Ceritasilat Novel Online

Pisau Kekasih 1


Pisau Kekasih Karya Gu Long Bagian 1


PISAU KEKASIH Karya Gu Long Saduran . Ynt/Liang YL Editor . Adhi H Sumber DJVU . Manise Convert, edit, Ebook oleh . Dewi KZ

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com/
http.//dewikz.byethost22.com/
http.//cerita-silat.co.cc/
http.//ebook-dewikz.com

   Jilid KE SATU Lim Leng-ji telah datang Jika kau belum pernah bertemu dengan Lim Leng-ji, maka kau hanya orang biasa seperti kebanyakan orang.

   Jika kau melewatkan kesempatan baik bertemu dengan Lim Leng-ji, maka kau adalah orang yang sangat bodoh.

   Jika kau bertemu dengan Lim Leng-ji dan tidak merasa silau atau takjub, mungkin kau seorang yang buta atau idiot.

   Jika kau bertemu dengannya dan langsung berpikiran kotor, tidak bisa berkata-kata, kau pastilah seekor babi.

   Orang-orang berkata inilah cermin diri Lim Leng-ji.

   Jika kau bisa bertemu dan duduk berdampingan dengan Lim Leng-ji, kau pasti akan segera terpikirkan, berapa besarkah uang yang harus dikeluarkan hanya untuk bisa duduk sambil berbicara dengannya? Kau pasti akan lebih berpikir barang berharga yang paling berharga bagaimana, agar bisa membuat kita menjadi tamu istimewanya? Benarkah Lim Leng-ji adalah wanita yang seperti itu? Tentu saja semua ini harus melalui penyelidikan terlebih dahulu, baru kita bisa tahu.

   Kereta Lim Leng-ji masih belum memasuki jalan utama di kota Koh.

   Tapi orang yang lalu lalang di jalan utama kota itu sudah mengumumkan bahwa Lim Leng-ji sudah datang.

   Orang yang masih lalu lalang di sepanjang jalan utama kota itu pun langsung memasuki toko-toko dan rumah makan yang berada di dua belah sisi sepanjang jalan itu, dan para pedagang kaki lima pun memindah-kan barang dagangannya ke sudut-sudut jalan.

   Jalan utama kota itu langsung menjadi sepi.

   Tidak ada panji dan payung kipas juga tidak ada suara pukulan gong yang mengiringi, padahal dalam satu hari penuh, malam hari adalah waktu yang paling ramai dan penuh orang tetapi jalanan itu sekarang malah sangat sepi.

   Bagaikan bak cat yang dipenuhi warna, kedua sisi kereta itu bertatahkan giok dan emas serta ditarik oleh sepasang kuda, kereta itu memasuki jalan utama tersebut.

   Suara derit kereta kuda telah menenggelamkan bunyi suara yang lainnya.

   Saat itu di setiap sudut jalan hanyalah terlihat kepala- kepala orang yang terjulur keluar melalui pintu dan jendela toko-toko yang ada di sekitar jalan itu, mengikuti gerakan kereta kuda yang datang.

   Namaku Wie Kai Seorang laki-laki yang kira-kira berumur 27-28 tahunan, berpakaian seperti umumnya tapi memiliki senyum yang sangat menawan hati orang di sekitarnya.

   Anak muda ini sangatlah menarik perhatian orang, karena dia sedang berdiri di tengah jalan utama itu dan menghadang kereta kuda.

   Parasnya serta sikap-nya sangat menarik perhatian orang.

   Entah benar-benar kurang ajar atau menghina.

   Kata orang, cara mencari perhatian adalah melakukan sesuatu yang hendak dilakukan orang lain tapi belum sempat dilakukan, atau melakukan sesuatu yang orang lain tidak berani melakukannya.

   Tapi jika kau melakukan sesuatu yang tidak berani dilakukan orang lain, justru pada akhirnya akan menimbulkan rasa iri hati atau cemburu.

   Hanya saja melihat kesantaian, kekurang-ajaran, serta senyum menawan anak muda ini, orang-orang yang sedang naik darah pun pasti akan segera reda marahnya.

   Siapakah gerangan anak muda ini? Pakaiannya tidak gemerlapan, sikapnya juga tidak tampak serius, malahan cenderung bersifat berandalan.

   Tapi hanya sedikit orang yang tahu apakah harus menganggukkan kepala terhadapnya atau malah menggelengkan kepala.

   Mungkin kemunculannya bisa dipandang sebagai hasil keberuntungan yang tidak terduga.

   Kejahatan manusia justru biasanya dilandasi oleh alasan yang lemah ini.

   Sekarang anak muda ini malah memusatkan pandangannya.

   Kereta kuda itu memasuki kota dengan perlahan lahan.

   Anak muda itu sedang berdiri menghalangi jalan.

   Jika kereta itu adalah kereta yang membawa raja, maka perbuatan ini bisa disebut dengan pemberontak.

   Tiba-tiba dia mengangkat tangannya, berseru.

   "Oi! Nona Lim Leng-ji yang ada di dalam kereta!"

   Sikapnya ini bukan hanya kasar, tetapi juga gegabah dan kekanak-kanakan.

   Tapi saat itu tidak ada seorang pun yang mau menasehatinya, malah berharap kesalahan yang dilakukannya mendapat reaksi.

   Tentu saja inipun yang menjadi isi hati setiap orang.

   Laki-laki yang menjadi kusir kereta itu tampak sangat kuat, kelihatannya dia menangkap sebagai pengawalnya juga.

   Sekali menghela cemeti, di udara langsung keluar percikan api dari lecutan cemeti itu dan kemudian menyerang anak muda itu.

   Paling tidak ada sebagian orang pasti bertanya-tanya apakah serangan itu bisa mengenai anak muda itu atau tidak.

   Di dunia ini kebanyakan orang pasti berpikiran seperti itu, bahkan jika anak muda itu berpikiran rasional, pastilah akan berpikiran seperti itu juga.

   Anak muda itu mengeluarkan tangannya, dengan tenang menahan serangan cemeti yang membabi buta.

   Hanya ada beberapa orang yang benar-benar bisa melakukan perbuatan itu dengan baik.

   Pengemudi kereta yang keretanya sedang menghadap kearah matahari terbenam itu sangat marah sampai muka dan telinganya merah, karena serangan cemetinya bisa ditahan.

   Sebelah tangan anak muda itu mencengkram cemeti itu dan mengangkat tangan yang sarunya lagi sambil berseru.

   "Lim Leng-ji Siocia yang ada di dalam kereta, ijinkan aku melihatmu?"

   Tidak akan ada seorang pun yang percaya bahwa tirai kereta itu akan terbuka.

   Sebab di dalam kereta itu memang ada Lim Leng-ji.

   Walaupun orang yang berpikiran seperti itu jumlahnya sangat banyak, tetapi tetap saja di antara orang yang berada dipinggir sepanjang jalan itu, ada yang mendekati depan kereta, mereka tidak mau melewatkan peristiwa yang langka yaitu terbukanya tirai kereta itu.

   Prilaku seperti ini dengan anggapan bahwa tirai kereta itu tidak mungkin akan terbuka, benar-benar sangat bertolak belakang.

   Kombinasi yang bertentangan.

   Itulah kehidupan manusia.

   Ini pastilah hanya kebetulan, tirai kereta itu perlahan- lahan terbuka.

   Pakaian yang berwarna putih yang membung-kus kulitbagaikan salju.

   Benar-benar tidak akan ada orang yang merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda pada dirinya dibandingkan dengan wanita lainnya.

   Tetapi pada saat yang bersamaan tidak ada satu orang pun yang pernah menjumpai wanita yang secantik dirinya.

   Lim Leng-ji benar-benar Lim Leng-ji.

   Ada banyak wanita di dunia ini yang bisa menggetarkan hati orang, tetapi mereka bukanlah Lim Leng-ji.

   Di dunia ini ada dua jenis wanita yang tidak mungkin menerima kecemburuan yang sama, jika bukan wanita yang sangat jelek pastilah wanita sangat cantik.

   Dandanan yang menarik saja tidak cukup untuk melukiskan tentang dirinya.

   ^ Mereka saling memandang satu sama lainnya.

   Dia mungkin satu-satunya pria yang tidak memiliki rasa rendah diri, tetapi jantungnya tetap saja berdegup.

   Dia percaya jika detak jantung dari orang-orang yang berada di keempat penjuru kereta itu disatukan, suaranya pasti lebih keras dibandingkan dengan tambur besar yang dipukul sekuat tenaga.

   Pandangan matanya sangat tajam juga sangat serakah, sungguh salah satu jenis pandangan mata pria yang paling dibencinya.

   Tapi tiba-tiba dari matanya muncul pandangan yang berbinar-binar.

   Anak muda itu menggosok-gosok ujung hidung nya sambil berkata.

   "Namaku Wie Kai!"

   Dia tidak bisa mengerti makna kata-kata yang terkandung dalam pandangan mata Lim Leng-ji, tetapi sepertinya ada perasaan yang saling mengenal satu dengan lainnya.

   Jika tidak, bagaimana mungkin mereka bisa saling memandang seperti itu? Mereka seperti orang yang pernah bertemu di dalam mimpi saja.

   Kusir kereta yang bak pengawal itu tiba-tiba saja muncul di samping anak muda itu.

   Walaupun orang ini sekujur rubuhnya dibalut oleh busana yang indah, tetapi orang yang bermata tajam dengan sekali lihat pasti langsung tahu kalau dia adalah orang yang hanya patuh akan perintah.

   Kepribadian yang seperti itu sudah tidak bisa dibuang juga tidak bisa dirubah.

   Orang itu berkata kepada Wie Kai.

   "Namamu Wie Kai, betul tidak?"

   "Aku baru saja mengatakan pada nona Lim Leng-ji."

   Jawab Wie kai sambil tertawa. Kata kusir itu.

   "Di Ta-ih-tu-hong (wisma judi Ta-ih), kau telah berhutang pada tuan mudaku sebanyak 320 tail."

   "Tuan mudamu?"

   Tanya Wie Kai dengan tanpa menghilangkan senyum di mukanya.

   Kusir itu membalikkan tubuhnya dan di atas undak- undakan batu di depan sebuah kedai arak berdiri seorang yang berpakaian indah dan menonjol.

   Penampilannya menunjukkan bahwa dia orang yang bermartabat dan air mukanya serius sehingga orang mana pun, hanya dengan melihat sekilas pasti langsung percaya bahwa dia adalah tuan muda yang berasal dari keluarga kaya atau pemuda dari keluarga yang terhormat.

   Hanya saja anak muda ini dengan Wie Kai adalah dua jenis orang yang berbeda.

   Wie Kai orangnya tampan, pembawaannya santai, bebas, ada sedikit sifat berandalan, tetapi malah justru menarik perhatian orang terutama di saat dia tertawa.

   Hanya melihat tawanya, biarpun makan malam tidak ada semangkuk nasi, juga akan terasa seperti berada di langit ke sembilan.

   Wie Kai menoleh dan memandang anak muda yang bermuka serius itu, lalu tiba-tiba berkata.

   "Benar-benar orang yang berpendidikan."

   Akulah Loo Cong Anak muda yang bermuka serius itu maju ke depan seraya menyatukan kedua tangan di depan dadanya.

   "Margaku Loo dan namaku adalah Cong. Terhadap sikap budakku yang tidak sopan, harap Wie-heng jangan masukkan ke dalam hati."

   Wie Kai berkata.

   "Jika ingin menagih hutang, mengapa anda harus bersikap misterius seperti itu?"

   Uang sebanyak 320 tail bukanlah jumlah yang sedikit, orang yang bermata tajam pasti bisa melihat bahwa di tubuh Wie Kai tidak akan ada uang sebesar 320 tail.

   Saat itu Wie Kai membuka kepalan tangannya dan kusir kereta menarik kembali cemeti yang terjulur tadi.

   Walaupun sedang membicarakan masalah 'pengembalian hutang', tapi di bawah tatapan banyak orang dia sama sekali tidak mengingkarinya.

   Padahal ada sebagian orang sedang mencemas kannya, juga ada sebagian lagi yang berharap melihat gurauannya.

   Pelayan yang jahat ini sengaja membuatnya malu di depan Lim Leng-ji, tapi majikannya sama sekali tidak peduli.

   Kejadian yang memalukan, kali ini sudah tidak bisa dihindari lagi.

   "Harap kata-katanya jangan Wie-heng masukan ke dalam hati!"

   Kata Loo Cong lagi.

   Hati Wie Kai terasa sangat gugup, tapi dia tetap bersikap tenang.

   Lagipula tirai kereta sudah diturunkan kembali, tetapi dia percaya, Lim Leng-ji yang berada di balik tirai krrt'hi itu tetap memperhatikan dirinya.

   Wie Kai adalah orang yang sangat pintar dan rkatan, karena itu dia bisa setiap saat mengeluarkan tawa y.mj; inc- nggetarkan hati setiap orang.

   Pandangan mata Wie Kai menyapu ke empat penjuru, lalu tiba-tiba pandangan matanya jatuh pada seorang gadis yang berdandan sederhana dan memiliki sepasang mata yang besar, yang berjarak 5-7 langkah darinya.

