Munculnya Seorang Pendekar 11
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 11
Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id
Kemudian sambil menghunus pedang mereka bersiap-siap lagi untuk melakukan penyerangan lebih lanjut.
Tapi Lie Siauw Hiong yang menampak aksi kedua lawannya ini, hanya mengganda tersenyum kaku saja.
Ketika pedangnya sedikit diputar, lagi- lagi dia mengancam kedua orang lawannya itu.
Tangannya yang memegang pedang tampak sangat kuat sekali, dan pedang itu bergerak-gerak tanpa menjadi kacau barang sedikitpun.
Setelah itu, Siauw Hiong lalu mengeluarkan jurus yang disebut 'Hian-in-tam-eng' (awan yang berarak- arak melayang-layang diudara)! Dipihak lainnya, Gouw Leng Hong bersama Cia Tiang Kheng berdua yang bertempur melawan Jim, Liok dan Pek bertiga, keadaannya jauh berlainan sekali.
Gouw Leng Hong dikurung oleh Jim dan Pek.
Kedua orang ini dengan sengitnya melancarkan serangan-serangan, sehingga serangan pedang dari Gouw Leng Hong tidak dapat dikembangkan dengan lancar dan sempurna.
Sedang dipihak lainnya, Liok Hong pun dengan permainan pedang ditangan kirinya secara bertubi-tubi menyerang Suhengnya, tapi syukur juga Cia Tiang Kheng sudah pernah mengenal baik ilmu permainan pedang Suteenya, hingga dia dapat melawannya dengan menggunakan ilmu yang dia peroleh sebagai warisan dari partainya, partai Tiam Cong.
Bagaimanakah perkembangan pertempuran tersebut selanjutnya ? Dalam keadaan yang berbahaya sekali, Gouw Leng Hong lalu mengeraskan hatinya sambil menggertak giginya.
Pedang ditangannya mengikuti serangan Jim To Swan dan lalu diputarnya demikian rupa, sehingga sinar pedangnya yang berkilauan menyapu pelipis lawannya.
Kini sudah pada tempatnya dan sudah tepat saatnya mengeluarkan tipu silat leluhurnya yang dipanggil jurus 'Chit-cap-jie-louw- toan-hun-kiam-hwat'.
Dengan serangannya ini, dia telah berhasil menolong dirinya sendiri dengan jurus yang bernama 'Kwie-ong-pa-ho' (raja setan menyalakan obor).
Jim To Swan yang sedang menyerang lawannya dengan sengitnya, seketika dia tidak dapat menarik serangannya dengan segera, sedang Pek Hong yang diserang secara demikian, benar-benar dia tidak mengetahui cara bagaimana dia harus menangkis serangan lawannya ini.
Liok Hong yang menampak keadaan yang cdak baik dan tidak pula menguntungkan pihaknya, menjadi sangat terkejut sekali, hingga buru-buru dia melintangkan pedangnya untuk membantu menangkis serangan lawan yang sedang menyerang kawannya sendiri.
Cia Tiang Kheng yang sudah kenyang makan asam garam dalam kalangan Kang-ouw dan mempunyai pengalaman yang sempurna, tatkala menampak kejadian tersebut, dia menginsyafi benar apa yang diinginkan oleh Gouw Leng Hong, maka dengan ganas sekali dia lalu balas menindih pedang Liok Hong, sehingga Liok Hong tidak dapat membantu kawannya lagi seperti apa yang dimaksudkannya semula.
Begitu kedua senjata tersebut saling beradu, lantas terdengar suara 'traaannng' yang nyaring sekali, kemudian disusul dengan lelatu api yang tampak muncrat kian- kemari.
Oleh karena diserang secara demikian, dengan terpaksa Liok Hong mundur setengah tindak kebelakang.
Tentang kepandaian tenaga-dalam Liok Hong ini, masih harus diakui lebih unggul setingkat daripada Suhengnya.
Disamping itu, sekalipun Pek Hong sudah terluput dari serangan pedang lawannya, tapi Gouw Leng Hong seketika itu juga telah menyerang kembali dengan tipu 'Ngo-kwie- lun-ce' (lima setan dengan menggunakan senjata pencakar mencakar dirinya).
Tampak sinar pedang lawannya berkeredepan memenuhi mukanya, ternyata pihak lawannya dari bertahan kini berbalik menjadi pihak yang menyerang.
Waktu kemudian serangan Jim To Swan dan Liok Hong diluncurkan, maka serangan Gouw Leng Hong dan Cia Tiang Kheng menjadi tidak seganas seperti apa yang tadi dilakukan mereka.
Pek Hong dengan ganasnya menyerang lawannya dua kali, dia sudah berkeputusan untuk mengakhiri pertempuran tersebut selekas mungkin, yang mana pun sependapat dengan Tiang-tian-it-pek dan Cian-siu-kiam- khek berdua.
Begitulah dengan yang seorang menyerang dengan sepasang kepalannya, yang lainnya menggunakan pedangnya yang panjang untuk mengurung lawannya.
Seketika itu juga, disekitar mereka bayangan kepalan dan pedang mengitari seluruh tubuh orang yang tengah bertempur dengan serunya itu, hingga kecepatan mereka sungguh-sungguh mengejutkan dan membuat orang kagum saja.
Justeru tepat pada waktu itu juga, sekonyong-konyong terdengar suara orang yang menarik napas, kemudian disusul dengan suara nyaring sekali karena beradunya senjata tajam, lalu diseling lagi dengan suara teriakan orang yang bernada rendah, sehingga menyebabkan ketiga orang yang sedang bertempur itu menahan serangan-serangan mereka sebentar.
Mereka membalikkan badan untuk memandang, apa gerangan yang telah terjadi.
Mereka melihat tangan kanan Lim Siauw Coan yang memegang martil sudah menggelantung lunglai, sedangkan pedang ditangan kirinya sudah sedari tadinya dijatuhkan lawannya diatas tanah.
Baju batas pundaknya sudah terkoyak-koyak besar sekali dan dibalik kulitnya samar-samar terlihat tanda darah yang berhenti mengalir, dan pedang yang digenggam oleh Tek-seng-siu Su Kong Cong sekalipun tidak sampai dipentalkan lawannya, tapi bajunya batas dadanya telah terkoyak pula kena tusukan pedang lawannya.
Tampak bajunya pada saat itu sudah tidak keruan lagi bentuknya.
Dan Chit-biauw-sin-kun dengan berdiri tegak melintangkan pedangnya berdiri dengan angkarnya, sedang matanya memandang pada dua orang perampok dari Shoatang tersebut.
Hiauw-gwat-han-sim-ciang Jim To Swan diantara kesembilan jago-jago Kwan Tiong, dialah salah seorang yang terkemuka sekali disamping Hay-tian-siang-sat, dan pada saat ini dialah yang menjadi pemimpinnya, didalam hati diam-diam dia merencanakan .
"Chit-biauw-sin-kun, kini telah muncul kembali dikalangan Kang-ouw, tenaga- dalamnya amat kuat dan kepandaiannya pun tinggi sekali. Setelah itu Cia Tiang Kheng ini juga tidak mudah dihadapi. Ditambah dengan Gouw Leng Hong, yang sulit pula untuk dikalahkan. Apalagi sekarang Lim Siauw Coan sudah dapat dikalahkan oleh lawannya, membuat keadaan selanjutnya lebih banyak celakanya daripada selamat ..."
Berpikir sampai disitu, lantas dia meneriakkan kawan- kawannya .
"Lekas meninggalkan tempat ini dengan serentak !"
Oleh karena sudah tak tak kuat lagi menghadapi lawan- lawannya yang sangat tangguh itu, maka dianjurkannya kawan-kawannya melarikan diri saja.
Berbareng dengan itu, Jim To Swan lalu mengeluarkan jurus Hiauw-gwat-han- sim-ciang, pukulannya yang paling luar biasa dan yang paling diandalkannya selama dia mengembara dikalangan Kang-ouw, ditujukan pada diri Gouw Leng Hong.
Cian-siu-kiam-khek Liok Hong pun mengetahui, bahwa Gouw Leng Hong adalah lawan yang paling lemah kekuatannya, maka diapun lalu menyerang dengan pedangnya mengikuti jejak kawannya untuk melarikan diri bersama-sama.
Pek Hong bersama Su Kong Cong dengan melindungi Lim Siauw Coan, juga coba berusaha menerobos kepungan lawannya untuk melarikan diri pula.
Lie Siauw Hiong lalu mengibas-ngibskan pedangnya diudara, tidak berniat menghalang-halangi lari musuhnya itu, juga dia tidak melanjutkan serangan-serangannya.
Gouw Leng Hong sendiri berhasil mengelitkan dirinya dari serangan lawannya yang mempergunakan tipu 'Hiauw- gwat-han-sim-ciang' tersebut, karena dengan sekali loncat saja dia telah berhasil melompat setinggi beberapa tombak, dan waktu kemudian badannya turun kembali ketanah, keenam jago-jago dari Kwan Tiong itu sudah meninggalkan kalangan pertempuran dengan lari pontang-panting.
Kesembilan jago-jago dari Kwan Tiong yang katanya mulai mementangkan sayapnya lagi, tapi beberapa diantaranya ini yang kabarnya berkepandaian cukup tinggi itu, ternyata dengan sekali bergebrak saja sudah menderita kerugian, karena baru saja gabungan mereka berdiri, atau kembali mereka telah terbentur dengan Chit-biauw-sin-kun yang lihay itu.
Keadaan dalam hutan tersebut kini sudah menjadi sunyi kembali.
Lie Siauw Hiong melihat kusir-kusir kereta yang telah dibunuh oleh sepasang perampok dari Shoatang berjumlah sepuluh orang lebih, mayat mereka terkapar diatas tanah begitu saja, mayat mereka bergelimpangan, sedangkan darah mereka memerah membasahi bumi.
Menyaksikan pemandangan yang mengerikan ini, hatinya timbul rasa kasihan.
Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong mengeluarkan suara teriakan terkejut, karena seketika itu dia tidak melihat Cia Tiang Kheng lagi.
Lie Siauw Hiong segera menoleh kepadanya, dia sendiri sejak tadi tak memperhatikan lagi Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng itu, hingga ia tak tahu, bahwa ahli pedang partai Tiam Cong itu telah melarikan diri.
Waktu Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong melihat kedepan dengan cermat, dari kejauhan mereka hanya melihat sebuah titik hitam yang kecil sekali, bergerak-gerak meninggalkan tempat itu.
Dengan sendirinya dia pun maklum, bahwa titik hitam itu tentunya tak lain daripada bayangan Cia Tiang Kheng adanya.
Dengan menarik nafas panjang dan menunjukkan perasaan kecewanya, Gouw Leng Hong lalu berkata .
"Hiong Tee, Cia Tiang Kheng ini adalah seorang ksatria sejati, tapi dia adalah salah seorang yang telah melukai diri Bwee Siok-siok, bagaimana .."
Dia sesungguhnya tidak enak untuk mengatakan 'Cia Tiang Kheng juga merupakan putera salah seorang yang telah membunuh ayahnya sendiri', dia tidak tahu apa sebabnya, maka perasaannya terhadap Cia Tiang Kheng sangat berkesan sekali.
Dia merasa senang sekali menampak sifat-sifat orang tersebut.
Lie Siauw Hiong sendiripun merasa, bahwa sekalipun dia itu 'musuhnya', tetapi telah saling bahu-membahu dalam menghadapi lawan-lawan yang tangguh tadi.
Sementara itu, tiba-tiba terdengar suara tangisan orang yang menyedihkan sekali.
Dengan ini, mereka sadar, bahwa disitu ada seorang anak dara yang belum sempat terbunuh oleh kedua perampok dari Shoatang itu, maka kedua pemuda itu lalu maju menghampiri anak dara tersebut.
Pada saat itu, anak dara itu tengah berlutut ditanah memegang tubuh seseorang yang telah menjadi mayat, sambil menangis dengan sedihnya.
Anak dara itu masih muda belia, ditaksir umurnya paling banyak diantara delapan belas sampai sembilan belas tahun.
Dia tampak dengan sedih sekali menangisi mayat itu, mayat seorang tua, yang janggutnya sudah berwarna putih seluruhnya, sedangkan didadanya terdapat bekas tusukan pedang.
Orang tua ini adalah ayahnya anak dara itu.
Kedua orang ini berjalan menghampiri dibelakang anak dara itu, tapi anak dara itu belum lagi menginsyafi, bahwa dibelakangnya berdiri dua orang yang masih asing baginya, karena dia ini sedang menangis dengan sedih dan pilu atas kematian ayahnya.
Setelah berselang sejurus lamanya, akhirnya Gouw Leng Hong lalu membuka suara dan berkata dengan suaranya yang perlahan .
"Kho-nio (nona), para perampok tadi sudah kami mundurkan dan telah lari jauh pula."
Anak dara itu tiba-tiba terkejut sekali, perlahan-lahan dia mengangkat mukanya dan melihat dibelakangnya berdiri dua orang yang masih asing baginya itu, hingga ini membuat hatinya merasa tambah terkejut.
Waktu anak dara itu menoleh serta-merta tampaklah wajahnya yang sangat cantik sekali, dagunya berbentuk telur angsa, alisnya bagaikan daun pohon Yangliu, hidungnya mancung bak selodang, kulitnya putih bersih, dikedua pasang matanya yang jeli itu jatuh berderai butiran- butiran air mata bagaikan kaca jatuh kebatu.
Siapakah yang takkan terharu memandang keadaan ini ? Hati Gouw Lang Hong yang tenang itu tiba-tiba terasa tergerak, setelah melihat wajah anak dara itu seakan-akan ada suatu tenaga gaib yang mendadak telah menariknya.
Lalu diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .
"Nona ini sungguh sangat cantik. Andaikata saat itu berhias sedikit saja, pasti kecantikannya akan lebih agung kelihatannya. Dapat dibayangkan, bisa membuat pemuda-pemuda mabuk kepayang padanya. Siang terbayang-bayang dan malam menjadi mimpi."
Lie Siauw Hiong pun berpendapat pula bahwa kecantikan anak dara ini sukar dicari taranya, dibandingkan dengan orang yang sudah dikenalnya seperti Pui Siauw Kun dan Kim Bwee Leng, tampaknya tidak dapat diragukan lagi, dia masih jauh lebih cantik agaknya dan tampaknya cuma anak dara Bu Kek Toocu saja, yaitu Ceng Jie, yang dapat menyamainya.
Dalam waktu sekejap mata saja bayangan-bayangan anak dara yang cantik-cantik yang pernah dia jumpainya, mendadak terbayang pula dalam kenangannya.
Siauw Kun memang cukup cantik, Bwee Leng sangat lembut dan sopan, Ceng Jie adalah yang paling cantik diantara kedua gadis itu.
Sesungguhnya, ingatannya yang begitu banyak itu, lalu terlintas satu-persatu diruang matanya, sampai sekarang kesemuanya ini bagaikan sebuah impian saja.
Waktu dia berpikir bagaimana Siauw Kun dan Ceng Jie sudah terkubur didasar lautan, dan mati hidupnya Bwee Leng baginya masih belum terang, tidak terasa lagi hatinya merasa pilu sekali.
Anak dara yang sedang menangis dengan sedih ini, waktu menoleh kebelakang, dia melihat ada dua orang laki- laki yang tidak dikenalnya sedang berdiri dibelakangnya, seketika itu juga lalu dia menghentikan tangisannya.
Dengan mata yang masih mengandung butiran-butiran air mata, samar-samar dia melihat seorang pemuda diantara dua orang itu memakai kedok, sedangkan yang seorang lagi tampaknya lebih tampan dan masih muda sekali, sehingga dara ini tidak berani menatap pemuda itu lebih lama, akhirnya dia lalu tundukkan kepalanya, kembali dia menngis tersedu-sedu.
Lie Siauw Hiong yang memandang kejadian itu, lalu menjadi siuman dari lamunannya.
Setelah dia menyarungkan kembali pedangnya dan melihat anak dara tersebut menangis lagi sambil menundukkan kepalanya, diapun merasa terharu juga, lebih-lebih Gouw Leng Hong.
Mukanya tampak sangat gugup dan kuatirkan anak dara tersebut.
Menyaksikan aksi Gouw Leng Hong ini, hati Lie Siauw Hiong merasa tercengang dan berselang sejurus kemudian diapun maklum apa artinya perbuatan kawannya ini.
Lie Siauw Hiong lalu jalan mendekati dua langkah, mendengar suara tindakan kaki orang menghampiri kearahnya, anak dara itu lalu mengangkat mukanya lagi memandang, ternyata pada kedok pemuda ini terlukis gambar tujuh kuntum bunga Bwee.
Tampak dara itu sedikit takut terhadapnya, karena hal itu terbukti dengan ditariknya kembali mukanya yang memandang pada Lie Siauw Hiong itu.
Lie Siauw Hiong lalu bertanya .
"Numpang tanya, siapakah gerangan nama nona ? Bagaimanakah kejadiannya sehingga nona dapat berjumpa dengan para perampok ini ?"
Anak dara tersebut lalu menghentikan tangisnya, dengan perasaan yang sedih sekali lalu dia menceritakan segala sesuatu yang telah terjadi atas dirinya.
Sekalipun Lie Siauw Hiong yang mengajukan pertanyaan, tapi waktu dia menjawabnya, matanya terus-menerus memandang pada Gouw Leng Hong.
Dia tampaknya sangat takut sekali kepada Lie Siauw Hiong.
Ternyata anak dara ini she Souw, namanya Hwie Cie, ayahnya bernama Souw Hong Too, pernah menjabat sebuah pangkat yang rendah dalam kantor pemerintah daerah.
Waktu ayahnya memasuki usia pertengahan, dia telah ditinggal mati oleh istirinya, dengan hanya meninggalkan seorang anak perempuan saja, yaitu Souw Hwie Cie ini.
Dia menganggap anak dara ini sebagai sebutir mutiara berharga, maka siang malam dia rawat dengan penuh kecermatan, karena sayangnya terhadap anak daranya ini, dia bersumpah untuk tidak kawin lagi, karena bila dia kawin lagi, belum tentu ibu tirinya dapat menyayangi anaknya seperti ibu kandungnya sendiri.
Demikianlah dengan penuh kasih sayang dia memelihara anak dara yang semata wayang ini sehingga dewasa.
Pada tahun itu sekalipun pangkatnya sudah dinaikkan sehingga cukup tinggi, tapi dia ini tidak loba seperti lain orang, terhadap rakyat jelata dia menyayangi bagaikan anaknya sendiri, maka tidak heran sekalipun dia telah lama memangku jabatannya, dia tetap miskin saja, sedikit harta yang berarti pun tidak berhasil dia kumpulkan atau miliki.
Karena dia melihat kawan-kawan disekitarnya semuanya berlaku korup, dan dia yang selalu berlaku jujur sudah tentu mendapat ejekan dari kawan-kawannya, maka melihat suasana yang tidak enak ini, lalu dia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dia sudah bertekad untuk pulang kembali kekampung halamannya dipropinsi Ouw Lam.
Dikampung halamannya ini sekalipun dia tidak mempunyai famili yang terdekat lagi, dibandingkan hidup dirantau lebih baik dikampung halaman sendiri, maka dengan begitulah dia lalu pulang kekampung halamannya, untuk menghabiskan sisa hidupnya disana, hingga pada hari itu dia sampai didaerah yang sial baginya itu.
Pada waktu itu sepasang perampok dari Shoatang telah mendengar kabar bahwa daerahnya akan dilalui oleh seorang berpangkat yang akan pulang kekampung halamannya.
Karena para perampok menganggap bahwa seorang yang berpangkat tentu mempunyai harta yang berlimpah-limpah, dan tentu pula mereka tidak pernah menduga bahwa ayah dan anak dara ini sekalipun menjabat pangkat yang cukup tinggi, tapi karena seumur hidupnya dia berlaku sangat jujur, maka harta yang dikumpulkannya tidak seberapa banyak, bila dibandingkan dengan kawan- kawan sejawatnya.
Lain hal lagi yang membesarkan hati mereka, ialah mereka telah menerima perintah untuk memancing Cia Tiang Kheng kesitu oleh bisikannya Jim To Swan.
Maka sebegitu lekas rombongan kereta pembesar itu sampai digunung Thong Pek San, lalu mereka diserbu oleh sepasang perampok yang terkenal dengan nama julukan San-co-siang-ho.
Souw Hong Too waktu pulang kembali kekampung halamannya, dia hanya membawa kereta yang tidak seberapa banyak jumlahnya, lagi pula tidak seperti kaum berpangkat lainnya yang begitu mentereng.
Tapi sebaliknya sepasang perampok dari Shoatang ini yang menduga bahwa kereta itu tentu membawa jumlah harta yang tidak sedikit dan berharga, maka kedua perampok itu lalu mengambil keputusan yang pasti untuk turun tangan terhadapnya.
Sungguh kasihan sekali Souw Hong Too dan para kusir- kusir kereta yang telah bernasib malang itu, mati dibawah golok para perampok, dan setelah mereka menewaskan orang-orang Souw Hong Too ini, mereka lalu memeriksa hartanya, tapi ternyata hampa belaka.
Dan baru saja sepasang perampok dari Shoa-tang ini ingin menanyakan barang-barang yang dibawa Souw Hwie Cie, mendadak Cia Tiang Kheng sampai kesitu.
Begitulah mereka lalu bertempur dengan serunya, hingga selanjutnya turut juga dalam pertempuran itu Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong kedua pemuda yang tampan dan gagah berani itu.
Souw Hwie Cie sambil memeluk tubuh ayahnya, mengisahkan peristiwa yang baru saja dialaminya dengan sedih dan pilu.
Berkata sampai disitu, tidak terasa lagi Souw Hwie Cie tidak dapat menahan tangisnya lagi, sehingga dia menangis lagi dengan sedihnya.
Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong yang melihat keadaan anak dara ini, perasaan hati merekapun menjadi semakin terharu.
Gouw Leng Hong lalu memandang pada Lie Siauw Hiong, kemudian diapun memandang pada anak dara itu.
Baru saja dia ingin membuka mulutnya, Lie Siauw Hiong telah mendahuluinya sambil berkata .
"Twako, cobalah kau bujuk dia."
Mukanya Gouw Leng Hong menjadi merah sekali, tapi dia tetap maju kehadapan Souw Hwie Cie dan berkata .
"Kho-nio, hentikanlah tangisanmu, pada saat ini, yang paling penting adalah mengurus penguburan mayat ayahmu."
Anak dara tersebut benar saja lalu menghentikan tangisannya.
Kemudian Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong lalu mencabut pedang mereka masing-masing, untuk mengorek tanah dan menggali sebuah lobang untuk menguburkan mayat ayah anak dara itu.
Tak lama kemudian, selesailah mereka menggali sebuah lobang yang sangat besar, untuk kuburan mayat-mayat ayah dara itu dan kusir-kusir kereta itu.
Dari bawah sebatang pohon Gouw Leng Hong sekonyong-konyong menarik sebuah batu besar, dia bersedia untuk menulis sesuatu.
Lie Siauw Hiong setelah menyambut batu besar itu, lalu dia ulurkan jari-jari tangan kanannya, dan dengan mengempos semangatnya yang disalurkan keujung jari-jari tangannya itu, dia mulai menulis diatas batu besar itu dengan kata-kata sebagai berikut .
"Disini terbaring dengan tenang arwahnya Souw Hong Too."
Begitu jari-jarinya menempel diatas batu besar itu, lalu batu tergoreslah dan abunya beterbangan kesana-kemari, kemudian disitu tertera tulisan-tulisan yang sangat terang dan dalam, suatu tanda bahwa tenaga yang dikeluarkannya ini sungguh luar biasa sekali, untuk membuat tulisan-tulisan itu.
Setelah selesai menulis dengan jari-jari tangannya, lalu Lie Siauw Hiong menarik nafas panjang, diantara suara tarikan nafasnya ini, dia merasa sedikit gembira, karena dia sudah berhasil membuat sesuatu kebaikan untuk anak dara ini.
Souw Hwie Cie terhadap kepandaian yang sangat luar biasa dari Lie Siauw Hiong ini seakan-akan tidak merasanya, dia hanya memandang pada Gouw Leng Hong saja, yang pada wajahnya terpancang sebuah pandangan yang aneh sekali, hal mana sukar diduga, apakah dia merasa sedih ataukah gembira maupun terkejut.
Setelah kedua orang ini habis memberesi sesuatu, Souw Kho-nio barulah mengucapkan terima kasihnya pada kedua pemuda ini sambil berkata .
"Aku telah menerima pertolongan yang sangat berharga dari kalian, dan kalianpun telah menguburkan mayat ayahku dengan sempurna, budi yang demikian besarnya ini, entah dengan cara apakah dapat aku balas kelak ?"
Sambil berkata begitu, diapun lalu ingin berlutut untuk menyatakan perasaan terima kasihnya.
Gouw Leng Hong menjadi gugup sekali, buru-buru dia mengulurkan tangannya membangunkan anak dara ini, tapi sekonyong-konyong dia merasa segan dan malu-malu, sehingga tangannya tak sampai menjamah bahu anak dara itu.
Untunglah Lie Siauw Hiong telah mengeluarkan suatu tenaga yang tidak kelihatan, yang dapat mencegah anak dara itu tidak sampai berlutut diatas tanah.
Souw Hwie Cie yang kini tidak mempunyai senderan lagi, setelah berdiam setengah harian, barulah dia terpikir bahwa dikota Cee Leng ayahnya mempunyai sahabat karib yang memangku jabatan wedana (tikoan), dan mungkin orang tua itu dapat menolongnya.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lie dan Gouw setelah berunding sebentar, lalu sepakat untuk mengantarkan anak dara ini kekota Cee Leng.
Menampak kedermawanan kedua pemuda ini, Souw Hwie Cie pun merasa sangat berterima kasih dan senang sekali, jika kedua pemuda ini sudi mengantarkannya ketempat yang dituju.
Oleh karena itu, ditengah perjalanan mereka tak henti-hentinya saling bercakap-cakap, sehingga mereka bertiga tidak merasa terlampau kesepian dan canggung.
Gouw Leng Hong begitu melihat Souw Hwie Cie, entah perasaan apa yang telah terbit didalam hatinya, sekalipun ditengah perjalanan dia berjalan berendeng dengan Lie Siauw Hiong, tapi perasaan simpatinya terang menyolok keluar dari perbuatannya.
Begitupun Souw Kho-nio yang mengalami perubahan besar dengan secara sekonyong- konyong, tadinya dia merasa sedih sekali karena tidak mempunyai famili lagi, hingga tidak putus-putusnya air matanya berderai-derai saking amat sedihnya.
Belakangan setelah dihibur oleh Gouw Leng Hong, kecuali merasa sangat sedih dan berterima kasih, didalam lubuk hatinya kemudian timbul sebuah perasaan yang sukar dilukiskan.
Begitulah mereka berjalan dengan lambat sekali, mengantarkan Souw Hwie Cie sampai dikota Cee Leng.
Keramaian dipuncak gunung Thay San hanya kurang lebih tinggal lima hari lagi saja.
Setelah kereta berhenti dimuka rumah sahabat karib ayah nona Souw ini, lalu dia mengirimkan kartu nama ayahnya masuk kedalam pada sahabat ayahnya ini, kemudian karena tidak ingin mengganggu orang, lalu Lie Siauw Hiong bersama Gouw Leng Hong berpamitan pada Souw Hwie Cie.
Setelah berselang beberapa lamanya, barulah Souw Hwie Cie mengetahui, bahwa kedua pemuda tersebut adalah pendekar-pendekar gagah dikalangan Kang-ouw.
Waktu mereka ingin berpamitan dengannya, karena merasa sekalipun dia diperbasakan untuk mampir, merekapun pasti akan pergi juga, maka dengan berlinang- linang air mata anak dara itu mengantarkan kepergian kedua pendekar muda ini, hingga Gouw Leng Hong yang menampak air mata nona itu yang berlinang-linang deras sekali, dia pun merasa berat sekali untuk berpisah dengan anak dara itu.
Akhirnya, bagaimanakah perhubungan antara Gouw Leng Hong dengan Souw Hwie Cie ini ? Apakah diantara mereka terjalin sebuah jodoh yang sempurna ? Dan bagaimanakah keramaian dan ketegangan dalam pertemuan dipuncak gunung Thay San nanti ? Untuk mengetahui hal ini, silahkan pembaca baca cerita lanjutannya.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 21 Souw Kho-nio lalu menjawab .
"Kalian berdua setelah selesai mengurus pekerjaanmu, haraplah supaya sudi menemukan aku sekali lagi ..."
Sesudah berkata begitu, lalu suaranyapun lenyap ditenggorokannya.
Sementara itu dari sebelah dalam kantor kewedanaan terdengar suara rebut-ribut, suatu tanda bahwa orang yang sedang dinantikan tengah mendatangi.
Lie Siauw Hiong lalu memberi nasihat pada Souw Kho- nio untuk merawat dirinya baik-baik, kemudian sambil menarik tangan Gouw Leng Hong dia berkata .
"Jalan,"
Lalu kedua orang itu buru-buru berpamitan dari nona itu. Mereka berdua segera keluar dari pintu kota. Disepanjang jalan mereka tidak banyak bercakap-cakap lagi, lebih-lebih ketika Lie Siauw Hiong menampak dengan sengaja dia mengajukan pertanyaan .
"Twako, kini kita hendak pergi kemana ?"
Gouw Leng Hong menjadi tersadar oleh pertanyaan ini, tapi untuk seketika dia tidak dapat menjawab barang sepatah katapun. Setelah berselang sejurus lamanya, barulah dia berkata .
"Sudah tentu kita harus pergi ... ya, pergi ... kepuncak gunung Thay San !"
Lie Siauw Hiong tersenyum simpul, hingga Gouw Leng Hong yang menampak begitu, mukanya menjadi merah, kemudian mereka menyelinap diantara orang banyak yang berkerumunan dijalan raya.
Pada saat itu dilangit tampak cuaca sangat terang dan bersih.
Karena masa itu baru saja menjelang permulaan musim Ciu (rontok), maka suasana dalam kota masih dapat dirasakan dua macam hawa udara yang berlainan.
Dan sekalipun matahari terpancang diudara, tapi hawa udara yang sangat dingin dirasakan menusuk tulang dan sumsum.
Mereka menuju kepuncak gunung Thay San yang terkenal sebagai salah satu gunung nomor satu ditanah Tiong-goan.
Disitu mereka jalan memasuki jalan pegunungan tersebut yang panjangnya kurang lebih setengah lie, dimanapun tampak para pelancong yang tak putus-putusnya pergi datang kedaerah disekitar pegunungan itu, yang jalan- jalannya sangat luas dan dirawat baik sekali.
Dipinggir jalan terdapat sebatang pohon yang besar sekali, yang cabang- cabang dan daun-daunnya hampir menutupi jalan tersebut.
Dikiri-kanan jalan itu terdapat sebidang tanah yang ditumbuhi rumput-rumput yang menutupi hampir separuh dari daerah pegunungan disitu.
Dan sekalipun pada saat itu telah menjelang musim rontok, tapi rumput-rumput itu masih tetap tumbuh dengan subur dan berwarna hijau.
Pada setiap detik bila angin pegunungan datang meniup maka terdengarlah suara yang berkeresekan dari daun-daun pohon yang tumbuh disitu, dan sejauh-jauh mata memandang, jalan yang panjang ini seakan-akan tampak bagaikan seekor ular saja layaknya, tapi bila orang memandang dengan lebih cermat dan teliti, orangpun akan segera mengetahui, bahwa jalan tersebut akan menjadi buntu dalam pegunungan tersebut.
Sekonyong-konyong terdengar suara berketuprakan dari derapan kaki kuda.
Suara itu terdengar lebih jelas didaerah yang demikian sunyi itu.
Keramaian dipuncak gunung Thay San ini memang menarik tidak sedikit orang yang berminat datang untuk bersembahyang atau menonton keramaian disitu.
Keramaian dipuncak gunung Thay San itu sebenarnya masih ada satu hari lagi dimuka dirayakannya, tapi orang-orang dikalangan Kang-ouw yang datang kesitu sudah banyak sekali, hingga tampaknya mereka bernapsu sekali untuk menonton keramaian tersebut.
Dan orang-orang yang sudah berpengalaman luas dikalangan Kang-ouw, pasti menginsyafi, bahwa keramaian sekali ini mengandung bahaya yang besar sekali.
Karena mereka menduga, bahwa dalam keramaian ini kelima ahli partai besar pasti akan dapat dirobohkan orang.
Tapi keadaan yang paling berbahaya dan tegang yang mereka ramalkan, adalah justeru karena munculnya kembali Chit- biauw-sin-kun dalam rimba persilatan.
Tanpa memperhatikan pada berkisarnya sang waktu, orang melihat bahwa matahari sudah tergantung tepat ditengah-tengah udara, suatu tanda bahwa pada saat itu sang haripun telah menjelang tengah hari.
Kemudian dari jalan kecil yang sempit orang mendengar suara derap kaki kuda, yang kemudian disusul dengan munculnya dua orang penunggang kuda dari balik tikungan jalan tersebut.
Kedua orang penunggang kuda ini usianya masih muda belia.
Salah seorang antaranya berwajah lebih tampan daripada yang lainnya.
Mereka tampaknya datang keatas gunung untuk turut menyaksikan keramaian.
Si pemuda yang menunggang kuda disebelah kiri, dibebokongnya terselip sebatang pedang panjang, dengan mana orang segera mengetahui, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang sudah kenyang mengembara dikalangan Kang-ouw.
Mereka tampaknya sudah letih karena melakukan perjalanan yang jauh.
Kedua-duanya berjalan tanpa bercakap-cakap.
Dengan memperhatikan suara derap kaki kuda mereka, orang segera mengetahui bahwa kedatangan mereka kesitu dilakukan dengan terges-gesa.
Keramaian dipuncak gunung Thay San sekali ini, tampaknya telah menarik lebih banyak orang-orang yang berminat untuk menonton, apa lagi karena inilah keramaian yang kedua kalinya.
Jauh pada sebelum tiba waktunya keramaian dirayakan, yaitu lima belas tahun yang lampau, justeru itulah waktunya kelima ahli partai perguruan silat besar saling berkumpul dipuncak gunung Thay San ini.
Pada saat itu mereka telah berhasil dapat merebut gelar sebagai 'ahli pedang nomor wahid secagat'.
Tatkala itu sembilan jago dari Kwan Tiong sudah pada bubar, tidak ada seorangpun dari perkumpulan kesembilan jago-jago itu yang mengambil bagian dari pertempuran tersebut, sedangkan ketiga orang yang disebut sebagai Tiga Dewa Diluar Dunia, selain mereka terpisah jauh sekali dengan tempat itu, merekapun lebih-lebih tidak suka turut mengambil bagian dalam pertemuan itu.
Oleh karena itu hanya ada dua orang yang merasa tidak puas dan turut mengambil bagian dalam pertemuan dipuncak gunung Thay San ini, yaitu Chit-biauw-sin-kun dan Tan-kiam-twan- hun Ho-lok-it-kiam Gouw Ciauw In.
Dengan kepandaiannya pribadi Gouw Ciauw In sendiri sebenarnya masih sanggup melayani siapa saja diantara kelima ahli waris dari partai-partai tersebut, tapi justeru pada saat itu pihak lawannya telah berlaku curang, yaitu menarik kemenangan dengan jalan pengeroyokan terhadap dirinya, begitulah dengan berlima mereka yang terdiri dari .
ahli partai Kun Lun Leng-kong-pouw-hie To Teng, ahli partai Tiam Cong Hui-heng-kiam-khek Cia Seng, ahli waris partai Bu Tong Cek Yang Tojin, ahli waris partai Go Bie yaitu Kouw Am Siangcin dan ahli waris partai Kong Tong yakni Kiam-sin Li Gok, mereka berlima telah mengerubuti Gouw Ciauw In seorang, hingga dengan demikian mudah saja mereka dapat membunuhnya dan merebut gelarnya sebagai 'ahli pedang nomor wahid sejagat' kepihaknya.
Setelah berselang lima belas tahun kemudian, pertemuan dipuncak gunung Thay San telah tiba kembali.
Sekalipun mereka telah menetapkan suatu peraturan yang berbunyi .
'Barang siapa yang pernah turut menghadiri pertemuan dipuncak gunung Thay San pada waktu yang lalu tidak diperkenankan turut pula dalam pertemuan berikutnya', tapi orang-orang dari kelima ahli waris partai masing-masing sudah pada berkumpul pula.
Maka dari itu, sukar sekali agaknya untuk perselisihan itu dapat disudahi dengan secara damai, hingga dalam hati mereka masing-masing telah merencanakan sesuatu tindakan yang keji untuk diambil dalam menghadapi lawan-lawan mereka itu.
Sekarang kita menilik pada dua pemuda yang sedang mendatangi itu.
Merekapun tampaknya mempunyai suatu maksud tertentu dalam menghadiri pertemuan ini.
Seketika itu si pemuda disebelah kirinya terdengar berkata .
"Hiong Tee, keadaan disebelah depan kita kini sekonyong-konyong telah berubah, dimana tampak mengalir sebatang sungai yang airnya deras sekali, tapi keadaan ditempat tersebut sangat sepi dan lengang sekali, hingga didaerah ini tampaknya terdapat sesuatu yang menarik agaknya."
Kedua orang yang datang secara tergesa-gesa ini, ternyata bukan lain daripada Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong adanya.
Lie Siauw Hiong yang mendengar perkataan kawannya, hanya mengganda tersenyum saja.
Tatkala memandang kemuka, benar saja dalam jarak sepuluh tombak jauhnya tiba-tiba jalan itu terputus oleh sebatang sungai kecil yang mengalir kejalan tersebut.
Pada jalan itu hanya terdapat sebatang jembatan kecil yang dapat dilalui, sedang disekitar jembatan itu tumbuh semak-semak belukar yang lebat sekali, hingga entahlah semak-semak itu menembus ketempat mana gerangan ? Begitulah kedua orang ini segera melalui jalan tersebut.
Dengan mendapat tiupan angin gunung yang meniup dari arah belakang, mereka tanpa merasa pula telah sampai didepan sungai kecil itu.
Sesampainya disitu, mereka merasakan hawa disitu sangat nyaman dan segar sekali.
Tempat tersebut tampaknya merupakan sebuah tempat istirahat yang cocok sekali, maka begitu mereka melintasi jembatan kecil itu, lalu mereka memasuki semak-semak belukar.
Sekonyong-konyong dari suatu tempat yang terpisah tidak berapa jauh dari tempat mereka berada, terdengar suara guntur yang bergemuruh sekali.
Hal itu telah membuat kedua pemuda ini menjadi terheran-heran sekali, kemudian dengan mengikuti dari mana arah suara tersebut, barulah mereka ketahui, bahwa disebelah sana terdapat air terjun yang besar sekali, sehingga suara air itu menyerupai guntur agaknya.
Kedua orang pemuda ini lalu berdiri dimuka air terjun itu dalam jarak dua puluh tombak jauhnya, tapi sekalipun terpisah jauh sekali dengan air terjun tersebut, mereka masih merasakan sampokan air terjun itu yang sangat kuat sekali.
Dari arah yang cukup jauh, mereka melihat airterjun itu merupakan sebatang sungai kecil yang berwarna putih, jatuh kesuatu tempat disebelah bahwa yang dalam sekali, sehingga waktu air terjun tersebut beradu dengan batu-batu, lantas menerbitkan suara gemuruh seperti apa yang mereka dapat dengar disaat itu.
Beberapa dalamnya dasar air terjun tersebut, sukar dikira-kirakan orang, hanya tampak seolah-olah uap putih yang berkepul-kepul naik keatas, hal itu agaknya telah menyuburkan tumbuhnya semak belukar disekitarnya, sedangkan sebatang sungai kecil itu agaknya terbentuk daripada air tercun ini juga.
Selagi ketua orang ini tengah mengagumi atas kebesaran alam ini, mata Gouw Leng Hong yang sangat tajam sekonyong-konyong menoleh pada suatu dinding batu disebelah kiri, dimana terdapat tiga buah huruf yang berbunyi .
'Thian-sin-po" (air terjun raksasa).
Lie Siauw Hiong dengan mengikuti jurusan petunjuk tangan Gouw Leng Hong, benar saja menampak diatas batu air terjun tersebut terdapat tiga huruf yang berbunyi 'Thian- sin-po'.
Kemudian dia menolehkan kepalanya dan memandang muka Gouw Leng Hong yang pada saat itu tampak berubah.
Dengan menggigit giginya kencang-kencang, sekonyong- konyong Gouw Leng Hong mengedut les kudanya, sehingga binatang itu terus maju kemuka air terjun tersebut, sedangkan Lie Siauw Hiong lalu mengikutinya dari belakangnya.
Mereka berdua maju kemuka sampai sekira tiga tombak lagi terpisah dengan air terjun, barulah mereka menghentikan kuda mereka masing-masing.
Gouw Leng Hong lalu loncat turun dari kudanya, kemudian dia berjalan maju kemuka batu besar yang berdiri tegak didekat air tercun tersebut, dengan Lie Siauw Hiongpun turut mengikutinya memandang kemuka.
Pada sebuah batu besar dihadapan mereka terdapat bekas-bekas bacokan dari tanda pedang yang tergurat sangat dalam.
Menyaksikan kejadian tersebut, Lie Siauw Hiong hanya dapat menarik napas saja, matanya yang tajam lalu memandang pada bekas guratan pedang tersebut yang melukiskan gambaran ayah Gouw Leng Hong, yang waktu dahulu telah menempur tokoh kelima partai perguruan silat ditempat sekitar air tercun ini.
Gouw Leng Hong menundukkan kepalanya sambil mengeluarkan suara gerangan perlahan, kemudian dia menggerakkan tinjunya yang lantas dipukulkan kearah air terjun tersebut, yang seketika itu juga air terjun tersebut tampak terpencar airnya, dari mana orang dapat menyaksikan, betapa hebatnya kemajuan tenaga-dalam si pemuda itu.
Kemudian ada orang yang berdiri dikirinya yang berseru .
"Sungguh hebat sekali pukulanmu itu !"
Lie dan Gouw kedua pemuda ini lalu menolehkan kepala mereka kearah datangnya suara itu, dimana mereka hanya nampak dua bayangan manusia ditempat jauh, tapi mata mereka yang sangat tajam segera dapat mengenali, bahwa salah satu antara kedua orang itu adalah Ie It Hui, tapi yang lain seorang pula mereka tidak mengenalnya.
Waktu mereka telah berjalan mendekati, barulah kedua pemuda itu dapat mengenali, bahwa orang yang satunya lagi adalah orang she Su yang waktu dahulu telah menghalang-halangi Kim Loo Twa dimuka kelenteng rusak.
Dari kejauhan Ie It Hui sudah berlari-lari anjing datang menyongsong pemuda kita dengan muka yang berseri-seri .
"Lie Loo-pan, janganlah datang ketempat ini, karena tempat ini sesungguhnya terlampau berbahaya bagimu ..."
Lie Siauw Hiong hanya tersenyum saja dan lalu berkata .
"Sungguh bagus, sungguh bagus."
Setelah berdiam sejurus, lalu dia teruskan perkataannya .
"Kedatangan Ie Tay-hiap kesini, apakah bukan ingin turut mengadu ilmu pedang ?"
Ie It Hui hanya tertawa bergelak-gelak sambil kemudian berkata .
"Lie Loo-pan, sungguh-sungguh terlampau gemar sekali terhadap ilmu kepandaian silat agaknya. Kau tampaknya sudah sangat keranjingan sekali dengan kepandaian silat, hingga tidak kusangka bahwa kedatanganmu ini jauh lebih cepat daripada aku."
Lie Siauw Hiong yang melihat Ie It Hui begitu membuka mulut tidak memperbincangkan soal perebutan ilmu pedang, diam-diam dia tertawa didalam hatinya, karena dia ketahui agaknya, bahwa dia sudah beberapa kali terkalahkan orang, maka kesombongannya sudah agak berkurang, maka dia hanya dengan sembarangan saja berkata .
"Mana bisa dikatakan begitu, sedang kedatanganku ini hanyalah khusus ingin melihat keramaian saja ?"
Mendengar jawaban itu, Ie It Hui hanya tertawa bergelak-gelak dan berkata .
"Lie Loo-pan tidak pernah memberitahukan kepadaku, atas keinginanmu untuk datang kesini, sehingga aku harus berlari-lari membuang waktu saja pergi ke Bu Han !"
Harus diketahui, bahwa sebulan yang lalu memang Lie Siauw Hiong telah berjanji dengan Ie It Hui untuk berkumpul sama-sama dikota Bu Han, untuk kemudian bersama-sama pergi kepuncak gunung Thay San menyaksikan keramaian, tetapi siapa tahu karena Lie Siauw Hiong berlaku begitu tergesa-gesa, sehingga siang-siang dia telah melupakan perjanjiannya.
Maka pada waktu mendengar Ie It Hui mengatakan tentang perjanjiannya ini, dia merasa malu sekali, sehingga mukanya menjadi merah, untung sekali Ie It Hui tidak begitu menaruh perhatian dan tidak melihat perubahan muka pemuda kita ini, sehingga persoalan ini habis sampai disitu saja.
Tapi ketika baru saja Lie Siauw Hiong ingin menjawab perkataannya, mendadak Ie It Hui telah mendahuluinya berkata .
"Oh, benar, kasir dari tokomu pernah memberitahukan kepadaku, bahwa kau tidak pernah kembali ketokonya selama setengah bulan ini ..."
Mendengar perkataan Ie It Hui ini, mukanya tidak lagi dirasakan terlampau malu, maka dengan tersenyum simpul Siauw Hiong menjawab .
"Aku telah melangsungkan suatu urusan jual beli yang besar sekali, hingga karena sibuknya, aku hampir tidak dapat datang kemari, kalau saja urusan jual beli itu belum selesai. Urusan jual beli sekali ini, adalah tentang sebuah batu permata sebesar kepalan. Aku tidak membohongi Ie Tay-hiap, sekalipun Siauw-tee sudah sering berjual beli emas intan, tapi sesungguhnya baru kali ini melihat batu permata sebesar kepalan itu."
Waktu dia mengucapkan perkataannya ini, dia melihat mukanya Ie It Hui agak sangsi-sangsi, tapi akhirnya si orang she Ie menganggap perkataannya ini benar juga, hingga ia berkata .
"Oh, ada batu permata sebesar demikian ? Lain kali Siauw-tee pasti ingin melihat-lihatnya !"
Lie Siauw Hiongpun teturutan mengeluarkan perkataan 'Oh', kemudian barulah dia berkata pula .
"Tuan ini adalah sahabatku yang baru saja aku kenal, yaitu tuan Gouw Leng Hong."
Sambil memperkenalkan pemuda she Gouw ini kepada Ie It Hui.
Gouw Leng Hong yang melihat Lie Siauw Hiong dapat dengan segera berlaku demikian cerdiknya, diam-diam dia merasa kagum sekali didalam hati, hingga diapun pura-pura tidak pernah bertemu dengan Ie It Hui dan lalu dia memuji terhadap lawan bicaranya ini.
Ie It Hui sungguh seorang yang simpatik sekali, maka dengan penuh kejujuran diapun memperkenalkan kawannya orang she Su itu kepada mereka.
Orang itu bernama Su Hoo Kong, Sutee Ie It Hui.
Kemudian Ie It Hui melanjutkan perkataannya .
"Saudara Gouw ini kepandaiannya tentunya tidak lemah ..."
Lie Siauw Hiong sambil tertawa kecil lalu menjawab .
"Saudara Gouw ini sekalipun aku kenal belum lama, tapi memang aku ketahui bahwa dia mempunyai ilmu kepandaian yang sangat tinggi sekali ..."
Ie It Hui pun lalu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata pula .
"Tadi waktu melihat pukulannya itu sekali saja, sudah cukup membuktikan bahwa saudara Gouw ini dapat digolongkan pada orang-orang yang mempunyai tingkat kepandaian yang sangat tinggi."
Mendengar perkataan Ie It Hui ini, dengan gugup Gouw Leng Hong menjawab .
"Kau terlampau memuji, kau terlampau memberi penilaian yang terlalu tinggi kepadaku."
Tapi dalam hatinya dia puji dan kagumi tentang penglihatan orang maupun pengalamannya. Setelah bercakap-cakap sejenak, lalu Ie It Hui berkata pula .
"Siauw-tee sekali ini datang untuk melihat dan turut dalam pertempuran ilmu pedang, kami datang bersama- sama guru kami ..."
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar perkataan orang ini, Lie Siauw Hiong hanya menjawab .
"Oh"
Saja. Ie It Hui lalu meneruskan perkataannya .
"Hanya, menurut pandangan Siauw-tee, perebutan kedudukan ahli pedang sekali ini pasti akan ramai dan tegang, karena tentunya banyak sekali tokoh-tokoh terkemuka dikalangan Kang-ouw yang akan turut serta. Waktu pertempuran dilangsungkan, pasti dapat menimbulkan kekalutan, maka Lie Heng yang tidak mengerti ilmu silat, sudah seharusnya jangan terlampau berani akan menyaksikan pertempuran tersebut dari tempat yang terlampau dekat ..."
Dengan mengganda tersenyum Lie Siauw Hiong menjawab perkataan orang .
"Siauw-tee pun telah mendengar kabar angin yang mengatakan. bahwa 'sembilan jago-jago dari Kwan Tiong' dan 'Chit-biauw-sin-kun' telah muncul kembali dikalangan Kang-ouw, hanya aku ingin bertanya kepadamu, diantara mereka siapakah yang lebih kuat ? Aku kira tentu gurumu lebih kuat bukan ?"
Mendengar pertanyaan orang ini, Ie It Hui hanya tertawa getir sadia, kemudian barulah dia dapat menjawab demikian .
"Tapi begitu sajalah yang aku harapkan."
Sambil berkata begitu, dia lalu menghela napas dan berkata .
"Siauw-tee harus menghadiri kegelanggang pertemuan untuk bertemu dengan para pendekar dari masing-masing partai yang ternama, maka sampai disini saja kita saling berpisahan dulu."
Lie Siauw Hiong hanya menganggukkan kepalanya saja atas nasihat Ie It Hui ini, kemudian mereka saling memberi hormat dan berpisahan pada satu sama lain.
Setelah Ie It Hui dan Suteenya Su Hoo Kong telah pergi jauh, barulah Lie Siauw Hiong berkata pada Gouw Leng Hong .
"Rencana kita sekali ini pasti akan membawa keuntungan yang luar biasa sekali. Pada waktu saat bertempur nanti, Chit-biauw-sin-kun dan Hoo-lok-it-kiam pasti akan muncul kembali digelanggang pertempuran, hingga kelima ahli partai masing-masing entahlah bagaimana terkejutnya."
Setelah berkata begitu, lalu mereka mengeprak kuda masing-masing untuk dilarikan naik keatas gunung.
Pertemuan dan pertempuran untuk memperebutkan gelar ahli pedang ini, akan dilangsungkan tepat dipuncak gunung Thay San, kedua orang ini setelah membedal kuda mereka untuk mempercepat larinya, sekonyong-konyong dari arah belakangnya terdengar derapan kaki kuda yang mendatangi.
Ternyata satu penunggang kuda yang melarikan kudanya dengan pesat sekali, tengah menyusul mereka dari sebelah belakang.
Orang inipun tampaknya akan menghadiri juga pertemuan dipuncak gunung Thay San itu maka kedua pemuda itupun menginsyafi hal ini dan tidak menaruh curiga apa.
Orang yang menunggang kuda ini tampaknya hebat sekali, karena dalam waktu sedetik saja kudanya sudah hampir menabrak pantat kuda mereka, hingga kedua pemuda itu jadi terkejut bukan buatan.
Jalanan digunung Thay San ini memang cukup lebarnya, tapi akan berlari secepat ini didalam keadaan jalan yang menurun, sungguh sangat berbahaya sekali, apa lagi dijalan ini hanya persis untuk dapat memuat dua penunggang yang berjalan berendeng dengan sekaligus.
Orang yang sedang mendatangi ini seakan-akan tidak tahu, bahwa disitu ada dua penunggang kuda yang mengambil jurusan jalan yang bersamaan dengannya, hingga seketika tampaknya orang ini tidak dapat menahan lagi lari kudanya ini, maka dengan meringkik keras sekali kudanya telah menerjang kemuka dan melompat melalui kepala kedua pemuda kita itu ! Orang yang mendatangi ini mengetahui keadaan yang berbahaya bagi dirinya ini, maka begitu kaki kudanya menginjak tanah, kembali ia mengeprak kudanya untuk berlomba dengan sekeras-kerasnya.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang bermata sangat celi, siang-siang telah dapat mengenali, bahwa orang itu bukan lain daripada Cu Kat Beng adanya, maka sambil saling tertawa satu sama lain, merekapun segera mengeprak kuda masing-masing untuk mengejarnya.
Waktu mereka sudah hampir mendekati puncak gunung Thay San, dari kejauhan mereka sudah melihat banyak sekali orang-orang yang berkerumunan disitu.
Tapi untuk tidak menarik perhatian orang banyak, mereka lalu memutar dengan jalan mengambil arah keutara, sekalipun jalan disitu lebih berbahaya dan banyak tumbuh-tumbuhan berduri.
Begitulah dengan susah-payah akhirnya mereka sampai juga ditempat yang dituju.
Thay San terkenal sekali sebagai salah satu gunung yang keramat diantara lima gunung yang termasyhur di Tiongkok.
Hal ini memang harus diakui kebenarannya.
Karena sekalipun pada saat itu sudah musim rontok, tapi pemandangan disitu tinggal tetap sangat indah bagaikan sebuah lukisan saja.
Sesampainya dipuncak gunung Thay San, dari mana mereka melongok kebawah, mereka baru merasa betapa kecilnya diri mereka, sedangkan dunia ini begitu luasnya dan tak bertepi, sehingga mereka berdua berpendapat dan mempunyai perasaan yang bersamaan pula.
Terlebih-lebih Lie Siauw Hiong, yang perasaannya pada saat itu saling susul-menyusul berbayang dikelopak matanya, yaitu bagaimana perasaannya yang bercampur aduk, karena pada suatu saat dia teringat akan permusuhannya, dan dilain saat lagi dia melihat permusuhan gurunya yang dalam bagaikan lautan dan harus dia membalaskannya.
Maka dengan mengingat kepada semuanya ini, tidak terasa lagi lalu dia menjadi berseru dengan suara yang panjang sekali.
Lie Siauw Hiong yang ternyata adalah orang terlampau perasa sekali, waktu dia mengeluarkan suara seruannya ini, dia lakukan dengan tenaga yang terpusatkan, sehingga walaupun disekitarnya terdapat banyak sekali orang-orang yang pandai pada berkumpul dengan suara mereka bercampur aduk dan berisik, tapi pemuda kita ini dapat memusatkan seluruh suaranya dengan secara luar biasa sekali, suara seruannya mana menggema lama dan jauh sekali.
Sekonyong-konyong terdengar suara teriakan tertahan yang tercampur aduk dengan suara bentakan seseorang, hingga Lie dan Gouw yang mendengar suara tersebut, mereka jadi terkejut sekali, dan tatkala mereka memandang kesebelah bawah, ternyata dilambung gunung berdiri dua orang, yang seakan-akan sedang bertengkar satu sama lain.
Lie Siauw Hiong lalu memberi isyarat kepada Gouw Leng Hong dengan tangannya, kemudian mereka dengan berbareng pada turun kesebelah bawah, dengan menyembunyikan diri mereka dibalik batu-batu gunung yang banyak tertapat disitu.
Dari situ mereka menyaksikan seorang yang memakai kedok sedang bertengkar dengan seorang tua yang usianya ditaksir sudah mencapai enam puluh tahun.
Terdengar orang tua itu berkata .
"Loohu dengan baik hati menasihati kau supaya jangan membunuh diri, tapi mengapa kau berlaku begitu kurang terima ?"
Perkataannya ini belum lagi habis diucapkan, ketika orang yang berkedok itu sudah mengulapkan tangannya, menyuruh orang tua itu jangan bicara lebih lanjut, tapi tanpa berkata-kata, selain dia mengeluarkan suara teriakan yang nyaring, kemudian tampak pemuda itu membalikkan tubuhnya sambil melarikan diri, sedang dari kejauhan hanya terdengar suara tangisan pemuda tersebut, hingga orang tua itu hanya dapat memaki .
"Sungguh edan sekali orang itu !"
Lie dan Gouw yang menyaksikan peristiwa tersebut, karuan saja menjadi tercengang.
Dengan menampak sebilah pedang panjang yang melintang ditanah, maka tahulah mereka, bahwa pemuda tadi bermaksud untuk membunuh diri, sedangkan orang tua bermaksud untuk menolongnya.
Tapi dalam hati mereka merasa heran dan bertanya, sebenarnya pemuda itu mempunyai urnsan apa yang sukar diselesaikan, sehingga dia begitu nekat ingin membunuh diri ? Sementara orang tua itu yang melihat si pemuda yang hendak ditolongnya sudah melarikan diri entah kemana perginya, sambil menghela napas panjang lalu membungkukkan badannya memungut pedang yang tergeletak diatas tanah itu, kemudian dengan tenang sekali iapun berlalulah dari situ.
Lie dan Gouw kedua pemuda yang bersembunyi dibalik sebuah batu besar menyaksikan peristiwa ini, mereka tercengang bukan main, tapi karena menampak orang tua ini tengah mendatangi kejurusan mereka, maka tidak dapat mereka menyembunyikan diri mereka terlebih lama pula disitu.
Lie Siauw Hiong menginsyafi, bahwa orang tua ini pasti tidak mengandung maksud buruk terhadap pemuda tadi, oleh karena itu, diapun sudah mengambil keputusan untuk keluar saja menjumpai orang tua tersebut, maka dengan isyarat tepukan diatas pundak kawannya, iapun minta supaya Leng Hong pun boleh turut keluar dari tempat persembunyian mereka.
Tapi Leng Hong yang salah artikan tepukan itu, dengan segera ia lompat keluar dari tempat persembunyiannya sambil membentak orang tua itu dan menyabut juga pedangnya yang panjang.
Orang tua itu yang sebenarnya tanpa sengaja mendatangi kejurusan mereka, ketika melihat kedua pemuda itu lompat keluar dari tempat persembunyian mereka dengan salah seorang diantaranya mencabut pedang, tidak terasa lagi jadi merasa sangat terkejut dan buru-buru melompat mundur.
Gouw Leng Hong dengan tenang lalu memutarkan pedangnya, dan dari pedangnya itu lalu keluar sinar yang mengkeredep-keredep bagaikan bianglala, hingga kekuatannya sangat mengejutkan orang ! Hal mana, telah membuat orang tua itu seolah-olah orang yang kalap dan lalu berteriak .
"Ah, Twan-hun-kiam ..." (Oo=dwkz=oO) Matahari pagi baru menyingsing diufuk sebelah Timur, dan sinarnya yang terang telah membuyarkan suasana ditempat itu yang tadinya tampak sangat samar-samar, dan tepat pada waktu itu juga, pertemuan dipuncak gunung Thay San yang bernama Jit-koan-hang itu telah dibuka dengan upacara resmi. Pada pertemuan sekali ini setelah tambur dan bunyi- bunyian dibunyikan lantas keluar ahli waris dari partai Bu Tong yaitu Cek Yang Too-jin, yang memegang tampuk pimpinan pada saat itu dan membuka upacara tersebut dengan resmi. Maksud daripada pertemuan ini, adalah dengan jalan mengadu kepandaian silat, masing-masing mengikat tali persahabatan satu sama lain, tapi diantara pendekar- pendekar yang turut hadir dimanalah ada yang berkepandaian melampaui daripada kelima ahli waris tersebut ? Setiap kali mereka mengatakan, bahwa pertemuan itu dapat dihadiri oleh siapapun, tapi yang keluar kegelanggang hanya mereka berlima saja, dengan demikian, lain orang mana mempunyai kesempatan untuk tampil kemuka ? Pertemuan tersebut dilangsungkan sekali dalam sepuluh tahun, hingga pertemuan yang demikian penting sifatnya itu, mana orang dapat dan ingin melepaskan kesempatan yang baik ini dibuang dengan percuma begitu saja ? Cek Yang Too-jin setelah muncul digelanggang lalu membungkukkan badannya memberi hormat pada para hadirin sambil berkata .
"Pada lima belas tahun yang lampau, dalam pertempuran dipuncak gunung ini pula, dimana kita sudah saling bertempur satu sama lain, akhirnya gelar ahli pedang nomor satu sejagat jatuh ditangan Li Tay-hiap ..."
Waktu dia berkata sampai disitu, lalu dia berhenti sebentar, dan murid-murid dari partai Kong Tong lantas saja berteriak-teriak kegirangan. Cek Yang Too-jin lalu tersenyum simpul sambil meneruskan perkataannya .
"Dan lima belas tahun yang kemudian, yaitu hari ini, para pendekar diseluruh jagat sudah saling berkumpul pula disini, dan mereka boleh memperebutkan gelar ahli pedang nomor satu sejagat, hanya dengan satu syarat yang perlu diperhatikan oleh kalian, yaitu barang siapa yang pernah turut dalam pertemuan tempo hari, maka sekali ini tidak diijinkan untuk turut pula."
Dia yang berkata dengan suara yang perlahan dibawah suara teriakan murid-murid partai Kong Tong yang banyak sekali, ternyata suaranya masih dapat terdengar dengan terangnya, hingga dengan demikian, tampak benar kekuatan tenaga-dalamnya yang luar biasa sekali.
Kemudian Cek Yang Too-jin berkata pula .
"Kita diantara pendekar-pendekar dikalangan Kang-ouw, sebenarnya bukan gila hormat dan bangga dengan gelaran kosong, oleh karena itu, sekarang kami persilahkan para pendekar yang hadir dalam pertemuan ini, akan tampil kemuka dan memberi pengajaran pada kami."
Sehabis berkata begitu, lalu dia menganggukkan kembali kepalanya, kemudian barulah dia mengundurkan dirinya.
Para pendekar yang hadir dalam pertemuan ini, kini sudah memenuhi gunung tersebut, kebanyakan dari mereka, bermaksud untuk menambah pengetahuan mereka belaka, maka atas pengunduran diri Cek Yang Too-jin ini, mereka lalu berbicara pada satu sama lain dengan secara bisik-bisik.
Pertama-tama yang mereka sangat perhatikan, adalah terhadap pemimpin partai Go Bie dan Kun Lun, apakah kedua ahli waris dari partai tersebut turut pula dalam pertempuran sekali ini ? Kemudian barulah mereka perbincangkan ahli waris partai Tiam Cong, dimana salah seorang muridnya sudah berkhianat yaitu Liok Hong, hingga ketiga partai ini tidak dapat melampaui jumlah yang lebih banyak daripada murid-murid partai Kong Tong dan Bu Tong.
Bersamaan pada waktu itu juga, dari puncak gunung tersebut datang seorang pendeta tua yang romannya tampak keren sekali, kedatangannya ini disertai dua orang pendeta muda pula, dan tatkala orang banyak melihatnya, mereka serentak menjadi tertegun.
Waktu pendeta itu datang, dia berseru dengan suaranya yang nyaring sekali .
"Ohmietoohut, Loo-ceng datang terlambat !"
Cek Yang Too-jin yang melihatnya, buru-buru menyambut sambil berkata .
"Kouw Am Siang-jin, sekali berpisah sepuluh tahun ..."
Baru saja dia berkata sampai disitu, Kouw Am Siang-jin lalu tertawa panjang dan menyahut .
"Too-yu tidak usah berlaku sungkan, Pin-ceng sekali ini datang kesini, tidak lain hanya ingin menepati sumpah lima belas tahun yang lampau itu saja."
Mendengar perkataan kawannya, muka Cek Yang Too- jin dirasakan sedikit panas, hingga diam-diam dia lalu duduk.
Para pendekar menampak kedatangannya Kouw Am Siang-jin dari partai Go Bie, lagi-lagi menerbitkan perbincangan yang hangat diantara para hadirin.
Cek Yang Too-jin menunggu setelah semua suara reda kembali, barulah dia berkata dengan suaranya yang sangat nyaring sekali .
"Pertemuan dipuncak gunung Thay San akan segera dimulai, siapakah diantara hadirin yang ingin maju paling dulu .."
Sekonyong-konyong terdengar suara orang yang berteriak dengan nyaring, disertai munculnya seseorang yang lantas saja memotong perkataan Cek Yang Too-jin dengan suaranya yang nyaring dan lantang .
"Pada pertemuan dipuncak gunung Thay San pada lima belas tahun yang lampau, kami pendekar-pendekar dari kalangan Liok Lim pun pertama-tama sudah bentrok dengan kalian berlima, apakah barangkali kalian berlima tidak memandang mata pada pendekar-pendekar diseluruh jagat ini, hingga ingin menghina kita sekalian ? Sekarang aku persilahkan kalian turun tangan saja!"
Perkataan orang itu sungguh terlampau ceroboh dan gegabah sekali, sampaikan lima ahli waris dari partai-partai tersebut semuanya tidak luput dari caciannya.
Mendengar perkataan orang ini, Cek Yang Too-jin lalu menatap pada muka orang itu, ia tampak sangat terkejut dan lalu berkata .
"Oh, ternyata Sicu adalah San-co-siang-ho dari Shoa-tang, Pinto sungguh terlambat menyambut kedatangan kalian."
Lim Siauw Coan dengan perasaan yang bangga sekali lalu berkata .
"Aku orang she Lim dengan mengandalkan sebatang pedangku ini, aku ingin minta pengajaran dari pendekar-pendekar diseluruh jagat untuk memberi petunjuk-petunyuk yang berharga."
Sebenarnya dia bermaksud untuk berlaku sungkan dihadapan orang banyak, tapi disebabkan dia tidak pandai bicara, begitu dia buka mulut, sudah menerbitkan kemarahan orang banyak.
Lebih-lebih lagi Gouw Leng Hong yang mendengarnya dan merasa sangat geram sekali.
Tapi orang banyak yang mengetahui siapa sepasang jago dari Shoa-tang ini, mereka hanya berani memaki dalam hati, tapi tidak berani diutarakan dimulut.
Sekonyong-konyong tampak berkelebat keluar satu bayangan orang yang segera memakinya sambil berkata .
"Kau jangan sembarangan berkata-kata dengan seenaknya saja! Apakah barangkali kau ini sudah terlampau luar biasa sekali, sehingga berlaku demikian temberangnya ?"
Waktu orang banyak melihatnya, ternyata orang tersebut bukan lain daripada Ie It Hui adanya.
Begitu Ie It Hui munculkan dirinya, orang banyakpun segera mengetahui, bahwa pertempuranpun akan segera dimulai, maka tidak terasa lagi mereka lalu mundur selangkah kebelakang.
Baru saja Ie It Hui berkata sampai disitu, Lim Siauw Coan sudah tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan gerak yang cepat sekali dia telah menghunus pedangnya, dia adalah seorang yang kidal dan menggunakan tangan kirinya untuk memperkembangkan tipu-tipu silatnya yang tampaknya menjadi lebih aneh dan sukar.
Ie It Hui pun lalu tertawa dingin juga, pedang panjangnya dengan mengeluarkan sinar yang gemerlapan lalu ditusukkan kearah iga kirinya Lim Siauw Coan, yang dengan tipu 'Siauw-yang-kay-in' (matahari muncul kembali) telah menangkis serangannya Ie It Hui ini.
Ie It Hui keluar gelanggang disebabkan dia sudah menerima petunjuk dari Li Gok.
Ia telah diberi petunjuk- petunyuk cara bagaimana untuk menghadapi lawannya ini.
Oleh karena itu, dia tidak menjadi gugup menampak tangkisan lawannya ini, pedangnya tampak dilemaskan dan terus saja ditikamkan pada dada Lim Siauw Coan.
Lim Siauw 'Coan dengan tidak mengubah cara menangkisnya, tangan kanannya digentak kebawah dengan tipu 'Kong-ciok-kay- peng' (buruh merak membentangkan sayap), dia hadapi serangan lawannya ini dengan gerak yang mantap, untuk mengunci serangan Ie It Hui.
Siapa tahu pedang panjang Ie It Hui tidak diteruskan menikamnya, tapi dengan segera ditusukan dengan tipu 'Tan-hong-tiauw-yang' (burung hong menjemur diri dibawah sinar matahari) kearah lawannya.
Lim Siauw Coan tidak menduga, bahwa lawannya dapat berlaku demikian beraninya, maka diwaktu menampak serangan lawannya ini, dia menjadi terperanjat bukan buatan.
Dengan segera dia berjungkir balik dengan tipu 'Pek-twie- touw' (menepuk perut) dengan tangan kanannya, untuk memukul lawannya itu.
Melihat serangannya jatuh ditempat kosong, sedangkan serangan lawannya sudah hampir tiba, Ie It Hui buru-buru putarkan pedangnya begitu rupa, sehingga dengan demikian Lim Siauw Coan tidak berani melanjutkan serangannya.
Oleh karena ini, maka keadaan mereka berdua menjadi berimbang, kemudian dengan tangan kirinya dia melancarkan serangannya dengan tipu 'Thay-kong-swat- bong' (Kiang Cu Ge membentangkan jala), sehingga dia telah berhasil menjaga dirinya dengan rapat sekali.
Sedangkan pedangnya yang sebentar-sebentar bergerak pergi datang dengan disertai suara angin yang menderu- deru, tampak dengan nyata akan tenaga dalam yang dikeluarkan dengan sehebat-hebatnya.
Dengan hanya terdengar suara "trang !"
Pedang Ie It Hui sudah dipentalkan setinggi satu meter jauhnya, Lim Siauw Coan tidak berani berlaku lengah, diapun buru-buru mundur setengah langkah kebelakang, barulah dia berani berdiri dengan tegak.
Bila diantara dua orang ahli silat sedang bertarung, segera akan tampak siapa yang lebih kuat dan siapa yang lebih lemah, apa lagi Lim Siauw Coan yang dari kekalahan berbalik menjadi pihak yang menang, hal itu sungguh mengagumkan sekali tampaknya.
Diempat penjuru para penonton, tidak ada satupun yang menjadi kawannya.
Mereka ini yang rata-rata berkepandaian cukup tinggi, juga menyaksikan pertunjukkan tersebut, maka tanpa disengaja dan dengan serentak mereka pada berteriak memuji kebagusan tipu silat Lim Siauw Coan itu.
Ie It Hui yang dengan susah payah dan semula berhasil merebut keunggulan, ternyata akhirnya menjadi pihak yang berada dibawah angin kembali, hingga tidak terasa lagi dia menjadi geram, dan selanjutnya diapun tidak berani lagi terlampau memandang ringan terhadap kepandaian pihak lawannya.
Lim Siauw Coan sekalipun mengetahui bahwa tenaga dalamnya berada disebelah atas lawannya, tapi berhasilnya dia tadi ini adalah disebabkan lawannya berlaku lengah, maka sekarang diapun tidak gampang lagi merebut keunggulan selanjutnya seperti yang dikehendakinya.
Begitulah kedua orang itu lalu bertempur kembali dengan masing-masing berlaku lebih hati-hati.
Justeru tepat pada saat itu, dari rombongan orang banyak segera tampil kemuka seorang tua yang umurnya ditaksir sudah enam puluh tahun, ia ini sambil berteriak dengan suara yang nyaring sekali lalu berkata .
"Berhenti, berhenti !"
Ie It Hui dan Lim Siauw Coan segera menghentikan serangan pedang mereka, kemudian kedua-duanya lalu berdiri diam.
Tapi sekalipun mereka telah mendengar suara orang tua itu, mereka tidak berani membuat perhatian mereka menjadi terpencar oleh karenanya.
Orang tua itu lalu tertawa panjang dan berjalan menghampiri dengan tindakan yang sangat tenang.
Orang banyak waktu melihat muka orang tua itu yang luar biasa, tampaknya mendapat kenyataan kalau-kalau dia itu sangat licik dan menyeramkan sekali bagi siapa yang memandangnya.
Terlebih-lebih suara tertawanya tadi, yang meski dikeluarkan disiang hari bolong, tapi tidak urung masih dapat membuat hati orang merasa jerih.
Cek Yang Too-jin sambil tertawa dingin lalu berkata .
"Apakah Loo-sie-cu ingin pula turut bertempur ?"
Orang tua itu lalu menolehkan kepalanya memandang pada Cek Yang Too-jin sambil melototkan matanya.
Cek Yang Too-jin yang sudah mempunyai keyakinan silat begitu tinggi, begitu kena dipelototkan oleh orang tua itu, tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat terkejut, hingga untuk selanjutnya diapun tidak berani memandang ringan terhadap orang tua yang luar biasa ini.
Harus diketahui bahwa selama hidupnya Cek Yang Too-jin pernah tidak sedikit membuat pekerjaan-pekerjaan yang tidak patut, maka waktu sekarang dia dipelotot kan orang begitu rupa, seakan-akan perasaannya telah tersinggung oleh karenanya.
Kemudian orang tua itu membalikkan kepalanya memandang pada Li Gok sambil tertawa aneh, kemudian ia melangkahkan kakinya maju menghampirinya.
Orang tua itu sungguh aneh sekali kelihatannya, segala gerak-geriknya tampak tidak wajar, hingga Li Gok waktu melihat orang tua itu mendatangi kearahnya, sekalipun dalam hati dia tidak merasa takut, tapi tanpa terasa lagi bulu romanya pada berdiri.
Tapi Li Gok yang telah mendapat gelar 'ahli pedang nomor wahid sejagat', tidak dengan mudah saja mau memperlihatkan perasaan takutnya, tapi dengan langsung dia menatap muka orang tua itu.
Waktu orang tua itu sudah datang dekat, lalu dia berdiri tegak, mukanya tampak sedikit berkisut-kisut, sepasang matanya memancarkan cahaya yang ganas sekali.
Dalam hati Li Gok merasa terkejut bukan kepalang, ketika orang tua itu berkata .
"Kau inikah yang dipanggil si Li Gok ?"
Li Gok yang biasanya sangat jumawa, ketika mendengar suara perkataan orang itu, tinggal membisu saja, tidak menyahut, sedangkan badannyapun tidak tampak bergerak, dia hanya menundukkan sedikit kepalanya, hingga perasaannyapun menjadi mantap pula, dan sesaat kemudian diapun sudah bersiap-siap untuk menjawab pertanyaan orang tua itu.
Orang tua itu lagi-lagi tertawa panjang, dan dengan suaranya yang nyaring itu dia melanjutkan perkataannya .
"Empat belas tahun sudah berlalu, Loo-hu tidak pernah melupakan dikau meski dalam sedetik saja sekalipun."
Li Gok yang mendengar nada suara orang tua itu, seakan-akan dia mempunyai permusuhan dalam bagaikan lautan saja terhadapnya, tapi menurut ingatannya sendiri, dia tidak pernah mengenali orang tua ini.
Orang tua itu lalu mengangsurkan tangannya yang kanan kemuka Li Gok sambil berkata dengan suara yang sangat tajam dan aneh .
"Kau lihatlah tanganku ini ..."
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Li Gok mengira bahwa permusuhan itu bersangkut-paut dengan tangan kanan orang tua ini, maka buru-buru ia menundukkan kepalanya memandang dan memperhatikannya, tapi dia tidak berhasil menemukan sesuatu yang luar biasa pada tangan tersebut.
Dikatakan lambat tapi kejadiannya sangat cepat sekali, sekonyong- konyong tangan kiri orang tua itu mencabut badi-badi dari lengan bajunya dan lantas ditusukkan kearah perut Li Gok.
Li Gok yang tertarik perhatiannya terhadap tangan kanannya orang tua itu, waktu dia tidak mendapatkan sesuatu yang mencurigakan, dia yang sudah berpengalaman segera mengetahui, bahwa dirinya hendak ditipu lawannya.
Badi-badi orang tua itu kurang lebih tiga cun lagi terpisah dengan perutnya, maka Li Gok dengan lantas membalikkan tangannya untuk menangkis.
Dengan mengeluarkan tenaga yang sehebat-hebatnya, ia menangkis tusukan badi orang tersebut dengan tipu 'Hian- niauw-hoat-see' (burung hitam mencakar pasir), dan dengan tenaga yang dipusatkan pada telapak tangan dia telah berhasil mematahkan badi-badi lawan itu dengan jari tangannya ! Lantas dengan tiba-tiba pula tampak melayang sesosok tubuh orang yang tampaknya hendak membantu pada orang tua itu, hingga Li Gok yang menyaksikan aksi orang itu, ia hanya tertawa dingin saja, dan begitu tangan kanannya dikibaskan, lantas tubuh orang tua itu melayang sejauh setombak lebih sambil mengeluarkan suara jeritan yang mengerikan sekali.
Orang yang mendatangi itu, waktu mengetahui bahwa dia tidak keburu menolongi orang tua itu, saking gugupnya dia hanya dapat benseru dengan rupa terperanjat, kemudian dengan cepat dia meloncat maju dan membangunkan orang tua itu.
Syukur juga ketika tadi Li Gok turun tangan, dia tidak berlaku terlampau kejam, hal mana terbukti dengan si orang tua hanya memuntahkan dua kali darah segar saja, sesudah itu, dengan memaksakan dirinya ia tampak berdiri dengan sempoyongan.
Orang banyak yang menyaksikan peristiwa ini, semua merasa tercengang sekali, hingga akhirnya mereka membicarakan persoalan ini dengan ramai sekali diantara kawan-kawan mereka sendiri.
Li Gok yang boleh dikatakan sudah terlolos dari lobang jarum, karena terkejutnya tidak terasa seluruh badannya menjadi basah dengan keringat dingin, kemudian dengan penuh kemarahan dia berkata pada orang tua tersebut .
"Loohu dengan kau tidak pernah saling mengikat permusuhan apa-apa, kau mengapa begitu kejam sekali ingin mencabut nyawaku ?"
Orang tua itu dengan memaksakan dirinya lalu balas menjawab .
"Li Gok, aku bersumpah untuk tidak hidup bersama-samamu didalam dunia ini ! Kau sangat tidak tahu malu, masih berani mengatakan tidak mempunyai permusuhan apa-apa ? ..."
Kemudian sesudah menggerutu sebentar, ia lalu berteriak dengan kalap .
"Hari ini adalah hari dimana para pendekar diseluruh jagat saling berkumpul disatu tempat, bila Loohu tidak membeber tentang kebusukanmu dihadapan orang banyak, jika aku mati, aku tak akan mati dengan mata meram !"
Setelah berkata begitu, dengan laku seperti juga orang edan, orang tua itu lalu berkata pula pada Li Gok .
"Loo- cat, apakah kau masih ingat peristiwa limabelas tahun yang lalu yang telah terjadi dibawah air terjun ? Hmmm, kalian semua adalah para pendekar yang gagah-perkasa, urusan ini barangkali siang-siang sudah dilupakan olehmu, tapi aku Ie Tiong tidak dapat melupakan peristiwa tersebut walaupun untuk sekejap mata saja lamanya. Kasihan sekali majikanku yang telah mati pada sepuluh tahun lebih lamanya itu, kalian telah mengembara kesana-sini dengan hati gembira, tapi Tuhan tidak buta, hari ini majikanku sudah mempunyai seorang keturunannya, malah anaknya itu kini sudah besar dan berkepandaian pula. Aku hanya menyesalkan tidak berhasil dapat menusuk mampus kepadamu, tapi sekalipun kini aku tidak berhasil, nanti ada orang lain yang akan mengambil jiwa anjingmu ..."
Walau orang banyak tidak mengetahui tentang peristiwa yang terjadi dibawah air terjun itu, tapi setengah orang segera teringat akan peristiwa limabelas tahun yang lampau itu, dimana Gouw Ciauw In telah mati dibawah keroyokan kelima orang tokoh-tokoh partai yang kenamaan ini, antara mana Li Gok termasuk sebagai salah seorang antaranya.
Sehingga pada saat itu, Li Gok pun telah mulai insyaf, hal apa yang dimaksudkan oleh orang tua itu, maka setelah mengingat peristiwa tersebut, tidak terasa pula mukanyapun segera berubah menjadi pucat sekali.
Harus diketahui, bahwa kematian Gouw Ciauw In tempo hari, orang banyakpun cukup mengetahuinya, tapi tidak mengetahui sampai kebagian-bagian yang sekecil- kecilnya, sedangkan orang yang mengetahui jelas tentang peristiwa tersebut, boleh dihitung dengan jari tangan karena amat sedikitnya.
Lagi pula makanya orang banyak tidak mengetahui jelas tentang peristiwa tersebut, ialah karena pandainya kelima orang ahli pantai-partai ini menyembunyikan rahasia mereka.
Orang tua itu waktu melihat orang banyak pada berdiam dan ingin mendengarkan ceritanya, dengan suara yang datar dan tenang sekali ia mulai berkata .
"Aku Ie Tiong adalah bujang majikanku Gouw Ciauw In Tay-hiap. Pada limabelas tahun yang lampau, kelima ahli waris partai- partai tersebut telah mengundang majikanku untuk bertanding ilmu pedang. Tatkala itu Gouw Tay-hiap telah berusia empat puluh tahun lebih, karena dia sendiri tidak ingin memperlihatkan kelemahannya, maka dia telah mengabulkan permintaan mereka dan pergi kemedan pertempuran. Pada waktu itu majikanku mempunyai seorang anak laki-laki yang mungil sekali dan baru berusia enam tahun, tapi tidak disangka waktu putera majikanku itu baru saja berusia dua tahun, dia sudah ditinggal mati oleh ibunya, maka sejak waktu itu dan selanjutnya akulah Ie Tiong yang mengurus segala keperluan majikan kecilku itu. Majikanku yang kecil ini ternyata sangat cerdik dan tidak malu menjadi keturunan Gouw Tay-hiap."
Ketika berkata-kata sampai disini, mukanya yang tampak sedih itu lalu kelihatan memancarkan sinar kegirangan, seolah-olah dia mengingatkan kembali peristiwa kegirangan yang lampau itu.
Para pendekar yang ingin sekali mendengar tentang sebab-sebab dari kematian Gouw Ciauw In itu, pada saat itu waktu mereka mendengar Ie Tiong menceritakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa yang bersangkutan, tidak terasa lagi mereka menjadi heran sekali, tapi tidak ada seorangpun yang berani membuka mulut untuk mengajukan pertanyaan sesuatu.
Ie Tiong setelah berdiam diri sejurus lamanya, sekonyong-konyong dia membentak pada Li Gok .
"Lo-cat, kau lihatlah biar terang, dia ini adalah keturunannya Gouw Ciauw In Tay-hiap, yaitu Gouw Leng Hong, juga dia inilah yang akan mencabut nyawamu! ..."
Sambil berkata begitu, dia lalu menunjuk pada pemuda disampingnya.
Muka Li Gok berubah pucat sekali, tangan kanannya masih diletakkan pada gagang pedangnya.
Dengan kedudukannya yang sedemikian tingginya, dan lagi disaksikan oleh mata begitu banyak manusia, dimanalah ia mau menurunkan tangan kejinya terhadap orang tua yang tidak mempunyai kepandaian itu ? Mungkin sekali karena terlampau bernapsu, diwaktu berbicara Ie Tiong telah memuntahkan darah segar kembali dari mulutnya, tapi dengan gemetaran dia melanjutkan juga perkataannya .
"Gouw Tay-hiap yang mendapat gelaran sebagai Tan-kiam-toan-hun, kelima manusia yang masing- masing berkedudukan sebagai ahli waris dari partai-partai yang berlainan, mana dapat menjadi lawannya yang setimpal ? Oleh karena Gouw Tay-hiap terlampau jujur dan hanya mengandalkan pada diri sendiri saja, sampaikan pedangnya yang menjadi senjata tunggalnya dia tidak bawa sama sekali. Kelima manusia yang masing-masing menyebut sebagai ahli partainya masing-masing, agaknya tidak mengira bahwa Gouw Tay-hiap akan datang memenuhi undangan mereka. Mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa adat maupun semangat Gouw Tay-hiap sungguh hebat sekali, hingga dengan tidak menghiraukan ancaman bahaya, dia memenuhi juga undangan mereka dan datang dengan hanya bersendirian saja. Maka begitu dia datang, tentu saja gelar sebagai 'ahli pedang nomor wahid sejagat' pasti akan terjatuh ketangannya, oleh sebab itu, tidaklah heran, jika kelima orang itu menjadi gugup sekali, sehingga akhirnya mereka telah melakukan kecurangan yang keji sekali terhadap Gouw Tay- hiap."
Sesudah berkata begitu, giginya jadi saling bercatrukan saking amat sengitnya. Kemudian dia melanjutkan perkataannya .
"Pada waktu itu Loohu pergi bersama-sama Gouw Tay-hiap, sedangkan majikan mudaku yaitu Gouw Leng Hong dititipkan dirumah seorang kawannya. Peristiwa itu telah berlangsung tepat pada hari pertama dari pertemuan dipuncak gunung Thay San ini, pada waktu mana aku bersama Gouw Tay-hiap sedang berjalan-jalan dibawah air terjun ini, ketika kelima orang inipun telah datang juga bersama-sama, Gouw Tay-hiap tidak ingin aku mendampinginya terus, maka dia menyuruh aku lekas-lekas menyembunyikan diri disebuah pinggiran gunung, tapi Loohu dimanalah sampai hati meninggalkannya. Dan tatkala melihat Loohu masih saja tampak ragu-ragu dan ayal-ayalan, sedangkan kelima orang itu sudah datang semakin dekat, Gouw Tay-hiap jadi berseru dengan gemas sekali dan berkata .
"Bila kau mengakui aku ini sebagai majikanmu, lekas-lakaslah kau menyingkir jauh-jauh dari sini !"
Oleh sebab itu, aku terpaksa menyembunyikan diri disebuah batu dibalik gunung ini.
Dari sana aku kenali kelima orang itu yang ternyata bukan lain daripada Li Gok, Cek Yang, Kouw Am, Cia Seng dan Leng-kong-pouw-hie To Teng ! Ha ha ha, ingatanku tidak keliru !"
Li Gok lalu mengeluarkan suara jengekannya, tapi dalam hatinya dia tengah berdaya dengan cara apakah dia harus menghalang-halangi cerita Ie Tiong ini, sementara orang tua itu lalu melanjutkan kisahnya .
"Gouw Tay-hiap dengan sikap yang ramah dan sungkan telah menyambut mereka berlima orang, tapi sebaliknya kelima orang jahanam ini malah ingin menang sendiri saja. Pada waktu itu jika bukannya aku sudah berjanji dan menepati janjiku, yaitu menyembunyikan diri sendiri, pasti sekali akupun akan mengalami kekejaman mereka, yang menurunkan tangan dengan sangat kejinya. Dan jika kejadian tersebut sampai benar-benar kualami, maka tentu sekali hari ini tidak ada orang lainnya lagi yang dapat membeber kebusukan kelima orang jahanam ini. Begitulah setelah mereka tidak mendapat kata sepakat, lantas mereka turun tangan, mula- mula Kouw Am Siang-jin mengadu kekuatan tenaga dalam dengan majikanku, Gouw Tay-hiap meluluskannya. Tapi cara berpiebunya adalah empat orang dari mereka mengerubuti Gouw Tay-hiap seorang, sedangkan yang seorang lagi berdiri disamping sebagai wasit, begitulah dengan berlaku curang dan licik sekali mereka telah mengeroyok Gouw Tay-hiap yang hanya seorang diri saja."
"Gouw Tay-hiap tidak mengetahui, bahwa cara bertempur mereka itu adalah tipu busuk yang sudah direncanakan oleh pihak lawannya, dan diantara kelima orang itu, hanya ketinggalan To Teng yang belum turun tangan. Begitulah sebagai seorang wasit, ia telah menghitung jurus-jurus yang telah dilampaui mereka dalam pertempuran itu, waktu dia menghitung sampai jurus keduapuluh, Gouw Tay-hiap sudah berada diatas angin. Harus diketahui, bila ingin melampaui sehingga jurus ketigapuluh, itulah agaknya sukar sekali, karena keempat orang lawannya itu rata-rata berkepandaian tinggi sekali, tapi Gouw Tay-hiap dengan secara gagah perkasa terus ngotot mempertahankan dirinya."
"Gouw Tay-hiap sambil melototkan matanya lalu dia menghempos semangatnya, sehingga dengan demikian keadaan pertempuran itu menjadi berimbang kembali. Pada saat itu tepat jurus keduapuluh satu dan keduapuluh dua baru saja dilampaui, To Teng agaknya timbul perasaan yang kurang enak, hal mana tampak jelas dari mukanya yang setiap saat berubah-ubah. Tapi waktu dia sudah mengambil suatu keputusan yang pasti, tepat sekali pada saat itu jurus yang ketigapuluhpun telah sampai. Aku sendiri tidak mengetahui tanda-tanda yang diperlihatkan pada wajah To Teng disaat itu, juga tidak mengetahui maksud apakah yang terkandung dalam pikirannya, tapi akhirnya aku telah mengetahui juga, bahwa mereka telah mengatur tipu daya yang sangat keji itu untuk mencelaki diri Gouw Tay-hiap. Tatkala Gouw Tay-hiap mengembangkan pukulannya yang terhebat, maka To Teng inilah yang akan menyerang dengan secara membokong dan tiba-tiba, tapi To Teng adalah seorang yang lurus hati dan tidak pernah mengerjakan perbuatan sejahat itu."
Waktu Ie Tiong bercerita sampai disitu, orang banyak pada berteriak tertahan, sehingga mukanya Li Gok dan kawan-kawannya disaat itu juga menjadi pucat sekali, maka sepatah katapun mereka tidak dapat mengucapkannya untuk menyangkal.
Kemudian orang tua itu melanjutkan perkataannya .
"Sambil berlompat Gouw Tay-hiap berseru .
"Tenaga-dalam sudah aku terima dari kalian, sekarang entah ada apakah lagi yang hendak kalian usulkan ?"
Pada saat itu kelihatannya Li Gok dan kawan-kawannya tidak merasa puas terhadap To Teng Tay-hiap yang tidak menjalankan rencana mereka dengan tepat dan menurut cara yang telah diatur dari semula, oleh karena itu, mereka lalu pelototkan mata mereka kearah kawannya itu."
Setelah berkata sampai disitu, orang banyak yang mendengarkan cerita tersebut tidak terasa lagi jadi pada berteriak tertahan, tapi mereka masih tidak berani mempercayai keterangan orang tua itu seratus persen. (Oo-dwkz-oO)
Jilid 22 Perkataan yang dikeluarkan oleh Ie Tiong semakin lama semakin lemah saja, tapi Gouw Leng Hong terus menepuk- nepuk punggungnya dengan perlahan-lahan, kemudian dengan suara yang perlahan dia menasihatinya, agar supaya ia tidak memaksakan diri untuk mengisahkan riwayat tersebut terlebih jauh pula.
Tapi Ie Tiong lalu menggelengkan kepalanya dengan secara lemah sekali, setelah itu dia telah memaksakan diri dengan suara yang perlahan untuk meneruskan ceritanya yang belum habis itu .
"Muka To Teng Tay-hiap agak berubah karena mendapat pelototan dari kawan-kawannya, sedangkan Li Gok segera maju kehadapan Gouw Tay-hiap sambil mengusulkan untuk saling bertempur dengan menggunakan pedang saja, Gouw Tay-hiap yang mendapat julukan sebagai Hoo-lok-it-kiam Tan-kiam-twan-hun, bisa diduga sampai dimana kelihayannya dalam ilmu permainan pedangnya, tapi hal ini tidak diinsyafi mereka. Begitulah mereka berlima lalu mengeroyok Gouw Tay-hiap seorang diri. Dan berhubung Gouw Tay-hiap tidak membawa pedang, maka telah dipergunakannya sebatang cabang pohon sebagai gantinya pedang untuk menghadapi serangan lawan-lawannya itu. Pertempuran pada kali ini adalah yang paling kejam dan mengerikan bagi siapa yang menyaksikannya. Kelima orang ini telah mengatur sebuah barisan yang aneh sekali, yang tampaknya khusus diciptakan untuk menjaga diri, pada hal dalam kenyataannya adalah untuk menjaga diri mereka begitu rapat bagaikan sebuah tembok yang dibuat dari besi saja kokohnya."
"Gouw Tay-hiap yang paling merasa dirugikan dalam pertempuran ini, adalah karena dia tidak membawa pedangnya yang biasa dia pakai sehari-hari dalam pertempuran, dan kalianpun dapat mengira-ngira sampai dimana kekuatannya sebatang cabang pohon tersebut, apa lagi kelima orang lawan ini semuanya berlaku ganas dan tidak memberi hati terhadapnya, meski kelima orang ini rata-rata tidak terpaut jauh kepandaiannya dari satu dengan yang lainnya, oleh karena itu dimanalah ia dapat ditipu mereka ?"
Berkata sampai disitu, suara Ie Tiong semakin melemah saja, dia ketahui bahwa dia telah menderita luka-luka parah, ketika Gouw Leng Hong baru saja ingin membuka mulut untuk menyuruhnya beristirahat sebentar, tapi Ie Tiong telah berseru .
"Biarkanlah aku bercerita terus, biarkanlah aku melanjutkan ceritaku !"
Kulit mukanya tampak bergerak-gerak dan hal itu membuat orang banyak yang menyaksikannya merasa seram juga.
Gouw Leng Hong lalu mengangkat kepalanya memandang pada Li Gok, Cek Yang, Kouw Am, dia lihat mereka ini sedang memikirkan sesuatu agaknya, mukanya yang sudah pucat itu tidak memperlihatkan sesuatu perasaanpun.
Sekonyong-konyong tangan Li Gok digapaikan, dan seorang murid Kong Tong yaitu Su Hoo Kong datang menghampirinya.
Ie Tiong yang sudah berpengalaman, dia tahu bahwa Li Gok sendiri tidak mau turun tangan untuk membunuh dirinya dihadapan orang banyak, tapi hendak menyuruh muridnya untuk melaksanakan rencana hatinya itu, oleh karena itu, dengan marah sekali ia lalu berteriak sambil melototkan matanya kearah Su Hoo Kong ...
Su Hoo Kong yang melihat seluruh mukanya Ie Tiong merah padam dan tampaknya gemas sekali, sehingga ia melototkan matanya kearah dirinya, dalam hatinya merasa agak jeri.
Dalam keadaan begitu, tiba-tiba Ie Tiong merasa dari sampingnya Gouw Leng Hong berseru .
"Tahan !"
Dengan tidak diketahui apa sebabnya, dengan sangat nyaring sekali terdengar terjatuhnya sebatang pedang diatas tanah.
Waktu Ie Tiong melihat pedang Su Hoo Kong terjatuh diatas tanah, tidak terasa lagi dia jadi tertawa tawar.
Tapi sebaliknya Su Hoo Kong merasa sangat malu sekali, sehingga dia tak dapat mengeluarkan sepatah perkataanpun, kemudian dengan sikap yang tidak enak ia terpaksa berdiri diam ditempat semula.
Kejadian ini telah disaksikan oleh seluruh para pendekar yang berkumpul disitu, hingga perasaan hati mereka terhadap Li Gok jadi berkesan buruk sekali.
Ie Tiong setelah tertawa getir, lalu melanjutkan perkataannya .
"Gouw Tay-hiap sudah mencoba berulang-ulang untuk merampas salah sebatang pedang dari mereka, tapi maksud itu ternyata tidak berhasil, hingga Loohu yang menyaksikan peristiwa itu menjadi sangat gugup sekali, kemudian berniat maju kemuka untuk menolongnya !"
"Tampaknya To Teng merasa tidak sampai hati, maka dengan sengaja dia melemahkan serangannya. Gouw Tay- hiap sebenarnya tidak boleh membiarkan kesempatan yang sangat baik ini dengan begitu saja. Dengan satu kali menyabetkan cabang pohonnya, dia telah menerobos diantara kepungan lawannya, hingga dalam waktu sekejap saja, pedang Cek Yang Too-jin telah berhasil dapat dirampasnya."
Mendengar penuturan Ie Tiong itu, para pendekar jadi sangat tertarik sekali, sehingga dengan tidak berjanji terlebih dahulu mereka serentak memandang pada Cek Yang Too- jin, sehingga wajah Cek Yang Too-jin jadi berubah merah karena amat malunya.
"Dengan menyekal pedang ditangannya, sekarang keadaan Gouw Tay-hiap bagaikan seekor harimau yang mendadak tumbuh sayap, ia menerjang kekiri dan kekanan dengan amat dahsyatnya, sehingga dengan cepat sekali dari Cia Seng pedang itu dialihkan untuk ditusukkan kearah Leng-kong-pouw-hie To Teng. Sementara To Teng pun yang menginsyafi, bahwa perbuatannya itu sudah diketahui oleh kawan-kawannya, diapun tidak ingin menjelaskan persoalannya kepada mereka, maka dia terpaksa menangkis serangan Kouw Am Siang-jin yang hendak mengeroyok Gouw Tay-hiap."
"Perubahan secara sekonyong-konyong dalam medan pertempuran itu berlangsung demikian cepatnya, sehingga To Teng Tay-hiap yang diserang dari arah depan dan belakang dengan sekaligus oleh kawan-kawannya, akhirnya dia tidak keburu berkelit pula, sehingga sebuah tusukan pedang Cia Seng telah melukai pada dirinya."
"Gouw Tay-hiap sendiri telah mengetahuinya, bahwa To Teng telah berulang-ulang menolong dirinya, pada saat itu dia melihat orang yang menolongnya itu telah menderita luka, maka dia menjadi sangat geram sekali dan segera berseru keras sambil balik menusuk pada Cia Seng."
"Dalam kemarahannya, Gouw Tay-hiap telah melakukan serangannya dengan tidak tanggung-tanggung pula, tapi dibelakangnya masih ada dua orang lawan yang tangguh tengah maju menerjang."
"Pada saat itu Li Gok datang membacok, hingga Gouw Tay-hiap, menjadi sangat terperanjat, dan dengan berusaha sekeras-kerasnya, dia berusaha untuk mendobrak rintangan Cia Seng yang telah mengunci rapat jalan serangannya."
"Begitu badan Gouw Tay-hiap dikendorkan, dengan sendirinya tenaga-dalamnyapun turut menjadi kendor pula, maka pedang Cia Seng yang mengunci dirinya telah berhasil mementalkan pedangnya sehingga kesuatu tempat yang terpisah jauh sekali."
"Begitu pedang Gouw Tay-hiap lenyap, keadaannyapun menjadi sangat berbahaya sekali, tapi sekonyong-konyong To Teng terdengar berseru dengan suara keras, badannya tampak berlompat maju untuk mengejar pedang yang sudah dipentalkan oleh kawannya itu, agaknya dia ingin merebut pedang itu kembali untuk dikembalikan pada Gouw Tay- hiap."
"To Teng Tay-hiap mendapat nama gelaran Leng-kong- pouw-hie, yang berarti ditengah udara mengejar bayangan, kecepatannya tentu saja dapat diduga-duga oleh siapapun, tidak lama dia sudah berhasil dapat memegang gagang pedang tersebut. Tapi siapa tahu, tepat pada saat itu juga, sekonyong-konyong terdengar suara jeritan seseorang, yang dibarengi dengan sesosok bayangan manusia yang terjatuh kemuka bumi."
"Loohu yang bersembunyi pada saat itu, merasa sangat gugup sekali, karena Loohu tidak mengetahui siapakah yang telah menurunkan tangan jahat terhadap pendekar budiman tersebut, karena satu hal yang pasti adalah bahwa To Teng Tay-hiap telah kena dibokong oleh serangan senjata rahasia."
"Tubuh To Teng Tay-hiap dengan cepatnya lantas jatuh kedalam air terjun, yang kemudian badannya tersapu air terjun dan jatuh kebawah jurang, dia lebih banyak menghadapi kematian daripada selamat."
"Loohu melihat To Teng Tay-hiap berontak dua kali, tapi dia tidak berhasil menahan dirinya untuk tidak terbawa hanyut kebawah jurang, Loohu yang bersembunyi disuatu tempat yang agak sejajar dengan tempat jatuhnya diri To Teng Tay-hiap, pada sebelum badannya jatuh kebawah jurang, Loohu masih sempat melihat tangannya melontarkan sebatang pedang."
"Gouw Tay-hiap yang melihat To Teng Tay-hiap telah berkali-kali menolong dirinya, pada waktu melihat dia dalam bahaya, sudah barang tentu dia menjadi sangat gugup, hingga dengan berseru bagaikan orang kalap ia segera memburu kearahnya."
"Dengan sekali lompat saja Gouw Tay-hiap telah berhasil dapat menangkap pedang yang dilontarkan oleh To Teng tadi, kemudian badannya jatuh tepat disamping jurang."
"Gouw Tay-hiap membungkukkan badannya berusaha untuk menarik tangannya To Teng, tapi apa celaka, pada sebelum ia keburu menolongnya, orang yang hendak ditolongnya telah terjerumus kedalam jurang yang dalam !"
"Gouw Tay-hiap setelah tak berhasil menolong To Teng, dalam hati dia menjadi sangat geram sekali, maka ketika ia berteriak karena terkejut dan menyesal, tiba-tiba Cia Seng dan Li Gok dengan serentak datang membabat bagian sebelah bawah tubuh Gouw Tay-hiap, Cek Yang Too-jin memukul ulu hati Gouw Tay-hiap."
"Gouw Tay-hiap yang tidak menduga dalam waktu yang sangat pendek itu bakal diserang dengan serentak oleh tiga orang lawannya yang sangat tangguh ini, sudah barang tentu menjadi gugup bukan main, lebih-lebih karena tempat dimana ia berdiri berhadapan dengan jurang yang amat curam, hingga meski seorang dewa sekalipun, pasti tidak dapat terluput daripada serangan yang dilakukan dengan secara sekonyong-konyong itu. Loohu baru saja berniat hendak keluar memberikan bantuan, tapi ternyata Gouw Tay-hiap sudah lantas melancarkan serangan-serangan yang begitu dahsyat, sehingga Cia Sing yang terkena pukulan- pukulan itu, badannya jadi terpental dan jatuh setombak lebih jauhnya."
"Sedangkan dengan lontaran pedangnya yang diarahkan pada Li Gok, telah membuat pedang tokoh partai Kong Tong itu turut juga terpukul sehingga mencelat jauh sekali."
"Tapi Cek Yang Too-jin yang bersifat lebih licin dan menyaksikan pedang Gouw Tay-hiap yang meluncur sedemikian hebatnya, sudah tentu saja tidak berani menjaga dengan pedangnya sendiri, selain membiarkan pedang itu meluncur dan menancap pada sebuah pohon."
"Waktu Loohu dengan terburu-buru melihat kearah Gouw Tay-hiap, ternyata Gouw Tay-hiap sudah tidak tampak lagi bayangannya. Agaknya dia telah terbokong lawan-lawannya sehingga mengalami nasib yang sama seperti To Teng Tay-hiap, yaitu sama-sama terjerumus kedalam jurang yang tidak tampak dasarnya. Pada saat itu Li Gok tampak berdiri ditepi jurang, sedang memandang dengan terbengong kearah dasar jurang yang tidak berbatas itu.
"Sedangkan Kouw Am Siang-jin tampak berdiri disuatu pinggiran, sambil memandang pada luka-lukanya Cia Seng. Loohu pada saat itu ingin keluar untuk menuntut balas atas sakit hati majikanku, tapi ketika aku mengingat pesan majikanku, terpaksa aku urungkan niatku itu, lalu aku melarikan diri kembali pulang kerumah."
"Sekembalinya kerumah, kawanku memberitahukan padaku, bahwa majikan mudaku pada beberapa hari yang lampau telah lenyap entah kemana perginya. Hal mana, sudah barang tentu, tak berbeda dengan terdengarnya suara geledek disiang hari. Harapan yang paling akhir telah lenyap pula, hingga pada saat itu aku benar-benar ingin mati saja. Begitulah sakit hati yang sedemikian dalamnya ini, aku simpan saja selama empatbelas tahun lamanya, dan Tuhan ternyata masih mengasihani aku, karena kemarin aku menjumpai tuan mudaku diatas puncak tersebut, yang pada waktu ini ternyata telah menjadi besar dan dewasa. Keluarga Gouw kini sudah mempunyai keturunan. Loohu sekalipun mati tidak akan merasa kecewa. Aku benar-benar ingin membunuh Li Gok yang sedemikian kejamnya itu, untuk membalas sakit hati Gouw Tay-hiap serta membalas pula kebaikan dan budi yang luhur dari To Teng Tay-hiap."
Setelah Ie Tiong selesai menuturkan peristiwa yang lampau ini, para pendekar yang mendengarkannya sangat geram sekali, dengan begitu, mereka sekarang tidak ragu- ragu lagi tentang kebenaran daripada kata-kata orang tua ini.
Mereka sama sekali tidak pernah menyangka, bahwa orang yang dijuluki sebagai 'ahli pedang nomor wahid sejagat' ini ternyata mempunyai karakter yang sedemikian hina dinanya itu.
Pada saat itu, dari suatu tempat yang sunyi senyap tiba- tiba terdengar suara helaan napas seseorang, dan karena adanya kesunyian disekitar situ, maka dapat didengar dengan nyata sekali, semakin lama suara itu semakin jauh, dan diwaktu para pendekar menolehkan kepalanya memandang kejurusan suara itu, ternyata disekitar situ tidak terlihat barang seorangpun.
Diantara hutan yang lebat, mereka melihat seseorang yang sedang duduk disitu, dan dengan menggunakan cabang pohon, dia ini sedang menghalangi pandangan orang banyak terhadap dirinya.
Tampaknya dia sedang diliputi kedukaan yang amat sangat.
Muka orang ini sangat tampan sekali, dan ia ini ternyata bukan lain daripada Liok- eng-kiam Cia Tiang Kheng adanya.
Liok-eng-kiam sebenarnya sudah lama berada diatas puncak tersebut.
Waktu dia mendengar cerita yang dibentangkan oleh Ie Tiong, dan waktu dia mendengar bagaimana To Teng Tay-hiap telah berlaku begitu bersemangat dan setia kawan, hatinya terasa seperti disayat- sayat oleh pisau yang tajam.
Oleh sebab itu, ia sekarang barulah insyaf, bahwa apa yang telah diperbuatnya dan diingatnya selama ini, adalah suatu hal yang keliru sekali, maka dengan tidak terasa lagi dia jadi menghela napas panjang dengan perasaan yang sangat menyesal sekali.
Hati Li Gok tiba-tiba tergerak dan menghela napas dengan suara perlahan dan berkata .
"Kelima ahli pedang sekali lagi akan menggetarkan Tiong Goan ..."
Baru saja dia selesai mengucapkan perkataan ini, benar saja dari atas pohon lantas meloncat turun sesosok tubuh manusia.
Pada limabelas tahun yang lampau kelima ahli pedang ini telah bersatu padu dan mengerubuti Chit-biauw-sin-kun, pada saat itu mereka telah menduga, bahwa dibelakang hari ahli waris Chit-biauw-sin-kun akan datang menuntut balas, untuk menemukan siapa yang lebih gagah diantara mereka ...
'Sebutan lima ahli pedang menggetarkan Tiong Goan', asal saja didengar oleh siapapun, orang pasti akan segera mengingat kepada kelima orang yang pernah mengeroyok Chit-biauw-sin-kun itu.
Sementara Li Gok yang mendengar suara tadi, diapun segera mengetahui, bahwa suara itu telah diucapkan oleh Cia Tiang Kheng.
Justeru bertepatan pada waktu itu juga, pelayan tua itu sedang menghadapi saat-saat yang terakhir dalam hidupnya, tapi pada.
sebelum dia menghembuskan napasnya yang terakhir, dia masih sempat berseru dengan suaranya yang lemah .
"Bunuh ..... bunuhlah bangsat- bangsat itu !"
Sekalipun seorang pembunuh yang dapat membunuh orang tanpa berkedip matanya, dalam menyaksikan peristiwa yang tengah berlangsung ini, mau tak mau ia tidak akan dapat menahan pula airmatanya menetes keluar.
Begitulah orang yang tua itu telah menghembuskan napasnya yang penghabisan dibawah pandangan mata orang banyak yang berkumpul disitu.
Gouw Leng Hong pun tidak dapat menahan sabar terlebih lama pula, maka dengan tampaknya sinar kemerah- merahan yang berkelebat dimata orang banyak, ternyata pedang Toan-hun-kiam si pemuda telah meluncur untuk menusuk kearah Li Gok, hingga Li Gok tidak memandang ringan lawannya dan dengan sebat memusatkan seluruh perhatiannya serta menangkis datangnya serangan lawan ini.
Tatkala tempo hari Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong menjumpai Ie Tiong diatas puncak Tiong-jin-hong, dan orang tua itu ternyata telah mengenali pedang majikannya ini, maka dia merasa girang bukan buatan.
Begitu dia menerangkan dihadapan kedua orang itu mengenai peristiwa yang telah lampau itu, dia menasehati Gouw Leng Hong untuk menuntut balas dan mencari ahli waris keempat partai (dengan Partai Kun Lun tidak termasuk didalamnya) guna membalas sakit hati atas kematian ayahnya yang teraniaya didalam jurang itu.
Siapa tahu usahanya untuk membunuh musuh itu tidak berhasil, maka dengan disaksikan oleh orang banyak, dia lalu membentangkan segala peristiwa yang telah lampau itu dengan sejelas-jelasnya, hal mana telah membuat Li Gok dan kawan-kawannya merasa sangat tidak enak.
Pada waktu Ie Tiong terluka, Lie Siauw Hiong pun bukannya tidak melihat, hanya karena dia ingin berlaku teliti dan hati-hati, maka tidak mau dia segera mendahului turun tangan, karena menurut pendapatnya, kesempatan untuknya turun tangan belumlah tiba, maka dia tak ingin orang banyak mengetahui bahwa dialah ahli waris Chit- biauw-sin-kun.
Pada saat dia menampak Gouw Leng Hong dengan nekad bertempur dengan lawannya, hatinya menjadi terkesiap, hingga matanya yang tajam disapukannya keseluruh hadirin yang berkumpul disitu.
Selagi para hadirin tengah menyaksikan dengan penuh perhatian atas jalannya pertempuran tersebut, tiba-tiba hati si pemuda tergerak, maka dengan gesit sekali dia telah meloloskan celana panjangnya yang berwarna abu-abu, kemudian bersalin memakai celana biru, dan setelah selesai memakai kedok dimukanya, barulah dia menerjunkan dirinya kedalam gelanggang pertempuran.
Gerakan Lie Siauw Hiong ini dilakukannya dalam waktu hanya sedetik, sehingga segala gerak-geriknya tidak sampai diketahui oleh orang lain, yang waktu itu tengah memusatkan perhatian mereka atas jalannya pertempuran yang tengah berlangsung, tapi Lie Siauw Hiong tidak menuju kemedan pertempuran, melainkan pergi kepuncak gunung, dimana tadi Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng tengah duduk seorang diri.
Cia Tiang Kheng yang telah menyaksikan segala gerak- geriknya Lie Siauw Hiong dengan jelas sekali, tidak terasa lagi dia merasa dirugikan sekali.
Dia yang pernah bertemu dengan 'Chit-biauw-sin-kun' sesungguhnya telah hidup kembali dari kematiannya, tapi pada detik ini barulah dia insyaf, bahwa tempo hari dia jumpai itu adalah pemuda tampan ini yang menyaru sebagai Chit-biauw-sin-kun, itulah agaknya mengapa dia itu selalu memakai kedok pada mukanya.
Dia berpikir, bila pemuda ini bukan sesungguhnya ahli waris Chit-biauw-sin-kun, tapi mengapakah kepandaiannya sedemikian tinggi dan sempurnanya ? Hal inilah yang dia justeru tidak dapat memecahkannya.
'Chit-biauw-sin-kun' telah muncul kembali dipuncak gunung ini, hal itu telah membuat para hadirin merasa sangat terperanjat sekali, 'Bwee San Bin' ini tidak mengeluarkan barang sepatah katapun hanya dengan mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidung dengan tenang dia lalu mencabut pedangnya.
Pedang tersebut berkilauan sewaktu kena sorotan matahari, hingga cahayanya bergulung-gulung dan berkeredepan menyilaukan mata barang siapa yang memandangnya.
Li Gok pernah sekali bertempur kembali dengan Chit- biauw-sin-kun, hal itu baginya tidak terlampau mengherankan, tapi sebaliknya Kouw Am Siang-jyn dari partai Go Bie, dan Cek Yang Too-jin dari partai Bu Tong yang pernah mendengar bahwa Chit-biauw-sin-kun telah muncul kembali dalam dunia Kang-ouw, tapi mereka tidak pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Pada saat itu ketika mereka menyaksikan 'Chit-biauw- sin-kun' berdiri dihadapan mereka, tidak terasa lagi hati kedua orang ini jadi berdebar-debar keras sekali.
Dan tepat pada saat itu, sinar pandangan mata Chit-biauw-sin-kun yang amat tajam tengah memandang pada mereka berdua sehingga mereka mengeluarkan keringat dingin tanpa terasa lagi.
Sementara para hadirin yang kebanyakan terdiri dari orang-orang yang mempunyai nama juga dalam kelangan Liok-lim, sudah barang tentu mereka tidak asing lagi dengan nama Chit-biauw-sin-kun yang begitu terkenal pada masa yang lampau, maka tidak heran jika mereka agak menyangsikan, apakah Chit-biauw-sin-kun yang telah lama terkabar mati itu, tiba-tiba muncul pula dihadapan khalayak ramai disaat itu ? Diatas puncak gunung Thay San pada hari itu beruntun telah muncul pendekar-pendekar yang namanya sudah sangat terkenal dalam rimba persilatan, hingga hal itu jarang sekali terjadi dalam kalangan Kang-ouw pada waktu- waktu yang lampau itu.
Gouw Leng Hong dengan menggunakan tipu yang paling hebat dari jurus-jurus permainan pedang 'Toan-hun- kiam-hwat'-nya ia menyerang dengan bengis sekali terhadap Li Gok, hingga sekalipun Li Gok mempunyai tenaga-dalam yang hebat sekali, tapi untuk seketika sukar baginya untuk balas menyerang lawannya itu.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung