Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 5


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 5


urus itu sedang tertawa aneh. Mendongkol sekali Mo Lam, ia tertawa dingin diam-diam mengumpat di dalam hati"

   "Hm, suatu hari pasti akan ...."

   Belum lagi selesai pikirannya itu, tiba-tiba ada yang mendengus di luar pintu, menyusul seorang menegur dengan suara halus tapi dingin sekali nadanya.

   "Siapakah Lotoa dan Longo dari Pak-to-jit-sat? Hayo gelinding keluar!"

   Dengan kejut Mo Lam berpaling, ia lihat seorang perempuan cantik berpinggang ramping sedang berdiri bersandar pintu, sinar matanya setajam sembilu sedang menatap wajah setiap orang yang hadir dalam ruangan itu.

   Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu, kecuali Hui Giok, boleh dibilang semuanya adalah jago-kelas satu di dunia persilatan dewasa ini, tapi mereka tak ada yang tahu darimana perempuan itu datang dan sejak kapan berada disitu? Ramping pinggang perempuan itu, parasnya cantik, suaranya manja, siapapun akan terkesima bila bertemu dengan perempuan yang menawan hati ini, kata-katanya dingin dan kaku, tajam menusuk.

   Waktu itu Mo Pak sedang berdiri sambil memegang lentera, entah mengapa tiba-tiba ia bergidik mendengar perkataan itu, tangannya gemetar dan lentera yang dipegangnya jatuh ke lantai.

   Cian Hui melihat kejadian itu, secepat kilat tangannya menyambar lentera yang hampir hancur itu sempat diraihnya, lampu itu hanya bergoyang dan tak sampai padam.

   Diam-diam Go Beng-si menghela napas, mau-tak-mau ia mengakui kehebatan gerak cepat Sin-jiu Cian Hui yang luar biasa itu, ia mengerling ke depan pintu, dilihatnya perempuan cantik itu masih berdiri di sana dengan tersenyum sinis.

   Ketika itu dia sedang mengawasi Cian Hui, ia menegur.

   "Siapa kau? Apa kau ini dari dan Pakto- jit-sat?"

   Sin-jiu Cian Hui tertawa, dipandangnya perempuan cantik itu sekejap, lalu sahutnya dengan lantang "Siapa pula nona? Kalau engkau tak kenal manusia yang bernama Pak-to-jit-sat, ada urusan apa anda mencari kedua orang itu?" - Seraya berkata, seolah-olah tidak sengaja ia mengerling sekejap ke arah kedua bersaudara Mo.

   Kembali Go Beng-si menghela napas melihat tindak tanduk orang, pikirnya.

   "Ai, kungfu Si tangan sakti Cian Hui ini bukan saja cepat luar biasa, kecerdasan otaknya juga sukar ditandingi orang lain, dengan sikapnya barusan, meski mulutnya tak mengucapkan sepatah katapun, tapi justeru perbuatannya itu sama artinya dengan memberitahu perempuan itu siapakah Lotoa dan Longo dan Pak to-jit-sat "

   Kiranya sejak kemunculan perempuan itu.

   Cian Hui sudah tahu pasti bukan orang sembarangan dengan sendirinya ia tak ingin memusuhi perempuan itu, maka ketika orang menegurnya, di samping tidak merendahkan kehormatannya, iapun tidak secara langsung menunjuk hidung kedua orang Pak-to-jit-sat, digunakannya akal yang licik untuk memberitahukan kepada perempuan itu bahwa dia bukan orang yang dicari, malahan ia memberitahu mana orang yang sedang dicarinya itu Tentu saja bukan cuma dia saja yang pintar, Go Beng si yang cerdik juga dapat mengetahui maksudnya, begitu pula Jit-giau tui-hun dan kedua bersaudara Mo pun tahu kelicikan Cian Hui.

   Diam-diam Mo Lam dan Mi Pak mendengus, pikir mereka.

   "Aku tak pernah berjumpa dengan perempuan ini, kenal saja tidak, darimana datangnya permusuhanku dengan dia? Kalau bukan mencari gara-gara, lantas apa maksudnya mencari kami?"

   Mereka menengadah dilihatnya sinar mata si nona yang dingin tajam. Mo Lam berkerut dahi sambil membusungkan dada ia melangkah maju lalu berkata dengan lantang.

   "Aku inilah Mo Lam. ada urusan apa nona mencari diriku?"

   Mo Pak yang agak ketakutan melihat Cian Hui sedang memandangnya dengan senyum ejek, seakan-akan mentertawakan dirinya yang ketakutan hingga lenterapun terlepas dan cekalan, tentu saja ia tak mau unjuk kelemahannya di depan orang banyak, terpaksa iapun berseru dengan lantang.

   "Eh, kau perempuan darimana? selamanya kami tak pernah kenal denganmu, untuk apa tengah malam buta kau mencari kami? Ketahuilah..."

   Perempuan itu mendengus, tiba-tiba ia berkelebat maju, Mo Pak merasakan matanya kabur dan tahu-tahu perempuan itu sudah bertolak pinggang di depannya.

   Sebagai anggota kelima dan Pak-to-jit-sat, kungfu Mo Pak terhitung lihay, tapi sekarang ia tak tahu dengan cara bagaimana perempuan itu bergerak maju, keruan tidak kepalang kagetnya, seketika keberaniannya buyar, kata-kata selanjutnya pun tak mampu diucapkannya.

   Si Tangan Sakti Cian Hui termenung sejenak sambil terbahak ia lantas berkata.

   "Nona, perselisihan apakah yang terjadi antara kau dengan Mo-si-siang-kiat? Bagaimana kalau dijelaskan agar kita semua ikut mengetahuinya? Aku Cian Hui..."

   "Huh, kau manusia apa? Belum berhak mencampuri urusanku tahu?"

   Bentak perempuan itu tiba-tiba sebelum lawan selesai bicara. Lalu dia berpaling, ditatapnya wajah Go Beng-si, Na Hui-hong dan Cian Hui secara bergantian lalu sambil menuding keluar pintu dia membentak "Hayo, lekas kalian enyah dan sini!"

   Air muka Na Hui-hong dan Go Beng-si berubah hebat, sedang Cian Hui berkata lagi sambil tertawa.

   "Hahaha, kami memang tak tahu perselisihan apa yang telah terjadi antara nona dengan Mo-si-siang-kiat, jika persoalannya memang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu sepantasnya kami harus keluar dari sini, Cuma..."

   Ia berhenti sejenak, lalu menyambung.

   "Jika aku pergi begitu saja, bila berita ini tersiar, orang yang tak tahu duduknya perkara tentu akan mengira aku jeri kepada nona, apalagi Hahaha, sekalipun aku cuma seorang Bu-beng-siau-cut (manusia kecil tak bernama) tapi kedua orang ini punya nama besar di dunia persilatan, kukira nona tak dapat memerintah mereka dengan sekehendak hatimu!"

   Mendengar perkataan itu, diam-diam Na Hui-hong menyumpah di dalam hati.

   "Cian Hui betulbetul seekor rase tua yang licik."

   Tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Go Beng-si berbangkit sambil terbahak katanya.

   "Hahaha, jangan kuatir diriku asal saudara Cian bersedia keluar dari sini, akupun akan mengikuti jejaknya, bukankah begitu saudara Na?"

   "Tentu saja!"

   Seru Na Hui-hong.

   "asal saudara Cian mau pergi dari sini, akupun akan ikut keluar kalau Cian Hui saja dapat berbuat begini, tentu tidak menjadi soal bagiku "

   "Hahaha, benar, memang begitu"

   Kata Go Beng-si sambil terbahak-bahak lagi.

   Waktu ia memandang ke sana, ia lihat sinar mata si nona yang bening diliputi rasa keheranan diam-diam ia tertawa geli, pikirnya "Perempuan ini pasti bingung oleh hubungan kami yang ruwet tentunya ia tak menyangka antara orang-orang yang berada di sini mempunyai hubungan yang aneh"

   Ji-giau tongcu si bocah ajaib serba bisa ini memang pintar, apa yang ia terka memang tepat sekali Sin-jiu Cian Hui maupun Jit-giau-tiu-hun Na Hui-hong adalah tokoh-tokoh ternama di daerah Kang lam, tentu saja si nona pernah mendengar nama mereka, pada mulanya dia mengira orangorang itu tentu akan membela kedua bersaudara Mo untuk menghadapinya, sebab dengan nama dan kedudukan mereka dalam dunia persilatan, jangankan belum kenal siapa dia, sekalipun tahu tak nanti me reka akan menyerah dan pergi dengan begitu saja.

   Maka tercenganglah nona itu setelah menyaksikan orang-orang itu saling gontok-gontokan sendiri.

   Suasana dalam ruangan seketika jadi hening, masing-masing terbuai oleh jalan pikirannya sendiri, Na Hui-hong sedang berpikir.

   "Ditinjau dari gerakan tubuh perempuan itu, dia pasti seorang yang punya asal usul besar, Cian Hui si rase tua yang licik itupun segan mencari garagara padanya, kenapa aku mesti mencampuri persoalan ini? Apalagi aku dan Pak-to-jit-sat tak ada hubungan istimewa. Mau mampus atau mau hidup peduli apa dengan diriku. Sedang Go Beng-si berpikir lain "Si tangan sakti Cian Hui selalu berusaha cuci tangan dan persoalan ini, aku justeru akan membuat dia selalu terlibat Hahaha mukanya pada saat ini tentu sangat menarik sekali untuk dipandang, akan kulihat cara bagaimana dia akan cuci tangan dalam persoalan ini "

   Kemudian ia berpikir pula "Sekalipun ia betul-betul tinggalkan tempat ini akupun tak dapat ikut berlalu dengan begitu saja, walau perkenalanku dengan Hui Giok belum berlangsung lama, tapi aku cocok sekali dengan jiwanya aku tak boleh tinggalkan dia di sini, andaikata perempuan itu sampai bertempur dengan Mo-si-hengte dan mencelakai Hui Giok lagi aku kan bisa menyesal seumur hidup?"

   Kedua Mo bersaudara saling pandang, merekapun berpikir menurut jalan pikiran sendiri.

   Gerakan perempuan ini sangat cepat dan aneh, ilmu silatnya pasti lihay.

   pantas beberapa keparat itupun tak berani mencari gara-gara padanya, Tapi aneh juga, tampaknya ia punya persoalan dengan kami padahal berjumpa saja kami tak pernah, darimana munculnya permusuhan Ai, bagaimanapun urusan telah berkembang jadi begini, harus mencari akal untuk mengatasi persoalan ini, kalau sampai kalah di tangannya nama baik Pak-to jit-sat tentu akan hancur"

   Sin-jiu Cian Hm sementara itu masih tertawa dingin, iapun berpikir "Belum lama berselang Huihong telah berikrar bersamaku.

   tapi sekarang ia sudah berkiblat pada keparat she Go ini untuk menyudutkan aku.

   Hm? apa mereka mengira aku tak berani keluarkan rumah ini? Hehehe.

   aku justeru sengaja akan pergi dan sini, sekalipun berita ini mungkin akan tersiar di dunia persilatan kelak, tapi siapakah yang percaya aku Si tangan sakti Cian Hui jeri terhadap seorang perempuan bernama begini?"

   Begitulah akhirnya Cian Hui meletakkan lentera di atas meja, dengan tertawa katanya "Kalau saudara Na dan Go sudah berkata begitu maka..."

   Mo Pak mengernyitkan alis, tiba-tiba dia menyela.

   "Saudara Cian dan saudara Na, kalian tak usah keluar biar kami berdua saja yang keluar dari sini, bagaimanapun tempat ini terlampau sempit untuk bertempur, lebih leluasa bila kami bergebrak di luar sana"

   Habis bicara, dengan langkah lebar ia lantas menuju ke pintu. Perempuan cantik itu berkerut kening, katanya sambil tertawa dingin "Hehehe jika kau lebih suka mampus di luar, apa salahnya kalau cepat gelinding keluar sana?"

   Waktu itu Mo Lam sedang berjalan dengan langkah lebar, ketika mendengar perkataan itu tibatiba ia berhenti dan bertanya "Nona, sebetulnya ada permusuhan apa antara dirimu dengan kami? Mengapa tidak kau terangkan lebih dulu? Siapa tahu..."

