Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 7


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 7


nya.

   "Tak terkirakan rasa kaget pemburu itu demi menyaksikan peristiwa tersebut, untunglah sebagai pemburu yang biasa membunuh binatang, nyali mereka lebih besar dari pada manusia umumnya, meski kaget mereka tak sampai panik, atas bantuan mereka jenasah2 itupun di kubur di belakang rumah!"

   "Ai, itulah yang dinamakan jalan kebaikan selalu terdapat di manapun,"

   Gumam Hui Giok sambil menghela napas panjang.

   "tak kusangka pemburu2 itu berhati baik dan mulia"

   Baru saja ia bersyukur karena kedua anak itu terlepis dari kesukaran, tiba2 Go Beng si mendengus.

   "Hm! Apanya yang baik? Ketika pemburu2 ini melihat dalam gedung sebesar itu kecuali kedua bocah cilik itu tiada orang lain lagi, timbul niat jahat mereka, selesai mengubur jenasah2 itu, mereka lantas membopong anggota keluarga mereka dan pindah kedalam gedung itu, mendingan kalau kedua anak itu diperlakukan baik, mereka di maki dan dianiaya, Ai. begitulah bila nasib malang sedang menimpa, sudah jatuh tertimpa tangga lagi bukan saja anggota keluarga dibantai orang hidup sebatang kara, rumah dirampas, sekarang dihina dan dsiksa pula oleh orang2 jahat, ai..."

   Mendengar itu, kembali Hui Giok unjuk sikap marah alisnya berkerut, tangannya dikepal dan menghantam meja keras2, Meski hatinya bajik, dia selamanya bersedia mengampuni kesalahan orang, tapi kemarahan yang berkobar sekarang benar-benar memuncak, teriaknya.

   "Manusia berhati serigala macam mereka tak pantas dibiarkan hidup, mereka harus dibasmi dan muka bumi ini"

   Go Beng-si melirik sekejap ke arah rekannya, dia menghela napas setelah melihat pemuda itu benar2 marah dan bahkan melontarkan kata2 yang belum pernah diucapkannya pikirnya.

   "Orang ini selalu memperhatikan keadaan orang lain daripada memikirkan keadaan sendiri, apapun yang dilakukan orang lain terhadapnya, dia se-akan2 tak pernah merisaukannya tapi setiap kali mendengar ke tidak adilan yang menimpa orang lain, ia jadi marah dan penasaran. Ai aku mempunyai sahabat begini apalagi yang kuharapkan?"

   Berpikir demikian, iapun melanjutkan kata-katanya "Berada dalam keadaan seperti itu, tentu saja lama kelamaan kedua anak itu tak tahan, suatu ketika diam2 mereka minggat dari gedung itu Tapi, dunia seluas ini kemanalah mereka akan berteduh?"

   Ketika sinar matanya beralih kembali ke wajah Hui Giok dilihatnya rasa gusarnya telah berubah menjadi rasa sedih, rupanya ucapannya yang terakhir telah menyinggung perasaannya, Karena itu iapun menghentikan katanya tadi.

   Apa yang diduganya memang benar, waktu itu Hui Giok sedang membayangkan pengalamannya sewaktu masih berkelana dulu, apa yang dialaminya cuma kegetiran, kesengsaraan dan kepedihan, padahal usia kedua anak dalam cerita, itu jauh lebih kecil dari usianya.

   bisa dibayangkan penderitaan yang mereka terima dalam pejalanan hidup mereka di antara lautan manusia seluas ini.

   Dia menghela napas panjang, tanyanya.

   "Lalu bagaimana?"

   Go Beng-si termenung sebentar, tiba2 dia tersenyum, katanya.

   "Di tengah kegetiran tentu akan datang juga keadaan yang manis. setelah kepedihan akan muncul pula kegembiraan pengalaman yang dialami kedua anak yang patut dikasihani itu segera mengalami perubahan besar, dalam hidup mereka yang bergelandang, suatu ketika mereka berjumpa dengan dua orang tokoh persilatan yang amat lihay mereka dibawa pergi oleh mereka secara terpisah dan mengajarkan ilmu silat kepada mereka, kedua anak yang patut dikasihani itu berubah menjadi tokoh sakti yang tidak ada tandingannya selama puluhan tahun belakangan ini. bukan saja dendam kesumat mereka berhasil dituntut balas, pemburu2 yang jahat dan rakuspun mereka hukum secara setimpal. Hui-heng tahukah kau, kesuksesan dan kebahagiaan yang dialami seseorang di masa mudanya belum tentu adalah rejeki, sebaliknya penderitaan yang dialami semasa masih mudanya kadangkala membuat dia lebih sukses di kemudian hari seperti juga sebuah batu pualam yang indah tak akan berharga benda itu sebelum digosok, bukankah kehidupan seorang manusia di alam ini sama juga seperti sebuah batu mestika."

   Melihat kepedihan Hui Giok, teringat asal-usulnya yang penuh penderitaan ia tahu hatinya tentu kesal dan sedih, maka apa yang diucapkan barusan adalah hiburan dan dorongan baginya, sebagai pemuda yang cerdas tentu saja Hui Giok mengetahui maksud rekannya, ia tertawa dengan rasa terima kasih, ujarnya kemudian "Tapi...

   tapi bagaimana mereka...."

   Go Beng-si tertawa, dia tahu apa yang hendak ditanyakan rekannya, maka berceritalah dia lebih lanjut.

   "Meskipun mereka terpisah tapi hati mereka tetap dekat, di waktu senggang sehabis berlatih silat mereka selalu saling merindukan pihak yang lain, tapi mengingat dendam kesumat sedalam lautan yang harus dituntut, mereka berlatih terus dengan tekun. Di samping itu mereka juga tahu bahwa guru mereka merupakan tokoh persilatan yang berilmu tinggi bila mereka berhasil menguasai kungfu yang diwariskan kepadanya niscaya ada harapan bagi mereka untuk membalas dendam maka penderitaan batin bisa berkurang banyak. Setiap hari mereka berharap agar kungfu mereka cepat berhasil mencapai tingkatan yang tinggi berharap pula agar mereka cepat dewasa hingga bisa turun gunung dan membalas dendam serta berjumpa kembali dengan orang yang dicintainya, sebab itulah mereka berlatih siang dan malam tak henti-hentinya. Melihat muridnya rajin berlatih tentu saja kedua tokoh silat itu sangat gembira."

   Hampir satu jam lamanya Go Beng-si mengisahkan cerita2 yang sedih itu, sampai sekarang baru disinggung hal2 gembira, keadaan ini ibaratnya sang surya yang muncul di balik awan mendung, membuat kemurungan dan kesedihan yang selama ini mengganjal hati Hui Giok jadi lega rasanya, tiba-tiba Go Beng-si tak dapat mengendalikan perasaan kembali ia menghela napas panjang.

   "Ai, tapi kejadian di dunia ini memang sukar diramalkan, apa yang terjadi di alam ini kadang kala bagaikan perubahan cuaca yang sukar diramalkan, kejadian yang kemudian berlangsung sama sekali di luar dugaan mereka, Anak perempuan itu makin hari makin meningkat dewasa, kungfunya makin bertambah lihay, sepuluh tahun kemudian Ilmu silatnya berhasil mencapai tingkat tinggi dia pergilah menjumpai kekasihnya dengan penuh harapan, di sana ia temukan kekasihnya yang sudah berpisah sepuluh tahun ini bukan saja tidak tambah besar malahan ai, ternyata tubuhnya tetap cebol seperti badan seorang anak berusia tujuh delapan tahun. Sekalipun Hui Giok telah mengetahui hal tersebut akan tetapi demi mendengar cerita itu tertegun juga dia, sungguh ia tak dapat membayangkan bagaimanakah perasaan kedua orang itu ketika saling berjumpa, ia tak tahu apakah dia harus bersimpati terharu atau entah bagaimana lagi perasaannya. Sebenarnya apa yang menyebabkan Cianpwe itu menjadi pendek seperti anak kecil"

   Tanyanya kemudian.

   Setelah mereka melarikan diri, setahun lamanya mereka hidup bergelandangan, selama setahun itu tentu saja banyak penderitaaan yang mereka alami.

   Anak laki2 itu merasa dia adalah seorang laki2, adalah menjadi kewajibannya untuk melindungi anak perempuan itu, meski usianya masih kecil namun kekuatannya tidak kecil, untuk menyambung hidup setiap hari anak laki2 itu menjadi kuli, ia bantu orang mengangkat barang di dermaga atau di rumah2 penginapan dengan upah yang kecil inilah mereka hidup.

   Hui Giok menghela napas, terbayang kembali pengalamannya sendiri sewaktu mencuci kuda di depan rumah penginapan dulu, tanpa terasa timbul perasaan simpati dan senasib.

   Setelah termenung sebentar iapun bertanya.

   "Masakah mereka tidak menemukan satu-dua orang yang baik hati dan sedia menerima mereka.

   "Ya di dunia ini memang bukannya tidak ada orang yang baik hati, tapi anak laki2 itu terlampau keras kepala, ia tak sudi mengemis kepada orang, tak sudi pula menerima budi kebaikan orang lain, bila anak perempuan itu hendak membantunya, tapi ia melarangnya, dia berprinsip bahwa laki2 yang kewajiban menghidupi kaum perempuan. Tapi... ai, berapa banyak yang berhasil dia dapatkan dengan bekerja kasar? seringkali makanan yang mereka beli tak cukup untuk dimakan berdua, bila berada dalam keadaan seperti ini anak laki2 itu lantas memberikan bagiannya kepada anak perempuan itu dengan alasan dia sudah makan, sekalipun diam2 dia harus memperkencang tali pinggangnya Ai, Hui-heng, tentu kau juga pernah..."

   "Ya, aku memang pernah mengalami penghidupan seperti ini "

   Sahut Hui Giok dengan kepala tertunduk.

   Mereka berdua sama2 pernah mengalami kelaparan, kedinginan dan siksaan lahir batin, maka ketika mereka terbayang kembali pengalamannya di masa bergelandangan tanpa terasa mereka sama-sama termangu.

   Lama sekali Go Beng-si baru berkata lagi.

   "Tahun itu usianya belum mencapai sembilan tahun, tulang belulangnya belum tumbuh dengan baik, bagaimana mungkin anak itu sanggup menahan penderitaan yang tak terkirakan beratnya itu? Otomatis masa pertumbuhannya juga mengalami rintangan, apalagi ketika ia tekun berlatih silat kungfu yang dipelajarinya adalah sejenis ilmu silat dari unsur dingin, padahal perasaannya waktu itu banyak murung dan sedihnya daripada gembira, mungkin pembawaannya juga tidak normal maka pertumbuhan badannya jadi kerdil dan selamanya juga tak bisa tumbuh lebih tinggi. Setelah mengatur napasnya, ia melanjutkan.

   "Ketika mereka berdua akhirnya berjumpa, kedua belah pihak sama2 tak mampu mengucapkan sepatah katapun, hal ini menyebabkan anak laki2 itu tambah malu dan kecewa, setelah termangu sejenak akhirnya dia putar badan dan meninggalkan tempat itu, si anak perempuan coba berteriak dan mengejarnya, tapi tak berhasil menyusulnya. Sejak itulah gadis itu mulai berkelana ke sana kemari mencari jejak anak laki2 itu. Dalam masa berkelananya tentu saja dia tak lupa pada dendam suku hatinya. Ya, di dunia ini memang tak ada rahasia yang dapat tersimpan se-rapat2nya, setelah melakukan penyelidikan ke sana kemari akhirnya gadis itu mengetahui siapakah musuh besarnya dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengesampingkan urusanya mencari anak laki2 itu untuk sementara waktu.."

   "Ai, bila seorang telah jatuh cinta sekalipun samudra akan kering dan batu akan lapukpun tak akan bisa menggoyahkan cinta mereka,"

   Kata Hui Giok sambil menghela napas "betapa dalam cinta cianpwe ini, sungguh patut kita hormati!"

   Dia sendiri seorang laki2 yang perasa, maka ketika mendengar tentang betapa agungnya cinta kasih orang lain, segera timbul rasa kagum dalam hatinya.

   Go Beng-si berkisah lagi "Ketika dia siap akan melakukan pembalasan dendam, diketahuinya ada tiga orang musuhnya yang tewas.

   sisanya satu orang sedang berusaha menyelamatkan diri, sedangkan orang yang membinasakan ketiga orang itu tentunya itu bukan lain adalah kekasih yang sedang dicarinya itu, maka iapun melompat maju dan membinasakan musuhnya yang terakhir, lalu kepada anak laki2 itu dia berkata bahwa apapun yang terjadi dia masih tetap mencintainya, ia berharap agar anak laki2 itu bersedia pula hidup bersama dengannya.

   Dengan mengembeng air mata dia menghela napas panjang, terusnya"

   "pernyataan cinta yang suci itu benar2 menggetarkan sukma, anak laki2 itupun sangat terharu, maka pasangan yang sudah banyak mengalami pahit getirnya kehidupan itupun kawin menjadi suami-isteri sekalipun potongan badan mereka tak setimpal, tapi tiada cinta di dunia ini yang bisa menandingi teguhnya cinta mereka berdua, bentuk lahiriah dalam pandangan mereka tiada artinya, sebab mereka tahu yang paling berharga bagi kehidupan manusia adalah cinta kasih kedua belah pihak yang suci murni, kasih sayang itu mereka pupuk dengan darah dan air mata, karena itu mereka menyayangi kasih sayang itu melebihi jiwa sendiri. Hui Giok mendengarkan cerita itu dengan termangu, sekalipun Go Beng-si telah menghentikan katanya ia masih tetap memandang keluar jendela dengan termangu, kegelapan telah berakhir cahaya terang mulai muncul pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya.

   "Meskipun potongan badan mereka tidak serasi, tapi cinta kasih suami-isteri manakah di dunia ini yang bisa menandingi keteguhan cinta mereka. Ai, sekalipun wajah dan potongan badannya serasi, lalu apa gunanya?"

   Berpikir sampai di sini tanpa terasa iapun teringat kepada diri Cian-jiu-suseng dan Leng-gwat siancu, bukankah mereka amat serasi baik potongan badan maupun wajahnya? Tapi bagaimana akhirnya? Ia sudah tahu bahwa dibalik hubungan cinta antara Kim-tong dan Giok-li pasti terdapat suatu kisah cerita yang menarik tapi ia tak pernah menyangka kalau di balik semua itu terselip liku2-nya orang hidup.

   Sejak itu pula iapun tahu bahwa cinta yang tidak mengalami pelbagai percobaan adalah cinta yang lemah dan tidak kukuh, cinta harus dibina dan dipupuk dengan air mata dan pengorbanan barulah akan berbuah.

   Maka iapun terbuai dalam lamunan, pikirnya.

   "Apa maksud mereka datang mencari aku? Apa tujuan mereka?"

   Pertemuan besar yang akan diadakan untuk memberi selamat kepada Lok-lim-bengcu baru bagi wilayah Kanglam sudah semakin dekat, tapi apa yang ia pikirkan adalah urusan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan masalah itu.

   "Benarkah Bun-ki akan datang mencari aku beberapa hari lagi sebagaimana dikatakan oleh mereka?"

   Persoalan ini menyelimuti sebagian besar pikiran dan perasaannya, membuat ia tidak sempat lagi memikirkan soal lain.

   Dia tak tahu bahwa pertemuan besar yang akan diselenggarakan nanti boleh dibilang merupakan persoalan yang maha penting baginya.

   Begitulah, dengan pelahan Go Beng-si telah menyelesaikan ceritanya yang penuh liku2 itu, sinar matanya yang semula tajam dan bening sekarang tampak sayu, terlapis oleh kabut kesedihan akibat kisah yang baru saja diuraikannya itu.

   Dia berdiri dan mengebut bajunya yang penuh debu se-akan2 hendak melepaskan semua kemurungannya.

   Tapi kesedihan dan kemurungan apakah yang mengganjal hati pemuda itu? Hal ini selamanya tak seorangpun yang tahu"

   Bila seorang berusaha keras merahasiakan asal usulnya, bukankah hal inipun sangat menyiksa? Ia menghela napas pula dan melangkah ke depan pintu, ia berusaha secepatnya meninggalkan ruangan itu, karena ia kuatir bila terlampau lama berada di situ, bisa jadi tanpa disadari dia akan mengungkapkan rahasia hatinya kepada Hui Giok.

   Hui Giok menengadah dan memandang bayangan punggungnya, tegurnya dengan lirih.

   "Engkau akan pergi?"

   "Ehm.."

   Go Beng si menghentikan langkah.

   "Ai mengapa waktu terasa berlalu dengan cepatnya? Tapi kadang2 juga terasa sangat lama."

   Gumam Hui Giok sambil menghela napas.

   "Aku sangat berharap malam yang gelap ini bisa cepat berlalu dan pagi lekas datang. Ai aku tak menyangka bahwa menanti adalah pekerjaan yang sangat menyiksa."

   Go Beng-si mengangguk tiba2 saja putar badan dan tertawa, tanyanya "Apa yang kau tunggu"? Kembali Hui Giok menghela napas panjang sinar matanya beralih ke tempat kegelapan d luar jendela, kemudian sahutnya dengan suara berat "Aku tak tahu apa sebabnya Kim-tong-giok-li kedua Locianpwe itu datang kemari mencari aku, oleh karenanya aku berharap kentongan ketiga besok malam bisa cepat2 menjelang sehingga persoalan dalam hatiku bisa terpecahkan, selain itu..."

   Go Beng-si kembali tersenyum ramah, cuma kali ini senyumannya tampak sedikit aneh. Tatkala senyuman ramah dan aneh itu berubah pula menjadi kemurungan, diapun berkata sambil tetap tertawa.

   "Selain itu, bukankah engkau berharap Tham Bun-ki datang mencarimu? Kau tahu ia tak mungkin datang pada siang hari, maka kau sangat berharap agar malam hari lekas tiba!"

   Agak merah wajah Hui Giok karena jengah, tapi sekulum senyuman penuh rasa kagum dan memuji segera tersungging di ujung bibirnya., seakan-akan hendak berkata "Ah, kau memang hebat, apa yang kupikirkan selalu kau ketahui."

   Tapi perkataan itu tak sampai diutarakan, dia hanya mengakuinya secara diam2 Pelahan Go Beng-si menghampirinya, sambil menepuk bahunya ia berkata dengan tertawa "Menanti walaupun merupakan pekerjaan yang menjemukan dan membuat hati jadi gelisah, tapi hal ini pun sesuatu yang indah, bila tiada kegelisahan di kala menanti, darimana akan muncul kegembiraan setelah bertemu?" - Selesai berkata dia lantas berlalu dari kamar itu.

   Sekali lagi Hui Giok memandang bayangan punggungnya yang makin menjauh, ia merasa betapa indah dan menawannya perkataan itu.

   Maka iapun meresapi penderitaan sewaktu menanti melamunkan kegembiraan pada saat berjumpa nanti.

   Cahaya keemasan mulai menyinari kertas jendelanya barulah ia tertidur oOo ^o^ oOo Sinar matahari di musim semi sebagaimana biasa terbit dari timur dan memancarkan sinar keemasannya menembus kertas jendela dan menyinari wajah Hui Giok yang tampan, juga menyinari jendela kamar Tham Bun-ki, menyinari wajah yang cantik jelita bagaikan sekuntum bunga, waktu itu dia tidak tidur, ia cuma merapatkan matanya dan menggeser tubuh, menghindari sinar yang menyilaukan itu.

   Ia tidak tidur, sebab ia sedang menyesal.

   Menyesali kekasih yang senantiasa dirindukan itu ditinggalkannya dengan tergesa-gesa, kemanjaan yang berlebihan mengakibatkan datangnya penyesalan itu, diam2 ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa terlampau menuruti wataknya.

   Maka nona inipun mulai menantikan tibanya kegelapan malam nanti.

   "Bila malam tiba nanti, aku akan pergi mencarinya lagi, entah ia bersedia memaafkan kesalahanku kemarin malam atau tidak?"

   Sambil memejamkan matanya ia mulai melamun, membayangkan pemuda itu datang ke tepi sungai kecil itu dan menantikan kedatangannya membentang tangan dan memeluknya serta berbisik kepadanya hanya dia seorang saja yang dicintainya.

   Hari itu dia berharap dapat melewatkan dengan serba manis, tapi ketika orang2 persilatan mengetahui bahwa puteri kesayangan Liong heng pat-ciang, pemimpin besar Hui-liong-piau-kiok berada di sini, mereka telah merampas ketenangan si nona, kunjungan demi kunjungan berlangsung tiada putusnya, mereka datang mengunjungi si nona menyambangi Koay-be-sin-to Kiong Cing yang dan Pat-kwa-ciang Liu Hui, kedua Piautau kenamaan itu, Banyak juga pengunjung itu melirik sekejap kedua Leng bersaudara yang dingin, kaku dan melihat itu, semua orang sama merasa heran bagaimana kedua mahluk aneh itu dapat bergaul dengan orang2 Huiliong- piau-kiok, cuma tak seorangpun yang berani bertanya.

   "Hari ini sudah tanggal dua, tinggal tiga hari lagi tepat tanggal lima bulan lima!"

   Hampir semua jago persilatan menunggu dengan hati gelisah, menunggu tiga hari lagi untuk ber-bondong2 menyampaikan selamat kepada Bengcu mereka yang baru.

   Lewat lohor dua puluh empat orang laki2 kekar berbaju ringkas warna hitam dengan menunggang kuda jempolan datang dan perkampungan Long-bong-san-ceng ke kota pegunungan itu, mereka menyebar kartu undangan merah berhuruf emas itu kepada para jago persilatan dan secara resmi mengundang jago2 itu untuk menghadiri pertemuan besar yang akan diadakan pada tengah hari tanggal lima bulan lima di Long bong-san-ceng.

   Undangan merah berhuruf emas itu dilanda tangani bersama oleh si Tangan Sakti Cian Hui, Jit-giau-tui bun Na Hui hong serta pak-to jit-sat.

   Ketika Koan-be-sin to Kiong Cing yang menerima surat undangan itu, terbacalah beberapa huruf emas di atas kartu itu.

   "Diaturkan kepada Sin to Kiong, Sin-ciang Liu, kedua Piautau besar Hiu liong-piaukiok"

   Sedang pada kartu undangan yang laju bertuliskan "Diaturkan kepada Leng ko ji lo"

   Koay-be-san-to Kiong Cing-yang terhitung jago yang tinggi hati, tapi sekarang mau-tak-mau dia harus mengagumi juga atas berita lawan yang begitu cepat dan tajam, padahal baru satu hari mereka tiba di situ dan orangpun sudah mengetahui jejaknya sampai sejelas itu.

   Muka setelah termenung sebentar dia mengambil sekeping uang perak untuk persen pengantar kartu undangan itu.

   Tanpa mengucapkan terima kasih, juga tidak menolak pemberian itu, pengantar kartu itu dengan gesit mencemplak ke atas kudanya dan pergi dengan cepat tinggal Kiong Cing-yang masih berdiri dengan termangu dengan uang perak itu masih berada di tangannya.

   Sejak lengannya tergetar patah oleh Cian-jiu suseng dengan pukulan tenaga dalam yang lihai, tabiat orang itu sudah jauh mengalami perubahan bila dibandingkan sebelum itu.

   Kali ini dia mendapat perintah Liong-Ii ug pat-ciang ke situ untuk menyelidiki keadaan orang2 Lok-lim di daerah Kanglam, maka sedikit banyak hatinya diliputi rasa was2 dan tidak tenang.

   Sebab ia tahu tugas ini bukan pekerjaan enteng, meskipun ia punya kedua Leng bersaudara sebagai tulang punggungnya namun sampai detik itu ia masih belum yakin apakah kedua makhluk aneh itu bersedia membantunya bila menghadapi bahaya.

   padahal ia tahu jelas bahwa orangorang yang datang ke sini ini adalah jago2 Lok-lim, sedangkan orang Lok lim selamanya adalah musuh kebuyutan Hui-liong piauwkiok.

   Ketika berada di dermaga penyeberangan sungai Tiangkang, dia dan Pat-kwa-ciong Liu Hui telah berjumpa dengan Tham Bun-ki yang hampir setahun lamanya minggat dan rumah, mereka tak tahu apa sebabnya Tham Bun ki melakukan perjalanan bersama Leng-kok siang-bok pada waktu itu mereka menasehati dan memohon kepada gadis yang manja tapi binal itu agar cepat2 pulang ke rumah, namun gadis itu menolak maksud baiknya, malahan sekarang ia ikut bersama mereka datang ke sini.

   Dalam keadaan demikian terpaksa mereka mengirim orang ke ibu-kota untuk mengabarkan berita gembira itu.

   Tapi sekarang, tiba2 saja ia merasa gadis itu mengalami perubahan.

   Dulu ia lincah binal dan polos, tapi sekarang lebih banyak murung dan melamun daripada gembira, dia mulai menyesal mengapa melakukan perjalanan bersamanya sehingga tugas yang sudah teramat berat itu sekarang terasa bertambah berat.

   Suara deheman menyadarkan dia dari lamunan, Pat-kwa-ciang Liu Hui pelahan menghampirinya, ketika sinar matanya terbentur dengan kartu merah di tangan rekannya, dengan kening berkerut dan suara berat ia menegur "Apakah kartu undangan dari Long-bong~san-ceng?"

   Kiong Cmg-yang mengangguk, Liu Hui coba menyambut kedua lembar kartu undangan itu, setelah memandangnya sekejap, kening yang berkerut semakin berkerut, lama sekali dia termenung, akhirnya ia bertanya "Kita perlu memenuhi undangan tersebut?"

   Tentu saja!"

   Jawab Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang sambil berdehem. Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.

   "kalau melihat lagak Sin jiu Cian Hui dengan tindakannya ini, seakan2 ia sudah penuh keyakinan pasti berhasil, aku jadi ingin tahu siapa gerangan yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu?"

   "Ai kukira soal itu tidak penting!"

   Ucap Liu Hui sambil menghela napas.

   "yang penting kita bicarakan sekarang adalah apa maksud mereka yang sebenarnya dengan mengundang kehadiran kita, bila mereka ingin membikin malu kita dalam pertemuan besar itu, dalam keadaan jumlah musuh jauh lebih banyak. Ai... aku kuatir nama baik Hui liong-piaukiok bisa..."

   Sekalipun kata2 itu tidak dilanjutkan, tapi sudah jelas apa maksudnya "Ai.

   sekalipun begitu, masakah kita tak menghadiri pertemuan itu?", kata Kiong Cing yang pula sambil menghela napas panjang.

   Kedua Piautau yang pernah mengarungi dunia persilatan bersama-sama, melindungi panji "Naga Sakti"

   Hui-liong-piaukiok dan entah sudah mengalami berapa banyak kejadian besar itu sekarang hanya bisa saling pandang dengan perasaan cemas dan gelisah.

   Beberapa tahun belakangan ini nama besar Hui-liong-piaukiok memang jauh lebih cemerlang daripada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi jago mereka yang benar2 berilmu tinggi pada hakekatnya tidak terlampau banyak, apalagi jika seluruh kaun Lok-lim di wilayah Kanglam bersatu padu setelah diselenggarakannya pertemuan besar ini, maka peristiwa ini jelas suatu persoalan yang pantas dimurungkan oleh pihak Hu liong-piaukiok.

   Langit sudah mulai gelap, kota Keng-ho selatan cahaya lampu tampak lebih terang dari pada hari2 biasa, Koay be-sin to Kiong-cin yang dan Pat-kwa ciang Liu Hui tidak menginap di kantor cabang Hui-liong-piaukiok di kota Keng-ko yang mewah dan penuh dengan kesenangan itu, melainkan berdiam di sebuah rumah penginapan yang sederhana tapi bersih di kota gunung itu, pertama karena kedua orang Piautau dari kantor cabang Keng-ko itu sedang pergi ke Se-cuan, kedua merekapun ingin menghindari pengamatan orang2 Long-bong-san-ceng.

   Tapi mereka gagal, di mana seorang jago kenamaan muncul, berita tersebut segera akan tersiar lebih cepat daripada penularan wabah penyakit, apalagi mereka adalah orang-orang dari Hui liong piau kiok.

   Tatkala senja tiba, banyaklah orang2 yang berkunjung ke kota gunung ini, tentu saja sebagian besar adalah orang2 gagah dan golongan putih ke datangan mereka tidak mutlak ingin mengunjungi Piautau Hui-liong piaukiok tersebut yang lebih penting mereka ingin tahu bagaimanakah reaksi serta rencana tindakan orang-orang Hui liong-piaukiok terhadap diselenggarakannya pertemuan besar penghormatan kepada Kanglam Lok-lim-bengcu ini.

   Tapi setelah lewat senja setiap orang yang berkunjung ke situ hampir tak seorangpun yang berhasil menjumpai Tham Bun ki puteri kesayangan Liong heng pat-ciang Tham Beng yang cantik jelita itu, setelah begitu hari sudah gelap, gadis itu segera menutup pintu kamarnya dan memberi alasan.

   "Perjalanan yang jauh terlampau melelahkan mau tidur"

   Terpaksa Koay-be~sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-ciang LIu Hui harus minta maaf kepada orang-orang persilatan yang datang lantaran kagum akan nama besar Liong-hengpat~ ciang dan puterinya Tham Bun-ki.

   Perlu diketahui, kekuasaan Liong-heng-pat-ciang Tham Beng pada waktu itu sudah hampir meliputi 4 dunia persilatan, otomatis puteri kesayangannya juga merupakan incaran setiap orang persilatan, sekalipun ia tak pernah berkelana di dunia persilatan, tapi setiap orang tahu akan kecantikannya, mereka yang gemar cari urusan diam2 memberi julukan kepadanya sebagai.

   "Liong-li"

   Atau puteri naga.

   "Ehm Liong-li, suatu sebutan yang indah"

   Kata Sin jiu Cian-hui yang berada dalam ruang tengah perkampungan Long-bong-san-ceng setengah li di sebelah barat kuil Cian-in si "akan tetapi, entah bagaimana dengan kungfunya? Sampai waktunya jika dia ikut datang, tentu akan diperhatikannya dengan seksama." - Habis berkata sambil menggoyangkan kipasnya ia tertawa terbahak-bahak.

   Duduk di sampingnya adalah seorang pemuda berbaju perlente yang berwajah tampan tapi pucat dan berperawakan kurus, ia tak lain adalah Jit sat malaikat maut ke tujuh Mo Seng dari Pakto- jit~sat yang baru saja datang.

   Dia berkata dengan tersenyum.

   "Dulu di kuil Ciau-im-si dijadikan tempat berkumpulnya kaum seniman romantis, sekarang meski keromantisanku kalah daripada kaum seniman itu, belum tentu kegagahanmu kalah juga biarlah aku minum arak sambil berbicara soal kaum pahlawan di perkampungan Long-bong-san-ceng ini hahnha . siapa tahu kalau kejadian inipun akan menjadi kenangan pula bagi umat persilatan di masa mendatang."

   Cara berbicara orang ini bukan saja halus dan lirih seperti suara perempuan, tindak-tanduknya juga tidak berbeda dengan gaya seorang perempuan, siapa yang tidak kenal dengannya tentu takkan mengira orang ini justeru adalah Jit sat Mo Seng yang paling kejam, paling ganas dan kungfunya paling tinggi di antara Pakto- jit sat.

   Sambil mengelus jenggotnya Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak.

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hahaha .... tepat, tepat sekali memang keromantisanmu tidak kalah dengan kaum seniman hahaha, bila Liong li Tham Bun-ki bertemu dengan Mo-heng, tentu... hahaha tentu mulai saat itu Mo-heng akan mendapat julukan sebagai Liong-say (menantu naga)!"

   Semua jago yang hadir ikut tertawa tergelak nyaring sekali suaranya sehingga menggetarkan seluruh ruangan di tengah gelak tertawa itu hanya jit giau-tong-cu Go Beng-si yang duduk di sudut saja tampak wajahnya berubah, ia seperti mau berdiri, tapi setelah memandang sekejap sekelilingnya akhirnya dia menghela napas dan urung berdiri.

   Sayang sekali Knn-keh (si ayam emas) tidak datang kemari."

   Kata Sin-jiu Cian Hui lagi.

   "kalau tidak ayam yang kuhidangkan di atas meja ini tentu akan bertambah teman dan hahaha bukankah akan berubah menjadi ayam bertarung minum arak sambil bicara orang gagah? Hahahha..."

   Gelak tertawa yang nyaring kembali bergema kali ini, Jit-giau-tangcu Go Bengsi ikut tertawa.

   Cuma, gelak tertawa yang nyaring itu tak terdengar oleh Hui Giok yang janji di kebun belakang.

   Ia tahu kawanan jago persilatan yang merasa kedudukannya cukup terhormat telah berdatangan dari delapan penjuru untuk berkumpul di Long bong-san ceng, di antara Pak-to jit-sat, kecuali Sam-sat Mo Su yang tidak diketahui kabar beritanya, dari enam anggota lainnya ada empat orang sudah hadir di situ, Toa-sat Mo Lam dan Ngo-sat Mo Pak yang dikejar oleh Lenggwat- siancu Ay Cing tempo hari berhasil melepaskan diri dari ancaman maut ketika tiba-tiba muncul seorang yang mengalangi Ay Cing.

   Sekarang mereka juga sudah datangi kecuali itu banyak pula kawanan jago yang tidak dikenal Hui Giok telah berkumpul di sana, pemuda itu tahu bahwa kedatangan semua orang itu tak lain adalah untuk dirinya.

   "Tapi untuk apa aku menerima semua ini? Ai dia mengeluh sedih memandang cahaya lampu yang serupa malam sebelumnya, dia bergumam pula.

   "Aku tak lebih cuma boneka belaka."

   Dalam keadaan seperti ini dia hanya berharap kentongan ketiga cepat2 berbunyi, dia harap pada kentongan ketiga nanti bisa berjumpa dengan Kim tong-giok-li dan lebih2 mengharapkan akan berjumpa dengan Tham Bun-ki.

   Dan sekarang dia hanya menunggu dengan gelisah melamun sambit mengeluh.

   Tentu saja keluhannya itu tak akan didengar oleh Tham Bun-ki yang berada di tempat penginapannya.

   Gadis itu hanya mendengar suara gelak tertawa yang menggema di luar, dia tahu di ruang tamu sedang di selenggarakan perjamuan besar untuk menghormati kawanan jago persilatan.

   Di antara gelak tertawa yang nyaring dia seakan-akan mendengar isi pembicaraan orangorang itu adalah memperbincangkan orang yang mendapat kehormatan menjabat sebagai Kanglam Congpiaupacu itu semua heran dan ingin tahu manusia macam apakah Bengcu kaum Lok-lim itu.

   Ada di antaranya yang berkata.

   "Konon orang itu adalah murid kesayangan Thian tong-wu dari Kun-lun-pay bukan saja Kun-lun-kiam-hoatnya sudah mewarisi segenap kepandaian gurunya, terutama dalam hal Ginkang, katanya luar biasa."

   Tapi orang lain segera menimpali "Apa yang kudengar malah jauh berbeda Tentunya kau tahu tentang perguruan Heng-ih-bun yang pernah menggetarkan dunia Kangouw pada puluhan tahun berselang yaitu Ji-ih-ciang Kim Put-poh yang disebut sebagai pendiri perguruan Heng-ih-bun? Meskipun kemudian harinya orang tua itu tak mencampuri urusan heng-ih-bun lagi lantaran murid2 perguruan tak becus, padahal secara diam-diam ia mempunyai seorang ahli waris yang amat tangguh, kudengar Beng cu kaum Liok-lim ini bukan lam adalah murid Ji Ih ciang itulah."

   Karena ucapan ini, seruan kaget segera memenuhi seluruh ruangan, tapi seorang segera membantah.

   "Keliru, keliru besar, dugaan kalian semuanya keliru besar!"

   Sengaja ia berhenti sebentar dan berlagak jual mahal ketika dilihatnya perhatian semua orang tertuju kepadanya, selang sesaat ia baru meneruskan "Masih ingatkah kalian akan manusia berkerudung yang misterius yang pernah muncul pada sepuluh tahun yang lalu di dunia persilatan itu, di mana bukan saja belasan perusahaan Piaukiok telah dimusnahkan, bahkan Ouyang Peng-ci Lopiautau yang kosenpun ikut tewas? Nah, Liok-lim-bengcu itu bukan lain adalah putera manusia berkerudung itu katanya kemunculannya ini adalah untuk membalas dendam bagi kematian orang tuanya."

   Maka seruan kaget dan helaan napas tambah santar menggema ruangan itu, terutama orang2 yang bekerja di perusahaan ekspedisi wajah mereka sangat murung dan kuatir.

   Hanya Tham Bun-ki saja yang tertawa geli di kamarnya, tak bisa dibayangkannya bagaimanakah mimik wajah "Kiong Cing yang dan Liu Hui tatkala kedua orang itu mengetahui bahwa "Liok-lim-bengcn"

   Yang disegani mi tak lain adalah Hui Giok yang dulu sering dihina oleh mereka.

   Betapa inginnya gadis itu menyaksikan adegan yang lucu itu, darah panas dalam dadanya seolah2 mau bergolak.

   Tapi, tak lama kemudian perasaan yang riang itu kembali diselimuti oleh kabut kemurungan yang tebal "Ketika bertemu lagi malam nanti, mungkinkah ia akan marah pada sikap ke-kanak2anku kemarin malam?"

   Lalu iapun berpikir lebih jauh.

   "apa yang harus kulakukan kalau nanti ia tidak menunggu kedatanganku di sana? Bagaimana caraku menemukannya? padahal aku tak tahu dia berdiam di kamar yang mana?"

   Sepasang alisnya yang lentik bagaikan semut beriring itu berkernyit, perasaannya mulai kalut, ia bangkit dan berjalan mondar mandir sementara ruang depan masih riuh-rendah oleh gelak tertawa orang banyak, ia merasa kamar di sampingnya sepi tak ada suara sedikitpun dia tak tahu apa yang sedang dikenakan kedua "paman Leng"

   Pada saat itu tapi ia merasa amat berterima kasih sebab kedua manusia ajaib yang berwatak aneh itu bersedia menahan diri baginya dan gangguan gelak tertawa yang menjemukan itu.

   oOo -o- oOo Ma!am semakin larut...

   di tengah detik2 penantian yang menggelisahkan itu malampun semakin kelam.

   "Tok, tok!"

   Dua kali kentongan membelah kesunyian malam.

   "Ah, kentongan kedua sudah tiba!"

   Sambil merapatkan pakaiannya diam2 Hui Giok ngeluyur ke halaman belakang, ia berusaha memperingan langkah kakinya sehingga tidak menimbulkan suara. o0o- oOOo -oOo "Ah kentongan kedua sudah tiba!"

   Tham Bun-ki yang berada di kamarnya juga bergumam dia berbangkit dan membetulkn pakaiannya.

   "aku harus pergi sekarang juga!"

   Ia mengenakan sepatu yang tipis dengan ikat pinggang kain sutera, rambutnya yang panjang di ikat pula dengan sebuah saputangan lalu dia membuka jendela.

   Bintang bertaburan di angkasa angin berhembus sepoi2 sejuk, tiba2 gadis itu termangu dan membatin.

   "Bagaimana sikapku bila nanti ia tidak mempedulikan diriku?"

   Gadis itu kembali berduduk, diminumnya seteguk air teh, lalu bergumam lagi "Ah, tidak mungkin, ia tak akan mendiamkan diriku, kutahu dia sangat baik kepadaku!"

   Maka gadis itupun tersenyum manis dan hangat sehingga malampun dirasakan lebih nyaman, ia membayangkan kembali semua kebaikan yang pernah diterima dari nya, tapi... Tiba-tiba ia mendengus.

   "Hm, kebaikan apa yang pernah ia berikan kepadaku? Buktinya ketika minggat ia tidak memberi kabar kepadaku sehingga aku harus menderita ketika akhirnya ia kutemukan kembali dia cuma bertanya kepadaku bagaimana dengan Tin-tin? Huh..."

   "Bagaimana dengan Tin-tin?"

   Gumamnya lagi.

   "Uh..."

   Ia mencibir dan menarik ikat rambutnya dengan gemas "Bagaimana dengan Tin-tin? Setan kali yang tahu?"

   Ia duduk kembali di kursi, sepatunya dilepaskan kembali, sepatu yang mungil itu dilemparkan ke sudut kamar hingga menimbulkan suara keras.

   Malam itu ia tidak pergi, bahkan tak pernah meninggalkan kamarnya barang selangkahpun sebab sepanjang malam perasaannya terbenam datar keadaan saling bertentangan dan penderitaan, hatinya hampir saja ter-koyak-koyak.

   "Pergilah, dia pasti menunggu dirimu pasti akan memaafkan semuanya?"

   Kenapa mesti pergi? Dalam hal apa kau perlu dimaafkan? Karena dia, kau sudah menderita sedangkan dia, ketika bertemu kembali orang lain yang segera ditanyakannya!" -oOo- OooOooO -oQo- Fajar sudah menyingsing pula, sudah dua malam Tham Bun-ki tidak tidur, persis seperti keadaan seorang laki2 pemabuk yang baru sadar dari pengaruh alkohol, sekujur badannya terasa letih dan tak bertenaga, ia berbaring di pembaringan tanpa bergerak, bahkan ujung jaripun rasanya malas untuk digerakkan.

   Waktu makan siang, baru saja rasa mengantuk menyerang, tiba-tiba terdengar orang menegurnya dengan lembut "Anak Ki, sakitkah kau?"

   Ketika ia membuka matanya, dua sosok bayangan manusia yang tinggi kurus berdiri di depan tempat tidur, tiba2 ia merasa ingin menangis akhirnya dua titik air mata jatuh membasahi pipinya.

   Leng Ko-bok berkerut dahi, sekalipun dia tidak begitu paham tentang perasaan anak gadis, tapi ia tahu anak dara itu tidak sakit sungguh2, dia cuma sakit rindu saja, diliriknya Leng Han tiok sekejap, kedua orang itu tahu apa sebabnya gadis itu mengucurkan air mata, tapi mereka tak biasa menghibur orang maka merekapun tak tahu apa yang mesti dikatakan terhadap gadis yang sedang berduka dan kasmaran itu.

   Bun-ki merapatkan matanya berusaha menyembunyikan cucuran air matanya itu, tapi akhirnya air matanya tetap menetes ke bawah.

   Dengan sedih ia menghela napas, keluhnva lirih "Aku tidak sakit Leng toa-siok dan Ji-siok."

   Sebelum selesai perkataannya, tiba-tiba pinggangnya terasa kesemutan, rasa mengantuk segera menjalar dari bagian yang kaku itu dan menyelimuti seluruh badannya.

   Jilid ke~ 9 Bun-ki pun tertidur, tidur dengan nyenyaknya/ Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berdiri di depan pembaringannya saling pandang, lalu menghela napas panjang, mereka berjalan keluar dan merapatkan kembali pintu kamarnya.

   Beberapa langkah mereka berjalan, dari depan muncul Pat-kwa-ciang Liu Hui yang memberi hormat sambil cengar-cengir, namun kedua orang imi sama sekali tidak menggubris, begitu masuk di kamar sendiri.

   "Blang"

   Pintu dibanting keras-keras, meninggalkan Liu Hui yang berdiri sendirian di luar dengan melongo.

   Meskipun kejadian ini sangat tidak menyenangkan hatinya, tapi apa boleh buat? Dia cuma bisa memandang pintu kamar itu sambil menyumpah di dalam hati.

   Dengan mendongkol dia menuju ke depan rumah penginapan itu, beberapa penunggang kuda tampak berlari tiba dengan cepat, lalu berhenti dan berlompatan turun dengan lincah.

   Liu Hui mengamati orang-orang itu dengan lebih seksama, tiba-tiba serunya gembira.

   "Eh, bukankah kalian adalah Tonghong ngo-hiap? Kenapa tidak memberi kabar dulu kepadaku sehingga Siaute dapat menyambut kedatangan kalian!"

   Segera ia memburu maju seraya menjura, katanya berulangkali.

   "Maaf, bila kami tak menyambut dengan baik!"

   Sementara itu para penunggang kuda itu sudah berlompatan turun, mereka adalah lima orang pemuda berpakaian perlente, berwajah tampan dan bertubuh tegap.

   Di antara kawanan jago persilatan yang berada di rumah penginapan itu ada yang sedang cari angin di halaman depan, ketika mereka melihat Pat-kwa-ciang Liu Hui bersikap amat menghormat terhadap kelima orang pemuda yang baru datang itu, mereka sama tercengang serentak mereka menyongsong keluar setelah menyaksikan dandanan kelima orang itu, baik yang kenal maupun tidak kenal segera menjadi paham.

   "Oh, kiranya Tonghong-ngo-hiap dari Hui leng-po di Ho-khu yang datang!"

   Setelah membetulkan sekadar pakaiannya, kelima pemuda itu lantas menghampiri Liu Hui dan menjabat tangannya dengan hangat setelah itu lima pasang nata mereka beralih pandang dan menyapa pula orang-orang yang dikenal yang berada di sekitar tempat itu.

   Rata2 kawanan jago persilatan yang mendapat tegur sapa dari kelima orang pemuda itu segera unjuk senyuman bangga seakan-akan suatu kehormatan bagi mereka karena kelima orang pemuda itu bersedia menyapa mereka.

   Ketika mendengar suara hiruk pikuk, Koay be-sin-to Kiong Cing-yang segera memburu keluar dengan cepat iapun segera berteriak gembira "Sungguh tak kusangka.

   Tonghong ngo-hengte datang juga kemari!"

   Dia memburu ke depan salah seorang pemuda jangkung yang tampan itu, serunya dengan gembira.

   "Lebih tak pernah kusangka Tiat-heng yang berada ribuan li jauhnya hari ini ikut datang pula ke Kanglam. Ketika Siaute baru terjun ke dunia, persilatan tempo hari sebenarnya ada keinginan untuk berkunjung ke Hou-khu untuk menyambangi kalian tapi lantaran kuatir kalian tak berada di rumah, dan lagi tak berani mengganggu ketenangan orang tua kalian, maka hahaha, tak nyana akhirnya kita berjumpa juga di sini!"

   Sejak tiba di situ, senyum ramah selalu tersungging di ujung bibir kelima orang itu, tapi setelah melihat lengan Kiong Cing-yang yang putus sebelah, dengan kaget mereka berseru "Kiong-heng, apa yang telah menimpa dirimu?"

   "Ai, panjang untuk diceritakan Siaute malu untuk mengatakannya."

   Sahut Kiong Cing-yang sambil menghela napas "Ai biar sebentar nanti kuceritakan peristiwa itu."

   Ia mengerling tiba2 ia melanjutkan lagi sambil tertawa "Bukankah kedatangan kalian berilah juga lantaran pertemuan Bengcu yang diselenggarakan pihak Long bong-san-ceng?"

   Pemuda perlente yang berada paling depan yang dipanggil sebagai saudara Tiat oleh Kiong Cing-yang tadi tersenyum.

   "Memang begitulah!"

   Sahutnya.

   "sebenarnya kami lima bersaudara jarang sekali pulang ke rumah kebetulan menjelang hari Toan-yang ini kami pulang untuk menengok orang tua, di tengah perjalanan kami mendengar tentang pertemuan besar yang akan diselenggarakan oleh Sin-jiu Cian Hui, seketika tua itu maksud kami untuk berkunjung kemari. Sebenarnya ayahku melarang, kemudian dari Toasuhengku yang baru pulang dari Se-ho kami diberitahu bahwa waktu dia beranda di Ce-lam-hu telah melihat Liong heng-pat-ciang Tham-toaya juga sedang menuju Kanglam, maka ayah lantas mengizinkan kami datang ke sini. Pertama, untuk menyampaikan salam kami kepada Tham-toaya, selain itu kamipun disuruh menyampaikan kabar ayah yang selama ini kurang sehat semenjak Tham-toaya berkunjung ke rumah tempo hari, maka dari itu beliau tak bisa mengadakan kunjungan balasan diharap Tham-toaya dapat memaklumi."

   Perkataan pemuda ini amat nyaring, sekilas pandang dapat diketahui bahwa dia memang seorang pendekar keturunan keluarga persilatan.

   Sinar matanya kembali menyapu sekejap sekeliling tempat itu, sambil tertawa lalu terusnya "Setiba di Kang-ko baru kuketahui bahwa saudara sekalian berdiam di sini Apakah Tham-toaya juga sudah tiba?"

   "Lho? apa Congpiautau juga datang Kiong Cing-yang berseru tertahan "Kenapa siaute malah tidak tahu?"

   Sementara pembicaraan berlangsung, di pintu ke luar halaman sebelah barat berdirilah dua orang jago silat, satu tua dan yang lain muda, ketika mendengar pembicaraan tersebut pemuda itu segera bertanya "Suhu siapakah kelima orang itu? Kenapa Liong-heng-pat-ciang menyempatkan diri berkunjung ke rumahnya?"

   "Kelima orang itu bersaudara sekandung,"

   Kakek itu menerangkan pula.

   "mereka berdiam di benteng Hui-leng-po yang terletak Hou-khu di wilayah Kanglam, namanya tersohor di seluruh kolong langit, coba pikirkan siapa mereka? Apakah pernah kuterangkan kepadamu tentang mereka itu?"

   Pemuda itu termenung sejenak seperti ingat sesuatu ia lantas menjawab "Apakah mereka ini adalah kelima Kongcu (putera)"

   Dan Tiat-kiacu (si pedang baja) Tonghong Khi yang pernah menggetarkan dunia Kangouw dan bernama Tonghong Tiat, Kiam, Ceng, Kang, Ouw?"

   "Benar,"

   Kakek itu tersenyum sambil mengangguk.

   "orang yang barusan bercakap-cakap dengan Koan be-sin to itu bukan lain adalah si sulung Tonghong Tiat yang belajar kungfu pada perguruan Kun-lun. di sebelah kanannya yang agak pendek dengan muka bulat seperti rembulan itu adalah-Jikongcu (tuan kedua) Tonghong Kiam yang belajar kungfu pada Siang-soat Taysu dari Go-bi Berdiri di sebelah kirinya, yang rada jangkung dengan mata bening dan alis panjang itu adalah Sam-kongcu Tonghong Ceng, konon tabiat Samkongcu ini paling berangasan tapi kungfunya paling lihay, dia adalah satunya murid preman dari ketua Siau-lim-si dewasa ini,"

   Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan "Dan orang yang berdiri di belakangnya adalah sepasang saudara kembar, lihatlah wajah serta potongan badan mereka yang persis bagaikan pinang dibelah dua itu, mereka menjadi murid perguruan Bu-tong-pay, dan mereka-pula saudara bungsu dari lima bersaudara ini, namanya Tonghong Kang dan Tong-hong Ouw "

   Sambil memuji tiada hentinya ia berkata lagi "Lima bersaudara ini berasal dari keluarga persilatan, bukan saja keluarga terhormat, perguruan mereka juga perguruan besar yang disegani orang, apalagi tingkah laku mereka amat sopan, ramah dan bijaksana benar2 gagah dan budiman Ban-ji, bila kelak kaupun dapat menirukan cara kerja mereka, hal itu tentu bagus sekali!"

   Pemuda itu berkerut kening seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi urung katanya.

   "Bukankah ayah mereka juga seorang pendekar besar yang cemerlang? Kenapa anak-anaknya tidak belajar kungfu di bawah bimbingan ayah mereka sendiri? Masakah... masakah mereka tak menghargai ilmu silat ayah mereka sendiri?"

   Kakek itu tersenyum.

   "Bukannya mereka tak menghargai kungfu ayah mereka sendiri, adalah Tiat-kiam Tonghong Khi sendiri yang kuatir didikannya kurang ketat sehingga merusak disiplin mereka, maka ia tidak mewarisi kungfunya kepada mereka, sebaliknya suruh anaknya belajar pada orang lain. Tapi Tonghong Khi sendiri juga menerima dua orang murid, salah satu di antaranya adalah Tiat-bin-coan cu (Coan-cu bermuka baja) Lui Tin yang pernah kau lihat di Shoatang tempo hari."

   Sementara guru dan murid itu bercakap-cakap, Tonghong-ngo-hengte sudah dipersilahkan masuk ke ruang tengah, Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang segera menyiapkan perjamuan untuk menyambut kedatangan mereka.

   Sambil mengucapkan terima kasihnya, si sulung Tonghong Tiat berkata.

   "Sebenarnya tujuan utama kehadiran kami di sini tak lain tak bukan adalah ingin menyaksikan manusia macam apakah Congpiaupacu yang berada di Long-bong-san-ceng itu?"

   Baru saja selesai kata-katanya, dari luar pintu muncul dua orang laki-laki berpakaian ringkas warna hitam dengan langkah lebar setibanya di tengah halaman mereka angkat tangannya mengacungkan selembar kartu undangan merah, serunya dengan lantang.

   "Atas perintah hamba datang menyampaikan salam buat Tonghong-ngo-hiap sekalian memberi 4 undangan pula dengan harapan besok tengah hari Tonghong-ngo hiap sudi berkunjung ke perkampungan kami!"

   Tonghong Ceng tertawa dingin.

   "Hehehe, cepat amat berita Cian si tangan Sakti" ^o^ oOo ^o^ "Hahaha, bukannya aku sombong, tidak sampai setengah jam Tonghong-ngo-hengte tiba di sini surat undanganku segera kukirimkan kepada mereka Hahaha saudara Mo, menurut kau cukup cepat tidak tindakanku ini?"

   Demikian sambil mengelus jenggotnya si Tangan Sakti Cian Hui sedang berkata kepada si malaikat maut ke tujuh dan Pak to Jit-sat Mo Seng yang ada di sampingnya sambil terbahak-bahak.

   Jit-sat Mo Seng berpaling dan memandang sekejap kawanan jago dalam ruangan yang sedang makan-minum sambil membuang tusuk giginya, sahutnya sambil tersenyum.

   "Ya, cepat sekali, memang cepat sekali, cuma..."

   Dengan dahi berkerut ia menyambung.

   "Masih ada beberapa hal yang kukuatirkan mumpung ada kesempatan ingin ku utarakan pada Cian-heng."

   "Ah, kita kan sudah seperti saudara sendiri."

   Kata Sin-jiu Cian Hui cepat.

   "masa perlu sungkan bicara? Ayolah saudara Mo, katakan saja terus terang ..."

   Mo Seng memandang lagi sekeliling ruangan, lalu berkata dengan suara tertahan.

   "Apa yang kukuatirkan tak lain adalah tindakan saudara Cian yang kini boleh dibilang sudah menggoncangkan seluruh wilayah Kanglam ini sehinga Tonghong-ngo-hengte dari Hui-leng-po juga ikut terpancing kemari. kutahu mereka mempunyai peraturan rumah tangga yang ketat, boleh dibilang jarang sekali berkecimpung di dunia persilatan semaunya sendiri dari sini dapat pula ditarik kesimpulan bahwa entah sudah berapa banyak jago persilatan yang telah berkunjung ke Long bong-san-ceng saudara Cian ini?"

   "Hahaha, makin banyak yang datang semakin baik,"

   Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak.

   "apakah Mo-heng kuatirkan diriku tak mampu memikul tanggung jawab ini?"

   "Cian-heng, yang kumaksudkan dan ku kuatirkan adalah orang she Hui itu, setiap hari dia selalu murung dengan dahi berkerut, bukan saja tak pandai bersilat, ia juga tak pandai berbicara sampai waktunya nanti, bila dia berbuat lelucon yang mentertawakan di hadapan kawanan jago dari seluruh dunia ini, bukan... bukankah kita semua akan kehilangan muka?"

   "Sret"

   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sin-jiu Cian Hui menutup kembali kipasnya, alisnya yang tebal berkernyit rapat-rapat. Sementara ia masih termenung, Mo Seng berkata lagi.

   "Persoalan kedua yang menguatirkanku adalah yang menyangkut diri Kim-keh (si ayam emas) Siang It-ti, dia sudah bentrok dengan Cian heng, sampai waktunya nanti mungkin dia akan datang mengacau? Kendatipun Cian-heng tidak jeri kepadanya, akan tetapi kejadian demikian tentu juga menjemukan, maka menurut pendapatku ada baiknya bila Cian-heng melakukan persiapan mulai sekarang."

   "Sialan!"

   Pikir Sin-jiu Cian Hui.

   "memangnya aku tidak tahu tentang hal ini dan perlu kau ingatkan padaku?"

   Tentu saja pikirannya tak sampai diutarakan tapi sahutnya berulang.

   "Ya, benar, benar!"

   "Selain itu ada satu hal lagi ingin kubicarakan juga kepadamu"

   Mo Seng berbicara lebih jauh dengan bangga.

   "kulihat gerak-gerik Jit-giau-tui-hun tidak jujur orang itu jelas adalah manusia busuk dan licik, siapa tahu kalau secara diam2 ia mempunyai rencana tertentu yang tidak menguntungkan saudara Cian? Tentang soal ini, kuharap saudara Cian suka bertindak lebih hatihati."

   Pelahan Sin-jiu Cian Hui mengangguk tiba-tiba ia tertawa, katanya.

   "Hahaha, baru saja Moheng membicakan Na-heng, tak nyana saudara Na segera datang kemari"

   Air muka Mo Seng berubah hebat, ia berpaling dan dilihatnya Jit-giau-tui-hun benar-benar sedang berjalan mendekat dengan langkah pelahan.

   "Baru saja Mo-heng membicarakan tentang kelihaian tujuh keahlian yang berada dalam kantungmu."

   Kata Cian Hui lebih jauh sambil tertawa "katanya sudah lama ia mendengar namamu, maka kapan2 dia ingin menyaksikan kelihayanmu itu."

   Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong memandang sekejap ke arah Mo Seng, katanya dengan tertawa seram.

   "Hehehe, bukankah begitu saudara Cian?"

   Sekali lagi air muka Jit-sat Mo Seng berubah hebat, tapi segera iapun tertawa seram "Hahaha benar aku memang berharap bisa melihatnya.

   "Hehehe hahaha ."

   Ketiga orang itu saling pandang dan sama2 tertawa -o0o~ -o0o- "Hahaha ...hehehe , demikianlah pada saat yang sama dengan bangganya Kim-keh Siang Itti juga sedang tertawa terhadap seorang laki2 pendek kecil yang berwajah jelek dan berbaju compang-camping.

   "Bila sampai waktunya nanti, tidak perlu ragu, pergilah kau mendekati orang yang akan menjabat Congpiaupacu itu dan ludahilah mukanya dengan riak kental, coba lihat apa yang akan dia lakukan terhadap dirimu. Hahaha... Cian Hui wahai Cian Hui, akan kulihat perhitungan Suipoamu yang kau anggap bagus itu akan berlangsung berapa lama lagi?"

   Sambil memandang cahaya senja yang menghiasi langit barat ia tertawa tergelak dengan bangganya.

   sementara anak murid Kim-keh-pang yang berkumpul di situ ikut bergelak tertawa demi menyaksikan gelak tertawa ketuanya.

   oOOo oOo oOOo Malam yang penuh dihiasi dengan taburan bintang telah tiba, angin malam sebagaimana biasanya berembus lembut, sinar bintang seperti biasa juga memancarkan sinarnya, air tetap mengalir dan bumi raya ini tetap hening.

   Tham Bun-ki baru mendusin ketika kesunyian telah tiba, dengan samar-samar ia memandang kegelapan di luar jendela sambil mengucak matanya, sekarang ia baru ingat bahwa jalan darah tidurnya telah ditutuk oleh kedua Leng bersaudara dan sekarang Hiat-to tidur itu telah terbuka dengan sendirinya.

   Ia tak tahu sekarang sudah jam berapa, ia berbangkit dan membetulkan pakaiannya yang kusut tiba2 terdengar derap kaki kuda memecah keheningan sekeliling tempat itu.

   "Siapa yang melarikan kudanya secepat itu di tengah malam buta begini?"

   Pikirnya dengan alis berkerut tapi segera ia tertawa sendiri, busyet kenapa aku mesti pusingkan soal itu"

   Rambutnya dibenahi, tiba2 telapak kakinya terasa dingin ternyata ia tidak bersepatu.

   Ketika teringat pada kemurungannya sebelum tidur tadi, derap kuda yang berkumandang dari ke jauhan itu telah berhenti, ia tak memperhatikan dimana derap kuda itu berhenti, ingatannya kembali tergoda oleh masalah yang telah mengurungkan hatinya selama dua hari terakhir ini, tak hentinya dia bertanya kepada diri sendiri "Haruskah aku pergi ke sana?"

   Akhirnya "pergi menjumpai Hui Giok"

   Seru hati menjadi dorongan yang tak terkendalikan, ia membetulkan rambutnya yang kusut kemudian bersepatu, membuka pintu dan melongok keluar.

   Tiba2 sesosok bayangan seenteng daun kering melayang masuk ke halaman tengah, ia terkejut dan membentak "Siapa itu?"

   Bayangan itu berputar dan melirik sekejap ke arah Tham Bun-ki, di bawah cahaya bintang Tham Bun-ki dapat melihat wajah orang, ketika sinar mata mereka saling bentur, serentak keduanya berseru "Oh, kau!"

   Sementara kedua orang itu saling pandang dengan tertegun seorang telah menegur dan luar pintu "Hong-longo. lekas buka pintu!"

   Mendegar suara itu, Bun-ki terkejut, tanyanya.

   "Hong-ngosiok, apakah ayah yang berada di luar"

   "Ya"

   Orang itu mengangguk, lalu serunya.

   "segera kubukakan"

   Dengan langkah enteng dia melompat ke depan pintu.

   lihay sekali Ginkangnya.

   Orang ini tak lain adalah Say-sang hui yan (Asap ringan dari perbatasan Hong Khu-hong, seorang Piautau Hui-liong piaukiok yang tersohor di kedua tepi sungai besar sebagai satu-satunya jago yang amat lihay dalam hal ilmu meringankan tubuh.

   Tham Bun-ki ragu sejenak, kemudian ia ikut melompat ke depan pintu, ketika pintu terbuka, seorang kakek berjubah panjang dan tinggi besar segera melangkah masuk.

   "Tia... (ayah)"

   Dengan kepala tertunduk Tham Bun ki menyapa lirih.

   Kakek itu tak lain adalah liong heng-pat-ciang Tham Beng, pemilik Liong-hwi piauwkiok, orang yang nama besarnya telah menggetarkan dunia persilatan.

   Mendengar panggilan itu, dia berpaling, kemudian mendengus, sikapnya seakan-akan tak pernah melihat hadirnya Tham Bun-ki di situ.

   "Kiong losam, Liu-lotan,"

   Teriaknya.

   "makin lama kalian semakin tidak becus, urusan di luaran sudah berubah jadi begini dan kalian masih belum tahu, hmm..."

   Setelah mendengus dan masuk kedalam baru dia berpaling ke arah puterinya seraya berseru.

   "anak Ki, ayoh ikut aku"

   Tidak menunggu, dengan langkah lebar dia naik ke atas undakan dan "Blang"

   Pintu sebuah kamar dihantamnya keras2 sembari menegur "Siapa yang tinggal di dalam?".

   Air muka Tham Bun-ki berubah tak terkirakan rasa kagetnya melihat arahnya menggedor kamar yang dihuni oleh kedua Leng bersaudara yang berwatak aneh itu cepat dia memburu maju, tapi ketika kamar itu diperiksa ternyata kosong, entah sejak kapan Leng-toasiok dan Leng-jisiok telah pergi dari situ.

   Gedoran yang keras ini segera membangunkan Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwaciang Kiu Hui yang berdiam di ruang sebelah, setelah mabuk tidur mereka sebenarnya nyenyak sekali, tentu saja tak tahu apa yang terjadi dihalaman, dalam kagetnya cepat mereka melompat keluar dan kamar.

   "Hm, mabuk lagi bukan?"

   Tegur Liong-heng-pat-ciang Tham Beng dengan geram.

   Cahaya lampu dalam rumah penginapan itu sekejap kemudian lantas terang benderang, pelayan yang masih mengantuk buru2 menyediakan air the.

   Kecuali lima bersaudara Tonghong telah pergi ke Keng-ho, dalam penginapan itu masih berdiam dua puluh orang lebih, sekarang mereka sama bangun dan berpakaian, sebab mereka tahu pasti ada urusan penting bila Liongheng- pat-ciang yang sudah bertahun-tahun tak pernah meninggalkan ibu kota sekarang telah muncul di sebuah kota kecil di wilayah Kanglam"

   OOo ^o^ oOo "Apa"

   Liong-hong pat-ciang telah datang? Hm, betul2 kejadian aneh. betul2 kejadian aneh"

   Sin-jiu Cian Hui yang baru mendapat laporan dan bangun dari tidurnya itu menatap lekat2 wajah seorang laki-laki, mata-mata perkampungan Long-bong-san-ceng yang baru datang memberi laporan, kemudian dengan suara dalam katanya lagi "apakah sudah kau periksa dengan seksama?"

   "Bila hamba tidak mendapat berita yang pasti tak nanti hamba mengganggu ketenangan Cengcu"

   Sahut laki2 baju hitam itu sambil menunduk kepala. Sin-jiu Cian Hui menggerutu tak jelas, sementara jari tangannya mengetuk sisi meja tiada hentinya.

   "Heran, sungguh mengherankan. kenapa dia memburu kemari?"

   Gumamnya seorang diri "ditinjau dari kedudukannya, tidak seharusnya dia bersikap setegang itu lantaran urusan yang tak penting ini!"

   Sorot matanya bergerak mengikuti ketukan jari tangannya alisnya berkerut semakin kencang. iapun mulai termenung dan berpikir oOo WOW oOo "Mengapa aku menyusul kemari?"

   Dengan tatapan tajam Liong-heng-pat ciang Tham Beng mengawasi puteri kesayangannya.

   "semua ini tak lain lantaran kau. Aku ingin tanya kenapa kau minggat dari rumah secara diam2"- ke mana saja kau pergi selama ini? Kenapa bisa serombongan dengan Ko bok dan Han-tiok dari Leng kok-siang-bok?"

   Tham Bun-ki berdiri di hadapan ayahnya dengan kepala tertunduk.

   ia tak tahu bagaimana mesti menjawab pertanyaan ayahnya, sinar lampu di seluruh penginapan telah menyala, tapi dalam ruangan itu hanya ayah dan anak berdua, ia merasa sinar mata ayahnya setajam sembilu, ia tak berani berbohong tapi betapapun dia harus berbohong.

   Maka setelah termenung sejenak jawabnya tak tergagap "Aku ingin melihat Kanglam, takut ayah tidak mengizinkan.

   maka diam-diam ku minggat dari rumah sebetulnya aku menjumpai apaapa, tapi pada suatu hari secara tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang yang memakai baju perlente di sebuah jalan raya di kota Ce-lam-hu.

   mereka berdiri di tepi jalan dan minta sedekah, apa yang mereka minta ternyata aneh sekali "

   "Huh apanya yang aneh?"

   Jengek Tham Beng. di manapun juga kita mudah temui orang2 persilatan yang mencari sedekah buat apa kau campur urusan orang?"

   Kepala Tham Bun-ki yang tertunduk semakin rendah, lanjutnya dengan suara lirih "Kulihat banyak orang berkerumun di sana sambil berbisik memaki kedua orang itu sebagai orang sinting, dengan heran akupun menghampiri tempat tersebut ada seorang pemuda mengambil serenceng uang kecil dan diserahkan kepada mereka, tapi tanpa memandang sekejappun mereka membuang uang itu seraya berkata "Kalau ingin memberi uang, berikanlah semua uang yang kau miliki di sakumu!"

   "Pemuda itu melengak, sambil menggerutu ia lantas menyingkir. Sementara itu air muka kedua orang ini tetap tenang saja meski mendengar orang mencaci maki diri mereka. Selang sesaat kemudian salah seorang di antaranya berkata kepada rekannya "Sudah tibakah saatnya?"

   Rekannya mengangguk dan kedua orang itupun berlalu dan sana.

   Dalam pada itu aku yang tidak puas mendengar caci maki orang yang tak sedap didengar itu melihat mereka mau pergi, aku jadi tidak tahan dan berseru, He akan kuberikan semua uang yang kumiliki untuk kalian!" - Mungkin orang yang menyaksikan tingkah lakuku waktu itu akan menganggap akupun orang sinting."

   Tham Beug mendengar "Hm, mungkin kedua orang itu adalah Leng Ko-bok dan Leng Hantiok?"

   Tham Bun-ki manggut2, terusnya.

   "Pikirku waktu itu, sekalipun semua uang yang kumiliki kuberikan kepada kalian juga tak mengapa, toh aku kenal Li-toasiok yang kaya dan berdiam di kota Ce-lam-bu, selain itu aku tak tega melihat kedua orang itu dicemooh orang banyak, mimpipun tak kusangka mereka berdua akhirnya tak lain adalah Ko-bok serta Han tiok yang pernah ayah singgung di masa lampau' "Sebenamya apa yang dilakukan kedua makhluk aneh itu?' tanya Tham Beng dengan dahi berkerut. Tersenyumlah Tham Bun-ki sahutnya.

   "Aku pun baru tahu akhir2 ini rupanya mereka berdiri sedang bertaruh, yang seorang berkata begini sekalipun kita berdiam satu jam di tepi jalan raya teramai belum tentu ada orang yang akan memberikan semua uang yang dimiikinya kepada kita berdua? Tapi rekannya tidak sependapat, pada hal..."

   Tiba2 dia tersenyum, setelah berhenti sebentar baru meneruskan "Padahal, kecuali aku, siapakah yang akan memberikan semua uang yang dimilikinya kepada mereka? Ketika mereka lihat aku menyerahkan beberapa puluh tahil perak tanpa mengucapkan terima kasih mereka terima uang tersebut dan segera berlalu, akupun tidak memikirkan persoalan itu di dalam hati, aku cuma merasa kejadian itu menarik kemudian..."

   Ia berhenti sebentar sambil melirik sekejap ayahnya, legalah hatinya ketika diketahui ayahnya sama sekali tidak marah, maka iapun bercerita lebih lanjut Ketika malam tiba, akupun tak jadi mengambil uang di rumah Li-toasiok.

   setelah berpikir sebentar, aku mencari rumah gedung yang paling besar untuk...

   untuk meminjam beberapa puluh tahil perak dari mereka..."

   Pada wajah Liong heng pat ciang yang kereng tiba-tiba tersungging sekulum senyuman, dia lantas menukas.

   "Dan kau tak menyangka kalau keluarga yang akan kau gerayangi itu adakah keluarga persilatan juga, akhirnya nyaris kau tertangkap oleh mereka bukan?"

   "Ayah! Darimana kau tahu?"

   Tanya Bun-ki dengan mata terbelalak tercengang.

   "Hm tahukah kau rumah yang kau gerayangi itu adalah rumahnya Pek-lek kiam (pedang peledak) Cin Thian hou, seorang tokoh kenamaan di wilayah Shoa-tang?"

   Ketika lewat di kota Celam tempo hari, aku juga menginap semalam di situ dari dia kudengar pada beberapa bulan berselang rumahnya digerayangi pencuri, kuheran siapakah pencuri yang berani masuk ke rumahnya Pek lek-kiam? Eh, tak tahunya adalah perbuatan kau si budak..."

   Sampai di sini Tham Bun ki tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tertawa cekikikan.

   "Akupun tidak menyangka kalau gedung itu adalah tempat tinggal beliau waktu itu akupun heran kenapa begitu cekatan penghuni rumah ini, baru saja aku melangkah ke dalam halaman, segera muncul bayangan manusia yang mengadang jalan pergi ku. sebetulnya aku tidak takut, siapa tahu yang muncul kemudian semuanya adalah jago2 lihay bahkan makin lama jumlahnya semakin banyak belasan pedang mendesak aku sampai sukar untuk bernapas. Setelah kejadian itu aku baru mulai ketakutan untunglah pada saat itu tiba2 muncul dua sosok bayangan manusia, dengan kecepatan seperti kilat mereka menyambar ke sana sini, dalam waktu singkat beberapa pedang sudah kena mereka rampas. Melihat kelihayan musuhnya orang2 itu mulai berteriak kaget "Tolong, kungfu pencuri ini lihay sekali, cepat undang keluar Loyacu" - Baru selesai mereka berteriak kedua orang itu telah menarik tanganku dan kabur dan sana, sekalipun mereka berusaha melakukan pengejaran namun hanya sekejap saja kami sudah meninggalkannya."

   "Dan kedua orang itu tentunya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok?"

   Sambung Liong-heng-patciang Tham Beng lagi dengan alis berkerut.

   Sambil tertawa Tham Bon-ki mengangguk "Ya mereka berdualah yang telah menolong diriku, aku jadi geli sekali setelah mengetahui bahwa jiwaku di tolong mereka, sebaliknya mereka cuma memandang diriku dengan ter-mangu2 tiba2 salah seorang di antara mereka berkata padaku.

   "Selama setahun mendatang bila kau ada kesulitan, kami akan membantu dirimu"

   Dan akupun menjawab"

   Tapi ke mana aku harus mencari kalian. Lebih baik kalian mengiring di sampingku saja!" - Padahal aku cuma bergurau saja, siapa tahu tanpa dipikir mereka segera menyanggupi permintaanku ini"

   Liong-heng-pat-ciang Tham Beng yang sebenarnya lagi marah, sehabis mendengarkan kisah cerita puterinya yang diiringi tertawa ini rasa gusar nya sudah padam sebagian biarpun sikapnya masih tetap kereng.

   Ketika dia berjalan ke kamar yang khusus disediakan baginya itu, langkahnya begitu tenang, sekalipun di balik ketenangan tersebut mengandung perasaan yang berat.

   "Ya, aku memang sudah tua!"

   Gumamnya lirih perjalanannya dari Ho-pak ke Kanglam telah mendatangkan rasa letih baginya.

   Keberhasilan dalam usahanya.

   kekukuhan, dalam kedudukannya serta kemashuran namanya se-olah2 racun yang diselimuti gula dan pelahan sedang geragoti cita-cita dan ambisinya yang besar, juga pelahan sedang menina bobokkan ketekunan latihan silatnya, dia yang pada sepuluh tahun berselang masih tidak kenal artinya lelah, sekarang sudah mulai merasa keletihan.

   Waktu berlalu secepat larinya kuda yang dicambuk, kini berubah ibaratnya ombak di sungai Tiangkang, setelah mengalir pergi selamanya tak akan kembali lagi.

   Ia menjatuhkan tubuhnya yang tinggi besar itu di atas pembaringan dalam keadaan begini dia hanya berharap tibanya impian indah dalam tidurnya.

   "Aku sudah tua... aku sudah tua.."

   Sesaat sebelum tidur dia masih juga mengeluh.

   Tapi keesokan harinya setelah bangun tidur, ketika tidur yang nyenyak telah mengembalikan semangat hidupnya yang bergairah ketika ia melangkah keluar dari kamarnya, semua orang menyaksikan dia masih sebagai seorang jago tua yang gagah kosen dan termasyhur di seluruh dunia, bukan seorang kakek yang kecapaian seperti malam sebelumnya.

   Seorang laki-laki setengah baya yang bermuka kurus, bertubuh jangkung, berwajah tampan tapi bermata redup dengan bibir yang tipis dan jenggot pendek muncul dari balik kerumunan orang dan menghampiri kehadapannya, selesai memberi hormat dengan senyum dikulum ia menyapa.

   "Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, baikkah kau selama ini?"

   Liong-heng-pat-kiam mengerdipkan matanya, sama sekali ia tidak memandang ia kenal orang ini adalah Koay-sim (si berita kilat) Hoa Giok, seorang yang sepanjang hidupnya bekerja sebagai penjual berita dan tersohor sebagai pembawa berita yang tercepat.

   Kungfu orang ini tak begitu lihay tapi pembawaannya menarik dan mudah bergaul boleh dibuang selama seratus tahun belakangan ini baru dia ini orang pertama yang menggantungkan hidupnya dan menjual berita.

   Sebab itu Tham Beng cuma mengangguk dengan wajah kurang senang, ia tidak merasa punya keharusan untuk menyambut sapaan itu.

   Bagi Koay-sim Hoa Giok, perlakuan semacam ini sudah biasa baginya, maka iapun tak pernah memikirkannya di hati.

   dia tetap tersenyum dan berkata pula.

   "Besok adalah saat diselenggarakannya pertemuan besar untuk memberi selamat kepada Kanglam Lok-lim-bengcu, apakah Tham-loyacu juga akan hadir di Long-hong san-ceng besok siang?"

   Dengan acuh tak acuh Tham Beng hanya berdehem, sementara itu kawanan jago yang lain lantaran melihat ada orang mulai mengajak bicara Tham Beng tapi Tham Beng tidak menggubrisnya maka mereka lantas mengerubung maju dan menyapa serta memberi hormat.

   "Tham-loyacu, sudah lama tak berjumpa, kau kelihatan tambah gagah!"

   
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tham-locianpwe Wanpwe menyandarkan salam hormat."

   Dengan senyum dikulum Tham Beng membalas hormat orang2 itu, kemudian ia memberi tanda kepada si "Berita kilat Hoa Giok, katanya "Ada urusan apa bicarakan saja dengan Kionglosam"

   Koay-sin Hoa Giok mengiakan, dengan tersenyum tiba2 ia berkata pula.

   "Apakah Tham-loyacu ingin tahu sebenarnya manusia macam apakah orang yang akan menjabat sebagai Lok-limcongpiaupacu itu?"

   Air muka Tham Beng tampak berubah setelah mendengar perkataan itu. Si Berita kilat Hoa Giok memang pandai melihat gelagat, segera dia melanjutkan "Katanya orang itu adalah kaum keroco yang sama sekali tak pandai silat"

   Liong-heng-pat-ciang terbelalak matanya, tiba2 dia berpaling ke arah Koay-be-sin-to Kiong Cing-yang yang sejak tadi sudah berdiri di sampingnya lalu memerintahkan "Berikan amplop kepada Koa congsu ini sebagai uang sangu!"

   Lalu sambil mengebaskan ujung bajunya dia hendak turun dari undak2an batu, saat itulah tibatiba terjadi kegaduhan di antara orang yang berkerumun, menyusul kemudian terbukalah sebuah jalan lewat ketika dia berpaling ternyata ada lima orang pemuda berpakaian perlente muncul dari kerumunan orang2 itu, mereka tak lain adalah Tonghong-ngohengte dan Hui-leng-po.

   Sudah beberapa hari si Berita kilat Hoa Giok berjaga di sekitar rumah penginapan itu, kemarin malam dengan uang sebesar lima puluh tahil perak dia telah menjual berita kepada mata-mata dari Long-bong-san ceng yang bertugas di dusun itu.

   "Liong-heng-pat-ciang Tham Beng telah datang."

   Dan sekarang, dengan berita yang lain dia mendapat uang sebesar seratus tahil perak dan Tham Beng, Dengan senyum bangga berlalulah dia dari rumah penginapan itu, sementara suasana dalam penginapan ramai dengan suara pembicaraan dan gelak tertawa.

   Beberapa langkah dia berjalan ke arah barat pintu, seorang laki2 berbaju hitam segera menghampirinya, setelah bertukar pandang sekejap, mereka bersama-sama menuju ke balik tikungan sana.

   "Hoa-toako, berita apa yang kau bawa hari ini?"

   Dengan tak sabar lagi laki2 berbaju hitam itu berbisik. Si Berita kilat Hoa Giok tersenyum, pelahan ia tunjukkan sebuah jari tangannya dan menyahut.

   "Seratus..."

   Agak berubah air muka laki2 baju hitam itu, meskipun agak mahal, namun iapun mengerti, si Berita kilat Hoa Giok biasa mencari makan dari pekerjaan semacam itu, tak lain lantaran berita tersohor cepat dan tepat, terutama dalam soal "cepat", terkadang orang lain belum tahu apa yang terjadi, dengan cekatan dia sudah menyampaikan berita itu dengan cepatnya.

   Sebab itulah beritanya tidak basi beritanya selalu laku keras dan berapa harga yang diminta belum pernah ditawar orang.

   Tanpa banyak bicara lagi, laki2 baju hitam itu mengeluarkan dua amplop uang perak, setelah menimang bungkusan tersebut, Hoa Giok baru berkata "Kemarin malam kedua Leng bersaudara telah pergi, sampai hari ini mereka belum kembali, kutanggung besok siang mereka takkan hadir di Long-bong-san-ceng lagi" | "Kenapa kau berani tanggung?"

   Tanya laki-laki itu "Hahaha kalau aku tidak punya akal untuk mengetahuinya, mana berani kuterima uangmu ini?"

   Sahut Koay sin Hoa Giok sambil tertawa bangga.

   "Setelah berhenti sebentar, tambahnya.

   "Mungkin aku masih mempunyai berita yang lebih penting lagi yang menyangkut persoalan ini, tapi sekarang belum begitu pasti, kentongan keempat malam nanti akan kusampaikan lagi kepadamu di sini."

   Maka tidak lama kemudian segera ada seekor kuda yang dilarikan cepat menuju perkampungan Long-bong-sanceng untuk menyampaikan laporan.

   Setiap persoalan besar yang cukup menggetarkan dunia persilatan, seringkali kelihatan berlangsung secara terbuka, padahal diam2 penuh dengan intrik, tipu muslihat dan akal busuk, entah berapa banyak manusia yang terlibat dalam usaha semacam ini, cuma bila kau tidak mengalaminya secara mendalam, hal-hal demikian tidak mudah untuk diketahui.

   Si Berita kilat Hoa Giok membagi kelima bungkusan uang perak yang didapatkannya pada tiga bagian bajunya untuk disimpan, dengan begitu rasanya jadi tidak terlampau berat, kemudian dengan kuda cepat dia ber-foya2 sehari penuh di kota Keng-ko.

   Ketika pulang, senja sudah lalu, dari lima bungkus uang perak kini tinggal sisa tiga bungkus saja.

   Tapi dia yakin sebelum kentongan kelima malam nanti ketiga bungkus uang peraknya itu akan lipat ganda jumlahnya sebab ia percaya sebuah kunci rahasia yang maha penting sudah berada di dalam genggamannya.

   Sewaktu melewati kota pegunungan itu, dia berhenti sebentar dan memandang beberapa kejap suasana rumah penginapan itu, dalam penginapan masih kedengaran suara orang, ia dapat membayangkan betapa banyak orang yang sedang mengerumuni liong heng pat ciang waktu itu dan tentunya dengan pelbagai daya upaya menyanjung puji pada jago tua yang tersohor itu sebagaimana pula yang telah dilakukannya.

   Ia tersenyum sinis, ia larikan kudanya ke arah Long bong san-ceng, jalanan yang dia tempuh sebagian besar adalah jalan kecil, sempit dan jarang dilewati orang Sebelum mencapai Long-bong san ceng ia menitipkan kudanya di rumah seorang petani miskin lalu sebagaimana malam2 sebelumnya ia menghadiahkan sedikit uang untuk petani itu yang diterima dengan rasa terima kasih yang tak terhingga.

   Ucapan terima kasih demikian boleh dibilang pengalaman yang jarang ditemuinya, maka langkah kakinya lantas terasa jauh lebih enteng dan cepat.

   Bayangan tubuhnya yang tinggi jangkung dengan langkahnya yang enteng dan cepat segera menghilang di balik bayangan hitam perkampungan Long-bong-san-ceng yang luas, keadaan semacam ini persis seperti apa yang terjadi kemarin malam.

   Kemarin malam tatkala kota pegunungan itu tidak memberikan lagi berita yang cukup bernilai baginya, diam2 dia lantas mendatangi Long beng-san-ceng, menyusuri jalan yang sudah dikenalnya, dia menyusup ke belakang perkampungan melewati dinding-dinding perkampungan yang tinggi besar, keadaannya ketika itu tidak ubahnya pengemis yang seringkah berjongkok di sudut rumah makan sambil menunggu belas kasihan tuan yang terhormat agar memberikan sisa sayurnya untuk mengisi perutnya yang lapar, Dia selalu berharap bisa mendapatkan berita penting yang tak mungkin didapatkan orang dari sudut2 tembok yang gelap itu.

   Tapi sekalipun banyak dinding pekarangan yang melindungi jejaknya, perasaannya waktu itu tegang sekali, sebab dia tahu para penghuni yang berdiam di balik dinding itu adalah orang gagah dan jago lihai yang setiap saat dapat mencabut nyawanya dengan gampang, dia berusaha meringankan langkahnya, kuatir kalau2 menimbulkan suara yang mungkin akan mengakibatkan jiwanya melayang.

   Berbareng itu iapun memperhatikan setiap suara yang terpantul dari balik dinding itu, tapi suasana disekitar tempat itu sangat hening, bahkan detak jantung sendiri dapat terdengar nyata.

   Tiba-tiba terdengar suara dan balik dinding, dengan cekatan dia menghentikan langkahnya dan memperhatikan dengan seksama.

   Tampaklah sesosok bayangan pelahan melambung ke atas dinding pekarangan itu, tampaknya orang itupun sedang memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, setelah menunggu beberapa saat lamanya ia baru naik ke puncak dinding itu lalu "bluk"

   Orang itu melompat turun ke sana. Dilihatnya ketika orang itu mencapai permukaan tanah, ternyata imbangan tubuhnya tidak terkendalikan ia terhuyung beberapa langkah ke depan dan akhirnya berdiri tegak, hal ini diam2 mengherankan dia.

   "Siapakah orang ini?"

   Demikian pikirnya tampaknya tidak mahir ilmu silat, tapi berani melakukan pekerjaan begini di Long-bong san-ceng. Belum habis dia berpikir dari balik dinding pekarangan terdengar seseorang menegur "Siapa itu?"

   Dua sosok bayangan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera melayang keluar dan melayang turun tepat di hadapan bayangan orang yang tak pandai bersilat itu.

   Hoa Giok terkejut, cepat ia menyembunyikan diri dibalik pohon besar, bernapaspun tak berani keras-keras, dengan hati-hati dia mengintip ke sana.

   Dilihatnya orang yang sama sekali tak pandai silat itu tidak menjadi kaget atau gugup malahan sambil membusungkan dada dia menyahut "Aku!"

   Selang sesaat ia dapat melihat bayangan orang tersebut ternyata adalah seorang pemuda berbaju perlente, sekalipun di tengah kegelapan wajahnya tak terlihat jelas, tapi ia dapat merasakan betapa gagah dan tampannya pemuda itu, boleh dibilang belum pernah ia temui pemuda segagah dan setampan ini.

   Hatinya tambah tegang, dia ingin tahu bagaimanakah reaksi dan kedua orang pengadangnya tadi.

   Ternyata kedua orang pengadang itu sama menyurut mundur selangkah lalu dengan hormat berkata "O, kiranya Hui-tay sianseng adanya di tengah malam buta begini Hui-tay-sianseng hendak pergi ke mana?"

   Hampir saja Hoa Giok menjerit kaget, ketika kata-kata "Hui-taysianseng"

   Menyusup masuk ke telinganya.

   "Benarkah dia ini Hui-taysianseng yang akan menjabat Congpiaupacunya orang- Lok-lim di Wilayah Kanglam?"

   Demikian pikirnya.

   "tapi kenapa dia tak pandai ilmu silat? Apalagi dia adalah seorang pemuda yang ternyata masih muda belia?"

   Si berita kilat merasa hal ini terlampau aneh dan sama sekali tak masuk akal, pelahan ia berjongkok dan bersembunyi lebih hati2.

   Didengarnya Hui-taysianseng itu sedang menyahut dengan dingin "Di tengah malam sejuk ini aku ingin jalan-jalan di luar, boleh bukan?"

   Kedua pengadang itu adalah dua orang laki kekar berbaju ringkas, sinar mata mereka tajam, gerak geriknya enteng dan lincah jelas kedua orang ini mempunyai iimr silat yang tangguh, tentu kedudukan mereka di dalam Long-bong-san-ceng tidak rendah.

   Mendengar permintaan itu, kedua orang tersebut saling pandang sekejap, lalu tertawa terbahak-bahak, ialah seorang di antaranya menyahut sambil tertawa ,"Ya.

   sungguh tak kusangka Hui-taysianseng mempunyai kegembiraan sebesar itu untuk ber-jalan2 di tengah malan sejuk ini, bila tidak keberatan kami berdua memberanikan diri untuk menemani Hui-taysianseng ber-jalan2 mencari angin."

   Ia sengaja berhenti sebentar untuk tertawa kemudian menambahkan "Tentunya engkau setuju bukan?"

   Hui Giok yang dipanggil sebagai "Hui-taysianeng"

   Baru kaget setelah mendengar perkataan itu, sinar matanya berkeliaran memandang ke sana ke mari, untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah kata.

   Si Berita kilat Hoa Giok yang bersembunyi di balik pohon jadi tidak habis mengerti oleh adegan tersebut, ia tak menyangka di antara Hui-taysianseng dan Sinjiu Cian Hui bisa terjadi hubungan aneh begini.

   Dilihatnya setelah termangu-mangu beberapa saat lamanya Hui taysianseng lantas berkata dengan dingin "Kalau begitu kehendak kalian, terserahlah!"

   Perasaan Koay-sim Hoa Giok sekarang walaupun diliputi ketegangan tapi juga merasa gembira, sebab ia tahu di balik persoalan ini masih tersimpan rahasia yang "tidak dapat dibocorkan kepada orang luar", dan "rahasia"

   Bagi orang lain berarti uang baginya.

   Ia saksikan bagaimana kedua orang laki2 kekar itu menggapit Hui-taysianseng dari kanan dan kiri terus berjalan ke depan.

   Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba langkah kedua orang itu sempoyongan serentak mereka memutar badan sambil membentak "Siapa? Apa?"

   Baru setengah2 bentakannya, tiba-tiba saja kedua orang itu sempoyongan pula dan akhirnya roboh terjungkal.

   Perubahan itu sangat mendadak Koay-sin Hoa Gfbk sampai menutup mulut sendiri agar tidak menjerit kaget.

   Agaknya Hui-iaysianseng juga terkejut oleh peristiwa itu, dia berjongkok dan memeriksa denyut nadi kedua orang itu, kemudian berbangkit sambil melihat telapak tangan sendiri.

   Hoa Giok yang bersembunyi di balik kegelapan diam2 merinding, di bawah cahaya bintang ia lihat kedua tangan Hui-taysianseng berlepotan darah.

   Sambil merentangkan telapak tangannya yang penuh darah itu, Hui-taysianseng memutar badan nya keempat penjuru sambil bergumam "Siapa? Siapa?"

   Malam semakin kelam, hawa terasa dingin, angin yang berembus menggoyangkan ranting dan dedaunan sehingga menimbulkan suara gemerisik.

   Memang sudah banyak kejadian seram dan mengerikan yang pernah dijumpai Koy-sin Hoa Giok sepanjang hidupnya, iapun tahu apa yang terpampang di depan matanya sekarang menyangkut suatu rahasia besar bagi dunia persilatan akan tetapi perasaannya waktu itu betul2 ketakutan dan ngeri sekali, hampir saja dia bangkit berdiri untuk kabur se-jauh2nya.

   Akan tetapi hanya sekejap saja, ketika dia menengadah, di kedua samping Kui-taysianscng tahu2 sudah bertambah pula dua sosok bayangan manusia, kedua sosok bayangan itu tinggi kurus kering menyerupai setan yang mendadak muncul dari bawah tanah, mereka muncul dengan begitu saja tanpa menimbulkan suara apapun.

   hampir saja Ho Gio tidak percaya pada matanya sendiri, tapi ia berusaha mengendalikan rasa kaget dan ngerinya sekali lagi dia memandang ke depan.

   "0 kiranya mereka!"

   Diam2 ia membatin.

   Kedua sosok bayangan yang muncul secara mendadak itu bukan lain adalah Ko-bok dan Hantiok yang tadi masih berdiam di penginapannya, waktu dia berangkat tadi dia tak tahu mengapa kedua orang aneh ini bisa muncul di sini, ia lebih2 tak tahu sebenarnya ada hubungan apa antara mereka dengan Hui tay-sianseng, dilihatnya kedua orang aneh itu sedang mengawasi Hui taysianseng dengan pandangan yang dingin.

   "Anak Ki sakit!"

   Ucapan pertama yang kaku meluncur keluar dan mulut mereka. Hoa Giok terkesiap.

   "Siapa itu anak Ki. Mengapa tengah malam buta begini Ko-bok dan Han tiok berkunjung kemari, bahkan tak segan2 membunuh kedua orang tadi hanya untuk memberitahukan bahwa anak Ki sakit?"

   Dengan keheranan ia memandang pula ke depan, dilihatnya Hui-tay sianseng merasa kaget demi mendengar perkataan itu, air mukanya agak berubah, malahan dengan gelisah lantas bertanya "Kenapa dia sakit? Sakit apa?"

   "Hm... dia sakit lantaran kau!"

   Leng Ko-bok mendengus.

   "Tengoklah dia!"

   Sambung Leng Han-tiok. Koay sim Hoa Giok bagai tenggelam dalam kabut tebal, betapapun cerdiknya juga tak tahu hal lkhwalnya, cuma lamat2 ia dapat menduga "anak Ki"

   Yang dimaksudkan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok itu kemungkinan adalah Tham Bun-ki puteri kesayangan Liong heng-pat ciang, tapi justeru lantaran itu dia semakin bingung.

   "Sudah pasti Hui-taysianseng ini bukan lain adalah bakal Congpiaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam,. sedang semua orang persilatan tahu, tindakan Sin jiu Cian Hui ini, tujuannya tak lain adalah ingin mempersatukan seluruh orang Lok lim di daerah Kanglan agar bersama-sama menghadapi kekuatan Hui liong piaukiok tapi kenapa bakal Congpiaupacu ini justeru punya hubungan dengan Liong-li"

   Tham Bun-ki. Bahkan katanya Tham Bun ki jatuh sakit lantaran dia"

   Ada sementara persoalan yang dianggap sebagai kejadian biasa oleh mereka yang mengetahui latar belakang peristiwa itu, tapi justeru membingungkan orang di luar lingkungan demikian pula keadaan Hoa Giok sekarang.

   Cahaya bintang menyoroti kedua sosok mayat yang berlumuran darah, di samping mayatmayat itu berdiri dua orang aneh serta seorang pemuda yang tampaknya dalam keadaan bingung di tengah keremangan malam, pemandangan semacam itu menambah seramnya keadaan.

   Sementara itu Hui-taysianseng menghela napas setelah tertegun sejenak ia berkata.

   "Aku tak dapat pergi!"

   Diam-diam Koay-sin Hoa Giok manggut "Seandainya aku menjadi dia akupun tak akan pergi."

   Rupanya jawaban itu membangkitkan amarah Leng Ko bok dan Leng Han-tiok. Leng Ko bok tertawa dingin "Hm. Lantaran kau dia jatuh sakit, hanya pergi menengoknya saja kau tak mau?"

   "Hehe, ada sementara orang suka menolak arak kehormatan dan lebih suka arak hukuman, pernahkah kau pikir bahwa hari ini kau dapat menolak untuk pergi?"

   Sambung Leng Han-tiok sambil tertawa dingin.

   Setiap kali Leng Ko-bok dan Leng Han tiok berbicara, suaranya selalu dingin seram bagaikan suara yang berasal dari liang kuburan, kendatipun Koay-sim Hoa Giok bukan orang penakut tidak urung bergidik juga dia.

   Siapa tahu baru saja habis ucapan Leng Han-tiok, mendadak dari balik hutan di kejauhan berkumandang suara seseorang yang nyaring merdu sekata demi sekata diiringi tertawa "Kalau tidak pergi lantas kenapa?"

   Hoa Giok baru sempat mendengar kata "kalau tidak..."

   Tahu2 sesosok bayangan orang melarang tiba dari balik kegelapan, tampaknya tidak cepat tapi lenyap suaranya bayangan itupun sudah melayang tiba di depan mereka dengan entengnya, Hoa Giok adalah orang Kangouw ulung, sekalipun kungfunya tidak terlampau tinggi tapi semua orang yang berhubungan dengan dia rata2 adalah jagoan ternama di dunia persilatan walaupun begitu selama hidupnya belum pernah melihat orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh selihay ini.

   Selagi ia tercengang, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah berseru dengan terkejut "Hah, Kim tong-giok-li"

   Koay-sin Hoa Giok yang memang sudah tegang semakin tergetar demi mendengar nama yang termasyhur itu."

   Cepat dia memandang ke sana, dilihatnya tokoh legendaris dunia persilatan ini adalah seorang perempuan tinggi besar dengan baju panjang tipis sehingga kelihatan garis tubuhnya yang kekar.

   Yang aneh lagi, dipunggung perempuan ini menggendong sebuah keranjang kuning dan di da lara keranjang meringkuk seorang laki2 kerdil berbaju warna emas, meski tidak jelas wajahnya di pandang dari jauh, tapi samar2 terlihat laki2 dalam keranjang yang mirip anak kecil itu sel


Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long

Cari Blog Ini