Pendekar Riang 1
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 1
Sebaliknya Ong Tiong (bergerak) justru seorang yang tak suka Tiong (bergerak).
Orang yang berjiwa sosial biasanya miskin.
Kwik Tay-lok orangnya miskin, kelewat miskin sampai miskinnya luar biasa.
Sesungguhnya tak seharusnya ia begitu miskin.
Sebenarnya ia boleh dibilang seorang yang kaya raya.
Seorang yang kaya raya bila tiba-tiba menjadi miskin, maka hanya ada dua alasan, pertama karena dia bodoh, kedua karena dia malas.
Kwik Tay-lok tidak bodoh, pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya jauh lebih banyak daripada orang lain, lagi pula jauh lebih baik dari kebanyakan orang.
Misalnya...
Menunggang kuda, ia bisa menunggang kuda yang tercepat, dapat pula menunggang kuda yang terbinal.
Bermain pedang, dengan sebuah tusukan ia bisa menembusi baju perang dari besi yang dikenakan seorang panglima perang, dapat pula menembusi daun liu yang sedang melambai terhembus angin.
Bila kau sahabatnya dan kebetulan ia sedang gembira, mungkin dengan tangan telanjang ia akan mencebur ke sungai untuk menangkap dua ekor ikan leihi, lalu dari air melompat ke udara untuk menangkap dua ekor belibis guna membuatkan sebuah hidangan ang-sio-hi dan itik panggang bagimu.
Bila kau mencicipi masakannya, tanggung selama hidup tak akan kau lupakan.
Kepandaiannya memasak tidak kalah dari kepandaian koki yang paling tersohor pun di ibu kota.
Iapun bisa memetik harpa sambil membawakan lagu Tay-kang-tang-kin, diapun bisa bermain Yang-kim sambil membawakan lagu "Ditepi Yangliu, di tengah malam yang sepi", membuat kau beranggapan bahwa sepanjang hidupnya ia bekerja sebagai penjual suara.
Bahkan ada orang beranggapan, kecuali tak bisa melahirkan anak, pekerjaan apapun bisa ia lakukan.
Diapun tidak malas.
Bukan saja tidak malas, bahkan setiap saat selalu berharap bisa melakukan pekerjaan apapun, pekerjaan yang pernah dikerjakan tak sedikit jumlahnya.
Lalu, kenapa manusia semacam ini bisa miskin? Ketika bekerja untuk pertama kalinya, ia menjadi seorang piausu.
Waktu itu dia baru terjun ke dunia persilatan, baru selesai menjalankan masa berkabung karena kematian orang tuanya, rumah dan sawahnya ada yang dijual ada pula yang diberikan kepada orang lain, ia ingin mengandalkan kepandaian sendiri untuk berkelana dalam dunia persilatan.
Tentu saja ia bukan seorang pedagang yang ulung, dia sama sekali tak berharap bisa menjadi seorang pedagang ulung, maka sawah sehektar yang seharusnya laku dijual tiga ratus tahil, hanya dijual seharga seratus tujuh tahil, ditambah pula uang yang dibagi-bagikan kepada sanak keluarganya yang miskin, sisa yang ada dalam sakunya tinggal tak seberapa.
Tapi itu masih cukup untuk membeli seekor kuda jempolan, sebilah pedang mestika, membuat beberapa stel baju yang indah, tinggal di losmen kelas satu dan makan di rumah makan nomor wahid.
Waktu itu musim semi telah tiba.
Orang bilang musim semi musim yang terindah, saat itu merupakan saat yang paling baik buat perusahaan ekspedisi untuk mengeruk untung.
Saat perusahaan ekspedisi paling baik, berarti saat panen pula bagi para pembegal dan perampok.
Cong-piautau dari perusahaan Tionggoan-piaukiok, Lo Ceng-gi meski belum tua umurnya, pengalamannya cukup matang, diapun tahu akan teori tersebut.
Maka sepanjang jalan ia selalu berhati-hati, apalagi barang kawalannya kali ini tak sedikit jumlahnya.
Untuk mengawal barang belum cukup hanya berhati-hati saja, orang harus berilmu tinggi dan bernasib mujur.
Ilmu silat Lo Ceng-gi tidak jelek, sayang nasibnya kurang mujur, apa mau dikata ia telah berjumpa dengan Ouyang heng-te, seorang manusia golongan hitam dari dua tepi sungai besar yang paling memusingkan kepala.
Ouyang hengte atau Ouyang bersaudara bukan terdiri dari dua orang, bukan pula tiga atau empat orang....
Ouyang hengte cuma seorang diri.
Orang ini memang bernama Ouyang Hengte! Meski cuma seorang, tapi justru lebih sulit dilayani daripada melayani empat puluh orang.
Tangan kirinya memainkan golok pendek, tangan kanannya memainkan golok panjang, selain itu pada saat yang bersamaan dapat pula melancarkan tujuh-delapan macam senjata rahasia, jarang ada orang yang bisa melihat darimana senjata rahasia itu dilepaskan.
Lo Ceng-gi juga tidak mampu.
Baru saja ia menghindari tiga batang anak panah setabung jarum lembut, tahu-tahu Ouyang Hengte sudah memutar goloknya sambil melepaskan sepasang jarum Cu-bu-ban-ciam.
Jarum yang mematikan, muncul dari tempat yang sama sekali tak terduga oleh siapapun.
Bahu kanan Lo Ceng-gi termakan dua batang jarum itu, betul tak sampai mematikan, namun dia hanya bisa menunggu Ouyang hengte datang untuk merenggut jiwanya.
Sekalipun Ouyang hengte tidak menghendaki nyawanya, bila barang kawalan itu sampai hilang, terpaksa dia harus menceburkan diri ke sungai atau menggantung diri untuk menghabisi nyawa sendiri.
Untunglah pada waktu itu muncul seekor kuda yang meluncur datang dengan cepat, belum lagi kudanya sampai di tempat tujuan, penunggangnya sudah sampai lebih duluan.
Ouyang hengte hanya sempat melihat seseorang terbang di udara, belum lagi ke tujuhdelapan macam senjata rahasianya terlepas dari tangan, urat nadi pada pergelangan tangan kanan kirinya masing-masing sudah tertusuk telak.
Tentu saja sang bintang penolong yang datang dari tengah udara itu adalah Kwik Tay-lok.
Lo Ceng-gi bukan cuma berterima kasih kepada penolongnya itu, diapun merasa kagum, bukan cuma kagum biasa malah kagumnya lahir batin.
Setelah menghantar barang kawalannya sampai di tempat tujuan, bagaimanapun ia memaksanya untuk ikut pulang ke perusahaannya.
Kwik Tay-lok pun pergi, sebab bagaimanapun ia memang tak ada urusan lain.
Sekalipun ada urusan penting yang lain dia pergi juga.
Inilah perdana dari pengalamannya, turun tangan untuk pertama kalinya, tiba-tiba ia merasa bukan cuma kepandaiannya hebat, ternyata keberuntungannya lumayan juga.
Dengan rasa heran Lo Ceng-gi pun bertanya kepadanya.
"Seorang jago lihay seperti Kwik-heng, mengapa tidak menjadi seorang piautau?"
Kwik Tay-lok tidak menjawab, diapun tidak balik bertanya.
"Kenapa seorang yang berilmu tinggi musti mengawal barang orang?"
Ia hanya merasa menjadi seorang piautau cukup keren, cukup menarik hati.
Maka diapun menjadi seorang piautau, Hu cong-piautau dari perusahaan ekspedisi Tionggoan piaukiok.
Seseorang yang baru terjun ke dunia persilatan telah menjadi seorang wakil cong-piautau, kedudukan itu memang cukup keren dan menambah keangkerannya! Satu-satunya masalah yang membuat Kwik Tay-lok kecewa adalah Tionggoan-piaukiok bukan perusahaan ekspedisi terbesar di daratan Tionggoan, bahkan perusahaan kelas satupun tidak tergolongkan.
Setelah menunggu beberapa hari, ia baru mendapat tugas yang pertama, lagipula tidak terhitung suatu transaksi yang besar, dia hanya akan mengawal beberapa ribu tahil perak saja kembali ke Lok-yang.
Perjalanan tidak jauh, barang kawalannya tidak berat, ditambah lagi ada seorang wakil congpiautau yang begitu perkasa, tak heran kalau cong-piautaunya lantas mengendon dalam rumah sambil merawat luka yang dideritanya.
Waktu itu masih musim semi, pagi sekali, rombongan mereka telah berangkat.
Kwik Tay-lok mengenakan baju ungu yang perlente, menyandang pedang antik, duduk diatas kuda putih yang jempolan dan dibawah kibaran panji perusahaan serta teriakan para peneriak jalan perusahaan yang lantang, ia merasa bertambah keren dan gembira.
Ia berharap sepanjang jalan bisa bertemu dengan beberapa orang begal atau perampok kenamaan, bukan lantaran ingin memamerkan kungfunya untuk gagah-gagahan, tapi hanya ingin mencari beberapa orang sahabat saja.
Makin banyak teman semakin baik, ia gemar berteman, bisa bersahabat dengan pembegal dan perampok, bukan cuma suatu rangsangan saja, lagipula amat menarik hati, apalagi kalau bisa membawa mereka ke jalan kebenaran, tentu itu lebih menyenangkan.
Betul juga, apa yang diharapkan akhirnya ditemukan juga.
Sayang yang ia jumpai bukan begal-begal yang biasa makan daging besar, minum arak wangi dan membegal barang-barang berharga, juga bukan sahabat-sahabat liok-lim yang setia kawan.
Yang ditemui cuma serombongan penodong-penodong urakan yang sudah tiga hari kelaparan, berbaju compang camping dan bergolok berkarat.
Walaupun agak kecewa, apa boleh buat setelah bertemu, terpaksa Kwik Tay-lok memperlihatkan kungfunya yang hebat untuk menakut-nakuti mereka, setelah itu baru menasehati mereka agar bertobat dan menjadi seorang rakyat yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Mula-mula mereka dibuat ketakutan oleh kungfunya yang hebat, lalu menangis tersedu-sedu karena terharu, setiap orang berjanji akan hidup sebagai manusia yang berguna.
"Tapi kami tak punya kepandaian apa-apa, apa yang harus kami kerjakan? Tidak menjadi penodong, sekeluarga tentu akan mati kelaparan!"
"Berdaganglah kecil-kecilan, tak punya warung, jadi pedagang kaki lima, daripada menjadi penodong lebih baik menjadi penjual bak-pao!"
"Tapi sepeserpun kami tak punya, mau dagang apa? Lebih baik mati saja daripada kelaparan!"
Setiap orang menangis tersedu-sedu sambil menyeka ingus, rupanya liangsim mereka mulai tersentuh. Hampir saja Kwik Tay-lok melelehkan air matanya karena terharu.
"Tidak punya modal? Itu mah soal gampang, aku punya!"
Bukankah ia sedang mengawal uang? Bukankah dalam kereta terdapat beberapa ribu tahil perak? Tiada modal memang susah berdagang, selamanya Kwik Tay-lok memang orang yang sosial.
"Setiap orang mendapat seratus tahil perak!"
Ia memerintahkan. Dengan penuh isak tangis karena terharu, mereka menerima bagiannya dan bubar tercerai berai, dari kejauhan masih terdengar mereka berkata.
""In-jin (tuan penolong) itu bukan cuma seorang toa-enghiong, to-houkiat, hakekatnya dia adalah Pousat hidup, seorang nabi yang berhati, mulia...."
Darah panas di dalam dada Kwik Tay-lok bergelora, ia merasa terharu dan berterima kasih.
"Sebetulnya watak manusia itu baik dan mulia, bila tidak terpaksa hingga menemui jalan buntu, siapa yang mau menjadi begal?"
Tunggu sampai perasaannya menjadi tenang kembali, tiba-tiba ia menjumpai dua hal.
Pertama uang yang berada dalam kereta sudah berkurang separuh.
Kedua, uang itu bukan miliknya.
Para anggota perusahaan yang mengikutinya pada berdiri melongo dengan mata terbelalak, siapapun tak bisa mengatakan manusia macam apakah dirinya itu? Seorang toa-enghiong kah? Atau seorang Nabi? Atau seorang yang goblok dan tak punya otak? Setelah uang kawalannya berkurang separuh sang piautau harus mengganti.
Ketika pulang ke kantor, meski jantung Kwik Tay-lok berdebar-debar, bukan berarti hatinya amat sedih.
Ia masih mampu untuk membayar kerugian itu, setiap orang yang mempunyai kepandaian selalu mempunyai keyakinan semacam itu.
"Kuda ini kubeli dengan harga dua ratus delapan puluh tahil, dalam saku aku masih punya, sisa uang tujuh ratus tahil lebih, kalau di jumlahkan sudah seribu tahil lebih, Biar kuserahkan lebih dulu!"
"Bagaimana, dengan sisanya?"
"Sisanya biar dibayar kantor, kemudian akan kuganti dengan memotong gajiku setiap bulan!"
Bila Tionggoan-piaukiok bisa mempertahankan seorang wakil congpiautau semacam ini, nama besar perusahaan pasti akan makin cemerlang di kemudian hari, transaksi yang dibuat pasti akan semakin baik, otomatis gajinya akan makin besar dan hutangnya makin cepat terbayar lunas.
Lo Ceng-gi hanya mendengarkan kisah itu dengan mata terbelalak dan mulut melongo, seolaholah terpesona oleh cerita tersebut.
Kwik Tay-lok masih yakin, sebab ia merasa cara yang diusulkan ini paling cengli dan tepat.
Mimpipun ia tak mengira kalau secara tiba-tiba Lo Ceng-gi menjatuhkan diri berlutut.
Lo Ceng-gi berlutut bukan mohon kepadanya untuk tetap tinggal disitu, bukan pula untuk menyatakan rasa terima kasih karena jiwanya ditolong, tapi mohon kepadanya agar cepat-cepat angkat kaki, makin cepat semakin baik, makin jauh semakin baik.
"Kau telah menolongku, maka kubayarkan kerugian ini, anggap saja kita sudah impas. Manusia semacam Kwik toaya dulu tak pernah kujumpai, dikemudian hari akupun berharap jangan menjumpai lagi!"
Maka Kwik Tay-lok pun angkat kaki.
Tapi kemana? Sekarang, betul pedangnya masih tersoren dipinggang, betul bajunya masih neces dan perlente, tapi kuda jempolannya sudah kabur, sisa uang yang dipunyai cuma beberapa tahil, bukan saja tak bisa menginap di penginapan kelas satu, makan di rastoran kelas satu, sekalipun untuk makan bakpao dan tidur di ubin keras juga cuma bisa bertahan beberapa hari.
Apakah Kwik Tay-lok mulai gugup? Mulai sedih dan gelisah? Tidak! Ia sama sekali tak ambil perduli.
Manusia yang punya kepandaian macam dia, kenapa takut tak bisa makan? Bukankah itu suatu lelucon yang tak lucu? Maka diapun tetap mencari penginapan kelas satu dan memesan arak dan sayur yang paling lezat untuk mengisi perutnya.
Buat seorang pria yang baru selesai bersantap, biasanya perasaan waktu itu paling baik, apalagi dengan membawa enam-tujuh bagian pengaruh arak, orang yang paling dibenci pun bisa dianggap sebagai seorang yang paling menyenangkan.
Maka semua sisa uang yang dimilikinya diberikan kepada si pelayan yang menyenangkan itu, maka sewaktu dia melangkah keluar dari situ, sakunya menjadi bersih seperti baru dicuci, mana bersih, kering lagi.
Bagaimana dengan santapan berikutnya? Jangankan membayangkan, setitik bayanganpun tak terlintas dalam benaknya.
Tapi apa salahnya? Bukankah perahu yang tiba di jembatan akan lurus dengan sendirinya? Tiada jalan buntu di dunia, yang paling penting sekarang adalah mencari tempat yang bagus dan tidur sepuas-puasnya.
"Besok adalah urusan besok, mau dipikir biar dipikir besok saja!"
Persoalan apapun yang akan dihadapi, setelah sampai saatnya tentu akan beres dengan sendirinya, kalau malam ini musti merisaukan urusan besok, wah, bisa cepat tua akibatnya.
Kwik Tay-lok menguap lebar-lebar, lalu dengan langkah lebar berjalan menuju ke losmen paling baik di kota itu.
Cuma dia melupakan sesuatu.
Walaupun pintu losmen selalu terbuka, meski sewaktu melangkah masuk gampang, sulitlah sewaktu akan melangkah keluar nanti.
Bila dalam kocekmu tiada uang, tak nanti orang akan membiarkan kau keluar dengan langkah lebar.
Tentu saja Kwik Tay-lok tak akan minggat, diapun tak akan mungkir, lantas apa daya? Setelah berada dalam keadaan demikian, ia baru agak gelisah, sambil bergendong tangan ia berjalan bolak balik dalam halaman.
Tiba-tiba matanya menangkap selembar kertas merah di atas dinding, diatas kertas itu tertera beberapa huruf besar.
DICARI SEORANG KOKI BERPENGALAMAN Maka Kwik Tay-lok menjadi seorang koki.
Selama menjadi piautau, dari awal sampai akhir dia hanya bekerja selama setengah bulan lebih.
Tapi sebagai koki, ia cuma bertahan tiga hari.
Selama tiga hari, ia memakai dua puluh kati minyak lebih banyak, memecahkan tiga puluh buah mangkuk dan empat puluh buah piring....
Orang lain masih bisa bersabar karena beberapa macam hidangan yang dibuat Kwik Tay-lok memang luar biasa, ada kalanya untuk mencari seorang koki yang baik bahkan jauh lebih susah daripada mencari seorang istri yang baik.
Sampai Kwik Tay-lok melemparkan semangkuk ikan masak cuka yang baru keluar dari kuali ke wajah seorang tamu, orang lain baru betul-betul tak kuat menahan diri.
Padahal tamu itu hanya menganggap masakan ikannya kelewat tawar dan minta ditambah sedikit garam, tapi Kwik Tay-lok naik darah, sambil menuding hidung orang, dampratnya.
"Kau pernah makan ikan masak cuka tidak? Kau pernah makan ikan tidak? Yang dinamakan ikan masak cuka memang tak boleh dibuat kelewat asin, mengerti?"
Kalau semua koki yang ada didunia galak macam dia, siapa yang berani berkunjung ke rumah makan lagi.
Setelah berada dalam keadaan begini, sekalipun orang lain masih menahannya dia sendiri yang merasa tak betah.
Setelah tiga hari bekerja sebagai koki, satu-satunya hasil yang diperoleh adalah selapis minyak yang mengotori badannya, sedang kantungnya masih tetap tongpes.
Tapi, meski orang disini tak maui dirinya, orang lain toh masih membutuhkannya, apa yang musti ditakuti? Tentu saja Kwik Tay-lok masih acuh tak acuh, kalau pekerjaan apapun bisa dikerjakan, pekerjaan apapun pernah dilakukan, kenapa ia musti kuatir atau gelisah? Persoalannya sekarang, apa yang harus dilakukan? Kwik Tay-lok mulai putar otak setelah berpikir setengah harian, tiba-tiba ia merasa bahwa semua perbuatan yang pernah ia lakukan merupakan pekerjaan yang menghambur-hamburkan uang menunggang kuda, minum arak, menikmati bunga, berpesiar, pekerjaan macam begitu mana mungkin bisa menghasilkan uang? Untung masih ada satu-dua macam pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, misalkan menjual suara.
Dulu, kalau ia sedang menyanyi, orang-orang lain bertepuk tangan sambil memuji tiada hentinya, malah ada yang bertanya.
"Apakah kau sudah mulai belajar menyanyi semenjak berada dalam perut ibumu?"
Malah ada pula yang berkata begini.
"Kalau membicarakan soal suaranya, ditambah kepandaiannya dalam membawakan lagu, tak bisa disangkal lagi penjual-penjual suara lainnya pasti akan gulung tikar!"
Walaupun Kwik Tay-lok enggan merebut mangkuk nasi orang, apa daya kalau perutnya sudah mulai membawakan lagu perut kosong...
Maka dia mencari sebuah rumah makan yang mentereng untuk menjual suara.
Baru naik ke loteng, para pelayan telah mengerubunginya, yang menuang teh menuang teh, yang menghantar sapu tangan menghantar sapu tangan, mereka tertawa dibuat-buat, membungkuk-bungkukkan badan sambil bertanya.
"Toaya, hari ini kau ingin makan apa? Minum apa? Hari ini ikan yang dimasak koki kami khusus didatangkan dari Kanglam, atau perlu membuka seguci arak Siau-seng-ciu yang telah berumur tiga puluh tahun?"
Terhadap orang gagah dan keren macam Kwik Tay-lok, kalau bukan para pelayan yang menyanjungnya, siapa lagi yang akan menyanjungnya? Paras muka Kwik Tay-lok langsung berubah, menjadi merah padam, seperti orang yang baru minum tiga puluh kati arak Siau-seng-ciu.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku datang untuk menjual suara!"
Kata-kata seperti itu mana tega ia ucapkan lagi? Setelah gelagapan setengah harian, ia baru bisa mau menjawab terbata-bata.
"Aku datang mencari orang...."
Belum lagi ucapan itu selesai, bagaikan dihajar dengan cambuk, ia sudah kabur terbirit-birit meninggalkan loteng itu.
Tentu saja ia tak bisa menyalahkan para pelayan itu, mau menyalahkan musti menyalahkan diri sendiri yang sama sekali tak bertampang seorang pengamen.
"Aai...! Ternyata seseorang yang bertampang gantengpun kadangkala akan rugi, mungkin kalau tampangku rada jelekan dikit, keadaannya akan jauh lebih baik!"
Walaupun Kwik Tay-tok sedang menghela napas, hampir saja ia tak tahan untuk mencari cermin guna melihat tampang sendiri.
Mau menjadi pengamen gagal, lalu apa yang musti dikerjakan? "Thian telah memberi sepasang tangan yang lincah dan bagus kepadaku, pasti ada pekerjaam yang bisa kulakukan!"
Kwik Tay-lok memang selamanya merasa puas dengan tangan sendiri. Memandang jari jemari sendiri yang langsing panjang dan bertenaga itu, tiba-tiba dalam hatinya terlintas suatu cerita lama yang sering tersebar dalam dunia persilatan.
"Seorang pendekar yang rudin sedang menjual kepandaiannya dengan bermain akrobatik ditepi jalan, kebetulan bertemu dengan seorang lo-enghiong serta putrinya yang cantik, rupanya enghiong tua itu terpesona oleh ilmu silatnya yang tangguh.Tentu saja akhirnya sang pendekar mendapat gadis yang cantik dan hidup berbahagia."
"Benar, menjual kepandaian, aku bisa menjual kepandaian dengan bermain akrobatik ditepi jalan, dengan kepandaian yang kumiliki, siapa yang enggan menonton?"
Saking gembiranya Kwik Tay-lok sampai lupa dengan perutnya yang lapar, diam-diam ia hanya menggerutu kenapa idee sebagus ini tidak dipikirkan olehnya sejak dua hari berselang.
Meski udara sudah gelap, suasana dijalan raya masih ramai.
Kwik Tay-lok mencari sebuah sudut jalan yang teramai untuk bersiap-siap menjual kepandaian.
Tapi sebelum permainan dimulai, agaknya musti dibuka dulu dengan suatu pidato.
Apa yang musti dikatakan? Kepandaian berbicara Kwik Tay-lok bukan terhitung lemah, kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan, seringkali bisa disampaikan secara diplomatis, tapi setelah sampai waktunya harus bicara, dia malah tak mampu berkata apa-apa.
"Tanpa pidato juga tak mengapa, toh yang dipentingkan orang adalah kungfuku bukan pidatoku, asal kudemonstrasikan kepandaianku, masa orang tidak datang mengerumun?"
Kwik Tay-lok segera menggulung baju, menyincing celana dan mainkan ilmu pukulan yang paling dibanggakan seumur hidupnya ditepi jalan.
Gerak geriknya kuat dan perkasa bagaikan harimau, tendangannya lincah bagaikan naga sakti, bayangan tangan menggulung-gulung, angin pukulan menderu-deru, setiap jurus setiap gerakannya betul-betul merupakan kepandaian yang hebat.
Tapi orang bukan datang mengerumun, sebaliknya malah jauh-jauh menyingkir, meski ada juga beberapa orang yang bernyali, mereka hanya berani mengintip dari balik tembok rumah.
"Orang ini tiba-tiba bermain silat ditepi jalan, wah! Jangan-jangan otaknya tidak waras?"
