Ceritasilat Novel Online

Kiang Chu Gie 3


Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien Bagian 3




   
Kiang Chu Gie Karya dari Siao Shen Sien

   

   "Bagaimana mungkin?", Chu Gie ragu.

   "Aku tak yakin Kiel Liu Sun ingin mencelakaiku!".

   "Sebaiknya kita selidiki nanti", kata Yo Chian.

   Hari berikutnya Touw Heng Sun kembali menantang pe rang.

   Tantangannya sekali ini disam but oleh Yo Chian.

   Dalam pertarungan, Yo Chian sengaja membiarkan dirinya ditangkap dan diikat oleh Touw Heng Sun.

   Touw Heng Sun memerintahkan beberapa orang prajurit menggotong kerangkeng yang berisi tawanan ke perkemahan Tapi ketika tiba di muka kemah, kerangkeng itu mendadak jadi sangat berat, membuat para prajurit tak sanggup menggotongnya, melepaskannya.

   Ternyata yang berada di dalam kerangkeng bukan Yo Chian, tapi sebuah batu besar! Tiba-tiba Yo Chian muncul di hadapan mereka sambil melepaskan 'Anjing Langit'-nya.

   Namun Touw Heng Sun menggoyangkan tubuh dan mendadak lenyap! Yo Chian amat terperanjat, segera kembali ke dalam kota, menceritakan pengalamannya, mengharapkan Kiang Chu Gie bersikaplebih hati-hati, sebab ternyata Touw Heng Sun dapat berjalan di bawah tanah.

   Dia khawatir fihak lawan akan menyusup masuk ke dalam kota pada malam hari, yang dapat menim bulkan bencana bagi mereka.

   Kemudian Yo Chian mengemukakan niatnya untuk mene mui Kie Liu Sun, sebab dia yakin kalau tali yang digunakan Touw Heng Sun adalah 'Kun Sian So', milik pertapa sakti itu.

   Akan tetapi Chu Gie menyarankan agar Yo Chian menunda dulu maksudnya, sebab tenaga Yo Chian amat dibutuhkan untuk memperketat penjagaan kota.

   *** Walau telah berulang kali meraih kemenangan, namun sikap Touw Heng Sun agak murung, disebabkan telah kehilangan seutas tali wasiatnya ketika hendak menangkap Chu Gie.

   Teng Kiu Kong berusaha menghibur pendekar cebolnya, dengan mengatakan, jangan terus bersedih memikirkan barang yang telah hilang, lagi pula Heng Sun masih memiliki beberapa utas tali wasiat lainnya.

   Di samping itu, bila mereka berhasil menjebol pertahanan See-kie, menangkap Bu Ong dan Chu Gie hidup atau mati, Touw Heng Sun bukan saja dapat memperoleh kembali seutas tali wasiatnya, bahkan dapat mempersunting! Teng Sian Giok.

   Seketika hilanglah kemurungan Heng Sun.

   "Saya akan menyusup masuk ke dalam kota See-kie malam ini! Akan saya bunuh Bu Ong dan Kiang Chu Gie!", katanya bersemangat.

   "Lebih cepat kau rampungkan tugasmu lebih baik".

   Berseri wajah Teng Kiu Kong.

   Touw Heng Sun segera pamit, menghilang ke dalam tanah.

   *** Kota See-kie gempar dengan bertiupnya angin topan yang telah mematahkan tiang panji.

   Angin topan itu hanya berlangsung sejenak,kemudian keadaan menjadi tenang kembali.

   Kiang Chu Gie merasa aneh menyaksikan peristiwa yang baru saja berlangsung.

   Dia segera memasang dupa dan dengan menggunakan 6 keping uang emas menujumkan apa yang akan terjadi.

   Tahulah dia kalau Touw Heng Sun bermaksud menyusup ke dalam kota untuk membunuh dirinya, juga Bu Ong.

   Chu Gie segera mengundang Raja berkenan berkunjung ke rumahnya dengan menyatakan, ingin merundingkan sesuatu yang amat penting.

   Tak lama kemudian Bu Ong datang.

   Chu Gie menceritakan pada junjungannya apa yang akan terjadi, mengharapkan Bu Ong untuk sementara berdiam di rumahnya.

   Kemudian Chu Gie memerintahkan menggantung tiga cermin besar di muka pintu rumahnya, juga di istana.

   Sejumlah prajurit pilihan diperintahkan menjaga sekeliling rumahnya.

   Setelah itu dia membisiki sesuatu pada Yo Chian.

   Yo Chian mengangguk, segera meninggalkan rumah Chu Gie...

   *** Telah cukup lama Touw Heng Sun menunggu dalam tanah di bawah rumah Kiang Chu Gie, tapi dia tak berani masuk.

   Sebab penjagaan di rumah itu ketat sekali.

   Kemudian dia memutuskan untuk pergi ke istana Bu Ong.

   Penjagaan di situ ternyata tidak seketat di rumah Chu Gie.

   Terlihat olehnya Bu Ong sedang minum arak dengan Permaisurinya.

   Tak lama kemudian Bu Ong dan Permaisurinya masuk ke peraduan.

   Touw Heng Sun masuk ke kamar tidur Raja dan setelah menganggap tepat waktunya, dia langsung melompat ke dalam peraduan sambil mengayunkan golok, memisahkan kepala Bu Ong dari tubuhnya! Ketika Heng Sun memandang Permaisurinya, tiba-tiba saja darahnya menggelegak.Ternyata pada saat itu sang Permaisuri dalam keadaan bugil.

   Bukan saja cantik parasnya, menggairahkan pula tubuhnya.

   Sang Permaisuri mohon diampuni, bersedia diperisteri Heng Sun bila dirinya tidak dibunuh.

   Touw Heng Sun yang telah dikuasai hawa nafsu, segera menanggalkan pakaiannya, memeluk sang Permaisuri.

   Permaisuri balas merangkul si pemuda cebol, makin lama makin keras.

   "Jangan keras-keras memelukku manis", kata Touw Heng Sun.

   Tiba-tiba dia jadi sangat terperanjat ketika mendengar suara tambur dan bertambah kaget ketika Permaisuri yang cantik menggairahkan itu mendadak berobah bentuk menjadi .......

   Yo Chian! Touw Heng Sun meronta, berusaha melepaskan pelukan Yo Chian, tapi usahanya tak berhasil.

   Yo Chian turun dari pembaringan sambil terus mengempit Touw Heng Sun, dia tak memberi kesempatan si pemuda cebol menginjak tanah, khawatir dia melarikan diri melalui bawah tanah! Yo Chian membawa Touw Heng Sun dalam keadaan bugil ke hadapan Kiang Chu Gie.

   "Teecu telah berhasil menangkap Touw Heng Sun, tapi tak dapat melepaskannya dari kempitan", kata Yo Chian.

   "sebab begitu kakinya menyentuh tanah, dia akan dapat melarikan diri melalui bawah tanah".

   Kiang Chu Gie memerintahkan memenggal kepala Heng Sun.

   Tapi ketika Yo Chian hendak mencabut pedang, tiba-tiba Touw Heng Sun meronta sekuat tenaganya hingga lepas dari kempitan Yo Chian.

   Begitu tubuhnya menyentuh lantai, langsung sirna dari pandangan orang banyak.

   Yo Chian meminta izin pada Kiang Chu Gie untuk menemui Kie Liu Sun di gunung Chia Liong-san.

   Sekali ini Kiang Chu Gie mengizinkannya.

   Yo Chian segera berangkat.Beberapa waktu kemudian tibalah dia di sebuah daerah pegunungan, terlihat beberapa pelayan wanita memegang kipas bulu, mengipasi seorang Tokauw (Pertapa wanita).

   Yo Chian menghampiri, berlutut di hadapan sang Tokauw seraya bertanya.

   "Kalau boleh saya tahu, siapa Nio Nio?".

   "Aku adalah Liong Kit Kiongciu", sahut sang Tokauw, kemudian balik bertanya .

   ''Ingin ke mana kau?".

   Sesungguhnya Liong Kit Kiongciu adalah seorang Dewi, puteri dari Hauw Thian Siangtee.

   Suatu ketika dia dianggap me langgar peraturan Langit, karena telah menuangkan arak untuk tamu dalam pesta 'Hoan To', mengakibatkan dirinya dibuang ke dunia.

   Sejak itu dia berdiam di gunung Hong Huang-san dengan ditemani oleh beberapa dayang.

   Yo Chian memberitahukan sang Kiongciu (Puteri), bahwa dia bermaksud menemui Kie Liu Sun untuk menanyakan prihal Touw Heng Sun.

   Dia juga menerangkan mengenai kesaktian Heng Sun.

   "Ya, sebaiknya kau meminta bantuan Kie Liu Sun, agar Touw Heng Sun tidak melakukan kesalahan lebih besar lagi", Liong Kit Kiongciu mengangguk.

   "Lekaslah kau berangkat!".

   Yo Chian segera pamit pada sang puteri, melanjutkan perjalanan.

   Pada suatu hari tibalah dia di tepi sungai yang bening airnya.

   Yo Chian amat terpesona menyaksikan keindahan panorama di sekitar tempat itu.

   Tiba-tiba dari dalam sungai melompat keluar makhluk aneh, yang langsung menyerangnya.

   Yo Chian melompat ke sisi, kemudian balas menyerang dengan gledek yang dilepaskan dari telapak tangannya.

   Begitu mendengar suara gledek, makhluk aneh itu segera melarikan diri, masuk ke dalam sebuah lobang.

   Yo Chian mengejarnya, menyorotkan api wasiatnya, hingga keadaan di dalam lobang jadi terang benderang.

   Tiba-tiba dia melihat sebilah pedang yang kemilau menyilaukan pandang juga sebuah bungkusanpakaian yang gemerlapan.

   Yo Chian mengambil pedang dan bungkusan pakaian, membawanya ke luar.

   "Berhenti!", hardik seseorang tiba-tiba.

   Yo Chian menghentikan langkah dan berpaling, terlihat dua orang bocah memburunya.

   "Sungguh besar nyalimu, begitu berani mencuri kedua wasiat itu!", salah seorang bocah kembali menghardik, siap me nyerang.

   "Sabar adik-adik, aku bukannya pencuri", Yo Chian coba menerangkan, sabar sekali sikapnya.

   "Tadi, ketika aku sedang menikmati panorama di sekitar sini, mendadak telah diserang oleh makhluk aneh.

   Tapi ketika aku melepaskan gledek, makhluk itu kabur ke dalam lobang.

   Tatkala kukejar, aku mendapatkan kedua benda yang berkilauan ini".

   Aku tak percaya manusia dapat melepaskan gledek", kata bocah yang satu.

   "yang mampu melakukan itu hanya Dewa!".

   "Bagaimana kalau aku dapat melakukannya?", tanya Yo Chian.

   "Kami bersedia menjadi muridmu", kata kedua bocah itu dengan suara hampir bersamaan.

   "Sungguh?", Yo Chian memandang kedua bocah itu sambil senyum.

   "Kami tak pernah ingkar janji", ujar bocah yang satu.

   Sedang bocah lainnya mengangguk.

   "Baiklah", akan kubuktikan ucapanku!", kata Yo Chian sambil mengangkat tangan dan melesatlah gledek dari telapak tangannya, menyambar sebatang pohon sampai hangus.

   Kedua bocah itu segera berlutut di hadapan Yo Chian seraya berkata.

   "Terimalah sembah sujud kami Suhu".

   "Bangunlah", Yo Chian tersenyum lebar.

   "Mulai sekarang! kalian harus mendengar kataku".

   "Kami siap melaksanakan segala perintah Suhu".

   "Siapa nama kalian?", tanya Yo Chian."Saya Kim Tongcu dan dia bernama Mo Tongcu", sahut bocah yang satu sambil menuding temannya.

   "Sekarang pergilah kalian ke See-kie untuk menemui Kiang Chu Gie dengan membawa pedang dan pakaian wasiat ini", kata Yo Chian.

   "Baik Suhu".

   Keduanya segera pamit.

   Yo Chian melanjutkan perjalanan ke Hui Liong Tong (Goa Naga Terbang) di gunung Chia Liong-san untuk menemui Kie Liu Sun.

   Beberapa waktu kemudian tibalah dia di goa yang dimaksud.

   Begitu bertemu dengan Kie Liu Sun, Yo Chian segera berlutut di hadapan pertapa sakti itu seraya berkata .

   "Terimalah sembah sujud saya, Supek".

   "Siapa kau? Apa maksudmu ke mari?", tanya Kie Liu Sun.

   "Saya Yo Chian, murid Giok Teng Cin-jin", sahut Yo Chian.

   "Maksud kedatangan saya sekedar ingin bertanya, apakah Supek kehilangan 'Kun Sian So'?".

   "Bagaimana kau bisa tahu?".

   Kie Liu Sun menatap heran.

   Yo Chian lantas menceritakan ulah Touw Heng Sun yang te lah menggunakan tali wasiat itu menangkap orang-orang gagah dari pihak See-kie.

   "Benar-benar sudah keterlaluan ulah anak itu.

   Dia bukan saja telah mencuri beberapa utas tambang wasiatku, malah membuat onar di luaran".

   Kie Liu Sun amat marah.

   "Pulanglah kau duluan, nanti aku menyusul".

   Yo Chian mengucapkan terima kasih, segera meninggalkan pertapaan.

   Setiba di See-kie, Yo Chian melaporkan hasil perjalanannya pada Kiang Chu Gie.

   Selagi mereka berbincang-bincang, seorang pembantu Chu Gie datang melapor, bahwa di luar ada seorang pertapa bernama Kie Liu Sun ingin bertemu.

   Chu Gie bersama Yo Chian keluar menyambut kedatangan sang tamu agung.Setelah saling memberi hormat, Chu Gie mengajak Kie Liu Sun masuk ke ruang tamu.

   "Saya merasa senang sekali Toheng sudi berkunjung ke mari", kata Kiang Chu Gie setelah masing-masing mengambil tempat duduk.

   "Sebelumnya aku memang bermaksud mencari murid mur tad yang telah mencuri beberapa utas tali wasiat", kata Kie Liu Sun.

   "Kebetulan Yo Chian datang memberitahukan tempat pelariannya".

   Lalu mereka merundingkan cara menghadapi Touw Heng Sun ........

   Keesokan harinya Kiang Chu Gie mendatangi perkemahan lawan dengan naik 'See Put Siang', seakan hendak mengamati posisi pasukan kerajaan Touw.

   Seorang penjaga kemah langsung melaporkan pada pimpinannya.

   
Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Touw Heng Sun keluar sambil membawa Toya (Tongkat).

   Tanpa bertanya lagi, dia langsung mengayunkan tongkatnya.

   Kiang Chu Gie menyambut serangan lawan dengan pedangnya.

   Setelah bertempur beberapa jurus, Chu Gie melarikan bi natang tunggangannya.

   Touw Heng Sun mengejarnya sambil melontarkan tali wa siatnya.

   Dia ingin cepat-cepat menangkap Kiang Chu Gie, agar dapat segera mempersunting Teng Sian Giok.

   Dia tak menyadari kalau sekali ini Kiang Chu Gie dilindungi secara diam-diam oleh Kie Liu Sun yang bersembunyi di balik awan.

   Maka begitu Touw Heng Sun melontarkan tali wasiatnya, Kie Liu Sun segera menangkapnya dari angkasa.

   Biarpun merasa heran talinya mendadak lenyap, tapi Heng Sun yang ingin segera menangkap Chu Gie, tak lagi menyelidiki sebabnya.

   Kembali dia melontarkan seutas lainnya, tapi lagi-lagi lenyap.