   Saat itupun dia merasa bahwa hai yang menjengkelkan seperti ini sudah berkurang setengah-nya.

   Tawanya malah semakin gembira dan semakin membingungkan orang.

   Dia melambaikan tangannya kepada gadis itu.

   Gadis itu layak kenalannya atau pun anggota keluarganya saja.

   Tapi...

   mengapa gadis yang bermata besar itu justru malah datang menghampiri? Padahal mereka berdua sama sekali tidak saling mengenal, paling tidak belum pernah sekali pun bertegur sapa.

   Lalu mengapa setelah dia terperanjat malah datang menghampirinya.

   Sesudah datang mendekat, barulah gadis itu sadar dan bertanya kepada dirinya sendiri.

   Mengapa aku mau datang mendekatinya? Benar-benar tidak bisa dimengerti! Wie Kai melambai-lambaikan tangan dengan muka yang senang berkata.

   "Tolong berikan uangnya pada Lpo-heng ini!"

   "Aku?"

   Gadis yang bermata besar itu bertanya dengan suara kecil.

   Wie Kai mengangguk-anggukkan kepalanya dan wajahnya tidak berubah sedikit pun.

   Memperlihatkan uang sebesar 320 tail, berkeping-keping uang saja, kenapa harus sampai ribut-ribut segala? Pembawaan gadis bermata besar itu sangat tenang, bagaimana pun juga mereka adalah manusia yang sudah berpengalaman dalam kehidupan ini.

   Dari ke empat penjuru jalan tidak terdapat banyak orang yang mengamati mereka berdua.

   Jika mereka berdua hendak adu keras kepalan, mereka benar-benar jagoan.

   Gadis bermata besar itu berkata dengan suara kecil.

   "Walaupun aku bisa menolongmu, tapi dengan sikapmu yang seperti ini, mengapa aku harus menolongmu?"

   Suaranya sangatlah kecil sehingga hanya mereka berdua saja yang bisa mendengarnya. Wie Kai mengangkat tangannya sambil berkata dengan suara kecil.

   "Karena namamu Hong Ku!"

   "Kalau aku Hong Ku, memangnya kenapa?"

   "Sebab Hong Ku adalah Sam-jiu-Koan-in (Dewi Kwan- in Bertangan Tiga)."

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalau Sam-jiu-Koan-in, memangnya kenapa? Apa urusannya denganmu?"

   Walaupun di mulutnya mengatakan 'apa urusan mu', tetapi raut wajahnya tersenyum.

   Meski Wie Kai sedang memohon uluran tangan orang, tetapi raut wajahnya sama sekali tidak berubah dan tetap saja tersenyum, seperti layaknya seorang pelayan perempuan yang bersedia melakukan apa pun demi kepentingan majikannya.

   "Walaupun memang bukan urusanku, tapi tadi saat kau melakukan beberapa 'transaksi jual beli", aku adalah satu- satunya saksi mata.."

   Kata Wie Kai. Raut wajah Hong Ku sedikit berubah.

   "Kau?"

   Wie Kai berkata sambil berbisik.

   "Di tubuhmu ada sebuah kalung emas, selem-bar kertas uang (cek), dan sebuah tutup kepala dari batu giok yang sangatmahal."

   Raut wajah Hong Ku langsung berubah.

   "Kau!"

   "Setiap kali melakukan aksinya selalu bersih dan rapi, nama Sam-jiu-Koan-in benar-benar memiliki prestasi yang patut dibanggakan!"

   Tiba-tiba Hong Ku mengeluarkan tawa yang manis, seperti layaknya pelayan yang dipuji oleh majikannya, katanya.

   "Siau-kai, kau benar-benar hebat! Aku sungguh mengaku kalah olehmu!"

   Wie Kai menundukan kepalanya, berkata.

   "Terima kasih! Aku akan segera mengembalikannya."

   Hong Ku segera mengeluarkan selembar cek dan memberikannya kepada Loo Cong sambil berkata.

   "Di jalan menagih hutang, ternyata dalam keluarga terhormat juga diajarkan cara menagih hutang seperti ini."

   Loo Cong hanya tertawa, menggerakan rahang nya, memberi tanda memanggil kepada bawahannya. Wie Kai mengepalkan tangannya di depan dada sambil berkata.

   "Loo-heng, aku keluar rumah biasanya sangat jarang membawa uang, jika saja pembantuku tidak berada di sini, aku benar-benar merasa tidak enak."

   Hong Ku juga bukanlah orang sembarangan.

   Untuk pertama kalinya dia diperas orang dengan menggunakan kelemahannya, belum lagi dianggap sebagai pembantu orang lain.

   Hanya saja dia adalah seorang yang tahan banting alias berkepala dingin, jika membantu orang pasti sampai tuntas, jadi dia hanya bisa mempertahan-kan status 'pembantu' nya sambil tertawa kecut.

   Siapa suruh namanya dipanggil Wie Kai.

   Orang lain boleh saja tidak mengenal Wie Kai, tetapi perbuatan mereka ini mana bisa dibiarkan? Loo Cong bersoja sambil berkata.

   "Tadi aku sudah katakan, jangan dimasukkan ke dalam hati!"

   Dari begitu banyak orang, sebenarnya ada berapa banyak orang yang tahu, saat ini akan ada berapa banyak episode? Mungkin hanya Loo Cong yang tahu.

   Ada kemungkinan Lim Leng-ji juga tahu.

   BAB I BAGIAN I Segala sesuatu yang ada di kota kuno ini cukup baik, bahkan kebaikan hati orang-orangnya juga sangat terasa.

   Hanya ada satu yang tidak baik yaitu jika tidak ada angin maka tingginya tanah bisa mencapai 3 kaki, jika ada hujan maka sepanjang jalan pasti penuh lumpur.

   Bukankah ada pepatah mengatakan hujan di musim semi lebih berharga daripada minyak? Tetapi jika hujan terus turun selama 3 hari 3 malam lamanya, maka lorong kecil ini pun pasti berair dan berlumpur.

   Tetapi sebagian besar rumah penggadaian yang ada di dunia ini justru berada di lorong kecil ini.

   Baru saja Wie Kai hendak mengeluarkan labu air giok dari dalam kantongnya, saat itu dia melihat rumah penggadaian menutup pintunya.

   Bisa dibilang pada awalnya dia berpikir hendak menggadaikan labu air giok itu ke rumah gadai.

   Tetapi akhirnya Wie Kai tetap kembali ke kamar kecilnya dengan muka tersenyum.

   "Cuh..."

   Terdengar suara orang, membuang ludah.

   Di atas sebuah meja kecil terdapat lima buah makanan yang dipanggang yang terdiri dari setengah ekor ayam panggang dan kacang lima bumbu.

   Dia segera duduk di sebelah meja kecil itu dan mengambil lentera yang ada di atas meja.

   Di atas meja itu juga terdapat selembar kertas yang di atasnya tertulis.

   ' Makanan ini mengandung racun, jika kau tidak berani memakannya, maka kau bukan Wie Kai.

   Di pojok bawah kertas itu tertulis huruf 'Lim'.

   Tulisannya sangat indah dan ditilik dari caranya menulis, dia pasti orang yang pernah belajar silat.

   Wie Kai malah mendaratkan ciuman di atas kertas itu, lalu mulai makan sepuasnya.

   Wie Kai sama saja dengan kota kuno ini, semuanya baik, hanya ada satu yang tidak.

   Dia tidak pandai mengendalikan uang.

   Menjadi orang budiman sampai titik darah penghabisan merupakan gambaran yang indah bagi-nya, dan jika dia menginginkan kehidupannya menjadi lebih nyaman dan enak sedikit, baginya itu semudah membalikkan telapak tangan saja.

   Sesudah kenyang, barulah dia bersiap-siap untuk masuk ke alam mimpi.

   Maka dalam sekejap mata dia langsung tertidur.

   Jika malam ini tidak tidur, mana ada tenaga untuk esok hari.

   Bisa dikatakan di sisi lain, dia itu mirip seperti layaknya anak orang kaya.

   Entah sudah berapa lama dia tertidur, tiba-tiba dia terbangun.

   Ini adalah salah satu hal yang mencengangkan orang, mau tidur langsung tidur, mau bangun langsung bangun.

   Walaupun saat itu kamar kecil itu tidak ada cahaya lentera, tetapi dia bisa melihat ada bayangan orang yang berdiri di sebelah meja kecil itu.

   Wie Kai berkata.

   "Sobat, kau datang bukan pada waktu yang tepat."

   Orang ini berusaha menghampiri mulut jendela, tetapi Wie Kai langsung menghadang di depan mulut jendela itu.

   Kedua orang itu tidak bergerak sedikit pun, mereka saling mereka-reka gerakan yang bakal dilaku-kan pihak lawan.

   Tiba-tiba orang ini menghampiri ranjang dan malah berbaring di atasnya.

   Tindakan ini malah membuat Wie Kai termangu, begitu dia menghampiri ranjang, orang itu langsung menyemburkan sejenis serbuk dari tangan-nya.

   Wie Kai tidak bisa tidak harus menghindar dan dalam sekejap mata pihak lawan langsung melarikan diri lewatjendela.

   Melihat ilmu meringankan tubuh orang itu, Wie Kai jadi tidak ingin mengejarnya.

   Serbuk yang disemburkan melalui tangan orang tadi ternyata adalah kulit kacang yang berada di atas meja kecil yang berasal dari kacang yang dimakan-nya tadi.

   Kulit kacang yang begitu ringan bisa mengeluarkan suara.

   "Set... set..."

   Dia menyalakan lentera dan melihat kamar kecil yang seperti tidak ada penghidupan itu, semua sama sekali tidak ada yang berubah, hanya ada selem-bar kertas yang hilang.

   Apakah orang itu datang hanya demi selembar kertas itu? Tentu saja, orang ini bisa membawa pergi kertas itu tanpa harus menyalakan lentera, bisa ditebak orang itu pasti datang karena benda ini.

   Bisa dilihat betapa pentingnya kertas itu bagi orang itu.

   Di daerah ini, tulisan yang ditulis oleh Lim Leng-ji sendiri jika dibawa ke rumah gadai untuk digadaikan, bisa dihargai beberapa puluh tail.

   Di saat itu tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu.

   Jika di pemukiman kumuh terjadi keributan maka tidak akan ada orang yang bertanya, tetapi Wie Kai adalah pengecualian.

   Malam ini, ditempat ini tiba-tiba menjadi ramai.

   Tempat ini hanyalah kamar kecil dari kayu yang terdapat di sudut kota ini.

   Walaupun kau mengirimkan tandu guna mengundang datang Sam-jiu-Koan-in Hong Ku, takutnya dia tidak akan memandang sebelah mata pun ke kamar kecil ini.

   Sebenarnya Lim Leng-ji itu membawa keberuntungan atau malah kesialan baginya.

   "Ada apa?"

   Sahut Wie Kai. Orang yang berada di luar pintu itu berkata.

   "Aku Yo Lim, petugas keamanan yang ber-patroli di Kabupaten Lu-lam-kong, sengaja datang untuk bertemu dengan Wie-tayhiap."

   Wie Kai bukan saja tidak pernah mendengar nama orang ini sekalipun, bahkan jabatannya apa pun dia sama sekali tidak tahu.

   Pada jaman dinasti Beng, petugas keamanan (Sun-cian) tugasnya hampir sama dengan penjaga keamanan yang bertugas menyelidiki suatu masalah atau kasus.

   Wie Kai belum pernah berhubungan dengan orang seperti ini sebelumnya.

   Tetapi dia membukakan pintu juga untuknya.

   Pakaian yang dikenakan Yo Lim sangat praktis, orangnya pun sederhana, sama sekali tidak terlihat tampang seperti pegawai pemerintah.

   Wie Kai mempersilahkan tamunya duduk lalu berkata.

   "Kamar ini terlalu kecil."

   Yo Lim berkata.

   "Seperti pejabat mengendarai kuda kurus, kerendahan hati Wie-tayhiap sangat menyentuh hati."

   Di gedung pemerintah kabupaten ini, anggota nya hanya terdiri dari tiga orang saja, selain Bupati, juga ada kuli tinta yang hanya bertujuan untuk mengisi perutnya saja dan sesuai dengan nama mereka, Cian-kok (lembah uang) dan Bun-ang (menutupi perkara).

   Petugas keamanan ini memiliki gaya bicara yang bisa membuat kecemasan Wie Kai berkurang.

   Wie Kai berkata.

   "Jika Yo-heng ada keperluan, mengapa tidak langsung bicara saja?"

   "Di hadapan Wie-tayhiap mana mungkin aku boleh berkata sembarangan?"

   Wie Kai semakin tidak mengerti untuk apa petugas keamanan ini datang mencari dia? . Yo Lim mengeluarkan sebuah kertas yang hurufnya ditulis dengan darah, menaruhnya dengan sopan di hadapan Wie Kai sambil berkata.

   "Silahkan Wie-tayhiap periksa." 'Tentang Lim Hujin yang merupakan orang pesimis serta telah memutuskan hubungan dengan kehidupan dunia luar, itu adalah urusan pribadinya, orang luar untuk apa ikut campur?' Huruf di atas kertas itu bertuliskan seperti itu. Wie Kai mengusap-usap belakang kepalanya, dia sedang berpikir apakah dia sedang bermimpi, bahkan dia sampai harus berurusan dengan petugas keamanan segala. Orang yang bernama Yo Lim inipun mengeluarkan sebuah Ki-jiu dan menaruhnya di hadapan Wie Kai. Wie Kai tiba-tiba merasa bahwa dia telah menjadi seorang tersangka pembunuhan, bagi manusia dan hewan, yang telah melakukan kesalahan dan harus menerima hukumannya. Tiba-tiba Wie Kai tertawa dan berkata.

   "Petugas Yo, apa hubungannya ini dengan diriku?"

   Yo Lim tertawa,tampak mukanya seperti kain sutera yang kusut oleh tangan, lalu berkata.

   "Aku merasa memang ada sedikit hubungan-nya dengan dirimu."

   Wie Kai memandang padanya, melihatnya baik baik untuk menentukan apakah dia benar-benar tidak salah mengenali dirinya. Wie kai bertanya.

   "Ada sedikit hubungannya denganku?"

   "Hanya sedikit, lagi pula kejadiannya baru hari ini terjadi."

   Lagi pula kejadiannya baru hari ini terjadi! Wie Kai segera menjulurkan tangannya dan mengusap jidatnya untuk memeriksa apakah dirinya panas atau tidak. Tetapi Wie Kai tetap saja mempertahankan mimik tersenyum di wajahnya sambil berkata.

   "Apa yang sebenarnya telah terjadi?"

   "Lebih baik kita tidak membicarakan masalah itu terlebih dahulu, apakah Wie-tayhiap mengenal istri Lim Put-hoan?"

   Jantung Wie Kai langsung berdegup kencang, lalu dia menjawab.

   "Aku pernah mendengarnya."

   Tiba-tiba Yo Lim tertawa terkekeh-kekeh lalu berkata.

   "Wie-tayhiap hanya pernah mendengarnya?"

   Wie Kai mengangkat tangannya sambil berkata.

   "Selain pernah mendengarnya, apa lagi yang harus aku ketahui?"

   "Mestinya bisa tahu sedikit lebih banyak."

   Lagi-lagi Wie Kai mengusap-usap belakang kepalanya sambil berkata.

   "Apakah Yo-heng bisa bicara lebih jelas lagi, apa yang dimaksud dengan perkataanmu tadi?"

   Yo Lim menjawab.

   "Bisa, tentu saja bisa. Apakah Wie-tayhiap mengira Lim hujin telah memutuskan hubungan dengan dunia luar?"

   "Dia?"

   Tanya Wie Kai.

   "Waktu Lim Put-hoan meninggal dunia, dia baru saja berusia 27 tahun 8 bulan."

   "Wah, ingatanmu boleh juga."

   "Nama besar hujin beserta... beserta teman-nya... Apakah Wie-tayhiap benar-benar tidak pernah mendengarnya?"

   Tiba-tiba Wie Kai bertanya kepada Yo Lim.

   "Petugas Yo, menurutmu apakah kedua mata kita ini sedang bermimpi atau kita yang sedang bermimpi?"

   Yo Lim tertegun sejenak, lalu berkata.

   "Wie-tayhiap benar-benar pandai bergurau."

   Wie Kai menjentik-jentikkan jarinya sampai mengeluarkan bunyi "ctak.. .ctak...", lalu berkata.

   "Bagaimana kalau sekarang kita bicarakan tentang masalah Lim hujin?"

   "Hujin adalah orang yang senang mengoleksi barang- barang antik, kabarnya nyonya telah menerima barang mihk Yo Kui-hui (selir) berupa pispot yang telah digunakannya bertahun-tahun yang lalu, kemudian setelah menyadari bahwa barang itu ternyata palsu, dia memutuskan hubungan dengan siapa pun."

   "Bukankah Lim hujin adalah orang yang sangat kaya?"

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tanya Wie Kai.

   "Benar, menurut perkiraan orang, kekayaannya mencapai seratus tiga puluh juta tail, pendapatan negara tahun kemarin saja baru mencapai delapan puluh tujuh juta tail."

   Wie Kai berkata.

   "Sudah begitu kayanya, tetapi hanya karena sebuah pispot saja dia sampai tega memutuskan hubungan dengan siapa pun?"

   Yo Lim buru-buru menjawab.

   "Justru itulah yang membuatku tidak bisa mempercayainya."

   Wie Kai kembali lagi ke masalah yang semula.

   "Apakah kau merasa bahwa aku ada hubungan nya dengan kasus ini?"

   Yo Lim bertanya dengan serius.

   "Kalau Wie-tayhiap sendiri sebenarnya siapa?"

   "Aku siapa?"

   Yo Lim mengepalkan tangannya, berkata.

   "Sesudah ceritaku selesai, aku sendiri akan memberitahukan pada Wie-tayhiap tentang hubungannya dengan kasus ini."

   Wie Kai berkata.

   "Lim hujin sangat muda tetapi tetap menjanda bahkan tidak pernah menikah lagi, benar-benar setia dan patut dipuji."

   Yo Lim tertawa pahit sambil berkata.

   "Kekayaannya begitu banyak,- bahkan disisinya seringkali ada 3-4 orang Siau-pek-lan (pacar gelap), untuk apa menikah lagi?"

   "Siau-pek-lan tiga kata itu biasanya jarang digunakan orang,"

   Kata Wie kai. Yo Lim berkata.

   "Kenyataannya semua adalah penjilat."

   "Masa yang bermuka agak hitam sedikit pun tidak ada?"

   "Tidak ada."

   "Sepertinya hujin tidak pernah mendapatkan piagam keperawanan."

   "Wie-tayhiap lagi-lagi bergurau."

   "Apakah yang mendapatkan piagam keperawanan itu pasti perawan?"

   "Pertanyaan ini rasanya sama saja dengan apakah orang yang bunuh diri itu karena merasa hidup ini sudah cukup, suatu pertanyaan yang sulit dijawab. Di desa asalku ada wanita yang pernah mendapatkan piagam keperawanan, kata orang tumit kakinya penuh dengan bekas luka."

   Wie Kai terkesiap, tidak menyangka bahwa untuk mendapatkan piagam keperawanan begitu penuh perjuangan. Yo Lim mengira Wie Kai tidak dapat menang kap kata- katanya, jadi dia berkata lebih lanjut.

   "Pada musim semi waktu suhu udara mulai naik, mau tidak mau harus menggunakan tusukan untuk mencocokkan tumit kaki, untuk memadamkan api (hasrat)."

   Api ini mungkin api yang paling hebat di dunia, begitulah pemikiran Wie Kai.

   "Di antara 3-4 orang yang di samping hujin, tentu ada satu yang paling disayang, iya kan?"

   "Orang ini she Liauw dan bernama In. Bertahun-tahun yang lalu seorang hweesio Lama pernah berkata dengan misterius, katanya ada hubungannya dengan yang menerima kasih sayang-nya."

   Jawab Yo Lim "Apakah orangsheLiauw masih ada?"

   "Seharusnya masih ada, orang ini sudah berkeluarga dan malahan istrinya adalah seorang dukun beranak."

   "Jika Lim Hujin ingin mencari orang untuk disayang, harusnya mencari yang masih bujangan."

   "Setelah Lim Hujin melahirkan seorang anak perempuan, hubungannya dengan Liauw In menjadi renggang, bahkan ada orang yang mengatakan kalau Liauw In sudah menghilang."

   "Petugas Yo, dilihat dari perkataanmu seperti-nya ini sebuah kasus pembunuhan, lalu apa hubungan-nya dengan diriku?"

   "Ini harus kembali ke pokok permasalahannya. Wie- tayhiap kenal dengan Lim Leng-ji?"

   Wie Kai malah menjawab.

   "Apa aku masih kurang meyakinkanmu?"

   "Jika tidak saling kenal, siapa yang bisa menghadang kereta di tengah jalan dan begitu memanggil dia langsung membuka tirai keretanya?"

   Kata Yo Lim Wie Kai juga agak sedikit bingung, tapi apa yang bisa dia katakan. Yo Lim berkata lagi.

   "Kata orang Lim Leng-ji adalah anak dari Lim Put-hoan, Lim hujin."

   Wie Kai terdiam sebentar, lalu bertanya.

   "Lalu apa hubungannya?"

   "Hari ini di jalan, majikan dari pengawal yang kejam yang menagih hutang padamu juga ada hubungannya dengan kasus ini."

   "Loo Cong?"

   YoLim mengangguk-anggukkan kepalanya.

   Bukannya Wie Kai ingin main-main karena tidak ada pekerjaan, tetapi dia jelas-jelas tidak pernah mengenal Lim Leng-ji, pertemuan hari ini justru merupakan pertemuan yang pertama.

   Jika dia tidak salah, makan malam hari ini Lim Leng-ji juga yang mengantarkannya.

   Dia tidak berani seenaknya menentukan bahwa antara dia dan Lim Leng-ji sama sekali tidak ada hubungan apa pun, hanya saja sama seperti impian yang sudah lama, hanya teringat sedikit bayangannya saja.

   "Petugas Yo adalah pengawal keamanan yang bertugas di Kabupaten Lu-Iam-kong, tetapi kenapa malah sampai bertugas di kota Koh ini?"

   Kata Wie Kai Wie Kai menggosok-gosokkan belakang kepalanya sambil berkata.

   "Bukankah masih ada satu orang lagi?"

   Yo Lim tertawa tapi tidak menjawabnya. Sambil menggosok-gosok bagian bawah hidung nya sendiri, Wie Kai berkata.

   "Aku juga kan?"

   Yo Lim lagi-lagi menggangguk-anggukkan kepalanya.

   "Lalu apa peranku dalam kasus ini?"

   "Tentu saja kalau bukan muka merah mungkin muka hitam."

   "Apa maksudnya itu?"

   "Di dalam sandiwara opera, orang yang memegang peranan penting selalu bermuka merah atau hitam."

   "Wie-tayhiap, pada dasarnya Lim Put-hoan memang orang yang berasal dari Kabupaten Lu-lam-kong, kasus ini tentu saja ditangani oleh Kabupaten Lu-lam-kong. Hanya saja orang-orang yang memiliki peranan dalam kasus ini selalu saja bergerak, tentu saja aku pun tidak bisa tinggal diam."

   "Siapa yang meninggalkan Ki-jiu dan kertas ini?"

   Kata Wie Kai "Tidak tahu, tetapi ada orang yang menulis surat padaku yang berkata tahu tentang seluk beluk kasus ini dan orang itu ingin dibayar 500 tail. Aku pergi mencari orang itu tetapi orang i tu malah menghilang."

   "Kau tidak pergi sambil membawa uangnya?"

   Kata Wie Kai "Aku membawa uang kertas, ini adalah alamat orang itu."

   Sebuah surat ditaruh di atas meja.

   Wie Kai melihat-lihat tulisan yang ada di atas kertas itu, langsung bisa menebak orang rendah macam apa orang itu.

   Orang itu menandatangani surat itu dengan guratan yang sulit, namanya sama sekali tidak dikenal.

   -oo0dw0oo- BAB II Langit baru saja gelap.

   Kelihatan sekali pondok kayu kecil ini semakin kecil dan semakin reyot.

   Walaupun anjing piaraan milik keluarga kaya sekali pun tidak akan tinggal di kandang yang seperti ini.

   Perasaan Wie Kai sedikit banyak bisa mengerti perasaan orang yang tinggal di tempat seperti ini.

   Orang yang tinggal di kamar seperti ini, jika bukan karena sangat miskin, pastilah orang yang sudah tidak punya harapan lagi.

   Seorang yang membuat dirinya bejat, cemar dan kacau, itu adalah lambang dari diri orang ini.

   Pintu kamar pondok kayu itu sangat reyot, sekali disentuh langsung terbuka.

   Begitu orang masuk ke dalam kamar ini, pasti langsung tersedak oleh bau yang aneh.

   Kamar yang ditinggali Wie Kai saja sudah cukup buruk.

   Tapi di tempat ini orang pasti langsung terpikir kan akan tempat tinggal seekor babi.

   Dia mengangkat lentera tinggi-tinggi dan memandang sekeliling kamar itu dengan matanya yang besar untuk melihat keadaan di sekeliling kamar itu.

   Ada sebuah meja papan dari kayu dan sebuah kursi yang sudah kehilangan satu kakinya.

   Di atas meja itu penuh dengan mangkuk-mangkuk, piring-piring, cangkir-cangkir, sumpit-sumpit, dan banyak peralatan makan lainnya.

   Tentu saja tidak ada satu pun yang dicuci, bahkan sudah berdebu dan ada sarang laba-labanya.

   Pemandangan di dalam kamar ini bagi orang yang hidupnya bersih dan sehat, tentu saja sangat tidak bisa dibayangkan, mengapa bisa ada begitu banyak mangkuk, piring serta peralatan makan yang lainnya? Jika sudah dicuci mungkin malah bisa mem-buka toko peralatan makan.

   Wie Kai justru bisa memahami orang yang memiliki kehidupan seperti ini.

   Orang ini sama sekali tidak pernah mencuci mangkok dan piring, ini membuktikan bahwa erang ini begitu selesai makan maka dia tidak akan pernah menyentuh lagi peralatan makan yang telah digunakannya, begitu selesai digunakan maka dia akan segera membeli yang baru.

   Jika ini berlangsung terus maka dalam kurun waktu satu tahun kemungkinan besar tempat untuk berjalan pun sudah tidak ada lagi.

   Di bawah lantai rnasih berserakkan bekas kulit kacang dan kulit kuaci.

   Di atas ranjang terdapat sebuah selimut yang semula seharusnya berwarna biru tetapi sekarang telah berubah menjadi warna hitam yang telah sobek di sana sini serta mengeluarkan gumpalan-gumpalan kapas yang sudah meng-hitam.

   Bantal yang ada di atas ranjang juga terlihat berminyak.

   Wie Kai sama sekali tidak berani bernafas dengan normal.

   Dia menyadari orang maupun benda apa pun ada kalanya tidak ada gantinya di dunia ini.

   Tetapi jika mau kotor atau jorok, maka orang ini sudah pasti tidak tertandingi jorok dan kotornya.

   Di kepala ranjang masih terdapat sebuah meja kecil reyot yang di atasnya terdapat tulisan yang dituliskan dengan tulisan cakar ayam di atas selembar kertas rombeng dan hurufnya sama persis dengan yang ditulis di atas kertas yang dibawa oleh Yo Lim.

   Jika seseorang ingin meniru tulisan huruf kuno ini mungkin seumur hidup pun tidak akan bisa.

   Di atas kertas itu tertulis.

   'Bauw Toh di Peng-hoa-louw tanggal satu dan lima belas, Siau Kin-ya tanggal dga puluh, Pek Cu-sian di gang Hu-kui tanggal dua puluhan setiap bulannya.' Wie Kai tentu saja mengenal tempat ini.

   Semua tempat ini adalah tempat pelacuran kelas dua di kota Koh ini.

   Tetapi apa maksud dari tanggal yang tertulis di belakang nama tiga orang gadis yang paling terkenal ini? Hanya orang yang menuliskannya yang tahu.

   Begitu matanya beralih ke bantal di atas ranjang itu, tiba- tiba m ata Wie Kai bersinar-sinar.

   Tidak ada satu barang pun di ruangan ini yang tidak hitam dan tidak kotor.

   Tetapi hanya ada 13 buah sekop terbang kecil yang mengkilap.

   Benda ini bukanlah pisau terbang, walaupun banyak orang yang beranggapan kalau benda ini sama saja dengan pisau terbang.

   Ini adalah sekop kecil yang terbuat dari baja, tajamnya tiada duanya, walaupun tidak sama seperti pedang tetapi bendaini sangatlebar.

   Tidak peduli betapa jorok dan kotornya orang ini.

   Tidak peduli orang lain beranggapan dia itu seekor babi atau anjing.

   Hanya dengan melihat 13 buah sekop baja kecil yang mengkilap dan tajam ini, orang-orang bisa langsung mengetahuinya kalau dia itu adalah seorang pembunuh tingkat tinggi pembunuh tingkat tinggi yang menggunakan pisau terbang....

   Saat itu, tiba-tiba Wie Kai mendengar suara aneh.

   Orang yang berada di luar pintu tertawa dingin sambil bertanya.

   "Apakah kawan atau lawan?"

   "Aku adalah Sun-cian (petugas keamanan) dari Kabupaten Lu-lam-kong, datang kemari ingin membicarakan urusan bisnis."

   Orang di luar pintu itu menyahut.

   "Kau bukan!"

   "Wah, kau terlahir dengan hidung anjing rupanya."

   Kata Wie Kai. Orang di luar pintu itu berkata.

   "Anggap saja aku tidak tertarik dengan bisnis ini."

   "Masa dengan bisnis sebesar ini kau malah tidak tertarik?"

   "Bisnis ini jalannya tidak b^ik, tidak terima ya tidak terima!"

   Wie Kai membawa bungkusan dari kulit yang berisikan 13 pisau terbang itu dan membuangnya keluar sambil berkata.

   "Kalau yang ini diterima, kan?"

   "Kau ini sebenarnya orang yang seperti apa?"

   "Bukankah setidaknya perlu ada sedikit pengorbanan uang untuk mendapatkan suatu jawab-an?"

   "Benar! Kau jangan menyesal!"

   "Kau tenang saja..."

   Tiba-tiba sebuah percikan api serta diikuti oleh hawa dingin bagaikan membentuk suatu benda. Ternyata pemikiran orang ini lebih maju satu langkah.

   "Wush.

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"

   Wie Kai langsung jatuh ke tanah.

   "Bodoh! Kau seharusnya mencari tahu lawan-mu, sedang melakukan apa "

   Orang yang berada di luar pintu itu masuk ke dalam.

   Kantung berisi pisau itu sudah menggantung di pinggangnya.

   Biji mata orang itu tajam bagaikan teropong serta penuh dengan kelicikan.

   Gerakan tangan seorang pembunuh tentu saja berbeda dengan gerakan tangan orang biasa.

   "Terimalah pisau ini...."

   Lagi-lagi Wie Kai bangun dengan Lee-hie-ta-ting (Ikan meloncat), dia sudah berubah bagaikan pegas yang mengkerut. Dalam sekejap mengkerut dan mengembang, mengarah pada tujuh posisi dan sudut yang berbeda.

   "Tak....Tak....."

   Tujuh buah pisau terbang itu sebagian ada yang menancap pada dinding dan ada juga mendarat di atas ranjang.

   Bahkan tiga diantara tujuh pisau terbang itu dilemparkan lawan dengan cepat dan memaku lengan baju kirinya pada papan pintu.

   Melawan orang seperti ini sungguh tidak mudah.

   Saat itu di kedua tangannya sudah ada sebilah pisau terbang.

   Kedua pisau terbang itu bagaikan dilapisi oleh ratusan ribu sisik ikan dari baja.

   Wie Kai jadi menggelengkan kepalanya, dasar sialan! Gerakan serta perpindahannya yang berubah ubah menimbulkan halusinasi bagi lawannya.

   Dalam waktu beberapa detik ini dia menghentakkan sebelah kakinya dan menahan leher sebelah kiri lawan.

   Di atas selembar kertas rombeng dia menulis-kan dua huruf 'Wie Kai' dan di bawahnya ditulis lagi huruf 'Orang dan Gudang', lalu pergi.

   Yo Lim bangkit dan menyongsong kedatangan Wie kai.

   Dia merasa kepulangan Wie Kai ini terlalu cepat.

   "Wie- tayhiap, apa dia kabur?"

   "Bagaimana kau bisa tahu?"

   "Karena dia tidak ikut kembali dengan Wie-tayhiap."

   Wie Kai tertawa sambil berkata.

   "Si sialan ini, aku jadi benar-benar tertarik dengan orang ini."

   "Tertarik?"

   "Ya, maka aku baru mau melumpuhkannya."

   "Apakah Wie-tayhiap sudah memberi dia pelajaran?' Wie Kai mengangguk-anggukkan kepalanya.

   "Maaf telah membuatmu menunggu lama!"

   "Tidak apa-apa, malah aku merasa kepulangan mu ini terlalu cepat."

   Kata Yo Lim Wie Kai tertawa-tawa.

   "Apakah orang itu akan kembali setelah diberi pelajaran?"

   Wie Kai lagi-lagi menganggukkan kepalanya.

   "Apakah dia pernah punya kasus di Kabupaten Lu-lam- kong ini?"

   "Tidak, tidak pernah."

   "Baguslah kalau begitu."

   Pada saat itu, seorang pelayan berkata dari luar pintu.

   "Sun-cian Tay-jin, di depan ada seorang tamu yang mencari Wie-tayhiap."

   "Siapa namanya?"

   "Ada, tadi kalau tidak salah dia menyebut namanya Hong Kie!"

   Yo Lim memandang pada Wie Kai, Wie Kai mengibaskan tangannya sambil berkata.

   "Suruh dia masuk."

   Tiba-tiba Yo Lim merasa jabatan Sun-cian ini terlalu sepele dan tidak berarti, dia pernah mendengar orang besar yang bernama Hong Kie.

   Jika tahu dia orangnya, dia tidak akan berani mengusik Hong Kie.

   Saat itu di luar pintu berdiri seorang lelaki yang berumur kurang lebih tiga puluh tahunan, wajahnya kasar iIjii penuh benjolan tidak rata yang mengganggu, tubuhnya sangat super kurus, tetapi dadanya mem-lur.ung seperti seorang gadis.

   Orang ini membungkuk memberi hormat.

   "Wie-tayhiap, Wie-cianpwee!"

   Yo Lim terpana, mengikuti ukuran usianya, dengan usia Wie Kai saat ini mana bisa dia disapa seperti itu? "Cianpwee, Boanpwee apaan, namaku adalah Wie Kai!"

   "Wie-tayhiap, di dunia persilatan ini tidak ada orang yang tidak tahu nama besar Cian-thauw-siau-kai?" (Kai kecil si pemburu kepala).

   "Kalau sudah tahu terus mau apa?"

   "Apakah kepala 'anjingku ini juga layak untuk kau buru?"

   Wie Kai menunjuk pada Yo Lim sambil berkata.

   "Perkenalkan Yo Sun-cian."

   "Sun-cian Tay-jin.

   "

   Yo Lim bukanlah orang yang mudah dipermainkan tetapi sikap Wie Kai membuat dirinya kagum seda!am-d alamnya.

   Tentu saja, bagaimana dia tahu apakah Wie Kai sama kagumnya pada Hong Kie? Kelak dia pasti akan lebih memperhatikan kata-katanya jika berbicara di depan orang yang demikian terkenal.

   Yo Lim bercakap-cakap sebentar lalu berpamit-an dan pergi.

   Tiba-tiba Hong Kie berlutut dan menyembah.

   "Apa- apaan ini?"

   "Aku mau berguru!"

   "Bangun!"

   Wie Kai berkata.

   "Aku tidak menerima murid seperti dirimu, jika kau bisa berubah dan kembali ke jalan yang benar, kau boleh mengikutiku."

   "Baik."

   Hong Kie bangkit berdiri.

   Di luar pintu ada seseorang yang menyapa Wie Kai dan saat dia membalikkan tubuhnya, serangan yang sangat dashyat dan tidak kenal teman tiba-tiba datang dari depan dan belakang.

   Orang yang satu lagi ternyata Sam-jiu-Koan-in Hong Ku.

   Mereka marganya sama dan sekaligus adalah sepasang kekasih.

   Jika orang seperti mereka bergabung tentu saja bukan lawan yang mud ah untuk dihadapi.

   Bagian punggung Wie Kai seperti terpasang mata, di satu sisi mengelak serangan dari kedua kaki Hong Ku, di sisi lain menangkis serangan tinju dan pukulan telapak tangan dari Hong Kie.

   Walaupun kedua belah pihak masih belum terlihat pihak mana yang tidak beruntung, tetapi hasilnya sudah terlihat dengan jelas.

   Sebagai orang yang hidup di dunia persilatan setidaknya pastilah harus memiliki kemampuan.

   Hanya saja Wie Kai tidak akan memberikan mereka kesempatan untuk bertukar pikiran, dalam sekejap mata serangannya langsung mengenai bagian vital dari tubuh mereka berdua.

   Mereka berdua membungkukkan pinggang kesakitan.

   Mereka langsung berlutut.

   Hong Ku berkata.

   "Tolong terimalah kami sebagai muridmu."

   "Mengapa?"

   "Kami merasa tidak ada orang yang lebih layak ilantnu."

   "Pandangan kalian terhadap dunia persilatan ini terlalu sempit."

   "Walaupun begitu, kami beranggapan dengan berguru padamu barulah kami tidak akan bisa tergoyahkan."

   "Tidak perlu! Jika ada niat baik, pasti bisa berhasil, barulah setelah itu boleh mengikuti aku."

   Keduanya saling memandang satu sama lain-nya, lalu sepakat untuk bersumpah.

   Yang satu bersumpah tidak akan pernah berpura-pura lagi menjadi orang yang terpelajar dan yang satu lagi tidak akan lagi menjadi Hong-yauw-kai (pelacur) yang menjual diri untuk hidup.

   Semua itu atas kemauan mereka sendiri.

   Hong-yauw-kai semua memerlukan perlindungan, setiap bulannya rela mengeluarkan uang puluhan tail demi memohon agar segala sesuatunya lancar.

   Hong Kie berkata bahwa kemarin dia bertemu dengan Lim Leng-ji di luar kota yang berjarak 300 li dari kota.

   Kata-kata ini sama sekali tidak relevan, Wie Kai berkata.

   "Kau tanya saja pada Hong Ku, kemarin kita berdua bertemu dengan Lim Leng-ji di jalan utama di kota ini."

   "Jika keluar rumah, kalau tidak naik kereta dia pasti naik tandu, bagaimana bisa tahu kalau dia itu yang asli atau yang palsu?"

   "Bagaimana bisa membuktikannya bahwa yang kau lihat itu adalah yang asli?"

