Ceritasilat Novel Online

Siluman Rase 3


Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien Bagian 3




   
Siluman Rase Souw Tat Kie Karya dari Siao Shen Sien

   

   "Kenapa pak tua menggunakan mata- kail yang lurus, bukannya melengkung?".

   "Aku selalu mengutamakan yang lurus, tak ingin memperoleh sesuatu dengan yang bengkok", sahut Chu Gie.

   "yang ingin kukail bukanlah ikan, tapi jabatan penting dalam kerajaan!".

   "Jangan kau berkhayal yang bukan-bukan pak tua", kata Bu Kie dengan nada sinis.

   "orang setuamu tak mungkin jadi menteri, apa lagi raja-muda'.

   "Kau tak percaya?", Kiang Chu Gie menatap tajam si pencari kayu bakar.

   "Tampangmu jelek, penuh keriput lagi loyo!".

   Bu kie menggelengkan kepala.

   "Wajahmu sendiri tidak lebih baik dariku", kata Chu Gie.

   "Apa kau bilang?", Bu Kie melotot.

   "Maksudku, sorot wajahmu suram", ucapan maupun sikap Kiang Chu Gie tetap sabar.

   "Mata kirimu merah, sedang mata kananmu biru kehijauan, itu berarti hari ini kau akan memukul orang sampai mati", ujarnya lebih lanjut.

   "Kalau saja aku tak melihatmu telah tua, akan kuhajar kau!".

   Bu Kie memikul kembali kayu bakarnya dengan sikap mendongkol, merasa dirinya telah dipermainkan Chu Gie, melanjutkan perjalanannya.

   Tatkala dia akan memasuki kota See Kie melalui pintu Selatan, bersamaan waktunya dengan itu, Chiu Bun Ong tengah menuju ke 'Leng Tay'.

   Para pengiring raja muda Barat menyuruh rakyat agar menyisi.

   Keadaan itu membuat si pencari kayu jadi agak gugup menyisi, tanpa disengaja pikulannya telah menghantam kepala seorang penjagapintu kota hingga jatuh terjungkal dan mati.

   Bu Kie bengong menyaksikan kejadian yang benar-benar berada di luar dugaannya.

   Dia segera ditangkap dan dihadapkan pada Chiu Bun Ong.

   Sang Raja muda Barat menggaris sebuah lingkaran di tanah dan di tengah-tengahnya ditancapi sebuah tiang.

   Bu Kie dihukum dengan disuruh berdiri di tengah lingkaran itu.

   Demikianlah sistem hukuman di daerah kekuasaan Chiu Bun Ong, setiap penjahat atau orang yang bersalah akan ditahan di tempat terbuka, sebab di See Kie tak terdapat penjara.

   Tiada seorang tahanan pun yang berani kabur dari lingkaran tempatnya ditahan, sebab melalui ramalannya, Chiu Bun Ong akan dapat menangkap kembali buronan itu.

   Selama tiga hari Bu Kie menangis di tempat tahanan istimewa tersebut, terkenang pada ibunya yang telah tua dan tiada yang memberinya makan.

   Kebetulan Shan Gie Seng lewat di situ, kasihan menyaksikan keadaan si pencari kayu bakar, sebab dia bukannya sengaja membunuh penjaga pintu kota.

   Maka kemudian Gie Seng menyarankan kepada Chiu Bun Ong, agar memperkenankan Bu Kie pulang, untuk menyediakan segala keperluan hidup ibunya.

   Setelah itu baru kembali lagi ke dalam lingkaran untuk menjalankan sisa hukumannya.

   Shiu Bun Ong menyetujui usul itu.

   Bu Kie mengucapkan terima kasih pada Shan Gie Seng, berlari pulang ke rumahnya.

   Didapati ibunya sedang menyender di muka pintu, menanti kembalinya.

   Bu Kie menuturkan apa yang dialami pada ibunya.

   Sang ibu menyarankan agar Bu Kie meminta tolong pada pengail tua yang pandai meramal itu.

   Bu Kie patuh, menemui Kiang Chu Gie.

   Setiba di tepi sungai, terlihat Kiang Chu Gie yang sedang mengail sambil bersenandung.

   "Pak tua", panggil Bu Kie segera.Kiang Chu Gie berpaling .

   "Oh kau ....

   Tepat tidak ramalanku?".

   Bu Kie langsung berlutut di hadapan Chu Gie, memohon maaf atas kekasaran sikapnya tempo hari, kemudian mengungkapkan maksudnya untuk meminta tolong pada kakek sakti itu.

   "Aku tak keberatan menolongmu, tapi kau harus jadi muridku", kata Chu Gie.

   Bu Kie langsung menyetujuinya, memanggilnya 'Suhu'.

   "Sekarang pulanglah kau, galilah sebuah lobang sepanjang ukuran tubuhmu dan dalamnya 4 elo di muka pembaringanmu.

   Tidurlah kau di dalam liang itu, minta ibumu meletakkan pelita di dekat kepala dan kakimu, menaburi tubuhmu dengan dua genggam beras.

   Begitu kau bangun pada keesokan harinya, segalanya pasti beres, kau tak usah khawatir ditangkap lagi".

   Bu Kie mengucapkan terima kasih, segera pulang dengan wajah berseri, menyampaikan pesan Kiang Chu Gie pada ibunya.

   Malam itu Kiang Chu Gie berdiri di muka meja sembahyang dengan membiarkan rambutnya terurai lepas, di tangannya memegang sebilah pedang, sedang mulutnya berkomat-kamit membaca mantera, agar bintang Bu Kie tidak tampak di angkasa ....

   Keesokan harinya Bu Kie menemui Chu Gie, memberitahukan perasaannya jauh lebih tenang dari sebelumnya.

   "Bagus, kau memang tak perlu mencemaskan apa-apa lagi", kata Chu Gie sambil tersenyum.

   "Apa yang sebaiknya saya lakukan sekarang, Suhu?", tanya Bu Kie.

   "Akibat ulah Touw Ong yang kejam, telah membuat keadaan di kerajaan Siang jadi kacau-balau, di mana-mana terjadi pemberontakan", ujar Chu Gie.

   "di dalam keadaan seperti itu, sebaiknya kau belajar silat dan ilmu peperangan".

   "Senang sekali bila saya dapat mempelajari segalanya itu, Suhu", kata Bu Kie segera.

   "Akan kuajari kau nanti".

   Mulai saat itu Chu Gie mengajarkan ilmu silat dan siasat perang pada muridnya.

   Di lain pihak, Shan Gie Seng tak melihat Bu Kie kembali lagi untuk menjalankan sisa hukumannya.

   Dia segera melaporkan hal itu pada Chiu Bun Ong.Chiu Bun Ong langsung meramalkan diri si pencari kayu bakar itu.

   Hasilnya menyatakan, bahwa Bu Kie yang takut menjalankan sisa hukumannya, telah membunuh diri di telaga yang dalam ....

   *** Chiu Bun Ong yang sedang luang waktunya, jadi teringat akan mimpinya bertemu dengan Biruang terbang di menara, hingga timbul hasratnya untuk berpesiar ke daerah Barat.

   disamping untuk menikmati keindahan panorama di musim semi, juga ingin mencari orang-orang pandai di tempat sunyi.

   Chiu Bun Ong berangkat dengan diiringi oleh Lam Kong Koa, Shan Gie Seng dan lain-lainnya.

   Suasana di luar kota yang sejuk-tenang memang jauh beda dengan kehidupan di dalam kota yang selalu penuh diisi oleh kesibukan.

   Chiu Bun Ong dan para pembantunya memperhatikan rakyatnya yang berlalu-lalang dengan wajah cerah.

   Tak lama rombongan raja muda itu telah bertemu dengan serombongan pemancing ikan, yang berjalan sambil mendendangkan sebuah lagu.

   Mendengar syair lagu itu, Chiu Bun Ong tahu kalau penciptanya tentulah orang yang pandai.

   Dia segera memerintahkan Shan Gie Seng untuk menanyakan siapa pencipta lagu tersebut!? Didapat penjelasan dari pemancing ikan, bahwa mereka sering mendengar lagu dari seorang pengail tua yang biasa memancing di tepi sungai di Phoan-kie.

   Dengan seringnya mendengar lagu tersebut, mereka jadi dapat membawakannya juga.

   Chiu Bun Ong melanjutkan pesiarnya.

   Tak lama tampak mendatangi seorang pencari kayu bakar, yang memikul hasil yang diperolehnya sambil bersenandung.

   Shan Gie Seng seakan pernah melihat wajah orang itu, yang ketika ditegaskan, ternyata Bu Kie.

   Dia segera memerintahkan seorang pembantunya yang bernama Shin Chia untuk menangkapnya.

   Shin Chia segera melarikan kudanya menghampiri Bu Kie.

   Bu Kie yang tak sempat menyingkir, segera meletakkan pikulannya, berlutut.

   Shin Chia langsung membawanya ke hadapan Chiu Bun Ong."Kau benar-benar manusia licik dan tak boleh dikasihani!", Chiu Bun Ong marah, sekaligus merasa malu karena ramalannya tak tepat.

   "Kenapa kau tak kembali menjalankan sisa hukumannya?"

   "Siao-jin bukannya sengaja membunuh orang, sedang di rumah masih ada ibu yang telah lanjut usianya, yang menggantungkan hidup pada Siao-jin", Bu Kie menerangkan dengan nada sedih, maka kemudian hamba meminta tolong pada seorang kakek yang sering mengail di tepi sungai.

   Pak tua itu menyuruh hamba menggali lobang di depan ranjang hamba dan menyuruh hamba tidur di dalamnya, dengan begitu diri hamba akan dapat lolos dari sisa hukuman".

   "Siapa nama kakek itu?", tanya Chiu Bun Ong.

   "di mana tinggalnya?".

   "Beliau she Kiang bernama Siang, alias Kiang Chu Gie, digelari orang sebagai Hui Him dan menetap di Phoan-kie".

   Begitu mendengar orang bergelar Hui Him (Biruang Terbang), Shan Gie Seng segera mengucapkan selamat pada Chiu Bun Ong, lalu mengusulkan untuk membebaskan Bu Kie dari sisa hukuman dan menyuruhnya mengantarkan rombongan Chiu Bun Ong ke tempat orang pandai itu.

   Bu Kie mengucapkan terima kasih, mengantar mereka ke tepi sungai, tempat gurunya sering mengail ikan.

   Chiu Bun Ong dan lain-lainnya mengikutinya.

   Namun Kiang Chu Gie ternyata tak ada di situ.

   "Di mana rumahnya?", tanya Chiu Bun Ong.

   "Di dalam rimba", Bu Kie menerangkan.

   "Mari kita ke sana!", ajak Chiu Bun Ong.

   Bu Kie berjalan di muka, masuk ke rimba.

   Chiu Bun Ong beserta rombongan mengikuti dengan berjalan kaki.

   Tak lama tibalah mereka di rumah kecil mirip gubuk, kediaman sang guru.

   Shan Gie Seng mengetuk pintu perlahan.

   Tak lama pintu dibuka, keluar seorang anak kecil.

   "Kiang Loosu (Guru Kiang) ada?", tanya Chiu Bun Ong dengan wajah berseri.

   "Beliau baru saja pergi dengan para sahabatnya", menerangkan anak itu.

   "Bila dia kembali?".

   "Kadang cepat, tapi terkadang baru pulang setelah empat atau lima hari", si anak menerangkan."Mengundang orang pandai harus dengan upacara dan hati yang tulus", sela Shan Gie Seng Dengan perasaan berat Chiu Bun Ong meninggalkan tempat itu, kembali ke See Kie.

   Untuk menunjukkan kesungguhan hatinya, Chiu Bun Ong memerintahkan para pejabat tinggi untuk Cia-cai (tidak makan sesuatu yang bernyawa) selama tiga hari.

   Pada hari keempatnya, Chiu Bun Ong mengajak para pejabat sipil dan militer ke Phoan-kie untuk menemui Kiang Chu Gie.

   Setiba di muka rimba, Chiu Bun Ong meminta para pembantunya menanti di situ, sedang dia bersama Shan Gie Seng masuk ke dalam rimba.

   Tak lama terlihat Kiang Chu Gie yang sedang mengail di tepi sungai.

   Ketika mendengar suara langkah, Chu Ge (Chu Gie) berpaling, begitu melihat Chiu Bun Ong yang datang, dia segera meletakkan kail dan menyambut raja muda Barat itu sambil berlutut.

   "Maaf hamba tak menyambut kehadiran Tuanku".

   "Lama sudah aku mendengar kemasyhuran nama bapak dan betapa senang hatiku dapat jumpa dengan pak guru sekarang ini!", ujar Chiu Bun Ong.

   Chiu Bun Ong memerintahkan Shan Gie Seng membantu Kiang Chu Gie bangkit.

   Chu Gie mengundang Chiu Bun Ong dan Gie Seng singgah di rumah gubuknya.

   Setelah berbasa-basi sejenak, Chiu Bun Ong mengungkapkan maksud yang sesungguhnya, meminta Kiang Chu Gie untuk membantunya menjalankan roda pemerintahan.

