Meteor Kupu Kupu Dan Pedang 3
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bagian 3
kau telah menantang Lao Bo! Namun kali ini bukan maksud Lao Bo menghantar hadiah.
Semua ini adalah ide Lu Xiang Chuan.
Ia berharap semua permasalahan ini bisa diselesaikan dengan damai.
Mata Wan Peng Wang yang semula menatap wajah Lu Xiang Chuan kini memperhatikan piring itu.
Namun sesungguhnya ia sedang berpikir.
Setelah lama Wan Peng Wang baru membuka mulut.
"Kudengar Wu Lao Dao adalah perantauan dari Jiang Bei dan tiga puluh tahun yang lalu menetap di Jiang Nan."
Wan Peng Wang mengangkat kepala dan memelototi Lu Xiang Chuan.
"Sun Yo Bo pun demikian, apa benar begitu?"
Lu Xiang Chuan membenarkan.
"Lao Bo dan Wu Lao Dao berasal dari desa yang sama. Mereka sama-sama menetap di Jiang Nan."
Lu Xiang Chuan tahu Wan Peng Wang sudah mengetahui maksud kedatangannya sehingga tidak perlu menutup-nutupi lagi. Seketika ia merasa Wan Peng Wang lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan. Wan Peng Wang gusar berkata.
"Sun Yu Bo menyuruhmu datang ke sini apakah untuk kepentingan anak lelaki Wu Lao Dao?"
"Lao Bo mengetahui masalah hubungan lelaki dan perempuan. Ketua pasti bisa mengijinkan mereka bersama, apalagi gadis itu hanyalah seorang pelayan."
Kata-kata Lu Xiang Chuan sangat sopan dan tidak langsung pada sasaran, namun menjelaskan keuntungan dan kerugian masalah ini, bahwa demi seorang pelayan harus bermusuhan dengan Lao Bo adalah tidak sebanding. Tapi Wan Peng Wang marah menjawab.
"Ini bukan sekedar masalah lelaki perempuan, tapi adalah aturan perkumpulan di sini. Siapa pun dilarang melanggar aturan ini!"
Hati Lu Xiang Chuan serasa tenggelam, ia melihat harapannya semakin menipis. Namun sebelum benar-benar pupus, ia tidak akan melepaskannya begitu saja.
"Lao Bo senang berteman, kalau Ketua bisa berteman dengannya, semua akan gembira menyambutnya."
Wan Peng Wang tidak menjawab. Tiba-tiba ia berdiri dan berkata.
"Ikut aku!"
Lu Xiang Chuan tidak tahu akan dibawa ke mana, pun tidak bisa menebak maksud Wan Peng Wang membawanya.
Seketika rasa takut menyelimuti dirinya.
Tapi belakangan ia berpikir, jika Wan Peng Wang ingin membunuhnya, saat ini pun dirinya sudah menjadi mayat.
Maka Lu Xiang Chuan mengikuti Wan Peng Wang keluar dari ruangan.
Ia baru memperhatikan kemegahan dan kemewahan kediaman Wan Peng Wang.
Dan ia pun mulai menyadari, sekelilingnya tidak terlihat penjagaan.
Sedemikian sepi dan lengangnya seolah menunjukan pengawalan yang lemah.
Tapi Lu Xiang Chuan tidak berfikir seperti itu.
Ia mengerti, jika rumah ini terlihat banyak penjaga justeru akan memperlihatkan sosok Wan Peng Wang yang sebenarnya.
Orang seperti Wan Peng Wang tidak begitu saja mau memamerkan kekuatannya.
Begitu juga Lao Bo.
"Lebih baik musuh tidak mengetahui dan tidak bisa memperhitungkan kekuatanmu karena, bila tidak, sebaiknya kau tidak memiliki musuh,"
Begitu prinsip Lao Bo. Prinsip itu sepertinya juga dianut Wan Peng Wang. Hanya "orang kaya baru"
Saja yang akan memamerkan seluruh harta di tubuhnya! * Beranda tampak gelap dan sunyi.
Di ujung beranda terdapat sebuah pintu yang tidak terkunci.
Di sana terlihat sebuah ruangan yang sepertinya kosong.
Bila pintu dibuka kau akan menyadari bahwa tebakanmu keliru.
Ruangan itu penuh barang kuno dan antik.
Di istana Kota Raja pun belum tentu ada barang antik sebanyak dan selengkap ini.
Lu Xiang Chuan tidak tahu harus mulai melihat dari mana.
Wan Peng Wang membawanya berkeliling, baru berkata.
"Silahkan ambil dua macam barang, hitung-hitung membalas pemberian Lao Bo."
Lu Xiang Chuan tidak menolak.
Terkadang ada permintaan yang ditolak pun tidak ada gunanya.
Maka, ia benar-benar memilih dua macam barang.
Yang ia pilih adalah lempengan giok dan sebuah pisau dari Persia.
Nilai kedua barang ini hampir sama dengan hadiah yang diberikan Lu Xiang Chuan pada Wan Peng Wang.
Ini artinya Lu Xiang Chuan bisa menilai barang bagus dan juga menunjukkan bahwa dirinya tidak ingin mengambil keuntungan dengan mengambil barang yang lebih mahal.
Benar saja, mata Wan Peng Wang mengekpresikan pujian.
"Kapan pun kau sudah tidak bekerja pada Sun Yu Bo atau bertengkar dengannya, datanglah padaku dan aku pasti akan menerimamu."
"Terima kasih,"
Jawab Lu Xiang Chuan.
Diperhatikan seorang seperti Wan Peng Wang, sedikit banyak Lu Xiang Chuan merasa bangga.
Namun hatinya juga semakin dingin.
Karena ia tahu makna ucapan itu.
Wan Peng Wang tidak memberinya kesempatan lagi.
* Mereka kembali melalui jalan yang lain.
Begitu keluar dari pekarangan, terdengar ringkik kuda.
Wan Peng Wang menghentikan langkahnya.
"Mau melihat kuda-kudaku?"
Tawarnya.
Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat entah rasa senang atau bangga memancar dari diri Wan Peng Wang.
Ia merasa undangan ini tidak ada maksud lain seperti seorang tuan rumah memanggil putra putrinya untuk menemui tetamu agar sang tamu memuji anaknya.
Sementara memuji orang pun merupakan keahlian Lu Xiang Chuan.
Karena itu, tidak ada salahnya mengikuti tawaran Wan Peng Wang.
Dengan memuji, kau bisa membuat seseorang senang dan kemudian dapat mengambil keuntungan.
Memang, tidak ada salahnya untuk memberi sebuah pujian.
Hanya saja saat ini Lu Xiang Chuan belum mengetahui keuntungan apa yang akan ia peroleh.
Istal kuda itu terlihat begitu panjang dan bersih.
Hampir semuanya kuda pilihan terbaik.
Lu Xiang Chuan melihat sekor kuda memiliki kandang yang paling besar.
Bulunya mengkilat dan tampak licin.
Walaupun hanya seekor kuda, tapi perbawanya sangat angkuh dan anggun, seakan tidak ingin bersahabat dengan manusia.
Total harga seluruh kuda yang telah dilihat sebelumnya tidak akan bisa membandingi harga seekor kuda ini.
Lu Xiang Chuan langsung memuji.
"Kuda ini sangat istimewa dan sempurna, apakah keturunan Han Xue?"
Wan Peng Wang tertawa polos dan sangat bangga.
"Kau sangat mengetahui barang berkualitas."
Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat Wan Peng Wang seperti itu.
Walau Wan Peng Wang berdiri di tengah rumah yang penuh dengan kekayaannya, ia tidak pernah berekspresi seperti itu.
Tiba-tiba melintas di hati Lu Xiang Chuan sebuah harapan.
Terpikir olehnya sebuah cara yang mungkin bisa membuat Wan Peng Wang tunduk.
Ia tidak tahu seberapa efektifkah caranya itu.
Tapi, jika tidak dicoba, bagaimana ia bisa tahu? Karena itu, tidak ada salahnya jika mencoba.
10.
Kibaran Bendera Perang Tengah malam.
Angin menderu bertiup dari barat.
Derunya seperti setan mengayun cambuk, melecut hati mereka yang ingin pulang.
Tapi Wu Lao Dao tidak bisa pulang, ia harus mengikuti Lu Xiang Chuan pergi ke sana.
Malam hening.
Sepi.
Mati.
Wu Lao Dao tidak tahu akan dibawa kemana.
Lu Xiang Chuan meski muda tapi sangat sopan, membuat Wu Lao Dao enggan bertanya.
Sejak awal ia melihat pemuda ini berbeda, persis seperti Lao Bo semasa muda, begitu bercahaya, namun Lu Xiang Chuan lebih sulit ditebak hati dan kemauannya.
Masa depan pemuda ini pasti berbeda dengan Lao Bo, pikir Wu Lau Dao, Akankah ia lebih bersinar? Entah sejak kapan angin berhenti.
Namun papan nama rumah makan itu masih terayun sisa terpaan angin.
Di keremangan malam, samar-samar terbaca.
Ba Xian Lao.
Itulah rumah makan terbesar di kota ini.
Seluruh jendela rumah makan besar itu tertutup rapat, terlihat gelap, mungkinkah para pelayan sudah terlelap? Lu Xiang Chuan mendorong pintu.
Tidak terkunci.
Wu Lao Dao mengikuti melangkah ke dalam.
Di lantai atas terlihat lampu menyala benderang.
Lantas kenapa dari luat terlihat begitu gelap? Wu Lao Dao segera menyadari, tiap jendela dipasangi gorden tebal dan hitam, membuat setitik pun cahaya tidak bisa menerobos keluar.
Ternyata telah banyak orang berkumpul di sana.
Menilik cara berpakain, mereka pasti datang dari berbagai kalangan.
Walau latarbelakang mereka tampak berbeda, tapi ada satu persamaan.
Mereka terlihat sangat tenang, tubuh sehat terawat, mata mencorong, serta memiliki sepasang tangan yang cekatan dan bertenaga.
Mereka bukan orang sembarangan.
Kelihatannya pun mereka tidak saling kenal, tapi begitu melihat Lu Xiang Chuan, seketika membungkuk memberi hormat.
Sepertinya Lu Xiang Chuan telah mengumpulkan begitu banyak orang.
Kini mereka semua datang.
Wu Lao Dao sudah tinggal lebih dari dua puluh tahun di kota ini, tapi hanya mengenali sebagian dari mereka, di antaranya adalah bos rumah makan itu.
Lelaki inilah yang pertama menyambut Lu Xiang Chuan.
Wu Lao Da sudah mengenal si Bos selama dua puluh tahun, tapi tidak pernah mengetahui hubungannya dengan Lao Bo.
Sekarang jelas, lelaki itu anak buah Lao Bo.
Jangan-jangan, rumah makan ini pun salah satu bisnis Lao Bo? Saat itu juga Wu Lao Dao menyadari, kekuasaan Lao Bo ternyata lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan.
