Ceritasilat Novel Online

Pohon Kramat 2


Pohon Kramat Karya Khu Lung Bagian 2


inar matanya yang berkilat-kilat itu, membuktikan bahwa ia ragu ragu. Giliran Tan Ciu yang mengajukan pertanyaan.

   "Kau kenal dengan Tan Kiam Lam ?"

   "Tan Kiam Lam mati dibawah tangan istrinya sendiri!"

   Sastrawan setengah tua itu tidak memberi jawaban, sebaliknya mengajukan pertanyaan lain.

   "Inilah cerita orang."

   Berkata Tan Ciu.

   "Tentang kebenarannya?"

   "Aku tidak tahu."

   Si pemuda menggoyangkan kepala.

   "Dengan alasan apa seorang istri membunuh suami sendiri?"

   "juga tidak tahu."

   Tan Ciu tidak masuk perangkap pertanyaan.

   Tan Ciu mempunyai otak yang cerdas, dari pembicaraan orang, ia paham bahwa tidak mungkin orang ini tidak kenal dengan Tan Kiam Lam.

   Pertanyaan pertanyaan tadi hanya alasan untuk menyingkirkan diri dari hubungannya dengan Tan Kiam Lam.

   Siapakah orang ini? Mengapa ia tak mau menyebut namanya? "Kau kenal dengan Tan Kiam Lam?"

   Sekali lagi, Tan Ciu mengulang pertanyaannya yang belum dijawab. Sastrawan itu memandang alam di tempat jauh.

   "Kau tidak berani memberi jawaban?"

   Tan Ciu mendesak.

   "Dimisalkan kenal."

   "Mengapa menggunakan perumpamaan?"

   "Karena aku baras mengetahui asal usulmu lebih dahulu. Setelah itu baru boleh membuka rahasia pribadiku."

   "Mengetahui asal usulku?."

   "Betul. Aku belum dapat bukti yang menyatakan bahwa kau adalah putra Tan Kiam Lam".

   "Setelah terbukti aku betul menjadi anak Tan Kiam Lam, bagaimana?"

   "Ku harap saja bukan!"

   "Mengapa? Mengapa aku tidak diperbolehkan menjadi anak Tan Kiam Lam?"

   "Bila betul ayahmu bernama Tan Kiam Lam, Tragedi sedih segera menimpa dirimu".

   "Tragedi sedih?"

   Tan Ciu membuka mulut, mengeluarkan kata-kata tadi."Mengapa ada tragedi sedih yang menimpa ayah Tan Kiam Lam? Apa yang menyebabkan tragedi sedih itu?"

   "Bagaimanakah kepribadian Tan Kiam Lam itu?"

   Si pemuda mengajukan pertanyaan.

   "Jangan kau tanya soal ini kepadaku."

   Berkata si sastrawan.

   "Kecuali kau dapat membuktikan bahwa kau adalah anaknya."

   "Cicie Tan Sang tahu. Sayang ia sudah tiada."

   "Maka tidak mungkin kau tahu asal usul dirimu, bukan?."

   "Aku akan berusaha mencari tahu?"

   "Siapa yang menjadi sumber berita?"

   "Aku akan mengajukan pertanyaan kepada semua orang,"

   "Jangan harap mereka dapat memberi tahu kepadamu!"

   Wajah Tan Ciu berubah.

   "Tidak ada orang yang mau memberi tahu tentang Tan Kiam Lam?"

   Ia bertanya.

   "Betul."

   Jawab sastrawan setengah umur.

   "Aku ingin kau yang memberi keterangan"

   Mata Tan Ciu menjadi liar.

   "Oooo.... Kukira kau tidak dapat memaksa aku mengatakannya."

   "Kau tidak mau memberi keterangan?"

   Tan Ciu maju selangkah, agaknya menggunakan kekerasan tangan. Sastrawan itu marah, darahnya naik cepat. Ia menduga pasti bahwa pemuda yang berada didepannya adalah anak Tan Kiam Lam, Dan tentang hubungan Tan Kiam Lam dengan dirinya....

   "Sudah kukatakan.."

   Katanya "Tidak seorangpun yang mau memberi tahu tentang Tan Kiam Lam. Termasuk diriku."

   "Aku dipaksa menggunakan kekerasan untuk memaksa kau bicara."

   Tan Ciu semakin beringas.

   "Eh, kau mau bergebrak?"

   "Bila perlu."

   "Tidak mungkin."

   Tan Cui tidak dapat menahan sabar lagi.

   ia memungut pedangnya, dengan satu bentakan keras menyerang sastrawan setengah umur itu.

   Disaat yang sama sisastrawan telah mementulkan dirinya, sangat tinggi, gesit dan cekatan sekali.

   Tan Ciu mengejar naik.

   Gerakan sastrawan itu memang hebat, tanpa menginjakkan kaki ketanah lagi ia melayangkan dirinya dan pergi jauh.

   Tan Ciu terpaku ditempat.

   Dari jauh sayup sayup terdengar suara sastrawan itu.

   "Jangan pusingkan urusan Tan Kiam Lam, berusaha carilah siapa yang telah membunuh cici-mu dan tuntutlah balas untuknya."

   Tan Ciu hampir mau menangis.

   Rahasia ayah bundanya, dendam gurunya dan kematian kakak perempuannya telah jatuh disatu pundak, Suatu pikulan yang paling berat.

   Tidak satupun dari ketiga soal tadi yang mudah diselesaikan.

   Ia naik darah, Pedangnya dibontang bantingkan, membabat apa yang berada disekitarnya, pohon, daun, batu dan apa saja yang dapat dibuat tempat melampias kemarahan.

   Beberapa waktu, Tan Ciu berada dalam keadaan setengah gila.

   Akhirnya ia lelah dan menghentikan gerakan-gerakan itu.

   Ia berjalan pergi, tanpa tujuan.

   Ia meninggalkan rimba Pohon Penggantungan.

   Matahari sore memperpanjang bayangan Tan Ciu, ditambah terlihat jalan bayangan yang kurus tinggi itu.

   Suatu peringatan menghidupkan jiwa si pemuda.

   ia tidak boleh menjadi putus asa.

   Ia harus hidup seperti sedia kala! Wajah mengatasi kesulitan-kesulitan dan menyelesaikan tugas yang jatuh diatas kedua pundaknya.

   Yang penting, balas dendam kepada orang yang telah membunuh cicienya, ia harus segera mencari algojo Pohon Penggantungan.

   Siapa yang mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan? Segera teringat wanita berbaju putih Co Yong Yen.

   Dia mengaku sebagai isteri Thung Lip, dan antara tujuh orang tokoh silat yang masuk kedalam rimba Pohon Penggantungan, hanya kehilangan Thung Lip seorang.

   Hubungan ini sudah tentu dapat terjadi.

   Segera mencari Co Yong Yen.

   Putusan ini segera diperbulatkan.

   Dunia bukannya sedaun kelor, kemana ia harus menemukan Co Yong Yen.

   Orang yang belum diketahui alamatnya, dan mungkin tidak ada alamat sama sekali.

   Biar bagaimana ia harus berusaha.

   Sampai ke ujung langitpun akan dikejar juga.

   Karena adanya putusan yang seperti ini penderitaan batin si pemuda agak mereda, ia bebas menjadi seorang manusia gila! Didalam perjalanan, ia teringat kepada lima orang berbaju merah, itulah orang orang Ang mo Kauw atau perkumpulan Iblis Merah.

   Dengan alasan apa orang orang Ang mo Kauw ingin membunuh diriya? Karena gurunya bernama Putri Angin Tornado! Mengapa? Tentunya ada sesuatu ganjelan diantara sang guru dan pemimpin Ang Mo Kauw.

   untuk mengetahui lebih jelas tentang hal ini, ia baru mencari perkumpulan Ang mo Kauw.

   Mencari markas besar perkumpulan ada lebih mudah dari pada mencari seseorang.

   Tan Ciu menangguh dan pikirannya yang ingin mencari Co Yong Yen segera ia ingin menyelesaikannya lebih dahulu.

   Langkah kaki Tan Ciu tidak pernah berhenti.

   Beberapa bayangan berkelebat, mereka menghadang jalan yang akan dilewati oleh si pemuda.

   Terpaksa Tan Ciu menghentikan langkah kakinya.

   Dua gadis berpakaian pelayan berdiri disana, warna baju mereka merah semua.

   Mereka memandang Tan Ciu dengan senyum kulum.

   Tan Ciu mengadakan teguran.

   "Mengapa kalian menghadang jalan orang?"

   Salah seorang dari gadis pelayan berbaju merah itu bertanya.

   "Kau bernama Tan Ciu?"

   "Betul!"

   "Kami mendapat tugas untuk menyambutmu."

   "Mendapat tugas? Siapakah yang memberi tugas kepada kalian? Dengan alasan apa ingin menyambut kedatanganku?"

   Tan Ciu berhadapan dengan dua orang gadis berbaju merah. Terlihat dua gadis pelayan itu tertawa.

   "Tongcu kami ingin bertemu denganmu"

   Berkata mereka.

   "Siapakah tongcu kalian?"

   Tanya Tan Ciu, Tongcu berarti kepala bagian suatu perkumpulan, agak mirip dengan kepala regu.

   "Kau boleh langsung bertanya kepadanya,"

   "Dimana dia?"

   "kami dapat memberikan petunjuk."

   "Bila aku tidak mau turut?"

   Tan Ciu memandang dua gadis pelayan tersebut.

   "Takut?"

   "Hm.. Belum pernah aku takut kepada orang!"

   "Mengapa takut kepada tongcu kami?"

   "Kalian dari golongan apa?"

   "Ang Mo Kauw!"

   Hati Tan Ciu tergetar. Ia berniat pergi ke markas Ang- Mo-Kauw menyelesaikan pertikaian dengan perkumpulan itu dengan gurunya, Hanya belum mendapat jalan, kini mereka telah datang lebih dahulu.

   "Bila kau tidak menerima undangan, terpaksa kami menggunakan kekerasan."

   Berkata dua gadis pelayan itu! Tan Ciu mengeluarkan suara dingin.

   "Segera ajak aku kesana!"

   Dua gadis pelayan berbaju merah itu mengajak si pemuda ke suatu tempat.

   Disuatu puncak gunung terlihat sebuah joli dengan kain penutup yang diturunkan, tidak terlihat siapa yang duduk di dalamnya.

   Dua gadis pelayan berbaju merah mengajak Tan Ciu kedepan joli itu.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"kami mengundang Tan siauwhiap datang."

   Berkata dua gadis pelayan berbaju merah kepada orang didalam joli.

   Orang yang berada didalam joli itukah yang menjadi tongcu perkumpulan Ang-mo kauw? Tan Ciu masih menduga-duga.

   Pria? Atau warita.

   Terdengar suara yang nyaring merdu keluar dari isi tandu.

   "Kalian menyingkir."

   Dua gadis pelayan menerima perintah, mereka meninggalkan Tan Ciu dan berdiri dibelakang joli. Tan Ciu mengeluarkan suara dengusan dari hidung. Ia tidak merasa gentar. ia tidak pernah takut kepada siapapun juga. Terdengar suara dari dalam joli.

   "Kau tahu, mengapa aku mengadakan undangan?" -ooo0dw0ooo-

   Jilid 3 INILAH suara seorang gadis yang nyaring dan merdu. Ternyata tongcu perkumpulan Ang-mo-kauw ini adalah seorang wanita.

   "Kau belum memberi tahu, mana kutahu.."

   Berkata Tan Ciu.

   "Aku ingin mengajukan pertanyaan"

   Berkata gadis didalam joli.

   "Mengapa kau tidak mau keluar dari jolimu?"

   Tan Ciu sangat sombong.

   "Aku tidak ingin memperlihatkan muka."

   "Malu?"

   Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung! "Mungkinkah bengkak sebelah?"

   Dua gadis pelayan melesat, dengan suara marah mereka membentak.

   "Berani kau menghina tongcu kami?"

   Dan merekapun menyerang pemuda yang angkuh dan sombong itu.

   "Minggir."

   Terdengar suara bentakan dari dalam joli.

   Dua gadis pelayan membatalkan serangan mereka, gerakan-gerakan para gadis pelayan berbaju merah ini gesit luar biasa.

   Tan Ciu yang menyaksikan gerakan-gerakan itu terkejut, tidak disangka, pelayan orang didalam joli mempunyai ilmu kepandaian hebat, entah bagaimana ilmu kepandaian tongcu itu? "Maafkan kelancangan pelayan pelayan itu."

   "Aku tidak mengganggu mereka bukan?"

   Berkata Tan Ciu.

   "Kau belum menjawab pertanyaanku"

   "Aku tidak ingin memperlihatkan wajahku kepadamu. Bukan karena malu atau sebab-sebab lainnya."

   "Kau menyuruh orang mengundang, tapi tak mau memperlihatkan diri, apa maksudmu?"

   "Mengadakan tanya jawab seperti inipun boleh, bukan ?"

   "Tentu saja boleh. Terlebih baik lagi, bila kita dapat bicara dengan berhadapan muka"

   "Jangan genit, aku tahu bahwa kau bukan seorang lelaki yang gila wajah cantik."

   Tan Ciu bungkam.

   "Hei..."

   Panggil pada gadis dalam joli.

   "Dengan alasan apa kau menbunuh lima orang perkumpulan Ang mo kauw?"

   "Membunuh orang orang Ang-mo kauw?"

   "Didepan Pohon Penggantungan?"

   "Oooo ... Kau salah terka."

   "Bukan kau yang membunuh mereka?"

   "Memang bukan."

   "Siapa yang membunuh kelima orangku."

   "Jelita merah."

   "Akh... Jelita Merah?"

   "Betul"

   "Jelita Merah tak mempunyai dendam sakit hati dengan perkumpulan Ang mo kauw, dengan alasan apa ia membunuh lima orang itu?"

   "Disini karena "

   "Gara garamu?"

   "Boleh dikata demikian. Aku tidak mempunyai dendam permusuhan dengan Ang mo kauw, mengapa kau mengutus mereka membunuhku?"

   "Lima orang itu ada niatan untuk membunuhmu?"

   "Betul"

   "Oooo... Hal ini memang mungkin terjadi."

   "Bagaimana mungkin terjadi?"

   Bertanya Tan Ciu.

   "Maksud Ang mo-kauw hanialah mengundang dirimu. Tidak ada perintah untuk membunuh orang undangan. Ternyata mereka timbul niatan jahat, sudah seharusnya mereka menerima hukuman."

   "Hanya ini yang ingin kau katakan?"

   Tan Ciu sudah tak sabar.

   "Maksudku mengundang kau datang ialah ingin mengadakan perundingan..."

   "Katakanlah!"

   "Kauwcu kami ada maksud untuk menerima dirimu,"

   Kauwcu adalah kepala atau pemimpin perkumpulan. Ajakan ini berada diluar dugaan Tan Ciu. Ia tidak kenal siapa orang yang menjadi kepala rombongan Ang-mo kauw, bagaimana diajak bekerja sama? Apakah maksud mereka? "Siapakah yang menjadi Kauwcu kalian?"

   Si pemuda bertanya.

   "Setelah kau menjadi anggauta Ang-mo kauw. Tentu kau akan tahu dengan jelas akan hal ini."

   "Bila aku menolak?"

   "Lebih baik kau berpikir baik-baik."

   Tan Ciu memutar otak. Memang tidak ada akal untuk mengatasi soal ini cepat.

   "Mungkin aku dapat menerima ajakan Kauwcumu."

   Akhirnya ia berkata..

   "Syukurlah."

   "Tetapi dengan syarat."

   "Syarat? Apakah syarat yang kau ajukan?"

   Gadis didalam joli kukuh tidak mau menampilkan diri.

   "Beri keterangan tentang Pohon Penggantungan, siapa orang yang menciptakan pohon maut itu? Dimana kini ia berada?"

   Pertanyaan si pemuda menyulitkan itu tongcu wanita dari perkumpulan Ang-mo kauw.

   "Tidak sanggup?"

   Bertanya Tan Ciu.

   "Baiklah."

   Akhirnya gadis didalam joli berkata.

   "Sudah sepatutnya bila kau diberi tahu."

   Hampir Tan Ciu lompat girang, sungguh diluar dugaan, bahwa soal yang sulit ini dapat diselesaikan dengan mudah.

   Mengikutikah ia mengetahui pasti siapa dan dimana pencipta Pohon Penggantungan? Dugaannya segera diperkuat oleh tafsiran-tafsiran lamanya, tentu orang-orang Ang mo kauw yang memegang peranan Pohon Penggantungan.

   Bila tidak, mana mungkin dapat memberi jawaban ini? Keadaan sepi lama ..., Tan Ciu membuka suara.

   "Katakanlah."

   "Apa yang harus kukatakan?"

   "Siapa pencipta Pohon Penggantungan?"

   "Pertanyaan ini akan dijawab oleh kauwcu pribadi."

   Berkata gadis didalam joli.

   "Kau tahu pasti bahwa kauwcu kalian itu dapat memberikan jawaban yang memuaskan?"

   "Bila tidak memuaskan, kau boleh menolak tawarannya bukan?"

   Tan Ciu dapat menerima saran si gadis didalam joli.

   Bila ia tidak mendapat jawaban tentang Pohon Penggantungan.

   Tentu ia tidak mau masuk perkumpulan itu? Hal lainnya yang menambah keinginannya bertemu dengan ketua Ang-mo kauw ialah dendam permusuhan yang telah terjadi antara perkumpulan itu dengan gurunya.

   "Baiklah."

   Ia menerima ajakan orang.

   "Mari turut dibelakang."

   Berkata gadis didalam joli.

   Dengan satu perintah lain, dua pelayan berbaju merah menggotong joli dan berangkat.

   Tiba-tiba ...

   Telinga Tan Ciu yang mengikuti joli itu dapat menangkap satu suara yang seperti nyamuk bicara itulah suara orang yang menyampaikan kata kata dengan saluran tekanan gelombang tekanan tinggi.

   "Kau telah masuk kedalam perangkapnya si Ular Golis."

   Tan Ciu memeriksa keadaan disekelilingnya.

   Tidak terlihat orang yang memberi pesan kata kata ini.

   Ternyata gadis didalam joli mempunyai julukan Ular Golis? Ular cantik bagaimanakah yang mendapat julukan seperti itu? Hasratnya untuk membongkar rahasia Pohon Penggantungan tidak dapat ditahan.

   Niatannya untuk bertemu dengan kanwcu Ang mo kauw semakin hebat.

   Biarpun telah dapat peringatan, ia tidak menghentikan langkah kakinya dan mengikuti joli si Ular Golis yang digotong oleh dua pelayannya.

   "Ia segera mengajakmu masuk kedalam Lembah Iblis Merah, tempat yang menjadi sarang markas besar Ang mo- kauw."

   Orang yang mengirim suara dengan tekanan suara gelombang tinggi itu berdengung lagi.

   "Bila sampai dimarkas besar mereka, jangan harap kau dapat keluar lagi."

   Ilmu kepandaian Tan Ciu telah mencapai taraf kelas satu, iapun dapat menggunakan ilmu Toan-im jib-bit atau mengirim suara dengan tekanan gelombang tinggi. Maka ia membalas peringatan orang dengan suara yang sama.

   "Kauwcu Ang-mo kauw tidak tahu siapa yang menjadi pencipta Pohon Penggantungan?"

   Kegunaan mengirim suara dengan gelombang tekanan tinggi jelas tidak dapat didengar oleh orang ketiga.

   Dua kali orang itu memberi peringatan kepada Tan Ciu, kemudian mendapat balasan dari si pemuda yang mengajukan pertanyaan itu dengan menekan suara yang sama, hal ini tidak dapat didengar oleh gadis di dalam joli si Ular Golis dan dua pelayannya.

   "Ia tidak tahu!"

   Berkata orang yang memberi peringatan.

   "Kutahu pasti bahwa maksud si Ular Golis menerima baik syaratmu yaitu memancing kau masuk kedalam lembah Iblis Merah. Percaialah keteranganku!". Tan Ciu dapat diberi mengerti. Hal ini memang bukan tak mungkin sama sekali, Kecuali bila orang yang memberi perintah itu bermaksud tujuan lain, ada udang dibalik batu. Siapakah orang yang memberi peringatan kepadanya sehingga lebih dari satu kali ? Suara Toan Im jib-bit atau ilmu menekan suara yang disalurkan kembali dengan tekanan suara bergelombang tinggi itu tidak mudah dibedakan. Mungkin lelaki dan mungkin pula suara perempuan. Tetapi dari logat dan laga laga yang berirama enak, tentunya seorang wanita. Orang yang dapat membela dirinya hanya beberapa orang. Kakek aneh Su Hay Khek dan sastrawan setengah umur itu seperti berada di pihaknya. Bila wanita, kecuali ciecienya yang sudah mati, orang kedua ialah gurunya. Tan Sang sudah mati. Hal ini pasti. Mungkinkah sang guru dengan sebutan seram si Putri Angin Tornado itu? Tan Ciu memandang kearah datangnya suara pemberi tahu itu. Hal ini menimbulkan kecurigaan si Ular Golis didalam joli.

   "Eh, kau sedang mengapa?"

   Si gadis didalam joli mengajukan pertanyaan.

   Tan Ciu mengkerutkan kedua alisnya.

   Kini diketahui pasti bahwa orang yang memberi peringatan itu bukanlah gurunya.

   Logat-logat dan irama suara sang guru telah dikenal baik.

   Bukanlah suara tadi.

   Mengikuti petunjuk orang itu atau terima mengikuti si Ular Golis masuk ke dalam lembah Iblis merah? Besar kemungkinannya bahwa ketua Ang-mo kauw itu musuh besar sang guru.

   Sebagai seorang murid yang mengenal budi, Matipun ia harus membela kepentingan gurunya, Ia wajib mengetahui bagaimana menjadi perseteruan diantara mereka.

   Didalam keadaan seperti ini, soal Pohon Penggantungan boleh diurus setelah selesai ia bereskan lawan garunya.

   Tidak terasa, Tan Ciu menghentikan langkah kaki.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Didalam joli, si Ular Golis telah mendesak.

   "Hei, kau mau turut tidak?"

   "Baik."

   Tan Ciu memberi putusan. Ia ingin menerjang lembah Iblis merah. Dua gadis pelayan berbaju merah menggotong joli si Ular Golis, Tan Ciu mengikuti dibelakangnya. Suara peringatan berkumandang lagi.

   "Hei, kau bersedia turut si Ular Golis?".

   "Betul"

   Tan Ciu telah memberi sambutan dengan ilmu Toan-im jib-bit pula. Hal ini tidak boleh diketahui oleh si Ular Golis.

   "Sudah bosan hidup?"

   Bertanya orang dengan tekanan suara gelombang tinggi.

   "Bukan urusanmu."

   Tan Ciu mulai marah dengan gangguan-gangguan orang itu.

   "Kau..!!!"

   Suara yang disalurkan dengan ilmu Toan im jib-bit itu terputus.

   Tan Ciu meneruskan perjalanan dengan tenang.

   Joli si Ular Golis tetap berjalan lenggang.

   Dua gadis pelayannya mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi.

   Tentu saja ia merasa enak dan nyaman.

   Tiba tiba satu bayangan putih menghadang ditengah jalan, inilah jalan yang akan dilewati oleh joli si Ular Golis.

   Dua gadis pelayan berbaju merah menghentikan langkah mereka.

   Dilihatnya seorang gadis berbaju putih sudah menghadang perjalanannya.

   Tan Ciu mempunyai mata tajam, segera dikenali siapa bayangan putih yang menghadang ditengah jalan itu.

   "Aaaaa...."

   Ia mengeluarkan suara tertahan. Itulah wanita berbaju putih yang bernama Co Yong Yen, orang yang mengaku sebagai istri si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip.

   "Kau?"

   Ia menghadapi Co Yong Yen. Orangkah yang sedang dihadapi? Atau arwah Co Yong Yen yang sudah dikatakan mati? "Betul...Aku."

   Gadis berbaju putih itu membenarkan kata kata sipemuda. Dua gadis pelayan berbaju merah tidak berani mengambil putusan. Mereka memandang Tan Ciu dan si penghadang jalan yang sudah hadap berhadapan.

   "Hai, kau ingin mencari diriku, bukan?". Bertanya Co Yong Yen kepada sipemuda. Tan Ciu masih meragukan keaslian manusianya orang ini. Ia tidak dapat bicara.

   "Hai...."

   Panggil Co Yong Yen lagi "Disini ada dua jalan, mana yang kau pilih? Ikut dia atau aku?"

   Ternyata orang yang memberi peringatan sampai berulang kali dengan suara gelombang tekanan tinggi itu adalah gadis berbaju putih ini.

   Kecuali si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, keenam kawan lainnya telah binasa.

   Dan si baju putih itu diragukan sebagai istri Thung Lip yang telah lenyap.

   Dapatkah Tan Ciu melepaskan dirinya begitu saja? Tentu tidak.

   Perkumpulan Ang mo-kauw seperti mempunyai sesuatu dendam permusuhan dengan Putri Angin Tornado.

   untuk mengetahui keterangan yang lebih jelas, sudah tentu harus pergi kelembah Iblis Merah.

   Untuk pergi ke dalam Iblis Merah, sudah tentu saja harus mengikuti si Ular Golis.

   Relakah Tan Ciu membiarkan Ular Golis pergi tanpa diikuti oleh dirinya? Tentu tidak.

   Tan Ciu menjadi bimbang dan ragu ragu.

   Ia tidak menjawnb pertanyaan Co Yong Yen.

   Co Yong Yen maklum hal ini, ia telah memberi peringatan beberapa kali.

   Pemuda itu tidak mau mendengarnya! Kini ia menampilkan diri dengan harapan dapat memancing pergi Tan Ciu, agar pemuda itu tidak turut si Ular Golis, dan masuk kedalam lembah Iblis Merah.

   Menyaksikan keadaan Tan Ciu yang serba susah, Co Yong Yen melangkah pergi.

   Tan Ciu membentak.

   "Berhenti."

   Co Yong Yen menolehkan kepalanya, ia memberikan senyuman manis.

   Hanya sebentar saja, Kemudian melanjutkan langkahnya pergi menjauhi pemuda itu.

   Maksudnya memancing pergi dari samping sisi si Ular Golis yang masih belum menongolkan kepalanya dari dalam joli tertutup itu.

   Tan Ciu terpancing pergi, ia melayang ke arah Co Yong Yen.

   Seperti apa yang Co Yong Yen katakan maksud si Ular Golis mengajak Tan Ciu masuk kedalam lembah Iblis Merah hanya berupa pancingan saja.

   Disana ia mempunyai banyak kawan dan cukup untuk menahannya! Kini maksud itu akan segera gagal, tanpa memperdulikan wajahnya terlihat orang, ia melayang keluar dari dalam joli, cepat sekali menyusul Tan Ciu dan memberi satu pukulan.

   Tan Ciu menusatkan seluruh pikirannya ke tempat Co Yong Yen yang sudah hampir melenyapkan diri.

   Mana disangka bahwa si Ular Golis dapat nongol dari dalam jolinya dan mengirim pukulan itu? Dikala merasakan ada sesuatu yang mengancam punggung, tangan Ular Golis yang gesit itu telah menggebuknya.

   Duuuuk....

   Tan Ciu terpukul dan jatuh sempoyongan, Isi perutnya bergolak panas.

   Dua gadis pelayan Ular Golis mempunyai gerakan gerakan yang sebat, mereka meletakkan Joli dan bek bek ...

   dua kali pukulan memaksa Tan Ciu jatuh ngeloso ke lain arah, Ular Golis menyambut tubuh pemuda itu cepat seakan menekan urat nadinya.

   Maksud Co Yong Yen hampir berhasil, Tiba tiba digagalkan oleh si Ular Golis.

   Ia melayang balik dan membentak.

   "Lepaskan."

   Ular Golis tertawa seram.

   "Kau mengharapkan kematiannya?"

   Ia memperlihatkan urat nadi Tan Ciu yang sudah berada didalam kekuasaannya.

   Wajah Co Yong Yen nenunjukkan hawa pembunuhan.

   Ia menghampiri ular Golis yang menggendong tubuh Tan Ciu.

   Dua gadis pelayan berbaju merah menyelak keluar, mereka membela majikannya.

   Co Yong Yen tidak berdaya.

   Tan Ciu sadar apa yang telah menimpa dirinya.

   Mengapa ia begitu lengah, tak membikin penjagaan kepada si Ular Golis itu? Kini segala apapun telah terlambat.

   Ia berada dibawah kekuasaan tongcu Ang mo-kauw tersebut.

   Ia membuka kedua matanya, terlihat seorang gadis yang sangat menggendong dirinya.

   Sayang hati gadis ini melebihi ular jahatnya, Julukan si Ular Golis memang paling tepat.

   "Ular Golis..."

   Ia mengoceh.

   "kau memang seorang ular yang cantik!"

   Si Ular Golis tertawa puas.

   "Bila kau turut dibelakangku, tentu tidak sampai terjadi hal ini."

   Ia berkata. Dan memandang dua pelayan berbaju merahnya, ia memberi perintah.

   "Lanjutkan perjalanan pulang!"

   Mereka siap mengajak Tan Ciu masuk ke dalam lembah Iblis Merah, Co Yong Yen menghadang perjalanan pulang mereka.

   "Aku tidak mengijinkan kalian membawanya."

   Ia berkata, Ular Golis mengeluarkan suara tertawa yang dingin.

   "Kau lupa, bahwa jiwanya sudah berada ditanganku."

   "Ular Golis."

   Teriak Co Yong Yen.

   "jangan kira aku tidak tahu perintah kauwcumu, kau tidak diperbolehkan membunuhnya, bukan begitu?". Wajah si Ular Golis menjadi pucat. Didalam keadaan terpaksa, ia mengangkat tubuh Tan Ciu tinggi tinggi.

   "Kau boleh jajal saja"

   Ia memberi ancaman.

   Co Yong Yen berjalan lebih dekat lagi.

   Ular Golis mengundurkan diri.

   Dua gadis pelayan berbaju merah bergerak maju, mereka memukul dan menghantam Co Yong Yen.

   Gadis berbaju putih itu menggerakkan tangannya, cepat sekali, entah bagaimana ia telah berada dibelakang dua lawannya, terdengar dua kali jeritan, dua pelayan si Ular telah berhasil dirobohkan.

   Co Yong Yen hebat.

   Hanya didalam satu jurus, ia membunuh dua gadis pelayan berbaju merah yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi.

   Suatu hal yang berada di luar dugaan Tan Ciu.

   Juga diluar dugaan si Ular Golis.

   "Kau tidak mau meletakan dirinya?"

   Co Yong Yen maju dan mengancam. Si Ular Golis mundur lagi. Jalan darah kematian Tan Ciu masih tidak dilepas olehnya.

   "Turunkan tubuhnya."

   Co Yong Yen memberi ancaman yang kesekian kalinya.

   "Bila aku tidak mau, bagaimana?"

   Ular Golis berkepala batu.

   "Aku dapat membunuhmu, tahu?"

   Co Yong Yen mengancam.

   "Apakah akibatnya dengan tubuh ini?"

   Ular Golis mengandalkan tubuh Tan Ciu sebagai pegangan.

   "Inilah akibatnya."

   Co Yong Yen membentak.

   Tubuhnya melesat dan menotok jalan darah si Ular Golis.

   Gerakannya sungguh cepat.

   Lebih cepat beberapa kali dari gerakan gerakan dua pelayan si Ular Golis.

   Ular Golis tidak menyerah mentah mentah.

   Dengan sebelah tangan menggendong Tan Ciu ia memukul totokan lawan dengan sebelah tangan lainnya.

   Disaat yang sama.

   Co Yong Yen telah mengirim serangan yang kedua.

   Ular Golis tidak mungkin dapat menghindari serangan itu.

   didalam keadaan terpaksa, ia melemparkan tubuh Tan Ciu kearah lawannya! Tan Ciu menjerit sakit, ternyata Ular Golis menurunkan tangan jahat kepada pemuda itu! Kepandaian Co Yong Yen memang luar biasa bagaimana cepatpun si Ular Golis tetap tak dapat mengimbangi kecepatan lawannya.

   Daarrrr !!! Dari mulutnya Ular Golis yang kecil mungil itu memuntahkan darah merah.

   tubuhnya melayang jatuh.

   Tiba tiba terlihat suatu bayangan merah menyambuti tubuh Ular Golis yang terluka, kemudian, tanpa membikin perhitungan kepada orang yang melukainya, penolong Ular Golis itu melayang pergi dan melenyapkan diri.

   Co Yong Yen tidak mengejar.

   Matanya memandang wajah Tan Ciu yang sudah hampir mau mati.

   Cepat sekali ia menggerakkan jarinya menotok beberapa jalan darah penting.

   Dan membawa tubuh luka itu kearah rimba.

   Mendadak ...

   Satu suara dingin membentak Co Yong Yen.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Berhenti.!"

   Mendengar suara ini.

   wajah Co Yong Yen menjadi pucat, ia tahu siapa yang telah tiba.

   Langkahnya terhenti segera.

   Seorang wanita berparas cantik, dengan mengenakan pakaian warna hitam telah tampil disana.

   Wanita berbaju hitam inilah yang membentak Co Yong Yen tadi.

   "Dia?"

   Wanita berbaju hitam itu menunjuk kearah Tan Ciu. Co Yong Yen menganggukkan kepala.

   "Apa yang ingin kau lakukan"

   Bertanya, wanita berbaju hitam.

   "Maksudku ...

   "

   "Menolong dirinya?"

   "Betul."

   "Lebih baik jangan."

   "Tapi, tapi ia luka parah."

   "Segera letakkan dirinya dan ikut aku pulang."

   Bentak lagi wanita berbaju hitam itu? "Biar bagaimana, aku harus menolongnya dahulu."

   Co Yong Yen menjadi bandel.

   "Berani kau melanggar perintah?"

   "Tolong ... Tolonglah dirinya."

   "Mati hidupnya orang itu tidak ada hubungan dengan kita."

   "Aku! Aku tidak dapat membiarkan ia begini!"

   Air mata mengucur keluar dari kelopak mata Co Yong Yen. Wanita berbaju hitam menghela napas panjang-panjang.

   "Bibi Kang, tolonglah...."

   Co Yong Yen masih memohon.

   "Seharusnya kau jangan turut campur."

   "Tetapi keadaan telah menjadi seperti ini.."

   "Tidak mungkin ia berterima kasih kepadamu."

   Berkata wanita berbaju hitam itu.

   "Aku tidak mengharapkan terima kasihnya."

   Co Yong Yen kukuh.

   "Baiklah! Aku tidak mau campur tangan!"

   Wanita berbaju hitam itu sangat sayang Co Yong Yen.

   "Bibi Kang, jangan kau beri tahu kepada pocu!"

   Pocu berarti kedua benteng, Seorang yang menguasai pucuk pimpinan tertinggi didalam suatu daerah.

   "Bila ia tahu hal ini?"

   "Tidak mungkin!"

   Berkata Co Yong Yen "Asal saja bibi tidak membongkar rahasia!"

   "Baiklah!"

   Wanita berbaju hitam itu akhirnya mengalah.

   "Tapi ingat, jangan memberi keterangan sesuatu tentang kita."

   "Aku tahu."

   "Bila sampai ia tahu. Akupun tidak sanggup membelamu."

   "Terima kasih."

   Wanita berbatu hitam itu melayang pergi, meninggalkan Co Yong Yen dengan Tan Ciu yang masih terluka parah.

   Co Yong Yen menyusut air matanya, ia membawa Tan Ciu kelain arah, ia harus mengobatinya segera.

   Disebuah kelenteng yang sudah rusak, pada ruang teagah yang sudah tidak digunakan orang menggeletak tubuh Tan Ciu yang luka.

   Co Yong Yen telah memberikan pertolongan yang secukupnya..

   Beberapa lama kemudian, Tan Ciu membuka matanya.

   Dua kali ia menderita luka, dua kali ditolong oleh wanita.

   Tidak jauh dari mana ia berada, terlihat suatu bentuk tubuh yang di selubungi oleh kain putih, itulah Co Yong Yen.

   Co Yong Yen memandang alam jauh, pemandangan disore hari agak tidak serasi dengan keadaan diwaktu ini.

   Mendengar suara kereseknya Tan Ciu.

   tahulah ia bahwa pemuda itu telah sembuh, ia membalikan kepalanya, menoleh kearahnya.

   Tan Ciu sedang memperhatikan segala gerak gerik wanita itu.

   Dua pasang mata beradu.

   Co Yong Yen mengalihkan pandangan mata, ia menyerah.

   "Bagaimana dengan keadaan lukamu?"

   Ia mengajukan pertanyaan. Suaranya merdu, seolah olah seorang kekasih yang sedang memperhatikan keadaan si jantung hati.

   "Terima kasih."

   Berkata Tan Ciu perlahan. Co Yong Yen memandang ketempat jauh lagi. ia berusaha menghindari sinar mata si pemuda.

   "Atas jasa baikmu yang menyembuhkan dan menolong diriku, suatu hari pasti kubalas."

   Berkata Tan Ciu lagi.

   "Aku tidak mengharapkan pembalasanmu,"

   Berkata Co Yong Yan.

   "Bolehkah aku mengajukan beberapa pertanyaan?"

   Bertanya Tan Ciu.

   "Aku tahu, apa yang kau ingin ketahui dariku!"

   "Kau tahu?"

   "Aku dapat menduga."

   "Coba kau katakan, apa yang ingin ku ketahui."

   "Kau ingin mengetahui, betulkah aku istri Thung Lip, bukan ?"

   "Salah satu pertanyaan yang terakhir."

   Berkata Tan Ciu.

   "Kau ingin menanyakan tentang Pohon Penggantungan."

   "Betul!"

   "Kau ingin tahu bagaimana kematian cicie-mu?"

   "Ya."

   Wajah Co Yong Yen menunjukkan rasa sedih.

   "Mengapa kau ingin bertanya tentang soal-soal diatas itu?"

   Ia berkata.

   "Mengapa tidak boleh. Kau tidak bersedia menjawab?"

   "Betul,"

   "Cicieku mati. digantung orang, mengapa aku tidak boleh tahu?"

   "Bukan tidak boleh tahu. Tapi belum waktunya kau tahu."

   "Kau tahu hal ini. tentunya salah seorang dari rombongan pencipta Pohon Penggantungan."

   Co Yong Yen menggoyangkan kepala, ia menyangkal tuduhan yang dijatuhkan kepada dirinya.

   "Kau tidak mempunyai hubungan dengan Pohon Penggantungan?"

   "Betul!"

   "Aku tidak percaya."

   "Terserah.."

   "Lebih baik kau ceritakan kepadaku. Agar aku tidak melakukan sesuatu yang tidak baik."

   "Apa yang ingin kau lakukan?"

   "Kau tidak bersedia memberi keterangan?"

   "Aku, aku tidak dapat."

   "Baik. Ingin kuketahui pasti, betul kau istri Thung Lip?"

   "Jangan kau bertanya lagi"

   "Dimana Sastrawan Serba Bisa itu berada."

   "Tidak tahu."

   "Kau tidak mau memberi keterangan?"

   "Tidak ada yang dapat kuberikan."

   "Kau memaksa aku menggunakan kekerasan?"

   Wajah Co Yong Yen menunjukkan rasa bingungnya. Mana mungkin pemuda ini memukul orang yang pernah membela dirinya? "Aku tidak dapat."

   Ia berkata.

   "Kau mencari mati,"

   Bentak Tan Ciu! Tangannya bergerak memukul gadis itu.

   Heeeeekk..! Co Yong Yen menerima pukulan sipemuda, tubuhnya bergoyang goyang, pukulan itu hebat luar biasa.

   Tan Ciu terbelalak.

   Dengan ilmu kepandaian Co Yong Yen.

   bila gadis itu mau, tidak mungkin pukulan tadi mengenai dirinya.

   Mengapa dia tidak berusaha menghindari diri.

   Co Yong Yen menyusut darah yang meleleh keluar dari sela sela mulutnya.

   "Kau sudah puas?"

   Ia bertanya perlahan. Tan Ciu marah kembali. Apa yang ingin diketahui dirinya selain ditutup tutupi, mengapa semua orang tidak mau menceritakan hal itu? "Kau..."

   "Aku mengharapkan keterangan."

   "Jangan "

   "Kau betul betul ingin mati."

   "Baiklah. Bunuh saja diriku."

   Co Yong Yen mengkatupkan matanya, dua butir air mata bening menetes jatuh dari matanya.

   Tan Ciu menggeretak gigi, lengan menguatkan hati, ia memukul lagi.

   Co Yong Yen tidak menghindari datangnya serangan ini.

   Tangan Tan Ciu menjadi lemas, ia menurunkan pukulannya perlahan, gagal menghantam orang.

   Mendadak saja, tangan Tan Ciu menjambret leher baju gadis baju putih itu, ditariknya keras dan kasar.

   "Kau berani membandel!"

   Si pemuda membentak. Co Yong Yen ingin menangis. Air matanya tertahan, kelakuan si pemuda yang kasar sangat menyeramkan sekali..

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Masih tidak mau mengatakan?"

   Tan Ciu membentak lebih keras. Co Yong Yen menggeleng-gelengkan kepala, ia sangat bersedih. Tan Ciu mengacungkan tangan ... plak...plak... menempeleng kedua pipi gadis itu! "Hayoh katakan."

   Pemuda ini memang galak sekali. Co Yong Yen menjerit.

   "Mengapa kau memperlakukan aku seperti ini?"

   "Kau harus mengatakan rahasia Pohon Penggantungan,"

   "Kau tidak memahami kesulitan orang."

   "Jangan memaksa aku menggunakan cara yang lebih keras atau lebih kejam lagi"

   Co Yong Yen menarik napas.

   "Baiklah. Aku akan bercerita."

   Akhirnya ia harus mengalah. TAN CIU melepaskan cengkeraman tangan yang mengekang kebebasan gadis itu.

   "Nah, katakanlah, bagaimana hubungan si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip?"

   Sipemuda mengajukan pertanyaan pertama. Wajah Co Yong Yen menjadi biru, ia kecewa atas perlakuan pemuda itu kepada dirinya, keterangan yang menekan bathin hampir memecahkan urat sarapnya. Tiba tiba ia tertawa.

   "Apa yang di tertawakan?"

   Tan Ciu membentak.

   "Tan Ciu."

   Panggil Co Yong Yen.

   "Sebelum menjawab pertanyaanmu. Ada sesuatu yang harus kau ketahui."

   "Lekas katakan."

   "Harus kau ketahui, akibat dari pembocoran rahasia ini, seorang diantara kita berdoa pasti ada satu yang mati."

   "Seorang diantara kita, ada satu yang akan mati?"

   Tan Ciu mengulang peringatan aneh itu.

   "Betul! Salah satu dari jiwa kita harus dikorbankan!"

   "Tidak ada tawaran lain?"

   "Pikirlah sekali lagi. Relakah kau mengorbankan dirimu, atau diriku?"

   Tan Ciu harus memperhitungkan pasal yang baru bila membiarkan gadis itu binasa karena membongkar rahasia Pohon Penggantungan tentu keterlaluan.

   Membatalkan desakannya? Itupun tidak mungkin, Rahasia Pohon Penggantungan sudah waktunya untuk dibuka.

   Tan Ciu mengeraskan hati.

   ia bersedia mengorbankan jiwanya.

   Hal ini untuk ketenangan dunia, untuk memusnahkan bahaya Pohon penggantungan.

   "Baik. Aku yang berkorban "

   Tan Ciu memberi putusan.

   "Bila korban yang ditunjuk bukan dirimu."

   "Kau sendiri yang dimaksudkan?"

   "Betul. Bila permintaan korban menghendaki jiwaku, bagaimana?"

   Gadis itu memandang sipemuda tajam-tajam.

   Tan Ciu tersentak kejut, hatinya gemerinding dingin! Ada ada saja, masakan membongkar rahasia Pohon Penggantungan harus ditebus dengan jiwa seorang gadis, bahkan gadis yang mempunyai wajah cantik seperti Co Yong Yen.

   Gigi sipemuda beradu keras, betapa hebat pertarungan jiwanya itu.

   Rahasia kematian Tan Sang harus dibeberkan, lenyapnya Thung Lip wajib diterangkan.

   Bila diketahui kemana si Cendekiawan Serba Bisa itu pergi, rahasia Pohon Penggantungan segera pecah sama sekali.

   Tan Ciu menggigit bibir! "Kau ingin menakuti diriku?"

   "Bukan. Hal ini segera akan terjadi!"

   "Yang penting bagiku. Bagaimana dan apa yang menyebabkan kematian cicieku?"

   "Mengapa si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip lenyap dari keenam kawannya. Siapa pencipta Pohon Penggantungan?"

   Sifat kepala batu pemuda itu membuat Co Yong Yen goyang kepala. Ia menghela napas dan berkata dengan suara lemah.

   "Baik. Aku segera memberi keterangan kepadamu,"

   "Mulailah dari si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip."

   "Dia adalah kekasih guruku ..."

   "Namamu tentunya bukan Co Yong Yen.."

   "Aku bernama Yong? Agaknya mirip dengan nama guruku?"

   "Ada sesuatu dendam ganjalan diantara gurumu dan Thung Lip?". Gadis berbaju putih itu anak murid Cong Yong Yen yang bernama Co Yong, Co Yong menganggukkan kepala? "Betul."

   Ia berkata.

   "Si Sastrawan Serba Bisa Thung Lip menggunakan bisa menusuk guruku. Kemudian getah kejahatan dilempar kepada orang lain dan mengatakan kepada kawan-kawannya, bahwa kekasih itu di bunuh orang."

   "Inilah alasan gurumu membunuh Thung Lip dirimba Pohon Penggantungan?"

   "Bukan. Guruku tidak membunuhnya"

   "membawa kekasih lama itu kedalam Banteng Penggantungan."

   Benteng Penggantungan?! lagi lagi sebuah nama yang seram. Tan Ciu membelalakkan mata lebar-lebar "Benteng Penggantungan?!"

   Ia kurang percaya."Setelah ada Pohon Penggantungan masih disusul dengan nama Benteng Penggantungan. Hal ini bukanlah soal kebetulan. Dua tempat itu pasti mempunyai hubungan yang erat."

   Co Yong menganggukan kepala.

   "Kepala Benteng Penggantungan inilah tentunya yang menciptakan Pohon Penggantungan, bukan?"

   "Menurut keterangan guruku Benteng Penggantungan tidak mempunyai sangkut paut dengan Pohon Penggantungan."

   Lagi lagi keterangan yang berada diluar dugaan.

   Yang satu Pohon Penggantungan lainnya Benteng Penggantungan mungkinkah tidak ada hubungan sama sekali? Mungkin Co Yong tidak tahu rahasia Benteng Penggantungan.

   Mengapa Co Yong Yen membius semua orang dibawah Pohon Penggantungan dan menyulik si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, membawanya kedalam Benteng Pengganti! Co Yong Yen yang kita sebut kali ini adalah Co Yong Yen asli, guru si gadis baju putih Co Yong.

   "Masih ada pertanyaan yang kau ingin ajukan?"

   Bertanya Co Yong.

   "Dimana letak Benteng Penggantungan?"

   Tan Ciu bertanya.

   Co Yong memandang wajah Tan Ciu dengan penuh, perasaan takut, seperti apa yang telah diduga pada sebelumnya, pemuda itu pasti mengajukan pertanyaan diatas.

   dari sudut sudut kebandelan Tan Ciu.

   mana mungkin ia tidak mendatangi Benteng Penggantungan? Inilah yang paling dikhawatirkan olehnya.

   "Dengan ilmu kepandaian yang kau miliki, belum waktunya masuk kedalam Benteng Penggantungan."

   Berkata Co Yong.

   "Mengapa?"

   Tan Ciu bertanya.

   "Karena Benteng Penggantungan melarang orang luar masuk. Kau bisa mati ditempat itu."

   "Hmm ... Aku ingin melihat lihat bagaimana seramnya Benteng Penggantungan itu,"

   "Kulihat..."

   "Katakanlah, dimana letak Benteng Penggantungan?"

   "Kau tidak menyesal?"

   "Segala sesuatu yang telah kulakukan tidak pernah kusesalkan."

   "Baik. Benteng Pengantungan terletak di lembah Siang kiat, gunung Kerangkeng Macan"

   Keterangan Co Yong disusul oleh satu suara dingin yang dikeluarkan oleh orang yang berada diluar kelenteng. Wajah Co Yong berubah. Pembicaraan mereka berada dibawah pengawasan orang. Tan Ciu terkejut.

   "Bukan urusanmu."

   Bentak Co Yong.

   "Kau jangan turut Campur"

   Tubuhnya melesat keluar kelenteng, meninggalkan pemuda itu seorang diri! Tan Ciu mendapat firasat buruk, seolah-olah akan terjadi sesuatu yang tidak baik! Diluar kelenteng terdengar bentakan "Budak hina, berani membocorkan rahasia?"

   "Paman!..."

   Inilah suara Co Yong.

   "Agar tidak mengotorkan tanganku, lebih baik kau bunuh diri saja."

   Tan Ciu menggigil dingin, cepat sekali melayang keluar kelenteng.

   Dilihat seorang laki laki berbaju hitam, yang didampingi oleh dua wanita berbaju hitam juga sedang mengadili Co Yong.

   Si gadis bertekuk lutut dihadapan tiga orang berbaju hitnm itu.

   Tanpa membuang waktu.

   Tan Ciu menyela masuk dan berdiri diantara kedua pihak.

   "Kalian tentunya orang orang dari Benteng Penggantungan?"

   Ia bertanya kepada tiga orang berbaju hitam. Dua wanita berbaju hitam diam. Laki laki adalah pemimpin mereka ia berkata.

   "Betul."

   "Apa yang kalian lakukan kepadanya? Tan Ciu menunjuk kearah Co Yong.

   "Ini urusan benteng kami."

   "Aku tidak dapat lepas tangan."

   "Kukira kau tidak berhak."

   "Hak itu boleh diusul belakangan."

   Co Yong berteriak.

   "Tan Ciu, minggir. Bukan urusanmu."

   Diseretnya si pemuda kesamping, menghadapi dua wanita dan seorang lelaki berbaju hitam itu, ia berkata.

   "Aku turut kalian pulang benteng."

   "Baik,"

   Berkata lelaki berbaju hitam itu. Melihat empat orang itu siap berangkat, Tan Ciu membentak.

   "Tunggu dulu!"

   "Apa yang kau mau?"

   Co Yong Yen mendelikkan mata.

   "Apa yang akan mereka lakukan kepadamu?"

   "Sudah kukatakan. Ini bukan urusanmu."

   Laki-laki berbaju merah itu berkata.

   "Bila kau ada niatan untuk turut mati aku bersedia mengantarkan jiwamu pergi kealam baka."

   Tan Ciu mengetahui apa yang akan menimpa diri si gadis berbaju putih Co Yong bila bukan karena membela diri, bila bukan karena membocorkan rahasia Benteng Penggantungan, Co Yong tidak akan menghadapi kesulitan ini, Ia wajib turun tangan.

   Dengan geram ia telah berteriak.

   "Ingin kulihat, bagaimanakah ilmu kepandaian orang- orang dari Benteng Penggantungan!"

   "Nah, terimalah ini."

   Berkata lelaki berbaju hitam yang segera mengeluarkan pedang dan menusuk pemuda kearah pemuda kita."

   Tan Ciu tidak tinggal diam, pedangnya berpindah ketangan, dan menangkisnya.

   Traanngg.......

   Dua badan terpisah.

   Tan Ciu mundur sampai dua langkah.

   Laki laki berbaju hitam itu menyerang lagi! Cepat sekali pedangnya berkilat kilat.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tan Ciu membentak keras, dan memapaki datangnya pedang.

   Pemuda ini sangat penasaran.

   Disaat yang sama, dikala Tan Ciu menempur laki-laki berbaju hitam itu, Co Yong bangkit dan memukul punggung pemuda kita.

   Gerakan Co Yong sangat cepat.

   Apa lagi Tan Ciu tidak bersiaga sama sekali, bagian belakang tubuhnya kena dihajar si gadis.

   Jalan pernafasan Tan Ciu menjadi sesak, mulutnya terbuka, memuntahkan darah segar.

   Laki laki berbaju hitam tidak tinggal diam, pedangnya membayangi gerakkan lawannya, Tempat yang diancam ialah dada si pemuda.

   Tan Ciu tidak dapat menghindari diri dari tusukkan pedang ini.

   Sebentar lagi, jiwanya pasti melayang.

   Co Yong kaget sekali, tubuhnya maju, di dorong tubuh si pemuda ke samping.

   Maka Tan Ciu jatuh, tetapi terhindar dari tusukan pedang.

   Karena langkah perbuatannya sendiri.

   Co Yong terperosok kedepan, dialah menjadi arah ancaman pedang.

   Terdengar suara jeritan si gadis, lengannya yang putih dibasahi oleh cairan merah, itulah darahnya sendiri, darah yang keluar dari lubang luka tusukan pedang si laki laki berbaju hitam.

   Tan Ciu turut berteriak kaget.

   Co Yong tidak dapat berdiri, tubuhnya jatuh ditanah, darah masih mengalir deras.

   membasahi daerah disekitarnya.

   Perbuataa Co Yong yang memukul Tan Ciu berada diluar dugaan.

   Yang lebih membingungkan orang lagi ialah langkah berikutnya yang menolong jiwa pemuda itu dari lubang kematian.

   Kini ia telah jatuh, keadaan lukanya sangat parah.

   Dua wanita berbaju hitam dan laki-laki itu memandang sigadis dengan perasaan bingung tidak mengerti.

   Tan Ciu menggerung keras, ia menyerang laki laki berbaju hitam, serangannya sudah kalut, membabi buta, acak acakan.

   Melayang turun satu bayangan merah langsung bergumul dengan laki-laki berbaju hitam dari Benteng Penggantungan.

   Terdengar suara napas seseorang yang menerima hantaman, tubuh laki laki berbaju hitam ini jatuh kebelakang.

   Disana telah bertambah seorang gadis berbaju merah.

   itulah si Jelita Merah.

   "Aaaaa..."

   Tan Ciu mengeluarkan suara teriakan tertahan.

   Lagi-lagi gadis ini menolong dirinya.

   Dua wanita berbaju hitam maju mengeroyok Jelita Merah.

   tiga orang ini bergulet dengan kemenangan.

   Co Yong menggeletak ditanah, mengambang diatas darah merah.

   Tan Ciu sangat terbaru, dengan sisa tenaga yang masih ada, ia menubruk tubuh gadis itu.

   "Nona Co..."

   Co Yong membuka matanya, ia belum mati. Dua butir air mata meleleh keluar! Tan Ciu memanggil dengan suara yang gemetaran "Nona Co "

   Co Yong membuka mulutnya, menggerak-gerakkan bibir agaknya ia hendak mengucapkan sesuatu, tetapi tidak terdengar suara yang keluar dari mulut mungil kecil itu.

   Lukanya terlalu hebat, ia terlalu banyak mengeluarkan darah.

   Gadis itu sudah hampir mati, Tan Ciu turun mengucurkan air mata kesedihan.

   Karena ia yang memaksa orang.

   Maka gadis itu menerima kematian yang menyedihkan.

   "Kau ... Mengapa... kau menangis?"

   Terdengar suara Co Yong bicara.

   "Aku telah menyusahkanmu."

   "Kau....menyesal? Bukankah.... Bukankah kau tidak pernah... menyesal.... atas segala perbuatan.... yang telah lakukan?"

   Air mata Tan Ciu mengucur semakin deras.

   "Apa yang harus kulakukan kepadamu?"

   Ia berkata dengan suara sember.

   "Aku..... aku..... benci kepadamu "

   Berkata Co Yong.

   "Kau...kau telah menghancurkan.... hidupku.."

   Apa yang gadis itu katakan memang beralasan, bila bukan karena Tan Ciu yang muncul.

   tentunya ia tidak menerima kematian ini, Suara bentakan bentakan dari tiga orang yang bertempur telah sampai pada tingkat terakhir.

   Terdengar satu suara jeritan, seorang wanita berbaju hitam telah menjadi korban tangan si Jelita Merah.

   Tan Ciu tidak sempat memperhatikan jalan pertempuran itu.

   Terdengar lagi suara jeritan lain, seorang wanita berbaju hitam lagi telah mati dipukul oleh gadis baju merah itu.

   Laki laki baju hitam dengan pedang ditangan maju membentak.

   "Hai,kau berani membunuh orang Benteng Penggantungan?"

   "Ha...ha Aku jelita Merah belum pernah takut orang."

   Laki laki baju hitam itu mundur setengah langkah, nama Jelita Merah menggetarkan hatinya.

   "Kau Kau yang bernama Jelita Merah?"

   "Kau berani melawanku?"

   Laki laki berbaju hitam membalikkan badan, tubuhnya melayang dan lari ngabrit, tanpa memandang dua jenazah kawannya lagi.

   Jelita Merah mendapat kemenangan mutlak.

   Lagi lagi ia merengut dua jiwa manusia.

   Tan Ciu dan Co Yong hadap berhadapan, mereka mengucurkan air mata.

   0000dw0000 JELITA MERAH tidak mengejar laki-laki berbaju hitam yang telah melarikan diri.

   Ia memeriksa dua wanita berbaju hitam, mereka sudah tidak bernapas.

   Tangisan Co Yong dan isak Tan Ciu terdengar olehnya.

   "Hm... Seorang laki laki mengucurkan air mata?"

   Ia mendekati dua orang itu! Tan Ciu membalikkan badannya.

   "Pergi.."

   "Eh, kau galak?"

   Jelita merah maju semakin dekat.

   "Pergi. Aku benci kepadamu!"

   Berkata Tan Ciu. Hawa pembunuhan mengarungi wajah Jelita merah, Ia mengeluarkan suara tertawa yang sangat tajam.

   "Jangan lupa bahwa jiwa kalian berada ditanganku. Bila bukan aku yang menolong, kau kira masih hidup sampai saat ini? "

   Ia tertawa.

   "Budimu akan kubalas dikemudian hari!!"

   Berteriak Tan Ciu, Jelita Merah memandang mereka bergantian.

   "kekasihmu?"

   Ia bertanya kepada Tan Ciu.

   "Bukan urusanmu."

   Sipemuda membentak. Wajah jelita merah berubah.

   "Kau tidak kenal budi."

   Ia berkata marah.

   "Dapatkah kau melanjutkan perjalananmu."

   Tan Ciu mulai memohon.

   "Aku tidak mau pergi."

   Berkata Jelita Merah.

   "Apa yang dapat kau lakukan kepadaku ?"

   Tan Ciu tidak bicara. Ia menggendong tubuh Co Yong yang telah mandi darah itu. Mengambil lain arah, ia meninggalkan si Jelita Merah. Satu bayangan berkelebat. Jelita Merah menghadang kepergian sipemuda. Tan Ciu memperlototkan mata.

   "Apa yang kau mau?"

   Ia membentak.

   "Eh, hanya beberapa patah terima kasih pun tidak mau kau ucapkan!"

   Tan Ciu tidak mempunyai kesan baik kepada gadis berbaju merah tersebut. Hanya lebih dari satu kali, orang menolong dirinya. Bahkan kali ini, si Jelita Merah telah menolong dua jiwa. bagaimana ia tidak berterima kasih.

   "Baiklah. Terima kasih. Bantuanmu tidak dapat kulupakan."

   Ia berkata. Jelita Merah tertawa puas! Menuju ke arah Co Yong. ia bertanya.

   "Kekasihmu?"

   "Bila betul, bagaimana? Bila bukan, apa pula."

   "Ia segera akan mati ."

   Tan Ciu menoleh kearah wajah Co Yong, didalam pelukannya, wajah itu pucat pasi, Kehilangan darah yang terlalu banyak menyebabkan keadaan Co Yong menjadi payah, ia maklum, ajal gadis berbaju putih ini tidak panjang lagi.

   Seperti apa yang telah kita ketahui, Tan Ciu mempunyai seorang kakak perempuan yang bernama Tan Sang, sifat sifatnya suka pakaian putih.

   Sayang Tan Sang sudah tiada, maka bayangan kakak itu jatuh pada Co Yong yang suka mengenakan pakaian putih putih.

   Kini Co Yong segera hampir meninggal, karenanya ia menjadi sedih sekali.

   "Nona Co...

   "

   Ia memanggil perlahan. Co Yong mendengar suara panggilan, ia membuka kedua matanya perlahan.

   "Nona Co.."

   Tan Ciu memanggil lagi. Ia meletakkan tubuh gadis ini ditanah.

   "Kau... sudah .. tidak... mau.. mengurus...ku?"

   Terputus putus Co Yong bertanya. Tan Ciu menggoyangkan kepala.

   "Aku tidak membiarkan kau mati."

   Ia berkata.

   "Aku.. sudah.. hampir .. mati."

   "Jangan Khawatir, aku akan berusaha."

   "Ke .. ma .. ti .. an .. ku .. menggang.. gu .. ketenangan .. mu... Bukan?"

   "Aku akan menghidupkanmu."

   "Ti ... dak ... mungkin ...!"

   Co Yong mengatupkan kedua matanya! Maut sudah dekat sekali! Tan Ciu tidak berdaya! Butiran air mata turun dari kelopak mata pemuda ini! Jelita Merah turut dibuat terharu! Ia menghela napas panjang! "Kulihat, kau cinta sekali padanya!"

   Ia berkata.

   "Tidak. Aku hanya bersedih karena kematiannya,"

   "Bila ia tidak dapat ditolong. bagaimana?"

   "Aku akan sengsara seumur hidup."

   "kukira hanya seorang yang dapat menolong dirinya."

   Tan Ciu tersentak bangun.

   "Kau katakan, ada seorang dapat menolong jiwanya dari kematian?"

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ia bertanya. Jelita Merah menganggukkan kepala.

   "Siapakah orang itu?"

   "Aku tidak mau menjadi orang tolol."

   Berkata Jelita Merah tersenyum senyum.

   "Orang tolol?"

   Tan Ciu tidak mengerti.

   "Kau mempunyai kesan buruk kepadaku, bukan?"

   Tan Ciu bungkam! "Mengapa harus membantu usahamu?"

   Berkata lagi Si Jelita Merah! Tan Ciu menjadi marah! "Aku tidak percaya tidak ada orang yang dapat menolongnya!"

   Ia ngambek.

   "Kau tidak tahu bahwa umurnya hanya tinggal beberapa jam saja."

   Berkata Jelita Merah. Apa yang di kemukakan si Jelita Merah bukanlah gertakan bohong. Didalam waktu beberapa jam lagi. bila tidak ada orang yang memberi pertolongan atau memberi transfusi darah kepada gadis baju putih itu, Co Yong pasti mati.

   "Hei."

   Tan Cin membentak.

   "Kau katakan ada orang yang dapat menolong jiwanya?"

   "Betul..

   "

   "Aku berani menyerahkan apa yang ada, termasuk jiwaku, agar dapat menolong jiwanya, Katakanlah, siapa orang itu?"

   "Aku tidak mengharap jiwamu."

   Berkata Jelita Merah.

   "Apa yang kau mau?"

   "Aku hanya mengajukan tiga syarat!"

   "Katakanlah."

   "Syarat pertama, kau tidak boleh membenciku!"

   "Baik."

   "Syarat kedua, kau harus mengawani aku selama satu hari penuh."

   "Baik."

   "Dan ayarat yang ketiga kusimpan untuk dikemudian hari, hutang syarat ini harus kau penuhi tanpa bantahan."

   "Baik."

   Tan Ciu menjawab tiga syarat tadi dengan tiga kali 'baik' jawaban yang terlalu cepat sekali.

   "Kau tidak menyesal?"

   Jelita Merah meminta ketegasan! "Tidak. Katakan lekas, siapa yang dapat menolong jiwanya?"

   "Ketua perkumpulan Ang-mo kauw, Ang-mo kauwcu."

   "Ang mo Kauwcu?"

   "Betul."

   Hati Tan ciu menjadi dingin mendadak, musuh telah terjadi diantara dirinya dan perkumpulan Ang mo-kauw belum selesai, mungkinkah dapat meminta pertolongannya untuk menghidupkan Co Yong? "Ang mo Kauw cu mempunyai obat yang bernama Seng- hiat-hoan-hun tan,"

   Berkata Jelita Merah.

   "Obat ini khusus untuk menambah darah orang ynng telah kehilangan banyak darah. Kawan wanitamu ini mengalami luka dibagian ini. Hanya Seng hiat-hoan hun-tan yang dapat menolongnya dari kematian."

   Apa yang Jelita Merah katakan adalah keadaan yang sesungguhnya.

   Seng hiat hoan hun-tan khusus untuk menambah darah, siasatnya berjalan cepat.

   Hanya obat itu yang dapat menolong jiwa Co Yong.

   Tan Ciu menggeretek gigi.

   Tak perduli Ang mo Kauw cu mau atau tidak mau, ia harus menyerahkan obat Seng-hiat- hoan hun tan itu.

   "Baik, Aku segera kesana."

   Si pemuda berkata. ia mengangkat tubuh Co Yong untuk dibawa bersama. Menunjuk kearah tubuh gadis itu. Jelita Merah mengajukan pertanyaan.

   "Kau mengajaknya?"

   "Betul."

   Jelita merah mengkerutkan kening.

   "Lukanya parah. Getaran di tengah jalan, pasti mengganggu. Menurut hematku, lebih baik kau serahkan dirinya kepadaku."

   "Kau bersedia Merawatnya?"

   "Betul, Legakanlah hatimu. Aku menambah dengan beberapa macam obat berkasiat, agar umurnya dapat diperpanjang sehingga kau kembali membawa obat Seng- hiat hoan hun-tan."

   "Baiklah."

   Tan Ciu menyerahkan Co Yong kepada si Jelita Merah. Sedangkan ia sendiri, harus segera pergi ke lemhah Iblis Merah menemui Ang mo Kauwcu untuk membawa Seng hiat-hoan hun-tan.

   "Nah, pergilah dengan tenang,"

   Jelita Merah menyambuti tubuh Co Yong.

   "Aku berterima kasih kepadamu!"

   "Jangan lupa. kau tidak boleh benci lagi kepadaku."

   "Aku pergi."

   "Pergilah. Aku menunggu dikelenteng ini. Nanti, aku akan menceritakan sebuah drama sedih kepadamu?"

   "Drama sedih?"

   "Betul."

   "Tentang siapa?"

   "Tentang aku dan guruku."

   "Baik. Kini aku berangkat.."

   "Selamat jalan."

   Tan Ciu tidak bicara.

   Ia mengeluarkan sebutir obat, dimakannya segera.

   Ia pun berada dalam keadaan luka, obat tadi dapat membantu menyembuhkan lukanya.

   Tubuh si pemuda melesat, gerakkannya cepat sekali.

   Sekejap mata kemudian, bayangan itu lenyap.

   Jelita Merah memandang ke arah lenyapnya bayangan si pemuda, ia menghela nafas.

   Tiba-tiba.

   Terdengar satu suara memecah udara.

   "Apa yang kau sesalkan?"

   Jelita Merah terkejut, ia memandang kearah datangnya suara. Disana terlihat seorang kakek berpakaian compang camping, rambutnya tidak terurus. Itulah si kakek aneh Su Hay khek. Su Hay Khek tertawa bergelak-gelak.

   "Hebat... Hebat... Babak yang sangat mengesankan."

   Suaranya sangat gembira.

   "Tua bangka."

   Jelita Merah membentak "jangan kau mengaco belo!"

   "Ngaco belo? Melihat gerak gerik, melihat tarikan napasmu seperti itu... hmm... Hmm... Pasti, kau telah jatuh cinta padanya"

   Wajah Jelita Merah menjadi bersemu dadu "Kau ingin menerima tamparan?"

   Ia mengancam.. Kakek itu masih tertawa.

   "Kau tidak membutuhkan kakek comblang?"

   Ia bandel.

   "Sekali lagi kau usil mulut, betul betul aku mengirim tamparan, tahu?"

   "Baik... Baik... Mulutku tidak boleh usil lagi."

   Kakek aneh Su Hay Khek memang mempunyai kepribadian yang aneh sekali.

   "Cukup."

   "Sekarang memang sudah cukup. Pada suatu hari, bila kau meminta perantaraanku untuk "

   Su Hay Khek menutup kata katanya sampai disitu.

   "Hei. bagaimana tugas yang kuserahkan kepadamu?"

   Bentak Jelita Merah.

   "Tugas yang mana?"

   "Pohon Penggantungan, si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip, dan jejaknya Tay Kiam Lam."

   "Hasil yang kudapat agak kurang memuaskan.."

   "Katakanlah lekas!"

   "Pohon Penggantungan mungkin mempunyai Benteng Penggantungan."

   "Heee Benteng Penggantungan?"

   "Betul. Suatu hari, aku bertemu dengan seorang kawan lama, dikatakan olehnya bahwa didalam rimba persilatan muncul suatu Benteng Penggantungan."

   "Dimanakah letak benteng ini?"

   "Belum dapat kuselidiki."

   "Thung Lip jatuh kedalam tangan orang Benteng Penggantungan?".

   "Betul." -ooo0dw0ooo-

   Jilid 4

   "DAN bagaimana dengan urusan Tan Kiam Lam?"

   "Kau tidak dapat menarik kembali perintah ini!"

   "Kentut."

   "Sungguh kau ingin menemui Tan Kiam Lam."

   Jelita Merah mendelikkan matanya.

   "Dia...."

   Si kakek aneh Su Hay Khek sengaja menahan sebentar.

   "Mungkin, dia adalah ayah dari saudara kecil tadi."

   "Hah?"

   "Maksudku, bakal terjadi suatu kemungkinan bahwa diantara Tan Ciu dan Tan Kiam Lam mempunyai hubungan keluarga yang terdekat."

   "Biar bagaimana, aku harus menemuinya."

   Jelita Merah tetap mempertahankan kedudukannya.

   "Aku tahu."

   Berkata Su Hay Khek.

   "Bagaimana keadaan Tan Kiam Lam?"

   Bertanya lagi Jelita Merah.

   "Menurut apa yang dapat kutangkap, ia masih hidup didalam dunia."

   "Dimana tempat persembunyiannya?"

   "Belum diketahui pasti. Bila kukatakan bahwa ketua perkumpulan Ang mo kauw. Ang mo Kauwcu itulah Tan Kiam Lam, tentu kau terkejut hutan?"

   "Hah?"

   Betul betul Jelita Merah terkejut.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Masakan ketua perkumpulan Ang mo-kauw Hu yang dikatakan sebagai Tan Kiam Lam? Sungguh tidak masuk diakal."

   "Hanya kebenaran dari dugaanku ini belum pasti. Kemungkinannya hanya lima puluh saja. Dikatakan orang bahwa ilmu kepandaian Ang mo kauw-cu tiada tandingan, kecuali Tan Kiam Lam mungkinkah ada orang kedua. Diketahui bahwa Ang mo Kauw cu menggunakan tutup kerudung muka, bila kita dupat membuka kain penutupnya, tentu tiada rahasia tentang Tan Kiam Lam lagi!"

   "Aku ingin yang pasti. Tugas ini harus kau selesaikan dengan baik."

   "Aku..... Aku seharusnya "

   "Jangan banyak bantah. Tan Ciu telah pergi kelembah Iblis Merah, pergilah kau membantunya."

   "Baiklah."

   Si kakek aneh Su Hay Khek mengalah.

   Ia terbang menyusul Tan Ciu dilembah Iblis Merah, dimana Ang mo Kauw cu mengeram dengan tutup kerudung, entah wajah siapa yang berada dibalik kain penutup itu? ooo0dw0ooo TIDAK bercerita bagaimana Jelita Merah menggendong tubuh Co Yong yan yang telah kehilangan banyak darah, masuk kedalam kelenteng itu.

   Tapi menyusul perjalanan Tan Ciu yang menuju kesarang perkumpulan Ang-mo-kauw di lembah Iblis merah! Ang mo kauw adalah nama perkumpulan yang sedang ditakuti orang, kekuasaan besar, orangnya banyak, tidak jarang diantara mereka yang mau menang sendiri, menindas golongan diluar Ang mo kauw.

   Nama seram Ang mo kauw tidak kalah dengan Pohon Penggantungan.

   Tan Ciu telah berada diluar lembah Iblis Merah.

   Melongok ke dasar lembah gelap, hanya bayangan hitam kehitam-hitaman yang terlihat, Tan Ciu tidak segera masuk lembah, ia membikin pemeriksaan disekitar lembah itu.

   Tiba-tiba...

   Terdengar satu bentakan yang datangnya dari arah belakang.

   "Berhenti."

   Tan Ciu membalikan badan cepat, disana telah berdiri seorang Sasterawan setengah umur yang mempunyai sikap kaku.

   tak ubah sebagai mayat hidup.

   Itulah sastrawan yang selalu mengikuti dibelakang dirinya membayangi kepergiannya.

   Mungkin sastrawan ini mempunyai hubungan dengan lembah Iblis Merah? Atau hubungan langsung dengan perkumpulan Ang-mo-kauw ? Sastrawan itu mengajukan pertanyaan.

   "Bocah, apa maksudmn datang kemari?"

   "Apa pula maksudmu berada ditempat ini?"

   Tan Ciu balik mengadakan penanyaan kepada sastrawan setengah umur itu.

   "Kau heran dapat berjumpa ditempat ini?"

   "Betul!"

   "Aku bayanganmu, bukan?"

   "Mengapa kau membayangi aku selalu?"

   "Hei, aku ingin bertanya, apa maksudmu berkunjung ke lembah Iblis Merah?"

   "Menemui Ang-mo Kauw cu"

   "Dengan maksud "

   "Inilah urusanku?"

   "Bila kau gagal?"

   "Gagal?"

   "Yang kuartikan kau tidak dapat keluar dari dalam Lembah Iblis Merah, bukankah tidak ada orang yang melanjutkan usahamu?"

   Tan Ciu harus percaya keterangan yang sastrawan itu berikan, bila sampai terjadi orang orang Ang mo kauw menangkap dirinya.

   bukankah Co Yong turut binasa juga? Lalu apa yang harus dikerjakan? Meninggalkan lembah Iblis Merah yang berbahaya? Tidak!! Ia wajib menolong dan menyelamatkan jiwa Co Yong.

   Walau harus menanggung bermacam macam siksaan.

   "Aku akan menerjang."

   "Kukira kau segera mati dibawah tangan Ang mo-kauw cu."

   "Setiap orang pasti mati. Hanya cepat lambatnya yang belum diketahui bukan?"

   Tapi belum waktunya kau mati,"

   "Mengapa?"

   "Setidak tidaknya kau harus mengetahui asal usulmu dahulu, setelah bertemu dengan pencipta Pohon Penggantnngan."

   "Kau terlalu meremehkan kepandaianku. Mungkinkah tidak dapat keluar dari dalam lembah Iblis Merah didalam keadaan hidup?"

   "Aku tahu, kau ingin menolong Co Yong. Kau rela mati karena membelanya."

   "Eh. mengapa kau tahu?"

   Tan Ciu terkejut. Dimanakah sastrawan ini pada kala itu? "Kematiannya tidak ada hubungan denganmu."

   Berkata si sastrawan.

   "Mungkin lebih baik dan lebih menguntungkan dirimu."

   "Kuanjurkan agar kau tidak menyusahkan diri untuk membela Co Yong."

   "Mengapa? Tidak pantaskah aku mengorbankan diri karena ia telah menolong jiwaku?"

   "Menolong seseorang dengan mengorbankan jiwamu sendiri?"

   "Betul."

   Sastrawan berwajah kaku itu mengkerutkan kedua alisnya, apa yang Tan Ciu ucapkan tadi sungguh berada diluar dugaan. Akhirnya ia menghela napas.

   "Baiklah"

   Ia berkata.

   "Boieh aku mengetahui, bagaimana sebutanmu?"

   Tan Ciu mengajukan pertanyaan.

   "Kukira belum waktunya"

   "Mengapa ?"

   "Apa guna memberi tahu hubungan kita, karena tidak lama lagi. kau akan mati didalam lembah Iblis Merah?"

   "Kau percaya, pasti aku mati didasar lembah"

   "Bila kau berkepala batu, kukira pasti."

   "Aku berterima kasih kepadamu yang telah memberi peringatan. Hanya tekatku tidak dapat diubah lagi."

   "Apa boleh buat."

   Berkata sastrawan kaku itu sambil mengoyangkan kepala.

   Tubuhnya dibalikkan, dan berjalan pergi, meninggalkan Tan Ciu seorang diri.

   Tan Ciu mengenang kembali apa yang di kemukakan oleh sastrawan tersebut, bahaya Ang mo kauw tidak boleh diremehkan.

   Mengundurkan diri? Tan Ciu pantang mundur.

   Sesuatu yang telah digariskan olehnya, tidak pernah mengalami pembatalan.

   Mati pun akan diterjang juga lembah Iblis merah.

   Pemuda ini masuk, kedalam lembah Iblis Merah.

   Ang mo kauw berarti perpukumpulan Iblis Merah, anggauta perkumpulan ini mengenakan seragam pakaian merah, pohon pohon yang tumbuh didalam lembah mereka adalah semacam pohon yang berdaun merah, segala sesuatu serba merah..

   Darah-darah yang mengambang dari korban- korban mereka tidak sedikit, didalam keadaan yang serba merah itu, lahirlah perkumpulan Iblis Merah.

   Memasuki pohon pohon berdaun merah Itu, Tan Ciu mencari markas Ang mo kauw.

   Tidak seorang pun yung di jumpai, tidak sebuah rumah pun yang ditemui.

   Heran, dimanakah letak pesanggrahan Ang mo kauw? Tan Ciu telah memeriksa seluruh lembah tidak berhasil ia menjumpai tempat yang ingin dikunjungi.

   Kini ia mulai merambat naik keatas tebing tiba-tiba terlihat sebuah guha, dua bayangan berdiri didepan mulut guha itu, seolah-olah menjaga pintu.

   Nah, itulah pintu masuk kedalam markas Ang-mo-kauw.

   Tan Ciu mendekati guha tersebut.

   Disana berdiri dua orang, yang dikanan adalah seorang kakek berbaju merah, yang dikiri seorang wanita yang mengenakan pakaian warna merah pula.

   Kakek berbaju merah menatap Tan Ciu, kemudian mengajukan pertanyaan.

   "Apa maksud kunjunganmu ketempat ini?"

   "Aku ingin bertemu dengan kauwcu kalian!"

   Tan Ciu memberi jawaban singkat.

   "Sebutkan namamu!"

   "Tan Ciu!"

   "Aaaaaaaaaaa..."

   Kakek dan wanita ber-baju merah itu mengeluarkan suara tertahan, agaknya mereka terkejut.

   "Kau yang bernama Tan Ciu?"

   Siwanita mengajukan pertanyaan.

   "Betul."

   "Memang hebat, Keberanianmu sungguh luar biasa."

   "Terima kasih kepada pujianmu?"

   "Kauwcu kami sedang siap memilih orang untuk mengundangmu. Tidak disangka kau telah datang lebih dahulu."

   "Tolong beritahu tentang kedatanganku!"

   Kakek baju merah menyela maju, ia berkata.

   "Tan Ciu kudengar ilmu kepandaianmu liehay. Aku Ie Tong Hauw tidak puas, dengan ini aku meminta sedikit pengajaran."

   Ia memasang posisi bertempur. Wanita baju merah turut berkata.

   "Aku Tao Hui Hui juga tidak ketinggalan Mari kita bermain main beberapa jurus."

   Ie Tong Houw dan Tan Hui Hui memandang. Tan Ciu ketawa.

   "Aku harus menerjang kalian? Baru dapat bertempur dengan kauwcu kalian?"

   Ia mengajukan pertanyaan.

   "Betul!"

   Hampir berbareng Ie Tong Houw dau Tan Hui Hui berkata.

   "Tidak dapat ditangguhkan?"

   "Mereka menggembar gemborkan bagaimana tinggi ilmu kepandaianmu, disini kami mendapat kesempatan bagaimana dapat ditangguhkan sehingga lain kali?"

   "Tidak lama, setelah selesai urusanku. Sebelum meninggalkan lembah Iblis merah pasti kalian mendapat kepuasan."

   Seolah olah Tan Ciu berkata, tidak pula terburu buru, setelah membereskan Ang mo kauw-cu mereka akan menjadi gentar sendiri. Ie Tong Houw mengeluarkan suara dingin.

   "Kau kira masih dapat meninggalkan lembah iblis Merah?"

   "Kau kira aku pasti terkurung ditempat ini?"

   "Aku tahu bahwa Ilmu kepandaianmu tinggi, hanya kau belum menyaksikan bagaimana hebat ilmu kepandaian kauwcu kami... hmm ... hmm ..."

   "Didalam waktu setengah hari, kau dapat mengetahui hal itu."

   "Baiklah, Aku memuji keberanian dan segera memberi tahu kedatanganmu kepadanya. tunggulah sebentar."

   Ie Tong Houw membiarkan Tan Hui menunggu di mulut guha, ia masuk kedalam untuk memberi tahu kepada sang kauwcu tentang kedatangan pemuda itu.

   Dari dalam guha lari keluar dua orang dengan pedang dipunggung.

   warna pakaian merekapun merah.

   Melihat cara jalannya Li Tong Houw yang berlainan, mereka mengajukan pertanyaan.

   "Ie toako, apa yang telah terjadi?"

   "Dia telah datang!"

   "Siapa?"

   "Tan Ciu."

   "Aaaaaaaa "

   "Dipintu. hanya Tan Hui Hui seorang. Tolonglah kalian membantu menjaga pintu masuk itu."

   Dua orang itu lari kedepan.

   Ie Tong Houw masuk semakin dalam.

   Guha itu hanya berapa pintu istimewa, tidak jauh, keadaan melebar seperti biasa, itulah dasar lembah Iblis Merah yang tersembunyi.

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Suatu bangunan indah yang berwarna merah, menjulang tinggi, empat orang berbaju merah menjaga pintu masuk bangunan itu.

   Ie Tong Hauw menganggukan kepala dan langsung masuk kedatam.

   Ditempat ruang tamu sedang berkumpul empat orang, tiga laki dan si Ular Golis yang gagal mengundang Tan Ciu.

   Melihat kedatangan Ie Tong Hauw, mereka menghentikan perundingan.

   Ie Tong Hauw memberi hormat kepada laki laki yang agak tua.

   "Cauw tongcu..."

   Ia memanggil pelahan.

   "Ada apa?"

   Bertanya orang ini, namanya Cauw Lam, pemimpin para tongcu dari perkumpulan Ang mo kauw! "Tan Ciu sudah berada didepan."

   Ie Tong Hauw memberi laporan.

   "Hah?"

   Semua orang terkejut. Cauw Lam menatap wajah Ie Tong Hauw tajam tajam! "Ulang sekali lagi!"

   Ia memberi perintah.

   "Tan Ciu sudah berada dimulut guha,"

   Ie Tong Hauw berkata! "Ada mengajak kawan?"

   "Tidak."

   "Apa maksud kedatangannya?"

   "Dikatakan ingin berjumpa dengan kauwcu."

   "Ha ha ha...."

   Tiba-tiba Cauw Lam tertawa.

   "segera undang ia masuk."

   Ie Tong Houw menjalankan perintah ini, Cauw Lam memandang tiga kawannya.

   "Bagaimana pendapat kalian?"

   Ia meminta pendapat.

   "Bunuh saja beres."

   Berkata laki-laki tua itu.

   "Tidak baik!"

   Berkata si Ular Golis "Kauw cu membutuhkannya."

   "Kukira menyerahkannya kepada kauw cu."

   Berkata laki- laki berbaju yang termuda.

   "Bereskan saja. Ia agak kurang ajar."

   "Itulah, bila kauwcu tahu..."

   Perundingan mereka terputus Tan Ciu sudah terlihat masuk! Melihat keempat orang disana, si pemuda agak terkejut.

   "Selamat datang."

   Berkata Cauw Lam maju memapaki, dia adalah kepala dari para tongcu.

   "Maksudku ialah ..."

   "Ingin bertemu, dengan kauwcu kami?"

   Tan Ciu mengawasi laki laki ini tajam.

   "Kau bukan kauwcu Ang-mo kauw?"

   Ia bertanya.

   "Bukan. Aku adalah kepala para tongcu. Namaku Cauw Lam."

   "Oooo, ... Cauw tongcu."

   "Apa maksudmu menemui kauwcu kami."

   "Hal ini dapat kuselesaikan dengannya!"

   "Berurusan dengankupun boleh."

   Berkata Cauw Lam.

   "Tidak!"

   Tan Ciu menolak,"

   Kau orang apa? Hanya kepala Tongcu biasa."

   Wajah Cauw Lam berubah, ia sangat tersinggung sekali. Kata kata sipemuda sangat menusuk hati. SI Ular Golis tampil kedepan, ia berkata "Tan Ciu, Kita pun harus membikin perhitungan lama."

   Luka yang si Ular Golis derita karena si pemuda ini, ia masih menaruh rasa sakit hati. Tan Ciu menggoyangkan kepala.

   "Kedatanganku bukan menempur kalian!"

   Ia berkata.

   "Lalu mau apa?"

   "Sudah kukatakan, aku ingin mencari kauw cu kalian."

   "Apa kedudukanmu, ingin berjumpa dengan kauwcu kami?"

   "Kauwcu kalian tidak dapat menemui orang? Hidungnya sudah gerompong."

   "Kurang ajar.!"

   "Ha ha ha "

   Tan Ciu tertawa.. 0OooodwoooO0 EMPAT tongcu perkumpulan Iblis Merah menghadapi Tan Ciu. Mereka sangat marah sekali.

   "Kau sudah bosan hidup?"

   Membentak Ular Golis.

   "Ha, ha "

   Tau Ciu mengejek. Ular Golis mencabut pedang, menusuk ke arah pemuda sombong itu. Tan Ciu menyingkir dari ujung pedang, dengan sinar mata menghina ia berkata.

   "Hei, orang-orang Ang mo-kauw tidak kenal aturan."

   "Kepada pemuda yang tidak tahu aturan, kami tak menggunakan aturan melayaninya!"

   "Aku sangat berterima kasih atas perlayanan yang tidak tahu aturan ini."

   "Aku memang tak kenal aturan, lalu mau apa?"

   Ular Golis menantang. Pedangnya disabet-sabetkan, menyerang sehingga beberapa kali. Tan Ciu lompat kian kemari, agak repot. Tiba-tiba terdengar satu suara yang membentak keras.

   "Berhenti!!"

   Dengungan suara ini menggema seluruh isi ruangan, wajah semua orang yang berada tempat itu berubah, Termasuk si Ular Golis, ia segera menghentikan serangan pedangnya.

   Seorang lelaki berjubah merah telah berada dipusat ruangan, wajahnya ditutup dengan kain merah juga.

   segala serba merah.

   Empat tongcu Ang mo kauw menjatuhkan diri memberi hormat.

   "Kauw cu...."

   Mereka memanggil perlahan, Inilah Ang- mo Kauw-cu ketua perkumpulan Iblis Merah. Ang mo Kauw-cu menggeram.

   "Kalian terlalu melunjak."

   "kami menerima salah."

   "kalian telah menyapu mukaku sampai bersih. Apa yang tokoh tokoh rimba persilatan katakan kepadaku, bila kalian menghadapi orang tamu seperti ini? Tentu mereka mencela kebijaksanaanku yang tidak keras, pasti mereka mengatakan Ang mo Kauw-cu tidak mempunyai aturan tata tertib."

   "Teristimewa kau."

   Ang mo Kauw cu menuding kearah si Ular Golis.

   "Kau menurunkan derajat dan martabat Ang- mo kauw."

   Wajah Ular Golis semakin pucat, tubuhnya gemetaran.

   "Mana orang?"

   Terdengar Ang-mo Kauw cu berteriak keras. Dua orang berbaju merah masuk. Mereka siap menunggu perintah.

   "Tangkap!!"

   Berkata Ang-mo Kauw cu sambil menuding ke arah si Ular Golis. Si Ular Golis gemetaran badannya.

   "Kauw-cu, ampunilah kesalahan kali ini. hamba memohon."

   Ang-mo Kauwcu tidak menggubris permintaan Ular Golis. Ia memandang jauh kearah lain. Dua orang berbaju merah sudah menyeret Ular Golis, mereka menggusurnya untuk dijebloskan kedalam tahanan.

   "Beri hukuman mati kepadanya."

   Berkata Ang mo kauw- cu memberi perintah lagi. Tiba tiba Tan Ciu maju memberi hormat kepada ketua Ang-mo-kauw dan berkata.

   "Kauw-cu dapatkah mendengar sedikit permohonanku?"

   "katakan."

   Berkata Ang-mo Kauw-cu.

   "Tan Ciu pernah menanam dendam permusuhan dengan Ular Golis karena ia berlaku sedikit kurang ajar. Hal ini agak lumrah. Dapatkah mengganti keputusan tadi?"

   Permintaan grasi untuk si Ular Golis yang Tan Ciu ajukan, berada diluar dugaan semua orang. Tidak disangka, bahwa pemuda ini mempunyai jiwa besar, tidak menarik panjang perkara itu. Ang-mo Kauw cu berpikir sebentar, kemudian ia berkata.

   "Baik."

   Dipandangnya Cauw Lam sekalian dan membentak mereka.

   "Masih tidak segera mengucapkan terima kasih?"

   Ciuw Lam dan dua orang berbaju merah mengucapkan terima kasih. Ular Golis memandang Tan Ciu dengan wajah penuh rasa terima kasih. Dua orang berbaju merah yang siap menggusur Ular Golis memandang ketua mereka, meminta putusan.

   "Kalian boleh pergi."

   Berkata Ang mo Kauw cu. Kemudian memandang Ular Golis berkata.

   "Mengingat kebaikan Tan siauwhiap. aku menarik kembali putusan tadi, lekas kau menghaturkan terima kasih kepada Tan siauw hiap."

   Ular Golis menghaturkan terima kasihnya, Ang mo Kauw cu menghadapi Tan Ciu.

   "Atas kelancangan dan kekurangan ajaran orang orangku dengan ini aku menyatakan penyesalan. Harap kau jangan menaruh didalam hati,"

   Ia berkata.

   "Kauwcu mempunyai langkah langkah yang bijaksana, mana berani aku menaruh didalam hati?"

   "Aku sedang berembuk untuk mengundangmu, tidak disangka kau telah datang lebih dahulu."

   "Bolehlah aku bertanya, bagaimana nama sebutan Kauw cu ?"

   Bertanya Tan Ciu kepada kauwcu Ang-mo kauw yang menggunakan tutup kerudung muka itu.

   "Aku? .. Pentingkah?!"

   Kauwcu Ang mo kauw sulit memberi sahutan.

   "Penting sekali"

   "Bolehkah aku mengetahui kepentinganmu."

   "Kauw-cu pernah mengutus orang membunuhku, dengan alasan bahwa aku adalah murid Puteri Angin Tornado, tentu ada sesuatu yang pernah terjadi diantara kauwcu dan guruku itu."

   "kau menduga bahwa aku adalah musuh gurumu?"

   "Mungkinkah bukan?"

   "Kukira kau akan mengetahui duduk perkara dikemudiaa hari!"

   "Mengapa tidak sekarang saja? Mengapa tak mau membuka tutup kerudung muka itu?"

   "Belum waktunya kau melihat wajahku!"

   Tan Ciu tidak berdaya! "Maksudku datang kemari ialah merundingkan sesuatu,"

   Sipemuda berkata.

   "Aku tahu!!"

   "Kau sudah tahu?"

   Tan Ciu menatap wajah yang tertutup oleh selaput kain merah itu.

   
Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Maksud kunjunganmu untuk meminta obat Seng-hiat Hoan hun tan, bukan?"

   Tan Ciu terbelalak.

   "Untuk menolong kawan wanitamu yang kehilangan banyak darah, bukan?"

   Meneruskan sang ketua perkumpulan Ang-mo-kauw.

   Tan Ciu semakin bingung.

   Bagaimana orang berkerudung merah ini tahu maksud kedatangannya? Bukankah orang terlalu hebat? Segera ia menduga mata-mata ketua Ang-mo kauw yang tersebar luas, tentu mata mata itu yang memberi tahu kejadian tersebut, Siapakah mata mata Ang mo kauw itu? Tan Ciu hampir pecah kepala, memikirkan soal tadi.

   Ketua Ang mo kauw tersenyum puas.

   "Tentunya kau sedang bertanya tanya, mengapa aku tahu hal ini, bukan?"

   "Betul. Bersediakah kau memberi obat itu?"

   "Tentu saja boleh.."

   "Dengan syarat-syarat tertentu?"

   "Sudah berada didalam dugaanmu."

   "Katakanlah apa syarat itu?"

   "Aku mengharapkan tenagamu didalam Ang mo-Kauw."

   "Menjadi anggauta Ang-mo kauw?"

   "Betul!!"

   "Aku menolak."

   Tan Ciu menggoyangkan kepala "Sudah kuduga, pasti kau keberatan."

   "Betul..Aku kebetatan."

   "Maka, kecuali memberi hadiah obat Seng-hiat hoan-tan, aku akan menyertai dengan hadiah-hadiah lainnya?"

   "Hadiah hadiah lainnya? Hadiah apakah yang kau maksudkan?'"

   "Kesatu, aku akan memberi tahu, siapa orang yang menciptakan Pohon Penggantungan?"

   Hati Tau Ciu tergerak, inilah yang sedang diharap- harapkan.

   "Dan hadiah lainnya?"

   "Aku akan menceritakan tentang Tan Kiam Lam, Orang yang mempunyai hubungan dekat denganmu."

   "Nah, inipun wajib diketahui."

   Dua syarat embel-embel itu saagat menarik.

   Bila ditambah dengan obat Seng-hoat-hun tan.

   pemberian pemberian ini memang hebat.

   Bersediakah Tan Ciu menerima syarat tersebut? Bila ia menjadi anggauta Ang mo kauw.

   tentu berada dibawah perintah ketua perkumpulan itu, bagaimana jika dipaksa melakukan kejahatan kejahatan.

   Tan Ciu segera memancing! "Bila aku tidak mau?"

   "Perjanjian boleh dibatalkan. Aku akan menyuruh orang- orangku mengantar kau ke luar dari lembah Iblis Merah."

   Sengaja Aug-mo Kauw cu mengucapkan kata kata seperti itu.

   diketahui si pemuda sangat membutuhkan obat Seng-hiat hoan hun tan, di ketahui si pemuda ingin mencari asal usul Tan Kiam Lam, diketahui si pemuda mau membongkar rahasia Pohon Penggantungan.

   Mungkin tidak masuk kedalam kotak yang telah tersedia.

   Bila siketua Ang-mo-kauw mau, jiwa sipemudapun akan diserahkan kepadanya, demi menolong Co Yong yang sudah berada dipintu akhirat itu! Tan Ciu berkata dingin! "Kau kejam sekali."

   "Kau mengharapkan sesuatu dariku, akupun mengharapkan tenagamu"

   "Apa yang dapat dikatakan kejam?"

   Tan Ciu tidak berdaya! Melulusi tawaran ketua ini berarti mengikat diri sendiri, menolak berarti membunuh jiwa Co Yong! Baik buruknya sesuatn perkumpulan berada ditangan orang, bila ia dapat mengubah Ang-mo kauw keluar dari golongan sesat.

   mengganti anggaran anggaran dasar dan rumah tangga perkumpulan itu, apakah salahnya menjadi seorang anggauta Ang mo kanw?.

   Tan Ciu menggeretek gigi, ia telah mengambil keputusan.

   "Baik. Aku mengabulkan permintaanmu.Dengan syarat kau menambah lain hadiah."

   "Apa permintaanmu?"

   "Aku meminta kebebasan satu tahun. Setelah itu, aku baru bersedia disumpah menjadi anggauta Ang-mo-kauw."

   "Aku keberatan."

   Tan Ciu terpaksa mencari jalan lain. Ketua Ang mo kauw tidak mendesak ia menantikan jawaban orang dengan sabar.

   "Baiklah. Aku ingin mengetahui wajah aslimu!"

   "Permintaan ini boleh kukabulkan."

   "Nah. katakanlah, siapa kau?"

   "Kau tidak akan menyesal?"

   "Bila aku menyesal. Aku masih mempunyai kesempatan bunuh diri. bukan?"

   "Kini, bersumpahlah."

   "Aku Tan Ciu tidak percaya kepada Tuhan. Aku tidak membutuhkan sumpah."

   "Hm ..."

   Ketua Ang mo kauw mengeluarkan suara dari hidung.

   "Bila kau berani melanggar janji. Aku segera membunuhmu, tahu?"

   "Katakaniah segera, siapa yang telah menyiptakan Pohon Penggantungan?"

   Tan Ciu mulai mengajukan pertanyaan.

   "Pohon Penggantungan "

   Suara ketua Ang mo kauw terputus, diluar terdengar suara penjaga pintu membentak.

   "Siapa?"

   Ketua Aug-mo kauw menoleh kearah pintu.

   Ternyata penjaga pintu tak berhasil membendung kedatangan orang itu.

   Disana telah melesat satu bayangan, itulah kakek aneh Su Hay Khek.

   Kepandaian Su Hay Khek memang tinggi, dengan tidak rewel berhasil nyelusup masuk.

   Terlihat ia tertawa.

   Cauw Lam.

   Ular Golis dan dua tongcu lainnya maju menghadang orang tua itu.

   Gerak-gerik ketua Ang-mo kauw terlihat tidak bebas.

   Kini Su Hay Khek membuka suara.

   "Ang mo kauwcu. tentunya kau marah kepadaku, yang berhasil nyelusup masuk tanpa ijin dan panggilanmu."

   "Apa maksud kunjunganmu ketempat ini?"

   Ketua Ang mo kauw membentak.

   "Ang mo Kauwcu,"

   Panggil Su Hay Khek.

   "Kau tidak boleh menghina anak kecil. Jangan kira karena telah menutupi wajahmu dengan selaput kain merah, lantas berlaku sewenang-wenang, kau kira aku tidak tahu bahwa kau orang keluarga Tan."

   "Siapa yang menjadi orang keluarga Tan?"

   Ketua Ang- mo kauw mendebat.

   "Kau!"

   Berkata sikakek aneh Su Hay Khek.

   "Namamu ialah Tan Kiam Lam?"

   "Kau ngelepus. Aku bukan Tan Kiam Lam..

   "

   "Tidak mungkin. Kau Tan Kiam Lam."

   Tan Ciu dibuat berteriak. Sipemuda memandang Su Hay Khek meminta keterangan.

   "Betul"

   Berkata kakek itu "Kukira, dialah yang menjadi menjadi ayahmu."

   "Aaaaa..."

   Tan Ciu termundur beberapa langkah, tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan "Kau ayahku?"

   Ia bertanya. Ketua Ang-mo-kauw membentak.

   "Salah. Kau bukan anakku"

   Ia menyangkal keras.

   "Tidak salah"

   Su Hay Khek ngotot.

   "Dia adalah suami Melati Putih"

   Kemudian memandang orang berjubah dan berkerudung kain merah itu, Su Hay Khek mengeram.

   "Kau benci Melati Putih, maka kau hampir mati dibawah tangannya."

   Melati Putih adalah nama julukan istri Tan Kiam Lam.

   "Kentut.. Aku bukan Tan Kiam Lam."

   "Dimana Tan Kiam Lam?"

   "Tan Kiam Lam sudah mati."

   "Bohong.Tan Kiam Lam belum mati. Orang yang sedang kuhadapi inilah Tan Kiam Lam."

   "Tutup mulut."

   Tan Ciu maju menyelesaikan pertengkaran mulut diantara kedua Ang-mo kauw dan Su Hay Khek! "Biar aku yang menyelesaikan!"

   Ia berkata. Dihadapinya ketua Ang mo kauw seraya membentak.

   "Lekas katakan, kau bukan ayahku Tan Kiam Lam?"

   "Bukan!"

   Perhatian ditujukan kearah Su Hay Khek, dan bertanya kakek ini.

   "Kau tahu pasti bahwa dia yang menjadi ayahku ?"

   "Kemungkinannya sangat besar sekali."

   "Kau pernah melihat wajah ayahku bukan?"

   "Pernah"

   "Baik, setelah ia membuka tutup kerudung mukanya, kau dapat menyaksikan dugaan ini. Benarkah ia ayahku ?"

   "Kau betul."

   Tan Ciu menghadapi ketua Ang mo kauw.

   "Cobakan buka tutup kerudung muka itu."

   Ketua Ang-mo-kauw mengeluarkan suara tertawa dingin.

   "Dengan alasan apa?"

   "Aku ingin mengetahui betulkah engkau adalah ayahku?"

   "Setelah kubuka kain penutup ini kau harus menjadi anggauta Ang mo kauw."

   "Baik!"

   "Kau harus turut perintah"

   "Tentu."

   "Bila tidak, aku segera membunuhmu."

   "Tentu."

   Pohon Kramat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Su Hay Khek mulai kehilangan pegangan, Bila seperti apa yang diduga pada sebelumnya, bila orang berkerudung merah ini bukan Tan Kiam Lam.

   Tidak mungkin mengucapkan kata-kata seperti itu.

   0ooOdwOoo0 PERCAKAPAN diantara Tan Ciu dan ketua Ang mo kauw telah selesai.

   Maka Ang mo kauw mengalihkan pandangan dan memandang Su Hay Khek.

   "Kau sangat usil. Bagianmu ialah Kematian."

   "Ha, ha...!"

   Su Hay Khek tertawa.

   "Umurku telah lebih dari tujuh puluh tahun. Matipun tidak menjadi soal."

   "Nah, gunakanlah waktu kalian baik baik,"

   Berkata ketua Ang mo Kauw cu.

   Pelahan-lahan ia membuka tutup kerudung mukanya.

   Su Hay Khek sudah merasakan kegagalan, firasat buruk menyerang dirinya.

   Tan Ciu menantikan dengan hati berdebar-debar, ia mempentang mata lebar lebar.

   Dan kini, kain merah yang menutupi wajah.

   Ang mo Kauw cu telah terbuka, terlihat wajah seorang lelaki setengah umur yang agak cakap, Tan Ciu memandang wajah itu, ia tak kenal kepada ayahnya, tidak tahu bagaimana muka ini.

   Maka menoleh kearah Su Hay Khek.

   Mata Su Hay Khek membelalak.

   "Kau?!!"

   Seruan ini keluar dari mulutnya Hati Tan Ciu memukul keras.

   "Siapa?"

   Ia bertanya.

   "Sim In."

   Jawaban Su Hay Khek singkat, Ternyata ketua Ang-mo kauw bukan orang yang bernama Tan Kiam Lam.

   Ia bernama Sim In dan Su Hay Khek sangat kenal sekali.

   Wajah Sim In tidak berkesan didalam benak pikiran Tan Ciu.

   Tetapi Sim In itu tidak terlalu asing, itulah nama yang sering disebut oleh gurunya.

   Ketua perkumpulan Ang mo Kauw, Sim In mendapat kemenangan.

   Ia menghadapi Su Hay Khek dengan wajah penuh ancaman.

   Su Hay Khek mundur beberapa langkah, ia berusaha menjauhi orang itu.

   "Su Hay Khek aku akan membunuhmu terlebih dahulu."

   Berkata Sim In geram.

   Su Hay Khek mundur kebelakang.

   Jubah merah si ketua Ang-mo-kauw berkelebat, dengan satu gerakan yang paling cepat memukul Su Hay Khek.

   Si kakek aneh mempunyai kepandaian yang telah digolongkan kedalam kelas satu, tubuh nya melayang, menghindari dari serangan Sim In itu.

   Sim In tidak berhenti, ia mengincar lagi, Tan Ciu turut bergerak, ia menyela diantara dua orang itu.

   "Berhenti,"

   Terdengar suara bentakannya yang keras. Gerakan Ang-mo Kauw cu terhalang. Ia memandang wajah pemuda itu dengan tajam.

   "Apa yang kau mau?"

   Bentaknya mengguntur. Tan Ciu tertawa panjang.

   "Sim In,"

   Ia memanggil nama orang.

   "Sudah lama kucari cari nama ini. Kini aku mengerti. mengapa kau menutup wajahmu dengan selaput kain merah, mengapa kau menyuruh orang-orangmu mengganggu aku. kau tentunya sudah tahu, bahwa aku adalah anak murid Putri Angin Tornado."

   "Mengapa kau merusak wajahnya?"

   Guru Tan Ciu adalah seorang wanita berkepandaian ilmu silat tinggi,dengan julukan nama Putri Angin Tornado, suatu angin yang terhebat dan dahsyat, ia pernah menggegerkan rimba persilatan, suatu saat jatuh cinta kepada seorang pemuda tampan yang bernama Sim In, dan entah mengapa, pemuda itu merusak wajahnya, mengutungi kakinya.

   Kini Tan Ciu mengajukan tuntutan.

   "Karena aku benci."

   Sim In memberi jawaban.

   "Hanya ini alasannya?"

   "Aku benci kepadanya karena Tan Kiam Lam ayahmu itu."

   "Katakanlah lebih jelas."

   "Putri angin Tornado adalah kekasihku, dengan alasan apa ia menyintai Tan Kiam Lam? Tidak pantaskan aku mengambil tindakan kepadanya?"

   "Disini telah terjadi salah paham. Kau melakukan sesuatu karena terburu nafsu."

   "Jangan kau menutup-nutupi kejelekan gurumu. Siapakah yang tidak tahu bahwa putri Angin Tornado menyintai Tan Kiam Lam?"

   "Kau adalah seorang buta yang melek. Dengan sungguh- sungguh hati dia menyintai dirimu, tetapi apa balasmu. Merusak wajahnya, mengutungi kakinya dan merebut Kim- say-cu,"

   "Aku tidak menyangkal telah melakukan perbuatan- perbuatan itu!"

   "Semua disebabkan karena salah paham"

   "Tidak! Tidak pernah terjadi salah paham."

   "Hubungannya dengan Tan Kiam Lam sebagai sahabat biasa."

   "Tidak perlu kau menggugat hal ini."

   Berkata ketua Ang- mo-kauw tersebut.

   "Baik. Kini kembalikanlah Kim-say-cu kepadaku."

   Berkata Tan Ciu menyodorkan tangan. Meminta barang yang menjadi hak gurunya.

   "Kemudian... Serahkan jiwamu."

   "Kau tidak mempunyai itu kekuatan."

   "Nah, rasakanlah kekuatanku."

   Berkata Tan Ciu yang betul-betul mulai menyerang orang.

   Gerakan dan pukulan- pukulan si pemuda sungguh hebat.

   Sim In melesat jauh, dengan satu gerakan yang paling cepat, ia telah berada didekat Su Hay Khek, telapak tangannya direntangkan, memukul kakek aneh.

   Su Hay Khek menutup serangan yang dilontarkan kepada dirinya.

   Tan Ciu menyusul datang, apa mau dua orang itu telah berkutet menjadi satu.

   Tidak ada kesempatan untuknya memasuki areaa pertempuran, Ia berdiri disamping.

   Maka Su Hay Khek menempur Ang-mo kauw yang ternyata adalah kekasih guru Tan Ciu yang bernama Sim In.

   Dua jago ini mempunyai kekuatan yang seimbang, kecepatan yang sama, beberapa gebrak kemudian, sulitnya membedakan mana tubuh Sim In, dan mana tubuh Su Hay Khek.

   Sim In melesat jauh, dengan satu gerakkan yang paling cepat, ia telah berada didekat Su Hay Khek, telapak tangannya direntangkan memukul kakek aneh itu..

   Su Hay Khek menutup serangan yang dilontarkan kearah dirinya.

   Tan Ciu menggeser kaki.

   mendekati dua orang itu, apa mau Ciauw Lam telah turut maju, maka ia harus melayani kepala tongcu Ang-mo kauw ini.

   Bila Tan Ciu dipaksa menempur Ciauw Lam dengan dipaksa tidak mengadakan kompromi terlebih dahulu.

   Disana, keadaan Su Hay Khek tidak banyak perbedaan, ia harus melayani ketua Ang-mo kauw Sim In telah memberi tiga kali pukulan.

   Su Hay Khek membalas dengan empat tangkisan.

   Dilain pihak.

   Tan Ciu dan Ciuw Lam mengalami keadaan yang serupa, ilmu kepandaian mereka hampir dikatakan tidak ada selisih sama sekali.

   Untuk sementara waktu, sulit menentukan kemenangan.

   Hanya tenaga dalam Tan Ciu jauh lebih keras dari lawannya, beruntun sehingga beberapa kali, sipemuda melontarkan serangan tajam, hal mana tidak menguntungkan sang lawan Beberapa kali menerima hantaman Tan Ciu, Ciauw Lam merasa kewalahan, ia tidak berani menghadapi dengan menerima pukulan-pukulan kuat tersebut.

   Suatu ketika Tan Ciu menghantam hebat.

   Ciauw Lam lompat mundur, tubuhnya hampir membentur pintu.

   Tan Ciu girang, ia maju lebih cepat lagi.

   Inilah yang Ciauw Lam harapkan.

   Dari suatu arah yang mempunyai posisi bagus, ia menyerang lawannya, Dua pukulan beradu, Tan Ciu dipukul mundur, tubuhnya melayang keluar dari pintu ruang Ang-mo kauw.

   Ciauw Lam girang, ia turut melesat, siap menamatkan jiwa sipemuda.

   Disaat inilah.

   Melayang suatu bayangan tepat menghadang kedatangan Ciauw Lam, Ciauw Lam batal mengejar, ia balik masuk kedalam ruangan lagi.

   Tan Ciu memandang orang yang berada didepan pintu, disana berdiri seorang sastrawan setengah umur, sifat- sifatnya kaku, dingin dan tidak banyak bicara.

   "Aaa ... Kau datang lagi ?"

   Mulut Tan Ciu berteriak seperti ini.

   Sastrawan itu selalu membayangi dibelakang dirinya.

   Kedatangan sastrawan ini menghentikan pertempuran diantara Tan Ciu dan Ciauw Lam.

   Dilain pihak, Su Hay Khek dan Sim In belum selesai mengadu kekuatan, pertempuran diantara dua jago ini sangat seru, mereka tidak tahu kedatangan sastrawan kaku itu.

   Ciauw Lam dan Tan Ciu memandang kearah sastrawan setengah umur itu, mata mereka tidak berkedip.

   Si sastrawan memandang Sim In dan


Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long

Cari Blog Ini