   Terbawa oleh nafsu dan penasarannya, Touw Heng Sun terus melontarkan tali wasiatnya.

   Setelah talinya habis barulah dia sadar, pasti ada sesuatu yang tidakberes.

   Pada saat itu Kiang Chu Gie mengekang 'See Put Siang', lantas memutar menyongsong lawan.

   "Mari kita bermain-main lagi!", tantangnya.

   Touw Heng Sun langsung menghajar Chu Gie dengan Toyanya.

   Kiang Chu Gie cepat menangkis dengan pedangnya.

   Kembali berlangsung pertandingan yang cukup seru.

   Suatu ketika, selagi Touw Heng Sun hendak mengemplangkan Toyanya lagi, mendadak dia melihat gurunya turun dari angkasa, menjadikannya amat terperanjat.

   Batal dia meneruskan serangan, bermaksud melarikan diri dengan mengambil jalan bawah tanah.

   Namun Kie Liu Sun telah menuding tanah sambil membaca mantera.

   Tanah itu seakan keras sekali, tak berkuasa Heng Sun menembusnya.

   Kie Liu Sun melontarkan seutas 'Kun Sian So', tubuh Heng Sun terikat erat hingga tak dapat berkutik lagi, lalu digiringnya ke dalam kota See- kie.

   Dalam pemeriksaan di markas Kiang Chu Gie, Touw Heng Sun menerangkan asal mulanya dia bersedia membantu Teng Kiu Kong.

   "Sungguh keterlaluan Sin Kong Pa", gumam Kie Liu Sun.

   Sedianya Chu Gie hendak menjatuhkan hukuman mati pa da Heng Sun, tapi telah dicegah oleh Kie Liu Sun, yang menyatakan, bahwa murid cebolnya akan berguna bagi pihak See-kie.

   "Tapi sebelumnya, dia bermaksud membunuh Bu Ong dan saya", kata Chu Gie.

   "Benarkah itu?".

   Kie Liu Sun terperanjat.

   "Toheng dapat bertanya langsung padanya", ucap Chu Gie.

   "Begitu keji kau!", Kie Liu Sun mencaci muridnya.

   "Kenapa kau bermaksud membunuh Bu Ong?".

   Touw Heng Sun menerangkan lebih lanjut, bahwa perbuatannya itu semata-mata karena janji Teng Kiu Kong, yang akan menjodohkan anak gadisnya dengannya bila dia berhasil menangkap Bu Ong danKiang Chu Ge hidup atau mati.

   Daripada susah-susah menangkap, lebih baik kalau dibunuhnya saja, dengan begitu dia dapat segera mempersunting Teng Sian Giok.

   "Sungguh biadab kau!", hardik Kie Liu Sun.

   Lalu pertapa sakti itu mulai menujum, selang sesaat dia menghela nafas.

   *Kenapa Toheng menghela nafas?", tanya Chu Gie, heran "Menurut ramalanku, murid murtadku ini memang berjodoh dengan anak gadis Teng Kiu Kong", Kie Liu Sun menerangkan.

   "Bila perkawinan itu dapat berlangsung, tak lama lagi Teng Kiu Kong akan mengabdi pada pihak See-kie".

   "Bagaimana mungkin? Teng Kiu Kong musuh kita!", ujar Kiang Chu Gie, meragukan ucapan sang pertapa sakti.

   "Sebaiknya kita mengandalkan rejeki Bu Ong dan kehendak Thian!", ujar Kie Liu Sun.

   "yang penting kita harus mengutus orang yang pandai bicara ke kubu lawan".

   Chu Gie setuju dan memilih Shan Gie Seng untuk melaksanakan tugas itu.

   Shan Gie Seng jadi serba salah.

   Dia menganggap tugas itu sulit dilaksanakan.

   Tapi bila dia menolaknya, tentu akan membuat Chu Gie malu.

   Untuk beberapa saat lamanya dia berdiam diri.

   Kie Liu Sun dapat menyelami kesulitan yang dihadapi Shan Gie Seng, berkata .

   "Sebaiknya Toahu menerima tugas ini, usahamu pasti berhasil".

   Akhirnya Shan Gie Seng bersedia juga menerima tugas tersebut, ke luar kota menuju ke kubu Teng Kiu Kong.

   Seorang prajurit memberitahukan Kiu Kong akan kedatangan utusan See-kie.

   Teng Kiu Kong menyambut langsung kedatangan Gie Seng, mengajaknya masuk ke dalam kemahnya.

   Setelah berbasa-basi sejenak, Shan Gie Seng mulai mengung kapkanmaksud kedatangan yang sesungguhnya .

   "Maksud saya ke mari ialah ingin membicarakan soal penting dengan Goanswe (Jenderal)!".

   "Soal apa?", tanya Teng Kiu Kong.

   "Kemarin pihak kami telah menangkap menantu Goanswe.

   Tetapi Perdana Menteri kami tak sampai hati untuk membunuhnya".

   Shan Gie Seng menerangkan.

   "Siapa menantuku?".

   "Touw Heng Sun", kata Shan Gie Seng.

   "Dia bukan menantuku, hanya sekedar membantuku berpe rang melawan fihak See-kie", Teng Kiu Kong tetap tak sudi me ngakui.

   "Maaf, mungkin tadi saya telah salah berkata".

   Shan Gie Seng tersenyum.

   "Tapi bukankah Goanswe pernah berjanji akan menjodohkan puterimu dengan Touw Heng Sun!?".

   "Benar, tapi aku baru akan merelakan puteriku dipersunting bila Heng Sun dapat menghancurkan See-kie", kata Teng Kiu Kong.

   "Apa salahnya bila Jenderal menjodohkannya sekarang mumpung gurunya berada di See-kie!?", kilah Shan Gie Seng.

   "Tidak bisa, selama dia belum berhasil melaksanakan tugas aku tak sudi menikahkan puteriku dengannya".

   Teng Kiu Kong berkeras.

   Bila Jenderal tidak menepati janji, akan dapat merusak wibawamu.

   Untuk selanjutnya orang takkan percaya lagi akan kata-katamu!", desak Shan Gie Seng.

   Tee Loan, perwira muda yang menjadi tangan kanan Teng Kiu Kong, tiba-tiba membisiki sesuatu pada pimpinannya Teng Kiu Kong mengangguk, kemudian berkata pada Gie Seng "Baiklah Toahu, berilah aku waktu untuk menanyakan pendapat anak gadisku.

   Nanti akan kukabarkan mengenai ke putusannya".

   "Baik Jenderal, kami menanti jawabanmu, makin cepat ma kin baik".

   Shan Gie Seng pamit.

   Sepulang Shan Gie Seng.

   Tee Loan berkata pada Teng Kiu Kong.

   "Sebaiknya besok Goanswe mengirim utusan ke See-kic.

   menyatakan bahwa puteri Goanswe setuju dipersunting Touw Heng Sun, dengansyarat agar King Chu Gia sendiri yang datang mengantarkan barang pesalin pengantin ke mari.

   Begitu Chu Gie datang, kita akan mudah menangkapnya Kalau dia datang bersama para pembantunya, kita pisahkan mereka, kemudian memberi isyarat pada pasukan yang telah kita siapkan untuk menangkapnya".

   "Baik sekali idemu".

   Teng Kiu Kong tersenyum lebar.

   Pada pagi harinya Teng Kiu Kong mengutus Tee Loan be rangkat ke See-kie, langsung menemui Kiang Chu Gie di tempat kediamannya.

   Penjaga mengabarkan kedatangan Tee Loan pada Chu Gie.

   Chu Gie mengajak kie Liu Sun menyambut tamunya, mes nyilakannya masuk ke ruang tamu.

   Kemarin Shan Toahu telah datang ke tempat kami, membicarakan soal perjodohan Touw Heng Sun dengan nona Teng", Kata Tee Loan setelah masing-masing duduk.

   "Saya diutus Teng Goanswe untuk menyampaikan kabar gembira, bahwa nona Teng bersedia dijodohkan dengan Heng Sun, tapi ada syarat ...."

   Apa syaratnya?"

   Tanya Chu Gie.

   Bapak Menteri sendiri yang harus mengantarkan Heng Sun ke perkemahan kami", sahut Tee Loan Kung .

   Kiang Chu Gie menyetujui persyaratan itu Tee Loan mengucapkan terima kasih, lalu pamit menyampaikan kesediaan Kiang Chu Gie pada Teng Kiu Kong .

   Teng Kiu Kong segera memilih 300 prajurit yan benar terlatih untuk bersiaga dan bersembunyi di luar kemah .Begitu mendengar isyarat Tee Loan dengan ketukan cawan , mereka harus menyerbu masuk untuk menawan Chu Gie .Penyergapan itu akan ditopang oleh beberapa perwira gagah.

   Teng Kiu Kong yakin kalau usahanya itu akan memberihasil seperti yang diharapkan Namun Klang Chu Gie juga bukan pemimpin yang mudah diperdaya, dia mengatur siasat juga.

   Diperintahnya Liu Chin Cu memimpin sejumlah pasukan yang akan menyerbu sektor pertahananlawan.

   Sedang Lam kong Kou ditugaskan melabrak sektor kanan.

   Yo Chian dan lain-lainnya diperintahkan ikut Chu Gie dengan menyamar sebagai anggota rombongan penggotong barang pesalin.

   Touw Heng Sun ditugaskan menculik Tong Siam Giok begitu mendengar bunyi petasan.

   Kim Cha, Bhok Chu,dan Liong Sie Houw diminta membantu Touw Heng Sun selalu untuk membebaskan Na Cha dan Oey Thian Hoa dari tahanan Setelah segalanya siap.

   Chu Gie pun berangkat ke perkemahan lawan dengan didampingi Ke Liu Sun, berhiasan kain merah, tanda bahagia Kedatangannya disambut hangat oleh Teng Kiu Kong Kiang Chu Gie memperkenalan Ke Liu Sun pada Tengku Kong Setelah berbasa-basi sejenak, Teng Kiu Kong membaca daftar barang pesalin.

   Shin Chia menggunakan kesempatan itu menyulut petasan yang disembunyikan di bawah nampan (baki) Begitu petasan berbunyi, para penggotong barang pesan mengeluarkan senjata masing-masing menyerang Tong Ku Kong Teng Kiu Kong tak berdaya menghadapi mereka, terpaksa melarikan diri.

   Sedang para pembantunya berusaha menahan gerak maju orang- orang gagah dari See-kie, hingga terjadi pertempuran sengit Pada saat itu, Touw Heng Sun segera menuju ke ruang belakang, berhasil menangkap Teng Sian Giok dengan tali wasiat dan melarikannya ke dalam kota Sce-kie.

   Akibat serangan yang mendadak sontak itu, menjadikan Teng Kiu Kong bersama pasukannya berantakan dan melarikan diri ke gunung Kie-san.

   Kiu Kong amat sedih ketika tak melihat anak gadisnya berada di antara orang-orang yang berhasil meloloskan diri Di lain fihak, begitu kembali ke kota See-kie, Kiang Chu Gie segera merundingkan soal perkawinan Touw Heng Sun dengan Teng Sian Giok.

   Kemudian memutuskan, perkawinan itu akan dilangsungkanpada malam itu juga.

   Pada mulanya, ketika akan dimandikan oleh pelayan dan di minta mengenakan pakaian pengantin, Teng Sian Giok menolaknya, bahkan mencaci maki.

   Tapi setelah diberi pengertian, bahwa dia memang berjodoh dengan Touw Heng Sun dan perkawinan itu akan membawa kebahagiaan, juga kebaikan bagi ke dua belah fihak, akhirnya Sian Giok bersedia juga jadi isteri Touw Heng Sun ........

   Keesokan harinya pasangan pengantin baru itu menemui Kiang Chu Gie dan Kie Liu Sun untuk menyampaikan rasa terima kasih mereka.

   Kemudian Sian Giok menyatakan, bahwa dia akan menemui ayahnya dan membujuknya agar mengabdikan diri pada Bu Ong Kiang Chu Gie mengizinkannya.

   Teng Sian Giok berangkat menemui ayahnya dengan diiringi oleh dua prajurit.

   Pertemuan ayah dan anak sangat mengharukan.

   "Semua ini gara-gara janji ayah juga", kata Sian Giok sambil mengucurkan air mata.

   "Sekarang saya telah resmi jadi isteri Touw Heng Sun.

   Saya harap sudilah ayah mengabdi pada Bu Ong yang bijaksana.

   Sebab bila ayah kembali ke kota-raja, ayah tentu akan dihukum oleh Touw Ong yang lalim"

   "Aku memang berat berpisah denganmu nak, tapi aku malu pergi ke See-kie dan harus berlutut di hadapan Kiang Chu Gie", kata Teng Kiu Kong.

   "Sebagai Perdana Menteri yang bijaksana, saya percaya Kiang Chu Gie tentu takkan menjatuhkan martabat ayah dil uka umum", Sian Giok berusaha meyakinkan ayahnya.

   "Akan ya sampaikan keputusan ayah padanya dan dia tentu akan enyambut gembira kehadiran ayah di See-kie".

   Apa yang dikhawatirkan Teng Kiu Kong memang tidak terjadi.

   Kiang Chu Gie menyambut kehadirannya dengan penuh kehormatanLo SoanLiong Kie KiongcuDELAPAN Takluknya Teng Kiu Kong pada Chiu Bu Ong segera diketahui oleh Han Yong Sebelumnya Han Yong memang telah mengirim orang ke percayaannya untuk mengawasi sepak terjang Teng Kiu Kong! dalam melaksanakan tugas menggempur See-kie.

   Han Yong bergegas berangkat ke kota-raja untuk melapor kan prihal takluknya Teng Kiu Kong pada lawan.

   Tia Ong (Touw Ong) amat marah, segera memerintahkan Souw Hok, Raja-muda kichiu menggempur See-kie.

   Souw Hok sesungguhnya telah cukup lama jengkel terhadap ulah anak perempuannya, Souw Tat Kie, yang telah banyak mencelakai orang yang tak berdosa melalui tangan Kaisar.

   Dia memang sedang menanti kesempatan seperti itu untuk dapat membersihkan aib atas dirinya akibat perbuatan Souw Tat Kie.

   Serta merta dia menerima tugas tersebut.

   Souw Hok mengungkapkan isi hatinya pada isteri dan anak laki- lakinya, Souw Choan Tiong, ketika mereka makan malam bersama.

   "Aku sangat malu mempunyai anak perempuan seperti Souw Tat Kie yang telah menghasut Touw Ong melakukan berbagai kekejaman, hingga aku selalu disalahkan oleh para Menteri dan Raja-muda yang jujur, dicap sebagai ayah yang! tak dapat mendidik anak.

   Kini di See- kie muncul seorang Raja yang bijaksana, banyak Raja-muda kerajaan Siang yang tunduk dan mengabdi padanya.

   Dengan adanya perintah Kaisar un tuk menggempur See-kie, telah memberi peluang yang amat baik bagiku untuk mengabdi pada Bu Ong.

   Besok kita sekeluar a berangkat ke See-kie, aku akan bekerja sama dengan para Raja-muda lain untuk menurunkan Kaisar yang kejam itu dari Tahtanya".

   Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Isteri maupun Souw Choan Tiong menyetujui maksud Souw Hok.Keesokan harinya berangkatlah mereka dengan membawa pasukan dalam jumlah besar.

   Beberapa waktu kemudian tibalah Souw Hok bersama pasukannya di luar kota See-kie, mendirikan perkemahan di situ.

   Kehadirannya segera diketahui pihak See-kie .

   Souw Hok jujur sikapnya, tak pernah menjilat Kaisar, sekali pun anak perempuannya telah jadi Permaisuri Touw Ong, bahkan sebaliknya dia membenci Kaisar yang suka berbuat sewenang-wenang".

   Oey Hui Houw menerangkan , ketika Kiang Chi Gie menanyakan prihal Souw Hok padanya.

   "Belakangan terkandung maksud baginya untuk mengabdi pada pihak lie, Dia sering mengungkapkan maksudnya itu dalam suratnya yang dikirim padaku.

   Kedatangannya sekarang tentu ingin melaksanakan niatnya itu".

   Tapi kenapa dia tak langsung menghubungi kita?"

   Tanya Chu Gie lagi.

   Mungkin di dalam pasukannya terdapat orang-orang yang setia pada Touw Ong, hingga dia harus menanti saat yang tepat untuk melaksanakan maksudnya itu"

   Oey Hui Houw mengemukakan dugaan.

   Kenyataannya, biarpun telah tiga hari berkemah di luar kota See-kie, pasukan yang dipimpin Souw Hok tidak melaku kan gerakan apa-apa, Oey Hui Houw meminta izin Chu Gie untuk menemui Souw Hok Kiang Chu Gie meluluskannya.

   Ketika Oey Hui Houw mendekati perkemahan Souw Hok, kedatangannya segera disambut oleh The Lun yang menunggang binatang 'Kim Cheng Bermata Api'.

   Tanpa banyak bicara lagi The Lun menyerang Hui Houw dengan senjata "Ciang Mo Chu' (Alu Penakluk Iblis).

   Oey Hui Houw cepat menangkisnya, kemudian balas menyerang.

   cukup seru pertarungan mereka, kendati telah berlangsung 40 jurus, belum dapat diketahui siapa yang akan ungul dalam perangtanding.

   Keadaan itu membuat The Lun tak sabar untuk melanjutkan pertandingan dengan menggunakan senjata biasa, segera dia menggunakan kesaktiannya Dua sinar putih keluar dari lobang hidungnya .

   Oey Hui Houw yang tak menyangka dirinya di serang dengan cara itu , taksempat mengelak .

   Seketika pening kepalanyaa , jatuh dari Kerbau Saktinya, terikat pasukan musuh, di giring ke perkemahan Chu Gie terperanjat ketika menerima laporan tertangkap nya Hui Houw.

   Oey Thian Hoa minta izin untuk menggempur lawan.

   Chu Gie meluluskan permintaannya Namun tak lama Thian Hoa juga kena ditawan The Lam Keesokan harinya Touw Heng Sun yang mau menghadapi The Lun.

   The Lun agak repot menghadapi Heng Sun yang bertubuh cebol dengan senjata Alu yang pendek sulit untuk dapat menghantam musuh.

   Sebaliknya Toya Touw Heng Sun sangat leluasa untuk menyerang lawan.

   membuat The Lun repot! menangkis.

   The Lun tak ingin bertanding lebih lama dengan cara itu segera menyemburkan sinar putih dari lobang hidungnya, menghantam Heng Sun hingga jatuh terguling Heng Sun bermaksud melarikan diri dengan ambas kedalam tanah, tapi gagal Tamyata sinar yang dilepas The Lun menembus lapisan tanah sedalam 3 inci yang mengakibatkan permukaan tanah sekeras batu karang Para prajurit segera meringkus Touw Heng Sun Tong Sian Glok amat gugup ketika melihat suaminya ditangkap lawan segera memacu kudanya.

   Melihat munculnya lawan lainnya.

   The Lun menarik sinarnya Tiba-tiba saja Heng Sun lenyap Teng San Giok yang sudah kepalang mau menyerang The Lun dengangolok bergagang panjangnya The Lun menangkis dengan Alu Penakluk Iblissya Setelah pertandingan becalan beberapa uns Teng Sian Giok memutar kuda, melarikan diri The Lun mengejamya Tiba-tiba San Giok memhalikkan tubuh sambil melontarkan Batu Panca Cahaya Serangannya tepat mengenai muka The Lun.

   The Lun menjerit kesakitan, melarikan diri, melaporkan kekalahannya pada Souw Hok Souw Hok yang mendengar banyak orang gagah membantu pihak See- kie , bertambah yakin kalau Chiu Bu Ong sudah ditakdirkan jadi kaisar, menggantikan kedudukkan Touw Ong.

   Dia segera menyuruh anak nya untuk membebaskan Hui Houw dan Oey Thian Hoa, bersiap siap untuk takluk .

   Tapi supaya tidak menyolok pandang, dia mengharapkan pihak Chiu Bu Ong menyerbu perkemahannya dan menangkapnya .

   Tapi sebelum niat nya terlaksana dating seorang pembantunya melaporkan ada seorang Tojin berjubah merah bermata tiga, ingin bertemu dengannya Souw Hok menyilakan masuk Setelah saling memberi hormat, Souw Hok menanyak maksud kedatangan sang Tojin.

   Tojin itu bernama Lu Gak, berasal dari Ku Liong To Tau Sembilan Naga).

   Beberapa waktu yang lalu Sin Kong Pa telah datang padanya, memintanya untuk membantu Souw Hok menggempur See-kie.

   Souw Hok menyilakannya duduk di dalam tenda Tiba-tiba Lu Gak mendengar The Lun yang mengerang kesakitan.

   "Siapa yang merintih itu?"

   Tanya Lu Gak.

   "Seorang pembantuku".

   Souw Hok menerangkan Souw Hok lalu menyuruh seorang pembantu memapah The Lun, datang menghadapnya.Lu Gak memeriksa luka The Lun, mengeluarkan sebutir pil dari kantong kulit macan tutulnya, menghancurkan dengan sedikit air, memborehi luka The Lun.

   Luka The Lun sembuh seketika The Lun berlutut di hadapan Lu Gak, memohon di terima sebagai murid Lu Gak menerimanya.

   Souw Hok menghela nafas panjang Selama beberapa hari Lu Gak berdiam di perkemahan Souw Hok, tapi belum ada tanda-tanda kalau dia akan menyerang pihak See-kie.

   "Kenapa Suhu belum juga menantang musuh? tanya The Lun suatu ketika "Aku masih menunggu kedatangan keempat muridku "sahut Lu Gak "bila mereka telah kumpul semua, takkan sulit bagi kita untuk menghancurkan lawan"

   Keempat murid yang ditunguu La Gak datang pada keesokan harinya Mereka adalah Chiu Sin.

   Lie Kie, Chu Thian Lin dan Yo Bun Hui Chiu Sin berwajah biru, Lie Kie bermuka kuning, Chu Thian Lin berparas merah dan Yo Bun Hui hitam kulitnya Setelah beristirahat sejenak.

   Chiu Sin mulai menantang pihak See-kie Kim Cha tampil di medan laga, menyambut tantangan itu.

   Chiu Sin langsung menusukkan pedangnya.

   Kim Cha cepat menangkisnya.

   Setelah bertanding beberapa jurus, kemudian Chiu Sin melarikan diri.

   Kim Cha terus memburunya.

   Tiba-tiba Chiu Sin mengeluarkan sebuah kelenngan (genta) wasiat dari lengan jubahnya membunyikan sebanyak 3 ke arah Kim Cha Wajah Kim Cha langsung berobah seperti warna emas, segera masuk ke dalam kota sambil memegang kepalasya yang terasa sakit benar Hari benkutnya Lie Kie yang menantang perang Bhok Cha keluar menyambut tantangan Lie Kie.

   Buru bertanding beberapa jurus, Lie Kie lari meninggalkan gelanggang pertempuranBhok Cha tak membiarkan musuhnya kabur, terus dikejar.

   Tiba-tiba Lie Kie membalikan tubuh sambil menggerakkan panji ke arah Bhok Cha Seketika Bhok Cha menggigil kedinginan, pucat wajahnya dan berdebar jantungnya Cepat-cepat dia kabur dengan perasaan tak keruan.

   Begitu tiba di hadapan Chu Gie, dia langsung jatuh pingan.

   Dari mulutnya keluar buih putih, suhu badannya tinggi .

   Kiang Chu Gie amat terperanjat, segera menyuruh seorang tabib untuk merawat Bhok Cha.

   Hari ke tiganya Chu Thian Lin menantang pihak See-kie.

   Kiang Chu Gie menugaskan Lui Chin Cu menghadapinya.

   Seperti juga dengan kedua saudara seperguruan lainnya, setelah berperang sebentar, Chu Thian Lin melarikan diri.

   Lui Chin Cu mengejarnya.

   Mendadak Chu Tian Lin berhenti, membalikkan tubuh serta mengarahkan sepasang pedangnya ke diri Lui Chin Cu.

   Kedua sayap Chin Cu seketika patah, jatuh terbanting ke tanah, lari masuk ke dalam kota See-kie sambil melompatlompat.

   "Kenapa kau jadi begini!?"

   Tanya Chu Gie terperanjat.

   Lui Chin Cu hanya menggelengkan kepala, kemudian jatuh pingsan.....

   Hari ke empatnya Lu Gak menyuruh muridnya yang bernama Yo Bun Hui maju ke medan laga.

   Liong Sie Houw mendapat tugas menandingi lawan.

   Begitu saling berhadapan muka, tanpa bertanya lagi Liong Sie Houw menghujani lawannya dengan batu, yang memaksa Yo Bun Hui melarikan diri.

   Sie Houw mengejarnya.

   Yo Bun Hui menghentikan langkahnya, menggerakkan ruyung wasiatnya ke diri Sie Houw.

   Liong Sie Houw berlompatan sambil menimpukkan batu.

   tapi sekali ini tidak menjurus ke arah Bun Hui, malah ke pihak See-kie, yangmengakibatkan banyak sekali prajurit See-kie menderita luka, Kiang Chu Gie terpaksa menyuruh beberapa anak buahnya menangkap dan mengikat Sie Houw yang sudah seperti orang kurang waras itu.

   Dari mulutnya keluar buih putih dan ia tak dapat bicara.

   Pada hari berikutnya Lu Gak sendiri yang maju ke medan tempur, menantang Kiang Chu Gie.

   Chu Gie menerima tantangan itu dengan didampingi Na Cha, Oey Thian Hoa dan Yo Chian.

   Begitu melihat Chu Gie, Lu Gak yang menunggang Kim Gan To' (Onta Bermata Emas), langsung menusuk Chu Gie dengan pedangnya Kiang Chu Gie cepat menangkisnya.

   Yo Chian, Oey Thian Hoa dan Na Cha tak tinggal diam.

   membantu Chu Gie menyerang lawan.

   Melihat dirinya dikerubuti, Lu Gak menggoyangkan tubuh.

   seketika terjadi perobahan atas dirinya, tangannya jadi 6 buah dan tiga kepalanya Tangan yang satu memegang Thian Eng' (Cap Langit); tangan satunya lagi memegang "Un Ku Cong' (Genta/Kelnngan Kuman penyakit).

   tangan lainnya memegang "Heng Un Kie" (Panji Pembuat Kuman).

   Tangan ke empat memegang "Chi Un Kiam (Pedang Penyebar Penyakit).

   Dan kedua tangannya lagi memegang Pokiam (Pedang Pusaka).

   Juga wajah Lu Gak terlihat semakin menakutkan, hijau dan bertaring.

   Namun Chu Gie dan para pendampingnya sama sekali tak gentar menghadapi lawan seperti itu.

   Yo Chian menyuruh kedua muridnya, Kim Tongcu dan Mo Tongcu menimpuk lawan de ngan "Kim Wan (Pil Emas), tepat mengenai punggung Lu Gak Oey Thian Hoa telah pula menimpuk paha Lu Gak dengan Hwe Liong Piao (Badi-badi Naga Api)nya, tepat mengenai sasaran.

   Kiang Chu Gie membarengi menimpukkan Ta Sin Pian (Ruyung Pemukul Dewa)nya menghajar keras pinggang Lu Gak yangmengakibatkannya jatuh dari "Onta Mata Emas mya, kabur dengan amblas ke dalam tanah.

   Lu Gak penasaran atas kekalahan yang dideritanya.

   Makin diingat semakin panas hatinya.

   "Akan kumusnakan seluruh penduduk See-kie!".

   begitu tekadnya Menjelang tengah malam, Lu Gak menyerahkan pada keempat muridnya masing masing sebuah guci yang berisi kuman penyakit menular dan juga pil pil beracun, yang harus di sebarkan ke empat penjuru kota See-kie Lu Gak sendiri akan melakukan hal yang sama di tengah kota.

   Kuman dan Pil beracun ini di larutkan kedalam sungai dan sumur.

   Bila orang menggunakan air dari tempat itu , akan segera jatuh sakit .

   Dalam sekejap seluruh penduduk kota See-kie jatuh sakit, temasuk Kiang Chu Gie dan Bu Ong.

   Hanya Lo Chia (Na Cha) yang tubuhnya tercipta dari bunga Lotus (teratai) dan Yo Chian yang sangat sakti , luput dari wabah penyakit, kedua nya jadi sibuk mempertahankan kota.

   Dipihak lain , The Lun telah melaporkan pada Lu Gak , bahwa sejak pagi dia tak melihat seorang penjaga pun di atas tembok kota See-kie "Tak lama lagi seluruh penduduk kota See-Kie akan mati "

   Kata Lu Gak The Lun segera memimpin pasukan untuk merebut kota itu .

   Na Cha terperanjat menyaksikan perkambangan tersebut , tapi Yo Chian tetap tenang , mengambil sedikit tanah dan rumput , melontarkan keatas seraya berseru " ."

   Diatas tembok kota yang semula kosong , tiba tiba penuh dengan prajurit yang tegap tegap siap siaga di situ .

   The Lun membatalkan maksudnya semula, menarik mundur pasukannya .

   Namun para prajurit ciptaan Yo Chian hanya dapat dimunculkan selama 3Sie (6Jam) setelah itu sirna semuaSelagi Yo Chian dan Na Cha bingung memikirkan cara menghadapi lawan selanjutnya , datanglah Oey Liong Cin-jin dan Giok Teng Cin-jin.

   Dengan munculnya kedua petapa sakti ini , melegakan perasaan Yo Chian dan Na Cha.

   GIok Teng Cin-jin meminta Yo Chun segera pergi ke goa Hoa Intong, untuk memohon pil obat pada Sam Seng Thaysu.

   Sam Seng Thaysu sesungguhnya terdiri dari tiga Kaisar yang jadi panutan dari Kaisar di Langit di Bumi dan Kaiser Kaiser di antara manusia Yo Chian berlutut di hadapan ketiga Kaisar Suci itu, memberitahukan maksud kedatangannya, Kaisar Hu Si yang duduk di tengah berkata pada Kaisar Sin Nung.

   "Dengan melihat kesungguhan hatinya untuk menyelamatkan Bu Ong beserta para pembantunya, tanpa menghiraukan rintangan yang dihadapinya, sepatutnya kalau kita penuhi permintaannya".

   Kaisar Sin Nung menyetujui saran itu, memberikan tiga butir pil pada Yo Chian.

   Sebutir untuk menyembuhkan Bu Ong! beserta orang-orang di istana, yang sebutir lagi untuk Kiang Chu Gie beserta para pembantunya, sipil maupun militer dan sebutir lainnya harus dilarutkan ke dalam air, lalu air larutannya dipercikkan ke seluruh See- kie dengan memakai tangkai pohon Yang-liu, agar rakyat sembuh dari penyakit menular tersebut.

   Selain pil tersebut, Kaisar Sin Nung memberikan pula seikat rumput pada Yo Chian dengan keterangan, bahwa rumput itu amat manjur untuk mengobati penyakit menular.

   Yo Chian mengucapkan terima kasih, lalu bergegas kembali ke See-kie.

   Selewat seminggu, Lu Gak memperkirakan, bahwa penduduk See-kie telah meninggal semua.

   Souw Hok amat sedih jadinya, lalu ke luar kemahnya, memandang ke kota See-kie.

   Tiba-tiba saja kesedihannya berobah menjadi sukacita, sebab terlihatolehnya, bukan saja panji-panji tetap tegak teratur rapi, juga para prajurit tetap bersiap siaga di atas tembok kota.

   Dia memberitahukan apa yang dilihatnya pada Lu Gak.

   Lu Gak segera menujumkan apa yang telah terjadi sesungguhnya.

   "Kiranya Giok Teng Cin-jin telah menyuruh Yo Chian meminta obat di goa Hua In-tong"

   Ucapnya dongkol.

   Namun dia belum berputus asa untuk menghancurkan See-kie.

   Menurut pendapatnya, walaupun pihak lawan tak sampai meninggal akibat penyebaran racun dan kuman, akan tetapi keadaan fisik mereka tentu masih lemah.

   Dia hendak menggunakan kesempatan itu untuk menggempur lawan.

   Segera memanggil keempat muridnya.

   Chiu Sin diperintahkan memimpin 3000 pasukan menggempur pintu gerbang kota Timur.

   Lie Kie ditugaskan menggempur pintu gerbang kota Barat dengan membawa pasukan yang sama banyaknya.

   Sedang Chu Thian dan Yo Bun Hui masing-masing memimpin 3000 prajurit juga untuk menggempur pintu gerbang kota Selatan dan Utara Lie Kie menyerbu pintu gerbang Barat dengan kekuatan 3000 prajurit.

   Kedatangannya disambut Na Cha.

   Ganas sekali Lie Kie menyerang Na Cha dengan pedang, yang langsung ditangkisnya dengan tombak Kepandaian Lie Kie berada beberapa tingkat di bawah Na Cha.

   Dan baru saja pertandingan berlangsung tiga jurus, Na Cha melontarkan "Kan Kun Choan-nya.

   Lie Kie berhasil menghindari serangan gelang wasiat, tapi tak keburu menangkis tusukan tombak Na Cha.

   
Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ujung tombak merobek dadanya, terus menembus sampai ke punggung.

   MeLayanglah nyawa Lie Kie.

   Di lain pihak, Chu Thian Lin yang ditugaskan menggempur pintu gerbang kota Selatan, telah disambut oleh Yo Chian.

   Terjadi pertarungan sengit dan menegangkan.

   Saling serang! dan menangkis.

   Walau telah berlangsung belasan jurus, belum dapat diketahui siapayang akan keluar sebagai pemenang.

   Tiba-tiba Chu Thian Lin melihat Giok Teng Cin-jin datang membantu Yo Chian, membuatnya gugup dan lengah, hingga kepalanya dibabat putus oleh 'Sam Kong To' (Golok Tiga Sinarnya Yo Chian.

   Arwahnya segera melayang ke 'Hong Sin Tay' pasukan yang dipimpinnya kucar- kacir.

   Mendengar kedua muridnya tewas, Lu Gak lantas merobah siasat perang, dia memimpin langsung penyerbuan pintu gerbang Utara kota See-kie.

   Tak tampak pasukan Chiu Bu Ong berjaga-jaga di situ, hingga dengan leluasa Lu Gak masuk ke dalam kota.

   Begitu dia masuk, dari angkasa tiba-tiba terdengar bentakan.

   "Lekas menyerah Lu Gak!".

   Lu Gak mendongak, terlihat Oey Liong Cin-jin duduk di atas bangau saktinya.

   Lu Gak sedikitpun tak gentar, langsung menusuk Oey Liong Cin-jin dengan pedangnya.

   Oey Liong Cin-jin menangkis dengan pedang juga.

   Lu Gak tak bersedia melayani bertempur lebih lama, meninggalkan lawan dengan mengambil jalan bawah tanah.

   Sementara itu, Chiu Sin dengan 3000 prajurit menggempur pintu kota Timur.

   Tapi di tengah jalan telah dihadang oleh Yo Chian, yang langsung membackokkan senjatanya.

   Chiu Sin cepat menangkis dengan pedangnya.

   Pertandingan itu berjalan timpang.

   Chiu Sin hanya mampu menangkis tanpa dapat balas menyerang, ia terus terdesak.

   Yo Chian yang ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan, melepaskan 'Anjing Langit'nya menggigit leher Chiu Sin hingga terluka.

   Ketika Chiu Sin hendak melarikan diri.

   Yo Chian telah lebih dulu membabat tubuhnya hingga tewas.

   Kiang Chu Gie berada di markasnya ketika mendengar "Kim Ku'(Tambur Emas)nya berbunyi.

   Dia langsung memerintahkan Lui Chin Cu memeriksa keadaan.

   Lui Chin Cu segera terbang ke angkasa, terlihat olehnya Lu Gak menyerbu masuk ke dalam kota.

   Melaporkan hal itu pada Chu Gie.

   Kiang Chu Gie menitah Kim Cha, Bhok Cha dan Liong Sie Houw menghadapi Lu Gak Begitu bertemu lawan, Kim Cha segera melontarkan Teng Liong Chun.

   Melihat dirinya terancam senjata pusaka itu, Lu Gak mengeprak "Kim Gan To'nya.

   Onta Saktinya langsung melesat ke angkasa.

   Namun Bhok Cha tak ingin membiarkan lawannya kabur, melontarkan pedang wasiatnya.

   Lu Gak tak sempat mengelak, sebuah tangannya terbabat putus.

   Sambil menahan sakit, melarikan diri.

   Melihat gelagat yang tidak menguntungkan, Yo Bun Hui ikut gurunya buron.

   Lu Gak terus melarikan diri sampai di kaki sebuah bukit, turun dari binatang tunggangannya, mengajak muridnya beristirahat.

   Tiba-tiba terdengar suara orang mendehem.

   Lu Gak berpaling ke asal suara itu.

   Terlihat seorang pemuda gagah berdiri di belakangnya.

   "Siapa kau?", tanya Lu Gak seraya melompat bangun saking terperanjatnya.

   "Namaku Wie Hok, diperintah oleh guruku turun gunung untuk membantu See-kie", si pemuda menerangkan.

   "Siapa gurumu?", tanya Lu Gak lagi.

   "To Heng Tian Chun dari gunung Kim Teng-san", sahut Wie Hok.

   "ketika aku tiba di daerah ini, kulihat kalian berusaha meloloskan diri dari serangan pihak See-kie --- Kini adalah tugasku untuk menangkap kalian!".

   Yo Bun Hui amat marah, bermaksud menyerang Wie Hok.

   Tapi Wie Hok telah mendahuli menghajar dengan 'Ciang Mo Chu (Alupenakluk Iblis)nya.

   Bun Hui berusaha mengelak, tapi tak keburu, kepalanya pecah terpukul Alu.

   Wie Hok bermaksud menghajar Lu Gak juga, tapi Lu Gak sempat kabur, amblas ke dalam tanah.

   Wie Hok melanjutkan perjalanan ke See-kie.

   Kedatangannya disambut hangat oleh Kiang Chu Gie Wie Hok memberitahukan maksud kedatangannya, menceritakan juga, bahwa dia berhasil membunuh Yo Bun Hui.....

   Pek Hok Tongcu datang ke tempat persemayaman Chi Ching Cu, menyampaikan pesan gurunya, agar Chi Ching Cu sudi membantu Kiang Chu Gie lagi.

   Chi Ching Cu menyanggupi permintaan itu.

   Pek Hok Tongcu pamit.

   Sepergi Pek Hok Tongcu, Chi Ching Cu segera memanggil muridnya, In Hong.

   "Ada titah apa Suhu?", In Hong berlutut di hadapan gurunya.

   ''Sekarang sudah tiba saatnya bagimu untuk turun gunung, membantu Kiang Chu Gie mendirikan dinasti Chiu.

   Tapi ada satu hal yang memberatkanku.

   Kau anak Touw Ong, tentunya merasa berat menumbangkan kekuasaan ayah kandung sendiri".

   Walau benar saya anak Touw Ong, tapi Souw Tat Kie adalah musuh besar saya"

   Kata In Hong.

   "Seorang anak takkan dapat berbakti pada ayah yang kejam.

   Lagi pula telah cukup lama saya bermaksud membalas dendam pada Souw Tat Kie yang telah mengakibatkan kematian tragis bagi ibu Teecu".

   Chi Ching Cu puas mendengar pernyataan muridnya.

   Dia memberikan seperangkat pakaian wasiat pada In Hong, agar dirinya terlindung dari bahaya.

   Juga 'Im Yang Ceng' (Cermin Im yang).

   "Cermin Im Yang ini terdiri dari dua bagian", sang guru menerangkan.

   "Bila menyorot orang dengan bagian putihnya, akan membuat orang itu pingsan.

   Kalau menyorotnya dengan bagian merah, akanmembuatnya sadar kembali".

   Namun begitu Chi Ching Cu masih tetap khawatir akan kesungguhan ucapan In Hong.

   Maka ketika sang murid bersiap-siap berangkat, dia menyuruhnya bersumpah, bahwa akan mentaati perintahnya.

   "Suhu tak usah khawatir", kata In Hong.

   "Seandainya Teecu berobah pendirian, biarlah tubuh Teecu hancur jadi debu".

   "Bagus", sang guru mengangguk sambil tersenyum puas.

   In Hong pamit pada gurunya, menuju ke kota See-kie.

   Di tengah jalan In Hong bertemu dengan Sin Kong Pa, yang memperkenalkan diri sebagai paman gurunya.

   In Hong segera berlutut di hadapan Sin Kong Pa.

   "Ingin ke mana kau?", tanya Sin Kong Pa sambil membanguni In Hong.

   "Suhu menyuruh Teecu membantu Bu Ong untuk menghancurkan Touw Ong", In Hong menerangkan.

   "Bukankah kau anak Kaisar Touw Ong?", tanya Sin Kong Pa.

   "Benar", In Hong mengangguk.

   Tak patut seorang anak memerangi ayahnya sendiri", kata Sin Kong Pa.

   "Tapi Touw Ong lalim, hingga banyak yang berontak terhadapnya".

   Kata In Hong.

   "Aku ingin membela pihak yang benar lagi bijaksana".

   "Salah sekali pendapat Jie Taycu", ujar Sin Kong Pa.

   "Dengan berbuat begitu Taycu akan dicap sebagai anak durhaka.

   Bayangkan, seandainya Bu Ong berhasil merebut kekuasaan dari tangan ayahmu, Kuil leluhurmu akan ikut dimusnakan.

   Apakah nantinya kau masih punya muka untuk bertemu dengan leluhurmu di alam baqa?".

   In Hong menganggap ucapan itu cukup beralasan, membuatnya ragu untuk melaksanakan maksudnya semula.

   "Tapi saya telah bersumpah di hadapan Suhu untuk membantu pihak Chiu Bu Ong", katanya kemudian.

   "Sumpah apa yang pernah kau ucapkan?", tanya Sin Kong Pa.

   "Seandainya Teecu berobah pikiran, badan Teecu akan hancur jadidebu", In Hong menerangkan.

   "Jangan takut! Bagaimana mungkin manusia akan berubah jadi debu!?".

   Sin Kong Pa tersenyum luar biasa.

   "Sebaiknya kau turut nasehatku, agar kau tak malu terhadap leluhurmu.

   Kini Souw Hok telah memimpin pasukan kerajaan untuk menggempur pihak See-kie.

   Sebaiknya kau bergabung dengannya.

   Aku sendiri akan menghubungi orang-orang sakti lainnya untuk membantu kalian".

   "Justeru Souw Tat Kie, anak perempuan Souw Hok, yang telah membunuh ibuku dengan cara yang amat keji", kata In Hong penuh dendam.

   "Bagaimana mungkin sekarang Teecu dapat bekerja sama dengan ayah dari musuh besar saya!?".

   "Tunggu sampai kau membuat jasa bagi kerajaan, barulah kau membalas kematian ibumu!".

   "Tapi...", In Hong tetap ragu.

   "Biar bagaimana juga, kau harus berbakti terhadap ayahmu", desak Sin Kong Pa.

   In Hong mempertimbangkan sejenak, kemudian memutuskan untuk menuruti saran Sin Kong Pa.

   Sin Kong Pa meninggalkan sang Pangeran dengan wajah berseri.

   In Hong merobah maksud semula, datang ke perkemahan Souw Hok, minta penjaga menyampaikan kedatangannya.

   Sang penjaga segera masuk, memberitahukan kedatangan In Hong pada Souw Hok.

   Souw Hok segera keluar menyambut sang Pangeran, menyilakannya masuk ke dalam perkemahan.

   Banyak soal yang mereka perbincangkan, mulai dari lenyapnya In Hong, yang ternyata ditolong oleh Chi Ching Cu, sampai tugas yang dibebankan pada Souw Hok untuk menggempur kota See-kie.....

   Keesokan harinya In Hong memimpin pasukan kerajaan Touw, menantang perang pihak See-kie.

   Mendapat tantangan itu, Oey Hui Houw berkata pada Kiang Chu Gie,bahwa dia kenal baik In Hong, yang pernah diselamatkan nyawanya pada sepuluh tahun yang silam.

   Dia minta diberi kesempatan untuk menemui Pangeran itu.

   Kiang Chu Gie meluluskan permintaannya.

   Oey Hui Houw keluar kota bersama keempat anaknya.

   Namun In Hong tak mengenalinya, tanpa banyak bicara lagi menyerang dengan tombaknya.

   Oey Hui Houw terpaksa menangkisnya.

   Keempat putera Hui Houw serentak membantu ayahnya, menyerang In Hong.

   Dikeroyok begitu, In Hong agak kewalahan.

   Maka suatu ketika, setelah berhasil mengelak dari serangan Hui Houw dan anak-anaknya, dia agak menjauhkan kuda tunggangannya, menyorot diri Hui Houw dengan bagian putih dari cermin wasiatnya.

   Seketika Oey Hui Houw jatuh terguling dari atas Kerbau Saktinya dan pingsan hingga dengan mudahnya ditawan oleh The Lun.

   Oey Thian Hoa berusaha menolong ayahnya, tapi dirinya pun ditangkap dengan cara yang sama.

   Ketiga anak Oey Hui Houw lainnya, yang merasa tak mampu menghadapi kesaktian lawan, terpaksa harus lari masuk ke dalam kota.

   Oey Hui Houw dan Oey Thian Hoa dibawa ke perkemahan lawan.

   In Hong yang ingin memperlihatkan kehebatannya pada anak buah Souw Hok, memerintahkan membawa kedua tawanan yang masih pingsan itu ke hadapannya.

   Kemudian menyorot mereka dengan bagian merah dari cerminnya.

   Seketika Hui Houw dan Thian Hoa siuman dari pingsannya.

   Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bukankah engkau Jie Taycu?", tanya Hui Houw begitu siuman, agak dongkol dia.

   "Bagaimana kau tahu?", In Hong balik bertanya.

   "Aku takkan pernah dapat melupakan Taycu yang pernah kubantumeloloskan diri dari istana".

   "Jadi kau Jenderal Oey yang pernah menolongku?", In Hong terperanjat, segera beranjak dari tempat duduknya, membuka tali pengikat tubuh Hui Houw dan anaknya.

   Oey Hui Houw menuturkan apa yang dialaminya.

   In Hong membebaskan ayah dan anak itu seraya memperingatkan.

   "Dengan kubebaskan Jenderal sekarang ini, berarti telah kubalas budimu tempo hari.

   Lain waktu hendaknya Jenderal berlaku hati-hati, bila sampai tertawan lagi, aku takkan dapat mengampunimu lagi!".

   Hui Houw mengucapkan terima kasih, mengajak anaknya meninggalkan kubu lawan.

   The Lun memprotes kebijaksanaan In Hong itu.

   "Nanti aku akan dapat menawan mereka lagi".

   Kata sang Pangeran.

   Hari berikutnya In Hong menantang Kiang Chu Gie.

   Kiang Chu Gie menyambut tantangan tersebut dengan naik "See Put Siang'nya.

   Didampingi oleh Yo Chian dan Teng Sian Giok.

   Begitu berhadapan dengan Chu Gie, In Hong langsung menyerang dengan tombaknya.

   Chu Gie segera menangkis dengan pedangnya.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Kiang Chu Gie melontarkan "Ta Sin Pian' (Ruyung Pemukul Dewa)nya.

   In Hong yang mengenakan pakaian wasiat, biar kena dihajar ruyung wasiat, tidak sampai melukainya.

   Dia mengeluarkan 'Im Yang Ceng- nya.

   Yo Chian yang mengetahui kehebatan cermin itu, segera memperingatkan Chu Gie.

   "Lekas mundur Susiok, dia memegang cermin wasiat!".

   Chu Gie segera mengundurkan diri.

   Teng Sian Giok maju, menyerang In Hong dengan 'Ngo Kong Cio'nya.

   In Hong yang sedang memusatkan perhatiannya ke diri Chu Gie, tak sempat mengelak atau menghalau batu yang dilontarkan Sian Giok,mengakibatkan wajahnya matang biru oleh hajaran batu, membuatnya terpaksa harus melarikan diri.

   Kiang Chu Gie menarik pasukannya kembali ke dalam kota.

   "Teecu yakin cermin wasiat yang dipergunakan In Hong adalah milik Chi Supek", kata Yo Chian pada Chu Gie setiba mereka di markas.

   "Untuk membuktikan kebenaran dugaan saya, Teecu akan pergi ke Tay Hoa-san menemui Chi Supek".

   Kiang Chu Gie menyetujui usul itu.

   Yo Chian menemui Chi Ching Cu di goa In Siao-tong di gunung Tay Hoa-san, berpura-pura ingin meminjam cermin Im Yang "Untuk apa kau meminjam cermin itu?", tanya Chi Ching Cu.

   Baru pada saat itu Yo Chian berterus-terang mengenai ulah In Hong yang memerangi pihak See-kie dengan menggunakan 'Im Yang Ceng'.

   "Benar-benar durhaka anak itu, disuruh membantu Seekie, malah memusuhinya", gumam Chi Ching Cu.

   Chi Ching Cu menyuruh Yo Chian pulang duluan, dia akan menyusul kemudian.

   Sehari setelah Yo Chian kembali, Chi Ching Cu tiba di markas Chu Gie.

   Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan pertapa sakti itu.

   Keesokan harinya Chi Ching Cu tampil di medan tempur menghadapi In Hong.

   In Hong amat terperanjat ketika melihat gurunya.

   "Suhu", sapanya dengan suara agak gemetar.

   "Sudah lupakah kau pada sumpahmu sendiri, In Hong?", tanya Chi Ching Cu.

   "Ingat Suhu", sahut In Hong.

   "Tapi saya adalah putera Touw Ong.

   Bagaimana mungkin Teecu membantu Chiu Bu Ong untuk memerangi ayah sendiri!? Teecu yakin, Suhu tentu tak ingin Teecu menjadi anak durhaka".

   "Sudah menjadi kehendak Thian, bahwa Touw Ong akan musna dan digantikan oleh Chiu Bu Ong.

   Bila kau membantu Bu Ong, keluargamutakkan habis tersapu dari muka bumi ini.

   Ingatlah akan sumpahmu In Hong, robahlah pendirian itu, agar dirimu tidak ikut hancur!".

   "Tidak Suhu", In Hong tetap pada pendiriannya.

   "Izinkanlah saya menghancurkan See-kie, setelah itu Teecu akan meminta maaf pada Suhu".

   Chi Ching Cu amat gusar, menyerang muridnya dengan pedangnya.

   Tiga kali In Hong hanya mengelaki serangan gurunya, kemudian berkata.

   "Teecu rasa cukup sudah menjalani kewajiban sebagai murid dengan tak membalas serangan Suhu.

   Bila Suhu masih juga menyerang, Teecu terpaksa akan membalasnya".

   "Murid murtad!", Chi Ching Cu tambah marah, kembali melancarkan serangan.

   In Hong membuktikan ucapannya, dia mulai balas menyerang.

   Terjadilah perang tanding sengit antara guru dan murid, saling menyerang dan menangkis.

   Setelah bertempur beberapa saat, In Hong mengeluarkan cermin Im Yang.

   Chi Ching Cu terpaksa harus melarikan diri, bila tidak, dirinya akan celaka oleh cermin miliknya yang telah disalahgunakan oleh muridnya.

   In Hong menarik pasukannya.

   Memperbincangkan kehadiran gurunya pada Souw Hok, juga taktik yang akan digunakan selanjutnya dalam menggempur See-kie.

   Tiba-tiba masuk seorang prajurit melaporkan ada seorang Tojin bernama Ma Goan ingin bertemu dengan In Hong.

   In Hong segera menyambutnya dengan wajah berseri, menyilakannya masuk ke dalam kemah dan menjamunya.

   Kedatangan Ma Goan yang bergelar It Kie Sian ini, ternyata atas permintaan Sin Kong Pa untuk membantu In Hong.

   Senang benar perasaan In Hong.

   Keesokannya Ma Goan maju ke medan perang, menantang pihak See-kie.

   Kiang Chu Gie yang menyambut langsung tantangan tersebut, didampingi para pembantunya yang perkasa.

   Begitu berhadapan, Ma Goan menyerang Chu Gie dengan pedangnya.

   Kiang Chu Gie menangkis dengan pedang pula.

   Setelah pertarungan berlangsung belasan jurus, Chu Gie melontarkan 'Ta Sin Pian' ke arah Ma Goan.

   Tiba-tiba dari tengkuk Ma Goan tersembul tangan raksasa, menangkap 'Ruyung Pemukul Dewa' Chu Gie, memasukkannya ke dalam kantong kulit macan tutul.

   Kiang Chu Gie amat terperanjat menyaksikan perkembangan itu.

   Bu Yong, salah seorang pembantu Chu Gie yang tugas pokoknya mengangkut ransum, tanpa mendapat perintah langsung menyerang Ma Goan.

   Tangan raksasa Ma Goan yang semula siap mencengkeram Chu Gie, jadi berbalik menangkap Bu Yong, membantingnya ke tanah, lalu membeset kedua kakinya, hingga tubuh Bu Yong terbelah dua, diambil jantungnya dan dimakannya lahap sekali.

   Kiang Chu Gie dan para pembantunya ngeri melihatnya, cepat-cepat lari masuk ke dalam kota.

   Selagi Chu Gie kebingungan menghadapi Ma Goan tiba-tiba datang Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun, yang mengajarkan siasat pada Chu Gie.

   Legalah perasaan Chu Gie setelah mendapat petunjuk dari pertapa sakti itu.

   Tengah hari, Chu Gie seorang diri mendekati perkemahan lawan dengan menunggang 'See Put Siang', seakan sedang mengamati posisi lawan.

   Seorang prajurit melaporkan munculnya Chu Gie pada pimpinannya.

   Ma Goan yang sedang berbincang-bincang dengan Souw Hok dan In Hong, menjadi geram mendengar laporan itu, langsung keluar kemah,memburu Kiang Chu Gie.

   "Jangan kabur kau!"

   Hardiknya setelah dekat.

   Chu Gie tetap duduk tenang di atas "See Put Siang'nya, bahkan memandang Ma Goan sambil senyum.

   Sikap Chu Gie membuat Ma Goan semakin dongkol, dianggapnya pemimpin pasukan See-kie itu memandang remeh terhadapnya.

   Tanpa banyak bicara lagi, dia langsung menyerang Chu Gie dengan pedangnya.

   Chu Gie menangkis dengan pedang pula, kemudian balas menyerang.

   Tapi setelah bertanding beberapa jurus, dia melarikan diri.

   Ma Goan mengejarnya.

   Setelah menikung, mendadak Kiang Chu Gie menghilang.

   Beberapa saat Ma Goan mencarinya, tapi tak berhasil menemukannya, hingga akhirnya dia beristirahat di kaki bukit.

   Tiba-tiba terdengar dentuman meriam yang berasal dari atas bukit.

   Ma Goan mendongak, terlihat olehnya Kiang Chu Gie sedang menemani Bu Ong makan minum.

   Sedang para pengawal dengan sikap sinis mencemo'ohkan Ma Goan.

   Ma Goan tambah panas hatinya, segera memburu ke atas.

   Namun ketika Ma Goan sudah dekat, mendadak Bu Ong dan lain- lainnya lenyap.

   Ma Goan lantas turun lagi ke bawah dengan hati kesal.

   Setibanya di kaki bukit, kembali terlihat Chu Gie sedang menemani Rajanya makan di atas bukit.

   Ma Goan memburu ke atas lagi, tapi orang yang diburunya tiba-tiba lenyap pula.

   Demikianlah dia naik turun bukit sebanyak 10 kali, dari mulai senja sampai malam, hingga terang cuaca kembali.

   Akibatnya dia jadi sangat letih dan lapar.

   Tiba-tiba dia melihat seorang wanita jalan mendatangi.

   Ma Goan segera menangkap wanita itu, melucuti pakaiannya,menusuk dadanya dengan pedang.

   Darah muncrat, langsung direguknya.

   Kemudian merogohkan tangannya ke dalam dada wanita itu, mencari jantungnya untuk dimakan.

   Tapi tak berhasil menemukan jantung yang diinginkannya.

   "Aneh!?', gumamnya.

   "bagaimana mungkin orang bisa hidup tanpa jantung?".

   Ia tercenung heran.

   Tiba-tiba muncul Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun seraya menghardiknya.

   "Lekas berlutut manusia keji! Saat ajalmu telah tiba!".

   Ma Goan bermaksud melompat bangun untuk melakukan serangan, tapi dia merasakan sekujur tubuhnya lemah, tak lagi memiliki tenaga.

   Diliputi rasa takut akan kematiannya, la segera berlutut sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan memegang 'Ta Sin Pian' yang berhasil direbutnya dari Kiang Ch Gie.

   Memohon Bun Chu Kong Hot Tian Chun sudi mengampuninya.

   "Sudah terlambat".

   Kata Bun Chiu Tian Chun sambil mengangkat pedang, bersiap memeganggal kepala Ma Goan.

   Tiba-tiba terdengar suara mencegah.

   "Sudilah Toheng mengampuninya".

   Bun Chiu Tian Chun berpaling, ternyata yang mencegahnya tadi, adalah Chun Tee Cin-jin.

   "Nama Ma Goan tidak tercantum dalam Daftar Penganugrahan Malaikat", Chun Tee Cin-jin menerangkan.

   "'Di samping itu dia memang telah ditakdirkan untuk menjadi pengikut Agama Buddha.

   Sudilah Toheng menyerahkannya padaku, agar keburukan sifatnya dapat dibersihkan oleh ajaran-ajaran Sang Buddha".

   Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun meluluskan permintaan orang suci dari wilayah Barat itu.

   Sementara itu Chun Tee Cin-jin lalu berkata pada Ma Goan.

   "Kau memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pengikut Buddha, maka sebaiknya kau ikut aku ke Barat, agar dapat menghayati Tiga Seni' ditepi telaga 'Delapan Kebajikan' dan mengecap kebahagiaan di 'Hutan Tujuh Pusaka'.".

   Ma Goan mengangguk.

   Chun Tee Cin-jin mengambil Ruyung Pemukul Dewa milik Chu Gie yang berhasil direbut Ma Goan, menyerahkannya pada Bun Chiu untuk dikembalikan pada pemiliknya.

   Kemudian mengajak Ma Goan meninggalkan tempat itu.

   Tak kunjung kembalinya Ma Goan ke perkemahan pihak Touw, membuat In Hong amat gelisah.

   
Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hari berikutnya dia memimpin pasukan, menantang pihak See-kie berperang tanding.

   Kiang Chu Gie keluar dari pintu gerbang dengan menunggang 'See Put Siang'nya.

   In Hong langsung menyerang dengan menusukkan tombaknya, begitu lawannya muncul.

   Kiang Chu Gie melawannya dengan bersenjatakan pedang.

   Tapi setelah bertanding beberapa jurus, Chu Gie melarikan diri.

   In Hong mengejarnya.

   Chi Ching Cu yang berada di angkasa, membuka 'Thay Khek To' (Gambar/Denah Thay Khek), segera muncul sebuah Kim Kiauw' (Jembatan Emas) di depan Chu Gie.

   Kiang Chu Gie naik ke jembatan emas itu.

   Ketika In Hong tiba di tepi jembatan, Chi Ching Cu menggerakkan gambar Thay Kheknya, yang menimbulkan tiupan angin yang cukup keras.

   Tiba-tiba saja In Hong kehilangan jejak Kiang Chu Gie.

   Ketika In Hong hendak memutar kuda meninggalkan tempat itu, telah terlambat baginya.

   Dirinya telah berada di dalam gambar wasiat itu, yang membuatnya melihat segala apa yang ada dalam pikirannya.

   Bila dia menganggap dirinya masuk ke dalam perangkap lawan, langsung muncul prajurit yang menyerangnya, membuatnya harus menghadapimereka dengan sekuat tenaga.

   Begitu timbul keinginannya untuk menangkap Chu Gie, sang Perdana Menteri See-kie itu mendadak muncul di hadapannya.

   Ketika ingat akan kota-raja, dirinya seperti memasuki istana Kaisar, bertemu dengan Oey.

   Nio Nio dan Yo Nio Nio.

   Setibanya di ujung gambar wasiat tersebut, dia bertemu dengan arwah ibunya, yang menyesalkannya.

   "Engkau telah mengingkari sumpah pada gurumu, tubuhmu akan lebur jadi debu!".

   "Tolonglah saya ibu!", In Hong memohon.

   Namun Kiang Honghouw telah lenyap dari hadapannya.

   Tiba-tiba In Hong mendengar suara gurunya.

   "Masih kenalkah kau akan suaraku, In Hong?".

   "Kenal Suhu", sahut In Hong.

   "Ampunilah saya Suhu, Teecu berjanji akan membantu Bu Ong dengan sepenuh tenaga".

   "Sudah kasip! Siapakah yang telah membuatmu berobah pikiran?", suara Chi Ching Cu lagi.

   "Sin Kong Pa", In Hong memberitahu.

   "Ampunilah saya Suhu".

   Walau merasa berat, namun Chi Ching Cu mengeraskan hati menggulung 'Thay Khek To'nya.

   In Hong bersama kudanya lebur menjadi debu! Chi Ching Cu mengucurkan air mata setelah muridnya tiada, biar bagaimana hubungan antara guru dan murid membekas cukup dalam.

   Kemudian dia pamit pada Kiang Chu Gie.

   Di lain pihak.

   Souw Hok amat terperanjat mendengar kematian In Hong.

   Segera mengirim kurir untuk menyampaikan berita duka-cita itu pada Kaisar.

   Tapi di hati kecilnya ingin cepat-cepat takluk pada pihak See-kie, hanya saja dia belum dapat menemukan cara terbaik untuk itu.

   Kiang Chu Gie seakan dapat menyelami hasrat Souw Hok.

   Tengah malamnya dia memerintahkan para pembantunya memimpin sejumlah pasukan menyerbu perkemahan musuh.

   Souw Hok dan anaknya sama sekali tidak melakukan perlawanan,membiarkan diri mereka ditawan.

   Sebaliknya The Lun berusaha melakukan perlawanan, tapi tak lama kemudian dirinya pun kena diringkus.

   Dengan ditangkapnya para pemimpin mereka, sebagian besar pasukan kerajaan Touw menyerah atau tertawan.

   Hanya sebagian kecil saja yang berhasil meloloskan diri.

   Souw Hok bersama anak buahnya digiring ke dalam kota See-kie.

   Kiang Chu Gie bukan saja memerintahkan untuk membebaskan Souw Hok dan anaknya, juga The Lun.

   Memperlakukan mereka baik sekali.

   Setelah berbincang-bincang sejenak, Chu Gie mengharapkan mereka bersedia membantu Bu Ong.

   Tawaran Chu Gie langsung diterima oleh Souw Hok dan lain-lainnya.

   Berita takluknya Souw Hok disampaikan pada Touw Ong.

   Kaisar kaget campur sedih ketika mendengar kabar itu.

   Dia tak menyangka kalau mertuanya bersedia mengabdi pada pihak See-kie.

   Segera memanggil Souw Tat Kie.

   Souw Tat Kie pun telah mendengar kabar itu dari seorang pembantu kepercayaannya.

   Maka begitu berada di hadapan Kaisar, dia langsung berlutut sambil menangis.

   "Saya benarbenar amat sedih mendengar kabar, bahwa ayah saya telah mengabdi pada Bu Ong.

   Itu merupakan suatu penghianatan terhadap kerajaan.

   Dengan demikian ayah beserta seluruh anggota keluarga harus dihukum mati.

   Saya sebagai salah seorang anggota keluarga Souw, rela dipenggal untuk menebus sebagian dosa dari ayah saya".

   "Jangan menangis manis".

   Kaisar membangunkan Permaisurinya.

   "Bila kau terus bersedih, akan dapat merusak kecantikanmu nanti.

   Aku memanggilmu bukan untuk memenggal kepalamu, tapi ingin menegaskan, bahwa perbuatan ayah dan saudaramu sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan dirimu.

   Kau tetap merupakan Permaisuriku!".

   "Oh, terima kasih Baginda.

   Sampai matipun saya takkan dapatmelupakan budi Baginda".

   Souw Tat Kie kembali berlutut, memeluk kaki Kaisar....

   SEMBILAN Kong Seng Cu menyuruh Pek In Tongcu memanggil In Kiao, putera sulung Touw Ong yang kini jadi muridnya.

   "Ada perintah apa Suhu memanggil Teecu?", tanya In Kiao sambil berlutut di hadapan gurunya.

   "Sekarang kuanggap telah tiba waktunya bagimu turun gunung untuk membantu Bu Ong.

   Tapi ........", Kong Seng Cu tak meneruskan ucapannya, seakan ragu untuk mengungkapkannya.

   "Tapi apa, Suhu?", tanya In Kiao segera.

   "Kau adalah putera Touw Ong, relakah kau membantu Bu Ong memerangi ayahmu?".

   "Saya rela Suhu, sebab belakangan ini ayah telah dipengaruhi Souw Tat Kie, hingga sering bertindak kejam, mengakibatkan tewasnya para menteri yang setia.

   Bahkan ibu kandung Teecu pun meninggal akibat hasutan Souw Tat Kie".

   "Bagus bila kau berpendapat begitu", Kong Seng Cu mengangguk.

   Lalu menyuruh muridnya pergi ke lembah Chio Chu-gay.

   In Kiao pamit pada gurunya.

   Setiba di lembah yang dimaksud, In Kiao melihat sebuah jembatan batu putih.

   Di ujung jembatan terdapat sebuah goa yang terlihat indah.

   Ketika In Kiao melintasi jembatan, pintu goa mendadak terbuka sendiri.

   Di dalam goa terlihat sebuah meja batu, yang di atasnya terdapat 7 butir kacang yang mengepulkan asap dan memancarkan aroma wangi, tampaknya lezat sekali.

   In Kiao tak dapat menahan selera, melahap kacang tersebut tanpa sisa, kemudian meninggalkan goa itu.Begitu dia keluar, goa tersebut mendadak lenyap, membuatnya bengong.

   Tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang luar bisa pada dirinya.

   Semua tulangnya seakan bergerak, dalam sekejap bentuk tubuhnya berobah.

   Dia memiliki 6 tangan dan 3 muka.

   Di masing-masing wajahnya terdapat 3 mata.

   Perobahan itu benar-benar membuat In Kiao sangat terperanjat.

   Selagi In Kiao bengong, datanglah Pek In Tongcu memberitahukan, bahwa In Kiao dipanggil oleh guru mereka.

   Kong Seng Cu senang menyaksikan perobahan atas diri In Kiao.

   "Dengan memiliki 3 muka dan 6 tangan, kau akan lebih perkasa dalam menghadapi lawan", katanya.

   Kemudian dia menyerahkan "Hoan Thian Eng' (Cap Wasiat), 'Liok Hun Cong (Genta/Lonceng Pencabut Arwah), juga sepa sang pedang wasiat kepada muridnya seorang ini.

   "Sekarang berangkatlah kau ke See-kie untuk membantu Kiang Chu Gie", ujarnya lebih lanjut.

   "Aku akan menyusul ke mudian".

   Sesaat sebelum In Kiao berangkat, sang guru telah berpesan.

   "Kau harus setia pada Bu Ong, jangan sekali-kali menentangnya".

   Jangan khawatir Suhu", kata In Kiao.

   "Seandainya Teecu ingkar janji, biarlah kepala Teecu dicangkul orang hingga binasa".

   "Baik, aku percaya".

   Kong Seng Cu mengangguk.

   In Kiao pamit pada gurunya.

   Panorama di sepanjang jalan menuju ke See-kie yang begitu indah, menimbulkan kesan di hatinya, betapa mulia dan agungnya Tuhan pencita alam ini.

   Di gunung Pak Liong-san, In Kiao memperoleh dua pembantu .

   Bun Liang dan Ma San, yang masing-masing memiliki tiga mata juga.

   Beberapa waktu kemudian In Kiao telah pula bertemu dengan seorang Tosu yang menunggang macan, memperkenalkan dirinya bernama Sin Kong Pa, berasal dari perguruan Kun Lun.

   Setelah saling memperkenalkan nama masing-masing.

   Sin Kong Pabertanya .

   "Bukankah kau Putera Mahkota kerajaan Touw?".

   "Dari mana bapak tahu?", tanya In Kiao.

   "Dari ketepatan ramalanku".

   Sin Kong Pa tersenyum luar biasa.

   "Salah sekali kalau Taycu membantu fihak lawan untuk memerangi ayah sendiri.

   Bukankah setelah Kaisar Touw mangkat nanti, kau sebagai Putera Mahkota akan menggantikan kedudukannya!?".

   *Menurut aturan memang begitu, tapi kerajaan Touw telah ditakdirkan hancur akibat kelalim an ayahku dan digantikan dengan dinasti Chiu", kata In Kiao.

   "Apa kau kira Kiang Chu Gie seorang yang baik?", Sin Kong Pa masih belum berputus asa untuk membujuk In Kiao.

   "Kiang Chu Gie terkenal bijaksana, selalu memperhatikan bawahannya", ujar In Kiao.

   "Dengan mendapat bantuannya, Bu Ong akan berhasil membangun dinasti baru".

   "Itu hanya luarnya.

   Tapi sesungguhnya Chu Gie berhati kejam! Buktinya adikmu, In Hong, telah dibunuhnya".

   "Aku tak percaya"

   In Kiao menggelengkan kepala.

   "Kau dapat membuktikan sendiri", kata Sin Kong Pa.

   "Bila aku dusta, kau boleh memihak See-kie.

   Tapi bila ternyata benar apa yang kukatakan itu, kau harus membalas kematian adikmu.

   Aku akan mengundang orang-orang sakti untuk membantumu".

   Begitu selesai berkata, Sin Kong Pa segera berlalu.

   In Kiao melanjutkan perjalanan dengan penuh diliputi keraguan.

   Setiba di dekat kota See-kie, In Kiao menyuruh Bun Liang dan Ma San menyelidiki akan kebenaran ucapan Sin Kong Pa.

   Hasilnya benar-benar membuat panas hati In Kiao.

   "Adik Taycu telah dibunuh oleh Kiang Chu Gie dengan menggunakan gambar wasiat Thay Khek", Ma San memberitahukan.

   Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Berita itu telah melenyapkan keraguan In Kiao, segera menggabungkan diri dengan Kolonel Thio San, yang kala itu mendapat tugas dari Touw Ong untuk menggempur See-kie.Keesokan harinya In Kiao memimpin pasukan, menantang pihak See- kie berperang.

   Kiang Chu Gie menyambut tantangan itu dengan didampingi oleh Na Cha dan lain-lainnya.

   Begitu melihat Chu Gie, In Kiao langsung melancarkan serangan.

   Namun Na Cha segera mewakili Chu Gie menghadapi In Kiao.

   Setelah bertempur beberapa jurus, In Kiao melontarkan 'Cap wasiat- nya, berhasil memukul jatuh Na Cha dari Roda Angin dan Apinya.

   Melihat Na Cha dikalahkan lawan, Oey Thian Hoa segera mengeprak 'Giok Kie Lin' (Kie Lin Kumala)-nya, menghantam In Kiao dengan sepasang gadanya.

   In Kiao menyambut serangan Thian Hoa.

   Dengan demikian Na Cha jadi lolos dari bahaya maut.

   Sebaliknya Oey Thian Hoa jatuh terguling dari binatang tunggangannya, akibat mendengar bunyi 'Genta Pencabut Arwah dan ditawan musuh.

   Oey.

   Hui Houw berusaha menolong anaknya, cepat memajukan 'Kerbau Sakti'-nya.

   Tapi sebelum tercapai maksudnya, In Kiao telah membunyikan 'Lok Hun Cong'-nya, mengakibatkan Hui Houw jatuh terguling dari kerbaunya dan diringkus musuh.

   Kiang Chu Gie menarik pasukannya.

   In Hong membawa pasukan kembali ke perkemahan.

   Selanjutnya membebaskan Oey Hui Houw dan anaknya, sebagai balas budi, karena dirinya pernah diselamatkan Hui Houw pada beberapa tahun yang silam.

   Di fihak lain, setibanya di markas, Yo Chian berkata pada Chu Gie .

   "Menurut Teecu, baik Cap Wasiat yang merobohkan Na Cha, maupun 'Lonceng (Genta) Pencabut Arwah' yang di gunakan In Kiao adalah milik Kong Seng Cu.

   Teecu ingin menemui pertapa sakti itu di gunung Kiu Sian-san, untuk membuktikan dugaan tersebut".

   Kiang Chu Gie mengizinkan Yo Chian berangkat.Berkat kesaktiannya, dalam waktu singkat Yo Chian telah tiba di goa To Goan-tong di gunung Kiu Sian-san.

   Setelah memberi hormat pada Kong Seng Cu, Yo Chian menceritakan ulah In Kiao yang bermaksud menghancurkan fihak See-kie.

   Kong Seng Cu amat gusar ketika mendengar kabar itu, me nyuruh Yo Chian pulang duluan.

   Dia akan menyusul kemudian.

   *** Dalam pertempuran berikutnya, Teng Kiu Kong berhasil menangkap Ma San, yang langsung membawanya ke hadapan Kiang Chu Gie.

   Chu Gie memerintahkan Teng Kiu Kong untuk memenggal kepala Ma San.

   Tapi setiap kali kepala Ma San putus terpenggal, selalu menyatu kembali dengan tubuhnya, hidup lagi.

   Wie Hok menggantikan pekerjaan algojo, tapi selalu sama hasilnya.

   Saking kewalahan menghadapi kesaktian Ma San, Chu Gie memerintahkan para pembantunya yang juga memiliki kesaktian, untuk membakar Ma San dengan menyemburkan api asli dari diri masing-masing.

   Ketika mendengar maksud Chu Gie, Ma San tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata.

   "Maaf, aku tak dapat berdiam lebih lama di sini!".

   Begitu selesai berkata, Ma San menghilang dari hadapan orang banyak.

   Yo Chian pergi lagi, sekali ini menemui In Tiong Cu, akan meminjam 'Cermin Penglihat Siluman, untuk mengetahui, siluman apa Ma San sesungguhnya.

   In Tiong Cu bersedia meminjam kan cermin wasiatnya.

   Yo Chian mengucapkan terima kasih, pamit pada In Tiong Cu, bergegas kembali ke See-kie.

   Ketika bertempur melawan Ma San pada hari berikutnya, Yo Chian sempat menyorot lawannya dengan Cermin Wasiatnya, terlihat sebuah pelita yang berkelap-kelip pada cermin tersebut.Setelah mengetahui siapa Ma San sesungguhnya, Yo Chian segera meninggalkan lawannya, memberitahukan hal itu pada Chu Gie dan lain-lainnya.

   "Di muka bumi hanya ada tiga pelita wasiat", kata Wie Hok pada Yo Chian.

   "yaitu di Istana Pat Cheng, di istana Giok Sie dan di gunung Leng Kiu-san.

   Pergilah ke tiga tempat itu dan lihatlah, apa pelita di sana masih menyala!?".

   Yo Chian segera berangkat.

   Ternyata pelita wasiat milik Jian Teng Tojin di gunung Leng Kiu-san yang tidak menyala lagi.

   Ia menuturkan apa yang terjadi di See-kie kepada sang pertapa.

   Jian Teng menyatakan, akan segera berangkat ke See-kie untuk menemui Chu Gie.

   *** Kedatangan Kong Seng Cu di See-kie disambut gembira oleh Kiang Chu Gie.

   Kong Seng Cu berjanji akan menghadapi muridnya besok.

   Sang pertapa menepati janji, begitu terang cuaca pada keesokan harinya, dia mendatangi perkemahan pasukan Touw, minta bertemu dengan In Kiao.

   In Kiao agak gugup ketika bertemu dengan gurunya, menyilakan Kong Seng Cu masuk ke perkemahan.

   "Tidak usah", tolak Kong Seng Cu.

   "Kita bicara di sini saja!".

   "Ada soal apa Suhu datang ke mari?".

   In Kiao berpura-pura tak tahu akan maksud kedatangan gurunya.

   "Sudah lupakah kau akan sumpahmu?", Kong Seng Cu balik bertanya sambil menahan geram hati.

   "Sama sekali tidak Suhu", sahut In Kiao.

   Lalu menceritakan keterangan yang diperoleh dari Sin Kong Pa, bahwa adik kandungnya tewas oleh gambar wasiat Thay Khek.

   Teecu menyadari sepenuhnya, bahwa ayah Teecu tidak adil.

   Tapi apa salahnya adik Teecu sampai harus dibunuh oleh Kiang Chu Gie denganmenggunakan gambar wasiat!?", ujarnya lebih lanjut "Harus kau ketahui In Kiao, Sin Kong Pa amat membenci Kiang Chu Gie.

   Itu pula sebabnya dia menghasutmu untuk memusuhi Chu Gie", kata Kong Seng Cu.

   "Mengenai kematian adikmu memang sudah ditakdirkan begitu".

   "Tapi sulit dipercaya kalau In Hong sengaja masuk ke dalam perangkap gambar wasiat itu.

   Dia tentu dipancing masuk hingga binasa.

   In Kiao tetap penasaran.

   "Teecu mohon janganlah Suhu melibatkan diri dalam kasus Kiang Chu Gie ini.

   Setelah Teecu berhasil membalas sakit hati In Hong, saya akan segera menemui Suhu untuk membicarakan soal lainnya".

   "Ingat akan sumpahmu In Kiao!", Kong Seng Cu memperingati muridnya.

   "Bisa celaka kau bila mengingkarinya!".

   "Biarpun harus binasa saya rela, asal sebelumnya dapat membalas sakit hati In Hong pada kakek yang berhati kejam itu!".

   Kong Seng Cu tak lagi dapat menahan diri menghadapi muridnya yang kepala batu, menyerangnya dengan perasaan tak keruan.

   Tiga kali berturut-turut In Kiao hanya mengelak atau menangkis, sebagai pengungkapan rasa hormat seorang murid terhadap gurunya.

   Tapi ketika Kong Seng Cu masih menyerang lagi, In Kiao langsung melontarkan cap wasiat ke udara, yang membuat Kong Seng Cu terpaksa harus melarikan diri.

   Sebab dia sadar, bila dirinya sampai terhajar cap wasiat, akan berakibat fatal.

   Kong Seng Cu menemui Chu Gie.

   "Muridku telah dihasut oleh Sin Kong Pa", ucapnya jengkel.

   Selagi Kiang Chu Gie dan lain-lainnya tengah mencari siasat untuk menghadapi senjata sakti yang dimiliki In Kiao dan Ma San, tiba-tiba datang Jian Teng Tojin.

   Pemunculan pertapa sakti itu telah melegakan perasaan orang banyak Jian Teng Tojin mengajarkan Chu Gie, cara bagaimana menyingkirkan Ma San.Keesokan harinya, seorang diri Kiang Chu Gie maju melawan Ma San.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Kiang Chu Gie melarikan diri ke arah Tenggara.

   Ma San terus mengejarnya.

   Di situ telah menanti Jian Teng Tojin, yang langsung menimpuk Ma San dengan pelitanya.

   Diri Ma San tersedot ke dalam pelita tersebut.

   Jian Teng Tojin meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Leksu membawa pelita itu ke tempat persemayamannya.

   Kini In Kiao memimpin sendiri pasukannya, bertekad menghancurkan kubu See-kie.

   Jian Teng meminta Chu Gie menghadapi In Kiao dengan membawa 'Sin Huang Kie' (Panji pohon Sin Kuning) dan 'Chian To Pek Lian' (Seribu bunga Teratai Putih), untuk melindungi diri dari serangan benda-benda wasiat In Kiao.

   Kenyataannya, diri Chu Gie tak terpengaruh oleh daya cap wasiat yang dilontarkan In Kiao, malah cap wasiat itu yang tergantung terus di udara, tak dapat turun menghantam lawan.

   Sekarang giliran Chu Gie melontarkan 'Ta Sin Pian'-nya, yang menghajar telak diri In Kiao, membuat sang Putera Mahkota jatuh terguling dari kudanya, melarikan diri dengan menempuh jalan bawah tanah.

   Sedang pembantunya, Bun Liang, yang gelang wasiatnya telah dihancurkan oleh 'Kan Kun Choan'-nya Na Cha, sebelum sempat melarikan diri, jantungnya telah ditembus oleh ujung tombak pusa ka Lo Chia (Na Cha), melayang jiwanya.

   *** Selagi In Kiao bermurung diri akibat kekalahan yang dideri tanya, tiba- tiba seorang Tojin datang menemuinya.

   Pendeta yang berambut merah dan bermata tiga itu bernama Lo Soan, bergelar Yam Tiong Sian, berasal dari Hwe Liong-san (Gunung Naga Api).

   Kedatangannya atas undangan Sin Kong Pa untuk membantu In Kiao menghancurkan fihak See-kie.In Kiao menyambut hangat.

   Menjamunya.

   Lo Soan memimpin pasukan kerajaan Touw, tampil di me dan perang.

   Kiang Chu Gie maju menghadapi lawan.

   Lo Soan langsung menyerang Chu Gie dengan sepasang 'Hui Yam Kiam' (Pedang Asap Terbang)-nya.

   Chu Gie waspada, menangkis dengan pedang pula.

   Oey Thian Hoa dan lain-lainnya membantu Chu Gie menempur Lo Soan.

   Menghadapi pengeroyokan yang tak bisa dianggap enteng itu, Lo Soan segera menggerakkan tubuh, seketika dirinya jadi memiliki 3 kepala dan 6 tangan.

   Dengan 'Ngo Liong Lun' (Roda Lima Naga) dia berhasil memukul jatuh Thian Hoa dari 'Giok Kie Lin'-nya.

   Kim Cha dan Bhok Cha cepat menolongnya.

   Kiang Chu Gie melontarkan ruyung wasiatnya, Lo Soan ja tuh dari kudanya terkena senjata wasiat lawannya.

   Lo Soan cepat-cepat melarikan diri.

   Namun Lo Soan masih penasaran.

   Pada tengah malamnya dia mendatangi pintu gerbang See-kie.

   Dengan menggunakan senjata wasiat 'Pembuat Mega dalam jarak jauh', menembaki kota See-kie dengan api, hingga menimbulkan kebakaran hebat di berbagai tempat.

   Markas Kiang Chu Gie juga tak luput dari am ukan api.

   Belum puas akan hasil perbuatannya, Lo Soan melepaskan juga Poci wasiat, yang mengeluarkan ribuan burung gagak api, terbang melayang di atas kota, menambah besar bencana itu.

   Kemudian Lo Soan melepaskan pula 'Ngo Liong Lun' (Roda Lima Naga).

   yang menjelma menjadi lima ekor Naga Api, menyembur-nyemburkan api, membuat kota See-kie menjadi lautan api! Di mana-mana terdengar jerit tangis rakyat.

   Bu Ong berlutut di tangga istana, memohon pada Thian .

   "Ya Tuhan, seandainya perbuatan hamba ini salah, hukumlah saya, tapi hindarkanlah rakyat See-kie dari mala-petaka dan kesengsaraan".Pada saat See-kie dicekam kepanikan, muncullah Liong Kit Kong-ciu, puteri Hao Thian Siang-tee yang dibuang ke bumi dan bermukim di Hong Hong-san.

   Liong Kit Kiong-ciu yang sedang melayang di angkasa dengan didampingi Pek In Tong-jie, melihat kota See-kie tengah dilanda api.

   Dia segera menyuruh Pek In Tong-jie menebarkan 'Jala Embun dan Es' yang dapat melingkup kobaran api.

   Seketika api padam.

   Lo Soan amat marah menyaksikan perkembangan itu, segera melontarkan 'Ngo Liong Lun' ke arah Puteri Langit.

   Liong Kit Kiong-ciu mengeluarkan 'Su Hay Peng' (Vas/Jambangan Empat Samudera), menyedot 'Ngo Liong Lun' ke dalamnya.

   Kemudian sang puteri menudingkan 'Jie Liong Kiam' (Pedang Sepasang Naga)- nya ke kuda Lo Soan, membuat kuda berikut penunggangnya jatuh terguling.

   Lo Soan cepat melompat bangun, bermaksud menyerang Liong Kit Kiong-ciu dengan senjata wasiat lain, tapi sang Kiongciu telah lebih dulu menudingkan 'Jie Liong Kiam'-nya, yang mengakibatkan Lo Soan terguling lagi.

   Melihat lawannya jauh lebih sakti, Lo Soan tak berani me nandingi lebih lama lagi, cepat-cepat melarikan diri.

   Puteri Liong Kit tak mengejarnya, membaca mantera, tak lama turun hujan deras, yang memadam kan sisa kebakaran di kota See-kie.

   Setelah itu dia turun dari burung tunggangannya, menemui Kiang Chu Gie.

   Chu Gie menyambut gembira kehadiran sang Puteri Langit, mengharapkannya sudi membantu Bu Ong.

   Dengan jasa-jasa yang didirikannya nanti, kemungkinan akan dapat menebus kesalahannya dan diperkenankan kembali ke Istana Langit! Liong Kit Kiong-ciu bersedia memenuhi harapan Chu Gie.

   Sebuah kamar khusus disediakan bagi Liong Kit Kiong-ciu, sebagaitempat beristirahatnya selama berada di See-kie.

   *** Lo Soan sedang beristirahat di kaki sebuah gunung.

   Tibatiba dia mendengar orang bersenandung.

   Lo Soan cepat melompat bangun, berpaling ke asal suara, terlihat seseorang sedang mendatangi.

   Sedang apa Toheng di sini?", tanya orang itu begitu berada di depan Lo Soan.

   "Sedang beristirahat sehabis melakukan perjalanan jauh", sahut Lo Soan.

   Kemudian balik bertanya.

   "Siapa saudara?".

   
Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku Lie Cheng, murid Jian Teng Tojin", sahut orang itu.

   Sesungguhnya orang yang baru datang itu ayah Na Cha.

   Setelah meninggalkan jabatannya, dia berguru pada Jian Teng Tojin, menanti tiba saat yang tepat untuk membantu Chiu Bu Ong.

   Beberapa waktu yang lalu, Jian Teng menitah Lie Cheng turun gunung untuk membantu Kiang Chu Gie memerangi Touw Ong.

   (Cerita tentang Lie Cheng dapat anda baca dalam KISAH NA CHA (LO CHIA' di buku 'DEWI KWAN IM SANG PENOLONG' terbitan kami juga -- - Pen.).

   "Ke mana tujuan saudara?", tanya Lo Soan lagi.

   "Ke See-kie untuk membantu kiang Chu Gie".

   Begitu mendengar nama Kiang Chu Gie, Lo Soan langsung menyerang Lie Cheng.

   Kenapa kau menyerangku?", Lie Cheng melompat ke sisi.

   "Setiap orang yang ingin membantu Kiang Chu Gie akan kumampuskan!", Lo Soan melancarkan serangan lagi.

   "Siapa kau sesungguhnya?", lagi-lagi Lie Cheng harus menghindari serangan lawan.

   "Namaku Lo Soan, musuh Kiang Chu Gie!", kembali Lo Soan menyerang Lie Cheng.

   Lie Cheng menangkis, kemudian balas menyerang.

   Terjadipertarungan sengit.

   Tangkis-serang silih berganti, masing-masing berdaya merobohkan lawan.

   Beberapa jurus kemudian Lie Cheng berhasil membunuh Lo Soan dengan pagoda wasiatnya.

   Lie Cheng melanjutkan perjalanan ke See-kie.

   Kiang Chu Gie menyambut gembira kedatangan Lie Cheng, mengajaknya bersama-sama dengan orang sakti lainnya merundingkan cara menghadapi In Kiao.

   Lie Cheng juga gembira bertemu gurunya di markas Chu Gie.

   "Dengan cara apa kita dapat menaklukkan In Kiao?", tanya Kong Sen Cu pada Jian Teng Tojin.

   "Cap wasiat yang ada di tangannya amat berbahaya", sahut Jian Teng.

   "Untuk menghadapinya kita harus menggunakan 'Yam Kong Kie' (Panji Sinar Api).

   'Cheng Lian Po Sek Kie! (Panji Teratai Hijau), 'Kie Sian Kie' (Panji Pengumpul Dewa) dan 'Sin Huang Kie' (Panji Pohon Sin Kuning) --- Pada saat ini kita baru memiliki 'Sin Huang Kie'.".

   "Di mana kita dapat meminjam Panji sakti lainnya?", tanya Kong Seng Cu pula.

   "Panji Sinar Api adalah milik Loo Cu dan Panji Teratai Hijau milik Surga Barat", Jian Teng menerangkan.

   "Tapi aku belum tahu siapa yang memiliki Panji Pengumpul Dewa".

   "Akan kupinjam kedua Panji itu", kata Kong Seng Cu.

   "Mengenai Panji Pengumpul Dewa dapat kita cari kemudian".

   Kong Seng Cu segera berangkat menemui Loo Cu dan Chun Tee Cin-jin di Surga Barat.

   Usahanya ternyata membawa hasil yang diharapkan.

   Kini tinggal Panji Pengumpul Dewa yang belum diperoleh.

   Tak seorang pun tahu siapa yang memiliki Panji sakti tersebut!?! Touw Heng Sun memperbincangkan soal panji itu dengan isterinya.

   Kamar Touw Heng Sun bersebelahan dengan kamar yang ditempati Liong Kit Kiong-ciu, hingga sang Puteri Langit sempat mendengar pembicaraan Heng Sun dengan isterinya.Liong Kit Kiong-ciu menemui Touw Heng Sun, memberitahukannya, bahwa Panji Pengumpul Dewa adalah milik ibunya.

   Hanya Lam Khek Sian Ang yang dapat meminjam panji tersebut.

   Touw Heng Sun segera menyampaikan hal itu pada Jian Teng Tojin, Kong Seng Cu dan lain-lainnya.

   Kong Seng Cu segera pergi ke Kun Lun-san menemui Lam Khek Sian Ang, meminta pertolongannya untuk meminjam Panji Pengumpul Dewa'.

   Lam Khek Sian Ang menyatakan kesediaannya untuk membantu, berangkatlah dia ke Yao Chi menemui Sengbo.

   Lam Khek Sian Ang berlutut di depan pintu istana Yao Chi yang tertutup rapat, mengemukakan maksud kedatangannya.

   Terdengar alunan musik merdu, pintu istana terbuka sendiri.

   Keluar empat pasang Dewi sambil membawa 'Panji Pengumpul Dewa', memberikan kepada Lam Khek Sian Ang.

   Lam Khek Sian Ang mengucapkan terima kasih, bergegas menuju ke See-kie.

   Bersamaan dengan sampainya Lam Khek Sian Ang, Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun telah pula datang di See-kie.

   Dengan lengkapnya Panji-panji sakti itu, Jian Teng Tojin mulai mengatur siasat menghadapi In Kiao.

   Bun Chiu Kong Hoat Tian Chun dengan membawa Panji Te ratai Hijau dan Chi Ching Cu membawa Panji Sinar Api, pergi ke gunung Kie-san.

   Sedang Jian Teng dengan membawa Panji Pohon Sin Kuning milik Chu Gie, akan menjaga di tengah gunung.

   Bu Ong dengan membawa Panji Pengumpul Dewa menghadang In Kiao di bagian Barat.

   Setiba kentongan pertama, Oey Hui Houw memimpin pa sukan menyerbu perkemahan tentara Touw.

   In Kiao yang mendengar suara ribut-ribut di luar kemah, segera ke keluar.

   Empat putera Oey Hui Houw .

   Thian Hoa, Thian Lok, Thian Ciok danThian Siang, langsung mengurungnya.

   Mereka dibantu pula oleh Na Cha dan Yo Chian.

   In Kiao menggerakkan Genta/Lonceng Pencabut Arwah ke arah Na Cha.

   Na Cha segera menimpukkan 'Kim Choan' (Bata Emas), tepat mengenai Genta In Kiao.

   Benturan itu menimbulkan percikan sinar emas.

   In Kiao amat terkejut, tapi dia belum berputus asa, menimpukkan cap wasiatnya ke diri Yo Chian, tapi cap wasiat itu tak berhasil melukai Yo Chian.

   Menjadi ciut nyali In Kiao, segera menjauhi Na Cha dan Yo Chian, menggerakkan gentanya ke arah Oey Thian Hoa, yang mengakibatkan Thian Hoa jatuh terguling dari atas "Giok Kie Lin-nya.

   In Kiao menggunakan kesempatan itu menerobos keluar kepungan lawan, melarikan diri ke gunung Kie-san.

   Tapi begitu sampai di kaki gunung tersebut, tiba-tiba melihat Bun Chiu Tian Chun telah berdiri di depannya.

   In Kiao memberi hormat, bertanya.

   "Kenapa Susiok menghalangi jalan majuku?".

   "Hari ini tibalah saatnya kepalamu dihancurkan dengan cangkul!", sahut Bun Chiu.

   In Kiao sangat marah, segera menusuk Bun Chiu Tian Chun dengan tombaknya.

   Bun Chiu menangkis dengan pedangnya.

   In Kiao melontarkan cap wasiatnya.

   Bun Chiu mengembangkan Panji Teratai Hijaunya, yang memancarkan sinar keemasan ke angkasa dan membuat cap wasiat In Kiao seakan tergantung di angkasa, tak dapat bergerak ke sasaran.

   In Kiao terpaksa menarik kembali cap wasiatnya, melarikan diri ke arah Selatan.

   Tapi belum jauh jarak yang ditempuhnya, di depannya telah berdiriChi Ching Cu.

   Tanpa berkata lagi In Kiao melontarkan cap wasiatnya ke arah Chi Ching Cu.

   Chi Ching Cu segera membuka Panji Sinar Apinya, menggerakkannya beberapa kali, membuat cap wasiat itu tak dapat meluncur turun.

   In Kiao terpaksa harus menariknya kembali, lari ke tengah-tengah gunung.

   Tapi di situ telah dihadang oleh Jian Teng Tojin, berkata .

   "Gurumu telah menyediakan 100 cangkul untuk menghancurkan kepalamu".

   Alangkah geramnya In Kiao mendengar ucapan itu, menimpuk Jian Teng Tojin dengan cap wasiatnya.

   Jian Teng segera membentangkan Panji Pohon Sin Kuning.

   Kiang Chu Gie yang mendampingi Jian Teng, melontarkan Ruyung Pemukul Dewa'-nya, membuat cap wasiat In Kiao terus menggantung di udara.

   In Kiao sangat gugup, segera menarik kembali cap wasiatnya, kabur ke Utara.

   Jian Teng Tojin melepaskan gledek dari telapak tangannya, di empat penjuru terdengar suara pertempuran, mengakibatkan In Kiao mempercepat lari kudanya.

   Namun jalan gunung dirasakan makin sempit, terpaksa In Kiao harus turun dari kudanya, melanjutkan buronnnya.

   Tiba-tiba terdengar suara dentuman meriam.

   Di bagian de pan berdiri banyak sekali pasukan See-kie, sedang Jian Teng terus mengejarnya.

   In Kiao bermaksud melarikan diri dengan amblas ke dalam tanah.

   Jian Teng merangkapkan tangan, tubuh In Kiao terjepit di antara dua bukit, hanya kepalanya saja yang masih menongol keluar.

   Bu Ong yang menyaksikan peristiwa itu dari atas gunung, memohon agar para orang sakti sudi membebaskan In Kiao, sebab dia tak sampai hati melihat Putera Mahkota kerajaan Touw disiksa begitu.

   Tak mungkin Tuanku, dia musuh kita!", kata Chu Gie.

   "Lagi pulasegalanya sudah merupakan takdir, kita tak dapat menentang kehendak Thian".

   Jian Teng menyilakan Bu Ong turun gunung.

   Kemudian meminta Kong Seng Cu membawa naik cangkul yang memang telah disiapkan.

   Walau sesungguhnya hati Kong Seng Cu sangat sedih, karena mengingat hubungannya selama ini dengan In Kiao, muridnya.

   Tapi apa hendak dikata, semua itu sudah merupakan tak dir, maka diturutinya permintaan Jian Teng Tojin.

   Bu Kie yang ditugaskan melaksanakan hukuman mati tersebut.

   Bu Kie memacul kepala In Kiao hingga sang Putera Mahkota ini menemui ajalnya.

   Arwah In Kiao tidak langsung melayang ke Pesanggrahan Penganugrahan Malaikat, tapi menuju ke kota-raja untuk menghadap ayahnya, Touw Ong, yang kala itu sedang tidur nyenyak sehabis minum arak bersama Souw Tat Kie di Menara Menjangan.

   Roh In Kiao menyarankan pada ayahnya, agar membuang sifat buruknya selama ini.

   Memerintah dengan adil, mencari pembantu yang jujur lagi perkasa dan berpandangan jauh ke depan.

   Sebab tak lama lagi Kiang Chu Gie akan menyerang kerajaan Touw (Siang).

   Arwah Putera Mahkota itu pun memberitahukannya, bahwa kini dia tak lagi dapat membela ayahnya, sebab telah tewas akibat dicangkul kepalanya.

   Touw Ong amat terperanjat, terjaga dari tidurnya.

   Sekujur tubuhnya basah oleh keringat dingin.

   Kaisar menceritakan mimpinya pada Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy.

   Sang Permaisuri bersama Ouw Hie Moy berusaha menghibur Kaisar.

   Selang beberapa waktu Touw Ong mulai tenang kembali.

   Beberapa hari kemudian Han Yong melaporkan mengenai kematian In Kiao pada Kaisar.

   Touw Ong amat gusar, segera memerintahkan Kolonel Ang Kim menggempur kota See-kie.*** Kedatangan pasukan yang dipimpin Ang Kim justru menggembirakan hati Chu Gie, sebab dengan munculnya serangan sekali ini, genaplah sudah jumlah 36 serangan yang dilancarkan musuh, seperti yang telah ditakdirkan.

   Hari pertama, Ang Kim memerintahkan perwira bawahannya yang bernama Kie Kong, menantang perang.

   Lam Kong Koa yang menyambut tantangan tersebut.

   Kie Kong langsung menabaskan golok bergagang panjangnya begitu bertemu lawannya.

   Lam Kong Koa menangkis dengan tombaknya.

   Dalam waktu relatif singkat pertarungan telah berlangsung lebih dari 30 jurus, masing-masing berusaha ingin menang, tapi nyatanya masih sulit diduga siapa yang akan unggul dalam perang tanding Kie Kong membaca mantera, dari kepalanya mengepul uap hitam dan dari dalam uap muncul seekor anjing siluman yang menggigit tangan Lam Kong Koa, membuat perwira See-kie itu harus melarikan diri.

   Keesokan harinya Pe Hian Cong ditugaskan oleh Ang Kim maju bertanding Teng Kiu Kong mendapat giliran menghadapi lawan.

   Begitu berhadapan, Teng Kiu Kong segera menyerang dengan golok bergagang panjangnya, yang cepat ditangkis oleh tombak Pe Hian Cong.

   Pertarungan itu berjalan tidak seimbang, ilmu golok Teng Kiu Kong ternyata jauh lebih tinggi, membuatnya terus memperlancar serangannya.

   Dalam beberapa jurus saja kepala Hian Cong tertabas putus oleh golok Kiu Kong.

   Ang Kim amat marah ketika mendengar pembantunya tewas, memimpin langsung pasukannya menantang Kiang Chu Gie.

   Kiang Chu Gie tampil menyambut tantangan lawan.

   Ang Kim bermaksud membacok Chu Gie dengan golok gagang panjangnya.Kie Siok Beng, perwira muda See-kie, yang merupakan putera ke 72 Chiu Bun Ong, telah mewakili Kiang Chu Gie me.

   nangkis serangan lawan dengan tombaknya.

   Terjadilah perang tanding yang sengit.

   Setelah berlangsung sekitar 30 jurus, Ang Kim melarikan diri sambil melemparkan sebuah Panji Putih ke tanah, mengacungkan golok ke atas.

   Tiba-tiba saja Panji itu berobah menia di sebuah pintu gerbang.

   Ang Kim lari masuk ke dalam pintu gerbang tersebut.

   Kie Siok Beng mengejarnya, tapi tak dapat melihat langsung lawannya.

   Sebaliknya Ang Kim dapat melihat jelas Siok Beng, hingga dengan mudahnya dia menamatkan riwayat musuhnya dengan tabasan goloknya.

   Kemudian Ang Kim menghapus ilmunya, hingga dirinya terlihat kembali.

   Teng Sian Giok yang hendak membalas kematian Siok Beng, langsung menyerang Ang Kim.

   Setelah bertanding beberapa waktu, Ang Kim bermaksud memanfaatkan ilmu menghilangnya lagi.

   Tapi Sian Giok cukup cerdik, dia tak memasuki pintu gerbang ajaib itu, hanya menimpukkan batu ke dalam dan berhasil melukai wajah Ang Kim, memaksanya harus melarikan diri.

   Kiang Chu Gie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Akan tetapi pada keesokan harinya Ang Kim kembali menantang Teng Sian Giok berperang tanding lagi.

   Sebelum berangkat, Touw Heng Sun telah mengingatkan isterinya, agar jangan sekali-kali masuk ke pintu gerbang ajaib ciptaan Ang Kim.

   Pembicaraan mereka terdengar oleh Liong Kit Kiong-ciu, yang langsung menemui suami isteri itu, meminta penjelasan mengenai kepandaian Ang Kim.

   Setelah jelas persoalannya, sang Puteri Langit menemui Chu Gie, minta diberi seekor kuda untuk menangkap lawan.

   Kiang Chu Gie memenuhi permintaan Liong Kit Kiong-ciu.

   Dengan demikian, pertarungan sekali ini berlangsung antara Ang Kimdengan Puteri Langit.

   Setelah bertanding beberapa jurus, Ang Kim melemparkan Panji Putihnya dan begitu jauh ke tanah, berobah menjadi pintu gerbang.

   Liong Kit Kiong-ciu juga melemparkan sehelai Panji Putih, begitu menyentuh tanah, berobah pula menjadi pintu gerbang.

   Sang puteri masuk ke dalam pintu gerbang ciptaannya, lenyap dari pandangan Ang Kim.

   Ang Kim terperanjat menyaksikan perkembangan itu, bengong untuk beberapa saat lamanya.

   Sementara itu Liong Kit Kiong-ciu telah keluar dari bagian belakang pintu, menabaskan pedang ke lawannya.

   Walau dia seorang bidadari, tapi tenaganya sebagai wanita hanya mampu melukai bahu lawan.

   Ang Kim berteriak kesakitan, cepat-cepat kabur tanpa menghiraukan bendera putihnya lagi.

   Liong Kit Kiong-ciu mengejarnya.

   Untuk dapat meloloskan diri, Ang Kim melompat turun dani kudanya, kabur melalui lapisan bawah tanah, Akan tetapi sang puteri amblas pula ke dalam tanah, terus mengejarnya! Setiba di pantai Utara, Ang Kim melepas sebuah benda wasiatnya ke atas air, yang menjelma menjadi seekor ikan Paus.

   Ang Kim naik ke punggung ikan raksasa itu meneruskan buronnya.

   Puteri Liong Kit juga melemparkan sebuah benda wasiatnya ke permukaan laut, segera berobah wujud menjadi seekor Paus Suci.

   Liong Kit Kiong-ciu melanjutkan pengejarannya dengan naik ikan Pausnya itu, yang jauh lebih laju berenangnya dibandingkan dengan ikan ciptaan Ang Kim, sehingga jarak di antara mereka semakin menciut.

   Akhirnya Liong Kit Kiong-ciu melontarkan 'Tali Penangkap Naga' ke angkasa dan meminta bantuan Malaikat Oey Cheng Lek-su untukmenangkap Ang Kim dan membawanya ke Seekie ......

   Kiang Chu Gie beserta para pembantunya menyaksikan Ang Kim jatuh di depan markas mereka dalam keadaan terikat.

   Tak lama kemudian tampak pula Liong Kit Kiong-ciu.

   Kiang Chu Gie mengucapkan terima kasihnya pada sang puteri.

   Liong Kit Kiong-ciu hanya tersenyum, kembali ke kamarnya.

   Kiang Chu Gie memutuskan hukuman mati bagi Ang Kim.

   Lam Kong Koa ditugaskan untuk melaksanakan hukuman tersebut.

   Akan tetapi, ketika putusan itu akan dilaksanakan, telah muncul Goat Hee Loo-jin, yang meminta Lam Kong Koa menunda dulu pelaksanaan hukuman mati tersebut.

   (Goat Hee Loo-jin adalah Dewa yang berkuasa menetapkan jodoh manusia --- Pen.).

   Goat Hee Loo-jin diajak menemui Kiang Chu Gie.

   Chu Gie menyambut ramah kehadiran Dewa jodoh.

   Menurut Goat Hee Loo-jin.

   Ang Kim memang berjodoh dengan Liong Kit Kiong-ciu.

   Bila Ang Kim telah jadi suami Puteri Langit yang dibuang ke bumi itu, akan banyak membantu pihak See-kie dalam menghancurkan pasukan Touw nanti.

   Kiang Chu Gie menerima saran Goat Hee Loo-jin, membatalkan hukuman mati atas diri Ang Kim.

   Kemudian mengutus Teng Sian Giok menemui Liong Kit Kiong-ciu untuk menyampaikan pesan Goat Hee Loo-jin.

   "Aku dibuang ke dunia gara-gara pernah melakukan kesalahan di Yao Chi", kata Liong Kit Kiong-ciu dalam menanggapi saran itu.

   "Aku tak ingin menambah kesalahan lagi!".

   Teng Sian Giok menyampaikan jawaban sang Puteri pada Chu Gie.

   Goat Hee Loo-jin meminta Sian Giok mengantarnya ke kamar sang Puteri Langit.

   "Pembuangan Tuan Puteri ke dunia ini bukanlah sematamata ataskesalahan yang kau lakukan, tapi maksud utamanya adalah untuk terlaksananya jodohmu dengan Ang Kim.

   Nantinya kau pasti akan diterima kembali di tempat kediamanmu di Langit.

   Di samping itu, tak lama lagi pasukan yang dipimpin Kiang Chu Gie akan bergerak ke Timur dalam menumbangkan kekuasaan Touw Ong.

   Tuan Puteri dan Ang Kim akan memperoleh pahala dalam pertempuran tersebut.

   Setelah itu istana Yao Chi akan mengirim utusan untuk menjemputmu kembali".

   Kata Goat Hee Loo-jin.

   Liong Kit Kiong-ciu diam, masih ragu dia.

   "Semua ini sudah menjadi kehendak Thian, biarpun kau ingin menentangnya, akan sia-sia belaka", kata Goat Hee Loo jin pula.

   "Bila demikian, baiklah".

   Sang Puteri akhirnya menerima juga.

   Ang Kim dibebaskan.

   Dia bersama pasukannya takluk pada pihak See- kie.

   Pernikahan Ang Kim dan Liong Kit Kiong-ciu dilangsungkan pada tanggal 3 bulan ke tiga dalam tahun pemerintahan Touw Ong yang ke .

   T A M A TMENYUSUL PUNCAK HIKAYAT HONG SIN HANCURNYA SEBUAH KERAJAAN Karya .

   Siao Shen Sien Penyadur .

   Benny L.

   Jayasaputra * Dapatkah Chiu Bu Ong menumbangkan Touw Ong? Tindakan apa yang diambil Kiang Chu Gie yang dibantu para orang sakti dan Dewa terhadap Kaisar yang zalim? Bagaimana nasib Souw Tat Kie? Siapa saja yang memperoleh penganugrahan Malaikat? Para Dewa terlibat dalam api peperangan, saling adu kesaktian! Semua ini dapat anda jumpai di buku 'HANCURNYA SEBUAH KERAJAAN', yang merupakan episode terakhir dari SERI HIKAYAT HONG SIN! Penuh dengan hal-hal yang luar biasa, lagi mengasyikkan! ________________

   

   

   

   

Renjana Pendekar -- Khulung Sarang Perjudian -- Gu Long/Tjan Id Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long

Cari Blog Ini