Ceritasilat Novel Online

Pukulan Naga Sakti 29


Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id Bagian 29


ayan Bu im sin hong Kian Kim siang yang pada dasarnya memang termashur sekali akan ilmu meringankan tubuhnya, tak usah menggunakan tiga jurus serangan, pada serangan yang kedua pun dia telah berhasil memaksa Hian im Tee kun untuk melancarkan serangan balasan.

   Seandainya Hian im Tee kun tak mau melancarkan serangan balasan, terpaksa dia harus menerima pukulan tersebut, sebab memang sudah tiada kemungkinan lagi untuk menghindarkan diri.

   Dalam keadaan terdesak mau tak mau Hian im Tee kun harus membela diri, telapak tangan kanannya segera dikebaskan ke depan, dia tidak memakai tenaga telapak tangan, melainkan dengan ujung bajunya saja menyongsong datangnya serangan dari Bu im sin hong Kian Kim siang.

   Begitu dua gulung angin serangan saling bertemu, terjadilah suatu ledakan keras yang memekikkan telinga.

   "Blaammmm.!"

   Berbicara soal tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun, paling tidak dia harus berhasil melemparkan tubuh Bu im sin hong Kian Kim siang sejauh satu kaki lebih.

   Namun kenyataan yang terbentang di depan mata jauh berbeda, Bu im sin hong Kian Kim siang hanya terpukul mundur sejauh tiga langkah, sedangkan Hian im Tee kun sendiri meski tidak mundur, akan tetapi permukaan tanah dimana kakinya berpijak telah melesak masuk sedalam lima inci.

   Dalam hal ini peristiwa tersebut benar benar jauh diluar dugaan keempat manusia sakti tersebut.

   Kenyataannya tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun jauh berbeda dengan kesaktiannya dimasa lampau.

   Keng thian giok cu Thi Keng segera tertawa terbahak bahak, kemudian serunya .

   "Saudara Kian, harap kau mundur dahulu, biar siaute yang bertarung menghadapi gembong iblis tua ini!"

   Diantara keempat tokoh sakti tersebut, tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi Keng boleh dibilang paling sempurna, dengan kepandaian dari Hian im Tee kun sekarang, dia masih cukup untuk menarik kembali modalnya.

   Bu im sin hong Kian Kim siang segera mengundurkan diri kebelakang, katanya sembari tertawa .

   "Baik! Thi tua, silahkan kau unjukkan kelihayanmu!"

   Keng thian giok cu Thi Keng segera mendesak maju ke muka, sembari mengayunkan telapak tanganuya dia berseru .

   "Iblis tua, lihat serangan!"

   Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung dilontarkan ke arah dada Hian im Tee kun.

   Sejak bentrokan kekerasan yang terjadi antara Hian im Tee kun melawan Bu im sin hong Kian Kim siang tadi, sehingga rahasianya terbongkar, sekarang Hian im Tee kun telah memperlihatkan sepasang telapak tangannya dari balik ujung pakaian, agaknya dia sudah bersiap sedia untuk bertarung mati matian melawan Keng thian giok cu.

   Empat orang jago tersebut dapat melihat kalau telapak tangan kiri Hian im Tee kun masih tetap dibalut dengan kain putin, nampaknya dia bermaksud untuk menghilangkan perasaan malunya.

   Sementara itu tampak Hian im Tee kun berkelit dua langkah ke samping kanan dan menghindarkan diri dari serangan Keng thian giok cu Thi Keng, kemudian melepaskan sebuah serangan balasan dengan sebuah bacokan dahsyat.

   Begitu mereka berdua saling bertarung, tampaklah bayangan telapak tangan saling menyambar ke sana ke mari, hawa serangan memenuhi seluruh angkasa bayangan manusia saling bergumul satu sama lainnya sehingga sukar sekali untuk dibedakan mana musuh mana teman, ini menandakan kalau pertarungan yang sedang berlangsung benar benar amat sengit.

   Dengan tenaga dalam yang dimiliki Keng thian giok cu Thi Keng ternyata mampu bertarung seimbang melawan Hian im Tee kun tanpa memperlihatkan tanda tanda kalah, hal ini membuat ketiga orang tokoh sakti lainnya yang belum turun tangan menjadi kaget, tercengang dan tidak habis mengerti.

   Padahal Hian im Tee kun memiliki kepandaian silat yang luar biasa sekali, kendatipun sewaktu pertarungannya melawan Thi Eng khi telah menderita luka dalam, tidak seharusnya luka tersebut separah ini sehingga mempengaruhi tenaga dalamnya sampai merosot sejauh ini.

   Jelas kenyataan yang berada di depan mata sekarang sukar diterima dengan begitu.

   Mendadak terdengar tiga kali pekikan nyaring bergema dari balik barisan Hian im toa tin.

   Ketiga orang tokoh sakti itu segera berpaling.

   Tampak Hian im toa tin dari Ban seng kiong sudah berhenti melancarkan serangan, jumlah manusia yang sudah tak lengkap itu segera dilengkapi kembali oleh kawanan manusia yang berada disekitar arena.

   Mereka yang sudah bertarung cukup lama dengan korban yang cukup parah tampaknya sudah mulai merasakan titik kelemahan sendiri dan teringat untuk menggantikan tenaga gabungan empat puluh sembilan orang guna menghadapi lawannya.

   Sekarang mereka sedang menyusun barisan baru siap melancarkan serangan kembali ke arah kawanan jago.

   Dalam pada itu barisan berbentuk bulat dari para jago, kini telah berubah menjadi suatu barisan berbentuk segitiga.

   Thi Eng khi yang pada mulanya berdiri dipusat lingkaran barisan, sekarang malah berdiri diujung segitiga yang persis saling berhadapan muka dengan kawanan iblis.

   Sebaliknya pada dua sudut lainnya masing masing ditempati oleh Sam ku sinni dan yang lain oleh ketua Siau lim pay Ci long siansu.

   Serangan dari orang orang Ban Seng kiong kembali bergerak, tampak empat puluh sembilan orang kakek itu dipimpin oleh seseorang dan berkumpul menjadi satu dengan rapatnya, tangan bergandeng tangan bahu menempel bahu.

   Sejak dari jarak puluhan kaki mereka sudah berpekik nyaring, kemudian diiringi hamburan debu langsung menerjang ke arah Thi Eng khi dengan kecepatan yang luar biasa.

   Keadaan semacam itu sungguh mengejutkan hati siapapun yang melihatnya.

   Tiga tokoh tua yang melihat keadaan tersebut diam diam mulai menguatirkan keselamatan Thi Eng khi.

   Sementara itu selisih jarak antara ke dua barisan tersebut makin lama semakin bertambah mendekat.

   Kemudian .

   "Blaaammm! Blaaaammm...!"

   Pada suatu saat yang sudah diduga terjadilah ledakan dahsyat yang amat memekikkan telinga.

   Menyusul benturan dahsyat ini, debu yang tebal segera membumbung tinggi ke angkasa dan menyelimuti seluruh arena pertarungan dan menutupi pula bayangan manusia yang sedang beradu kekuatan.

   Pelan pelan....

   ketika angin gunung berhembus lewat membuyarkan debu terlihat hasil dari bentrokan kekerasan tersebut..

   Di pihak para jago .

   Barisan belum membuyar, tapi semua orang sedang duduk bersila sambil mengatur pernapasan, di sisi kiri dan kanan barisan mereka masing masing muncul sebuah liang yang besar sekali.

   Sebaliknya di pihak Ban seng kiong .

   Bentuk barisan mereka sudah kacau balau tidak karuan bentuknya, ada yang di kanan ada yang di kiri, ada pula yang tergeletak di atas tanah sambil merintih, ada pula yang sedang mengatur napas dengan wajah lesu dan bermuram durja.

   Namun tegasnya jumlah mereka yang terluka dan roboh jauh lebih banyak sedangkan yang masih dapat mengatur napas tinggal tak seberapa banyak lagi.

   Dengan cepat segenap jago lihay dari Ban seng kiong yang masih berada disisi arena maju ke depan dan mengisi kembali barisan Hian im toa tin yang sudah terpukul hancur itu.

   Dalam pada itu di pihak para jago pun telah membentuk kembali barisan bulat seperti semula.

   Tampaknya serangan berikutnya sudah akan dilancarkan kembali.....

   Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut segera memuji tiada hentinya.

   "Thi sauhiap memang benar benar luar biasa, sekalipun dia sendiri sudah kehabisan tenaga namun masih bisa memakai ilmu Hua lik hun kong (memisahkan tenaga membuyarkan kekuatan) untuk menghancur lumatkan serangan gabungan dari empat puluh sembilan orang gembong iblis dari Ban seng kiong."

   Sementara dia baru selesai berkata, mendadak terdengar Keng thian giok cu Thi Keng membentak keras .

   "Kena!"

   Dengan jurus Kim liong tham jiu (Naga emas mementangkan cakar) secepat sambaran kilat langsung mencengkeram bahu kiri Hian im Tee kun.

   Dengan cepat Hian im Tee kun mengeluarkan jurus Siau kui to tho (setan kecil mencuri buah tho) untuk menghadapinya, bahu kirinya dibuang ke samping lalu ke lima jari tangan kanannya yang dipentangkan bagaikan cakar balas mencengkeram pergelangan tangan Keng thian giok cu Thi Keng.

   Sewaktu melancarkan serangan, kedua belah pihak sama sama mempergunakan ilmu mencengkeram namun sewaktu saling beradu ternyata dari ilmu mencengkeram mereka telah berubah menjadi ilmu pukulan, sebuah bentrokan kekerasan pun segera terjadi.

   Tujuan Keng thian giok cu Thi Keng adalah melenyapkan bibit bencana dari muka bumi, maka semua serangan yang digunakan merupakan serangan serangan beradu jiwa yang dahsyat sekali.

   Hian im Tee kun sendiripun merasa dendam dan benci sekali kepada Keng thian giok cu Thi Keng, terutama sekali kebuasan lawannya yang meneter dirinya habis habisan.

   Maka saat ini dia menyerang tanpa berbelas kasihan lagi, semua jurus serangan yang mematikan dipergunakan sehabis habisnya dengan mengerahkan segenap tenaga dalam yang dia miliki.

   Akibat dari bentrokan tadi, Keng thian giok cu Thi Keng merasa sepasang bahunya bergetar keras sebelum dapat berdiri tegak sedang kakinya sama sekali tidak bergerak dari posisi semula.

   Hian Im Tee kun dengan kedudukannya sebagai jagoan nomor wahid dikolong langit malahan terdorong mundur sejauh satu langkah setengah akibat dari bentrok tersebut.

   Dengan sebuah pukulan ternyata Keng thian giok cu Thi Keng berhasil mendesak Hian im Tee kun mundur sejauh satu langkah setengah, tanpa terasa semangatnya segera berkobar dan keinginannya untuk melenyapkan gembong iblis itupun semakin membulat.

   Ditengah gelak tertawa nyaring yang memekikkan telinga, kemball dia terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit melawan Hian im Tee kun.

   Dalam waktu singkat napas kedua belah pihak sudah berubah menjadi berat dan ngos ngosan.

   Beberapa saat kembali sudah lewat, ditengah bentakan gusar dan dengusan tertahan yang bergema bersamaan waktunya, dua sosok bayangan manusia itu saling berputar secepat petir kemudian saling berpisah.

   Paras muka Keng thian giok cu Thi Keng berubah menjadi pucat pias seperti mayat napasnya tersengkel sengkal dan keringat telah membasahi seluruh jubah birunya.

   Hian im Tee kun berdiri saling berhadapan dengan Keng thian giok cu Thi Keng namun paras mukanya sama sekali tidak mengalami perubahan apa pun.

   Akan tetapi dadanya naik turun dengan hebatnya, bahkan berkali lipat lebih parah keadaannya ketimbang Keng thian giok cu Thi Keng.

   Jelas dalam pertarungan yang barusan berlangsung, keadaannya jauh lebih parah dari pada Keng thian giok cu Thi Keng, hanya yang tidak mengerti adalah mengapa paras mukanya sama sekali tidak berubah menjadi pucat pias seperti keadaan Keng thian giok cu Thi Keng.

   Sementara Sim ji sinni masih tidak habis mengerti, tiba tiba tampak Hian im Tee kun membungkukkan badannya dan memuntahkan darah segar.

   Keng thian giok cu Thi Keng segera menghembuskan napas panjang, katanya .

   "Hian im Tee kun sudah terkena sebuah pukulan siaute yang amat berat, isi perutnya sudah hancur dan tak mungkin bisa hidup lebih lama lagi, tampaknya bibit bencana mungkin sudah dapat kita lenyapkan."

   Dengan cepat dia menotok tiga buah jalan darah ditubuh Hian im Tee kun agar tidak kehilangan banyak darah serta mempertahankan hidupnya untuk sementara waktu.

   Sim ji sinni, Tiang pek lojin So Seng pak serta Bu im sin hong Kian Kim siang yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi sangat gembira, serunya dengan cepat .

   "Thi tua! Sekali lagi kau berhasil menyelamatkan dunia persilatan dari bencana besar, hal ini benar benar suatu peristiwa yang patut digembirakan!"

   Keng thian giok cu Thi Keng tertawa .

   "Berkat jasa dan bantuan saudara sekalian tugas ini dapat diselesaikan dengan baik kalau tidak, siaute pun merasa sukar untuk berhasil seperti sekarang ini."

   Tiba tiba Bu im sin hong Kian Kim siang berseru .

   "Biar siaute mengumumkan tentang kekalahan yang diderita Hian im Tee kun ini kepada semua orang, agar kawanan iblis dari Ban seng kiong tahu kalau keadaan sudah berubah dan pertarungan sengit tak usah dilanjutkan lagi."

   "Saudara Kian, kalau begitu tolong kau lakukan dengan segera!"

   Ucap Keng thian giok cu Thi Keng. Selesai berbicara, dia lantas duduk bersila diatas tanah dan mulai mengatur pernapasan. Dengan suara keras bagaikan geledek Bu im sin hong Kian Kim siang segera berteriak lantang .

   "Hian im Tee kun sudah berhasil dihajar oleh Keng thian giok cu Thi Keng sehingga terluka parah dan tertawan, harap kalian dari Ban seng kiong segera menghentikan serangan dan menyerahkan diri."

   Begitu berita tentang tertawannya Hian im Tee kun tersiar keluar, Ban seng kiong menderita pula kekalahan secara total, maka para iblis tersebut tak berani tinggal lebih lama lagi di situ, serentak mereka melarikan diri terbirit birit meninggalkan tempat tersebut.

   Hanya kawanan iblis yang terluka dan tak mampu kabur saja tetap tinggal ditempat, mereka kuatir para jago pendekar membunuh mereka, namun tak dapat menahan rasa sakit yang sedang diderita, sehingga suasana menjadi kacau balau dengan jeritan dan erangan kesakitan.

   Selain daripada itu, ditengah arena masih ada dua pasang manusia melangsungkan pertarungan dengan sengitnya, satu pasang terdiri dari Bu Nay nay melawan Hian im li Cun Bwee, sedangkan yang lain adalah Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan.

   Sesungguhnya Hian im ji li bukannya tidak berniat untuk kabur meninggalkan tempat tersebut, akan tetapi Bu Nay nay dan Pek leng siancu So Bwe leng mengurung mereka secara mati matian, hai ini membuat mereka sama sekali tak berkutik lagi.

   Bu Nay nay mengurung Hian im li Cun Bwee dan menyerangnya habis habisan karena pada dasarnya dia memang sangat membenci segala bentuk kejahatan dia menganggap Hian im li sebagai anteknya Hian im Tee kun sebagai otak dari semua kejahatan, maka dia tak rela membiarkan antek dari segala kejahatan ini lolos dengan begitu saja.

   Itulah sebabnya dia mengurung dan mengepungnya terus secara ketat sekali.

   Sebaliknya antara Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan disamping karena dendam secara umum juga masih terselip sakit hati pribadi.

   Pada hakekatnya Pek leng siancu So Bwe leng sudah membenci Hian im li sampai merasuk ke tulang sumsumnya, sudah barang tentu dia tak akan membiarkan musuhnya itu kabur dari sana.

   Sementara itu, kawanan pendekar telah turun tangan menolong kawanan iblis yang tak mampu kabur karena luka yang parah.

   Oleh sebab itu ditengah arena masih nampak bayangan manusia yang berkelebat kian kemari.

   Sim ji sinni yang menyaksikan Bu Nay nay masih bertempur seru macam orang kesurupan, dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas katanya .

   "Nay nay, pentolannya sudah tertangkap, buat apa sih kau merecoki terus orang ini? Lepaskan saja dia! Adikmu toh tertawan oleh musuh, kita harus segera mencarinya."

   Teringat akan nasib adiknya Bu lm, semangat tempur Bu Nay nay segera pudar, dengan cepat dia menghentikan serangannya lalu berseru kepada Hian im li Cun Bwee.

   "Aku mempunyai seorang saudara bernama Bu Im, kalian telah menyekapnya di mana?"

   Hian im li Cun Bwee yang menyaksikan situasi telah berubah segera memberitahukan tempat Bu Im disekap, setelah itu dia sendiri cepat cepat melarikan diri meninggalkan tempat tersebut.

   Bu Nay nay pun tidak ambil diam, dia segera melesat ke depan untuk mencari Bu Im.

   Hanya pertarungan antara Pek leng siancu So Bwe leng melawan Hian im li Ciu Lan masih berlangsung terus dengan serunya.

   Pek leng siancu So Bwe leng sudah terbiasa menuruti adat sendiri pada hakekatnya dia tak mau menuruti perkataan dari Sam ku sinni maupun kakeknya Tiang pek lojin So Seng pak, dia bersikeras hendak bertarung habis habisan melawan Hian im li Ciu Lan.

   Akhirnya Keng thian giok cu Thi Keng yang maju ke depan dan memberitahukan kepadanya kalau Thi Eng khi sudah hampir tak mampu menahan diri.

   Berita itu membuat Pek leng siancu So Bwe leng jadi terperanjat dan tak sempat melanjutkan pertarungan melawan Hian im li Ciu Lan lagi, cepat cepat dia kabur mencari Thi Eng khi.

   Keng thian giok cu Thi segera memperingatkan Hian im li Ciu Lan agar tidak berbuat kejahatan lagi dan menganjurkan kepadanya untuk kembali ke jalan yang benar.

   Berhasil lolos dari kematian, Hian im li Ciu Lan nampak sangat terharu, beberapa kali dia seperti hendak mengucapkan sesuatu namun selalu tiada kesempatan dan tak berhasil mengutarakan isi hatinya.

   Menanti Keng thian giok cu Thi Keng sudah selesai berkata dan berlalu dari situ.

   Hian im li Ciu Lan berdiri sambil termenung beberapa saat, dia merasa bila isi hatinya diutarakan kepada para pendekar, tindakan tersebut bisa jadi akan memancing pandangan hina orang lain kepadanya.

   Terpaksa dia menghela napas sedih dan segera berlalu pula dari situ.

   Thi Eng khi yang menyaksikan usaha mereka telah sukses, semangatnya pun mengendor, dia setuju untuk mencabut keluar jarum emas dari tubuhnya dan segera tertidur pulas.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya mengurut tiada hentinya disekujur badan Thi Eng khi, kalau dilihat dari sikap tegang yang menghiasi wajahnya dapat diketahui kalau tertidurnya Thi Eng khi bukan suatu gejala yang wajar....

   Pek leng siancu So Bwe leng buru buru lari mendekat, melihat keadaan dari Thi Eng khi tersebut, tanpa berpikir panjang lagi dia lantas menjerit .

   "Engkoh Eng!"

   Dia hendak menubruk ke atas tubuhnya.

   Untung sekali Ciu Tin tin bertindak cepat dan menghalanginya, sehingga tidak sampai kejadian tersebut mengganggu Hui cun siucay Seng Tiok sian yang sedang melakukan pengobatan.

   Setelah berhasil menghalangi Pek leng siancu So Bwe leng, Ciu Tin tin segera menariknya ke samping dan ujarnya .

   "Adik Leng, jangan gelisah, adik Eng tidak apa apa, seandainya dia terjadi sesuatu, coba lihatlah masa cici dapat bersikap tenang seperti ini?"

   Bicara punya bicara suaranya menjadi parau dan tak terbendung lagi air matanya segera jatuh bercucuran.

   "Enci Tin!"

   Pek leng siancu So Bwe leng segera berseru lirih.

   Mereka saling bergenggaman tangan erat erat, dua hati seperti mempunyai perasaan yang sama, seakan akan menghadapi perubahan cuaca yang tak menentu sehingga napasnya terasa menjadi sesak sekali.

   Lama sekali Hui cun siucay Seng Tiok sian bekerja keras sampai sekujur tubuhnya basah oleh keringat, akhirnya sekulum senyuman mulai menghiasi ujung bibirnya, dia berkata.

   "Saudara Thi memang benar benar memiliki bakat yang luar biasa sekali, sekarang kesempatannya untuk hidup sudah tumbuh dan pelan pelan kekuatannya akan pulih kembali, sekarang biarkan saja dia tidur barang sepuluh atau setengah bulan lamanya!"

   "Apa? Tertidur sampai sepuluh hari atau setengan bulan? Apakah dia tak akan mati kelaparan?"

   Seru Pek leng siancu So Bwe leng dengan terkejut. Ciu Tin tin segera memperingatkan Pek leng siancu So Bwe leng .

   "Adik Leng, jangan lupa orang yang menggunakan ilmu Ku si toa hoat hun bisa bertahan untuk hidup selama setengah tahun tanpa dahar, sepuluh hari atau setengah bulan masih belum terhitung seberapa...

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"

   "Tenaga dalam yang dimiliki engkoh Eng sudah punah, bagaimana mungkin dia dapat mempergunakan ilmu Ku si toa hoat lagi?"

   "Seng tayhiap telah melaksanakan ilmu Ci liong jiu hoat diatas tubuh Adik Eng, kasiatnya tidak berbeda jauh dengan ilmu ku si toa hoat, cuma yang satu secara otomatis sedangkan yang lain dilakukan orang."

   Untuk sementara waktu baiklah kita tinggalkan dulu Thi Eng khi yang tertidur ditemani oleh Pek leng siancu so Bwe leng dan Ciu Tin tin.

   Tatkala Keng thian giok cu Thi Keng sekalian menyaksikan persoalan tentang Thi Eng khi sudah beres, mereka lantas meminta kepada Hui cun siucay Seng Tiok sian untuk menolong Hian im Tee kun dengan maksud agar menyelamatkan selembar jiwanya yang sedang kritis...

   Waktu itu Hian im Tee kun memang sudah bernafas lemah sekali, jaraknya dengan kematian pun sudah tidak jauh lagi.

   Secara beruntun Hui cun siucay Seng Tiok sian menotok tujuh buah jalan darah Hian im Tee kun dan mencecoki sejumlah obat obatan ke dalam mulutnya, kesempatan hidup dari Hian im Tee kun pun lambat laun pulih kembali.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian memeriksa dahulu denyutan nadi kanan Hian im Tee kun, kemudian memeriksa pula denyutan nadi sebelah kirinya.

   Dengan tiga jari tangannya menempel di nadi sebelah kiri Hian im Tee kun, dia segera merasakan denyutan nadinya menunjukkan gejala aneh.

   Sebab dia pernah mendengar orang berkata lengan kiri Hian im Tee kun sudah terpapas sebagian oleh sambaran pedang terbang Thi Eng khi, namun sewaktu memeriksa denyutan nadinya sekarang, dia menemukan sebuah lengan kiri yang masih utuh.

   Begitu timbul perasaan curiganya, untuk membuktikan kebenaran dari kecurigaannya tersebut Hui cun siucay Seng Tiok sian segera melepaskan balutan tangan kiri Hian im Tee kun.

   Apa yang diduga ternyata benar, dia berhasil menemukan sebuah lengan yang utuh.

   Ketika semua orang menyaksikan hal tersebut, maka timbullah kecurigaan kalau orang ini bukan Hian im Tee kun yang sesungguhnya.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian mencoba untuk memeriksa raut wajah Hian im Tee kun, akan tetapi tidak dijumpai pula topeng kulit manusia atau sebangsanya disitu, hal mana semakin membingungkan para jago.

   Tapi, kalau toh lengan kirinya tetap utuh bagaimana mungkin dia adalah Hian im Tee kun yang asli? Perasaan heran, kaget dan curiga segera meliputi seluruh wajah para jago bahkan mereka lupa untuk memikirkan suatu kenyataan yang sesungguhnya mudah untuk membuktikan hal tersebut.

   Pelan pelan Hian im Tee kun sadar kembali dari pingsannya, dengan lemah tak bertenaga dia memandang sekejap ke wajah empat tokoh sakti itu dan akhirnya berhenti diwajah Keng thian giok cu Thi Keng, setelah menunjukkan senyuman getir yang lemah, bisiknya dengan lesu .

   "Thi lojin, lohu sudah melatih diri selama empat puluh tahun namun nyatanya belum berhasil menangkan dirimu, apa artinya bagiku untuk hidup lebih jauh?"

   Selesai berkata dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya yang baru pulih untuk memutuskan urat nadi sendiri tak ampun dia segera muntah darah segar dan tewas seketika. Sekarang para jago baru teringat akan seseorang, serunya kemudian tertahan.

   "Ooh rupanya Hian im Tee kun gadungan ini hasil penyaruan dari Huan im sin ang Ui Sam ciat!"

   Keng thian giok cu Thi Keng menghela napas pula sembari berkata .

   "Ilmu menyaru muka dari Huan im sin ang Ui Sam ciat memang betul betul sangat lihay, seandainya dia tidak mengungkapkan sendiri identitasnya, lohu benar benar tidak habis mengerti apa sebabnya tenaga dalam yang dimiliki Hian im Tee kun tak mampu menandingi lohu..."

   Rupanya semenjak istana Ban seng kiong nya dirampas dan diduduki Hian im Tee kun, Huan im sin ang Ui Sam ciat sadar kalau dia tak akan berhasil merebut kembali istana dari tangan musuh maka dengan mewujudkan suatu sikap yang sangat hormat dan berbakti, Hian im sin ang Ui Sam ciat berusaha untuk bekerja dengan bersungguh hati.

   Ditambah pula dia memang pandai menarik kepercayaan Hian im Tee kun, akhirnya selain memperoleh kepercayaan, bahkan tenaga dalamnya yang punah berhasil diperoleh kembali.

   Bukan cuma begitu, diapun banyak memperoleh pelajaran ilmu silat dari bekas lawannya ini.

   Sejak pertarungannya melawan Thi Eng khi, selain Hian im Tee kun kehilangan separuh tangannya, baik bagian luar maupun isi perutnya telah peroleh luka yang cukup parah.

   Hian im Tee kun sadar kalau Thi Eng khi bukan seorang musuh yang mudah dihadapi, maka diapun meminta kepada Huan im sia ang Ui Sam ciat untuk menyaru sebagai dirinya dan menduduki istana Ban seng kiong, sementara pelbagai tugas dan kewajiban diserahkan kepada Hian im ji li.

   Hian im Tee kun sendiri menyembunyikan diri di suatu tempat yang rahasia dan terpencil untuk mempelajari beberapa macam kepandaian yang lebih hebat sebagai persiapan untuk menghadapi Thi Eng khi.

   Sekarang sudah semua orang tahu bahwa Hian im Tee kun gadungan hasil penyaruan dari Huan im sin ang otomatis pikiran semua orangpun dialihkan ke masalah Hian im Tee kun yang asli, maka pelbagai pertanyaan pun segera bermunculan .

   "Ke mana perginya Hian im Tee kun? Ke mana perginya Hian im Tee kun...?"

   Pertanyaan tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh istana Ban seng kiong. Bu im sin hong Kian Kim siang mendongkol sekali, dengan penuh amarah serunya .

   "Mari kita segera mencari kawanan anak iblis yang terluka itu, coba ditanyakan ke mana kaburnya Hian im Tee kun!"

   Sim ji sinni yang menyaksikan kegusaran orang segera tersenyum dan menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya .

   "Sekalipun Huan im sin ang hidup kembali, belum tentu dia akan tahu ke mana perginya Hian im Tee kun, apalagi orang orang lainnya."

   "Masa kita harus menyudahi persoalan sampai disini saja?"

   Seru Bu im sin hong Kian Kim siang sambil menghela napas. Keng thian giok cu Thi Keng segera berkata pula .

   "Sehari Hian im Tee kun belum berhasil dilenyapkan dari muka bumi, dunia persilatan tak akan pernah mengecap ketenangan dan kedamaian, sudah barang tentu kita tak boleh melepaskan dirinya dengan begitu saja, cuma persoalan toh tak usah terburu buru harus diselesaikan dalam sehari, lebih baik kita selesaikan dulu kawanan iblis yang berada di istana Ban seng kiong, kemudian baru berunding lebih jauh."

   Menyelesaikan kawanan iblis dari Ban seng kiong memang merupakan tugas yang harus segera diselesaikan secepatnya, karena sekali salah bertindak, bisa jadi akan menimbulkan bibit bencana yang lain, maka para jago mau tak mau harus bertindak dengan berhati hati sekali.

   Untung saja semua orang mempunyai sikap berbesar hati dan berpandangan luas dengan tak bosan bosannya mereka membujuk dan menasehati kawanan ibis itu sampai mereka dapat menghilangkan sifat jahatnya sebelurn dilepaskan pergi dengan harapan mereka dapat hidup sebagai manusia lain.

   Sedangkan kawanan iblis kecil yang tidak masuk hitungan, ditugaskan pendidikannya kepada Ban li tui hong Cu Ngo, si pencuri sakti Go Jit dan Siu Cu untuk diselesaikan.

   Kini, meskipun istana Ban seng kiong berhasil dilumpuhkan namun Hian im Tee kun belum berhasil dilenyapkan.

   Para jago sekarang boleh dibilang baru berhasil menyelesaikan setengah dari tugasnya, sedangkan tujuan untuk melenyapkan ancaman bahaya bagi keselamatan dunia persilatan masih ada setengah lagi yang belum terselesaikan.

   Dari posisi terang Hian im Tee kun telah beralih ke tempat kegelapan, tugas untuk melenyapkan dirinya sekarang pun akan menjadi suatu tugas yang tidak gampang.

   Karena para jago sadar kalau untuk mengumpulkan kekuatan seperti ini bukan suatu pekerjaan yang gampang, maka untuk sementara waktu semua orang berkumpul di istana Ban seng kiong guna mempermudah tugas dan tujuan mereka menghadapi Hian im Tee kun.

   Bu tong pay terletak paling dekat dengan istana Ban seng kiong, ketua Bu tong pay Keng hian totiang segera mengundang datang jago jagonya dalam jumlah yang lebih banyak agar lebih mempermudah pengawasan.

   Sedangkan ketua ketua dari partai lain pun segera menurunkan perintah kepada anak buahnya agar melakukan penyelidikan yang teliti atas jejak Hian im Tee kun sehingga mempermudah usaha mereka untuk membasminya.

   Dalam jangka waktu yang cukup lama ini, jago jago yang belum berhasil memulihkan kembali tenaganya seperti Ci kay taysu dan Ci liong dari Siau lim pay, Keng it dan Keng ning totiang dari Bu tong pay, Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim dari Thian liong pay, atas bantuan dari Ciu Tin tin dapat pula memperoleh kembali tenaga dalamnya.

   Masalah yang masih tersisa sekarang tinggal bagaimana caranya untuk memulihkan kembali kekuatan dari Thi Eng khi.

   Padahal Thi Eng khi sudah berhasil melatih tubuhnya sehingga kebal dan luar biasa, masalah untuk memulihkan kembali kekuatannya sudah bukan menjadi masalah lagi, karena tinggal menunggu waktu belaka.

   Akan tetapi berhubung para jago tidak jelas mengetahui sampai dimanakah kekuatan tubuh serta kepandaian yang dimilikinya, maka penilaian mereka terhadap Thi Eng khi pun menurut penilaian orang orang pada umumnya, jadi sebenarnya merupakan suatu kekeliruan yang cukup fatal.

   Namun dengan makin berlarutnya sang waktu, oleh karena paras muka Thi Eng khi juga mengalami perubahan yang menggembirakan, maka rasa kuatir serta perasaan murung para jago pun secara otomatis turut menjadi lenyap.

   Pada hari kesembilan puluh setelah Ban seng kiong berhasil direbut para jago, Thi Eng khi juga berhasil memulihkan kembali tenaga dalamnya.

   Namun selama beberapa waktu itu, jejak Hian im Tee kun ibaratnya sebatang jarum ditengah dasar samudra yang luas, sulit untuk menemukan kembali jejaknya.

   Hari ini para jago kembali melanjutkan perundingan mereka tentang bagaimana caranya menemukan jejak Hian im Tee kun yang menghilang.

   Thi Eng Khi yang berhasil memperoleh kembali tenaga dalamnya turut pula didalam perundingan tersebut.

   Sementara semua orang masih berunding dengan serius, mendadak Thi Eng khi teringat akan satu persoalan yakni ketika pertama kalinya berjumpa dengan Hian im Tee kun.

   Waktu itu Thi Eng khi baru saja memperoleh Kim khong giok lok wan dari gua Yang sim tongnya Cu sim ci cu Thio Biau liong dan bermaksud baik untuk memenuhi undangan si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, namun dituduh orang sebagai pembunuh Ting tayhiap dari bukit Huan keng san sehingga persoalan harus diakhiri dalam keadaan tidak gembira.

   Ketika Thi Eng khi yang harus menyelamatkan jiwa Pek leng siancu So Bwe leng harus berangkat kembali ke Sah si, tak beruntung ia dijebak oleh Huan im sin ang dan dijebak dalam sebuah kuil dimana nyaris dia mati dibakar hidup hidup.

   Kemudian Thi Eng khi dengan menggunakan ilmu Heng kian sinkang berhasil menyembunyikan diri dibawah tanah dan tanpa sengaja terjerumus ke dalam sebuah lorong rahasia dan menemukan sebuah gua batu.

   Waktu itu berhubung dia harus buru buru kembali ke bukit Siong san dan tak ingin mencari gara gara maka dia tidak langsung masuk ke gua untuk melakukan penyelidikan lebih jauh.

   Akan tetapi sewaktu hendak keluar dari lorong rahasia tersebut, dijumpainya seorang kakek berwajah putih berjubah hijau bersama seorang gadis yang cantik jelita sedang keluar dari lorong rahasia tersebut.

   Oleh sebab itu, tak sulit untuk diduga kalau kedua orang tersebut memang berdiam dalam istana dibawah lorong rahasia tersebut.

   Kemudian Thi Eng khi baru tahu kalau tua dan muda itu bukan lain adalah Hian im Tee kun serta Hian im li Cun Bwee.

   Atau bila diduga selangkah lebih maju, bisa jadi gua tersebut merupakan sarang dari Hian im Tee kun.

   Bahkan sekarang pun bisa diduga kalau Hian im Tee kun besar kumungkinannya sedang bersembunyi didalam sarangnya tersebut.

   Setelah mempunyai pemikiran demikian, maka diapun lantas mengungkapkan hal tersebut kepada semua orang.

   Jilid 45 Sambil menepuk bahu Thi Eng khi, Bu im sin hong Kian Kim siang segera berseru .

   "Saudara cilik, mengapa tidak kamu katakan sedari dulu dulu sehingga membiarkan Hian im Tee kun hidup tiga bulan lebih lama? Kali ini, Kita empat tua bangka harus bertarung mati matian dengannya!"

   Thi Eng khi tersenyum .

   "Kian tua!"

   Katanya.

   "tenaga dalam Eng khi telah pulih kembali seperti sedia kala, aku tak berani merepotkan kalian empat orang tua lagi!"

   Mendengar ucapan tersebut, Bu im sin hong Kian Kim siang segera mencak mencak serunya .

   "Tidak bisa! Tidak bisa! Usiamu masih begitu muda, saatmu untuk sukses dan berhasil masih panjang, tidak seperti kami tua bangkotan yang semakin dekat dengan ajal, siapa tahu setelah ini tiada kesempatan sebaik ini lagi bagi kami untuk berbakti kepada dunia persilatan? Aku tahu tenaga dalammu memang lebih sempurna dari kami, toh tidak sepantasnya jika kau berebut jasa dengan kami bukan?"

   Baru saja Thi Eng khi hendak berbicara, Pek leng siancu So Bwe leng telah menukas sambil tertawa .

   "Kian yaya! Kau memang tak tahu malu, siapa sih yang akan berebut jasa denganmu?"

   "Budak ingusan!"

   Bu im sin hong Kian Kim Siang tertawa.

   "tidak besar tidak pula yang kecil, siapa sih yang menyuruh kau banyak berbicara?"

   Pek leng siancu So Bwe leng segera mencibirkan bibirnya yang kecil, lalu berkata lagi .

   "Kian yaya, kau tidak adil, kau memanggil engkoh Eng sebagai saudara cilik, itu berarti aku Leng ji adalah adik kecilmu pula, siapa bilang tidak yang besar tidak yang kecil."

   Pek leng siancu So Bwee leng memang binal sekali, ucapan mana kontan saja menimbulkan gelak tertawa seisi ruangan.

   Tiang pek lojin So Seng pak tak tahan turut pula tertawa terbahak bahak, kemudian sambil sengaja menarik wajahnya dia berkata dengan suara dalam .

   "Leng ji, kau benar benar tak tahu aturan, siapa suruh kau berbuat binal?"

   "Kenyataannya memang begitu?"

   Bantah Pek leng siancu So Bwe leng sambil ngotot.

   "Kian yaya menganggap engkoh Eng adalah saudaranya dan engkoh Eng menganggap Kian yaya sebagai engkoh tua nya, bukankah ini berarti pula diapun terhitung engkoh tua dari anak Leng?"

   Bu im sin hong Kian Kim siang segera tertawa terbahak bahak setelah mendengar perkataan tersebut .

   "Haaahhhh... haaahhh.... haaahhhh..... tepat sekali! Tepat sekali! Anak Leng, aku dan yayamu saling menyebut sebagai saudara, apakah kaupun hendak saling menyebut saudara dengan yayamu?"

   "Kian yaya!"

   Pek leng siancu So Bwe leng tak mau kalah "kau dan engkoh Eng saling menyebut saudara, mengapa kau tidak suruh engkoh Eng saling menyebut saudara dengan Thi yaya?"

   Menyusul kemudian sambil tertawa cekikikan dia berkata lebih lanjut .

   "Kita toh berhubungan secara terpisah dan tiada ikatan satu sama lainnya!"

   Bu lm sin hong Kian Kim siang benar benar mati kutunya, sambil menggelengkan kepalanya dan menghela napas dia berseru .

   "Aaaai, dunia sudah berubah! Dunia benar benar sudah berubah, aku memang kalah diharuskan bersilat lidah denganmu!"

   Dari tempat kejauhan buru buru Pek leng siancu So Bwe leng menjura, kemudian katanya lembut .

   "Kian yaya, harap kau jangan marah, terimalah hormat dari anak Leng!"

   Perbuatan dari gadis ini benar benar membuat Bu im sin hong Kian Kim siang mati kutunya, mau tertawa tak bisa, mau menangispun tak dapat.

   Persoalan tidak berhenti sampai disitu saja, mendadak Pek leng siancu So Bwe leng berkata lagi dengan wajah serius .

   "Kembali ke persoalan yang utama, anak Leng merasa masalah mengerubuti Hian im Tee kun adalah masalahku dengan engkoh Eng....

   "

   Keng thian giok cu Thi Keng segera tersenyum .

   "Anak Leng,"

   Dia berkata.

   "apa alasanmu? Mengapa kau bersikeras mempertahankan pendapatmu itu?"

   Berada dihadapan Keng thian giok cu Thi Keng, sudah barang tentu Pek leng siancu So Bwe leng tak berani sembarangan berbuat binal, katanya dengan serius .

   "Locianpwe berempat sudah lanjut usia, pamor dan kedudukan kalian sudah cukup termashur dalam dunia persilatan, kalian pun sudah lama disanjung dan dihormati orang, apabila kalian berempat harus mengerubuti Hian im Tee kun, sekalipun dapat menang, orang lain pasti akan menambah bumbu pula didalam ceritanya sehingga akan mempengaruhi nama baik kalian."

   Kemudian setelah berhenti sejenak dia melanjutkan .

   "Ini kalau menang, sebaliknya kalau sampai terpeleset sehingga menderita kekalahan total, bukankah nama baik kalian akan hancur berantakan tak karuan lagi wujudnya?"

   Keng thian giok cu Thi Keng segera manggut manggut setelah mendengar perkataan itu, katanya .

   "Anak Leng, perkataanmu memang sepintas lalu kedengarannya sangat masuk diakal, namun kami berprinsip untuk menolong umat persilatan dan melenyapkan bibit bencana, soal kehilangan nama atau kedudukan bukan menjadi masalah buat kami."

   "Seandainya di dalam dunia persilatan memang benar benar sudah tiada manusia lagi yang bisa mengalahkan Hian im Tee kun, demi ditegakkannya keadilan dan kebenaran, locianpwe berempat memang wajib berbuat demikian sekalipun harus berkorban jiwapun, karena hal ini memang merupakan watak dan tujuan dari cianpwe berempat, namun keadaan yang kita hadapi sekarang toh sama sekali berbeda dengan keadaan tersebut?"

   Bu im sin hong Kian Kim siang yang mendengar sampai disitu, tak tahan lagi segera menggoda .

   "Leng ji, berbicara pulang pergi nampaknya kau nekad hanya dikarenakan engkoh Eng?"

   "Siapa bilang? Aku berbuat demikian demi kepentingan umat persilatan....."

   "Omitohud!"

   Bisik Sim ji sinni sambil menukas pembicaraan Pek leng siancu So Bwe leng.

   "perkataan dari anak Leng memang ada benarnya, kita semua sudah berlanjut usia, sekarang memang bukan waktunya bagi kita untuk menarik otot lagi. Thi sauhiap gagah dan perkasa, dia memang satu satunya pilihan untuk memimpin dunia persilatan, selain melenyapkan Hian im Tee kun, dia pun bertugas membina serta melindungi keselamatan umat persilatan dimasa mendatang, aku pikir seharusnya kita memberi kesempatan untuk mereka."

   "Yaa, ketika siaute meninggalkan perbatasan kali ini, sebenarnya akupun datang dengan membawa cita cita yang besar,"

   Ucap Tiang pek lojin So Seng pak.

   "namun kenyataannya aku mesti menanggung malu berulang kali, hanya kesuksesan dari anak Eng lah yang dapat menghibur hatiku yang kecewa."

   Sedangkan Keng thian giok cu Thi Keng tidak berkata apa apa, dia cuma tersenyum belaka. Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa terbahak bahak, serunya kemudian .

   "Tampaknya lohu harus mengibarkan bendera putih untuk menyerah dan mundur teratur, anak Leng, kau memang akan menjadi luar biasa di kemudian hari."

   Dengan serius Pek leng siancu So Bwe leng menjura dalam dalam, kemudian katanya .

   "Dimasa masa mendatang aku masih membutuhkan banyak petunjuk serta bimbingan dari Kian yaya!"

   Ucapan tersebut segera membuat Bu im sin hong Kian Kim siang tertegun, serunya kemudian .

   "Anak Leng, kau maksudkan aku si tua bangka masih harus menempuh perjalanan jauh demi kalian? Tidakkah kau merasa tindakan tersebut kelewat batas?"

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sam ku sinni tertawa.

   "Kian lo sicu, dihari hari biasa kau suka memuji angkatan muda, itulah sebabnya kau tak bisa bermalas malasan lagi sekarang, apalagi Thi sau sicu memang tak bisa kekurangan bantuanmu!"

   Padahal Bu im sin hong Kian Kim siang memang benar benar berhasrat sekali untuk membantu Thi Eng khi, akan tetapi dia tak mau mengalah dengan begitu saja, sambil menggelengkan kepalanya dia berkata lagi .

   "Tidak bisa! Tidak bisa! Sudah terlalu lama aku meninggalkan Tin kui, aku mesti pulang untuk menengok teman teman lama, selain itu aku pun masih pingin menjadi raja di wilayah Barat daya selama beberapa tahun lagi!"

   Thi Eng khi segera maju ke muka sambil menjura katanya kemudian .

   "Kian tua, Eng khi merasa sangat membutuhkan bantuanmu apalagi keberhasilanku sekarangpun berkat bimbinganmu, harap Kian tua sudi mengabulkan permintaan ini!"

   Wajah Bu im sin hong Kian Kim siang segera berseri seri, sambil tertawa tergelak katanya .

   "Sudahlah, tak usah menempelkan emas lagi diwajahku, lohu tak mau jual muka kepada siapa pun tapi saudara cilik begitu memandang tinggi diriku, terpaksa aku pun harus menjual nyawa tuaku ini untukmu!"

   Sekali lagi Thi Eng khi menjura dalam dalam .

   "Terima kasih banyak atas cinta kasih Kian tua!"

   "Jangan berterima kasih, jangan berterima kasih,"

   Bu im sin hong Kian Kim siang menggoyangkan tangannya berulang kali.

   "aku hanya berharap kau memperketat pengawasanmu saja terhadap bocah perempuan ini, asal dia tidak mencari gara gara lagi denganku, aku sudah merasa berterima kasih sekali."

   Pek leng siancu So Bwe leng tertawa .

   "Kian yaya, kau tak ingin menjadi raja barat daya lagi?"

   Godanya. Bu im sin hong Kian Kim siang segera melotot besar.

   "Urusan di barat daya sudah lohu atur semua, siapa sih yang menyuruh kau banyak mulut?"

   Pek leng siancu So Bwe leng segera membuat muka setan, sambil memandang ke arah Bu im sin hong Kian Kim siang, dia cuma tertawa belaka.

   Bu im sin hong Kian Kim siang segera berpaling dan mengeluarkan sebuah tanda pengenal yang diserahkan kepada Hui cun siucay Seng Tiok sian, kemudian katanya .

   "Tiok sian, ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im yang lohu miliki, sudah kuwariskan kepadamu, soal barat daya di kemudian hari pun lohu serahkan penyelesaiannya kepada mu, bawalah tanda pengenal ini dan beritahu kepada semua orang, kini lohu tak bisa memisahkan diri, jadi untuk sementara waktu tak akan pulang ke wilayah barat daya."

   Dengan wajah menjadi tegang, Hui cun siucay Seng Tiok sian berseru .

   "Boanpwe masih muda dan belum berpengalaman, mungkin aku hanya akan menyia nyiakan kasih sayang supek saja!"

   "Saudara cilik Thi masih lebih muda daripadamu tapi dia toh berkeberanian untuk memikul tanggung jawab yang berat, masa kau sama sekali tidak berkeberanian untuk memikul tanggung jawab sekecil ini?"

   Kata Bu im sin hong Kian Kim siang dengan wajah bersungguh sungguh. Hui cun siucay Seng Tiok sian adalah seorang pemuda berdarah panas, dia disulut oleh Bu im sin hong Kian Kim siang, tak tahan lagi dia segera berseru .

   "Boanpwe tak dapat membuat kau orang tua kehilangan muka, baik aku akan turut perintah!"

   Bu im sin hong Kian Kim siang tertawa nyaring .

   "Nah, begitu baru benar, sebagai seorang pemuda, kau harus memiliki keberanian, aku percaya di bawah pimpinanmu, wilayah barat daya sana pasti akan berjaya."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi .

   "Sekarang, pulanglah dulu ke wilayah barat daya!"

   Setelah berpamitan dengan para cianpwe dan kawanan jago yang pernah hidup berjuang bersama, dengan berat hati Hui cun siucay Seng Tiok sian menjanjikan saat perjumpaannya dengan Thi Eng khi dan berangkat menuju wilayah See lam.

   Setelah berpisah dengan Hui cun siucay Seng Tiok sian, Thi Eng khi berunding kembali dengan keempat tokoh sakti dan sekalian para jago, kemudian ditetapkan Bu im sin hong Kian Kim siang, Thi Eng khi, Ciu Tin tin, So Bwe leng, Bu Nay nay, Bu Im, Unta sakti Lok it hong, pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po serta Ban li tui hong Cu Ngo sekalian berdelapan berangkat ke Sah si untuk mengobrak abrik sarangnya Hian im Tee kun.

   Saat kejadian ini, dengan puluhan hari mundur ke belakang.

   Tempat kejadiannya, di luar kota Sah si sarang Hian im Tee kun si gembong iblis tua itu.

   Sejak pertarungannya melawan Thi Eng khi tempo hari, walaupun Hian im Tee kun berhasil melukai Thi Eng khi, namun dia sendiripun tergetar oleh hawa pedang yang dipancarkan Thi Eng khi sehingga isi perutnya terluka, malahan separuh lengannya terpapas kutung...

   Atas terjadinya peristiwa ini, otomatis sikap angkuh Hian im Tee kun yang menganggap dirinya sebagai Tokoh nomor wahid dikolong langit pun menjadi pudar.

   Hian im Tee kun memang tidak malu disebut seorang gembong iblis berpengalaman ternyata reaksinya terhadap kenyataan tersebut cukup tajam.

   Mula pertama dia menyelesaikan lebih dulu segala persoalan di istana Ban seng kiong, kemudian seorang diri pulang ke markasnya untuk melatih beberapa macam ilmu beracun sebagai persiapan menghadapi Thi Eng khi lagi dikemudian hari.

   Dua bulan lebih sudah dilewatkan, ilmu sakti yang dilatih Hian im Tee kun pun menurut rencana sudah berakhir.

   Saat tersebut bukan lain adalah saat dimana Thi Eng khi bersama para jago persilatan berhasil menghancurkan istana Ban seng kiong, dan saat itu, Hian im Tee kun sebetulnya sudah bersiap siap hendak berangkat ke istana Ban seng kiong, pada saat itulah dia menjumpai Hiat im li Cun Bwee kabur pulang dengan rambut yang kusut serta menceritakan kisah kekalahan dan kehancuran istana Ban seng kiong.

   Menyusul kemudian, Hian im li Ciu Lan pulang pula ke sarang tersebut.

   Hian im Tee kun memang tak malu disebut gembong iblis tua yang paling tersohor sejak ratusan tahun terakhir ini.

   Walaupun mengalami pukulan sedemikian beratnya dan bagaimanapun gusarnya dia, namun perasaan tersebut tak sampai diungkapkan keluar.

   Dia hanya berkata dengan suara hambar .

   "Sekarang, kalian pergilah beristirahat dulu, aku dapat mengatasi sendiri persoalan ini."

   Kemudian Hian im Tee kun termenung seorang diri memikirkan masalah tersebut, kemudian dipanggilnya kedua gadis itu dan menyampaikan pesan kepada mereka, Hian im ji li segera berangkat lagi meninggalkan tempat itu.

   Menunggu Hian im ji li sudah pergi, kembali Hian im Tee kun membenahi sekitar guanya, yang paling hebat adalah di sekitar mulut gua dan lorong gua tersebut, dia menanamkan berapa puluh ribu kati obat peledak, asal ada orang berani memasuki gua itu, niscaya obat peledak itu akan meledak dan mencabik cabik tubuh korbannya.

   Ternyata Hian im Tee kun adalah seorang yang amat teliti dan cerdik, rupanya dia teringat kembali dengan kisah lolosnya Thi Eng khi dari kurungan api di kuil kecil tempo dulu.

   Setelah dilakukan penelitian yang seksama, akhirnya ditemukan cara pemuda tersebut untuk meloloskan diri, maka serta merta diapun lantas menduga kalau guanya ini sudah diketahui lawan.

   Dimasa lalu, oleh sebab ada Huan im sin ang yang munculkan diri dalam istana Ban seng kiong dengan wajahnya, sudah barang tentu Thi Eng khi tak akan pikir sampai ke gua ini.

   Akan tetapi setelah Huan im sin ang mati deminya dan seandainya rahasia penyaruan dari Huan im sin ang diketahui orang, niscaya Thi Eng khi akan teringat pada gua tersebut.

   Dan bila Huan im sin ang sudah mati dan rahasianya diketahui pemuda itu, jikalau Thi Eng khi hendak mencarinya, mungkin dia akan punya rencana untuk mendatangi gua rahasia itu.

   Walaupun kesemuanya itu hanya dugaan Hian im Tee kun belaka, tapi kenyataannya memang berhasil tertebak semua olehnya.

   Maka persiapan yang dilakukan olehnya untuk menghadapi segala kemungkinan ini mendatangkan ancaman yang serius bagi Thi Eng khi, bahkan membahayakan jiwa anak muda tersebut, cuma kejadian ini berlangsung belakangan nanti, jadi untuk sementara waktu tidak diceritakan dulu.

   Sementara itu, Hian im Tee kun yang sudah selesai melakukan persiapan di dalam sarangnya, di sepanjang jalan dia meninggalkan tanda rahasia, dan membawa rencana busuknya yang sudah dipersiapkan dengan matang, berangkatlah dia menuju ke wilayah Siang kui.

   Gembong iblis ini memang licik dan banyak akal muslihatnya, sekalipun sudah puluhan tahun dia tak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan, padahal situasi dunia persilatan selama puluhan tahun ini dikuasai olehnya dengan jelas sekali.

   Sekarang, dia sudah berencana untuk menguasai daerah pemukiman dari si Pembenci raja akhir Kwik Keng thian.

   Perlu diketahui, tempat tinggal si Pembenci raja akhirat Kwik Keng thian ini terletak di tengah pegunungan yang terpencil dengan sekelilingnya merupakan tanah bukit yang tinggi, jalan menuju ke situ pun cuma satu yakni melalui gua yang panjangnya puluhan li, boleh dibilang tempat itu selain terpencil, rahasia pun mudah dalam pertahanan.

   Atau dengan perkataan lain tempat itu merupakan markas besar umat persilatan yang diidamkan setiap orang.

   Bila perkampungan Huan keng san ceng dapat dikuasai pula hingga tempatnya lebih strategis, usahanya untuk membangun kembali istana Ban seng kiong dan bertarung melawan Thi Eng khi akan semakin cerah.

   Hian im Tee kun terhitung seorang manusia yang berakal licik dan berpengalaman luas, dia berhasil menyelidiki dengan segala watak si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.

   Maka dengan membawa beberapa macam obat obatan yang langka dan berperan sebagai seorang pencari obat, dia munculkan diri disekitar tempat kediaman si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian...

   Semenjak terjadi kesalahan paham yang tidak menyenangkan dengan Thi Eng khi tempo hari, menyusul kemudian tersiar dalam dunia persilatan tentang gugurnya Huang oh siansu di istana Ban seng kiong serta pertarungan Thi Eng khi melawan Hian im Tee kun.

   Berhubung pertarungannya ini, Thi Eng khi menjadi ternama dan menjadi lambang keadilan dunia persilatan.

   Tentu saja berita ini tersiar pula ke dalam telinga si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian serta Jit gwat siang beng, dengan perbuatan Thi Eng khi yang begitu mulia dan gagah, bila dikatakan pemuda itu adalah seorang manusia rendah yang mengincar harta orang lain niscaya semua orang tak akan percaya.

   Maka, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian bersama Jit gwat siang beng dan Hui cun siucay Seng Tiok sian sekali lagi mengadakan pemeriksaan dengan seksama.

   Persoalan yang semula sudah disimpulkan, tapi berhubung sudah memperoleh pandangan lain, maka penyelidikan dan kesimpulan yang kemudian berhasil dikumpulkan membuktikan kalau mereka telah salah menuduh Thi Eng khi.

   Dengan demikian, tanpa perantara dari Bu im siang hong Kian Kim sing sebagai penengah pun mereka sudah mempercayai seratus persen atas perkataan dari Thi Eng khi ini.

   Justru karena itu pula, Hui cun siucay Seng Tiok sian baru membawa kuda Hek liong kou untuk dikembalikan kepada Thi Eng khi selain mohon maaf darinya.

   Malah secara kebetulan pula dia turut serta dalam penumpasan terhadap istana Ban seng kiong.

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sendiri, sehabis mengutus Seng Tiok sian terjun ke arena persilatan, kemudian mendengar pula tentang munculnya tokoh tokoh lama untuk menyertai perjuangan menumpas Hian im Tee kun, diam diam timbul pula semangat tuanya untuk ikut terjun pula ke dalam dunia persilatan.

   Dalam hati kecilnya dia pun mengambil keputusan, menanti Hui cun siucay Seng Tiok sian sudah kembali nanti, dia akan melakukan pula pergerakan.

   Untuk mengisi waktu senggang mereka sambil menunggu kedatangan Seng Tiok sian, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian dan Jit gwat sian beng To bersaudara rnengisi waktu dengan mengenang kembali kegagahan mereka di masa silam.

   Ada kalanya, mereka pun turun gunung untuk berjalan jalan, tidak mendekam terus seperti dulu lagi.

   Hian im tee kun yang secara diam diam mengintip gerak gerik si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian selama banyak hari, pengertiannya atas orang ini semakin mendalam, itulah sebabnya dia dapat menciptakan kesempatan yang baik untuk mengulurkan cengkeraman mautnya terhadap Kwik Keng thian.

   Berita tentang ditumpasnya Ban seng kiong oleh Thi Eng khi, tersiar pula di sekitar tempat tinggal mereka, akan tetapi oleh sebab beritanya tidak jelas, hal mana tidak memuaskan hati si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.

   Pagi ini, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian bersama To bersaudara turun gunung menuju ke kota yang terdekat untuk mencari berita.

   Siong tho adalah sebuah kota yang tidak begitu besar, akan tetapi oleh sebab tempat itu merupakan urat nadi perdagangan antar propinsi, maka manusia yang berlalu lalang dikota itu amat banyak, rumah makan dan rumah penginapan pun tak terhitung jumlahnya.

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian bersama Jit gwat siang beng To bersaudara memasuki sebuah rumah makan yang disebut Ban hoa lo, setelah berpesan beberapa macam sayur dia pun bersantap bersama kedua orang rekannya.

   Tentu saja minum arak bukan tujuan yang pertama, sebab tujuan mereka adalah mencari kabar tentang ditumpasnya istana Ban seng kiong.

   Sementara mereka sedang memasang telinga untuk mencari kabar dari gemuruhnya suara pembicaraan orang, mendadak dari arah anak tangga muncul seorang kakek berwajah putih yang mengenakan jubah berwarna tembaga, pada pinggangnya tergantung sebuah kantung obat dan sikapnya nampak seperti dahaga dan lapar sekali.

   Begitu muncul dihadapan mereka, dengan dialek Zhuchuan yang medok dia bertanya .

   "Masih ada tempat kosong?"

   "Aaah, orang yang baru datang dari Zhuchuan!"

   Ingatan tersebut segera melintas dalam benak pembenci raja akhirat Kwik Keng thian hingga semangatnya segera bangkit, bahkan dia pun hendak mencari kesempatan untuk dapat berdekatan dengannya.

   Sementara itu pelayan telah membawa tamu itu mencari tempat duduk, jaraknya cuma selisih satu meja dengan tempat dimana si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian duduk, sekalipun diantaranya terdapat dua meja lain, namun arahnya boleh dibilang saling berhadap hadapan.

   Setelah meneguk dua cawan arak, orang itu nampak lebih bersemangat, malah mulai mengalihkan pandangan matanya mengawasi para tamu lainnya.

   Beberapa kali sorot matanya memandang wajah si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian, tapi seperti tidak memperhatikan saja, dalam sekilas pandangan saja dia lantas melengos ke arah lain......

   Waktu itu, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sudah tidak tahan ingin berkenalan dengannya.

   Mendadak kakek itu menarik kembali sorot matanya sambil berseru .

   "Pelayan!"

   Sang pelayan mengiakan dan segera memburu mendekat, tanyanya dengan cepat .

   "Kek koan, kau ada urusan apa?"

   "Lohu ingin mencari tahu tentang sebuah alamat, entah kau tahu tidak?"

   "Harap kek koan menyebutkan lebih dulu, bila hamba tidak tahu, tentu akan kutanyakan kepada orang lain!"

   "Baik!"

   Seru si kakek sambil tertawa nyaring.

   "berdasarkan ucapanmu barusan, lohu merasa perlu untuk menghadiahkan uang sebesar lima tahil perak!"

   Dari sakunya dia mengeluarkan lima tahil perak dan diletakkan keatas meja, kemudian katanya lagi .

   "Pelayan simpan dulu uang itu, kemudian lohu baru akan bertanya kepadamu."

   Daerah pedalaman memang tidak banyak orang kaya, apalagi sekali memberi persen mencapai lima tahil perak, seingatnya belum pernah kejadian ini pernah berlangsung.

   Tak heran kalau pelayan itu dibuat gelagapan setengah mati, agak tergagap segera serunya .

   "Kek koan ini.. ini ini terlalu banyak, hamba hamba tidak berani.. tidak berani menerimanya....!"

   Rupanya dia pun kuatir, kuatir kalau uang itu tidak gampang untuk menerimanya. Sambil tertawa hambar kakek itu berkata .

   "Kau tak usah kuatir, sekalipun pertanyaanku tak mampu kau jawab lohu tak akan minta kembali uang tersebut!"

   Dengan perkataan tersebut, pelayan tersebut baru berani menerima uang tadi, bahkan agak emosi dia bertanya .

   "Apa yang ingin kau tanyakan?"

   "Apakah disekitar tempat ini terdapat suatu tempat yang bernama Lembah batu hitam?"

   Pelayan itu memutar otaknya sambil berpikir beberapa saat, kemudian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, ia berkata .

   "Hamba tidak mengetahui tentang tempat ini, harap kau orang tua menunggu sebentar, hamba akan menanyakan kepada orang lain."

   Selasai berkata dia membalikkan badan siap berlalu.

   "Siau ji ko, kau tak usah pergi, lohu mengetahui alamat tersebut...."

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian yang sudah tidak tahan semenjak tadi segera menimbrung. Dengan senyum menghiasi wajahnya, kakek itu segera menjura kepada si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sambil ujarnya .

   "Terima kasih banyak atas petunjuk lotiang, bagaimana kalau kalian bertiga pindah kemari untuk minum bersama?"

   Memanfaatkan kesempatan tersebut si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian dan Jit gwat siang beng To bersaudara segera berpindah tempat. Kata si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sambil tertawa lebar .

   "Lotiang datang dari jauh sebagai tamu, biarlah aku yang menjadi tuan rumahnya."

   Dia lantas menitahkan kepada pelayan untuk menyiapkan hidangan baru. Tapi kakek itu menampik dan bersikeras hendak menjamu ketiga orang tamunya. Dengan wajah serius si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian segera berkata .

   "Bila totiang menampik lagi, ini menunjukkan kalau kau memandang rendah orang dusun dan tak sudi berteman!"

   Setelah mendengar perkataan itu, si kakek baru tidak berbicara lagi dan buru buru mengucapkan terima kasih kepada si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.

   Dalam pembicaraan selanjutnya yang berlangsung lebih akrab, kakek itu mengaku bernama Ong See ing, dia mengaku sebagai seorang umat persilatan yang tujuannya pergi ke Hek Sik kok adalah mendapat pesan seseorang untuk mencoba mencari semacam obat mustajab yang amat langka.

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian menyebutkan nama marganya tanpa menyinggung tentang nama lengkapnya sedangkan Jit gwat siang beng To bersaudara malah mengatakan secara terang terangan nama lengkap mereka.

   Dengan sikap yang hormat dan serius Ong See ing memuji muji To bersaudara, pujian mana membuat Jit gwat siang beng merasa gembira sekali.

   Oleh karena sikap Jit gwat siang beng terhadap si pembenci raja akhirat amat hormat maka keadaan ini memberitahukan pula kepada Ong See ing bahwa kakek tersebut berkedudukan amat tinggi.

   Kesemuanya ini membuat sikap Ong See ing terhadap si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian pun makin menaruh hormat.

   Manusia memang demikianlah, asalkan kedua belah pihak sudah saling mengenal maka hormat menghormat pun akan tumbuh apalagi penampilan Ong See ing yang luar biasa, selain menaruh hormat kepada orang lain, dia sendiripun menampilkan sikapnya yang anggun sehingga si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian pun tak berani memandang rendah kepadanya.

   Menggunakan kesempatan mana si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian menanyakan kisah cerita tentang keberhasilan Thi Eng khi menumpas istana Ban seng kiong.

   
Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan mencorongkan sinar tajam dan wajah berseri, Ong See ing berkata .

   "Saudara Kwik, terus terang saja kukatakan, siaute ikut serta didalam peristiwa besar itu."

   Kemudian secara ringkas diapun bercerita bagaimana dia mengikuti Thi Eng khi menumpas istana Ban seng kiong.

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian menjadi kegirangan setengah mati, seakan akan dia sendiripun turut serta didalam peristiwa besar tersebut.

   Tiba tiba Ong See ing merendahkan suaranya sambil berbisik .

   "Kedatanganku kali inipun sesungguhnya atas pesan dari Thi sauhiap..."

   Ketika berbicara sampai ditengah jalan sengaja dia menghentikan perkataannya dan menantikan perubahan wajah dari si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sekalian.

   Benar juga paras muka si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian agak berubah, katanya dengan cepat .

   "Apakah kau datang mencari seseorang?"

   Berbicara sampai disitu, dengan kening berkerut dia lantas berpikir kembali .

   "Kalau dibilang lohu yang dicari, mengapa dia tidak menyuruh anak Tiok?"

   Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia mengawasi beberapa kali wajah Ong See ing dengan seksama. Sambil tersenyum Ong See ing berkata .

   "Lotiang memang hebat sekali, sekali tebak sudah dapat menduga maksud kedatanganku!"

   Tiba tiba dia memberi penjelasan lagi.

   "Sebenarnya Hui cun siucay Seng sauhiap yang hendak ditugaskan kembali ke rumah, akan tetapi berhubung Thi sauhiap masih memerlukan bantuan dari Seng sauhiap oleh sebab itu akhirnya akulah yang diutus kemari."

   Dengan adanya penjelasan tersebut, seketika itu juga kecurigaan si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian menjadi hilang lenyap tak berbekas katanya sambil tertawa nyaring .

   "Kalau begitu akulah orang yang sedang saudara Ong cari, kalau toh kau sebagai sahabat Thi sauhiap, akupun rasanya tak bisa mengelabuhi dirimu lebih jauh."

   Ong See ing berlagak sangat terkejut serunya kemudian agak tertahan .

   "Apakah lotiang adalah Kwik tayhiap, Kwik Keng thian tayhiap.?"

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian segera tertawa terbahak bahak .

   "Haaahhh. Haaahhh.haaahhh apabila lohu bersikap kurang hormat, harap saudara Ong sudi memaafkan.."

   Buru buru Ong See ing menjura.

   "Aku benar benar punya mata tak berbiji sehingga tidak mengenali bukit Thay san, harap kau jangan menertawakan."

   Kedua orang itu segera tertawa terbahak bahak dengan gembiranya, selang berapa saat kemudian, Ong See ing baru mengeluarkan sebuah kotak kemala hijau dan diangsurkan ke hadapan si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sambil berkata .

   "Tatkala Thi sauhiap berhasil menumpas istana Ban seng kiong, dari dalam gudang harta Ban seng kiong telah ditemukan benda Pek giok cian gi ini, itulah sebabnya aku diutus kemari untuk mengembalikannya kepada Kwik tayhiap, sekalian menitipkan satu persoalan."

   Sambil tertawa terbahak bahak si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian menerima kembali Pek giok cian gi tersebut, kemudian setelah memandang sekejap ke arah Jit gwat siang beng To bersaudara, katanya lagi .

   "Thi sauhiap begitu berjiwa besar, kejadian ini benar benar membuat lohu malu kepada orang yang telah tiada."

   Dengan perasaan si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sekarang, jangan lagi Thi Eng khi hanya meninggalkan satu pesan saja, sekalipun beribu macam masalah pun tentu akan disanggupi semua.

   Ong See ing memang pandai sekali melihat keadaan, tidak sampai si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian bertanya lagi, dia sudah berkata lebih jauh .

   "Tempat ini banyak orang dan kurang leluasa untuk berbincang, bagaimana kalau kita berpindah ke tempat yang lebih aman dan tenang saja?"

   Si Pembenci raja akhirat Kwik Keng thian segera menarik tangan Ong See ing seraya berkata .

   "Lote, rumahku tak jauh letaknya dari sini, apabila kau tidak menampik, bagaimana kalau kita berbicara di sana saja?"

   Tenaga dalam Ong See ing sudah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali, hal ini membuat wajahnya kelihatan jauh lebih muda ketimbang si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.

   Sekarang, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sudah menganggap istimewa Ong See ing, dengan sendirinya diapun bersikap hangat seperti terhadap sobat lama saja.

   Mengikuti sikap raja akhirat Kwik Keng thian, Ong See ing pun turut berganti sebutannya .

   "Saudara Kwik, inilah keinginan siaute sebelum jauh jauh datang kemari, harap saudara Kwik membawa jalan."

   Mereka berempat segera berangkat meninggalkan loteng Ban hoa lo, diiringi perbincangan yang hangat dan gelak tertawa yang riang gembira berangkatlah mereka menuju ke tempat kediaman si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian.

   Di tengah jalan Ong See ing menuturkan pula maksud kedatangannya ke situ.

   Menurut penuturan Ong See ing, dalam pertarungan menumpas istana Ban seng kiong, walaupun Thi Eng khi berhasil menumpas semua gembong iblis yang berada disitu, namun pentolannya berhasil kabur, sehingga hal ini menambah ancaman bagi dunia persilatan.

   Kemudian diperoleh kabar yang mengatakan Hian im Tee kun telah kabur ke situ, maka diapun sengaja diutus kemari untuk membantu si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian dalam usahanya menghimpun para jago yang berada di sekitar sana untuk bersama sama menghadapi Hian im Tee kun.

   Di samping itu, Hian im Tee kun pun konon berhasil membuat semacam obat beracun yang mematikan bila terkena tubuh manusia, itulah sebabnya si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian diminta menyelidiki obat pemunahnya sebagai persiapan bila digunakan dikemudian hari...

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian yang pernah menuduh Thi Eng khi dimasa silam, selalu menyesal di hatinya, maka untuk menebus kesalahan ini, apa saja yang dikehendaki Thi Eng khi segera dipenuhinya.

   Setibanya di dalam lembah Hek sik kok, si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian segera mencari suatu tempat yang tenang, kemudian membawa obat racun dari Hian im Tee kun yang diserahkan Ong See ing kepadanya itu untuk diselidiki obat penawarnya.

   Di samping itu, diapun berpesan kepada Jit gwat siang beng To bersaudara agar menyebarkan Eng hiong tiap dan mengundang segenap jago yang tinggal diseputar situ untuk bersama sana berkumpul di perkampungan Huan keng san ceng sambil menuruti perintah Ong See ing.

   Begitulah, dengan suatu cara yang sangat sederhana, Ong See ing berhasil menghimpun suatu kekuatan baru.

   Tak lama kemudian Thi Eng khi mengutus datang pula beberapa jago lihay yang semuanya terjebak oleh tipu muslihat Ong See ing dan dikendalikan olehnya.

   Si pembenci raja akhirat Kwik Keng thian sendiri sepanjang hari sedang dibikin pusing oleh persoalan pelik yang diajukan Ong See ing tersebut, siang malam ia selalu bekerja keras untuk menyelidiki obat penawar racun, otomatis diapun tidak mengetahui kalau para jago yang berada di sekitar daerah itu sudah terjebak semua oleh tipu muslihat Ong See ing.

   Walaupun akhirnya Jit gwat siang beng To bersaudara melihat kalau gelagat kurang beres, tapi oleh sebab mereka tidak berkekuasaan apapun, ditambah pula selalu diawasi oleh Ong See ing secara ketat, maka kecuali memperalat mereka untuk mempengaruhi para jago, mereka tak mampu berbuat apa apa.

   Begitulah, Hian im Tee kun berhasil menginjakkan kakinya di wilayah See lam.

   Dalam keadaan seperti inilah, Hui cun siucay Seng Tiok sian pulang ke lembah Hek sik kok, tempat tinggal gurunya dengan menunggang kuda Hek liong kou nya.

   Ong See ing sama sekali tidak menyangka kalau Hui cun siucay Seng Tiok sian dapat kembali sedemikian cepatnya.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian sendiri mimpi pun tidak menyangka kalau daerah yang bakal dikembangkan olehnya dikangkangi orang lain.

   Semenjak tiba di kota Bau sian, Hui cun siucay Seng Tiok sian sudah merasakan ketidak beresan tersebut.

   Sebagai seorang pemuda yang cerdas, setelah melihat kecurigaan mana maka Hui cun siucay Seng Tiok sian memutuskan untuk tidak pulang secara langsung melainkan kembali dulu ke rumahnya sendiri.

   Tempat ini tak lain adalah tempat di mana untuk pertama kalinya Hui cun siucay Seng Tiok sian berkenalan dengan Thi Eng khi.

   Walaupun perencanaan dari Hian im Tee kun sangat cermat dan seksama, namun ia sama sekali tidak menduga kalau Hui cun siucay Seng Tiok sian masih mempunyai rumah lain, salah perhitungan yang amat kecil ini membuat Hui cun siucay Seng Tiok sian berhasil lolos dari bencana kematian.

   Ketika Hui cun siucay Seng Tiok sian pulang ke rumah sendiri, pembantunya Seng Liang segera menggelengkan kepalanya dan menghela napas seraya berkata .

   "Kongcu, sahabatmu Thi ciangbunjin jelas bukan seorang manusia baik baik!"

   "Seng Liang,"

   Tegur Hui cun siucay Seng Tiok sian sambil berkerut kening.

   "apa maksud perkataanmu itu? Seandainya aku tidak memandangmu sebagai orang tua dari keluarga Seng kita, aku sudah bersikap tidak sungkan sungkan lagi kepadamu."

   Dengan wajah sedih Seng Liang berkata .

   "Kongcu, aku Seng Liang tidak akan berkata demikian seandainya aku tidak melihatmu semenjak masih kecil dulu tumbuh hingga dewasa, hamba pun sudah banyak menerima budi kebaikan dari loya berdua, untuk itu, walaupun kongcu hendak membunuhku pada hari ini, hamba tetap bersikeras hendak mengutarakan keluar semua uneg uneg didalam hatiku!"

   Menyaksikan kesetiaan Seng Liang tersebut, Hui cun siucay Seng Tiok sian segera menghela napas panjang.

   "Baiklah asal ucapanmu itu cengli, aku tak akan menjadi marah, akan tetapi bila ucapanmu itu ngaco belo tak karuan, selanjutnya kau pun tak usah berbincang bincang lagi denganku!"

   "Kongcu!"

   Kata Seng Liang kembali dengan serius.

   "apabila kau menganggap ucapan hamba tidak seharusnya diutarakan, hamba pun tak akan memperepotkan kongcu, aku bisa menempuh perjalananku sendiri...

   "

   Hui cun siucay Seng Tiok sian tidak berbicara lagi, dengan tenang dia menantikan kata kata berikutnya dari Seng Liang. Sekali lagi Seng Liang menghela napas panjang, lalu berkata .

   "Wilayah barat daya kita ini sudah dibikin kacau tak karuan oleh orang orang yang diutus oleh Thi sauhiap!"

   "Thi sauhiap telah mengirim orang? Siapakah dia?"

   Tanya Hui cun siucay Seng Tiok sian dengan wajah tertegun.

   "Dia mengaku bernama Ong See ing, apakah kongcu tidak kenal dengan orang ini?"

   Hui cun siucay Seng Tiok sian segera berteriak keras keras .

   "Sejak aku berpisah dengan Thi ciangbunjin, sepanjang jalan tanpa berhenti langsung pulang kemari, bila kuketahui tentang peristiwa ini, buat apa kutanyakan lagi kepadamu?"

   "Sudah hampir dua bulan lebih Thi sauhiap mengutuskan orang datang kemari, sekarang semua jago dari sekitar tempat ini telah terjatuh ke tangannya, suasana yang kacau balau tidak seperti beberapa waktu berselang lagi."

   "Sudah dua bulan lebih?"

   Hui cun siucay Seng Tiok sian bergumam seorang diri.

   "Waktu yang lebih tepat adalah dua bulan lebih delapan belas hari,"

   Seng Liang menerangkan lebih jelas lagi. Dengan wajah serius dan nada yang panik Hui cun siucay Seng Tiok sian segera berseru.

   "Tujuh puluh delapan hari berselang Thi ciangbunjin masih berada dalam keadaan sakit, pada waktu itu hakekatnya dia tidak mencampuri urusan apa pun. disamping itu tiada seorang manusia pun diantara para jago yang bernama Ong See ing."

   Kemudian setelah berjalan bolak balik sambil termenung tiba tiba ia bertanya lagi .

   "Seng Liang, apakah kau pernah bersua dengan manusia yang bersama Ong See ing itu?"

   "Dari kejauhan aku pernah melihat dirinya satu kali, dia mengenakan jubah berwarna tembaga dengan usia sekitar enam puluh tahunan, wajahnya putih bersih tanpa berkumis, semangatnya segar seperti pemuda tapi berwajah penuh kewibawaan."

   Hui cun siucay Seng Tiok sian termenung sebentar, lalu tanyanya lebih jauh .

   "Ciri khas apa lagi yang dimilikinya? Seperti kedua belah tangannya apakah mempunyai kelainan?"

   "Dia selalu mengenakan jubah yang lebar dengan menyembunyikan sepasang tangannya dibalik pakaian, belum pernah ada orang yang menyaksikan bentuk lengannya."

   "Selain Ong See ing, masih ada siapa lagi?"

   "Konon yang diutus kemari semuanya sudah berusia lanjut, tapi hamba pernah menyaksikan ada seorang gadis yang masih muda dan cantik lagi, hamba lihat hubungannya dengan Un sangat akrab..."

   "Apakah tiada dua orang gadis muda?"

   "Yang terlihat sekarang baru seorang, mungkin rekannya belum sampai sini. Apakah kongcu kenal baik dengan mereka?"

   Hui cun siucay Seng Tiok sian tidak menjawab pertanyaannya dari Seng Liang tersebut, hanya dalam hati kecilnya diam diam ia berpikir keras .

   "Heran, di antara Hian im ji li, mengapa baru seorang yang munculkan diri?"

   Melihat majikannya Hui cun siucay Seng Tiok sian tidak menjawab, Seng Liang segera sok pintar, katanya lagi .

   "Bagaimanakah watak nona Un, kau bersua dengan mereka nanti, lebih baik berlagaklah seakan akan belum pernah mengenal."

   Baru saja Seng Liang menyelesaikan kata katanya, dari luar pintu sana sudah terdengar suara ujung baju yang terhembus angin berkumandang datang.

   Buru buru Hui cun siucay Seng Tiok sian menggoyangkan tangannya mencegah Seng Liang berkata lebih lanjut.

   Sesaat kemudian terdengar seseorang berseru dari luar pintu .

   "Engkoh Tiok, kau ada di rumah?"

   Bayangan merah berkelebat lewat, nona Ting Un dengan mengenakan baju berwarna merah sudah menyelinap masuk ke dalam ruangan. Dengan senyuman dikulum Hui cun siucay Seng Tiok sian segera menyongsong kedatangannya seraya menegur .

   "Adik Un, darimana kau tahu kalau aku sudah kembali?"

   Ting Un tertawa katanya .

   "Sanjin merasa hati berdebar, maka setelah dihitung hitung, kuketahui bahwa kau telah datang."

   "Ooooh, kau mendapat tahu dari mulut mereka?"

   "Kalau toh sudah pulang, mengapa kau tidak datang menengok diriku....?"

   Seru Ting Un lagi dengan wajah mendongkol. Melihat gadis itu sengaja mengalihkan pembicaraan ke arah lain, dengan perasaan gelisah dia mendepak depakan kakinya berulang kali seraya berseru .

   "Adik Un, sekarang bukan waktunya untuk mengumbar watak nonamu, kau harus tahu Ong See ing sesungguhnya adalah hasil penyaruan dari Hian im Tee kun, cepat katakan kepadaku, apakah ada orang yang sengaja memberitahukan kepadamu bahwa aku telah pulang?"

   Begitu mendapat tahu kalau Ong See ing adalah Hian im Tee kun, Ting Un merasa terkejut sekali serunya kemudian cepat cepat .

   "Tapi apa sangkut pautnya dengan kita?"

   "Sangkut pautnya besar sekali orang justru memperalat dirimu untuk mengajak mereka datang kemari!"

   "Yaa, mungkin aku benar benar sudah terjebak oleh siasat budak itu,"

   Seru Ting Un kemudian sambil menyumpah nyumpah. Baru selesai dia berkata, dari luar pintu sudah kedengaran seseorang berseru .

   "Sayang sekali terlalu lambat kau mengetahui akan hal ini...."

   "Siapa diluar?"

   Bentak Hui cun siucay Seng Tiok sian setengah menghardik.

   Dengan cepat dia menarik Ting Un kebelakang tubuhnya, sementara senjata kipas emasnya sudah dicabut keluar, hawa murni segera dihimpun dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

   Ting Un dan Seng Liang yang berdiri dibelakang Hui cun siucay Seng Tiok sian serentak meloloskan pula senjata masing masing untuk menghadapi segala kemungkinan.

   Nona Ting Un mempergunakan sebilah pedang Gin kong kiam, sedangkan senjata andalan Seng Liang adalah sebilah golok raksasa.

   Pada saat itulah dari luar pintu berjalan masuk Hian im li Cun Bwee, sambil berdiri ditepi pintu dan memandang ke arah Ting Un katanya sambil tertawa dan manggut manggut tiada hentinya.

   "Adik kecil, enci mesti berterima kasih kepadamu, coba kalau kau tidak bertindak sebagai petunjuk jalan, enci tak pernah akan menyangka kalau Seng tayhiap memiliki rumah yang begini indah disini......

   "

   "Hmmm!"

   Ting Un mengumpat keras keras.

   "sekarang kedok palsu kalian sudah terbongkar, kami jago jago dari See lam tidak akan percaya lagi dengan kalian."

   "Siapa bilang kedok kami sudah terbongkar?"

   Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung/Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hian im li Cun Bwee tertawa licik.

   "Tentu saja, sebab kami sudah mengetahui identitas kalian yang sebenarnya!"

   Hian im li Cun Bwee segera tertawa terkekeh kekeh.

   "Heeehhh... heeehhh.... heeehhh... walaupun kalian bertiga tahu akan persoalan ini, namun aku yakin kalian tak akan mampu untuk mengatakan kepada siapa pun."

   "Hmmmm, setan baru tak bisa berbicara!"

   Seru nona Ting Un sambil menarik wajahnya. Buru buru Hui cun siucay Seng Tiok sian mengerahkan ilmu menyampaikan suaranya memperingatkan Ting Un dan Seng Liang .

   "Kalian harus berhati hati, mereka hendak membunuh orang untuk melenyapkan saksi, lebih baik kalian saksikan saja cara kerjaku, siapa tahu dengan cara itu kita masih bisa lolos dari kepungan ini...

   "

   Ketika Hian im li Cun Bwee menyaksikan Hui cun siucay Seng Tiok sian berkemak kemik tanpa kedengaran suaranya, sadarlah dia bahwa lawan lawannya tak akan takluk dengan begitu saja, maka sambil tertawa seram katanya .

   "Seng sauhiap, aku lihat kau tak usah membuang waktu dan tenaga dengan percuma, kalian tak akan mempunyai kesempatan lagi untuk meloloskan diri dari sini!"

   Berbicara sampai disitu dia lantas berpekik nyaring, menyusul suara pekikan itu dari sekeliling bangunan rumah itupun bergema suara sahutan yang nyaring.

   Hal ini menunjukkan kalau Hui cun siucay Seng Tiok sian sekalian sudah terkepung rapat rapat.

   Setelah bergemanya suara pekikan itu, sambil tertawa kembali Hian im li Cun Bwee berkata .

   "Orang orang yang berada diluar rumah merupakan komplotan kepercayaan dari Hian im Tee kun, tak seorangpun diantara mereka merupakan sahabat kalian."

   "Tidak kabur yaa tidak kebur, siapa sih yang takut kepadamu?"

   Seru Ting Un sangat gusar. Perkataannya ini sangat polos dan lucu, dianggapnya sangat lihay dan tidak kuatir menghadapi kepungan tersebut. Padahal dalam pendengaran orang lain, hal ini sangat menggelikan sekali.

   "Saat ini, hanya ada dua jalan yang dapat kalian tempuh!"

   Kata Hian im li Cun Bwee lebih jauh.

   Hui can siucay Seng Tiok sian pernah menderita kerugian di tangan Hian im li Cun Bwee, diapun cukup mengetahui akan kelihayannya, semenjak kemunculan perempuan iblis tersebut, dia jarang sekali berbicara, sementara otaknya berputar terus mencari akal bagaimana caranya meloloskan diri dari situ, itulah sebabnya dia membiarkan Ting Un berteriak teriak tiada hentinya.

   Tapi kalau dilihat dari situasi yang berada didepan mata, nampaknya mereka sudah tidak memiliki kesempatan apapun untuk meloloskan diri dari situ.

   Dalam keadaan demikian, timbullah gagasan Hui cun siucay Seng Tiok sian untuk beradu jiwa dengan lawannya, sambil tertawa terbahak bahak dia lantas berseru .

   "Haaahhhh... haaahhhh..... haaahhhh.... siluman perempuan, kepandaianmu sudah pernah kurasakan, sekarang kita pun tak usah banyak berbicara lagi, lihat serangan!"

   Dengan mengerahkan ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im yang lihay, dia menyelinap ke hadapan Hian im li kemudian senjata kipas emasnya dengan disertai segulung tenaga serangan yang sangat kuat langsung membacok pinggang Hian im li Cun Bwee.

   Mimpi pun Hian im li Cun Bwee tak pernah menyangka kalau Hui cun siucay Seng Tiok sian pernah mempelajari ilmu Hu kong keng im, gara gara keteledorannya hampir saja dia termakan oleh serangan lawan.

   Berada dalam keadaan seperti ini, kontan saja dia kena terdesak oleh sapuan kipas emas Hui cun siucay Seng Tiok sian sehingga mundur ke samping.

   Dengan cepat Hui cun siucay Seng Tiok sian menyerbu ke depan pintu dan menghadang jalan mundurnya.

   Agaknya Hian im li Cun Bwee sudah dapat menduga maksud hati Hui cun siucay Seng Tiok sian, dengan cepat dia berjalan ke arah tengah, lalu sambil melirik sekejap wajah ketiga orang itu dengan pandangan sinis.

   Katanya sambil tertawa dingin .

   "Hanya mengandalkan kalian bertiga sudah ingin mengancam diriku? Huuuh......kalian masih ketinggalan jauh sekali."

   Selesai berkata dia lantas merentangkan sepasang tangannya, seakan akan sedang berkata begini .

   "Untuk menghadapi kalian, aku tak perlu mempergunakan senjata lagi."

   Ting Un sudah memperoleh segenap warisan ilmu keluarganya, dalam lingkungan perkampungan Huan keng san ceng terhitung seorang manusia yang luar biasa.

   Dengan keadaan seperti ini, tak heran kalau dia mempunyai pandangan tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi.

   Dialah yang pertama tama tidak tahan dulu menghadapi sikap angkuh dari Hian im li Cun Bwee.

   Pedang Gin kong kiamnya segera dimasukan kembali ke dalam sarungnya, lalu serunya sambil tertawa dingin .

   "Nonamu tak ingin mencari keuntungan diatas senjata, akan kusuruh kau sadari bahwa di atas langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia lain!"

   Gadis ini memang berwatak demikian begitu ingin bertarung lantas turun tangan dengan cepat.

   Sambil bertekuk pinggang dia melompat ke depan, lalu dengan jurus Giok li tou huan (gadis suci masuk ke dalam pelukan) dia menyambarkan telapak tangannya ke depan menghantam jalan darah Jit kan hiat di dada Hian im li Cun Bwee.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian cukup mengetahui akan kelihayan Hian im li Cun Bwee, melihat nona Ting Un bersikap tak tahu diri, dia sadar dalam satu gebrakan pun nona ini bakal menderita kerugian di tangan lawannya maka sambil berkerut kening bentaknya keras keras .

   "Lihat serangan!"

   Lagi lagi dia menyelinap maju ke depan nona Ting Un dengan gerakan Hu kong keng im lalu menghalangi dihadapannya sehingga nona Ting Un tak mampu melanjutkan serangannya, kemudian tangannya bergerak cepat memainkan jurus Hong seng im tong (angin muncul awan bergerak) menciptakan selapis bayangan kipas yang bersama sama membabat pinggang Hian im li Cun Bwee.

   Jilid 46 Tujuannya yang terutama di dalam melancarkan serangan ini adalah untuk menyelamatkan nona Ting Un dari kegegabahannya melancarkan serangan, karenanya sementara tangan kanan melepaskan serangan, tangan kirinya dipergunakan untuk menahan nona Ting Un agar tidak maju lebih ke muka.

   "Adik Un,"

   Teriaknya keras keras.

   "untuk menghadapi manusia jahat seperti ini, lebih baik kita bertiga sama sama mencabut senjata"

   Maksud dari teriakannya itu adalah menyadarkan nona Ting Un agar secepatnya meloloskan pedangnya.

   Hian im li Cun Bwee sendiri ketika menyaksikan sikap Ting Un begitu polos dan kekanak kanakan, bahkan ingin menghadapinya dengan tangan kosong belaka, dengan perasaan geli dia lantas berhenti bergerak, dia ingin melihat dulu gerak serangan dari lawannya sebelum turun tangan meringkus gadis tersebut.

   Menurut perhitungannya, seandainya Ting Un berhasil dibekuk dan dijadikan sandera, niscaya dia tak perlu repot repot lagi untuk melangsungkan pertarungan.

   Siapa tahu Hui cun siucay Seng Tiok sian sangat menguatirkan keselamatan Ting Un dan tiba tiba saja menyerobot maju ke depan sambil melepaskan serangan.

   Tatkala Hui cun siucay Seng Tiok sian mempergunakan gerakan Hu kong keng im untuk pertama kalinya tadi, oleh karena kecepatannya diluar dugaan Hian im li Cun Bwee, maka walaupun tenaga dalam yang dimiliki gadis itu cukup lihay, namun berhubung dia tak tahu kalau ilmu Hu kong keng im yang dipelajari Hui cun siucay Seng Tiok sian sudah mencapai pada kesempurnaan, dalam gugupnya dia kena terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.

   Sebagai gadis yang cerdik, Ting Un segera dapat merasakan betapa kasihnya Hui cun siucay Seng Tiok sian untuk melindungi keselamatannya tadi, dia menjadi terperanjat.

   Sekarang dia baru menduga kalau Hian im li adalah seorang manusia yang sukar dihadapi, itulah sebabnya Hui cun siucay Seng Tiok sian baru menghadang dihadapannya untuk melindungi keselamatan jiwanya..

   Maka setelah mundur ke belakang, dengan cepat dia meloloskan kembali pedang Gin kong kiamnya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.

   Setelah bergeser tiga langkah ke samping, Hian im li Cun Bwee segera mendengus dingin seraya berseru .

   "Baru berpisah beberapa hari, kemajuan yang kauperoleh benar benar pesat sekali, sejak kapan kau berhasil mempelajari ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im nya si Kian tua?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi .

   "Dengan dasar kepandaian silat yang kau miliki sudah pingin pelajari ilmu gerakan tubuh Hu kong keng im? Hmmm, aku lihat akhirnya toh tiada gunanya juga."

   Telapak tangannya segera diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan dahsyat yang membuat bayangan kipas dari Hui cun siucay Seng Tiok sian tergetar keras dan mencelat ke samping.

   Diantara kalangan angkatan muda, Hui cun siucay Seng Tiok sian termasuk seorang jagoan yang menonjol, apalagi setelah memperoleh banyak kebaikan dari Bu im sin hong Kian Kim siang selama berada di istana Ban seng kiong, tenaga dalamnya boleh dibilang sudah maju setapak lagi.

   Siapa tahu serangan yang dianggapnya cukup dahsyat tersebut dalam kenyataannya berhasil dipunahkan oleh Hian im li Cun Bwee dengan sangat gampang, ini menyebabkan hatinya tercekat, segera bentaknya keras keras .

   "Adik Un, Seng Liang, mari kita maju bersama sama."

   Dengan jurus Keng to pak an (ombak dahsyat memecah ditepian) kipas emasnya disodok kembali menyerang Hian im li Cun Bwee.

   Seng Liang dengan mengayunkan golok raksasanya memainkan jurus Heng sau cian kun (menyapu rata seribu prajurit), segulung desingan angin golok segera menyambar di udara dengan amat dahsyat..

   Nona Ting Un tidak ambil diam, pedang Gin kong kiamnya memainkan jurus Tin go ci hou (Tin go menusuk harimau) dan memancarkan serentetan cahaya perak yang amat menyilaukan mata.

   Tampak Hian im li Cun Bwee memutar badannya dua lingkaran serta menghindarkan diri dari sambaran pedang Gin kong kiam dari nona Ting Un dan bacokan golok dari Seng Liang, kemudian tiba tiba saja dia memutar pergelangan tangannya dan secara beruntun melepaskan tiga jurus serangan berantai ke arah Hui cun siucay Seng Tiok sian.

   Ketiga jurus serangan ini dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan disertai kekuatan yang amat dahsyat, arah yang diserangpun berupa jalan darah penting diseluruh badan Hui cun siucay Seng Tiok sian, kontan saja pemuda itu terdesak sehingga mundur empat langkah ke belakang.

   Begitu berhasil mendesak mundur Hui cun siucay Seng Tiok sian, Hian im li Cun Bwee membalikkan lengan dan bertekuk pinggang, tangan kiri serta tangan kanannya digerakkan bersama sama, lagi lagi dia berhasil mendesak mundur nona Ting Un dan Seng Liang sejauh tujuh langkah lebih dalam satu gebrakan saja.

   Selesai mendesak mundur Hui cun siucay Seng Tiok sian, nona Ting Un dan Seng Liang bertiga mendadak Hian im li Cun Bwee membentak nyaring .

   "Sekarang, kalian pun saksikan kelihayanku ini!"

   Mendadak dia melompat ke tengah udara, kemudian tubuhnya bergerak lemas seperti daun yang liu yang bergoyang terhembus angin, tahu tahu sesosok bayangan manusia sudah berkelebat di dalam ruangan itu.

   Hui cun siucay Seng Tiok sian segera mengerti bahwa Hian im li Cun Bwee bermaksud memamerkan kekuatan tenaga dalamnya dalam gerakan ini, dia tidak berani berayal lagi, sambil mengembangkan ilmu Hu kong keng im nya yang lihay, dia bergerak mengikuti perubahan lawan.

   Tiba tiba saja dari dalam ruangan bergulung lewat angin puyuh yang menderu deru, hawa serangannya maha dahysat tersebut segera memancar ke empat penjuru.

   Bayangan kipas, cahaya pedang, sinar golok, angin pukulan seketika bercampur aduk menjadi satu, suatu pertarungan yang sengit dan menggidikkan hati pun berlangsung di sana.

   Kurang lebih seperminum teh kemudian, mendadak terdengar Seng Liang menjerit keras dan.....

   "Traaaang!"

   Golok raksasanya terhajar oleh pukulan Hian im li Cun Bwee sehingga mencelat ke belakang dan jatuh ke tanah.

   Sementara orangnya ikut terhajar pula sampai mundur sejauh lima langkah lebih, akhirnya dia jatuh terduduk ke tanah dan memuntahkan darah segar.

   Pada saat Seng Liang menderita luka, nona Ting Un menjerit pula dengan suara keras, pedang Gin kong kiamnya terlepas dari tangan dan tubuhnya mundur ke sudut ruangan dengan wajah pucat pias seperti mayat dan napas tersengkal sengkal, akhirnya setelah bersandar di dinding dengan tubuh gemetar, ia jatuh terduduk ke atas tanah.

   Rupanya jalan darah Cian keng hiatnya sudah terhajar Hian im li Cun Bwee sehingga gadis tersebut kehilangan kemampuannya untuk melanjutkan pertarungan.

   Walaupun demikian, masih untung isi perutnya tidak sampai terluka parah, namun begitu si nonapun untuk sementara waktu tak dapat menerjunkan diri lagi dalam arena pertarungan.

   Setelah berhasil melukai dua orang lawannya, kini Hian im li Cun Bwee tinggal menghadapi Hui cun siucay Seng Tiok sian seorang saja.

   Dengan kemampuan yang dimiliki Hui cun siucay Seng Tiok sian, bayangkan saja bagaimana mungkin dia bisa menandingi kelihayan Hian im li Cun Bwee? Untung saja dia baru mempelajari ilmu Hu kong keng im yang sangat lihay, sehingga kendatipun tenaga dalam yang dimiliki Hian im li cukup lihay, untuk sesaat dia tak mampu merobohkan lawannya.

   Tapi hal itu sudah jelas tertera pula menang atau kalah adalah masalah waktu belaka.

   Kecuali Bu im sin hong Kian Kim siang, ketua Siau lim pay Ci long siansu, ketua Bu tong pay Keng hian totiang bertiga yang selama hidup tak pernah menunggang kuda, atau para jago anggota Siau lim pay dan Bu tong pay kurang leluasa menunggang kuda, maka Thi Eng khi, Pek leng siancu So Bwe leng, si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po, Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, si Unta sakti Lok It hong serta kakak beradik Bu Nay nay dan Bu Im bersama sama menunggang kuda jempolan dan menuruni bukit Ban seng kiong menuju ke kota Sah si dimana sarang Hian im Tee kun berada.

   Tentu saja Thi Eng khi telah menunggang kuda kesayangannya Hek liong kou lagi.

   Bu im sin hong Kian Kim siang, ketua Siau lim pay Ci long siansu dan ketua Bu tong pay Keng hian totiang bertiga tetap berjalan kaki mengikuti dibelakang.

   Bagi penglihatan umat persilatan, jarak dari Ban seng kiong yang berada di bukit Wu san sampai di kota Sah si tidak termasuk suatu perjalanan yang terlampau jauh, apalagi dengan menunggang kuda tanpa berhenti, tak sampai berapa hari kemudian mereka sudah tiba di tempat tujuan.

   Sekarang mereka melakukan tindakan kilat, bagaikan segulung angin puyuh, seluruh daerah di sekitar sarang Hian im Tee kun sudah terkepung rapat rapat.

   Begitu melayang turun dari kudanya, semua orang mengepung pohon besar dimana mulut masuknya terletak, kemudian setelah berunding sejenak, diputuskan Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang berdua yang melakukan penyelidikan lebih dulu.

   Sedangkan sisanya dipimpin oleh Ciu Tin tin, bertugas untuk mencegah usaha Hian im Tee kun kabur dari situ.

   Thi Eng khi dan Bu im sin hong Kian Kim siang dengan cepat melompat masuk ke balik batang pohon dan lenyap dari pandangan mata.

   Dengan Thi Eng khi berjalan di muka, Bu im sin hong Kian Kim siang menyusul dibelakangnya, secepat kilat mereka sudah selesai menelusuri lorong rahasia itu.

   Dihadapan mereka sekarang sudah nampak cahaya terang yang memancar keluar dari balik gua.

   Pintu gua berada dalam keadaan terbuka lebar, seperti apa yang dilihat Thi Eng khi tempo hari, keadaannya sama sekali tidak berubah, cahaya itu memancar keluar dari balik penyekat dan menyinari sebagian dari lorong rahasia tersebut.

   Setibanya di depan pintu gua, Thi Eng khi bersiap siap akan menerjang masuk secara langsung.

   Tapi Bu im sin hong Kian Kim siang yang berpengalaman segera menarik tangan Thi Eng khi dan berbisik dengan ilmu menyampaikan suara .

   "Saudara cilik, harap tunggu sebentar! Hian im Tee kun bukan manusia sembarangan, pintu gua yang terbentang lebar lebar ini cukup mencurigakan sebab sama sekali berlawanan dengan kejadian yang wajar, kita tak boleh menyerempet bahaya tanpa perhitungan, dari pada akhirnya mesti menderita kerugian besar."

   Merah jengah selembar wajah Thi Eng khi setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian .

   "Perkataan Kian tua memang benar, dari pada kita terperangkap oleh tipu muslihatnya, lebih baik kita tantang saja gembong iblis tersebut secara terang terangan."

   "Betul, kita tantang saja secara terang terangan, agar gembong iblis tua itu terperanjat."

   Thi Eng khi segera menghimpun tenaga dalamnya, kemudian berseru dengan nyaring .

   "Bu i


Renjana Pendekar -- Khulung Pedang Tetesan Air Mata -- Khu Lung Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long

Cari Blog Ini