   Tanya Wie Kai.

   "Karena aku berada di sampingnya sehingga bisa melihatnya dengan jelas."

   Wie Kai menggelengkan kepalanya.

   "Sungguh! Waktu itu tengah malam, aku melihat dia memasuki sebuah rumah penduduk dan kepandaiannya tidak jelek."

   "Jika dibandingkan dengan kalian berdua bagaimana?"

   Hong Kie tertawa sambil berkata.

   "Tentu saja jelek sekali."

   "Lanjutkan!"

   "Dia bertemu dengan seseorang dan orang itu bernama Thiat-sim. Dia bertanya kepada Thiat-sim apakah dia tahu tentang seseorang yang bernama Cia Peng. Thiat-sim rupanya mempunyai maksud jahat padanya dan hendak berlaku tidak senonoh padanya."

   "Lalu selanjutnya bagaimana?"

   "Lim Leng-ji rupanya hendak mengetahui keberadaan orang yang bernama Cia Peng itu, lalu membohonginya dengan merayunya jika dia bisa memberitahukan di mana Cia Peng berada, maka dia bisa mempertimbangkannya."

   Wie Kai berkata.

   "Hong Kie, kita pergi! Hong Ku kau tunggu saja di rumah agar bisa bergabung dengan Yo Lim, tetapi jangan beritahukan padanya ke mana tujuan kami."

   Hong Kie bukanlah orang yang penurut dan mudah patuh. Tetapi di samping Wie Kai dia sama sekali berbeda. Begitu menemukan tempat yang dituju, Tiat-sim langsung ditundukkan oleh Hong Kie.

   "Tuan Hong, maaf aku tidak mengenal anda."

   "Kalau tahu ini aku, lalu mau apa?"

   "Tentu saja, aku tidak akan berani melawan anda."

   "Apakah kau tahu yang seorang lagi siapa?"

   "Mungkinkah orang yang satu lagi lebih terkenal daripada tuan Hong?"

   "Sudahlah!"

   Wie Kai mengangkat tangannya sambil berkata.

   "Thiat-sim, di mana Cia Peng berada?"

   "Aku juga tidak tahu Hong Kie menyodokkan lututnya tepat pada - tulang iganya.

   "Auw.."

   Tiat-sim berteriak kesakitan.

   "Kau kan Thiat-sim (hati besi), pasti tidak masalah, coba sekali lagi bagaimana?"

   Kata Hong Kie.

   "Akan aku katakan...Cia Peng tinggal di Tiang-ciu, dia adalah seorang seorang dukun beranak, jadi tidak ada seorang pun yang tidak mengenalnya."

   "Apa lagi yang kau ketahui?"

   "Aku.

   "

   Belum selesai bicara, tiga buah pisau terbang menyerang secara tiba-tiba. Wie Kai dan Hong Kie keduanya bisa segera menghindari serangan yang datang, tetapi malang bagi Tiat-sim, satu dari ketiga pisau itu menancap mengenai ulu harinya.

   "Hong Kie, kau di sini melindungi Tiat-sim, aku akan pergi mengejar dan menangkap orang itu."

   "Tiat-sim, cepat katakan! Apa lagi yang kau ketahui?"

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Hong Kie.

   "Ak...aku juga tahu Liauw In...80% dialah yang membunuhku untuk..."

   Thiat-sim telah mati. Wie Kai juga kembali dengan tangan kosong. Hong Kie menebarkan tangannya, berkata.

   "Wie-tayhiap, aku tidak bisa menyelamatkannya.

   "Apa yang dikatakannya sebelum dia mati?"

   "Katanya orang yang membunuh untuk menu-rup mulutnya itu ada kemungkinan adalah Liauw In."

   "Sayang sekali."

   "Apanya yang sayang sekali?"

   Wie Kai menghela nafas sambil berkata.

   "Rahasia yang diketahui orang ini tidak sedikit."

   "Wie-tayhiap, apa yang akan kita lakukan untuk masalah ini?"

   "Mencari Cia Peng"

   "Rahasia apa yang sebenarnya diketahui oleh Cia Peng? Apa hubungannya antara rahasia ini dengan Lim hujin, Lim Leng-ji, juga Liauw In?"

   Mereka keluar dari tempat tinggal Thiat-sim dan pergi menuju keTiang-ciu.

   "Berdasarkan pada Cia Peng sebagai seorang dukun beranak, ditambah lagi suaminya adalah kenalan lama dari Lim Hujin, tentu saja hal ini mudah membuat orang berprasangka yang bukan-bukan."

   "

   Wie-ya, otakku memang tidak berguna."

   "Dasar kau ini!"

   "Wie-ya, bisakah kita menyingkap sisi gelapnya?"

   "Hong Kie, aku rasa Lim Leng-ji ada dua, kau percaya tidak?"

   Hong Kie tertegun sejenak lalu berkata.

   "Ada kemungkinan."

   "Apa yang menjadi dasar sehingga kau mengatakan ada kemungkinan?"

   "Bukankah kita sudah membicarakan tentang kecurigaan akan Lim Leng-ji yang muncul terlebih dahulu dengan Lim Leng-ji yang muncul belakangan?"

   "Benar, ternyata isi otakmu tidak semuanya berisi cairan."

   "Apakah Wie-ya berpendapat karena istrinya Liauw In adalah seorang dukun beranak, lagipula jika pada dasarnya bayi yang dilahirkan nyonya ternyata ada dua bayi dan Cia Peng mengambil salah satunya, justru inilah yang merupakan rahasia sebenarnya?"

   "Hong Kie, ternyata otakmu lumayan juga."

   "Tetapi kata Hong Ku pikiranku tidak terbuka."

   Raut wajah Wie Kai berubah menjadi serius, lalu berkata.

   "Hong Kie, apakah kau tahu 'Kai-kiau' (pikiran terbuka) dua kata itu di dunia persilatan merupakan senjata yang mematikan?"

   "Wie-ya, aku sama sekali tidak mengerti."

   "Kata orang, Lim hujin punya ilmu Pit-kiau-tay-hoat (ilmu menutup pikiran) dan Kai-kiau-tay-hoat (ilmu membuka pikiran), keduanya adalah ilmu rahasia dari negeri India."

   "Kalau soal ini aku lebih tidak mengerti lagi."

   "Kata orang ilmu Pit-kiau-tay-hoatbisa mem-buat seseorang melupakan semua masa lalunya dan untuk membukanya kembali mau tidak mau harus menggunakan ilmu Kai-kiau-tay-hoat, lagipula setelah dibuka efeknya bisa membuat kita menjadi muda kembali."

   "Wie-ya, apakah ini tidak terlalu mustahil?"

   Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak bisa memberikan penjelasan mengapa hal itu tidak mustahil. Dia selalu berharap bisa memiliki pengalaman merasakan ilmu semacam Kai-kiau-tay-hoat. Tentu saja ini pasti merupakan hal yang luar biasa.

   "Apakah maksud Wie-ya, Liauw In dan istrinya mengambil salah satu dari bayi itu dengan tujuan untuk merebut harta dari keluarga Lim?"

   "Ini hanyalah pandangan luar saja karena keluarga Lim memang terlalu kaya."

   "Kalau begitu tujuan Liauw In dan Cia Peng tidak semata-mata hanya demi harta?"

   "Bagaimana pun juga penilaian ini terlalu subjektif, tetapi tujuan utama mereka pastinya adalah demi Pit-kiau-tay- hoat dan Kai-kiau-tay-hoat yang dimiliki Lim hujin."

   "Apa gunanya ilmu yang mustahil seperti ini haj-i dunia persilatan?"

   "Untuk orang yang baik memang tidak kn .ula gunanya, tetapi untuk orang yang jahat tentu saja lain "

   "Wie-ya, aku tetap saja tidak mengerti."

   "Pada dasarnya banyak hal di dunia im \.nin memang tidak mudah dimengerti oleh banyak i i .n ty Nama Cia Peng di Tiang-ciu tidaklah begitu terkenal. Tetapi jika mencari seorang dukun beranak yang berparas jelek m aka tid aklah sulit dicari. Wie Kai dan Hong Kie ternyata menerobos tempat yang kosong. Cia Peng sama sekali tidak ada di rumah dan juga tidak tahu dia pergi ke mana.

   "Orang yang hendak membunuhnya sebagai saksi mata pastinya telah membocorkan informasi, sehingga Cia Peng bergegas melarikan diri."

   "Wie-ya, apakah kasus yang ditangani Yo Lim dan kasus kita ada hubungannya?"

   "Sepertinya ada hubungan dengan Lim Leng-ji."

   "Lalu apa hubungan Lim Leng-ji dengan kasus kita?"

   "Kemungkinan ada hubungannya denganku."

   "Kau?"

   Tiba-tiba Wie Kai keluar melalui jendela.

   Hong Kie juga ikut melesat keluar.

   Di bagian belakang rumah itu ada sebuah kebun sayuran yang panjangnya kurang lebih 20 tombak dan di sana lagi-lagi menemukan seseorang, orang itu adalah Yo Lim.

   Yo Lim dan Wie Kai sama-sama berdiri.

   Hong Kie benar-benar mengabdi pada Wie Kai, hanya berdasarkan pendengaran yang peka saja, dia bisa mengacaukan dunia persilatan.

   "Yo Sun-cian, ada apa kau datang kemari?"

   Walaupun pertanyaan Hong Kie terkesan tidak sopan, tetapi justru itulah yang diharapkan Wie Kai. Yo Lim tertawa sambil berkata.

   "Hong lote, apakah kau lupa kalau aku ini Sun-cian dari kabupaten Lu-lam-kong? Jika kasus Lim hujin belum tuntas, bagaimana mungkin aku diam saja dan tidak peduli?"

   "Tetapi bagaimana kau bisa tahu tempatini?"

   Tidak bisa menutup mulut terkadang ada guna nyajuga. Bagi Wie Kai, apa yang tidak bisa dia tanyakan, Hong Kie justru sudah mewakilinya untuk bertanya. Yo Lim menggoyang-goyangkan tangannya.

   "Setidaknya kali ini aku tidak mengecewakan orang, sesudah menyelidiki ke sana ke mari barulah tahu Cia Peng tinggal di tempat ini."

   "Memangnya kenapa kalau Cia Peng tinggal di sini?"

   Yo Lim agak sedikit tersinggung, dia sama sekali tidak berurusan dengan Hong Kie tetapi dia tidak bisa tidak harus memberi muka pada Wie Kai.

   Hanya saja Wie Kai sama sekali tidak mengeluarkan suara sedikit pun, apa yang ada di benaknya sama sekali tidak terbaca, hal ini membuat Yo Lim semakin panas.

   "Lote, apakah kau tidak memandang terlalu rendah diriku?"

   Hong Kie adalah jenis orang yang kasar tetapi juga cermat. Di dalam dunia persilatan, jika ingin bisa bertahan hidup bagi orang dewasa maupun anak-anak, tidaklah cukup hanya mengandalkan keahlian silat saja.

   "Yo Sun-cian, kau adalah ahlinya dalam memecahkan kasus, aku hanya ingin belajar darimu saja."

   "Lote, lagi-lagi kau ingin menyindir aku, ya?"

   "Mengapa berkata seperti itu? Aku hanya ingin tahu saja bagaimana kau bisa tahu kalau Cia Peng tinggal di tempat ini?"

   Yo Lim menjawab.

   "Kasus ini terjadi di kabupaten Lu-lam-kong dan orang yang ada sangkut pautnya dengan Lim hujin sudah berada di dalam genggamanku. Cia Peng adalah istri dari Liauw In dan juga seorang wanita yang tangguh, bagaimana mungkin aku tidak tahu?"

   Hong Kie tertawa sambil berkata.

   "Yo Sun-cian, mohon jangan diambil hati, aku hanya sedikit merasa semuanya terlalu kebetulan."

   BAB III Wie Kai sedang minum arak bersama dengan Hong Kie. Mereka tetap saja belum bisa menemukan Cia Peng sampai sekarang. Yo Lim sudah pergi. Kata Hong Kie.

   "Yo Lim si kurang ajar itu ternyata tidak terlalu jelek."

   "Di bagian bagusnya?"

   "Reaksinya."

   "Jika dia itu meniru bagaimana?"

   "Maksudnya dia belajar dari kita?"

   Wie Kai menghirup araknya. Dia mempunyai prinsip, baik arak yang baik maupun arak yang murahan, semuanya bisa dia minum, maka dari itu dia bisa mempertahankan senyumannya.

   "Dasar Yo Lim sialan!"

   Kata Hong Kie. Wie Kai tetap saja tidak bersuara, malah dia berdiri dan berkata.

   "Kita pergi!"

   Kali ini di tempat kediaman Cia Peng ada orang. Ternyata orang itu seorang gadis yang sangat mendebarkan hati. Hong Kie termangu-mangu sejenak, katanya "Wie-ya, aku berani jamin orang ini pasti Lim Peng-ji."

   Wie kai menyuruh menutup mulut nya Dengan mengintip ke dalam ruangan dari atas atap rumah, dia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan oleh gadis ini. Jika dilihat sekilas saja, memang dia adalah Lim Leng-ji.

   "Apakah kau merasa kalau dia bukanlah Lim Leng-ji?"

   Kata Hong Kie. Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya juga mengangguk-anggukkan kepalanya. Hong Kie mengusap-usap bagian belakang kepala nya sambil berkata.

   "Bagaimana ini?"

   "Kau cari angin saja di sini, aku akan turun untuk melihat-lihat."

   Mendadak Wie Kai memasuki rumah itu, membuat gadis itu segera berdiri, dengan raut wajah yang cerah berkata.

   "Nyalimu besar juga!"

   Wie Kai tertawa-tawa.

   "Siapa Kau?"

   Wie Kai merasa gadis ini sama sekali tidak mengenalnya, jadi dia bukanlah Lim Leng-ji, lagi pula kelihatannya dia tidak berpura-pura.

   "Siapa aku sebenarnya sama sekali tidak penting."

   "Lalu apa yang penting?"

   "Tujuanku datang ke tempat ini."

   "Benar! Apa maksudmu datang ke tempat ini?"

   Dia benar-benar persis seperti Lim Leng-ji, baik postur tubuhnya maupun parasnya. Tetapi daya tariknya sama sekali berbeda. Orang bisa meniru seseorang dari bagian luar dan gaya bicara sekaligus, tetapi tidak akan bisa meniru daya tariknya.

   "Apa kau memiliki saudara perempuan?"

   "Aku yang bertanya padamu, apa maksudmu datang ke tempat ini?"

   "Pertanyaan yang baru saja kutanyakan pada-mu, itulah jawabannya."

   "Jadi bertanya padaku apakah aku memiliki saudara perempuan atau tidak, itukah tujuanmu?"

   "Benar!"

   "Apa urusannya denganmu, memiliki saudara perempuan atau tidak?"

   "Hubungannya denganku tidaklah besar, tetapi denganmu itu justru besar hubungannya."

   "Bukankah ini hanya omong kosong belaka?"

   "Ini bukan omong kosong!"

   "Mengapa aku harus menjawabnya?"

   "Demi asal usul dirimu, kau harus menjawabnya."

   "Demi asal usul diriku?"

   "Benar."

   "Namaku Liauw Swat-keng, anak tunggal Apakah asal usulku penting untuk diselidiki?"

   "Kau seharusnya she Lim."

   Dia membelalakkan matanya menatap Wie kai lalu berkata.

   "Berani sekali kau!"

   "Apa maksudnya itu?"

   "Jika bukan karena tampangmu bukan bertampang orang jahat, kau sudah pasti mati."

   "Wah, sungguh tidak kelihatan kalau kau ini cukup sadis juga!"

   "Maksudku yang melakukannya adalah ayah dan ibuku!"

   "Ayahmu adalah Liau w In?"

   "Dari mana kau tahu?"

   "Ibumu adalah Cia Peng, dia adalah seorang dukun beranak, betul tidak?"

   "Ternyata kau menyelidiki latar belakangnya juga ya?"

   "Memang dari mula memang ada sedikit."

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apa maumu sebenarnya?"

   "Memperjelas jati dirimu yang sebenarnya, untuk membalaskan dendam ayahmu."

   "Kau sebenarnya bicara apa sih?"

   Gelagatnya sangat menyentuh hati. Memang pada umumnya bagi gadis yang cantik, walau pun sedang menangis pun pasti terlihat cantik. Pokoknya tidak ada tindak tanduk dari gadis cantik yang tidak menyentuh hati orang.

   "Jika aku berkata kau memiliki seorang saudara perempuan dan orang tuamu yang sekarang bukanlah orang tua kandungmu, balikan mereka adalah musuh-mu, kau pasti tidak akan percaya."

   Matanya yang indah terus menatap Wie Kai. Wie Kai pun terus memandangnya sambil tersenyum.

   "Dasar orang ini! Jika kau seorang pembohong, pastilah pembohong yang sudah sangatberpengalam-an."

   Wie Kai menggoyang-goyangkan lengannya.

   "Aku berbohong apa padamu?"

   "Harta, kekayaan, dan lain-lain."

   Wie Kai lagi-lagi tertawa, lalu berkata.

   "Buatku dua hal itu, seharusnya sangat mudah untuk diperoleh."

   "Kau membual!"

   Liauw Swat-keng tiba-tiba mundur dua langkah.

   "Aku memang sangat senang membual! Tetapi demi membuatmu percaya pada perkataanku, aku sama sekali tidak main-main, bagaimana pun caranya aku harus bisa membuatmu supaya percaya."

   "Bagaimana caranya agar bisa membuatku percaya?"

   "Dengan tangan!"

   Liauw Swat-keng langsung waspada, berkata.

   "Kau mau coba? Jangan menyesal."

   Wie Kai langsung menyerang.

   Gerakan Liauw Swat-keng sangat cepat, tidak kalah dibandingkan dengan Hong Ku.

   Pada saat yang bersamaan, Wie Kai sekaligus bisa merasakan kehebatan ilmu Liauw In dan Cia Peng.

   Tetapi setelah mengeluarkan sepuluh jurus, dia bisa menahan gerakan Liauw Swat-keng.

   Seperti lingkaran baja, Wie Kai menahan persendian siku Liauw Swat-keng.

   "Orang tuaku pasti akan membesetmu!"

   "Sudah pasti itulah yang akan mereka lakukan j i ka aku sampai jatuh ke dalam tangan mereka."

   "Apakah kau bersedia untuk bertemu deng.Mii saudara kandungmu?"

   Kata Wie Kai.

   "Apa yang sebenarnya kau inginkan? Apakah kau tidak salah mencari orang?"

   "Tentu saja tidak, hanya saja kau lah yang salah melihat orang."

   "Kau berpikir bahwa ada masalah mengenai jati diriku, kalaupun ada, lalu apa urusannya dengan dirimu?"

   "Bisa dikatakan asal usul dirimu sangat ber-kaitan erat dengan masa depan dunia persilatan."

   "Kau benar-benar bekerja bukan demi harta atau kekayaan?"

   Wie Kai mengendurkan tangannya, berkata.

   "Jangan suka menuduh orang sembarangan."

   Tiba-tiba Liauw Swat-keng menyerang dengan gerakan yang lebih cepat dan lebih mematikan.

   Tadi memang dia belum mengeluarkan ilmu yang dirasanya paling dikuasainya.

   Sekarang dia telah menggunakannya tetapi tetap saja belum sampai sepuluh jurus, lagi-lagi serang-annya bisa ditahannya.

   "Siapa kau sebenarnya?"

   "Kau berharap aku ini siapa?"

   "Bukan orang jahat!"

   Wie Kai lagi-lagi mengendurkan pegangannya.

   "Kau dengarkan, tidak peduli apa kau percaya pada perkataanku atau tidak, jangan sampai menjadi wanita yang bodoh, ayahmu adalah Lim Put-hoan dan ibumu adalah istrinya Lim Put-hoan, mereka tinggal di Kabupaten Lu- lam-kong ini."

   Mata Liauw Swat-keng lagi-lagi membesar. Wie Kai berkata lagi.

   "Bertahun-tahun yang lalu, Liauw In adalah kekasih gelap Lim Hujin, setelah Lim Put-hoan meninggal dunia, di samping Lim Hujin ada beberapa laki-laki, tetapi dia tetap salah satu laki-laki yang paling di sayang olehnya."

   "Kau bohongi"

   "Kau dengarkan aku dulu sampai habis cerita-nya, bisa kan?"

   Wajah Liauw Swat-keng dipenuhi oleh amarah. Tidak ada satu anak perempuan pun yang tidak marah mendengar ayahnya jadi gula-gula seseorang.

   "Sewaktu Lim hujin melahirkan, kemungkinan anak yang dilahirkannya adalah anak kembar, tetapi di samping Lim hujin ternyata hanya ada satu anak dan dia adalah Lim Leng-ji, sedangkan yang satunya lagi adalah kau."

   "Lim Leng-ji?"

   "Benar."

   "Rasa-rasanya aku pernah mendengar orang tuaku menyebut-nyebut nama ini."

   "Jangan sekali-kali kau bertanya pada mereka karena hal itu malah bisa memperkeruh suasana."

   "Lalu mengapa ibuku menyisakan aku dan bahkan membohongi Lim hujin?"

   "Semua orang pasti berpikir dari sisi 'menculik'."

   "Tetapi kau seperti tidak berpikir demikian."

   "Ini hanyalah salah satu dari tujuannya, di balik itu masih ada tujuan yang lebih besar."

   "Tujuan apa?"

   "Ilmu silat rahasia dari dunia persilatan yang berasal dari negeri India yaitu Pit-kiau-tay-hoat (Ilmu menutup pikiran) dan Kai-kiau-tay-hoat (Ilmu mem-buka pikiran) dan kedua ilmu ini ada di tangan Lim Hujin. Tujuan utama mereka adalah mendapatkan kedua ilmu tersebut."

   "Tapi bukankah Lim Hujin sudah meninggal?"

   "Jika tebakanku benar, Lim Hujin pasti telah memberikan rahasia ilmu silat itu pada Lim Leng-ji, yang juga merupakan saudara perempuanmu."

   "Aku mengerti sekarang!"

   "Baguslah jika kau sudah mengerti!"

   "Kau juga salah saru orang yang menghendaki ilmu tersebut."

   Wie Kai menghela nafasnya tetapi sama sekali tidak bersuara.

   "Kenapa? Apa karena kedokmu sudah terbongkar. .. betul kan?"

   "Tidak peduli kau percaya atau tidak, yang penting jangan bertanya pada orang tuamu."

   "Kalau bertanya, lalu kenapa?"

   "Itu ibarat sudah susah payah membesarkanmu tetapi kau sama sekali tidak membawa keuntungan bagi mereka."

   "Jadi maksudmu Lim Put-hpan adalah orang yang sangat kaya?"

   "Kekayaan keluarganya berkisar ratusan juta tail. Jika dibandingkan Ho-sian (Dewa harta), orang yang suka menyita barang orang, tentu saja orang itu masih kalah jauh, pendapatan dia baru mencapai sekitar 80 juta tail sedangkan pemasukan negara baru mencapai 70 juta tail."

   Liauw Swat-keng menatap lama, lalu berkata.

   "Siapa namamu?"

   "Wie kai."

   Dia sedikit terkejut dan membelalakan matanya yang besar kepada Wie Kai.

   "Ternyata kau lah yang bernama Wie Kai."

   "Dibandingkan dengan Wie Kai yang ada dalam bayangan mu, lebih bagus atau lebih jelek?"

   "Tidak bagus juga tidak jelek, rasanya ayah dan ibuku juga pernah menyebut namamu."

   "Lalu bagaimana pandangan mereka terhadapku?"

   "Biasa saja."

   "Apakah kau pernah mendengar pepatah yang mengatakan jika orang bijaksana tidak mati, maka tidak bisa menjadi pencuri?"

   Liauw Swat-keng mencibirkan bibirnya.

   "Kalau begitu apa gunanya Pit-kiau-tay-hoat?"

   "Kegunaannya sangat besar, hanya saja aku sendiri saat ini tidak begitu jelas."

   "Apa yang kau mau dariku?"

   "Aku berharap kalian dua bersaudara saling bertemu."

   "Apa maksudmu?"

   "Hanya dengan kalian saling bertemu muka barulah percaya bahwa kalian memang memiliki saudara yang lain. Pokoknya singkat kata, kau tidak percaya, dia juga tidak percaya."

   "Kau pernah mencobanya pada dia?"

   "Belum."

   "Jika belum pernah mencoba, bagaimana bisa tahu kalau dia tidak akan percaya?"

   "Bukankah kau ini contohnya?"

   Tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh.

   Hong Kie sedang bertarung dengan seorang wanita setengah baya di tengah taman.

   Wanita ini bisa bertahan demikian lama terhadap serangan Hong Kie dan tidak kalah, Hong Kie benar-benar kesal.

   Hong Kie hendak menggunakan pisau terbang.

   Setidaknya dia merasa percaya diri dalam meng gunakan pisau terbang.

   Wie Kai bisa melihat bahwa ilmu silat wanita itu bukanlah ilmu sembarangan.

   "Hong Kie, minggirlah!"

   Wanita itu ternyata adalah Cia Peng dan walaupun usianya sudah mencapai sekitar 45-46 tahun, tetapi dia kelihatannya seperti wanita yang baru berusia sekitar 30 tahunan.

   Sebenarnya pikiran Cia Peng hampir sama dengan Hong Kie, tidak bisa mengalahkan lawannya benar-benar membuat dirinya tidak bisa menerimanya.

   Tetapi begitu mendengar lawannya bernama Hong Kie, dia tidak bisa tidak merasa terkejut.

   Untuk apa Hong Kie datang ke tempat ini? Lalu dia melihat pada orang yang baru datang, walaupun usianya jauh lebih muda dibandingkan dengan Hong Kie tetapi bisa memerintahnya.

   Hati Cia Peng agak sedikit tidak tenang, ialu bertanya.

   "Siapa kau?"

   "Hanya orang biasa yang tidak terkenal!"

   Cia Peng tentu saja tidak percaya begitu saja, jika benar hanya orang biasa yang tidak terkenal tentu saja tidak mungkin begitu rendah hati.

   Ada kalanya 'rendah hati' bisa merupakan sebuah senjata, bahkan merupakan senjata yang paling mematikan "Apa yang kalian lakukan di rumah milik pribadi ini?"

   Tanya Cia Peng.

   "Apa itu juga harus ditanyakan? Orang yang datang bersama dengan Hong Kie, jika bukan demi barang-barang berharga, lalu demi apa?"

   "Kalian benar-benar merusak pemandangan!"

   Cia Peng tiba-tiba mengeluarkan pedang lenturnya.

   Wie Kai tetap menghadapinya dengan tangan kosong.

   Setelah bertarung lima jurus, hati Cia Peng mulai gamang.

   Dia memang orang yang memiliki kecemasan, tidak berani mengakuinya tetapi juga khawatir akan puterinya.

   "Siau-keng........Siau-keng.

   "

   Di dalam rumah itu tidak ada suara orang sedikit pun, Cia Peng berkata sambil memaki.

   "Apa yang telah kalian lakukan pada puteri-ku?"

   "Untuk itu kau tidak perlu khawatir! Walaupun teman Hong Kie ini bukanlah barang yang bagus, tetapi tidak akan berani mengambil keuntungan dalam kesempitan,"

   Jawab Wie Kai.

   Cia Peng mengira Liauw Swat-keng tidak berada di rumah itu, dia menyapukan pedangnya ke arah lawan dengan keras lalu melarikan diri.

   Hong Kie tidak mengejarnya.

   Wie Kai menepuk tangannya beberapa kali dan terlihat Hong Kie keluar mengapit Liauw Swat-keng.

   Di kota Koh ini Lim Leng-ji bukanlah bagian dari anggota keluarga kerajaan juga bukan berasal dari keluarga pejabat.

   Nama Lim Put-hoan hanya terkenal di tempat ini saja, tidak sampai ke tempat lain.

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hanya saja harta kekayaan yang dimiliki oleh sebagian besar pejabat negara tidak ada yang bisa menandingi kekayaannya.

   Rumah dan halaman yang ada di kota Koh ini pun jauh lebih megah dibandingkan dengan dengan kediaman menteri sekalipun.

   Warna tengah malam benar-benar indah.

   Lim Leng-ji sedang menyesap teh di dalam paviliun di tepi air.

   (sejenis saung Cina yang biasanya berada di tengah kolam yang dihubungkan dengan jembatan yang meliuk- liuk).

   Permukaan air yang beriak itu memantulkan bayangan dari paviliun yang meliuk-liuk.

   Di dunia ini terdapat banyak orang dan benda yang sama seperti bayangan, yang meliuk-liuk.

   Dia berjalan keluar dari paviliun itu dan berdiri di samping jembatan yang meliuk-liuk itu sambil memandangi permukaan air.

   Wie Kai yakin tidak ada pelukis terkenal mana pun yang bisa melukiskan daya tariknya saat ini.

   Dia dan Liauw Swat-keng sedang bersembunyi di atas pohon dan jarak paviliun dari pohon ini tidak lebih dari 4-5 tombak.

   Otak Liauw Swat-keng serasa tumpul.

   Dia seakan-akan melihat bayangan dirinya.

   Liauw Swat-keng ingin berteriak tetapi bibirnya terasa ada yang menahan.

   "Biar aku turun lebih dulu."

   Bisik Wie Kai "Mengapa tidak sama-sama saja?"

   "Menurut pendapatku, lebih baik aku yang memanggilmu dulu, barulah kau keluar."

   Secara tiba-tiba di samping Lim Leng-ji ada bayangan seseorang berkelebat. Lim Leng-ji agak terkejut. Reaksi dirinya tentu saja wajar dan dirinya tanpa sadar mundur sampai tiga langkah.

   "Ini aku,"

   Wie Kai melambai-lambaikan tangannya lalu berkata.

   "Maaf, aku sedikit lancang."

   Lim Leng-ji memandangnya sekilas dengan matanya yang bersinar laksana bintang di langit, lalu katanya.

   "Apakah kau memiliki perasaan yang kuat kalau kita akan bertemu lagi?"

   "Ada,"

   Wie Kai tiba-tiba merasa tersanjung dengan kata- kata tadi. Walau seorang walikota sekali pun yang menga takan kalimat itu kepadanya, dia tidak akan merasakan perasaan tersanjung seperti itu.

   "Apakah kau masih mengingat hal yang lain?"

   "Sepertinya ada, ini sungguh seperti bayangan yang ada di dalam mimpiku, benar-benar aneh! Tiba-tiba Lim Leng-ji tertawa, lalu katanya.

   "Kau sama sekali tidak berubah."

   "Aku? Dari mana kau tahu?"

   Lim Leng-ji termenung sambil menerawang seakan-akan membayangkan hal yang telah lampau, lalu berkata dengan berguman.

   "Apakah kau masih ingat tentang kita bertiga?"

   "Kita bertiga?"

   "Yang seorang adalah aku, yang satu lagi adalah Loo Cong, dan yang lainnya adalah kau.

   "

   "Ada kau dan juga ada Loo Cong?"

   "Kira-kira waktu berumur 5-6 tahun atau mungkin lebih kecil sedikit, kita setiap hari selalu bersama."

   Wie Kai berusaha mengingat masa yang telah lalu, tetapi bayangan yang samar-samar selalu saja tampak menyelubungi, berkerumun untuk menghalau ingatan.

   Wie Kai tidak bisa mengatakan kalau dia tidak ada sedikit pun ingatan akan hal itu.

   Lim Leng-ji berkata sambil berguman.

   "Jika anak kecil sudah bersama-sama, pastilah akan bermain rumah-rumahan. Kau pura-pura sebagai penyamun, aku pura-pura sebagai pengantin perem-puan Loo Cong, ceritanya aku diculik oleh penyamun dan Loo Cong datang menolongku dan merebutku kembali."

   "Aku selalu berpura-pura sebagai penyamun?"

   "Seringnya begitu."

   "Aku belum pernah berpura-pura sebagai pengantin laki- laki?"

   Tanya Wie Kai.

   "Sepertinya belum pernah."

   "Apakah karena aku tidak bersedia berpura-pura menjadi pengantin laki-laki atau kau yang tidak bersedia berpura- pura menjadi pengantin perempuan-ku?"

   "Aku juga sudah lupa! Sepertinya Loo Cong yang selalu ingin agar aku yang berpura-pura menjadi pengantin perempuannya."

   "Loo Cong benar-benar beruntung."

   "Bagaimana pun itu hanyalah kenangan masa lalu anak kecil."

   "Tetapi beberapa tahun ini, bukankah setiap kali mengingatnya selalu menjadi sesuatu yang layak untuk dibanggakan?"

   "Jika pada waktu itu kau yang menjadi pengantin laki- lakinya, apakah sekarang ini kau akan merasa sangat bangga?"

   "Tentu saja."

   Wie Kai tiba-tiba bertanya.

   "Waktu dulu Loo Cong selalu ingin kau yang pura-pura menjadi pengantin perempuannya dan kau tidak pernah sekali pun menolaknya?"

   Lim Leng-ji menggeleng-gelengkan kepalanya. Pandangan mata Wie Kai jatuh ke permukaan air, tetapi sinar mata Wie Kai jauh lebih terang dibandingkan dengan permukaan air.

   "Kenapa? Apa kau sedikit pun tidak ingat akan hal ini?"

   "Aku juga sukar untuk mengatakannya, entah mengapa ingatanku tiba-tiba menjadi sangat jelek."

   "Coba kau pikir-pikir lagi, masa sekali pun tidak pernah ingat?"

   "Yang kau maksud itu yang mana?"

   "Pada saat Loo Cong tidak menjadi pengantin laki-laki."

   "Sudah tidak ingat lagi! tampaknya tidak pernah."

   Wie Kai lagi-lagi bertanya sambil memandang padanya.

   "Ingatanmu memang tidak begitu bagus, tetapi ingatanku justru lebih parah, karena tiba-tiba aku merasa tidak pernah ingat padamu!"

   Lim Leng-ji tertawa dingin..Walaupun hanya sekedar sebuah tawa dingin, tetapi mungkin ada sebagian orang yang bakal ber-terima kasih seumur hidup karena senyum itu.

   Tetapi karena Lim Leng-ji sedikit demi sedikit sudah membuka kunci dari ingatannya, dia tiba-tiba merasa agak sedikit meremehkan Lim Leng-ji.

   Mengapa bisa begitu? Dia tidak berani mengemukakan ingatan akan angan- angan yang ada di dalam otaknya.

   Itu sepertinya kejadian yang belum lama terjadi.

   Sepertinya hubungan mereka tidak hanya begitu saja.

   Hanya saja jika semakin diusut dan semakin diingatkan kembali, ingatan yang tidak berarti dan sayup-sayup itu lagi-lagi seperti kabut yang meng-hilang.

   Karena i tu dia sering memukuli kepalanya sendiri.

   Karena itu dia juga sering penasehati diri sendiri, masa lalu tidak peduli baik atau buruk, tidak perlu dipikirkan, tidak boleh dipikirkan, juga kadang kala bukan sesuatu hal yang baik.

   Karena itu dia sering kali bisa tersenyum dengan ramah dan membuat orang lain menjadi senang.

   Tiba-tiba Lim Leng-ji menatapnya dengan tekad yang bulat dan berkata.

   "Mengapa waktu itu sekali pun kau tidak pernah meminta menjadi pengantin laki-laki?"

   Ketika menanyakan hal ini, dia agak sedikit manja dan malu-malu. Kata orang saat-saat tercantik bagi seorang pi-rempuan justru pada waktu dia tersipu malu.

   "Betulkah aku tidak pernah sekali pun meminta untuk menjadi pengantin kali-Iaki?"

   Dia menggelengkan kepalanya pelan-pelan.

   "Sekali pun tidak pernah?"

   Lim Leng-ji lagi-lagi menggelengkan kepalanya.

   "Mengapa aku bisa begitu?"

   Lim Leng-ji berkata dengan nada menyesal.

   "Kau bukan hanya tidak pernah menjadi seorang pengantin laki-laki, kau juga sering memukul-ku."

   "Memukulmu? Aku bahkan memukulmu?"

   "Iya, setiap kali kau memukulku, Loo Cong pasti balas memukulmu."

   Ingatan Wie Kai lagi-lagi muncul ke permuka-an.

   Dia memukul bagian punggung Lim Leng-ji dengan perlahan.

   Dia memukul lengannya dengan perlahan.

   Dia menarik kepang rambutnya dan Lim Leng-ji menangis sambil memanggil-manggil nama Loo Cun.

   Tetapi Wie Kai sendiri tahu, dia memukulnya serta menarik kepang rambutnya, bukanlah karena dia benar- benar ingin memukulnya.

   Wie Kai hanya menyukai salah satu reaksi yang dikeluarkan Lim Leng-ji.

   Tetapi tidak banyak orang yang memahami cara ini, juga bagi perempuan lainnya pada umumnya.

   Sering kali demi membela Lim Leng-ji, Loo Cong terlihat berani dan perkasa.

   Tentu saja balasan dari Wie Kai juga sama terlihat berani dan perkasa.

   Walaupun dia bukan sungguh-sungguh ingin memukul Lim Leng-ji.

   Tetapi pukulan balasannya terhadap Loo Cong sama sekali tidak asal-asalan.

   Pintu ingatannya hanya terbuka sampai di situ saja, yang lainnya masih membingungkan dan samar-samar.

   Tiba-tiba Lim Leng-ji menaikkan alis matanya, menatap tajam padanya sambil berkata.

   "Mengapa ada kesan penyesalan di wajahmu?"

   "Kapan?"

   "Sekarang ini."

   Wie Kai tertawa pahit sambil menggelengkan kepalanya, lalu berkata.

   "Ada masalah yang aku agak sedikit tidak enak untuk memberitahukannya padamu."

   "Jika sudah datang kemari, ada hal apa lagi yang tidakbisa dibicarakan!"

   Wie Kai menggosok-gosokkan tangannya, mengayunkan kepalanya ke depan dan ke belakang, bahkan mengangkat- angkat bahunya. Semua adalah gerakan yang tidak pernah ditunjukkannya sebelumnya, prilaku yang menunjuk-kan keragu-raguan dan ketidak pastian.

   "Tiba-tiba saja aku baru teringat, hubungan antara kau dan aku bisa menjadi dua kutub yang tidak seimbang."

   "Waktu masih anak-anak?"

   "Bukan, justru waktu belum lama ini."

   "Tidak seimbang yang bagaimana?"

   Wie Kai lagi-lagi menggosok-gosok tangannya, lalu berkata.

   "Kau tidak akan keberatan jika kukatakan?"

   "Asal bukan direka-reka seenaknya, untuk apa aku keberatan?"

   "Sebelum melangkah lebih jauh, mohon perhati arinya! Ini bukanlah inspirasi atau ilham yang tiba-tiba muncul atau terlihat dari ingatan, sepertinya aku dan kau I i nggal bersama-sama."

   "Tinggal di mana?"

   "Sudah tidak ingat lagi! Hanya saja kadang-kadang tinggal bersama, bahkan....bahkan seperti layaknya suami istri saja."

   Lim Leng-ji tiba-tiba memandangi Wie Kai dengan pandangan agak meremehkannya.

   Seorang perempuan seperti itu, meskipun pandangan meremehkan orang seperti itu ditujukan ki-pada siapa pun, mereka akan tetap merasa ter- Jika seorang perempuan yang luar biasa yang dapatmenggerakkan hati seseorang memandangi seorang laki-laki dengan pandangan seperti itu, kecuali jika laki-laki itu adalah suaminya atau teman baiknya, biasanya laki-laki ini tidak bisa memastikan pikirannya hanya melihat dari ekspresi mukanya saja, juga tidak bisa menyadari suasana hatinya yang dicerminkan oleh ekspresinya.

   Karena pandangan matanya sangat tajam menusuk seperti kilat yang menyambar.

   Semua orang dalam hal ini hanya bisa terkejut.

   Segala macam pemikiran untuk sementara terhenti.

   "Aku tahu kau pasti akan merasa tidak pantas atau marah."

   "Mengapa kau bisa berpikir seperti itu?"

   "Ini kan hanyalah potongan kecil dari kenangan masa lalu! Mengapa kau malah bertanya mengapa aku bisa berpikir seperti itu?"

   "Jika siang hari ada pikiran, maka malam hari ada mimpi. Semuanya hanya menjadi sebuah impian."

   Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Bukan mimpi?"

   "Aku masih bisa mengingatnya dengan jelas antara mimpi dan ingatan."

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bagus...bagus.... sudahlah jangan bicarakan lagi hal yang membosankan ini. Apa lagi yang masih kau ingat?"

   Wie Kai berjalan perlahan-lahan mengelilingi paviliun pinggir air itu.

   Lim Leng-ji pun mengikuti, berjalan mengelilingi paviliun itu.

   Bayangan kedua orang itu terpantul di permukaan air, benar-benar seperti sepasang bayangan kembar.

   Liauw Swat-keng yang berada di atas pohon tiba-liba merasa seakan-akan harta yang telah berada di tangannya tiba-tiba jatuh ke tangan orang lain.

   Kemungkinan bahwa gadis ini adalah bayangannya, bisa saja terjadi.

   Perasaannya saat ini benar-benar kacau.

   Wie Kai bolak-balik tetap saja menatapnya.

   Setiap kali Wie Kai menatap gadis itu sekali, orang yang berada di atas pohon juga menggertakkan giginya s-kali.

   "Kau masih belum menjawab pertanyaanku."

   Wie Kai merendahkan suaranya sehingga hanya mereka berdua saja yang bisa mendengarnya. Bahkan orang yang berada di atas pohon pun tidak bisa mendengarnya.

   "Rasa-rasanya kita sudah memiliki hubungan sa mpai tidur di bantal dan kamar yang sama seperti suami istri."

   Lim Leng-ji nyaris saja menamparnya.

   Hanya saja dalam kata-katanya terkandung dua kata 'rasa-rasanya'.

   'Rasa-rasanya' dua kata itu kegunaannya sangat brsar, ada kalanya bukanlah kata yang hanya omong kosong belaka.

   Walaupun ada orang yang membenci kata 'rasa-i asanya', 'mungkin', bahkan 'kurang lebih', dan lain-lain.

   Wie Kai membalikkan kepalanya memandang dan melihat raut wajah Lim Leng-ji yang tampak sangat tidak menyenangkan.

   Lim Leng-ji lalu berkata.

   "Loo Congpasti tidak akan pernah mengeluar-kan kata- kata seperti itu."

   Wie Kai berkata.

   "Loo Cong adalah Loo Cong, aku adalah aku."

   "Karena itu, dulu kau tidak pernah sekalipun menjadi.

   "

   Kata Lim Leng-ji.

   Dia tidak melanjutkan perkataannya.

   Sebenarnya dikatakan atau tidak sama saja.

   Seorang anak kecil pun pasti bisa menebaknya.

   Kedua orang itu tetap saja berjalan perlahan-lahan mengelilingi paviliun itu sampai 2-3 putaran sambil tetap tidak mengeluarkan suara.

   Tiba-tiba Lim Leng-ji bertanya.

   "Kau masih ada ingatan aneh apa lagi tentang masa lalu?"

   "Untuk sementara ini tidak ada!" '"Untuk sementara' dan 'tidak ada' adalah kata yang saling bertentangan, betul tidak?"

   "Aku hanya takut kau marah."

   "Semua yang paling membuatku marah sudah kau katakan tadi."

   "Ingatan akan masa lalu yang sedikit ini mungkin malah bisa membuatmu tambah marah."

   Lim Leng-ji sedang mempertimbangkan apakah perlu mendengar kata-kata yang kurang ajar ini.

   Atau mungkin dia sedang menebak apa sebenar nya isi kata-kata itu? Mungkin kata-kata tadi adalah kata-kata yang kotor.

   Lim Leng-ji tahu dirinya jelas-jelas sama sekali belum ternoda.

   Tetapi dia malah mendengar desas-desus yang disebarkan orang lain tentang dirinya yang disebarkan di belakang punggungnya.

   Seseorang tidak peduli betapa kaya dan makmur nya dia, tetap saja tidak bisa menghindar dari kecemburuan orang lain.

   Lihat saja Baginda Raja, entah berapa banyak rakyat jelata yang merasa cemburu dan iri di dalam hati padanya? Lim Leng-ji mengayunkan tangannya, berkata.

   "Jika memang ada yang perlu dibicarakan, katakan saja!"

   "Sebenarnya aku sama sekali tidak ingin mengatakannya."

   "Kecuali ini hanya rekaanmu saja!"

   "Untuk apa aku mereka-reka hal seperti itu?"

   Perasaan Lim Leng-ji mengatakan, jika orang ini datang hanya untuk bermanis-manis alias menjilat, kata-katanya benar-benar berbahaya, benar-benar bisa mencelakakan orang lain. Wie Kai sejenak ragu lagi lalu berbisik.

   "Kau dan orang itu malah sudah memiliki seorang jnak laki-laki kecil... tentu saja kemungkinan anak laki-laki kecil itu bukanlah anakmu, tetapi anak orang itu dengan wanita lain.

   "

   Tiba-tiba Lim Leng-ji melayangkan tamparan padanya.

   Tamparan ini benar-benar sangat keras.

   Bagi penonton yang berada di atas pohon, tamparan tadi ibarat sengsara membawa nikmat Paling tidak tamparan tadi menunjukkan kalau "barang berharga"nya masih terjaga dengan baik.

   Tetapi bagi Wie Kai, tamparan tadi membuat-nya sedikit tersadar.

   Bagi Lim Leng-ji sendiri, dia merasa kalau tamparannya tadi memang agak sedikit kelewatan.

   "Berani-beraninya kau berkata seperti itu!"

   Wie Kai berkata dengan sungguh-sungguh.

   "Aku tidak main-main dengan perkataanku tadi, paling tidak aku tidak mengarang-ngarang."

   "Di dunia ini mana ada hal yang seperti itu? Siapa yang telah menyuruhmu untuk menghina diriku?"

   Wie Kai mengusap-usap mukanya tanpa ber-kata sepatah kata pun.

   "Rupanya kau menyesal telah mengeluarkan kata-kata seperti itu, ya kan?"

   Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Sebenarnya masih ada yang harus dikatakan."

   "Masih ada?"

   "Aku masih ingat secara samar-samar, tetapi aku tidak ingin mengatakannya!"

   "Semua perkataan yang kurang ajar itu sudah kau katakan semuanya, masih ada yang mana lagi yang belum kau katakan?"

   "Aku kan tadi sudah bilang, itu hanyalah ingatan yang setengah tidur, aku tidak berani terlalu membenarkannya."

   "Jika semua itu bukan bohong, katakan saja semuanya secara terus terang!"

   Wie Kai menghela nafas.

   "Jika bicara terus terang, nanti kau akan memukulku lagi."

   "Kau takut dipukul?"

   "Ya tidak juga, hanya takut membuatmu marah!"

   "Aku tidak marah!"

   "Kau pasti tidak akan percaya, karena sebenar-nya nku memang sengaja menghinamu."

   "Apakah benar segawat itu?"

   "Itu tergantung apakah kau percaya atau tidak?"

   "Coba kau ingat-ingat lagi, apakah semua ini ,idalah khayalan saja ataukah mimpi yang benar-benar nyata?"

   Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Kalau begitu kau mungkin sudah mengidap penyakit lupa ingatan yang ringan."

   "Mungkin saja, belakangan ini aku juga ber-pikir demikian, tetapi di lain pihak, aku sama sekali tidak memiliki gejala akan penyakit tersebut."

   "Baiklah, kalau begitu katakan saja!"

   Wie Kai berhenti dan bersandar pada pagar paviliun itu lalu berkata.

   "Kau masih marah padaku karena menying-gung soal anak laki-laki kecil tadi."

   Lim Leng-ji lagi-lagi mengangkat tangannya tetapi sebelum memukul dia sudah menurunkan kembali tangannya dan bertanya dengan bersuara keras.

   "Penyakitmu benar-benar sudah tidak tertolong lagi."

   "Mungkin tidak lah terlalu berat, tetapi adalah sedikit."

   "Kau tengah malam begini datang menemuiku, apa hanya untuk mengatakan hal ini?"

   "Tidak. Aku datang demi mengungkapkan jati dirimu yang sebenarnya, juga jati diri adik perempuan kembarmu.'' "Apa maksudmu dengan adik perempuan kembarku?"

   Lim Leng-ji menduga penyakit yang dideritanya benar- benar parah karena semua hal ini tidak mungkin terjadi pada dirinya. Lim Leng-ji menatapnya dengan tajam. Wie Kai berkata.

   "Kau sama sekali tidak mempercayai hal ini, aku sedikitpun tidak merasa aneh."

   "Kau ini mengarang cerita apa lagi?"

   "Dulu Lim Hujin pernah mempunyai seorang teman yang bernama Liauw In, apakah kau pernah men dengarnya?"

   "Pernah."

   "Kalian Keluarga Lim adalah keluarga yang kaya raya, kata orang kekayaan keluarga kalian sampai ratusan juta tail, apakah kau mengetahuinya?"

   "Wah, ternyata orang luar lebih tahu dibandingkan dengan keluarga kami sendiri."

   Dia hampir saja mengatakan termasuk Wie Kai di dalamnya.

   "Kau jangan salah paham dulu, katanya Liauw In mempunyai seorang istri yang bernama Cia Peng dan dia adalah seorang bidan, sewaktu nyonya melahirkan, dia melahirkan sepasang anak kembar (tapi dia mengira hanya melahirkan seorang anak saja."

   Lim Leng-ji sangat terkejut. Tetapi setelah rasa terkejutnya lewat, tiba-tiba dia U'i tawa lalu berkata.

   "Perkataanmu malam ini benar-benar bisa membuat orang yang sudah meninggal tidak bisa beristirahat dengan tenang."

   "Aku sudah tahu kau tidak akan percaya, jika kau percaya maka orang yang melakukan tipu muslihat ini, apakah masih memiliki masa depan?"

   "Wie Kai, yang selanjutnya aku sudah tidak ingin mendengarnya lagi."

   "Mengapa?"

   "Aku juga tidak berani memastikan, lagi pula tidak mungkin persoalan mengenai kakak-beradik kembar seperti ini bisa muncul secara tiba-tiba."

   "Pikiran ini memang yang paling masuk akal, ?ikan tetapi di dunia ini ada kalanya timbul persoalan aneh yang tidak pernah terpikirkan orang sebelum-nya."

   "Apakah adasaksi atau barang bukti?"

   "Aku telah membawa adik kembarmu kemari."

   Lim Leng-ji lagi-lagi terkejut dan bertanya.

   "Di mana dia?"

   Wie Kai bertepuk tangan lalu.

   "Swat-keng, silahkan keluar!"

   Sekarang bisa dilihat betapa paniknya Lim Leng-ji.

   Dia mengikuti arah pandangan mata Wie Kai, tetapi di atas pohon itu tidak terdapat gerakan sedikit pun.

   Wie Kai tahu Liauw Swat-keng adalah seorang gadis yang nakal, tetapi itu juga tergantung sekali suasana hatinya, membuat dirinya cemas saja! Wie Kai lagi-lagi bertepuk tangan, berkata.

   "Swat-keng .... Swat-keng di saat hendak bertemu dan mengenal saudara perempuan kembarmu kau malah nakal? Kau ini benar-benar keterlaluan!"

   Sama seperti sebelumnya, tetap saja di atas pohon itu tidak aToakorakan apa pun.

   Wie Kai memandangi Lim Leng-ji dan melihat dia sama sekali tidak bereaksi apa pun.

   Dari pada ada reaksi, tidak ada reaksi sama sekali malah membuatnya semakin tidak tenang.

   Wie Kai sedikit naik pitam dan berseru.

   "Liauw Swat-keng, jangan kurang ajar! Aku ini benar- benar lari kesana kemari demi orang lain, jangan membuatku tambah repot, bisa kan?"

   Di atas pohon


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini