Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 10


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 10



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   Sehabis berkata begitu, mereka berdua lalu bangan berdiri. Peng Jie sambil memegang lengan Kim Loo Toa berkata .

   "Siok-siok jangan pergi, jangan tinggalkan Peng Jie, aku tidak ingin menjabat sebagai pemimpin dari partai pengemis, asal aku bisa bersama-sama kalian saja cukuplah."

   Berkata sampai disitu, ternyata air matanya sudah mengembeng dikelopak matanya.

   Muka Kim Loo Toa masih tetap tampak bengis, tapi tangannya pada saat itu tengah mengusap-usap kepala pemuda ini, dan dari mukanya yang buruk itu terpancar sinar kasih sayang yang dalam sekali kepada pemuda ini.

   Setelah berdiam diri sejurus lamanya, barulah dia berkata pada pemuda tersebut .

   "Peng Jie, kau sebagai pemimpin partai pengemis, tidak seharusnya gampang-gampang mengeluarkan air mata. Waktu ayahmu menyerahkan kedudukan ini, apakah katanya ? Lekas hentikan tangismu."

   Kim Loo Jie waktu melihat Peng Jie dengan bersusah- payah menahan air matanya, tidak terasa lagi dia menengadahkan kepalanya sambil menarik nafas panjang. Sambil memegang dan mengusap-usap tangan Peng Jie dia berkata dengan suara perlahan .

   "Peng Jie, dikemudian hari mundur majunya partai pengemis ini, semuanya tergantung atas kebijaksanaanmu. Kebanyakan para pahlawan, sebelum dia berhasil dalam usahanya yang besar, dia terlebih dahulu harus menderita. Oleh karena itu, kau harus berjuang keras, karena aku sendiri demi peraturan dari partai pengemis kita, maka sampai disini saja kita saling berpisah, kau harus menjaga dirimu baik-baik kelak dikemudian hari."

   Dengan perlahan-lahan pemuda itu menganggukkan kepalanya, lalu tampak air matanya yang mengucur. Kim Loo Jie lalu berkata pula .

   "Aku tahu pembantu dan bangsat tua she Li itu akan segera sampai untuk mengejarmu, tapi kau harus terus lari dan disepanjang jalan yang akan kau lalui itu, kau pasti akan mendapat bantuan dari orang-orang partai kami, sehingga bangsat she Li itu tidak akan dapat menangkapmu."

   Kim Loo Toa sambil menunjuk kepada jalan disebelah kanannya, lalu berkata pada Peng Jie .

   "Siok-siok akan mengambil jalan ini."

   Dia menunjuk pada jalan yang banyak sekali meninggalkan bekas-bekas telapak kaki itu. Sesudah itu mereka menunjuk kejalan yang tidak banyak bekas telapak kaki itu .

   "Kau harus mengambil jalan ini,"

   Ia berkata kepada si pemuda. Peng Jie menganggukkan kepalanya, tapi dia masih tetap tidak bergerak, Loo Toa lalu mengibaskan lengan bajunya sambil berkata dengan suaranya yang perlahan sekali .

   "Jalanlah."

   Peng Jie mengikuti kibasan lengan baju Loo Toa, badannya melayang kesuatu tempat sejauh beberapa tombak. Kemudin Peng Jie berkata .

   "Kim Siok-siok, selamat tinggal dan sampai kita bertemu kembali."

   Kim Loo Toa sambil menarik nafas panjang lalu menyahut .

   "Loo Jie, kitapun sudah seharusnya pergi."

   Sambil membalikkan badannya ia lalu memberi hormat pada Lie Siauw Hiong seraya berkata .

   "Sebentar lagi Kiam Sin Li Gok pasti akan mengejar sampai disini ..."

   Lie Siauw Hiong adalah seorang yang sangat cerdik dan arif bijaksana, maka jauh sebelumnya, dia sudah mengetahui maksud hati mereka, lalu dengan terpaksa dia berkata .

   "Kim Heng tenteramkan saja hati kalian, Siauw- tee dengan bangsat she Li itu pun mempunyai suatu persoalan yang harus diselesaikan."

   Perkataannya ini bermaksud bahwa dia tidak akan memberitahukan jejak Peng Jie kepada lawannya itu.

   "Kami sangat menghargakan sekali kebijaksanaan saudara,"

   Ulas Kim Loo Toa lagi.

   Kemudian dia menggandeng tangan saudaranya, serta-merta tubuh mereka mendadak sontak melayang pergi mengambil jalan yang banyak jejek kaki mereka sendiri tadi.

   Sebentar saja mereka sudah tak tampak lagi.

   Lie Siauw Hiong berpikir dalam hatinya .

   "Kepandaian yang sangat tinggi dari kedua saudara she Kim ini, sungguh sukar dicari bandingannya. Apalagi hati mereka yang demikian dermawannya, hingga jarang dijumpai dalam dunia yang fana ini. Sedangkan totokan yang dilakukan atas diri Peng Jie itu, sungguh menakjubkan sekali, sehingga aku yang sudah mempunyai kepandaian yang cukup tinggi, rasanya tidak dapat menahan serangannya."

   Pada saat itu sekonyong-konyong terdengar suara siulan orang yang panjang, menggema diudara dihutan yang sunyi sepi itu.

   Gema suara siulan itu amat menyeramkan, sehingga keseraman ditempat itu semakin menjadi-jadi saja.

   Sekali saja Lie Siauw Hiong mendengar suara siulan orang tersebut, seakan-akan ada suatu firasat yang memberitahukannya, bahwa dalam pada itu Li Gok tengah mendatangi kesitu.

   Begitu melihat sebuah bayangan berkelebat, Lie Siauw Hiong lalu pergi bersembunyi ditempat yang gelap dengan hati yang berdebar-debar.

   Lie Siauw Hiong tiba-tiba mengerutkan keningnya, dalam hatinya timbul satu pertanyaan .

   "Bila benar ini suara siulan Li Gok, dapat diketahui bahwa tenaga-dalamnya sungguh amat sempurna. Ini dapat diketahui dari gema dan bahna suara siulan yang dilepasnya, sungguh-sungguh jauh diluar dugaannya. Bila dibandingkan dengan cerita Bwee Siok-sioknya mengenai ketangguhan dan kepandaian orang ini, ternyata jauh lebih tinggi dan lebih kuat daripada apa yang pernah diceritakan Bwee Siok-sioknya itu. Mungkinkah dalam waktu sepuluh tahun ini, kepandaiannya sudah mencapai kemajuan yang demikian pesatnya ? Bila diperhatikan suara siulannya ini, kepandaiannya sudah mencapai satu tingkat yang disebut 'Kun-goan-kwie-it' (seluruh ambekannya telah dapat dipersatukannya dengan sempurna). Baru saja dia berpikir sampai disitu, tiba-tiba dari arah yang tidak berjauhan dengannya terasa ada angin orang yang lewat, berbareng dengan mana sebuah bayangan manusia telah melesat maju demikian cepatnya, tak jauh dimukanya. Orang tersebut berdiri kurang lebih setombak jauhnya dari muka kuil tersebut. Kecepatan berkelebat dan larinya itu sungguh-sungguh aneh dan mengagumkan, karena debu- debu jalan tidak beterbangan sedikitpun jua. Lie Siauw Hiong memuji tidak habis-habisnya akan kepandaian orang itu. Orang itu lalu memandang sebentar pada dua jalan yang bersimpang itu, kemudian dia melompat kebelakang, seakan-akan dia sedang menantikan kedatangan kawan- kawannya. Hal ini benar saja, tidak lama kemudian tampak datang melayang dua bayangan manusia. Sekalipun kedua orang ini datangnya cepat juga. tapi badan mereka penuh keringat, teranglah kedatangan kedua orang yang belakangan ini dilakukannya dengan tergesa-gesa, sedangkan kepandaian mereka inipun terang tidak setinggi yang dimiliki oleh kawannya yang sampai terlebih dahulu itu. Lie Siauw Hiong lalu membanding-bandingkan kepandaian mereka orang diri, sedangkan yang pertama kali datang adalah seorang yang rambutnya sudah putih semua, badannya agak kurus, tapi jangkung, dipunggungnya terselip sebilah pedang panjang. Warna pedangnya ini adalah kekuning-kuningan ketika beradu dengan cahaya sang rembulan. Muka orang ini amat lebar dan pelipisnya agak panjang, sedangkan sinar matanya amat tajam bagaikan mata elang saja, hingga dalam pandangannya ini terang memperlihatkan pengaruh yang kuat sekali.

   "Benar saja kau adanya,"

   Kata Lie Siauw Hiong dalam hatinya.

   Orang tua ini dengan apa yang diceritakan dan dilukiskan oleh Bwee Siok-sioknya, sedikitpun tidak berlainan, hanya misainya kini tampak sudah putih semuanya.

   Li Gok lalu memandang pada jalan disebelah kanannya, dimana terdapat banyak sekali jejak-jejak kaki manusia, lalu dengan suaranya yang dingin sekali dia berkata .

   "Hmmm, Kim Loo Toa dan Kim Loo Jie masih membuat permainan yang demikian dihadapanku, untuk menyesatkan Li Gok dengan kawan-kawannya dan membuat banyak bekas-bekas telapak kaki ini !"

   Lalu dia menggunakan tangan kanannya menunjuk kearah jalan disebelah kirinya, sambil membawa kedua kawannya pergi menyusul kearah jalan tersebut.

   Diam-diam Lie Siauw Hiong memuji atas kepintaran dan kecerdikan orang ini, apalagi setelah ternyata dugaannya ini sangat tepatnya, maka dengan demikian, mereka tidak dapat menipu Li Gok, dan dengan berbareng dan kecepatan yang mengejutkan, lalu dia memakai kedoknya kembali.

   Lie Siauw Hiong tidak dapat menahan lebih lanjut melawan ketegangan pikirannya sendiri, tapi setelah dia mengikat kedoknya kencang-kencang, barulah dia mendapat perhitungan yang sempurna.

   Pada saat itu Li Gok sudah berlari-lari dalam jarak beberapa tombak jauhnya, hanya yang terdengar siul nyaringnya, kemudian badannya melayang tiga tombak jauhnya.

   Dan ketika tubuhnya melayang ditengah-tengah udara dengan kecepatan bagaikan bintang beralih, Lie Siauw Hiong telah berhasil dapat mendahului Li Gok.

   Sejurus lamanya Lie Siauw Hiong gugup dan sangat terkejut, ketika menyaksikan kepandaian Li Gok.

   Hal itu adalah sedikit berlebihan, karena tempo hari salah satu dari Tiga Dewa Diluar Dunia, yaitu Hui Tay Su, yang sudah memiliki kepandaian yang demikian sempurnanya, dengan sekuat tenaga dia masih sanggup bertahan sampai tiga jurus.

   Dan sekalipun benar kepandaian Li Gok ini berada sedikit diluar dugaannya, tapi hal itu takkan menggetarkan hatinya.

   Apalagi karena sakit hati Bwee Siok-sioknya yang dalamnya laksana lautan itu, tidakkah dia dapat membiarkan lawannya ini berlalu begitu saja.

   Tapi kegugupannya ini mungkin disebabkan karena selama ini tidak pernah terbayang diotaknya akan bertempur dengan pemimpin lima partai itu.

   Tetapi waktu orang ini sudah berada dihadapannya, betul-betul dia menjadi terlalu gugup dan panik.

   Dan setelah dia melompat ini, diapun tidak merasa tegang lagi dan dengan amat cepat bayangan tubuhnya telah melampaui badan Li Gok.

   Sebenarnya Li Gok sendiripun tidak berlari dengan sepenuh tenaga, disebabkan kawannya yang tertinggal dibelakangnya agak berbeda jauh dengan kepandaian meringankan tubuhnya, tapi ketika kawan-kawan Li Gok melihat kecepatan seseorang yang melampaui pemimpin mereka demikian pesatnya ini, merekapun jadi sangat terkejut.

   Hal manapun dirasakan oleh Li Gok sendiri, yang merasa bahwa diatas kepalanya ada orang lain yang melayang lewat.

   Kemudian bayangan orang itu turun dihadapannya.

   Kecepatan orang ini sesungguhnya luar biasa sekali.

   Orang yang berdiri dihadapannya itu ternyata memakai kedok, hingga dari mukanya yang berkedok itu hanya kelihatan sinar mata yang sangat tajam.

   Dari arah belakang Li Gok terdengar suara seseorang yang berseru .

   "Suhu, justeru dia inilah ..."

   Orang yang berkata ini bukan lain daripada Tian-coat-kiam Cu Kat Beng, sedangkan yang seorang lagi, tentulah Tee-coat-kiam Ie It Hui.

   Mereka telah memberitahukan kepada Li Gok, cara bagaimana pergerakan mereka dimuka kuil itu telah dihalang-halangi oleh pemuda yang berkedok ini.

   Li Gok hanya terdengar mengeluarkan suara sumbang dari lubang hidungnya, dan dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan mata burung elang dia memperhatikan Lie Siauw Hiong pemuda yang berkedok itu, kemudian dia berkata pada kedua orang yang berdiri dibelakangnya .

   "Kalian boleh meneruskan pengejaran kalian, tidak sampai sepeminuman teh aku pasti datang menyusul kalian."

   Dalam nada suaranya ini, terang sekali dia telah menunjukkan ketinggian hatinya.

   Cu Kat Beng menyatakan baik, sambil menarik tangannya Ie It Hui lalu mereka melayang pergi, mereka telah menduga bahwa pemuda berkedok ini pasti akan selalu menghalang-halangi pergerakan mereka selanjutnya.

   Tapi tak disangka-sangka, pemuda berkedok ini bergerakpun tidak dari tempat berdirinya semula, dia hanya menggunakan pandangan matanya yang tampak sangat aneh dan luar biasa ditujukan pada muka Li Gok.

   Dan sesaat itu bayangan Cu Kat Beng dan Ie It Hui berdua telah lenyap dari pandangan mata.

   Sepasang lengan baju Li Gok yang panjang, tampaknya dengan acuh tak acuh dibiarkan begitu saja, tapi dalam hatinya dia sebenarnya sedang menduga-duga, siapakah gerangan pemuda berkedok yang berdiri dihadapannya ini ? Yang ternyata mempunyai nyali yang demikian besarnya berani menantang dia yang terkenal sebagai ahli pedang sejagat nomor satu ? Lie Siauw Hiong menganggap Bwee Siok-sioknya bagaikan ayahnya sendiri, maka musuh Bwee Siok-sioknya tentu saja dia anggap sebagai musuhnya sendiri juga.

   Sekalipun dia tidak pernah menyaksikan muka pemimpin lima partai ini, tapi dalam hatinya dia menganggap bahwa beberapa gelintir manusia ini sebagai orang-orang yang sangat hina dina.

   Begitu juga dia telah menganggap sama saja seperti Hay-tian-siang-sat yang telah membunuh orang tuanya itu.

   Li Gok sebegitu jauh belum juga turun tangan, karena dia ingin supaya lawannyalah yang terlebih dahulu berbuat demikian terhadapnya.

   Hal ini sudah jadi kebiasaannya sejak sepuluh tahun yang lalu.

   Sebagai seorang ahli nomor satu sejagat dalam ilmu pedang, dia sudah membiasakan dirinya bila bertempur tidak ingin turun tangan terlebih dahulu, begitulah keadaannya dewasa itu.

   Sejurus lamanya dia belum turun tangan juga, sebab lawannya ini belum mau memulai lebih dahulu, hingga masing-masing sama- sama menunggu tindakan lawannya.

   Justeru tengah dia merasa sangat terheran-heran, tampak tangan kiri pemuda yang berkedok ini dengan gerakan yang cepat bagaikan kilat telah disodokannya kearah dadanya, dan sebelum pukulan itu menemui sasarannya, angin pukulannya yang demikian kerasnya sudah mendahului menyamber kedadanya.

   Li Gok menyambut dengan tertawa panjang dan dia bahkan tidak terdorong mundur, tapi sebaliknya dia malah maju kemuka, sesudah badannya berkelit sedikit kepinggir kemudian sepasang tangannya lalu digunakan untuk menotok kedua pasang mata Lie Siauw Hiong.

   Menampak serangan lawan ini, dia tidak menarik pulang pukulannya, hanya dengan tangan kanannya dia lalu menyabet tubuh lawannya, yang ternyata merupakan bagian lemah yang tampak pada detik itu.

   Li Gok tanpa banyak pikir lagi, dengan serentak dia angkat tangan kanannya untuk menangkis dan berusaha akan selekas mungkin berada diatas angin.

   Pada waktu ia membalas menyerang lawannya, Li Gok telah menggunakan tipu 'Tian-ho-liauw-goan' (api langit membakar tanah datar).

   Tipu 'Tian-ho-liauw-goan' ini adalah satu tipu yang sangat hebat sekali, karena tipu tersebut mengandung serangan dan penjagaan dengan sekaligus.

   Apalagi tipu ini dilakukan oleh Li Gok sendiri, hingga orang segera dapat melihat betapa lihaynya ilmu pukulan itu.

   Baru saja kepalannya menjurus kearah lawannya, kepalan yang datang belakangan sudah sampai lebih dahulu dimuka, hingga ini betul-betul merupakan sebuah tipu muslihat lihay yang membuat orang sukar untuk menghindarkannya.

   Tapi tak disangka-sangka, baru saja dia melakukan serangan yang hebat ini, tiba dia kehilangan sasarannya, karena entah dengan tipu dan cara bagaimana, ternyata lawannya sudah berhasil menukar kedudukannya.

   Li Gok yang sudah mempunyai pengalaman yang cukup luas, mula-mula memang dia kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri, tapi belakangan lambat-laun tapi pasti, dia sudah berhasil menenangkan kembali kegugupannya, sehingga dia dapat bertempur kembali dengan tenang sementara itu, dia sedang melayangkan satu pukulan yang ditujukan kearah pinggang lawannya yang berkedok itu.

   Perubahan yang dilakukan oleh Li Gok ini, seakan-akan dipaksakan oleh karena kehilangan Lie Siauw Hiong, tapi ketika melihat perubahan ini, benar-benar Lie Siauw Hiong merasa amat kagum terhadap lawannya yang sudah memiliki pengalaman yang sangat luas itu.

   Pukulan yang mereka langsungkan sekali ini, sekali lagi menyebabkan kedudukan mereka berubah pula, lalu kemudian terdengar suara 'sreeet'.

   Sebilah pedang panjang sudah berada ditangan Li Gok.

   Lie Siauw Hiong lalu mundur setengah langkah, dengan matanya yang tajam diperhatikannya pedang Li Gok yang agak luar biasa panjang dan berbentuk kuno itu.

   Pedang itu bersinar kebiru-biruan, teranglah bahwa pedang itu adalah sebilah pedang pusaka.

   "Sebilah pedang yang bagus ! Tapi yang mana lebih baik bila dibandingkan dengan pedang 'Bwee Hiang Kiam' dari Bwee Sioksiok ini ?"

   Desis Lie Siauw Hiong seorang diri. Dahulu waktu Lie Siauw Hiong mempertunjukkan kepandaian pedang dimuka Bwee Siok-sioknya, Bwee San Bin pernah berkata kepadanya .

   "Kabarnya dulu Li Gok telah memperoleh sebilah pedang pusaka kuno. Pedang itu bernama 'Ie Hong' Poo Kiam. Tapi bila benar pedang itu seperti apa yang kuduga, pedang Bwee Hiang Kiamku ini walaupun termasuk sebilah pedang kuno pula, ada kemungkinan tidak dapat melawannya. Konon kabarnya untuk dapat membuat sebilah pedang seperti pedang Ie Hong Kiam itu, diperlukan pohon-pohon bambu merah yang sudah ribuan tahun tuanya. Dan kebetulan pohon yang dibutuhkan itu tumbuh sebatang dibelakang gunung kita, setelah pohon tersebut sempurna masak dan tua, barulah kita dapat membuat pedang seperti pedang Li Gok atau pedang 'Ie Hong' itu. Pada saat selesainya pedang itu, kuserahkan kepadamu dan dengan menggunakannya, kau melatih jurus-jurus 'Kiu-cie-kiam-sek' dengan pedang 'Bwee Hiang Poo Kiam' tersebut, maka pada saat itu pulalah, kau akan merasa puas."

   Sehabis mengucap perkataannya, orang tua itu pun tertawa besar. Tampaknya dia begitu optimistiskan pedang Li Gok. Oleh sebab itu, dalam menyaksikan pedang Li Gok yang sangat tajam dan berwarna kebiru-biruan itu, dalam hatinya dia berpikir .

   "Sekali turun tangan saja, pedangku pasti binasa. Sekalipun apa yang akan terjadi, aku dengan kecepatan yang melebihinya harus mendahului menyerangnya. Dahulu Bwee Siok-siok pernah memesanku, agar jangan sekali-kali melawan ketua lima partai tersebut, tapi dewasa ini kami sudah saling berhadapan, maka walau bagaimanapun jua, akibatnya aku harus melawannya dengan mati-matian."

   Berpikir sampai disitu, tanpa ragu-ragu lagi Siauw Hiong pun segera mencabut pedangnya, ketika Li Gok terdengar berseru .

   "Bocah lekas keluarkan senjatamu."

   Dengan mengeluarkan suara "sreeeet", suara pergesekan pedang dengan sarungnya, ternyata tangan Lie Siauw Hiong telah menggenggam sebilah pedang, kemudian sambil memegang kedoknya ia telah berteriak dengan suaranya yang panjang.

   Suara teriakannya ini sangat tajam seperti tusukan sebilah pedang saja, sedangkan tangan kanannya yang memegang pedang, lalu digerakkannya sebentar.

   Dalam kegelapan malam terdengar pedang itu mengeluarkan angin yang menderu-deru.

   Muka Li Gok yang sedang berdiri dihadapannya tampak berubah, untung benar dia telah melihat dengan tegas.

   Pedang itu membentuk tujuh kuntum bunga bwee, hingga hampir saja terlompat dari mulutnya kata-kata .

   "Bwee San Bin !"

   Lie Siauw Hiong kembali mengeluarkan suara ejekannya, dan seraya menggerakkan pedangnya kian kemari dengan sangat lincahnya, tapi pedang itu tidak pernah berubah arahnya.

   Chit-biauw-sin-kun telah menampakkan dirinya kembali dalam dunia Kang-ouw ! Kabar mengenai ini memang pernah Li Gok mendengarnya, tapi waktu Bwee San Bin tewas dalam tangannya sendiri, tatkala itu dia dibantu oleh empat orang kawannya.

   Mula-mula kabar angin ini dianggapnya isapan jempol belaka, tapi setelah ia berhadapan dengan pemuda berkedok itu, apalagi setelah dilihatnya sepak terjang pemuda ini, yang kepandaiannya betul-betul lebih tinggi dan tenaga-dalamnya lebih hebat jika dibandingkan Chit-biauw-sin-kun, tampaknya ia baru mau percaya dengan kebenarannya 'kabar angin' itu.

   Pada saat itu pergerakan pedang Li Gok yang demikian cepatnya sudah meluncur kearah diri si pemuda.

   "Tidak perduli apapun yang akan terjadi, pemuda ini pasti mempunyai sangkut-paut yang sangat erat dengan Chit- biauw-sin-kun yang akan menjadi penyakit bagiku dikemudian hari,"

   Pikir pemimpin dari lima partai besar itu.

   Begitu nafsu membunuhnya timbul, lalu dia berteriak panjang dan pedang yang berwarna biru itu, lalu berkelebat dan ditusukkannya kepada muka lawannya, hingga dengan begini, dia telah mengalihkan dari penjaga diri menjadi pihak penyerang.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 19 Pemuda yang berkedok itu, lalu mengubah cara bersilatnya, begitu pula Li Gok pun segera mengikuti jejak lawannya, dengan tipu 'Li-hong-tiauw-yang' (burung Hong menghadapi matahari), dia menyerang jalan darah 'Kie-hay- hiat' pada tubuh Lie Siauw Hiong.

   Untuk menghadapi serangan lawannya ini, Siauw Hiong pun segera menggunakan tipu 'Hong-long-bwee-eng' (angin memainkan bayangan pohon Bwee).

   Ternyata serangan Lie Siauw Hiong dengan tipunya ini hampir menemui sasarannya.

   Serangannya itu nyaris mengenai tenggorokan lawannya.

   Dan dengan tipunya ini pula, Lie Siauw Hiong telah berhasil pula menangkis serangan lawannya.

   Sewaktu Lie Siauw Hiong hendak melancarkan serangannya, Li Gok telah berlaku waspada dan bersiap sedia jauh sebelumnya.

   Dalam pada itu belum lagi serangannya sendiri mengenai lawannya, dia telah mengubahnya dan menusuk kepundak lawannya dengan tipu 'Kwie-kiam-hui-leng' (pedang setan membawa maut), sedangkan Lie Siauw Hiong sendiri terpaksa menghadapi serangan lawannya ini dengan menggunakan tipu 'Ca-keng- bwee-bian' (gerakan yang sekonyong-konyong dari pohon bwee yang menusuk orang bila ia lalai).

   Li Gok segera mengetahui dan dia terpaksa harus segera pula merubah cara serangannya.

   Karena dia ingat benar tipu serangan Chit-biauw-sin-kun yang paling berbahaya ini, tambah lagi satu hal yang membuat dia merasa amat geram ialah serangan ujung pedang Lie Siauw Hiong ini menuju kearah dimana dia harus menghindarkan dirinya, sehingga dia merasa tidak berdaya.

   Bila hal semacam ini terjadi pada orang lain, pasti orang itu tidak berdaya sama sekali dan tinggal menunggu saat kematiannya saja, tapi Li Gok tidak mudah tertipu oleh lawannya.

   Dengan mengerahkan semangatnya yang terakhir, dia lalu melompat keluar sejauh tiga meter.

   Begitulah masing-masing pihak telah merubah siasat serangan mereka sebanyak tiga kali, tapi ujung pedang mereka belum pernah saling berbenturan satu sama lain.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Selama itu Li Gok sudah dua kali menghadapi serangan- serangan Lie Siauw Hiong yang mematikan.

   Perubahan yang dilakukan oleh Li Gok dalam saat-saat yang terakhir itu, ternyata sangat jitunya.

   Menurut keterangan yang pernah diceritakan Bwee Siok-sioknya, ternyata kepandaian Li Gok kini telah mengalami kemajuan yang amat pesat.

   Mungkinkah dalam waktu sepuluh tahun ini dia telah memperoleh kemajuan sepesat ini ? Pikir sampai disini, lalu dia mengingat-ingat akan pertempurannya yang baru saja dia lakukan dengan pemimpin dari lima partai ini.

   Kemudian terpikir olehnya, apabila dia tidak memperoleh tambahan pelajaran dipulau Siauw Ciap Too, dia yakin bahwa ia pasti tidak dapat melayani lawannya ini dengan baik.

   Sebaliknya Li Gok sendiripun merasa heran dan terperanjat juga, hingga diam-diam dia berpikir .

   "Ah tipu ini adalah tipu istimewa dari Chit-bauw-sin-kun yang disebut 'Kiu-cie-kam-sek', tapi bila dibandingkan dengan masa yang lalu, ternyata kepandaiannya lebih tinggi dan hebat, sedangkan tipunya ini seakan-akan tepat sekali untuk menghadapi ilmu pedang Kong Tongku ini, apakah benar dia ..."

   "Hmmmm,"

   Lagi-lagi terdengar suara jengekan dari lubang hidung, hingga dia merasa bahwa suara tersebut hampir sama saja dengan suara Chit-biauw-sin-kun pada sepuluh tahun yang lampau.

   Dengan ini, hatinya menjadi semakin terperanjat.

   Dengan tipu-tipu 'Kiu-cie-kiam-sek'nya ini, Lie Siauw Hiong menyerang lawannya kembali dengan gencarnya, laksana gelombang yang bergulung-gulung tak bisa habis- habisnya.

   Kiam-sin Li Gok yang mendapat julukan sebagai 'ahli pedang nomor satu sejagat', kepandaian ilmu pedangnya segera dapat diketahui bagaimana kelihayannya.

   Dengan mengempos semangatnya, dia lalu melawan musuhnya dengan mati-matian.

   Dengan demikan, diapun dapat menjaga dan dapat pula menyerang lawannya itu dengan secara berimbang.

   Sekonyong-konyong ujung pedang Lie Siauw Hiong tersentuh dengan sinar pedang yang berwarna biru dari lawannya.

   Dia segera miringkan pedangnya dan tidak berani membenturkannya, tapi dia masih sempat merasakan adanya hawa yang dingin menyamber melalui ujung pedangnya, tidak terasa Lie Siauw Hiong menjadi bukan main terkejutnya.

   Buru-buru dia melompat mundur sampai tiga langkah, dengan menundukkan kepala untuk memeriksa pedangnya sendiri, yang ternyata sudah bercacat sebesar kacang.

   Dan sini Lie Siauw Hiong baru mengetahui, bahwa ketajaman pedang lawannya itu amat luar biasa.

   Dia terpekur sejurus lamanya.

   Justeru tepat pada saat itu, dari arah kirinya terdengar suara daun berkeresekan, tiba-tiba meloncat turun satu bayangan manusia.

   Dari sinarnya bulan yang remang- remang itu, dia dapat mengenali orang yang tengah mendatangi ini bukan lain daripada Tee-coat-kiam Ie It Hui adanya.

   Ie It Hui datang kesitu sambil memeluk tubuh Cu Kat Beng yang tampaknya sudah pingsan.

   Pada saat itu ketika melihat keadaan Cu Kat Beng, muka Li Gok menjadi lebih hitam, sehingga membuat hati orang merasa gentar melihatnya, lalu dengan tenang dia menghampiri Ie It Hui.

   Waktu melihat rambutnya Ie It Hui acak-acakan tidak keruan, bajunyapun compang-camping dan mukanya kelihatan pucat, maka It Hui yang melihat muka gurunyapun tidak seperti biasanya, lalu dia berkata dengan terputus-putus .

   "Mereka ... Kim Loo Toa dan Kim Loo Jie ..."

   Mendengar ucapan muridnya itu, sinar mata Li Gok menatap wajah murid itu dengan sorotnya yang tajam, hingga membuat muridnya itu tidak berani melanjutkan perkataannya.

   Kemudian Li Gok melirik pada pemuda berkedok yang berdiri dihadapannya dengan rupa keheran- heranan.

   Mengapa orang ini dibawah ancamanku sebagai seorang 'ahli pedang nomor satu sejagat' masih bisa bertahan dan tidak kurang sesuatu apapun dalam pertempuran sekian jurus lamanya itu ? Dalam memikirkan tentang ketangguhan lawannya ini, kemudian Li Gok memandang pada Cu Kat Beng yang tengah pingsan itu.

   Dilihatnya daging dipundak kiri Cu Kat Beng berlumuran darah, bajunya terkoyak dan berkeping- keping kecil terbang melayang-layang mengikuti hembusan angin.

   Tapi waktu dia memandang lebih teliti lagi tampak pundak muridnya ini, disitu terdapat bekas jari-jari lawannya yang meninggalkan warna yang hitam legam.

   Lie Siauw Hiong setelah melayangkan pandangannya sekilas lalu pada Cu Kat Beng, dia segera mengetahui, bahwa yang melakukan hal itu pastilah tangan Kim Loo Toa sendiri, tapi dalam keadaan begitu, dia masih tetap berdiri disitu, tanpa bersuara.

   "Bwee San Bin itu aku sendirilah yang telah membinasakannya,"

   Berkata Li Gok didalam hati.

   "Apakah pemuda berkedok ini murid atau keturunannya ? Tidak mungkin, tidak mungkin ! Tapi jika melihat tenaga- dalamnya sendiri, pasti dia telah berlatih diri dalam saat yang tidak pendek, atau setidak-tidaknya sehingga puluhan tahun lamanya. Siapakah gerangan dia ini sebenarnya ?"

   Li Gok berkeyakinan, bahwa pemuda berkedok itu tak lain daripada Bwee San Bin sendiri, jika tidak, tak mungkin ada orang lain lagi yang mempunyai kepandaian setinggi itu.

   Bagi Li Gok, warna hitam seperti pada pundak Cu Kat Beng itu telah seringkali dilihatnya.

   Kemudian dia berkata seorang diri didalam hatinya .

   "Kim Loo Toa, Kim Loo Jie, marilah kita ..."

   Seketika itu, pikirannya tertuju sepenuhnya pada kejadian dan persoalan Cu Kat Beng, tapi disamping itu, diapun tidak putus-putusnya memikirkan pemuda berkedok ini.

   Lie Siauw Hiong masih tetap berdiri ditempat tadi.

   Badannya yang kurus tinggi ini tampak berdiri dengan gagahnya, dan dari sepasang matanya memancarkan sinar pandangan yang tajam sekali.

   Dalam pada itu, dengan sekonyong-konyong Li Gok membentak Ie It Hui .

   "Pergi !"

   Tanpa mengindahkan Lie Siauw Hiong pula, Li Gok tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan pergi kearah Kim Loo Tea dan Kim Loo Jie yang telah melenyapkan diri itu.

   Ie It Hui memondong tubuh Cu Kat Beng pergi mengikuti jejak gurunya, dan sebelum dia pergi, dia masih sempat melayangkan pandangannya yang keheran-heranan kepada pemuda yang berkedok itu.

   Sebelum Li Gok meninggalkan tempat itu, ia telah berpikir semasak-masaknya, yaitu kalau sampai dia sebagai seorang 'ahli pedang nomor satu sejagat' yang telah sangat terkenal namanya dikalangan Kang-ouw dapat dijatuhkan oleh seorang pemuda berkedok yang berkepandaian tinggi dan namanya belum pernah disebut-sebut dalam dunia persilatan, dan tak yakin bahwa Chit-biauw-sin-kun hidup kembali, maka ia lebih baik segera meninggalkan tempat itu untuk mencari pada Kim Loo Toa dan Kim Loo Jie.

   Li Gok sendiri diam-diam mengakui didalam hati tentang kehebatan ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-sek' pemuda berkedok itu.

   Maka demi menjaga nama dan mempertahankan derajatnya, lebih baik lagi akan ia meninggalkan saja Lie Siauw Hiong itu, dengan didalam hatinya ia rela Siauw Hiong menamakannya penakut, asalkan orang-orang dalam kalangan dunia persilatan jangan mengatakan demikian.

   Karena hal ini dapat membuatnya kehilangan muka sebagai seorang pemimpin dari lima partai besar.

   Lie Siauw Hiong tetap berdiri ditempatnya semula, dia tidak bermaksud melakukan pengejaran terhadap lawannya ini, tapi dalam hati dia berpikir .

   "Tunggu sesudah pedang 'Bwee Hiang Kiam'ku diperbaiki kerusakannya, barulah akan kugulung engkau dengan sekali jalan saja !"

   Setelah bayangan Ie It Hui lenyap, tiba-tiba Lie Siauw Hiong mendengar suara mendatangnya seseorang, yang ketika ia coba menoleh kearah suara itu, benar saja dijalan tersebut tampak seseorang yang sedang jalan mendatangi.

   Setelah orang itu datang mendekati pada kuil kecil itu, tampaknya ia memperlambat tindakan kakinya, dan dibawah sinar bulan orang itu tampak berjalan memakai baju berwarna biru, badannya sedang, mukanya sangat tampan sekali.

   Dengan sepasang alisnya yang berbentuk bulan sabit menaungi sepasang matanya yang tajam berkilat-kilat itu, Siauw Hiong segera dapat melihat dengan tepat, bahwa orang ini adalah kawannya yang telah beberapa saat berpisah dengannya, yaitu Gouw Leng Hong.

   Lie Siauw Hiong setelah melihat bayangannya Li Gok telah berlalu jauh, lalu dia mengitari tempat tersebut.

   Pada saat itu, Gouw Leng Hong juga sedang bermaksud membuka pintu kuil tersebut, sedangkan mukanya yang tampan itu terbayang perasaan tegang.

   Tatkala itu, Lie Siauw Hiong yang mendekati dibelakang Gouw Leng Hong, lalu mencabut pedang panjangnya, dengan mana lalu ditusukannya kearah si pemuda she Gouw, hingga Leng Hong sendiri yang merasakan dari arah belakangnya menyamber angin dingin, buru-buru dia membalikkan tubuhnya menyambut serangan lawan gelap itu.

   Sementara Lie Siauw Hiong dilain pihak segera menanggalkan kedoknya sambil tertawa terbahak-bahak.

   Gouw Leng Hong pun tidak terasa lagi menjadi tertawa pula terkekeh-kekeh dan berkata .

   "Ai, ternyata kaulah yang bergurau, Hiong Tee. Kau sangat nakal dan benar-benar telah menyirapkan darahku bukan kepalang."

   Dengan sengaja Lie Siauw Hiong berkata .

   "Tempo hari secara sekonyong-konyong kau telah meninggalkan aku, kau membiarkan aku sendirian menempur Hay-tian-siang- sat, sehingga hampir saja jiwaku melayang dalam tangan mereka."

   Mendengar penuturan kawannya, Gouw Leng Hong merasa terperanjat sekali dan lalu berkata .

   "Aku kira dengan mengandalkan kepandaianmu, kau dapat melibat mereka dan pasti tidak akan menimbulkan kesukaran apa- apa, tidak kusangka bahwa kau benar-benar telah bertempur dengan mereka secara mati-matian."

   Lie Siauw Hiong lalu menceritakan segala sesuatu yang telah terjadi pada Gouw Leng Hong, hingga Gouw Leng Hong yang mendengarnya merasa sangat tegang sekali, tapi waktu melihat muka Lie Siauw Hiong yang bercerita sambil berseri-seri ini, diapun tidak dapat menahan untuk tidak turut tertawa, maka dengan gembira ia berkata .

   "Hiong Tee, ternyata jodohmu sangat hebat sekali."

   Sebenarnya sejak kanak-kanak Lie Siauw Hiong sudah mempunyai tabiat pendiam, tapi bila dimuka saudara angkatnya ini, dia berubah sama sekali dan tidak putus- putusnya suara tertawanya berderai.

   Gouw Leng Hong pun lalu menceritakan pengalamannya kepada Lie Siauw Hiong .

   "Waktu aku mengejar Cu Kat Beng, aku berjumpa dengan bangsat tua Li Gok itu, maka dari itu, sepanjang jalan yang kulalui, sengaja aku meninggalkan jejak-jejak kakiku dan telah aku perhitungkan pula, bila sampai kejadian aku menjumpai keadaan yang berbahaya itu, kita dapat mempersatukan tenaga kita untuk menentangnya, dan kita ingin lihat apakah si bangsat tua itu sanggup menghadapi kita apakah tidak. Belakangan aku dapati si bangsat tua itu berselisih dengan murid-murid dari partai pengemis. Begitulah sepanjang jalan aku menguntit mereka, tapi sampai disini aku kehilangan jejak mereka, tetapi sebaliknya aku lantas menjumpai kau disini."

   Lie Siauw Hiong lalu menceritakan pula tentang pertempurannya dengan Li Gok yang baru saja terjadi itu.

   "Ternyata kau telah berjumpa dengannya ?"

   Sela Gouw Leng Hong.

   Lie Siauw Hiong yang telah memiliki kepandaian yang demikian tingginya, masih saja belum berhasil menjatuhkan Li Gok, apalagi dia berniat menuntut balas terhadapnya.

   pikir Gouw Leng Hong dalam hatinya.

   Kemudian ia menarik nafas dalam-dalam.

   Kemudian Lie Siauw Hiong dengan berpura-pura lalu berkata .

   "Ohhh ! Benar, masih ada beberapa puluh hari lagi pertemuan dengan kelima pemimpin partai masing2 dipuncak gunung Thay San dan sekarang baiklah kita pergi kesana sekalipun mereka memiliki ilmu silat yang begitu tinggi, duniapun mengetahui bahwa kepandaian 'Tan-kiam- twan-hun' sungguh satu kepandaian keturunan yang asli dan hebat. Tapi Twako, marilah kita pergi kesana !"

   Kata-kata ini telah membangkitkan kembali semangatnya Gouw Leng Hong, maka sambil mengebutkan pedangnya ia kemudian berkata dengan suaranya yang nyaring .

   "Kendatipun aku orang she Gouw tidak dapat menandingi kepandaian almarhum ayahku, tapi sedikit banyak aku masih punya kemampuan juga yang dapat diperlihatkan pada murid-murid manusia jahanam itu."

   Lie Siauw Hiong tertawa terbahak-bahak sambil berkata pula .

   "Didepanku mengapa Twako menyebut dirimu sendiri dengan sebutan orang she Gouw ?"

   "Mengenai hal ini, kurasa tak perlu kau ucapkan kau she apa. Marilah kita berangkat sekarang juga."

   Pada saat itu matahari sudah menyingsing, jalan yang semalam dibasahi oleh embun, kini ketika kena sinarnya matahari, embunnya menguap keudara, sehingga kelihatannya menambah keindahan alam disekitar tempat itu.

   Sekonong-konyong terdengar derap kaki kuda dari tikungan jalan itu.

   Tak lama antaranya kelihatan dua ekor kuda putih.

   Sinar mahahari yang kekuning-kuningan membuat bulu kuda yang putih itu gilang-gemilang dan kilau-kemilau seperti gading.

   Kedua orang penunggangnya masih sangat muda belia dan tampaknya sedang terbenam dalam lamunan yang mengasyikkan.

   Pemuda yang berada disebelah kirinya yang memakai baju berwarna putih, tampak sedang berpikir sejurus dan kemudian berkata .

   "Lie Siauw Hiong, ai, Lie Siauw Hiong. Musuh-musuh yang akan kau hadapi kelak dikemudian itu adalah kepala-kepala setan yang sudah terkenal nian dan kau sekali-kali tidak boleh berlaku gegabah."

   Waktu Lie Siauw Hiong memikirkan dirinya yang telah dijatuhkan oleh Hay-tian-siang-sat kedalam jurang, diam- diam dia jadi bergidik juga.

   Sesungguhnya bila kejadian ini sampai tersiar dalam kalangan Kang-ouw, bahwa Lie Siauw Hiong dengan tenaga seorang diri saja telah berhasil melawan Hay-tian-siang-sat berdua saudara sampai ribuan jurus lamanya, sehingga tidak dapat ditentukan siapa yang menang dan siapa pula yang kalah, barangkali dunia Kang- ouw akan merasa sangat terkejut.

   Bersamaan dengan kejadian tersebut, pemuda yang disebelah kanannya yang memakai pakaian berwarna biru itu, juga berkata pada dirinya sendiri dengan suara antara terdengar dan tiada .

   "Roh ayah yang telah berada disorga, lindungilah anakmu yang ingin berbhakti, membunuh musuh-musuh ayah dengan tanganku sendiri."

   Kaki kuda itu berlari semakin cepat, karena kedua orang itu telah membalapkan kuda masing-masing dengan pesat sekali.

   Sepanjang perjalanan, mereka tak putus-putusnya bercakap-cakap, dengan demikian, mereka tidak merasa terlampau kesepian.

   Kepandaian Li Gok yang setinggi itu, sesungguhnya berada diluar dugaan mereka, tidak perduli tenaga dalam maupun luarnya, telah mencapai satu taraf yang paling tinggi, tapi hal ini malah membangkitkan semangat Lie Siauw Hiong menjadi semakin berkobar-kobar, karena dia telah menarik kesimpulan, bahwa pada sepuluh tahun yang lampau, Li Gok ini masih dapat dikalahkan oleh Bwee Siok-sioknya.

   Sebaliknya Gouw Leng Hong tidak berpendapat demikian, dia mempunyai perhitungan sendiri, dia mengetahui bahwa tenaga dalam Li Gok berada satu tingkat lebih tinggi dengan kepandaiannya sendiri.

   Tapi dia sendiri adalah seorang yang keras kepala, dia malah merasa semakin geram saja dan sementara itu dia telah mengambil keputusan yang pasti.

   Beberapa hari ini, Gouw Leng Hong yang menampak kepandaian Lie Siauw Hiong setinggi itu, dia tidak habis- habisnya memuji, sampai tenaga-dalam Lie Siauw Hiong pun dikatakannya sudah mencapai pada puncaknya yang tertinggi.

   Perjalanan mereka sekali ini adalah dari propinsi Ouw Pak menuju ke Hoo Lam.

   Ditengah-tengah perbatasan, kedua propinsi tersebut berdiri tegak dengan megahnya gunung Thong Pek San.

   Jalan disitu adalah mengitari gunung tersebut, dan bila mereka jalan mengikuti jalanan gunung, maka mereka akan membuang tempo banyak sekali.

   Setelah mereka berjalan sampai dipinggir gunung itu, lalu mereka berhenti sebentar untuk merundingkan perjalanan mereka, dan kemudian mereka mengambil keputusan untuk meneruskan perjalanan itu.

   Dengan kepandaian tinggi yang dimiliki masing-masing, kedua pemuda ini melanjutkan perjalanan mereka dengan hati yang tabah.

   Setelah memasuki pegunungan tersebut, mereka membiarkan kuda mereka lari sesukanya.

   Begitulah dengan pesat sekali kedua kuda ini lari kemuka, menuju gunung Thong Pek San.

   Tidak lama antaranya, mereka telah lenyap dijalan dibalik gunung yang berliku-liku itu.

   Derap kaki kuda mereka yang lari pesat ini, terdengar nyata menggema dipegunungan yang sunyi ini, sedang bekas-bekas derap kaki kuda mereka telah meninggalkan debu yang mengepul-ngepul keudara.

   Pada saat itu sang musim sudah memasuki musim Ciu (rontok), dalam pegunungan itu angin gunung menghembus tambah kencang dan dahsyat, apalagi gunung Thong Pek San jarang sekali terdapat pohon-pohonan, karenanya gunung tersebut tampak gundul.

   Disamping gunung tersebut hanya tampak tumbuh satu dua pohon besar yang sudah tua, sedangkan daun-daunannyapun tampak kuning dan jarang.

   Keadaan ini sungguh tak sedap dipandang mata.

   Disamping pemandangan yang tak sedap itu, syukur juga hawa udaranya nyaman, sedangkan langit diatas tampaknya biru cerah.

   Tetapi kedua orang muda yang berjalan berduaan ini, tampak sangat gembira sekali melakukan perjalanan itu.

   Tapi kemudian baru diketahui, bahwa jalan dihadapan mereka, tambah jauh tambah sempit, hingga akhirnya merupakan sebuah jalan kecil yang terlampau sempit dan hanya dapat memuat satu orang saja.

   Hal mana, telah membuat kedua orang ini lalu menahan tali les kuda mereka dan berhenti sebentar untuk melihat keadaan disekeliling mereka.

   Setelah memandang dengan amat teliti, akhirnya mereka mengetahui, bahwa jalan kecil dan sempit ini terus semakin jauh semakin menurun, dan akhirnya mereka dapat keluar dari gunung Thong Pek San ini.

   Begitulah setelah mereka memandang dengan cermat, Gouw Leng Hong yang berjalan disebelah depan lalu meneruskan perjalanannya.

   Jalanan yang demikian sempitnya ini panjangnya kurang lebih tiga puluh tombak, dikedua pinggiran jalan sempit ini tumbuh amat lebatnya gerombolan rumput liar, hingga jika dibandingkan dengan tanah yang kuning disebelah depan mereka, tampaknya berbeda amat jauh.

   Baru saja mereka berdua berjalan separuh jalan sempit ini, sekonyong-konyong mereka mendengar suara senjata tajam yang beradu, perlahan-lahan bercampur dengan suara tangisan satu dua orang.

   Ternyata suara itu datangnya dari tempat yang tidak berapa jauh dari situ.

   Mereka menjadi tercengang dan lalu serentak mempercepat jalan kuda mereka, tapi binatang-binatang itu tidak berani lari dengan kencang karena keadaan jalan terlampau sempit.

   Pada saat itu, jalan mereka sudah semakin dekat ketempat yang dituju, hingga suara senjata yang beradu itu semakin jelas saja terdengar.

   "Disana sedikitnya ada tiga orang yang sedang bertempur,"

   Kata Lie Siauw Hiong.

   Dia dapat menduga demikian, karena dia mendengar suara senjata yang tidak sama, yang keluar dari tiga macam senjata tajam yang sedang beradu itu.

   Gouw Leng Hong mengangguk-angguk, tidak lama kemudian ketika mendekati ketempat tersebut, suara beradunya senjata tajam itu sudah lenyap, hingga yang terdengar hanya suara berkontrangan saja yang beradu ditengah udara.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kedua orang ini menjadi sangat terperanjat.

   Lantas mereka berdua melompat turun dari kuda masing-masing dan berlari-lari menuju ketempat orang-orang bertempur itu, dimana tampak duduk seorang wanita yang sedang menangis terisak-isak dengan sedihnya.

   Waktu mereka memandang lebih jauh dengan teliti, ternyata masih ada seorang laki-laki yang berumur kurang lebih empat puluh tujuh atau empat puluh delapan tahun, sedang memeriksa dua buah kereta dan ditanah berbaris tujuh atau delapan orang yang sudah binasa.

   Kedua pemuda ini lalu memperhatikan lagi kedua orang yang sedang bertarung dengan serunya itu.

   Mereka melihat ditangan salah seorang yang membelakangi mereka, menggengam dua macam senjata yang tidak sama.

   Tangan kiri orang itu memegang sebatang pedang dan ditangan kanannya menggenggam sebuah martil.

   Seorang dari yang dihadapannya yang sedang bertarung itu, adalah seorang yang sudah berusia kurang lebih empat puluh tahun, dan orang ini menggunakan sebilah pedang panjang.

   Tidaklah mengherankan, waktu ketiga macam senjata tajam yang tidak sama bentuk dan rupanya itu saling beradu satu sama lain, lalu mengeluarkan suara yang berlainan pula.

   Orang yang menggenggam pedang panjang itu tenaga gempurnya gesit sekali, dengan pedangnya yang panjang dia menyerang sebentar keatas dan sebentar pula kebawah, hingga tampaknya seperti dikelilingi oleh sinar pedang saja.

   Sedangkan orang yang tangan kirinya memegang sebilah pedang dan tangan kanannya menggenggam sebuah martil itu, tampaknya sudah sangat keteter, maka dia terpaksa mundur terus-menerus.

   Sekonyong-konyong orang yang menggunakan pedang panjang itu berseru keras, lalu membabatkan pedang panjangnya dari atas kebawah, sehingga orang yang menggunakan senjata dua rupa itu tidak berani menyambutnya, buru-buru dia mundur selangkah.

   Tampaknya dia bermaksud menghindarkan pukulan ini.

   Kemudian lawannya ini tidak meneruskan serangannya dan dengan cepat dia tarik kembali serangan pedangnya itu, tetapi orang yang menggunakan senjata yang berlainan itu, dengan tiba-tiba balik menyerang dengan satu totokan.

   Dengan tidak disangka-sangka lawannya kembali menggunakan serangannya yang berpura-pura.

   Pedang panjangnya disentakkannya kembali dan kemudian dia kembali menyerang dengan tipunya yang semula.

   Orang yang menggunakan senjata yang berlainan itu tidak menduga, lawannya dapat mengubah serangannya sepesat itu, dia sudah tidak sempat lagi mengelak, maka dengan terpaksa dia menggunakan kedua-dua senjatanya yang berlainan itu untuk menangkisnya.

   Dikatakan lambat, tapi terjadinya sangat cepat sekali, dan serta merta terdengar suara 'trang' yang nyaring, suatu tanda bahwa ketiga senjata itu beradu sekaligus.

   Orang yang menggunakan pedang panjang itu kemudian tampak tertawa cekikikan dan mendadak sontak dia mengempos tenaga-dalamnya dan tiba-tiba pula terdengar suara 'tang' yang amat nyaring sekali.

   Ternyata kedua senjata lawannya, sudah berhasil dipentalkannya keudara.

   Diantara suara tertawanya yang panjang itu, orang yang berpedang panjang itu tidak tinggal diam.

   Kakinya bertubi- tubi menendang lawannya sebanyak tujuh atau delapan kali, tetapi orang yang menggunakan senjata dua rupa itu, yang senjata-senjatanya itu kini sudah terlepas dari tangannya, belum lagi hilang rasa terperanjatnya, ketika dengan tiba-tiba ia diserang lagi dengan tak henti-hentinya, hingga membuat dia gugup bukan kepalang, Dalam kebingungannya ini, dia sudah kena tendang lagi, sehingga kembali ia jatuh ketanah.

   Sementara itu, Sekonyong-konyong tampak berkelebat bayangan orang, yang karena melihat pemuda yang sedang memeriksa isi kedua kereta tadi kini telah melompat kearah orang yang jatuh ketanah itu, maka ia berseru .

   "Tuan benar-benar sangat tangguh sekali, maka sambutlah satu pukulanku ini !"

   Baru saja dia habis mengucapkan perkataannya itu, pemuda itu sudah memasukkan pedangnya kembali kesarungnya, dan sambil tersenyum dia berkata .

   "Dipegunungan kiri kedua orang jagoan telah mempunyai kepandaian yang cukup sempurna, tapi mengapa sekarang datang kedaerah Thong Pek San ini?"

   Mendengar kata-kata ini, Lie Siauw Hiong menjadi terkejut, dia tidak menyangka bahwa kedua orang ini adalah kepala perampok yang terkenal didaerah Shoatang, yang satu dipanggil Tek-seng-siu Su Kong, sedangkan yang seorang lagi disebut Sin-kiam-kim-twie Lim Siauw Coan.

   Mereka berdua terkenal dengan nama julukan San-co-siang- ho, atau dua jagoan dari gunung kiri.

   Beberapa tahun yang silam, Hauw Jie Sioknya pernah membicarakan tentang kedua tokoh dalam kalangan bu-lim ini, terlebih-lebih Tek-seng-siu ini.

   Dia adalah kepala setan perampok.

   Pada saat itu orang laki-laki setengah tua itu telah dapat menjatuhkan Sin-kiam-kim-twie, sehingga hal ini sungguh- sungguh telah membuat orang merasa heran.

   Setelah sunyi sejurus, orang gagah yang menggunakan martil itu, yaitu Tek-seng-siu Su Kong Cong, yang telah dikalahkan oleh lawannya, seketika itu telah menjadi terperanjat dan lalu berkata.

   "Tenaga-dalam tuan sungguh harus diakui luar biasa sekali."

   Perkataan ini baru saja habis diucapkannya, ketika orang setengah umur tersebut yang tampaknya sudah mengetahui kemana arah dan maksud perkataannya itu, lalu berkata .

   "Su Kong Cong, janganlah kau salah mengerti, aku ini adalah Cia Tiang Kheng."

   Perkataan ini telah membikin Tek-seng-siu Su Kong Cong merasa heran sekali, hingga dia mengeluarkan suara 'ahh', sampai pada Sin-kiam-kim-twie yang sudah terjatuh ditanah, itupun merasa terkejut sekali.

   Dalam pada itu Su Kong Cong lalu melanjutkan perkataannya .

   "Tidak disangka tuan adalah ahli waris partai Tiam Cong yaitu Lok-eng-kiam Cia Tay-hiap ?"

   Cia Tiang Kheng hanya tertawa getir dan lalu berkata .

   "Kalian berdua yang sudah terkenal sekali dalam wilayah ini, aku pun sudah mengetahuinya. Tapi tidak disangka yang kalian telah begitu berani membegal barang dibawah lindunganku. Sekalipun aku tidak pandai, akupun harus membelanya secara mati-matian, bukan ?"

   Kedua perampok ini biar bagaimanapun tidak pernah menyangka yang ahli waris partai Tiam Cong ini dapat pergi ke Hoa Pak atau keutara, mereka memang telah lama mendengar nama yang terkenal itu serta kegagahannya Lok-eng-kiam.

   Merekapun merasa jeri juga.

   Lawannya ini telah berulang-ulang mengejek mereka, sehingga membangkitkan amarah mereka, maka dengan tertawa dingin Su Kong Cong lalu berkata .

   "Kami memang dengan mengandalkan perampokan dapat memenuhi kehidupan dan cara turun tangan kami ini memang ada sedikit keterlaluan, tapi jika Cia Loosu tidak mau membiarkannya, silahkan turun tangan saja untuk menentukan siapa yang lebih gagah."

   Sambil berkata begitu, dia menunjuk dengan jarinya kearah tujuh atau delapan bangkai yang telah menggeletak diatas tanah disitu.

   Cia Tiang Kheng memandang kearah tudingan jari dan melihat apa yang dikatakan Su Kong Cong tadi.

   Dengan nada suara kaku dan tak mau kalah Cia Tiang Kheng lalu berkata .

   "Dikatakan aku tidak berani menerimanya, aku berani, hanya aku mohon pelajaran kalian berdua saja."

   Sehabis Cia Tiang Kheng mengucapkan perkataannya itu, dengan cepat dia menarik keluar pedang panjangnya itu.

   Tek-seng-siu tertawa terbahak-bahak, dengan sekali tendang saja dia telah membebaskan totokan ditubuh Lim Siauw Coan, dan dengan sekali mengebaskan tangannya, badannya bergerak maju, tampaknya dia ini ingin bertempur dengan tangan kosong saja.

   Cia Tiang Kheng yang sudah berpengalaman dikalangan Kang-ouw, melihat ditangan lawannya tidak terdapat sepotong besipun, dengan membalikkan tangannya lalu dia masukkan kembali pedang panjangnya kedalam kerangkanya.

   Dengan cepat bagaikan bintang beralih, dia loncat mundur beberapa tombak jauhnya.

   Walaupun lambat, tapi kejadiannya sangat cepat sekali, waktu Su Kong Cong melihat satu pukulannya luput dari sasarannya, sekali lagi dia menyerang lawannya dengan menggunakan tipu Tok-coa-cut-tong' (ular berbisa keluar dari dalam goa).

   Lok-eng-kiam yang kepandaiannya cukup sempurna, tanpa disadarinya dia telah memandang rendah Su Kong Cong ini.

   Tampak sepasang tangannya dirangkapkan, badannya sebelah bawah tidak bergerak, tapi badannya yang sebelah atas lalu berkisar maju, kemudian sepasang tangannya diulurkan kemuka dan dengan gerak menggunting dia mengacip lengan lawannya.

   Tek-seng-siu lalu meneruskan serangannya dengan mengarah kepinggang lawannya.

   Dalam pada itu badan sebelah bawah dari Lok-eng-kiam ini tidak bergerak, hanya pinggangnya saja sedikit digeser, ternyata dia sudah mengerat sebanyak dua cun, sehingga serangan lawannya jatuh ditempat yang kosong, sedangkan tangan kirinya dikeluarkan untuk menggait nadi darah lawannya, dan tangan kanannya dengan gerakan 'Hian- niauw-hwa-see' (burung mencakar pasir) lalu menyerang kening Su Kong Cong.

   Begitulah kedua orang ini melancarkan serangan demi serangan yang bertambah lama bertambah seru dan ramai.

   Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang bersembunyi dibalik pohon pada saat itu, tampaknya sedang merundingkan sesuatu.

   Gouw Leng Hong yang mendengar kejadian-kejadian itu sejak tadi, kini tahu bahwa orang laki-laki setengah tua ini adalah salah seorang dari lima orang yang membunuh ayahnya, dengan tiba-tiba amarahnya jadi memuncak.

   Dia serasa tak kuat lagi menahan ledakan hatinya, karena sangat bencinya melihat pemuda setengah umur ini.

   Dia ingin keluar saja dari balik pohon itu untuk menyerang orang tersebut, tapi sebaliknya Lie Siauw Hiong segera mencegahnya dengan berbisik .

   "Twako tidak usah berlaku gugup dan lekas naik darah. Yang membunuh ayah Twako dulu itu adalah ayahnya, Hui-hong-kiam-khek Cia Seng. Orang ini ..."

   Sebenarnya dia ingin memuji kebijaksanaan Cia Tiang Kheng ini, tapi waktu dia teringat bahwa Cia Tiang Kheng itu adalah salah seorang pula yang melukai Bwee Siok-sioknya, maka diapun insyaf yang dia tidak dapat berlaku demikian, hingga akhirnya dengan marah yang dapat ditahannya, dia terpaksa tinggal membisu.

   Ketika kedua orang ini sedang asyiknya bercakap-cakap, pada saat itu Cia Tiang Kheng sedang bertarung pula dengan sengitnya dengan Tek-seng-siu.

   Akhirnya Gouw Leng Hong pun menginsyafi bahwa orang ini bukanlah orang yang langsung telah membunuh ayahnya, hanyalah anak dari musuh ayahnya itu.

   Maka sekalipun dalam hatinya merasa tidak tenteram, tapi waktu dia dengar Cia Tiang Kheng mempunyai semangat yang bergolak-golak dan mempunyai ambakan yang teguh, terhadap ia ini dia mempunyai kesan yang baik sekali.

   Pada saat kedua orang ini masih melanjutkan pertarungan mereka, kedua orang yang kini berada diatas pohon itu berpendapat, bahwa kemenangan terakhir pasti akan jatuh ditangan Cia Tiang Kheng.

   Ketika itu pula Cia Tiang Kheng sudah mengeluarkan kepandaiannya yang disebut 'Chit-coat-ciu-hwat' (serangan berantai yang hebat sekali), tenaga maupun pengaruh serangan tersebut sangat besar sekali.

   Begitu pula Tek-seng- siu disaat itu telah mengeluarkan kepandaiannya yang sangat diandalkannya, yaitu 'Tek-seng-sip-pat-sek' untuk menghadapi serangan lawannya yang hebat itu.

   Kedua orang ini masing-masing jarang sekali menemui lawan yang setimpal dalam kalangan Kang-ouw, tapi pada kali itu ketika mereka saling berhadapan dan bertempur satu sama lain, maka serangan-serangan yang hebat dan jarang sekali kedapatan dikalangan Kang-ouw pun, semuanya mereka keluarkan.

   Lie Siauw Hiong yang menyaksikan pertempuran tersebut dari atas pohon, diam-diam diapun memuji, kemampuan mereka masing-masing yang tinggi itu.

   Ketika Tek-seng-siu menyerang Cia Tiang Kheng, maka diam-diam Lie Siauw Hiong mengeluarkan tipu balasannya, begitu pula waktu Cia Tiang Kheng menyerang Tek-seng-siu, diapun tidak lupa pula mengeluarkan tipu- tipu lawannya untuk menghadapi serangan lawannya.

   Patut diketahui bahwa tenaga-dalam Lie Siauw Hiong pada saat itu sudah mencapai taraf yang tertinggi sekali, kedua orang ini ketika masing-masing menyerang lawannya, maka diapun dengan segera mengeluarkan serangan balasannya maupun tipu-tipu untuk dipakai menangkis serangan-serangan lawannya.

   Diapun sangat memuji atas kepandaian maupun pengalaman kedua orang yang sedang bertempur ini.

   Lebih-lebih lagi Su Kong Cong yang sudah kenyang makan asam garam dan berpengalaman sekali dalam kalangan Kang-ouw, setiap serangan yang dilancarkan oleh Cia Tiang Kheng, tidak satupun yang dapat menipu dirinya, waktu dia menyerang lawannya, diapun berlaku gesit dan telengas, hal itu sesungguhnya membuat orang merasa tercengang.

   Maka tepatlah seperti apa yang orang banyak pernah mengatakan bahwa dengan 'tiga bagian pengalaman, dan tujuh bagian kepandaian asli', barulah dapat menjagoi dikalangan Kang-ouw.

   Hal mana, benar- benar merupakan suatu kenyataan yang tak mudah dapat dipungkiri oleh siapapun jua.

   Kedua orang yang sedang bertempur ini semakin lama semakin cepat saja gerak-gerakannya, tapi sudah jelas bahwa Cia Tiang Kheng sudah berhasil berada diatas angin.

   Justeru itu, sekonyong-konyong dari jalanan digunung ini terdengar suara derapan kaki kuda mendatangi, semakin lama semakin bertambah dekat saja.

   Tidak antara lama pemuda Lie dan Gouw menampak yang datang itu hanya dua orang, yang menuju langsung kejurusan kedua orang yang tengah bertempur ini.

   Seorang yang berjalan dimuka ditaksir umurnya sudah mencapai tujuh puluh tahun, pakaiannya berwarna abu-abu.

   Waktu orang yang memakai baju abu-abu ini telah dekat ketempat itu dan mendengar suara senjata tajam beradu, tidak terasa lagi dia lalu menghentikan lari kudanya.

   Dia segera menoleh kebelakang memberi isyarat kepada kawannya.

   Justeru itu, kedua orang yang sedang bertempur itupun sudah mencapai babak yang menentukan, dan tepat pada saat itu pula Cia Tiang Kheng telah mengeluarkan ilmunya yang paling dibanggakannya, yaitu 'Chit-coat-ciu-hwat' pada jurus kesepuluh, mendesak lawannya dengan secara mati-matian, sehingga Su Kong Cong dengan mengeluarkan tipu-tipu 'Kwie-ciam-hui-lin' (panah setan terbang melesat), 'Lui-tong-ban-but' (geledek menggetarkan segala benda) dan 'Tian-loo-tauw-heng' (lari dari jaringan langit), barulah dia berhasil menangkis serangan lawannya yang datangnya bertubi-tubi itu.

   Sekonyong-konyong dari luar hutan itu terdengar suara orang bersenandung .

   "Langit yang luas tampak kebiru- biruan, rembulan diwaktu fajar muncul diatas langit dalam kesunyian ..."

   Baru saja habis terdengar suara orang bersenandung ini, tiba-tiba muka kedua orang perampok itu kelihatan berubah, hingga Cia Tiang Kheng sendiripun sekonyong- konyong terasa mukanya dingin.

   Karenanya, buru-buru dia menarik serangannya dan lalu melompat keluar dari kalangan pertempuran sambil berkata .

   "Kedua tuan-tuan ini sudah memberi pelajaran yang cukup terhadapku, aku orang she Cia karena mempunyai urusan yang sangat penting, maka dengan menyesal sekali mesti meninggalkan kalian disaat ini juga ! Harap tuan-tuan sudi memaafkanku !"

   Begitu habis mengucapkan kata-kata itu, buru-buru dia meninggalkan tempat itu.

   Lie dan Gouw, kedua orang yang sedang bersembunyi diatas pohon ini, waktu mereka menoleh kearah suara bersenandung tadi, dia menampak seseorang yang usianya telah lanjut dan memakai pakaian abu-abu, tapi apa yang membuat orang paling merasa heran, ialah bahwa orang tua ini gerak-geriknya masih sangat gagah, sedangkan semangatnya pun masih tampak berkobar-kobar.

   Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng yang lari terbirit-birit, ketika berpapasan dengan orang tua itu lalu berkata .

   "Jim Loo-eng-hiong, kaupun terhitung seorang yang ternama besar, tapi mengapakah kau telah menipuku ?"

   Orang tua itu tampak tersenyum dingin sambil berkata .

   "Ah, kau pendekar muda belia dari partai Tiam Cong dengan maunya sendiri telah masuk kepartai kami, kau sendiri yang menjadi ahli warisnya, mengapa kau ingin mencari susah sendiri, tidakkah kau takut ditertawakan orang ?"

   Kedua orang yang bernaung diatas pohon ini, ketika melihat kedatangan orang tua ini, yang telah membuat Cia Tiang Kheng merasa amat gugup sekali, rupanya dengan partainya sendiri yaitu Tiam Cong tentu mempunyai sangkut-paut yang erat sekali, tetapi mereka tidak dapat meraba asal-usul orang tua ini dari mana gerangan, hingga tidak terasa pula merekapun jadi berpikir keras.

   Cia Tiang Kheng lalu tertawa panjang sambil berkata .

   "Kau tua bangka Jim To Swan, sebenarnya kau tidak mempunyai sangkut-paut denganku, maka kuharap kaupun jangan melibatkan persoalanmu atas diriku !"

   Bahna perkataannya ini mengandung kemarahan yang meluap-luap.

   Jim To Swan menyambut perkataan itu dengan hanya tertawa dingin, dan sambil membalikkan kepalanya dia memandang pada pemuda setengah umur itu, sambil melambaikan tangannya, dengan mana kedua orang kawannya itu lalu berdiri terpencar disebelah kiri dan kanannya.

   Cia Tiang Kheng yang melihat suasana demikian, diapun tertawa dingin pula dan berkata .

   "Jangankan kau berdua, sekalipun kalian maju dengan serentak, aku orang she Ciapun pasti akan menyambutinya juga !"

   Namun Jim To Swan tetap tidak menjawab perkataan Cia Tiang Kheng itu, tapi sebagai jawaban, begitu lengannya diangkat, serta merta dari kedua lengan bajunya keluar angin kepalan yang keras sekali menjurus pada sebatang pohon sebesar mulut cangkir yang tumbuh terpisah darinya dalam jarak kurang lebih tiga sampai empat tombak jauhnya.

   Ketika angin kepalan itu sampai, pohon itupun lantas membentuk sebuah lengkungan, kemudian Jim To Swan setelah mengemposkan semangatnya pula, lantas pohon itu menjadi patah dan terbang menurut angin kepalannya itu! Kejadian ini sudah menunjukkan bahwa orang tua itu memiliki kepandaian yang tinggi sekali, tetapi yang paling mengherankan orang, ialah sesaat kemudian sewaktu tenaganya ditariknya kembali, ternyata tenaganya tetap saja sama-sama besarnya pada saat pukulan itu dilepaskannya.

   Kenyataannya, kejadian tersebut sungguh cepat sekali.

   Begitu Cia Tiang Kheng mendehem, lantas badannya melesat dengan amat cepatnya, hingga gerakan itu mirip anak panah yang baru terlepas dari busurnya.

   Tubuhnya melayang keudara, dan dengan gerakan pedang yang gesit dan lincah, dia membentuk sebuah lingkaran disekitar pohon yang melayang tadi.

   Lantas pohon itu dengan tenangnya menjurus ketangan Jim To Swan, hingga dengan tenang pula Jim To Swan telah menyambutnya, kemudian dengan menggunakan sedikit tenaga saja, terdengar suara 'kretek', dan pohon itu patah dua dibatas tengah-tangahnya, hal mana rupanya telah dilakukan oleh Cia Tiang Kheng tadi.

   Pada saat itu Cia Tiang Kheng yang merasa bahwa mundur atau maju menjadi serba salah baginya, tampaknya dia sudah ingin berlaku nekad saja.

   Menampak hal itu, Jim To Swan lalu berkata dengan suara dingin .

   "Orang she Cia, kau jangan berlaku temberang, kau harus mendengar dengan teliti. 'Di Kwan Tiong terdapat sembilan jagoan, di Hoo Lok terdapat satu ahli pedang, di Hay Lwee terdapat Chit-biauw dan diluar dunia terdapat Tiga Dewa', tapi sekarang ahli pedang di Hoo Lok sudah mampus, tiga dewa diluar dunia tidak pernah menunjukkan dirinya lagi didaerah Tiong Gwan, dan Chit-biauw-sin-kun sekalipun dikabarkan orang sudah muncul kembali dikalangan rimba persilatan, mungkin hal itu hanyalah kabar angin belaka. Maka seluruh dunia rimba persilatan dewasa ini, adalah sembilan jago dari Kwan Tiong yang telah menjagoinya dan menjadi pemimpinnya ..."

   Belum lagi dia berkata habis, Cia Tiang Kheng sudah memotong perkataannya sambil membentak .

   "Jangan banyak mengeluarkan bacotmu yang tidak keruan itu ! Dapatkah kau mengurus 'Hay-tian-siang-sat' ?"

   Jim To Swan tertawa dingin sambil melanjutkan perkataannya .

   "Hay-tian Loo-jie telah mengambil keputusan untuk membentuk kembali kumpulan sembilan jago-jago Kwan Tiong. Kau dengarlah, sekarang ini diantara sembilan jago-jago Kwan Tiong kecuali Hay-tian- siang-sat dan kedua orang yang sudah mati lebih dahulu itu, semuanya berjumlah empat. Lima orang anggota barunya adalah San-co-siang-ho, disamping mana ini bersama saudara Tiang-tian-it-pek Pek Heng ..."

   Sambil berkata begitu, dia memandang kesampingnya pada seorang pemuda setengah umur itu sambil berkata pula .

   "Masih ada seorang lagi, yaitu Su-tee-mu sendiri, yaitu 'Cian-siu-kiam-khek Liok Hong'."

   Tatkala mendengar bahwa adik seperguruannya sudah menjadi salah seorang anggota dari kumpulan sembilan jago-jago dari Kwan Tiong itu, tidak terasa lagi Cia Tiang Kheng menjadi terkejut sekali, sehingga dia tidak dapat mengucapkan barang sepatah katapun ! Dengan tetap berkata dengan suaranya yang dingin, Jim To Swan berkata lagi .

   "Hal ini adalah kemauannya sendiri !"

   Sambil berkata begitu, dia lalu merogo sakunya dan mengeluarkan sepucuk surat yang lantas dilemparkan kearah Cia Tiang Kheng.

   Cia Tiang Kheng lalu menyambut surat itu, sambil merobek sampulnya dan lalu membaca apa bunyinya.

   Sebelum dia menbaca surat itu, dengan sekali lihat saja dia sudah tahu, bahwa surat itu benar-benar ditulis oleh Su- teenya sendiri.

   Karena ini, hatinya menjadi kecewa bukan kepalang, tapi dimulutnya Cia Tiang Kheng hanya berkata .

   "Kalau begitu, bagaimana dengan sumpahnya ?"

   Jim To Swan lalu menjawab .

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Itulah urusan Liok Lo-tee sendiri, Loo-hu tidak tahu menahu. Orang she Cia, jika kau ingin menantangku pula, Loo-hu pasti dengan tenang mengabulkan permintaanmu itu, hanya dengan meminjam perkataan orang dikalangan Kang-ouw, sembilan jago dari Kwan Tiong telah muncul kembali, bila aku turun tangan, apakah jiwamu masih tetap akan terjamin ?"

   Berkata sampai disitu, dia lalu berhenti sebentar, dan tanpa menunggu sampai Cia Tiang Kheng berkata, dia sudah mengulas perkataannya .

   "Sekarang aku ingin kau rasakan sedikit kesengsaraan, biarlah dunia mengetahui bahwa sembilan jago dari Kwan Tiong itu tidak gampang- gampang diganggu orang, sekalipun kelima ahli waris masih berada dibawah pengaruh kita sekalian."

   Baru saja dia berkata sampai disitu, Cia Tiang Kheng sudah tertawa terbahak-bahak dan dengan sebat sekali dia menarik pedang panjangnya sambil berkata .

   "Omongan yang bagus sekali ! Aku justeru ingin mencoba kemampuan sembilan jago dari Kwan Tiong ini !"

   Baru saja badannya bergerak, Jim To Swan dengan suaranya yang dingin lalu berkata pula .

   "Orang she Cia, kau harus mengukur dirimu sendiri. Bila kita berempat dua didepan dan dua dibelakang mengeroyokmu, apakah kau masih dapat mempertahankan dirimu pula ?"

   Cia Tiang Kheng lalu menoleh kebelakang dan benar saja kedua perampok dari Shoatang yang disebut San-co- siang-ho itu berdiri dibelakangnya dalam jarak kurang lebih beberapa tombak jauhnya, yang satu berdiri disebelah kiri dan yang satunya lagi berdiri disebelah kanannya.

   Mereka berdiri disitu dengan membisu.

   Dalam hatinya, dia sedang memikirkan daya yang sempurna untuk menghadapi lawan-lawannya itu.

   Karena dia insyafi, bahwa harapan untuk melarikan diri sudah tidak ada pula, maka diapun lalu mengeraskan hatinya dan tanpa menjawab perkataan lawannya lagi, dia menyerang Jim To Swan dengan satu tusukan yang dahsyat.

   Ternyata sesudah Liok Hong mencuri surat dan melarikan diri dari atas gunung, Cia Tiang Kheng telah mengejar-ngejarnya sampai ribuan lie jauhnya.

   Disepanjang jalan dan baru saja dia hampir berhasil menangkapnya, selalu ada-ada saja orang yang membantunya secara diam- diam, begitulah terus dia mengejar Su-teenya sampai diperbatasan Ouw Pak.

   Sampai disitu dia berjumpa dengan Jim To Swan.

   Kedua orang ini pada waktu yang lampau memang pernah saling berjumpa satu sama lain.

   Pada saat itu Jim To Swan memberitahukan kepadanya, bahwa Su- teenya telah melarikan diri kegunung Thong Pek San.

   Cia Tiang Kheng lalu mengejarnya kesana, sesampainya disitu, dia telah menjumpai sepasang perampok dari Shoatang itu tengah melakukan perampokan, maka dia lalu turut campur tangan.

   Pada saat ini barulah dia insyaf, bahwa dirinya sudah masuk kedalam jebakan atau perangkap musuhnya yang tangguh ini.

   Begitulah dengan seorang diri dia melawan keempat orang lawannya itu, dengan ia sendiri senantiasa dipukul mundur lawan-lawannya, setiap kali dia melakukan penyerangan.

   Dalam pada itu Lie Siauw Hiong yang sedari tadi bersembunyi diatas pohon, lalu berunding dengan kawannya Gouw Leng Hong.

   Begitu hati Lie Siauw Hiong bergerak, lalu dia beri isyarat kepada kawannya, kemudian dia lalu memakai pula kedoknya.

   Diatas tanah kelima orang yang sedang bertempur dengan sengitnya itu, ketika melihat secara tiba-tiba saja ada seorang yang mencampuri masuk kedalam kalangan pertempuran, seketika itu juga mereka menghentikan pertempuran itu sebentar dan memandang kepada Lie Siauw Hiong.

   Mereka menyaksikan pada saputangan yang dibuat tutup muka orang yang tengah mendatangi itu terlukis tujuh kuntum bunga Bwee.

   "Sembilan jago dari Kwan Tiong sedang berbuat apa disini ?"

   Tanyanya dengan suara dingin.

   "Sekalipun aku orang she Bwee sudah berumur agak lanjut, tapi ... Hm ..."

   Dengan sengaja Lie Siauw Hiong menahan suara tertawanya, hal mana telah membuat perasaan orang-orang itu menjadi tegang dan tak enak.

   'Keempat jago' itu tidak merasa begitu takut, tapi Liok- eng-kiam Cia Tiang Kheng mendadak telah berubah mukanya.

   Dalam beberapa tahun ini, setiap jam dan setiap menit dia selalu teringat akan perbuatannya yang lampau itu, yang menurut pikirannya sendiri, dia telah melakukan sesuatu perbuatan diluar batas perikemanusiaan, tetapi setiap dia ingat hal itu, dia selalu merasa sedih hatinya, dan hari ini tidak disangka pula, bahwa dia telah berjumpa lagi dengan orang yang sudah meninggal itu, sekalipun orang itu sekarang memakai kedok.

   Dengan matanya yang tajam, Lie Siauw Hiong memandang kepadanya, dan menurut perasaannya, saat itu diantara dia dengan Cia Tiang Kheng terdapat sesuatu perasaan yang saling mengerti.

   Lie Siauw Hiong lalu berkata sambil mengeluarkan suara sumbang dari lubang hidungnya .

   "Apakah munculnya kembali sembilan jago dari Kwan Tiong itu, hanya dengan mengandalkan pada manusia-manusia busuk seperti kalian ini ? Terus terang, aku orang she Bwee adalah orang yang pertama merasa tidak tunduk terhadap kalian semua !"

   Waktu dia mengucapkan perkataannya ini, tampaknya Lie Siauw Hiong agak sombong dan angkuh.

   Jim To Swan yang terkejut pada pertama kalinya melihat kedatangan Lie Siauw Hiong, kini dia berbalik menjadi sangat murkah sekali dan lalu berkata dengan membentak .

   "Kepandaian kelima ahli waris sudah terkubur musnah, apakah mereka masih mempunyai keinginan untuk menjagoi pula dalam rimba persilatan ? Ha ha ha ..."

   Lie Siauw Hiong yang agak merasa dihina orang, segera hatinyapun menjadi panas pula dan dengan marahnya diapun balas membentak .

   "Kau mau apa sekarang ?"

   Pada saat itu saking marahnya, Jim To Swan mendadak jadi tertawa dan segera menjawab .

   "Bertempur saja !"

   Kejadiannya ini berlalu dengan sangat cepatnya.

   Begitu suara tertawa Jim To Swan lenyap, lalu dia mengangkat sepasang tangannya dengan tipu 'Han-sim-ciang-lek' (tenaga pukulan yang luar biasa ganasnya) menyerang pemuda itu.

   Dia mengira dengan menyerang secara sekonyong- konyong ini, pasti Chit-biauw-sin-kun tidak dapat mengelakkan serangannya, tapi tak dinyana Lie Siauw Hiong dengan mengeluarkan suara ejekan, badannya bukan saja tidak bergerak mundur kebelakang, malahan dia maju setindak kemuka.

   Tangan kirinya lalu tampak dikibaskannya, dengan satu tenaga yang luar biasa besarnya pula pukulannya segera dilancarkan menjurus kelawannya.

   Begitu kedua tenaga saling beradu, Lie Siauw Hiong meneruskan serangannya.

   Secara diam-diam Jim To Swan merasa bukan main terkejutnya, ia merasakan tenaga lawannya jauh beherapa kali lipat lebih besar daripada tenaganya sendiri, hingga hatinya menjadi jerih dan dadanya terasa sangat sesak.

   Sekali turun tangan saja, Siauw Hiong telah membuat keempat orang itu merasa panik bukan kepalang.

   Mereka lalu berpikir, betul saja Chit-biauw-sin-kun tidak mati dibawah serangan dan kepungan kelima ahli waris dari partai yang berkuasa pada masa itu.

   Ternyata tenaga-dalam Lie Siauw Hiong sangat luar biasa sekali, Sin-kiam-kim-twie Lim Siauw Coan bertekad tak mau tunduk, maka sambil menggeram dia menyerang lambung Lie Siauw Hiong.

   Melihat ini Lie Siauw Hiong hanya tertawa dingin saja, telapak tangannya ditariknya mundur sedikit dan dengan menggunakan gerakan 'rapat', dia segera menyambut serangan Lim Siauw Coan itu.

   Tenaga-dalam Lie Siauw Hiong pada saat itu sudah dibantu oleh Peng Hoan Siangjin, hingga tenaga maupun kekuatannya sudah mencapai latihan enam puluh tahun lebih, ditambah lagi dengan seluruh pelajaran yang dipelajarinya dari Bwee San Bin, maka dengan menggabungkan kepandaian kedua orang yang luar biasa itu, dengan mudahnya dia akan dapat mengalahkan Jim To Swan maupun Lim Siauw Coan, tapi karena dia yang menyaru dengan memakai dan menggunakan namanya Bwee San Bin, dengan sengaja dia tidak menggunakan seluruh kepandaian dan kekuatannya yang sesungguhnya, kemudian dengan demikian, dengan sekaligus dia menyambut kedua serangan lawannya ini.

   Nama-nama Jim dan Lim kedua orang ini, dikalangan Kang-ouw sudah luar biasa terkenalnya, tenaga-dalam merekapun cukup tangguh pula, pendeknya mereka ini disegani sekali dalam rimba persilatan.

   Pada saat itu dengan bergabungnya tenaga kedua orang itu, kita dapat bayangkan sampai dimana kekuatan mereka berdua.

   Menampak hal itu, Lie Siauw Hiong hanya mengeluarkan suara-suara yang bernada ganjil saja, lalu dengan menambah kekuatannya dia mengeluarkan kekuatannya sebanyak delapan bagian.

   Jim dan Lim kedua orang ini tidak menyangka-nyangka, bahwa kekuatan Chit-biauw-sin-kun begitu hebat sekali.

   Mereka lalu mengerahkan semangat untuk menambah kekuatan mereka.

   Tek-seng-siu Su Kong Cong yang sudah mempunyai pengalaman luas sekali dalam kalangan Kang- ouw, menampak Lie Siauw Hiong ingin keras lawan keras, dia hanya tertawa dingin saja, kemudian dengan sikap yang berani dia tampil kemuka.

   Dengan mengeluarkan suara 'huuuu' yang keras sekali, Su Kong Cong telah menyambuti serangan Lie Siauw Hiong itu.

   Waktu kedua pukulan ini saling beradu, Lie Siauw Hiong merasa hatinya agak panas, hingga diapun dengan memiringkan tubuhnya segera menyambuti serangan lawannya itu.

   Su Kong Cong sendiri yang diluar atau dikalangan Kang- ouw mendapat gelaran Tek-seng-siu, kekuatan pukulannya dapat dibayangkan betapa lincah dan lihaynya.

   Lie Siauw Hiong sewaktu menyambut serangan ini, hatinya menjadi berdebaran keras sekali, maka dengan menarik nafas panjang, dia mengatur pernafasannya dengan berusaha untuk memperbaiki jalan pernafasannya, kemudian setelah berhasil, dia segera menghempos semangatnya pula dan sekarang, dengan menggunakan sepenuh tenaganya, dia telah melakukan serangannya kembali kepada lawannya.

   Harus diketahui, bahwa serangan maupun kekuatan yang dikeluarkan oleh Lie Siauw Hiong pada saat ini, adalah kepandaian dan kekuatannya yang setinggi- tingginya, hingga meski dia sendiri dengan sekaligus melawan tiga orang, mereka masih merasa agak sukar untuk menahan kekuatan serangan Lie Siauw Hiong ini.

   Pada saat itu, diantara sembilan jago-jago dari Kwan Tiong yang sudah keluar melakukan pertempuran telah ada tiga orang, hanya tinggal 'Tiang-tian-it-pek' Pek Hong yang masih berlaku adem belum dapat meraba-raba, dan bila dia sendiri turut turun kegelanggang pertempuran keempat orang itu.

   Orang ini, yang dulu pernah menjagoi dikalangan rimba persilatan, pernah menjagoi didaerah selatan dan utara sungai Tiang Kang.

   Tenaga-dalamnyapun cukup tangguh dan hebat, tapi terhadap setiap orang dia memang selalu suka menunjukkan sikap yang adem sekali.

   Dengan berdasarkan kepandaian dan pengalamannya, dia masih dapat melihat siapakah sebenarnya Chit-biauw- sin-kun ini dan sampai dimana pula kepandaiannya.

   Juga diapun masih belum dapat meraba-raba, dan bila dia sendir turut turun kegelanggang pertempuran, apakah lawannya pasti akan menderita luka-luka atau tidak.

   Maka selain dia sendiri yang masih berdiri diam menyaksikan pertempuran tersebut, seorang lainnya lagi, yaitu Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng, pasti tidak akan tinggal diam, jika dia turut serta mengeroyok Lie Siauw Hiong.

   Oleh karena itu, diapun menjadi ragu-ragu, sehingga mengakibatkan dia diam berdiri dan belum lagi mau menerjunkan dirinya kedalam medan pertempuran.

   Dalam pada itu, sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong berseru keras, ketika dia mengeluarkan tenaga-dalam yang sebesar-besarnya.

   Pertempuran berlangsung dengan amat serunya, dengan kedua belah pihak bertahan mati-matian untuk membela diri.

   Kemudian Lie Siauw Hiong telah menarik pulang pukulannya, sehingga tenaga ketiga lawannya menjadi tidak kompak lagi.

   Dengan begitu, Lie Siauw Hiong dapat menjaga dirinya dengan sebaik-baiknya.

   Sebaliknya, bila Jim, Lim dan Su Kong Cong bertiga menarik pulang pukulan mereka untuk mundur, maka mereka pasti akan menderita luka-luka parah, dari luar meski tampak sepintas lalu Lie Siauw Hiong berada dipihak yang kurang menguntungkan, tapi kenyataannya dialah yang berada dipihak sebaliknya, untuk mempertahankan dirinya.

   Pek Hong yang berdiri menyaksikan dari samping, akhirnya diapun tidak dapat menahan sabar terlebih lama pula.

   Dengan melangkah maju satu tindak dan sambil menghempos semangatnya, dia sudah bersiap-siap untuk menerjunkan dirinya kedalam gelanggang pertempuran.

   Didalam hati dia menduga, bila dia turun tangan untuk membantu kawan-kawannya, pasti Cia Tiang Kheng akan menghalang-halanginya.

   Oleh karena itu, dengan ekor matanya dia lirik pemuda she Cia itu, yang ternyata mukanya masih biasa saja dan tidak menunjukkan perasaan apa-apa, karena meskipun tangannya memegang pedang, tetapi dia tinggal tetap tidak bergerak.

   Tampaknya dia sangat tertarik dan gembira sekali agaknya menyaksikan pertempuran itu.

   Begitu Pek Hong menggerakkan tangan kanannya hendak menyerang Lie Siauw Hiong yang sedang bertempur dengan kawan-kawannya, sekonyong-konyong dari pinggir hutan terdengar suara orang yang berseru dengan suara nyaring, kemudian disusul dengan munculnya sesosok bayangan manusia yang membentuk sebuah lingkaran dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk menotok dan berbareng menangkis juga serangan Pek Hong itu.

   Harus diketahui, bahwa pada jaman tiga puluh tahun yang lampau, nama Chit-biauw-sin-kun telah dikenal di Hay-lwee sebagai salah seorang gagah yang paling lihay dan disegani orang.

   Pada saat itu Pek Hong menganggap Lie Siauw Hiong adalah Chit-biauw-sin-kun sendiri, maka dengan tidak berani berlaku ayal-ayalan lagi dia telah menyerang terhadap lawannya ini.

   Penyerangannya itu tidak menerbitkan suara apa-apa, tampaknya tidak bertenaga sama sekali, tapi kenyataannya pukulan ini dapat menghancurkan batu yang bagaimana keraspun.

   Gouw Leng Hong yang sedang bersembunyi diatas pohon pada saat itu, tidak dapat menahan sabar terlebih lama lagi.

   Maka pada waktu melihat Lie Siauw Hiong dalam keadaan bahaya, buru-buru dia meloncat turun untuk membantunya.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 20 Pada waktu yang lampau didaerah Hoo Lok, Tan-kiam- toan-hun Gouw Ciauw In telah menjagoi dikalangan Kang- ouw dengan sebatang pedangnya yang ampuh itu.

   Kepandaiannya pada saat itu sudah mencapai dipuncaknya, teristimewa dalam kepandaian permainan pedangnya yang hingga sebegitu jauh belum ada tandingannya.

   Kini Gouw Leng Hong yang mendapat didikan langsung dari ayahnya, sudah tentu ilmu permainan pedangnyapun sangat luar biasa pula.

   Pek Hong hanya merasa dimatanya tampak berkunang- kunang.

   Waktu pukulan lawannya hampir menemui sasarannya, baru dia menjadi terkejut sekali hingga telapak tangannya yang tadi tengah dimajukan dengan tidak menerbitkan suara apa-apa, kini agaknya karena pukulan Gouw Leng Hong, lantas menerbitkan suatu suara yang mengejutkan.

   Gouw Leng Hong tidak menduga bahwa lawannya mempunyai kekuatan yang demikian besarnya, hingga diapun diam-diam mengagumi lawannya yang kuat ini.

   Dan pada saat itu Pek Hong tanpa memandang lagi, apakah orang yang datang ini kawan entah lawan, diapun tidak berani berlaku lengah karena pihak lawannya terlampau kuat.

   Ketika kedua pukulan beradu satu sama lain, tubuhnya sendiri seakan-akan naik kembali dan waktu dia melihat lawannya, ternyata lawannyapun mundur sejauh tujuh atau delapan tindak, agaknya lawannyapun tidak dapat menahan pukulannya.

   Begitu kedua orang ini sudah melakukan percobaan sekali ini, Gouw Leng Hong segera mengetahui, bahwa kekuatannya lebih tinggi setingkat jika dibandingkan dengan lawannya, maka dengan berkeyakinan akan dapat mengalahkan musuh itu, Gouw Leng Hong lalu menyerang kembali lawannya dengan pedangnya.

   Menampak pergerakan lawannya itu, Pek Hong tidak berani berlaku ayal lagi.

   Diapun buru-buru menghunus pedang yang lemas dan ditaksir diantara dua sampai empat meter panjangnya.

   Gouw Leng Hong sekali lihat saja, dia sudah tahu, bahwa lawannya ini pasti bukan lawan yang empuk baginya.

   Pek Hong dengan berseru keras lalu menyerang lawannya lagi, maka dengan mengeluarkan suara 'trang' yang nyaring sekali, kedua senjata tajam itu sudah saling beradu satu sama lain, suatu tanda bahwa pertempuran kedua orang itu telah memasuki babak yang dahsyat, hingga Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng yang menyaksikan dari samping, merasa kagum sekali atas kepandaian kedua orang itu.

   Pada saat itu, segala kejadian yang sudah lewat selama sepuluh tahun yang lampau itu, satu-persatu dengan jelasnya terbayang dalam pikiran Cia Tiang Kheng, hingga dia ingat waktu dulu, bagaimana dia sendiri dengan empat orang kawannya pernah mengurung Bwee San Bin, dan ketika kini dia melihat Lie Siauw Hiong dikurung oleh keempat orang musuhnya, diam-diam mukanya menjadi merah saking malunya memikirkan peristiwa yang pernah diperbuatnya pada masa yang lampau itu.

   Lebih-lebih ketika melihat sikap Lie Siauw Hiong yang disangkanya Bwee San Bin itu, sama sekali tidak mengandung perasaan mendendam terhadapnya, hingga ia merasa ragu-ragu untuk berlaku curang sekali lagi.

   Kemudian ia lalu mendongak keatas, dan dengan hati yang berdebar-debar ia berpikir didalam hatinya .

   "Apakah aku harus membantu 'Chit-biauw-sin-kun' disaat ini juga ?"

   Dan justeru itu dia melihat Chit-biauw-sin-kun telah terancam bahaya maut.

   Dalam pada itu sekonyong-konyong muncul seorang pemuda keluar dari dalam hutan hendak membokong kepada Lie Siauw Hiong.

   Menampak kedatangan orang itu, Cia Tiang Kheng lalu berseru .

   "Pengkhianat! Kenalkah engkau padaku ?"

   Dengan cepat ia menotok pergelangan tangan orang yang baru datang itu.

   Berbareng dengan itu, Lie Siauw Hiong pun lalu berseru dengan suara keras untuk menghempos semangatnya.

   Dia menarik pukulannya hingga terpisah dengan lawannya dalam jarak sejauh setengah meter.

   Menampak kejadian tersebut, ketiga lawannya sama- sama terperanjat, karena Siauw Hiong menarik pukulannya, maka tubuh mereka menjadi maju pula, sedangkan pukulan mereka jatuh ketempat kosong, sehingga tanah yang terkena pukulan mereka, pada beterbangan hancur lebur menjadi debu.

   Melihat hal itu, merekapun menjadi tidak berdaya pula.

   Pada saat itu Lie Siauw Hiong yang menampak Cia Tiang Kheng tengah memandangnya dengan sorot mata penuh kegusaran, ia segera menduga-duga didalam hatinya, bahwa orang yang hendak membokongnya itu, pastilah bukan lain daripada Suteenya yang telah berkhianat itu, yakni Liok Hong adanya.

   Waktu pemuda kita menengok kearah kanannya, dilihatnya telapak tangan Pek Hong menyerang Gouw Leng Hong dengan hebat sekali, sehingga menerbitkan angin yang menderu-deru.

   Serangan pedang Gouw Leng Hong pada saat itu tak putus-putusnya tampak semakin lama semakin ciut saja lingkungannya.

   Lie Siauw Hiong mengetahui bahwa tenaga dalam Pek Hong lebih tinggi dari pada tenaga dalam Gouw Leng Hong, tapi disamping itu dia pun mengetahui yang 'tujuh puluh dua jurus dari ilmu pedang Twan-hun-kiam-hwat' belum habis dia keluarkan, maka dengan perasaan tenang-tenang saja dia memandang pada Cia Tiang Kheng.

   Sementara Cia Tiang Kheng yang sudah mulai bertempur dengan Suteenya, tiba-tiba terdengar membentak .

   "Hai, pengkhianat ! Apakah kau belum juga ingin menyerahkan diri untuk diikat ?"

   Dengan ganasnya Cia Tiang Kheng menyerang pundak kiri Suteenya, tapi sebaliknya dengan tertawa dingin Liok Hong lalu mundur setengah langkah kekanan, tangan kirinya lalu mencabut pedang dipunggungnya, sesudah pedang itu berada ditangannya, dengan mengeluarkan suara 'tang' kedua pedang mereka saling beradu, kemudian ia berkata dengan suara dingin .

   "Cia Tiang Kheng, sekarang tak ada lagi hubungan persaudaraan antara aku dengan kau, maka sejak hari ini dan selanjutnya, segala tindak- tandukku, kau tidak perlu tahu dan campur tangan !"

   Sekalipun dia mengatakan antara Sutee dan Suheng sudah putus hubungan, tapi karena pergaulannya selama bertahun-tahun itu tak mudah dia lupakan begitu saja, sehingga tanpa ia sadari lagi, Liok Hong masih saja selalu memanggil Cia Tiang Kheng dengan sebutan 'Suheng'.

   Cia Tiang Kheng masih tetap memegang pedang dan tidak bergerak, tangan kirinya lalu merogo kedalam sakunya sambil menarik sebuah lencana, kemudian dengan suaranya yang nyaring dia berkata .

   "Liok Hong, kau sudah lihat 'Tanda leluhur partai kita', apakah kau masih juga tidak mau berlutut ?"

   Tampak muka Liok Hong berubah sedikit, tapi dengan cepat pula mukanya beruhah kembali seperti biasa dan dengan tenang sekali dia menjawab .

   "Aku sejak tadi telah mengatakan kepadamu, bahwa Liok Hong sudah memutuskan perhubungannya dengan partai Tiam Cong, maka apakah faedahnya tanda itu bagiku ?"

   Cia Tiang Kheng yang melihat Suteenya begitu berani memandang ringan terhadap tanda leluhur partainya, badannya menjadi gemetar karena sangat marahnya.

   "Kau ... kau begitu berani ..."

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Diapun tidak dapat melanjutkan perkataannya pula karena amat marahnya.

   Jim To Swan yang menyaksikan aksi kedua orang ini dari samping, waktu dia melihat Cia Tiang Kheng tengah berdiri terbengong saking tercengang entah karena terkejutnya, sekonyong-konyong tangannya bergerak dan sebuah senjata rahasia dengan cepat sekali melesat dan menjurus kejalan darah 'Thian-tim' dipinggang kiri orang untuk mengambil jiwa Cia Tiang Kheng.

   Tatkala itu Cia Tiang Kheng tengah mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi seraya memegang tanda leluhur partainya, sehingga jalan darah dipinggangnya yang disebut 'Thian-cim' itu dengan sendirinya menjadi lowong.

   Dengan begitu, dengan licin dan curangnya Jim To Swan telah menyerang dengan senjata rahasianya, tapi sebelum senjata rahasia itu menemui sasarannya, tiba-tiba ditengah jalan sudah terpukul jatuh oleh benda lain.

   Hal mana, sudah barang tentu membuat Cia Tiang Kheng menjadi sangat terkejut.

   Buru-buru dia melihat ketanah, ternyata senjata rahasia yang terpukul jatuh itu adalah sebutir pasir halus, yang sudah dipukul jatuh oleh Lie Siauw Hiong.

   Seketika itu pertempuran antara Gouw Leng Hong dan Pek Hong pun sudah terhenti pula.

   Tiba-tiba Liok Hong memberi isyarat pada kedua perampok jahanam itu, yang serta-merta menyerang punggung Lie Siauw Hiong dari belakang secara ganas dan curang.

   Berbareng dengan itu, Jim To Swan pun telah menurunkan tangan jahatnya pula untuk menyerang Cia Tiang Kheng, hingga orang yang bersangkutan tidak menduganya sama sekali.

   Liok Hong pun dengan secara membokong lalu menyerang pada Gouw Leng Hong.

   Sementara Gouw Leng Hong yang pada saat itu tengah bersiaga untuk menangkis serangan lawannya yang berada dimukanya, sekonyong-konyong dia merasa dari arah belakangnya meniup keras angin dingin.

   Diapun menginsyafi, bahwa dirinya tengah diserang oleh dua orang lawannya.

   Dengan sekali gebrak saja kelima orang ini seakan-akan sudah diatur dari sebelumnya, masing-masing telah menyerang lawannya secara diluar dugaan, sehingga kedudukan Gouw, Lie dan Cia bertiga berada dalam keadaan yang herbahaya sekali.

   Mula-mula Lie Siauw Hiong merasakan kedua perampok itu menyerang dadanya.

   Karena dia tahu lawannya cukup tangguh, maka buru-buru dia melompat keatas, berbareng dengan mana ia mengeluarkan suara 'sret' ditengah-tengah udara, karena ternyata dia telah mencabut keluar pedangnya dari dalam serangkanya.

   Cia Tiang Kheng yang diserang secara tiba-tiba itu, sebenarnya telah mengalami kekagetan yang bukan main besarnya, kemudian dengan cepat dia balas menusuk jalan darah 'Kian-kah-hiat' pada tubuh Jim To Swan.

   Dia dapat melakukan hal itu dalam detik-detik yang keritik itu, karena dia sudah sangat berpengalaman dalam hal ilmu menotok.

   Sebenarnya dia bukan mestinya menyerang lawannya pada detik itu, tapi demi penjagaan keselamatan dirinya pada saat itu ia telah menyerang musuh untuk melakukan 'penjagaan diri' yang paling tepat sekali.

   Waktu dia melirikkan pandangannya kepada Gouw Leng Hong, dia lihat pemuda itu tengah diserang dengan jurus 'Chit-kim-tian-ek' (tujuh pasang burung mementang sayapnya), yang dengan secara aneh sekali telah dilakukan oleh Liok Hong, sedang Gouw Leng Hong karena belum mempunyai banyak pengalaman dalam pertempuran didalam kalangan Kang-ouw, maka seketika dia menjadi terkurung, tapi yang paling menguatirkan bagi diri pemuda tersebut, yakni tepat pada waktu itu juga, dari belakangnya ia diserang oleh Tiang-tian-it-pek Pek Hong.

   Sekalipun tipu 'Chit-kim-tian-ek' dari Liok Hong cukup aneh tampaknya, tapi dia seharusnya mengetahui juga, dengan siapa kini dia sedang berhadapan.

   Mereka yang sedang bertempur itu tidak tahu, bahwa tempat Gouw Leng Hong telah digantikan oleh Lie Siauw Hiong.

   Sekalipun pengalamannya belum sematang lawannya, dengan mengeluarkan jurus-jurus dari 'Kiu-cie-kiam-sek' dia telah dapat memecahkan serangan Liok Hong itu, hingga besar kemungkinan Liok Hong akan binasa dengan serangannya itu.

   Pada saat itu yang paling menguatirkan diri Gouw Leng Hong justeru adalah serangan yang mendatang dari arah belakangnya, yaitu yang dilakukan oleh Pek Hong, sekalipun Lie Siauw Hiong dengan mudahnya dapat mengelitkan serangan San-co-siang-ho, tapi untuk sesaat dia belum merasakan keadaan yang membahayakan diri Gouw Leng Hong itu.

   Kemudian waktu dia sadar akan hal tersebut, dia hanya melihat Cia Tiang Kheng memutarkan dirinya sambil menubruk kesitu.

   Karena waktu Cia Tiang Kheng menampak keadaan yang berbahaya bagi diri Gouw Leng Hong, entah sebab apa, sekonyong-konyong darahnya menjadi mendidih, sehingga dia telah melupakan segala sesuatu dan dengan cepat dia menarik kembali pedangnya yang sedang dipakai menotok Suteenya itu, dengan tidak memperdulikan pukulan Jim To Swan, kemudian dia lalu melompat sambil menggunakan jurus 'Chit-kim-tian-ek' akan menyerang kepada Pek Hong.

   Jurus 'Chit-kim-tian-ek' yang dilaksanakan oleh ahli waris dari partai Tiam Cong ini, keadaannya menjadi hebat sekali, karena dari delapan penjuru angin seakan-akan tampak bayangan pedang mengancam diri lawannya, tapi Pek Hong yang ternyata sangat lihay itu, sesaat kemudian telah membuat dirinya bagaikan dilindungi oleh empat belas pasang sayap burung yang menangkup diatas dirinya.

   Sambil menarik kembali pukulannya terhadap Gouw Leng Hong, dia terpaksa mundur tiga langkah untuk menghindarkan serangannya Cia Tiang Kheng.

   Oleh karena ini, serangan Tiang Kheng telah mengenai tempat kosong dan melayang melampaui kepala Pek Hong.

   Dan waktu dia turun kebumi kembali tampak dia agak sempoyongan, karena paha kirinya tadi telah terluka oleh pukulan Jim To Swan.

   Berbareng dengan itu, diapun mendengar beradunya suara senjata tajam, ternyata Gouw Leng Hong pada saat itu telah mengeluarkan jurus-jurus ilmu keturunan asli yang diturunkan oleh ayahnya.

   Dia menyerang dengan salah satu jurusnya yang disebut 'Bu-siang-swat-bong' (Hantu Bu Siang menebarkan jala), untuk memunahkan serangan Liok Hong yang sekonyong-konyong memakai jurus Chit-kim-tian-ek' untuk mencelakainya.

   Ternyata diantara sembilan jago-jago Kwan Cong ini, lima antaranya yang telah melakukan serangan secara menggelap terhadap lawan-lawannya, semuanya telah jatuh ditempat kosong, kecuali satu pukulan Jim To Swan yang telah berhasil bersarang dipaha kiri Cia Tiang Kheng.

   Gouw Leng Hong menginsyafi, bahwa orang yang membunuh ayahnya pastilah bukan Cia Tiang Kheng, tapi dia sebagai anak musuh ayahnya, dia merasa segan sekali bertempur berendeng dengannya dalam menghadapi lawan- lawannya, begitu pula Lie Siauw Hiong, yang berpendapat hampir bersamaan dengan Gouw Leng Hong, tapi pada saat itu mereka mau tak mau harus melawan lawan-lawan mereka dalam satu garis yang sama dan bahu-membahu.

   Kejadian diatas dunia ini memang kadang-kadang bertentangan sekali dengan keinginan kita masing-masing, maka apa yang diinginkan oleh Gouw Leng Hong adalah apa yang paling baik menurut jalan pikirannya sendiri.

   Ayah Cia Tiang Kheng, yaitu Cia Seng, sekalipun dulu telah turut berkomplot untuk membunuh ayah Gouw Leng Hong, yaitu Gouw Ciauw In, tapi kematiannya Gouw Ciauw In itu bukanlah ditangannya sendiri.

   Jika menurut pendapat Cia Tiang Kheng sendiri, bukankah Gouw Leng Hong pun telah menjadi pembunuh dari ayahnya sendiri, karena dalam perkomplotan tersebut ayah Cia Tiang Kheng pun telah terbunuh pula oleh tangan Gouw Ciauw In, hingga dengan demikian ayah Gouw Leng Hong pun menjadi pembunuhnya dari ayahnya sendiri ? Tentu saja, pada saat ini Cia Tiang Kheng tidak mengetahui siapakah nama Gouw Leng Hong ini.

   Dengan mengeluarkan suara 'sreeet' lantas pedang yang berada ditangan Gouw Leng Hong telah menjurus kedada Pek Hong.

   Bersamaan dengan itu, Lie Siauw Hiong pun telah mengeluarkan suara teriakan yang sangat memekakkan telinga, kemudian dengan mengandalkan tenaga dalamnya yang luar biasa kuatnya dia telah mengeluarkan serangan yang mematikan kepada sepasang perampok dari Shoatang itu.

   Serangan pedang Lie Siauw Hiong ini baru saja mendekati jarak lima meter jauhnya, ketika sepasang perampok dari Shoatang ini tiba-tiba saja merasakan angin yang keras dan dingin menyerang diri mereka, hingga baju Su Kong Cong dan Lim Siauw Coan pun berkibar-kibar kebelakang terkena angin tusukan pedang Lie Siauw Hiong itu.

   Sesungguhnya, orang-orang yang sedang bertempur sekarang ini, rata-rata semuanya berkepandaian tinggi, tapi kekuatan pedang Lie Siauw Hiong barulah pertama kali ini mereka menjumpainya, maka dalam hati Su Kong Cong dan Lim Siauw Coan berdua merasa agak jeri oleh karenanya.

   Cia Tiang Kheng pun lalu menggabungkan dirinya untuk bahu-membahu dalam menghadapi lawan-lawan itu, dengan ia sendiri mengeluarkan jurus 'Heng-hui-touw-kang' (lari melintang melintasi sungai), dia telah menyerang belakang Pek Hong yang hanya hampir mendekati jarak tiga cun jauhnya.

   Sekalipun ketiga orang ini melakukan penyerangan yang berbeda-beda waktunya, tapi pada saat itu karena cepatnya mereka melakukan serangan-serangan itu, tampaknya mereka seakan-akan bergerak dengan bersamaan saja waktunya.

   Pek Hong yang melihat permainan pedang Gouw Leng Hong sangat rapih dan tidak menentu serangan-serangannya, dia tahu bahwa Gouw Leng Hong tidak mudah dikunci serangan-serangannya, maka dengan cepat sekali dia mundur kebelakang, tapi tak dinyana waktu itu tusukan pedang Cia Tiang Kheng telah sampai.

   Sekonyong-konyong dia rasakan dibelakangnya berkesiur angin dingin menyamber dirinya, karena dia sudah banyak pengalaman dikalangan Kang-ouw, maka ia segera mengetahui, bahwa tusukan pedang lawannya terpisah dengan badannya tidak sampai tiga cun lagi.

   Maka kalau dia terlambat sedikit saja untuk mengelak, pasti dirinya akan terkena tusukan pedang lawan ini, hingga dengan tergesa-gesa dan laku yang terpaksa, dia mengeluarkan pukulannya untuk menjaga dirinya sendiri dari serangan pedang lawannya yang datang dari arah belakangnya itu.

   Pada saat itu Gouw Leng Hong agak memiringkan tubuhnya untuk menghindarkan serangan pukulan musuhnya, tapi pedang yang dipakainya menusuk meluncur tetap kejurusan tubuh lawannya.

   Oleh karena itu, maka kedua orang ini masing-masing berlompatan kekiri dan kekanan untuk mengbindarkan serangan-serangan lawan itu, tapi berbareng dengan itu, sebagian besar lengan baju Pek Hong kena terbabat putus.

   Cia Tiang Kheng dengan mengeluarkan jurusnya tadi, telah berhasil membabat kutung lengan baju Pek Hong, hal mana dapat dilakukannya dengan sempurna berkat pengalamannya yang cukup luas dan banyak.

   Itulah manfaatnya bila seseorang sudah berpengalaman dalam pertarungan digelanggang pertempuran dikalangan Kang- ouw.

   Dengan satu teriakan yang menyatakan kegusarannya, pukulan Jim To Swan dan serangan pedang Liok Hong telah membabat musuh dengan serentak.

   Apalagi Liok Hong ini, yang sepasang matanya mengandung sinar pembunuhan serta sikap yang licik, teranglah sudah, bahwa dia dengan mengandalkan jumlah orang yang lebih banyak ingin membasmi atau sedikit-dikitnya membunuh Suheng atau kakak seperguruannya sendiri.

   Keempat kawannyapun berpendapat demikian pula.

   Begitulah mereka yang tengah bertempur ini, masing- masing mengeluarkan tipu-tipu silat yang aneh dan lihay- lihay untuk menjatuhkan pihak lawannya, sedangkan sepasang perampok dari Shoatang itupun yang sudah menghunus senjata tajam masing-masing, berniat untuk menindas pihak musuh mereka secepat mungkin.

   Disini harus diketahui, bahwa setelah Hay-tian-siang-sat membubarkan perkumpulan sembilan jago-jago dari Kwan Tiong, mereka telah mengeram diri selama sepuluh tahun lebih, kemudian mereka muncul kembali sambil mengumpulkan pula orang-orang yang ingin memasuki perkumpulannya.

   Mereka sengaja telah memilih orang- orang yang berkepandaian tinggi, dan Jim To Swan berlima ini adalah belum lama saja memasuki perkumpulan sembilan jago-jago dari Kwan Tiong itu.

   Maka dengan menggabungkan diri dalam perkumpulan yang merupakan sembilan jago-jago dari Kwan Tiong ini, kekuatan dan kelihayan mereka dapat kita bayangkan sendiri sampai dimana tingkatnya.

   Begitulah pendapat kelima orang ini, yang dengan berbareng pula lalu mengeluarkan tipu-tipu serangan yang hebat-hebat.

   Tenaga kekuatan serangan mereka sungguh- sungguh mengejutkan orang, apalagi tenaga kekuatan Su Kong Cong dan Pek Hong berdua.

   Mereka berdua ini adalah ahli-ahli tenaga dalam, hingga serangan-serangan merekapun sangat sukar untuk ditangkis oleh lawan-lawan yang ilmu kepandaian silatnya masih rendah.

   Cia Tiang Kheng yang melihat kekuatan lima jago-jago dari Kwan Tiong ini, diam-diam ia menjadi kaget dan berkata didalam hatinya .

   "Sekalipun pada masa yang lampau keempat jago ahli waris dari partai-partai ternama menggabungkan diri untuk mengeroyok diri Bwee San Bin, tenaganyapun tidak sehebat sekarang, dia pikir hari ini dikuatirkan ..."

   Gouw Leng Hong adalah orang yang pertama-tama sekali mengalami pertempuran yang hebat ini, hingga saking tegang perasaannya, keringat dingin telah membasahi seluruh tubuhnya.

   Dan ketujuh orang ini, semuanya salah duga tentang diri Lie Siauw Hiong, karena mereka tidak dapat meraba sampai dimana kekuatan tenaga-dalam yang dimiliki Lie Siauw Hiong ini.

   Mereka hanya mendengar dan merasakan angin ser ser yang keras sekali, menyamber keluar atas diri mereka.

   Sedangkan sorot mata yang memancarkan sinar pandangan yang tajam dari belakang kedok itu, membuat mereka gentar, lebih-lebih ketika Siauw Hiong mulai melakukan penyerangan-penyerangan terhadap lawannya dengan jurus- jurus dari 'Tay-yan-sip-sek' yang paling hebat itu.

   Karena lawan-lawannya kebanyakan bukan terdiri dari murid-murid ahli lima partai, maka jurus-jurus 'Kiu-cie- kiam-sek' dari Bwee San Bin sekalipun memang sangat hebat sekali, tapi tidak tepat digunakan pada saat itu, itulah sebabnya mengapa Lie Siauw Hiong telah menukar tipu- tipu silatnya dengan jurus 'Tay-yan-sip-sek' untuk menyerang mereka.

   Jurus-jurus permainan pedangnya ini, adalah apa yang biasanya sangat dipuji dan dibanggakan sekali sebagai suatu ilmu yang tidak ada keduanya didunia ini oleh Peng Hoan Siangjin.

   Begitulah Lie Siauw Hiong telah menggunakan cara penyerangan demikian, sehingga kehebatan penyerangannya bertambah kuat dan rapat sekali.

   Pada saat itu, pedangnya dipakai separoh membacok separoh menusuk dalam suatu tipu yang bernama 'Hui- khok-liu-tan' (melayangnya senjata rahasia cepat bagaikan bintang beralih), hanya tampak sinar pedangnya saja yang berkelebatan menyamber kearah lawan-lawannya, hingga tidak ada satu bagian dari tubuh lawannya pun yang luput dari sasaran tusukan pedangnya ini.

   Tenaga yang dikeluarkannya pada kali ini, malah masih satu kali lipat lebih hebat daripada waktu dia melawan Hay-tian-siang-sat pada beberapa waktu yang lampau itu.

   Orang-orang yang dia hadapi pada saat itu, ialah sepasang perampok dari Shoa-tang, sedangkan Su Kong Cong pun membantunya dari samping mengunci jalan mundur Lie Siauw Hiong disebelah kirinya, maka Lim Siauw Coan lalu secara serentak menusukkan pedangnya kearah badan Lie Siauw Hiong disebelah kanan, serangan- serangan mana sangat rapat sekali dan tak mudah ditembus bagi lawan yang kurang tangguh.

   Tapi Lie Siauw Hiong tetap meneruskan serangan- serangan pedangnya.

   Begitulah lalu ketiga senjata tajam itu saling beradu satu sama lain, dan satu hal yang diluar dugaan telah terjadi, yaitu pedang Lie Siauw Hiong tetap menusuk menembusi serangan mereka dan mengancam akan menembusi juga tenggorokkan Lim Siauw Coan.

   Tadi mereka menduga bahwa pedang mereka pasti akan beradu satu sama lain, tapi karena gesit dan tangkasnya, pedang itu tidak bersuara, karena Lie Siauw Hiong telah berhasil meneruskan perlawanannya tanpa pedangnya sendiri menyentuh pedang-pedang lawannya.

   Tapi tenggorokan Lim Siauw Coan kini tengah terancam hebat sekali oleh tusukan pedang Lie Siauw Hiong.

   Melihat kejadian tersebut, Lim Siauw Coan yang mengalami kekagetan yang bukan alang-kepalang besarnya, semangatnya melayang entah kemana, kemudian dengan gugup dia menjatuhkan dirinya kebelakang dengan gerak 'Tiat-pan-kio' untuk menghindarkan serangan lawannya itu.

   Tapi berbareng dengan itu, Lie Siauw Hiong pun telah menarik kembali serangannya, dengan diatas leher Lim Siauw Coan tetap tergores segaris tanda merah bekas tusukan pedang Lie Siauw Hiong yang menyerempet itu.

   Setelah berhasil bangkit kembali, barulah Lim Siauw Coan merasakan lehernya sakit, sedangkan darah segar setetes demi setetes mengucur dari lehernya jatuh membasahi bumi, dan jika seandainya tusukan pedang itu sampai kejadian menusuk lebih dalam sedikit lagi, entahlah apa yang akan terjadi atas dirinya.

   Sepasang perampok dari Shoa-tang yang telah didesak pulang pergi, menyebabkan mereka sangat geram, hingga dengan sorot mata penuh kebencian, mereka memandang pada Lie Siauw Hiong.

   


Keajaiban Negeri Es -- Khu Lung Duel Dua Jago Pedang -- Khu Lung Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Karya Khu Lung

Cari Blog Ini