Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 19


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 19


ya tertawa getir belaka.

   Tampaknya dia merasa mengaku tak enak, tidak mengakupun tidak enak, sehingga serba salah jadinya.

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui yang menyaksikan keadaan tersebut segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaaaaaaaaahhhhhhhh...........hhhhhhhhhaaaaaaaahh hhhhhh......... haaahhh..... saudara Ciu apakah orang ini adalah Wi Thian-yang?"

   Kakek cengeng beralis putih segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Dengan kening berkerut kakek latah awet muda berkata pula.

   "Kalau orang itu bukan Wi Thian-yang, sudah pasti dia mempunyai hubungan yang erat hubungannya dengan Wi Thian-yang bukan?"

   Kali ini kakek cengeng beralis putih mengangguk.

   "Ban tua, orang itu seperti juga Wi Thian-yang............."

   Kesan yang segera timbul dari perkataannya itu adalah rasa kaget dan tercengang. Tapi bagi pendengaran Nyoo Siau-sian justru menimbulkan pengharapan yang besar dan tak terhingga. Dia sangat berharap bahwa ayahnya bukan orang jahat.

   "Saudara Ciu", Peng-goan-koay-kek berseru lagi dengan kening berkerut.

   "Kalau begitu, masih ada seseorang lain yang mengatur segala sesuatunya dibelakang mereka?"

   "Perkataan saudara Lan memang tepat sekali........"

   Kakek cengeng beralis putih menjawab sedih.

   "setan kurus, cepat kau sebutkan siapa orang itu!"

   Kakek latah awet muda segera berteriak keras. Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Maaf Ban tua, aku tak dapat menuruti permintaanmu itu........."

   Meledak hawa amarah si kakek latah awet muda setelah mendengar perkataan itu.

   Tapi mungkinkah baginya untuk turun tangan memaksa orang itu berbicara? Jelas hal ini tak mungkin, sebab diapun tahu paksaannya tak akan menghasilkan apa yang diharapkan.

   Itu berarti perjalanan mereka ke buit Biau-hong-san kali ini hanya satu perjalanan yang sia-sia belaka.

   Mendadak Oh Put Kui berhasil mendapatkan sebuah akal bagus, dia segera berseru.

   "Ban tua, kalau toh kakek Ciu enggan berbicara, boanpwe justru memperoleh sebuah akal bagus yang bisa menyelidiki siapa gerangan manusia dibelakang layar itu secara pelan- pelan........."

   "Akal bagus apa yang berhasil kau dapatkan........"

   Seru kakek latah awet muda sambil mendelik. Tapi dia segera terbungkam, seakan-akan baru teringat apa yang baru dikatakan Oh Put Kui kembali teriaknya.

   "Hey anak muda, coba kau utarakan bagaimana akalmu itu?"

   Hampir tertawa Oh Put Kui saking gelinya, dia segera berkata.

   "Boanpwe rasa bila ingin menyelidiki orang dibelakang layar itu, maka kita harus mengikuti jejak dari Wi Thian-yang!"

   Mendengar ucapan tersebut kakek latah awet muda tertawa tergelak, teriaknya.

   "Omong kosong, siapa yang tidak tahu cara tersebut?"

   "Ban tua, cara ini memang amat sederhana dan boleh dibilang diketahui setiap orang tapi bila tidak dikemukakan oleh seseorang, siapa pula yang akan menduga sampai kesitu?"

   "Ehmmmm, betul juga perkataanmu itu........"

   Kakek latah awet muda manggut-manggut dengan mata melotot. Oh Put Kui tertawa geli didalam hati, tapi diluarnya dia segera berkata.

   "Ban tua, bagaimana kalau kita berangkat ke bukit Ngo tay- san...........?"

   "Baik..........."

   "Apakah kita akan pergi bersama-sama?"

   Tiba-tiba Peng- goan-koay-kek Lan Ciu-sui bertanya dengan kening berkerut. @oodwoo@

   Jilid 39

   "Yaa, tentu saja kita semua akan pergi bersama!"

   Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak.

   "Aaaahh, menbuang tenaga degnan percuma, aku tak ingin turut!"

   Oh Put Kui menjadi tertegun, dia tak habis mengerti mengapa kakeknya enggan turut serta.

   "Yaya, kau hendak pergi kemana?"

   Tanyanya kemudian.

   "Nak, yaya akan pergi menjemput ayahmu sekalian untuk diajak pulang kedaratan Tionggoan........"

   Rupanya disaat Lan Cui-siu telah memperoleh kembali tenaga dalamnya, Oh Put kui telah menceritakan pengalamannya sewaktu dipulau neraka kepada orang tua itu.

   Ketika memperoleh berita tersebut Lan Cui-siu segera menyatakan rasa gusarnya, dia menganggap tiga dewa dari luar wilayah dan sepasang manusia sakti dari Thian-tok adalah manusia-manusia busuk yang kelewat menghina orang...........

   Tapi setelah Oh Put Kui menuturkan pula kisah perjumpaannya dengan Thian-hiang-huicu, amarah Lan Cui- siu baru agak mereda.

   Waktu itu diapun segera memutuskan akan berangkat kepulau neraka serta menjemput kembali ayahnya sekalian untuk diajak pulang kedaratan Tionggoan.........

   Karena inilah, ketika Peng-goan-koay-kek mengemukakan keinginannya sekarang, Oh Put Kui merasa serba salah dibuatnya.

   Dia tak tahu apakah Poan-cay siansu telah bertemu serta berunding dengan keempat orang lainnya? Disamping itu dia pun percaya perkataan dari Thian-hian- huicu yang minta kepadanya menjemput tujuh orang tua dipulau neraka setelah hari Pekcun mengandung satu maksud tertentu...............

   Sekarang dia ingin mencegah kepergian orang tua tersebut, tapi diapun tak tahu bagaimana harus berkata........

   Terpaksa Oh Put Kui mengalihkan sorot matanya kewajah si kakek latah awet muda.

   Kakek latah awet muda segera tersenyum, kepada Peng- goan-koay-kek serunya keras-keras.

   "Lan lote, buat apa kau mesti bersusah payah pergi kelautan timur? Setengah bulan lagi bocah muda ini akan pergi kepulau neraka, cepat atau lambat toh cuma menunggu setengah bulan saja, masa kau tak sabar untuk menunggu ?"

   Lan Ciu-sui termenung sejenak, lalu sahutnya.

   "Saudara Ban, aku cuma merasa penasaran dengan hwesio-hwesio liar itu........."

   Kakek latah awet muda segera menukas sambil tertawa.

   "Sudahlah Lan lote, buat apa sih kau mesti mengambek terhadap mereka? Lebih baik kita cari dulu manusia licik yang berada dibelakang layar itu sebelum membicarakan persoalan lain."

   Lan Ciu-sui yang mendengar ucapan tersebut segera menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.

   "Saudara Ban, terpaksa aku mesti menyetujui usulmu itu."

   Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Nah, tindakanmu ini baru cocok dengan seleraku lote........... hanya manusia yang tahu keadaan barulah manusia sejati............."

   Oh Put Kui yang menjumpai kesemuanya ini diam-diam tertawa geli, dia tak mengira Kakek latah awet muda pandai juga membujuk seseorang.......... Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah berkata pula secara tiba-tiba.

   "Ban tua, kepergian kalian kebukit Ngo-tay-san tidak termasuk diriku..............?"

   "Kau sikurus enggan pergi?"

   Tanya Kakek latah awet muda sambil berkerut kening.

   "Ban tua, bagaimana mungkin aku bisa pergi...................."

   "Mengapa kau tak bisa pergi?"

   "Ban tua, apakah kau menyuruh aku menyingkap rahasia keterlibatanku dihadapan mereka...............?"

   Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Haaaaaaahhhhhh........... haaaaaahhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang layar itu..........."

   Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih manggut-manggut.

   "Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"

   "Kau hendak kemana?"

   Tanya Kakek latah awet muda tertegun. Kakek cengeng beralis putih tertawa getir.

   "Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah berabe? Cuma saja............."

   Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata.

   "Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."

   Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Haaaaaaahhhhhh........... haaaaaahhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang layar itu..........."

   Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih manggut-manggut.

   "Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"

   "Kau hendak kemana?"

   Tanya Kakek latah awet muda tertegun. Kakek cengeng beralis putih tertawa getir.

   "Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah berabe? Cuma saja............."

   Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata.

   "Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."

   "Yaaaaa, usulmu itu memang bagus sekali,naaaahhh silahakan..........."

   Oh Put Kui yang mendengar ucapan mana segera berpikir didalam hatinya.

   "Perkataan macam apa ini? Masa sang tuan rumah kabur lebih dulu sebelum tamunya pergi?"

   Sementara dia masih berpikir, kakek cengeng beralis putih telah berseru pula.

   "Nah Ban tua, kita sampai bertemu lagi dikemudian hari............"

   Belum habis kata-katanya, dia sudah melompat pergi meninggalkan tempat tersebut.

   Kakek cengeng beralis putih memang aneh, begitu dia bilang mau pergi, ternyata tanpa memberi pesan kepada siapapun juga, dia segera angkat kaki dengan begitu saja, tindakan ini segera mencengangkan semua orang.

   Sambil gelengkan kepala Oh Put Kui segera berpikir.

   "ORang-orang tua itu memang pada aneh wataknya.............."

   Dalam pada itu Kakek latah awet muda malah berteriak lagi sambil tertawa.

   "Hey si kurus, bila bertemu sicebol Beng, tolong titip salam untuknya............."

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera bertanya sambil tertawa.

   "Ban tua, benarkah dia hendak pergi mencari Beng lojin?"

   Kakek latah awet muda berpaling dan memandang sekejap kearah Oh Put Kui, lalu sahutnya.

   "Dia memang mengatakan akan pergi mencari Beng Pek- tim, masa kau tidak mendengar?"

   "Tapi bukankah dia mengatakan juga kalau kepergiannya mencari Beng Pek-tim cuma dibuat alasan saja?"

   "Anak muda, dugaanmu kali ini keliru besar,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya.

   "padahal sikurus ini jauh lebih cerdik daripada siapapun justru karena dia kuatir tak mampu mengungguli Beng Pek-tim, maka sengaja dia berkata begitu."

   "Tapi apa sangkut pautnya antara bertarung dengan tidak bertarung.............?"

   Tanya Oh Put Kui kebingungan.

   "Masalah ini menyangkut masalah gengsi. Yang kosong sebetulnya sungguh, yang sungguh justru kosong. Bila ia tak berhasil mengungguli si cebol Beng, maka diakan bisa mengatakan kepada orang luar bahwa dia tak pernah pergi mencarinya............."

   Sekarang Oh Put Kui baru paham. Rupanya masalah gengsi memang merupakan masalah gawat yang jauh lebih penting daripada segala-galanya. Tiba-tiba Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui menghela napas sambil berkata.

   "Saudara Ban, mari kita berangkat!"

   "Lote, sudah hampir empat puluh tahun lamanya aku tak pernah menunggang kuda,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "mumpung kita ditemani dua orang budak cilik itu, bagaimana kalau kita beli beberapa ekor kuda dan meneruskan perjalanan dengan naik kuda?"

   "Baik sih baik, cuma aku tidak mempunyai uang sebanyak itu.

   "kata Lan Ciu-sui sambil tertawa.

   "Haaaahhhhhhhhh..........hhhhhaaaaaahhhhhh........ hhhaaaahhhh.......... biarpun kita tak punya, tapi orang lain sih mempunyai banyak sekali.........,."

   SEmbari berkata dia mengerling sekejap kearah pengemis pikun. Entah mengapa tiba-tiba saja pengemis pikun jadi sangat kikir, sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia berseru.

   "Ban tua, kau jangan memandangi aku terus menerus, kau toh mengerti aku si pengemis cuma bisa meminta belas kasihan orang, sejak kapan ada orang memberi uang kepadaku............."

   "Kau berani mengatakan tak punya ?"

   Bentak Kakek latah awet muda sambil mendelik. Pengemis pikun memandang sekejap kearah Oh Put Kui yang cuma berdiri sambil tersenyum itu, lalu katanya lagi sambil tertawa getir.

   "Ban tua, aku sipengemis amat rudin, kalau tidak, buat apa aku harus bergabung dengan kay-pang?"

   Kakek latah awet muda mendengus dingin. Bila dia sedang tertawa maka orang akan kerasan terus untuk memandangi terus wajahnya, tapi begitu dia mendengus, pengemis pikun kontan saja menjadi gemetar karena ketakutan.

   "Pengemis cilik, aku akan menggeledah sakumu............."

   Ancamnya kemudian.

   Oh Put Kui segera tertawa geli, bila benar-benar digeledah, segera akan ditemukan empat lembar cek disaku pengemis tersebut.