Waktu itu Kwik Tay-lok masih memainkan ilmu pukulannya dengan bangga, tapi lama kelamaan ia baru merasa kalau gelagat kurang baik. Untung saja dengan cepat ia sadar akan apa yang telah terjadi.
"Yang kumainkan sekarang adalah kungfu yang sebetulnya, tanpa embel-embel kembangan, tentu saja orang-orang itu tak berhasil melihat keindahannya. Baik, akan kuperlihatkan ilmu yang lebih hebat lagi untuk mereka!"
Berpikir sampai disini, tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan dengan gaya Yau-cu-huan-sin (burung belibis membalikkan badan).
"Blam!"
Tinjunya menghajar dinding belakang sampai berlubang, lalu "Weess!"
Tendangannya mampir di atas tonggak batu di tepi jalan sampai patah dan roboh tentu saja celananya robek karena tendangan itu.
Jeritan kaget segera menggema dari mana-mana, para pejalan kaki yang berada disekitar tempat itu segera sipat ekor mengambil langkah seribu, malah ada beberapa toko yang segera menutup pintu sebab mereka mengira tempat itu telah kedatangan seorang gila yang sudah salah makan obat...
Itulah pengalaman Kwik Tay-lok ketika menjual kepandaian, ia sudah mendemonstrasikan sejurus Kay-san-kang, sejurus sapuan Sau-tong-tui tapi hasil yang diperoleh cuma celana yang robek.
Kenapa kisah pengalamannya tidak semujur pendekar rudin yang ada dalam cerita? Yaa, apa boleh buat, didunia memang sering terdapat cerita yang indah tapi tidak indah setelah dilaksanakan.
Malam itu, terpaksa Kwik Tay-lok harus menahan lapar sambil tidur di kuil bobrok.
Tentu saja ia masih bisa mengunjungi rumah makan terbaik untuk makan dulu urusan kemudian, mengunjungi penginapan paling baik untuk tidur dulu urusan belakangan, tapi jago kita ini meski rada tolol bukan berarti nakal.
Perbuatan yang memalukan, sampai matipun tak sudi ia kerjakan.
Sekalipun musti menjadi begal, aku akan menjadi begal ulung, aku tak sudi menjadi seorang maling ayam yang kerjanya cuma menggangsir rumah orang! Sampai sore hari kedua, Kwik Tay-lok baru teringat untuk menjadi seorang begal.
Ingatan semacam itu bahkan dia sendiripun tak tahu darimana datangnya, mungkin dari perutnya yang sudah hampir berlubang saking laparnya.
"Menjadi begalpun belum tentu jahat, dalam dunia persilatan banyak terdapat perampok budiman yang mengambil harta milik orang kaya untuk dibagi-bagikan kepada fakir miskin, bukankah kisah cerita mereka juga popular dalam dunia persilatan?"
Maka Kwik Tay-lok bertekad menjadi seorang perampok, sudah barang tentu seorang perampok budiman, seorang perampok ulung. Kali ini ia bertekad harus berhasil, tak boleh gagal.
"Sebelum melakukan suatu pekerjaan, harus disusun lebih dulu suatu rencana yang matang!"
Sebelum menjadi perampok, rencana apa yang harus disusun? Pertama, harus mempunyai sasaran yang paling tepat dan cocok, orang itu harus punya banyak uang dan lagi tidak jujur, kalau bisa memperoleh sasaran seorang pembesar yang korupsi, itu lebih baik lagi.
Sekalipun kau merampok harta kekayaan milik orang macam itu, orang lain bukan saja tak akan menyalahkanmu, malah bisa jadi akan berkeplok sambil tertawa kegirangan.
Semangat Kwik Tay-lok segera bangkit, ia mulai mencari diempat penjuru, lama, lama sekali, akhirnya ia berhasil menemukan sasarannya.
Itulah sebuah gedung megah yang berada di atas bukit, gedungnya besar, bangunannya kokoh dan mentereng lagi.
Ini menandakan kalau si tuan rumah pasti banyak duit.
Gedung itu letaknya agak jauh dari pusat kota, amat sepi dan terpencil, sekitarnya juga tak ada penghuni lain, sebab tetangga yang terdekat adalah sebuah kompleks tanah pekuburan.
Ini menandakan pula kalau tuan rumahnya bukan seorang yang jujur dan terbuka, orang yang jujur dan terbuka tak akan tinggal di tempat semacam itu.
Semua syarat yang dibutuhkan sekarang sudah terpenuhi, yang harus ditunggu kini adalah saat yang paling tepat untuk turun tangan.
Tentu sa ja waktu yang paling tepat adalah malam hari.
Tapi Kwik Tay-lok sudah kebelet, tak tahan untuk menunggu lebih lama, magrib belum lagi lewat ia sudah menyerbu ke dalam gedung tersebut...
Benda pertama yang dilihat olehnya adalah sebuah pembaringan.
Sebuah pembaringan yang besar, besar sekali, lagipula nyamannya bukan kepalang.
Di atas pembaringan berbaring seorang manusia.
Kecuali itu, ia tak berhasil menemukan benda lain.
Gedung itu sangat besar, bangunannya amat mentereng, dari muka sampai belakang paling tidak terdiri dari tiga puluh kamar, ruangan yang paling besar sanggup memuat belasan buah meja perjamuan sekaligus.
Tapi dari depan sampai belakang yang terdiri dari puluhan buah ruangan itu, kecuali pembaringan tersebut serta orang itu, apapun tak ada, bahkan meja dan kursi pun tak nampak sebuahpun.
Ternyata puluhan buah kamar dari depan sampai belakang itu semuanya kosong, dapur pun kosong melompong.
Kwik Tay-lok menjadi tertegun.
Orang yang berbaring di atas pembaringan itu tidak tidur, sepasang matanya terbelalak lebarlebar, tapi bagaimanapun dia berlarian dari depan sampai ke belakang dari muka sampai sisi gedung, orang itu tak pernah menggubrisnya.
Sampai akhirnya, Kwik Tay-lok sendiri yang tak tahan, ia lari ke depan pembaringan ingin bertanya apa gerangan yang sebetulnya telah terjadi.
Belum lagi ia bertanya, orang itu sudah berbalik tanya lebih dulu.
"Apakah kau berhasil menemukan sesuatu benda yang berharga?"
Terpaksa Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya. Orang itu menghela napas panjang, kembali katanya.
"Sejak tadi aku sudah tahu kalau kau tak akan berhasil apa-apa, sudah tiga hari aku mencari, tapi sebuah kuali bobrok yang paling akhir pun telah kugadaikan untuk ditukar dengan beberapa biji kueh. Jika kau dapat menemukan yang lain, kepandaianmu betul-betul luar biasa!"
Tampangnya tidak terhitung jelek, cuma kulit mukanya memang rada kuning, kepucat-pucatan, badannya lemas, tenaga untuk bicarapun tak punya, tampangnya memang macam setan kelaparan, yang sudah beberapa hari tak pernah makan.
Tapi pembaringan yang ditiduri tak bisa disangkal memang selembar pembaringan yang sangat baik.
Dalam gedung kosong ini kenapa masih ada sebuah pembaringan sebagus ini! Mau apa orang itu berbaring terus diatas pembaringan itu? "Tempat ini sebetulnya tempat apa?"
Tak tahan lagi Kwik Tay-lok bertanya.
"Berbicara soal tempat ini, sebetulnya boleh dibilang suatu tempat yang sangat ternama!"
"Ternama? Apa namanya?"
"Pernah dengar tentang perkampungan Hok-kui-san-ceng? Nah, tempat inilah yang dinamakan Hok-kui-san-ceng!"
Hampir saja Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri untuk berteriak.
"Hok-kui-san-ceng?"
Ulangnya.
"tempat macam setan ini adalah perkampungan Hok-kui-sanceng?"
"Betul, si gendut saja bisa berubah menjadi kurus, kenapa Hok-kui-san-ceng (perkampungan kaya raya) tak bisa berubah menjadi miskin? Apa yang musti kau herankan?"
"Lantas, siapa pula kau? Kenapa mengendon ditempat macam setan seperti ini? Apa yang lagi kau kerjakan?"
Orang itu meluruskan napasnya untuk menyaring suaranya, setelah itu menjawab.
"Kalau aku tidak mengendon disini lantas harus mengendon dimana? Aku ini adalah Cengcu angkatan ke tujuh dari perkampungan Hok-kui-san-ceng lho, jangan menghina!"
Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun. Dengan sepasang matanya yang jeli, orang itu mengawasi pedang ditangannya, tiba-tiba katanya lagi.
"Aku lihat pedangmu itu lumayan juga!"
"Memang lumayan, kenapa?"
"Agaknya masih bisa laku beberapa tahil perak!"
"Beberapa tahil?"
Jerit Kwik Tay-lok penasaran.
"kau bisa menilai mutu pedang tidak? Terus, terang kuberitahu kepadamu, pedang ini kubeli dengan harga seratus tahil perak lebih!"
Sinar mata orang itu agak berkilat setelah mendengar perkataan itu, suaranya juga kedengaran lebih nyaring, katanya lagi.
"Turunlah gunung dari sini lalu berbelok ke kiri, disana ada sebuah rumah pegadaian yang memakai merek Lip-gwan, betul pemiliknya adalah setan penyayat kulit, tapi ia tahu mutu barang, mumpung dia belum tutup toko, cepatlah kesitu, paling tidak, pedangmu masih bisa digadaikan dengan harga dua puluh tahil perak!"
Setelah menelan air liur, katanya lebih lanjut.
"Tepat diseberang pegadaian ada sebuah warung penjual makanan yang dibuka Lo-Kong, panggang itik dan panggang daging buatannya lumayan sekali, ditetangganya juga menjual arak. Setelah kau mendapat uang dari pegadaian, beli dulu dua ekor itik panggang, lima kati daging dan sepuluh kati arak, lalu cepat-cepat kembali kesini. Aku sudah kelaparan sekali, apalagi panggang itik kurang lezat kalau dimakan dingin-dingin"
Kwik Tay-lok membelalakkan matanya lebar-lebar, sikapnya sewaktu mengawasi orang ini persis seperti sikap Lo Ceng-gi sewaktu mendengarkan ceritanya dulu. Lewat lama sekali, ia baru menghembuskan napas panjang.
"Kau suruh aku menggadaikan pedangku untuk membeli daging dan arak bagimu?"
"Yaa, untung kau bisa mengerti!"
"Kau tahu, mau apa aku datang kesini?"
"Tentu saja tahu, kau kan mau merampok?"
"Kalau sudah tahu aku mau merampok, kenapa kau malah mengincar barangku ...?"
Seru Kwik Tay-lok sambil melotot. Orang itu tertawa tergelak.
"Meskipun kau perampok, sayang aku adalah si setan miskin, kalau perampok bertemu dengan setan miskin, maka dia musti mengakui nasibnya yang lagi sial!"
Kwik Tay-lok mengawasinya lekat-lekat, tiba-tiba ia merasa senyuman orang ini sangat menarik, bahkan agak mempersonakan hati orang. Tak tahan ia sendiripun tertawa tergelak.
"Sekalipun kau sedang mengincar barangku, paling tidak kau harus menggadaikan sendiri, lalu beli daging dan arak untukku, masa aku yang musti menggadaikan barangku sendiri?"
"Kalau ingin menjadi orang baik, jadilah sampai selesai, lebih baik kau pergi sendiri!"
"Dan kau? Bergerak pun rasanya malas?"
Orang itu menghela napas panjang.
"Aaai.... coba pikirlah!"
Ia berkata.
"kalau aku tidak malas, mana bisa jatuh miskin seperti ini?"
Untuk ketiga kalinya Kwik Tay-lok tertegun.
Dulu ia tak pernah bertemu dengan manusia semacam ini, ia benar-benar tak bisa berbuat apa-apa terhadapnya.
Maka diapun benar-benar pergi menggadaikan pedangnya untuk ditukar dengan daging serta arak.
Setelah sebuah paha itik panggang dan setengah kati arak masuk ke dalam perut, orang itu baru bangun duduk dari pembaringannya.
"Aku sudah makan makananmu, tapi belum tahu namamu, beritahu dulu siapa namamu?"
Katanya sambil tertawa.
"Aku bernama Kwik Tay-lok, Tay-lok yang berarti jalan lebar!"
