Pukulan Naga Sakti 22
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 22
a apa.
Tak selang berapa saat kemudian, Thi Eng khi sudah berdiri dibelakang tubuh Ciu Tin tin, sebenarnya dia hendak menegurnya tapi niat tersebut segera diurungkan, tiba tiba ia menggelengkan kepalanya, tersenyum dan mundur kembali.
Akhirnya setelah berputar satu lingkaran, dia muncul di depan Ciu Tin tin dan berjalan mendekatinya.
Suara langkah yang berkumandang segera mengejutkan Ciu Tin tin, dia segera menegur .
"Adik Eng kah disana?"
Dengan suatu kecepatan luar biasa dia menerjang ke hadapan Thi Eng khi. Sengaja Thi Eng khi mundur selangkah, kemudian serunya terkejut .
"Siapa?"
Saat ini, Ciu Tin tin sudah tidak mempunyai rasa malu lagi, yang ada tinggal rasa cinta dan perhatian yang besar, digenggamnya tangan Thi Eng khi, kemudian ujarnya dengan sedih .
"Adik Eng, ke mana saja kau pergi selama berapa hari ini? Mengapa tidak datang ke gua untuk menjengukku? Aku benar benar merasa cemas sekali....!"
Thi Eng khi meremas remas tangan Ciu Tin tin yang halus, lalu berbisik dengan lembut .
"Sudah lamakah kau menunggu aku?"
Ciu Tin tin tersenyum .
"Tidak lama, bukankah kita berjanji akan bertemu setiap malam? Sejak saat itu lah aku datang menantimu."
Begitu besarnya perhatian gadis itu untuk menunggu Thi Eng khi, waktu yang sudah berhari hari lamanya itu dianggap sebagai sebentar saja.
Padahal kalau dihitung yang sebenarnya dia sudah menunggu selama tiga hari tiga malam.
Dengan perasaan tercengang Thi Eng khi segera bertanya .
"Sudah begini lama kau berdiri didepan gua, apakah mereka tidak menyuruh kau kembali?"
"Agaknya mereka sudah menyuruh masuk, tapi aku sama sekali tidak menggubris, sudah pasti Bu Nay nay akan merasa gusar sekali."
Segenap perhatiannya boleh dibilang telah dipusatkan pada Thi Eng khi, sehingga masalah yang lain boleh dibilang sama sekali tidak diperhatikan.
Untuk menunggu Thi Eng khi, gadis tersebut sudah menunggu selama tiga hari tiga malam didepan gua, tapi Bu Nay nay sendiripun harus berdiri pula di belakang gua selama tiga hari tiga malam juga untuk menjaga kesehatannya.
Sementara itu, Bu Nay nay juga sudah mendengar suara penbicaraan mereka dan memburu ke depan, tapi setelah menyaksikan sikap mereka yang mesrah, tak urung agak rikuh juga dibuatnya sehingga tanpa terasa ia berhenti berlari dan siap untuk balik kembali.
Tapi Ciu Tin tin segera memanggilnya .
"Bu Nay nay, adik Eng telah kembali!"
Ucapan itu tidak penting bahkan berlebihan, tapi oleh sebab dia terlalu gembira, dia pun ingin orang lain turut mencicipi kegembiraannya, maka dalam anggapannya ucapan mana tidak merupakan ucapan yang terlalu berlebihan.
Bu Nay nay segera berhenti dan tertawa getir, kemudian katanya .
"Tin Tin, kalau toh sudah berjumpa kembali dengan Thi sauhiap, kau sudah seharusnya pergi beristirahat!"
Kemudian sambil berpaling ke arah Thi Eng khi, omelnya .
"Aaaai, anak muda, mengapa kau tidak berpikir untuk enci Tin? Tahukah kau, sudah tiga hari tiga malam dia menantikan dirimu disini!"
Thi Eng khi hendak minta maaf kepada Bu Nay nay, tapi Ciu Tin tin sudah keburu berseru .
"Bu Nay nay, kau memang pandai membuat kejutan, kapan sih aku menunggu selama tiga hari tiga malam? Kesehatan adik Eng belum pulih kembali, kau jangan membuatnya terkejut!"
Bu Nay nay menjadi tertegun, lalu katanya sambil tertawa .
"Baik, baik! Anggap saja aku telah salah berbicara, sekarang kau boleh pergi beristirahat bukan?"
"Tidak, kami belum berbicara berapa patah kata, bila ingin kembali, kau boleh kembali dulu!"
Thi Eng khi benar benar dibikin terharu sekali, katanya kemudian dengan cepat .
"Enci Tin, siaute menyesal sekali kepadamu karena sudah membuatmu tersiksa, harap kau sudi memaafkan kesalahanku!"
"Adik Eng, lagi lagi kau anggap orang luar diriku,"
Seru Ciu Tin tin cemberut.
"asal kau sudah sembuh dari penyakitmu, aku tak akan mengacuhkan yang lain."
Kenyataannya, dia memang tidak menegur Thi Eng khi mengapa tidak datang bertemu dengannya seperti saat yang telah dijanjikan. Thi Eng khi segera menarik tangan Ciu Tin tin sambil berseru .
"Ayoh jalan! Enci Tin, aku akan menemanimu kembali kedalam gua...!"
Hampir saja Ciu Tin tin tidak mempercayai pendengaran sendiri, kejut dan girang segera menyelimuti hatinya .
"Adik Eng, apa kau bilang?"
Thi Eng khi tertawa .
"Penyakit yang siaute derita telah sembuh, sekarang aku sudah dapat meninggalkan lembah ini dan hidup bersama sama kalian di dalam gua...."
Saking gembiranya air mata sampai jatuh bercucuran membasahi wajah Ciu Tin tin, digenggamnya tangan Thi Eng khi dan digoyangkan berulang kali, kemudian serunya .
"Ooooh.... ooooh.... penyakitmu telah sembuh! Penyakitmu telah sembuh.... kita tidak akan berpisah lagi.... kita tak akan berpisah lagi untuk selamanya."
Bu Nay nay juga turut gembira, serunya dari samping .
"Thi sauhiap, mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Ayoh cepat masuk, cepat kembali ke dalam gua, kesehatan tubuhmu baru saja sembuh jangan sampai masuk angin hingga bikin orang menjadi gelisah dan kuatir kembali."
Tanpa membuang banyak waktu lagi, dia segera menarik tangan Ciu Tin tin dan menyeret Thi Eng khi lari masuk ke dalam gua.
Sejak Thi Eng khi kembali ke dalam gua dalam waktu singkat satu bulan lebih sudah lewat.
Dia tidak menceritakan kepada Ciu Tin tin kalau tenaga dalamnya telah pulih kembali, mula mula dia hanya bermaksud membuat kejutan bagi Ciu Tin tin, tapi sekarang dia justru ada niat untuk mengatur segala sesuatunya di dalam siasatnya untuk menghadapi Hian im Tee kun.
Selama sebulan ini, dia hanya berusaha keras untuk membaca semua kitab pusaka yang disimpan oleh Thio Biau liong selama ini serta memperketat usahanya untuk menurunkan ilmu silat yang hebat kepada Ciu Tin tin.
Walaupun Ciu Tin tin menguatirkan keadaan Thi Eng khi yang dianggapnya masih kehilangan tenaga dalam, namun setelah menyaksikan kondisi badan Thi Eng khi yang tambah hari bertambah sehat, dia pun mengambil pemikiran selangkah mundur ke belakang.
Sekarang dia tidak berburu buru lagi untuk memaksakan pengobatan bagi Thi Eng khi, kuatir kalau pemuda itu tak bisa memecahkan pemikiran mana, sebaliknya malah menghibur terus hatinya dengan mempergiat latihan ilmu silat agar memancing kegembiraan tersebut.
Thi Eng khi tentu memahami maksud hati dari nona tersebut, namun dia juga tidak mengungkapnya, namun semakin mesrah sikapnya terhadap gadis itu membuat sang dara menjadi kegirangan.
Kemajuan yang dicapai Ciu Tin tin dalam ilmu silat benar benar amat pesat, bukan saja ilmu silat ajaran Sim ji sinni seperti Boan yok sinkang dan ilmu sakti Thian liong pay yang dipelajari, bahkan ilmu Heng kian sinkang peninggalan Thio Biau liong serta ilmu silat aliran partai lain pun berhasil dikuasai olehnya.
Kemampuannya sekarang sama sekali tidak berada dibawah kemampuan Thi Eng khi sewaktu bertarung melawan Hian im Tee kun tempo hari, itu berarti dia sudah mempunyai modal utama untuk bertarung satu lawan satu melawan Hian im Tee kun.
Namun taraf kemajuan yang berhasil dicapai pun merupakan taraf yang tertinggi, dia memang bisa maju selangkah lagi namun hal mana bisa dicapai dalam beberapa hari saja.
Saat itulah, Ciu Tin tin teringat kembali dengan janjinya kepada Bu Im untuk menembusi jalan nadi Jin meh dan tok mehnya, dia pun merundingkan hal ini dengan Thi Eng khi untuk dicoba.
Berbicara menurut kesempurnaan tenaga dalam, Cu Tin tin masih sanggup untuk menghadapi, yang dikuatirkan sekarang tinggal soal pengalaman dari gadis tersebut, sebab bila salah bertindak bisa jadi akan berakibat kedua belah pihak sama sama menderita kerugian besar.
Itulah sebabnya Thi Eng khi merasa amat tidak lega hati.
Ciu Tin tin telah makan buah Hian ko pemberian orang, hal ini membuat hatinya selalu merasa masgul.
Sehari dia belum berhasil membantu Bu Im untuk menembusi jalan darah Jin meh dan tok mehnya, sehari pula dia tak akan tenteram, dia bersikeras hendak menyerempet mara bahaya tersebut.
Dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Thi Eng khi harus menyanggupi permintaannya itu.
Tatkala Bu Im menerima kabar tersebut, sudah barang tentu ia merasa sangat kegirangan.
Segala sesuatunya segera dipersiapkan menurut petunjuk dari Thi Eng khi.
Bu Im diminta untuk duduk bersila diatas sebuah kasur tempat duduk.
Ciu Tin tin dan dia masing masing menggunakan tenaganya secara bergantian, kemudian gadis itu berdiri dihadapan Bu Im dan jari telunjuk tangan kanannya ditempelkan diatas jalan darah soh liau hiat diujung hidung Bu Im, sementara jari telunjuk tangan kirinya ditempelkan diatas jalan darah Seng ciang hiat.
Dengan cepat Ciu Tin tin mengerahkan tenaga dalam yang telah dihimpun dalam pusarnya, dua gulung tenaga lembut masing masing menyusup masuk ke dalam tubuh Bu Im melalui jalan jalan Soh liau hiat dan Seng ciang hiat kemudian setelah bergabung dengan hawa murni yang berada dalam tubuh Bu Im sendiri, segera berputar mengitari badan sebanyak tiga kali putaran.
Kemudian dari Jin meh mengalir ke bawah melewati jalan darah Liau swan hiat, Thian toh hiat, Hoa kay hiat, Giok tong hiat, Tiong teng hiat, Sang wan hiat, Kian li hiat, Hun sui hiat, Im ciau hiat, Sik bun hiat, pin goan hiat, tiong kek hiat, dan Ci kut hiat dua puluh tiga buah jalan darah penting dan terhimpun dalam Hwee im hiat.
Sebaliknya yang melalui Tok meh mengalir berputar menembusi jalan darah Sin ting hiat, Pek hwe hiat, Hong hu hiat, ya lun hiat, tay hway hiat, sin cut hiat, leng tay hiat, ci yang hiat, tiong ci hiat, Mia bun hiat, Yang kwan hiat dan Yau gi hiat dua puluh tujuh buah jalan darah penting sebelum mencapai Tian jiang hiat.
Asal jalan darah hwee im hiat di urat Jin meh dan jalan darah tiang jiang hiat di urat Tok meh berhasil menembusi, berarti mereka sudah melewati sebuah pos yang penting, kemudian bilamana tenaga mereka dihimpun lagi dalam jalan darah Seng jiat hiat di Jin meh dan Gin ciau hiat di urat Tok meh, sehingga ke dua buah jalan darah ini berhasil ditembusi, berarti usaha mereka untuk menembusi urat nadi Jin meh dan Tok meh akan mencapai keberhasilan.
Tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tin tin memang lihay sekali, jalan darah Hwee im hiat dan Tiang jiang hiat ternyata berhasil dia tembusi tanpa mengalami kesulitan apupun, dengan cepatnya tanpa hambatan jalan darah tersebut berhasil ditembusi tapi setelah hawa murninya mencapai jalan darah Ing tong hiat, disitulah terletak sumber penyakit yang menyebabkan urat nadi Jin meh dan tok meh milik Bu Im tak berhasil ditembusi.
Tampak paras muka Bu Im berubah menjadi pucat pias, hawa murni yang berada dalam tubuhnya segera punah dan buyar, ternyata dia tak berani menggunakan hawa untuk menembusi jalan darah tersebut.
Hal ini menunjukkan ketika hawa murninya mencapai darah Ing tong hiat, oleh karena jalan nadinya terlalu sempit dan kecil maka apabila diterjang kelewat keras, bisa jadi akan berakibat meletus dan pecah.
Sebaliknya apabila penggunaan tenaga terlalu lemah, maka usaha untuk menembusi jalan darah tersebut akan mengalami kegagalan total.
Di sinilah terletak titik kelemahan yang membutuhkan bantuan dari Ciu Tin tin dengan Pek hwe tiau yang tayhoat yang belum lama dipelajarinya itu.
Dengan demikian, disamping Ciu Tin tin harus mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi jalan darah Ing tong hiat agar jangan sampai pecah, disamping itu dia pun yang memancing hawa murni dari Bu Im untuk berubah dari air bah menjadi aliran yang lembut, meski berubah menjadi aliran lembut namun memiliki kekuatan air bah guna menembusi jalan darah Seng ciang hiat dan Gin ciau hiat.
Paras muka Bu Im berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sekujur tubuhnya turut gemetar keras.
Sebaliknya paras muka Ciu Tin tin berubah menjadi merah padam seperti orang mabuk, uap putih mengepul dari ubun ubunnya, jelas dia pun sedang berada dalam keadaan yang sangat payah.
Thi Eng khi yang menyaksikan kejadian tersebut segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Bu Nay nay, kemudian katanya .
"Aku lihat enci Tin sudah hampir tak sanggup untuk mempertahankan diri lebih jauh!"
Bu Nay nay adalah seorang ahli ilmu silat, sudah barang tentu diapun tahu hal Ciu Tin tin serta Bu Im terjerumus dalam posisi yang serba sulit, asal kekuatan mereka tidak tercapai seperti apa yang diharapkan, maka bisa jadi keselamatan kedua orang ini bakal terancam.
Sayangnya, sekalipun dia mengetahui akan gejala tersebut namun tak mampu memberikan bantuannya maka dia menjadi gelisah sekali macam semut didalam kuali panas.
Selang berapa saat kemudian, dia baru berseru dengan perasaan gugup bercampur cemas .
"Sekarang, apa yang harus kulakukan sekarang? sekarang apa yang harus kulakukan..?"
Dari dalam sakunya Thi Eng khi mengeluarkan sebatang jarum emas, kemudian katanya.
"Harap Bu Nay nay sudi membantu diriku, boanpwe akan menggunakan jarum emas untuk membantu mereka agar lolos dari bahaya ini!"
Thi Eng khi kehilangan tenaga dalamnya tentu saja dia tak dapat mengerahkan hawa murninya untuk memberi bantuan.
"Kau yakin akan berhasil?"
Tanya Bu Nay nay sambil memandang ke wajah pemuda tersebut dengan wajah tercengang.
"Asal kau Bu Nay nay membantu dengan tenaga dalam, boanpwe yakin sudah pasti akan berhasil."
Mendengar ucapan mana, Bu Nay nay segera menghela napas panjang.
"Aaai, nampaknya kita memang harus menyerempet mara bahaya tersebut......"
Seraya berkata dia lantas menempelkan telapak tangannya diatas jalan darah pay sim hiat dipunggung si anak muda itu, kemudian menyalurkan hawa murninya ke dalam tubuhnya.
Thi Eng khi yang memperoleh kembali tenaga dalamnya, tentu saja sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari Bu Nay nay, namun dia justru hendak menggunakan cara demikian untuk merahasiakan keadaannya yang sebenarnya.
Begitulah, sambil tersenyum dia lantas menuju jalan darah Khi suat hiat,Thian suan hiat dan Cian cing hiat di tubuh Ciu Tin tin dengan jarum emas tersebut.
Berbareng itu juga, dia menggerakkan jari telunjuknya untuk menekan diatas gagang jarum yang menempel diatas jalan darah Thian suan hiat dan menyalurkan hawa murni yang melalui jarum emas tersebut menyusup ke dalam tubuh Ciu Tin tin.
Dengan bantuan tenaga dalam tersebut, Ciu Tin tin segera merasakan semangatnya menjadi segar, tenaga murninya serasa bertambah lipat ganda.
Pada saat itulah dari dalam tubuh Bu Im tiba tiba saja berkumandang suara nyaring, disusul kemudian sekujur tubuhnya gemetar keras, paras mukanya yang semula pucat pias kini mulai nampak warna darah kembali.
Tampaknya urat nadi Jin meh dan tok meh didalam tubuhnya telah berhasil ditembusi.
Ciu Tin tin menghembuskan napas panjang, ia segera menyingkir ke samping dan duduk mengatur pernapasan di sana.
Thi Eng khi sendiripun mencabut keluar jarum emas dari dalam tubuh Ciu Tin tin kemudian sambil memandang ke arah Bu Nay nay, katanya sambil tertawa .
"Terima kasih nay nay atas bantuanmu!"
Bu Nay nay segera mengerdipkan matanya berulang kali, katanya kemudian .
"Sauhiap, setelah kehilangan tenaga dalammu, ternyata kau masih sanggup melakukan tindakan pertolongan seperti ini, aku si nenek benar benar merasa kagum kepada mu!"
Tak selang berapa saat kemudian, Ciu Tin tin telah menyelesaikan semedinya dan melompat bangun, dia segera berterima kasih kapada Bu Nay nay dan Thi Eng khi.
Tatkala sepasang matanya yang jeli dia lihatkan ke wajah Thi Eng khi, dari balik matanya itu terlihat suatu sinar kebimbangan yang amat tebal, dia seakan akan sudah berhasil mengetahui rahasia dari Thi Eng khi tersebut, namun tidak berani untuk mempercayai jalan pemikiran sendiri.
Thi Eng khi tidak berani saling bertatapan muka dengan gadis itu, buru buru serunya agak jengah .
"Enci Tin, perlukah siaute pun menurunkan ilmu tusuk jarum ini kepadamu?"
Ciu Tin tin memandang sekejap kearah pemuda itu kemudian tersenyum manis.
"Sungguh tidak kusangka kalau adik Eng adalah seorang manusia yang sengaja merahasiakan kepandaiannya!"
Thi Eng khi menjadi tertegun dan tak tahu apa yang harus diucapkan olehnya.
Pada saat itulah Bu Im telah menyelesaikan semedinya dan datang mengucapkan terima kasih.
Pertemuan antara Thi Eng khi dengan Hian im Tee kun yang berlangsung belum lama berselang, meski pemuda itu berhasil dikalahkan namun kekalahan tersebut diperoleh secara terhormat, saat itu nama besarnya sudah makin menanjak tinggi dan merupakan simbol dari kegagahan kaum wanita jaman itu.
Dalam satu malaman saja, nama besar partai Thian liong pay turut menanjak dan pulih kembali kejayaannya seperti dahulu.
Sekalipun Keng thian giok cu Thi Keng telah menggabungkan diri dengan pihak Ban seng kiong, namun kejadian tersebut sama sekali tidak mempengaruhi pandangan orang persilatan serta sikap hormat mereka terhadap Thian liong pay.
Sebab pertarungan yang berlangsung amat seru tersebut disaksikan sendiri oleh ketua Siau lim pay, ketua Bu tong pay serta ketua Kay pang, merekalah yang kemudian memberikan penjelasan serta menyebar luaskan cerita tersebut ke seluruh dunia persilatan.
Cuma sayangnya, Thi Eng khi lenyap tak berbekas, siapa pun tidak tahu pemuda tersebut telah dibawa lari oleh Bu im sin hong Kian Kim siang menuju ke tempat mana.
Hal ini membuat semua orang sama sama merasa cemas, rindu dan bingung untuk menemukan kembali jejaknya.
Terutama sekali Hian im Tee kun yang telah menganggap Thi Eng khi sebagai satu satunya lawan yang paling tangguh, jejak sang pemuda yang hilang lenyap tak ketahuan kabar beritanya ini membuat dia semakin tak tenang untuk makan maupun tidur, setiap hari dia harus menanggung perasaan kuatir yang amat mendalam.
Hal mana dengan cepat mempengaruhi pula rencananya untuk melakukan pembasmian terhadap partai partai serta perguruan besar lainnya dalam dunia persilatan, kini dia mengalihkan segenap kekuatan dari Ban seng kiong untuk menelusuri jejak dari Thi Eng khi.
Oleh sebab itu, peristiwa mana memberikan kesempatan bagi pelbagai partai dan perguruan besar untuk menghimpun kekuatan, bersekongkol dengan kekuatan lain untuk menggalang persatuan yang lebih mantap di dalam usahanya menanggulangi ancaman bahaya maut yang bakal tiba.
Selain itu, mereka pun bersama sama menyelenggarakan pertemuan Bu lim tay hwee untuk membahas usaha mereka bersama didalam perlawanannya terhadap kekuatan Ban seng kiong.
Tentu saja orang orang yang diundang untuk menghadiri pertemuan besar tersebut hampir semuanya merupakan orang orang yang punya nama dan kedudukan dalam dunia persilatan.
Kalau bukan seorang pentolan persilatan dari suatu daerah tentunya dia adalah seorang ketua dari suatu partai perguruan atau perkumpulan yang berpengaruh besar.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hal ini membuat suasana pertemuan tersebut beberapa kali lipat lebih angker daripada pertemuan yang diselenggarakan dibukit Siong san tempo hari, bahkan kerahasiaan pertemuan ini jauh melebihi kerahasiaan pertemuan yang diselenggarakan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong di dalam perkampungan Ki hian san ceng nya tempo hari.
Orang orang yang berangkat dari Bu lim tit it keh, markas besar partai Thian liong pay untuk menghadiri pertemuan tersebut terbagi menjadi dua rombongan.
Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim mewakili partai Thian liong pay dan sudah berangkat lebih duluan.
Sedangkan Sam ku sinni dan Pek leng siancu So Bwe leng dengan kedudukan lain baru berangkat keesokan harinya.
Sementara ini, Sam ku sinni dan Pek leng siancu So Bwe leng sudah lima hari menempuh perjalanannya dan seperti yang direncanakan semula, mereka telah tiba di Kota Tong tay.
Tong tay merupakan sebuah tempat yang cukup besar, suasana amat ramai sekali, namun mereka tidak memasuki kota, seperti pengumuman yang dibaca, mereka menelusuri kaki kota dan berjalan sejauh lima li sebelum tiba di depan sebuah kuil nikou kecil.
Sewaktu mereka mengetuk pintu,yang muncul bukan seorang nikou melainkan seorang nenek berambut putih.
Dia menerima surat undangan dari Sam ku sinni, mengajukan pertanyaan sampai setengah harian lamanya, dan pada akhirnya meminta kepada Sam ku sinni untuk mendemonstrasikan kepandaian silatnya sebelum menyerahkan sebuah peta perjalanan untuk mereka.
Setelah Pek leng siancu So Bwe leng dan Sam ku sinni meninggalkan kuil tersebut, dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng membuka peta perjalanan sambil memeriksanya.
Tak selang berapa saat kemudian, dia sudah mengumpat dengan perasaan mendongkol .
"Sungguh menjengkelkan!"
"Anak Leng, apakah peta itu ada yang tidak beres?"
Tanya Sam ku sinni dengan perasaan terperanjat. Sambil mencibirkan bibirnya yang kecil Pek leng siancu So Bwe leng berseru dengan gemas .
"Orang ini benar benar sialan, mereka hanya suruh kita menempuh perjalanan dengan sia sia belaka, suhu, coba bayangkan apakah kejadian ini tidak membuat hati orang merasa mendongkol?"
"Dimana sih letak pos kedua yang harus kita tuju?"
"Ngo hoo!"
Jawab Pek leng siancu So Bwe leng singkat.
"Bukankah terletak tak jauh dari Hway in?"
"Itu dia, disinilah yang membuat hati orang menjadi mendongkol, mengapa tidak mereka katakan kepada kita agar segera menuju ke Ngo hoo saja?"
"Kau tak bisa menyalahkan si penyelenggara pertemuan ini,"
Kata Sam ku sinni dengan perasaan tenang.
"sejak Huan im sin ang mengacau perkampungan Ki hian san ceng tempo hari, maka kali ini mau tak mau kita harus bersikap jauh lebih berhati hati, apabila kita melakukan perjalanan yang lebih jauh berarti akan menyulitkan orang orang dari Ban seng kiong untuk menyelidiki tempat pertemuan kita, sekalipun berhasil mereka ketahui pun belum tentu mereka sempat mendatangi tempat pertemuan tersebut tepat pada waktunya, siapa tahu ketika mereka sampai disitu, kita sudah pada bubaran?"
Pek leng siancu So Bwe leng sudah takluk dalam hatinya, namun mulutnya masih belum mau berhenti berbicara, sekali lagi dia mengomel .
"Aku paling tidak setuju dengan segala macam perbuatan yang kasak kusuk mencurigakan!"
Sam ku sinni tertawa.
"Untuk menghadapi manusia yang luar biasa, kita harus menggunakan cara yang luar biasa pula, kejadian semacam ini tak bisa dianggap sebagai suatu perbuatan kasak kusuk, dalam hal ini kau harus bisa membedakan nya secara jelas."
Pek leng siancu So Bwe leng termenung beberapa saat lamanya, mendadak dia berseru.
"Aku tak ingin menghadiri pertemuan rahasia tersebut!"
"Apalagi yang sedang kau pikirkan didalam hati kecilmu?"
Seru Sam ku sinni agak tertegun.
"Aku hendak mencari engkoh Eng, dia sudah terluka parah, sudah pasti ia membutuhkan seseorang untuk merawatnya!"
Mendengar perkataan tersebut, Sam ku sinni segera tertawa getir, serunya .
"Perkataan ini sudah kau ulangi sampai beribu kali, tapi ke manakah kau hendak pergi untuk mencarinya?"
"Entahlah!"
Sahut Pek leng siancu So Bwe leng sambil berkeras kepala.
"pokoknya aku hendak mencarinya sampai dapat, sekalipun harus mencarinya diseantero jagad."
Sam ku sinni segera menghela napas panjang.
"Kita harus menemukan jejak Thi sauhiap, tapi kita pun lebih lebih harus menghadiri pertemuan rahasia tersebut?"
"Mengapa?"
"Bagaimana kalau kekuatan seorang dibandingkan dengan kekuatan orang banyak? Kita toh bisa meminta bantuan dari mereka yang hadir dalam pertemuan tersebut untuk bersama sama mencari jejaknya."
Mendengar perkataan ini, Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa, katanya kemudian .
"Suhu, kalau memang begitu, mari kita segera berangkat!"
Kalau bisa dia ingin secepatnya pergi menghadiri pertemuan tersebut, kemudian minta bantuan dari para jagoan untuk menemukan kembali jejak engkoh Eng nya.
"Buat apa kau mesti terburu napsu? Bukankah diatas peta sudah jelas diterangkan saatnya? Sekalipun datang lebih awal, lantas apa pula gunanya?"
Pek leng siancu So Bwe leng tidak menggubris ucapan tersebut, dia segera mengajak Sam ku sinni untuk mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan menempuh perjalanan dengan cepat, mereka tiba di Ngo hoo tiga hari lebih awal.
Ngo hoo tidak jauh letaknya dari Hway lm namun termasuk dalam propinsi An hwee, oleh karena dekat dengan telaga Ang ci ou, maka jalan air disekitar sana amat ramai.
Berhubung mereka sampai ditempat tujuan tiga hari lebih awal, maka kedua orang itu tidak segera langsung menuju ke tempat yang telah ditentukan.
Mereka mencari sebuah rumah penginapan kecil dalam kota Ngo hoo lebih dulu untuk beristirahat.
Sebagaimana diketahui, Sam ku sinni adalah seorang rahib yang telah lanjut usia, sedangkan Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang nona yang belum berumur dua puluh tahunan, maka pemilik rumah penginapan itu berbaik hati dengan mempersiapkan sebuah kamar didalam gedung pribadinya serta menyuruh anak bininya melayani sendiri keperluan ke dua orang tamunya ini.
Sikap yang sangat baik ini membuat kedua orang itu menjadi rikuh sendiri.
Malam itu tiada kejadian apa apa, keesokan harinya dengan perasaan tak sabar kembali Pek leng siancu So Bwe leng merecoki gurunya untuk mengajak dia mangunjungi tempat yang telah ditetapkan.
Dalam hati kecilnya dia berharap bisa segera menemukan orang yang ditugaskan menerima kedatangannya itu dan berharap bisa memperoleh pengertian dari orang itu agar menunjukkan kota berikutnya yang harus mereka datangi.
Memang beginilah penyakit dari kaum muda pada umumnya, tidak terkecuali pula pada diri Pek leng siancu So Bwe leng.
Terhadap murid yang satu ini, Sam ku sinni benar benar dibikin apa boleh buat, dia sama sekali tak mampu memperlihatkan sikap angkernya sebagai seorang guru, sebab dia memang terlampau menyayangi muridnya yang satu ini.
Padahal, kepandaian silat yang dimiliki Pek leng siancu So Bwe leng sekarang jauh lebih tangguh daripada gurunya, seandainya Sam ku sinni terlalu ketat mendidiknya, bisa jadi gadis itu akan minggat secara diam diam.
Bila sampai terjadi begini, maka pada akhirnya Sam ku sinni pun tak akan mampu untuk berbuat banyak.
Begitulah, oleh karena Sam ku sinni tak sanggup menghadapi Pek leng siancu So Bwe leng yang merecokinya terus menerus, terpaksa dia harus mengabulkan permintaannya dengan paksa.
Begitulah, mereka pun segera berangkat meninggalkan rumah penginapan tersebut.
Tempat yang ditentukan bagi mereka kali ini bukan diluar kota, melainkan di sebuah gedung besar yang terletak dalam kota.
Pintu gerbang gedung itu berwarna merah dengan sepasang singa batu setinggi manusia berdiri dikedua belah sisi pintu, dua baris pohon kui yang lebat dengan daun yang rindang menjuat keluar dari balik dinding pekarangan.
Begitu megah dan menterengnya bangunan gedung tersebut, membuat Pek leng siancu So Bwe leng yang selamanya tidak takut langit tidak takut bumi pun menjadi kuatir kalau salah mendatangi tempat orang lain, sehingga untuk sesaat dia tak berani maju ke depan.
Melihat sikap anak muridnya ini, Sam ku sinni segera berseru kepadanya sambil tertawa "Huuuuh, kau benar benar seorang manusia yang tak becus!"
Dia lantas berjalan lebih dulu di depan dan segera mengetuk pintu gerbang. Pek leng siancu So Bwe leng membelalakkan matanya lebar lebar sambil berebut ke depan, katanya sambil tertawa merdu .
"Suhu saja tidak kuatir kehilangan muka apa pula yang mesti ditakuti oleh Leng ji?"
Dia segera mengetuk tiga kali diatas gelang pintu gerbang yang berwarna kuning keemas emasan itu.
"Siapa?"
Dari dalam gedung terdengar seseorang menegur. Pintu gerbang dibuka dan muncul seorang kakek bungkuk, dia mengamati Sam ku sinni sekejap, lalu katanya .
"Maaf, gedung kami tidak berjodoh dengan kaum rahib atau pendeta, silahkan suthay berpindah ke tempat lain saja."
Rupanya dia telah menganggap Sam ku sinni berdua sebagai orang yang mencari derma.
"Omitohud....."
Bisik Sam ku sinni sambil tersenyum kecut. Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, sambil tertawa Pek leng siancu So Bwe leng telah berkata lebih dulu .
"Rupanya kau orang tua salah melihat, kami bukan datang untuk mencari derma!"
Ucapan tersebut membuat kakek bungkuk itu menjadi rikuh sendiri, katanya kemudian sambil tertawa .
"Ooooh, nampaknya lohan telah bersikap kurang hormat, tolong tanya ada urusan apa kalian datang kemari?"
Pek leng siancu So Bwe leng yang teringat akan peraturan yang telah ditetapkan untuk bertanya jawab, dengan cepat dia berseru .
"Gedung utara gedung selatan bagaikan air mengalir...."
Ucapan tersebut merupakan kata sandi yang harus diucapkan terhadap mereka yang ditugaskan untuk menyambut mereka, dan seandainya kakek bungkuk ini adalah orang yang mereka cari, maka seharusnya dia akan menyahut kata tersebut dengan kata sandi pula .
"Tampak kawanan burung manyar datang setiap hari."
Entah karena saat yang ditetapkan belum tiba atau karena kakek bungkuk itu sengaja tak mau menjawab, atau mungkin juga kakek itu sama sekali tidak mengetahui artinya, tampak dia berdiri dengan wajah kebingungan, kemudian tegurnya .
"Nona, apa yang kau ucapkan? Lohan sama sekali tidak mengerti!"
Pek leng siancu So Bwe leng masih belum mau menyerah dengan begitu saja, kembali serunya .
"Kau benar benar tidak mengerti, ataukah berpura pura tidak mengerti...?"
Kakek bungkuk itu tertawa getir.
"Lohan kalau tidak tahu selamanya mengatakan tidak tahu, apa yang nona katakan benar benar tidak lohan pahami."
Melihat itu, tanpa berpikir panjang lagi Pek leng siancu So Bwe leng segera berseru .
"Kami datang kemari untuk mencari orang!" ''Ooooh....rupanya nona sedang mencari orang, entah siapakah yang sedang kalian cari? Sebutkan saja siapa namanya, lohan akan segera mengundang keluar."
Menyaksikan kakek bungkuk itu tidak mempersilahkan mereka untuk masuk, Pek leng siancu So Bwe leng merasa semakin mendongkol lagi, serunya kemudian agak gemas .
"Kami datang untuk mencari majikan kalian, apakah kami tidak dipersilahkan untuk masuk?"
Dengan perasaan terkejut buru buru kakek bungkuk itu menjura dalam dalam, sahutnya berulang kali .
"Baik, baik.... harap kalian sudi menyebutkan nama kalian berdua, hamba akan segera melaporkan kepada majikan agar datang untuk menyambut kedatangan kalian"
Tampaknya kakek bungkuk itu sudah dibikin keder oleh sikap Pek leng siancu So Bwe leng, sehingga dia kuatir menyalahi tamu tamunya ini....
Pek leng siancu So Bwe leng segera menyebutkan nama gurunya dan nama sendiri.
Tak selang berapa saat kemudian, kakek bungkuk itu muncul kembali didepan pintu, hanya kali ini sikapnya berubah menjadi sangat angkuh, katanya ketus .
"Majikan kami tidak kenal dengan kalian berdua, sedang lohan juga tak punya waktu, silahkan..."
"Blaaamm.....
"
Pintu gerbang segera di tutup keras keras.
Sebagaimana diketahui, Pek leng siancu So Bwe leng dibesarkan diluar perbatasan, sejak kecil ia sudah merupakan cucu kesayangan dari Tiang pek lojin, tentu saja tak pernah diperlakukan orang dengan cara seperti ini.
Kontan saja dia naik pitam, telapak tangannya segera diayunkan siap menghajar pintu gerbang tersebut.
Seandainya pintu tersebut kena dihantam olehnya, niscaya pintu tersebut akan hancur berantakan dan roboh ke tanah.
Dengan Sam ku sinni berada disampingnya, sudah barang tentu rahib tua tersebut tidak memperkenankan gadis tersebut untuk menerbitkan keonaran, cepat cepat dia menahan telapak tangan si nona sambil berbisik .
"Anak Leng, bersabarlah sebentar!'' Dia segera menarik tangan muridnya dan berlalu dari situ. Dengan gemas Pek leng siancu So Bwe leng melotot sekejap lagi ke arah pintu gerbang, kemudian baru berlalu dari situ dengan wajah uring uringan. Baru saja ke dua orang itu sampai di tikungan gedung mana, mendadak terlihat ada seekor kuda yang tinggi besar berlari mendekat dan berhenti didepan pintu gerbang, lalu dari atas punggung kuda itu melompat turun seorang bocah lelaki yang berparas tampan. Dengan gerakan tubuh yang sangat lincah bocah lelaki itu melayang turun dari kudanya, begitu enteng dan cekatan kepandaiannya sehingga pada hakekatnya tidak sebanding dengan usianya.
Jilid 35 Sam ku sinni serta Pek leng siancu So Bwe leng yang menyaksikan kejadian tersebut semakin merasa berat untuk meninggalkan tempat itu, mereka segera menyembunyikan diri sambil mengintip ke arah pintu gerbang.
Tampak bocah lelaki itu berjalan menuju ke depan pintu gerbang kemudian mengetuk beberapa kali, ketika tidak memperoleh jawaban, dia segera berteriak keras .
"The bungkuk, ayo buka pintu, sebentar nona Kan akan segera sampai disini!"
Entah siapakah nona Kan tersebut, tak lama kemudian tampak kesibukan yang luar biasa didalam gedung tersebut, semua penghuni bermunculan untuk menyambut kedatangan dari nona Kan tersebut.
Berapa saat kemudian, terdengar suara derap kaki kuda bergema tiba, kemudian tampaklah empat orang lelaki berpakaian ringkas dan delapan orang kakek berjenggot putih muncul mengiringi sebuah kereta yang amat indah bentuknya.
Tatkala tiba didepan pintu gerbang, orang orang yang menunggang kuda itu serentak berlompatan turun, sebaliknya kereta tersebut langsung menembusi pintu gerbang dan bergerak masuk ke halaman dalam.
Dengan demikian Sam ku sinni serta Pek leng siancu So Bwe leng tak sempat untuk menyaksikan macam apakah orang yang dinamakan nona Kan tersebut.
Tapi mereka sempat mendengar suara yang amat merdu berkumandang keluar dari balik ruang kereta itu .
"Hadiahkan satu tahil emas murni untuk setiap orang!"
Pek leng siancu So Bwe leng menjadi tertegun, dengan cepat dia merasa kalau suara tersebut sangat dikenal olehnya.
Seorang lelaki berpakaian ringkas muncul dengan membawa sebuah kentongan besar, setiap orang yang muncul di depan pintu gerbang untuk menyambut kedatangan nona Kan segera diberi hadiah satu keping emas murni seberat sepuluh tahil tiap orang.
Benar benar suatu tindakan yang luar biasa, tak heran kalau orang orang itu begitu senang menyambut kedatangan nona Kan tersebut.
Mendadak Pek leng siancu So Bwe leng mendepak depakkan kakinya berulang kali sambil berseru .
"Hmmm! Sekarang aku sudah tahu siapa gerangan keparat tersebut....!"
Sam ku sinni tak tahu apa sebabnya Pek leng siancu So Bwe leng menjadi sewot, buru buru tegurnya dengan wajah tertegun .
"Leng ji, jangan bertindak sembrono!"
Menyaksikan gurunya menjadi begitu gelisah, Pek leng siancu So Bwe leng segera mengulum sekulum senyuman diujung bibirnya, katanya kemudian .
"Siapa yang akan bertindak sembrono? Mari kita pulang saja ke penginapan!"
Setelah mendengar ajakan tersebut, Sam ku sinni baru menghembuskan napas lega, bersama Pek leng siancu So Bwe leng, berangkatlah mereka kembali ke rumah penginapan.
Sekembalinya ke rumah penginapan, pertama tama yang dilakukan oleh Pek leng siancu So Bwe leng adalah mencari tahu siapakah pemilik gedung tersebut.
Ternyata gedung tersebut milik seorang dari marga The yang bernama Kongtiong, dia merupakan satu satunya orang terkemuka dari kota Ngo hoo, sudah lama menjadi pembesar pemerintah dan baru tahun berselang mengundurkan diri dari jabatannya untuk kembali ke desa.
Pada hakekatnya mereka sama sekali bukan anggota persilatan seperti apa yang diduganya semula.
Pek leng siancu So Bwe leng merasa agak kecewa namun dia pantang menyerah dengan begitu saja, kembali tanyanya kepada pemilik rumah penginapan tersebut, apakah ia tahu tentang urusan nona Kan dari gedung keluarga The.
Menyinggung soal nona Kan dari keluarga The, pemilik penginapan itu nampak bersemangat sekali, katanya dengan suara keras .
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaah, berbicara tentang nona Kan dari The loya tersebut, dia benar benar seorang nona yang luar biasa, mana wajahnya cantik, supel lagi, cukup berbicara dari perbuatan mulia yang banyak dilakukan olehnya, sulit rasanya untuk menemukan orang ke dua semacam itu di wilayah Ngo hoo..."
Kemudian setelah menelan air liur, pujinya lebih lanjut .
"Terhadap siapa saja, sikapnya selalu ramah tamah dan halus berbudi terutama fakir miskin, apa saja yang diminta pasti dikabulkan, hampir setiap orang di kota Ngo hoo ini tahu kalau dia adalah seorang nona berwajah cantik berhati pousat, luar biasa, dia memang seorang nona baik yang luar biasa!"
Mendengar perkataan tersebut, Pek leng siancu So Bwe leng merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku dan merinding, selanya tiba tiba dengan suara dingin .
"Apakah dia adalah penduduk Ngo hoo?"
Tampaknya pemilik rumah penginapan tersebut tak menyangka akan memperoleh pertanyaan tersebut, ia menjadi tertegun beberapa saat kemudian baru berkata .
"Tidak! Entah dia berasal dari mana?"
Sudah jelas dia merasa kurang bergairah karena nona itu bukan penduduk kota Ngo hoo. Sambil tertawa, Pek leng siancu So Bwe leng berkata lagi .
"Kalau bukan penduduk kota ini, mengapa bisa menjadi nona dari keluarga The?"
Pemilik rumah penginapan itu bertambah asyik untuk bercerita, katanya kemudian .
"Dalam perjalanan pulang setelah pensiun sebagai pembesar, The loya telah menjumpai sekawanan perampok yang membunuh orang tanpa berkedip, para pengawalnya telah dibunuh habis hingga tak seorangpun yang dibiarkan hidup, sementara perampok tersebut hendak membunuh The loya, pada saat itulah muncul nona Kan yang menunggang seekor kuda cepat, ia segera melayang turun di depan The loya, hanya dalam beberapa gebrakan saja nona tersebut telah berhasil menghajar kawanan perampok tersebut sehingga pada minta ampun."
"Kemudian dia telah melepaskan kawanan perampok itu bukan?"
Jengek Pek leng siancu So Bwe leng sambil tertawa dingin.
"Nona Kan adalah seorang nona yang berbelas kasihan, tentu saja dia tak akan membunuh orang, sudah barang tentu kawanan penjahat tersebut dibebaskan semua setelah diberi nasihat."
Mendadak Pek leng siancu So Bwe leng menguap, kemudian gumamnya .
"Aduuuuh mak, lelah benar, kejadian selanjutnya aku sudah tahu, terima kasih banyak atas penjelasanmu, tak usah kau lanjutkan lagi kisah ceritamu itu."
Pemilik rumah penginapan tersebut segera tertawa cekikikan .
"Sebentar, bila nona ingin mengajukan suatu pertanyaan lagi, panggilah hamba, hamba akan segera tiba!"
Kemudian sambil tertawa ia segera berlalu dari sana. Pek leng siancu So Bwe leng dan Sam ku sinni juga segera kembali ke dalam kamar mereka. Setibanya dalam ruangan, Sam ku sinni segera menegur sambil tertawa lebar .
"Leng ji, nampaknya kau akan berbuat nakal lagi?"
Paras muka Pek leng siancu So Bwe leng telah berubah menjadi murung sekali katanya tiba tiba .
"Suhu, kita semua telah termakan oleh tipu muslihat orang orang Ban seng kiong!"
Sam ku sinni menjadi terperanjat sekali setelah mendengar perkataan tersebut, serunya tanpa terasa .
"Leng ji, apa maksud perkataanmu itu?"
"Pertemuan besar Bu lim tay hwee yang diselenggarakan kali ini sesungguhnya adalah pertemuan yang sengaja diatur oleh orang orang Ban seng kiong....."
Kata Pek leng siancu So Bwe leng menegaskan. Sam ku sinni kembali tertawa terkekeh kekeh.
"Anak Leng, sampai di mana sih kau melantur? Sudah jelas pertemuan besar Bu lim tay hwee yang diselenggarakan kali ini timbul atas prakarsa dari Ci long taysu dari Siau lim pay serta Keng hian totiang dari Bu tong pay selagi masih berada dalam gedung Bu lim tit it keh, bagaimana mungkin bisa kau katakan sebagai tipu muslihat dari orang Ban seng kiong?"
"Waktu itu toh belum diputuskan secara bersungguh sungguh, sedangkan surat undangan yang disebarkan kali ini tanpa tanda tangan, bukankah kejadian ini sedikit agak aneh?"
Sam ku sinni segera berkerut kening, sesudah termenung beberapa saat lamanya, dia berkata lagi .
"Nak, kau tak usah banyak curiga, tanpa dicantumkan nama karena untuk menjaga kerahasiaan pertemuan tersebut, bayangkan saja siapa yang telah menghantarkan surat undangan tersebut untuk kita? Tidak sepantasnya kalau menaruh curiga terhadap orang itu, aku ingin bertanya kepadamu, berapa orang Ci kay taysu sih yang berada di dunia pada saat ini?"
Pek leng siancu So Bwe leng berpikir sejenak, sebenarnya dia telah berhasil menemukan banyak sekali alasan untuk menumbangkan perkataan dari Sam ku sinni tersebut, akan tetapi semua perkataan tersebut tidak sampai diutarakan keluar.
Kembali dia berubah pikiran, setelah menghela napas panjang katanya lagi .
"Suhu, malam ini anak Leng akan memberikan sebuah bukti yang jelas untukmu."
"Kau tak usah mencari keonaran lagi, suhu tidak mengharapkan bukti apapun,"
Tampik Sam ku sinni sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau toh suhu tak mengharapkan bukti, biarlah anak Leng menyelidiki gedung keluarga The seorang diri!"
Sam ku sinni kuatir kalau Pek leng siancu So Bwe leng menerbitkan keonaran disana, tentu saja dia tidak akan membiarkan gadis tersebut pergi seorang diri, buru buru serunya lagi .
"Baik, baik! Suhu akan menemani mu untuk melakukan penyelidikan di dalam gedung keluarga The!"
"Kalau begitu, suhu memang benar benar amat menyayangi Leng ji!"
Seru Pek leng siancu So Bwe leng kemudian sambil tertawa. Dengan gemas Sam ku sinni memukul pelan lengan anak muridnya ini, kemudian omelnya .
"Yaa, siapa suruh suhu berhutang kepadamu!"
Malam harinya, Sam ku sinni dan Pek leng siancu So Bwe leng telah menyelinap masuk kedalam gedung keluarga The dan menyembunyikan diri diatas ruang tengah.
Dalam ruangan tamu tampak ada empat lima buah meja perjamuan yang telah dipersiapkan.
Duduk di kursi utama adalah seorang lelaki yang bertingkah laku seperti seorang pembesar, sedang disebelah kanannya duduk seorang gadis yang genit.
Dengan mengerahkan ilmu menyampaikan suara, Pek leng siancu So Bwe leng segera berbisik .
"Suhu, coba kau lihat siapakah gadis tersebut!"
Ditinjau dari nada suaranya, sudah jelas ucapan mana bukan merupakan suatu pertanyaan, melainkan sudah yakin siapakah gadis tersebut. Sam ku sinni mengamati sekejap raut wajah gadis itu kemudian serunya tertahan .
"Aaaah, rupanya Ciu Lan siluman perempuan itu!"
Pek leng siancu So Bwe leng sudah pernah menderita kerugian besar ditangan Hian im li Ciu Lan, tidak heran kalau rasa bencinya terhadap perempuan tersebut sudah merasuk sampai ke tulang sumsumnya.
Kini, setelah berhadapan dengan musuh besarnya, dia menjadi geram sekali dan siap menerjang ke bawah.
Bisiknya sambil menahan rasa gusar dan bencinya.
"Suhu, tecu akan segera turun ke bawah untuk membunuh dan membalas dendam sakit hatiku!"
Buru buru Sam ku sinni menarik tangan Pek leng siancu So Bwe leng, bisiknya sembari menggelengkan kepalanya berulang kali .
"Anak Leng, jangan bertindak gegabah!"
"Kenapa?"
Tanya Pek leng siancu So Bwe leng sambil menahan rasa geram di hatinya.
Sudah jelas kalau benaknya telah dipengaruhi oleh kobaran hawa amarah yang membara sehingga hampir saja dia tak sanggup untuk mengendalikan diri.
Sebagai orang yang sudah lama bergaul dengan gadis itu, tentu saja Sam ku sinni cukup memahami watak dari Pek leng siancu So Bwe leng, dia tidak menjawab melainkan menarik tangannya sambil diajak keluar dari gedung keluarga The.
Sepanjang jalan, Pek leng siancu So Bwe leng mengomel terus.
"Suhu, kau benar benar tidak memakai aturan!"
Sam ku sinni tertawa.
"Siapa yang bilang tidak pakai aturan? Seandainya suasana tadi kena kau kacau hingga tak karuan, baru tak tahu aturan namanya, mengerti ....?"
Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang gadis yang cerdik, tadi dia tak sanggup mengendalikan diri karena hatinya terbakar oleh perasaan benci yang membara sehingga sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukan.
Setelah ditegur kembali oleh Sam ku sinni sekarang, dengan cepat dia menjadi sadar kembali akan kesilafannya.
Sambil tersenyum jengah, gadis itu segera berkata .
"Selama berada bersama sama suhu, Leng ji masa tak tahu aturan? Menurut pendapat suhu, cara apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi keadaan seperti itu?"
"Kau jangan malas, lebih baik kau saja yang mengajukan usahamu itu, sekarang tenangkan dulu pikiranmu lalu dipikirkan secara pelan pelan!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera membuat muka setan terhadap gurunya, setelah mencibirkan bibirnya ia menyindir .
"Mungkin inilah yang menjadi kesempatan sang guru untuk memberikan pendidikannya?"
"Kau masih berusia muda, sudah sepantasnya kalau lebih banyak mempergunakan otakmu!"
Pek leng siancu So Bwe leng tertawa sesudah termenung beberapa saat lamanya, dengan kening berkerut katanya kemudian .
"Setelah Leng ji berpikir pulang pergi, rasanya hanya ada satu cara saja yang bisa digunakan agak sesuai!"
"Apakah tiada cara lain yang lebih bagus lagi?"
"Kita mengetahui kejadian ini rada terlambat, tak sempat untuk mencari akal guna menghadapi seluruh perubahan situasi, yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan diri sendiri lebih dulu, kemudian baru mencari akal guna menghadapi setiap perubahan!"
Sam ku sinni manggut manggut.
"Perkataanmu itu memang masuk diakal semua, tapi bagaimanakah cara untuk menyelamatkan diri itu?"
"Terpaksa kita harus berlagak seolah olah tidak tahu, kita temukan dulu tempat berkumpul, kemudian secara diam diam memberitahukan kepada semua orang dan barsama sama menerjang keluar dari tempat yang berbahaya itu, yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan dahulu kekuatan dari umat persilatan. Setelah itu baru memperhitungkan persoalan lainnya."
"Ucapan Leng ji memang benar, jalan permikiranmu ini persis seperti apa yang kupikirkan, coba bayangkan saja seandainya kita melakukan pengacauan tadi sehingga mereka sadar kalau rencana busuk mereka sudah kita ketahui, bisa jadi kita tak akan berhasil menemukan tempat untuk berkumpul itu, ada lagi tentang keadaan lainnya...
"
Sepanjang jalan ke dua orang itu berunding, kemudian memperhitungkan pula kemungkinan kemungkinan yang bakal terjadi atas peristiwa tersebut serta bagaimana cara untuk menanggulanginya.
Kemudian mereka pun memutuskan untuk bersabar diri menunggu sampai saat yang telah ditentukan, kemudian barulah berangkat kembali ke gedung keluarga The.
Ketika pintu diketuk, ternyata yang membukakan pintu bagi mereka masih tetap si kakek bungkuk tersebut.
Begitu berjumpa dengan Sam ku sinni berdua, kakek bungkuk itu segera tertawa dingin, serunya .
"Lagi lagi kalian yang datang kemari!!"
Selesai berkata tanpa menggubris ke dua orang itu lagi, dia siap untuk masuk dan menutup pintu.
Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng maju selangkah ke depan dan meluruskan kaki kanannya ke dalam pintu, kemudian tangan kirinya direntangkan menahan pintu gerbang tersebut.
Kakek bungkuk itu kembali bersikeras hendak menutup pintu gerbangnya, ketika usahanya itu tidak berhasil, dengan amat gusar dia lantas mendamprat .
"Ditengah hari bolong begini, apakah kalian membuat keonaran disini....?"
Pek leng siancu So Bwe leng menekan telapak tangan kirinya ke depan, tubuh si kakek bungkuk itu segera terpental sejauh beberapa kaki ke belakang, pintu gerbang pun segera terpentang lebar kembali.....
Dengan langkah lebar guru dan murid berdua langsung berjalan masuk ke dalam ruangan.
Dengan cepat kakek bungkuk itu merangkak bangun dan menerjang lagi ke hadapan mereka, teriaknya tiba tiba .
"Hei, kalian cepat datang kemari, ada perampok yang datang mencari gara gara...."
Pek leng siancu So Bwe leng benar benar merasa gusar sekali, dengan perasaan mendongkol bentaknya .
"Tua bangka yang tak tahu diri, bila kau berani mengaco belo lagi, jangan salahkan nonamu tak akan bertindak sungkan sungkan lagi....!"
Sembari berseru dia membalikkan tangan melepaskan sebuah pukulan ke atas pintu gerbang.
Dengan cepat di atas pintu mana muncul sebuah bekas telapak tangan yang amat nyata.
Kakek bungkuk itu menjerit kaget, sambil memegangi kepala sendiri dia segera lari terbirit birit masuk ke dalam ruangan.
Tak selang kemudian, dari dalam gedung muncul dua orang kakek, kedua orang ini adalah dua diantara delapan kakek yang datang mengiringi Hian im li Ciu Lan tersebut.
Tampak kakek bungkuk itu mengikuti dari kejauhan sana, dengan penuh ketakutan dia menuding ke arah Sam ku sinni berdua sambil berseru .
"Mereka berdua yang membuat keonaran di sini."
Dengan langkah lebar ke dua orang kakek itu berjalan menuju ke hadapan Sam ku sinni, setelah mengamati ke dua orang itu beberapa saat, salah seorang diantaranya segera menjura sambil menegur .
"Apakah kalian berdua datang kemari untuk mencari teman?"
Tampaknya dia sengaja membukakan jalan buat Sam ku sinni berdua.
"Omitohud..."
Bisik Sam ku sinni, katanya kemudian dengan kata kata sandi.
"gedung utara gedung selatan bagaikan air mengalir....."
"Tampak kawanan burung manyar datang setiap hari!"
Sahut ke dua orang kakek itu sambil tertawa terbahak babak. Kemudian salah seorang diantaranya segera berseru .
"Sudah lama kami berdua menantikan kedatangan dari sinni sekalian...."
"Omitohud, bila muridku berbuat kasar, harap kalian berdua jangan mentertawakan!"
Seru Sam ku sinni kemudian sambil merangkap tangannya di depan dada. Sekali lagi kedua orang kakek tersebut tertawa terbahak bahak, katanya kemudian .
"Nona Leng, sempurna amat ilmu Budhi cing lek yang kau miliki, hari ini lohu berdua benar benar merasa terbuka sepasang mata kami."
Sungguh tak disangka, ternyata mereka pun mengenali Pek leng siancu So Bwe leng dengan jelas. Dengan kening berkerut, Pek leng siancu So Bwe leng segera menegur .
"Tolong tanya, siapakah nama kalian berdua?"
Kedua orang kakek itu saling berpandangan sekejap, kemudian salah seorang diantaranya berseru .
"Maaf, hari ini kami sedang menjalankan tugas, menurut peraturan tidak diperkenankan saling menanyakan nama. Bila berjumpa lagi di kemudian hari bagaimana kalau saat itulah nama kami baru diucapkan?"
Sam ku sinni tertawa.
"Leng ji?"
Katanya kemudian.
"cepat berikan benda tersebut agar diperiksa ke dua orang lotiang ini!"
Pek leng siancu segera mengambil keluar peta tersebut dan diserahkan kepada ke dua orang kakek itu.
Ke dua orang kakek itu melakukan pemeriksaan sekejap dengan seksama, kemudian tatkala sepasang tangannya digetarkan, peta tersebut sudah dihancur tamatkan menjadi berkeping keping.
Tidak mempersilahkan Sam ku sinni berdua untuk masuk ke dalam gedung lagi, di tepi pintu itu juga dia mengeluarkan sebuah bungkusan kain dan diserahkan kepada Sam ku sinni sambil tertawa .
"Di dalam buntalan ini terdapat tiga peta yang berwarna merah, kuning serta biru, mula pertama Sinni harus memeriksa dahulu peta berwarna merah itu, kemudian baru diperiksa peta yang berwarna kuning dan biru, sampai waktunya pasti ada orang yang akan menyambut kedatangan kalian. Kini Lohu sekalian hanya bertindak sebagai tamu disini, bila pelayanan kami kurang baik harap kalian berdua jangan marah....."
Waktu itu, Pek leng siancu So Bwe leng memang ingin cepat cepat meninggalkan tempat tersebut, maka tanpa banyak berbicara lagi dia segera menarik tangan Sam ku sinni dan berlalu dari situ tanpa banyak membuang waktu lagi.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata kedua orang kakek itu tidak ambil peduli, malahan mereka justru tertawa terbahak bahak ....
Sekembalinya ke rumah penginapan, Pek leng siancu So Bwe leng dan Sam ku sinni membuka peta berwarna merah itu lebih dulu, dalam peta mana dikatakan bahwa mereka diharuskan mencari seorang kakek penjual obat di kota Lak hap dan suruh kakek penjual obat itu yang membukakan peta berwarna kuning tersebut, setelah itu mereka baru diperbolehkan meneruskan perjalanan sesuai dengan apa yang tercantum dalam peta kuning tersebut.
Sebenarnya Pek leng siancu So Bwe leng berdua ingin membuka ketiga lembar peta tersebut dan dilakukan penelitian, akan tetapi berhubung mereka tidak mengetahui siapa gerangan kakek penjual obat tersebut dan tambahan apakah yang akan diberikan olehnya atas peta berwarna kuning itu, mereka tak berani membuka secara sembarangan, kuatir hal tersebut menimbulkan kecurigaan orang dan memotong jalan selanjutnya....
Tentu saja mereka lebih lebih tak berani membuka peta yang berwarna biru itu.
Setibanya dikota Lak hap dengan cepatnya mereka telah berhasil menemukan kakek penjual obat tersebut.
Kali ini tanpa kata sandi, mereka cukup menggenggam peta berwarna kuning itu di tangan dan berjalan menelusuri kota, tanpa diundang kakek penjual obat itu sudah muncul sendiri dan mengadakan hubungan kontak dengan mereka.
Berhubung sebelumnya mereka sudah tahu kalau orang yang bakal mengadakan hubungan kontak dengannya adalah seorang kakek penjual obat, maka tanpa berpikir panjang lagi mereka serahkan peta berwarna kuning itu kepada si kakek penjual obat tersebut.
Ketika kakek penjual obat itu menyaksikan peta berwarna kuning tersebut masih tertutup segel, sambil tertawa dia manggut manggut dan merobek sampul peta kuning itu dan diserahkan kembali kepada mereka, tanpa diberi tambahan dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dengan begitu saja dia berlalu dari situ.
Pek leng siancu So Bwe leng yang menyaksikan kejadian ini menjadi amat menyesal omelnya .
"Suhu, tahu begini, kita pun tak usah melakukan perjalanan jauh dengan sia sia, mengapa kita tidak membuka sendiri peta kuning tersebut dan diperiksa isinya?"
Sam ku sinni segera tertawa.
"Siapa sih yang bisa menduga akan peristiwa semacam ini? Aku lihat lebih baik kita bertindak lebih jujur saja daripada menimbulkan kecurigaan orang lain."
Pek leng siancu So Bwe leng menjadi gemas sekali sehingga menggigit bibirnya kencang kencang, menurut petunjuk yang tercantum dalam peta kuning tersebut mereka diharuskan kembali ke kota Poo ing dan mencari seorang nona penjual bunga mawar.
Kota Poo ing letaknya jauh lebih dekat dengan kota Hway im...
Sepanjang jalan Pek leng siancu So Bwe leng yang teringat bagaimana mereka sia sia berangkat ke kota Lak hap, semakin dipikir hatinya merasa semakin mendongkol, dalam marahnya timbullah satu ingatan untuk membongkar peta biru itu lebih dahulu.
Maka menggunakan kesempatan disaat mereka sedang menginap dirumah penginapan, secara diam diam ia menggunakan sapu tangan yang dibasahi dengan air untuk membuka sampul surat tersebut, ia bertindak sangat berhati hati sekali sehingga sampul tersebut tak sampai robek.
Tentu saja dia sengaja berbuat demikian agar bilamana perlu, peta biru tersebut masih bisa dikembalikan pada wujud yang sebenarnya, dan digunakan untuk mencari si nona penjual bunga mawar.
Akan tetapi, ketika dia membaca isi peta biru tersebut, hampir muntah darah gadis tersebut saking mendongkolnya, ia segera berteriak keras .
"Suhu, lagi lagi kita tertipu oleh akal muslihat orang lain!"
Sebenarnya Sam ku sinni tidak menaruh perhatian terhadap apa yang dilakukan oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka mendengar teriakan tersebut, saking terkejutnya dia sampai menyelinap ke samping muridnya itu, kemudian dengan terkejut tegurnya .
"Anak Leng, apa yang terjadi?"
Ketika dilihatnya peta biru tersebut sudah dibuka, dengan wajah serius ia lantas menegur .
"Anak Leng, kau telah berbuat nakal!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera menyerahkan isi peta berwarna biru itu ke tangan Sam ku sinni, katanya dengan sedih .
"Coba suhu periksa,seandainya aku nakal sedari dulu urusan toh lebih menguntungkan!"
Sam ku sinni segera mengambil peta berwarna biru itu dan terbaca olehnya .
"Tujuan kalian adalah gedung Bu lim tit it keh!"
Begitu membaca tulisan mana, untuk sesaat lamanya Sam ku sinni tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ketika dibaca lebih lanjut, maka isi surat itu berikutnya hanya tercantum tulisan yang bernada ejekan .
"Haaahhh... haaaahhh ..... haaaahhh..."
Sudah jelas, tulisan itu mengartikan suatu tertawa ejekan yang penuh bernada sindiran.
Untuk beberapa saat lamanya ke dua orang itu menjadi murung dan amat kesal sekali.
Akhirnya Pek leng siancu So Bwe leng mendepak depakkan kakinya diatas tanah sambil berseru .
"Suhu, mari kita kembali ke Ngo hoo dan membinasakan siluman perempuan tersebut!"
"Kauanggap dengan kembali ke Ngo hoo kita masih akan menemukan mereka?"
Kata Sam ku sinni memperingatkan.
Sebenarnya Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan perkataan tarsebut tanpa disertai dengan pertimbangan yang masak, ucapan mana diutarakan dalam keadaan mendongkol hingga diutarakan dengan begitu saja.
Padahal begitu ucapan tersebut diutarakan, dia segera dapat berpikir juga bahwa orang lain tak akan bertindak bodoh dengan menunggu kedatangan mereka kembali untuk mencari gara gara.
Akhirnya setelah dia berpikir sejenak, katanya kemudian .
"Kalau begitu, kita pun tak usah pergi ke Poo ing lagi!"
Menurut jalan pemikirannya, dia dapat menduga kalau di kota Poo ing sudah pasti tidak terdapat nona penjualan bunga seperti apa yang dimaksudkan itu.
"Tapi sekarang, kita harus pergi kemana?"
Tanya Sam ku sinni setelah termenung beberapa saat lamanya.
"Kita harus menemukan tempat mereka berkumpul."
"Jagad begini luas, sedikit jejak pun tidak berhasil kita temukan, akan ke manakah kita harus mencari diri mereka ?"
"Asalkan kita bisa menemukan salah seorang yang diundang, secara diam diam kita bisa mengikuti dibelakangnya."
Sam ku sinni segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Apakah kau bisa menduga siapa saja yang diundang oleh mereka?"
Serunya. Pek leng siancu So Bwe leng menjadi terbungkam dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Mendadak wajahnya berseri, kemudian sambil bertepuk tangan serunya keras .
"Suhu, anak Leng berhasil menemukan sebuah cara yang bagus sekali."
Menyaksikan gadis itu begitu gembira dengan wajah bersungguh sungguh Sam ku sinni segera berseru .
"Bagaimana caranya? Ayo cepat kau katakan!"
Dengan wajah berseri Pek leng siancu berkata .
"Sekarang kita kembali dulu ke gedung Bu lim tit it keh, kita cari si pencuri sakti Go Jit, dengan ilmu mencurinya yang hebat, tidak sulit baginya untuk mengetahui siapa yang boleh diintil dan siapa yang tak boleh diikuti."
Sebagaimana diketahui, si Pencuri sakti Go Jit sangat kuatir kalau orang orang Ban seng kiong datang mencari gara gara dengannya, oleh sebab itu, sampai sekarang dia masih berada di dalam gedung Bu lim tit it keh sebagai tamu partai Thian liong pay.
Oleh karena itulah, Pek leng siancu So Bwe leng segera teringat akan dirinya.
Sam ku sinni sendiri memang tidak berhasil menemukan sebuah cara yang lebih baik, maka dia pun menyetujui usul Pek leng siancu So Bwe leng untuk kembali ke gedung Bu lim it it keh dan meminta bantuan dari si pencuri sakti Go Jit.
Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tak sampai sehari mereka sudah tiba kembali di kota Hway im.
Berhubung usaha menemukan tempat pertemuan tersebut penting sekali artinya, maka mereka tak berani berdiam terlalu lama dalam gedung Bu lim tit it keh.
Secara ringkas mereka lantas menceritakan rencana busuk dari orang orang Ban seng kiong itu kepada Yap Siu ling, ibu Thi Eng khi kemudian mohon kepadanya untuk mengirim orang guna memberitahukan persoalan ini kepada berbagai partai besar agar mengatasi masalah tersebut.
Kemudian dengan mengajak si pencuri sakti Go Jit, buru buru mereka berangkat meninggalkan gedung Bu lim tit it keh.
Menuruti berbagai gejala dan pengalaman yang ditemuinya, ketiga orang itu membuat analisa secara kasar, lalu memutuskan untuk berangkat ke kota bandar Tin kang sambil mencari orang persilatan yang mungkin bisa diikuti jejaknya.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat mereka berangkat menuju ke kota Tin kang, disebuah persimpangan jalan utama mereka mencari rumah penginapan, kemudian pencuri sakti Go Jit mulai dengan operasinya....
Setiap umat persilatan yang gerak geriknya menimbulkan perhatian, baik dia dikenal atau tidak, semuanya merupakan sasaran dari penggeledahan pencuri sakti Go Jit.
Apabila benda yang diperoleh tidak benar, maka secara diam diam harus dikembalikan lagi kepada pemiliknya.
Dengan demikian, si pencuri sakti Go Jit menjadi kerepotan setengah mati oleh tugas itu.
Sayang sekali, walaupun sudah sibuk selama dua hari, ternyata mereka tidak berhasil menemukan seorang manusia pun yang diundang untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Waktu itu, Pek leng siancu So Bwe leng sudah merasa tidak sabar lagi, dia kuatir tak dapat menghadiri pertemuan itu sehingga membengkalaikan masalah besar.
Oleh karena itu dia menjadi paling sibuk sendiri untuk masuk keluar di antara gerombolan manusia sambil berusaha untuk menemukah sasaran yang baru.
Sementara dia sedang sibuk mencari sasaran, mendadak muncul sebuah tangan yang kecil dan putih menarik ujung bajunya.
Mengikuti arah datangnya tarikan tersebut, Pek leng siancu So Bwe leng segera berpaling, ternyata dia adalah seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan, sambil menggapai ke arahnya, bocah itu segera berlompatan menuju ke sisi seorang nenek.
Pek leng siancu So Bwe leng segera mendekati pula ke depan nenek tersebut.
Belum sampai dia bersuara, nenek itu sudah memperlihatkan giginya yang kuning lebih dulu sambil tertawa, katanya .
"Nona, apakah kau telah kehilangan suatu benda?"
Rupanya dia mengira Pek leng siancu So Bwe leng sedang mencari sesuatu benda yang terjatuh, tapi bila diduga kalau dia telah menemukan sesuatu benda, maka nenek tersebut bisa mengajukan pertanyaan seperti itu.
Sementara Pek leng siancu So Bwe leng hendak menjawab kalau dia tidak kehilangan suata benda apapun, si nenek tersebut sudah mengeluarkan sebuah sampul surat dari dalam sakunya.
Kalau dilihat dari bentuk sampul itu terasa amat dikenal sekali olehnya.
Bukankah sampul itu merupakan sampul berisi peta yang dipergunakan orang orang Ban seng kiong untuk menjebak orang? Pek leng siancu So Bwe leng menjadi girang setengah mati, buru buru katanya .
"Ooooh, rupanya nenek telah menemukan benda milikku yang terjatuh, terima kasih banyak!"
Seraya berkata dia bersiap siap hendak menerima sampul surat tersebut. Mendadak nenek itu menarik kembali tangannya sambil berseru .
"Tunggu sebentar, dapatkah nona menyebutkan lebih dulu tulisan apakah yang tercantum diatas sampul surat ini?"
Merah padam selembar wajah Pek leng siancu So Bwe leng karena jengah, ia benar benar dibikin terbungkam oleh ucapan tersebut.
Pada dasarnya sampul surat itu memang bukan miliknya, bayangkan saja bagaimana mungkin dia bisa menyebutkan tulisan yang berada diatas sampul mana? Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya, ia segera berpikir .
"Seharusnya diatas sampul surat itu tiada tulisan apa apa, aaah! Betul jangan jangan si nenek sedang menggunakan akal untuk menjebak diriku...."
Dengan pikiran untuk menjaga segala kemungkinan yang tak diinginkan, ia segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Kembali nenek itu bertanya lagi .
"Kau maksudkan diatas sampul surat ini tiada tulisannya?"
Terpaksa sambil mengeraskan kepalanya Pek leng siancu So Bwe leng mengangguk. Pada saat itulah si nenek segera menyerahkan sampul surat tersebut ke tangan So Bwe leng, kemudian katanya .
"Kalau begitu, sudah pasti surat ini milik nona, harap nona sudi memaafkan bila aku si nenek banyak curiga!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera menerima sampul surat itu, ia tidak ambil perduli lagi bagaimana sikap orang terhadapnya, kini dia hanya berharap bisa cepat cepat meninggalkan tempat itu dan memeriksa isi dari sampul peta tersebut.
Maka setelah mengucapkan terima kasih, dia membalikkan badan lalu berlalu dari situ.
Tapi karena ia membalikkan badan terlalu cepat, mimpi pun tak disangka kalau bocah lelaki itu sedang berada dibelakang tubuhnya, hampir saja tubuhnya menerjang ke atas tubuh bocah lelaki tersebut.
Berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki Pek leng siancu So Bwe leng, apabila tubrukan tersebut sampai terjadi, sudah dapat dipastikan kalau bocah lelaki itu bakal mampus.
Saking kagetnya Pak leng siancu So Bwe leng menjerit lengking, cepat cepat dia menggunakan jurus menarik kuda dari pinggir jurang untuk menahan gerak maju tubuhnya secara paksa.
Ketika ia berpaling lagi kearah si bocah lelaki tersebut, ternyata dia pun ikut berkelit ke samping dengan suatu gerakan yang sangat gesit dan cekatan.
Benar benar sangat aneh, ternyata gerakan tubuh dari bocah lelaki itu sangat dikenal olehnya.
Dalam tertegunnya, dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng jadi teringat kembali kalau gerakan tubuh dari bocah lelaki tersebut mirip sekali dengan gerakan tubuh dari Hiam im ji li.
Tak ampun lagi dia menjerit tertahan, kemudian berpaling ke arah si nenek tersebut.
Tampak olehnya nenek itu sudah menggandeng si bocah lelaki tersebut berjalan sejauh beberapa kali dari tempat semula.
"Berhenti!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera membentak keras.
Bersamaan dengan suara bentakan tersebut, tubuhnya seperti sambaran anak panah yang terlepas dari busurnya sudah menerjang ke arah si nenek tersebut.
Begitu menyaksikan Pek leng siancu So Bwe leng mengejar datang, mendadak nenek itu menyambar si bocah lelaki tersebut dan melemparkannya ke tengah udara, sedangkan ia sendiri segera melarikan diri diiringi suara tertawa dingin yang menyeramkan.
Pek leng siancu So Bwe leng tak akan melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dia pun enggan mengurusi si bocah lelaki tersebut, dengan satu gerakan cepat ia mengejar ke arah si nenek tersebut.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi, secepat sambaran petir mareka berdua berkelebat menuju ke luar kota.
Dalam waktu singkat, mereka sudah memasuki sebuah hutan yang cukup lebar.
Mendadak nenek itu berhenti sembari membalikkan badannya, kemudian sambil menatap wajah Pek leng siancu So Bwe leng lekat lekat, katanya sambil tertawa dingin .
"So Bwee leng, seandainya kau mendesak aku terus dan tidak tahu diri, jangan salahkan bila nonamu tak akan bersikap sungkan lagi...!"
Sembari berkata dia lantas melepaskan topeng kulit manusia yang menutupi wajahnya sehingga muncullah seraut wajah yang cantik jelita.
Pek leng siancu So Bwe leng berdiri tertegun, ternyata dia tidak mengenali siapa gerangan perempuan tersebut.
Sementara dia masih tertegun, gadis cantik itu sudah berkata lagi .
"Semua yang ingin kau ketahui sudah berada dalam sampul surat tersebut, bila kau ingin pergi, sekarang masih ada waktu, aku harap kau jangan menyia nyiakan ke sempatan yang ada!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa tergelak.
"Ooooh....rupanya sampul surat itu memang khusus ditujukan kepadaku? Kalau begitu aku pun sudah dapat menduga apa isinya, paling banter kalian hendak memberitahukan kepadaku kalau kalian sudah tahu bahwa aku telah menemukan rencana busuk kalian, karena kuatir aku akan merusak pekerjaan besar kalian, maka kalian tak mengijinkan aku menghadirinya.... bukan begitu? Hmmm, lebih baik surat ini tak usah kuperiksa lagi isinya!"
Dia segera melumat kertas itu menjadi satu, lalu digosok dengan telapak tangannya hingga hancur menjadi bubuk kuning dan disebarkan ke atas tanah.
"Hmmmm, kau terlalu berlagak sok pintar"
Seru gadis cantik itu kemudian.
"dengan dihancurkannya sampul surat itu, maka jangan harap kau bisa memperoleh rahasia kami."
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa.
"Sesungguhnya nonamu memang mempunyai banyak masalah yang perlu ditanyakan, tapi aku tak butuh dengan surat tersebut, toh ada kau yang bisa membantuku untuk memberikan jawaban atas semua persoalan tersebut?"
"Hmmm, tak nanti aku akan memberitahukan persoalan tersebut kepadamu, walau hanya sepatah katapun!"
"Sampai waktunya, kau toh akan berbicara juga!"
Jengek Pek leng siancu So Bwe leng dingin. Mendengar perkataan itu, si gadis cantik itu tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh.... haaahhh..... haaaahhh.... kematian sudah berada di depan mata, kau masih membayangkan yang bukan bukan, sungguh perbuatan dari seorang manusia yang tak tahu diri!"
Mendadak dia mendesak maju ke muka, jari tangannya bagaikan sebuah tombak langsung menyodok jalan darah Bi sim hiat diatas tubuh Pek leng siancu So Bwe leng.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, angin jari tersebut tahu tahu sudah berada di atas batok kepala Pek leng siancu.
Sejak ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang amat pesat, sudah barang tentu Pek leng siancu So Bwe leng tak memandang sebelah matapun terhadap ancaman yang tiba tersebut, serunya sambil tertawa hambar .
"Kau masih selisih jauh ....
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, tiba tiba ia menjerit tertahan, jelas gadis itu merasa agak terperanjat.
Rupanya Pek leng siancu So Bwe leng terlalu memandang enteng musuhnya, dia tidak menganggap serangan jari tangan dari gadis cantik tersebut sebagai suatu ancaman serius, maka dalam anggapannya dengan mengegoskan sedikit kepalanya, niscaya serangan tersebut dapat dihindari secara mudah.
Siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki gadis cantik itu jauh melebihi apa yang diperkirakan semula, dimana angin serangannya menyambar lewat, seutas rambutnya segera terbabat kutung.
Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng menarik kembali keangkuhannya, sekarang ia tak berani memandang enteng musuhnya lagi.
Padahal gadis cantik itu pun merasa amat terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau Pek leng siancu So Bwe leng dapat menghindari angin serangannya itu secara bagus.
Sebab pada setahun berselang, Pek leng siancu So Bwe leng tak mampu menandingi dirinya, apalagi sejak Hian im Tee kun menjadi pemimpin istana Ban seng kiong, dia mendapat perhatian khusus dari Hian im Tee kun sehingga dipilih menjadi salah seorang Hiam im su siu, kepandaian silatnya telah memperoleh kemajuan pesat.
Ditambah lagi Hian im Tee kun telah membantunya untuk menembusi urat jin meh dan tok meh nya, boleh dibilang kepandaian silat yang dimilikinya sekarang amat hebat sekali.
Dalam anggapannya, dengan kepandaian silat yarg dimiliki sekarang maka dia tak usah memandang sebelah mata pun terhadap Pek leng siancu So Bwe leng.
Itulah sebabnya tatkala serangan jari tangannya gagal untuk merobohkan gadis tersebut, rasa kaget yang mencekam perasaannya sungguh tak terlukiskan dengan kata kata.
Dalam keadaan sama sama terkejut inilah ke dua belah pihak saling mundur beberapa langkah dan sekali lagi memberi analisa baru terhadap kemampuan lawan.
Karena harus menghindari pengamatan orang lain, waktu itu mereka berdua sama sama tidak membawa senjata, terpaksa pertarungan pun dilangsungkan dengan menggunakan tangan kosong belaka.
Pek leng siancu So Bwe leng termashur sebagai seorang manusia yang sukar untuk dihadapi.
Begitu berhenti sejenak, kembali dia menerkam ke muka sambil berseru penuh amarah.
"Sungguh tak kusangka, dalam istana Ban seng kiong masih terdapat joga muda selihay kau kecuali Hian im ji li. Sekarang rasain dulu sebuah pukulan nonamu ini!"
Telapak tangannya diayunkan kedepan langsung menghantam dada gadis cantik itu. Si nona cantik tersebut tertawa dingin .
"Ban seng kiong penuh dengan jago lihay, persoalan yang berada di luar dugaan masih banyak sekali!"
Jengeknya.
Tubuhnya berputar cepat membiarkan angin pukulan Pek leng siancu So Bwe leng berkelebat lewat dari sampingnya, kemudian secepat kilat dia melepaskan sebuah pukulan pula mengancam pinggang Pek leng siancu.
Dengan cekatan Pek leng siancu So Bwe leng menggerakkan pinggulnya ke samping kemudian menyelinap ke belakang punggung gadis cantik itu, sebuah pukulan dahsyat kembali dilontarkan.
Begitulah, suatu pertempuran sengit segera berkobar ditempat itu, ke dua belah pihak sama sama mengandalkan gerakan tubuh yang ringan untuk saling menyambar dan menerjang dengan hebat.
Lama kelamaan....
meski kepandaian silat yang dimiliki gadis cantik itu cukup hebat dia toh bukan tandingan dari Pek leng siancu So Bwe leng.
Lambat laun dia keteter sehingga berada dibawah angin, gejala untuk kalah pun terlihat semakin jelas.
Pek leng siancu So Bwe leng sama sekali tidak mengendorkan gerakan tubuhnya, malah sebaliknya dia mempercepat gerakan tubuh dan serangannya hingga makin gencar.
"Aduuuuh....!"
Mendadak gadis cantik itu menjerit kesakitan.
Sebuah pukulan dari Pek leng siancu So Bwe leng persis menghajar diatas pipinya membuat dia muntahkan darah segar, dengan wajah merah membengkak, cepat cepat gadis itu mundur sejauh satu kaki lebih ke belakang.
Pek leng siancu So Bwe leng mendengus dingin, katanya kemudian .
"Sekarang kau boleh melepaskan topeng kulit manusia yang lain dari atas wajahmu itu!"
"Jangan mimpi, lihat serangan!"
Teriak gadis itu.
Tubrukan maut segera dilancarkan, tampaknya tamparan keras dari Pek leng siancu So Bwe leng barusan telah membangkitkan hawa amarahnya, sehingga dia bertekad hendak beradu jiwa.
Pek leng siancu So Bwe leng tak sudi untuk beradu jiwa dengan lawannya itu, dengan cepat dia mengegos ke samping, apalagi dia mempunyai rencana lain untuk membekuknya hidup hidup.
Maka sambil tertawa dingin katanya .
"Nona mu bukan seorang yang berhati lemah dan penuh berbelas kasihan kepada orang lain!"
Dia turun tangan sekali lagi, kali ini ke dua belah pihak bergerak dengan kecepatan tinggi, mereka berusaha untuk saling merebut posisi yang menguntungkan guna mendesak lawannya.
Tak selang berapa saat kemudian Pek leng siancu So Bwe leng membentak keras .
"Roboh kau!"
Rupanya Pek leng siancu So Bwe leng berhasil menemukan setitik kelemahan di tubuh nona cantik itu, dengan menggunakan jurus Bu dhi siankang dia melepaskan sebuah totokan kilat menghajar jalan darah Cian keng hiat diatas bahu lawan.
Sesungguhnya gadis cantik itu memang bukan tandingan dari Pek leng siancu So Bwe leng, justru karena dia nekad dan selalu mengajak beradu jiwa maka dia dapat bertahan hingga kini.
Walaupun begitu, bagaimana mungkin dia bisa menahan serangan berat dengan ilmu Bu dhi siankang tersebut? Kuda kudanya segera tergempur dan dia tak mampu berdiri tegak lagi, sesudah mundur sejauh empat lima langkah dengan sempoyongan .....
"Blaaammmm!"
Tubuhnya roboh terduduk diatas tanah.
Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng menotok pula beberapa buah jalan darahnya sehingga pihak lawan tak mampu berkutik, kemudian dia baru melepaskan topeng kulit manusia ke dua dari atas wajah perempuan itu.
Dengan cepat muncullah sebuah raut wajah yang sangat dikenal oleh Pek leng siancu So Bwe leng.
Sesudah tertegun beberapa saat lamanya, Pek leng siancu So Bwe leng berseru .
"Aaaah, rupanya kau.... Cun Lan!"
Rupanya gadis cantik tersebut bukan lain adalah Cun Lan, salah seorang dayang kepercayaan Pek leng siancu So Bwe leng dikala ia dipaksa menjadi tuan putri dalam istana Ban seng kiong dulu.
"Sekarang aku tidak bernama Cun Lan lagi!"
Seru gadis itu dengan suara dingin.
"Aku tak ambil peduli siapa namamu, tapi memandang diatas hubungan kita di masa lalu, akan kubebaskan jalan darahmu itu!"
"Sekarang aku adalah salah satu dari Hian im su siu dalam istana Ban seng kiong, atas kemurahan hati Tee kun, aku diberi nama Siu Cu, hmmm.... lebih baik tak usah kau bebaskan jalan darahku, sebab sekalipun jalan darahku kau bebaskan, aku pun tak akan menerima kebaikan hatimu itu."
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa .
"Aku tak ambil peduli apakah kau akan menerima kebaikanku ini atau tidak, sebab itu urusanmu sendiri, yang penting aku telah melakukan apa yang kuinginkan, padahal hubungan antara manusia dengan manusia lain memang sukar untuk dibicarakan, misalkan saja Huan im sin ang, dia bersikap cukup baik kepadaku malah memberi banyak pelajaran ilmu silat kepadaku, aku toh menerima juga kebaikannya itu?"
Sembari berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah dari Siu Cu. Dengan cepat Siu Cu melompat bangun, kemudian katanya .
"Waktu itu Huan im sia ang hendak memperalat dirimu maka kau tak usah menerima kebaikan hatinya!"
Berbicara sampai disitu, dia segera beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
Padahal Pek leng siancu So Bwe leng memang berniat untuk memperalat Siu Cu, hanya saja oleh karena rahasia hatinya sudah terlanjur dibongkar oleh Siu Cu, maka dia menjadi rikuh untuk banyak berbicara lagi dan membiarkan dia berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggang Siu Cu yang menjauh, dia mendepak depakan kakinya berulang kali sambil menyumpah.
"Budak sialan, sungguh tak disangka aku So Bwe leng kena disudutkan oleh ucapanmu!"
Perasaan mangkel dan apa boleh buat segera menghiasi raut wajahnya yang cantik itu.
Sementara dia masih menyesali tindakan sendiri yang kurang tega dan kurang keji, dari kejauhan sana berkumandang suara ujung baju terhembus angin kemudian tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Ternyata orang itu tak lain adalah Siu Cu yang telah berjalan kembali.
"Mau apa kau datang kembali?"
Pek leng siancu So Bwe leng segera menegur dengan gusar.
"Tiba tiba saja aku merasa kalau nona memang bersungguhsungguh hati melepaskan aku, oleh sebab itu aku tak tahan untuk balik kembali ke sini dan menyampaikan sepatah kata untukmu."
"Apa yang hendak kauucapkan? Katakan saja! Lebih baik diutarakan secepatnya, sebelum aku berubah pikiran dan menahanmu lagi"
Dengan wajah bersungguh sungguh Siu Cu berkata .
"Mungkin nona ingin mencari tahu tempat yang dijanjikan Tee kun untuk mengadakan pertemuan dengan para jago bukan? Menurut dugaanku yang kuperoleh secara tanpa sengaja, aku rasa tak ada salahnya bila nona melakukan penyelidikan disekitar bukit Cian san!"
Selesai berkata, dia melejit kembali ke udara dan kabur ke dalam hutan sana dengan wajah gugup. Pek leng siancu So Bwe leng menjadi sangat kegirangan, segera teriaknya.
"Enci Cun Lan, dapatkah kau memberikan penjelasan yang lebih terperinci lagi?"
Siu Cu berhenti sejenak diatas dahan pohon lalu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya dengan nada menyesal .
"Apa yang kuketahui terbatas sekali, apa yang bisa kuberitahukan kepada nona pun hanya sebatas ini saja ...."
Selesai berkata, kembali dia melejit ke udara dan melesat ke arah depan, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Pek leng siancu So Bwe leng segera mengucapkan terima kasihnya dengan ilmu menyampaikan suara, kemudian balik kembali ke kota Tin kang.
Di atas bukit Cian san yang penuh dengan tebing curam, terdapat sebuah lembah yang bernama lembah Hu liong kong.
Di luar lembah tersebut merupakan sebuah hutan lebat yang hampir menutupi seluruh mulut lembah tersebut, sehingga orang lain tak dapat menyaksikan keadaan didalam lembah tersebut dengan jelas.
Tapi kalau dilihat dari tiga buah tebing tinggi yang mengelilingi tempat tersebut, bisa diduga berapa berbahaya dan rahasianya keadaan dalam lembah tersebut.
Di tengah sebuah senja yang gelap, tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dari kejauhan sana dan berhenti sejenak didepan hutan lebat dimuka mulut lembah tersebut.
Kemudian setelah berseru tertahan, ia bergumam .
"Aneh mengapa tiada orang yang menyambut kedatanganku di sini...?"
Sementara orang ini masih celingukan memandang ke sekeliling tempat itu, kembali terdengar ujung baju terhembus angin berkumandang datang, lagi lagi nampak sesosok tubuh manusia mendekati hutan tersebut.
Orang yang datang lebih dulu itu segera membalikkan badan, kemudian sambil memandang ke arah pendatang, bentaknya keras keras .
"Aku adalah Cang ciong sin kiam Sangkon Yong, siapa yang datang....?"
"Oooh, rupanya Sangkoan tayhiap"
Seru pendatang itu.
"siaute adalah Yap Han san!"
Ku tiok siu (kakek bambu kering) Yap Han san segera melayang ke depan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, kemudian sembari menjura katanya lagi .
"Siaute tak berani merepotkan Sangkoan tayhiap untuk menyambut kedatanganku, tolong tanya apakah kita harus masuk ke dalam lembah dengan menembusi hutan ini?"
Rupanya dia telah menganggap Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sebagai petugas penerima tamu. Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera tertawa.
"Siaute sendiri pun baru tiba, jadi tidak kuketahui haruskah menembusi hutan lebih dulu sebelum menuju ke lembah tersebut?"
Ku tiok siu Yap Han san tertawa rikuh.
"Aaaaah, kalau begini siaute telah bersikap kurang hormat, harap Sangkoan tayhiap sudi memaafkan, kalau toh tiada orang yang bertugas sebagai penerima tamu bagaimana kalau kita memasuki hutan bersama sama...?"
Baru saja Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong dan Ku tiok siau Yap Han san hendak memasuki hutan bersama sama, mendadak muncul kembali dua orang manusia mendekati tempat tersebut.
Ketika diamati, ternyata mereka adalah kenalan lama semua, yang seorang adalah Tay pek it khi (manusia aneh dari tay pek) Ku Kiam ciu, sedangkan yang lain adalah Tiang cun siusu (pelajar berusia panjang) Li Goan.
Selanjutnya menyusul pula jago jago lihay lainnya seperti .
Giok koay popo (nenek bertoya kumala) Li Ko ci Im tiong hok (bangau di tengah awan) Teng Siang Sin tou (si Unta sakti) Lok It hong Hui hou li (perempuan pelangi terbang) Lu Cing lian, Wancu dari perkampungan ciang hong wan Soh Sim tocu yang bergelar San hoa sian cu (dewi penyebar bunga) Leng Cay soat Hong im siu (kakek angin dan awan) Siang Thong dari bukit Bong san To pit thian ong (Raja langit berlengan banyak) Tong Lian hoat, seorang ahli senjata rahasia dari Szuchuan.
Tiang siau mi lek (Mi lek tertawa) Kong sun Cong.
Phu thian toa tiau (rajawali raksasa penubruk langit) Kay Poan thian Pang bok long tiong (Pengembara bermata juling) Nyoo Cun Tan ciang kay san (tangan tunggal pembelah bukit) Cu Eng Ketua Kay pang, sipengemis sakti bermata harimau Cu Goan po Ketua Cing sia pay, Ting Kong ci Beng sin suthay dari kuil Ci tiok an Hud sim giam ong (raja akhirat berhati Buddha) Bu kay siancu Hui cun siausu (pelajar penolong manusia) Seng Tiok sian....
dia datang dengan menunggang seekor kuda hitam dan membawa kuda hitam lain.
Ketua Hoa san pay, Peh ih siusu (pelajar berbaju putih) Cu Wan mo Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim dari Thian liong pay.
Kedua orang ini termasuk mereka yang datang paling lambat.
Bagi mereka yang sudah kenal, tentu saja pertemuan ini diiringi dengan pembicaraan dan percakapan yang ramai, sekalipun ada yang tak pernah kenal mereka pun diperkenalkan satu per satu, sehingga suasana menjadi ramai sekali.
Waktu itu, pamor Thian liong pay telah berubah dan menanjak tinggi terutama setelah ketuanya Thi Eng khi bertarung melawan Hian im Tee kun.
Kini semua jago memandang lain terhadap perguruan besar yang telah menggetarkan dunia persilatan itu.
Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sendiri, atas bujukan dari Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu, di samping itu juga atas penampilan dari Thi Eng khi selama ini, pandangan jeleknya terhadap Thi Eng khi juga lambat laun berubah.
Mula mula dia menyatakan sikap persahabatannya lebih dulu dengan Pit tee jiu Wong Tin pak, kemudian menanyakan kabar berita tentang Thi Eng khi dengan penuh perhatian.
Hui cun siusu Seng Tiok sian juga berjalan mendekat sambil menuntun seekor kuda hitam tersebut sambil menyatakan rasa menyesalnya atas kesalahan pahamnya terhadap Thi Eng khi tempo hari.
Rupanya mereka telah mendapatkan bukti yang jelas bahwa kematian dari Hao hao sianseng Ting tayhiap sesungguhnya terkena serangan gelap dari Huan im sin ang.
Setelah menyadari akan kesalahan pahamnya terhadap Thi Eng khi, maka Hui cun siusu Seng Tiok sian sengaja membawa kuda hitam tersebut ke sana dengan maksud hendak diserahkan kepada pihak Thian liong pay...
Sungguh tak nyana ditempat inilah mereka telah berjumpa dengan Pit tee jiu Wong Tin pak, maka dia pun menyerahkan kuda hitam tersebut kepada Wong Tin pak agar menyerahkannya kepada Thi Eng khi dikemudian hari.
Begitulah, semua orang lantas membicarakan tentang watak Thi Eng khi yang sebenarnya disamping menghibur hati Pit tee jiu Wong Tin pak, bahkan mereka pun bersumpah akan mengerahkan segenap kemampuan yang ada untuk menemukan kembali jejak Thi Eng khi.
Waktu itu, semua orang mengira pertemuan yang diselenggarakan kali ini atas prakarsa dari Siau lim pay dan Bu tong pay.
Oleh sebab itu, hampir semua orang memuji akan persiapan dan perencanaan yang matang atas pertemuan kali ini.
Terhadap tidak munculnya orang orang Siau lim pay dan Bu tong pay mereka pun tidak memberikan perhatian khusus, di dalam anggapan mereka orang orang dari kedua partai pasti sudah menunggu di depan lembah tersebut.
Maka dipimpin oleh ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan Po dan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, berangkatlah mereka menuju ke dalam hutan.
Baru saja rombongan manusia itu akan berangkat, tiba tiba muncul kembali tiga sosok bayangan manusia yang meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Semua orang mengenali ketiga orang itu sebagai ketua Bu tong pay, Keng hian totiang bersama ke dua orang sutenya Keng it totiang dan Keng ning totiang.
Kemunculan mereka segera menimbulkan rasa heran dari semua jago, tanpa terasa mereka sama sama berhenti.
"Bu liang siu hud!"
Seru Keng hian totiang begitu sampai ditempat tujuan.
"ketua Siau lim pay Ci long siansu memang benar benar seorang yang mempunyai maksud, persiapan yang dilakukan olehnya disini benar benar amat sempurna. Coba kalau pinto yang disuruh mempersiapkan keadaan seperti ini, tak mungkin bisa kulakukan sedemikian cermatnya."
Didengar dari nada pembicaraan tersebut, tampaknya Bu tong pay tidak tahu menahu tentang persiapan pertemuan tersebut.
Maka semua yang hadir disitu pun menjadi gaduh dan bersama sama membicarakan persoalan tersebut.
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebagaimana diketahui, di dalam pandangan semua orang pertemuan yang diselenggarakan kali ini adalah atas prakarsa dari pihak Siau lim pay dan Bu tong pay.
Terutama sekali ada sebagian diantara mereka yang menerima surat undangan tersebut dari anggota Bu tong pay, hal mana membuat orang orang itu mulai berpikir yang bukan bukan.
Sikap tak tenang yang diperlihatkan orang orang tersebut tentu saja menimbulkan perhatian dari Keng hian totiang, dengan cepat dia berseru .
Jilid 36
"Saudara sekalian hendak membicarakan soal apa dengan pinto?"
Ada orang hendak menjawab pertanyaan itu namun perhatian mereka segera tertarik oleh munculnya tiga orang pendeta yang sedang berjalan mendekat dengan langkah cepat.
Kemunculan dari ke tiga orang pendeta itu kontan saja membuat pikiran semua orang bertambah kalut.
Rupanya mereka adalah Ci long siansu, ketua Siau lim pay yang datang bersama sama Ci kay taysu dan Ci liong taysu.
Aneh, mengapa si penyelenggara pertemuan tersebut baru datang pada saat para undangan telah datang.
Bukankah mereka yang menyelenggarakan pertemuan ini? Mengapa mereka tidak datang lebih dulu untuk membuat persiapan disana? Berbagai pertanyaan ini segera memancing perhatian semua orang untuk dialihkan ke wajah ke tiga orang pendeta dari Siau lim pay.
Tatkala ketua Siau lim pay, Ci long siansu menyaksikan berpuluh-puluh pasang mata ditujukan bersama ke arahnya, dengan perasaan menyesal ia lantas berseru .
"Omitohud! Pinceng bertiga datang kemari dengan menuruti petunjuk dari Keng hian totiang, sebab dalam surat undangan dikatakan aku harus sampai pada permulaan kentongan ke tiga."
Setelah mendongakkan kepalanya memandang posisi rembulan, ia berkata lebih jauh .
"Untung saja kedatanganku tidak sampai melewati saat yang telah ditentukan!"
Dengan ucapan tersebut bukan saja dia telah menyatakan kalau kedatangannya juga karena diundang, bahkan waktu tiba untuknya telah diatur orang lebih dulu.
Kejadian ini segera menimbulkan perasaan bingung dan tidak habis mengerti dari semua orang.
Orang pertama yang merasakan ketidak beresan didalam pertemuan kali ini adalah ketua Bu tong pay, Keng hian totiang, dengan ucapan bernada kaget ia berseru .
"Bila didengar dari perkataan siansu tampaknya kau pun merupakan orang yang telah mengundang kedatanganmu itu?"
Mendengar pertanyaan dari Keng hian totiang mengandung nada yang tak beres. Ketua Siau lim pay Ci long siansu menjadi tertegun, kemudian serunya .
"Lhoo.... jadi bukan totiang yang mengundang kedatangan kami? Waaahh...., aneh kalau begitu?"
Dengan wajah serius Keng hian totiang segera berkata lagi .
"Sewaktu berada di gedung Bu lim tit it keh tempo hari, pinto dan siansu memang pernah berunding untuk menyelenggarakan suatu pertemuan puncak para jago, sungguh tak nyana sebelum perundingan kita menjadi matang, ternyata ada orang yang telah memanfaatkan kesempatan yang mudah menimbulkan kesalahan paham ini untuk mengundang kita kemari, jangan jangan Hian im Tee kun yang sengaja untuk menyusun rencana busuk ini untuk menjebak kita? Hanya herannya ..... bagaimana mungkin jalan pikiran kita ini bisa diketahui oleh Hian im Tee kun? Kejadian ini sungguh aneh dan membuat orang tidak habis mengerti."
Sementara pembicaraan berlangsung, sorot matanya segera dialihkan dari wajah ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po ke atas wajah Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liau sianseng Lim Biau lim dari Thian liong pay, sebelum akhirnya berbalik kembali ke wajah ketua Siau lim pay, Ci long siansu.
Orang orang yang kena dipandang oleh sorot matanya itu segera merasa kalau dirinya sedang dicurigai, apa mau dibilang mereka pun t
Dendam Asmara -- Okt Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung Dua Musuh Turunan Karya Liang Ie Shen