlalu banyak.

   Apalagi menurut orang yang mengetuk pintunya, rumah itu sudak dikepung.

   Karena itu, maka iapun tidak dapat berbuat apa-apa sama sekali.

   Apalagi ketika kemudian ia melihat keempat prang penjaga rumahnya sudah terikat.

   "Jangan membuat gaduh"

   Berkata salah seorang pengawal "kumpulkan semua Keluargamu. Isteri dan anak-anakmu, pelayan-pelayanmu dan siapa saja yang berada dirumah ini"

   Saudagar itu tidak dapat membantah lagi.

   Semua keluarganyapun dikumpulkannya.

   Mereka terpaksa duduk diam dijaga oleh tiga orang berwajah garang dan berpakaian serba hitam.

   Seorang diantara anak saudagar kaya itu, menangis tidak henti-hentinya.

   Betapapun para perampok itu membentaknya, namun anak itu masih tetap menangis saja.

   "Biarkan saja"

   Desis Mahisa Bungalan yang juga berpakaian seperti kawan-kawannya. Seorang pengawalpun kemudian bertanya kepada saudagar kaya itu Tunjukkan, dimana harta bendamu kau simpan?"

   Saudagar itu menjadi gemetar. Tetapi ia menjawab "Aku tidak mempunyai harta benda berlebih-lebihan, selain yang nampak di ruangan-ruangan ini.

   "Jangan bohong"

   Orang yang bertanya itu membentak.

   Saudagar itu terkejut.

   Sementara anaknya menangis semakin keras.

   Tetapi orang-orang kasar itu tidak menghiraukannya.

   Bahkan salah seorang berkata "Nah, kau tahu.

   Menangis terlalu lama tidak baik bagi anak-anak.

   Mungkin ia akan menjadi sesak nafas.

   Mungkin menjadi lemas.

   Mungkin masih akan dapat timbul akibat-akibat yang lain"

   Saudagar itu termangu-mangu.

   Sementara orang kasar itu berkata lagi Tetapi lebih parah lagi jika kamilah yang kehilangan kesabaran.

   Akibat yang timbul akan lebih parah dari sekedar sesak nafas, lemas atau akibat-akibat yang lain dari tangisnya."Jangan Jangan ganggu anakku"

   Tangis isteri saudagar itu.

   "Terserah kepada kalian"

   Berkata orang kasar itu "Apakah kalian lebih sayang akan harta bendamu, atau kalian lebih sayang kepada anakmu"

   "Kedua-duanya"

   Desis saudagar itu.

   "Aku hanya memberimu kesempatan memiliki-salah satu"

   Geram orang kasar itu.

   "Jangan ganggu anakku"

   Tangis isteri saudagar itu semakin memelas.

   "Berkatalah kepada suamimu"

   Berkata perampok yang garang itu. Isteri saudagar itu memandang suaminya sejenak. Lalu katanya "Berikan. Berikan semuanya yang diminta. Tetapi jangan anakku"

   Saudagar itu termangu-mangu.

   Ia adalah orang yang sangat kikir.

   Orang yang seluruh hidupnya diabdikannya kepada harta benda yang dikumpulkannya dengan sangat tekun.

   Karena itu, maka ia harus berpikir berulang kali untuk mengambil keputusan.

   Tetapi isterinyalah yang menangis "Berikan.

   Berikan.

   Aku memerlukan anak ini lebih dari segala-galanya.

   Saudagar yang kikir itu menjadi sangat bingung.

   Ia sayang kepada anak-anaknya Tetapi iapun sayang sekali kepada harta bendanya.

   "Cepat ambil keputusan"

   Bentak perampok itu.Saudagar itu menjadi semakin bingung. Hampir menangis ia berkata Jangan sudutkan aku ke dalam kesulitan semacam ini"

   "Baiklah"

   Berkata perampok itu "Jika demikian, aku akan membakar rumah ini bersama segala isinya. Kau, isteri dan anak-anakmu"

   "Jangan anak-anakku"

   Tangis isterinya "bakar aku dan isi rumah ini. Harta benda terkutuk itu. Teapi selamatkan anak-anakku. Saudagar itu bahkan menangis lebih keras lagi "Aku menjadi bingung sekali"

   Tetapi tangisnya terputus ketika ujung belati menyentuh lehernya "Aku dapat memutuskan lehermu dan menghentikan tangismu yang gila ini.

   Bukankah kau seorang laki-laki? Bukankah kau seorang yang sangat kikir? Yang sampai hati melihat saudara sepupumu kelaparan dan telanjang? Kenapa kau begitu cengeng dan menangis seperi kanak-kanak"

   Dada saudagar itu menjadi sesak. Namun akhirnya ia berkata "Jangan bunuh aku"

   "Nah, jika demikian, dirnana kau menyimpan harta bendammu, yang kau kumpulkan dengan cara yang sangat licik. Kau hisap tetangga-tetanggamu dengan segala macam cara. Kau timbuni dirimu dengan keuntungan yang melimpah ruah. Kau biarkan orang lain menjadi miskin karena pokalmu"

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Berkata perampok yang kasar itu "sekarang, tunjukkan. Dimana harta bendamu"

   Orang itu tidak dapat menolak lagi. Dengan sendat ia berkata "Aku menyimpannya di bawah pembaringan"Perampok itu tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun kemudian mendorong saudagar itu sambil membentak "Tunjukkan aku, di mana pembaringanmu"

   Saudagar yang ketakutan itupun kemudian pergi ke sentong kiri. Cahaya lampu yang redup membuat ruangan itu tidak cukup terang. Tetapi seorang perampok yang lain telah membawa lampu yang lebih besar memasuki ruangan itu.

   "Di kolong pembaringan ini"

   Bertanya perampok "Di bawah kolong"

   Desis saudagar itu.

   "Cepat ambil"

   Bentak perampok yang kasar itu.

   Saudagar itupun kemudian membuka pembaringannya.

   Diambilnya galar ambennya satu demi satu.

   Baru kemudian nampak disudut kolong pembaringannya terdapat sehelai kepang bambu terbentang diatas lantai batu.

   Sejenak saudagar itu ragu-ragu.

   Tetapi perampok yang kasar itu telah mendorongnya dengan ujung pisau belati.

   Demikianlah, maka akhirnya saudagar itu terpaksa mengangkat dua buah peti dibantu oleh dua orang perampok yang selalu mengancamnya.

   Dengan wajah pucat dan tangan gemetar saudagar itu meletakkan kedua peti itu di depan pintu sentongnya.

   "Terima kasih"

   Berkata para perampok itu "Aku akan melihat, apakah isi petimu ini"

   Kedua peti kayu itupun kemudian telah dibuka. Isinya memang menggetarkan. Saudagar itu benar-benar seorang kaya raya, meskipun pada sisi luar dari kehidupannya sehari-hari tidak terlalu nampak.

   "Ki sanak"

   Berkata perampok yang kasar itu "ternyata aku memang memerlukan barang-barang ini. Tetapi kamibukannya orang yang tidak berjantung. Kami akan membawa satu saja dari kedua petimu ini"

   "Jangan "

   Tangis saudagar kaya itu.

   "O, jika demikian aku akan membawa kedua-keduanya"

   Berkata perampok itu kemudian.

   "Jangan, jangan"

   Saudagar itu menangis lagi.

   "Karena itu, katakan. Yang manakah yang harus aku bawa. Satu, atau dua atau seisi rumahmu ini?"

   Perampok itu mulai membentak, sementara pisau belatinya mulai menyentuh tubuh saudagar itu lagi. Katanya pula "Jika kau tidak mau melepaskan kedua-keduanya, maka nyawamulah yang akan terlepas. Akhirnya aku akan memiliki kedua petimu itu pula"

   Saudagar itu benar benar tidak berdaya.

   Para perampok itupun telah memilih satu dari kedua petinya dan siap untuk membawanya, sementara saudagar itu hampir menjadi pingsan karenanya.

   Beberapa orang kawan perampok itupun kemudian menggotong peti yang telah dipilih berisi barang-barang yang sangat berharga, meskipun peti yang ditinggalkan itupun berisi barang-barang berharga pula.

   "Terima kasih Ki Sanak"

   Berkata perampok itu "kami akan segera meninggalkan tempat ini. Mudah-mudahan anakmu segera berhenti menangis. Dan kau sendiri juga berhenti menangis. Kau tidak perlu kecewa karena barang- barangmu ini kami bawa, karena tidak ada gunanya"

   Saudagar itu tidak mampu untuk menjawab.

   Jantungnya bagaikan berhenti berdetak ketika para perampok itu kemudian meninggalkan rumahnya dengan mengusung satu diantara kedua petinya.Ketika para perampok itu sudah berada di halaman, maka salah seorang dari mereka masih berpesan "Dengar Ki Sanak.

   Jangan membuat gaduh, agar kami tidak kembali untuk mengambil petimu yang satu lagi"

   Saudagar itu tidak menjawab.

   Ia hanya dapat memandangi saja para perampok itu hilang dibalik pintu regol.

   Namun dalam pada itu, demikian para perampok itu pergi, tiba-tiba saja saudagar itu telah melompat kearah keempat orang penjaga rumahnya sambil berteriak "Bunyikan kentongan.

   Cepat"

   Keempat orang penjaga rumah sudagar itu saling berpandangan. Tetapi mereka masih belum bergerak sama sekali.

   "Cepat. Bunyikan kentongan"

   Berkata saudagar itu hampir berteriak.

   "Kami terikat"

   Sahut salah seorang dari para penjaga rumahnya. Saudagar itu mengerutkan keningnya. Namun kemudian dengan tergesa-gesa ia melepas ikatan orang-orangnya yang membelenggu tangan mereka.

   "Cepat"

   Saudagar itu sudah berteriak.

   "Apakah ada artinya?"

   Bertanya salah seorang penjaganya.

   "Biar orang-orang seluruh padukuhan ini terbangun"

   Jawab saudagar itu.

   "Tetapi perampok itu sudah jauh"

   Jawab orangnya yang lain.

   "Tidak peduli. Cepat lakukan"

   Bentak saudagar itu.

   Salah seorang dari para penjaga itupun kemudian dengansegan pergi ke regol.

   Sejenak kemudian terdengar suara kentongan di regol halaman saudagar kaya itu memecah sepinya malam.

   Ternyata suara kentongan itu telah mengejutkan orang- orang yang mendengarnya.

   Satu dua orang yang tidak mengerti apa yang terjadi telah menyambung dengan bunyi kentongan pula.

   Sejenak kemudian padukuhan itu telah dipenuhi suara titir.

   Beberapa orang telah berlari-larian keluar rumahnya.

   Namun ketika mereka mendengar, bahwa rumah saudagar kaya yang kikir itulah yang dirampok, maka seorang demi seorang telah masuk kembali ke dalam rumahnya.

   Suara kentonganpun semakin lama menjadi semakin jarang, sehingga akhirnya hanya beberapa kentongan sajalah yang masih berbunyi.

   "Biar sajalah"

   Desis seseorang "saudagar kaya itu sekali- sekali memang memerlukan pelajaran"

   "Orang itu sangat kikir"

   Sahut yang lain "Aku tidak mau mempertaruhkan diri untuk malawan para perampok bagi saudagar kikit itu"

   "Tetapi jika kita tidak berbuat apa-apa. maka para perampok itu akan mengulangi lagi perbuatannya di padukuhan ini, seolah-olah kami semuanya adalah pengecut"

   Berkata seseorang.

   "Jika pada saat lain terjadi pada orang lain, kita akan bertindak"

   Sahut seorang anak muda.

   Ternyata tidak seorangpun yang menaruh perhatian terhadap peristiwa yang baru saja terjadi.

   Karena itu, justru suara kentonganpun menjadi lenyap, kecuali suara kentongan di regol saudagar kaya itu sendiri.Tetapi, justru di padukuhan saudagar kaya itu suara kentongan berhenti, di padukuhan-padukuhan lain, suara itu sudah menjalar, padukuhan terdekat yang mendengar suara kentongan itu, telah menyambutnya dan mengembangkannya.

   Demikian sahut-menyahut sehingga di beberapa padukuhan suara kentongan itu masih bergema.

   Dalam pada itu.

   sekelompok pengawal Pakuwon Kabanaran yang telah mendapat tempaan khusus itu sama sekali tidak menghiraukan suara kentongan itu.

   Seandainya laki-laki dari beberapa padukuhan akan mengejarnya, maka merekaliduk akan menjadi gentar.

   Namun demikian Mahisa Bungalan memperingatkan "Ingat.

   Kika kalian harus berhadapan dengan sekelompok orang Pakuwon Watu Mas, kalian tidak boleh bertindak semena-mena.

   Kalian memang mempunyai kelebihan dari mereka, tetapi tidak sepantasnya kalian kehilangan pengamatan diri dan berbuat benar-benar seperti segerombolan perampok"

   Para pengawal itu mengangguk-angguk. Namun selagi orang-orang dari padukuhan tetangga mencari keterangan, maka para pengawal yang merampok itupun menjadi semakin jauh.

   "Dalam pada itu, saudagar kaya yang kikir itu menjadi heran, bahwa tidak ada seorangpun yang datang kepadanya untuk membantu. Para penjaga regolnyapun melihat bahwa orang-orang padukuhan itu tidak menghiraukannya sama sekali. Behkan merekapun telah kembali masuk kedai rumah masing-masing.

   "Kenapa mereka berbuat begitu gila"

   Teriak saudagar kaya yang kikir itu.

   "Aku tidak tahu"

   Jawab penjaganya."Mereka sama sekali tidak mengenal terima kasih"

   Geram saudagar kikir itu "tanpa aku, mereka akan mati kelaparan di musim paceklik.

   Aku adalah orang yang memberi pinjaman kepada mereka sehingga anak-anak mereka tidak mati kelaparan.

   Namun dalam keadaan begini mereka sama sekali tidak bersedia membantu aku"

   Para penjaga rumah saudagar itu sama sekali tidak menyahut.

   Tetapi mereka mengerti, bahwa sebenarnyalah saudagar itu adalah orang yang sangat kikir.

   Jika saudagar itu bersedia memberikan pinjaman, maka pada saatnya, tetangga-tetangganya harus mengembalikan berlipat ganda.

   Tanpa kemungkinan itu, maka saudagar itu akan sampai hati menolak permintaan pinjam seseorang untuk membeli obat bagi kelurganya yang sakit keras.

   Namun dalam pada itu, peristiwa itu adalah satu peringatan yang sangat keras bagi saudagar yang kaya tetapi sangat kikir itu.

   Ia sudah kehilangan sebagian dari simpanannya.

   Sementaa tetangga-tetangganya sama sekali tidak menghiraukannya ketika rumahnya dirampok oleh segerombolan orang.

   Bagaimanapun juga ia harus menilai keadaannya.

   Meskipun sulit baginya untuk merubah perangainya itu.

   Sementara itu, maka Mahisa Bungalan dan para pengawal dari Pakuwon Kabanaran yang telah menjadi sekelompok perampok itu telah menuju keperbatasan.

   Sejenak kemudian merekapun telah memasuki hutan kecil yang memisahkan Pakuwon Kabanaran dan Pakuwon Watu Mas, sambil membawa satu peti harta benda saudagar yang sangat kikir itu.

   Perampokan itupun segera tersebar ke padukuhan- padukuhan di perbatasan.

   Para Pengawal di Pakuwon Watu Mas yang mendengar hal itupun segera berdatangan.Seperti perampokan yang pernah terjadi, maka peristiwa itupun telah membuat pemimpin pengawal menjadi marah.

   Tetapi ada sesuatu yang menarik perhatian para pengawal.

   Pada peristiwa yang pertama, sebagian dari harta benda yang dirampok telah bertebaran di pendapa dan halaman rumah, sehingga pemiliknya masih sempat mengumpulkannya.

   Sementara itu pada peristiwa yang kedua, para perampok itu hanya membawa satu dari dua peti yang seolah-olah sudah tersedia.

   "Menarik sekali"

   Berkata pemimpin perampok "Aku kira hal ini jarang sekali terjadi.

   Para perampok itu tidak akan berbelas kasihan meninggalkan satu peti dari dua peti yang sudah diketemukannya.

   Mereka juga tidak akan menyebar perhiasan di halaman seperti yang pernah terjadi.

   Para pengawal hanya dapat mengangguk-angguk saja.

   Tetapi mereka sama sekali tidak dapat membayangkan apa yang telah terjadi.

   Ketika sekali lagi pemimpin pengawal itu menemui para perampok yang bersarang di hutan-hutan di tlatah Watu Mas, maka merekapun mendapat jawaban serupa sebagaimana pernah dikatakan oleh pemimpin perampok itu.

   "Tidak mungkin terjadi"

   Berkata pemimpin perampok itu "Orang-orangku bukan orang-orang gila. Meskipun mereka orang-orang kasar, tetapi mereka memegang teguh janji. Kami tidak akan melakukannya di daerah Watu Mas sendiri"

   "Jika demikian, aku minta kalian membantu kami"

   Berkata pengawal itu "mau tidak mau.

   Jika kalian tidak bersedia, maka kami akan tetap menuduh kalian terlibat ke dalam perampokan yang aneh itu"Pemimpin perampok itu tidak dapat membantah.

   Ia sadar, untuk mengatasi kejahatan, maka para pengawal terbiasa mempergunakan orang-arang dari lingkungan yang sama.

   Karena itu maka katanya "Kami akan membantu.

   Tetapi kalian harus mempercayai kami.

   Tanda-tanda dari perampokan itupun jauh berbeda dari yang kami lakukan.

   Kami tidak akan pernah menyisakan barang-barang yang telah kami dapatkan di rumah itu, atau sebutir permatapun yang jatuh dari tangan kami"

   "Kalian tidak perlu bertindak sebagaimana kami lakukan. Tetapi bantu kami mengawasi daerah ini. Beri laporan kepada kami apa yang kalian ketahui kemudian. Kamilah yang akan bertindak atas para perampok itu. berkata pemimpin pengawal itu.

   "Tetapi jangan curigai kami dalam hal ini"

   Berkata pemimpin perampok itu.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Demikianlah, untuk menghilangkan segala kecurigaan, maka para perampok itu terpaksa bekerja keras untuk ikut serta memecahkan teka-teki tentang perampokan itu.

   Sementara itu, kegelisahan mulai merayapi hati rakyat Watu Mas.

   Mereka mulai dibayangi oleh ketakutan di malam hari.

   Lebih-lebih orang orang yang memiliki sedikit kekayaan diperbatasan.

   Namun dalam pada itu, ternyata Akuwu di Watu Mas memiliki perhitungan yang cermat.

   Meskipun ia belum menyatakan dengan terbuka, tetapi ia sudah berbuat dengan beberapa orang pemimpin di Pakuwon itu.

   "Orang-orang Pakuwon Kabanaran telah mendendam kita"

   Berkata Akuwu itu "tidak mustahil bahwa mereka telah melakukan sesuatu untuk membalas dendam""Mungkin sekali"

   Sahut seorang Senopati "karena itu, maka pengawalan di daerah yang rawan itu harus diperkuat"

   "Bagaimana sikap Pangeran Indrasunu?"

   Bertanya seorang Senopati yang lain.

   "Masih belum jelas. Tetapi ia sudah bersedia melibatkan diri dengan pengikut-pengikutnya yang terdiri dari beberapa padepokan yang besar. Senopatinya terjadi perselisihan terbuka, maka ia mempunyai kekuatan untuk ikut serta menghancurkan Kabanaran. Pangeran Indrasunu pernah menduduki kota Pakuwon untuk beberapa lamanya. Tetapi karena ia memang tidak ingin merebut kekuasaan, selain sekedar memberikan peringatan saja kepada Akuwu Suwelatama"

   Jawab Akuwu di Watu Mas.

   Namun kemudian "Tetapi kita tidak tergantung kepada Pangeran Indrasunu.

   Kita mempunyai sikap dan kekuatan.

   Menghadapi Kabanaran, Watu Mas sama sekali tidak gentar.

   Bahkan kita akan mempunyai alasan untuk menentukan sikap atas perbatasan di kemudian hari jika perang terjadi.

   Kami yakin akan dapat mengalahkan Kabanaran.

   Sementara itu kitapun akan dapat mempertahankan kebenaran sikap kita, seandainya kita harus mempertanggung jawabkannya di hadapan para penguasa di Kediri, bahkan Singasari sekalipun"

   Para Senopati mengangguk-angguk.

   Watu Mas memang cukup kuat.

   Sementara para pemimpin di perbatasan menganggap bahwa para pengawal di Kabanaran sudah gelisah dan kehabisan akal menghadapi sekelompok perampok.

   Apalagi jika mereka benar-benar berhadapan dengan Watu Mas"

   Namun dalam pada itu, Akuwu Suwelatama yang menyetujui sikap Mahisa Bungalan untuk mengadakan balasan atas sikap Akuwu di Watu Mas tentang perbatasan,telah memperhitungkan pula segala kemungkinan yang terjadi.

   Karena itu, maka dengan sungguh-sungguh para pengawal di Kabanaran telah meningkatkan kemampuan mereka.

   Bahkan Akuwu Suwelatama telah memanggil anak-anak muda yang bersedia untuk ikut serta menjadi pengawal Pakuwon.

   Mereka yang menyatakan dirinya bersedia, telah di masukkan ke dalam sebuah barak untuk ditempa menjadi seorang pengawal yang tangguh.

   Sementara itu, Mahisa Bungalan telah membuat kebijaksanaan tantang rencananya.

   Harta benda yang didapatnya dari perampokan itu, sebagaimana pernah dibicarakan, akan di tukarnya dalam ujud yang lain.

   Kemudian harta benda itu akan dikembalikannya kepada orang-orang di sekitar saudagar yang kikir itu.

   Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun tidak menolak pendapat, bahwa sebagian dari harta benda yang akan dijual itu akan dipergunakan untuk membeayai tugas- tugas mereka di perbatasan, jika Akuwu Suwelatama menyetujui.

   Ketika seorang penghubung menghadap, ternyata Akuwu tidak berkeberatan.

   Namun Akuwu berpesan, bahwa hal itu tjdak akan menenggelamkan tugas pokok mereka.

   Beberapa orang dalam tugas sandi telah memasuki daerah Watu Mas untuk menjual perhiasan-perhiasan itu.

   Meskipun mereka harus berhati-hati, namaun para petugas sandi itu dapat melakukan tugas mereka dengab baik.

   Mereka berhasil menghubungi saudagar-saudagar emas dan permata yang dengan gelap mengusahakan keuntungan yang sebesar-besarnya.

   Mereka tidak segan-segan merupakan bentuk perhitungan-perhitungan yang dibelinya diluar pengamatan para pengawal, karena merekapun tahu,bahwa barang-barang itu adalah barang-barang yang didapat dari tindakan terlarang.

   Dengan ujud yang berbeda, maka mereka dapat menjual barang-barang berharga itu dengan bebas.

   Hasil perjuangan itulah yang kemudia dipergunakan oleh para pengawal dari Kabanaran untuk menolong rang-orang yang terlalu miskin yang hidup disekitar saudagar kaya yang telah terlalu miskin yang hidup disekitar saudagar kaya yang telah dirampok.

   Meskipun tidak dengan semata- mata.

   Namun ada juga yang dengan teus-terang memberikan uang kepada orang kesrakat karena mereka telah terlibat hutang terlalu besar.

   Betapapun juga hal itu dilakukan dengan diam-diam, namun akhirnya tercium juga oleh bebahu padukuhan.

   Karena tu, maka merekapun telah mendatangi beberapa orang yang telah mendapat uang dari orang-orang yang tidak dikenal itu.

   "Siapa mereka?"

   Bertanya bebahu padukuhan itu.

   Orang-orang itu hanya menggeleng saja.

   Seorang ibu tua erkata "Mereka datang dengan tiba-tiba.

   Mereka mengetahui kesulitan hidup yang aku derita dengan dua orang anak-anakku.

   Tanpa aku minta, mereka memberikan sejumlah uang agar aku menebus hasil sawahku yang udah aku gadaikan untuk menyambung hidup"

   Sementara orang-orang lain berkata "Orang-orang itu berpesan untuk mengikhlaskan saja hasil sawah satu panenan yang sudah tergadai.

   Mereka memberi uang untuk bekal hidupku menjelang panen berikutnya, tetapi dengan pesan, agar aku tidak menggadaikannya lagi"

   "Aneh"

   Berkata bebahu padukuhan itu "siapakah sebenarnya mereka, Teka-teki tantang perampokan tenang perampokan itu belum terpecahkan.

   Kemudian timbul teka- teki yang lain lagi"Tetapi tidak seorangpun yang dapat menjawab pertanyaan itu.

   Meskipun demikian, para bebahu itu sama sekali tidak mengganggu orang-orang yang telah mendapat uang oleh pihak yang tidak mereka ketahui.

   Nampaknya ada hubungannya dengan sikap belas kasihan, karena pemerasan yang telah dilakukun oleh saudagar yang kaya dan kikir itu.

   Setelah perampokan terjadi, maka ia justru menjadi semakin garang.

   Ia berusaha untuk mendapat ganti harta bendanya yang telah dibawa oleh para perampok.

   Namun bahwa ada pihak tertentu yang telah membagikan uang kepada orang-orang miskin, maka usaha saudagar kaya itu tidak sepenuhnya berhasil.

   Orang-orang yang sudah mendapat uang dari orang yang tidak dikenal itu, ternyata tidak memerlukan lagi pinjaman yang menjerat dari saudagar kaya itu.

   Sikap saudagar kaya itu telah menimbulkan akibat pula pada penjaga rumahnya.

   Karena tidak tahan lagi melihat sikap saudagar itu, maka merekapun berniat untuk meninggalkan pekerjaannya.

   Apalagi ketika datang orang yang tidak dikenalnya dan memberi sekedar uang untuk modal berusaha kecil-kecilan.

   "Kau dapat membuka kedai"

   Berkata orang yang tidak dikenal itu "

   Atau barangkali usaha lain yang lebih baik dari mempertaruhkan nyawa"

   Namun peristiwa-peristiwa itu sama sekali tidak memberikan kesadaran kepada saudagar kaya yang kikir itu.

   Bahkan ketika isterinya yang tidak betah lagi meninggalkannya dengan anak-anaknya, maka iapun tidak berubah pendirian.

   Dibiarkannya isteri dan anak-anaknya pergi tanpa bekal sama sekali.Tetapi aneh, bahwa seseorang yang tidak dikenal telah datang kerumah isteri dan anak-anak saudagar kaya yang kembali ke orang tuanya itu.

   Orang itu telah memberikan uang dalam jumlah yang cukup besar untuk beaya hidup isteri dan anak-anak saudagar kaya itu.

   Namun akhirnya, saudagar kaya itu tidak dapat mempertahankan keseimbangan jiwanya.

   Dalam kekalutan itu, sekali lagi datang kepadanya beberapa orang perampok.

   Mereka telah mengambil sebagian besar dari harta bendanya yang tersisa.

   Lebih dari separo isi peti yang satu lagi telah dibawa oleh perampok itu.

