Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 32


Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 32


Api di Bukit Menoreh (15) - SH Mintardja

   Tim Kolektor E-Book. Apk Content rilis 31-08-2019 12:26:59 Oleh Saiful Bahri Situbondo

   
Api di Bukit Menoreh (15) Karya dari SH Mintardja

   

   "Awas kau,"

   Geram Rara Wulan.

   "Aku minta ampun. Jika kau sakiti aku, aku akan menjerit."

   "Apa?"

   "Tidak. Tidak apa-apa."

   Rara Wulan masih bersungut.

   Tetapi dengan demikian mereka justru berjalan lebih cepat.

   Ternyata mereka justru dapat sampai di kademangan Sima sebagaimana mereka inginkan.

   Mereka memasuki kademangan Sima sebelum senja, sehingga mereka masih sempat melihat suasana di kademangan yang terhitung besar itu.

   "Ada perubahan yang terjadi di Sima,"

   Desis Glagah Putih. Ya. Nampaknya pintu-pintu kedai sudah ditutup menjelang senja. Kita tidak melihat lagi gebyar padukuhan induk kademangan Sima ini."

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun kemudian berjalan menyusuri jalan utama di padukuhan induk kademangan Sima.

   Jalan utama itupun tidak seramai beberapa hari yang lalu sebelum Ki Demang, Ki Jagabya dan Ki Bekel dari padukuhan induk itu meninggalkan Sima.

   Hanya beberapa orang saja yang berjalan di jalan utama itu.

   Itupun mereka nampaknya tergesa-gesa.

   Agaknya hanya mereka yang mempunyai keperluan penting sajalah yang keluar rumah di waktu senja.

   "Ada bayangan ketakutan atas padukuhan ini,"

   Berkata Glagah Putih.

   "Ya. Tentu orang-orang Demak serta orang-orang dari perguruan Kedung Jati itulah yang telah membuat seisi padukuhan ini ketakutan."

   "Ya. Mereka tentu memperalat para bebahu yang masih ada di kademangan ini. Atau bahkan mungkin mereka telah mengangkat seorang Demang, Jabagaya dan Bekel yang baru."

   Rara Wulan menarik nafas panjang. Namun kemudian iapun bertanya.

   "Sekarang, apa yang akan kita lakukan kakang. Jika kita berkeliaran di padukuhan induk ini, maka kita tentu akan sangat menarik perhatian. Bahkan kita akan dapat dicurigai dan ditangkap oleh para pengikut Ki Demang yang baru."

   "Kita pergi ke penginapan itu."

   "Apakah keberadaan kita di penginapan itu tidak akan menimbulkan persoalan ?"

   "Tidak ada yang mengenal kita dalam hubungan hilangnya Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Bekel. Mereka yang terlibat semuanya telah terbunuh di halaman rumah Ki Demang."

   "Ya. Bahkan laki-laki tua yang seharusnya masih tetap hidup itu."

   Demikianlah, maka mereka berduapun telah pergi ke penginapan yang pernah mereka singgahi.

   Penginapan itu nampak sepi.

   Agaknya bilik-biliknya banyak yang telah kosong.

   Ketika petugas di penginapan itu melihat kedua orang itu memasuki gerbang penginapan, maka petugas itu segera menyongsongnya.

   "Marilah Ki Sanak berdua. Ternyata kalian telah datang kembali ke penginapan ini."

   "Ya. Kami memang sudah merencanakannya, setelah beberapa hari tinggal di rumah paman."

   "Kenapa kalian meninggalkan rumah paman ?"

   "Paman besok akan pergi ke Pajang bersama bibi. Karena itu, agar aku tidak menghambatnya, aku mendahului minta diri."

   Petugas di penginapan itu mengangguk-angguk sambil bertanya.

   "Untuk apa pamanmu pergi ke Pajang?"

   "Aku tidak berani menanyakannya. Itu adalah urusan paman."

   "Ya, ya, maaf. Bahkan aku justru telah bertanya tentang persoalan pribadi pamanmu itu."

   "Sebenarnya paman justru minta kami berdua menunggui rumahnya selama paman pergi. Tetapi kami juga mempunyai kepentingan sendiri, sehingga kami tidak dapat melakukannya."

   Petugas di penginapan itupun kemudian mempersilakan mereka.

   "Marilah. Bilik yang kau pergunakan itu juga masih kosong."

   "Terima kasih. Kami senang tinggal di bilik itu. Namun nampaknya penginapan ini tidak seramai waktu itu."

   "Ya. Ada beberapa perubahan terjadi di Sima, sehingga kesibukan di kademangan inipun tidak lagi seperti sebelumnya."

   Glagah Putih dan Rara Wulan tidak bertanya lebih lanjut.

   Mereka ingin mandi dan beristirahat barang sebentar.

   Malam nanti, petugas itu tentu bersedia untuk berbincang agak lama.

   Bahkan seandainya petugas ini berganti, petugas yang lainpun baik pula kepada Glagah Putih dan Rara Wulan.

   Kecuali jika ada petugas baru yang belum dikenalnya.

   Beberapa saat kemudian, mereka berdua telah berada di dalam bilik mereka.

   Bilik yang sebelumnya pernah mereka huni.

   Bergantian mereka pergi ke pakiwan untuk mandi dan berbenah diri, sementara senjapun menjadi semakin redup.

   Beberapa saat kemudian, maka keduanya telah duduk di serambi.

   Kepada mereka telah dihidangkan minuman hangat serta beberapa potong makanan.

   "Apakah kau masih sibuk?"

   Bertanya Glagah Putih kepada petugas di penginapan itu.

   "Masih ada sedikit pekerjaan. Ada tiga bilik di tengah yang isi. Aku akan mempersiapkan minuman mereka."

   "O,"

   Glagah Putih mengangguk-angguk.

   "nanti jika kau sudah longgar waktunya, duduklah bersama kami."

   "Baik. Nanti aku temani kau berbincang."

   Sebenarnyalah, ketika malam turun, maka petugas itupun telah datang ke serambi bilik Glagah Putih dan Rara Wulan. Bahkan tidak sendiri. Tetapi mereka datang berdua.

   "Kami mempunyai banyak waktu,"

   Berkata salah seorang petugas itu.

   "Ya. Nampaknya tidak banyak orang yang menginap disini."

   Sementara itu Rara Wulanpun tiba-tiba saja bertanya.

   "Apakah perempuan manja itu masih menginap disini?"

   "Tidak,"

   Jawab kedua orang petugas itu hampir berbareng. Seorang diantara merekapun berkata selanjutnya.

   "Mereka pergi tanpa memberitahukannya kepada kami. Tiba-tiba saja mereka tidak kembali lagi ke penginapan ini, sehingga mereka semuanya tidak membayar sewa bilik yang mereka pergunakan itu."

   "Apakah kalian tidak tahu, kemana mereka itu pergi? Atau barangkali ada orang lain yang mencari mereka?"

   "Kami tidak tahu kemana mereka pergi. Sementara itu tidak ada pula orang yang mencarinya kemari."

   Rara Wulan mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putihpun bertanya.

   "Perubahan apa yang telah terjadi di kademangan ini, sehingga rasa-rasanya Sima tidak lagi ceria seperti beberapa waktu yang lalu? Perubahan itu berlangsung demikian cepatnya."

   "Bukankah kau selama ini juga berada di Sima?"

   "Tidak. Aku berada di rumah paman, di kademangan sebelah. Meskipun rumah paman hampir di perbatasan, tetapi kami tidak sempat mengikuti perkembangan yang demikian cepatnya terjadi di Sima."

   Kedua orang petugas di penginapan itu saling berpandangan sejenak. Kemudian seorang diantara mereka berkata.

   "Perubahan itu terjadi seperti sambaran tatit di udara. Begitu cepatnya."

   "Begitu cepatnya."

   "Ya. Tiba-tiba saja Ki Demang di Sima, Ki Jagabaya dan Ki Bekel padukuhan induk ini menghilang. Tidak seorang-pun yang mengetahuinya, kemana mereka pergi. Karena itu, maka dipandang perlu untuk mengangkat seorang Demang, Jagabaya dan Bekel yang baru."

   "Bukankah hilangnya Ki Demang itu baru beberapa hari."

   "Ya. Kenapa begitu tergesa-gesa mengangkat Demang yang baru itu?"

   "Itulah yang mengherankan?"

   "Lalu siapakah yang mengangkat?"

   "Di Sima sekarang hadir satu kekuatan yang berkuasa disini. Mereka mengaku para petugas yang dikirim oleh Kangjeng Adipati Demak. Yang mengangkat Demang, Jagabaya dan Bekel baru itu juga para pemimpin yang datang dari Demak. Mereka mengaku bahwa mereka berkuasa di Sima atas nama Kangjeng Adipati Demak."

   "Jadi yang berkuasa sekarang di Sima adalah bebahu baru yang disahkan oleh para pemimpin dari Demak?"

   "Ya."

   "Apakah mereka memerintah dengan baik?"

   "Tidak. Ternyata banyak persoalan yang telah timbul di Sima."

   Glagah Putih dan Rara Wulan mengangguk-angguk. Sementara petugas penginapan yang lain berkata.

   "Bukankah baru kemarin Demang yang baru itu ditetapkan. Tetapi Demang baru itu sudah mengambil langkah yang buruk."

   "Langkah apa?"

   "Ki Demang sudah membuat pengumuman, terutama ditujukan.kepada semua penginapan yang ada di Sima,"

   Orang itu terdiam sejenak. Kemudian iapun berkata lebih lanjut.

   "Jika diperlukan semua penginapan harus menyediakan tempat bagi para petugas yang datang ke Sima tanpa menentukan tarip sewa bagi mereka. Bahkan penginapan harus menyediakan makan bagi mereka."

   "Bukankah itu berarti membunuh usaha kami,"

   Sambung yang lain.

   "mungkin kami dapat menyediakan beberapa bilik bagi para pejabat yang bertugas di Sima. Tetapi jika kami juga harus menyediakan makan bagi mereka, agaknya kami akan merasa sangat berat. Dan bahkan dalam waktu yang tidak lama lagi, akan banyak penginapan yang menutup pintunya."

   Tetapi kawannyapun menyahut.

   "Meskipun kita menutup pintu, mereka akan dapat memaksa kita membuka kembali."

   "Ya,"

   Kawannya mengangguk-angguk.

   "Selain itu,"

   Berkata yang seorang lagi.

   "kemarin Ki Demang, Ki Jagabaya dan Ki Bekel yang baru bersama para bebahu dan yang mereka sebut pejabat dari Demak itu telah melihat-lihat pasar. Nampaknya mereka mempunyai rencana tertentu dengan pasar itu, sehingga hari ini pasar itu menjadi bertambah sepi. Apalagi hari ini bukan hari pasaran. Pagi tadi ketika Yu Suni pergi ke pasar untuk berbelanja, melihat bahwa pasar Sima tidak pernah menjadi sesepi tadi pagi."

   Glagah Putih dan Rara Wulan masih saja mengangguk-angguk.

   "Kami melihat bahwa esok keadaan Sima akan menjadi semakin suram."

   "Mudah-mudahan dugaanmu tidak benar,"

   Sahut Glagah Putih.

   "mudah-mudahan apa yang dilakukan oleh bebahu yang baru itu sekadar penjajagan. Mungkin mereka justru akan menghembuskan kebijaksanaan baru yang lebih baik."

   Tetapi kedua orang petugas di penginapan itu menggeleng. Seorang diantara mereka berkata.

   "Kami tidak melihat kemungkinan yang lebih baik itu, Ki Sanak."

   Petugas di penginapan itupun kemudian telah bercerita bahwa para bebahu bersama beberapa pejabat dari Demak telah berkeliling kademangan Sima.

   Mereka memperhatikan orang-orang terkaya di kademangan ini.

   Bahkan mereka telah mencatat beberapa hal yang mereka anggap penting.

   Mungkin tentang letak rumah atau kekayaan yang dimiliki atau mungkin rumah itu sendiri yang sebagaimana penginapan-penginapan yang ada, untuk menampung para pejabat yang mungkin akan berdatangan dari Demak ke Sima.

   Petugas yang lainpun menyambung.

   "Tindakan mereka yang baru mereka mulai itu ternyata telah menimbulkan keresahan. Orang-orang kaya menjadi gelisah sebagaimana para pemilik penginapan. Sementara itu para pedagang di pasarpun telah dihinggapi oleh berbagai macam pertanyaan. Apa yang akan diperbuat oleh para bebahu yang baru itu bersama mereka yang mengaku para pejabat dari Demak itu.

   "Terima kasih Ki Sanak,"

   Berkata Glagah Putih kemudian.

   "dengan demikian, kami berdua harus hati-hati karena kami berdua bukan orang Sima. Kami hanyalah orang lewat. Tetapi kami menjadi ingin tahu, perkembangan lebih lanjut di Kademangan Sima ini."

   "Sebenarnya kalian berdua itu akan pergi ke mana? Bukankah dalam beberapa hari ini kalian tetap saja berada di tempat paman kalian itu?"

   "Kami tidak diperkenankan pergi,"

   Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Jawab Glagah Putih.

   "bahkan selama paman pergi, paman menghendaki agar aku tetap berada di rumahnya. Tetapi kami mempunyai kepentingan lain yang ingin kami lakukan."

   "Kepentingan apa?"

   "Maaf Ki Sanak. Itu adalah persoalan pribadi."

   "Ya, ya. Akulah yang minta maaf. Diluar sadarku, aku sering bertanya tentang urusan pribadi orang lain."

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun tersenyum. Dengan nada rendah hampir berbisik Glagah Putihpun berdesis.

   "Kami adalah pengantin baru Ki Sanak. Tetapi kami berdua berkeinginan untuk melakukan pengembaraan yang panjang untuk mencari pengalaman."

   "Pengalaman apa?"

   "Bukankah kami akan menempuh kehidupan baru. Bukankah kami memerlukan pengalaman dari hidup dan kehidupan yang akan dapat menjadi bekal bagi kami berdua di perjalanan hidup kami kemudian?"

   Kedua orang petugas itupun mengangguk-angguk. Namun seorang diantara petugas di penginapan itupun kemudian berkata.

   "Baiklah. Aku minta diri. Mungkin ada diantara tamu yang lain memerlukan sesuatu."

   Kawannyapun kemudian menyambung.

   "Aku juga akan pergi ke belakang. Kalian berdua tentu ingin segera beristirahat."

   "Tidak. Kami masih ingin berbincang-bincang."

   "Bukankah kalian pengantin baru?"

   Petugas itupun tertawa.

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun tertawa pula.

   Demikianlah, maka kedua orang petugas di penginapan itu telah meninggalkan mereka.

   Sepeninggal kedua orang petugas di penginapan itu, Glagah Putih dan Rara Wulan masih berbincang beberapa lama.

   Bahkan mereka telah memutuskan untuk tidak cepat-cepat meninggalkan Sima.

   "Kita akan melihat perkembangan selanjutnya."

   "Ya, kakang. Nampaknya perkembangan di kademangan ini akan sangat menarik. Lebih menarik dari padepok di Jung Wangi atau perguruan Nata Tapa."

   "Ya. Jika perlu kita akan kembali ke Mataram untuk memberikan laporan tentang perkembangan kademangan ini lebih dahulu. Baru pada kesempatan lain kami akan pergi ke Jung Wangi."

   Rara Wulanpun mengangguk-angguk mengiakan. Ketika malam menjadi semakin dingin, maka Glagah Putihpun kemudian berkata.

   "Marilah kita masuk ke dalam, Angin terasa menjadi basah."

   "Ya. Akupun mulai merasa kedinginan."

   Tetapi sebelum mereka masuk ke dalam bilik mereka.

   maka mereka melihat dua orang berkuda memasuki halaman penginapan itu.

   Dua orang petugas penginapan itupun segera menyongsong mereka.

   Seorang diantara mereka menerima dua ekor kuda itu, sementara yang lain melayani kedua orang penunggangnya.

   Kemudian petugas itupun telah membawa kedua orang tamu itu ke dalam bilik yang akan mereka pergunakan malam itu.

   "Tidak banyak yang menginap disini, Ki Sanak."

   Berkata salah seorang dari kedua orang itu.

   "Memang tidak begitu banyak, Ki Sanak,"

   Jawab petugas itu.

   "tetapi masih juga ada yang mau menginap disini, beberapa bilik yang terisi."

   Kedua orang itupun kemudian ditempatkan di sebuah bilik yang agak luas, yang akan dipergunakan oleh kedua orang itu.

   Ada dua amben yang agak besar di bilik itu.

   Diatasnya telah dibentangkan tikar yang putih bersih bergaris-garis biru.

   Lampu minyak kelapa di tempatkan diajuk-ajuk agak ke sudut ruang.

   Disisi yang lain terdapat tempat duduk kayu memanjang.

   Sebuah geledeg kayu berukir meskipun agak kasar.

   Agaknya kedua orang itu cukup puas mendapat tempat yang bersih dan terhitung cukup luas.

   "Aku tidak dapat tidur di barak yang panjang tanpa sekat sama sekali itu. Berjajar di amben besar dan panjang,"

   Berkata yang seorang.

   "Penginapan di dekat pasar itu yang Ki Sanak maksudkan?"

   Bertanya petugas penginapan itu.

   "Ya. Di sebuah amben panjang mereka yang menginap tidur berjajar. Bahkan satu sama lain tidak menghiraukan dan tidak saling bertenggang rasa. Yang ingin bergurau dan bahkan tertawa berkepanjangan tanpa menghiraukan orang yang berbaring disampingnya sudah memejamkan matanya. Yang lain naik turun di amben yang besar itu tanpa mau mengerti, bahwa amben itu akan terguncang."

   "Penginapan itu memang penginapan sederhana, Ki Sanak. Hanya asal dapat membaringkan tubuhnya dan barangkali tidur beberapa saat saja."

   "Itulah yang aku tidak bisa. Untunglah aku segera meninggalkan penginapan itu dan pergi ke penginapan ini."

   "Memang berbeda Ki Sanak,"

   Jawab petugas itu sambil tertawa tertahan.

   "Ya. Berbeda suasananya, berbeda pelayanannya, tetapi juga berbeda beayanya,"

   Berkata seorang diantara kedua orang yang menginap itu sambil tertawa. Petugas di penginapan itupun tertawa pula.

   "Apakah ada minuman panas? Makan atau makanan?"

   Bertanya orang yang menginap itu.

   "Ada Ki Sanak. Minuman panas. Tetapi persediaan makan malam sudah tidak lengkap lagi Ki Sanak."

   "Apa saja yang ada. Jika di penginapan ini tidak ada makan malam, kami akan kelaparan. Sima sekarang tidak lagi seperti Sima beberapa waktu yang lalu. Aku pernah melintasi kademangan ini pada saat memasuki malam hari. Aku dan dua orang kawanku masih menemukan kedai yang terbuka pintunya. Tetapi sekarang, nampaknya Sima menjadi beku di malam hari. Padahal bukankah saat ini belum terlalu malam."

   "Inilah Sima sekarang Ki Sanak,"

   Jawab petugas di penginapan itu.

   "Nah, sediakan makan buat kami berdua. Kami akan mandi lebih dahulu."

   Kedua orang itupun kemudian mandi bergantian.

   Baru kemudian, petugas di penginapan itu telah menghidangkan minuman hangat serta makan malam meskipun lauknya sudah tidak lengkap lagi.

   Hanya tinggal ada sayur asam, dendeng ragi, serta telur yang baru saja didadar, sehingga masih panas.

   Meskipun nasi sudah dingin, tetapi sayur asam yang dipanasi itu membuat makan malam yang sudah tidak lengkap itu tidak terlalu dingin.

   Demikialah kedua orang itupun makan dengan lahapnya meskipun hanya seadanya saja.

   Ketika petugas yang seorang lewat didepan serambi bilik Glagah Putih dan Rara Wulan.

   maka Glagah Putihpun bertanya.

   "Siapakah mereka?"

   Petugas itu menggeleng sambil menjawab.

   "Aku belum bertanya kepada mereka. Aku baru menyediakan tempat untuk bermalam serta menyediakan makan malam."

   Glagah Putih dan Rara Wulan mengangguk-angguk.

   Tetapi mereka tidak bertanya lebih jauh.

   Namun Glagah Putih dan Rara Wulan dengan sengaja telah turun ke halaman dan duduk-duduk di tangga pendapa.

   Meskipun malam sudah semakin dalam, tetapi mereka berharap bahwa kedua orang yang baru datang itu tidak "egera tidur.

   Jika setelah makan mereka keluar dari biliknya untuk menghirup udara segar di luar, Glagah Putih dan Rara Wulan ingin berbincang dengan mereka.

   Sebenarnyalah setelah makan malam kedua orang berkuda itu tidak segera masuk ke dalam biliknya dan berbaring di pembaringan.

   Namun keduanyapun kemudian telah keluar ke pendapa untuk menghirup udara yang segar.

   Ketika Glagah Putih dan Rara Wulan melihat keduanya keluar dari pintu pringgitan, maka Glagah Putihpun mengangguk hormat sambil berdesis.

   "selamat malam Ki Sanak."

   Kedua orang itu berpaling kepada Glagah Putih dan Rara Wulan yang mengangguk hormat kepada mereka. Karena itu, maka keduanyapun telah mengangguk hormat pula sambil menjawab hampir berbareng.

   "selamat malam."

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun segera naik kepringgitan pula.

   Kemudian berempat mereka duduk di pringgitan.

   Terasa udara malam yang sejuk berhembus mengusap tubuh mereka.

   Seorang diantara orang berkuda itu inengkipas-kipaskan bajunya.

   Sementara itu, kawannyapun bertanya.

   "Kau masih saja kepanasan?"

   "Bukan kepanasan, tetapi kepedasan sehingga keringatku masih saja mengalir."

   Kawannya tertawa pendek. Katanya.

   "Kau tidak berhati-hati. Kau kunyah saja cabe rawit yang sudah berwarna hampir merah, sementara sayurnya masih panas."

   Sementara itu, Glagah Putihpun kemudian bertanya.

   "Ki Sanak berdua datang dari mana?"

   "Kami baru saja dari Demak Ki Sanak."

   "Dari Demak. Perjalanan yang jauh."

   "Ya. Kami harus bermalam dua malam di perjalanan sebelum kami sampai di tujuan."

   "Kalian akan pergi ke mana?"

   "Kami akan pergi ke Jipang. Kami ingin mengunjungi paman kami yang tinggal di Jipang."

   "Jadi esok Ki Sanak berdua akan melanjutkan perjalanan ke Jipang?"

   "Ya. Besok kami akan melanjutkan perjalanan,"

   Jawab seorang diantara mereka. Sementara itu yang seorang lagi bertanya.

   "Ki Sanak berdua datang dari mana?"

   "Kami datang dari Jipang. Tetapi kami berasal dari Jati Anom."

   "Jati Anom. Aku pernah mendengar nama Jati Anom."

   "Jati Anom terletak di kaki Gunung Merapi Ki Sanak. Satu kademangan kecil yang berada di bawah bayangan bukit."

   Kedua orang itu mengangguk-angguk. Seorang diantara mereka bertanya.

   "Kalian akan pergi ke mana?"

   "Kami akan pergi ke Purwadadi Ki Sanak."

   "Purwadadi?"

   "Ya. Kami ingin mengunjungi salah seorang keluarga kami yang tinggal di Purwadadi."

   Kedua orang itu mengangguk-angguk. Namun seorang diantara mereka berkata.

   "Purwadadi dan sekitarnya sekarang baru sibuk Ki Sanak. Jika kau pergi ke sana, maka kau akan melihat kesibukan itu."

   "Kesibukan apa?"

   "Para prajurit dari Demak telah berdatangan ke daerah Purwadadi, Grobogan bahkan sampai ke Wirasari."

   "Untuk apa?"

   "Mereka menghimpun anak-anak muda untuk dilatih dalam olah keprajuritan. Setiap orang, bukan hanya anak-anak muda, bahkan laki-laki yang sudah berkeluarga, tetapi masih nampak kokoh, setiap pekan tiga kali melakukan latihan keprajuritan di lingkungan mereka masing-masing. Mereka dilatih sebagaimana seorang prajurit, meskipun mereka tidak dimasukkan ke dalam barak. Namun sepekan tiga kali, lewat tengah hari. mereka harus datang untuk mengikuti latihan olah kanuragan dan bahkan latihan perang gelar."

   "Untuk apa?"

   "Menurut pendengaranku tidak untuk apa-apa. Sekedar berjaga-jaga jika terjadi sesuatu."

   "Apa yang dimaksud dengan sesuatu?"

   "Entahlah. Aku tidak tahu. Aku hanya mendengar sekilas saja keterangan paman yang tinggal di Purwadadi. Tetapi ternyata paman sendiri juga tidak jelas, apa yang sebenarnya akan terjadi."

   Glagah Putih dan Rara Wulan saling berpandangan sejenak. Namun Glagah Putihpun kemudian bertanya.

   "Ki Sanak singgah di Purwadadi? Bukankah Ki Sanak tinggal di Demak?"

   "Paman adalah pedagang keliling, sehingga mondar-mandir kemana-mana."

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun mengangguk-angguk pula. Untuk beberapa lama mereka masih berbincang. Namun kemudian seorang diantara mereka berkata.

   "Sudahlah Ki Sanak. Kami minta diri. Kami harus segera tidur karena esok pagi-pagi kami akan berangkat ke Pajang. Ada seorang paman di Pajang."

   
Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Silahkan Ki Sanak Kamipun akan beristirahat pula."

   Kedua orang yang datang berkuda itupun segera bangkit berdiri sambil berkata hampir berbareng.

   "selamat malam."

   Ketika keduanya masuk ke ruang dalam, maka petugas penginapan itupun telah keluar pula dari pintu pringgitan.

   "Kalian tidak mengantuk?"

   "Ya. Kami berduapun akan beristirahat. Kau?"

   Petugas itu tertawa pendek. Katanya.

   "Jika aku boleh tidur, maka aku lebih senang tidur daripada mondar-mandir di penginapan ini."

   Glagah Putih dan Rara Wulanpun tertawa pula. Keduanyapun segera pergi ke bilik mereka. Sesudah menyelarak semua pintu, maka Rara Wulanpun segera berbaring, sementara Glagah Putih masih duduk disebuah tempat duduk yang panjang.

   "Kau percaya kepada cerita kedua orang itu, kakang?"

   Bertanya Rara Wulan.

   "Aku percaya. Rara. Agaknya keduanya berkata dengan jujur tanpa niat apapun."

   "Tentang kesibukan di Purwadadi dan sekitarnya?"

   "Ya. Jika kedua orang itu membawa tugas tertentu dalam perjalanan mereka ke Pajang, mereka tidak akan berceritera begitu lugu dan terbuka tentang keberadaan para prajurit di Purwadadi untuk mengumpulkan dan melatih anak-anak muda."

   Rara Wulanpun mengangguk-angguk. Dengan nada datar iapun kemudian berkata.

   "Nampaknya yang akan terjadi di Sima adalah sebagaimana yang telah terjadi di Purwadadi dan sekitarnya."

   "Sebaiknya kita melihat sendiri apa yang terjadi di tempat-tempat yang disebut oleh kedua orang itu."

   "Esok pagi kita berangkat?"

   "Sebaiknya kita melihat lebih dahulu, apa yang akan terjadi di Sima dalam satu dua hari ini, Rara."

   Rara Wulanpun mengangguk-angguk, sementara Glagah Putihpun berkata.

   "Sebaiknya kau tidur dahulu. Nanti jika aku mengantuk, aku akan membangunkanmu."

   "Baik, kakang. Aku juga sudah mengantuk."

   Rara Wulan yang merasa tenang ditunggui suaminya itupun segera tertidur, sementara Glagah Putih masih duduk di amben panjang.

   Namun agaknya malam itu tidak terjadi sesuatu di kademangan Sima.

   Tidak ada tanda-tanda bahwa ada gerakan yang asing yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku pejabat yang datang dari Demak serta orang-orang dari perguruan Kedung Jati.

   Di dini hari, tanpa dibangunkan, Rara Wulan telah terbangun sendiri.

   Sambil bangkit dari pembaringan Rara Wulan itupun bertanya.

   "Bukankah masih belum pagi?"

   "Belum Rara,"

   Jawab Glagah Putih sambil mengusap matanya.

   "Kakang tentu sudah mengantuk. Kenapa kakang tidak membangunkan aku?"

   "Aku baru saja berniat membangunkanmu. Tetapi kau sudah bangun sendiri."

   Malam itu Glagah Putih masih sempat tidur meskipun hanya sebentar.

   Tetapi Glagah Putih sudah merasa cukup beristirahat, sehingga terasa tubulinya menjadi segar.

   Ketika fajar menyingsing, maka keduanyapun bergantian pergi ke pakiwan untuk mandi dan berbenah diri.

   Ketika keduanya kemudian keluar dari dalam bilik mereka dan turun di halaman yang masih remang-remang, mereka melihat kedua orang berkuda itupun sudah siap untuk berangkat.

   "Pagi-pagi sekali kalian sudah berangkat,"

   Desis Glagah Putih yang melangkah mendekati keduanya diikuti oleh Rara Wulan.

   "Kami ingin segera sampai di Pajang."

   "Berkuda kalian akan cepat sampai. Mungkin tengah hari."

   "Ya. Kami masih mempunyai waktu untuk melihat-lihat Pajang setelah agak lama kami tidak melihatnya."

   "Tidak banyak perubahan terjadi di Pajang. Segala sesuatunya masih saja seperti semula. Yang barangkali agak berbeda adalah, bahwa Pajang sekarang kelihatan lebih bersih."

   Kedua orang itu tersenyum. Namun kemudian seorang diantara merekapun bertanya.

   "Kapan Ki Sanak pergi ke Pajang lagi?"

   Glagah Putih dan Rara Wulan saling berpandangan sejenak. Namun kemudian Glagah Putihpun berkata.

   "Kapan-kapan Ki Sanak. Tetapi kami memang ingin kembali ke Pajang."

   Sejenak kemudian, maka kedua orang itupun telah menuntun kudanya ke regol halaman penginapan. Petugas penginapan itu melepas mereka sampai ke regol. Sambil mengangguk hormat petugas di penginapan itupun berkata.

   "Selamat jalan. Pada saat Ki Sanak kembali ke Demak dan Pajang, kami harap Ki Sanak dapat menginap lagi disini."

   Keduanya tertawa. Seorang diantara mereka berkata.

   "Mudah-mudahan. Tetapi jika kami berangkat dari Pajang, maka kami akan sampai disini masih terlalu siang untuk mencari penginapan. Mungkin kami masih akan dapat mencapai tempat berikutnya yang memiliki penginapan seperti di Sima ini."

   Tetapi petugas penginapan itupun menjawab.

   "Sebaiknya Ki Sanak berangkat dari Pajang setelah tengah hari."

   Keduanya tertawa semakin keras. Bahkan Glagah Putih dan Rara Wulanpun tertawa pula. Demikianlah, maka keduanyapun segera meninggalkan penginapan itu. Mereka segera melarikan kuda mereka menuju ke Pajang.

   "Keduanya ternyata orang-orang baik,"

   Berkata petugas penginapan itu.

   "Ya. Keduanyapun ramah dan mudah bergaul. Kami baru semalam mengenal mereka, tetapi merekapun bersikap akrab seperti kami sudah berkenalan lama."

   Petugas di penginapan itupun kemudian telah naik ke pendapa sambil berkata.

   "Aku akan membersihkan bilik, yang mereka tinggalkan."

   "Silahkan,"

   Sahut Glagah Putih.

   Demikian petugas di penginapan itu masuk ke ruang dalam, maka Glagah Putih dan Rara Wulanpun kembali ke biliknya.

   Mereka menunggu matahari naik.

   Baru kemudian mereka keluar dari regol halaman penginapan untuk melihat-lihat suasana.

   Sima memang nampak lebih sepi.

   Meskipun demikian, masih ada satu dua kedai di depan pasar yang membuka pintunya.

   Agaknya karena hari masih pagi, atau karena suasana yang berubah, maka rasa-rasanya pasar itupun masih saja sepi.

   Apalagi kedai yang berada di depan pasar itu.

   Di salah satu kedai diantaranya, baru Glagah Putih dan Rara Wulan sajalah yang berada didalam kedai itu.

   Karena itu.

   maka Glagah Putih dan Rara Wulan sempat berbincang-bincang dengan pemilik kedai yang belum menjadi sibuk itu.

   "Suasana telah berubah, Ki Sanak."

   Berkata pemilik kedai itu.

   "Karena Demang di Sima ini diganti."

   "Aku tidak tahu sebabnya. Mungkin karena Demangnya berganti, atau karena perintah dari atasan. Meskipun Demangnya masih tetap. Demang yang dahulu, namun perintah itu harus dijalankannya tanpa dapat mengelak lagi."

   

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   

   

   
first share di Kolektor E-Book 31-08-2019 12:26:59
oleh Saiful Bahri Situbondo


Angkin Sulam Piauw Perak Karya Wang Du Lu Legenda Bulan Sabit Karya Khu Lung Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long

Cari Blog Ini