Pendekar Riang 5
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 5
"Kenalkah aku dengan orang itu?"
"Sekalipun tidak kenal, paling tidak pernah bersua!"
"Siapa sih orang itu"
"Aku sendiri juga tak tahu siapakah dia, sebab aku sendiripun tidak kenal dengannya"
Kwik Tay-lok kembali tertegun, sesudah tertawa getir katanya.
"Dialek yang dipakai orang ini adalah dialek dari negeri mana sih? Apakah kalian mengerti apa yang sedang ia ngebacotkan sekarang ?"
Lim Tay-peng sama sekali tidak menggubris dirinya, ia berkata lebih jauh.
"Walaupun aku tidak kenal dengan orangnya, tapi kenal dengan pakaian yang dikenakannya itu"
"Pakaian apa yang dia kenakan?"
Tak tahan kembali Kwik Tay-lok bertanya.
"Baju berwarna hitam !"
Mendengar itu Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Tak terhitung jumlah orang berbaju hitam yang berjalan di atas jalan raya, setiap saat pun aku bisa menjumpai puluhan orang."
"Kecuali bajunya, aku masih kenal juga dengan pedangnya". Sekarang Kwik Tay-lok baru merasakan sedikit keanehan, segera ia mendesak lebih jauh.
"Macam apakah pedang itu?"
"Pedang yang panjangnya satu jengkal tujuh inci dikombinasikan dengan sarung pedang yang empat jengkal panjangnya"
Kwik Tay-lok segera menghembuskan napas.
"Kapan kau bertemu dengannya"
Ia berseru.
"Ketika kalian datang tadi !"
"Apakah kau anggap kejadian ini aneh sekali?"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar.
"Apakah kau tidak merasa heran?"
"Dia toh memang sedang pergi ke kota Sian-sia untuk memberi laporan, bila kita tidak menemuinya di sini, itu baru aneh namanya"
"Dia seharusnya membawa si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu serta barang rampokan itu menuju ke kantor pengadilan bukan?"
"Benar?"
"Tapi dari pihak pengadilan justru tidak mendengar tentang peristiwa itu, bahkan dalam dua hari belakangan ini sama sekali tak ada buronan yang digusur kemari."
Sekarang Kwik Tay-lok baru merasa rada terkejut, serunya.
"Darimana kau bisa tahu?"
"Aku telah berkunjung sendiri ke pengadilan untuk mengecek kebenaran dari berita ini."
Kwik Tay-lok segera berpikir sejenak, kemudian katanya.
"Mungkin saja dia bermaksud untuk membawa para tawanan itu ke kota lain ?"
"Tidak ada tawanan atau orang hukuman!"
Kwik Tay-lok segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian setelah termenung sejenak katanya.
"Hei, apa maksudmu? Apa yang kau maksudkan dengan tidak ada orang hukuman itu?"
"Tidak ada orang hukuman artinya ialah si anjing buldok, si tongkat dan Hong Si-hu telah lenyap tak berbekas bagaikan air yang menguap ke udara, sedangkan barang rampokan yang dikatakan akan dipakai sebagai barang bukti pun turut lenyap tak berbekas, secara diam-diam aku menguntil terus di belakangnya sampai ia tiba di tempat pondokannya, tapi di situpun tak kujumpai orang-orang tersebut, karena dia hanya berdiam seorang diri di sana !"
Kali ini Kwik Tay-lok dibikin tertegun, malah mulutnya sampai melongo dan matanya terbelalak lebar-lebar.
Bukan cuma dia, Yan Jit dan Ong Tiong pun turut tertegun seperti sepasang patung arca.
Lim Tay-peng berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang agak tersengkal, kemudian setelah meneguk habis arak yang berada di depan Kwik Tay-lok itu, katanya lagi dengan hambar.
"Sekarang kau merasa kejadian ini rada aneh atau tidak?"
"Yaa, aneh sekali !"
Teriak Kwik Tay-lok.
Yan Jit dan Ong Tiong juga turut manggut-manggut.
Meja sudah ditarik ke tengah ruangan, selimut juga sudah di gulung.
Tamu-tamu yang akan bersantap dirumah makan kui-goan-koan sebentar lagi akan berdatangan.
Tapi saat itu di atas loteng cuma ada mereka berempat.
Empat orang itu duduk tak berkutik ditempat semula, bagaikan empat buah patung kayu.
Patung-patung kayu yang bisa minum arak tentunya.
Arak didalam teko sudah lenyap tak berbekas seperti menguap mereka meneguk secawan demi secawan tanpa hentinya, memenuhi secawan sendiri dan meneguknya sampai habis, siapapun enggan untuk mengurusi rekan-rekan lainnya.
Kemudian Yan Jit, Ong Tiong dan Kwik Tay-lok seakan-akan telah berjanji sebelumnya, bersama-sama mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Sekalipun mereka semua goblok, sekarang pun tahu kali ini mereka lagi-lagi ditipu orang.
Sudah pasti manusia berbaju hitam itu bukan opas atau pegawai pengadilan, diapun bukan mata-mata yang diutus wali kota untuk menyelidiki tingkah laku si anjing buldok dan si tongkat.
Rupanya diapun seseorang yang hitam makan hitam.
Bila ada orang ditipu mentah-mentahan oleh orang lain bahkan rugi besar, rasa mendongkol dan rasa mangkel yang berkobar dalam dadanya tentu besar sekali.
Tapi mereka tidak marah ataupun mendongkol, mereka malahan merasa kejadian ini menggelikan sekali.
Yan Jit sambil menuding ke arah Kwik Tay-lok berkata seraya tertawa tergelak.
"Perkataan Ong lotoa sedikitpun tak salah, sewaktu kau harus pintar sebaliknya malah berbuat goblok, bukan cuma goblok saja, bahkan gobloknya setengah mati."
"Bagaimana dengan kau sendiri?", kata Kwik Tay-lok pula sambil menuding ke arahnya dan tertawa.
"kau sendiripun tidak lebih cerdik daripada diriku !"
Lim Tay-peng hanya duduk tenang disamping sambil mengawasi mereka, menunggu semua orang telah berhenti tertawa, dia baru bertanya.
"Sudah habiskah tertawamu itu?"
Kwik Tay-lok menghembuskan napas panjang, sahutnya.
"Belum habis tertawaku, cuma aku sudah tak punya tenaga lagi untuk tertawa lebih jauh"
"Apakah kalian menganggap kejadian ini sangat menggelikan?"
Seru Lim Tay-peng lagi. Tiba-tiba Ong Tiong membalikkan matanya, kemudian berseru.
"Kalau tidak tertawa lantas bagaimana? Apakah harus menangis?"
Dia memang selalu beralasan kalau sedang berbicara, inilah kesimpulan yang diambilnya.
Mereka bisa tertawa, mereka berani tertawa, merekapun mengerti untuk tertawa.
Tertawa bukan saja dapat membuat orang merasa girang, diapun bisa menambah rasa percaya serta keberaniannya terhadap orang lain.
"Bila orang tertawa terus, dia akan punya rejeki besar, karena kehidupan akan menjadi milik kita"
Lim Tay-peng tampaknya tak sanggup untuk tertawa.
"Mengapa kau tidak turut kami untuk tertawa tergelak ?"
Kwik Tay-lok bertanya.
"Bila hanya tertawa bisa menyelesaikan persoalan, aku pasti akan tertawa lebih keras daripada kalian."
"Sekalipun tertawa tak bisa menyelesaikan persoalan, paling tidak bisa menghilangkan kemurungan dalam hatimu."
Setelah tertawa, dia berkata kembali.
"Apalagi bila kau belajar menggunakan tertawa untuk berhadapan dengan orang asing, lambat laun kau akan merasa bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini sesungguhnya tidak terdapat persoalan yang tak dapat diselesaikan".
"Bagaimanapun riangnya kalian tertawa, toh sama saja sudah tertipu orang ..."
Kata Lim Taypeng.
"Kau tidak tertawapun juga sama saja sudah tertipu orang, kalau toh sama-sama sudah tertipunya, mengapa kau tidak tertawa saja?"
Lim Tay-peng tidak berbicara lagi.
"Sebetulnya persoalan apakah yang sedang kau hadapi?"
Tanya Kwik Tay-lok kemudian.
"Mengapa sih kau begitu menaruh perhatian terhadap persoalan ini?"
Seru Yan Jit pula. Lim Tay-peng termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab.
"Karena orang itu adalah Lamkiong Cho!"
"Darimana kau bisa tahu ?"
"Pokoknya aku tahu !"
"Apa pula hubungannya Lamkiong Cho dengan dirimu ?"
"Tak ada hubungan apa-apa.... justru karena tak ada hubungan apa-apa, maka aku baru..."
"Kau baru apa?"
"Aku baru membunuhnya!"
Kwik Tay-lok memandang Yan Jit, kemudian memandang kearah Ong Tiong, sesudah itu serunya.
"Dengarkan kalian apa yang barusan dia katakan ?"
Ong Tiong sama sekali tidak berkutik, sebaliknya Yan Jit cuma manggut-manggut.
"Bocah ini mengatakan dia hendak membunuh orang !"
Kata Kwik Tay-lok lagi, Ong Tiong masih belum juga berkutik sedangkan Yan Jit kembali manggut-manggut. (Bersambung
Jilid 07)
Jilid 07 PELAN-PELAN KWIK TAY-LOK berpaling dan menatap wajah Lim Tay-peng lekat- lekat. Paras muka Lim Tay-peng amat tenang, sedikitpun tanpa perubahan emosi apapun.
"Tadi kau telah berjumpa dengannya?"
Tanya Kwik Tay-lok lagi.
"Yaa !"
Tiba-tiba pemuda itu tertawa, serunya lagi.
"Lantas mengapa kau tidak membunuhnya tadi?"
Paras muka Lim Tay-peng masih belum menunjukkan perubahan apa-apa, seakan-akan wajahnya seperti menggunakan sebuah topeng saja. Topeng berwarna hijau membesi, sehingga tampaknya agak menakutkan sekali.
"Karena aku telah membunuhnya!"
Akhirnya sepatah demi sepatah dia menjawab. Poci arak yang kosong itu telah diisi dengan arak baru, sebab Ong Tiong telah berpesan.
"Jika menjumpai poci arak kami kosong, cepat penuhi dengan segera !"
Ternyata pelayan-pelayan dari rumah makan Kui-goan-koan tersebut amat menurut sekali dengan perkataan Ong Tiong. Setiap orang membelalakkan matanya lebar-lebar untuk memperhatikan poci arak itu. Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa lebar katanya.
"Arak bukan diminum dengan mata, mengapa harus dilihat terus dengan mata melotot?"
"Sebab mulutku sedang repot!"
Jawab Yan Jit.
"Repot apa?"
"Repot untuk menelan kembali kata-kataku yang sudah keluar lewat tenggorokan."
Tamu sudah mulai berdatangan, tempat itupun sudah tidak leluasa lagi untuk digunakan sebagai tempat berbicara. Kwik Tay-lok mengangkat cawan araknya untuk meneguk setegukan, lalu sambil meletakkannya kembali ke meja, dia berkata.
"Kwik toa-sauya memang jarang sekali bisa mentraktir orang...."
"Yaa, anggap saja kau yang beruntung kali ini, hayo kita pergi dari sini !"
Lim Tay-peng yang pertama-tama bangkit berdiri, ternyata Ong Tiong juga ikut bangkit. Kwik Tay-lok telah menyodorkan tangannya ke depan matanya. Ong Tiong memandang sekejap ke arahnya lalu bertanya.
"Hey, apa yang ingin kau lakukan? Apakah hendak suruh aku untuk meramalkan nasibmu ?"
Kwik Tay-lok tertawa paksa, sahutnya.
"Tak usah diramalkan lagi, aku juga tahu kalau nasibku sudah ditakdirkan miskin sepanjang waktu, yang lebih payah lagi adalah aku cuma ingin mentraktir orang, tapi uang dalam saku rasanya sudah terbang semua meninggalkan tempat."
"Ooooh.... rupanya kau hendak meminjam uang kepadaku untuk membayar rekening?"
Kwik Tay-lok mendehem beberapa kali. lalu berkata.
"Tahukah kau, semalam aku telah melakukan suatu pekerjaan yang amat menghamburkan uang ?"
Sebenarnya Ong Tiong ingin tertawa, tapi setelah memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, dia menghela napas panjang, katanya.
"Kau sudah salah mencari orang !"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi uangmu juga habis ?"
Seru Kwik Tay-lok dengan wajah tertegun.
"Ehm......!"
"Uang..... uangmu habis dimana ?"
"Semalam akupun telah melakukan suatu perbuatan yang sangat menghamburkan uang."
"Apa yang telah kau lakukan?"
"Apakah di dunia ini ada pekerjaan lain yang jauh lebih menghamburkan uang daripada berjudi ?"
"Apa? Kau telah habis berjudi ? Kalah kepada siapa ?"
"Dengan pelayan dari rumah makan ini."
Kwik Tay-lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, kemudian tak tahan lagi dia tertawa tergelak.
"Haaahhh....haaahhh... haaahhh... tak heran kalau mereka begitu tunduk kepadamu, sudah barang tentu pelayan-pelayan ini selalu akan melayani orang yang setor uang kepada mereka dengan munduk-munduk, apalagi jangankan orang lain, sekalipun uang itu kau kalahkan di tanganku, akupun bisa melayanimu dengan baik"
"Tapi yang kalah bertarung bukan cuma aku seorang."
"Lantas siapa lagi ?"
Ong Tiong memandang sekejap ke arah Lim Tay-peng, kemudian memandang juga ke arah Yan Jit. Kwik Tay-lok segera melompat bangun, teriaknya.
"Apakah uang kalian sudah kalah semua di meja judi ?"
Tak seorangpun menjawab, membungkam berarti membenarkan. Kwik Tay-lok segera menjatuhkan diri duduk di kursi, kemudian tertawa getir, serunya.
"Kalau begitu, bukankah pelayan-pelayan itu telah menjadi kaya mendadak?"
"Merekapun tak bakal kaya, cepat atau lambat mereka bakal kalah ditangan orang lain."
Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengangguk, lalu gumamnya.
"Benar, apa yang datangnya terlalu mudah biasanya juga akan pergi dengan gampang."
"Itulah sebabnya kita harus menyumbangkan sedikit derma bakti kita bagi masyarakat."
"Mendarma baktikan apa ?"
"Biar uang itu mengalir lebih cepat, biar pasaran kota menjadi bertambah ramai, dengan begitu masyarakatnya baru akan maju dengan cepat."
Kwik Tay-lok berpikir sebentar, kemudian tertawa getir.
"Tampaknya apa yang kau katakan itu masuk diakal juga !"
Gumamnya.
"Itulah sebabnya kau juga tak perlu bersedih hati."
"Kenapa, aku musti bersedih hati? Aku toh tidak kalah...."
"Maaf, kamilah yang telah membawa uangmu masuk meja judi dan akhirnya ludas pula ditangan mereka."
Kwik Tay-lok tertegun. Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, Ong Tiong berkata lagi.
"Sekalipun pousat tanah liat dalam kuil bobrok harus menemani orang tidur, dia pun tak akan menarik ongkos."
Pelan-pelan sepasang mata Kwik Tay-lok berubah menjadi bundar, serunya tertahan.
"Jadi kalian sudah tahu semua....? Jadi kalian telah bersekongkol....? Kalau begitu si pencopet yang mencopet uangku adalah..."
Tiba-tiba ia menuding hidung Yan Jit sambil berteriak keras.
"Kau !"
Kwik Tay-lok segera meraih kerah bajunya dan dicengkeram keras-keras, sambil menggigit bibir teriaknya.
"Mengapa kau lakukan perbuatan semacam ini?"
Yan Jit tidak menjawab, wajahnya tiba-tiba berubah menjadi agak semu merah.
"Sesungguhnya ia berbuat demikian demi kebaikanmu"
Kata Ong Tiong hambar.
"dia tak ingin temannya kejangkitan penyakit sipilis!"
Pelan-pelan Kwik Tay-lok melepaskan cengkeramannya, lalu duduk di atas bangku, sambil meraba kepala sendiri gumamnya.
"Ooh Thian.... ooh Thian, mengapa kau membiarkan aku bertemu dengan orang-orang semacam ini?"
Tiba-tiba ia melompat bangun kemudian sambil menggigit bibir jeritnya melengking.
"Kalau kalian sudah tahu bila kantong kita berempat sudah ludas semua, mengapa masih makan minum sepuasnya di sini ?"
"Agar kau senang !"
"Agar aku senang?"
Kwik Tay-lok tidak tahan lagi untuk menjerit sekeras-kerasnya.
"Tentu saja, bila seseorang sedang mengadakan pesta, dia pasti luar biasa senang, bukan begitu ?"
"Yaa, yaa, yaa... aku memang sangat gembira, aku betul-betul gembira sekali maknya.... saking gembiranya aku betul-betul ingin bunuh diri?"
Teriak Kwik Tay-lok sambil memegang kepalanya agar tidak turut berputar lantaran pening. Tiba-tiba seorang pelayan berjalan menghampiri mereka, kemudian katanya dengan ramah.
"Ong toako, kau tak usah risau karena soal rekening, rekening kalian sudah ada yang membayar."
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Aaaai... sungguh tak kusangka di sini masih ada seorang yang punya liangsim juga!"
Pelayan itu merah padam pipinya, sambil tertawa ia berseru.
"Sebenarnya aku ingin sekali membayarkan rekening Ong toako, sayang ada orang yang berebut untuk membayar rekening itu lebih dahulu."
"Siapakah orang itu ?"
Tanya Ong Tiong.
"Itu dia yang duduk di ujung sana !"
Sambil berkata dia lantas menunjuk ke depan sana, siapa tahu dengan cepat ia menjadi tertegun.
Sayur dan arak masih berada di atas meja, malah masih utuh, tapi orangnya sudah lenyap tak berbekas.
Kwik Tay-lok berjalan dipaling belakang, baru berjalan beberapa langkah ia berpaling lagi, kemudian ditepuk-tepuknya bahu si pelayan yang menghantar mereka turun ke loteng.
itu seraya, berkata.
"Ada satu persoalan aku ingin bertanya kepadamu !"
"Tanya saja !"
"Kau sudah menang begitu banyak, apa yang hendak kau lakukan dengan uang tersebut?"
"Aku tidak bermaksud menggunakannya!"
Kwik Tay-lok mengawasinya dengan mata melotot, seolah-olah ia bertemu dengan seorang malaikat suci. Tiba-tiba pelayan itu tertawa, katanya lagi.
"Aku bermaksud menggunakannya sebagai pokok, aku ingin menang lebih banyak lagi, sebab belakangan ini nasibku agak mujur"
Kwik Tay-lok masih melotot ke arahnya, tiba-tiba ia tertawa tergelak, tertawa terpingkal-pingkal sampai hampir saja jatuh terguling dari atas loteng. Sambil tertawa tergelak dia menepuk bahu pelayan itu seraya serunya.
"Suatu ide yang amat bagus, suatu ide yang sangat bagus, justru karena ada manusiamanusia semacam kau, umat manusia baru bisa maju, aku mewakili semua orang di dunia ini mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepadamu"
"Mengapa berterima kasih kepadaku ?"
Pelayan itu masih bertanya. Tapi dengan langkah lebar Kwik Tay-lok sudah turun dari loteng itu. Menghela napaslah pelayan tersebut, sambil menggelengkan kepalanya ia bergumam.
"Tampaknya beberapa orang ini bukan cuma penjudi, bahkan otaknya rada sinting"
Dulu ada seorang yang sangat pintar pernah mengucapkan sepatah kata yang amat pintar juga.
"Bila dianggap seseorang sebagai orang sinting, sesungguhnya hal ini merupakan suatu kejadian yang menggembirakan, bahkan jauh lebih menggembirakan daripada dianggap sebagai seorang enghiong atau Nabi sekalipun....!"
Pelayan itu bukan seorang yang cerdik, tentu saja tak pernah mendengar perkataan semacam itu, sekalipun pernah mendengar juga tak akan mengerti.
Sesungguhnya teori dari ucapan tersebut amat jarang yang dapat memahaminya.
Di dunia ini terdapat dua macam manusia.
Semacam adalah orang yang selamanya berbuat dengan teratur dan tahu peraturan, pekerjaan apapun yang mereka lakukan selamanya bisa ditebak orang dan bisa pula dimengerti orang.
Berbeda sekali dengan manusia dari jenis yang lain, mereka paling suka melakukan segala macam perbuatan yang sok rahasia dan sok misterius, bukan saja orang lain tidak memahami apa yang mereka lakukan, bahkan mereka sendiripun mungkin juga tidak mengerti.
Ong Tiong adalah manusia seperti ini.
Lim Tay-peng juga.
Tapi di dunia ini ternyata masih ada semacam benda yang jauh lebih rahasia dan misterius dari pada manusia macam ini.
Benda tersebut tak lain adalah uang.
Dikala kau tak ingin uang, kadangkala tanpa alasan dan tanpa diketahui dari mana datangnya, ia akan muncul sendiri.
Tapi bila kau sedang membutuhkan sekali, kadangkala bahkan bayangannyapun tidak kelihatan.
Bagaimana rasanya membunuh orang ? Mungkin jarang sekali ada yang tahu jawabannya! Dari sepuluh ribu orang, belum tentu kau bisa menentukan seorang saja diantaranya yang pernah membunuh orang.
Ada orang bilang begini.
"Perduli membunuh orang itu bagaimana rasanya, paling tidak pasti jauh lebih aneka daripada dibunuh orang"
Orang yang mengucapkan kata-kata seperti ini, sudah pasti merupakan orang yang tak pernah membunuh orang. Ada pula yang berkata begini.
"Rasanya waktu membunuh orang jauh lebih menakutkan daripada sewaktu mati"
Orang yang mengucapkan kata-kata tersebut, sekalipun dia belum pernah membunuh orang, paling tidak itu sudah lebih dekat dengannya.
"Pernahkah kau membunuh orang ?"
"Dengan cara apa kau membunuhnya?"
"Mengapa kau membunuhnya?"
Lim Tay-peng selalu menantikan tiga pernyataan tersebut dari rekan-rekannya.
Tapi tak seorangpun yang bertanya.
Ong Tiong, Yan Jit, Kwik Tay-lok, tiga orang itu seakan-akan telah bersepakat untuk tidak mengajukan sebuah pertanyaanpun.
Sepanjang jalan, tiga orang itu pada hakekatnya tak pernah membuka suara.
Jarak antara kota Sian-sin dengan kota San-sin sesungguhnya tidak terlalu jauh, tapi disaat tidak berbicara, jarak yang dekatpun akan terasa amat jauh.
Sepanjang perjalanan pulang, Kwik Tay lok membawakan senandung lagu yang lirih, mungkin iramanya sudah lama beredar dalam masyarakat, tapi syairnya adalah gubahan dia sendiri.
Sebab kecuali manusia semacam dia, tak mungkin ada orang yang bisa menggubah syair semacam itu.
"Sewaktu datang sok gaya, sewaktu pulang badan lemas. Sewaktu datang kantong padat berisi, sewaktu pulang saku kering kerontang, Sewaktu datang...."
"Hey, nyanyian apa sih yang sedang kau bawakan?"
Tiba-tiba Yan Jit menegur.
"Lagu ini bernama pergi-datang, yaa pergi yaa datang, sebentar pergi sebentar datang...."
Tiba-tiba Yan Jit menirukan gayanya dan membawakan pula sebait lagu yang berirama sama.
"Yang terlepas tidak tembus, yang tembus tidak dilepas, lepas tembus, satu lepas satu tembus."
"Hey, apa pula yang dilepas ?"
Tanya Kwik Tay-lok.
"Kentut anjingmu. Lagu ini dinamakan melepas kentut anjing !"
Kwik Tay-lok segera menarik muka, serunya.
"Kau tak usah menyindir aku, dulu ada orang yang mohon kepadaku untuk menyanyipun aku masih segan untuk menyanyi."
"Yaa, aku tahu, manusia-manusia mana saja yang berbuat demikian !"
Kata Ong Tiong sambil manggut-manggut, gayanya seakan-akan dia betul-betul tahu.
"Manusia macam apa saja sih ?"
Tanya Yan Jit sambil mengerdipkan matanya yang jeli.
"Itu, orang-orang yang tuli!"
Kwik Tay-lok ingin menarik muka, tapi ia sendiri tak tahan untuk tertawa geli. Tiba-tiba Lim Tay-peng tertawa dingin, katanya.
"Orang tuli paling tidak jauh lebih baik daripada manusia-manusia yang berlagak bisu dan tuli".
"Siapa yang berlagak bisu dan tuli?"
"Kau !"
Seru Lim Tay-peng mendongkol. Setelah menuding wajah ketiga orang itu satu-persatu, dia berkata lebih jauh.
"Padahal dalam hati kalian ada pertanyaan yang diajukan, mengapa tidak diutarakannya keluar ?"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukannya tidak ditanyakan, adalah tak perlu dinyatakan maka kami tidak bertanya"
Ong Tiong menerangkan.
"Kenapa tak perlu ditanyakan?"
"Manusia semacam itu daripada dibiarkan hidup memang lebih baik kalau dibikin mati."
"Betul, betul, makin banyak manusia semacam itu yang mampus semakin baik untuk kita"
Sambung Kwik Tay-lok. Setelah menepuk bahu Lim Tay-peng, katanya lagi sambil tertawa.
"Kalau toh kau tidak pernah salah membunuh, mengapa kami musti menanyakannya?"
Sambil menggigit bibir tiba-tiba Lim Tay peng berkata lagi.
"Kalian pernah membunuh orang ?"
Kwik Tay-lok memandang Ong Tiong, sedang Ong Tiong memandang ke arah Yan Jit. Yan Jit segera tertawa getir, katanya.
"Aku tak pernah membunuh orang, aku hanya sering dibunuh orang"
Tiba-tiba Lim Tay-peng melompat ke sisi jalan raya, baru tiba di belakang pohon sudah terdengar suara isak tangis yang amat sedih. Yan Jit segera memandang ke arah Kwik Tay-lok, sedangkan Kwik Tay-lok memandang ke arah Ong Tiong.
"Dulu ia pasti belum pernah membunuh orang !"
Kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut tanda membenarkan.
"Yaa, kali ini pasti untuk pertama kalinya dia membunuh orang."
"Aaai.... ternyata rasanya membunuh orang jauh lebih tersiksa"
Kata Yan Jit sambil menghela napas panjang.
"Yaa, ketika Lamkiong Cho tahu kalau-kalau ia sedang dikuntit, disangkanya ia sudah mengetahui rahasia hitam makan hitamnya, maka ia lantas turun tangan lebih dulu ingin membunuhnya melenyapkan saksi hidup."
Kata Ong Tiong.
"Siapa tahu sebelum ia membunuh orang, dirinya malah kena dibunuh lebih dulu"
Kwik Tay-lok menambahkan.
"Tapi aku lihat ilmu silat yang dimiliki Lim Tay-peng agaknya jauh lebih hebat daripada kepandaian kita, malah lebih kuat ketimbang Lamkiong Cho."
"Aaai.... itulah yang dinamakan menilai orang jangan menilai dari wajahnya, dalamnya lautan sukar diukur, ketika bertemu dengannya dulu, aku masih mengira dia adalah seorang lelaki yang untuk memegang ayampun tak mampu"
Ia belum juga berhenti.
"Siapa yang membunuh orang lain tak sanggup, meski ia sudah berhasil membunuh orang, namun sesungguhnya tak ingin membunuh siapapun"
Kata Yan Jit.
"Bagaimana kalau kita hiburnya agar jangan menangis ?"
"Jangan !"
Cegah Ong Tiong.
"Mengapa ?"
"Meskipun menangis tidak lebih baik dari tertawa, tapi bila seseorang bisa menangis sepuasnyapun tak menjadi soal"
Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya.
"Kalau aku mah lebih suka tertawa dari pada musti menangis, sebab bila sedang tertawa paling tidak kita tidak usah bersembunyi di belakang pohon...."
Yan Jit juga menghela napas panjang.
"Ya, sewaktu kau sedang tertawa, paling tidak kaupun tak usah kuatir ditonton orang banyak."
Bila kau takut ada orang yang datang menonton keramaian, maka semakin banyak orang yang datang menonton keramaian itu.
Sekarang langit belum lagi gelap, banyak orang yang masih berlalu-lalang di jalan raya itu, sekarang ada diantara mereka yang menghentikan perjalanannya dan melongok kemari, malah ada diantara mereka yang sudah datang menghampiri mereka.
Kwik Tay-lok segera menyeka keringatnya dan tertawa getir, bisiknya lirih.
"Aku cuma berharap agar orang jangan menaruh curiga kalau dia menangis lantaran dianiaya kita bertiga!"
Memang tak ada orang yang "curiga"
Karena mereka sudah merasa yakin pasti begitulah kejadiannya. Menyaksikan sorot mata orang-orang itu, tanpa terasa Yan Jit ikut menyeka keringat yang membasahi tubuhnya, ia berkata.
"Cepatlah mencari akal untuk membujuknya agar cepat pergi meninggalkan tempat ini". Kwik Tay-lok segera tertawa getir.
"Aku tidak memiliki kepandaian sebesar itu, paling banter aku cuma bisa menggalikan sebuah lubang."
"Menggali lubang buat apa ?"
"Untuk tempat persembunyian, agar tidak dipelototi orang sebanyak ini....!"
"Kalau begitu galilah agak besar!"
Dengan gemas Kwik Tay-lok berkata.
"Seandainya kalian kalah sedikit saja dan uang tak sampai ludas semua, paling tidak kita masih bisa menyewa kereta, agar dia duduk di dalam kereta dan menangis sepuasnya"
Baru saja ia selesai berkata, benar-benar saja ada sebuah kereta kuda yang sangat indah lewat dari samping dan berhenti tepat di hadapan mereka. Yan Jit segera mengerling sekejap ke arah Ong Tiong, kemudian bisiknya.
"Permainan kita yang terakhir tadi memang tidak seharusnya dilangsungkan, kalau toh kalah melulu, janganlah kita punya pikiran untuk berusaha mencari balik kekalahan kita"
"Bila orang yang berjudi tidak ingin mencari balik modal kekalahannya, mungkin orang yang menggantungkan makannya dari berjudi sudah mati kelaparan sejak dulu, tentunya kau tak ingin menyaksikan ada orang mati karena kelaparan bukan?"
Sang kusir kereta kuda itu tiba-tiba melompat turun dari keretanya, tiba di hadapan mereka katanya sambil tertawa paksa.
"Yang manakah yang bernama Kwik toaya?"
"Siapa mencari aku? Mau apa mencari aku?"
"Silahkan Kwik toaya naik kereta ?"
Kata kusir itu dengan hormat.
"Aku tidak suka naik kereta, aku lebih suka berjalan kaki"
Kusir itu segera tertawa paksa, katanya.
"Kereta ini adalah teman Kwik toaya yang sengaja mencarternya, uang carter sudah dibayar lunas"
"Siapa yang mencarter?"
Tanya Kwik Tay lok tertegun. Kusir itu segera tertawa.
"Orang itu adalah teman Kwik toaya, jika Kwik toaya sendiripun tidak kenal, dari mana siaujin bisa kenal?"
Kwik Tay-lok berpikir sejenak, tiba-tiba ia mengangguk.
"Yaa, aku sudah teringat sekarang siapa gerangan orang itu, dia adalah anak angkatku!"
Setelah naik ke dalam kereta, Lim Tay-peng berhenti menangis, cuma ia masih duduk di sudut kereta sambil termangu-mangu. Kwik Tay-lok juga tertegun.
"Kau benar-benar punya anak angkat?"
Tidak tahan Yan Jit bertanya. Kwik Tay-lok segera tertawa getir.
"Yaa, aku memang punya seorang anak angkat yang macam setan. Sialan, aku yang kepingin menjadi anak angkat orang saja, orang lain masih menganggap aku terlalu miskin, mana ada orang yang mau menjadi anak angkatku....?"
"Lantas siapakah yang mencarterkan kereta untuk kita?"
Tanya Yan Jit dengan kening berkerut.
"Delapan puluh persen pastilah orang yang telah membayarkan rekening untuk kita sewaktu ada dirumah makan Kui- goan-koan tadi"
"Apakah kau telah melihat tampang orang"
"Aaai... !"
Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"waktu itu orang lain tidak melihat kepadaku sudah terima kasih kepada langit terima kasih kepada bumi, mana berani aku melihat kepada orang lain?"
Jika seseorang harus membayar rekening dan kebetulan sakunya lagi tongpes, dia memang tak berani mendongakkan kepalanya.
"Dan kau ?"
Tanya Yan Jit. Ia tidak bertanya pada Lim Tay-peng, yang ditanya adalah Ong Tiong. Tentu saja pada waktu itu Lim Tay-peng tidak mempunyai perhatian untuk memperhatikan orang lain. Ong Tiong segera tertawa, katanya.
"Ketika itu aku hanya memusatkan semua perhatianku untuk memperhatikan perubahan mimik wajah Kwik Toa-sau, belum pernah kujumpai wajahnya begitu menawan daripada ketika itu."
Kontan saja Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya dengan gemas dan mendongkol.
"Aku hanya merasa sayang mengapa tak sempat menyaksikan mimik wajahmu ketika, uangmu ludas di meja judi tadi, waktu itu mimik wajahmu tentu juga menarik se-kali"
Maka Yan Jit mulai tertegun, dia sendiripun tak sempat menjumpai si pembayar rekening itu.
"Kusir itu mencari Kwik Toaso, itu berarti orang tersebut sudah pasti adalah temannya"
Kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok menghela napas panjang.
"Aaai... aku tidak memiliki teman sesosial itu, diantara teman-temanku kaulah yang paling sosial"
"Aku sangat sosial ?"
"Paling tidak kau masih punya rumah, meskipun orang lain muak terhadap rumahmu itu, tapi rumah toh tetap adalah rumahmu."
"Kalau kau senang, biarlah kuhadiahkan untukmu saja"
Kata Ong Tiong hambar.
"Aku tidak mau"
"Kenapa tidak mau?"
Kwik Tay-lok tertawa lebar.
"Sekarang aku tak punya apa-apa, sakupun tong-pes, tanpa beban dalam saku dan benak berarti aku bisa luntang lantung semauku, tidak seperti kalian, masih harus kuatir karena urusan lain, apalagi mereka yang berduit, mau pergi takut, takut kalau uangnya dirumah dibongkar orang."
"Ong lotoa mungkin masih kuatir sebab dia masih punya rumah, sedang aku ? Apa yang musti kukuatirkan ?"
Sela Yan Jit. Kwik Tay-lok memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, kemudian katanya sambil tertawa.
"Paling tidak kau masih punya baju baru sewaktu bekerja sedikit banyak kau akan kuatir kalau baju barumu itu robek atau kotor, waktu hendak duduk juga tak urung memeriksa dulu apakah lantai ada lumpurnya atau tidak, sedang aku? Tak pernah urusan semacam itu memenuhi benakku, tentu saja aku lebih bebas daripada dirimu".
"Benarkah di dunia ini tak ada yang kau pikirkan? Tak ada urusan yang kau murungkan?"
Kata Yan Jit sambil menatapnya tajam-tajam.
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi, agaknya dari balik sorot mata itu terpancar sinar kesedihan.
Tiba-tiba Yan Jit menemukan bahwa orang ini mungkin tidak seriang dan secerah wajahnya bila berada di depan mata orang, mungkin diapun mempunyai persoalan yang menyedihkan hatinya, hanya saja kesedihan tersebut berhasil dia simpan secara baik-baik, sehingga tak pernah orang lain mengetahuinya.
Ia cuma memperlihatkan kegembiraannya di hadapan orang, agar orang lain ikut merasakan pula kegembiraannya.
Tak pernah membagikan kesedihan dan kemurungannya kepada orang lain agar direnungkan bersama.
Yan Jit menatapnya tajam-tajam, mendadak sepasang biji matanya memancarkan cahaya yang lebih jeli.
Semakin lama ia bergaul dengan Kwik Tay-lok, ia semakin merasa bahwa Kwik Tay-lok sesungguhnya adalah seorang yang menyenangkan.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba Ong Tiong menghela napas panjang, katanya.
"Kita sudah hampir tiba, sudah hampir tiba di rumah"
Dibalik helaan napasnya itu kedengaran nada riang gembira dan kepuasannya. Melongok lewat jendela kereta, mereka dapat melihat bukit kecil nun jauh di sana. Kwik Tay-lok juga tak tahan untuk menghela napas panjang, katanya.
"Aaai... agaknya perduli sarang emas atau sarang perak, tak sebuahpun yang bisa menang nyamannya dari pada sarang anjing mu itu !"
"Sarang anjingku?"
Seru Ong Tiong dengan mata melotot. Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Maksudku, sarang anjing kita ?"
Senja telah menjelang tiba, sinar matahari sore telah tenggelam dibalik bukit.
Angin masih berhembus lembut, burung masih berkicau dan jangkrik masih mengorek, perpaduan suara tersebut menciptakan serangkaian irama yang amat merdu, ibaratnya bisikan sang kekasih di sisi telingamu.
Bau harum semerbak dari aneka bunga yang tumbuh disekitar sana menambah pula semaraknya suasana, begitu harum semerbak bagaikan harumnya tubuh kekasih.
Kwik Tay-lok menarik napas panjang-panjang, kemudian sambil tertawa katanya.
"Sekarang aku baru tahu kalau miskinpun sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang menarik"
"Kejadian menarik ?"
"Dari sekian banyak orang kaya, berapakah diantara mereka yang bisa menikmati keindahan alam seperti ini ? Berapa pula yang bisa menghirup bau harumnya uang ? Mereka cuma bisa menghirup bau busuknya uang yang sudah kumal"
Yan Jit ikut tertawa. Tiba-tiba Kwik Tay-lok menemukan bahwa tertawa orang itu lebih cerah dari pada sinar matahari senja, tak tahan dia berseru.
"Sekarang aku baru merasakan bahwa kau sama sekali tidak jelek, cuma kadangkala rada dekil !"
Kali ini Yan Jit tidak membantah, malah sebaliknya menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Sebetulnya ia memang bukan seorang yang suka dipermainkan orang seenaknya, apakah ada sesuatu yang telah membuat sikapnya berubah? Sinar matahari senjakah? Apakah embusan angin lembut? Atau mungkin senyuman Kwik Taylok yang cerah? "Punya uang juga bukan suatu keadaan yang terlalu jelek,"
Tiba-tiba Ong Tiong ikut berkata.
"Bagaimana dengan miskin?"
"Miskin juga tidak jelek!"
"Lantas apa yang jelek?"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak ada yang jelek, baik-buruknya tergantung pada si manusia itu sendiri, pandaikah dia menikmati keadaan yang sedang dihadapinya.
Kwik Tay-lok mencoba untuk meresapi kata-katanya itu, mendadak ia merasa hatinya sangat bahagia dan puas.
Dia puas karena ia masih bisa hidup sampai kini.
Dia masih hidup karena itu masih bisa menikmati kehidupan, kehidupan yang sangat indah sekali.
Itulah sebabnya, janganlah kau sekalikali murung karena punya uang, lebih tak boleh murung lagi bila kau sedang miskin.
Asal kau pandai menikmati keadaan, maka kehidupanmu di dunia ini baru terasa tidak sia-sia.
Sehingga andai kata kau mati pada suatu hari, kau bisa mati dengan hati gembira.
Sebab paling tidak kehidupanmu jauh lebih menyenangkan daripada kehidupan orang lain, sekalipun orang yang kaya raya pun.
Kereta itu tak dapat naik ke atas bukit maka mereka pun naik ke atas bukit dengan berjalan kaki.
Mereka berjalan pelan sekali.
Karena mereka tahu bagaimanapun pelannya kau berjalan, akhirnya toh akan sampai di tempat tujuan.
Lambat laun udara semakin gelap, tapi mereka tak akan kuatir, sebab mereka tahu sehabis gelap akan terbit terang.
Oleh karena itu hati mereka selalu diliputi oleh riang gembira, bahkan Lim Tay-peng sendiripun ikut menjadi cerah.
Akhirnya mereka dapat melihat rumah tinggal milik Ong Tiong itu, meskipun hanya sebuah rumah yang kuno dan bobrok, tapi di bawah sorot matahari senja yang masih sempat mengintip dari balik bukit itu, rumah itu tampak lebih indah daripada sebuah keraton.
Setiap orang tentu memiliki istana yang amat indah, istana yang indah itu ada dalam hati setiap orang.
Aneh, justru ada sementara orang yang tak berhasil menemukannya.
Wajah Ong Tiong yang kaku sudah mulai menjadi lembut kembali, tiba-tiba sambil tertawa ia bertanya.
"Coba tebaklah, apa yang akan kulakukan setibanya di rumah nanti ?"
"Naik keranjang dan tidur !"
Jawab Kwik Tay-lok dan Yan Jit hampir berbareng.
"Tepat sekali! "
Tapi dalam kehidupan manusia ini, seringkali bisa juga terjadi hal-hal di luar dugaan.
Ketika mereka dalam rumah tersebut, tiba-tiba sudah menyaksikan sinar lampu yang memancar keluar dari balik jendela.
Mula-mula dari balik jendela yang tepat menghadap ke arah mereka, kemudian dari setiap balik jendela lainnya.
Mereka mulai tertegun, tak tahan Yan Jit berseru.
"Dalam rumah ada orang!"
"Mungkin temanmu yang datang menjengukmu ?"
Tanya Kwik Tay-lok pula.
"Sebenarnya kemungkinan selalu ada, tapi semenjak aku menjual kursi yang terakhir, tiba-tiba semua temanku lenyap tak berbekas."
Setelah tertawa-tawa, terusnya.
"Mungkin mereka semalas aku, kuatir setelah tiba di sini lantas tak ada tempat untuk duduk !"
Senyuman yang hambar itu merupakan perlambang akan bagaimana mendalamnya dia memahami perasaan orang, itulah sebabnya ia tak pernah mengajukan permohonan yang terlalu besar kepada orang lain.
Ketika ia memberikan sesuatu kepada orang, tak pernah terlintas dalam benaknya untuk menantikan balas jasa.....
mungkin itulah merupakan salah satu alasan mengapa ia bisa hidup jauh lebih menyenangkan daripada siapapun.
"Lantas, siapa yang memasang lampu-lampu itu?"
Tanya Yan Jit sambil mengerutkan dahi.
"Buat apa kita musti menebak secara sembarangan?"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"asal kita masuk ke dalam ruangan toh segala sesuatunya akan menjadi jelas ?"
Sebetulnya sikap tersebut memang merupakan suatu sikap yang amat tepat, tapi kali ini ternyata keliru.
Sekalipun mereka sudah masuk ke dalam, toh tetap tidak tahu.
Dalam ruangan itu tak ada orangnya.
Lampu lentera yang ada di sana seakan-akan menyulut sendiri.
Lampu tersebut merupakan sebuah lentera tembaga yang memancarkan cahaya berwarna ke emas-emasan.
Lentera tembaga yang masih baru itu berada di atas meja kecil, meja itu berada di atas permadani dari persia, dan disamping lentera ada bunga segar.....
Pokoknya benda apapun dapat ditemukan di sana.
Semua benda yang dapat kau lihat dalam sebuah kamar, sekarang dapat kau temukan pula di sana.
Tempat itu seakan-akan baru saja mengalami suatu peristiwa yang sangat ajaib.
Satu-satunya yang tidak mengalami perubahan adalah ranjang besar milik Ong Tiong.
Tapi di atas ranjang itupun terdapat sebuah selimut baru, selimut dengan sulaman bunga besar.
Kwik Tay-lok yang berdiri di depan pintu hampir melompat keluar sepasang biji matanya dengan wajah tercengang dia bergumam seorang diri.
"Jangan-jangan kita sudah salah masuk rumah orang ?"
Yan Jit segera tertawa getir.
"Tidak, tak bakal salah masuk, ditempat lain tak akan kau jumpai pembaringan dengan ukuran sebesar ini."
"Aaaai.... tampaknya tempat ini seperti baru dikunjungi dewa, entah dewanya itu dewa lelaki atau perempuan ?"
"Waah.... tampaknya Ong lotoa kita ini adalah seorang anak berbakti, dia telah membuat haru dewa-dewi di langit sehingga melimpahkan segala sesuatunya kepada dia."
"Aaaah.... mungkin yang dicari dewi itu adalah aku, sebab aku juga seorang anak yang berbakti."
Sambung Kwik Tay-lok cepat.
"Kau bukan anak yang berbakti, kau muka seorang tolol"
Seru Yan Jit cepat.
Walaupun dimulut mereka berkata demikian, namun dalam hati kecil masing-masing juga mengerti.
Pasti ada orang yang menghantar barang-barang itu ke sana, besar kemungkinan orang itu adalah orang yang telah membayarkan rekening mereka sewaktu ada dirumah makan Kuigoan- koan tadi.
Mereka berkata demikian tak lebih hanya bermaksud untuk menutupi perasaan tak tenang dan curiga yang mencekam mereka semua.
Sebab semua orang tak bisa menebak siapa gerangan orang itu ? Mengapa ia berbuat demikian ? Ong Tiong berjalan menghampiri pembaringannya dengan langkah pelan, kemudian melepaskan sepatunya dan dengan cepat membaringkan diri.
Dalam melakukan pekerjaan apapun, dia selalu melaksanakannya dengan lamban dan sopan, sedikitpun tidak kelihatan terburu napsu, hanya sewaktu membaringkan diri di atas ranjang, dia melakukannya dengan cepat bahkan cepat sekali.
"Apakah kau akan tidur dengan begitu saja?"
Tanya Kwik Tay-lok sambil mengerutkan dahinya. Ong Tiong menguap lebar-lebar sebagai tanda atas jawabannya.
"Tahukah kau siapa yang telah menghantar barang-barang itu kemari...?"
Tanya Kwik Tay-lok lagi.
"Tidak tahu! Aku hanya tahu jika sudah lelah harus tidur ?"
Barang-barang itu mau pemberian dari dewa juga boleh, pemberian setan juga tidak mengapa, pokoknya dia tak ambil perduli, sekalipun semua dewi dan setan berdatangan semua, mereka juga tak akan menyuruhnya tidak tidur.
Asal matanya sudah dipejamkan, seakan-akan dia segera akan tertidur.
Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya.
"Berbicara sesungguhnya, aku benar-benar merasa amat kagum kepadanya."
"Akan kuperiksa ke halaman belakang sana, mungkin orangnya masih berada di situ,"
Kata Yan Jit pula sambil menggigit bibir.
Di belakang sana memang terdapat sederetan ruang itulah tempat yang pernah ditinggali Swan-bwe-tong tempo hari.
Dalam gedung bangunan ini, selain ruang utama dan ruang tengah, masih terdapat tujuh delapan buah kamar lagi, kecuali ruangan yang dipakai Ong Tiong untuk tidur sekarang, dalam tiga buah kamar yang lainpun masing-masing tersedia pula sebuah pembaringan yang empuk dan nyaman.
Kembali Kwik Tay-lok bergumam.
"Heran, ternyata mereka masih tahu kalau yang tinggal di sini berempat, sungguh teliti amat jalan pemikirannya"
Tiba-tiba terdengar Yan Jit berteriak-teriak dari halaman belakang sana.
"Kalian cepat kemari, kalian cepat kemari, di sini ada.... ada sebuah.... sebuah....."
Sebuah apa? Ternyata dia tidak melanjutkan.
Kwik Tay-lok yang pertama-tama menerjang ke luar, disusul kemudian oleh Lim Tay-peng.
Halaman belakang amat bersih dan rajin, entah sedari kapan di sana tahu-tahu sudah tumbuh beberapa batang pohon bambu dan segerombol bunga matahari, waktu itu Yan Jit sedang berdiri diantara bunga aneka warna itu sambil memandang sesuatu benda dengan wajah termangu.
Ternyata benda yang sedang dipandang itu adalah sebuah peti mati.
Sebuah peti mati yang masih baru.
Di ujung peti mati itu seperti tertera sebaris tulisan, ketika diamati ternyata tulisan itu berbunyi begini.
"Peti jenazah dari Lamkiong Cho"
Mendadak sekujur badan Lim Tay-peng menjadi dingin seperti es, mukanya pucat pasi, bibirnya juga ikut berubah menjadi kebiru-biruan. Kwik Tay-lok agak bergidik juga hatinya setelah menyaksikan kejadian itu, tak tahan dia lantas bertanya.
"Dimanakah kau membunuhnya?"
"Di... di luar...."
"Di luar mana ?"
"Di luar rumah tinggalnya".
"Setelah kau membunuhnya, apakah jenazah itu kau pendam ke dalam tanah?"
Sambil menggigit bibir, Lim Tay-peng menggelengkan kepalanya berulang kali. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.
"Aaaai...! Rupanya kau cuma tahu membunuh, tak tahu cara mengubur jenazahnya"
Lim Tay-peng semakin pucat, wajahnya seperti orang mau menangis, mengenaskan sekali.
"Maklumlah", kata Yan Jit sambil menghela napas.
"barang siapa belum pernah membunuh orang, tak urung hatinya akan gugup juga dikala ia membunuh orang untuk pertama kalinya, mungkin saja sehabis membunuh tanpa diperiksa lagi korbannya dia sudah lari sipat telinga."
"Waah.... kelihatannya kau sudah berpengalaman sekali dalam soal bunuh membunuh".
"Jangan lupa, meski aku belum pernah membunuh, paling tidak aku sudah pernah dibunuh."
Kwik Tay-lok menghela napas, kembali tanyanya.
"Sewaktu kau membunuhnya, apakah disekitar situ tak ada orang lain....?"
Lim Tay-peng kembali menggelengkan kepalanya. Kwik Tay-lok lantas berkata.
"Kalau tak ada orang lain, lalu siapa yang memasukkan jenazahnya ke dalam peti mati? Siapa pula yang mengirim peti mati itu kemari....?"
Tiba-tiba sambil tertawa lanjutnya.
"Jika tak ada orang lain yang membantu, toh tak mungkin ia melompat masuk sendiri ke dalam peti mati dan mengirim peti mati tersebut ke tempat ini bukan". Kwik Tay-lok mempunyai semacam penyakit, yakni berada dalam keadaan apapun dia selalu tak tahan untuk bergurau. Padahal ia sendiripun tahu kalau gurauan semacam itu sesungguhnya kurang tepat pada tempatnya. Paras muka Lim Tay-peng kontan saja berubah menjadi pucat kehijau-hijauan, sambil menggigit bibir sahutnya agak tergagap.
"Aku.... sebenarnya aku tidak...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak dari dalam peti mati itu kedengaran suara benturan keras..."
"Pluuuk !"
Kemudian berkumandang sekali lagi.....
"Pluuuk !"
"Tak usah takut, selagi masih hidup saja kita tidak takut, setelah mampus apa pula yang harus kita takuti ?"
"Kalau memang tidak takut, hayolah kita buka peti mati ini agar dia bisa keluar". Yan Jit segera mengusulkan. Kalau dilihat dari lagaknya, dia seakan-akan sudah bersiap-siap untuk membuka peti mati itu.
"Nanti dulu !"
Tidak tahan Kwik Tay-lok berseru.
"Apakah kau juga ketakutan ?"
Sindir Yan Jit. Paras muka Yan Jit dan Kwik Tay-lok turut berubah hebat.
"Jangan-jangan jenazah dalam peti mati ini telah bangkit kembali?"
Pekik mereka hampir berbareng. Tapi kemudian sambil tertawa paksa, Kwik Tay-lok menepuk-nepuk bahu Lim Tay-peng seraya berkata.
"Oooh, tentu saja aku tidak takut, cuma saja.... cuma saja... ehm ....cuma. ."
"Blaam.... Blaaaammm......! Blaaam..... kali ini suara benturan keras yang beruntun berkumandang kembali dari dalam peti, bahkan suaranya kali ini jauh lebih keras dari pada tadi, seakan-akan mayat hidup itu telah bersiap-siap untuk keluar dari dalam peti mati tersebut. Kalau di situ kebetulan ada orang yang bernyali kecil, mungkin nyalinya pada waktu itu sudah pecah, bahkan bisa jadi dia akan melarikan diri terbirit-birit. Mendadak Lim Tay-peng berkata.
"Biar aku saja yang membuka peti mati ini, toh yang dia cari adalah aku"
"Tidak, kau tak boleh pergi, biar aku saja!"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seru Kwik Tay-lok cepat.
Sementara mulutnya masih berbicara, tubuhnya sudah melompat ke depan....
Sesungguhnya dia merasa ketakutan setengah mati, mungkin rasa takutnya itu melebihi orang lain, andaikata persoalan itu adalah masalah pribadinya, mungkin saja sedari tadi dia sudah melarikan diri terbirit-birit.
Tapi Lim Tay-peng adalah sahabatnya, asal perbuatan itu dilakukan demi teman, kendatipun nyawa bakal lenyap dia juga akan tetap melakukannya tanpa gentar.
Yan Jit memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba sinar matanya berubah menjadi lembut dan hangat, katanya mendadak.
"Kau tidak kuatir ditangkap setan?"
"Siapa bilang aku tidak kuatir?"
Ketika ucapan terakhir meluncur keluar dari mulutnya, penutup peti mati itu sudah disingkap olehnya.
"Weess......!"
Semacam makhluk hidup tiba-tiba melompat keluar dari dalam peti mati itu.
Bagaimanapun besarnya nyali Kwik Tay1ok, tak urung ia menjerit pula saking kagetnya.
Makhluk hidup yang baru saja melompat keluar dari peti mati itupun mulai tarik suara, cuma bukan suara pembicaraan yang muncul, sebaliknya adalah serentetan suara gonggongan yang amat nyaring.
Ternyata makhluk hidup itu adalah seekor anjing, seekor anjing hitam, seekor anjing hitam yang masih hidup.
Kwik Tay-lok berdiri tertegun di situ, menyeka keringat dan ingin tertawa, tapi suara tertawanya tak mau juga keluar, sampai lama, lama sekali akhirnya dia baru menghembuskan napas panjang dan tertawa getir, katanya.
"Gurauan semacam ini sesungguhnya sangat tidak tepat, cuma orang goblok yang akan bergurau seperti ini."
"Dia pasti bukan seorang yang goblok, diapun tidak berniat untuk bergurau"
"Kalau bukan bergurau lantas apa namanya"
Orang ini bukan saja tahu kalau Lim Tay peng telah membunuh Lamkiong Cho, bahkan dia juga tahu kalau Lim Tay-peng tinggal disini"
Kwik Tay-lok segera menghela napas.
"Aaaai.... tampaknya persoalan yang dia ketahui tidak sedikit jumlahnya, tapi mengapa dia harus berbuat demikian?"
Yan Jit turut menghela napas.
"Mungkin dia mempunyai maksud lain, mungkin dia berbuat demikian saking menganggurnya tak ada pekerjaan lain selain makan, pokoknya entah apa tujuannya, yang pasti dia telah melakukannya dan ini berarti dia tak akan menghentikan perbuatannya ditengah jalan"
"Kau menganggap dia pasti sudah akan melakukan perbuatan yang lain ?"
Yan Jit mengangguk.
"Itulah sebabnya kita hanya bisa menahan diri, asal kita bisa menunggu dengan sabarkan diri, dia pasti akan menunjukkan batang hidungnya"
Kemudian setelah menepuk bahu Lim Tay peng, terusnya lagi sambil tertawa.
"Oleh karena itu, lebih baik kita pergi tidur saja sekarang, kalau membiarkan ranjang yang nyaman itu tetap kosong, yang tak mau tidur baru goblok namanya !"
"Tepat sekali !"
Suara dari Ong Tiong berkumandang dari dalam ruangan jauh di depan sana.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kwik Tay-lok sudah dibangunkan dari tidurnya oleh suara keleningan yang amat ramai.
Setelah ia mendusin, suara keleningan itu masih saja berbunyi tiada hentinya.
Suara tersebut seakan-akan berasal dari dalam ruangan tengah di sebelah depan sana.
Biasanya hawa kemarahan seseorang yang baru bangun dari tidurnya jauh lebih besar dari pada di masa lain, apalagi jika dibangunkan oleh suara yang ribut.
Tak tahan lagi Kwik Tay-lok segera berteriak keras-keras.
"Hei, siapa yang lagi membunyikan keleningan itu? Tangannya lagi gatal yaa ?"
Ketika ia sedang berteriak tadi, dia pun seakan-akan mendengar Ong Tiong juga sedang berteriak. Keleningan itu masih berbunyi terus tiada hentinya. Kwik Tay-lok segera melompat bangun, dengan bertelanjang kaki dia menyerbu keluar, lalu gumamnya.
"Sudah pasti perbuatan dari Yan Jit si bocah muda itu, agaknya setiap saat tangannya selalu akan merasa gatal saja."
"Apa? tanganku merasa gatal, tapi gatal karena ingin memukul orang, bukan untuk membunyikan keleningan"
Seseorang menyahut sambil tertawa lebar.
Yan Jit juga turut keluar, bajunya ternyata masih tetap rapi dan bersih.
Orang ini seakan-akan tiap hari selalu tidur dengan berpakaian lengkap.
Kwik Tay-lok mengucak matanya sambil tertawa getir, kemudian dengan kening berkerut katanya.
"Sudah pasti bukan perbuatan dari Lim Tay-peng bukan? Kecuali kalau ia benar-benar sudah kerasukan roh jahat!"
Keleningan itu masih berbunyi tiada hentinya.
Sekarang mereka dapat mendengar dengan jelas bahwa suara keleningan tersebut benarbenar berasal dari ruang depan.
Kedua orang itu saling berpandangan sekejap, kemudian bersama-sama menyerbu ke dalam.
Lim Tay-peng memang berada di situ, tapi bukan dia yang menyembunyikan keleningan tersebut.
Dia tak lebih hanya berdiri termangu di sana, yang sedang membunyikan keliningan adalah seekor kucing.
Sudah barang tentu, kucing itupun seekor kucing hitam.
Sebuah keleningan digantung pada sebuah tiang dengan seutas tali, sedangkan ujung tali yang lain diikatkan pada kaki kucing hitam tersebut.
Dengan demikian, dikala kucing hitam itu melompat tiada hentinya, bunyi keliningan pun bergema tiada hentinya pula.
Di atas meja ditengah ruangan tertera aneka macam hidangan, semuanya adalah hidangan yang lezat seperti ayam panggang, itik pangggang, bakpao, kueh, bahkan ada pula seguci arak.
Rupanya kucing hitam itu membunyikan keleningan untuk membangunkan mereka agar sarapan pagi.
Kwik Tay-lok tak tahan untuk mengucak matanya sambil berseru.
"Mungkinkah mataku sudah mengidap penyakit?"
"Matamu itu baru mengidap penyakit bila melihat perempuan!"
Yan Jit menyambung. Kwik Tay-lok segera tertawa getir.
"Mungkin saja kucing hitam ini adalah kucing hitam betina, maka mataku jadi penyakit"
"Tidak, jelas kucing ini kucing jantan!"
"Dari mana kau tahu?"
"Sebab tampaknya dia tidak terlalu menyukai dirimu!"
"Sekalipun dia itu betina, juga tak akan menyukai aku, yang disukainya pastilah Ong lotoa"
"Kenapa?"
Kali ini giliran Yan Jit yang tidak mengerti, maka tak tahan ia bertanya.
"Biasanya kucing betina cuma suka dengan kucing malas !"
"Yaa, aku lihat kucing itu pasti kucing betina"
Tiba-tiba terdengar suara Ong Tiong berkumandang dari belakang. (Bersambung
Jilid 08)
Jilid 08 KWIK TAY - LOK MAUPUN YAN-JIT menjadi melongo dan tidak habis mengerti, hampir pada saat yang bersamaan mereka bertanya bersama.
"Kenapa ?"
"Sebab dia bisa menanakkan nasi untuk kita !"
Tentu saja kucing tak bisa membuat nasi, Kwik Tay-lok merobek sebuah paha ayam dan dijejalkan ke dalam mulutnya, kemudian dikeluarkan lagi, serunya.
"Ayam ini masih panas !"
"Bak-paunya juga masih panas"
Yan Jit menambahkan.
"Tampaknya hidangan ini belum lama dihampiri kemari"
"Suatu jawaban yang tepat sekali !"
"Tapi siapa pula yang mengirim makanan ini? Masakan orang yang membayarkan rekening buat kita sewaktu dirumah makan Kui-goan koan itu?"
"Aaah, lagi-lagi jawabanmu benar!"
"Mengapa ia begitu melihat pantat kita berempat, Masakah dia benar-benar adalah anak angkatku ?"
"Meong... meong...."
Kwik Tay-lok membelalakkan matanya lebar-lebar, sambil mengawasi wajah Yan Jit serunya.
"Hei, sedari kapan kau berubah menjadi seekor kucing? Aku mah tak akan memahami bahasa kucing!"
Yan Jit tertawa lebar, sahutnya.
"Aku sedang mengajak anak angkatmu ini bercakap-cakap!"
Dia mengambil sedikit setiap hidangan yang berada di meja, kemudian diletakkan di baki dan disodorkan ke hadapan sang kucing.
Dengan cekatan kucing hitam itu melompat ke depan dan melahap hidangan tersebut.
Sambil membelai rambutnya yang halus, Yan Jit berkata.
"Kaulah yang mengantar semua hidangan itu untuk kami, maka kupersilahkan kau mencicipinya lebih dulu"
Kwik Tay-lok turut tertawa tergelak, katanya.
"Kau benar-benar amat berbakti, seakan-akan kau sudah menjadi anak angkatnya kucing itu saja!"
Padahal diapun tahu bahwa Yan Jit sengaja berbuat demikian hanya ingin mencoba apakah dalam hidangan itu ada racunnya atau tidak.
Yan Jit memang selalu kelewat teliti dalam melakukan pekerjaan apapun, tapi potongannya justru tidak mirip seseorang yang teliti.
Biasanya orang yang teliti tak akan jorok tapi dia pada hakekatnya seperti tak pernah dekat dengan air.
Ternyata hidangan itu tak ada racunnya, paha ayam di tangan Kwik Tay-lok pun sudah berpindah ke dalam perutnya.
"Tampaknya orang itu tidak menaruh maksud jahat apa-apa terhadap kita..."
Ujar Yan Jit.
"cuma ada sedikit penyakitnya saja."
"Bukan cuma sedikit penyakitnya, tapi banyak sekali, kalau penyakitnya tidak banyak, mana mungkin dia bisa melakukan perbuatan seperti ini...?"
Seru Kwik Tay-lok. Setelah melahap sebiji bakpao, tiba-tiba katanya lagi.
"Orang ini pasti seorang gadis !"
"Darimana kau bisa tahu ?"
"Sebab cuma perempuan yang bisa melakukan perbuatan gila-gilaan seperti ini". Sambil menggigit bibir ternyata Yan Jit mengangguk, sahutnya.
"Yaa, dia berbuat demikian mungkin saja karena tertarik kepadamu, ingin membaikimu sebab...."
"Sebab apa?"
Tukas Kwik Tay-lok sambil tertawa tergelak.
"karena aku mempunyai jiwa kesatria seorang lelaki? Atau karena tampangku terlalu ganteng ?"
"Semuanya bukan !"
"Lantas karena apa ?".
"Karena dia adalah seorang gadis sinting, yang tidak waras otaknya, sebab hanya gadis yang sinting dan tidak waras otaknya baru akan jatuh cinta kepadamu"
Kwik Tay-lok ingin menarik muka, tapi tak tahan akhirnya dia ikut tertawa juga, katanya.
"Mendingan ada perempuan sinting yang menyukaiku, toh paling tidak ada juga perempuan yang mau denganku!"
Sang surya memancarkan sinarnya di luar jendela, berada dalam cuaca secerah ini dia enggan untuk marah kepada siapapun, apalagi marah kepada Yan Jit.
Sebab berbicara yang sebenarnya, dia amat menyukai Yan Jit.
Lambat laun dia mulai merasa bahwa diantara sekian banyak teman ternyata Yan Jit lah yang paling disukai.
Anehnya, Yan Jit justru selalu memusuhinya, bahkan setiap saat berusaha mencari akal antuk menyindirnya.
Yang lebih aneh lagi, semakin Yan Jit mengejeknya, semakin suka pula dia kepada Yan Jit.
Ong Tiong selalu menjadi pendekar yang baik dalam sindir menyindir itu, bila ia sedang memandang ke arah mereka, sinar matanya selalu mengandung senyuman yang penuh arti...
Baru saja tangan Kwik Tay-lok menjejalkan sisa bakpao ke mulut, tangan yang lain telah menyambar cawan arak.
Yan Jit segera mendelik ke arahnya.
"Setan arak !"
Makinya.
"apakah kau tak dapat menunggu sampai hari gelap nanti baru minum arak ?"
Kwik Tay-lok tertawa, ternyata ia meletakkan kembali cawannya ke meja, gumamnya.
"Siapa bilang aku hendak minum arak ? Aku tak lebih hanya ingin memakai arak untuk mencuci mulut". Pada saat itulah, tiba-tiba dari luar gedung terdengar seseorang sedang bersenandung.
"Gunung berbatu karang nun jauh di sana dibalik awan ada rumah, kereta berhenti menikmati hembusan angin, bulan dua bunga berkembang....sungguh pemandangan yang indah ! Sungguh sebuah rumah yang nyaman!"
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Waaah... kedatangan seorang pelajar rudin lagi !"
Seru Kwik Tay-lok cepat sambil tertawa.
"Bukan seorang, mereka bertiga ?"
Ong Tiong membenarkan.
"Dari mana kau bisa tahu ?"
Belum lagi Ong Tiong menjawab, benar juga, di luar sana kedengaran seseorang yang lain sedang berbicara.
"Kalau kongcu memang senang dengan tempat ini, lebih baik kita beristirahat dulu, kakiku sudah pada linu"
Seorang yang lain cepat menambahkan.
"Entah siapakah tuan rumah gedung ini? Bersedia tidak membiarkan kita masuk ?"
Suara kedua orang yang terakhir ini jelas adalah suara kanak-kanak, tapi kanak-kanakpun manusia, jadi yang datang benar-benar adalah tiga orang. Kwik Tay-lok menghela napas panjang, pujinya kemudian.
"Telingamu sungguh amat tajam, sekalipun kau tak lebih cuma seekor kucing malas, ternyata telingamu masih jauh lebih tajam dari manusia biasa."
"Ngeong... !". tiba-tiba kucing hitam itu melompat keluar. Ketajaman pendengaran sang kucing ternyata memang tajam sampai Ong Tiong sendiripun tak tahan turut tertawa. Terdengar kongcu itu berkata.
"Pintu gerbang ditutup tanpa di kunci, budak cerdas pun sudah keluar menyambut tamu kelihatannya tuan rumah di sini selain suka menerima tamu lagi pula sangat tahu akan seni... ."
Kwik Tay-lok tak tahan untuk tertawa tergelak, serunya dengan cepat.
"Seninya meski tidak, suka menerima tamu memang benar ?"
Dialah yang pertama-tama munculkan diri untuk menyambut kedatangan tamunya.
Sang surya bagaikan bakpao yang baru keluar dari kukusan mendatang pesanan hangat dan nyaman didalam hati setiap orang.
Berada dalam udara secerah ini, siapa saja pasti akan berubah menjadi lembut dan hangat bersahabat.
Kwik Tay-lok dengan wajah membawa senyum persahabatan menengok ke wajah tiga orang yang berdiri di luar pintu itu.
Dua orang bocah laki-laki, seorang membopong kotak buku, yang lain membawa pikulan berdiri di belakang majikan mereka, dua lembar wajah kecil mereka merah dadu seperti buah apel yang sedang matang.
Majikan mereka adalah seorang sastrawan yang lemah lembut, usianya tidak begitu besar, wajahnya sangat tampan, bahkan halus berbudi dan sangat sopan.
Tiga orang manusia semacam ini, siapapun tak akan merasa muak untuk memandangnya.
Kwik Tay-lok segera tertawa, sapanya.
"Apakah kalian datang untuk berpesiar? Cuaca secerah ini memang merupakan saat yang tepat untuk berpesiar"
Sastrawan itu segera menjura dalam-dalam, katanya.
"Bila kedatangan aku yang muda telah mengganggu ketenangan tuan rumah, harap sudilah memaafkan !"
"Aku bukan tuan rumah, aku juga tamu, tapi aku tahu kalau tuan rumah ditempat ini sangat gemar menerima tamu"
"Entah tuan rumahnya berada dimana ?"
Tanya sastrawan itu sambil tertawa.
"Dapatkah aku yang muda menjumpainya?"
"Sekalipun tuan rumah di sini gemar menerima tamu, tapi sayang mengidap semacam penyakit."
"Oooh... penyakit apakah yang dideritanya ? Aku yang muda sedikit tahu soal ilmu pertabiban, biar kuperiksakan keadaannya."
Kwik Tay-lok tertawa.
"Penyakit yang dideritanya itu mungkin tak akan bisa kau sembuhkan, sebab penyakit itu adalah penyakit malas, Bila kau ingin bertemu dengannya, terpaksa harus masuk dan menjumpainya sendiri."
"Kalau begitu akan kuturuti saja perkataanmu itu !"
Caranya berjalan amat halus dan sopan, malahan tampak seperci amat lembut, tapi peti buku dan pikulan yang dibawa kedua orang bocah tersebut justru tampak tidak terlalu enteng.
Bocah yang memikul pikulan itu berjalan dipaling belakang, sambil berjalan pikulannya berbunyi ting-tang ting-tang tiada hentinya.
Kwik Tay-lok segera meraba kepalanya, kemudian menegur.
"Apa sih isi dari pikulanmu itu ? Berat tidak ?"
"Tidak terlalu berat !"
Sahut bocah itu dengan mata berkedip.
"cuma beberapa botol arak saja, arak Mao-tay tentunya. Kongcu kami gemar minum arak sambil membuat syair, aku tidak bisa membuat syair, aku hanya bisa minum arak."
"Kau juga pandai minum arak ?"
Tanya Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"berapa sih usiamu ?"
"Empat belas, tahun depan lima belas. Aku bernama Tiau-si (pemancing syair) sedang dia bernama Sau Su ( penyapu kekolotan ), sedangkan kongcu kami she Ho, kami datang dari Taymia- hu. Oleh karena majikan kami sangat gemar berpesiar maka sepanjang tahun kami jarang tinggal di rumah..."
Setiap pertanyaan yang diajukan Kwik Tay-lok, paling tidak bocah ini menjawab tujuh delapan patah kata. Kwik Tay-lok yang semakin memperhatikan bocah itu merasa semakin tertarik, akhirnya sengaja ia menggoda bocah itu sambil bertanya lagi.
"Mengapa kau bernama Tiau-Si (memancing syair) bukan bernama Tiau Hi (memancing ikan) ? Memangnya syair bukan ikan, mana mungkin bisa dipancing ?"
Tiau Si segera mencibirkan bibirnya seperti tidak pandang sebelah mata terhadap pemuda itu, sahutnya.
"Ini cuma satu pepatah saja, mengertikah kau? Oleh karena nama lain dari arak adalah Tiausi- kou, sedangkan aku selalu membawakan arak buat kongcu, maka akupun dinama-kan Tiau Si, oleh karena bersekolah bisa menghilangkan hawa kekolotan orang, maka dia pun dinamakan Sau Su (penyapu kekolotan)!"
Diawasinya Kwik Tay-lok dari atas sampai bawah, kemudian ujarnya lebih jauh.
"Aku lihat agaknya kau belum pernah bersekolah ?"
Haaahhh ... haaahhh... haaahh... bocah bagus, rupanya di bawah panglima yang kosen tiada prajurit yang lemah, bukan cuma pandai minum arak, rupanya kau juga berpengetahuan luas !"
Seru Kwik Tay-lok sambil tertawa terbahak-bahak. Setelah tergelak kembali, katanya lebih jauh.
"Sekalipun buku yang kubaca tidak banyak, arak yang kuminum justru banyak sekali, inginkah kau minum beberapa cawan arak denganku ?"
"Bila takaran arakmu benar-benar baik, mengapa tidak berani menantang kongcu kami untuk minum arak ?"
Sekarang Kwik Tay-lok baru menemukan bahwa Ho kongcu tersebut sudah berada dalam ruangan dan mulai bercakap-cakap dengan Ong Tiong, dilihat dari luar jendela, ia bisa merasakan bahwa Ong Tiong maupun Lim Tay-peng menaruh kesan yang baik kepadanya.
Sedangkan Yan Jit tampak sedikit acuh tak acuh, bahkan seringkali melemparkan pandangannya keluar jendela.
Begitu Kwik Tay-lok menengok ke arahnya, dia lantas bangkit berdiri dan diam-diam memberi kode tangan kepada pemuda tersebut setelah itu diapun berjalan menuju ke tempat luar.
Ketika ia keluar dari ruangan, Kwik Tay-lok segera menyongsongnya seraya menegur.
"Kau ada-urusan apa mencariku ?"
Yan Jit mengerling sekejap ke arahnya sambil menegur.
"Mengapa kau selalu seperti tak pernah menjadi dewasa? Apalah enaknya bergurau dengan anak-anak seperti itu ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Kau mana tahu, mulut bocah itu justru lebih pandai berbicara daripada orang dewasa, kadangkala bila aku sedang bergurau dengan anak-anak, aku akan merasakan diriku seakan-akan menjadi lebih muda lagi."
Yan Jit tidak berbicara, dia menyelusuri serambi panjang dan pelan-pelan berjalan menuju ke halaman belakang. Terpaksa Kwik Tay-lok mengikuti di belakangnya, tapi lama-kelamaan habis sudah kesabarannya, dia lantas bertanya.
"Ada sesuatu yang ingin kau di bicarakan denganku ?"
Yan Jit tidak langsung menjawab, kembali ia berjalan beberapa saat, setelah itu sambil tibatiba berpaling tanyanya.
"Bagaimana pendapatmu tentang Ho kongcu itu ?"
"Kelihatannya mah seperti orang yang tahu seni, katakanlah seorang seniman, malah konon diapun pandai minum arak!"
Yan Jit termenung sebentar, kemudian katanya lagi.
"Menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah...."
"Orang yang membayarkan rekening kita sewaktu dirumah makan Kui-goan-koan?"
Sambung Kwik Tay-lok cepat dengan mata mencorong sinar tajam. Yan Jit mengangguk.
"Menurut kau, mungkinkah hal ini bisa terjadi ?"
"Ehmm, sesungguhnya aku tak berpikir sampai ke situ, tapi sekarang kalau dipikirkan lagi, makin ku pikir rasanya kemungkinan itu makin besar"
"Di sekitar tempat ini toh tidak terdapat banyak pemandangan alam yang indah, mengapa seorang pelancong bisa ke sasar sampai di sini? Bahkan cepat tak mau datang, lambat tak mau datang, kebetulan pagi ini baru datang."
"Yaa, sekalipun peristiwa yang kebetulan sering kali terjadi dalam dunia ini, tapi kejadian tersebut memang kelewat kebetulan."
"Dulu, pernahkah kau bertemu dengannya?"
"Belum pernah !"
"Coba pikir sekali lagi."
"Tak usah dipikir lagi, seandainya aku pernah bertemu dengan orang semacam ini, sudah pasti wajahnya akan teringat selalu dalam benakku..."
"Dilihat dari sikap Ong lotoa maupun Lim Tay-peng, rupanya merekapun tidak kenal dengannya", kata Yan Jit lebih jauh sambil menggigit bibir menahan emosi.
"Siapa namanya ?"
"Dia mengakui dirinya bernama Ho Sia-hong, tapi kemungkinan besar nama itu palsu"
"Mengapa dia harus menggunakan nama palsu ? Apakah kau beranggapan bahwa dia menaruh maksud jahat terhadap kita ?"
"Hingga detik ini, aku belum menjumpai maksud jahat apa-apa pada dirinya."
"Bukan saja tiada maksud jahat, hakekatnya boleh dibilang terlalu baik terhadap kita, baiknya sampai kelewat batas bukan?"
Terus Kwik Tay-lok.
"Justru dia kelewat baik kepada kita, maka aku menjadi curiga.... bila seseorang kelewat baik kepada orang lain, kebanyakan dia pasti punya tujuan". Tiba-tiba Kwik Tay-lok mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hei, apa yang kau tertawakan?"
Tegur Yan Jit.
"Aku lagi berpikir, untuk menjadi "orang baik"
Rasanya sulit amat, jika kau kelewat baik kepada orang lain, orang akan curiga kalau kau punya tujuan, sebaliknya kalau kau kelewat jahat kepada orang, orangpun akan mengatakan kau bajingan tengik."
Yan Jit segera melotot sekejap ke arahnya, lalu mengomel.
"Sudah kuduga, kau pasti akan membantunya berbicara ?"
"Kenapa?"
"Sebab dia juga pandai minum arak, setan arak selalu akan menganggap orang yang bisa minum arak sebagai teman, masa kau anggap dia orang jahat ?"
Kwik Tay-lok segera tertawa.
"Ucapanmu itu ada benarnya juga, orang yang senang minum arak biasanya dia akan periang, tentunya kau tak pernah menyaksikan seorang yang sedang mabuk mengincar harta dan nyawa orang lain bukan ?"
"Tapi dia belum mabuk !"
"Sebentar pasti mabuk.... sekarang juga aku punya rencana untuk masuk ke dalam dan melolohnya sampai mabuk!"
Setelah tertawa terusnya.
"Asal sudah mabuk, masa dia tak akan berbicara terus terang ?"
Tiba-tiba Yan Jit ikut tertawa.
"Hei, apa yang kau tertawakan ?"
Kwik Tay-lok segera menegur.
"Aku sedang berpikir, kau ini paling tidak masih mempunyai kelebihan bila dibandingkan orang lain"
"Oooh, kelebihanku paling tidak masih ada tiga ratus macam lebih, entah kelebihan manakah yang kau maksudkan ?"
"Setiap waktu setiap saat kau dapat memanfaatkan kesempatan."
"Kesempatan apa ?"
"Kesempatan minum arak !"
Kwik Tay-lok telah salah menduga satu hal....
dikala manusia sedang sadar dia terdiri dari beraneka ragam, maka sewaktu sedang mabukpun keadaannya tak jauh berbeda, tidak seperti apa yang dia katakan tadi, asal sudah mabuk maka semua rahasia hatinya diutarakan semua.
Ada sementara orang suka mengibul setelah minum arak, suka mengucapkan beraneka macam perkataan yang ngaco belo, bahkan dia sendiripun tidak tahu apa yang sedang dikatakan, tapi begitu sudah sadar maka semua perkataan yang pernah diucapkan itupun terlupakan sama sekali.
Tapi ada pula orang yang tak mampu berkata apa-apa setelah mabuk.
Manusia semacam ini bila dia sudah mabuk maka kemungkinan sekali dia akan mengucurkan air mata, mungkin akan tertawa terbahak-babak, mungkin juga akan mendengkur tidur.
Tapi dia tak akan mengucapkan sepatah katapun.
Dikala mereka sedang menangis, maka makin menangis mereka akan semakin sedih, bahkan sampai akhirnya seakan-akan di dunia ini tinggal dia seorang manusia yang pantas dikasihani.
Sekalipun kau berlutut di hadapannya sambil memohon agar jangan menangis, bahkan sekalipun kau bayar kontan dua ratus laksa tahil perak asal mereka mau berhenti menangis, jangan toh berhenti malah kemungkinan besar mereka akan menangis semakin sedih.
Menanti ia sudah sadar, dan kau bertanya kepadanya mengapa menangis, ia sendiripun pasti akan keheranan.
Bila mereka tertawa tergelak, maka tertawa itu seakan-akan orang yang mendapat lotre untung delapan puluh juta.
Sekalipun rumahnya kebakaran, mereka tetap akan tertawa.
Sekalipun kau tempeleng mukanya beratus-ratus kali, mungkin tertawanya akan semakin keras.
Jika mereka sudah tertidur, ini lebih parah lagi, sekalipun segenap manusia di dunia ini menendangnya, dia akan tetap mendengkur, bahkan sekalipun kau buang badannya ke laut, mereka masih akan tetap tidur mendengkur.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kebetulan sekali Ho Sia-hong adalah manusia macam ini.
Pada mulanya dia seperti masih bisa minum, bahkan minumnya cepat sekali, seteguk belum habis seteguk lain sudah menyusul, tapi secara tiba-tiba, dalam sekejap mata saja ia sudah tertidur.
Begitu ia mulai tidur, Kwik Tay-lok tertawa tergelak.
"Kau juga mabuk?"
Dengan gemas tegur Yan Jit.
"Aku mabuk? Coba kau lihat, aku seperti orang yang lagi mabuk tidak ..."
"Bukan seperti lagi, delapan puluh persen sudah pasti benar !"
"Kau keliru, kesadaranku sekarang pada hakekatnya sesadar Khong Hucu !"
"Tapi kau tertawa macam anjing kampung"
"Aku cuma lagi mentertawakannya, belum lagi dimulai, dia sudah kena diloloh sampan mabuk."
"Kau masih ingat apa sebabnya kau melolohi dirinya dengan arak"
"Tentu saja masih ingat, sebenarnya aku ingin suruh dia berbicara terus terang."
"Sudah ia katakan?"
"Sudah !"
"Sudah? Apa yang dia katakan ?"
"Dia bilang, bila ia menaruh maksud jahat kepada kita, maka ia tak akan mabuk, apalagi mabuk seperti seekor babi mampus !"
Yan Jit mengamatinya dari atas sampai ke bawah, lalu sambil menggelengkan kepalanya dia berkata.
"Ada kalanya aku benar-benar tidak habis mengerti, sesungguhnya kau ini sudah mabuk atau masih sadar"
Kwik Tay-iok terkekeh-kekeh, dia lantas berpaling dan memandang ke arah Ong Tiong.
"Hei, mau apa kau memandang ke arahku ?"
Tegur Ong Tiong.
"Aku sedang menunggumu berbicara."
Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"sekarang sudah tiba pada giliranmu untuk berbicara !"
"Kau suruh aku mengatakan apa ?"
"Mengatakan sewaktu aku sadar juga mabuk, sewaktu mabuk justru makin sadar."
Ong Tiong tidak tahan untuk tertawa pula jawaban tersebut memang amat cocok dengan seleranya.
"Benarkah jawabanku ini ?"
Tanya Kwik Tay-lok lagi.
"Tepat sekali !"
Di dalam deretan kamar yang berada di halaman belakang, berjajar-pula dua buah pembaringan.
Kedua buah pembaringan itu seakan-akan memang khusus disediakan bagi orang yang sedang mabuk.
Ho Sia-hong bagaikan sesosok mayat digotong masuk ke dalam kamar itu dan dibaringkan di atas ranjang.
Kwik Tay-lok segera tertawa, katanya.
"Kedatangannya hari ini boleh dibilang tepat sekali waktunya, coba kalau datang pada dua hari berselang, terpaksa ia akan dipersilahkan untuk tidur di lantai."
"Aku hanya berharap bahwa tidurnya sekarang dapat tidur sampai besok pagi !"
Kata Ong Tiong.
"Kenapa ?"
"Dari pada kita harus pergi menggadaikan barang lagi".
"Mengapa harus menggadaikan barang ?"
"Untuk mentraktir tamu kita makan malam!"
Kwik Tay-lok segera tertawa lebar.
"Mungkin kita tak usah menggadaikan barang lain, apa salahnya kalau menunggu sampai sang kucing menyembunyikan keleningan lagi ?"
"Jadi kau beranggapan makan malam kita pun masih akan dihantar orang lain ?"
Seru Yan Jit.
"Ehmm ..... benar!"
Tak tahan Yan Jit segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahhh... haaahhh... tampaknya kau sudah amat menggantungkan antaran makanan darinya?"
"Haaahnh ....haaahhh... haaahhh... ucapanmu benar sekali, aku memang sudah bersiapsiap untuk menggantungkan diri kepadanya sepanjang masa, aku ingin menyuruh dia mempensiun diriku sampai tua"
Perkataan itu sengaja diucapkan dengan suara suara yang amat tinggi, seakan-akan sengaja akan diperdengarkan kepada orang itu.
Benarkah orang itu selalu bersembunyi di balik kegelapan sambil mengawasi gerak geriknya.
Mungkinkah orang itu adalah Ho Sia hong? Apakah ia benar-benar sudah mabuk? Orang yang mabuk terlalu cepat, seringkali sadar dalam waktu yang amat cepat pula.
Belum sampai senja menjelang tiba, tiba-tiba kedua orang bocah itu sudah lari keluar dari halaman belakang menuju ke ruang tengah, kemudian dengan sikap yang sangat hormat mereka berdiri di hadapan Ong Tiong sekalian, kemudian dengan sikap yang sangat hormat pula menyerahkan sepucuk undangan kepada mereka.
Terdengar Tiau Si berkata.
"Kongcu kami bilang, pagi tadi ia telah mengganggu ketenangan kalian semua, maka malam nanti sudah sepantasnya kalau ia membalas undangan tersebut, karenanya diharapkan kalian semua bersedia untuk meluangkan waktu dan memenuhi harapannya itu. Tentunya kalian bersedia bukan ?"
Kwik Tay-lok tidak menjawab, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong Tiong kemudian mengerdipkan matanya berulang kali untuk memberi tanda. Ong Tiong segera bergumam.
"Waaah... tampaknya kita tak usah menunggu sampai ada kucing yang membunyikan keleningan lagi"
Tiau Si tidak mendengar apa yang sedang dikatakan itu, sekalipun mendengar diapun belum tentu mengerti. Tak tahan bocah itu lantas berseru.
"Ong toaya, sebenarnya apa yang sedang kau katakan? Bolehkah aku mengetahuinya?"
Tidak sampai Ong Tiong membuka suara, Kwik Tay lok telah menyerobot seraya berkata.
"Dia bilang, kami pasti akan memberi muka kepadanya, malam nanti pasti akan hadir kesana !"
Yan Jit menghela napas dan gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aaaai.... kulit muka orang ini tampaknya betul-betul amat tebal!"
Gumamnya. Mendadak Tiau Si bertanya lagi.
"Apa yang sedang dikatakan toaya ini ?"
"Dia bilang kita segera akan ke sana ?"
Sahut Kwik Tay-lok lagi cepat-cepat. Tiau Si lantas tertawa, katanya .
"Kalau memang begitu, kami harus segera pulang untuk membuat persiapan !"
"Yaa, benar ! Lebih cepat memang lebih baik"
Dengan sikap yang sangat hormat Tiau Si memberi hormat, kemudian secara tiba-tiba mengerdipkan matanya ke arah Sau Su seraya berbisik.
"Bawa kemari !"
Kontan saja Sau Su melototkan matanya lebar-lebar, seraya mendengus serunya.
"Mengapa harus terburu napsu ! Anggap saja kau yang menang !"
Kwik Tay-lok yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi tidak tahan, ia lantas bertanya.
"Hei, apa yang sedang kau bicarakan ?"
"la tidak mengatakan apa-apa !"
Jawab Tiau Si dengan cepat. Kemudian ia menarik tangan Sau Su dan siap diajak lari, tapi Sau Su lebih jujur bahkan juga amat terburu napsu, dengan wajah memerah jawabnya.
"Aku sedang bertaruh dengannya, siapa kalah dia harus membayar sekeping uang tembaga."
"Taruhan apa ?"
"Aku kuatir kalian tak mau memberi muka untuk menghadiri undangan tersebut, tapi dia bilang...."
Dia mengerling sekejap ke arah Kwik Tay-lok, tiba-tiba sambil menggelengkan kepalanya dia berkata.
"Apa yang dia ucapkan tak berani kusampaikan"
"Tak usah kuatir, tak akan ada orang yang menyalahkan dirimu"
"Andaikata ada orang yang menegurku ?"
Tanya Sau Su sambil memutar biji matanya.
"Jangan kuatir, aku akan melindungi dirimu !"
Sekarang Sau Su baru tertawa, katanya kemudian.
"Dia bilang, sekalipun orang lain merasa rikuh untuk menghadiri undangan tersebut, toaya pasti tetap menghadirinya, sebab diantara sekian banyak orang, boleh dibilang kulit muka toaya paling tebal"
Begitu selesai berkata, dia lantas menarik tangan Tiau Si dan diajak kabur dari situ. Lewat lama sekali, masih kedengaran suara tertawa mereka yang berderai-derai. Kwik Tay-lok merasa yaa mangkel yaa geli, akhirnya dia cuma bisa bergumam.
"Ternyata setan cilik ini tidak jujur, rupanya dia pandai juga berputar kayun dulu sebelum memaki orang."
Yan Jit tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa terpingkal-pingkal, serunya.
"Tepat sekali perkataannya itu, mukamu memang kelewat tebal! Jadi kata-katanya itu tak bisa dianggap sebagai makian, melainkan hanya sebagai kata-kata yang sejujurnya."
"Sesungguhnya dia tak bisa disebut bermuka tebal."
Kata Ong Tiong pula.
"biasanya kalau orang lagi miskin, dia memang susah menahan godaan, apalagi hidangan yang lezat.."
"Yaa, daripada mampus kelaparan lebih baik tebalkan muka tapi kenyang...."
Yan Jit menambahkan pula. Kwik Tay-lok tidak menjadi marah, dia cuma ngomel.
"Baik, aku memang miskin, kelaparan, bermuka tebal, sedangkan kalian semua adalah seorang Kuncu!"
Tiba-tiba sambil tertawa dingin terusnya.
"Coba aku tidak bermuka tebal, kalian si kuncu-kuncu gadungan juga bakal kapiran sendiri, paling tidak juga malam nanti musti berkunjung ke pegadaian"
"Bagaimanapun juga, orang toh tamu kita"
Kata Yan Jit.
"masa kau tidak rikuh untuk mendahar makanan orang?"
"Bagaimanapun juga dia adalah manusia, makan kepunyaannya paling tidak jauh lebih baik dari pada makan-makanan yang dikirim kucing, kalau seorang yang sudah makan makanan kiriman kucingpun masih merasa gembira, lantas dimana kau pasang gaya ?"
"Siapa sih yang akan pasang gaya?"
Kata Ong Tiong.
"aku cuma berharap kalau bisa sayur dan arak itu dikirim saja kemari"
Sayurnya tidak terlalu banyak, tapi araknya tak sedikit jumlahnya. Sekalipun sayurnya tidak banyak, tapi semuanya adalah hidangan yang paling lezat dan mewah.
"Walaupun sayur ini sudah dibuat sejak semalam"
Kata Ho Sia-hong.
"tapi siaute yang sepanjang tahun sering berada di luar, caraku menyimpan makananpun amat sempurna sekali, tanggung bau serta warnanya sama sekali tidak berubah. Cuma sayang sayur itu tak seberapa, harap kalian sudi memaafkan"
Tiba-tiba Kwik Tay-lok tertawa, katanya.
"Kemarin malam kau telah menyiapkan sayur sebanyak ini, apakah sudah kau duga kalau malam ini bakal menjamu tamu ?"
Tiau Si yang sedang memenuhi cawan dengan arak segera berseru.
"Kongcu kami paling suka berteman, sepanjang jalan entah siapa saja yang dijumpai, selalu mengajaknya untuk minum barang dua cawan, karena itu kemanapun dia pergi, sayur dan arak selalu tersedia lengkap."
Kwik Tay-lok segera mengerdipkan matanya lalu tertawa lirih, serunya cepat.
"Kalau begitu, orang yang bermuka tebal bukan cuma aku seorang."
"Kwik-heng, apa yang kau katakan ?"
Seru Ho Sia-hong keheranan.
"Aku sedang berkata dia...."
Mendadak Tiau Si mendehem-dehem. Kwik Tay-lok segera tertawa, sambungnya.
"Aku merasa caranya menuang arak terlalu lambat, aku sudah merasa agak tak sabaran lagi". Kemudian dia mengangkat cawan araknya, diendus sebentar, kemudian sambil tertawa tergelak katanya.
"Haaahhh.... haaahhh.... haaahhh.... arak bagus, arak bagus, aku akan menghormati dahulu tuan rumah dengan secawan arak"
Baru saja dia ingin meneguk habis isi cawan itu, mendadak Ho Sia-hong menarik tangannya sambil berkata dengan senyuman dikulum.
"Saudara Kwik, harap tunggu sebentar, sepantasnya kalau aku yang menghormati kalian berempat lebih dulu, menghormati kalian bersama..."
Tiba-tiba muncul seekor anjing hitam dan seekor kucing hitam dari luar ruangan, sambil menerjang datang kedua binatang itu melompat naik ke atas meja, beberapa cawan arak yang baru saja dipenuhi di atas meja itu segera terbalik dan isinya berceceran di tanah.
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Paras muka Ho Sia-hong kontan saja berubah hebat, tiba-tiba ia turun tangan.
Sepasang tangannya itu kelihatan putih lagi bersih, seakan-akan selama hidup tak pernah menyentuh barang kotor, bahkan botol arak yang robohpun enggan untuk menyentuhnya.
Sedang kucing dan anjing itu sangat kotor seperti baru saja bergulingan di atas lumpur.
Tapi begitu turun tangan, ia lantas cengkeram tengkuk binatang itu dengan sebuah tangan seekor, kemudian bersiap-siap untuk melemparkannya keluar.
Tapi baru saja binatang itu di lempar ke luar tiba-tiba muncul kembali dua buah tangan yang segera menyambutnya.
Kwik Tay-lok telah menyambut kucing hitam itu, sedang Yan Jit menyambut si anjing hitam.
Sambil membelai tengkuk si kucing dengan lembut.
Kwik Tay-lok berkata.
"Mau apa kau datang kemari? Apakah kau hendak berebut dengan Ho-kongcu untuk menjadi tuan rumah ?"
Yan Jit juga lagi membelai kepala anjing hitam itu sambil bergumam. Mau apa kau kemari ? Apakah hendak menyainginya untuk berebut minum arak ?"
Ho Sia-hong yang menyaksikan kejadian itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat kemudian sambil tertawa paksa katanya.
"Binatang tersebut mana kotor, baunya tak tahan, mengapa kalian berdua membopongnya dibadan ?"
"Aku suka kucing, apalagi kucing yang gemar mentraktir orang !"
Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa.
"Aku suka anjing, apalagi anjing yang suka minum arak!"
Sambung Yan Jit pula sambil tertawa. Ketika arak itu tertumpah di atas meja tadi, anjing tersebut memang telah menjulurkan lidahnya sambil menjilat. Tibab-tiba Ong Tiong bergumam.
"Cuma sayang anjing ini bukan anjing buldok."
Lim Tay-peng yang sedang mengambil ayam goreng, segera meletakannya kembali ke piring sambil bergumam pula.
"Sayang ayam ini bukan bebek panggang!"
Paras muka Ho Sia-hong masih tetap tenang, sama sekali tidak menunjukan perubahan apaapa, malahan sambil tersenyum katanya.
"Apa yang sedang kalian berempat katakan? Siaute sama sekali tidak mengerti !"
"Ooh.... mungkin kami sedang mengigau!"
Sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa lebar. Anjing yang berada dalam bopongan Yan Jit itu mendadak menjerit kesakitan, kemudian melompat bangun dari bopongannya dan...
"Blam!"
Terbanting ke atas meja, bagaikan tengkuknya di papah orang secara tiba-tiba, tahutahu saja anjing tersebut sudah tak mampu menjerit lagi.
Seekor anjing yang sebenarnya lincah, sehat dan segar, dalam sekejap mata telah berubah menjadi seekor anjing mampus.
Yan Jit mengawasi sekejap anjing mampus itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya memandang ke arah Kwik Tay-lok, katanya.
"Coba kau lihat sekarang, inilah contoh yang paling bagus bagi orang yang ingin buru-buru minum arak"
Kwik Tay-lok memandang sekejap bangkai anjing itu, kemudian mendongakkan kepalanya memandang ke arah Ho Sian-hong sambil berkata.
"Kami bukan orang Kwan-tong, mengapa kau mengundang kami makan daging anjing?"
Ong Tiong juga memandang sekejap wajah Ho Sian-hong, paras mukanya masih belum menampakkan perubahan apa-apa, cuma katanya dengan suara hambar.
"Konon daging anjing hitam paling lezat!"
Lim Tay-peng segera tertawa dingin.
"Mungkin anjing itu bukan anjing hitam, melainkan anjing yang memakai baju hitam"
Ternyata Ho Sian-hong masih tetap tenang tanpa menunjukkan perubahan apa-apa, pelanpelan dia bangkit berdiri, lalu sambil menerpa bajunya yang basah oleh arak, katanya.
"Harap kalian duduk dulu, aku akan pergi bertukar pakaian, sebentar saja aku akan balik kembali"
Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong seraya bertanya.
"Dia bilang akan pergi sebentar kemudian balik lagi ?"
"Ya aku dengar !"
"Kau percaya ?"
"Percaya !"
"Kenapa ?"
"Sebab dia tidak bermaksud pergi ke tempat lain, melainkan cuma akan bertukar pakaian dibalik tirai sana"
Dengan tenang Ho Sia-hong memandang sekejap beberapa orang itu, ia tidak banyak berbicara lagi, sampai lama kemudian pelan-pelan dia baru membalikkan badan, mengambil peti di atas meja dan berjalan lancar menuju ke belakang tirai.
Tirai tersebut terbuat dari kain halus yang mahal harganya, tergantung ditengah ruangan memisahkan tempat itu menjadi dua bagian.
Kalau orang lain melotot ke balik tirai, maka Kwik Tay-lok sedang memperhatikan Tiau Si.
Waktu itu, paras muka Tiau Si telah merubah menjadi pucat pias seperti mayat.
Mendadak Kwik Tay-lok mengerdipkan matanya, kemudian sambil tertawa katanya.
"Mengapa kalian tidak tukar pakaian?"
"Aku.... aku tidak membawa pakaian"
Jawab Tiau Si tergagap.
"Kalau di sini tak ada pakaian untuk menukar, mengapa tidak tukar pakaian dirumah saja ?"
Tiau Si segera menunjukkan wajah berseri, dengan cepat ia menarik tangan Sau Su dan melarikan diri meninggalkan tempat itu. Yan Jit yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa, katanya.
"Meski orang ini agak tebal mukanya, ternyata tidak hitam hatinya!"
Ketika memandang wajah Kwik Tay-lok, sinar matanya menunjukkan kelembutan dan kehangatan, tapi menanti ia memalingkan wajahnya, sorot mata itu sudah berubah menjadi dingin bagaikan es, sementara paras mukanya juga berubah sedingin es.
Ho Sia-hong telah berjalan keluar dari balik tirai.
Benar juga, ia telah tukar pakaian, satu stel pakaian berwarna hitam gelap.
Kuda Putih Karya Okt Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Amanat Marga -- Khu Lung