   Saudagar itu menangis meraung-raung seperti kanak- kanak.

   Beberapa orang tetangga telah datang ke rumahnya.

   Betapapun juga mereka tidak sampai hati melihat tingkah laku saudagar itu.

   Orang yang kikir itu menangis sampai tengah hari berikutnya.

   Dengan pedih isterinya akhirnya berkata kepadanya, justru karena saudagar itu terganggu jiwanya, Namun karena kesabaran dan kesetiaan isterinya, akhirnya saudagar itu berangsur sembuh.

   Bahkan kemudian seolah- olah ia telah memandang wajahnya di depan wajah air yang tenang bening.

   Dilihatnya cacat dan celanya, sehingga akhirnya ia telah berubah sama sekali.

   Yang terjadi itu adalah satu dari berbagai peristiwa yang menggelisahkan di perbatasan Pakuwon Watu Mas.

   Pada saat-saat itu.

   ternyata telah terjadi pula peristiwa-peristiwa yang lain.

   Perampokan masih saja terjadi, sementara ada orang-orang yang mendapatkan belas kasihan dari orang- orang yang tidak dikenal.

   Namun betapapun cermatnya usaha orang-orang Kabanaran dalam pekerjaannya, namun pada suatu saat,kelompok itu dapat dilihat oleh seorang dari gerombolan perampok yang tinggal di hutan perbatasan.

   Orang yang mengetahui bahwa para pengawal di Watu Mas telah mencurigai kawan-kawannya dan bahkan telah minta agar mereka membantu mengamati perampok- perampok yang berkeliaran di daerah Pakuwon Watu Mas itupun segera melaporkan kepada pemimpinnya.

   "Gila"

   Berkata pemimpin perampok itu "para pengawal Watu Mas yang malas itu lebih senang tidur mendekur di baraknya, sementara perampokan terjadi semakin sering.

   Mereka lebih senang menuduh kita melakukannya dan memaksa kita untuk membuktikan bahwa kita tidak bersalah daripada bekerja keras untuk menangkap para perampok itu"

   "Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?"

   Bertanya orang yang melihat sekelompok perampok di Pakuwon Watu Mas itu.

   "Kita akan menangkap mereka. Meskipun seandainya hanya seorang saja yang dapat kita tangkap, namun segalanya akan menjadi terang. Yang seorang itu tentu akan dapat diperas untuk berbicara tentang dirinya dan kelompoknya"

   Berkata pemimpin perampok itu. Lalu "Sekaligus kita akan dapat menunjukkan kedepan hidung para pengawal apa yang telah terjadi sebenarnya. Dengan demikian mereka tidak akan selalu mencurigai kita lagi"

   Pemimpin perampok itupun kemudian menyiapkan orang-orangnya yang terbaik.

   Dengan jumlah yang memadai, bahkan lebih banyak dari kelompok yang telah dilihat oleh seorang diantara mereka, maka para perampok itu berusaha untuk dapat membersihkan namanya di tlatah Pakuwon Watu Mas.

   Jika kemudian kedua gerombolan itu bertemu, mereka tidak sedang memperebutkan daerahjelajah mereka, tetapi mereka akan mempertahankan sikap mereka masing-masing.

   Sekelompok yang sedang melakukan perampokan dan sekelompok yang lain berusaha membersihkan nama mereka dari segala tuduhan.

   Meskipun seorang diantara perampok itu tidak melihat arah yang pasti dari sekelompok perampok yang kebetulan dijumpainya, namun mereka sudah dapat memperhitungkan.

   Diarah perjalanan sekelompok perampok itu terdapat seorang pedagang batu permata yang kaya raya.

   Tentu sekelompok perampok itu akan pergi ke pedagang batu permata itu.

   Perhitungan itu memang tidak salah.

   Sebenarnyalah Mahisa Bungalan dan kawan-kawannya telah pergi ke rumah seorang saudagar permata yang kaya raya, tetapi juga memiliki sifat yang kurang terpuji.

   Orang itu sombong dan merasa dirinya orang yang paling baik di seluruh Pakuwon Watu Mas.

   "Kita akan mengambil kekayaannya"

   Berkata Mahisa Bungalan "bukan barang-barang dagangannya"

   "Bagaimana kita dapat membedakan?"

   Bertanya seorang pengawal.

   "Memang sulit"

   Jawab Mahisa Bungalan "Tetapi menilik caranya menyimpan, kita akan dapat melihat, apakah barang-barang itu termasuk barang yang diperdagangkan, atau barang-barang yang sudah dimilikinya sendiri"

   Kawan-kawannya mengangguk-angguk.

   Mereka tidak terlalu memperhatikannya.

   Seandainya kelirupun tidak akan terlalu salah bagi mereka.

   Demikianlah, sekelompok penjahat yang kasar itu telah mendekati regol saudagar kaya itu.

   Seperti di rumah orang-orang kaya yang lain, maka tentu ada para penjaga regol dan bahkan penjaga seluruh isi rumahnya.

   Ternyata para penjaga dirumah pedagang permata itu tidak dapat ditakut-takuti.

   Mereka sama sekali tidak mau rhenyerah.

   Di muka regol mereka siap menunggu dengan senjata telanjang.

   "Lima orang"

   Desis seorang pengawal yang menjenguk sambil memanjat dinding disebelah regol itu "hampir saja kepalaku disentuh ujung tombak"

   "Mereka keras hati"

   Desis yang lain.

   "Baiklah"

   Berkata Mahisa Bungalan "sebagian dari kita tetap di muka regol.

   Sementara yang lain akan memasuki halaman rumah itu lewat dinding samping.

   Kita akan bersama-sama mwlompat dan memasuki halaman.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mudah- mudahan para penjaga itu dapat melihat satu kenyataan"

   Dengan isyarat maka para pengawal yang menjadi perampok itu menebar. Kemudian ketika terdengar aba-aba maka serentak merekapun berloncatan naik keatas dinding, sementara orang-orang yang berada di regol masih tetap ditempatnya.

   "Kalian melihat, bahwa kalian sudah dikepung oleh jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah kalian?"

   Bertanya yang berdiri diluar regol.

   "Persetan"

   Geram salah seorang penjaga itu "kami akan membunuh kalian semua. Kami, murid-murid perguruan Sangkak tidak akan benyerah melawan perampok- perampok kecil seperti kalian"

   Jawaban itu membuat para pangawal didepan regol itu marah. Tetapi Mahisa Bungalan berdesis "Jangan cepat marah. Biarlah kita mancoba menakut-nakutinya agar mereka tidak terlalu garang""Apa yang akan kau lakukan?"

   Bertanya salah seorang pengawal.

   "Aku akan memecah pintu kayu itu"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   Para pengawal yang menyatakan diri mereka sebagai perampok itu termangu-mangu.

   Namun mereka percaya bahwa Mahisa Bungalan adalah seoarang anak muda yang mempunyai kelebihan.

   Karena itu maka merekapun kemudian menyibak.

   Dalam pada itu, beberapa orang pengawal yang telah memasuki halaman itu telah bendekati penjaga regol yang berjumlah lima orang, yang kemudian telah berkumpul di belakang regol yang masih tertutup itu.

   "Jangan berbangga dengan jumlah kelima yang banyak"

   Berkata orang tertua diantara para penjaga regol itu.

   "Bagaimanapun juga jumlah kami yang banyak akan ikut menentukan. Seandainya lima orang diatara kami terbunuh, dan kalian berlima mati seluruhnya, maka sisa diantara kami cukup banyak untuk mengangkut semua harta benda pedagang kaya ini.

   "Kalian sudah gila"

   Geram penjaga itu "kami setiap orang akan dapat membunuh sepuluh orang diantara kalian. Sementara itu jangan kau sangka bahwa pedagang kaya itu akan mampu membunuh sepuluh orang pula diantara kalian"

   "Kalian memang berani"

   Terdengar suara di balik pintu "Tetapi bukanlah pintu regolmu. Jika benar kalian ingin bertempur melawan kami semuanya"

   "Persertan"

   Geram penjaga itu."Jika kalian tidak mau membuka, maka kami yang masih berada diluar akan memecahkan pintu ini meskipun kami dapat memasuki halaman dengan memanjat seperti kanak-kanak kami"

   "Jangan mengigau"

   Teriak penjaga itu "hanya iblis yang dapat mencegah pintu rigol itu"

   Para pengawal yang sudah memasuki halamaman itupun tertegun.

   Namun sebagian dari merekapun tahu maksud kawan-kawannya yang berada di luar.

   Mereka ingin menggerakkan para penjaga itu, agar mereka tidak perlu bertempur berkepanjangan, apalagi jika terjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam bermain-main dengan senjata.

   Sebenarnyalah, Mahisa Bungalanpun kemudian berkata "Baiklah para penjaga yang setia.

   Kami akan mencoba memecah pintu.

   Namun dengan demikian kalian harus membuat perhitungan yang cermat.

   Jika kami berhasil memecah pintumu, itu berarti bahwa kami dapat bebuat jauh lebih banyak lagi.

   Apalagi hanya menghadapi lima orang, bahkan seandainya pedagang kaya itupun akan ikut bertempur pula"

   "Tutup mulutmu"

   Bentak menjaga regol itu.

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   Namun iapun kemudian telah bersiap.

   Dengan ilmunya ia mengerahkan segenap kekuatannya.

   Demikianlah, maka dengan memusatkan tenaga pada sisi telapak tangannya, maka Mahisa Bungalanpun kemudian meloncat kearah pintu regol yang tertutup dan diselarak dari dalam.

   Dengan kedua galum tangannya maka Mahisa Bungalanpun menghantam regol yang tertutup itu.Terdengar suara berderak memekakkan telinga.

   Bukan saja pintu kayu yang tebal itu yang berderak pecah.

   Tetapi selaraknyapun telah berpatahan.

   Semua orang yang menyaksikan dengan mendengar suara itupun terkejut.

   Ketika daun pintu itu kemudian rontok, maka kelima orang penjaga regol itu berdiri dengan mulut ternganga.

   Bahkan para pengawal yang mengaku diri mereka sebagai perampok itupun menjadi keheran-heranan melihat kekuatan Mahisa Bungalan.

   Dalam pada itu, Mahisa Bungalanpun yang berdiri di depan pintu itupun kemudian melangkah masuk, melangkahi daun pintu yang sudah rontok ditanah.

   "Aku sama sekali bukan iblis dan akupun tidak mempergunakan kekuatan iblis"

   Berkata Mahisa Bungalan. Lalu "Nah, Sekarang pertimbangkan. Apakah kalian akan melawan?"

   Orang-orang itu berdiri dengan tubuh gemetar. Tidak lagi terlintas di kepalanya, keberanian untuk melawan orang yang dapat memecahkan pintu regol hanya dengan tangannya itu.

   "Apakah kalian menyerah?"

   Bertanya Mahisa Bungalan. Kelima orang itu termangu-mangu. Namun akhirnya merekapun tidak dapat berbuat lain ketika para pengawal itupun maju mendekatinya.

   "Lepaskan senjata kalian"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   Orang-orang itupun kemudian melepaskan seniat mereka.

   Dalam pada itu, saudagar permata yang juga mendengar derak pintu pecah itupun tidak mempunyai harapan lagi untuk berbuat sesuatu, ketika dari balik pintu rumahnya ia mendengar percakapan antara para perampok dengan penjaga rumahnya dipendapa.

   Karena kelimapenjaga itupun telah diikat kaki dan tangannya dan kemudian merekapun dipersilahkan duduk di sudut pendapa.

   "Jangan berbuat sesuatu yang akan dapat mencelakai diri kalian sendiri"

   Berkata seorang pengawal.

   Dalam pada itu, maka seorang pengawal yang lainpun telah mengetuk pintu rumah saudagar itu.

   Diruang dalam, saudagar permata itu tidak mempunyai pilihan lain.

   Karena itu, maka iapun telah membuka pintunya dengan wajah yang pucat.

   Lima orang pengawal kemudian memasuki rumahnya.

   Yang lain masih tetap tinggal dipendapa.

   Sementara dua orang mengawasi masing-masing di sebelah kanan, kiri dan belakang rumah.

   Sedangkan dua orang lainnya berada di regol.

   Dalam pada itu, ketika para pengawal yang memasuki rumah itu sedang berbicaa dengan saudagar permata untuk mendapatkan barang-barangnya yang berharga, maka segerombolan orang telah mendekati halaman rumah itu.

   Mereka adalah para perampok yang sebenarnya, yang tinggal di hutan perbatasan.

   Mereka berniat untuk menangkap perampok yang telah menggetarkan daerah Pakuwon Watu Mas itu.

   Pemimpin perampok itu beranggapan, jika ia berhasil menangkap meskipun hanya seorang saja diantara mereka yang telah merampok di daerah Watu Mas itu, maka ia akan bebas dari segala tuduhan.

   Ia akan mendapat kepercayaannya kembali sehingga gerombolannya justru akan mendapat dukungan dari para pengawal di perbatasan.

   Para pengawal itu tentu akan tetap melindungi mereka jika para pengawal dari Pakuwon Kabanaran berusahamengejar mereka, apalagi menusuk masuk ke dalam sarang mereka yang terletak di tlatah Watu Mas.

   Karena itu, untuk menjual jasa, para perampok itu sama sekali tidak menghubungi para pengawal.

   Yang akan mereka lakukan adalah menghadapkan tawanan yang dapat mereka tangkap kepada para pengawal.

   Demikianlah, maka merekapun semakin lama menjadi semakin dekat dengan rumah saudagar permata yang sedang dalam kebingungan.

   Saudagar itu tidak dapat berbuat lain, kecuali menyerahkan apa yang diminta oleh para perampok itu.

   "Bawa kemari semua harta bendamu"

   Berkata pengawal yang menyatakan dirinya sebagai perampok itu "jika ternyata kemudian bahwa kau masih menyimpan harta benda lain kecuali yang kau bawa kemari, maka rumah dan isinya akan aku bakar habis.

   Tetapi jika kau berterus terang, dan membawa semua harta kekayaanmu, maka aku akan membawa sebagian saja dari seluruh harta bendamu"

   Saudagar itupun telah mengeluarkan semua simpanannya.

   Ketika ia meletakkan peti di amben bambu disamping peti yang terdahulu, hampir diluar sadarnya ia berdisis "Ini barang dagangan.

   Jika barang-barang ini juga hilang dari tanganku, dari mana lagi aku akan dapat mencari gantinya.

   Mahisa Bungalan yang juga memasuki rumah itupun mengerutkan keningnya.

   Sambil membuka peti itu ia berkata "Apakah barang daganganmu ini bukan milikmu sendiri?"

   "Hanya sebagian kecil saja"

   Jawab saudagar itu "tetapi sebagian besar dari barang-barang itu, adalah milik orang lain.

   Permata itu adalah barang titipan yang harus aku jual dan kemudian menyerahkan uangnya kepada pemiliknya"Mahisa Bungalan memperbandingkan dua buah peti yang ada di hadapannya.

   Keduanya berisi emas dan permata.

   Tetapi memang dapat diduga bahwa yang sebuah adalah milik saudagar kaya itu sendiri.

   Sementara yang lain seperti yang dikatakannya beremas dan permata titipan.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalanpun berkata "Aku hanya akan mengambil barang-barangmu.

   Aku tidak akn mengambil barang-barang titipan itu"

   Saudagar itu benar-benar tidak menyangka. Sikap yang demikian bukan sikap kebanyakan perampok. Biasanya mereka akan membawa apa saja yang ada. Milik sendiri atau bukan, tidak menjadi persoalan bagi mereka.

   "Tetapi sikap perampok ini agak berbeda"

   Berkata saudagar itu di dalam hatinya.

   Meskipun saudagar itu balum pernah dirampok sebelumnya, tetapi ia pernah mendengar apa yang sering terjadi dalam perampokan-perampokan.

   Bahkan kadang- kadang para perampok itu tidak percaya meskipun semua harta benda sudah di serahkan oleh pemiliknya.

   Dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan dan para pengawal itu membenahi barang-barang yang akan dibawanya, tiba-tiba dua orang yang berada diregol memberi isyarat, bahwa sekelompok orang tengah mendekati rigol halaman.

   "Siapa mereka?"

   Bertany Mahisa Bungalan.

   "Belum tahu dengan pasti"

   Desis seorang pengawal yang kemudian berlari menghambur keluar untuk mendapat kepastian siapakah yang datang.

   Dalam pada itu, kedua pengawal yang menjaga regol sudah terdesak masuk kehalman.

   Mereka berdiritegak didepan pendapa rumah saudagar kaya itu, sementara beberapa orang yang berada di pendapa telah turun pula.

   "Nah"

   Berkata pemimpin perampok yang sebenarnya "ternyata kita dapat bertemu kali ini.

   Mahisa Bungalan yang kemudian keluar juga dari ruang dalam dan menyerahkan peti yang sudah siap untuk dibawa itu kepada seorang pengawal, melihat bahwa yang datang itu bukan pasukan pengawal dari Pakuwon Watu Mas.

   "Siapakah kalian?"

   Bertanya Mahisa Bungalan dari pendapa.

   "Apa gunanya kau mengerti tentang diri kami"

   Jawab pemimin perampok itu "menyerahlah. Kami akan memperlakukan kalian dengan baik"

   "Tunggu Ki Sanak"

   Berkata Mahisa Bungalan pula "Apakah hak kalian untuk mengancam kami. Apakah kalian para pengawal dari Pakuwon Watu Mas? Menilik pakaian kalian, maka kalian tentu bukan pengawal Pakuwon ini"

   "Kami memang bukan para pengawal"

   Berkata pemimpin perampok itu "Tetapi hak kami sama dengan para pengawal"

   "Kenapa?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Apa pedulimu. Menyerahlah agar kami tidak perlu mempergunakan kekerasan"

   Ancam pemimpin perampok itu.

   "Kami adalah perampok-perampok yang sudah berpengalaman"

   Jawab Mahisa Bungalan "seharusnya kau tahu, bahwa perampok-perampok besar seperti kami ini, tidak akan pernah menyerah. kami yakin, bahwa kalian tidak akan dapat berbuat banyak menghadpi kami""Persetan"

   Pemimpin perampok itu menggeram "kau terlalu sombong. Kau kira hanya kalian sajalah merampok- perampok yang berpengalaman di dunia ini"

   "Ya"

   Jawab Mahisa Bunglan "tidak ada segerombolan perampokan yang dapat menyamai kemampuan kami"

   Pimpinan perampok itu menjadi panas. Ia merasa seolah-olah dihina oleh perampok yang belum dikenalnya. Karena itu. hampir diluar sadarnya ia berkata "Omong kosong. Kalian tidak akan dapat mengimbangi kemampuan kami"

   Mahisa Bungalan tertawa. Ia berusaha untuk melontarkan nada yang tinggi menyakitkan hati. Katanya "Jika ada sekelompok orang yang mengaku berpengalaman melampaui atau menyamai kami, maka ia adalah orang- orang yang tidak tahu diri"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Cukup"

   Teriak pemimpin perampok itu "kami adalah penguasa di hutan-hutan yang lebat.

   Kami adalah raja dari para perampok dan penyamun.

   Kami adalah segala-galanya dari dunia yang hitam kelam.

   Karena itu jangan mencoba menyaingi kegiatan dan usaha kami.

   Jangan mencoba menjelajahi daerah jelajah kami"

   Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Kemudian dengan ragu-ragu ia bertanya "Siapakah sebenarnya kalian?"

   "Persetan dengan pertanyaanmu geram pemimpin perampok itu.

   "Kaliankah yang dijuluki serigala hitam di hutan perbatasan? Kaliankah yang sering memasuki Pakuwon Kabanaran?"

   Bertanya Mahisa Bungalan. Kemudian katanya "Jika demikian, maka kami tidak mempunyai persoalan dengan kalian? Kami telah memiliki daerah yangtidak akan kau jamah. Jika kalian memelihara sawah di Pakuwon Kabanaran. aku telah memilih yang lain"

   "Orang-orang dungu yang tidak tahu diri"

   Jawab pemimpin perampok itu "Kau sangka bahwa kami dapat membiarkan kalian merampok di daerah Watu Mas?"

   "Kami tidak pernah mengganggu kalian yang merampok di Kabanaran"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   "Kalian tidak berhak mengganggu kami"

   Teriak pemimpin perampok itu "sekarang kita sudah bertemu. Tidak ada persoalan apapun diantara kita. Kalian harus menyerah, atau kami akan menyapu kalian sampai orang yang terakhir"

   Mahisa Bungalan tidak segera menjawab.

   Nampak ia menjadi ragu-ragu Sementara itu, pemimpin perampok itu menganggap bahwa perampok yang mendatangi rumah saudagar itu menjadi ketakutan.

   Namun ia terkejut ketika Mahisa Bungalan kemudian menjawab "Baiklah.

   Kita sudah bertemu disini.

   Jika kami menyerah dan melepaskan hasil rampokan kami, maka kalianlah yang akan memilikinya.

   Selebihnya maka kalian akan memperlakukan kami sewenang-wenang.

   Karena itu, kami tidak akan menyerah.

   Kami akan mencoba kemampuan kalian.

   Siapakah diantara kita yang memiliki pengalaman lebih luas dalam dunia yang hitam kelam ini.

   Kalian atau kami"

   "Bodoh dan gila"

   Geram pemimpin perampok itu "kami mempunyai kemampuan lebih tinggi dari kalian. Jumlah kami lebih banyak dari kalian. Pengalaman kami lebih banyak dari kalian. Apa yang dapat kalian banggakan untuk menghadapi kami?""Tekad kami membara di dada kami"

   Jawab Mahisa Bungalan "bersiaplah. Kita akan bertempur mati-matian"

   Pemimpin perampok itu menjadi marah sekali. Iapun kemudian berteriak "Hancurkan tikus-tikus bodoh itu. Tangkap hidup-hidup satu atau dua orang. Mereka akan berbicara tentang diri mereka dihadapan para pengawal di Watu Mas"

   "Kalian bekerja bersama para pengawal?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Apa pedulimu"

   Jawab pemimpin perampok itu.

   Dalam pada itu, para perampok yang sudah memasuki halaman itupun segera mempersiapkan diri.

   Mereka menebar dari ujung sampai keujung halaman.

   Sementara itu.

   para pengawal yang berada di halaman sampingpun telah menarik diri ke sisi pendapa, sementara kawan- kawannyapun telah bersiap menghadapi segala macam kemungkinan.

   Mahisa Bungalan yang kemudian memimpin para pengawal itu melangkah mendekati para perampok.

   Ia tertegun kketika pemimpin perapok itu menyongsongnya sambil berkata "Kau pemimpin pasukan kelinci itu?"

   "Ya. Tetapi malam ini akan terjadi, serigala hitam di hutan perbatasan akan hancur digilas oleh kelinci-kelinci putih"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   Kemarahan pemimpin perampok itu tidak dapat ditahan lagi.

   Tiba-tiba saja ia telah meloncat menyerang, langsung dengan senjatanya yang mengerikan.

   Sebuah tongkat besi baja berkepala bulat an yang bergerigi tajam.

   Ayunan senjatanya itu berdesing mengerikan.

   Namun yang diserangnya adalah Mahisa Bungalan, sehingga dengan sigapnya anak muda itu meloncat menghindar.Serangan itu adalah aba-aba yang telah menggerakkanpara perampok.

   Dengan serentak mereka menyerang sambil berteriak-teriak nyaring.

   Namun sebenarnyalah yang mereka hadapi adalah para pengawal dari Kabanaran.

   Pengawal yang telah mendapat tempaan khusus untuk tugas mereka yang aneh.

   Mereka telah diperkenalkan dengan cara bertempur yang paling keras dan kasar.

   Merekapun telah mendapat petunjuk, bagaimana mereka harus bersikap dalam tugas mereka.

   Karena itu, demikian para perampok itu berteriak, maka para pengawal itupun mengimbanginya.

   Namun beberapa orang diantara mereka masih juga berguman "Satu tugas yang gila.

   Aku masih belum sampai hati mengumpat-umpat dengan kata-kata kotor seperti itu"

   Meskipun demikian, mereka memang harus bertempur dengan cara yang keras dan kasar menghadapi para pe- rampokk yang sebenarnya.

   Demikianlah, sejenak kemudian telah terjadi pertemuan yang sengit.

   Masing-masing telah bertempur dengan keras dan kasar antara kegilaan para perampok yang sebenarnya, dengan cara para pengawal yang terlatih baik.

   Dalam pertempuran yang seru, maka nampak perbedaan pada dasar penguasaan ilmu mereka.

   Bagaimanpun juga, para pengawal tidak terbiasa untuk bertempur sambil berteriak-teriak dan mengumpat-umpat.

   Kadang-kadang para pengawal memang bersorak pada saat-saat tertentu.

   Tetapi tidak sebagaimana dilakukan oleh para perampok itu.

   Meskipun demikian, masih ada juga diantara para pengawal yang sempat berlaku kasar.

   Hanya pada saat-saat ia terdesak maka ia harus kembali kepada dasar ilmu yangdipelajarinya dan dimatangkannya di dalam lingkungan para pengawal.

   Namun dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa para pengawal memiliki kematangan olah senjata yang lebih mapan dari para perampok, betapapun juga para perampok iitu mempunyai pengalaman yang luas.

   Tetapi pengalamaan mereka terutama adalah pengalaman menghadapi para peronda yang tidak mempunyai kemampuan yang cukup, serta para penjaga regol di rumah orang-orang kaya yang jumlahnya terlalu sedikit.

   Karena itu, ketika mereka dihadapkan kepada kemampuan para pengawal, maka segera terasa betapa mereka merasakan tekanan yang sangat berat, meskipun jumlah mereka lebih banyak.

   Dalam pada itu, para pengawal itupun telah menyerang perampok-perampok itu dari beberapa arah.

   Sebagian besar dari mereka bertempur didepan pendapa.

   Beberapa orang pengawal telah menyerang dari lambung sebelah menyebelah.

   Dengan demikian maka para perampok itu harus menghadapi para pengawal dari arah yang berbeda- beda.

   Pemimpin perampok yang bertempur melawan Mahisa Bungalan itupun tidak terlalu banyak dapat berbuat.

   Ia segera terdesak.

   Hanya karena jumlah para perampok itu terlalu banyak, maka pemimpin perampok itu masih berlindung diantara jumlah yang banyak itu, Hanya sekali- sekali saja ia tampil.

   Namun kemudian ia berada diantara sekelompok pengikutnya.

   Di pendapa, para penjaga regol yang menyerah itu menyaksikan pertempuran dengan jantung yang berdebaran.

   Dalam cahaya obor yang lemah, mereka melihat pertempuran yang menjadi semakin sengit.Tetapi mereka tidak dapat berbuat sesuatu.

   Kaki dan tangan mereka telah terikat.

   Namun kecemasan telah benar-benar mencengkam jantung mereka.

   Mereka tahu pasti, bahwa yang bertempur itu adalah dua gerombolan perampok yang memiliki kekuatan yang tangguh.

   Ketika keduanya berbenturan, maka rasa-rasanya halaman itu telah guncang.

   Sementara itu, saudagar permata yang berada di dalam rumahnya itupun menjadi bingung.

   Masih ada seorang pengawal yang mengawasinya.

   Sambil mengacukan senjatanya, pengawal itu berkata "Duduklah.

   Biarlah mereka yang bertempur itu menyelesaikan persoalan mereka.

   Saudagar itu menjadi bingung.

   Namun iapun kemudian duduk dengan tubuh gemetar.

   Mahisa Bungalan dan para pengawal masih bertempur dengan sengitnya.

   Tetapi bekal ilmu mereka mampu mengatasi kekasaran para perampok itu.

   Meskipun tidak seluruhnya, tetapi beberapa orang pengawal telah dapat memberikan kesan kekasaran dan kekerasan.

   Ada juga diantara para pengawal yang berteriak-teriak dan mengumpat sejadi-jadinya, sebagaimana dilakukan oleh para perampok itu.

   Dalam pada itu, ternyata jumlah para perampok yang mampu bertempur itu cepat susut.

   Mahisa Bungalanpun telah memaksa beberapa orang perampok untuk melepaskan perlawanannya karena luka-lukanya.

   Sementara para pengawal masih berusaha untuk tidak membunuh lawannya.

   Tetapi sebagian dari mereka tidak berhasil mengendalikan senjata mereka, sehingga menembus tubuh lawannya terlalu dalam.Dalam pertempuranya yang seru itu, masih juga dapat dilihat oleh Mahisa Bungalan, bahwa para perampok itu tidak memiliki ilmu yang sebenarnya.

   Mereka hanya berbekal keberanian dan pengalaman yang keras dan kasar.

   Sehingga ketika mereka dihadapkan kepada kemampuan para pengawal, maka mereka tidak dapat banyak memberikan perlavanan.

   Karana itu, maka para perampok yang jumlahnya cepat susut itupun telah terdesak.

   Pemimpin perampok yang selalu mengumpat-umpat itupun tidak dapat menutup mata.

   Meskjipun ia sendiri memiliki bekal ilmu kanuragan yang cukup, tetapi berhadapan dengan Mahisa Bungalan maka ia tidak dapat banyak berbuat.

   Dengan demikian, maka pemimpin perampok itu sudah dapat memperhitungkan, apa yang akan terjadi seandainya pertempuran itu akan berlangsung terus.

   Karena itu, maka tidak ada jalan yang lebih baik bagi mereka, selain melarikan diri.

   Meskipun mereka tidak berhasil menangkap perampok yang telah berani mengganggu tlatah Watu Mas itu, namun mereka akan dapat memberikan laporan kepada para pengawal di Watu Mas, bahwa sebenarnyalah ada segerombolan perampok yang kuat telah mengganggu ketenangan Pakuwon Watu Mas.

   Sejenak kemudian, maka pemimpin perampok yang melihat kekalahannya itu.

   telah memberikan isyarat kepada para pengikutnya untuk meninggalkan arena pertempuran.

   Para perampok itu tidak menunggu lebih lama lagi.

   Dengan serta merta, maka para perampok itupun telah berlarian meninggalkan halaman rumah saudagar permata itu.Para pengawal tidak mengejar mereka.

   Namun yang terdengar kemudian adalah perintah Kitapun harus segera pergi"

   Para pengawal yang telah menyelesaikan pertempuran itupun kemudian telah berkumpul di pendapa untuk menunggu perintah selanjutnya.

   Sementara itu, Mahisa Bungalan telah mesuk kembali ke ruang dalam sambil berkata kepada saudagar permata itu "Ki Sanak.

   Aku akan melakukan seperti yang sudah aku rencanakan.

   Aku akan membawa barang-barang yang kau sebut milikmu sendiri.

   Tetapi aku tikdak akan membawa barang-barang yang merupakan dagangan lebih lebih barang-barang titipan.

   Kau harus berterima kasih bahwa aku tidak mengambilnya semuanya meskipun aku dapat melakukannya bila aku mau.

   Yang aku lakukan ini tentu lebih baik dari yang dilakukan oleh para perampok yang datang kemudian itu"

   Saudagar itu tidak menjawab.

   Ia tidak akan dapat mencegahnya.

   Bahkan mungkin perampok itu akan mengambil sikap yang lain jika ia berbuat sesuatu.

   Karena itu, Maka saudagar itu membiarkan saja ketika para perampok itu kemudian mengambil petinya dan membawanya keluar.

   "Ki Sanak"

   Berkata Mahisa Bungalan kepada saudagar permata itu "di halaman terdapat beberapa orang yang terluka.

   Barangkali ada yang terbunuh tanpa sengaja.

   Terserahlah kepadamu.

   Mungkin para pengawal dari Pakuwon Watu Mas akan segera datang untuk meneliti peristiwa ini.

   Katakan dengan terus-terang, bahwa ada dua gerombolan perampok yang saling berebut harta bendamu.

   Saudagar itu masih tetap diam.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bahkan seolah-olah ia tetap membeku ketika Mahisa Bungalan dan kawan-kawannya meninggalkan halaman rumah itu dengan membawa hasil rampokannya.

   Baru kemudian saudagar, itu meloncat keluar ketika ia mendengar para penjaga pintu rumahnya berteriak-teriak.

   Dengan tergesa-gesa maka saudagar itupun melepas ikatan mereka.

   Namun tidak ada yang dapat mereka lakukan.

   "Kita hanya dapat melaporkannya kepada Ki Buyut"

   Berkata saudagar itu.

   "Kita akan segera melaporkannya"

   Desis para penjaga itu.

   Namun dalam pada itu, saudagar permata itu bergumam "Tetapi mereka adalah perampok-perampok yang aneh.

   Dibalik kekasaran mereka, terdapat sesuatu yang tidak dapat aku mengerti.

   Ternyata mereka tidak mengambil semua harta benda yang sebenarnya dapat mereka bawa.

   Tetapi mereka tidak melakukannya.

   "Kamipun tidak disakitinya"

   Berkata para penjaga regol.

   "Pemimpinnya, berilmu iblis"

   Sambung salah seorang diantara mereka "Orang itu dapat memecahkan pintu regol"

   "Itulah sebabnya maka gerombolan yang satu lagi dapat dikalahkannya"

   Desis saudagar itu.

   "Gerombolan yang datang kemudian sebenarnya akan menangkap gerombolan yang datang terdahulu. Tetapi ternyata mereka dapat dikalahkan"

   Desis salah seorang penjaga regol itu.

   "Aku kira itu hanya sekedar dalih saja"

   Berkata saudagar itu "Tetapi merekapun tentu akan merampok. Bahkan mungkin mereka akan membawa semua barang-barang yang ada dirumah ini. Bukan saja barang-barang miliknyasendiri seperti yang dilakukan oleh perampok yang datang terdahulu"

   Para penjaga itu hanya termangu-mangu saja.

   "Nah"

   Berkata saudagar itu "dua orang diantara kalian pergi kepada Ki Buyut.

   Laporkan apa yang terjadi.

   Sementara kami yang tinggal akan melihat akibat dari pertempuran itu.

   Yang terluka mungkin memerlukan pertolongan segera.

   Ketika kedua orang itu keluar dari regol, maka mereka melihat beberapa orang tetangga yang menjenguk.

   Tetangga-tetangga yang sudah tidak mendengar keributan lagi, baru berani keluar dari rumah mereka.

   "Apa yang terjadi?"

   Bertanya salah seorang tetangga yahg melihat kedua orang penjaga regol itu.

   "Perampok"

   Jawab salah seorang dari kedua orang itu.

   "Saudagar itu telah dirampok?"

   Bertanya orang itu lagi.

   "Ya. Sekelompok perampok dalam jumlah yang,tidak dapat kami atasi"

   Jawab penjaga regol itu "Tetapi mereka sudah pergi"

   "Apa ada barang-barang yang dibawa?"

   Bertanya tetangga itu.

   "Aku tidak tahu pasti"

   Jawab penjaga itu sambil meneruskan perjalanannya kerumah Ki Buyut. Berita itu ternyata cepat sekali menjalar. Dalam waktu yang pendek, maka tetangga-tetangga disekitar rumah saudagar itu telah- mendengarnya, bahwa Ki Saudagar telah dirampok"

   Beberapa orangpun telah berkumpul diregol halaman rumah saudagar itu.

   Sebagian dari mereka memberanikan diri memasuki halaman yang masih terasa hangatnyapertempuran.

   Para penjaga regol yang tinggal telah membawa orang-orang yang terluka kependapa.

   Beberapa orang tetangga itupun dengan suka rela telah membantu mengangkat mereka, sementara ada juga dua orang yang ternyata telah menghembuskan nafasnya yang terakhir.

   Agaknya beberapa orang pengawal tidak dapat lagi mengendalikan senjatanya, sehingga senjata mereka telah menembus jantung lawannya.

   Malam itu, padukuhan yang baru saja dikunjungi oleh sekelompok perampok itupun menjadi sibuk.

   Beberapa orang berkumpul dengan wajah-wajah tegang.

   Namun mereka tidak dapat berbicara bagaimana seharusnya mereka menngatasi keadaan itu.

   Segalanya akan tergantung kepada Ki Buyut.

   Agaknya beberapa orang pengawal Kabuyutan tidak akan mampu berbuat banyak menghadapi perampok- perampok yang kuat.

   Hanya pengawal dari Pakuwon Watu Mas sajalah yang akan dapat mengatasi persoalan.

   Ki Buyut yang kemudian mendapat laporan itupun terkejut.

   Dengan serta merta iapun telah pergi ketempat kejadian disertai oleh beberapa orang pengawal Kabuyutan.

   Sementara itu beberapa orang pengawal yang lain harus melaporkannya kepada para pengawal Pakuwon Watu Mass yang bertugas ditempat paling dekat.

   Dalam pada itu, Mahisa Bungalan dan pasukannya telah menjadi semakin jauh.

   Ternyata bahwa ada beberapa orang diantara mereka yang terluka.

   Namun untunglah bahwa tidak seorangpun dari para pengawal itu yang terbunuh.

   Meskipun demikian tiga orang dari mereka yang terluka harus dipapah karena lukanya cukup berat.

   "Kita berhenti sejenak"

   Berkata Mahisa Bungalan ketika mereka sudah cukup jauh "Kita obati kawan-kawan yangterluka agar darah mereka tidak mengalir terlalu banyak. Sementara kita akan dapat beristirahat barang sejenak"

   Para pengawal itupun kemudian menebar dipinggir sebuah hutan yang tidak terlalu lebat.

   Sementara mereka yang terlukapun telah diobatinya.

   Namun dalam pada itu, beberapa orang pengawal mulai membicarakan tugas mereka yang aneh itu.

   Seorang pengawal Pakuwon Kabanaran yang bertubuh raksasa berdesis "Sampa kapan kita akan melakukan tugas seperti ini", Tetapi jawab kawannya diluar dugaan.

   Katanya "Menyenangkan sekali.

   Kita melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan"

   "Tetapi pengalaman ini sangat berbahaya bagimu"

   Sahut pengawal bertubuh raksasa itu.

   "Kenapa?"

   Bertanya kawannya.

   "Jika pada saatnya kau tidak lagi menjadi pengawal, kau akan memanfaatkan pengalaman ini"

   Jawab pengawal bertubuh raksasa itu.

   "Ah"

   Kawannya itu menggeleng "tentu tidak. Segalanya tergantung isi dada kita masing-masing"

   Pengawal bertubuh raksasa itu tersenyum.

   Katanya "Jangan sombong.

   Tidak ada orang yang tahu gejolak isi dada yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan.

   Tetapi mudah-mudahan dadamu tetap tenang melihat harta benda yang tidak ternilai harganya itu, yang melihatpun baru setelah kita melakukan tugas aneh ini"

   "Agaknya kaulah yang mulai dihinggapi iblis"

   Desis kawannya.Orang bertubuh raksasa itu tertawa. Katanya "Mudah- mudahan kita semuanya berhati batu"

   Keduanyapun tidak berbicara lagi Namun kawan- kawannya yang lain agaknya berbicara pula tentang persoalan yang mirip dengan yang mereka bicarakan dengan cara dan gaya masing-masing.

   Untuk beberapa lamanya sekelompol pengawal itu beristirahat setelah mereka yang terluka tidak lagi mengalirkan darah dari luka-lukanya, maka para pengawal itupun segera bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.

   Menembus hutan perbatasan dan kembali ke dalam barak mereka di daerah Pakuwon Kabanaran.

   Ternyata perampokan-perampokan yang terjadi di Watu Mas itu cukup menggelisahkan.

   Para perampok yang bersarang di hutan perbatasan daerah Pakuwon Watu Mas ternyata tidak dapat mengimbangi kemampuan para perampok yang belum mereka kenal.

   Mereka tidak berhasil menangkap meskipun hanya seorang.

   Bahkan para perampok dari Watu Mas itu harus mengorbankan beberapa orang kawan mereka.

   Kesatuan pengawal Watu Mas yang berada ditempat paling dekat dari tempat kejadian, telah mendapat laporan pula.

   Beberapa orang pengawal berkuda segera datang ke tempat itu, sesaat setelah Ki Buyut datang pula.

   Ki Buyut dan pengawal Pakuwon Watu Mas itupun segera meneliti keadaan.

   Mereka menemukan beberapa orang korban.

   Yang.

   terluka dan yang telah terbunuh.

   Namun mereka tidak segera dapat menentukan, dari pihak manakah dari antara kedua gerombolan itu yang meninggalkan korban-korban itu.

   Sementara mereka belum sempat bertanya kepada orang-orang yang terluka, yang masih dapat memberikan keterangan apabila diminta.Dalam pada itu, sebenarnyalah, para perampok yang telah melarikan diri itupun telah menghubungi dengan tergesa-gesa pemimpin pengawal Pakuwon Watu Mas di perbatasan.

   Agaknya laporan memang mengejutkan mereka.

   Ternyata gerombolan perampok yang garang itu tidak berhasil mengimbangi kemampuan para perampok yang telah melakukan perampokan itu di Pakuwon Watu Mas.

   Bersama beberapa orang pengawal, maka pemimpin pengawal itupun datang pula di tempat kejadian.

   Sehingga dengan demikian, maka para pengawal itu dapat berbincang diantara mereka dan Ki Buyut Kesimpulan dari pembicaraan itu adalah, laporan kepada Akuwu di Watu Mas, karena peristiwa itu agaknya bukan peristiwa yang dapat diabaikan.

   "Aku tidak boleh menunggu terlalu lama"

   Berkata pemimpin pengawal di perbatasan itu.

   Aku mempunyai pertimbangan- pertimbangan tertentu, sehingga tindakan yang harus aku ambil harus mendapat persetujuan dari Akuwu, karena akan melibatkan kekuatan diluar rangkah.

   Baru pada hari berikutnya, setelah para korban yang terbunuh diselenggarakan sebagaimana seharusnya, maka seorang Senopati, utusan khusus dari Akuwu di Watu Mas telah datang untuk melihat keadaan.

   Beberapa keterangan dari saudagar itu, serta keterangan yang telah dihimpun sebelumnya mengenai peristiwa-peristiwa yang aneh, karena orang-orang yang tidak dikenal telah membagikan hadiah dan pemberian-pemberian yang kurang jelas maksudnya, maka Watu Mas mulai dapat mengurai keadaan yang mereka hadapi.

   "Kita harus menutup perbatasan"

   Berkata Senopati itu.Laporan itu ternyata disetujui oleh Akuwu di Watu Mas.

   Karena itulah, maka perbatasan antara kedua Pakuwon itupun telah ditutup dan diawasi dengan saksama oleh orang-orang Watu Mas.

   Namun demikian, Mahisa Bungalan masih juga berhasil menerobos lubang-lubang yang terdapat pada penjagaan di perbatasan itu, sehingga Mahisa Bungalan masih juga berhasil menyuap dan merampok di daerah Watu Mas.

   Namun demikian, ternyata bahwa Mahisa Bungalan dan kawannya tidak dapat menutup jejak untuk seterusnya.

   Meskipun mereka selalu berhasil kembali dengan utuh, betapapun ada diantara mereka yang terluka, namun para pengawas di Watu Mas akhirnya mengetahui juga bahwa perampok-perampok yang aneh itu bersarang didaerah Pakuwon Kabanaran.

   Laporan itu tidak terlalu mengejutkan bagi Akuwu di Watu Mas.

   Perhitungannya yang cermat memang sudah mengarah seperti laporan itu.

   Karena itu, maka apa yang telah di lakukan oleh Akuwu di Watu Mas untuk menutup perbatasan itu telah diperkuat lagi.

   "Kita harus menumpas mereka sampai kesarangnya "berkata Akuwu di Watu Mas "Tetapi hati-hati. Aku yakin, mereka bukan perampok yang sebenarnya. Mereka hanya ingin membuat imbangan dari kekecewaan mereka. Kami telah melarang mereka mengejar para perampok dan memasuki Pakuwon Watu Mas. Karena kami sendiri mampu untuk menumpas perampok-perampok yang demikian. Namun yang dilakukan oleh Pakuwon Kabanaran adalah penyerangan terhadap Watu Mas karena yang melaksanakan adalah para pengawal.Demikianlah, maka Watu Mas telah benar-benar bersiap untuk memasuki daerah Pakuwon Kabanaran, karena menurut Akuwu di Watu Mas, Kabanaran lelah mulai dengan peperangan. Yang memasuki Watu Mas bukan sekedar para penjahat, tetapi justru merupakan bagian dari usaha Kabanaran untuk melemahkan Pakuwon Watu Mas, dan dilakukan dalam rencana yang besar, memerangi Watu Mas. Namun dalam pada itu, Kabanaranpun menyadari akan hal itu. Kabanaran tidak menutup mata melihat persiapan- persiapan di perbatasan. Karena itulah, maka Akuwu di Kabanaran telah memanggil Mahisa Bungalan untuk berbicara tentang persiapan Pakuwon Watu Mas.

   


Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Shien Kedele Maut Karya Khu Lung Hong Lui Bun -- Khu Lung

Cari Blog Ini