   "Hm, Pak to-jit-sat hanya terdiri dari kawanan manusia bejat yang suka merusak anak perempuan serta perampok-perampok kejam jengek perempuan itu, sudah lama ingin kutumpas kalian dan muka bumi. Apa yang mesti kuterangkan lagi?"

   "Huh, kau sendiri manusia macam apa?"

   Bentak Mo Pak dengan mendongkol.

   Belum habis ucapannya, tiba-tiba tangannya diayun ke muka, kemudian secepat kilat dia menerobos keluar.

   Ciau Hui berseru tertahan sambil melompat mundur untuk menghindari serangan yang nyasar ke arahnya sementara puluhan bintik cahaya tajam menyambar ke muka dan mengurung sekujur badan perempuan cantik itu.

   Pada saat yang sama Mo Lam juga menjejakkan kakinya dan kabur dari ruangan itu, sebelum keluar pintu, tangannya juga sempat diayun ke belakang, titik cahaya tajam sekali lagi berhamburan.

   Pak-to-jit-seng-ciam (jarum sakti tujuh bintang) dari Pak-to-jit sat memang tersohor lihay, meskipun kedua bersaudara itu menyerang tidak bersamaan waktu.

   akan tetapi setelah jarumjarum itu tersebar susah untuk membedakan mana duluan dan mana yang belakangan.

   Perempuan cantik itu berkerut dahinya, mendadak ia melayang ke samping dengan lincah.

   "Cepat amat gerak tubuh orang ini!"

   Bisik Go Beng-si dengan perasaan kagum, ketika berpaling dilihatnya puluhan bintik cahaya tajam itu menyambar ke depan dan menyergap tubuh Hui Giok yang telentang di atas pembaringan.

   Ia menjerit terkejut, ia mau menolong tapi tak sempat lagi jarum Pak-to-jit-seng-ciam yang dibidikkan dan tabung berpegas itu pasti akan segera bersarang di tubuh Hui Giok.

   Cian Hui berseru kaget, diam-diam ia mengeluh.

   "Habis sudah rencanaku..."

   "He, kiranya kau?"

   Tiba-tiba perempuan itu berseru dengan wajah berubah hebat.

   Bersamaan dengan teriakan itu, tiba-tiba tubuhnya melayang ke belakang tangannya berputar kencang.

   mengikuti gerakan tangannya itu puluhan batang jarum perak tadi berubah arah dan menyusup masuk ke balik ujung baju perempuan cantik itu, dalam sekejap jarum-jarum yang berbahaya tadi sudah lenyap tak berbekas.

   Go Beng-si juga sedang menerjang ke depan secepatnya dan hampir saja tak dapat mengendalikan badan sendiri.

   "bluk", ia menerjang di atas tubuh Hui Giok. Tak ada yang diharapkan olehnya saat itu kecuali menggunakan tubuhnya sebagai tameng sambaran jarum-jarum beracun itu. Pemuda yang cerdik tapi sangat perasa ini hanya memikirkan keselamatan sobat kentalnya itu. Tapi ternyata jarum-jarum itu tak kunjung tiba, bukan saja jarum beracun tadi tidak melukai Hui Giok tidak pula hinggap di atas tubuhnya, ia jadi tertegun dan heran.

   "Ban-liu-kui-ci ng!"

   Tiba-tiba didengarnya Cian Hui dan Jit-giau-tui-hun berseru kaget.

   Sekali lagi ia melengak, cepat anak muda itu bangkit dan berpaling, ia lihat Cian Hui dan Jitgiau- tui-hun sedang berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, wajah mereka diliputi rasa kaget sedang menatap perempuan itu tanpa berkedip sebaliknya perempuan cantik itu berdiri termangu di ujung pembaringan wajahnya tampak keheranan, cuma tatapan hanya tertuju pada Hui Giok.

   Semua itu terjadi hampir pada waktu yang sama, terlampau cepat dan sukar diikuti oleh orang biasa.

   Tapi gerak-gerik mereka waktu itu serentak berhenti semua, baik Go Beng-si maupun Cian Hui dan Na Hui-hong berdiri terpaku sambil memandang perempuan itu dengan melongo, sedang perempuan itupun berdiri tak bergerak sambil memandang Hui Giok di pembaringan dengan termangu semuanya diliputi rasa kaget bercampur heran cuma apa yang mereka kagetkan, apa yang mereka herankan memang berbeda satu sama lainnya.

   Setelah termangu beberapa saat lamanya, akhirnya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong dengan gerakan yang hampir sama melangkah ke depan dan berseru.

   "Apakah kau ini yang bernama Leng-gwat Siancu?"

   Perempuan cantik itu tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam.

   "Ah, kau, betul-betul engkau! Mengapa kau berada di sini?"

   Untuk kesekian kalinya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong melengak, pelahan perempuan itu berpaling lalu menegur dengan ketus.

   "Luka apa yang ia derita? Kenapa bisa terluka? Siapa kau? Mengapa kau rela mengorbankan dirimu untuk menolong jiwanya?"

   Dua patah kata yang pertama ditujukan kepada Cian Hui dan Na Hui Hong dengan nada dingin, sebab tatapan matanya tertuju ke arah mereka, sedang kedua kalimat terakhir diucapkan dengan nada halus, sorot matanya tertuju ke arah Go Beng-si.

   Jit-giau tongcu menengadah diam-diam ia heran, dilihatnya sorot mata perempuan cantik yang memiliki ilmu Ban-liu-kui-ciong (selaksa aliran akhirnya bertemu jadi satu) dan ilmu Se-kim-sip-tiat (menyedot emas mengisap besi) itu diliputi perasaan gelisah, kuatir dan tak tenang.

   "Aneh!"

   Demikian ia membatin.

   "Saudara Hui Giok memang terhitung pemuda yang sukar dicari, tapi bagaimanapun juga dia hanya seorang pemuda yang berilmu rendah dan bernasib jelek, bagaimana mungkin ia bisa mempunyai hubungan yang erat dengan Leng-gwat-siancu tokoh sakti dari dunia persilatan. Perlu diterangkan, tatkala Hui Giok mengisahkan pengalamannya tempo hari secara tertulis ia tidak menerangkan pertemuannya dengan Leng-gwat siancu Ay Cing, Sebab itulah Go Beng-si tidak mengetahui hubungan mereka, tentu saja ia keheranan sehingga lupa untuk menjawab. Tergerak hati Cian Hui ia menjura kepada perempuan cantik itu, katanya sambil tertawa.

   "Hahaha, tak kusangka engkau inilah Ay siancu, lebih tak menyangka kalau Ay siancu adalah sahabat karib Bengcu-toako, Hui-taysianseng kami Hahaha, sungguh sangat kebetulan !"

   "Bengcu-toako... Hui-taysianseng...

   "gumam perempuan cantik itu, sinar matanya yang penuh perasaan heran mengerling Cian Hui bertiga, lalu pelan-pelan berpaling dan menatap wajah Hui Giok untuk sekian lama ia diam saja. Perempuan cantik ini memang benar adalah Leng-gwat-siaucu Ay Cing, isteri Cian-jiu-suseng satu-satunya orang yang mewarisi ilmu Ban-liu-kui-ciong serta selama belasan tahun terakhir ini disebut sebagai sepasang pendekar dewa-dewi. Tempo hari setelah ia sambut kembali ke empat belas batang jarum Pak-to-jit seng-ciam kepada Sam sat Mo Se sehingga menyebabkan kematian iblis itu, dia kembali ke kamarnya dan menyangka Hui Giok masih berbaring di pembaringannya, maka tanpa curiga iapun berbaring di sisinya siapa tahu ketika orang yang tidur di sampingnya itu menggeser badannya ia lihat orang itu ternyata bukan Hui Giok melainkan orang yang senantiasa berusaha dihindarinya selama beberapa tahun terakhir ini. Segera ia bermaksud kabur, sayang terlambat, dalam kejut dan paniknya tahu-tahu ia sudah tertutuk jalan darahnya dan dibawa pergi orang itu. Ketika jalan darahnya dibebaskan kembali oleh orang itu hari sudah terang tanah, mau melawan kungfunya bukan tandingannya, akhirnya ia berhasil menemukan kesempatan baik dan kaburlah perempuan ini dari cengkeramannya. Orang yang bisa bikin Leng-gwat siancu mati kutu dan selalu berusaha kabur terbirit-birit ini tentu saja seorang jagoan yang tak terkatakan kehebatannya, dibalik kejadian itu memang terdapat serangkaian cerita tersendiri yang cukup unik, cuma cerita itu tak pernah dikatakan Lenggwat- siaacu kepada siapapun, maka orang Iain tentu saja tak tahu. Leng-gwat siancu Ay Cing sendiri memang berilmu tinggi tapi terhadap orang itu bukan saja bencinya merasuk tulang, tapi takutnya juga seperti tikus ketemu kucing, setelah lolos dari cengkeram airnya siang hari ia selalu bersembunyi, bila malam tiba dia melanjutkan usahanya untuk kabur sejauh nya dari orang itu, agar tidak sampai tertangkap lagi. Selama beberapa bulan terakhir, bukan saja dia makan tak enak dan tidur tak nyenyak, kadang ia bertanya kepada diri sendiri.

   "Sampai kapan aku harus buron dan tak perlu takut kepadanya lagi?"

   Pertanyaan ini ia sendiripun tak dapat menjawabnya, ia hanya dapat berdoa semoga Thian cepat-cepat mencabut nyawa orang itu. Kecuali buron, iapun ingin menemukan kembali bocah bernama Hui Giok itu, ini bukan lantaran dia akan minta kembali kedua

   Jilid kitab pusaka yang diambil bocah itu, hanya entah sebab apa kesannya atas pemuda itu sangat mendalam, timbul rasa rindunya.

   Tapi dunia amat luas, ke mana dia harus menemukan Hui Giok? Malam itu ia tiba di depan rumah gubug tersebut, ketika dilihatnya ada cahaya lampu memancar keluar dari sebuah gubug di tengah malam buta.

   ia merasa heran dihampirinya gubug itu dengan rasa ingin tahu.

   Tapi setibanya di dekat gubug itu ingatan lain timbul dalam benaknya, diam-diam ia memaki diri sendiri.

   "Ay Cing, wahai Ay Cing, keadaanmu sendiri saat ini mengenaskan sekali, untuk melindungi diri sendiripun tak becus, buat apa kau campur urusan orang lain!"

   Ketika timbul pikiran demikian.

   perempuan itu segera hendak pergi dan situ, tapi tiba-tiba sinar matanya menemukan sesuatu, di bawah sinar bintang yang redup lamat-lamat dilihatnya sebuah lambang yang dilukis dengan kapur putih tertera diatas pintu rumah itu, lambang itu berbentuk bintang persegi tujuh dan tampuk amat jelas sekali, hatinya langsung tergerak.

   "Hm. rupanya Pakto- jit-sat berada disini"

   Kemudian ia berpikir seandainya Mo Se tidak bikin gara-gara, tentu aku tak akan tertangkap oleh manusia bedebah itu."

   Diam-diam ia menggigit bibir dan menerjang masuk ke dalam gubug itu, tentu saja mimpipun ia tak menyangka Hu.

   Giok yang sedang dicarinya itu juga berada di dalam ruangan itu, lebih2 ia tak menyangka kalau anak muda itu telah menjadi Bengcu toako dan Hui-taysianseng segala.

   Ia kaget dan heran, ia berdiri di depan pembaringan dengan tertegun, ia melupakan kedua Mo bersaudara, diperiksanya luka di tubuh Hui Giok itu kemudian sambil menghela napas panjang gumamnya.

   "Ai, lukanya teramat parah, mungkin tulang bahunya ikut remuk!"

   Si Tangan sakti Cian Hiu ter-bahak2, ia keluarkan kipasnya sambil digoyangkan beberapa kali ia berkata sambil tertawa.

   "Hahaha, luka Hui-tay sianseng memang cukup parah, untungnya cuma luka luar saja, aku memang tak becus, tapi kalau cuma luka begini rasanya aku masih sanggup menyembuhkannya, Ay-siancu jangan kuatir serahkan saja soal ini kepadaku."

   Leng gwat-siancu tersenyum dia mengeluarkan sapu tangan dan menyeka butiran keringat yang membasahi jidat Hui Giok katanya sambil menggeleng kepala "Ai apa yang terjadi di dunia ini kadang-kadang memang sukar diduga orang, ketika bertemu untuk pertama kalinya dulu dia masih berupa seorang pemuda lemah yang sering dihina dan dicemoohkan orang, sungguh tak kunyana dalam beberapa bulan saja ia telah menjadi Bengcu-toako dari kalian orang2 ternama ini."

   La berhenti sebentar, sambil tersenyum berpaling kepada Go Beng-si.

   "Dapatkah kau beritahukan kepadaku, kejadian aneh apa lagi yang telah dia alami selama beberapa bulan belakangan ini."

   Aneh juga, ucapannya sekarang lembut dan enak di dengar, tidak lagi kaku, dingin dan seperti tadi.

   Go Beng-si tenangkan pikirannya setelah termenung sebentar dia akan menjawab tapi saat itulah sesosok bayangan berkelebat lewat di luar pintu, segera Leng gwat-siancu membentak dengan suara lantang "Hm, jadi kalian belum kabur?"

   Tubuhnya yang ramping melesat, Go Beng-si merasakan pandangannya jadi kabur, tahu-tahu bayangan orang sudah lenyap.

   Sambil menggoyangkan kipasnya pelahan Cian Hui berjalan ke luar, malam hampir lewat, fajar sudah menyingsing cahaya merah telah menghiasi ufuk timur, tiga sosok bayangan secepat kilat menghilang di kejauhan.

   Dia tertawa dingin, pikirnya "Kedua Mo bersaudara mungkin sudah bosan hidup, sudah lolos dan cengkeramannya kenapa datang lagi? Hehehe sekali ini mereka pasti akan jatuh di tangan gembong iblis perempuan ini."

   Ia mengerling sekejap Hui Giok yang berbaring di pembaringan itu, lalu katanya dengan kening berkerut.

   "Saudara Go, bukankah sahabat karib Hui-taysianseng, Tahukah kau asal usulnya dan cara bagaimana ia berkenalan dengan gembong iblis perempuan itu?"

   "Hehehe, kukira Go-siauhiap sendiripun tak tahu."

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sela Jit-giau-tui-hun.

   Baru selesai ucapannya.

   Tiba-tiba bayangan orang kembali berkelebat di luar pintu.

   ketika semua orang berpaling, tampaklah Leng-gwat-siancu Ay Cing dengan gerakan secepat kilat telah menerobos masuk ke dalam ruangan, kali ini dia muncul dengan wajah pucat dan gugup.

   begitu masuk ke dalam ruangan pintu lantas dikunci, lentera yang ada di mejapun dikebut hingga padam seketika.

   Baru saja ruangan jadi gelap, tiba-tiba suara gelak tertawa seram menggema di luar pintu, seorang berucap sekata demi sekata.

   "Tidak kau duga bukan? Akhirnya kau kutemukan juga Hehehe, padahal kaupun tak perlu kabur terburu-buru, sebab percuma sekalipun kau kabur ke ujung langit juga akhirnya akan kutemukan kau."

   Waktu suara itu bergema terasa masih berada sangat jauh, tapi hanya sekejap saja pintu gubug itu segera di dobrak orang, menyusul sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam ruangan.

   Semua orang hanya saling pandang dengan melongo, hening suasana di situ sampai napaspun kedengaran jelas, tahu-tahu Leng-gwat-siancu maupun bayangan manusia yang menerobos masuk ke dalam ruangan tadi sudah lenyap tak berbekas.

   Fajar sudah mulai menyingsing tapi ruangan itu masih gelap, semua orang berdiri dengan kaget, heran dan curiga, siapapun tak tahu kejadian apa yang telah berlangsung di situ.

   Akhirnya Cian Hui berdehem dan berkata "Saudara Na.

   apa membawa korek api? Ai, makin tua aku jadi makin lamur, saudara Go, usiamu paling muda, apakah kau lihat jelas potongan badan si pendatang tadi?"

   Go Beng-si menghela napas, dia tidak memberi jawaban, waktu itu Jit-giau-tui-hun berada di samping meja, dia menyulut lentera hingga suasana terang kembali.

   Angin pagi berembus, Go Beng-si merasa badan agak kedinginan, dia berpaling dan ditemukan daun pintu sudah roboh ke kiri dan ke kanan, di atas pintu tertera sebuah bekas telapak tangan yang menekuk ke dalam kayu, ketika diperiksa dengan seksama baru diketahui bahwa orang tadi telah menghantam daun pintu hingga tembus, pantas di atas pintu tertera telapak tangan yang jelas.

   Sejak bersuara sampai berlalu, bayangan tadi tak pernah berhenti, padahal pintu rumah orangorang desa biasanya dibikin dari kayu yang tebal berat, tapi cukup sekali pukul orang itu dapat melubangi papan pintu yang tebal, ngeri juga Go Beng-si membayangkan ilmu orang itu.

   Dia coba berpaling, dilihatnya Cian Hui berdiri dengan rasa kaget bercampur ngeri, sedang Jit giau-tui-hun Na Hui-hong kelihatan agak menggigil, meski tak seorangpun yang buka suara, tapi perasaan mereka tak berbeda jauh satu dengan yang lain.

   "Siapakah orang itu? Hebat sekali ilmu silatnya,"

   Pikir orang-orang itu dengan perasaan tak tenang.

   Bunyi gemercit berkumandang dari papan pembaringan tiga orang itu tersadar kembali dari lamunan dan sama-sama berpaling, kemudian mendekati pembaringan.

   Hui Giok yang semaput cukup lama itu, tiba-tiba membuka matanya dengan pelahan.

   "Ah, dia telah sadar!"

   Teriak Go Beng-si kegirangan.

   "Dia sadar!"

   Cian Hui juga berseru dan tersenyum.

   Kedua orang itu saling pandang dengan tertawa sementara Hui Giok yang baru sadar tampak juga bersenyum.

   ia bergumam seperti mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang kedengaran, hanya senyuman yang menghiasi bibirnya tampak semakin cerah.

   "Aneh betul bocah ini!"

   Pikir Go Beng-si keheranan, baru saja mendusin kenapa terus tertawa - Tentu saja dia tak tahu mengapa Hui Giok lantas tertawa begitu siuman dari pingsannya.

   Pelan Hui Giok memejamkan lagi matanya suara tadi seolah-olah masih berkumandang di telinganya.

   "Dia telah sadar , dia telah sadar."

   Hanya tiga patah kata saja, namun terasa seperti irama yang paling merdu yang pernah di dengar oleh Hui Giok sepanjang hidupnya, kini ia dapat mendengar suara dunia lagi setelah tuli sekian lama, ketiga kata itu benar-benar kata yang paling merdu baginya.

   "Akhirnya aku dapat mendengar lagi ia berpekik kegirangan di dalam hati."

   Dalam keadaan begini, ia tidak ingin berpikir apa-apa, dia hanya mengulangi kembali ucapan orang2 tadi.

   "la telah sadar , ia telah sadar."

   Tiba^ ia merasa sukmanya seperti melayang-layang ke awang-awang, bisikan ketiga patah kata itupun berkumandang makin lama makin cepat akhirnya semuanya buyar dan sirna.

   "Ai, ia semaput lagi!"

   Keluh Go Beng-si sambil menggeleng kepala dan menghela napas.

   "Cuma ada sesuatu yang aneh."

   "Ya, mengapa ia tersenyum setelah sadar, begitu bukan?"

   Tukas Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya.

   Kedua orang ini sama-sama cerdik, maka sebelum Go Beng-si menyelesaikan katanya, Cian Hui sudah tahu apa yang hendak diucapkan lawan.

   Kendatipun kedua orang itu sama cerdiknya, toh ada satu hal yang tak pernah mereka sangka yakni pukulan yang dilancarkan Kim-keh Siang It-ti tadi meski membuat Hui Giok terluka parah akan tetapi karena pukulan itu, tutukan berat pada jalan darah bisu dan tuli yang dilakukan pelajar misterius atas diri Hui Giok itupun tergetar lepas sebagian.

   Tentu saja hal ini di luar dugaan siapapun dan merupakan kejadian yang sangat kebetulan sifatnya, tak heran kalau Cian Hui dan Go Beng-si yang cerdik sama-sama tidak tahu.

   Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang sedang termenung tiba-tiba berkata dengan lantang.

   "Sekarang hari sudah terang tanah, saudara Cian tentunya sudah mempunyai rencana ke mana kita akan pergi?"

   Go Beug-si menatap sekejap kedua orang itu ujarnya.

   "Ke mana kalian akan pergi, paling tidak luka yang di derita saudara Hui kita ini kan harus disembuhkan dulu?"

   Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak kemudian ia menambah "Sekarang saudara Hui telah menjadi Congpiaupacu kaum Lok lim wilayah Kang lam, jika lukanya tak dapat disembuhkan kukuatir kejadian ini akan mempengaruhi nama baik Cian-heng dan Na-heng di mata orang lain."

   Cian Hui tersenyum, kipasnya yang sudah menganggur sekian lama kembali digoyangkan katanya sambil tertawa "Tentu saja, tentu saja! Kemanapun kita akan pergi, luka Hui-taysianseng memang harus disembuhkan lebih dulu, cuma..."

   Ia melipat kembali kipasnya, sambil menuding Hui Giok ia berkata.

   "Luka yang diderita Hui-taysianseng bukan luka yang enteng, tempat inipun bukan tempat yang cocok untuk merawat lukanya. Saudara Go, kukira kau tak usah kuatir. serahkan saja soal penyembuhan luka Huitaysianseng kepadaku, biarkan Bengcu-toako kita ini menanggung sekian lama."

   "Aku percaya si Tangan Sakti Cian Hui memiliki ilmu pengobatan yang hebat,"

   Kata Go Beng-si sambil tertawa.

   "sekalipun tak kau katakan juga kutahu tempat ini tak cocok untuk merawat luka, silakan Cian heng segera mengambil keputusan ke mana kita harus pergi."

   Air muka Cian Hui agak berubah, tapi senyum ramah kembali tersungging di ujung bibimya, katanya kepada Jit-giau-tui-hun.

   "Menurut pendapatku mula-mula kita harus mengantar Hui-toako ke suatu tempat yang tenang dan sepi untuk merawat lukanya, kemudian kita siapkan surat undangan untuk mengundang semua kawan-kawan persilatan yang berada di wilayah Kanglam untuk menghadiri upacara penobatan ketua Lok-lim yang baru, entah bagaimana menurut pendapat saudara Na?"

   "Selamanya aku mengikuti garis perjuangan Cian-heng yang maha hebat!"

   Kata Jit giu-tui-hun dengan kaku.

   "berbicara soal tempat beristirahat bagi Hui-taysianseng, sudah tentu perkampungan Long-mong san-ceng saudara Cian adalah tempat yang paling tenteram ditambah lagi saudara Cian memang pandai ilmu pengobatan, semua ini akan melancarkan pekerjaan dirimu, mengenai surat undangan untuk kawan-kawan persilatan hal ini memang persoalan penting yang tak dapat ditunda-tunda lagi, menurut pendapatku, bagaimana kalau kita tetapkan pada bulan lima hari Pekcun saja, pada waktu itu sekalipun musim semi sudah lewat, musim panas yang gersang belum tiba, tentunya kawan-kawan persilatan tak akan terlampau disiksa oleh teriknya matahari"

   "Hahaha, betul. betul, bagus! Kita tetapkan hari Pek-cun saja. hari Pek-cun pada bulan lima paling tepat untuk mengadakan pertemuan besar!"

   Cian Hui lantas berpaling ke arah Go Beng-si setelah menjura ia berkata "Selama sehari penuh kami sudah menerima banyak kebaikan dari saudara Go, bukan saja aku orang she Cian merasa berterima kasih, bila sobat-sobat kalangan Lok-lim mengetahui hal inipun mereka pasti juga akan berterima kasih atas bantuan saudara Go"

   "Ucapan Cian-heng terlampau serius"

   Kata Go Beng-si sambil tersenyum.

   Di luar ia berkata demikian, lain pula yang dipikir di dalam hatinya "Tampaknya orang she Cian ini akan menggunakan kesempatan ini untuk mengusir aku, agar di kemudian hari dia lebih gampang mengendalikan Hui-heng , Hehehe, sayangnya, meskipun perhitunganmu sangat bagus, belum tentu akan kuturuti jalan pikiranmu!"

   Betul juga, sambil tersenyum Cian Hui lantas berkata pula.

   "Saudara Go adalah seorang pendekar pengembara yang bebas berkelana ke sana kemari, kehidupan macam begitu sungguh menyenangkan sekali, sayang aku cuma seorang manusia kasar, jauh benar bedanya bila dibandingkan saudara Go, semoga di kemudian hari aku ada jodoh dan dapat mengikuti jejak saudara Go untuk menjadi seorang pengelana yang bebas, entah betapa bahagiaku bisa berpesiar dan menikmati pemandangan alam dengan tenang dan tidak dibebani pikiran."

   Ia kembangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali, setelah tergelak beberapa kali, lanjutnya.

   "Tapi hari ini aku tak berani mengganggu saudara Go lagi dengan tugas-tugas lain, maka selama gunung masih hijau dan air tetap mengalir. semoga kita dapat bertemu kembali lain waktu, Siaute pasti akan menahan Go-heng untuk menginap selama beberapa hari di rumahku."

   Go Beng-si tertawa geli di dalam hati, sedang di luarnya ia berkata dengan wajah serius "Pujian saudara Cian sungguh membuatku merasa malu sekali, Siaute adalah manusia biasa, kesenanganku hanya menonton keramaian belaka, terus terang kukatakan, tujuanku lari ke sana kemari bukanlah untuk menikmati keindahan alam, juga bukan mencari ketenangan.

   aku justru sibuk lari kian kemari untuk mencari rangsangan."

   "Kini saudara Hu sudah diangkat menjadi Cong-piaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam, aku rasa kawanan Lok-lim dan segala penjuru pasti akan berdatangan untuk memberi hormat kepada ketuanya, suasana waktu itu entah betapa meriahnya. Hahaha, jangankan diriku ini memang penganggur, sekalipun ada urusan, kesempatan baik ini pasti tidak kusia-sia kan dengan begitu saja, maka bila saudara Cian tidak keberatan, aku ingin menumpang selama beberapa hari di Long-mong-san-ceng yang tersohor itu."

   Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak katanya lagi.

   "Sekalipun saudara Cian merasa keberatan, terpaksa kutebalkan muka untuk mengintil di belakangmu"

   Kata-katanya itu tersembur keluar seperti bendungan yang bobol, lancar dan tak terbendung, sementara matanya tak terlepas dari wajah orang she Cian itu.

   Ia lihat air muka Cian Hui sebentar berubah hijau sebentar jadi pucat, kipasnya digoyangkan tiada hentinya hingga jenggotnya yang panjang berkibar tiada hentinya.

   Selain sesaat kemudian ia baru berkata sambil tertawa.

   "Ah, mengapa saudara Go mengucapkan kata-kata semacam itu? Suatu kebanggaan bagi kami bila Jit giau-tongcu yang tersohor di kolong langit ini bersedia mengunjungi perkumpulan kami untuk menyambut rasanya aku tak sempat, masa akan kutolak kunjunganmu itu? Kalau saudara Go sampai mengucapkan kata-kata semacam itu artinya kau pandang asing diriku ini."

   Ucapan ini diakhiri dengan gelak tertawa nyaring, meski dalam hati ia menyumpahi Jit-giautong- cu yang licin ini.

   "Hahaha kalau memang begitu, tentu saja aku turut perintah,"

   Kata Go Beng-si sambil tergelak.

   Sambil berpeluk tangan ia berdiri di depan pembaringan dan tidak bicara lagi, di dalam hati diam-diam ia berpikir "Si tangan sakti Cian Hui memang seorang yang berbahaya, sekalipun di dalam hati bencinya kepadaku merasuk tulang namun perasaannya itu sedikitpun tak diperlihatkan sulit rasanya untuk menghadapi manusia macam dia."

   Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya Jit-giau tui hun berdiri kaku dengan wajah tanpa emosi seakan-akan sama sekali tidak kenal apa artinya gembira, marah, sedih atau murung segala.

   Sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui tertawa, ia menengok keluar jendela, katanya.

   "Berbicara memang mengasyikkan, tanpa terasa fajar sudah menyingsing Hahaha, sebentar sinar sang surya akan menyinari seluruh jagat, saudara Na apakah kita harus berangkat sekarang juga?"

   Dengan kaku Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengangguk pelahan ia menghampiri jendela, dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkan ke atas tanah.

   "Blang,"

   Benda itu meledak dan meletupkan bunga api yang segera memancar ke udara, di angkasa bunga api itu lantas menyebar menciptakan tujuh gumpal asap hitam dan melayang semakin tinggi, lama sekali gumpalan asap itu baru buyar.

   Melihat itu Go Beng-si menghela napas, pikirnya.

   "Pantas orang bilang ketujuh keahlian Jit giau tui hun tiada bandingannya di kolong langit sekalipun kepandaian lain tak pernah kusaksikan, hanya melihat benda mesiu tanda pengenalnya ini sudah cukup membikin hatiku kagum."

   Baru saja kabut tadi buyar di angkasa, suara derap kaki kuda yang sangat ramai segera berkumandang di luar pintu, derap kuda itu berhenti setibanya di luar pintu, dalam waktu singkat muncul sebaris laki-laki kekar berbaju ringkas bersenjata, di pinggang masing-masing tergantung pula kantung senjata rahasia, meski perawakan mereka tak sama, namun semuanya tegap dan gagah.

   Begitu masuk ruangan, mereka memberi hormat kepada Jit-giau-tui-hun, kemudian berdiri di samping, semua dengan tangan lurus ke bawah, sikapnya sangat menghormat.

   Go Beng si melirik sekejap ke samping, ia lihat air muka Jit-gian-tui-hun Na Hui-hong meski tetap kaku tanpa emosi, sinar matanya memancarkan rasa kebanggaan akan kedisplinan anak buahnya.

   Melihat itu Cian Hui terbahak-bahak, ucapnya "Semula aku heran kenapa Na-pangcu datang sendirian, tak tahunya engkau telah membawa serta saudaraku yang gagah perkasa ini.

   Hahaha, tanda panggilan yang baru kau gunakan sungguh sangat hebat."

   "Hm, kukira setelah tanda pengenal Jit giau-sin-hiang kulepaskan, kawan-kawan Can-heng tentu juga akan segera berdatangan kemari,"

   Jengek Na Hui-hong dengan muka masam.

   Betul juga, baru selesai ia berkata, suara derap kaki kuda yang ramai telah berkumandang dan berhenti setibanya di luar pintu.

   Geli juga Go Beng-si melihat kesemua itu, pikirnya "Nama dan kejayaan memang suatu daya tarik yang sangat besar, sejak dulu sampai sekarang entah berapa banyak orang gagah yang terperangkap? Cian Hui dan Jit-giau tui-hun adalah bandit ulung di dunia persilatan, soal harta kekayaan tentu saja bukan persoalan bagi mereka tapi soal "nama"

   Rasanya tetap merangsang pikiran kedua orang itu.

   Ai.

   begitulah dunia persilatan, beberapa saat berselang kedua orang itu masih bekerja sama untuk menghadapiku tapi sekarang mereka telah saling mengejek padahal kemampuan mereka sama-sama hebatnya, kalau betul-betul mau bekerja sama, kekuatan yang dihasilkan pasti luar biasa, tapi kalau cara kerja mereka tetap dilandasi saling curiga mencurigai urusan tentu akan hancur."

   Baru saja ingatan itu terlintas dalam benaknya dan luar pintu berjalan masuk serombongan laki-laki kekar bergolok, semua laki-laki itu berbaju serba hitam, perawakan tubuh merekapun sama, seakan-akan mereka berasal dari satu cetakan.

   Setibanya di dalam ruangan, serentak mereka berseru bersama, lalu berlutut gerakan mereka serempak seperti dilakukan oleh tubuh yang sama, cara berlutut ternyata dapat mereka lakukan bersamaan waktunya.

   Sambil mengelus jenggot dan tertawa Cian Hui mengulapkan tangannya, belasan laki2 itu serentak bangkit berdiri, disiplinnya amat tinggi, ini menunjukkan bahwa cara Cian Hui mendidik anak buahnya jauh lebih hebat daripada Jit-giau-tui-hun.

   Melihat itu Na Hui-hong tertawa dingin, katanya.

   "Hehehe, tak aneh kalau nama besar Cianheng termasyhur sampai kemana-mana, dilihat dari anak buahmu itu rasanya sudah cukup menjagoi dunia persilatan "

   Air muka Ciau Hui berubah, dengan penuh kebencian diliriknya Na Hui-hong sekejap, ia terbahak-bahak, sahutnya "Hahaha, benar, benar.

   aku bila mencari sesuap nasi sampai saat ini tidak lain memang berkat kerja sama saudaraku ini, tapi untuk soal menjagoi dunia persilatan dengan mengandalkan kepandaian sejati, aku rasa kecuali Na-heng seorang mungkin, hahaha..."

   Ia terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, lalu sambungnya pula "Mungkin tak ada orang lain lagi."

   Go Beng-si diam-diam mengamati mimik wajah mereka, dilihatnya air muka Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berubah jadi pucat, lalu dan pucat berubah jadi merah, ia melotot sekejap ke arah Cian Hui tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari situ.

   Geli juga Jit giau-tongcu Go Beng-si menyaksikan semua itu, pikirnya "Ai, Si tangan sakti Cian Hui memang hebat bukan saja ilmu silatnya mengungguli Jit-giau-tui-hun, soal ketajaman lidah juga jauh di atas Na Hui-hong,"

   Kiranya ilmu silat sesungguhnya Jit giau tui-hun tidaklah sebanding dengan kesohoran namanya, meski nama besarnya di dunia persilatan disegani orang, hal ini terutama karena kedahsyatan tujuh macam senjata rahasia andalannya.

   Sekarang Cian Hui mengejeknya secara halus, sindiran itu jauh lebih tak enak didengar daripada mencaci makinya secara blak-blakan, sebagai jago berpengalaman tentu saja Jit-giautui- hun dapat menangkap nada ucapannya.

   Sin Jiu Cian Hui masih bergelak tertawa setelah melirik sekejap Na Hui-hong yang berdiri membelakanginya, ia berjalan menghampiri pembaringan, setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia berseru.

   "siapkan kereta dan segera berangkat!"

   Laki-laki berseragam hitam tadi serentak mengiakan dengan lantang, mereka berjalan keluar dengan mengisar di samping Na Hui-hong yang masih berdiri membelakangi mereka itu.

   Sinar matahari menerangi jagad, angin sejuk berembus sepoi2 menggoyangkan ujung baju Na Hui-hong, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu, ia berdiri tegak tanpa bergerak.

   Suasana jadi hening tak terdengar suara apapun, laki-laki berkantong kulit itu saling pandang sekejap, kemudian bersama-sama mengundurkan diri ke luar pintu.

   Tiba-tiba terdengar suara roda kereta berkumandang menyadarkan kawanan jago yang sedang melamun.

   Hanya Hui Giok seorang masih terlelap dalam pingsannya, hidup penuh derita yang dialaminya selama ini membuat pemuda bernasib jelek itu menjadi lemah dan tak sanggup menahan segala macam bentuk pukulan batin apapun, apalagi serangan yang dilancarkan Kim keh Siang It ti dilakukan dengan sekuat tenaga, untung tepat pada saatnya dia sempat miringkan badan ke samping, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang sejak tadi.

   Setelah mengalami macammacam pergolakan pikiran, akhirnya untuk kedua kalinya Hui Giok membukit matanya.

   Lamat-lamat ia mendengar roda kereta berputar kencang, ia merasa suara itu datang dan tempat yang sangat jauh, tapi juga seperti datang dari tempat yang dekat sekali, waktu membuka matanya dilihatnya wajah Go Beng-si sedang mengawasinya dengan penuh rasa kuatir.

   Sekulum senyuman pun tersungging di ujung bibirnya.

   Begitulah, dikala ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak sebatang kara, bahwa dirinya tidak ditinggalkan orang lain, penampilan wajah sahabatnya yang mengawasinya dengan penuh perasaan kuatir adalah suatu hiburan yang amat melegakan bagi seorang yang baru sadar dari pingsannya..Meskipun waktu itu ia merasakan kelopak matanya amat berat, namun ia berusaha mempertahankan kelopak matanya itu tidak terkatup kembali ia malah berusaha untuk memandang lebih jelas lagi wajah yang penuh rasa kekuatiran yang terpampang di depan matanya itu.

   Tiba-tiba ia merasa seperti mendengar suara, suara yang berkumandang dari kejauhan, sekalipun tak terdengar olehnya kata-kata apakah yang dipancarkan suara itu, tapi jantungnya berdebar keras perasaannya bergetar itulah suara! Ya benar itulah suara! Ia dapat mendengar suara lagi! Oh, sungguh suatu kejadian yang terlampau aneh bagi perasaannya waktu itu.

   Sudah terlampau lama, hingga dia hampir lupa berapa lama ia tak dapat mendengar suara apa-apa.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Segala kehidupan yang beraneka ragamnya baginya tiada ubahnya seperti kuburan, dia tak dapat mendengar apa-apa, tak dapat mengucapkan apa-apa.

   Tapi sekarang, kehidupan yang mati itu, kehidupan yang sudah lama beku itu mulai segar dan bersemarak lagi.

   Sebab ia dapat mendengar lagi.

   Rasanya tiada perkataan indah apapun yang dapat digunakan untuk melukiskan kegembiraan hatinya saat itu tiada tulisan yang dapat menggambarkan kenangan hatinya.

   Ia tak pernah menyumpahi nasibnya yang buruk, tak pernah menggerutu ketidak adilan yang dialaminya selama ini, tapi kini, ia merasa sangat berterima kasih, bahkan berterima kasih kepada nasib yang memperlakukan dia kejam dan tak adil itu.

   Manusia yang budiman, manusia yang bijaksana selamanya tak akan menyumpahi selamanya tak akan menggerutu akan nasib dan penderitaan yang menimpa dirinya, mereka hanya tahu berterima kasih dan bersyukur, sebab itulah kehidupan mereka selamanya juga lebih gembira dan lebih bahagia daripada orang lain.

   OO OO 00 OO Inilah sebuah kereta kuda sedang berlari kencang di jalan raya menuju Kanglam indah dan mentereng sekali.

   Go Beng-si duduk bersila di depan Hui Giok yang baru sadar ia dapat melihat senyum manis yang tersungging di ujung bibir rekannya ia berteriak kegirangan.

   "Hahaha kau telah sadar, ia telah sadar lagi"

   Hui Giok tersenyum. bibirnya bergetar dan meluncurlah beberapa patah kata yang lemah lembut hingga sukar terdengar dengan jelas.

   "Saudara Go, aku telah sadar, aku dapat mendengar suaramu."

   Meski lirih suara itu tapi Go Beng-si kegirangan setengah mati hampir saja dia melompatlompat dalam ruang kereta.

   ia hampir tak percaya pada apa yang terlihat dan apa yang terdengar.

   Tapi itu tak berlangsung lama, akhirnya dia berteriak lagi dengan kegirangan "Hahaha ia dapat berbicara! ia dapat berbicara lagi!"

   Bergembira karena keberuntungan teman, bersedih hati karena keburukan nasib teman, dua perasaan yang berbeda namun mempunyai arti yang sama, begitulah cinta kasih seorang sahabat yang sejati, yang agung dan patut dicontoh.

   Cian Hui melongok ke dalam kereta sinar matanya yang tajam memandang sekejap senyuman di ujung bibir Hui Giok dengan perasaan kaget bercampur girang ia bertanya "Dia dapat berbicara lagi?"

   Go Beng-si mengangguk kegirangan, sedang Cian Hui bergumam lagi dengan agak bingung.

   "Apa yang telah terjadi? Mungkinkah jalan darahnya yang tertutuk itu tergetar lepas oleh pukulan Siang It-ti?"

   Diam-diam ia membatin, untung dan malang manusia memang tak dapat dikejar mungkin takdir telah menentukan demikian.

   Debu kuning mengepul di belakang kereta membungkus kereta itu hingga lenyap dan pandangan.

   Musim semi datang lebih awal di wilayah Kang-lam tapi berlalu lebih lambat, pohon liu yang berjejer di sepanjang tepi sungai melambai-lambai terembus angin sejalur air sungai mengalir dengan tenangnya, burung walet terbang kian kemari di bawah langit nan biru, musik merdu di tepi sungai Hway berkumandang semalaman suntuk kereta kuda hilir mudik tak hentinya, terdengar seorang nyonya muda berdiri sendirian di atas loteng sedang bersenandung.

   Dalam suasana yang indah itu dunia persilatan di wilayah Kanglam telah digemparkan oleh tersiarnya berita maha penting.

   "Tahukah kau? Si tangan sakti Cian Hu, Si ayam emas Siang It-ti, Na Hui-hong dan Mo-si hiante, para pentolan Lok-lim itu berhasil menemukan seorang tokoh yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu! Hehehe, selama puluhan tahun terakhir ini belum pernah wilayah Kanglam digemparkan oleh kejadian semacam ini, agaknya dunia persilatan akan jadi ramai dan hangat kembali"

   "Ah. masa betul? Sin jiu Cian Hui dan Kim ke Siang It-ti beberapa orang pentolan Lok-lim itu tak pernah tunduk kepada orang lain, masa mereka sudi diperintah orang? Mo bersaudara, apa kau tahu, manusia macam apakah bakal Cong-piaupacu kita itu?"

   "Tentang ini... akupun kurang jelas, cuma kudengar dia she Hui, usianya tidak seberapa besar selain itu aku tak tahu apa-apa lagi !"

   "She Hui? Aneh benar! Rasanya di daerah Kanglam tak ada tokoh kenamaan yang memakai she Hui? lalu siapakah dia? Menurut apa yang kuketahui bukan saja daerah Kanglam, bahkan di utara sungai besarpun tak ada ksatria dari warga Hui"

   "Belum tentu benar, pernah kubaca Bu loenghiong boh (daftar lengkap tokoh-tokoh ternama) milik Pek-loyacu di kota Bu-oh. Bukankah dalam kitab itu tercatat pula dua orang jago dan warga Hui? Kudengar mereka bergelar Cong-khim bu-tek (tumbak dan pedang tanpa tandingan), yang satu memakai pedang dan yang lain bersenjata tumbak berkait, konon kungfu kedua orang itu lihay sekali.

   "Hei, pengetahuanmu terlampau cetek, kitab Bu-lim-enghiong boh itu dibuat Pek loyacu pada dua puluh tahun berselang, padahal Ciong kiam bu-tek kedua Hui bersaudara sudah mati belasan tahun lamanya, mereka mati bersama beberapa orang Piautau kenamaan lainnya dalam peristiwa manusia berkerudung yang menggetarkan dunia Kangouw belasan tahun yang lalu"

   "Oh, kiranya begitu!"

   "Sekalipun kedua orang bersaudara itu belum mati, mereka kan penduduk di kedua sisi sungai besar. Tidak mungkin lari ke wilayah Kanglam dan menjadi Congpiaupacu tempat ini?"

   "Hahaha, jangan kau lupa, kitapun berasal dari wilayah kedua sisi sungai besar? Siapa tahu pada suatu ketika kitapun akan menjadi Cong-piaupacu wilayah Kanglam".

   "Huh, jangan bermimpi di siang hari bolong"

   "Bicara sesungguhnya, bila kau ingin tahu manusia macam apakah pemimpin kita itu, datang saja ke Long-mong-san-ceng tempat si Tangan Sakti Cian Hui pada bulan lima hari Pek-cun nanti, kudengar hari itu akan diadakan pertemuan besar, semua tokoh wilayah Kanglam akan diundang datang, tujuannya adalah untuk menghadapi Naga sialan itu."

   "Eh, saudara hati-hati kalau bicara."

   Maka sejak hari itulah jalan raya Kanglam jadi ramai dengan kuda yang dilarikan dengan kencang, jago-jago persilatan bermunculan di mana-mana dan tujuan mereka adalah perkampungan Long-mong san-ceng untuk menghadiri pertemuan besar itu serta menghadap Cong-piaupacu mereka yang misterius itu.

   -o0o- o0o- - o0o- Matahari bersinar dengan teriknya, orang akan merasa segan untuk melakukan perjalanan dalam suasana seperti ini, di bawah sebuah pohon besar di tepi jalan berjajarlah penjual buah semangka yang besar dan segar dalam jumlah yang banyak tempat kecil yang berumput hijau dan berpohon itu lantas ramai orang yang berlalu lalang.

   Tengah hari udara panas membuat lesunya orang dalam perjalanan, suasana yang mendatangkan rasa mengantuk mi membuat beberapa laki-laki berbaju ringkas yang berdiri di samping penjual semangka tidak bergairah mencicipi semangka segar yang terletak di depannya.

   Tiba-tiba suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari ujung jalan depan sana, di bawah sinar matahari yang panas tampaklah beberapa ekor kuda dilarikan kemari, kuda-kuda itu adalah kuda-kuda jempolan dari daerah luar perbatasan tinggi besar gagah dan cepat larinya.

   Beberapa orang laki-laki berbaju ringkas di bawah pohon itu membuka matanya.

   kemudian saling pandang dengan curiga.

   Seolah-olah sedang saling bertanya.

   "siapakah mereka itu?"

   Pertanyaan mereka dalam waktu singkat telah memperoleh jawabannya, beberapa ekor kuda jempolan itu makin mendekat, ketika penunggang-penunggang kuda itu bercuit nyaring, sambil meringkik panjang kuda2 itupun berhenti.

   "Gerakan tubuh yang indah!"

   Puji orang-orang di bawah pohon itu dengan perasaan kagum.

   Lima ekor kuda jempolan berhenti di depan tempat teduh itu, orang pertama adalah seorang laki setengah baya yang kurus jangkung berjenggot pendek, mentereng sekali baju yang dikenakan hingga menambah kegagahannya.

   Di samping laki-laki jangkung itu adalah seorang laki berjidat lebar, bermata tajam seperti elang dan berlengan buntung sebelah, dia mengendalikan tali kudanya dengan tangan kiri, meski begitu tubuhnya sama sekali tak bergeming, ini menunjukkan kepandaiannya menunggang kuda sangat tinggi.

   Orang-orang yang berteduh di bawah pohon saling pandang sekejap, mereka coba alihkan perhatiannya kepada penunggang kuda yang ketiga.

   Orang ketiga itu adalah seorang nona muda yang mengenakan setelan baju ringkas berwarna hijau, rambutnya diikat dengan secarik kain warna hijau, mukanya cantik, matanya jeli, siapapun akan merasa kagum bila memandangnya.

   Selain cantik, anak dara itupun berwibawa dan anggun, membuat orang tak berani menantangnya lama-lama.

   Laki-laki bertangan tunggal itu melompat turun dari kudanya, dihampirinya nona cantik itu, ka tanya dengan tersenyum.

   "Nona, apakah perlu beristirahat dahulu?"

   Nona cantik ini mengerling sekejap ke arah kedua orang di belakangnya, lalu menggeleng kepala dan menjawab.

   "Tak usah, beli saja beberapa biji semangka itu. kita makan di tengah jalan saja!"

   Suaranya merdu bagaikan kicauan burung di pagi hari, dan logatnya dapat diperkirakan dia orang ibu kota.

   Sambil tersenyum laki-laki berlengan tunggal itu mengiakan lalu menghampiri penjual buah semangka dan melemparkan sekeping uang perak ke atas tanah.

   "Eh penjual semangka!"

   Teriaknya "Carikan semangka yang terbagus dan masukkan ke dalam keranjang, tuan mu akan borong semua!"

   Melihat tingkah laku laki-laki itu, si nona ayu tadi berkerut dahi, setelah melirik sekejap kedua orang di belakangnya, ia mengomeli "Ai. tabiat Kiong-samsiok masih juga seperti dulu!"

   Kedua orang penunggang kuda di belakangnya itu mempunyai wajah yang serupa dengan tubuh yang kurus kering yang sama pula, wajah kedua orang itu kaku tanpa emosi, tapi bersinar mata tajam.

   Mendengar perkataan si nona wajah mereka tetap kaku tanpa emosi.

   Seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang menarik perhatian mereka.

   Sebaliknya air muka orang berbaju ringkas yang berteduh di bawah pohon seketika berubah demi melihat kemunculan kedua laki-laki kembar tersebut setelah saling pandang sekejap kepala mereka tertunduk rendah, diambilnya semangka yang belum habis termakan itu dan dilahapnya dengan cepat, mereka tak berani memandang ke atas lagi.

   sejenak kemudian, Laki-laki bertangan tunggal itu selesai membeli semangka kelima ekor kuda itupun meneruskan perjalanannya ke depan.

   Setelah bayangan mereka lenyap dan pandangan orang-orang di bawah pohon itu baru berani menengadah serentak mereka berdiri.

   Seorang lelaki kekar yang bercambang lebat segera berkata "Dugaan Cengcu ternyata tidak meleset, pihak Hui-liong-piaukiok telah mengirim orang kemari.

   Hm, melihat lagak tengik Kuay-besinto (golok sakti kuda kilat) Kiong Cing-yang.

   Huh, andaikata tiada kedua orang yang mengikut di belakangnya itu? sungguh ingin kuberi ajaran kedua kunyuk itu."

   Laki-laki yang lain berkata sambil mengenakan topi lebarnya "Masih mendingan kalau yang datang melulu Kuay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-cing Liu Hui kedua monyet itu, tapi ke dua orang di belakangnva itu memang tidak boleh diremehkan, juga si nona cantik tadi entah siapakah dia?"

   Orang ketiga berkerut dahi, setelah bersiul mengundang datang beberapa ekor kuda mereka lalu katanya "Tampaknya nona cantik itu pasti puterinya si naga sialan tersebut.

   Kalau bapaknya berani membiarkan anaknya berkelana di dunia persilatan, kungfunya tentu lumayan juga.

   Ai, aku benar2 tak habis mengerti akan rencana Cengcu kita, masa seorang bocah aneh juga diangkatnya menjadi Cong-piaupacu, kalau sampai bocah itu membuat lelucon di hari pertemuan nanti urusan kan bisa runyam?"

   Laki-laki bercambang lebat mendengus.

   "Hm memangnya rencana Cengcu boleh kau terka seenaknya? Agaknya nyalimu sudah tumbuh bulunya hingga berani main kritik segala!"

   Di pegangnya tali kendali kudanya dengan telapak tangannya yang besar, kemudian sambil lompat ke atas katanya lagi "Kini orang-orang Hui-liong-piaukiok telah muncul, rasanya kitapun tak perlu mencari berita lebih jauh.

   Hayo pulang ke perkampungan dan memberi laporan!"

   Dikempitnya perut kudanya dan berlalu lebih dulu.

   Kini tinggal si penjual semangka saja yang berdiri termangu sambil memandang kepergian rombongan laki-laki kekar tadi, tiba-tiba dia membereskan pukulannya dan berlalu juga dan situ dengan langkah lebar, cuma arahnya berlawanan.

   Tentu saja rombongan laki-laki kekar tadi tak tahu sikap dan tindak tanduk si penjual semangka ini.

   Dari tengah hari sampai senja, entah berapa puluh rombongan jago persilatan yang menuju ke arah timur mereka semuanya bermata tajam dan bertubuh tegap, siapapun akan tahu bahwa mereka adalah jago silat kenamaan.

   Bagi Hui Giok, tahukah dia bahwa namanya sekarang sudah menghebohkan dunia persilatan? -vo0o- -o0o- Hari sudah gelap, sepasang lilin besar di tempat lilin yang terbuat dari tembaga menerangi se buah kamar baca yang indah dan mentereng.

   Hui Giok duduk bertopang dagu menghadapi meja baja, ia memandangi tempat biin itu dengan termangu, entah apa yang dilamunkan? Sesaat kemudian ia berpaling dan melirik sekejap Go Beng-si yang duduk di sampingnya, kemudian berkata dengan suara tertahan "Saudara Go setelah kupikir bolak balik dapat kurasakan bahwa persoalan ini agak tak beres, tenggang waktu pertemuan sudah kian mendekat tapi hatiku terasa makin kalut tak keruan coba bayangkan seorang tak berguna macam diriku apakah sanggup memikul tanggung jawab seberat ini?"

   Dia menghela napas panjang, setelah membetulkan posisi tempat duduknya lalu ia menyambung "Kau tahu, lukaku sampai sekarang belum sembuh sama sekali Go-heng adalah seorang yang maha pintar sedangkan aku tak lebih hanya seorang manusia bodoh, setahun pengalamanku berkelana dalam dunia persilatan sudah cukup menambah pengetahuanku, bahwa orang pintar itu banyak sekali di dunia Kangouw ini.

   kalau seorang goblok dan tak punya kemampuan apa-apa macam diriku ini akan jadi seorang pemimpin dunia persilatan wilayah Kanglam.

   bukankah orang gagah di kolong langit ini akan mentertawakan diriku?"

   Go Beng si tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia bangkit berdiri, pelahan ia berjalan mondar-mandir dalam ruangan. Hui Giok berkata lagi dengan dahi berkerut.

   "Apalagi... ai, sungguh aku tak tahu maksud Sin-jiu Cian Hui yang sebenarnya? sebabnya dia mengangkat aku jadi Cong-piaupacu adalah karena aku ini orang bodoh dan tak berguna, maka aku hendak dijadikan bonekanya agar menuruti perkataannya dan berbuat menurut seleranya kalau pekerjaan baik bukan soal, tapi kalau dia suruh aku melakukan hal-hal yang terkutuk dan melanggar peri-kemanusiaan, apa musti kulakukan? Ai saudara Go kalau tahu begini banyak kesulitan yang menanti diriku. lebih baik aku?"

   Dia menghela napas dan berhenti, tapi sesaat kemudian sambil tertawa sambungnya lagi "Entah mengapa, semenjak jalan darahku tergetar lepas, aku jadi sedikit ceriwis dan suka bicara, Ai dapat mengungkapkan suara hati dengan leluasa memang kejadian yang mengasyikkan, selama setahun ini..."

   Co Beng si yang lagi mondar-mandir dalam ruangan tiba-tiba berhenti.

   dengan ahs berkernyit dia memandang wajah Hui Giok lalu katanya tegas Hui-heng, tahukah kau biarpun kita belum lama berkenalan, tapi seumur hidupku hanya kaulah sahabatku yang sejati?"

   "Aku tahu, kecuali kau, didunia ini memang tak ada orang lain yang sudi menganggap aku sebagai sahabatnya"

   Hui Giok mengangguk. Go Beng-si tertawa, terusnya dengan serius.

   "Setelah kau tahu tentang soal ini, tentunya kau tahu yang paling penting bagi suatu persahabatan adalah kepercayaan! Ada kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan tadi kurasa tak lega kalau tidak mengeluarkan kata-kata yang mengganjal tenggorokan itu maka kupikir lebih baik kukatakan saja terus terang."

   "Katakanlah saudara Go"

   Pinta Hui Giok.

   Kita saling tertarik pada perjumpaan pertama, di mana kau menuturkan semua pengalamanmu padaku, Kutahu, sebelum berkenalan, kau pasti bukan orang cacat, selama beberapa hari ini, sejak kau datang bersama Cian Hui, entah berapa ratus kali kau menghela napas panjang pendek dalam seharinya, tahukah kau bahwa sikapmu itu bukan sikap seorang laki-laki sejati?"

   Hui Giok termangu, sedang pemuda she Go itu melanjutkan lagi katanya "Tentu saja ada maksud Sin-jiu Cian Hui di balik semua ini.

   Tapi apa salahnya kalau kita gunakan perangkapnya dan berbalik menjebaknya? Mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan beberapa pekerjaan besar bagi kepentingan umat persilatan di dunia ini!"

   Hui Giok menunduk, ia malu pada diri sendiri yang pengecut.

   "Hui-heng, tahukah kau bahwa bakatmu jauh lebih bagus daripada diriku?"

   Sambung Go Bengsi lebih jauh.

   "kau tidak tahu tentang ini, kau telah menyia-nyiakan bakat baikmu, kau telah mengubur bakat sendiri serta kecerdasanmu itu, apakah ini tidak sayang?"

   Dengan mulut membungkam Hui Giok berpaling ke luar jendela, rembulan sudah bergeser ke barat, malam sudah makin larut.

   "Apa yang harus kulakukan?"

   Ia bertanya pada diri sendiri.

   "Cari nama, menjagoi dunia?"

   Memang itulah cita-citanya, itulah yang diidam-idamkan selama ini, tapi ia agak gentar menghadapi kesempatan paling baik untuk mencapai cita-citanya itu.

   Ya, sudah terlalu banyak penderitaan yang dialaminya selama ini, dia sudah hampir kehilangan kepercayaannya pada diri sendiri, nasib yang dialaminya setahun belakangan ini hampir tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memilih kehendaknya sendiri, dia selalu harus tunduk, harus menurut terhadap setiap persoalan yang dihadapinya, ia tak pernah mendapat hak untuk menentangnya.

   Maka kini tiba saat baginya untuk menentukan pilihan bagi masa depannya sendiri ia jadi bimbang, ia kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.

   Sinar mata Go Beng-si yang tajam memandang wajah anak muda itu tanpa berkedip, lama dan lama sekali, dilihatnya pemuda itu masih tundukkan kepalanya, boleh dibilang posisi dudukpun sama sekali tak berubah, ia menghela napas dan berpikir.

   "Apa dayaku untuk membangkitkan kembali semangat serta keberaniannya? Padahal ia dapat ku ubah menjadi seekor singa yang garang dan perkasa, tapi sekarang, dia tak lebih cuma seekor domba yang lemah dan tak punya kemampuan apa-apa!"

   Terdengar suara kentongan berkumandang di luar kentongan kedua sudah lewat.

   Dengan kesal Go Beng-si melangkah keluar ruangan, diam-diam ia memberitahukan pada diri sendiri "Biarlah kucari akal lain esok nanti, di malam musim semi ini singa yang garang saja bisa berubah jadi domba yang lunak cara bagaimana harus ku ubah domba yang lemah menjadi seekor singa yang perkasa?"

   Kamar baca yang indah dan mentereng itu kembali dalam keheningan malam, mendatangkan rasa kesepian yang tak terhingga bagi Hui Giok yang berdiri sendirian.

   Hui Giok berjalan menuju halaman yang kelam dan sunyi itu ia mendambakan sinar bulan di malam musim semi, diapun berharap dapat menikmati suara gemerisiknya angin malam yang syhadunya, bagaimanapun juga dia masih sayang pada kehidupan ini.

   Tempat tinggalnya sekarang adalah suatu ruangan mungil yang terletak di halaman paling belakang dan perkampungan Long-mong-san-ceng, hening dan terpencil tampaknya dan itu memang sengaja memisahkannya dari dunia luar ini terbukti pada penempatan Go Beng-si di kamar tamu yang jauh di ruang barat di bagian depan perkampungan.

   Di tengah halaman terbentang sebuah jalan sempit yang beralas batu.

   Pelan-pelan ia berjalan di tengah keheningan malam, smar bulan menyinari baju daji memantulkan cahaya yang menyilaukan, batu kerikil itu he-akan2 berubah menjadi intan permata yang berkilauan.

   Diambilnya sebutir batu dan dilemparkan ke sana, diam-diam ia menghela napas, menyesali nasibnya yang kurang beruntung, iapun gegetun pada kemukjijatan kejadian aneh yang pernah ditemuinya.

   Sudah banyak wajah yang dikenalnya melintas dalam benaknya, ia tak tahu berapa jumlahnya itu.

   Di sudut halaman terdapat sebuah pintu kecil, ia berjalan mendekatinya, Tapi apa yang dilihatnya kemudian membuat jantungnya berdebar keras, hampir saja ia menjerit.

   Dua sosok manusia terkapar di sudut pintu mereka adalah dua orang laki-laki bertubuh kekar.

   Rembulan telah bergeser ke tengah angkasa, ia lihat kedua orang itu terkapar dengan kaku, tangan kanan mereka menggenggam gagang golok yang tergantung di pinggang golok itu sudah tercabut setengah cahaya hijau terpancar dari golok itu, ketika dihampirinya, nyata kedua orang itu sudah tewas, mati dengan wajah penuh ketakutan.

   Hangat embusan angin malam di musim semi, tapi ketika berembus di tubuh Hui Giok, dirasakannya amat dingin hingga menggigilkan tubuhnya lama ia berdiri tertegun sambil memandang kedua sosok mayat itu, akhirnya ia putar badan dan lari kembali ke arah kamarnya.

   Belum jauh dia lari, ketika sesosok bayangan tahu-tahu muncul di hadapannya, tepat mengadang jalan perginya.

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jantung hampir melompat keluar saking kagetnya Hui Giok, dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kurus kering dengan jubah panjang yang longgar ujung baju berkibar terembus angin malam, air mukanya dingin, kaku tanpa emosi, andaikan matanya yang berkilat tidak memancarkan cahaya tajam, mungkin dia akan mengira orang itu bukan manusia hidup melainkan mayat hidup.

   Tak terkirakan rasa kaget Hui Giok, ia berusaha mengendalikan debaran jantungnya, pelahan ia berpaling dan tak berani memandang lebih lama lagi.

   Siapa tahu ketika ia berpaling, kembali sesosok bayangan berdiri di depannya.

   Bergidik Hui Giok menghadapi kejadian itu, orang ini juga bertubuh jangkung dengan jubah longgar mukanya dingin tanpa emosi serupa orang pertama tadi.

   Mula-mula pemuda itu mengira dia yang salah melihat atau matanya sudah lamur, tapi orang memang jelas-jelas berdiri di depannya, ia membatin dengan ngeri.

   "Mungkinkah aku melihat setan?"

   Ia berpaling ke belakang, orang tadi masih berdiri tak bergerak di tempat semula.

   Bagaimanapun besarnya nyali anak muda ini, menggigil juga badannya, secepat kilat dia menengok ke kiri dan ke kanan, memang benar, di depan dan belakangnya masing-masing berdiri sesosok bayangan manusia, bukan saja tampang mereka sama, malahan pakaian dan sikap merekapun serupa.

   Laki-laki kurus yang ada di sebelah kiri itu seperti senyum tak senyum, kemudian dengan langkah yang kaku seperti bambu di hampirinya pintu di sudut halaman itu dengan cepat, ia pegang gembok pintu dengan kuat.

   Paling sedikit gembok pintu itu ada puluhan kali beratnya, tapi cukup dengan sekali remas saja dengan tangannya yang kurus bagaikan cakar burung itu, gembok tadi lantas hancur.

   Setelah pintu terbuka orang yang berdiri di sebelah kanan berkata "Silahkan!"

   "Silahkan!"

   Laki-laki di sebelah kiri juga memberi tanda agar Hui Giok keluar melalui pintu itu, Kedua kata itu diucapkan dengan nada yang dingin, kaku, seolah-olah di ucapkan oleh badan halus, sedikitpun tidak berbau manusia hidup.

   Hui Giok sampai merinding, ia merasa hawa dingin merembes dan dasar telapak kaki dan meluncur ke tulang punggungnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kedua orang yang kaku bagaikan mayat hidup itu.

   Kedua orang ceking itu dengan ke empat matanya yang bersinar tajam mengawasi terus wajah Hui Giok tanpa berkedip, hal ini mndatangkan perasaan ngeri bagi Hui Giok.

   ia merasa seakanakan berada dalam neraka, darah terasa dingin seakan-akan beku.

   Setelah termenung sebentar "Entah siapakah kedua orang ini? Mau apa mereka datang kemari?"

   "Aku merasa tak kenal dengan mereka apalagi permusuhan tapi mengapa mereka mencari aku?"

   "Apa yang hendak mereka lakukan setelah membawa aku pergi dari sini?"

   Meski sangsi, Hui Giok bisa melihat gelagat, dia tahu setelah urusan berkembang jadi begini, kecuali mengikuti mereka keluar dari situ memang tiada jalan lain, Akhirnya dengan mengertak gigi ia melangkah keluar pintu itu.

   Sebuah sungai kecil mengalir dan barat menuju ke timur, di tepi sungai sana ada hutan bambu yang kuat, embusan angin mengakibatkan daun bambu gemerisik.

   Kedua orang ceking itu berjalan satu di depan dua satu di belakang mengapit Hui Giok di tengah, dalam keadaan begini dia tak dapat menikmati suara apa-apa kecuali debaran jantung sendiri.

   Setelah mendekati hutan bambu itu.

   Laki-laki ceking yang berjalan di depan itu tiba-tiba berpaling, tegurnya dengan ketus.

   "Benarkah kau ini Hui-taysianseng. Cong-piaupacu kaum Loklim yang baru di daerah Kanglam?"

   Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada yang datar tanpa irama hingga kedengarannya seram seakan-akan ucapan badan halus.

   Hui Giok termangu, tapi sejenak kemudian satu ingatan terlintas dalam benaknya "Aneh, darimana dia tahu aku bernama Hui-taysianseng? Wah jangan-jangan kedua orang ini adalah musuh si Tangan sakti Cian Hui? ya, pasti mereka hendak mencelakai jiwaku!"

   

   Jilid ke- 7 Dia coba mengawasi musuhnya, betul juga dibalik tatapan si ceking yang tajam bagaikan sembilu itu terselip sifat kebuasan dan kekejaman yang mengerikan. Tapi sebelum ia sempat menyangkal pikiran lain timbul lagi dalam benaknya.

   "Hui Giok wahai Hui giok ke mana keberanianmu? Apakah kau sudah menjadi pengecut yang cuma bisa menghela napas belaka? Umpama kau harus mampus di tangan kedua orang ini juga tidak boleh kau bertindak pengecut begini!"

   Darah panas segera membakar dadanya, seketika ia bersemangat ia membusungkan dada dan menengadah.

   "Betul! Akulah Hui Giok,"

   Ia menjawab dengan lantang "Ada persoalan apa malam-malam begini kalian mencari diriku?"

   Sekarang ia sudah tidak memikirkan mati hidup sendiri lagi, sifat pengecutnya tadi segera tersapu lenyap. Tampang si ceking yang jelek menyeramkan itu kembali berkerut, sekulum senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya katanya pelahan.

   "Usia mu masih muda. tak nyana orang Lok-lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam, sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"

   Meskipun sedang mengucapkan kata-kata selamat namun nadanya tetap dingin dan kaku, Hui Giok ingin mengucapkan sesuatu. namun orang itu lantas mengulurkan tangannya sembari berkata.

   "Leng lotoa, kenapa tidak kau menghormati Cong-piaupacu kaum Lok-lim dari Kanglam itu?"

   Hui-Giok merasa pandangannya jadi kabur tahu-tahu si ceking yang berdiri di belakangnya sudah muncul di depannya.

   "Usiamu masih muda, tak nyana orang Lok lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam. Sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!"

   Dia berpaling kepada rekannya lalu melanjutkan.

   "Kau dan aku memang sepantasnya memberi hormat pada calon Congpiaupacu Lok-lim daerah Kanglam ini!"

   Hui Giok tertegun, kata-kata yang diucapkan si ceking belakangan ini ternyata persis seperti apa yang diucapkan rekannya tadi bukan saja nadanya sama bahkan sepatah katapun tak ada yang dikurangi.

   "Gila..."

   Demikian ia berpikir permainan apa yang hendak dilakukan kedua orang aneh ini"

   Jangan-jangan mereka ini orang sinting semua?"

   Sementara pemuda itu masih sangsi dan heran Leng-lotoa sudah alihkan sinar matanya ke wajahnya dan berkata.

   "Terus terang, jauh-jauh kami datang kemari, tujuan yang sebenarnya tak lain adalah ingin menyaksikan bagaimanakah tampang manusia yang akan diangkat menjadi "Congpiaupacu"

   Kaum Lok-lim di daerah Kanglam?"

   "Dan setelah kamu lihat sekarang, terbuktilah bahwa orangnya memang ganteng ibaratnya naga dan burung hong di antara kawanan manusia lain."

   Sambung si ceking yang lain.

   Cara kedua orang ini berbicara, baik sedang membicarakan hal2 yang menggembirakan atau menyedihkan atau sedang menyanjung orang ternyata tetap datar, tanpa irama dan dingin, ini menyebabkan setiap orang yang mendengar pembicaraan mereka akan timbul rasa ngeri.

   Hui Giok adalah pemuda cerdik, tapi sekarang ia menjadi bingung terhadap maksud kedatangan mereka dan tidak tahu cara bagaimana harus menjawabnya.

   Senyum dingin di bibir Leng lotoa mendadak sirna mukanya yang kaku semakin bertambah seram, katanya pula.

   "Cuma saja aku "Leng Ko-bok..."

   Ia sengaja berhenti sebentar untuk melihat reaksi Hui Giok ternyata anak muda itu tetap tenang, se-akan2 tidak terpengaruh oleh nama "Leng Ko-bok"

   Hal ini menyebabkan laki2 ceking itu keheranan "Aneh, apakah bocah ini sama sekali tidak pernah mendengar namaku? Atau kungfumu sangat hebat sehingga tidak jeri menghadapi aku. Setelah berhenti sebentar. ia berkata lebih jauh.

   "Ada persoalan ingin Leng Ko-bok tanya kepadamu, keberhasilanmu menduduki kursi Congpiaupacu untuk daerah Kanglam ini apakah atas pilihan rekan2 persilatan ataukah ditunjuk oleh orang tertentu. Rupanya orang ini sudah dibikin keder oleh sikap Hiu Giok yang tenang tanpa gentar ini, maka nada suaranya kini jauh lebih lunak daripada semula, tentu saja mimpipun dia tak tahu bahwa Hui Giok cuma seorang anak kemarin yang baru terjun ke dunia persilatan, tentu saja anak muda itupun tak pernah mendengar nama "Leng Ko-bok"

   Yang cukup membuat orang ketakutan meski hanya mendengar namanya saja.

   Hui Giok tertegun, belum lagi menjawab, laki2 ceking yang lain lantas berkata pula dengan senyum dikulum "Aku Leng Han-tiok ingin mengajukan pula suatu pertanyaan Keberhasilanmu menduduki jabatan Congpiaupacu daerah Kanglam ini jika bukan dipilih atas kehendak rekan2 persilatan, mungkinkah kungfumu luar biasa lihaynya sehingga semua jago mutlak tunduk padamu dan secara suka rela mengangkat kau sebagai pentolannya?"

   "Ai, jangankan disetujui, malahan akupun tidak pernah menyetujui pengangkatan ini,"

   Demikian Hui Giok membatin sambil menghela napas ia tergagap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tertawa dingin, sambil bergendong tangan mereka menengadah memandangi langit, lalu katanya lagi.

   "Pertanyaan kami itu hendaknya segera dijawab agar kami berdua hehehe... bisa lekas2 menyembah pada dirimu"

   Angin malam berembus, Hui Giok merasa pipinya menjadi panas seperti digarang api, meski tangan dan kakinya sedingin es, sesaat lamanya dia berdiri termangu seperti orang linglung, dalam keadaan demikian dia sangat berharap Go Si-beng bisa berdiri mendampinginya, agar dapat mencarikan jawaban tepat untuk pertanyaan lawan.

   Dia menyesali kedodohan sendiri, menyesali lidahnya yang tumpul dan tak pandai bicara untuk sesaat rasa malu dan menyesal bercampur aduk.

   "Oh Hui Giok, ilmu silatmu tak becus namamu tak terkenal, berdasarkan apakah kau menduduki jabatan Congpiaupacu itu? pantas kalau orang mencemoohkan dan menanyai kau"

   Demikian pikirnya dengan kesal.

   Hui Giok adalah pemuda yang berhati bajik apa yang dipikirkannya sekarang hanyalah dirinya tak pantas menjadi Congpiaupacu, tak pernah dia bayangkan berdasarkan apakah kedua orang itu mengajukan pertanyaan semacam itu padanya, ia merasa malu dan menyesal sedikitpun tak ada rasa gusar atau mendongkol, diam2 dia menghela napas, memang tak ada alasan yang dapat diucapkannya.

   Terdengar Leng Ko-bok berkata lagi "Sobat kenapa tidak kau jawab pertanyaan kami? Apa kan merasa kami berdua tidak pantas ber-cakap2 dengan seorang Congpiaupacu dari wilayah Kanglam?"

   "Padahal kaupun tidak perlu angkuh!"

   Sambung Leng Han tiok dengan ketus.

   "meskipun kami berdua bukan pentolan persilatan juga bukan pentolan bandit, tapi sedikitnya kami setingkat lebih tinggi daripada kau si bocah ingusan yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, tapi dengan muka tebal mengurung diri dikamar dan mengangkat diri sendiri menjadi Congpiaupacunya orangorang Lok lim di wilayah Kanglam"

   Hui Giok jadi gusar, perkataannya itu menyakitkan hatinya, alisnya berkerut.

   "Huh kalian jangan menghina!"

   Teriaknya lantang.

   "Kau kira aku tertarik oleh kedudukan Congpiaupacu yang kalian incar ini?"

   Terus terang kukatakan hakekatnya aku tidak ingin kedudukan ini, Tapi sekarang tanpa sebab kau menghina aku memangnya di manakah aku bersalah pada kalian?"

   Leng Han-tiok diam saja, se-akap2 ucapan itu tidak didengarnya.

   "Tiba-tiba dia berpaling lalu katanya "Leng-lotoa, dengarkah kau ocehan apa yang dikatakan bocah yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini?"

   Leng Ko-bok menunduk seperti orang lagi termenung, sesaat kemudian dia baru menyahut "Agaknya dia sedang menegurmu, mengapa kau bersikap kasar kepadanya dan mengucapkan kata-kata yang tidak sopan!"

   "Oh, jadi kau merasa tak puas dengan kata-kataku tadi?"

   Tanya Leng Han-tiok kemudian sambil berpaling ke arah Hui Giok.

   "Wah kalau begitu... kalau begitu tentu kau akan menghukum aku ya?"

   Hui Giok memang merasa dirinya tak pantas menjadi seorang Congpiaupacu, tapi ejekan dan penghinaan yang diterimanya secara ber-tubi2 ini membual hatinya panas, kemarahannya berkobar dengan dahi berkerut teriaknya lagi."

   Aku kan tidak kenal kalian kenapa di tengah malam buta kau bawa aku kemari untuk dipermainkan belaka? Sebenarnya apa maksud kalian? Hm kalian cuma iseng, maaf aku tak sudi melayani ocehan orang gila macam kalian!"

   Sambil putar badan, dengan langkah lebar dia lantas berlalu dari sana.

   Baru dua langkah pemuda itu berjalan, tahu-tahu Leng Kong-bok dan Leng Han-tiak sudah menghadang pula jalan perginya.

   Terpaksa Hui Giok berhenti, teriaknya dengan marah "Aneh, usia kalian sudah lanjut, tapi tingkah laku kalian tak ubahnya seperti anak kecil.

   Kalau ada urusan kenapa tidak dikatakan terus terang? Kalau memang tak ada urusan kenapa jalan pergiku kalian hadang, sebetulnya kalian mau apa?"

   "Jawab saja pertanyaan kami tadi."

   Sela Leng Han uok sambil tertawa dingin.

   "bila tidak kau jawab pertanyaan tersebut hm, mungkin kedudukanmu akan menanjak satu tingkat lagi "

   "Naik setingkat lagi?"

   Seperti orang tak mengerti Leng Kong-bok berkerut kening.

   "Dia sudah menjadi Congpiaupacunya kaum Lok-lim di wilayah Kanglam. kalau naik satu tingkat lagi lalu dia akan menjabat kedudukan apa?"

   "Hehehe, tentunya kedudukan yang lebih terhormat, menjadi raja akhirat di neraka"

   Sambung Han tiok dingin.

   Leng Ko-Bok dan Leng Han-tiok adalah saudara kembar dua orang satu batin.

   mereka bicara macam orang yang lagi main sandiwara, kadangkala suaranya dingin menyeramkan tapi terkadang kocak seperti melawak.

   tingkah laku mereka ini sukar diraba apalagi dipahami orang lain, seandainya Hui Giok sudah lama berkelana di dunia persilatan tentu akan tahu pula betapa misteriusnya kedua orang ini, mereka sudah lama terkenal di dunia Kangouw, setiap kali orang persilatan menyinggung "Leng-kok-siang-bok" (sepasang balok kayu dan lembah dingin) niscaya akan menggeleng kemala dengan alis berkerut.

   Sayang Hui Giok masih hijau dan baru terjun ke dunia persilatan tentu saja dia tidak tahu nama besar kedua orang ini, pemuda itu hanya merasa bahwa kedua orang ceking ini terlalu menjemukan, Mimpipun tak pernah ia duga bahwa jiwanya saat itu ibaratnya telur di atas tanduk.

   "Terus terang kuberitahukan kepadamu."

   Teriak anak muda itu kemudian dengan dahi berkerut.

   "kungfuku memang tak dapat menundukkan kawanan jago persilatan, orang lain memang tidak memilih aku menjadi Congpiaupacu, aku sendiri enggan menjabat kedudukan ini, tapi justeru ada orang yang mengangkat aku untuk mendudukinya. Hm tentunya kalian merasa iri bukan? Boleh lah..."

   "Hehehe, kalau kau berkata demikian itu lebih baik lagi,"

   Potong Leng Han-tiok sambil tertawa dingin.

   "cuma..."

   Ia berhenti sejenak, sambungnya sambil berpaling "Leng-lotoa, kaupun terhitung orang persilatan daerah Kanglam, setujukah kau jika Hui-taysianseng ini menjadi Congpiaupacu?"

   Leng Ko bok sengaja berlagak melenggong, kemudian menggeleng kepala dan menjawab "Aku... aku merasa rada keberatan!"

   "Kalau begitu, lantas bagaimana baiknya?"

   Tanya Leng Han tiok.

   "Ya bagaimana baiknya, Akupun tak tahu."

   Kembali Leng Ko-bok gelengkan kepalanya. Senyum dingin menghiasi ujung bibir Leng Han-tiok.

   "Hehehe. kau keberatan aku juga keberatan, tapi ada orang paksa dia menduduki jabatan itu, wah sulit juga untuk menyelesaikan soal ini."

   Kurasa Leng lotoa, bagaimana kalau kita matikan saja bocah ini?"

   Nadanya tetap tenang dan datar, iramanya tidak meninggi juga tidak merendah sekalipun yang dibicarakan adalah soal mati-hidup seseorang tapi dalam pembicaraannya se-akan2 sedang mempersoalkan masalah biasa, seolah-olah nyawa orang lain sama sekali tak ada harganya dalam pandangan mereka.

   Hui Giok terkesiap, tak terduga Leng Ko-bok lantas goyangkan tangannya berulang kali "Rasanya kurang baik jika kita matikan dia!"

   "Kenapa?"

   Dia kan masih muda, belum kawin jika kita matikan kan terlalu sayang?"

   "Wah kalau begitu bagaimana baiknya?"

   Leng Ko-bok berlagak termenung, kemudian katanya "Hui-taysianseng, coba lihat kau akan di matikan oleh saudaraku, menurut kau bagaimana baiknya? Eeh cepat-cepat ngacir saja dan sini, asal kau tidak jadi Congpiaupacu tentunya kau juga takkan di matikan oleh saudaramu!"

   Meski Hui Giok tidak mau diperalat oleh Sin jiu Cian Hui untuk menjabat Congpiaupacu, tapi setelah mendengar ucapan Leng Ko-bok, sambil membusungkan dada ia lantas berteriak "Jika kau tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, belum tentu aku mau menjadi Congpiaupacu, tapi setelah kalian berkata demikian, hm, bagaimanapun juga aku akan tetap mendudukinya Huh.

   ingin kulihat apa yang akan kalian lakukan"

   Dengan gemas kedua tangannya menolak ke samping, maksudnya hendak mendorong kedua orang itu sehingga dia bisa lewat ke sana, siapa tahu tangannya seperti menyentak baja yang keras, dingin berat.

   Sekarang dia baru kaget, cepat2 tangannya ditarik kembali sambil mundur ke belakang.

   Leng Ko-bok tenaga dingin "Hehehe asal kau mampu mendorong kami sehingga bergeser setengah langkah saja.

   maka kami akan segera pulang untuk tidur.

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   bahkan kamipun pertama-tama akan hadir untuk memberi selamat lebih dulu pada waktu kau diresmikan menjadi Congpiaupacu, sebaliknya kalau tak mampu...

   Hmm!"

   Dengan mendengus itu dia mengakhiri ucapannya.

   Leng Ko-bok, Loloa atau tertua dan Leng kok-siang-bok ini memang tak malu sebagai tokoh persilatan yang sudah tersohor, ketika Hui Giok menyentuh bahunya dia segera tahu bahwa pemuda ini tak berilmu, atau kalau adapun cetek sekali, meskipun kenyataan ini membuatnya heran dan tak mengerti mengapa orang sama mengangkat pemuda yang tak berilmu ini menjadi Lok-lim Congpiau pacu, tapi rasa was-was dan ragu akan diri pemuda itu lantas lenyap.

   Hui Giok bukan orang bodoh, sudah tentu iapun tahu bila ingin menggeser kedua orang itu hakikatnya ibarat kecapung hinggap di pilar batu.

   Tapi dasarnya keras kepala, ia tak sudi mengaku kalah di hadapan orang, dengan alis berkerut dia lantas membentak, dengan sekuat tenaga didorongnya kedua Leng bersaudara itu keras2.

   Ketika tangannya menyentuh tubuh lawan kembali ia kaget, sebab kali ini badan kedua Leng bersaudara itu tidak sekeras baja lagi, tapi lunak seperti kapas se-akan2 benda yang tak bisa dipegang, padahal Hui Giok sudah mengerahkan segenap tenaganya, tapi ketika tenaga itu menyentuh mereka semua kekuatannya seperti batu yang tenggelam di dasar lautan, lenyap dengan begitu saja.

   Dengan tercengang dia menengadah, dilihatnya kedua orang itu masih berdiri dengan wajah kaku dingin sama sekali tidak nampak mengeluarkan tenaga.

   Dalam kagetnya cepat2 Hui Giok tarik kembali tangannya, tapi pada detik tangannya menyentuh badan mereka tiba-tiba dari tubuh kedua Leng bersaudara memancar keluar hawa panas yang menyengat, ketika tangan Hm Giok terisap lekat2 anak muda itu terkejut tenaga yang semula mendorong berubah menjadi menarik sekuatnya berusaha melepaskan diri.

   Siapa tahu hawa panas itu makin menyengat dalam sekejap bertambah beberapa kali lebih dahsyat bahkan saja Hui Giok merasakan sepasang tangannya bagaikan digarang api.

   Ternyata semua kekuatannya sebagian demi sebagian ikut lenyap dengan bertambahnya hawa panas yang terpancar dari tubuh lawan.

   Makin besar hawa panas itu makin lemah tenaga betotannya, bahkan kakinya mulai lemas dan ringan seperti lagi terbang, dia tak sanggup berdiri tegak lagi, lengan kanannya amat sakit seakan ditusuk ratusan jarum yang baru diambil dan garangan api.

   Perlu diketahui bahwa luka yang di lengannya masih belum sembuh benar karena geramnya dia telah melupakan lukanya, tapi setelah kemarahannya reda dan perasaannya tak seberapa tegang, rasa sakit sekitar luka itu segera terasa merasuk tulang.

   Dengan sinar mata yang dingin Leng Ko-bok menatap sekejap wajah pemuda itu, kemudian ujarnya dengan dingin "

   Huh katanya Hui taysianseng adalah seorang pentolan Lok lim wilayah Kanglam. Kenapa mendorong tubuh kamipun tak bergeming Hm. kukira lebih baik kau tinggalkan saja kedudukan Congpiaupacu tersebut."

   Ia berhenti sebentar dan mengawasi wajah Hui Giok dengan tajam, ketika dilihatnya pemuda itu meringis kesakitan, tahulah dia bahwa ilmu "Ji-kek hian-kang" (tenaga sakti dua unsur) sendiri telah mengakibatkan penderitaan hebat bagi anak muda itu.

   Maka iapun berkata lagi sambil tertawa di


Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Pedang Abadi -- Khu Lung

Cari Blog Ini