"Jalan lebar ... yaa, betul, betul, ini memang cocok dengan orangnya, kau memang seorang yang Tay-lok, berjalan lebar!"
"Dan kau? Siapa namamu?"
"Aku bernama Ong Tiong, Ong yang berarti raja, Tiong yang berarti bergerak!"
Kwik Tay-lok menatapnya lekat-lekat, lama, lama sekali, tiba-tiba ia tertawa tergelak.
"Haaahhh....haaahhh... haaah... aku lihat nama itu kurang cocok bagimu, lebih baik diganti saja menjadi Ong Put-tiong (tidak bergerak)!"
Cuma orang mati yang tidak bergerak.
Meskipun Ong Tiong bukan orang mati, tapi ia hampir sama dengan orang mati, karena jarang bergerak.
Kalau tidak dalam keadaan yang terlalu mendesak, ia tak akan bergerak.
Dikala ia tak ingin bergerak, siapapun tak akan berhasil untuk memaksanya bergerak.
Semisalnya ada botol minyak jatuh didepan mata, orang lain tentu akan mengulurkan tangannya, tapi Ong Tiong tak bergarak.
Semisalnya dari langit jatuh sekeping uang emas, siapapun pasti akan mengambilnya, tapi Ong Tiong tak akan bergerak.
Bahkan sekalipun ada perempuan tercantik di dunia yang duduk dalam pelukannya dalam keadaan telanjang bulatpun, ia masih tetap tak akan bergerak.
Tapi ada saatnya juga ia bergerak, malah sekali bergerak ternyata amat mengejutkan.
Suatu ketika, dalam sekejap mata ia telah berjumpalitan sebanyak tiga ratus delapan puluh dua kali, tujuannya hanya ingin mentertawakan seorang bocah yang baru kematian ibunya.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suatu ketika diapun pernah melakukan perjalanan sejauh seribu empat ratus lima puluh li dalam dua hari dua malam non-stop, tujuannya hanya ingin bertemu untuk terakhir kalinya dengan seorang teman.
Temannya itu sudah lama meninggal.
Suatu ketika pula, dalam tiga hari tiga malam dia telah meratakan empat sarang penyamun di empat bukit serta bertarung melawan dua ratus tujuh puluh empat orang, diantaranya ia telah membunuh seratus tiga orang, alasannya karena ada segerombol perampok telah membunuh Tio lo-sianseng sekeluarga dari desa Tio-keh-cun serta melarikan tiga orang putrinya.
Padahal ia tidak kenal dengan Tio lo-sianseng maupun ketiga orang putrinya.
Sebaliknya bila ada orang mempermainkan dirinya, bahkan meludah di wajahnya, dia tak akan bergerak.
Kalau kau merasa heran, ia memang sedikit agak mengherankan.
Kalau kau mengatakan dia malas, dia memang kelewat malas sampai malasnya bukan kepalang.
Sekarang, ternyata ia telah bersahabat dengan Kwik Tay-lok.
Bayangkan saja, apa yang terjadi kalau dua orang manusia macam mereka bertemu menjadi satu, kalau mereka tidak miskin, coba katakanlah siapa yang miskin? Walaupun mereka miskin, mereka miskin dengan gembira.
Sebab mereka tak pernah menyalahi orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri.
Karena mereka tidak melanggar ajaran Thian, tidak pula melanggar hukum negara.
Bagaimanapun besarnya kesulitan yang mereka temui, betapa pun besarnya kesusahan yang mereka jumpai, tak sebuahpun yang membuat mereka putus asa atau sedih.
Mereka tak takut menentang setiap penderitaan maupun kesedihan yang sedang dihadapi, mereka mengerti bagaimana menikmati keberhasilan dan kebahagiaan setelah berhasil mengatasi semua kesulitan dan kesedihan yang dihadapinya.
Sekalipun gagal, mereka tak pernah putus asa, mereka tak pernah merasa luntur semangatnya.
Mereka cukup memahami betapa berharganya nyawa manusia, merekapun mengerti, bagaimana caranya untuk menikmati kebahagiaan serta kegembiraan hidup.
Oleh sebab itu sepanjang sejarah kehidupan mereka penuh dihiasi dengan aneka ragam persoalan yang semarak dan penuh kegembiraan.
Sepanjang hidupnya, mereka telah banyak melakukan perbuatan yang jauh diluar dugaan orang, membuat setiap orang tercengang dan tertegun, bahkan kau sendiripun mungkin beranggapan bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu tolol, menggelikan.
Tapi kau tak bisa tidak harus mengakui, bahwa pekerjaan yang bisa mereka lakukan belum tentu bisa dilakukan oleh orang lain.
Kau sendiripun belum tentu bisa melakukannya! Oleh sebab itu, aku percaya anda sekalian pasti amat senang untuk mengikuti kisah pengalaman mereka.
-ooo000ooo- YAN JIT dan SEMUT Pekerjaan yang dilakukan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong saja sudah cukup memusingkan kepala orang, apalagi kalau ditambah dengan Yan Jit seorang ..? Pekerjaan yang bisa dilakukan Yan Jit, hakekatnya jauh lebih bagus dan cemerlang daripada pekerjaan yang dilakukan tigi ratus orang sekaligus.
Bayangkan saja apa akibatnya kalau orang semacam itu bergabung dengan Kwik Tay-lok dan Ong Tiong? Tapi Thian justru telah mempertemukan mereka bertiga, malah membiarkan mereka bergabung menjadi satu, akibatnya tentu hebat sekali.
Kwik Tay-lok dan Ong Tiong tidak saban hari miskin, setiap saat setiap detik miskin, merekapun ada saatnya tidak miskin, cuma siapapun tak tahu kapan mereka tidak miskin, dan darimana uang tersebut mereka dapatkan.
Malah mereka sendiripun tidak tahu.
Uang mereka selalu datang diluar dugaan, membuat mereka sendiripun kadangkala dibikin kebingungan sendiri.
Mungkin ini disebabkan karena cara mereka menghamburkan uangpun membingungkan hati orang.
Kini musim gugur sudah hampir tiba, beberapa batang pohon di belakang perkampungan Hokkui- san-ceng telah mulai berbuah, buah pear yang besar lagi manis bisa memenuhi beberapa puluh keranjang bila dipetik, kalau dijual bisa laku dua tiga puluh tahil perak lebih.
Buah itu tumbuh sendiri dari atas pohon, setelah berbuah maka orang datang untuk menawar harganya, kemudian memetik sendiri dari pohon dan mengangkutnya pergi.
Dari awal sampai akhir mereka tak perlu mengeluarkan tenaga, tak perlu membantu.
Uang itu hakekatnya seperti terjatuh dari atas langit, tentu saja rejeki nomplok semacam ini pantas kalau dirayakan.
Untuk merayakannya, tentu saja tak boleh kekurangan arak, setelah ada arak tentu tak bisa ketinggalan harus ada daging.
"Sandang menambah kegagahan, berjudi mendatangkan kemurungan, bermain perempuan hanya meraih hasil yang kosong", hanya makan yang paling menghasilkan keberuntungan, sebab itu makan juga merupakan kenikmatan yang paling besar buat Ong Tiong. Pada mulanya ia masih makan sambil berbaring, makan sambil tiduran, tapi setelah menggelora kegembiraannya, ia mulai duduk, tapi setelah lelah kembali ia membaringkan diri, makan sambil tiduran lagi. Oleh sebab itu pembaringannya lebih berminyak daripada meja dalam dapur, kemanapun kau meraba pasti akan menemukan satu-dua potong sisa daging yang berceceran, atau tiga-empat kerat tulang yang belum habis digerogoti. Sekalipun Kwik Tay-lok sendiri juga bukan seseorang yang memperhatikan soal kebersihan, ia lebih suka tidur dilantai daripada berbaring diatas pembaringannya. Melihat orang tak berani menjamah pembaringannya, dengan gembira Ong Tiong menikmati pembaringannya seorang diri, bukan saja pembaringan itu tempat tidurnya, disitu pula ruang tamunya, kebunnya dan meja makannya. Yang lebih hebat lagi, ia bisa berbaring sambil minum arak, mula-mula mulut botol ditempelkan dulu dengan mulut, lalu "kluk, kluk, kluk!"
Meneguknya dengan lahap, tak setetespun yang tumpah keluar. Kwik Tay-lok sangat kagum dengan kepandaiannya itu, dia ingin belajar, tapi agak ragu, tak tahan tanyanya.
"Masa tiduranpun bisa minum arak?"
"Tentu bisa!"
"Tidak kuatir menyembur keluar dari lubang hidung?"
"Pasti tidak, sekalipun kau minum dengan kepala dibawah kaki diatas, tak nanti arak itu bisa menyembur keluar dari lubang hidungmu!"
"Darimana kau bisa tahu?"
"Aku pernah mencoba!"
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Aaah, masa iya? Duduk saja malas, masa kau bersedia menggantung diri sendiri?"
"Kalau tidak percaya, mengapa tidak kau buktikan sendiri?"
Maka Kwik Tay-lok menggantung dirinya sendiri, lalu menempelkan mulut botolnya diatas bibir dan pelan-pelan meneguk isinya ke perut.
Baru dua tegukan, arak telah menyembur keluar dari lubang hidungnya.
Pada saat itulah, ia telah berjumpa dengan Yan Jit ...
pertama-tama ia saksikan dulu sepasang kaki Yan Jit.
Kaki Yan Jit mungkin tidak jauh berbeda daripada kaki orang lain, tapi sepatunya sangat istimewa.
Sepatu itu terbuat dari kulit kerbau muda, buatannya indah dan kuat, diatasnya ada sulaman yang manis dan menarik, dibandingkan dengan sepatu yang dipakai Tay-ong-ya dari luar perbatasan pun masih jauh lebih indah.
Itu masih belum mengherankan.
Yang lebih mencengangkan adalah demikian indah dan kuatnya sepatu itu, ternyata keduaduanya tanpa alas sepatu.
Pakaian yang dikenakan sebetulnya juga indah dan amat cocok dengan potongan badannya, tapi sekarang sudah terkoyak-koyak tak karuan, hakekatnya tiada sebagianpun yang masih utuh.
Hanya topi yang dikenakan, tak bisa disangkal lagi seratus persen indah dan menawan hati.
Perawakannya tidak terlalu tinggi, tapi kaki dan tangannya panjang sekali.
Mukanya sangat bagus, bahkan sedikit mirip wajah seorang nona, matanya besar dengan bibir yang kecil, waktu tertawa pada pipinya akan muncul sepasang lesung pipi yang dalam, tapi kalau tidak tertawa, mukanya segera akan menjadi dingin seperti es, air mukanya ikut menjadi pucat kehijau-hijauan, membuat orang hampir tak berani mendekatinya.
Warna pakaian yang dikenakan sebetulnya mendekati warna hijau pupus, tapi sekarang sudah berubah menjadi tembong belang, sana merah sedikit, sini kuning, sedikit hingga warnanya campur aduk.
Yang kuning jelas adalah bekas lumpur, tapi yang merah karena apa? Apakah darah? Bila ada dua orang sedang asyik minum arak, tahu-tahu muncul seorang yang menerobos masuk, siapapun pasti akan terperanjat dibuatnya.
Tapi Kwik Tay-lok dan Ong Tiong, yang satu masih tiduran sedang yang lain masih menggantung diri, seakan-akan tidak melihat atas kedatangan orang itu.
Bila kau masuk ke suatu rumah dan menjumpai ada seorang manusia tiduran sambil minum arak sedang yang lain minum arak sambil menggantung diri, tentu akan kau anggap tempat itu adalah rumah sakit jiwa, sekalipun tidak sampai kabur terbirit-birit, paling tidak bulu kuduk akan bangun berdiri.
Tapi orang itu sedikitpun tidak merasa kaget atau tercengang, seakan-akan dia menganggap minum arak dengan tubuh tergantung adalah suatu cara minum yang normal, duduk sambil minum arak baru aneh rasanya.
Orang itu adalah Yan Jit.
Sepasang kaki Kwik Tay-lok digantungkan pada plafon rumah.
Tiba-tiba Yan Jit menjungkir balikkan tubuhnya di udara dan menggantungkan pula kakinya pada tiang-tiang rumah, lalu dengan wajah berhadapan wajah ia memandang diri Kwik Tay-lok, seakan-akan ia merasa berbicara dengan cara ini baru asyik rasanya.
Tapi ia tak mengucapkan sepatah katapun.
Kwik Tay-lok mulai merasa tertarik kepada orang ini, tiba-tiba ia menarik muka sambil membuat muka setan.
Yan Jit menarik muka juga sambil menirukan lagaknya membuat muka setan.
"Kau baik?"
Tegur Kwik Tay-lok.
"Baik!"
"Mau minum arak?"
Kata Kwik Tay-lok lagi sambil memutar biji matanya.
"Mau!"
Kwik Tay-lok segera mengangsurkan botol araknya kepada orang itu, dia ingin menyaksikan arak menyembur keluar dari lubang hidang orang itu. Siapa tahu kepandaian yang dimiliki orang itu jauh lebih hebat darinya.
"kluk, kluk, kluk!"
Secara beruntun ia meneguk habis separuh botol arak itu, malah setetespun tidak tumpah. Sepasang mata Kwik Tay-lok segera terbelalak lebar, serunya.
"Dulu, kau sudah pernah minum arak dengan cara begini?"
"Sudah beberapa kali!"
Tiba-tiba ia tertawa, lanjutnya.
"Akupun ingin mencoba apakah minum arak dengan cara begini juga bisa dilakukan!"
Bila pekerjaan semacam inipun pernah dicoba oleh seseorang, ini menandakan pekerjaan yang belum pernah dilakukan olehnya tentu sedikit sekali. Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa terbahak-bahak.
"Perbuatan apa lagi yang pernah kau coba?"
Katanya.
"Semua perbuatan yang bisa kau sebutkan, mungkin pernah kucoba semuanya!"
"Aku rasa didunia ini pasti jarang ada pekerjaan lain yang jauh lebih susah daripada minum arak sambil berjungkir balik bukan?"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Masih ada beberapa macam!"
"Masih? Perbuatan apa lagi yang lebih susah daripada minum arak sambil berjungkir balik?"
"Yang paling susah adalah dimasukkan ke dalam peti mati, dipaku dan dikubur hidup-hidup di dalam tanah!"
Kwik Tay-lok membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, bisiknya.
"Perbuatan semacam inipun pernah kau coba?"
"Bukan mencoba lagi, tapi sudah kulakukan banyak kali, paling tidak lebib dari dua kali!"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok berjumpalitan di tengah udara dan melompat turun, dengan mata melotot diawasinya wajah orang itu tanpa berkedip.
Paras muka Yan Jit tetap tenang, sedikitpun tanpa emosi.
Lewat lama sekali, Kwik Tay-lok baru menghela napas panjang, katanya sambil menggeleng.
"Aku lihat, kalau kau bukan seorang raja pengibul, sudah pasti adalah seekor makhluk aneh!"
"Yaa, betul! Dia memang makluk aneh!"
Tiba-tiba Ong Tiong menimpali.
"Aah, sama-sama, sama-sama!"
Yan Jit tergelak tertawa. Kwik Tay-lok segera berkeplok sambil tertawa terbahak-bahak, serunya.
"Betul, betul, kita semua memang makhluk aneh, kalau tidak, tak nanti kita bisa berkumpul disini!"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba lanjutnya.
"Ketika datang untuk pertama kalinya kemari, aku ingin menjadi seorang perampok, bagaimana dengan kau?"
"Aku mah tak ingin menjadi seorang perampok lagi, sebab aku memang perampok tulen!"
Kwik Tay-lok mengawasinya dari atas sampai ke bawah, lalu tak tahan lagi katanya sambil tertawa.
"Kalau dilihat dari tampangmu, maka kalau kau seorang perampok, sudah pasti merupakan perampok goblok!"
"Bukan goblok, cuma lagi apes!"
"Lagi apes?"
Yan Jit menghela napas panjang.
"Aaai ....kalau bukan lagi apes, masa aku bisa sampai ke tempat macam ini?"
"Aaah, betul! Mau apa kau datang kemari?"
"Tidak mau apa-apa, aku cuma ingin mencari tempat untuk menyembunyikan diri!"
"Kenapa musti menyembunyikan diri?"
"Sebab ada orang hendak masukkan aku ke dalam peti mati, memantek dan menguburku lagi hidup-hidup!"
"Siapa yang hendak menangkapmu kali ini?"
"Semut!"
Kwik Tay-lok membelalakkan matanya dengan mulut melongo, hampir saja mulutnya tak bisa merapat kembali.
"Kau ....kau bilang apa?"
"Semut!"
"Semut ....?"
Tiba-tiba pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal, dengan napas terengah serunya.
"Waah ..... waah... kalau sama semut pun takut, nyalimu betul-betul lebih kecil dari upil!"
Yan Jit menghela napas panjang, sambil menggelengkan kepala berulang kali ia berkata.
"Tampaknya kau belum pernah berkelana dalam dunia persilatan, masa "Semut"
Pun tidak kau ketahui!"
"Oh ....tidak mungkin, sejak berumur tiga tahun, aku sudah tahu apa yang dinamakan semut!"
"Apa, coba?"
"Semut adalah binatang yang kecil sekali, binatang yang kerjanya merangkak di tanah dan lari kesana kemari diatas tembok rumah atau lantai. Diatas pembaringan Ong Tiong pun terdapat banyak makhluk kecil itu, tidak percaya? Setiap saat aku bisa menangkap beberapa ekor untukmu!"
"Bukan semut itu yang kumaksudkan, yang kumaksudkan adalah manusia !"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Manusia? Semut juga bisa menjadi manusia?"
Seru Kwik Tay-lok agak tertegun.
"Yaa, empat orang. Ke empat orang ini adalah Raja semut, anak buahnya terdiri dari semutsemut kecil!"
"Ke empat orang ini, yang seorang bernama Semut Emas, yang kedua bernama semut perak, yang ketiga bernama semut merah dan terakhir bernama semut putih!"
Tak tahan Kwik Tay-lok tertawa geli, serunya.
"Setelah ada semut merah dan semut putih, seharusnya ada semut hitam baru pantas!"
"Dulu memang ada semut hitam, tapi sekarang sudah mampus!"
"Kalau betul mereka itu manusia, kenapa dinamakan semut?"
Tanya Kwik Tay-lok kemudian sambil mengerdipkan matanya.
"Setiap orang tentu punya julukan bukan? Nah, itulah julukan untuk mereka!"
"Kalau pingin punya julukan, paling tidak barus mencari julukan yang rada keren atau gagah, misalnya Cha-ci-hau (harimau bersayap), Kim-mao-say (Singa bulu emas) dan lain-lainnya, masa cari julukan kok si semut kecil, huuh, apa-apaan itu?"
"Kalau tidak dinamakan semut apa musti dipanggil gajah? Padahal tubuh mereka kerdil-kerdil, sebab mereka memang si cebol semua!"
Ketika didengarnya perkataan orang makin lama semakin tidak genah, Kwik Tay-lok segera tertawa tergelak, serunya.
"Apa yang musti ditakuti dengan seorang kerdil?"
"Apa yang musti ditakuti? Ketahuilah, kerdil-kerdil itu bukan cuma menakutkan, sesungguhnya mereka kelewat menakutkan sehingga mendirikan bulu roma setiap orang, tak ada manusia kedua di dunia ini yang jauh lebih menakutkan dari mereka!"
"Oooh . ?! Masa kepandaian silat yang mereka miliki sangat hebat sekali?"
"Yaa, mereka memang memiliki kungfu yang hebat dan istimewa, jangankan jagoan biasa, tokoh nomor satu dari Go-bi-pay pun tewas ditangan mereka!"
"Kalau sudah tahu mereka itu lihay, kenapa kau berani mengusik mereka....?"
Yan Jit kembali menghela napas panjang.
"Aaai.... karena belakangan ini aku jatuh pailit, lagi apes, dalam setengah bulan sudah kalah lima belas kati, sampai sol sepatuku pun digadaikan untuk membayar hutang ...
"
"Apa? Kau bilang sol sepatumu kau gadaikan untuk membayar hutang?"
Teriak Kwik Tay-lok.
"Betul!"
"Kau sudah hutang berapa?"
"Yaa, kira-kira tujuh-delapan ribu tahil!"
"Lantas sol sepatumu laku berapa?"
"Total jendral uang yang kuterima dari penjualan sol sepatu itu mencapai seribu tiga ratus tahil perak!"
Makin lama bicaranya makin melantur, sambil menahan sabar Kwik Tay-lok mendengarkan terus ocehan orang, dia ingin tahu ocehan apa lagi yang hendak dipropagandakan orang.
"Waaah.... kalau begitu, kau kan masih kurang enam ribu tujuh ratus tahil perak?"
Serunya sambit tertawa terbahak-bahak.
"Justru karena itu, terpaksa aku musti mencari jalan lain!"
"Katanya kau seorang begal? Kenapa tidak merampok saja?" . Dengan wajah serius Yan Jit berkata.
"Kau anggap begal semacam aku merampok barang orang tanpa pilih bulu ....?"
"Ooh ..... jadi kau memilih korban?"
"Bukan cuma memilih, bahkan sensorku keras sekali, kalau bukan pembesar korup aku enggan merampok, kalau bukan saudagar curang aku emoh merampok, kalau bukan perampok ulung aku tak mau merampok, kalau tempatnya kurang cocok akupun tak mau merampok!"
"Wouw, kalau begitu kau juga merampok barang milik perampok lain?"
"Benar, ini yang dinamakan hitam makan hitam!"
"Sebab itu kau lantas mengincar kawanan semut itu?"
Tanya Kwik Tay-lok kemudian.
"Betul, kebetulan beberapa hari berselang aku mendapat info kalau mereka telah membuat suatu transaksi besar, maka akupun mendatangi mereka sambil bertanya apakah mereka bersedia memberi pinjaman sepuluh laksa tahil perak untukku!"
"Mereka setuju tidak?"
"Setujunya sih sudah setuju, cuma ada syaratnya!"
"Apa syaratnya?"
"Aku harus tidur dalam peti mati dan dikubur selama dua hari dalam tanah, mereka pingin tahu aku bakal mampus atau tidak!"
"Bukankah perbuatan semacam ini sudah pernah kau praktekkan jauh hari sebelumnya?"
"Sekalipun pernah kupraktekkan, tapi rasanya betul-betul kurang sedap untuk dinikmati!"
"Maka kau tidak menyanggupi?"
"Aku menyanggupi, karena hutang apapun boleh ditunda, hutang dalam judi harus dibayar kontan!"
"Kau telah menyanggupi permintaan mereka, tapi sekarang mengingkar janji, maka mereka datang mengejar dirimu?"
"Tepat sekali perkataanmu itu"
"Siapa namamu?"
"Yan Jit!"
"Kau masih ada enam orang kakak lelaki dan kakak perempuan?"
"Tidak!"
"Kalau tidak, kenapa urutanmu ke tujuh? Kenapa kau dinamakan Yan Jit ... ?"
"Sebab aku sudah pernah mati tujuh kali!"
"Kalau mati sekali lagi, bukankah namamu akan berubah menjadi Yan Pat (Yan ke delapan)?", Yan Jit tertawa getir.
"Nama Yan Jit terlalu baik, aku tak ingin untuk merubahnya lagi menjadi Yan Pat!"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok membungkukkan pinggangnya dan kembali tertawa terpingkal-pingkal, saking gelinya sampai air matanya ikut bercucuran, sambil menuding ke ujung hidung orang, katanya sambil tertawa.
"Sekarang aku baru tahu, kau bukan makhluk aneh, kau seratus persen adalah seorang raja mengibul ... !"
"Kau tidak percaya dengan perkataanku?"
"Sepatah katapun tidak percaya, jangan toh aku, anak yang berumur tiga tahun pun tak akan percaya dengan perkataanmu itu!"
Yan Jit kembali menghela napas panjang.
"Sebetulnya aku memang tidak bermaksud untuk bicara terus terang, karena aku sudah tahu, kata-kata yang bohong justru lebih gampang membuat orang percaya daripada berbicara terus terang!"
"Haaahhh ... haaahhh... haaahhh... kalau kau bicara terus terang, aku bersedia untuk merangkak di tanah ....!"
"Kalau begitu, merangkaklah!"
Tiba-tiba seseorang menanggapi.
Suara itu lengking lagi lembut, meski tidak keras tapi menusuk telinga hingga membuat kendang telinga serasa kesemutan.
Ketika Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya, ia telah melihat seseorang berdiri di sana.
Orang itu berdiri di atas daun jendela, tapi perawakan tubuhnya masih kalah tingginya daripada daun jendela tersebut.
Padahal tinggi daun jendela itu paling-paling cuma tiga depa setengah.
Ia mengenakan pakaian berwarna kuning emas, kalau mukanya tidak berkeriput dan diatas bibirnya tak berkumis, orang pasti akan mengira dia sebagai bocah yang baru berumur lima-enam tahun.
Kwik Tay-lok agak tertegun sejenak, kemudian sambil menghembuskan napas panjang tegurnya.
"Kau yang bernama Semut emas?"
"Betul, aku bisa menjamin kalau semua perkataannya adalah kata-kata yang jujur, tak sepatah katapun palsu!"
Sekali lagi Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, setelah tertawa getir ia berkata lagi.
"Sesudah Semut emas munculkan diri, kemana larinya Semut perak?"
Baru habis ia berkata, diatas daun jendela.
kembali telah muncul sesosok tubuh kerdil.
Meskipun perawakan tubuh orang ini sedikit lebih tinggi daripada semut emas, tapi, itupun tak lebih cuma dua-tiga inci lebih tinggi.
Ia mengenakan baju berwarna keperak-perakan, wajahnya mengenakan topeng dari perak, hingga kelihatan seperti makhluk aneh yang terbuat dari perak putih, rasa seram dan mengerikan yang terpancar keluar dari tubuhnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Jangankan orang lain, Kwik Tay-lok sendiripun merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, gumamnya kemudian.
"Kalau dugaanku tidak meleset, si Semut merah pasti mengenakan baju berwarna merah!"
"Tepat sekali dugaanmu! seseorang menanggapi sambil tertawa merdu. Suara tertawanya nyaring, genit dan merdu merayu, jarang sekali ada orang memiliki suara yang begini merdu dan lembut seperti apa yang dimiliki orang itu. Cukup mendengar dari suara tertawanya, bisa dibayangkan kalau wajahnya pasti cantik jelita bak bidadari dari kahyangan. Semut merah memang amat cantik. Biasanya perawakan orang kerdil tak akan tumbuh secara normal, tapi ia terkecuali dari teori tersebut. Perempuan kerdil itu mengenakan baju ringkas berwarna merah, bagian yang semestinya langsing ternyata memang tidak gemuk, bagian yang semestinya montok ternyata memang tidak kurus, ia memiliki potongan muka kwaci dengan alis mata bagaikan semut beriring, mata yang jeli bagaikan bintang timur, bibir yang kecil bagaikan delima merekah, apalagi dikala tertawa, kecantikannya sukar dilukiskan dengan kata-kata. Semisalnya perempuan ini dilihat dengan kaca pembesar, sudah tak bisa disangkal lagi, ia adalah seorang gadis berwajah menawan hati. Sayang tubuhnya kerdil, coba kalau badannya diperbesar beberapa kali, mungkin laki-laki macam Kwik Tay-lok pun tak berani mengusik atau membuat kesalahan dihadapannya. Sebab sekalipun badannya belum diperbesar beberapa kali, sepasang mata Kwik Tay-lok sudah melotot besar, biji matanya nyaris melompat keluar....
Jilid 02 DENGAN SEPASANG BIJI MATANYA yang jelita, gadis itu melirik sekejap ke arah Kwik Taylok, kemudian sambil tertawa genit serunya.
"Waah, mata orang ini tidak jujur!"
"Aaai.... aku memang bukan seorang yang jujur"
Kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas.
"dari kepala sampai kakiku, tak sebuahpun yang jujur..."
"Kalau begitu kau adalah seorang setan perempuan?"
Seru si semut merah sambil tertawa cekikikan.
"Meskipun tidak cocok seratus persen, selisih pun tidak terlampau jauh, cuma sayang..."
"Sayang kenapa?"
Tiba-tiba senyuman di wajah semut merah lenyap seketika.
"Sayang orang yang bertubuh semacam aku tak bisa menyusut menjadi kecil, kalau tidak, ingin sekali aku merubah diriku menjadi semut kuning."
Semut merah menggigit bibirnya menahan emosinya, tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi kembali ujung bibirnya.
"Besar amat nyalimu"
Serunya.
"kau berani menggoda dan merayu aku? apa tidak kuatir kalau suamiku menjadi cemburu?"
"Siapa suamimu? Si Semut putih? Oya... konon semut putih dapat terbang, apa benar?"
Semut merah segera tertawa cikikikan.
"Sekali lagi tebakanmu benar, rupanya kau memang bocah yang berbakat!"
Serunya.
Di tengah suara tertawanya yang merdu merayu, sesosok bayangan hitam tiba-tiba menyambar masuk dari luar jendela.
Bayangan itu walau dilihat dari sudut manapun tidak mirip seorang manusia, begitu enteng seperti awan diangkasa, lagi putih bersih seperti salju, tahu-tahu....
"Weess !"
Menyambar lewat dari atas kepala Kwik Tay-lok.
Untung saja Kwik Tay-lok berhasil mengigos dengan kecepatan luar biasa, ketika merasa ada hawa dingin mendekati batok kepalanya, ia segera mengigos, terlambat sedikit saja bisa berakibat batok kepalanya berpindah rumah.
"Weess ... !"
Benda itu kembali melayang balik.
Tentu saja benda itu bukan manusia, sebab tak mungkin ada manusia yang memiliki ilmu meringankan tubuh sedahsyat itu.
Tapi apa mau dikata justru bayangan itu adalah manusia, seorang manusia kerdil yang kurus lagi kecil, tingginya tiga jengkal setengah dengan lebar satu jengkal, dia memakai baju berwarna putih salju yang ujung baju bagian lengannya lebar lagi besar hingga mirip sayap, andaikata ditimbang, mungkin bobot badannya cuma seberat seekor kelinci.
Kalau bukan manusia kerdil macam itu, mana mungkin bisa memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu hebatnya ? Kwik Tay-lok kembali menghela napas, gumamnya.
"Ternyata si semut putih betul-betul bisa terbang !"
Yan Jit segera menyambung.
"Si Semut putih paling hebat dalam ilmu meringankan tubuh, si Semut merah penuh senjata rahasia, si semut emas hebat dalam pedang dan pukulan, si semut perak kebal terhadap senjata. Aku toh sudah mengatakan sedari tadi, tiap semut itu memiliki kungfu yang luar biasa hebatnya, sekarang, kau sudah percaya bukan!"
Kwik Tay-lok tertawa getir.
"Kau minta aku merangkak sekarang juga atau nanti saja ?"
Tanyanya kemudian.
"Lebih baik merangkak pada saat ini saja, merangkak keluar dari tempat ini, sebab merangkak keluar sendiri lebih enakan dari pada digotong orang nanti!"
Kata semut putih dengan ketus. Mendengar itu, si merah segera tertawa cekikikan.
"Nah, coba lihat sendiri, aku toh sudah bilang kalau dia cemburuan, sekarang sudah percaya bukan ?"
"Urusan kami tak ada hubungan atau sangkut pautnya dengan kalian, alangkah baiknya jika kalau segera merangkak keluar dari sini!"
Ujar si semut emas.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi aku tak pandai merangkak, tolong ajarkan dulu kepadaku!"
Semut merah kembali tertawa, katanya.
"Waah, kalau dilihat gelagatnya, kita memang salah kalau cuma membawa sebuah peti mati saja, sepantasnya kita membawa tiga buah!"
"Oooh, jadi peti matipun sudah kalian gotong kemari? Kalian benar-benar hendak memanteknya ke dalam peti mati ?"
"Sedari tadi aku sudah bilang, setiap perkataannya tiada yang bohong....?"
Kata semut emas. Tiba-tiba Yan Jit menepuk-nepuk bahu Kwik Tay-lok, lalu katanya sambil tertawa.
"Gara-gara ini akulah yang menerbitkan, tak usah kau berlagak menjadi pahlawan untuk mencampuri urusanku."
"Betul"
Sambung semut merah sambil tertawa.
"bagaimanapun toh kau pernah mati tujuh kali, apa salahnya untuk mati sekali lagi"
"Tapi tempat ini adalah rumah orang, sekalipun aku harus mati, tak boleh mati sini."
"Kalau begitu, kau boleh keluar dari sini,"
Kata si semut putih.
"Keluar yaa keluar..."
Ucap Yan Jit sambil menepuk bajunya dan tertawa.
"nah saudara berdua, bila aku kali ini tidak mampus sungguhan, pasti akan kucari kalian berdua untuk minum arak."
Ong Tiong masih berbaring terus di atas ranjangnya, sedikitpun tak berkutik, pada saat itulah tiba-tiba ia berseru.
"Tunggu sebentar!"
"Tunggu apa?"
Bentak Semut emas.
"Kalian tahu, tempat apakah ini?"
"Aku tahu, ini adalah kandang babi!"
Jawab semut merah sambil tertawa cekikikan.
"Kalau tempat ini adalah kandang babi, berarti aku adalah Raja babi, siapa saja yang datang kemari harus mendengarkan perkataanku."
"Kurang ajar, mau apa kau?"
Teriak Semut emas makin gusar.
"Aku hendak menahan Yan Jit untuk menemani aku minum arak, kau tahu, tidak gampang untuk mencari seseorang yang bisa minum arak sambil berjungkir balik, bayangkan sendiri, masa aku rela membiarkan dia tidur dalam peti mati?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... rupanya kau sudah kepingin bergerak?"
Sera Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak.
"Semut-semut ini mulai menggigit orang sekalipun tidak ingin berkutik rasanya tak mungkin lagi !"
"Bagaimana bergeraknya ?"
"Semut merah milikku, semut putih milik Ong Tiong jarang bergerak, tapi sekali bergerak hebatnya bukan kepalang tanggung."
Baru selesai dia berkata, mendadak tubuhnya sudah melejit dari atas ranjang dan menerkam ke depan.
Ia sudah mengincar tepat sasarannya, si semut merah yang cantik.
Semut merah boleh dibilang tak sempat melihat musuhnya, dia cuma melihat ada segulung selimut berwarna hitam yang menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa.
Begitu badannya berputar, ada tiga empat puluh macam senjata rahasia yang beraneka ragam telah menyebar ke udara, ada yang menyambar dengan kecepatan luar biasa, ada yang saling berbenturan, ada pula yang berputar-putar di udara.
Karena perawakannya kerdil, maka senjata rahasianya juga kelewat lembut.
Tapi justru lantaran senjata rahasianya lembut, maka tenaga serangannya juga kelewat dahsyat, susah buat orang lain untuk menghindarinya.
Tapi ia telah melupakan sesuatu hal, selimut bukan manusia.
Sekalipun ada seribu batang senjata rahasia menghajar di atas selimut, tak nanti selimut itu bakal mampus.
Dalam keadaan demikian, walaupun senjata rahasianya istimewa, caranya menyerang luar biasa, sedikitpun tak ada gunanya.
"Bluk, blukk, blukk...."
Diiringi suara mendebuk yang ramai, tiga empat puluh macam senjata rahasia itu sudah menghajar telak ke atas selimut itu.
Di atas selimut ada lapisan minyak babi, minyak ayam, minyak itik, ada pula minyak goreng.
Hakekatnya selimut tersebut bagaikan direndam dalam minyak, mana licin, mana mengkilap, keras lagi.
Anak panah saja belum tentu bisa menembusi lapisan selimut bercampur minyak itu, apalagi senjata rahasia selembut itu? Menunggu si Semut merah sadar kalau dia tertipu, belum sempat badannya mundur ke belakang, selimut tersebut seperti selapis awan hitam telah mengurung ke atas kepalanya.
Ong Tiong jarang bergerak, tapi begitu bergerak siapapun tak menyangka kalau gerakan tubuhnya secepat itu.
Si Semut merah baru saja mengendus bau minyak tengik dan aneh, sekujur tubuhnya telah terbungkus didalam selimut tersebut...
Seandainya perawakannya agak tinggi besar belum tentu Ong Tiong bisa membungkus tubuhnya dengan selimut, apa mau dikata ia memang terlampau kerdil, begitu sepasang tangan Ong Tiong merangkul, sekujur badannya segera terbungkus dalam selimut bagaikan bak-cang.
Gerakan tubuh Ong-Tiong belum juga berhenti, ia mendengar dari belakang muncul segulung desing angin tajam, tahu-tahu si semut putih telah menerjang tiba dengan kecepatan luar biasa.
Sangat cepatnya Ong-Tiong bergerak, tak mampu menandingi kecepatan si semut putih.
Dalam sekejap mata si semut putih telah menyusul tiba.
Tujuan Ong-Tiong memang berharap agar si Semut putih mengejarnya, karena dia tahu tak mungkin baginya untuk menyusul si semut putih.
Menunggu semut putih telah tiba, tiba-tiba ia berhenti berlari, membalikkan badan dan melemparkan bungkusan selimut itu ke depan.
Bungkusan selimut itu berisikan bininya sendiri, sudah barang tentu si semut putih harus menerimanya.
Bungkusan selimut itu satu kali lipat lebih besar dari badannya, bobotnya dua kali lipat, begitu ia menyambut, tubuhnya segera rontok ke tanah.
Waktu itu Ong Tiong telah menyelinap ke belakang punggungnya, sekali menutul tertotoklah jalan darah orang itu.
Si Semut putih menggeletak tak berkutik, otot-otot hijau pada keningnya pada menonjol keluar, dengan mata mendelik ia melotot ke arah musuhnya, sampai biji matapun hampir melompat keluar.
Ong Tiong tidak bergerak lagi, katanya sambil tertawa hambar.
"Kau dikalahkan secara tak memuaskan bukan? Karena kungfu yang kugunakan bukan kungfu asli? Terus terang kuberi tahu, kalau menggunakan kungfu asli berarti itu bukan suatu kepandaian, selamanya aku tak pernah berkelahi dengan menggunakan kungfu asli."
Saking mendongkolnya, hampir saja semut putih muntah darah.
Ong-Tiong memang seperti tak berilmu sama sekali, semua keberhasilannya seakan-akan berhasil diraih dengan mengandalkan kecerdikan otak.
Tapi, seandainya ia tidak memiliki kepandaian yang luar biasa, bagaimana mungkin bisa memiliki otak yang begitu cerdas? Kenapa pula ia bisa menggunakan waktu secara tepat? Serangannya kenapa pula begitu mantap dan kuat? Ini menandakan bukan kungfunya saja yang hebat, otaknya juga sangat hebat.
Yaa, Ong-Tiong memang jarang bergerak, sekali bergerak kehebatannya betul-betul luar biasa.
Sementara itu, si semut emas sudah tak mampu bernapas lancar karena desakan-desakan serta kurungan angin pukulan Kwik-Tay-lok.
Sebaliknya Yan-Jit sedang bermain petak.
Meskipun perawakan Semut perak lebih besar, namun kungfu yang dipelajari adalah kepandaian keras, dengan kepandaian yang bersifat keras, berarti gerak geriknya sudah amat lamban.
Semakin cepat Yan Jit berputar-putar, semakin lamban gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba Yan Jit melepaskan topinya dan dikenakan di atas kepalanya, dengan topi yang besar dan kepala yang kecil, serta merta seluruh kepalanya tertutup dibalik topi, apapun tidak terlihat olehnya.
Menggunakan kesempatan itu Yan Jit, menggaet kakinya membuat semut perak itu jatuh tertelungkup.
"Criing...!"
Ternyata ia menggunakan pakaian berlapis perak yang berat dan kuat, jangan harap tubuhnya bisa merangkak bangun lagi setelah tertangkap di tanah..Dia ingin melepaskan topi di atas kepalanya, tapi suatu benda yang berat segera menindih diatasnya, Ternyata pantat Yan Jit telah duduk di atas kepalanya.
"Bangku ini lumayan juga"
Gumamnya sambil cekikikan.
"sayang terlalu kecilan sedikit!"
Bagaimana dengan si Semut emas ? Sedari tadi ia memang sudah susah bernapas, makin gelisah dia, udara makin mengganjal perutnya, lama kelamaan tanpa Kwik Tay-lok mesti turun tangan sendiri, ia sudah roboh tak sadarkan diri dengan mulut berbuih.
Melihat itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas, katanya.
"Waaah... rupanya orang ini mengidap penyakit ayan, kalau begitu aku telah salah mencari sasaran"
"Sedari tadi aku toh sudah bilang, si Semut putih untukmu, kenapa kau tak mau menurut?" 0ng Tiong menimpali. Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Kau mengucapkan kata-katamu, aku mencari sasaranku, kalau si Semut putih tidak mengejar diriku, mana aku bisa menyusulnya? Kalau ia bersikeras mencarimu, masa aku musti ngotot melulu? Yaaa, apa boleh buat? Terpaksa aku musti mencari Semut emas. Tapi bagaimanapun juga, kepalanku memang lebih besar dari padanya, otomatis tenagaku lebih besar darinya, bicara soal tenaga, hitam di atas putih aku pasti yang bakal menang!"
"Aaai.... tak kusangka kalau kau pandai juga mencari untung"
Gumam Ong Liong sambil menghela napas.
"Aku juga tidak menyangka kalau selimut itu masih ada kegunaan yang begini besar, kalau lain kali ada orang ingin belajar ilmu menyambut senjata rahasia, pasti akan kuanjurkan untuk makan ayam goreng dulu di atas ranjang"
"Jangan makan ayam goreng, suruh makan itik panggang saja, sebab minyak itik lebih tebal"
Tiba-tiba Yan Jit menghela napas panjang katanya pula.
"Akupun tidak menyangka bila berjumpa dengan dua orang manusia macam kalian, mungkin nasib sialku sudah makin mendekati akhir."
"Mungkin itu disebabkan kau adalah betul-betul makhluk aneh, bukan si raja pengibul"
Kata Kwi Tay-lok sambil tertawa.
"Oooh, jadi kalian bersedia membantuku, lantaran aku berbicara sejujurnya?"
"Bukan, karena kau bisa minum arak sambil berjungkir balik!"
Kwik Tay-lok membenarkan. Yan Jit segera tertawa.
"Coba kalau tidak melihat kau minum arak sambil berjungkir balik, masa aku bakal mengucapkan kata-kata seperti itu?"
Tiba-tiba ia menghela napas, terusnya.
"Padahal masih ada sepatah kata ingin kuucapkan, cuma aku tak tahu sepantasnya ku utarakan atau tidak."
"Apakah kau ingin berterima kasih kepadaku?"
Tanya Ong Tiong. Yan Jit kembali menghela napas.
"Yaa, atas bantuan semacam ini, aku tak tahu bagaimana musti menyatakan rasa terima kasihku?"
"Jika kau serius ingin berterima kasih kepada kami, ada satu hal bisa kau lakukan"
Kata Ong Tiong.
"Apa yang musti kulakukan?"
Gotong aku kembali ke atas ranjang, aku sudah malas untuk bergerak lagi!" * * * Di dalam pandangan siapapun perkampungan Hok-kui-san-ceng bukan suatu tempat yang menarik, hakekatnya semacam barang yang bisa meninggalkan kesanpun tak punya.
Anehnya, ternyata sikap Yan Jit seperti Kwik Tay-lok, setelah tiba di sana ia enggan untuk pergi lagi.
Hal ini bukan dikarenakan mereka sudah tiada tempat lain yang bisa di datangi lagi, melainkan .....
."
Melainkan kenapa? Bahkan mereka sendiripun tidak jelas.
Ada sementara orang yang diantara mereka seakan-akan mempunyai suatu kekuatan daya tarik menarik yang aneh, bagaikan besi yang bertemu dengan besi sembrani, bila kedua belah pihak saling bertemu, maka masing-masing pihak akan segera terhisap oleh yang lain.
Manusia-manusia semacam ini merasa cukup gembira asal bisa berkumpul, biar tidur di lantai, biar lapar dua malam, bahkan sekalipun dunia bakal rontokpun mereka tak ambil perduli, seakanakan berlaku prinsip dihati masing-masing bahwa makan tidak makan pokoknya kumpul.
Agaknya di dunia ini tinggal beberapa macam persoalan yang membuat mereka tak tahan, salah satu diantaranya adalah air mata.
Air mata perempuan, terutama air mata seorang perempuan kerdil yang tinggi badannya tak sampai empat jengkal.
Betul si Semut merah kerdil, tapi air matanya tidak kepalang tanggung banyaknya.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasa bahwa sedikit banyaknya air mata perempuan, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan tinggi besarnya badan, semakin ceking tubuh seorang perempuan, kadang kala air matanya justru semakin banyak.
Di dalam banyak hal, perempuan juga memiliki ciri khas seperti itu.
Seperti misalnya semakin gemuk seorang perempuan makannya justru makin sedikit, makin jelek wajahnya makin banyak tingkahnya, makin tua orangnya makin tebal rupanya dan, makin banyak baju yang dimiliki makin tipis yang dikenakan.
"Aaai.... perempuan memang sejenis makhluk yang sangat aneh !"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, tangisan si semut merah yang terus menerus membuat ia hampir tak tahan.
Terpaksa dia hendak angkat kaki.
Tapi Yan Jit tidak membiarkan ia pergi.
Waktu itu Ong Tiong telah berbaring kembali, tidur sambil mendengkur, sekali ia sudah tertidur maka sekalipun ada orang mampus disisinya, ia juga tak ambil perduli.
Yan Jit menarik tangan Kwik Tay-lok dan mencegahnya pergi, ia berkata lirih.
"Kalau kau pergi, bagaimana dengan ke empat orang ini ?"
"Toh kau yang mencari kesulitan sendiri, bukan aku !"
Jawab Kwik Tay-lok segera.
"Tapi kalau kalian tidak membantuku, mana mungkin aku bisa menangkap mereka, kalau mereka tidak kutangkap, mana mungkin aku bisa menghadapi kesulitan seperti ini ?"
Kwik Tay-lok menjadi tertegun. Yan Jit kuatir penjelasannya kurang dimengerti pemuda itu, ia kembali berkata.
"Bila kalian tak membantuku, aku bakal ditangkap mereka, paling banter juga mati sekali lagi, tapi tiada kesulitan apapun. Tapi sekarang aku tak dapat membunuh mereka, tidak pula melepaskan mereka, coba katakan, apa yang bisa kulakukan ?"
Semakin jelas ia berbicara, semakin bingung Kwik Tay-lok dibuatnya. Tiba-tiba Ong Tiong menongolkan kepalanya dari balik selimut, katanya sambil tertawa.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku punya akal bagus !"
"Oooh, kenapa tidak kau katakan sedari tadi ?"
Kata Yan Jit sambil menghela napas.
"Kau enggan membunuh mereka bukan, tapi enggan pula melepaskan mereka, lebih baik biarkan saja mereka tinggal di sini, kita pelihara mereka sepanjang masa."
"Betul, betul, ini memang ide yang bagus", saru Kwik Tay-lok segera sambil berkeplok tangan dan tertawa terbahak-bahak.
"bagaimanapun juga, mereka toh kerdil dan kecil, pasti tidak banyak yang mereka makan."
Si Semut merah segera berhenti menangis, katanya.
"Yaa, memang sedikit yang kumakan, setiap hari aku cuma makan dua butir mutiara yang ditumbuk menjadi bubuk, ditambah sedikit ikan laut dan beberapa tetes madu, kalau tak ada madu, Ha-an-kwa juga boleh !"
Yan Jit berdiri di situ dengan wajah tanpa emosi sedikitpun juga, gumamnya seorang diri.
"Bubuk mutiara sebagai nasi? Ikan segar, madu ? Itu mah tidak susah !"
Tiba-tiba ia membalikkan badan dan pergi dari situ.
"Hey, mau kemana kau ?"
Tegur Kwik Tay-lok.
"Mencari peti mati yang dibawa si Semut dan berbaring didalamnya, lalu mencari orang untuk menguburnya ke dalam tanah, aku rasa tindakanku ini paling tidak jauh lebih gampang daripada harus mencari mutiara dan madu setiap hari"
"Waah, kalau begitu demi menyelamatkan jiwamu, terpaksa aku musti melepaskan mereka pergi"
Kata Kwik Tay-lok sambil menghela napas.
"paling tidak cara ini jauh lebih gampang dari pada mencari seorang lain yang bisa minum arak sambil berjungkir balik."
Dimulut dia berbicara, tangannya telah bekerja untuk membebaskan jalan darah dari semutsemut itu.
Sewaktu datang mereka datang cepat, sewaktu pergi merekapun pergi dengan tak kalah cepatnya.
Setelah bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan ketiga orang itu baru sama-sama berpaling dan saling berpandangan.
