Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 14


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 14



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   "Satu ... dua ..."

   Mendengung dari puncak menara tingkat yang ketigabelas itu.

   Oleh karena itu, Lie Siauw Hiong segera membentangkan ilmu Keng- sin-kang-nya yang paling diandalkan, yaitu 'Am-eng-pu- hiang', tubuhnya lantas melayang naik keatas menara.

   Tapi karena jaraknya kurang lebih sepuluh tombak, hingga itu telampau jauh, maka dia tak dapat sampai dipuncak menara tersebut dalam waktu hanya sedetik.

   Buru-buru dia menghempos semangatnya sambil mengerahkan tenaga aslinya sekali, kemudian sepasang kakinya ditendangkan dengan tipu 'Kit Mo Pouw Hoat'.

   Badannya lagi-lagi tampak mengapung keatas lebih tinggi pula, maka dalam waktu sekejapan saja dia melihat keatas dan mengetahui bahwa dirinya sudah sampai ditingkat yang keduabelas, terpisah dengan puncak ketigabelas masih ada delapan meter lagi, sedangkan tenaganya untuk membal keatas sudah habis.

   Dia tak dapat lagi melayang keatas sebelum mengerahkan tenaganya pula, sementara suaranya Ang Ceng terus saja dengan nyaring menghitung .

   "Satu ... dua ... tiga ... empat ..."

   Hal mana telah membuat Siauw Hiong diam-diam berkata pada dirinya sendiri .

   "Apakah aku harus mengaku kalah terhadapnya ?"

   Dalam kegelapan malam, dia menggigit giginya erat-erat, tenaganya dikumpulkan dilengan kanannya dan lalu diulurkannya mencabut pedang Bwee Hiang Kiam-nya dan ditancapkan diatas tembok dari menara tersebut.

   Dengan menggunakan tenaga dari tangannya ini, tampak badannya lagi-lagi mengapung keatas dengan pesatnya, bagaikan burung walet yang melayang dengan lincah serta gesitnya.

   "... lima !"

   Perkataan 'lima' baru saja keluar dari mulutnya Ang Ceng, ketika dengan sekonyong-konyong terdengar satu suara yang sangat menggetarkan setiap perasaan orang .

   "Kau dan aku boleh berdiri dahulu !"

   Katanya.

   Menyusul suara tersebut, dari luar jendela lantas melayang masuk seseorang yang ternyata cukup ganas, karena terbukti, begitu dia masuk, dia sudah menyerang dengan pukulan yang beruntun hingga tiga kali terhadap Ang Ceng.

   Ang Ceng segera memasang bhesinya, bagian badan sebelah bawahnya tidak bergerak maupun berkisar sedikitpun jua, hanya badan bagian atasnya saja yang bergoyang kekiri maupun kekanan, dengan cepat dia egosi tiga serangan orang yang baru masuk ini, tapi karena pukulan itu bertenaga kuat sekali, hingga menyebabkan bajunya bergerak-gerak kena sampokan angin yang keluar dari pukulan lawannya.

   Orang itu lalu mundur satu tindak sambil berkata dengan suara yang keren .

   "Lekas turunkan Peng Jie yang berada dipundakmu, bila tidak, maka jangan sesalkan yang kau bukanlah menjadi tandinganku yang setimpal !"

   Sudah barang tentu, bahwa orang yang baru datang ini adalah Lie Siauw Hiong sendiri.

   Ang Ceng cukup lihay dan awas pandangan matanya, kemudian Peng Jie yang sudah ditotok terlebih dahulu olehnya, diturunkan dari pundaknya dan ditaruh dipojok kiri dari tembok menara tingkat ketigabelas itu, setelah itu ia tertawa dingin sambil melirik kepada Lie Siauw Hiong.

   Lie Siauw Hiong sendiripun menginsyafi, bahwa tenaga- dalam Kouw Loo It Koay ini sudah mencapai dipuncaknya, dia sendiri sebenarnya belum begitu yakin, apakah sekiranya dia dapat memenangkan pertandingan ini dengannya, tapi keadaan hari ini, kecuali bertempur, maka tidak terdapat jalan yang lainnya lagi, maka sambil menarik napas dengan diam-diam dia menghibur dirinya .

   "Lie Siauw Hiong, biarpun tenaga-dalam Kouw Loo It Koay lebih tinggi satu tingkat daripada kepandayanmu sendiri, tapi dalam pertempuran hari ini kau harus menang, kau tidak boleh kalah !"

   Setelah mempunyai keyakinan ini, sambil menghempos semangatnya dia menyerang dengan dua-dua kepalannya dengan sekaligus, maksudnya ialah untuk menangkap dan mencengkeram nadi lawannya.

   Ang Ceng siang-siang sudah mengetahui, bahwa Lie Siauw Hiong sekalipun usianya masih muda belia, tapi dia mempunyai tenaga dalam yang luar biasa, dan yang membuat dia jerih adalah pada dirinya pemuda kita ini seakan-akan tersembunyi sesuatu tenaga yang luar biasa dan tidak diinsyafi oleh pemiliknya sendiri, maka waktu melihat datangnya pukulan itu, sudah tentu saja dia tak berani berlaku gegabah.

   Pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini cepat bagaikan kilat saja, hingga Ang Ceng yang menyaksikannya merasa terkejut bukan main, lalu diapun mengeluarkan jurus 'Siang-ciang-hwan-thian' (sepasang telapak tangan membalikkan langit), dia bersedia keras lawan keras untuk menangkis serangan lawannya, tapi sebelum tangkisannya ini menemui sasarannya, ditengah jalan dia telah mengubah gerakannya dan dengan gentak sedikit dan tangannya terus mengancam tulang Piepee pada bagian pundak Lie Siauw Hiong.

   Lie Siauw Hiong yang menampak serangannya jatuh ditempat kosong, sedangkan serangan balasan dari Ang Ceng sudah akan tiba, lalu dia mengeluarkan suara teriakan tertahan, buru-buru dia geser kakinya dengan gerak 'Poan- kiong-sia-tiauw' (separuh melengkungkan badan memanah burung raja wali), untuk menyerang lawannya.

   Dengan mengeluarkan suara "poook"

   Yang sangat nyaring sekali, keempat tangan saling beradu, dengan masing-maisng merasakan hati mereka menjadi panas, hingga kedua-duanya mundur kebelakang satu tindak jauhnya. Diam-diam Lie Siauw Hiong berpikir .

   "Lawan yang setangguh ini sejak aku keluar dari pintu perguruan, baru pertama kali inilah aku menjumpainya. Apakah hari ini aku mendapat gelagat akan meruntuhkan nama baik guruku ?"

   Dalam hatinya dia tengah merasa bimbang, itulah sebabnya mengapa untuk sesaat dia berdiam diri, tapi Ang Ceng yang sudah berpengalaman, ketika menampak kejadian tersebut, buru-buru dia serang lawannya dengan jalan mengunci jalan mundur lawan itu, dengan kakinya digunakan untuk menyapu bagian tubuh Siauw Hiong sebelah bawah.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak serangan itu, ia menjadi sangat terkejut sekali, baru saja dia ingin mengubah serangannya, tendangan musuhnya sudah meluncur datang, hingga dalam kegugupannya buru-buru dia geser kakinya dan mundur secepat-cepatnya.

   Maksud Lie Siauw Hiong adalah dia ingin memancing pada Ang Ceng, agar supaya lawannya ini mau keras lawan keras dengannya, tapi siapa duga Ang Ceng cukup licin untuk tidak tertipu oleh lawannya.

   Maka pada waktu menampak pemuda kita menyerang kembali setelah dia mundur tadi, badannya segera dibungkukkan sedikit, tangannya meluncur terus melewati samping badan Lie Siauw Hiong untuk menotok jalan darah 'Giok-cim-hiat' Lie Siauw Hiong yang terletak dibelakang batok kepalanya.

   Lie Siauw Hiong yang melihat serangannya lagi-lagi mengalami kegagalan, lantas dia mengubah serangannya kembali.

   Begitulah sebentar saja mereka telah bertempur melampaui sepuluh jurus lebih, sementara Ang Ceng yang melihat dirinya mulai berada diatas angin, tidak terasa diam-diam dia merasa gembira sekali, lalu dia bersiul panjang dan keluarkan jurusnya yang bernama 'Kay-san- sin-ciang' (telapak tangan malaikat yang membuka gunung) untuk menyerang pemuda kita.

   Lie Siauw Hiong yang kena didesak lawannya, dia menjadi sangat geram sekali, lalu dia keluarkan jurus 'Hian- niauw-hwa-ee' (burung hitam mencakar pasir) untuk menyerang lawannya, hingga dalam waktu sekejap saja bayangan kepalanya telah memenuhi udara, sedangkan angin pukulannya yang menderu-deru, tampaknya tidak ada satu tempatpun yang tidak mengalami serangannya yang bertubi-tubi itu, dan sebagaimana telah diketahui, jurusnya ini adalah yang dia dapat pelajari dari Peng Hoan Siang-jin, yaitu jurus 'Hong-seng-put-sip' (gerak tak putus- putusnya) dari ilmu 'Tay-yan-sip-sek', dan kini Lie Siauw Hiong telah menggunakan tangannya sebagai gantinya pedang.

   Sebenarnya bila seseorang menggunakan tangan sebagai gantinya pedang, tenaganya akan banyak berkurang, tapi bagi Siauw Hiong hal ini adalah justru menjadi kebalikannya.

   Ang Ceng sekonyong-konyong melihat serangan lawannya menjadi luar biasa hebatnya, dan perubahannyapun tidak putus-putusnya, serangan lawannya menjadi sukar dilawan, hingga untuk itu dia hanya dapat menyerang dengan tipu 'Hong-koan-in-san' (angin menggulung dan membuyarkan awan) untuk menyerang dengan nekadnya pada pemuda kita.

   Kouw Loo It Koay dengan mengandalkan kepandaiannya yang disebut 'Kay-san-ciang-hoat' itu, lalu mengeluarkan tipunya tadi, dia bermaksud untuk menyelesaikan pertempuran tersebut selekas mungkin, karena bila pertempuran ini berlarut-larut, tentu saja tidak akan menguntungkan bagi pihaknya.

   Siapa tahu jurus 'Hong-seng-put-sip' dari Lie Siauw Hiong sekalipun tampaknya sangat tergesa-gesa dikeluarkannya, tapi hal sebenarnya adalah pukulan itu sangat mantap dan mengandung sepenuh tenaga-dalam yang sehebat-hebatnya, maka setelah melihat serangan lawannya datang, Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya dengan keras lawan keras.

   Sekonyong-konyong terdengar suara yang sangat nyaring sekali, dimana setelah kedua tangan itu saling beradu, lalu menimbulkan angin yang keras sekali, sehingga jendela dari menara itu bergerak-gerak pergi datang terkena angin pukulan kedua orang itu.

   Setelah mengadu tenaga ini, Ang Ceng berseru .

   "Kau sambutilah pukulanku ini sekali lagi !"

   Sepasang telapak tangannya diangkat dan lagi-lagi angin yang sangat keras menyampok menjurus kearah lawannya.

   Lie Siauw Hiong tanpa berkata-kata lagi, sambil menekuk kakinya dia sambuti serangan yang merupakan pukulan yang hebat ini, dan lagi-lagi suara yang amat nyaring terdengar akibat beradunya keempat tangan mereka, suatu tanda bahwa tenaga mereka adalah seimbang.

   Ang Ceng yang kena dibikin marah, tanpa memperdulikan apa-apa lagi dengan beruntun dia menyerang sebanyak empat kali.

   Tapi keempat pukulannya telah dapat disambuti oleh pemuda kita dengan baik dan tanpa banyak mengeluarkan tenaga pula tampaknya.

   Dengan beruntun mereka telah saling menyerang sebanyak enam kali, dengan kedua-duanya tidak pernah berkisar dari bhesinya dan tampaknya mereka ini memang seimbang saja dalam tenaga-dalamnya.

   Beberapa pukulan ini sesungguhnya sangat memakan tenaga sekali, tapi Lie Siauw Hiong tidak merasa lelah, sebaliknya dia merasa darahnya berjalan semakin cepat dan lancar, hingga perasaan yang luar biasa ini mendatangkan rasa nyaman dirongga dadanya.

   Ternyata Lie Siauw Hiong tempo hari setelah Peng Hoan Siang-jin menyalurkan tenaga-dalamnya kedalam tubuhnya, sekali ini barulah dia dapat mengeluarkannya dengan sempurna, oleh karena itu, harus diketahui, bahwa tenaga-dalam yang dimiliki sekarang oleh Lie Siauw Hiong setidak-tidaknya mempunyai latihan delapan puluh tahun lamanya, hal mana, dimungkinkan karena Peng Hoan Siang-jyn telah menyalurkan tenaga-dalamnya kedalam tubuh pemuda kita, maka dalam pertempuran hari ini yang paling memakan tenaga sekali, karena pergerakan Siauw Hiong yang luar biasa ini, maka seluruh tenaga yang tersembunyi dalam tubuhnya dengan secara wajar telah dikeluarkannya.

   Itulah sebabnya mengapa sekalipun pukulan lawannya sangat hebat dan berat, bahkan semakin bertempur Lie Siauw Hiong merasakan badannya semakin lincah dan gagah saja.

   Kouw Loo It Koay yang namanya menggemparkan dunia Kang-ouw pada puluhan tahun lamanya, dimana saking terkenal namanya, maka kedudukannyapun dapat disamakan dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, Hoo Lok It Kiam, dan yang lain-lainnya, tapi sekarang ketika baru saja dia muncul kembali dikalangan Kang-ouw, setelah berlatih selama berapa puluh tahun, atau dia telah ketemu dengan pemuda ini, hingga bukan saja serangan- serangannya tidak berguna, malahan tenaga-dalamnyapun dapat dibuat sama imbangannya, maka pada saat itu sambil mengumpulkan tenaga sepenuh-penuhnya, dia bersedia untuk sekali pukul saja segera membuat lawannya lantas binasa.

   Tapi kali inipun pukulan itu telah mengenai tempat kosong, hingga Kouw Loo It Koay mengeluarkan teriakan kesal sekali, dan buru-buru dia mundur setengah langkah, sedangkan dari dadanya darah panas menaik keatas yang dirasakannya menyesak sekali pernapasannya.

   Lie Siauw Hiong pun merasakan tenaga yang luar biasa keluar dari dalam tubuhnya, maka buru-buru dia menyalurkan tenaga-dalamnya sehingga dia dapat berdiri tetap dengan tenangnya.

   Begitu tenaga-dalamnya sudah berjalan dengan lancar lagi, semangatnyapun terbangunlah, hingga kemudian sambil bersiul panjang tangan kirinya separuh dibengkokkan, sedangkan tangan kanannya sudah dikeluarkan untuk memukul lawannya kembali.

   Tidak dapat dijelaskan betapa tidak enaknya dalam hati Ang Ceng disaat itu.

   Tenaga-dalam serta namanya yang begitu terkenal selama beberapa puluh tahun itu, ternyata hanya dalam satu malam saja sudah tersapu bersih oleh pemuda kita ini.

   Pada saat itu dia lihat si pemuda lagi-lagi mengeluarkan pukulannya, hingga diapun sambil menjaga dadanya telah mengeluarkan pula tangkisannya.

   Lie Siauw Hiong biar bagaimanapun tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan lawannya, dia mana tahu bahwa pukulannya ini akan membawa akibat yang tidak enak sekali terhadap lawannya.

   Dia hanya dapat merasakan pada dirinya sendiri, bahwa setiap dia langsungkan satu pukulannya, tenaganyapun bertambah semakin besar saja, hal mana telah membuat hatinya merasa girang luar biasa.

   Lalu terdengar suara yang nyaring pula karena beradunya kedua pukulan.

   Setelah berdiam sejurus, lalu Lie Siauw Hiong maju satu tindak kemuka, dan dengan tenaga dipusatkan pada kedua lengannya, lagi-lagi dia menyerang lawannya.

   Ang Ceng yang memasang bhesinya kuat-kuat, dia tidak kena dipukul mundur, tapi kini dia rasakan tambah lama pukulannya Lie Siauw Hiong bertambah kuat saja, bahkan tenaga yang dikeluarkannya sekali ini, sungguh dapat memecahkan batu yang bagaimanapun kerasnya, dan pengalaman memperingatkan padanya, bila dia masih berani menyambutinya lagi, maka kemungkinan besar sekali bahwa anggota dalam tubuhnya pasti akan menderita luka-luka parah dan mungkin sekali akan menyeret jiwanya keakherat.

   Maka setelah menampak pukulan pemuda ini hendak menyerang dirinya kembali, buru-buru dia mundur kebelakang, tapi sekalipun demikian, tidak urung dia masih kena angin pukulan lawannya sehingga dia terdesak mundur satu langkah kebelakang.

   Lie Siauw Hiong merasakan tenaga-dalamnya sudah mencapai dipuncaknya, maka sambil menggereng diapun lagi-lagi sudah bersiap untuk memukul lawannya kembali Sekonyong-konyong saja sewaktu tangannya masih berada ditengah udara, dia lihat satu muka yang belum pernah dilihatnya dahulu ...

   mukanya Ang Ceng menunjukkan satu bentuk yang sangat aneh dan luar biasa, seperti juga mukanya itu tampak sangat dingin, atau juga seperti sangat berputus harapan.

   Sekalipun Lie Siauw Hiong tidak mengetahui seluruh perasaan hati lawannya, tapi satu ingatan memperingatkan kepadanya, bahwa dia inilah bukannya takut mati, malahan tampaknya lebih hebat sepuluh lipat daripada perasaan mati itu tampak pada mukanya orang itu.

   Perlahan-lahan tangannya Lie Siauw Hiong diturunkan kembali, dengan mana mukanya Ang Cengpun tampak menjadi biasa lagi.

   Sekarang dalam hatinya hanya terlukis satu perasaan 'marah' belaka.

   Dengan tertawa dingin dan sambil menarik napas dengan tidak wajar, tampak sepasang matanya memancarkan sinar pembunuhan, sehingga Lie Siauw Hiong yang melihatnya tidak berani memandangnya dengan secara langsung.

   "Sreet"

   Lantas kelihatan Ang Ceng menarik keluar pedangnya. Lie Siauw Hiong seakan-akan tidak mendengarnya, dia tengah berpikir .

   "Mengapa si Kouw Loo It Koay ini memandang demikian terhadapku ? Hmmm, apakah karena kau melototi aku, maka aku lantas akan mati ?"

   Dengan perasaan tidak puas dia mengangkat kepalanya dan balas melototkan matanya kearah musuhnya.

   Sebenarnya diapun merasa sedikit jerih juga, tapi karena dia sangat cerdik, maka dapatlah dia bertindak mengimbangi keadaan sekelilingnya.

   Baru saja dia angkat kepalanya memandang, dia lihat ditangannya Ang Ceng sudah menghunus sebatang pedang.

   Diapun buru-buru mencabut pedangnya, tapi dia mencabut tempat kosong, tiba-tiba dia teringat bahwa pedang 'Bwee Hiong Kiam'-nya ditancapkan diatas tembok diluar menara.

   "Sambutlah !"

   Kim Loo Jie lalu melemparkan pedang kepada Lie Siauw Hiong melalui tangannya yang belum terluka.

   Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya, kemudian dengan memutarkan pergelangan tangannya, ujung pedang itu sudah menggetar dan mengeluarkan suara mengaung yang nyaring sekali.

   Ang Ceng dengan datar lalu menusuk pundaknya Lie Siauw Hiong, pedang itu sangat dahsyat sekali anginnya, sehingga mendahului sampainya pedangnya sendiri.

   Sewaktu pedang itu akan tiba dipundaknya Lie Siauw Hiong, mendadak ujung pedang itu sudah ditarik dan diubah ditengah jalan, dan sekarang pedang itu mengancam tiga jalan darah diperutnya Lie Siauw Hiong.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak tenaga- dalamnya sangat luar biasa sekali, sedangkan permainan pedangnyapun sangat luar biasa pula, hatinya menjadi terkejut sekali.

   Buru-buru dia mundur setengah langkah, tangan kirinya dengan gerak yang sederhana sekali memegang rangka pedang itu, sedangkan tangan kanannya, lantas menarik keluar pedang itu yang dengan langsung memainkan jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' (bunga bwee menyiarkan baunya yang harum) dia serang lawannya.

   Begitu pedang panjang berada ditangannya, Lie Siauw Hiong segera memutarkannya sehingga terdengar suaranya yang nyaring sekali, ternyata dari ujung pedang itulah keluar angin dingin yang menerobos menjurus kebadan lawannya, hingga Ang Ceng yang menampak hal itu, tidak terasa lagi merasa sangat terkejut sekali.

   Gerak serangan dari jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' ini sangat pesat dan tiada tandingannya, sekalipun semulanya dialah yang menyerang lebih dulu, tapi justru pedang lawannyalah yang sudah datang mendahuluinya.

   Sebab ketika pedang Ang Ceng sendiri terpisah dengan jalan darah 'Ceng-sie-hiat' ditubuh Lie Siauw Hiong masih kurang-lebih tiga dim lagi, tapi pedangnya pemuda kita hanya terpisah dengan jalan darah 'Kiok-tie-hiat' dipergelangan tangannya kurang-lebih satu dim lagi saja jauhnya ! Justru pada saat itu, dengan secara sekonyong-konyong saja ujung pedangnya Ang Ceng disodokkan kemuka, tapi badannya sendiri berlompat kesamping, dengan mengeluarkan suara "huuu"

   Ternyata ujung pedangnya Lie Siauw Hiong mengenai tempat kosong, sedangkan ujung pedangnya Ang Ceng sudah menjurus keperutnya Lie Siauw Hiong.

   Lie Siauw Hiong tidak menduga bahwa lawannya dapat berlaku demikian sebatnya, tapi dia sendiri tidak menjadi gugup menampak serangan itu.

   Buru-buru kakinya digeser dengan tipu yang dipelajarinya dari Hui Taysu, dan dengan mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya, tampak sinar pedangnya berkelebat dengan mengeluarkan suara sret, sret, sret, tiga kali, pedangnya sudah menjurus ketiga tempat yang berlainan ditubuh lawannya, sedangkan tusukan pedang yang terakhir diarahkan kejalan darah 'Kie- hay' Ang Ceng, dengan semua serangan ini didasarkan atas ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang berlangsung dengan cepat sekali.

   Siapa tahu Ang Ceng pun seorang ahli pedang juga, dengan cepat dan sama ahlinya diapun dapat memunahkan serangan Lie Siauw Hiong tanpa menyebabkan dirinya terkena tusukan pedang pemuda kita itu.

   Kemudian Ang Ceng menyerang dengan dahsyatnya, yang diarahkannya pada bagian tubuh sebelah atas lawannya.

   Lie Siauw Hiong merasakan serangan pedang lawannya sangat hebat juga, seakan-akan ilmu pedang dari 'Pang-bun-co-too' (ilmu silat siluman) itu kadang-kadang mengandung sifat pembunuhan yang kejam sekali, hingga menyebabkan orang sukar mempertahankan diri, apa bila tidak berlaku sangat hati-hati sekali.

   Dan ilmu pedang yang digunakan oleh Ang Ceng ini, adalah ilmu pedang yang paling diandalkannya dan biasa disebut 'Leng-ie-kiam-hoat'.

   Ilmu pedangnya Chit-biauw-sin-kun sekalipun jauh lebih unggul dan aneh, tapi tipu-tipu gertakannya kalah jauh dengan ilmu pedangnya Ang Ceng yang aneh ini.

   Karena biarpun keanehan dari ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-sek' terletak pada 'tipu gertakan' yang ulung sekali, tapi bila dibandingkan dengan tipu-tipu ilmu pedang lawannya, ternyata masih ketinggalan jauh juga, oleh karena itu, maka tenaganyapun jauh berkurang.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 27 Dengan cepat sepuluh jurus sudah dilampaui, permainan pedang 'Leng-ie-kiam-hoat' dari Ang Ceng justru sudah sampai pada puncaknya yang paling hebat.

   Diantara tiga jurus serangannya ini, serangannya yang pertama bernama 'Li-ciang-hong-yong' (serbuan tawon yang berbondong- bondong), pedangnya yang panjang berubah menjadi segulung sinar yang mengandung gaya gertakan menuju kearah serangan sungguh-sungguh, jurusnya mana diluncurkan Ang Ceng untuk menyerang batok kepalanya Lie Siauw Hiong.

   Si pemuda yang menampak serangan lawannya ini, tidak terasa lagi jadi merasa terkejut juga, hingga didalam hatinya ia berkata .

   "Kiu-cie-kiam-sek milik Bwee Siok-siok sudah terkenal tidak ada tandingannya didunia Kang-ouw, masakah sekarang harus kalah dibawah pedang bangsa konyol ini ?"

   Sambil mencakupkan giginya dia maju merangsak dengan mengambil jalan dari samping badan lawannya, pedangnya disabetkan kemuka dan dengan merupakan satu gulungan sinar yang tajam menyampok serangan pedang lawannya.

   Dengan mengeluarkan suara sret, buru-buru serangannya Ang Ceng yang merupakan gertakan belaka ditarik mundur, kemudian satu sinar pedang yang tajam menerobos masuk dari serangannya yang sudah ditarik itu.

   Dengan mengasih dengar suara "seeeeet"

   Yang mengerikan sekali, pedangnya pemuda kita sudah meluncur demikian pesatnya menusuk lawannya.

   Ternyata serangan ini adalah ciptaan yang paling berhasil dari Chit-biauw-sin- kun, yaitu apa yang terkenal dengan nama sebutan 'Leng- bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu muka).

   Serangan pedang ini sungguh hebat sekali, sehingga memaksa Ang Ceng yang tadinya menyerang lebih dahulu, ternyata kalah cepat dan sebaliknyalah pedang lawannya yang menusuk sampai terlebih dahulu.

   Pedang lawannya begitu hebat sehingga mengeluarkan angin yang sangat santar, sehingga mau tidak mau Ang Ceng harus lekas-lekas menarik pulang serangannya.

   Menampak perubahan tersebut, semangatnya Lie Siauw Hiong menjadi semakin bergelora, dan dengan mengeluarkan suara tertawa dingin Ang Ceng lalu mengeluarkan jurusnya yang kedua dan bernama 'Leng-in- ham-jit' (akan menutupi matahari), tapi Lie Siauw Hiong tanpa banyak mengalami kesukaran telah dapat memunahkan pula serangannya ini.

   Dengan memperdengarkan suara yang menusuk kuping, tampak disegala penjuru bayangan pedangnya Lie Siauw Hiong berkelebat-kelebat pergi datang mengurung lawannya sedemikian rapatnya, seakan-akan setetes airpun sukar menembusinya, karena dengan ini ternyata Lie Siauw Hiong telah mengeluarkan jurus 'Hong-seng-put-sip' (serangan tak putus-putusnya), hingga dari kiri dan kanan sinar pedangnya lalu terbentuk menjadi satu dan dengan ganasnya menyerang kearah lawannya, dalam kelambatan mengandung gerak kecepatan yang hebat, dalam gertakan mengandung serangan sungguh-sungguh, maka tidak ada satu tempatpun dari anggota tubuh lawannya yang tidak terancam serangan pedangnya pemuda kita ini.

   Demikianlah kedahsyatan salah satu dari ilmu pedang 'Tay- yan-sip-sek' ciptaannya Peng Hoan Siang-jin, yang terkenal tidak ada tandingannya dalam dunia Kang-ouw, hingga semua serangan aneh dari Ang Ceng dengan mudah saja dapat dibebaskan oleh pemuda kita, yang sekarang berbalik dia sendirilah yang diserang bertubi-tubi tanpa berdaya untuk memecahkan serangan lawannya yang benar-benar mematikan.

   ini.

   Dengan lekas pula sepuluh jurus sudah lewat kembali, kemudian terdengar suara "pletak !"

   Yang nyaring sekali, ternyata kedua orang ini buru-buru berlompat mundur, dan pada saat itu ditangannya Ang Ceng hanya ketinggalan gagang pedangnya saja, agaknya pedangnya yang panjang itu telah dipatahkan oleh tenaga dalam yang luar biasa dari Lie Siauw Hiong ! Mukanya berubah menjadi pucat seperti abu, sedangkan sepasang bola matanya penuh dengan butir-butir airmata, Lie Siauw Hiong dengan heran memandang kepadanya, dia lupa untuk menyerang pada lawannya yang sudah terpatahkan pedangnya itu.

   Sekonyong-konyong tanpa berkata sepatahpun Ang Ceng putar badannya dan segera lari turun kebawah menara tanpa menolehkan kepalanya lagi.

   Diam-diam Lie Siauw Hyong berkata .

   "Sekalipun kau sudah kukalahkan, kau tidak usah begitu sedih dan putus asa !"

   Pemuda kita mana tahu, bahwa jurusnya itu yang telah mengalahkannya dengan jalan mematahkan pedangnya jauh lebih hebat dirasakannya oleh Ang Ceng jika dibandingkan bila Siauw Hiong membunuhnya saja ...

   pada tiga puluh tahun yang lampau dipuncak Ciok-hiong- hong digunung Oey San dia pernah saling bertempur dengan ahli pedang nomor wahid pada saat itu, yaitu Chit- biauw-sin-kun, mereka bertempur demikian serupa sehingga pada jurus yang ketiga ratus barulah dia dapat dikalahkan oleh Chit-biauw-sin-kun dengan menggunakan tenaga- dalamnya yang hebat sehingga dapat mematahkan pedangnya.

   Oleh karena mengalami kekalahan tersebut, dengan penuh kemarahan dia mengasingkan diri dan bersembunyi banyak tahun diperbatasan, dengan berlatih keras dan tekun dia mengubah ilmu permainan pedangnya yang disebut 'Leng-ie-kiam-hoat' itu demikian lihaynya, sehingga sukar dijaga oleh lawannya.

   Dan setelah dia berhasil mengolah ilmu pedangnya ini, lalu dia kembali untuk mencari lawannya, karena dengan jurusnya itu dia ingin mengalahkan lawannya seperti yang diperbuat lawan itu tempo hari untuk memulihkan nama baiknya.

   Bwee San Bin yang telah dikurung oleh lima ahli waris dari partai-partai silat yang terkemuka sehingga akhirnya Ang Ceng mendengar kabar bahwa lawannya itu sudah binasa, dia menjadi putus harapan dan menyesal sekali, tapi belakangan ini dia mendengar kabar angin yang mengatakan, bahwa Bwee San Bin telah muncul kembali kedalam kalangan Kang-ouw, oleh karena itu, lalu dia tinggalkan Kouw Loo San dan masuk ke Tiong Goan.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Waktu tadi Lie Siauw Hiong pertama kali membuka gaya serangannya, dia dengan girang dan terkejut segera mengetahui, bahwa lawannya ini adalah ahli waris lawannya tempo hari, karena ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang dikeluarkannya adalah khas milik Bwee San Bin.

   Oleh karena itu, dengan ilmu 'Leng-ie-kiam-hoat'-nya dia bermaksud hendak menawan pemuda kita, tapi siapa duga bahwa kesudahannya sama saja dengan peristiwa tiga puluh tahun yang lampau terulang kembali, karena pedangnya lagi-lagi telah dapat dipatahkan juga oleh lawannya, tapi suatu hal yang tidak sama adalah, bahwa pada tiga puluh tahun yang lampau, Bwee San Bin sendirilah yang telah mematahkan pedangnya, sedangkan pada tiga puluh tahun kemudian adalah ahli warisnya yang berbuat demikian terhadapnya.

   Andaikata dia ketahui bahwa jurus tadi yang dipergunakan oleh Lie Siauw Hiong sehingga membawa kemenangan baginya bukanlah ilmu ciptaannya Bwee San Bin, tapi adalah ilmu Tay-yan-sip-sek dari salah satu antara Tiga Dewa Diluar Dunia yang paling tua, yaitu Peng Hoan Siang-jin, hingga mungkin sekali dia tidak begitu kecewa.

   Lie Siauw Hiong tidak mengetahui rahasia yang terkandung dalam hati lawannya itu, dia menjadi terpekur menyaksikan sikap Ang Ceng ini, kemudian diapun lalu membalikkan badannya dan menotok membebaskan totokan yang diderita oleh Peng Jie, yaitu ahli waris dan pemimpin umum partai Kay Pang.

   Peng Jie yang tadi kena ditotok jalan darah 'Joan-ma- hiat'-nya, tubuhnya dirasakan lemas sekali dan tak bertenaga, hingga tak dapat ia bergerak barang sedikitpun, tapi Lie Siauw Hiong yang sudah ahli dalam ilmu totokan, lalu menepuk dipunggungnya bocah itu dengan perlahan- lahan, hingga sesaat kemudian Peng Jie pun siumanlah dari pingsannya.

   Sudah itu Lie Siauw Hiong lalu memutarkan badannya menghadap pada kedua saudara she Kim itu, dia lihat Kim Loo Toa yang jatuh pingsan masih belum siuman kembali, sedangkan Kim Loo Jie masih tetap memegangi tubuh kakaknya.

   Lie Siauw Hiong lalu memberikan obat luka pada Kim Loo Jie, yang lantas disambutinya tanpa mengucapkan terima kasih, tapi tampak jelas pada wajahnya, bahwa dalam hatinya terkandung lebih daripada seratus ucapan terima kasih yang hendak diucapkannya.

   Lie Siauw Hiong lalu memandang dengan cermat pada luka dipundaknya, dan pada saat Kim Loo Twa yang pingsan itu sudah mulai sadarkan diri, Kim Loo Jie lalu menyesapkan dua butir obat berwarna hitam kedalam mulut kakaknya itu.

   Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong merasakan dipunggungnya ada tangan kecil yang menarik-narik ujung bajunya, buru-buru' dia balikkan kepalanya menoleh, dimana ia menampak Peng Jie berdiri dibelakangnya, mukanya penuh dengan debu, dan sepasang matanya yang tajam dan hidup memandang kepadanya.

   Ternyata selama belakangan ini Lie Siauw Hiong merasa bahwa anak ini sudah banyak lebih besar jika dibandingkan dengan waktu dia pertama kali saling berjumpa dikelenteng rusak itu.

   Dengan suara yang perlahan Peng Jie memanggil .

   "Lie ...Lie Siok-siok ..."

   Ternyata ingatan anak ini tidak lemah, dia masih mengingat shenya pemuda kita, kemudian diapun memandang pada Kim Loo Twa dan Kim Loo Jie.

   Kim Loo Jie menganggukkan kepalanya, seakan-akan dia membenarkan bahwa bocah itu dapat memanggil pada pemuda kita dengan sebutan 'Lie Siok-siok', atau paman Lie.

   Lie Siauw Hiong lalu berkata .

   "Peng Jie, ada urusan apakah ? Lebih baik kau panggil aku Lie Twako saja."

   Peng Jie menyahut .

   "Kepandaianmu sungguh sangat luar biasa sekali, sekalipun aku tidak dapat bergerak, tapi aku dapat menyaksikan bagaimana si jahanam itu telah dapat kau usir pergi. Tapi sungguh tak bermalu sekali dia itu, karena sesudah dikalahkan diapun lantas menangis, hingga tidak kunyana, bahwa orang yang sudah begitu besar masih juga bisa menangis ..."

   Sesudah berkata begitu, wajah bocah yang mungil itu lalu menunjukan senyuman yang manis sekali.

   Kim Loo Jie lalu meraba-raba dan mengeluarkan dua batang panah api dari dalam dadanya.

   Yang sebatang berwarna merah, dan yang sebatang lagi berwarna biru, lalu dia pilih yang berwarna biru dan kemudian dia menghampiri jendela dan melepaskan panah yang berwarna biru itu keudara, hingga tidak lama kemudian diatas langit tampak kembang api yang berwarna biru dan sangat indah sekali menerbitkan cahaya yang gilang-gemilang diangkasa raya.

   Kim Loo Jie lalu memutarkan badannya pada Lie Siauw Hiong sambil memberi penjelasan .

   "Diluar kami masih mempunyai beberapa orang saudara seperguruan yang membayhok, bila aku pasang panah api yang berwarna merah, itu berarti bahwa kita menampak bahaya diatas menara ini, dan kami akan mohon bantuan mereka untuk menyerbu naik keatas menara ini. Tapi sebaliknya bila aku pasang panah api yang berwarna biru, hal itu berarti bahwa usaha kami dalam menolong pemimpin umum kami sudah terlaksana dengan baik, sehingga kami dapat bersuka ria."

   Tapi kenyataannya adalah kedua saudara she Kim ini telah menderita luka-luka yang cukup berat, dengan tetap mereka tidak mau memasang panah berwarna merah itu.

   Karena mereka mengetahui.

   bahwa kawan-kawan seperjuangan mereka diluar, tenaganya sangat terbatas sekali, sedangkan mereka berdua yang sangat tangguh masih kewalahan melayani musuh-musuhnya, apa lagi mereka, bukankah hal ini berarti mengirim mereka keakherat saja, bila dia pasang panah berwarna merah itu ? Sekalipun mereka menderita luka-luka, tapi mereka tidak mau meminta bantuan, sekiranya bantuan itu akan mendatangkan kesengsaraan bagi rekan-rekan mereka sendiri.

   Begitulah dengan sikap seorang ksatria sejati, mereka telah berbuat sesuatu tindakan yang sangat terhormat dan terpuji.

   Ketika Lie Siauw Hiong memandang keluar melalui jendela, sekonyong-konyong dia nampak bayangan seorang yang lari cepat sekali, hingga Kim Loo Jie lalu berkata .

   "Jangan perdulikannya, dia adalah adik seperguruannya Ang Ceng yang disebut Ceng-gan-ang-mo itu. Tampaknya dia telah lari karena menjumpai sesuatu yang tidak beres."

   Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong berpikir .

   "Partai Kay Pang disebabkan sebatang rangka (sarung) pedang sehingga bertempur dan mendendam demikian hebatnya terhadap partai Kong Tong, tapi mengapa hal ini telah mendatangkan Kouw Loo It -Koay, dengan Li Gok sendiri tidak pernah munculkan diri ?"

   Kemudian Lie Siauw Hiong menerangkan jalan pikirannya ini, maka sambil menepuk pahanya Kim Loo Jie lalu berkata .

   "Benar, kamipun justru merasa heran dalam hal ini ..."

   Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong teringat akan pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang ditancapkan ditembok menara tersebut, setelah mengingat senjata itu, buru-buru dia berlari keluar.

   Kim Loo Jie buru-buru mengulurkan kepalanya memandang dan dia lihat pemuda kita dengan menempelkan dirinya pada tembok menara, sedang mencari sesuatu agaknya.

   Pergerakannya demikian bebas dan lincahnya seperti juga seekor cecak besar sedang merayap ditembok menara tersebut, hingga kepandaiannya ini entah betapa tingginya, harus diketahui bahwa ilmu merayap tersebut yang bernama 'Pek-houw-kang' (ilmu merayap seperti cecak) itu bila dipergunakan, harus terus bergerak kesana-kemari, bila berhenti, maka tidak mungkin orang dapat mempertahankan diri terlebih lama pula diatas dinding tembok, tapi pemuda kita yang telah dapat melakukan pekerjaan yang dianggapnya mustahil itu, kepandaiannya ini boleh dikira-kirakan betapa tingginya.

   Maka setelah Lie Siauw Hiong dengan separuh menahan napasnya merayap naik kelobang tembok dimana tadi dia menaruh pedangnya itu, tiba-tiba jadi sangat terkejut, tatkala sampai disitu tidak menampak pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya itu! Oleh karena menampak kejadian tersebut, maka hati pemuda kita seolah-olah dirasakan berhenti berdenyut seketika, atau bagaikan orang jatuh kesebuah jurang yang ribuan tombak dalamnya.

   Dia terpekur bagaikan sebuah patung, dan setelah berselang lama juga, barulah dia dapat berpikir kembali secara kritis, hingga diam-diam dia berpikir .

   "Siapakah yang dapat mencuri pedangku ini ? Aku telah menacapkan pedang itu cukup dalam, dan tidak mungkin bahwa pedang itu akan dapat jatuh sendiri."

   Sesungguhnya dikalangan Bulim (rimba persilatan) orang yang dapat menggunakan ilmu merayap setinggi Lie Siauw Hiong itu dapat dihitung dengan jari, tapi diantara jumlah yang sangat sedikit ini siapakah gerangan yang telah mencuri pedangnya.

   Ketika Lie Siauw Hiong memandang dengan lebih cermat lagi dia dapatkan bahwa ditempat dimana dia tancapkan pedangnya itu, masih meninggalkan bekas yang dalam sekali bekas tancapan pedangnya, dan tembok disekitarnya tidak tampak ada yang gugur, hal mana teranglah sudah, bahwa ada seseorang yang tinggi sekali kepandaiannya telah mencuri pedangnya itu.

   Sekonyong-konyong dia melihat disuatu tempat yang terpisah tidak jauh dari bekas tancapan pedangnya itu, tampak juga bekas tancapan pedang lainnya, yang dalamnyapun hampir bersamaan, maka Lie Siauw Hiong yang berotak cerdik, dengan lantas mengetahui, siapakah gerangan pencuri pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya itu.

   Bekas tancapan pedang yang lainnya itu tidak dapat disangkal lagi, itulah bekas tancapan pedang 'Ie Hong Kiam'-nya Li Gok, yang dengan meminjam tenaga senjata tersebut, dia telah mencuri pedangnya si pemuda, maka tidaklah terlampau mengherankan kiranya, jika tadi Li Gok tidak menampakkan dirinya.

   Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia menjadi sangat geram dan terkejut, buru-buru dia melompat turun kembali, dan waktu sampai ditingkat keduabelas, lalu sambil menekan genting menara tersebut dia berjungkir balik dan tubuhnya melayang naik dan terus menerobos masuk melalui jendela ditingkat ketiga belas itu.

   Kim Loo Jie berteriak memujinya atas ilmu Keng-sin-kang si pemuda yang luar biasa tingginya itu.

   Seketika itu Kim Loo Twa pun perlahan-lahan telah dapat bangun berdiri, dan setelah melihat sinar mukanya Lie Siauw Hiong yang agak kusut, buru-buru dia bertanya .

   "Lie Heng mempunyai urusan apakah, yang sekiranya kita saudara Kim dapat membantunya ? Harap supaya Lie Heng sudi menerangkan kepada kami berdua saudara."

   Lie Siauw Hiong menggelengkan kepalanya, kemudian dengan memaksakan diri dia menjawab .

   "Tidak ada apa- apa yang perlu dihiraukan, aku mempunyai sebilah pedang biasa yang ditinggalkan diatas tembok menara ini, tadi waktu aku hendak mengambilnya, ternyata pedang itu telah lenyap entah kemana."

   Lie Siauw Hiong ini sungguh tinggi sekali hatinya, diapun tidak mau menyibukkan orang lain dalam usaha memperoleh kembali pedangnya itu.

   Dia memang bertabiat demikian.

   Apa bila ada orang yang meminta bantuannya, maka dengan rela dan ikhlas hati dia suka membantunya dengan sepenuhnya hati, tapi apabila dia sendiri menemui suatu kesukaran, dia tidak mau sekali-kali menyibukkan orang lain untuk membantunya.

   Maka terhadap kehilangan pedangnya itu, dia tidak menjelaskan keadaan sesungguhnya pada kedua saudara she Kim itu.

   Kedua saudara she Kim inipun seorang ksatria sejati pula, melihat orang tidak mau menceritakan hal yang sebenarnya, merekapun tidak mau banyak bertanya-tanya pula.

   Lie Siauw Hiong lalu merangkapkan tangannya sambil berkata .

   "Aku berhubung mempunyai urusan penting, maka tidak bisa tidak harus mengerjakannya sekarang juga, dibelakang hari bila saudara sekalian menemui kesulitan apa-apa, silahkan beritahukan saja padaku, aku pasti akan menyusul kemana saja yang kalian minta aku datang."

   Kedua saudara she Kim ini ketika melihat mukanya Lie Siauw Hiong agak berubah, merekapun segera mengetahui, bahwa pemuda kita ini pasti mempunyai urusan yang sangat mendesak sekali, hingga terpaksa merekapun merangkapkan tangan membalas hormat sambil berkata .

   "Lie Heng adalah bintang penolong kami, juga penolong bagi partai Kay Pang, kami seumur hidup pasti tidak melupakan budi kebaikan saudara yang besar bagaikan lautan ini !"

   Lie Siauw Hiong lalu berkata pada Peng Jie .

   "Peng Jie, kau harus baik-baik mengikuti paman Kim, baik-baik dan rajin-rajinlah belajar kepandaian silat yang sejati, karena jatuh-bangunnya partai Kay Pang kelak adalah tergantung ditanganmu."

   Sehabis berkata begitu, badannya Lie Siauw Hiong lalu melesat dan dalam beberapa kali loncat saja ia telah melayang sejauh tiga puluh tombak, sedangkan Peng Jie dari jendela berseru .

   "Lie Siok-siok, kapan kau akan menengok Peng Jie lagi ?"

   Waktu dia berseru, bayangannya Lie Siauw Hiong sudah lenyap dibalik hutan rimba. Karena sangat gugup, maka Lie Siauw Hiong buru-buru berlalu meninggalkan mereka, dengan didalam hati diam- diam dia berpikir .

   "Baiklah aku akan naik kepuncak gunung Kong Tong untuk melakukan pengamukan disana, masakah si Li Gok tak akan keluar ? Hmm, begitu dia muncul, bukan saja aku akan merampas kembali pedang 'Bwee Hiang Kiam'-ku, tapi juga dengan sekaligus akan kubuat perhitungan lama dengannya !"

   Yang dimaksudkan perhitungan lama itu, yaitu untuk membalaskan sakit hati Bwee Siok-sioknya tempo hari, yang pernah dikeroyok oleh Li Gok dan kawan-kawannya.

   Tapi pada saat itu Lie Siauw Hiong sama sekali tidak menghiraukan 'ahli pedang nomor wahid sejagat' dan beberapa orang kawannya itu dia tidak pandang sebelah matapun terhadap mereka semuanya.

   Perjalanan yang diambilnya ini melalui semak belukar yang sepi sekali.

   Disini dalam keadaan bebas dia dapat membentangkan Keng-sin-kang-nya dengan sehebat- hebatnya.

   Disamping itu, diapun merasa bahwa setelah dia melangsungkan pertempuran yang luar biasa dan makan tenaga dengan Kouw Loo It Koay Ang Ceng itu, tenaga- dalamnya maju sangat pesat sekali, hingga dengan perasaan gembira dia berlari-lari dengan secepat-cepatnya.

   Sekonyong-konyong dari jarak yang belum terpisah berapa tinggi dari angkasa, dengan secara tiba-tiba saja melayang seekor burung dara, yang kakinya diikatkan benang merah.

   Burung ini adalah burung pembawa surat, dan karena burung pembawa surat serupa ini seringkali ia lihat, maka diapun tidak merasa aneh dan juga tidak memperhatikannya.

   Selanjutnya dengan berdesirnya angin lalu terdengar suara gemericiknya suara air, hingga pemuda kitapun segera mengetahui, bahwa tidak berapa jauh dari situ pasti terdapat sumber air atau kali kecil.

   Tatkala berjalan kurang lebih sepeminuman teh lamanya, benar saja disebelah depannya terdapat sebuah anak sungai, maka tanpa terasa pula ia jadi tersenyum, karena setelah ia berlari-lari setengah harian lamanya, kini pengalamannyapun sudah bertambah tidak sedikit.

   Waktu sudah berjalan dekat, dia melihat bahwa anak sungai itu tidak seberapa lebar, tapi air yang mengalir sangat deras sekali, hingga air itu tampak bergelombang besar juga.

   Justru itu dari sungai itu tampak mendatangi sebuah perahu yang tidak ada penumpangnya, kecuali pemilik perahu itu sendiri, yang agaknya sengaja memperlambat jalan perahunya, agar supaya dia dapat mengasoh dengan leluasa.

   Lajunya perahu itu memang pesat sekali, hingga agaknya sukar bagi si tukang perahu untuk menghentikannya seketika, tapi tukang perahu itu tidak tampak menjadi gugup.

   Lalu dari saku celananya dia menarik keluar sebatang tali, yang setelah dibuatnya dua kali lingkaran dan diayun-ayunkan dua kali diudara, lalu dilemparnya pada pelatok diseberang sungai itu, tali mana sungguh tepat sekali terpancang dipelatok tersebut.

   Menampak kejadian tersebut, tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong jadi menepuk tangan memujinya.

   Tukang perahu itu sambil berdiri tegak lalu menarik perlahan-lahan, sehingga perahunya itu lalu mendekati pantai.

   Lie Siauw Hiong lalu bertanya pada si tukang perahu .

   "Twako, numpang tanya, jika ingin pergi kegunung Kong Tong, harus mengambil jalan yang mana ?"

   Tukang perahu itu menjawab .

   "Sungai ini hanya dapat membawa tuan pada tempat yang disebut Seng Kee Tin, dari situ tuan harus mengarahkan perjalanan tuan kebarat, barulah sampai ketempat yang dimaksudkan tuan itu."

   Lie Siauw Hiong bertanya lagi .

   "Apakah perahumu ini hendak menarik penumpang ke Seng Kee Tin ? Bila kau muat aku seorang, apakah kau setuju ?"

   Tukang perahu itu sampai tertawa lalu menyahut.

   "Perahu ini memang benar hendak pergi ke Seng Kee Tin, jika khek-koan (tuan) sudi, boleh silahkan naik saja. Hal itu malah menguntungkan bagi kita berdua, yang disepanjang jalan tak akan merasa kesepian karena ada kawan bicara."

   Untuk itu Lie Siauw Hiong menyatakan terima kasihnya, kemudian ia naik keatas perahu, sedang tukang perahu itupun lalu mengangkat jeratannya pula, hingga perahu itu lantas berlayar dengan sangat lancarnya.

   Perahu tersebut yang berlayar mengikuti aliran sungai dan juga mendapat bantuan tiupannya angin, lajunya sangat pesat sekali, barang-barang atau pohon-pohon dikedua tepi sungai tampak seperti bayangan dilewati begitu saja.

   Dalam pada itu si tukang perahu lalu bertanya pada Lie Siauw Hiong .

   "Khek-koan, apakah bukan orang asal daerah sini ?"

   Lie Siauw Hiong mengiakan, dan diapun berkata .

   "Kau sendiripun tampaknya juga bukan orang daerah sini, bukan ?"

   Tukang perahu itu menjawab, bahwa dia berasal dari daerah Shoa-tang. Setelah berdiam sejurus, lalu diapun melanjutkan perkataannya .

   "Keluargaku semuanya asalnya petani. Sungguh pembesar bangsat itu lagi sial, boleh dia justru kemaruk dengan paras cantik. Dia melamar adik perempuanku untuk dijadikan gundiknya, hal itu tentu saja adikku tidak setuju, akhirnya aku ditangkap oleh pembesar bangsat itu dan dijebloskan kedalam penjara, untunglah pada saat itu terbit bahaya banjir yang besar sekali, sehingga aku dapat melarikan diri dan beginilah akhirnya nasibku ini, mengembara kekampung halaman orang untuk menjadi tukang perahu."

   Mendengar cerita tukang perahu ini, tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong pun menghela napas dan turut bersimpati atas nasib yang telah dialaminya itu.

   Dia lihat tukang perahu itu sedang duduk terpekur, agaknya ia tengah mengenangkan kampung halamannya nan jauh dimata, dalam hati dia berpikir .

   "Kita ini seakan-akan senasib sepetanggungan, dimana-mana justru aku menemui orang yang bernasib malang bagaikan aku juga, dan sekali berjumpa lantas kita menjadi kawan. Tampaknya orang yang hidup didunia ini tidak sedikit yang hidupnya makmur, tapi jauh lebih banyak pula yang hidup serba kekurangan, miskin dan melarat."

   Waktu memikirkan dirinya sendiri, lantas kawan-kawan wanitanya yang cantik-cantik satu-persatu terbayang dikelopak matanya, sehingga hamper-hampir ia menangis karena amat sedihnya.

   Sekonyong-konyong dia teringat akan Kim It Peng si Raja Racun yang sifatnya kegila-gilaan dan lalu berpikir .

   "Seperti dia yang sebentar ketawa sebentar menangis, apa yang dipikirkannya lantas dikerjakan, tampaknya dia ini tidak pernah memusingkan tentang diri orang lain."

   Selagi dalam otaknya terlintas bayangannya Kim It Peng yang kegila-gilaan, ditelinganya seakan-akan masih terngiang-ngiang suara ketawanya yang angin-anginan, entah sudah lewat berapa lama antaranya, sekonyong- konyong saja dia rasakan suara tertawa itu berubah menjadi tajam dan dingin, hingga dia kenali bahwa suara tertawa inilah suara pembunuh ayah dan ibunya, yaitu Hay-thian- siang-sat ! Buru-buru dia memandang keempat penjuru, tapi tidak nampak bayangannya kedua orang musuh besarnya itu, maka diapun insyaf, bahwa dia tengah dipengaruhi oleh alam khayainya, maka dengan jalan demikianlah satu persatu bayangan-bayangan yang lampau dan tidak enak itu melintas dikepalanya.

   Selama belakangan ini dia tidak pernah mengingat-ingat hal tersebut kembali.

   Bukannya dia tidak mau mengingat- ingatnya, tapi takut tampaknya untuk mengingatnya, karena bila dia mengingat hal itu, pasti sekali akan membuat hatinya terluka.

   Diapun berpikir akan ibunya yang mengalami siksaan yang hebat sebelum dianiayai sampai binasa oleh Hay-thian-siang-sat, bayangan ibunya itu selalu saja terbayang-bayang, hingga sedikitpun tidak pernah dia melupakan kejadian itu, karena bila dia melupakan hal itu, berartilah bahwa dia tidak berbakti terhadap ibunya.

   Begitulah kejadian yang lampau itu berbayang kembali diotaknya, tiba-tiba dia teringat akan peristiwa dipulau Siauw Ciap Too, dimana dia pernah menyanyikan sebuah lagu dengan membuka suara sekeras-kerasnya, hingga tidak terasa lagi badannya mengeluarkan keringat dingin, dan diapun masih ingat akan sair lagunya yang berbunyi .

   "Batu-batu berserakan tidak beraturan, awan bergerak- gerak, ombak memecah pantai, angin musim dingin menggulung kembang salju, tanah air indah laksana sebuah lukisan, dalam satu jaman berapa orangkah jumlahnya ksatria sejati ?"

   Tanpa merasa dari duduk dia bangun berdiri, waktu matanya memandang air sungai yang bergelombang, dan waktu membentur batu lantas memuncratkan airnya yang hebat dan tinggi, dia yang menampak hal ini seketika dia lupakan dirinya, lalu tanpa merasa lagi lalu dia berteriak dengan suara yang panjang sekali.

   Suara teriakannya ini luar biasa nyaringnya, sehingga seakan-akan gunung pada bergetaran, dan hamper-hampir saja si tukang perahu merasakan telinganya pekak, dan meski telah berselang lama juga masih saja dikupingnya ada suara yang tergiang-ngiang, maka diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri .

   "Suara penumpangku ini sungguh mempunyai kedahsyatan bagaikan suara setan atau raksasa saja !"

   Selagi hutan-hutan dikedua pinggiran sungai itu masih berkumandang bekas suara teriakannya Lie Siauw Hiong itu, burung-burung pada ketakutan dan beterbangan serabutan, sedangkan burung-burung elang yang sedang hinggap dipohon-pohon, dengan sekaligus melesat untuk melarikan diri, sehingga diudara penuh dengan burung- burung yang beterbangan, hingga itu merupakan suatu pemandangan yang menarik dan indah sekali.

   Lie Siauw Hiong yang menyaksikan keadaan seindah itu, seketika dia telah melupakan kesedihannya, hingga dalam rongga dadanya penuh dengan perasaan sukaria, seakan- akan hidupnya dialam dunia ini bukan main indahnya.

   Sekonyong-konyong tukang perahu itu berseru .

   "Khek- koan, sekarang kita sudah tiba di Seng Kee Tin."

   Pada saat itu matahari pagi baru saja menyingsing, sedangkan diatas langit mulai tampak sinar matahari pagi yang berwarna keemas-emasan.

   Lie Siauw Hiong lalu mendarat dan mendapat kenyataan, bahwa disitu banyak sekali manusia yang berlalu lintas, oleh karena itu, maka Lie Siauw Hiong tidak dapat lagi membentangkan ilmu Keng-sin-kang-nya untuk berlari pesat, hingga dia terpaksa berjalan seperti orang biasa saja, meski didalam hatinya merasa sangat gugup sekali.

   Begitulah dengan jalan demikian, dia berjalan diantara orang banyak, dari Seng Kee Tin kekota Cip Keng tidak sampai dua ratus lie jauhnya, dan menurut perhitungannya Lie Siauw Hiong, dia pasti akan sampai ditempat tujuannya dalam waktu tiga hari setengah lagi.

   Begitu dia masuk kekota Cip Keng, dia merasa pemandangan daerah ini agak luar biasa, dikota yang demikian kecilnya ternyata banyak sekali berkeliaran para busu (orang-orang yang ahli dalam ilmu silat), dan setelah dia berbelok dari pintu besar kejalan raya, barulah dia insyaf apa yang dilihatnya tadi.

   Karena begitu dia berbelok dari pintu besar itu kejalan raya, apa yang tampak pertama-tama adalah sebatang papan panjang setombak lebih, yang diatasnya bertulisan empat huruf emas yang berbunyi .

   'Teng Siang Pio Kiok'.

   Pio Kiok itu kalau jaman sekarang kurang lebih hampir mirip dengan kantor expedisi, yaitu kantor yang mengirimkan barang-barang ketempat tujuannya dengan menerima bayaran dari barang yang dipertanggungkannya itu.

   Tampaknya para busu itu mempunyai hubungan yang erat dengan Pio Kiok ini, maka Lie Siauw Hiong setelah masuk kedalam sebuah rumah makan lalu dia pilih satu tempat yang bersih, barulah dia panggil pelayan untuk menyediakan makanan dan minuman untuknya.

   Sekonyong-konyong dari tangga rumah makan tersebut terdengar suara yang berisik sekali, dan tampaknya ada empat atau lima orang laki-laki yang bertubuh besar sedang mendatangi.

   Mereka itu segera memilih tempat duduk yang letaknya berhadapan dengan Lie Siauw Hiong, kemudian mereka berteriak memesan lima kati arak simpanan dan sepuluh kati daging sapi.

   Orang yang berewokan diantara mereka dan sebagai pemimpin mereka lalu berkata .

   "sekali ini kita saudara- saudara boleh dikatakan telah mengalami kekalahan, untung saja pemimpin kita masih terang nasibnya, jika tidak, barang selundupan kita pasti kena diperiksa, sehingga dengan begitu Twakopun akan kehilangan mata pencahariannya."

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Seorang laki-laki katai yang duduk disudut kanannya sambil mengunyah dagingnya dia berkata.

   "Siapa suruh kita berbentrok dengan San Co Siang Hiap (sepasang pendekar Shoa-tang) ? Walaupun kita sekalian saudara saling bergabung, niscaya tak akan sanggup melawan mereka, apa lagi kini mereka telah menggabungkan diri dengan rombongan Kwan Tiong Kiu Ho (sembilan jago-jago dari Kwan Tiong)."

   Lie Siauw Hiong yang mendengar disebutnya nama sepasang perampok Shoa-tang ini, lantas dia perhatikan dengan cermat pembicaraan orang-orang itu. Kemudian seorang yang lainnya dan bertubuh gemuk dan duduk juga disebelah kiri lalu berkata .

   "Aku mengatakan, bila kita mempunyai separuh saja seperti kepandaiannya 'Bwee Hiang Sin Kiam' Lie Siauw Hiong, apakah kita masih perlu takuti segala sepasang jagoan dari Shoa-tang itu ?"

   Lie Siauw Hiong yang mendengar dirinya sudah diberi julukan atau gelar sebagai 'Bwee Hiang Sin Kiam' (malaikat ahli pedang Bwee Hoa), tidak terasa lagi dia menjadi agak terkejut, karena dia belum pernah mendengar nama julukan tersebut, apakah barangkali ada lain orang yang bernama sama dengannya ? Tidak lama kemudian terdengar si berewok yang mula- mula berbicara itu tertawa terbahak-bahak sambil berkata .

   "Loo Lie (Lie si tua) sungguh tidak bermalu, seperti bakat dan kepandaian yang kau miliki ini, sekalipun kau berlatih seratus tahun lagipun lamanya, masih tidak dapat mencapai separuh dari kepandaiannya Lie Tay-hiap ! Coba kau bayangkan, Kouw Loo It Koay Ang Ceng kepandaiannya betapa tingginya, waktu dia bertempur dengan Lie Tay-hiap dipagoda Sin Teng Tha, ternyata telah menderita kekalahan hebat pada sebelum bertempur sepuluh jurus lamanya."

   Waktu si berewok berbicara, tampak air ludahnya muncrat kesana-kesini, aksinya waktu berbicara demikian, keheranannya seolah-olah melampaui Lie Tay-hiap saja.

   Waktu mendengar kata-kata orang ini, tidak terasa lagi dalam hatinya Lie Siauw Hiong merasa terkejut sekali, hingga diam-diam dia berkata .

   "Sekarang benar-benar dia tengah membicarakan aku ! Mengapakah kabar pertempuran antara aku dengan Kouw Loo It Koay begitu cepat tersiarnya ? Malah satu hal yang paling lucu, adalah orang ini entah mengumpamakan aku ini sebagai orang apakah ?"

   Si berewok masih saja dengan enaknya mengoceh terus .

   "Hmmm, hmmm, pertempuran kedua adalah dengan pedang, permainan pedangnya Kouw Loo It Koay yang disebut 'Leng-ie-kiam-hoat' dalam kalangan rimba persilatan boleh dikatakan tidak ada tandingannya, tapi akhirnya, hmmm, hmmm, Lie Tay-hiap menggunakan ... menggunakan tipu permainan pedang apakah sukar aku jelaskan, hingga tidak sampai tiga jurus pedangnya sudah dibikin terpental. Tidaklah kepandaian Lie Tay-hiap ini sungguh-sungguh sangat luar biasa sekali ?"

   Sekalipun dalam hatinya Lie Siauw Hiong memaki pada orang-orang yang suka mementang bacotnya dengan selalu menambahkan bumbunya, namun dalam hati kecilnya diapun merasa girang tidak kepalang. Lalu terdengar si katai itu berkata pula .

   "Coba Cian Twako katakan, dibandingkan dengan 'Bu Lim Cie Siu' mana lebih kuat dengan Lie Tay-hiap ?"

   Si berewokan lalu menyahut .

   "Apakah yang kau maksudkan 'Bu Lim Cie Siu' Sun Ie Tiong ?"

   Si katai menjawab .

   "Jika bukannya dia, masih ada siapakah lagi ?"

   Si berewok itu kemudian menjawab juga .

   "Kedua pendekar ini kedua-duanya adalah pemuda-pemuda yang muda belia, masing-masing mempunyai kepandaian istimewanya sendiri-sendiri. Menurut pendapatku, sekalipun Lie Tay-hiap sangat lihay, barangkali Sun Ie Tiong lebih unggul sedikit."

   Si katai dengan sengit lalu bertanya .

   "Coba buktikan !"

   Si berewokan lalu menjawab .

   "Bila aku menyebutkan namanya satu orang, kau pasti akan mengetahuinya. Apakah kau pernah dengar tentang murid si Raja Racun Kim It Peng yang bernama Tian Mo Kim Ie itu ? Kepandaiannya adalah sangat tinggi sekali, karena dia telah mewarisi seluruh kepandaiannya si Raja Racun tersebut, tapi pada setengah tahun yang lampau, dengan satu kali pukul saja Sun Ie Tiong telah berhasil membikin dia mundur kucar-kacir. Coba kau katakan, apakah kepandaiannya itu tidak hebat ?"

   Si katai menganggukkan kepalanya dan lalu berkata .

   "Benar boleh, tidak benarpun tidak mengapa ! Marilah kita minum saja sepuas-puasnya !"

   Beberapa orang itu lalu tertawa besar, kemudian dengan lahapnya mereka lalu makan minum dengan hati gembira.

   Waktu Lie Siauw Hiong mendengar mereka memperbincangkan 'Bu Lim Cie Siu' Su Ie Tiong, dalam hatinya dia merasa terkejut juga, lalu dia berpikir didalam hatinya .

   "Mengapakah dikalangan Kang ouw muncul seorang pemuda yang demikian tinggi ilmu silatnya tanpa aku sendiri mengetahuinya ? Ah, benar, ada kemungkinan dia baru muncul selama aku berada dipulau Siauw Ciap Too itu. Hmm, jika dia bisa memukul mundur Kim Ie, kepandaian itu benar-benar tidak lemah."

   Waktu berpikir tentang Kim Ie, sekonyong-konyong dia teringat akan muka yang sudah sangat rusak itu, yang memeluk Gouw Leng Hong sama-sama jatuh kedalam jurang, tidak terasa lagi dia lalu menghela napas, apakah barangkali si Kim Ie ini sama-sama gila seperti gurunya si Raja Racun itu ? Kemudian waktu beberapa busu itu memperbincangkan sesuatu yang tidak keruan, lalu diapun membayar rekeningnya dan jalan keluar dari rumah makan tersebut.

   Begitu dia keluar dari rumah makan itu, hatinya agak bingung dan diam-diam dia telah mengambil keputusan sambil berkata pada dirinya sendiri .

   "Pergi kegunung Kong Tong untuk mengambil pedang terlebih dahulu !"

   Sekonyong-konyong matanya memandang seekor burung dara terbang melintas diatas kepalanya, dan ketika dia memperhatikan burung dara tersebut, diapun melihat dikakinya diikatkan sepucuk surat dengan sehelai benang.

   Tidak terasa lagi dalam hati Lie Siauw Hiong merasa heran sekali.

   Apakah barangkali burung yang aku lihat ini adalah burung yang tempo hari itu ? Pada saat itu dari sebelah belakang Lie Siauw Hiong terdengar satu suara yang perlahan dibalik daun pohon, tapi waktu dia menolehkan kepalanya memandang, ternyata dia tak melihat sesuatu apapun.

   Lie Siauw Hiong yang sudah berpengalaman segera mengetahui, bahwa suara itu pastilah diterbitkan oleh manusia, maka sambil berpura-pura dia lalu berkata-kata pada dirinya sendiri .

   "Aku benar-benar mengira setan agaknya, sehingga segala daun yang bergoyang saja sampai membuat hatiku terkejut."

   Dengan masih selalu berpura-pura, dia berjalan terus.

   Dan mengira orang yang mengeluarkan suara itu pasti akan menguntit padanya dari sebelah belakang, tapi siapa tahu setelah berjalan berapa puluh tombak jauhnya dan coba menoleh dengan sekonyong-konyong, ternyata masih juga dia tidak melihat ada orang.

   Dia merasa mendongkol sekali, kemudian sambil membentangkan ilmu Keng-sin-kang-nya dia berlari-lari dengan langkah yang sangat pesat sekali, hingga tampaknya tak berbeda dengan sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya, hingga dalam sekejap mata saja dia sudah berlari puluhan tombak jauhnya.

   Sekali ini benar-benar dia rasakan dibelakangnya ada orang yang mengikutinya, malahan ilmu meringankan tubuh orang itupun sangat tinggi pula.

   Diam-diam Lie Siauw Hiong tertawa dingin dengan perasaan tidak puas, lalu dia berlari lebih keras lagi, sekali kakinya menotol bumi, badannya sudah melesat maju sejauh tujuh atau delapan tombak jauhnya, karena gerak itupun bukan lain daripada ilmu kepandaiannya yang paling dibanggakan itu, yaitu 'Am-hiang-pu-eng'.

   Tapi siapa tahu sekalipun dia telah berlari dengan sepenuhnya tenaga, ternyata orang dibelakangnya masih saja dapat mengikuti terus dengan tidak ketinggalan, hingga dalam hatinya Lie Siauw Hiong jadi tergerak, dan sekonyong-konyong dia menotolkan kakinya kebumi dan badannya lagi-lagi dengan pesat melesat maju sejauh tujuh atau delapan tombak lagi.

   Pada sebelum kakinya menyentuh tanah, ditengah-tengah udara dengan gerak yang gesit dan lincah secara sekonyong-konyong dia telah putar badannya kebelakang.

   Orang dibelakangnya yang sedang menyusulnya itu, tidak menduga sama sekali bahwa orang yang dibuntutinya itu dapat membalikkan badannya secara sekonyong- konyong sekali, hingga dia tidak dapat menahan badannya lagi dan dengan gerak tergesa-gesa dia hentikan lompatannya, namun demikian, badannya masih tetap maju sejauh lima tombak.

   Kepandaian semacam ini ternyata tidak berada disebelah bawahnya pemuda kita, tapi selanjutnya orang yang menyusul itu dengan terpekur berdiri diam.

   Lie Siauw Hiong lalu bertanya .

   "Tuan ini apakah yang dijuluki orang Bu Lim Cie Siu itu ?"

   Orang itu baru berumur dua puluh tujuh atau dua puluh delapan tahun, alisnya sangat lentik sekali, romannya gagah tapi agak licik tampaknya. Waktu dia ditanya oleh pemuda kita, dia hanya menjawab .

   "Ah, itu cuma gelar kosong yang diberikan oleh kawan-kawan dalam kalangan Kang- ouw saja. Aku yang rendah tidak berani menerima akan pujianmu itu. Aku benar she Sun dan bernama Ie Tiong."

   Dengan mengangguk-anggukkan kepalanya Lie Siauw Hiong lalu berkata .

   "Sun Tay-hiap sepanjang jalan mengikuti aku saja, ada pengajaran apakah yang hendak disampaikan kepadaku ?"

   Sun Ie Tiong menjadi gelagapan diajukan pertanyaan demikian, hingga seketika itu dia tidak dapat menjawab pertanyaan orang. Dan setelah berselang lama juga, barulah dia menjawab .

   "Bila pandangan mataku tidak keliru, tuan ini adalah 'Bwee-hiang-sin-kiam' Lie Siauw Hiong .."

   Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya sebagai gantinya menjawab pertanyaan orang, dan sejurus kemudian barulah Sun Ie Tiong berkata lagi .

   "Aku mengikuti kau adalah untuk memohon pengajaran darimu."

   Lie Siauw Hiong sejak kehilangan pedang 'Bwee-hiang- kiam'-nya, perasaan hatinya tidak begitu gembira, ditambah lagi dengan perasaan yang ingin menang sendiri saja, maka begitu mendengar Sun Ie Tiong mengeluarkan perkataan yang maksudnya seakan-akan tidak memandang mata kepadanya, hatinya menjadi geram sekali, hingga dengan suara yang dingin dia berkata .

   "Oh, kiranya kau mengikuti aku sepanjang perjalanan ini maksudnya hanya ingin memohon pengajaran dariku saja ? Hal ini memang menarik sekali ..."

   Sun Ie Tiong hanya berkata-kata secara singkat saja, lantas dia menantang bertempur pada pemuda kita, dan tatkala dia mendengar perkataan Lie Siauw Hiong yang terakhir, diam-diam dia merasa bahwa dirinya pasti akan memperoleh kemenangan, maka sambil maju satu langkah dia berkata .

   "Bila Lie Heng, setuju, maka terpaksa Siauw- tee akan mempertunjukkan kepandaianku yang jelek itu."

   Setelah berkata begitu, dari punggungnya dia segera menarik keluarkan sebilah pedang panjang.

   Lie Siauw Hiong pun tidak menjawab perkataan orang ini, maka begitu dia melihat lawannya menghunus pedang, diapun tidak berayal pula untuk menghunus sebilah pedang yang ia baru beli dan disorennya sebagai senjata untuk menjaga diri.

   Sejak keluar dari pintu perguruannya, entah sudah berapa ratus pertarungan besar dan kecil yang Siauw Hiong telah lakukan, apa lagi pada akhir-akhir ini, dimana dia sudah menempur jago-jago cabang atas dengan kepandaiannya yang sudah mencapai dipuncaknya, oleh karena itu, sudah tentu saja terhadap pengalaman bertempur dia sudah cukup memilikinya.

   Bu Lim Cie Siu Sun Ie Tiong yang berdiri dihadapannyapun tidak berani memandang ringan terhadapnya, maka dengan perlahan-lahan dia loloskan baju panjangnya, untuk bersedia supaya dalam pertarungan sebentar hal ini tidak menyibukkan serta tidak merugikan gerak-geriknya, kemudian dia lihat lawannya sudah menghunus pedang dan disamping disertainya angin yang hebat karena pedang itu, ujung pedang itupun masih dapat dilihat bergetar dan berbentuk tujuh kuntum bunga bwee, gerak-gerik mana mirip sekali dengan apa yang biasa dilakukan oleh Chit-biauw-sin-kun pada waktu dahulu.

   Sekonyong-konyong Siauw Hiong merasakan angin serangan pedang lawannya menyerang kearah mukanya, sedangkan diseketika itu juga dia masih sempat mendengar peringatannya Sun Ie Tiong yang berseru .

   "Hati-hati !"

   Lie Siauw Hiong dengan wajar saja lalu melahgkah mundur dengan tindakan yang tenang, hingga pedang lawannya tidak berhasil menemui sasarannya.

   Sun Ie Tiong yang melihat serangannya yang pertama itu dengan cara yang begitu mudah saja dapat dikelitkan oleh pihak lawannya, diapun tidak berlaku sungkan lagi dan lantas melanjutkan serangannya yang kedua.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang melihat lawannya sudah mendahului menyerang dirinya dua kali dengan berturut-turut, dia terpaksa menjaga dahulu serangan pedang lawannya itu, kemudian setelah mendapat kesempatan, diapun tidak berlaku sungkan pula untuk lantas balas menyerang lawannya itu dengan tidak kurang dahsyatnya.

   Sun Ie Tiong yang sudah berkali-kali menyerang lawannya tapi tidak pernah menemui sasarannya dengan tepat, sudah barang tentu jadi semakin sengit dan penasaran.

   Begitulah dengan tak mau mengalah satu sama lain, kedua orang pendekar teruna itu telah mengadu ilmu kepandaian masing-masing dengan amat sengitnya.

   Lie Siauw Hiong yang telah berhasil mengelitkan beberapa kali tusukan maupun sabetan pedang lawannya, meski belum berhasil melihat titik kelemahan pihak lawannya, tapi dia segera dapat merasakan, bahwa permainan pedang lawannya ini adalah asli ajaran Hweeshio (pendeta) dari Siauw Lim Pay yang bernama Tat Mo Sin Kiam, hingga didalam hatinya merasa agak terkejut, sedang penjagaan dirinyapun segera diperhebat.

   Diapun sudah berniat untuk mengunci serangan pedang lawannya dengan menggunakan sabetan balasan maupun tenaga dalam yang sehebat-hebatnya dan pernah dimilikinya, tapi diapun merasa bahwa sabetan-sabetan maupun tusukan-tusukan pedang lawannya itupun selalu disertai angin yang santar dan menderu-deru, hal mana membuktikan bahwa lawannyapun memiliki tenaga-dalam yang tidak berada disebelah bawah daripada dirinya.

   Dengan tidak disadarinya, Lie Siauw Hiong teringat akan pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang hilang itu, hingga hatinya menjadi gugup, tapi setelah itu diapun tidak melanjutkan pula pemikirannya, dengan ganasnya dia melancarkan serangan-serangan balasannya.

   Sun Ie Tiong yang tidak berhasil menangkis dengan sempurna serangan pedang lawannya, pergerakannya menjadi sedikit lambat, hal mana berarti suatu kesempatan baik bagi Lie Siauw Hiong untuk mengambil inisiatif, dia tak mau bertempur secara berlarut-larut, maka dengan tidak membuang-buang tempo lagi dia lalu berseru .

   "Sambutlah seranganku ini !"

   Berbareng dengan itu, diapun lalu menggunakan pelajaran yang diberikan oleh Peng Hoan Siang-jin, yaitu 'Tay-yan-sin-kiam', dengan mana dia pernah berhasil menjatuhkan lawan tangguhnya, Kouw Loo It Koay, dalam pertempuran yang dilakukannya dipagoda Sin Teng Tha, dan jurus yang dipakai menyerang lawannya itu bukan lain daripada 'Hong-seng-put-sip' (gerak tidak putus-putusnya).

   Sun Ie Tiong yang dengan susah-payah baru berhasil menangkis maupun mengelitkan serangan balasan pemuda kita, kini menampak Siauw Hiong mengeluarkan tipu yang sangat hebat dan aneh, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi terkejut sekali.

   'Bu Lim Cie Siu' Sun Ie Tiong buru- buru mundur setengah langkah.

   Setelah berhasil mengelitkan serangan keempat dari 'Tay-yan-sin-kiam' yang bernama 'But-hoan-seng-ie' (benda bertukar letak dan bintang-bintang beralih), buru-buru dia berseru .

   "Tahan !"

   Lie Siauw Hiong merasa tercengang sekali dan buru-buru menahan serangannya itu.

   Tapi pada saat itu Sun Ie Tiong tampaknya sangat gugup sekali untuk mengeluarkan perkataan terus-terang, hingga untuk sesaat dia tidak berkata apa-apa lagi.

   Hal mana sudah barang tentu, mengherankan sekali hati Lie Siauw Hiong, tapi ketika ia ingin mengajukan pertanyaan, dengan sekonyong-konyong Sun Ie Tiong telah mendahului berkata .

   "Cukuplah untuk hari ini. Dibelakang hari kesempatan untuk kita saling bertemu masih sangat luas !"

   Sesudah berkata demikian, dengan lantas badannya berputar dan dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah berhasil berlari-lari dalam jarak sejauh sepuluh tombak lebih.

   Lie Siauw Hiong hanya berdiri terpekur dan merasa heran, apakah maksud Sun Ie Tiong yang sebenarnya menantang bertempur kepadanya dengan tiba-tiba dan tak diketahui sebab-musababnya, pada hal dia tak mengetahui, bahwa si pemuda she Sun itu hanya semata-mata melakukan perintah gurunya saja, hal mana akan dikisahkan perlahan-lahan dilain bagian dari cerita ini.

   Dengan perasaan tidak mengerti, Lie Siauw Hiong hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya saja, kemudian terdengar ia menggerutu .

   "Perduli amat siapa dia, yang paling perlu adalah melanjutkan perjalanan ini !"

   Setelah berpikir demikian, diapun tidak lagi berdiri terbengong-bengong disitu, hanya sambil menyesapkan kembali pedangnya dipunggungnya, dengan cepatnya dia pun membentangkan Keng-sin-kang-nya untuk berlari secepat kilat.

   Tidak sampai satu jam lamanya, diapun sudah berhasil mengambil jalan yang menjurus kegunung Kong Tong.

   Dalam pada itu, lagi-lagi seekor burung dara melintas diatasan kepalanya, maka dengan tidak dapat menahan sabar lebih lama lagi, lalu dia gerakkan kepalanya dan memukul kearah burung dara tersebut, kemudian terdengar suara "Puk", yang menandakan bahwa burung dara itu sudah berhasil dipukulnya sehingga jatuh.

   Waktu dia mengambil surat yang diikatkan dikaki burung dara itu, dia hanya melihat gambar dua buah tengkorak, hingga tidak terasa lagi dia menjadi sangat terperanjat dan berkata .

   "Hay-thian-siang-sat !"

   Karena dengan sesungguhnyalah, bahwa tanda itu adalah tandanya Hay-thian-siang-sat, hingga didalam hati dia berkata .

   "Si manusia busuk ini mengumpulkan kawan-kawannya, sebenarnya hendak melakukan pekerjaan apakah lagi ?"

   Sekonyong-konyong dari samping jalan berkelebat satu bayangan manusia yang berdandan sebagai seorang pendeta, dan sambil berdiri ditengah jalan ia berseru .

   "Yang mendatangi ini apakah bukannya Lie Siauw Hiong ?"

   Lie Siauw Hiong tidak pernah berpikir ditempat yang begini sepi dan liar ada orang yang mencari dirinya, maka dalam hati dia merasa sangat heran sekali, tapi dengan tenang diapun menganggukkan kepalanya mengiakan akan kata-kata lawan bicaranya ini.

   Pendeta ini masih muda sekali, umurnya ditaksir baru berkisar antara kurang lebih tiga puluh tahun.

   Ditangannya tampak dia menggenggam sebatang pedang, sambil merangkapkan sepasang tangannya dia berkata .

   "Aku mengharap Sicu (tuan) suka memberi sedikit pengajaran ..."

   Begitu selesai berbicara, segera juga dia menggerakkan pedangnya untuk menusuk pemuda kita.

   Lie Siauw Hiong disamping merasa marah, diapun merasa lucu juga, karena tanpa hujan tanpa angin ada orang yang menantang bertempur kepadanya.

   Dari suara perkataannya, dia dapat menarik kesimpulan, bahwa pendeta ini mungkin juga tidak merasa puas karena namanya sudah terkenal sekali dalam rimba persilatan, hingga diapun malas melawan bicara dengan pendeta itu.

   Lantas tangan kanannya diulurkan dengan sebat kepunggungnya, dimana ia menghunus pedangnya dan segera menerjang lawan itu dengan siasat 'Hiang-in-tam- eng' atau awan berarak-arak memperlihatkan bayangannya didalam telaga.

   Si pendeta muda itupun cukup cerdik dan dengan cepat diapun menangkis serangan pemuda kita dengan laku yang tangkas sekali.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 28 Lie Siauw Hiong sendiri merasa agak heran, karena ternyata bahwa permainan pedang pendeta inipun sama saja caranya seperti tadi dia melayani bertempur Sun Ie Tiong, yaitu ilmu pedang 'Tat Mo Sin Kiam'.

   Pendeta muda ini sangat memperhatikan serangan- serangan pemuda kita ini, hingga hatinya Lie Siauw Hiong tiba-tiba tergerak, dan dengan sama tiba-tibanya dia mengubah siasat serangannya dari 'Tay-yan-sin-kiam' menjadi dengan 'Kiu-cie-kiam-sek', pelajaran ilmu pedang warisan dari Bwee San Bin, dengan mana beruntun dia menyerang sehingga sebanyak empat atau lima jurus lamanya.

   Sementara si pendeta muda itu sete!ah menyaksikan dua jurus serangannya ini, mukanya menunjukkan perasaan kecewa dan lalu sambil menahan serangan pedangnya dia berseru .

   "Tahan !"

   Lie Siauw Hiong yang melihat lawannya bukan dengan maksud untuk saling bermusuhan dengannya, apa lagi dia sendiri memang mempunyai urusan yang hendak diselesaikan selekas mungkin, maka diapun segera menghentikan serangannya.

   Pendeta muda itu tampaknya berpikir sebentar, kemudian barulah dia berkata .

   "Benar, benar !"

   Waktu dilirikkan matanya memandang pada Lie Siauw Hiong yang sedang berdiri disebelah pinggirnya, tidak terasa lagi dia menunjukkan perasaan sungkan dan segera membalikkan badannya untuk melarikan diri.

   Lie Siauw Hiong jadi tertawa terbahak-bahak, sungguhpun dia tidak mengerti tindak-tanduk lawannya itu, tapi dia dapat meraba maksud pendeta Siauw Lim itu, yang agaknya khusus memperhatikan pelajaran 'Tay-yan-sip-sek'- nya, hingga hal ini boleh dikatakan luar biasa juga.

   Begitu hatinya merasa tenang, diapun teringat kembali akan pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang hilang itu, maka hatinyapun menjadi bingung kembali.

   Dengan tak berani berlaku ayal-ayalan lagi, lalu dia meneruskan kembali perjalanannya.

   Dia menuju keatas gunung yang semakin lama semakin sempit dan berbahaya serta sepi lengang, sedang haripun perlahan-lahan sudah menjelang gelap.

   Entah sudah lewat berapa lama pula, rembulan diangkasa raya telah mulai menampakan diri dan tergantung ditengah-tengah udara dengan tenangnya.

   Lie Siauw Hiong pada saat itu seluruh perasaannya tengah dipusatkan pada kehilangan pedang mustikanya itu, hingga tindakannya tidak terlampau cepat lagi, tapi sekalipun demikian, sekali lompat saja dia masih dapat melampaui jarak empat atau lima tombak jauhnya.

   Dibawah sinar rembulan yang berwarna keperak-perakan, didepannya tampak gunung yang tidak terlampau besar, juga tidak terlalu kecil, maka dengan menghempos semangatnya, Lie Siauw Hiong bertekad bulat untuk mencapai puncak gunung tersebut.

   Pemuda itu dengan bernafsu berlari sekeras mungkin untuk menempur pencuri pedangnya itu.

   Dilereng gunung tersebut keadaannya sangat sepi dan lengang sekali, disana hanya tumbuh dua kelompok pohon- pohon raksasa, sehingga bayangan bulan seakan-akan tidak dapat menembusi tempat itu karena dilindungi oleh pohon- pohon yang sangat tinggi lagi sangat rindang daunnya itu.

   Lalu dia mendengar suara daun pohon-pohon itu berkeresekan, dan semacam perasaan yang kurang enak tiba-tiba melintang diotaknya, sehingga dengan tidak disadarinya hatinyapun menjadi agak berdebar-debar.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Waktu dia periksa dengan terlebih cermat, dia tidak melihat barang seorangpun berada disitu, selain suara angin yang meniup daun-daun pohon itu.

   Lie Siauw Hiong jadi tertawa sendirian dan menganggap dirinya terlampau bercuriga tidak keruan, kemudian badannyapun melesat kembali sehingga beberapa tombak lagi jauhnya, tindakannyapun sangat wajar dan tenang, hal mana menunjukkan bahwa kepandaiannya telah mencapai dipuncaknya.

   Gunung ini tak dapat dikatakan terlampau tinggi, tapi disitu tumbuh banyak sekali pohon-pohon, maka sekalipun pada saat itu adalah musim dingin, tapi angin yang berhembus dari selatan membawa hawa yang nyaman serta hangat, sehingga pohon-pohon itu tidak menjadi layu daunnya.

   Waktu hampir mencapai puncak gunung tersebut yang terletak dihadapannya, Lie Siauw Hiong segera menghempos semangatnya, hingga lagi-lagi dia rasakan perasaan yang kurang wajar, karena diantara pohon-pohon yang begitu banyaknya dan rindang itu tentu saja keadaannya menjadi agak menyeramkan karena sepinya.

   Sekalipun Lie Siauw Hiong telah mengembara dikalangan Kang-ouw selama setahun lebih, peristiwa yang telah dialaminya adalah rata-rata sangat hebat dan menegangkan urat syaraf, hingga selama itu pengalamannyapun menjadi sangat banyak dan luas.

   Selagi melanjutkan perjalanannya kembali, tiba-tiba kakinya menginjak tempat kosong, hingga ketika dia insyaf, tahu-tahu dirinya sudah terjerumus masuk kesebuah lubang yang cukup dalam.

   Waktu Siauw Hiong jatuh kedalam lubang, buru-buru dia enjotkan badannya keatas sehingga mencapai setengah meter lebih dari dalam lubang itu.

   Tapi ketika baru saja kakinya menginjak bumi lagi dan hendak melangkah maju, lagi-lagi dia mengeluarkan teriakan tertahan karena badannya sempoyongan dan lagi-lagi terperosok kedalam lubang yang berikutnya.

   Ditempat yang begitu liar dan dimalam hari yang sangat gelap itu, entah ada berapa banyak jebakan dipasang disitu untuk mencelakai dirinya ? Dan selagi dia berdaya-upaya untuk meloloskan dirinya, tiba-tiba segala macam senjata tajam dari pihak musuhnya telah datang menyerang pada dirinya dengan serentak, bahkan disamping itu, tidak ketinggalan pula ada diantara musuh-musuhnya yang melepaskan senjata rahasia kepadanya.

   Lie Siauw Hiong yang dapat membedakan suara dari angin senjata-senjata tersebut, diapun sudah mengetahui, bahwa pihak orang-orang yang menyerang dirinya rata-rata mempunyai tenaga-dalam yang kuat sekali, hingga ketika baru saja dia hendak lompat mengelitkan diri daripada serangan-serangan yang datang bertubi-tubi itu, hanya terdengar suara "sret, sret"

   Dua kali, dan bersamaan dengan itu, pundaknya serta pahanya sudah terkena dua batang anak panah gelap yang dilepaskan oleh musuh-musuh yang membokongnya, anak-anak panah mana dapat menemui sasarannya dengan jitu karena dilepaskan dalam jarak hanya tiga meter saja jauhnya.

   Lie Siauw Hiong sejak mengembara dikalangan Kang-ouw, belum pernah mengalami kekalahan semacam ini, karena dengan serentak ia dibokong dengan secara menggelap, hingga dia sendiripun belum mengetahui siapa adanya para penyerang yang keji dan pengecut itu.

   Kedua batang anak panah itu mendatangkan rasa sakit yang hebat sekali, hingga dengan marahnya dia sapukan matanya keempat penjuru, tapi ternyata dia tidak melihat ada bayangan manusia barang seorangpun.

   "Musuh berada ditempat gelap, sedangkan aku berada ditempat yang terang,"

   Pikirnya, dengan perasaan tegang pikirannya bekerja keras.

   Lantas timbul suatu ajakan untuk 'lari', karena itu memang suatu cara yang paling selamat.

   Syukur juga anak panah yang menancap dipundak dan dipahanya tidak dicelupi racun, hingga itu banyak mengurangi perasaan kuatirnya.

   Sementara suatu hal yang paling hebat, adalah cara menyerangnya orang yang melepaskan anak panah gelap itu, karena meski dia melepaskan itu hanya dalam jarak tiga meter saja jauhnya, tapi dia tak dapat dilihat oleh Lie Siauw Hiong, hingga diam-diam iapun memuji akan kecepatan orang itu, yang dikalangan Kang-ouw sungguh sukar dicari keduanya.

   Lie Siauw Hiong sambil menahan perasaan sakit pada pundaknya, buru-buru dia pusatkan tenaganya pada sepasang kakinya, lalu dia berlompat maju dan dengan langsung berlari lurus kesebelah kiri dari hutan itu.

   Dia bukannya orang yang bodoh dan dengan terang-terangan mengetahui, bahwa diempat penjuru para lawannya telah mengurung rapat kepada dirinya, tapi perasaan ingin hidup memaksa dirinya untuk berusaha melarikan diri.

   Benar saja apa yang diduganya itu tidak meleset sama sekali, karena dari hutan yang lebat itu lalu dirasakannya ada senjata tajam yang menyampok mukanya.

   Syukur juga dia sudah siap siaga, ditengah-tengah udara dia lompat kearah yang sebaliknya dengan gerakan yang gesit sekali, karena hanya dengan tipu 'Kit Mo Pouw Hoat' saja baru mungkin dia menjalankan tipu tersebut dengan berhasil.

   Penyerangnya ini sungguh hebat sekali, tapi Lie Siauw Hiong jauh lebih cepat setindak, karena waktu dia baru saja turun kebumi, lagi-lagi dia sudah diserang kembali dan pemuda kita dengan sebat mengelitkan serangan itu persis terpisah dengan senjata tersebut hanya dalam batas telapak sepatunya saja ! Percobaan Lie Siauw Hiong sekali ini tidak sia-sia agaknya.

   Karena ketika baru saja dia sengaja berlari kearah kanan, dari dalam hutan segera terdengar suara teriakan orang yang lantas menyerang kearahnya dengan secara hebat sekali.

   Lie Siauw Hiong yang mencoba menggunakan kedua tangannya, lalu merasakan pundaknya bertambah sakit, karena pundak kirinya yang terkena panah itu menyebabkan tangan itu tidak dapat digunakan dengan leluasa.

   Oleh sebab itu, terpaksa dia menahan juga serangan itu, tapi ketika baru saja dia melancarkan serangannya, tiba-tiba sebuah pentungan berkelebat menjurus kekepalanya, hingga walaupun Lie Siauw Hiong telah berubah untuk mengelitkan dirinya, tidak luput dibikin terpental juga oleh pukulan lawannya, sehingga dia jatuh sempoyongan.

   Tapi bersamaan dengan itu, tenaga dalam si pemuda pun yang menendang balik telah membuat si penyerang jatuh berjungkir dalam keadaan pingsan.

   Hal mana, membuktikan betapa dahsyatnya tenaga-dalam pemuda kita itu.

   Ternyata pihak lawannya diatas gunung itu telah membayhok kepadanya, sehingga musuh-musuh itu belum puas jika belum dapat mengambil jiwanya.

   Lie Siauw Hiong pun menginsyafi, bahwa untuk melarikan diri adalah suatu usaha yang mustahil sekali, sedangkan luka-lukanya kian lama dirasakan kian sakit, hingga dia tidak tahu harus melayani dengan cara apakah sebaiknya, ketika dengan secara tiba-tiba ...

   Daun-daun pohon dihutan tersebut berkeresekan dan bergoncang dan bersamaan dengan itu, dari dalam hutan segera muncui tujuh atau delapan orang.

   Dibawah sinar bulan Siauw Hiong kenali orang yang menjadi kepala dari rombongan itu, tidak lain tidak bukan adalah musuh-musuh keturunannya, yaitu 'Hay-thian-siang- sat' ! Sejak Lie Siauw Hiong turun gunung, dia pernah dua kali berjumpa dengan kepala dari sembilan jago Kwan Tiong itu, yakni sepasang manusia bercacat tersebut, apa lagi ketika teringat akan peristiwa dipuncak gunung Kwie San itu, dimana dia pernah dijatuhkan kedalam jurang yang ribuan tombak dalamnya, melihat lawan-lawannya ini, tidak terasa lagi matanya menjadi merah.

   Sedangkan manusia-manusia bercacat itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan terkejutnya, suatu tanda bahwa merekapun mengetahui, bahwa 'Bwee San Bin' memang belum terjatuh mampus kedalam jurang itu.

   Pada saat itu, Lie Siauw Hiong merasa sangat geram sekali, karena dengan sepintas lalu saja dia segera kenali beberapa orang diantara mereka, yang memang bukan lain daripada sembilan jago dari Kwan Tiong itu.

   Kepandaian kesembilan jago dari Kwan Tiong ini, rata- rata Lie Siauw Hiong pernah menjajalnya, tapi bila dia harus melawan satu-persatu ataupun dua lawan satu, Lie Siauw Hiong pasti tidak akan kalah, tapi sekarang lawan- lawannya adalah sembilan orang, sedangkan dia sendiri pada sebelum bertempur sudah terluka terlebih dahulu, karena akibat daripada bokongan musuh-musuhnya yang sangat licik itu.

   Oleh karena itu, cara bagaimanakah dia harus melayani mereka selanjutnya ? Sepasang manusia bercacat ini dengan mata yang tidak berkedip memandangnya dengan sorot mata penuh kebencian kearah pemuda kita.

   Setelah berselang sejurus lamanya, barulah Ciauw Hoa berkata pada dirinya sendiri .

   "Tampangnya mirip benar. Tidak berlainan barang sedikitpun."

   Kemudian setelah berselang sejurus lamanya, barulah dia berkata dengan suara dingin .

   "Apakah kau mengetahui, apa maksud kami ini terhadapmu ?"

   Lie Siauw Hiong tidak menjawab atas pertanyaan lawannya itu, tapi dia segera paham akan maksud pihak musuhnya itu.

   Karena sesungguhnyalah, waktu tempo hari dia terjatuh kedalam jurang digunung Kwie San, dia telah bertempur dengan memakai kedok, tapi sebelum terjatuh kedalam jurang itu, kain penutup mukanya kena disingkap lawannya, sehingga lawan itu agak mengenali dirinya.

   Belakangan dikalangan Kang-ouw tersiar berita tentang dikalahkannya Kouw Loo It Koay oleh Lie Siauw Hiong, dan karena Siauw Hiong itu adalah orang she Lie, mereka segera menduga, bahwa pemuda she Lie ini pastilah keturunannya 'Lie Kiu Peng', kemudian ketika sepasang manusia bercacat ini menyelidiki dengan saksama, barulah mereka memperoleh jawaban yang pasti, bahwa pemuda she Lie itu memang benar anak musuhnya dan dia tidak mati dibawa kabur oleh sapi gila itu.

   Sepasang manusia bercacat ini memang sangat kejam sekali, mereka bertekad bulat untuk membasmi keturunan Lie Kiu Peng hingga keakar-akarnya, maka lalu dipasang mereka bayhok selengkap-lengkapnya untuk menantikan kedatangan si pemuda itu.

   Lie Siauw Hiong setelah berpikir matang, dia ketahui bahwa kini dia menghadapinya lebih banyak kematian daripada hidup.

   Hatinya menjadi terbangun dan lalu berseru .

   "Hay-thian-siang-sat, jika kau telah mengetahui, hmmm, lekaslah kau serahkan jiwamu !"

   Tatkala selesai berbicara, suaranya agak menggetar karena amat gusarnya.

   Dengan cepat dia mencabut pedangnya, tapi waktu memperhatikan senjata itu, walaupun sinarnya berkeredepan, tapi jika dibandingkan dengan pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya, ternyata terpaut sangat jauh sekali, hingga didalam hatinya dia berpikir .

   "Pertempuran sekali ini, akan lebih banyak kematian daripada hidup, oleh sebab itu, pedang 'Bwee Hiang Kiam' itu seumurku tidak akan dapat melihatnya pula."

   Tapi dengan tekad yang bulat ia mengambil keputusan untuk menghadapi semua ketujuh orang lawannya itu dengan hati yang mantap. Kemudian dengan suara dingin dia berkata .

   "Kalian hanya berjumlah tujuh orang ! Orang she Ciauw, diantara sembilan jago Kwan Tiong masih ada dua orang lagi yang belum keluar, bukankah ?"

   Dengan tertawa panjang Ciauw Hoa menyahut .

   "Kami bertujuh apakah belum cukup untuk mengambil jiwamu ?"

   Mereka memang sangat telengas dan kejam sekali, sehingga sedikitpun tak mau memberi hati kepada si pemuda itu. Sambil tertawa dan dengan suara yang lantang Lie Siauw Hiong lalu berseru .

   "Silahkan kalian maju !"

   Sedangkan diotaknya tiba-tiba terlintas ingatannya dan diam-diam dia berpikir .

   "Benar, tentulah burung dara itu yang telah digunakan oleh manusia bercacat ini dalam usahanya untuk mengumpulkan kawan-kawannya, dan salah seekor burung dara yang telah kujatuhkan itu, tentulah telah dikirim oleh Hay-thian-siang-sat untuk mengundang Hiauw-gwat-han- sim-ciang. Tapi entahlah siapa itu yang satu orang lagi ?"

   Selagi hatinya masih menduga-duga, tiba-tiba salah seorang antara sepasang perampok Shoa-tang yaitu Lim Siauw Coan segera maju membokong dengan tidak bersuara apa-apa.

   Tapi Lie Siauw Hiong yang memang sudah memasang mata dan telinga setajam-tajamnya, tentu saja mengetahui bahwa dirinya sedang dibokong orang.

   Syukur juga meski pundak kiri dan pahanya terluka, tapi Siauw Hiong masih dapat menggerakkan tangan kanannya dengan leluasa, maka dengan mendongkol dia menghunus pedangnya, yang lalu dengan sebat ditusukkannya kebelakang, hingga sekalipun Lim Siauw Coan menyerang terlebih dahulu, tapi dia tidak berhasil menemui sasarannya, karena ia sendiri sudah diserang kembali, maka dengan mengeluarkan suara gerengan yang menandakan kemarahannya, dia mundur kebelakang setengah langkah.

   Kemudian pergelangan tangan Lie Siauw Hiong, diputarkan begitu rupa, sehingga dia dapat menyerang pada lima orang lawannya dengan secara bergiliran.

   Sementara kedua saudara she Ciauw yang menampak permainan pedang Siauw Hiong yang begitu hebat dan lincah, mereka lantas maju secara berbareng, sedangkan kawan-kawannya rata-rata mempunyai kepandaian yang cukup tinggi, mereka masing-masing pernah mengalami pertempuran yang hebat dalam rimba persilatan.

   Maka tanpa menghiraukan peraturan dikalangan Kang-ouw lagi serta dengan secara tidak tahu malu mereka lantas maju serentak untuk mengurung si pemuda yang hanya seorang diri saja.

   Mereka tidak banyak mengeluarkan perkataan apapun, hanya dengan ganasnya mengurung pemuda kita dengan hanya satu maksud, yaitu untuk membinasakan jiwanya.

   Perkumpulan sembilan jago dari Kwan Tiong ini jika dibuat perbandingan dengan yang dahulu, kekuatannya adalah yang sekarang masih jauh lebih unggul, apa lagi kini mereka dengan serentak maju dengan menggunakan pelbagai senjata mereka, hingga sudah barang tentu perbuatan mereka ini tidak dapat dibenarkan dengan aturan dikalangan rimba persilatan lagi.

   Apa lagi, orang yang menjadi bulan-bulanan mereka hanyalah seorang pemuda yang baru melampaui usia dua puluhan.

   Lie Siauw Hiong yang sudah tidak menaruh harapan untuk hidup terlebih lama pula, tentu saja diapun sudah tidak merasa jerih atau takut lagi, begitu dia lancarkan serangan dengan pedangnya, diapun sudah mengeluarkan pelajaran yang diberikan oleh Peng Hoan Siang-jin, yaitu Tay-yan-sip-sek-nya.

   Suara berbagai senjata yang menyerang dirinya, mengeluarkan beraneka ragam suara, Lie Siauw Hiong sendiri pada saat itu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, telah berusaha sedapat mungkin untuk melawan musuh-musuhnya sehingga titik darah yang terakhir.

   Tapi secara sekonyong-konyong saja sinar dan angin yang keluar dari pedangnya Lie Siauw Hiong telah berhasil menindih suara pelbagai macam senjata lawannya, karena pada saat itu dia telah mengeluarkan jurus 'Hong-seng-put- sip' dari pelajaran Tay-yan-sip-sek warisan dari Peng Hoan Siang-jin.

   Diantara sembilan jago dari Kwan Tiong ini rata-rata pernah melihat jurus serangan ini, tapi mereka tidak berdaya untuk memecahkan tipu yang hebat ini, dan sekarang ketika menampak pemuda kita menggunakan tipu tersebut, buru-buru mereka mengeluarkan kepandaian mereka yang paling diandalkan untuk menjaga diri masing- masing, agar supaya jangan sampai kena dilukai oleh pemuda itu.

   Tapi Peng Hoan Siang-jin bukanlah seorang sembarangan.

   Tipu Hong-seng-put-sip ini adalah jurus yang paling lihay dari Tay-yan-sip-sek, tenaganyapun sangat luar biasa sekali, juga perubahannya tidak dapat diduga-duga, sehingga Lie Siauw Hioug sendiri yang sudah mencapai titik yang sempurna dalam pelajaran, masih juga tidak dapat mengerti seratus persen, apa lagi beberapa orang ini, dimanalah mereka dapat memecahkannya ? Dengan hanya kedengaran suara pedang yang sebentar tinggi dan sebentar rendah, tak berbeda dengan suara jeritan atau derap kaki kuda yang beribu-ribu jumlahnya mengurung mereka, hingga belum lama pemuda kita menggunakan tipu ini, dia sudah berhasil melukakan pundaknya Cian-siu-kiam-khek Liok Hong, sedangkan lengan baju Tiang-thian-it-pek Pek Hong telah berhasil dirobekkan sehingga beberapa dim panjangnya.

   Menampak serangannya itu belum berhasil menemui sasarannya dengan jitu, Lie Siauw Hiong diam-diam menyesalkan, andaikata pahanya tidak terluka, bila dia mengejar kedua orang ini pasti salah seorang antaranya akan menemui kebinasaannya.

   Dari arah belakangnya dia mendengar dua kali suara yang menderu-deru, tapi tanpa melihat lagi diapun segera mengetahui, bahwa orang-orang yang menyerangnya itu bukan lain daripada Hay-thian-siang-sat adanya.

   Badannya tidak diputar, hanya dengan cepat dia sabetkan pedangnya itu kebelakang, hingga dalam waktu sekejapan saja pedang yang dapat bergerak dari perlahan sehingga tiba-tiba berubah menjadi amat cepat itu, meluncur dengan gerakan yang tidak teratur, karena jurus itupun 'But-hoan-seng-ie' adanya, atau benda-benda bertukar letak dan bintang- bintang saling beralih.

   Kedua saudara Ciauw ini meski mempunyai kepandaian yang lebih tinggi sekalipun, karena terbentur dengan tipu ini, maka merekapun tidak akan dapat memecahkannya, apa lagi perubahannya yang dilakukan oleh Lie Siauw Hiong itu sedemikian pesatnya, sehingga ketika baru saja jurus 'But-hoan-seng-ie' ini digunakan setengah jurus, sinar pedangnya sudah mengurung Lim Siauw Coan yang berada disebelah kirinya, sedangkan dengan hanya menyabetkan pedangnya kesamping diapun sudah berhasil dapat mementalkan serangannya Tek-seng-siu Su Kong Cong.

   Tiang-thian-it-pek Pek Hong berseru dengan suara keras, kemudian dia terjang Lie Siauw Hiong dengan menggunakan kesempatan selagi kedua saudara Ciauw menyerang si pemuda dengan berbareng, hingga kekuatan yang hebat sekali dari mereka bertiga telah memaksa Lie Siauw Hiong mundur dua langkah.

   Lim Siauw Coan dengan Liok Hong pun telah menggunakan kesempatan baik ini untuk turut maju menyerang, juga dalam mana mereka disambut dengan amat sengitnya oleh Lie Siauw Hiong yang menggunakan tipu 'Leng-bwee-hut-bian' atau bunga bwee menyapu muka.

   Jurus ini cepat lagi aneh, apa lagi waktu menggunakan tipu tersebut Lie Siauw Hiong tidak berlaku segan-segan lagi, hingga Liok Hong yang menyaksikannya menjadi berdiri terpaku saking terkejutnya, tiba-tiba Lie Siauw Hiong telah menarik kembali serangannya.

   Ternyata serangan hebat yang dilancarkan sepasang manusia bercacat itu telah memaksa Lie Siauw Hiong untuk menarik kembali serangannya yang sudah hampir menemui sasarannya.

   Tapi penundaan itu hanya berupa sementara waktu saja, karena begitu si pemuda mengeluarkan pelajaran Tay-yan-sip-sek-nya, ketujuh lawannya itu menjadi kewalahan dan sibuk menjaga diri masing-masing.

   Sementara Lie Siauw Hiong sendiri yang merasakan gencatan pedang lawannya kian lama kian bertambah berat saja, sedangkan tenaga gempuran pedangnya kian lama kian bertambah lemah, seketika itu hatinya jadi agak terkejut juga, tapi sekalipun agak lemah, dia masih mempertahankan diri dengan secara mati-matian.

   Karena bila dia tidak memaksakan dirinya untuk berbuat demikian, maka dalam waktu sekejap mata saja badannya akan menjadi berkeping-keping kena bacokan dan tusukan pedang pihak ketujuh lawan itu.

   Pada saat itu luka yang dideritanyapun bertambah lama dirasakan bertambah sakit, hingga dengan susah-payah dia telah berhasil mengelitkan dua kali tusukan pedang lawannya, hingga didalam hati dia berkata .

   "Jika pertempuran semacam ini dilanjutkan terus, hanya kematianlah yang akan menjadi satu-satunya jalan yang terbuka bagi nasibku, aku harus berlaku nekad untuk membinasakan sebanyak lawan yang mungkin dapat kulakukan."

   Begitu dia telah mengambil keputusan yang pasti, lalu dia tertawa panjang dan diam-diam berseru .

   "Ayah dan ibu, sekarang anak akan membinasakan musuh besar kita ini !"

   Pedangnya lantas menyerang dengan tipu Kiu-cie-kiam- sek-nya, dengan orang-orang yang dijadikan sasarannya adalah sepasang manusia yang bercacat itu.

   Cara pertempuran ini sungguh hebat sekali, hingga telah membuat barisan sembilan jago Kwan Tiong itu menjadi kacau-balau, maka dengan melihat kesempatan itu, dikepalanya lalu terlintas suatu pikiran, yaitu .

   "Lari !"

   Jurus 'Leng-bwee-hut-bian' lalu disusul dengan 'Bwee- hoa-sam-long', dengan mana dia serang sepasang manusia bercacat itu, hingga mereka buru-buru melompat mundur dengan serentak, dengan menahan sakit pada pahanya, Siauw Hiong melompat sehingga beberapa tombak jauhnya.

   "Pukul !"

   Lantas salah seorang antara ketujuh lawannya yang bernama Im-hong-sin-piauw Coh Tiong Bong lagi-lagi menyerang dengan senjata rahasianya.

   Lie Siauw Hiong yang sudah terkena senjata rahasia lawannya pada pertama kali tiba digunung itu, kini mendengar tidak ada suara senjata rahasia apa-apa yang datang menyerangnya, hingga didalam hati dia merasa heran dan menduga kalau-kalau mereka tengah main gila terhadapnya.

   Dengan mengeluarkan suara "sret"

   Benar saja sebuah senjata rahasia telah datang menyerangnya, hingga buru- buru dia menjatuhkan dirinya untuk menghindarkannya.

   Ternyata Piauw yang digunakan lawannya itu memang agak aneh juga, dan diwaktu menyerang lawannya tidak mengeluarkan suara apa-apa, tapi setelah mencapai jarak tiga meter lagi dari sasarannya, barulah piauw itu bersuara dan tenaga melayangnyapun bertambah pesat pula, dan hal inilah yang untuk pertama kali Lie Siauw Hiong telah terpedaya.

   Sekalipun dengan susah-payah dia berhasil dapat menghindarkan senjata rahasia itu, tapi pergerakan yang dilakukannya dengan tergesa-gesa itu telah membangkitkan pula lukanya, hingga saking sakitnya dia terpaksa mencakupkan giginya erat-erat.

   Bersamaan dengan itu, tiba- tiba terdengar "Buk !"

   Yang telah membuat Lie Siauw Hiong merasakan matanya berkunang-kunang, tenggorokannya amis dan lalu memuntahkan darah segar, karena diluar dugaannya, satu pukulannya Ciauw Hoa telah tiba dipunggungnya laksana kilat cepatnya.

   Dengan menghempos semangatnya, buru-buru dia berlompat bangun kembali, dan setelah berhasil menahan dan mengatur pernapasannya, kemudian dia lancarkan serangan balasannya.

   Mula-mula dia keluarkan jurus 'Han- bwee-touw-jwee', atau bunga bwee menjulurkan benang sarinya, tapi ketika dia gunakan jurus ini setengahnya, dia lalu susulkan dengan jurus 'Bwee-touw-kie-hiang', atau bunga bwee mekar menyiarkan baunya.

   Dengan sekali sabet saja dia telah berhasil mementalkan pedangnya Lim Siauw Coan, yang berbareng tangannyapun tergores sehingga luka dan mengeluarkan darah.

   Pada sebelum Lim Siauw Coan dapat berlompat mundur, ujung pedang Siauw Hiong sudah menjurus pada kedua saudara she Ciauw.

   Su Kong Tong dan Coh Tiong Bong lalu menyerang berbareng pada Lie Siauw Hiong, tapi pemuda kita tidak menghiraukannya, dengan lurus dia tusukkan pedangnya kearah Ciauw Hoa.

   Ciauw Hoa yang melihat serangan pemuda kita yang begitu nekat, sudah barang tentu menjadi terkejut bukan buatan, karena pada sebelum dia sempat menangkis, tahu- tahu pundak kirinya telah kena tertusuk oleh pedang Lie Siauw Hiong, sehingga dia mengeluarkan jeritan tertahan.

   Sedangkan pedangnya Coh Tiong Bong pun berhasil menggores masuk setengah dim didadanya pemuda kita.

   Dengan tidak mengerutkan keningnya lagi, darah segar segera keluar dari yang dadanya terluka itu, kemudian dia melancarkan serangan-serangan nekad tanpa memikirkan pula akan keselamatan dirinya sendiri.

   Pertempuran itu semakin lama telah berlangsung semakin sengit, darah dan sinar pedang berhamburan ditengah udara, tapi perlahan-lahan tenaga Lie Siauw Hiong telah semakin berkurang, hingga akhirnya diapun terpaksa mundur kesamping lereng gunung.

   Sinar bulan yang remang-remang, dibarengi oleh siliran angin malam yang meniup dengan santarnya, hingga sekalipun hawa udara tidak menusuk tulang dan sumsum, tapi cukup dingin dirasakan oleh setiap orang yang sedang bertempur dengan amat dahsyatnya.

   Dilereng gunung itu hanya tampak delapan bayangan manusia yang bergerak-gerak pergi datang untuk mencapai babak yang menentukan dalam pertempuran antara mati dan hidup itu.

   Kemudian lagi-lagi terdengar pukulan "Buk !"

   Yang menghantam punggung pemuda kita, hingga dengan susah- payah dia menahan badannya yang sempoyongan dan hendak jatuh, sedangkan dari mulutnya lagi-lagi memuntahkan darah segar.

   Oleh kareua menampak hal itu, buru-buru Cian-siu-kiam-khek Liok Hong lalu maju hendak menjambak pemuda kita, tapi sebelum usahanya berhasil, dia sendiri sudah menjerit dengan suara keras dan ternyata dadanya sudah terpancang oleh pedangnya pemuda kita ! Sembilan jago Kwan Tiong yang biasanya membunuh manusia tanpa berkedip, ketika melihat semangat Lie Siauw Hiong, yang demikian luar biasanya, mereka semua jadi mengeluarkan keringat dingin.

   Pedangnya Lie Siauw Hiong mencari sasarannya lebih lanjut, dan dengan tidak disangka-sangka lagi lalu dia menusukkan pedangnya kearah Ciauw Loo, yang segera berlompat untuk mengelitkan tusukan pedang itu.

   Sedangkan Lie Siauw Hiong dengan tidak menolehkan kepalanya lagi, lalu membalikkan pedangnya dan terus ditusukkan kearah Tek-seng-siu Su Kong Tong, yang seketika itu juga terdengar berteriak dan jatuh roboh ditanah dengan bermandikan darah ! Kemudian dia melanjutkan serangannya.

   Dilain pihak dengan berseru kalap Ciauw Loo lalu memukul dengan sepenuh tenaga kepada si pemuda, sedangkan Tiang-thian- it-pek Pek Hong juga menambahkan satu pukulan lagi, hingga Lie Siauw Hiong buru-buru mengangkat pedangnya untuk memapaki serangan itu, tapi pada saat itu tenaga si pemuda sudah habis, maka baru saja dia menangkis setengah jalan, sekonyong-konyong dadanya dirasakannya seperti terpukul oleh sebuah palu yang berat sekali, yang mana dengan mata berkunang-kunang telah membuat dia roboh kemuka bumi.

   Lim Siauw Coan yang datang memburu, ketika baru saja maju dan menambahkan satu pukulan lagi, tapi siapa tahu dengan secara tiba-tiba saja Lie Siauw Hiong telah berlompat bangun, sedangkan tangan kirinya yang memegang pedang lalu digerakkan kearah Ciaw Loo ...

   Lim Siauw Coan yang datang memburu, ketika baru saja hendak menghantam pemuda kita sehingga menjadi perkedel, tidak terasa lagi dia menjadi berhadapan dengan pedang Lie Siauw Hiong yang disambitkan untuk melukai Ciauw Loo, tapi kini telah meluncur kejurusannya.

   Siauw Coan coba berdaya untuk menghindarkannya, tapi ternyata dia tidak cukup gesit untuk berbuat begitu, maka dilain saat ia menjerit ngeri dan jatuh roboh dengan leher terpanggang, maka sesudah berkelejatan seketika lamanya, kemudian ia diam dan tidak berkutik lagi untuk selama-lamanya ! Tian-can Ciauw Loo yang melihat usaha lawannya yang penghabisan itu, yaitu ketika Lie Siauw Hiong masih saja memukul kearahnya dengan serangan yang tampaknya sama sekali tidak bertenaga, diapun berdirilah dengan tegak, dengan satu kepalannya dia bersiap sedia untuk memunahkan serangan pemuda kita.

   


Pedang Tanpa Perasaan -- Khu Lung Hong Lui Bun -- Khu Lung Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini