Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 4


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 4


ngkongannya tapi setelah mengalir masuk ke perut dirasakan hawa panas yang segera menyebar ke sekujur badannya dalam waktu singkat seluruh badan terasa nyaman dan segar.

   Meski Hui giok belum pernah minum arak selama masih berada dalam perusahaan Hui liong piaukiok seringkali ia mendengar orang membicarakan tentang perbedaannya antara arak kwalitas baik dan jelek, mereka bilang hanya arak baik yang segera dapat dirasakan kenyamanannya begitu arak masuk ke dalam perut.

   Berpikir sampai di sini hatinya kembali tergelak diam2 dia geli entaj dengan cara bagaimanakah arak ini diperoleh anak muda ini? Nyata dia tidak tahu arak itu adalah arak bagus, bahkan arak berkualitas paling tinggi.

   Selama hidup baru pertama kali ini Hui giok minum arak, sekalipun ia telah merasakan sedapnya arak yang diminumnya, toh takarannya minimum arak terbatas, tak lama kemudian ia sudah mabuk ia merasa benaknya kosong dan enteng, ingin terbang rasanya.

   Dilihatnya pemuda itu memegang Holo arak ditangan kiri, sendok ditangan kanan diketuk2kan pada kuali matanya mencorong memandang ke atas tampaknya sedang bersenandung dengan suara lantang.

   Hui giok tak mendengar suara senandung orang tapi dari mimik wajahnya yang berubah2 dari matanya yang berkaca2 serta air muka yang penuh kesedihan dapat dirasakan olehnya pemuda itu penuh dengan kesedihan.

   Tiba2 pemuda itu buang Holo itu, arak wani segera tercecer dimana2 tapi ia tidak peduli dipegangnya tangan Hui giok erat dan menangis tersedu2, semua ini membuat Hui giok tercengang persoalan apakah yang sedang dihadapi anak muda ini? Mengapa sedemikian sedih ia menangis? Ia lantas teringat akan dirinya bukankah ia sendiripun masih muda, bukankah iapun memiliki banyak persoalan yang menyedihkan, seketika pelbagai kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya, tak tahan lagi ia pun menangis tersedu sedan.

   Walaupun tangisan kedua orang itu yang satu bersuara dan yang lain tidak, namun keduanya sama sedihnya.

   Tiba2 pemuda itu mendorong tubuh Hui giok lalu diambilnya sepotong batu dan digoreskan pada tanah sehingga tertulis "

   Mengapa begitu banyak persoalan yang menyedihkan hatimu?"

   Hui giok tertegun, justru pertanyaan ini hendak ditanyakan, tapi perasaannya ketika itu memang tersumbat, ia sangat berharap dapat menumpahkan ganjelan hatinya itu kepada seseorang, maka diambilnya batu itu dan dibeberkannya dengan tertulis kejadian yang dialaminya selama ini diatas tanah.

   Setelah menulis ia menghapus tulisan itu dan menulis lagi, entah sudah berapa lama ia membeberkan asal usulnya sehingga tanah yang dipakai untuk menulispun jadi gembur dan harus pindah ke tempat lain, ia menulis terus sampai tangannya pegal, ia beristirahat sebentar tapi rasa sedihnya sukar dibendung, ia menangis lagi.

   Pemuda itupun membaca sambil menangis dijemputnya kembali Hiolo arak yang dibuangnya tadi lalu bersama Hui giok menghabiskan sisa arak yang masih tertinggal itu.

   Semula anak muda itu menangisi nasibnya sendiri, tapi sekarang dia ikut menangisi nasib Hui giok yang jelek, akhirnya arakpun habis, air matanya kering sang surya sudah bergeser ke tengah cakrawala malah sudah condong ke barat.

   Tiba Hui giok bangkit berdiri, dibuangnya jauh2 batu yang digenggamnya itu, perasaannya sekarang terasa lebih lega, sebab setelah sekian tahun akhirnya ia berhasil menemukan seorang untuk membeberkan segenap kedukaannya.

   Sesudah semua kemurungan dan kekesalan terlampiaskan ia merasa pikirannya jadi kosong persoalan apapun tak terpikirkan lagi olehnya, malahan perasaan ingin terbang kembali timbul lagi untuk pertama kalinya ia merasakan arak adalah suatu benda yang aneh untuk pertama kalinya pula ia merasakan menangis adalah suatu kejadian yang aneh.

   Senja sudah hampir tiba angin yang berhembus membawa udara yang dingin tapi hati kedua pemuda itu masih tetap hangat, rasanya tak ada persoalan apapun di dunia ini yang dapat mendinginkan pergolakan darah yang mengalir dalam tubuh mereka.

   Ketika menuruni bukit kecil itu, matahari telah lenyap sama sekali di balik gunung.

   Cahaya senja menghiasi langit barat dengan indahnya, meski suasananya tak banyak berbeda, dengan masa lalu tapi perasaan Hui giok sekarang sudah jauh berbeda sekarang ia sudah mempunyai sobat karib ia tak merasa kesepian lagi sekalipun sampai detik itu belum diketahui olehnya nama pemuda itu.

   Pemuda itu memanggul karungnya tangan lain merangkul bahu Hui giok, karena banyak menegak arak langkah mereka agak sempoyongan tapi berjalan cepat, Hui giok merasa seakan2 ada orang mendorong punggungnya tanpa terasa langkahnya jadi cepat.

   Ia tahu tenaga tersebut terpancar dari tangan pemuda yang merangkul bahunya itu diam2 ia semakin kagum terhadap kebolehan kungfu orang itu.

   Dua orang berjalan tanpa arah dan tujuan, entah berapa lama mereka sudah berjalan suasana disekitar tempat itu, makin lama makin sepi, sekarang sudah tak nampak tanah ladang lagi yang ada cuma semak belukar dimanakah mereka harus beristirahat malam nanti.

   Waktu menengadah dan memandang ke depan diantara remang2 cuaca tiba2 dilihatnya bayangan sebuah bangunan muncul dibalik pepohonan dalam keadaan masih mabuk ia tak tahu bangunan apakah itu, iapun tak perduli apakah pemilik gedung itu bersedia menerima kedua pemuda dekil semacam mereka untuk menginap di rumahnya ia menarik baju pemuda itu dan menuju gedung tersebut dengan langkah lebar.

   Betapa girangnya Hui giok setelah tiba di sana, ternyata pintu gerbang itu terpentang lebar.

   Orang lain pasti keheranan bila menemukan sebuah gedung di tempat terpencil dengan pintu terpentang lebar, tapi kedua pemuda ini yang tujuh bagian masih terpengaruh oleh arak, mereka tak perduli tetek bengek itu, langsung mereka masuk ke dalam bangunan itu, mereka melongok ke dalam tertampaklah bangunan tersebut sangat besar dan megah Cuma tak nampak setitik cahayapun.

   Siang hari pada musim panas lebih panjang daripada malam hari meski sudah petang tapi remang2 masih dapat terlihat keadaan di dalam rumah.

   Mereka masuk ke ruang tengah, sarang laba2 tampak menghiasi setiap sudut ruangan, meja kursi sama rusak ternyata bangunan yang megah ini hanyalah bangunan kosong yang sudah tak berpenghuni lagi.

   Pemuda itu terbahak2 ia taruh karungnya di atas meja, mendadak meja itu patah dan ambruk.

   Hui giok tertawa menyaksikan adegan tersebut pikirnya "Pantas saja ambruk, karungmu segede gajah entah beberapa ratus macam barang yang kau simpan di situ!"

   Sambil membatin, ia berjalan ke samping dan duduk di atas kursi yang ada di sana.

   "Krak!' baru saja pantatnya menempel kursi itu, tiba kursi itupun patah dan ambruk. Hui giok kehilangan keseimbangan badan tanpa ampun iapun jatuh terduduk di lantai. Terbahak2 pemuda itu, dia memburu maju, maksudnya akan membangunkan Hui giok siapa tahu kakinya melangkah ke depan, telapak kakinya terasa terjeblos ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam ia terkejut dan tundukkan kepalanya untuk memeriksa apa yang terlihat membuat hati anak muda itu terkesiap. Cahaya remang2 dari luar masih dapat menerangi tempat ini, tertampaklah tujuh delapan bekas telapak kaki yang mendekuk di lantai sedalam hampir tiga inci rupanya kaki pemuda itu nyaris menginjak ke dalam bekas telapak kaki itu. Heran Hui giok ketika mendadak ia melihat senyuman yang semula menghiasi wajah pemuda itu lenyap dan sedang memandangi permukaan lantai dengan melengong karena heran ia menghampiri rekannya, namun apa yang kemudian terlihat membuat dia terkejut. Perlu diterangkan bahwa gedung ini bangunan kuno yang sangat kukuh dan kuat, permukaan lantai raung iut terbuat dari plesteran semen yang tebal dan kuat akan tetapi bekas telapak kaki itu sanggup tertera sedalam tiga inci, itu menandakan orang yang melakukan perbuatan tersebut memiliki tenaga dalam yang benar2 luar biasa. Dengan kepala tertunduk pemuda itu termenung beberapa saat lamanya kemdian dihampirinya kursi yang ambruk diduduki hui giok tadi ketika tangannya menyentuh kursi tersebut, tahu2 kursi kayu mrah yang kelihatannya kukuh itu hancur lumat menjadi bubuk berkerutlah alisnya menyaksikan kejadian itu, tangannya segera mengebut ke depan sisa kursi kayu merah itu seketika hancur tanpa bentuk lagi. Meski usianya masih muda, pengalamannya di dunia persilatan cukup luas, ia tahu kursi kayu merah itu bukan lapuk dimakan rayap atau lantaran terlampau lama usianya, dengan tatapan tajam ia coba memeriksa keadaan di seputar sana, betul juga di depan kursi tadi ditemuinya lagi dua pasang bekas telapak kaki yang juga mendekuk ke dalam lantai. Dia mundur beberapa langkah, bekas2 telapak kaki itu kembali ditelitinya, terbukti bahwa beberapa bekas telapak kaki itu membentuk satu lingkaran di depan bekas telapak kaki yang ditemui terakhirnya. Diam2 dia membatin "

   Jelas bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh jago lihay yang mengadu tenaga dalam tempat ini, bahkan ada tiga atau empat orang yang turun tangan bersama2 untuk mengerubuti orang yang duduk di kursi itu"

   Selagi ia termenung tiba2 Hui giok menepuk badannya dan menuding ke arah bekas telapak kaki yang tertera di lantai itu ia memberi sesuatu tanda lalu geleng2 kepala seperti orang keheranan.

   Mula2 pemuda itu merasa bingung tapi dengan cepat ia dapat memahami, dia tahu kode tangan Hui giok menunjukkan angka tujuh sinar matanya segera dialihkan ke permukaan lantai, betul juga, selain kedua bekas telapak kaki yang ditemuinya di depan kursi itu, hanya tujuh telapak kaki lagi yang ditemukan, pada sisi telapak kaki yang paling kanan ia temukan juga sebuah lubang.

   Dengan berkerut kening ia termenung lagi berapa saat lalu diambilnya karung besar itu setelah mencari sejenak akhirnya pemuda itu mengeluarkan sebatang lilin dan sebuah korek api, setelah lilin dipasang, meski sinarnya Cuma kelip2 tapi cukuplah memberi penerangan.

   Dengan memegang lilin ia mulai memeriksa isi ruangan itu dengan seksama, tiba2 dia berseru kaget, dengan cepat ia memburu ke kaki dinding tepat dibelakang kursi merah yang hancur tadi, Hui giok ikut menengok tertampaklah tujuh titik cahaya tajam tertera nyata di atas dinding itu, lambang itu teratur rapi, itulah lambang Pak to jit seng (bintang tujuh).

   Lilin didekatkan ke dinding ketika diamati dengan lebih seksama lagi, terlihatlah tujuh batang paku baja menancap dalam2 di dinding tersebut di bawah cahaya lilin.

   Hui giok merasa muka orang berubah pucat dengan dahi berkerut sedang merenungkan masalah itu.

   Meski Hui giok juga merasa heran akan cahaya bintang serta bekas telapak kaki itu tapi kemudian ia merasa persoalan ini sebetulnya tiada hubungan apa2 dengannya, buat apa dia buang tenaga dan pikiran untuk mengurusnya.

   Ia tersenyum lalu berjalan mengitari ruangan itu tiba2 ia tertarik oleh sebuah lukisan yang tergantung di sudut ruangan ia merasa lukisan itu tidak serasi diruangan demikian ini.

   Ia merasa heran dilihatnya pemuda itu masih memandang kerlip bintang di dinding itu dengan terkesima, iapun tidak menyapanya lagi dihampirinya lukisan yang tergantung di sudut ruangan tersebut.

   Cahaya lilin sangat lemah namun ia masih dapat melihat lukisan itu dengan jelas, lukisan yang menggambarkan sebuah tebing terjal dengan jurang yang tampak dalam sekali, begitu dalamnya jurang itu hingga tak tampak dasarnya seorang buat dengan membawa tongkat berdiri di tepi tebing, sementara seorang pelajar berjubah panjang duduk bersandar pohon sambil meniup seruling.

   Tampaknya si buta itu asyik mendengarkan irama seruling sehingga lupa bahwa jalan di depannya telah putus, tampaknya bila ia maju selangkah lagi pasti akan terjerumus ke dalam jurang yang tak terkira dalamnya.

   Lukisan itu sangat indah dan hidup, sampai mimik wajah si buta terlukis nyata, diantara langit yang biru, bunga yang indah, si buta berdiri seperti orang mabuk seakan2 ia tak mengira kalau selangkah lagi ke depan dia akan terjatuh ke dalam jurang dan mati dengan mengerikan.

   Makin lihat Hui giok merasa makin tak tega kejam amat pelukis ini, mengapa ia menggambarkan seorang buta dalam keadaan begini.

   Hui giok seorang pemuda berhati lembut, ia tak tega melihat penderitaan orang meskipun itu hanya sebuah lukisan hatinya jadi sedih, diam2 dia merasa gemas mengapa ia tak dapat lari ke dalam lukisan itu dan menarik si buta agar tidak terjerumus ke dalam jurang.

   Sambil menghela napas ia berpaling ke arah lain, ia tak tega melihat lebih lama lagi.

   Tiba2 sorot matanya menemukan sesuatu, itulah sebuah meja kecil di sudut sana, di atas meja ada tempat tinta yang belum kering.

   Jilid ke - 5 Dengan girang ia tak perduli lagi siapa gerangan pemilik gedung itu dan mengapa ada tinta di situ, dengan cepat diraihnya tinta dan sebatang pit dihampirinya lukisan tadi dan dilukisnya seorang lagi di belakang si buta.

   Dipihak lain, pemuda tadi sedang bergumam setelah termenung sebentar "Pak-to-jit-sengciam, tujuh jarum bintang mungkinkah Pak-to-jit-sat telah muncul di tempat ini? Lalu siapakah yang duduk di kursi itu?"

   Dia berpaling, ketika dilihatnya Hui Giok sedang melukis sesuatu di sudut ruangan itu.

   ia melengak, dengan langkah lebar ia menghampiri Hui Giok.

   Hui Giok masih melukis dengan penuh perhatian, ia sedang melukis seorang pemuda berjubah panjang dan sedang mengulurkan tangan hendak mencengkeram bahu si buta.

   Meski Hui Giok tak pernah belajar melukis tapi ia memang bocah yang berbakat, lukisannya cukup hidup, bahkan raut wajah pemuda yang dilukisnya itu rada mirip wajahnya sendiri.

   Melihat itu, pemuda tadi tertawa geli, sedangkan Hui Giok sendiri sedang memandang ke kirikanan dengan tersenyum pula agaknya ia merasa puas dengan hasil karyanya itu.

   akhirnya dia melukis pula sebilah pedang yang tergantung di punggung pemuda itu, lalu pit di buangnya dan menghela napas panjang.

   Sampai saat itu Hui Giok masih berdiri di depan, sama sekali tak tahu kalau rekannya telah berdiri di sampingnya, Baru saja Hui Giok membuang pit ke lantai, tiba2 di atas atap rumah berkumandang suara suitan nyaring memekak telinga, suara itu tinggi melengking menggema angkasa.

   Dengan terkejut pemuda tadi mundur tiga langkah ke belakang sambil menengadah, namun atap bangunan itu penuh debu dan sarang laba-laba, tak sesosok bayanganpun yang tampak.

   Cepat ia taruh lilin di lantai, ia rentangkan, kedua tangannya dan siap melayang ke atas untuk memeriksa keadaan di situ.

   Tapi sebelum ia bergerak, gelak tertawa nyaring tadi kembali berkumandang dari luar, suara itu seakan-akan muncul dan tempat yang jauh, tapi sejenak saja pemuda itu merasa pandangannya jadi kabur, tahu2 di depan pintu telah bertambah sesosok bayangan manusia.

   Di bawah sinar lilin dan cahaya bintang di luar, tertampak orang itu berperawakan tinggi besar dia mengenakan jubah berwarna biru, tangan yang satu menggoyang-goyangkan kipasnya dan tangan yang lain mengelus jenggot.

   pelahan dia berjalan masuk ke dalam ruangan, sorot matanya yang tajam menyapu pandang sekeliling ruangan.

   "Cepat amat gerakan orang ini,"

   Demikian pikir pemuda itu.

   Ketika ia menengadah, dilihatnya orang itu sedang mengawasinya, lalu tertawa lagi dengan nyaringnya.

   Gelak tertawanya yang nyaring itu membuat telinga pemuda itu mendengung, kembali ia terkejut "Hebat benar tenaga dalam orang ini.

   Hanya Hui Giok yang tidak terpengaruh oleh suara gelak tertawa itu dia masih tetap memperhatikan lukisan tadi dengan seksama, ia sama sekali tidak mendengar suara tertawa itu, iapun tidak tahu kemunculan orang itu, dalam hati ia sedang berpikir "Betapa senangnya jika setiap orang yang mengalami kesulitan di dunia ini dapat kutolong"

   Diam2 ia menyesal tidak dapat menjadi pemuda berpedang yang baru dilukisnya itu, dengan pedang di tangan ia dapat malang melintang di dunia persilatan dan menolong kaum lemah dan kesulitannya.

   Pelahan kakek yang berperawakan tinggi besar itu masuk ke dalam ruangan, sambil tertawa nyaring tiba-tiba ia berkata "Aku Cian Hui, bolehkah kutahu siapa nama Anda"

   Pemuda tadi tertegun dan kaget "Dia inikah yang terkenal sebagai Sin-jiu (si tangan sakti) Cian Hui?"

   Pikirnya.

   Waktu ia pandang ke sana, Cian Hui telah berhenti tertawa, tanpa berkedip orang sedang mengawasi Hui Giok, sama sekali tak menghiraukan dia lagi, bahkan seakan-akan ia tidak membutuhkan jawabannya lagi atas pertanyaan yang diajukan tadi Sambil meng-goyang2 kipasnya kembali Cian Hui bergelak tertawa, dia menghampiri Hui Giok dan berkata.

   "Haha, kiranya Anda! Bagus, tadinya kukira sobatmu itulah orangnya "

   Bicara sampai di sini, dia alihkan pandangannya ke arah lukisan, kemudian manggut-manggut, ucapannya sangat nyaring, sayang Hui Giok tidak mendengar apa-apa, dia masih berdiri tak bergerak di tempat semula.

   Pemuda rekannya itu memburu ke sana dan menghadang di depan Hui Giok, maksudnya hendak melindunginya, karena gerak tubuhnya yang cepat itu, angin yang diterbitkannya membuat padam lilin yang tertaruh di lantai.

   Ruangan itu menjadi gelap, waktu ia menyulut kembali lilin itu, tahu-tahu empat sosok bayangan orang sudah berada di depan pintu, ke empat orang itu sama bertampang aneh, tapi rata-rata bermata tajam.

   Hui Giok tersentak sadar dan lamunannya, ia berpaling dilihatnya empat orang yang muncul itu satu diantaranya berperawakan jangkung, bermuka kurus, bermata setajam elang, berhidung bengkok dan bertampang keji, tangannya sedang meraba gagang pedang yang tergantung di pinggangnya.

   Orang kedua bertampang sama jeleknya seperti orang pertama, cuma usianya lebih muda dan tidak membawa pedang.

   Di samping kedua orang itu adalah seorang laki-laki pendek kurus, sebuah kantung kulit macam tutul terikat di pinggangnya, kantung itu besar sekali dan hampir setinggi separuh badannya, tampangnya kaku sehingga bentuknya yang kelihatan lucu itu jadi tidak menggelikan lagi.

   Terakhir pandangan Hui Giok ke arah laki-laki yang berada di ujung kanan, hatinya tergerak, pikirnya "Pantas cuma tujuh bekas telapak kaki yang tercetak di lantai, jelas ke empat orang inilah yang meninggalkan bekas telapak kaki itu"

   Kiranya orang terakhir ini adalah seorang laki-laki buntung sebelah kakinya, dia memakai tongkat besi sebagai penopang, meski pincang ia dapat berjalan dengan mantap.

   Empat orang dengan delapan sorot mata tajam sama tertuju ke arah Hui Giok, waktu anak muda ini berpaling ia lihat seorang kakek tinggi besar sedang mengawasi dan samping.

   Hui Giok terkejut, ia tak tahu apa sebabnya orang-orang itu mengawasinya, makin lama ke empat orang itu makin mendekatinya akhirnya mereka semua berhenti di depannya, lalu samasama melirik lukisan yang tergantung di dinding itu.

   Hui Giok tidak kenal ke empat orang itu, tapi pemuda rekannya kenal dua orang diantaranya, ia lantas menghadang di depan Hui Giok, sambil tertawa terbahak ia berkata "Hahaha, kukira siapa yang datang, tak tahunya adalah kalian berdua, selamat berjumpa! Selamat bertemu!"

   Kedua laki-laki jangkung itu berkerut kening, tampaknya mereka segan untuk berjumpa dengan pemuda itu, tapi akhirnya mereka tertawa juga.

   "Hahaha, rupanya Go-siauhiap juga berada di sini, sungguh kebetulan sekali, tak nyana Go siauhiap juga mengunjungi wilayah Kang-lam sini!"

   Demikian seru mereka. Laki-laki kecil kurus tadi maju ke depan, setelah mengamati pemuda itu sejenak. Tiba-tiba ia mendengus.

   "O jadi kau inilah Jit-giau-tongcu (bocah sakti tujuh keahlian) Go Beng si yang tersohor sejak lima tahun yang lalu? Sudah lama kudengar nama besarmu dan berharap akan bisa bertemu, tak tersangka dapat berjumpa di sini"

   Meskipun ucapan itu tertuju kepada pemuda yang bernama "Go Beng-si", namun matanya memandang langit-langit ruangan sedang tangannya yang lain meraba kantung kulit macan tutulnya, sikapnya sangat menghina, sikap yang memandang rendah pada lawan bicaranya.

   Pemuda berbaju compang-camping itu memang Jit-giau tongcu Go Beng-si, seorang bocah ajaib yang jarang ditemui di dunia persilatan dalam berapa ratus tahun terakhir ini, ia muncul dalam dunia persilatan pada umur dua belas tahun, ketika berusia lima belas tahun namanya sudah tersohor ke mana-mana, berbicara tentang kecerdikan serta kepintaran maka di dunia persilatan tak seorang pun dapat menandingi Jit giau tongcu ini, hanya saja sampai saat ini Hui Giok tak tahu kalau sobat kentalnya ini sebenarnya adalah seorang jago kenamaan di dunia persilatan.

   Dengan dahi berkerut Go Beng-si menatap laki-laki kurus kecil itu kemudian berkata dengan dingin.

   "Terima kasih terima kasih, aku memang Go beng-si adanya tolong tanya..."

   Sebelum ucapan itu selesai, laki-laki jangkung yang berada di sampingnya menyela sambil tertawa saudara inilah Jit-giau-tui-hun (tujuh keahlian pengejar sukma) Na Hui-hong.

   Orang Kangouw menyebut kalian sebagai Lam-pak siang giau (sepasang manusia lihay dari utara selatan), Maka hahaha, kalian perlu berhubungan dengan lebih akrab"

   Na Hui-hong mendengus Hm, sebetulnya kata Jit giau hanya pantas bagi orang macam Go siauhiap saja sedang aku, tak berani kugunakan sebutan itu"

   "Hahaha, kalau memang begitu apa salahnya kalau kau ganti nama lain saja?"

   Tukas Go Beng si sambil terbahak-bahak.

   Semua orang melengak, demikian pula dengan Na Hui hong.

   air mukanya berubah hebat.

   Go Beng-si sendiri masih berdiri dengan senyum di kulum, namun diam-diam ia sudah siap sedia menghadapi segala kemungkinan ia menyadari perkataannya barusan telah melanggar pantangan umat persilatan, Na Hui hong pasti tak akan menyudahi persoalan tersebut dengan begitu saja setelah mendengar ucapannya tadi.

   Siapa tahu keadaannya ternyata di luar dugaan, Na Hui hong tidak banyak gusar, dia memandang sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri di belakangnya.

   Tentu saja Go Beng-si heran pikirnya.

   Masakah dia juga seorang jago persilatan yang berilmu tinggi? Kalau tidak, mengapa Jit-giau-tin-hun tampak jeri terhadapnya?"

   Ia coba berpaling ke arah si tangan sakti Cian Hui, dilihatnya kakek tinggi besar itupun sedang mengawasi Hui Giok tanpa berkedip? Seolah-olah perhatian mereka hanya tertuju padanya.

   Sementara Go Beng-si masih tercengang, Si Cian Hui telah berkata kepada laki-laki jangkung.

   "Mo-heng. tentunya kau masih ingat janji kita tempo hari bukan?"

   Laki-laki jangkung itu berpaling ke arah Na Hui-Hong sedang Na Hui hong lantas memandang si pincang yang berada di sampingnya, mereka mengangguk bersama, mendadak mereka maju ke depan dan memberi hormat kepada Hui Giok.

   Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak, iapun ikut maju ke depan Hui Giok, sambil memberi hormat serunya lantang "Aku Cian Hui - Kemudian ia menuding kedua orang laki-laki jangkung itu.

   "Kedua orang ini adalah dua bersaudara Mo dari Pak-to jit-sat, ia menuding pula laki-laki pincang itu dan memperkenalkan "Dan dia inilah Kim-keh (ayam emas)."

   Akhirnya sambil menuding Na Hui-Hong ia menambahkan "Dan ini Jit-giau-tui-hun. tentunya engkau sudah tahu namanya."

   Habis itu ditatapnya Hui Giok tajam-tajam, tanyanya "

   Dan sekarang bolehkah kutahu siapa namamu?"

   Melenggong Go Beng-si melihat jago-jago golongan hitam yang tersohor di dunia persilatan itu sama menaruh hormat terhadap Hui Giok.

   sekalipun ia sendiri tersohor karena kecerdikannya, ia jadi kebingungan juga oleh sikap orang-orang itu sebaliknya Hui Giok sendiri sejak awal sampai akhir memang tidak mendengar apa yang mereka ucapkan tentu saja ia cuma berdiri melongo dan bingung.

   Sin-jiu Cian Hui berkerut kening setelah pertanyaannya tidak memperoleh tanggapan, ia lantas menegur.

   "Saudara, mengapa kau..."

   "Dia adalah sobat karibku Hui Giok!"

   Go Beng-si segera menyela sambil tertawa.

   "Bila Ciantayhiap ada urusan sesuatu, katakan saja padaku."

   Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengerutkan dahi, tiba-tiba ia membentak keras nyaring sekali suaranya bagaikan bunyi guntur telinga Go Beng-si sampai mendengung.

   Namun Hui Giok tetap tak bergerak di tempatnya, seakan-akan tidak mendengar apa-apa.

   Menyaksikan itu, Na Hui-hong berkata sambil tertawa dingin "Hehehe, rupanya sobat karibmu itu adalah seorang tuli.

   Cian-tayhiap, tampaknya janji kita tempo hari harus dibatalkan?"

   Nada ucapannya itu amat bangga dan senang, hal ini membuat Go Beng-si jadi tertegun.

   "Siapa yang bilang dibatalkan?"

   Jengek Cian Hui ia maju ke depan, dihampirinya Hui Giok, setelah diamatinya dengan seksama, mendadak iapun membentak keras, suaranya jauh lebih keras dari bentakan Na Hui-hong tadi, seketika itu juga Go Beng-si merasakan sekujur badannya bergetar keras, beruntun ia mundur tiga langkah ke belakang, air muka Na Hui hong, Siang It-ti Mo Lam dan Mo Pak juga berubah hebat, cuma Hui Giok saja yang masih tetap berdiri dengan melongo, hakikatnya dia memang tidak mendengar apapun.

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia sedang keheranan karena tak tahu permainan apakah yang sedang dilakukan orang-orang itu, ia pun tak tahu mengapa mereka memberi hormat kepadanya, diam-diam ia menyesal dan benci pada diri sendiri, karena tak dapat mendengar perkataan orang lain, sinar matanya lantas beralih ke arah si anak muda, maksudnya mohon bantuannya untuk memberi keterangan.

   Tapi Gi Beng-si sendiri juga berdiri termangu seperti orang kebingungan seakan-akan ia sendiripun tak habis mengerti atas kejadian yang berlangsung barusan ini.

   Terdengar Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa dingin lalu berkata.

   "Hehehe, Cian-heng, tak ada gunanya kau membentak orang itu betul-betul orang tuli, masakah Cian-heng hendak menyerahkan tugas yang maha besar dan berat ini kepada seorang tuli?"

   Laki-laki jangkung itu, Ji-sat (malaikat bengis ke dua) dari Pak-to-jit sat (tujuh bintang malaikat maut) yang bernama Mo Lam, ikut berbicara sambil meraba gagang pedangnya "Cian-heng, aku kira kau tidak perlu ngotot lagi, kita sama-sama orang persilatan dan golongan yang sama, ada persoalan boleh dirundingkan saja secara baik-baik,"

   Berbicara sampai di sini ia berpaling ke arah rekannva dan menambahkan "Betul tidak Siangheng?"

   Si Ayarn Emas Siang It-ti menggetarkan tongkat besinya sahutnya dengan suara nyaring "Persoalan lain aku orang she Siang takkan peduli pokoknya aku tak sudi diperintah Cian Hui"

   "Memangnya aku Cian Hui harus turut perintah pada manusia cacat macam kau?"

   Kontan si Tangan Sakti Cian Hui berteriak dengan mendelik.

   Siang it ti tak tahan, ia membentak, kaki tunggalnya menjejak permukaan tanah dan melayang ke depan dengan tongkat besi di ketiak kiri dia hantam batok kepala kakek tinggi besar itu dengan jurus Lok-pi hoa-gak (menggugurkan gunung Hoa).

   Hebat sekali serangan itu, bayangan tongkat menyelimuti seluruh angkasa dan menyambar ke bawah dengan dahsyat, namun Sin-jiu Cian Hiu tetap berdiri tegak dengan tertawa dingin, ketika serangan tersebut hampir bersarang di batok kepalanya tiba-tiba cahaya hijau berkelebat dari samping dan membentur tongkat itu.

   "Cring"

   Tongkat besi itu tertangkis miring ke samping dan menyambar lewat di sisi tubuh Cian Hui. Cahaya lilin terembus angin dan padam, suasana dalam gedung itu kembali menjadi gelap.

   "Mo-heng, mau apa kau?"

   Teriak Siang It-ti dengan gusar.

   Mo Lam, si malaikat kedua dan Tujuh bintang tersenyum, ia masukkan kembali pedangnya ke sarungnya , lalu katanya "Saudara Siang, harap jangan marah-marah dulu.

   persoalan ini tak mungkin dapat diselesaikan dengan beradu kekerasan apa gunanya membuang tenaga secara percuma"

   Hui Giok berjongkok dan memungut lilin itu. Go Beng-si mencari korek dan memasang lilin itu lagi, mereka saling pandang dengan tercengang akhirnya Hui Giok menuding dirinya sendiri lalu menuding keluar pintu, artinya.

   "Mari kita pergi saja!"

   Go Beng-Si mengangguk, ia berjalan lewat di samping kedua bersaudara she Mo, Ayam Emas Siang It-ti dan si Tangan Sakti Cian Hui masih berdiri saling melotot, ia panggul karungnya dan berkata sambil tertawa.

   "Kaum kalian ada persoalan yang perlu dirundingkan biarlah kami mohon diri lebih dulu"

   Hui Giok mengikut di belakang rekannya, mereka berjalan keluar.

   Baru beberapa langkah mereka berjalan, pandangan mereka terasa kabur tahu-tahu Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya sudah berdiri di depan mereka, karena terhadang jalan perginya, otomatis kedua anak muda itu tak dapat melanjutkan perjalanannya.

   Hui Giok mengeluh, dia merasa kejadian-kejadian yang dialaminya kian bertambah aneh, ia ingin bertanya kepada kakek tinggi besar ini apa tujuannya menghadang jalan perginya, namun ia tak mampu berucap, dia cuma bisa berdiri termangu, sementara di dalam hati membenci akan ketidak becusan sendiri.

   Go Beng-si melirik Hui Giok sekejap, melihat wajahnya yang termangu dan kebingungan itu, dia menhela napas panjang, pikirnya.

   "Orang kuno hilang wanita cantik kebanyakan bernasib jelek, Hui Giok ini bukan gadis cantik, namun nasibnya betul2 amat jelek! Ai. nasib memang mempermainkan orang, jelas sobatku ini seorang pemuda yang cerdas dan berbakat, tapi justeru dia harus mengalami pelbagai penderitaan yang memedihkan. Dan sekarang bukan saja ia tak dapat berbicara, pembicaraan kamipun tak terdengar olehnya, perasaannya saat ini memang benar-benar sukar untuk dibayangkan. Berpikir sampai di sini, tiba-tiba ia merasa tidak puas dengan keadaan sekarang, ia maju selangkah teriaknya dengan lantang "Sudah lama kudengar bahwa Sin jiu Cian Hui yang malang melintang di wilayah Kanglam adalah seorang laki-laki sejati, tapi setelah kutemui sekarang, hm, aku menjadi amat kecewa!"

   Sampai di sini ia sengaja berhenti Benar juga air muka si Tangan Sakti Cian Hui berubah hebat kipasnya digoyangkan lebih cepat, agaknya ia sedang berusaha mengendalikan rasa gusarnya yang berkobar di dalam dadanya.

   "O jadi Go-heng sekarang baru tahu"

   Tiba-tiba si Ayam Emas Siang It-ti menyela.

   "Hehehe kalau aku sih sudah tahu sejak dulu""

   "Apa yang kau ketahui?"

   Bentak Sin-jiu Cian Hui dengan mata melotot. Kim-keh Siang It-ti cuma tertawa dingin, seolah-olah tak mendengar bentakan itu Melihat itu, satu ingatan dengan cepat terlintas dalam benak Go Beng-si, dia berpikir.

   "Baik Sin Jiu Cian Hui maupun Kjm-keh Siang It-ti, Jit giau-tui-hun Na Hui-hong dan kedua bersaudara Mo semuanya terhitung pimpinan persilatan wilayah Kanglam yang menjagoi daerahnya masingmasing, tapi sekarang mereka sama berkumpul di sini tentunya ada suatu persoalan yang belum beres kendatipun telah berlangsung pertarungan sengit, Dan kini terbuktilah masalah ini tak ada sangkut pautnya dengan Hui Giok. tapi anehnya mengapa mereka bersikap amat hormat terhadapnya?"

   Ketika ingatan tersebut terlintas dalam benaknya, kendatipun ia belum tahu duduk persoalan yang sebenarnya, namun terpikirlah olehnya satu cara untuk mengatasi situasi yang serba aneh dan rumit itu.

   Dia berdehem, setelah menurunkan kembali karungnya, ia berkata sambil menuding Hui Giok "Saudara Cian tentunya sekarang sudah kau ketahui bahwa sobat karibku Hui Giok ini adalah seorang pemuda cacat yang bisu dan tuli! Selain daripada itu iapun tidak kenal pada kalian, entah apa maksudmu mengulangi jalan perginya?"

   Tertegun Sin-jiu Cian Hui, goyangan kipasnya jadi perlahan, agaknya ia sedang putar otak untuk mencari jawaban yang tepat buat menanggapi pertanyaan tersebut Sebelum ia sempat menjawab Kim-keh Siang It ti yang tampaknya bermusuhan dengan orang she Cian itu telah menyela sambil tertawa dingin Hehehe.

   "Go heng, agar kau tidak kebingungan bolehlah kuberitahu kepadamu, Saudara Cian itu mengalangi jalan pergi sobatmu lantaran dia hendak mengangkat sobatmu itu menjadi Cong-piaupacu pimpinan tertinggi dan kaum Lok-lim di wilayah Kanglam."

   Go Beng-si terkejut, hampir saja ia tak percaya pada apa yang didengarnya barusan, pelahan sinar matanya menyapu pandang sekejap jago-jago Lok lim itu, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Huihong berdiri sambil tertawa dingin, sedang kedua bersaudara Mo termenung seperti lagi berpikir keras, ini membuktikan bahwa apa yang didengarnya barusan memang benar dan bukan omong kosong.

   Sin-jiu dan Cian Hui tertawa terbahak-bahak ""Hahaha, benar! Tepat sekali perkataannya, aku memang hendak mengangkat sobatmu ini menjadi Cong-piaupacu kita!" - Seraya berkata ia goyangkan lagi kipasnya, embusan angin kipas menggoyangkan api lilin yang berada di tangan Hui Giok.

   Go Beng-si terhitung pemuda cerdik, akan tetapi persoalan yang dihadapinya sekarang membuat dia heran dan tidak habis mengerti, ia betul-betul tak paham maksud tujuan orang-orang itu.

   Tok! Tok! Tok! bunyi ketukan memecahkan kesunyian ia berpaling, dilihatnya Kim-keh Siang Ithui sedang berjalan menghampirinya dengan bantuan tongkat besi sambil tertawa dingin katanya.

   "Angin malam berembus sejuk, inilah kesempatan yang paling bagus untuk berbincang-bincang, saudara Go Bila kau tidak menolak aku hendak mengisahkan suatu cerita bagus untukmu, apakah kau bersedia mendengarkannya?"

   Pjkiran Go Beng-si tergerak, dia terbahak-bahak "Haha, sekalipun pengetahuan dan pengalamanku sangat cetek, telah lama kudengar nama besar Kim keh Siang It ti Siang-toako yang merupakan Toako kesayangan orang-orang perkumpulan Kim-keh-pang (perkumpulan ayam emas).

   kalau Siang-toako bersedia mengisahkan cerita bagus kepadaku.

   tentu saja aku siap mendengarkannya dengan seksama"

   Kim-keh Siang It-ti tertawa nyaring, dia melirik sekejap ke arah Sin jiu Cian Hui lalu katanya sambil tertawa "Hahaha mana...

   mana nama besar Bulim-sin-tong (bocah ajaib dari dunia persilatanpun) sudah lama kudengar pula, cuma, saudara Go, kau mesti tahu, meskipun banyak juga orang persilatan yang punya nama dan punya kepandaian banyak juga diantaranya bernama besar, tapi kenyataannya cuma nama kosong belaka"

   Setelah berhenti sebentar ia sengaja tidak melirik lagi ke arah Cian Hui, sambungnya "Dahulu kala ada seorang saudara yang cuma ternama kosong seperti apa yang kumaksudkan itu.

   sudah puluhan tahun lamanya dia malang melintang di dunia persilatan, kungfunya memang tidak jelek, cuma sayang akhlaknya kurang baik, tapi saudara itu tak tahu diri, dia malah ingin menjadi Congpiaupacu dunia persilatan.

   saudara Go coba bayangkan meski pun dia mempunyai perhitungan yang muluk-muluk, memangnya orang lain mau tunduk kepada kehendak hatinya itu dengan begitu saja."

   Go Beng si tertawa terbahak-bahak, ia pandang Sin-jiu Cian Hui. Orang itu ternyata tidak menunjukkan reaksi apa-apa, sambil menggoyangkan kipasnya dia hanya bergumam "Wah, panas, hawa betul2 panas sekali"

   Tampaknya acuh tak acuh dan memberi kesan kepada orang lain bahwa cerita yang dikisahkan Kim-keh Siang It-ti barusan sebetulnya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dia.

   Si Ayam emas Siang lt-ti juga tidak melirik sambil tertawa ujarnya lebih jauh.

   sekalipun demikian, ternyata saudara itu tak putus asa, dengan pelbagai alasan akhirnya ia berhasil juga mengumpulkan sahabat-sahabatnya yang ternama dan berkuasa di dunia persilatan untuk bertemu di sebuah gedung kosong di tengah hutan, dan hendak menggunakan kelihayan kungfunyu untuk memaksa sahabat-sahabatnya itu untuk mengakui dirinya sebagai Congpiaupacu dari Lok-lim, siapa tahu sekalipun perhitungannya sangat tepat sampai waktunya ia baru sadar bahwa kungfu sahabat-sahabatnya itu kendati lebih rendah dari padanya, tapi mereka dapat bersatu padu, terpaksa dia cuma bisa mendelik belaka tanpa bisa berbuat apa-apa.

   Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus, ia melengos dan memandang cahaya bintang yang bertaburan di angkasa.

   Menyaksikan itu, diam-diam Go Beng Si tertawa geli, pikirnya.

   "0, rupanya si Tangan Sakti Cian Hui ini ingin jadi pentolan kaum bandit, maka dia sengaja mendatangkan gembong dari perkumpulan Kirn keh pang, si ayam emas Siang It-ti yang terkenal keras hati ini, Jit-giau-tui hun Na Hui-hong yang ahli membuat obat bius serta dua orang dari Pak to jit-sat. jago-jago golongan hitam di wilayah Kanglam untuk berkumpul disini. Huh, besar amat ambisi orang she Cian ini. Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah melanjutkan katanya "Selamanya aku orang she Siang kalau bilang satu tetap satu, dua tetap dua. Kungfu saudara itu memang lumayan juga, terutama ilmu sebangsa Sian-thian-ceng-khi yang entah berhasil dipelajari dari mana, kehebatannya memang cukup mengagumkan sekalipun empat orang sahabat persilatan yang punya nama di dunia Kangouw sudah turun tangan bersama toh tak berhasil mengapa-apakan dia, karena kedua pihak bertahan dengan seimbang, maka persoalanpun jadi berlarut. Hehehe, saudara Go, Coba tebak apa tindakan selanjutnya dan saudara itu?"

   Go Beng si cukup memahami keadaan, ia tahu bila dirinya tidak menanggapi pertanyaan itu, tentu cerita Siang It ti selanjutnya sukar disambung lagi maka dia menggeleng dan menjawab "Entahlah, aku tak dapat menebaknya!"

   Kim keh Siang It li memang orang tak sabaran baru saja ucapan Go Beng-si itu di utarakan, sambil menepuk pahanya sendiri ia melanjutkan.

   "Saudara itu ternyata banyak berangan-angan yang bukan-bukan, dia telah mengusulkan suatu cara yang tak masuk akal"

   "Apa yang dia usulkan?"

   Tanya Go Beng-si. Si Ayam emas Siang It-ti bergelak tertawa.

   "Hahaha, meskipun aku orang she Siang ini seorang kasar dulupun pernah sekolah dua hari, aku cukup tahu maksud busuk sementara menteri lalim, atau pembesar korup yang ingin jadi kaisar karena gagal menduduki jabatan itu atau karena tak berani mendudukinya seringkali mereka mengangkat seorang bocah cilik atau seorang manusia bodoh untuk dijadikan boneka, padahal mereka sendirilah yang sebenarnya menjadi kaisar di belakang layar". Ia berhenti sebentar, lalu sambil acungkan jari tangannya dia melanjutkan "Misalkan saja Co Cho, meskipun sepanjang hidupnya tak pernah jadi Kaisar, tapi dia toh dapat membuat sang Kaisar tunduk di bawah perintahnya? Coba bayangkan. bukankah kedudukannya itu tak jauh berbeda dengan kedudukan seorang maha raja?"

   Go Beng-si manggut-manggut, sekarang ia agak memahami duduknya perkara, pikirnya "Ah, rupanya Sin jiu Cian Hui menyadari dia tak mungkin bisa menjadi Cong-piaupacu golongan hitam di wilayah Kanglam maka dia sengaja mencari orang untuk menduduki jabatan tersebut kemudian dia akan memaksa orang itu untuk menuruti perintahnya Hah, hebat juga jajan pikiran orang she Cian ini.

   Belum habis dia berpikir, Kim-keh Siang It-ti sudah berkata lagi sambil tertawa dingin "Hehehe, ternyata saudara yang kumaksudkan tadi ingin meniru cara kerja Co Cho, karena dia sendiri tidak ada harapan akan menjadi Cong-piaupacu.

   maka ia berkata begini.

   "Situasi dunia persilatan saat ini tidak aman, umat persilatan di daerah Kang-lam harus bersatu padu di bawah pimpinan seorang yang bijaksana dan perkasa, kalau kalian tidak setuju bila aku yang menjabat kedudukan itu, tolong tanya siapakah yang lebih pantas untuk menjadi pemimpin kalian?"

   Sambil berkata, Kim-keh Siang It ti sengaja menggerakkan tangan kanan seperti orang yang sedang berkipas melihat gayanya itu Go Beng-si jadi terbayang pada gaya bicara Sin Jiu Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya tak tahan lagi dia tertawa geli.

   Sedingin es air muka Sin-jiu Cian Hui, sorot matanya tertuju keluar pintu.

   sementara Jit giau tui hun dan kedua bersaudara Mo tetap berdiri kaku, wajah mereka tidak memperlihatkan perasaan apa-apa.

   hanya Siang It-ti saja yang tertawa terbahak-bahak, setelah menyaksikan Go Beng-si ikut tertawa ujarnya lebih jauh "Sekalipun di mulut dia berkata begitu, tapi kalau orang lain memang tak setuju dia yang menjabat Cong-piaupacu itu tentu saja iapun tak menyetujui orang lain yang menduduki jabatan tersebut, maka ia berkata lagi "Menurut pendapatku lebih baik jabatan diberikan saja kepada seorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kita.

   Semua orang lantas bertanya "Siapa dia?-"

   Ia pura2 berpikir kemudian ia mencari tinta dan melukis, ia tuding lukisan yang tergantung di dinding itu, lalu sambungnya lebih jauh "Itulah hasil karyanya, tentu saudara Go sudah melihatnya bukan.

   Semua orang merasa tercengang ketika melihat saudara kita itu tiba-tiba melukis.

   Mulamula kami mengira dia hendak pamer kemampuannya melukis.

   Kembali ia berhenti sebentar untuk ganti napas.

   "Eh, saudara Go, aku lupa memberitahukan sesuatu kepadamu, ketahuilah saudara kita itu bukan saja lihay dalam ilmu silat. iapun seorang seniman, pada hari-hari biasa dia suka membuat syair, melukis atau main catur, seringkali ia merasa bangga atas kemahirannya itu, malahan selalu bilang kedua tangannya itu lebih hebat daripada tangan malaikat"

   Go Beng si terbahak-bahak, ia tambah paham duduknya persoalan, sementara Siang It-ti telah mengoceh lebih jauh.

   "Maka semua orangpun bertanya kepadanya "Buat apa lukisan itu? dia meletakkan pit dan berlagak seperti orang yang bijaksana dan paling adil jawabnya.

   "Keadaan sobat Lok-lim di dunia persilatan umumnya dan di daerah Kanglam khususnya, ibaratnya si buta dalam lukisan ini, dia hanya terkesima oleh merdunya irama seruling, dianggapnya ia beruntung dapat menikmatinya, tapi mimpipun tak tersangka olehnya bahwa selangkah lagi lebih ke depan, dan bilamana tak ada orang menolong tepat pada saatnya. dia akan terjerumus ke dalam jurang yang tak terkira dalamnya itu."

   "Habis berkata, lukisannya itu digantung di dinding, semua orang tambah heran oleh tindak tanduknya itu, maka iapun berkata lagi.

   "Sekarang kita gantungkan lukisan ini di sini, lalu kita taruh pula tinta dan pit di sisinya, apabila ada orang dapat menolong si buta dalam lukisan ini, atau menambah beberapa coretan dalam lukisan, maka dialah orang yang akan kita jadikan Congpiaupacu kita? Mendengar perkataannya ini, semua orang merasa keberatan, tapi dengan serangkaian katakata manis, ia berhasil melumpuhkan semua keberatan tersebut katanya.

   "Gedung kosong ini terkenal sebagai gedung setan. Di hari-hari biasa hampir tak ada seorang manusiapun berani datang ke sini, kalau kebetulan ada orang muncul di sini dan menambahi beberapa coretan pada lukisan tersebut, ini berarti takdirlah yang menghendaki demikian. Thian yang mengirim dia datang kemari untuk menjadi Cong-piaupacu orang-orang Lok-lim daerah Kanglam!"

   "Selain itu, iapun berkata begini lagi. jika orang itu berani mendatangi rumah setan ini, nyalinya pasti besar, jika ia dapat menemukan cara yang jitu untuk menolong si buta dalam lukisan setelah melihat lukisan ini, maka orang itu bukan saja bernyali besar, tentu juga seorang cerdik dan arif bijaksana, manusia macam begitulah yang paling cocok untuk kita jadikan Cong-piaupacu sekalipun ia tak pandai bersilat juga tak menjadi soal, yang kita butuhkan adalah otaknya, kecerdikannya serta kemampuannya untuk memberi komando, kalau ada kejadian apa-apa yang memerlukan kekerasan. akhirnya kan kita juga yang harus mengatasinya?"

   Berbicara sampai di sini Kim-keh Siang It ti berhenti dan menarik napas panjang, sedang Go Beng-si yang semula merasa heran itu sekarang telah memahami peristiwa itu, cuma masih ada beberapa persoalan yang membuatnya heran, ia pikir "Sin-jiu Ciau Hui betul-betul seorang pentolan Lok-lim yang hebat, hanya manusia berotak cerdik saja yang dapat menemukan cara dan siasat yang unik ini.

   Tapi kedua bersaudara Mo dan Na Hui Hong juga bukan orang bodoh, apalagi mereka sudah menerka maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui, mengapa mereka malahan menyetujui usulnyanya?"

   Terdengar Siang It-ti berkata lagi dengan suara nyaring "Sekalipun apa yang dia katakan memang masuk akal, namun semua orang sudah mengetahui maksud tujuan yang sebenarnya, tidak seharusnya semua orang menyetujui usulnya tapi apa mau di katakan, di antara beberapa orang itu rupanya ada orang vang mempunyai jalan pikiran yang sama dengan dia, agaknya orang-orang itupun ingin bermain sebagai Co Cho bagi mereka sendiri, maka dalam dua-tiga patah kata saja mereka lantas bertepuk tangan sebagai tanda setuju pada usul tersebut"- Sambil berbicara, ia mengerling sekejap ke arah kedua saudara Mo.

   Dengan demikian, persoalan yang tidak dipahami Go Beng-si sekarangpun menjadi terang.

   Kim-keh Siang It-ti mengalihkan pandangan nya sekejap ke sekeliling ruangan itu, ia mendengus, lalu berkata lagi "Tak terkirakan rasa senang saudara kita itu setelah menyaksikan semua orang menyetujui usulnya itu perlu diketahui orang yang hadir pada waktu itu adalah pentolan2 Lok-lim yang punya nama di daerah Kanglam, asal mereka setuju maka orang lainpun akan ikut menyetujuinya.

   "Di antara sekian banyak orang, hanya ada satu orang yang tak menyetujui persoalan itu, akan tetapi lantaran yang lain sudah setuju terpaksa iapun tak bisa menolak. Pada saat itulah, saudara kita yang sangat ingin menjadi Co Cho itu bertepuk tangan satu kali, dari luar gedung segera muncul tujuh delapan orang laki-laki berbaju ringkas yang membawa pedang. Hehehe rupanya rencana saudara kita itu memang cukup sempurna, ternyata ia sudah menyiapkan orangnya lebih dahulu"

   Diam-diam Go Beng-si merasa geli pikiran.

   "Mungkin orang-orang inipun tidak datang sendirian ke tempat ini "

   "Setelah orang-orang itu masuk ke dalam ruangan, saudara kita ini mencari satu orang di antaranya agar bersembunyi di atas rumah,"

   Tutur Siang It-ti lebih jauh.

   "diberitahukannya, kepada orang itu, bila ada orang mencoret lukisan tersebut, maka ia harus segera memberi tanda kepada yang lain. Ia tertawa dingin, dengan sinis ia menambahkan "Siapa tahu meski perhitungan saudara kita itu cukup sempurna, toh ada satu hal yang tak tersangka olehnya ternyata orang yang menambahkan beberapa goresan di lukisan itu adalah seorang .Hehe, saudara Go coba lihatlah, menarik bukan cerita ini?"

   Baru selesai ia berbicara, Sin-jiu Cian Hui telah menengadah dan tertawa terbahak-bahak. ia berpaling dan memandang sekejap ke arah Siang It ti, lalu gelak tertawanya yang nyaring itu berubah jadi tertawa dingin, katanya ,"

   Hehehe. selama ini aku hanya mengetahui Kim-keh Siang itu Siang tayhiap memiliki serangkaian jurus serangan ilmu tongkat baja yang lihay tak pernah kusangka kalau caranya bersilat lidah saudara Siang kita juga lihaynya bukan kepalang."

   Siang It-ti tertawa dingin.

   "Tidak berani, tidak berani? kalau dibandingkan kau hehehe, masih selisih jauh!"

   Sin-jiu Cian Hui berpaling ke arah lain, ia tak pedulikan si ayam emas lagi, ujarnya kepada Go Beng-si sambil tertawa.

   "Saudara, setelah kau nikmati cerita Siang-pangcu itu, bersediakah kau mendengarkan lagi suatu kisah lain yang lebih menarik?"

   "Tentu saja, silahkan bercerita,"

   Kata Jit-giau-tongcu sambil tertawa.

   Meskipun di mulut berkata begitu di dalam hati ia berpikir lain "Kalau melihat gelagatnya saat ini, agaknya saudara Hui ini harus menjadi Bengcu golongan hitam wilayah Kanglam selama beberapa hari, Wah.

   kejadian ini memang betul-betul sangat menarik"

   Ia berpaling ke arah Hui Giok, dilihatnya sobatnya itu sedang memandang langit ruangan dengan kesima, entah apa yang sedang dilamunkan? Sin jiu Cian Hui terbahak-bahak, dia lipat kipasnya lalu berkata "Di hadapan teman tak perlu bicara gelap-gelapan, di hadapan saudara yang cerdikpun aku tak mau meniru cara rendah manusia munafik, kalau ingin mengucapkan sesuatu atau memaki seorang, mengapa tidak diucapkan secara blak-blakan, sebaliknya sengaja putar kayun dan bicara tersembunyi-bunyi Huh, memalukan,"

   "Andaikata tidak berada di depan saudara Go yang cerdik, kurasa kaupun akan putar kayun, bersembunyi-bunyi dan tak berani blak-blakan"

   Sambung Siang It-ti dengan tertawa dingin.

   Sin-jiu Cian Hui mendengus, tanpa berpaling ia berkata lebih lanjut "Sekalipun selama ini Go heng hanya bergerak di daerah utara, meski agak asing dengan situasi dunia persilatan daerah Kang lam, kukira sedikit banyak tentu kaupun tahu keadaan dunia persilatan daerah Kanglam dewasa ini tak jauh berbeda dengan suasana di daerah utara, hampir boleh dibilang sudah berubah menjadi dunianya Hui-liong-piaukiok, meskipun beberapa tahun belakangan ini Liongheng- pat-ciang Tham Beng jarang sekali bergerak di dunia Kangouw, tapi dalam tujuh propinsi di selatan sungai besar dan enam propinsi di utara terdapat 23 kantor cabang Hui-liong-piaukiok, bahkan beberapa di antaranya terdapat jago silat yang terhitung tangguh.

   Go Beng-si melirik sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri termangu di samping sana, diamdiam pikirnya.

   "Ai, entah bagaimana perasaan saudara Hui bila ia dapat mendengar perkataan ini?"

   Tapi Hui Giok cuma termangu, ia tidak mendengar apa-apa, ia masih memandang langit-langit ruangan yang gelap dengan pandangan kosong, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia tak tahu bahwa tak lama lagi nasibnya akan mengalami perubahan yang amat besar.

   Sambil mengelus jenggotnya yang panjang, Sin-jiu Cian Hui tertawa keras, sambungnya lebih jauh.

   "Bukan maksudku bicara takabur meskipun kungfu Piausu Hui-liong-piaukiok terhitung lihay, tapi bila bertarung satu lawan satu, hehehe, aku orang she Cian masih belum pandang sebelah mata terhadap mereka."

   Ia melirik sekejap ke arah Si ayam emas Siang lt ti, terusnya.

   "Sekalipun tiga atau lima orang maju bersama-sama, aku orang she Cian juga takkan takut, cuma jumlah mereka sangat banyak, maka Hui-hong piaukiok pada saat ini telah membentuk suatu kekuatan paling besar di dunia persilatan.

   "Puluhan tahun yang lalu, ketika tokoh sakti masih banyak bermunculan di dunia persilatan, pernah ada orang membikin peraturan bagi golongan putih maupun golongan hitam, bagi sahabatsahabat Lok-lim yang mendirikan sarang di atas bukit dilarang membegal kaum pelancong yang sendirian, dilarang membegal barang kawalan yang bersih, sekalipun beratusan ribu tahil perak disodorkan ke hadapan mu juga tak boleh mengusiknya sekepingpun, sebaliknya pihak Piaukiok juga dilarang melindungi harta pembesar yang korup, dilarang mengawal barang-barang gelap dilarang pula mengawal harta milik manusia yang tak berbudi dan kotor, sudah puluhan tahun lamanya peraturan itu berjalan dengan lancar, siapapun tak berani melanggarnya."

   Ia berhenti sebentar untuk ganti napas, lalu terusnya "Tapi sejak perusahaan Hui-liongpiaukiok merajai dunia pengawalan, mereka tak mengindahkan peraturan itu lagi, dengan tindakan mereka bukan saja para rekan Lok-lim di utara dan selatan sama kehilangan nafkah, kawankawan Lok-lim di kedua tepi sungai Huang juga hampir saja tak dapat makan."

   Geli juga Go Beng-si mendengar ucapan itu, pikirnya.

   "Memangnya tanpa hidup merampok atau membegal, engkau tak bisa hidup di dunia ini?" -Tentu saja jalan pikiran itu tak sampai diutarakannya. Terdengar Sin-jiu Cian Hui meneruskan lagi "Situasi dunia persilatan kian hari kian runyam, aku Cian Hui sebagai salah seorang pemuka Lok-lim tak dapat berpeluk tangan membiarkan orang-orang kita mati kelaparan, sebab itu ku undang Na-pangcu. Siang-pangcu dan Mo-si-sianghiap untuk berkumpul di sini serta merundingkan cara yang paling baik untuk mengatasi kesulitan ini, selain daripada itu akupun ingin menghimpun kembali kekuatan Lok-lim yang sudah lama bercerai-berai itu, agar kita orang-orang Lok-lim tak menderita oleh tingkah ulah pihak Hiu-liongpiau- kiok"

   Berbicara sampai di sini sinar matanya beralih ke arah Go Beng-si. Jit-giau-kongcu bukan orang bodoh dia lantas tertawa katanya.

   "Cian-locianpwe memang hebat orang lain sukar menandingi kemampuanmu."

   Kim-keh Siang It-ti sudah telanjur sentimen tak sedetikpun mau lewatkan kesempatan baik cepat ia menyela sambil tertawa.

   "Hahaha, bila kita teringat kembali pada jaman Sam Kok, waktu itu negeri Gui yang paling tangguh siapa bilang Co Cho (tokoh yang paling kontroversil di jaman Sam Kok atau Tiga Negeri) bukan seorang yang hebat yang tak dapat ditandingi oleh orang lain, Hahaha saudara Go, perkataanmu memang sangat tepat!"

   Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus dan tak sudi melirik musuhnya itu, sambil mengelus jenggotnya dia melanjutkan "Siapa tabu maksud-baikku ini telah dianggap sebagai maksud jahat oleh orang lain, dalam keadaan seperti ini terpaksa akupun mengajukan usul, ternyata Mo-tayhiap yang segera menyetujuinya Na-pangcu juga tidak menolak sebab itulah akupun bertepuk tangan dengan mereka sebagai suatu ikrar bersama, dalam hal ini aku tak pernah menggunakan kekerasan untuk memaksa mereka menurut, adalah mereka sendiri yang menyetujuinya.

   "Saudara Go, sebagai orang persilatan yang seringkali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, yang kita utamakan adalah menepati janji yang telah diucapkan jangankan sobatmu saudara Hui cuma seorang pemuda yang tak dapat mendengar dan tak dapat berbicara, sekalipun dia buta goblok, sinting, perjanjian mi juga tak boleh diubah lagi, apalagi saudara Hui sekalipun bisu dan tuli, tampangnya kan gagah"? Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana di dunia persilatan, kupercaya mataku masih dapat mengenali kwalitet manusia, cukup sekali pandang saja aku sudah tahu bahwa Hui-heng ini adalah seorang yang berbakat dan memiliki kelebihan daripada orang biasa, sebab kalau tidak orang macam saudara Go tentu tak akan sudi bersahabat dengannya, betul tidak!"

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ucapan ini diutarakan dengan suara yang nyaring bagai bunyi genta yang bergema di angkasa, sinar matanya yang tajam dan mukanya yang kereng menambah wibawanya sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui kembali tertawa nyaring.

   Tergerak hati Go Beng-si dia berpikir "Si Tangan Sakti Cian Hui sudah lama tersohor namanya dalam dunia persilatan, iapun termashur sebagai orang licik, banyak tipu muslihatnya sekarang ia bersikeras hendak mengangkat saudara Hui menjadi Congpiaupacu orang Lok-lim bisa jadi di balik urusan ini dia mempunyai maksud dan tujuan tertentu.

   Setelah termenung sebentar, pahamlah dia, pikirnya "Ah.

   benar! Pasti dia tertarik akan cacat Hui-heng, ia anggap orang yang cacat bisa lebih mudah diperalat.

   Lalu iapun berpikir lagi sejak kecil Hui-heng sudah kenyang hidup menderita, dihina dan dicemoohkan orang, sekarang dia mendapat kesempatan yang baik untuk melepaskan diri dan penderitaan tersebut, apa salahnya kalau kuterima siasatnya ini sebagai siasat pula? Asal Huiheng bisa jadi pentolan kaum Lok lim, maka semua penderitan yang pernah dialaminya akan terlampiaskan dan iapun tak perlu malu menjadi sahabatku.

   Jit-giau-tongcu Go Beng-si adalah seorang pemuda ajaib dalam dunia persilatan, sejak masih kecil dia sudah menjelajahi dunia persilatan dengan kecerdikannya ia berhasil mendapatkan "nama besar, sekalipun sekilas pandang orang menganggap dia ramah dan senyum manis selalu tersungging di bibirnya.

   hakekatnya ia berhati dingin dan kaku selama luntang-lantung sekian tahun bukan saja tidak menghasilkan teman, orang persilatanpun tak ada yang tahu akan asalusulnya.

   Tapi entah mengapa, setelah bertemu dengan Hui Giok, ia merasa sangat cocok dengan anak muda itu, kalau biasanya sikapnya selalu dingin dan kaku maka setelah berteman dengan Hui Giok, semua pikiran dan perhatiannya lantas ditumpahkan pada sahabatnya ini, ia menganggap Hui Giok bagaikan saudara sendiri.

   Dan sekarang dia harus putar otak, semua inilah lain adalah demi kebaikan Hui Giok, dia tak ingin sahabatnya ini menderita lagi, dia ingin menyaksikan sobatnya ini hidup senang dan bahagia.

   Ketika ia memandang ke sana, dilihatnya Sin jiu Cian Hui sedang saling melotot dengan Kim keh Siang It-ti, tampaknya kedua pihak sama-sama ingin membunuh lawannya dengan sekali hantam, kalau bisa diam-diam ia tertawa geli katanya kemudian dengan nyaring.

   "Aku merasa kagum sekali pada pendapat Cian-locianpwe yang bernilai tinggi tapi akupun merasa bahwa apa yang diucapkan Siang pangcu ada betulnya juga Ya, aku sendiri masih muda dan tak berpengalaman apalagi terhitung orang luar di dalam persoalan ini, rasanya aku tak berhak untuk ikut memberi komentar. Tapi kalau kalian memandang tinggi diriku, apalagi saudara Hui juga sahabat karibku, sekalipun bodoh mungkin aku masih bisa juga mengutarakan beberapa patah kata "

   Diam-diam Sin jiu Cian Hui memuji kecerdikan pemuda itu pikirnya "Sudahh lama kudengar orang bilang Go Beng-si adalah seorang bocah ajaib dari dunia persilatan, setelah kujumpai sekarang terbuktilah bahwa ia memang cerdik dan pandai berbicara anehnya entah cara bagaimana ia berkenalan dengan seorang anak yang bisu lagi tuli"

   Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah berkata dengan suara lantang.

   "Saudara Go, kalau ada sesuatu yang akan kau ucapkan katakan saja secara blak-blakan"

   Agaknya ia sudah menaruh kesan baik terhadap diri Jit-giau-tongcu ini, dalam anggapannya bocah ini tentu akan membantu pihaknya.

   Siapa tahu, sambil tersenyum Go Beng-si malah berkata begini "Bila berbicara tentang persoalan ini maka aku akan berdiri di pihak Cian-locianpwe.

   Begitu ucapan tersebut diutarakan, an muka si ayam emas Siang It-ti seketika berubah hebat, sedangkan Sin-jiu Cian Hui tampak berseri, serunya cepat saudara Go, teruskan kata-katamu, jika ada orang berani mengacau, biar aku orang she Cian menghadapinya lebih dahulu."

   Go Beng-si tertawa, katanya lagi "Kalau persoalan itu telah disepakati semua pihak, semestinya hal ini harus ditaati, terutama saudara Hui ini memang berbakat bagus, berjiwa besar dan selalu bijaksana dalam menghadapi pelbagai persoalan, cacat yang dideritanya itu bukan cacat alamiah, tapi cacat akibat dicelakai orang, bisu dan tulinya bukan lantaran penyakit yang tak dapat disembuhkan, cacatnya hanya karena Hiat-to bisu dan tulinya itu ditutuk orang dengan cara berat."

   "Aku percaya saudara Go juga seorang jago lihay yang mengerti tentang ilmu tutuk,"

   Sela Si Tangan Sakti Cian Hui sambil mengelus jenggot.

   "mengapa kau tidak membantu sahabatmu itu untuk membebaskan jalan darahnya yang tertutuk?"

   "Cian-locianpwe, kau t.dak tahu, orang yang menutuk jalan darah saudara Hui-ku ini bukan orang sembarangan!"

   Kata Go Beng si dengan alis berkerut aku memang berniat membebaskan jalan darahnya yang tertutuk itu, sayang orang itu menutuknya dengan caranya yang khas, aku tak mampu membebaskan tutukannya"

   Sin-jiu Cian Hui tertawa.

   "Dalam hal ilmu pertabiban rasanya aku masih lumayan, biarlah lain waktu aku akan berusaha bantu menyembuhkan penyakitnya itu, hanya saja, ia tertawa terbahak2, ujarnya lebih lanjut "Hahaha, kalau saudara Go sudah berkata demikian, itu berarti janji kami harus dilaksanakan tanpa dibantah lagi, persoalan ini sebenarnya tak penting? tapi sebetulnya juga penting, baiklah besok pagi-pagi aku akan mengutus orang untuk menyebarkan surat undangan "Bu-lim-tiap"

   Akan kuundang semua jago di dunia ini untuk bersama-sama merayakan kejadian besar ini."

   Belum habis ia berkata Kim-keh Siang It-ti sudah mengetukkan tongkatnya sambil berteriak.

   "Persoalan ini harus dipertimbangkan lagi " - Lalu sambil berpaling ke arah kedua bersaudara Mo, ia menambahkan "Kita tak boleh bertindak secara gegabah!"

   Kedua bersaudara Mo itu saling pandang sekejap, namun mereka tidak bicara apa-apa.

   Sedangkan Jit-gi- u tui hun sendiri berdiri dengan wajah sebentar mendung sebentar cerah, rupanya iapun sedang mempertimbangkan sesuatu.

   hanya mulutnya tetap membungkam.

   Waktu itu hari belum lagi terang tanah, dan kejauhan terdengar suara ayam berkokok, tiba-tiba Sin-jiu Cian Hui mendengus, ia melompat ke atas terus meluncur keluar ruangan.

   "Eeh ke mana perginya Cian Hui?"

   Seru Mo Lum dengan gelisah.

   ketika pertanyaan itu diucapkan, bayangan tubuh Cian Hui yang tinggi besar sudah lenyap.

   Kawanan jago yang berada dalam ruangan itu saling pandang dengan melongo, tidak ada yang tahu apa maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui melakukan tindakan tersebut? Kim-keh Siang It-ti sendiripun menatap keluar pintu dengan melotot pada waktu itulah terdengarlah suara kokok ayam jago berkumandang di tempat kejauhan.

   Tapi hanya sesaat kemudian kokok ayam yang bersaut-sautan tadi kembali tak terdengar suasana jadi hening kembali.

   Kejadian ini semakin mencengangkan hati semua orang, akhirnya Mo Lam, gembong Pak-tojit- sat yang selama ini tidak memberi komentar apa-apa tak sabar lagi, dengan dahi berkerut dan tangan kanan meraba gagang pedang yang tergantung di pinggangnya, katanya.

   "Sin-jiu Cian Hui memang paling sukar diikuti gerak geriknya, baru saja berada di sini. Belum habis ucapannya, gelak tertawa Sin jiu Cian Hui telah berkumandang di luar pintu. Go Beng-si menengadah, tertampaklah si Tangan Sakti muncul di luar gedung dengan kipas digoyangkan pada tangan kanannya, sedang tangan kiri menarik seutas tali panjang, pada ujung tali itu terikat ratusan ekor ayam yang berjajar seekor demi seekor memanjang ke belakang ayamayam itu tidak berkutik lagi karena semuanya telah menjadi bangkai. Sambil melangkah masuk ke dalam ruangan, Sin-jiu Cian Hui menatap sekejap semua orang, lalu terbahak-bahak, bertanya.

   "Ayam2 ini terlalu menjemukan. kokokan mereka selalu saja mengganggu kegembiraan kita bercakap-cakap. Hm Karena mendongkol, maka kujagal ayamayam konyol ini agar tidak mengganggu lagi."

   Senyuman yang semula menghiasi bibirnya tiba-tiba lenyap tak berbekas, setelah mendengus ia berkata lagi "Bila ada ayam yang berani mengganggu pembicaraanku lagu hmm"

   Dia menyentak tangan kirinya dan menarik masuk bangkai ayam yang berjajar dengan rapi itu, lalu tambahnya sambil tertawa dingin"

   "Bangkai-bangkai ayam inilah contohnya!"

   Diam-diam Go Beng-si tertawa geli.

   ia tahu yang dimaksudkan Sin-jiu Cian Hui pada saat ini bukan ayam sungguhan, tapi Kim keh, si ayam emas Siang It-ti yang menjadi sasaran sindiran itu.

   Siang It-ti bukan manusia bodoh, sudah tentu ia jauh lebih jelas daripada siapapun juga, dalam gusarnya air mukanya berubah hebat, dia hendak balas mencaci maki lawannya itu, tapi ketika sinar matanya terbentur dengan ratusan bangkai ayam yang menggeletak tanpa cedera, tapi kepala ayam itu gepeng semua, jelas binatang itu mati terbunuh oleh tangan sakti Cian Hui, diamdiam ia terkesiap, mau-tak mau keder juga hatinya.

   Dio tahu gedung itu terletak jauh dan rumah penduduk, tapi Cian Hui dalam waktu singkat dapat membunuh ratusan ekor ayam dengan tangan saktinya, padahal ayam-ayam itu bukan terpelihara di sebuah rumah yang sama, dari sini dapat terlihat bahwa kungfu yang dimiliki musuhnya ini betul-betul mengerikan.

   Kepandaian macam begitu jarang ada di kolong langit ini, ia menyadari kemampuan sendiri belum sanggup menandinginya, ia jadi teringat kembali pada peristiwa yang terjadi dua tiga bulan berselang, waktu itu dia bersama Jit-giau tui-hun dan Mo-si siang-sat pernah mengerubutinya, bahkan Mo Pak membantu dengan menggunakan senjata rahasia Pak-to-jit-seng ciam yang ampuh, tapi hasil merekapun tak dapat menundukkan lawan, bila sekarang dia harus menghadapinya sendiri, jelas dia yang bakal kecundang.

   Kim-keh Siang It-ti memang berwatak berangasan, tapi pengalamannya selama bertahuntahun berkelana di dunia persilatan tidaklah percuma, setelah mempertimbangkan untung ruginya, akhirnya ia telan kembali kata-kata makian yang hampir di ucapkannya, ia mundur ke belakang dan memandang langit-langit ruangan, ia menirukan sikap Hui Giok dengan berlagak jadi manusia bisu dan tuli.

   Sin-jiu Cian Hm tertawa dingin, ia memandang sekejap ke arah sekeliling, lalu katanya lagi "Nah, kalau semua orang sudah setuju, maka urusanpun kita putuskan begini saja, sekarang juga aku Cian Hui memberi hormat kepada Hui Giok, Hui-taysianseng, Congpiaupacu kaum Lok-lim wilayah Kanglam!"

   Selesai berkata, dia melipat kembali kipasnya dan diselipkan di leher baju, kemudian dengan penuh hormat ia menjura dalam2 kepada Hui Giok.

   Sementara itu Hui Giok sendiri sedang berdiri diliputi macam-macam pikiran yang berkecamuk dalam benaknya, ia sedang membayangkan cinta, dendam, budi, dan kemurungan yang dialaminya selama ini, ia terbayang pada Tham Bun-ki yang manja tapi lembut dan juga binal itu, iapun terbayang pada ayah nona itu liong-heng pat-ciang Tham Beng.

   Ayah dan ibu telah mati semua, demikian ia berpikir.

   "aku hidup sebatang kara tanpa saudara, paman Tham yang telah memelihara diriku, budi kebaikan ini sepantasnya kubalas, Tapi entah mengapa, dalam hati kecilku selalu timbul perasaan benci padanya yang sukar kukatakan Ai, bagaimana pun juga, kepergianku ini tetap bersalah padanya. Selanjutnya ia terkenang pula pada Wan Lu-tin yang mungil, polos dan menyenangkan itu.

   "Kehidupan ini sebetulnya penuh diliputi kesepian dan kemasgulan, hanya Tin-tin yang banyak memberi hiburan padaku, Tapi aku telah pergi meninggalkan dia tanpa memberi kabar, Ai, entah betapa sedihnya dia ketika mengetahui kejadian ini?"

   Akhirnya iapun terkenang akan diri Sun Kim-peng- "Dia juga sangat baik kepadaku, sering membantu aku, ia tak pernah memandang hina dan rendah padaku lantaran aku hanya seorang cacat yang sama sekali tak berguna Ai, Sun-lotia juga baik kepadaku, tapi aku belum sempat membalas kebaikan itu kepada mereka, aku malahan mencelakai jiwa mereka lantaran kedua

   Jilid kitab itu"

   Pemuda yang kenyang menderita, kenyang mengalami siksaan ini hanya meng-ingat-ingat kebaikan orang terhadapnya, hanya tahu menyalahkan diri sendiri, ia tak pernah mengingat kejelekan orang, tak pernah mengingat orang lainpun pernah berbuat jahat kepadanya.

   Sesaat itu ia merasa seakan-akan berada di halaman belakang Hui-liong-piaukiok, ia merasa seolah-olah tubuh Tham Bun-ki yang halus dan hangat itu berada dalam pelukannya.

   iapun seperti melihat nona itu dibawa pergi oleh ayahnya dan berpaling memandangnya sekejap dengan wajah sedih, ia merasa seperti berada kembali di jalanan berbatu yang panjang dan lebar, seakan-akan sedang menggandeng tangan Wan Lu-tin yang mungil berbicara dan bergurau dengan nona itu.

   Dalam keadaan linglung ia tidak melihat perbuatan Sin-jui Cian Hui yang sedang menjura kepadanya, ia sama sekali tidak menggubris.

   Ketika Cian Hui menengadah dan melihat wajah yang linglung itu, mula-mula jago tua itu tertegun kemudian iapun tertawa dan berpaling, serunya kepada Jit-giau-tui-hun dan kedua bersaudara Mo "Eh, kenapa kalian tidak memberi hormat?"

   Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berdehem, lalu katanya dengan dingin.

   "Sekalipun persoalan ini sudah diputuskan, tapi Cian-heng telah melupakan sesuatu persoalan!"

   "Persoalan apa yang kulupakan?"

   Tanya Cian Hui dengan muka masam.

   "Hahaha.."

   Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa.

   "Urusan ini diusulkan oleh Cian-heng, tentu saja Cian-heng akan menyetujuinya, Mo-toako bersaudara juga sudah menyetujuinya, Siangpangcu tidak menunjukkan sikap menolak, sedang Siaute tentu saja tak ada perkataan lain, tapi ia sengaja berhenti sebentar, ketika ia melirik ke sana, betul juga, ia lihat rasa gelisah menghiasi wajah Cian Hui, tampaknya ia sangat ingin tahu kata-kata selanjutnya, Na Hui-hong tersenyum, ditudingnya Hui Giok yang berdiri di samping, katanya lagi sambil tertawa "Tapi Cian-heng telah lupa untuk bertanya kepada orang yang bersangkutan apakah iapun menyetujui usulmu itu?"

   Karena perkataan ini, bukan saja Sin-jiu Cian Hui dibikin melengak Go Beng-si juga melenggong, pikirnya "Walaupun persahabatanku dengan Hui-heng baru berlangsung satu hari, dapat kulihat bahwa dia adalah seorang laki-laki sejati yang berjiwa besar, bila diminta persetujuannya dalam keadaan begini.

   sudah pasti dia akan menolak"

   Padahal bila urusan ini berhasil dan seorang pemuda yang tak ternama rekannya itu akan berubah jadi seorang Cong-piaupacu golongan Lok-lim untuk wilayah Kanglam, peningkatan derajat dan kedudukan yang tinggi ini tentu akan menggemparkan dunia.

   Waktu ia menengadah, ia lihat senyum bangga terlintas di wajah Kim-keh Siang It-ti, sedang Mo-si-heng-te tetap kaku tanpa emosi, hanya Cian Hui seorang yang tampak gelisah, terdengar jago tua itu bertanya.

   "saudara Go, kulihat temanmu Hui heng ini pandai melukis, tentunya dia kenal tulisan bukan? Bolehkah tolong kau tanyakan pendapat nya mengenai persoalan ini?"

   Sekarang Go Beng-si sudah mempunyai jalan keluar yang mantap, sahutnya dengan tertawa "O, tentu saja, jangan kuatir, biar kutanyakan persoalan ini langsung kepadanya!"

   Segera ia menepuk bahu rekannya itu, Hui Giok terkejut dan tersadar dari lamunannya yang penuh dengan kemesraan dan kepedihan itu, ia lihat beberapa orang yang tak diketahui maksud tujuannya berdiri di sekelilingnya, sedangkan sobat kentalnya berdiri di depannya sambil menggerakkan kaki dan tangannya melakukan beberapa macam tanda yang tak dimengerti olehnya.

   Sebentar pemuda itu menekuk jari tangan sebentar membuka telapak tangannya, lain saat tangannya dipegang satu sama lain, sebentar ia melakukan gerakan seperti orang menjura, tentu saja tanda itu tak dipahami olehnya, malahan ia merasa bingung, ketika menengadah ia merasa perhatian semua orang sama tertuju ke arahnya.

   Diam-diam Go Beng-si merasa geli juga melihat Hui Giok memandang ke arahnya dengan kebingungan tentu saja pemuda itu tak mengerti tanda gerak tangannya itu sebab dia sendiripun tak tahu apa artinya tanda yang baru dilakukannya itu.

   Go Beng-si memang pemuda yang berhati mulia sangat perasa dan bisa memaklumi penderitaan orang, ia tahu sudah terlampau kenyang penderitaan Hui Giok selama ini, dia berharap Hui Giok melampiaskan semua penderitaannya itu dengan manfaatkan kesempatan baik ini, dia ingin membantu sobat kentalnya itu untuk menjabat Cong-piaupacu dari kaum lok-lim di wilayah Kanglam, maka dilakukannya tanda secara ngawur asal Hui giok mengangguk saja berani semua urusan akan beres.

   Makin banyak gerak tangan yang dilakukann, Hui Giok semakin bingung dan heran tiba-tiba lihat rekannya itu menuding ruangan depan, lalu menuding pula karung yang menggeletak di tanah, diam-diam satu ingatan terlintas dalam benaknya.

   "jangan-jangan ia sedang bertanya kepadaku apakah perlu memasak sedikit makanan di sini? "- Maka ia lantas menengadah sambil menggelengkan kepalanya. Melihat itu, dengan wajah kegirangan Kim-keh Siang It-ti bersorak, sebaliknya air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat. Go Beng-si sendiri tak kalah gelisahnya ketika melihat Hui Giok menggeleng, meski begitu rasa gelisahnya itu tak sampai diperlihatkan setelah berpikir sebentar, selagi ia hendak menjelaskan "Aku sedang..."

   Tiba2 Hui Giok mengangguk Rupanya karena melamunkan hal yang bukan-bukan tadi, anak muda itu telah lupa segala-galanya, tapi sekarang setelah sobat kental yang tak diketahui namanya itu menuding karung, tiba-tiba ia teringat pada "kuah yang di masak dengan gelang tembaga"

   Itu seketika perutnya terasa lapar maka iapun mengangguk kemudian karena terbayang kembali sikap malu-malu si nona berkepang dua yang memberi jahe dengan tersipu-sipu, ia jadi geli, maka tertawalah dia tergelak-gelak.

   Lega juga Go Beng-si setelah rekannya mengangguk katanya pula sambil tertawa.

   "Ai, saudara Hui memang terlampau keras kepala, aku harus memberi penjelasan setengah harian baru akhirnya menyetujuinya."

   Kim-keh Siang lt-ti mendengus, tongkat besinya diketukkan, lalu melangkah keluar ruangan itu.

   Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba pandangannya terasa kabur, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah menghadang di depannya sambil menegur dengan ketus "Sebelum memberi hormat kepada Cong-piau-pacu, siapapun dilarang meninggalkan tempat ini!"

   Si ayam emas Siang It ti melotot ia menjadi murka, tapi untung pikirannya masih sadar, dia tahu Kungfunya bukan tandingan Sin-jiu Cian Hui, maka setelah saling melotot beberapa saat, Siang It-ti menahan marahnya di dalam hati, perlahan ia putar badan, pikirnya.

   "Kalau bocah keparat itu kumampuskan, ingin kulihat siapa yang akan kau angkat menjadi Cong-piaupacu lagi?"

   Sambil tertawa dingin dia menghampiri Hui Giok.

   ia merangkap tangannya dan menjura.

   Kembali Hui Giok tertegun, ia berpaling menengok ke arah Go Beng-si, tak tahunya sesudah Kim-keh Siang It-ti menjura, tiba-tiba kedua tangannya secepat kilat menyodok ke tubuh anak muda, menyusul tongkat besinya menutul tanah, tubuhnya melayang ke belakang, setelah berjumpalitan di udara.

   tongkat menyabet tubuh Sin-jui Cian Hui, selagi lawan berkelit ke samping, ia terus kabur keluar.

   Kim-keh Siang It-ti bukan jago lemah, sembarangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga sedikitnya berkekuatan lima ratus kati, untunglah Hui Giok sempat miringkan badan sehingga sodokan maut tadi tak sampai bersarang di dadanya, meski begitu sekujur badannya tergetar juga, ia merasa bumi mi seakan-akan berguncang keras seperti dilanda gempa dahsyat, tanpa ampun lagi ia mencelat ke belakang.

   Lilin yang dipegangnya ikut mencelat ke sudut ruangan dan padam, suasana dalam gedung itu jadi gelap gulita.

   "Sejak Si ayam emas Siang It-ti melancarkan sergapan, lalu kabur, sampai tubuh Hui Giok mencelat lilin jatuh dan padam, boleh dibilang semua itu hanya berlangsung dalam sekejap saja. Si Tangan Sakti Cian Hui segera membentak, ia melejit ke udara bagaikan anak panah terlepas dari busurnya. kakek tinggi besar mi terus mengejar. Tapi ketika itu, Kim-keh Siang It ti sudah berada puluhan tombak jauhnya, biarpun kaki satu, cepatnya sungguh mengejutkan. Sin-jiu Cian Hui mengejar dengan sekuat tenaga, hanya beberapa lompatan saja ia sudah berada ratusan tombak jauhnya, meski demikian antara dia dengan si ayam emas masih berjarak cukup jauh Cian Hui tahu bukan pekerjaan gampang untuk menyusul orang ingatan lain tiba-tiba terlintas dalam benaknya.

   "Saat ini Hui Giok masih berada dalam ruangan,"

   Demikian ia berpikir "Entah dia masih hidup atau sudah mati? Padahal Jit giau-tui-hun dan lain-lain masih berada disitu. kalau mereka melakukan sesuatu tindakan. bukankah usahaku ini akin sia-sia belaka?"

   Berpikir demikian, cepat ia berbalik lari kembali ke arah gedung besar tadi, ketika melangkah masuk ke dalam ruangan, ia lihat suasana di situ gelap gulita, tak sesosok bayangan manusiapun yang kelihatan, di atas tanah hanya tertinggal sebuah karung besar dan setumpukan bangkai ayam.

   Tak terkirakan rasa kagetnya, ia tertawa dingin, lalu menengadah dan bentaknya"

   "Si-sin, turun kau?"

   Karena bentakan itu, sesosok bayangan melayang turun dari atas belandar ruangan itu, setiba nya di bawah, tanpa membersihkan debu yang mengotori bajunya lagi, ia berdiri tegak di depan Sin jiu Cian Hui, sikapnya munduk-munduk seperti seorang budak bertemu dengan majikannya.

   "Ke mana perginya orang-orang tadi?"

   Bentak Cian Hui pula Si-sin gelagapan dan tak mampu menjawab.

   sebab setelah berjaga selama sehari semalam di atas rumah itu, barusan ia tertidur pulas, dia baru mendusin setelah mendengar bentakan Cian Hui.

   Melihat anak buahnya tergegap, si Tangan Sakti Cian Hui berkerut kening, napsu membunuh terlintas pada wajahnya, ditatapnya laki-laki itu tanpa berkedip.

   Si sin ketakutan setengah mati, sekujur badannya menggigil peluh dingin membasahi seluruh badannya, tiba-tiba ia berlutut sambil memohon "Hamba ti...

   tidak melihat!"

   "Hm! Tak ada gunanya memelihara manusia tak becus macam kau,"

   Dengus Cian Hui, pelahan tangannya diangkat dan hendak ditabokkan ke atas batok kepala orang itu.

   Makin keras Si-sin menggigil karena ketakutan, ia tahu asal telapak tangan itu diayunkan ke bawah niscaya jiwanya akan melayang, namun dia tak berani berkutik, tiada keberanian untuk menghindarkan diri dari tabokan maut itu.

   Sampai di tengah jalan, tiba-tiba Cian Hui membatalkan niatnya untuk menyerang dia ulapkan tangannya sambil berkata.

   "Sudah seharian kau bercokol di sini, sekarang pergilah beristirahat. Kemudian katanya lagi.

   "Kesehatanmu kurang baik bawa pulang ayam2 itu dan buatlah kaldu ayam agar badan lekas segar kembali, kalau badan sehat tentu kau tak akan mengantuk lagi kalau bertugas."

   Hampir tak percaya Si-sin akan pendengaran sendiri ia tertegun, tapi dengan cepat ia berlutut pula dan anggukkan kepalanya berulang kali, lalu ia mengumpulkan bangkai2 ayam itu dan berlalu dari sana.

   Sin-jiu Cian Hui memang seorang yang cerdik dan bisa berpikir panjang itulah syarat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin macam dia, meskipun kemarahan berkobar dalam dadanya dan hampir tak terkendalikan toh ia masih bisa menggunakan otaknya dengan tepat, ia tahu keadaan tadi ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, sekalipun orang itu dibunuh juga takkan menghasilkan keuntungan apa-apa, maka dia putuskan untuk mengampuni jiwanya, dalam keadaan demikian orang itu pasti akan terharu dan berterima kasih padanya karena diampuni jiwanya, dengan perasaan semacam ini berarti sejak itu dia akan benar-benar berbakti dan setia kepadanya.

   Dari dulu sampai sekarang, orang yang berambisi besar memang harus pandai menggunakan kesempatan, bukan Cian Hui seorang saja yang akan bertindak macam begini, mungkin banyak orang lainpun akan timbul pikiran yang sama dalam keadaan seperti ini.

   Sekian lamanya ia berdiri termenung di situ kemudian ia tertawa dingin dan gumamnya.

   "Hehehe, masa kau dapat lolos dari cengkeramanku hmm .?"

   Perlahan ia berjalan ke depan lukisan itu dan menggulungnya dengan hati-hati, lalu putar badan dan berjalan keluar dan ruangan itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu, ketika diamati lebih jelas lagi, ternyata ada sesosok bayangan manusia masih berdiri di situ dan orang itu tak lain adalah Jitgiau- tui-hun Na Hui-hong.

   Hal ini benar-a di luar dugaan Cian Hui, ia tertegun, lalu bentaknya dengan suara tertahan "Di mana mereka semua?"

   Air muka Jii-giau-tui hun kaku tanpa emosi setelah memandang sekejap ke arah Cian Hut, ia berlalu sambil berkata.

   "Ikutlah padaku!"

   Rasa gusar Cian Hui tak terbendung rasanya, tapi ia berusaha mengendalikannya, dengan bahu tak bergerak pinggang tak menekuk ia ikut berjalan di belakang orang, cepat sekali gerakan tubuh mereka seakan-akan kaki tidak menempel permukaan tanah.

   Kedua orang itu dengan muka masam berjalan tanpa berbicara, selang sesaat kemudian tibatiba Jit giau-tui-hun berkata dengan dingin "Bila kedua bersaudara Mo berhasil menyelamatkan jiwa orang she Hui itu, di kemudian hari bocah itu pasti akan berterima kasih sekali kepada mereka berdua, apa yang diucapkan Mo Lam kelak mungkin juga akan diturutinya dengan setia!"

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Beberapa patah kata Jit-giau-tui-hun itu diutarakan dengan nada dingin dan tanpa berpaling seakan-akan ucapan itu bukan ditujukan kepada Cian Hui.

   Cian Hui agak tergerak hatinya demi mendengar perkataan itu, namun dengan berlagak tak acuh ia bertanya.

   "Memangnya ada apa kalau dia menurut perkataan mereka? Dan kenapa pula kalau dia tidak menurut perkataan mereka?"

   Jit-giau-tui-hun mendengus "Hm, dia akan menurut perkataan Mo-si hengte atau tidak tentu saja tak ada hubungannya dengan diriku, cuma, tentunya kau tahu Pak-to-jit-sat adalah bertujuh, kekuatan mereka cukup tangguh dan rasanya tidak berada di bawah kekuatanmu?"

   Sekali lagi hati Sin-jiu Cian Hui tergerak, setelah termenung sebentar akhirnya ia berkata;

   "Lalu apa yang harus dilakukan menurut pendapat saudara Na?"

   Nadanya yang dingin dan kaku kini sudah tersapu lenyap. Tanpa menghentikan langkahnya Jit giau-tui-hun menyahut."

   Menurut pendapatku, bila kau mempunyai pembantu, asal dua orang bersatu hati urusan apapun dapat diselesaikan, Sin-jiu Cian Hui kan orang yang cerdik, masa persoalan ini tak per nah kau pikirkan?"

   "Ah. benar, benar!"

   Seru Cian Hui sambil menepuk kening sendiri, sesungguhnya Siaute memang berhasrat bersekutu dengan Na-heng, cuma tawaran ini sukar kukatakan, kalau Na-heng sudah berkata begini, kuyakin kaupun bersedia bergabung dengan diriku bukan!"

   Padahal sejak Jit-giau-tui-hun mengucapkan kata-kata pertama tadi, Cian Hui yang cerdik segera mengetahui maksudnya, cuma dia memang licin ia berlagak bodoh, ia biarkan orang menjelaskan sendiri maksudnya baru ia pura-pura bergirang.

   Tiba-tiba Jit giau-tui-hun berhenti, tanpa berkata ia ulurkan tangan kanannya, Cian Hui mengerling sekejap, iapun mengulurkan tangan kanan.

   "Plok Plok! Plok?"

   Mereka bertepuk tangan tiga kali, ini tandanya mereka sudah bersepakat untuk bersekutu. Habis bertepuk tangan, wajah Na Hui-hong yang dingin tampak berseri, katanya.

   "Tidak terlampau parah luka orang she Hui itu, luka itu tak bakal merenggut jiwanya, tapi dengan kemampuan kedua bersaudara Mo, jelas penyakitnya tak bakal sembuh. Menurut pendapatku, Cian-heng tak perlu tergesa-gesa menyembuhkan lukanya, tapi kaupun jangan terangkan berat entengnya penyakit bocah itu kita ulur waktu saja, jika orang she Hui itu menyatakan kesediaannya untuk berpihak kepada kita, Cian-heng baru obati lukanya itu, kalau tidak hm"

   Sambil tertawa dingin telapak tangan kirinya bergerak menabas kebawah seperti golok "Kita harus cari akal untuk menjagalnya!"

   Terkesiap juga Sin-jiu Cian Hui, dia berpikir "Keji amat orang she Na ini, hatinya busuk dan kejam, tampaknya kekejiannya jauh melebihi aku, bila orang macam begini tak dilenyapkan akhirnya akulah yang akan termakan"

   Berpikir demikian, iapun berkata sambil tertawa.

   "Hahaha, siasat saudara Na memang bagus mungkin Khong Beng lahir lagi juga cuma begini saja, seorang yang kasar, lain waktu aku harus banyak minta petunjuk pada saudara Na"

   "0. tentu,"

   Kata Jit-giau-tui-hun sambil tersenyum, sambil melangkah ke depan ia berpikir ""Sepintas lalu orang she Cian ini tampaknya jujur, mulutnya manis, perkataannya enak di dengar, pada hal apa yang sedang dipikirnya sekarang tak ada yang tahu, manusia berhati busuk dan berakal bulus macam dia paling berbahaya, kalau tidak kulayani orang ini secara baik-baik, di kemudian hari mungkin aku akan dilalap olehnya"

   Begitulah dengan pikiran yang berbeda kedua orang itu mempercepat langkahnya ke depan, tak lama Cian Hui melihat ada tiga-lima buah rumah gubuk, cahaya lampu memancar keluar dari balik jendela meski cuma kelip2, ia tahu di situlah tempat kediaman kedua bersaudara Mo."

   

   Jilid ke - 6

   "Sudah sampai."

   Jit-giau-tui-hun berseru seraya berpaling.

   Ia percepat gerak tubuhnya hanya sekejap saja sudah tiba di depan gubuk itu, pintu didorong dan ia menyelinap masuk ke dalam.

   Sebuah dipan terletak di ruangan yang sempit, di situ berbaringlah Hui Giok yang pingsan, Go Beng-si duduk di samping pembaringan dengan wajah kuatir, sedangkan kedua bersaudara Mo yang satu membawa lentera dan yang lain sedang memeriksa luka Hui Giok dan membubuhi obat luka.

   Ketika Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau tui-hun melangkah masuk ke dalam ruangan, tak seorangpun di antara mereka yang berpaling.

   Si tangan sakti Cian Hui mendengus, cepat ia menerobos ke depan pembaringan itu, dengan suatu gerakan yang tak terduga dirampasnya bubuk obat di tangan Mo Lam secara kasar tanpa diperiksa lagi terus dibuang ke tanah.

   "Hehehe, obat macam begitu juga dipakai? Huh, lukanya mana bisa sembuh"

   Jengek Cian Hui. Ia memeriksa keadaan Hui Giok, dilihatnya baju bahu Hui Ciok sudah dirobek hingga kelihatan dagingnya yang bengkak, ia coba menekannya dengan tangan dan bergumam.

   "Entah tulang bahunya remuk tidak" - Selama bicara ia tak pernah melirik ke arah Mo Lam barang sekejappun. Maka Mo Lam sebentar merah sebentar pucat akhirnya tanpa bersuara ia mundur tiga langkah, ketika diliriknya ke belakang, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang k


Perkampungan Hantu -- Khu Lung Lentera Maut -- Khu Lung Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung

Cari Blog Ini