Ceritasilat Novel Online

Kesatria Berandalan 2


Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Bagian 2



Kesatria Berandalan Karya dari Ma Seng Kong

   

   Mo Poh-co.

   Dia masih mengira matanya kesilauan salah melihat.

   Tubuhnya berhenti sejenak, bengong sebentar, ternyata Kie Yam-ke masih hidup dan tanpa kekurangan sesuatu apapun! Dia tidak tahan berseru kegirangan, menyerbu ke depan, mencekal erat-erat Kie Yam-ke sambil melompat-lompat dan bersorak-sorak.

   Tetapi Kie Yam-ke tidak berani sembrono, diam-diam dia melirik Mo Poh-co yang seolah-olah bertambah tua sepuluh tahun, khawatir dia mengambil kesempatan ini, menyerang kembali! Tapi Mo Poh-co bagaikan terbuat dari tanah dan ukiran kayu, gelang emas besarnya menggantung kebawah, bergerak pun tidak, persis seperti boneka kayu yang tidak bernyawa.

   Sekali lagi Kian Ta yang sedang berada diatas kesenangannya terasa jatuh ke dalam jurang es yang penuh kekecewaan, orangnya menjadi kaku dan bodoh, Dalam waktu sekejap ini dia tidak yakin ini adalah kenyataan, kenyataan yang sudah terpampang di depan mata, yang dia harus menerima.

   Tetapi dia juga terkejut dan takut, dia betul-betul sudah ketakutan! Lama sekali, dia tidak bicara juga tidak berusik, mendadak dia seperti kesurupan, melompat-lompat dan memekik.

   "Suhu, jahanam itu belum mampus, kau telah menerima uangku, kenapa tidak cepat-cepat membunuhnya?"

   Wajahnya persis orang gila, juga menyerupai seorang badut.

   Orang-orang disana yang melihatnya juga ramai memandang hina.

   Mo Poh-co yang berdiri bagaikan patung kayu, terkejut oleh suara pekikan Kian Ta yang menyerupai suara hantu itu, sekujur tubuhnya seperti dialiri listrik.

   Mendadak dia mendongakkan kepala, membentak dengan keras pada Kian Ta yang sedang mencak-mencak dan berteriak.

   "Kian Ta, untuk apa ribut! Jangan kira kau , memiliki banyak uang, lalu bisa seenaknya menunjuk-nunjuk! Kau salah besar, memang Lohu menerima uang-mu, tapi Lohu juga sudah berusaha sekuat tenaga, mengadu jiwa demi kau, tenaga yang Lohu keluarkan sudah cukup untuk membayar kau! Kian Ta, Lohu tidak sudi punya murid macam kau, mulai sekarang hubungan kita putus, kau adalah kau, Lohu adalah lohu, kalau kau terus-terusan membuat ribut, jangan salahkan Lohu kalau hilang kesabaran!"

   Bentakan Mo Poh-co ini membuat Kian Ta segera terdiam bagaikan jangkrik terinjak. Mo Poh-co melihat Kian Ta sudah terdiam, baru berpaling muka pada Kie Yam-ke dengan tersenyum hormat berkata.

   "Kie Yam-ke, Lohu telah salah menilaimu, menganggap sebagai berandalan brengsek biasa, tidak disangka kemampuanmu sehebat ini kau menyembunyikan diri dalam berandalan-berandalan kampung. Hari ini Lohu dikalahkan olehmu, mau dibunuh, mau dicincang silahkan lakukan saja!"

   Kie Yam-ke cepat-cepat merangkapkan tangan pada Mo Poh-co seraya berkata.

   "Mo Cianpwee, marga Kie tidak ada dendam dengan Cianpwee, beruntung Cianpwee banyak mengalah, membiarkan aku bisa lebih unggul sedikit, pertarungan kita cukup sampai disini saja!"

   Memang Mo Poh-co biasa sehari-harinya agak kejam, tapi dia adalah seorang tokoh terbuka, mendengar Kie Yam-ke berkata begitu dia mengerti Kie Yam-ke memberi muka, membuat dia amat berterima kasih.

   Maka dia merangkapkan tangan memandang Kie Yam-ke seraya berucap.

   "Adik Kie, Lohu tidak akan melupakanmu. Permisi!"

   Begitu perkataannya selesai dia pun memutar tubuhnya, sama sekali tidak memandang Kian Ta. Pergi dengan cepat.

   "Mo Cianpwee hati-hati di jalan, aku kembalikan gelang emasnya!"

   Kie Yam-ke hampir saja lupa bahwa di tangannya masih memegang 2 buah gelang emas milik Mo Poh-co.

   Liang-thian-ci nya digetarkan, dan 2 berkas sinar emas dengan mulus terbang berputar melejit dengan cepat menuju Mo Poh-co yang berhenti ditepi jalan karena mendengar panggilan dari Kie Yam-ke.

   Mo Poh-co baru sadar, cepat-cepat berhenti dan mengangkat lengan dengan tepat dan cantik, 2 buah gelang emasnya sudah melingkar ke lengannya, gayanya yang ringkas dan menawan segera mendapat pujian dan sorakan dari para penonton yang mengelilingi arena.

   "Sampai bertemu lagi!"

   Mo Poh-co yang sudah menerima kembali 2 gelang emas dan selepas ucapannya orangnya sudah pergi jauh entah kemana.

   Begitu Mo Poh-co pergi, Kian Ta seperti baru merasa kehilangan tempat untuk bersandar, terpikir apabila sekarang dia tidak cepat-cepat angkat kaki, kemungkinan besar selamanya pun tidak bisa pergi lagi, Berfikir akibat yang mengerikan ini, dia seperti seekor tikus, menundukkan kepala membungkukkan tubuh, ingin kabur secepatnya.

   Saat ini orang sekampung dan para tetangga melihat Kie Yam-ke memenangkan pertarungan ini, semua dengan suka cita mengerumuni dia, mengajak bicara, memegang-megang tubuhnya, mereka seperti sudah lupa akan Kian Ta ini, seolah-olah memberi dia peluang baik, maka Kian Ta menggunakan kesempatan ini berusaha kabur.

   Tapi hari ini nasib sial Kian Ta masih belum habis, baru saja bergerak bersama 2 orang tukang pukulnya, didepannya tiba-tiba dihadang oleh seseorang, bagaikan pagoda baja, untung dia cepat berhenti kalau tidak, mungkin sudah menabrak orang itu.

   Setelah berhenti cepat-cepat dia mengangkat kepala melihat.

   "Ampun!"

   Dia memekik.

   Siapakah orang yang menghadang jalan ini? Dialah Lu Pau! Lu Pau yang tinggi besar, berdiri disana sambil membusungkan dada dan menekuk tangan di pinggangnya, bagaikan dewa langit menghalangi jalan kabur si Kian Ta! Kian Ta berusaha bagaikan seekor anjing gila, meloncat kesana gabruk kesini tetap tidak bisa lepas.

   Lu Pau selalu menghalangi dia.

   "Kian Ta, bagaimanapun kau akan tidak bisa kabur!"

   Lu Pau memandang Kian Ta yang terpojok ini.

   Akhirnya Kian Ta bagai seekor anjing buduk yang kehabisan tenaga, lumpuh begitu saja di tanah! Sehari-hari dia sangat galak seperti dewa jahat, dua tukang pukulnya selalu mengganggu orang lemah, hari ini bertemu Lu Pau persis hantu kecil bertemu raja neraka, ketakutan hingga kaki tangannya lemas semua.

   "blukkk!"

   Mereka bersimpuh di tanah! Lu Pau paling benci pada orang yang berani pada yang kecil tapi takut sekali pada yang kuat, dia memandang hina mereka bertiga dan dia meludahi mereka. Dengan suara tinggi berseru pada Kie Yam-ke.

   "Kie Toako, jangan lupa masalah yang pernah disanggupi oleh si brengsek Kian Ta ini padamu!"

   Kie Yam-ke dan orang-orang disana baru sadar setelah mendengar seruan Lu Pau, mereka bersama-sama melihat ke arah Lu Pau, tampak Kian Ta terduduk di tanah tidak berdaya, maka beramai-ramai mereka sambil berteriak berlarian menuju kesana.

   Mereka yang pernah ditindas oleh Kian Ta, melihat dia tidak berdaya, semua menjadi senang, bersorak-sorak mencemoohkan dia.

   Kali ini Kian Ta mengalami hal yang paling memalukan sejak dia dilahirkan ke dunia, andaikata di tanah lapang ini ada lubang, dia tidak akan ragu-ragu lagi pasti menerobos masuk untuk membenamkan diri.

   Kie Yam-ke berdiri di depan Kian Ta, dia senyum memandang Kian Ta yang gemetaran, dia berkata.

   "Kian Ta, bangunlah, ada yang perlu aku katakan padamu."

   Kian Ta berusaha bangun, meronta beberapa kali dengan susah payah memaksakan diri untuk berdiri, sepasang kaki tidak henti-hentinya gemetaran, dengan suara bergetar berkata.

   "Kie.... Tayhiap...mohon...lepaskan aku, apa yang kau mau, aku.. .aku akan menurut saja."

   Kie Yam-ke menjulurkan tangan berkata.

   "Kalau begitu, mari...!"

   Sejenak Kian Ta tidak mengerti barang apa yang Kie Yam-ke minta, sepasang mata yang ketakutan melongo memandang Kie Yam-ke. Melihat kelakuannya, dengan tertawa hambar Kie Yam ke berkata.

   "Kian Ta, pasti kau sangat terkejut sampai lupa, Kau tadi bilang kalau aku sanggup mengalahkan suhumu, kau akan mengembalikan bukti pengakuan hutang Oh Ta-siok padaku bukan?"

   Kian Ta baru ingat setelah mendengar perkataan Kie Yam-ke, saat ini asal dia tidak mati permintaan apapun tidak menjadi masalah, secepatnya dia merogoh saku mengeluarkan tanda bukti itu, menyerahkan pada Kie Yam-ke dengan kedua belah tangan.

   Setelah Kie Yam-ke menerima, lalu diperiksa dengan teliti, dilipat dengan baik dan dia menyimpan di dalam sakunya, amat dingin dia berkata.

   "Kian Ta, Oh Ta-siok pinjam 20 tail padamu, telah bayar 12 tail, demi kejelasan dan keadilan, aku mewakili Oh Ta-siok membayar hutangnya yang 8 tail lagi, mulai sekarang hutang dia sudah lunas, kalau kau masih berani mengganggu Oh Ta-siok lagi, jangan salahkan aku tidak memberi kau ampun lagi!"

   Tangan sekali membalik sebuah uang perak seberat 10 tail sudah disodorkan ke depan Kian Ta.

   "Ini uang untuk membayar hutangnya, sisanya anggaplah bunganya!"

   Kian Ta hanya berharap Kie Yam-ke mau melepaskan dia, mana berani dia menerima uang itu, dia terus-terusan menggoyangkan kedua tangannya berkata.

   "Ini... ini... sudahlah, Kie Toako, ambil...ambil kembali."

   Dengan muka tegas Kie Yam-ke berkata.

   "Hutang uang bayar uang, itu wajar, kau harus terima!"

   Lalu Kie Yam-ke menaruh uang itu ke dalam tangan Kian Ta, Kian Ta terpaksa menerimanya, dengan tertawa kecut memandang Kie Yam-ke.

   "Hayo, cepat pergi!"

   Kie Yam-ke membentak keras, Kian Ta dan kedua tukang pukulnya tergetar dan terkejut, cepat-cepat angkat kaki mau pergi.

   "Tunggu!"

   Kie Yam-ke menyetop. Kian Ta dan kedua tukang pukulnya tersentak, lalu menurut dan berhenti, dengan gugup memandang Kie Yam-ke.

   "Kie Toako, masih ada pesan?"

   Dengan serius Kie Yam-ke berkata.

   "Dengar, memang kau banyak uang, tapi bukan berarti kau boleh berbuat seenaknya, kalau kau tidak mau insyaf, tetap mengganggu orang-orang lemah, rasakan akibatnya nanti!"

   Kian Ta mengiyakan, kelakuannya yang patuh persis seperti seekor anjing, kesombongannya yang menonjol sehari-hari entah dibuang kemana. Orang-orang disana melihat keadaan begini, dengan lega tertawa keras. Kie Yam-ke sudah menuntut balas demi mereka.

   "Pergilah!"

   Kie Yam-ke mengayunkan tangan.

   Kian Ta dan 2 orang tukang pukulnya di bawah ejekan dan tertawaan orang-orang, cepat-cepat pergi bagaikan tikus dikejar-kejar kucing.

   Tidak sampai setengah jam berita Kie Yam-ke menghajar Kian Ta sudah terdengar.

   Dari satu ke sepuluh, dari sepuluh ke seratus, sebentar saja telah menyebar ke seluruh kota Yang-ciu.

   Kie Yam-ke mengembalikan tanda bukti pinjaman uang pada Oh Ta-siok lalu pulang ke rumahnya yang butut, teman dan saudaranya sesama gembel sudah mendapat berita dari Lu Pau, mereka mengumpulkan uang membeli arak dan makanan, mengadakan pesta kecil di rumahnya.

   Rumah Kie Yam-ke memang butut, tapi masih ada satu dua ruangan yang masih dapat dipakai untuk dia juga menatanya bersih dan rapi, biasa dipakai sebagai tempat mereka berkumpul.

   Baru saja sebelah kakinya menginjak ke dalam rumah, dia sudah mencium wangi arak dan makanan, lalu terlihat puluhan saudaranya menyambut kedatangannya.

   "Kie Toako sudah pulang, hari ini kita harus minum sepuas-puasnya!"

   Lu Pau dengan gembira berseru keras-keras.

   "Kie Toako, kabarnya Kian Ta dihajar olehmu, kami semua sangat gembira!"

   Kata seorang pemuda berumur 20 tahun-an maju memegang tangan Kie Yam-ke, menarik dia ke depan sebuah meja kayu.

   Di atas meja kayu yang bulat penuh dengan piring-piring besar berisi daging ayam goreng, daging bebek masak kecap, arak pun bercawan-cawan, bermangkuk-mangkuk.

   "Saudara-saudaraku, sudah lama sekali kita tidak kumpul-kumpul, hari ini kita harus makan dan minum sepuasnya, kalau perlu sampai mabuk juga tidak masalah!"

   Kata Kie Yam-ke tertawa senang. Semua berseru gembira "kuluk-kuluk"

   Arak ditumpahkan ke mulut, puas sekali! Lega sekali! Tiap orang minum sampai pantat mangkuk menghadap ke langit. Ada orang sibuk lagi mengisi arak.

   "Kie Toako, ayo minum, lagi, mari aku Lu Pau bersulang untukmu!"

   Hari ini mata Lu Pau benar-benar terbuka, dia juga betul-betul sudah melihat kehebatan ilmu silat Kie Yam-ke yang hebat, tumbuh rasa hormatnya yang amat besar, membuat dia berebut bersulang untuk Kie Yam-ke.

   Kie Yam-ke mengangkat mangkok araknya berseru.

   "Saudaraku, sekarang aku bersulang untuk kalian semua!"

   Semua orang berseru ramai-ramai.

   "Semangkuk arak ini untuk menghormati Kie toako!"

   Dalam suara seruan yang ribut dan suara-suara seperti sapi minum air, ikan hiu menelan, mereka ramai-ramai mulai saling bersulang lagi.

   Tidak menggunakan sumpit, tangan langsung memegang paha ayam, sayap bebek, makan sepuasnya, minum sepuasnya, kelakuan yang kasar dan kebrutalan, semua terlihat jelas.

   Kie Yam-ke memang paling suka kelakuan yang bebas dan tidak ada ikatan, biarpun dia seorang berpendidikan.

   Orang ramai sibuk makan juga sibuk ngobrol, yang paling banyak diperbincangkan adalah masalah hari ini Kie Yam-ke yang menghajar Kian Ta, semua menyanjung dan memuji Kie Yam-ke.

   Kie Yam-ke sambil makan minum, sambil memandang segenap saudaranya yang kegirangan itu, muncul rasa senang pada mereka dari lubuk hatinya yang paling dalam.

   "Kie Toako, darimana kau belajar ilmu silat hebat dan sakti ini? Coba ceritakanlah sedikit pada kami."

   Mulut penuh minyak, sekerat daging masih menyumbat dalam mulut, Lu Pau bicara berlepotan.

   Tapi teman-temannya semua mengerti maksudnya sehari-hari mereka berkumpul jadi satu, asal di singgung sedikit saja sudah bisa menangkap maksudnya.

   cepat-cepat mereka berhenti makan minum.

   menunggu Kie Yam-ke menuturkannya.

   Kie Yam-ke mengerjakan apapun tidak mau mengelabui saudara-saudaranya, hanya masalah inilah yang ada sedikit ganjalan, sehingga membuat dia sampai sekarang belum pernah menceritakan pada saudara-saudaranya, mendengar permintaan begini, dia agak tercekat sambil tertawa berkata.

   "Sebenarnya kepandaianku ini biasa-biasa saja, aku belajar pada seorang tukang obat di ibukota."

   Yang dia ceritakan sudah pasti bukan perkataan sebenarnya.

   "Kie Toako, kabarnya orang tua yang melawanmu tadi adalah tokoh yang punya nama besar dalam sungai telaga dengan julukan "Toh-beng-sam-hoan"

   Orang yang punya nama besar saja keok olehmu, kau sangat hebat!"

   Sambil mengangkat ibu jarinya, ini adalah pemuda luwes dan cekatan tadi.

   "mulai sekarang kita tidak usah takut siapa pun lagi!"

   Kie Yam-ke berkata sambil tertawa.

   "Siau Li-cu, kau juga tidak boleh mengganggu orang lain!"

   Anak muda yang dipanggil Siau Li-cu menjulurkan lidah, lalu berkata.

   "Kie Toako, Siau Li-cu belum pernah mengganggu orang lain."

   Seorang anak muda kurus dan hitam tiba-tiba mendesak maju mendekati Kie Yam-ke sambil tertawa menyeringai berkata.

   "Kie Toako, dia berbohong, sebenarnya dia paling suka mengganggu aku."

   Di luar dugaan, Siau Hek-cu malah menjelekan dia, sambil mendelikan mata, memaki sambil tertawa.

   "Siau Hek-cu, kita saudara sendiri, mana boleh disebut mengganggu?"

   Sambil berkata sambil mau memukul Siau Hek-cu. Tapi Siau Hek-cu amat licin, tubuh mengecil masuk ke kolong meja menyusup muncul di sisi Kie Yam-ke, dengan ribut sekali berkata.

   "Kie Toako, kau lihat sendiri, tidak bohong bukan, dia sekarang sedang mengganggu aku lagi!"

   Semua orang melihat mereka berdua bergurau, tidak tahan semua tertawa. Sekali tarik Kie Yam-ke memeluk Siau Hek-cu yang lincah dan nakal itu, tertawa keras berujar.

   "Siau Hek-cu, kalau ada orang yang bisa sampai mengganggumu, itu baru aneh!"

   Siau Hek-cu melihat Kie Yam-ke tertawa gembira, dia pun ikut tertawa. Dalam rumah penuh suara tertawa terdengar sampai luar rumah. Dalam kebisingan suara tertawa, tiba-tiba Kie Yam ke seperti merasakan sesuatu, dia menghentikan ketawanya berkata.

   "Siapa?"

   Dia menghadap ke luar menghardik.

   Semua mendengar Kie Yam-ke membentak jelas, baru sadar ada orang di luar rumah, tapi mereka sedikit-pun tidak merasakan, semua dengan amat serius memandang keluar.

   
Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dalam hati mereka tambah kagum pada Kie Yam ke, menganggap dia sebagai orang ajaib dan sakti.

   Mengikuti suara hardikan, dari luar pintu terdengar ada orang menyahut.

   "Kie Yam-ke?"

   Kie Yam-ke terkesiap, lalu dia menyahut dengan gembira.

   "Kao Ceng!"

   Dia berjalan cepat ke pintu.

   Diluar pintu tiba-tiba muncul seseorang mengenakan baju hijau, berumur 30 tahunan lebih, dialah Kao Ceng yang pertama kali membuat Liu Yam-yo tidak berhasil membunuhnya.

   Mereka berdua berpegangan tangan di luar pintu, saling berpandangan, berdua saling tertawa, tapi tertawanya Kao Ceng terasa sedikit tidak lepas, hal ini terlihat oleh Kie Yam-ke, dengan agak sangsi dia bertanya.

   "Kao Ceng, kau punya masalah? Bagaimana bisa mencari aku kemari?"

   Kao Ceng segera menarik tertawanya berkata sambil mengangguk.

   "Ya, betul, ada masalah yang parah, yang rumit, kalau tidak bagaimana aku bisa mencarimu kemari, kau hanya melihat sudah tahu, Kie Yam-ke, kau tahu, di kota orang dimana-mana sedang membicarakan kejadian kau mengasih ajar Kian Ta, dan mengalahkan "Toh-beng-sam-hoan". Mereka semua senang menunjuk jalan padaku untuk mencarimu, kelihatannya biarpun kau berkumpul dengan berandalan, tapi mereka amat salut padamu."

   Lu Pau tidak tahan, sebelum Kie Yam-ke menjawab, dia menepuk-nepuk dadanya berkata.

   "Kao Toako, tadi kau mengatakan sendiri sebagai teman Kie Toako, masalahmu sekarang sebagai masalah kami juga, sebesar apapun masalahmu, sudah menjadi tanggung jawab kami, sekarang minumlah 2 mangkok arak dulu!"

   Kao Ceng baru melihat dalam rumah banyak anak muda berandalan yang lagi minum-minum dengan gembira, memandang Kie Yam-ke dengan amat kagum dan iri hati. Dia berkata.

   "Tidak disangka kau masih punya kelompok saudara-saudara ini!"

   "Betul, mereka semua itu saudara-saudaraku. Ayolah, masalah sebesar apa pun tidak ada yang lebih penting daripada minum arak. Minumlah 2 mangkok arak, baru kita bicarakan lebih lanjut!"

   Kie yam-ke menarik Kao Ceng ke depan meja bundar, dikenalkan pada semua orang.

   Asalkan teman Kie Yam-ke mereka senang menerimanya, terutama Siau Li-cu orang pertama yang mengambilkan arak untuk Kao Ceng.

   Hati Kao Ceng sebenarnya amat kesal, tapi dia pun terbawa oleh kegembiraan mereka, sehingga sementara masalahnya terpaksa di kesampingkan dulu, dia mengangkat mangkoknya arak berkata.

   "Menghormati Budha dengan bunga pinjaman, Aku Kao Ceng juga meminjam arak ini bersulang untuk kalian."

   Semua orang berseru, mengangkat mangkok saling menyentuh, lalu diminum sampai kering! Selanjutnya kau menyulang aku, aku balik menyulang kau, main tebakan, main panco, ramai dan senang.

   Dalam kamar, Kie Yam-ke dan Kao Ceng duduk di depan jendela, keduanya sama-sama telah minum banyak, tetapi sedikitpun tidak mabuk, di ruangan sebelah, tidak henti-hentinya terdengar Lu Pau dan kawan-kawannya bersenda gurau.

   "Kao Toako, sebenarnya masalah apa yang membuat kau risau begini?"

   Kie Yam-ke memandang Kao Ceng yang kesal.

   "semenjak berkenalan denganmu, belum pernah melihat kau takut sesuatu, kalau aku bisa membantu pasti aku tidak akan menolak!"

   Kao Ceng sempat ragu-ragu sebentar, menghela napas panjang, akhirnya membuka mulut juga.

   "Kie Yam-ke, apa kau pernah mendengar seorang anak muda yang berjuluk 'Yo-kun'?"

   Kie Yam-ke berpikir sebentar berkata.

   "Yo-kun Liu Yam-yo? Pernah mendengar sedikit, menurut salah satu saudaraku, kepandaian orang ini agak aneh. 2 tahun belakangan ini namanya mulai naik daun, kabarnya baru-baru ini dia telah membantai ketua sanggar Ta-hong, Tuan Lok Cin-pek dan pemilik pesanggrahan Kian-tan Yam Ciu-san. 2 masalah ini saja sudah menggemparkan seluruh sungai telaga dan menarik perhatian orang-orang dunia persilatan, tiba-tiba kau menyinggung nama orang ini, apa mungkin ada sangkut pautnya dengan urusan ini?"

   Dengan berat Kao Ceng mengangguk.

   "Memang ada sangkut pautnya! Kie Yam-ke, kau juga pernah mendengar nama Tong Kwee-seng bukan?"

   Kie Yam-ke merenung sebentar, menggeleng-gelengkan kepala.

   "Tidak pernah, apa Tong Kwee-seng juga ada sangkut pautnya?"

   Kao Ceng menghela napas berkata.

   "Betul, Malah dia tokoh kuncinya."

   Kie Yam-ke dengan aneh bertanya.

   "Kao Toako, kenapa kau bisa terlibat juga?"

   Kao Ceng menjawab sambil mengerutkan alis.

   "Sebab aku kenal Tong Kwee-seng,"

   Selanjutnya menyambung lagi.

   "menurut Liu Yam-yo, dia ingin membunuh aku karena Tong Kwee-seng mengetahui salah satu rahasianya dan telah mengatakannya padaku, dia tahu Tong Kwee-seng pernah membocorkan rahasianya pada orang lain, tapi tidak tahu pada siapa dia membocorkannya. Saat dia mendesak Tong Kwee-seng supaya mengatakan pada siapa saja dia menceritakannya, saat itulah Tong Kwee-seng terbunuh, sehingga terputuslah jalur untuk mengetahui siapa yang pernah mendengar rahasia itu. Akhirnya terpikir olehnya satu cara yang paling bodoh dan paling ganas, satu pesatu teman-teman Tong Kwee-seng di dunia persilatan ditanya apa pernah mendengar rahasianya dari Tong Kwee-seng, tapi jawaban pernah atau tidak pernah tetap dibantainya, aku orang ketiga yang ia ditanyai dia, juga orang pertama yang gagal dia bantai."

   Selanjutnya ia menceritakan bagaimana Liu Yam-yo dengan akal membujuk dia ke hutan salju. Kie Yam-ke mendengar dengan sepenuh hati hingga kao Ceng selesai berkata, dia bertanya.

   "Sebenarnya Tong kwee-seng pernah mengatakan soal rahasia Liu Yam-yo padamu tidak?"

   Dengan mimik susah, dia membeberkan kedua belah tangannya berkata.

   "Memang aku teman Tong Kwee-seng, juga ketika aku mendengar asal usul Liu Yam-yo, tapi tidak pernah mendengar rahasia dia itu!"

   Kie Yam-ke mengedip-ngedipkan matanya, katanya .

   "Demi rahasianya tidak bocor keluar, Liu Yam-yo tidak segan-segan membunuh orang. Hmmm... ini pasti rahasia besar atau rahasia yang tidak boleh diketahui orang. Kao Toako, menurutmu, bagaimana kepandaian Liu Yam-yo?"

   Kao Ceng berpikir sebentar.

   "Kalau melihat kepandaiannya, bisa dimasukan sebagai tokoh wahid kelas satu, tapi yang paling aneh darinya saat melawan, dia akan mengirim pihak lawan rasa panas yang amat sangat. Seluruh tubuhnya seperti gumpalan api yang membakar, hawa pedang atau angin pukulan, pasti akan menimbulkan aliran api yang panas, membuat orang serasa berada di dalam pembakaran, tempat yang dilewati angin pukulan, pohon atau rumput pun menjadi abu, persis dibakar oleh api besar, amat mengerikan. Bertempur di hutan salju itu kalau bukan karena aku hafal situasi dan berniat kabur, kemungkinan besar aku tidak akan bisa mundur dengan sempurna!"

   Kie Yam-ke berkata dengan wajah yang berobah.

   "Menurut penuturanmu, orang ini bergelar "Yo-kun" (Manusia matahari). Dia pasti belajar ilmu silat yang amat keras dan panas, mungkin tingkatannya sudah sangat tinggi. Pantas saja pemilik sanggar Ta-hong, Lok Cin-pek dan pemilik pesanggrahan Kian-tan Yam Ciu-san yang hebat itu sampai dapat dibinasakan olehnya!"

   Menggosok-gosokan tangan Kao Ceng berujar.

   "Sebab itulah, aku khusus datang kemari ingin meminta bantuanmu melawannya!"

   Dengan terkejut Kie Yam-ke bertanya.

   "Kau bermaksud membunuh dia?"

   Dengan getir dan tergesa-gesa Kao Ceng menyahut.

   "Bukan aku yang ingin membunuh dia, tapi dia ini tidak ingin melepaskan aku."

   Kie Yam-ke mengangguk dan berujar.

   "Ini yang tidak terpikir olehku, begini saja Kao toako kalau kau tidak merasa tempatku ini terlalu buruk tinggallah beberapa hari disini, lihat-lihat keadaan dulu, baru kita mengambil keputusan, aku akan mengutus saudara-saudaraku kemana-mana mencari informasi tentang orang itu, apakah dia masih mau melakukan tindakan yang akan merugikan kau. bagaimana menurutmu?"

   Dengan amat berterima kasih Kao Ceng berkata "Kie Yam-ke, tidak percuma aku kenal denganmu, kau memang seorang teman yang bisa diandalkan."

   Kie Yam-ke menepuk-nepuk bahu Kao Ceng dengan tersenyum berkata.

   "Kao Toako, kau menghargaiku kemari mencariku, aku tidak boleh tidak harus membantumu sekuat tenaga!"

   Lalu tiba-tiba dia bertanya.

   "menurut dugaanmu mungkinkah Liu Yam-yo mengejar sampai kemari?"

   Kao Ceng menarik napas dalam-dalam berkata.

   "Demi membunuh aku, dia pasti akan mengejar kemari, tapi dalam 1-2 hari ini tidak mungkin!"

   "Berdasarkan apa kau yakin begitu?"

   Tiba-tiba Kie Yam-ke memandang keluar jendela, seperti merasakan sesuatu.

   "Paling sedikit dia harus menghabiskan waktu 10 harian untuk mencari jejakku, sebab dalam perjalanan ke tempatmu, aku membuat banyak jebakan-jebakan yang membingungkan dia."

   Tiba-tiba Kie Yam-ke yang memandang jendela tidak menunggu Kao Ceng selesai bicara, menghardik dengan keras ke luar jendela.

   "Siapa itu yang berani sekali menerobos tempat tinggal orang lain dengan sembunyi-sembunyi. Cepat unjukkan dirimu!"

   Tangan menekan meja di sisinya, langsung menerobos keluar jendela, berdiri di halaman yang berantakan itu.

   Kao Ceng juga amat cerdik dan cekatan, dia mengikuti di belakang Kie Yam-ke menerobos jendela menapak ke dalam halaman.

   Lu Pau dan teman-teman yang sedang minum dan mabuk-mabukan di sebelah rumah mendengar suara hardikan Kie Yam-ke, beberapa orang yang tidak mabuk tergolek di tanah pun berebutan lari keluar, melihat Kie Yam-ke, mereka berebut bertanya.

   "Kie Toako, si kurang ajar mana yang berani menerobos masuk ke dalam?"

   Kie Yam-ke tidak menjawab, diam-diam berdiri disana, sepasang matanya berbinar-binar memandang gunung-gunungan yang terbengkalai di kejauhan, dengan suara amat dingin berseru.

   "Sobat, keluarlah!"

   Suaranya berlalu orang pun muncul, seberkas sinar merah muncul dari belakang gunung-gunungan, melayang keluar seperti segumpal kobaran merah. Begitu melihat, Kao Ceng balik menghisap seteguk udara, teriakannya muncul keluar begitu saja.

   "Liu Yam-yo!"

   Kobaran merah menapak ke tanah, mengikuti suara pekikan Kao Ceng, muncul seorang manusia yang bersinar merah semua, ikat kepala yang merah, muka yang merah, jubah sekujur tubuh juga merah, sepintas benar-benar seperti segumpal api.

   "Betul, aku yang bermarga Liu!"

   Orang yang menyerupai kobaran api itu dengan tertawa berkata.

   "Kao Ceng, tentu di luar dugaanmu bukan? Aku hanya menghabiskan waktu setengah hari saja sudah bisa menemukan jejakmu!"

   Kie Yam-ke sudah tahu orang yang di depan mata ini Liu Yam-yo tapi dia sengaja bertanya.

   "Kau Liu Yam-yo?"

   Sepasang mata Liu Yam-yo yang berkobar jatuh ke muka Kie Yam-ke. Dia bertanya.

   "Siapa kau?"

   Kie Yam-ke dengan tertawa lepas berkata.

   "Sudah bisa mengejar sampai kemari, tapi belum tahu siapa aku, kalau begitu, kau tidak hebat-hebat amat!"

   Sorot mata Liu Yam-yo yang membara menatap pada diri Kie Yam-ke, ragu sejenak dia berkata.

   "Rupanya kau adalah Kie Yam-ke yang baru terkenal sedikit di kota Yang-ciu ini!"

   Lu Pau melihat orang ini begitu bicara langsung meremehkankan Kie Yam-ke, tidak tahan kemarahannya, dia meraung dengan tinju yang dikepalkan berkata.

   "Kau jahanam yang menyerupai iblis! Jangan kurang ajar! Akan aku hajar kau sampai babak belur!"

   Dia mau turun tangan menerjang ke depan.

   "Lu Pau, nanti dulu, aku masih mau bicara padanya."

   Kie Yam-ke tahu Lu Pau bukan lawannya, menyerang dia sama dengan mencari mati, maka Lu Pau dicegahnya.

   Lu Pau bertubuh tinggi besar, tetapi dia amat menurut pada Kie Yam-ke, dia berhenti tidak berani maju menyerbu, tapi dia tetap dengan amat marah mengacung-acungkan kepalannya pada Liu Yam-yo.

   Setelah Kie Yam-ke mencegah kecerobohan Lu Pau, lalu berputar pada Liu Yam-yo yang menyerupai api membara dan samar-samar menyebarkan panas yang mendesak.

   "Mau apa kau menerobos ke tempatku?"

   Liu Yam-yo menatap keras Kao Ceng yang berada di sisi Kie Yam-ke. Dengan nada tinggi berkata.

   "Membunuh dia!"

   Memang hanya 2 kata yang pendek tetapi dapat membuat semua orang yang berada di tempat itu merasakan hawa pembunuhan yang tebal.

   Kie Yam-ke juga merasakan hawa itu.

   Kao Ceng mau bicara sesuatu tetapi Kie Yam-ke menggerakan tangan menahan dia, dengan nada rendah tapi yakin berkata.

   "Ini tempatku. Siapapun tidak boleh membunuh orang disini! Kao Toako ini teman juga tamuku. Kau jangan berharap bisa membunuh dia disini!"

   Liu Yam-yo mengangkat alis, sinar matanya menyorot tajam, dengan suara berat berkata.

   "Orang yang mau kubunuh pasti harus mati. Kapan, dimana, siapapun tidak bisa menghalanginya!"

   "Sombong sekali!"

   Kie Yam-ke sengaja ikut berlaga sombong, katanya lagi.

   "hanya dengan aku Kie Yam-ke sendiri sudah cukup untuk menghalangi kau membunuh Kao Toako!"

   Dengan tertawa keras Liu Yam-yo berkata.

   "Seorang anak berandalan yang punya nama sedikit, apa berani menyebut dapat menghalangiku membunuh?"

   Kie Yam-ke bertambah angkuh.

   "Betul. Ngomong saja percuma, kita coba saja!"

   Tiba-tiba Liu Yam-yo tidak bersuara, dia menatap tajam pada Kie Yam-ke, agak lama dia berujar.

   "Kalau memang mau cari mati, aku terpaksa menambah satu orang!"

   Perkataan belum selesai, sebelah telapaknya sudah menghantam pada Kie Yam-ke! Mulut Kie Yam-ke berkata seperti mamandang ringan, tapi di dalam hatinya waspada.

   Orang hebat seperti Kao Ceng saja tidak bisa melawan, tentu musuhnya ini luar biasa, karena belum jelas kehebatan pihak lawan, dia tidak berani ceroboh menghadapi secara langsung.

   Tubuhnya menepi, menghindari hantaman telapak Liu Yam-yo.

   Tetapi ujung lengan bajunya tetap tersapu angin telapak yang dilancarkan Liu Yam-yo.

   Sebetulnya ini biasa-biasa saja, tetapi di luar dugaan, tiba-tiba Kie Yam-ke merasa bagian lengan bajunya seperti tergores oleh besi panas.

   "cesss"

   Lengan baju yang tersapu itu menyala.

   Kie Yam-ke terkejut cepat-cepat mengibas untuk memadamkan api, sayang lengan bajunya sudah terbakar sedikit.

   Ternyata sejak muncul pertama kali Liu Yam-yo melihat Kie Yam-ke, samar-samar sudah merasa Kie Yam-ke adalah musuh tangguh yang langka, saat melihat Kao Ceng berdiri di samping Kie Yam-ke dengan mimik tenang, sedikitpun tidak gugup, dia jadi bertambah hati-hati terhadap Kie Yam-ke, belakangan dari percakapannya terlihat Kie Yam-ke tidak ambil pusing padanya, membuat dia tambah tidak berani memandang remeh pada Kie Yam-ke.

   Perkataan dia yang hanya ingin membuat Kie Yam-ke marah, malah dibalikan oleh Kie Yam-ke hingga membuat dia yang marah, sedikit pun Kie Yam-ke tidak terpengaruh.

   Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Maka dia tambah gusar, pukulan tadi seperti biasa-biasa saja sebenarnya dia telah mengerahkan 70% "Lie-yang-sin-kang"

   Nya (Ilmu sakti terik matahari), Biasanya dia hanya menggunakan 30-40% saja, dia ingin lawannya lengah hingga dapat segera membantai Kie Yam-ke! Sayang, ternyata Kie Yam-ke cukup cermat, dia tidak segera menjulurkan tangan untuk menyambut pukulannya, kalau tidak sekujur tubuhnya pasti akan menyerupai lengan bajunya terbakar menjadi arang.

   Melihat sepintas lengan bajunya yang terbakar dia menarik seteguk napas, diam-diam berkata sendiri.

   "Hampir saja, benar saja orang ini memiliki kepandaian yang aneh."

   Kie Yam-ke bertambah waspada, dia memutuskan menghindari angin telapak dan kekuatan kepalannya, tidak bersentuhan dengannya agar mengurangi bahaya. Sudah mengambil kesimpulan, diapun berkata dengan tertawa hambar.

   "Ternyata ilmu silatmu sangat aneh dan hebat!"

   Tubuhnya segera berkelit ke kanan, bergoyang ke kiri sambil menyerang dengan kepalannya dan mengayunkan tendangan.

   Kepalannya menghantam bahu kanan, sedang kakinya menendang tengkukan kaki kiri.

   Alis Liu Yam-yo meninggi, dia melihat jurusnya tidak dapat melukai Kie Yam-ke, hanya membakar sedikit lengan bajunya, sehingga dia marah dan bersuara seperti angin menggulung api, sekujur tubuhnya bagaikan bara api tertiup angin.

   Tiba-tiba menyerbu berputar ke belakang Kie Yam-ke, diam-diam tanpa bersuara sebuah pukulan dihantamkan ke punggung Kie Yam-ke.

   Tentu saja pukulan dan tendangan Kie Yam-ke telak mengenai sasaran, sebab orang di depan matanya tiba tiba menghilang, dalam hatinya dia sudah tahu pasti lawannya berputar ke belakang, maka dengan tidak ragu ragu lagi tubuhnya direbahkan ke tanah, 2 tangannya menahan, dengan amat bahaya terhindar dari telapak yang dilancarkan Liu Yam-yo.

   Saat merebahkan diri itulah sebuah sepakan secara kilat menerjang ke bagian perut Liu Yam-yo! Sekali lagi pukulan Liu Yam-yo meleset.

   Dia memekik dalam hati.

   "celaka!"

   Mendadak merasa ada angin keras menyerang perutnya, secepatnya dia berputar dan melangkah, tapi tetap saja terlambat sedikit, perutnya terhindar tapi bagian belakang diatas betis tidak dapat menghindar, secara keras tertendang oleh kaki Kie Yam-ke.

   Liu Yam-yo berteriak keras karena sakit, paha belakang dan pantatnya sakit bagaikan patah tulang, orangnya terdorong 2 langkah ke depan baru bisa berhenti.

   Semenjak keluar dari perguruan, ini kali pertama dirinya menderita kesakitan! Sehingga api kemarahannya meningkat, muka asalnya yang merah-merah ini sekarang menjadi merah kehitaman bagaikan dibakar api, mendadak dia berbalik sambil memekik keras sekali, seperti bara api dalam pembakaran menyerbu Kie Yam-ke yang baru berdiri tegap.

   Setelah mengalami kebakaran lengan bajunya, Kie Yam-ke tidak mau berhadapan langsung dengan dia, tumit kakinya berputar, bergeser sejauh 1 tombak.

   Liu Yam-yo jadi gagal menyerbu, bagaikan ular raksasa berputar, dia membalikan tubuh mengejar dan menyerbu Kie Yam-ke, telapak dan kepalannya sama-sama digerakan menyerang Kie Yam-ke.

   Kie Yam-ke sekali lagi berputar menghindar kepalan dan telapak Liu Yam-yo.

   Dua orang ini satu menyerang satu menghindar, hanya terlihat 2 lembar bayangan merah dan hitam berjumpalitan, berbalik, berkelit, berloncatan dalam taman, angin pukulan dan angin hantaman kepalan, kadang-kadang mengenai tubuh Lu Pau dan kawan-kawan, mereka jadi menjerit-jerit karena kepanasan seperti sakit terbakar, beramai-ramai mundur dan mundur lagi.

   Kao Ceng pun sudah tidak tahan berdiri di tempat asalnya.

   Dia mundur sampai di bawah atap rumah.

   Kie Yam-ke menggunakan, tehnik jurus menghindar yang cepat dan lincah, setiap kali dengan susah payah menghindar dari udara panas yang ditimbulkan oleh telapak dan kepalan Liu Yam-yo.

   Tapi bunga dan rerumputan di dalam taman yang terkena sasaran seperti terbakar api, tidak ada yang layu, semuanya kering gosong menjadi abu.

   Liu Yam-yo menyerang secara membabi buta,lama sekali, tapi ujung baju lawannya sedikit pun tidak pernah dapat terjangkau, dengan sendirinya dia bertambah gusar sekali.

   "Lie-yang-sin-kang"

   Nya memang lihay tapi paling memboroskan tenaga dalam, jika digunakan dalam jangka lama, tenaga dalamnya akan terkuras dengan cepat, kalau dia tidak dapat menyelesaikan secara cepat, sesudah tenaga dalamnya terkuras habis, dialah yang akan menderita kekalahan! Maka sekarang dia tidak lagi memusatkan "Lie-yang-sin kang"

   Tapi ganti menggunakan pedang pendek. Terlihat seberkas sinar merah berkilau, akhirnya Liu Yam-yo mengeluarkan pedang apinya, dalam kilaauan sinar merah yang beterbangan.

   "Tang tang tang"

   Berbunyi terus menerus, serangkaian serangan tidak kurang dari 20 tusukan pedang telah ditujukan pada Kie Yam-ke.

   Tubuh Kie Yam-ke terus-terusan meloncat, menghindar, menerjang ke atas ke bawah semua di luar dugaan lawannya, sekarang sinar merah terus berkilauan yang menyerang, Liu Yam-yo tidak lagi menyerang dia dengan kepalan dan telapaknya, tapi menggantinya dengan pedang pendek, tentu saja menggunakan pedang pendek berbeda dengan menggunakan kepalan dan telapak, sekarang jaraknya menjadi lebih dekat, kalau menggunakan telapak dan pukulannya bisa menyentuh ujung lengan baju, kalau menggunakan pedang pendek bisa memapas lengan menusuk tubuh.

   Perubahan ini benar-benar tidak terduga, membual Kie Yam-ke tidak ada persiapan, hampir-hampir terjebak! Untungnya suara yang memekakkan dari bibir pedang yang menyabet udara membuat Kie Yam-ke tiba-tiba sadar, tubuhnya menghindar dan menghindar lagi, berturut-turut menghindar 17-18 kali.

   Baju di tubuh juga bertambah 4-5 lubang.

   "Cring cring"

   Dua kali, dia juga tidak mau kalah, dia mengeluarkan mistarnya, menahan 2 sabetan terakhir serangan pertama Liu Yam-yo.

   Setelah menahan 2 sabetan, Kie Yam-ke segera membalas.

   Liang-thian-ci nya menyemburkan ribuan titik sinar hitam, mengelilingi dan menyerang syaraf-syaraf aliran darah di depan tubuh Liu Yam-yo.

   Kaki kanan Liu Yam-yo mundur selangkah, tubuh agak menengadah, kristal-kristal merah tiba-tiba muncul menyongsong sinar hitam yang mendekat! Kristal merah dan sinar hitam segera saling bercampur saling menghantam menjadi satu, suara besi beradu menimbulkan serentetan bunyi.

   Tubuh 2 orang ini saling menghindar dan mengejar, sinar hitam dan merah saling hantam saling mengejar, beradu menjadi satu.

   Lu Pau dan teman-teman belum pernah melihat pertarungan sedahsyat, sehebat, secepat, dan seber-bahaya begini, mereka menonton hingga matanya mendelik, melongo menahan napas.

   Saat ini Kao Ceng juga sudah berjalan keluar dari bawah atap rumah, berdiri di sebuah tempat yang aman, menonton dengan amat cermat, bersiap-siap setiap saat keluar membantu Kie Yam-ke Pertarungan yang sengit berjalan kira-kira seperminum teh.

   Tiba-tiba Liu Yam-yo dan Kie Yam-ke sama-sama membentak, berikutnya terdengar "cringgg!"

   Suara yang nyaring.

   Sinar hitam dan kristal merah yang memenuhi langit itu mendadak hilang, bayangan orang yang menghindar dan mengejar juga sama-sama berhenti, kepala mistar bertemu ujung "pedang api".

   Kie Yam-ke dan Liu Yam-yo sama-sama setengah berjongkok, saling mendorong dengan sekuat tenaga! Dan pertarungan sengit menjadi berhenti, sekarang dua orang itu mulai beradu tenaga dalam.

   Kao Ceng pernah merasakan kehebatan Lie-yang-sin-kang Liu Yam-yo, dia juga yakin kungfu Kie Yam-ke amat sempurna, tapi dia juga cemas Kie Yam-ke tidak tahan panasnya Lie-yang-sin-kang.

   Lu Pau, Siau Li-cu dan kawan-kawan tidak pernah melihat pertarungan seperti ini, tetapi melihat keseriusan Kie Yam-ke dan Liu Yam-yo mereka jadi mengerti kondisi ini amatlah gawat, mulut pun ditutup rapat-rapat tidak berani bersuara, tegang sehingga napaspun tidak berani keras-keras.

   Saat ini, Kie Yam-ke dan Liu Yam-yo yang beradu tenaga dalam sudah ada perubahan, muka Liu Yam-yo yang merah berubah menjadi merah keunguan, dari atas kepalanya terus-terusan mengeluarkan suara "seh...

   sehhh"

   Dan mengepul udara panas, batang pedang pendek yang merah seperti baru keluar dari pembakaran peleburan, transparan seluruhnya dan merah mengkilat, selapis api biru yang menyala membungkus seluruh tubuh pedang, berputar dan berkilauan terus.

   Rupanya Liu Yam-yo menggunakan lagi jurus mengalahkan Yam Ciu-san dengan Lie-yang-sin-kang-nya lebih ditingkatkan lagi.

   Kie Yam-ke tidak tampak sedikit perubahan pun, hanya paras mukanya bagaikan kumala mengkilat, tangan kanan yang memegang mistar juga seperti kumala putih, mistarnya tidak seperti ramalan Liu Yam-yo, setelah mendapat aliran panas Lie-yang-sin-kang yang disalurkan dari pedang pendek, menjadi merah dan lunak bagaikan besi baru keluar dari peleburan, tapi malah menebarkan selapis tipis sinar hitam! Pemandangan aneh ini membuat Lu Pau dan kawan-kawannya bengong, seolah-olah mimpi tapi nyata, kalau tidak melihat dengan mata kepala sendiri biar pisau ditempelkan di leherpun tidak akan percaya! Semula Kao Ceng melihat Liu Yam-yo meningkatkan Lie-yang-sin-kang-nya hatinya berdegup kencang.

   Cambuk lentur berbenang sutra emas telah dipegangnya, bersiap-siap membantu kalau melihat keadaan tidak menguntungkan bagi Kie Yam-ke, dia tidak peduli apa yang akan terjadi, dia akan menerjang ke depan untuk menolong Kie Yam-ke, melihat mistar Kie Yam-ke sedikitpun tidak terpengaruh oleh Lie-yang-sin-kang yang dialirkan dari pedang pendek Liu Yam-yo, mistar itu tetap hitam mengkilap dan menebar selapis sinar hitam, dia baru merasa lega sama sekali, dia tahu tenaga dalam Kie Yam-ke mampu mengatasi Lie-yang-sin-kang Liu Yam-yo.

   Ternyata benar, belum sampai habis seper-minuman teh, pedang pendek Liu Yam-yo yang merah menyala seperti permainan sulap saja, mulai dari ujung pedang sedikit-demi sedikit mulai padam api birunya, bagaikan sebatang besi yang dibakar merah dicelupkan ke dalam air, senti persenti warna merah menyala menjadi merah tanah, kilapannya mulai memudar, sedikit-sedikit beralih menuju pegangan pedang.

   "Sehhh sehhh"

   Hawa panas yang mengepul dari atas kepala Liu Yam-yo tambah kental dan pekat, bagaikan asap dan embun, wajahnya berubah menjadi merah gelap, tubuhnya pun mulai bergoyang.

   Akhirnya, seluruh batang pedang lenyap kilapannya, api biru yang berputar mengelilingi batang pedang juga lenyap, tubuh Liu Yam-yo bergoncang keras, sekujur tubuhnya bagaikan kena benturan keras.

   "Deng deng deng"

   Dia terus mundur 8-9 langkah, bergoyang-goyahg dan memaksakan bisa berdiri, sepasang mata yang biasanya menyorot tajam sekarang meredup, dadanya naik turun dengan kencang, mulut yang menutup lalu membuka "wuaa"

   Dia muntah darah segar.

   Kie Yam-ke yang telah mengalahkan Liu Yam-yo tampak dia tidak apa-apa, dia mulai berdiri, menarik napas dalam-dalam, warna mengkilap bagaikan kumala putuh itu berangsur-angsur menghilang, mistar yang di pegang menunjuk ke bawah, matanya yang tajam memandang Liu Yam-yo.

   Liu Yam-yo mengangkat lengan bajunya menyeka darah di sudut mulut, bibirnya bergoyang-goyang, eolah-olah ingin berbicara tetapi tidak ada yang diucapkan, dia lalu memutar tubuh dengan langkah yang gontai dia berlalu secepatnya.

   Kao Ceng ingin mengejar tapi dicegah Kie Yam-ke Sebentar saja Liu Yam-yo sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya.

   Sekarang Kie Yam-ke baru bisa menghembuskan napas panjang, tubuhnya tiba-tiba bergoyang, mukanya pun tiba-tiba menjadi pucat! Kao Ceng yang melihat terkejut tidak kepalang, dia segera memapah Kie Yam-ke seraya bertanya.

   "Kie Yam-ke, apa kau baik-baik saja?"

   Wajah Kie Yam-ke terlihat sangat lelah, dia menggeleng-geleng kepala berkata.

   "Aku tidak apa-apa, hanya kehabisan tenaga, perlu istirahat sebentar saja, tenaga dalam orang itu aneh dan hebat sekali!"

   Lu Pau dan kawan-kawannya juga berseru, lari membantu memapah Kie Yam-ke, rasa senang dan khawatir terasa oleh mereka, dengan risau bertanya.

   "Kie Toako, kuat tidak? ayo istirahat di dalam."

   Mereka segera memapah Kie Yam-ke masuk ke dalam kamarnya, didudukan di atas sebuah kursi.

   Sekarang Kao Ceng baru mengerti mengapa Kie Yam-ke tidak mengizinkan dia mengejar Liu Yam-yo, maksudnya agar dia tidak menyerempet bahaya, memang Liu Yam-yo mendapat luka dalam yang tidak ringan, tetapi dia masih sanggup bertarung, Kie Yam-ke belum tentu dapat membantu dirinya.

   Kao Ceng memandang Kie Yam-ke yang duduk istirahat sambil menutup mata, dia tidak bersuara, dia berjalan keluar rumah untuk menjaga keamanan Kie Yam-ke.

   0oo0dw0oo0 BAB Saudara dan sahabat terbunuh.

   Bulan remang-remang menerangi Yang-ciu.

   Yang-ciu adalah tempat bertemunya saudagar saudagar pengusaha, perdagangan amat makmur, tentu saja tempat hiburan dimana-mana dan ramai luar biasa.

   Lampu-lampu mulai dinyalakan, saat ini adalah saat paling ramai di kota Yang-ciu, terutama tempat-tempat mesum.

   Saat ini Lu Pau melalui jalan besar berputar masuk berjalan melintang yang terang dengan lampu-lampu pusat perkumpulan rumah-rumah bordil kelas menengah di kota Yang-ciu.

   Lu Pau adalah berandalan local kota Yang-ciu.

   Germo-germo ditempat-tempat begitu semua kenal dia, juga segan padanya, melihat dia melintas cepat-cepat mereka menyapa, Lu Pau dengan tertawa balik menyapa mereka tapi dia tidak berhenti, dia terus saja berjalan.

   Akhirnya dia sampai di rumah bordil yang berada paling ujung dari jalan itu, memegang-megang uang dalam sakunya, dia menengadahkan muka memandang lentera yang digantung di atas pintu utama yang bertuliskan Liu-hiang-hoan 3 huruf, dia tertawa girang, masuk ke dalam dengan langkah yang mantap.

   Kebetulan seorang germo yang agak gemuk dan setengah baya keluar dari halaman, matanya yang tajam melihat Lu Pau yang baru masuk, muka yang penuh dengan tawa buatan, dengan dibuat-buat berseru pada Lu Pau, melangkah kecil-kecil, lenggak-lenggok sambil memainkan sapu tangan kecil di tangannya, menghampiri sambil berujar.

   "Lu-ya, beberapa hari ini kemana saja? Bayangan pun tidak tampak, kasihan Siau Ang-to sakit rindu terus tiap hari memikirkanmu. Ah, akhirnya kau datang juga. Lu-ya, masuklah, dia sudah menunggu."

   Serangkaian pembicaraan itu membuat Lu Pau yang tinggi besar, mukanya menjadi merah karena kikuk dan malu, sepasang tangan besar saling memegang, dia hanya bisa tertawa pada germo itu.

   Germo itu mendekat ke sisi Lu Pau, tubuhnya berputar, dengan genit melirik Lu Pau, dengan centil berujar.

   "Ayo Lu-ya, koq masih diam terus? Apa perlu aku mengantarmu masuk?"

   Lu Pau tertawa, cepat-cepat berujar.

   "Tidak perlu, aku segera masuk,"

   Sambil berkata dia mengeluarkan uang, menyelipkan ke tangan germo yang gemuk dan putih itu.

   Sekelebat berlalu dari sisi si germo, dengan langkah yang ringan masuk ke dalam.

   Setelah ada uang di tangannya, kali ini tawanya germo betul-betul keluar dari dalam hati, dengan nada yang ditinggikan berujar pada Lu Pau yang berjalan cepat.

   "Lu-ya, hati-hati jangan sampai salah pintu, Siau Ang-to menunggumu dalam kamar paling ujung."

   Lu Pau sudah tidak sempat menjawab, kakinya berjalan terasa bertambah cepat dan ringan.

   ooo0dw0ooo Siau Ang-to adalah teman baiknya, asal sakunya berduit, dia juga ada kebutuhan, dia pasti datang mengunjungi Siau Ang-to.

   Membayangkan tubuh Siau Ang-to yang molek, putih halus dan montok, hati Lu Pau menjadi dak dik duk.

   tenggorokannya terasa kering dan panas, dia menelan ludah, langkahnya dipercepat, dia mulai kesal dan tidak tahan lagi.

   Akhirnya tiba juga di depan kamar Siau Ang-to.

   Sekali lagi Lu Pau menelan ludah, berdiri di depan kamar menarik napas dalam-dalam, memanggil ringan dengan suara serak.

   "Siau Ang-to, aku sudah datang, cepat bukakan pintunya."

   Di dalam pintu tidak ada reaksi sama sekali, ditunggu sejenak, Lu Pau sekali lagi berseru enteng.

   "Siau Ang-to, kenapa tidak dibuka pintunya?"

   Dalam kamar tetap tidak ada suara Siau Ang-to.

   Lu Pau mulai tidak sabar, dia menjulurkan tangan mengetuk pintu.

   Siapa sangka begitu tangan menyentuh pintu, 2 daun pintunya sudah membuka sendiri, ternyata tidak dikunci, hanya ditutup rapat saja.

   Lu Pau mengira Siau Ang-to sengaja mau godanya, dia tidak mengambil peduli, dia tersenyum dengan langkah besar masuk ke dalam kamar.

   Dalam kamar lampu menyala terang, begitu masuk Lu Pau langsung melihat tubuh Siau Ang-to yang putih halus, dan montok itu terbaring di atas ranjang, mukanya menghadap ke dalam, sebelah pahanya agak terbuka, gayanya amat menggiurkan.

   Detak jantung Lu Pau bertambah cepat, tenggorokkan terasa kering, matanya tambah bersinar, dengan rakus menatap tubuh yang menggiurkan itu, dengan langkah yang lebih dipertenteng, dia mendekat sambil memanggil.

   "Siau Ang-to."

   Siau Ang-to bagaikan tertidur lelap, tidak ada reaksi sama sekali.

   Setelah Lu Pau sampai di depan ranjang dan berdiri, sorotan matanya dengan rakus berputar-putar di sekujur tubuh Siau Ang-to yang bugil dan menggiurkan ini, menjulurkan sepasang tangan, dengan pelan mengusap paha dan pundak Siau Ang-to yang putih bersih, lalu berseru lagi.

   "Siau Ang-to!"

   Seruannya belum habis, sekujur tubuhnya bagaikan disengat tawon saja, dengan cepat menarik lengan mundur selangkah besar, wajah dan matanya penuh rasa terkejut! Ternyata begitu sepasang tangannya menyentuh tubuh Siau Ang-to yang putih bersih itu, mendadak merasakan tubuh yang pada umumnya hangat itu terasa dingin! Keadaan begini, hanya ada satu untuk mengartikan jawaban ini, Siau Ang-to sudah mati! Karena muka Siau Ang-to menghadap ke dalam.

   Lu Pau sejak awal sampai sekarang tidak bisa melihat wajahnya.

   Setelah menenangkan diri sebentar.

   Lu Pau membungkukkan tubuh dengan tangan menekan pundak Siau Ang-to, memutarkan tubuhnya menghadap ke atas wajah Siau Ang-to.

   Setelah matanya menyorot muka Siau Ang-to, sekujur tubuh Lu Pau bagaikan mendadak terjatuh dari panas bertekanan tinggi 100 derajat ke jurang berbalok es, mimik mukanya berubah hebat, tersentak bengong dan berdiri kaku di tempatnya! Tidak salah lagi Siau Ang-to sudah tewas, malah sudah mati selama lebih dari setengah jam, sebab lehernya yang putih bagai salju itu, di bagian tenggorokan ada sebuah lubang sebesar ujung jari kelingking, lubang darah inilah penyebab kematian Siau Ang to, darah di atas lubang itu sudah membeku, ada segumpal kecil darah membeku di atas payudaranya, diatas dan bawah seluruh tubuhnya tidak ada luka yang lain.

   Tapi dalam mata Siau Ang-to yang membelalak besar membeku terbersit mimik yang tercengang dan kurang percaya.

   Nyata-nyata Siau Ang-to dibunuh oleh seorang pengunjung hidung belang! Akhirnya Lu Pau tersadar dari keterkejutannya, dia berteriak histeris bagaikan singa kelaparan, memegang keras kedua buah kepalannya, rambut berewok seolah-olah berdiri.

   Dia memekik keras.

   "Siapa yang membunuhnya? Siapa yang membunuhnya..."

   "Aku!"

   Sepatah kata yang pendek, tapi amat bertenaga muncul dari balik ranjang, selanjutnya sinar merah berkilauan berputar keluar dari ranjang Saat ini Lu Pau sudah hilang kesadaran, sebab Siau Ang-to adalah wanita kesayangannya, dia tidak memperdulikan statusnya, pokoknya wanita ini yang paling dicintai seumur hidupnya! Membentak keras, dia sudah tidak peduli lagi yang muncul dari balik ranjang itu manusia atau hantu, kepalannya diangkat langsung dihantamkan! Siapa yang membantai Siau Ang-to akan dibantai lagi! Dia mau membalas dendam demi Siau Ang-to! Tapi saat kepalannya akan mengenai sasaran, seketika berhenti bagaikan melihat setan iblis, mimiknya berubah hebat, dia mundur selangkah besar, dengan suara terkejut dan ragu berkata.

   "Ternyata kau!"

   "Betul, aku yang bermarga Liu!"

   Ternyata orang yang keluar dari balik ranjang itu adalah "Yo-kun"

   
Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Liu Yam-yo! Dua tangan Liu Yam-yo ditaruh di belakang tubuhnya, mengenakan jubah merah, mukanya juga merah, seluruh tubuh bagaikan segumpal api, tapi dibanding dulu Lu Pau bertemu, dia sekarang agak berkurang keganasannya, mungkin karena luka dalamnya tidak ringan.

   Meskipun dalam kondisi begitu, Lu Pau tetap merasakan panas yang ditebarkan dari tubuh Liu Yam-yo.

   Lu Pau paham dirinya bukan lawan Liu Yam-yo, tapi dia sekarang sudah kepalang tanggung, sudah tidak peduli, sekerasnya membentak.

   "Kenapa kau membunuhnya?"

   Berkilau api dalam sorotan mata Liu Yam-yo.

   "Sebab aku mau membunuhmu!"

   Terus dia menyambung lagi.

   "aku membunuhmu untuk memanasi orang bermarga Kie itu!"

   Kemarahan Lu Pau memuncak, bagaikan macan mengaum.

   "Aku habisi kau!"

   Dua tinjunya langsung menghantam, sasarannya antara dada dan perut Liu Yam-yo! "He... he... he..."

   Liu Yam-yo terkekeh, dia juga melancarkan sebuah pukulan, lalu mundur ke belakang, gerakannya lebih cepat, kepalannya langsung menghantam dada Lu Pau. Lu Pau menjerit keras, seluruh tubuh terbang jatuh ke belakang.

   "phang!"

   Tubuh yang tinggi besar itu menabrak dinding kamar, mulutnya mengeluarkan darah segar, punggungnya menempel di dinding, lalu meluncur jatuh ke tanah, kepala menunduk. Mati.

   "Chhh, chhh"

   Terdengar suara lemah, di depan dada Lu Pau ada sebuah lekukan sebesar kepalan, baju di depan dadanya menghitam gosong bagaikan terbakar api, daging di depan dada mengepulkan asap hitam, bau daging matang yang menyengat memenuhi ruangan kamar.

   Liu Yam-yo mengibaskan lengan bajunya, melihat pun tidak pada Lu Pau yang bagaikan sebuah gunung kecil yang mati sambil menyandar di dinding itu, dengan langkah besar dia menuju pintu kamar.

   Mendadak dia berhenti melangkah, selanjutnya dia bersalto dengan muka keatas, bagaikan roket keluar menembus daun jendela, hanya sekejap hilang dalam kegelapan malam.

   Di luar pintu langsung terdengar ramai suara kaki dan suara orang bicara, kelihatannya orang-orang di rumah bordil sudah berdatangan, mungkin pekikan Lu Pau telah mengagetkan mereka, sehingga datang ingin memeriksa apa yang terjadi.

   Akhirnya yang mereka temukan hanyalah mayat Siau Ang-to dan Lu Pau.

   Segera hebohlah rumah bordil itu.

   Kie Yam-ke, Siau Li-cu, Siau Hek-cu juga mendapat kabar, cepat-cepat mendatangi Liu-hiang-goan, langsung masuk ke kamar yang di diami Siau Ang-to, melihat mayat Lu Pau yang menyandar di dinding kamar, daging di wajah Kie Yam-ke mengencang, pupil mata menutup, sorotan matanya jatuh ke depan dada Lu Pau yang bagaikan terkena bakaran api, luka lekukan yang hitam gosong itu, dia menggigit kencang giginya, dari celah-celah gigi keluar perkataan.

   "Liu Yam-yo, sungguh kejam sekali!"

   Begitu Siau Li-cu dan Siau Hek-cu melihat jasad Lu Pau, terkejut luar biasa, dan memekik.

   "Lu Pau!"

   Melompat ke depan memeluk Lu Pau. Sebelah tangan Kie Yam-ke segera menarik mereka, sambil berkata.

   "Sabar sedikit, jangan terlalu emosi, Lu Pau sudah meninggal, dendam ini kita harus balas!"

   Lalu menjulurkan tangan mengusap mata Lu Pau, dengan suara ringan berkata.

   "Saudaraku yang baik, jangan kuatir, Kie Toako tidak akan membiarkan kau mati sia-sia!"

   Setelah menutup mata Lu Pau, dua tangannya merangkul, menggendong mayat Lu Pau berjalan keluar dengan langkah lebar! Siau Li-cu dan Siau Hek-cu dengan wajah pedih dan marah mengikuti di belakang Kie Yam-ke, meninggalkan rumah bordil.

   ooo0dw0ooo Kian Ta adalah anak tunggal Kian Jit-san.

   Harta Kian Jit-san sesuai marga dan namanya, hartanya bagaikan gunung.

   Di Yang-ciu Kian Jit-san boleh dibilang orang terkaya, hartanya banyak tapi keluarganya sedikit, bagaimana pun dia menambah istri muda, tetap saja hanya punya Kian Ta, anak laki-laki satu-satunya.

   Karena hanya Kian Ta satu-satunya anak laki-laki, tentu saja Kian Jit-san amat menyayanginya, akibatnya sekolah pun tidak beres, sedangkan kerjanya berjudi, mencari kesenangan, makan minum dan mencari perempuan, persis anak orang kaya yang buaya.

   Mengandalkan kekayaan dan kedudukan orang tuanya, Kian Ta sering sekali menindas orang lain, terlebih lagi kalau melihat gadis baik-baik dan ibu-ibu muda pasti diganggunya.

   Maka orang-orang miskin menganggap Kian Ta bagikan serigala, semua membencinya.

   Benci tinggal benci, sedikitpun tidak berdaya.

   Sampai Kie Yam-ke kembali lagi ke Yang-ciu, Kian ta seperti mendapatkan penakluk, setelah dihajar beberapa kali di depan umum, dia sudah agak berobah, tidak sekurang ajar seperti dulu, tetapi dia menjadi dendam pada Kie Yam-ke.

   Kie Yam-ke tidak punya usaha, tidak punya rumah tangga, hidupnya sebatang kara, dia hanya mempunyai ilmu silat setinggi langit.

   "Toh-beng-sam-hoan"

   Mo Poh-co yang jago dan punya nama besar saja kalah olehnya, Kian Ta membenci dia sampai ke tulang sumsum, tetap tidak bisa berbuat apa-apa padanya.

   ooo0dw0ooo Kesukaan Kian Ta selain makan minum, paling suka melacur, lalu berjudi.

   Judinya bukan yang kecil-kecilan, tapi yang besar taruhannya, kalah 100 ribu 80 ribu di tempat judi sedikitpun tidak merasa sayang, sungguh pemborosan.

   Tiap judi pasti kalah, tidak kalah 200-300 ribu pasti kalah 50-70 ribu.

   Untung saja, di rumah hartanya menggunung, jadi dia tidak sampai bangkrut, tidak saja tidak bangkrut, selamanya pun tidak akan bangkrut sebab orang tuanya Kian Jit-san berusaha dalam bidang yang paling menguntungkan di kolong langit, yaitu jual beli garam.

   Pengusaha garam tunggal.

   Kalau punya harta yang tidak habis dihamburkan untuk apa Kian Ta harus berkecil hati hanya kalah berjudi! Hari ini dia pergi berjudi lagi.

   Tapi hari ini dia tidak pergi ke tempat perjudian yang terbesar di kota Yang-ciu, yaitu tempat perjudian Kim-gin (emas perak), tapi ke tempat perjudian yang kecil.

   Di katakan tempat perjudian kecil sedikitpun tidak salah, sebab uang yang ditaruhkan dibandingkan dengan tempat perjudian Kim-gin, ibarat bumi dan langit! Cara judi di tempat yang kecil, paling kecil boleh main 1 picis, paling besar sampai 10 tail perak.

   Tapi di tempat perjudian Kim-gin yang paling kecil tidak boleh kurang dari 1000 tail, terbesar tidak pakai batas Maksimal, berapa pun tamu mau memasang, tempat perjudian menerimanya dengan senang hati, dengan kata lain, tamu berani pasang 10 juta tail perak pun, tempat perjudian tetap melayaninya.

   Kalah menang tidak masalah.

   Begitu Kian Ta masuk ke tempat perjudian yang tidak bernama, segera menarik perhatian para tukang judi yang sedang asyik dan gembira, dengan sendirinya semua berhenti memasang, malah memandang Kian Ta.

   Mereka mengenal, minimal pernah melihat Kian Ta, tentu juga tahu status Kian Ta, orang macam Kian Ta tiba-tiba mengunjungi tempat perjudian sekecil ini, semua orang merasa aneh.

   Sama sekali di luar dugaan.

   Putra jutawan seperti Kian Ta sedikitnya taruhan puluhan ribu tail perak ini tiba-tiba hadir ke tempat perjudian kecil yang uang pemasangan tertinggi 10 tail perak saja, kalau tidak menarik perhatian khalayak, itu baru aneh.

   Kian Ta dengan aksi berjalan ke depan meja judi dengan angkuh memandang orang-orang yang sedang berjudi itu, sikapnya sangat congkak, sambil mengibas-ibaskan lengan baju, dia membentangkan dengan menaruh selembar cek di atas meja judi.

   Mata para penjudi segera menyorot tajam, lalu merasa terkejut, sebab cek itu tercantum nilai sebesar 10000 tail perak! Orang yang berjudi disini semua orang rendah di kota Yang-ciu, jangankan 10000 tail perak.

   100 tail perak saja belum pernah melihatnya, memandang cek sebesar 10000 tail perak di atas meja judi, tiap orang tercengang, napas pun terasa sesak.

   Sampai si bandar pun ikut tercengang, tersendat-sendat berkata.

   "Kian...Kongcu, disini...paling...paling banyak hanya boleh...boleh pasang 10 tail...perak saja, kau..."

   Kian Ta mengayunkan tangan, tertawa besar lalu berkata.

   "Aku mau berjudi ke tempat rendahan begini karena aku menghargai kalian, tidak usah pakai aturan-aturan, aku suka pasang berapa ya berapa, kalian harus terima!"

   Bandar dengan muka kecut berkata.

   "Kami bisa menerima tapi tidak sanggup mengganti, kalau Kian Kongcu tetap mau memasang 10000 tail perak, harap ke tempat lain saja!"

   Kian Ta memukul meja, dengan tertawa dingin berkata.

   "Buka perjudian macam apa ini, tamu berjudi kesini, bukan saja tidak dihormati malah mau diusir? Hahaha, lebih baik tutup saja!"

   Melihat kecongkakkan Kian Ta, dan seenaknya bicara dan berteriak, sudah terlihat dia bukan mau berjudi, tapi mau mencari masalah.

   Penjudi-penjudi lain yang datang mau cari kepuasaan dan rangsangan, tentu saja tidak mau melepaskan kesempatan gratis ini, tiap orang berdiri disitu menonton keramaian.

   Bandar melihat Kian Ta sengaja datang mau mencari masalah, dengan murka berkata.

   "Kian Ta, jangan mentang-mentang banyak uang, orang lain jadi takut padamu! Dengar, kalau kau tidak mau pergi juga, nanti kalau Kie Toako datang, rasakan!"

   Kian Ta mendengar kata Kie Toako 3 huruf ini, dalam matanya terlintas rasa terkejut, tapi segera dia dengan galak berkata.

   "Tidak perlu membawa-bawa nama Kie Toako kalian untuk menakuti orang. Hmmm, aku tidak takut padanya, kalau dia datang lebih baik! Tidak disangka, tempat judi ini dia yang mengelola!"

   Saat ini ada seseorang keluar dari dalam, terkejut melihat Kian Ta, dan cepat maju ke depan, melirik Kian Ta dengan dingin dan marah.

   "Kian Ta, orang lain takut padamu, punya uang punya kedudukan, tapi kami tidak, kalau kau paham? Cepat pergi!"

   Orang yang keluar dari dalam adalah Siau Li-cu. Rupanya Kian Ta punya sandaran, dia mendelikkan mata menantang.

   "Siapa kau? Berani benar kurang ajar padaku!"

   Siau Li-cu mendesak maju selangkah, melototi Kian Ta.

   "Kau tidak perlu tahu siapa aku, dikatakan pun kau tidak kenal, pokoknya aku melarang kau macam-macam disini, kalau kau mau berjudi, ikutilah peraturan disini, aku tidak akan melarangmu!"

   Kian Ta agak terkesiap oleh perkataan Siau Li-cu ini, dua matanya mendelik, dia mendecak ribut.

   "Brengsek dan sombong, aku tidak akan pergi, aku mau tahu kau bisa apakan aku!"

   Siau Li-cu dengan sinis memandang Kian Ta dengan hambar berkata.

   "Usir dia!"

   Ada 2 orang laki-laki yang mengenakan baju kasar segera menghampiri, satu di kiri satu di kanan mengapit Kian Ta, mengawal jalan dia keluar! Kian Ta meloncat-loncat, meronta-ronta, tapi mana bisa melepaskan diri? Dengan paksa dia dikawal keluar.

   Siau Li-cu memandang Kian Ta yang ribut dan meronta-ronta itu, di sudut bibirnya terlihat mengembang tawa yang mengejek.

   Tiba-tiba sekujur tubuh Siau Li-cu bergetar, tawanya pun membeku, dua matanya melongo memandang pintu masuk.

   Di depan pintu muncul seorang pemuda yang bermuka merah, berjubah merah yang menyerupai segumpal api menyala.

   Dalam tempat perjudian ini memang agak pengap, dengan munculnya pemuda ini, dalam ruangan menjadi lebih panas lagi, semua orang merasa ada gelombang panas yang mendesak keluar dari tubuh pemuda ini.

   "Liu Yam-yo!"

   Akhirnya Siau Li-cu sadar kembali, dengan suara rendah dan berat menyebut nama pemuda itu. Setelah Kian Ta melihat Liu Yam-yo, dia tidak ribut juga tidak meronta-ronta lagi, dengan aksi berseru.

   "Lepaskan aku!"

   Dua orang yang mengapit Kian Ta memang terkesima oleh Liu Yam-yo, bengong sebentar dan berhenti melangkah, tapi tidak menurut terhadap bentakan Kian Ta, malah lebih keras mengapit dia. Payahlah Kian Ta, dia sakit karena dipegang keras-keras.

   "Lepaskan dia!"

   Sorot mata Liu Yam-yo bagaikan 2 buah bara api membakar 2 orang laki-laki itu, dia juga maju satu langkah.

   Dua orang laki-laki itu jadi merasa tidak tenang, mereka merasakan tubuhnya sakit, tangannya mengendur, Kian Ta jadi mendapat kesempatan meronta dan melepaskan diri, melangkah besar meloncat ke belakang tubuh Liu Yam-yo, dengan sombong memekik pada Siau Li-cu.

   "Mampus kau brengsek! Coba berani lagi mengusir aku? Kesini kalau berani!"

   Siau Li-cu memandang Liu Yam-yo, pikirannya melayang cepat, jelas keadaan sekarang dia sulit luput dari kematian, tapi dia tidak takut, yang dia kuatirkan adalah kalau tempat perjudian ini hancur, banyak saudaranya akan kehilangan tempat bersandar.

   Ternyata tempat perjudian ini diurus oleh Kie Yam-ke, tapi tujuannya hanya ingin mengambil sedikit keuntungan dari para penjudi untuk menghidupi saudara-saudaranya, menghindari mereka dari kehidupan berbuat yang bukan-bukan atau menipu, dan merugikan para penduduk.

   Di bawah pengaturan Kie Yam-ke, para saudaranya hidup lebih tentram, lebih tertib, tidak seperti dulu sering memeras para penduduk.

   Siau Li-cu diatur oleh Kie Yam-ke untuk mengelola tempat perjudian ini.

   Di tempat tinggal penduduk menengah ke bawah kota Yang-ciu, Kie Yam-ke juga membuka beberapa tempat perjudian, kalau hanya mengandalkan satu saja, tidak mencukupi kebutuhan saudara-saudaranya.

   Bola mata Siau Li-cu berputar, dia memberi tanda pada bandar yang bengong di belakang meja judi.

   Bandar itu mengangguk, pelan-pelan mundur ke belakang.

   Liu Yam-yo segera menghardik padanya.

   "Berhenti!"

   Mana mau bandar itu menurut, dia cepat-cepat berputar tubuh, dengan langkah besar berlari ke dalam.

   Di dalam ada sebuah lorong dapat tembus keluar melalui pintu belakang.

   Liu Yam-yo merasa bandar itu tidak dapat dihentikan, dia marah dan menghardik persis seekor singa, sinar merah berkilau menerjang pada si bandar.

   Dua orang laki-laki tadi tidak kenal Liu Yam-yo, merasa marah dan memekik, sama-sama menerkam dan menghalangi Liu Yam-yo.

   Liu Yam-yo melirikpun tidak pada kedua orang yang datang menerjang dan menghalanginya, dia langsung menyerbu kedua orang ini, lalu menyerbu lagi bandar yang lari sudah sampai pintu ke dalam ruangan itu, dari jarak 1 tombak Liu Yam-yo menghantamkan telapaknya, seberkas aliran panas berwarna merah gelap menggulung punggung si bandar.

   Si bandar menjerit pilu, punggungnya matang menghitam, mengepul asap hitam, tertelungkup di depan pintu ruangan dalam.

   Para penjudi lainnya mana pernah melihat cara membunuh orang yang aneh begini, sebuah telapak dipukulkan dari kejauhan sanggup membunuh orang, dan orang yang mati bagaikan terbakar, semua terkejut hingga menjerit.

   Mimik Siau Li-cu pun berubah hebat.

   Liu Yam-yo tepat berdiri di depan dia sekitar 2 tombak.

   Dua orang laki-laki yang menghadang itu juga sudah roboh dan mati, bajunya terbakar menjadi abu, seluruh tubuhnya matang menghitam.

   Siau Li-cu merinding, hawa dingin muncul dari tulang punggungnya, tapi dia tidak takut.

   Dalam sekejap saja, 3 orang saudaranya telah tewas.

   Siau Li-cu amat sedih.

   Saat ini Kian Ta tambah beraksi, mengikuti dari balik Liu Yam-yo, berjalan ke depan Siau Li-cu, sambil tertawa berkata.

   "Brengsek, minta ampun sekarang masih belum terlambat!"

   Tiba-tiba Siau Li-cu meludah, dengan hina berujar.

   "Anjing!"

   Muka Kian Ta merah bagaikan hati babi, sekujur tubuhnya gemetar menggigit bibir keras-keras menunjuk Siau Li-cu.

   "Jahanam! Lihat sebentar lagi, siapa yang jadi anjing!"

   Siau Li-cu sekali lagi memuntahkan kata.

   "Anjing!"

   Kian Ta mengamuk, menerjang, keluar dari belakang Liu Yam-yo, mengayunkan kepalan mau memukul Siau Li-cu. Dia malu bagaikan orang gila karena perkataan "anjing"

   Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dari Siau Li-cu itu, dia sudah hilang kesadaran seperti anjing gila menyerbu Siau Li-cu.

   Siau Li-cu pun geram sampai ke tulang, karena Kian Ta membawa Liu Yam-yo dan membunuh 3 orang saudaranya, melihat dia menyerbu timbul hatinya untuk membantai, dia menunggu Kian Ta mendekat, dan segera akan membunuhnya.

   Liu Yam-yo merentangkan tangan menarik Kian Ta yang seperti anjing gila itu.

   Kian Ta meronta-ronta, tapi mana bisa melepaskan diri? Terpaksa dia diam.

   Siau Li-cu kesal tidak bisa membunuh Kian Ta, dia menghela napas panjang, dengan sangat marah dia memandang Liu Yam-yo.

   "Liu Yam-yo, kau mau apa?"

   "He... he... he"

   Liu Yam-yo menyengir.

   "membakar tempat perjudian ini!"

   Dengan suara tenang sekali Siau Li-cu berujar.

   "Coba saja kalau berani! Kie Toako akan membuat perhitungan denganmu!"

   Tangan menunjuk Kian Ta.

   "kau juga!"

   Kian Ta ciut ketakutan tapi tiba-tiba terpikir ada Liu Yam-yo yang menjadi penopang, keberaniannya jadi bertambah, membusungkan dada dia berkata.

   "Kapan saja aku akan menunggu dia datang membuat perhitungan!"

   Liu Yam-yo nyeletuk.

   "Apa sudah habis perkataanmu?"

   Dengan suara keras Siau Li-cu menghentak.

   "Sudah atau belum mau apa?"

   Sorotan mata Liu Yam-yo bagaikan api meloncat.

   "Mau membantai kau!"

   Perkataan belum selesai, Siau Li-cu telah menubruk Liu Yam-yo dengan kepala, sebuah sinar dingin melayang, dengan cepat menusuk perut Liu Yam-yo.

   Dia sudah tahu bukan tandingan lawannya, tapi masih tetap saja tidak mempedulikan apapun untuk mengadu jiwa, ini membutuhkan keberanian yang luar biasa, ketetapan hati dan niat yang tidak takut mati! Bagaikan awan merah Liu Yam-yo melayang ke samping menghindar, dia merentangkan tangannya langsung menangkap leher Siau Li-cu, lima jarinya mengencang.

   "krekkk"

   Sebuah suara nyaring terdengar.

   Siau Li-cu mengejang, 2 kakinya menjengkang, tulang lehernya hancur, napasnya putus dan tewas! Para penjudi bagai terbangun dari mimpi, terkejut dan menjerit-jerit, mencari pintu berebut untuk kabur.

   Liu Yam-yo tidak menghalangi mereka, dibiarkan mereka pergi semua, baru merasa puas dan tertawa.

   "Kian-heng, kali ini Kie Yam-ke pasti muntah darah!"

   Kian Ta berkata sambil menyanjung.

   "Liu Toako, si jahanam Kie Yam-ke tidak ada seujung kuku-mu!"

   Tapi Liu Yam-yo malah dengan tegas berkata.

   "Siapa yang meremehkan Kie Yam-ke, dia salah besar, kalau kau belum mau mampus segera, sebaiknya jangan salah menilai dia!"

   Panas muka Kian Ta, agak segan dia tertawa.

   "Betul! Betul perkataan Liu Toako!"

   Liu Yam-yo memandang sekali lagi orang yang mati dalam tempat perjudian itu, membalikan tubuh, bicara pada Kian Ta.

   "Kalau kau tidak mau bertemu Kie Yam-ke, sebaiknya cepat pergi!"

   Tubuhnya berbalik langsung berjalan.

   Seluruh tubuh Kian Ta bergetar, bagaikan seekor anjing dia mengikuti belakang Liu Yam-yo berjalan keluar.

   Sampai di luar tempat perjudian, Liu Yam-yo mengibaskan lengan bajunya, menggetarkan tangan melempaskan seberkas sinar merah, sinar merah itu jatuh di dalam tempat perjudian, jatuh ke tanah "phummm!"

   Berbunyi keras dan segera timbul api yang berkobar-kobar, menyebar merembet ke 4 penjuru, sekejap saja seluruh tempat perjudian sudah menjadi lautan api.

   Hebat sekali amgi berbahan peledak itu.

   Liu Yam-yo menyaksikan seluruh tempat perjudian sudah ditelan api, baru cepat-cepat meninggalkan tempat itu bersama Kian Ta.

   Kie Yam-ke berdiri di depan puing-puing tempat perjudian yang musnah terbakar, memandang beberapa kerangka yang sudah gosong menjadi arang yang di-jejerkan di tanah.

   "krekkk"

   Dia mengadukan giginya, mukanya hijau membesi, sepasang tangannya menggengam dengan keras.

   Kao Ceng, Siau Hek-cu berdiri di sisi Kie Yam-ke, memandang beberapa kerangka yang gosong di tanah, akhirnya Siau Hek-cu tidak tahan lagi, dengan suara serak berseru.

   "Siau Toako!"

   Dia bersedu-sedan.

   Beberapa kerangka yang sudah menjadi arang, entah yang mana Siau Li-cu.

   Tiba-tiba Kao Ceng memutar tubuhnya, mengangkat kaki langsung pergi.

   Kie Yam-ke merentangkan tangan, menghadang jalannya Kao Ceng.

   Kao Ceng kesal tidak buka suara, sekali berputar tubuh langsung menghindar, mencabut kaki mau berlari.

   Kie Yam-ke dapat tepat menangkap lengan dan pinggangnya, bertanya.

   "Kao Toako, kau mau kemana?"

   Sinar dingin terpancar dari mata Kao Ceng, bibir bawah digigitnya hingga berdarah, dengan suara penuh haru berkata.

   "Mengadu jiwa dengan Liu Yam-yo!"

   Sinar mata Kie Yam-ke terhenti, menghela upas berkata.

   "Kao Toako, jangan sampai emosi, itu hanya akan menguntungkan Liu Yam-yo, tujuan Liu Yam-yo memancing agar kita marah, bagaimana juga kita jangan sampai terjebak!"

   Kao Ceng dengan susah berujar.

   "Tapi akan merembet semua saudaramu!"

   Kie Yam-ke menghela napas panjang, berkata dengan amat jujur dan terharu.

   "Kao Toako, kita berteman baik bukan?"

   Kao Ceng tidak menangkap maksudnya bertanya begitu, tetapi tetap mengangguk.

   "Betul, teman baik!"

   Kie Yam-ke menepuk bahu Kao Ceng.

   "Kau teman baikku, kalau begitu saudaraku, juga saudara baikmu!"

   Hati Kao Ceng luluh, tidak tahan dengan keras memegang tangan Kie Yam-ke berkata dengan suara terharu.

   "Kie Yam-ke!..."

   Terharu sampai tidak mampu meneruskan. Dengan tenang Kie Yam-ke berkata.

   "Aku akan pesan saudara-saudaraku segera menutup tempat perjudian, sementara jangan menampakkan diri, supaya Liu Yam-yo tidak bisa berbuat apa-apa."

   Kao Ceng hanya bisa mengangguk.

   ooo0dw0ooo Kie Yam-ke bekerja sendiri, bersama saudara-saudaranya mengubur Siau Li-cu dan lainnya yang meninggal.

   Lu Pau, Siau Li-cu dan kawan-kawannya, semua saudara-saudara baik Kie Yam-ke, tapi sekarang sudah meninggal, ini membuat Kie Yam-ke sedih sekali.

   Demi Lu Pau, Siau Li-cu dan lainnya yang meninggal, demi Kao Ceng teman baiknya, Kie Yam-ke bertekad hati harus membunuh Liu Yam-yo! Dan pasti akan mencari tahu rahasia yang membuat Liu Yam-yo terus membunuh orang itu! ooo0dw0ooo Beberapa hari ini Kao Ceng menjadi pendiam, dia mengunci diri di kamar, jarang sekali bertemu Kie Yam-ke untuk berbincang-bincang.

   Kie Yam-ke maklum dia bersusah hati karena Lu Pau dan kawan-kawannya terbunuh maka tidak diganggunya, membiarkan dia mengurung diri dalam kamar.

   Hari ini masih pagi Kao Ceng mencari Kie Yam-ke, dia menemukan Kie Yam-ke dengan sepasang tangan di belakang tubuh sedang berdiri di halaman yang lerbengkalai itu.

   Kao Ceng datang ke depan Kie Yam-ke langsung berujar.

   "Kie Yam-ke, aku sudah memutuskan meninggalkan tempat ini."

   Kie Yam-ke terterkejut seraya mendongakkan kepala bertanya.

   "Kao Toako kau bilang apa?"

   Dengan tegas Kao Ceng berkata.

   "Kie Toako, aku amat berterima kasih padamu serta Lu Pau, Siau Li-cu, dan saudara-saudara yang lain, Tapi aku tidak mau merembet lagi pada kalian, aku memutuskan untuk pergi, kalau aku sudah pergi, Liu Yam-yo tentu tidak akan mencari masalah lagi disini."

   Dengan serius Kie Yam-ke menatap Kao Ceng, agak lama baru menggeleng-gelengkan kepala berujar.

   "Kao Toako, kau kira kalau kau pergi Liu Yam-yo akan membiarkan aku?"

   Kao Ceng terdiam tapi mengangguk.

   "Salah!"

   Kata Kie Yam-ke dengan yakin. Kao Ceng mengangkat kepala dengan bimbang memandang Kie Yam-ke. Kie Yam-ke dengan suara tinggi berkata.

   "Kau pergi pun Liu Yam-yo tetap tidak akan melepaskan kami! Coba kau pikir, kenapa Liu Yam-yo mengejar dan mau membunuhmu? Semua disebabkan dia mencurigai kau telah mengetahui rahasianya! Kau kemari mencari aku, dia pasti mencurigai kau sudah membocorkan rahasianya padaku, coba kau pikir apa dia mau membebaskan aku?"

   Kao Ceng sampai tercengang, dengan susah berkata.

   "Kie Yam-ke, aku tidak terpikir masalah ini!"

   Tersenyum Kie Yam-ke menepuk-nepuk bahu Kao Ceng berkata.

   "Kao Toako, sekarang tidak jadi pergi bukan?"

   Dengan tertawa getir Kao Ceng berkata.

   "Aku jadi bingung, minta bantuanmu akhirnya melibatkan kalian, dalam hatiku merasa susah sekali."

   Dengan serius Kie Yam-ke berkata.

   "Kao Toako, sudahlah, biarkan yang sudah-sudah, sekarang kita harus mencari akal untuk melawan orang itu! Aku tiba-tiba merasa tertarik dengan rahasia Liu Yam-yo!"

   "Aku juga!"

   Angguk Kao Ceng. Saat berdua asyik berbincang-bincang, Siau Hek-cu tergopoh-gopoh berlarian datang, berhenti di depan Kie Yam-ke dan Kao Ceng, terengah-engah berkata.

   "Kie Toako..."

   Dengan tertawa Kie Yam-ke memegang kepala Siau Hek-cu.

   "Siau Hek-cu, istirahatlah dulu, sesudah reda nafasmu baru pelan-pelan ceritakan."

   Siau Hek-cu istirahat sebentar, menarik napas panjang berkata.

   "Kie Toako, jejak Liu Yam-yo sudah di ketahui!"

   Kie Yam-ke dan Kao Ceng amat bersemangat, bersama-sama bertanya.

   "Dimana dia sekarang?"

   "Di rumah Kian Ta!"

   Jawab Siau Hek-cu cepat. Dua orang ini sama-sama terkejut, Kie Yam-ke berkata.

   "Kenapa dia bisa ada di rumah Kian Ta? Kenapa dua orang ini bisa berhubungan?"

   Kao Ceng juga kebingungan.

   "Liu Yam-yo dan Kian Ta sama sekali tidak ada angkut pautnya, masalah ini ada keanehan!"

   Kie Yam-ke mengangguk menyatakan punya perasaan yang sama. Tapi Siau Hek-cu berkata.

   "Mungkin Kian Ta kebetulan mencari Liu Yam-yo untuk melawan Kie Toako!"

   "Mungkin juga!"

   Angguk Kie Yam-ke lalu berkata lagi.

   "Siau Hek-cu, ada pesan saudara-saudaramu untuk mengintai dan mengawasi mereka di sekitar sana?"

   Siau Hek-cu mengangguk.

   "Jangan kuatir Kie Toako, mereka mengawasi rumah Kian Ta dengan cermat, gerak-gerik mereka tidak bisa lolos dari mata kami."

   Kie Yam-ke memuji dan menepuk bahu Siau Hek-cu.

   "Siau Hek-cu, kau cerdik sekali, sampaikan pada mereka harus ekstra hati-hati, jangan sampai ada kesalahan, juga jangan ceroboh, kalau ada perubahan harus cepat-cepat melapor."

   Dengan tertawa Siau Hek-cu berujar.

   "Kie Toako tenang saja, kami pasti akan hati-hati sekali."

   Lalu dia pamitan pada Kie Yam-ke dan Kao Ceng, kembali pergi mengawasi di sekitar rumah Kian Ta.

   Saat ini Kian Ta sedang minum-minum dengan Liu Yam-yo, tiba-tiba dia menerima secarik kertas, dibaca dengan tergesa-gesa, lalu memberikan pada Liu Yam-yo, selesai membaca kertas itu segera diremasnya, berkata dengan tertawa dingin.

   "Rupanya dia sudah bosan hidup, biar aku kesana menemuinya!"

   Dengan penuh perhatian Kian Ta berkata.

   
Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Mungkinkah itu sebuah jebakan?"

   Sambil tertawa Liu Yam-yo berkata.

   "Kau jangan kuatir, aku paham betul kelakuan orang-orang yang mengaku aliran putih dan berkebajikan itu. Mereka melakukan sesuatu selalu terang-terangan dan benar, tidak mau melakukan pekerjaan yang kotor dan keji!"

   "Kalau begitu Liu Toako hati-hati saja."

   Liu Yam-yo mengangguk, berdiri, dan segera pergi meninggalkan rumah Kian Ta.

   ooo0dw0ooo Liu Yam-yo tiba di Souw-su-ouw, sebelah utara kota, berdiri di batas sebuah tanggul, sepasang sinar mata yang terang bagaikan api membara, terus memandang kejauhan tanggul, maju selangkah demi selangkah.

   Tanggulnya rindang oleh pohon Liu dan bambu, burung gereja beterbangan dan bernyanyi, amat asri dan tenang, Liu Yam-yo yang merah sekujur tubuhnya, berjalan di atas tanggul yang sejuk dengan pohon Liu dan bambu itu persis setitik merah di tengah berjuta warna hijau, sangat mencolok mata.

   Di atas tanggul kecuali dia, sesosok bayangan manusia pun tidak ada.

   Akhirnya Liu Yam-yo sampai di pertengahan tanggul, dia berhenti dengan berdiri tegap, berteriak.

   "Kao Ceng, kalau berani mengundang aku kemari untuk menentukan hidup dan mati, kenapa sampai sekarang tidak berani muncul untuk bertemu?"

   Nada menggema tidak putus-putus di atas udara tanggul.

   Dari balik pohon bambu yang rindang, segera melesat keluar Kao Ceng yang berbaju hijau.

   Kao Ceng selangkah-selangkah berjalan menuju depan Liu Yam-yo.

   Berdiri beberapa meter di hadapannya.

   Sepasang mata penuh oleh hawa membunuh.

   Dengan ketat menatap Liu Yam-yo.

   Sehuruf-sehuruf ia berkata.

   "Liu Yam-yo ternyata kau berani datang memenuhi ajakanku!"

   "He...he...he"

   Liu Yam-yo tertawa terkekeh.

   "kau sudah kalah di bawah tanganku, kenapa aku harus takut tidak berani datang?"

   Dengan suara tajam Kao Ceng berkata .

   "Kau tidak takut aku main curang?"

   Liu Yam-yo tertawa keras.

   "Takut apa? Aku maklum sekali kelakuan orang-orang macam kalian yang merasa dirinya pendekar aliran putih, tidak akan melakukan kecurangan!"

   "Malam ini, kalau bukan aku yang mati pasti kau yang mampus, ayo, kita mulai bertarung!"

   Liu Yam-yo bertepuk tangan dan tertawa keras.

   "Cocok sekali dengan maksudku, Kau cukup gamblang, ayo silahkan duluan!"

   Kao Ceng segera mencabut cambuk lentur bersutra emas yang terlilit di pinggang, mengibaskan tangan sekali diayunkan terdengar suara yang jernih menggema "poppp"

   Liu Yam-yo juga mengeluarkan pedang apinya.

   Dua orang ini masing-masing maju selangkah, mengambil ancang-ancang menunggu waktu yang tepat, sebentar saja di atas tanggul yang sunyi dan tenang itu keadaannya penuh hawa pembunuhan! ooo0dw0ooo Pemuda-pemuda berandalan yang menguntit Liu Yam-yo melihat Kao Ceng menampakan diri muncul dari semak-semak bambu, mereka tercengang sekali, dan mundur dari atas tanggul berlari secepatnya mau melapor pada Kie Yam-ke.

   Kie Yam-ke sudah mendapat laporan dari anak-anak yang mengawasi rumah Kian Ta, karena belum mendapat laporan berikutnya tentang Liu Yam-yo, dia terpaksa sabar menunggu berita selanjutnya.

   Dia sama sekali belum mengetahui Kao Ceng yang sudah menghilang.

   ooo0dw0ooo Cambuk lentur bersulam sutra emas Kao Ceng bagaikan ular sakti, bergerak-gerak bagaikan naga naik ke langit bergulung menari-nari, mendesak Liu Yam-yo mundur dan mundur lagi.

   Sebenarnya Liu Yam-yo bisa saja tidak mundur, tapi dia masih tidak mau membuat 2 pihak babak belur semua, maka dia terus menghindari serangan Kao Ceng bagaikan macam mabuk yang tidak takut mati itu.

   Seseorang yang sudah berniat mengadu jiwa sampai tetes darah penghabisan, orang banyak pun sulit membendungnya, siapapun akan menjauh untuk menghindar dari serangannya.

   Sebenarnya Kao Ceng bukan lawan Liu Yam-Yo, tapi dia sudah tidak peduli lagi, niatnya hanya ingin membunuh musuh, tidak peduli lagi menjaga keselamatan dirinya , ini membuat Liu Yam-yo berpikir juga, maka dalam waktu singkat dia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Kao Ceng, dia terpaksa mundur dan mundur lagi.

   Liu Yam-yo mundur sampai di depan pohon Liu, kebetulan satu pecutan Kao Ceng sudah mengejar tiba.

   Liu Yam-yo sudah tidak bisa mundur lagi, terpaksa dia menghindar ke sisi berputar ke belakang pohon.

   "Poppp"

   Terdengar suara keras, pohon Liu ternyata sobek oleh cambuk lentur Kao Ceng, dan ujung cambuknya masih terus bergerak ke belakang pohon, tepat mengenai dada kanan Liu Yam-yo yang baru berputar ke belakang pohon dan dia tidak menduga di belakang pohon masih bisa terkena pecut.

   Bajunya sobek darah pun keluar, lukanya cukup panjang, nampak berdarah.

   Liu Yam-yo mengaduh, kepalannya di hantamkan ke batang pohon.

   "Krekkk"

   Suara amat keras, pohon Liu mengikuti suara itu, roboh ke arah Kao Ceng yang menerjang sampai di depan pohon.

   Kao Ceng tidak mengelak dan tidak menepi, dengan miring menghantam batang pohon yang tumbang ke arahnya, disabet lagi miring ke samping, dia pun menerobos melewati pohon tumbang itu dengan cambuk lenturnya yang bagaikan ular sakti itu menggulung leher Liu Yam-yo! Bagaimana pun Liu Yam-yo tidak menduga Kao Ceng akan seberani dan senekad begitu, dalam keadaan tidak terduga dan mendadak begitu hampir saja dia terjebak lagi, untung reaksi dia cukup cepat, dengan jurus Tiat-pan-ko secara paksa dia menjatuhkan diri ke belakang "huhhh"

   Sinar emas berkilau lewat, ujung cambuk lentur menggulung lewat di atas mukanya, hanya beberapa inci dengan batang hidung Liu Yam-yo.

   Lalu kakinya menekan dengan keras, seluruh lubuh Liu Yam-yo bagaikan ikan merah menembus ombak, berbalik mendur sampai beberapa meter lauhnya, kepalanya lurus seperti mau menabrak pohon.

   Ketika hampir menabrak pohon, di atas kepalanya seperti bertumbuh mata, tubuhnya mendadak berhenti dan bersalto di udara, sepasang kaki menendang batang pohon.

   "shuttt"

   Orangnya cepat bagaikan anak panah meninggalkan busurnya, menerjang lurus mendatangi Kao Ceng yang datang menyerbu! Menendang dan melesat dibandingkan dengan jurus Tiat-pan-ko tadi (Menjatuhkan diri kebelakang), kecepatannya ternyata lebih cepat satu kali lipat! Gerakan menjauh kemudian balik lagi, gayanya ini sama sekali di luar dugaan Kao Ceng.

   Kalau sudah di luar dugaan tentu saja pembelaannya jadi kacau.

   "cesss"

   Beribu-ribu bayangan cambuk itu tembus oleh Liu Yam-yo dengan pedangnya.

   "pekkk"

   Berbunyi lagi, pedang pendeknya telah menusuk ke lengan kanan Kao Ceng! Tusukan pedang ini sebenarnya ke dada kanan Kao Ceng, tapi dalam keadaan gawat ini mati-matian Kao ceng membawa tubuhnya menepi, sehingga terhindarlah dadanya dari serangan yang mematikan ini! Kao Ceng merasa kesakitan, tapi dia tidak mengaduh, tetap tidak menepi dan tidak berhenti, dengan tenaga sepenuhnya menyerbu Liu Yam-yo yang sedang di udara, cambuk lentur emasnya menggila, dipecutkan ke punggung dan pinggang Liu Yam-yo! Pedang pendek Liu Yam-yo yang menancap dalam-dalam pada lengan Kao Ceng, seperti akan menembus keluar, dia berpikir ingin dengan tenaganya menggores ke bawah seperti membelah ikan, untuk membelah lengan Kao Ceng, agar lengannya hancur dan tidak berguna lagi.

   Tidak disangka Kao Ceng sangat garang dan tidak takut mati, sekuat tenaga dia menyerbu lagi, Liu Yam-yo terkejut segera mencabut pedangnya dan menjatuhkan diri ke tanah, dengan susah payah menghindar dari sabetan cambuk lentur Kao Ceng pada punggung dan pinggangnya! Pedang dicabut darahpun menyembur, luka di lengan Kao Ceng segera menyemburkan banyak darah segar yang membasahi lengan bajunya, juga memerahkan matanya.

   Kao Ceng meraung keras seperti sudah menggila, menyerbu dan menggempur Liu Yam-yo, serangan cambuk lenturnya memang dashyat, tapi sudah tidak teratur, dan banyak celah muncul dimana-mana! Inilah perlawanan yang sudah tidak peduli dengan keselamatan dirinya.

   Liu Yam-yo memang telah melihat titik kelemahan Kao Ceng.

   Tapi dia tetap tidak mau bertindak ceroboh, kemenangan sudah dalam genggamannya, untuk apa dia dengan sembrono menempuh bahaya? Dibawah serangan Kao Ceng, dia tidak henti-hentinya dia mundur terus, dia menunggu kesempatan yang paling menguntungkan untuk sekaligus membantai Kao Ceng! Ketika Kao Ceng diam-diam meninggalkan rumah, dia menyuruh seorang bocah mengantarkan surat undangan untuk bertarung kepada Liu Yam-yo.

   Setelah itu dia sudah berniat untuk mati, sambil menggusur Liu Yam-yo untuk berjalan bersama ke neraka.

   Maka begitu dimulai dia menggunakan cara yang mengadu jiwa, hidup dan mati sudah tidak dihiraukan.

   Tapi dia kalah satu tingkat dari Liu Yam-yo, bagaimana pun dia mencoba mengadu jiwa, tetap tidak mungkin bisa memaksa Liu Yam-yo, dia hanya mampu menggoreskan satu bekas luka berdarah saja di dada Liu Yam-yo, lengan dia sendiri malah mendapat cedera, keadaan lukanya amat berat, lengannya sudah hampir tidak bisa bergerak, darah tidak henti-hentinya mengucur, tidak saja memerahkan bajunya, juga memerahkan tanggul itu, setengah potong lengan bajunya lebih merah dari jubah merah Liu Yam-yo.

   Merah yang amat menakutkan! Kalau diteruskan begini, tidak perlu Liu Yam-yo bertindak pun, Kao Ceng sendiri akan mati kehabisan tenaga dan darah! Yang belum diketahui, berapa lama Kao Ceng masih mampu bertahan.

   Akhirnya Kie Yam-ke mendapat laporan dari anak buah yang mengintai Liu Yam-yo sampai utara kota ke tanggul danau itu, mengetahui Kao Ceng nengajak Liu Yam-yo untuk bertarung.

   Kie Yam-ke terkejut luar biasa, tanpa berkata-kata lagi dia mencabut kaki, berlari lebih cepat dari kuda yang lepas kendali! Di jalan, dia bergerak lebih cepat dari meteor, mengejar ke tanggul Souw-su-ouw, sambil berharap Kao Ceng tidak kurang sesuatu apa, dan mampu bertahan sampai dia tiba.

   Tembok kota sudah terlihat, kaki Kie Yam-ke bertambah cepat, sebentar saja dia sudah di bawah tembok kota, dia tidak melalui gerbang tembok karena di gerbang banyak orang, sekali menerjang tubuhnya sudah melompat ke atas tembok, menerjang lagi sudah melampaui tembok, menurun keluar kota terus berlari lagi! Dia hanya berharap bisa tiba disana tepat waktu, melihat Kao Ceng masih segar bugar! ooo0dw0ooo Karena Kao Ceng tidak berhenti menyerang dan darah terus mengalir, dalam keadaan habis tenaga habis napas, langkah kakinya mulai melayang, kepala terasa pening, bayangan merah di depan mata ramai berkilau, dia mulai tidak jelas memandang bayangan tubuh Liu Yam-yo! Tapi dia tetap menyerang sekuat tenaga, cambuknya tetap saja berbunyi berciutan.

   Liu Yam-yo tetap tidak membalas, hanya menghindar terus, tapi dalam sorotan matanya telah melintas hawa pembunuhan yang tebal, sudut bibirnya mengembang sebuah senyuman.

   Cepat atau lambat Kao Ceng pasti mati di bawah pedangnya, sehingga dia sedikitpun tidak risau! Bagaikan kuda lari kencang Kie Yam-ke tiba di Souw-su-ouw, asal berputar setengah lingkaran tanggul danau sampailah di tempat Kao Ceng dan Liu Yam-yo bertarung.

   Cemas hatinya bagaikan api membakar, gemas ingin sekali melangkah bisa melintasi permukaan danau, agar bisa lebih awal tiba di atas tanggul.

   Begitu sebelah kakinya melangkah ke dalam danau, orang-orang yang melancong di atas danau terkejut hingga menjerit-jerit.

   Kie Yam-ke tidak peduli, saat ini dalam hatinya hanya ada satu niat, secepatnya tiba untuk menolong kao Ceng! Dia paham Kao Ceng bukan lawannya Liu Yam-yo, buktinya Kao Ceng telah datang meminta bantuan padanya.

   Ketika sebelah kakinya menginjak air, semua di luar dugaan para pelancong, mereka terkejut dan memekik-mekik, tapi dia sama sekali tidak tenggelam ke dalam danau, malah bagaikan Pat-sian-kwei-hai (Delapan dewa menyebrang laut) kaki menginjak permukaan air dan daun teratai serta kiambang yang mengapung di atas air, gerakannya seperti terbang, melompat ke tanggul di seberang sana, membuat para pelancong yang terkejut dan menjerit-jerit itu tercengang, akhirnya mata mereka melotot mulut melongo, tapi tidak bisa bersuara, bahkan ada yang mengira pasti dewa telah turun dari kahyangan, mereka cepat-eepat bersujud dan bersembahyang.

   Kie Yam-ke hanya perlu melompat sekali lagi, sudah dapat sampai di tanggul seberang.

   Kao Ceng akhirnya sudah tidak tahan lagi, bagaikan orang mabuk, tunggang langgang, cambuk lentur emasnya sembarangan dipukulkan dan melayang-layang, dia sudah tidak ada sedikit tenagapun, bagai anak umur 3 tahun memainkan sebatang ranting pohon.

   Tenaganya hampir habis, tapi dia masih mampu mengayunkan cambuknya, hanya karena kebiasaan dan arus kesadaran saja yang menahan dia.

   Akhirnya Liu Yam-yo menyerang juga.

   Dia menganggap saat ini adalah waktu yang paling tepat untuk membantai Kao Ceng, lambat sedikit lagi mungkin tidak perlu dia bertindak, Kao Ceng sudah akan mampus karena kehabisan darah dan tenaga.

   Dia tidak mau kehilangan rangsangan yang amat memikat saat-saat membunuh orang, sehingga dia mau membantai Kao Ceng saat dia masih hidup! Dia hanya dengan asal saja menusuk, pedang pendek langsung sudah menancap di jantung yang sangat membahayakan itu!.

   ooo0dw0ooo Dengan langkah besar Kie Yam-ke sudah menampakan kaki di atas tanggul, bertepatan melihat Liu Yam-yo menusukkan pedangnya pada dada Kao Ceng.

   "Kao Toako..."

   Hati dan pikiran Kie Yam-ke terguncang, dia lepas kendali berteriak keras.

   Sayang, Kao Ceng sudah tidak dapat menjawab padanya...

   Pedang sudah ditusukkan Liu Yam-yo pada dada Kao Ceng, dia tidak ingin cepat-cepat mencabutnya, dia tidak ingin Kao Ceng mati secepat itu, dia hanya ingin Kao Ceng mati dengan penuh kesengsaraan dan kesakitan, maka dia pelan-pelan memelintirkan gagang pedang.

   Dia ingin melihat Kao Ceng mampus dengan ekspresi kesakitan yang amat sangat, setelah jantungnya hancur dipilin oleh pedang pendeknya.

   Sekali pedang dipelintir, betul saja membuat Kao Ceng yang punya sisa sedikit nafas itu, mukanya kejang-kejang sampai tidak berupa, sekujur tubuhnya gemetaran dan menggigil, menderita sekali.

   Liu Yam-yo sekali lagi memelintirkan pedang pendeknya, saat itu tepat terdengar seruan "Kao Toako"

   Dia terkejut luar biasa, cepat memandang ke arah munculnya suara, mimiknya berubah keras, dia mengangkat kaki menendang perut Kao Ceng, dengan tenaga menendang, mencabut pedang balik melayang menjauh 2 tombak, begitu kakinya menapak tanah, dia tidak berani berhenti, tubuhnya 2 kali lagi berjumpalitan, lalu 1 kali melompat menginjak dahan pohon Liu, kabur secepat terbang.

   Dia memandang ke arah suara itu muncul, Di lihat Kie Yam-ke bagaikan elang marah, dari jarak tidak sampai 10 tombak datang terbang menyerbu.

   Dia pernah menderita kekalahan pada Kie Yam-ke, hal ini menyebabkan dia terkejut dan takut sekali, luka dalamnya belum sembuh, maka waktu dia bertarung dengan Kao Ceng, dia tidak berani melancarkan Lie-yang-sin-ing, kalau tidak, Kao Ceng sudah mampus dari tadi.

   Sekarang kalau dia terhadang oleh Kie Yam-ke, dalam keadaan luka dalam yang belum sembuh, dia pasti tidak akan bisa lolos dari kematian, maka dia kabur terbirit-birit! Kie Yam-ke seperti terbang melompat dan menyerbu ke depan, bertepatan waktunya menangkap tubuh Kao Ceng yang ditendang oleh Liu Yam-yo.

   Dia tidak ingat untuk menghadang dan mengejar Liu Yam-yo lagi.

   Kie Yam-ke berhenti dan menggendong tubuh Kao Ceng, buru-buru memanggil.

   "Kao Toako! Kao Toako!"

   Tetapi Kao Toako sudah tidak bisa menjawab dia lagi untuk selamanya.

   Dada Kao Ceng masih mengucur banyak darah segar, dia sudah putus napas dengan penuh kebencian.

   Kemarahan Kie Yam-ke penuh menyesakkan dada, dia membenci Liu Yam-yo sampai masuk ke dalam sumsum.

   Tiba-tiba mendongakkan kepala, jejak Liu Yam-yo sudah menghilang, dia hanya bisa menggendong mayat Kao Ceng yang masih hangat itu, selangkah demi selangkah meninggalkan tanggul yang berpohon Liu itu.

   Tubuh Kao Ceng masih meneteskan darah, setitik-setitik jatuh ke tanah di atas tanggul, merah luar biasa dan mencolok.

   Sebenarnya hati Kie Yam-ke juga meneteskan darah.

   ooo0dw0ooo BAB Cinta dan dendam, dua-duanya selesai.

   Melanglang buana seorang diri.

   Setelah selesai mengubur Kao Ceng, Kie Yam-ke mengurung diri dalam kamar beberapa hari, selangkah pun tidak keluar dari kamar.

   Hal ini membuat Siau Hek-cu dan kawan-kawan merasa tidak enak hati, khawatir Kie Yam-ke melakukan sesuatu yang bodoh.

   Tapi mereka hanya bisa berdiam cemas saja, siapapun tidak berani dengan ceroboh menerobos masuk ke kamarnya, hanya bergiliran menelungkup di depan jendela, menerawang ke dalam kamar melalui celah-celah daun jendela.

   Kie Yam-ke baik-baik saja duduk di dalam kamar, sedikitpun tidak bergerak, bagaikan rahib tua sedang bertapa.

   Siau Hek-cu mereka melihat keadaan begini bagai batu besar terlepas dari dalam hati, mereka tidak sekhawatir tadi lagi.

   Keadaan begini berlangsung selama 5 hari.

   Dalam 5 hari baik-baik saja, tidak ada masalah yang timbul.

   Liu Yam-yo selangkahpun tidak meninggalkan rumah keluarga Kian.

   Hari ke-6, langit baru terang Kie Yam-ke sudah meninggalkan kamarnya, berjalan ke dalam halaman, menerawang langit dengan 2 tangan di belakang tubuh, seorang diri berjalan santai di jalan setapak yang sepi dan terpencil.

   Hari masih remang-remang, embun malam membasahi baju, Kie Yam-ke berhenti, bengong memandang sinar matahari yang sedikit demi sedikit menampakkan diri dari balik lautan awan.

   Entah sudah berapa lama, dia tetap saja berdiri disitu tidak bergerak bagaikan patung kayu.

   "Siapa?"

   Tiba-tiba dia menoleh ke belakang menyapu dengan sorotan matanya yang tajam.

   "Kie Toako, aku Siau Hek-cu."

   Siau Hek-cu menampakkan diri keluar dari semak-semak.

   "Kie Toako, dari tadi aku berdiri di bawah pohon berjaga-jaga, kelihatannya kekhwatiranku berlebihan."

   Kie Yam-ke menarik Siau Hek-cu ke depannya, berkata dari lubuk hatinya yang paling dalam.

   "Siau Hek-cu, Kie Toako amat berterima kasih padamu, kau saudara Kie Toako yang paling baik."

   Dengan gembira Siau Hek-cu berseru.

   "Ini baru Kie Toako kami yang paling baik."

   Sinar mata Kie Yam-ke yang lembut memandang Siau Hek-cu.

   "Siau Hek-cu, saudara-saudara yang lain apa baik-baik saja?"

   Siau Hek-cu mengangguk-angguk.

   "Semua baik-baik saja, semua teman-teman bergilir mengawasi rumah keluarga Kian."

   Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Selanjutnya dia bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.

   "Kie Toako, beberapa hari ini kau terus menutup diri di dalam kamar, teman-teman amat khawatir padamu, kau bagaikan rahib tua yang bertapa terus duduk dalam kamar, apa kau sedang berlatih silat?"

   Amat terharu Kie Yam-ke berujar.

   "Siau Hek-cu, kalian baik sekali, betul aku sedang berlatih silat, percayalah, kalau Liu Yam-yo bertemu aku lagi, nyawanya pasti tidak akan lolos lagi dariku!"

   Dengan suara gembira Siau Hek-cu berkata.

   "Kie Toako, tentu kita bisa membalaskan dendam Lu Pau, kakak Siau Li-cu bukan?"

   Dengan menggenggam kepalan, Kie Yam-ke berkata.

   "Dendam ini pasti harus dibalas, juga tidak boleh tidak harus dibalas!"

   Ooo0dw0ooo Berturut-turut beberapa hari, di rumah keluarga Kian tidak ada sedikit gerak pun, hal itu membuat Kie Yam-ke curiga sekali, dia memutuskan malam ini dia akan menyelinap ke dalam rumah itu untuk mencari tahu Liu Yam-yo sedang berbuat apa disitu.

   Dia memutuskan untuk mengambil inisiatif, berinisiatif lebih baik daripada diam terus.

   Sebelum jam 3 subuh, Kie Yam-ke dengan mudah sudah melewati pagar tembok menyelinap masuk ke dalam rumah Kian.

   Rumah ini amat besar, tapi Kie Yam-ke dengan mudah berjalan mengendap-endap sampai di tempat yang terang dan ada suara orang.

   Kie Yam-ke diam dan menahan napas, bagaikan kucing yang cekatan pelan-pelan berjalan ke bawah jendela yang terang benderang, lalu berjongkok disana, mendengar suara pembicaraan yang keluar.

   Dari dalam jendela sering terdengar suara tawa dan banyolan, sekali-kali juga perkataan cabul, serong, dan menyimpang, kelihatannya orang-orang dalam ruangan itu sedang makan minum bersenang-senang! Kie Yam-ke ingin menyelinap lagi ke tempat lain untuk memeriksa lagi, tetapi dia tertarik suara yang keluar dari dalam jendela, dia berhenti tetap berjongkok di bawah jendela.

   "Liu Toako, sekarang luka dalammu sudah sembuh, kekuatanmu maju lagi selangkah, kenapa masih belum mau pergi membasmi si brengsek itu?"

   Kie Yam-ke kenal itu suara Kian Ta.

   "Kian-heng, jangan keburu nafsu. Si jahanam Kie Yam-ke tidak akan hidup terlalu lama lagi, sesudah ada kesempatan baik, aku akan hajar dia sampai kalang kabut, lalu aku bunuh dia untuk menghilangkah kekesalan di hati dan supaya kau bisa memboyong pulang wanita idaman hatimu itu."

   Suara Liu Yam-yo terdengar jelas sekali keluar dari jendela.

   Perkataan Liu Yam-yo selesai, segera terdengar suara tertawa 2 orang itu yang amat bangga dan senang, diselingi suara wanita-wanita yang mengajak minum.

   Tadi, Kie Yam-ke mendengar suara wanita dikiranya ini kamar perempuan, maka dia mau meninggalkan tempat ini, untung saja bisa tepat terdengar suara Kian Ta, sehingga dia tetap berada disitu.

   "Kian-heng, kalau Kie Yam-ke sudah kubunuh, apa kau mau membantuku?"

   "Liu Toako, asal aku mampu pasti membantumu. Apa yang harus aku bantu?"

   "Kian-heng, asal kau mau membantu, nanti sampai waktunya baru aku memberi tahu"

   "Baiklah, terserah kau saja. Ayo Liu Toako, di depan arak harum dan nona cantik. Kita bersenang-senang dulu!"

   "Memang aku sudah tidak tahan...hahaha..."

   Dari dalam kamar terus terdengar perkataan-perkataan yang cabul dan kotor, serta tertawaan yang bisa membuat muka orang menjadi merah dan merasa malu. Kie Yam-ke sudah tidak tahan lagi.

   "hmmm!"

   Diapun meninggalkan tempat yang di bawah jendela itu, meloncat lagi ke atas pagar tembok lalu meninggalkan rumah Kian Ta yang besar itu.

   Kie Yam-ke teringat perkataan Kian Ta yang bermaksud buruk pada Siau-ih tadi malam, maka dia memutuskan pergi ke warung Oh Ta-siok untuk melihat-lihat.

   Oh Ta-siok yang melihat Kie Yam-ke mampir, segera dengan amat akrab menarik dia masuk ke dalam warung, memaksa dia duduk di bangku, dia sendiri malah bicara sambil berdiri.

   "Kie Ke-ji, kenapa lama betul tidak kemari? Aku selalu teringat saja padamu, saat itu kalau bukan kau dengan kebajikan membantu, tentu Siau-ih sudah celaka. Entah harus bagaimana membalas kebaikanmu, bagaimana pun malam ini kau harus makan ala kadarnya disini!"

   Kie Yam-ke melihat orang tua iba berdiri, dia mana bisa tenang duduk disitu, cepat-cepat berdiri dan berujar.

   "Oh Ta-siok, yang sudah lalu jangan dibicarakan lagi, kita bersaudara dan tetangga, tentu harus saling membantu!"

   Selesai Oh Ta-siok bicara, Kie Yam-ke segera menyambung.

   "Mana Siau-ih?"

   Tertawa ringan Oh Ta-siok berkata.

   "Siau-ih berada di dalam kamar, dia sedang membuatkan sebuah baju untukmu. Kie Ke-ji, ini niat baik Siau-ih padamu, nanti jangan sampai ditolak."

   Lalu dengan keras memanggil.

   "Siau-ih, cepat keluar, lihat, siapa yang datang!"

   Dari dalam segera terdengar suara yang manis dan manja seorang gadis.

   "Ya, Ada siapa? Putrimu segera keluar."

   "Kie Ke-ji sudah datang!"

   Oh Ta-siok menyahut dengan suara gembira.

   "Kie Toako, ternyata kau."

   Orangnya mengikuti suara muncul, tirai pintu bagian dalam disingkap, mata Kie Yam-ke menjadi terang benderang.

   Seorang gadis yang manis dan cantik, sepasang bola mata yang terang dan jernih, bergigi putih bersih, muncul dengan tersingkapnya tirai pintu.

   Dialah putri tunggal Oh Ta-siok yang bernama Siau-ih itu.

   Muka Siau-ih penuh terkejut bercampur gembira, begitu memandang muka Kie Yam-ke tidak terasa mukanya menjadi merah.

   Sambil menundukkan kepala, dengan suara halus dan penuh perhatian dia berujar.

   "Kie Toako, kau tambah kurus."

   Perkataan pendek ini membuat hati Kie Yam-ke merasa hangat, perasaan hatinya bergelombang, tapi mukanya seperti tidak ada apa-apanya. Dengan tertawa berkata.

   "Siau-ih, baru-baru ini apa Kian Ta ada datang mengganggumu?"

   Siau-ih mengangkat kepalanya dengan penuh terima kasih memandang Kie Yam-ke.

   "Kie Toako, sejak saat itu dihajar olehmu, dia tidak pernah datang lagi. Kie Toako, saat itu kalau tidak ada kau, Siau-moi..."

   


Pedang Tetesan Air Mata -- Khu Lung Pukulan Si Kuda Binal -- Gu Long Legenda Bulan Sabit Karya Khu Lung

Cari Blog Ini