Ceritasilat Novel Online

Harpa Iblis Jari Sakti 2


Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Bagian 2



Harpa Iblis Jari Sakti Karya dari Chin Yung

   

   Baik dari usianya, penampilannya, dan cara bicaranya, tampaknya anak muda itu baru pertama kali terjun ke dunia kang ouw.

   Bagaimanapun, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio merupakan suami istri yang mempunyai kedudukan di dunia kang ouw.

   Maka, mana mungkin mereka sudi bergebrak dengan seorang bocah kemarin sore? Hati mereka terasa mendongkol dan juga geli.

   "Saudara kecil, kalau kau benar-benar ingin merampas barang kawalan kami, sebaiknya kau kembali dulu untuk mengajak ayah ibumu atau saudara-saudaramu untuk datang bersama-sama. Kami akan menunggumu di depan, sekarang harap kau pulang saja!"

   Wajah Toan Bok Ang merah padam.

   "Apakah kau bermaksud mengatakan bahwa aku tidak pantas menandingi kalian?"

   Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio tertawa terbahak-bahak.

   Dengan tawanya itu mereka menyatakan jawabannya.

   Belum lagi suara tawa mereka tersirap, tiba-tiba dari ruangan depan penginapan itu terdengar suara ratapan yang menyayat hati.

   Wajah Toan Bok Ang berubah seketika.

   Dia langsung berdiri dan mencekal pecutnya erat-erat.

   Di luar pintu tampak bayangan berkelebat, ternyata kedua pemuda yang sedang berkabung tadi sudah berdiri diambang pintu.

   Kedua anak muda itu adalah putera Kui Sen yang nama aslinya Seng Lin.

   Mereka mendapat julukan Pak Bong Song Kui (Sepasang Setan dari Utara Gunung Bong San).

   Yang sulung disebut si Perenggut Sukma Seng Cai, sedangkan yang satunya lagi si Pencabut Nyawa Seng Bou.

   Wajah Toan Bok Ang merah karena gusar.

   "Kalian berdua datang untuk apa?!"

   Bentaknya.

   "Yang melihat dapat bagian!"

   Sahut kedua pemuda itu serentak. Nada suara mereka seperti orang yang sedang menangis.

   "Aku yang menemukan sasaran. Kalau kalian ingin meminta bagian, apakah kalian tidak mengerti peraturan dunia Kang ouw?"

   Kata Toan Bok Ang marah.

   Mendengar perdebatan antara kedua belah pihak memperebutkan barang kawalan mereka, diam-diam Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio merasa geli.

   Dalam hati mereka berpikir, walaupun kepandaian Kui Sen dapat digolongkan seorang jago kelas tinggi, namun masih belum dapat dibandingkan dengan kepandaian mereka.

   Memang beberapa jurus ilmu silat sesat yang dipelajari Setan itu serta senjata rahasianya sangat berbahaya.

   Namun mereka berdua tidak merasa takut menghadapinya.

   Apalagi baru kedua anaknya yang muncul.

   Sedangkan pemuda pelajar yang mengaku bernama Toan Bok Ang, taruh kata sejak lahir dari kandungan ibunya dia sudah belajar silat, berarti sampai sekarang latihannya baru enam belas tahun, terlebih-lebih tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

   Maka diam-diam mereka merasa geli.

   Keduanya segera berdiri, lalu mundur beberapa langkah sambil menarik dua buah kursi dan duduk di sudut untuk menyaksikan bagaimana kedua pihak akan melakukan pertarungan.

   Terdengar si Setan Pencabut Nyawa Seng Bou berkata dengan nada dingin.

   "Kaulah yang tidak mengerti peraturan dunia Kang ouw. Yang melihat dapat bagian, paham?"

   "Bagian Kepala...!"

   Baru membentak dua patah kata, wajah Toan Bok Ang sudah berubah merah padam sehingga dia menghentikan kata-katanya.

   Bagaimanapun pengalaman Lu Sin Kong di dunia Bulim sudah banyak sekali, maka melihat keadaan ini, dia sempat tertegun sejenak.

   Dia tahu Toan Bok Ang ingin memaki, Bagian kepala Emakmu! tapi kata-kata yang terakhir belum sempat diucapkannya, malah wajahnya sudah merah padam.

   Jangan-jangan....dia itu..perempuan yang menyamar jadi lelaki.

   Sepasang Setan dari Bong San itu tertawa menyeramkan.

   "Kalau kau tidak bersedia membagi juga tidak apa-apa, malah kebetulan, kami akan menelan semuanya!"

   Selesai bicara, mereka langsung menangis meraung-raung.

   Pada saat itu, keadaan di dalam rumah penginapan itu sudah berubah ramai.

   Mendengar suara bising, para tamu maupun pelayan penginapan segera berdatangan untuk melihat apa yang telah terjadi.

   Tapi, baru saja mereka sampai di depan pintu, Seng Bou sudah mengibaskan tangannya dengan tenang.

   Tiga orang pelayan yang ada di bagian paling depan langsung terhempas jatuh sembari menjerit kesakitan.

   Melihat keadaan ini, siapa pula yang berani mendekat ke kamar itu? Begitu kedua orang itu mengeluarkan suara tangisan, hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio berubah tidak tenang.

   Mereka tahu suara tangisan itu merupakan suatu ilmu sesat yang dapat membuat perasaan orang menjadi gelisah.

   Hampir sama kegunaannya dengan ilmu "Memanggil Sukma", sayangnya tenaga dalam kedua pemuda ini masih belum cukup tinggi.

   Seandainya ayah mereka, Kui Sen yang turun tangan sendiri, orang-orang yang tidak memiliki tenaga dalam, bila mendengarnya bisa-bisa pecah panca inderanya sehingga mengucurkan darah dan mati.

   Tampak Toan Bok Ang mengerutkan sepasang alisnya.

   "Ilmu yang rendah seperti ini berani dipamerkan di hadapanku? Apakah kalian sedang bermimpi?"

   Bentaknya.

   Suara ratapan Seng Bou sungguh tidak enak didengar.

   Tangannya juga bergerak-rak seperti menari.

   Dalam telapak tangannya tergenggam sebatang lentera kertas, gagangnya berbentuk panjang dan pipih, kurang lebih empat kali satu setengah ciok.

   Gayanya memang seperti asal gerak saja, tapi diam-diam mengandung tenaga yang kuat.

   Meja dan kursi dalam ruangan itu sampai patah berderai, bahkan pakaian Toan Bok Ang tampak berkibar-kibar seperti dilanda angin kencang.

   Seng Cai juga bergerak ke sana ke mari seperti orang mabuk, namun dia tidak melancarkan serangan kepada lawan.

   Setelah beberapa saat, terdengar dia berseru dengan nada meratap.

   "Kemarikan nyawamu!"

   Bendera panjang di tangannya diayunkan ke arah Toan Bok Ang. Dalam waktu bersamaan, Seng Bou juga berteriak.

   "Kemarikan nyawamu!"

   Lentera kertasnya disabetkan ke depan.

   Melihat serangan sepasang setan yang dahsyat itu, diam-diam Lu Sin Kong dan Sebun It Nio mencemaskan keselamatan Toan Bok Ang.

   Walaupun sikap Toan Bok Ang angkuh dan bicaranya besar di hadapan mereka berdua, namun baik Lu Sin Kong maupun Sebun It Nio merasa sayang terhadap bakat serta usianya yang masih muda.

   Sungguh patut disesalkan seandainya dia mati di tangan sepasang Setan ini.

   Maka diam-diam keduanya sudah menyiapkan segenggam senjata rahasia di tangan.

   Bila keadaan Toan Bok Ang terjerumus dalam bahaya, mereka akan turun tangan menolongnya.

   Tampak bendera dan lentera itu menyerang secara bersamaan.

   Toan Bok Ang malah tertawa terbahak-bahak.

   Pecutnya dilontarkan ke depan, tubuhnya menyelinap lewat di antara kedua "senjata"

   Aneh yang menyerbu ke arahnya, dan tangannya bergerak.

   Bukan saja dia berhasil menghindar dari serangaan kedua pemuda itu, tapi malah pecutnya menyabet ke arah lengan Seng Cai.

   Perubahan jurusnya bukan hanya indah, tapi kecepatan ilmu meringankan tubuhnya malah jarang ditemui dalam dunia Bulim.

   Dalam hati Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio langsung saja melintas sebuah nama "Hui Yan Bun" (Perguruan Walet Terbang).

   Di dalam dunia Bulim, perguruan yang terkenal dengan ilmu meringankan tubuhnya memang ada beberapa, tapi, baik perguruan atau partai manapun, tidak ada yang sanggup menandingi perguruan Hui Yan Bun.

   Keindahan gerakan dan kecepatannya sudah diakui oleh orang-orang di seluruh dunia.

   Sekarang mereka melihat Toan Bok Ang dapat menyelinap lewat di antara dua serangan yang begitu berbahaya, bahkan dengan gerakan yang indah.

   Kalau dia bukan murid perguruan Hui Yan Bun, mana mungkin dia bisa melakukannya? Sejak semula Lu Sin Kong sudah curiga bahwa Toan Bok Ang adalah seorang gadis yang menyamar sebagai laki-laki, sekarang hatinya semakin yakin.

   Sejak berdirinya perguruan Hui Yan Bun, sampai sekarang ini sejarahnya sudah mencapai seratus tujuh puluh tahun lebih.

   Tapi di dalam perguruan itu tidak ada seorang pun anggota laki-laki.

   Semuanya perempuan.

   Lagipula, begitu masuk menjadi murid perguruan itu, mereka harus bersumpah berat di depan patung leluhurnya untuk tidak menikah seumur hidup.

   Karena itu pula, hampir lima puluh persen dari jago-jago wanita yang muncul di dunia Bulim boleh dibilang hasil didikan perguruan Hui Yan Bun.

   Toan Bok Ang barusan mengerahkan ilmu meringankan tubuh dari perguruan Hui Yan Bun.

   Tidak perlu diragukan lagi bahwa dia pasti perempuan yang menyamar sebagai laki-laki.

   Tampak ayunan pecut di tangannya telah berhasil membuat Seng Cai dan Seng Bou menghindarkan diri.

   Gerakannya begitu tergesa-gesa, seakan hendak menerobos keluar lewat pintu.

   Tapi baru melesat kurang lebih tiga langkah, dia berhenti.

   Pecut di tangannya kembali diayunkan ke arah lentera ditangan Seng Cai.

   Mimik wajah Toan Bok Ang memperlihatkan perasaannya yang sebal.

   Pecutnya semakin digetarkan sehingga lentera Seng Cai terlilit.

   Terdengar suara Trang!! Dari suara itu dapat dipastikan bahwa gagang lentera yang dibawa Seng Cai juga terbuat dari baja yang kuat, hanya 83 warnanya dibuat sedemikian rupa sehingga tnirip dengan batang kayu.

   Tiba-tiba saja Seng Cai meraung semakin keras, bahkan diiringi suara jeritan menyayat.

   "Kemarikan nyawamu! Kemarikan nyawamu!"

   Toan Bok Ang gusar sekali.

   Tangan kanannya menghentak dengan kuat sehingga tubuh lawan tersentak ke depan.

   Dalam waktu yang bersamaan, tangan satunya mengirimkan sebuah serangan.

   Sedangkan jarak antara keduanya terhitung sudah dekat.

   Maka, begitu disentak oleh Toan Bok Ang, wajah Seng Cai terjerembab ke depan dan hampir saling beradu dengan wajahnya sendiri.

   Cepat-cepat dia menjulurkan tangannya untuk melancarkan serangan.

   Tampak di dalam telapaknya terdapat segenggam senjata rahasia pula.

   Saat itu juga, Seng Bou menggeser langkah kakinya secara diam-diam, tahu-tahu dia sudah di belakang Toan Bok Ang.

   Bendera panjangnya dihantamkan dari atas ke bawah.

   Jarak antara Toan Bok Ang dan Seng Cai begitu dekat, maka serangan senjata rahasianya berhasil mencapai sasaran dengan jitu, bahkan menambahkannya dengan sebuah pukulan.

   Seng Cai terkejut setengah mati.

   Meskipun terkena serangan lawan, namun lentera di tangannya tetap dicengkeram erat-erat.

   Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang, dengan demikian, tubuh Toan Bok Ang sendiri juga ikut terseret.

   Bendera di tangan Seng Bun melanda datang dalam waktu yang bersamaan.

   Cuma, karena majunya langkah kaki Toan Bok Ang, senjata yang aneh itu hanya berhasil mengait selendang yang menutupi kepalanya, sehingga rambutnya 84 yang panjang lepas terurai.

   Ternyata dugaan Lu Sin Kong tidak keliru, Toan Bok Ang memang seorang gadis yang menyamar sebagai laki-laki.

   Toan Bok Ang melihat senjata rahasia Yan Bwe Piau (Piau Ekor Walet)nya telah berhasil mengenai dada Seng Cai.

   Dia juga menambahkannya dengan sebuah pukulan.

   Apalagi pukulan itu tidak ringan, seharusnya orang itu sudah terluka parah.

   Tapi dia masih mempunyai tenaga untuk menariknya.

   Toan Bok Ang jadi tidak habis mengerti apa sebabnya.

   Hatinya sudah merasa adanya gelagat yang kurang beres, namun rupanya firasat itu datangnya agak terlambat.

   Terdengar Seng Cai berteriak dengan nada meratap.

   "Kembalikan senjata rahasiamu!"

   Dadanya dibusungkan, senjata rahasia yang jelas sudah menancap di dadanya malah meluncur keluar dengan cepat dan menyerang balik ke arah hatinya sendiri.

   Perubahan ini, bukan saja tidak disangka-sangka oleh Toan Bok Ang, bahkan Lu Sin Kong dan Sebun lt Nio sendiri juga merasa di luar dugaan.

   Mereka tahu, si Setan-Seng Ling mempunyai beberapa ilmu sesat andalan, misalnya "Ratapan Setan"

   Yang mengandalkan khikang dalam perut yang disalurkan melalui suara, atau sejenis ilmu meringankan tubuh yang dinamakan "Langkah Setan"

   Serta semacam ilmu lagi yang di sebut "Tubuh Setan".

   Ilmu Tubuh Setan itu merupakan sejenis ilmu yang sulit dipelajari.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Caranya menggunakan hawa murni Im yang lembut untuk melindungi seluruh tubuh.

   Meskipun senjata tajam kelihatannya sudah menikam ke dalam, namun karena tubuh 85 orang itu sendiri bisa melesak seperti busa yang empuk, maka senjata itu tidak akan melukainya.

   Ilmu ini hampir mirip dengan Ilmu Melunakkan Tubuh dari golongan Buddha, cuma caranya saja yang berbeda.

   Maka dapat dikatakan sulit sekali dipelajari.

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sudah melihat ilmu "Ratapan Setan"

   Dari sepasang Setan itu yang biasa-biasa saja, maka mereka tidak menyangka Seng Cai sudah berhasil menguasai ilmu Tubuh Setan tersebut.

   Dalam keadaan yang genting itu, mereka hanya bisa melihat senjata rahasia itu melesat kembali ke arah Toan Bok Ang dengan mata mendelik.

   Rasanya sudah tidak keburu lagi memberikan pertolongan apa-apa.

   Bagaimanapun Toan Bok Ang merupakan murid perguruan Hui Yan Bun yang kepandaiannya sudah dapat diandalkan.

   Dalam keadaan terdesak, dia meJepaskan pecut di tangannya, dan tubuhnya segera merunduk bahkan hampir tiarap di atas tanah lalu bergerak ke samping melewati kaki Seng Cai.

   Jurus "Walet tua mencari makan"

   Yang dikerahkannya bukan hanya indah gerakannya, malah membawa keuntungan baginya.

   Tubuhnya meliuk lewat dengan lincah, sedangkan senjata rahasia yang tadinya memantul kembali kepadanya, sekarang Telah meluncur ke depan dan menyerang ke arah Seng Bou.

   Sedangkan Toan Bok Ang sendiri, ketika meliuk lewat di kaki Seng Cai, jari tangannya menjulur ke depan, membalik, lalu mencengkeram betis orang itu kuat-kuat.

   Tangannya menarik keras-keras, sehingga kaki Seng Cai menjadi limbung dan tubuhnya terjungkal jatuh.

   Toan Bok Ang menggunakan 86 kesempatan itu untuk berdiri.

   Tangannya kembali menarik sebuah kursi lalu dihantamkannya ke arah kepala lawan.

   Gadis itu baru saja terlepas dari bahaya.

   Kedudukannya dari bertahan berubah menjadi menyerang, bahkan turun tangannya tidak kepalang tanggung.

   -ooo0ooo- Bab Tanpa sadar Lu Sin Kong dan Sebun It Nio serentak menyerukan.

   "Bagus!"

   Tampak Seng Bou menggunakan benderanya untuk melindungi bagian dada sehingga senjata rahasia yang meluncur ke arahnya menancap di atas bambu itu.

   Tepat pada saat itulah, kursi di tangan Toan Bok Ang sudah hampir menimpa kepala Seng Cai.

   Tapi lawannya juga bukan orang biasa.

   Setelah terjatuh oleh tarikan tangan Toan Bok Ang, dia langsung menggelinding ke samping.

   Tubuhnya menjadi terlentang.

   Melihat datangnya serangan lawan, dia mengeluarkan jeritan histeris, lentera di tangannya diangkat ke atas dan beradu dengan kursi itu.

   Brakkk!!! Kursi tersebut patah menjadi dua bagian.

   Sembari terus menjerit, Seng Cai langsung saja menyeruduk ke arah Toan Bok Ang.

   Kali ini pihak Toan Bok Ang yang mengalami kerugian.

   Pandangan matanya terhalang oleh kursi di depannya.

   Sehingga dia tidak tahu bahwa lentera di tangan Seng Cai sudah menghantam ke arahnya.

   Dalam keadaan panik, dia melemparkan kursi yang sudah patah itu ke samping.

   Melihat datangnya serangan lentera itu, dia langsung mengulurkan tangannya untuk mencengkeram.

   Lentera yang digunakan sebagai senjata oleh Seng Cai memang terbuat dari kertas, tapi tulang kerangka yang mengelilinginya justru terbuat dari baja putih, sedangkan di permukaannya sudah di lumuri dengan sejenis racun yang ganas.

   Melihat Toan Bok Ang ingin mencengkeram kertas lenteranya, Seng Cai segera menariknya sedikit, maksudnya agar tangan gadis itu menyentuh bagian kerangkanya yang tajam.

   Dengan demikian, bukan saja telapak tangan Toan Bok Ang akan terkoyak, bahkan racun yang ada di permukaan tulang kerangka itu akan dengan cepat menyebar di seluruh tubuhnya.

   Tapi Toan Bok Ang juga bukan anak kemarin sore yang tidak bisa apa-apa.

   Melihat gerakan Seng Cai, dia sudah bisa menebak bahwa kerangka lentera itu pasti mengandung sesuatu yang membahayakan jiwanya.

   Gerakan tangannya langsung berubah, dari mencengkeram sekarang dia malah menghantam.

   Seng Cai terpaksa menyurut ke belakang.

   Toan Bok Ang juga menggunakan kesempatan itu untuk mundur.

   Begitu berdiri tegak, dia melihat pecutnya ada tepat di bawah kakinya.

   Ia segera memungut senjata itu lalu digenggamnya.

   Ketiga orang itu terlibat pertarungan yang sengit, Dari awal hingga saat itu baru berlangsung empat lima jurus, namun berbagai posisi yang membahayakan telah terlihat.

   Senjata ketiga orang itu saling beradu.

   Diam-diam Lu Sin Kong menarik nafas panjang.

   Dalam hati mereka berpikir bahwa memang benar, gelombang di belakang selalu mendorong ombak yang di depan.

   Dalam setiap generasi, dari jaman ke jaman, yang muda selalu lebih unggul dari yang tua.

   Lihat saja usia Toan Bok Ang dan kedua pemuda itu.

   Tampaknya umur mereka belum mencapai dua puluh tahun, namun kepandaian yang mereka miliki sudah begitu mengejutkan.

   Toan Bok Ang masih berkelit ke sana ke mari menghadapi keroyokan kedua orang itu.

   Lama kelamaan hatinya menjadi kesal juga.

   "Kalau kalian masih tidak tahu diri, awas saja! Setelah urusan di sini selesai, aku akan menuju Pak Bong San kalian dan meratakannya sehingga menjadi tanah datar!"

   Bentaknya marah. Sepasang Setan itu tertawa menyeramkan. Suara tawanya lebih mirip dengan suara tangisan.

   "Kalau urusannya sudah selesai, entah Pak Bong San kami yang rata menjadi tanah atau perguruan Hui Yan Bunmu yang akan berubah menjadi sungai darah!"

   Ejek keduanya. Sepasang alis Toan Bok Ang tampak mengerut.

   "Untuk apa kita bersilat lidah, lebih baik kita mengadu kepandaian saja, bagaimana?"

   Tantang gadis itu.

   "Yang menang dapat pusaka, yang kalah ambil langkah seribu!"

   Sahut Seng Cai dengan nada aneh.

   "Baik!"

   Teriak Toan Bok Ang sembari mengayunkan pecut di tangannya sehingga menimbulkan guratan warna seperti pelangi.

   "Bagus!"

   Seru Sepasang Setan itu serentak. Keduanya menepi untuk menghindari serangan Toan Bok Ang. Baru saja keduanya bermaksud mengirimkan serangan balasan, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara tertawa panjang yang disusul dengan seruan.

   "Yang menang dapat pusaka, yang kalah mengambil langkah seribu! Sebaiknya kalian cepat-cepat kabur saja!"

   Sesosok bayangan berkelebat lalu mengitari kamar itu.

   Meskipun ruangan tersebut cukup besar, namun gerakan orang yang baru muncul itu menimbulkan getaran yang demikian kuatnya sehingga dinding kamar itu merekah, dan tanah yang mereka pijak seakan-akan dilanda gempa.

   Melihat kehebatan orang yang datang itu, tidak urung hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio ikut tergetar juga.

   Pada saat itulah, orang itu menghentikan gerakannya lalu tertawa terbahak-bahak.

   Suara tawanya begitu keras sehingga menutupi suara ratapan Sepasang Setan.

   Dalam waktu yang bersamaan, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio juga berhasil melihat dengan jelas, orang yang baru datang itu bukan orang lain, yakni si Ciangbunjin dari Tai Ci Bun yang mendapat julukan Pang Sian Yu Lao Pun.

   Pek Bong San Song Kui juga sudah melihat jelas orang yang muncul itu.

   Mereka segera mencelat ke belakang.

   Toan Bok Ang sendiri juga menyurut mundur satu depa lebih.

   "Yu Pek Pek (Paman Yu), kenapa kau juga ikut-ikutan melibatkan diri dalam keramaian ini?"

   Tanyanya. Pang Sian Yu Lao Pun tertawa terbahak-bahak. Ketika tertawa, lemak di seluruh tubuhnya sampai terguncang-guncang.

   "A Ang, si Iblis dan Gurumu benar-benar keterlaluan. Dikiranya mengutus kedua orang ini saja, urusannya sudah bisa diselesaikan?"

   Mata Toan Bok Ang mengerling ke sana ke mari.

   "Yu Pek Pek, usir dulu kedua bocah ini, aku masih ada sedikit urusan yang ingin kubicarakan denganmu,"

   Katanya pula. Rupanya antara perguruan Tai Ci Bun dan Hui Yan Bun mempunyai hubungan yang baik. Makanya begitu melihat si Gemuk, Toan Bok Ang langsung menyapanya dengan sebutan Paman. Terdengar Pang Sian berkata.

   "Baik!"

   Pandangan matanya segera beralih kepada Sepasang Setan sambil membentak.

   "Kalian anak setan dan cucu setan, untuk apa kalian berdiri di sini? Masih tidak bergegas kembali ke Sarang Hantu kalian?"

   "Siapa manusia gendut ini?"

   Tanya Seng Cai dengan nada dingin. Yu Lao Pun tertawa terbahak-bahak.

   "Tuan Gendutmu ini tinggal di Bukit Song Kui Hong wilayah Tong Thian Bok, jalan tidak pernah ganti marga, duduk tidak pernah mengubah nama. Sebut saja Yu Lao Pun di hadapan si Setan Tua. Katakan, bila dia ingin kedua 91 anaknya benar-benar mengenakan pakaian berkabung, silakan datang mencariku. Sekarang sebaiknya kalian menggelinding pergi dari sini!"

   Setiap patah kata yang diucapkannya mengandung hawa murni Tai Ci Kang yang dilatihnya sehingga suaranya bergema di seluruh ruangan dan memekakkan telinga orang yang mendengarnya.

   Menunggu ucapannya selesai, wajah Seng Bou memperlihatkan mimik menyeramkan.

   Setelah mengeluarkan suara tangisan beberapa kali, dia lalu berkata.

   "Si Gendut Yu, kau rupanya, apakah kau juga ingin mencari perselisihan dengan kami?"

   Yu Lao Pun tertawa keras.

   "Orang lain takut terhadap keturunan setan kalian yang banyaknya amit-amit, tapi Tuan besarmu ini justru tidak takut!"

   Katanya.

   "Kalau kau tidak takut kepada kami, apakah kau kira kami takut terhadapmu?"

   Sahut Seng Bou dengan nada aneh. Yu Lao Pun maju satu langkah.

   "Bila kalian masih tidak pergi juga, bola batuku ini akan menghantam kalian. Sampai saat itu, kalian tidak akan bisa pulang lagi ke Sarang Hantu dan benar-benar menginjak pintu neraka!"

   Bentaknya. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Seng Cai mengangkat lenteranya lalu mengirimkan sebuah serangan.

   "Sungguh seorang bocah yang tidak tahu diri!"

   Bentak si Dewa Gemuk sembari menggeser pundaknya sedikit.

   Batu besarnya dihantamkan ke depan dan tepat mengenai lentera Seng Cai sehingga benda itu berputar.

   Seng Cai menjerit histeris, dan menyurut mundur.

   Sementara itu, Seng Bou sudah mengangkat benderanya untuk menyerang si Dewa Gemuk.

   Melihat keadaan ini, Sebun It Nio segera menolehkan kepalanya lalu berkata kepada Lu Sin Kong dengan suara rendah.

   "Bagaimanapun Sepasang Setan dari Pak Bong San itu tidak mungkin sanggup menandingi si Dewa Gemuk. Namun si Gendut juga tidak bisa mengalahkan mereka dalam waktu yang singkat. Kita gunakan kesempatan ini untuk pergi saja."

   Lu Sin Kong menganggukkan kepalanya, lalu tangannya menghantam ke depan, Brakkk! Dinding kamar jebol sehingga terlihat lobang yang menganga. Keduanya segera menyusup keluar lewat lobang itu, tapi tiba-tiba terdengar Toan Bok Ang berteriak.

   "Kalian berdua, tunggu dulu!"

   Sebun It Nio menolehkan kepalanya.

   Tampak Toan Bok Ang sudah menyusul dengan mengayunkan pecutnya.

   Sebun It Nio tertawa dingin.

   Begitu gadis itu sudah dekat sekali dengannya, dia baru merundukkan tubuhnya sambil menjulurkan tangannya.

   Tahu-tahu jalan darah Toan Bok Ang sudah tertotok.

   Kecepatan gerakannya dan kejituannya dalam mengenali jalan darah benar-benar pantas disebut tokoh nomor satu.

   Begitu tertotok, tubuh Toan Bok Ang menjadi kaku seketika, dan tidak dapat bergerak sama sekali.

   Sebun It Nio berkata dengan nada dingin.

   "Bocah ingusan, sebaiknya kau pulang saja dan mengurung diri di rumah, biar kali ini aku mengampuni selembar nyawamu!"

   Selesai bicara, bersama-sama dengan Lu Sin Kong, dia melesat keluar dari penginapan tersebut.

   "Kotak itu memang kosong, tapi balik semua ini pasti terselip rahasia yang besar sekali. Kalau tidak, mana mungkin perhatian si Setan Tua dari Pak Bong San, si Dewa Gemuk bahkan si Nenek dari Hui Yan Bun itu bisa ikut tertarik?"

   Kata Sebun It Nio.

   "Asal kita bisa secepatnya sampai di Su Cou, semua urusan ini tentu akan menjadi jelas,"

   Sahut Lu Sin Kong.

   Sembari berbicara, kedua orang itu tidak menghentikan langkah kakinya, maka dalam sekejap mata mereka kembali menempuh perjalanan sejauh tiga empat li.

   Saat itu matahari tepat di atas kepala.

   Kedua orang itu tetap memilih jalan kecil.

   Jalan itu sepi sekali, maka mereka tidak bertemu dengan siapa pun.

   Mendadak di sebelah depan tampak dua ekor kuda yang gagah sekali sedang memakan rumput.

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika melihat kedua ekor kuda itu, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sama-sama tertegun.

   "Eh, bukankah itu kuda tunggang kita?"

   Kata mereka serentak.

   Di saat berbicara, jarak mereka semakin dekat.

   Sekonyong-konyong dari balik ilalang yang tinggi mencelat keluar tiga orang manusia berpakaian hitam.

   Mereka bukan lain daripada tiga laki-laki kurus yang mereka temui sore kemarinnya, yakni Thai San Sam Sia (Tiga sesat dari gunung Thai San).

   Tiga orang itu berbaris sejajar.

   Salah seorang diantaranya berseru dengan nada keras.

   "Lu Cong Piau Tau, suhu kami mengundang kalian berkunjung ke Lembah Ban Li Kok (Lembah Selaksa Duri) di gunung Thay San. Kami diutus untuk menyambut di sini. Harap kalian tidak menolak sehingga tugas kami dapat dilaksanakan dengan baik."

   "Selama ini kami tidak pernah berhubungan dengan guru kalian. Lagipula sesat dan lurus selamanya tidak dapat berdampingan. Ada apa dia menyuruh kami mengunjungi tempat tinggalnya?"

   Tanya Sebun It Nio dengan nada dingin.

   "Mengenai alasannya, kami tidak tahu. Kami hanya mendapat perintah dari suhu untuk mengajak kalian ke Lembah Ban Li Kok."

   Selama beberapa hari itu kemarahan dalam hati Lu Sin Kong sudah ditahan-tahan, entah bagaimana harus melampiaskannya.

   Maka mendengar undangan yang tidak jelas itu, hatinya bertambah gusar.

   Cringg!! Goloknya langsung dihunus, kakinya ditekuk sedikit.

   Jenggot di bawah dagunya melambai-lambai, tampangnya berwibawa sekali.

   Dengan suara berat dia membentak.

   "Majulah!"

   Tangan ketiga lawannya meraba bagian pinggang.

   Ternyata mereka mengeluarkan sebuah senjata yang bentuknya aneh.

   Dibilang golok, rasanya bukan, tapi ada sedikit mirip.

   Senjata ini merupakan ciptaan guru mereka sendiri.

   Senjatanya hanya satu, tapi kegunaannya bisa tiga macam.

   Melihat Thai San Sam Sia sudah mengeluarkan senjatanya, Lu Sin Kong berkata kepada Sebun It Nio.

   "Hujin, kau tidak perlu membantuku. Aku ingin tahu apakah tulang tuaku ini masih berguna atau tidak untuk membalaskan dendam bagi Leng Ji!"

   Selesai bicara, tubuhnya melesat ke depan, dan goloknya diputar.

   Dalam satu kali gerak dia menyerang ketiga lawannya sekaligus.

   Thai San Sam Sia segera mengangkat senjata masing-masing untuk menangkis.

