Pendekar Laknat 9
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong Bagian 9
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya dari S D Liong
Siau-liong sendiri juga termangu-mangu.
Ia tak menyangka bahwa pelajaran yang masih setengah matang itu ternyata mempunyai perbawa yang sedemikian hebatnya.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan keras.
Siau-liong terkejut.
Memandang ke arah barisan pohon Bunga.
ternyata tempat itu penuh dengan gulung asap tebal yang membubung ke udara.
Suara itu tentulah berasal dari gerakan rombongan Ceng Hi totiang yang tengah meledakkan semua alat rahasia dan rintangan dalam lembah.
Tetapi alangkah kejutnya ketika berpaling, ternyata Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah tadi sudah lenyap.
Dilihatnya imam Li Hun dan anak buahnya sedang memandang dirinya seraya pelahan-lahan menyurut mundur.
Segera ia menduga, tentulah mereka yang melarikan Poh Ceng-in.
Kemudian mata Siau-liong beralih memandang ke arah barisan pohon Bunga.
Tanpa banyak pikir lagi, ia terus gunakan gerak loncat Naga-berputar-18-kali, melesat ke arah barisan pohon Bunga.
Setelah merenung beberapa saat, tiba-tiba Liau Hoan tersadar dan berseru pelahan.
"Thian-kong-sin-kang! Tentulah ilmu sakti Thian-kong-sin-kang....!"
Memandang ke muka, ternyata Siau liong sudah lari.
Paderi itu menggembor keras lalu loncat mengejar.
Gerak Naga-berputar-18-lingkaran dari Siau-liong telah mencapai tataran yang tinggi.
Dalam dua gerak loncatan saja, ia sudah mencapai belasan tombak jauhnya.
Ketika masih melayang di udara, tiba-tiba ia memperoleh akal.
Cepat ia meluncur ke arah sebuah semak yang tinggi, terus berganti pakaian sebagai Pendekar Laknat.
Tepat pada saat ia selesai menyamar sebagai Pendekar Laknat, paderi Liau Hoan pun tiba.
Bagaikan seorang gila, paderi itu memandang ke sekeliling penjuru seraya tak hentihentinya mengingau seorang diri.
"Thian-kong sin-kang! Tentulah ilmu sakti Thian-kong-sin-kang....!"
Paderi itu melihat juga pada Siau-liong.
Tetapi karena saat itu Siau-liong sudah berganti dandanan sebagai Pendekar Laknat maka Liau Hoan hanya memandangnya dengan tawar terus menyusup ke dalam gerumbul untuk mencari pemuda tadi.
Siau-liong tertawa dingin.
Dia tak mau menghiraukan paderi kurus itu melainkan terus melesat ke arah barisan pohon Bunga.
Dalam sekejab mata ia sudah berada di tengah puing barisan pohon Bunga.
Saat itu suara teriakan, tidaklah sengeri tadi.
Dan yang tampak hanya berpuluh-puluh jago silat tengah lari kian kemari.
Entah apa yang terjadi dengan pertempuran di sebelah muka.
Juga kereta yang dinaiki Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka tak tampak bayangannya.
Siau-liong menerjang di antara orang2 itu, melintas ke muka Karena sudah menerima penerangan dari Ceng Hi totiang, maka rombongan jago2 silat itu sama menyisih untuk memberi jalan kepada Pendekar Laknat.
Tampak ketua Siau-lim-si Ti Gong taysu dengan 20-an paderi lari menghampiri.
Ketua Siau-lim-si itu agak tertegun ketika melihat Pendekar Laknat Siau-liong.
Buru-buru ia memberi hormat dan berseru nyaring.
"Pendekar Laknak...."
"Di mana Ceng Hi totiang dan rombongannya?"
Seru Siauliong tegang. Sambil menunjuk ke arah lembah, ketua Siau lim-si itu berseru.
"Masih memimpin rombongan orang gagah bertempur dengan kedua, durjana. Tetapi gelagatnya tidak menguntungkan fihak kita, kedatangan saudara sungguh kebetulan sekali...."
Berhenti sejenak ketua Siau-lim-si itu berkata pula.
"Tadi menerima laporan bahwa ada kaki tangan musuh yang keluar dari terowongan rahasia. Maka aku mendapat perintah untuk menangkapnya!"
Habis berkata, ia memberi salam terus lanjutkan perjalanan lagi.
"Ti Gong taysu....!"
Cepat Siau-liong maju selangkah meneriakinya. Ketua Siau-lim-si itu berhenti dan berpaling.
"Saudara mempunyai keperluan apa?"
Sejak ditolong dari Lembah Maut, ketua Siau-lim-si itu bersikap baik kepada Pendekar Laknat.
"Cousu-ya dari Kay-pang yakni Kongsun Liong seorang diri menyelundup ke dalam Lembah Semi dan berhasil menangkap seorang wanita siluman baju merah, tetapi...." ditatapnya wajah paderi itu lalu berkata pula.
"Kabarnya pada waktu dia ke luar dari Lembah, telah salah faham dengan beberapa rombongan paderi yang bertugas disitu. Wanita baju merah itu disembunyikan oleh rombongan paderi.... ah, wanita baju merah itu penting sekali. Dapatkah aku minta tolong pada taysu untuk memintakan wanita baju merah itu dan serahkan padaku? "
Ti Gong menatap wajah Siau-liong, tanyanya.
"Entah rombongan paderi dari fihak manakah yang menawan wanita itu? Dan lalu kemana saja perginya ketua Kay pang itu?"
"Yang kuketahui nama dari kepala rombongan itu adalah paderi Li Hun!"
Tay Gong merenung sejenak lalu berkata.
"Li Hun adalah paderi Go-bi-pay! Baiklah, permintaan saudara pasti akan kulaksanakan...."
Habis berkata ketua Siau-lim-si itu terus bergegas melangkah pergi dengan rombongannya.
Siau-lim-si pun lanjutkan langkahnya ke arah lembah.
Barisan pohon Bunga yang lebat, kini hanya tinggal tumpukan puing yang asapnya masih bergulung-gulung tebal, Di sana sini bertebaran mayat manusia dengan tubuh yang mengerikan dan terbakar.
Dan mayat berhamburan kemanamana.
Menilik keadaannya, pertempuran itu belum berselang berapa lama.
Pekik jeritan tak terdengar lagi.
Binatang2 buas dan ular beracun serta alat-alat perangkap rahasia dari Lembah Semi, boleh dikata sudah hancur berantakan.
Tetapi Ceng Hi totiang pun harus membayar mahal dengan korban2 rombongan orang gagah yang banyak berjatuhan.
untuk penghancuran itu.
Saat itu menjelang petang hari.
Rombongan Ceng Hi totiang tengah menggempur pertahanan di belakang lembah yang dijaga oleh suami isteri Iblis-penakluk-dunia.
Masuk dari jalan yang dipertahankan Iblis-penakluk-dunia itu, akan mencapai pusat lembah.
Bangunan betingkat dari lembah itu, tampak menjulang jauh dimuka.
Siau-liong maju lagi.
Dilihatnya Ceng Hi to-tiang sedang memimpin rombongan untuk menyerbu pos jalanan itu.
Jalan itu berbentuk seperti sebuah pintu dari sebuah kota.
Tetapi terbuat dari pada batu alam.
Hanya cukup dilewati beberapa orang.
Dari tempatnya, Siau-liong dapat melihat bahwa di dalam jalan mulut jalan itu, Iblis-penakluk-dunia dan rombongannya tak kelihatan.
Rupanya mereka sudah mengundurkan diri.
Keadaan didepan mata sudah jelas.
Ceng Hi totiang dan rombongannya sudah bertekad untuk membobolkan setiap rintangan.
Jika dapat, membasmi kedua suami isteri durjana.
Jika gagal, sekurang-kurangnya dapat menghancurkan sarang Lembah Semi.
Teringat akan surat peringatan dari gurunya (tabib sakti Kongsun Sin-tho),makin gelisah.
Tetapi jika menasehati Ceng Hi totiang supaya menarik mundur rombongannya, jelas tak mungkin.
Ceng Hi totiang segera mendapat laporan tentang kedatangan Pendekar Laknat.
Cepat tokoh tua itu menyambutnya;
"Ah, kedatangan saudara sungguh kebetulan sekali...."
Memandang kemuka, Siau-liong dapatkan Ceng Hi totiang dikawal oleh berpuluh orang, paderi, imam dan beberapa tokoh2 persilatan segala aliran.
Antara lain Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari Kong-tong-pay, ketua Kay-pang To Kiukong serta kepala Rimba Hijau daerah selatan yakni setinggi besar Lu Bu-ki.
Dan masih ada lain-lainnya yang Siau-liong tak kenal.
Atas penyambutan Ceng Hi totiang.
buru-buru Siau-liong balas memberi hormat;
"Karena ada sedikit urusan maka sampai terlambat datang, maaf, maaf...."
Diam-diam Siau-liong heran.
Kalau Ceng Hi totiang dan rombongannya sudah memutuskan untuk menyerbu lembah, mengapa mereka masih berada dimulut jalanan yang tiada dijaga musuh situ?.
Menurut peta dari Jong Leng lojin, pada mulut jalanan itu tak terdapat alat-alat rahasia yang berbahaya.
Karena alat-alat dan perkakas2 rahasia itu kebanyakan dipasang dalam barisan Tujuh Maut.
Jika Iblis-penakluk-dunia tak mau bertempur mati-matian dengan rombongan Ceng Hi, terang mereka tentu akan mengundurkan diri kebarisan Tujuh Maut.
Rupanya mereka hendak menggunakan alat-alat jebakan dan perkakas2 maut untuk menghancurkan rombongan orang gagah.
Toh Hun-ki maju menghampiri untuk memperkenalkan tokoh2 yang hadir disitu kepada Pendekar Laknat.
Ternyata mereka kebanyakan pada 20 tahun yang lalu pernah melihat Pendekar Laknat.
Diam-diam mereka heran dan kagum atas perobahan tingkah laku Pendekar Laknat sekarang.
Sungguh seperti langit dengan bumi beda Pendekar Laknat sekarang dengan 20 tahun yang lalu! Agar penyamarannya tak diketabui, terpaksa Siau-liong bersikap sedapat mungkin untuk melayani mereka.
Setelah itu cepat2 ia alihkan perhatian kesekeliling penjuru dan bertanya kepada Toh Hun-ki.
"Iblis itu sudah mundur, mengapa kalian tak menyerbu ke dalam lembah?"
Toh Hun-ki menghela napas pelahan, sahutnya.
"Jika hanya Iblis-penakluk-dunia dan anak buahnya, tentu mudah dihancurkan. Paling tidak tentu terulang seperti peristiwa 20 tahun yang lalu, yang mengusirnya dari wilayah Tiong-goan, tetapi tak kira...."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba dari dalam mulut jalanan, terdengar sebuah suitan panjang yang nyaring. Wajah Toh Hun-ki berobah seketika. Ceng Hi totiang memberi isyarat dan berseru keras.
"Iblispenakluk- dunia menyerbu lagi, lekas mundur"
Kemudian berpaling ke arah Pendekar Laknat, ujarnya;
"Dalam pertempuran tadi, telah jatuh beberapa korban sahabat kita, menilik keadaan sekarang ini...."
Tiba-tiba ia menarik Siauliong terus diajak loncat keujung sebuah batu karang, katanya pula.
"Menilik gelagatnya sekarang ini, Iblis-penakluk-dunia dapat menggunakan kedua durjana Harimau Iblis dan Naga Terkutuk serta Lam-hay Sin-ni...."
Gelombang teriak jeritan melengking disusul dengan bunyi kereta berderak-derak.
Beberapa barisan wanita dan pria dan tiap barisan terdiri dari lima orang, muncul dari dalam mulut jalanan itu seraya berteriak-teriak.
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka duduk dalam kereta sambil tersenyum-senyum.
Kereta ditarik oleh kedua orang yang mukanya bertutupan kain hitam dan dikanan kiri kereta dikawal oleh barisan baju hitam.
Tepat seperti yang dilihat Siau-liong ketika mereka mengadakan persiapan dalam hutan itu.
Ceng Hi totiang dan rombonpan orang gagah segera membentuk diri dalam formasi seperti sebuah jaring.
Bersiap kira2 20-an tombak jauhnya dari mulut jalanan itu.
Oleh karena pelengkapan alat-alat rahasia telah diledakkan hancur maka tanah disitu tinggi rendah tak menentu.
Kereta Iblis-penakluk-dunia berhenti pada sebuah lekukan tanah.
Iblis-penakluk-dunia tertawa sinis lain berteriak nyaring.
"Hai, Ceng Hi totiang! Apakah engkau sudah mempertimbangkan omonganku tadi?"
Ceng Hi totiang melangkah maju dan membentak.
"Aku telah menerima permintaan dari para sahabat persilatan untuk memimpin gerakan ini. Selama engkau berdua durjana belum lenyap, dunia persilatan tentu takkan aman. Dalam keadaan seperti saat ini tiada lain pilihan lagi kecuali melanjutkan gerakan ini. Atau kalian mau menyadari kesalahan dan menyingkir jauh keluar perbatasan, gerakan ini akan segera kuhentikan! "
Iblis-penakluk-dunia tertawa mengejek.
"Imam hidung kerbau, maut sudah di depan mata, mengapa engkau masih jual lagak bermulut besar!"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iblis itu menutup kata2nya dengan gerakkan tangan kiri memberi komando.
"Serang!"
Kedua barisan baju hitam yang di belakang kereta segera maju.
Salah seorang yang berada paling depan tanpa bicara apa2, terus menyerang Ceng Hi totiang.
Gerakan orang itu luar biasa cepatnya.
Pukulannya menghamburkan deru angin yang tajam sekali.
Dan pukulan itu adalah ilmu pukulan sakti Merampas-jiwa-mengejar-nyawa.
Ceng Hi totiang tak berani ayal.
Cepat ia menangkisnya.
"Plak". terdengar letupan keras. Penyerang itu dan Ceng Hi totiang masing-masing menyurut mundur selangkah. Kiranya baju hitam yang menyerang itu bukan lain adalah salah seorang dari Lima Durjana yang termasyhur, yakni si Harimau Iblis. Entah mengapa tokoh itu mau menjadi kaki tangan Iblis-penakluk-dunia! Tanpa menunggu komando Ceng Hi totiang lagi, belasan orang gagah itu cepat loncat maju menghadang Harimau Iblis. Serangan perlama tertahan. Harimau Iblis maju menyerang lagi. Kain penutup mukanya dari sutera tipis. Tertiup angin, dapatlah diketahui wajahnya yang agak aneh. Terutama sepasang matanya yang ketolol-tololan tetapi sepasang alisnya menampilkan nafsu pembunuhan yang menyala-nyala. Memang Ceng Hi totiang sudah mengetahui perobahan wajah Harimau Iblis yang tidak wajar itu. Ia berputar diri menghindari pukulan Harimau Iblis. Tetapi yang benar-benar mengejutkan orang adalah rombongan barisan baju hitam itu. Diantaranya terdapat juga It Hang totiang dan ketiga tokoh Kun-lun-sam-cu. Mereka mengikuti di belakang Harimau Iblis untuk menyerang Ceng Hi totiang. Iblis-penakluk-dunia barbangkit dan tertawa nyaring. Tibatiba ia gerakkan tangan kanan memberi komando lagi.
"Serang!"
Kembali barisan baju hitam yang lain, menyerbu ke luar, menerjang rombongan orang gagah.
Siau-liong diam-diam memperhatikan barisan baju hitam itu.
Yang menjadi pemimpin ternyata si Naga Terkutuk dan anggautanya terdiri dari si Penebang-kayu dari Tiam jong-san Shin Bu-seng, ketua Ji-tok-kau Tan It-hong, ketua Tong-thingpang Cu Kong-leng bergelar Kipas-banci dan seorang yang tak diketahui.
Tokoh2 yang hilang dalam Lembah Semi tempo hari ternyata kini menjadi kaki tangan Iblispenakluk-dunia! Karena fihak Iblis-penakluk-dunia mengeluarkan barisan baju hitam yang kedua, maka rombongan orang gagah yang mengepung diluar barisan pohon Bunga pun segera berhamburan keluar, menyongsong mereka.
Seketika pecahlah pertempuran yang dahsyat.
Naga Terkutuk dan Harimau Iblis memang tak usah dilukiskan kesaktiannya.
It Hang totiang, Kun-lun-sam-cu pun tergolong jago kelas satu dalam dunia persilatan Karena pikiran mereka sudah tak normal lagi, mereka pun menyerang dengan sekehendak hati.
mengeluarkan jurus2 kepandaiannya yang hebat.
Maka dalam beberapa saat saja, difihak rombongan orang gagah telah jatuh 20-an korban yang binasa.
Ceng Hi totiang menyadari keadaan itu.
Cepat ia mengatur barisannya lagi.
Dia bergerak kian kemari dalam pertempuran yang kacau balau itu.
Dengan demikian dapatlah keadaan barisan orang gagah itu berkurang bahayanya.
Ceng Hi totiang memerintahkan belasan jago2 sjlat untuk mengepung kedua durjana Harimau Iblis dan Naga Terkutuk.
Dengan demikian walaupun kedua durjana itu berkaok-kaok seperti singa kelaparan tetapi untuk sementara ruang gerak mereka dapat dibatasi.
Yang meresahkan pikiran Ceng Hi totiang adalah tentang diri It Hang totiang dan beberapa tokoh lainnya.
Jelas mereka sudah hilang kesadaran pikirannya.
Rombongan orang gagah diperintahkan supaya hati2 menghadapi mereka.
Jangan sampai dibunuh, cukup kalau dikepung dan dapat ditawan hidup-hidupan.
Tetapi sulitnya, mereka memiliki kepandaian yang tinggi.
Tinju dan tutukan jari mereka, hebatnya bukan alang kepalang.
Untuk menangkap mereka, sukarnya melebihi menangkap seekor harimau buas.
Oleh karena terpancang oleh perintah itu, rombongan orang gagah menemui kesulitan juga.
Bahkan ada beberapa yang terkena pukulan dan tutukan jari mereka.
Selama itu Siau-liong masih tetap berdiri di pinggir belum mau turun tangan.
Ia sedang mencari akal untuk mengatasi kekacauan itu.
Setelah kekacauan fihak orang gagah dapat diredakan, longgarlah pikiran Ceng Hi totiang.
Tetapi ketika melihat It Hang lotiang dan Kun-lun Sam-cu masih belum dapat diatasi, mau tak mau Ceng Hi totiang gelisah juga hatinya.
Ceng Hi totiang sudah kerahkan barisan ko-jiu (tokoh sakti) untuk mengepung kedua durjana Harimau Iblis dan Naga Terkutuk, tetapi ternyata kekuatannya pun hanya berimbang saja.
Demikian pun dengan barisan dari tokoh-tokoh kelas satu yang diperintahkan untuk menawan It Hang totiang dan Kun-lun Sam-cu, juga masih belum berhasil.
Jika kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu menceburkan diri atau menyuruh kedua penarik kereta yang misterius itu turun tangan, bukankah akibatnya akan lebih menderita bagi fihak rombongan orang gagah? Ceng Hi totiang kerutkan alis berpikir keras.
Tiba-tiba ia memberi perintah secara rahasia agar rombongan yang mengepung diluar barisan pohon Bunga siapkan obat pasang dan bahan peledak.
Setiap waktu, apabila perlu, akan diberi perintah lagi.
Setelah ketegangan mereda, barulah Siau-liong loncat turun kesamping Ceng Hi totiang, serunya;
"Adakah totiang sudah mempunyai rencana yang lengkap untuk menghadapi keadaan saat ini?"
Ceng Hi totiang terkesiap, sahutnya.
"Aku telah berusaha sekuat tenaga, berhasil atau gagal, tak dapat kupastikan. Terserah kepada Allah!"
Dari nada penyahutannya, jelas kalau Ceng Hi totiang bersikap dingin kepada Siau-liong.
Kiranya memang sejak 20 tahun yang lalu, walau pun tak dipandang sejahat Iblispenakluk- dunia dan isterinya, tetapi Ceng Hi totiang memang tak mempunyai kesan baik terhadap Pendekar Laknat.
Adalah karena keterangan Toh Hun-ki yang memuji-muji Pendekar Laknat sekarang ini, ditambah pula dengan kenyataan bahwa Pendekar Laknat yang sekarang ini memang telah menolong Ti Gong laysu, Toh Hun-ki dan rombongan To Kin-kong dari Lembah Maut.
Kemudian sikap Pendekar Laknat yang terang-terangan memusuhi kedua suami isteri Iblis penakluk-dunia sehingga sampai bertempur dengan Lam-hay Sin-ni, makin menguatkan kepercayaan Ceng Hi totiang bahwa Pendekar Laknat yang sekarang ini benar sudah kembali ke jalan yang terang.
Tetapi kepercayaan itu goyah pula ketika Ceng Hi totiang sedang menyusun barisan, Siau-liong tiba-tiba lenyap dan kemunculannya pada saat itu pun tak ubah hanya sebagai penonton saja.
Sama sekali tak mau ikut membantu.
Siau-liong menatap Ceng Hi totiang dan berkata dengan suara tandas;
"Aku hendak menghaturkan sepatah kata, entah apakah totiang sudi mendengarkannya atau tidak?"
Samhil mengawasi jalannya pertempuran, tanpa berpaling menyahutlah Ceng Hi totiang;
"Jika anda mempunyai saran. silahkan mengutarakan. Sudah tentu aku senang mendengarkannya!"
Melihat sikap orang yang acuh tak acuh, Siau-liong menghela napas.
"Suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu belum mengerahkan seluruh kekuatannya namun berpuluh-puluh orang gagah telah mengorbankan jiwanya. Andaikata kedua durjana itu benar-benar mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menempur, mungkin nasib dari beratus-ratus tokoh persilatan tentu akan ludas ditangan totiang!"
Mendengar itu serentak berpalinglah Ceng Hi totiang kepada Siau-liong. Ia menghela napas.
"Keadaan memang begitu, lalu bagaimana kita harus berdaya?"
Berkata Siau-liong "Menangkap maling harus membekuk benggolannya dulu! Jika tak dapat merencanakan siasat untuk meringkus suami isteri durjana itu tetapi hanya mengadu kekuatan secara begini saja, kita tentu akan menderita kekalahan!"
"Lalu apakah anda mempunyai saran yang baik?"
Tanya Ceng Hi totiang.
"Tak ada lain jalan kecuali menarik pulang barisan dulu dan mengatur rencana yang lebih sempurna lagi!"
Sahut Siauliong. Ceng Hi totiang terbeliak.
"Adakah anda maksudkan supaya aku memimpin rombongan Orang gagah meloloskan diri dari sini?"
Dengan nada serius Siau-liong menyahut.
"Seorang ksatrya harus mahir menggunakan kekuasaan dan pandai dalam menghadapi perobahan. Sekalipun menderita sedikit hinaan tetapi asal dapat membentuk dasar dari kemenangan.... Kemenangan akhir tak mungkin orang akan mencela tindakan totiang karena hari ini telah menarik mundur barisan!"
Ceng Hi totiang kerutkan alis.... Setelah beberapa kali mengeliarkan mata, ia menghela napas.
"Saat ini sudah ibarat orang naik dipunggung harimau. Beribu tokoh persilatan sedang menyala semangatnya. Setiap orang tak menghiraukan soal kehilangan jiwa. Sekalipun aku mempunyai kekuasaan untuk menarik mundur barisan tetapi dikuatirkan mereka tak mau tunduk pada perintah itu!"
Diam-diam Siau-liong mengakui kebenaran ucapan totiang itu.
Maka terpaksa ia tak mau buka mulut lagi.
Saat itu kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka tetap duduk di atas kereta dan mengatasi kedua barisan baju hitam serta berpuluh-puluh anak buahnya pria dan wanita menempur barisan orang gagah.
Iblis itu tak hentihentinya tertawa.
Tetapi ketika menyaksikan Ceng Hi totiang dapat mengatasi kekalutan barisannya dengan memerintahkan belasan tokoh2 sakti untuk mengepung kedua durjana Harimau Iblis, Naga Terkutuk, Iblis-penakluk-dunia mulai gelisah.
Tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia itu tertawa dan bicara beberapa patah kata kepada Dewi Neraka lalu lontarkan segulung api.
Siau-liong terkejut dan cepat2 meneriaki Ceng Hi totiang.
"Totiang, hati-hatilah! dengan tipu muslihat mereka! "
Memang Ceng Hi totiang sudah dapat menduga bahwa api pertandaan yang dilepas Iblis-penakluk-dunia itu tentu ada tujuannya.
Maka ia tumpahban perhatian untuk mengawasi perobahan yang akan terjadi dalam mulut jalanan.
Tetapi sampai beberapa lama belum juga tampak tanda2 timbulnya suatu perobahan apa2.
Selang sepeminum teh lamanya, tiba-tiba angin berhembus membawa bau yang harum.
Bau harum itu bertebaran kemana-mana.
Siau-liong yang cepat dapat mencium bau harum itu, banting2 kaki seraya menghela napas.
"Celaka! Angin ini mengandung bau harum. Tentulah anak buah Iblis-penaklukdunia telah menghamburkan Racun penyesat pikiran! "
Buru-buru ia merogoh botol pil pemberian Poh Ceng-in yang tinggal separoh isinya. Hanya tinggal 8 butir saja. Setelah ia sendiri minum sebutir, sisanya lalu diberikan kepada Ceng Hi totiang.
"Tolong, pil ini berkhasiat menawarkan hawa beracun. Sayang hanya tinggal sedikit!"
Setelah menerima, bermula Ceng Hi agak ragu2 tetapi akhirnya ia minum juga sebutir.
Sisanya ia bagikan kepada beberapa tokoh yang sedang bertempur dengan Harimau Iblis dan Naga Terkutuk.
Bau harum makin lama makin keras dan seketika terjadilah perobahan dalam gelanggang pertempuran.
Barisan orang gagah itu mulai lemas.
Kebalikannya Harimau Iblis, Naga Terkutuk dan rombongan It Hang totiang makin bersemangat.
Serangan mereka makin dahsyat.
Kekuatan yang semula berimbang, saat itu berobah.
Seketika terdengar jerit pekikan ngeri ketika Harimau Iblis, Naga Terkutuk dan rombongan It Hang totiang mengamuk.
Mereka tak ubah seperti gerombolan harimau yang sedang mengganas kawanan anak kambing, Ketika di fihak barisan orang gagah makin bertambah menumpuk.
Untunglah karena barisan pohon Bunga itu sudah berobah menjadi sebuah lapangan yang luas maka angin pun meniup agak keras.
Bau harum itu tak dapat berkerumun lama dan terus hanyut dibawa tiupan angin.
Melihat barisannya banyak yang berguguran, marah dan sedihlah Ceng Hi totiang.
Dengan bersuit nyaring ia mencabut kebut pertapaan yang diselipkan di punggungnya lalu loncat melayang ke gelanggang pertempuran.
Rupanya jago tua itu tak tahan lagi melihat banyak jago2 persilatan yang menjadi korban.
Sampai saat itu Siau-liong tetap tak mau turun tangan.
Ia hanya memandang lekat2 ke arah kedua orang berkerudung hitam yang menarik kereta Iblis-penakluk-dunia itu.
Iblis-penakluk-dunia tetap tertawa-tawa dengan congkaknya.
Dalam suasana pertempuran yang berhias pekik jelitan ngeri dan gemerincing senjata beradu, suara ketawa iblis itu makin menusuk telinga orang.
Pada lain saat Dewi Neraka yang berdri sambil mencekal tongkat Kepala naga itu, tiba-tiba membentak suaminya.
"Tolol! Mengapa engkau hanya tertawa saja!"
Iblis-penakluk dunia hentikan tertawanya. Tiba-tiba ia menarik sebatang kendali lalu memukul punggung salah satu dari kedua orang yang menarik kereta itu. Orang itu mengeluh pelahan lalu berpaling ke belakang dan bertanya kepada Iblis-penakluk-dunia.
"Apakah perintah Thian cun!"
Iblis-penakluk-dunia menunjuk dengan tangkai kendali ke arah Ceng Hi totiang, serunya.
"Apakah engkau melihat imam tua yang memakai kebut pertapaan itu? Lekas tawan dia hidup-hidupan!"
Orang berkerudung kain hitam itu mengiakan.
lalu enjot tubuhnya melambung ke udara.
Setelah mencapai ketinggian 10-an tombak, ia segera menukik ke bawah.
Dalam jurus Menyelam ke dalam laut-menangkap-naga, ia meluncur ke arah Ceng Hi totiang! Semula Ceng Hi memang mencurahkan perhatian untuk mengawasi gerak gerik kedua orang kerudung hitam yang menarik kereta Iblis penakluk-dunia itu.
Tetapi karena suasana saat itu makin genting, terpaksa ia tak dapat bersabar lebih lama lalu terjun kegelanggang pertempuran.
Memang tak kecewalah Ceng Hi totiang diangkat sebagai pemimpin dari barisan orang gagah.
Hanya dalam beberapa gebrak saja, ia sudah dapat menolong keadaan dari belasan orang gagah yang sedang terdesak oleh kedua durjana Harimau Iblis dan Naga Terkutuk.
Gerakan kebut pertapaan totiang itu hampir saja berhasil merobohkan kedua durjana itu.
Ceng Hi totiang terkejut ketika melihat orang berkerudung muka itu menukik hendak menyerang dirinya.
Cepat ia tinggalkan kedua durjana.
Sebelum orang berkerudung itu meluncur ke tanah, ia mendahului menyerangnya.
Orang berkerudung itu menggembor keras.
Sepasang tangannya yang bersikap hendak mencengkeram tadi tiba-tiba diganti menjadi gerak tamparan.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Plak".... terdengar letupan keras. Ceng Hi totiang terpental sampai lima enam langkah ke belakang Darahnya bergolakgolak dan dengan susah payah barulah ia dapat menjaga keseimbangan tubuhnya jangan sampai rubuh. Kebalikannya orang berkerudung muka itu enak-enak saja meneruskan peluncurannya ke tanah. Secepat kilat ia gerakkan kedua tangannya untuk menampar. Seketika terdengarlah jeritan ngeri dan tiga imam dari Kun-lun pay yang berada didekatnya pecah tulangnya dan mati seketika! Gerakan menukik dari udara yang luar biasa dan sekali pukul dapat melemparkan Ceng Hi totiang serta membinasakan tiga tokoh Kun-lun-pay, benar-benar membuat sekalian orang menjerit kaget. Setelah mengambil napas beberapa saat, Ceng Hi totiang maju menyerang lagi. Dia seorang jago tua yang banyak pengalaman dan luas pengetahuan. sekali pun orang itu seluruh mukanya ditutup kain hitam, tetapi ia dapat mengetahui dari pukulannya tadi bahwa orang itu bukan lain adalah tokoh yang sudah menghilang selama berpuluh tahun yakni Jong Leng lojin, pemilik ilmu tenaga-sakti Jit-hoa-sin kang. Sekalipun menyadari bahwa ia bukan lawan orang tua itu, tetapi ia tahu bahwa kecuali dirinya, tiada seorang pun yang mampu menghadapi orang tua itu. Sekalipun dengan keroyokan, juga sia-sia saja. Mulut Jong Leng lojin mendesis desis mengeluarkan suara aneh. Sepasang matanya yang tampak dari dua buah lubang, berkeliaran kian kemari. lalu memandang lekat ke arah Ceng Hi totiang. Tiba-tiba ia tebarkan kedua tangannya dalam sikap hendak mencengkeram lalu selangkah demi selangkah maju menghampiri. Gulungan asap harum sebentar menguap sebentar hilang. Barisan orang gagah makin lemas. Kebalikannya Harimau lbiis dan Naga Terkutuk makin mengganas. Segera terdengar jerit pekikan ngeri dan korban pun makin lama makin banyak.... Jong Leng lojin walaupun ditahan oleh Ceng Hi totiang. Tetapi jelas takkan dapat bertahan lama. Paling banyak dalam tiga jurus Ceng Hi totiang tentu akan kalah. Saat itu keadaan sudah jelas. Ceng Hi totiang terang tak kuat berhadapan dengan Jong Leng lojin Dan Iblis penaklukdunia masih mempunyai seorang jago lagi yang belum diajukan, yakni orang baju hitam dan berkerudung muka yang menarik kereta itu. Menyaksikan keadaan rombongan orang gagah yang sudah makin payah dan korban2 yang berjatuhan tak terhitung banyaknya, Ceng hi totiang mengalirkan air mata.... Jong Leng lojin makin maju mendekati. Kedua tangannya lurus dilempangkan ke muka. Sekali pun tiada seorangpun yang tahu ilmu apa yang akan dilakukan orang tua itu, tetapi diam-diam mereka mengucurkan keringat dingin karena mencemaskan nasib Ceng Hi totiang Ceng Hi totiang pun segera bersiap. Sepasang tinju digenggamnya erat2 dan disaluri dengan sembilan bagian tenaga-dalam. Diam-diam teringatlah Ceng Hi totiang akan kata-kata Pendekar Laknat Siau-liong tadi....
"Hidup matinya dunia persilatan terletak di tangan totiang...."
Ceng Hi totiang berpaling.
Dilihatnya Pendekar Laknat Siauliong masih tegak berdiri di tempatnya.
Rupanya tengah merenung sehingga tak mengacuhkan keadaan di sekelilingnya....
Ceng Hi totiang menghela napas lalu kerahkan seluruh semangat dan pikiran untuk menyambut serangan Jong Leng lojin.
Rupanya Jong Leng lojin kuatir kalau Ceng Hi totiang akan meloloskan diri.
Maka sengaja ia berjalan lambat2 sambil mengawasi gerak gerik imam itu.
Setelah kira2 dua langkah di muka Ceng Hi totiang, dengan tiba-tiba Jong Leng lojin menguak keras dan secepat kilat kedua tangannya mencengkeram bahu Ceng Hi.
Dalam kalangan partai2 persilatan dewasa itu, Ceng Hi totiang merupakan satu-satunya tokoh angkatan tua yang masih tertinggal.
Saat itu ia susupkan kebut pertapaan kebahunya lagi lalu gerakkan kedua tangannya untuk menghantam dada dan perut Jong Leng lojin.
Gerakan Ceng Hi itu benar-benar suatu gerakan yang amat berbahaya.
Karena ia menyadari bahwa cengkeraman Jong Leng itu merupakan salah sebuah jurus istimewa dari iimu sakti Jit-hoa-sin-kang.
Kecuali tokoh yang kepandaiannya setingkat dengan dia, jangan harap lain orang mampu menghindari.
Ceng Hi menyadari hal itu.
Ia merasa jauh kalah sakti dengan orang tua itu.
Maka ia memutuskan untuk melakukan serangan yang nekad.
Biarlah dua-duanya sama terluka! Tetapi ternyata Jong Leng tak mau lanjutkan cengkeramannya.
Cepat ia robah sasarannya, menyambar lengan Ceng Hi.
Cepat dan tak terduga sama sekali gerakan itu sehingga Ceng Hi tak mampu menghindar lagi.
Seketika ia rasakan kedua lengannya tercengkeram oleh dua buah jepitan besi.
Ceng Hi kerahkan seluruh tenaga dalam untuk meronta.
Tetapi tetap tak berhasil.
Bahkan tenaga dalamnya itu berbalik mendampar ke dalam tubuhnya.
"Huak".... Ceng Hi totiang muntah darah. Sepasang lengannya terasa kesemutan dan seketika hilanglah daya perlawanannya ---ooo0dw0ooo---
Jilid 11 Telur di ujung tanduk Melihat keadaan Ceng Hi totiang terancam sekalian orang gagah terkejut.
Mereka segera menyerbu Jong Leng lojin dengin apa yang dapat dilakukan.
Pukulan, senjata dan senjata rahasia.
Saat itu Jong Leng lojin hendak mengepit tubuh Ceng Hi totiang untuk ditawan.
Melihat dirinya diserang kalang kabut dari segala jurusan, ia lemparkan tubuh Ceng Hi lalu tamparkan kedua tangannya ke arah rombongan orang gagah.
Serentak terdengar jeritan ngeri dari beberapa orang gagah yang terkena tamparam orang tua itu.
Ada yang rubuh terluka.
Ada yang remuk binasa.
Ada pula yang terlempar sampai setombak jauhnya....
Setelah berhasil menghalau rombongan orang gagah, Jong Leng lojin kembali memutar tangan kiri lalu secepat kilat diayunkan ke arah Ceng Hi totiang.
Tokoh tua dari Butong-pay itu sudah terluka dalam.
Dia masih belum mampu bangun dari bantingan Jong Leng lojin tadi.
Sudah tentu ia tak berdaya menghadapi hantamam Jong Leng lojin.
Rombongan orang gagah yang dipimpin It Hang totiang masih sibuk menghadapi amukan Harimau iblis dan Naga terkutuk.
Sedang rombongan orang gagah yang hendak menolong Ceng Hi tadi pun sudah dihantam kocar kacir oleh Jong Leng lojin.
Tak mungkin mereka dapat menolong Ceng Hi totiang lagi.
Imam tua itu pasti binasa.
Pada saat maut hendak merenggut jiwa Ceng Hi, sekonyong2 dari celah2 sinar matahari yang sudah condong kebarat, tampak sesosok tubuh melayang di udara.
Dan belum tiba di tanah, orang itu sudah lepaskan pukulan seraya berseru membentak Jong Leng lojin.
"Berhenti!"
Gerakannya yang luar biasa tangkasnya membuat sekalian orang terperanjat.
Kiranya orang yang telah menolong Ceng Hi itu adalah Siau-liong si Pendekar Laknat.
Selama memperhatikan jalannya pertempuran itu, Siauliong diam-diam telah membuat perhitungan.
Berdasarkan pengalamannya ketika menerima pukulan Jong Leng lojin dalam bilik terowongan dibawah barisan Tujuh Maut tempo hari, ia menyadari bahwa pukulannya Thay-siang-ciang yang dilambari tenaga sakti Bu-kek-sin-kang, tetap kalah dengan pukulan Jong Leng lojin.
Apabila ia membantu Ceng Hi totiang bukan saja sia-sia, pun dirinya sendiri juga pasti hancur.
Tetapi ia ingat dikala berhadapan dengan sipaderi kurus Liau Hoan.
Sekenanya saja ia gunakan jurus Sebatang-tiangmenyanggah- langit, ialah sebuah jurus yang dilambari dengan tenaga sakti Thian-kong-sin-kang yang sama sekali belum difahaminya.
Namun hasilnya sudah mengejutkan sekali.
Paderi Liau Hoan yang sakti dapat dihantam dadanya.
Ah.
mengapa ia tak mau mencoba dengan ilmu pukulan itu lagi! Begitu mendapat keputusan, diam-diam ia kerahkan semangat dan pusatkan pikiran untuk mengingat-ingat ketiga buah pukulan Thian-kong-sin-kang dengan perobahanperobahannya.
Tetapi ia tak dapat merenung lama karena saat itu dilihatnya Ceng Hi totiang terancam bahaya maut dari Jong Leng lojin.
Maka tanpa membuang waktu lagi ia segera loncat ke udara dan lepaskan salah sebuah dari ketiga pukulan Thian-kong-ciang yang disebut Sapu-jagad.
Terdengar letupan keras.
Jong Leng lojin tersurut mundur dua langkah.
Tetapi ketika Siau-liong tiba di tanah, iapun terhuyung-huyung empat lima langkah jauhnya.
Buru-buru ia mengambil napas.
Didapatinya darah dalam tubuhnya hanya bergolak sedikit, tak membahayakan.
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Nerakapun tahu akan kemunculan Pendekar Laknat itu.
Tetapi mereka tenang saja karena yakin Jong Leng lojin pasti dapat menghancurkannya.
Tetapi apa yang disaksikan saat itu, benar-benar membuat mereka terbelalak kaget! Buru-buru Iblis-penakluk-dunia mengangkat cambuk kuda lalu diayunkan ke arah punggung orang berkerudung hitam yang satunya.
Ternyata orang baju dan berkerudung hitam itu bukan lain adalah Lam-hay Sin-ni, pewaris dari ilmu sakti Cek-ci-sin-kang.
Karena tak mendengarkan nasehat Randa Bu-san dan Pendekar Laknat Siau-liong, akhirnya Lam-hay Sin-ni pun mengalami nasib serupa dengan Jong Leng lojin ialah diracuni Iblis-penakluk-dunia hingga hilang kesadaran pikirannya! "Apa perintah tuan!"seru Lam -hay Sin-ni.
Sambil menuding dengan tangkai cambuk, Iblis-penaklukdunia memberi perintah.
"Lekas tangkap hidup atau mati Pendekar Laknat!"
Lam-hay Sin-ni mengiakan.
Sekali kedua bahunya bergetar, tahu2 tubuhnya meluncur ke udara dan menerjang Siau-liong.
Saat itu Jong Leng lojin gelagapan.
Ia tak mengerti mengapa ia sampai terpental dua langkah.
Setelah biji matanya berputar-putar, dengan suara yang parau ia menggembur lalu maju menyerang lagi.
Siau-liong tahu juga kalau Lam-hay Sin-ni sedang menyerbu dari udara.
Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam Thian-kong-sin-kang lalu gunakan ilmu Menyusup suara berseru kepada Jong Leng.
"Lo-cianpwe, apakah engkau masih ingat ketika dirantai dalam bilik dibawah tanah itu?"
Pada saat itu Lam-hay Sin-ni pun sudah tiba dan menghantam kepada Siau-liong.
Anak muda itu pun menyambutnya dengan pukulan tangan kanan dalam jurus Angin-awan-berobah-warna.
Kembali terdengar letupan dan baik Siau-liong maupun Lam-hay Sin-ni sama2 terhuyung-huyung mundur beberapa langkah.
Sepanjang hidupnya, Lam-hay Sin-ni tinggal mengasingkan diri dipedalaman gunung.
Jarang ia bertempur dengan orang.
Dalam benaknya hanya terkilas suatu tujuan.
Memperoleh ilmu sakti Thian-kong-sin -kang dan menjadi tokoh yang tiada tandingannya di dunia.
Serupa dengan Jong Leng lojin tadi, rahib itu pun terkejut sekali karena dapat dipukul mundur oleh Pendekar Laknat.
Tetapi oleh karena kesadarannya hilang, maka setelah deliki mata kepada Siau-liong, iapun terus hendak menyerang lagi.
Sesungguhnya Siau-liong tak kurang menderitanya.
Adu pukulan dengan Sin-ni itu menyebabkan matanya berkunangkunang, kepala pusing tujub keliling, darah bergolak-golak sehingga ia hampir tak kuat lagi berdiri tegak.
Ilmu sakti Thian-kong-sin-kang baru saja dipelajari.
Boleh dikata hanya kulitnya saja.
Adalah berkat otaknya yang cerdas dan pernah makan buah Im-yang-som serta minum darah binatang purba dalam perut gunung, maka dapat ia menggunakan tenaga sakti Thian-kong-sin-kang itu dengan hasil yang mengejutkan.
Dua tokoh yang memiliki dua dari kelima tenaga sakti di dunia, sekaligus dapat dilawannya.
Tetapi bagaimanapun juga, karena baru lapisan luar saja yang diketahuinya tentang ilmu Thian-kong-sin-kang itu, mau tak mau ia harus menderita sekali.
Melihat Lam-hay Sin-ni hendak bergerak, dengan paksaan diri ia gunakan ilmu Menyusup suara membentak rahib itu "Sin-ni.
Apakah engkau masih ingat tujuanmu datang ketempat ini....
apakah engkau sudah tak menghendaki peta Giok-pwe tempat penyimpan kitab pusaka Thian-kong-pit-kip lagi?"
Serupa dengan Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni tertegun juga.
Dipandangnya Siau-iong dengan mata berkeliaran dan pandang keheranan.
Siau-liong tak banyak waktu untuk berpikir lagi.
Ia tahu bahwa Lam-hay Sin-ni tentu juga menderita pembiusan seperti Jong Leng lojin.
Untuk menyadarkan pikiran kedua tokoh itu, harus memerlukan waktu yang panjang.
Tak mungkin dalam hanya beberapa detik saja.
Pada saat Lam-hay Sin-ni terlongong, Siau-liong cepat2 melakukan pernapasan untuk memulihkan tenaga.
Pada saat Siau-liong adu pukulan dengan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni tadi, sambil duduk melakukan pernapasan untuk mengobati luka dalam, Ceng Hi totiang pun memperhatikan jalannya pertempuran itu.
Ketika melihat Siauliong tidak menggunakan pukulan Bu-kek-sin-kang tetapi pukulan yang memancarkan kemilau emas dan berhasil mengundurkan kedua tokoh lawannya, girang Ceng Hi bukan kepalang.
Serentak ia bangkit dan gunakan Ilmu Menyusup Suara bertanya kepada Siau-liong.
"Pendekar Laknat, pukulanmu tadi.... apakah bukan.... tenaga sakti Thian-kong-sin-kang....?"
Sesungguhnya luka dalam yang diderita Ceng Hi totiang itu amat parah.
Terdorong oleh luapan rasa girang, darahnya pun bergolak keras lagi.
Buru-buru ia duduk kembali....
Siau-liong sendiri pun menderita luka dalam yang parah juga.
Ia terpaksa tak menyahut pertanyaan Ceng Hi, melainkan terus laujutkan usahanya untuk memulangkan tenaga guna menghadapi kedua tokoh itu lagi.
Sekalian orang gagahpun tertegun ketika menyaksikan Siau-liong adu pukulan dengan kedua tokoh sakti itu.
Tetapi Harimau Iblis, Naga Terkutuk dan rombongan It Hang totiang tak mengacuhkan segala apa.
Mereka tetap menyerang sehingga banyak dari rombongan orang gagah yang menjadi korban lagi.
Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni masih tetap tegak ditempatnya sambil merenung.
Melihat itu Iblis-penaklukdunia segera tertawa nyaring lalu ayunkan cambuknya di udara.
Mendengar suara geletar cambuk yang nyaring baik Jong Leng lojin maupun Lam-hay Sin-ni serempak berpaling ke arah Iblis-penakluk-dunia seraya meraung-raung aneh.
Tiba-tiba mereka bergerak menghantam Siau-liong lagi! Siau-liong terkejut.
Dengan menggembor keras ia gerakkan kedua tangannya, Tangan kiri dalam jurus Angin-awanberobah- warna dan tangan kanan dengan jurus Menjungkir balikkan-matahari-rembulan untuk menangkis pukulan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.
Tar....
tar....
terdengar letupan dahsyat.
Debu dan pecahan batu bertebaran keempat penjuru, angin menderu-deru keras.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampak tubuh Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin bergoyang-goyang maju mundur beberapa kali.
Sedang Siauliong jungkir balik sampai sepuluhan langkah jauhnya.
Tetapi secepat itu ia dapat berdiri tegak lagi.
Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin tertegun.
Tetapi pada lain kejap, mereka mulai menyerang lagi.
Ceng Hi totiang cemas sekali.
Tetapi ketika melirik ke arah Siau-liong, dilihatnya muka Pendekar Laknat itu tetap tenang.
Hanya tubuhnya tidak henti-hentinya bergetar.
Diam-diam Cen Hi totiang kucurkan keringat dingin.
Tetapi ia sendiri sedang menderita luka parah, sukar untuk memberi pertolongan.
Sekalipun rombongan orang gagah yang berkerumun disekitar barisan pohon Bunga itu berjumlah banyak tetapi mereka tak mungkin dapat membantu Siauliong.
Apalagi mereka pun masih sibuk menghadapi amukan Harimau Iblis, Naga terkutuk dan rombongan It Hang totiang.
Berturut-turut telah jatuh lagi beberapa korban pada rombongan orang gagah itu.
Diam-diam Ceng Hi totiang menghela napas pedih.
Ia tak dapat berbuat apa2 kecuali meramkan mata menunggu apa yang akan terjadi.
Sebelum Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin bergerak, Siau-liong cepat mendahului menyerang dengan jurus Sebatang-tonggak-menyanggah-langit kepada Lam-hay Sin-ni.
Sedang Jong Leng lojin dihantamnya dengan jurus Anginawan- berobah-warna.
Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin masing-masing telah lepaskan lima kali pukulan.
Dan Siau-liong menghadapinya dengan ilmu pukulan sakti Thian-kong-ciang yang belum difahami benar-benar.
Pertempuran itu amat dahsyat sekali.
Sinar kemilau emas dari pukulan Siau-liong itu bagai tebaran awan yang berarakarak kian kemari.
Habis memukul.
Siau-liong pun rubuh menggeletak di tanah.
Sudut mulutnya mengumur darah.
Keadaannya seperti orang tengah meregang jiwa.
Kini kedua tokoh itu mulai menyerang lagi.
Lam-hay Sin-ni dari kiri, Jong Leng lojin dari kanan.
Tetapi jelas kedua tokoh itu terengah napas dan gemetar tubuhnya.
Dengan susah mereka mengangkat sepasang tangannya untuk menghantam Siau-liong.
Siau-liong pejamkan mata.
Dadanya berombak naik turun.
Rupanya dia seperti pelita kehabisan minyak.
Hanya tinggal tunggu saat saja.
Jumlah korban yang jatuh dalam pertempuran itu cukup banyak.
Pihak Iblis-penakluk-dunia hanya kehilangan belasan anak buah yang mati.
Tetapi anggauta barisan yang dipimpin Harimau Iblis dan Naga terkutuk masih utuh.
Satu pun tak ada yang menjadi korban.
Sedang difihak orang gagah, tak kurang dari dua tiga ratus yang binasa.
Ceng Hi totiang tak dapat berbuat apa2.
tak mungkin lagi ia dapat memimpin pertempuran lagi.
Saat itu pertempuran sudah mencapat detik2 yang kritis.
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka pasti akan memperoleh kemenangan besar.
Pada saat pukulan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni serempak akan melanda Siau-liong, sekonyong-konyong Iblispenakluk- dunia bersuit nyaring.
Rupanya suitan itu merupakan sebuah pertandaan karena nyatanya Jong Leng lojin dan Lamhay Sin-ni serempak menarik pulang pukulannya lalu loncat kembali ke kereta Iblis-penakluk-dunia.
Pertempuran yang dahsyat seketika berhenti.
Beberapa anak buah Iblis-penakluk-dunia pun segera kembali ketempat masing-masing.
Sambil tertawa nyaring, tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia ayunkan cambuknya.
Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin segera menarik kereta.
Kereta pun meluncur pesat sekali.
Saat itu Ceng Hi totiang sudah ditolong oleh dua orang imam kecil.
Dia terkejut menyaksikan tindakan Iblis-penaklukdunia.
Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari partai Kon-tong-pay, ketua Kay-pang To Kiu-kong dan beberapa tokoh persilatan, sudah tak keruan rupanya.
Dengan berlumuran darah mereka paksakan diri untuk menghampiri Siau-liong.
Lu Bu-ki sitinggi besar yang menjadi pemimpin kaum Rimba Hijau daerah selatan, pelahan-lahan mengangkat bangun Siau-liong seraya berseru memanggil.
"Pendekar Laknat! Pendekar Laknat....!"
Siau-liong masih sadar pikirannya. Pelahan-lahan ia membuka mata dan menghela napas. Tetapi begitu melihat kereta Iblis-penakluk-dunia meluncur, tiba-tiba Siau-liong menggembor keras lalu loncat bangun.
"Huak".... belum berdiri tegak ia sudah muntah darah dan terkulai rubuh lagi. Iblis-penakluk-dunia ayunkan cambuknya lagi dan keretapun berhenti tepat dimuka Siau-liong. Sambil memandang kesekeliling dengan wajah berseri puas, Iblis - penakluk-dunia lalu menudingkan dengan cambuk kepada Siau-liong, bentaknya;
"Tua bangka Laknat!"
Siau-liong berusaha untuk menggeliat dan paksakan diri memandang ke arah kereta lalu tersenyum dingin dan kemudian pejamkan mata tak mau menyahut. Iblis-penakluk-dunia tertawa meloroh, serunya.
"Laknat tua! Saat ini asal aku memberi perintah, engkau tentu mati.... tahukah engkau apa sebab aku tak mau membunuhmu!"
Semula Siau-liong menduga kedatangan kereta Iblispenakluk- dunia itu tentulah hendak membunuhnya atau paling tidak tentu akan menawannya.
Tentulah iblis itu hendak menjadikan dirinya seperti Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.
Maka diam-diam dia kerahkan tenaga dalam untuk bersiap menghadapi tindakan lawan.
Dia telah bertekad hendak mengadu jiwa.
Tetapi ketika mendengar kata2 si iblis, terkesiaplah ia.
Sekalipun terluka parah tetapi kesadaran pikirannya masih belum lenyap.
Saat itu dengan dipapah oleh Lu Bu-ki dan Ton Hun-ki ia berusaha duduk.
Melihat Siau-liong sudah begitu lemah, Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring.
"Laknat tua, ketahuilah bahwa jiwamu sudah tergantung ditanganku. Membunuhmu atau menjadikan engkau kaki tanganku, terserah pada kemauanku. Tetapi aku dapat memberi pengecualian kepadamu. Tahukah engkau apa sebabnya?"
Diam-diam tergerak juga hati Siau-liong.
Kalau menilik keganasan iblis itu, tentulah ia sudah dibunuh.
Dan apa pula sebabnya iblis itu tak menyebut-nyebut tentang peta Giok-pwe lagi? Adakah dia sudah tahu kalau kitab pusaka Thian-kongsin- kang itu sudah dihancurkannya?"
Tiba-tiba ia tersadar.
Ah.
tentulah kedua suami isteri itu tahu kalau anak perempuannya (Poh Ceng-in) telah ditawannya.
Ya, tentulah mereka kuatir kalau anak perempuannya itu akan dibunuh! Tetapi dugaan itu cepat dihapusnya.
Karena apabila Sohbeng Ki-su sudah melaporkan, tentulah Iblis -penakluk-dunia tahu bahwa yang membawa Poh Ceng-in keluar dari lembah itu bukanlah Pendekar Laknat melainkan Siau-liong dalam perwujutan sebagai Kongsun Liong ketua Kay-pang.
Jelas Iblis-penakluk-dunia mau pun Dewi Neraka masih belum tahu bahwa Pendekar Laknat itu adalah penyamaran dari Kongsun Liong.
Beberapa jenak tak dapat Siau-liong menduga apa yang dikehendaki Iblis-penakluk-dunia.
Ia termenung-menung memikirkan itu.
Melihat itu Iblis-penakluk-dunia segera gunakan ilmu Menyusup Suara kepadanya.
"Laknat tua, pernah kukatakan tempo hari bahwa engkau satu-satunya perintang dalam usahaku untuk menguasai dunia persilatan. Tetapi saat ini, jiwamu sudah berada dalam tanganku."
Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan pula.
"Tetapi aku tak mau mengandalkan beberapa manusia patung itu untuk meuguasai dunia persilatan...."
Tiba-tiba iblis itu berhenti lalu memandang tajam ke arah Siau-liong.
Sekalipun dalam kata-katanya iblis itu tak menyebut tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, tetapi Siau-liong duga iblis itu tentu sudah mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki ilmu sakti itu.
Dari tindakan Iblis-penakluk-dunia yang tak mau segera membunuh atau menawannya.
makin keraslah dugaan Siau-liong kalau iblis itu tahu bahwa kitab pusaka Thian-kongpit- kip sudah berhasil dimilikinya dan dihancurkannya.
Iblis itu tentu berusaha untuk mendapatkan pelajaran ilmu Thiankong- sin-kang dari dia.
Ia menggeliat dan berseru dengan tandas.
"Iblis tua, jangan mimpi...."
Iblis-penakluk-dunia tertawa meloroh.
"Laknat tua, sekali pun engkau sudah memperoleh Thian-kong-sin-kang, tetapi saat ini engkau sudah tak mampu bertempur lagi. Dan lagi kalau tak salah, luka dalam yang engkau derita itu hanya memungkinkan engkau hidup tiga hari saja...."
Iblis itu menutup kata2nya sambil mengangkat cambuk. Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin segera menarik kereta ketempat Ceng Hi totiang. Dengan isyarat cambuk, kereta itupun berhenti.
"Imam tua, apakah masih berani bertempur lagi!"
Ejek Iblis-penakluk-dunia dengan tertawa. Tubuh Ceng Hi totiang berlumuran darah, wajah pucat lesi dan mata merah membara. Dengan mata memancar dendam kemarahan, ia menatap Iblis-penakluk-dunia lalu kerahkan tenaga berseru.
"Selama hayat masih dikandung, jangan harap engkau mimpi dapat melaksanakan angkara murkamu...."
Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring.
"Saat ini, asal kuberi perintah, berapapun jumlah jago2 silat yang engkau bawa, dalam waktu dua jam saja tentu akan ludas...."
Memandang kesekeliling mayat2 jago silat yang menumpuk bukit, Ceng Hi totiang tundukkan kepala lalu memandang ke arah sisa rombongannya.
Ia tahu bahwa Iblis-penakluk-dunia itu memang tidak main gertak.
Kenyataan dengan jumlah yang begitu besar tetap kalah melawan gerombolan iblis itu.
Dia dan Pendekar Laknat saat itu telah menderita luka parah.
Jika melanjutkan pertempuran tentu hancur.
Maka ia hanya mendengus tak mau menyahut tantangan Iblispenakluk- dunia.
Iblis itu tertawa dan berkata pula.
"Tetapi sekalipun siasatku ganas, aku tak bermaksud hendak membunuh kalian habis-habisan. Karena aku masih memerlukan bantuan tenaga kalian...."
Tiba-tiba wajah iblis itu mengerut gelap lalu berteriak keras.
"Akan kubebaskan kalian pergi. Tetapi dalam waktu tiga hari kalian semua harus menuju kepuncak gunung Gobi, mendirikan sebuah panggung. Menyediakan daftar nama dari seluruh anggauta partai persilatan, baik golongan Hitam maupun Putih, kaum dunia persilatan mau pun Rimba Hijau (penyamun ). Setiap partai harus mengajukan sebuah wakil untuk memimpin rombongan masing-masing. Pada hari ke-4 tengah hari, aku akan datang kesana. Pada saat itu tak peduli siapa saja tanpa memandang kedudukan, harus sudah menyambut dikaki gunung. Saat itu dunia persilatan akan kupersatukan dibawah pimpinanku. Jika kalian menolak, dalam tiga bulan, dunia persilatan pasti akan berlimpah darah, mayat2 berserakan membusuk...."
Menuding kepada Ceng Hi totiang, iblis itu berseru pula.
"Tugas itu engkaulah yang memimpin penyelenggaraannya. Jika tak sesuai dengan permintaanku tadi, akibatnya engkau dapat memikirkan sendiri!"
Iblis-penakluk-dunia menutup kata-katanya dengan tertawa panjang lalu ayunkan cambuk memberi perintah kepada Lamhay Sin-ni dan Jong Leng lojin supaya menarik kereta lagi.
Kereta itu cepat sekali menuju ke dalam mulut jalanan.
Harimau Iblis, Naga Terkutuk, It Hang totiang dan berpuluh-puluh kaki tangan kedua suami isteri iblis itu, segera mengikuti di belakang kereta.
Tak berapa lama mereka lenyap dari pandangan.
Saat itu hari sudah petang.
Sisa rombongan orang gagah sibuk mengangkati mayat dan menolong yang terluka.
Pemandangan saat itu sungguh memilukan hati.
Dengan dipapah oleh kedua imam kecil, Ceng Hi totiang melangkah pelahan-lahan kemuka Siau-liong.
"Pendekar Laknat...." -serunya pelahan. Beberapa butir airmata menitik turun dari pelupuk jago tua itu. Siau-liong pun bangun berdiri dibantu Lu Bu-ki dan Toh Hun-ki. Ia menghela napas.
"To-tiang...."
Pemuda itupun tak dapat melampiaskan kata-katanya karena tersendat oleh rasa harunya. Setelah menghapus airmata, Ceng Hi totiang berkata pula.
"Kata-kata saudara tadi memang benar. Rupanya harapan dari dunia persilatan telah hancur di tangan ku...."
Ia menghela napas dan geleng2 kepala. Setelah mengambil pernapasan beberapa saat tadi, kini semangat Siau-liong sudah bertambah segar. Sahutnya.
"Sekalipun saat ini kita menderita kekalahan tetapi sebagian besar dari inti kekuatan kita, masih belum hancur. Hendaknya totiang lekas mempersiapkan rencana lagi untuk menghadapi keadaan bahaya ini. Sekalipun Iblis-penakluk-dunia itu suruh kita mengumpul seluruh kaum persilatan berkumpul digunung Go-bi nanti tiga hari lagi, tetapi dia tentu tetap mengawasi gerak-gerik totiang. Jika mengetahui totiang tak mau melaksanakan perintahnya, kemungkinan sebelum tiga hari dia tentu sudah turun tangan kepada totiang!"
Ceng Hi totiang kerutkan dahi dan merenung sampai beberapa saat.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ah, kemungkinan aku akan datang ke Gobi.... .
"
Kata imam tua itu. Siau-liong terkejut. Tetapi sebelum ia membuka mulut, Ceng Hi totiang sudah bertanya pula.
"Adakah Pendekar Laknat menderita luka parah?"
Sampai beberapa saat Siau-liong tak dapat menjawab. Setelah mengambil napas barulah ia tahu keadaan lukanya. Apa yang dikatakan Iblis-penakluk-dunia memang benar. mungkin dia hanya dapat hidup 3 hari saja.
"Aku masih dapat bertahan,"
Katanya.
"Demi menyelamatkan kaum persilatan, saudara telah berjoang mati-matian. Atas nama seluruh dunia persilatan, kuhaturkan terima kasih tak terhingga kepada saudara!"
Kata Ceng Hi. Siau-liong hanya tersenyum getir dan mengatakan tak usah Ceng Hi totiang begitu sungkan. Tiba-tiba ia teringat suatu hal yang penting. Cepat ia berpaling dan bertanya kepada sitinggi besar Lu Bu-ki.
"Tolong saudara selidiki apakah Ti Gong taysu sudah kembali...."
Lu Bu -ki mengiakan. Tetapi baru ia hendak pergi, seorang paderi baju kelabu yang sejak tadi berdiri diam didekat situ segera melangkah maju seraya memberi salam.
"Suhuku yang mendapat perintah untuk menyelidiki orang aneh yang menyelundup ke dalam terowongan dibawah tanah itu, sampai saat ini belum kembali. Menurut laporan yang kami terima, karena hendak merebut seorang wanita baju merah, suhu telah bentrok dengan paderi Liau Hoan Wanita baju merah itu telah dilarikan paderi Liau Hoan dan suhu bersama rombongannya segera melakukan pengejaran!"
"Hai. apakah Liau Hoan siansu juga datang?"
Paderi itu cepat menyahut.
"Kabarnya beliau datang karena hendak membantu pertempuran. Tetapi entah mengapa, dia malah berhantam sendiri dengan suhu karena berebut tawanan wanita baju merah itu...."
Ceng Hi totiang menghela napas, ujarnya;
"Lekas suruh orang mengejar jejak mereka. Nasehatilah suhumu agar jangan menggunakan kekerasan dan undanglah Liau Hoan siansu kemari!"
Paderi itu mengiakan dan segera hendak melakukan perintah. Tetapi Siau-liong mencegah;
"Tunggu dulu...."
Ceng Hi totiang suruh orang itu berhenti lalu menanyakan apakah Siau-liong masih mempunyai perintah lain.
"Tawanan wanita baju merah itu amat penting sekali artinya. Semula ia jatuh ditangan imam Go-bi-pay maka kuminta tolong pada Ti Gong taysu untuk memintanya kembali."
Siau-liong kerutkan dahi. Napasnya terasa memburu keras. Diam-diam ia menimang.
"Rasanya lukaku sudah tak ada harapan sembuh lagi. Rombongan Ceng Hi totiang menderita kekalahan. Sedang difihak Iblis-penakluk-dunia ternyata mempunyai tenaga2 sakti seperti Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni, Harimau Iblis, Naga Terkutuk dan It Hang totiang. Kesadaran pikiran mereka sudah dilenyapkan oleh Iblis-penakluk-dunia sehingga mau melakukan segala perintah iblis itu. Jika melanjutkan pertempuran, terang pasti hancur. Kini satu-satunya senjata untuk menguasai kedua iblis itu hanyalah diri anak perempuannya!"
Kemudian Siau-liong teringat pula.
Bahwa jika dirinya mati saat itu, Poh Ceng-in pun tentu segera ikut mati karena racun Jong-tok itu.
Bila terjadi begitu, tentu tak berhasil menjadikan Poh Ceng-in sebagai senjata untuk menekan Iblis-penaklukdunia dan Dewi Neraka.
Setelah membayangkan kemungkinan2 itu, berkatalah Siau-liong lebih lanjut.
"Wanita baju merah itu sebenarnya adalab anak perempuan dari Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Karena hanya mempunyai seorang puteri tunggal, kemungkinan wanita itu dapat dijadikan sandera untuk menekan kedua iblis. Totiang...."
Mendengar itu berserilah wajah Ceng Hi totiang dengan riang.
"Kalau begitu segera akan kukirim jago2 sakti. Asal belum diketahui kedua suami isteri iblis, tentulah dapat menawan wanita itu!"
"Tetapi wanita itu paling lama hanya dapat hidup 5 hari. Harap totiang dapat menggunakan kesempatan itu sebaikbaiknya.
"kata Siau-liong pula.
"Mengapa saudara tahu begitu jelas?"
Ceng Hi totiang terkejut heran. Siau-liong tertawa rawan;
"Apa yang kukatakan tadi semua memang kenyataan. Kuharap totiang jangan mendesak dengan pertanyaan lebih jauh.... habis berkata Siau-liong paksakan diri untuk berdiri, lalu berkata pula.
"Aku merasa amat menyesal sekali karena tak dapat memberi bantuan kepada totiang lebih lanjut. Maka saat ini terpaksa aku hendak minta diri!"
"Anda hendak kemana?"
Ceng Hi totiang makin kaget. Siau-liong tertawa hambar.
"Masih ada lain urusan penting yang hendak kukerjakan. Tak tentu arah yang hendak kutuju. Mungkin kita tak akan berjumpa lagi!" -ia terus bergeliatan hendak ayunkan langkah. Ceng Hi totiang cepat memberi isyarat agar Toh Hun-ki dan Lu Bu-ki mencegah Siau-liong.
"Memang aku tak dapat memaksa saudara hendak melakukan urusan yang lain. Tetapi saat ini saudara sedang menderita luka parah, Kurang baik kalau berjalan jauh. Tak jauh dari sebelah luar lembah ini terdapat sebuah tempat yang baik untuk bsristirahat. Harap saudara suka beristirahat disitu untuk merawat luka saudara dulu."
Juga sitinggi besar Lu Bu-ki dan Toh Hun-ki ikut membujuk.
"Pendekar Laknat menderita luka berat, baiklah jangan pergi seorang diri dulu!"
Habis berkata entah Siau-liong setuju atau tidak, kedua orang itu terus memapahnya menuju keluar barisan pohon Bunga dan tiba disebuah lamping gunung yang terdapat beberapa kubu.
Mereka masuk ke dalam sebuah kubu yang besar dan beristirahat disitu.
Karena sungkan atas kebaikan kedua orang itu.
Siau-liong terpaksa mau juga duduk bersemedhi di atas sebuah permadani.
Sedang Lu Bu-ki dan Toh Hun-ki pun juga pejamkan mata menyalurkan tenaga dalam.
Beberapa saat kemudian ketika Siau-liong membuka mata, dilihatnya bulan bersinar terang benderang.
Saat itu barulah ia teringat kalau malam itu tanggal 15 bulan 8.
Para ketua partai persilatan dan tokoh2 ternama dalam rombongan Ceng Hi totiang itu ber-bondong2 mengunjungi kubu.
Mereka menjenguk keadaan Siau-liong.
Terhadap Pendekar Laknat, mereka menaruh perindahan yang tinggi.
Ceng Hi totiang karena menderita luka dalam yang parah, tak dapat datang sendiri dan melainkan mengirim muridnya untuk menjenguk sampai tiga kali.
Sepenanak nasi lamanya, Siau-liong duduk terkulai seperti tertidur.
Toh Hun-ki dan Lu Bu-ki keluar pelahan-lahan.
Saat itu lapangan pertempuran di barisan pohon Bunga sudah bersih.
Korban2 yang mati sudah ditanam.
Hanya yang terluka masih terdengar mengerang kesakitan....
Siau-liong berusaha untuk bangkit dan mencoba berjalan beberapa langkah.
Ternyata ia merasa kuat.
Maka iapun segera melangkah keluar.
Ternyata diluar kubu dijaga oleh dua orang imam.
Kedua imam itu buru-buru lari menghampiri.
Tetapi Siau-liong memberi isyarat supaya mereka mundur.
Kemudian ia berjalan ke belakang kubu.
Di belakang kubu terdapat hutan.
Karena melihat penjagaan disitu tak berapa banyak, ia segera masuk ke dalam hutan.
Ternyata karena merasa dirinya pasti mati, Siau-liong akan menghindari orang terutama Ceng Hi totiang, agar mereka jangan sampai tahu siapakah sebenarnya dirinya itu.
Pikirnya Mawar Putih yang terjebak dalam Lembah Semi itu tentu terancam jiwanya.
Kemungkinan besar bahkan sudah binasa.
Dengan begitu tak mungkin lagi ia dapat berjumpa dengan ibunya diseberang lautan.
Ah, ia merasa menjadi seorang anak yang tak berbakti....
Juga Tiau Bok-kun, entah bagaimana nasibnya.
Sedang dia masih balum dapat menunaikan kewajiban2 yang telah dipikulnya.
Dari sekian banyak kewajiban, satu-satunya yang baru dapat diselesaikan ialah memulihkan nama baik Pendekar Laknat! Pada lain kilas ia teringat akan pesan Koay suhu atau Pendekar Laknat yang mengajarkan padanya dua buah hal.
B u n u h dan, B e n c i .
Tetapi sekalipun ia dapat membunuh Soh-beng Ki-su yang telah membunuh Pendekar Laknat itu, juga ia tak dapat memenuhi pesan Pendekar Laknat untuk mewakilinya bertemu dengan Randa Bu-san pada nanti pertengahan musim rontok.
Karena dalam beberapa hari ini ia pasti sudah mati.
Ah, bagaimanakah nanti ia ada muka untuk bertemu dengan arwah Pendekar Laknat dialam baka! Selain itu, iapun masih gelisah memikirkan tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang.
Tentulah menjadi harapan dari Tio Sam-hong yang menciptakan buku pusaka Thian-kong-sinkang bahwa kelak tentu akan terdapat seseorang yang berhasil menemukan simpanan kitab pusaka itu lalu dikembangkan untuk menyelamatkan dunia.
Tetapi ah, sebelum ia dapat mempelajari kitab pusaka itu, ia harus sudah mati.
Dan lagi kitap pusaka itu sudah terlanjur dihancurkan.
Dengan demikian ilmu sakti nomor satu di dunia bakal lenyap untuk selama-lamanya! Dengan pikiran yang tak keruan itu, tibalah ia di tepi sebuah anak sungai.
Ia berhenti lalu pelahan-lahan menanggalkan pakaian Pendekar Laknat.
Sambil melipatnya pakaian ia menimang.
"Ah, sejak saat ini Pendekar Laknat dan Kongsun Liong akan lenyap selama-lamanya dari dunia...."
Karena letih sekali, ia duduk di tepi anak sungai itu.
Tibatiba terdengar kesiur angin dan pada lain saat sesosok bayangan melesat datang.
Siau-liong terkejut ketika mendapatkan pendatang itu adalah puteri dari Randa Bu-san, dara baju hijau yang pernah bertempur dengannya tempo hari.
Dara itu terkesiap memandang Siau-liong, tegurnya.
"Eh, bukankah engkau bersama dengan taci Mawar "
Siau-liong mengangguk.
"Benar, tempo hari kami membikin repot nona dan bibi...."
Diam-diam Siau-liong bersyukur karena sudah melucuti pakaiannya Pendekar Laknat. Kalau tidak, tentulah ia mati ditangan dara itu.
"Apakah engkau bertemu dengan taci Mawar?"
Tanya dara itu pula.
"Tidak,"
Sahut Siau-liong rawan.
"Hai, kemana sajakah dia?"
Seru dara itu dengan banting2 kaki.
"sudah beberapa hari aku dan ibu mencarinya tetapi tak ketemu...."
Belum Siau-liong membuka mulut, dara itu berkata lagi "Tetapi kutahu ia hendak mencarimu!"
Siau-liong mengucurkan beberapa titik air mata, katanya.
"Ah, mungkin kita takkan berjumpa lagi untuk selama - lamanya!"
Dara itu tebeliak dan memandang Siau-liong beberapa saat. Sekonyong-konyong ia berteriak;
"Mengapa? Apakah engkau terluka?"
Siau-liong mengangguk;
"Ya, luka berat yang pasti membawa maut!"
Dara baju hijau itu memandang lekat.
"Tak apalah, mamahku dapat mengobatimu!"
Siau-liong menghela napas.
Pada saat hendak berkata tibatiba terdengar kesiur sesosok tubuh berlari secepat angin mengarah datang.
Dibawah sinar rembulan, tampak sosok tubuh hitam itu melayang ke udara bagaikan seekor burung rajawali lalu menukik turun menerjang.
Siau-liong terkejut sekali.
Dia sudah tak punya daya melawan lagi.
Dan orang itu hebat sekali gerakannya.
Siauliong tetap tenang saja.
Ia merasa sudah dekat ajal, tak perlu melawan.
Karena malawan pun pasti sia-sia....
"Ibu....!"
Tiba-tiba dara itu melengking girang. Ternyata pendatang itu memang Randa dari Bu-san. Setelah memandang beberapa jenak kepada Siau-liong, bertanialah wanita sakti itu kepada puterinya.
"Apakah sudah menemukan jejak tacimu Mawar"
Dara itu gelengkan kepala.
"Belum, tetapi disini berjumpa dengan dia yang pergi bersama taci Mawar...."-ia berpaling ke arah Siau-liong lalu berkata pula;
"Dia terluka, bu.... obatilah!"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena rasa kejut tadi, darah Siau-liong bergolak keras sehingga ia tak kuat berdiri lagi dan duduk tak berkutik.
"Lo-cianpwe, maaf karena menderita luka aku tak dapat menyambut dengan berdiri,"
Kata Siau-liong. Randa Busan itu hanya mendengus lalu menatapnya tajam.
"Dimanakah puteriku angkat itu."
Siau-liong tak bisa bohong.
Tetapi ia tidak enak kalau mengatakan Mawar Putin telah ditawan Soh-beng Ki-su.
Maka sampai beberapa jenak ia tergagap-gagap tak dapat bicara.
Adalah dara baju hijau yang mewakili memberi keterangan bahwa Siau-liong tak berjumpa dengan Mawar Putih.
"Bagaimana engkau tahu!"
Bentak wanita kepada puterinya. Dara itu tersipu-sipu merah mukanya lalu tundukkan kepala tak berani bicara lagi. Randa Busan itu geleng2 kepala, ujarnya;
"Aku mengerti ilmu perbintangan. Sekalipun engkau tak bilang tetapi aku dapat mengetahui juga."
Ditatapnya wajah Siau-liong dengan tajam lalu bertanya pula;
"Anak itu tak menghirau keselamatan jiwanya lagi, demi amat mencintaimu. Tetapi sebaliknya engkau tanpa kasihan membiarkan dia tercengkeram bahaya. Apakah engkau merasa perbuatanmu itu bukan suatu perbuatan orang yang bermoral tipis?"
Dengan kata-kata itu tampaknya Randa Bu-san sudah seperti melihat sendiri peristiwa So-beng Ki-su menawan Mawar Putih.
"Ah, aku...."
Siau-liong menghela napas sedih dan sesal. Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya karena tersekat oleh air matanya yang bercucuran.
"Perlu apa menyesal, toh sudah terlambat....!"
Dengus Randa Bu-san.
Kemudian ia bersenandung; Ratna pecah, bunga gugur bukan tiada sebabnya Peristiwa lampau yang hampa, sukar diimpikan pula Sungguh menggelikan sekalilah wanita yang gila asmara Mengapa mencintai kemati-matian pria yang berhati culas.
Habis besenandung, Randa Bu-san itu juga menghela napas sendiri.
Seperti tersinggung hatinya oleh suatu kesedihan dalam lubuk nuraninya.
Seolah-olah pada malam purnama ditengah hutan belantara yang suuyi, ia menumpahkan isi hatinya....
Sejenak memandang ibu dan Siau-liong, bertanialah dara itu kepada Randa Bu-san.
"Menurut perhitunganmu, kemanakah taci Mawar sekarang ini?"
Randa Bu-san yang sedang terbenam dalam kenangan masa lampau, agak terkejut mendengar pertanyaan puterinya itu. Memandang sejenak kepada Siau-liong. ia menyahut.
"Menurut ilmu petangan, dia berada dalam bahaya. Tentulah ia terjebak dalam Lembah Semi. Sekali pun belum binasa tetapi kesempatan lolospun hanya sedikit. Dan lagi menurut petangan itu...."
Ia menuding Siau-liong dan berseru marah;
"Kesempatan hidup dari tacimu itu hanya tergantung padanya! Tetapi ternyata dia enak2 tak mau mengacuhkan sehingga kemungkinan hidup tacimu Mawar pasti lenyap!"
Dara baju hijau kerutkan kening. Tampaknya ia sedang dicengkam oleh rasa sedih dan marah. Dipandangnya Siauliong yang berlumuran darah dan pucat itu beberapa saat. Entah bagaimana timbullah rasa kasihan kepada pemuda itu.
"Mungkin karena hendak menolong taci Mawar maka ia sampai menderita luka begitu parah...."
Katanya. Dan cepat2 ia bertanya kapada Siau-liong.
"Hai, bukankah begitu?"
Siau-liong paksakan diri mengangkat muka. Baru ia hendak bicara, Randa Busan sudah mendengus.
"Mungkin dia memang mempunyai maksud begitu tetapi tanpa disadari dia telah mensia-siakan kesempatan yang bagus. Saat ini jiwanya sendiri terancam, mana bisa membicarakan lain-lain soal!"
Siau-liong tegang sekali. Dengan terengah-engah ia berkata.
"Ramalan lo-cianpwe sungguh tepat sekali. Sekali pun nona Mawar sudah tertawan di Lembah Semi tetapi dia sudah seperti adikku sendiri. Aku rela hancur raga asal dapat menyelamatkan jiwanya. Pada saat itu jika tak terpaksa oleh keadaan, masakan kubiarkan dia tertawan musuh...."
Siau-liong menghela napas lalu kuatkan diri melanjutkan berkata.
"Memang, saat ini aku sudah hampir mati. Hanya dendam penasaran yang terkandung dalam kematianku nanti. Adik Mawar dan lo-cianpwe dapat memaafkan diriku atau tidak, aku pun tak dapat berbuat sua u apa lagi!"
Kerena rasa tegang dan duka, darah dalam tubuh Siauliong bergolak menyungsang. Dia muntah darah lagi dan rubuh. Si dara baju hijau hendak menolongnya tapi tak jadi dan berpaling ke belakang.
"Ibu...."
Randa Bu-san yang tegak disamping, membentaknya;
"Mengapa!"
"Betapapun halnya dia adalah pemuda yang hendak dicari taci Mawar.... Apalagi dia saat ini sedang menderita luka parah. Adakah kita sampai hati untuk melihatnya saja?"
Seru si dara.
"Manusia yang tipis budi, lupa kasih semacam dia, mati atau hidup sama saja!"
Sahut Randa Bu-san. Tetapi anehnya, ia pelahan-lahan menghampiri Siau-liong. Lalu berjongkok dan mulai memeriksa keadaan pemuda itu. Sesaat kemudian ia berbangkit seraya gelengkan kepala.
"Luka keliwat parah sekali. Sudah tak dapat ditolong lagi....!"
"Hai!"
Si dara menjerit kaget.
"tadi saja ia masih dapat berjalan dan bicara, Mengapa dalam beberapa detik saja sudah tak dapat ditolong....!"
Randa Bu-san tak menghiraukan kata2 puterinya. Ia berjongkok lagi memeriksa Siau-liong. Mulutnya mengingau seorang diri.
"Aneh! Urat jantungnya sudah putus dan isi dadanya sudah berhenti bekerja tetapi mengapa dia belum mati!"
Memang sekalipun menggeletak tak ingat diri, tetapi dada Siau-liong masih berombak keras.
Suatu pertanda bahwa pernapasannya masih belum berhenti.
Lebih mengherankan lagi ternyata alat pendengarannya masih tajam.
Ia membuka mata memandang Randa Bu-san dengan pandang mata yang penuh dendam penasaran.
Randa Bu-san menatap tajam, lalu berkata seorang diri lagi.
"Benar, rupanya hatimu masih penasaran sehingga hawa murni dalam dadamu membeku tak mau cair.... Ai, sayang denyut urat nadimu sudah tak ada. Betapa pun engkau hendak paksakan diri tetapi tentu tak dapat tahan lama....!"
Siau-liong membuka mata lebar2, mencurah kemuka wanita itu. Bibirnya bergerak-gerak tetapi tak dapat mengeluarkan kata2. Randa Bu-san berbangkit dan berkata dengan nada heran.
"Benar-benar suatu hal yang belum pernah kusaksikan selama hidup...."
Wanita itu tegak terlongong-longong.
Sedang si dara baju hijau terkejut.
Dalam anggapannya, ibunya itu seorang wanita yang all round alias tahu segala apa.
Selama ini belum pernah ia melihat ibunya sedemikian sikapnya, ragu2 dan heran.
Apalagi berkali-kali ibunya mengoceh seorang diri.
Akhirnya tak sabar lagilah dara itu, tanyanya.
"Bu, bagaimanakah keadaannya? Apakah dia benar-benar sudah tak dapat ditolong lagi?"
Randa Bu-san tertawa getir.
"Ibu sendiri pun heran. Dia tidak seperti manusia biasa.... Menilik lukanya, dia tentu sudah mati. Tetapi dia masih hidup bahkan ingatannya masih terang sekali!"
Memang saat itu Siau-liong sudah tak dapat bicara. Hanya matanya yang masih berkilat-kilat bergantian memandang Randa Bu-san dan si dara baju hijau. Tiba-tiba dara baju hijau itu berpaling dan berseru.
"Bu, tolonglah dia! Lihatlah, betapa kasihan sekali dia itu....!"
Randa Bu-san mendengus.
"Ling, mengapa engkau hari ini? Mengapa terus mendesak ibu supaya menolong pemuda yang tak berbudi?"
"Aku memikirkan kepentingan taci Mawar...."
Kata si dara lalu tundukkan kepala. Randa Bu-san menghela napas panjang;
"Mungkin ibu akan berusaha untuk menolongnya. Meskipun belum pasti dapat menyelamatkannya tetapi akan kucoba juga...."
Sesaat berhenti, ia berkata pula.
"Hanya sayang tacimu Mawar tak berada disini sehingga kita berdua tak berdaya menolongnya!"
"Mengapa? Apakah taci Mawar yang dapat menolongnya? Masakan...."
Tiba-tiba wajah wanita itu mengerut bengis dan membentaknya.
"Jangan banyak tanya, mari kita pergi!"
Sudah tentu si dara terkejut melihat sikap ibunya yang begitu bengis.
Belum pernah sebesar itu ia mendengar ibunya bicara begitu bengis seperti saat itu.
Sejenak ia memandang lagi ke arah Siau-liong lalu cepat2 menyusul ibunya.
Baru berjalan dua langkah, ternyata Randa Bu-san menyadari bahwa sikapnya terhadap anaknya tadi keliwat bengis.
Maka ia menepuk bahu si dara dan berkata dengan lembut.
"Obat mujijat hanya untuk orang yang belum takdirnya mati. Pintu agama hanya terbuka kepada orang yang berjodoh. Apabila seseorang sudah ditakdirkan mati, siapapun tak mungkin dapat menolongnya!"
Dara itu mengangguk kepala tak menyahut.
Tetapi diamdiam ia mencuri kesempatan untuk berpaling ke belakang.
Dilihatnya Siau-liong masih terkulai di tanah....
Sepasang matanya masih memandang ke arahnya.
Dari sinar rembulan jelas dara itu dapat melihat, betapa putus asa hati Siau-liong yang dipancarkan dari pandang matanya itu....
Tak terasa hidung dara itu basah dan matanya bercucuran air mata....
Sesaat kemudian ia terkejut sendiri.
Ia merasa heran mengapa sampai kehilangan peribadi.
Mengapa ia harus mencucurkan air mata untuk pemuda itu, Bukankah ia tak mempunyai hubungan apa2! Dengan kuatkan hati dara itu segera menyusul ibunya.
Tetapi entah bagaimana, beberapa saat kemudian, hatinya kembali terasa pepat.
Seolah-olah tertindih oleh sebuah batu besar.
Tak tahu ia, apa sebabnya.
Makin keras hendak melupakan makin keras ia teringat lagi....
Tiba-tiba ia terkejut karena bahunya ditepuk oleh ibunya.
Ternyata Randa Bu-san melesat keluar dari balik sebuah batu besar dan menepuk bahu puterinya.
Dan habis menepuk Randa Bu-san terus loncat ke balik sebuah batu.
Dara itupun cepat2 menyusul ibunya.
"Ada orang disebelah sana...."
Bisik Randa Bu-san.
Dan menurut arah yang ditunjuk ibunya.
si dara memang melihat sesosok bayangan sedang menyusur tepi sungai berjalan ke arah tempat mereka.
Tetapi orang itu masih berada pada jarak dua tombak lebih jauhnya.
Orang itu berjalan pelahan sekali sehingga beberapa waktu kemudian baru tiba didekat tempat Randa Bu-san dan puterinya bersembunyi.
Makin dekat makin jelaslah perwujutan orang itu.
Rambutnya terurai kusut masai.
Pakaiannya berlumuran debu dan lumpur.
Rupanya sudah beberapa hari tak dandan.
Sepasang matanyd berkeliaran memandang kekanan kiri dan berjalan dengan langkah amat pelahan.
Sepintas pandang ditengah hutan belantara pada malam yang sunyi, orang itu mirip dengan sesosok hantu yang keluar dari kuburan.
Tiba-tiba Randa Bu-san memungut sebutir batu lalu dilemparkan ketempat Siau-liong berbaring.
Batu itu tepat jatuh dionggok batu yang terletak disamping Siau-liong.
Sekalipun tak keras, tetapi karena malam sunyi sekali, batu itu pun mengeluarkan bunyi yang cukup terdengar jelas.
Orang yang datang itu yang ternyata seorang gadis, terkejut dan serentak berhenti lalu pasang telinga.
Dengan seksama ia memandang ke arah bunyi batu jatuh tadi.
Tetapi karena tubuh Siau-liong kebetulan teraling oleh tumpukan batu, maka ia tak dapat melihatnya.
Setelah tertegun beberapa jenak, barulah ia melangkah ketempat onggok batu itu.
Ketika si dara baju hijau mencuri lihat, dilihatnya gadis yang tak keruan keadaannya itu ternyata memiliki raut wajah yang cantik sekali.
Rambul kusut masai, pakaian kotor, hanya seperti tebaran awan yang menutup sang rembulan.
Dibalik awan itu merupakan Dewi Rembulan yang cantik gilang gemilang.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Demikian dengan keadaan nona itu.
Rupanya gadis itu mengetahui tubuh Siau-liong.
Ia berjongkok memeriksanya dan seketika menjeritlah ia.
"Siauliong! Oh, Siau-liong...."
Ratap tangis berhamburan tersedu-sedu. Melihat itu wajah Randa Bu-san berseri girang, bisiknya.
"Mungkin dia memang belum ditakdirkan mati...."
Cepat ia menarik tangan puterinya lalu diajak menghampiri. Karena terbenam dalam kesedihan besar, rupanya gadis itu tak mengetahui kedatangan kedua ibu dan anak.
"Apakah dia sudah mati?"
Tiba-tiba Randa Bu-san menegur. Nona itu tersentak kaget seraya cepat2 berbalik diri. Tetapi rupanya ia tercengkam dalam kedukaan, Habis melihat Randa Bu-san dan si dara baju hijau, ia kembali berputar tubuh lagi dan menangisi Siau-liong.
"Siau-liong, mengapa engkau mati begini mengenaskan sekali...."
Dara baju hijau terkejut. Cepat ia mengawasi Siau-liong. Tampak sepasang mata pemuda itu menutup rapat seperti orang mati.
"Hai, apakah engkau tak mendengar pertanyaan ibuku?"
Bentaknya. Nona berhenti menangis lalu berputar tubuh, serunya;
"Mungkin sudah tak dapat ditolong lagi!"
"Asal dia masih bernapas, ibuku tentu dapat menolong!"
Sahut si dara. Nona itu tertegun lalu cepat2 menempelkan jarinya kemulut Siau-liong. Setelah itu ia ber-lutut dihadapan Randa Bu-san seraya meratap.
"Dia masih hidup, harap lo-cianpwe suka menolongnya....!"
Randa Bu-san menghela napas. Ia berjongkok memeriksanya. Kaki dan tangan Siau-liong sudah kaku, matanya menutup rapat. Hanya tinggal napasnya yang masih kedengaran lemah. Randa Bu-san berbangkit lagi, katanya.
"Hawa murni yang berkumpul dibagian jantungnya sudah mulai memencar. Mungkin sukar ditolong lagi!"
Nona itu menangis makin keras seraya meratap-ratap.
"Locianpwe, tolonglah.... tolonglah dia...."
Randa Bu-san merenung.
Tiba-tiba ia menutuk tiga buah jalan darah didada Siau-liong.
Siau-liong tak membuat reaksi suatu apa.
keadaannya seperti orang mati.
Setelah ditutuk jalan darahnya oleh Randa Bu-san, napas Siau-liong malah berhenti sama sekali.
Nona itu terkejut dan tertegun lalu tiba-tiba menangis gerung2.
"Dia sudah mati! Engkaulah yang mencelakainya!"
Dengan kalap gadis itu terus menyerang Randa Bu-san.
Wanita itu mendengus dingin seraya mencengkeram siku lengan kanan gadis itu.
Sekali pijat, gadis itu tegak seperti patung.
Separoh tubuh kesemutan.
Randa Bu-san menatap gadis itu dengan pandang kasihan lalu lepaskan cekalannya.
"Denyut keenam inderanya sudah tiada, hawa dalam darahnya sudah kering. Jika hawa murni dalam jantung pun buyar, sekali pun dewa turun dan langit, juga sukar menolongnya lagi. Kututuk jalan darahnya untuk menutup hawanya agar dia masih dapat bertahan dua jam lagi...."
Berhenti sejenak ia melanjutkan;
"Menilik keadaan lukanya, dia pasti mati. Sekali pun akan kucoba mengusahakan tetapi aku tak yakin dapat menolongnya!"
Mendengar penjelasan Randa Bu-san, gadis itu serta-merta terus berlutut....
Diam-diam si dara baju hijau girang karena ternyata ibunya sudah meluluskan untuk menolong, Ia menghela napas lalu mundur kesamping memandang gadis yang tak dikenal itu.
Randa Bu-san mengangkat bangun gadis itu;
"Apakah hubunganmu dengan dia? Mengapa engkau menangis begitu sedih?"-tanyanya.
"Aku dan dia.... dia pernah menolong jiwaku, aku...."
Randa Bu-san menghela napas.
"Budi dan Cinta bercampur jadi satu. Engkau dan dia memang sukar terhindar dari hubungan Asmara, ketahuilah...."
Dipandangannya wajah gadis itu lekat2, lalu Randa Bu-san melanjutkan pula.
"Ketahuilah, dia bukan seorang pemuda yang hanya mencintai seorang gadis saja. Engkau sukar terangkap jodohnya dengan dia!"
Namun gadis itu tanpa ragu2 berseru;
"Tak peduli dia memperlakukan diriku bagaimana, aku tetap akan membalas budinya!"
Berkata Randa Bu-san dengan serius.
"Kalau engkau berkorban dan dia selamat, apakah engkau bersedia?"
Tanpa bersangsi. gadis itu mengangguk.
"Aku bersedia!"
"Karena engkau rela berkorban aku pun akan berusaha sungguh2...."
Kata Randa Bu-san lalu menunjuk Siau-liong dan berkata.
"Angkatlah tubuhnya pelahan-lahan!"
Tanpa banyak bertanya, gadis itu segera melakukan perintah Randa Bu-san.
Tubuh Siau-liong telentang lurus di atas kedua lengannya, Setelah itu Randa Bu-san lalu suruh sigadis mengangkut Siau-liong dan ikut ia pulang.
Ditengah jalan bertanialah si dara baju hijau nama gadis itu.
"Aku bernama Tiau Bok-kun...."
Gadis itu menerangkan. Kedua pipinya tampak merah, ujarnya lebih lanjut.
"Ah, aku memang linglung sekali sehingga belum bertanya nama locianpwe dan taci...."
"Namaku Song Ling...."
Dara baju hijau itu menjawab,"
Dan beliau adalah ibuku...." -habis berkata dara itu membisiki kedekat telinga Tiau Bok-kun.
"Asal ibu sudah meluluskan mengobatinya, dia tentu sembuh. Jangan kuatirlah!"
Tiau Bok-kun memandang dara itu.
Dua butir air mata menitik turun....
Si dara baju hijau atau Song Ling tak dapat merangkai kata2 untuk menghibur.
Maka dalam berjalan itu ia diam saja.
Dalam pada itu karena kuatir Siau-liong akan tergoncang tubuhnya maka Randa Bu-san sengaja berjalan pelahan-lahan.
Kira2 sepertanak nasi lamanya barulah mereka tiba dipondok gunung Bu-san.
Saat itu sudah malam.
Rembulan tertutup awan sehingga menimbulkan suasana yang rawan.
Randa Bu-san suruh Tiau Bok-kun letakkan tubuh Siau-liong di atas balai2 bambu.
Wanita itu cepat masuk ke dalam kamarnya dan tak lama keluar membawa baskom air panas berisi daun2 obat.
Air brrwarna merah darah.
Baskom itu diserahkan kepada Tiau Bok-kun beserta sebuah kain putih.
Tiba-tiba Randa Bu-san membentak Song Ling.
"Bukan urusanmu, lekas keluar!"
Song Ling tertegun. Terpaksa ia melangkah keluar. Setelah itu Randa Bu-san mengambil kursi dan duduk membelakangi balai2 tempat Siau -liong.
"Tiau Bok-kun, karena engkau sudah ber-sungguh2 menolongnya, engkau harus menurut petunjukku!"
Tiau Bok-kun mengiakan.
"Kalau begitu lekas engkau lucuti pakaiannya!"
Tiau Bok-kun meragu.
Sampai beberapa jenak ia diam saja.
Tetapi karena ia sudah mengatakan hendak mengorbankan diri demi menolong jiwa Siau-liong, masakan disuruh begitu saja ia sudah mogok? Apalagi....
Tanpa banyak pikir lagi, ia segera membuka pakaian Siau-liong yang berlumuran darah dan debu itu.
"Benamkan kain ke dalam air lalu bersihkan kaki dan tangannya!"
Kembali Randa Bu-san memberi perintah.
"Kemudian Randa Bu-san mengeluarkan sebuah bungkusan sutera. Ternyata berisi 12 batang jarum perak. Lalu dipanggilnya Tiau Bok-kun.
"Hendak kulakukan pengobatan tusuk jarum untuk menghalau darah kental yang mengeram dalam kelima inderanya. Tetapi aku tak leluasa mengerjakan sendiri. Engkau harus melakukan petunjukku!"
Ia menyerahkan bungkusan jarum kepada nona itu. Tiau Bok-kun bingung.
"Tetapi aku tak mengerti ilmu tusuk jarum, jika...."
"Tak apa, asal dapat mengenal letak jalan darah dengan tepat, tentu tiada berbahaya...."
Belum sempat Tiau Bok-kun menjawab. Randa Bu-san sudah berkata lagi;
"Pertama kali, tusuklah jalan darah Thantiong didadanya!"
Tiau Bok-kun tak berani berayal terus menghampiri ke balai2 tempat Siau-liong.
"Tusuk sampai 3 dim dalamnya!"
Seru Randa Bu-san pula.
Dengan menindas tangannya yang gemetar, setelah menentukan letak jalan darah, akhirnya Tiau Bok-kun memberanikan diri menusuk jarum itu.
Saat itu Randa Bu-san tetap duduk membelakangi.
Tetapi rupanya ia seperti melihat apa yang dilakukan Tiau Bok-kun.
Kembali ia memberi perintah pelahan-lahan.
"Yang kedua, tusuk jalan darah Tiong-kek-hiat dibawah pusarnya, sampai berdarah...."
Tiau Bok-kun pun melakukan perintah itu.
"Yang ketiga, tusuklah jalan darah Beng-bun di belakang pusar.... Yang keempat, jalan darah Ci-tong-hiat pada ketiak kanannya."
Demikianlah dibawah petunjuk Randa Bu-san, Tiau Bok-kun telah melakukan pengobatan tusuk jarum pada tubuh Siauliong.
Lebih kurang sepertanak nasi lamanya, barulah pengobatan itu selesai.
Kepala Tiau Bok-kun basah kuyup dengan keringat.
Tetapi ia dapatkan napas Siau-liong mulai agak keras, kaki dan tangannya pun tidak kaku lagi.
Seri wajahnya mulai agak merah.
Diam-diam nona itu girang dan cepat menghaturkan terima kasih kepada Randa Bu-san.
Tetapi Randa Bu-san mengatakan bahwa pengobatan dengan tusuk jarum itu hanya dapat mencairkan hawa jahat yang menyumbat peredaran jalan darahnya.
Dapatkah hal itu menyembuhkan Siau-liong, ia masih belum yakin.
Sudah tentu Tiau Bok-kun terkejut karena dugaannya bahwa Siau-liong sudah sembuh ternyata belum pasti.
"Mengapa tak lekas memakaikan pakaiannya lagi!"
Bentak Randa Bu-san. Tiau Bok-kun merah mukanya lalu buru-buru melakukan perintah.
"Ling -ji!"
Randa Busan memanggil puterinya.
Song Ling muncul.
Lebih dulu memandang ketempat Siauliong kemudian baru menghampiri ibunya, Randa Bu-san suruh dara itu mengambil sebuah cawan perak.
Lalu wanita itu mengeluarkan sebuah botol kecil dan menuang sebutir pil warna hitam diberikan kepada Tiau Bok-kun.
"Inilah pil Penyambung nyawa buatanku sendiri. Tetapi harus dicampur dengan segelas darah orang baru manjur. Maukah engkau memberikan darahmu untuknya?"
"Mau...."
Sahut Tiau Bok-kun. Saat itu Song Ling muncul dengan membawa cawan perak. Ternyata cawan itu dua kali besarnya dengan cawan biasa. Menyambuti cawan itu, Randa Busan lalu menyerahkan kepada Tiau Bok-kun;
"Perlu secawan penuh!"
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah menyambuti cawan itu dan diletakkan dimeja, tanpa bersangsi lagi, Tiau Bok-kun terus mengeluarkan badik dan membelek urat lengan kirinya.
Darah mengucur deras ke dalam cawan.
Tak berapa lama penuhlah cawan itu.
Tiau Bok-kun sudah bertekad hendak menyelamatkan jiwa Siau-liong.
Sekalipun menerjang lautan api, ia tetap akan melakukan.
Tetapi karena darahnya keluar begitu banyak, kepalanya pun terasa pening mata ber-kunang2.
Hampir saja ia rubuh.
Untunglah Song Ling cepat memapah dan membalut lukanya.
Randa Bu-san menghela napas.
Memandang Tiau Bok-kun, mengambil cawan berisi darah lalu menghampiri ketempat Siau-liong.
Pemuda itu masih pingsan.
Lebih dulu pil hitam tadi disusupkan ke dalam mulutnya lalu dingangakan dan diminumi darah....
Setelah cawan habis isinya, wanita Bu-san itu menghela napas.
"Aku hanya dapat mengobati sampai disini. Adakah dia dapat hidup kembali, tergantung pada nasibnya!"
Tiau Bok-kun yang masih pucat wajahnya, tak berkedip mengawasi air muka Siau-liong Ternyata cepat sekali terjadi perobahan.
Tak berapa lama wajah pemuda itu merah segar seperti orang sehat lagi.
Kaki dan tangannyapun mulai dapat bergerak.
Girang Tiau Bok-kun bukan kepalang.
Serta-merta ia membisiki telinga anak muda itu.
"Siau-liong, Siau-liong...."
"Jangan menganggunya dulu!"
Bentak Randa Bu-san, sekalipun dia dapat sembuh tetapi paling tidak dua jam lagi baru sadar!"
Tetapi serempak dengan kata2 wanita itu sekonyongkonyong Siau-liong mengerang dan terus menggeliat duduk. Sudah tentu wanita Bu-san kaget sekali. Cepat ia melesat kehadapan Siau-liong dan menatapnya seraya berkata seorang diri.
"Sungguh aneh! Benar-benar suatu keajaiban yang baru pertama kali ini kusaksikan seumur hidup! Mengapa anak muda ini memiliki tenaga murni yang sedemikian besarnya?"
Siau-liong memandang kian kemari seperti tak mengerti apa yang telah terjadi pada dirinya. Pelahan-lahan matanya tertumbuk wajah Tiau Bok-kun, ia berteriak kaget.
"Nona Tiau, engkau...."
Tiau Bok-kun juga terkejut girang. Cepat ia berpaling ke arah Randa Bu-san.
"Terima kasih atas pertolongan locianpwe!"
"Locian.... pwe...."
Seru Siau-liong tersekat. Ia baru saja sembuh, darahnya masih belum normal. Karena diguncang oleh rasa kejut dan haru, bergolak lagilah darahnya. Seketika matanya gelap dan rubuhlah ia kembali.
"Tak jadi apa,"
Cegah Randa Bu-san ketika Tiau Bok-kun hendak menolong Siau-liong.
"tetapi biarpun dia mempunyai tenaga dalam yang tinggi, setelah menderita luka itu, harus beristirahat selama sepuluh sampai lima belas hari baru benarbenar sembuh...."
Kemudian wanita itu berpesan, setelah Siau-liong tersadar, Tiau Bok-kun supaya membawanya pergi kesebuah tempat yang sunyi agar dapat beristirahat menyembuhkan lukanya.
Saat itu fajar mulai menyingsing.
Randa Bu-san segera ajak puterinya untuk beristirahat.
Setelah kedua ibu dan puteri itu keluar, Tiau Bok-kun menghela napas panjang.
Dilihatnya saat itu Siau-liong masih tidur pulas, Terkenang akan pengalamannya selama beberapa hari ini.
Selama berhari-hari itu ia terus menerus mencari Siau-liong.
Dan ketika diterowongan Lembah Maut ia berjumpa dengan Pendekar Laknat yang terluka.
Ia kira Siau-liong tentu sudah menuju keseberang laut.
Tetapi ketika masuk kekota Siok-ciu, ia mendengar berita bahwa Siau-liong terjebak dalam Lembah Maut.
Maka ia nekad menuju ke Lembah Semi lagi untuk mencari pemuda itu.
Kini akhirnya ia dapat berjumpa dengan pemuda yang dikenang siang dan malam itu.
Ia merasa telah berhutang jiwa kepada pemuda itu.
Disamping itu ia masih mempunyai suatu perasaan yang sukar diutarakan terhadap pemuda itu.
Tiba-tiba teringatlah ia akan peristiwa tadi.
Demi kepentingan pengobatan tusuk jarum ia diperintah Randa Busan untuk membuka pakaian Siau-liong.
Seketika merahlah wajah nona itu.
Diam-diam ia berjanji untuk membujuk Siauliong agar mau diajak mencari tempat yang sunyi supaya lukanya sembuh sama sekali.
Benak nona itu melalu lalang dengan lamunan yang indah.
Karena semalam suntuk tak tidur tanpa terasa iapun jatuh pulas.
Letih dan kantuk melelapkan nona itu dalam ketiduran yang panjang.
Ketika sadar ternyata hari sudah malam.
Ia tidur sehari penuh.
Kamar masih gelap belum ada penerangannya Diluar pondok, angin membawa deru hujan.
Pelahan-lahan ia turun dari pembaringan.
Diruang pondok sunyi senyap.
Nyonya rumah dan si dara baju hijau tak kedengaran suaranya.
"Nona Tiau...."
Tiba-tiba terdengar orang memanggilnya. Nona itu terkejut dan berpaling.
"Ah, engkau sudah bangun?"
"Nona Tiau, ah, membikin susah padamu...."
Siau-liong tertawa rawan.
Seketika meluaplah rasa haru nona itu.
Tak tahu bagaimana ia harus bicara.
Air matanya berderai-derai turun membasahi kedua pipinya.
Siau-liong menghela napas panjang dan pelahan-lahan duduk.
Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah Song Ling dengan membawa lilin.
Dara itu tersenyum.
Ia terkejut heran ketika melihat Siau-liong duduk.
"Eh, engkau sudah sembuh?"
Tanyanya seraya meletakkan lilin di atas meja terus lari keluar.
Tak berapa lama Randa Bu-san pun masuk.
Song Ling sibuk membawa hidangan dan teh.
Siau-liong seperti orang bermimpi.
Dengan dipapah Tiau Bok-kun ia turun dari pembaringan lalu menghaturkan terima kasih kepada nyonya rumah dan puterinya.
Entah bagaimana tampak dara baju hijau itu tertegun seperti orang yang kehilangan semangat.
Mata memandang Siau-liong tak berkedip.
Dengan wajah dingin dan nada tegas, Randa Bu-san berkata.
"Yang menolongmu sesungguhnya bukan aku melainkan nona ini...." -ia menunjuk Tiau Bok-kun.
"jika tiada nona itu, sekali pun engkau mempunyai jiwa rangkap dua lembar, tetap habis tentu riwayatmu!"
Tiba-tiba Siau-liong teringat kalau wanita itu menyesalinya karena melepaskan Mawar Putih jatuh ketangan Soh-beng Kisu.
Ia merasa malu dan tak berani bicara apa2 lagi.
Untunglah Randa Bu-san tak mengungkat soal itu lagi.
Demikian mereka berempat segera makan malam bersama.
Setelah makan bubur, semangat Siau-liong makin segar.
Ia teringat sudah tiga kali itu datang kepondok Randa Bu-san.
Pertama dengan membawa Mawar Putih yang terluka.
Kedua kali dalam penyamarannya sebagai Pendekar Laknat ia telah bertempur dengan si dara baju hijau hingga menderita luka parah lalu dibawa Mawar Putih kepondok situ.
Untunglah ia telah dibawa lari oleh gurunya.
Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-tho.
Dan kali ini adalah yang ketiga kalinya ia berkunjung kesitu dengan membawa luka yang hampir saja merenggut jiwanya.
Teringat akan peristiwa itu, diam-diam Siau-liong termenung.
Si dara baju hijau yang masih makan, beberapa kali lepaskan lirikan ke arah pemuda itu.
Tetapi tiap kali bertemu pandang dengan mata Siau-liong, cepat2 dara itu alihkan pandangan matanya kelain arah.
Rupanya Randa Bu-san mengetahui juga tingkah laku puterinya itu.
Ia deliki Song Ling dengan mata membengis.
Setelah selesai makan, ia berkata kepada Siau-liong dan Tiau Bok-kun.
"Saat ini dunia persilatan sedang diamuk kekacauan dari kedua suami isteri durjana. Memang bintang Iblis-penaklukdunia dan Dewi Neraka serta gerombolannya itu, masih terang. Kita tak dapat melawan kehendak alam. Pondok ini dekat dengan Lembah Semi, kurasa kurang tepat kalau kalian beristirahat disini. Setiap saat kedua durjana itu dapat mengirim orang untuk menyelidiki. Sekarang sudah malam dan hujan pun terus menerus mencurah deras. Baiklah kalian beristirahat semalam lagi. Besok pagi kalian boleh mencari lain tempat untuk menyembunyikan diri dari gangguan mereka!"
Siau-liong dan Tiau Bok-kun serempak berbangkit.
Tetapi ketika mereka hendak membuka mulut, tiba-tiba wajah wanita itu berobah.
jarinya menutuk kening seperti orang yang sedang memikir sesuatu.
Siau-liong terpaksa tak berani bicara dan menunggu.
Beberapa jenak kemudian, mata wanita itu berkilat-kilat.
Tiba-tiba ia menampar meja dan serentak berdiri.
"Bu, mengapa engkau?"
Teriak Song Ling heran. Sambil memegang dahi, wanita itu berjalan beberapa langkah sembari berkata seorang diri.
"Aneh, mengapa tibatiba hatiku terasa tak tenteram...."
Tiba-tiba ia berhenti lalu menyuruh Song Ling mengambilkan alat hitungan.
Dara itu cepat keluar dan cepat kembali membawa seperangkat alat-alat yang terdiri dari ember kayu, beberapa helai kulit kura, tulang ikan, kulit kerang dan lain-lain.
Randa Bu-san segera memasukan benda2 itu ke dalam dua buah mangkuk kayu lalu digoyang-goyangkan beberapa jenak Setelah itu diambil dan dijajar di atas meja.
Tingkahnya tak ubah seperti seorang anak kecil yang sedang bermain-main.
Wajah wanita sakti itu sebentar merah sebentar pucat dan akhirnya mengucurkan keringat.
Beberapa saat kemudian ia menghela napas lalu berbangkit.
"Alat Ka-kut-sin-go ini tak pernah melesat dalam memperbitungkan sesuatu, Dalam perhitungan tadi, ternyata memberi gambaran jelek, Dalam pondok ini segera akan terjadi peristiwa hebat yang tak baik...." -ia berhenti sejenak lalu melanjutkan.
"Sebenarnya akan kusuruh kalian tinggal lagi semalam disini. Tetapi mengingat bahaya itu, lebih baik kalian sekarang juga tinggalkan pondok ini!"
Saat itu diluar hujan masih turun dengan deras. Dinginnya menggigit tulang. Melirik ke arah Siau-liong yang baru sembuh, diam-diam Tiau Bok-kun gelisah....
"Terpaksa harus begitu, tiada jalan lain lagi...."
Kembali Randa Busan mendesak. Kemudian wanita itu menyuruh Song Ling mengemasi bungkusan persediaan obat.
"Kita juga harus pergi sekarang juga. Song Ling cepat melakukan perintah ibunya. Siau-liong tak begitu percaya akan segala perhitungan atau ramalan. Bermula ia duga wanita itu tentu mencari alasan saja agar dapat menyuruh pergi. Tetapi alangkah kejutnya ketika mendengar wanita itu juga akan pergi dari rumahnya. Barulah Siau-liong mulai menaruh kepercayaan. Song Ling muncul dengan membawa kantong obat-obatan dan buntelan pakaian. Dengan wajah cemas ia berkata.
"Bu, sudah kukemas semua. mari kita berangkat!"
Dara itu memang percaya penuh kepada ibunya.
Ia agak gugup juga karena mengira bahaya itu akan segera tiba.
Siau-liong pun segera teringat akan buntelannya yang berisi pakaian Pendekar Laknat.
Untunglah karena Tiau Bokkun sibuk menolong dirinya, tak sempat membuka buntelan itu.
Pendekar Laknat Pendekar Tiga Jaman Karya SD Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itu Randa Bu-san dan Song Ling sudah tiba diambang pintu.
Melihat Siau-liong dan Tiau Bok-kun masih berada dalam ruangan, wanita itu cepat berseru memberi peringatan.
"Selama hidup aku tak suka merangkai keterangan yang membohongi orang supaya takut. Jika tak lekas pergi, jangan menyesal!"
Juga Song Ling ikut memberi peringatan.
"Petangan ibu tak pernah meleset. Taci Tiau, lebih baik kalian lekas pergi!"
Dalam pada berkata itu, ibu dan puteri sudah berada diluar pintu. Begitu pintu terbuka, serangkum angin dingin meniup masuk. Siau-liong dan Tiau Bok-kun menggigil.
"Ah, karena lo-cianpwe itu mengatakan dengan begitu sungguh2, tentulah ada sebabnya. Marilah kita lekas tinggalkan pondok ini,"
Kata Siau-liong. Tetapi melihat badai hujan diluar, Tiau Bok-kun berkata.
"Apakah engkau kuat bertahan?"
Siau-liong tersenyum.
Baru ia hendak menjawab tiba-tiba dari jauh terdengar suara orang tertawa nyaring.
Siau-liong dan Tiau Bok-kun tersentak kaget.
Sekalipun dalam deru badai hujan yang hebat, tertawa itu masih terdengar jelas.
Dan Siau-liong tak asing lagi bahwa tertawa itu adalah nada suara Iblis-penakluk-dunia! Menyusul terdengar lengking suara tajam....
Tetapi karena gemuruh badai, lengking suara itu pun tak terdengar jelas.
"Wanita Bu-san memang tepat sekali perhitungannya. Tetapi dia sendiri tentu tak keburu menyingkir dan pasti akan kesompokan dengan Iblis-penakluk-dunia. Demi membalas budinya, aku takkan berpeluk tangan tak mempedulikan...."
Sambil berkata Siau-liong terus melangkah keluar.
Lukanya baru saja sembuh.
Terdampar oleh angin keras dan hawa dingin, tubuhnya terhuyung-huyung mau rubuh.
Tetapi ia kuatkan diri menuju ke arah suara orang itu.
Tiau Bok-kun cepat lari untuk memapahnya.
"Andai kata benar wanita Bu-san tadi bertempur dengan suami isteri Iblis-penakluk-dunia, engkau pun tak dapat membantunya. Ah, lebih baik...."
"Aku bekerja untuk melapangkan ketenteraman hati,"
Kata Siau-liong.
"aku...." - ia menghela napas dan lanjutkan langkah kemuka. Diam-diam Siau-liong menimang. Kedatangan Iblispenakluk- dunia bersama isteri pada malam hujan deras dan menerobos kepungan rombongan orang gagah itu, tentu penting. Kalau tidak hendak mencari Randa Bu-san dan puterinya tentulah sudah mencium jejaknya (Siau-liong). Menurut ukuran kepandaiannya, kedua suami isteri durjana itu tak menang dari Randa Bu-san yang memiliki tenaga sakti Ya-li-sin-kang. Tetapi karena ternyata kedua suami isteri iblis itu berani datang kepondok wanita Bu-san, tentulah mereka sudah siap dengan rencana hebat. Teringat akan tokoh2 Jong Leng lojin, Lam-hay Si-ni, Naga Terkutuk, Harimau Iblis dan It Hang totiang yang telah dikuasahai Iblis-penakluk-dunia, diam-diam menggigillah hati Siau-liong. Tiau Bok-kun menyadari bahwa percuma saja menasehati pemuda itu. Ia tahu pula bahwa Randa Bu-san dan puterinya itu juga sehaluan dan seperjuangan dengan Siau-liong dalam usahanya menentang Iblis penakluk-dunia. Maka ia pun tak bersangsi lagi mengikuti langkah Siau-liong. Siau-liong menggamit tangan nona itu dan menunjuk kemuka. Menurut arah yang ditunjuk pemuda itu. Tiau Bokkun melihat pada jarak beberapa tombak jauhnya, tampak Randa Bu-san berdua dengan puterinya tengah berdiri berhadapan dengan dua orang tinggi pendek mengenakan pakaian serba hitam. Di belakang kedua orang baju hitam itu tegak kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Diam-diam menggigillah perasaan Siau-liong. Ia tahu bahwa kedua orang berpakaian serba hitam itu adalah Lamhay Sin-ni dan Jong Leng lojin. Terdengar Randa Bu-san berkata dengan nada dingin.
"Adakah kedatangan saudara berdua pada malam hujan deras ini karena hendak mencari aku?"
Iblis-penakluk-dunia tertawa;
"Benar! Rupanya kedatangan kami berdua tepat sekali. Jika terlambat sedikit saja, mungkin sukar mencari kalian berdua ibu dan anak'"
"Dengan maksud apa kalian hendak mencari aku."
Bentak Randa Bu-san murka. Iblis-penakluk-dunia tertawa iblis.
"Tempat ini tak layak buat bicara. Harap ikut kami ke dalam Lembah Semi untuk berunding!"
Randa Bu-san mendengus. ,,Aku tak suka campur urusan dunia persilatan. Oleh karena itu aku cukup bersabar terhadap gerak gerik kalian. Apakah kalian kira aku tak tahu tipu muslihat yang sedang kalian rancang itu?"
Dengan masih tetap tertawa Iblis-penakluk-dunia menyahut;
"Jika kalian tak mau mencampuri urusan dunia persilatan, mengapa dari gunung Bu-san yang begitu jauh, kalian datang kemari?"
Ditatapnya wanita itu tajam2, lalu melanjutkan kata-kata pula.
"Kedatangan nyonya kemari bukan aku tak tahu maksudnya. Adalah demi soal itu maka kuundang nyonya datang ke Lembah Semi untuk berunding,"
"Bu, tak perlu menghiraukannya! Mari kita pergi!"
Song Ling menyelutuk. Diam-diam dara baju hijau itu memang agak jeri menyaksikan kedua orang bepakaian serba hitam yang karena tertimpa air hujan, wajahnya makin seram. Iblis-penakluk-dunia tertawa.
"Ah, sudah terlambat kalau sekarang kalian hendak pergi...."
Dia terus mengeluarkan cambuk terus disabatkan ke udara seraya maju selangkah kehadapan Randa Bu-san bentaknya.
"Ilmu sakti Thian-kong-sin-kang sudah muncul di dunia lagi! Dergan begitu terpaksa aku harus mengadakan banyak perobahan dalam rencanaku. Paling tidak, ilmu sakti yang empat buah itu tak boleh lolos dari tanganku!"' Mendengar getar cambuk Iblis-penakluk-dunia tadi mata Jong Leng lojiu dan Lam -hay Sin-ni berapi-api memberingas.
"Jahanam! Jangan banyak tingkah!"
Damprat Randa Busan, seraya lontarkan sebuah hantaman ke arah Iblispenakluk- dunia.
Tampaknya pelahan dan lemah tetapi pada hakekatnya pukulan itu mengandung tenaga sakti yang mampu menghancurkan batu karang.
Baru pertama kali itu Iblis-penakluk-dunia menghadapi ilmu pukulan sakti Ya-li-sin-kang.
Tetapi karena dia amat licin dan banyak pengalaman begitu merasa kedahsyatan pukulan wanita itu, ia terkejut dan cepat2 loncat mundur.
Tetapi betapapun cepat ia menghindar tetap tubuhnya terdampar angin dari pukulan itu.
Seketika separoh tubuhnya terasa kesemutan nyeri sekali.
Dengan berjumpalitan sampai dua kali, barulah ia terhindar dari deru angin maut.
Dengan menyeringai kucing.
iblis itu merangkap bangun.
Dipandangnya Randa Bu-san dengan geram sekali.
Ia tertawa menyeringai lalu ayunkan cambuk ke arah kedua orang baju hitam itu, bentaknya.
"Lekas ringkus wanita baju hitam itu kalau tidak kalian tentu kuhukum mati!"
Orang berpakaian serba hitam yang berperawakan lebih tinggi maju lebih dulu, Dengan mengangkat kedua tangan dan merentang sepuluh jarinya ia terus menerjang Randa Bu-san.
"Tolol, apakah kamu sudah gila benar!"
Bentak Randa Busan, seraya songsongkan kedua tangan menyambut serangan Lam-hay Sin-ni.
Lam-hay Sin-ni sudah hilang kesadaran pikirannya.
Dia sudah dapat dikuasai seluruhnya oleh Iblis-penakluk-dunia.
Sama sekali Sin-ni itu tak menghiraukan segala bahaya.
Tambahan pula karena Ya-li-sin-kang dari Randa Bu-san itu bersifat lembut.
Maka sekali maju Sin-ni tetap menerjang! Tetapi sesaat kemudian sekonyong-konyong Sin-ni seperti membentur suatu dinding karet yang kokoh dan kuat sekali daya membaliknya.
Laron Pengisap Darah -- Huang Yin /Tjan Id Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long