Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 20


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 20



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   Syukur juga meski Leng Hong kalah pengalaman, tapi dia berbakat sangat baik, ketambahan reaksinyapun sangat cepat pula, maka dalam saat yang genting itu, dengan tepat dan sebat sekali ia telah menyammpok serangan lawannya dengan tangan kirinya, sedangkan badannya dengan meminjam tenaga itu, segera diputarkannya, kearah kanan.

   Setelah itu, dengan mengeluarkan suara yang sangat dahsyat sekali, Leng Hong yang barusan menggunakan tipu 'Hi-kong-le-san', (sidungu memindahkan gunung) telah memapas sebuah pohon sehingga tumbang, sedangkan badannya sendiri dengan berputar seratus delapan puluh derajat, telah dapat meloloskan diri dari pada ancaman pedang lawannya itu.

   Cek Yang Tojin yang menyaksikan aksi pemuda itu, tidak terasa lagi menjadi sangat terperanjat sekali didalam hatinya.

   Sekarang Leng Hong sudah dapat memusatkan seluruh perhatiannya kepada pertempuran tersebut, sedangkan dalam hatinyapun dia sudah mempunyai perhitungan yang matang.

   Nyalinyapun bertambah besar dan mantap, sehingga dengan beruntun tiga kali dia menyerang lawannya dengan menggunakan pelajaran asli dari warisan ayahnya sendiri.

   Selanjutnya, karena hebatnya serangan- serangannya itu, maka ia telah berhasil dapat mendesak mundur Cek Yang Tojin sehingga kesuatu pinggiran.

   Kegugupan dan kemarahan Cek Yang Tojin sukar ditahan dan bukan alang kepalang besarnya.

   Dengan tangan yang masih tampak gemetaran, dia telah melancarkan salah satu serangan balasan dari tipu 'Kiu- kiong-sin-heng-kiam-hoat' yang paling lihay, yaitu yang bernama jurus 'Ceng-in-kiu-sek' (awan biru membentuk sembilan macam), dia sudah berpikir untuk mengambil alih inisiatip pihak lawannya.

   Siapa tahu Gouw Leng Hong tidak mau membiarkan dirinya diserang lawannya dengan sikap mandah saja.

   Kiam-hoat sipemuda sebenarnya sudah mencapai satu tingkat lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pihak lawannya.

   Tapi karena dia kalah pengalaman, maka tiap- tiap kesempatan baik tidak dapat dipergunakannya dengan sebaik-baiknya, sehingga hal itu membuat Kim Loo-toa yang menyaksikan dari samping jadi mengeluarkan keringat dingin.

   Dalam pertempuran yang seru itu, ada kalanya Cek Yang Tojin dengan sengaja membuka lowongan untuk diserang oleh lawannya, kemudian bila lawannya sudah terpancing, dia mudah mematahkan serangan itu dan membinasakan lawannya, hingga sekalipun Leng Hong tidak selicik lawannya, tapi dia cukup cerdik untuk tidak membiarkan dirinya terpancing oleh tipu muslihat pihak lawannya.

   Akhirnya diapun berpura-pura tertipu, dan tatkala Cek Yang Tojin merasa pancingannya dimakan musuh, dengan sekonyong-konyong ia melancarkan serangan balasan yang hebat sekali.

   Tapi Leng Hong dengan menggunakan pelajaran dari ayahnya almarhum yang bernama 'Bu-siang- pa-cee' (Malaikat Bu Siang memegang tempuling) buru- buru ia berkelit dan melompat kebelakang lawannya, dari mana ia menusuk dengan langsung kepada lawannya.

   Kim Loo-toa berseru girang, karena ia mengira Cek Yang pasti tidak dapat menolong dirinya pula.

   Tapi siapa tahu dalam suasana yang kritik ini, ternyata Cek Yang tidak menjadi bingung, dia sudah membalikkan tangannya dengan tipu 'Too-tha-kim-ciong' (memukul jatuh lonceng mas) dan langsung memukul dada sipemuda.

   Semula dia sudah bersedia mengasi dirinya diserang orang, tapi kini berbalik menjadi pihak yang menyerang pula.

   Pukulan yang dilancarkannya sekali ini adalah tenaga yang sudah dipusatkan dengan sehebat-hebatnya.

   Hal mana, telah membuat hati Leng Hong terkejut bukan main.

   Tangan kirynya dengan tipu 'Liok-teng-kay-san' (Malaikat Liok Teng membuka gunung) dia tangkis serangan lawannya, sedangkan tangan kanannya tidak berhenti dan terus mengancam tubuh lawannya dengan tusukan pedangnya.

   Dengan mengeluarkan suara sangat nyaring karena beradunya kedua pukulan, badan Leng Hong dirasakan agak bergoncang, tapi pedang ditangan kanannya dengan lancar dan cepat menusuk lawannya, hingga sekalipun Cek Yang Tojin telah berkelit dengan gerakan yang cepat sekali, tidak urung pedang Leng Hong telah berhasil juga menggores punggung si-tojin, sehingga dia menjerit kesakitan dan segera kabur dengan darah segar mengalir dari lukanya itu.

   Kim Loo-toa yang menyaksikan Leng Hong memperoleh kemenangan, sudah tentu saja hatinya jadi sangat kagum dan memuji tinggi atas kepandaian sipemuda itu, meski Cek Yang tidak sampai terbinasa dan melarikan diri bersama murid-muridnya.

   Leng Hong menarik napas lega dan keluar dari kalangan pertempuran dalam keadaan selamat dan tidak kurang suatu apapun.

   Dalam hati ia merasa sangat menyesal, bahwa ia belum berhasil dapat membalas himpas sakit hati ayahnya, tapi untuk sementara ia sudah merasa puas dengan menghibur dirinya sendiri dengan berkata.

   "Untuk menbunuh bangsat tua bangkotan itu, waktunya masih banyak!"

   Tapi bersamaan dengan itu, ia sekarang sudah mempunyai kepercayaan yang penuh atas kemampuan dirinya sendiri, bahwa dia pasti akan dapat mengalahkan Cen Yang.

   Sementara Peng Jie yang melihat Leng Hong berdiri terpekur disitu dia tahu bahwa pemuda itu terluka didalam, maka dengan gugup ia berkata.

   "Apakah kau sudah merasa baikan?"

   Leng Hong lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, dan menyahut.

   "Siauw-tee (adik kecil), kau legakanlah hatimu, bangsat bangkotan itu mana dapat melukakan aku? Kim Siok-siokmu telah kehabisan tenaga karena dia telah bertempur mati-matian dengan lawan-lawannya barusan. Aku disini mempunyai obat cair yang sangat mustajab, obat ini dapat dengan segera menyembuhkannya kembali dalam waktu yang pendek sekali."

   Sehabis berkata begitu, lalu dikeluarkannya dari dalam saku didadanya obat cair 'Ban-nie-leng-coan' (obat cair mustajab yang sudah laksanaan tahun tuanya), kemudian dia menghampiri Kim Loo-toa yang tengah memejamkan matanya sambil mengatur pernapasannya.

   Kim Loo-toa setelah melihat sipemuda telah berhasil dapat melukakan lawan-lawannya sehingga kabur lintang pukang, barulah dia dapat bernapas lega, maka dengan tenteram dia pejamkan matanya untuk melanjutkan usahanya mengatur pula pernapasannya.

   Waktu ia melihat Leng Hong berjalan menghampirinya, ia segera mendahului berkata.

   "Mohon tanya, siapakah nama tuan yang mulia?"

   Leng Hong dengan laku yang sangat hormat lalu menjawab.

   "Boanpwee bernama Gouw Leng Hong."

   Sesudah berkata begitu, dia lalu mencabut tutup peles itu sambil disodorkan pada Kim Loo-toa dan berkata.

   "Obat ini sangat mujarab khasiatnya, silahkan Cian-pwee mencobanya."

   Kim Loo-toa yang melihat sipemuda berbicara dengan sungguh-sungguh, maka diapun tidak menolak atas tawaran itu.

   Setelah menyambuti peles obat itu, lalu diteteskannya kedalam mulutnya, yang pada saat itu juga dirasakannya mulutnya sangat wangi sekali, sedangkan dadanya terasa lega dan segar, maka sambil meramkan matanya, kembali ia telah mengatur jalan pernapasannya.

   Setelah berselang sejurus lamanya, Kim Loo-toa lalu berlompat bangun, sambil mencekal tangan Peng Jie ia memberi hormat kepada Leng Hong dan berkata.

   "Gouw Tay-hiap, kau telah membantu partai Kaypang menahan serangan musuh-musuh kita, juga kau telah membantu pula kepada Peng Jie, budi serta kebaikanmu yang tidak ada taranya ini, kami tak akan melupakannya seumur hidup kami. Maka bila kau mempunyai perintah apa-apa, tidak perduli diair maupun diapi, kami pasti akan menerimanya tanpa mengerutkan kening barang sedikitpun."

   Gouw Leng Hong buru-buru membalas hormat mereka sambil berkata.

   "Kim Loo-cian-pwee, janganlah kau berlaku demikian. Boan-pwee mempunyai saudara angkat yang bernama Lie Siauw Hiong, yang kerapkali menyebut-nyebut tentang sikap kesatriaan Loo-cian-pwee, sehingga boan- pwee merasa sangat kagum oleh karenanya."

   Kim Loo-toa lalu menyahut.

   "Oh, ternyata Gouw Tay- hiap ini adalah saudara angkat Lie Loo-toa, maka tidaklah mengherankan bila kau juga mempunyai kepandaian yang hebat sekali. Aku situa bangka dengan memberanikan diri selanjutnya akan memanggil kau juga dengan sebutan Loo- tee. Tapi belum tahu apakah kau tidak keberatan?"

   Leng Hong menyaksikan dia begitu polos dan simpatik, hingga diapun tidak kukuh terhadap adat istiadat dan lalu bertanya.

   "Kay-pang mengapa berbentrok dengan partai Bu- tong?"

   Kim Loo-toa lalu menjawab.

   "Hal ini bila hendak diceritakan, sangatlah panjang, maka sekarang baiklah aku mencari dahulu saudaraku Loo-jie."

   Tatkala berjalan kurang-lebih sepuluh tombak jauhnya, mereka melihat Kim Loo-jie tampak bersandar pada salah sebatang pohon besar dengan mata melotot, sedang sepasang tangannya mencengkeram sebatang pedang panjang.

   Peng Jie melihat muka Kim Loo-jie yang begitu pucat dan menakuti, buru-buru Peng Jie maju menghampiri dan menggoyangkan pundak orang sambil berkata.

   "Kim Jie- siok, Peng Jie sudah datang!"

   Tapi Kim Loo-jie tidak menghiraukannya.

   Peng Jie jadi merasa heran.

   Lalu ia membalikkan tubuhnya hendak menanyakan hal itu kepada Kim Toa-sioknya, tidak tahunya ia melihat orang yang tengah hendak ditanyakannya itu sedang berdiri terlongong- longong, mukanya sangat suram, sedangkan giginya mencakup kencang pada bibir sebelah bawahnya.

   Leng Hong yang menyaksikannya sudah maklum, karena dia pun merasa terharu sekali.

   Dengan menggunakan tangannya dia mengusap-usap kepala Peng Jie sambil berkata dengan suara yang pelahan.

   "Peng Jie, Kim Jie-siokmu sudah meninggal dunia."

   Peng Jie yang mendengar begitu menjadi sangat terperanjat, ia lompat dan menubruk serta memeluk tubuh Kim Jie-sioknya, dia menangis menggerung-gerung.

   Sekalipun umurnya sendiri sangat muda, tapi ia sudah kerap mengalami peristiwa semacam ini, dan kini waktu ia melihat Kim Jie-sioknya telah meninggal dunia, hati kecilnya menjadi pilu sekali sehingga tak dapat lagi ia menguasai dirinya sendiri.

   Ia menangis begitu sedih, sehingga Gouw Leng Hong yang berdiri disampingnya tidak tahan untuk tidak turut mengeluarkan air mata.

   Leng Hong telah menyaksikan, bahwa luka Kim Loo-jie dibagian punggung, adalah luka yang agaknya kena bokongan dari toosu partai Bu-tong itu, sedangkan pedang yang dicekal ditangannya itu sudah berhasil dibikin melengkung olehnya, tetapi telapak tangannya sedikitpun tidak terluka.

   Halmana, disebabkan karena ia sangat terkenal tentang kepandaiannya dalam ilmu mencengkeram yang bernama Im-hong-jiauw.

   Tatkala Peng Jie membalikkan tubuhnya dan memandang pada Kim Loo-toa, ia melihat sinar pandangan matanya semakin lama semakin suram, seolah-olah ia sedang melayangkan pandangannya ketempat jauh, hingga sipemuda she Gouw yang mengetahui bahwa Kim Loo-toa sudah putus harapan dan hatinyapun terluka maka dia berpikir untuk coba menghiburkannya, tapi untuk sesaat lamanya tak tahulah ia cara bagaimana harus menghiburinya.

   Tidak antara lama, Kim Loo-toa lalu mendongakkan kepalanya dan lalu tertawa panjang.

   Suara tertawanya ini berarti perasaan cinta mesra terhadap saudara kandungnya, hingga satu-persatu pemandangan yang telah lampau melintas dalam pikirannya disaat itu ..

   yaitu mereka kakak dan adik sama-sama mengangkat nama, sama-sama berlaku sebagai pelindung partai pengemis, tapi kini yang seorang harus berpisah dengannya untuk selama-lamanya.

   Suara tertawanya itu yang semakin lama semakin rendah, kemudian berubah dan terganti dengan suara sesenggukan, sedangkan airmatanya yang sebesar-besar kacang jatuh bertetes-tetes membasahi kedua belah pipinya.

   Sekonyong-konyong ia menghentikan menangisnya.

   Sambil memegang tangan adiknya yang memegang pedang, ia berkata dengan suara yang rendah.

   "Loo-jie, kau jangan pergi dahulu, kini masih banyak rintangan yang harus kita hadapi. Loo-jie, kau bersemangatlah, apakah kau dapat menahan penderitaanmu ini?"

   Diantara angin lalu sipemuda seakan-akan mendengar suara Loo-jie yang berkata.

   "Hm, penderitaan yang semacam apakah artinya? Toako, hutang ini harap catat saja!"

   Oleh karena itu, dengan suara yang sangat bersemangat ia menjawab.

   "Baiklah!"

   Angin lalu membawa dan menyiarkan suara tertawanya ketempat yang jauh sekali, sehingga suara itu berkumandang kedalam hutan dengan menerbitkan gema yang mengharukan.

   Kemudian, setelah memberi hormat kepada Leng Hong, dengan sebelah tangannya yang lainnya ia menuntun Peng Jie.

   Dengan tidak menolehkan lagi kepalanya, ia telah berlalu dengan mengambil jalan kecil, yang terdapat disitu.

   Leng Hong yang melihat dia begitu bersedih dan pikirannya tampak sangat kacau, didalam hatinya turut merasa tidak tenteram, maka ia lalu mengikuti mereka dari belakangan.

   Mereka bertiga berjalan masuk kedalam sebuah kuil bobrok.

   Kim Loo-toa setelah menurunkan mayat adiknya dari pundaknya, lalu dia berlutut sambil berkata dengan membelakangi kedua orang itu.

   "Couw-su-ya, bukannya Tee-cu tidak memegang janji, tapi sesungguhnyalah karena para perampok keliwat memaksa, maka terhadap sumpah tee-cu yang mengatakan tidak lagi mau campur tahu dalam urusan partai Kay-pang, terpaksa tak dapat melaksanakannya, berhubung kini ketua partai masih berusia sangat muda, sedangkan kepandaiannyapun belum sempurna. Apabila tee-cu lepas tangan, maka jerih payah Couw-su yang telah mengangkat nama partai kita sehingga mencapai titik yang gilang gemilang akan tersapu bersih. Dari itu, tee-cu tidak dapat mengurus hal itu, maka tee-cu terpaksa harus melanggar sumpahku itu."

   Setelah selesai mengucapkan kata-kata itu. Kim Loo-toa lalu membalikkan badannya, kemudian dengan muka yang bersungguh-sungguh dia berkata kepada Peng Jie.

   "Pangcu, aku Kim Loo-toa sudah mengambil keputusanku untuk masuk kembali dalam partai Kay Pang. Silahkan kau mengangkatku kembali sebagai pelindungimu."

   Peng Jie menggelengkan kepala sambil berkata.

   "Kim Sioksiok, janganlah kau memanggilku dengan sebutan itu, aku .. aku mana bisa jadi pangcu?"

   Sebenarnyalah dia masih terlampau muda, dan diwaktu Kim Siok-sioknya dengan tulus hati ingin mengabdi dibawah pimpinannya, tidak terasa lagi ia menjadi terkejut bukan buatan.

   Kim Loo-toa dengan suara yang sungguh-sungguh sudah melanjutkan perkataannya.

   "Sewaktu Loo-pangcu meninggal dunia, dia ada memesan apa terhadapmu?"

   Peng Jie yang melihat orang itu sungguh-sungguh ingin mengabdi kepada dirinya, hatinya menjadi terharu, semangat jantannya bangkit kembali dan lalu berkata.

   "Kim Siok-siok, Peng Jie mengaku salah, silahkan kau orang tua menyebutkan syarat-syaratnya."

   Kim Siok-siok dengan cepat berlari keluar, dengan memotes cabang pohon diapun berkata kepada Peng Jie.

   "Peganglah cabang pohon ini. Kau sentuh pundakku dua kali, lalu kau umumkan bahwa akulah pelindung keturunan keenambelas dari partai Kaypang. Upacara ini sebenarnya harus dilakukan dengan semeriah-meriahnya dan pula harus disaksikan oleh orang-orang ternama, tapi karena waktunya sudah sangat mendesak, maka terpaksa pengangkatan ini hanya dihadirin oleh Gouw Loo-tee saja yang berlaku sebagai saksinya."

   Peng Jie melihat muka Kim Loo-toa begitu pucat, tapi semangatnya masih tetap menyala-nyala. Selanjutnya oleh karena kuatir Kim Siok-sioknya teringat kembali akan peristiwa yang lampau dengan saudaranya itu, maka diapun lalu berkata.

   "Kim Siok-siok, sekarang baiklah kita mulai upacara pengangkatan itu."

   Kim Loo-toa menganggukkan kepalanya, kemudian lantas berlutut dihadapannya Peng Jie. Peng Jie menjadi agak gugup. Baru saja ia hendak mengulurkan tangannya untuk mengangkat bangun orang tua itu, ternyata Kim Loo-toa sudah mendahului berkata.

   "Inilah peraturan partai Kay-pang, maka Pangcu tak boleh mencoba untuk melanggarnya."

   Peng Jie mengetahui, bahwa dia tidak dapat menolak pula, maka dengan menggunakan cabang pohon tersebut, buru-buru dia menyentuh pundak Kim Loo-toa dua kali sambil berkata dengan suara yang nyaring.

   "Kami Pang-cu dari Partay Kay-pang keturunan keenam belas bernama Lie Peng, mengundang Kim Siok-siok sebagai pelindung dari partai kami."

   Karena dia tak mengetahui nama Kim situa ini, maka dia hanya menyebut dengan Kim Siok-siok saja.

   Gouw Leng Hong yang mendengar suara bocah masih seperti kanak-kanak saja, tapi semangatnya sebagai seorang pemimpin tampak begitu agung, nyatalah bahwa dia mempunyai derajat untuk menjabat kedudukan tersebut, maka diam-diam ia mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda kagum.

   Kemudian Kim Loo-toa bangun berdiri dan memberi penjelasan pada Gouw Leng Hong dengan berkata.

   "Loo- tee, kau dengan Cek Yang bukankah pernah terjadi perselisihan?"

   Leng Hong menganggukkan kepalanya sambil menjawab.

   "Dia adalah salah seorang dari pembunuh ayahku."

   Kim Loo-toa setelah berfikir sejurus, sekonyong-konyong dia berseru.

   "Dikalangan Kang-ouw terdapat kata-kata yang tersiar luas sekali, yaitu mengenai Chit-hiauw-sin-kun Bwee San Bin dan Hoo-lok-it-kian Gouw Ciauw In yang telah dibunuh oleh Cek Yang dari Bu-tong, Kouw Am dari Go- bie, Li Gok dari Kong-tong dan kebetulan Loo-tee she Gouw, maka apakah sangkut pautnya dengan Gouw Ciauw In Tay-hiap?"

   Dengan tersenyum Gouw Leng Hong menjawab.

   "Ialah ayahku sendiri."

   Dengan menghela napas Kim Loo-toa lalu berkata.

   "Hoo-lok-it-kiam Gouw Tay-hiap dengan Loo-pangcu adalah sahabat lawas, tidak disangka mereka yang begitu terkenal karena kepribadian mereka yang luhur dan suka menolong sesama manusia di Hoo-lam dan Hoo-pak, akhirnya telah menemui ajal mereka terbinasa oleh siasat busuk kaum pengkhianat bangsa!"

   Kemudian Gouw Leng Hong lain bertanya.

   "Pangcumu bagaimana bisa kejadian mengikat permusuban dengan Cek Yang?"

   Kim Loo-toa lalu menjawab.

   "Peristiwa ini telah terjadi pada sepuluh tahun yang lampau. Pada saat itu, dikalangan rimba persilatan muncul dua orang jagoan aneh, yang satu adalah 'Chit-biauw-sin-kun', sedangkan yang lainnya lagi adalah ayah Loo-tee sendiri. Kepandaian kedua orang ini sangat tinggi dan lihay sekali, apa lagi ayahmu yang telah melakukan pekerjaan yang paling sempurna dikalangan Kangouw, sehingga namanya naik tinggi dan menjadi buah bibir para pendekar. Nama kedua orang ini akhirnya dapat menindih nama keempat orang ahli waris dari empat partai besar."

   Leng Hongpun pernah mendengar riwayat ini dari penuturan bujangnya yang kini sudah meninggalkan dunia, maka diapun lalu berkata.

   "Oleh karena keempat orang ini tidak merasa puas dengan mereka lalu bersekutu dan menganiaya ayahku dan Bwee San Bin."

   Kim Loo-toa menganggukkan kepalanya sambil berkata.

   "Kejadian ini sungguh kebetulan sekali, yaitu setelah mereka berempat dapat mengalahkan dan menganggap bahwa 'Chit-biauw-sin-kan' Bwee San Bin telah terbinasa, mereka begitu kegirangan sehingga berlaku lengah dan telah meninggalkan sebuah sarung pedang ditempat pertempuran, yang kemudian sarung pedang itu telah dapat dijumpai oleh salah seorang dari murid partai pengemis kami."

   Dalam hati Leng Hong berpikir.

   "Kalau begitu, tidaklah heran mengapa Cek Yang Tojin meminta dengan paksaan pada Kim Loo-toa akan sarung pedang tersebut, tidak tahunya sarung pedang itu adalah milik Lie Gok. Tetapi mengapakah Cek Yang begitu memaksanya?"

   Kim Loo-toa lalu melanjutkan penuturannya.

   "Sarung pedang itu sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa. Murid kami dari partai pengemis karena melihat sarung pedang itu yang diukir secara indah sekali, maka dia menduga kalau-kalau bukannya sarung pedang itu buatan dari jaman dahulu, tentulah sangat hebat, oleh karena itulah, maka dia pungut dan bawa pulang. Tapi dengan tidak disangka, pada akhir-akhir dua tahun ini, dikalangan Kang-ouw tersiar suatu berita yang mengatakan, bahwa sesudah meninggalnya tokoh hebat yang dipanggil Koay- hiap Cui Tojin, dimana setelah dia mati, maka kepandaiannya yang hebat dan langkapun turut juga terkubur pula. Tapi kemudian, entah disengaja atau tidak, bolehnya tersiar kabar dikalangan rimba-persilatan, bahwa seluruh kepandaian dari orang aneh itu telah ditulis diatas sebuah sarung pedang kuno, yang dengan secara kebetulan telah dapat dimiliki oleh murid dari partai pengemis."

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kabar ini bertambah lama bertambah santar kedengarannya diluaran, sehingga murid yang telah mendapatkan pedang sarung itu lalu mempersembahkan kepada Loo-pangcu kami. Dan setelah Loo-pangcu kami memeriksanya, ternyata tidak terdapat hal-hal yang aneh, oleh karena itu, Loo-pangcu berpendapat, bahwa kabaran yang tersiar diluar dan dalam kalangan Rimba Persilatan itu, mungkin juga ada berapa bagiannya yang benar, maka dia telah menyimpan sarung pedang itu baik-baik."

   "Tapi Li Gok setelah mendengar kabaran angin ini, dia menjadi terkejut dan diapun memastikan, bahwa sarung pedang yang dimaksudkan itu pastilah sarung pedang yang telah hilang olehnya pada sepuluh tahun yang lalu itu, halmana telah membuat dia menjadi sangat menyesal dan menginsyafi, bahwa dirinya selama hidupnya telah banyak membuat hal-hal yang tidak baik, maka selama tahun-tahun belakangan ini, banyak sekali musuh-musuhnya telah datang mencari dia untuk memperhitungkan hutang lama. Oleh karena dia takut, bahwa banyak diantara musuh- musuhnya itu adalah orang-orang yang berkepandaian sangat tinggi, maka dia telah berlaku sangat hati-hati sekali. Karena dia sebagai seorang Ciang-bunjin, tentu saja tidak berani berlaku gegabah pula. Maka dari itu, dia telah memikir untuk menciptakan suatu kepandaian istimewa untuk menghadapi lawan-lawannya yang tangguh itu. Kebetulan sekali sarung pedang itu kabarnya memuat seluruh kepandaian yang hebat dari jago silat terdahulu, yaitu Cui Too-jin, maka dia telah membulatkan tekadnya untuk mendapatkan kembali sarung pedang yang telah lenyap itu."

   "Akhirnya Loo-pangcu sendiri pada suatu malam telah bertemu dengan musuh besarnya, pada waktu mana dia telah dibunuh mati oleh lawan itu ditengah hutan belantara, hingga oleh karenanya, kami dua saudara telah bertempur dengan musuh itu. Maka pada sebelum Loo-pangcu meninggal, dia telah menjumpai Peng Jie dan lalu menyerahkan kedudukannya kepada bocah ini. Tapi Li Gok sungguh tajam sekali pandengarannya, entah darimana dia mendapat kabar, bahwa sarung pedang itu telah terjatuh kedalam tangan Siauw-pangcu (Ketua muda). Oleh sebab itu, dia telah turun tangan sendiri, berhubung diantara murid-murid dari partai pengemis Utara ada berapa orang yang telah berkhianat dan berlaku sebagai 'cecolok' Li Gok. Halmana, disebabkan karena ketua lama sudah meninggal dunia, sedang ketua yang baru masih muda sekali usianya. Maka setelah mereka bersatu padu dengan Li Gok dan menyerang kami dua saudara dan Peng Jie, aku dua saudara yang melihat lawan kami berjumlah banyak dan lagi pula banyak diantaranya yang tinggi-tinggi kepandaian silatnya, maka kami telah memerintahkan pada ketua kami yang masih muda ini untuk melarikan diri dengan sendirian kepada partai pengemis cabang Selatan. Tapi sungguh tidak disangka, bahwa tipu kami ini telah dapat dipecahkan pihak lawan, sehingga mereka telah mengejar kami bertiga sampai dikuil rusak tempo hari, dimana syukur juga akhirnya kami dapat pertolongan saudara Lie, sehingga kami selamat tak kurang suatu apapun."

   Gouw Leng Hong lalu memotong perkataan orang sambil berkata.

   "Kalau begitu, mengapa Cek Yang bisa mengikat permusuhan dengan kalian?"

   Kim Loo-toa setelah menarik papas lalu menjawab.

   "Aku bersama partai Bu-tong sebenarnya bagaikan air kali dengan air sumur yang tidak saling mengganggu. Begitu Loo-pangcu wafat. Cek Yang merasa iri hati kepada partai kami yang dianggapnya jaya, hingga akhirnya telah terjadi satu bentrokan kecil diantara murid-murid kedua belah pihak. Hanya belum tahu, entah apa sebabnya Cek Yang sampai begitu kejam membunuh saudaraku. Tapi kesudahannya aku telah menarik kesimpulan, bahwa dia telah bersekongkol dengan Li Gok."

   Sebenarnya, dimanalah ia ketahui, bahwa tempo hari Cek Yang setelah melihat Lie Siauw Hiong mengunjukkan diri diruangan 'Bu-wie-thia', dengan gagahnya dia telah berhasil dapat mengalahkan Kinlungo, hingga tak pernah ia mendengar maupun melihat sendiri sampai waktu detik itu, ketika dia menyaksikan kepandaiannya Lie Siauw Hiong yang begitu luar biasa, hingga tidak terasa lagi dia menjadi sangat kaget sekali, karena dia tahu, bahwa dibelakang hari Lie Siauw Hiong pasti akan datang menuntut balas, sedangkan dia sendiri tentu saja tidak dapat melawannya.

   Begitulah dengan tidak mempertimbangkan lagi kepada prikemanusiaan, ia telah turun tangan sendiri untuk merampas sarung pedang itu, untuk memperoleh kepandaian silat yang hebat dari gambar maupun peninggalan yang tertera pada sarung pedang tersebut.

   Sementara Gouw Leng Hong setelah selesai mendengar penuturan Kim Loo-toa, diapun hanya dapat menganggukkan kepalanya saja, sedang didalam hati ia berpikir.

   "Aku selama beberapa bulan ini, telah mencari-cari Ah Lan ke Shoa-tang dan Hoo-lam, tapi tidak dapat menemui jejaknya. Karena kedua matanya telah buta, dia yang mengembara dikalangan Rimba Persilatan yang penuh bahaya dan manusia-manusia keji, sesungguhnya keadaannya sangat berbahaya sekali. Jika mengandalkan aku sendiri yang mencarinya, hal ini bagaikan mencari sebatang jarum ditengah lautan, entah aku harus cari dimana. Oh, benar Hiong-tee mengatakan bahwa murid- murid partai pengemis tersebar dimana-mana, maka baiklah aku minta pertolongan mereka untuk mencari Ah Lan, hingga harapan untuk dapat mencarinya menjadi terlebih besar."

   Tapi ketika baru saja dia hendak membuka mulut, sekonyong-konyong ia telah berbalik pikir.

   "Didepan mata urusan yang harus diselesaikan oleh mereka masih bertumpuk-tumpuk banyaknya, aku yang telah melepas budi terhadap partainya, bila aku memohon pastilah mereka akan meluluskannya. Ai, sudahlah. Mengapa aku harus menyusahkan orang lain? Aku pernah meluluskan kepada Ah Lan, akan selama-lamanya mendampinginya bersama Toa-nio, aku .. aku dengan tidak menghiraukan betapa luasnya muka bumi ini, aku harus dapat mencarinya kembali, bila dia tidak beruntung telah mengalami bencana, aku .. aku akan menyusul kepadanya. Pendek pada pokoknya, didunia ini tidak ada tenaga apapun yang dapat memisahkan mereka." (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 40 Pada saat itu, sinar bulan telah memasuki jendela kuil yang rusak itu.

   Kim Loo-toa yang melihat muka Gouw Leng Hong memancarkan sinar yang agak berlainan ..

   tentu saja, sekalipun hanya sebentar saja, tapi Kim Loo-toa segera dapat merasakannya ..

   Sekonyong-konyong Leng Hong berkata.

   "Besok kita harus melaksanakan perjalanan pula, silahkan kalian pergi beristirahat."

   Peng Jie manggutkan kepalanya sambil memandang kepada Kim Lo-toa dan berkata.

   "Kim Siok-siok, marilah kita beristirahat."

   Kim Loo-toa manggutkan kepalanya dan lalu meniup padam pelita minyak diatas media, kemudian bangkit berdiri dengan tindakan perlahan menghampiri pinggiran tembok.

   Dibawah sinar puteri malam, badannya yang jangkung tampak menyeramkan sekali ..

   apa lagi bayangan punggungnya, yang tampaknya sangat besar serta menakutkan itu.

   Pada keesokan harinya, Gouw Leng Hong dengan tergesa-gesa berpamitan dari Kim Loo-toa dan Peng Jie.

   Terhadap Kim Loo-toa dia sangat menghormatinya, sedangkan kepada Peng Jie dia merasa sangat tertarik, hingga sebenarnya dia ingin tinggal lebih lama bersama- sama mereka, tapi setelah dia melihat bahwa Kim Loo-toa ingin mengubur mayat adiknya, diapun terpaksa meninggalkannya, karena tak mau dia mengganggu lebih lama pula kepada mereka.

   Tapi didalam hari ia berpikir.

   "Sejak hari ini sepasang saudara yang selamanya tak pernah saling berpisahan, kini harus berpisah untuk selama- lamanya. Halmana, sesungguhnya sangat memilukan dan mengharukan hati sekali. Selama hayatku dikandung badan, hari-hari yang bahagia bagiku hanya sedikit sekali .. Barangkali untuk selama-lamanya aku tidak bisa merasakan manisnya penghidupan, dan hari-hari yang sengsara pasti tidak akan habis-habisnya mengunjungiku. Penderitaanku sudah cukup berat, oleh karena itu, mengapa pula aku harus menyaksikan perpisahan yang menyayat hati diantara kedua saudara ini?"

   Dengan mengikuti rencana yang telah ditetapkannya semula, dengan langkah yang perlahan dia memasuki kota Lok-yang.

   Pada saat itu sudah tengah hari, maka ia segera mencari sebuah warung arak yang bersih dan disana ia memilih tempat yang letaknya dekat jendela.

   Sekonyong-konyong, seluruh tamu yang berkumpul disitu dengan serentak pada berdiri dan memandang pada anak tangga, hingga Leng Hong tidak terasa lagi jadi merasa heran sekali dan buru-buru mengikuti pandangan orang banyak, ketika pada anak tangga itu muncul seorang gadis kecil yang ditaksir baru berusia lima atau enambelas tahun tengah berdiri disitu.

   Leng Hong lalu menoleh kepada gadis itu yang bersinar mata bening dan jernih, putih bersemu merah bagaikan buah apel, yang disaat itu tengah bersenyum manis seorang diri.

   Pada saat itu seluruh tamu yang berada dalam rumah makan tersebut menjadi hening, semua hadirin sangat tertarik sekali pada gadis cilik itu.

   Salah seorang tamu yang sudah tua, dalam hatinya berpikir.

   "Apabila aku mempunyai anak dara semanis dia ini, alangkah baik dan senangnya penghidupanku."

   Sedangkan bagi para tamu yang masih muda tentu berpikir.

   "Apabila aku mempunyai adik perempuan yang sedemikian mungilnya .."

   Tapi mereka tidak berani melanjutkan pikiran yang bukan-bukan itu, karena diantara kecantikan gadis cilik ini, tampak sikap yang sangat agung dan tak boleh dipandang ringan.

   Gouw Leng Hongpun karena merasa gadis cilik ini sangat mungil dan menarik, tidak terasa lagi menjadi terlebih sering pula memandangnya, hingga dara cilik inipun seakan-akan mengetahui, bahwa dirinya sedang dipandang orang, maka diapun bersenyumlah sambil menghampiri kehadapan Gouw Leng Hong dan berikata.

   "Eh, kau memandangi aku mau apa, tahukah kau saudaraku Lie Twako sekarang berada dimana?"

   Leng Hong merasakan pandangan gadis cilik ini sangat tajam dan menusuk kepadanya, hingga hatinya merasa bimbang dan tak mendengar jelas pertanyaan orang. Maka ia lalu bertanya.

   "Kau, kau mengatakan apa?"

   Sigadis cilik manis ini yang melihat muka sipemuda agak kemerah-merahan, sebenarnya dia hendak menegurnya mengapa dia tidak memperhatikan pertanyaannya, tapi ketika baru saja perkataannya hendak diucapkan, tiba-tiba dia mengurungkan maksud itu, karena ia merasa tidak sampai hati untuk mengatakannya.

   Oleh sebab itu, ia hanya berkata dengan lemah lembut.

   "Aku tanya kau, apakah kau tahu ada seorang she Lie .. Lie Twako yang matanya agak besar itu?"

   Leng Hong lalu menjawab.

   "Apa? Apakah yang kau tanyakan itu bukan adik Lie Siauw Hiong?"

   Gadis cilik manis ini tampak menjadi girang sekali, hingga dengan muka yang berseri-seri ia lalu berkata.

   "Benar .. Lie Siauw Hiong Twako-lah yang sedang aku cari. Dia adalah adikmu, kalau begitu, inilah sesungguhnya sangat kebetulan sekali, Lekaslah kau ajak aku pergi menjumpainya."

   Pada saat itu para hadirin dalam rumah makan tersebut ramai membincangkan tentang sepak terjang gadis ini, dan ada seorang tua yang jujur melihat mereka berdua sungguh merupakan satu pasang muda mudi yang sangat setimpal sekali, tak terasa pula membuat ia merasa gembira akan menyaksikan kedua orang itu.

   Sedangkan kaum pemuda yang menampak gadis cilik ini dapat bercakap-cakap sambil tertawa-tawa dengan Leng Hong dengan secara bebas, hati mereka merasa iri sekali, tapi waktu mereka memandang lebih cermat lagi pada Leng Hong, mereka dapatkan bahwa sipemudapun mempunyai sinar mata yang tajam pula, dan jika dibandingkan dengan mereka sendiri, sama sekali mereka tak akan nempil.

   Oleh karena itu merekapun menjadi putus asa.

   Tapi waktu mereka mendengar sigadis manis tengah menyelidiki pemuda lainnya lagi, didalam hati mereka merasa aneh sekali, hingga diam-diam mereka pada berpikir.

   "Entah pemuda she Lie itu adalah orang macam apa pula, sehingga membuat dia merasa sangat kuatir? Ai, nona yang demikian manisnya ini, andaikata .. asal dia mempunyai perasaan kuatir atas diriku separuhnya saja, andaikata aku harus mati, maka akupun akan merasa rela."

   Begitulah menurut jalan pikiran masing-masing pemuda yang sedang berkumpul dalam rumah makan itu. Para pemuda ini dengan serentak pada menoleh kearah Leng Hong dengan mengandung perasaan mengejek, yang seakan-akan mereka hendak mengatakan.

   "Bocah, janganlah kau lekas merasa girang dahulu, nona manis ini sudah mempunyai pemuda yang dipenujuinya, lho!"

   Gouw Leng Hong tidak menghiraukan atas pandangan orang banyak terhadapnya, hanya dengan suara yang perlahan ia telah bertanya.

   "Kau ini orang she Kim atau she Phui?"

   Gadis itu matanya tampak berputar, kemudian dengan perasaan heran dia menjawab.

   "Aku she Thio. Eh, mengapakah kau mengira aku orang she Kim atau she Phui?"

   Leng Hong menampak muka sinona seperti orang yang gugup dan curiga, maka dalam hati dia merasa terkejut juga dan berpikir.

   "Nona ini terhadap Hiong Tee begitu memperhatikan sekali. Tempo hari sewaktu Hiong Tee sakit keras, dalam mengingaunya dia telah menyebut-nyebut nama seseorang. Tatkala itu karena aku menganggap dia sedang sakit keras, maka tentulah nama yang disebutkannya itu adalah tidak benar. Tapi baiklah untuk tidak melukai hati nona ini, aku tak akan memberitahukan nama orang tersebut kepadanya."

   Setelah dia berdehem lalu dia tertawa sambil berkata.

   "Aku .. mempunyai seorang sahabat she Phui yang romannya mirip sekali denganmu."

   Dia yang begitu melihat gadis ini, dalam hatinya timbul satu perasaan yang sukar dilukiskan.

   Ia hanya merasa bahwa ia harus melindunginya dimana perlu, hingga terpaksa ia telah membohong pada kali itu.

   Ternyata gadis manis ini adalah gadis yang melarikan diri dari pulau Bu-kek-too, yaitu Ceng Jie.

   Sejak ia diajak oleh orang tuanya mengembara kedaerah Tiong-goan, disitu ia telah menemukan segala sesuatu yang aneh dan belum pernah dilihatnya selama ia berada dipulaunya sendiri.

   Lebih-lebih ia telah dapat berkenalan dengan pemuda bermata agak besar yang bernama Lie Siauw Hiong.

   Begitu terpikir olehnya akan sipemuda yang bermata besar ini, hatinya jadi merasa sangat gembira.

   Belakangan setelah ibunya kena ditiam oleh Giok-khut-mo dan diwaktu ayahnya Bu Hang Seng melepaskan totokan itu, untuk pertama kalinya pula dia telah melihat pemuda yang bermata besar itu.

   Dalam keadaan demikian, ia melihat mata yang besar itu tengah memandangnya dengan penuh kecintaan.

   Ia tidak mengerti pandangannya itu, tapi didalam lubuk hatinya timbul semacam perasaan yang mesra sekali.

   Setelah dia mengikuti orang tuanya kembali kepulau Bu Kek Too, hatinya menjadi tidak kerasan pula tinggal dipulau itu.

   Maka setelah berdiam disitu tidak berapa lama, kembali ia merasa iseng sekali, sedangkan hatinya terus mengembara kedaerah Tiong-goan kepada sipemuda yang bermata besar itu, sehingga akhirnya tak dapat pula ia menahan sabar dan mengunakan kesempatan selagi ayah dan ibunya tidak begitu memperhatikannya, lalu dia melarikan diri dengan diam-diam dari pulau tempat kediamannya itu.

   Dia sebenarnya tidak mengetahui nama Lie Siauw Hiong, tapi ayahnya dengan tidak disengaja telah menyebutnya dirumah, maka diapun lalu mengingatnya baik-baik.

   Disepanjang jalan, asal saja dia berjumpa dengan orang, dia tanyakan dimana adanya sipemuda she Lie itu, hingga entah sudah menerbitkan berapa banyak kali buah tertawaan orang.

   Dia yang sejak kecil berdiam seorang diri dipulaunya ini, lagi pula biasa dimanja-manja oleh orang tuanya, maka terhadap urusan dunia dia tidak tahu jelas, sehingga diapun tidak tahu kalau menginap dirumah penginapan, harus membayar uang sewanya, dan sesudah makan, lalu meninggalkannya begitu saja tanpa membayar.

   Tapi karena orang melihat pada wajahnya yang cantik, maka selamanya suka mengalah saja kepadanya.

   Oleh karena itu, disepanjang jalan belum pernah dia menderita kerugian apa-apa.

   Pada hari itu ketika dia melihat Leng Hong dirumah makan itu memandang kepadanya, dia merasa Leng Hong sangat tampan dan baik hati.

   Lalu dia menanya kepadanya, tanpa disangka bahwa sesudah bertanya-tanya kian kemari, akhirnya dijumpainya juga orang yang tepat.

   Ceng Jie lalu berkata.

   "Kalau begitu, Lie Twako sekarang berada dimana?"

   Leng Hong yang menampak sigadis tidak menanyakannya kembali karena dia terlepasan omong tadi, lalu buru-buru ia menjawab.

   "Hiong-tee telah mengikuti Peng Hoan Taysu pergi kepulau Tay Ciap Too untuk belajar silat yang tinggi dan langka."

   Dengan roman yang kegirangan Ceng Jie lalu berkata pula.

   "Ternyata dia telah mengikuti Loo Hoosiang pek-pek (paman pendeta tua) pergi ke Tong Hay, apakah Hosiang itu mempunyai kepandaian silat yang tinggi?"

   Leng Hong yang mendengar dia memanggil Peng Hoan Taysu dengan sebutan Hosiang pek-pek, dalam hatinya diam-diam dia menertawakan sinona sambil berpikir.

   "Nona ini sungguh wajar sekali kelakuannya, sedikitpun ia tak marah aku menyebutkan nama wanita lain, tapi bagi wanita lainnya, pasti dia akan merasa cemburu dan dendam. Tampaknya kaum wanita sudah punya rasa cemburu sejak dilahirkan kedalam dunia ini. Hal mana dapat dibuktikan dengan peristiwa yang terjadi antara Ah Lan dan nona she Souw itu."

   Begitu dia berpikir pada Ah Lan, hatinya menjadi pilu sekali, hingga ia lantas berdiam sejenak tanpa berkata-kata barang sepatahpun. Ceng Jie lalu berkata.

   "Eh, apakah kau merasa kurang senang? Kau she apa?"

   Leng Hong lalu nienyahut.

   "Aku she Gouw, namaku Leng Hong."

   Ceng Jiepun balas menjawab.

   "Aku Thio Ceng, tapi lebih baik kau panggil aku Ceng Jie saja."

   Leng Hong berkata pula.

   "Twakomu pergi sudah sebulan lebih, sekarang dikuatirkan dia sudah kembali pula."

   Dengan gugup Ceng Jie berkata.

   "Aku akan pergi kepulau Tay Ciap Too, apakah kau mau pergi juga kesana?"

   Leng Hong yang memang hendak pergi kedaerah Hoo- lam dan Hoo-pak serta kebetulan satu jalanan dengannya, maka iapun dengan girang mengiringinya juga.

   "Aku hanya bisa mengantarkan kau keperbatasan Kang- souw saja,"

   Kata sipemuda. Ceng Jie menjawab.

   "Begitupun baik, mari kita lekas berangkat."

   Leng Hong lalu membayar harga makannya dan minuman yang telah didaharnya tadi, kemudian mereka berangkat menuju ke Utara.

   Disepanjang jalan, apa yang dipercakapkan setelah dia meninggalkan rumahnya, yaitu menanam bunga, menanam rumput, menangkap ikan, menangkap kutu-kutu.

   Leng Hong setelah meninggalkan rumah tangganya senantiasa berada dalam keadaan bahaya, karena dimana-mana dia harus melakukan pertempuran mati hidup dengan lawan- lawannya.

   Maka setelah kini mendengar cerita yang menarik itu, dia menjadi giranglah didalam hatinya.

   Thio Ceng berkata pula.

   "Pulau Bu Kek Too sungguh luas sekali. Disana ditanam bunga-bunga yang beraneka ragam dan indah sekali pemandangannya, diatas pulau itu hanya ada ayah dan ibuku saja yang melayaniku. Ayah sendiri dari pagi sampai malam jika bukannya membaca buku, tentulah berlatih silat, maka aku terpaksa, bermain- main dengan ibu saja. Pada saat itu, jika kau datang bersama Lie Twako menemani aku bermain-main selama berapa bulan, hal itu sudah tentu bukan main baiknya."

   Leng Hong yang melihat sinona dengan tulus hati memohon kepadanya, diapun buru-buru menjawab.

   "Aku pasti akan sering-sering datang kesana untuk menjengukmu."

   Thio Ceng setelah menghela napas pula lalu berkata.

   "Ayah entah sebab apa, tampaknya dia sangat membenci sekali terhadap Lie Twako. Aku khawatir ayah melarang aku akan bermain-main demgannya."

   Leng Hong lalu berkata pula.

   "Tidak bisa, kepandaian Lie Siauw Hiong sangat tinggi dan orangnyapun sangat pintar. Ayahmu pasti sekali akan menyukainya."

   Thio Ceng yang mendengar Leng Hong memuji pada Lie Siauw Hiong, hatinya menjadi girang dan lalu melanjutkan perkataannya.

   "Akupun berpendapat demikian juga. Lie Twako bersamamu adalah kawan-kawan paling baik yang kumiliki didunia ini, dia dan engkau adalah orang-orang yang paling baik sekali."

   Leng Hong tiba-tiba berkata.

   "Ayahmu mendapat gelaran sebagai salah seorang dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia', hingga kepandaiannya tentu sangat luar biasa tinggi dan hebatnya sedangkan kau sendiri begitu pintar, yang tentunya telah mewariskan kepandaian ayahmu yang hebat itu juga."

   Thio Ceng lalu menjawab.

   "Ayah sering-sering menyatakan, bahwa aku tidak belad yar dengan sungguh- sungguh, sedang ibu mengatakan, bahwa aku sebagai anak perempuan bukannya khusus untuk bertanding dengan orang, oleh karena itu, dia tidak membutuhkan kepandaian yang terlampau tinggi, hingga akhirnya ayahpun tidak terlampau memaksaku dan hanya mempelajari aku ilmu Keng-sin-kang saja."

   Leng Hong dengan suara memuji lalu berkata.

   "Tidak heran bila kau memiliki kepandaian untuk mengentengi tubuh yang sempurna sekali."

   Mendengar pujian itu, Thio Ceng hanya tersenyum saja.

   Begitulah kedua orang itu berjalan disiang hari, dan dimalam hari beristirahat, maka masing-masing merasa cocok satu sama lain.

   Dan dimana saja mereka tiba, Leng Hong senantiasa menyelidiki dimana sekiranya Lie Siauw Hiong berada, disamping menjaga dengan sangat hati-hati diri sinona yang kini berjalan bersama-sama dengannya.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tatkala berjalan pula berapa hari lamanya, belum juga Thio Ceng berhasil menjumpai orang yang sedang dicarinya itu, hingga diam-diam ia merasa jengkel juga didalam hatinya.

   Lalu bersama-sama Leng Hong ia membentangkan Keng-sin-kang dengan sehebat-hebatnya.

   Mereka ini baik turun gunung dan melampaui semak belukar.

   Setelah mereka memasuki daerah Hoo-lam dimana banyak sekali jalan yang tidak rata, kedua orang itu toh telah dapat membentangkan Keng-sin-kang mereka bagaikan ditempat yang datar saja.

   Pada hari itu sesampainya di Souw-ciu dan terpisah dari pantai laut tidak berapa jauh, haripun sudah menjelang malam, hingga kedua orang itu buru-buru mencari sebuah guha gunung untuk mereka duduk beristirahat disitu.

   Keadaan pada waktu itu sudah mulai termasuk pada musim dingin, hingga hawa udara luar biasa dinginnya.

   Setelah Leng Hong memotes berapa cabang pohon yang sudah kering, lalu didepan guha gunung tersebut ia membuat unggun untuk memanaskan badan mereka.

   Thio Ceng lalu mengeluarkan makanan kering dari dalam buntelannya, yang sebagian ia berikan kepada Leng Hong, kemudian mereka berdua sambil duduk menghangatkan badan lalu memakan makanan kering bawaannya sinona itu.

   Leng Hong yang mendapatkan sinona tinggal membisu saja, ia segera ketahui, bahwa sinona sedang merasa risau atas perpisahan yang akan segera berlangsung diantara mereka berdua pada keesokan harinya.

   Semua ini diketahui Leng Hong karena sinar api unggun yang menerangi wajah nona itu.

   Dalam hati dia berpikir.

   "Hati sinona ini sungguh jujur dan welas sekali, sedangkan nasib saudaraku Lie Siauw Hiong benar-benar sangat mujur sekali. Nanti bila aku telah berhasil menjumpainya, pasti akan kusampaikan nasihatku, yang kira-kira akan berbunyi sebagai berikut. Kau harus dengan seluruh hati dan rasa mencintai nona manis ini. Hm, siapakah lagi yang dapat menandingi tentang kecantikan dan kemungilannya?"

   Sambil berpikir demikian, otaknyapun terbayanglah bayangan Ah Lan, hingga ia berkata didalam hatinya.

   "Hanya Ah Lan saja yang dapat dibandingkan kecantikannya dengan nona ini."

   Begitulah menurut jalan pikirannya.

   Diangkasa bintang pertama telah menampakkan diri, dan tidak antara lama rembulanpun telah mulai berkisar naik dari balik puncak gunung.

   Leng Hong membuka buntelannya, dari mana ia telah mengeluarkan sepucuk surat dan lalu dibaca bunyinya dengan berulang-ulang.

   "Twako, aku tidak marah terhadapmu, benar-benar aku tidak memarahimu .. Siauw Kbo-nio adalah seorang anak dara yang sangat baik sekali, dan diapun sungguh-sungguh pula mencintaimu, oleh karena itu, baiklah kau juga memperlakukan dengan sepenuh hati, sedang terhadapku yang bodoh lagi dungu ini tak usah kau kenang-kenangkan pula. Twako, aku pergi, sekalipun aku pergi ketempat yang sejauh-jauhnya, tapi, Twako, Ah Lan masih tetap menjadi milikmu. Sekalipun terpisah ribuan lie jauhnya, tapi Ah Lan selama-lamanya akan mendoakan agar kalian hidup beruntung dan bahagia .. Leng Hong dengan tidak jemu-jemunya membaca surat tersebut dengan berulang-ulang. Dalam keadaan demikian, teringatlah ia akan peristiwa tempo hari antara dia dengan nona Souw, yang karena asyiknya mereka bercinta-cintaan, sehingga peristiwa lain-lainnya mereka tidak pernah memikirkannya sama sekali. Ah Lan dengan meninggalkan surat ini, lalu pergi meninggalkannya, tentulah dia telah mendengar percakapan mereka berdua, tapi ia sendiri tidak pernah menyangkanya sama sekali. Apakah karena ia terlampau banyak menenggak susu macan, maka ia telah melakukan sesuatu yang melampaui balas kesopanan? Sekonyong-konyong Thio Ceng berkata.

   "Gouw Twako, kau lihat, disana ada apa?"

   Leng Hong lalu mengangkat kepalanya memamdang, dimana ia lihat sebuah bintang jatuh dengan dilangit tampak sinar yang dengan cepatnya beralih. Leng Hong lalu berkata.

   "Itulah bintang jatuh."

   Thio Ceng manggutkan kepalanya, tapi tidak berkata- kata lagi, sedang didalam hatinya ia berpikir.

   "Ibu sering mengatakan, setiap bintang mewakili seorang dewa. Dewa itu entah disebabkan oleh apa, bukannya menjadi dewa suci dan baik-baik tinggal dilangit, tapi sebaliknya turun kedunia yang penuh dengan kedosaan dan kepalsuan. Hanya belum tahu, apakah dewa itu seorang laki-laki ataukah perempuan?"

   Kemudian diapun melanjutkan pikirannya.

   "Waktu aku masih kecil, segala apapun aku tidak mengetahuinya, sehari suntuk kerjaku hanya main-main saja, atau aku minta ibuku bercerita sesuatu. Apabila aku sudah merasa lelah, akupun tertidurlah diatas rumput. Setelah aku bangun dan merasa haus, maka aku lalu memetik buah untuk dimakan. Apapun aku tidak pernah memikirkannya, apapun aku tidak takuti, hanya ayah sering-sering memaksa untuk melatih diriku dalam kepandaian silat, barulah aku merasa agak takut. Sepulangnya dalam perjalanan terakhirku ini, aku dapatkan segala sesuatu yang terdapat diatas pulau tempat tinggalku sudah tidak menarik lagi. Aku hanya memikirkan Lie Twako saja seorang, aku takut ia tidak mau berlaku baik- baik pula terhadapku, karena sikap ayahku terlampau kasar terhadapnya. Hatiku sungguh-sungguh merasa risau sekali, ai, apakah barangkali bila seseorang itu bertambah besar, penghidupannyapun bertambah tidak gembira pula?"

   Lalu dia mencuri lihat kearah Leng Hong dan melihat juga sepucuk surat ditangannya, sipemuda memandang ketempat jauh dengan sorot mata yang suram, hingga ia lantas mendekatinya sambil berkata.

   "Gouw Twako, kau sedang melihat apa?"

   Gouw Leng Hong menjadi terkejut mendengar pertanyaan sinona, hingga buru-buru ia simpan suratnya itu sambil memaksakan dirinya tertawa dan menjawab.

   "Tidak apa-apa. Aku merasa bahwa besok kita sudah harus berpisahan. Kau harus cepat-cepat pergi, jika tidak, Hiong- tee pasti akan salah paham terhadapmu."

   Ceng Jie sekalipun berhati jujur, tapi diapun cukup cerdik, disepanjang jalan sekalipun dia tahu Leng Hong sebentar tertawa sebentar bercakap-cakap dengan riang tampaknya, tapi didalam lubuk hatinya dia tengah menyimpan rahasia sesuatu yang tidak mudah diterka orang, karena hal itu dapat dia buktikan pada muka sipemuda yang kadang-kadang tampak suram sekali.

   Setelah dia menanyakan hal itu berapa kali, Leng Hong senantiasa tidak menjawab pertanyaannya dan hanya menjawab dengan menyimpang saja.

   Dalam hati dia berpikir.

   "Kepandaiannya selainnya tinggi, orangnyapun sangat tampan. Sebenarnya dia masih ada hal apakah yang membuat hatinya tidak merasa puas? Lebih baik aku jangan menanyakannya dengan melit, untuk mencegah agar dia tidak terlampau sedih. Akan kutunggu setelah aku berjumpa dengan Lie Siauw Hiong Twako, aku nanti menanyakan kepadanya, hingga aku bisa mengetahui jelas akan sebab musababnya."

   Selama hari-hari yang terakhir itu, ternyata dia sudah dapat menimbang-nimbang segala sesuatu dengan terlebih sempurna. Dengan suara yang lemah-lembut Ceng Jie lalu berkata.

   "Jika kau mempunyai waktu yang terluang, silahkan mampir kepulau Bu Kek Too tempat tinggalku itu, ya?"

   Lemg Hong hanya manggutkan kepalamya saja, tapi sekonyong-konyong dia berkata.

   "Bila kau telah menjumpai Lie Siauw Hiong, kau tolong beritahukan kepadanya, dua bulan kemudian aku akan datang kekota Lok-yang untuk menungguinya, hingga kami boleh sama-sama menuntut balas atas sakit hati kita masing-masing."

   Diatas langit bintang-bintang memancarkan sinarnya yang berkelak-kelik dalam kegelapan.

   Sambil memandang bintang-bintang tersebut, dalam otak Ceng Jie berkelebat pula bayangannya Lie Siauw Hiong ..

   Sementara Lie Siauw Hiong justeru itu sedang duduk dimuka sebuah guha.

   Matanya yang tajam tengah menatap kearah langit yang jauh sekali dan terbentang diatas kepalanya, sedang mukanya yang kepucat-pucatan memperlihatkan satu bentuk yang sukar dilukiskan.

   Mungkin sekali, diapun tengah memikirkan pada Ceng Jie juga? Setelah menyambuti satu pukulannya Kinposuf, waktu itu ia menerima pukulan tersebut dengan badannya sendiri tidak sampai bergerak mundur, tanpa meminjam tenaga pihak lawannya untuk memusnahkan serangan itu, karena satu pukulan itu sudah mengenai dengan telak sekali pada dirinya, hingga biarpun tenaga Lie Siauw Hiong lebih kuat berapa kali, ia toh bukan tandingan Kinposuf yang setimpal.

   Tapi sekarang mukanya sudah tampak mulai bersemu merah kembali.

   Luka yang diderita disebelah dalam badannya, sudah sembuh delapan atau sembilan bagian, hal mana belum dapat dikatakan bahwa dia sudah berhasil menggunakan cara yang sempurna dari seseorang yang sudah mencapai tingkat yang tertinggi untuk menyembuhkan lukanya sendiri.

   Dan kini memang sebenarnyalah, bahwa dia tengah memikirkan diri Ceng Jie, yang wajahnya terbayang-bayang dikelopak matanya.

   Kemudian perlahan-lahan ia berpikir pula atas diri Kim Ie dan Phui Siauw Kun.

   Siauw Kun adalah wanita yang pertama-tama berhasil menarik perhatiannya, juga yang pertama-tama pula ia jatuh hati terhadapnya.

   Tapi tidak disangka bahwa nasib nona itu sudah digariskan begitu, sehingga cinta pertamanya ini hanya dapat membekas untuk selama- lamanya didalam hatinya saja.

   Tempo hari waktu Phui Siauw Kun dan suaminya Kim Ie didesak sampai tidak mempunyai jalan mundur, Lie Siauw Hiong dengan tidak memperdulikan risiko dirinya sendiri lagi dia sudah tampil kemuka dan dengan kekerasan pula dia menyambuti serangannya Kinposuf.

   Pada detik itu dia telah melupakan pada pembunuh-pembunuh ayah bundanya, melupakan budi kebaikan suhunya, juga melupakan pada pekerjaan-pekerjaan besar yang harus diselesaikannya, hingga pada saat itu dia hanya mengikuti darahnya yang berdidih dan melampiaskannya dengan napsu yang bergelora demi membela sahabat-sahabatnya.

   Bila demikian halnya, dapatkan dikatakan bahwa dia ini masih tetap mencintai Phui Siauw Kun? Dia tak putus-putusnya menegur pada dirinya sendiri.

   "Lie Siauw Hiong, kau mengapa tidak dapat melupakannya? Ada apakah gunanya engkau selamanya memikirkannya?"

   Dilangit tampak segaris sinar yang menggaris angkasa yang hitam gelap, dan diapun tahu bahwa hal itu berarti ada bintang yang jatuh kebumi.

   "Aku tidak boleh mencintainya kembali? Jika aku tidak mencintainya, kenapa aku mau mengorbankan diriku begitu rupa dalam membela kepadanya? Apakah hal itu hanya dilakukan atas nama kebajikan saja? Jika aku mencintainya, aku sudah seharusnya tidak mempunyai pikiran semacam itu, maka biarlah ia dengan tenang mengikuti suaminya Kim Ie, tidak perduli dia itu siapa adanya, tapi toh ia terhitung sudah mempunyai pembela selama hayat dikandung badannya."

   Begitulah pikirannya menjadi kacau tidak keruan.

   Ombak terdengar memecah pantai dengan santer dan nyaring disaat yang hening pada malam itu.

   Dalam keadaan demikian, maka pikiran seseorang tentu saja dapat mengembara entah kemana, hingga Lie Siauw Hiong sendiripun tidak terkecuali.

   Pikirannya sipemuda tak berbeda dengan kuda liar tengah berlari-lari entah kemana.

   Dan setiap muka yang dikenalnya, satu persatu melintas dikepalanya, hingga perasaan Lie Siauw Hiong pada saat itu sesungguhnya sukar sekali untuk dilukiskan.

   Akhirnya ingatannya melekat paling dalam pada orang yang paling disayanginya, yaitu Bwee siok-sioknya.

   Lie Siauw Hiong makanya dapat berkeadaan seperti sekarang ini, semuanya dapat dikatakan karena mengandel rawatan orang tua itu.

   Sekonyong-konyong satu hal yang aneh dan belum pernah melintas dikepalanya kini tampak terbayang dihadapannya.

   "Orang yang hidup didunia ini, yang bagaimanakah baru dapat terhitung seorang yang baik? Seperti Kim It Peng dan Kim Ie, orang-orang semacam mereka ini, apakah dapat dikatakan orang-orang jahat? Dan orang yang dikatakan baik itu, apakah satu kali saja tidak pernah berbuat sesuatu pekerjaan yang tidak baik?"

   "Seperti Bwee Siok-siok, yang memiliki tujuh macam kepandaian yang begitu hebat sehingga dikalangan Kang- Ouw ia memperoleh julukan 'Chit-biauw-sin-kun', kebanyakan orang yang mengenalnya pada mempunyai perasaan takut terhadapnya, hingga sedikit sekali yang menghormatinya. Kedua saudara she Kim dari partai pengemis sekalipun kepandaian mereka terbatas, dikalangan Kang-ouw bila ada orang yang menyebutkan nama mereka, pasti sesaat itu orang akan mengacungkan ibu jari sambil memuji kepada mereka. Halmana sesungguhnya telah memberi kenyataan dan kepastian, bahwa seseorang mudah sekali untuk berbuat jahat, tapi sebaliknya jika kita menghendaki orang itu berbuat kebaikan, maka sulitlah rasanya untuk dilaksanakannya .. Sebenarnyalah, Lie Siauw Hiong adalah seorang yang kritik sekali dalam tindak tanduknya, sekalipun dia pernah bersama-sama Bwee San Bin mengikuti dan mempelajari buku-buku kuno, tapi dalam sanubarinya sendiri dia dapatkan apa yang dikatakan baik dalam kitab kuno itu, kini ada berapa bagian yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan jaman. Dengan begitu, diapun dapat menyingkap arti 'Memusuhi aku' dengan 'Tidak benar' yang terkandung dalam dua perkataan itu. Maka asal orang itu berlaku baik terhadapnya, dia akan sepuluh kali membalas orang tersebut dengan kebaikan pula. Tapi bila ada orang yang berlaku jahat dan memusuhinya, diapun akan membalasnya sepuluh kali lipat dari orang itu berbuat terhadapnya. Andaikata orang lain dapat melihat keganjilan dari tindakannya ini, maka diapun tak akan menghiraukannya. Tapi selama beberapa hari ini, umurnyapun sudah bertambah pula, agaknya karena disebabkan Gouw Leng Hong sudah mempengaruhinya, hingga perasaannya yang semula terlampau extrim itu sudah banyak lebih lunak, hanya perubahan semacam ini dia sendiripun mungkin tidak mengetahuinya. Misalnya saja, tempo hari dia mengikuti tindak tanduknya Bwee Siok-sioknya secara membabi buta, tapi pada saat ini dia sudah mempunyai konsepnya sendiri dalam menilai orang tua itu, hal mana bukankah berarti suatu perubahan yang tidak kecil artinya? Begitulah pikirannya ini mengembara entah kemana, dan akhirnya dia bertanya pada dirinya sendiri.

   "Dapatkah aku digolongkan pada golongan orang yang baik?"

   Begitulah dalam hatinya timbul pertanyaan semacam ini, dan pertanyaan semacam ini dalam sekali membekas dalam sanubarinya.

   Selama beberapa hari itu, dia yang telah berhasil mewariskan kepandaian yang sehebat-hebatnya dari Peng Hoan Siangjin, kemudian diapun memiliki gelar 'Bwee-hiang-sin-kiam' yang dipuji dan disanjung-sanjung orang dalam kalangan Rimba Persilatan, tapi hal itu, apakah berarti cukup baik baginya? Setiap orang bila sudah menjadi seorang yang terkenal, tiap tindak-tanduknya senantiasa hati-hati sekali, maka Lie Siauw Hiongpun pada saat itu berkeadaan sedemikian juga.

   Tapi waktu ia berpikir, ia sendiri yang telah memperoleh julukan 'Bwee-hiang-sin-kiam' yang telah membuat banyak orang menyanjungnya begitu tinggi, bukankah hanya berarti ia sebagai seorang paham ilmu silat saja? Begitulah tidak putus-putusnya dia berpikir, dengan mana ia telah berhasil menyembuhkan luka-luka yang diderita dari lawannya ..

   begitu pula pikirannya yang kerap berubah-ubah dengan tidak berketentuan.

   Banyak sekali pikiran yang tidak-tidak melintas dikepalanya, tapi akhirnya teringatlah ia pada tiga gadis yang telah dijumpainya selama hidupnya, yakni Phu Siauw Kun, Kim Bwee Leng dan Thio Ceng.

   Pertemuannya yang terakhir dengan Phui Siauw Kun telah menyebabkan ia teringat pada Kim Bwee Leng yang telah hilang, yang ia harapkan bahwa pada suatu hari akan dapat menjumpainya pula ..

   Tapi semua ini hanyalah merupakan lamunan belaka, hingga ia tak tahu pasti nasib apa yang telah menimpah atas diri Kim Bwee Lang ..

   atau benarkah nasib telah mempermainkan mereka? "Aku bersamanya tidak berkumpul terlampau banyak, tapi kesannya begitu dalam sehingga aku sukar dapat melupakannya.

   Sekalipun kita tidak berterus terang membicarakan tentang kasih sayang kita, tapi dia yang sudah beberapa kali mengorbankan dirinya sendiri untuk mencoba menolongku, bukankah itu lebih menang jika dibandingkan dengan ribuan kata-kata yang kosong belaka? ..

   Waktu aku berdiam bersama-sama ia, urusan yang menjengkelkan hati tidak pernah melintas disanubariku, aku hanya merasa hidup gembira yang hampir berarti tak ada batasnya ..

   Lie Siauw Hiong, bukankah hatimu telah terpincuk sedemikian dalamnya oleh Thio Ceng?"

   Lie Siauw Hiong telah mengetahui, bahwa setengah jam sudah hampir lewat, dan dalam waktu yang singkat ini ia sudah harus dapat melenyapkan pikiran yang bukan-bukan, agar supaya dapat memusatkan perhatian yang terakhir untuk mengatur pernapasannya.

   Tampaknya ia bersungguh-sungguh dalam mengatur jalan pernapasannya itu, hingga perlahan-lahan dari atas kepalanya tampak keluar asap putih yang berkepul-kepul.

   Dihadapannya terdapat pasir melulu.

   Pasir ini merupakan suata jalan yang panjang dan sempit, jika dari jalan pasir ini kita maju kemuka, maka sampailah kita kelaut.

   Air laut itu seakan-akan ingin menelan pasir saja tampaknya, maka dengan ganas dan berlarut-larut ia terus menggulung dan mendampar pasir-pasir tersebut, sehingga dari suara yang ditimbulkan oleh damparan ombak laut itu, seakan-akan menerbitkan suara tetabuhan yang agak merdu kedengarannya.

   Sekonyong-konyong ..

   Dua sosok tubuh manusia tampak dari pantai.

   Sekalipun bayangan kedua orang itu kini terpisah masih sangat jauh, tapi dapat dilihat dengan cukup tegas, bahwa kedua orang ini adalah manusia yang aneh sekali bentuknya.

   Diantara kedua orang ini tampak seorang yang anggota tubuhnya tidak lagi lengkap.

   Mereka sambil berjalan, sambil menunjuk-nunjuk dengan menggerak-gerakkan kaki dan tangan mereka, seakan-akan satu diantara mereka adalah seorang bisu layaknya.

   Perlahan-lahan dibawah sinar bintang-bintang dan rembulan, tampaklah roman kedua orang ini yang amat jelek serta menyeramkan dalam pandangan mata.

   Dengan begini, sudah teranglah kiranya, bahwa kedua orang ini bukan lain daripada Hay-thian-siang-sat! Mereka pernah mendengar dan menyelidiki, bahwa tempat ini tidak berpenghuni, oleh karena itu, tanpa merasa curiga ataupun takut, mereka berjalan tersaruk-saruk sehingga terdengar nyata suara tindakan kaki mereka dimalam sunyi serta lengang ini.

   Lie Siauw Hiong yang sedang bersemedhi dimulut guha yang gelap itu, karuan saja jadi sangat tercengang mendengar suara kaki itu, hingga buru-buru dia membuka matanya memandang ..

   dan justeru dalam detik itu juga, diapun tidak dapat pula menguasai dirinya dengan tenang seperti barusan.

   Muka yang begitu menakutkan dan kejam serta anggota tubuh yang tidak sempurna, dalam sedetikpun tidak pernah terlupakan oleh Lie Siauw Hiong, lebih-lebih karena mereka ini adalah musuh besar dan pembunuh ayah dan ibunya.

   Diapun mengetahui, bahwa pada saat itu justeru saat yang paling genting dan menentukan untuk dapat menyalurkan kembali pernapasannya dengan sempurna, hingga sedikitpun tak dapat dia memecah pikirannya.

   Tapi setelah mencoba lima kali, diapun belum juga berhasil dapat menguasai dirinya, berhubung dia merasa sangat geramnya.

   Dalam keadaan begitu, sekalipun orang lain mempunyai sifat sabar bagaimanapun, pasti tak dapat juga bertahan seperti juga halnya sendiri.

   Sambil menarik napas lalu dia berlompat bangun.

   Diapun menginsyafi, dengan berlompat bangun sebelum pernapasannya sempurna dijalankan, dia, harus menggunakan dua kali lipat tenaga untuk mengatur kembali jalan pernapasannya yang terganggu ini.

   Tapi dalam suasana seperti ini, memang dia tak dapat mencegahnya.

   Setelah dia mencoba-coba, akhirnya dia dapatkan pergerakannya menjadi sudah normal kembali, namun pernapasannya kembali untuk bertempur.

   Tindakan kaki Hay-thian-siang-sat terdengar semakin nyata, karena kian lama mereka mendatangi kian bertambah dekat saja, dan dengar suara tindakan kaki mereka itu seakan-akan dengan langsung ingin menuju keguha dimana sipemuda menempatkan dirinya.

   Dengan gugup Lie Siauw Hiong berpikir.

   "Jika dalam keadaan normal sepasang manusia bercacat ini datang mereka seakan-akan mengantarkan diri kepadanya, sehingga dia tak usah mencapaikan pula untuk mencari-cari dimana-mana, yang hasilnya belum tentu dapat diharapkan."

   Hanya kini amat disayangi dia tidak mempunyai tenaga untuk bertempur, hingga tak tahu ia bagaimana harus berbuat selanjutnya.

   Tapi saking marah dan gugupnya, dengan sembarangan saja dia meraba-raba badannya, mencari-cari sesuatu yang mungkin dapat dipergunakannya untuk menghadapi kedua orang lawannya itu.

   Sekonyong-konyong jeriji tangannya dapat meraba sesuatu, yang waktu disadarinya apa adanya barang itu, ia jadi begitu kegirangan, sehingga hampir saja dia terlepasan mulut dan berteriak.

   Dalam pada itu, tampak dari dadanya dia mengeluarkan sebuah pales kecil, sedang didalam hati diam-diam ia berkata.

   "Dalam kitab 'Tok Keng' Kim It Peng, disitu disebutkan, bahwa racun 'Pek-giok-toan-tiang' itu asal kena hawa udara, lantas tidak tampak warna maupun baunya lagi, hanya daging binatang seperti keong maupun kerang yang dapat memunahkan racun itu untuk sementara waktu. Oleh sebab itu, baiklah akan kugunakan itu pada saat ini."

   Karena sesungguhnyalah, bahwa isi yang terdapat dalam pales kecil ini adalah racun yang telah dikeluarkan dengan susah payah oleh Peng Hoan Siangjin dari tubuh Bu Heng Seng, hingga tak diragukan pula, bahwa racun itu adalah 'Pek-giok-toan-tiang' yang sangat lihay itu.

   Dibawah sinar bulan dan bintang yang berkedip-kedip, tampak tubuh Lie Siauw Hiong digeser sedikit, sehingga dia telah berhasil menyembunyikan dirinya dibalik sebuah batu gunung, pada waktu mana hati pemuda kita selalu berdebaran dan otaknyapun terbayang-bayang peristiwa- peristiwa yang lampau itu.

   Hay-thian-siang-sat Ciauw Hoa dan Ciauw Loo berjalan semakin dekat dengan tindakan lemah lunglai, seakan-akan mereka sangat lelah sekali.

   Halmana, pun dapat didengar oleh sipemuda dengan nyata dari suara tindakan kaki mereka.

   Kemudian setelah menetapkan tekadnya, sipemuda dengan cepat membuka tutup peles tersebut dan lalu dilemparkannya keluar guha, sehingga racun 'Pek-giok- toan-ciang' itu bercerecetan dan membuat lingkaran yang cukup luas didepan guha tersebut.

   Racun 'Pek-giok-toan-ciang' yang berwarna hijau itu, ketika jatuh ketanah dan memperlihatkan sinar hijau yang tampak berkelap-kelip bagus sekali diwaktu siang hari, dimalam yang gelap petang sudah tentu saja tak dapat dilihat dengan nyata.

   Disamping itu, tangannya Lie Siauw Hiong, tidak tinggal diam.

   Lalu dia pungut dua batu sebesar kepalan, dimana salah satu antaranya dipolesi dengan racun tersebut, dengan mana ia sudah bersiap-siap untuk menghadapi musuh- musuhnya itu.

   Tian-can dan Tian-hui kedua makhluk bercacat itu, sampaikan mimpipun tidak pernah menyadari bahwa ditempat yang sedemikian liar dan sepinya itu ada orang yang mengintai mereka dengan mata berapi-api.

   Namun karena orang itu belum pulih kembali jalan pernapasannya, maka dia tak segera melompat keluar untuk mengadu jiwa dengan mereka.

   Kedua orang itu dengan tetap maju kemuka, sedangkan Lie Siauw Hiong yang bersembunyi dibalik batu, memperlihatkan ketegangan yang memuncak, sehingga tanpa disadari lagi, badannya sudah penuh dengan keringat dingin.

   Semakin dekat sepasamg manusia bercacat itu mendekati, semakin menakuti serta menyeramkan pula muka mereka tampak ditempat gelap itu, sehingga diam- diam Lie Siauw Hiong berdoa.

   "Oh, Tuhan, ijinkanlah roh ayah dan ibu melindungi anakmu untuk membalaskan sakit hati kalian."

   Dibawah siliran angin lalu, Hay-thian-siang-sat bergerak mendatangi semakin dekat ..

   Lie Siauw Hiong tidak berani menyentuh batu yang sudah terpoles oleh racun yang sangat berbahaya itu, tapi hanya menyentuh itu dengan ujung sepatunya pada sudut batu yang tidak terkena racun itu, yang lalu disontekkannya keatas, sedang dengan batu yang lainnya pula dia sambitkan untuk menyusul pada batu yang tersebut duluan.

   Sekalipun kekuatan Lie Siauw Hiong yang sebenarnya belum pulih seluruhnya tapi untuk melepaskan senjata rahasla dia masih sanggup melakukannya dengan jitu sekali.

   Maka dengan hanya kedengaran suara "Tak"

   Yang nyaring sekali, batu pertama yang dipoleskan racun itu kena disambit oleh batu yang datang belakangan.

   Dengan kepandaian serta kemampuan itu, Lie Siauw Hiong dengan jitu sekali telah berhasil dapat menjatuhkan batu tersebut, tepat pada jarak yang ditujunya, yaitu kurang lebih lima dim dibelakang garis yang sudah dilingkungi oleh racun yang hebat itu.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hay-tian-siang-sat yang sudah mencapai tingkat kepandaian yang sangat tinggi itu, tentu sekali tidak mungkin mereka tidak dapat mendengar suara batu tersebut, apa lagi mereka berdua sudah bertahun-tahun lamanya mengembara dikalangan Kang-ouw, sehingga merekapun mengetahui, bahwa ada orang yang melemparkan batu untuk menanya jalan.

   Oleh karena itu, mereka berdua jadi tercengang dan diam-diam berpikir.

   "Mungkinkah ditempat yang begini sunyi serta liarnya masih terdapat seorang yang pandai?"

   Dalam keadaan begitu, mereka lalu melirikkan pandangan mereka kedalam guha, tapi mereka tidak mendapatkan ada bayangan manusia didalam guha tersebut.

   Tapi Lie Siauw Hiong yang berdiri menempel dibalik batu dalam guha itu, dengan mata yang dipentang lebar- lebar tengah menyaksikan gerak-gerik kedua orang musuh besarnya itu.

   Ciauw Hoa yang tidak menampak bayangan manusia, tidak terasa lagi jadi agak ragu-ragu karena ia melihat dalam jarak setengah tombak dimukanya, terdapat batu dari mana orang bisa bersembunyi dan melemparkan batu kearah mereka.

   Sedang Ciauw Loo yang agaknya tidak dapat menahan sabar lebih jauh, lalu lirikan matanya kearah batu dimana Lie Siauw Hiong bersembunyi, dimana sipemuda mengamat-amati gerak gerik mereka dengan perasaan tegang dan ngeri.

   Mata kedua orang itu bercelingukan dari batu tersebut kedalam guha, hingga Lie Siauw Hiong hanya berkata didalam batinya.

   "Mudah-mudahan kedua manusia laknak ini tidak sampai mendusin bahwa aku bersembunyi disini."

   Tahun yang lampau sembilan jago-jago busuk telah mengganas didaerah Sin Cin.

   Mereka telah melakukan kebiadaban didaerah Kang-pak dan Kang-lam, sehingga para pendekar dari golongan putih bukan sekali dua kali ingin membasmi Hay-thian-siang-sat yang menjadi pemimpin kesembilan jago-jago busuk itu.

   Pada hari-hari biasa kemana saja Hay-thian-siang-sat berjalan, sekalipun sebatang rumput atau sepucuk daun pohon bergerak ataupun bunyi seekor burung, mereka pasti akan menyelidikinya dengan cermat dan hati-hati sekali, sehingga dengan demikian, entah sudah berapa banyak kali mereka dapat meloloskan diri dari kejaran maupun meloloskan diri dari bahaya maut.

   Sebenarnya jika ada orang yang melemparkan batu untuk menyelidiki sesuatu hal, itu memang lumrah saja terjadi dikalangan Kang-ouw, halmana tidak usah mereka pusingi benar lagi, tapi karena kedua orang ini mempunyai sifat yang senantiasa was-was, maka tidak mudah mereka melewatkan hal itu dengan begitu saja, tanpa menyelidiki terlebih dahulu apa sebab musababnya.

   Sedetik demi sedetik Ciauw Hoa sudah mengulurkan tangannya hampir menyentuh pada batu tersebut, sedang kakinya telah masuk kedalam lingkaran racun dihadapannya itu.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang berada didalam guha dan dengan penuh perhatian mengintai lawan-lawannya, kini perasaannya jadi semakin tegang, sehingga tanpa disadarinya lagi dia telah menggigit kencang bibirnya yang sebelah bawah.

   Dalam keadaan demikian, sekonyong-konyong Ciauw Loo telah menjambret tangan Ciauw Hoa yang sudah hampir masuk kedalam perangkap Lie Siauw Hiong itu.

   Hal mana, telah membuat Lie Siauw Hiong yang melihatnya jadi terkejut bukan kepalang, dan saking gugupnya akan siasatnya diketahui orang, tanpa merasa ia telah mengeluarkan keringat dingin.

   Dan tatkala ia mengulurkan tangannya meraba-raba dengan sembarangan kedadanya, sekonyong-konyong tangannya menyentuh pada kitab Tok Keng hasil karya Kim It Peng itu, hingga hatinya jadi tergerak, kemudian dengan tidak memperdulikan apapun yang akan terjadi, lalu dia melemparkan buku tersebut kearah musuh-musuhnya itu.

   Maksud Lie Siauw Hiong dengan berbuat demikian, hanya ingin memancing pada Hay-thian-siang-sat ini.

   Karena dengan melemparkan buku tersebut, dia ingin memaksa supaya lawannya itu datang untuk mengambil buku itu, sehingga lawannya kemudian terkena racun yang disebarkannya tadi.

   Hal itu memang wajar saja dilakukannya, tapi dia tak mengetahui, bahwa pemimpin dari sembilan jago Kwan Tiong itu tidak mengerti sama sekali tentang racun.

   Maka kalau mereka bertempur, harus membunuh lawannya dengan senjata tajam, berhubung mereka tidak mempunyai kepandaian seperti Kim It Peng, yang dapat membunuh lawannya dengan menggunakan racun, sehingga pada tuhuh lawannya tidak terdapat tanda- tanda bekas pembunuhan.

   Mereka yang telah sekian lamanya merantau dikalangan Rimba Persilatan, memang sebenarnya bermaksud untuk mencari kitab racun tersebut, tapi hingga sekian lamanya mereka tidak dapat mewujutkan kemauan mereka.

   Maka setelah sekarang mereka melihat 'Kitab Racun' yang menjadi idam-idaman mereka itu terletak dihadapan mereka, sudah barang tentu mereka jadi sangat gembira.

   Tapi mereka yang sudah kenyang makan asam garam dalam Dunia Persilatan, sudah tentu saja tidak berlaku semberono dan dengan cepat memencarkan diri mereka kekiri dan kekanan, dimana mereka bersiap-siap, kalau- kalau dari dalam lubang guha tersehut ada senjata rahasia yang menyambar mereka.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 41 Sambil mengeluarkan suara dingin yang terdengarnya sangat mengerikan dan lebih seram tampaknya dari pada suara tangisan setan-setan, Ciauw Hoa kedengaran berkata.

   "Yang berada didalam guha itu, apakah seorang lawan atau kawan? Kalau engkau seorang kawan, aku persilahkan engkau menyebut 'Hap' (akur)! Kalau lawan, silahkan keluar menampakkan cecongormu! Apakah kami berdua saudara tidak cukup berharga untuk menjumpaimu?"

   Tapi Lie Siauw Hiong yang berada didalam guha, sedikitpun tidak mengubris perkataan mereka.

   Ia hanya menyesalkan dirinya sendiri yang telah berlaku ceroboh, sehingga jika siasatnya itu tidak 'termakan' oleh lawan- lawannya, bukankah buku racun yang hebat itu akan terjatuh kedalam tangan musuh? Ketika Ciauw Hoa mengulangi pula teriakannya dan tidak juga mendengar ada orang yang menjawabnya, sambil mengeluarkan suara dari liang hidung ia berkata.

   "Jika belum melihat peti mati, memang sukarlah akan orang bisa menangis. Kawan, baiklah kami menantangmu untuk keluar!"

   Dimulut meraka berkata demikian, tapi dalam hati mereka berpikir lain.

   Sambil memberi isyarat dengan tangan pada Ciauw Loo, mereka berjalan menghampiri kemulut guha untuk menyelidiki lebih jauh.

   Ciauw Loo dan Ciauw Hoa ternyata sependapat, maka dengan tidak mengeluarkan suara apa-apa, mereka menghampiri mulut guha, dimana mereka melihat sebuah buku yang terletak ditanah, yang pada kulitnya tertera dua hurnf 'Tok Keng' (kitab racun) itu.

   Ciaw Loo adalah seorang yang tidak lengkap anggota badannya, sedangkan tabiatnyapun berlainan dengan orang biasa.

   Maka sekalipun kecerdikannya melebihi orang biasa, tapi kini dia tengah dipengaruhi oleh buku yang sudah lama menjadi idam-idamannya itu, sehingga mara bahaya telah dilalaikannya.

   Oleh sebab itu, dengan tidak berjaga-jaga lagi dia sudah mengulurkan tangannya untuk memungut kitab tersebut.

   Tapi hal itu berlainan sekali dengan pendapat Ciauw Hoa, yang dengan suara nyaring lalu berteriak.

   "Jangan semberono!"

   Tapi dia lupa bahwa adiknya adalah seorang yang tuli.

   Dengan sekali lompat dia sudah berada disisi adiknya.

   Dan ketika melihat buku racun tersebut terhampar dihadapannya, diapun merasa girang juga, maka iapun tidak lagi menghalangi adiknya akan memungutnya.

   Tapi karena hati mereka penuh kecurigaan terhadap lain orang, maka terlebih dahulu mereka telah melepaskan pukulan kearah dalam guha tersebut, pada sebelum memungut kitab racun itu.

   Dengan memperdengarkan suara "plak", keempat kaki mereka telah menginjak tanah yang dilingkungi cairan beracun tadi, dan setelah mereka merasakan sepatu mereka pecah dan ada barang cair yang melekat pada kaki mereka, barulah mereka insyaf bahaya apa yang tengah mengancam mereka.

   Dan baru pada saat itu mereka ketahui, bahwa diri mereka telah tertipu oleh lawan mereka.

   Rasa kesemutan maupun gatal-gatal yang mereka rasakan seketika itu, menandakan bahwa racun yang mengancam mereka sifatnya tidak enteng, tapi karena mereka belum mampu untuk mengenyahkan racun tersebut dari tubuh mereka, terpaksa mereka bersemedhi untuk mengatur jalan pernapasan mereka.

   Sampai disini, baiklah pengarang menceritakan apa sebabnya Hay-thian-siang-sat datang ketempat yang sepi ini.

   Pada tahun yang lampau setelah mengalami pertempuran yang dahsyat dengan pemuda kita sehingga mereka putus asa, maka akhirnya mereka lalu mencari pulau ini untuk melatih lebih jauh kepandaian mereka, agar supaya kemudian dapat dipakai pula untuk menghadapi sipemuda musuh besar mereka itu, sekalipun telah berapa kali mereka mengalami kekalahan.

   Tapi setelah hidup dlpulau itu agak lama juga, sifat kejantanan mereka telah timbul pula, oleh sebab itu mereka lalu menetap dipulau itu untuk memperdalam kepandaian mereka.

   Tempo hari setelah mereka bertempur mati-matian dengan Lie Siauw Hiong sehingga nama sembilan jago dari Kwan Tiong runtuh habis-habisan, sekalipun mereka menganggap telah dapat melenyapkan sipemnda, tapi untuk berkeliaran pula dikalangan Kang-ouw mereka sudah merasa kehilangan muka.

   Belakangan setelah mendengar bahwa Lie Siauw Hiong digunung Kwie San dalam ruangan Bu Wie Thia telah dapat mengalahkan musuh asing sehingga namanya menjadi tenar luar biasa, mereka baru mengetahui, bahwa mereka yang telah mengeluarkan tenaga yang begitu besar, akhirnya toh tidak berhasil dapat membinasakan Lie Siauw Hiong, malahan orang itu sekarang telah menjadi semakin terkenal karena kepandaiannya yang telah maju sedemikian pesatnya itu.

   Kabar ini sesungguhnya merupakan suatu pukulan yang maha dahsyat bagi Hay-thian-siang-sat, sehingga mereka benar-benar merasa amat putus asa.

   Karena sekarang mereka menginsyafi, bahwa jika Lie Siauw Hiong datang mencari mereka untuk menuntut sakit hati orang tuanya, maka mereka bukanlah merupakan lawan yang setimpal lagi bagi sipemuda itu.

   Tapi pengharapan untuk hidup terus masih menyala dalam dada mereka.

   Maka setelah membubarkan perkumpulan sembilan jago Tiong Kwan itu, mereka lalu mengasingkan diri kepulau yang sunyi itu, dimana, mereka bermimpipun tidak, bahwa musuh besar mereka justeru berada juga ditempat yang sepi ini.

   Hal mana bukankah ini semua seperti juga telah sengaja dipertemukan satu sama lain atas kemauan Thian Yang Maha Kuasa? Pada saat itu sudah jam tiga pagi, langit diufuk Timur tampak gelap gulita, sekalipun diangkasa masih terdapat banyak bintang-bintang yang berkedap-kedip.

   Satu jam dengan cepat sudah lewat.

   Dadanya Lie Siauw Hiong sudah wajar kembali jalan pernapasannya, dengan mana berarti bahwa luka yang diderita didalam tubuhnya telah semhuh seluruhnya, maka dengan perlahan dia salurkan sekali lagi pernapasannya untuk yang penghabisan kalinya, dan setelah ia yakin benar bahwa tubuhnya sudah sehat kembali seperti sediakala, lalu ia berjalan keluar dari dalam guha tersebut sambil melirikkan matanya memandang pada Hay-thian-siang-sat, yang ternyata masih tetap duduk bersamedhi sambil mengatur jalan pernapasan mereka.

   Lie Siauw Hiong cukup maklum, bahwa dengan kemampuan mereka itu, paling banyak mereka hanya dapat menahan untuk sementara saja menjalarnya racun itu didalam tubuh mereka, tapi untuk dapat mengusir keluar racun dari dalam tubuh mereka, adalah usaha yang sia-sia belaka, karena sesungguhnyalah, bahwa racun yang tengah mengancam mereka itu adalah racun luar biasa yang tidak ada keduanya dalam dunia ini.

   Lie Siauw Hiong dengan tindakan yang tenang sekali berjalan menghampiri kehadapan Hay-thian-siang-sat, kemudian dia membungkukkan badannya memungut kembali kitab racun itu, sedang didalam hatinya ia berkata.

   "Tok-Keng, lagi-lagi Tok Kenglah yang telah menolongku pula."

   Lie Liauw Hiong lalu menyimpan kembali kitab racun itu kedalam saku didadanya, kemudian sepasang tangannya diangkatnya keatas, tapi pada waktu hendak ditimpakan keatas kepala musuh-musuhnya itu dia tampak menjadi ragu-ragu.

   Sekonyong-konyong satu pikiran melintas dikepalanya.

   "Dengan berbuat demikian dan tanpa mengeluarkan terlampau banyak tenaga, sudah barang tentu aku akan berhasil membunuh mereka, tapi tindakan ini adalah terlampau tidak patut dan pengecut. Aku Lie Liauw Hiong dimanalah mungkin mau menggunakan cara begini? Untuk mencegah meluasnya lebih lanjut dari racun 'Toan-tiang' ini, hanyalah daging kerang saja yang dapat menahannya, aku mengapa tidak menggunakan daging kerang saja untuk melenyapkan sifat keganasan dari racun tersebut, hingga setelah mereka pulih kembali tenaga mereka, maka aku dapat melabrak mereka dengan sepuas-puas hatiku."

   Begitulah setelah mengambil keputusan yang tetap ini, lalu dia tarik kembali tangan yang hendak dijatuhkan keatas kepala musuh-musuhnya itu, kemudian dengan berapa kali lompatan saja dia sudah berhasil mencapai pantai, dimana ia telah menangkap berapa puluh kerang dan kepiting, yang dengan sabar lalu dicukil dagingnya, sudah itu ia menyodorkan daging itu kehadapan Hay-thian-siang-sat sambil berkata.

   "Hei, segeralah kau makan daging ini untuk menghentikan menjalarnya racun didalam tubuhmu!"

   Hay-thian-siang-sat sekalipun telah terkena racun, pikiran mereka masih tetap jernih dan dapat berpikir dengan terang, tapi mereka sama sekali tidak pernah menyangka, bahwa orang yang keluar dari dalam guha tersebut adalah orang yang sangat ditakuti mereka, yaitu Lie Sie Hiong.

   Maka pada waktu mereka melihat sipemuda hendak menurunkan pukulannya, mereka hanya dapat menyerahkan nasib mereka ditangan Thian Yang Maha Kuasa saja, tapi akhirnya sipemuda tidak jadi menurunkan tangannya.

   Hal ini menerbitkan dugaan mereka kepada pemuda itu hendak menghinakan mereka, berhubung mereka biasanya gemar sekali menghina orang.

   Oleh sebab itu, mereka yang menduga keliru atas diri sipemuda, tidak terasa lagi hati mereka menjadi panas, dan sewaktu melihat sipemuda mengangsurkan tangannya memberi daging kepiting dan kerang untuk mereka makan, mereka tidak mengetahui apa maksud sebenarnya dari sipemuda itu.

   Sementara Lie Lie Hiong yang melihat mereka berlaku ragu-ragu dan tak mau makan barang pemberiannya, sambil tertawa dingin ia berkata.

   "Lie Liauw Hiong adalah orang macam apa? masakah aku hendak meracuni kalian? Maksudku ini adalah justeru hendak melenyapkan sifat keganasan dari racun yang bersarang didalam tubuhmu itu!"

   Setelah berkata begitu, lalu dia taruh daging itu diatas batu, sedang dia sendiri berdiri disampingnya.

   Hay-thian-siang-sat yang melihat sikap Lie Liauw Hiong yang begitu sungguh-sungguh, merekapun tidak ragu-ragu lagi, maka dengan lahapnya mereka lalu makan daging kepiting dan kerang laut itu.

   Kemudian dengan tertawa dingin Lie Siauw Hiong berkata pula.

   "Aku akan menantikan kalian disini. Setelah kalian sembuh dari keracunan, aku akan segera mengadakan perhitungan lama dengan kalian."

   Kali ini Hay-thian-siang-sat telah menginsyafi, bahwa mereka tidak mungkin lagi akan dapat menghindarkan diri lagi dari Lie Lie Hiong, oleh karena itu, tidak ada lain jalan lagi bagi mereka, kecuali mengadu jiwa dengan pemuda kita.

   Maka tanpa banyak cakap lagi, mereka lalu makan daging pemberian sipemuda, sambil kemudian menyalurkan kekuatan mereka keseluruh badan mereka.

   Daging kepiting dan kerang itu ternyata benar dapat melenyapkan menjalarnya racun hebat tadi, karena tidak sampai setengah jam lamanya, Ciauw Hoa sudah berhasil dapat mencegah sifat keganasan dari racun yang mengamuk dalam tubuhnya, dan diwaktu dia menyapukan matanya memandang pada Lie Siauw Hiong, dia lihat pemuda itu duduk dihadapan mereka dalam jarak dua tombak lebih jauhnya, dan sekalipun Lie Siauw Hiong duduk dengan tenangnya, tapi matanya yang tajam selalu mengawasi mereka bagaikan seekor kucing tengah menjaga dua ekor tikus dengan sekaligus.

   Ciauw Hoa yang melihat begitu, saking marahnya lalu berteriak.

   "Orang she Lie, jika engkau ingin bertempur, silahkan boleh maju kemari!"

   Dengan nada suara yang mengejek, pemuda itu lalu menjawab.

   "Mengapa mesti berlaku tergesa-gesa tak keruan? Bukankah si binatang adikmu itu masih juga belum sembuh?"

   Mendengar jawaban itu, Ciauw Hoa menjadi semakin geram dan lalu berteriak dengan suara nyaring.

   "Bagus! Bagus! .."

   Tapi Lie Siauw Hiong tidak menghiraukannya, hanya sambil berdiri dengan menghunus pedangnya ia berkata.

   "Aku mencarimu kemana-mana tapi tidak dapat bertemu juga, tapi hari ini tanpa disengaja dari tempat yang jauh kalian telah mengantarkan diri kepadaku, maka setelah nanti kalian mampus, kalianpun tidak usah terlampau merasa kecewa atau putus asa .."

   Begitu dia membuka mulut, dia sudah mengatakan bahwa Hay-thian-siang-sat harus dan pasti akan mampus, halmana telah membangkitkan amarah sepasang manusia bercacad itu.

   Maka sambil tertawa dingin Cie Hoa lalu melirikan matanya pada adiknya sambil berkata.

   "Siapa yang kalah belum lagi dapat dipastikan!"

   Tapi Lie Siauw Hiong hanya memanggut-manggutkan kepalanya saja, karena tampaknya ia segan bercakap-cakap tanpa ada junterungannya.

   Setelah lewat lagi sepemakan nasi, Ciauw Loo sudah pulih kembali kesehatannya.

   Mereka berdua saudara lalu sama-sama berdiri dalam jarak yang terpisah setengah tombak jauhnya dari padanya, sedang Lie Lie Hiong dengan menghunus pedangnya berdiri dengan angkarnya, siap sedia untuk menyambut serangan kedua lawannya.

   Hari berubah semakin gelap, sedang bintang dilangit tampak berkedip-kedip bagaikan orang bermain mata.

   Sambil menghunus pedangnya, diam-diam Lie Siauw Hiong meminta doa kepada orang tuanya yang telah marhum itu.

   "Ayah, ibu, hari ini anak akan menuntut balas sakit hatimu .."

   Setelah selesai memohon doa, lalu ia menggerakkan pedangnya sambil berseru.

   "Orang yang hendak mengantarkan jiwa, lekas kemari!"

   Hay-thian-siang-sat tidak menyalahkan kesombongan dari Lie Siauw Hiong, karena mereka telah menginsyafi bahwa pertempuran pada malam ini, mereka akan lebih banyak mengalami bencana dari pada kemenangan, tapi merekapun tidak sudi menyerah mentah-mentah dengan begitu saja.

   Begitu kakinya digeser maju, dengan ganasnya Lie Siauw Hiong sudah menubruk kepada lawannya.

   Pada waktu bertempur digunung Kwie-san, ketika Hay-thian-siang-sat mengerubuti kepadanya, dia telah dihajar sehingga jatuh kebawah jurang.

   Belakangan dihutan belukar lagi-lagi dia dikeroyok oleh lawannya yang berjumlah jauh lebih banyak dari pada semula, sehingga karena menderita luka-luka parah, hampir saja jiwanya tewas.

   Oleh sebab itu, sekali ini ia bertemu pula dengan lawan-lawan lamanya itu diapun tidak mau berlaku sungkan-sungkan lagi.

   Begitu turun tangan dia sudah menggunakan siasat serangan yang dapat membinasakan.

   Karena bila dia belum berhasil mengambil jiwa Hay-thian-siang-sat, ia tidak akan merasa puas hidup didalam dunia ini.

   Sementara Hay-thian-siang-sat yang tidak menunggu pula sampai pedang pemuda itu datang mendekati, mereka sudah melancarkan pula serangan mereka dengan tak banyak bicara pula.

   Begitu Lie Siauw Hiong yang menampak aksi lawan- lawannya ini, mengeluarkan suara jengekan saja, kemudian pedangnya ditekan lurus kebawah kurang lebih dua dim untuk terjun kedalam air, sehingga pedangnya menerbitkan suara yang nyaring ketika menusuk pihak lawannya.

   Bersamaan dengan itu, tangan kirinya tidak tinggal diam dan lalu dikerahkan untuk memukul bagian bawah tubuh salah seorang lawannya yang terdekat.

   Tenaga dalam maupun kepandaian Lie Siauw Hiong sudah maju dengan sedemikian pesatnya sehingga penyerangannya yang hehat telah menyebabkan lawan- lawannya jadi sangat terperanjat, maka dengan serta merta mereka cepat berlompat mundur untuk mengelakkan diri dari pada penyerangan si pemuda yang gagah perkasa itu.

   Tapi Lie Siauw iHong setelah menampak serangannya tidak menemukan sasarannya, lagi-lagi ia menggunakan jurus Ca-keng-bwee-bian (bunga bwee terkejut) untuk menyontek tubuh lawannya dari samping.

   Thian-can Ciauw Hoa lekas-lekas menundukkan kepalanya, tangan kanan dan kirinya dipakai untuk mengacip serangan lawannya dengan mana ia telah mencoba untuk membarengi menotok jalan darah 'Koan- goan-hiat' dikaki pemuda kita.

   Bersamaan dengan itu, Thian-hui Ciauw Loopun segera membarengi menyerang pundak kiri si pemuda.

   Sedang Lie Liauw Hiong yang menampak serangannya dapat dikelitkan pula, diapun tidak memaksakan untuk menyerang dengan terlebih hebat lagi, hanya dia mundur satu langkah, pada waktu mana pedangnya telah ditariknya mundur dengan menggunakan jurus Liong-kak-lip-kek (tanduk naga berdiri tegak untuk menanduk) dengan mana ia balik menyerang pada Ciauw Hoa.

   Begitulah mereka bertiga bertarung dengan amat sengitnya, hingga tanpa terasa pula pertempuran itu telah berlangsung sampai melampaui ratusan jurus lamanya.

   Lie Siauw Hiong semakin bertempur semakin gagah dan lincah gerak-gerakannya, sedang pedangnya telah dimainkannya dengan kecepatan yang luar biasa serta mantap sekali, hingga disekelilingnya hanya tampak segulung sinar putih yang mengurung dan melindungi dirinya dari pada serangan lawan-lawannya, dengan mana semakin lama Hay-thian-siang-sat semakin terkurung dalam sinar pedang sipemuda itu.

   Dimalam yang gelap itu, hanya terlihat segaris sinar putih bagaikan naga maupun burung hong yang menari, sebentar menyelusup sebentar naik, pada waktu mana dengan hebatnya pemuda kita telah merangsak lawan- lawannya, hingga sedikitpun dia tidak memberi hati kepada mereka.

   Oleh sebab itu, sekali ini Hay-thian-siang-sat benar- benar merasakan betapa hebatnya serangan musuhnya itu, dan jika pertempuran semacam ini berlangsung berlarut- larut, pasti diri mereka akan mengalami kebinasaan yang mengerikan, maka semakin bertempur Hay-thian-siang-sat jadi semakin terdesak dibawah angin.

   Kemudian terdengar Ciauw Hoa berteriak dengan suara nyaring dan menyerang kepada pemuda kita dengan amat hebatnya.

   Dalam penyerangan yang dilancarkannya sekali ini, Ciauw Hoa telah menggunakan tenaga yang sepenuh- penuhnya, hal mana terbukti dari angin yang menderu-deru keluar dari pukulannya itu.

   Tian-hui Ciauw Loo sudah seperasaan dengan saudaranya Ciauw Hoa menyerang dengan pedangnya, sedangkan dia sendiri dengan menggunakan jurus 'Siang- hui-cinga' (pukulan dengan sepasang kepalan sekaligus), mencoba menyerang kempungan pemuda kita dengan jalan miring.

   Pedang Lie Siauw Hiong bagaikan bianglala saja, sebentar menyerang sebentar pula ditarik pulang, tapi pukulan Ciauw Loo ternyata masih dapat menerobos kedalam kempungan sinar pedang pemuda kita maka sambil tertawa ia berkata.

   "Bagaimana?"

   Lie Siauw Hiong balas tertawa dan hanya menjawab.

   "Boleh coba sekali lagi .."

   Pedangnya yang panjang kemudian digentak dengan jurus 'Leng-bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu muka), dengan mana ia menyerang kembali lawannya, yang memang telah bertekad bulat untuk membinasakan lawan- lawannya, hingga tak mau memberi hati dilingkari oleh racun itu, sehingga agaknya dia sudah ditakdirkan untuk binasa berhubung dia sudah terlampau banyak memakan korban sesama manusia, maka tanpa disadarinya lagi sebelah kakinya telah menginjak racun pula, hingga sebegitu lekas kakinya menginjak racun teresbut, badannya segera tampak menjadi sempoyongan, karena sifat keganasan racun itu telah mulai menjalar pula.

   Sementara Lie Siauw Hiong sendiri sambil mendongak kelangit lalu berseru dengan rupa terharu.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ibu dan ayah, lihatlah .."

   Dengan menggerakkan tangannya dengan sekuat-kuat tenaganya, Siauw Hiong telah menyambitkan pedangnya kearah musuh besarnya, hingga dilain saat pedang itu telah memanggang tubuh Ciauw Hoa dan membuat kepala kesembilan jago Kwan Tiong itu melayang jiwanya disaat itu juga.

   Sambil mencabut pedangnya dari tubuh mayat musuh besarnya itu, dengan suara yang perlahan sekali Lie Liauw Hiong lalu berkata.

   "Ayah, ibu, anak telah membalaskan sakit hati kalian .."

   Dan berbareng dengan itu, air matanyapun tidak dapat ditahan lagi, mengucur turun dengan berderai-derai.

   Kemudian ia meninggalkan pantai, dimana terbaring tubuh 'Hay-thian-siang-sat' yang pernah menggemparkan dunia persilatan.

   Kini mereka telah menjadi mayat-mayat yang terkapar diatas pulau yang sunyi itu, seolah-olah menyerahkan diri untuk menjadi mangsa burung-burung buas yang biasa keliaran disitu.

   Diatas lautan bebas, Lie Siauw Hiong dengan hanya seorang diri saja telah melakukan pelayaran pada petang hari itu juga.

   Ia kayuh perahu layarnya dengan pesat sekali menuju ketengah lautan, dengan diterangi oleh sinar bintang-bintang yang berkelik-kelik diangkasa raya.

   Hari sudah menjelang pagi, sedang sinar lembayung yang kemerah-merahan dari munculnya sang surya, mulai terlihat dengan tegas diufuk Timur ..

   (Oo-dwkz-oO) Kota Leng-po diwaktu fajar.

   Sinar matahari yang keemas-emasan menyinari teluk, ombak yang beriak-riak membentuk satu gelombang kecil yang indah sekali, dengan ujungnya yang menjilat-jilat laksana terjulurnya lidah ular belaka.

   Angin pagi yang meniup sepoi-sepoi basah sungguh nikmat sekali dirasakannya.

   Pada saat itu diteluk sudah agak ramai dengan pemilik perahu-perahu yang terdengar berteriak-teriak tidak putus-putusnya.

   Sejak dahulu pelabuhan yang terletak ditenggara ini memang sangat ramai, tapi belakangan setelah terbangunnya kota 'Coan-ciu, maka keramaian kota pelabuhan Leng-po ini menjadi mundur.

   Pada waktu Marco Polo menjabat pangkat di Tiongkok, setelah dia kembali kenegerinya di Italia dia telah mengarang sebuah buku yang berjudul 'Peninjauan Ke-Timur', dimana dia telah menyinggung tentang keramaian pelabuhan kota Leng-po, sebagai pelabuhan nomor satu yang terbesar didunia, sekalipun apa yang dikatakannya itu agak berlebih-lebihan.

   Tapi pada waktu itu kota pelabuhan Leng-po memang merupakan pelabuhan yang sangat ramai dan didiami oleh banyak sekali pengunjung-pengunjungnya.

   Justeru pada saat orang-orang sedang ramainya berlayar dipelabuhan tersebut, tampak mendatangi sebuah perahu kecil yang aneh memasuki kota pelabuhan, dan begitu perahu itu merapat dipantai, tampak seorang pemuda satu- satunya yang melompat keluar, karena selanjutnya perabu itu tampak kosong melompong.

   Pemuda tersebut memakai pakaian dari kain kasar dan sama sekali tidak membawa bnntelan, ia berjalan dengan cepat menuju kejalan gunung dibalik pelabuhan itu.

   Setelah melampaui lereng gunung, maka tibalah ia dikawah gunung dimana tampak hutan-hutan kayu yang lebat-lebat tumbuhnya.

   Selama berjalan, Siauw Hiong sebentar-sebentar mengangkat kepalanya memandang langit, seakan-akan dia ingin mengetahui jam berapakah pada saat itu, sedang matahari yang menyinarinya, membuat mukanya yang pucat agak bersinar kemerah-merahan.

   Sambil memandang langit yang berwarna putih dan tampak seperti tidak bertepi layaknya, dengan menarik napas lalu berkata pada dirinya sendiri.

   "Lie Siauw Hiong, dalam dunia yang begini luasnya, kemanakah kau hendak mencarinya?"

   Tapi sejurus kemudian, mukanya mengunjukkan kesungguhan yang nyata sekali, maka diam-diam dia berkata pula.

   "Ceng Jie telah atau empat kali mengorbankan dirinya untuk menolongku, apakah aku Lie Siauw Hiong takut untuk mencarinya? Sekalipun aku harus melintasi laut, aku harus mencarinya juga sehingga dapat."

   Tetapi tatkala berjalan belum berapa jauh, dia sudah menghentikan pula langkahnya, berhubung dari kejauhan terdengar suara teriakan yang aneh sekali kedengarannya.

   Suara teriakan itu agak kurang jelas karena bercampuran dengan desiran angin gunung yang seakan-akan meliputi suara itu sehingga sukar terdengar jelas, syukur juga kepandaian Siauw Hiong sudah mencapai taraf yang sangat tinggi, sehingga ia dapat menangkap suara itu dengan hanya sekali dengar saja.

   Setelah menetapkan dari arah mana datangnya suara tersebut, lalu dia putarkan badannya dan dengan beberapa kali lompat saja, tubuhnya sudah melesat jauh sekali.

   Kemudian dari kejauhan ia menampak seorang pemuda yang sedang berlatih silat dibawah sebatang pohon besar.

   Adapun suara yang terdengar olehnya seperti teriakan tadi, itulah ternyata suara teriakan yang dikeluarkan oleh orang muda itu, yang gerak gerik tangan maupun kakinya sangat sempurna dan lincah.

   Dan diwaktu pemuda itu membalikkan tubuhnya kearah Lie Siauw Hiong, maka terlihatlah wajahnya yang tampan, yang segera dapat dikenali dan ternyata bukan lain daripada Gouw Leng Hong adanya.

   Lie Siauw Hiong yang berada disebelah atas, lalu coba menahan sabar agar tidak sampai berteriak, sedang diam- diam didalam hatinya ia berpikir.

   "Twako setelah memakan buah mustajab itu, tenaga dalamnya telah bertambah maju demikian pesatnya, hingga selama berapa bulan tidak berjumpa, kemajuannya boleh dikatakan tidak sedikit, karena dengan kepandaian yang diperlihatkannya ini, jika bukannya aku sendiri, didaerah Tiong-goan agaknya sukar untuk dicari keduanya lagi."

   Pada saat itu Gouw Leng Hong yang tambah lama tambah kuat dan hebat latihannya, sekonyong-konyong melepaskan satu pukulan yang telah membuat udara guram karena mengepulnya pasir dan debu.

   Dan ketika kakinya ditarik, lagi-lagi dia melancarkan satu pukulan pula, sehingga pukulannya ini memperdengarkan suara yang nyaring sekali.

   Hal mana terang menunjukkan pukulan kelas satu.

   Ketika pukulan ini baru saja habis dilancarkannya, kembali sambil membalikkan tubuhnya, dia telah melepaskan pukulan yang ketiga, dengan suara pukulannya itu bertambah dahsyat dan keras sekali, sehingga sebatang pohon yang ukuran bundarnya sebesar mangkok dan dalam jarak berapa tombak jauhnya dari sipemuda, roboh karena terlanggar oleh angin pukulannya itu.

   Setelah menghentikan pukulannya, ia berkata pada dirinya sendiri.

   "Dalam berapa bulan ini, jurus 'Kay-sam- sam-sek' ini sudah maju pesat sekali, hanya jurus kedua dan ketiga yang masing-masing bernama 'Gie-kong-ie-san' dan 'Liok-teng-kay-san' yang masih belum sempurna. Tenaga- dalam yang kukeluarkan ini tidak berjalan lancar dan tidak cukup kuat. Ada kemungkinan bahwa tenaga yang telah kukeluarkan kali ini tidak terpusatkan dengan benar .. hm bila aku tidak tekun dan belajar dengan giat, sudah pasti kepandaianku akan terpaut jauh dengan kepandaian Hiong- tee, jika nanti kita bertemu pula .."

   Sekonyong-konyong dari kejauhan terdengar suara tertawa orang yang disusul dengan kata-kata yang nyaring sekali.

   "Hm, akupun harus banyak berlatih pula, bila tidak, pasti kepandaian akan terpaut jauh sekali dengan Twako .."

   Leng Hong yang segera kenali suara itu, dengan girang lalu berseru.

   "Hiong-tee!"

   Begitu suara itu habis diucapkan, segera juga tampak melayang turun sebuah tubuh yang enteng sekali.

   Dan diwaktu Leng Hong melihat sipemuda yang baru datang itu menunjukkan senyumannya, ia sudah lantas ingin mengajukan pertanyaan, tetapi dengan secara sekonyong-konyong Siauw Hiong berseru.

   "Sambutlah seranganku ini!"

   Pemuda kita telah melancarkan satu kali pukulan dengan mengeluarkan tenaga yang hebat sekali, sehingga bajunya Gouw Leng Hong berkibar-kibar karena desiran angin pukulan tersebut.

   Leng Hong terkejut bukan kepalang.

   Sebenarnya asal saja dia mundur setengah langkah dengan tangan kirinya separuh dibengkokkan untuk mencantol tangan lawannya, ia pasti akan dapat membebaskan dirinya dari pada penyerangan pemuda lawannya itu.

   Siapa tahu cantolannya ini jatuh ditempat kosong, sedangkan tangan kanan Lie Siauw Hiong tetap menjurus akan mengancam lima jalan darahnya.

   Leng Hong tidak sempat berpikir-pikir pula.

   Maka sambil badannya dimiringkan kekiri, tangan kanannya dari arah yang sebaliknya melancarkan satu pukulan balasan dengan tipu pukulan itu tepat sekali, yakni pukulan yang bernama 'Sek-po-tian-keng' (batu pecah mengejutkan langit) dari ilmu pukulan 'Po-giok-ciang' atau pukulan untuk menghancurkan batu giok.

   Lie Siauw Hiong berseru.

   "Bagus!"

   Tangan kirinya diputar, lima jarinya diulur dan dengan menggunakan satu jurus dari ilmu pukulan 'Kong-kong-Ciang-hoat' (pukulan ditengah udara) jurus yang bernama 'Ban-coan-hui-kong' (laksaan sumber air menerjang keudara).

   Dengan jurus ini ia memaksa Gouw Leng Hong untuk menggunakan jurus pertama yang bernama 'Kay-san-too-liu' (membuka gunung mengalirkan sumber air).

   Leng Hong lalu berseru.

   "Hiong-tee, kau mengapa .."

   Sekalipun dia berseru, tapi tangannya tidak tinggal berdiam saja. Badannya lalu diputar, kemudian tanpa terasa pula, benar saja ia telah melancarkan pukulan dengan jurusnya yang pertama itu. Sedang didalam hati ia berpikir.

   "Benar, tentulah Hiong-tee tadi telah mencuri lihat latihanku dari atas sana, dan begitu ia mendengar perkataanku, iapun jadi merasa tersinggung dan ingin mencoba bertanding denganku, hingga sudah tentu saja aku ini bukan tandingannya. Tapi mengapakah dia datang membikin ribut tidak keruan? Biarlah dia memenangkan aku dalam latihan ini."

   Begitulah dalam waktu pendek ia telah menarik pukulannya sendiri, untuk menyambut pukulan pemuda she Lie itu.

   Siapa tahu Lie Siauw Hiong dengan secara tak terduga telah berada dibelakangnya.

   Sepasang tangannya tampak dilancarkan untuk memukulnya, hingga dalan kedudukan seaneh itu ia terpaksa melancarkan jurusnya yang kedua, yakni 'Gie-kong-ie-san'.

   Lie Liauw Hiong segera membentangkan jurus kesebelas dari lima pukulan "Kong-kong-kun-hoat"

   Yang bernama 'Kong-sit-liang-bu' (dengan tangan kosong melenyapkan serangan lawan).

   Adapun kedudukan yang diambil oleh Lie Siauw Hiong justeru menyebabkan lawannya mau tak mau harus menggunakan jurus ketiga, yaitu Gie-kong-ie-san berubah menjadi Liok-teng-kay-san.

   Gouw Leng Hong merasakan tenaga pukulan yang dilancarkannya kurang tepat dan kuat, hingga Lie Liauw Hiong yang menampak hal itu, tidak mau menyambutinya, hanya berdaya untuk menyingkir kesamping.

   Sewaktu Leng Hong sedang gelagapan, Lie Siauw Hiong lagi-lagi melancarkan serangan dengan tipu-tipu yang sama seperti tadi dengan secara bergiliran, hingga ini memaksa lawannya akan balas menyerang dengan jurus kesatu, kedua dan ketiga.

   Leng Hong yang memang berotak terang dan cerdik, melihat Lie Lie Hiong tidak henti-hentinya memancing dirinya dengan serangan-serangan tiga jurus itu, hatinya segera tersadar, bahwa saudara mudanya ini hendak menyempurnakan pukulannya yang tidak tepat itu.

   


Legenda Bunga Persik -- Gu Long Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung

Cari Blog Ini