Ceritasilat Novel Online

Hancurnya Sebuah Kerajaan 2


Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien Bagian 2




   
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya dari Siao Shen Sien

   

   "Kedatangan saudara tentu bermaksud memusnakan barisan gaib Pembinasa Dewa, sekalian menjemput orang-orang yang memang ditakdirkan untuk jadi penganut Agama Buddha".

   ucapnya.

   "Benar", Chun Tie mengangguk.Mereka merundingkan cara untuk menghancurkan barisan gaib yang diciptakan oleh Tong Thian Kauw-cu.

   Beberapa saat kemudian Goan Sie Tian Chun memanggil Giok Teng Cin-jin, To Heng Tian Chun, Kong Seng Cu dan Cie Cing Cu, menempelkan 'Hu' pada telapak tangan mereka masing-masing sambil berpesan .

   "Besok, begitu kalian mendengar suara gldk berbunyi 4 kali di dalam barisan gaib lawan dan melihat sinar terang menjulang tinggi di angkasa, segeralah menyerbu masuk dan mengambil 4 pedang pusaka yang tergantung di 'Chu Sian Tin'.

   Soal lainnya biar aku yang bereskan".

   Kemudian Goan Sie meminta Jian Teng Tojin melayang di angkasa, menanti sampai Tong Thian Kauw-cu hendak melarikan diri melalui angkasa, baru menghajarnya dengan "Teng Hay Cu' Keesokan harinya murid-murid Kun Lun-san mengiringi Goan Sie, Tay Siang Loo-kun, Chun Tie dan Kiat In menuju ke "Chu Sian Tin'.

   Terlihat Tong Thian Kauw-cu bersama para muridnya berdiri di depan pintu barisan Lusian Tin "Setelah Sie wie datang ke mari, marilah kita adu kesaktian", sambut Tong Thian.

   Goan Sie yang lebih dulu menerjang masuk ke pintu 'Chu Sian'.

   Tong Thian Kauw-cu yang berdiri di atas panggung Pat- kwa, segera melepaskan gledek dari telapak tangannya, membuat "Chu Sian Kiam' (Pedang Pembinasa Dewa)berputar, bergerak kian ke mari.

   Tapi di atas kepala Goan Sie muncul banyak sekali bunga teratai emas dalam mega-mega berwarna, yang menahan gerak maju pedang tersebut.

   Kiat In menerobos masuk melalui pintu 'Lu Sian' (Pembunuh Dewa) yang terletak di Selatan.

   Kauw-cu kembali melepaskan gldek dari telapak tangannya, yang menggerakkan 'Lu Sian Kiam' ke sana ke mari.

   Namun dari kepala Kiat In muncul tiga buah Li, yang menahan gerakan pedang tersebut.

   Tay Siang Loo-kun masuk ke dalam barisan dengan melalui pintu 'Sian Sian' yang terletak di Barat.

   Tong Thian Kauw-cu melepaskan gledek dari telapak tangannya.

   "Sian Sian Kiam' (Pedang Penjebak Dewa) meluncur ganas, tapi segera tertahan oleh pagoda wasiat yang muncul di atas kepala Loo-kun.

   Pada ketika itu Chun Tie masuk melalui pintu 'Kiat Sian yang terletak di Utara.

   Kauw-cu kembali melepaskan gledek, yang menggerakkan 'Kiat Sian Kiam' (Pedang Pemusna Dewa).

   Chun Tie menggoyangkan 'Cit Po Su' (Dahan tujuh pusaka)nya, segera tercipta banyak sekali bunga teratai emas, yang menangkis pedang tersebut.

   Dengan demikian Goan Sie dan lain-lainnya berhasil menerobos masuk ke dalam barisan gaib ciptaan Tong Thian KauwCu.

   Tong Thian Kauw-cu kembali menggerakkan tangan,asap kuning menjulang ke angkasa, menutupi barisan gaibnya.

   Dia mulai menyerang Kiat In dengan pedangnya, tapi langsung ditangkis dengan kebutan.

   Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun menghantam punggung Tong Thian Kauw-cu, membuat sang Kauw-cu meringis menahan sakit.

   Chun Tie juga tak mau ketinggalan, menghajar Tong Thian dengan 'Dahan Tujuh Pusaka'-nya, keras sekali hajarannya, sehingga sang Kauw-cu jatuh dari kerbau saktinya.

   Dia cukup gesit, begitu jatuh, langsung bangkit kembali, berusaha melarikan diri melalui angkasa.

   Namun sebelum dia sempat kabur, Jian Teng yang sudah lama menunggu di angkasa, tak ayal lagi menimpukkan 'Teng Hay Chu' (Mutiara Penentram Laut)-nya ke diri Tong Thian, memaksanya kembali jatuh ke dalam barisan gaibnya.

   Sesuai dengan pesan Goan Sie Tian Chun, setelah mendengar petir berbunyi empat kali, disusul dengan mengepulnya asap kuning, Giok Teng Cin-jin dan lain- lainnya menerobos masuk ke dalam barisan gaib, mengambil 4 pedang pusaka milik Kauw-cu Dengan tersingkirnya keempat pedang pusaka tersebut, maka pecahlah barisan gaib ciptaan Tong Thian Kauw- cu, Tong Thian segera melarikan diri dengan diikuti para muridnya.

   Sementara itu Goan Sie dan lain-lainnya kembali ke panggung peristirahatan, kemudian pamitan pada KiangChu Gie.

   Sesaat akan pergi, Thay Siang Loo-kun masih sempat memberitahukan Chu Gie, bahwa kini telah terbuka jalan baginya untuk menyerang Chieh-pay-koan.

   Kiang Chu Gie mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan para Dewa itu ....

   Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu yang merasa malu atas kekalahannya, memutuskan untuk mendirikan 'Panji Enam Arwah' di lembah Chi Chi-gay.

   Panji itu memiliki 6 sudut.

   Pada masing-masing ujungnya tertera nama Kiat In Tojin, Chun Tie, Thay Siang Loo-kun, Goan Sie Tian Chun, Bu Ong dan Kiang Chu Gie.

   Siang malam dia menyembahyangi panji dengan membaca mantera.

   Dia bermaksud mencabut nyawa penyandang nama tersebut.

   *** Chie Kay, Panglima kota Chieh-pay-koan, mulai ragu akan janji To Po Tojin.

   Sebab sampai saat itu dia tak melihat murid Tong Thian Kauw-cu mendirikan barisan gaib untuk menghadang pasukan See-kie.

   Malah dia memperoleh kabar, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie sedang menuju ke Chiehpay-koan.

   Maka Chie Kay segera mengutus orang kepercayaannya ke kota-raja untuk meminta bala-bantuan.

   Utusan Chie Kay diterima Kie Cu.

   Kie Cu meminta sang utusan menanti di luar istana, dia sendiri menemui Kaisar, menyampaikan kabar buruktersebut.

   Touw Ong murung mendengar kabar itu.

   Sepergi Kie Cu, Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy menghadap Kaisar, menanyakan kenapa sikap Kaisar semurung itu.

   "Kiang Chu Gie memberontak dan telah berhasil merampas tiga kota dan sekarang mulai mengurung kota Chieh-paykoan.

   Chie Kay mengirim utusan ke mari untuk memohon balabantuan.

   Bila tidak dibantu dapat membahayakan kerajaan".

   "Jangan Baginda percaya pada para Panglima di perbatasan", kata Souw Tat Kie.

   "Mereka telah bersekongkol dengan pejabat istana, sengaja melaporkan bahwa pasukan Chiu Bu Ong yang dipimpin Kiang Chu Gie telah berhasil merebut beberapa kota, dengan harapan Baginda mengirim bantuan uang dan makanan, yang nantinya akan dibagi di antara mereka.

   Saya yakin, bahwa sampai saat ini belum satu pun pasukan lawan yang berhasil menerobos masuk perbatasan kerajaan".

   "Lalu apa jawaban kita terhadap permintaan mereka?", Touw Ong ragu.

   "Tak perlu kita jawab, penggal saja batang leher utusan itu, sebagai peringatan bagi mereka!", Souw Tat Kie menyarankan.

   Utusan Chie Kay segera dipenggal batang lehernya.

   Kie Cu sangat terkejut ketika mendengar kabar tersebut,menghadap Touw Ong lagi.

   "Semua itu hanya tipu muslihat untuk memeras uang dan ransum kita paman", kata Touw Ong.

   "sesungguhnya keadaan di perbatasan cukup aman".

   "Tapi telah banyak yang tahu, bahwa pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie ternyata berhasil merebut beberapa kota di perbatasan", Kie Cu menerangkan.

   "Kiang Chu Gie hanya manusia biasa, tak mungkin dia dapat membahayakan kerajaan kita --- Sebaiknya paman banyak beristirahat, agar jernih pikiranmu dan tak termakan isyu yang bukan-bukan".

   Kie Cu terpaksa meninggalkan istana dengan perasaan sangat masgul.

   Chie Kay amat terperanjat ketika memperoleh kabar, bahwa utusannya telah dipenggal batang lehernya.

   Timbul niatnya untuk menakluk pada Bu Ong.

   Namun maksudnya ditentang oleh Ong Pao dan Pang Chun.

   Pihak See-kie yang diwakili Wie Pun mulai menantang pe rang.

   Pang Chun yang menyambut tantangan tersebut.

   Perang tanding berlangsung cukup seru, namun setelah berjalan belasan jurus, Pang Chun mulai kettr, lantas lari meninggalkan medan tempur.

   Sambil buron dia menciptakan sebuah barisan gaib, masuk ke dalamnya.

   Wie Pun terus mengejarnya sampai ke dalam barisan gaib tersebut.

   Itu memang saat yang dinanti-nantikan Pang Chun, yanglangsung melepaskan gledek dan Wie Pun beserta kuda tunggangannya binasa menjadi abu.

   Keesokan harinya dari pihak See-kie muncul dua orang perwira muda, Chiao Peng dan Sun Chu Yu.

   Mereka dihadapi oleh ng Pao.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Ong Pao berhasil menamatkan riwayat kedua perwira muda itu dengan melepaskan gledk dari telapak tangannya.

   Hari berikutnya Pang Chun yang menantang pihak See- kie.

   Lui Chin Cu maju menghadapi musuh.

   Belasan jurus kemudian Pang Chun tak tahan menghadapi keperkasaan Lui Chin Cu, segera melarikan diri sambil menciptakan barisan gaib.

   Namun Lui Chin Cu mengejarnya melalui udara, hingga barisan gaib Pang Chun sama sekali tak membawa manfaat.

   Bahkan suatu ketika Lui Chin Cu berhasil memukulnya hingga jatuh dari kuda tunggangannya dan memenggal kepalanya.

   Ong Pao yang ingin membalas dendam atas kematian temannya, menantang pihak See-kie, Kiang Chu Gie menitah Na Cha menyambut tantangan tersebut.

   Na Cha keluar dari perkemahan dengan mengendarai 'Hong Hwe Lun' dan menenteng tombak 'Hwe Kong Tiang-nya.

   Begitu saling berhadapan, Na Cha langsung menusukkan tombaknya.

   Ong Pao cepat menangkis, kemudian melepaskan gledk,tapi tak berhasil melukai Na Cha.

   Sebaliknya Na Cha telah melontarkan "Kan Kun Choan nya, yang berhasil menghantam kepala Ong Pao hingga jatuh dari atas kudanya.

   Na Cha tak menyia-nyiakan kesempatan itu, menghunjamkan tombaknya ke tubuh Ong Pao.

   Ong Pao tak sempat mengelak hingga tewas seketika.

   Dengan tewasnya Ong Pao dan Pang Chun, memperbesar maksud Chie Kay untuk menakluk pada Chiu Bu Ong.

   Namun sebelum dia sempat melaksanakan maksudnya, datang seorang Padri yang memperkenalkan diri sebagai Hoat Kay dari pulau Hong Lay, guru Pang Chun.

   Maksud kedatangannya adalah untuk membalas dendam atas kematian muridnya.

   Pada pagi harinya Hoat Kay mendatangi kubu Chiu, menantang Lui Chin Cu berperang tanding.de Lui Chin Cu menyambut tantangan sang Padri.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Hoat Kay mengeluarkan sebuah panji dan mengebutkannya ke arah Lui Chin Cu.

   Lui Chin Cu terjatuh dan ditawan oleh prajurit yang mengiringi Hot Kay.

   Melihat Chin Cu tertawan.

   Na Cha maju untuk menolongnya, tapi segera dihadang Hoat Kay, hingga terjadi pertempuran yang cukup seru di antara mereka.

   Selang sesaat Hoat Kay mengebutkan panjinya ke arah Na Cha, tapi tidak membawa hasil, malah dirinya kenadihantam oleh gelang wasiat Na Cha, yang membuatnya harus melarikan diri.

   Setiba di dalam kota, Hoat Kay bermaksud membunuh Lui Chin Cu yang tertawan itu, tapi telah dicegah oleh Chie Kay.

   "Sebaiknya kita bawa dia ke kota-raja", katanya.

   Dalam pertempuran pada keesokan harinya, 'Ta Sin Pian' Chu Gie kena dirampas Hoat Kay.

   Untung tiga perwira muda yang bertugas mengangkut ransum .

   Yo Chian, Touw Heng Sun dan The Lun, telah kembali tepat pada waktunya.

   Sang Padri melawan mereka, pada mulanya masih dapat mengimbangi, tapi berangsur-angsur kettr, bahkan kemudian harus merasakan kemplangan Heng Sun dan jatuh tersungkur oleh sinar yang keluar dari lobang hidung The Lun, membuatnya tertawan.

   Kiang Chu Gie lalu memerintahkan untuk menabas batang leher Hoat Kay.

   Namun sebelum perintah itu dapat dilaksanakan, tiba- tiba datang Chun Tie, meminta Chu Gie mencabut perintahnya, sebab nama Hoat Kay tidak tertera di dalam Daftar Penganugrahan Malaikat.

   Di samping itu, dia telah ditakdirkan menjadi murid Buddha.

   Permintaan Chun Tie dikabulkan Kiang Chu Gie.

   "Sebaiknya saudara ikut aku", kata Chun Tie pada Hoat Kay.

   "Alam di Barat amat indah".

   Hoat Kay patuh.Chun Tie pamit, mengajak Hoat Kay meninggalkan tempat itu.

   (Di kemudian hari Hoat Kay dikenal sebagai penyiar Agama Buddha yang saleh di Tiongkok ---Pen).

   Bulatlah sudah niat Chie Kay untuk menakluk pada pihak Chiu, dia segera membebaskan Lui Chin Cu, mengajaknya menemui Kiang Chu Gie untuk menyerahkan kota Chieh-paykoan.

   Chu Gie memasuki kota tersebut, mengundang Bu Ong ke situ.

   Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie memimpin pasukan menuju ke kota Choan-in-koan.EMPAT Pengusaha kota Choan-in-koan adalah adik kandung Chie Kay yang bernama Chie Hong.

   Chie Hong amat marah mendengar kabar kakaknya takluk pada Bu Ong.

   Pada saat itu pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie telah mendirikan kemah di luar kota Choan-in-koan, bersiap- siap menyerang.

   Chie Kay menawarkan diri untuk membujuk adiknya agar takluk pada Bu Ong.

   Kiang Chu Gie meluluskannya.

   Chie Kay mendatangi pintu gerbang kota Choan-in-koan, kepada penjaga dia menyatakan maksudnya ingin bertemu dengan Chie Hong.

   Ketika mendapat laporan dari penjaga, Chie Hong menitah bawahannya menyilakan kakaknya masuk.

   Tapi diam-diam dia menyiapkan sejumlah prajurit pilihan bersembunyi di balik pintu gerbang.

   Begitu Chie Kay masuk, Chie Hong memerintahkan para prajuritnya menangkap Chie Kay dan memenjarakannya.

   Maksud tindakannya itu adalah untuk menebus dosa keluarga Chie terhadap kerajaan Touw akan ulah kakaknya yang telah menakluk pada Bu Ong.

   Begitu mendengar Chie Kay ditawan, Kiang Chu Gie segera memerintahkan Lo Chia (Na Cha) untuk menggempur kota Choan-in-koan.

   Na Cha berangkat dengan mengendarai Hong Hwe Lun,menantang lawan berperang.

   Chie Hong bertanya pada para pembantunya, siapa gerangan yang bersedia melawan Na Cha.

   Seorang perwira yang bernama Be Chong bersedia mengemban tugas itu, Begitu berhadapan dengan lawan, tanpa banyak bicara lagi Be Chong langsung menyerang Na Cha.

   Segera terjadi pertarungan yang cukup sengit, saling serang dan menangkis, keadaan mereka dapat dikatakan seimbang.

   
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kemudian Be Chong membuka mulut, menyemburkan asap hitam, yang makin lama makin tebal, hingga menutupi dirinya, Na Cha segera melayang ke angkasa dan mengubah diri yang memiliki tiga kepala dan bertangan delapan.

   Sewaktu kehilangan jejak lawan, Be Chong lantas menghentikan semburan asapnya.

   Dia sangat terkejut menyaksikan perubahan diri Na Cha, lalu melarikan diri.

   Akan tetapi Na Cha telah berhasil membakar lawannya dengan api saktinya hingga tewas seketika.

   Chie Hong amat marah mendengar kematian anak buahnya, lalu memerintah Liong An Kit menghadapi lawan.

   Pemunculan Liong An Kit disambut oleh Oey Hui Houw.

   Liong An Kit menerjang Hui Houw dengan menggunakan kapak, yang langsung ditangkis oleh Hui Houw dengan tombaknya.Pertarungan sengit berlangsung cukup lama, lebih dari 50 jurus, saling berusaha menjatuhkan lawan, tapi belum dapat diduga siapa yang akan keluar sebagai pemenang.

   Liong An Kit tak sabar lagi melangsungkan pertempuran lebih lama dengan cara itu, segera melontarkan dua gelang wasiat yang dirangkai jadi satu.

   Benda itu meluncur ke angkasa dan memperdengarkan bunyi akibat gesekan satu dengan lainnya.

   Oey Hui Houw mengawasi benda wasiat tersebut, seketika lemaslah sekujur tubuhnya, jatuh dari kerbau saktinya dan ditawan musuh.

   Kiang Chu Gie kaget mendengar kabar itu.

   Keesokan harinya Liong An Kit menantang Chu Gie berperang tanding.

   Ang Kim yang menyambut tantangannya.

   la bazterte Setelah bertarung sesaat, Liong An Kit melontarkan dua gelangnya yang dirangkai jadi satu.

   Bunyi gelang itu membuat lemas sekujur tubuh Ang Kim, yang mengakibatkannya jatuh dari kuda dan ditawan Liong An Kit.

   Chie Hong menitah bawahannya memasukkan Ang Kim ke penjara.

   Di penjara Ang Kim bertemu dengan Oey Hui Houw, keduanya menghela nafas panjang, haru campur geram.

   Hari berikutnya Liong An Kit kembali menantang perang.

   Tantangannya sekali ini disambut oleh Lam Kong Koa.

   Namun Lam Kong Koa juga berhasil ditawannya dengancara yang sama, membuat perwira kerajaan Touw makin besar kepala, sesumbar menantang pihak See-kie lagi.

   Na Cha maju ke medan tempur, Liong An Kit menggunakan cara yang sama untuk menjatuhkan Na Cha, namun usahanya sekali ini gagal, bahkan kemudian Na Cha berhasil merobohkannya dengan 'Kan Kun Choan'-nya, membarengi menusukkan tombaknya, seketika lawannya menemui ajalnya.

   Dengan tewasnya pembantu yang diandalkan, Chie Hong terpaksa menulis surat ke kota-raja untuk meminta bala- bantuan.

   Untuk sementara dia menggantung 'Papan penunda perang di atas pintu gerbang kota.

   Hari itu datang dua orang pertapa menemui Chie Hong.

   Yang seorang bernama Lu Gak, lainnya bernama Tan Keng.

   Lu Gak pernah melarikan diri ketika bertempur dengan Kiang Chu Gie pada beberapa waktu yang lampau.

   Kedatangan Lu Gak bersama Tan Keng sekali ini adalah untuk membentuk 'Un Hong Tin' (Barisan Penyakit Menular) dalam menghadapi pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie.

   Chie Hong menyambut hangat kehadiran mereka.

   Lu Gak dan Tan Keng mulai membangun 'Un Hong Tin' di luar kota Choan-in-koan dan berhasil merampungkannya dalam tempo beberapa hari.

   Begitu rampung Lu Gak meminta Chie Hong mengangkat'Papan penunda perang', lalu mengajak Tan Keng untuk menemui Kiang Chu Gie.

   Kiang Chu Gie diiringi para pembantunya ke luar kemah.

   Lu Gak langsung menantang .

   "Beranikah kau menghadapi barisan kami, Kiang Chu Gie?".

   "Di mana barisanmu itu?", tanya Chu Gie.

   "Tak jauh dari sini", sahut Lu Gak.

   "'Mari!".

   Kiang Chu Gie mengajak Na Cha, Yo Chian, Wie Hok dan Lie Cheng mendatangi 'Un Hong Tin'.

   Setelah memperhatikan beberapa saat, Kiang Chu Gie masih belum dapat mengenali barisan apa yang dibentuk lawan.

   Kemudian barulah dia ingat akan ramalan gurunya yang menyatakan, di kala dia hendak menyerang kota Choan-in-koan, dia akan menghadapi 'Un Hong Tin'.

   Chu Gie lalu memberitahukan hal tersebut pada Yo Chian.

   Yo Chian langsung menyebut nama itu di hadapan Lu Gak.

   Lu Gak dan Tan Keng terkejut ketika mendengar lawan mereka menyebut nama barisan gaib ciptaannya.

   "Barisan kalian ini belum rampung", kata Yo Chian lagi.

   "Setelah selesai nanti, aku akan ke mari untuk menghancurkannya!".

   Sesungguhnya, baik Yo Chian maupun Kiang Chu Gie tak tahu cara apa menghancurkan barisan gaib lawan.

   Chu Gie mengajak para pembantunya meninggalkan daerah lawan.

   Baru saja mereka kembali ke kemah, seorang prajuritmemberitahukan bahwa In Tiong Cu dari Chong Lam-san ingin bertemu dengan Chu Gie.

   Kiang Chu Gie segera menyambut kedatangan pertapa sakti itu.

   "Saudara sendirilah yang harus menggempur 'Un Hong Tin itu.

   Memang sudah ditakdirkan, bahwa saudara harus menderita selama 100 hari di dalam barisan gaib lawan.

   Setelah cukup waktunya, akan muncul seseorang yang akan menghancurkan 'Tin lawan", kata In Tiong Cu setelah mereka berbasa-basi sejenak.

   "Aku sengaja ke mari untuk sementara menggantikanmu memegang pucuk pimpinan pasukan Chiu".

   Kiang Chu Gie lalu menyerahkan cap kebesaran dan pedang komandonya pada In Tiong Cu.

   Bu Ong sangat terperanjat dan gelisah mendengar kabar kalau Perdana Menteri yang juga sebagai ayah angkatnya, harus menderita selama 100 hari di dalam barisan gaib lawan.

   "Lebih baik kita kembali saja ke See-kie", sabdanya kemudian.

   Namun In Tiong Cu menerangkan, bahwa segalanya itu sudah menjadi kehendak Thian.

   Lu Gak dan Tan Keng berhasil merampungkan 'Un Hong Tin' yang antara lain menggunakan 21 payung penyakit menular.

   Seorang Tojin bernama Lie Peng datang menemui Lu Gak dan temannya, menasehati mereka agar membatalkansaja niat itu, sebab apa yang dilakukan Kiang Chu Gie sesuai dengan kehendak Tuhan.

   Lu Gak dan Tan Keng tak menghiraukan saran itu.

   Bahkan kemudian Lu Gak segera menulis surat pada Chu Gie, menanyakan kapan panglima tertinggi See-kie itu akan datang ke 'Un Hong Tin!? Diperoleh jawaban, bahwa Chu Gie akan datang pada keesokan harinya.

   Sesaat Kiang Chu Gie akan berangkat ke barisan gaib lawan, In Tiong Cu menempelkan 'Hu' (Surat Jimat) di dada, punggung dan rambut di bawah karpus Chu Gie.

   Kiang Chu Gie berangkat ke 'Un Hong Tin' dengan naik 'See Put Siang', diiringi Bu Ong dan lain-lainnya.

   Di dalam barisan gaib tersebut terdengar tangisan hantu, sedang halilintar sebentar-sebentar menyambar.

   Butir- butir pasir berterbangan dan asap tebal bergulung naik.

   Lu Gak menyambut kedatangan Chu Gie di depan 'Un Hong Tin' dengan menunggang 'Kim Gan To' (Onta Bermata Emas)nya, tangannya memegang sebilah pedang.

   Terjadilah pertandingan cukup sengit antara Chu Gie dan Lu Gak, namun hanya berlangsung sebentar, sebab Lu Gak tibatiba lari masuk ke dalam barisan gaibnya.

   Kiang Chu Gie mengejarnya.

   Lu Gak turun dari 'Kim Gan To', naik ke atas panggung, membuka sebuah 'Un Hong Shan' (Payung Penyakit Menular), seketika keadaan di dalam barisan gaibtersebut menjadi gelap gulita.

   Kiang Chu Gie melindungi dirinya dengan mengembangkan 'Sin Huang Kie' (Panji Bunga Sin Kuning)-nya.

   Hanya saja dia tak dapat keluar dari barisan gaib tersebut.

   Lu Gak berseru .

   "Kiang Chu Gie telah binasa! Suruh Bu Ong masuk ke mari untuk menerima kematiannya!".

   Bu Ong terperanjat mendengar seruan itu.

   "Jangan percaya pada ocehannya, Tuanku", In Tiong Cu berusaha menenangkan Bu Ong.

   "Mari kita kembali ke kemah".

   Setelah berhasil mengurung Chu Gie dalam barisan gaibnya, setiap hari, tiga kali Lu Gak masuk ke situ untuk mencelakai Chu Gie dengan menyebarkan penyakit menular, namun selama ini usahanya belum juga membawa hasil ....

   Pada suatu hari Lu Gak masuk ke dalam kota Choan- inkoan.

   Chie Hong mengungkapkan maksudnya untuk mengirim keempat tawanannya ke kota-raja, dengan demikian dia dapat membersihkan nama baik keluarga Chie lantaran menakluknya saudaranya pada pihak Bu Ong.

   Lu Gak menyetujui maksud itu..

   Oey Hui Houw, Lam Kong Koa, Ang Kim dan Chie Kay segera dimasukkan ke dalam kerangkeng, digiring ke kota-raja dengan dikawal oleh salah seorang perwirakepercayaan Chie Hong dan sejumlah prajurit pilihan.

   *** Di depan goa Che Yang-tong di gunung Cheng Hong-san, terlihat Cheng Si To Tek Cin-kun tengah mengajari Yo Jim ilmu tombak.

   Yo Jim adalah bekas Menteri kerajaan Touw yang kini menjadi murid sang Dewa.

   Beberapa saat kemudian, Dewa Cheng Si To Tek berhenti melatih muridnya dan berkata.

   "Hari ini kau harus turun gunung untuk menghancurkan barisan gaib Penyakit Menular dan membebaskan 4 perwira See-kie yang akan dibawa ke kota-raja.

   Untuk itu akan kubekali kau In Shia- souw sebagai tunggangan, juga 'Ngo Hwe Sin Yam Shan' (Kipas Sakti Lima Api).

   In Shia-souw adalah binatang bermuka dan berekor seperti Singa, tapi tubuhnya mirip Naga.

   Cheng Si To Tek Cin-kun juga memberitahukan apa yang harus dilakukan muridnya setelah berada di dalam barisan gaib.

   Selesai menerima wejangan sang guru, Yo Jim pun turun gunung.

   Binatang tunggangan Yo Jim ternyata dapat melayang di angkasa, sebentar saja dia telah tiba di luar kota Choan- in-koan.

   Kala itu Hui Houw bersama tiga perwira See-kie lainnya mulai digiring ke kota-raja oleh anak buah Chie Hong yang dipimpin oleh Phuy It Chin.Yo Jim menghadang mereka dan berusaha membujuk Phuy It Chin agar memihak Bu Ong.

   Namun It Chin ternyata amat setia pada atasan, bukan saja tidak mau menuruti saran Yo Jim, malah langsung menyerangnya.

   Yo Jim mengelak tanpa balas menyerang, masih berusaha membujuk.

   Tapi Phuy It Chin terus melancarkan serangan.

   Melihat sikap lawan yang keras kepala, habislah kesabaran Yo Jim, segera menggerakkan kipas saktinya ke arah Phuy It Chin dan tersemburlah api disertai ular- ular emas.

   Tubuh Phuy It Chin lenyap tanpa bekas! Anak buah It Chin yang semula memang telah ketakutan menyaksikan keadaan Yo Jim, yang dari lobang matanya menjulur tangan dan di telapak tangan itu ada juga matanya, bertambah seram ketika pimpinan mereka hilang dikebut kipas, tunggang langgang melarikan diri.

   Yo Jim membebaskan Oey Hui Houw dan lain-lainnya dari dalam kerangkeng tawanan, meminta mereka agar menyusup masuk ke dalam kota dan begitu mendengar tembakan meriam nanti, segera menghantam lawan dari dalam.

   Selesai berperan, Yo Jim melanjutkan perjalanannya untuk menemui In Tiong Cu.

   In Tiong Cu menyambut hangat kedatangan Yo Jim, mengajaknya menemui Bu Ong.

   Bu Ong heran melihat wajah Yo Jim yang aneh itu.Bekas Menteri kerajaan Touw itu menceritakan, bagaimana Touw Ong telah mengorek kedua biji matanya dan kemudian dirinya diselamatkan oleh Dewa Cheng Si (Cheng Hi To Tek Cin-kun, yang telah membuatnya dapat melihat kembali dengan cara yang luar biasa itu.

   Bu Ong terharu campur kagum mendengar pengalaman Yo Jim.

   "Tiga hari lagi tepatlah 100 hari Kiang Chu Gie berada dalam barisan gaib lawan", In Tiong Cu memberitahukan Yo Jim.

   Setiba hari yang ditentukan, Yo Jim mendatangi 'Un Hong Tin', menantang Lu Gak berperang tanding.

   Bu Ong, In Tiong Cu dan lain-lainnya mengikuti dari belakang untuk menyaksikan Yo Jim menghancurkan barisan gaib lawan.

   Lu Gak keluar dari dalam barisan gaibnya dengan pedang! terhunus di tangannya.

   Kaget dia ketika melihat wajah Yo Jim yang luar biasa, namun di luarnya dia berpura-pura tenang, langsung menusuk Yo Jim.

   Yo Jim menangkis dengan pedang pula.

   Setelah bertarung beberapa jurus, Lu Gak lari ke dalam barisan gaibnya.

   Yo Jim mengejarnya.

   Lu Gak naik ke panggung Pat-kwa, membuka 'Un Hong Shan (Payung Penyakit Menular), melontarkannya ke arah Yo Jim.

   Dalam sekejap dia telah melontarkan lima buah 'Un Hong Shan'.Yo Jim menggerakkan kipasnya, seketika payung-payung Lu Gak lebur jadi debu.

   Kala itu Lie Peng yang kembali ingin membujuk Lu Gak agar membatalkan maksudnya mencelakai Chu Gie dengan barisan gaibnya, telah masuk pula ke dalam 'Un Hong Tin'.

   Justeru pada saat itu Yo Jim menggerakkan kipasnya lagi, hingga Lie Peng Tojin yang bermaksud baik tewas seketika! Tan Keng menyerang Yo Jim, tapi dia segera binasa oleh kebutan kipas sakti Yo Jim.

   Sementara itu Lu Gak masih penasaran, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk memadamkan api, tapi api bukannya padam malah berkobar kian besar, yang memaksanya turun dari panggung, bermaksud melarikan diri.

   Yo Jim mengejarnya, dengan beberapa kali kebutan kipasnya, Lu Gak tak lagi dapat menyelamatkan nyawanya.

   Dengan demikian hancurlah barisan gaib penyakit menular ciptaan Lu Gak dan Tan Keng.

   Terlihat Kiang Chu Gie tertelungkup di atas 'See Put Siang'.

   pucat sekali wajahnya.

   Bu Kie segera menolong Panglima Besarnya, membawanya kembali ke kemah.

   In Tiong Cu memasukkan obat mujarab ke mulut Kiang Chu Gie.

   Beberapa waktu kemudian Chu Gie siuman daripingsannya.

   Selewat dua hari, setelah melihat kesehatan Chu Gie telah pulih benar, In Tiong Cu pamit, kembali ke Chong Lam-san.

   Kiang Chu Gie memberi komando untuk segera menyerbu Choan-in-koan.

   Chie Hong naik ke tembok pertahanan kota untuk melihat posisi lawan.

   Terlihat olehnya pasukan Chiu menyerang dari empat jurusan.

   Lui Chin Cu melayang di angkasa, menghancurkan menara pengawas dengan pentungannya, membuat para prajurit penjaga lari lintang pukang menyelamatkan diri.

   Na Cha yang mengendarai 'Hong Hwe Lun' berhasil menjebol pintu gerbang, pasukan Chiu menyerbu masuk.

   Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Chie Hong melompat ke atas kudanya, memimpin perlawanan.

   Oey Hui Houw, Lam Kong Koa, Ang Kim dan Chie Kay, begitu mendengar bunyi meriam, segera keluar dari tempat persembunyian mereka untuk melabrak musuh.

   Chie Hong menjadi panik ketika diserang dari luar dan dalam, tewas di ujung tombak Oey Hui Houw.

   Akhirnya jatuhlah kota Choan-in-koan ke tangan pasukan Chiu Sasaran berikutnya adalah kota Tong-koan.

   Panglima kota Tong-koan bernama Ie Hoa Liong, berputera lima orang .

   le Tat, le Chiao, le Kong, le Sian dan Ie Tek.Tapi anak bungsunya, le Tek, sedang pergi memperdalam ilmu.

   Ketika mendengar dentuman meriam, le Hoa Liong segera tahu bahwa pasukan Chiu telah tiba di luar kota Tong-koan.

   Keesokan harinya Ie Hoa Liong mengajak keempat puteranya menghadapi pihak Chiu.

   Pertempuran pertama berlangsung antara le Tat dan Tee Loan.

   Tapi selang sesaat le Tat lari dan Tee Loan mengejarnya.

   Tee Loan kena senjata-penyambit lawan hingga terpelanting dari kudanya dan berhasil dibinasakan le Tat.

   Hari kedua Souw Hok bertempur melawan Ie Chiao.

   Lewat beberapa jurus, le Chiao mengibarkan sehelai panji wasiat dan terpancarlah sinar emas yang menyilaukan pandang, disusul dengan lenyapnya le Chiao bersama kudanya.

   Namun Souw Hok merasakan seolah-olah di belakangnya memburu seekor kuda.

   Segera dia membalikkan tunggangannya, tapi telah kasip! Sebab saat itu juga dia tertusuk tombak le Chiao, tewas seketika.

   Souw Choan Tiong amat sedih atas kematian ayahnya.

   Tampil ke medan laga dengan penuh diliputi dendam.

   Yang menyambut kehadirannya bukanlah le Chiao, tapi le Kong, anak ketiga Ie Hoa Liong.

   Setelah bertanding sejenak, le Kong melarikan diri.Souw Choan Tiong mengejarnya, tapi dirinya terkena 3 timpukan senjata-penyambit lawan, membuatnya berteriak kesakitan dan kembali ke kemah.

   Dalam pertempuran keesokan harinya Souw Choan Tiong kembali kena disambit oleh le Tat hingga jatuh dari kuda tunggangannya, tapi untung sempat ditolong oleh Lui Chin Cu, yang langsung menyerang le Tat.

   Khi Kong cepat membawa Choan Tiong kembali ke kemah.

   Yo Chian yang baru kembali membawa ransum, langsung terjun ke medan tempur, menggempur le Hoa Liong.

   Selang sesaat Yo Chian melepaskan anjing saktinya, berhasil menggigit lawannya.

   Di lain pihak gelang wasiat Na Cha berhasil melukai bahu le Kong.

   Dalam pertempuran sekali ini, pihak Tong-koan menderita kekalahan cukup parah, langsung menggantung 'Papan Penunda perang di atas pintu gerbang kota ....

   Beberapa hari kemudian le Tek, putera bungsu le Hoa Liong, telah kembali dari tempatnya berguru.

   Dia berhasil menyembuhkan luka ayah dan saudaranya dengan memberi mereka pil mujizat.

   Kemudian le Tek meminta keempat saudaranya membersihkan badan.

   Setiba tengah malam le Tek mengeluarkan lima lembar kain yang masing-masing berwarna .

   Biru, kuning, merah,putih dan hitam.

   Membentangkannya di tanah.

   Lalu dia mengambil 5 takaran kecil yang berisikan kuman penyakit, menyerahkan pada saudaranya masing-masing sebuah, dia sendiri memegang sebuah.

   "Bila aku bilang 'sebar, kalian harus berbuat seperti itu juga", kata Ie Tek kemudian.

   "Dengan cara ini semua lawan kita akan binasa tanpa kita menggunakan senjata lagi".

   le bersaudara berdiri masing-masing di atas kain yang berlainan warna.

   le Tek mulai membaca mantera dan melontarkan selembar 'Hu' ke angkasa.

   Seketika bertiup angin kencang, yang mengangkat kelima helai kain tersebut, menerbangkannya ke perkemahan pasukan Chiu.

   Maksud le Tek adalah menyebarkan sejenis kuman penyakit kulit.

   Dia baru berhasil merampungkan pekerjaannya menjelang fajar.

   Akibatnya memang cukup fatal.

   Semua orang dari pihak Chiu terserang penyakit yang mengerikan.

   Hanya Na Cha yang tubuhnya terjelma dari bunga teratai dan Yo Chian yang malam itu berjaga di luar kemah, terhindar dari serangan penyakit tadi.

   "Keadaan ini mirip dengan yang dilakukan Lu Gak tempo hari", kata Na Cha pada Yo Chian setelah menyaksikan keadaan itu.

   "Pada saat itu kita berada di kota See-kie, tapi kini di lapangan terbuka.

   Keadaan ini lebih berbahaya", kata YoChian.

   "Bagaimana kita dapat menangkis bila lawan melancarkan serangan!?".

   Kecemasan Yo Chian memang beralasan.

   Sesungguhnya le Tat menyarankan pada saudara-saudaranya untuk menyerbu perkemahan pihak Chiu, tapi ditolak oleh le Tek, yang menganggap mereka tak perlu berbuat begitu.

   Sebab dia yakin, tanpa mengerahkan pasukan pun, para prajurit See-kie akan binasa sendiri.

   Na Cha dan Yo Chian baru merasa lega ketika melihat kedatangan Giok Teng Cin-jin.

   Setelah memeriksa keadaan Chu Gie, Giok Teng berkata.

   "Sering sudah kau menanggung sengsara, Chu Gie! Tapi kini telah berhasil kau lewati 7 bencana dan 3 celaka! Namamu akan jadi harum dan tercatat dalam sejarah!".

   Kemudian Giok Teng Cin-jin menyuruh Yo Chian pergi ke Hwe Hong Tong (Goa Angin dan Api) di gunung Tay Ku- san, untuk meminta 3 butir Sian-tan (pil Dewa) pada Dewa Sin Nung, guna mengobati penyakit kulit yang belum diketahui namanya.

   Yo Chian segera berangkat.

   Dewa Sin Nung memberikan 3 butir pil yang diminta Yo Chian.

   Sebutir untuk Bu Ong, sebutir untuk Chu Gie dan sebutir sisanya dilarutkan di dalam air untuk menyembuhkan para prajurit dengan memercikkan air kasiat itu ke empat penjuru perkemahan.

   Yo Chian menanyakan penyakit apa sesungguhnya yang diderita orang-orang dari kubu Chiu itu.

   Diperolehjawaban, bahwa itu adalah penyakit cacar.

   Pil pemberian Dewa Sin Nung ternyata sangat mujarab, semua orang yang terserang penyakit cacar dapat disembuhkan, tapi meninggalkan cacad di wajah mereka, bopeng.

   Kiang Chu Gie segera berdaya untuk merampas kota Tongkoan.

   Hari itu merupakan hari ke delapan bagi le Tek menggunakan ilmunya untuk membunuh para lawannya.

   Namun keadaan di kubu See-kie tampak tenang-tenang saja, segalanya berjalan seperti biasa.

   Sadarlah dia kalau usahanya menemui kegagalan.

   Dia terpaksa meminta ayahnya untuk menyerang kubu lawan.

   Tapi baru saja mereka hendak melancarkan serangan, telah didahului oleh pihak See-kie.

   Na Cha telah berhasil mendobrak pintu gerbang kota.

   Lui Chin Cu berhasil membunuh Ie Kong dengan pentungan.

   Wie Hok menamatkan riwayat le Tat dengan 'Ciang Mo Chu".

   Yo Jim menggerakkan kipas wasiatnya, seketika le Chiao dan Ie Sian menjadi abu.

   Ie Tek masih berusaha melakukan perlawanan, tapi dirinya tertembus pedang Lie Cheng, tewas seketika.

   Melihat kelima puteranya binasa, le Hoa Liong lantas bunuh diri.

   I Kiang Chu Gie memimpin pasukannya, menerobos masukke dalam kota Tong-koan, menenangkan rakyat, memeriksa gudang perlengkapan lawan.

   Kemudian Chu Gie memerintahkan untuk memakamkan jenazah Ie Hoa Liong beserta kelima puteranya.

   Berhubung di bagian depan terdapat 'Ban Sian Tin' (Barisan Gaib Puluhan Ribu Dewa), Giok Teng Cin-jin menyuruh Chu Gie meminta Bu Ong untuk sementara berdiam di Tong-koan.

   Sedang Chu Gie bersama sejumlah pasukannya boleh bergerak maju sampai jarak tertentu, kemudian membangun panggung peristirahatan para orang suci dan Dewa.

   Setelah panggung itu rampung, hanya murid-murid Kun Lun yang diperkenankan berkunjung ke situ.

   Sedangkan para prajurit See-kie ditempatkan sejauh 40 li di belakang panggung tersebut, menanti sampai 'Ban Sian Tin' berhasil dimusnakah, barulah mereka diperkenankan bergerak maju lagi.

   Tak lama kemudian, para orang suci dan Dewa mulai berdatangan ke panggung peristirahatan.

   Didahului oleh Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun, Pouw Hian Cin-jin.

   Menyusul Tay It Cin-jin, Cheng Si To Tek Cin-kun.

   Kie Liu Sun.

   In Tiong Cu, Jian Teng Tojin dan lain-lainnya lagi.

   Kiang Chu Gie menyambut kedatangan mereka dengan sikap hormat benar.

   Kim Leng Seng-bo yang berada di dalam barisan gaib 'Ban Sian Tin', ketika melihat tiga tangkai bunga yangkeluar dari kepala Jian Teng, yang memancarkan sinar terang ke angkasa, segera menyadari, bahwa para Dewa dan orang suci itu telah datang.

   Dia segera melepaskan gledek, yang membuyarkan kabut yang semula menutupi 'Ban Sian Tin', hingga barisan gaib itu jadi terlihat jelas.

   Para orang suci dan Dewa itu menghampiri, untuk dapat melihat barisan gaib tersebut dari dekat.

   Tiba-tiba terdengar suara lonceng di dalam 'Ban Sian Tin', menyusul keluar seorang Tojin yang bernama Be Sui dengan pedang di tangannya.

   Oey Liong Cin-jin menyambut kehadiran Be Sui dengan membawa pedang juga.

   Be Sui tidak menyerang Oey Liong Cin-jin dengan pedangnya, tapi melontarkan gelang emas.

   Oey Liong Cin-jin tak sempat mengelak, hingga gelang emas itu menjepit kepalanya, membuat sang Cin-jin kesakitan, terpaksa kembali ke panggung peristirahatan.

   Dia berusaha melepaskan benda itu, tapi usahanya ternyata sia-sia belaka, malah gelang emas tersebut kian keras menjepit kepalanya.

   Saking menahan sakit yang amat sangat, dari kepala Oey Liong Cin-jin mengepulkan asap ....

   Goan Sie Tian Chun dan Lam Khek Sian Ang datang juga untuk melihat-lihat barisan gaib tersebut.

   Goan Sie naik 'See Put Siang' dan Lam Khek Sian Ang naik Bangau Saktinya.Begitu tiba, Goan Sie Tian Chun memanggil Oey Liong Cinjin, menuding kepala sang Cin-jin.

   Seketika lepaslah gelang emas yang menjepit kepala Oey Liong.

   Dia mengucapkan terima kasih pada Goan Sie Tian Chun.

   Tak lama kemudian Thay Siang Loo-kun telah pula tiba di situ.

   Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu juga tiba di dalam barisan gaib 'Ban Sian Tin'.

   Kehadirannya langsung disambut oleh para muridnya, mengajaknya naik ke atas panggung Pat-kwa.

   Begitu datang.

   Tong Thian Kauw-cu menyuruh Teng Kong Sian yang bertelinga panjang, untuk membawa surat tantangannya ke pihak Kun Lun.

   Kedatangan Teng Kong Sian disambut Yo Chian, yang menerima surat tantangan Tong Thian, lalu menyampaikannya pada Thay Siang Loo-kun.

   Selesai membaca surat itu, Loo-kun berkata pada Teng Kong Sian .

   "Sampaikan pada gurumu, besok kami akan datang untuk menghancurkan barisan gaibnya!".

   Teng Kong Sian meninggalkan panggung peristirahatan para Dewa, kembali ke 'Ban Sian Tin'.

   Keesokan harinya Thay Siang Loo-kun (sering pula disebut orang sebagai Loo-cu) mengajak Goan Sie Tian Chun ke 'Ban Sian Tin'.

   Orang suci lainnya turut mengiringi.

   Terlihat Tong Thian Kauw-cu telah menanti di mukabarisan gaibnya.

   "Kenalkah kalian pada "Tin' ciptaanku?", tanya Tong Thian.

   "Apa sih sulitnya", Thay Siang Loo-kun tertawa.

   "Ini adalah 'Thay Khek Liang Gie See Siang Tin' (Gabungan tiga barisan gaib)".

   Kemudian Loo-kun bertanya pada para orang suci .

   "Siapa yang berminat memecahkan 'Thay Khek Tin' ini?".

   Chi Ching Cu tampil ke muka, yang langsung disambut oleh salah seorang murid Tong Thian yang bernama Ouw In Sian.

   Terjadilah perang tanding di antara mereka, saling menyerang dan menangkis dengan pedang, untuk sementara belum dapat diketahui siapa yang lebih unggul.

   Ouw In Sian tak sabar bertempur lebih lama dengan cara itu, mengeluarkan 'Kun Goan Chui' (Martil wasiat)-nya, menimpuk Chi Ching Cu.

   Chi Ching Cu tak sempat mengelak, terpukul hingga jatuh.

   Ouw In Sian bermaksud menghabiskan nyawa Ching Cu.

   Kong Seng Cu segera maju untuk membantu teman, tapi dirinya pun kena dihajar oleh Martil wasiat lawan, membuatnya harus melarikan diri ke arah Barat Laut.

   "Tangkap dia!", titah Tong Thian Kauw-cu pada muridnya.

   Ouw In Sian segera mengejar Kong Seng Cu..Ketika dia hampir berhasil menangkap Seng Cu, tiba-tiba muncul Chun Tie yang menghalangi maksudnya.

   Ouw In Sian amat marah, mengayunkan pedangnya bermaksud menabas kepala Chun Tie.

   Chun Tie membuka mulut, keluar setangkai bunga lotus, yang langsung menangkis serangan tersebut.

   "Janganlah kita bertikai, sebab kita telah ditakdirkan untuk bersahabat", kata Chun Tie dengan nada membujuk.

   "Mari ikut aku ke Sorga Barat!".

   
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ngaco!", seru Ouw In Sian dongkol, jangan kau bicara yang bukan-bukan!".

   Kembali dia melancarkan serangan.

   Tapi Chun Tie sempat mengeluarkan setangkai teratai putih, menangkis serangan In Sian.

   "Jangan kau keras kepala, mari ikut aku!", kata Chun Tie pula.

   Ouw In Sian tetap tak peduli, kembali dia menusuk Chun Tie.

   Chun Tie menggerakkan jarinya dan setangkai bunga lotus emas menahan maju pedang tersebut.

   Chun Tie masih berusaha membujuk, tapi Ouw In Sian bukannya menurut, malah bertambah berang, lagi-lagi melancarkan serangan.

   Chun Tie mengebutkan lengan jubahnya, seketika pedang In Sian lenyap ....

   Ouw In Sian bukannya takut malah penasaran, mengeluarkan Martil wasiatnya, melontarkan ke diriChun Tie.

   Chun Tie cepat menghindar sambil berseru .

   "Di mana kau.

   muridku?".

   Tiba-tiba muncul seorang bocah sambil membawa sebatang bambu.

   Dia menggerakkan bambu itu dengan gaya orang mengail, segera muncul sinar-sinar terang dari ujung bambu tersebut, yang langsung mengurung diri Ouw In Sian.

   Baru pada saat itu Ouw In Sian memohon belas kasihan.

   Chun Tie menyuruhnya memperlihatkan bentuk aslinya .

   Seekor kura-kura berjenggot emas! Murid Chun Tie langsung naik ke batok kura-kura tersebut, membawanya ke telaga delapan kebajikan di Sorga Barat untuk mengecap ketenangan dan kebahagiaan.

   Chun Tie sendiri menggabungkan diri dengan para Dewa yang bermaksud menghancurkan barisan gaib ciptaan Tong Thian Kauw-cu.

   Tak lama tiba pula Kiat In Taysu, pemimpin agama Buddha lainnya, ikut menggabungkan diri juga.

   Kala itu dari dalam barisan gaib keluar murid Tong Thian Kauw-ci lainnya yang bernama Chiu Shou Sian seraya menghunus pedang.

   Bun Chiu Tian Chun menerima panji "Pan Ku Kie' dari Goan Sie, lalu menyongsong Chiu Shou Sian.

   Setelah bertempur sebentar, Chiu Shou Sian lari masuk ke dalam barisan gaib.Bun Chiu mengejarnya.

   Begitu Bun Chiu berada di dalam barisan gaib, Chiu Shou Sian segera melontarkan "Thian Eng' (Cap atau Tera Langit).

   Bun Chiu menggerakkan panji 'Pan Ku Kie', seketika lenyaplah 'Thian Eng' lawan.

   Bersamaan, diri Bun Chiu telah berobah .

   Wajahnya menjadi biru, merah rambutnya dan sekujur tubuhnya bercahayakan sinar keemasan, sedang hawa di sekitarnya menjadi harum sekali.

   Chiu Shou Sian sadar kalau dirinya bukanlah tandingan lawannya yang amat sakti, bermaksud melarikan diri.

   Akan tetapi telah keburu diringkus oleh tali wasiat Bun Chiu, membawanya ke hadapan Goan Sie Tian Chun.

   Goan Sie memerintahkan Lam Khek Sian Ang memukul Chiu Shou Sian agar kembali ke bentuk aslinya.

   Lam Khek Sian Ang melaksanakan perintah itu, memukul Chiu Shou Sian sambil membaca mantera.

   Chiu Shou Sian menggoyangkan kepalanya beberapa kali, menyusul terguling tubuhnya dan memperlihatkan bentuk aslinya, yaitu berupa seekor 'Ceng Mao Say Cu' (Singa berbulu hijau).

   Goan Sie memberikan singa itu pada Bun Chiu untuk dijadikan tunggangannya.

   Keesokan harinya Thay Siang Loo-kun bersama Goan Sie dan lain-lainnya datang lagi ke muka barisan gaib Tong Thian Kauw-cu.Tong Thian ternyata telah berdiri di muka 'Tin'-nya, begitu melihat rombongan Thay Siang Loo-kun, segera bertanya .

   "Kalian dapat menghancurkan 'Liang Gie Tin- ku?".

   Baru selesai Tong Thian berkata, terlihat Leng Ge Sian keluar dari barisan gaib sambil menggenggam pedang.

   Goan Sie menitah Pouw Hian Cin-jin menghancurkan barisan gaib lawan.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Leng Ge Sian lari masuk ke dalam barisan gaib.

   Pouw Hian memburu lawannya.

   Tapi baru saja dia masuk, segera disambar petir yang dilepaskan Leng Ge Sian.

   Pouw Hian merobah bentuk dirinya menjadi berkepala tiga dan bertangan enam.

   Tubuhnya dilindungi oleh untaian mutiara dan bunga teratai.

   Sedangkan keenam tangannya menggenggam senjata tajam.

   Leng Ge Sian terperanjat menyaksikan perobahan yang terjadi atas diri Pouw Hian, bermaksud melarikan diri.

   Namun sebelum dia sempat kabur, telah lebih dulu diringkus oleh tali wasiat yang dilontarkan Pouw Hian, membuatnya tak dapat bergerak lagi.

   Pouw Hian meminta tolong Malaikat Oey Cheng Lek Su membawa Leng Ge Sian ke panggung peristirahatan para Dewa.

   Thay Siang Loo-kun menugaskan Lam Khek Sian Ang mengembalikan ke bentuk asalnya.

   Sian Ang memukul tubuh Leng Ge Sian beberapa kalidengan 'Sam Po Giok Ju le' (Perhiasan Kumala Tiga Mustika).

   Leng Ge Sian terguling dan tampak bentuk aslinya, berwujud seekor gajah putih.

   Thay Siang Loo-kun menyerahkan gajah putih itu pada Pouw Hian untuk dijadikan tunggangannya.

   Sementara itu Tong Thian Kauw-cu telah memerintahkan Kim Kong Sian keluar dari dalam barisan gaib, untuk menghadapi lawan.

   Pemunculan Kim Kong Sian langsung dihadapi oleh Dewi Kwan Im.

   Tanpa bersusah payah, sang Dewi yang terkenal sakti dan welas asih itu, berhasil meringkus Kim Kong Sian dengan menggunakan 'Sam Po Giok Ju Ie', lalu meminta Malaikat Oey Cheng Lek Su membawanya ke bawah panggung peristirahatan para Dewa.

   Lam Khek Sian Ang menepuk punggung Kim Kong Sian beberapa kali, terwujudlah bentuk aslinya, seekor 'Kim Mao Kung' (Binatang 'Kung-mirip Singa-berbulu emas).

   Binatang ini diserahkan kepada Dewi Kwan Im untuk dijadikan tunggangannya.

   Pertarungan hari itu berakhir sampai di situ, Goan Sie Tian Chun menyerahkan 4 pedang pusaka milik Tong Thian Kauw-cu-yang berhasil dirampas dari barisan gaib 'Pembinasa Dewa' tempo hari-, kepada Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, Giok Teng dan To Heng, seraya berpesan .

   "Besok, setelah kami masuk ke dalam barisanTong Thian, kalian harus menerobos masuk dan menuju ke pagoda tinggi yang terdapat di barisan gaib itu.

   Setiba di sana lepaskanlah pedang-pedang ini.

   Dengan begitu kita membinasakan murid-murid Tong Thian dengan menggunakan senjata wasiatnya sendiri".

   Di lain pihak, Tong Thian Kauw-cu telah berpesan pada salah seorang muridnya yang bernama Teng Kong Sian .

   "Selagi aku bertempur dengan kedua paman gurumu dan pemimpin agama Buddha, kau harus mengibarkan panji 6 arwah".

   "Baik Sucun".

   Walau di mulut Teng Kong Sian berkata begitu, tapi di hati kecilnya berat untuk melaksanakan pesan itu, sebab dia tak ingin bertikai dengan Goan Sie dan lain-lainnya.

   Keesokan harinya, ketika kedua belah pihak sudah saling berhadapan, tiba-tiba datang Ang Kim dan Liong Kit Kiong-ciu, yang sebenarnya ditugaskan di kota Tong- koan, tapi mereka ingin ambil bagian dalam pemecahan 'Ban Sian Tin' dan hal itu mendapat perkenan dari Bu Ong.

   Mereka langsung menyerbu ke dalam barisan gaib.

   Liong Kit Kiong-ciu berhasil memukul roboh beberapa murid Tong Thian Kauw-cu.

   Tiba-tiba di dalam 'Tin' timbul angin kencang dan suasana pun menjadi gelap gulita.

   Kemudian Liong Kit Kiong-ciu bertemu dengan Kim Leng! Seng-bo yang duduk di atas kereta tujuh wewangian.

   Kim Leng segera turun dari kendaraannya danmenyerang! puteri Liong Kit.

   Berlangsunglah pertarungan sengit di antara kedua wanita sakti itu.

   Selang sesaat Kim Leng Seng-bo melontarkan 'See Siang Ta' (Pagoda Empat Gajah) dan berhasil memukul bahu sang puteri hingga jatuh dari kudanya.

   Begitu jatuh, Liong Kit Kiong-ciu langsung dibantai oleh murid-murid Tong Thian yang banyak berkumpul di situ.

   Kematian sang isteri telah membuat Ang Kim kalap, segera menyerang Kim Leng Seng-bo.

   Namun Seng-bo ternyata cukup sakti, dapat menangkis atau menghalau setiap serangan Ang Kim, bahkan kemudian berhasil menghancurkan kepala Ang Kim dengan senjata 'Liong Houw Jie Ie' (Perhiasan Naga dan Harimau).

   Menyaksikan kematian tragis tersebut, Thay Siang Loo- kun dan Goan Sie masuk ke dalam 'Ban Sian Tin'.

   Loo-kun lantas menciptakan 3 duplikat dirinya yang menempur sengit diri Kim Leng Seng-bo.

   Selagi seru-serunya berlangsung pertarungan itu, tiba- tiba muncul Jian Teng Tojin sambil melontarkan 'Teng Hay Chu' dan tepat mengenai kepala Kim Leng Sengbo hingga tewas seketika.

   Saat itu Kong Seng Cu, Chi Ching Cu, To Heng Tian Chun dan Giok Teng Cin-jin telah pula menyerbu masuk ke dalam barisan gaib, begitu masuk mereka segera melontarkan keempat pedang wasiat yang berhasildirampas tempo hari .

   "Chu Sian Kiam', 'Lu Sian Kiam', 'Sian Sian Kiam' dan 'Kiat Sian Kiam'.

   Keempat pedang wasiat itu membabad murid-murid Tong Thian Kauw-cu.

   Orang-orang yang namanya tertera dalam Daftar Penganugrahan Malaikat, gugur dalam pertempuran sengit tersebut.

   Di pihak lain, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun bertempur dengan Tong Thian Kauw-cu.

   Walau agak keteter, tapi Tong Thian Kauw-cu masih dapat memaksakan diri menghadapi dua lawannya yang amat sakti.

   Tapi setelah lewat sesaat lagi, Tong Thian Kauw-cu benarbenar keteter, berseru .

   "Teng Kong Sian, lekas bawa ke mari Panji Enam Arwah!".

   Namun sang murid yang kagum menyaksikan sinar-sinar terang yang dipancarkan oleh murid-murid Giok-sie, bertambah yakin kalau ilmu yang dimiliki Goan Sie dan lain-lainnya adalah murni.

   Sedangkan ilmu Tong Thian Kauw-cu jauh berada di bawahnya dan tidak murni lagi.

   Maka dia bukan saja tidak menyerahkan Panji Enam Arwah yang diminta gurunya, malah membawanya ke luar barisan gaib dan bersembunyi di bawah panggung peristirahatan para Dewa.

   Tanpa panji sakti itu, hilanglah sudah semangat Tong Thian Kauw-cu untuk bertempur lebih lama, bahkan keadaannya sudah seperti orang yang putus asa,penjagaan dirinya mengendor, akibatnya harus merasakan hajaran tongkat Thay Siang Loo-kun.

   Pukulan itu membuat Tong Thian amat marah, segera menimpuk Loo-kun dengan Martil wasiatnya, Tapi di kepala Thay Siang Loo-kun segera muncul 'Leng Long Ta' (Pagoda wasiat yang cantik), yang melindungi dirinya, sekali-gus memunahkan senjata wasiat lawan.

   Sementara itu Goan Sie telah pula menghajar Tong Thian dengan 'Ju Ie', yang tepat menghantam iganya.

   Sambil menahan sakit Tong Thian memutar Kerbau Saktinya, melarikan diri ke luar barisan gaibnya.

   Demikianlah, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie berhasil menghancurkan 'Ban Sian Tin' (Barisan gaib Laksaan/Puluhan Ribu Dewa)nya Tong Thian Kauw-cu.

   Thay Siang Loo-kun dan lain-lainnya kembali ke panggung peristirahatan.

   Mereka melihat Teng Kong Sian berdiri di sisi panggung sambil memegang 'Panji Enam Arwah'.

   "Apa maksudmu ke mari?", tanya Loo-kun.

   "Maaf kalau kehadiran Tee-cu telah mengganggu Jie-wie Supek", kata Teng Kong Sian sambil berlutut.

   "Suhu telah membuat 'Lak Hun Kie' (Panji Enam Arwah) ini untuk membinasakan Supek berdua, juga dua pimpinan Agama Buddha, serta Bu Ong dan Kiang Chu Gie.

   Beliau telah mempercayai Tee-cu untuk memegang panji ini.

   Tapi berhubung Tee-cu melihat ilmu Supek berdua adalah bersih dan murni, saya langsung sadar, bahwa Suhu telahkena dihasut orang, hati kecil Tee-cu tidak mengizinkan Suhu mencelakai Jie-wie Supek dan lainlainnya dengan panji ini.

   Itu sebabnya, ketika dimintai tadi, tidak saya berikan, malah Tee-cu membawanya ke mari".

   "Walau kau termasuk murid Kiat-kauw, tapi ternyata hatimu bersih, tidak seperti saudara-saudara seperguruanmu lainnya", Goan Sie Tian Chun yang bicara sekarang.

   "Sesungguhnya panji ini tak ada pengaruhnya bagiku, juga bagi Loo-kun maupun kedua pemimpin agama Buddha.

   Tapi bagi Bu Ong dan Kiang Chu Gie mungkin akan merasakan akibatnya".

   Goan Sie memerintahkan murid Tong Thian mengibarkan panji itu dengan lebih dulu menghilangkan nama Bu Ong dan Kiang Chu Gie.

   Goan Sie dilindungi mega-mega berwarna, Thay Siang Lookun oleh Pagoda wasiat cantiknya.

   Sedangkan kedua pemimpin agama Buddha oleh buah-buah apel yang muncul di atas kepala mereka! Menyaksikan segalanya itu, tambah yakinlah Teng Kong Sian akan kesucian dan kesaktian mereka.

   Pertumpahan darah yang baru berlangsung adalah kesalahan gurunya.

   Dia segera melempar panji enam arwah, berlutut di hadapan Goan Sie dan lain-lainnya.

   "Teng Kong Sian telah ditakdirkan menjadi pengikut agama Buddha", ujar Kiat In.

   Berseri wajah Teng Kong Sian, mengangkat Kiat In dan Chun Tie sebagai gurunya.*** Tong Thian Kauw-cu mengajak murid-muridnya, yang berhasil meloloskan diri dari serbuan Goan Sie dan lain- lainnya, beristirahat di kaki sebuah gunung.

   Tiba-tiba terlihat di arah Selatan memancar sinar kemilau dengan disertai mega-mega berwarna, disusul dengan tersiarnya hawa yang harum semerbak.

   Hong Kun Loo-cu yang merupakan guru Tong Thian Kauwcu, sekali-gus sebagai guru dari Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun, mendatangi sambil memegang tongkat.

   Tong Thian Kauw-cu mengajak para muridnya berlutut di hadapan Hong Kun Loo-cu.

   Atas pertanyaan sang guru, Tong Thian menerangkan sebabnya dia membentuk "Ban Sian Tin', yang telah mengakibatkan jatuh banyak korban.

   "Semua ini adalah salahmu, hingga menimbulkan pertikaian di antara saudara seperguruan sendiri", kata Hong Kun Loo-cu.

   "Gila hormat dan nafsu serta tamak lazim menggoda manusia biasa.

   Marah adalah sifat kanak-kanak dan wanita.

   Kenapa kau yang telah cukup lama melatih diri masih membiarkan diri dikuasai segalanya itu? Aku tahu benar, bahwa kedua kakak seperguruanmu tidak memiliki cacad seperti itu, tapi mereka terpanggil oleh kealpaanmu yang tak berhasil mengendalikan murid-muridmu dengan baik.

   Seandainya aku tidak datang menengahi, pertikaian kalian akanterus berlanjut dan menimbulkan korban yang lebih besar pula!".

   Hong Kun Loo-cu menyuruh para murid Tong Thian kembali ke goa masing-masing untuk melanjutkan tapanya.

   Para murid Tong Thian pamit pada sang Guru Besar.

   Hong Kun Loo-cu mengajak Tong Thian ke panggung peristirahatan para Dewa.

   Tong Thian tak berani membantah, berjalan di muka dan Hong Kun Loo-cu mengikutinya.

   Setiba di panggung peristirahatan, Tong Thian meminta Na Cha mengabarkan pada Thay Siang Loo-kun dan lain- lain mengenai kedatangan sang Guru Besar.

   Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun beserta para muridnya segera turun dari panggung, menyambut kedatangan Hong Kun Loo-cu.

   "Memang sudah ditakdirkan, bahwa murid-murid beserta cucu muridku harus mengalami bencana perang, maka di antara kalian harus saling bertarung", kata sang Guru Besar.

   Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Se karang aku datang untuk mendamaikan, agar untuk selanjutnya kalian tidak saling bertikai lagi, juga tidak berdendam!".

   "Kami selalu patuh pada perintah Sucun", kata Goan Sie dan Thay Siang Loo-kun dengan suara hampir bersamaan.

   Lalu mereka membimbing sang guru naik panggung peristirahatan.Di atas panggung Hong Kun Loo-cu disambut oleh kedua pemimpin agama Buddha.

   Hong Kun Loo-cu memuji kesaktian dan kebijaksanaan mereka.

   Setelah Thay Siang Loo-kun, Goan Sie Tian Chun dan ke- 12 murid berlutut sebagai penghormatan mereka terhadap Hong Kun Loo-cu, sang Guru Besar memanggil Thay Siang Loo-kun, Goan Shie dan Tong Thian agar lebih mendekat.

   "Berhubung dinasti Chiu akan menggantikan kerajaan Siang (Touw) dan para Dewa ditakdirkan harus berperang, maka aku menitahkan kamu bertiga untuk menyusun Daftar Penganugrahan Malaikat, supaya dapat ditetapkan, Dewa Dewa mana yang mesti dimasukkan ke dalam golongan yang lebih tinggi atau lebih rendah.

   Siapa-siapa saja yang patut jadi Dewa dan siapa pula yang akan jadi Malaikat.

   Tapi tak sangka Tong Thian telah mendengar hasutan para muridnya, yang mengakibatkan pertempuran dahsyat.

   Aku mengatakan hal ini bukan lantaran aku berpihak --- Sekarang kalian harus pulang ke goa masing-masing, jangan bertikai lagi, apa lagi berdendam!".

   Selesai berkata, Hong Kun Loo-cu mengeluarkan Buli-buli (Cupu) dari lengan bajunya, mengeluarkan tiga butir pil dari dalam Buli-buli tersebut, memberikan pada muridnya masingmasing sebutir dan meminta mereka menelannya.

   "Ini bukan obat atau pil panjang umur.

   Tapi bila kaliantidak memperbaiki kelakuan kalian, terus bertikai, pil ini akan segera memperlihatkan reaksinya dan dalam waktu singkat akan menewaskan kalian", kata Hong Kun Loo-cu setelah ketiga muridnya menelan pil tersebut.

   Tong Thian Kauw-cu, Thay Siang Loo-kun dan Goan Sie Tian Chun mengucapkan terima kasih.

   Mereka sadar, apa yang dilakukan sang guru adalah demi kebaikan bagi semua pihak.

   Hong Kun Loo-cu pamit, mengajak Tong Thian Kauw-cu meninggalkan panggung peristirahatan.

   Beberapa saat kemudian Chun Tie dan Kiat In juga memohon diri Terakhir Thay Siang Loo-kun bersama Goan Sie Tian Chun dan Dewa lainnya juga pada pamit pada Kiang Chu Gie.

   "Dengan perpisahan kita sekali ini, sulitlah bagi kita untuk dapat saling bertemu lagi", kata Kong Seng Cu, yang seakan berat untuk berpisah.

   Kiang Chu Gie amat terharu mendengar ucapan itu....

   *** Sin Kong Pa berusaha melarikan diri setelah barisan gaib "Ban Sian Tin berhasil dihancurkan oleh para Dewa.

   Namun kepergiannya sempat terlihat oleh Pek Hok Tong- cu yang sedang mengiringi Goan Sie Tian Chun pulang.

   Pek Hok segera memberitahukan gurunya.

   "Sebelumnya dia telah bersumpah di hadapanku untuktidak mengganggu Chu Gie lagi, tapi nyatanya dia telah mengulangi pula perbuatan licik dan kejinya", kata Goan Sie.

   Dia segera memerintahkan Malaikat Oey Cheng Lek Su menangkap Sin Kong Pa.

   Sang Malaikat segera melaksanakan tugasnya dengan baik.

   Setiba Goan Sie di bukit Kie Lin, Oey Cheng Lek Su membawa Sin Kong Pa ke hadapannya.

   "Bukankah sebelumnya kau telah bersumpah, bila kau melakukan kejahatan atau menghasut orang untuk memusuhi Chu Gie, badanmu akan menyumbat sumber Laut Utara?,"

   Tanya Goan Sie.

   Sin Kong Pa membisu.

   Goan Sie Tian Chun menyerahkan 'Po-toan' (Tikar atau alas duduk pertapa) pada Oey Cheng Lek Su, menyuruhnya membungkus tubuh Sin Kong Pa dengan benda itu, membawanya ke Laut Utara sesuai dengan sumpahnya....

   Sementara itu Kiang Chu Gie beserta pengikutnya kembali ke Tong-koan untuk menghadap Bu Ong.

   Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Leng-tong- koan.

   Yo JimLu GakLIMA Kiang Chu Gie memerintahkan pasukannya berhenti di jarak 80 li dari kota Leng-tong-koan, mendirikan perkemahan di situ.

   Penguasa kota itu, Ouwyang Sun, telah memperoleh informasi mengenai kehadiran pasukan Chiu, yang langsung melakukan persiapan untuk menyambut serangan lawan.

   Dugaannya memang tidak meleset, dua hari kemudian Oey Hui Houw datang menantang perang.

   Seorang prajurit jaga segera melaporkan hal itu pada pimpinannya.

   Ouwyang Sun menitah Pian Kim Liong menyambut tantangan tersebut.

   Pian Kim Liong keluar dari pintu gerbang bersenjatakan kapak bergagang panjang.

   Setelah bertarung lebih dari 20 jurus, Oey hui Houw berhasil melihat kelemahan lawan, menusukkan tombaknya, yang mengakibatkan Pian Kim Liong jatuh dari atas kudanya dan tewas seketika.

   Isteri Kim Liong menangis sedih benar ketika mendengar berita mengenai kematian sang suami.

   Pian Kie, anak Kim Liong, panas hatinya tatkala menerima kabar kematian ayahnya, segera mendatangi markas komando, menanyakan siapa yang membunuh ayahnya!?Setelah jelas persoalannya, dia pulang dan kemudian berangkat ke luar kota dengan membawa sebuah kotak kayu.

   Dia mendirikan tiang yang cukup tinggi di muka pintu gerbang, mengeluarkan isi kotak yang dibawanya, yang ternyata berupa panji yang terbuat dari tulang manusia, memasangnya di atas tiang.

   Keesokan harinya Pian Kie menantang pihak Chiu berperang tanding.

   Lam Kong Koa maju menghadapi lawan.

   Pertempuran telah berlangsung lebih dari 30 jurus dan masih seimbang, tiba-tiba Pian Kie memutar kudanya, melarikan diri dengan melewati jalan di bawah panjinya.

   Lam Kong Koa mengejarnya, tapi setibanya di bawah panji, mendadak dirinya berikut kuda tunggangannya jatuh tersungkur, segera diringkus oleh prajurit lawan.

   Dibawa ke hadapan Ouwyang Sun.

   Ouwyang Sun memerintahkan menjebloskannya ke dalam penjara.

   Pian Kie kembali menantang perang pada esok harinya.

   Tantangannya sekali ini disambut oleh Oey Hui Houw, Chiu Kie dan Liong Hoan.

   Namun ketiga perwira See-kie itu mengalami nasib serupa dengan Lam Kong Koa, ditawan lawan.

   Pian Kie bermaksud membunuh Oey Hui Houw untuk membalas sakit hati ayahnya, tapi dicegah oleh Ouwyang Sun.

   Ia berpendapat, lebih baik mengirim Hui Houw dantawanan lainnya ke kota-raja....

   30 Hari berikutnya kiang Chu Gie sendiri yang memimpin pasukan, memperhatikan panji lawannya.

   Terlihat uap hitam meliputi panji tersebut.

   Na Cha dapat melihat lebih jelas, bahwa panji yang terbuat dari tulang-belulang manusia itu ditempeli Leng Hu' (Surat Jimat).

   "Jangan sekali-kali kalian lewat di bawah panji itu", pesan Chu Gie pada anak buahnya.

   Tak lama Ouwyang Sun yang didampingi Pian Kie keluar dari pintu gerbang.

   Pertempuran sengit segera terjadi antara Pian Kie melawan Lui Chin Cu.

   Kendati telah berlangsung puluhan jurus, masih belum diketahui siapa kiranya yang akan keluar sebagai pemenang.

   Lui Chin Cu tak sabar lagi, ingin cepat-cepat merobohkan lawannya, dia bermaksud menghancurkan panji lawan lebih dulu, kemudian baru menghadapi Pian Kie lagi.

   Maka terbanglah dia mendekati tiang panji, menghantamkan senjatanya...

   tapi bukan tiang panji yang roboh, malah dirinya yang jatuh dan ditawan oleh prajurit khusus yang disiapkan Pian Kie di sekitar tiang panji.

   Wie Hok melontarkan senjata-wasiatnya, namun sia-sia, senjata itu jatuh di bawah tiang panji....

   Dalam pertempuran berikutnya, Na Cha berhasil melukaiPian Kie dengan 'Kan Kun Choan'nya dan dengan menahan rasa sakit Pian Kie lari masuk ke dalam kota.

   Di lain pihak, Lie Cheng menyerang Ouwyang Sun.

   Ouwyang Sun menangkis dengan tombak pula, hingga terjadi pertarungan sengit.

   Beberapa perwira See-kie datang membantu Lie Cheng mengurung Ouwyang Sun.

   Ouwyang Sun yang merasa tak mampu menghadapi lawan sebanyak itu, cepat-cepat melarikan kudanya ke dalam kota.

   Menulis surat ke kota-raja memohon bala- bantuan.

   Kaisar Touw amat terkejut menerima surat Ouwyang Sun, segera mengajak para Menterinya bermusyawarah.

   Di dalam pertemuan itu seorang Menterinya yang bernama Lie Tong mengusulkan, agar Touw Ong mengirim bantuan ke Leng-tong-koan di bawah pimpinan dua raja muda yang bernama Teng Kun dan Yui Kie.

   Touw Ong menyetujui usul itu, segera memanggil kedua raja-muda tersebut.

   Begitu Teng Kun dan Yui Kie datang menghadap, Touw Ong memberi mereka masing-masing tiga cawan arak, kemudian baru mengungkapkan maksudnya untuk mengutus mereka ke Leng-tong-koan, membantu Ouwyang Sun menghancurkan pasukan Chiu Bu Ong.

   Kedua raja-muda itu menerima tugas tersebut sambil berlutut.

   Mereka memilih 100.000 prajurit serta menyiapkanransum yang diperlukan.

   Setelah segalanya siap, berangkatlah mereka ke Leng- tongkoan dengan menyeberangi Huang-ho (Sungai Kuning).

   Ouwyang Sun menyambut gembira kedatangan mereka, menceritakan apa yang terjadi selama itu.

   Ketika mendengar Oey Hui Houw ditawan, timbul maksud Teng Kun untuk membebaskannya.

   Sesungguhnya isteri Teng Kun adalah saudara mendiang isteri Oey Hui Houw.

   Keesokan harinya kedua raja-muda ini memimpin pasukan menantang Kiang Chu Gie berperang tanding.

   Chu Gie menyambut tantangan tersebut, diiringi beberapa orang pembantunya yang perkasa.

   Begitu saling berhadapan, Na Cha dan Touw Heng Sun mewakili Chu Gie bertanding dengan Teng Kun dan Yui Kie.

   Pertempuran sengit segera terjadi.

   Sekira berlangsung 30 jurus, Teng Kun dan temannya menarik pasukannya kembali ke dalam kota.

   Touw Heng Sun heran menyaksikan ulah mereka, sebab dia melihat bahwa sesungguhnya pihak musuh masih sanggup mengadakan perlawanan, tapi kenyataannya mereka telah berpura-pura kalah dan melarikan diri.

   Mungkin mereka memiliki maksud-maksud tertentu.

   Maka Touw Heng Sun memutuskan untuk menyusup masuk ke dalam kota pada malam harinya.Sesungguhnyalah, baik Teng Kun maupun Yui Kie kagum melihat wibawa Chu Gie serta keperkasaan para pembantunya, juga para prajuritnya memiliki semangat tempur yang tinggi.

   Sekembali ke ruang peristirahatan, pada malam harinya Teng Kun dan Yui Kie memperbincangkan soal peperangan yang baru berlangsung dan setelah saling menjajaki isi hati masing-masing, barulah mereka mengungkapkan maksud sesungguhnya, bahwa lebih baik takluk pada Bu Ong.

   Hanya saja mereka belum memperoleh cara terbaik untuk mewujudkan maksud itu.

   Touw Heng Sun yang sejak tadi berada di bawah tanah mendengarkan perbincangan mereka, jadi sangat gembira ketika tahu akan maksud mereka, segera keluar dari tempat persembunyiannya.

   Teng Kun dan Yui Kie amat terkejut dengan munculnya Heng Sun yang tiba-tiba itu, bermaksud menyerang si cebol.

   Touw Heng Sun melompat menjauh seraya menjelaskan, bahwa kedatangannya bermaksud baik.

   Legalah perasaan kedua raja-muda itu, menyilakan Heng Sun duduk, mengajaknya berunding, mencari jalan terbaik bagi mereka untuk takluk pada pasukan Chiu.

   Touw Heng Sun menyarankan, sebaiknya mereka menulis surat pada Chu Gie, menjelaskan maksud mereka.

   Dia yang akan menyampaikan surat itu nanti.

   Teng Kun dan Yui Kie menyetujui usul itu, segeramenulis surat dan menitipkannya pada Touw Heng Sun untuk disampaikan kepada Kiang Chu Gie.

   Touw Heng Sun pamit, menyampaikan surat Teng Kun dan Yui Kie kepada pimpinannya.

   Kiang Chu Gie amat gembira setelah membaca surat itu.

   Keesokan harinya Teng Kun dan Yui Kie memilih sejumlah prajurit, menantang pihak See-kie lagi.

   Kiang Chu Gie menyambut tantangan tersebut dengan membawa sejumlah perwiranya, tapi sebelumnya dia telah berpesan untuk tidak melukai Teng Kun dan Yui Kie.

   Oey Hui Piao dan Oey Hui Pa yang melayani Teng Kun dan Yui Kie bertanding, sedang Kiang Chu Gie hanya berdiam di sisi.

   Tak lama kemudian pemimpin tertinggi pasukan Chiu ini menarik pasukannya, kembali ke kemah.

   Malam harinya Touw Heng Sun kembali masuk ke dalam kota Leng-tong-koan, menemui kedua raja-muda dari pihak Touw.

   Teng Kundan Yui Kie mengeluarkan dua lembar 'Surat jimat, menyerahkannya pada Heng Sung untuk disampaikan kepada Kiang Chu Gie.

   Kegunaan 'Leng Hu' itu adalah, orang takkan jatuh terguling bila lewat di bawah tiang 'Pek Kut Kie'(Panji Tulang Putih) yang dipancang di muka pintu gerbang kota Leng-tong-koan oleh Pian Kie.

   Touw Heng Sun mengucapkan terima kasih.Heng Sun dijamu oleh kedua raja-muda dari kerajaan Touw.

   Para penjaga di sekitar situ adalah orang kepercayaan Teng Kun, hingga Ouwyang Sun tak tahu kalau kota yang dijaganya telah diselundupi lawan.

   Di dalam perjamuan Heng Sun menanyakan, dari siapa kedua raja-muda itu memperoleh Leng Hu' tersebut!? Teng Kun menerangkan, bahwa 'Surat jimat'tadi diperolehnya dari Thio Kui, Penguasa kota 'Bien-chi-sian'.

   Touw Heng Sun pamit setelah kenyang perutnya, menyerahkan 'Leng Hu' itu pada Chu Gie.

   Kiang Chu Gie amat gembira, dia cukup faham akan pembuatan surat jimat semacam itu.

   Lalu memperbanyaknya, membagi-bagikannya kepada perwira dan prajuritnya.

   Keesokan harinya dia memimpin langsung pasukannya, menantang perang.

   Pian Kie diperintahkan menyambut tantangan pihak Seekie.

   Para perwira yang mendampingi Chu Gie segera mengeroyok Pian Kie, membuatnya kewalahan dan melarikan diri ke dalam kota dengan melewati bawah 'Pek Kut Kie'.

   Dia tak tahu kalau rahasianya telah bocor dan pasukan Chiu memakai penangkal 'Leng Hu', hingga tak seorangpun yang jatuh terguling ketika mengejar lewat di bawah 'Panji Tengkorak Putih'.

   Keadaan itu membuat Pian Kie amat terkejut, mendekati panik, cepat-cepat masuk ke kota.'Pek Kut Kie' berhasil dirobohkan oleh pasukan Chiu.

   Pian Kie amat murung menyaksikan perkembangan yang berada di luar dugaannya.

   Teng Kun menghampirinya seraya berkata.

   "Tak usah kau berpura-pura sedih, segalanya ini hanya untuk menutupi rencanamu yang sesungguhnya".

   "Apa maksud Paduka?", Pian Kie menatap heran campur dongkol.

   "Percuma saja kau berpura-pura", kata Teng Kun.

   "sesungguhnya kau telah bersekutu dengan lawan, dengan harapan ingin memperoleh pangkat yang lebih tinggi.

   Maka kau berlaku seakan-akan kalah perang dengan maksud memberi kesempatan pada pasukan lawan yang mengejarmu memasuki kota.

   Untung saja kami cepat menutup pintu gerbang kota!".

   Tentu saja Pian Kie terus menyangkal tuduhan itu.

   
Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Namun Teng Kun tetap memerintahkan untuk memenggal kepalanya! Setelah itu barulah Teng Kun mengungkapkan maksudnya pada Ouwyang Sun, bahwa dia bersama Yui Kie ingin takluk pada Bu Ong.

   Ouwyang Sun langsung mengumpat Teng Kun dan Yui Kie sambil mencabut pedangnya.

   Tapi sebelum dia sempat menyerang, telah didahului oleh tusukan pedang Yui Kie hingga tewas seketika.

   Lalu kedua utusan Kaisar Touw ini membebaskan Oey Hui Houw, Lam Kong Koa dan lain-lainnya, kembali keinduk pasukan mereka untuk memberitahukan Chu Gie, bahwa keadaan di dalam kota telah berhasil dibereskan.

   Dengan demikian kota Leng-tong-koan jatuh ke tangan Bu Ong.

   Setelah beristirahat beberapa hari, Kiang Chu Gie memimpin pasukannya menuju ke kota 'Bien-chi-sian'.

   Kota ini hanya dipisahkan oleh Huang-ho (Sungai Kuning) dengan kota-raja.

   lds Thio Kui, Panglima kota Bien-chi-sian, begitu mendengar pasukan Chiu datang menantang perang, segera memerintahkan Ong Cho dan The Chun menyambut tantangan tersebut.

   Dalam perang tanding yang terjadi kemudian, golok bergagang panjang Lam Kong Koa berhasil menabas batang leher Ong Cho hingga kepalanya pisah dengan tubuhnya.

   Oey Hui Houw berhasil menusuk punggung The Chun hingga jatuh dari kudanya dan tewas.

   Pertempuran hari itu dimenangkan oleh pihak Chiu.

   Kala itu telah datang Chong Hek Houw bersama tiga saudara angkatnya .

   Bun Peng, Chui Eng dan Chio Hiong, menemui Chu Gie.

   Keesokan harinya Thio Kui langsung memimpin pasukannya, maju ke medan tempur.

   Chong Hek Houw bersama tiga saudara angkatnya tampil menyongsong lawan.

   Kiang Chu Gie menyuruh Oey Hui Houw maju juga kemedan laga, membantu keempat saudara angkatnya.

   Belum lama bertempur, Chong Hek Houw melarikan kuda tunggangannya, bermaksud mencari kesempatan untuk melepaskan Garuda saktinya.

   Keempat saudara angkatnya berpurapura kabur juga.

   T Thio Kui diam sejenak, kemudian menepuk tanduk Bu-inshou yang dijadikan tungangannya.

   (Bu-in-shou adalah binatang mirip Banteng).

   Binatang itu lari cepat sekali, dalam sekejap Thio Kui telah berada di belakang Bun Peng, segera membacoknya.

   Bun Peng yang tak menyangka binatang tunggangan lawan dapat bergerak secepat itu, tak sempat lagi mengelak dan mati seketika.

   Chong Hek Houw hendak membuka Buli-buli (Cupu) yang berisi Garuda sakti, tapi tak keburu, sebab Thio Kui telah berada dekat sekali dengannya, membacoknya hingga tubuh Hek Houw terpotong dua.

   Menyaksikan kedua saudara angkatnya tewas secara tragis, Chui Eng.

   Oey Hui Houw dan Chio Hiong serentak menyerang Thio Kui.

   Kho Lan Eng, isteri Thio Kui, datang membantu suaminya dengan melepaskan 49 batang 'Kim Kong Cin' (Jarum Sinar Emas) yang keluar dari Buli-buli merah.

   Serangan tersebut berhasil membutakan Hui Houw bertiga,hingga dengan mudahnya Thio Kui membantai mereka.Dengan demikian, lima saudara angkat yang di kemudian hari dikenal sebagai 'Ngo Gak' (Lima Gunung) ini, tewas di tangan seorang lawan.

   Arwah mereka melayang ke 'Hong Sin Tay' (Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat).

   Kabut duka cita meliputi pihak See-kie atas kematian mereka.....

   Hari berikutnya, Oey Hui Piao dan Yo Chian - yang baru kembali dari mengangkut ransum-, menghadapi tantangan Thio Kui.

   Oey Hui Piao yang panas hati atas kematian Hui Houw berlima, bertempur dengan diiringi emosi, terus menerus melancarkan serangan hingga mengabaikan penjagaan diri, maka beberapa saat kemudian ia telah jadi korban golok Thio Kui.

   Sedang Yo Chian sengaja membiarkan dirinya ditawan.

   Setiba di dalam kota, Thio Kui langsung memerintahkan memenggal batang leher Yo Chian dan selanjutnya menggantung kepala Yo Chian di atas pintu gerbang kota.

   Tapi sebelum sempat kepala Yo Chian digantung, masuk seorang pembantunya dengan sikap gugup benar.

   "Ada apa?", tanya Thio Kui.

   "Apa yang telah terjadi?".

   "Bu-in-shou bapak, mendadak putus kepalanya", sang pembantu menerangkan.

   "Celaka!", Thio Kui terperanjat.

   "Binatang itu besar jasanya bagiku".Menyusul dia memperoleh kabar, bahwa Yo Chian yang sudah ditabas batang lehernya hidup kembali dan kini menantangnya berperang tanding.

   Mengertilah Thio Kui, bahwa dia telah disiasati Yo Chian.

   Dia segera menyambut tantangan Yo Chian dengan menunggang kuda biasa.

   Setelah bertarung beberapa saat, Yo Chian kembali kena ditawan.

   Kho Lan Eng menyarankan pada suaminya, sebelum dipenggal kepalanya, sebaiknya diri Yo Chian disiram dengan darah ayam hitam dan anjing hitam yang diaduk dengan kotoran manusia serta ditempeli sehelai 'Leng Hu'.

   Thio Kui menuruti saran isterinya.

   Pelaksanaan hukuman mati diri Yo Chian disaksikan sendiri oleh Thio Kui dan isterinya.

   Seusai membunuh Yo Chian, barulah Thio Kui dan Kho Lan Eng masuk ke dalam rumah.

   Mereka yakin Yo Chian takkan hidup kembali.

   Tapi baru saja mereka masuk, telah datang seorang pelayan yang mengabarkan.

   "Celaka tuan! Ibu tuan yang sedang duduk di kamar, tahu-tahu tersiram darah kotor, menyusul kepalanya jatuh ke lantai!".

   "Ini pasti perbuatan Yo Chian!", kata Thio Kui, sedih campur geram.

   "Kita kembali telah disiasatinya".

   Begitu selesai memakamkan jenazah ibunya, Thio Kui kembali menantang pihak See-kie.Na Cha yang menyambut tantangan tersebut.

   Setelah bertanding beberapa saat, Na Cha melontarkan 'Kotak Sembilan Naga dan Api Suci'nya.

   Thio Kui yang mengetahui kehebatan senjata wasiat lawan, segera melarikan diri melalui bawah tanah....! ****** Kho Lan Eng mengusulkan pada suaminya, agar Thio Kui menggunakan ilmunya berjalan di bawah tanah untuk membunuh Bu Ong, Kiang Chu Gie dan pejabat penting See-kie lainnya.

   Thio Kui menganggap usul isterinya cukup baik, maka begitu gelap cuaca, berangkatlah dia ke perkemahan See-kie.

   Malam itu Yo Jim bertugas mengawasi perkemahan.

   Dengan mata di telapak tangan yang keluar dari kedua rongga matanya, Yo Jim dapat melihat jelas keadaan di langit bila dia mengarahkan mata anehnya itu ke atas.

   Kalau dia menujukan ke bawah, segala yang terdapat di dalam tanah bukan merupakan rahasia lagi baginya.

   Dan bila dia menjuruskan ke muka, benda-benda yang berada dalam radius 1000 li akan dapat terlihat jelas olehnya.

   Itu sebabnya, ketika Thio Kui menyelinap ke kemah dengan berjalan di bawah tanah, langsung saja diketahuinya.

   Dia terus mengikuti ke mana Thio Kui pergi.

   Thio Kui yang menyadari dirinya diikuti orang, lalu mempercepat langkahnya.Melihat gerak langkah Thio Kui yang begitu cepat, Yo Jim lantas berteriak.

   "Ada musuh!".

   Touw Heng Sun yang sempat mendengar teriakan Yo Jim, segera masuk ke dalam tanah, bermaksud menangkap Thio Kui.

   Melihat gelagat yang tidak menguntungkan dirinya, Thio Kui cepat melarikan diri.

   Touw Heng Sun berusaha mengejarnya, tapi tak berhasil.

   Ternyata Thio Kui dapat berjalan di bawah tanah sejauh 800 li sehari, sedangkan Touw Heng Sun hanya mampu menempuh jarak 600 li seharinya.

   Keadaan itu membuat si cebol tak berhasil mengejar lawan, terpaksa kembali ke perkemahan, melaporkannya pada Kiang Chu Gie.

   "Tempo hari kau dapat ditangkap oleh gurumu karena menggunakan ilmu 'Chi Tee Kim Kong Hoat' (Menuding tanah menjadi sekeras baja).

   Maka sebaiknya kau mempelajari ilmu itu untuk menangkap Thio Kui".

   Touw Heng Sun berangkat menemui gurunya di Chia Liong-san, dengan membawa surat Chu Gie.

   ****** Tiupan angin kencang telah mematahkan tiang bendera di depan markas Thio Kui.

   Seorang prajurit melaporkan hal itu pada Thio Kui yang sedang murung.

   Thio Kui segera meramal dengan keping uang emas, hasilnya membuatnya terperanjat.

   Ternyata Touw Heng Sun telah berangkat ke Chia Liong-san untuk memintadiajari ilmu mengeraskan tanah pada gurunya.

   Bila si cebol berhasil memiliki ilmu tersebut, akan celakalah dirinya.

   Thio Kui segera berangkat ke Chia Liong-san, menghadang Heng Sun.

   Hal itu tak sulit dilakukannya, sebab langkahnya lebih cepat dari si cebol.

   Ketika Heng Sun telah berada dekat goa gurunya, Thio Kui menabas batang lehernya hingga putus....

   Kiang Chu Gie amat terperanjat ketika mendengar kabar, bahwa di atas pintu gerbang Bien-chi-sian tergantung kepala Touw Heng Sun.

   Panglima See-kie ini segera meramalkan apa yang telah terjadi, hingga jelas duduk soalnya dan menjadikannya sangat berduka.

   Teng Sian Giok, isteri Heng Sun, lebih sedih lagi.

   Tanpa menghiraukan cegahan Chu Gie, dia menantang lawan berperang tanding, hendak membalas dendam suaminya.

   Tantangannya disambut Kho Lan Eng.

   Setelah bertarung sejenak, Lan Eng melepaskan 'Kim Kong Cin' dari dalam Buli-buli merahnya.

   Jarum-jarum emas itu membuat penglihatan Teng Sian Giok menjadi kabur, hingga dengan mudahnya dia dibinasakan oleh Kho Lan Eng....

   Keesokan harinya Kiang Chu Gie menyerbu kota Bien- chisian, tapi gagal.

   Melihat keadaan lawan yang jauh lebih kuat, maka untuk sementara Thio Kui hanya bertahan dan menulis surat kekotaraja agar dapat secepatnya dikirim bala-bantuan.

   Menerima laporan bahwa 5 kota telah jatuh di pihak Seekie, Touw Ong sangat murka, bermaksud memimpin sendiri pasukan menyerang pihak Chiu.

   Tapi maksudnya telah dicegah Menteri Hui Lian dan menyarankan agar membuat saja pengumuman .

   Mencari orang-orang pandai.

   Touw Ong menerima saran itu.

   Tiga orang datang menghadap Kaisar Touw setelah membaca pengumuman yang ditempelkan di tembok kota.

   Mereka ialah.

   Wan Hong, Gouw Liong dan Tio Hao.

   Ketiganya berasal dari satu daerah, yaitu gunung Bwe- san.

   Wan Hong diangkat sebagai pemimpin pasukan.

   Setelah dijamu, dia diperintahkan bersama Gouw Liong, Tio Hao, Louw Jin Kiat, Lui Kun.

   Lui Kay dan sejumlah perwira kerajaan Siang (Touw) lainnya, segera membantu Thio Kui untuk menghancurkan pasukan Chiu.

   Namun Wan Hong berpendapat lain.

   Dikatakannya, bila mereka pergi ke Bien-chi-sian membantu Thio Kui, pasukan Rajamuda Utara dan Selatan yang memihak See-kie dan kini berada di Beng-kun, tentu akan memutus jalur ransum mereka.

   Dengan demikian mereka dapat diserang dari depan dan belakang.

   Menurut Wan Hong, cara terbaik, dia bersama pasukannya menjaga perbatasan Beng-kun, agar kedua Raja-muda itu terhambat gerak majunya.Kaisar Touw menyetujui pendapat tersebut, dengan demikian Thio Kui jadi tidak memperoleh bala bantuan....

   ***** Kie Liu Sun mengirim seorang muridnya mengantarkan surat pada Kiang Chu Gie.

   Dalam suratnya itu, Liu Sun memberitahukan, bahwa Chu Gie harus menugaskan Yo Jim dan Wie Hok untuk bertempur dengan Thio Kui dan memerintahkan Yo Chian ke tepi Sungai Kuning dengan membawa 'Leng Hu' yang disertakan dalam sampul surat, untuk kemudian menangkap pimpinan pasukan dari Bien- chi-sian itu.

   Sedang untuk merampas kota cukuplah menugaskan Na Cha dan Lui Chin Cu.

   Yang penting adalah menggunakan siasat, memancing 'Harimau keluar dari goa'.

   Untuk melaksanakan siasat yang disarankan Kie Liu Sun, Kiang Chu Gie sengaja melancarkan serangan pada malam hari.

   Sudah barang tentu serangannya tak berhasil karena memang tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

   Keesokan harinya Chu Gie dan Bu Ong sengaja meninjau sampai ke dekat tembok kota.

   Thio Kui segera keluar untuk menangkap mereka.

   Kiang Chu Gie dan Bu Ong melarikan diri ke arah Barat.

   Thio Kui tak sudi melepaskan mereka begitu saja, terus mengejar, tanpa terasa dirinya telah berada di sebuah tempat yang berjarak 20 li dari kota Bien-chi-sian.

   Di lain pihak pasukan See-kie mulai menyerang kota.

   Lo Chia (Na Cha) terbang ke atas tembok, bertempur denganKho Lan Eng yang berjaga di situ.

   Sempitnya ruang membuatnya tak dapat bergerak leluasa, segera lari turun dan pertempuran berlanjut di bawah.

   Sementara itu, Lui Chin Cu telah pula melayang masuk ke dalam kota dan berhasil membuka pintu gerbang kota lebarlebar, hingga para prajurit See-kie leluasa menyerbu masuk.

   Di dalam pertempuran sekali ini Kho Lan Eng tak sempat menggunakan 'Kim Kong Cin'nya.

   Malah roboh akibat kena hantam 'Kan Kun Choan'nya Na Cha.

   Na Cha tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, menusukkan tombaknya hingga Lan Eng tewas seketika....

   Mendengar dentuman meriam, Kiang Chu Gie yang bersama Bu Ong masih dikejar oleh Thio Kui, segera membalikkan tubuh seraya berseru.

   "Kotamu telah jatuh ke tangan kami, Thio Kui! Lekaslah kau balik ke sana!".

   Baru kini Thio Kui sadar, bahwa dirinya telah tertipu, cepatcepat dia melarikan kudanya untuk kembali ke dalam kota.

   Di tengah perjalanan pulang dia bertemu dengan Na Cha, yang berusaha menangkapnya dengan menggunakan "Kotak Naga dan Api wasiatnya'.

   Tapi Thio Kui sempat meloloskan diri dengan masuk ke dalam tanah.

   Setiba di depan pintu gerbang kota, Thio Kui melihat Lui Chin Cu di atas tembok kota, maka dia batal masuk, memutuskan untuk pergi ke kota-raja.Yo Jim yang memperhatikan ulah Thio Kui dari kejauhan, berkata pada Wie Hok.

   Hancurnya Sebuah Kerajaan Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Saudara Wie, Thio Kui datang! Harap kau terus memperhatikan arah yang kutunjuk, ke situlah kau lontarkan senjatamu!".

   Ketika Thio Kui yang berjalan dalam tanah, telah dekat pada mereka, Yo Jim berseru.

   "Jangan lari Thio Kui! Ajalmu telah sampai!".

   Thio Kui mempercepat larinya, tapi Yo Jim terus mengejarnya dengan menunggang binatang anehnya, yang diikuti Wie Hok dengan terus memperhatikan gerak tangan Yo Jim.

   Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di tepi Huang- ho, tempat Yo Chian ditugaskan.

   "Jaga baik-baik saudara Yo Chian, Thio Kui datang!", seru Yo Jim.

   Yo Chian segera membakar 'Leng Hu' pemberian Kie Liu Sun, seketika tanah berobah jadi sekeras baja! Thio Kui amat terperanjat tatkala dirinya tak dapat bergerak maju.

   Ketika dia hendak mundur, tak bisa juga, sebab tanah di belakangnya pun jadi sangat keras.

   Wie Hok menghantam tanah di bawahnya dengan senjata wasiatnya, kepala Thio Kui hancur dan tewas seketika.

   Merebut kota Bien-chi-sian ternyata cukup sulit, harus mengorbankan banyak perwira dan prajurit Chiu.Lie Koa Nio NioYo Chian Oey Cheng Lek Su, Bentuk asli Kim Toa SinENAM Untuk menyeberangi Huang-ho (Sungai Kuning), Kiang Chu Gie memerintahkan menyewa perahu dari penduduk di sekitarnya dengan harga yang layak.

   Perahu Naga istimewa disediakan untuk Bu Ong.

   Kiang Chu Gie bersama beberapa perwira turut di dalam perahu itu.

   Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di seberang.

   Kiang Chu Gie memerintahkan pasukannya mendirikan kemah tak jauh dari Sungai Kuning.

   Keesokan harinya Kiang Chu Gie memimpin pasukannya dengan naik See-put-siang.

   Belum jauh mereka berjalan, telah terlihat Wan Hong mendatangi bersama pasukannya.

   Wan Hong menitah Tio Hao menyerang Chu Gie.

   Yao Su Liang yang berada di sisi Chu Gie menyambut serangan Tio Hao.

   Terjadi pertempuran cukup sengit.

   Tapi keadaan itu tak berlangsung lama, sebab setelah bertarung sekira 4 jurus, Tio Hao segera melarikan diri.

   Yao Su Liang mengejarnya.

   Tiba-tiba Tio Hao merobah diri ke bentuk aslinya, menjadi seekor ular berbisa, menyemburkan uap beracun ke muka Su Liang, yang mengakibatkan perwira See-kie itu jatuh pingsan, terguling dari kudanya, hingga dengan mudahnya Tio Hao menamatkan riwayatnya.

   Raja-muda Ie-chiu, Pang Chu Shou, yang kini berpihakpada Bu Ong, sangat marah ketika menyaksikan perkembangan itu, langsung terjun ke medan laga.

   Kehadirannya disambut oleh Gouw Liong.

   Seperti juga temannya, setelah bertempur beberapa jurus, Gouw Liong melarikan diri.

   Tatkala dikejar oleh Pang Chu Shou, dia memperlihatkan bentuk aslinya berupa seekor kelabang, yang mengeluarkan uap hitam beracun, mengakibatkan sang Raja-muda tak sadarkan diri, hingga mudah sekali Gouw Liong membunuhnya.

   Melihat di pihaknya jatuh dua korban, Na Cha segera melontarkan kotak Naga Apinya, tapi Gouw Liong sempat kabur dengan merobah diri menjadi sinar putih.

   Kini muncul Tio Hao, langsung menyerang Na Cha.

   Yo Chian ikut terjun ke medan perang membantu temannya.

   Tio Hao kewalahan dikerubuti berdua, segera melarikan diri berupa sinar merah....

   Wan Hong mendatangi Kiang Chu Gie, menantang bertanding.

   Kehadirannya disambut oleh Yo Jim dengan menggerak, kan 'Ngo Hwe Sin Yam Shan' (Kipas Lima Api) nya.

   Tak berdaya Wan Hong menanggulangi kipas sakti Yo Jim, kabur menyelamatkan diri, tapi kudanya terbakar menjadi abu.

   *** Wan Hong mengabarkan kemenangannya ke kota-raja.

   Tapi Louw Jin Kiat, perwira yang diperbantukan padaWan Hong, hanya menghela nafas panjang.

   Sebab dia telah menyaksikan bahwa Wan Hong bersama kedua temannya ternyata siluman! Namun Kaisar Touw amat bersuka-cita ketika mendengar berita kemenangan tersebut, segera mengirim pakaian perang emas dan seratus gulung kain sutera pada Wan Hong dan temantemannya.

   Juga arak dan kambing untuk prajurit yang mengiringinya.

   Sementara itu Souw Tat Kie mengucapkan selamat pada Touw Ong sehubungan dengan kemenangan gemilang yang dicapai Wan Hong dan teman-temannya, juga mengadakan perjamuan di 'Menara Menjangan', yang dihadiri juga oleh Ouw Hie Moy dan Ong Bie-jin.

   Cuaca musim dingin pada saat itu, terasa menggigit kulit.

   Gumpalan mega-mega kelabu berarak di angkasa, disusul kemudian dengan turunnya hujan salju.

   


Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung Si Pedang Kilat -- Gan K L

Cari Blog Ini