   Tak heran kalau pengemis pikun menjadi semakin panik, dia gelengkan kepalanya berulang kali sambil berteriak.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ban tua, seorang kuncu hanya akan menggunakan mulut, tidak akan menggerakkan tangan.........."

   "Aaaah, aku tak ambil perduli siapa kuncu siapa bukan,"

   Tukas Kakek latah awet muda ngotot.

   "pokoknya apa yang ingin kulakukan segera akan kulaksanakan, bawa kemari sakumu pengemis!"

   Pengemis pikun benar-benar sangat panik. Dengan mata terbelalak ia segera menengok ke arah Oh Put Kui sambil serunya.

   "Lote, cepat kau ambil kembali uangmu itu..............."

   "Wah, itu sih urusanmu sendiri,"

   Tukas Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya.

   "aku kan sudah menghadiahkan uang tersebut untukmu............."

   "tapi aku juga tak mau..........."

   Jerit pengemis pikun. Tampaknya Oh Put Kui juga berminat untuk menggoda pengemis tersebut, tiba-tiba ia berkata.

   "Liok loko, bukankah kau sendiripun mempunyai tiga ratus tahil perak?"

   Seketika itu juga pengemis pikun berdiri lemas, tapi segera jeritnya.

   "Lote, uang itu sengaja kusediakan untuk membeli peti matiku, kau toh sudah tahu aku tua dan lemah, masa uang sebesar tiga ratus tahil perakpun..........."

   "Konyol!"

   Umpat Kakek latah awet muda sambil menarik muka.

   "cepat katakan, mau diserahkan atau tidak? Pengemis cilik, aku tak ambil perduli uang itu buat membeli peti mati atau tidak, pokoknya hari ini harus membeli kuda dan kau yang membayar."

   Dimaki oleh Kakek latah awet muda, si pengemis pikun menjadi ketakutan setengah mati. Akhirnya dengan susah payah, dia mengeluarkan juga tiga ratus tahil perak itu dan mengomel sambil menghela napas.

   "Aaaaaii, apa boleh buat, peti mati untuk aku sipengemis tua telah diseret pergi oleh kuda-kuda sialan!"

   OOdwOooo0dw0oOdwOooo Mencari jejak seseorang dibukit Ngo tay-san bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.

   Pengemis pikun yang harus menempuh perjalanan bersama mereka, boleh dibilang benar-benar lagi sial.

   Sebab setibanya diatas bukit, kuda-kuda tersebut jadi tak ada gunanya sama sekali.

   Tapi pengemis pikunpun merasa sayang untuk membuangnya dengan begitu saja, maka tugas menjaga kudapun terjatuh ketangan pengemis tersebut.

   Satu orang harus merawat enam ekor kuda sekaligus, jelas hal ini merupakan suatu pekerjaan yang amat menyiksa.

   Apalagi jalan bukit berliku-liku dan lebarnya cuma sekian depa, manusia saja susah lewat, apalagi harus mengurusi enam ekor kuda sekaligus, bisa dibayangkan betapa repotnya dia.

   Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui yang menyaksikan kerepotan pengemis itu, terutama melihat peluh yang membasahi tubuhnya meski udara sangat dingin, segera merasa kasihan disamping geli...............

   Bukan hanya begitu, siKakek latah awet mudapun masih saja menyindir dan mendampratnya, ini menyebabkan pengemis pikun selain mesti mendongkol terhadap kuda, mendongkol terhadap kakek itu.

   Masih untung Oh Put Kui sering memberikan bantuannya.

   Beberapa kali dia harus menarik kuda-kuda yang hampir saja jatuh terpeleset kedalam jurang.

   Enam orang dengan enam ekor kuda harus berjalan menyelusuri bukit Ngo-tay-san yang luasnya mencapai limaratus li itu hampir tiga hari lamanya, tapi mereka belum berhasil juga menemukan tempat tinggal dari Lian peng sekalian.

   Bagi orang lain disamping gelisah, sama sekail tidak merasakan penderitaan apapun.

   Berbeda dengan pengemis pikun, dia nampak mengenaskan sekali..............

   Bukan saja dia dibuat lelah karena musti mengurusi enam ekor kuda, disamping itupun harus mencarikan rumput dan membersihkan kotoran kuda, akibatnya dia menjadi dekil lagi bau.

   Hingga mencapai hari kelima.

   Tiba-tiba Kakek latah awet muda menghentikan perjalanannya dipuncak bukit sebelah utara, kemudian serunya.

   "Lan lote, kita sudah sampai ketempat tujuan!"

   Sudah sampai? Mungkinkah berada dipuncak tertinggi dari bukit Ngo-tay-san ini? "Mana mungkin mereka akan berdiam di sini ?"

   Peng-goan- koay-kek segera tertawa hambar.

   "Yaa, setiap orang memang berpendapat demikian. Tapi si Kakek latah awet muda kembali tertawa terbahak- bahak.

   "Haaaahhhhh......... haaaaahhhh.......... haaaaaahhhhhhhhhh............. bila kita belum sampai juga ditempat tujuan, apakah sipengemis cilik yang lebih suka memeluk emas terjun kesumur dan mati-matian mempertahankan hartanya itu tidak mampus karena kecapaian?"

   Perkataan ini memang sejujurnya dan benar. Gara-gara keenam ekor kuda itu hampir saja si pengemis pikun telah mengorbankan separuh lembar jiwanya. Sambil tersenyum Oh Put Kui segera berkata.

   "Ban tua, tentunya kau sudah mengetahui bukan tempat persembunyian Wi Thian-yang?"

   Baru selesai dia berkata, Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui sudah tak tahan lagi tertawa cekikikan.

   "Toako, perkataanmu itu benar-benar kelewat tolol.........."

   "Oh toako, andaikata Ban tua sudah mengetahui tempatnya, buat apa dia mesti mengajak kita untuk berputar sekian lama sehingga harus menempuh perjalanan ditengah- tengah salju dengan penuh resiko?"

   Sambil tertawa kembali Oh Put Kui berkata.

   "Apabila adik Sian dan nona Kiau tidak percaya, mari kita dengarkan bersama-sama apa yang dikatakan Ban tua nanti !"

   Dalam pada itu Kakek latah awet muda telah tertawa tergelak tiada hentinya, ia berkata.

   "Hey anak muda, agaknya tak ada sebuah persoalanpun yang dapat mengelabuhi dirimu?"

   "Ban tua, kesemuanya ini tak lebih hanya dugaan boanpwe saja.

   "sahut pemuda itu tertawa. Sebaliknya Nyoo Siau-sian segera berseru kaget.

   "Ban tua, kau benar-benar mengetahui tempat tinggal dari bibi Lian?"

   "Haaaaaaahhhhhhhh........... haaaaahhhhh.......... haaaaaaahhhhhhhhh.......... kalau semacam itu saja tidak kuketahui, buat apa orang menyebutku sebagai si Ban tua yang tahu akan segala-galanya?"

   "Ban tua,"

   Seru Kiau Hui-hui pula dengan kaget.

   "kalau memang sudah tahu, apa sebabnya kau menyiksa kami semua sehingga mesti mendaki bukit selama beberapa hari?"

   Kakek latah awet muda melirik sekejap kearah pengemis pikun, kemudian baru katanya sambil tertawa.

   "Bertemu dengan orang yang lebih suka uang daripada nyawa merupakan suatu kesialan bagi kita semua, oleh sebab itu untuk menghilangkan bencana tersebut, lebih baik kita sedikit menderita lebih dulu, kalau tidak, bila sampai betul- betul ketemu musibah mungkin penderitaan yang kita alami jauh berapa kali lipat lebih hebat..........."

   Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian hanya mendengarkan perkataan itu dengan mata terbelalak lebar. Sebaliknya Peng-goan-koay-kek Lan ciu-sui segera berseru sambil tertawa.

   "Loko, memang disinilah kelebihan yang kau punyai............."

   "Haaaaahhhhh.......... haaaaaaaahhhhh........... hhhhhhhhahhhhhhhhh......... lote hidup dalam dunia persilatan, setiap kali kita memikul resiko kepala bakal dikutungi orang, bila kita tidak berusaha mencari kesempatan untuk bergurau, lantas apa artinya kehidupan ini? Apakah lama kelamaan kau tak akan merasa bosan sendiri?"

   Pengemis pikun yang mendengar perkataan itu langsung saja mendelik besar saling mendongkolnya, dia segera berkaok-kaok berulang kali.

   "Bagus sekali, jadi rupanya kau memang sengaja hendak mempermainkan aku sipengemis, aku tak takut disambar geledek.........."

   Sambil berkata dia segera mengendorkan tali les keenam ekor kuda itu seraya teriaknya lagi.

   "Kuda wahai kuda........... silahkan kalian pergi, aku sipengemis sudah kenyang menderita..............."

   Bukan cuma begitu, bahkan dia memukul pantat kuda-kuda itu agar lari dari situ. Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya setelah menyaksikan kejadian ini, segera serunya.

   "Liok loko. buat apa kau mesti berbuat demikian? Bila sedari dulu kau lepaskan kuda-kuda itu, bukankah kau tak perlu menderita? Lagipula kamipun sudah menempuh perjalanan yang cukup jauh."

   Sambil tertawa getir pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Saudara ku, apakah kau belum pernah mendengar pepatah yang mengatakan. Burung mati karena makanan, manusia mati karena harta? Justru karena pikiranku tak dapat terbuka, akibatnya banyak penderitaan yang harus kualami."

   Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh.

   "Tapi sekarang lote, pikiranku betul-betul sudah terbuka, yaaa......... aku memang kelewat penasaran."

   "Waaah, masa kaupun dapat berkata begitu?"

   Ejek kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "nah pengemis cilik, makanya lain kali harus ingat baik-baik peristiwa ini.............."

   "Saudara ban, mari kita kerjakan persoalan yang sesungguhnya!"

   Sela Lan Ciu-sui kemudian.

   "Ban tua, sebenarnya Wi Thian-yang bersembunyi dimana?"

   Kata Oh Put Kui pula.

   "Masa kau tidak tahu anak muda?"

   Tanya kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "Bagaimana mungkiin boanpwe bisa tahu?"

   "Tidak kunyana ternyata ada persoalan yang tidak kau ketahui juga anak muda........."

   Agaknya orang tua ini masih saja berupaya untuk menyusahkan Oh Put Kui. Oh Put Kui terpaksa tertawa getir setelah mendengar perkataan itu katanya.

   "Mana mungkin boanpwe bisa dibandingkan dengan kau orang tua? Cepatlah kau katakan dimana Wi Thian-yang telah menyembunyikan diri.................."

   "Anak muda, coba kau alihkan pandanganmu mengikuti arah yang kutunjuk..............."

   Oh Put Kui segera berpaling dan mengalihkan pandangan matanya...........

   Diantara bukit sebelah utara dan sebelah tengah, ia temukan sebuah selat yang dalam.

   Dipandang dari ketinggian, lembah itu nampak hijau segar tertutup oleh pepohonan atas pepohonan yang tumbuh disekitar sana lebat sekali.

   "Tempat itu pasti sebuah lembah yang dalam.......... dengan pemandangan yang indah.........."

   Kiau Hui-hui yang turut berpaling segera berseru pula memuji. Mendadak terdengar Oh Put Kui berseru kaget.

   "Ban tua, disitu terdapat bangunan bata merah, mirip sekali dengan sebuah perkampungan besar!"

   "Haaaaaahhhhhhhh.......... haaaaaahhhhh.......... haaaaaaaahhh........... perkampungan itu tak lain bernama Kang-thian-lo............."

   Kakek latah awet muda menjelaskan sambil tertawa. Belum habis perkataan itu diutarakan, Lan Ciu-sui telah menimbrung dengan cepat.

   "Jadi tempat ini adalah tempat kediaman dari Ang-lo-cui- kek (Jago pemabok dari loteng merah) Siau Yau?"

   "Betul, dan aku yakin si kakek penggetar langit Siau Hian pasti sudah pulang pula!"

   "Kebetulan sekali aku memang hendak mencari mereka dan bersaudara untuk membuat perhitungan, tidak disangka akan kutemukan disini.

   "

   Seru Lan Ciu-sui lagi sambil tertawa.

   "dulu, aku hanya pernah mendengar tentang loteng Keng Thian-lo, tapi belum pernah berhasil kutemukan letak loteng itu..........................."

   "Haaaaaahhh.......... haaaahhhh......... haaaaaahhhh......... kalau begitu kedatangan lote ke bukit Ngo-tay-san ini tidak sia sia belaka.............."

   Seru kakek latah awet muda sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata.

   "Wi Thian-yang sekeluarga sudah pasti berdiam didalam rumah Siau Yau.........."

   "Ban tua, mari kita turun kebawah..........."

   Seru Oh Put Kui kemudian sambil tersenyum. Seraya berkata dia langsung meluncur turun dari atas bukit tersebut....... Lan Ciu-sui nampak tertegun, kemudian cepat-cepat serunya.

   "Nak, Siau Yau bukan seorang manusia yang gampang dihadapi................"

   Tampak bayangan biru berkelebat lewat, ia segera menyusul pula kebawah.

   Dengan gerakan secepat sambaran kilat kedua orang itu melayang turun dari bukit Ngo-tay-san dan langsung meluncur kearah loteng Keng-thian-lo dibalik lembah dikejauhan sana.

   Menyaksikan kejadian ini, keempat orang jago lainnya yang masih berada diatas puncak bukit menjadi terkejut sekali.

   kakek latah awet muda pun tidak menyangka kalau Oh Put Kui bakal meluncur sedemikian cepatnya.

   Sambil berkerut kening ia segera berseru kepada ketiga orang lainnya.

   "Ayoh kalian pun boleh ikut turun, siapa tahu sampai waktunya terdapat beberapa orang gembong iblis yang perlu kalian hadapi."

   Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera menyambut usul itu dengan amat gembira.

   Selain itu merekapun sangat menguatirkan keselamatan dari Oh Put Kui, kendatipun pemuda itu didampingi Lan Ciu- sui tak mungkin akan menemui bahaya, tapi begitulah keanehan manusia, mereka tetap menguatirkan keselamatan jiwanya.

   Itulah sebabnya ketika kakek latah awet muda baru selesai berbicara, Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah meluncur kebawah dengan kecepatan tinggi, kemudian langsung mengejar Oh Put Kui dan Lan Ciu-sui.

   Pengemis pikun memandang sekejap kearah kakek latah awet muda, lalu tanyanya sambil tertawa.

   "Apakah kita juga ikut pergi?"

   Kakek latah awet muda tertawa aneh.

   "Pengemis sialan, rupanya sifat pengecutmu kambuh lagi, kau takut mampus?"

   "Boanpwe tidak berani!"

   "Kalau memang tak berani itu sih gampang, ayoh, kau mesti bertarung bagiku pada babak yang pertama."

   "Bertarung pada babak pertama? Waaaahh? Mana boleh jadi?"

   Teriak pengemis pikun tertegun "entah Siau Yau, Siau Hian,aku tak bakal sanggup menahan seujung jarinya, masa kau orang tua malah menyuruh boanpwe bertarung pada babak yang pertama?"

   "Kau tak mau bukan?"

   Seru kakek latah awet muda sambil tertawa mengejek. Pengemis pikun tertawa getir.

   "Boanpwe bukannya tidak mau, tak sesungguhnya memang tidak mampu............."

   Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak, sambil mencengkeram ujung baju pengemis itu, serunya keras-keras.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bocah keparat, aku akan membantumu, membantu melemparkan tubuhmu kebawah....."

   Seketika itu juga tubuh pengemis pikun terlempar kedalam lembah yang dalam itu bagaikan sebuah keranjang rongsok. Pengemis pikun menjadi ketakutan setengah mati, dia menjerit-jerit keras seperti babi yang baru disembelih...........

   "Tolong.......... Ban tua........... gara-gara lemparanmu itu, semua tenaga dalamku menjadi buyar..........."

   Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil perduli, pengemis pikun berteriak semakin keras karena ketakutan, dia merasa semakin kegirangan.

   Apalagi setelah menyaksikan gerak gerik pengemis pikun yang gelagapan ditengah udara, dia tertawa semakin keras lagi.

   "Hhaaaaahhhhhhhh........ haaaaaaaaah......... haaaaaaaaahhhhh............. pengemis busuk, inilah yang dinamakan dengan "Kura-kura"

   Terbang diangkasa.........."

   Mendadak Kakek latah awet muda menghentikan perkataannya sampai ditengah jalan, lalu sepasang ujung baunya dikebaskan, bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya, dia langsung menerjang kearah pengemis pikun.

   Jangan dilihat selisih jarak antara Kakek latah awet muda dengan pengemis pikun terpaut sampai lima puluh kaki, nyatanya dia telah tiba lebih duluan.

   Sekali tangannya menyambar, tahu-tahu dia sudah mencengkeram tubuh pengemis pikun itu lalu dengan ringannya mereka berdua melayang turun didasar lembah.

   Begitu sampai diatas tanah, Kakek latah awet muda segera membanting tubuh si pengemis pikun itu keatas tanah, lalu umpatnya.

   "Kau sipengemis busuk memang betul-betul tak becus, masa menghadapi persoalan semacam ini pun ketakutan setengah mati !"

   Dengan susah payah pengemis pikun merangkak bangun dari atas tanah, lalu sambil tertawa getir, keluhnya.

   "Ohhh...... Ban tua, selama hidup belum pernah boanpwe melompat dari ketinggian seperti ini, apalagi terjun kedalam jurang yang begitu dalam, Ooh....... Thian, kau tahu aku sudah semaput sedari tadi."

   "Aaaaaiii, kalau dibilang kau manusia tak becus, nyatanya kau memang betul-betul tak becus."

   Keluh si Kakek latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Ayoh cepetan sedikit, mereka sudah pada tak nampak, bila kau ku tinggal seorang diri disini, tentu bakal asyik.........."

   Begitu selesai berkata, dia langsung kabur terlebih dahulu menuju ke arah loteng Keng-thian-lo. Pengemis pikun benar-benar ketakutan setengah mati, sambil meraung keras dia segera lari mengejar sekuat tenaga, teriaknya sambil mengejar.

   "Eeeeeehh....... tunggu dulu........ tunggu sebentar........... Ban tua, kau tak boleh meninggalkan aku seorang diri.............."

   "Kenapa? Toh lebih baik bermalas-malasan lebih dulu diatas tanah sambil santai?"

   Goda Kakek latah awet muda seraya tertawa tergelak.

   "Oh...... Ban tua, maafkan daku, boanpwe sudah tahu salah,"

   Pinta pengemis pikun kemudian sambil tertawa getir. Kakek latah awet muda segera memperlambat larinya, lalu berkata sambil tertawa.

   "Kau.... aaaaai, kalau dilihat dari wajahmu yang begitu mengenaskan, yaaaa sudahlah!"

   Mendadak tubuhnya melejit setinggi satu setengah kaki lalu melewati pagar pekarangan yang tinggi dan melayang turun dibalik kebun Keng-thian-lo.

   Pengemis pikun tak berani berayal lagi cepat-cepat dia menyusul dari belakang.

   Setelah berada didalam kebun, Kakek latah awet muda langsung menuju kearah bangunan loteng disisi kebun.

   Agaknya keempat orang yang berjalan duluan telah memasuki gedung Keng-thian-lo itu lebih dulu, tapi anehnya ternyata tak terdengar suara bentakan ataupun suara orang sedang ribut.

   Seandainya Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah berjumpa dengan dua bersaudara Siau, tak mungkin suasananya akan begini tenang dan hening, orang tak akan percaya bila mereka sampai berbaikan kembali.

   Mendadak si Kakek latah awet muda berkerut kening, lalu ujarnya.

   "Eeeeii pengemis cilik, kenapa tak kedengaran suara pertarungan? Jangan-jangan gedung ini sudah tak berpenghuni lagi?"

   "Yaaaa........... darimana boanpwe bisa tahu?"

   Sahut pengemis pikun sambil berkerut kening.

   "Huuuuuh, dasar goblok! Percuma saja aku bertanya kepadamu,"

   Seru Kakek latah awet muda menjadi marah.

   "Aku memang goblok, siapa suruh kau bertanya kepada ku?"

   Batin pengemis pikun penasaran.

   Sudah barang tentu jalan pikirannya ini tak berani keutarakan keluar.

   sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang itu sudah melangkah masuk kedalam bangunan loteng itu.

   Pada tingkat dasar bangunan tersebut terbentang sebuah ruangan yang sangat lebar, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun disekitar sana.

   "Mana orangnya?"

   Seru Kakek latah awet muda sambil berkerut kening rapat-rapat.

   "Diatas loteng!"

   Kali ini pengemis pikun menjawab dengan cepat sekali. Mendengar itu si Kakek latah awet muda segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaahhhhh.......... haaaaaaaaaahhhhh.............. haaaaahhhh........... buat apa mesti kau jawab? Kalau tak berada dibawah, tentu saja berada diatas loteng, ayoh kita langsung naik keatas!"

   "Duuukk......... duuukkkk........duuuuukk........."

   Langkah si Kakek latah awet muda yang begitu berat dan bersuara keras ini kontan saja mengejutkan pengemis pikun, buru-buru dia mempercepat langkahnya dan menebos naik keatas loteng lebih dahulu.

   Namun suasana diatas lotengpun sangat hening, tak nampak sesosok bayangan manusiapun.

   Kakek latah awet muda bersama pengemis pikun mencari secara beruntun hingga tiga lantai, namun bukan saja tidak nampak pemilik dari gedung Keng-thian-lo tersebut, bahkan Lan Ciu-sui sekalian berempatpun seakan-akan hilang lenyap dengan begitu saja.

   Dengan perasaan bingung pengemis pikun segera berseru.

   "Kemana perginya orang-orang itu?"

   "Haaaaaahhhh......... haaaaaaaahhhhh....... haaaaaaaahhhhh.......... pengemis cilik, bila seseorang ingin berbicara, janganlah sekali-kali mencoba belajar dari orang lain, mengerti?"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa keras.

   "kini terbukti pada lantai atas maupun lantai bawah tiada penghuninya, bisa jadi gedung Keng-thian-lo ini memang bukan merupakan tempat untuk didiami orang!"

   Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru kembali.

   "Hey pengemis,ayoh turut aku!"

   Tergopoh-gopoh dia lari turun kebawah, kemudian dengan langkah cepat pula menuju ke lantai dasar. Pengemis pikun yang mengikuti dibelakangnya menjadi kegelian melihat ketergopohan rekannya, dia segera berseru keheranan.

   "Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"

   "Tentu saja lagi mencari orang! Coba kau periksa ke empat dinding ruangan ini pengemis..........."

   Sambil memerintahkan pengemis pikun untuk mengetuk keempat dinding dalam ruangan tersebut, dua sendiri justru menuju ketengah ruangan dimana terdapat sebuah meja altar dan dibalik altar terdapat sebuah kelambu tipis.

   Ternyata arca yang dipuja dalam meja altar tersebut adalah Tong-peng Cousu.

   Waktu itu, si Kakek latah awet muda benar-benar merasa amat terkejut bercampur keheranan, sebab berdasarkan pengamatan sepasang matanya yang tajam, dalam sekilas pandangan saja dia sudah melihat bahwa patung pujaan tersebut bukan terbuat dari kayu ataupun tanah liat.

   Sebab biarpun si tukang pahat tersohor Lu Pan menjelma lagi pun, tak nanti dia dapat mengukir sebuah arca menjadi sedemikian hidupnya mirip manusia asli, bahkan memancarkan pula hawa kemanusiaan.

   Namun dalam kenyataannya, patun tersebut memang kelihatan sangat hidup dan nyata.

   Itulah sebabnya Kakek latah awet muda segera menegur sambil tertawa.

   "Hey, sebenarnya siapakah kau? Mengapa harus berlagak menjadi dewa disini?"

   Patung tersebut tetap membungkam tidak menjawab.

   Kakek latah awet muda menjadi tidak senang hati.

   Tiba-tiba saja dia menggerakkan tangannya lalu menarik patung tersebut dari tempat duduknya.

   Bersamaan dengan gerakan itu, dia membentak pula keras-keras.

   "Bila anda adalah Siau Yau, maka usahamu untuk menipu orang hanya akan sia-sia belaka."

   Seketika itu juga si patung sudah terseret oleh Kakek latah awet muda sehingga roboh terguling diatas tanah.

   Nyatanya patung itu memang bukan terbuat dari kayu ataupun tanah liat, sebab benda mana sama sekali tidak pecah, atau hancur karena terguling diatas tanah.

   Namun anehnya, si orang yang menyaru sebagai dewa ini justru tetap membungkam dalam seribu bahasa tanpa bergerak barang sedikitpun juga.

   Lama kelamaan meluap juga hawa amarah Kakek latah awet muda, namun dia sendiripun merasa keheranan.

   Dalam marahnya, tiba-tiba saja dia menampar patung tersebut keras-keras.

   Coba bayangkan saja dengan kemampuan tenaga dalam yang dimiliki Kakek latah awet muda, bagaimana mungkin orang itu akan sanggup menahan diri? Paling tidak, pipi kirinya pasti akan merah membengkak akibat terkena tempelengan tersebut.

   Tapi alhasil, apa yang dijumpai sama sekali berada diluar dugaan si Kakek latah awet muda tersebut.

   Wajah si patung itu bukan saja tidak membengkak, malah sebaliknya berbunyi gemerutukan keras bagaikan tulang- tulangnya pada retak semua, malahan warna emas di wajahnya pun turut rontok beberapa potong.

   Kakek latah awet muda benar-benar dibuat tertegun.

   Tiba-tiba saja dia teringat, bisa jadi patung tersebut adalah seorang manusia hidup.

   Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dengan suatu gerakan yang amat cepat Kakek latah awet muda segera mencopot kopiah yang dikenakan patung tadi.

   Dalam waktu singkat terurailah rambut yang berwarna hitam dan panjang, ternyata orang itu memakai gaun panjang.

   Jelas terlihat bahwa dia adalah seorang wanita.

   Kembali si Kakek latah awet muda menjerit tertahan lantaran kaget bercampur henar.

   Sementara itu, pengemis pikun yang mencoba untuk mengetuk keempat belah dinding ruangan tidak berhasil mendapatkan sesuatu gejala apapun, sewaktu mendengar jeritan tertahan dari Kakek latah awet muda, cepat-cepat dia datang menghampiri.

   Begitu dia menjumpai patung tersebut berisikan seorang wanita, pengemis pikun pun segera menjerit keras-keras, hampir saja dia melarikan diri terbirit-birit.

   Untung saja disampingnya terdapat Kakek latah awet muda, sehingga nyalinya rada membesar, dengan keheranan segera tanyanya.

   "Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"

   "Coba kau korek lepas semua warna emas itu dari wajahnya!"

   Perintah Kakek latah awet muda sambil tertawa.

   Biarpun perasaan dan pikiran si pengemis pikun diliputi pelbagai kecurigaan, namun dia tak berani banyak bertanya.

   Dengan cepat dia berjongkok disamping patung perempuan itu, kemudian mulai mengelupasi kerak emas yang menempel diatas wajahnya.

   Sedikit demi sedikit, kerak emas itu berhasil juga terkelupas dari wajahnya.

   Dan terakhir muncullah seraut wajah yang sangat dikenal oleh mereka berdua.

   Perempuan itu bukan lain ternyata adalah perempuan bunga dari Thian-ho-wan, Lian Peng adanya.

   Mimpipun si Kakek latah awet muda tidak mengira kalau si perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng bisa jadi patung dalam ruangan Keng-thian-lo, bahkan sudah menemui ajalnya.

   Tapi siapa yang telah melakukan pembunuhan ini? si kakek penggetar langit Siau Hian? ataukah sijago pemabuk dari loteng utara Siau-Yau.

   Atau mungkin juga perbuatan ini merupakan hasil karya dari si raja setan penggetar langit Wi thian-yang? Kakek latah awet muda gagal unutk memperoleh jawaban, sudah barang tentu si pengemis pikun lebih-lebih tak sanggup untuk menberikan jawabannya.

   Dalam sesaat lamanya, kakek yang dikenal sebagai orang yang tahu segala-galanya ini dibuat berdiri tertegun dan tak habis mengerti.

   "Ban tua, mengapa budak ini bisa mampus?"

   Tanya pengemis pikun kemudian sambil menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang kali. Kakek latah awet muda yang berkerut kening segera menjawab setelah mendengarkan pertanyaan itu.

   "Pengemis cilik, bukankah pertanyaan itu sama sekali tidak ada gunanya? Bagaimana mungkin aku siorang tua bisa tahu apa sebabnya dia mati? Mungkin dia sudah bosan hidup, mungkin juga dia memang kepingin menjadi dewa yang dipuja-puja!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian ujarnya.

   "Kemana orang-orang itu pergi? Ayoh cepat kau cari mereka sampai dapat..........."

   "Baik, baik, boanpwe segera pergi mencari..........."

   Setelah memberi hormat, cepat-cepat pengemis pikun berangkat menuju kederetan rumah yang berada disamping kiri.

   Sebaliknya Kakek latah awet muda sendiri tetap berdiri ditempat semula sambil memejamkan mata dan memeras otak.

   Selang beberapa saat kemudian...........

   Tiba-tiba Kakek latah awet muda membuka matanya kembali, sambil mencorongkan sinar tajam dia menegur.

   "Siapa disitu?"

   "Aku!"

   Jawaban tersebut berasal dari suara Oh Put Kui.

   "Oohh, rupanya kau sianak muda!?"

   Kakek latah awet muda tertawa. Oh Put Kui segera berjalan menghampirinya, akan tetapi sewaktu menjumpai Lian Peng yang tergeletak diatas tanah, ia segera berseru agak tertegun.

   "Ban tua, bukankah dia adalah Lian Peng?"

   "Yaa, kalau bukan dia siapa lagi? Anak muda, kemana perginya kakekmu serta kedua orang budak itu?"

   "Sebentarpun mereka akan berdatangan kemari!"

   Jawab san pemuda sambil tertawa. Baru selesai dia berkata, Lan Ciu-sui bersama kedua orang gadis itu sudah muncul dari pintu sebelah kanan.

   "Ban loko, dalam gedung ini tiada penghuninya!"

   Seru Lan Ciu-sui begitu muncul dalam ruangan. Mendadak terdengar Nyoo Siau-sian menjerit kaget lalu berlarian mendekat.

   "Bibi Lian.........."

   Jeritnya pilu.

   Gadis itu segera berjongkok diatas tanah dan menangis tersedu-sedu.

   Walaupun ia sudah mengetahui akan watak serta perangai Lian Peng yang sesungguhnya, namun dia toh tak bisa menahan diri setelah melihat jenasah Lian Peng membujur diatas tanah, saking pedihnya ia menangis tersedu-sedu.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Selama banyak tahun terakhir ini, mereka telah berkumpul dan bergaul dengan sangat akrab.

   Bagaimanapun juga, manusia itu memang berperasaan, dan tak bisa disalahkan bila Nyoo Siau-sian menangis sedih saat ini, sebab memang wajarlah bila manusia memperlihatkan luapan emosinya.

   Cepat-cepat Kiau Hui-hui mendekati rekannya dan berusaha menghibur hatinya.

   Cuma Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui seorang yang tidak nampak kaget atau tercengang, malah sambil tertawa dingin, katanya.

   "Akhir yang diterima budak ini hanya menunjukkan betapa kejam dan buasnya Wi Thian-yang serta Siau Yau! Saudara Ban, tidak nampak kehidupan didalam gedung berloteng ini, mungkin dua bersaudara Siau telah melarikan diri setelah memperoleh kabar tentang kehadiran kita disini?"

   "Aaaah, mustahil, darimana mereka bisa menduga kalau kita akan datang kebukit ngo-tay-san ini ?"

   Sahut Kakek latah awet muda seraya tersenyum.

   "Tapi kau jangan lupa, saudara Ban tua, kita sudah berputar selama berapa hari di bukit Ngo-tay-san ini sebelum akhirnya tiba digedung Keng Thian-lo, apa tidak mungkin dua bersaudara Siau mempunyai mata-mata diseputar sini?"

   "Haaaaaahhhhhh........ haaaaaaah............. haaaaaaaaaaaaahhh.............. Lan lote, apabil dua bersaudara Siau menyingkir dari sini hanya disebabkan kita semua akan datang mencarinya, mungkin mereka tak berhak lagi disebut sebagai gembong iblis!"

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui termenung sejenak, kemudian katanya lagi.

   "Ehmmmm, benar juga perkataan ini, selamanya Siau Yau hidup dengan santai, orangnya pun sangat sombong dan amat tekebur, andaikata dia tahu bahwa kita akan datang mencarinya, bukan saja dia tak bakal mengambil langkah seribu, malahan bisa jadi akan menyambut kedatangan kita secara besar-besaran."

   "Yaya, mengapa dia akan menyambut kedatangan kita secara besar-besaran?"

   Tanya Oh Put Kui. Lan Cui-siu kembali tertawa.

   "Nak, dia sengaja menyambut kedatangan kita tak lebih hanya ingin menunjukkan kepada seluruh orang didunia ini bahwa dia tak takut menghadapi kita. Kau anggap sambutan tersebut dilakukan dengan hati yang tulus? Kau tahu, kedua orang she Siau itu amat membenci yayamu!"

   "Yaya, kalau begitu kepergian mereka dikarenakan mempunyai rencana atau maksud lain?"

   "Haaaaaaahhhh............. haaaaahhhh......hhhhhhhhaaaaaahhhhh...... memang demikian keadaannya!"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "Hei anak muda, kalian datang lebih duluan, apakah tak sedikit jejakpun yang berhasil kalian temukan?"

   Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali. Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berhenti pula menangis, kepada Kakek latah awet muda katanya.

   "Locianpwe bolehkah kukubur jenasah dari bibi Lian?"

   Kakek latah awet muda tahu kalau perbuatan tersebut hanya merupakan rasa bakti Nyoo Siau-sian terhadap bekas bibinya itu, dia segera mengangguk.

   "Yaa, tentu saja boleh, tapi mengapa kalian tidak periksakan dili seluruh tubuh dari budak tersebut, coba kalian periksa mungkinkah terdapat sesuatu benda yang bisa menunjukkan kepergian dari Siau Yau bersaudara?"

   "Boanpwe memang bermaksud menggantikan pakaian bibi Lian dengan pakaian bersih."

   Sahut gadis itu. Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya pula kepada Kiau Hui-hui.

   "Enci Kiau, bersedia membantu aku bukan!"

   "Tentu saja!"

   Sambil berbicara, dua orang gadis itu segera menggotong jenasah dari perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng yang sudah didandani sebagai patung dewa itu menuju kedalam ruangan sebelah kiri.

   Sepeninggal kedua orang gadis itu, Oh Put Kui baru bertanya dengan perasaan tak tenang.

   "Ban tua, mana Liok loko?"

   "Aku menyuruh dia pergi mencari kalian,"

   Sahut Kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "tapi nampaknya pengemis cilik itu memang benar-benar tak becus, begitu pergi dia seolah-oleh tak mampu balik kembali, masa sampai sekarang pun belum nampak batang hidungnya kembali?"

   "Ban tua, jangan-jangan sudah terjadi hal yang tak diinginkan............"

   Kata Lan Ciu Sui sambil tertawa. Didalam gedung ini tak nampak seorang manusia hiduppun, bagaimana mungkin bisa terjadi hal-hal yang tak diinginkan? Sambil menggelengkan kepalanya Oh Put Kui segera berseru.

   "Ban tua, biar boanpwe pergi menengoknya, siapa tahu........."

   Belum habis tanya jawab dari kedua orang itu, mendadak dari balik ruangan sebelah kiri sudah berkumandang datang jeritan si pengemis pikun yang amat keras bagaikan babi disembilih.

   "Ban tua........... empek jenggot putih............ kongkong mampus.......... tolong......... tolong........."

   SEcepat sambaran kilat Oh Put Kui segera berkelebat menuju kedepan dan menerjang kedalam kesederetan bangunan rumah disebelah kiri itu.

   Kakek latah awet muda serta Peng-goan-koay-kek Lan Ciu- sui segera menyusul pula dibelakangnya.

   SEtelah melalui lima buah ruangan, akhirnya mereka temukan kembali pengemis pikun.

   Ternyata tubuh pengemis pikun sudah terjepit oleh tiga buah gelang besi yang besar sekali.

   Menyaksikan keadaan itu, Kakek latah awet muda segera berseru sambil tertawa.

   "Huuuhhh........ tak nyana si pengemis cilik masih tak tahu rikuh untuk berteriak minta tolong, andaikata bukan lantaran kemaruk harta, mungkin dia tak akan menderita pula, keadaan yang begitu mengenaskan........."

   Bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya dari pengemis itu? Bahkan Oh Put Kui sendiripun tak bisa menahan rasa gelinya dan tertawa tergelak.

   Ternyata ruangan itu merupakan sebuah kamar tidur.

   Waktu itu leher, sepasang tangan serta sepasang kaki si pengemis pikun telah terjepit oleh gelang besi yang dihubungkan dengan seutas rantai besar, ujung dari rantai tersebut terletak pada sebuah peti besar.

   Penutup dari peti besar itu, kini sudah terbuka lebar.

   Dilihat dari pemandangan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa sipengemis pikun telah membuka peti itu dan berusaha mencari barang berharga, siapa tahu dia telah menyentuh alat rahasia sehingga tubuhnya terjepit oleh gelang besi dan terantai disitu.

   Sambil menempelkan wajahnya diatas peti karena jengah, pengemis pikun kembali berteriak.

   "Saudara Oh, cepat bebaskan aku............."

   Sambil tertawa Oh Put Kui maju kemuka lalu menjepit gelang besi tersebut dengan jepitan jari tangannya, sekali pencetan saja gelang-gelang besi tersebut sudah patah menjadi dua.

   Dengan lemas pengemis pikun terjatuh kebawah dan tergelak diatas tanah.

   Tapi dengan jatuhnya sang badan kelantai, dari sakunya segera berhamburan pula kepingan-kepingan uang perak yang amat banyak jumlahnya.

   Menyaksikan hal ini, Oh Put Kui kembali berseru sambil tertawa tergelak.

   "Liok koko, kali ini kau betul-betul bakal kaya mendadak..............."

   Sambil tertawa Kakek latah awet muda berseru pula.

   "Hey pengemis cilik, kalau begitu beberapa ekor kudamu tidak sia-sia terbuang, aku lihat harta kekayaan yang tersimpan dalam gedung Keng-thian-lo ini tak sedikit jumlahnya, asal kau sanggup unutk membawanya semua, tak ada salahnya bila kau penuhi sakumu dengan benda-benda tersebut."

   Pengemis pikun menghela napas panjang, sambil merangkak bangun dari atas tanah, katanya.

   "Ban tua, lain kali boanpwe tidak kepingin memperoleh uang lagi........."

   "Waaaaah, pasti akan menyulitkan dirimu,"

   Seru Kakek latah awet muda tertawa.

   "tapi akan kubuktikan perkataanmu itu! Nah pengemis, kecuali uang-uang perak tersebut apakah kau berhasil menemukan sesuatu benda yang mencurigakan?"

   "Tidak, apapun tidak berhasil kutemukan!"

   Sahut pengemis pikun sambil menggeleng. Dengan kening berkerut Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Lan Ciu-sui, kemudian katanya lagi.

   "Lote, jangan-jangan kedatangan kita kemari hanya perjalanan yang sia-sia?"

   "Yaaa, mungkin juga!"

   Jawab Peng-goan-koay-kek Lan Ciu- sui tertawa. Tapi setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ujarnya lagi.

   "Ban tua, bagaimanapun juga aku tetap merasakan sesuatu yang tak beres!"

   "Apa yang tak beres?" @oodwoo@

   Jilid 40

   "Mengapa dua bersaudara Siau meninggalkan markas besarnya dengan begitu saja? Seandainya bukan disebabkan sesuatu sebab yang serius, dengan watak mereka, mustahil kedua orang tersebut akan berbuat demikian."

   "Saudara Lan, perkataanmu memang benar, tetapi jika Wi Thian-yang datang kemari untuk mengajak mereka berkomplot, kepergian mereka secara mendadak jadi tak aneh lagi!"

   "Nah itulah dia, saudara Ban, coba kau lihat, gedung Kheng-thian-lo telah menjadi sebuah bangunan kosong yang tak ada penghuninya kecuali sesosok mayat dari Lian Peng yang telah mereka dandani sebagai patung dewa, mungkinkah dibalik kejadian tersebut masih terdapat hal-hal yang perlu kita selidiki?"

   "Tentu saja, persoalan semacam ini memang ada nilainya untuk diselidiki lebih jauh!"

   Sahut kakek latah awet muda cepat. Kemudian dia berpaling kearah Oh Put Kui dan ujarnya lagi.

   "Anak muda, apakah kau berhasil mendapatkan suatu kesimpulan tentang kejadian tersebut?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Walaupun boanpwe berhasil menemukan beberapa hal yang mencurigakan namun tidak kuketahui apakah dugaanku tersebut benar atau tidak."

   "Kalau begitu coba kau utarakan cepat!"

   "Boanpwe rasa mereka tentu sudah tahu kalau kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan bukan seorang manusia yang dapat dipercaya, oleh karena itu disaat Lian Peng datang melaporkan tentang kedatangan kau orang tua bersama boanpwe yang berhasil menolong gwakong dari penjara, orang orang itu segera berkesimpulan bahwa gedung Keng Thian-lo inipun tak dapat dipertahankan lebih jauh, itulah sebabnya mereka segera memutuskan untuk pindah ketempat lain."

   Mendengar sampai disitu, kakek latah awet muda segera manggut-manggut sambil tertawa.

   "Ehm, sangat beralasan sekali, tetapi apa yang menyebabkan mereka menghukum mati Lian-Peng?"

   "Aku rasa dalam peristiwa ini hanya terdapat sebuah kemungkinan saja."

   "Apakah kemungkinan itu?"

   "Wi Thian-yang merasa amat gusar kepadanya karena perempuan itu tak mampu mempertahankan gedung Sian- hong-hu, karena itu dalam gusarnya ia segera membinasakan istri mudanya ini."

   "Kalau memang begitu, apa sebabnya pula mereka dandani mayatnya sebagai patung dewa yang dipuji dimeja altar?"

   Tanya Lan Ciu-sui pula sambil tertawa. Oh Put Kui turut tersenyum.

   "Yaya, menurut cucunda, ada dua kemungkinan apa sebabnya mereka berbuat demikian."

   "Kalau begitu cepatlah kau kemukakan."

   "Kemungkinan pertama, mereka hendak menggunakan cara begini untuk merahasiakan perbuatan mereka yang telah membunuh Lian Peng, agar selamanya tak ada orang yang mengetahui tentang kematian perempuan tersebut, sebab orang lain tak pernah akan berhasil menemukan mayatnya selama-lamanya.........."

   "Ehm......... alasan yang terlempau dipaksakan,"

   Lan Ciu- sui sambil tertawa.

   "andaikata diatas mayat ditaburi obat penghancur tulang, bukankah hal ini semakin beres lagi?"

   "Yaaa, cucunda sendiripun beranggapan alasan yang pertama ini terlampau dipaksakan."

   "Kalau begitu cepat kau kemukakan alasan yang kedua!"

   Seru kakek latah awet muda lagi.

   "Kemungkinan yang kedua, bisa jadi mereka sudah menduga kalau patung tersebut tak akan bisa mengelabuhi Ban tua, oleh sebab itu mereka kalau bukan ingin menggunakan mayat dari Lian Peng sebagai alat gertakan atau peringatan kepada kita, tentunya didalam tubuh mayat Lian Peng telah dipersiapkan suatu rencana jebakan lainnya yang amat keji............."

   Ketika berbicara sampai disitu, mendadak pemuda itu tersentak kaget, cepat-cepat serunya kepada kedua orang tua itu.

   "Celaka, bisa jadi kedua orang nona itu akan menemui ancaman bahaya.........."

   "Betul, mereka betul-betul kelewat gegabah,"

   Seru kakek latah awet muda sambil berkerut kening.

   "mari cepat kita tengok keadaan mereka............."

   Belum habis perkataan itu diucapkan, ia sudah bergerak lebih dulu menyusul kedua orang gadis tersebut.

   Oh Put Kui dan pengemis pikun segera mengikuti pula dibelakangnya.

   Hanya Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu seorang yang tidak turut pergi, dia tetap tertinggal didalam kamar tersebut, sebab kakek itu berpendapat bahwa riangan ini cukup mencurigakan dan harus diselidiki dengan seksama.

   Tak lama setelah kepergian kakek latah awet muda sekalian bertiga, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera melakukan penyelidikian yang seksama didalam kamar yang luasnya tiga kaki itu, tak sejengkal tanahpun yang dilewatkan olehnya.

   Alhasil Lan Ciu-sui berhasil mendapatkan sebuah benda yang berharga sekali.

   Benda yang tertinggal itu berupa kutungan sebatang pedang.

   Bahkan pedang itu tak lain adalah pedang milik Peng-goan- koay-kek Lan Ciu-sui dimasa lampau.

   Tiga puluh tahun berselang, dia telah menyerahkan pedang kesayangannya itu kepada putri tunggalnya Lan Hong.

   Tapi sekarang, tiba-tiba saja ia menemukannya kembali didalam ruang kamar Keng Thian-loo, menemukan pedang kesayangannya yang pernah dipergunakan selama banyak tahun ini sudah patah hingga tinggal sebagian kecil saja.

   Bisa dibayangkan betapa sedih dan gusarnya orang tua tersebut waktu itu.

   Sambil menggenggam kutungan pedang tersebut, Lan Ciu- sui berdiri termenung sampai lama sekali didalam ruangan, tak sedikitpun dia bergeser dari posisi semula.

   Sebab dia tak perlu berpikir terlalu jauh lagi, jelaslah terbukti sekarang bahwa pembunuh yang telah menghabisi nyawa putrinya tak lain adalah pemilik gedung ini, si jago pemabok dari loteng merah Siau Yau serta kakek pengejut langit Siau Hian.

   Dendam baru sakit hati lama datang bersama-sama, hal ini membuat pikiran dan perasaan jago tua ini menjadi amat kalut.

   Sedemikian kalutnya pikiran dan perasaannya, hingga kemunculan Oh Put Kui disisinya pun sama sekali tak diketahui olehnya.

   Oh Put Kui sendiripun dibuat tertegun oleh kejadian dalam ruangan tersebut, dia tak habis mengerti kenapa kakek luarnya hanya berdiri termangu didalam kamar tersebut sambil membelai sebilah kutungan pedang.

   Pelan-pelan dihampirinya orang tua itu, lalu tegurnya.

   "Yaya............."

   Dengan perasaan bergetar keras Lan Ciu-sui berpaling dan memandang sekejap ke arah Oh Put Kui, kemudian teriaknya.

   "Cucu, yaya telah berhasil mengetahui pembunuh ibumu..............."

   Kontan saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir didalam tubuhnya mendidih keras, serunya tanpa terasa.

   "Yaya, siapakah dia?"

   "Dua bersaudara Siau!"

   "Apakah yaya berhasil menemukan bukti yang kuat?"

   Lan Ciu-sui menghela napas panjang, sambil menggenggam kutungan pedang itu, katanya.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Nak, pedang ini merupakan pedang andalan yaya pada empat puluhan tahun berselang, sejak diwariskan kepada ibumu, yaya tak pernah mempergunakan pedang ini lagi, sungguh tak disangka pedang ini berhasil kutemukan lagi disini."

   "Kalau begitu............. ibu benar-benar sudah tewas ditangan gembong-gembong iblis she Siau itu!"

   "Ketika ibumu mewarisi pedang tersebut dulu, dia pernah bersumpah selama pedangnya ada orangnya ada, bila pedangnya hilang orangnya mati! Kini pedang tersebut kutemukan sudah kutung, pedang tersebut ditemukan dalam gedung Khong thian-loo, hal ini membuktikan pula kalau pembunuhnya sudah pasti dua bersaudara she Siau tersebut.........................."

   Kembali Oh Put Kui merasakan darahnya mendidih keras, segera teriaknya lantang.

   "Yaya, cucunda pasti akan membunuh kedua orang gembong iblis ini untuk membalaskan dendam bagi ibu.................."

   "Nak, yaya pasti akan membantumu hingga mencapai tujuan tersebut! Aaaaaaaiii..... bila teringat ibumu, aku jadi teringat kembali dengan masa kecilnya dulu................"

   Sepasang mata Oh Put Kui berkaca-kaca, tanpa terasa butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya..................

   Lama sekali kakek dan cucu dua orang ini berdiri berhadapan tanpa berkata-kata.

   Sampai akhirnya kakek latah awet muda dengan membawa pengemis pikun serta kedua orang gadis she Nyoo dan Kiau muncul kembali disitu, mereka baru menyeka air mata serta memperlihatkan sekulum senyuman getir...............

   Mungkin Oh Put Kui maupun Lan Ciu-sui tak ingin mengemukakan persoalan tersebut kepada mereka.

   Yaaaa, ketika kakek latah awet muda menjumpai mimik wajah kedua orang itu kurang beres dan ingin bertanyam Lan Ciu-sui telah berkata lebih dulu sambil tertawa hambar.

   "Saudara Lan, Put Kui teringat kembali ibunya secara tiba- tiba sehingga siautepun turut terbuai kedalam kesedihan. Nah, bagaimana dengan kedua orang nona tersebut? Tidak apa apa bukan?"

   Rupanya Lan Ciu-sui menemukan kedua orang gadis itu menunjukkan tanda-tanda lemah dan lemas, karena itu mengajukan pertanyaan tersebut. Dengan gemas kakek latah awet muda berseru.

   "Siau Yau si bangsat tua ini benar-benar berhati kejam dan buas, andaikata kami tidak datang tepat pada waktunya, dan cucumu tidak memiliki sebutir mutiara penolak bala, mungkin dua lembar nyawa gadis-gadis ini tak dapat tertolong lagi."

   "Apakah diatas tubuh Lian Peng telah ditaburi racun jahat?"

   Tanya Lan Ciu-sui tertegun.

   "Betul! Mereka telah menaburkan bubuk beracun yang amat keji itu dibalik pakaian yang digunakan Lian Peng..........."

   Ketika mendengar perkataan tersebut, satu ingatan kembali melintas dalam benak Oh Put Kui.

   Tadi, sewaktu mereka menyusul kedua orang gadis tersebut, ditemukan mereka berdua sudah tergeletak tak sadarkan diri disisi mayat si perempuan bunga dari Thian hoo- wan Lian Peng.

   Sedangkan pakaian yang dikenakan Lian Peng belum terlepas semua, pakaian dalamnya masih menempel diatas tubuh.

   Saat itu Oh Put Kui hanya berpikir untuk cepat-cepat memasukkan pil penolak bala ke mulut kedua orang gadis itu serta menawarkan racun yang mengeram ditubuhnya, sehingga tak sempat menyelidiki dimanakah racun jahat tersebut ditaburkan pada tubuh Lian Peng.

   Selain daripada itu Oh Put Kui pun sangat menguatirkan keselamatan kakeknya yang sampai lama sekali belum juga muncul, maka disaat racun didalam tubuh kedua orang nona itu sudah mereda dan mereka telah sadar kembali, cepat- cepat dia menyusul kakeknya tanpa sempat menyelidiki kembali dari bagian manakah racun tersebut menyerang Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui.

   Sekarang, setelah dia mendengar racun itu berasal dari balik pakaian Lian Peng, tanpa terasa diapun jadi terbayang kembali, mungkinkah semua gerak gerik mereka telah berada didalam perhitungan lawan? Mungkin mereka sudah menduga kalau Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui pasti akan menggantikan pakaian yang dikenakan oleh Lian Peng, bahkan mereka pun pasti sudah memperhitungkan, disaat Nyoo Siau-sian menggantikan pakaian dari Lian Peng, beberapa orang lelaki tentu tak akan hadir disitu, sebaliknya menyerahkan tugas itu semua kepada Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui.

   Bila hal ini berlangsung seperminum teh saja, niscaya Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah keracunan hebat dan jiwanya tak akan tertolong lagi.

   Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka bukan lain adalah ingin meracuni Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sampai mati.

   Ingatan tersebut melintas lewat dengan cepatnya dalam benak Oh Put Kui, begitu kakek latah awet muda selesai berbicara dan Lan Cui-siu baru sempat menghela napas sebelum menjawab, dia telah berteriak lebih dulu.

   "Ban tua, jadi racun itu dioleskan dibalik pakaian dalam Lian Peng...............?"

   "Benar!"

   Sahut kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "bahkan akupun berhasil menemukan bahwa racun yang digunakan juga merupakan racun yang paling keji di dunia ini..............."

   "Racun apakah itu?"

   Tanya Lan Ciu-sui.

   "Salep pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau!"

   Mendengar nama racun tersebut, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera berdiri tertegun.

   Sedangkan Oh Put Kui berseru kaget dengan wajah berubah hebat, diam-diam ia bersyukur dihati karena tak sampai jatuh korban jiwa.

   Dia pernah mendengar tentang keganasan salep pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau tersebut, konon racun itu terbuat dari pelbagai macam racun yang ganas, malah jauh lebih ganas dari pada racun Kim-jan-ku yang termashur itu.

   Andaikata dia tidak meiliki pil penolak bala yang ampuh kasiatnya, tidak mustahil Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah menemui ajalnya.

   Setelah terkejut dan berdiri tertegun sejenak, Oh Put Kui kembali berkata dengan suara dalam.

   "Ban tua, bila ditinjau dari semua kejadian yang tertera didepan mata sekarang, dapat disimpulkan kalau tuan rumah tempat ini telah memperhitungkan secara tepat akan kedatangan kita, dan sudah memperhitungkan juga kalau nona Nyoo bakal menggantikan pakaian buat jenasah Lian Peng.

   "Perkataanmu itu memang tepat sekali, yaa memang harus diakui kecerdasan Siau Yau patut dikagumi, dia memang hebat dan luar biasa, tapi sayangnya betapapun tepatnya perhitungan yang dia lakukan, ia tak pernah menyangka kalau kedua orang nona itu tak sampai menemui ajalnya."

   "Kebusukan dan kekejamannya benar-benar terkutuk, aku rasa tiada manusia kedua didunia ini yang memiliki kebuasan seperti Siau Yau....."

   Seru Lan Ciu-sui penuh perasaan dendam.

   "Lote, dalam hal ini kejam atau tidaknya Siau Yau bukan merupakan masalah."

   "Apa? Saudara Ban ingin membelai kedua orang iblis itu?"

   Seru Lan Ciu-sui dengan tertegun. Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaaaaaaahhhhhhhh......... haaaaaaaaahhhhhhhh.............. haaaaaaaaaahhhhhhhhh.......... mana mungkin aku akan berbuat seperti itu, hanya masalah sekarang adalah kita berdiri dalam posisi saling bermusuhan, mereka berusaha hendak membinasakan kita secepatnya, dia tak dapat disalahkan bila mereka bertindak tanpa sungkan-sungkan terhadap kita."

   "Saudara Ban, mari kita segera berangkat mencari mereka untuk beradu jiwa dengannya."

   Teriak Lan Ciu-sui lagi sambil tertawa.

   "Saudara Lan, kita tak perlu pergi mencarinya lagi."

   "Kenapa?"

   Seru Lan Ciu-sui tertegun.

   "apakah kau sudah mengetahui tempat tinggal mereka?"

   "Benar, benar sekali perkataanmu itu, mereka memang sudah meninggalkan petunjuk!"

   "Ban tua, berada dimanakah mereka sekarang ?"

   Teriak Oh Put Kui pula.

   "Mereka berada dilembah Sin-mo-kok!"

   Tiba-tiba Oh Put Kui membalikkan badan lalu berlarian meninggalkan ruangan tersebut. Kakek latah awet muda segera membentak keras setelah menyaksikan kejadian itu.

   "Hey, anak muda, mau apa kau?"

   "Boanpwe segera akan berangkat kelembah Sin-mo-kok!"

   "APakah kau akan pergi kesana dengan seorang diri ?"

   Tanya kakek latah awet muda lagi sambil tertawa.

   "Apakah boanpwe seorang tidak cukup?"

   "Tentu saja tidak cukup! Dua bersaudara Siau telah meninggalkan pesan ditubuh Lian Peng, dia menyuruh kau membopong jenasah dari Nyoo S iau-sian untuk pergi berduel dengan mereka? Anak muda, agaknya mereka sudah memperhitungkan dengan tepat bahwa kita akan kesana, itu berarti mereka sudah melakukan persiapan pula secara matang, bila sekarang kau harus pergi seorang diri, bukankah perbuatanmu itu sama artinya seperti anak domba yang menghantarkan diri kemulut harimau...........?"

   Oh Put Kui tertawa dingin. Tapi sebelum pemuda itu sempat menjawab, Lan Ciu Siu telah berkata lebih dulu.

   "Saudara Ban, siaute akan pergi bersama-sama bocah ini!"

   "Biar aku turut sertapun masih belum cukup!"

   Tukas kakek latah awet muda dengan wajah bersungguh-sungguh.

   "Aku tidak percaya!"

   Teriak pemuda itu. Kakek latah awet muda segera tertawa.

   "Kau tak usah tidak percaya, kau tahu anak muda, orang lain berambisi besar hendak mengangkangi seluruh dunia persilatan dan menyeret semua rekan persilatan berpihak kepadanya, bayangkan saja apakah kau mempunyai cukup kekuatan utnuk menentang kekuatan mereka itu?"

   Oh Put Kui segera berdiri tertegun, dia tidak mengira kalau persoalan tersebut mempunyai sangkut paut yang begitu besar dengan keselamatan dunia persilatan. Bahkan Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiripun turut dibuat tertegun.

   "Saudara Ban, apa kau bilang?"

   Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Kau tahu, mereka telah mempersiapkan pertemuan besar "Peluk kaum iblis mengembangkan ilmu silat"

   Yang ditetapkan akan diselenggarakan pada bulan enam tanggal lima belas, seluruh umat persilatan mungkin akan berkumpul disitu."

   "Benarkah itu?"

   Seru Lan Ciu-sui tertegun.

   "Saudaraku, buat apa aku mesti berbohong? Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh sekarang adalah mengadakan perseiapan sematang-matangnya. Dari pihak pulau neraka, Un-hiang-lo, perkampungan Tang-mo-san-ceng, para tianglo dari pelbagai partai besar serta Thian-tok-siang-coat serta Hong-gwa-sam-sianpun harus segera kita hubungi."

   Melihat si kakek latah awet muda yang selamanya berbicara santaipun kini menunjukkan wajah yang bersungguh-sungguh, Lan Ciu-sui segera sadar bahwa persoalan yang mereka hadapi sekarang bukan masalah sepele saja.

   Karena itu katanya kemudian kepada Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Nak, pergilah menjemput ayahmu sekalian, sedangkan masalah yang lain biar yaya serta Ban loko yang mengaturkan bagimu!"

   Oh Put Kui segera menyahut dan mohon diri.

   Tapi ada dua orang yang segera mengikutinya pula pergi meninggalkan tempat itu.

   SEtelah turun dari bukit Nyo-tay-san, Oh Put Kui langsung berangkat menuju kelautan timur.

   Menurut perhitungannya sepuluh hari lagi akan tiba hari Peh-cun, oleh karena ia pernah dipesan agar menjemput ketujuh orang tua tersebut setelah lewat hari Pek-cun, maka pemuda itu merasa tak perlu untuk cepat-cepat sampai ditempat tujuan.

   Biarpun begitu, ia toh melakukan perjalanan terus siang malam tiada hentinya.

   Akibat dari perbuatannya ini.

   kedua orang nona yang mengikuti perjalanannya itu menjadi tersiksa.

   Ketika fajar menyingsing pada bula lima tanggal enam, ia sudah tiba di Giok-huan.

   Maka pertama-tama dia pergi menghubungi si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Pao-tiong.

   Terhadap kemunculan Oh Put Kui yang sangat tiba-tiba ini, Ciu Poo-tiong menyambutnya dengan penuh kegembiraan, perpisahan selama beberapa bulan rupanya membuat sorot mata Oh Put Kui kelihatan lebih tajam dan bercahaya.

   Sambil tertawa kerasa kakek nelayan dari lautan timur segera berkata.

   "Oh lote, hanya berpisah beberapa bulan nyatanya kau kelihatan lebih hebat. Tentunya kemajuan yang kau capai selama ini amat pesat bukan? Aku benar-benar ikut merasa gembira..........."

   Oh Put Kui tertawa.

   "Pujian dari kau orang tua, hanya membuat aku menjadi rikuh sendiri........."

   "Haaaaaaaaahhh...... haaaaaaahhhhh....... haaaaaaaahhhhhhh..... apakah lote bermaksud mengunjungi pulau neraka lagi...........?"

   "Betul, boanpwe memang ingin merepotkan kau orang tua dengan menemani aku mengunjungi pulau neraka lagi..........."

   "Kapan kau siap akan berangkat......?"

   "SEtiap saat bila kau sudah ada waktu, tentu saja lebih cepat lebih baik!"

   "Bagaimana kalau tengah hari nanti? Biar aku mempersiapkan dulu sedikit sayur dan arak untuk mu."

   Buat apa kau persiapkan sayur dan arak? Apakah kau ingin minum arak diatas perahu?"

   Tanya Oh Put Kui sambil tertawa. Kakek nelayan dari lautan timur kembali tertawa.

   "Lote, bukankah kau bermaksud menjemput ketujuh malaikat tersebut untuk pulang ke Tionggoan? Nah itulah dia, aku akan persiapkan sayur arak untuk menjamu mereka."

   Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui menjadi tertegun.

   "Ciu tua, darimana kau bisa tahu?"

   Tanyanya kemudian dengan kening berkerut. Kembali Kakek nelayan dari lautan timur tertawa tergelak.

   "Lote, Poan cay siansu telah memberi kabar kepadaku, dia bilang bila lote datang lagi kepulau tersebut, berarti saat itulah saat ketujuh malaikat kembali kedaratan Tionggoan, Tentunya perkataan ini tidak keliru bukan lote?"

   Dengan perasaan baru mengerti Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Haaaaaahhhhhhh............ haaaaaaaahhhh.......... haaaaahhhh........... rupanya Poan-cay taysu yang mengabarkan kepadamu, boanpwe masih mengira............."

   Ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya, sebab dia merasa bahwa dugaannya kalau sikakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong mempunyai kepandaian untuk meramal adalah suatu perkataan yang menggelikan.

   Kembali kakek nelayan dari lautan timur Ciu-poo-tiong barkata sambil tertawa.

   "Lote, pergilah beristirahat dulu didalam perahu, aku akan segera mempersiapkan segala sesuatunya, tengah haru nanti kita sudah dapat mulai berangkat.............."

   Sambil berkata Oh Put Kui segera diajak menuju kesebuah perahu besar dengan tiga buah layar. Oh put Kui memperhatikan sekejap perahu besar itu, kemudian katanya sambil tertawa.

   "Ciu tua, apakah perahu ini baru saja kau beli?"

   "OOdwOooohh, perahu tersebut merupakan hadiah dari Hong-gwat-sam-sian..........."

   Terharu sekali hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, dia tahu Hong-gwat-sam-sian sengaja menghadiahkan perahu tersebut untuk kakek nelayan dari lautan timur dengan maksud agar dia bisa berangkat ke pulau neraka dengan leluasa serta menjemput kembali ayahnya sekalian bertujuh pulang kedaratan Tionggoan.

   Maka diapun menjura ketengah udara dan berkata sambil menghela napas panjang.

   "Demi urusan ayahku, ternyata Hong-gwa-sam-sian harus repot-repot menghadiahkan perahu, kejadian ini sungguh membuat hatiku tak tenang."

   Ciu Poo-tiong yang melihat hal ini cepat-cepat menyela sambil tertawa.

   "Lote, buat apa kau mesti berkeluh kesah.............. aku akan persiapkan dulu semua barang kebutuhan, silahkan lote beristirahat sejenak diperahu..........."

   Tengah hari itu, Oh Put Kui berdiri diujung perahu sambil menyaksikan ombak yang terbelah diterjang kapal.

   Ketika ombak memecah ditepian buritan segera menimbulkan suara yang amat keras.

   Tanpa terasa Oh Put Kui terbayang kembali pengalamannya ketika melakukan penyelidikan untuk pertama kalinya kepulau neraka, perasaannya waktu itu sungguh berbeda dengan perasaannya saat ini.

   Walaupun didalam perjalannya kali ini dia belum berhasil mengetahui siapa pembunuh ibunya, tapi berdasarkan pelbagai data yang berhasil dikumpulkan, ia sudah dapat menebak secara garis besarnya.

   Wi Thian-yang dan dua bersaudara Siau sudah jelas merupakan beberapa orang yang paling mencurigakan.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kawanan jago yang berada disekitar si Raja setan penggetar langit pun hampir semuanya mencurigakan, terutama sekali si pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia.

   Dia mempunyai kemungkinan yang cukup banyak sebagai otak dari seluruh peristiwa berdarah ini.

   Segala sesuatu yang ditemukan dalam kota Huang-si-shia nya, gerak geriknya yang misterius ditambah pula, tusuk konde Ngo-im-hun-kut-ciam telah muncul pula digedungnya, meski kemudian dia telah menjelaskan asal usul datangnya tusuk konde Ngo-im-hun-kut-ciam tersebut, tapi bukan mustahil kalau kesemuanya ini memang sengaja diatur oleh Kit Put-shia untuk mengelabuhi pandangan orang.

   Berbicara menurut kecerdasan otak serta kepandaian silat yang dimiliki Kit Put-shia, pekerjaan sekecil ini sudah pasti dapat dilakukan olehnya secara mudah, bahkan tidak sulit juga untuk tak diketahui orang.

   Oh Put Kui mendongakkan kepalanya memandang sekejap langit nan biru dengan sinar matahari yang memancar terik, ombak yang menggulung-gulung menimbulkan suara gemerisik.

   Ia merasa pikirannya terombang-ambing bagaikan gulungan ombak ditengah samudra entah sampai kapan baru dapat mereda kembali? Lama................

   lama sekali....................

   Hingga bayangan pulau neraka yang hitam muncul dikejauhan sana, pemuda itu baru sadar kembali dari lamunannya.

   Dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali dan bergumam sambil tertawa.

   "Aaaaaai, buat apa mesti dipikirkan? Tunggu saja setelah bertemu Kit Put-shia nanti, bukankah segala sesuatunya akan menjadi jelas dengan sendirinya..............."

   Oo0dw0oo Pelan-pelan perahu itu sudah merapat ditepian.

   Kelihayan si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong dalam mengemudikan perahu memang sangat mengagumkan, mau tak mau Oh Put Kui harus memuji kemampuannya itu.

   Bayangkan saja, perahu yang begitu besar ternyata dapat dikemudikan olehnya secara mantep dan tenang bagaikan perahu kecil saja, andaikata mesti berganti pelaut lain belum tentu mereka dapat melakukan semulus ini.

   Setelah jangkar diturunkan, layar digulung, kakek nelayan dari lautan timur segera berpesan kepada tiga orang kelasinya agar menjaga perahu itu baik-baik, sementara dia sendiri menemani Oh Put Kui naik kedaratan.

   Suasana diatas pulau amat sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun.

   Suasana yang dihadapi saat ini sama sekali berbeda dengan suasana ketika ia datang untuk pertama kalinya dulu.

   Waktu itu belum lagi mereka merapat ke daratan, serangan telah mereka hadapi secara gencar.

   Tapi kini, biarpun mereka sudah mencapai daratanpun belum nampak sesosok bayangan manusiapun yang muncul disitu.

   Mengapa begitu? Dengan kening berkerut Oh Put Kui segera berpaling kearah sikakek nelayang dari lautan timur.

   Sambil menggelengkan kepalanya Ciu-poo-tiong segera berkata.

   "Lote, apakah kau menaruh curiga kalau pulau ini sudah tiada penghuninya?"

   Oh Put Kui mengangguk.

   "Yaaa, boanpwe memang merasa amat keheranan............."

   Sambil tertawa Ciu-poo-tiong kembali berkata.

   "Saban hari aku berjaga-jaga dikota Giok-huau, biarpun tidak kuketahui secara jelas keadaan dipulau ini, tapi jika ada perahu yang masuk keluar pelabuhan, tak satupun yang bisa lolos dari pengamatanku."

   Hal ini membuktikan kalau ketujuh orang tua tersebut masih tetap berada diatas pulau.

   "Ciu tua, boanpwe hanya merasa heran, mengapa ayahku sekalian tidak menyambut kita seperti dulu, bahkan tak seorangpun yang datang menjenguk?"

   Ujar Oh Put Kui cemas.

   "Mungkin............... ayahmu sekalian telah memperoleh pemberitahuan lebih dulu dari Hong-gwa-sam-sian dan mengetahui kalau lote akan muncul dalam beberapa hari ini, itulah sebabnya mereka segera mengendorkan pos pengawasannya."

   "Moga-moga saja apa yang diduga Ciu tua memang benar...................."

   Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka berdua telah naik ke bukit berkarang.

   Dikejauhan sana mereka sudah melihat gardu Bong-ji-teng yang berdiri angker.

   Gardu yang berdiri menyendiri di puncak bukit karang itu kelihatan begitu mengenaskan dibawah timpaan cahaya matahari senja, terpancar pula kesepian yang amat mencekam.

   Suasana dipulau itu amat sepi, sedemikian sepinya sampai dapat terdengar mengalirnya sumber air diantara batuan.

   Oh Put Kui memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, tiba-tiba dia berbisik.

   "Ciu tua, kita akan pergi ke gua tempat kediaman mereka? Ataukah langsung menuju ke gardu Bong-ji-teng?"

   "Menurut pendapatku lebih baik kita langsung menuju ke gardu Bong-ji-teng!"

   Sahut Ciu Poo-tiong sambil tertawa.

   Oh Put Kui manggut-manggut, ia segera beranjak lebih dulu meninggalkan tempat itu.

   Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera mengikuti dibelakangnya, dalam waktu singkat mereka sudah tiba ditempat tujuan.

   Mendadak berkumandang suara tertawa yang amat nyaring dari balik gardu tersebut.

   "Nak, akhirnya kau datang juga?"

   Oh Put Kui segera menghentikan langkahnya sambil menengok, ternyata ia jumpai ke tujuh orang tua itu sedang duduk bersila dilantai gardu Bong-ji-teng tersebut.

   Tak heran kalau mereka tidak menjumpai seseorangpun, apalagi melihat dari bawah bukit, tentu saja sulit untuk menjumpai orang-orang itu.

   Begitu bersua dengan ketujuh orang tua itu, Oh Put Kui segera merasakan darah yang mengalir didalam tubuhnya mendidih, ia segera berteriak keras lalu menerjang masuk kedalam gardu Bong-ji-teng serta berlutut dihadapan ketujuh orang itu.

   "Ayah..........."

   Sambil berteriak ia berpaling kearah pedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng Thian.

   Oh Ceng-thian yang kurus nampak tertegun karena kaget oleh tindakan yang dilakukan oleh Oh Put Kui tersebut.

   Sekilas perasaan kaget dan girang yang sukar dilukiskan dengan kata-kata melintas diatas wajahnya yang tua, gumamnya agak tergagap.

   "Kau.......... bocah............. kau memanggil apa kepadaku...........?"

   Dengan mata berkaca-kaca oleh airmata Oh Put Kui berseru.

   "OOdwOoOoh ayah, aku adalah putramu yang hilang...................."

   Pedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng-thian kelihatan seperti terperanjat menghadapi peristiwa yang sama sekali tak terduga olehnya itu, dengan wajah kurang percaya dan kenign berkerut kencang ia berseru lirih.

   "Benarkah kau............. kau adalah putraku yang hilang?"

   "Ooh ayah, setelah kembali kedaratan Tionggoan dulu ananda selalu bertanya kepada toa pekhu, dan empek telah memberitahukan segala sesuatunya kepadaku.............."

   "Apakah sian-toako?"

   Tanya Oh Ceng-thian.

   "Ayah, ananda dibesarkan dan dipelihara oleh empek selama ini..............."

   Tiba-tiba Oh Ceng-thian melompat bangun dipegangnya sepasang bahu Oh Put Kui kencang-kencang lalu serunya.

   "Kau benar-benar adalah anakku yang hilang............."

   Butiran air mata nampak membasahi wajah loji dari tujuh malaikat dunia persilatan ini, perjumpaan yang mengharukan antara ayah dengan seorang anak yang hilang memang selain menjadi ajang memeras airmata.

   Lama sekali ayah dan anak saling berangkulan tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong yang berdiri diluar gardupun kelihatan berdiri dengan mata berkaca-kaca.

   Akhirnya si kakek pemabuk dari Tiang-nan-san Tu Ji-khong berseru sambil tertawa terbahak-bahak memecahkan keheningan tersebut.

   "Oh Ji-heng, kini putramu sudah datang dan seharusnya kau sambut dengan gembira, mengapa sih malahan kau berubah menjadi begitu lemah macam perempuan saja?"

   Dalam keadaan demikian, sikongcu berhati dingin Leng To yang kaku tanpa perasaan serta sastrawan latah pedang kitung Liong Ciau-thian yang sombong pun kelihatan terpengaruh oleh gejolak emosi dan sama-sama memperlihatkan rasa haru.

   Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan antara ayah dan anak ini telah membangkitkan perasaan baru bagi siapapun yang memandangnya.

   Ketika Tu-ji-khong selesai berkata, Oh Ceng-thian segera menarik tangan Oh Put Kui sambil katanya.

   "Nak, perkataan Tu-jit-siok mu memang betul, kita harus bergembira menyambut pertemuan ini! Selama delapan belas tahun, siang dan malam aku selalu mengharapkan dapat bertemu denganmu, ternyata Thian memang maha pengasih. Dia telah mengabulkan permintaanku dalam wujud suatu kenyataan! Nak, kita harus tertawa, kita harus bergembira.............."

   Mendadak gelak tertawa yang amat kencang dan memekakkan telinga bergema keluar dari mulut Oh Ceng- thian.

   Begitu keras gelak tertawa tersebut hingga kakek nelayan dari lautan timur hampir saja tak sanggup berdiri tegak.

   Kakek tinggi besar yang merupakan pemimpin dari ketujuh orang itu, It-gi-kit-jiu Ku Put-beng segera membentak keras.

   "Jite, jangan sampai gelak tertawamu melukai kakek nelayan dari lautan timur serta keponakan Put kui!"

   Rupanya gelak tertawa dari Oh Ceng-thian tersebut dipancarkan dari dalam pusar yang disertai dengan tenaga dalam amat dahsyat, barang siapa lemah tenaga dalamnya, dia tentu akan terluka oleh hawa murni yang terpancar keluar lewat suara tertawa itu.

   Ku Put-beng mengerti bahwa kakek nelayan dari lautan timur serta Oh Put Kui tak akan tahan menghadapi ancaman tersebut, karena itulah ia segera menegur.

   Padahal Oh Ceng-thian tidak sengaja berbuat begitu, dia hanya tertawa saking gembiranya.

   Baru setelah ditegur Ku Put-beng, ia segera menghentikan gelak tertawanya dan berkata sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Teguran saudara Ku memang tepat sekali, gara-gara lupa diri hampir saja aku membuat bencana besar.............."

   Sementara itu si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo- tiong berdiri dengan peluh sebesar kacang kedelai membasahi seluruh tubuhnya, hal ini membuktikan dengan jelas seandainya Oh Ceng-thian tidak segera menghentikan gelak tertawanya, niscaya dia akan terluka oleh suara tertawa pencabut nyawa dari Oh Ceng-thian tersebut.

   Tiba-tiba Jian-ih siansu merangkap tangannya didepan dada dan berkata sambil tertawa.

   "Putra yang dinantikan kini telah muncul, harap Mo kiam sicu jangan kelewat terpengaruh emosi, kini dunia persilatan didaratan Tionggoan sedang menantikan kehadiran kita semua, mengapa sicu tidak mengajak mereka masuk untuk duduk dan berbincang-bincang?"

   Oh Ceng-thian nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi segera serunya sambil tertawa.

   "Betul juga perkataan siansu.........."

   Dia segera menarik Oh Put Kui untuk menempati kasur duduknya, kemudian baru berkata lagi.

   "Nak, jumpailah keenam cianpwe mu.................."

   Dengan sikap amat hormat Oh Put Kui memberi hormat kepada keenam orang lainnya satu-persatu. Sambil tertawa terbahak-bahak sisastrawan latah pedang kutung Liong Ciok-thian berseru.

   "Hiantit, duduklah lebih dulu!"

   Padahal sastrawan ini termashur karena sombong dan latah, tapi sekarang justru bersikap begitu sungkan terhadap Oh Put Kui, kejadian semacam ini benar-benar diluar dugaan kakek nelayan dari lautan timur.

   Dengan sedikit agak rikuh Oh Put Kui segera duduk.

   Barulah waktu itu Ku Put-beng menggapai kearah Ciu Poo- tiong yang masih berdiri diluar gardu seraya berkata.

   "Nelayan tua she Ciu, kau pun boleh masuk dan duduk disini!"

   Ciu Poo-tiong tersenyum dan melangkah masuk kedalam gardu, setelah memberi hormat kepada ketujuh orang tua itu, dia menempatkan diri pada urutan yang paling akhir.

   Dalam pada itu si pedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng- thian berkata lagi dengan mata bersinar.

   "Nak, apakah kedatanganmu kali ini adalah untuk menjemput ayah sekalian untuk pulang kedaratan Tionggoan?"

   "Betul, ananda memang sedang melaksanakan perintah untuk menyambut ayah dan enam paman lainnya untuk kembali kedaratan Tionggoan!"

   Sahut pemuda itu tertawa.

   "Nak, kau sedang melaksanakan perintah siapa?"

   "Perintah dari Ban Sik-tong cianpwe."

   Mendengar nama Ban Sik-tong, ketujuh malaikat dari dunia persilatan ini sama-sama merasakan hatinya bergetar keras. It-gi-kitsu Ku Put-beng segera tertawa tergelak, katanya.

   "Apakah Ban Sik-tong masih hidup didunia ini nak? Haaaaaaaahhhhhh............ haaaaaaaaahhhhhh.............. haaaaaaaahhhhhh............ benar-benar tidak kusangka.........."

   "Siancay, siancay!"

   Seru Jian-gi siansu pula.

   "kehadiran orangtua ini didalam dunia persilatan betul-betul merupakan rejeki buat seluruh umat persilatan!"

   Sebaliknya coat-cing kongcu Leng To-yang bersikap dingin segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Bila si kakek latah awet muda masih hidup dikolong langit, mengapa kaum iblis didaratan Tionggoan masih tetap meraja lela? Nak, jangan-jang kau bukan bertemu dengan situa Ban yang sesungguhnya..........."

   "Boanpwe telah berkumpul selama beberapa bulan dengan situa Ban, yakin hal ini tidak bakal salah lagi,"

   Jawab Oh Put Kui segera.

   "Kalau toh si tua Ban masih hidup, mengapa kawanan iblis itu masih bisa merajalela seenaknya sendiri? Atau jangan jangan kakek latah awet muda sudah tidak mencampuri urusan keduniawian lagi?"

   Kembali Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Si tua Ban bukannya sudah tidak mencampuri urusan keduniawiaan lagi, tapi selama dua puluh tahun terakhir ini dia sendiri pun kena ditipu orang dan terkurung dalam sebuah bangunan loteng, dia baru lolos dari sekapan belum lama berselang!"

   "Siapakah yang telah menipu si tua she Ban itu?"

   Tanya Liong Ciok-thian tiba-tiba dengan kening berkerut.

   "Orang itu adalah Kit Put-shia!"

   Mendengar perkataan tersebut ketujuh orang tua itu kembali dibuat tertegun. Tiba-tiba Mi-sim-kui-ta berkata sambil tertawa.

   "Anak muda, apakah Kit Put-shia sudah menjadi pentolan kaum iblis didaratan Tionggoan?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Boanpwe tak berani sembarangan menduga, tapi kalau ditanya pendapat boanpwe sendiri, Kit Put-shia pribadi belum pernah munculkan diri untuk berbuat sesuatu kejahatan, tapi dia memang cukup mencurigakan!"

   "Mencurigakan bagaimana maksudmu?"

   Tiba-tiba Coat-cing kongcu menyela.

   "Kemungkinan besar dialah dalang yang menjadi otak dari semua kerisauan dalam dunia persilatan selama ini!"

   Si kakek pemabuk dari bukit Tiang-pek-san, Tu Ji Khong segera tertawa tergelak.

   "Haaaaaahhhh........ haaaaaahhhh........ haaaaaaaaahhhh........ kini kau sudah datang, berarti sumpah kita dulupun sudah berakhir, tentunya kita sudah boleh pergi bukan sekarang?"

   "Tentu saja!"

   "Nah saudara Ku dan saudara sekalian bila kita tidak pergi saat ini juga, mau menunggu sampai kapan lagi...........?"

   Perahu besar dengan tiga buah layar lebar kembali menempuh perjalanan mengarungi samudra bebas.

   Kegelapan malam telah muncul diujung langit, kegelapan pun mencekam seluruh permukaan bumi.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Impian buruk dipulau neraka kini sudah berakhir, daratan tersebut sudah jauh tertinggal diujung langit situ.

   Tujuh orang tua yang menyendiri, kini tidak menyendiri lagi.

   Oh Ceng-thian berhasil pula memperoleh kembali anaknya, dalam anggapan mereka bertujuh, bocah tersebut tak lain adalah ahli waris dari mereka bertujuh.

   Cin Poo-tiong dengan gagahnya berdiri diburitan perahu sambil memberi perintah kepada ketiga orang kelasinya untuk mengemudikan perahu.............

   Semenetara dalam ruangan perahu diselenggarakan perjamuan yang dinikmati ke tujuh orang itu dengan penuh riang gembira, mereka amat berterimakasih sekali atas kecermatan serta ketelitian Cin Poo Tiong dalam mempersiapkan segala sesuatunya.

   Dalam perjamuan ini, secara singkat Oh Put Kui menceritakan pula keadaan situasi didalam dunia persilatan, yang disambut ketujuh orang tua itu dengan helaan napas panjang.

   Kepada putranya, Oh Ceng-thian berkata demikian.

   "Nak, apakah keempat buah peristiwa berdarah yang pernah kau ceritakan ketika berkunjung kemari dulu, kini sudah terpecahkan?"

   "Belum!"

   Pemuda itu menggeleng.

   "Hmmm, apakah para ciangbunjin dan lima partai besar tak ada yang mengurusi persoalan ini?"

   Seru Coat-cing kongcu Leng To sambil mendengus marah.

   "Keluma orang ciangbunjin dari lima partai besar selalu mondar mandir kian kemari untuk melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut, namun hingga boanpwe akan berangkat kemari, belum nampak hasil penyelidikan mereka."

   "Masa begitu susahnya persoalan ini dipecahkan?"

   Seru Leng TO agak tertegun.

   "apakah pihak lawan dapat bekerja secara bersih tanpa menimbulkan sedikit jejakpun?"

   "Betul, mereka memang bekerja secara bersih tanpa meninggalkan jejak, hanya saja....................."

   Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan.

   "Menurut pendapat boanpwe, siraja setan penggetar langit Wi Thian-yang amat mencurigakan dalam beberapa peristiwa tersebut, sebab Nyoo Thian-wi serta Wi Thian-yang sesungguhnya adalah satu orang yang sama!"

   Jian-gi siansu segera tertawa.

   "Lolap rasa dugaan siau-sicu memang beralasan sekali, andaikata orang yang melakukan peristiwa tersebut benar- benar adalah Wi Thian-yang, berarti dibalik ketiga macam peristiwa berdarah itu sudah terselip suatu rencana atau untrik yang amat keji."

   "Apakah siansu tahu kalau diantara Wi Thian-yang dengan Hu-mo suthay sekalian terikat dendam?"

   Kata kakek pemabok dari Tiang-pek-san sambil tertawa. Jian-ih siansu menggelengkan kepalanya.

   "Lolap belum pernah mendengar tentang hal ini, kalau tidak, lolappun tak akan menganggap dibalik peristiwa tersebut masih terdapat intrik keji lainnya."

   "Boanpwe berpendapat dibelakang Wi Thian-yang tentu ada orang yang mendalanginya!"

   Kata Oh Put Kui selanjutanya.

   "Siapa yang mendalangi dia? Apakah Kit Put-shia?"

   Tanya sastrawan latah pedang kutung sambil mendelik. Oh Put Kui kembali menggeleng.

   "Boanpwe belum terlalu yakin akan kesimpulan yang kubuat, tapi berbicara menurut kepandaian silat yang dimiliki Wi Thian-yang rasanya dia tak akan berkemampuan untuk berbuat demikian, bisa saja dua bersaudara Siau patut dicurigai."

   "Betul, Siau Yau serta Siau Hian memang mempunyai kemampuan untuk berbuat demikian."

   Seru Mi-sim-kui-to tertawa. It-gi Kitsu Ku Put-beng berkerut keningnya, kemudian katanya sambil tertawa.

   "Nak, apakah selama ini kau pun tidak berhasil memperoleh sesuatu petunjuk dalam peristiwa ini?"

   Dengan perasaan menyesal Oh Put Kui tertawa.

   "Kecerdasan boanpwe sangat terbatas, boanpwe memang tidak berhasil menyelidiki persoalan tersebut..................."

   Padahal kalau berbicara dari hasil penyelidikannya, mungkin orang lain harus berjuang seumur hidup untuk mendapatkannya.

   "Nak, setelah kita kembali kedaratan Tionggoan, kemanakah kita akan bertemu dengan Ban Sik-tong?"

   Tanya Ku Put-beng lagi.

   "Gedung Un Hiang-lo di kota Kim-leng!"

   "Siau sicu, apakah gurumu Tay-gi sangjin juga akan hadir?"

   Tanya Jian-ih siancu. Oh Put Kui menggeleng.

   "Soal itu boanpwe kurang tahu..........."

   Belum habis dia berkata, tiba-tiba Oh Ceng-thian telah berseru dengan suara dalam.

   "Nak, apakah toa-pekmu pernah memberitahukan soal ibumu?"

   "Benar, beliau telah memberitahukan segala sesuatunya kepada ananda."

   "Apakah kau sudah selidiki siapa pembunuhnya? Apakah dia adalah Kok Cu-hong?"

   Tanya Oh Ceng-thian lagi dengan kening berkerut.

   "Menurut pemberitahuan dari si tua Ban, Kok Cu-hong telah tewas ditangan Nyoo Thian-wi, sedangkan mengenai si pembunuh itu sendiri, bisa jadi dia adalah Wi Thian-yang!"

   "Nak, mengapa kau tak dapat memberikan kepastian yang meyakinkan...........?"

   Tegur Oh Ceng-thian dengan marah.

   "Ayah, berhubung ananda belum berhasil memperoleh bukti yang pasti, maka belum berani kupastikan siapakah pembunuh yang sebenarnya."

   Tampaknya Coat-cing kongcu Leng To merasa sangat tidak puas atas teguran Oh Ceng-thian terhadap anak muda itu segera serunya.

   "Bocah, aku rasa apa yang kau perbuat sudah bagus sekali."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada Oh Ceng-thian sambil tertawa dingin.

   "Saudara Oh, tempo dulu kau malahan secara langsung terlibat pertarungan sengit dengan orang itu, tapi nyatanya kau tak dapat mengenali siapakah lawannya, mengapa kau malah menegur putramu sekarang? Apakah tindakanmu ini tidak keliru besar?"

   Sesungguhnya Oh Ceng-thian hanya menjadi gusar karena dorongan emosi, tentu saja dia tidak bermaksud menyalahkan Oh Put Kui.

   Setelah Coat cing kongcu Leng Tp menegurnya secara langsung, bukan saja hal itu menimbulkan rasa sesal dihati Oh Ceng-thian, namun menimbulkan pula rasa gembira dalam hatinya.

   Sebab dia cukup kenal dengan watak Leng To, sebagai seorang kongcu tanpa perasaan semestinya dia adalah orang yang kaku, aneh dan tak sudi memuji prang lain d


Rahasia Benteng Kuno Karya Chin Yung Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L Misteri Bayangan Setan -- Khu Lung

Cari Blog Ini