Ceritasilat Novel Online

Pisau Kekasih 4


Pisau Kekasih Karya Gu Long Bagian 4


onghong Ta-cing tertawa pahit lalu berkata.

   "Banyak hal di dunia ini yang bisa membuat orang tidak berdaya. Apa yang kau mau aku katakan, pasti akan aku katakan tetapi kau pasti tidak bisa menerimanya!"

   Satu wajah Sangguan Lie berubah.

   "Mengapa?"

   "Coba pikirkan baik-baik, kau akan mengerti sendiri."

   "Apakah kau bisa memberitahukan walau pun sedikit?"

   "Baik. Pertama, orang dengan kedudukan seperti Sangguan Lie, tidak mungkin akan turun tangan terhadap seorang Cong-pu-thauw. Kedua, orang licin seperti Sangguan Lie tidak akan menanyakan pertanya-an yang tidak boleh ditanyakan."

   Sangguan Lie mematung.

   Kata-kata Tonghong Ta-cing memang ada benarnya.

   Mengapa tadi dia begitu ceroboh? Sampai berani menguji ilmu silat Tonghong Ta-cing.

   Mungkin karena ada kemungkinan dia juga salah satu dalang dari penculikan itu.

   Hoa Cian dan Lok Hiang lagi-lagi bersama.

   Sepanjang sejarah manusia hal yang paling banyak terjadi adalah hal yang seperti ini.

   Inilah kamar yang mereka sewa untuk sementara waktu.

   Hoa Cian berkata dengan jengkel.

   "Kita berdua benar- benar belum sempat mak.ni daging kambing, tetapi sudah membuat tubuh kacau."

   KataLokHiang.

   "Sudahlah! Sudah bagus tidak ada orang lain yang tahu. Anggap saja semuanya hanya mimpi ' "Aku tidak habis pikir."

   Hoa Cian berkata lagi.

   "Mereka mengambil tebusan tetapi mengapa malah diculik lagi?"

   "Apakah kau bisa memastikan orang yang mengambil tebusan itu adalah Wie Kai atau Seebun Long ?"

   "Bukan mereka, jangan-jangan ada orang lain lagi yang tahu tentang rahasia mereka ?"

   "Apakah kau tidak merasa pandangan mata dan gerak gerik pengurus rombongan dan Suma Hen belakangan ini agak aneh ?"

   "Apakah menurutmu dia tahu tentang rahasia ini?"

   "Kau menilai terlalu tinggi tentang rencana kita."

   Hoa Cian berkata.

   "Masa Bodoh! lebih baik kita selesaikan dulu pertunjukkan kita baru bicara lagi."

   Inilah sebuah kamar yang lain lagi.

   Di bagian depan dan di belakangnya terdapat pagar tanaman, di sekitarnya ada terdapat sekitar 10 buah rumah tinggal penduduk.

   Di atas pagar tanaman itu terdapat bunga dan di atas bunga terdapat kupu-kupu yang beterbangan.

   Pemandangan ini benar-benar sangat indah.

   Hanya saja Wie Kai dan Seebun Long tidak punya niat untuk menikmatinya.

   "Pergilah!"

   Seebun Long berkata.

   "Tujuan sudah tercapai, mengapa masih belum pergi juga ?"

   "Tujuan masih belum tercapai,"

   Kata Wie Kai.

   "Apa yang sebenarnya yang ada di benakmu?"

   "Apa lagi yang harus aku pikirkan?"

   Wie Kai berkata.

   "Apalagi kalau bukan merasa bersalah kepada Siau-liong ?"

   "Jadi semua ini demi Siau-liong?"

   Raut wajah Seebun Long menjadi cerah, lalu berkata lagi.

   "Tidak kusangka."

   "Memangnya kenapa?"

   "Kau gelisah hanya karena penculikan ini."

   "Siau-liong bagaimana pun juga dilahirkan oleh orang tuanya,"

   Wie Kai berkata lagi.

   "Kau sebagai seorang wanita, seharusnya sedikit banyak ada perasa-an kasih sayang terhadap anak itu."

   "Demi membantu tercapainya tujuanmu, memang sudah seharusnya sedikit lembut padanya, tetapi tetap saja tidak bisa."

   "Aku merasa, Siau-liong agak mirip dengan-rrai."

   Seebun Long terpaku menatap Wie Kai.

   "Seperti aku?"

   Seebun Long seperti berkelit.

   "Ya,"

   Kata Wie Kai.

   "Terutama bagian hidung dan matanya."

   Seebun Long membelalakkan matanya sambil berkata.

   "Aku sendiri malah tidak memperhatikannya."

   Kedua mata Seebun Long sangat indah, tidak ada duanya di dunia ini.

   Sangat mirip dengan milik Lim Leng-ji.

   Hanya saja Wie Kai yang sekarang menjadi bingung, apakah Lim Leng-ji itu benar-benar ada.

   Sebab dia beranggapan kalau Lim Leng-ji itu adalah Seebun Long.

   Diapun lupa walaupun kecantikan bola mata Lim Leng- ji sedikit kalah indah jika dibandingkan dengan Seebun Long, tetapi dari sisi bentuk tubuh serta daya tariknya, Lim Leng-ji lebih unggul dibandingkan dengan Seebun Long.

   Lagi pula dia sangat perhatian pada Wie Kai.

   Bagaimana Wie Kai tidak puas ? Tetapi dia pun hampir melupakan Sangguan Siau-liong.

   Sepertinya anak itu tidak hanya mirip dengan Seebun Long, tetapi juga mirip dengan orang yang satu lagi.

   Tiba-tiba pintu terkuak lebar, di dalam ruangan telah berdiri seseorang yang raut wajahnya tertutup topeng yang hanya menampakkan sepasang mata yang bersinar.

   Saat itu Wie Kai sedang bersandar pada tempat tidur, dengan sekejap dia berdiri di hadapan tempat tidur sambil berkata.

   "Siapa kau?"

   Orang itu sama sekali tidak bersuara.

   "Sobat, semoga kau salah masuk ruangan."

   Bola mata orang itu menatap tajam Wie Kai.

   Itu menyatakan bahwa dia sama sekali tidak salah masuk.

   Tiba-tiba orang ini mengeluarkan tangannya.

   Tetapi ternyata yang dia gerakkan kakinya terlebih dahulu.

   Gerakan kakinya serasa lebih hidup dibandingkan dengan tangannya.

   Dalam sekejap mata sebuah tendangan telah membuat Wie Kai terdorong mundur sebanyak dua langkah.

   "Sobat yang tidak diundang, jika menyesal tanggung sendiri akibatnya!"

   Kata Wie Kai.

   Wie Kai mengeluarkan golok di kedua tangan-nya dan maju menyerang.

   Sret, bagian atas celana panjang orang itu sobek setengahnya.

   Tiba-tiba orang itu melesat keluar melalui pintu.

   Wie Kai tidak mengejarnya sebab lukanya masih belum sembuh.

   Orang itu sejak datang sampai perginya sama sekali tidak berkata sepatah kata pun.

   "Mungkin orang ini ada hubungannya dengan Siau- liong,"

   Kata Seebun Long.

   "Jika kedatangannya kemari ingin menebuSjSiau-liong, seharusnya dia mengeluarkan uang tebusan nya terlebih dahulu."

   "Apa mungkin orangnya Tonghong Ta-cing?"

   "Sukar untuk dikatakan."

   "Siapa sebenarnya Tonghong Ta-cing itu? Dia tentu bukan kepala polisi dari kabupaten Lam-kong."

   "Tentu saja bukan,"

   Wie Kai berkata.

   "Tapi dia pasti bukan orang sembarangan."

   "Lalu perannya apa ?"

   Kata Seebun Long.

   "Walaupun dia mungkin dari lingkungan pejabat, tetapi dia pasti orang yang melawan hukum."

   "Kau mengenalnya ?"

   Tanya Seebun Long.

   "Biar pun kenal belum tentu mengerti dia. Aku tidak mengenalnya, yang penting asalkan selalu dekat padanya, maka akan lebih mudah mengetahui dia itu orang seperti apa."

   Seebun Long berjalan mendekat.

   Wie Kai dapat mendengar suara nafasnya.

   Sebenarnya itu adalah suara akibat reaksi fisiologis.

   Bahkan lengannya menggantung di pundak Wie Kai dan bola matanya yang indah tiada duanya itu memberikan tatapan mengundang padanya.

   -ooo0de0ooo- BAB III Malam semakin gelap.

   Di dalam kamar Sangguan Lie terdapat dua orang yang sedang duduk berhadapan tetapi mereka sama sekali tidak menyalakan lentera.

   Salah satu dari mereka berkata.

   "Apakah keadaanmu belakangan ini baik-baik saja?"

   "Sangguan-heng, keadaanku masih sama seperti sebelumnya."

   "Bagaimana dengan dia?"

   "Dia? Maksudmu Liu.

   "

   Lawan bicaranya mengangkat tangan memotong pembicaraannya.

   "Dia juga baik."

   Suasana hening sesaat, hanya terdengar surupan teh yang diminum mereka. Mereka berdua adalah laki-laki dan usia mereka berdua pun tidak jauh berbeda, hanya status sosial mereka yang berbeda.

   "Apakah kau bahagia?"

   "Aku. tidak terlalu."

   "Apakah kau tidak merasa ini adalah suatu hal yang menyenangkan?"

   "Jika kau adalah aku, kau juga akan merasakan hal yang sama."

   "Mengapa tidak senang? Semua orang mengatakan dia sangat panas."

   "Memang."

   "Lagi pula aku pun memberikan upah pada-mu."

   Orang tersebut terdiam karena kata 'upah' itu serasa pisau yang menghujam tajam ke dadanya. Orang ini berkata.

   "Sangguan-heng, mengapa kau menyebutnya sebagai upah?"

   "Mengapa, tidak boleh?"

   Orang ini menjadi marah dan berkata .

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Setiap kali orang melihat diriku di jalanan, tidak peduli menganggukkan kepalanya atau membungkukkan tubuhnya, aku selalu merasa gentar dan hilang percaya diri."

   "Oh?"

   "Yang membuat gentar adalah khawatir mereka menanggap aku mirip denganmu, tapi justru tidak mirip denganmu. Yang membuatku hilang percaya diri adalah saat aku berduaan dengan Liu Eng, sebagian besar waktunya hanya melihat nyala lentera, tidak berbicara, tetapi berusaha bekerja dengan keras!"

   "Berusaha?"

   "Ya. Sebab jika tidak berusaha keras, dia tidak akan puas."

   "Apakah malam ini kau ingin istirahat?"

   "Ya. Terlalu lelah, jika mau menggantikan.

   "

   Orang itu berdiri berjalan keluar dari ruangan itu sambil berkata.

   "Mungkin ada sebagian laki-laki yang iri padamu, tetapi sebagian besar laki-laki tidak beranggapan seperti itu."

   Orang itu keluar berjalan ke ruangan lain.

   Dia berbaring di atas ranjang, di tengah kegelapan malam sambil berpikir bahwa Liu Eng ternyata wanita yang lumayan juga.

   Saat itu sinar bulan masuk melalui sela-sela jendela dan barulah terlihat ada seseorang di dalam kamar itu.

   Tampang orang itu tidak terlihat jelas.

   Segera saja dia bangun dan duduk di ranjang lalu berkata.

   "Siapa?"

   "Tidak perlu bertanya, cepat jawab saja."

   "Jawab apa?"

   "Tentang semua siasat kalian dan juga tentang masalah upah."

   Orang yang ada di atas ranjang melompat terbang tapi sebuah tendangan bagaikan gelombang datang menghantamnya.

   Orang yang tidak diundang itu melakukan tendangan berputar yang cepat seperti gasing.

   Walaupun dia bisa menghindar dengan cukup cepat dan gerakannya pun lincah.

   Tapi kaki lawan yang satu telah mengenai dada dan yang satunya lagi tetap mengenai pinggang sehingga tubuh orang itu mendarat di atas meja dan membuat meja terpecah menjadi dua.

   Bagian dada dan pinggangnya terasa sakit seperti terbelah dua.

   "Asalkan kau mendengarkan kata-kataku,"

   Kata tamu tidak diundang itu.

   "kelak apa pun yang kau mau, pasti akan ku berikan."

   "Kau?"

   "Ng! Memang aku!"

   "Jangan-jangan kau itu.

   "

   "Tidak perlu kau katakan!"

   "Yang membunuh Bu-seng Liu Ie-sen dari kelompok pertunjukan Lian-seng pasti kau orangnya."

   "Membunuh orang adalah pekerjaan yang sangat menjemukan, tetapi dia tidak bisa tidak harus dibunuh."

   "Menjemukan?"

   "Membunuh adalah pekerjaan yang mudah, tetapi sesudah membunuh, harus dibersihkan noda-nodanya, sama seperti jika kau telah memenggal ayam, bebek, atau ikan."

   Ditilik dari ucapannya, bagi orang ini mem-bunuh sudah merupakan makanannya sehari-hari.

   "Apa yang sebenarnya kau inginkan?"

   "Aku mau bagaimana lagi? Hanya ingin selanjutnya kau harus mendengarkan aku."

   "Baiklah."

   "Kau memang rekan kerja sama yang baik"

   "Selama ini aku memang sangat bekerja sama."

   "Kau pasti tahu di mana Sangguan Siau-liong sekarang?"

   "Bagaimana mungkin aku tahu?"

   "Mungkin tahu lokasi di mana Wie Kai dan Seebun Long sekarang?"

   "Untuk apa semua itu? Kau ingat baik-baik! Kau beri saja apa yang dia minta, toh dirimu sendiri sudah cukup makmur."

   "Sobat, tidak segampang yang kau katakan. Ini kan menyangkut harga diri seorang laki-laki."

   Tamu tidak diundang itu tertawa dingin.

   "Harga diri apaan? Di dunia ini ada segala macam orang dan segala macam masalah, hal yang belum pernah kau pikirkan mungkin sudah dialami oleh orang lain, jangan terlalu dibesar-besarkan!"

   "Terserahlah!"

   "Jika ucapanmu berlawanan dengan isi hatimu bagaimana?"

   "Maksudnya?"

   "Kita jangan bicarakan yang lain dulu, aku ingin menimpakan soal kematian Liu Ie-sen padamu."

   "Dari pertama sudah terlihat hubungan kalian antara ibu dan anak."

   Kata Wie Kai. Dia sudah mulai tidak sabar.

   "Jika kau mengikuti apa kataku, kau bisa melanjutkan kehidupan enakmu dengan damai."

   "Sampai berapa lama?"

   "Selama kau belum bosan pada Liu Eng, terserah kau mau berapa lama."

   "Tetapi bagaimana dengan Sangguan Lie?"

   "Soal itu biar aku yang urus, biarkan saja dia marah dalam hati."

   Raut wajah yang semerah arak. Begitulah keadaan Seebun Long. Lelaki yang bersama dengan Seebun Long juga tidak berbeda jauh keadaannya. Dia menegak secangkir arak sambil berkata.

   "Aku punya sebuah pertanyaan yang ingin ku tanyakan padamu."

   Seebun Long menatap dirinya sejenak lalu berkata.

   "Bukan hal yang mendesak, bukan?"

   "Sangat mendesak!"

   Wie Kai berkata.

   "Apakah kau ibu dari Sangguan Siau-liong ?"

   Seebun Long diam seribu bahasa.

   "Jika aku yang melahirkannya, mana mungkin aku menculiknya?"

   "Apa anehnya?"

   Wie Kai berkata.

   "Pertama, bisa mendapatkan uang. Kedua, bisa bertemu dengan anak kandungmu untuk sementara waktu."

   "Kau jangan berpikir yang tidak-tidak."

   Wie Kai menjengut sejumput rambutnya yang indah. Sejak pertama kali mereka saling mengenal, hal ini baru pertama kalinya terjadi. Seebun Long berkata dengan suara keras.

   "Wie Kai, kau harus meminta maaf padaku!"

   "Bicara tidak?"

   Seebun Long sangat mengenal wataknya. Jika dia tidak mengatakannya, pasti akan mendapat siksaan yang lebih hebat lagi.

   "Benar, dia memang anakku. Lepaskan aku l"

   Wie Kai malah tambah menarik rambutnya lagi sambil berkata.

   "Sangguan Lie bukan ayah kandungnya betul?"

   "Siapa bilang?"

   Wie Kai tambah keras menarik rambutnya.

   "Bicara tidak?"

   Seebun Long menjerit.

   "Lebih baik kau BUNUH saja aku!"

   "Tidak mau bicara, ya?"

   Seebun Long menahan amarahnya.

   "Wie Kai, lepaskan tanganmu, nanti aku akan memberitahukan padamu."

   Wie Kai melepaskan tangannya, lalu mengisi dua cangkir arak sampai penuh. Dengan muka cemberut Seebun Long berkata.

   "Ternyata kau orang yang seperti itu!"

   "Kata-kata ini seharusnya aku yang bilang."

   "Dia adalah anakmu.

   "

   Kata Seebun Long. Arak yang ada di salah satu cangkir tadi dilemparkan ke wajah Seebun Long. Arak yang dingin membasahi wajah Seebun Long. Seebun Long segera menyingkir sambil berkata.

   "Apa yang kau lakukan?"

   "Cara seperti itu tidak akan mempan padaku."

   Seebun Long berkata sambil membiarkan arak yang membasahi wajahnya.

   "Apa kau tidak tahu aku melakukannya semua ini hanya untuk dirimu?"

   "Kau seharusnya tahu, aku tidak bisa menerima bantuan seperti itu."

   "DASAR TIDAK PUNYA HATI !"

   Seebun Long berkata dengan suara keras. Wie Kai minum araknya tanpa berkata apa pun. Dia sedang berpikir apa yang harus diperbuat pada anaknya. Yu Siau-go tiba-tiba muncul.

   "Kalian berdua jangan tegang,"

   Kata Yu Siau-go.

   "Aku tahu di mana Sangguan Siau-liong berada."

   "Kau?"

   Wie Kai bangkit dari tempat duduknya. Yu Siau-go memutar tubuhnya sambil berkata.

   "Wie-ya, tolong dengarkan aku dulu."

   Wie Kai diam.

   "Sewaktu kalian berdua sedang sibuk meng-ambil tebusan, aku melihatnya dari samping, kemudian aku mengambil anak itu dan membawanya pergi."

   Tangan Wie Kai mencengkram Yu Siau-go.

   "Di mana dia?"

   "Wie-ya, apa begini yang namanya berbisnis?"

   "Berbisnis?"

   Yu Siau-go tertawa, katanya.

   "Kenapa? Apakah menurut Wie-ya ini bukan sebuah bisnis?"

   Wie Kai melepaskan tangannya.

   "Duduk!"

   Yu Siau-go duduk, Seebun Long menuangkan arak baginya dan berkata.

   "Ada syarat apa langsung saja katakan!"

   Yu Siau-go menyesap araknya sambil meng-ambil sayuran dengan sumpit dan mengunyah di dalam mulutnya. Dia benar-benar orang yang dingin.

   "Wie-ya, menurut kabar Sangguan Tayhiap akan membayar 500 tail emas sebagai tebusannya."

   Wie Kai mengangguk-anggukkan kepalanya.

   "Wie-ya, kau kan tahu kalau aku selalu hidup miskin."

   "Jika kau bertele-tele, maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu!"

   "Baik... baik. ! Aku akan bicara langsung saja,"

   Katanya lagi.

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Anak itu kan anak majikan Seebun Long, aku tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak? tentu saja aku ingin mengembalikannya, tetapi.

   "

   "Mau uang?"

   "Wie-ya, dari 500 tail yang aku butuhkan hanyalah 50 tail saja sudah cukup."

   Wie Kai mengambil kantung yang berisi uang tebusan dan melemparkan ke hadapan Yu Siau-go sambil berkata.

   "Semuanya untuk mu!"

   "Wie-ya, semua ini ada berapa?"

   "500 tail!"

   Bukan hanya Yu Siau-go yang terpana, Seebun Long juga dibuat terkejut setengah mati.

   "Wie Kai, kau sudah gila ya!"

   Wie Kai mengibaskan tangannya.

   "Tutup mulutmu!"

   Yu Siau-go tertawa lalu berkata.

   "Wie-ya, kau sedang bergurau denganku?"

   "Apakah aku mau bergurau dengan orang seperti dirimu?"

   "Betul juga, orang sepertimu tidak mungkin mau bergurau dengan orang sepertiku."

   "Ambil semua uang itu, lalu antarkan Sang-guan Siau- liong ke kediaman Sangguan Lie."

   Tiba-tiba Yu Siau-go menatap tajam Wie Kai sambil berpikir apakah dia sedang main-main. Biar pun dia sedang bermimpi, tetap saja tidak pernah terpikirkan uang sebesar 500 tail emas.

   "Wie-ya, be. benarkah?"

   Tiba-tiba dia berlutut dihadapan Wie Kai dan berkata.

   "Wie-ya, aku sudah berbuat jahat terhadapmu tetapi kau tidak menyalahkan aku malah memberiku uang, budi baikmu akan kuingat seumur hidupku."

   "Segera kau pergi membawa anak itu kepada Sangguan Lie. Sesudah pergi dari tempat ini, ganti namamu dan berdaganglah, jangan berbuat jahat lagi."

   "Baik, Wie-ya."

   Sesudah mengangguk-angguk-an kepalanya sebanyak tiga kali, mengambil kantung yang berisi uang itu lalu beranjak pergi. Kata Wie Kai.

   "Ingat! Anak itu harus sampai ke tangan Sangguan Lie. Tidak peduli alasan apa yang kau katakan atau kau antar saja anak itu sampai ke depan rumahnya lalu mengetuk pintunya dan pergi. Jangan berbicara apa pun pada orang lain kalau Siau-liong adalah anak kami."

   "Baik."

   "Kau memang orang aneh!"

   Kata Seebun Long.

   "Tetapi orang yang membuatku aneh justru belum mengenalku."

   "Jika kau merindukan anakmu, mengapa tidak kau taruh dia di sisimu?"

   "Dengan situasi sekarang ini, jika anak itu ada di sisiku justru malah membahayakan. Yang kucemas-kan justru dirinya."

   "Kau selalu berpikir jauh dibandingkan aku."

   Wie Kai hanya menatap tajam padanya. Yu Siau-go tergesa-gesa pergi memasuki sebuah perkampungan kemudian menghampiri sebuah rumah penduduk yang pintunya terbuka. Begitu masuk rumah dia langsung memanggil.

   "Gu- ji....Gu-ji.

   "

   Dia memanggil beberapa kali tetapi tidak ada yang menyahut.

   Apakah telah terjadi sesuatu? Setelah memeriksa seluruh rumah, ternyata memang tidak ada seorang pun.

   Yu Siau-go melihat kantung yang ada di tangannya lalu tertawa.

   Jika orangnya ada, pasti dia akan mengantarkan kepada Sangguan Lie, lalu pergi.

   Jika sudah tidak ada, dia juga tidak punya keberanian untuk kembali ke tempat Wie Kai.

   Sebab uangnya pasti diminta kembali.

   Lagi pula Wie Kai kan sudah menyuruhnya untuk pergi jauh-jauh dan mencari sebuah tempat untuk berdagang.

   Baru saja hendak keluar dari rumah itu, tiba-tiba di pekarangan terdengar suara.

   Sekarang dia sangat takut jika bertemu dengan orang- orang seperti Wie Kai, juga Tonghong Ta-cing dan Sangguan Lie.

   Dia melihat keluar jendela dan ternyata yang datang adalah sesosok wanita.

   Begitu diperhatikan lebih lama, Yu Siail-go terkejut setengah mati.

   Orang yang datang itu ternyata Liu Eng.

   Dulu ketika Yu Siau-go datang ke rumah Sangguan Lie, dia selalu memandanginya.

   Waktu itu dia tidak berani memikirkan wanita itu v/alau dalam mimpi sekalipun.

   Tetapi sekarang, dia merasa akhirnya kesempat an itu datang juga.

   "Siau-liong ......... Siau-liong ........"Liu Eng memanggil dengan suara kecil sebab rumah itu memang tidak ada cahaya dan di pekarangan pun gelap sekali. Saat itu sudah jam 4 dini hari. Liu Eng memasuki rumah itu dengan hati- hati dan di dalamnya dia melihat bayangan seseorang yang sedang berdiri sehingga dia langsung membalikkan tubuh hendak melarikan diri.

   "Nyonya! Ini aku."

   Yu Siau-go menahannya.

   Begitu menyentuh Liu Eng, tubuh Yu Siau-go langsung terserang panas bagaikan disembur api.

   Hal seperti inipun tidak pernah berani dipikirkan dulu.

   Wanita milik Sangguan Lie sama sekali tidak boleh disentuh, tiba-tiba dia teringat akan hal itu.

   Liu Eng terpaku sejenak lalu bersuara.

   "Kau Yu Siau-go?"

   Yu Siau-go masih memegangi tangannya.

   "Yu Siau-go, apa yang kau lakukan di sini?"

   "Nyonya sendiri sedang apa di sini?"

   "Aku tidak sengaja mendengar suara tangisan anak kecil di sekitar sini."

   "Setelah kejadian penculikan itu, nyonya kan tidak pernah peduli."

   "Siapa bilang?"

   "Nyonya, bagaimana kalau kita berdua saling jujur saja?"

   "Lepaskan aku! Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu."

   "Kau tidak terlalu mengerti, tetapi kau tampak lebih mengerti dibandingkan dengan diriku."

   "Siau-liong ada di tanganmu?"

   "Menurutmu?"

   "Aku memang sudah mengira kau pasti ada sangkut pautnya dengan kasus penculikan itu."

   "Untuk apa Nyonya mencari Siau-liong?"

   "Kata-kata mu sangatkurang ajar!"

   "Siau-liong bukanlah anak kandungmu, jika dia ada maka di kemudian hari pembagian harta yang kau peroleh pasti lebih sedikit. Apakah betul nyonya tidak pernah berpikir akan hal ini? Kalau begitu untuk apa malam ini nyonya ada di tempat ini? Jadi membuat orang penasaran!"

   "Lalu untuk apa aku datangkesini?"

   "Apakah hal itu masih perlu ditanyakan?"

   Liu Eng tahu dia tidak bisa dikelabui. Jika sudah begini, terpaksa dia juga memanfaatkan orang ini.

   "Dia ada ditanganmu?"

   "Tentu saja."

   "Yu Siau-go, kau bisa mendukungku?"

   Hati Yu Siau-go berbunga-bunga.

   "Soal itu tentu saja harus dilihat dari bagaimana sikap nyonya terhadapku?"

   "Kalau begitu langsung saja mau berapa!"

   "Uang? Sekarang ini aku tidak butuh, yang kubutuhkan, kau bisa menemaniku semalam saja."

   Liu Eng terkejut setengah mati. Dia tidak menyangka bahwa dirinya ternyata telah masuk ke mulut seekor serigala.

   "Yu Siau-go, lebih baik kau jangan macam-macam!"

   "Apakah kau mau menyuruh Sangguan Lie untuk mengertakku?"

   "Khawatirnya Sangguan Lie tidak segan-segan menggertak orang lain."

   "Aku hanya ingin mengatakan satu hal, bagi Sangguan Lie kau tidak berharga sama sekali!"

   "Kalau kau berani mengatakannya di depan Sangguan Lie. Coba saja!"

   "Maksudku dia adalah seorang bajingan!"

   Liu Eng memberontak sambil berteriak.

   "Lepaskan aku! Dasar orang rendahan!"

   Tentu saja Yu Siau-go tidak mau melepaskan-nya, dia malah tertawa dan berkata.

   "Aku memang bukan orang terpandang,"

   Berkata lagi.

   "Apa kau tahu, tidak lama setelah kau dan Sangguan Lie menikah, dia terluka berat sehingga kejantanannya tidak berfungsi?"

   Liu Eng bagaikan tersambar petir di siang bolong.

   "Karena Sangguan Lie tidak bisa mengatakan bahwa dia telah kehilangan kemampuannya, maka dia mencari seseorang untuk menggantikannya."

   Mata Liu Eng terbelalak lebar-lebar.

   Memang benar, meskipun tubuh orang itu sama persis dengan Sangguan Lie, tetapi entah mengapa ada kalanya dia merasa ada yang aneh.

   Tetapi dia sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa di dunia ini ada orang yang mencari pengganti dirinya untuk melakukan hubungan suami istri.

   Liu Eng berkata dengan suara keras.

   "Kau BOHONG! "Jika kau tidak percaya, aku bisa membawamu untuk menemui Sangguan Lie yang satunya lagi."

   Liu Eng mau tidak mau terpaksa percaya.

   "Bekerja samalah denganku maka semua keinginanmu akan terpenuhi, lagi pula membangkang terhadapku pun hanya buang-buang tenaga saja."

   "Siau-liong benar-benar ada di tanganmu?"

   "Ya."

   Lalu Yu Siau-go bertanya.

   "Mau keadaan hidup atau mati?"

   Tangan Yu Siau-go sudah gatal.

   Dia tidak pernah menyangka bahkan wanita yang tidak berani dimimpikannya, sekarang bisa dia permainkan sepuasnya.

   Liu Eng tidak bisa berbuat apa-apa karena dia sendiri yang menghantarkan dirinya.

   Asalkan tujuannya tercapai, sedikit berkorban apalah artinya.

   Apalagi perbuatan Sangguan Lie terhadapnya sudah sangat keterlaluan.

   "Coba saja lihat! Tidak ada anaknya, apa dia masih bisa galak."

   Liu Eng bisa merasakan tangan Yu Siau-go yang mengusap naik turun di atas pinggulnya.

   Paling tidak, Sangguan Lie yang itu sama sekali tidak pernah melakukan hal ini, begitu masuk langsung mematikan lentera, melakukan tugasnya tanpa terucap sepatah kata pun.

   Setelah selesai langsung pergi ke kamarnya sendiri.

   Tapi dia juga tidak semudah itu terpengaruh oleh Yu Siau-go.

   "Di mana Siau-liong?"

   "Dia ada di sini."

   "Mengapa aku tidak melihatnya?"

   "Orangku menyembunyikan di tempat lain sebab tadi situasinya tidak aman, tenang saja dia nanti pasti akan membawanya kemari."

   Tangan Liu Eng terangkat ke dada Yu Siau-go dan tanpa sengaja menyentuh sebuah benda keras.

   Saat ini Yu Siau-go sama sekali tidak berpikir apa-apa karena tubuhnya sedang terbakar nafsu.

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan cepat dan tanpa ragu-ragu Liu Eng mengambil benda itu dan menghujamkannya ke tubuh Yu Siau-go.

   Ternyata benda itu adalah sebilah pisau.

   Terdengarlah jeritan Yu Siau-go.

   Dalam situasi terjepit seperti ini, sudah pasti orang biasanya mengambil jalan pintas.

   Sesudah membunuh, barulah Liu Eng merasa panik.

   Dia tergesa-gesa keluar lewat pintu belakang dan pada saat itupun dia mulai merasa bersalah.

   Baru saja berjalan tidak lama, dia merasa ada seseorang yang mengikutinya.

   Bagaimana jika kejadian ini terbongkar? Bagaimana jika Sangguan Lie tahu bahwa dia sudah membunuh orang? Lalu kasus penculikan itu jadi bagaimana kelanjutannya? Buru-buru dia memasuki sebuah biara tua yang sudah rusak.

   Biasanya dia tidak akan berani masuk ke tempat seperti ini karena tempat seperti ini suka ada penunggunya.

   Baru saja duduk bersandar di bawah patung dewa, dari arah pekarangan terdengar suara langkah kaki seseorang.

   Orang ini pasti melihat jelas dia masuk biara tua ini.

   Tidak lama kemudian menemukannya.

   Liu Eng tidak bisa melihat orang itu dengan jelas tetapi orang itu malah bisa melihatnya dengan jelas.

   "Kau mau apa?"

   "Aku mau menuntaskan hal yang belum dituntaskan oleh Siau-Yu tadi."

   "Apakah kau tidak takut pada Sangguan Lie?"

   Orang itu tertawa dingin sambil berkata.

   "Yu Siau-go saja tidak takut, mengapa aku harus takut?"

   Ternyata orang ini mendengarkan semua pembicaraan antara Yu Siau-go dan dirinya tadi.

   "Siapa kau?"

   "Bagi dirimu, semua orang kan sama saja." . Memang benar, jika saja pisau itu tidak menan-cap di dada Yu Siau-go, maka sepanjang hidupnya sampai sejauh ini mungkin sudah ada 3 orang pria yang pernah menyentuhnya. Di tambah satu orang lagi memang tidak ada bedanya.

   "Jika kau menginginkanku, setidaknya aku harus tahu dulu siapa dirimu!"

   Kata Liu Eng.

   "Namaku Hoa Cian! Dalam grup Lian-seng aku berperan sebagai Bu Song di Su-sai-lou (gedung singa)."

   "Apa rencanamu?"

   Tanya Liu Eng.

   "Membawamu pergi jauh dari sini."

   "Memangnya kau bisa menghidupiku?"

   "Apakah ini tidak cukup?"

   Hoa Cian mengeluarkan kantung yang berisi uang yang dibawa Yu Siau-go tadi dan menaruhnya di samping tubuh Liu Eng.

   Uang 500 tail emas terlihat berkilauan diterpa sinar bulan.

   Liu Eng tidak bisa berkata apa-apa.

   Mau tidak mau hati Liu Eng tergugah juga melihat uang sebanyak itu.

   Tetapi sepertinya Hoa Cian berbeda dengan Yu Siau-go, sampai saat ini dia tidak melakukan tindakan apa pun.

   "Mengapa kau diam saja?"

   "Kau tidak tahu."

   Hoa Cian berkata.

   "Selama ini aku belum pernah melihat tubuh yang indah seperti ini."

   "Benarkah?"

   "Untuk apa aku menipumu?"

   "Apakah kau suka?"

   "Suka?"

   Hoa Cian berkata.

   "Aku bahkan memujanya!"

   Liu Eng membawa tangan Hoa Cian ke tubuh-nya untuk mengusapnya.

   Dia sudah berpengalaman tidur dengan lelaki tetapi yang ini berbeda.

   Dia tahu semua pria hanya menginginkan rubuhnya saja dan hanya untuk memuaskan nafsu mereka saja, tanpa memikirkan perasaannya sehingga dia tidak pernah menikmatinya.

   Tetapi Hoa Cian berbeda.

   "Kau ternyata lumayan juga,"

   Kata Liu Eng.

   "Hari sudah mulai pagi!"

   Baru saja Hoa Cian bangkit, tiba-tiba sebuah golok berkelebatsecepat kilat. Golok itu datangnya terlalu cepat, hanya menge luarkan suara "sing"

   Sekejab.

   Kepala Hoa Cian sudah terbang ke pekarangan dalam sekejap.

   Orang itu menendang sisa tubuh Hoa Cian yang tergolek dengan kakinya tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

   Pada saat yang bersamaan dia melemparkan baju Liu Eng ke atas wajahnya.

   Dalam keadaan gelap seperti ini tentu saja Liu Eng tidak bisa melihat apa pun.

   Dia bahkan tidak sadar bahwa Hoa Cian sudah mati.

   Dia juga tidak tahu bunyi yang didengarnya tadi itu suara apa? Mengapa Hoa Cian melemparkan pakaiannya ke atas mukanya? ' Baru saja dia hendak mengenakan pakaiannya, sebilah golok sudah ada di lehernya.

   Liu Eng terkejut setengah mati! Mengapa Hoa Cian berbuat seperti itu? "Kau.

   kau ini mau apa?"

   Orang ini tidak berkata sepatah kata pun, kedua tangannya mengelus pundaknya dengan lembut.

   "Hoa Cian, apa yang sedang kau lakukan? Setelah melakukannya, cepat pergi dari sini!"

   Tangan yang tadinya lembut tiba-tiba menjadi kasar.

   Liu Eng sampai menjerit.

   Golok yang ada di lehernya sedikit menekan, malah terasa menggores dagingnya sedikit.

   Liu Eng meringis kesakitan.

   Liu Eng tidak berani bertanya siapa gerangan orang ini.

   Dia sudah ketakutan setengah mati.

   Orang ini sangat penasaran mendengar Hoa Cian memuji tubuh Liu Eng tadi.

   Selama ini dia tidak pernah menyadari tubuh-nya begitu indah dan molek.

   Dia meraba-raba tubuh Liu Eng tanpa henti.

   Dia menyesal mengapa tidak dari dulu dia menyadari hal ini.

   Tiba-tiba dia mendengar suara orang di jalan yang sedang berbicara.

   Dia sangat mengenal suara ini.

   Itu adalah suara Cong-pu-thauw Tonghong Ta-cing dan Kao Hie.

   Dia segera menghilang lewat belakang.

   Sangguan Lie sedang termenung dalam gelap di atas ranjang di dalam kamarnya.

   Sejak kajadian itu, dia memang sering seperti ini.

   Dia pun kadang-kadang suka menangis di saat seperti ini.

   Pada saat itu tiba-tiba ada berkelebat bayangan manusia yang masuk melalui jendela.

   Ilmu meringankan tubuh orang ini sangat tinggi, jika hendak membunuhnya tidak akan menjadi hal yang sulit.

   "Siapa?"

   "Tuan Sangguan."

   "Oh... ternyata orang dari Lian-seng.

   "

   Orang itu mengangkat tangannya memotong pembicaraan Sangguan Lie.

   "Masalah Siau-liong ini, mungkin kaulah dalangnya."

   Kata Sangguan Lie.

   "Tidak bisa dikatakan seperti itu,"

   Kata orang itu.

   "Kasus ini pun membuatku pusing juga."

   "Lalu apakah kau datang membawakan kabar baik?"

   "Benar, aku bisa membuat hidupmu kembali normal seperti biasa."

   "Apakah Siau-liong ada di tanganmu?"

   "Tentu saja tidak, tetapi aku bisa menemukannya."

   "Jika demikian, cepat cari."

   "Selain itu aku masih punya 2 hadiah lagi yang harus kuserahkan."

   "Hadiah apa?"

   "Benda berharga yang hidup."

   "Siapa?"

   "Lok Hiang dan Liu Eng."

   Sangguan Lie terpaku. Sangguan Lie berkata dengan nada geram.

   "Jika Liu Eng memang menghianatiku, aku tidak akan peduli soal nyawanya. Lok Hiang juga sama."

   Orang asing itu berkata.

   "Kau tidak ingin tahu alasan Liu Eng?"

   "Tidak terbersit sedikitpun."

   "Dia bermaksud menyuap Yu Siau-go untuk membunuh Siau-liong."

   Sangguan Lie murka luar biasa mendengarnya.

   "Kau jangan bicara sembarangan!"

   "Aku punya saksinya."

   "Siapa? Apakah Yu Siau-go dan Hoa Cian? Mereka berdua sekarang sudah mati."

   Orang itu berkata.

   "Mereka berdua memang sudah mati, tetapi masih ada Lok Hiang yang bisa menjadi saksi. Dia adalah sekutu Yu Siau-go dan juga pernah mengatur pertemuan antara Yu Siau-go dan Liu Eng sebelumnya. Liu Eng ingin Yu Siau-go membunuh Siau-liong dan Yu Siau-go meminta Liu Eng membayar dengan tubuh-nya."

   Sangguan Lie menatap tajam orang itu. Orang itu melanjutkan.

   "Tetapi sebelum Yu Siau-go mendapatkan tubuhnya, Liu Eng sudah membunuhnya terlebih dahulu. Dan kemudian ada orang lain lagi yang membunuh Hoa Cian, yang juga menginginkan tubuh Liu Eng."

   "Ternyata kau telah melihat semuanya."

   "Hanya melihat sebagian saja,"

   Kata orang itu.

   "Orang itu langsung pergi menghilang setelah mendengar suara Tonghong Ta-cing dan Kao Hie. Aku menggunakan kesempatan itu untuk membawa pergi Liu Eng."

   Tiba-tiba Sangguan Lie mengangkat kepalanya memandang orang itu. Walaupun dia tidak bisa melihat raut wajah orang itu, tetapi mau tidak mau terpikir olehnya bahwa tidak ada lelaki yang bisa tahan melihat kemolekan tubuh Liu Eng."

   Terhadap orang ini pun dia berpikir pasti tidak ada bedanya karena dia merasa orang ini bukanlah orang yang budiman.

   Jadi kemungkinan kekasih Liu Eng bertambah satu lagi.

   Bagaimana perasaan seorang suami yang memiliki istri seperti itu.

   Dia sering kali berpikiran seperti itu.

   Jika orang lain, apa yang akan mereka lakukan? Sangguan Lie berkata.

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Uangnya jatuh ke tangan siapa?"

   "Entahlah, siapa yang tahu?" 500 tail emas bagi dirinya tidaklah terlalu berarti.

   "Ada satu hal aneh lagi yang mau sekalian kuberitahu,"

   Kata orang itu.

   "Orang yang telah membunuh Hoa Cian itu sangat aneh."

   "Aneh apanya?"

   "Dia hanya mengagumi kemolekan tubuh LiuYing tetapi sama sekali tidak menyentuhnya."

   "Apakah benar di dunia ini ada orang aneh seperti itu,"

   Kata Sangguan Lie.

   "Ya, di dunia ini segala macam orang ada. Jika orang ini bukan impotent, maka pastinya orang ini ada kelainan."

   "Hal yang pertama, Seebun Long menculik darah dagingnya sendiri, betulkan?"

   Sangguan Lie mengangguk-anggukkan kepalanya.

   "Hal yang kedua Liu Eng juga berusaha membunuh putranya sendiri, betul juga bukan?"

   "Anak itu bukan anak kandungnya."

   "Ada orang yang tidak mau diketahui orang lain karena tidak mampu berhubungan tubuh dengan perempuan, tetapi mengagumi tubuh perempuan adalah hal yang ketiga, betul?"

   Sangguan Lie tidak bersuara juga tidak menganggukkan kepalanya.

   "Masih ada satu hal lagi."

   Sangguan Lie tiba-tiba mengangkat kepalanya sambil berkata.

   "Masih ada lagi?"

   "Tetapi untuk sementara aku tidak ingin menga takannya dulu."

   "Berikan saja Siau-liong padaku, aku tidak akan macam- macam."

   "Kita bicara dulu tentang jumlahnya."

   Sangguan Lie berkata langsung.

   "500 tail bagaimana?"

   "Boleh, tail emas ya! Aku juga bisa sekalian membawa kedua wanita itu padamu."

   "Tidak perlu,"

   Kata Sangguan Lie.

   "Tetapi berikan pelajaran pada mereka, aku percayakan ini padamu."

   "Kalau Seebun Long bagaimana?"

   Sangguan Lie berpikir sejenak lalu berkata.

   "Aku dan dia memang sudah berpisah, tetapi bagaimana pun juga aku masih tertarik padanya. Tetapi aku benci Wie Kai."

   "Jika kau menginginkan Seebun Long, aku akan mencarikan akal."

   "Tetapi aku juga tidak bisa tidak memperingat kanmu.

   "kata orang itu.

   "Seebun Long masih memiliki tunangan laki-laki."

   "Siapa?"

   "Tonghong Ta-cing."

   Sangguan Lie terkejut sekali.

   Sebetulnya dia melihat semuanya adalah hal yang sederhana.

   Tetapi siapa sangka ternyata rumit sekali di dalamnya.

   Wie Kai percaya siapa pun akan memerlukan wanita seperti Lok Hiang.

   Wie Kai membawa Lok Hiang tetapi tidak tahu mau ditempatkan di mana, tiba-tiba ada seseorang muncul di belakangnya dan berkata.

   "Wie-ya?"

   "Siapa kau?"

   Tanya Wie Kai.

   "Aku adalah Kao Hie."

   "Kau kaki tangan Tonghong Ta-cing."

   "Benar, Wie-ya,"

   Kata Kao Hie.

   "Tetapi kau tenang saja."

   "Tenang saja?"

   "Ya, karena walaupun aku pegawai pemerintah tetapi aku bekerja untuk orang-orang seperti kalian."

   "Apa maumu?"

   "Wie-ya, saat ini apa pun tidak penting. Yang penting sekarang bukankah harus mencari tempat untuk menaruh orang ini?"

   "Terima kasih! Ini adalah masalahku."

   "Wie-ya, apakah kau bermaksud menempatkan di rumah Seebun Long?"

   "Mengapa? Memangnya tidak boleh?"

   "Wie-ya, memangnya dia ada di rumahnya?"

   "Wie-ya, Seebun Long berada di tempat ketua kelompok pertunjukan Lian-seng, Suma Hen."

   "Apa dia pasti ada di sana?"

   "Menurutmu dia tidak ada alasan untuk berada di tempat itu?"

   Dari pertama Wie Kai sudah kurang suka dengan Suma hen. Tetapi Seebun Long tidak berpikir demikian. Dia sudah mengenalnya lama sehingga sangat mempercayainya.

   "Wie-ya, berdiri di tengah jalan seperti ini tidak baik. Jika kau percaya padaku, ikutlah denganku. Ada sebuah tempat untuk beristirahat sejenak."

   Wie Kai menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Tidak disangka aku ternyata harus bekerja sama dengan teman-teman salah satu dari enam perkumpulan besar."

   Tidak lama kemudian mereka sampai di depan pintu sebuah gadai.

   Kao Hie mengetuk pintu sebanyak tiga kali, lalu pintu terbuka.

   Kao Hie masuk terlebih dahulu dan diikuti oleh Wie Kai.

   Di dalam rumah hanya terdapat seorang laki-laki.

   Kao Hie memberikan Lok Hiang kepada laki-laki itu dan berkata.

   "Masukan kedalam gudang, jangan diberi makan dan minum, juga jangan sampai kabur!"

   "Tenang saja, Kao-ya."

   "Kao-heng, apakah kau menggadaikan orang juga?"

   Tanya Wie Kai.

   "Walaupun ini tidak bisa dibilang menggadai-kan orang, tetapi bukannya tidak bisa."

   "Aku masih kurang tenang."

   "Wie-ya, bagaimana pun kau harus tenang. Jika tidak kau tidak akan bisa bermanis-manis di hadapan Suma Hen dan Tonghong Ta-cing."

   "Siapa sebenarnya Tonghong Ta-cing itu?"

   "Pokoknya dia bukan orang yang patut kau lawan,"

   Kao Hie berkata lagi.

   "Yang penting asalkan kita berdua bekerja sama, pasti sukses."

   "Kemungkinan kau yang sukses tetapi aku tidak."

   "Wie-ya, sekarang aku akan memberitahukan sebuah rahasia padamu."

   Wie Kai mendengarkannya dengan seksama.

   Jika ingin menemui gadungannya, Sangguan Lie sangat berhati-hati.

   ' Jika orang lain melihat mereka, pasti mereka menyangka mereka berdua adalah adik kakak.

   Mereka berdua sudah sejak tadi duduk saling berhadapan tanpa bersuara.

   Orang ini bernama Bu Si-cin.

   Kata BuSi-cin.

   "Sangguan-heng, kita berdua berada di dalam cengkraman tangan orang lain."

   "Kita berdua?"

   "Ya, kau di dalam cengkraman Tonghong Ta-cing sedangkan aku di dalam cengkraman Suma Hen."

   Sangguan Lie tertawa dingin.

   "Bagaimana bisa?"

   "Sejak kasus penculikan ini muncul, sudah bukan rahasia lagi orang-orang seperti Liu Eng, Lok Hiang, Yu Siau-go, Liu Ie-sen, dll, terlibat dalam hal ini."

   "Kau cukup perhatian juga, ya."

   "Jangan begitu Sangguan-heng, penderitaanku lebih besar daripadamu."

   "Penderitaanmu?"

   "Tentu saja."

   Bu Si-cin berkata.

   "Aku kan sama sekali tidak ada bedanya dengan kerbau yang dicocok hidungnya."

   Kata Bu Si-cin.

   "Tonghong Ta-cing ingin membunuhmu, sedangkan Suma Hen ingin membunuhku."

   Dosa apa yang telah diperbuat Sangguan Lie di masa lalu? Sehingga di buru orang di sana sini, orang yang mau membunuhnya juga datang dari sana dan sini.

   Istri ditiduri oleh orang lain bahkan sampai harus 'dibayar' pula.

   Putranya berada di tangan orang lain dan uangnya terus menerus beralih ke pihak lain.

   Kata Sangguan Lie.

   "Memangnya kenapa jika Suma Hen ingin membunuhmu?"

   "Dia bakal menggunakan rahasiamu yang tidak boleh diketahui umum untuk mengendalikan dirimu."

   "Jika Tonghong Ta-cing membunuhku?"

   "Setelah dia membunuhmu, aku pasti disuruh menggantikanmu. Pada dasarnya aku kan memang gadunganmu, mana bisa aku membantah?"

   Sangguan Lie kesal sekali dan juga marah.

   Bisa-bisanya orang lain mendesaknya sampai seperti ini.

   Tapi dia tidak bisa menyalahkan orang lain, hanya bisa menyalahkan ketidakmampuan dirinya.

   Hanya sebagian besar orang yang bertemu dengan masalah seperti ini, bisa menyalahkan orang lain.

   "Jadi aku harus bagaimana?"

   "Kau harus tarik ulur dengan mereka."

   "Tarik ulur dengan mereka? Bukankah itu malah membuat Siau-liong semakin menderita?"

   "Dia sama sekali tidak berada di tangan Suma Hen,"KataBuSi-cin Sangguan Lie marah sekali mendengarnya. Dia sama sekali tidak percaya bahwa suatu hari dia akan dibuat tidak berkutik seperti ini.

   "Jika Siau-liong tidak ada di tangan mereka, lalu di tangan siapa?"

   Kata Sangguan Lie.

   "Aku juga tidak tahu. Mungkin di tangan Tonghong Ta- cing atau di tangan orang lain."

   "Apakah Siau-liong masih hidup?"

   "Pasti masih hidup."

   Tonghong Ta-cing dan Kao Hie datang menemui Sangguan Lie. Walaupun Sangguan Lie tidak dalam keadaan marah, tetapi sikapnya sangat dingin sekali. Tonghong Ta-cing berkata.

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Selama t Sangguan Tayhiap! "Selamat?"

   "Ya."

   Tonghong Ta-cing berkata.

   "Kami sudah menemukan tempat putramu sekarang berada."

   Sangguan Lie hampir saja terjatuh dari kursi-nya, katanya.

   "Di mana?"

   "Di tangan si keledai hitam dari Lian-sen, Be Neng- seng."

   Sangguan Lie berdiri.

   "Cong Pu-thauw, apakah aku bisa segera ber-temu dengan Siau-liong? Apakah dia benar-benar berada di tangan si keledai hitan dari Lian-sen, Be Neng-seng?"

   "Tentu saja."

   Tonghong Ta-cing berkata.

   "Mari kita berangkat sekarang."

   OooOdwOooo BAB IV Sangguan Siau-liong akhirnya kembali ke pangkuan Sangguan Lie.

   Bagi mereka ayah dan anak, semua ini bagaikan mimpi buruk yang panjang.

   Walaupun sudah bangun dari mimpi buruk ini, tetapi tetap seperti masih berada di dalam mimpi.

   Kedua ayah dan anak itu selalu bersama-sama setiap harinya, seakan-akan ingin menebus segala kerinduan dan penderitaan yang mereka alami selama perpisahan mereka Baik tidur maupun makan mereka selalu bersama-sama.

   Jika saat ini ada orang yang hendak menculik Siau-liong lagi maka dia harus membunuh Sangguan Lie terlebih dahulu.

   Sekarang keduanya sedang menikmati santap malam.

   Sangguan Lie tidak henti-hentinya mengambilkan sayur untuk anaknya.

   Pada saat ini sesosok bayangan berkelebat masuk dan berdiri di samping meja mereka.

   , Orang yang datang ternyata Suma Hen.

   Kata Suma Hen dengan dingin.

   "Kau telah menghianatiku!"

   "Tidak!"

   Kata Sangguan Lie.

   "Kau masih berani bilang tidak?"

   "Tidak ya tidak!"

   "Bukankah kau yang membocorkannya?"

   "Bukan!", kata Sangguan Lie.

   "Kemarin Tonghong Ta- cing datang kemari dan mengatakan bahwa Siau-liong berada di tangan si keledai hitam Be Neng-seng, karena itu aku segera membawa beberapa orang pergi ke sana."

   "Tapi jika memang kau yang membocorkannya, aku pun tidak akan peduli!"

   "Sudahku katakan, tidak ya tidak!"

   Suma Hen berkata lagi.

   "Lagi pula Liu Eng masih ada di tanganku."

   "Lalu kenapa?"

   Kata Sangguan Lie.

   "Jika aku mengumumkan rencananya pada dunia persilatan, semua akan geger."

   "Kau mau berapa?"

   Kata Sangguan Lie.

   "Masih jumlah yang sama seperti dulu."

   Maksudnya jumlah yang sama pasti mengacu pada uang yang 500 tail itu.

   "Untuk saat sekarang aku tidak bisa mengeluar kan uang sejumlah itu, tunggulah dalam tiga hari ini."

   "Siapa yang bakal tahu apa yang terjadi tiga hari kemudian?"

   "Kalau begitu bagaimana kalau kuberi cek uang tail perak?"

   "Bagaimana kalau cek nya, yang sebagian tail perak dan yang sebagian lagi tail emas?"

   Sangguan Lie berkata dengan marah.

   "Tuan, di dunia ini tidak ada orang yang bisa kaya mendadak!"

   "Untuk hal ini aku lebih paham dari padamu."

   Dari ucapannya sepertinya orang ini tidak akan lama berada di tempat ini.

   Di sebuah rumah gadai, Wie Kai sedang minum arak bersama dengan Kao Hie.

   Di dalam hatinya dia ingin sekali melihat Siau-liong.

   Sekarang giliran dia merasakan apa yang dirasa kan oleh Sangguan Lie dulu.

   Bahkan dia sampai terpikir untuk mengganti namanya menjadi Wie Siau-liong.

   Kata Wie Kai.

   "Benarkah Siau-liong sudah berada di tangan Sangguan Lie?"

   "Tentu saja. Apakah kau ingin melihatnya?"

   "Aku sudah pernah melihatnya,"

   Kata Wie Kai.

   "Yang aku ingin tahu sekarang adalah apakah dia sekarang benar- benar berada di tangan Sangguan Lie?"

   "Soal anak itu kau tidak perlu khawatir, untuk sekarang ini tidak akan terjadi apa-apa. Sementara itu Seebun Long. ?"

   "Jangan singgung tentang dia!"

   "Mengapa?"

   Tanya Kao Hie.

   "Terlalu liar!"

   Kao Hie tertawa sambil berkata lagi.

   "Ternyata jadi perempuan itu susah juga."

   "Kau seperti sangat mengerti perempuan."

   "Jika seorang perempuan terlalu jujur, maka laki-laki yang mengejarnya pasti mengatakan yang sebaliknya di belakang punggungnya."

   "Aku bukan orang seperti itu."

   Kata Wie Kai.

   "Laki-laki kebanyakan memang seperti itu, tetapi jika seorang perempuan sedikit kelewat batas, para lelaki lebih tidak bisa menerimanya."

   "Sepertinya kekasihmu adalah wanita yang gampangan."

   "Aku belum punya kekasih,"

   Kata Kao Hie.

   "Mungkin jika kau sudah memilikinya kelak, pendapatmu pasti berubah."

   "Berubah bagaimana?"

   "Seorang wanita sedikit liar di atas ranjang tidak apa, tetapi setelah turun dari ranjang dia harus tahu sedikit aturan."

   Kao Hie mendesah sambil menepuk lututnya.

   "Benar-benar pendapa t yang bagus."

   Wie Kai tertawa lalu berkata lagi.

   "Tetapi jika perempuan seperti itu benar-benar ada, pastinya akan sangat menakutkan!"

   "Mengapa berkata seperti itu?"

   Tiba-tiba pandangan Wie Kai menatap ke pintu belakang sambil berkata.

   "Tidak disangka!"

   "Apanya yang tidak disangka?"

   Kata Kao Hie.

   Perkataan itu belum selesai, Kao Hie sudah melesat sejauh 5-6 langkah.

   Dia sudah berdiri di samping orang yang datang dari pintu belakang.

   Ada dua orang yang datang, yang satu adalah Tonghong Ta-cing dan yang satu lagi adalah Seebun Long.

   Tidak disangka ternyata perempuan ini jatuh ke pelukan Tonghong Ta-cing.

   Tapi jika dipikirkan kembali, hal ini tidak aneh Bukankah dia adalah tunangannya Tonghong Ta-cing? Kao Hie sudah berdiri di samping Tonghong Ta-cing dan keduanya saling menyapa dan tertawa.

   Wie Kai tidak menyangka dia telah terjebak dan dalam hal ini dia tidak mengira Kao Hie lumayan hebat.

   "Kao Hie, sandiwaramu tadi hebat juga,"

   Wie Kai "Membunuh orang memang berdosa, tetapi membujuk mati seseorang tidaklah berdosa."

   Kata Wie Kai.

   "Seebun Long, aku benar-benar salut padamu."

   "Kau sangat berhati lapang,"

   Kata Seebun Long.

   "Yang berhati lapang adalah Tonghong Cong-pu-thouw."

   "Mengapa aku?"

   Kata Tonghong Ta-cing.

   "Karena dia adalah tunanganmu."

   "Lalu apa hubungannya kalau dia tunangan-ku?"

   "Karena kau membiarkannya bebas berkeliar-an."

   Tonghong Ta-cing tertawa tanpa ada rasa marah sedikit pun. Di dunia ini apa pun bisa dinikmati bersama-sama, hanya wanita saja yang tidak boleh dinikmati bersama- sama. Lain dengan Tonghong Ta-cing, dia sama sekali tidak ada reaksi hanya berkata.

   "Wie Kai, kau ikut denganku!"

   "Mengapa?"

   "Kau dituduh ikut terlibat kasus penculikan."

   "Mana buktinya?"

   "Bukankah Lok Hiang ada di tempat ini? Kau sendiri dengan suka rela mengirimkan saksi hidup ke tempat ini."

   Wie Kai tertawa keras. Kao Hie juga tertawa keras. Tonghong Ta-cing malah tertawa lebih senang. Hanya Seebun Long yang tidak tertawa. Tertawa tidak selamanya mencerminkan kebahagiaan seseorang.

   "Kau sebenarnya tidak ingin aku sampai diadili di pengadilan."

   Kata Wie Kai.

   "Oh ya?"

   "Karena yang benar-benar menjadi dalang penculikan Siau-liong adalah tunanganmu sendiri."

   "Memang benar,"

   Kata Tonghong Ta-cing.

   "Kau benar- benar jujur."

   "Tetapi di depan pengadilan tentu saja tidak bisa begitu saja."

   Kata Wie Kai.

   "Lalu bagaimana? Menarik kembali pengaku-an? Jangan lupa masih ada Lok Hiang, kau tidak bisa begitu saja menutup mulut seorang saksi ma ta."

   "Soal pengakuanku di hadapan pengadilan, biar aku sendiri yang memutuskan!"

   Lok Hiang keluar dari pintu belakang diikuti oleh laki-laki yang menjaga-nya tadi.

   "Sekarang ikut denganku!"

   Kata Tonghong ta-cing "Cong- pu-thouw, aku ingin menanyakan satu hal padamu."

   "Tanyakan saja."

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Apakah Sangguan Lie masih berada dalam kekuasaanmu?"

   "Jangan dengar omong kosong yang dikatakan orang lain."

   "Anak itu sudah kembali padanya?"

   "Tentu saja! Ada hal lain?"

   "Tidak ada."

   Wie Kai menjulurkan tangannya.

   Penjaga itu memakaikan borgol pada tangan Wie Kai.

   Terdengar suara 'klik' pertanda borgol telah terkunci pada tangan Wie Kai.

   Kao Hie terlihat sedikit terkejut.

   Seebun Long membuka matanya lebar-lebar tanpa berkedip.

   Hanya Tonghong Ta-cing saja yang tertawa senang.

   Tentu saja dia tertawa.

   Semua orang yang menjadi Tonghong Ta-cing pasti akan tertawa senang.

   Bagaimana tidak, tanpa susah payah hanya dengan sekali gerakan, kasus terpecahkan.

   Tonghong Ta-cing berkata.

   "Wie Kai, kau pendekar yang sudah jatuh."

   "Hal seperti itu tidak perlu kau katakan keras-keras."

   "Tetapi kau tidak mau mengerti."

   "Kalau begitu aku ingin mendengar pendapat orang yang mengerti."

   "Kau seharusnya tahu, sekali aku turun tangan, demi keamanan, aku terpaksa harus memusnahkan ilmu silatmu."

   Wie Kai tertawa. Dia masih saja menganggap hal ini biasa-biasa saja, katanya.

   "Begitu aku menjulurkan kedua tanganku tadi, aku sudah bisa menebaknya."

   "Hanya sedikit orang yang bisa menerima hal ini,"

   Kata Tonghong Ta-cing.

   "Karena aku sangat mengenal dirimu."

   "Kau tidak cukup mengenal diriku."

   "Apa maksudmu?"

   "Sebab jika mulutku berkata aku akan memusnahkan ilmu silatmu, itu artinya aku tidak akan melaku kannya."

   "Aku salut padamu,"

   Kata Wie Kai tertawa. Tonghong Ta-cing mengibaskan tangannya.

   "Bawa pergi!"

   Seebun Long tidak bisa mengerti dirinya.

   Kao Hie juga sama.

   Sebab dengan kekuatan Wie Kai hanya menghadapi segelintir orang-orang ini, seharusnya sama sekali bukan masalah baginya.

   Bahkan kemungkinan besar Tonghong Ta-cing sendiri pun tidak mengerti dirinya.

   Sangguan Lie sedang mengajar Siau-liong.

   Walaupun masih banyak urusan yang harus dikerjakannya, tetapi sepertinya dia sama sekali tidak mengeluh.

   Malam semakin larut.

   Siau-liong sudah beberapa kali menguap.

   Dia mengantar anaknya untuk tidur dan setelah itu dia kembali ke kamarnya sendiri.

   Tiba di kamarnya, ternyata di dalam sudah ada orang yang menunggunya.

   Orang itu ternyata adalah Bu Si-cin.

   Tidak peduli kapan pun, begitu melihat dirinya atau pun mendengar suaranya, Sangguan Lie langsung tidak senang.

   Kata Sangguan Lie.

   "Sudah kubilang, kalau tidak ada urusan jangan sering- sering datang."

   "Sangguan-heng."

   "Sapaan seperti itu sangat tidak aman."

   Bu Si-cin tertawa dingin dan berkata.

   "Sangguan Tayhiap, aku datang kemari untuk menyampaikan pesan."

   "Katakan!"

   "Suma Hen ingin aku menyampaikan maksudnya padamu."

   "Apa?"

   "Terima kasih atas kemurahan hatimu."

   "Sangguan Lie selalu menepati janjinya."

   "Ada hal lain lagi yang dia minta untuk kusampaikan padamu."

   "Jika tidak penting, tidak perlu kau katakan."

   "Aku rasa ini penting."

   "Benar penting?" ^ "Aku jamin kau bisa terkejut setelah mendengarnya."

   "Bah!"

   "Martabatku sebagai jaminannya."

   "Memangnya kau punya martabat?"

   "Jika kau punya, mengapa aku tidak?"

   Muka Sangguan Lie merah padam, jika hendak mengadu martabat mereka berdua, dia belum tentu bisa lebih berat dari pihak lawannya. Dia paling takut membicarakan hal ini.

   "Cepat katakan!"

   Kata Sangguan Lie.

   "Orang itu berkata, Siau-liong mungkin bukan anak kandungmu tetapi anak kandung Wie Kai."

   Ingin rasanya Sangguan Lie membuang masa-lah ini ke dalam air dan membiarkannya mengalir tanpa perlu tahu sampai ke mana. Malah lebih bagus lagi jika tidak pernah muncul lagi ke permukaan. Dia berharap hal ini hilang untuk selamanya.

   "Aku tidak percaya! Itu pasti hanya omong kosong belaka!"

   Kata Sangguan Lie.

   "Aku juga tidak berani mengambil kesimpulan apa-apa, tetapi tampang Siau-liong.

   "

   "Memangnya kenapa?"

   "Tinggal lihat saja tampangnya mirip tidak dengan Wie Kai, beres kan?"

   Sangguan Lie tiba-tiba merasa menjadi lebih tua 20 tahun. Dia menatap seluruh ruangan di sekelilingnya. Semua yang ada di ruangan itu seakan-akan juga sama sedang menatap dirinya. Tiba-tiba dia mengambil pedangnya lalu berkata.

   "Aku tidak percaya!"

   Bu Si-cin langsung menghambur keluar ruangan.

   Begitu Sangguan Lie mengejarnya.

   Bu Si-cin sudah menghilang.

   Dia masuk ke kamar anaknya dan melihat Siau-liong sedang duduk di atas ranjangnya.

   Karena dia mendengar suara ayahnya sedang bertengkar dengan seseorang makanya dia terbangun.

   Dia sama dengan ayahnya.

   Dia tidak ingin terpisah lagi dengan ayahnya untuk kedua kalinya.

   Sangguan Lie tiba-tiba sudah berdiri di depan ranjang anaknya.

   Dia membuang pedangnya dan kedua tangan-nya memeluk wajah anaknya.

   Dia menilai-nilai wajah anaknya.

   Dari atas kepalanya, alisnya, matanya, hidungnya, mulut, telinga.

   Lalu dari bawah kembali ke atas.

   Akhirnya dia sama sekali tidak melihat hal yang aneh.

   Mirip dengan Seebun Long, tidak mirip dengan dirinya.

   Lalu dia memperhatikannya sekali lagi.

   Dahinya yang lebar, alis yang panjang, hidung mancung dan bibir yang lebar, tidak ada satu pun yang tidak mirip Wie Kai.

   Hanya matanya saja yang mirip Seebun Long.

   Boleh dikatakan tidak ada satu pun yang mirip dengan dirinya.

   Sekujur tubuh Sangguan Lie menjadi dingin.

   Dengan sekuat tenaga dia mendorong Siau-liong ke ranjang.

   Siau-liong sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi karena ayahnya tidak pernah berlaku seperti ini sebelumnya.

   Dia tidak mengerti mengapa orang dewasa begitu menakutkan.

   Dia berkata dengan takut-takut.

   "Ayah! Mengapa kau memperlakukan Siau-liong seperti ini?"

   "Jangan panggil aku ayah! Jangan pernah memanggilku lagi!"

   Sangguan Lie menutup telinganya dengan kedua tangannya.

   Tekanan yang dia terima sudah terlalu berat.

   Penghianatan istrinya.

   Rahasia yang terbongkar.

   Istri keduanya yang liar.

   Dan sekarang bertambah satu lagi, anaknya bukanlah anak kandungnya.

   Dia menundukkan kepalanya.

   Kemudian kedua ayah dan anak itu saling bertukar pandang sejenak, lalu dia mengambil pedangnya dan keluar dari ruangan itu.

   0ooo0dw0oo0 BAB V Di dalam sebuah ruangan tanpa cahaya, ada seseorang yang sedang membereskan benda-benda berharga dalam kegelapan.

   Indera perasa Bu Si-cin memang sangat tepat.

   Dia harus segera meninggalkan tempat ini.

   Barang yang telah dikumpulkannya selama ini lumayan juga banyak.

   Ada yang merupakan hadiah pemberian dari Liu Eng, ada juga pemberian Sangguan Lie atas kerja kerasnya berupa 'bunga merah'.

   Dia benar-benar telah melakukan tugasnya dengan baik.

   Pada dasarnya dia ingin sekali tinggal di sini.

   Jika dia membunuh Sangguan Lie, yang palsu pun bisa menjadi yang asli.

   Tetapi dia adalah orang yang tahu diri.

   Dulunya dia bukanlah siapa-siapa dan dia sudah cukup menikmati hidup enak selama ini, di-tambah lagi dia masih belum mau mati di tangan Sangguan Lie.

   Belum selesai Bu Si-cin membereskan kantong bawaannya, tiba-tiba di depan muka pintu berkelebat bayangan seseorang yang masuk ke dalam ruangan.

   "Siapa?"

   "Kao Hie,"

   Kata orang yang baru datang.

   "Ilmu yang hebat."

   "Terima kasih."

   "Ada perlu apa mencariku?"

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ada perlu sedikit, ini bakal menjadi yang terakhir kalinya."

   "Yang terakhir?"

   "Kau kan hendak pergi! Tentu saja jadi yang terakhir kalinya bukan?"

   Sungguh kata-kata yang tidak enak didengar.

   "Sekarang aku sedang berada dalam situasi yang. sulit,"

   Kata Bu Si-cin.

   "Ya, aku tahu."

   "Kau adalah orang pintar, jika demikian segala sesuatunya menjadi lebih mudah."

   "Coba aku ingin dengar penawaranmu."

   "Sepuluh ribu tail perak."

   "Jumlah yang tidak sedikit.

   "kata Kao Hie.

   "Tetapi jika bisa digandakan malah lebih bagus lagi."

   "Kau tamak juga!"

   "Tidak juga, malah ada orang yang jauh lebih tamak dariku yang bisa membuatmu kaget."

   "Siapa?"

   "Suma Hen, Tonghong Ta-cing dan lain-lain. Tapi aku rasa mereka tidak akan sepengertian diriku"

   "Kurang ajar."

   Bu Si-cin melesat ke udara sambil mengeluar-kan sepasang pisau kecilnya.

   Gerakannya cukup cepat dan tekniknya juga cukup kejam.

   Kao Hie dalam sekejap sudah melesat di udara dan sekejap kemudian berada di tanah.

   Bu Si-cin bukanlah orang bodoh, dia tahu dia bakal kerepotan menghadapi Kao Hie.

   Kao Hie berhasil menghindari pisau yang menyerangnya dan senjata itu menghantam tembok.

   Lalu dia menggunakan pisaunya menyerang balik Bu Si- cin.

   Saat itu ada seseorang yang menerjang masuk.

   Dalam sekejap orang ini menepis serangan pisau tadi.

   Semula Kao Hie mengira orang ini adalah Tonghong Ta- cing, Tetapi setelah dilihat-lihat, ternyata tidak mirip.

   Orang ini menyerang Kao Hie.

   Tanpa membuang waktu Bu Si-cin menyambar kantungnya dan melesat keluar melalui jendela.

   Kao Hie merasa tidak asing dengan sepasang mata yang berada di atas kain penutup mulut orang itu.

   Tentu belum lama ini dia pernah bertemu dengan orang ini.

   Lagi pula sabetan pisaunya terasa sekali berniat mencelakainya.

   'Sret...."

   Bagian perut Kao Hie terluka oleh sabetan pisau.

   Kao Hie segera melesat melarikan diri melalui jendela.

   Anehnya orang yang misterius itu sama sekali tidak mengejarnya.

   Bu Si-cin melarikan diri sampai ke daerah kuburan.

   Dia sama sekali tidak menyangka bakal di-tolong oleh seseorang yang misterius.

   Bu Si-cin berkata sambil menelan ludahnya.

   "Lo-toa, untunglah kau datang tepat pada waktunya."

   "Tidak seharusnya kau pergi tanpa pamit ter-lebih dahulu,"

   Kata orang yang di panggil Lo-toa.

   "Setelah membereskan barang-barangku, niat-ku memang begitu."

   "Huh! Kantongmu itu paling juga hanya berisi beberapa puluh ribu tail saja, begitu saja kau sudah berubah."

   "Tentu saja tidak, Lo-toa."

   "Lebih baik kita kabur dulu baru bicara,"

   "Baik."

   "Hidup enak sudah kau nikmati, bahkan Sangguan Lie sendiri pun tidak bisa berkutik, sekarang kau sudah puas, kan?"

   "Lo-toa, bagaimana pun walau tidak berjasa tapi aku pun ada pengorbanan."

   "Memang."

   "Apakah artinya kau mau melepaskan aku?"

   "Kau tidak tahu yah? Kematianmu itu sudah masuk dalam agenda rencana."

   Bu Si-cin tanpa tarasa mundur tiga langkah sambil berkata dengan dingin.

   "Jadi kematianku sudah ditentukan?"

   Orang yang berkedok itu tertawa dingin.

   Bagi telinga Bu Si-cin, tawa itu terdengar tajam menusuk seperti pedang.

   Tiba-tiba orang itu mengeluarkan tangannya.

   Di tangannya ternyata ada pisau-pisau kecil yang tadi.

   Tetapi bedanya, pisau itu terlihat seperti hidup di tangan orang berkedok itu.

   Pisau-pisau itu terus mengarah ke tenggorok-kan Bu Si- cin.

   Tiba-tiba orang itu berkata.

   "Bu Si-cin, mengapa tidak kau suruh teman yang dibelakangmu itu untuk ikut maju juga?"

   Bu Si-cin sama sekali tidak mengerti, teman yang mana? Dia sama sekali tidak punya teman. Seberkas sinar berkelebat, ternyata pisau itu sudah menancap di kerongkongan Bu Si-cin. Bu Si-cin tewas dengan mengenaskan.

   "Siapa?"

   Seru orang berkedok itu.

   Ternyata perkataannya tadi bukan omong kosong belaka.

   Sebenarnya perkataannya tadi ada dua maksud.

   Pertama bisa mengalihkan perhatian Bu Si-cin sehingga dia bisa menyerang tanpa di duga.

   Yang satu lagi adalah memberitahu orang yang satu lagi bahwa dia sudah ketahuan.

   Tetapi orang itu tidak membalas sahutannya.

   Pada mulanya dia mengira Kao Hie yang datang mengejarnya.

   Tetapi itu tidak mungkin sebab saat ini Kao Hie sedang terluka.

   Mungkin hanya halusinasinya saja.

   Sekarang dia memeriksa isi kantung Bu Si-cin, berapa banyak barang berharga di dalamnya.

   Gerakan orang berkedok itu sangat cepat.

   Dia mengambil uang emas yang ada di dalam kantung itu lalu pergi.

   Baru saja orang itu pergi, Kao Hie datang.

   Kata Kao Hie sambil menghela nafas.

   "Dulu sewaktu masih hidup kau makan dan minum enak dalam pelukan wanita, sekarang mati pun memang sudah sepantasnya! Tapi maaf, sekarang aku hendak mengeledah tubuhmu dulu."

   Dari tubuh Bu Si-cin, Kao Hie berhasil mendapatkan beberapa lembar cek.

   "Sepertinya kau memang lebih pintar dari orang itu, tetapi aku jauh lebih pintar darimu."

   Begitu Kao Hie berlalu, lagi-lagi ada orang lain lagi yang datang. Orang ini sama sekali tidak melihat isi kantung Bu Si-cin dan juga tidak menggeledah tubuhnya. Dia hanya memandangi mayat Bu Si-cin, lalu berkata.

   "Sepintar-pintarnya dirimu mana mungkin melebihi kepintaranku?"

   Sekarang Sangguan Lie seakan-akan sudah tidak waras. Dulu asalkan ada Sangguan Siau-liong, dia sudah tidak butuh apa-apa lagi. Tetapi sekarang semuanya sudah berubah.

   "Sangguan Siau-liong adalah anak haram!"

   Itu lah yang ada dalam pikiran Sangguan Lie sekarang.

   Di tengah kegelapan malam, Sangguan Lie berjalan di jalanan, tidak tentu arah.

   Bagi dirinya sekarang, walaupun dunia ini luas tetapi sudah tidak ada tempat lagi bagi dirinya, di mana pun juga.

   Tidak terasa dia sudah sampai di depan pintu sebuah ekspedisi pengantar barang.

   Dari pintu itu keluar 3 buah kereta yang membawa isinya yang sangat berat.

   Tentu saja dia tahu, isinya pasti barang berharga.

   Apalagi mereka berangkatnya di tengah malam buta seperti ini, pasti isinya sangat berharga sekali.

   Pemimpin ekspedisi itu ada dua orang dan sepertinya mereka bersaudara, usia mereka kurang lebih sekitar 30* an.

   Tentu saja Sangguan Lie mengenalnya, mereka ini adalah pemilik dari Ih-li Piau-kiok, Sie Liam-lai dan Sie Ta- lai.

   Mereka adalah pemimpin ekspedisi yang sangat terkenal.

   Tadinya Sangguan Lie tidak ada niat untuk melihat hal ini, tetapi tiba-tiba dia melihat ada dua orang gadis yang berusia sekitar 20 tahunan, berbicara dengan mereka beberapa kata lalu menutup pintu.

   Kedua gadis ini tidak hanya cantik tetapi juga putih dan kulitnya mulus.

   Saat ini tiba-tiba gairah Sangguan Lieber-gejolak.

   Boleh dikatakan, dia ingin mencoba apakah dirinya benar-benar tidak mampu lagi? Beberapa tahun belakangan ini, dia sama sekali tidak pernah memikirkan wanita karena dipikirkan juga percuma.

   Melihat gadis cantik pun dia tidak pernah tergugah.

   Karena itulah dia tidak pernah memerlukannya.

   Tapi kali ini lain, dia merasakan ada reaksi di dalam rubuhnya.

   Bagi Sangguan Lie hal ini jauh lebih berharga dari semua harta yang dimilikinya.

   Setelah sekian lamanya.

   Oleh karena itu dia ingin mencobanya.

   Sangguan Lie memasuki gedung ekspedisi ini.

   Untung sekali mereka sudah pergi sehingga di dalamnya hanya tersisa beberapa orang saja.

   Dalam sekejap mata dia sudah tiba di depan tempat tidur gadis itu.

   Sangguan Lie menutup wajahnya dengan secarik kain.

   Walaupun nama Sangguan Lie di dunia persilatan tidak bagus dan bersih, tetapi tidak juga jelek.

   Tetapi sampai di usianya yang sekarang malah justru tidak tahu bagaimana menghargainya.

   Dia memasuki tempat ini dan letak kamar dari gadis itu berada di tengah-tengah rumah ini.

   Untunglah kedua orang itu pergi keluar mengantar barang sehingga di rumah itu hanya tersisa beberapa orang saja.

   Dalam sekejap mata Sangguan Lie sudah berdiri di hadapan ranjang gadis itu.

   Setelah menghela nafas dua kali, dengan wajah yang masih tertutup, dia menyingkap tirai penutup ranjang gadis itu.

   Lalu dia membuka pakaian atas gadis itu dengan menggunakan pedangnya.

   Dia langsung terpikat melihat tubuh molek dari gadis itu sehingga tanpa sadar mengeluarkan suara.

   Suaranya itu membuat sang gadis terbangun.

   Karena sudah lama tidak bereaksi terhadap hal seperti ini membuat dia terlambat sadar.

   Gadis itu menjerit.

   Sangguan Lie segera mengarahkan ujung pedangnya ke arah tenggorokan gadis itu.

   "Apa yang kau lakukan?"

   Kata Gadis cantik itu.

   "Seharusnya kau sudah tahu."

   "Aku tahu siapa dirimu."

   "Kau tahu siapa aku? Itu malah bagus!"

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Tidak disangka orang sepertimu melakukan hal seperti ini!"

   "Aku terpaksa,"

   Kata Sangguan Lie.

   "Terpaksa?"

   Gadis itu tentu saja tidak mengerti.

   "Benar."

   "Apanya yang terpaksa?"

   "Aku tidak pernah membicarakannya dengan orang lain."

   "Mengapa?"

   "Karena ini adalah masalah laki-laki. Selama 5-6 tahun ini aku kehilangan kemampuanku sehingga istriku tidur dengan lelaki lain. Gadis ini bukannya takut malah merasa iba dan kasihan.

   "Karena itu aku sangat menderita."

   "Jika kau sudah tidak mampu lagi, lalu mau apa kau datang kemari malam-malam begini?"

   "Aku hanya ingin coba-coba saja."

   "Kau mau membuatku menjadi kelinci percobaanmu?"

   Gadis cantik itu agak marah.

   "Bukan, bukan. Tadi aku melihatmu di jalan dan aku seperti bagaikan melihat bidadari."

   Bidadari? Semua orang mengatakan bahwa dia cantik tetapi belum pernah ada yang mengatakan bahwa dia seperti bidadari.

   Dia agak sedikit senang mendengarnya.

   Dia adalah istri dari pemimpin kedua eksptvlisi ini, Sie Ta-lai.

   Kalau sedang tidak mengantar barang, yang dia lakukan adalah rajin berlatih ilmu silat.

   Orang seperti itu pastinya akan menelantarkan istrinya.

   Dan alasannya hanya dua, yang pertama adalah karena kelelahan dan yang kedua adalah khawatir luka di tubuhnya membuat takut wanita.

   Dan dia menganggap wanita itu hanyalah benda yang merepotkan.

   Gadis cantik ini baru berusia sekitar 21 tahunan dan tentu saja sedang mekar-mekarnya.

   Kata Sangguan Lie.

   "Bagaimana? Di waktu yang akan datang aku akan sangat berterima kasih."

   "Apakah kau tidak akan melepaskan kedok-mu?"

   Sangguan Lie menurunkan penutup wajahnya. Tentu saja gadis ini mengenalnya. Di dunia persilatan, walau dalam jarak ratusan li sekalipun, siapa yang tidak mengenal Sangguan Lie? "Ternyata kau!"

   "Apakah kau pikir aku tidak akan bisa melakukan hal seperti ini?"

   Kata Sangguan Lie.

   "Kau begitu kaya, orang lain tentu saja tidak akan menyangka kau melakukan hal seperti ini."

   Sangguan Lie menyarungkan lagi pedangnya dan mulai membuka pakaiannya.

   Tidak disangka penyakitnya telah sembuh.

   Betapa senangnya Sangguan Lie.

   Dan kebetulan sekali gadis ini sepertinya tertarik dengan kekayaan dan ketenarannya.

   Sangguan Lie menatap tubuh molek gadis itu dan begitu juga sebaliknya.

   Baru saja Sangguan Lie hendak melakukannya, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka.

   Dari mulut pintu terlihat seorang pria dan seorang gadis cantik lainnya.

   Kebetulan sekali gadis ini juga adalah salah satu gadis yang dilihatnya di jalan tadi.

   Dia adalah istri dari pemimpin pertama.

   Pada dasarnya kedua istri pemimpin ini memang tidak akur dan tentu saja inilah kesempatan yang baik baginya.

   Tadi sewaktu gadis itu menjerit, istri dari pemimpin pertama sudah mendengarnya.

   Mereka semua menguasai ilmu silat, hanya saja jarang ditunjukkan di depan umum..Dia telah mendengar semuanya di luar jendela dan sangat senang karenanya.

   Lalu diam-diam dia memanggil salah seorang pegawainya.

   Sangguan Lie sangat terkejut dan gadis yang ada di atas ranjang itu tiba-tiba menjerit.

   "Tolong!"

   Saat ini dia baru menyadari pengaruh dari suatu ketenaran dan kekayaan itu. Jika tidak, mengapa gadis ini tidak kabur dari tadi? Gadis itu berkata dengan suara keras.

   "Jangan biarkan penjahat ini kabur. Tolong....... Tolong. pemerkosa Baru saja gadis ini berteriak minta tolong, bersamaan dengan terbukanya pintu. Wanita memang punya cara tersendiri untuk mempertahankan dirinya. Sangguan Lie sama sekali tidak bisa berkutik. Padahal dilihat dari kemampuannya seharus-nya dia bisa menerobos keluar. Tapi sebagaimana pun kuatnya seseorang tentu saja tidak bisa berbuat itu sambil memakai baju kan? Tidak ada perguruan manapun yang mengajarkan padanya teknik bertarung sambil memakai baju. Gadis yang di atas ranjang masih tetap ber-teriak minta tolong, sedang gadis yang di depan pintu juga sama berteriak.

   "Perempuan tidak tahu diri, jelas-jelas istri orang tapi masih berani main belakang dengan lelaki lain, dasar perempuanjalang!"

   Pegawai itu sama sekali bukan lawan Sangguan Lie, d alam sekejap saja sudah bisa mengalahkan.

   Gadis cantik itu juga langsung ikut bertarung dengan mengayunkan goloknya.

   Baru saja Sangguan Lie berhasil mengenakan celananya.

   Ketika mau memakai bajunya, tiba-tiba sebuah tusukan pisau mengenai pinggang belakangnya.

   Yang menusuknya adalah Ji-hujin yang hampir bercinta dengannya.

   Dia tidak pernah menyangka Ji-hujin akan menusuknya dari belakang.

   Tapi yang lebih tidak disangkanya lagi, tiba-tiba Ji-hujin mengeluarkan sebilah pisau lagi dan langsung menyerang Toa-hujin melewati bahu kanan-nya dan langsung menusuk kepalanya.

   Pegawai yang tadi masuk berkata.

   "Ji-hujin, mengapa kau membunuh orang sendiri?"

   Tanpa bicara Ji-hujin pun langsung membunuh pegawai ini, sebelum bajunya dirapikan. Sangguan Lie termangu-mangu. Ji-hujin dengan santai merapikan pakaiannya.

   "Kau sungguh kejam,"

   Kata Sangguan Lie.

   "Kau benar-benar tidak tahu berterima kasih!"

   "Aku?"

   Lagi-lagi Ji-hujin tertawa sambil berkata.

   "Jika tidak begini, mana bisa membereskan masalah yang merepotkan ini?" .

   "Tapi kau menusukku juga."

   "Itu hanya untuk mengelabui orang lain,"

   Kata Ji-hujin.

   "Bagaimana keadaanmu sekarang?"

   "Tidak apa-apa."

   "Ya, tentu saja! Jika tadi aku menggunakan tenaga, memangnya kau masih bisa hidup seperti sekarang?"

   Sangguan Lie mengangguk-anggukkan kepala. Reaksinya memang kalah cepat dengan gadis ini.

   "Nah, sekarang giliranmu. Kau bawa kedua mayat ini ke dalam kamar Toa-hujin. Ini harus ada penyelesaiannya."

   "Apakah kau ingin orang lain menyangka bahwa Toa- hujin dan orang ini diam-diam berkencan?"

   "Benar."

   "Tapi mereka berdua kan mati?"

   "Pokoknya pindahkan saja, nanti kau akan mengerti sendiri."

   Sangguan Lie terpaksa menurut.

   Dia tidak menyangka orang seperti dirinya akan mengerjakan hal seperti ini.

   Sesudah melakukan sesuai perintah, Ji-hujin memanggil kembali untuk membantu membersihkan darah di kamarnya.

   Begitu selesai, Ji-hujin segera pergi ke kamar Toa-hujin.

   Ji-hujin memandangi kedua mayat itu sambil menimbang-nimbang.

   "Kau sedang apa?"

   Kata Sangguan Lie.

   "Aku sedang berpikir bagaimana mengatur tentang posisi antara Toa-hujin dengan pegawai itu agar terlihat meyakinkan."

   "Tentu saja di atas ranjang. Tetapi lalu siapa yang membunuh mereka?"

   "Baiklah! Kau taruh mereka berdua di atas ranjang lalu posisikan mereka seakan-akan mereka sedang melakukan hubungan tubuh."

   Tidak disangka-sangka ternyata Sangguan Lie benar- benar menuruti perintah orang ini.

   Dia terlebih dahulu melucuti pakaian Toa-hujin, barulah kemudian melucuti pakaian si pegawai.

   Sangguan Lie melihat luka tusukan pada kedua mayat itu, tusukannya sangat dalam dan mematikan.

   Sangguan Lie membalikkan tubuh mereka dan melihat wajah Toa-hujin.

   Pada dasarnya dia memangsangat cantik.

   "Nasibmu jelek sekali,"

   Kata Ji-hujin.

   "Aku?"

   "Jika mereka berdua tidak datang atau telat sedikit saja, kau sudah mendapatkan aku dan mem-buktikan apakah kau masih bisa melakukannya atau tidak."

   Peruntungannya memang jelek sekali.

   Dia sendiri sampai tidak habis berpikir meng-apa dia bisa sampai mengalami kejadian seperti ini.

   Tiba-tiba Sing ....sing ....sing....

   Ji-hujin melemparkan tiga buah pisau ke arah Sangguan Lie.

   Sangguan Lie berhasil menghalau sebuah pisau tetapi yang dua berhasil menancap di punggungnya.

   Ji-hujin lagi-lagi melemparkan sebuah pisau lagi ke arah Sangguan Lie dan kali ini mengenai bagian pinggangnya.

   Sangguan Lie roboh di pinggir ranjang dan tidak bergerak sama sekali.

   Ji-hujin tertawa.

   Darah menetes dari ketiga mayat itu mem-basahi ranjang sampai ke lantai.

   Tetapi wajahnya sama sekali tidak menampakkan ekspresi apa pun.

   Dia menimang-nimang ke tiga mayat itu.

   "Harus dipikirkan baik-baik, bagaimana baik-nya mengatur semua ini?"

   Di belakangnya terdengar ada suara yang berkata dingin.

   "Aku ada akal!"

   Ji-hujin terkejut setengah mati. Dia membalikkan tubuhnya, ternyata orang itu adalah suaminya, Sie Ta-lai. Sie Ta-lai berdiri menggenggam goloknya sambil memandang istrinya.

   "Ta-lai, baguslah kau sudah pulang,"

   Kata Ji-hujin.

   "aku menemukan kakak ipar.

   "

   Sie Ta-lai mengangkat tangan memotong perkataannya.

   "Aku sudah melihat semuanya."

   Ji-hujin tidak bisa berkata apa-apa, hanya bisa menangis di hadapannya sambil berkata.

   "Sangguan Lie menggunakan pedangnya menodongku ...."

   Kata Sie Ta-lai sambil menggerung.

   "Jangan menangis!"

   Tangisan Ji-hujin segera berhenti.

   "Aku baru saja bilang aku ada akal."

   Ji-hujin berkata dengan senang sebab suaminya ternyata sehati dengannya.

   "Ta-lai, kau ada ide apa?"

   
Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sekarang ada tiga mayat, betul kan?"

   "Betul."

   "Tiga itu angka ganjil bukan?"

   "Ya, anak kecil pun tahu hal ini."

   Tiba-tiba golok Sie Ta- lai melesat ke depan Tanpa sempat menjerit, golok itu menembus perut Ji- hujin dan membuat tubuhnya tergolek di samping ranjang.

   "Ta-lai,kau "

   Sahut Sie Ta-Iai sambil menekankan setiap ucapannya.

   "Tidak lama setelah kau masuk ke dalam keluarga Sie, aku mendengar sewaktu kau masih di rumah orang tuamu, kau pernah ada main dengan seseorang dari keluarga Ong. Tetapi karena tidak ada bukti aku tidak mempersoalkannya lebih lanjut! Tetapi hari ini aku keluar rumah, karena ada barangku yang tertinggal maka aku kembali untuk mengambilnya. Aku kembali bertepatan saat kau membunuh kakak ipar dan pegawai itu."

   Ji-hujin sudah tidak bergeming dan ususnya keluar dari lubang luka di perutnya.

   Kejadian ini membuat Sie Ta-lai pusing tujuh keliling.

   Tetapi tiba-tiba dia teringat, cara yang terbaik adalah pergi begitu saja.

   Asalkan dia merahasiakan semua ini dari kakaknya, dengan mengatakan bahwa dia tidak jadi pulang ke rumah, dengan sendirinya ini akan menjadi kasus yang tidak terpecahkan.

   ........................................

   Wei Kai sedang ditahan di dalam sel.

   Tetapi ini bukanlah tahanan milik pemerintah.

   Tonghong Ta-cing sedang tidak ada di rumah.

   Kao Hie sedang berbincang-bincang dengan Seebun Long di dalam rumah.

   "Apakah benar Sangguan Siau-liong bukan anaknya?"

   "Tentu saja bukan."

   "Jika bukan, mengapa kau mengatakan sebaliknya sehingga membuat dirinya menderita?"

   Wei Kai bisa mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam selnya.

   "Aku benar-benar tidak mengerti, mengapa Wei Kai dengan pasrah mau mengenakan borgol di tangannya."

   Kata Kao Hie.

   "Aku tahu mengapa."

   "Ya, jika kau saja tidak tahu maka di dunia ini tidak akan ada orang yang tahu!"

   "Dia sedang terguncang, dia baru saja tahu Sangguan Siau-liong adalah anaknya."

   Siapa yang tidak sedih dan sakit hati ketika tahu bahwa anak yang diculiknya dan diminta tebusan ternyata adalah anak kandungnya sendiri? Tentu saja mungkin hanya Seebun Long seorang yang seperti itu.

   "Apa Sangguan Siau-liong sungguh anaknya?"

   Seebun Long menggelengkan kepalanya.

   "Bukan."

   "Bukan?"

   "Ya."

   "Bukankah kau sendiri yang mengatakan padanya bahwa Siau-liong adalah anaknya?"

   "Walau pun bukan aku sendiri yang langsung memberitahukannya, tetapi dia memang menanyakannya padaku, dan aku mengiyakannya."

   Kao Hie menatapnya dengan penasaran.

   "Aku hanya ingin dia tinggal."

   "Apakah saat itu dia hendak pergi dari sini?"

   "Ya."

   "Karena dia telah melakukan perbuatan jahat dan nyawanya sekarang ada dalam bahaya, apa yang akan kau lakukan sekarang?"

   "Aku tidak ada rencana apa pun."

   "Kau benar-benar hebat!"

   Seebun Long tertawa tetapi sinar matanya mem beritahu Kao Hie kalau dia punya rencana sendiri.

   Di saat itu Tonghong Ta-cing sudah pulang dan menyuruh Kao Hie untuk kembali ke markas.

   Kao Hie berpikir sejenak lalu memandang Seebun Long dengan tatapan yangdalam.

   Seebun Long berkata.

   "Apa ada sesuatu yang hendak kau katakan padaku?"

   "Sangguan Lie sudah dibunuh orang."

   Seebun Long sangat terkejut sekali. Dengan matinya Sangguan Lie maka tidak ada orang yang merawat Sangguan Siau-liong. Walaupun di permukaan Seebun Long seakan-akan tidak peduli, tetapi di dalam hatinya tidak demikian.

   "Benarkah?"

   "Ada empat orang yang mati secara bersamaan di waktu yang bersamaan dan Sangguan Lie salah satunya. Dan ada tuduhan terhadapnya bahwa dia telah memperkosa seorang perempuan."

   "Kau boleh menuduhnya dengan tuduhan apa pun, tetapi tidak dengan tuduhan yang ini."

   "Di dunia ini apa pun bisa terjadi."

   "Tetapi aku tahu mengenai hal yang tidak kau ketahui."

   "Bagi lelaki yang kehilangan kemampuannya, bukan tidak mungkin karena sesuatu hal yang memicu dirinya tiba-tiba sembuh dengan sendirinya."

   Tonghong Ta-cing datang bersama Suma Hen. Begitu melihat, Kao Hie langsung memasang ancang- ancang hendak menyerangnya. Kata Tonghong Ta-cing.

   "Kao Hie, dia adalah saksi utama kita dan juga pembunuhnya, harus dibiarkan hidup."

   Kata Suma Hen tertawa dingin.

   "Memangnya apa kejahatanku?"

   "Bukankah orang-orang yang mati belakangan ini adalah hasil perbuatanmu?"

   "Jangan sembarang menuduh orang!"

   "Suma Hen, kau tidak akan bisa kabur lagi."

   Tiba-tiba Suma Hen menyerang ke arah Kao Hie tetapi berhasil dihindarinya.

   Kemudian Suma Hen menyerang Tonghong Ta-cing dengan senjata rahasia.

   Takut senjata rahasia itu beracun, Tonghong Ta-cing hanya bisa menghindar.

   Suma Hen berhasil kabur ke arah hutan dan tidak terlihat lagi.

   Tiba-tiba saja kediaman pribadi milik Tonghong Ta-cing dilalap api.

   Ada orang entah siapa telah membuka pintu ke ruangan bawah tanah dan mengakibatkan ruangan di bawah tanah dipenuhi asap tebal.

   Hanya sebentar tempat itu menjadi lautan api.

   Saat Kao Hie dan Tonghong Ta-cing kembali, di sana hanya tinggal tersisa 2-3 orang bawahannya saja.

   Tonghong Ta-cing sangat murka dan berkata.

   "Di belakang masih ada orang yang ditahan, apakah orang itu masih ada?"

   Bawahannya pergi memeriksa dan tidak lama kemudian dia ditemukan telah mati oleh senjata rahasia yang beracun.

   "Tidak usah ditanya lagi,"

   Kata Kao Hie.

   "Mayat ini pasti Wei Kai."

   Tonghong Ta-cing marah luar biasa.

   "Sebelum Wei Kai mati terbakar, pasti dia sudah dibunuh terlebih dahulu oleh senjata rahasia yang beracun."

   Kao Hie memerintahkan anak buahnya untuk memeriksa sekelilingnya tetapi tidak menemukan apa-apa.

   Suma Hen punya satu kebiasaan buruk.

   Pada saat dia sedang tidak enak hati, dia tidak mau minum arak.

   Pada saat hatinya sedang senang, dia pasti akan minum arak.

   Lagi pula menurutnya, laki-laki tidak boleh minum arak yang tawar, hanya perempuan saja yang boleh minum.

   Saat ini dia sedang duduk di sebuah kedai dan sedang menikmati pesanannya.

   Sepiring telur orak-arik, sepiring kuping babi panggang, sepiring kacang, dan juga arak.

   Dia senang karena sejauh ini rencananya boleh dikatakan lumayan lancar.

   'Wush.

   ' Tiba-tiba ada orang yang datang ke meja Suma Hen dan melemparkan pisau kecil pada lengan baju kiri Suma Hen sehingga tertahan di atas meja.

   Raut wajah Suma Hen sama sekali tidak berubah malah tertawa.

   Orang itu pun tertawa dan duduk di hadapan Suma Hen.

   Yang datang ternyata Cong-pu-thouw Tong-hong Ta- cing.

   Kata Tonghong Ta-cing.

   "Apakah kau melihatSeebun Long?"

   Suma Hen menggeleng-gelengkan kepalanya.

   "Pasti dia pergi karena sedih dan bukan karena hal lain."

   "Sepertinya begitu."

   "Wanita itu memang bodoh."

   "Tentu saja, untung dia tidak pernah sampai menghalangi jalan kita. Wei Kai sudah terkena 3 buah senjata beracunku sebelum kubakar habis tubuhnya."

   "Bagus sih bagus,"

   Kata Tonghong Ta-cing.

   "Tetapi aku tetap saja tidak tenang."

   "Tidak tenang bagaimana?"

   "Sangguan Siau-liong dan Liu Eng."

   "Apakah kau pikir sulit membereskan Liu Eng?"

   "Tidak juga. Pertama aku sudah membongkar masalah Sangguan Lie palsu yang selama ini tidur dengannya, lalu soal mencelakai Siau-liong dia nyaris tersangkut di dalamnya. Sebenarnya aku sudah pernah mengancamnya kalau beberapa kasus pembunuhan yang lain adalah perbuatannya."

   "Dia sudah tidak bisa lari kemana-mana."

   "Dia harusnya mendengarkan kita. Hanya saja tindakan kita harus lebih hati-hati, menderita kekalah-an di saat kemenangan sudah di ambang pintu sangatlah menakutkan."

   Suma Hen mengangkat gelas untuk bersulang.

   Saat rencana besar sukses, suasana hati tentu saja senang dan gembira.

   -o00dw00o- BAB VI Di tengah malam di sebuah desa di daerah pinggiran, ada sebuah rumah penduduk yang lentera-nya masih menyala.

   Dan sinar lentera itu membentuk dua buah bayangan panjang manusia.

   Bayangan yang tinggi berkata.

   "Tidak disangka tega sekali kau menghianati tunanganmu."

   Terdengar suara seorang wanita berkata.

   "Aku sih senang-senang saja!"

   "Keterlaluan sekali kau."

   "Kau bukannya berterima kasih atas pertolonganku tapi malah memarahiku!"

   "Pada dasarnya kau memangketerlaluan!"

   "Berani sekali kau memarahiku!"

   Perempuan itu marah sekali sampai terdapat genangan air mata di pelupuk matanya. Pria itu berkata sambil menghela nafas.

   "Kau memang iblis wanita."

   Wanita itu hanya tertawa. Pria itu memotong tawa wanita.

   "Mayat yang terbakar itu siapa?"

   "Mungkin bawahan dari Tonghong Cong-pu-thouw."

   "Mengapa Lok Hiang kau bunuh?"

   "Menurutmu mana yang lebih baik, dibunuh atau tidak?"

   "Aku tidak perlu menjawabnya."

   Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Mengapa?"

   "Karena kau sudah punya jawaban yang tepat."

   "Memang benar, dengan membunuh Lok Hiang maka semua saksi mata sudah musnah."

   "Kau menganggap dirimu pintar ya?"

   "Memangnya kau menganggap diriku ini bodoh?"

   "Setidaknya kau lah biang keladi dari semua ini,"

   Kata Laki-laki itu sambil tertawa dingin.

   "Apa aku tidak melakukan kesalahan sedikit pun?"

   "Setidaknya ada beberapa orang jahat yang menanggung kesalahanitu, jadi jangan khawatir."

   Tiba-tiba wanita itu menghela nafas.

   "Aku telah sedikitberbohongpadamu."

   "Tetapi kebohonganmu tidak sampai merugikan."

   "Sebenarnya yang menolongmu itu bukanlah aku."

   "Siapa?"

   "Aku sendiri juga tidak tahu."

   "Dasar kau ini!"

   "Kejadian sebenarnya adalah aku tahu ada orang yang ingin membunuhmu dan juga Lok Hiang, maka di penjara bawah tanah itu aku menukarkan pakaianmu dengan orang lain."

   "Kau?"

   "Tidak percaya?"

   "Kau menghianati tunanganmu demi menolongku?"

   "Hanya berdasarkan perkataannya saja, belum tentu aku ini tunangannya kan? Aku sendiri saja tidak tahu."

   Seebun Long berkata lagi.

   "Aku merasa terharu melihat rasa sayangmu terhadap Siau-liong"

   "Jika bukan kau yang menggantikan pakaianku dan mengeluarkan aku, lalu mengapa kau bisa berada di tempat ini?"

   "Aku juga tidak tahu! Aku tidak tahu siapa yang membuatku pingsan dan membawaku keluar, aku sama sekali tidak sadar."

   "Apa kau kira aku akan percaya kata-katamu?"

   "Jika kau percaya maka bukan Wie Kai namanya!"

   "Akulah yang mengeluarkamu!"

   Keduanya langsung menoleh ke arah suara itu berasal, ternyata Kao Hie sudah berdiri di sana. Tidak ada yang menyadari kedatangan Kao Hie. Jika dia ingin mencelakakan seseorang itu soal yang mudah baginya.

   "Jadi kau yang telah menolong Seebun Long?"

   Kao Hie menganggukkan kepalanya.

   "Aku sangat mengenal Tonghong Ta-cing."

   "Seberapa banyak?"

   Tanya Wie Kai.

   "Di luar, dia dengan Suma Hen terlihat seperti tidak ada hubungan dan bermusuhan, tetapi sebenar-nya mereka adalah rekanan."

   Seebun Long terkejut d an berkata.

   "Mereka adalah rekanan?"

   "Kau bisa tidak menyadarinya, itu artinya betapa rapinya rencana yang telah mereka atur."

   Seebun Long termangu-mangu. Tapi walaupun tampangnya bingung seperti itu, dia tetap saja menarik. Wie Kai pun sampai terpesona. Kata Kao Hie.

   "Untung saja aku terus melacak pergerakan Suma Hen dan tahu tujuannya adalah tuan Wie dan Lok Hiang. Tidak kusangka nona Seebun Long juga tahu Tonghong Ta-cing ingin membunuhmu, sehingga dia membuatmu pingsan terlebih dahulu lalu menukar pakaianmu dan mengeluarkanmu."

   Wie Kai menatap Seebun Long.

   "Untung saja aku datang tepat pada waktunya, mengambil bajumu dari nona Seebun Long dan memakaikannya pada salah satu bawahan Tonghong Ta- cing yang sudah kubunuh. Tidak lama kemudian Suma Hen datang untuk meracunimu dan menyulut-kan api."

   Ruangan itu hening beberapa saat. Sesudah agak lama barulah Wie Kai berkata.

   "Tadinya aku berpikir perasaan di antara kita sejak lama sudah luntur."

   Dia menatap Seebun Long.

   "Pada dasarnya memang tidak akan luntur,"

   Kata Seebun Long. ........................................ Kata Kao Hie sambil membalikkan tubuhnya.

   "Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan dengan jelas."

   "Silahkan tanya."

   "Siapa yang melahirkan Sangguan Siau-liong?"

   "Aku,"

   Jawab Seebun Long.

   "Lalu siapa ayahnya?"

   "Sangguan Lie."

   "Jadi bukan aku ayahnya?"

   Tanya Wie Kai.

   "Bukan!"

   "Mengapa waktu kutanya dulu kau bilang akulah ayahnya?"

   "Karena waktu itu aku ingin kau berusaha sekuat tenaga mengembalikan dia padaku."

   "Saat kau bilang dia adalah anakku, aku memperhatikannya dengan seksama dan dia memang agak mirip denganku."

   "Sekarang aku beritahu kalau dia bukan anak-mu, apa yang bisa kau lakukan?"

   Wie Kai berpikir lagi lalu berkata.

   "Sekarang aku merasa dia memang tidak terlalu mirip denganku."

   Raut wajah Seebun Long agak sedikit aneh tetapi dia tidak berkata-kata lagi lebih lanjut. Kata Kao Hie.

   "Apakah kalian berdua tahu siapa yang telah memberitahu Sangguan Lie? Bahwa anak itu bukanlah anak kandungnya."

   "Siapa?"

   "Bu Si-cin."

   "Mengapa dia berbuat seperti itu?"

   Tanya Seebun Long. Kao Hie mengangkat tangannya sambil berkata.

   "Susah untuk dikatakan, Bu Si-cin adalah pengganti Sangguan Lie di malam hari dan siang hari-nya diganti lagi oleh Sangguan Lie."

   "Selama ini Suma Hen demi perempuan dan harta, sedangkan Sangguan Lie demi harga dirinya sebagai lelaki, tapi akhirnya entah mengapa berubah."

   "Apakah Sangguan Lie dikendalikan seseorang?"

   Tanya Wie Kai Kao Hie menganggukkan kepalanya.

   "Siapa?"

   "Suma Hen."

   "Bukankah dia sendiri dikendalikan oleh Tonghong Ta- cing?"

   "Lebih tepat kalau dikatakan saling memanfaatkan, hubungan di antara mereka memang susah untuk dikatakan."

   Seebun Long berkata.

   "Kao Tayhiap, kami berdua sangat berterima kasih padamu."

   "Tidak perlu berterima kasih, tetapi kalian berdua tetap harus berhati-hati dan waspada selalu."

   "Walau


Senyuman Dewa Pedang -- Khu Lung Tiga Maha Besar -- Khu Lung Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung

Cari Blog Ini