Pendekar Satu Jurus 12
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 12
n, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya, bayangan tubuh perempuan itu terlihat kabur dan akhirnya ia berpekik.
"Tapi... tapi..."
"Tapi aku takkan mati saat ini..."
Ujar Ay Cing lagi sambil menghela napas "aku hendak menggunakan sisa kekuatanku untuk berbuat sedikit kebaikan bagimu, tiga hari... tiga hari lagi, siapapun tak dapat mengalangi diriku lagi untuk mati,"
Setelah bergumam lirih iapun berpaling dan memandang lagi kedua mayat yang saling berangkulan itu.
Ai, takdir memang memberikan nasib kelewat buruk kepadanya, membuatnya segan untuk hidup lebih lanjut.
Hui Giok juga termangu beberapa waktu lamanya, diam-diam ia berjanji di dalam hati "Tiga hari...
tiga hari lagi, bagaimanapun jua aku harus mengalangi niatnya untuk membunuh diri"
Sekalipun perbuatanku ini sama artinya dengan melanggar sumpahku sendiri. walaupun aku harus mati disambar geledek, aku tetap akan menyelamatkan jiwanya, akan kubantu dia agar menemukan makna kehidupan yang sebenarnya."
Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya tiba-tiba Ay Cing bangkit berdiri.
lalu dengan sempoyongan menghampirinya, kedua telapak tangannya yang putih mulus secepat kilat menghantam tubuh Hui Giok.
Pemuda itu merasakan telinganya mendengung keras, segulung hawa panas terasa menembus hulu hatinya.
Menyusul hawa panas itu makin menyebar mulai dari hulu hatinya menjalar sampai ke bahu ke lengan, ke seluruh urat nadi.
Akhirnya, sekujur tubuhnya seperti digarang ia tak berdaya dan tak sadarkan diri, membiarkan hawa panas itu membakar seluruh tubuhnya, badan seperti di robek-robek sukar tertahan akhirnya ia mengeluh sakit.
Rasa sakit masih terus berlangsung lama dan lama sekali.
Kemudian hawa panas itu menjadi padam.
ke-empat anggota badannya terentang dengan lemas, menyusul sesosok tubuh yang hangat dan sejuk menempel lekat-lekat di atas dadanya.
Sesudah menderita timbul suatu perasaan nyaman dan segar yang sukar dilukiskan, tiba-tiba pikirannya jadi kalut, segala pikiran jahat, kobaran berahi yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam benaknya, kini timbul serentak.
Dengan susah payah ia berusaha mengendalikan diri, menguasai diri dari pengaruh pikiran jahat itu, kemudian, hawa panas membara lagi.
Kembali terasa penderitaan yang berlangsung lama bagaikan beribu tahun lamanya.
Ia merintih, ia berguling, iiba-tiba ketenangan muncul bagaikan kelebatan kilat, dengan lemas dan lelah ia terkapar di tanah, Selang sejenak, tiba-tiba ia merasa lapar dan dahaga, rasa lapar dan dahaga yang tak tertahankan bahkan ia rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk rnendapatkan setegukan air minum dan sedikit makanan.
Kosong, hampa...
ia merasa dirinya seperti kabur terembus angin, seluruh tenaga dan darah dagingnya bagaikan telah luluh merembes keluar bersama cucuran keringatnya.
Penderitaan, rasa nyaman, pikiran jahat, nafsu berani, kehampaan bagaikan datang silih berganti dalam kekaburan yang menyelimuti benaknya, ia hanya teringat akan satu hal "Tiga hari...
tiga hari..."
Tapi ia sudah lupa apa arti "tiga hari"
Itu, ia se-akan2 sudah mengalami siksaan selama seratus atau seribu tahun lamanya. Mendadak semuanya telah berakhir. Napasnya tersengal-sengal, lama dan lama sekali, tiba2 ia teringat akan tiga hari", ia teringat akan arti kata "tiga hari"
Itu, sambil berteriak keras ia melompat bangun.
Cahaya yang menerangi lorong gua itu tetap redup, se-akan2 tak pernah terjadi sesuatu peristiwa apapun, tapi di manakah Leng goat-siancu Ay Cing.
Dengan terkesiap ia berteriak Ay...
Ay hujin, Ay Cing kau..."
Yang terdengar hanya gema suara sendiri yang mendengung dalam gua, tak terdengar suara jawaban.
Ia berdiri kaku dengan perasaan kalut, ia sama sekali tak tahu apakah yang telah dialaminya? Suasana sepi, sama sekali tiada jawaban.
Tapi akhirnya, terdengar suara yang lemah dan lirih muncul dan bawah tanah Anak Giok!"
Pemuda itu terkesiap, buru2 ia berjongkok di bawah remang cahaya dilihatnya Ay Cmg terkapar di tanah dengan lemah, sorot matanya yang semula terang kini telah pudar, rambutnya yang hitam mengkilat sekarang berubah jadi pulih kelabu.
Dengan gugup, kaget dan kalut pikiran Hui Giok membimbingnya bangun, sementara pikirannya berputar dengan bingung.
"Masa, masa aku tak sadarkan diri selama bertahun-tahun? Ken... kenapa ia jadi setua mi? Ap... apa yang telah terjadi?"
Ay Cing yang lemah dan tak bertenaga bersandar dipangkuannya, tiba-tiba terdengar suara tawanya, entah tertawa atau helaan napas, ia berkata lirih.
"Tiga hari telah lewat"
"Tiga hari? Baru tiga hari? Ken... kenapa kau jadi tua?"
Hui Giok terkesiap Ay Cing merintih.
"Setelah menguburkan kami bertiga, kau boleh pergi meninggalkan tempat ini."
"Mengubur dirimu....kenapa aku harus mengubur dirimu?"
Hui Giok berteriak keras.
"kau... kau masih hidup, kau harus hidup terus hidup selamanya."
Teriakannya sangat nyaring, tapi Ay Cing tampaknya tidak mendengar ucapannya, dia bergumam pula "Segenap kekuatan dan darahku telah kuberikan padamu, kau.... kau harus baikbaik jadi orang, aku membantumu aku sangat gembira."
Kata-kata yang belum terselesaikan itu tiba-tiba terputus.
"Kau... kau..."
Teriak Hui Giok dengan air mata bercucuran, tapi akhirnya ia tak dapat mengendalikan rasa sedihnya lagi, dipeluknya tubuh perempuan itu dan menangislah dia keras2 ia tahu bahwa dia telah meninggal dunia.
Dan kata katanya menjelang kematian, ia tahu perempuan itu telah memberikan segenap tenaga dalamnya kepadanya dengan cara yang luar biasa, dan perempuan itu karena kehabisan tenaga akhirnya mengembuskan napasnya yang terakhir.
Hui Giok merasa tubuh yang berbaring dalam pelukannya sekarang demikian enteng, demikian ringan seakan-akan sebuah benda yang kosong.
Namun beban dan tanggung jawab di atas bahunya sekarang terasa sedemikian beratnya.
Budi kebaikan yang tak terperikan, rasa terima kasih yang tiada taranya, kepedihan yang tak terkatakan, penderitaan yang tak terhingga, semua terasa menghimpit dadanya, menekan jantungnya hingga se-akan2 berhenti berdetak.
Tapi kekuatan apa pun tak mampu menahan kepergian nyawa seorang, siapa pun lak dapat membatalkan kematian...
"
Suatu tragedi pun berakhirlah.
Suara langkah kaki yang bergema dalam lorong gua itu setapak demi setapak menuju keluar, suara itu monoton, memilukan, persis seperti perasaan Hui Giok ketika itu.
Pelahan ia menjajarkan ketiga sosok mayat itu, ia bersumpah akan mengadakan upacara penguburan yang khidmat agar mereka dapat beristirahat dengan penuh kedamaian.
Kini ia berdiri di ujung lorong, tanpa sadar ia berpaling pula dengan perasaan berat, ia memandang untuk terakhir kalinya ke arah gua yang gelap dan seram itu.
Sinar terang menembus masuk dari atas, ia pun bergumam.
"O, sekarang adalah siang hari!"
Tiga hari tiga malam sudah ia tak makan dan tak minum, tapi pemuda itu tidak merasa lapar, dahaga atau letih.
Ia tak tahu kesedihankah yang menghilangkan nafsu makannya, atau kekuatan yang tercipta oleh penemuannya yang aneh.
Ia memejamkan mata dan melompat ke atas dengan sekuat tenaga, ia merasa tubuhnya enteng ibarat burung seriti dengan mudah ia melayang ke luar.
Puncak bukit masih dilapisi kabut yang tebal, Leng-kok-siang-bok tampak duduk bersila di atas batu, ketika Hui Giok melompat keluar dan memandang ke arah mereka, tampaklah tubuh kedua orang bersaudara itu kaku seperti mayat, rambut mereka basah oleh embun, semua ini membuatnya terperanjat.
"Jangan jangan mereka juga.. ."
"Tapi baru saja ingatan itu terlintas, Leng-kok siang-bok telah membuka matanya kedua orang itu saling pandang sekejap, kemudian Leng Ko-bok bertanya.
"Sudah selesaikah urusanmu?"
Hui Giok menghela napas dan mengangguk "Kalau begitu, marilah kita berangkat."
Ajak Leng Han tiok Kedua orang itu segera mengebas bajunya dan bangkit berdiri, mereka terus turun gunung, mereka seakan-akan anggap Hui Giok hanya berada tiga empat jam saja di bawah, tidak heran juga tidak bertanya.
Hui Giok melenggong, cepat ia menyusulnya serunya dengan tergagap "Apakah kita tak jadi turun lewat sebelah sana?"
"Setelah tiga hari tiga malam dan tidak makan minum, mana kita ada tenaga lagi untuk naik turun gunung"
Sahut Leng Han-tiok tanpa berpaling.
Hui Giok menghela napas, ia tahu meskipun di luar kedua orang ini tidak menunjukkan perhatian, pada hakikatnya mereka amat menaruh perhatian terhadapnya.
Dari ucapan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa selama tiga hari tiga malam kedua orang itu berjaga terus di sana tanpa meninggalkan tempat itu barang selangkah pun.
Jalan pegunungan itu curam dan berbahaya tapi bagi pandangan Hui Giok telah berubah jadi datar dan gampang, karena pikirannya kacau ia sama sekali tidak merasakan perubahan atas dirinya, ia cuma mengikut terus di belakang Leng-kok siang-bok.
Leng kok-siang-bok sendiri saling pandang sekejap, mereka merasa kaget dan heran, setelah berjalan beberapa saat lamanya tak tahan lagi kedua orang itu mereka putar badan dan memperhatikan gerakan tubuh Hui Giok dengan terheran-heran Leng Han-tiok memandang sekejap ke muka tiba-tiba ia melancarkan suatu pukulan keras ke arah Hui Giok.
Terkejut Hui Giok, cepat ia melayang mundur tiga depa ke belakang.
"Nah, memang betul!."
Kata Leng Ko bok dengan pandangan berkilat.
"Ada apa?"
Seru Hui Giok bingung.
"Bukankah Leng goat-siancu Ay Cing telah mati?"
Tanya L-eng Han tiok dengan dingin. Dengan sedih Hui Giok menundukkan kepala dan menghela napas panjang.
"Ya, Jian jiu suseng dan Leng-goat siancu telah berpulang ke alam baka!"
Wajah Leng kok siang-bok sama terlintas rasa keheranan.
Selagi Hui Giok masih tidak mengerti, Leng Han tiok menghela napas katanya "Konon dalam dunia persilatan terdapat sejenis ilmu maha sakti aliran Buddha yang dapat melancarkan urat-urat penting di tubuh seorang cukup dalam waktu tiga hari saja, tak nyana kau bisa mengalami kejadian tersebut, tapi...
tahukah kau bahwa Leng-goat-siancu mati lantaran kau?"
Sekuatnya Hui Giok menahan perasaannya, dengan terus terang iapun mengisahkan pengalamannya.
Mendengar penuturan tersebut, air muka Leng-kok-siang-bok rada berubah akhirnya mereka menghela napas panjang.
Sejak dulu sampai sekarang, baru pertama kali ini kedua bersaudara ini menghela napas di hadapan orang ketiga, entah karena ikut berbahagia bagi keberuntungan Hui Giok atau ikut berduka cita bagi nasib Leng-goat-siancu yang malang.
- oo0oo - /p Tiga sosok bayangan secepat kilat melayang turun Hong-san, langkah Hui Giok sekarang ternyata mampu sejajar dengan kedua tokoh silat yang termashur di dunia ini.
Tentu saja hal ini pertama disebabkan oleh keadaan Leng-si-hengte yang di rundung lapar dahaga dan letih.
Kedua berkat pemberian tenaga Ay Cing sebelum meninggal dunia.
Di dunia ini sering kali terjadi hal2 yang di luar dugaan, terutama dalam dunia persilatan kejadian-kejadian yang sukar dibayangkan seperti ini jauh lebih sering terjadi.
Jangankan orang lain, Hui Giok sendiri pun hampir tidak percaya bahwa penemuannya itu sungguh-sungguh terjadi, seandainya perasaannya ketika itu tidak diliputi kedukaan yang dalam, ia bisa meloncat kian kemari karena gembiranya.
Keadaan anak muda itu ibaratnya orang buta yang tiba-tiba bisa melihat kembali, ibarat orang miskin yang mendadak menjadi kaya raya, atau seperti orang yang sangat dahaga, tiba2 memperoleh air jeruk yang segar.
Ya, pemuda itu telah maju melangkah dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku-liku ini.
Kemajuan ini segera mengubah pula pandangan hidupnya, hanya dalam tiga hari yang teramat singkat ini ternyata ia berhasil mencapai tingkatan yang mungkin sukar dicapai oleh orang awam sepanjang hidupnya.
Tapi aku berjanji kepadamu, penderitaan yang kau alami sekarang akan mendapat balas jasa yang sepuluh kali lipat lebih besar.
Perkataan yang lembut dan penuh kedukaan itu se-olah2 mendengung kembali di sisi telinganya, seakan-akan seorang pengembara yang tiba-tiba terkenang kembali pada kampung halamannya.
Leng-kok-siang bok berusaha menutupi rasa gembira yang bergolak dalam hati, tapi rasa gembira itu tetap terpancar keluar dan sinar mata mereka, Bergembira bagi kesuksesan orang lain, betapa luhur dan kebesaran jiwa mereka ini.
Leng Hian-tiok memandang sekejap wajah anak muda itu, ia tahu pemuda yang berhati mulia ini sedang dirundung kesedihan.
ia tak membiarkan kesedihan terlampau menguasai perasaannya, sebab ia sendiripun pernah diliputi oleh kesedihan.
Sesudah berpikir sebentar, pelahan ia berkata.
"Hui Giok coba terka apakah kawanan orang yang menjemukan itu masih menanti di bawah gunung?"
"Sudah empat hari kita di atas gunung, mungkin mereka sudah angkat kaki !"
Sahut Hui Giok tak acuh Tiba2 Leng Han tiok tertawa "Aku malah berharap agar mereka jangan pergi dulu sebab bila ditemani makhluk2 menjemukan itu maka dalam perjalanan kita selanjutnya tak akan kesepian lagi."
Hati Hui G'ok tergerak kata "kesepian"
Ternyata bisa diucapkan oleh Leng-kok siang-bok yang dingin dan kaku hal ini, betul suatu peristiwa yang luar biasa, ia menengadah memandang senyuman yang menghiasi wajah mereka, seketika itu juga rasa dingin hatinya berubah jadi lebih hangat.
"Ah. ternyata Leng kok siang bok telah berubah!"
Pikirnya.
Maka senyuman manis pun tersungging di ujung bibirnya hingga mereka tiba di kaki gunung.
Dari kejauhan berkumandang suara hiruk-pikuk, suasana yang amat gaduh ini sangat mengherankan ketiga orang itu.
Mereka melompat ke atas batu gunung, dari situ mereka melongok ke bawah, tertampaklah manusia berkumpul di kaki bukit sana, suasana jauh lebih ramai daripada ketika mereka naik ke atas empat hari yang lalu, bau arak dan harum daging berembus ke mana2 mengiringi gelak tertawa dan suara pembicaraan yang ramai.
Mereka bertiga saling pandang sekejap, tiba-perut terasa begitu lapar hingga sukar ditahan serentak mereka lari terus ke bawah.
Tapi setibanya di kaki bukit, Leng kok siang bok memperlambat gerakan tubuhnya senyuman yang semula menghiasi wajahnya kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya terlihatlah seraut wajah yang dingin, kaku dan menyeramkan.
Melihat semua itu, Hui Giok menghela napas dan berpikir.
"Ai, entah mengapa, sikap kedua orang ini terhadap orang di dunia selalu dingin !"
Cahaya matahari gilang gemilang menyinari bumi raya yang permai ini, sambil membusungkan dada Hui Giok turun ke bawah dengan langkah lebar. Baru saja bayangannya muncul, meledaklah suara pekik gembira yang gegap gempita dan sekeliling kaki bukit.
"Hui-taysianseng!"
Pekik nyaring yang menggelegar itu muncul dari mulut beratus orang persilatan hampir bersamaan waktunya.
Hui Giok melenggong, ia tak menyangka nama besarnya dalam dunia persilatan telah memiliki kekuatan sebesar itu.
Lautan manusia yang duduk berkelompok itu mulai gaduh, tapi ada dua orang di antaranya yang tetap berduduk tak bergerak, yang satu bertubuh tinggi besar dan berpakaian serba merah dia Si Jengger Ayam Pau Siau-thiaa yang kasar itu, sedang di depannya berduduk seorang laki laki kurus kering bermata cekung, dia adalah musuh kebuyutannya, Sio-lu-tui-hong Ga pio.
Pekik kegembiraan masih menggema Hui Giok berjalan di antara kerumunan manusia dengan rada gugup.
Koan-ji suseng dari Hui-leng-po, Yu Peng dari Long-bong-san-ceng menyambut kedatangannya, dengan cara yang berbeda tapi bertujuan sama, kedua orang itu berusaha mengorek keterangan dengan sangat hati-hati "Apakah menang atau kalah sudah ketahuan?"
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Belum"
Sahut Hui Giok sambil tersenyum, walaupun hatinya sedang berduka, ia tak ingin orang lain ikut memikul rasa duka dan penderitaannya, kedukaan selamanya hanya cocok menjadi santapan bagi diri pribadi.
"Aku mengira kalian sudah pergi semua."
Katanya kemudian sambil tersenyum.
"sungguh tak nyana kalian begitu sabar menanti kabarku di sini "
Semangat Koan-jiya berkobar, seakan-akan merasa suatu kebanggaan baginya karena dapat berbicara dengan Hui-taysianseng.
Ia tak tahu bahwa Hui Giok mencintai setiap umat manusia, ia berharap bisa berkenalan dengan mereka dalam tingkatan yang sama, cuma dalam kehidupannya di masa lalu orang lain tak sudi bergaul dengan dia, meski ia sangat mengharapkan demikian.
Go Peng berpaling dan memandang sekejap si Jengger Ayam Pau Siau-thian, lalu katanya dengan tergegap.
"Sebenarnya hamba sekalian sudah mau pergi, tapi... tapi oleh karena Cia piauthau mengatakan bahwa kalian bertiga akan turun gunung lewat jalan semula, maka hamba sekalianpun menunggu sampai sekarang !"
Mendengar sebutan "hamba"
Yang begitu menurunkan derajat sendiri, diam-diam Hui Giok menghela napas. Ai, kenapa begitu banyak manusia aneh di dunia ini?"
Pikirnya.
"kalau bukan mereka yang ingin menginjak kepala orang lain, merekalah yang rela kepala sendiri diinjak orang, Apakah mereka tak pernah berpikir bahwa manusia di dunia ini hidup dalam tingkatan yang sama?"
Mengikuti arah yang dituding, mendekati Sm-lu tui-hong Cia Pin dari tersenyum.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba Pau Siau thian acungkan tangannya sambil berteriak "Ambilkan arak, ambilkan arak..
akan kuminum beberapa cawan sampai puas, lalu akan pergi menghadap Giam lo-ong nanti"
Hui Giok mengerutkan dahi mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Tolol betul orang ini, masa dia ingin mampus?"
Dihampirinya Pau Siau-thian, lalu sapanya sambil tersenyum.
"Sobat, masalah apakah yang tak terselesaikan olehmu, sehingga kau..."
"Masalah apa yang tak terselesaikan olehku?"
Tukas Pau Siau thian dengan mata melotot aku hidup dengan gembira, aku hanya kalah bertaruh dengan orang she Cia itu, maka mau-tak-mau harus mati Hehehe... tentunya menarik sekali bisa berkenalan dengan Giam lo-ong nanti."
Meskipun kata2 itu diucapkan dengan suara lantang, padahal dia takut menghadapi kematian sehingga suara tertawanya terdengar kurang wajar "Lagi-lagi pertaruhan."
Seru Hui Giok, kalian bertaruh apa lagi?"
"Orang she Cia ini bilang kalian pasti akan turun gunung lewat jalan semula, sudah dua hari kutunggu kedatangan kalian, tapi bayangan pun tak nampak. maka dalam perdebatan kemudian kamipun putuskan untuk bertaruh, ia bilang dalam lima hari kalian pasti akan muncul lagi di sini, aku tanya apa yang hendak ia pertaruhkan, dia bilang taruhan batok kepala! Baik, taruhan batok kepala juga boleh- Hehehehe ..paling-paling batok kepala hilang, apanya yang luar biasa? Hehehe, , ambilkan arak ambilkan arak!"
Kasar memang suaranya, tapi jujur dan gagah perkasa, diam-diam Hui Giok berpikir.
"Boleh juga orang ini!" - Timbul rasa sayangnya terhadap kegagahan orang itu. Sementara itu Koan jiya telah menghampiri mereka sambil berkata dengan tersenyum.
"Seandainya mereka berdua tidak bertaruh, mungkin orang gagah yang hadir di sini sudah bubar semua! Ai Cia piautau memang betul-betul lihai dan pandai meramal kejadian yang akan datang, pada mulanya aku sendiri pun tidak percaya."
Sambil tersenyum Hui Giok lantas berpaling ke arah si keledai hitam pengejar angin"
Cia Pin. Ia lihat meski potongan badan orang itu kurus kering, tapi sinar matanya berkilat karena dia sudah bangkit sambil tertawa, Hui Giok lantas memberi hormat yang dibalas olehnya dengan membungkuk badan.
"Engkau tentulah Cia piautau yang dimaksudkan bukan?"
Sapa Hui Giok kemudian.
"aku bernama Hui Giok dahulu dibesarkan dalam Hui liong-piaukiok, sayang sekali belum pernah berjumpa dengan Cia-piautau di masa lalu."
"Siaute selalu berada di kantor cabang wilayah Kanglam, sudah tentu Kongcu tak pernah melihat diriku,"
Jawab Cia pin dengan hormat. Kebanyakan jago persilatan tidak mengetahui hubungan antara Hui-taysianseng dengan pihak Hui-liong-piaukiok, tentu saja pembicaraan itu menimbulkan keheranan mereka. Berkatalah Hui Giok dengan lantang.
"selama ini aku selalu menyebut Tham-lopiautau sebagai paman, itu berarti engkau adalah kaum Cianpwe bagiku!"
Hui-taysianseng ternyata bersikap rendah hati terhadap orang lain, sekali lagi kawanan jago yang hadir dibikin keheranan. Lebih-lebih Cia Pin, ia cuma bisa menjawab "tidak heran"
Berulang kali.
Hui Giok menghela napas, katanya lebih jauh "Aku tahu bahwa aku tidak berhak mencampuri urusanmu, tapi aku selalu beranggapan bahwa nyawa manusia itu bukan urusan kecil, karena itu akupun berharap agar anda sudi mengingat diriku serta menyudahi pertaruhan itu, anggaplah belum pernah terjadi, untuk itu aku akan sangat berterima kasih"
Kembali kawanan jago dibikin gaduh ada yang berbisik-bisik, ada pula yang memuji, sungguh tak tersangka Hui-taysianseng bisa memohon dengan rendah hati demi urusan orang lain.
Keh-koan Pau Siau-thian terbelalak dengan mulut melongo, ia menyesal dan malu, menyesal karena barusan telah menjawab dengan kata-kata yang kasar.
Sin-lu-tui hong Cia Pin juga terharu oleh permohonan itu, Lama ia merenung, akhirnya sambil terbahak-bahak dihampirinya si Jengger Ayam Pau Siau-thian, tanyanya sambil tertawa "
Apakah kau sungguh-sungguh ingin mati?"
"Tentu saja!"
Jawab si Jengger Ayam sambil berdehem.
"Hahaha... jika kau benar-benar ingin mati maka kau adalah seorang dungu,"
Seru Sin-iu-tui hong sambil terbahak-bahak, tahukah kau meski aku bertaruh denganmu padahal aku sendiripun tidak yakin akan menang, aku sudah bersiap-siap jika kalah segera aku akan kabur, tok kau tak bakal menyusul diriku ..Hahaha, betapa gembira hatiku ketika kulihat kemunculan Hui-kongcu tadi, hampir saja aku melompat lompat kegirangan..."
Dengan termangu-mangu Keh-koan Pau Siau thian menatapnya, tiba-tiba iapun berseru.
"Baik... baik... Kalau kau mengakui tanpa sungkan-sungkan aku pun tanpa sungkan mencabut niatku untuk mati, agar kau takkan memaki orang dungu lagi. Meskipun kata-katanya masih bernada keras, tapi sinar matanya memancarkan rasa terima kasih. Orang yang paling dibencinya ternyata telah mengucapkan kata-kata yang bukan saja telah menyelamatkan jiwanya. menyelamatkan pula nama baiknya, terutama yang terakhir tadi, benarbenar membuat jago gagah dan kalangan Lok-lim ini merasa amat berterima kasih. Diam-diam Hui Giok menghela napas panjang, sekarang ia lebih yakin lagi bahwa dunia ini sebetulnya penuh mengandung kehangatan dan kemanusiaan, dalam hati ia pun berharap agar pertaruhan Sin-jiu Cian Hui dapat dibatalkan seperti apa yang baru saja terjadi. Tapi dia lupa akan sesuatu, lupa bahwa kedudukan maupun martabat yang berbeda seringkali menimbulkan pula suasana yang berbeda. Pertaruhan yang luar biasa itu tetap berlangsung, barisan yang anehpun tetap berderet di sepanjang jalan. Karena barisan yang aneh, tempat2 yang mereka lalui, biarpun sebuah dusun yang sepi akan berubah menjadi kota yang ramai, pedagang2 kecil yang bergabung dalam barisan itu kian lama kian bertambah banyak sehingga terciptalah suatu rombongan pedagang yang melayani segala kebutuhan dari bahan pokok sampai pada benda yang kecil. Dalam sejarah dunia persilatan belum pernah tercatat adanya barisan aneh seperti ini. Dalam barisan aneh ini terkumpul pertentangan antara manusia dengan manusia.... cinta, dendam, budi, iri, benci, ambisi, keserakahan .. serta pelbagai persaingan lain. Tapi di balik persaingan tersebut terdapat pula banyak kegembiraan. Banyak musuh2 besar yang selama ini sukar di temukan telah berjumpa di situ, bahkan ada pula yang semula tak kenal lantas menjadi sahabat karib, ya, pokoknya seribu satu macam kemungkinan telah terjadi di situ. Gelak tertawa Keh koan Pau Siau thian masih menggema seperti sediakala, tapi sikapnya terhadap Sin lu-tui hong Cia Pin dari musuh kini telah berubah menjadi bersahabat. Ia mulai mengerti, di balik perawakan tubuh yang kurus kecil itu bisa jadi tersimpan hati yang jujur persis seperti perasaannya, ia pun mulai mengerti alangkah bodohnya bila menilai seorang berdasarkan lahiriah saja. Hui Giok sendiri semakin jarang bercakap-cakap. Ini bukan dikarenakan ia tak suka bergaul dengan kebanyakan orang, melainkan ia betul-betul tak punya waktu untuk ber-cakap2. Tiap hari, Leng kok siang-bok tentu rnengajarkan pengetahuan baru yang berbeda kepadanya. Pelajaran yang betul2 membuat orang jadi pusing, pelajaran yang sulit dipahami oleh siapa pun termasuk pelajaran bermain khim (kecapi) bermain catur membuat syair, membaca buku, melukis, ilmu pertabiban ilmu perbintangan ilmu meramal termasuk ilmu melepaskan Am gi, Ginkang Kiam sui Ciang hoat, pokoknya meliputi hampir seluruh pengetahuan manusia. Kesemua itu masih belum termasuk pula kitab pusaka Hay thian polok yang harus dipelajari pula setiap ada waktu senggang, bayangkan saja bagaimana mungkin dia ada waktu untuk bercakap dengan orang lain. Bantuan tenaga dalam yang diberikan Leng goat-siancu ibaratnya sebuah anak kunci yang secara tiba-tiba membukakan gudang ilmu baginya. Kini ia baru sadar bahwa pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu silat pada hakikatnya begitu luas, begitu dalam sehingga sukar dijajaki. Lantas, kapankah dia ada waktu untuk mengobrol ************************ Hal 67-78 hilang ************************ Memang, yang belajar jelas amat payah dan berat, tapi yang mengajar juga tidak berarti seenaknya saja, Leng-kok-siang-bok mulai heran oleh kemampuan Hui Giok mengisap semua pengetahuan yang meraka berikan, merekapun mulai merasa bahwa pengetahuan yang mereka miliki juga terbatas. Maka mereka sendiripun mulai belajar lagi mereka membeli pelbagai macam buku pengetahuan serta berusaha mempelajari kepandaian lain. Di antara sekian banyak jago persilatan yang bergabung dalam barisan panjang itu terdapat banyak sekali jago-jago silat yang berilmu tinggi, seringkali di tengah malam buta mereka didatangi oleh Leng kok-siang-hok, selagi mereka kaget dan ketakutan oleh kehadiran kedua manusia aneh itu dengan kata halus Leng kok siang-bok lantas memberitahu kepada mereka agar mereka bersedia membuka rahasia ilmu pengetahuannya, kemudian dengan bengis memperingatkan pula kepada mereka agar kejadian ini jangan sampai dibocorkan kepada pihak ketiga. Maka keesokan harinya, Leng kok siang bok pun mengajarkan ilmu yang mereka "begal"
Itu kepada Hui Giok, seringkali sebelum mereka berdua...
"Benarkah sudah hampir tiba waktunya?"
"Coba terka, Hui taysianseng bakal menang atau kalah?"
Agak jauh dari situ, sebuah tanah perbukitan yang agak tinggi terdapat pula seonggokan api ungun.
Leng kok-siang-bok berdua duduk di tepi api unggun, sambil memandang bayangan manusia yang memenuhi kaki bukit nun jauh di sana suara pembicaraan mereka, gelak tertawa mereka sayup-sayup terdengar terbawa angin.
Leng Han tiok yang termangu itu tiba-tiba berkata sambil tersenyum ,"Benar-benar tak nyana pada usia menjelang tua kita tidak merasakan kesepian."
"Ya, hidup manusia tak sampai seratus tahun bisa menjumpai peristiwa besar semacam ini rasanya tidak sia-sia hidup kita di dunia ini"
Sambung Leng Ko-bok sambil tertawa. Leng Han-tiok menenggak secawan arak lalu berkata lagi.
"Dalam dunia persilatan tentu banyak orang yang merasa heran, mereka tak habis mengerti mengapa kita berdua bersaudara tidak pulang ke rumah, juga tidak berniat melepaskan diri dari kuntitan ekor panjang ini,"
Ia tersenyum dan melanjutkan "Hahaha, orang persilatan tentu tak menyangka bahwa kita berbuat demikian karena senang sekali menyaksikan keramaian tersebut"
Kedua manusia aneh itu saling pandang sekejap sambil tertawa, pelahan sinar mata mereka beralih ke arah Hui Giok yang sedang duduk bersila di depannya.
Di tengah kegelapan pemuda itu tampak duduk dengan wajah serius, sikapnya begitu tenang, boleh dibilang sama sekali tak terpengaruh oleh suara gaduh di bawah sana, ia pun tidak merasa kedinginan karena embusan angin malam yang kencang, sebaliknya malah ada selapis hawa panas yang mengepul dari ubun-ubunnya dan buyar tertiup angin.
Jilid ke- 15 Menyaksikan keadaan tersebut Leng Ko-bok berkata.
"Dalam dunia persilatan sering tersiar berita yang mengatakan bahwa ada sementara orang berbakat dapat mencapai kemajuan ilmu silatnya sehari bagaikan menempuh seribu li, mula-mula aku tak percaya, Tapi sekarang, ai, setelah menyaksikan kesempatan yang didapat anak muda ini, bukankah hal ini yang dinamakan sehari bagaikan menempuh seribu li?"
Leng Han-Tiok tersenyum.
"Jangan keburu senang dulu, ingin kulihat kepandaian apa yang akan kau ajarkan kepadanya sebentar lagi?"
"Terus terang, aku rela mengaku kalah dalam pertaruhan ini daripada menang,"
Kata Leng Kobok sambil tersenyum.
"sebenarnya, bila kita kalah, hal ini merupakan peristiwa yang patut digembirakan, cuma...!"
Ia menghela napas panjang, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu menyambung.
"Dalam suasana dan keadaan seperti ini, mungkin sulit bagi kita untuk berjumpa lagi, maka kuharap bisa mengulur waktu sedapat mungkin. Kedua orang ini kembali saling pandang dengan tertawa, memandang bayangan manusia di bawah bukit, diam-diam mereka menikmati suasana yang serba aneh ini, sementara beberapa buah bintang bercahaya terang muncul di angkasa. Hanya bintang itulah yang mengetahui rahasia hati kedua bersaudara ini. Angin berembus sepoi-sepoi, tiba2 bayangan manusia di bawah sana terjadi kekalutan, orang2 yang semula duduk serentak pada melompat bangun.
"Apa yang terjadi?"
Seru Leng Ko bok dengan heran. Seruan kaget berkumandang di bawah bukit Leng-kok-siang-bok segera pasang telinga dan mendengarkan dengan seksama, tiba-tiba airmuka mereka berubah. Rupanya teriakan kaget yang menggema di bawah bukit itu berbunyi.
"Liong-heng pat-ciang datang!"
"Tham-congpiauthau datang!"
Di tengah gemerdepnya cahaya api, dua sosok bayangan dengan kecepatan tinggi melayang ke atas bukit, mereka adalah Sin-lu-tui-hong Cia Pin dan Pat kwa-ciang Liu Hui.
Kurang lebih lima tombak di depan Leng-kok siang-bok mereka berhenti seraya menjura, lalu berseru dengan lantang.
"Hui-taysianseng, Tham-congpiauthau dari Hui-liong-piaukiok datang menjumpai dirimu?"
Kedua orang itu hanya menyinggung nama "Hui-taysianseng", sama sekali tidak menyebut Leng-kok-siang-bok.
Kedua Leng bersaudara itu saling pandang sekejap, entah bergembira atau sedih.
Dalam waktu setahun yang amat singkat, nama Hui-taysianseng telah mengungguli kebesaran nama Leng-kok siang bok, hal ini sama sekali tak tersangka oleh siapapun jua.
Ya, pada hakikatnya siapa yang dapat menyangka perubahan yang akan terjadi dalam dunia persilatan? Sementara itu, selesai berteriak tadi Pat kwa-ciang Liu Hui dan Sin-lu-tui-hong Cia Pin segera menyingkir ke samping dan berdiri dengan sikap sangat menghormat.
Leng-kok siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, diam-diam mereka melirik ke samping, dilihatnya Hui Giok juga masih duduk bersila tanpa menggubris teriakan itu.
Jelas anak muda itu sedang memusatkan segenap pikiran, dalam keadaan demikian, sekalipun gunung Thaysan ambruk di depan matanya juga tak akan membikin kaget padanya.
Dalam pada itu, kawanan jago yang berada di bawah bukit telah menyingkir ke samping dan memberi sebuah jalan lewat yang cukup lebar.
Di bawah cahaya obor yang menerangi sekeliling tempat itu, Liong-heng pat-ciang Tham Beng yang bermantel benang emas selangkah demi selangkah melewati kerumunan lautan manusia dengan langkah berat.
Walaupun sepanjang jalan ia selalu bersenyum ramah, walaupun dia mengangguk kepala berulang kali memberi salam kepada kawanan jago yang berjajar di sisi jalan, akan tetapi sinar matanya memancarkan sinar wibawa yang tebal, yang membuat siapapun jua tak berani memandang remeh tokoh yang menggetarkan dunia persilatan ini.
Tiga orang laki2 berbaju ringkas warna hitam mengikat di belakangnya, mereka semua bersenjata lengkap.
Seorang di antaranya berperawakan jangkung dengan tulang pelipis menonjol, sinar matanya tajam, pada pinggangnya bergantung sebilah pedang berbentuk aneh.
Kawanan jago yang berada di sekitar tempat itu mengenalnya sebagai Piautau utama dan Hui liong-piaukiok yang merupakan seorang tokoh kuat dalam dunia persilatan.
Dia bernama Tianghong kiam (si pedang bianglala) Pian Sau-yan.
Orang kedua meski berperawakan kecil dan pendek, namun gerak-geriknya amat gesit, dia bermata besar, bercambang lebat dan membawa golok Kiu-hoan-kui-tau-to (golok besar berkepala setan) tanpa sarung, hingga ketika berjalan golok itu saling berdentingan karena gelang baja pada batang goloknya menimbulkan suara nyaring.
Orang itu amat tersohor dalam dunia persilatan dia adalah ahli golok yang disegani di utara maupun selatan sungai besar Dengan Sip-hun toh-mia-to (ilmu golok perenggut nyawa) ia malang melintang tanpa tandingan, orang menyebutnya sebagai Sip-hun-to Lo Gi.
Yang paling menarik perhatian adalah orang ketiga, seorang pemuda kekar yang berwajah hitam seperti pantat kuali, orang ini mengikut di belakang Liong-heng pat ciang.
Pemuda ini bukan saja bertubuh kekar dan gagah, wajahnya juga mengerikan dia bermulut lebar, pipi kempot, mata elang dan hidung betet, ditambah lagi warna kulitnya yang gelap, dia seakan2 memang bermuka kaku dan dingin menyeramkan.
Pada pinggangnya terselip sebuah sarung panjang terbuat dari kulit ikan hiu warna hijau yang berbentuk aneh.
Meskipun banyak jago pengalaman yang hadir, namun tak seorangpun tahu senjata macam apakah yang tersimpan di balik sarung itu, lebih-lebih lagi tak seorangpun yang bisa menebak asal-usulnya.
Para jago mulai ber-bisik2 lagi.
"Siapakah orang ini? Mungkinkah dia seorang Piausu baru Hui-liong-piaukiok?"
Ke empat orang itu sama sekali tidak rnenghentikan langkah mereka, langsung menuju ke atas bukit di mana Hui Giok dan Leng-kok siang bok berada.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika melihat Leng kok-siang-bok tetap duduk tak bergerak di tempat semula, alisnya bekernyit, ia berpaling dan memandang pula ke arah Hui Giok yang masih dua bersemedi.
Wajahnya yang kelihatan tenang dan kalem itu membuat tokoh Hui-liong-piaukiok ini melengak.
"Hahaha, Hui hiantit, baikkah engkau?- sapanya sambil terbahak-bahak. Gelak tertawanya itu keras dan nyaring menggema angkasa, menggetar telinga semua jago yang berada di bawah bukit dan empat penjuru sekeliling bukitpun dipenuhi oleh gema suara itu. Bagaimana dengan Hm Giok, ia tetap duduk tenang seperti semula, sedikitpun tak bergerak. Mencoronglah sinar mata pemuda hitam di belakang Liong heng pat ciang ia menyeringai sehingga tertampak baris gigi yang putih sekali berkelebat tahu2 ia menubruk ke arah Hui Giok. Air muka Leng Han tiok berubah kejam, bahunya bergerak, iapun melambung ke atas untuk mengadang kedatangan orang. Siapa tahu gerakan pemuda itu benar-benar cepat luar biasa, sebelum orang tahu apa yang terjadi tahu-tahu ia sudah berkelebat lewat di sisi Leng Han-tiok. Tak terkirakan rasa kaget Leng Han-tiok, secepat kilat ia memutar tubuh dan siap siaga. Setelah pemuda itu menyambar ke depan Hui Giok, telapak tangannya diayun ke depan menghantam batok kepala anak muda itu. Leng kok-siang bok membentak nyaring, ke duanya menerjang ke belakang pemuda tadi.
"Pa-cu jangan sembrono!"
Bentak Liong-heng-pat ciang dengan dahi berkerut.
Pemuda kekar itu sudah hampir melancarkan serangannya, tapi demi mendengar bentakan tersebut cepat ia menarik kembali tangannya.
Dalam pada itu, Leng kok-siang-bok telah menyusul tiba, merasakan adanya ancaman pemuda itu melompat lima depa ke muka, lalu dengan pandangan yang liar bagaikan binatang buas diawasinya kedua orang aneh itu.
Tiba-tiba Liong-heng~pat-ciang memberi tanda, Tiang hong kiam Pian Sau-yan, Si-hun-to Lo Gi, Pat kwa-ciang Liu Hm dan Sin iu-tui-hongCia Pm seketika menyebar ke empat penjuru dalam posisi mengurung.
Tham Beng langsung menghampiri Hui Giok, Leng-kok siang-bok juga berjaga di samping anak muda itu dan siap melancarkan serangan setiap saat.
"Hui-hiantit!"
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menegur setelah berdehem.
"apakah kau..."
Tapi sebelum selesai bicara, tiba-tiba ia lihat air muka Hui Giok berubah jadi merah membara.
Tham Beng terperanjat ia tahu tenaga dalam Hui Giok sekarang telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa hebatnya, mencapai tingkatan tertinggi dalam hal tenaga dalam.
Heran dan kaget jago tua itu, ia tak habis mengerti sejak kapankah tenaga dalam anak muda itu mencapai tingkatan setinggi ini, pelahan dia mengangkat tangannya dan siap melepaskan pukulan dahsyat ke batok kepala Hui Giok"
Perlu diketahui bahwa keadaan Hui Giok waktu itu amat kritis, jangankan pukulan yang dahsyat pukulan yang enteng saja cukup menggagalkan latihan anak muda itu, bahkan aliran darah dalam tubuhnya akan terbalik dan akan menyebabkan ke matian baginya.
Leng kok siang-bok dengan tajam mengawasi gerak-gerik telapak tangan orang, asal serangan tersebut dilancarkan serentak mereka pun akan melancarkan serangan sepenuh tenaga.
Peda saat yang kritis itulah, tiba-tiba Hui Giok membuka matanya, setajam sembilu pancaran sinar matanya, hal ini membuat Liong-heng pat-ciang jadi keder dan membatalkan niat jahatnya.
"Bagus bagus."
Serunya kemudian sambil mengelus jenggotnya "Hahaha! Kionghi untuk kesuksesanmu, tak nyana dalam setahun yang singkat ilmu silat Hiantit telah mendapat kemajuan yang demikian pesatnya.
Hui Giok tersenyum dan berbangkit lalu mengerling penuh rasa terima kasih kepada Leng koksiang- bok agaknya ia tahu bahwa kedua orang tersebut telah melindungi jiwanya.
Kemudian sambil memberi hormat kepada Liong-heng pat-ciang ia menyapa.
"Baik2kah paman Tham selama ini?"
Tiba-tiba Leng Ban-tiok tertawa dingin, sindirnya.
"Hehehe, mungkin tak ada orang yang mengira seorang pemuda yang dikatakan goblok ternyata sanggup mempelajari ilmu silat maha sakti dalam waktu singkat... Hehehe...
" - Sambil tertawa dingin tiada hentinya, dia tak sudi melirik lagi ke arah Tham Beng. Setebal-tebalnya muka Liong-heng-pat-ciang, merah juga mukanya demi mendengar sindiran tersebut. Hui Giok merasa tak tenteram melihat kejengahan orang, dasarnya memang berhati mulia sekalipun hatinya curiga setiap kali terkenang kembali pengalamannya ketika belajar silat di Huiliong piaukiok serta caci-maki Tham Beng yang menuduhnya "goblok"
Dan "tidak berbakat"
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun selama ini ia selalu menganggap kejadian itu wajar, mungkin paman Tham memang tak ingin menyaksikan dia belajar silat dan mengikuti jejak mendiang ayahnya sehingga mungkin hidupnya akan berakhir dengan malang.
Oleh sebab itulah sejauh ini sama sekali tidak timbul rasa benci atau dendamnya terhadap Tham Beng, pelahan sinar matanya menyapu pandang sekejap sekeliling tempat itu, namun suasana tetap hening, jelas kehadiran tokoh silat yang bernama besar itu telah menggetarkan perasaan mereka.
Diam-diam Hui Giok menghela napas, ia pikir "Ai, bagaimanapun juga paman Tham adalah seorang tokoh persilatan yang luar biasa setiap gerak-geriknya maupun kata-katanya penuh berwibawa hingga membuat orang tunduk serta tak berani membantahnya."
Padahal mimpipun ia tak menyangka bahwa rasa hormat kawanan jago itu terhadapnya tidaklah kurang daripada rasa hormat mereka kepada liong heng-pat-ciang Tham Beng.
"Paman Tham,"
Katanya kemudian dengan hormat setelah termenung sebentar, ada urusan penting apakah jauh-jauh engkau datang kemari?"
Liong-heng-pat-ciang tersenyum.
"Belakangan ini kudengar berita yang tersiar dalam dunia peralatan yang mengatakan bahwa kau telah berhasil belajar ilmu sakti, aku jadi kuatir bercampur gembira, maka aku lantas datang kemari untuk menengok dirimu."
Hui Giok sangat terharu mendengar kata-kata tersebut, jawabnya dengan tergegap.
"Siautit merasa berutang budi kepada paman Tham atas kesudianmu memelihara keponakan sampai dewasa, entah kapan budi kebaikan ini baru dapat kubalas"
Beberapa patah kata itu betul2 diucapkan dari hati sanubarinya, sama sekali tidak ada rasa pura-pura.
suaranya menjadi tersendat hampir saja air matanya meleleh keluar, sambil mengelus jenggotnya Liong-heng-pat-ciang Tham Beng menunjukkan sikap se-akan2 sangat terharu mendengar kata-kata itu, sekulum senyuman ramah segera tersungging di ujung bibirnya.
"Ayahmu sudah lama meninggal dunia, sebagai sobat karibnya adalah wajar kalau aku berusaha sedapat mungkin merawat keturunannya, Ai sayang aku terlampau sibuk oleh pekerjaanku sehingga terhadap kalian menjadi kurang perhatian."
Setelah menghela napas panjang, tiba-tiba wajahnya kelihatan sangat menyesal Hui Giok semakin terharu, matanya ber-kaca2 tenggorokan seperti tersumbat, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Senyuman yang semula menghiasi bibir Tham Beng mendadak lenyap tak berbekas.
sebagai gantinya terlintaslah hawa nafsu membunuh yang dingin dan seram.
"Paman Tham, apakah kedatanganmu kemari masih ada urusan lain?"
Seru Hui Giok.
"Ya, benar!"
Sahut Liong heng pat ciang setelah memandang sekejap bayangan punggung Leng kok-siang-bok. Mendadak ia memberi tanda.
"cring"
Pedang Bianglala Pian Sau yan dan si Golok perenggut nyawa Lo Gi yang berdiri di samping segera melolos senjata masing-masing. Para jago terkejut, demikian pula dengan Hui Giok, cepat serunya dengan tergegap "Paman Tham apakah..."
"Kedatanganku ke sini selain untuk menjenguk dirimu, akupun hendak menuntut keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan akan kubalaskan dendam bagi kawan-kawan persilatan yang telah mati terbunuh,"
Tukas Tharn Beng dengan suara berat. Air muka Hui Giok berobah hebat.
"Tapi selama menjadi manusia, siautit tak pernah mencelakai jiwa orang secara..."
"Bukan kau yang kumaksudkan?"
Kembali Liong-heng-pat-ciang menukas. Tiba2 ia putar badan menghadap ke arah para jago, sesudah menjura lalu berkata dengan lantang "Kukira hadirin sekalian tentu kenal dengan Mo-Seng, orang nomor tiga dari Pak-to jitsat?"
Ketika mengucapkan kata- ini, kebetulan Leng kok-siang-hok berpaling, sorot mata mereka yang dingin memandang sekejap sekeliling tempat ini, kemudian berhenti pada senjata di tangan Tiong-hong kiam dari Si-hun-to.
Dalam pada itu kawanan jago yang hadir di situ sama mendesis.
Liong-heng pat-ciang kembali memberi tanda suasana yang semula gaduh segera menjadi hening yang terdengar hanya gesekan baju tertimpa angin, dalam pandangan para jago persilatan perawakan tinggi kekar tokoh persilatan itu se-akan2 lebih kuat daripada Thay san, siapapun tak berani memandang rendah kepadanya.
Tak usah kita persoalkan bagaimana watak serta prilaku orang nomor tiga dan Pak-to-jit sat ini,"
Kata Tham Beng lebih jauh dengan lantang.
"yang pasti, ketika dia menemui ajalnya kebetulan kuhadir dan menyaksikan kematiannya dengan mata kepalaku sendiri. Aku merasa kejadian ini tidak adil, masa hanya disebabkan suatu perselisihan yang sangat kecil, Leng-kok siang-bok yang juga sudah termashur karena keganasan dan kekejamannya itu telah membantai orang secara keji."
Leng kok-siang bok cuma tertawa dingin sambil tetap berdiri di tempat semula mereka sama sekali tidak mengalangi Tham Beng untuk melanjutkan tuduhannya.
Air muka Huj Giok merubah hebat, sedang para jago ber bisik2 memperbincangkan soal itu.
Setelah hening sejenak, Tham Beng berkata lebih jauh "Memang antara diriku dan Pek to jitsat tidak tersangkut hubungan sanak maupun keluarga, tapi demi menegakkan keadilan dan kebenaran dunia persilatan, aku tak dapat berpeluk tangan setelah menyaksikan peristiwa itu.
Demi menegakkan keadilan dan kebenaran, selama puluhan tahun belakangan ini aku telah pontang panting kesana kemari.
seperti halnya saudara lihat sekarang, kedatanganku sekarang juga disebabkan oleh alasan yang sama."
Dia merandek sejenak, lalu melanjutkan dengan suara keras.
"Hari ini aku Liong heng-patciang Tham Beng sengaja datang kemari mencari Leng-kok- siang - bok untuk menuntut balas bagi Pak~to-jit-sat."
Sampai disini kembali ia memandang sekejap sekeliling tempat itu, ketika dilihatnya para jago telah terpengaruh olehnya hingga tak seorang pun berani bicara, dengan wajah penuh kebanggaan dia berkata lebih jauh.
"Dalam pertarungan yang akan berlangsung hari ini, baik siapa yang menang atau kalah, harap saudara sekalian jangan mencampuri urusan ini, bila ada di antara kalian membantu aku Tham Beng, meski hanya suatu pukulan atau sekali tendangan, dia bukan sahabatku lagi."
Kata-kata itu sepintas lalu kedengarannya gagah dan bersifat jantan, padahal diam-diam ia sedang memperingatkan orang lain agar jangan membantu Leng-kok-siang-bok.
Pada dasarnya sebagian besar kawanan jago itu memang tidak menaruh kesan baik terhadap Leng kok-siang-bok, tentu saja seruan tersebut disambut dengan sorak gegap gempita.
Sambil mengelus jenggotnya Liong-heng pat-ciang tertawa, pelahan ia memutar tubuhnya.
Sementara itu Hui Giok menjadi bingung, ia tak tahu kenapa paman Tham secara tiba-tiba bisa membela Pak to-jit-sat, ia segera memburu ke depan untuk mencegahnya.
Tapi sebelum anak muda itu sempat mengucapkan sesuatu, Tham Beng sudah memberi tanda, Tiang hong-kiam serta Si-hun-to segera menerjang ke muka, senjata mereka dengan membawa kilatan tajam menyilaukan langsung menabas batok kepala Leng-kok siang-bok.
Selama peristiwa itu berlangsung, meski air muka Leng-kok-siang-bok tetap tenang tanpa menunjukkan perubahan apapun namun diam-diam mereka menghimpun tenaga dalam untuk menghadapi segala kemungkinan.
Maka begitu pihak musuh mulai melancarkan serangan, kedua orang bersaudara itupun tertawa dingin Leng Ko-bok mengerutkan dahinya, waktu pedang berbentuk aneh dari Pian Sauyan yang membawa sinar hijau hampir menyayat tubuhnya, tiba-tiba ia bergeser ke samping, telapak tangannya cepat bergerak ke atas, ia balas mengancam jalan darah Hang-bun-hiat di pinggang lawan.
Padahal para jago menyaksikan pedang Tiang hong-kiam Pian Sau-yan menyambar ke tenggorokan Leng Ko-bok, siapa tahu dalam waktu sekejap saja telapak tangan maut manusia aneh itu sudah berada di bawah iga Piau Sau-yan.
Menghadapi ancaman itu, cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping, pergelangan tangannya bergetar, seketika itu juga pedangnya menabas pergelangan tangan lawan.
Leng Ko-bok membentak keras, begitu terhindar dan sambaran pedang, dia lancarkan tendangan kilat pada pergelangan tangan lawan yang memegang pedang.
Pian Sau-yan buru2 menarik tangannya ke bawah, tapi Leng Ko-bok terus berputar, ujung jari tengah dan telunjuk setajam pisau menutuk Hu-ciat-htat di bawah tulang iganya.
Cepat Tiang-hong kiam Pian Sau-yan bergeser ke samping lagi, pedangnya berkembang menciptakan selapis jaring sinar dan melancarkan serangan dahsyat ke muka pula.
Dingin air mukanya, nafsu membunuh terpancar dan balik matanya, jangan kira badannya jangkung, tapi kelincahannya betul2 mengagumkan, pedang istimewa yang satu kaki lebih panjang dari pedang biasa ini dimainkannya sedemikian gencar, setiap serangannya tertuju pada bagian tubuh lawan yang mematikan.
Leng Ko-bok sendiri meski bertubuh jangkung, tapi dibandingkan Pian Sau-yan ternyata masih kalah tingginya Dalam waktu singkat, terlihatlah sekujur badannya yang kurus kering seolah-olah terhimpit oleh serangan lawan yang dahsyat bagaikan tindihan gunung, dia lebih banyak bertahan daripada menyerang.
Merasa kedudukannya di atas angin, semangat Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan tambah berkobar jurus serangannya makin garang, kalau bisa rasanya dia ingin sekali tusuk menebas kutung batok kepala Leng Ko bok.
Sementara itu di pihak lain, Leng Han-tiok dengan gerakan secepat angin berputar kian kemari dengan lincahnya dia kurung Si-hun-to Lo Gi dengan serangan gencar? Permainan golok duri Si-hun to Lo Gi mantap dan berat, setiap serangan yang dilancarkan selalu disertai deru angin tajam, jurus2 serangannya tampak lambat tapi di tengah sinar goloknya sama sekali tak ada peluang dia seperti tak acuh terhadap gerak tubuh Leng Han-tiok yang cepat, seolah-olah tak memandangnya barang sekejap pun.
jurus serangannya yang berat dan mantap selalu mengancam bagian tubuh Leng Han-tiok yang paling fatal, belasan jurus kemudian, permainan goloknya bertambah cepat, variasi serangannya juga bertambah banyak.
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sendiri cuma berdiri di samping sambil mengelus jenggot, ketika menyaksikan Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melancarkan serangan yang indah, dia manggut-manggur sambil tertawa.
"Bagus, bagus!"
Serunya berulang kali, Pat kwa-ciang Liu Hui yang berada di sampingnya ikut bertepuk tangan sambil memuji tiada hentinya "Bagus, bagus"
Jurus serangan yang indah!"
Suasana jadi bertambah ramai lagi setelah kawanan jago yang ikut menonton pertarungan itu ikut bersorak-sorai memberi semangat.
Padahal kalau berbicara dengan sesungguhnya pertarungan yang melibatkan ke empat orang itu berlangsung dengan cepat luar biasa, di antara sekian banyak jago hanya beberapa gelintir orang saja yang betul-betul dapat mengikuti perubahan serangan yang terjadi dalam gelanggang pertarungan.
Hanya pemuda berbaju hitam saja yang berdiri kaku itu, meski mukanya tanpa emosi, matanya yang tajam tampak mengerling hina, seakan akan ilmu silat yang digunakan keempat orang itu tak terpandang sebelah mata olehnya.
Hui Giok menjadi gugup, saking cemasnya peluh sampai membasahi jidatnya, walaupun ia bermaksud menolong Leng kok siang-bok dan keadaan yang tidak menguntungkan itu, tapi ia pun segan bermusuhan dengan "lnjin" (tuan penolong) paman Tham, karena itulah ketika dilihatnya posisi Leng-kok-siang-bok semakin terdesak di bawah angin, tak tahan lagi pemuda itu lantas berjalan menghampiri Tham Beng.
Tapi sebelum ia sempat buka suara sambil tersenyum Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah berkata lebih dulu.
"Sudah lama kudengar nama besar Leng-kok-siang-bok tapi setelah kujumpai hari ini, hah, tak tahunya cuma begini begini saja, sungguh mengecewakan Anak Giok, coba lihatlah kedua anak buahku itu bukankah ilmu silat nya lumayan juga?"
"Bagusnya memang bagus..."
Sahut Hui Giok tergegap.
"Cuma..."
Sambil tersenyum, cepat Liong heng-pat ciang Tham Beng menyela.
"Sepintas lalu walaupun kungfu kedua orang ini tampaknya memiliki keistimewaan yang berbeda, apalagi jika kita lihat senjata yang mereka gunakan, ilmu silat mereka lebih mirip aliran keras, padahal kenyataannya kungfu mereka justeru menganut aliran cepat dan lincah, terutama Si-hun-to Lo Gi, permainan goloknya makin lama semakin cepat, jurus serangannya juga makin cekatan, coba lihatlah jurus Hui hoa-hud-hiat (memisah bunga menyambar jalan darah) yang barusan digunakan, bukankah amat indah dan hebat?"
"Ya, benar, benar,"
Kembali Hui Giok men jawab dengan tergegap.
"cuma .
"
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng tertawa, tukasnya lagi.
"Permainan pedang Tiang hong-kiam Pian Sau-yan juga lumayan, meskipun dia menggunakan pedang pada jurus Tiang-hong koan jit (bianglala menutupi matahari) barusan, padahal jurus itu berasal dari jurus tombak. Coba lihatlah bukankah serangan yang dipakainya itu adalah jurus Hong-tiam-rau (burung hong mengangguk)? Untunglah Leng Ko-bok cepat menghindar, kalau tidak ..cukup jurus serangan ini nyawanya dapat dibereskan."
Semua keterangan itu diucapkan dengan senyuman dikulum, seakan-akan seorang guru sedang menerangkan manfaat suatu jurus serangan terhadap muridnya.
Sambil manggut-manggut Hui Giok tak pernah mengalihkan pandangannya atas tubuh kedua Leng bersaudara, dapat dilihatnya betapa kedua orang itu terdesak oleh serangan musuh yang gencar, bahkan permainan kedua macam senjata aneh itu kian lama kian bertambah ganas, terutama suara dentingan nyaring dari gelang gelang golok yang saling beradu betul-betul membuat buyar konsentrasi orang.
Pada dasarnya kawanan jago yang hadir sudah keder terhadap Liong-heng-pat ciang, maka sekarang merekapun ikut bersorak sorai memberi semangat untuk Tiang-hong-kiam dan Si hun-to.
Sementara itu, setelah berhenti sebentar Liong-heng-pat-ciang kembali berkata dengan tersenyum.
"Walaupun kurang adil rasanya bagi anak buahku yang bertarung melawan musuh yang bertangan kosong, namun harus diingat bahwa pertarungan ini bukan pertarungan adu kepandaian melainkan suatu pertarungan menuntut balas, tentu saja keadaannya berbeda sekali, Bukankah demikian anak Giok?"
Dengan kaku Hui Giok terpaksa mengangguk "Ya, memang betul, cuma..."
Semakin cerah senyuman yang menghiasi wajah Liong-heng-pat-ciang, tampaknya dia ingin memotong lagi perkataan Hui Giok itu. Tapi sekali ini anak muda itu telah berteriak lebih dulu.
"Sebetulnya siautit tak ingin banyak berbicara terhadap niat paman Tham untuk membalaskan dendam bagi orang lain, tapi perlu paman ingat bahwa hingga kini kedua Leng bersaudara masih dalam pertaruhan denganku, kukira tidak seharusnya kalau paman Tham."
"Tidak seharusnya kenapa?"
Tegur Liong-heng-pat-siang dengan air muka berubah. Hm Giok tertegun, tapi sesudah mengenaskan napas panjang, lalu lanjutnya.
"Kukira tidak seharusnya paman Tham melaksanakan niatmu pada saat dan keadaan seperti sekarang ini."
Pengalaman yang semakin masak, ilmu silat yang semakin lihay dan kecerdasan yang semakin tumbuh telah mengubah Hui Giok yang lemah jadi Hui Giok yang tangguh, akan tetapi berhubung sejak kecil disebarkan dalam lingkungan pengaruh Tham Beng, otomatis rasa jeri dan segannya terhadap Tham Beng masih tersisa dalam hatinya.
Itulah sebabnya untuk mengucapkan kata-kata semacam itu dia harus menggunakan tenaga sekuatnya.
Ia tidak tahu bahwa tindakan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng sekarang selain dikarenakan ia hendak membalas budi kepada Pat-to jit-sat yang berhasil menyelamatkan dia dari kepungan ketika berada dalam perkampungan Long-bong-san-ceng tempo hari, yang penting lagi adalah dia tak ingin pertaruhan antara Hui Giok dan Leng-kok-siang bok berlangsung lebih lanjut.
Hui Giok berpaling, ketika dilihatnya Thamn Beng berdiri membungkam dengan wajah dingin, ia merasa agak kaget bercampur takut, tapi sebisanya pemuda ini berusaha mengendalikan perasaannya itu, kembali katanya.
"Paman Tham, bukan kah perkataan siautit masuk di akal?"
"Hmm"
Liong-heng-pat-ciang Tham Beng mendengus.
"urusan dunia persilatan bukan urusan yang mudah kau ketahui, usiamu masih sangat muda, lebih baik..."
Sebelum kata-kata itu berakhir tiba-tiba Leng-kok-siang bok berpekik nyaring, tubuh mereka berdua bergerak semakin cepat, gaya serangan pun ikut berubah, tiga kali pukulan berantai yang dilancarkan secara gencar seketika itu juga memaksa Tiang-hong kiam dan Si-hun-to melompat mundur ke belakang.
Pada kesempatan itu Leng Ko-Bok bergeser ke samping, kedua telapak tangannya menari kian kemari dengan gencarnya, sebentar menebas ke kiri sebentar membacok ke kanan, dalam sekejap mata ia sudah mencecar Tiang-hong kiam habis-habisan.
Pada saat yang sama, Leng Han-tiok juga melancarkan serangan ke arah Si-hun-to.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah melepaskan tujuh kali pukulan berantai, sedemikian gencarnya serangan itu sehingga Tiang-hong kiam dan Si-hun-to tak bisa berkutik, jangankan melancarkan serangan balasan, bertahan pun rasanya berat.
Selewatnya tujuh jurus serangan tadi, posisi Tiang-hong kiam dan Si-hun-to semakin kritis, keadaan mereka sangat berbahaya.
Menyaksikan hal tersebut, Liong-heng-pat ciang mengernyitkan alis mata, sementara para jago sama terdiam, hanya Hui Giok seorang yang berdiri dengan senyuman dikulum, sebab dia tahu kedua bersaudara itu berhasil mengelabui musuhnya dengan suatu siasat pura-pura kalah yang amat jitu.
Pertahanan Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to makin lama semakin kacau, tampaknya bila pertarungan itu dibiarkan berlangsung lebih jauh, maka sepuluh gebrakan lagi mereka pasti akan terluka oleh telapak tangan baja Leng kok-siang-bok.
Diam2 Hui Giok mengembuskan napas lega ia coba berpaling, dilihatnya air muka Liong-hengpat- ciang Tham Beng bertambah serius kedua alis matanya makin berkerut, tak perlu melihat pun dia tahu posisi Tiang-hong kiam dan Si hun to sudah berada dalam keadaan yang sangat berbahaya.
Tiba? Liong heng-pat-ciang Tham Beng berseru dengan dahi berkerut "Pa-cu!"
Pemuda baju hitam yang berada di depan sana mendadak melambung ke udara dan melayang lewat di atas kepala Tiang hong kiam, Si hun-to serta Leng-kok-siang-bok, cepat sekali gerak tubuhnya bagaikan rajawali yang melayang di udara.
Begitu melayang turun di depan Tham Beng dengan enteng pemuda itu menyahut "Pa cu berada di sini!"
"Yakinkah kau akan kemampuannya."
Than Beng bertanya dengan mata berkilat tajam.
"Hanya satu orang!"
Sahut pemuda baju hitam tanpa berpaling. Kalau begitu suruh Sau yan dan Lo Gi menghadapi seorang, yang lain kau hadapi sendiri, jika kalah, tak usah temui aku lagi."
Pemuda kekar itu tidak banyak bicara lagi, pelahan dia lepaskan sarung kulit aneh dipinggangnya, isi sarung kulit itu adalah sebuah ruyung yang berwarna ke-perak2an, panjangnya satu depa.
"Sau-yan, menyingkir ke kanan,"
Teriak Liong heng-pat ciang Tham Beng kemudian.
Keadaan Tiang hong-kiam Pian Sau-yan waktu itu sudah amat payah, jurus serangannya juga kalut dan tak menurut kehendak hatinya lagi, maka begitu mendengar seruan tersebut, dia tarik napas panjang pedang menyapu ke depan dengan jurus Heng sau-aan kun (inenyapu bersih beribu prajurit) Ketika Leng-ko-bok terdesak mundur, cepat ia berputar lalu menyusup ke samping Si-hun-to dan melancarkan suatu tabasan kilat ke lambung Leng Han-tiok Tentu saja Leng Ko-bok tidak membiarkan musuhnya kabur begitu saja, ia membentak sambil memburu ke depan, pemuda kekar berbaju hitam itu bertindak cepat, ketika musuh akan bergerak ke muka, ia bertindak lebih dulu, ia menyusup maju mengadang jalan Leng Ko-bok.
"Manusia liar yang tak tahu diri, kau juga ingin berkelahi?,"
Teriak Ko-bok. Pemuda baju hitam itu menggigit bibirnya menahan geram sehingga tampak kedua pipinya melembung, dengan mata jelilatan seliar binatang buas dia menatap musuhnya tajam-tajam, lalu teriaknya.
"Kau mengatakan aku orang liar?"
"Ya, benar!"
Jawab Leng Ko-bok cepat "Sudah puluhan tahun ia malang melintang dalam dunia persilatan tapi belum pernah menemui sinar mata sebuas itu, bergidik juga hatinya.
Air muka si anak muda baju hitam itu tiba-tiba berubah seram, ia menyeringai kemudian telapak tangan kirinya diayun ke depan lima jarinya di pentang lebar-lebar, diancamnya jalan darah Ing hiang, Hui-pek serta He-ciong di tubuh lawan.
Leng Ko bok membalik telapak tangannya ke atas, dengan tangan kanan dia tutuk urat nadi musuh, sedang tangan kirinya membacok dada lawan.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda baju intan itu tertawa seram, ruyung perak tiba-tiba menuang ke muka secepat kilat, jangan kira panjang ruyung itu cuma satu depa, dalam serangan tersebut ruyung yang pendek seakan2 berubah jadi lebih panjang satu kaki.
Leng Ko bok terkejut, cepat ia menarik kepalanya dan dada menyurut, sambil berputar badan sekuatnya, dengan susah payah serangan itu dapat terhindar juga akhirnya.
Tentu saja pemuda baju hitam itu tak memberi kesempatan bagi musuh untuk berganti napas, ruyung perak berputar, cahaya perak memancar seolah2 ribuan jalur sinar kilat yang menyilaukan mata, serentak dia kurung sekujur tubuh Leng Ko-bok dengan rapat.
Dengan serangan yang luar biasa ini, posisi Leng Ko-bok makin kececar, hanya sekejap terasa lah dari muka dan belakang, kiri dan kanan muncul sinar perak yang disertai desingan angin tajam dalam keadaan demikian, kecuali menghindar sedapatnya boleh dibilang tak mampu melancarkan serangan balasan lagi.
Hawa nafsu membunuh makin menyelimuti wajah pemuda hitam itu, sinar matanya semakin buas, tiba-tiba tangannya bergetar ke depan, ruyung perak yang semula pendek berubah seperti toja panjang dengan jurus Thay-san-ap teng (bukit Thay menindih kepala), dia hantam kepala musuh.
Sekali lagi Leng Ko-bok terdesak mundur tiga lnngkah.
"Trak"
Letikan bunga api memancar ke empat penjuru bersamaan dengan terhajarnya api unggun oleh ruyung perak itu.
Kayu-kayu arang yang membara dengan membawa lelatu api serentak bermuncratan di udara dan menyambar ke tubuh Leng Ko-bok.
Pemuda itu menarik kembali ruyungnya dia putar badan terus menyabat pinggang lawan pula.
Leng Ko-bok tak berani gegabah, cepat dia melambung ke udara dengan gerakan Ui-ho congthian (bangau kuning menembus angkasa) Pemuda baju hitam itu tarik kembali ruyungnya, segera ia menutuk jalan darah Yong-coan niat pada telapak kaki Leng Ko-bok dengan jurus Liau-thun-itcu (tonggak sakti menegak ke langit).
Cepat Leng Ko-bok tarik kaki dan menekuk pinggang, sesudah jumpalitan satu kali dia melayang turun jauh ke sana, tapi belum sempat mengatur napas, percikan api yang menempel dibajunya telah berkobar.
Pemuda hitam itu menyeringai seram, sambil menerobos maju ruyung perak berputar gencar dan menghantam secara berantai, walaupun semua serangan dapat dihindari Leng Ko-bok, tapi api yang membakar bajunya berkobar makin besar Dalam keadaan demikian dia hanya bisa menghindar ke kiri berkelit ke kanan belaka dalam keadaan yang mengenaskan Liong-heng-patciang tertawa dingin, sementara para jago lain sama menjerit kaget, siapapun tak menyangka pemuda hitam yang baru pertama kali muncul dalam dunia persilatan ini ternyata memiliki kungfu serta tenaga dalam yang sakti, sampai-sampai Leng-kok-siang-bok yang tersohor pun kewalahan menghadapi dia.
Di pihak lain, Tiang-hong-kiam dan Si-hun-to yang bekerja sama menghadapi Leng Han-tiok berhasil pula memperbaiki posisinya, mereka dapat bertempur makin mantap dan mulai berada di atas angin.
Cahaya senjata mereka menyambar ke sana ke man, sebentar ke atas sebentar ke bawah, lalu ke kiri dan kemudian ke kanan, serangan mereka makin lama makin bertenaga dan tepat sasarannya, M^skt dengan susah payah Leng Han tiok masih sanggup melayaninya, namun lamalama menjadi gelisah juga.
Perlu diterangkan baik Tiong-hong-kiam Pian Sau-yan maupun Si-hun to Lo Gi adalah tokoh2 silat kelas satu dalam dunia persilatan, kungfu mereka tentu saja jauh lebih hebat daripada Patkwa- ciang Liu Hui atau Koay be sin-to Kiong Cing yang, dengan kungfu mereka ini biasanya telah merajai satu daerah.
Dan sekarang mereka bekerja sama untuk menghadapi seorang musuh yang sama, bisa dibayangkan betapa berat serangan mereka, sekalipun Leng Han-tiok berilmu tinggi, lama-lama tak tahan juga menghadapi kerubutan mereka.
Hui Giok jadi berdebar menyaksikan kejadian ini, mukanya sebentar pucat sebentar menghijau, apalagi setelah menyaksikan keadaan kedua Leng bersaudara yang mengenaskan itu.
ia betul-betul me-rasa tak tega.
Teringat pada budi kebaikan mereka selama ini, akhirnya pemuda itu tak dapat mengendalikan emosinya lagi, tiba-tiba ia membentak keras.
"Tahan"
Secepat kilat ia terus menerjang masuk ke arena.
Dalam bentakan tersebut rupanya ia sertakan tenaga dalam yang sempurna.
suara bentakan ibaratnya geledek yang menggelegar bumi terasa berguncang.
Para jago terperanjat Tiang hong-kiam Pian su yan dan Si-hun-to Lo Gi yang sedang bertarung pun tanpa terasa menghentikan serangan mereka."
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Liong-heng pat-ciang segera membentak Hui Giok tidak menggubris bentakannya itu, kepada Tiang hong-kiam dan Si-hun-to ia berkata seraya menjura.
"Bersediakah saudara berdua memberi muka kepadaku dan sementara menghentikan pertarungan?"
Meskipun Pian Sau-yan dan Lo Gi adalah Piautau kelas satu dari Hui-liong-piaukiok, tapi sepanjang tahun mereka selalu melakukan perjalanan ke sana kemari, dengan demikian tidak pernah berjumpa muka dengan Hui Giok sebelumnya, mereka hanya tahu Hui Giok punya hubungan erat dengan Tham-congpiautau.
Berbicara selaku Bengcu Perserikatan orang persilatan Kanglam, ditambah pula ucapannya yang sungkan dan ramah, kedua orang itu jadi tercengang dan buru2 membalas hormat.
Hui Giok tersenyum, sorot matanya beralih ke arah pemuda baju hitam, tapi ketika dilihatnya permainan ruyung orang masih gencar, sedikitpun tiada tanda-tanda hendak menghentikan pertarungan bahkan wajahnya yang bengis mengingatkan orang pada harimau buas yang siap menerkam mangsanya seketika alis Hui Giok berkerut.
"Saudara Pa...
"
Teriaknya Belum lenyap suara bentakan itu, tiba-tiba pemuda baju hitam itu berpekik nyaring, ruyung peraknya diputar makin gencar, padahal api yang berkobar di tubuh Leng Ko-bok sudah membakar jenggot dan rambutnya, hal ini membuat keadaannya semakin mengenaskan.
Darah yang mengalir dalam tubuh Hui Giok jadi mendidih, ia tak peduli apakah kungfunya mampu menandingi si pemuda baju hitam atau tidak, dengan suatu loncatan mendadak dia menerjang maju.
"Keparat, kau juga ingin mampus""
Bentak pemuda baju hitam itu dengan wajah seram.
Ruyung perak yang semula menyerang Leng Ko~bok mendadak ditarik kembali lalu menyabat ke arah Hui Giok Serangan itu membawa kekuatan yang mengejutkan, angin menderu bagaikan amukan angin puyuh, Melihat itu kedua Leng bersaudara jadi kaget Liong-heng-pat-ciang juga terkesiap, sedang para jago berteriak tertahan, semua orang menganggap Hui Giok yang lemah lembut dan bertangan kosong itu pasti bukan tandingan pemuda baju hitam yang menyerang seperti harimau gila itu.
Hui Giok sendiri juga terkesiap oleh serangan dahsyat itu, ketika sinar keperak-perakan itu hampir bersarang di kepalanya, tanpa pikir lagi tangan kirinya bergerak ke depan, sementara tangan kanan berputar setengah lingkaran dan balik mencengkeram ujung ruyung tersebut.
Jurus serangan mi merupakan salah satu jurus ampuh yang tercatat dalam kitab pusaka Haythian- pi-lok.
kungfu ini sudah puluhan tahun lenyap dan peredaran dunia persilatan.
Kawanan jago hanya merasa pandangan jadi kabur, tahu2 ujung ruyung sudah terpegang oleh Hui Giok.
Leng-kok-siang bok terbelalak kegirangan.
Liong-heng-pat-ciang berubah pucat, sedang pemuda baju hitam itu segera menghardik "Lepas."
Dengan kaki terpantek di tanah bagaikan tonggak baja, sekuat tenaga ia betot ruyungnya ke belakang.
Waktu itu Hui Giok sama sekali tak menyadari betapa kuat tenaga dalam yang dimilikinya, ketika berhasil serangan yang pertama tadi, dia sendiri ma lah tertegun, maka ketika timbul tenaga yang maha dahsyat membetot ruyung, serta merta ia lepas lengan dan ruyung itupun terlepas dan genggamannya.
Sekali lagi para jago menjerit kaget, sebaliknya pemuda baju hitam itu dengan wajah bangga melancarkan serangan lagi dengan ruyungnya.
Setelah pengalamannya tadi, pemuda baju hitam itu bertindak lebih hati2.
ia kuatir ruyung akan ditangkap lagi oleh lawannya, maki dalam serangan ini ruyungnya disertai tenaga penuh dan berbagai gerak perubahan.
Tak terduga, Hui Giok ayun tangan kiri dan memutar tangan kanan ke atas, dengan sangat mudahnya ia berhasil menangkap lagi ruyung, ruyung itu bahkan tenaga murni si pemuda baju hitam yang tersalur pada senjata itupun dipunahkan.
Dengan peristiwa ini, bukan saja para jago terperanjat sampai2 pemuda baju hitam itupun melongo bingung, sungguh ia tak tahu kenapa lawan beruntun dua kali berhasil menangkap ujung ruyungnya dengan suatu gerakan yang sederhana.
Se-akan2 merogoh barang dalam sakunya sendiri saja.
Tentu saja ia tak menyangka jurus serangan Hui Giok barusan bernama Tam-nang ci but (merogoh saku mengambil benda) dan merupakan jurus ajaib dalam ilmu silat, jangankan cuma dua jurus serangan, sekalipun dia menyerang sepuluh kali dengan tipu yang berbeda, cukup dengan suatu gerakan yang sederhana ini Hui Giak juga tetap mampu memegang ujung ruyungnya.
"Lepas."
Bentak pemuda baju hitam setelah merandek sejenak dengan gigi gemertukan Kali ini Hui Giok juga sudah siap sedia, tenaga murni disalurkan penuh, tubuh terpantek bagaikan tonggak, ketika musuh membetot ruyungnya, dia juga membetot ke belakang.
"Krak!"
Ruyung pemuda baju hitam itu patah jadi dua bagian.
Karena pemuda baju hitam itu sedang membetot dengan sekuat tenaga, maka begitu senjatanya putus, ia tak mampu mempertahankan keseimbangan badannya lagi, dia terhuyung ke belakang dan hampir saja jatuh terjengkang.
Semua orang bersorak, Leng kok siang bok kegirangan, yang aneh adalah Tiang hong kiam dan Si hun to diam2 mereka pun senang.
Kiranya pemuda itu bernama Biau Pa, dia adalah seorang yatim piatu dari daerah Biau, sejak kecil berlatih hingga bertenaga kasar serta ilmu silat yang beraneka ragam, suatu ketika bakatnya yang bagus itu ditemukan Liong heng-pat ciang, maka dia diterima sebagai muridnya dan diajari ilmu silat otomatis kungfunya memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Sejak diketahuinya bahwa ia sangat dimanja Liong-heng-pat ciang, sikapnya terhadap Pian Sau yan dan Lo Gi atau kawanan Piausu lainnya jadi berbeda.
ia tak pandang sebelah mata terhadap orang-orang itu, sedang orang lainpun sedikit banyak segan terhadapnya karena dia bertenaga sakti dan berilmu tinggi, otomatis banyak orang yang sakit hati kepadanya.
Maka setelah menderita kekalahan sekarang orang lainpun ikut bergirang.
Air muka Liong-heng-pat-ciang berubah hebat sedangkan si pemuda baju hitam alias Biau Pa masih berdiri melongo sambil memandang ruyungnya yang patah, agaknya ia tak percaya kalau tenaga saktinya yang tiada tandingan itu telah ketemu batunya.
Setelah termangu sejenak, akhirnya ia membentak keras dan menyerbu lagi ke depan.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, kepercayaan Hui Giok atas kemampuan sendiri bertambah besar, ia putar ke samping menghindarkan terkaman musuh, kemudian dengan menggunakan kutungan ruyung tadi ia menyabat.
Sabatan ini seperti sekenanya, tapi sebenarnya mengandung daya serang yang dahsyat, Biau Pa buru2 berkelit ke samping.
Secepatnya dia menghindar tapi ujung bajunya tersambar juga oleh sabatan ruyung patah Hui Giok Berbicara soal kepandaian silat, kendatipun dia kalah setingkat dibandingkan Hui Giok, tapi pengalaman tempur jauh lebih banyak daripada Hui Giok, andaikata ia dapat bertarung dengan hati yang tenang, mungkin dia tak akan sampai dikalahkan secepat itu.
Tapi kenyataannya sekarang, walaupun sikap nya tetap garang dan buas, tapi nyalinya sudah keder oleh keampuhan ilmu silat Hui Giak, setelah pikiran kalut dan nyalinya pecah, andaikan beradu jiwa juga tiada gunanya.
Liong heng-pat-ciang berkerut kening, cepat ia membentak "Pa-cu, tahan!"
Berbareng dengan itu ia melangkah maju dengan pelahan, tubuhnya yang tinggi besar dengan sekali loncat sudah tiba di samping Biau Pa. ia merampas kutungan ruyung perak dan tangan pemuda baju hitam itu, lalu menghardik.
"Kenapa belum juga mundur!"
Gerak maju dan merebut senjata ini bukan saja cepat bahkan tepat, sungguh sangat mengejutkan.
Gerak tertawa berkumandang dan samping arena di mana para jago berada, dengan muka kelam Biau Pa mundur beberapa langkah, lalu putar badan dan lari pergi dan situ.
Sambil memegang kutungan ruyung Liong heng pat ciang sama sekali tidak memandang sekejap pun pada Biau Pa, sebaliknya ia tersenyum ke pada Hui Giok.
Senyuman itu dalam pandangan orang lain mungkin merupakan suatu senyuman biasa, tapi Hui Giok jadi bergidik tiba-tiba teringat kembali masa kecilnya waktu berada di Hui liong piauwkiok, ia sering melihat senyuman semacam itu menghiasi wajah sang paman Tham, tapi entah mengapa ia selalu merasa dibalik senyuman yang ramah itu seakan-akan terselip sesuatu yang membuatnya merinding, setiap kali ia bercakap cakap atau bermain dengan Tham Bun-ki, paman Tham selalu menampilkan senyuman seperti itu dan mengajak puterinya berlalu.
Suatu kali tanpa disengaja ia masuk ke kamar paman Tham, waktu itu paman Tham sedang mempermainkan semacam benda di atas meja, ketika melihat ia masuk, senyuman seperti itulah segera tersungging di bibirnya, lalu ia diberitahu agar selanjutnya jangan masuk ke kamarnya lagi.
Bilamana ia mendapatkan sebuah benda yang disukainya, seringkali sang paman Tham akan membawa senyuman semacam itu dan mengambil benda tadi, bahkan memberitahukan padanya bahwa sebagai pemuda tak boleh terlalu banyak bermain sehingga lupa pada tugas seorang muda.
Ia tidak pernah dendam terhadap semua kejadian ini, karena dia menganggap paman Tham telah memberi nasihat kepadanya, agar dia belajar baik Tapi entah mengapa, demi melihat senyuman tersebut pada saat dan keadaan seperti sekarang ini tiba-tiba saja kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya, membuatnya bergidik seperti apa yang dialaminya waktu kecil dulu.
Tanpa terasa ia menyurut mundur selangkah.
Liong-heng-pat-ciang tersenyum, katanya lagi "Orang selalu berkata bahwa pekikan burung Hong muda tentu lebih nyaring daripada burung Hong tua.
Hiantit, kau betul-betul telah membuat kejutan, kesuksesanmu sudah tentu sangat menggirangkan paman, tapi kukira lebih baik kau menyingkir saja."
Ia tidak menunggu jawaban Hui Giok, begitu selesai bicara dia lantas putar badan dan menghadap ke arah Leng kok siang bok, sambil mempermainkan kutungan ruyung di tangannya, ia berkata pula sambil tersenyum.
"Kungfu kalian berdua memang cukup mengagumkan sampai aku jadi gatal tangan, bila kalian berdua tidak terlalu mengandalkan tenaga Hui hiantit..hendak kutantang kalian berdua untuk bertarung!"
Begitu maksudnya diutarakan, para jago jadi terperanjat diam2 mereka bersyukur karena dapat menyaksikan pertarungan yang jarang ditemui di dunia persilatan ini, sementara orangorang yang berdiri di belakang serentak berkerumun maju ke depan.
Selama belasan tahun nama besar Liong-heng pat ciang menggetarkan Kangouw, tapi belum pernah seorang jago silatpun yang pernah menyaksikan tokoh ini turun tangan sendiri maka tiada yang tahu sampai di manakah tinggi rendahnya kepandaian tokoh termasyhur ini.
Suasana kembali menjadi gaduh, diam2 para jago mulai berbisik memperbincangkan soal ini bahkan ada yang mulai bertaruh.
"Ayo coba tebak, pada jurus yang keberapa liong heng pat ciang akan mengalahkan kedua bersaudara keluarga Leng itu?"
"Lima puluh jurus!"
"Tiga puluh jurus!"
"Aku bertaruh lima belas tahil pegang tiga puluh jurus?"
"Aku bertaruh seekor kuda, pegang lima puluh jurus."
Ternyata tak seorang pun yang berani mengatakan bahwa Leng-kok-siang-bok yang akan menangkan pertarungan ini.
Air muka Leng kok siang bok berubah jadi kelabu menyeramkan, tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan kedua bersaudara ini.
Menghadapi mati dan hidup mereka tetap menunjuk ketenangan yang mengagumkan, diamdiam para jago sama memuji.
Kedua bersaudara itu hanya melirik sekejap ke arah Hui Giok dengan pandangan hambar, setelah membereskan pakaian mereka bersama-sama maju ke hadapan Liong-heng-pat ciang, tanya mereka dengan dingin.
"Akan Pibu (beradu silat) atau..."
Liong heng pat ciang terbahak-bahak.
"Mau Pibu atau apa saja, kalian berdua boleh maju bersama"
Berbicara sampai di sini, mendadak telapak tangannya diayun ke depan, selarik cahaya perak segera meluncur ke angkasa bagaikan meteor, hanya sekejap saja cahaya itu lantas lenyap tak berbekas sambitan yang disertai tenaga dalam yang amat sempurna itu sudah tentu menimbulkan kegemparan para jago, seruan kaget tertahan berkumandang di sana sini, sementara Tiang-hong kiam dan Si-hun to menyurut mundur beberapa langkah.
Helaan napas dan seruan tertahan bergema, tapi Hui Giok seolah-olah tidak mendengar apapun ia sedang berpikir apa makna yang sebenarnya dari kerlingan Leng kok siang-bok kepadanya barusan.
Hanya dia saja yang dapat memahami betapa beratnya perasaan kedua kakek yang berwajah dingin dan kaku ini, hanya dia yang dapat merasakan betapa berdukanya dan kerlingan itu.
Kerlingan itu mengandung arti perpisahan antara mati dan hidup juga mengandung luapan perasaan kasih sayangnya terhadap Hui Giok seakan-akan mereka merasa menyesal karena tak dapat menyaksikan anak muda itu mencapai kesuksesan dan tersohor namanya dalam dunia persilatan, karena mereka cukup menyadari arti dan pertarungan ini, merekapun menyadari baik soal kungfu maupun tenaga dalam, mereka berdua bukan tandingan Liong-heng pat-ciang.
Seketika itu Hui Giok merasa pikirannya sangat kalut dan bingung.
Berbicara soal budi, Liong-heng pat ciang yang memeliharanya hingga dewasa, tapi tanpa Leng kok siang bok, dapatkah ia sukses seperti hari ini? Berbicara soal hubungan batin, kendatipun Leng kok-siang bok bermuka dingin dan kaku, tapi kebaikan mereka terhadap dirinya begitu mendalam sehingga wajah kaku mereka tidak dapat menutup rasa kasih sayang mereka padanya.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba Liong heng pat-ciang bertepuk tangan dan bergelak tertawa.
"Hahaha, aku Tham Beng bila dengan tangan kosong tak mampu mencabut nyawa kalian, maka utang lama atau baru akan kuhapus sampai disini saja, Mari, mari". Nyaring amat gelak tertawanya. Di tengah gelak tertawa itulah pelahan Liong heng-pat-ciang maju ke muka dan menghampiri Leng-kok-siang bok. Dua saudara Leng dari lembah dingin ini serentak terpencar ke samping kiri dan kanan, mereka tak berani gegabah, diawasinya setiap langkah Liong-heng-pat ciang tanpa berkedip. Sekejap mata kemudian, tubuh yang tinggi besar itu sudah berada tiga langkah di depan Leng kok-siang-bok, dalam jarak sedekat ini cukup baginya untuk mengayunkan tangannya dan niscaya jalan darah kedua Leng bersaudara dapat dicapainya. Hui Giok angkat kepalanya, kebetulan sinar mata Leng-kok siang bok yang dingin sedang mengerling ke arahnya. Seketika itu juga kerlingan tersebut mengobarkan semangat Hui Giok, terasa darah dalam tubuhnya bergolak.
"Tahan! bentaknya tiba-tiba, walaupun tidak terlalu nyaring bentakan itu namun pada saat dan keadaan seperti ini, kedudukan Hui Giok dalam pandangan semua orang sudah berbeda, maka semua orang pun segera mengalihkan perhatian mereka kepada pemuda itu. Dalam pada itu Hui Giok telah bertindak, dia bergerak maju ke muka dan berdiri di samping Leng kok-siang-bok sambil merentangkan kedua tangannya untuk merintangi sang paman. Berubah air muka Liong-heng pat ciang, tegumya.
"Hm, kini sayapmu sudah mulai tumbuh, apakah kau juga ingin mencoba kepandaian paman Tham?"
"Mana berani!"
Sahut Hui Giok cepat dengan tangan diluruskan ke bawah. Liong-heng pat ciang Tham Beng tersenyumm "Kalau begitu, mundurlah dan situ!"
Hui Giok tidak mundur, sebaliknya malah menengadah sambil berkata lagi dengan nyaring "Maaf paman, keponakan takkan mundur dari sini, justeru keponakan memberanikan diri akan memohon kepada paman Tham agar lepas tangan tunggu dulu setelah menang atau kalah pertaruhan kami sudah diketahui."
"Hehehe! bagus, bagus sekali!"
Liong-heng-pat-ciang menukas sambil tertawa dingin.
"Apakah tindakanku sekarang juga harus di bawah perintah mu?"
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ia mendorong bahu Hui Giok sambil membentak "Minggir"
Mencorong tajam sinar mata Hui Giok, ia tidak menghindar juga tidak berkelit, maksudnya serangan itu akan diterimanya begitu saja.
Siapa tahu, setelah urat penting mati hidupnya tertembus, otomatis tenaga murni yang terkandung dalam tubuhnya akan menimbulkan daya perlawanan terhadap pukulan orang lain, seperti halnya orang biasa yang memegang sesuatu benda panas secara refleks tangannya segera diangkat kembali.
Dengan daya refleks ini, meski dia tidak bermaksud menghindari serangan Tham Beng, tapi ketika angin serangan menyentuh badannya, tanpa terasa tangan kirinya membalik ka atas dan langsung memotong urat nadi pergelangan tangan lawan.
Liong heng-pat ciang berkerut kening, pergelangan tangannya digetarkan serangannya juga berubah arah.
Siapa tahu tangan Hui Giok seperti tumbuh mata, ke manapun serangan itu beralih, jarinya selalu membuntutinya dan tetap mengancam pada urat nadi pergelangan tangannya, pada hakekatnya Hui Giok sendiripun tidak tahu kenapa tangannya bisa berputar seperti itu bagaikan hal itu sudah sewajarnya saja, dengan leluasa dan begitu bebasnya tangan itu berputar ke sana kemari.
Dia tidak tahu kitab pusaka Hay thian-pi-lok adalah kumpulan ilmu silat maha sakti yang diciptakan oleh Hay-thian ko-yan (si walet dari Hay-thian), seorang tokoh sakti dunia persilatan.
Pada masa mudanya Hay thian ko yan malang melintang dalam dunia persilatan boleh di bilang ilmu silat dan pelbagai perguruan di dunia ini berhasil dipelajarinya maka tidak heran jika isi kitab pusaka Hay-thian-pi-lok terdiri dan intisari ilmu silat berbagai aliran.
Selama satu tahun terakhir ini, setiap hari Hui Giok mengapalkan isi kitab pusaka itu dengan tekun, boleh dibilang catatan dalam kitab itu sudah apa semua di luar kepala, padahal ilmu pukulan yang digunakan Liong heng~pat ciang tercantum pula dalam kitab Hay-thian-pi-lok, dengan demikian maka tanpa disadari Hui Giok, setiap jurus yang digunakan anak muda itu justru merupakan jurus anti pukulan Liong-heng-pat ciang itu.
Begitulah, kedua orang itu terus bergeser kian kemari sudah tentu para jago tak paham akan rahasia di balik pertarungan itu, mereka sama terbelalak dan melongo heran.
Sedingin es wajah Liong-heng-pat ciang, sungguh tak terlukiskan rasa kagetnya, Setelah bertarung tiga putaran tiba-tiba ia tarik kembali serangannya setelah mengamati sekejap wajah Hui Giok, lalu dia terbahak-bahak.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hahaha! Anak Giok, apa kau betul-betul ingin berkelahi dengan pamanmu?"
"Keponakan berharap paman Tham suka berbuat kebaikan dan sudahi persoalan hari ini sampai di sini saja!"
Sahut Hui Giok sambil membusungkan dada.
Sebetulnya ia merasa tubuh Tham Beng terlampau tinggi besar, tapi setelah ia busungkan dadanya tiba-tiba dirasakan bahwa ia sama tingginya dengan Tham Beng, serta merta rasa jeri yang semula mencekam itu lenyap beberapa bagian.
Berkilat sinar mata Tham Beng otaknya berputar keras, sejak belasan tahun berselang ia sudah berambisi ingin menjadi pemimpin dari para jago silat dunia persilatan, ia merasa betapa aibnya jika seorang pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan tak mampu dikalahkannya.
Karena itu, meski hawa marah membakar hatinya dan menimbulkan nafsu membunuh namun wajahnya masih tetap tersungging senyuman katanya.
"Berbicara hubungan kita, seharusnya apa yang kau mohon tak boleh kutolak dengan begitu saja, akan tetapi . ya, kecuali hari ini saja bila lain kali kau..."
"Keponakan hanya minta agar paman Tham menunggu sampai menang atau kalah di antara aku dan kedua Leng locianpwe ini diketahui,"
Tukas Hui Giok cepat, ia keputusan akhir sudah ada, maka bagaimanapun hasil pertarungan antara paman Tham melawan Leng-locianpwe berdua Siau tit tak akan mencampurinya "
Dalam mengucapkan kata-kata tersebut ia sama sekali tidak merendahkan atau melemaskan posisi Leng-kok-siang bok hal ini tentu saja menumbuhkan rasa terima kasih yang amat sangat dalam hati kedua orang aneh itu.
Leng kok-siang-bok adalah tokoh persilatan yang sudah lama tersohor namanya dalam duma persilatan, seandainya Hui Giok menampilkan diri karena bertujuan melindungi kedua orang itu maka Leng-kok-siang-bok akan lebih baik mengadu jiwa daripada unjuk kelemahan di
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long