"Bukankah sedari tadi sudah berhasrat untuk melepaskan mereka pergi?"
Kata Kwik Tay-lok kemudian.
"O, ya ?"
"Tapi, kau kurang enak untuk mengutarakannya kepada kami, sebab kami berdua juga ikut keluar tenaga, bila mereka melepaskan dengan begitu saja, kau takut kami tidak puas bukan? Padahal....."
"Padahal sedari tadi kau sendiripun sudah berhasrat untuk melepaskan mereka?"
Sambung Yan Jit cepat. Ketiga orang itu kembali saling berpandangan, lalu bersama tertawa tergelak.
"Kelihatannya melepaskan orang bukan cuma lebih gampang daripada membunuh orang, bahkan jauh lebih gampang daripada membunuh orang, bahkan jauh lebih menggembirakan"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Benar, bila kita membunuh mereka, sekarang hati kita tak akan seriang ini !"
"Tapi kalau kita telah melepaskan mereka, dan mereka mencelakai orang lagi, itu baru suatu kejadian yang tidak menyenangkan!"
Ong Tiong menyambung. Kwik Tay-lok menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya dengan suara lantang.
"Tidak mungkin, aku lihat mereka bukan orang yang terlalu jahat. Sekalipun dimasa lalu pernah berbuat kurang baik, di kemudian hari pasti mereka dapat berubah sifat jahatnya itu!"
Tiba-tiba ia mengedipkan matanya, lalu sambil merendahkan suaranya berbisik.
"Sekalipun mereka betul-betul jahat, setelah mendengar perkataanku ini bagaimanapun tentu akan tak enak hati untuk berbuat jahat lagi"
"Kau kira mereka bisa mendengarkan perkataanmu itu?"
Yan Jit.
"Tentu saja mendengar"
Kata Ong Tiong.
"ia berteriak begitu keras, orang tuli yang berada sepuluh li dari sini pun bisa terdengar suaranya, apalagi telinganya belum tuli!"
"Betul"
Kata Kwik Toy-lok sambil tertawa.
"teriakanku memang selamanya nyaring, dulu malah ada orang yang mengatakan aku punya suara emas, nanti kalau hatiku lagi senang pasti akan kubawakan dua buah lagu yang merdu untuk kalian dengar."
Ong Tiong segera menghela napas panjang, katanya.
"Andaikata kau ingin menyanyi, lebih baik tunggu sampai aku tertidur lebih dulu?"
Sambil masukkan kepalanya ke balik selimut, ia menambahkan.
"Asal aku sudah tertidur, sekalipun kau menjerit sampai rumah ini ikut bergetar, aku juga tak akan mendusin !"
Mereka memang merupakan manusia-manusia seperti itu, cara kerja mereka memang selalu istimewa.
Ada kalanya cara kerja mereka betul, ada kalanya merekapun bisa salah melakukan pekerjaan.
Tapi, bagaimanapun juga perbuatan mereka tak pernah membawa anyir darah, tak pernah memuakkan orang.
Perbuatan yang mereka lakukan, bukan cuma membuat diri sendiri gembira, orang lain pun ikut merasa gembira.
Dalam satu bulan, Yan Jit pasti akan ngeloyor pergi sampai dua tiga kali, siapapun tak tahu kemana ia pergi, lebih-lebih tak tahu apa yang telah dilakukan olehnya.
Tapi, setiap pulang dari berpergian, ia selalu pulang dengan membawa satu dua macam barang yang aneh-aneh.
Kadangkala dia pulang membawa sepasang sepatu baru, atau sapu tangan bersulam bunga, kadangkala juga membawa Ang-sio-bak atau arak beras ketan.
Malah kadangkala ia membawa pulang seekor kucing, seekor burung gereja, atau beberapa ekor ikan hidup.
Tapi, bagaimanapun juga, tak sebuahpun yang bisa menangkap keanehan dari barang yang dia bawa pulang kali ini.
Ternyata kali ini dia pulang membawa seorang manusia.
Orang itu bernama Lim Tay-peng, tapi semenjak kedatangannya, tak seorangpun diantara mereka bisa hidup dengan Tay-peng (aman).
Ada sementara orang gemar dengan musim dingin, karena dimusim dingin mereka dapat menikmati putihnya salju, menikmati indahnya bunga bwe (sakura), bisa bersantap Hwee-lo yang panas, bersembunyi dibalik selimut yang tebal sambil membaca buku porno, atau tidur dengan nyenyak.
Perbuatan-perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dinikmati di musim panas yang gerah.
Orang yang suka dengan musim dingin tentu saja bukan orang-orang miskin, musim dingin adalah musim yang paling menyiksa bagi orang miskin, setiap orang miskin selalu berharap musim salju datang lebih lambat, atau paling baik kalau tak akan datang untuk selamanya.
Sayang musim dingin bagi orang miskin selalu datangnya kelewat awal...
Salju yang melapisi permukaan halaman perkampungan Hok-kui-san-ceng sama putihnya dengan tempat lain, bahkan ada pula beberapa batang pohon bwe yang tumbuh dengan indahnya di sana.
Tapi, jika pakaian yang dikenakan seseorang masih berisi bakmi semangkuk yang dimakan semalam, maka satu-satunya hal yang sedang menarik hatinya pada saat ini adalah makanan yang bisa mengganjal perut, bukan salju yang putih atau bunga bwe yang indah.
Dengan termangu-mangu Kwik Tay-lok mengawasi bunga bwe dan salju yang putih didalam halaman, lalu bergumam.
"Kalau bunga bwe ini bisa berubah menjadi lombok, tentu lebih bagus lagi!"
"Apakah yang bagus?"
Kata Ong Tiong.
"Coba kau lihat, salju yang melapisi permukaan tanah bukankah mirip tepung beras? Kalau diberi beberapa batang lombok merah, tentu bisa dibuat semangkuk bubur pedas yang hangat."
Ong Tiong segera menghela napas, katanya.
"Kau betul-betul seorang yang tak tahu seni, andaikata Lim Hu mendengarkan perkataanmu itu, dia tentu akan mati karena mendongkol!" .
"Siapakah Lim Hu itu?"
"Masa Lim Hu pun tak pernah kau dengar"
"Aku cuma pernah mendengar ada Bak-Hu (daging kering) misalnya daging babi kering (Tibak- hu) daging sapi kering (Gou-bak-hu) serta daging menjangan kering (Lu-bak-hu), kalau dibuat teman arak tentu lezat sekali"
"Lim Hu adalah Lim Kun-hu, atau Lim Ho cing, dia adalah seorang seniman dari ahala Song yang tinggal dibukit Hu-san di telaga See ou, konon selama dua puluh tahun tak pernah turun gunung barang selangkahpun, kecuali menanam bunga bwe dan memelihara burung bangau, pekerjaan apapun tak pernah ia lakukan sehingga ia dikenal orang beristri bunga bwe beranak bangau, syair ciptaannya tersohor sampai dimana-mana!"
"Oooh, kalau begitu, Lim sianseng ini adalah seorang seniman yang luar biasa!"
Kata Kwik Tay-lok cepat.
"Yaa, dia memang seorang seniman yang luar biasa !"
"Tapi seandainya ia lagi kelaparan seperti aku sekarang, mungkinkah masih disebut luar biasa?"
Ong Tiong berpikir sebentar, tiba-tiba katanya sambil tertawa.
"Setelah berada dalam keadaan begini, aku pikir besar kemungkinan kau lebih berseni darinya"
Kwik Tay-lok ikut tertawa tergelak.
Tiba-tiba ia merasakan, dikala seorang sedang kelaparan ataupun kedinginan, bila tertawa maka tubuhnya akan terasa jauh lebih nyaman.
Pada saat itulah, tiba-tiba Ong Tiong melompat bangun dari ranjangnya, kemudian berteriak.
"Teringat akan Lim Ho-cing, aku menjadi teringat pula akan suatu hal !". Bila Ong Tiong yang malas bisa sampai melompat bangun, tak bisa disangsikan lagi masalahnya tentu luar biasa. Tak tahan Kwik Tay-lok lantas bertanya.
"Apa yang kau ingat? Apakah ingin mempersunting bunga Bwe sebagai binimu?"
"Bukan bini yang kumaksudkan, arak .."
"Arak?"
Bisik Kwik Tay-lok dengan mata terbelalak.
"dari mana datangnya arak ?"
"Dibawah pohon bunga bwe itu !"
Kwik Tay-lok sagera tertawa getir.
"Menganggap bunga bwe sebagai bini sudah cukup gila, tak nyana kau lebih gila lagi"
Namun di bawah pohon bwe itu benar-benar tertanam seguci arak.
"Arak ini kupendam pada belasan tahun berselang"
Tutur Ong Tiong.
"waktu itu kebetulan aku sedang mendengarkan cerita tentang Lim Ho-cing, aku ikut jatuh cinta kepada bunga Bwe, maka kupendam seguci arak dibawah pohon bwe agar ikut kecipratan bau harum bunga bwe."
Dimanapun kau tanam bila sudah belasan tahun lamanya, arak tentu harum baunya. Kwik Tay-lok segera menghancurkan penutup yang menyegel guci itu, lalu sambil pejamkan mata dan menarik napas panjang, katanya seraya menghela napas.
"Ehmm... bukan wangi saja, baunya bahkan seperti bau dewa!"
"Nah, makanya kau musti berterima kasih kepada Lim sianseng"
Kata Ong Tiong sambil tertawa.
"coba kalau bukan lantaran dia, tak nanti ku pendam seguci arak di situ, kalau bukan lantaran dia, akupun lupa kalau ada seguci arak telah kupendam disana."
Kwik Tay-lok tak ada waktu untuk berbicara lagi, dimana arak untuk diminum, mulutnya selalu repot dan tak mampu melakukan pekerjaan lainnya. Ia sudah mengangkat guci arak itu siap diminum.
"Heeh.... heeh... nanti dulu!"
Ong Tiong menarik tangannya.
"Harus menunggu apa lagi?"
"Yan Jit sudah pergi selama dua hari, kalau dihitung-hitung ia sudah hampir pulang, paling tidak kita harus menunggu sampai kedatangannya...."
"Harus menunggu berapa lama? Ketika ia pulang nanti, siapa tahu kita sudah mampus kedinginan."
Ternyata mereka tak usah menunggu terlalu lama. Suara Yan Jit telah kedengaran dari luar tembok rumah.
"Kalau kalian mau mampus, lebih baik cepat-cepat mampus, jadi seguci arak itu bisa kunikmati seorang diri."
Sambil tertawa Ong Tiong segera berkata.
"Agaknya orang ini bukan telinganya saja yang panjang, hidungnyapun juga panjang, aku sedari tadi sudah tahu, asal mendengus bau harumnya arak, ia pasti bisa cepat cepat pulang."
Kwik Tay-lok ikut tertawa, sambungnya.
"Entah si hidung panjang ini membawa apa buat kita minum arak?"
"Teman arak sih tidak kubawa, tapi teman minum arak mah ada satu!"
Lim Tay-peng memang seorang yang pandai minum arak.
Siapapun yang pernah bertemu dengannya, tak akan percaya kalau ia bisa minum arak sebanyak itu.
Ketika untuk pertama kalinya Kwik Tay-lok melihat orang itu, ia lebih tak percaya lagi.
Lim Tay-peng adalah seorang yang berwajah bagus, lemah lembut dan mempersona hati.
Kalau dibilang Yan Jit mirip seorang gadis, maka dia hakekatnya seperti seorang gadis yang menyaru seperti pria.
Bibirnya kecil sekali, sekalipun diibaratkan bibir yang kecil mungil juga tidak keterlaluan.
Ketika Kwik Tay-lok melihat untuk pertama kalinya, bibir yang mungil itu terkatup rapat, warna bibirnya hijau pucat, dia harus menggunakan tenaga yang besar baru bisa membuka mulutnya serta meloloh secawan arak ke dalam perutnya.
Ia sudah kedinginan setengah hari, iapun kelaparan hingga tinggal segulung napas yang lirih.
Mimpipun Kwik Tay-lok tidak mengira kalau didunia masih terdapat orang yang lebih kedinginan, lebih kelaparan daripadanya, sambil tertawa getir ujarnya.
"Darimana kau dapatkan manusia ini ?"
"Di tengah jalan !"
Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl Pengelana Tangan Sakti Karya Lovely Dear Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung