Ceritasilat Novel Online

Pendekar Riang 7


Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 7




   Mungkin keadaan rada mendingan sedikit daripada mayat, karena ia masih bisa bernapas.

   Keadaan didalam ruangan tersebut tidak jauh berbeda daripada suasana sewaktu dia ke luar tadi, Ong Tiong masih minum arak, Lim Tay-peng masih termangu-mangu dan Yan Jit seperti orang yang tidak melihat kedatangannya.

   Kwik Tay-lok segera merampas cawan arak ditangan Ong Tiong itu, lalu berteriak dengan suara keras.

   "Hei, mengapa kalian semua hari ini ? Apakah sudah menjadi guci arak semua ?"

   Ong Tiong tertawa, sahutnya.

   "Untuk memperingati hari perkawinan dari teman karib kita, tentu saja kita harus minum beberapa cawan lebih banyak, masakah si pengantin lelaki merasa keberatan ?"

   Sebetulnya Kwik Tay-lok juga ingin tertawa, namun ia tak mampu bersuara, dikerlingnya Yan- Jit sekejap, kemudian katanya.

   "Di sini memang ada seorang pengantin baru, cuma orangnya bukan aku !"

   Rupanya Ong Tiong sama sekali tidak menanggapi kejadian itu sebagai sesuatu yang di luar dugaan, hanya tanyanya dengan suara hambar.

   "Kalau bukan kau, lantas siapa ?"

   Kwik Tay-lok tidak menjawab. Dia telah membalikkan badannya, dengan sepasang mata yang mendelik besar ditatapnya Yan Jit tanpa berkedip.

   "Hei, apa yang kau perhatikan ?"

   Yan Jit segera menegur.

   "Aku sedang memperhatikan kau ?"

   "Apa yang baik dengan diriku ?"

   Sahut Yan Jit sambil tertawa dingin.

   "apa kau tidak merasa salah melihat orang ?"

   Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya.

   "Aaaai... aku memang sedang memperhatikan dirimu dengan seksama, aku ingin tahu keistimewaan apakah yang kau miliki sehingga orang lain bisa tertarik kepadamu."

   "Tertarik kepadaku ? Siapa yang tertarik kepadaku ?"

   Tanya Yan Jit dengan kening berkerut.

   "Siapa lagi ? Tentu saja si pengantin perempuan!"

   Yan Jit baru merasa terperanjat setelah mendengar perkataan itu, teriaknya.

   "Apa hubungannya antara pengantin perempuan dengan diriku ?"

   "Jika si pengantin perempuan tak ada hubungannya dengan si pengantin lelaki, lantas dia musti mempunyai hubungan dengan siapa?"

   Kontan saja Yan Jit melototkan sepasang matanya bulat-bulat.

   "Siapa yang menjadi pengantin ?"

   "Kau !"

   Yan Jit menjadi tertegun. Pada mulanya dia kelihatan agak terperanjat, kemudian secara tiba-tiba berubah menjadi gembira dan akhirnya tertawa terbahak-bahak, seakan-akan tiba-tiba ia tahu kalau lotre buntutnya tembus.

   "Oooh... rupanya kau pun menyukainya"

   Gumam Kwik Tay-lok kemudian sambil mengedipkan matanya. Yan Jit tidak menjawab, ia cuma tertawa terus tidak hentinya. Kembali Kwik Tay-lok berkata.

   "Bila kau tidak mencintainya pula, mengapa tertawamu begitu riang dan gembira ?"

   Yan Jit tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya.

   "Dimanakah orangnya sekarang ?"

   "Sedang menunggu pengantin lelakinya di halaman depan, lebih baik janganlah kau buat ia merasa gelisah karena harus menunggu terlalu lama"

   Yan Jit memang tidak membiarkan ia menunggu lama, ketika ucapan Kwik Tay-lok baru selesai diucapkan, dia sudah melompat bangun dan lari ke depan. Kwik Tay-lok memandang ke arahnya kemudian pelan-pelan menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya.

   "Tampaknya si pengantin lelaki jauh lebih terburu napsu daripada pengantin perempuannya."

   "Apakah kau tidak merasa puas?"

   Tiba-tiba Ong Tiong menegur sambil tertawa. Kwik Tay-lok melotot sekejap ke arahnya, kemudian menjawab dengan dingin.

   "Aku tak lebih hanya merasa agak heran."

   "Apanya yang perlu diherankan ?"

   "Aku cuma heran, kenapa mata setiap perempuan tentu ada penyakitnya ?"

   "Jadi kau beranggapan nona Bwe tidak sepantasnya tertarik kepada Yan Jit ? Kau anggap dia amat jelek ?"

   Kwik Tay-lok berpikir sejenak, kemudian.

   "Padahal ia juga tak dibilang terlalu jelek paling tidak matanya tidak jelek."

   Di dalam kenyataan, sepasang mata Yan Jit bukan cuma tidak jelek, bahkan menarik sekali, terutama bila ia sedang tertawa, keadaannya ibarat air telaga di musim semi yang syahdu.

   "Jelekkah hidungnya ?"

   Kembali Ong Tiong bertanya. Kwik Tay-lok berpikir sebentar, lalu menjawab.

   "Juga tak bisa dianggap jelek, cuma dikala tertawa maka hidungnya jadi lebih mirip dengan bak-pao"

   Jika Yan Jit sedang tertawa maka hidungnya selalu berkenyit lebih dahulu, bukan saja tidak mirip bak-pao bahkan malah kelihatan lebih nakal dan indah.

   "Jelekkah bibirnya ?"

   Kembali Ong Tiong bertanya. Mendadak Kwik Tay-lok tertawa.

   "Aku jarang sekali dapat melihat bibirnya!"

   Dia berseru.

   "Kenapa ?"

   "Bibirnya jauh lebih kecil daripada bibir anjing cho-cho, mana aku bisa melihatnya ?"

   "Apakah mulut yang terlampau kecil jelek dipandang ?"

   Terpaksa Kwik Tay-lok harus menggaruk-garuk kepalanya karena dia bukan berbicara dengan suara hatinya.

   "Coba katakan, bagai mana dari tubuhnya yang jelek dipandang...?"

   Desak Ong Tiong lagi.

   Kwik Tay-lok sudah berpikir lama sekali, tiba-tiba ia merasa bahwa dari kepala sampai kaki Yan Jit sesungguhnya indah semua.

   Bahkan sepasang tangannya yang selalu dekil dan kotor itupun jauh lebih ramping, runcing dan indah daripada jari tangan orang lain.

   Terpaksa Kwik Tay-lok menghela napas panjang, katanya.

   "Andaikata dia sering mandi, mungkin dia bukan seorang yang tak sedap dipandang!"

   Tiba-tiba Ong Tiong tertawa, katanya.

   "Seandainya dia benar-benar telah mandi, mungkin kau sendiripun akan merasa amat terperanjat."

   "Aku mah sangat berharap sampai kapan dia baru akan mengejutkan diriku."

   "Kalau toh kau sendiripun merasa dia tidak jelek, salahkah jika nona Bwe sampai jatuh hati kepadanya?"

   "Ya, tidak salah, dia memang tidak salah...."

   Mendadak dari arah ruangan depan sana mereka mendengar suara teriakan dari Bwe Ji-lam, seperti kucing yang ekornya tiba-tiba diinjak orang.

   Kwik Tay-lok segera melompat bangun ingin melihat ke depan, tapi dengan cepat ia duduk kembali, sambil gelengkan kepalanya dan tertawa katanya.

   "Aku tahu kalau pengantin lelaki biasanya sangat gelisah dan terburu napsu, tapi tidak kusangka kalau Yan Jit sedemikian lihaynya."

   Baru habis dia mengucapkan kata-kata itu, tampaklah Yan Jit melangkah masuk. Dia masuk seorang diri.

   "Dimana pengantin perempuannya?"

   Kwik Tay-lok segera menegur.

   "Tidak ada pengantin perempuan !"

   "Kalau ada pengantin lelaki, tentu saja ada pula pengantin perempuan...."

   "Juga tak ada pengantin lelaki."

   Kwik Tay-lok memandangnya tajam-tajam mendadak sambil tertawa katanya.

   "Apakah pengantin perempuannya sudah dibikin lari ketakutan oleh pengantin lelaki?"

   Mendadak ia menjumpai di atas wajah Yan Jit terdapat tiga jalur bekas cakaran kuku yang memanjang, seperti bekas dicakar oleh kucing.

   Yan Jit sama sekali tak acuh, malahan sebaliknya kelihatan amat gembira, sampai mengerdipkan matanya dan tertawa dia berkata.

   "Dia memang sudah pergi, tapi bukan lari karena takut kepadaku"

   "Bukan? Kalau tanganmu tidak jahil, kenapa ia sampai berteriak?"

   Yan Jit tertawa.

   "Seandainya tanganku benar-benar jahil, masa dia akan angkat kaki dari sini?"

   "Yaa, memang tidak bisa"

   Terpaksa Kwik Tay-lok mengakui. Karena diapun tahu, bila seorang perempuan telah mencintai seorang lelaki, maka dia tak akan takut menghadapi tangan jahil dari pasangannya.

   "Tapi apa sebabnya dia sampai pergi?"

   "Karena secara tiba-tiba ia telah berubah pikiran, dia tidak jadi kawin denganku!"

   "Dia sudah berubah pikiran? Mana mungkin ?"

   "Karena.... karena aku telah mengucapkan sepatah kata kepadanya"

   "Aku tidak percaya"

   Kata Kwik Tay-lok sambil menggelengkan kepalanya.

   "jika seorang perempuan sudah mengambil keputusan untuk kawin dengan seorang lelaki, sekalipun kau mengucapkan tiga ribu enam ratus kata, ia juga tak akan berubah pikiran."

   Sesudah berhenti sebentar, sambil tertawa terusnya.

   "Kapankah kau pernah menyaksikan ada orang yang membiarkan ikan yang berhasil dipancingnya itu kabur kembali dari tangannya?"

   Yan Jit tertawa.

   "Siapa tahu kalau secara tiba-tiba ia menemukan bahwa ikan tersebut banyak durinya, mungkin juga dia memang tidak suka makan ikan..."

   "Tiada kucing di dunia ini yang tidak suka makan ikan"

   "Tapi dia toh bukan kucing ?"

   Kwik Tay-lok menatapnya tajam-tajam, kemudian katanya sambil tertawa.

   "Kalau bukan kucing, kenapa bisa mencakar orang ?"

   Tentu saja Kwik Tay-lok juga tahu, bukan saja perempuan pandai mencakar orang bahkan bila sudah mulai mencakar, malahan jauh lebih ganas daripada kucing.

   Jika kucing yang sedang mencakar orang, paling tidak ia mencakar karena ada alasannya, berbeda dengan perempuan.

   Bila ia sedang gembira, maka ia bisa jadi mencakar dirimu.

   Hanya ada satu hal yang tidak dipahami Kwik Tay-lok.

   "Sesungguhnya cara apakah yang kau pergunakan sehingga membuat ia berubah pikiran ?"

   "Cara apapun tidak kugunakan, aku cuma mengucapkan sepatah kata saja."

   "Apa yang kau ucapkan ?"

   "Itu mah urusanku, kenapa kau musti tau?"

   "Karena aku ingin belajar."

   "Kenapa harus belajar ?"

   "Asal dia adalah seorang lelaki, mengapa tak ingin belajar ?"

   Jawab Kwik Tay-lok sambil tertawa.

   "Kalau memang begitu, aku lebih-lebih tak bisa mengajarkannya kepadamu."

   "Kenapa ?"

   Yan Jit tertawa.

   "Karena itu adalah rahasiaku, bila kaupun bisa, dengan apa pula aku musti mengandalkan diri ?"

   Mendengar perkataan itu, Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, gumamnya.

   "Aaai... aku masih mengira kau adalah Sahabatku, ternyata cuma soal itu saja..."

   "Apakah diantara sesama teman tak boleh ada rahasia ?"

   Tiba-tiba Ong Tiong menukas.

   "Itu mah harus tergantung pada rahasia macam apakah itu ? Rahasia pribadi atau rahasia profesi ?"

   "Aaaaaah... ! Rahasia yaa rahasia, semua rahasia adalah sama saja artinya."

   "Kalau begitu, kau juga ada rahasia?"

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ong Tiong manggut-manggut.

   "Dan kau sendiri ?"

   Ia balik bertanya.

   "apakah kau tidak punya rahasia ?"

   Kwik Tay-lok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, sejenak kemudian, akhirnya dengan memaksakan diri, dia manggut-manggut juga.

   "Seandainya orang lain ingin mengetahui rahasiamu, bersediakah kau untuk menjawabnya ?"

   Tanya Ong Tiong lagi. Kembali Kwik Tay-lok berpikir akhirnya dengan memaksakan diri dia pun menggeleng.

   "Kalau memang demikian, kau tak usah bertanya pula rahasia orang"

   Sesuai berkata, dia lantas membaringkan diri.

   Biasanya bila ia sudah membaringkan diri, itu bertanda kalau pembicaraan telah berakhir.

   Hanya kesimpulan yang benar baru bisa menyelesaikan suatu pembicaraan.

   Biasanya kesimpulan dari Ong Tiong adalah suatu kesimpulan yang benar.

   Setiap orang memang mempunyai rahasia.

   Setiap orang mempunyai hak untuk menyimpan rahasia sendiri, sebab hal ini merupakan kebebasannya.

   Kwik Tay-lok sedang duduk di bawah emper rumah, sudah lama sekali ia duduk di sana, asal masih ada pekerjaan lain yang masih bisa dilakukan olehnya, dia tak akan duduk terpekur di situ.

   Ada orang lebih suka kelayapan di luar, melihat orang yang berlalu lalang, melihat anjing berkelahi dari pada mengurung diri didalam rumah.

   Kwik Tay-lok adalah manusia semacam ini.

   Tapi satu-satunya pekerjaan yang bisa dilakukan olehnya sekarang hanyalah duduk termangu di situ.

   Di bawah emper rumah sudah terbentuk tiang-tiang salju yang membeku, ada yang panjang ada pula yang pendek, entah berapa banyak jumlahnya.

   Tapi Kwik Tay-lok tahu, semuanya berjumlah enam puluh tiga batang, dua puluh enam batang agak panjang, tiga puluh tujuh batang agak pendek.

   Sebab sudah tujuh delapan belas kali dia menghitungnya.

   Udara memang terlampau dingin, dijalan raya bukan saja tidak kelihatan manusia, anjinganjing liarpun entah sudah bersembunyi di mana semua.

   Ia sudah hidup dua puluh tahunan, sudah melewati dua puluh kali musim dingin, tapi belum pernah menjumpai udara sedingin hari ini.

   Ia sering ketimpa sial, tapi belum pernah sesial hari ini.

   Sial adalah semacam penyakit menular, bila seseorang lagi sial, maka orang yang berjalan bersamanyapun akan turut kebagian sialnya.

   Oleh karena itu, bukan cuma dia seorang yang duduk di sana.

   Yan Jit, Ong Tiong dan Lim Tay-peng semuanya duduk di sana, duduk sambil termangumangu.

   Mendadak Lim Tay-peng bertanya.

   "Kalian coba tebak, berapa banyak tiang salju yang ada di atas emper rumah itu ?"

   "Enam puluh tiga batang !"

   Jawab Yan Jit cepat.

   "Dua puluh enam batang panjang, tiga puluh tujuh batang pendek"

   Sambung Ong Tiong. Kwik Tay-lok tidak tahan untuk tertawa geli, serunya pula.

   "Rupanya kalian juga turut menghitung."

   "Hampir empat puluh kali kuhitung jumlahnya."

   "Aku hanya menghitung sebanyak tiga kali, karena aku merasa sayang untuk menghitung terlalu banyak."

   Sambung Ong Tiong.

   "Apanya yang disayangkan ?"

   "Karena kalau kebanyakan, entar aku tak bisa menghitungnya lagi."

   Kwik Tay-lok ingin tertawa, namun ia tak mampu tertawa.

   Sekalipun ucapan tersebut sangat menggelikan, tapi juga amat patut dikasihani.

   Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, lalu membalikkan badan dan menghampiri satusatunya meja di tengah ruangan.

   Meja itu terbuat dari kayu jati yang bagus, di atas permukaannya berlapiskan batu granit yang keras dan berkilat.

   Kwik Tay-lok segera bergumam.

   "Entah saat ini aku masih mempunyai tenaga untuk menggotongnya ke rumah mertua kita atau tidak ?"

   "Kau tak akan kuat !"

   Seru Ong Tiong.

   "Bagaimana kalau dicoba dulu ?"

   "Kau tak usah mencoba."

   "Kenapa ?"

   "Aku juga tahu kalau kau masih sanggup untuk menggotong sebuah meja kosong, tapi barang yang berada di atas meja itulah yang berbeda."

   "Tapi di atas meja ini tak ada apa-apanya."

   "Ada !"

   "Ada apanya ?"

   "Nama baik kita! Lagi pula bukan nama baikmu seorang, tapi nama baik kita semua."

   Sesudah berhenti sejenak, pelan-pelan terusnya dengan suara hambar.

   "Bukan saja kita sudah menerima uang sewa orang, juga sudah menerima uang tanggungan, bila kita gadaikan barang milik orang sekarang, dengan muka apa kita akan berjumpa dengan orang di kemudian hari?"

   Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir.

   "Benar, aku memang tak sanggup menggotong meja ini"

   "Yang terberat di dunia ini adalah nama baik, oleh karena itu hanya semacam manusia yang sanggup menggotong keluar meja tersebut dari sini"

   "Macam manusia apa ?"

   "Orang yang tak punya muka !"

   "Manusia semacam itu biasanya justru paling kenyang perutnya"

   Kata Lim Tay-peng sambil menghela napas.

   "Babi biasanya juga selalu makan kenyang !"

   Sambung Yan Jit. Lim Tay-peng segera tertawa.

   "Itulah sebabnya bila seseorang ingin memikirkan soal nama baik, ada kalanya dia harus mengorbankan jeritan perut, sebab bagaimanapun juga muka lebih penting dari pada perut."

   "Yaa, karena manusia bukan babi, hanya babi yang menganggap perut lebih penting daripada nama baik."

   "Itulah sebabnya ada orang lebih suka mati kelaparan daripada melakukan pekerjaan yang memalukan."

   "Tapi kita toh tidak mati kelaparan bukan?"

   Ujar Ong Tiong.

   "Benar !" (Bersambung

   Jilid 11)

   Jilid 11

   "WALAUPUN kita sudah beberapa hari tidak makan kenyang, tapi kita toh bisa bertahan sampai sekarang."

   "Siapapun tak bisa mengakui kalau tulang kita jauh lebih keras daripada tulang orang lain"

   Kata Kwik Tay Lok sambil membusungkan dada.

   "Yaa, makanya asal kita bisa bertahan terus suatu ketika kita pasti akan menjumpai kesempatan baik."

   Wajah Kwik Tay-lok berseri sahutnya.

   "Benar, kini musim dingin sudah datang, memangnya musim semi masih jauh?"

   "Asal kita dapat bertahan sampai saat itu, kita masih tetap bisa bertemu orang dengan kepala terangkat, sebab kita tak melakukan sesuatu yang memalukan kepada orang lain, juga terhadap diri sendiri."

   Lim Tay-peng kelihatan ragu-ragu, akhirnya tak tahan ia bertanya.

   "Apakah kita dapat bertahan sampai waktu itu ?"

   "Tentu saja bisa !"

   Jawab Kwik Tay-lok cepat. Ia berjalan ke depan dan merangkul bahu Lim Tay-peng, lanjutnya sambil tertawa.

   "Sebab walaupun kita tak punya apa-apa, paling tidak kita masih punya teman."

   Lim Tay-peng memandang ke arahnya, mendadak dari dalam hatinya muncul setitik kehangatan.

   Tiba-tiba saja ia merasa memiliki suatu keberanian yang cukup besar.

   Bagaimanapun besarnya kesulitan, bagaimanapun dinginnya udara, dia tak ambil perduli.

   Tiba-tiba ia melompat bangun dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

   Sampai malam dia baru pulang, ketika muncul kembali dalam ruangan itu, di tangannya telah bertambah dengan sebuah bungkusan besar.

   Sambil mengangkat bungkusan itu tinggi-tinggi, serunya sambil tertawa.

   "Coba kalian tebak, apa yang kubawa ini?"

   "Apa bukan bak-pao ?"

   Tanya Kwik Tay-lok sambil mengerdipkan matanya.

   "Tepat sekali jawabanmu."

   Seru Lim Tay-peng sambil tertawa. Betul juga, isi bungkusan itu adalah bak-pao. Empat biji bak-pao besar, dalam setiap bak-pao tersebut masih terselip sepotong daging besar.

   "Hidup Lim Tay-peng....!"

   Sorak Kwik Tay-lok kegirangan. Diambilnya sebiji bak-pao, lalu katanya lagi sambil tertawa.

   "Aku sungguh merasa amat kagum, sekarang walaupun kau hendak membunuh akupun aku tak bisa mendapatkan setengah potong bak-pao."

   Yan Jit menatap Lim Tay-peng lekat-lekat, lalu katanya.

   "Tentunya bak-pao ini bukan didapat dari menyulap bukan?"

   "Mungkin datang dari langit."

   Sahut Lim Tay-peng sambil tertawa, ia mengambil sebiji dan diberikan kepada Ong Tiong. Dengan cepat Ong Tiong menggeleng.

   "Aku tak mau!"

   Katanya.

   "Kenapa ?"

   "Aaai... sebab aku tak tega makan pakaianmu !"

   Jawab Ong Tiong sambil menghela napas.

   Kwik Tay-lok baru menggigit secuwil, ketika mendengar kata-kata tersebut ia menjadi tertegun.

   Sekarang ia baru menemukan bahwa pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng telah berkurang satu stel....

   pakaian yang tertebal.

   Pakaian yang dikenakan Lim Tay-peng dasarnya memang tidak banyak....

   sekarang bibirnya telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat.

   Tapi sekulum senyuman masih menghiasi bibirnya, dia berkata.

   "Benar, aku memang sudah menggadaikan pakaianku untuk ditukar dengan empat biji bakpao. Karena aku amat lapar, bila seseorang sedang lapar, tidak salah bukan untuk menggadaikan pakaian sendiri untuk ditukar dengan pengisi perut."

   "Kalau memang begitu, seharusnya kau makan dulu bakpao-bakpaomu itu sebelum pulang dari pada kami.

   "Aku tidak bersembunyi sambil makan sendiri karena aku ini orangnya terlalu mementingkan diri sendiri ?"

   "Mementingkan diri sendiri ?"

   "Yaa, aku selalu merasa makan berempat jauh lebih enak daripada makan sendirian"

   Inilah yang dinamakan teman.

   Bila sedang susah mereka menanggulanginya bersama, bila sedang senang merekapun mencicipinya bersama.

   Bila seseorang bisa mempunyai teman seperti ini, miskin sedikitpun tidak mengapa, dingin sedikitpun apa salahnya ? Pelan-pelan Kwik Tay-lok mengunyah bakpao itu, kemudian sambil tertawa katanya.

   "Terus terang kukatakan, selama hidup belum pernah aku makan makanan seenak ini!"

   "Ucapanmu itu tidak jujur."

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Lim Tay-peng sambil tertawa.

   "yang kau makan sekarang toh tidak lebih cuma sebiji bakpao yang sudah dingin"

   "Walaupun cuma sebiji bakpao dingin, tapi walaupun ada orang hendak menukar bakpao ini dengan hidangan yang lezatpun aku juga tidak mau"

   Sepasang mata Lim Tay-peng tampak memerah seperti mau menangis, ditangkapnya tangan Kwik Tay-lok dan digenggamnya erat-erat, serunya.

   "Sesudah mendengar perkataanmu itu, akupun mulai merasa bahwa bakpao ini memang enak sekali."

   Ada sementara perkataan memang menyerupai suatu mantera yang hebat, bukan saja dapat merubah makanan yang tak enak menjadi hidangan terlezat, bisa membuat udara yang dingin menjadi hangat, juga dapat membuat orang yang sudah layu menjadi berseri kembali.

   Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang.

   "Sayang aku tidak mempunyai baju bagus, bajuku ini terlampau jelek."

   "Pakaian yang jelekpun bukan sesuatu yang memalukan."

   "Aaaaaai.... sayang si penyayat kulit itu ogah dengan bajuku ini, kalau tidak..."

   "Kalau tidak kau akan menggadaikannya untuk ditukar dengan arak bukan ?"

   Sambung Yan Jit sambil tertawa.

   "Tepat sekali."

   Sahut Kwik Tay-lok sambil tertawa. Tiba-tiba Yan Jit bangkit berdiri dan berjalan keluar.

   "Tidak usah dicoba lagi, pakaianmu jauh lebih buruk dari pada pakaianku."

   Teriak Kwik Taylok. Yan Jit tidak menggubris teriakannya, ia pergi dengan cepat dan kembali lagi dengan cepat. Ketika ia kembali lagi, di tangannya membawa sepoci air.

   "Orang bilang kalau ada tamu ditengah malam, air teh bisa dianggap sebagai arak, kalau toh teh bisa dianggap arak, kenapa tidak dengan air ?"

   Kwik Tay-lok segera tertawa.

   "Sungguh tak kusangka kau juga tahu akan seni."

   Yan Jit turut tertawa.

   "Jika seorang jatuh miskin, ingin tidak senipun tak bisa."

   Bagaimanapun juga arak, dan air memang ada bedanya.

   Kalau arak, semakin diminum akan semakin panas, sebaliknya kalau air semakin diminum akan semakin dingin.

   Apalagi kalau di udara sedingin ini minum air dingin.

   Mendadak Kwik Tay-lok bangkit berdiri, kemudian ia mulai bersalto.

   "Mau apa kau ?"

   Tegur Yan Jit sambil tertawa.

   "Aku sudah mempunyai pengalaman, bila badan digerakkan maka akan menimbulkan panas, mengapa kalian tidak menirukan aku?"

   Yan Jit segera menggeleng.

   "Karena akupun mempunyai pengalaman, semakin banyak bergerak, semakin cepat menjadi lapar."

   Kwik Tay-lok tertawa.

   "Terlalu banyak yang kau pikirkan"

   Serunya.

   "asal sekarang tidak kedinginan, buat...."

   Ucapan itu tak pernah diselesaikan.

   Mendadak ia menyaksikan ada sebuah benda terjatuh dari sakunya.

   Itulah sebuah benda yang berwarna emas, sebatang emas murni yang amat berat.

   Emas itu bukan jatuh dari atas langit, melainkan terjatuh dari dalam saku Kwik Tay-lok.

   Waktu itu dia baru mulai melakukan salto yang keenam, ketika kepalanya berada di bawah kakinya ada diatas, emas itu terjatuh dari dalam sakunya.

   "Traanggg...!"

   Emas itu segera menggeletak di atas tanah.

   Bila emas yang terjatuh di tanah bisa menimbulkan suara gemerincing, hal ini menandakan kalau emas itu berat sekali bobotnya.

   Sesungguhnya benda itu memang merupakan sebuah rantai emas yang amat besar, rantai dengan sebuah leontin berbentuk hati.

   Hati-hatian itu besarnya paling tidak dua kali hati ayam, mana besar, berat lagi.

   Seseorang yang sudah beberapa hari tidak makan, ternyata dari sakunya ditemukan emas seberat itu, sesungguhnya kejadian ini sama sekali tidak masuk di akal.

   Tapi Ong Tiong sekalian mau tak mau harus mempercayainya, sebab mereka bertiga telah menyaksikannya dengan jelas sekali.

   Mereka hanya berharap bahwa dirinya tidak melihat kejadian itu.

   Mereka benar-benar tak mau percaya bahwa apa yang dilihat adalah suatu kenyataan.

   Lim Tay-peng saja telah menggadaikan baju hangatnya, masa Kwik Tay-lok masih menyimpan emas sebesar ini.

   Seseorang yang menyimpan rantai emas seberat gajah, tapi di depan teman-temannya berlagak miskin, malah begitu mirip lagaknya, teman macam apakah itu? Mereka benar-benar tak ingin mempercayai bahwa Kwik Tay-lok adalah seorang teman semacam ini.

   Tiba-tiba Ong Tiong menguap, lalu gumamnya.

   "Bila seseorang sudah kenyang, kenapa mata selalu menjadi berat dan ingin sekali tidur?"

   Ia berangkat untuk tidur, ketika lewat di hadapan Kwik Tay-lok ternyata ia seperti tidak melihat ada rantai emas seberat itu tergeletak di lantai, juga tidak melihat bahwa Kwik Tay-lok berada di situ. Lim Tay-peng menguap pula, lantas bergumam.

   "Udara begini dingin, tempat mana lagi yang tidak lebih nyaman daripada didalam selimut."

   Diapun pergi tidur, seakan-akan tak pernah menyaksikan apa-apa.

   Cuma Yan Jit seorang masih duduk di situ, duduk sambil termangu-mangu.

   Lewat lama sekali, kaki Kwik Tay-lok baru diturunkan dari udara, kemudian pelan-pelan bangkit berdiri.

   Tubuhnya kelihatan seperti susah berdiri tegap lagi.

   Langit tiada berbintang, tiada rembulan, di sana cuma ada sebuah lentera.

   Sebuah lentera yang amat kecil, karena sisa minyak yang adapun tinggal tak banyak.

   Tapi rantai emas tersebut kelihatan berkilauan, meski tertimpa sinar lampu yang amat sedikit.

   Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memandang ke arah rantai emas itu, lalu gumamnya.

   "Heran, mengapa ditempat yang bagaimana gelappun, emas selalu memancarkan cahaya terang ?"

   "Mungkin disinilah kegunaan dari emas"

   Sahut Yan Jit hambar.

   "kalau tidak mengapa di dunia ini begitu banyak terdapat orang yang lebih memberatkan emas daripada teman."

   Sekali lagi Kwik Tay-lok tertegun untuk beberapa saat lamanya, mendadak ia mendongakkan kepalanya sambil bertanya.

   "Mengapa kau tidak pergi tidur ?"

   "Aku masih menunggu."

   "Menunggu apa ?"

   "Menunggu penjelasanmu !"

   "Aku tidak mempunyai penjelasan apa-apa, bila kalian menganggap aku sebagai manusia macam begitu, akupun manusia macam itu!"

   Teriak Kwik Tay-lok dengan suara keras.

   Yan Jit menatapnya tajam-tajam, lewat lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru bangkit berdiri, kemudian pelan-pelan berlalu dari dalam ruangan tersebut.

   Kwik Tay-lok tidak memperhatikan dirinya lagi.

   Angin yang berhembus di luar ruangan sangat kencang, udara terasa dingin sekali.

   Minyak lampu sudah hampir kering, ketika segulung angin berhembus lewat dan memadamkan cahaya lentera tersebut.

   Meskipun suasana dalam ruangan itu berubah menjadi gelap gulita, ternyata emas itu masih memancarkan cahaya berkilauan.

   Kwik Tay-lok menundukkan kepalanya memperhatikan rantai emas tersebut, entah berapa lama kembali lewat, akhirnya ia baru membungkukkan badan dan memungut kembali rantai emas tersebut.

   Ketika memegang rantai emas tersebut di tangannya, tiba-tiba titik air mata jatuh berlinang membasahi telapak tangannya itu.

   Rantai emas itu dingin, tapi air mata itu panas....

   Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan akhirnya menangis, dia berusaha keras untuk menahan isak tangisnya agar tidak sampai terdengar orang lain.

   Sebab dia tak ingin orang lain mendengar isak tangisnya itu.

   Inilah rahasianya, juga merupakan penderitaannya yang terbesar dalam sejarah hidupnya, dia tak ingin orang lain mengetahui rahasia ini, juga tak ingin menyaksikan orang lain ikut memikul penderitaannya itu.

   Oleh sebab itulah tak pernah ada yang tahu berapa dalamkah penderitaannya itu, dan berapa dalam membekas dalam hatinya.

   Sekalipun peristiwa itu sudah usang, sudah terjadi lama sekali, tapi tiap kali teringatnya, ia akan merasakan hatinya hancur lebur.

   Ia tahu sepanjang hidupnya penderitaan tersebut akan selalu menempel di tubuhnya, sampai matipun tak akan terselesaikan.

   Kejadian yang barusan dialamipun cukup menyiksa perasaannya.

   Sesungguhnya ia lebih suka mati daripada kehilangan sahabat-sahabatnya itu.

   Tapi ia tidak memberi penjelasan apa-apa, sebab dia tahu mereka tak akan memaafkan dirinya, karena dia sendiripun tak dapat memaafkan dirinya sendiri.

   Mungkin di dunia ini terdapat semacam penderitaan yang benar-benar menyiksa, yaitu penderitaan yang tak bisa disampaikan kepada orang lain.

   "Aku tak bisa berbicara..... aku tak bisa mengatakannya...."

   "Mengapa aku masih punya muka untuk tetap tinggal di sini?"

   Angin yang berhembus di luar ruangan semakin kencang, udara semakin dingin, sambil menggigit bibir dia menyeka air matanya lalu bangkit berdiri, bagaimanapun keji dan tidak berperasaannya dunia luar, ia telah bersiap sedia untuk menerima dan merasakannya sendiri.

   Ia telah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus menanggungnya, tapi dia enggan memberi penjelasan, apalagi minta maaf.

   Sekalipun di depan temannya, dia juga enggan.

   Tapi Thian tahu, sesungguhnya dia menganggap sahabat lebih berharga daripada nyawa sendiri.

   "Selamat tinggal teman-temanku, suatu hari kalian pasti akan memahami diriku. Sampai waktu itu kami masih tetap sebagai teman, tapi sekarang...."

   Air matanya tak terbendung lagi dan jatuh bercucuran bagaikan sebuah anak sungai.

   Ketika dia mengangkat tangannya hendak menyeka air mata di wajahnya, tiba-tiba ia melihat Yan Jit.

   Bukan cuma Yan Jit saja, diapun melihat Ong Tiong serta Lim Tay-peng.

   Entah sedari kapan mereka telah masuk kembali ke dalam ruangan itu dan berdiri di sana dengan tenang dan memandang ke arahnya dengan tenang.

   Ia tidak melihat mimik wajah mereka bertiga, tapi dia dapat menangkap tiga pasang sinar mata yang jeli.

   Diapun berharap agar mereka jangan melihat wajahnya, bekas air mata di atas wajahnya.

   Dia mendehem pelan, kemudian tegurnya.

   "Bukankah kalian hendak pergi tidur ?"

   "Kami tak bisa tidur !"

   Jawab Lim Tay-peng. Kwik Tay-lok tertawa paksa, katanya lagi.

   "Sekalipun tak bisa tidur, seharusnya berbaring dibalik selimut, dalam udara sedingin ini tempat mana lagi yang lebih enak daripada dibalik selimut ?"

   "Ada !"

   Kata Ong Tiong.

   "Tempat ini jauh lebih nyaman daripada dibalik selimut."

   Sambung Yan Jit lebih jauh.

   "Apanya yang enak dengan tempat ini ?"

   "Hanya satu hal !"

   Kata Ong Tiong lagi.

   "Di sini ada teman, dibalik selimut tidak ada."

   Sambung Yan Jit. Tiba-tiba Kwik Tay-lok merasakan munculnya segulung hawa panas dari hati kecilnya yang mana seakan-akan membuat tenggorokannya menjadi tersumbat. Lewat lama, lama sekali, dia baru bisa berbicara lagi, dengan kepala tertunduk katanya.

   "Disinipun tak ada teman, aku sudah tak pantas menjadi teman kalian lagi!"

   "Siapa yang bilang"

   Tanya Ong Tiong.

   "Aku tidak bilang!"

   Seru Yan Jit.

   "Aku juga tidak!"

   Sambung Lim Tay-peng.

   "Kami semua datang kemari hanya ingin mengucapkan sepatah kata.

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kaa.... katakanlah"

   Sahut Kwi Tay-lok sambil mengepal tangannya kencang-kencang.

   "Kami semua dapat memahami dirimu dan percaya kepadamu, apapun yang telah terjadi, kau tetap adalah teman kami!"

   Inilah yang dinamakan teman.

   Mereka dapat membagikan kebahagiaannya kepadamu, merekapun bersedia memikulkan sebagian dari penderitaan-mu.

   Bila kau ada kesulitan, mereka bersedia membantu.

   Bila kau ada bahaya, mereka bersedia menolong.

   Sekalipun kau benar-benar melakukan kesalahan, mereka juga dapat mengerti.

   Berada di depan teman semacam ini rahasia apa lagi yang tak dapat kau utarakan.

   Angin masih berhembus kencang di luar ruangan, udara masih dingin sekali.....

   Suasana dalam ruangan itupun masih gelap gulita.

   Tapi waktu itu yang mereka rasakan hanya kehangatan dan ketenangan.

   Sebab mereka tahu dirinya telah mempunyai teman, seorang teman yang sejati.

   Dimana ada teman sejati, di situ ada kehangatan, di sana suasana terasa terang benderang.

   "Apapun yang bakal terjadi, kau adalah teman kami !"

   Darah panas dalam tubuh Kwik Tay-lok terasa bagaikan sedang mendidih.

   Sebenarnya, ia lebih suka mati dari pada mengucurkan airmata di depan mata orang lain, tapi sekarang air matanya sedang bercucuran dengan amat derasnya.

   Sebenarnya dia lebih suka mati daripada mengungkapkan rahasia serta penderitaan yang terpendam dalam hatinya, tapi sekarang ia telah mengungkapkannya.

   Tiada orang lain bisa membuatnya berbuat demikian selain sahabat sejati.

   Akhirnya dia menceritakan rahasianya...

   Di desa kelahiran Kwik Tay-lok terdapat seorang gadis yang amat cantik jelita, dia bernama Cu Cu.

   Ia jatuh cinta kepada Cu cu dan Cu Cu juga jatuh cinta kepadanya.

   Dengan tulus hati dan segala perasaannya dia mencintai Cu Cu, ia pernah berkata kepada gadis itu, ia bersedia mengorbankan segala-galanya, termasuk jiwa raganya demi cintanya kepada gadis itu.

   Ia tidak seperti lelaki lain, hanya janji palsu atau ucapan di depan bibir saja.

   Ia benar-benar sanggup melakukan seperti apa yang telah dia ucapkan itu.

   Cu Cu amat miskin, tapi menanti sepasang orang tua Kwik Tay-lok sudah meninggal, ia tidak miskin lagi.

   Karena dia tahu bahwa gadis itu miliknya, gadis itupun berkata bahwa seluruh badannya adalah miliknya juga.

   Untuk membuat gadis itu percaya kepadanya, untuk menggembirakan hatinya, ia bersedia untuk melakukan perbuatan apapun.

   Kemudian diapun menemukan suatu peristiwa yang memedihkan hatinya.

   Ternyata Cu Cu tidak mencintainya dengan setulus hati.

   Seperti juga kebanyakan perempuan lain, apa yang dikatakannya hanya di bibir saja.

   Gadis itu pernah berjanji, kecuali kawin dengannya, dia tak akan kawin dengan siapapun.

   Bahkan mereka sudah menetapkan hari perkawinan mereka.

   Tapi sehari sebelum pesta perkawinan mereka, gadis itu telah kawin lebih dulu, kawin dengan orang lain.

   Ia telah menghianati semua cinta kasih yang diberikan Kwik Tay-lok kepadanya, gadis itu telah minggat bersama orang lain.

   Rantai emas itu adalah tanda mengikat tali perkawinan yang di hadiahkan gadis itu kepadanya.

   Benda itu merupakan pula satu-satunya benda yang pernah diberikan gadis itu kepadanya.

   Tak seorangpun yang bersuara, semua orang tak tahu bagaimana harus berkata.

   Akhirnya Kwik Tay-lok sendiri yang memecahkan kesunyian tersebut, tiba-tiba katanya sambil tertawa.

   "Selama hidup jangan harap kalian bisa menduga dengan siapakah ia minggat dari rumahku !"

   "Siapa ?"

   Tanya Lim Tay-peng.

   "Kacungku !"

   Sesudah tertawa bergelak, terusnya.

   "Selama ini aku memandangnya sebagai orang yang paling agung di dunia ini, bahkan kupandang dirinya bagaikan bidadari dari kahyangan, tapi akhirnya dia telah minggat dengan kacungku, haaahhh... haaahhh... haaahhh... coba bayangkan, lucu tidak kejadian ini ?"

   Tentu saja tidak lucu, tak seorangpun yang merasa kejadian ini lucu dan menggelikan.

   Hanya Kwik Tay-lok seorang yang masih saja tertawa terus, sebab dia kuatir bila tertawanya terhenti, bisa jadi dia akan menangis.

   Lama sekali dia tertawa tergelak-gelak, mendadak katanya lagi.

   "Kejadian ini benar-benar telah memberi suatu pelajaran yang sangat baik bagiku !"

   "Pelajaran apa ?"

   Tanya Lim Tay-peng. Sesungguhnya dia bukan benar-benar ingin bertanya, dia hanya merasa tidak seharusnya membiarkan Kwik Tay-lok berbicara seorang diri. Dia merasa sudah sepantasnya kalau menunjukkan perasaan yang amat simpatik kepadanya.

   "Pelajaran ini adalah seorang lelaki janganlah terlalu mengagung-agungkan perempuan, bila kau terlalu mengagungkan dirinya, dia akan menganggap dirimu sebagai orang bodoh, menganggap kau sama sekali tak ada harganya...."

   Kata Kwik Tay-lok..

   "Kau keliru !"

   Tiba-tiba Yan Jit menukas.

   "Siapa bilang aku salah ?"

   "Gadis itu berbuat demikian, bukan lantaran kau terlalu mengagumkan dirinya.... bila seorang gadis sampai berbuat demikian, biasanya hanya satu alasannya."

   "Apa alasannya."

   "Pada dasarnya dia memang seorang gadis yang jelek perangainya."

   Kwik Tay-lok termenung sampai lama sekali, akhirnya pelan-pelan dia mengangguk, sahutnya sambil tertawa getir.

   "Itulah sebabnya aku sama sekali tidak menyalahkan dirinya, aku hanya menyalahkan diriku sendiri, menyalahkan aku telah salah melihat orang..."

   "Pandangan inipun tidak benar!"

   Tiba-tiba Ong Tiong menyela.

   "Tidak benar ?"

   "Selama ini kau menderita karena persoalan ini, hal mana dikarenakan kau selalu menganggap dia telah membohongi dirimu, kau selalu merasa kau telah dicampakkan orang dengan begitu saja."

   "Sesungguhnya memang demikian, memangnya aku salah ?"

   "Paling tidak kau harus membawa pandanganmu itu ke sudut yang lain."

   "Ke sudut yang bagaimana ?"

   "Kau harus mengalihkan pandanganmu ke sudut yang baik."

   Kwik Tay-lok termenung, lalu sambil tertawa getir gelengkan kepalanya berulang-ulang kali.

   "Sayang aku tak dapat berpikir sampai ke situ."

   "Pernahkah kau menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri, ia sedang berpacaran atau melakukan sesuatu perbuatan yang tidak senonoh dengan kacungmu itu ?"

   "Tidak pernah !"

   "Lantas atas dasar apakah kau menuduhnya kabur bersama kacungmu ?"

   Kwik Tay-lok menjadi tertegun.

   "Aku..... aku bukan cuma aku seorang yang berpendapat demikian, hampir setiap orang yang berada di desaku berpendapat demikian,"

   Katanya kemudian.

   "Kalau orang lain berpendapat demikian, lantas kau berpendapat demikian ? kalau orang lain beranggapan kau harus makan tahi, kaupun akan turuti anggapan mereka dan makan tahi?"

   Kwik Tay-lok terbungkam dan tak mampu berbicara lagi.

   "Setiap orang tentu mempunyai pandangan yang sempit,"

   Kata Ong Tiong lebih jauh.

   "orangorang itu pada hakekatnya tidak dapat memahami perasaan gadis itu, tanpa dasar yang kuat, bisakah dikatakan pandangan mereka pasti benar? Apalagi sesama sahabat karibpun, kadangkala juga akan terjadi kesalahan paham"

   Setelah tertawa, pelan-pelan lanjutnya.

   "Misalnya saja peristiwa yang barusan terjadi, besar kemungkinan kami akan salah paham kepadamu, bisa jadi kami akan menganggapmu si pelit, menganggapmu tidak bersetia kawan."

   "Tapi kenyataannya dia dan kacungku telah lenyap secara tiba-tiba pada hari yang sama."

   Seru Kwik Tay-lok.

   "Mungkin saja hal ini merupakan suatu kebetulan."

   "Aaah.... mana mungkin ada suatu kejadian yang begini kebetulannya....?"

   "Ada. Bukan saja ada, bahkan seringkali ada !"

   "Lantas mengapa mereka bisa kabur pada saat yang bersamaan ?"

   "Siapa tahu kacungmu itu merasa pekerjaannya selama ini tidak cukup berpenghasilan, maka dia ingin pindah ke tempat lain untuk mengembangkan bakatnya."

   "Bagaimana dengan Cu Cu? Alasan apa yang dia miliki untuk minggat dari sana ? Bahkan tandu pengantin pun sudah kupersiapkan."

   "Siapa bilang tiada alasannya untuk pergi? Siapa tahu pada malam itu secara tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sama sekali di luar dugaanmu, siapa tahu karena persoalan tersebut dia dipaksa untuk segera angkat kaki dari sana ? Mungkin juga ia sudah tidak bebas lagi, atau diikat orang dan dibawa lari."

   "Yaa, mungkin juga selama itu dia ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu, tapi ia tak mempunyai kesempatan tersebut,"

   Sambung Lim Tay-peng pula. Yan Jit menghela napas panjang, katanya pula.

   "Seringkali di dunia ini memang bisa terjadi peristiwa memedihkan hati, mungkin sekali dengan jelas mengetahui kalau orang lain sudah menaruh kesalahan padamu terhadap dirinya, sekalipun dirinya jelas sudah terfitnah, namun sulit untuk memberi penjelasan."

   "Yang lebih memedihkan lagi jika orang lain sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan,"

   Terus Lim Tay-peng.

   "Dan yang paling memedihkan lagi adalah ada sementara persoalan yang hakekatnya tak bisa dijelaskan kepada orang lain misalkan saja...."

   "Misalkan saja kejadian tadi,"

   Sambung Kwik Tay-lok sambil menghela napas.

   "Sebenarnya aku tak ingin memberi penjelasan, bila kalian datang aku sudah pergi, mungkin saja kalian akan menaruh kesalahan-paham terus kepalaku."

   "Benar, sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan?"

   Kata Ong Tiong. Kwik Tay-lok manggut-manggut.

   "Makanya dalam mengungkap satu kejadian, seringkali harus dikupas dari pelbagai pandangan."

   Kata Ong Tiong lebih lanjut.

   "Bila kau mau mengupas masalahnya dari sudut yang baik, hidupmu di dunia ini baru akan terasa senang dan gembira."

   Sayang ada orang justru tak mau berbuat demikian."

   Seru Yan Jit.

   "justru orang lebih suka berpikir ke sudut yang jeleknya saja, justru suka mencari kemurungan buat diri sendiri."

   "Orang semacam ini bukan saja gobloknya setengah mati, bahkan boleh dibilang sedang mencari kesulitan buat diri sendiri, mencari siksaan buat diri sendiri. Aku rasa tentunya kau bukan manusia semacam ini bukan."

   Kwik Tay-lok segera tertawa sahutnya lantang.

   "Siapa mengatakan aku adalah manusia semacam ini, kuhajar hidungnya sampai ringsek"

   Ong Tiong masih berbaring di atas pembaringan, ketika secara tiba-tiba mendengar Kwik Taylok sedang berteriak dari luar sana.

   "Mertua datang !"

   Kwik Tay-lok tak punya mertua. Yang dimaksudkan "mertua"

   Adalah penyayat kulit hidup, si pemilik rumah pegadaian.

   Biasanya pemilik rumah pegadaian tentu bertampang saudagar, berbadan gemuk dan tersenyum berwajah kemerah-merahan.

   Tapi si penyayat kulit hidup ini kering kerontang seperti kelinci kelaparan, mana matanya sipit, punggungnya bongkok kecil lagi orangnya, mengingatkan orang pada seekor tikus yang sedang mencuri ikan asin.

   Walaupun selama ini Ong Tiong sering berkunjung ke rumahnya, baru kali ini dia berkunjung kemari.

   Maka mau tak mau terpaksa Ong Tiong harus bangun dari tidurnya.

   Bila seorang penyayat kulit bersedia naik gunung untuk berkunjung kepada seseorang, biasanya hanya ada satu alasan baginya.

   Alasan tersebut tak jauh berbeda daripada seekor musang yang berkunjung ke rumah sang ayam.

   Ketika Ong Tiong masuk ke ruang tamu, kebetulan Kwik Tay-lok sedang bertanya sambil tersenyum.

   "Angin apa yang membawamu sampai ke mari?"

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dia tahu paling tidak Ong Tiong sudah menggunakan dua puluhan macam cara untuk menjual rumah ini, sayangnya sekalipun rumah itu hendak diberikan kepada orang lain, belum tentu orang bersedia menerimanya.

   Si penyayat kulit hidup gelengkan kepalanya berulang kali, lalu sahutnya sambil tertawa kering.

   "Mana aku mampu untuk membeli rumah sebesar ini? Sejak bertemu kalian, hampir saja modalku ludas!, tidak menjual rumah sudah termasuk mujur."

   "Kalau ia bersedia menjual murah, apakah kau bersedia membelinya....?"

   Desak Kwik Tay-lok.

   "Buat apa kubeli rumah ini ?"

   "Kau toh bisa memberikan lagi kepada orang lain, atau digunakan saja untuk diri sendiri."

   Si Hoat-liok-pi (penyayat kulit hidup) segera tertawa menyeringai.

   "Orang yang tak punya penyakit sinting, tak nanti bersedia tinggal di rumah ini."

   Baru saja Kwik Tay-lok ingin mendesak lebih jauh, mendadak Hoat-liok-pi bertanya.

   "Apakah saat ini kalian sangat membutuhkan uang?"

   Ong Tiong segera tertawa.

   "Kapan sih kami pernah tidak butuh uang?"

   Sahutnya.

   "Nah, kalau memang begitu, bersediakah kalian mendapat untung sebesar lima ratus tahil perak?"

   Tentu saja semua orang ingin.

   Tapi siapapun tahu, tidak gampang untuk mencari untung sebesar itu dari tangan Hoat liok pi, bahkan akan jauh lebih susah dari mencabut rumput harimau.

   Walau begitu, lima ratus tahil perak merupakan suatu daya tarik yang besar sekali.

   Maka sambil mengerdipkan matanya Kwik Tay-lok bertanya.

   "Kau maksudkan lima ratus tahil perak"

   "Yaa, lima ratus tahil perak?"

   Kwik Tay-lok memperhatikannya sekejap dari atas sampai ke bawah, kemudian tegurnya.

   "Mungkin kau sedang mabuk?"

   "Tidak, aku sadar sekali, asal kalian setuju, sekarang juga aku boleh membayar persekot dua ratus lima puluh tahil perak!"

   Ia selalu percaya dengan beberapa orang ini, sebab dia tahu walaupun orang-orang itu miskin, tapi setiap patah katanya lebih bernilai daripada emas. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang, katanya kemudian.

   "Bagaimana caranya untuk bisa mendapat untung sebesar itu?"

   "Gampang sekali asal kalian bersedia turut aku pergi ke kota sian-sia sebentar saja, uang itu bisa kalian dapatkan"

   "Sebentar saja? Bagaimana caranya ke sana?"

   Hoat-liok pi segera tertawa.

   "Tentu saja berjalan dengan sepasang kaki"

   Katanya. Kwik Tay-lok coba maju dua langkah, kemudian tanyanya lagi.

   "Apakah jalan dengan cara begini?"

   "Ehmm ..!"

   "Kemudian ?"

   "Kemudian kalian boleh membawa lima ratus tahil perak ini dan pulang kerumah!"

   "Tak ada pekerjaan lain?"

   "Tidak ada!"

   Kwik Tay-lok segera memandang ke arah Ong Tiong, kemudian ujarnya sambil tertawa.

   "Hanya berjalan sebentar saja bisa mendapat untung lima ratus tahil perak, pernahkah kau dengar kejadian semacam ini"

   "Belum pernah!"

   "Masih ada banyak persoalan yang belum pernah kalian dengar, tapi semuanya juga tidak bohong"

   Sambung Hoat-liok-pi segera.

   "Kau juga bukan bohong-bohong memberi uang kepada kami?"

   Hoat-liok-pi kembali menghela napas panjang.

   "Aaai... belakangan ini usahaku memang makin lama semakin sulit untuk dikerjakannya, yang menggadaikan lebih banyak dari pada yang menebus, barang yang telah digadaikan pun susah dijual lagi, modal yang kubutuhkan tidak sedikit jumlahnya"

   Ong Tiong manggut-manggut, sikapnya seperti menunjukkan rasa simpatik yang besar. Kwik Tay-lok tak bisa menahan diri lagi, kembali dia bertanya.

   "Kalau memang dagangmu dagang yang melulu merugi, kenapa kau masih mengerjakannya."

   Hoat-liok-pi kembali menghela napas.

   "Haaai.... apa boleh buat"

   Katanya.

   "siapa suruh aku memilih pekerjaan semacam ini sedari dulu?"

   "Oleh karena itu, uang yang lima ratus tahil perak itu lebih baik kau gunakan sendiri secara pelan-pelan."

   "Itu mah berbeda"

   Seru Hoat-liok-pi lagi.

   "kalau soal itu, aku sendiri yang bersedia memberi untung buat kalian"

   "Uangmu tidak diperoleh secara gampang, sedang kami hanya pergi sebentar saja sudah mendapat lima ratus tahil, pekerjaan semacam ini mana dapat kulakukan?"

   Di atas paras muka Hoat-liok-pi yang pucat kelihatan agak merah, sesudah mendehem beberapa kali, katanya lagi.

   "Kenapa musti tidak enak? Apalagi aku suruh kalian menemani aku, tentu saja aku pun mempunyai tujuan tertentu"

   "Apa tujuanmu?"

   Sekali lagi Hoat-liok-pi mendehem beberapa kali, kemudian tertawa paksa, katanya.

   "Jangan kuatir, pokoknya aku tak akan menyuruh kalian menjadi perampok, juga tak akan menyuruh kalian membunuh orang"

   "Kau juga tak usah kuatir, pokoknya aku tak akan pergi"

   Kata Ong Tiong. Mendengar jawaban tersebut, Hoat-liok-pi menjadi tertegun.

   "Lima ratus tahil perak bukan jumlah yang kecil, apakah kau tidak menginginkannya ?"

   Dia berseru.

   "Tidak!"

   "Kenapa?"

   "Tiada alasan"

   Setelah termangu-mangu sekian lama, tiba-tiba Hoat liok-pi berkata lagi sambil tertawa.

   "Kalau kau seorang diri tak mau pergi juga tidak mengapa, aku masih ada...."

   "Dia bukan seorang diri"

   Tiba-tiba Yan Ji menyela.

   "Jadi kau juga tidak pergi?"

   "Aku juga tidak pergi, lagi pula tiada alasan, pokoknya kalau tidak pergi yaa tidak pergi !."

   Sambil tertawa Lim Tay-peng berkata pula.

   "Sebenarnya aku masih mengira hanya aku seorang yang tak ingin pergi, siapa tahu semua orang juga sama saja"

   Hoat-liok pi menjadi amat gelisah, teriaknya keras-keras.

   "Apakah uangku tidak baik? Apakah kalian belum pernah menerimanya dari tanganku?"

   "Bila kami menginginkan uang kami pasti akan membawa barang untuk digadaikan"

   Kata Ong Tiong hambar.

   "Aku tidak mau dengan barang kalian, asal kamu sekalian mau ikut aku pergi sebentar, uang lima ratus tahil perak segera akan menjadi milik kalian tapi kalian justru tidak mau? "Benar!"

   Hoat liok pi, seakan-akan hendak melompat ke udara, teriaknya keras-keras.

   "Sebenarnya kalian mengidap penyakit atau tidak...? Aku lihat cepat atau lambat suatu hari kalian bakal mati kelaparan.. manusia macam kalian bila dikatakan tidak miskin, itu aneh namanya."

   Ong Tiong sekalian memang mengidap sedikit penyakit.

   Mereka lebih suka mati karena kemiskinan atau mati karena kelaparan daripada menerima yang tidak jelas asal usulnya.

   Mengambil barang untuk digadaikan bukan sesuatu yang memalukan, bahkan hampir berbagai macam barang sudah pernah mereka gadaikan.

   Tapi mereka cuma menggadaikan barang, tidak menggadaikan orang.

   Mereka lebih suka menggadaikan celana sendiri sekalipun, tapi mereka akan mempertahankan nama baik serta naluri mereka yang suci bersih.

   Mereka hanya mau melakukan pekerjaan yang mereka bersedia lakukan, takkan merasa bahwa pekerjaan itu seharusnya dilakukan..Setiap orang tentu akan berkunjung ke kakus, bahkan setiap hari paling tidak juga tujuh delapan kali.

   Perbuatan semacam ini tidak kotor, tidak pula lucu, tapi suatu kejadian yang umum dan lumrah, bahkan pasti dilakukan dan sesungguhnya tidak perlu disinggung lagi.

   Jika ada orang hendak menulis hal tersebut, maka ceritanya akan berkepanjangan dan tak ada habisnya.

   Tapi ada kalanya kejadian seperti inipun perlu disinggung, misalnya sekarang ini.

   Ong Tiong memang baru saja keluar dari kakus, setiap pagi setelah bangun tidur pekerjaan pertama yang dilakukannya adalah berkunjung ke kakus.

   Ketika ia kembali ke ruang tamu, dilihatnya paras muka Yan Jit dan Lim Tay-peng agak istimewa, seakan-akan dalam hati kecilnya ada persoalan yang hendak dikatakan, tapi tidak ingin pula diucapkan.

   Maka Ong Tiong juga tidak bertanya, ia selalu pandai membawa diri, lagi pula dia juga tahu didalam keadaan seperti ini, bila mau ingin bertanya maka lebih baik menanti sampai mereka yang membicarakannya sendiri.

   Benar juga, Yan Jit tak bisa menahan rasa hatinya, tiba-tiba ia berkata.

   "Mengapa kau tidak bertanya ?"

   "Bertanya apa ?"

   "Tidakkah kau melihat di sini telah kekurangan seseorang ?"

   Ong Tiong manggut-manggut.

   "Agaknya memang kurang seorang!"

   Sahutnya. Yang tidak nampak adalah Kwik Tay-lok.

   "Mengapa tidak kau tanyakan kemana dan telah pergi?"

   Tanya Yan Jit lagi. Ong Tiong segera tertawa.

   "Kemanapun dia juga tak menjadi soal, tapi bila kau memaksa juga untuk bertanya kepadaku, tak ada halangannya pula bagiku untuk bertanya."

   Pelan-pelan dia duduk, kemudian setelah berlagak mencari kian kemari, tanyanya seperti orang keheranan.

   "Heeh... kemana perginya Siau Kwik?"

   "Jangan harap kau bisa menebak untuk selamanya,"

   Tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin.

   "Justeru karena aku tak bisa menebaknya, maka aku baru bertanya."

   Yan Jit menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu berkata.

   "Sudah pasti ia menyusul Hoat liok-pi, begitu Hoat liok pi angkat kaki, dia segera mengejarnya dari belakang."

   Sekarang Ong Tiong baru merasa agak keheranan, dengan kening berkerut ujarnya.

   "Mau apa dia mengejar Hoat liok pi.?"

   Yan Jit membungkam, paras mukanya agak hijau membesi, Ong Tiong menatapnya sekejap, lalu bergumam.

   "Masa dia bersedia berkomplot dengan Hoat liok pi gara-gara uang yang lima ratus tahil perak itu?"

   Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali dia melanjutkan.

   "Aku tak akan percaya dengan kejadian semacam ini, sebab Siau Kwik bukan manusia macam begitu?"

   "Sesungguhnya akupun tak ingin mempercayainya, tapi mau tak mau aku harus mempercayainya juga."

   "Kenapa?"

   "Sebab aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri!"

   "Menyaksikan apa?"

   "Menyaksikan dia berbicara hampir setengah harian lamanya dengan Hoat liok pi, kemudian Hoat liok pi mengeluarkan sekeping uang yang diserahkan kepadanya dan diapun pergi bersama Hoat Iiok pi."

   Ong Tiong agak tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut.

   "Mengapa kau tidak menyusul dan bertanya kepadanya? Ia bertanya kemudian. Yan Jit tertawa dingin.

   "Buat apa aku harus menyusulnya? Aku toh tidak berniat untuk menjadi komplotannya Hoatliok- pi."

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tiba-tiba Lim Tay-peng menghela napas, katanya.

   "Seandainya dia cuma menemaninya dia pergi sebentar ke kota, itu mah tak menjadi soal, tapi aku lihat persoalan ini tak akan sedemikian sederhananya"

   Tentu saja tak akan sedemikian sederhananya...

   Andaikata Hoat-liok-pi benar-benar hanya bermaksud mencari teman, tidak sedikit orang di tepi jalan yang bersedia menemaninya meski hanya di bayar lima tahil perak, mengapa pula dia musti datang kemari mencari mereka, bahkan bersedia membayar lima ratus tahil perak? Sesudah berhenti sebentar, Lim Tay-peng berkata lebih jauh.

   "Hoat-liok-pi sendiri juga telah berkata, dia berbuat sedemikian karena ada maksud tertentu, aku lihat perbuatan yang di lakukannya sudah pasti bukan perbuatan baik"

   "Hanya ada semacam persoalan yang bisa membuat manusia macam Hoat-liok-pi bersedia mengeluarkan uang sebesar lima ratus tahil perak untuk diberikan kepada orang lain"

   "Persoalan macam apakah itu?"

   "Persoalan yang bisa memberi keuntungan lima ribu tahil perak kepadanya!"

   "Betul!"

   Seru Lim Tay-peng.

   "andaikata persoalan itu tidak menguntungkan, tak nanti ia bersedia merogoh kocek sendiri untuk mengeluarkan lima ratus tahil perak untuk orang lain"

   "Persoalan yang bisa memberi untung besarpun biasanya hanya semacam persoalan"

   "Persoalan apakah itu?"

   "Perbuatan yang malu diketahui orang"

   "Benar, aku lihat kalau dia bukan pergi mencuri, tentu sedang pergi menipu, tapi kuatir orang lain tidak sungkan kepadanya setelah konangan, maka diapun datang mencari kita untuk menjadi tukang pukulnya..!" (Bersambung ke

   Jilid 12)

   Jilid 12 Setelah menghela napas panjang, terusnya.

   "Masa teori semacam ini tak dapat diduga oleh Kwik Tay lok?"

   Yan Jit kembali tertawa dingin.

   "Bahkan kau sendiripun dapat memikirkannya, masa dia tak bisa berpikir sampai ke situ? Dia toh tidak lebih goblok dari siapapun."

   Selama ini Ong Tiong memperhatikan terus perubahan mimik wajahnya, pada saat itu tiba-tiba ia berseru.

   "Bila kau beranggapan bahwa ia tak pantas untuk pergi, mengapa kau tidak bermaksud untuk menghalanginya ?"

   "Hmm! "

   Yan Jit mendengus dingin.

   "jika seseorang sudah ingin menceburkan diri ke dalam kubangan, sekalipun orang lain berniat untuk menahannya juga belum tentu bisa melakukannya." -oo0000000oo- "MAKA kaupun membiarkan dia terjun ke dalam kubangan tersebut?"

   Tanya Ong Tiong lagi. Sambil menggigit bibir Yan Jit berbisik.

   "Aku..... aku....."

   Mendadak ia membalikkan badan dan menerjang keluar dari situ, orang yang bermata tajam pasti dapat melihat matanya berkaca-kaca ketika menerjang keluar dari sini, agaknya air mata itu melompat keluar karena....

   Kebetulan Ong Tiong juga bermata tajam.

   Seorang diri ia duduk termangu sampai setengah harian lamanya, kemudian setelah menghela napas gumamnya.

   "Cinta yang mendalam mendatangkan tanggung jawab yang berat, tampaknya ucapan ini sedikitpun tak salah."

   "Hei, apa yang sedang kau katakan?"

   Tiba-tiba Lim Tay-peng menegur. Ong Tiong tertawa lebar.

   "Aku sedang berkata, sampai detik ini aku masih belum percaya kalau siau Kwik bisa melakukan perbuatan semacam ini, bagaimana dengan kau ?"

   Lim Tay-peng agak sangsi sejenak, kemudian sahutnya.

   "Aku... aku sendiri juga kurang percaya."

   "Tapi paling tidak kau menaruh sedikit rasa curiga kepadanya bukan?"

   "Benar !"

   "Tapi Yan Jit sama sekali tidak curiga, ia sudah yakin kalau siau Kwik pasti melakukan perbuatan itu, tahukah kau mengapa ia sampai bersikap demikian?"

   Lim Tay-peng berpikir sebentar, lalu menjawab.

   "Aku sendiripun merasa agak keheranan, padahal hubungannya dengan siau Kwik kelihatan luar biasa baiknya."

   Kembali Ong Tiong menghela napas.

   "Aaai.... justru karena hubungannya kelewat akrab, maka dia baru bersikap demikian."

   Lim Tay-peng mencoba untuk berpikir sejenak, kemudian tanyanya lagi.

   "Kenapa demikian? Aku tidak mengerti."

   "Lenyapnya Cu Cu secara tiba-tiba kita semua bisa berpikir pada kemungkinan lain yang mungkin terjadi, tapi siau Kwik tak dapat menduganya, maka dia selalu berpikir ke sudut pandangan yang paling buruk, tahukah kau apa sebabnya demikian?"

   "Karena dia sangat mencintai Cu Cu bahkan dalam sekali cintanya, karena itu..."

   "Karena itu otaknya menjadi kurang jelas, betul bukan?"

   Seru Ong Tiong kembali.

   "Benar!"

   Cinta dapat membutakan orang, teori ini tidak sedikit yang memahaminya.

   "Bila kau menaruh cinta yang amat mendalam terhadap seseorang, maka kesimpulan yang kau ambil atas dirinya belum tentu selalu benar, karena biasanya kau hanya melihat kebaikankebaikannya, tapi asal ada sedikit perobahan atau pukulan saja yang kau terima, maka kau segera akan merasa kesal dan murung, maka tak tahan lagi kau akan membawa jalan pikiranmu ke sudut pandangan yang terjelek"

   Tiba-tiba Lim Tay-peng tertawa, katanya.

   "Aku dapat memahami maksudmu, cuma aku perumpamaan ini kurang begitu cocok"

   "Oya ?"

   "Kenapa kau membawa hubungan Cucu dan Siau-Kwik sebagai perumpamaan?"

   Kata Lim Tay-peng sambil tertawa.

   "hubungan cinta Siau-Kwik dengan Cucu mana bisa disamakan hubungan batin antara Yan Jit dengan siau-Kwik ...? Kan lucu?"

   Ong Tiong ikut tertawa.

   Ia seperti merasa sudah salah berbicara, diapun seperti merasa ucapannya terlampau banyak, maka dia tidak berbicara apa-apa lagi.

   Cuma dia masih saja tertawa, bahkan istimewa sekali tertawanya itu.

   Menanti ia saksikan Yan Jit sedang berjalan lewat halaman hendak keluar rumah, ia baru berkata lagi.

   "Kau ingin pergi ?"

   Sepasang mata Yan Jit masih merah membengkak, tapi dia paksakan dari untuk tertawa juga, sahutnya.

   "Hari ini udara amat cerah, aku ingin ke luar rumah untuk berburu"

   "Aku juga akan ikut berburu"

   Kata Lim Tay-peng sambil berdiri.

   "jika hari ini kita tidak berburu lagi, mungkin kita benar-benar akan mati kelaparan!"

   Ong Tiong segera tertawa. katanya.

   "Kalau toh di saku siau-Kwik ada uang, dia pasti tak akan membiarkan kita mati kelaparan, mengapa kau tidak menunggu sampai dia pulang lebih dahulu?"

   Yan Jit segera menarik mukanya seraya berseru.

   "Kenapa aku harus menunggu sampai dia pulang?"

   "Anggap saja karena aku, mau bukan?"

   Yan Jit segera menundukkan kepalanya dan berdiri kaku di tengah halaman rumah.

   Walaupun udara amat cerah, angin berhembus kencang dan menimbulkan hawa dingin yang menusuk tulang.

   Tapi Yan Jit seakan-akan sama sekali tidak merasa dingin, dia berdiri termangu sampai lama sekali di sana, kemudian dengan suara dingin baru katanya.

   "Andaikata ia tidak kembali?"

   "Kalau dia tidak kembali, aku akan mengundang kalian makan daging anjing..."

   Kata Ong Tiong sambil tertawa lagi.

   "Dalam udara sedingin ini, kemana kau hendak mencari anjing?"

   Tak tahan Lim Tay-peng berseru.

   "Tak usah dicari lagi, disinipun masih ada seekor!"

   "Mana anjingnya ?"

   Sambil menuding hidung sendiri sahut Ong Tiong.

   "Ini dia, disini !"

   Lim Tay-peng mengerdipkan matanya berulang kali, sambil menahan rasa geli serunya.

   "Kau juga seekor anjing?"

   "Bukan cuma seekor anjing, bahkan seekor anjing kampungan."

   Akhirnya Lim Tay-peng tak kuasa menahan gelinya lagi dan tertawa terpingkal-pingkal. Ong Tiong sama sekali tidak tertawa, dengan hambar katanya lebih lanjut.

   "Bila seorang sama sekali tak bisa membedakan manusia macam apakah sahabatnya itu, kalau bukan anjing kampungan lantas apa namanya?"

   Ong Tiong bukan anjing kampungan.

   Dengan cepat Kwik Tay lok telah pulang kembali, bahkan masih membawa bungkusan besar, bungkusan kecil dan setumpuk bahan makanan lainnya.

   Dalam bungkusan kecil terdapat daging dalam bungkusan besar terdapat bakpao, dalam bungkusan paling kecil terdapat kacang.

   Kalau toh ada kacang, tentu saja tak akan lupa ada arak.

   Sambil tertawa Kwik Tay lok segera berkata.

   "Sekarang aku mulai agak rindu dengan Moay Lo-khong, semenjak ia pergi dari sini, agaknya ditempat ini sudah tak ditemukan lagi seorang tukang masak yang jempolan"

   "Paling tidak masih ada seorang!"

   Sela Ong Tiong.

   "Siapa?"

   "Kau, bila kau membuka restoran, sudah pasti dagangmu akan laris"

   "Waah, ini memang suatu ide yang bagus"

   Kata Kwik Tay-lok sambiI tertawa, cuma sayang masih ada satu hal yang tidak bagus.. ."

   "Hal yang mana?"

   "Bagaimanapun baiknya daganganku dan larisnya masakanku tidak sampai tiga hari pasti akan tutup pintu."

   "Mengapa?"

   Kwik Tay-lok tertawa, sahutnya.

   "Sekalipun aku tidak menghabiskan daganganku sendiri kalian juga pasti akan melahapnya sampai ludas."

   Tiba-tiba Yan Jit tertawa dingin, jengeknya.

   "Tak usah kuatir aku tak akan makan milikmu."

   Sebenarnya Kwik Tay-lok masih tertawa akan tetapi setelah menyaksikan paras mukanya yang dingin dan kaku itu, dia menjadi tertegun.

   "Kau sedang marah?"

   Serunya.

   "dalam hal apa aku telah melakukan kesalahan kepadamu?.."

   "Kau pasti memahami sendiri!"

   Kwik Tay-lok segera tertawa getir.

   "Apa yang kupahami ....? serunya.

   "sedikit pun aku tidak mengerti!"

   Kwik Tay-lok tidak memperdulikan dia lagi, tiba-tiba ia berjalan ke depan Ong Tiong kemudian katanya.

   "Walaupun kau bukan seekor anjing kampungan, tapi di sini ada seekor anjing pesuruh, kalau anjing kampungan sih mendingan anjing pesuruh itulah yang paling tidak kutahan"

   "Siapa yang menjadi anjing pesuruh?"

   Teriak Kwik Tay-lok dengan mata melotot.

   Yan Jit masih tidak memperdulikan dirinya, sambil tertawa dingin ia lantas berlalu dari sana.

   Sepasang biji mata Kwik Tay-lok segera berputar-putar seolah-olah mendadak menyadari akan sesuatu, ia lantas maju menghalangi jalan perginya, kemudian berseru.

   "Kau anggap aku telah menjadi anjing pesuruhnya Hoat liok pi? Kau mengira semua makanan ini kubeli dengan uang yang dia berikan kepadaku sebagai imbalannya!"

   "Memangnya barang-barang itu bisa terjatuh dari langit, atau tumbuh sendiri dari tanah?"

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengus Yan Jit dingin. Kwik Tay-lok memperhatikannya lekat-lekat, lewat lama sekali, ia baru menghela napas panjang, gumamnya tiba-tiba.

   "Baik, baik.. kau mengatakan aku adalah anjing pesuruh, biarlah aku menjadi anjing pesuruh, bila kau sudah tak tahan, biar aku yang pergi!"

   Pelan-pelan dia berjalan keluar dari sana, berjalan melewati depan mata Ong Tiong.

   Pelan-pelan Ong Tiong bangkit berdiri, seperti hendak menghalanginya, tapi kemudian ia duduk kembali.

   Ketika Kwik Tay lok berjalan sampai di luar halaman, ia menengadah memandang angkasa, tumpukan salju di atas pohon segera berhamburan ke bawah ketika terhembus angin dan menodai seluruh tubuh dan seluruh wajahnya.

   Ia tetap berdiri tak berkutik di sana.

   Bunga salju mulai meleleh di atas wajahnya dan menetes ke bawah melewati pipinya.

   Ia berdiri tak berkutik.

   Sebenarnya dia ingin pergi agak jauh, tapi secara tiba-tiba dia tak berjalan lagi.

   Yan Jit tidak menengok lagi ke arah halaman, mungkin apapun tak terlihat lagi olehnya.

   Sepasang matanya sudah merah membengkak, mendadak sambil mendepak-depakkan kakinya dia menerjang ke arah pintu lain.

   Ong Tiong merentangkan tangannya menghadang jalan perginya, lalu berkata.

   "Coba kau lihat dulu, apakah ini?"

   Di tangannya terdapat semacam benda, selembar kertas yang berwana-warni. Tentu saja Yan Jit cukup mengenali kertas apakah itu, dalam sakunya juga masih tersimpan beberapa lembar kertas seperti itu.

   "Itu adalah kertas gadai!"

   "Coba kau perhatikan lebih jelas lagi, benda apakah yang telah digadaikan?"

   Kata Ong Tiong..Tulisan yang tertera di atas surat gadai itu lebih hebat dari tulisan resep seorang dokter, kalau seseorang tidak berpengalaman, jangan harap bisa mengenali satu hurufpun.

   Yan Jit sangat berpengalaman, sudah terlalu banyak surat gadai dari Hoat liok-pi yang pernah dibaca olehnya.

   "Rantai emas rongsok seuntai, hati ayam emas rongsok seuntai, total berat tujuh tahil sembilan rence. Digadaikan lima tahil perak"

   Padahal semua benda itu masih baru tapi begitu masuk pegadaian lantas dianggap kuno, rongsok.

   Peraturan pegadaian dimanapun sama saja, hal ini memang tak perlu diherankan, tapi rantai emaspun ada yang dianggap rongsok, sesungguhnya perkataan itu boleh dibilang sangat keterlaluan.

   Hampir tertawa Yan Jit karena geli, sayangnya dia benar-benar tak dapat tertawa.

   Seperti kena ditempeleng orang keras-keras, ia hampir tertegun.

   Dengan suara hambar Ong Tiong berkata.

   "Surat gadai ini baru saja kucomot dari saku siau Kwik, dari tadi toh aku sudah bilang, jika aku ingin menjadi pencopet, maka sekarang aku sudah kaya raya."

   Setelah menghela napas, gumamnya.

   "Cuma sayangnya, aku benar-benar enggan bergerak."

   Yan Jit juga tidak bergerak, tapi air matanya pelan-pelan meleleh keluar membasahi pipinya.

   Sekalipun terhadap seorang sobat yang paling karibpun, kadangkala salah paham bisa saja terjadi.

   Oleh karena itu, seandainya terjadi kesalah pahaman dengan kawanmu, kau harus memberi kesempatan kepadanya untuk memberi penjelasan.

   "Dalam menilai satu masalah, seringkali bisa terdapat banyak sudut pandangan, jika kau selalu membawa jalan pemikirannya ke sudut pandangan yang jelek, maka hal ini sama artinya dengan menyiksa diri sendiri."

   Oleh karena itu, seandainya kau menerima pukulan batin yang berat, pandangan harus sedikit terbuka, usahakanlah untuk menemukan sudut pandangan yang cemerlang.

   Siapapun tidak berhak untuk menyiksa orang lain, tidak pula terhadap diri sendiri..Inilah kesimpulan dari Ong Tiong.

   Kesimpulan dari Ong Tiong seringkali sangat tepat.

   Kesimpulan yang tepat pasti akan selalu teringat dalam benak setiap orang.

   ooo000ooo Di dunia ini tiada suatu perbuatan yang sangat baik, tidak pula sesuatu yang amat jelek.

   Kegagalan meski tidak baik, tapi kegagalan adalah soko guru dari kesuksesan.

   Meski sukses itu baik, tapi seringkali akan membuat orang menjadi sombong, tekebur dan angkuh, maka kalau sampai begini, kegagalan tak lama kemudian pasti akan datang.

   Bila berkawan dengan seseorang, tentu saja kau berharap agar dia bisa menjadi sahabat yang paling akrab denganmu.

   Teman bisa akrab tentu saja hal ini sangat baik, tapi terlampau akrab gampang menimbulkan sikap saling memandang enteng, tentu saja akan gampang pula terjadi kesalah pahaman.

   Salah paham meski tidak baik, tapi bisa kau dapat memberi penjelasan yang amat jelas, maka hubungan masing-masing pihak akan mendalam, perasaan batin merekapun akan mengikat lebih lama.

   Bagaimana juga, perasaan orang yang terfitnah itu tak enak.

   Seandainya di dunia ini masih ada peristiwa lain yang lebih tersiksa daripada terfitnah, maka hal mana pastilah peristiwa fitnahan yang secara beruntun, menimpa orang itu sebanyak dua kali.

   Yan Jit pernah difitnah orang, itu berarti ia dapat memahami perasaan Kwik Tay lok pada saat itu.

   Padahal dia sendiri jauh lebih tersiksa dan menderita daripada Kwik Tay lok sendiri.

   Selain tersiksa, masih ada perasaan lain lagi yang selain ia sendiri, siapapun tak akan dapat mencicipi perasaan tersebut, dia hanya ingin menyembunyikan diri dan menangis sepuaspuasnya.

   Sudah cukup lama tak pernah menangis sepuas-puasnya, karena seorang lelaki sejati tidak pantas untuk menangis macam gadis.

   Untuk menjadi seorang lelaki sejati, memang bukan suatu pekerjaan yang gampang.

   Tentu saja dia juga tahu, sekarang ia harus pergi mencari Kwik Tay-lok, tapi apa yang harus dia ucapkan setelah berjumpa dengannya ? Ada sementara perkataan ia tak ingin mengucapkannya keluar, ada sementara perkataan dia bahkan tak berani untuk mengeluarkannya.

   Perasaannya sedang kalut dan tak tahu apa yang musti dilakukan, ketika tiba-tiba ada sebuah tangan disodorkan ke hadapannya, tangan itu memegang sebuah cawan arak.

   Kemudian ia terdengar seseorang sedang berkata kepadanya.

   "Minumlah dulu arak ini, kemudian kita damai, mau bukan?"

   Jantungnya berdebar keras, ketika ia mendongakkan kepalanya maka tampak Kwik Tay-lok telah berdiri di hadapannya.

   Paras muka Kwik Tay-lok sangat tenang, sama sekali tidak terlintas perasaan gusar atau tak senang, juga tiada perasaan menderita seperti juga dimasa-masa lampau, memandangnya sambil tertawa haha hihi.

   Wajah senyum tak senyum macam tukang jamu ini sebenarnya paling dibenci oleh Yan Jit.

   Dihari-hari biasa dia selalu merasa jemu untuk memandangnya.

   Dia selalu beranggapan, kadangkala seorang juga perlu serius, perlu mengikuti peraturan.

   Tapi sekarang, entah apa sebabnya tiba-tiba ia merasa bukan saja tampang itu sedikitpun tidak menjemukan, malahan terasa amat menarik hati.

   Bahkan dia berharap tampang Kwik Tay-lok selalu dapat demikian, selamanya tak pernah berkerut kening.

   Karena secara tiba-tiba dia menyadari bahwa tampang inilah tampang Kwik Tay-lok yang sesungguhnya paling dia sukai.

   "Mau damai tidak?"

   Kembali Kwik Tay-lok bertanya sambil tertawa. Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah.

   "Kau... kau tidak marah lagi?"

   "Sebenarnya marah sekali, tapi setelah kupikir kembali, bukan saja tidak marah, malahan aku merasa amat gembira"

   "Amat gembira?"

   "Ya, coba kalau kau tidak memperhatikan diriku, sekalipun aku menjadi tuyul busuk atau telur busuk anak kura-kura, hal ini sama sekali tak ada hubungannya denganmu, kaupun tak usah marah kepadaku. Justru karena kau adalah sahabat yang paling akrab denganku, maka kau baru merasa amat marah kepadaku"

   "Tapi... tidak seharusnya aku memfitnahmu, seharusnya aku mempercayai dirimu"

   Kwik Tay-lok segera tertawa.

   "Mau memfitnah aku juga boleh, menonjok aku juga tak mengapa, asal kau adalah sahabat karibku, mau apa saja terhadap diriku juga tak menjadi soal"

   Yan Jit segera tertawa lebar.

   Bila ia sedang tertawa, hidungnya mengernyit lebih dulu, lalu matanya yang tersenyum....

   Noda air mata masih membasahi wajahnya, pipi yang sebenarnya hitam dan kotor tiba-tiba muncul beberapa jalur putih setelah tertetes air, bagaikan sinar matahari yang muncul dari balik awan gelap.

   Kwik Tay-lok menatapnya, dia seakan-akan dibuat terpesona olehnya.

   Yan Jit menundukkan kepalanya lagi, kemudian berbisik.

   "Mengapa kau melotot terus kepadaku?"

   Kwik Tay-lok tertawa, kemudian menghela napas panjang, sahutnya.

   "Aku sedang berpikir, Swan Bwe-tong sungguh tajam, bila kau benar-benar mau mencuci muka, sudah pasti kau seorang bocah lelaki yang tampan, mungkin jauh lebih tampan dari diriku...!"

   Yan jit ingin menarik muka, tapi akhirnya tak tahan tertawa juga, dia sambut cawan arak tersebut. Ong Tiong memandang Lim Tay-peng, Lim Tay-peng memandang ke arah Ong Tiong, kemudian kedua-duanya sama-sama tertawa. Sambil tertawa kata Lim Tay peng.

   "Sebenarnya aku tak suka minum arak di pagi hari, tapi hari ini rasanya aku benar-benar ingin minum sampai mabuk."

   Yaa, sepanjang hidup berapa kali manusia bisa mabuk? Bila berjumpa dengan peristiwa semacam ini dan teman seperti ini, bila tak minum sampai mabuk, mau tunggu sampai kapan lagi? Tiba-tiba Kwik Tay-lok menghela napas panjang, kemudian katanya.

   "Sayang sekali, hari ini aku tak dapat menemanimu untuk minum sampai mabuk."

   "Kenapa ?"

   Tanya Lim Tay-peng.

   "Sebab hari ini aku masih ada urusan, aku harus turun gunung lagi."

   Bocah muda ini, begitu saku punya uang, dia paling tak betah untuk berdiam di rumah."

   Sambil menggigit bibir Yan Jit lantas bertanya.

   "Ada urusan apa kau turun gunung?"

   "Untuk memenuhi janji seseorang,"

   Paras muka Yan Jit seperti agak berubah, dia melengos ke arah lain sambil bertanya lagi.

   "Kau ada janji dengan siapa?"

   "Hoat-liok-pi!"

   Sepasang mata Yan Jit segera mencorong sinar tajam, tapi sengaja serunya sambil menarik muka.

   "Kau punya janji dengannya?"

   "Dia mah tidak berjanji denganku, tapi aku justru hendak pergi mencarinya"

   "Ada urusan apa kau pergi mencari nya?"

   "Ia bersedia membayar lima ratus tahil perak kepada kita, itu berarti ia pasti mempunyai maksud tertentu, maka aku ingin tahu sesungguhnya kulit siapa yang hendak disayatnya?"

   Salju sudah mulai meleleh, jalan gunung penuh dengan lumpur dan becek sekali.

   Tapi Yan Jit sama sekali tak ambil perduli, kakinya yang menginjak lumpur seakan-akan sedang menginjak di atas awan saja.

   Sebab Kwik Tay-lok berjalan di sampingnya, bahkan ia dapat merasakan dengusan napas dari pemuda itu.

   Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, katanya.

   "Hari ini, aku kembali telah menemukan satu hal"

   "Oya ?"

   "Aku menemukan bahwa Ong lotoa benar-benar sangat memahami hatiku, mungkin di dunia ini sulit untuk menemukan orang kedua yang bisa demikian memahami diriku seperti dia"

   Yan Jit manggut-manggut, sahutnya dengan sedih.

   "Dia memang paling memahami orang lain, bukan cuma kau, setiap orang pun bisa dia pahami"

   "Tapi orang yang paling ia kasihani adalah Lim Tay-peng, aku dapat merasakannya"

   Yan Jit ragu-ragu sejenak, akhirnya tak tahan diapun bertanya.

   "Bagaimana dengan aku ?"

   "Kau bukan cuma tidak memahami diriku, juga tidak kasihan kepadaku, bukan saja kau paling galak kepadaku, bahkan setiap saat selalu mengajak cekcok diriku, mengajak bertengkar diriku..."

   Yan Jit menundukkan kepalanya rendah-rendah. Tiba-tiba Kwik Tay lok tertawa, kemudian melanjutkannya.

   "Tapi entah mengapa, aku masih dapat merasakan bahwa kaulah orang yang paling baik kepadaku"

   Yan Jit tertawa, mukanya seperti agak memerah, lewat lama sekali dia baru bertanya lirih..

   "Bagaimana dengan kau ?"

   Ada kalanya aku merasa kekinya setengah mati terhadapmu seperti misalnya hari ini jika Ong lotoa bersikap begitu kepadaku, aku malah mungkin tak akan semarah itu, mungkin segera akan memahami perasaannya tapi kau...."

   "Kau hanya marah kepadaku?"

   Tanya Yan Jit. Kwik Tay-lok segera menghela napas panjang.."Aaai... mungkin hal ini dikarenakan aku sangat baik terhadap dirimu!"

   Yan Jit segera mengedipkan matanya, tiba-tiba ia tertawa.

   "Seberapa baiknya sih?"

   Kwik Tay-lok termenung sebentar, lalu menjawab.

   "Sesungguhnya seberapa besarkah kebaikan itu, bahkan aku sendiripun tak bisa melukiskannya!"

   "Kalau tak bisa melukiskannya itu berarti bohong"

   "Tapi aku bisa memberikan suatu perumpamaan kepadamu"

   "Perumpamaan apa?"

   "Demi Ong lotoa, aku bersedia menggadaikan semua pakaianku dan pulang dengan memakai cawat."

   Setelah tertawa, lanjut.

   "Tapi demi kau, sekalipun cawat itu harus digadaikan juga, akupun rela."

   Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Yan Jit segera tertawa lebar.

   "Huuuh, siapa yang kesudian dengan celana robekmu itu."

   Ketika selesai mengucapkan kata-kata tersebut, mendadak wajahnya berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, cawat yang dikenakan Kwik Tay lok mau berlubang atau tidak, darimana ia bisa mengetahuinya...? Untung saja dasar mukanya itu memang hitam dan dekil, sehingga meskipun muka berubah menjadi merah padam seperti babi panggang, orang juga tak akan mengetahuinya.

   Tapi penampilan perasaan yang dipancarkan lewat sepasang matanya, senyuman hangat mesra dan lembut yang tersungging di ujung bibirnya, ditambah senyuman lirih yang diikuti sikap tersipu-sipu dan kemalu-maluan itu, jika ada orang tak dapat melihatnya, maka bukan saja orang itu adalah seorang manusia yang tolol, pada hakekatnya dia adalah seorang manusia tolol yang buta matanya.

   Kwik Tay lok memperhatikan sepasang matanya itu, mendadak ia tertawa dan berkata.

   "Aku masih mempunyai satu perumpamaan lagi."

   "Katakanlah!"

   "Sekalipun aku sudah bersumpah tak akan kawin tapi seandainya kau ini seorang gadis aku pasti akan mengambilmu menjadi biniku."

   "Huh siapa yang mau jadi binimu? Bisa jatuh miskin delapan keturunanku!"

   Suaranya seperti agak kurang beres, mendadak ia mempercepat langkahnya dan berjalan ke depan sana.

   Kwik Tay-lok tidak berusaha untuk mengejarnya, dia cuma memandang bayangan punggungnya dengan termangu-mangu.

   Dia seakan-akan dibuat terpesona, dibuat terkesima dan hampir saja kehilangan sukmanya.

   Sementara itu cuaca tiba-tiba menjadi cerah, serentetan cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan menembusi awan dan menyinari seluruh jagad, menyinari atas badan Yan Jit, menyinari pula atas badan Kwik Tay-lok.

   Seakan-akan cahaya matahari itu khusus menyorot bagi mereka berdua.

   ooooo0()Oooooo K U L I T siapa yang disayat ? Rumah pegadaian milik Hoat-liok-pi disebut rumah pegadaian Lip gwan.

   Rumah pegadaian itu terletak persis di depan warung Moay Lo-khong.

   Sekarang, papan nama warung Moay Lo-khong sudah diturunkan, ada beberapa orang sedang mengapur dinding rumah.

   Teringat akan Moay Lo-khong, baik Kwik Tay-lok maupun Yan Jit merasakan hatinya sangat kesal.

   Bagaimanapun juga mereka sudah banyak memperoleh kesenangan ditempat itu.

   Di depan rumah pegadaian Lip-gwan, parkir sebuah kereta kuda.

   Pintu gerbang rumah pegadaian itu belum dibuka, tampaknya hari ini dia seperti tak bermaksud untuk membuka usahanya.

   Kwik Tay-lok dan Yan Jit saling bertukar pandangan sekejap, baru lewat disamping sebuah lorong, tampaklah Hoat liok pi muncul dari balik pintu samping, mata setannya berkeliaran memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dalam bopongannya memeluk erat-erat sebuah bungkusan besar.

   Setelah yakin kalau disekitar sana tak ada orang lain ia segera melompat masuk ke dalam kereta.

   Pintu kereta tertutup rapat-rapat bahkan tirai di depan jendela keretapun diturunkan.

   Dari dalam rumah pegadaian pelan-pelan berjalan seorang nenek-nenek, di tangannya membawa sebuah tong sampah.

   Tentu saja Kwik Tay-lok kenal dengan nenek itu, dia bukan bininya Hoat liok pi, dia tak lebih cuma seorang pekerja serabutan.

   Oleh karena usianya sudah lanjut, maka selain bersantap, sepeserpun Hoat liok pi tak pernah memberi gaji kepadanya, tapi dikala ia sedang menyuruhnya untuk bekerja, maka dia akan dianggapnya sebagai seorang babu saja.

   Seringkali Kwik Tay-lok merasa heran, kenapa nenek itu mau bekerja lebih jauh dengan Hoat liok pi.

   Orang yang bekerja untuk seorang kikir macam Hoat liok pi, maka seandainya pada suatu hari mengalami sesuatu, mungkin peti mati untuk tempat jenazahnya tak punya.

   Terdengar Hoat liok pi sedang berteriak dari dalam kereta.

   "Tutup pintu rapat-rapat, jangan biarkan siapapun memasukinya, besok pagi aku baru pulang."

   Maka kusir keretapun mengayunkan cambuknya dan melarikan kereta itu menelusuri jalan raya.

   Tiba-tiba Kwik Tay-lok dan Yan Jit melompat keluar dari gang disamping jalan kemudian seorang sebelah membonceng di bawah as kereta.

   Jendela segera dibuka orang, menyusul Hoat liok pi menongolkan kepalanya dengan wajah terperanjat, dia lebih terperanjat lagi setelah mengetahui siapa yang turut membonceng, serunya.

   "Mau apa kalian?"

   "Tidak apa-apa!"

   Jawab Kwik Tay lok sambil tertawa.

   "aku cuma ingin menumpang keretamu sampai di kota."

   Hoat liok pi segera menggelengkan kepalanya berulang kali. 000000 0 00000

   "T I D A K bisa, aku sudah bilang, keretaku ini tidak menumpang orang lain,"

   "Tidak bisa juga harus bisa !"

   Kata Kwik Tay-lok sambil tertawa terkekeh-kekeh.

   "Kami toh sudah naik ke atas kereta, masakah kau bisa mendorong kami turun?"

   "Yaa, betul!"

   Sambung Yan Jit pula sambil tertawa.

   "bagaimana juga, kau toh sebenarnya memang berniat mengajak kami pergi menemanimu?"

   "Yang kucari bukan kalian."

   Mendadak ia seperti merasa telah salah berkata, dengan cepat mulutnya di tutup kembali.

   "Bukan kami? Apakah kau sudah berubah pikiran?", desak Yan Jit. Paras muka Hoat-liok-pi agak berubah memucat, mendadak ia tertawa lebar.

   "Kalau kalian bersikeras ingin numpang tentu saja boleh, cuma harus membayar uang sewa. Uang sewa kereta seluruhnya tiga tahil perak, jadi kebetulan sekali seorang membayar setahil"

   Dengan tangan kiri ia menerima uang, tangan kanannya segera membuka pintu kereta.

   Hoat-liok-pi memang mempunyai kebaikan, asal kau ada uang yang bisa diberikan kepadanya, maka dia tak akan membuat kecewanya dirimu.

   Bahkan dia malah memberikan dua tempat yang paling baik untuk kedua orang itu.

   Kini, setelah berada di atas kereta, maka Kwik Tay-lok pun mulai putar otak untuk mencari akal lain.

   Hoat-liok pi masih saja memeluk buntalannya itu kencang-kencang.

   Mendadak Kwik Tay lok berkata.

   "Yan jit, bagaimana kalau kita bertaruh?"

   "Baik, bertaruh apa?"

   "Aku berani bertaruh isi buntalan ini pastilah seekor tikus, percayakah kau?"

   "Tidak percaya"

   "Baik, aku akan mempertaruhkan sepuluh tahil perak"

   Tiba-tiba Hoat liok pi tertawa, tukasnya.

   "Kalian tak perlu bertaruh, aku tahu kalian hanya ingin mengetahui isi buntalanku saja, bukan begitu?"

   "Agaknya aku memang mempunyai maksud begitu"

   Sahut Kwik Tay lok sambil tertawa "Mau lihat juga boleh, tapi sekali melihat harus membayar sepuluh tahil perak."

   Kwik Tay lok tidak menyangka kalau begitu cepat dia menyanggupi permintaannya.

   Padahal menurut anggapannya dalam buntalan itu pasti terdapat sesuatu rahasia yang takut di ketahui orang.

   Begitu tangan kirinya menerima uang, tangan kanan Hoat liok pi segera membuka bungkusan itu.

   Ternyata isi buntalan itu cuma beberapa stel pakaian lama.

   Kwik Tay lok segera memandang Yan Jit, Yan Jit pun memandang Kwik Tay-lok ke dua orang itu cuma bisa tertawa getir.

   Sambil tertawa Hoat Hok pi segera berkata.

   "Sekarang kalian baru merasa kalau sepuluh tahil perak itu hilang dengan percuma bukan ? Sayang sekarang sudah terlambat."

   Sambil tertawa bangga dia bersiap-siap untuk membungkus kembali buntalan itu. Tiba-tiba Yan Jit berseru.

   "Hei agaknya diantara beberapa stel pakaian itu ada yang kepunyaan Lim Tay-peng?"

   "Agaknya memang begitulah!"

   Sahut Hoat liok pi sambil mendehem.

   "tapi bagaimana pun juga toh sudah ia gadaikan kepadaku"

   "Tapi masa untuk digadaikan toh belum lewat, setiap saat dia bisa saja untuk menebusnya kembali, mengapa kau membawa pergi?"

   Lambat laun Hoat liok poi tak bisa tertawa lagi, dia berkata.

   "Bila dia hendak menebusnya kembali nanti, aku pasti ada baju yang akan diberikan kepadanya, apa yang musti dikuatirkan?"

   "Berapa perak pakaian itu ia gadaikan kepadamu?"

   "Satu tahil lima uang!"

   "Baik, sekarang juga akan kutebus pakaian itu baginya!"

   "Tidak bisa!"

   "Ada uangpun tidak bisa?"

   "Sekalipun ada uang juga musti ada surat gadainya, ini adalah peraturan rumah pegadaian, apakah kau membawa surat gadainya?"

   Kwik Tay lok kembali memandang ke arah Yan Jit, kedua orang itu tidak berbicara lagi, tapi hati mereka merasa amat keheranan.

   Mau apa Liok-hoat-pi membawa pakaian milik Lim Tay-peng menuju ke kota? Walaupun bahan pakaian itu cukup baik, tapi sudah kuno, mengapa ia memeluknya erat-erat bahkan menganggapnya seakan-akan benda mustika? Rahasia apa lagi dibalik ke semuanya itu? 000000( 0 )000000 Begitu kereta masuk kota, Hoat liok pi segera berkata.

   "Tempat tujuan telah tiba, silahkan kalian turun dari kereta"

   "Bukankah kau meminta kepada kami untuk menemanimu jalan-jalan?"

   Seru Yan Jit.

   "Sekarang tidak perlu lagi, daripada anak kandung lebih baik uang dalam saku, bisa menghemat setahil ada baiknya untuk menghemat setahil"

   "Seandainya kami bersedia untuk menemanimu tanpa memungut bayaran. .?"

   "Gratispun juga tak bisa,"

   Sahut Hoat liok pi sambil tertawa.

   "hanya transaksi dengan uang kontan baru merupakan suatu transaksi yang paling bisa dipercaya, biasanya hal-hal yang gratis justru merupakan sumber dari segala kerepotan"

   Mendengar perkataan itu, Yan Jit segera menghela napas panjang.

   "Aaaai..! Kalau begitu kami akan turun kereta"

   "Tidak menghantar, tidak menghantar, silahkan!"

   Baru saja mereka turun dari kereta.

   "Blaam"

   Pintu kereta segera ditutup rapat-rapat. Memandang bayangan karena yang melaju ke muka, Kwik Tay-lok juga menghela napas panjang.

   "Aaaai...! Orang ini sungguh amat licik, aku betul-betul tak bisa menebak permainan busuk apakah yang sedang dia persiapkan"

   Yan Jit termenung sebentar, lalu berkata.

   "Barusan dia telah terlanjur salah bicara, dia bilang bukan kita yang dicari, apa kau tidak mendengar?"

   Kwik Tay-lok segera manggut-manggut.

   "Jangan-jangan orang yang hendak dicarinya hanya Lim Tay-peng seorang, sedang kita tak lebih cuma tedeng aling-alingnya?"

   Seru Yan Jit kembali.

   "Tapi ada keperluan apa dia mencari Lim Tay-peng?"

   "Aku selalu merasa bahwa Lim Tay-peng adalah seseorang yang mempunyai rahasia besar"

   Kwik Tay-lok termenung beberapa saat lamanya, mendadak ia berkata.

   "Eeeh.... menurut pendapatmu, mungkinkah dia adalah seorang gadis yang menyaru sebagai pria?"

   Yan Jit kontan saja melotot sekejap ke arahnya, lalu mengomel.

   "Aku lihat kau ini terlalu banyak membaca buku, mana mungkin ada perempuan yang menyaru sebagai pria didunia ini ?"

   Kwik Tay-lok tidak berbicara lagi.

   Hingga kereta itu sudah membelok di ujung jalan sana, tiba-tiba kedua orang itu mempercepat langkahnya dan menyusul ke depan sana.

   Bagaimanapun juga, mereka masih tak mau menyerah dengan begitu saja.

   Dengan cepat kereta itu berhenti di depan sebuah rumah penginapan yang amat besar.

   Manusia macam Hoat liok pi ternyata bersedia mengeluarkan uang untuk menginap di rumah penginapan besar ini, bukankah kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh ? Untung saja ketika itu cuaca sudah mulai menggelap.

   Malam hari di musim salju memang selalu datangnya kelewat awal.

   Mereka segera berputar ke belakang rumah penginapan itu dan melompat masuk melewati pagar halaman.

   Siapa saja tak akan apes sepanjang masa, kali ini nasib mereka ternyata sangat mujur, baru saja bersembunyi di belakang pohon, mereka telah menjumpai Hoat liok pi masuk ke deretan kamar di halaman belakang.

   Udara masih amat dingin, dalam halaman tak nampak sesosok bayangan manusiapun.

   Dengan sangat berhati-hati mereka melompat ke depan, lalu dalam tiga lima lompatan sudah berada di atas atap rumah.

   Mendadak kedua orang itu sama-sama menemukan bahwa ilmu meringankan tubuh yang mereka miliki hebat sekali, seakan-akan sejak dilahirkan sudah ahli di bidang itu.

   
Pendekar Riang Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dalam hati kecil mereka diam-diam mengambil keputusan, kemudian hari harus mencari akal untuk bertanya kepada lawannya, bagaimana caranya melatih ilmu meringankan tubuh tersebut.

   Mereka seolah-olah secara mendadak ingin sekali mengetahui rahasia lawannya.

   0000000000000 Di bawah wuwungan rumah itupun terdapat bongkahan salju, tentu saja daun jendelanya tertutup rapat.

   Untung saja dalam kamar itu memasang api penghangat, maka di atas jendela itu di buka sebuah lubang hawa.

Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung Pendekar Baja -- Gu Long Kuda Putih Karya Okt

Cari Blog Ini