   Senjata-senjata itu beradu, Cring, Trang, Tring!!! Dalam waktu yang bersamaan, terdengar Thai San Sam Sia menjerit histeris.

   Mereka terhuyung-huyung sampai tujuh delapan langkah, setelah itu baru sanggup berdiri tegak kembali.

   Perlu diketahui bahwa ketiga manusia dari Thai San ini adalah murid-murid kebanggaan Hek Sin Kun.

   Kepandaian mereka tidak kalah dibandingkan Sepasang Setan dari Pak Bong San, namun dalam satu jurus saja Lu Sin Kong dapat membuat mereka terdesak mundur.

   Hati Lu Sin Kong diliputi perasaan bangga.

   Sembari mengelus jenggotnya, ia tertawa panjang.

   "Bagaimana? Ingin coba lagi?"

   Tantangnya.

   Ketiga manusia sesat dari Thai San itu menggenggam senjata mereka erat-erat, karena itu senjata mereka tidak sampai terlepas dari tangan.

   Namun telapak tangan masing-masing sudah mengucurkan darah saking kerasnya getaran golok Lu Sin Kong.

   Mana mungkin mereka berani maju lagi.

   Setelah saling pandang sekilas dengan rekan-rekannya, salah satu di antaranya berkata.

   "Lu Cong Piau Tau tidak sudi memberi muka kepada kami, harap hati-hati saja di jalan!"

   Lu Sin Kong tertawa terbahak-bahak.

   "Akan kubuat kalian bertiga menjadi perkedel!"

   Bentaknya. Sembari berbicara, kakinya maju ke depan dua langkah. Ketiga manusia sesat itu terkejut setengah mati. Mereka segera mencelat ke belakang. Sekali lagi Lu Sin Kong tertawa terbahak-bahak.

   "Kalau aku membunuh kalian sekarang, orang-orang di dunia Kang-ouw pasti menganggap aku takut terhadap Hek Sin Kun karena tidak memberi kesempatan kepada kalian untuk melaporkan kejadian ini. Cepat menggelinding!"

   Mimik wajah Thai San Sam Sia menunjukkan kemarahan, namun mereka tidak berani mengambil tindakan apa-apa. Ketiganya segera menghambur ke depan sejauh tujuh delapan depa, baru kemudian salah satunya menoleh dan berkata.

   "Manusia she Lu, sampai jumpa lagi!"

   Sebun It Nio tertawa panjang.

   "Eh, kalian lupa masih ada aku?"

   Teriaknya sembari menimpukkan tiga batang senjata rahasianya ke depan.

   Belum sempat timbul pikiran ketiga orang itu untuk menghindar, tahu-tahu sebelah wajah terasa sakit sekali.

   Ternyata tiga batang senjata rahasia itu telah memutuskan telinga kiri mereka.

   Saat itu, jarak antara Thai San Sam Sia dengan Sebun It Nio kurang lebih delapan depaan.

   Namun senjata rahasia itu meluncur dengan cepat, sasarannya juga tepat sekali.

   Ilmu senjata rahasia perempuan tua itu memang sulit dicari tandingannya.

   Thai San Sam Sia mengulurkan tangan mereka untuk meraba.

   Ketika melihat telapak tangan mereka penuh dengan darah, ketiganya tidak berani menunda waktu lagi, segera lari terbirit-birit.

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio yang telah mendapatkan kembali kuda tunggangan mereka.

   Keduanya segera mencelat ke atas punggung binatang itu lalu melarikannya ke depan.

   Kedua suami istri itu telah berhasil mengusir tiga manusia sesat dari Thai San itu.

   Namun mereka sadar, sejak hari itu mereka juga melibatkan diri dalam perselisihan dengan Hek Sin Kun.

   Namun, mengandalkan kepandaian mereka, belum lagi dukungan dari perguruan Go Bi Pai dan Tiam Cong Pai, walaupun kepandaian Hek Sin Kun sangat tinggi, keduanya juga tidak menaruh dalam hati.

   Hari itu, mereka melanjutkan perjalanan sampai malam.

   Dalam perjalanan mereka tidak menemui kejadian apa-apa.

   Memang mereka tidak berminat untuk mencari gara-gara.

   Maka, mereka memutuskan untuk tidak menginap di rumah penginapan tapi bermalam di alam terbuka di pegunungan.

   Kira-kira tengah malam, terdengarlah suara ringkikan kuda yang keras.

   Keduanya segera tersentak bangun.

   Tampak ada dua orang yang menarik kuda mereka.

   Namun kuda-kuda Lu Sin Kong dan Sebun It Nio bukanlah kuda biasa.

   Binatang-binatang itu sudah terlatih sehingga mengenal baik majikannya.

   Mereka tidak sudi ditarik oleh orang asing sehingga antara manusia dan binatang saling berkutet.

   Kuda-kuda itu mendongakkan kepalanya dan meringkik keras sehingga membangunkan kedua majikannya.

   Melihat ada orang berani menyelinap di tengah malam untuk mencuri kuda-kudanya, hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio menjadi gusar.

   Baru saja keduanya bermaksud mencelat bangun, sekonyongkonyong di dalam kegelapan tampak sesosok bayangan berkelebat.

   Gerakan orang itu gesit sekali, tahu-tahu dia sudah sampai di belakang kedua pencuri kuda itu.

   Tangannya menjulur untuk mencengkeram bagian leher baju mereka lalu mengangkat tubuh keduanya tinggi-tinggi.

   Mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang, lalu terdengar ia membentak.

   "Kenapa anak murid si Setan bisa jadi orang yang begini tidak ada gunanya? Bukannya mencari pekerjaan yang baik malah menjadi pencuri kuda, benar-benar menggelikan!"

   Sembari menenteng tubuh kedua orang itu, dia berjalan menghampiri Lu Sin Kong dan Sebun It Nio.

   Jarak di antara mereka kurang lebih tujuh delapan depa.

   Maka, begitu melesat dia langsung sampai, seakan kakinya tidak menginjak namun melayang di atas permukaan air.

   Melihat gerak-gerik orang itu, mereka segera sadar bahwa yang muncul kali ini pasti seorang tokoh berkepandaian tinggi.

   Mereka tidak berani ayal, keduanya segera melonjak bangun.

   Dalam waktu bersamaan, orang itu juga sudah sampai di hadapan mereka.

   Keduanya segera mendongakkan kepala.

   Tampak kepala orang itu ditutupi sehelai cadar Hitam sehingga raut wajahnya, tidak kelihatan.

   Tapi wajah kedua orang yang ditentengnya justru kelihatan jelas sekali.

   Keduanya berdandan seperti setan gentayangan dari neraka.

   Satunya berdandan sebagai Setan Putih dan seorang lagi berdandan sebagai Setan Hitam.

   Di bawah didikan si Setan-Seng Ling, kecuali kedua puteranya sendiri yang berdandan sebagai anak yang sedang berkabung, masih ada delapan murid lainnya yang berdandan aneh.

   Dua di antaranya selalu mengenakan topeng kepala kerbau dan kuda, dan di antaranya berdandan seperti algojo dunia akhirat, dua lagi berdandan seperti Setan Tuyul, sisanya yakni kedua orang itu.

   Dalam dunia kang ouw mereka mendapat sebutan Im Se Pat Kui (Delapan Setan dari Dunia Akhirat).

   Sedangkan kedua orang itu sudah pasti si Setan Putih dan si Setan Hitam.

   Kepandaian kedua orang itu juga tidak di bawah Sepasang Setan dari Pak Bong San.

   Namun ternyata dengan mudah orang yang baru muncul itu dapat menenten keduanya tanpa mendapat perlawanan sedikit pun.

   Hal itu membuktikan bahwa kepandaian orang yang baru muncul itu sudah mencapai tingkat yang demikian tingginya.

   Lu Sin Kong tertawa lantang.

   "Terima kasih, atas budi Tuan yang telah menangkap maling-maling kuda!"

   Katanya.

   Orang itu ikut tertawa "Kedua orang ini bermaksud melukai kuda kalian, Dengan demikian bila esok hari kalian meneruskan perjalanan, tentu akan menemui kesulitan, mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk membokong.

   Walaupun pastinya kalian tidak merasa takut, tapi perbuatan mereka ini benar-benar menyebalkan bagaimana pendapat kalian?"

   "Apa yang dikatakan Sahabat memang benar, kedua orang ini patut mendapat hukuman"

   Sahut Lu Sin Kong.

   "Tangan orang itu merenggang, kemudian terdengar suara plok! Plok! Sebanyak dua kali. Si Setan Putih dan si Setan Hitam langsung terkulai di atas tanah, ketika mengendorkan cekalannya, tangan orang itu sempat menekan di jalan darah Thian Kui Hiat di tubuh ke dua setan. Kalau menilik kepandaian yang dimiliki orang bercadar hitam itu, dapat dipastikan bahwa si Setan Putih dan si Setan Hitam sudah terluka parah. Meskipun tidak sampai mati, namun mulai saat itu mereka tentu tidak dapat malang melintang di dunia kang ouw untuk melakukan kejahatan lagi. Sebun It Nio tertawa.

   "Menyenangkan! Menyenangkan! Terhadap manusia jahat seperti mereka, kita tidak boleh bersikap ragu-ragu!"

   Pujinya.

   "Lu Hujin begitu benci terhadap kejahatan, jiwa yang demikian gagah sudah sulit ditemukan pada jaman ini,"

   Kata orang itu.

   Sejak kemunculannya, orang itu sudah memamerkan kepandaiannya yang hebat.

   Sayangnya wajahnya ditutupi cadar hitam, dan pakaiannya pun biasa-biasa saja, tidak ada ciri-ciri yang istimewa, sehingga membuat orang sulit menerka siapa sebetulnya orang itu.

   "Kalau bukan Tuan yang kepandaiannya begitu tinggi, tentu tidak mudah melaksanakan hukuman kepada kedua orang ini"

   Sahut Lu Sin Kong. Pada saat itu, si Setan Putih dan si Setan Hitam sedang berusaha meronta untuk bangkit. Orang itu membentak dengan suara keras.

   "Kalian masih tidak cepat-cepat menyembah dihadapan Lu Cong Piau Tau dan Lu Hujin untuk meminta maaf?"

   Sebagai anak murid Kui Sen, kedudukan mereka cukup tinggi di dunia kang ouw, dan nama mereka juga sangat terkenal.

   Kali ini mereka menderita kekalahan dengan tragis.

   Tanpa hujan tanpa angin tahu-tahu sudah terluka parah.

   Setelah termenung sesaat, Sang Pak si setan putih bertanya.

   "Kami sudah kenal dengan Lu Cong Piau Tau dan istrinya. Bolehkah kami mengetahui nama besar Tuan?"

   Orang itu tertawa.

   "Setelah mengetahui namaku, kalian bisa pulang untuk memberikan laporan kepada Kui Sen, bukan? Namaku tidak terkenal, jauh sekali bila dibandingkan dengan Lu Cong Piau Tau dan istrinya. Tapi bila kalian kembali ke Pak Bong San dan menceritakan secara terperinci bagaimana kalian dirubuhkan, mungkin Kui Sen sendiri akan teringat siapa aku ini. Cepat minta maaf!"

   Si Setan Putih dan Setan Hitam menjadi kewalahan.

   Mereka tidak berdaya.

   Terpaksa keduanya menyembah di depan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio untuk minta maaf, lalu meninggalkan tempat itu dengan langkah terseret-seret.

   Sebun It Nio berdiri di sampingnya.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Melihat orang itu tidak bersedia menyebutkan identitasnya, maka dia tahu andaikata ditanyakannya pun percuma.

   Sebaiknya langsung pada duduk persoalannya saja.

   "Tuan mengunjungi kami pada tengah malam seperti ini tentunya ada keperluan yang penting sekali. Silakan utarakan saja!"

   Katanya Orang itu mengulapkan sepasang tangannya seakan-akan ada debu. Kemudian dia baru berkata.

   "Tujuan kalian kali ini apakah hendak ke Su Cou?"

   "Betul"

   Sahut Lu Sin Kong.

   "Keluarga si Pecut Emas-Han Sun sedang dilanda musibah, maka kepergian Anda berdua kali ini mungkin akan menimbulkan salah paham... cayhe sendiri mempunyai sebuah permintaan yang kurang pantas, harap Anda berdua sudi mengabulkan!"

   Kata orang misterius itu Lu Sin Kong lalu bertanya.

   "Entah apa permintaan Tuan?"

   "Kepergian kalian kali ini pasti atas permintaan orang lain untuk mengantarkan sebuah barang. Bolehkah Cayhe melihat apa sebetulnya barang itu?"

   Melihat orang itu berbicara putar ke sana ke mari, akhirnya tujuannya ternyata kotak yang mereka bawa juga, hati Lu Sin Kong menjadi mendongkol. Maka, sembari tertawa dingin dia menyahut.

   "Permintaan Tuan ini sulit kami kabulkan."

   Orang itu menarik nafas panjang.

   "Cayhe sudah menduga bahwa Lu Cong Piau Tau pasti tidak bersedia. Tapi Cayhe bersedia menggunakan seseorang untuk menukar kotak itu. Entah Lu Cong Piau Tau bersedia mengabulkan atau tidak?"

   Tanya orang itu. Lu Sin Kong tertawa dingin.

   "Siapa sebetulnya Tuan ini? Untuk apa bicara yang bukan-bukan?"

   Sahutnya. Tapi hati Sebun It Nio langsung tergerak mendengar ucapan orang itu, maka dia segera menyelak.

   "Entah siapa orangnya yang akan Tuan gunakan untuk ditukarkan dengan kotak ini?"

   "Kalian berdua tentunya...."

   Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara siulan sebanyak tiga kali.

   Ketiga kali suara siulan.

   itu berbunyi di tengah keheningan malam sehingga memekakkan telinga orang yang mendengarnya.

   Orang itu berkelebat, sekonyong-konyong dia mencelat mundur sejauh satu depa lebih sembari berseru, 104

   "Rekan Cayhe sudah memanggil, pasti ada keperluan yang penting sekali. Terpaksa Cayhe mohon diri dulu!"

   Sebun It Nio segera mencelat ke depan.

   "Sahabat, selesaikan dulu kata-kata!"

   Teriaknya.

   Tapi ketika dia berbicara, orang itu sudah menghambur sejauh empat depaan.

   Sebun It Nio berusaha untuk mengejar, tapi orang itu menjulurkan tangannya untuk mengirimkan sebuah pukulan.

   Sebun It Nio juga meluncurkan tangannya untuk menyambut.

   Plak!! Kedua tangan beradu.

   Sebun It Nio dapat merasa tenaga dalam orang itu kuat sekali.

   Lagipula, dengan cerdik orang itu menggunakan tenaga pantulannya untuk mencelat semakin jauh.

   Sekejap saja dia sudah menghilang dalam kegelapan malam.

   Sebun It Nio tertegun sesaat, baru kemudian menoleh kepada suaminya dan bertanya.

   "Apakah kau mendengar jelas dari mana suara siulan tadi?"

   "Rasanya dari sebelah barat laut,"

   Sahut Lu Sin Kong.

   "Ayo kita kejar!"

   Ajak Sebun It Nio. Lu Sin Kong merasa heran.

   "Orang toh sudah pergi, untuk apa kita mengejarnya?"

   Ketika dia berbicara, Sebun It Nio sudah melesat ke depan.

   Terpaksa Lu Sin Kong mengikuti di belakangnya.

   Gerakan kedua orang itu cepat sekali.

   Dalam sekejap mata saja mereka sudah mengitari sebuah bukit.

   Keduanya segera mendaki ke atas, lalu mengedarkan pandangannya ke bawah.

   Tampak di bagian kaki bukit terdapat hamparan luas berwarna hitam pekat, entah padang rumput atau hutan.

   Tidak terlihat bayangan seorang pun.

   Keduanya mempertajam pandangan.

   Kecuali hamparan yang gelap itu, di sebelah kanan terdapat sebuah jalan kecil, selain itu tidak ada apa-apa lagi.

   Sebun It Nio menujuk ke arah jalan kecil itu.

   "Kita menelusuri jalan itu saja!"

   Katanya. Lu Sin Kong masih tidak mengerti apa maksud istrinya bersikeras mengikuti jejak orang tadi. Maka, dia bertanya.

   "Hujin, untuk apa kita mengejar orang itu?"

   "Pokoknya kita kejar saja, kalau sudah berhasil tentu ada alasannya. Kenapa kau begitu cerewet?"

   Bentak Sebun It Nio.

   Dari nada istrinya, Lu Sin Kong tahu urusan ini pasti penting sekali.

   Dia juga sadar bahwa kecerdasan sang istri masih di atas dirinya sendiri, maka dia tidak berani banyak bertanya lagi.

   Keduanya segera menuruni bukit dan berlari melalui jalan kecil yang dilihatnya tadi.

   Begitu dekat, keduanya terkejut setengah mati.

   Rupanya hamparan luas yang tampak di atas bukit merupakan tanah kosong yang penuh dengin duri, yang panjangnya mencapai setengah cun.

   Duri-duri itu tajam-tajam.

   Jangankan orang, binatang saja sulit melaluinya.

   Terlihat jalan kecil yang lebarnya hanya beberapa ciok, maka seandainya mereka berhasil melaluinya, setidak-tidaknya celana dan pakaian mereka pasti akan terkoyak oleh duri-duri yang tajam itu.

   Sebun It Nio sempat bimbang sejenak.

   "Tempat ini sesuai sekali untuk orang yang berlatih ilmu meringankan tubuh,"

   Katanya.

   Dia menghimpun hawa murninya lalu melompat ke seberang.

   Tanah kosong itu ditumbuhi tanaman berduri tajam.

   Bukan hanya batangnya saja, bahkan rantingnya juga runcing-runcing.

   Aneh sekali, seumur hidup Sebun It Nio belum pernah melihat tanaman seperti itu.

   Untung saja Ilmu Ginkangnya sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, maka dia berhasil melaluinya tanpa terluka sedikit pun.

   Melihat istrinya sudah melompat ke seberang, Lu Sin Kong segera mengikuti dari belakang.

   Baru saja Sebun It Nio menginjakkan kakinya di atas tanah, dari depan terlihat puluhan titik sinar berkilauan meluncur datang.

   Dia terkejut setengah mati.

   Tubuhnya mencelat ke samping sembari berseru.

   "Sin Kong, hati-hati!"

   Lu Sin Kong juga sudah berhasil melihat datangnya bokongan senjata rahasia itu.

   Dalam, keadaan genting, terpaksa dia melompat ke samping.

   Meskipun akhirnya dia berhasil menghindar dari senjata rahasia itu, namun hampir sebagian pakaiannya koyak di sana sini karena kaitan duri tanaman yang tajam.

   Setelah berhasil berdiri tegak, Lu Sin Kong tertawa terbahak-bahak.

   Suara tawanya mengandung kemarahan.

   Golok di tangannya langsung membacok ke belakang sebuah batu besar.

   Terdengar suara jeritan menyayat.

   Lu Sin Kong menghambur ke depan lalu menarik tubuh orang itu.

   Tampak bagian kepalanya penuh berlumuran darah.

   Lu Sin Kong tidak menyangka pihak lawan yang membokong mereka ternyata begitu tidak berguna.

   Sekali bacok saja langsung kena sasaran.

   Dia memperhatikan wajah orang itu sekilas, rasanya belum pernah mengenal orang ini.

   Kemungkinan salah satu bandit yang ingin merampas kotak yang mereka bawa.

   Secara serampangan ia melemparkan tubuh orang itu di atas tanah.

   Tiba-tiba dia melihat disamping tubuh orang itu terjatuh sesuatu benda.

   Dia segera maju selangkah, lalu dipungutnya benda itu.

   Setelah dilihatnya sekilas, tanpa terasa dia menjadi tertegun.

   Rupanya benda yang dipungutnya itu berupa sebuah lencana yang di atasnya tertulis "Te Hio Hiocu Oey" (Orang bermarga Oey yang menjabat sebagai Hiocu di ruangan Te Hio).

   Di baliknya lencana itu, tampak gambar kobaran api.

   Ternyata lencana itu merupakan lambang kedua belas Tongcu dari Hoa San Pai, sedangkan orang yang mati kena bacokannya pasti Tongcu dari ruangan Te Hio Tong.

   Apakah orang-orang dari Hoa San Pai juga ikut-ikutan mengincar mereka? Lu Sin Kong melemparkan lencana itu ke atas.

   Goloknya menyabet dalam waktu yang bersamaan, Trang!! Lencana itu terpental sampai jauh.

   Orangnya sendiri meneruskan langkah kakinya ke depan.

   Daratan penuh tanaman berduri sudah dilewatinya.

   Di kejauhan tampak sebuah sungai kecil dengan airnya yang beriak-riak.

   Tapi, anehnya Sebun It Nio justru menghilang cntah ke mana.

   Diam-diam Lu Sin Kong berpikir dalam hati.

   Tidak disangka-sangka orang-orang dari Hoa San Pai juga muncul di sini.

   Apakah orang yang mengenakan cadar hitam tadi merupakan Ciangbunjin mereka yakni Liat Hwe Cousu? Tapi setelah direnungkan beberapa lama, rasanya tidak mirip.

   Liat Hwe Cousu adalah orang Tibet.

   Rambutnya merah, bentuk tubuhnya tinggi besar.

   Kalau muncul di dunia persilatan, lagaknya banyak, dan pasti diiringi beberapa pengawal.

   Lu Sin Kong yakin orang yang dikejar istrinya bukan Liat Hwe Cousu.

   Lawan yang tidak diketahui identitasnya pasti semakin sulit dihadapi.

   Jangan-jangan istrinya yang sendirian akan menderita kerugian.

   Baru saja dia bermaksud mengejar ke depan, tiba-tiba dari seberang sungai terdengar suara Ahhh!! Lu Sin Kong mengenali suara itu adalah suara jeritan istrinya.

   Maka, dengan cemas dia memanggil.

   "It Nio, di mana kau?"

   Tampak sesosok bayangan berkelebat di seberang, tahu-tahu tampak Sebun It Nio berdiri sambil berseru kepadanya.

   "Coba kau lihat apa ini?"

   Melihat istrinya dalam keadaan selamat, hati Lu Sin Kong pun terasa lega.

   Dia segera melompat ke seberang lalu mendarat di samping Sebun It Nio.

   Pandangannya mengikuti arah yang ditunjuk sang istri.

   Di tengah-tengah batang pohon Siong tampak sesuatu yang berkilauan cahayanya.

   Benda itu seperti golok namun agak pendek sedikit.

   "Ah, itu kan golok Leng Ji!"

   Seru Lu Sin Kong dengan suara tercekat, dan tanpa sadar dia langsung berteriak.

   "Leng Ji! Leng Ji! Di mana kau?"

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sebun It Nio langsung mendengus dingin.

   "Goloknya memang di sini! Kau kira orangnya ada di sini juga?"

   Sindirnya. Hati Lu Sin Kong langsung tertekan.

   "Betul. Aku lupa Leng Ji sudah mati,"

   Katanya dengan nada pilu. Keduanya terdiam. Selama beberapa hari ini, baru kali ini mereka mengungkit nama sang anak yang membuat hati mereka terasa pedih. Setelah beberapa lama, terdengar Sebun It Nio membuka suara.

   "Kenapa pahamu?"

   Lu Sin Kong tahu, istrinya sengaja mengalihkan bahan pembicaraan.

   Kejadian yang menimpa Lu Leng merupakan pukulan terberat yang pernah mereka derita seumur hidup.

   Walaupun tenaga dalam keduanya sudah mencapai taraf sangat tinggi, namun orangtua yang kehilangan anaknya pasti sangat sakit hatinya.

   Kalau dibiarkan berlarut-larut, mereka malah bisa terluka di bagian dalam.

   Maka Lu Sin Kong tidak ingin mengungkit kejadian itu lagi.

   "Ketika menghindari bokongan senjata rahasia lawan, pahaku tertusuk duri. Tapi yang luka hanya kulit luarnya saja, tidak apa-apa,"

   Sahutnya.

   "Senjata rahasia yang digunakan orang itu mirip dengan senjata rahasia dari Hoa San Pai,"

   Kata Sebun lt Nio.

   "Memang betul. Orang yang mati dibawah golokku itu ternyata Tong Cu dari Te Hio Tong yang bermarga Oey."

   Sebun it Nio menganggukkan kepalanya.

   "Tidak salah. Orang itu bernama Oey Han. Aneh, kenapa ilmunya begitu rendah? Hm.... Sekarang muncul pula orang Hoa San Pai yang mengincar kita." -ooo0ooo- Bab Sebetulnya dalam hati kedua suami istri itu ingin sekali melompat ke atas pohon untuk mengambil goloknya Lu Leng, namun mereka khawatir benda itu akan membangkitkan kenangan mereka kepada sang anak, maka sampai sekian lama keduanya tidak mempunyai keberanian untuk mencabutnya. Bahkan mereka membicarakan urusan yang tidak penting. Sebun It Nio tertawa terkekeh-kekeh.

   "Tampaknya baik dari golongan sesat maupun lurus semuanya mengincar kita. Sekarang sudah kepalang tanggung, sebaiknya kita tidak usah mengantarkan kotak ini ke Su Cou, biar kita tunggu mereka di sini saja. Kita suruh mereka mengadu kepandaian, siapa yang menang akan mendapatkan kotak ini. Rasanya, biarpun hubungan Hui Yan Bun dan Tai Ci Bun sangat baik, tapi untuk mendapatkan kotak ini mereka juga akan saling membunuh,"

   Katanya. Lu Sin Kong tidak menjawab. Sampai lama dia merenung, akhirnya ia berkata dengan nada bergetar.

   "Hujin, bagai... mana kalau kita am... bil saja golok itu?"

   "Kau saja yang ambil!"

   Sahut Sebun It Nio dengan nada sedatar mungkin.

   Sebetulnya hati kedua suami istri terasa pedih sekali, namun mereka sudah hidup bersama selama puluhan tahun, siapa pun tidak ingin seorang yang lainnya menderita.

   Kasih sayang antara mereka yang dalam membuat mereka saling menjaga perasaan masing-masing.

   Lu Sin Kong mengeraskan hatinya.

   Dia melompat naik ke atas pohon Siong itu, tampak golok anaknya tertancap pada batang antara dahan dan ranting, di bawahnya terselip selembar kertas.

   Diam-diam Lu Sin Kong merasa heran.

   Dicabutnya golok itu, sekaligus tangan satunya meraih kertas tersebut.

   Setelah itu dia baru mencelat turun.

   "Hujin, di bawah golok ada selembar kertas."

   Katanya.

   Sebun It Nio mengambil kertas itu dari tangan suaminya lalu diperhatikan beberapa saat.

   Tapi di atas kertas itu hanya ada lingkaran-lingkaran berwarna hitam, tidak terlihat tulisan satu huruf pun.

   Walaupun bentuk lingkaran itu ada yang besar dan ada yang kecil, namun perbedaannya tidak banyak.

   Lagipula barisannya rapi sekali.

   Hal ini membuktikan bahwa tadinya di sana terdapat tulisan yang berderet, tapi kemudian ditutupi oleh seseorang dengan lingkaran-lingkaran dari tinta hitam.

   Sebun it Nio membalikkan kertas itu, di belakangnya hanya hamparan putih tanpa tulisan apa-apa.

   Kembali kedua orang itu tertegun untuk sekian lamanya.

   Kertas itu tidak berbeda dengan serentetan kejadian lainnya, tetap merupakan misteri.

   Lu Sin Kong memutar-mutar golok di tangannya, di benaknya kembali timbul bayangan Lu Leng yang lincah saat berlatih dengan golok itu.

   Tanpa terasa matanya mulai membasah, kemudian air matanya mengalir setetes demi setetes di pipinya yang mulai keriput.

   Di saat hatinya semakin pilu, telinganya mendengar Sebun It Nio menegur.

   "Sin Kong, kita harus melanjutkan perjalanan kembali."

   Lu Sin Kong mengiyakan dengan suara deheman.

   Kemudian ia mendongakkan kepalanya.

   Tampak sang istri melipat kertas itu dengan rapi lalu dimasukkannya ke dalam saku dengan hati-hati.

   Dia juga menyelipkan golok Lu Leng di pinggangnya.

   Sebun It Nio tertawa getir.

   "Lihat saja pakaianmu, koyaknya sampai tidak karuan. Sesampainya di kota depan sana, sebaiknya beli lagi satu stel untuk salinan."

   Lu Sin Kong memaksakan dirinya untuk tertawa.

   "Hujin, apakah kau berhasil mengejar orang tadi?"

   "Tidak,"

   Sahut Sebun It Nio.

   "Untuk apa sebetulnya kau mengejar orang itu?"

   Tanya Lu Sin Kong pula.

   "Memangnya kau tidak mendengar dia mengatakan bahwa akan menggunakan seseorang untuk menukar kotak itu?"

   "Iya, tapi apa hubungannya?"

   "Dia sudah tahu bahwa kita tidak bersedia memberikan kotak itu, tapi dia justru mengajukan usul demikian. Seandainya orang yang ia maksudkan tidak penting artinya bagi kita, mungkinkah dia mengajukannya sebagai imbalan?"

   Bagian 03 Lu Sin Kong tambah heran.

   "Memangnya masih ada siapa lagi di dunia ini yang berarti bagi kita? Yang tua sudah lama mati, yang kecil...."

   Berkata sampai di sini, ia tidak sanggup melanjutkannya lagi.

   "Itu dia. Makanya aku ingin mengejarnya sampai dapat agar dapat menanyakannya sejelas mungkin. Sayangnya gerakan orang itu terlalu cepat. Tahu-tahu di sini kita menemukan golok itu."

   Walaupun ucapan Sebun It Nio hanya samarsamar, namun Lu Sin Kong langsung memahami maksud istrinya. Orang tadi mengatakan akan menggunakan "seseorang"

   Untuk ditukar dengan kotak yang dibawanya. Kemungkinan "seseorang"

   Yang dimaksud itu anak mereka, Lu Leng.

   Tapi Lu Sin Kong sendiri tidak berani memberikan komentar apa-apa.

   Hatinya semakin pedih melihat keadaan istrinya.

   Sebab, tubuh Lu Leng sudah muncul di gudang penyimpanan hartanya, mana mungkin orang itu bisa menggunakannya untuk ditukarkan dengan kotak ini? Dia hanya dapat menghibur istrinya dengan berkata.

   "Hujin, tujuan orang itu tidak lain dari kotak ini juga. Sesampainya kita di Su Cou, pasti dia akan mencari kita lagi."

   "Betul. Gerakan orang ini cepat sekali. Bahkan ilmu meringankan tubuh si Setan yang terkenal yakni Kui Heng Kong masih belum sanggup menandinginya. Sayangnya wajah orang itu ditutup dengan cadar hitam sehingga kita tidak tahu siapa dia,"

   Kata Sebun lt Nio.

   "Ini memang aneh, aku juga tidak terpikir kira-kira siapa orang itu."

   Kedua orang itu berunding sebentar.

   Matahari sudah hampir menyingsing, mereka tidak mencari kuda tunggangan, malah meneruskan perjalanan ke depan.

   Sepanjang hari itu mereka tidak menemui kejadian apaapa.

   Malam harinya mereka menginap di kota Kuang Tek Ceng, juga tidak terjadi apa-apa.

   Keesokan harinya mereka sudah sampai di wilayah Se Kiang.

   Kalau dihitung-hitung, satu hari lagi mereka akan mencapai kota Su Cou.

   Mereka merundingkan apa yang akan mereka lakukan setelah sampai di Su Cou dan menyerahkan kotak itu kepada si Pecut Emas-Han Sun.

   Seandainya si Pecut Emas bersedia memberitahukan rahasia yang ada pada kotak, tentulah merupakan hal yang 115 terbaik.

   Tapi bila dia juga tidak bersedia mengatakannya, ya sudah.

   Mereka lalu merencanakan untuk menyamar supaya tidak ada yang mengenali.

   Hari itu, karena ingin secepatnya sampai di wilayah Su Cou, mereka memilih jalan pegunungan, yakni di sebelah utara wilayah Se Kiang.

   Di sana memang paling banyak jalan yang berliku-liku di antara perbukitan.

   Siang harinya mereka sudah mencapai bukit Pek Cang Hong, dan sore harinya telah melalui Tong Tian Bok.

   Asal sudah melewati wilayah Sai Tian Bok, jalan yang ditempuh tidak berliku-liku lagi.

   Daerah itu juga sudah dekat sekali dengan telaga Thai Hu.

   Bila menyusuri telaga itu, paling-paling hanya menghabiskan waktu setengah hari untuk sampai di Su Cou.

   Kedua orang itu mengitari wilayah Tong Tian Bok.

   Baru berjalan kurang lebih satu sekonyong-konyong mereka melihat ada seseorang yang tubuhnya gemuk sekali sedang tidur di tepi sungai.

   Benda yang dijadikan bantal berupa sebuah batu bulat.

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio melihat orang itu yang bukan lain daripada si Dewa Gemuk Yu Lao Pun, keduanya menjadi tertegun.

   Tampak orang itu melonjak bangun sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Ternyata kalian benar-benar mengambil jalan ini, dugaanku memang tepat sekali,"

   Katanya.

   "Memangnya kenapa kalau kami mengambil jalan ini?"

   Tanya Sebun It Nio dengan nada dingin. Yu Lao Pun tertawa terkekeh-kekeh.

   "Sebun It Nio, sepasang pedangmu memang sudah terkenal sekali di dunia Bulim. Sebetulnya si Gemuk ini tidak berminat meminta petunjuk darimu, tapi kalau kau sudi memberi pelajaran, aku juga tidak akan menolak."

   Sebun It Nio sadar bahwa orang yang gemuk ini tidak mudah dihadapi. Untuk sesaat dia juga terpaksa menahan kemarahannya. Kemudian sembari tertawa dingin dia berkata.

   "Selamanya Tai Ci Bun selalu mengaku dirinya sebagai perguruan golongan lurus, tidak disangka-sangka sang ketuanya justru melakukan perbuatan serendah ini."

   "Perbuatan rendah apa yang telah kulakukan? Masih untung ada aku yang menunggu di sini. Seandainya kalian meneruskan perjalanan, lalu bertemu dengan Sahabat dari Sai Tian Bok itu, kalian bisa celaka!"

   Tentu saja Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tahu siapa yang dimaksud dengan "Sahabat dari Sai Tian Bok". Maka hati mereka semakin gundah.

   "Apakah dia juga telah mengincar kami?"

   Tanya Lu Sin Kong. Yu Lao Pun menganggukkan kepalanya. Baru saja dia ingin menyahut, sekonyong-konyong terdengar suara pekikan aneh, yang datangnya dari sebelah barat. Wajah Yu Lao Pun berubah seketika.

   "Cepat menyeberang sungai!"

   Teriaknya.

   Tubuhnya melesat ke depan, tahu-tahu dia sudah berada di seberang sungai.

   Begitu sampai di seberang, tangan Yu Lao Pun sudah memanggul batu besarnya.

   Dia melihat Lu Sin Kong dan Sebun It Nio masih berdiri di tempat semula.

   Saking paniknya sampai-sampai lemak di seluruh tubuhnya berguncang-guncang.

   "Kalian masih tidak menyeberang?"

   Teriaknya.

   Ketika mendengar suara pekikan aneh yang tidak mirip suara tertawa ataupun suara tangisan, juga tidak mirip tercetus dari mulut seorang manusia, lebih pantas kalau dikatakan timbul dari suatu alat yang ditiup, bulu kuduknya merinding seketika, karena suara itu benar-benar tidak enak didengar.

   Hatinya sudah dapat menduga apa yang sedang terjadi.

   Sembari tertawa dingin, dia menyahut.

   "Menyeberangi sungai ketemu maling, tidak menyeberangi sungai juga bertemu maling. Untuk apa kami menyeberang?"

   Yu Lao Pun semakin panik.

   "Lu Cong Piau Tau, setidaknya nada bicaraku masih sungkan, lagipula aku bukan maling. Kalau sahabat itu tiba di sini, apakah dia akan bersikap sesungkan aku?"

   Katanya. Sementara itu, suara pekikan yang aneh tadi sudah semakin dekat. Hati Sebun It Nio tergerak.

   "Boleh juga, biar kita menyeberang dulu baru membicarakan urusan lainnya."

   Kedua orang itu segera mencelat. Tapi baru sampai setengah jalan, suara pekikan aneh itu sudah ada di 118 belakangnya dan berhenti mendadak, kemudian disusul oleh suara bentakan seseorang.

   "Jangan menyeberang!"

   Tapi ketika orang itu berbicara, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sudah sampai di seberang.

   Yu Lao Pun menarik nafas lega.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Setelah menyeberang, keduanya menoleh untuk melihat.

   Tampak seseorang yang bentuk tubuhnya tinggi sekali.

   Dengan jubah berwarna hijau pupus yang bagian bawahnya melambai-lambai karena tiupan angin, dia berdiri di sana dengan tampang angker.

   Di lengan baju kiri orang itu tersulam gambar tengkorak kepala dari benang emas sehingga cahayanya berkilauan.

   Raut wajahnya memperlihatkan usianya kurang lebih empat puluh tahun.

   Bentuk hidung dan bibirnya bagus, hanya sorot matanya yang mengandung hawa sesat membuat orang yang memandangnya menjadi bergidik.

   Begitu sampai di tepi sungai, dia mengambil ancang-ancang untuk menyeberang.

   Di saat itulah, tiba-tiba terdengar Yu Lao Pun berseru.

   "Sahabat, kita pernah membatasi wilayah kita masing-masing dengan sungai ini, Tong Tian Bok dan Sai Tian Bok, siapa pun tidak boleh melanggar peraturan ini. Apakah kau ingin menelan kembali kata-katamu sendiri?"

   Orang itu tertawa terbahak-bahak.

   "Yu Gendut, kalau melanggar sekali sajakan tidak apaapa?"

   Sahutnya. Wajah si Dewa Gemuk langsung berubah, kemudian ia memanggul batu besarnya di puncak.

   "Tempo hari kita pernah menepuk tangan sebagai perjanjian. Siapa pun tidak boleh menyeberangi dunia yang lainnya untuk mencari gara-gara. Kalau kau berani mengingkari janjimu sendiri, kau kira aku akan takut kepadamu?"

   Orang itu kembali tertawa terkekeh-kekeh.

   "Oh ya, memang betul. Asal aku tidak mencari gara-gara, kenapa aku tidak boleh menyeberang ke tempatmu?"

   Si Dewa Gemuk melirik sekilas kepada Lu Sin Kong dan Sebun It Nio, kemudian mencelat mundur sejauh satu depa lebih sembari berkata.

   "Kedua orang ini merupakan tamu agungku. Kalau kau memang mempunyai minat atas diri mereka berdua, sebaiknya sekarang juga kau katakan terus terang!"

   Terdengar orang itu mengeluarkan suara keluhan "Aih!"

   Tahu-tahu dia sudah sampai di depan mata, tidak terlihat bagaimana caranya bergerak, seakan-akan ia melayang lewat permukaan sungai tanpa menimbulkan suara sedikit pun.

   "Yu Gendut, kenapa kau bisa tahu isi hatiku sih?"

   Tanyanya dengan nada tenang.

   Dari nada suaranya, dapat dipastikan bahwa dia akan turun tangan terhadap suami istri Lu Sin Kong.

   Mimik wajah Sebun It Nio dan Lu Sin Kong memperlihatkan tawa dingin, dan mereka juga menggeser diri ke samping.

   Yu Lao Pun menunggu sampai orang itu berdiri tegak.

   Mimik wajahnya justru memperlihatkan kecemasan.

   Kemudian setelah mendengus satu kali, ia berkata.

   "Kau benar-benar hendak turun tangan terhadap mereka?"

   Orang itu tersenyum kepada Yu Lao Pun, kemudian membalikkan tubuhnya untuk menjura kepada Lu Sin Kong dan istrinya.

   "Selamat berjumpa Lu Cong Piau Tau, Cayhe sudah lama mendengar nama besar kalian. Begitu terkenalnya sehingga seperti guntur yang memekakkan telinga. Hari ini kita dapat berjumpa di sini, sesungguhnya Cayhe menyesal sekali mengapa sampai sekarang baru ada jodoh untuk bertemu muka."

   Katanya dengan nada sungkan.

   Lu Sin Kong tahu bahwa orang ini hatinya keji sekali.

   Perbuatan apa pun sanggup dilakukannya.

   Bahkan si Dewa Gemuk yang menjadi Ciangbunjin perguruan Tai Ci Bun dan daerah ini merupakan daerah kekuasaannya pun masih merasa segan terhadap orang ini.

   Meskipun mereka suami istri tidak harus takut kepadanya, namun kalau sudah bertemu tentunya tidak mudah untuk melepaskan diri.

   Karena orang itu memperlihatkan sikap sungkan, kenapa dia sendiri juga tidak ikut berpura-pura saja? Maka dia segera membalas penghormatan orang itu sambil menyahut.

   "Tidak berani, tidak berani. Nama besar Tuanlah yang begitu tersohor sehingga tidak ada tandingannya di dunia ini."

   Wajah orang itu agak berubah mendengar ucapan Lu Sin Kong.

   "Kalau begitu, tentunya Lu Cong Piau Tau tahu siapa namaku?"

   Tanyanya.

   "Cayhe tidak tahu. Tapi di dunia ini, bila menyebut kata Kim Kut Lau, siapa yang tidak pernah mendengarnya?"

   Sahut Lu Sin Kong.

   "Rupanya begitu."

   Kata orang itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.

   "Bila kita sama-sama sudah lama mengetahui nama masing-masing, sekarang Cayhe mempunyai sebuah permintaan yang kurang pantas, rasanya Lu Cong Piau Tau tidak akan menolaknya, bukan?"

   Belum lagi Lu Sin Kong menjawab, Sebun It Nio sudah menukas dengan nada tajam.

   "Kim Kut Lau, sudah tahu permintaanmu kurang pantas, tapi kenapa kau masih berharap orang akan mengabulkannya?"

   Kim Kut Lau tertawa dingin.

   "Apakah kalian bahkan tidak memberi kesempatan kepadaku untuk mengatakannya?"

   Tanyanya. Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sama-sama mundur dua langkah.

   "Coba kau katakan dulu!"

   "Dengar kabar bahwa kepergian kalian berdua dari kota Lam Cong kali ini karena mengawal sesuatu barang yang 122 berharga sekali, tujuannya ke Su Cou. Kemungkinan barang yang kalian bawa itu ada hubungan yang erat sekali denganku, maka aku ingin menanyakannya, entah Lu Cong Piau Tau dan Lu Hujin bersedia memberitahukan apa tidak?"

   Bagaimanapun, Sebun It Nio memang lebih teliti dari pada suaminya.

   Dalam hati dia berpikir, Orang ini tidak ketahuan marga maupun namanya, hanya saja, dalam mengenakan pakaian apapun, di lengan kiri bajunya selalu ada sulaman Tenggorak Emas, maka dia dijuluki Kim Kut Lau.

   Semua tokoh di dunia ini selalu ada asal-usul atau nama perguruannya, hanya orang ini yang misterius sekali, tidak pernah ada yang tahu siapa gurunya atau berasal dari perguruan mana.

   Lima enam tahun yang lalu, di dunia Kang-ouw masih belum pernah terdengar nama orang ini.

   Pada suatu hari di musim gugur, secara berturut-turut, di wilayah Kan Liang dia melukai Tujuh Harimau dari keluarga Cui.

   Pada hari keduanya, dia membuat si Tombak Perak Tan Cu Ciat dari Lan Cui sampai terluka parah.

   Bahkan mulai saat ini kedua kaki Tan Cu Ciat patah dan mengundurkan diri dari dunia persilatan.

   Ketujuh orang pertama yang dilukainya adalah tokoh-tokoh golongan hitam yang banyak melakukan kejahatan, sedangkan Tan Cu Ciat justru pendekar dari golongan putih.

   Maka dari itu pula, tidak ada orang yang dapat menerka watak Kim Kut Lau ini.

   Adatnya angin-anginan.

   Kadang-kadang dia sendiri tidak ragu-ragu melakukan perbuatan serendah apapun, namun ada kalanya dia juga bisa bersikap gagah seperti seorang pendekar budiman.

   Setelah dua hari berturut-turut melukai delapan tokoh terkemuka, dalam perjalannya dari wilayah Kan Liang ke selatan, setiap tokoh yang bertemu dengannya selalu ditantangnya berkelahi, dan semuanya kalah di tangannya.

   Maka dalam waktu singkat namanya pun menjadi terkenal.

   Tapi begitu sampai di Sai Tian Bok, orang-orang hanya mendengar bahwa dia pernah berselisih beberapa kali dengan ketua perguruan Tai Ci Bun, selain itu tidak pernah terbetik kabar beritanya.

   Dalam hati Sebun It Nio sendiri sebetulnya sedang dibingungkan oleh kotak yang mereka kawal.

   Sekarang dia mendengar tokoh misterius ini mengatakan bahwa kemungkinan kotak itu mempunyai hubungan yang erat dengannya, dan orang itu ingin menanyakannya, maka pikirannya menjadi tergerak seketika.

   Mungkinkah orang ini tahu rahasia kotak yang dikawalnya? Ataukah ia tahu asal-usul orang yang bernama Ki Hok? Oleh karena itu dia segera tertawa datar sembari berkata.

   "Sebetulnya, mengingat ketulusan hati Tuan yang menanyakannya, seharusnya kami harus memberitahu. Tapi urusan ini membuat kami sendiri terbenam dalam kabut teka-teki, kami sendiri bahkan tidak tahu barang apa yang kami kawal."

   Kim Kut Lau tersenyum.

   "Lu Hujin, urusan ini penyelesaiannya mudah sekali. Asal kita buka kotak itu, tentu kita akan segera mengetahuinya, bukan?"

   Wajah Sebun It Nio agak berubah mendengar usulnya.

   "Apakah Tuan tidak merasa bahwa ucapan Tuan ini agak keterlaluan? Kami sudah berjanji untuk mengantarkan kotak ini ke Su Cou, mana boleh kami membukanya di tengah jalan?"

   Sekonyong-konyong Kim Kut Lau menarik nafas panjang.

   "Kalau kalian tetap berkeras, mungkin aku terpaksa bersikap lancang!"

   Sembari berbicara, tubuhnya bergerak.

   Maka Tengkorak Emas yang tersularn di lengan kiri bajunya ikut bergerak.

   Raut wajah orang itu cukup bagus, namun kilauan cahaya dari Tengkorak Emas di lengannya menimbulkan kesan yang sangat menyeramkan.

   Lu Sin Kong tertawa dingin.

   "Entah pusaka apa yang ada dalam kotak yang kami kawal itu sehingga menarik minat begitu banyak tokoh dunia Bulim. Seandainya Tuan benar-benar ingin memberikan petunjuk kepada kami, silahkan mulai!"

   Tubuhnya berkelebat, kakinya ditekuk sedikit, kuda-kudanya kokoh sekali dan tampangnya menunjukkan wibawa besar. Tanpa sadar Kim Kut Lau menyatakan pujiannya.

   "Orang bilang bahwa Lu Cong Piau Tau merupakan anak murid Go Bi Pai dari golongan orang biasa yang paling menonjol bakatnya, ternyata memang bukan ucapan kosong belaka!"

   Sembari berbicara, kakinya maju dua langkah.

   Namun baru saja dia ingin menerjang ke depan, tiba-tiba terasa ada angin kuat yang berkesiur di sisinya.

   Dengan memanggul batunya yang berat, Yu Lao Pun sudah menghadang di depannya.

   Lemak di seluruh tubuhnya tampak berguncang-guncang.

   "Sahabat, seandainya kau tetap hendak turun tangan di Tong Tian Bok ini, maafkan kalau aku tidak bisa mengijinkan,"

   Katanya.

   "Tidak apa-apa, paling aku harus menggebahmu terlebih dahulu!"

   Bentak Kim Kut Lau sembari mengulurkan tangannya untuk menekan batu yang dipanggul Yu Lao Pun.

   Yu Lao Pun membentak dengan keras dan dengan tiba-tiba mengangkat batu besarnya tinggi di atas.

   Gerakannya ini jelas telah mengerahkan hawa murni Tai Ci Kangnya sebanyak tujuh bagian, namun tangan Kim Kut Lau tetap menekan di atas batu itu, hanya wajahnya saja yang dari putih berubah menjadi merah padam.

   Hal ini membuktikan bahwa dia juga telah mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengadu kekuatan dengan si Dewa Gemuk.

   Tampak tempat kaki keduanya berpijak semakin lama semakin melesak ke dalam, bahkan bebatuan yang ada di tepi sungai itu sampai hancur berderai oleh pijakan kaki atau getaran kedua orang itu.

   Bagaimanapun Lu Sin Kong dan Sebun It Nio juga terhitung ahli dalam bidang ini.

   Melihat keadaan kedua orang itu, mereka tahu bahwa keduanya sedang mengadu kekuatan tenaga dalam dengan dibatasi oleh batu besar tersebut.

   Untuk sesaat pasti sulit menentukan siapa yang akan menang.

   Kalau tidak menggunakan kesempatan ini untuk pergi, tunggu kapan lagi? Sebun It Nio tertawa panjang.

   "Kalian berdua silahkan mengadu ilmu dengan tenang, maafkan karena kami tidak bisa menemani lebih lama lagi!"

   Sembari berbicara, tubuhnya melesat ke depan.

   Sungai yang lebarnya dua depaan itu berhasil diseberanginya dalam satu kali lompatan.

   Keduanya sudah sampai di seberang.

   Namun baru saja mereka bermaksud melangkah pergi, tiba-tiba terdengar Kim Kut Lau memperdengarkan suaranya yang tidak mirip tawa atau tangisan.

   Pokoknya tidak enak didengar! Tepat pada saat itu pula terdengar bunyi plok yang keras.

   Mereka menolehkan kepalanya untuk melihat, tampak batu besar yang menjadi senjata andalan si Dewa Gemuk sudah gompal sebagian.

   Daerah yang gompal itu bekas tekanan tangan Kim Kut Lau.

   Sedangkan orangnya sendiri sudah mencelat seperti terbang untuk menerjang ke arah mereka.

   Tanpa sadar, saat itu juga Lu Sin Kong dan Sebun It Nio dibuat terpana oleh kejadian itu.

   Sebab, dalam mengadu kekuatan antara dua tokoh kelas tinggi, sebelum ada hasilnya, siapa pun tidak dapat melepaskan diri begitu saja.

   Yang mengundurkan diri justru yang akan mengalami kerugian.

   Entah ilmu apa yang digunakan oleh si Tengkorak Emas sehingga dia dapat memisahkan diri dengan mudah dari lawannya bahkan sempat menerjang ke seberang.

   Tampak mimik wajah Yu Lao Pun menyiratkan kemarahan.

   "Jangan pergi!"

   Bentaknya.

   Kim Kut Lau menerjang keluar dengan mencelat ke atas, lalu meliukkan tubuhnya lewat bawah.

   Gerakannya tidak kalah cepat dengan lawannya.

   Air bermuncratan kemana-mana.

   Sebagian tubuhnya sudah terendam di dalam sungai.

   Batu 127 besar yang digunakan sebagai senjata langsung dihantamkan ke atas untuk menyerang dada Kim Kut Lau.

   Suara pekikan aneh masih terus berkumandang dari mulut Kim Kut Lau.

   Tubuhnya yang sedang mengapung di tengah udara tahu-tahu mencelat lebih tinggi lagi, setinggi lima ciok.

   Sebetulnya dengan melambungnya tubuh orang itu, senjata Yu Lao Pun tidak mungkin mencapai sasarannya lagi.

   Tapi entah jurus apa yang digunakan si Dewa Gemuk itu, apalagi ditambah dengan hawa murni Tai Ci Kang yang dikuasainya, walaupun senjatanya sendiri tidak sanggup mengenai lawan, tapi tenaga pantulannya yang kuat dan tajam malah terus melanda ke atas.

   Tubuh Lim Kut Lau sedang melayang di tengah udara, maka sulit baginya untuk mengerahkan tenaga dalam.

   Begitu kekuatan pantulan batu Yu Lao Pun melanda datang, tanpa dapat dipertahankan diri lagi, tubuhnya tertahan.

   Dalam keadaan genting dia menjulurkan kedua tangannya untuk diadukan dengan kekuatan batu besar itu, tapi terlambat, tubuhnya malah terpental ke belakang sejauh tiga depa dan mendarat kembali di tempatnya semula.

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Memang hal ini yang menjadi tujuan Yu Lao Pun, maka dia pun tertawa terbahak-bahak.

   "Sahabat, jangan harap dapat menyeberang!"

   Kim Kut Lau juga ikut tertawa.

   "Yu Gendut, kau diam saja di sana, aku tidak bisa menemani lebih lama lagi."

   Hati Yu Lao Pun langsung tergerak.

   "Kau mau ke mana?"

   Kim Kut Lau tertawa terbahak-bahak dengan nada aneh.

   "Di atas bukit Song Kui Hong aku boleh membuka pantangan dengan membunuh sepuas hati, kenapa aku tidak ke sana saja?"

   Katanya.

   Bukit Song Kui Hong merupakan markas perguruan Tai Ci Bun.

   Anak murid Yu Lao Pun yang sebanyak tiga generasi, jumlahnya ada delapan puluh orang, dan semuanya tinggal di bukit itu.

   Ucapan Kim Kut Lau barusan menyiratkan bahwa dia akan membunuh seluruh anak muridnya.

   Yu Lao Pun sendiri sadar, bahwa kecuali dirinya sendiri, bila dipaksakan mungkin masih bisa menghadapi Kim Kut Lau dengan seimbang.

   Bahkan kedua murid kesayangannya bisa saja masih belum mampu menandingi orang ini.

   Bila membiarkan dia naik ke bukit Song Kui Hong, kemungkinan perguruan Tai Ci Bun akan musnah di tangannya.

   Karena itu hatinya menjadi cemas sekali.

   Tapi si Dewa Gemuk juga bukan orang bodoh.

   Dia tidak memperlihatkan kepanikan dalam hatinya, malah tertawa dingin sambil berkata.

   "Kalau bukit Song Kui Hong begitu mudah didatangi musuh, apakah perguruan Tai Ci Bun pantas berdiri di muka bumi ini?"

   "Kalau begitu, tentunya kau mempunyai keberanian untuk membiarkan aku ke sana bukan?"

   Tantang Kim Kut Lau.

   "Bagus! Kalau kau mendaki puncak bukit Song Kui Hong, aku akan mendatangi San Tian Bok untuk mengacak-acak di sana!"

   Sahut Yu Lao Pun. Mendengar ucapannya, wajah Kim Kut Lau agak berubah juga. Kemudian dengan nada tajam dia bertanya.

   "Yu Gendut, ucapanmu ini serius apa tidak?"

   Hati Yu Lao Pun agak bimbang.

   Terhadap misteri yang menyelimuti si tokoh sesat yang menjadi tetangganya ini, sebetulnya ingin sekali ia mengungkapkan rahasianya.

   Tapi sejak kemunculan orang ini, beberapa kali mereka sempat bergebrak, sayangnya tidak pernah ada hasilnya.

   Akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan sungai ini sebagai batas dunia masing-masing, maka selama beberapa tahun ini keadaan menjadi aman dan tentram.

   Sampai hari ini baru timbul kembali perselisihan di antara kedua orang.

   Mendengar nada suara Kim Kut Lau yang seakan mengandung rasa takut begitu mengetahui dirinya akan mengunjungi tempat tinggalnya, diam-diam Yu Lao Pun merasa heran.

   "Kau toh akan mendaki bukit Song Kui Hong, tentu aku harus balas berkunjung ke tempatmu!"

   Katanya.

   Kim Kut Lau mengeluarkan suara tertawa yang aneh.

   Kemudian dia membalikkan tubuhnya untuk menerjang ke arah Yu Lao Pun.

   Gerakannya cepat bagai kilat.

   Begitu sampai di tengah sungai, telapak tangannya menghantam.

   Bumm!! Air sungai bermuncratan ke mana-mana, orangnya sendiri terus maju ke depan.

   Pukulannya semakin cecar, bahkan bebatuan dalam sungai terbang ke atas lalu menjadi senjata rahasia yang menyerang ke arah Yu Lao Pun.

   Sementara itu, Yu Lao Pun sendiri seakan tidak mempedulikan air sungai yang seperti air mancur menari-nari itu.

   Seluruh tubuhnya dilindungi dengan hawa murni Tai Ci Kangnya, maka meskipun bebatuan yang dihantam Kim Kut Lau menerpa seluruh tubuhnya, tapi batu-batu itu terpental kembali.

   Orang-nya sendiri tetap berjalan dengan langkah lebar untuk menyeberangi sungai itu.

   Melihat keadaan ini, Sebun It Nio berkata kepada Lu Sin Kong dengan suara rendah.

   "Mari kita pergi!"

   Lu Sin Kong menganggukkan kepalanya.

   Selagi kedua pihak sibuk dengan urusan mereka, dia dan istrinya segera meninggalkan tempat itu dengan diam-diam.

   Tentu saja Yu Lao Pun dan Kim Kut Lau melihat kepergian kedua orang itu.

   Namun keduanya tidak berdaya, sebab mengalihkan perhatian sedikit saja, lawan akan menggunakan kesempatan itu untuk membokong.

   Karena itu mereka hanya dapat memandangi bayangan tubuh Lu Sin Kong dan Sebun It Nio yang menghilang di tikungan sebuah bukit.

   Kim Kut Lau tertawa dingin.

   "Yu Gendut, apakah antara kita tidak bisa disatukan lagi?"

   Tanyanya. Yu Lao Pun sadar, kali ini persengketaannya dengan manusia aneh ini sudah semakin dalam. Terdengar dia mengeluarkan suara siulan panjang, dan suara itu berkumandang sampai jauh.

   "Betul. Kita tidak mungkin bersatu lagi,"

   Katanya kemudian. Wajah Kim Kut Lau berubah angker.

   "Yu Gendut, kau kira aku ini benar-benar takut terhadap perguruan Tai Cin Bun? Terus terang saja, kalau karena bukan masih ada sedikit kebaikan dalam diriku ini, sejak dulu aku sudah rnemusnahkan perguruanmu itu?"

   "Bila kau berminat memusnahkannya sekarang, rasanya masih belum terlambat!"

   Sahut Yu Lao Pun dengan nada yang tidak kalah dinginnya. Kim Kut Lau tertawa terbahak-bahak.

   "Yu Gendut, sekarang sepasang suami istri Lu Cong Piau Tau sudah pergi. Apa sebetulnya yang ingin kau dapatkan dari mereka?"

   Yu Lao Pun melihat lawannya masih belum turun tangan juga, malah mengajukan pertanyaan seperti ini, hatinya menjadi bimbang.

   "Kau sendiri? Apa yang ingin kau dapatkan?"

   Ia balik bertanya.

   "Benda yang ingin kudapatkan itu, sedikit pun tidak ada manfaatnya bagimu, tapi kau masih turun tangan juga. Hal ini membuktikan bahwa kau pasti keliru,"

   Kata Kim Kut Lau. Yu Lao Pun tertawa dingin.

   "Lucu! Keliru atau tidak, apa urusannya denganmu?"

   "Kalau kau tidak bersedia mengatakannya, aku juga tidak akan memaksamu,"

   Kata Kim Kut Lau sambil berjalan mondar-mandir.

   "Kau toh tinggal di Tong Tian Bok, memangnya aku bisa mengusirmu? Yu Gendut, minggirlah, kita hentikan saja pertarungan ini untuk sementara!"

   Yu Lao Pun tertawa dingin.

   "Betul. Kalau aku minggir, kau bisa pergi mengejar kedua suami istri itu bukan?"

   "Kau kira aku tidak bisa menerobos?"

   "Coba saja!"

   Tantang Yu Lao Pun.

   Meskipun mulut mereka saling berdebat, tapi siapa pun tidak ada maksud untuk menyerang terlebih dahulu.

   Keduanya berdiri tegak saling menunggu.

   Sekarang kita tinggalkan dulu Kim Kut Lau dan Yu Lao Pun yang masih berkutet di tepi sungai.

   Kita kembali kepada Lu Sin Kong dan Sebun It Nio, yang sedang meneruskan perjalannya.

   Mereka berlari dan karena dari belakang tidak terlihat ada yang mengejar, maka keduanya melambatkan langkah kakinya.

   "Kita sudah dua kali memeriksa kotak itu, di dalamnya kosong melompong. Kenapa mereka masih saja mengintil kita?"

   Kata Sebun It Nio dengan nada tidak habis mengerti.

   "Masih ada satu hal lagi yang membingungkan. Baru beberapa hari kita menerima barang kawalan ini, di Lam Cong, tapi kenapa sepertinya tokoh-tokoh di seluruh dunia sudah mengetahui hal ini?"

   Sambung Lu Sin Kong. Sebun It Nio merenung sejenak, kemudian dengan tiba-tiba mengeluarkan seruan terkejut.

   "Ah! Aku mengerti sekarang!"

   "Apa yang kau mengerti?"

   Tanya sang suami. -ooo0ooo- Bab Ditanya begitu Lu Hujin diam sesaat seperti ragu namun dia kembali berkata.

   "Kita telah diperalat orang. Dengan kata lain, kita dijadikan umpan. Pasti ada suatu barang yang penting sekali harus diantarkan ke tangan si Pecut Emas-Han Sun di Su Cou. Tapi mereka takut banyak orang yang mengincar di tengah jalan. Maka pihak lawan pura-pura menitipkan kotak kosong ini ke tangan kita, agar kita mengantarnya sendiri. Sementara itu, barang yang asli dibawa oleh orang lain secara diam-diam. Perhatikan seluruh tokoh di dunia Kang-ouw pasti tertuju kepada kita, dengan demikian barang itu dapat sampai dengan selamat di tangan si Pecut Emas,"

   Kata Sebun It Nio menjelaskan pemikirannya. Lu Sin Kong merenung sejenak. Dia merasa apa yang dikatakan oleh sang istri ada benarnya juga, maka dia berkata dengan nada marah.

   "Kalau benar begitu, sungguh keterlaluan orang yang menyerahkan kotak kosong ini kepada kita!"

   Sebun It Nio tertawa dingin.

   "Untuk mendapatkan imbalan besar, memang sudah seharusnya mengeluarkan pengorbanan. Apanya yang keterlaluan?"

   Mendengar nada sindiran istrinya yang menyiratkan kegilaan dirinya akan harta, Lu Sin Kong merasa malu sehingga wajahnya berubah merah padam.

   "Bagaimana kejadian yang sebenarnya, tidak lama lagi kita akan tahu. Benar tidaknya dugaanmu itu, untuk sementara kita juga tidak bisa memastikan."

   Sebun It Nio hanya tertawa dingin.

   Dalam beberapa hari ini, kehidupan mereka yang biasanya tenang tiba-tiba saja dilanda berbagai kemelut yang memusingkan.

   Yang paling menyedihkan justru kematian anak mereka yang semata wayang, Lu Leng.

   Kepiluan hati mereka tidak terkatakan.

   Hanya karena mereka sudah menjadi suami istri selama sepuluh tahun, maka keduanya sama-sama mengalah.

   Sampai detik ini, keduanya tidak pernah bertengkar juga.

   Sebun It Nio hanya mendengus.

   Dia tidak mengatakan apa-apa lagi.

   Lu Sin Kong mengajaknya meneruskan perjalanan.

   Sepanjang jalan, pikiran mereka melayang-layang.

   Kalau bukan teringat kematian Lu Leng yang mengenaskan, mereka berpikir tentang kotak misterius yang mereka kawal.

   Belum lagi berjaga-jaga terhadap kemunculan para tokoh yang ingin merebutnya.

   Tanpa terasa, langit sudah mulai gelap.

   Tiba-tiba Lu Sin Kong tertegun.

   "Hujin, mengapa kita sudah berjalan begitu lama tapi masih belum juga keluar dari wilayah Sai Tian Bok?"

   Tanyanya. Sebun It Nio mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tampak pepohonan yang rimbun, dan di sebelah timur ada sebuah bukit. Ternyata jalan itu sudah pernah mereka lalui sebelumnya.

   "Hujin, daerah Sai Tian Bok ini banyak bukit-bukit, maka sulit bagi kita untuk menemukan jalan. Sekarang hari sudah menjelang malam, percuma saja kita putar-putar di sini. Sebaiknya kita bermalam di tempat ini saja,"

   Kata Lu Sin Kong.

   "Kalau begitu, keenakkan si Maling Enam Jari itu dapat hidup lebih lama satu hari lagi,"

   Sahut istrinya dengan nada berapi-api.

   Rupanya dalam hati wanita itu terus memikirkan kapan mereka bisa menyerbu ke gunung Bu Yi San untuk membalas dendam atas kematian anak mereka.

   Dia berharap semakin cepat semakin baik, maka dia mengucapkan kata-kata seperti itu.

   Lu Sin Kong tertawa getir.

   "Yang penting kita bisa mengundang jago-jago dari Go Bi Pai dan Tiam Cong Pai, dengan demikian kita pasti bisa menuntut balas. Toh tidak mungkin kita lakukan hari ini juga, beda beberapa hari, kan tidak apa-apa?"

   Disaat keduanya terlibat pembicaraan, tiba-tiba di daerah pegunungan yang gelap terlihat setitik sinar api, dan oleh karena itu keduanya menjadi tertegun seketika.

   Tempat mereka berada merupakan daerah pedalaman, tepatnya di dalam hutan belantara di pegunungan.

   Gelapnya tidak terkira, belum lagi suara lolongan srigala dan suara burung hantu yang menyeramkan.

   Sungguh sulit dibayangkan ada manusia yang bersedia membangun rumahnya di tempat seperti ini! Kedua orang itu memperhatikan beberapa saat, kemudian terdengar Lu Sin Kong berkata.

   "Hujin, ternyata di sini ada rumah. Bagaimana kalau kita menumpang barang satu malam saja?"

   "Kau ini bagaimana sih? Memangnya kesulitan yang kita dapatkan sepanjang jalan masih kurang banyak, lalu kau sekarang malah ingin mengasongkan dirimu sendiri ke rumah orang?"

   Lu Sin Kong tertawa panjang.

   "Hujin, apakah kau ketakutan karena digertak oleh orang-orang itu? Sejak meninggalkan kota Lam Cong, entah sudah berapa banyak jago-jago yang kita temui, apakah kita sempat terluka sedikit pun juga?"

   Sebun It Nio ikut tertawa.

   "Apa yang kau katakan memang benar."

   Kedua orang itu segera menyusuri jalan menuju sinar itu.

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Belum seberapa jauh mereka berjalan, terlihat bahwa sinar itu ada empat titik.

   Mereka terus berjalan ke depan.

   Terlihat di dalam keremangan malam ada tujuh delapan rumah yang berderet menjadi satu.

   Semuanya dibangun dengan batu 137 besar yang kokoh.

   Di bagian tengah terdapat sebuah pintu besar berwarna hitam pekat.

   Keempat sinar yang mereka lihat tadi terbit dari empat buah lentera yang tergantung di atas pintu.

   Lentera-lentera itu besar sekali, sepertinya terbuat dari emas, dan bentuknya aneh sekali.

   Sampai sekian lama mereka memperhatikan, tapi tetap tidak dapat menerka bentuknya seperti apa.

   Tiba-tiba serangkum angin kencang berhembus, membuat lentera-lentera berputaran beberapa kali.

   Saat itulah Lu Sin Kong dan Sebun It Nio baru bisa melihat bentuk lentera tersebut dengan jelas.

   Rupanya model lentera itu dibuat menuruti bentuk tengkorak kepala yang besar sekali.

   Hati Sebun It Nio bergidik seketika.

   "Tidak disangka-sangka kita malah keliru menerobos ke sana ke mari, akhirnya ke tempat tinggalnya Kim Kut Lau,"

   Katanya. Lu Sin Kong juga tertawa getir.

   "Benar-benar kebetulan sekali. Keempat lentera ini tampaknya baru dinyalakan. Mungkinkah Kim Kut Lau-nya sendiri sudah pulang?"

   Sebun It Nio merenung sejenak.

   "Rasanya belum. Kalau dia sudah pulang, masa kita tidak ketemu dengannya?"

   "Hujin, ingatkah kau, tadi Kim Kut Lau mengatakan bahwa kotak yang kita bawa ini kemungkinan berhubungan dengannya? Tadinya kita masih belum sadar bahwa diri kita 138 telah diperalat orang sehingga kita tidak memberitahukan kepadanya bahwa kotak ini sebenarnya kosong. Kalau dipikir-pikir, si Ki Hok itu memang keterlaluan. Kenapa kita tidak membalasnya? Tidak peduli Kim Kut Lau ada atau tidak, kita ketuk saja pintunya dan numpang menginap satu malam,"

   Kata Lu Sin Kong. Sebun It Nio tertawa dingin.

   "Betul. Kita gunakan cara "Senjata makan Tuan","

   Sahutnya. Sembari berbicara, mereka berjalan menuju pintu besar itu. Belum sempat keduanya mengetuk pintu, dari dalam terdengar suara lembut pertanyaan seorang gadis.

   "Siapa yang datang?"

   Hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tercekat.

   Keduanya berpikir, meskipun mereka tidak sempat meringankan langkah kaki, tapi orang di dalam rumah bisa tahu kedatangan mereka, sebenarnya bukan hal yang mudah! Hal ini membuktikan bahwa pendengaran gadis itu tajam sekali.

   Sebun It Nio segera melirik kepada Lu Sin Kong kemudian berkata.

   "Kami kebetulan lewat di tempat ini, mohon dapat menginap barang semalaman saja."

   Untuk beberapa saat tidak terdengar suara gadis itu. Mungkin ia sedang ragu-ragu. Namun akhirnya terdengar dia menyahut.

   "Kalian bisa muncul di tempat ini tentunya kalian juga orang-orang dari dunia Bulim. Mengapa kalian tidak bermalam di tempat lain atau meneruskan perjalanan saja? Kenapa harus datang ke sini untuk mencari kesulitan?"

   Mendengar nada suaranya yang lembut dan nyaring, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio menaksir usia gadis itu pasti masih muda sekali.

   Dalam hati mereka berpikir, selamanya Kim Kut Lau terkenal suka malang melintang seorang diri, tidak pernah terdengar berita bahwa dia mempunyai kekasih atau istri.

   Mungkinkah tempat ini bukan kediaman Kim Kut Lau? Kalau dibilang bukan, kenapa di atas pintunya ada lentera berbentuk tengkorak kepala manusia? Sebun It Nio merenung sejenak, kemudian dia bertanya.

   "Apakah karena Tuan rumahnya sedang tidak ada, maka kau merasa tidak leluasa untuk menerima tamu?"

   Nada suara gadis itu seakan terkejut sekali.

   "Aih, bagaimana kau bisa tahu bahwa Tuan rumah sedang tidak ada?"

   Di saat berbicara, dari dalam pintu terdengar suara gemerincing yang tidak henti-hentinya.

   Tidak lama kemudian suara itu sudah sampai di dekat mereka, disusul suara Kreakkk! Pintu besar itu telah terbuka.

   Sebun It Nio cepat-cepat menjulurkan tangannya untuk mendorong pintu itu.

   Setelah diperhatikan sekejap, dia pun tertegun.

   Rupanya orang yang membuka pintu itu memang seorang gadis yang masih muda sekali.

   Rambutnya yang panjang terurai sampai ke bahu.

   Alisnya melengkung seperti bulan sabit, hidungnya mancung, bibirnya mungil.

   Cantiknya sampai sulit dilukiskan dengan kata-kata.

   Namun, pakaian yang dikenakannya sudah lusuh sekali, bahkan ada beberapa bagian yang sudah koyak, sehingga lengan kirinya terlihat dari luar.

   Kulitnya putih mulus, tapi banyak guratan garis berwarna merah, seakan-akan pernah dicambuk dengan keras.

   Semua ini masih tidak mengherankan.

   Yang paling aneh justru di pergelangan tangannya diborgol oleh seutas rantai besi yang tebal.

   Rantai itu panjangnya mencapai empat depaan, terus menjuntai kedalam dan terikat pada sebuah tiang besar di ruangan.

   Sebun It Nio tertegun sesaat.

   Dia tidak bisa menerka asal-usul gadis itu.

   Begitu melihat mereka berdua, wajah gadis itu langsung berubah berseri-seri.

   Gadis itu menyembulkan kepalanya keluar untuk melihat ke sekeliling, lalu bertanya dengan suara rendah.

   "Apakah kalian berdua suami istri Lu Cong Piau Tau dan Lu Hujin dari kota Lam Cong? Cepat masuk ke dalam!"

   Kedua orang itu dapat melihat bahwa rantai yang memborgol kedua tangan gadis itu tidak seberapa panjang, paling-paling dia bisa berjalan sampai depan pintu untuk menyalakan lentera-lentera di atasnya.

   Tapi sekali bicara saja dia sudah dapat menebak asal-usul mereka, tentu saja mereka merasa heran.

   Untuk sesaat keduanya merasa bimbang.

   Terdengar gadis itu berkata pula.

   "Kalian berdua tidak perlu khawatir, aku tidak bermaksud jahat!"

   Sebun It Nio menjulurkan tangan untuk membelai-belai kepala gadis itu, sekilas, bibirnya menyunggingkan senyuman.

   "Kalaupun kau bermaksud jahat, kami juga tidak takut. Bagaimana kau bisa tahu nama kami, apakah Kim Kut Lau yang mengatakannya?"

   Mendengar nama "Kim Kut Lau", rnimik wajah gadis itu langsung berubah ketakutan.

   "Di mana dia?"

   Tanyanya dengan nada bergetar. Melihat gadis itu begitu cantik, dan sikapnya penurut, Sebun It Nio membayangkan bahwa gadis itu pasti setiap hari merasakan siksaan Kim Kut Lau. Maka timbul rasa kasihan dan sayang dalam hatinya.

   "Dia sedang bertarung melawan si Dewa Gemuk Yu Lao Pun di tepi sungai, untuk sementara pasti tidak bisa diselesaikan. Meskipun dia pulang, tidak ada yang perlu ditakuti!"

   Wajah gadis itu menyiratkan perasaannya yang agak lega.

   Dia mempersilakan kedua orang itu masuk, setelah itu merapatkan pintunya kembali.

   Di saat bergerak, rantai tangannya tidak hentinya mengeluarkan suara gemerincing.

   Mereka masuk ke dalam rumah.

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio dapat melihat dekorasi di dalamnya yang sederhana sekali.

   Bahkan meja dan kursinya juga terbuat dari kayu biasa.

   Justru tiang tempat mengikat rantai besi di tangan gadis itu yang terbuat dari baja murni.

   Tanpa sungkan-sungkan lagi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio duduk di atas kursi.

   "Aku mempunyai sebuah permintaan, entah kalian dapat mengabulkannya apa tidak?"

   Tanya gadis itu.

   "Ada apa, katakan saja!"

   Sahut Sebun It Nio. Gadis itu tampak bimbang sejenak, namun akhirnya berkata juga.

   "Ayahku tidak tahu sama sekali bahwa aku ditangkap oleh Kim Kut Lau lalu ditahan di sini. Seandainya kalian bersedia memberitahukan kepada ayahku agar beliau bisa datang memberikan pertolongan, untuk selamanya aku tidak akan lupa budi ini."

   "Siapa ayahmu?"

   Tanya Lu Sin Kong. Gadis itu menarik nafas panjang.

   "Kalian toh akan ke Su Cou. Sesampainya di sana, kalau bisa mampir sebentar di Kiam Si, maka kalian bisa bertemu dengannya,"

   Sahutnya. Lu Sin Kong tertawa sumbang.

   "Telaga Kiam Si di Hou Yok merupakan tempat yang sangat terkenal di luar kota Su Cou. Orang yang melancong di sana tidak terhitung jumlahnya, bagaimana kami bisa tahu yang mana ayahmu?"

   "Kalian tunggu sebentar!"

   Kata gadis itu sembari berjalan menuju sebuah pintu yang terletak di sebelah kiri, lalu masuk ke dalamnya.

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio melihat rantai besi di tangannya tertarik sampai habis.

   Berat rantai itu mungkin mencapai empat lima ratus kati, tapi gadis itu bisa menggondolnya sambil berjalan ke sana ke mari.

   Hal ini membuktikan bahwa tenaga dalamnya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi.

   Di saat keduanya sedang berpikir, gadis itu berjalan keluar kembali dengan sebuah bungkusan di kedua tangannya.

   "Setelah sampai di telaga Kiam Si, harap kalian buka bungkusan ini, ayahku pasti akan datang menemui kalian,"

   Katanya. Sebun It Nio menyambut bungkusan itu, yang ternyata berat sekali.

   "Apakah ayahmu selalu ada di sekitar telaga itu?"

   Tanyanya.

   "Betul,"

   Sahut gadis itu.

   "Apa sebetulnya isi bungkusan ini?"

   Tanya Sebun It Nio sambil mengulurkan tangannya dengan maksud membuka bungkusan itu.

   "Lu Hujin, sebelum sampai di telaga Kiam Si, jangan sekali-sekali kalian buka bungkusan itu."

   Cegahnya gadis itu. Mendengar kata-katanya, hati Sebun It Nio langsung merasa kurang senang. Maka dia menoleh kepada Lu Sin Kong sambil berkata.

   "Bagus sekali! Kita menerima suatu barang untuk dikawal, tapi isinya kita tidak boleh tahu. Sekarang kita menerima permintaan orang untuk mencari bantuan, barang yang dititipkan juga tidak boleh dilihat!"

   Sebetulnya hati Lu Sin Kong juga kurang puas mendapat perlakuan seperti itu.

   Tapi ketika dia menolehkan kepalanya, dilihatnya mimik wajah gadis itu menunjukkan kecemasan yang tidak terkira.

   Tangannya menjulur untuk mengambil kembali bungkusan itu, namun sepertinya ragu-ragu, mungkin takut Sebun It Nio akan tersinggung.

   Lu Sin Kong merasa iba melihatnya.

   Setelah memperhatikan sejenak, dia tersenyum.

   "Hujin, usianya masih muda, tindakannya tentu saja tidak dapat disamakan dengan orang dewasa, kenapa kau harus perhitungkan dengannya? Kembalikan saja bungkusan itu kepadanya!"

   Mimik wajah gadis itu bertambah cemas, bahkan air matanya sudah mengembang.

   "Apakah kalian berdua tidak sudi menolong sama sekali?"

   Tanyanya panik. Lu Sin Kong tertawa.

   "Kau meminta kami menemui ayahmum, tujuan-nya agar dia bisa datang ke mari menolongmu bukan?"

   Dengan air mata menetes, gadis itu menganggukkan kepalanya.

   "Itu dia. Kalau sekarang kami membebaskanmu, kan sama saja?"

   Kata Lu Sin Kong. Mimik wajah gadis itu menyiratkan perasaan kurang percaya.

   "Kalian berdua sudi menyampaikan keadaanku ini kepada ayahku saja, aku sudah berterima kasih sekali. Aku tidak berani mengharap kalian berdua memikul bahaya sebesar ini."

   "Kalau kami menolongmu, paling-paling menambah perselisihan dengan Kim Kut Lau. Apanya yang harus ditakutkan?"

   Kata Lu Sin Kong. Gadis itu seakan ingin mengatakan sesuatu namun dibatalkannya. Maka Sebun It Nio langsung menukas.

   "Mengharap kami menolongmu sebetulnya tidak sulit, asal kau mau mengatakan dengan terus terang, siapa namamu, siapa nama ayahmu!"

   "Ayah bernama Tam Sen, aku bernama Tam Goat Hua,"

   Sahut gadis itu. Sebun It Nio merasa bahwa di dunia Bulim tidak ada tokoh yang bernama Tam Sen, apalagi nama Tam Goat Hua, dia belum pernah mendengarnya sekalipun. Tapi mimik wajah gadis itu menunjukkan bahwa dia tidak berbohong, maka dia bertanya.

   "Ayahmu pasti tokoh Bulim juga. Bolehkah kami tahu dia berasal dari partai atau perguruan apa?"

   "Harap Lu Hujin maafkan, ayahku dari partai atau perguruan mana, aku sendiri tidak tahu,"

   Sahut Tam Goat Hua.

   Dalam hati Sebun It Nio berpikir, mengapa dalam beberapa hari ini, urusan seaneh apa pun pernah mereka temui.

   Masa ada puteri sendiri yang tidak tahu asal-usul partai atau perguruan ayahnya? Baru saja dia ingin bertanya lagi, tiba-tiba Lu Sin Kong mengeluarkan siulan panjang, jari tangannya mengirimkan sebuah totokan ke dada Tam Goat Hua.

   Gadis itu memandangnya dengan mata terbelalak, namun tidak bisa bergerak sedikit pun.

   Serangan yang dilakukan oleh Lu Sin Kong sebenarnya hanya untuk menyelidiki asal-usul gadis itu.

   Tidak tahunya Tam Goat Hua tidak bergerak sama sekali.

   Dalam hati Lu Sin Kong berpikir, ketenangan Tam Goat Hua dalam menghadapi lawan sudah mencapai taraf air muka tak berubah walau gunung runtuh di hadapannya.

   Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dalam hatinya sudah tahu, gadis itu amat cerdik dan banyak akalnya.

   Dia juga berpikir tidak peduli gadis itu dari golongan lurus atau dari golongan sesat, yang jelas Kim Kut Lau bukan orang baik.

   Gadis itu berada di tempat ini, sekujur badan pun terdapat bekas cambukan.

   Kini dia bertemu dengannya, kenapa tidak menolongnya? Lu Sin Kong tersenyum seraya berkata.

   "Nona Tam, legakanlah hatimu! Kami sudah bilang bersedia menolongmu, tentunya kami pun sudah siap menghadapi risikonya."

   "Kalau begitu...,"

   Ucap Tam Goat Hua.

   "Aku amat berterima kasih sekali."

   Tiba-tiba Lu Sin Kong mengerutkan kening.

   Ternyata dia melihat lengan gadis itu pun diborgol dengan besi tebal.

   Kecuali dengan pedang pusaka, barulah dapat memutuskan borgol itu.

   Lagipula, walau punya pedang pusaka, juga harus berhati-hati memutuskan borgol tersebut.

   Sebab kalau tidak, lengannya pun akan putus terbacok.

   Itu membuat Lu Sin Kong membungkam, dan tanpa sadar dia pun menggeleng-gelengkan kepala.

   "Borgol di lengan itu tidak dapat diputuskan,"

   Kata Sebun It Nio dan menambahkan.

   "Kenapa kita tidak memutuskan rantai besi itu saja?"

   Perkata itu menyadarkan Lu Sin Kong. Maka, dia memandang rantai besi itu seraya berkata.

   "Hujin, ambilkan golok Leng Ji!"

   Sebun It Nio tahu bahwa golok milik putranya amat tajam.

   Kalau menggunakannya disertai dengan tenaga dalam, tentunya tidak sulit memutuskan rantai besi itu.

   Dia mengangguk, kemudian merogoh ke dalam bajunya dan terdengar suara "Cring", golok tersebut sudah berada di tangannya.

   Begitu golok itu berada di tangan Sebun It Nio, mendadak Tam Goat Hua berseru tak tertahan.

   "Haah? Golok ini?"

   Namun kemudian gadis tersebut diam, tidak melanjutkannya. Hal itu membuat Sebun It Nio merasa heran.

   "Kenapa golok ini?"

   Tanyanya.

   "Golok ini...,"

   Sahut Tam Goat Hua agak tersendat-sendat."... dapatkah memutuskan besi?"

   Sebun It Nio tahu bahwa apa yang akan dikatakan Tam Goat Hua, bukanlah perkataan tersebut.

   Golok itu diketemukan di luar kota Lam Cong ratusan mil jauhnya, itu betul-betul merupakan suatu teka-teki.

   Namun dapat dipastikan bahwa golok itu pasti erat hubungannya dengan orang yang mencelakai Lu Leng.

   Oleh karena itu, bagaimana mungkin Sebun lt Nio begitu gampang melepaskan.

   "Kau pernah melihat golok ini?"

   Tanyanya lagi. Tam Goat Hua tidak menyahut. Sebun It Nio menatapnya tajam, kemudian berkata.

   "Kalau kau mengharapkan pertolongan kami, haruslah berkata sejujurnya!"

   Wajah Tam Goat Hua kemerah-merahan, lalu ia menundukkan kepala. Saat ini, Lu Sin Kong juga dapat melihat akan keanehan urusan itu. Maka dia segera berkata.

   "Nona Tam, terus terang sebetulnya golok ini milik putraku, tapi...."

   Sebelum Lu Sin Kong menyelesaikan ucapannya, Sebun It Nio sudah melototinya. Lu Sin Kong tahu bahwa istrinya melarangnya membocorkan tentang musibah tersebut, agar orang luar tidak mengetahuinya. Akhirnya dia menghela nafas panjang seraya berkata.

   "Tentunya dulu kau tidak pernah melihat golok ini. Kalau belum lama ini kau pernah melihat golok ini, biar bagaimanapun harap kau sudi menutur tentang kejadiannya itu, lebih baik sejelas-jelasnya!"

   Seusai Lu Sin Kong berkata, Tam Goat Hua memberitahukan.

   "Tiga hari yang lalu, aku memang pernah melihat golok ini."

   Tersentak hati Sebun It Nio mendengar ucapan itu.

   "Ketika itu, golok ini berada di tangan siapa?"

   Tanyanya.

   "Aku tidak melihat dengan jelas,"

   Sahut Tam Goat Hua.

   "Tiga hari yang lalu, ketika Kim Kut Lau mencambuki diriku, dia pun memaksaku menceritakan suatu urusan. Dalam kurun waktu setengah tahun ini, dia mengurung diriku di sini dan setiap hari menyiksaku, tujuannya memaksaku menceritakan rahasia itu, namun aku tidak mau...."

   "Cepatlah kau ceritakan tentang golok ini!"

   Desak Sebun It Nio. Tam Goat Hua mengangguk, kemudian berkata.

   "Ketika itu hari sudah menjelang malam, mendadak di luar terdengar suara yang amat lirih. Tak seberapa lama kemudian terdengar pula suara seseorang di luar.

   "Saudara Chiang ada?"

   Begitu mendengar suara itu, Kim Kut Lau segera menyeretku ke ruang sebelah, sekaligus menutup pintu ruang itu.

   Tak lama, aku mendengar suara langkah masuk ke dalam.

   Karena merasa heran, aku mengintip melalui cela-cela daun pintu.

   Dalam kegelapan tampak Kim Kut Lau bercakap-cakap dengan seseorang.

   Barulah aku tahu bahwa orang itu kaum rimba persilatan, dan aku pun tahu bahwa Kim Kut Lau bermarga Chiang."

   "Lalu siapa orang itu?"

   Tanya Lu Sin Kong.

   "Aku tidak melihat wajahnya,"

   Sahut Tam Goat Hua.

   "Hanya melihat punggungnya. Mereka berdua bercakap-cakap dengan suara rendah, maka aku tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan. Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara harpa...."

   Mendengar sampai di situ, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio nyaris meloncat saking terkejutnya.

   "Suara harpa?"

   Terbelalak Tam Goat Hua memandang mereka. Gadis itu merasa heran kenapa suami istri itu tampak begitu terkejut? Kemudian ia manggut-manggut dan melanjutkan.

   "Memang suara harpa. Suara itu begitu lembut menggetarkan. Kim Kut Lau dan orang itu bangkit berdiri 151 serentak. Saat itu, barulah kulihat wajah orang tersebut. Pakaiannya mewah tapi dandanannya mirip pengurus rumah."

   Tersentak lagi hati Lu Sin Kong dan membatin, mungkinkah Ki Hok? Sedangkan Tam Goat Hua melanjutkan.

   "Suara harpa masuk ke dalam rumah. Aku ingin melihat orangnya, tapi tidak terlihat jelas, hanya tampak cahaya golok berkelebat, yakni golok ini."

   Sebun It Nio segera bertanya.

   "Siapa yang memegang golok ini?"

   Tam Goat Hua berpikir sejenak.

   "Aku pikir pasti pemetik harpa itu, sebab sebelah tangannya terdapat enam jari,"

   Jawabnya kemudian. Sebun It Nio langsung mencaci sengit.

   "Jahanam!"

   "Aku pernah dengar...,"

   Kata Tam Goat Hua.

   "Liok Ci Siansing dari gunung Bu Yi San Hok Kian, paling gemar main harpa. Aku kira dialah orangnya."

   Sebun It Nio berkeretak gigi seraya berkata.

   "Tentu dia! Selain dia siapa lagi?"

   "Setelah cahaya golok itu sirna...,"

   Lanjut Tam Goat Hua.

   "Mereka bertiga bercakap-cakap dengan suara rendah, maka aku tidak mendengar jelas percakapan mereka. Kemudian Kim 152 Kut Lau mengantar tamu-tamu itu keluar. Setelah itu, dia menyeretku keluar pula, dan bertanya padaku apakah aku tadi mencuri melihat. Tentunya aku menjawab tidak, barulah dia melepaskanku."

   "Terimakasih kau telah menutur tentang itu kepadaku,"

   Ucap Sebun It Nio dan mendadak dia mengayunkan tangannya.

   "Cring!"

   Ternyata dia mulai memotong rantai besi dengan golok yang dipegangnya. Putuslah rantai itu, namun masih tersisa di lengan Tam Goat Hua. Gadis itu mengibaskan lengannya sehingga terdengar suara menderu dan....

   "Plak!"

   Sisa rantai besi di lengannya menghantam ujung meja batu, sehingga membuat ujung meja batu itu hancur lebur. Tam Goat Hua tertawa gembira.

   "Bagus! Sisa rantai besi di lenganku ini menjadi semacam senjata istimewa. Lu Hujin, tolong potong rantai besi yang di lengan kiriku!"

   Lu Sin Kong tahu, bahwa golok itu bukan golok pusaka yang dapat memotong besi. Kalau ingin memotong rantai besi itu, haruslah menggunakan Lweekang. Oleh karena itu, dia berkata pada istrinya.

   "Hujin, berikan golok itu kepadaku!"

   Sebun It Nio mengangguk, lalu menyerahkan golok itu kepada suaminya. Setelah menerima golok itu, Lu Sin Kong mengerahkan Lweekangnya, lalu menebas rantai besi itu.

   "Cring!"

   Putuslah rantai besi itu, tapi tetap tersisa seperti yang di lengan kanan gadis itu. Terdengar suara seruan gembira, kemudian Tam Goat Hua menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua orang itu.

   "Terima kasih atas pertolongan kalian berdua!"

   Ucapnya.

   "Biar bagaimanapun, aku tidak akan bilang kalian berdua yang menolongku, kalian berdua boleh berlega hati!"

   Lu Sin Kong tersenyum.

   "Orang gagah bertanggung jawab atas perbuatannya. Kau bilangpun kami tidak takut!"

   Bibir Tam Goat Hua tampak bergerak sedikit. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak dicetuskannya, melainkan berkata.

   "Apakah kalian berdua masih mau bermalam di sini?"

   "Tidak salah,"

   Sahut Lu Sin Kong.

   "Lweekang kalian berdua sungguh tinggi, tentunya tidak takut pada Kim Kut Lau,"

   Kata Tam Goat Hua.

   "Tapi tahukah kalian berdua, siapa guru Kim Kut Lau?"

   Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tertegun. Mereka saling memandang dan kemudian menggelengkan kepala.

   "Tidak tahu"

   Jawabnya hampir serentak.

   "Ketika aku baru berada di sini,"

   Kata Tam Goat Hua.

   "Kim Kut Lau masih belum merantai diriku, hanya mengurungku di dalam rumah, aku bisa berjalan ke sana ke mari dan tanpa sengaja... aku menemukan rahasia perguruannya. Mari kalian berdua ikut aku melihat-lihat!"

   Lu Sin Kong baru mau bangkit berdiri, tapi mendadak melihat air muka Sebun It Nio agak aneh, dan itu membuatnya menjadi tertegun.

   "Ada orang ke mari!"

   Wajah Tam Goat Hua langsung berubah.

   la langsung menyambar bungkusan itu dan cepat-cepat masuk ke dalam.

   Tak lama kemudian, Lu Sin Kong mendegar suara langkah kaki yang tergesa-gesa.

   Mereka berdua saling memandang, lalu bangkit berdiri.

   Sebelum mereka bersembunyi, sudah terdengar suara "Blam", tampak sosok bayangan menerobos ke dalam, yang tidak lain adalah Kim Kut Lau.

   Wajah orang itu pucat pasi.

   Begitu sampai di dalam rumah, dia langsung duduk tanpa menghiraukan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio.

   Kim Kut Lau perlahan-lahan mendongakkan kepala, ketika melihat rantai besi yang telah putus itu, wajahnya bertambah pucat menakutkan.

   "Ka... kalian melepaskannya?"

   Menyaksikan keadaan Kim Kut Lau, Lu Sin Kong tahu bahwa Kim Kut Lau terluka parah. Maka rasa permusuhannya menjadi berkurang.

   "Tidak salah!"

   
Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Uaaakh!"

   Mendadak mulut Kim Kut Lau menyemburkan darah segar. Dia menuding Lu Sin Kong dengan tangan bergemetar.

   "Kalian.... kalian kenapa begitu ceroboh?"

   Lu Sin Kong tahu, pasti ada sebabnya Kim Kut Lau berkata begitu.

   "Sebetulnya siapa gadis itu?"

   Tanyanya segera. Kim Kut Lau menghela nafas panjang.

   "Dia bermarga Tam...."

   Berkata sampai di sini, Kim Kut Lau menggoyang-goyangkan tangannya.

   "Dia sudah pergi, untuk apa mengungkitnya lagi? Kalian boleh meninggalkan rurnah ini!"

   "Tidak bisa!"

   Sahut Sebun It Nio.

   "Kami masih ingin bertanya, pernahkah kau melihat golok ini?"

   Air muka Kim Kut Lau berubah dan tampak terkejut.

   "Eh? Kenapa golok ini bisa berada di tangan kalian?"

   Sebun It Nio tertawa dingin.

   "Ketika kau melihat golok ini...,"

   Tanya Sebun it Nio sambil menatapnya tajam.

   


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Kedele Maut Karya Khu Lung Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini