Ceritasilat Novel Online

Pendekar Laknat 8


Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 8



Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong

   

   Ia tersenyum, katanya pula.

   "Andaikata mereka tidak digigit ular, pun mereka pasti akan pingsan karena ketahan hawa yang luar biasa anyirnya!"

   Habis berkata ia bersama isterinya lalu duduk di tepi sebuah gua....

   Setelah merenung sejenak, Lam-hay Sin-ni pun mengiakan.

   Ia ikut duduk disitu menunggu keluarnya Siauliong dan Mawar Putih.

   Oleh karena kedua suami isteri iblis duduk dikedua samping mulut gua sedang Lam-hay Sin-ni ditengah.

   Maka gua itu praktis telah dijaga ketat oleh mereka bertiga.

   Semula Siau-liong mengira kalau terowongan itu akan tembus kesamping gunung sebelah Sana.

   Maka dalam keadaan gugup, ia tak banyak berpikir lagi terus menyelundup masuk adalah setelah masuk ke dalam barulah ia menyadari kalau terowongan itu buntu.

   Dan iapun mendengar juga pembicaraan Iblis-penakluk-dunia dengan Lam-hay Sin-ni.

   Dan setelah memeriksa keadaan terowongan, memang apa yang dikatakan iblis itu benar.

   Bukan saja dalamnya hanya kira2 dua tombak pun hawanya lembab dan anyir.

   Untunglah tidak seseram yang dikatakan Iblis-penakluk.

   Dan lagi juga tak terdapat kawanan ular berbisa.

   Siau-liong menghela napas, ujarnya.

   "Mengapa engkau seorang diri datang kemari?"

   "Mencarimu!"

   Kata Mawar Putih.

   "tahukah engkau, ketika engkau lenyap dalam keadaan terluka parah itu, betapa aku merasa.... ah, syukurlah, engkau tak kurang suatu. Malam itu...."

   Siau-liong menunjuk keluar gua, tukasnya;

   "Saat ini kita seperti ikan dalam jaring. Kedatangan nona kemari ini hanya berarti tambah mengorban sebuah jiwa saja.... Hanya kasihan ibuku yang sedang mengidap sakit diluar lautan itu. Bukan saja tak dapat mengharapkan kedatangan puteranya, pun mungkin seumur hidup takkan dapat berjumpa lagi!"

   Rasa haru akan ibunya, menyebabkan mata Siau-liong berlinang-linang.... Mawar Putihpun ikut terharu dan menangis tertedu-sedu. Sampai lama baru ia berhenti menangis lalu mendekati Siauliong, katanya.

   "Ada sebuah hal yang harus kuberitahukan kepadamu.... Ah, aku sungguh menyesal sekali...."

   Ia menghela napas panjang lalu melanjutkan.

   "Sudah kupertimbangkan, untuk sementara waktu ini baik dapat atau tidak menuntut balas, kita harus segera menuju keseberang laut mencari guruku. Mungkin begitu melihat engkau, beliau tentu sembuh penyakitnya!"

   Siau-liong hanya diam saja karena tak tahu bagaimana harus bicara. Ia menyadari keadaan saat itu bagaikan telur diujung tanduk. Sukar bagi kedua pemuda itu untuk lolos dari genggaman Lam-hay Sin-ni. Kembali Mawar Putih menghela napas lagi, katanya.

   "Tempo hari memang akulah yang jahat. Kalau aku tak menekan engkau supaya membunuh Toh Hun-ki dan keempat Su-lo, tentulah saat ini kita sudah berada disisi suhu!"

   Mawar Putih menyudahi kata-katanya dengan menangis beriba-iba lagi. Hati Siau-liong seperti disayat sembilu.... Tiba-tiba terdengar suara Iblis-penakluk-dunia berkata.

   "Lekas keluar! Asal engkau mau menyerahkan Giok-pwe itu kepada Sin-ni kujamin keselamatanmu untuk meninggalkan Lembah ini!"

   Lam-hay Sin-ni pun ikut berteriak.

   "Kalau kalian tak mau keluar, tentu akan kuhancurkan gua ini agar kalian mati terkubur hidup-hidupan!"

   Geram sekali Siau-liong mendengar ancaman itu. Ia menghantam dinding, tetapi hantaman itu.... Bung....!!! terdengar kumandang yang dahsyat. Siau-liong mengulang lagi dengan beberapa pukulan seraya membisiki Mawar Putih.

   "Dengarkanlah!"

   "Benar dinding gua ini seperti kosong!"

   Sahut Mawar Putih riang.

   Siau-liong juga terkejut girang Kalau dinding gua itu kosong tentulah berisi suatu alat perangkap atau sebuah terowongan rahasia.

   Dia tak takut terperangkap dalam perkakas rahasia karena dengan memiliki peta pemberian Jong Leng lojin, ia tentu dapat keluar dari lembah.

   Memang dinding gua disitu terbuat daripada campuran pasir dan pecahan batu.

   Begitu di hantam, dinding itu berguguran rontok.

   Siau liong tak mau membuang waktu.

   Tak berapa lama ia berhasil membuat sebuah lubang sedalam setengah meter.

   Terdengar bunyi menggemuruh dan terbukalah sebuah lubang gua lagi.

   Setelah mempersihkan lubang pintu itu.

   ia melongok kesebelah dalam.

   Ah, ternyata gua disamping itu merupakan sebuah terowongan yang terbuat dari pada batu marmar putih, Siau-liong cepat menarik Mawar putih diajak masuk.

   Ternyata ia berada dalam sebuah terowongan, dinding batu marmar putih dan terang benderang, Siau-liong cepat mengeluarkan peta lalu memeriksa dengan teliti.

   Tetapi sampai sekian lama, masih juga ia belum mengerti Menilik bentuk dan letak terowongan tentu merupakan sebuah tempat yang amat penting.

   Tetapi anehnya dalam peta tak terdapat tanda2 tentang tempat itu.

   Terpaksa ia simpan lagi peta itu lalu pelahan-lahan mulai menyelidiki.

   Terowongan itu condong turun ke bawah.

   Kira2 tiga tombak jauhnya baru tiba diujung terakhir yang ternyata merupakan sebuah pintu.

   Sampai beberapa lama Siau-liong berdiri dimuka pintu batu itu.

   Setelah berpaling kepada Mawar Putih yang berada dibelakangnya, tiba-tiba ia mendorong pintu itu.

   Pintu terbuka seketika.

   Dan legalah perasaan Siau-liong karena ternyata dibalik pintu itu tiada terdapat suatu perkakas rahasia.

   Ia segera melangkah masuk.

   Apa yang disaksikan dalam ruang itu benar-benar membuatnya terkejut sekali.

   Pada 4 sudut ruang terdapat sebutir mutiara sebesar telur itik sehingga ruang terang benderang.

   Ruangpun lengkap dengan meja kursi.

   Dibawah kaki dinding sebelah kanan, tertumpuk 3 buah peti besi yang besar.

   Sedang ditengah meja, terdapat sebuah kotak kecil yang terbuat dari pada baja.

   Besarnya hanya setengah meter.

   Ketika Siau-liong dan Mawar Putih maju menghampiri kemeja, mata kedua pemuda itu terbeliak seketika.

   Pada tutup kotak baja itu tertulis 8 huruf besar dengan tinta emas.

   KITAB PUSAKA THIAN KONG SIN KANG.

   Siau-liong tertegun.

   Ia saling tukar pandang mata dengan Mawar Putih tanpa dapat berkata apa2.

   Tulisan emas pada tutup kotak itu makin berkilauan gemilang tertimpa cahaya mutiara dari empat jurusan.

   Kini sadarlah Siau-liong bahwa saat itu ia benar-benar berada dalam ruang penyimpan harta pusaka peninggalan Tio Sam-hong, cikal bakal pendiri partai Bu-tong-pay! "Apakah kita sedang bermimpi....?"

   Mawar Putih mengingau tersendat-sendat. Sikapnya amat tegang sekali. Wajahnya menampil rasa kejut2 girang. Siau-liong pun merasa seperti dalam impian sahutnya tersedu.

   "Mungkin tidak....!" --ooo0dw0oo-- Pewaris Siau-liong tercengkam dalam keraguan. Bermula ia anggap kitab pusaka Thian-kong-sin-kang itu hanyalah suatu khajalan belaka. Ia memang tak percaya. Tetapi apa yang dilihat saat itu, benar-benar diluar dugaannya. Ketiga peti besar yang berisi permata ratna mutumanikam yang tak ternilai harganya. Keempat butir mutiara sebesar telur itik yang gilang gemilang dan kotak berisi kitab pusaka ilmu sakti Thian-kong-sin-kang. Kesemuanya saat itu terbentang dihadapannya. Siau-liong benar-benar seperti bermimpi. Entah berapa ribu jago2 persilatan yang membuang waktu dan tenaga berjerih payah mencari harta pusaka itu tanpa berhasil. Tetapi tanpa sengaja, ia karena ketakutan dikejar Lam-hay Sin-ni, malah tersesat masuk ke dalam tempat harta pusaka itu. Adakah itu memang sudah takdir? Ruang itu tampaknya tiada diberi lubang hawa sedikit pun juga. Tetapi anehnya, Siau-liong dan Mawar Putih tak merasa pengap. Dan karena terowongan terbuat daripada batu marmar putih, walaupun Sudah ratusan tahun tetap bersih seperti baru. Dengah begitu peti kitab itu sedikitpun tiada karatan. Dengan gemetar, Siau-liong membuka peti kitab itu. Dalam pada itu otaknya tetap bekerja. Timbul pertanyaan dalam hatinya. Ruang penyimpan harta pusaka hanya terpisah sebuah dinding dari campuran batu, dengan gua. Tetapi mengapa sampai sekian ratus tahun, tiada seorangpun yang mampu menemukan tempat itu? Tiba-tiba siau-liong teringat. Tadi sewaktu masih berada dalam gua, ia dengar Iblis-penakluk-dunia mengatakan kepada Lam-hay Sin-ni bahwa gua itu penuh dengan kawanan ular berbisa. Aneh, mengapa sampai saat itu ia tak melihat barang seekor ular pun juga? Pikirannya melayang lebih lanjut.... Sebagai seorang tokoh luar biasa pada jamannya, sudah tentu Tio Sam-hong membangun tempat penyimpan harta pusakanya sedemikian rupa pelik dan amannya. Kalau tidak, masakan. sampai beratus ratus tahun orang tak mampu menemukannya. Ketika peti dibuka, hatinya mendebur tegang sekali. Di dalam peti itu terdapat sebuah kitab bersampul sutera kuning. Isinya tipis, hanya beberapa lembar. Pada sampul kitab tertulis 4 huruf 'Thian Kong Sin Kang'. Siau-liong membuka lembaran pertama dan membaca bersama Mawar Putih. Kitab pusaka ilmu sakti Tersimpan beribu tahun. Dua orang masuk keruang Hanya seorang yang berjodoh. Sejak ini dan kemudian hari Hanya seorang pewaris tunggal Basmi Kejahatan dan Kelaliman Jangan congkak jangan serakah. Dibawahnya terdapat sebaris tulisan huruf2 kecil berbunyi. Yang melanggar pasti dikutuk 'Sin-beng' (malaikat sakti). Siau-liong kucurkan keringat dingin. Karena ia terkejut dan ngeri. Adakah Tio Sam-hong itu dahulu seorang yang pandai meramal sehingga kejadian yang belum berlangsung ratusan tahun ia dapat mengetahui? Kalau tidak, mengapa ia dapat menulis secara begitu gamblang? Menilik kenyataan itu. tindakan Tio Sam-hong untuk membagi peta Giok-pwe menjadi dua bagian, maksudnya adalah untuk menyulitkan orang agar kitab pusaka itu tak mudah diketemukan orang! Lebih jauh ia merenungkan tentang kita2 yang berbunyi 'jika dua orang masuk, hanya seorang yang berjodoh'.... Ia meneliti dirinya. Bermula ia mendapat pelajaran dari Tabibsakti Kongsun Sin To. Lalu bertemu dengan Pendekar Laknat, Pengemis Tengkorak sakti. Walaupun tidak langsung, tetapi kedua tokoh itu juga mempunyai hubungan sebagai guru dan murid dengannya. Karena dari kedua tokoh itulah maka ia dapat memiliki ilmu tenaga-sakti Bu-kek-sin-kang dan ilmu pukulan sakti Thay-siang-ciang. Agaknya Tio Sam-hong memang mempuyai perhitungan yang jitu. Jelas tokoh Bu-tong-pay itu tak menghendaki ia (Siau-liong) menjadi pewaris ilmu sakti Thian-kong-sin-kang. Dan pula, ia toh hanya tinggal satu tahun umurnya karena minum racun jong-tok dari Poh Ceng-in. Masakan Tio Samhong akan memilih seorang yang sependek itu umurnya? Kalau begitu yang tepat menjadi pewaris Thian-kong-sinkang itu hanyalah Mawar Putih! Dengan kesimpula. itu cepat ia serahkan kitab pusaka kepada si dara.

   "Nona, kitab pusaka ini Seharusnya engkau yang memiliki!"

   Mawar Putih menyurut mundur selangkah seraya goyanggoyangkan tangannya;

   "Tidak! Tidak! Aku tak dapat...."

   Dara itu gugup dan tegang, serunya "Kutahu rejekiku tipis dan lagi aku tak sanggup memikul beban seberat itu!"

   Dengan wajah serius berkatalah Siau-liong.

   "Dalam lembar pertama dari kitab itu jelas dicantumkan. Hanya seorang yang mempunyai jodoh Rasanya yang berjodoh itu hanyalah nona!"

   Tiba-tiba Mawar Putih menghambur tawa.

   "Bagaimana engkau tahu?"

   Siau-liong menghela napas.

   "Aku sudah terlanjur mempelajari ilmu aliran Hitam, mungkin tak sesuai lagi untuk mempelajari ilmu sakti dari aliran Putih. Pula.... paling lama aku pun hanya hidup sampai satu tahun lagi. Tio Sam-hong cousu benar-benar dapat meramalkan peristiwa saat ini. Tak mungkin beliau akan memilih diriku untuk menjadi pewaris Thian-kong-sin-kang itu!"

   Mawar Putih terkejut memandangnya.

   "Engkau mengoceh apa itu? Bagaimana engkau tahu kalau umurmu hanya tinggal setahun saja!"

   Siau-liong hendak berkata tetapi tak jadi Sukar baginya untuk menuturkan pengalamannya dengan Poh Ceng-in itu. Setelah merenung beberapa saat, barulah ia berkata.

   "Jika engkau tetap berkeras menolak, aku mempunyai cara untuk menentukan!"

   Mawar Putih tertawa.

   "Katakanlah, apa caramu itu!"

   "Tio Sam-hong mendirikan ruang rahasia untuk menyimpan harta pusaka dan meninggalkan tulisan pada kitab pusaka itu, seolah-olah sudah mengetahui bahwa kitalah yang akan masuk kemari. Hal itu disebabkan mungkin.... Karena Tio Sam-hong cousu mengerti akan ramalan perbintangan. Oleh karena itu marilah kita gunakan cara ramalan itu untuk meminta kepada arwah Tio Sam-hong cousu supaya memberi petunjuk kepada siapakah kitab itu harus diserahkan...."

   Siau-liong terus mengeluarkan sebuah uang tembaga lalu diberikan kepada Mawar Putih.

   "Harap engkau berdoa. Katakanlah pilihannya, mau yang bagian muka atau belakang dan lemparkanlah sampai tiga kali."

   Mawar Putih tak mau berbantah.... Sepera ia menyambuti uang itu lalu bersoja memberi hormat kelangit ssraya berdoa dengan suara lantang.

   "Mohon arwah Tio Sam-hong cousu suka memberi petunjuk mengenai kitab pusaka Thian-kongsin- kang itu. Jika harus.... diberikan engkoh Siau-liong. mohon supaya uang ini mengunjukkan bagian muka sampai tiga kali."

   Habis berdoa, Mawar Putih lalu lemparkan mata uang itu ke atas.

   Dan ah....

   ketika jatuh dilantai ternyata memang bagian mukanya yang tampak diatas.

   Diulangnya lagi lemparan itu sampai dua kali, tetap dua kali berturut-turut uang itu mengunjuk bagian muka.

   Mawar Putih tertawa memandang Siau-liong.

   "Tuh lihatlah! Tio Sam-hong cousu benar-benar seperti malaikat. Tiga kali lemparan tiga kali tetap menunjuk engkau!"

   Siau-liong tak dapat menjawab apa2, Ia memungut mata uang itu lalu berdua dengan suara nyaring.

   "Murid Tong Siauliong, dengan khidmat memohon kepada arwah Tio Sam-hong cousu, Jika benar cousu memilih murid menjadi pewaris Thiankong- sin-kang, mohon memberi petunjuk agar uang itu tiga kali ber-turut2 jatuh dengan terbalik!"

   Setelah memberi hormat kelangit, Siau-liong lalu lemparkan uang itu ke atas...."Tring", jatuhlah uang itu dengan permukaan terbalik ke bawah. Sampai tiga kali ia melemparkan uang, tetap uang itu mengunjuk permukaan bagian belakang.

   "Hola!"

   Mawar Putih bertepuk tangan.

   "kali ini engkau tentu tak dapat berkutik lagi...."

   Wajah Siau-liong mengerut gelap. Setitik pun ia tak merasa gembira bahkan malah menghela napas.... Sudah tentu Mawar Putih heran dan menegurnya.

   "Kabarnya Thian-kong-sin-kang itu merupakan ilmu sakti yang nomor satu di dunia. Sudah ratusan tahun ilmu itu merajai dunia persilatan.Maka engkau tentu bakal menjadi jago nomor satu di dunia!"

   Siau-liong tak mengerti apa maksud dara itu.

   Tetapi ia menyadari bahwa dirinya memang dalam keadaan gelisah.

   Dalam kitab pusaka itu ditulis pesanan supaya menggunakan dari kitab Thian-kong-sin-kang dicantumkan amanat 'membasmi Kelaliman dan Kejahatan', Jika ia menerima kitab pusaka itu dan menjadi pewaris dari ilmu Thian-kong-sin-kang, dia harus melaksanakan tugas untuk membasmi kejahatan dan kelaliman termasuk kedua suami isteri Iblis penaklukdunia dan Dewi Neraka.

   Bukan karena ia tak mau melakukan beban kewajiban itu tetapi adalah karena hidupnya hanya terbatas satu tahun saja, selain melakukan beberapa hal untuk kepentingannya.

   ia sudah tak mempunyai waktu lagi.

   Kalau ia sampai terlibat dalam pergolakan dunia persilatan dewasa itu, bukankah berarti ia tak sempat mencari ibunya keseberang lautan lagi?.

   Dan masih ada lain keberatan lagi.

   Sebagai sebuah ilmu yang sakti, tentulah tidak mudah untuk mempelajari Thiankong- sin-kang.

   Mungkin sebelum berhasil ia sudah mati.

   Karena dicengkam oleh berbagai keresahan itu, maka menyahutlah ia agak segan.

   "Manusia yang sakti masih ada yang lebih sakti. Di atas langit masjh terdapat angkasa raya. Maka Tio Sam-hong cousu dahulupun tak berani mengatakan dirinya sebagai tokoh yang tiada tandingnya di dunia. Di dalam rimba belantara dan pegunungan raya, mungkin bersembunyi banyak totoh2 berilmu yang tak mau muncul dimasyarakat ramai. Apa yang disebut tokoh nomor satu itu tak lain hanya tokoh yang paling hebat kepandaiannya dalam dunia persilatan, bukan yang tersakti diseluruh dunia! Dan lagi.... terus terang, aku tak ingin menjadi pewaris ilmu Thiankong- sin-kang, karena...."

   Karena Siau-liong tak mau melanjutkan perkataannya, maka Mawar Putih segera menukas.

   "Kalau begitu, baiklah kita lekas menuju keseberang laut saja! Tak perlu kita hiraukan dunia persilatan dan kedua suami isteri iblis itu lagi!"

   Sekali pun mulut mengatakan begitu namun dalam hati, Mawar Putih timbul pertentangan batin sendiri.

   Mengingat suhunya berulang kali mengharap akan berjumpa dengan puteranya yang hilang (Siau-liong), mungkin suhunya itu bermaksud memberi bisikan halus bahwa ia (Mawar Putih) akan dijodohkan dengan puteranya yang hilang itu.

   Tetapi kalau teringat akan ramalan Janda Bu-san yang mengatakan bahwa ia tak mempunyai rejeki terangkap suami isteri dengan Siau-liong, maka hati Mawar Putih merasa gundah sekali.

   Maka jika ia cepat membawa Siau-liong keseberang lautan.

   tentulah kemungkinan besar suhunya segera akan menikahkan mereka.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dan ramalan Janda Bu-san yang menjadi ibu-angkatnya itupun tentu gugur.

   Mawar Putih kerutkan alis dan berkata.

   "Hayo, kita segera berangkat keseberang lautan. Soal Toh Hun-ki dan keempat Su-lo kelak kita urus lagi. Apakah engkau tak ingin lekas2 menjenguk ibumu yang sedang menderita sakit itu Sekarang?...."

   Siau-liong gelengkan kepala;

   "Tak mungkin kita berangkat sekarang. Paling tidak harus tunggu sampai empat lima hari setelah penyerangan rombongan Ceng Hi totiang itu berhasil. Saat itu barulah aku akan mengambil keputusan!"

   Dia sudah memberikan janjinya kepada Toh Hun-ki.

   Tak dapat ia mengingkarinya.

   Setelah melaksanakan hal itu dan membangun kembali nama baik Pendekar Laknat, barulah ia akan pergi menemui ibunya.

   Jangankan sekarang ia sudah memiliki amanat dari kitab Thian-kong-sin-kang untuk membasmi Kelaliman dan Kejahatan.

   Sekalipun tidak begitu, ia tetap tak dapat melihat sambil berpeluk tangan saja akan kejahatan2 yang tengah berkecamuk dalam dunia persilatan dewasa itu.

   Mawar Putih hanya dapat deliki mata.

   Tetapi pada saat dara itu hendak membuka mulut, tiba-tiba terdengar suara teriakan orang dari luar gua.

   "Kalau gua ini gua buntu, masakan mereka mampu meloloskan diri?"

   Seru Lam-hay Sin-ni. Iblis-penakluk-dunia menjawab agak pelahan.

   "Harap Sin-ni jangan resah...."

   Karena kelanjutan Iblis-penakluk-dunia berkata dengan suara amat pelahan maka tak dapat ditangkap lagi pembicaraannya.

   Siau-liong terkejut.

   Ia teringat bahwa dinding gua yang dibobolnya tadi masih terbuka.

   Jika Lam-hay Sin-ni dan Iblispenakluk- dunia masuk ke dalam terowongan gua, mereka tentu akan menemukan bobolan dinding itu dan dapat masuk ke dalam ruang disitu.

   Sekalipun sudah mendapatkan kitap pusaka Thian-kong-sin-kang tetapi ia belum sempat mempelajarinya.

   Apabila Lam-hay Sin-ni sampai tahu, tentu kitab itu akan direbutnya.

   Cepat Siau-liong menyimpan kitab itu ke dalam bajunya lalu kerahkan tenaga dalam bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan.

   Tetapi ternyata sampai sekian lama Lam-hay Sin-ni dan Iblis-penakluk-dunia tak tampak masuk ke dalam gua.

   Dan beberapa saat kemudian terdengar suara pekik bentakan yang riuh disusul dengan suara yang amat hiruk pikuk.

   Suara hiruk pikuk itu seperti suara orang berbaku hantam.

   Sepintas mirip Lam-hay Sin-ni sedang menumpahkan kemarahan untuk menghancurkan gua itu.

   Tetapi sepintas juga mirip seperti rombongan Ceng Hi Totiang yang mengadakan serbuan kepada mereka.

   Sampai sekian lama, belum juga Siau-liong maupun Mawar Putih dapat menduga apakah suara hiruk pikuk diluar gua itu.

   Beberapa lama kemudian, suara hiruk pikuk itupun reda dan suasaua sunyi senyap lagi.

   Kata Siau-liong;

   "Lam-hay Sin-ni dan Iblis-penakluk dunia tak mungkin begitu mudah melepaskan kita berdua. Paling tidak sebelum hari terang tanah, kita tak dapat lolos keluar. Dalam kesempatan ini, harap engkau suka beristirahat tidur dulu...."

   Sejak hilangnya Siau-liong dari pondok Randa Bu-san pada 10-an hari yang lalu, memang tiap malam Mawar Putih tak dapat tidur nyenyak.

   Tiga hari kemudian dengan membohongi Randa Bu-san dan si dara baju hijau, diam-diam ia tinggalkan pondok untuk mencari Siau-liong.

   Selama itu ia kurang tidur kurang makan dan tak kenal letih.

   Begitu Siau-liong mengingatkan supaya ia tidur, ia segera mengangguk dan minta pemuda itu tidur juga.

   Selekas membaringkan diri maka tidurlah Mawar Putih dengan nyenyak sekali.

   Melihat dara itu sudah tidur, Siau-liong menghela napas.

   Iapun segera duduk menghadap kelubang dinding bobol tadi dan pejamkan mata bersemedhi.

   Tetapi ternyata pikirannya penuh dengan berbagai persoalan.

   Lama sekali belum juga ia mampu menenteramkan pikirannya.

   Sampai saat itu keadaan diluar gua masih sunyi senyap.

   Tampaknya Lam-hay Sin-ni dan Iblis penakluk-dunia benar benar sudah tinggalkan tempat itu.

   Timbul dugaannya.

   Adakah hiruk pikuk tadi benar-benar disebabkan terjadinya penyerangan kepada Lam-hay Sin-ni dan Iblis-penakluk-dunia sehingga kedua tokoh itu dapat dipikat untuk pergi dari situ? Jika benar demikian, terang orang yang melakukan serangan itu tentu seorang yang berilmu sakti! Tiba-tiba ia mengambil keluar kitab pusaka Thian-kong-sinkang.

   Tetapi ia bimbang dan tak dapat segera memutuskan apakah ia perlu membuka halaman kitab itu.

   Siau-liong menyadari bahwa dirinya takkan berumur panjang.

   Jika tak membuka kitab itu, ia masih dapat memberikannya kepada tokoh yang dianggapnya pantas menjadi pewaris ilmu sakti itu.

   Tetapi kalau sekali membukanya, dengan sendirinya dialah yang akan menjadi pewaris Thian-kong-sin-kang.

   Jika ia sampai tak dapat menunaikan tugas seperti yang diamanatkan dalam kitab pusaka itu, bukankah berarti ia telah mensia-siakan harapan Tio Sam-hong? Ketika matanya tertumbuk pada sampul sutera kuning, entah bagaimana kitab itu seolah-olah mempunyai daya tarik yang hebat.

   Diluar kehendaknya timbullah keinginannya yang keras untuk membuka kitab itu.

   "Ah, paling banyak hanya sepenanak nasi, kitab ini tentu sudah dapat kubaca habis. Mungkin Thian-kong-sin-kang itu memang mudah untuk dipelajari.!"

   Pikirnya.

   Diapun ingat akan hasil lemparan mata uang tadi.

   Diamdiam ia merasa Tio Sam-hong itu benar-benar seorang pujangga yang dapat meramal dengan jitu.

   Dan arwah Tio Sam-hong pun tentu tahu bahwa umurnya hanya tinggal satu tahun.

   Namun kalau Tio Sam hong tetap menghendaki dia yang menjadi pewaris Thian-kong-sin-kang, tentulah hal itu sudah menjadi garis hidupnya.

   Merenungkan hal itu tanpa ragu2 lagi ia segera membuka lembaran kitab itu dan membacanya.

   Siau-liong memang berotak cerdas.

   Kitab Thian-kong-sinkang yang hanya terdiri dari belasan lembar itu, dalam waktu sepenanak nasi Saja telah dapat dihafal semua.

   Habis membaca, ia termenung agak meragu.

   Semula ia mengira Thian-kong-sin-kang sebagai ilmu nomor satu di dunia, tentu sukar dan dalam sekali pelajarannya.

   Tetapi setelah membaca isi kitab itu.

   ia merasa hambar karena tiada sesuatu yang luar biasa pada isinya.

   Separoh yang dimuka, berisi pelajaran tentang ilmu Pernapasan yang hampir sama dengan pelajaran dari ilmu lain.

   yang berbeda hanya pada bagian memusatkan.

   "Semangat, Hati, tujuan, pikiran, ketenangan, gerakan, kekosongan dan kenyataan."

   Memang ada beberapa bab yang belum dapat ia mengerti antara lain tentang palajaran yang menyebut.

   "Dalam Tenang timbul Gerak, dalam Gerak lahir Tenang...."

   Dan lain baris yang berbunyi.

   'Kehendak lahir dari Pikiran.

   Pikiran berhubungan dengan Hati.

   Semangat dan Kehendak bersatu, Hati dan Semangat berjalin...."-dan lain-lain kalimat yang tak dimengertinya.

   Separoh bagian yang dibagian belakang, memuat ilmu Pukulan Thian-kong.

   Terdiri dari sebuah Pukulan, tiga buah Tamparan dan empat buah Tutukan jari.

   Diterangkan dengan jelas sekali.

   Setiap jurus disertai dengan gerak langkahnya.

   Tetapi semua pelajaran itu tampaknya sederhana sekali.

   Ilmu pukulan Thay-siang-ciang dari Pengemis Tengkorak dan ilmu pukulan Membalik-langit serta ilmu pukulan Gun-gociang ajaran tabib sakti Kongsun Sin-tho lebih indah dan sukar dari ilmu pukulan Thian-kong-ciang itu.

   Dalam kekecewaan, diam-diam Siau-liong bersangsi.

   "Apakah ada orang yang sengaja memalsu dan kitab ini bukan tulisan dari Tio Sam-hong cousu?"

   Kalau tidak, mengapa kitab pusaka Thian-kong-sin-kang yang begitu dimashyurkan kesaktiannya, ternyata begitu biasa sekali? Tetapi pada lain saat ia harus membantah kesangsiannya itu.

   Kalau memang benar sebelumnya ada orang yang sudah masuk kemari, tentulah empat butir mutiara yang tak ternilai harganya itu akan diambilnya.

   Nyatanya mutiara itu masih berada ditempatnya! Lenyapnya kesangsian, membuat Siau-liong mencurahkan perhatiannya pada isi kitab itu lagi.

   Dalam waktu tak lama, ia dapat membaca habis isi kitab itu.

   Namun ia masih belum dapat menyelami inti daripada kitab Thian-kong-pit-kip yang sudah termashyur ratusan tahun itu.

   Kemudian ia coba untuk melakukan pernapasan sesuai dengan petunjuk dalam kitab itu.

   Tetapi karena banyak kata2 yang tak dapat dimengerti, iapun tak dapat mempraktekkan dengan tepat.

   Suatu hal yang mengejutkan hatinya telah terjadi, setelah satu kali melakukan pelajaran Bernapas, ia dapatkan cara Pernapasan yang tampaknya sederhana itu ternyata mengandung sesuatu yang luar biasa.

   Ia rasakan dirinya seperti terbenam dalam samudera dan terhanyut dibawa alunan ombak.

   Setelah itu ia coba untuk melakukan gerak dari pelajaran Pukulan-tamparan-tutukan, Walau pun keterangannya amat jelas sekali tetapi dikala mempratekkan, ternyata sukarnya bukan kepalang.

   Ada beberapa gerak yang ia anggap tak mungkin dipraktekkan.

   Ternyata setiap jurus itu mengandung beberapa gerak langkah dan perobahan.

   Dan dalam keterangan tersebut, perobahan itu sekaligus dilakukan dengan serempak dalam dua atau tiga cara.

   Sudah tentu hal itu dianggap tak mungkin oleh Siau-liong.

   Tiba-tiba ia teringat akan kata2 dalam pelajaran ilmu Bernafas.

   Disitu jelas disebut bahwa 'Dalam tenang timbul Gerak.

   Dalam Gerak lahir Ketenangan'.

   Ah, apakah Thian-kong itu benar-benar begitu islimewa saktinya? tanpa menggerakkan tangan, sudah dapat bunuh lawan? Dengan kecerdasan otaknya.

   dapatlah Siau-liong menyadari bahwa ilmu pukulan yang terdiri dari sebuah Tinju.

   tiga Tamparan, empat tutukan jari itu, tentu harus dilembari dengan pelajaran yang pertama yakni ilmu bernafas.

   Dan setelah melakukan pernapasan beberapa kali, walaupun masih belum dapat keseluruhannya, tetapi makin menambah kepercayaannya....

   Untuk yang ketiga kalinya, ia mengulang baca sekali lagi kitab itu....

   Saat itu ia merasa telah dapat menghafal isinya diluar kepala.

   "Ah, Thian-kong sin-kang yang tampaknya sederhana itu, ternyata mengandung inti pelajaran yang dalam sekali. Tak mungkin dapat kupelajari dalam waktu sehari semalam saja. Saat ini aku aku masih teramcam bahaya. Walaupun aku masih dapat menghadapi Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka, ia masih sanggup menghadapi. Tetapi kalau dengan Lam-hay Sin-ni, ia merasa masih kalah. Jika kitab pusaka itu sampai dapat direbut lawan bukankah ia berdosa terhadap pencipta kitab itu? Siau-liong merenung diam. Sekonyong-konyong ia genggam kitab itu lain meremasnya. Thian-kong-pit-kip, kitab pelajaran ilmu Thian-kong-sinkang yang sudah berumur ratusan tahun saat itu hancur lebur berhamburan menjadi abu. Ia menghela napas lalu mencoba lagi untuk mempraktekkan ilmu Bernapas dalam kitab itu. Saat itu ketegangan hatinya sudah banyak reda. Dengan tenang ia melakukan ilmu pernapasan dan tak lama dapatlah pikirannya tenggelam dalam alam kehampaan. Entah berlangsung berapa lama, ia terkejut mendengar desir ujung baju. Ketika membuka mata, tampak Mawar Putih sedang ter-longo2 memandang hamcuran kitab yang bertebaran di tanah.

   "Engkau sudah bangun?"

   Siau-liong tersenyum. Sambil menuding pada abu kertas yang berserakan dilantai, dara itu bertanya.

   "Apakah itu?"

   Siau-liong menghela napas kecil.

   "Yah, itulah kitab pusaka Thian-kong-pit-kip...."

   "Engkau menghancurkannya....?"

   Mawar Putih menjerit kaget tetapi pada lain saat ia tertawa.

   "Jadi engkau sudah memutuskan takkan mencampuri pergolakan dunia persilatan lagi dan bersama aku keseberang lautan menghadap ibumu...."

   Rupanya perasaan dara itu tegang sekali. Belum Siau liong menyahut, ia sudah melanjutkan kata2nya.

   "Jika engkau suka kita tinggal saja dipulau itu dan tak menginjak kedunia persilaian se-lama2nya!"

   Siau-liong menghela napas rawan.

   "Aku bukanlah orang yang bekerja kepaiang tanggung. Selama urusan disini belum selesai, tak dapat kutinggal pergi. Sekalipun kitab pusaka itu sudah hancur tetapi seluruh isinya sudah dapat kuhafal semua. Dengan begitu aku telah tambah sebuah beban yang berat!"

   Berkata Mawar Putih dengan serak.

   "Semua terserah padamu sajalah! Mungkin ibu angkatku itu benar...."

   "Siapa ibu angkatmu?"

   Siau-liong terkesiap. Menatap Siau-liong, dara itu memberi jawaban kepada yang bukan ditanyakan.

   "Lebib baik kita lekas tinggalkan tempat ini. Mungkin Lam-hay Sin-ni dan kedua suami isteri iblis itu sudah pergi!"

   Habis berkata dara itu terus menghampiri ke lubang, bobolan.

   Sesaat Siau-liong kehilangan faham.

   Ia tak dapat menghadapi rasa kasih yang dicurahkan dara itu.

   Tiba-tiba ia tersadar dan cepat loncat mendahului.

   Kedua suami isteri iblis itu banyak tipu muslibatnya, biarlah aku yang mempelopori jalan!"

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Serunya terus merangkak ke dalam terowongan.

   Mawar Putih mengikuti dibelakangnya.

   Tak lama kemudian mereka tiba di dalam gua yang berdinding tanah.

   Searus hawa busuk dan anyir segera menampar hidung.

   Gua itu tak berapa dalamnya.

   Setelah memeriksa, Siauliong yakin tiada terdapat bekas seseorang lain yang Balik kesitu.

   Pun keadaan diluar gua sunyi senyap.

   Lam-hay Sin-ni dan kedua suami isteri iblis itu benar-benar sudah pergi.

   Ketika berpaling.

   diam-diam Siau-liong terkejut.

   Ternyata dari dalam gua itu tampak jelas sekali bobolan dinding dan ruang lempat penyimpanan harta pusaka.

   Sekali Lam-hay Sinni dan kedua suami isteri iblis masuk, tentu dengan cepat mereka mengetahui tempat penyimpanan harta pusaka itu.

   Diam-diam Siau-liong merasa aneh juga.

   Menpapa setelah menunggu diluar sampai sekian lama rombongan Lam-hay Sin-ni tak mau memasuki gua dan malah pergi? Melihat Siau-liong terlongong, Mawar Putih mendengus lagi terus melesat keluar.

   Siau-liong kaget dan cepat2 berseru.

   "Nona"

   Mawar Putih hentikan langkah, berpaling.

   "Mengapa?" Nadanya sedingin es. Agaknya dara itu masih penasaran. Siau-liong menatap sejenak, tertawa.

   "Jika engkau dalam penyamaran begitu, tentu...."

   Kiranya saat itu Mawar Putin masih menyaru sebagai Dewi Ular Ki Ih, Tetapi ketika masuk ke dalam gua, terpaksa ia lepaskan kerudung mukanya.

   Setelah mengawasi dirinya sendiri, dara itupun tertawa lalu mengenakan kerudung muka lagi.

   Siau-liong kerutkan alis, ujarnya.

   "Saat ini Ceng Hi totiang sedang memimpin penyerbuan ke Lembah Semi. Banyak tokoh2 persilatan yang sudah tiba. Dahulu ibuku banyak sekali mengikat permusuhan dengan partai2 persilatan, sebaiknya nona...."

   "Baiklah, kalau begitu aku tak mengenakan pakaian ini!"

   Mawar Putih tertawa dingin. Karena masih mengkal Siau-liong tak mau diajak ke seberang lautan, dara itu marah. Dua tiga kali gerakan tangan, ia merobek kain kerudung dan pakaian penyamarannya. Siau-liong hanya dapat menghela napas, ujarnya.

   "Adakah sedikit pun nona tak mengerti diriku? Ah...." kembali ia menghela napas dengan penuh kerawanan. Mawar Putih cebirkan bibir. Sikapnya tetap dingin. Ternyata dara itu sedang berjuang keras untuk menahan turunnya air mata. Setelah menguatkan perasaannya lalu sejenak memandang ke arah terowongan, Siau-liong berkata.

   "Harta benda peninggalan Tio Sam-hong masih ada 3 peti besar...."

   "Isinya tentulah harta karun yang berlimpah-limpah menyamai gudang negara. Bawalah pulang sendiri...."

   Tukas Mawar Putih.... Siau-liong menghela napas;

   "Aku bukan orang yang tamak harta. Hanya saja, kalau harta karun ini sampai jatuh ketangan manusia jahat tentu lebih menambah kejahatannya. Lebih baik diberikan kepada badan amal dan menolong kaum fakir miskin!"

   Mawar Putih tertawa ewah.

   "0, kiranya engkau seorang yang berhati mulia...."

   Siau-liong tahu bahwa dara itu masih penasaran kepadanya. Sejenak merenung, sekonyong-konyong ia dorongkan kedua tangannya kemuka.

   "Bruk".... terdengar bunyi menggemuruh disusul dengan hamburan debu dan pasir. Langit gua hancur dan rubuh menutup terowongan dengan bobolan dinding ruang penyimpan harta pusaka. Sepintas pandang menyerupai sebuah gua yang rusak tertimbun tanah. Jika tak digali, tak mungkin diketemukan. Mawar Putih membersihkan tanah pada bajunya lalu melangkah keluar.

   "Nona...."

   Cepat Siau-liong menghadang lagi....

   "Mengapa lagi?"

   Tanya Mawar Putih.

   "Diluar penuh dengan alat jebakan. Mungkin kedua suami isteri iblis itu belum pergi...."

   Mawar Putih menukas dengan tertawa keras.

   "Kiranya nyalimu besar sekali! Nah, silahkan engkau tinggal disini selamanya...."

   Tiba-tiba ia berganti nada;

   "sekarang engkau sudah menjadi pewaris ilmu Thian-kong-sin-kang. Pendekar besar dalam dunia persilatan! Silahkan engkau disini mengunjuk kesaktianmu itu! Aku akan pergi...."

   Dara itu cepat2 berpaling agar dua titik air mata yang menetes dari sudut pelupuknya, tak terlihat Siau-liong. Kemudian sambil menghunjam-hunjamkan kaki ke tanah, ia menggeram.

   "Aku segera akan kembali keseberang laut dan takkan datang ke Tionggoan lagi!"

   Sekali melesat, dara itu sudah loncat keluar gua.

   Saat itu Siau-liong masih termakan oleh kata2 tajam dari Mawar Putih.

   Ia terkejut karena dara itu melesat keluar.

   Cepat ia mengejar.

   Saat itu ternyata fajar sudah mnlai menyingsing.

   Angin meniup segar, Mawar Putih lari menuju ke dalam hutan.

   Tetapi pada lain saat terdengar suara bentakan bercampur bergemerincing senjata beradu! Walau pun teraling pohon yang lebat dan tak dapat melihat jelas, tetapi Siau-liong cepat dapat menduga bahwa Mawar Pulih tentu bentrok dengan rombongan orang gagah anak buah Ceng Hi totiang yang tengah menyerang Lembah Semi.

   Ketika Siau-liong menerobos masuk ke dalam hutan, tampak Mawar Putih sedang berhantam dengan empat lelaki berpakaian ringkas.

   Keempat pengeroyok itu menggunakan golok, pedang dan golok pendek.

   Sedang di tepi tempat pertempuran itu berjajar beberapa belas orang yang menyaksikan pertempuran itu.

   Rupanya Mawar Putih hendak tumpahkan kemarahannya pada keempat orang itu, pedang Kilat dimainkan laksana hujan mencurah.

   Ganasnya bukan kepalang.

   Tetapi keempat orang itupun memiliki kepandaian tinggi.

   Apalagi mereka maju serempak.

   Maka buyarlah maksud Mawar Putih hendak mencincang mereka, kebalikannya ia masih terdesak pontang panting.

   Sejenak tertegun, Siau-liong lalu berseru menghentikan mereka dan secepat kilat ia loncat menghampiri.

   Tetapi iapun cepat disambut oleh belasan orang bersenjata yang mengepungnya.

   Selain permainan senjata yang cepat dan gencar, pun mereka dapat menempat diri dalam posisi yang sesuai.

   Seolah-olah seperti sudah terlatih dalam suatu formasi barisan.

   Sudah tentu hal itu mengejutkan Siau-liong.

   Sedang keempat orang yang mengeroyok Mawar Putih itu tak mengacuhkan dan tetap manyerang dengan gencar.

   Tiba-tiba beberapa tombak jauhnyn, muncul seorang lelaki bermuka brewok.

   Bergegas-gegas ia menghampiri, memandang Siau-liong, lalu mencabut panji putih segi tiga yang terpancang di bahunya, melambaikan seraya berseru.

   "Mundur....!"

   Belasan orang yang mengepung Siau-liong segera menyingkir kesamping.

   Demikianpun keempat orang yang menyerang Mawar Putih itu, juga loncat mundur.

   Pendatang yang bermuka brewok itu tertawa gelak2.

   Ia melangkah maju kehadapan Siau-liong, memberi hormat.

   "Pendekar Laknat!"

   Seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar, alis tebal mata bundar.

   Sekujur mukanya hampir tertutup oleh brewok.

   Seorang lelaki yang benar-benar gagah perkasa, mirip dengan Tio Hwi, seorang pahlawan termashyur pada jaman Sam Kok.

   Siau-liong balas memberi hormat.

   "Saudara ini....?"

   Dengan suara menggeledek, orang itu menukas.

   "Aku Lu Bu-ki, dunia persilatan menggelari dengan julukan Ruyungbesi- pelor-sakti. Pemimpin dunia Rimba Hijau daerah selatan...."

   Kemudian sambil menunjuk kepada berpuluh orang yang mengepung Siau-liong tadi, Lu Bu-ki menerangkan.

   "Mereka adalah jago2 pilihan dari Rimba Hijau!"

   Dalam membawakan kata2 itu, disertai juga dengan gerakan tangan dan kaki.

   "Hm, kiranya orang ini seorang benggolan penyamun!"

   Diam-diam Siau liong membatin.

   "Bagaimana saudara kenal padaku?"

   Tanyanya. Jawab sitinggi besar.

   "Aku datang memenuhi undangan Ceng Hi totiang dan tahu kalau Pendekar Laknat juga ikut serta dalam gerakan membasmi Lembah Semi. Dengan begitu kita ini sekarang menjadi orang sendiri...."

   Dia berhenti sejenak, menatap wajah Siau-liong lalu tertawa.

   "Dahulu aku tak sempat ikut dalam gerakan Ceng Hi totiang untuk menindas Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Sekalipun belum pernah bertemu dengan saudara, tetapi sudah mendengar cerita orang. Maka sekali lihat aku sudah dapat mengenal saudara...."

   Ucapannya gamblang, nadanya nyaring dan tertawanya lepas bebas. Ia maju menghampiri lalu menepuk bahu Siauliong.

   "Aku paling kagum pada saudara. Membunuh manusia yang harus dibunuh, sebagai suatu kesenangan. Selama hidup. aku memang berpendirian begitu juga!"

   Siau-liong diam-diam membatin, orang itu benar-benar amat kasar tingkahnya.

   Setelah keempat penyerangnya mundur, Mawar Putih memandang dengan isyarat mata kepada Siau-liong.

   Maksudnya suruh pemuda itu menyusulnya.

   Habis memberi isyarat, ia terus loncat lari.

   Tetapi karena terhalang oleh sitinggi besar Lu Bu-ki, disamping ia memang masih suka membawa kemauan sendiri, Siau-liong tak mau.

   Ia masih mengkal kepada dara itu.

   Andaikata saat itu Mawar Putih mau membawanya keseberang laut menemui ibunya, tentulah ia tak usah mengalami penderitaan di Lembah Semi.

   Tak usah ia harus meminum racun jong-tok dari Poh Ceng-in.

   Sekarang dirinya sudah menjadi sedemikian rupa, nyawanya tinggal setahun lagi, lalu dara itu bersedia mengajaknya keseberang laut.

   Huh, apa perlunya? Dengan mendendam perasaan mendongkol itu, Siau-liong tak mempedulikan dara itu dan malah melanjutkan percakapannya dengan Lu Bu-ki.

   Karena ternyata Siau-liong tak menyusul, tak berapa jauhnya, Mawar Putih pun berhenti dan beristirahat dibawah sebatang pohon.

   Dalam pada itu teringatlah Siau liong akan Lam-hay Sin-ni dan rombongan Iblis-penakluk-dunia yang tiba- tiba meninggalkan gua.

   Maka bertanialah ia kepada kepala begal itu.

   "Apakah saudara sejak tadi terus tetap menjaga di tempat ini?"

   "Benar, dilingkungan 50 tombak dari tempat ini semua dijaga oleh anak buahku...."

   Kata Lu Bu-ki.... Kemudian ia menunjuk ke arah kiri, katanya.

   "Yang sebelah kiri itu adalah rombongan Ang-cek-pang, sebelah kanan Siau-lim-pay. Sekeliling Lembah Semi sudah dikepung rapat sekali, Sekalipun seekor burung, tak mungkin dapat terbang keluar dari lembah."

   Kepala penyamun daerah selatan itu memang seorang yang suka bicara secara blak-blalan. Dan sekali bicara tentu tak kena disetop. Maka ia terus melanjutkan saja kata-katanya.

   "Ceng Hi totiang telah mengeluarkan perintah rahasia. Akan menggunakan api untuk membumi-hanguskan Lembah Semi. Rasanya saat ini tentu sudah akan segera bergerak...."

   Memandang jauh kemuka, memang Siau-liong melihat dibalik semak dan tempat2 jang pelik, terdapat persiapan2 bahan pembakar serta berkarung-karung obat api.

   Melihat Lu Bu ki itu seorang kasar yang agak ketololtololan, Siau-liong tak mau mendesak pertanyaannya tentang Lam-hay Sin-ni dan rombongan Iblis-penakluk-dunia lagi.

   Ia anggap tak berguna.

   Lalu ia alihkan pertanyaan.

   "Apakah saudara tahu dimana tempat rombongan Kay-pang?"

   Lu Bu-ki segera menuding.

   "Dari sini kekiri kira2 satu li, melalui tempat rombongan Ang-cek-pang. Go-bi-pay, Tiamjong- pay, Ji-tok-kau, disiiulah pos penjagaan rombongan Kaypang!"

   Karena anggap tak perlu lebih lama berada disitu, Siauliong segera pamit.

   Lu Bu-ki benar-benar amat menghormat kepada Siau-liong.

   Dengan tersipu-sipu ia memberi hormat dan mempersilahkan Siau-liong tinggalkan tempat itu.

   Baru beberapa langkah Siau-liong berjalan, tiba-tiba dari sebelah kanan hutan muncul seorang baju hitam dengan memegang panji warna merah.

   Lu Bu-ki cepat maju menyongsong.

   Orang baju hitam membisiki kedekat telinga Lu Bu-ki lalu bergegas-gegas melanjutkan berjalan kemuka lagi.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sitinggi besar Lu Bu-ki tertawa nyaring.

   Wajahnya gembira, semangatnya menyala.

   Sambil gerakkan kedua tangan ke atas, ia berseru nyaring.

   "Anak-anak, kita segera akan bergerak!"

   Dari dalam hutan, berhamburan keluar berpuluh-puluh lelaki berpakaian ringkas.

   Kebanyakan mereka berumur antara 30-an tahun.

   Dipimpin Lu Bu-ki, kawanan anak buah penyamun itu segera membawa kayu bakar, obat pasang dan bahan2 pembakar, menuju kepuncak gunung dari Lembah Semi.

   Siau-liong memandang cuaca.

   Saat itu diperkirakan sudah jam 7 pagi.

   Ia duga Iblis-penakluk-dunia tentu tak mau melepaskan It Hang totiang dan rombongannya.

   Maka Ceng Hi totiang segera mengeluarkan perintah untuk menyerang Lembah Semi.

   Tetapi pada saat memandang kepuncak gunung yang mengelilingi Lembah Semi, diam-diam Siau-liong kerutkan alis.

   Lembah itu luasnya tak kurang dari 10 li.

   Dengan api, dikuatirkan tak dapat memberi hasil seperti yang diharapkan.

   Dengan bahan peledak, mungkin dapat menghancurkan alatalat jebakan dalam lembah itu.

   Tetapi kalau hendak meratakan lembah itu menjadi karang api, benar-benar tak mungkin.

   Tengah ia merenung, tampak ratusan batang kepala manusia tengah bergerak masuk kemulut lembah.

   Dan sepanjang kaki puncak gunung pun telah terbakar.

   Merupakan sebuah gunung yang bersalur jalur api.

   Apalagi kala itu sedang dalam pertengahan musim rontok.

   Pohon dan tumbuh-tumbuhan kering semua.

   Api cepat sekali meranggas besar.

   Siau-liong memperhatikan dengan seksama.

   Kecuali melepas api, pun segenap pelosok hutan penuh bersembunyi ratusan tokoh2 anggauta rombongan Ceng Hi totiang yang siap untuk bergerak.

   Mulut lembah itu merupakan satusatunya jalanan masuk-keluar lembah.

   Dan mulut lembah itu telah dijaga ketat sekali sehingga tak mungkin orang Lembah Semi dapat terhindar dari sergapan mereka.

   Diam-diam Siau-liong memuji kelihayan Ceng Hi totiang mengatur barisan.

   Rasanya Lembah Semi pasti dapat dihancurkan.

   Dalam pada itu pikiran Siau-liong masih melekat pada peristiwa digua tadi.

   Mengapa Iblis-penakluk-dunia tak berani memasuki gua itu dan hanya menunggu diluar saja.

   Lalu apakah Lam-hay Sin--ni sudah dapat dipikat kedua suami isteri iblis itu masuk ke dalam lembah? Sambil berpikir, kaki Siau-liong tetap berjalan dan saat itu hampir tiba ditempat Mawar Putih menunggu.

   Dara itu berdiri menghadap kesebelah belakang, tak mau berpaling menyambut Siau-liong.

   Diam-diam Siau-liong tak puas melihat perangai Mawar Putih yang mau menang sendiri.

   Maka sengaja ia tertawa dingin dan menegur.

   "Ah, apakah nona masih belum berangkat?"

   Mawar Putih diam saja.

   Tetapi kedua bahunya bergetaran seperti orang yang tengah menangis.

   Melihat itu timbullah rasa penyesalan Siau-liong.

   Betapa buruk perangai dara itu, namun dia sudah melayani ibu Siauliong bertahun2.

   Atas dasar kenyataan itu, dapatlah sudah dara itu dianggap sebagai adiknya sehdiri.

   Apalagi sekarang Mawar Putih seorang diri mengembara di dunia persilatan Tiong-goan, demi melaksanakan pesan ibu Siau-liong untuk menuntut balas dan mencari jejak Siau-liong.

   Ah, seharusnya ia membalas budi kepada Mawar Putih.

   Mengapa dikarenakan sedikit percekcokan mulut saja.

   ia harus memperlakukan dara itu dengan sikap yang dingin? Makin merenungkan, Siau-liong makin berkabut sesal.

   Dan terbayanglah sikap dan kebaikan, dara itu selama ini.

   Tanpa disadari Siau-liong air mata berlinang-linang terharu.

   "Adik Mawar....!"

   Serunya pelahan. Serentak dara itu berpaling diri. Tampak mukanya masih membekas air mata.

   "Adik Mawar, tak seharusnya kuperlakukan engkau begini, aku...."

   Siau-liong menghela napas.

   "aku pantas dicincang!"

   Sepasang mata dara itu berkilat-kilat menatap Siau-liong. Sekonyong-konyong ia lari dan menubruk kedada Siau-liong.

   "Akulah yang salah. Tak seharusnya kubikin panas hatimu.Maafkanlah...."

   Mawar Putih mengangkat muka memandang muka Siauliong.

   "belasan tahun aku melayani suhu. Tiap kali suhu tentu membicarakan dirimu. Dan tiap kali itu pula ia selalu mengatakan bahwa beliau mengharapkan, kelak kita berdua...."

   Mawar Putih menghela napas, lalu melanjutkan.

   "Memang aku sendiri yang salah. Jika tempo hari lekas2 kubawa engkau pulang keseberang lautan, segala apa tentu beres! Ho.... aku memang celaka!"

   Sesaat Siau-liong pun tak dapat berkata apa2.

   Bayangan maut tetap menghantui dirinya.

   Paling lama ia dapat hidup setahun lagi.

   Dan pada saat itu ia masih memikul beban tugas yang banyak dan berat.

   Sekalipun dapat berjumpa dengan ibunya, tetapi hanya berapa lamakah ia dapat berkumpul dengan ibunya itu? "Segala sesuatu memang sudah diatur menurut garis hidup.

   Ada beberapa hal yang kita manusia tak mampu merobah garis perjalanan hidup itu.

   Karenanya terpaksa kita pasrah saja,"

   Kata Siau-liong dengan rawan.

   "Apakah kita tak dapat pergi sekarang?"

   Siau-liong gelengkan kepala.

   "Sekarang aku masih mempunyai beberapa kewajiban yang harus kuselesaikan lebih dulu. Tetapi semua itu pun paling lama dalam empat hari tentu sudah rampung...."

   Berhenti sejenak. Siau-liong berkata pula.

   "Apakah nona mau menunggu aku di siok-ciu?"

   Mawar Putih deliki mata.

   "Ih, mengapa memanggil 'nona' lagi? Apakah hubungan kita...."

   "Adik Mawar"

   Buru-buru Siau-liong menukas.

   "Aku tak mau membiarkan engkau seorang diri menghadapi bahaya disini. Jika engkau tak mau berangkat keseberang laut, aku pun tetap akan menemani engkau disini!"

   Siau-liong kerutkan alis.

   "Dalam waktu singkat lembah ini akan menjadi gelanggang pertumpahan darah.... maaf, terus terang kukatakan, jika engkau berada disini, bukan saja tak dapat membantu bahkan kebalikannya malah menambah bebanku!"

   Tetapi Mawar Putih tetap menolak.... ---ooo0dw0ooo---

   Jilid 10

   "Apapun juga dan tak peduli engkau hendak pergi kemana, aku tetap ikut. Sampai kita nanti ke seberang laut menjumpai suhu!"

   Kata Mawar Putih.

   Siau-liong terpaksa mengiakan.

   Dilihatnya orang2 yang berada dalam hutan itu menumpahkan perhatian ke arah api yang sedang berkobar di atas gunung.

   Mereka tak mempedulikan gerak gerik Siau-liong dan Mawar Putih.

   Berkata pula Mawar Putih.

   "Mulai saat ini aku menurut saja apa perintahmu. Apakah kita akan berangkat sekarang?"

   Siau-liong tertawa hambar, menarik Mawar Putih terus diajak lari ke arah kiri.

   Saat itu api makin berkobar besar.

   Lembah Semi seolah-olah terbungkus oleh gumpalan asap tebal.

   Tak dapat disangsikan lagi, gunung itu pasti akan gundul.

   Adakah pembakaran itu akan dapat menjalar ke dalam Lembah Semi atau tidak, tapi sekurang-kurangnya Iblispenakjuk- dunia tentu akan getar nyalinya.

   Dan Lembah Semipun akan terpencil menjadi semacam pulau tersendiri.

   Dengan begitu mudahlah dikurung dari segenap penjuru oleh barisan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang.

   Apa yang dikatakan Lu Bu-ki tadi memang benar.

   Sepanjang jalan, Siau-liong melihat rombongan orang2 Angcek- pang, Go-bi-pay, Tiam-jong-pay dan Ji-tok-kau mengatur barisan dengan ketat.

   Seolah-olah merupakan tembok manusia....

   Mereka bergerak dengan rapi.

   Baik melepas api, melakukan penyelidikan, penjagaan dan pekerjaan koordinasi satu sama lain.

   Agaknya Ceng Hi totiang memang sudah memberitahukan kepada sekalian rombongannya tentang ikut sertanya Pendekar Laknat membantu gerakan mereka, Maka walaupun tanpa membawa pertandaan apa2, hanya dengan melihat wajahnya saja, orang2 itu sudah mengetahui Pendekar Laknat dan membiarkan dia berjalan.

   Tak berapa lama, tibalah Siau-liong dan Mawar Putih ketempat penjagaan yang dijaga oleh anak buah Kay-pang.

   Ternyata tempat itu terletak disamping kanan barisan pohon Bunga, di belakang Lembah.

   To Kiu-kong tampak bersemangat sekali memimpin orangorangnya, menebang pohon dan mengangkuti batu, melepas api membakar gunung.

   Mereka terkejut serta melihat Siauliong dan Mawar Putih muncul.

   Menurut anggapan To Kiu-kiong, dara itu mempunyai hubungan istimewa dengan cousu-ya Kay pang yakni Kongsun Liong.

   Sudah tentu mereka heran melihat Mawar Putih muncul, pada hal jelas Kongsun Liong masih belum ketahuan hasilnya dalam lembah.

   Dan masih ada sebuah hal yang membuat To Kiu-kong tak habis mengerti.

   Ketika kemarin malam Pendekar Laknat berbaku hantam dengan Lam-hay Sin-ni, jelas dilihatnya Pendekar Laknat telah menggunakan ilmu pukulan Thaysiang- ciang.

   Pada hal ilmu pukulan itu adalah ajaran dari ajaran Pengemis Tengkorak Song Thay kun.

   Pengemis-tertayya Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang segera menghampiri ke belakang To Kiu-kong.

   Mereka memandang Siau-liong dan Mawar Putih dengan penuh keheranan.

   "Pendekar Laknat,"

   Tegur To Kiu-kiong dengan menekan keheranan. Siau-liong cepat membalas hormat.

   "Semalam aku minta tolong padamu untuk membelikan obat, entah apakah ,...."

   To Kiu-kiong cepat menyambuti.

   "Malam itu juga telah kusuruh orang untuk membelikan ke Siok-ciu.... ,"

   Ia kerutkan dahi, katanya pula.

   "mungkin segera datang!"

   Siau-liong mendesah lalu melanjutkan langkah kemuka.

   Disebelah muka situ merupakan daerah barisan Pohon Bunga yakni satu-satunya jalan keluar masuk Lembah Semi.

   Disebelah muka barisan pohon Bunga itu.

   dijaga oleh para imam tua yang mengenakan jubah warna kuning, menyanggul pedang dipunggung.

   Ternyata mereka adalah rombongan murid Kun-lun-pay yang dipimpin sendiri oleh Ceng Hi totiang.

   Ceng Hi totiang yang berperawakan tinggi kurus itu sedang berdiri dimuka barisan pohon bunga.

   Dibelakangnya dikawal oleh lima imam kecil-menyanggul pedang.

   Siau-liong dan Mawar Putih segera menghampiri.

   "Ah, Pendekar Laknat benar-benar menepati janji...."

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Seru Ceng Hi totiang seraya memberi salam. Kemudian ia memandang mawar Putih, bertanya.

   "Dan ini...."

   "Nona Putih, Mawar Putih, kenalan lama,"

   Buru-buru Siauliong menyambutinya. Lalu tertawa. Sambil mengurut jenggotnya, Ceng Hi totiang pun tertawa.

   "Sungguh mengharukan sekali bahwa nona Putih yang masih muda belia, bersedia ikut juga dalam gerakan membasmi kaum durjana!-' "Ah, totiang keliwat memuji.

   "

   Mawar Putih merendah lalu tersenyum kepada Siau-liong.

   Tetapi pemuda itu batuk2 dan cepat palingkan muka agar jangan sampai ketahuan Ceng Hi totiang.

   Saat itu hutan disekeliling lembah sudah terbakar hanya barisan pohon Bunga dimuka lembah itu yang masih utuh.

   Sejenak merenung, berkatalah Ceng Hi totiang.

   "Mulut lembah, amat sempit sekali. Hanya dapat untuk seorang berjalan. Rasanya lebih baik mengambil jalan dari belakang lembah!"

   Siau-liong membenarkan.

   Ceng Hi totiang segera suruh seorang imam kecil untuk memberitahukan kepada bagian penghubung.

   Semua pemimpin rombongan supaya datang kesitu untuk berunding.

   Tak berapa lama dari kepergian imam kecil itu, para pemimpin dari rombongan partai2 datang bersama jago2nya yang tangguh.

   Tak kurang dari seratus orang jumlahnya.

   Kebanyakan mereka memang tak kenal dengan Pendekar Laknat.

   Tetapi menilik dandanan Siau-liong yang aneh itu, mereka dapat menduga tentulah Pendekar Laknat.

   Menolong To Hun-ki, Ti Gong taysu dan beberapa tokoh sehingga bentrok dengan Iblis-penakluk dunia serta Lam-hay Sin-ni, cepat sekali membuat Pendekar Laknat dipuja oleh seluruh orang gagah yang ikut dalam gerakan menyerbu Lembah Semi itu.

   Setelah para tokoh2 mengambil tempat duduk, maka berkatalah Ceng Hi totiang dengan nada serius.

   "Setelah api padam, rintangan disekelihng Lembah Semi menjadi lenyap. Kedua durjana itu hendak menyerang dari sebelah mana, kita tetap dapat mengetahui...."

   Ceng Hi memandang ke arah hadirin, lalu melanjutkan pula.

   "Kedua suami isteri itu licin sekali. Entah siasat apa yang hendak mereka gunakan nanti tetapi yang jelas kita tentu akan menghadapi suatu pertempuran yang menentukan mati atau hidup!"

   Kembali ketua dari Kun-lun-pay itu berhenti mengurut-urut jenggotnya. Kemudian menyambung.

   "Menurut hematku, betapapun tinggi ilmu hitam dari kedua suami isteri itu, tetapi rasanya mereka tentu takkan menyerang keluar. Mereka tentu hanya mengandalkan pada keadaan berbahaya dari lembah untuk menghadapi serbuan kita. Menilik keadaan itu, kuputuskan untuk mengambil jalan dari belakang lembah saja. Tetapi kita gunakan api untuk menyerang masuk. Hancurkan setiap rintangan dan alat-alat jebakan dalam lembah itu!"

   Sekalian hadirin berdiam diri. Beberapa saat kemudian, Toh Hun-ki melangkah maju kemuka Ceng Hi totiang, memberi hormat berkata.

   "Usaha terakhir untuk menghancurkan sarang durjana, terletak di tangan totiang. Silahkan saja totiang memberi perintah. Para hadirin disini tentu akan menurut!"

   Ketua Kong-tong-pay itu sejenak memandang sekalian hadirin. Tampak sekalian pemimpin partai persilatan mengangguk. Ti Gong taysu dan Lu Bu-ki hampir serempak berseru.

   "Karena kami telah mengangkat totiang sebagai pemimpin, sudah tentu kami akan mentaati perintah totiang!"

   Ceng Hi totiang terhibur mendapat dukungan luas itu.

   Dengan tersenyum ia segera mengatur persiapan untuk menyerbu Lembah Semi.

   Diam-diam Siau-liong memperhatikan cara imam tua itu mengatur barisan.

   Ternyata Ceng Hi merupakan seorang pucuk pimpinan yang cemerlang dan pandai.

   Selain dibentuknya barisan pelopor, barisan bala bantuan, induk barisan, barisan sayap kanan kiri serta barisan untuk menjebak musuh.

   Barisan pelepas api kemudian regu penghubung.

   Pendek kata, barisan itu telah diatur lengkap dan rapi.

   Setelah menerima pembagian tugas, maka barisan2 itupun segera mulai bergerak.

   Ceng Hi totiang menghampiri Siau-liong katanya dengan palahan.

   "Barisan pohon Bunga itu merupakan satu2nya jalan di belakang lembah. Telah kuperintahkan orang untuk melepaskan api. Setelah terbakar, dapat dipastikan tentu akan terbuka jalan ke dalam lembah. Kukira Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka tentu akan memimpin rombongannya keluar. Tetapi jika tidak keluar, tentulah mereka mempunyai persiapan lain dalam barisan pohon bunga itu...."

   Ia berhenti sejenak lalu berkata pula.

   "Saudara telah menolong Ti Gong taysu dan rombongannya dari lembah itu. Tentulah saudara kenal baik keadaan lembah itu. Mengenai barisan pohon Bunga...."

   Berkat peta pemberian Jong Leng lojin maka Siau-liong dapat mengetahui alat-alat perlengkapan Lembah Semi dengan baik. Maka iapun anggukan kepala.

   "Selain tertanam puluhan ribu batang pohon bunga yang dapat menyesatkan pikiran orang, dalam barisan pohon Bunga itupun masih terdapat pula Pagar Harimau, Pagar Singa dan Sarang Ular, Liang Serangga beracun dan lain-lain. Tetapi...."

   Siau-liong merenung sebentar lalu berkata pula;

   "Segala perlengkapan itu hanya dapat digunakan terhadap musuh yang berjumlah kecil. Kalau barisan besar seperti kali ini sama melepas api, tentulah pohon2 bunga itu akan musnah semua. Juga kalau dibakar dengan bahan peledak, kiranya kawanan binatang buas itu tentu akan mampus juga. Maka menurut hematku...."

   Sejenak Siau-liong memandang pada Ceng Hi, lalu;

   "Jika tak mengundurkan diri ke dalam barisan Tujuh Maut dan Lembah Maut, setelah barisan bunga itu dimusnahkan, kedua durjana itu tentu keluar bertempur!"

   Ceng Hi totiang mengangguk.

   "Pandangan anda sungguh tepat. Yang kukuatirkan adalah kekuatan kedua durjana itu. Kita belum tahu jelas sampai dimana kekuatan mereka. Jika kali ini kita kalah, dunia persilatan pasti akan menderita kehancuran!"

   Pada saat itu api sudah mulai berkobar ditengah barisan pohon Bunga. Beberapa saat kemudian Ceng Hi berkata.

   "Barisan bunga itu dalam beberapa waktu baru dapat musnah. Selama itu kedua durjana tentu takkan menerobos keluar. Silahkan saudara bersama nona Putih beristirahat dihutan belakang,"

   Memandang wajah Siau-liong, ketua Kun-lun-pay itu menambah pula.

   "Dalam pertempuran untuk menentukan mati hidupnya dunia persilatan ini, harap saudara suka membantu sekuat tenaga!"

   Habis berkata Ceng Hi totiang hendak mengantar Siau-liong berdua ke belakang hutan tetapi Siau-liong minta imam itu tinggal disitu saja karena masih mempunyai tugas penting.

   Siau-liong bersama Mawar Putih menuju ke arah hutan.

   Di dalam hutan terdapat sebuah kemah.

   Beberapa imam kecil yang menjaga kemah itu, segera mempersilahkan Siauliong dan Mawar Putih duduk di atas dua lembar permadani dan menghidangkan dua cawan teh wangi.

   Kedua muda mudi itu duduk beristirahat.

   Dalam pada itu diam-diam Siau-liong merenung.

   Setelah barisan pohon bunga itu terbakar habis, tentu akan timbul pertempuran dahsyat.

   Sekali pun Ceng Hi totiang sendiri yang memimpin dan hampir dikata seluruh tokoh2 persilatan ikut serta dalam barisan, tetapi mengingat kedua suami isteri Iblis penakluk-dunia itu sangat licik dan banyak tipu muslihat, ia masih belum dapat memastikan apakah gerakan orang gagah itu akan berhasil.

   Tokoh2 Harimau Iblis, Naga Laknat, Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.

   Jika mereka dapat digunakan oleh Iblis penakluk-dunia, tentulah barisan orang gagah akan menemui kesulitan besar.

   Saat itu Siau-liong sudah memperoleh kitab pusaka Thian Kong pit-kip.

   Jika dalam saat2 yang genting dan penting seperti kala itu ia tak dapat memberi bantuan, bukankah ia merasa malu terhadap pencipta kitap pusaka Thian-Kong-Sinkang? Seketika ia kosongkan seluruh pikirannya dan mulai melakukan pernafasan sesuai dengan petunjuk dari kitap pusaka itu.

   Kemah ini kosong Setelah Siau-liong dan Mawar Putih beristirahat, kawaran imam kecil itu pun segera mengundurkan diri keluar.

   Mereka hendak melihat jalannya peperangan ke Lembah Semi.

   Saat itu....

   Pada saat Siau-liong sedang asyik melakukan penyaluran tenaga dalam, tiba-tiba ia mendengar suara mendesis tajam melayang ke arahnya.

   Ia terkejut.

   Dengan gunakan ilmu Mendengar-suara-membedakan-arah, ia menyambar benda itu.

   Ah, kiranya bukan senjata rahasia melainkan secarik kertas.

   Cepat ia loncat melesat keluar.

   Tetapi kecuali beberapa imam kecil yang tengah menjaga kemah itu, ia tak melihat seorang lain lagi.

   Terpaksa ia kembali masuk ke dalam kemah.

   Mawar Putih menyambutnya dengan pandang penuh pertanyaan....

   Tetapi Siau-liong tak sempat memberi keterangan.

   Cepat ia membuka kertas itu.

   Ah, ternyata tulisan dari gurunya, Tabibsakti- jenggot-naga Kangsun Sin-tho.

   Bunyinya ringkas.

   "Lekas mundur, jangan menyerang. Rencanakan lagi baru bergerak."

   Siau-liong tertegun.

   Ia yakin gurunya itu tak mungkin akan bergurau menggertak dengan ancaman kosong.

   Jika gurunya menyuruh ia mundur dan jangan lanjutkan penyerbuan, tentulah keadaan tak menguntungkan.

   Kemungkinan besar suami isteri Iblis penakluk-dunia itu tentu sudah siapkan rencana untuk menghancurkan rombongan Ceng Hi totiang.

   Ia merasa sulit.

   Barisan sudah mulai akan menyerang.

   Bagaimana mungkin diperintahkan mundur dengan seketika.

   Dan lagi, perintah penarikan mundur itu akan mengakibatkan turunnya semangat para orang gagah.

   Kemungkinan pula, akan menimbulkan pertikaian diantara sesama kawan sendiri.

   Pemimpin barisan orang gagah itu adalah Ceng Hi totiang.

   Dapatkah ia menasehatkan imam tua itu untuk menarik barisannya? Ah....

   Lama Siau-liong termangu memandang surat dari gurunya itu.

   Demikian pun Mawar Putih.

   Sekonyorg-konyong diluar terdengar suara langkah orang berlari menghampiri.

   Dan pada lain saat terdengar suara itu bertanya kepada imam kecil penjaga kemah;

   "Adakah Pendekar Laknat berada di dalam kemah ini?"

   Cepat Siau-liong melongok keluar. Ah, kiranya yang datang itu adalah Pengemis tertawa Tio-Tay-tong. Dia membawa sebuah bungkusan kecil. Melihat Siau-liong buru-buru pengemis itu berkata.

   "Karena mendapat tugas untuk menyerang Lembah Semi maka pemimpin kami tak dapat datang kemari sendiri dan suruh aku menyerahkan obat ini...." -ia terus menyerahkan bungkusan kecil itu kepada Siauliong. Ia minta maaf kepada Siau-liong karena agak terlambat membawa pulang obat. Hal itu disebabkan karena ada beberapa macam ramuan sukar didapat. Siau-liong menyambuti obat itu seraya mengucap terima kasih.... Tiba-tiba terlintaslah dalam benaknya apa yang harus dikerjakan saat itu. Ah, kemungkinan hal itu akan dapat merobah kekalahan menjadi kemenangan.

   "Paling sedikit memakan waktu tiga empat jam lagi barulah barisan pohon Bunga itu terbakar habis. Jika dalam waktu yang singkat itu, aku dapat menyelundup ke dalam Lembah Semi untuk membebaskan Jong Leng lojin. Kemungkinan sebelum rombongan orang gagah menyerang ke dalam lembah, aku tentu sudah berhasil meringkus kedua suami isteri durjana itu!"

   Pikirnya.

   Ya, hanya dengan siasat itulah kiranya ia dapat menyumbangkan tenaga kepada rombongan orang gagah.

   Karena sedang terbenam dalam renungan, Siau-liong tak mendengar ucapan minta diri dari Pengemis tertawa Tio Taytong.

   Setelah memasukkan bungkusan surat itu ke dalam pinggangnya.

   ia berpaling ke arah Mawar Putih.

   "Harap adik suka menunggu disini, aku hendak mengantarkan obat ini.... Setelah itu barulah kita pulang keseberang laut!"

   Selesai memberi pesan, Siau-liong terus berputar diri dan pergi. Sudah tentu Mawar Putih terkejut dan buru-buru menghadangnya;

   "Hendak kemana engkau?"

   "Menyerahkan obat kepada Ti Gong taysu!"

   Karena tak biasa bohong, maka wajah Siau-liong tersipusipu merah. Untung ia mengenakan kedok muka sehingga tak dapat dilihat Mawar Putih.

   "Bukankah hal itu dapat menyuruh orang lain yang mengantarkan?"

   Mawar Putih deliki mata kepadanya.

   "Obat ini amat berharga dan sukar dicari. Jika sampai hilang...."

   Mawar Putih mendengus dingin.

   "Jangan harap engkau dapat mengelabuhi aku. Kalau mau pergi, aku tetap ikut!"

   Siau-liong terpaksa tak dapat berbuat lain kecuali menghela napas panjang.

   Terpaksa mengajak dara itu keluar dari kemah dan membeluk kesamping kanan.

   Oleh karena sudah faham keadaan lembah itu.

   maka Siau-liong tak ragu-ragu lagi.

   Saat itu rombongan orang gagah sudah berpusat diluar barisan pohon Bunga yang terletak di belakang Lembah.

   Penjagaan disepanjang tempat yang dilaluinya, dijaga ketat oleh anak buah partai2 persilatan.

   Karena lari pesat, tak berapa saat tibalah Siau - liong dimuka jalanan rahasia ke dalam Lembah Semi....

   Semak pohon yang menutup mulut jalan, saat itu sudah terbakar habis.

   Tetapi karena terowongan gua itu rendah sekali, Siau-liong sukar mencari jalan.

   Siau-liong berputar tubuh tertawa masam, ujarnya.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Memang kepergianku ini amat berbahaya sekali tetapi pun amat penting sekali.... Bagaimanapun, aku harus menempuh bahaya itu!"

   Mawar Putih kerutkan dahi. Tetapi ia menyadari bahwa percuma saja ia akan mencegah pemuda yang keras kepala itu. Maka sengaja ia tertawa.

   "Bukan maksudku hendak mencampuri urusanmu. Tetapi, janganlah engkau meninggalkan aku seorang diri!"

   Habis berkata dara itu terus menerobos ke dalam terowongan rahasia itu.

   Karena terowongan itu melalui tempat yang sedang dilanda kebakaran besar.

   maka terowongan itu pun amat panas sekali.

   Ditambah pula dengan hawa lembab bercampur bau busuk, setelah berjalan beberapa langkah saja, Mawar Putih rasakan kepalanya pesing, perut mau tumpah.

   Siau-long tak tahan melihat kelambatan langkah Mawar Putih.

   Cepat ia mendahului dimuka.

   Sambil menutup hidung, ia berjalan bersama dara itu.

   Terowongan lembab basah dengan air sumber gunung.

   Tanahnya makin berlumpur sehingga sukar dilalui.

   Beberapa kali Mawar Putih hampir tergelincir jatuh.

   Pakaiannya kotor berlumpuran lumpur.

   Tetapi sedikitpun ia tak mengomel.

   Dengan tubuh terhuyung-huyung, ia kuatkan diri berjalan disamping Siau-liong.

   Kurang lebih setengah jam, mereka tiba dimulut Lembah Maut.

   Tetapi kedaan pintu lembah itu gelap karena ditutup oleh batu besar.

   Diam-diam Siau-liong menimang.

   Tempo hari ia menolong Toh Hun-ki dan kawan-kawannya dengan mengambil jalan dari mulut terowongan, tentulah hal itu sudah diketahui oleh Son-beng Ki-su, Iblis penakluk-dunia dan anak buah Lembah Maut.

   Oleh karena itu maka pintu terowongan ditutup dengan batu....

   Dan kalau saat itu gerak geriknya diketahui orang Lembah Semi tentu celakalah.

   Tak mungkin ia dapat melintasi barisan Tujuh Maut untuk menolong Jong Leng lojin.

   Setelah merenung beberapa saat, ia membisiki beberapa patah kata ketelinga Mawar Putih.

   Setelah itu ia kerahkan tenaga dalam lalu mulai mendorong batu penutup pintu terowongan itu.

   Batu besar berderak-derak bergerak keluar.

   Selekas batu itu menggelinding keluar, Siau-liong cepat loncat keluar.

   Ah....

   ternyata dugaannya benar.

   Dua samping pintu terowongan telah dijaga oleh empat orang berpakaian hitam.

   Mereka terkejut ketika melihat Pendekar Laknat muncul.

   Siau-hong tak mau membuang waktu.

   Dengan kedua tangannya ia gunakan jurus, Angin-meniup-daunberhamburan, menyerang keempat penjaga.

   Tiga orang baju hitam remuk tulangnya.

   Tanpa dapat menjerit, mereka rubuh binasa.

   Yang seorang rupanya agak cerdik.

   Pada saat Siau-liong menghantam ketiga kawannya, ia loncat melarikan diri sembari siapkan panah api untuk memberi tanda kepada markas.

   Siau-liong terkejut.

   Jika orang itu sampai dapat melepaskan panah api, tentulah Iblis penakluk-dunia dan rombongan anak buahnya akan menyerbu kesitu.

   Dengan gerak Harimau-lapar-menerkam-mangsa, ia loncat membayangi orang itu.

   Sebelum orang itu berhasil meluncurkan panah api, bahunya sudah dapat dicengkeram Siau-liong.

   Orang itu menjerit ngeri lalu terkulai ke tanah bersama anak panahnya.

   Siau-liong masih belum puas.

   Ia tutuk tiga buah jalan darah maut pada tubuh orang itu.

   Sesaat kemudian ia merasa menyesal juga karena telah membunuh empat jiwa.

   Saat itu Mawar Putih pun sudah keluar terowongan.

   Pakaiannya berlumuran lumpur, tubuhnya mandi keringat.

   Untunglah karena terlindung oleh jajaran gunung, maka Lembah Maut itu tak menderita kebakaran.

   Hanya saja asap api itu mengerumun penuh dalam lembah, ditambah pula dengan tebaran kabut, lembah itu seolah-olah tertutup oleh lautan asap tebal.

   Hal itu malah menguntungkan Siau-liong karena jejaknya tentu sukar diketahui orang Lembah Semi.

   Siau-liong tak mau membuang waktu lagi.

   Sebelum kebakaran pada barisan pohon bunga itu padam, ia harus sudah dapat membebaskan Jong Leng lojin.

   Segera ia menggandeng tangan Mawar Putih lalu melintasi lembah yang penuh dengan hutan pohon dan lautan batu2 aneh.

   Berkat peta dari Jong Leng lojin dan pula tempo hari ia pernah memasuki lembah itu untuk mencari jejak Mawar Putih, maka saat itu ia sudah faham akan keadaan lembah.

   Tak berapa lama dapat ia mencapai titik jalan yang menghubungkan Lembah Maut dengan barisan Tujuh Maut.

   Tanpa membuang waktu lagi, Siau-liong terus ajak Mawar Putih menyusup ke dalam terowongan dibawah tanah yang panjang dan dalam itu.

   Saat itu agaknya Mawar Putih kumat lagi tabiatnya yang manja.

   Sambil menarik lengan baju Siau-liong ia berseru dengan nada beriba.

   "Engkoh Liong, apakah yang hendak engkau lakukan? Terowongan ini penuh dengan alat jebakau rahasia. Apakah engkau hendak mengantar jiwa?"' Siau-liong berhenti, menghela napas menatap wajah dara itu;

   "Memang kita sedang menempuh bahaya. Tetapi mudah mudahan langkah kita ini dapat menghentikan pertumpahan darah di dunia persilatan, menyelamatkan beribu jiwa. Tentang alat-alat rahasia yang memenuhi terowongan ini...."

   Ia berhenti dan tertawa.

   "Kini bagiku, tempat itu tak ubah seperti jalan besar Yang-kwan saja!"

   Mawar Putih memandangnya dengan heran tetapi tak mau bertanya apa2 lagi.

   Dara itu sudah percaya penuh kepada Siau-liong.

   Walaupun tahu bahwa pemuda itu sedang menepuh jalan maut, namun Mawar Putih tetap mengikutinya tanpa ragu2.

   Siau-liong merabah bungkusan obat yang disimpan dalam pinggang bajunya ia hendak berjalan tetapi berhenti lagi.

   Teringat ia ketika bertemu dengan Jong Leng lojin, ia tidak menyamar sebagai Pendekar Laknat.

   Jika saat itu ia masih menyamar sebagai Pendekar Laknat, bukankah akan menimbulkan kecurigaan orang tua itu? Segera ia melepas kedok muka dan pakaian penyamarannya.

   Setelah itu baru ia ajak Mawar Putih lanjutkan perjalanan.

   Saat itu ia tiba didinding batu yang cekung ke dalam.

   Tetapi apa yang dilihatnya dalam ruang itu, membuatnya terkejut sekali! Ruang itu kosong melompong.

   Jong Leng lojin lenyap....

   Rantai besi yang mengikat kaki orang tua itu kutung menjadi dua dan berhamburan di tanah.

   Rupanya telah dipapas dengan pedang pusaka yang amat tajam.

   Disekeliling ruang, tak terdapat djejak yang mencurigakan.

   Siau-liong menimang.

   Menilik rantai besi yang putus itu, kemungkinan besar long Leng lo-jin tentu ditolong orang.

   Tetapi orang tua yang begitu sakti kepandaiannya, pun tak manpu memutuskan rantai borgolannya, lalu siapakah tokoh yang begitu sakti dan memiliki senjata begitu tajam hingga dapat memutuskan rantai borgolan itu? Pikiran Siau-liong melayang lebih jauh.

   Menurut anggapannya, hanya dua orang yang ada kemungkinan telah menolong Jong Leng lojin.

   Kesatu, gurunya sendiri ialah Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-tho.

   Dan yang lain adalah Randa Bu-san....

   Tetapi Siau-liong tetap bersangsi.

   Karena ditilik dari sudut manapun, kedua tokoh itu tak mungkin dapat mengetahui tempat rahasia itu dan menolong Jong Leng lojin! Ah, lalu siapakah orang itu? Tiba-tiba bulu kuduk Siau-liong meremang tegang.

   Ia mencemaskan kemungkinan yang ketiga.

   Jika kedua suami isteri durjana itu dapat memenjarakan Jong Leng lojin disitu, tentulah mereka mampu juga untuk melepaskan orang tua itu.

   Dan kemungkinan itu memang bukan mustahil.

   Untuk menghadapi serangan besar-besaran dari rombongan Ceng Hi totiang kemungkinan Iblis-penakluk-dunia hendak menggunakan orang tua itu untuk menghadapi mereka.

   Menurut perhitungannya saat itu Sudah hampir sejam lamanya barisan pohon Bunga dilanda api.

   Dua jam lagi, setelah api padam, rombongm Ceng Hi totiang tentu akan menyerbu dan tentulah akan terjadi pertempuran yang dahsyat dan mengerikan! Siau-liong makin gelisah tetapi tak dapat menemukan suatu akal.

   Akhirnya ia memutuskan, karena sudah memasuki tempat itu, lebih baik ia mengadakan penyelidikan seluas luasnya.

   Maka ia segera ajak Mawar Putih lanjutkan perjalanan menyusup terowongan dibawah tanah itu.

   Pintu keluar dari terowongan itu.

   sebagian dibuat orang.

   sebagian memang berasal dari gua alam.

   Letaknya persis dimuka Barisan Tujuh Maut.

   Disebelah muka gua yang menjadi pintu keluar dari terowongan dibawah tanah itu, terbentang sebuah dataran yang ditengahnya terdapat sebuah hutan pohon siong.

   Pada saat Siau-liong hendak lanjutkan langkah, tiba-tiba dari arah hutan iiu terdengar suara orang tertawa nyaring.

   Dia tersentak kaget.

   Tak salah lagi, suara tertawa itu adalah tertawa si Iblispenakluk- dunia.

   Cepat Siau-liong mundur kembali.

   Tetapi gerumbul pohon dan semak belukar yang mengaling mulut gua itu sedemikian lebatnya hingga ia tak dapat melihat jelas siapa2 yang keluar dari hutan itu.

   Siau-liong mencari akal.

   Disebelah kiri gua itu terdapat sebuah batu karang yang menjulang tinggi.

   Jika bersembunyi disitu tentulah ia dapat melihat keadaan disekeliling penjuru.

   "Adik Mawar, jagalah mulut terowongan ini. Jika musuh muncul, lekas hubungi aku. Aku hendak meninjau keadaan musuh dari atas karang itu!"

   Ia memberi pesan kepada Mawar Puiih lalu merayap ke atas.

   Setelah mencapai puncak dan memandang ke arah hutan, kejutnya bukan kepalang.

   Dalam hutan itu tampak berpuluh sosok tubuh manusia, bergerak kian kemari.

   Ada lelaki ada pula wanitanya.

   Jumlahnya tak kurang dari seratus orang.

   Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka duduk disebuah tempat yang tinggi.

   Dibelakangnya dijaga oleh sepuluh gadis baju merah.

   Iblis itu tengah mencekal sebatang pedang yang berkilau-kilauan cahayanya.

   Dihadapan iblis Itu tegak berjajar 20 barisan lelaki perempuan yang mengenakan pakaian serba ringkas dan menghunus senjata.

   Disebelah kanan rombongan orang itu, tampak sebuah kereta tetapi belum dirakit dengan kuda.

   Dimuka kereta, dua orang baju hilam berdiri disebelah kanan dan kiri.

   Mereka memegang poros kereta seperti orang yang menarik kereta itu.

   Selain mengenakan baju hitam, pun kedua orang itu juga membungkus kepalanya dengan kain sampai pada lehernya.

   Hanya pada kedua matanya yang diberi lubang.

   Jika pada malam hari, orang tentu mengira mereka adalah setan2 kuburan yang keluyuran keluar.

   Di belakang kereta dikawal oleh dua buah barisan orang baju hitam.

   Tetapi kepalanya tidak dibungkus rapat dengan kain hitam melainkan dengan sutera tipis.

   Setiap barisan terdiri dari lima orang.

   Kereta itu kosong tiada isinya.

   Tetapi menurut dugaan, tentulah disediakan untuk Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka.

   Sesungguhnya yang hendak dicari Siau-liong hanyalah Jong Leng lojin.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Diawasinya dengan penuh perhatian setiap orang dan gerak-gerik mereka.

   Tetapi ia tak melihat kehadiran Jong Leng lojin.

   Tiba-tiba Siau-liong melihat seorang lelaki baju kelabu berlari-larian dari mulut gunung menuju ketempat Iblis - penakluk-dunia.

   Begitu tiba di tepi hutan, orang itu hentikan larinya lalu menghampiri kehadapan Iblis-penakluk-dunia dan memberi hormat.

   "Melaporkan pada bapak pemimpin, barisan pohon Bunga sudah terbakar separoh bagian. Pagar Singa dan Pagar Harimau, telah diledakkan oleh rombongan Ceng Hi totiang. Kawanan binatang disitu mati hangus semua!"

   Seru orang itu. Iblis-penakluk-dunia bukannya terkeiut, kabalikannya malah tertawa mengekeh.

   "Ah, hal itu memang sudah kuperhitungkan...." -ia melirik ke arah isterinya lalu membentak orang itu.

   "Bagaimana dengan tempat!"

   "Empat penjuru lembah, api sudah padam. Sebagian besar dari anak buah Ceng Hi totiang berkumpul diluar barisan pohon Bunga. Rupanya begitu api padam, mereka tentu akan menyerbu!"

   Jawab orang itu. Iblis-penakluk-dunia mendengus.

   "Hm, aku sudah tahu, pergilah!"

   Orang itu menjurah lalu angkat kaki. Sambil mengurut jenggotnya yang menjulai sampai kelutut, Iblis-penakluk-dunia gelengkan kepala dan merenung. Beberapa saat kemudian berkatalah ia kepada isterinya.

   "Setelah pertempuran hari ini, lihat saja siapakah tokoh persilatan yang berani menentang aku lagi!"

   "Tolol! Mereka telah kerahkan sejumlah besar tokoh2 persilatan dan mengumumkan hendak meratakan Lembah Semi ini. Adakah engkau mempunyai keyakinan untuk memenangkan mereka?"

   Sahut Dewi Neraka. Iblis-penakluk-dunia tertawa.

   "Sekalipun mereka benar berjumlah puluban ribu orang, aku tetap dapat membereskan mereka...."

   Kemudian menunjuk pada ke 12 orang baju hitam yang berada dimuka dan belakang Iblis-penakluk-dunia berkata pula dengan beberapa orang itu saja kiranya dapat melayani sepuluh ribu musuh!"

   Siau-liong terkesikap. Dipandangnya kepada orang baju hitam itu tak bergerak seperti patung. Dewi Neraka mendengus lagi;

   "Sekalipun nanti akan menang, tetapi bukan berarti tak ada yang perlu dicemaskan lagi...." -ia menatap wajah suaminya lalu melanjutkan.

   "Paderi Kurus dari gunung Thian-san, Manusia Aneh dan Pak-I-ciang, Sepasang imam dari gunung Bu-san, Empat Seram dari gunung Im-san, kelana dari gunung Hong-san, Randa gunung Bu-san dan masih ada pula Pendekar Laknat...."

   Iblis perempuan itu tak melanjutkan kata-katanya melainkan hanya menghela napas. Semula Iblis-penakluk-dunia tertegun juga tetapi pada lain saat ia tertawa lepas;

   "Jangan kuatir, isteriku. Berkat kepandaian dan kecerdasan kita berdua, adalah semudah orang membalikkan telapak tangannya jika hendak menguasai dunia persilatan!"

   Ia lambaikan tangan dan dua orang tua yang masingmasing berumur 50-an tahun segera maju kehadapannya dan menjurah.

   "Beritahukan kepada anak buah kita di belakang barisan panah. begitu api yang membakar barisan pohon bunga itu padam, mereka suruh lepaskan anah panah!"

   Tukas Iblispenakluk- dunia.

   Kemudian kedua orang itu cepat melakukan perintah.

   tibatiba Iblis-penakluk-dunia berbangkit lalu jalan menghampiri kereta.

   Siau-liong sedang menumpahkan seluruh perhatian untuk mengawasi gerak gerik Iblis-penakluk-dunia dengan anak buahnya.

   Sedemikian asyiknya ia mengikuti mereka sehingga tak ingat akan keadaannya sendiri.

   Tiba-tiba ia mendengar Mawar Putih menjerit kaget.

   Siau-liong terkejut dan berpaling.

   Hai....

   Mawar Putih yang menjaga dimulut gua tadi, ternyata sudah tak tampak disitu.

   "Adik Mawar! Adik Mawar....!"

   Serunya berbisik.

   Tetapi tiada penyahutan sama sekali.

   Cepat Siau-liong meluncur turun dan menghampiri gua.

   Ternyata apa yang dikuatirkan memang benar.

   Ketika tiba dimulut gua.

   sayup2 ia mendengar suara orang tertawa dingin dan pada lain saat muncullah seorang baju merah menyala.

   Ah....

   Poh Ceng-in, nona pemilik Lembah Semi.

   Mata Siau-liong berkunang-kunang dan hampir jatuh.

   Tetapi wanita itu malah tertawa mengejek.

   "Merdu sekali engkau memanggilnya. Sayang ia sekarang sudah tak dapat menyahut lagi!"

   Dada Siau-liong seraya meledak. ingin ia menghancurkannya tetapi dia tahu bahwa hal itu akan membawa akibat pada dirinya sendiri. Terpaksa ia menahan kemarahan dan berseru agak ketus.

   "Engkau apakan dia!"

   Poh Ceng-in tertawa dingin.

   "Lihatlah sendiri kesini....!" -ia berputar diri dan berseru ke arah terowongan.

   "Suheng, bawalah ia keluar!"

   Siau-liong buru-buru menghampiri dan memandang ke dalam mulut gua.

   Dilihatnya Mawar Putih berdiri beberapa langkah dalam mulut gua tetapi punggung dan mulutnya didekap oleh seorang aneh yang bertubuh amat kurus sekali.

   Sekurus manusia yang tinggal tulang berbungkus kulit.

   Dan orang itu bukan lain adalah Soh-beng Ki-su! Marah Siau-liong bukan kepalang.

   Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam dan maju hendak menerjang.

   Tetapi Soh-beng Ki-su tertawa sinis.

   "Budak, jika engkau berani maju, budak perempuan ini akan kujadikan mayat hidup dengan ilmu tenaga sakti Pekkut- kang!"

   Serunya mengancam. Sekalipun Siau-liong mampu menghadapi 10 Soh-beng Kisu, tetapi karena Mawar Putih berada ditangan pertapa itu, terpaksa ia tak berani lanjutkan tindakannya.

   "Hm, kiranya engkau seorang pemuda hidung belang."

   Seru Poh Ceng-in' "siapakah dia?"

   Karena marahnya, gigi Siau-liong sampai bercaterukan, sahutnya getus.

   "Tak perlu engkau tanya!"

   "jangan lupa, engkau dan aku sehidup semati...."

   Siau-liong marah dan mengkal. Melirik ke arah rombongan Iblis-penakluk-dunia yang berada dalam hutan, ia membentak wanita itu.

   "Sekali telah kululuskan janji untuk mati bersama setahun nanti, tentu akan kulaksanakan!"

   "Tetapi engkau sudah berjanji dalam setahun ini takkan bergaul dengan perempuan lain!"

   Tukas Poh Ceng-in.

   Sekali tak dapat berkutik karena ditutuk jalan darahnya oleh Soh-beng Ki-su, tetapi Mawar Putih dapat mendengar pembicaraan Siau-liong dengan wanita baju merah itu dengan jelas.

   Ia deliki mata kepada Siau-liong lalu meronta sekuat tenaganya untuk melepaskan mulutnya dari dekapan tangan Soh-beng Ki-Su, lalu berteriak.

   "Siau-liong, engkau...."

   Tetapi belum sempat dara itu berteriak, punggungnya telah ditutuk oleh Soh-beng Ki-su. Hati Siau-liong seperti disayat. Untuk kedua kali ia nekad hendak menerjang lagi. Tetapi dibentak Poh Ceng-in.

   "Diam!"

   Dengan mata berkilat buas, Soh-beng Ki-su lekatkan tangan kiri kepunggung Mawar Putih, sedang tangan kanan ditebarkan mencengkeram dada dara itu.

   Rupanya ia hendak melaksanakan rencana ganas.

   Siau-liong menghela napas dan palingkan muka.

   Terdengar Poh Ceng-in tertawa dingin, berkata kepada Soh-beng Ki-su.

   "Suheng, bawalah pergi budak perempuan itu....!" -kemudian menuding Siau-liong ia berseru.

   "

   Dia mempunyai peta terperinci dari keadaan Lembah Semi. Engkau harus mencari tempat lain yang sukar dicari."

   Soh-beng Ki-su kerutkan dahi, ujarnya.

   "Budak itu hebat sekali, sumoay engkau...."

   Poh Ceng-in tertawa mengekeh.

   "Tak peduli dia bagaimana saktinya tetapi tak mungkia dia berani membunuh diriku. dan tak mungkin akan membunuhku,"

   Soh-beng Ki-su tertawa menyeringai.

   Memanggul Mawar Putih, ia terus menyusup ke dalam terowongan.

   Dapat dibayangkan betapa perih dan pedih hati Siau-liong melihat Mawar Putih dibawa Soh-beng Ki-su tanpa ia mampu memberi pertolongan.

   Darahnya bergolak keras, hingga hampir saja ia pingsan.

   Setelah Soh-beng Ki-su pergi, barulah Poh Ceng-in menghampiri kemuka Siau-liong, katanya.

   "Yang salah adalah engkau sendiri, jangan sesalkan aku berhati kejam.... kini hanya tinggal dua pilihan...."

   Siau-liong memandang lekat kewajah wanita pemilik lembah itu tetapi tak berkata apa2. Dipandang begitu rupa oleh Siau-liong, bingung juga wanita itu. Ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan pemuda itu.

   "Jika engkau mau segera menjadi suami isteri dengan aku, akan kubiarkan engkau sendiri yang melepaskan budak perempuan iiu. Kalau tidak, kita bertiga akan segera mati bersama!"

   Siau-liong tak mengacuhkan kata2 wanita itu. Ia tetap tegak termangu-mangu memandangnya. Tiba-tiba wajahnya berobah.

   "Apakah benar racun Jong-tok yang engkau berikan kepadaku itu tiada obatnya lagi?"

   Tanyanya.

   "Tidak ada!"

   Sahut Poh Ceng-in,"

   Sekalipun engkau makan obat dewa, juga tak berguna!"

   Dengan wajah beku, Siau-liong maju selangkah, serunya dengan nada sarat.

   "Jika aku tak tahan lagi dan memukulmu mati, lalu kuminum darahmu atau menggunakan darah anjing hitam mulus untuk pengantar, mengorek hatimu lalu kumakan, entah bagaimanakah akibatnya?"

   Seketika pucatlah wajah Poh Ceng-in sehingga ia teihuyung-huyung mundur dan berseru dengan nada gemetar.

   "Engkau dengar dari siapa cara itu.... oh, engkau kejam sekali.... engkau hendak membunuh aku agar dapat menolong budak perempuan itu lalu engkau menikah dengannya, engkau...."

   Siau-liong menghela napas.

   "Sayang, aku tak berhati buas seperti engkau. Mungkin sukar melakukan hal semacam itu, Hanya...."

   Siau-liong berhenti sejenak, sekali gerak cepat ia menutuk jalan darah dibahu kanan Poh Ceng-in.

   Tepat pada saat itu, dari bejauhan tampak tiga larik sinar api yang cepat sekali mendekati.

   Dan dari arah hutan terdengarlah Iblis-penakluk-dunia berteriak keras dan serempak terdengarlah suara kereta berjalan berderak-derak.

   Kereta yang dikawal oleh barisan orang hitam itu segera berjalan menuju keluar mulut gunung.

   Siau-liong terkejut.

   Diperhitungkannya saat itu api yang membakar barisan pohon Bunga masih sejam lamanya.

   Tetapi mengapa anak buah Lembah Semi sudah memberi pertandaan lebih dulu.

   Tetapi dia tak sempat berpikir lagi.

   Sambil mencengkeram bahu Poh Ceng-in, ia segera menyusup ke dalam terowongan.

   Sekalipun ia faham akan jalan terowongan dan berjalan secepat lari, tetapi ia harus menggunakan waktu setengah jam juga baru dapat menyusur keluar dari terowongan.

   Selekas keluar, cepat ia lari ke arah barisan pohon Bunga.

   Sayup2 ia mendengar suara jeritan ngeri dari suatu pertempuran dahsyat.

   Memandang kemuka, tampak barisan pohon Bunga yang penuh asap tebal itu diserbu oleb berpuluh-puluh sosok tubuh manusia.

   Siau-liong arahkan larinya kesana.

   Tiba-tiba beberapa belas orang bersenjata, menghadang jalan.

   Mereka terdiri dari kaum imam dan orang biasa Kepalanya seorang imam mencekal sebatang golok kwat-to, tanpa berkata apa2 terus menyerang Siau-liong.

   Siau-liong terkejut dan cepat loncat kesamping seraya membentak.

   "Hai, apakah tak kenal padaku!"

   Tebasannya luput, imam itu maju membabat pinggang Siau-liong seraya menghardik.

   "Budak keparat, aku tak kenal padamu!"

   Melihat pemimpinnya menyerang, anak buahnya pun segera ikut menyerang Siau-liong.

   Siau-liong terkejut.

   
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Saat itu baru ia teringat kalau tak menyamar sebagai Pendekar Laknat.

   Apa boleh buat, terpaksa ia harus menghadapi mereka.

   Sambil menyikap Poh Ceng -in dibawah ketiak, Siau-liong tak mau balas menyerang, melainkan berloncatan menghindar serangan mereka.

   Sambil menghindar, berulang kali ia berteriak.

   "Berhenti dulu! Aku membawa Surat Jalan dari Ceng Hi totiang!"

   Mendengar itu, imam yang menjadi pemimpin rombongan penghadang itu segera membentaknya.

   "Kalau membawa surat jalan, mengapa dari tadi tak lekas mengeluarkan!"

   Rombongan penyerang itupun hentikan serangannya.

   Namun masih mengepung Siau-liong.

   Pemuda itu buru-buru merogoh bajunya.

   Tetapi yang diketemukan hanya peta pemberian Jong Leng lojin.

   Buru-buru ia masukan lagi.

   Lalu merogoh saku.

   Tetapi yang diketemukan hanyalah beberapa butir pil pemberian Poh Ceng-in.

   Sudah tentu Siau-liong gugup tak keruan.

   Kemanakah gerangan perginya Surat Jalan itu? Merenung sejenak, barulah ia teringat kalau Surat Jalan itu disimpannya dalam baju Pendekar Laknat.

   Tetapi baju Pendekar Laknat itu sudah dilipat dan dililitkan pada pinggang.

   Jika mengambil dan membuka pakaian itu tentulah diketahui orang.

   Berarti juga, rahasianya tentu bocor.

   Ah....

   Siau-liong benar-benar bingung.

   Apalagi saat itu di dalam barisan pohon Bunga sudah berlangsung pertempuran dahsyat.

   Jika rombongan Ceng Hi totiang sampai menderita kekalahan, bukankah ia ikut bertanggung jawab karena tak dapat membantu mereka? "Dari partai manakah suhu ini?"

   Segera ia bertanya kepada imam itu. Imam bersenjata golok kwat-to mendengus dingin.

   "Akulah yang seharusnya bertanya begitu kepadamu!"

   Siau-liong paksakan tertawa.

   "Aku bernama Kongsun Liong, juga hendak membantu gerakan Ceng Hi totiang untuk membasmi kedua suami isteri durjana itu. Tentang Surat Jalan.... mungkin karena terburu-buru, telah hilang dijalan!"

   Ternyata imam itu tak pernah mendengar nama Kongsun Liong. Dengan mata berkilat-kilat ia membentak.

   "Jangan coba mengelabuhi orang! Ceng Hi totiang sudah mengeluarkan perintah. Barang siapa yang tak membawa Surat Jalan, harus diperlakukan sama seperti anak buah Lembah Semi...."

   Kemudian mata imam itu memandang ke arah Poh Ceng-in Ialu berkata.

   "Jika engkau masih ingin hidup, beritahukan siapa dirimu sebenarnya!"

   Pada saat Siau-liong mencari Surat Jalan tadi, terpaksa ia letakkan tubuh Poh Ceng-in di tanah.

   Belasan orang yang mengepungnya itu segera lekatkan ujung pedang keseluruh jalan darah disekujur tubuh kedua anak muda itu.

   Semula hal itu tak diacuhkan Siau-liong.

   Pikirnya, begitu mengambil keluar Surat Jalan, segalanya tentu beres.

   Tak kira kalau Surat Jalan itu disimpan dalam baju Pendekar Laknat.

   Dalam gugup terpaksa ia berseru nyaring.

   "Aku adalah murid pewaris dari Pengemis Tengkorak Song Thai-kun dan kini diangkat menjadi ketua Kay-pang. Jika taysu tak percaya silahkan suruh memanggil murid Kay-pang untuk dipadu!"

   Imam itu tertawa memanjang. Kemudian bertanya kepada rombongan.

   "Adakah salah seorang dan saudara yang kenal akan Cousu-ya bayi ini."

   Sekalian orang tertawa gelak2;

   "Jangan dengarkan ocehannya! Anak umur 3 tahun pun takkan percaya!"

   "Tuh dengarlah! Jangan lagi tiada seorang pun yang percaya omonganmu. Sekalipun ada yang percaya. pun sukar untuk mencari anak murid Kay-pang yang saat ini sedang ikut Ceng Hi totiang menyerbu ke dalam Lembah Semi...."

   Imam itu berhenti sejenak lalu berkata pula.

   "Terpaksa engkau harus kita tahan. Nanti setelah Lembah Semi beres, dan ternyata engkau memang bukan anak buah Iblis penakluk-dunia, barulah dapat kami lepaskan."

   "Ikat dia dan perempuan baju merah lalu bawa ke markas depan!"

   Imam itu memberi perintah.

   Selagi imam itu bicara, diam-diam Siau-liong mencari lirik kesekeliling penjuru.

   Dilihatnya pada setiap puncak pohon dan belakang batu terdapat orang yang siap dengan senjata panah.

   Diam-diam ia memuji akan kelihayan Ceng Hi totiang mengatur barisan untuk mengepung musuh.

   Bukannya ia takut akan balasan orang yang mengepungnya itu tetapi ia menyadari bahwa dalam pertempuran, tentu ada korban yang jatuh.

   Disamping itu sukar dicegah kemungkinan Poh Ceng-in akan terluka bahkan bisa mati.

   Kalau wanita itu mati, bukankah ia juga akan ikut mati....

   Siau-liong termenung gelisah.

   Tiba-tiba seorang paderi berkepala dan telinga besar, menutuk dada Siau-liong.

   Ia yakin karena Siau-liong sudah tak berdaya, tentu mudah untuk ditutuk jalan darahnya.

   Tetapi alangkah kejutnya ketika belum lagi jarinya menyentuh dada Siau-liong, paderi itu sudah menjerit ngeri dan terhuyung-huyung mundur lima enam langkah.

   la rasakan jarinya seperti terbakar api panas.

   Kawan-kawannya tersentak kaget.

   Tetapi karena peristiwa itu berlangsung cepat dan mendadak sekali, mereka tak tahu apa sebab paderi itu sampai pontang panting begitu macam! Imam yang menjadi kepala rombongan pun tak tahu peristiwa itu.

   Tetapi ia seorang yang banyak pengalaman.

   Ia duga Siau-liong tentu memiliki kepandaian tinggi.

   Maka cepat ia memberi perintah untuk menyerang pemuda itu.

   Bahkan dia sudah mendahului untuk menebas dengan goloknya.

   Melihat sikap keras kepala dari rombongan itu, terpaksa Siau-liong melayani juga.

   Sebelumnya ia memang sudah menjaga setiap kemungkinan.

   Setelah mengundurkan paderi tadi, diam-diam ia salurkan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang ketangannya.

   Begitu belasan orang itu menyerbu, ia pun cepat tamparkan kedua tangannya.

   Pemimpin dan anggauta rombongan itu memang tak memandang mata kepada Siau -iong.

   Tetapi alangkah kejut mereka ketika tamparan tangan pemuda itu menghamburkan tenaga dahsyat yang panas.

   Beberapa jeritan ngeri terdengar dan empat orang telah terlempar menyusur tanah....

   Untunglah rombongan pengroyok itu tak punya akal untuk menyerang Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah.

   Andaikata mereka bertindak begitu, tentu Siau-liong sudah mati kutu.

   Setelah berhasil mengacau-balaukan musuh, dengan menggembor keras, Siau-liong menyambar tubuh Poh Cengin.

   Rencananya hendak dibawa lari menerjaug mereka.

   Tetapi pada saat itu, serangkum angin tajam menyambar punggunguya.

   Terpaksa ia lepaskan tubuh Poh Ceng-in dan terus berputar diri untuk menghalau penyerangnya.

   Imam kepala rombongan itu ternyata memang hebat.

   Walaupun sudah dipukul mundur oleh Siau-liong, tetapi ia tetap maju menyerang lagi.

   Siau-liong mendongkol sekali.

   Setelah mendoroog golok kesisih, dengan kerahkan tenaga-sakti Bu-kek-sin-kang ia hendak menghantamnya.

   Imam itu ternyata murid dari Go-bi-pay.

   Walaupun kepandaiannya tak lemah tetapi tak mungkin ia dapat menerima pukulan Bu-kek-sin-kang.

   Dia pasti hancur binasa apabila Siau-liong gerakkan tangannya.

   Pada saat Siau-liong sudah hendak ayunkan tangannya, tiba-tiba terdengar suara orang membentak.

   "Berhenti."

   Nada orang itu amat berwibawa.

   Apalagi Siau-liong memang tak bermaksud hendak melukai orang.

   Maka cepat2 ia menarik kembali pukulannya.

   Ketika sekalian orang mencari siapa yang berseru itu tibatiba dari puncak sebatang pohon, melayang turun sesosok tubuh yang kurus.

   Begitu kurus sehingga seperti daun yang melayang ke tanah.

   Pada saat tiba di tanah barulah dapat diketahui bahwa orang itu ternyata seorang paderi bertubuh kurus kering.

   Boleh dikata hanya sesosok kerangka tulang terbungkus kulit....

   Tetapi sepasang matanya memancarkan sinar berapiapi, mengandung perbawa yang memaksa orang menaruh keseganan.

   "Ah...."

   Imam pemimpin rombongan tadi mendesus pelahan dan buru-buru merangkap kedua tangan, menyebut "Omitohud"

   Lalu memberi hormat kepada paderi kurus itu dengan khidmat.

   "Murid Li Hun menghaturkan hormat atas kehadiran Seng-ceng!"

   Paderi kurus itu tersenyum;

   "Telah kupesatkan jalanku tetapi tetap terlambat sedikit...."

   Sambil memandang ke arah barisan pohon Bunga, ia bertanya pula. ,,Apakah pertempuran sudah berjalan lama?"

   Imam kepala rombongan yang menyebut namanya Li Hun itu buru-buru menyahut.

   "Baru beberapa saat saja."

   Paderi tua kurus itu mengangguk lalu memandang Siauliong dan Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah. Tampak wajahnya mengerut cemas. Buru-buru Li Hun melangkah kehadapan paderi tua kurus itu, katanya.

   "Budak ini telah keluar dari Lembah Semi sambil membawa wanita baju merah itu. Enlah apa maksudnya. Tetapi jelas tentu anak buah Iblis-penakluk-dunia. Murid telah mendapat perintah dari Ceng Hi totiang supaya mengatakan tempat ini, karena itu...."

   "Biarlah kutanyainya,"

   Tukas paderi kurus itu.

   Li Hun mengiakan, lalu memberi isyarat supaya rombongan yang mengepung itu mundur.

   Siau-liong tertegun memandang paderi kurus itu.

   Diamdiam ia heran mengapa imam tadi begitu menghormat sekali kepada paderi itu.

   Pula cara paderi itu muncul memang menunjukan seorang yang sakti.

   Dan mendengar penibicaraan mereka tadi, rupanya paderi kurus itu datang dari jauh.

   Siau-liong tak tahu siapa paderi kurus itu.

   Pikirnya, lebih baik ia tinggalkan tempat itu saja agar jangan terlambat waktunya.

   Maka ia mundur dua langkah dan hendak mengangkat tubuh Poh Ceng-in.

   "Ah, jangan begitu tegang,"

   Tiba-tiba paderi kurus itu berseru dengan tersenyum;

   "sekalipun engkau berada satu tombak jauhnya dari tempatku, tetapi rasanya sukar kalau engkau hendak meloloskan diri...."

   Nadanya angkuh, jelas tak memandang mata pada Siauliong. Siau-liong tertegun dan terpaksa batalkan rencananya.

   "Kenalkah engkau padaku?"

   Tegur paderi kurus itu pula. Siau-liong tak kenal siapa paderi itu. Tetapi menilik dia datang hendak membantu rombongan Ceng Hi totiang, ia duga paderi itu tentu Seorang cianpwe dari sebuah partai persilatan. Maka cepat ia memberi hormat. menjawab.

   "Justeru aku hendak mohon tanya gelaran mulia dari losiansu."

   "Aku Liau Hoan, selama ini mengasingkan diri digunung Thian-san...."

   Kata paderi itu dengan nada yang penuh welas asih.

   "memang tak dapat dipersalahkan kalau engkau tak kenal padaku, Menurut perhitungan, aku sudah 40 tahun tak pernah menginjak dunia persilatan lagi. Dan umurmu itu tentu belum seberapa...."

   Siau-liong terkesiap.

   Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sudah berulang kali ia mendengar orang mengatakan tentang paderi Liau Hoan dari gunung Thian-san itu.

   Setitik pun ia tak kira bahwa paderi yang termasyhur itu ternyata paderi bertubuh kurus yang berdiri dihadapannya saat itu.

   Ah, gelar Paderi Kurus yang diberikan kepadanya, ternyata memang tak salah.

   Beberapa saat Siau-liong tertegun gelisah.

   Suara teriak jeritan dari barisan pohon Bunga, makin lama makin keras dan gencar.

   Walaupun belum mengetahui siapa yang menang, tetapi ia tetap teringat akan surat peringatan yang diberikan Kongsun Sin-tho itu....

   Jika berlangsung makin lama, akibatnya tentu makin runyam.

   Ia pikir, paderi kurus Liau Hoan itu tentu akan percaya akan keterangan imam Li Hun, yang mengatakan dirinya (Siau-liong) seorang-anak buah Iblis-penakluk-dunia.

   Ah, jika ia menempur paderi kurus itu, tentu akan memakan waktu dan tenaga.

   Dan kemungkinan bahkan akan menderita luka.

   "Usiamu masih muda dan wajahmu juga tak sembarangan tetapi mengapa rela menjadi kaki tangan kedua suami isteri durjana itu?"

   Tegur paderi Liau Hoan. Buru-buru Siau-liong membantah.

   "Hal itu sama sekali tidak benar, aku...."

   "Bukankah engkau habis keluar dari Lembah Semi?"

   Cepat paderi itu menukas. Terpaksa Siau-liong menyahut.

   "Benar, tetapi...."

   Sambil kebutkan lengan jubahnya. Liau Hoan berkata.

   "Sudahlah, tak perlu membantah...."

   Kemudian menunjuk pada Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah, paderi itu berkata pula.

   "Apakah wanita itu engkau bawa dari Lembah Semi?"

   "Benar, tetapi...."

   Wajah Liau Hoan mengerut gelap, bentaknya.

   "Apakah hidupku begini tua hanya hidup perc-ma saja! Apakah perlu engkau jelaskan baru aku dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya....?"

   Mau tak mau Siau-liong mendidih juga darahnya karena di bentak2 itu. ia pun menyahut dengan suara lantang.

   "Jika tak kuterangkan. bagaimana lo-siansu dapat mengetahui persoalannya yang berliku-liku itu...."

   "Tutup mulutmu!"

   Bentak Liau Hoan marah. Lengan jubah paderi itu diangkat ke atas, seperti hendak menyerang. Sudah tentu Siau-liong terkejut dan buru-buru bersiap-siap. Tiba-tiba Liau Hoau tertawa;

   "Anak muda, engkau murid Iblis-penakluk-dunia atau bukan, tetapi aku akan memberimu kesempatan untuk menyerang aku sampai 30 jurus. Jika dalam 30 jurus itu engkau sanggup mengundurkan aku satu langkah saja, aku segera tinggalkan tempat ini!"

   Seru paderi kurus itu. Siau-liong tertawa dingin.

   "Kaki dan tangan tak bermata. Jika berkelahi tentu takkan terhindari dari hal2 yang menimbulkan derita luka!"

   "Dalam 30 jurus aku takkan balas menyerang! Silahkan engkau menyerang sesukamu saja!"

   Bentak paderi itu. Siau-liong anggap paderi kurus itu juga manusia yang membawa kemauan sendiri dan angkuh sekali. Diam-diam ia menimang.

   "Jangan lagi 3o jurus, dalam 3 jurus saja jika tak mampu mengudurkan engkau, aku pun takkan muncul dalam dunia persilatan lagi!"

   Maka menyahutlah ia dengan lantang.

   "Karena lo-cianpyye yang memerintah, akupun terpaksa menurut saja. Silahkan locianpwe bersiap!"

   Habis berkata ia terus mengangkat tangan kanan lalu ditamparkan dengan jurus.

   Menurut-aliran-air-mendorongsampan, kedada Liau Hoan.

   Paderi itu tegak diam.

   Sepasang tangan dirangkapkan kemuka dada.

   Tiba-tiba serangkum suara lembut seperti kapas memancar dari tangannya, menghapus tenaga pukulan Siauliong, seraya tertawa hambar.

   "Pukulan semacam itu, banyak terdapat dipasar persilatan!"

   Siau-liong tak mau menyahut melainkan lepaskan lagi sebuah pukulan Tay-lo-kim-kang ke arah kepala paderi itu.

   Liau Hoan agak terkejut.

   Cepat ia dorongkan kedua tangannya kesamping untuk 'menarik' tenaga pukulan Siauliong kesamping.

   Kedua bahunya pun ikut condong kesamping tetapi secepat itu berayun kemuka lagi.

   Sepasang kakinya tetap tak berkisar sedikitpun jua.

   Tetapi mau tak mau wajah paderi itu berobah, kaget, serunya.

   "Pukulan Thay-siang-ciang! Adakah engkau benarbenar...."

   Tetapi tiba-tiba ia hentikan kata2nya dan berganti dengan sebuah bentakan yang bengis "Masih ada 28 jurus, lekas teruskan seranganmu!"

   Diam-diam Siau-liong terkesiap dalam hati.

   Apa yang disohorkan orang ternyata benar.

   Kepandaian Liau Hoan memang hebat sekali.

   Sekali lawan bergerak, segera ia dapat mengetahui nama jurus dan alirannya.

   Semula Siau-liong mengira dalam 3 jurus,ia tentu dapat mengalahkan paderi itu dengan pukulan Thay-siang-ciang yang dilambari tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.

   Tetapi apa yang disaksikan, benar-benar membuatnya termangu-mangu.

   Rupanya Liau Hoan tak sabar, ia membentak dengan nyaring;

   "Lekas serang!"

   Sejenak merenung, Siau-liong tiba-tiba lempangkan tangan kanan mendorong lurus kemuka.

   Gerakan itu memang aneh.

   Meninju bukan, tamparan pun bukan.

   Dan lagi gerakannya amat pelahan sekali.

   Liau Hoan kerutkan alis.

   Sesaat ia tak tahu jurus apakah yang sedang dimainkan anak muda itu.

   Ternyata jurus yang digunakan Siau-liong itu disebut Sebatang-tonggak-menyanggah-langit.

   Salah sebuah jurus dari apa yang disebut Satu pukulan-Tiga tamparan-Empat tutukan.

   ialah pelajaran yang termasuk dalam kitap pusaka Thian-kong-sin-kang.

   Jurus itu mengandung perobahan yang rumit sekali.

   Oleh karena Siau-liong baru saja satu kali melatih pelajaran itu dan tak memiliki latihan dasar dari tenaga dalam Thian-kong-sinkang.

   maka ia tak dapat menggunakannya dengan tepat.

   Namun karena Liau Hoan sudah berjanji tak balas menyerang, maka timbullah keinginan Siau-liong untuk mencoba pelajaran itu.

   Maka tanpa menghiraukan adakah latihannya sudah sesuai atau belum, ia segera menggunakan jurus itu.

   Sambil lepaskan pukulan, diam-diam Siau-liong menumpahkan pikirannya untuk menghafalkan gerak perobahan selanjutnya.

   Oleh karena itu maka gerakannyapun dilakukan dengan pelahan.

   Liau Hoan kaget dan meragu.

   Pukulan Siau-liong dengan ilmu Thay-siang-ciang tadi, sudah membuatnya tak berani memandang rendah pada anak muda itu lagi.

   Sepintas pandang pukulan anak itu memang tak berharga dan lambat sekali.

   Tetapi anehnya, Liau Hoan benar-benar tak tahu ilmu apakah pukulan Siau-liong itu.

   Maka ia terpaksa diam-diam kerahkan semangat dan tenaga dalam untuk bersiap-siap.

   Pada saat tangan Siau-liong mendorong lurus sekonyongkonyong ia menggembor keras dan tiba-tiba tangan anak itu bergerak cepat sekali.

   Tahu2 dada Liau Hoan termakan tinju....

   "Hai....!"

   Mulut paderi kurus itu menjerit aneh dan tubuhnya menyurut mundur selangkah.

   Imam Li Hun dan anak buahnya terkejut menyaksikan peritiwa itu.

   Mereka terkesiap memandang Siau-liong.

   Liau Hoan tak menderita luka berat.

   Ia menatap Siau-liong sambil mengusap keningnya lalu tundukkan kepala merenung.

   


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Telapak Emas Beracun -- Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long

Cari Blog Ini