   Chu Gie menerimanya.

   Setelah mengemasi barang, Chu Gie disilakan naik kereta yang disediakan.

   Chiu Bun Ong sendiri yang menarik kereta itu sejauh 808 langkah.

   "Dinasti Chiu akan berjaya selama 808 tahun", kata Chu Gie setelah sang raja muda Barat berhenti menarik kereta karena kecapean.

   "Bila demikian, akan kutarik lebih jauh", kata Chiu Bun Ong.

   "Tak ada gunanya Tuanku", Chu Gie menggelengkan kepala,"semuanya itu sudah takdir".

   Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di See Kie.

   Rakyat menyambut gembira Chiu Bun Ong telah berhasil mengundang orang pandai.

   Setiba di istana, Kiang Chu Gie diangkat sebagai Perdana Menteri dan pada saat itu telah 80 tahun usianya.

   Sedang Bu Kie, pencari kayu bakar yang jadi murid Chu Gie, diangkat pula sebagai perwira.

   Sejak Kiang Chu Gie menjadi Perdana Menteri, banyak peraturan yang dikeluarkan, semuanya demi meningkatkan kemakmuran hidup rakyat See Kie.

   *** Diangkatnya Kiang Chu Gie sebagai Perdana Menteri oleh Chiu Bun Ong, segera saja tersiar luas.

   Han Yong, panglima di kota perbatasan Si-sui-koan, melaporkan hal itu ke kota-raja.

   Pi Kan amat terkejut menerima berita tersebut, sebab dia tahu, bahwa Kiang Chu Gie selain pandai, juga besar ambisinya.

   Dia lalu melaporkannya pada Touw Ong.

   Kaisar menyatakan akan memusyawarahkan hal itu dengan menteri lainnya.

   Sementara itu datang pula Chong Houw Houw, melaporkan telah rampungnya pembangunan 'Menara Menjangan' yang telah dikerjakan selama 2 tahun 4 bulan.

   Touw Ong memberitahukan Houw Houw mengenai diangkatnya Kiang Chu Gie sebagai Perdana Menteri Chiu Bun Ong.

   "Tuanku tak usah memusingkan hal itu, sebab, baik Kie Chiang maupun Kiang Chu Gie bagaikan kodok dalam sumur, hanya besar hasratnya tapi tak memiliki kemampuan untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan".

   
Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Touw Ong sependapat dengan Houw Houw, tak mengacuhkan lagi soal itu.

   Dia mengajak Souw Tat Kie untuk berkunjung ke Menara yang baru selesai dibangun.

   Betapa suka-citanya Touw Ong ketika menyaksikan keindahan Lu-tay tersebut, segalanya dibuat dengan bahan terbaik, segeramemerintahkan menyiapkan hidangan dan minuman untuk menjamu Chong Houw Houw dan Pi Kan.

   Chong Houw Houw dan Pi Kan meninggalkan ruang perjamuan setelah mengeringkan beberapa cawan arak.

   Maka di 'Menara Menjangan hanya tinggal Touw Ong yang didampingi Souw Tat Kie.

   Saking gembiranya, Touw Ong makan dengan lahapnya dan cukup banyak pula arak yang ditenggaknya.

   "Setelah menara ini selesai dibangun, bilakah para Dewa akan bertamasya ke mari?", tanya Touw Ong.

   "Para Dewa adalah makhluk suci, mereka baru akan datang pada malam tanggal 15, yaitu pada saat bulan sedang purnama", sahut Tat Kie.

   "Sekarang tanggal 10, jadi kurang lima hari", ucap Touw Ong.

   "Benar Tuanku", Souw Tat Kie mengangguk.

   (Penanggalan Tionghoa berdasarkan peredaran bulan, setiap Cap-go (tanggal 15), bulan akan purnama).

   "Betapa bahagiaku dapat bertemu dengan para Dewa, apa lagi bisa berbincang-cincang dengan mereka", amat berseri wajah Touw Ong.

   "Bersabarlah Paduka beberapa hari lagi", Souw Tat Kie menyender manja di dada Touw Ong.

   Tambah senanglah perasaan Kaisar ....

   Malam harinya, Souw Tat Kie menanti sampai Touw Ong tidur nyenyak, dia segera merobah dirinya ke bentuk aslinya, melayang ke luar kota melalui pintu Selatan kota-raja, datang ke makam 'HianWan'.

   Souw Tat Kie meminta para siluman Rase (Rubah) yang berdiam di kuburan tua itu, untuk mengubah dirinya sebagai Dewa dan Dewi, datang ke Menara Menjangan' pada tanggal 15 malam.

   Para siluman Rase menyambut baik permintaan Tat Kie.

   *** Pada tanggal 15 malam, Kaisar menitah menyediakan 39 meja untuk menjamu para 'Dewa' dan 'Dewi' yang akan berpesiar ke 'Menara Menjangan'.

   Pi kan sebagai menteri yang paling kuat menenggak minuman keras, ditugaskan oleh Touw Ong untuk melayani mereka.

   Menjelang jam 1 tengah malam, gumpalan awan menutupi rembulanyang sedang purnama.

   Tak lama terdengar suara orang yang berbincang-bincang, disusul dengan turunnya para Dewa dan Dewi tetiron.

   Setelah para 'Dewa' berada di Menara, bulan baru muncul kembali dari balik awan.

   Touw Ong menyambut para tamunya dengan sikap hormat, kemudian menitah Pi Kan untuk menemani mereka makan dan minum.

   Pi Kan menghidangkan para tamunya masing-masing secawan arak, sedang dia sendiri turut minum juga.

   Arak di istana Touw Ong ternyata cukup keras, setelah meminum beberapa cawan, para tamu istimewa itu mulai mabuk, membuat mereka sulit mempertahankan penyamarannya lebih jauh, ekor Rase mulai terlihat.

   Pi Kan sempat melihat ekor-ekor Rase itu, yang membuatnya sadar, bahwa para tamunya sesungguhnya bukan 'Dewa' atau 'Dewi', tapi siluman Rase! Souw Tat Kie menyaksikan pula kejadian itu, segera meminta Pi Kan meninggalkan tempat perjamuan.

   Tak tenang perasaan Pi Kan ketika meninggalkan istana, berpapasan dengan Oey Hui Houw yang sedang meronda bersama pasukannya sambil membawa lentera.

   Pi Kan segera menceritakan apa yang baru dialaminya.

   Oey Hui Houw meminta Pi Kan pulang duluan, dia yang akan menyelesaikan persoalan itu.

   Seberlalu Pi Kan, Oey Hui Houw menyuruh Oey Beng, Chiu Kie, Liong Hoan dan Gouw Kian masing-masing membawa 20 prajurit untuk mengawasi keempat pintu kota-raja, bila bertemu dengan orang-orang yang berdandan sebagai 'Dewa' dan "Dewi', mereka harus menguntitnya sampai ke sarangnya.

   Di lain pihak, para siluman Rase pada mabuk akibat terlampau banyak menenggak arak, membuat mereka tak dapat terbang lagi, jalan mereka pun sempoyongan, keluar melalui pintu kota Selatan.

   Chiu Kie bersama pasukannya mengikuti dari kejauhan.

   Ternyata para siluman itu masuk ke dalam goa di makam kuno 'Hian Wan'.Chiu Kie segera melaporkan hal itu pada Oey Hui Houw.

   Oey Hui Houw menyuruh Chiu Kie memimpin sejumlah pasukan sambil membawa kayu bakar, menyumbat mulut goa, lalu membakarnya selama tiga hari tiga malam.

   Kemudian Oey Hui Houw melaporkan hal itu pada Pi Kan.

   Berseri wajah Pi Kan mendengar kabar itu, mengajak Oey Hui Houw serta beberapa orang perwira lainnya, ke sarang siluman Rubah tersebut.

   Api di luar makam belum juga padam.

   Oey Hui Houw menitah para prajurit untuk memadamkannya, lalu memasukkan besi yang melengkung ujungnya, mengorek ke luar bangkai Rase.

   Bau daging yang hangus terbakar menyengat hidung.

   Pi Kan mengusulkan pada Oey Hui Houw untuk mengeset kulit-kulit Rase yang tak sempat terbakar, untuk dibikin jubah dan mempersembahkannya pada Touw Ong, sekali-gus sebagai peringatan bagi Souw Tat Kie.

   Oey Hui Houw langsung menyetujui saran itu.

   *** Touw Ong dan Souw Tat Kie memandang turunnya salju sambil minum arak.Tak lama Pi Kan datang ke situ sambil membawa sebuah bungkusan.

   "Apa yang paman bawa?", tanya Touw Ong.

   "Cuaca amat dingin sekarang, hamba sengaja membawakan jubah, agar Baginda tidak kedinginan", sahut Pi Kan.

   Touw Ong amat girang mendapat hadiah itu, segera membuka bungkusan --- Sebuah jubah dari kulit Rase! "Terima kasih paman", ucapnya.

   "mari minum bersama kami".

   Pi Kan membantu Touw Ong mengenakan jubah itu.

   Souw Tat Kie mengenali kalau jubah itu dibuat dari kulit siluman Rase, membuat hatinya bagaikan diiris-iris, timbul hasrat untuk membalas dendam.

   Tapi di luarnya dia tetap bersikap tenang.

   "Bila aku tak dapat mencopot jantung Pi Kan, percuma saja aku jadi Permaisuri", tekadnya dalam hati.

   Setelah Pi Kan berlalu, Tat Kie segera berkata pada Touw Ong ."Sebagai seorang Kaisar, Tuanku tak pantas mengenakan jubah yang dibuat dari kulit Rase yang rendah nilainya".

   Touw Ong yang tak tahu akan maksud Souw Tat Kie yang sesungguhnya, menganggap ucapan sang Permaisuri benar juga, segera melepaskan jubah tersebut dan memerintahkan menyimpan di gudang negara ...

   Dua hari kemudian, tatkala Touw Ong sedang makan minum bersama Souw Tat Kie, wajah sang Permaisuri tampak lebih cantik menawan, membuatnya terus memandangnya.

   "Mengapa Tuanku terus memandang saya?", tanya Tat Kie sambil menunduk malu.

   "Makin dipandang kau jadi semakin cantik, bagaikan bunga yang sedang mekar", puji Touw Ong sambil mencolek pipi Permaisurinya.

   "Itu berkat kasih sayang Paduka terhadap saya", ucap Tat Kie dengan sikap malu-malu.

   "sesungguhnya wajah saya biasa saja, kalah jauh bila dibandingkan dengan kecantikan saudara angkat saya yang kini sedang bertapa di istana Che-shia".

   Touw Ong yang 'mata keranjang', langsung saja meminta Souw Tat Kie memperkenalkan saudara angkatnya padanya.

   Saya baru dapat menghubunginya bila membakar dupa wangi", ucap Tat Kie.

   "Cepatlah kau bakar dupa itu!", desak Touw Ong.

   "Saya harap sudilah Tuanku bersabar sampai besok", ucap Tat Kie.

   "besok malam saya akan membersihkan tubuh, menyediakan buah dan teh wangi, setelah itu baru membakar dupa".

   Touw Ong terpaksa harus mengekang gejolak hatinya.

   Malam itu Touw Ong tidur nyenyak di sisi Tat Kie.

   Tengah malamnya Souw Tat Kie merobah dirinya ke bentuk asalnya, melayang ke makam kuno 'Hian Wan', bertemu dengan siluman ayam berkepala sembilan, yang kelak merobah dirinya menjadi wanita cantik, bernama Ouw Hie Moy.

   Siluman ayam itu luput dari bahaya maut, karena ketika prajurit menyumbat dan membakar mulut goa tempat bersemayamnya para siluman Rase, dia sedang pergi.

   Souw Tat Kie meminta sang siluman ayam datang ke istana Kaisardengan merubah diri menjadi wanita yang kecantikannya melebihi Souw Tat Kie, untuk membantu sang siluman Rase membalas sakit hatinya terhadap Pi Kan, yang telah mengakibatkan puluhan siluman Rase mati tertambus! "Baiklah, besok malam aku akan kesana!", sang siluman ayam menyanggupinya.

   Keesokan harinya, sejak pagi Touw Ong gelisah, tak sabar dia, ingin cepat-cepat bertemu dengan saudara angkat Souw Tat Kie, yang kabarnya jauh lebih cantik dari sang Permaisuri.

   Berkali-kali mendesak Tat Kie untuk membersihkan diri dan memasang dupa.

   Namun Tat Kie memintanya bersabar sampai gelap cuaca.

   Hari itu terasa waktu berjalan lambat sekali, dengan susah payah berhasil juga Kaisar menanti sampai gelap cuaca.

   Tat Kie mengajak Touw Ong ke taman istana setelah kentongan pertama, mulai dia memasang dupa.

   Tak lama terdengar deru angin yang cukup keras di angkasa.

   Souw Tat Kie meminta Touw Ong bersembunyi untuk sementara.

   Touw Ong memenuhi permintaan Permaisurinya.

   Selang beberapa saat terlihat Ouw Hie Moy jalan mendatangi dengan langkah yang gemulai.

   Souw Tat Kie menyambutnya dengan wajah berseri, mengajaknya ke dalam istana.

   Mereka makan minum sambil berbincang-bincang.

   Touw Ong yang mengintai dari balik tirai, langsung saja jatuh hati ketika menyaksikan kecantikan Hie Moy, yang ternyata memang melebihi Souw Tat Kie, keadaannya mirip benar dengan bidadari yang turun dari Kahyangan.

   Touw Ong tak dapat menahan sabar lagi, sengaja dia batukbatuk.

   Souw Tat Kie dapat menyelami maksud Kaisar, maka dia menyatakan ingin memperkenalkan Ouw Hie Moy pada Touw Ong.

   Pada mulanya Hie Moy keberatan untuk bertemu dengan Kaisar dengan alasan, tak pantas seorang wanita bertemu dengan pria yang belum dikenal pada malam harinya.

   Namun Tat Kie mendesaknya dengan alasan, bahwa mereka adalahsaudara angkat, maka tidak melanggar susila bila dia memperkenalkan adik angkatnya pada suaminya.

   Ouw Hie Moy berdiam sejenak, seakan sedang mempertimbangkan usul itu, kemudian mengangguk seraya berkata.

   "Baiklah".

   Touw Ong yang sudah tak sabar sejak tadi, begitu Hie Moy! menyatakan bersedia bertemu dengannya, langsung saja keluar dari balik tirai, mengangguk pada Hie Moy.

   Hie Moy menyilakan Kaisar duduk.

   Tat Kie memperkenalkan 'adik angkatnya pada Touw Ong.

   Setelah berbasa-basi sejenak, Souw Tat Kie sengaja memberi kesempatan pada Touw Ong untuk berdua saja dengan Ouw Hie Moy, meninggalkan mereka dengan alasan ingin menukar pakaian.

   Sepergi Permaisurinya, sikap Touw Ong jauh lebih bebas dari sebelumnya, menuang arak dan mengangsurkan pada Hie Moy.

   Ketika Hie Moy menerima cawan arak itu, Touw Ong lantas menggenggam tangannya, terasa begitu halus lembut, membuatnya tambah mabuk kepayang.

   Hie Moy menunduk malu.

   Touw Ong mengajaknya ke balkon untuk meresapi kelembutan cahaya bulan purnama.

   Hie Moy menuruti saja segala kehendak Touw Ong, bahkan ketika Kaisar membimbingnya ke ranjang, ia pun tak menolak...

   Seusai Touw Ong menikmati tubuh Hie Moy yang mulus, Souw Tat Kie menghampiri mereka, berpura-pura heran menyaksikan pakaian dan rambut adik angkatnya tak teratur.

   "Apa yang telah kalian lakukan?", tanyanya.

   Touw Ong berterus terang, bahwa dia telah melakukan hubungan suami isteri dengan Hie Moy.

   "Mulai sekarang hendaknya kalian kakak beradik mendampingiku di istana, agar kita dapat sama-sama mengecap kesenangan dunia", ucap Touw Ong akhirnya.

   Souw Tat Kie bukan saja tidak memperlihatkan sikap cemburu, malah merasa senang dapat kumpul dengan adik angkatnya dalam satu atap.

   Touw Ong mengajak kedua wanita cantik itu bersenangsenangsampai larut malam.

   Sejak saat itu Touw Ong semakin tak menghiraukan keadaan pemerintahan, tahunya hanya menikmati keindahan tubuh dua wanita cantik penyamaran siluman.

   Tiada seorang menteri pun yang tahu, kalau Touw Ong telah mengambil seorang selir lagi ....

   Pada suatu hari, selagi Kaisar makan minum di 'Menara Menjangan' dengan ditemani Souw Tat Kie dan Ouw Hie Moy, tiba-tiba terdengar Tat Kie mengeluh, disusul jatuh pingsan, dari mulutnya keluar darah segar.

   Touw Ong amat terperanjat.

   "Kakakku kembali mendapat serangan jantung", Hie Moy memberitahu, pelan suaranya.

   "Sering dia begini?", Kaisar cemas.

   "Ini adalah untuk ke dua kalinya", sahut Hie Moy.

   "ketika masih kecil dia pernah mengalami sekali.

   Pada saat itu kami masih tinggal di Ci- chiu, mengundang tabib Chiu Choan, yang berhasil menyembuhkannya dengan memberinya makan jantung Leng-liong".

   Touw Ong bermaksud hendak memanggil tabib Chiu Choan.

   "Kita tak boleh membuang-buang waktu", cegah Hie Moy.

   "saya rasa di kota-raja ini pun ada orang yang memiliki jantung Leng-liong, kita dapat mengambilnya sepotong untuk menyembuhkan sakit kak Tat Kie".

   "Tahukah kau, siapa yang memiliki jantung seperti itu?", tanya Touw Ong yang belum hilang cemasnya.

   Ouw Hie Moy berpura-pura menujum, selang sesaat dia berkata .

   "Ada seorang menteri yang memiliki jantung demikian, Tuanku --- Tapi entah bersedia tidak dia memberikan sebagian jantungnya untuk menyembuhkan sakit kak Tat Kie!?".

   "Siapa?", tanya Touw Ong tak sabar.

   "Pi Kan", lirih suara Hie Moy.

   "Pi Kan adalah pamanku", kata Touw Ong segera.

   "aku yakin dia bersedia memberikannya".

   ***** Utusan dari istana datang menemui Pi Kan dan memintanya segera datang menghadap Kaisar.Pi Kan heran atas panggilan mendadak itu.

   "Ada soal apa sebenarnya?", tanyanya pada utusan Touw Ong.

   Sang utusan menerangkan, bahwa Souw Tat Kie mendadak jatuh sakit.

   Adik angkatnya, Ouw Hie Moy, yang kini telah menjadi selir baru Kaisar, menyarankan pada Touw Ong agar meminjam 'sepotong' jantung Pi Kan, untuk mengobati sakit Souw Tat Kie.

   Setelah tahu persoalannya, Pi Kan tak berani menghadap Kaisar.

   Touw Ong telah berulang kali mengirim utusan dan ketika tiba utusan Kaisar yang ke enam, sulitlah bagi Pi Kan untuk mengelak lagi.

   Pi Kan masuk ke ruang dalam, menceritakan pada isterinya mengenai panggilan Kaisar yang bermaksud 'meminjam sebagian jantungnya untuk mengobati sakit Permaisurinya.

   Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Keluarga paman Kaisar itu terbenam dalam kesedihan.

   Bila aku tak kembali lagi, rawatlah anak kita baik-baik", pesan Pi Kan pada isterinya dengan mata berlinang.

   Chu Tek, anak Pi Kan, yang sempat mendengar perbincangan orang tuanya, telah teringat akan pesan Kiang Chu Gie sesaat akan meninggalkan rumah mereka tempo hari.

   "Ayah", katanya.

   "bukankah sesaat akan pamit dari sini, Kiang Chu Gie telah memberitahukan, bahwa sinar wajah ayah agak suram, akan menghadapi kesulitan!? Dia sengaja telah meninggalkan sepucuk surat yang diletakkan di bawah bak-tinta di kamar tulis ayah, dengan pesan, ayah baru boleh membaca suratnya bila sedang menghadapi kesulitan.

   Sebaiknya segeralah ayah membaca suratnya itu, mungkin Chu Gie dapat memberi jalan keluar bagi ayah".

   Pi Kan mengambil dan membaca surat itu, yang isinya memintanya untuk membakar Leng-hu (kertas jimat) yang disertakan pada surat tersebut, memasukkannya ke dalam semangkok air dan meminumnya.

   Pi Kan menuruti petunjuk itu, kemudian berangkat ke istana Touw Ong dengan naik kuda.

   "Permaisuri mendadak terserang penyakit jantung", Touw Ong menerangkan pada Pi Kan yang menghadapnya di 'Menara Menjangan'.

   "untuk menyembuhkan sakitnya dibutuhkan jantung Leng-liong.

   Aku harap paman sudi memberikan sepotong Leng- liongmu.

   Akan amat besar jasa paman bila Permaisuri dapat sembuhkembali".

   "Jantung apa Leng-liong itu?", tanya Pi Kan berpura-pura kurang jelas persoalannya.

   "Jantung yang terdapat di tubuh paman".

   "Jantung adalah salah satu bagian terpenting dari tubuh manusia", ucap Pi Kan mulai tak dapat mengendalikan emosi.

   "bila jantung itu dipotong, jangan harap manusia dapat hidup --- Aku tak takut mati, cuma sayang pada kerajaan yang telah dibangun dengan susah payah dan pengorbanan yang besar, akan hancur di tanganmu!".

   "Paman keliru, yang kuinginkan hanyalah sepotong, bukan seluruhnya", kata Touw Ong.

   "Apa bedanya sepotong dengan seluruhnya!? Toh sama saja orang akan mati!", tambah meluap kemarahan Pi Kan.

   "Kaisar jahanam, hati nuranimu telah dibutakan oleh arak dan wanita cantik penjelmaan siluman yang berhati keji! Sebelumnya aku kan belum pernah melakukan kesalahan, apa lagi menentangmu, kenapa kau ingin mencabut jantungku!?".

   "Apa yang diinginkan seorang Kaisar, sang menteri harus patuh, walau untuk itu dia harus mengorbankan nyawanya sekalipun.

   Nyatanya kau telah menolak permintaanku, berarti kau bukanlah abdi yang setia!", Touw Ong mulai naik pitam juga.

   "akan kuperintahkan untuk mencabut jantungmu dengan paksa!".

   "Kau adalah Kaisar yang telah dibikin buta oleh siluman terkutuk itu!", hardik Pi Kan tanpa gentar sedikit pun.

   "aku tak takut mati!".

   Lalu dia meminta pedang, setelah dipenuhi permintaannya, dia bersujud sebanyak 8 kali ke arah Kuil Besar.

   "Oh Kaisar Cheng Tong, ternyata kerajaan yang kau bangun dengan susah payah dan telah bertahan selama 28 turunan, kini akan hancur di tangan keturunanmu yang telah dibikin buta mata dan hatinya oleh siluman wanita!", ujarnya sedih.

   Lalu dia membuka jubahnya hingga terlihat dadanya dan menusukkan pedangnya ke situ.

   Sungguh ajaib, biarpun ujung pedang telah masuk cukup dalam, namun tubuh Pi Kan sama sekali tak mengeluarkan darah! Kemudian dia memasukkan tangan ke rongga dadanya, merogoh-rogoh lalumenarik keluar jantungnya dan melemparkannya ke tanah.

   Setelah itu, dia pencet bekas lukanya, meninggalkan istana Kaisar dengan wajah pucat pasi.

   Oey Hui Houw dan menteri lainnya telah menanti di luar istana.

   Begitu Pi Kan keluar, Oey Hui Houw langsung bertanya .

   "Apa yang akan bapak lakukan selanjutnya?".

   Pi Kan tidak menjawab, bergegas meninggalkan halaman istana, lompat ke atas kuda yang sengaja disiapkan oleh para pembantunya, melarikan binatang tunggangannya itu ke Utara, Oey Hui Houw yang merasa aneh menyaksikan ulah Pi Kan, segera menyuruh dua orang pembantunya membuntuti menteri senior yang masih famili Kaisar itu.

   Sekira berjalan sejauh 4, 5 lie, Pi Kan mendengar seru wanita di tepi jalan yang menjajakan Bo Sim Chai (Sayuran tanpa jantung) Pi Kan menghentikan lari kudanya, bertanya pada wanita itu .

   "Apa itu Bo Sim Chai?".

   "Sayuran tanpa jantung tetap tumbuh", penjual sayuran itu menerangkan.

   "tapi manusia tanpa jantung akan segera mati.

   Mendengar penjelasan itu, tubuh Pi Kan langsung jatuh terguling dari atas kudanya dan mati! Wanita penjual sayuran langsung kabur ketakutan.

   Kedua orang yang disuruh menguntit, segera melaporkan apa yang mereka saksikan pada Oey Hui Houw.

   Oey Hui Houw dan pejabat tinggi kerajaan amat sedih mendengar kematian Pi Kan yang tragis itu.

   Salah seorang Toa-hu, pembantu menteri, yang bernama Ha Chao, tak dapat membendung kemarahannya ketika mendengar berita itu.

   "Sungguh keji Kaisar, tega membunuh paman sendiri.

   Akan kubalaskan sakit hati pak Pi Kan!".

   Dia segera pergi ke 'Menara Menjangan' sambil menghunus pedang.

   Begitu bertemu dengan Touw Ong, dia langsung menusukkan pedangnya.

   Namun Touw Ong di samping kuat tenaganya, juga pandai silat, segera berkelit, kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menangkap Ha Chao.Melihat dirinya telah terkurung dan merasa tak mampu menghadapi begitu banyak lawan, Ha Chao melompat ke bawah menara, hancur tubuhnya dan tewas seketika.

   Tambah sedihlah para menteri kerajaan Siang mendengar kabar kematian Ha Chao.

   Mereka mengurus jenazah Pi Kan, meletakkan peti matinya di bangsal yang sengaja dibangun untuk keperluan itu, yang terletak di dekat pintu-kota Utara.

   Hui Tiong.SIEN Bun Tiong (Bun Taysu)SEMBILAN Bun Tiong Taysu yang memimpin pasukan kerajaan Siang, telah kembali ke kota-raja setelah berhasil menumpas pemberontakan di Laut Utara.

   Menteri yang gagah lagi berwibawa ini, memasuki kota-raja melalui pintu-kota Utara dengan menunggang binatang Kilin Hitam.

   Dia heran menyaksikan peti mati Pi Kan yang disemayamkan di bangsal dan melihat pula 'Menara Menjangan' yang menjulang tinggi.

   Bertambah heran pada waktu melihat alat penghukum 'Po Lok' dalam istana dan akhirnya menjadi gusar ketika mendapat penjelasan dari para menteri, bahwa Tungkuapi 'Po Lok' itu digunakan untuk menghukum para menteri yang dianggap menentang kebijaksanaan Kaisar.

   Juga mengenai kematian Pi Kan yang tragis.

   Saking marahnya, ketiga mata Bun Tiong jadi menyalanyala, malah mata tengahnya bersinar terang.

   (Bun Tiong Taysu memiliki tiga mata).

   Dia segera memerintahkan seorang petugas istana untuk memukul tambur dan lonceng, meminta Kaisar menerima para menteri menghadap.

   Touw Ong yang telah memperoleh jantung Pi Kan, berhasil menyembuhkan sakit Souw Tat Kie dan kala itu tengah bersenang- senang di 'Menara Menjangan'.

   Ketika mendengar suara tambur dan lonceng dan mendapat laporan, bahwa Bun Tiong Taysu telah kembali ke kota-raja, terpaksa dia meninggalkan menara, menuju ke balairung Seusai melakukan penghormatan terhadap junjungannya, Bun Tiong menceritakan pengalamannya dalam menumpas pemberontakan di Laut Utara.

   "Sungguh besar jasamu, Taysu", Touw Ong mengutarakan penghargaannya.

   "Semua ini berkat doa restu Tuanku", ucap Bun Tiong sambil tetap berlutut.

   "selama 15 tahun hamba melaksanakan tugas yang dibebankan di pundak hamba, belakangan ini sering hamba dengarbeberapa kasus yang kurang menyenangkan di kota-raja, membuat hamba ingin cepat-cepat kembali ke mari, tapi sayang tugas hamba belum selesai.

   Kini, dalam kesempatan ini, dapatkah Tuanku memberi sedikit penjelasan mengenai kabar-kabar yang kurang menyenangkan itu!?".

   "Kiang Hoan Chu bermaksud membunuhku, agar dapat menduduki Tahtaku menjadi Kaisar kerajaan Siang dan Ngok Tiong Ie telah berkomplot dengannya.

   Maka aku terpaksa menghukum mereka sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam kerajaan".

   "Adakah bukti dan saksi mata yang menguatkan tuduhan Tuanku terhadap mereka?", tanya Bun Tiong.

   Touw Ong diam.

   Bun Tiong bangkit, lalu menghampiri meja kerajaan dan melanjutkan ucapannya .

   "Tuanku, hamba merasa sayang dan agak kecewa, pada saat hamba memusatkan segala tenaga dan pikiran untuk menumpas pemberontakan, tapi di kota-raja Tuanku rupanya telah melalaikan tugas kerajaan, hanya memperhatikan wanita cantik --- Kalau boleh saya tahu, apa kegunaan tungku-tungku api itu?"

   "Ada beberapa menteri yang telah melanggar peraturan dan dapat membahayakan kelangsungan hidup kerajaan Siang, untuk merekalah kubuat benda-benda itu!".

   "Ketika hamba akan memasuki kota-raja, dari jauh telah hamba lihat puncak menara yang mewah lagi menyilaukan pandang.

   Menara apa itu Tuanku?".

   "Menara itu kunamakan 'Menara Menjangan', tempatku beristirahat di hari-hari yang panas, dari sana aku dapat memandang seputarnya".

   Bun Tiong yang oleh mendiang Kaisar, ayah Touw Ong, ditugaskan untuk mengawasi jalannya pemerintahan itu, membuatnya berani mengoreksi, bahkan mencela segala keputusan Touw Ong yang dianggapnya kurang bijaksana.

   "Setelah hamba kembali ke kota-raja, adalah kewajiban hamba untuk meluruskan kembali segala yang menyimpang dari undang-undang kerajaan".

   Touw Ong yang menyegani sesepuh kerajaan ini, tak ingin berdebat dengannya, meninggalkan balai agung.Bun Tiong meminta para menteri dan pejabat tinggi kerajaan, agar berkumpul di rumahnya, untuk membicarakan sepakterjang Kaisar yang dianggap sudah keterlaluan, bahkan keji.

   Oey Hui Houw yang diangkat oleh para menteri sebagai juru bicara, telah memaparkan ulah Touw Ong sejak Souw Tat Kie memasuki istana.

   Setelah jelas persoalannya, Bun Tiong menyudahi pertemuan itu.

   Oey Hui Houw dan lain-lain kembali ke rumah masing-masing.

   Selama tiga hari Bun Tiong menganalisa apa yang telah terjadi, kemudian menyusun 10 usul untuk mengakhiri keadaan buruk itu.

   Pada hari keempat, dia menyerahkan usul itu kepada Touw Ong.

   Kaisar membacanya dengan saksama.

   Adapun ke sepuluh usul Bun Tiong Taysu sebagai berikut.

   1.

   Membongkar 'Menara Menjangan', agar rakyat dapat hidup tenang.

   2.

   Memusnahkan tungku api 'Po Lok', agar para pejabat kerajaan yang setia berani berterus terang mengemukakan pendapatnya.

   Diterima tidaknya pendapat itu, tergantung dari hasil musyawarah antara Kaisar dengan para menteri.

   3.

   Menguruk liang ular, agar suasana dalam istana tidak dirundung ketakutan.

   4.

   Meniadakan telaga arak dan Rimba daging, agar Kaisar tidak dikritik oleh para raja-muda dan pejabat lainnya.

   5.

   Menyingkirkan Souw Tat Kie sebagai Permaisuri.

   menggantinya dengan Permaisuri lain yang bijaksana, hingga tidak menyesatkan Kaisar dalam mengambil keputusan.

   6.

   Menghukum mati Hui Tiong dan Yu Hun, agar semua orang merasa puas.

   7.

   Memberi sandang dan pangan secukupnya pada anak piatu dan fakir miskin, agar tidak menderita hidupnya.

   8.

   Kirim utusan ke Timur dan Selatan, untuk menjelas kan persoalan sekaligus menghibur para raja muda yang masih setia pada kerajaan Siang.9.

   Cari orang pandai di hutan dan di gunung.

   10.

   Memberi kesempatan kepada siapa saja untuk meng ajukan usul demi kebaikan dan kemajuan dinasti Siang, agar hidup rakyat dapat lebih makmur dan menikmati keadilan.

   Menteri yang setia ini berdiri di sisi meja kerajaan, menggosok-gosok bak (batu) tinta dan mengangsurkan Pit (pena bulu) pada Kaisar, agar Touw Ong bersedia mengesahkan usul tersebut.

   Namun Touw Ong tak langsung menyetujuinya.

   Berdiam untuk beberapa saat lamanya, seakan sedang mempertimbangkannya.

   "Usul pertama, mengenai pembongkaran 'Menara Menjangan', baik kita bicarakan nanti saja.

   Sebab pembuatan menara itu telah menelan biaya yang cukup besar.

   Mengenai usul butir ke 5, yaitu menyingkirkan Souw Tat Kie sebagai Permaisuri, sulit kulakukan.

   Sebab selama ini dia telah menjalankan kewajibannya dengan baik, tak pernah sekali pun melanggar atau menentang kebijaksanaanku.

   Demikian pula dengan butir ke 6 dari usulmu sulit kulaksanakan, karena Hui Tiong dan Yu Hun bukan saja tidak pernah melakukan kesalahan, malah cukup besar jasa mereka bagi kerajaan.

   Mengenai butir-butir lainnya dapat kusetujui untuk segera dilaksanakan", sabda Kaisar kemudian.

   "Pembangunan Menara Menjangan' telah menelan banyak korban, itu merupakan salah satu sebab yang membuat rakyat tak senang", kata Bun Tiong.

   "sedangkan Permaisuri telah merancang aneka bentuk hukuman yang sadis, membuat para Dewa marah dan arwah korban pada gentayangan.

   Hui Tiong dan Yu Hun harus dipenggal batang lehernya, agar dapat mengembalikan citra dan kewibawaan kerajaan dalam pandangan rakyat, sekaligus memperbaiki undang-undang kerajaan yang kurang memadai.

   Kenapa Tuanku harus ragu melaksanakan segalanya itu?"

   "Sudah kubilang, aku keberatan melaksanakan ketiga macam usulmu itu!", Touw Ong tetap menolak.

   "Justeru Tuanku harus bertindak tegas terhadap ketiga usul hamba tersebut!".

   Hui Tiong yang sejak tadi berdiam diri, segera maju dan berlutut di hadapan Kaisar.Bun Tiong yang tak mengenalnya, menegur .

   "Siapa dia?".

   "Saya Hui Tiong", sahutnya.

   "Oh, kau yang bernama Hui Tiong? Apa maksudmu menghadap Kaisar?", tanya Bun Tiong lagi.

   "Walau Taysu merupakan penasehat Kaisar dan membawahi semua menteri, tapi hendaknya Taysu jangan bersikap melewati batas dengan memaksakan kehendak agar Baginda menyetujui semua usulmu.

   Di samping itu, sebagai pejabat kerajaan, tak patut Taysu menghina Permaisuri dan juga tak adil bila Taysu mendesak Kaisar agar menghukum saya dan saudara Yu, sebab seingatku, belum pernah kami melakukan pelanggaran terhadap undang-undang kerajaan, apalagi mengandung maksud untuk memberontak".

   Baru selesai Hui Tiong berkata, kepalanya telah merasakan bugem- mentah Bun Tiong, yang membuat matanya berkunangkunang dan terguling tubuhnya.

   
Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Melihat temannya dijotos, Yu Hun panas hatinya, segera maju seraya berseru .

   "Dengan memukul Hui Tiong di hadapan Kaisar, berarti Taysu memukul Kaisar!".

   "Siapa kau!?", hardik Bun Tiong sambil melotot.

   "Aku Yu Hun", sahut Yu Hun, angkuh sikapnya.

   "Oh, kau penjilat satunya!".

   Bun Tiong kembali menggerakkan tangan, menghantam dada Yu Hun hingga roboh.

   Bun Tiong yang sedang naik pitam, segera memerintahkan pengawal istana untuk memenggal kepala Hui Tiong dan Yu Hun, tapi telah dicegah Touw Ong.

   "Selain ketiga usulmu yang tak dapat kupenuhi, sisanya yang tujuh itu dapat kuterima", kata Kaisar.

   "walau Hui Tiong dan Yu Hun telah bersikap kurang ajar terhadap Taysu, tapi tindakan mereka hanya merupakan kesalahan kecil yang tak patut sampai harus dijatuhi hukuman mati.

   Baiklah segalanya kita serahkan pada pengadilan dan apabila harus dihukum, supaya mereka menerimanya dengan rela hati".

   Menyaksikan sikap Kaisar yang membela Hui Tiong dan Yu Hun, Bun Tiong sadar, bahwa dia tak dapat terlampau memaksakan kehendaknya."Hamba bukannya ingin memaksakan pendapat pada Tuanku, tapi usul hamba semata-mata demi kebaikan kerajaan Siang", katanya kemudian.

   "Segalanya akan kupertimbangkan dan akan kulaksanakan pada saatnya nanti", sabda Kaisar.

   "Sekarang sebaiknya Taysu beristirahat dulu".

   Kenyataannya, sebelum usul Bun Tiong sempat dilaksanakan, telah diterima berita mengenai berontaknya raja muda Peng-leng di Tong- hay (Laut-timur).

   Mendengar kabar itu, Bun Tiong Taysu segera berunding dengan Oey Hui Houw, kemudian memutuskan, bahwa Bun Tiong akan membawa sepuluh ribu pasukan untuk menumpas pemberontakan tersebut.

   Touw Ong amat bergirang hati dengan adanya perkembangan baru itu.

   Sebab dengan berangkatnya Bun Tiong ke luar kota-raja, dia dapat melaksanakan cara hidup seperti sebelumnya.

   Touw Ong bermaksud mengantar keberangkatan Bun Tiong sampai ke luar kota, tapi telah ditolak oleh sang Taysu, dengan mengemukakan alasan, bahwa dia tak ingin merepotkan Kaisar.

   Maka kemudian Touw Ong memberikan secawan arak, sebagai ucapan selamat bertugas dan mengharapkan dapat menumpas pemberontakan tersebut.

   Bun Tiong menyambut pemberian itu, meminumnya, lalu memesan pada Oey Hui Houw, yang mengharapkannya supaya tetap berlaku waspada dan menjaga keamanan serta ketenteraman kota-raja; tak usaha sungkan-sungkan menasehati Kaisar bila Touw Ong bermaksud melakukan sesuatu yang keliru dan dapat! menjatuhkan wibawa kerajaan di mata rakyat.

   Oey Hui Houw berjanji akan melaksanakan pesan itu .....

   Tak lama setelah Bun Tiong Taysu berangkat, Touw Ong membebaskan Hui Tiong dan Yu Hun, memulihkan pula jabatan mereka.

   Kehidupan dalam istana kembali diisi penuh kemeriahan dan kemewahan.

   Beberapa hari kemudian, bunga-bunga Tutan di taman istana bermekaran.

   Touw Ong amat bersuka-cita menyaksikan keindahan bunga di tamannya, memanggil para menterinya untuk ikutmenikmatinya sambil makan minum.

   Kesempatan yang jarang ada itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para menteri, hingga ramailah suasana di dalam balai taman istana.

   Menjelang malam, para menteri bermaksud pamitan, tapi ditahan oleh Touw Ong, yang menyatakan, bahwa kesempatan kumpul dalam suasana santai seperti itu jarang mereka temui.

   Kaisar mengharapkan mereka meneruskan makan minum dalam suasana semarak diliputi semerbaknya bunga-bunga yang sedang mekar.

   Para menteri jadi membatalkan maksudnya untuk pulang, perjamuan dilanjutkan.

   Touw Ong telah memerintahkan untuk menyalakan lilin, hingga keadaan di balai itu menjadi terang benderang.

   Di luar tahu Kaisar, malam itu Souw Tat Kie telah berobah ke bentuk aselinya menjadi seekor Rase, pergi ke taman untuk mencari mangsa.

   Pemunculannya di taman didahului oleh desiran angin keras, yang membuat sinar lilin berkelap-kelip seakan hendak padam.

   Banyak menteri yang berteriak ketakutan.

   Berlainan dengan Oey Hui Houw, kendati telah setengah mabuk, tetap tenang sikapnya.

   Dia memperhatikan sumber angin yang aneh itu, terlihat olehnya siluman Rase sedang mendatangi.

   Oey Hui Houw lantas menyuruh pembantunya mengambil Kim Gan Sin Eng' (Garuda Sakti Bermata Emas) yang diperolehnya dari Pak-hay (Laut-utara).

   Tak lama pembantunya telah kembali sambil membawa sangkar berisi burung sakti itu.

   Oey Hui Houw membuka tutup sangkar dan tak ayal lagi burung Garuda itu melayang ke angkasa, menerkam siluman Rase.

   Sang siluman berusaha menghindar, tapi tak urung wajahnya kena cakar, yang membuatnya cepat-cepat melarikan diri.

   menyelusup masuk ke dalam gunung-gunungan di taman istana.

   Touw Ong yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri, segera memerintahkan untuk menggali tempat itu.

   "Kim Gan Sin Eng' kembali ke sangkarnya.

   Ketika tempat menghilangnya siluman Rase digali, terlihat tumpukan tulang-belulang manusia di situ.Barulah Kaisar percaya akan keterangan beberapa orang suci, juga pembantunya, bahwa hawa siluman berasal dari istananya.

   Pesta taman' usai dalam suasana yang kurang menyenangkan.

   Para menteri kembali ke rumah masing-masing.

   Touw Ong juga masuk ke peraduan untuk tidur.

   Keesokan harinya, Touw Ong melihat di wajah Souw Tat Kie terdapat beberapa goresan, seperti bekas kena cakar.

   "Kenapa wajahmu?", tanyanya.

   "Saya amat tertarik akan keindahan dan keharuman bunga mawar, ketika ingin mencium bunga itu, karena kurang hatihati, wajah saya tergores duri".

   Touw Ong percaya saja penjelasan Permaisurinya.

   Kemudian dia menceritakan apa yang dilihatnya semalam, bahwa ada siluman Rase yang berhasil dilukai oleh burung Garuda sakti milik Oey Hui Houw.

   Souw Tat Kie seakan mendengarkan dengan saksama, tanpa memperlihatkan reaksi.

   SEPULUH Kiang Chu Gie terus mengikuti perkembangan di Tiauw-ko (kota-raja), hingga apa yang terjadi di sana diketahui semua.

   "Perbuatan Chong Houw Houw telah menimbulkan keresahan, bahkan kekacauan di kota-raja, membuat rakyat yang telah menderita jadi semakin sengsara", kata Chu Gie pada Chiu Bun Ong di suatu pagi yang cerah.

   "kita tak dapat membiarkan ulahnya itu berlarut-larut.

   Dengan kita singkirkan dia, kemungkinan Kaisar akan sadar dari segala kesalahannya".

   "Tapi kedudukan Chong Houw Houw setingkat denganku", kata Chiu Bun Ong.

   "sulit bagiku untuk menghukumnya".

   "Bukankah Tuanku telah diberi kekuasaan oleh Kaisar, untuk menghukum raja-muda lain yang melanggar undang-undang kerajaan? Lagi pula tujuan kita adalah membebaskan rakyat dari penindasan.

   Dengan menempuh cara itu, mungkin Touw Ong bersedia memperbaiki kekeliruannya, hingga untuk selanjutnya dapat menjalankan pemerintahan secara adil bijaksana, dengan begitu rakyat dapat mengecap ketenangan dan kemakmuran".

   Mulai tergerak juga perasaan Chiu Bun Ong.

   "Siapa yang akan meminpin pasukan penghukum itu?", tanyanya.

   "Saya bersedia melaksanakan tugas itu", sahut Chu Ge (Chu Gie).

   Tapi Chiu Bun Ong yang khawatir Kiang Chu Gie bertindak terlampau keras, maka dia memutuskan untuk menyertainya.

   Mereka berangkat dengan membawa sepuluh ribu prajurit.

   dengan Lam Kong Koa memimpin di barisan depan, menuju ke kota Chong- shia, wilayah kekuasaan Chong Houw Houw.

   Kala itu Chong Houw Houw masih berada di kota-raja, hingga kota Chong-shia hanya dijaga oleh Chong Eng Piao, anaknya Houw Houw.

   Chong Eng Piao amat marah ketika mendengar wilayahnya diserbu, memerintahkan seorang panglimanya yang bernama Oey Goan Kie, untuk menyambut serbuan pasukan Chiu Bun Ong.

   Lam Kong Koa dengan pasukannya yang bertindak sebagai ujung tombak barisan, telah berada di luar pintu kota, langsung menantangperang.

   Seketika terdengar tembakan meriam dari dalam kota, disusul dengan keluarnya Oey Goan Kie bersama pasukannya, untuk menyambut tantangan tersebut.

   Terjadilah pertempuran yang cukup seru, Oey Goan Kie menghadapi Lam Kong Koa.

   Pada mulanya pertarungan berjalan seimbang, tapi berangsur-angsur Oey Goan Kie terdesak dan setelah berlangsung lebih dari 30 jurus, kepala Goan Kie terbabat putus oleh golok panjang Lam Kong Koa, disusul dengan jatuh terguling tubuhnya dari kuda tunggangannya.

   Tewasnya sang pimpinan, telah membuat para prajurit pada kucar- kacir, lari masuk ke dalam kota, menutup pintu gerbang rapat-rapat.

   Lam Kong Koa kembali ke kemah, melaporkan mengenai kemenangannya.

   Berseri wajah Kiang Chu Gie mendengar kabar itu.

   Keesokan harinya Chong Eng Piao memimpin langsung pasukannya, bermaksud membalas atas kematian Oey Goan Kie.

   Terlihat olehnya, dalam pasukan Chiu Bun Ong terdapat seorang Tojin (pendeta agama To).

   Eng Piao segera tahu, bahwa pendeta dari agama To itu yang merupakan otak strategi dari penyerbuan tersebut.

   Dia segera memerintahkan salah seorang perwira yang cukup perkasa, Tan Sie Chin, untuk menangkap Chu Gie.

   Namun baru saja Tan Sie Chin memajukan kudanya, telah disambut oleh Sin Chia, hingga terjadi pertarungan seru.

   Setelah berlangsung belasan jurus, Tan Sie Chin kewalahan menghadapi serangan Sin Chia.

   Dua perwira lain dari pihak Eng Piao, Bwe Tek dan Kim Cheng, memacu kuda mereka untuk membantu Tan Sie Chin mengeroyok Sin Chia.

   Namun dari kubu Chiu Bun Ong tak pula tinggal diam, Chiu Kong Tan dan In Kong Siang segera majukan diri.

   Pertempuran terbagi dalam tiga kelompok, membuat suasana jadi bertambah ramai, masing-masing berusaha untuk merobohkan lawan.

   Namun keadaan itu tak berlangsung lama.

   Kepala Bwe Tek berhasilditabas putus oleh senjata In Kong Siang dan Kim Cheng dibacok hingga tewas.

   Sedang Sin Chia telah mengampak Tan Sie Chin hingga melayang jiwanya.

   Pasukan Chong Eng Piao kembali menderita kekalahan, lari masuk ke dalam kota.

   Sebenarnya Kiang Chu Gie bermaksud merebut kota Chong-shia dengan kekerasan, tapi telah dicegah oleh Chiu Bun Ong, sebab khawatir para penduduk yang tak berdosa turut jadi korban.

   Kiang Chu Gie tidak sependapat dengan Chiu Bun Ong yang dianggapnya terlampau lemah hati dalam menghadapi lawan, hal itu akan dapat membuat pertempuran jadi berlarutlarut.

   Maka diam-diam dia mengutus Lam Kong Koa membawa suratnya pada Chong Hek Houw di Cho-ciu.

   Lam Kong Koa menerima tugas itu, siang malam melakukan perjalanan.

   ...

   **** Kiang Chu Gie mengungkapkan dalam suratnya, bahwa Chong Houw Houw telah menindas rakyat untuk keuntungan pribadinya, membuatnya amat dibenci rakyat, hingga timbul kesan, bahwa setiap orang dari marga Chong adalah penjahat dan harus disingkirkan dari muka bumi.

   Sebagai penutup, Chu Gie mengharapkan Hek Houw dapat membantu menangkap saudaranya, Chong Houw Houw, untuk kemudian menyerahkannya pada Chiu Bun Ong, agar dapat merobah kesan buruk orang terhadap marga Chong.

   "Memang tepat saran Chu Gie", kata hati Hek Houw seusai membaca surat Kiang Chu Gie.

   "lebih baik berdosa terhadap keluarga sendiri dari pada kemanusiaan.

   Setelah meninggal nanti, aku akan memohon ampun pada leluhur terhadap apa yang telah kulakukan".

   Dengan adanya pendapat itu, dia segera menjamu Lam Kong Koa.

   Setelah puas makan minum, Lam Kong Koa pamit pada tuan rumah.

   "Tolong Ciangkun sampaikan pada pimpinanmu, bahwa aku akan menangkap saudaraku dan membawanya ke hadapan Chiu Bun Ong", kata Chong Hek Houw sambil mengantar tamunya.

   Sepergi Lam Kong Koa, Chong Hek Houw menyerahkan urusan pemerintahan kota Cho-ciu pada anaknya yang bernama Chong EngLoan, dibantu oleh Kho Teng.

   Hek Houw berangkat ke Chong-shia dengan membawa 3000 pasukan.

   Kehadiran Chong Hek Houw disambut oleh keponakannya, Eng Piao.

   Hek Houw memberitahukan keponakannya, bahwa kedatangannya adalah untuk membantu melawan pasukan Chiu Bun Ong.

   Chong Eng Piao mengucapkan terima kasihnya.

   Keesokan harinya Chong Hek Houw menantang perang.

   Kiang Chu Gie mengutus Lam Kong Koa menyambut tantangan tersebut.

   Setelah berpura-pura bertanding sejenak, kesempatan itu dimanfaatkan untuk memberitahukan Lam Kong Koa, bahwa dia akan bertanding untuk sekali ini saja, selanjutnya akan menanti kembalinya saudaranya dari kota-raja.

   Kemudian Hek Houw meminta agar Lam Kong Koa berpura-pura kalah.

   Lam Kong Koa memenuhi permintaan Hek Houw, purapura keteter, lalu melarikan diri.

   Hek Houw tak mengejarnya.

   Sekembali Hek Houw ke dalam kota, segera ditanya oleh Eng Piao .

   "Kenapa dalam perang tanding tadi Siok-hu (paman) tidak melepaskan garuda sakti?".

   "Aku khawatir tidak akan membawa hasil yang diharapkan, sebab Kiang Chu Gie juga memiliki kesaktian", sahut Hek Houw.

   "sebaiknya segeralah kau surati ayahmu, memintanya segera pulang, sekali gus mengirim laporan pada Kaisar".

   Chong Eng Piao menuruti saran pamannya, mengirim surat ke kota- raja, melaporkan apa yang telah terjadi pada ayahnya.

   Chong Houw Houw amat terperanjat ketika menerima berita itu, segera melaporkannya pada Touw Ong.

   "Sikap Kie Chiang benar-benar sudah keterlaluan", ucapnya.

   "kini dia menyerang negeri hamba"

   Kaisar jadi sangat gusar, segera menitah Chong Houw Houw kembali ke negerinya sambil membawa sejumlah pasukan.

   Touw Ong berjanji akan mengirim pasukan juga untuk membantunya.

   Chong Houw Houw mengucapkan terima kasih, meninggalkan kota- raja dengan sejumlah pasukan, menuju ke Chongshia.Chong Hek Houw ketika mendengar kabar itu, diam-diam menyuruh orang kepercayaannya, Sim Kong, memimpin 20 orang yang pandai silat, untuk menyergap Houw Houw di pintu kota.

   Kemudian Hek Houw ikut keponakannya untuk menyambut kedatangan saudaranya.

   Houw Houw amat girang melihat saudaranya datang membantunya, mengajaknya jalan bersama.

   Tapi begitu tiba di pinggir pintu gerbang kota, Hek Houw mendadak mencabut pedang, sebagai isyarat pada Sim Kong.

   Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sim Kong memimpin 20 prajurit pilihan menangkap Chong Houw Houw dan anaknya.

   "Kenapa kau menangkap kami, dik Hek Houw?", Houw Houw menatap saudaranya dengan sikap terperanjat.

   "Sebagai seorang pejabat kau bukan saja tidak pernah berbuat baik, malah telah membantu Kaisar berlaku sewenang-wenang, hingga dibenci rakyat! Chi Bun Ong mengirim surat padaku, hingga aku dapat membedakan yang baik dan yang buruk --- Walau aku berdosa terhadap leluhur dengan menangkapmu, tapi di dunia namaku tidak sampai cacad seperti halnya dirimu".

   Seterusnya Hek Houw menggiring kakak dan keponakannya ke perkemahan pasukan Chiu Bun Ong, memohon diperkenankan bertemu dengan Kiang Chu Gie.

   Chu Gie menyambutnya dengan wajah berseri, kemudian mengundang Chi Bun Ong untuk memutuskan perkara Chong Houw Houw dan anaknya.

   Tak lama kemudian Chiu Bun Ong datang ke kemah.

   Setelah tahu akan kunjungan Hek Houw, lantas bertanya.

   "Sebagai adik kandung Houw Houw, kenapa kau begitu sampai hati mencelakai saudara sendiri?".

   Kiang Chu Gie cukup maklum akan maksud Chiu Bun Ong, sebelum Hek Houw sempat menyahut, dia mendahului menerangkan .

   "Chong Houw Houw telah melakukan berbagai kejahatan.

   Saudara Hek Houw menangkapnya demi memenuhi permintaan saya melalui surat.

   Perbuatannya itu tak dapat dikatakan dosa, tapi semata-mata untuk memberantas kejahatan yang kebetulan dilakukan oleh saudaranyasendiri.

   Tindakannya itu merupakan sikap yang bijaksana dan patut diberikan penghargaan".

   Chiu Bun Ong dapat menerima alasan yang dikemukakan Chu Gie, segera memerintahkan untuk memenggal kepala Chong Houw Houw dan anaknya, Chong Eng Piao.

   Tapi ketika kemudian kedua kepala itu diperlihatkan padanya, Chiu Bun Ong jadi sangat ngeri, menutup mukanya dengan lengan bajunya.

   Selang beberapa waktu, barulah raja-muda Barat menitah Hek Houw untuk memimpin kota Chong-shia, merawat janda dan anak gadis Chong Houw Houw baik-baik, serta memerintah dengan adil dan bijaksana, tak boleh menyakiti hati rakyat.

   Hek Houw berjanji akan melaksanakan amanat itu dengan baik.

   Chiu Bun Ong kemudian memerintahkan untuk menarik pasukannya, kembali ke See-kie.

   *** Dalam beberapa hari belakangan ini amat tak tenang perasaan Chiu Bun Ong, akhirnya dia jatuh sakit.

   Setiap kali memejamkan mata, Chong Houw Houw dan anaknya seakan berdiri di hadapannya, membuat sakitnya kian hari bertambah parah.

   Berbagai ikhtiar telah dilakukannya, juga mengundang tabib yang pandai, tapi tak banyak menolong.

   Sampai pada suatu hari, Chiu Bun Ong memanggil Kiang Chu Gie menghadap dan berkata padanya.

   "Sejak kita memperoleh kemenangan dari Chong Houw Houw, setiap malam aku mendengar suara tangis yang memilukan.

   Begitu aku memejamkan mata, Chong Houw Houw dan anak laki-lakinya muncul di hadapanku.

   Ini sebagai tanda, bahwa hidupku takkan lama lagi.

   Bila aku meninggal nanti, hendaknya kau jangan melakukan perlawanan terhadap Touw Ong, apapun kejahatan yang dilakukannya, jangan kau mendengar hasutan dari para raja-muda lainnya untuk menghukum Kaisar, agar tidak menambah penderitaan rakyat akibat peperangan.

   Bila kau tak memenuhi permintaanku, di kala bertemu di alam baqa nanti, pertemuan kita tentu takkan menyenangkan".

   "Akan saya usahakan memenuhi harapan Tuanku", Kiang Chu Gie berlutut di depan peraduan Chiu Bun Ong.Kala itu Kie Hoat masuk.

   Sungguh kebetulan kedatanganmu, puteraku", sambut Chiu Bun Ong.

   "kau masih terlampau muda, bila aku mangkat nanti, jangan sekali- kali kau mendengarkan hasutan orang jahat, hingga melakukan peperangan, yang dapat menyengsarakan rakyat.

   Touw Ong memang kejam, tapi biar bagaimana juga kita harus menghormatinya sebagai junjungan kita, janganlah sekali-kali kau berlaku sebagai pembunuh Kaisar ---Mendekatlah anakku, kau harus mengangkat Kiang Chu Gie sebagai orang tua asuhmu dan harus patuh terhadapnya".

   Kie Hoat patuh, meminta Kiang Chu Gie duduk, berlutut di hadapannya seraya memanggilnya .

   "Ayah".

   Kiang Chu Gie cepat membangunkan Kie Hoat, kemudian berlutut di hadapan Chiu Bun Ong seraya berkata .

   "Saya amat berhutang budi pada Tuanku, biar sampai mati pun, sulit bagi hamba untuk membalas budi Tuanku --- Sebaiknya Tuanku jangan memikirkan yang bukan- bukan, tapi peliharalah diri baik-baik, tak lama lagi tentu akan sehat- wal'afiat kembali".

   "Kurasa sakitku ini sulit disembuhkan", Chiu Bun Ong menghela nafas, kemudian berpaling pada Kie Hoat.

   "Kau harus hidup rukun dengan saudara-saudaramu dan bijaksana dalam memerintah, agar rakyat dapat hidup tenang dan damai --- Yang penting kau lakukan .

   Memerintah dengan adil, mengayomi rakyat!".

   Kie Hoat mendengarkan wejangan ayahnya sambil berlutut.

   Kemudian Chiu Bun Ong berpaling ke arah Tiauw-ko(kota-raja) seraya berucap .

   "Aku telah berhutang budi pada Touw Ong dan mulai saat ini aku tak lagi dapat meramal dan melihat kota Yu Lie".

   Tak lama setelah itu Chiu Bun Ong menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam usia 97 tahun.

   Kie Hoat menggantikan kedudukan ayahnya dengan menyandang gelar Bu Ong.

   Dia memerintah See-kie dengan adil dan penuh kebijaksanaan.

   Dalam waktu singkat telah ada 200 raja-muda lain yang menyatakan tunduk pada Bu Ong dan bersedia membayar upeti.

   **** Touw Ong sangat gusar ketika menerima kabar, bahwa Chiu Bun Ong telah menghukum mati Chong Houw Houw beserta anaknya, ChongEng Piao.

   Semula Kaisar ingin memimpin langsung pasukan untuk menyerbu See-kie.

   Namun banyak menteri yang mencegah maksud sang Kaisar, dengan mengemukakan alasan, bahwa sesungguhnya Houw Houw memang telah sering melakukan perbuatan yang menyengsarakan rakyat.

   Ditambah pula kemudian diperoleh kabar, bahwa Kie Chiang (Chiu Bun Ong) telah wafat dan kedudukannya digantikan oleh Kie Hoat yang belum dewasa.

   Touw Ong jadi membatalkan masudnya semula.

   | Kie Hot masih ingusan, sedangkan Chu Ge (Chu Gie) adalah peramal yang biasa berdusta", katanya dengan sikap meremehkan.

   "tak perlu aku khawatirkan keadaan mereka!".

   Han Yong yang telah melaporkan segalanya itu pada Kaisar, meninggalkan 'Menara Pemetik Bintang' sambil menghela nafas.

   "Tampaknya dinasti Siang memang sudah ditakdirkan runtuh di tangan Kie Hoat!".SEBELAS Waktu beredar cepat sekali, tanpa terasa telah tiba tahun baru Imlek lagi.

   Para pembesar sipil maupun militer pada berdatangan ke kota-raja untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru pada Kaisar.

   Demikian pula isteri mereka ikut serta bertahun baru dengan Souw Tat Kie yang kini berkedudukan sebagai Permaisuri.

   Salah seorang isteri pejabat penting yang hadir adalah Keh-si, isteri Oey Hui Houw, di samping ingin mengucapkan Selamat Tahun Baru pada Souw Tat Kie, dia pun bermaksud menemui iparnya, Permaisuri- muda Oey Kui Hui.

   Kehadiran Keh-si merupakan kesempatan baik bagi Souw Tat Kie untuk membalas dendam pada Oey Hui Houw.

   Namun di luarnya dia bersikap ramah terhadap Keh-si.

   "Berapa usia nyonya sekarang?", tanya Tat Kie.

   "39 tahun", sahut Keh-si.

   "Tapi nyonya masih tampak cantik menawan, bagaikan wanita yang berusia 20-an", puji Souw Tat Kie.

   "Hong-houw sungguh pandai memuji", bersemu merah wajah Keh-si.

   "sesungguhnya saya telah setengah baya, sudah tua".

   "Sungguh nyonya, aku telah mengatakan yang sesungguhnya", Souw Tat Kie tersenyum ramah.

   "aku merasa cocok dengan nyonya, mari kita saling angkat saudara".

   Walau Keh-si ingin menolak, tapi Tat Kie telah menyuruh dayang menyiapkan meja perjamuan.

   Usia Keh-si 8 tahun lebih tua, maka Tat Kie memanggilnya Cici, kakak.

   Selagi mereka makan minum, mendadak ada yang mengabarkan Kaisar datang.

   Mendengar itu, Keh-si segera bersembunyi ke belakang istana.

   Tat Kie menyambut kehadiran Touw Ong.

   Ketika melihat banyak makanan yang terhidang di meja, Kaisarbertanya .

   "Sedang menjamu siapa kau?".

   "Keh-si, isteri dari raja-muda Bu-cheng", sahut Tat Kie, kemudian balik bertanya.

   "Pernahkan Tuanku bertemu dengannya?".

   "Tata-krama kerajaan tidak memperkenankan Kaisar memandang isteri menteri atau pejabat kerajaan lainnya", Touw Ong menerangkan.

   "Keh-si adalah kerabat Tuanku, sebab Oey Kui Hui adalah adik suaminya, hingga tak ada salahnya bila Tuanku bertemu dengannya.

   Tapi sekarang, sebaiknya Baginda pergi ke ruang lain dulu, nanti akan saya undang Keh-si ke Cai Seng-louw (Menara Pemetik Bintang), di sanalah Tuanku dapat meresapi kecantikannya".

   Kaisar yang 'mata-keranjang"

   Ini, langsung menyetujui usul Souw Tat Kie.

   Begitu Kaisar berlalu, Tat Kie segera mengajak Keh-si ke 'Menara Pemetik Bintang'.

   Keh-si yang terdorong oleh rasa ingin tahu, ikut Souw Kie ke menara yang terkenal mewah tersebut.

   Di menara itu telah disiapkan meja perjamuan.

   Ketika mereka baru saja duduk di sisi meja perjamuan, telah datang seorang pelayan yang mengabarkan mengenai kedatangan raja ke situ.

   Keh-si tak lagi memiliki tempat bersembunyi.

   Souw Tat Kie menyarankan agar dia menanti di balkon.

   Keh-si terpaksa menuruti saran Tat Kie.

   Touw Ong masuk, berpura-pura bertanya pada Souw Tat Kie.

   "Siapa yang berdiri di balkon?".

   Nyonya Keh, Tuanku, isteri raja-muda Bu-cheng", Tat Kie menerangkan.

   Keh-si tak dapat berbuat lain kecuali menemui Kaisar, berlutut di hadapan Touw Ong.

   Touw Ong segera menyilakannya bangkit dan dia jadi amat tertarik pada kecantikan isteri menterinya, memperkenankan Keh-si duduk di sisi meja perjamuan.

   Namun Keh-si menolak dengan mengemukakan alasan.

   "Tak pantas sebagai isteri menteri, hamba duduk sejajar dengan Kaisar danPermaisuri".

   "Janganlah kakak bersikap begitu", ucap Tat Kie.

   "kita telah saling mengangkat saudara, hingga kau merupakan ipar Kaisar, maka wajar bila Cici duduk bersama kami".

   Namun Keh-si bukannya duduk, malah berlutut seraya memohon diperkenankan untuk meninggalkan menara tersebut.

   "Bila kau tak sudi duduk bersama kami, aku akan menghidangkan secawan arak padamu", kata Kaisar.

   Touw Ong membuktikan ucapannya, menghampiri Kehsi sambil membawa secawan arak.

   Merah padam wajah Keh-si saking malu campur dongkol, karena menganggap dirinya telah diperolok-olokkan oleh Kaisar dan Permaisuri.

   Dia segera mengambil cawan arak itu, menimpuk kepala Touw Ong seraya berseru.

   "Kau benar-benar Kaisar yang telah dibikin buta oleh bujuk-rayu wanita! Selama ini suamiku telah begitu setia dan banyak berjasa bagi kerajaan, tapi kau bukan saja tidak menghargainya, malah telah mendengar kata Tat Kie untuk menghina isterinya! Kaisar sepertimu tentu akan mati secara tak wajar, demikian pula Souw Tat Kie!".

   Touw Ong jadi sangat gusar, segera memerintahkan untuk menangkap Keh-si.

   Keh-si segera lari ke balkon, berpaling ke arah rumahnya seraya berkata.

   "Jenderal Oey, hari ini kukorbankan diri demi kehormatanmu! Oh Thian, apa yang akan terjadi dengan ketiga anakku....?".

   Namun dia tak dapat berkata lebih jauh, sebab pengawal istana telah datang memburunya, membuat Keh-si segera terjun dari balkon menara dan melayanglah jiwanya.

   Agak menyesal juga Touw Ong akan perbuatannya barusan.

   Oey Kui Hui ketika mendengar kematian iparnya, lantas pergi ke Cai Seng-louw.

   "Sungguh keji kau!", makinya begitu bertemu dengan Touw Ong.

   "selama ini keluargaku selalu membantu kerajaan Siang.

   Kakakku bukan saja telah menumpas bajak laut di Timur, juga berhasil memadamkan pemberontakan di Barat.

   Sedangkan ayahku takhentinya melatih tentara, agar menjadi prajurit kerajaan yang tangguh.

   Tapi apa balas jasamu? Kau malah telah membunuh kakak- iparku pada hari Tahun Baru ini.

   Benar-benar keji kau".

   Karena amarahnya yang begitu memuncak, Oey Kui Hui telah lupa akan segalanya, lupa akan tatakrama istana.

   Touw Ong tak bersuara.

   "Semua ini gara-gara kau juga, perempuan berhati binatang!", Oey Kui Hui menuding Tat Kie.

   "dengan siasatmu yang keji-licik, kau telah memancing kakak iparku ke menara ini, untuk kau jadikan umpan pemuas nafsu Baginda!".

   Begitu selesai berkata, Oey Kui Hui segera menjambak rambut dan mendorong Tat Kie hingga jatuh terguling, memukulinya.

   Sesungguhnya Souw Tat Kie dapat saja melakukan perlawanan dengan menggunakan kesaktiannya, namun dia tak berani memperlihatkannya di hadapan Kaisar, khawatir terbuka kedoknya.

   Maka dia hanya menjerit-jerit meminta tolong.

   Tat Kie tak bersalah", Touw Ong berusaha melerainya.

   "iparmu sendiri yang merasa malu karena telah terlihat olehku, membuatnya membuang diri ke bawah menara".

   "Aku tak percaya", Oey Kui Hui tetap diliputi kemarahan.

   "biar bagaimana juga aku harus menghajarnya sampai mati, untuk membalas kematian kakak iparku".

   
Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sabar", Touw Ong terus berusaha memisahkannya, bermaksud memegang tangan Oey Kui Hui.

   Oey Kui Hui menggerakkan tangan, tanpa disengaja telah menampar muka Kaisar.

   "Kurang ajar kau!", Touw Ong gusar sekali.

   "sudah bosan hidup kau rupanya, hingga berani menamparku!".

   Sang Kaisar segera memegang dan mengangkat tubuh Oey Kui Hui, melemparnya ke bawah menara.

   Ketika dia menyadari kesalahannya, telah terlambat, yang membuatnya amat menyesal.

   Tapi Touw Ong sama sekali tidak menyalahkan Souw Tat Kie.

   ...

   Pelayan Keh-si yang menanti di luar istana, ketika mendengar musibah yang menimpa majikannya, juga Oey Kui Hui, langsungberlari pulang.

   Oey Hui Houw tengah merayakan Tahun Baru Imlek bersama ketiga anaknya.

   Thian Lok, Thian Ciok dan Thian Siang; yang dihadiri pula oleh saudara dan saudara angkatnya.

   Oey Hui Piao, Oey Hui Pa, Oey Beng, Chiu Kie, Liong Hoan dan Gouw Kiam.

   Panas hati Oey Hui Houw, campur sedih juga, ketika mendengar musibah yang menimpa diri isteri dan adiknya.

   Oey Beng berpendapat, bahwa persoalannya cukup jelas.

   Touw Ong telah tergila-gila pada kecantikan Keh-si.

   Sedang isteri Oey Hui Houw yang tak ingin dinodai kehormatannya dan juga keluarganya, segera melompat dari atas menara, yang mengakibatkannya menemui ajalnya.

   Sedang Oey Kui Hui tentu sangat marah ketika mendengar kematian kakak-iparnya, langsung menemui Touw Ong dan Souw Tat Kie, memaki mereka.

   Sebagai Kaisar, Touw Ong tentu tak ingin dirinya dicaci, walau sesungguhnya dirinya bersalah.

   Dalam kalapnya dia telah mencelakai sang Permaisuri-mudanya.

   "Bila Kaisar tak adil, para hambanya tentu akan mencari junjungan lain", kata Oey Beng lebih lanjut.

   "padahal telah cukup banyak jasa kita terhadap kerajaan, tapi apa imbalan yang kita peroleh!? Kita harus menentang sikap Kaisar yang tidak adil itu!".

   "Kami sependapat!", sambut Chiu Kie, Liong Hoan dan Gouw Kiam dengan suara hampir bersamaan.

   Oey Beng bersama ketiga saudara angkatnya itu segera mengambil senjata masing-masing, bermaksud menemui Kaisar.

   Namun Oey Hui Houw segera mencegahnya.

   "Tunggu! Kalian ingin mencelakai keluargaku? Apa hubungannya kematian isteriku dengan kalian? Selama tujuh turunan keluargaku telah mengabdikan diri pada kerajaan Siang, apakah hanya garagara seorang wanita aku harus menentang kerajaan yang telah banyak memberikan budi-kebaikan pada keluargaku!?".

   Keempat saudara angkatnya membisu.

   Tapi selang sesaat, mendadak Oey Beng tertawa seraya berkata .

   "Tepat sekali kata-kata kak Hui Houw, persoalan ini memang tak ada hubungannya dengan kami".

   Oey Beng mengajak saudara angkat lainnya kembali ke sisi meja,melanjutkan makan minum dengan diselingi sendagurau.

   "Kenapa kalian bersuka-ria?", tambah panas hati Oey Hui Houw menyaksikan ulah para saudara angkatnya.

   "Yang sedih kan cuma kak Hui Houw, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kami", sahut Oey Beng sambil tersenyum lebar.

   "orang lain pada gembira menyambut kehadiran Tahun Baru".

   "Baiklah aku berterus terang", sela Chiu Kie.

   "sesungguhnya kami menertawakan kau".

   "Apa maksud kalian?", Oey Hui Houw tambah dongkol campur heran.

   "Bagi orang yang tak tahu persoalannya, tentu akan menuduhmu mengandalkan kecantikan isteri untuk memperoleh jabatan".

   Oey Hui Houw benar-benar tersinggung, berseru marah dan menyuruh mengemasi barang-barang.

   "Akan ke mana kita?", tanyanya kemudian.

   "Kita menghadap Bu Ong di See-kie", sahut Oey Beng.

   "Tapi sebaiknya lebih dulu kita tantang Touw Ong berperang tanding", Chiu Kie menyarankan, dengan maksud agar pendirian Oey Hui How tak berobah lagi.

   Oey Hui Piao, Oey Hui Pa bersama Thian Lok, Thian Chiok dan Thian Siang, Liong Hoan dan Bu Kiam, mengajak 1000 prajurit serta membawa gerobak-gerobak barang keluar dari pintu gerbang kota Barat.

   Sedang Oey Hui Houw bersama Oey Beng dan Chiu Kie pergi ke istana, menantang Touw Ong berperang tanding.

   Touw Ong amat gusar, memimpin langsung pasukan pengawal istana.

   Tapi setelah bertempur beberapa saat, Touw Ong dan pasukannya terdesak, yang memaksa Kaisar harus melarikan diri, kembali ke istana.

   Chiu Kie bermaksud mengejarnya, tapi segera dicegah oleh Oey Hui Houw dan mengajak saudara angkatnya untuk meninggalkan kota- raja.

   Para pejabat tinggi kerajaan terkejut ketika mendengar berita itu, bergegas menghadap Kaisar untuk menanyakan duduk persoalannya.

   "Keh-si, isteri Oey Hui Houw, telah berlaku kurang ajar terhadapku, mungkin karena takut dihukum, dia segera melompat dari atas 'ChaiSeng-louw' Sedang Oey Kui Hui yang mengandalkan pengaruh saudaranya, telah menghina Permaisuri, membuatku naik pitam dan tanpa sengaja kudorong tubuhnya hingga terjatuh ke bawah menara.

   Mengenai berontaknya Oey Hui Houw belum jelas sebabnya bagiku.

   Mungkin dia ingin membalas kematian isteri dan adik perempuannya itu", Tiu Ong (Touw Ong) mengemukakan alasan.

   Baru selesai Touw Ong berkata, seorang pembantunya memberitahukan, bahwa Bun Taysu (Bun Tiong) telah berhasil menumpas pemberontakan di Luat Timur dan kini mengharap dapat menghadap Kaisar.

   Touw Ong menyilakannya masuk.

   Ketika Bun Taysu masuk dan tak melihat Oey Hui Houw, dia segera menanyakannya.

   Touw Ong terpaksa memberi penjelasan seperti yang telah dikemukakannya di hadapan para pejabat tinggi kerajaan.

   Menurut pendapat hamba, dalam hal ini Tuanku bersalah", ucap Bun Taysu.

   "Oey Hui Houw adalah pejabat yang setia terhadap kerajaan.

   Hamba harap sudilah baginda mengampuninya dan memanggilnya kembali".

   Namun pendapat itu ditentang oleh seorang menteri muda yang bernama Chie Yong, yang mengemukakan pendapat, seandainya Oey Hui Houw yang telah berani melawan Kaisar itu diampuni, nantinya tentu akan banyak pejabat yang meniru ulahnya, hingga Touw Ong tak lagi memiliki wibawa sebagai seorang Kaisar! Bun Taysu menganggap ucapan Chie Yong cukup beralasan, maka dia pun tak mendesak Kaisar lebih jauh, bahkan menyuruh dua orang muridnya.

   Kie Lek dan Yu Keng, untuk berangkat ke kota-kota Leng- tong-koan, Chia-beng-koan dan Ceng-liong-koan, memberitahukan para penguasa dari tiga kota tersebut, untuk tidak memberi jalan pada Oey Hui Houw beserta rombongannya.

   Sebab mereka telah melakukan pemberontakan terhadap kerajaan.

   Sedangkan Bun Taysu sendiri memimpin pasukan, melakukan pengejaran.

   Rombongan Oey Hui Houw telah berhasil menyeberangi Sungai Kuning (Huang Ho).

   Tiba-tiba mereka memperoleh kabar, bahwa darisebelah kiri telah menyusul pasukan dari Cengliong-koan, yang dipimpin oleh Thio Kui Hong dan dari bagian kanan muncul pasukan dari Leng-tong-koan, yang dipimpin oleh Tan Tong.

   Sedang di bagian depan menghadang pasukan dari Chia-beng-koan, yang dipimpin oleh Mo Lee Ang.

   Dari arah belakang mengejar pasukan kerajaan yang dipimpin langsung oleh Bun Taysu.

   Mendengar kabar itu, Oey Hui Houw jadi kebingungan, mendekati putus asa.

   Sebab dia menyadari kalau dirinya bersama saudara angkatnya sulit untuk dapat menandingi Bun Tiong dan lain-lainnya.

   Sungguh kebetulan, kala itu Dewa Cheng Sie To Tek Chin Kun, sedang naik awan lewat di tempat itu, ketika tahu akan kesulitan yang sedang dihadapi Oey Hui Houw beserta rombongannya, sang Dewa segera meminta bantuan Malaikat Oey Bwe Tong menggunakan kesaktiannya untuk memindahkan Oey Hui Houw beserta rombongan ke Po-cheng-san, membuat para penghadang dan pengejar itu jadi kehilangan jejak rombongan Hui Houw.

   Pemimpin dari tiga kota, Thio Kui Hong, Mo Lee Ang dan Tan Tong, segera melapor pada Bun Taysu, bahwa mereka mendadak telah kehilangan jejak rombongan Oey Hui Houw, lalu kembali ke kota masing-masing.

   Sedangkan Bun Taysu bersama pasukannya tetap berdiam di tempatnya semula, sebab dia menduga Oey Hui Houw masih berada di belakangnya, walau dia tak tahu pasti penyebab dari keterlambatan perjalanan Hui Houw dan rombongan.

   Menyaksikan keadaan itu, Dewa Cheng Sie To Tek menyadari, kalau Oey Hui Houw beserta rombongannya tetap tak dapat melanjutkan perjalanan, sebab mereka bukanlah tandingan Bun Taysu.

   Maka sang Dewa segera mengeluarkan kesaktiannya, membuat Oey Hui Houw beserta rombongan seakan seperti menempuh jalan balik untuk menyerbu kotaraja, membuat Bun Taysu bergegas mengajak pasukannya kembali ke kota-raja.

   Setelah itu barulah Dewa Cheng Sie To Tek meminta Malaikat Oey Bwe Tong memakai kesaktiannya lagi, untuk memindahkan kembali Oey Hui Houw ke tempatnya semula.Segalanya itu berlangsung dalam waktu relatif singkat dan dalam suasana gaib, membuat Oey Hui Houw dan rombongan tak tahu apa yang baru terjadi dan keadaan mereka bagaikan orang mabuk.

   Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke Leng-tongkoan.

   Kehadiran mereka telah dihadang oleh Tan Tong.

   Panglima kota Leng-tong-koan, Tan Tong, dulunya adalah anak buah Oey Hui Houw, suatu ketika dia melakukan kesalahan fatal, hingga Hui Houw menjatuhkan hukuman mati baginya.

   Tapi atas permintaan perwira lainnya, Oey Hui Houw terpaksa membebaskannya, hanya diberi peringatan keras, memindahkannya ke bidang lain.

   Peristiwa itu telah mengakibatkan Tan Tong sakit hati terhadap Oey Hui Houw.

   Kini dianggap tiba waktunya untuk membalas sakit hatinya itu.

   Oey Hui Houw amat gusar dihadang oleh bekas anak buahnya.

   Segera melancarkan serangan.

   Namun Tan Tong tak mau undur, menangkis, kemudian balas menyerang.

   Terjadilah perang tanding yang cukup seru.

   Namun setelah berlangsung belasan jurus, berangsur-angsur Tan Tong terdesak, memutar kudanya, melarikan diri.

   Oey Hui Houw mengejarnya.

   Tapi tiba-tiba Tan Tong membalikkan tubuh, menimpuk Oey Hui Houw dengan Hwe Liong-piao (alat penimpuk (piao) Naga Api) dan tepat mengenai sasaran, yang mengakibatkan Oey Hui Houw jatuh terjungkal dari kerbau saktinya dan tewas.

   Chiu Kie majukan diri, bermaksud membalas sakit hati Hui Houw, tapi sebelum sempat berbuat apa-apa, dirinya telah terkena Hwe Liong- piao juga, yang mengakibatkannya terluka dan jatuh terjungkal dari atas kuda dan menghembuskan nafas terakhir.

   Setelah memperoleh kemenangan, Tan Tong masuk kembali ke dalam kota.

   Oey Hui Piao dan lain-lainnya terpaksa mengangkat jenazah Hui Houw dan Chiu Kie ke tegalan, menyiapkan penguburannya.

   Di lain fihak, Dewa Cheng Sie To Tek, telah kembali ke tempat bersemayamnya di Cheng Hong-san.

   Melalui kesaktiannyadiketahuinya, bahwa Oey Hui Houw tengah terancam bahaya, segera memanggil muridnya, Oey Thian Hoa, memerintahkannya segera turun gunung untuk menolong ayahnya.

   "Siapa ayah Teecu yang Suhu maksudkan?", tanya Oey Thian Hoa.

   "Oey Hui Houw", menerangkan sang guru.

   "Hari ini dirinya telah dilukai oleh Hwe Liong-piao Tan Tong di luar kota Leng-tong-koan, yang membawa sampai ke ajalnya.

   Lekaslah kau berangkat ke sana untuk menghidupkannya kembali".

   Selesai berkata, Dewa Cheng Sie To Tek memberikan sebilah pedang pusaka serta keranjang bunga pada muridnya.

   Oey Thian Hoa menerimanya dengan sikap hormat benar.

   "Setelah kau berhasil menyelamatkannya dan membantunya melintasi Leng-tong-koan, cepatlah kembali ke mari, jangan mengantarnya sampai ke See-kie", pesan sang guru.

   "Baik Suhu", sahut Oey Thian Hoa sambil pamit pada gurunya.

   Dia segera keluar dari goa Che-yang di gunung Cheng Hong-san, meraup tanah, menebarkannya ke angkasa, menuju ke kota Leng- tong-koan dengan menginjak tanah yang ditebarkannya itu.

   Tak lama kemudian dia turun di atas tembok kota yang! dituju, memperhatikan seputarnya, terlihat sejumlah pasukan yang berada di tegalan di luar kota tersebut, yang dalam keadaan lesu-sedih.

   Thian Hoa segera melayang ke arah itu, turun di hadapan mereka sambil memperkenalkan diri dan mengungkapkan maksudnya untuk bertemu dengan Oey Hui Houw.

   Perwira jaga memberitahukan kedatangan Thian Hoa pada Oey Hui Piao.

   Hui Piao langsung menyilakan Thian Hoa masuk ke perkemahan.

   Setelah berbasa-basi sejenak, Thian Hoa memberitahukan siapa dirinya sesungguhnya dan menyatakan ingin menyelamatkan ayahnya.

   Hui Piao segera mengajaknya ke kemah tempat jenazah Oey Hui Houw dibaringkan.

   Pucat lesi wajah Hui Houw.

   Thian Hoa mengeluarkan obat dari dalam keranjang bunga, melarutkannya ke mangkok air, memberi minum ayahnya.

   Kemudian mengambil obat lainnya, mengobati luka luar Hui Houw.

   Ketika melihat Chiu Kie yang dibaringkan di sisi jenazah ayahnya,Thian Hoa bertanya .

   "Siapa dia?".

   "Saudara angkat ayahmu", Hui Piao menerangkan.

   Oey Thian Hoa segera mengobatinya juga.

   Tak sampai setengah jam, terdengar Oey Hui Houw berteriak kesakitan, perlahan-lahan duduk.

   Thian Hoa segera berlutut di hadapan ayahnya seraya menerangkan, bahwa dia adalah anak sulung Hui Houw yang hilang pada 13 tahun yang silam ketika sedang bermain-main di taman bunga, kala itu usianya baru 3 tahun.

   Dia ternyata telah dibawa oleh Dewa Cheng Sie To Tek, yang kemudian mengangkatnya sebagai murid.

   Tadi gurunya telah menyuruhnya turun gunung, untuk mengobati ayahnya.

   Jelaslah segalanya kini bagi Hui Houw, yang membuatnya jadi sangat gembira dapat bertemu dengan anak sulungnya.

   "Bagaimana keadaan ibu, ayah?", tanya Thian Hoa setelah berselang sesaat.

   "Ibumu telah meninggal, gara-gara soal ibumu, ayah jadi berontak terhadap kerajaan", Oey Hui Houw menerangkan dengan roman sedih, lalu secara singkat menerangkan duduk soalnya.

   Oey Thian Hoa amat sedih ketika mendengar kabar itu.

   Tiba-tiba datang laporan, bahwa Tan Tong memimpin pasukan mengurung perkemahan mereka.

   Oey Hui Houw terkejut ketika mendengar berita itu.

   "Jangan khawatir ayah", Thian Hoa berusaha menenangkan ayahnya.

   "saya akan membantu ayah menghadapinya".

   Kepercayaan diri Hui Houw mulai pulih lagi, segera menyongsong kedatangan Tan Tong dengan naik 'Sin Gu' (kerbau Sakti)-nya, langsung melancarkan serangan.

   Kembali terjadi perang tanding yang seru di antara mereka.

   Siluman Rase Souw Tat Kie Karya Siao Shen Sien di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Setelah berlangsung lebih dari 20 jurus, Tan Tong mulai keteter menghadapi serangan-serangan Oey Hui Houw, segera melontarkan Hwe Liong-piao, bermaksud menghantam batok kepala Hui Houw.

   Thian Hoa yang berada di sisi ayahnya, segera mengangkat keranjang bunganya, menyedot masuk senjata penimpuk itu ke dalam keranjangnya.

   Melihat senjata saktinya berhasil dimusnakan oleh seorang pemuda,Tan Tong jadi sangat marah, segera meninggalkan Oey Hui Houw, menyerang Thian Hoa.

   Tapi Thian Hoa sama sekali tidak gentar menghadapinya, langsung mencabut pedang, mengacukan ke diri Tan Tong.

   Pedang sakti pemberian gurunya tiba-tiba memancarkan sinar putih, yang langsung menebas kepala Tan Tong hingga copot dari batang lehernya! Setelah berhasil membunuh Tan Tong, Oey Thian Hoa mengantar rombongan ayahnya melintasi kota Leng-tong-koan, kemudian pamit untuk kembali ke tempat persemayaman gurunya.

   Oey Hui Houw bersama rombongan melanjutkan perjalanan, sekira berjalan 80 li, tibalah mereka di luar kota Coan-in-koan.

   Penguasa kota Coan-in-koan adalah Tan Bu, yang merupakan kakaknya Tan Tong.

   Semula Tan Bu hendak menyambut kedatangan rombongan Oey Hui Houw dengan kekerasan, untuk membalas dendam atas kematian adiknya.

   Namun atas saran seorang pembantunya yang bernama Ho Sin.

   Tan Bu kemudian memutuskan untuk menghadapi Oey Hui Houw dengan menggunakan siasat.

   Dia berpura-pura tak tahu kalau adiknya telah tewas di tangan anak Hui Houw, menyambut hangat kehadiran rombongan Oey Hui Houw, menjamu mereka, kemudian meminta mereka bermalam di kota Coan- in-koan.

   Oey Hui Houw yang berjiwa polos, menerima baik undangan Tan Bu, bermalamlah dia bersama rombongan di kota tersebut.

   Malam itu Oey Hui Houw tak dapat tidur.

   Selewat jam 2 tengah malam, dia dikejutkan dengan bertiupnya angin dari bawah ke atas, disusul dengan munculnya roh Keh-si, isterinya.

   Sebelum Oey Hui Houw sempat bersuara, roh Keh-si telah berkata.

   "Jangan takut Jenderal, saya telah sengaja mengikutimu sampai di sini.

   Cepatlah Jenderal tinggalkan kota ini, agar tidak mati tertambus.

   Tolonglah Jenderal merawat baikbaik anak kita.

   Selamat tinggal!".

   Selesai berkata, roh Keh-si lenyap dari hadapan Oey Hui Houw.

   Oey Hui Houw segera membanguni dan mengumpulkan parapengikutnya, menerangkan persoalannya, mengajak mereka segera meninggalkan kota itu.

   Tapi ketika bermaksud keluar dari tempat mereka menginap, ternyata pintu wisma itu dikunci dari luar.

   Mereka terpaksa mendobrak pintu, ternyata di luar wisma terlihat tumpukan kayu bakar dalam jumlah banyak sekali.

   Mereka bergegas menuju ke luar kota.

   Tapi tak lama Tan Bu beserta pasukannya mengejar mereka.

   Oey Hui Houw terpaksa harus melayaninya bertanding, Setelah berlangsung belasan jurus, Tan Bu tewas di tangan Oey Hui Houw.

   Hui Houw mengajak rombongannya melanjutkan perjalanan, menuju ke kota Chieh-pay-koan....

   T A M A T Anda tentu puas setelah membaca cerita 'SILUMAN RASE SOUW TAT KIE' ini dan pasti lebih puas lagi bila anda baca Seri Hikayat Hong Sin berikutnya .

   Series KIANG CHU GIE (KIANG CHU GE) KIANG CHU GIE - Penyusun SIAD SHEN SIEN * Dapatkah rombongan Oey Hui Houw tiba di tempat tujuan dengan selamat? * Apa tindakan Souw Tat Kie selanjutnya? * Berhasilkah Touw Ong melepaskan diri dari pengaruh siluman Rase dan siluman Ayam? * Bagaimana dengan Kiang Chu Gie (Kiang Chu Ge) yang mengabdi pada Bu Ong? Orang-orang sakti mana saja yang bersedia membantu Kaisar yang zalim? * Orang suci mana pula yang membantu kiang Chu Gie & Bu ng!? Semuanya dipaparkan secara jelas lagi mengasyikkan dalam buku ini! Siasat kontra siasat dan kesaktian dihadapi dengan kesaktian! SEBUAH BUKU YANG TAK BOLEH ANDA LEWATKAN BEGITU SAJA!

   

   

   

   

Setan Harpa -- Khu Lung/Tjan Id Pisau Kekasih Karya Gu Long Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung

Cari Blog Ini