Lu Xiang Chuan sangat hormat dan bersikap ramah pada si Bos, layaknya seorang raja yang menghadapi perdana menteri yang berprestasi.
Si Bos bernama Yu Bai Le, membungkuk badan dan berkata sopan.
"Kecuali beberapa orang yang berada di luar kota, semua sudah tiba. Silahkan memberi perintah."
Lu Xiang Chuan tersenyum dan mengangguk.
"Saudara-saudara, silahkan duduk. Lao Bo mengirim salam untuk kalian."
Semua orang membungkuk dan berkata.
"Hamba pun selalu mendoakan dan mengingat Lao Bo. Apa Lao Bo sehat-sehat saja?"
Lu Xiang Chuan tertawa.
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Yang Mulia seperti benda terbuat dari besi. Kalian teman lama beliau, pasti lebih tahu daripadaku. bila Dewa Penyakit bertemu dengannya, pasti lari ketakutan."
Semua tertawa. Lu Xiang Chuan melanjutkan.
"Hari ini pertamakali aku bertemu kalian, seharusnya kita bisa minum-minum. Tapi, aku khawatir Bos Yu sakit hati kita habiskan araknya."
Semua kembali tertawa. Setelah tawa mereda, sikap Lu Xiang Chuan berubah serius.
"Kali ini kudatang ke sini karena tugasku sangat berat. Kalau masalah ini tidak bisa dibereskan, aku malu bertemu Lao Bo kembali."
Tiba-tiba ada yang bertanya.
"Tuan Lu punya kesulitan apa? Kekurangan uang atau kekurangan orang, silahkan utarakan."
"Terima kasih,"
Jawab Lu Xiang Chuan. Ia menunggu perhatian mereka terfokus padanya, baru melanjutkan.
"Yang kuinginkan hanya satu,"
Ia menetap wajah mereka satu persatu.
"yaitu, kuda Wan Peng Wang!" * Hari semakin malam. Wu Lao Dao dan Lu Xiang Chuan berangkat pulang. Sekarang Wu Lao Dao lebih hormat lagi pada pemuda ini. Teknik berbicaranya lebih bagus daripada tetua persilatan mana pun serta memiliki perbawa yang membuat orang menghormatinya. Pengalaman Wu Lao Dao selama bertahun-tahun menunjukkan, mendapatkan hormat seperti itu sangat sulit. Yang membuat Wu Lao Dao terharu, walau kedudukan Lu Xiang Chuan setinggi itu, namun ia tetap ingat bahwa Lao Bo adalah atasannya. Tiba-tiba Lu Xiang Chuan bertanya.
"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"
Wu Lao Dao sedikit ragu, di hadapan pemuda ini ia memilih untuk berhati-hati bicara, tapi akhirnya bertanya juga.
"Apa kau benar-benar menginginkan kuda itu?"
"Seumur hidup Lao Bo tidak pernah bohong,"
Kata Lu Xiang Chuan.
"Aku sangat setia pada Lao Bo. Hal lain aku tidak bisa menandinginya. Walau begitu, untuk pekerjaan ini paling sedikit aku bisa melakukannya."
Wu Lao Dao dalam kegelapan mengacungkan jempol. Setelah lama baru bertanya lagi.
"Penjagaan rumah Wan Peng Wang sangat ketat, harus mencuri seekor kuda yang bisa meringkik dan berlari jelas bukan hal yang mudah. Walau penjaga kuda itu berhutang budi pada Lao Bo, tetap sulit."
"Memang sulit, malah boleh dikata. mustahil!"
Jawab Lu Xiang Chuan sambil tertawa.
"Tapi aku tidak bilang akan membawa kuda itu hidup-hidup, bukan?"
Wu Lao Dao terperangah, wajahnya seketika berubah.
"Maksudmu, kuda itu akan dikeluarkan entah hidup atau mati?"
"Memang, begitulah maksudku."
"Wan Peng Wang menganggap kuda itu bagian terpenting dari seluruh kekayaannya. Bila kita membunuh kuda itu, akibatnya sungguh fatal."
"Bila tidak dibunuh akibatnya pun tetap fatal,"
Tegas Lu Xiang Chuan.
"Kenapa?"
Tanya Wu Lao Dao.
"Kau tahu, Lao Bo tidak suka penolakan. Lao Bo wanti-wanti sudah berpesan padaku, asal Wa Peng Wang mau melepaskan kekasih anakmu, ia tidak perduli hal lain!"
Lu Xiang Chuan menepuk-nepuk pundak Wu Lao Dao.
"Teman Lao Bo sangat banyak, namun teman Lao Bo sedari kecil bisa dihitung dengan jari. Ia bersedia mengorbankan segalanya karena tidak ingin membuatmu kecewa dan bersedih."
Wu Lao Dao merasa dadanya panas, tenggorokkan pun serasa tersekat. Perlahan ia berkata.
"Apakah demi diriku Lao Bo akan melawan Wan Peng Wang?"
"Kami sudah mempersiapkan semuanya,"
Jelas Lu Xiang Chuan. Kata-kata Lu Xiang Chuan sangat ringan, seolah bukan masalah berat. Tapi Wu Lao Dao mengetahui kekuatan Wan Peng Wang. Karenanya, ia juga memahami pengorbanan Lao Bo. Tak tahan air mata Wu Lao Dao mengalir.
"Aku pun tidak mengharapkan pertarungan,"
Kata Lu Xiang Chuan.
"karena itu kutempuh cara ini."
Wu Lao Dao menghapus air mata, ingin bicara, tapi kata-katanya tidak keluar. Lu Xiang Chuan melanjutkan.
"aku hanya berharap, tindakan ini bisa mengejutkan Wan Peng Wang dan dia akan melepaskan gadis itu."
Wu Lao Dao hanya mengangguk. Hatinya diliputi rasa berterima kasih.
"Aku sengaja memilih kuda itu,"
Jelas Lu Xiang Chuan.
"Jika tidak terpaksa, aku tidak ingin melukai orang."
Sesaat ia terdiam, perlahan melanjutkan.
" Kutahu, apabila barang kesayangan kita rusak, selain marah dan sedih, kita juga akan takut dan lemah."
"Namun Wan Peng Wang bukan orang yang lemah dan mudah takut,"
Lirih suara Wu Lao Dao. Lu Xiang Chuan tertawa.
"Sudah kuperhitungkan segala akibat yang timbul dari tindakan ini. Kita sudah siap menghadapinya."
Wu Lao Dao menunduk.
Hatinya terasa berat.
Sunguh ia menyesal mengadukan masalah ini pada Lao Bo.
Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Cepat atau lambat, pertarungan akan terjadi.
Banjir darah tidak bisa dihindari.
* Pagi.
Setiap Wan Peng Wang bangun kebiasaannya selalu marah-marah.
Semua gadis yang tidur dengannya pasti mencari kesempatan kabur sepagi mungkin.
Setelah sarapan, baru emosi Wan Peng Wang mereda.
Makanan Wan Peng Wang berbeda dengan kebanyakan orang.
Sarapannya adalah sepanci kuah dimasak dengan ayam betina muda dan jamur.
Kemudian dicampur daging ham.
Masih harus ditambah sepuluh butir telur ayam dan dua puluh bakpau.
Sarapan seperti itu pasti mengejutkan banyak orang.
Namun, pagi ini sarapannya tidak sama.
Begitu Wan Peng Wang membuka tutup panci, wajahnya menghijau.
Di dalam panci tidak ada jamur, daging ham, juga tidak ada kepala ayam.
Yang ada hanya kepala kuda yang masih berdarah.
Wa Peng Wang mengenali kepala kuda itu.
Lambungnya seketika keram dan menciut seperti dipukuli puluhan orang.
Rasa keram seketika berganti kemarahan membara.
Sepertinya ia ingin meloncat dari tempat tidur dan mencekik mati siapa pun orang pertama yang ia temui, lalu mencekik mati semua pengurus kudanya, dan mencekik mati hingga sepuluh kali pelayan yang sudah mengantar panci itu.
Nyatanya semua tidak ia lakukan.
Wan Peng Wang mampu menahan kemarahan.
Padahal, biasanya, hal sepele saja bisa mendatangkan kemurkaannya.
Kali ini ia tahu masalahnya tidak sederhana.
Untuk masalah sebesar ini, ia harus berpikir tenang dan jernih.
Karena jika ia sampai kehilangan kendali, justeru akan menghancurkan dirinya.
Ia paham siapa yang melakukan ini.
Lao Bo sudah melakukan gebrakan awal! Sejak penolakannya ia sudah memperhitungkan, Lao Bo pasti akan melakukan serangan.
Tapi, ia tidak menyangka Lao Bo melakukannya secepat ini.
Sungguh, ia tidak menyangka Lu Xiang Chuan berani melakukan hal ini.
* "Bila ingin melakukan serangan, kau harus mengunakan kesempatan pertama.
Bila tidak, kau harus menanti kesempatan terakhir, yaitu saat musuh sudah lengah.
Menunggu dan menanti kesempatan terakhir harus memiliki kesabaran tinggi,"
Begitu ajaran Lao Bo.
Lu Xiang Chuan tidak pernah melupakan ajaran itu.
Karenanya, ia sudah menggunakan kesempatan pertama saat lawan belum siap.
* Bila Wan Peng Wang sedang sarapan, tidak ada yang berani dekat-dekat dengannya.
Wan peng Wang tidak menyukai orang melihatnya sedang makan dengan rakus.
Maka, di kamar itu tidak ada orang, hanya Wan Peng Wang sendiri.
Karenanya, ia dapat berpikir tenang.
Sekarang ia sadar, Lao Bo benar-benar lawan yang sangat menakutkan, sepuluh kali lebih menakutkan daripada yang ia sangka semula.
Satu anak buah Lao Bo bernama Lu Xiang Chuan sudah begini, masih adakah yang lain? pikir Wan Peng Wang sambil menutup panci perlahan.
Saat keluar kamar wajahnya tanpa ekspresi.
Ia hanya berpesan satu kalimat.
"Segera antarkan Dai Dai ke rumah Wu Lao Dao!" * Sebuah penginapan. Meng Xin Hun berbaring di tempat tidur. Ia sudah berbaring selama tujuh delapan jam. Ia tidak makan, tidak bergerak, juga tidak tidur. Sekarang batas waktu yang diberikan Gao Lao Da tinggal sembilan puluh hari lagi. 11. Xiao Tie Sembilan puluh hari lagi. Tapi keadaannya masih sama seperti dua puluh sembilan hari yang lalu, informasi tentang Lao Bo masih sangat terbatas. Entah bagaimana kelihaian Lao Bo, seperti apa pula ilmu silatnya, Meng Xin Hun tidak tahu. Pada serangan di hari ulang tahun itu, jemari Lao Bo sama sekali tidak bergerak. Ketenangan yang sungguh menakutkan. Berapa banyakkah anak buah Lao Bo? Seberapa tangguhkah mereka? Meng Xin Hun tidak tahu. Ia hanya melihat seorang pemuda berdiri di belakang Lao Bo, sangat terpelajar, dan di balik bajunya tersimpan entah berapa banyak senjata rahasia. Juga ada Sun Jian, putra Lao Bo, pemuda dengan semangat tempur seperti api membara mengerikan. Ia mendapat kabar, keduanya sudah meninggalkan kota. Apakah di sisi Lao Bo masih ada pelindung lain setangguh mereka? Siapa pula si Jubah Kelabu? Di mana ia sekarang? Meng Xin Hun seorang pembunuh berdarah dingin, berhati dingin, bertangan dingin. Tapi ia menilai si Jubah Kelabu terlebih kejam dan dingin lagi. Ketika melihat cara membunuh sekejam dan secepat itu, timbul rasa takut di hati Meng Xin Hun. Meng Xin Hun sudah pernah coba mencari tahu tentang si Jubah Kelabu. Hasilnya nihil, ia tidak mendapat apa-apa. Kebiasaan dan kehidupan sehari-hari Lao Bo pun ia tidak tahu, juga tidak tahu di mana tempat tinggal Lao Bo. Taman chrysan itu begitu luas, di dalamnya terdapat tujuh belas ruangan. Di ruangan mana Lao Bo tinggal? Pun taman bunga Lao Bo tidak hanya chrysan itu saja, masih terbentang taman-taman lain. taman bunga mei, mawar, mudan, belum lagi kebun bambu. Setiap taman saling berhubungan. Meng Xin Hun tidak punya informasi seberapa luas total keseluruhan taman bunga Lao Bo. Kabarnya, jika seseorang berjalan dengan cepat mengelilingi seluruh taman, satu hari pun tidak cukup. Sejak hari ulang tahun itu, Meng Xin Hun tidak pernah melihat Lao Bo lagi. Sepertinya, Lao Bo tidak pernah menginjakkan kaki di luar daerah kekuasaannya. Bagaimana penjagaan di taman itu? Berapa banyak penjaga dan jebakannya? Meng Xin Hun tidak tahu. Untuk order membunuh kali ini, begitu banyak hal menyangkut target sasaran yang belum ia ketahui. Ia tidak mau gegabah. * Waktu makan malam. Ia ingin makan, sederhana saja dan tidak berlebihan, karena ia beranggapan terlalu banyak makan bisa membuat pikiran dan pergerakan lamban. Mungkin karena pengalaman masa kecilnya yang prihatin, berhari-hari tidak makan, dan kini profesinya selaku pembunuh, ia merasa tubuhnya jadi seperti hewan. Terkadang ia merasa seperti kelelawar; pagi tidur, malam keluar. Atau seperti ular; makan hanya sekali, kemudian berhari-hari baru makan lagi. Tapi sekarang ia lapar. Meng Xin Hun memilih rumah makan yang tidak teralu besar, tidak terlalu kecil, tidak begitu sepi, juga tidak begitu ramai. Ia selalu memilih tempat yang tidak mencolok, tidak memancing perhatian. Beberapa orang keluar masuk dari rumah makan. Ada lelaki, ada perempuan, ada yang muda, juga ada yang berpenampilan kaya raya. Meng Xin Hun berharap ia bisa seperti mereka. Tidak seperti Lu Xiang Chuan, Meng Xin Hun tidak iri. Juga tidak seperti Lu Xiang Chuan, masa lalu yang kelam pun tidak membuatnya sakit hati. Terdengar tawa sangat keras.
"Hari ini siapa yang minumnya paling banyak?"
Orang itu menjawab sendiri.
"Yang paling banyak adalah Xiou Tie!"
Jarinya menunjuk seorang gadis berbaju merah.
Tiba-tiba seorang pemuda memasuki rumah makan, membawa satu guci arak dan memberikanya pada Xiao Tie.
Xiao Tie tidak bicara, juga tidak menolak.
Ia hanya tersenyum, langsung menghabiskan seguci arak seperti setan arak.
Gadis setan arak tidak banyak, Meng Xin Hun juga setan arak, maka ia memperhatikan Xiao Tie lebih teliti.
Semakin diperhatikan, terlihat semakin istimewa.
Ia sangat cantik.
Biasanya gadis cantik yang tahu dirinya cantik selalu menebar pesona pada sekelilingnya.
Tapi gadis ini tidak seperti gadis lain, seakan ia tidak perduli dirinya cantik atau tidak.
Meski di tengah keramaian, ia seakan sedang sendirian, seolah berada di tengah lapangan yang dingin dan sepi.
Malam semakin larut.
Kereta kuda datang silih berganti.
Orang-orang datang dan pergi.
Tertinggal hanya Xiao Tie dan pemuda berbaju hitam.
Pemuda itu sangat tampan, badannya tinggi, sarung pedangnya berkilauan; sangat pantas menjadi pendamping gadis secantik Xiao Tie.
Kini tersisa satu kereta kuda di pinggir jalan.
"Mari naik kereta,"
Ajak si pemuda. Xiao Tie menggeleng kepala.
"Masih ingin minum?"
Tanya si pemuda. Xiao Tie menggeleng kepala. Pemuda itu tertawa.
"Kau mau di sini semalaman?"
Xiao Tie kembali menggeleng kepala.
"Aku ingin jalan-jalan,"
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jawabnya.
"Baiklan, ayo kutemani."
Mereka terlihat akrab, juga tidak khawatir orang memperhatikan mereka. Si pemuda memegang tangannya, dan Xiao Tie membiarkan.
"Aku ingin jalan-jalan sendiri, boleh?"
Pinta Xiao Tie. Pemuda itu terpaku, perlahan melepaskan genggamannya.
"Besok boleh k u t e m a n i m u lagi?"
"Kalau ada waktu, kenapa tidak?"
Balik tanya Xiao Tie.
Setelah itu Xiao Tie tidak bicara lagi, terus berjalan.
Biar pun jalannya lamban, akhirnya hilang di kegelapan.
Biasanya anak gadis takut kegelapan, tapi Xiao Tie tidak.
Meng Xin Hun tidak mengenal Xiao Tie, apalagi pemuda baju hitam itu.
Ia merasa keduanya sangat serasi.
Begitu melihat si gadis pergi sendiri, hati Meng Xin Hun entah mengapa merasa senang sekali.
Pemuda itu masih terlongong memandangi bayangan Xiao Tie yang menghilang di kegelapan.
Sesaat kemudian baru berkata kepada pemilik rumah makan.
"Beri aku seguci arak yang paling besar!"
Dan Meng Xin Hun memutuskan pergi dari situ. Saat keluar dari pintu, ia masih mendengar pemuda itu meracau.
"Xiao Tie Xiao Tie Apa kau mencintaiku? Sungguh kau membuatku penasaran"
Di depan kegelapan semata.
Inilah jalan yang tadi dilalui Xiao Tie.
Tidak sengaja, Meng Xin Hun juga berjalan ke arah yang sama.
Walau Meng Xin Hun tidak mengakui, sesungguhnya ia berharap bisa bertemu gadis itu lagi.
Tapi gadis itu seperti setan gentayangan hilang di kegelapan malam.
Dan Meng Xin Hun memutuskan pulang ke penginapan.
* Malam semakin larut.
Pekarangan itu sunyi lagi sepi.
Kamar yang ia sewa pun tidak ada cahaya lampu.
Meng Xin Hun tidak pernah menyalakan lampu karena di tengah kegelapan ia merasa lebih aman.
Waktu ia pergi, pintu dan jendela sudah ditutup.
Sebelum melangkah masuk, tiba-tiba ia berhenti.
Seperti seekor anjing pemburu yang terlatih, ia mencium bahaya mengancam.
Tubuh Meng Xin Hun meloncat tinggi dan berhenti di pekarangan belakang.
Jendela belakang masih tertutup.
Ia mengetuk jendela dan mendadak melompat lagi ke halaman depan.
Gerakannya ringan dan cepat seperti kelelawar.
Saat itu ia melihat sesosok bayangan melesat keluar dari jendela depan.
Gerakan orang itu sangat cepat.
Meng Xin Hun segera mengikuti kemana pun bayangan pergi.
Akhirnya Meng Xin Hun berkata.
"Untung kau adalah Xiao He, kalau tidak, sudah kubunuh kau!"
Bayangan itu terdiam.
Setelah ragu sejenak, ia memutuskan kembali berkelebat ke kamar Meng Xin Hun.
Setelah lampu kamar dinyalakan, Meng Xin Hun langsung duduk di depan Xiao He.
Ia menatap Xiao He, tapi Xiao He tidak menatapnya.
Ia sudah mengenal Xiao He lebih dari dua puluh tahun, tapi tetap tidak bisa memahaminya.
* Meng Xin Hun, Shi Qun, Ye Xiang, dan Xiao He semua anak yatim piatu.
Mereka bisa bertahan hidup karena Gao Lao Da.
Di antara mereka berempat, umur Xiao He paling kecil.
Xiao He yang pertama bertemu Gao Lao Da dan selalu menganggap Gao Lao Da sebagai kakak sendiri.
Waktu Gao Lao Da mengangkat tiga bocah lain sebagai anaknya, ia iri dan marah, dan karenanya sering mengadu domba mereka.
Ia mengangap ketiga bocah lainnya merebut makanan Gao Lao Da, juga merebut kasih sayang Gao Lao Da darinya.
Bila tidak ada ketiga bocah itu, ia merasa hidupnya akan lebih nyaman dan makan lebih kenyang.
Sejak awal ia sudah menggunakan berbagai cara agar Gao Lao Da mengusir mereka.
Saat itu usianya baru enam tahun, ia sudah bisa berbuat licik, jalan pikirannya sudah jahat.
Pernah suatu kali Gao Lao Da menyuruh Xiao He memberi tahu tiga saudara-nya untuk berkumpul di sebelah barat kota.
Namun Xioa He malah bilang berkumpul di sebelah timur.
Tiga bocah itu menunggu di sebelah timur kota selama dua hari dan hampir mati kelaparan.
Kalau Gao Lao Da tidak terus menerus mencari, mereka mungkin sudah mati.
Masih ada lagi.
Suatu hari Xiao He memberi tahu patroli polisi bahwa mereka bertiga pencuri dan sengaja meletakkan barang yang dicuri ke dalam pakaian mereka.
Jika bukan Gao Lao Da yang menyogok polisi, mereka bertiga sudah mati di lempar ke sungai.
Saat itu penjara penuh, sehingga bukannya dimasukkan kepenjara, banyak penjahat yang dilempar mati polisi ke sungai.
Masih banyak lagi akal bulus Xiao He guna mencelakakan tiga saudara-nya.
Walau Gao Lao Da memarahi, tapi tidak sampai mengusir Xiao He.
Gao Lao Da menilai, usia Xiao He terlalu kecil, sehingga kesalahannya masih bisa dimaafkan.
Dalam melakukan segala sesuatu, Gao Lao Da memang hanya menuruti hati kecil.
Ia tidak tahu batasan benar dan salah karena tidak seorang pun memberitahunya.
Pokoknya, asalkan bisa bertahan hidup, perbuatan apa pun boleh dilakukan.
Sudah dua puluh tahun berlalu, Xiao He terus melakukan hal yang merugikan saudara-nya.
Cara-caranya pun semakin lihai dan sulit dilacak.
Apalagi terhadap Meng Xin Hun, ia sangat iri.
Saat berlatih kungfu bersama, Meng Xin Hun selalu lebih unggul darinya.
Kini, posisi Meng Xin Hun di mata Gao Lao Da semakin penting.
Itu semua membuat Xiao He semakin membencinya.
* Meng Xin Hun memandang wajah Xiao He.
Namun saat ini Xiao He sedang marah.
Wajahnya menjadi hijau, sepasang tangannya tampak gemetar, membuat Meng Xin Hun merasa tidak enak.
Biar bagaimana Xiao He teman sedari kecil, usianya dua tahun lebih muda darinya, ia menganggap Xiao He adik sendiri.
Meng Xin Hun tertawa terpaksa.
"Tidak kusangka kau yang datang, seharusnya memberi tahu lebih dulu."
"Memangnya, siapa yang kau sangka?"
Tanya Xiao He.
"Orang semacam kita selayaknya ekstra hati-hati!"
Jawab Meng Xin Hun. Xiao He tidak senang.
"Apa kau pikir sembarang orang bisa datang ke sini? Apa selain Gao Lao Da masih ada yang tahu kau berada di sini?"
Tawa Meng Xin Hun seketika lenyap.
"Apa Gao Lao Da yang menyuruhmu ke sini?"
Xiao He diam.
Diam berarti mengakui.
Wajah Meng Xin Hun mendadak tanpa ekspresi.
Namun dari matanya terlihat bayangan gelap.
Sudut mata kanannya mulai berkedut.
Pada saat melaksanakan tugas, Gao Lao Da tidak pernah mengikutinya, bertanya pun tidak.
Ga Lao Da sangat mempercayainya.
Namun sekali ini sepertinya berbeda.
Meng Xin Hun teringat, Gao Lao Da pernah menyuruhnya menguntit Ye Xiang karena meragukannya.
Itukah yang terjadi sekarang? Xiao He diam-diam memperhatikan Meng Xin Hun, matanya tiba-tiba menyorot sinar seakan sudah menebak apa yang ada di pikiran Meng Xin Hun.
Xiao He tertawa.
"Bukannya Gao Lao Da tidak mempercayaimu, ia hanya meyuruhku menyampaikan pesan."
Tawa Xiao He terdengar sangat rahasia sekaligus menyebalkan. Siapa pun yang mendengar tahu bahwa tawanya mengandung niat jahat. Ia memang sengaja membuat Meng Xin Hun merasa seperti itu. Meng Xin Hun lama terdiam, baru bertanya.
"Apa pesan Gao Lao Da padaku?"
"Dua anak buah Sun Yu Bo yang paling lihai sedang keluar melaksanakan tugas, apa kau tahu?"
"Mereka adalah Sun Jian dan Lu Xiang Cuang?"
Balas tanya Meng Xin Hun. Xiao He tertawa.
"Ternyata kau sudah tahu. Gao Lao Da khawatir kau belum tahu." Khawatir belum tahu artinya Gao Lao Da sudah tidak mempercayaimu! Meng Xin Hun mengerti arti kata-kata itu. Xiao He pun tahu bahwa Meng Xin Hun sudah mengerti.
"Dua anak buah terpercaya sudah pergi, Sun Yu Bo ibarat kehilangan dua tangan, Kalau orang sudah kehilangan tangan kiri dan kanan, tentu tidak menakutkan lagi!"
Dingin pernyataan Xio He. Meng Xin Hun hanya diam.
"Sekarang sudah waktumu bergerak, kenapa masih belum beraksi?"
Tanya Xiao He dingin. 12. Xiao He Kemarahan Meng Xin Hun seketika timbul.
"Yang melakukan tugas ini aku atau kau?"
Bentaknya.
"Tentu saja kau."
"Bila aku yang melakukan, tentu akan kugunakan caraku sendiri!"
"Aku hanya bertanya, tidak ada maksud apa-apa,"
Ejek Xiao He sambil melanjutkan.
"Gao Lao Da selalu bilang, kepalamu paling dingin. Tidak kusangka, ternyata kau cepat marah."
Meng Xin Hun seketika merasa dipecut.
Sebetulnya ia tidak boleh marah.
Marah adalah sejenis emosi.
Seorang pembunuh profesional tidak boleh memiliki emosi.
Apa pun bentuknya, emosi bagi profesi seperti Meng Xin Hun adalah racun.
Meng Xin Hun merasa ujung-ujung jarinya mendingin.
Xiao He menatapnya.
"Kau kenapa, tidak biasanya begini?"
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Meng Xin Hun membuang pandang. Seluruh otot-ototnya seperti hilang. Ia sendiri pun tidak tahu megapa sekarang jadi begini. Lama baru ia berkata.
"Aku lelah"
Mendengar perkataan ini, Xiao He malah senang.
"Aku boleh tanya?"
"Apa?"
Mata Xiao He berputar jahil.
"Lebih baik tidak jadi kutanya."
Hampir naik kembali darah Meng Xin Hun. Sedapatnya ia menekan emosi.
"Bicaralah!"
Puas mempermainkan Meng Xin Hun, Xiao He berkata simpati.
"Dua tahun sejak kau mengganti posisi Ye Xiang, sudah waktunya kau beristirahat."
Nadanya penuh perhatian.
"Kalau kau tidak mau melakukan tugas ini, biar aku yang menggantikan."
Lirih suara Meng Xin Hun.
"Kau tahu Sun Yu Bo macam apa?"
"Kau kira aku tidak bisa membunuhnya?"
"Kemungkinan aku juga tidak bisa membunuhnya!"
"Kalau kau tidak bisa membunuhnya, kau pikir aku juga tidak bisa?"
Wajah Xiao He menghijau marah.
"Kungfumu memang lebih tinggi dariku. Untuk membunuh tidak hanya memerlukan kungfu, tapi juga semangat dan kemauan!"
"Kalau kau ingin menggantikanku, pergilah."
Meng Xin Hun merasa begitu lelah. Lelah membuatnya malas bicara, juga membuatnya malas melakukan apa pun. Tapi masih ada satu kalimat yang ia ucapkan.
"Sebelum melakukannya, kau harus tahu, tugas ini sangat berbahaya."
Xiao He langsung menjawab.
"Aku tidak takut karena aku sudah memperhitungkannya."
Bahaya tidak akan membuat Xiao He mundur.
Kesempatan ini sudah lama ia tunggu.
Asal bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, maka Xiao He bisa mengganti posisi Meng Xin Hun.
Itulah ambisinya.
Namun Meng Xin Hun tidak perduli.
Walau kedudukannya terancam direbut Xiao He, ia tidak perduli.
Ia hanya ingin istirahat.
Lain-lainnya ia tidak mau tahu.
Ia hanya ingin tidur, kalau bisa tidak usah bangun lagi.
Nyatanya sampai dini hari pun ia tidak bisa memejam mata.
* Ayam berkokok.
Kabut mengambang di permukaan begitu tebal.
Sedemikian tebalnya bahkan telapak tangan sendiri pun sulit terlihat Meng Xin Hun berjalan ke pinggir kota.
Entah berjalan ke mana ia tidak perduli.
Berjalan sampai kapan pun ia tidak mau tahu.
Pokoknya, ia membiarkan kakinya melangkah semaunya.
Pikirannya hampa, sehampa hatinya.
Suara air mengalir.
Sungai kecil.
Ia menghampiri dan duduk di tepi kali.
Ia suka mendengar suara air mengalir.
Walau air bisa saja mengering, tapi air tidak pernah berhenti mengalir.
Air sepertinya tidak mengenal lelah.
Begitu bersemangat, tidak pernah berubah.
Mungkin di semesta ini hanya manusia yang bisa merasa lelah, bosan, dan berubah? Meng Xin Hun menghela nafas.
* Kabut mulai menipis.
Ketika itulah Meng Xin Hun baru menyadari sesosok bayangan duduk di atas batu di seberang sana.
Kini sosok itu bangkit mendatanginya.
Seorang gadis berbaju merah.
Wajahnya terlihat pucat, mungkin menahan dingin? Matanya sangat benderang, seakan menembus kepekatan kabut.
Mata itu memandang Meng Xin Hun penuh simpati.
Ia seperti kasihan kepada kebodohan manusia dan juga bersimpati pada manusia yang tidak mengerti arti kehidupan.
Karena ia bukan manusia, melainkan dewi.
Dewi yang baru keluar dari sungai.
Tenggorokan Meng Xin Hun tercekat.
Ia merasa darahnya bergolak, membuat matanya berbinar terang.
Meng Xin Hun mengenali gadis itu dan mengetahui bahwa ia bukan dewi.
Mungkin ia memang lebih cantik daripada dewi, lebih misterius daripada dewi.
Tapi ia bukan dewi.
Ia manusia biasa bernama Xiao Tie.
Xiao Tie masih memandang Meng Xin Hun, perlahan bertanya.
"Kau ingin bunuh diri?"
Pertama kali Meng Xin Hun mendengarnya bicara, suaranya lebih merdu daripada air yang mengalir di musim semi. Meng Xin Hun ingin bicara tapi tidak sanggup. Xiao Tie bicara lagi.
"Kalau kau ingin mati, aku tidak akan melarangmu. Aku hanya ingin bertanya satu kalimat saja."
Meng Xin Hun mengangguk. Tiba-tiba pandangan Xiao Tie beralih ke tempat jauh, sangat jauh di sana, ke tempat tertutup kabut. Ia bertanya.
"Apa kau pernah mengalami kehidupan?"
Meng Xin Hun tidak menjawab karena ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
"Apa kau pernah menjalani kehidupan?"
Tanya Xiao Tie sekali lagi.
"Apa kehidupanmu termasuk normal?"
Meng Xin Hun membalik badan, ia takut air matanya menetes. Saat membalik tubuh, suara Xiao Tie seperti menjauh.
"Seseorang bila belum pernah menjalani kehidupan tapi sudah memikirkan kematian, bukankah sangat bodoh?"
Meng Xin Hun ingin memukul gadis itu dan balik bertanya, Apa kau sendiri juga punya kehidupan? Nyatanya Meng Xin Hun tidak bertanya, juga tidak perlu bertanya karena gadis itu masih begitu belia, begitu cantik, pasti ia punya kehidupan.
Tapi jika gadis itu punya kehidupan, kenapa memilih tempat yang sunyi ini? Apakah ia ke sini untuk menikmati kesepian? Setelah lama, Meng Xin Hun baru membalik tubuh, tapi gadis itu sudah pergi entah ke mana.
Datang seperti kabut, hilang pun seperti kabut.
Tidakkah kesepian terkadang juga bisa dinikmati? Pertemuan begitu singkat.
Tapi entah mengapa di dalam hati Meng Xin Hun serasa ia sudah mengenal gadis itu begitu lama.
Sepertinya sebelum ia dilahirkan sudah mengenalnya.
Gadis itu seperti juga sudah lama menunggunya.
Kehidupan Meng Xin Hun pun seperti hanya untuknya.
Apakah ini pertemuan terakhir? Meng Xin Hun tidak tahu jawabnya.
Tidak ada yang tahu ia datang dari mana dan akan pergi ke mana.
Meng Xin Hun memandang ke kejauhan, tiba-tiba hatinya hampa.
Kabut semakin menipis.
* Beberapa hari berlalu.
Tidak ada kabar dari Xiao He.
Xiao He seperti lenyap ditelan bumi.
Meng Xin Hun tidak punya kegiatan apa pun.
Satu-satunya kegiatan yang ia lakukan hanya berusaha melupakan Xiao Tie.
Namun entah mengapa hari ini ia teringat Xiao He.
Akhirnya Meng Xin Hun memutuskan untuk kembali ke Kuai Huo Yuan.
* Orang-orang di dalam Kuai Huo Yuan selalu berwajah gembira.
Gao Lao Da selalu tersenyum manis.
Saat melihat Meng Xin Hun pulang, tawanya semakin manis.
Tapi sejak kejadian hari itu, Gao Lao Da belum pernah benar-benar menatap Meng Xin Hun.
Meng Xin Hun pun tidak berani menatap Gao Lao Da secara langsung.
Gao Lao Da selalu ingin melupakan kejadian hari itu, tapi ia tidak sanggup.
Meng Xin Hun hanya menunduk kepala.
"Kau sudah pulang?"
Tanya Gao Lao Da.
Meng Xin Hun sudah berada di sini, dengan sendirinya sudah pulang.
Tapi Meng Xin Hun justeru menggeleng kepala karena ia tahu yang ditanya Gao Lao Da sebetulnya apakah pekerjaannya sudah selesai.
Jika ia sudah berani pulang seharusnya tugasnya sudah rampung.
Gao Lao Da mengerut dahi.
"Mengapa tugasmu belum selesai?"
Meng Xin Hun lama terdiam, baru perlahan bertanya.
"Di mana Xiao He?"
"Xiao He? Kenapa kau tanya dia? Dia tidak punya tugas, mana kutahu dia ada di mana?"
Hati Meng Xin Hun serasa tenggelam.
"Aku pernah bertemu dengannya."
"Di mana?"
Tanya Gao Lao Da heran.
"Dia datang mencariku."
"Kenapa dia mencarimu?"
Gao Lao Da terlihat marah. Meng Xin Hun tidak menjawab.
"Apa kau tahu dia di mana?"
Meng Xin Hun tidak bisa menjawab.
Gao Lao Da semakin marah, ia sangat tahu sifat Xiao He, anak itu suka menyombongkan diri dan cari perkara.
Meng Xin Hun membalik tubuh, beranjak keluar, karena sudah tidak ada lagi yang ingin ia tanyakan.
Sekarang ia bisa menduga kejadiannya.
entah bagaimana Xiao He mengetahui ke mana ia pergi dan sengaja mencarinya.
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maksud Xiao He hanya satu, yaitu menjatuhkan rasa percaya diri Meng Xin Hun supaya bisa menggantikan posisinya.
Hal seperti ini sering dilakukan Xiao He.
Hanya saja kali ini ia salah, dan kesalahannya sangat fatal.
Xiao He tidak tahu, Lao Bo adalah orang yang sangat menakutkan.
"Jangan pergi"
Cegah Gao Lao Da.
"Aku ingin tahu, apa Xiao He menggantikanmu mencari Lao Bo?"
Lama terdiam, Meng Xin Hun mengangguk kepala.
"Apa kau membiarkan dia pergi begitu saja?"
"Dia sudah pergi!"
Gao Lao Da marah berkata.
"Kau tahu seperti apa Sun Yu Bo! Kau sendiri paling banter hanya tujuh puluh persen berhasil. Kalau Xiao He yang pergi, berarti mengantar nyawa. Kenapa kau tidak mencegahnya?"
Meng Xin Hun membalik tubuh. Ia juga marah, berkata.
"Kenapa ia bisa tahu aku ada di sana?"
Mulut Gao Lao Da seketika tersumpal. Tugas Meng Xin Hun adalah rahasia. Kecuali Meng Xin Hun dan Gao Lao Da, tidak ada yang tahu. Tapi kenapa Xiao He bisa tahu? Akhirnya Gao Lao Da menarik nafas.
"Aku tidak menyalahkanmu, hanya menghawatirkan Xiao He. Siapa pun dia aku tetap akan menghawatirkannya."
Meng Xin Hun menunduk kepala. Di depan orang lain kepala Meng Xin Hun tidak pernah menunduk, tapi di hadapan Gao Lao Da keadaannya tidak sama. Ia tidak akan pernah melupakan budi Gao Lao Da.
"Mau ke mana?"
Tanya Gao Lao Da melihat Meng Xin Hun mulai beranjak.
"Ke tempat aku seharusnya berada."
"Kau sudah tidak bisa ke sana lagi!"
"Kenapa?"
"Bila benar Xiao He sudah ke tempat Sun Yu Bo, hidup atau mati, Sun Yu Bo akan lebih waspada. Kalau kau pergi, hanya mengantar nyawa."
Meng Xin Hun tertawa.
"Setiap menjalankan tugas pun aku sudah siap menghantarkan jiwa."
"Kali ini tidak sama!"
"Kali ini tetap sama! Karena saat menjalankan tugas, selamanya kulakukan sebaik mungkin."
"Kalau kau tetap memaksa,"
Kata Gao Lao Da.
"
Sebaiknya menunggu situasi tenang lebih dulu."
"Bila menunggu situasi tenang, tubuh Xioa He sudah dingin."
"Sekarang pun mungkin badannya sudah dingin."
Jawab Gao Lao Da.
"Paling sedikit, aku harus melihat-lihat!"
"Tidak bisa! Aku tidak mengijinkan kau pergi demi siapa pun."
Mata Meng Xin Hun berekspresi aneh.
"Apa demi Xiao He pun hal ini tidak bisa?"
Gao Lao Da tetap berkeras.
"Demi dia juga tidak bisa! Aku tidak bisa demi seseorang yang sudah mati mengorbankan orang yang masih hidup."
"Tapi dia adalah saudara kita."
"Saudara dan tugas tidak bisa dicampur aduk. Kalau kita tidak bisa membedakan tugas dan saudara, di hari mendatang mungkin yang mati adalah kita!"
Mata Gao Lao Da menjadi sangat berat. Perlahan ia melanjutkan.
"Jika kita semua mati, tidak akan ada yang mengubur mayat kita."
Meng Xin Hun sesaat menjublak.
Ia merasa Gao Lao Da sudah berubah dan terus berubah.
Gao Lao Da kini jadi sangat dingin dan kejam, berubah menjadi orang yang tidak punya perasaan.
Sejak Ye Xiang gagal menjalankan tugas, Meng Xin Hun sudah merasakan perubahan Gao Lao Da.
Tapi kenapa Gao Lao Da tidak takut Xiao He membocorkan rahasia? * Terdengar ketukan pintu.
Itulah pintu rahasia Gao Lao Da.
Bila bukan hal yang sangat penting, tidak ada yang berani mengetuknya.
Gao Lao Da membuka jendela kecil pada pintu itu.
"Ada apa?"
Terdengar jawaban dari luar.
"Tuan Tu mengajak Nona minum arak."
"Apakah dia yang bernama Tu Cheng?"
Tanya Gao Lao Da. Suara di luar menjawab.
"Betul."
"Baiklah aku segera menemuinya."
Gao Lao Da memandang Meng Xin Hun.
"Tu Cheng adalah pedagang besar. Ia juga anak buah Wan Peng Wang, malah kabarnya ia adalah tangan kanannya."
Meng Xin Hun bertanya.
"Apa Tu Cheng itu yang bernama asli Tu Da Peng?"
"Betul,"
Jawab Gao Lao Da.
"Kau pasti tahu Sun Yu Bo menyuruh Lu Xiang Chuan pergi. Tidak ada yang tahu tujuan penugasannya. Bisakah kau mencari tahu?"
Tanya Meng Xin Hun. Ia tidak pernah menanyakan hal yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan.
"Lu Xiang Chuan orang kepercayaan Lao Bo. Kalau bukan hal yang sangat penting, Lao Bo tidak akan menyuruh Lu Xiang Chuan pergi."
Meng Xin Hun mengangguk. Ia pun merasa Lu Xiang Chuan tidak bisa dipandang remeh. Gao Lao Da tertawa.
"Kalau Sun Yu Bo berkelahi dengan Wan Peng Wang, akan lebih menguntungkan kita. Tu Cheng keluar sarangnya pasti terkait dengan Sun Yu Bo."
Gao lao Da langsung membuka pintu, berjalan keluar.
"Lebih baik kau tunggu di sini, biar aku mencari kabar sebentar."
Berita yang diperoleh Gao Lao Da selalu sangat cepat, karena cara kerjanya pun sangat tepat.
Tapi Meng Xin Hun tidak mau sekedar duduk menunggu, ada juga berita yang ingin ia cari sendiri.
13.
Pembunuh Sejati Ye Xiang berbaring di bawah pohon rindang di padang rumput yang gersang.
Rumput-rumput berwarna kuning kekeringan.
Ia melemaskan tangan dan kakinya.
Sebelumnya ia tidak pernah melakukan hal ini karena tidak punya cukup waktu buat bersantai.
Sekarang keadaannya sudah berbeda, sudah tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan, ia bisa lebih santai menjalani hidup.
Ternyata kegagalan pun ada hikmahnya, orang sukses belum tentu bisa menikmati hidup seperti dirinya.
Ye Xiang tertawa kecut.
Tiba-tiba terdengar suara langkah berjalan di atas rumput, begitu ringan seperti kucing yang mengendap.
Ye Xiang tetap berbaring.
Tanpa berpaling pun ia tahu siapa yang datang.
Itu langkah Meng Xin Hun, kecuali Meng Xin Hun tidak ada yang melangkah seperti itu.
"Kapan kau pulang?"
Tanya Ye Xiang tetap berbaring.
"Baru saja,"
Jawab Meng Xin Hun. Tawa Ye Xiang pecah.
"Kau baru pulang tapi langsung mencariku, benar-benar sahabat yang baik."
Seketika jengah wajah Meng Xin Hun. Selama dua tahun ini banyak yang menjauhi Ye Xiang, termasuk dirinya. Ye Xiang menepuk-nepuk rumput kering di sampingnya.
"Duduklah! Minumlah dulu, baru katakan maksudmu mencariku"
Meng Xin Hun duduk di tempat yang ditunjuk Ye Xiang, menenggak arak sambil berjanji dalam hati, kelak bila kembali dengan selamat akan memperlakukan Ye Xiang lebih baik, minum berdua lebih sering lagi.
Harus diakui, hari-hari lalu ia sempat menjauhi Ye Xiang.
Bukan karena sombong, melainkan karena takut.
Manakala ia melihat Ye Xiang, seolah ia bercermin melihat diri sendiri.
"Apa yang membawamu ke sini?"
Tanya Ye Xiang.
"Kau pernah bilang, di dunia ini ada dua macam orang. Pertama, orang yang membunuh dan, kedua, orang yang dibunuh."
Jawab Meng Xin Hun sambil mengembalikan botol arak ke tangan Ye Xiang setelah sekali lagi menenggaknya. Ye Xiang tertawa.
"Tidak seorang pun yang bisa membagi jenis orang dengan cara sama! Mungkin caraku membagi pun salah."
"Kau bisa membagi dengan cara seperti itu, karena sesunguhnya kau memang bukan tipe pembunuh,"
Sahut Meng Xin Hun. Ye Xiang menenggak araknya sambil tersenyum.
"Kebanyakan pembunuh akhirnya mati dibunuh juga."
"Apa tidak ada pengecualian?"
Tanya Meng Xin Hun.
"Maksudmu, apa ada pembunuh tapi akhirnya tidak terbunuh?"
Ye Xiang balik bertanya. Meng Xin Hun mengangguk. Sesaat Ye Xiang termangu.
"Sesungguhnya, sangat jarang orang seperti itu."
"Sangat jarang berarti tetap ada, bukan? Kau kenal orang seperti itu?"
Kejar Meng Xin Hun. Setelah lama termangu, Ye Xiang menjawab.
"Aku adalah salah satunya."
Nadanya menjadi kecut.
"Sekarang sudah tidak ada yang berniat membunuhku."
Meng Xin Hun tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba Ye Xiang terduduk, memandang Meng Xin Hun dalam-dalam.
"Dia seperti apa?"
Meng Xin Hun tahu, Ye Xiang kini sudah menangkap maksud kedatangan dan arah pertanyaannya.
"Orangnya sangat biasa,"
Jawab Meng Xin Hun.
"Tidak tinggi, juga tidak pendek. Tidak gemuk, juga tidak kurus."
"Apa kau pernah melihat wajahnya?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Karena setelah membunuh, ia mengoleskan darah korban ke wajahnya."
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wajah Ye Xiang berubah kaku. Lama baru ia berkata.
"Aku tahu orang semacam ini. Di dunia ini hanya ada satu orang semacam ini! Tidak ada kecualinya. Hanya saja ,"
Ye Xiang berubah menjadi sangat serius menatap Meng Xin Hun.
" kalau kau bertemu dengannya, larilah sejauh mungkin. Semakin jauh semakin baik."
"Kenapa?"
Meng Xin Hun tidak mengerti.
"Pembunuh bukan hanya kita berdua!"
Jawab Ye Xiang.
"Oh?"
Meng Xin Hun semakin tidak paham.
"Pembunuh adalah pekerjaan yang tidak biasa,"
Jelas Ye Xiang sambil menatap Men Xin Hun. Meng Xin Hun mengangguk, balik menatap Ye Xiang, dan berkata.
"Kau pernah bilang, menjadi pembunuh tidak bisa memiliki nama! Bila kau punya nama, berarti kau bukan pembunuh profesional."
Ye Xiang menghela nafas.
"Ya, itulah pengorbanan kita atas profesi ini. Nama baik, keluarga, teman, semua tidak bisa kita miliki."
Sesaat ia terdiam, baru melanjutkan.
"Karena itu, tidak seorang pun mau menjalani pekerjaan seperti kita, terkecuali orang gila!"
Kecut senyum Meng Xin Hun.
"Walau sekarang belum gila, lambat laun pasti gila."
Ye Xiang menenggak araknya lagi.
"Tapi tetap saja ada orang yang memang ditakdirkan jadi pembunuh! Orang seperti itulah sejatinya seorang pembunuh. Pada waktu membunuh, dia benar-benar membunuh tanpa perasaan. Selamanya dia tidak akan merasa jenuh atau lelah untuk membunuh, hati dan tangan pun tidak dapat berhenti untuk terus membunuh."
Men Xin Hun hanya diam, menatap botol arak di tangan Ye Xiang.
"Asal kau tahu,"
Ye Xiang melanjutkan.
"Orang yang kau maksud adalah salah satu pembunuh paling gila yang pernah kutahu!"
Meng Xin Hun mengambil botol arak dari tangan Ye Xiang dan langsung menenggaknya.
"Apa dia pembunuh terbaik?"
Tanya Meng Xin Hun setelah beberapa saat.
"Benar, di dunia ini tidak ada yang lebih hebat daripadanya,"
Jawab Ye Xiang. Meng Xin Hun menatap Ye Xiang, ia tahu perkataannya belum selesai. Ye Xiang melanjutkan.
"Kau tidak akan bisa menandinginya! Bisa jadi kau lebih tenang, lebih dingin, dan lebih pintar darinya. Mungkin pula gerakanmu lebih cepat darinya. Tapi kau tidak mungkin bisa menjadi pembunuh nomor satu kalau kau bukan seorang yang gila."
Meng Xin Hun mengembalikan botol arak ke tangan Ye Xiang. Setelah lama, Meng Xin Hun baru bertanya.
"Apa kau pernah melihat saat dia membunuh?"
"Kecuali melihat dengan mata kepala sendiri, tidak ada yang bisa menggambarkan caranya membunuh. Pada waktu membunuh, dia tidak menganggap lawannya manusia."
"Mungkin, saat membunuh, dia tidak menganggap dirinya manusia!"
Meng Xin Hun menatap jauh ke sana. Seperti tidak mendengar Meng Xin Hun, Ye Xiang perlahan berkata.
"Ada yang bilang dia sudah pensiun,"
Tiba-tiba Ye Xiang menatap Meng Xin Hun dalam-dalam.
"Di mana kau menemuinya?"
"Di taman bunga Sun Yu Bo!"
"Siapa yang dibunuh olehnya?"
"Huang Shan San You."
"Kenapa dia membunuh Huang Shan San You?"
"Karena mereka berlaku tidak sopan pada Sun Yu Bo."
Mendengar jawaban ini Ye Xiang menghela nafas.
"Sudah kuduga Sun Yu Bo punya pelindung yang kuat. Tapi tidak kusangka dialah pelindungnya."
Sekarang ia memegang tangan Meng Xin Hun kuat-kuat.
"Lupakanlah niatmu untuk membunuh Sun Yu Bo,"
Ucapnya begitu sungguh-sungguh "Aku tidak bisa melupakannya!"
Ye Xiang tampak sangat serius.
"Tetap berusahalah untuk melupakannya! Kalau tidak, aku khawatir, kau akan mati dalam waktu dekat. Walau kau bisa membunuh Sun Yu Bo, dia akan mencarimu kemana pun pergi dan akhirnya berhasil membunuhmu!"
Meng Xin Hun menghela nafas.
"Betapa pun, akan kucari cara agar tidak seorang pun tahu siapa yang membunuh Sun Yu Bo."
"Orang lain mungkin tidak bisa,"
Geleng Ye Xiang.
"Tapi, percayalah, orang ini pasti bisa melacaknya!"
Meng Xin Hun perlahan bertanya.
"Apa orang ini mengenalmu?" . Ye Xiang mengangguk.
"Dia mengenaliku. Begitu dia melihatku, dia tahu siapa aku."
Orang lain mungkin tidak mengerti ucapan Ye Xiang.
Tapi, Meng Xin Hun paham maksudnya.
Seperti juga Ye Xiang, si Jubah Kelabu dan Meng Xin Hun juga manusia.
Walau mereka adalah pembunuh, sehari-hari sedapat mungkin mereka tampil tidak berbeda dengan orang lain, pun sedapatnya tidak memancing keributan dengan orang lain.
Namun pembunuh adalah pembunuh.
Seorang pembunuh sejati sekali melihat pasti bisa mengenali siapa dirimu! Meng Xin Hun bertanya lagi.
"Bila dia bisa mengenalimu, apakah dia juga mengenaliku?"
"Ya,"
Ye Xiang balik menatap Meng Xin Hun.
"Walau waktu itu dia tidak melihatmu, tapi"
Meng Xin Hun diam, menunggu kelanjutan ucapannya.
" percayalah, dia sudah mengenalimu! Bila Sun Yu Bo mati, dia pasti akan datang mencarimu."
Meng Xin Hun bergidik ngeri, tapi tidak berkata apa-apa. Ia tahu, Ye Xiang masih belum selesai.
"Barang kali ia tidak langsung membunuhmu,"
Lanjut Ye Xiang.
"Tapi, kalau kau sudah dicurigai olehnya, dia akan selalu menguntitmu, menunggumu, ikut pergi ke mana pun kau pergi"
Meng Xin Hun membulatkan tekad.
"Aku lebih dulu harus membunuhnya!"
Ye Xiang terkejut mendengar kesungguhannya.
"Kau mau membunuhnya? Apa kau bisa membunuhnya?"
"Betapa pun, dia manusia!"
Jawab Meng Xin Hun. Selama manusia, pasti bisa mati! Tapi Ye Xiang menggeleng-geleng kepala.
"Dia manusia macam apa kau sendiri tidak tahu, bagaimana bisa membunuhnya?"
"Tapi ada kau yang bisa memberi tahuku dia macam apa."
"Aku?"
Ye Xiang menggoyang-goyang kedua tangan.
"Tidak! Aku tidak tahu."
Meng Xin Hun masih menatap Ye Xiang begitu dalam.
Sesaat ia menghela nafas, kemudian berdiri, bersiap meninggalkan tempat itu.
Ia tidak memaksa Ye Xiang untuk mengatakannya.
Bila Ye Xiang tidak ingin mengatakan, ia tidak mau memaksa.
Tiba-tiba Ye Xiang berseru.
"Tunggu sebentar!"
Meng Xin Hun menghentikan langkah. Setelah lama Ye Xiang baru berkata.
"Dia membunuh bukan karena dia tidak menyukai manusia, melainkan karena dia sangat menyukai darah!"
"Darah?"
Meng Xin Hun tidak mengerti. Tanpa juntrungan, Ye Xiang melanjutkan.
"Dia juga tidak suka makan ikan, tapi dia suka memelihara ikan. Orang yang suka memelihara ikan tetapi tidak makan ikan tidaklah banyak."
Meng Xin Hun masih ingin bertanya tapi Ye Xiang sudah menutup mulut sendiri dengan botol arak.
Matahari senja menyinari pepohonan dan muka Ye Xiang.
Wajahnya sudah berubah, ia seperti tertidur.
Meng Xin Hun menatap Ye Xiang dengan sorot penuh terima kasih.
Meng Xin Hun tahu, tidak seorang pun bisa memaksa Ye Xiang mengatakan hal yang tidak ingin ia katakan.
Tapi, tetap ada pengecualian.
Jika Meng Xin Hun yang meminta, Ye Xiang pasti bicara.
Meng Xin Hun adalah teman Ye Xiang.
Juga saudaranya.
* Sewaktu Meng Xin Hun kembali, Gao Lao Da sudah menanti.
Kelihatannya Ga Lao Da sedang gembira.
Namun begitu melihat Meng Xin Hun, ia jadi marah.
"Kenapa tidak menungguku?"
"Aku tidak kemana-mana,"
Jawab Meng Xin Hun.
"hanya menemui Ye Xiang."
"Sepertinya antara kau dan Ye Xiang begitu banyak yang ingin dibicarakan,"
Jengek Gao Lao Da. Setelah terdiam sesaat, ia melanjutkan.
"Aku sudah tahu kemana Sun Yu Bo menugaskan Lu Xiang Chuan."
"Oh ya?"
"Ia menugaskan Lu Xiang Chuan menemui Wan Peng Wang,"
Jawab Gao Lao Da.
"Untuk apa?"
Tanya Meng Xin Hun lagi.
"Teman lama Sun Yu Bo bernama Wu Lao Dao. Anak lelaki Wu Lao Dao mencintai pelayan Wan Peng Wang, namun Wan Peng Wang tidak merestui. Karena itu, Sun Yu Bo memerintahkan Lu Xiang Chuan meminta restunya."
Walau Gao Lao Da seorang perempuan, ia bisa menjelaskan masalah ini secara cepat dan sederhana.
"Lantas?"
Tanya Meng Xin Hun.
"Akhirnya Wan Peng Wang merestui mereka dan dia pun menyediakan semua tetek bengek untuk pernikahan gadis itu."
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembali tanya Meng Xin Hun.
"Dengan begitu, masalah selesai?"
"Belum! Malah baru dimulai!"
Gao Lao Da tertawa senang.
"Orang semacam Wan Peng Wang tentu tidak menyerah begitu saja."
Meng Xin Hun tidak bertanya lagi karena ia tidak mengenal Wan Peng Wang. Gao Lao Da berkata.
"Menurutku, Wan Peng Wang sengaja melakukan itu agar Sun Yu Bo lengah. Di saat itulah dia akan menyerang Sun Yu Bo."
Gao Lao Da berkeplok gembira.
"Bila Wan Peng Wang mulai menyerang, pasti akan sangat dahsyat!"
"Karena itu dia memanggil Tu Da Peng?"
Meng Xin Hun bertanya sekaligus menyimpulkan, teringat pada anak buah Gao Lao Da yang mengetuk pintu tadi. Gao Lao Da mengangguk.
"Selain Tu Da Peng, ia juga sudah memanggil Ji Peng dan Nu Peng. Sekarang mereka dalam perjalanan menuju markas pusat Wan Peng Wang."
"Mereka akan menyerang Sun Yu Bo?"
"Benar! Saat mereka mulai menyerang, itulah kesempatan emasmu,"
Senyum Gao Lao Da begitu puas.
"Kalau begitu, aku harus menguntit Tu Da Peng!"
"Ya, kau harus mencermati gerak-gerik mereka dan menunggu kesempatan baik. Namun, kau tidak boleh membiarkan orang lain mengambil kesempatan emas itu. Kau harus membunuh Sun Yu Bo dengan tanganmu sendiri."
"Aku mengerti."
Meng Xin Hun memang mengerti bahwa harus dirinya yang membunuh Sun Yu Bo. Kalau tidak, Gao Lao Da tidak akan menerima honor. Selain itu, tidakkah ia juga harus menjaga reputasi Gao Lao Da? "Berapa orang yang ikut dengan Tu Da Peng?"
Tanya Meng Xin Hun.
"Mereka hanya bertiga, menunjukkan bahwa gerak-gerik mereka sangat rahasia."
"Siapa kedua lainnya?"
"Yang satu bernama Wang Er Dai. Dai yang berarti bodoh. Walau penampilannya tampak bodoh, tapi dia tidak bodoh. Ini sekedar upaya mengelabui orang."
"Satunya lagi?"
Tanya Meng Xin Hun.
"Yang satu lagi bernama Ye Mao Zi, si Kucing Malam, sesuai namanya ia adalah pencuri ulung dan ahli membius orang. Tu Da Peng sudah memanggilnya, pasti ada penugasan khusus buatnya."
"Kapan mereka berangkat?"
Gao Lao Da tertawa puas.
"Walau Tu Da Peng tergesa, tapi ia tidak akan segera berangkat, Jin Er sekarang masih menemaninya di kamar. Sayangnya, Jin Er hanya bisa menahannya satu hari lagi."
Meng Xin Hun terlihat berpikir.
"Apa yang kau pikirkan?"
Tanya Gao Lao Da.
"Orang yang bisa dirayu untuk tinggal satu hari lagi tidak akan pernah bisa menjadi anak buah Wan Peng Wang yang utama."
Gao Lao Da tertawa manis.
"Sepertinya semakin hari kau semakin cerdas."
"Karena aku memang harus menjadi lebih pintar,"
Jawab Meng Xin Hun dingin.
14.
Pembalasan Wan Peng Wang Wu Lao Dao sudah mulai mabuk.
Ia sangat berterima kasih pada Lao Bo.
Inilah hari pernikahan putranya, ia berharap Lao Bo bisa menghadiri pesta ini.
Namun, ia paham, Lao Bo tidak mungkin datang.
Walau Wu Lao Dao kecewa, tapi tidak seberapa sedih karena Lu Xiang Chuan hadir di pesta ini.
Setelah pesta usai, Lu Xiang Chuan baru pulang.
Ia meninggalkan dua jagonya, Wen Hu dan Wen Bao, guna menjaga Wu Lao Dao.
Para tamu sudah pulang.
Pelayan sedang minum-minum, beristirahat dan bercengkrama di dapur.
Sepasang pengantin pun sudah masuk kamar.
Di ruang tamu hanya tinggal Wu Lao Dao sendiri.
Melihat lilin yang hampir habis, pikiranya melayang senang sekaligus sedih.
Anak lelakiku sudah menikah, aku memang semakin tua, pikirnya dalam hati sambil mulai merencanakan tempat tenang dan sepi guna menghabiskan masa tua.
Saat itu ia mendengar suara langkah kaki mendekati.
Orang itu sepertinya sudah mabuk, lebih mabuk daripada Wu Lao Dao, datang dari taman menuju ruang tamu.
Ia bukan hanya mabuk, juga terlihat bodoh, penampilannya sangat lugu, langsung menghampiri Wu Lao Dao.
Tapi Wu Lao Dao tidak mengenalinya.
Di antara teman-teman Wu Lao Dao tidak ada yang bodoh dan lugu seperti ini.
"Apa kau mencari Lao Song? Mereka sedang di dapur."
Wu Lao Dao menduga lelaki itu teman juru masaknya. Lelaki itu menggeleng, dengan suara mabuk bergumam.
"Yang kucari adalah kau."
"Mencariku? Ada urusan apa?"
Sebelum sempat mengatakan apa pun, lelaki itu ambruk, tapi masih sempat melambaikan tangan.
"Kau ingin menyampaikan sesuatu?"
Susah payah orang itu mengangguk. Terpaksa Wu Lao Dao menghampiri dan membungkukkan badan.
"Bicaralah!"
Lelaki itu berkata terengah.
"Aku ingin"
Suaranya serak dan mabuk. Wu Lao Dao tidak mendengar cukup jelas. Terpaksa ia lebih mendekatkan diri dan bertanya.
"Apa yang ingin kau sampaikan?"
"Aku ingin"
Nafasnya begitu berat. Posisi mereka begitu dekat. Tapi saat orang itu bicara, tidak tercium bau arak dari mulutnya. Wu Lao Dao tertegun. Hanya sedetik, namun sudah terlambat. Lelaki itu menyelesaikan ucapannya tepat di sisi telinga Wu Lao Dao.
" membunuhmu!"
Saat perkataan terahir terucap, seutas tali sudah menjerat leher Wu Lao Dao.
Saat tali ditarik, sebilah pisau sudah menggorok lehernya.
Nafas Wu Lao Dao seketika tersekat, ia seperti ikan yang meloncat ke permukaan jatuh ke darat, menggelepar untuk diam selamanya.
Lelaki itu berdiri tegak, beberapa saat menatap Wu Lao Dao.
"Aku sudah bilang ingin membunuh, ya kubunuh kau. Aku, Wang Er Dai, tidak pernah bohong!" Dai yang berarti bodoh. Tapi ia tidak bodoh. * Pasangan pengantin, Xiao Wu dan Dai Dai, saling berpelukan. Begitu erat, seakan tidak terpisahkan.
"Kau milikku."
Lembut Xiao Wu mengecup bibir Dai Dai sambil memejam mata.
Nafas Dai Dai begitu harum.
Sedemikian harumnya, membuatnya jadi mengantuk.
Seketika Xiao Wu merasa sesuatu yang tidak beres.
Ia meronta bangun, tapi kaki dan tangan tidak mengikuti perintahnya.
Pikiran pun terasa melompong.
Xiao Wu coba membuka mata.
Pandangannya terasa kabur.
Antara sadar dan tidak, ia seperti melihat seraut wajah.
Wajah itu meringis seperti kucing.
Di tengah malam begini kenapa ada kucing? "Pengantinmu sekarang milikku,"
Kata si Kucing Malam, Ye Mao Zi.
Xiao Wu ingin bangkit, tapi segalanya berubah menjadi kabut dan akhirnya gelap semata.
Ia pingsan.
* Meng Xin Hun bertekad menguntit Tu Da Peng.
Tapi Tu Da Peng tidak ke mana-mana.
Yang bergerak justeru dua anak buahnya.
Kini Meng Xin Hun berada di atap rumah di seberang kediaman Wu Lao Dao.
Ia melihat Wang Er Dai memasuki rumah Wu Lao Dao seperti seorang idiot.
Tidak lama kemudian ia melihat Ye Mao Zi mengendap seperti kucing di sisi jendela kamar pengantin.
Mereka tidak masuk secara bersamaan, tapi keluar bersamaan.
Ketika keluar, Wang Er Dai masih terlihat seperti orang idiot, tapi di pundaknya memanggul sesosok mayat.
Tidak lama Ye Mao Zi juga keluar membopong bungkusan besar, sedemikian besarnya sehingga tampak kerepotan.
Tiba-tiba datang kereta, berhenti tepat di depan mereka.
Pintu terbuka, Wang Er Dai dan Ye Mao Zi masing-masing melempar bawaannya ke dalam kereta.
Mereka pun masuk ke dalam dan segera menghilang di kepekatan malam.
Semua terjadi begitu singkat.
Rumah Wu Lao Dao tetap senyap seakan tidak terjadi apa-apa.
Tapi Meng Xin Hun tahu, Wan Peng Wang sudah memukul Sun Yu Bo dengan telak.
Meng Xin Hun juga tahu, Sun Yu Bo tidak akan tinggal diam dan akan membalas Wan Peng Wang lebih kejam lagi.
* Setelah mendengar penjelasan Lu Xiang Chuan, wajah Lao Bo menjadi sangat serius.
Lu Xiang Chian tidak mengerti kenapa Lao Bo jadi begitu.
Ia telah melakukan tugas dengan sangat sempurna dan sukses.
Arak pengantin pun masih terasa manis di bibirnya.
Biasanya, Lao Bo langsung memuji.
Tapi sekarang Lu Xiang Chuan justeru melihat tangan Lao Bo menggenggam kancing baju dengan kencang seperti memencet mati seekor binatang.
Bila Lao Bo begini, berati ia sedang marah.
Dan siap menyerang.
Siapa yang akan ia serang? Tiba-tiba Lao Bo berdiri dan berkata pada pengawal yang menjaga di sudut sana.
"Beri kabar pada Kelompok Merpati agar semua anggotanya bersiaga mencari Sun Jian. Di mana pun Sun Jian berada, suruh dia pulang, jangan sampai terlambat!"
"Siap!"
Jawab salah seorang pengawal.
"Siapkan juga Kelompok Elang,"
Lanjut Sun Yu Bo lagi.
Kelompok Merpati bertangung jawab memberi dan mencari kabar.
Kelompok Elang bertugas menjaga keamanan.
Lao Bo jarang mengerahkan kelompok ini.
Jika dua kelompok ini sudah digerakkan, berarti masalah yang dihadapi sangat serius.
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apa sudah timbul masalah besar? pikir Lu Xiang Chuan.
Ia kini memikirkan kata-kata yang sering diucapkan Lao Bo.
Buatlah musuh salah tafsir padamu, tapi kau tidak boleh salah menafsir musuh, begitu petuah Lao Bo pada nya.
Lu Xian Chuan menggaruk kepala.
Apakah Lu Xiang Chuan telah salah menafsir Wan Peng Wang? Tidakkah tugasnya berjalan terlalu lancar? Sedemikian lancarnya sehingga menjadi tidak wajar? Dengan reputasi Wan Peng Wang, benarkah ia takluk begitu saja? Lu Xiang Chuan merasa punggungnya basah.
Lao Bo bertanya.
"Kau sudah mengerti?"
Ia tidak marah pada Lu Xiang Chuan karena tahu orang seperti Lu Xiang Chuan tidak perlu dimarahi.
Lu Xiang Chuan pasti tidak akan mengulangi kesalahan sama! Lu Xiang Chuan sangat berterima kasih pada Lao Bo, juga merasa sangat malu.
Tiba-tiba ia berdiri.
"
Aku harus bertemu Wu Lao Dao, mungkin ia dalam bahaya."
"Tidak perlu!"
Jawab Lao Bo.
"Kenapa?"
"Karena Wu Lao Dao pasti sudah mati."
Lu Xiang Chuan merasa hatinya dingin.
"Barangkali"
Lao Bo menukas perkataannya.
"Tidak ada barangkali! Wan Peng Wang biasa membuat musuh tidak merasa dalam bahaya, tapi kemudian segalanya sudah terlambat!"
Lu Xiang Chuan duduk kembali.
Hatinya serasa tenggelam ke dasar jurang yang dalam.
Ia tidak tahu bagaimana harus memperbaiknya.
Entah pula bagaimana menebusnya.
Ketika itulah seseorang datang terburu-buru memasuki pintu.
Lelaki itu masih sangat muda dan tampan, sayangnya hidungnya bengkok seperti baru dihajar, sudut matanya pun sudah dipukul hingga sobek, tangan kirinya lunglai menggantung seperti selembar kain.
Begitu masuk, pemuda itu langsung terkapar tidak bangun lagi.
Jelas terlihat, pemuda itu habis menjalani penyiksaan berat.
Sudah lama Lao Bo tidak menyukai kekerasan.
Tapi kali ini merupakan pengecualian.
Sepertinya, pemuda itu telah melakukan kesalahan yang tidak termaafkan.
"Siapa dia?"
Tanya Lu Xiang Chuan.
"Tidak tahu,"
Jawab Lao Bo.
Lu Xiang Chuan heran.
Sepertinya pemuda ini tahan siksaan, karena terlihat masih bisa bertahan.
Barangkali ia takut jika membocorkan rahasia, siksaan yang diterimanya akan lebih dahsyat? Di belakangnya, jangan-jangan ada tokoh lebih menakutkan? pikir Lu Xiang Chuan.
Sepertinya Lao Bo bisa menduga benak Lu Xiang Chuan.
"Dia tidak mau bicara bukan karena takut. Kalau kita terus menyiksanya, dia pasti pingsan."
"Apa kesalahannya?"
Tanya Lu Xiang Chuan.
"Dia mau membunuhku,"
Jawab Lao Bo. Lu Xiang Chuan sangat terkejut. Yang berani membunuh Lao Bo pasti orang gila. Jika bukan gila, pasti orang yang sangat berani.
"Cobalah, barangkali kau punya cara menggali informasi darinya,"
Kata Lao Bo.
Lu Xiang Chuan berdiri, memilih arak yang paling keras, dan langsung mencekokkannya pada pemuda itu.
Bukankah dalam keadaan mabuk orang berkata lebih jujur? Wajah pemuda itu mulai memerah, begitu juga sepasang matanya.
Betapa pun jagonya pemuda itu minum, apabila dicekok sebanyak itu, pasti mabuk.
Lu Xiang Chuan mulai menginterogasi.
"Apa margamu?"
Mabuk, pemuda itu hanya bergumam.
"Margaku He."
"Siapa namanu?"
"Margaku He."
Berapa kali ditanya pun jawabannya hanya begitu, tidak ada yang lain.
"Orang yang mengutus pemuda ini sangat terlatih hingga bisa melatih anakbuahnya seperti ini,"
Kata Lao Bo. Lu Xiang Chuan berpikir.
"Kau menyangka orang itu adalah"
Lao Bo mengangguk. Lu Xiang Chuan tidak menyebut nama, begitu juga Lao Bo, seolah mereka sudah mengerti siapa yang dimaksud. Dengan suara rendah Lu Xiang Chuan bertanya.
"Apa sebaiknya dia kita antar pulang?"
Lao Bo menggeleng kepala.
"Lepaskan saja" Antar pulang dan lepaskan saja artinya tidak sama. Antar pulang artinya pulang dalam keadaan mati. Lepaskan berarti pulang dalam keadaan hidup. Setelah lama baru Lu Xiang Chuan memahami maksud Lao Bo. Lao Bo memang selalu membereskan masalah secara cepat dan tepat. * Di depan taman bunga adalah hutan yang lebat. Meng Xin Hun memilih pohon yang paling rindang, memanjatnya, kemudian seperti burung hantu sembunyi di balik rimbunnya dedaunan. Sebetulnya Meng Xin Hun tidak ingin mengelilingi taman bunga Lao Bo, ia tidak mau menanggung resiko bahwa sebelum melaksanakan tugas gerak-geriknya sudah terbaca. Namun sekarang masalah berbeda. Ia tahu Lao Bo mulai bergerak. Taman bunga itu sepi, sama sekali tidak terdengar suara, seakan tidak ada kegiatan. Tidak ada yang masuk, tidak ada yang keluar. Di saat Meng Xin Hun mulai putus asa, dari kerimbunan bunga muncul sesosok bayangan. Sosok itu memiliki gerak yang cukup cepat, namun langkah sempoyongan, dan sebelah tanggannya seperti putus. Pakaian yang lengket di tubuhnya entah berwarna ungu, biru, atau merah oleh darah? Bajunya compang camping. Meng Xin Hun merasa mengenali pakain itu. Ketika itulah sosok itu mengangkat wajah, coba mengenali arah. Sinar bulan menyorot wajahnya. Xiao He! Hampir Meng Xin Hun berteriak, Xiao He ternyata masih hidup dan bisa melarikan diri. Wajahnya lelah dan kesakitan, tapi sinar matanya begitu sombong, kagum pada diri sendiri. Melihat wajah Xiao He, Meng Xin Hun tahu ia belum membocorkan rahasia Gao Lao Da. Tapi Meng Xin Hun juga tahu, di dunia ini tidak ada yang bisa lolos dari cengkraman Lao Bo. Lantas kenapa Xiao He bisa lari hingga di sini? Meng Xin Hun berpikir dan segera memahami apa yang di nginkan Lao Bo. Lao Bo sengaja melepas Xiao He melarikan diri, kemudian diam-diam mengikutinya untuk menyelidiki siapa dalang di balik ini. Memikirkan hal itu, seketika Meng Xin Hun berkeringat dingin. Ia tidak akan membiarkan Xiao He pulang. Tapi, ia tidak bisa mencegah Xiao He pulang. Seseorang pasti sudah menguntit di belakang Xiao He, dan tidak mungkin Meng Xin Hun membocorkan rahasianya sendiri. Xiao He terlihat sudah bisa membedakan arah, tanpa pikir langsung berlari ke sana. Larinya begitu cepat, seolah dalam satu hari akan tiba di Kuai Huo Ling. Meng Xin Hun sangat marah dan benci, serasa ingin memukul hidung dan kepala sendiri dan bertanya kenapa Xiao He begitu bodoh. Sebenarnya Xiao He orang yang pintar, terutama dalam mencelakai orang, tapi kenapa sekarang jadi begitu bodoh? * Jika ingin mencegah Xiao He membocorkan rahasia Gao Lao Da ada satu cara. Bunuh dia! Tapi Meng Xin Hun tidak ingin melakukan cara ini, ia pun tidak tega. Untung ia masih bisa memikirkan cara kedua, yakni bukannya membunuh Xiao He, tapi membunuh orang yang menguntit Xiao He. Meng Xin Hun terus menunggu. Betul saja, dari kegelapan muncul sesosok bayangan, berlari mengikuti Xiao He. Tapi Meng Xin Hun tetap mendekam di atas pohon. Benar saja, tidak lama muncul sesosok lagi, juga mengikuti arah yang tadi dit
Sarang Perjudian -- Gu Long/Tjan Id Peristiwa Bulu Merak -- Gu Long Renjana Pendekar -- Khulung