Munculnya Seorang Pendekar 21
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 21
Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id
Oleh karena itu, diapun lalu menaruh perhatian dengan terlebih seksama.
Tidak antara lama, benar saja Lie Sie Hiong telah memancing dengan serangannya yang kedua, yaitu dengan jurus 'Gie-kong-ie-san'.
Kemudian disusul dengan serangan kedua yang memancing Leng Hong menggunakan jurus 'Liok-teng-kay-san'.
Pada saat itu tubuh Lie Liauw Hiong tengah berada diatas udara.
Sebenarnya jurus 'Liok-teng-kay-san' ini harus dikeluarkan dengan lurus dari depan dada, tapi pada saat itu tak dapat ia berbuat tanpa memutarkan badannya, maka dengan jalan memiringkan tubuh ia telah melancarkan serangannya, tapi siapa tahu begitu satu suara yang nyaring terdengar, tenaga yang keluar dari pukulannya telah menyebabkan sebatang pohon besar yang terpisah satu tombak lebih telah kena dirobohkannya! Oleh karena itu, sekarang barulah Leng Hong menginsyafi bahwa pukulan yang dilancarkannya tadi itu adalah cara yang keliru sekali.
Maka dengan termangu- mangu dari jurus kedua ia telah ubah kejurus ketiga, dan kali ini benar saja ia merasakan pukulannya mengandung tenaga sepenuhnya yang keras dan hehat sekali, hingga saking girangnya, tidak terasa lagi ia jadi berteriak.
"Oh, Hiong-tee, aku sesungguhnya harus berterima kasih sekali kepadamu. Tapi cara bagaimana kau dapat melihat kekuranganku? .."
Sambil tertawa Lie Siauw Hiong menjawab.
"Aku pada beberapa waktu ini baru saja berhasil mempelajari ilmu 'Kong-kong-ciang-hoat' dari Peng Hoan Siangjin, maka aku dapat memecahkan rahasia tersebut. Barusan aku melihat jurusmu yang berjumlah tiga itu sekalipun sangat hebat, tapi tenaga yang disalurkanmu itu tidaklah pada tempatnya yang benar. Maka diwaktu pukulanmu beradu dengan pukulanku, barulah dapat kau lihat kekurangamnu itu, bukan?"
Leng Hong menjawab.
"Hiong-tee, nasibmu sungguh mujur sekali, sampaikan tiga Dewa Diluar Dunia sudi menurunkan kepandaian asli mereka kepadamu, maka tidak heran jika engkau memperoleh kemajuanmu yang begitu pesat .."
Kemudian ia teringat akan sesuatu dan segera mengalihkan pembicaraannya dengan berkata.
"Oh, hampir saja aku lupa memberitahukan kepadamu. Ada satu nona she Thio tengah mencarimu, aku beritahukan kepadanya, bahwa kau paling banyak juga setengah tahun berdiam dipulau Tay-ciap-too, maka begitu ia mendengar keteranganku, buru-buru ia menyusulmu kesana .."
Lie Siauw Hiong yang mendengar kabar tersebut, sambil meloncat tinggi dia berseru.
"Twako, lekas! Lekas pergi!"
Sehabis berkata begitu, dia segera membalikkan tubuhnya dan berlari pergi, sehingga Leng Hong sambil memanggilnya, lalu turut juga menyusul belakangan.
Begitulah kedua pemuda itu lantas berlari-lari dengan pesatnya, hingga tidak antara lama mereka telah sampai pula dipantai, dimana tampak orang banyak tengah mengerumuni perahu Siauw Hiong yang ditambat disitu dan tiada kedapatan siapa pemiliknya.
Lie Siauw Hiong sambil memegang tangannya Gouw Leng Hong segera meloncat melampaui kepala orang banyak, dan begitu tubuh mereka jatuh diatas perahu, lekas- lekas mereka melayarkan kembali perahu itu ketengah- tengah lautan.
Orang banyak yang berdiri menyaksikan tingkah laku mereka dari daratan, keruan saja jadi amat tercengang, halmana terbukti dari mulut mereka yang ternganga menyaksikan kedua pemuda itu yang berangkat pergi dengan tergesa-gesa.
Begitu perahu itu berada ditengah lautan, Lie Siauw Hiong lalu menceritakan perhubungannya dengan Thio Ceng, sambil tidak lupa ia menceritakan juga tentang pertempurannya dengan jago-jago silat bangsa asing yang tinggi ilmu kepandaiannya, begitu pula tentang Bu Heng Seng yang terkena racun, dan paling akhir tentang sakit hatinya yang telah terbalas himpas dengan terbunuhnya Hay-thian-siang-sat dengan tangannya sendiri, hingga Leng Hong yang mendengarnya, buru-buru menyampaikan ucapan selamat kepadanya.
Tapi waktu Leng Hong memikirkan tentang dirinya sendiri yang belum lagi dapat menuntut balas atas sakit hati orang tuanya, disamping masih ada persoalan dengan Ah Lan yang belum pula berhasil diketemukannya, hatinya menjadi kesal sekali, sehingga tanpa terasa pula dia jadi menghela napas.
Lie Sie Hiong yang berotak sangat cerdik dan dapat menangkap maksud hati saudaranya ini, dengan suara yang perlahan ia berkata.
"Twako!"
Leng Hong hanya menjawab.
"Hm?"
Lie Siauw Hiong lalu melanjutkan bicaranya.
"Kita kembali akan memasuki Tiong-goan untuk mencari Cek Yang, Li Gok, Kouw Am dan kawan-kawannya untuk membalaskan sakit hati Pek-hu dan Bwee siok-siok."
Sementara Leng Hong yang mengetahui bahwa pemuda itu tengah menghiburinya, hatinya menjadi terharu, dan begitu ia mendengar perkataan kawannya ini, ia lalu memegang pundak Siauw Hiong sambil berkata.
"Hiong- tee, kau sungguh baik sekali .."
Sedangkan perasaan Lie Siauw Hiongpun pada saat itu telah tergerak pula, maka sambil memegang tangan Leng Hong dan dengan suara yang tetap iapun berkata.
"Twako, tungguhlah, setelah sakit hati kita telah terbalas, kita dua saudara sekali lagi akan mengembara dalam Rimba Persilatan untuk melakukan suatu pekerjaan yang menggemparkan dunia!"
Leng Hong yang menyaksikan Siauw Hiong berbicara dengan secara bersemangat, hatinya yang tengah dirundung malang jadi merasa agak legaan, tapi entah karena apa, dengan sekonyong-konyong bayangan Ah Lan telah melintas dikepalanya, sehingga hatinya menjadi terkejut, sedang suatu macam perasaan yang tidak enak berkecamuk didalam dadanya.
Dalam pada itu, Lie Siauw Hiong pun telah mengalihkan perahunya menuju kepulau Tay-ciap-too, dengan sinar matahari diwaktu tengahari sangat menyilaukan pandangan mata.
Sesampainya dipulau tersebut, Lie Siauw Hiong bersama Gouw Leng Hong lalu melompat kedarat.
Sekonyong-konyong Siauw Hiong mengeluarkan suara "Ih"
Yang menandakan keheranannya, dan tatkala Leng Hongpun memandang pada kejurusan pandangan kawannya, ternyata disana tampak seseorang yang sedang berjalan dipantai sambil menundukkan kepalanya, dan diwaktu mereka melihat dengan lebih cermat, dengan heran mereka berkata.
"Sun Ie Tiong!"
Waktu Siauw Hiong memandangnya dengan penuh perhatian, diapun segera mengenali, bahwa orang itu memang benarlah Bu-lim-cie-siu Sun Ie Tiong adanya. Kedua pemuda itu sambil melangkah maju lalu berseru.
"Sun Heng, mengapa kau tampak berduka?"
Sun Ie Tiong waktu melihat mereka, dia hanya mengganda tersenyum, kemudian menundukkan pula kepalanya dan berjalan terus, sedangkan senyumannya tadipun adalah senyuman paksaan belaka.
Dengan perasaan terheran-heran Siauw Hiong memandang pada Gouw Leng Hong, dan waktu dia melihat kembali kearah Sun Ie Tiong, ternyata alis pemuda itu dikerutkan demikian rupa, mukanya menunjukkan kesuraman yang mendalam sekali, seakan-akan ada sesuatu yang telah membuat hatinya amat tidak senang.
Lie Siauw Hiong menanti sehingga dia datang dekat, barulah bertanya.
"Sun Heng, Peng Hoan Siangjin apakah ada diatas pulau ini?"
Sun Ie Tiong lalu manggutkan kepalanya, suatu tanda bahwa orang yang sedang dicari itu memang berada diatas pulau itu.
Sudah itu sekonyong-konyong dia tertawa getir, kemudian dengan tindakan yang cepat sekali ia berjalan pergi menyusur pantai, naik keatas sebuah perahu kecil dan berlayar tanpa berkata-kata pula.
Ketika mereka berjalan lagi berapa puluh tombak jauhnya, sekonyong-konyong berkelebat sesosok bayangan manusia, yang dengan tubuh yang ringan sekali telah turun ketanah dan berdiri dihadapan mereka, hingga kepandaian yang sehebat itu sukar dicari keduanya dalam dunia ini.
Kedua pemuda itu yang memang bermata tajam, segera mendapat kenyataan, bahwa orang itu bukan lain daripada pemilik pulau Tay-ciap-too Peng Hoan Siangjin adanya.
Buru-buru Lie Siauw Hiong memberi hormat sambil berkata.
"Siangjin, boan-pwee datang menengokmu."
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa mengakak lalu berkata.
"Bocah, janganlah kau coba menipuku. Aku telah lihat mukamu yang mengandung maksud lain, hingga kedatanganmu ini bukanlah semata-mata untuk mencariku, benarkah begitu? Buat apakah engkau mengatakan hendak menengoki aku? .. Aiii, masih ada lagi seorang ini, dia ini siapakah?"
Diwaktu memandang dengan sorot amat tajam kepada Gouw Leng Hong, kemudian ia lalu berkata.
"Siapakah gerangan pemuda yang berwajah sangat tampan ini? Hm, sekalipun diwaktu mudaku, pasti sekali wajahku tidak setampan dia ini."
Leg Hong siang-siang telah mengetahui dari penuturan Lie Siauw Hiong tentang keanehan orang tua ini, maka dengan segera dia menjawab.
"Boan-pwee Gouw Leng Hong sangat bangga sekali dapat bertemu dengan Cian- pwee."
Peng Hoan Siangjin sangat memuji atas kecakapan wajah pemuda ini, kemudian barulah ia berkata.
"Bocah, kau mencariku ada urusan apakah?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab.
"Anak dara Bu Heng Seng yang bernama Thio Ceng, apakah pernah datang kemari?"
Dengan perasaan keheran-heranan Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.
"Tidak pernah .."
Hati pemuda itu menjadi dingin sekali ketika mendengar jawaban orang tua ini, tapi dengan berpura-pura gembira ia masih dapat tertawa dan berkata.
"Oh .. oh .."
Sedangkan perkataan selanjutnya, tak kuasa dia melanjutkannya. Peng Hoan Siangjin lalu berkata sambil menyelidiki.
"Bukankah kau tengah membantui Bu Heng Seng untuk mencari anak daranya?"
Lie Siauw Hiong yang hatinya sedang risau, tidak mendengar jelas apa yang dikatakan orang tua itu, hingga ia hanya manggutkan kepala saja menyatakan kebenarannya.
Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi gusar sekali dan lalu berkata dengan separuh berteriak.
"Bukankah Bu Heng Seng telah memaksamu untuk mencarikan anak daranya itu? Hm, jangan takut kepadanya, jika dia berani memaksamu lagi, aku situa bangka pasti tidak dapat menahan sabarku lagi .."
Lie Siauw Hiong dengan segera menjawab.
"Bukan, bukan begitu."
Dengan tersenyum-senyum juga Peng Hoan Siangjin lalu herkata.
"Perduli apakah benar atau tidaknya, lebih baik kalian turut aku masuk kedalam untuk bercakap-cakap."
Lie Siauw Hiong lalu berkata.
"Bila memang Ceng Jie tidak pernah datang kesini, maka kamipun tidak mau mengganggu lebih jauh pada kau orang tua .."
Sambil melototkan matanya lebar-lebar, Peng Hoan Siangjin lalu berkata.
"Apa? Kalian sudah hendak pergi lagi? Hal itu tidak mungkin .."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong yang telah mengetahui bahwa orang tua ini tengah mengumbar adatnya, dan mengetahui juga bahwa tabiatnya sangat berangasan, diam-diam mereka mentertawakan orang tua itu yang masih bertabiat kekanak-kanakan, maka dengan tidak sabar Lie Siauw Hiong lalu berkata.
"Tidak pergi, tidak pergi."
Peng Hoan Siangjin dari marah berubah menjadi kegirangan dan lalu berkata.
"Tidak benar bila kalian ingin menggunakan kekerasan terhadapku, kalian pasti akan merasakan kelihayanku!"
Mendengar omongan itu, Gouw Leng Hong tidak dapat menahan lagi tertawanya. Peng Hoan Siangjin sekonyong-konyong berkata pula.
"Waktu kalian datang kemari barusan, apakah kalian pernah melihat Sun Ie Tiong?"
Lie Siauw Hiong mengangguk. Dengan begitu, ia ketahui pasti bahwa Siangjin mempupnyai sesuatu yang hendak dipercakapkannya. Paderi tua itu setelah berdiam sejurus, lalu mengalihkan pembicaraannya dengan berkata.
"Tempo hari dipulau Siauw Ciap Too kau pernah menyanggupi Bu Heng Sang untuk mencarikan anak daranya. Dunia ini begini luas, dimanakah kau hendak mencarinya?"
Lie Siauw Hiong yang mendengarnya jadi merasa geli sekali.
Dia ketahui, bahwa Peng Hoan Siangjin pasti mempunyai sesuatu yang sukar dijelaskannya, maka diapun merasa tidak enak akan menanyakan persoalan tersebut dengan secara langsung kepada orang tua itu.
Setelah berdiam sejurus lamanya, orang tua itu lalu berkata.
"Bocah Sun Ie Tiong ini, apakah kau telah melihatnya, waktu dia berjalan pergi meninggalkan pulau ini?"
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong mengiakan dengan menganggukkan kepala mereka. Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya.
"Benar, benar, kalian pasti merasa keheran-heranan, bukan? Jika kalian ingin mengetahui, sebab musababnya adalah panjang sekali untuk diceritakan. Sebabnya sangat menarik sekali, apakah kalian ingin mendengarnya?"
Dalam kegugupannya, ia tak sempat berpikir cara bagaimana untuk menarik perhatian kedua pemuda itu.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong tertawa mengakak, hingga tak terasa lagi Peng Hoan Siangjin jadi merasa agak likat, hingga dengan nada gusar kedengarannya ia berkata.
"Kalian tertawakan apa?"
Leng Hong jadi terkejut dan buru-buru menghentikan tertawanya dan menjawab.
"Tidak tertawa dah!"
Peng Hoan Siaugjin seakan-akan merasa puas dan lalu berkata.
"Nah, bila demikian, marilah dengarkan ceritaku ini .."
Pada tempo hari diwaktu Peng Hoan Siangjin menyanggupi untuk menurunkan ilmu silatnya kepada salah seorang murid Siauw Lim, yaitu Sun Ie Tiong, meski sebenarnya ia berbuat demikian karena sangat terpaksa.
Sudah itu, orang tua itu jadi merasa sangat menyesal.
Akan tetapi, karena sudah telanjur menyanggupi permintaan orang, maka terpaksa ia harus menunaikan juga kewajibannya, walaupun ia hanya mengajar silat kepada Sun Ie Tiong dengan cara mempersukar orang dan selalu memberikan pelajaran-pelajaran silat dengan sikap yang marah-marah.
Ia pikir, dengan jalan itu, hendak membuat Sun Ie Tiong timbul rasa mendongkol dan bosan untuk belajar dibawah pimpinannya.
Tidak disangka bahwa Sun Ie Tiong adalah seorang muda yang rajin belajar dan mempunyai keuletan, sehingga Peng Hoan Siangjin hampir putus asa untuk mempersukarnya.
Mula-mula Sun Ie Tiong mengerti akan maksud orang tua yang hendak mempersukarnya dan membuat dia tak kerasan berdiam diatas pulau itu.
Akan tetapi setelah berselang pula beberapa lamanya dan Peng Hoan Siangjin telah sengaja menurunkan pelajaran-pelajaran yang lebih berat, Sun le Tiong jadi mengeluh dan hampir jatuh pingsan karena terlampau letih melatih diri.
"Engkau belajar kurang rajin dan perlu berlatih sebanyak- banyaknya!"
Gerutu Peng Hoan Siangjin.
Sun Ie Tiong sampai keluar air mata karena usikan itu.
Ia belajar cukup ulet, tapi masih tetap tidak memuaskan hati orang tua itu.
Oleh sebab itu, pada suatu hari ia telah menyatakan tidak sanggup melanjutkan pelajarannya dan meminta diri akan meninggalkan pulau Tay-ciap-too pada hari esok juga, sambil berjanji akan kelak kembali lagi kesitu.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 42 Peng Hoan Siangjin yang mendengar sipemuda hendak pergi, sudah barang tentu dia merasa sangat gembira, karena dengan begitu, beban sangat berat yang menindih badannya sudah terbebaskan sama sekali, hingga dia tidak perduli apakah benar Sun Ie Tiong nanti akan datang pula atau tidak kepulau itu, maka dengan berulang-ulang ia berkata.
"Baik sekali, hal itu memang baik sekali."
Diwaktu melirikkan matanya, dia melihat muka Sun Ie Tiong tampak sangat putus asa, hingga tak terasa lagi dalam lubuk hatinya ia merasa kasihan juga, maka dengan suara yang lembut ia berkata.
"Bocah, kau jangan berkecil hati atau marah kepadaku. Hampir semua pelajaran yang terpenting telah kuberikan kepadamu, maka asalkan kau rajin-rajin belajar, didalam Rimba Persilatan pasti sukar dicari orang yang dapat menandingimu. Percayalah kepadaku, nak."
Pada keesokan harinya, benar saja Sun Ie Tiong telah minta pamit diri kepada Peng Hoan Siangjin dan justeru berpapasan dengan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong ketika dia hendak meninggalkan pulau tersebut. Lie Siauw Hiong jadi memuji dan berkata.
"Kau orang tua sungguh cerdik sekali. Kau dapat berlaku keras dan lembek pada tempatnya yang benar!"
Maka sambil tertawa terbahak-bahak Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.
"Bocah, aku situa bangka memang biasanya paling gemar dipuji orang, oleh karena itu, baiklah kuberikan dikau dua pelajaran baru."
Mendengar kata-kata itu, Lie Siauw Hiong jadi sangat girang.
Tapi ketika baru saja ia hendak membuka mulut untuk mengucap terima kasih, sekonyong-konyong dia melihat matahari sudah doyong ke Barat.
Dan tatkala berpikir tentang maksud semula ia datang kesitu, tidak terasa lagi ia jadi terkejut, dan lalu berniat untuk meminta diri.
Hampir dalam saat itu juga serupa bebauan yang sangat wangi terhembus oleh siliran angin lalu, hingga Leng Hong seakan-akan sangat paham akan bebauan wangi itu.
Dan setelah mengendus-endus berapa kali, ia segera membalikkan badannya dan tanpa berkata-kata pula ia berlari mengikuti dari mana datangnya wangi-wangian yang terhembus angin itu.
Dalam hatinya Lie Siauw Hiong berkata.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tahu, biasanya Gouw Twako sangat teliti dalam tindak tanduknya terhadap segala sesuatu yang hendak dikerjakannya, hingga belum pernah ia menampak Leng Hong berlaku begitu tergopoh-gopoh seperti sekarang ini. Hal mana pasti timbul sesuatu yang agak aneh disaat itu, oleh karena itu, buru-buru mereka berlari-lari mengejar sipemuda she Gouw dari belakang. Peng Hoan Siangjin sambil berlari-lari sambil tertawa dan dengan suara yang perlahan ia berkata kepada Lie Siauw Hiong.
"Bocah, lekaslah kita menyusulnya. Akan kita lihat pertunjukan apakah yang hendak diperlihatkannya!"
Lie Siauw Hiong yang melihat muka Peng Hoan Siangjin yang sangat aneh karena tengah menyembunyikan perasaan hatinya, pada saat itu karena ingin mengetahui apa yang hendak dilakukan oleh Gouw Leng Hong, maka diapun hanya memanggutkan kepalanya saja, tetapi bersama-sama Peng Hoan Siangjin mereka berlari-lari sambil membentangkan ilmu Keng-sin-kang mereka yang sempurna untuk menyusul Gouw Leng Hong yang berlari terlebih dahulu.
Tatkala berlari-lari tidak berapa lama, tiba-tiba hawa wangi itu jadi semakin menusuk hidung, sehingga Peng Hoan Siangjin lalu berkata.
"Disinilah tempatnya."
Dan sambil berkata demikiau, ia memegang tangannya Lie Siauw Hiong untuk diajak bersembunyi dibalik sebuah batu besar.
Pada jarak empat atau limapuluh tombak jauhnya, Siauw Hiong melihat Leng Hong seakan-akan sedang menari-nari dan kakinya berjingkrak-jingkrak bagaikan anak cilik saja layaknya, tampaknya dia tengah diliputi kegirangan yang bukan alang kepalang besarnya.
Seketika itu dengan suanga yang perlahan Peng Hoan Siangjin lalu berkata.
"Bocah, kau lihatlah biar jelas apakah itu yang tumbuh disamping batu tersebut?"
Setelah Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya memandang kesamping batu itu, ternyata disitu ada tumbuh sebatang pohon kecil yang tampaknya tidak sedikitpun terdapat keanehan apa-apa, hingga is lalu menyahut.
"Apakah yang kau maksudkan itu bukan pohon kecil dicelah-celah batu gunung itu?"
Peng Hoan Siangjin manggutkan kepalanya membenarkan. Sekonyong-konyong dia berkata.
"Bocah, kau lihatlah, mulut kawanmu itu tengah berkemak-kemik. Baiklah kita berjalan menghampirinya, untuk mendengar perkataan apakah yang diucapkannya?"
Lie Siauw Hiong ketika menolehkan kepalanya memandang kepada orang tua itu, ternyata muka Peng Hoan Siangjin tampak seolah-olah ingin sekali mengetahui, apakah gerangan yang terjadi atas diri Leng Hong.
Maka Siauw Hiong yang melihat hal itu, tidak terasa lagi jadi tertawa pada dirinya sendiri dan diam-diam berkata.
"Peng Hoan Siangjin ini latihannya sudah ada seratus delapan puluh tahun lebih, hingga kedudukannya sangat tinggi dan sukar dicari orang kuat keduanya didalam dunia ini, tapi adatnya begitu aneh dan lucu, maka tepatlah seperti apa yang pepatah mengatakan 'Mudah bagi orang mengubah gunung maupun sungai, tapi amat sulitlah untuk mengubah watak atau tabiat seseorang'! Tabiat itu paling sukar diubah, karena seperti aku ini yang mudah terharu, sukar sekali dapat melenyapkan perasaan tersebut dengan begitu saja. Oleh karena itu kapankah aku dapat bertabiat sesempurna Gouw Twako itu?"
Peng Hoan Siangjin yang melihat Siauw Hiong tidak menjawab, diapun tidak menghiraukannya pula, maka dengan langkah yang perlahan dia tetap bertindak maju.
Sementara Lie Siauw Hiong setelah berdiam sejurus, diapun lalu mengikutinya belakangan.
Dari balik batu besar itu Siauw Hiong mengintai Leng Hong yang menaruh perhatian sangat besar terdapat pohon kecil itu, sehingga orang yang diintai itu tidak merasa sama sekali.
Lie Siauw Hiong lalu menaruh perhatian lebih besar lagi untuk meneliti Pohon kecil tersebut ternyata gundul dan tidak berdaun barang sehelaipun, tapi pada pucuknya tampak sebuah buah kecil yang berwarna merah bagaikan darah, hingga diam-diam dia sekarang baru insyaf dan berpikir.
"Buah ini barangkali adalah obat mustajab yang dijumpai oleh Gouw Twako dipuncak gunung Thay-san, dan setelah Gouw Twako makan buah mustajab tersebut, maka ilmu Keng-sin-kang maupun tenaga-dalamnya telah maju dengan pesat sekali."
Ia melihat tangan kiri Leng Hong dengan tepat menggoyangkan cabang pohon tersebut, sedangkan tangan kanannya dengan lincah dan tepat telah memetik buah tersebut, hingga Siauw Hiong yang melihat gerakan yang sempurna ini, tidak terasa lagi jadi berteriak sambil memuji.
"Sungguh kepandaian yang hebat sekali!"
Leng Hong yang mendengar suara Lie Siauw Hiong, ketika baru saja ingin memanggilnya, keburu Peng Hoan Siangjin menghampirinya dan lalu berkata.
"Bagus! Aku situa bangka dengan susah payah telah menanam pohon buah ini, akan tetapi setelah menunggu ratusan tahun lamanya, barulah pohon ini berbuah pada hari ini, maka tidak kunyana akhirnya kaulah yang dengan lancang tangan telah memetiknya. Ayolah lekas kembalikan kepadaku, lekas!"
Dalam hati Leng Hong berkata.
"Peng Hoan Siangjin umurnya paling sedikit sudah dua ratus tahun, maka jika dia mengatanya....", tiba-tiba terdengar suara "Pak"
Karena jatuhnya se
Jilid buku kecil dari dalam sakunya. Dalam pada itu dengan sekonyong-konyong Leng Hong lalu menubruk Peng Hoan Siangjin, yang lalu dipeluknya sambil mengucurkan airmata, kemudian dengan suara tertahan dalam tenggorokan ia berkata.
"Loo .. cian .. pwee .. engkau sesungguhnya sangat baik dan dermawan .."
Peng Hoan Siangjin lalu mengusap-usap kepala sipemuda sambil berkata.
"Bocah yang baik, janganlah kau menangis, karena cara itu tidak baik sekali bagi seorang laki-laki sejati."
Leng Hong dengan menahan air matanya yang mengucur lain berkata.
"Hal ini bukanlah Hong Jie sendiri yang ingin mendaulat buah mustajab ini, tetapi sesungguhnya adalah untuk seorang kawanku yang sepasang matanya telah menjadi buta. Hong Jie telah menyanggupi, meskipun harus mengelilingi dunia, aku harus mendapatkan buah 'Hiat-ko' ini untuk menyembuhkan kembali matanya yang buta itu. Tempo hari waktu aku berada dipuncak gunung Thay-san setelah dengan tidak disengaja aku telah memakan buah mustajab ini, mula-mula aku tidak pernah memikirkan, bahwa untuk mencari buah tersebut sulitnya bukan kepalang. Dan tatkala aku makan habis buah tersebut dan mencarinya pula, ternyata tidak dapat diperoleh lagi, sehingga aku menjadi sangat menyesal dan berpendapat, bahwa untuk menjumpai buah itu kembali sudah tidak ada harapan lagi. Akan tetapi sungguh tidak disangka-sangka, bahwa dipulau ini aku telah dapat menjumpainya, malahan pohon ini baru saja berbuah, hingga kesempatan untuk memperoleh buah mujijat ini kelak bukan dengan mudah dapat ditemukannya pula."
Peng Hoan Siangjin jadi kelihatan senang sekali mendengar penuturan yang terus terang itu, hingga begitu teringat akan sesuatu didalam pikirannya, dengan lantas ia bertanya.
"Kawanmu itu apakah seorang gadis? Kau harus menceritakan ini dengan sejujurnya."
Leng Hong tidak pernah menyangka, bahwa orang tua itu akan mengajukan pertanyaan semacam itu, hingga dia yang biasa tidak suka membohong, terpaksa dengan muka yang kemerah-merahan karena merasa jengah lalu menjawab.
"Benar!"
Pada saat itu Lie Sie Hiong sebenarnya tengah membalik-balik buku yang terhampar diatas tanah tadi.
Akan tetapi disaat mendengar bahwa Twakonya mempunyai seorang sahabat wanita, buru-buru dia bangun berdiri, kemudian dengan mengumpulkan perhatiannya dia mendengari dengan penuh perhatian atas percakapan kedua orang itu.
Peng Hoan Siangjin lalu bertanya pula.
"Dia mengapa sampai kejadian buta matanya?"
Leng Hong mengetahui bahwa dia tidak dapat berbohong lagi, lalu dia menceritakan perhubungannya dengan Ah Lan satu-persatu, dan diwaktu dia menceritakan bahwa Ah Lan karena marahnya telah meninggalkannya pergi, maka ia sangat bingung kemana akan mencarinya dalam dunia yang sangat luas ini, hingga tak tertahan pula akan ia tidak mengucurkan airmata diwaktu menuturkan pengalamannya itu.
Peng Hoan Siangjin sendiri yang mendengar kisah tersebut, hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja dan lalu berkata.
"Bocah, siang-siang sudah aku katakan, bahwa didunia ini paling sulit adalah berurusan dengan kaum wanita. Aku situa bangka ini apapun aku tak takuti, tapi yang paling aku merasa gentar justeru adalah wanita. Tempo hari jika bukannya Lie Siauw Hiong yang telah memecahkan barisan 'Kwie-goan-kouw-tin', aku sesungguhnya harus menyerah dibawah pengaruhnya sipendeta wanita bangkotan itu. Kalian dua-duanya adalah bocah-bocah yang sangat menarik dan berotak cerdas, hingga urusan dibelakang hari yang meruwetkan otak kalian masih banyak!"
Lie Siauw Hiong setelah mendengar habis kisah Twakonya hatinya jadi merasa sangat terharu, dan begitu darah mudanya bergolak-golak, ia telah melupakan urusannya sendiri yang hendak mencari Thio Ceng, tetapi sebaliknya ia telah mendesak untuk membantu Twakonya mencari Ah Lan, dan diwaktu dia mendengar perkataan yang terakhir dari Peng Hoan Siangjin, maka diapun lalu berkatalah.
"Gouw Twako, marilah kita berangkat saja untuk mencari Ah Lan."
Gouw Leng Hong merasa sangat berterima kasih atas kebaikan hati Lie Siauw Hiong, akan tetapi ketika baru saja dia hendak membuka mulut untuk berpamitan dengan Peng Hoan Siangjin, dengan secara sekonyong-konyong orang tua itu telah berkata kepada Lie Siauw Hiong.
"Bocah, ditanganmu buku apakah itu?"
Lie Siauw Hiong lalu menjawab.
"Buku ini adalah buku Gouw Twako yang terjatuh diatas tanah tadi. Isi buku ini adalah tulisan coret-caret yang sukar dimengerti, agaknya hanya setan belaka yang akan dapat membacanya."
Gouw Leng Hong segera menyahut perkataan kawannya.
"Buku ini adalah pemberian Susiokku Tang-gak- su-seng In Peng Jiok. Beliauw mengatakan kepadaku, bahwa buku tersebut telah diperolehnya dari pemberian seorang pendeta dari Thian-tiok pada sebelum menutup mata. Dia mengatakan lebih lanjut, bahwa isi buku tersebut memuat pelajaran-pelajaran ilmu mengentengi tubuh yang luar biasa hebatnya, hanya amat disayangi bahwa buku itu ditulis dalam bahasa Sansekerta, hingga siapapun sukar mengerti."
Peng Hoan Siangjin yang mendengar begitu, sudah merasa tidak sabaran dan segera berkata.
"Lekas berikan itu kepadaku untuk diperiksa!"
Lie Sie Hiong segera memberikan buku tersebut kepada orang tua itu.
Dan setelah Peng Hoan Siangjin membolak- balik beberapa puluh lembar, mukanya tampak secara sekonyong-konyong berubah dan berbalik menaruh perhatian sepenuhnya atas buku tersebut, kemudian dia membalikkan badannya dan berlari masuk kedalam rumahnya.
Leng Hong sudah berpikir untuk mengikutinya, tapi keburu dicegah oleh Lie Siauw Hiong yang berkata.
"Twako, kau masih ingatkah pada tempo hari pertemuan kita diruangan 'Bu-wie-thia' dimana kita bertempur dengan Kinlungo?"
Leng Hong berpikir sejenak, kemudian dengan girang diapun berkata.
"Benar, benar, tampaknya Siangjin mengerti bahasa Sansekerta."
Lie Sie Hiong manggutkan kepalanya dan berkata.
"Benar, aku lihat Peng Hoan Siangjin tampaknya sangat tertarik oleh buku tersebut, sehingga tampaknya dia membutuhkan suatu pemusatan pikiran yang tidak boleh sekali-kali terganggu oleh siapapun. Oleh karena itu biarkanlah dia seorang diri menyelidiki isi buku tersebut."
Leng Hongpun berkata.
"Kalau begitu sungguh suatu hal yang kebetulan sekali. Maka untuk tidak mengganggu pada beliau, baiklah jika sekarang kau membawa aku melihat-lihat pemandangan diatas pulau Tay Ciap Too ini?"
Lie Siauw Hiong menyatakan mupakat dan mereka berdua lalu bergandengan tangan dan berjalan-jalan mengelilingi pulau tersebut.
Pulau Tay Ciap Too ini timbul belum berapa lama.
Diatas pulau itu tidak tumbuh sehelai rumputpun.
Kedua anak muda ini setelah berjalan dekat dengan pantai, mereka hanya melihat batu-batu raksasa yang tampak disana sini.
Ada yang tegak lurus, ada yang sambung-menyambung merupakan gunung batu, ada yang terdiri dari gundukan pasir kuning, dengan pemandangan disekitarnya pulau itu tampak sangat angkar sekali.
Leng Hong lalu berkata.
"Orang dulu telah mengatakan, bahwa gunung-gunung hanya tampak dengan hebatnya disebelah Utara, sedangkan sungai-sungai yang terkenal hanya terdapat dibagian Selatan. Tetapi tidak disangka bahwa dipulau yang begini terpencil didaerah Kang Lam, terdapat satu tempat yang demikian angkarnya, hingga dengan demikian, kebesaran alam ini ternyata tidak dapat diukur. Begitu pula tentang keaneh-anehan diseluruh muka bumi ini, tidak dapat diduga-duga dari dimuka."
Dalam pada itu, tiba-tiha Lie Siauw Hiong teringat akan Li Gok dan kawan-kawan yang menjadi musuh-musuh besar Bwee Siok-sioknya dan ayah Gouw Leng Hong, hingga ia lantas berkata.
"Gouw Twako, kita terlebih dahulu harus membunuh Li Gok untuk membalas sakit hati kita, kemudian barulah kita mencari Ah Lan dan Thio Ceng."
Leng Hong mengangguk menyatakan mupakat, kemudian Lie Siauw Hiong berkata pula.
"Twako, tempo hari aku telah terpukul sekali oleh Heng-hoo-sam-hut sehingga menderita luka-luka. Sewaktu aku berhasil menyembuhkan diriku sendiri dengan tenaga-dalamku, terus aku memikirkan soal ini. Sekarang barulah jelas segala-galanya. Seseorang yang hidup didunia ini, jika mempunyai suatu kepandaian yang hebat, paling banyak orang hanya takuti kepadamu, akan tetapi untuk dapat membuat setiap orang menghormatimu serta menjunjnng tinggi derajatmu, itulah baru terhitung seorang pendekar sejati. Maka mulai sekarang, aku ingin dengan rajin dapat menunaikan cita-cita tersebut, hanya tabiatku terlampau lemah, sehingga dalam hal ini aku perlu meminta banyak pengunjukanmu yang berharga."
Leng Hong yang mendengar pernyataan sahabatnya yang sejujurnya itu, dia segera dalam hal pandangan hidupnya.
Karena jika dahulu ia memandang terlampau tinggi terhadap diri sendiri dan memandang rendah terhadap orang lain, adalah dia sekarang telah insyaf dari segala sikap dan pandangan yang keliru itu, maka Leng Hong dengan girang lalu menjabat tangan Siauw Hiong erat-erat sambil berkata.
"Hiong-tee, aku mengucap selamat bahwa kau sekarang sudah maju selangkah pula. In ya-ya pernah mengatakan kepadaku, bahwa untuk berlatih sampai disuatu tingkat yang tertinggi, bukan saja harus mengandalkan kepada bakat serta kecerdasan seseorang, malahan orang itu harus pula berpandangan luas, penuh cyta-cita, dan mengenai bakatmu, sudah tak usah diperkatakan lagi. Sekarang kau sudah dapat membedakan serta menarik garis yang jelas tentang baik, buruk, benar dan palsu. Disamping itu, hal yang lebih panting adalah kau sekarang sudah dapat bertindak dengan tidak mengikuti hawa napsumu. Maka dengan disertai pula cita-citamu yang luhur itu, kemajuanmu dibelakang hari sungguh tidak terbatas, hingga itu benar-benar sangat menggembirakan hatiku."
Lie Siauw Hiong yang mendengar pujian saudaranya ini, perasaannya sangat berkesan, kemudian ia telah mengalihkan percakapannya kearah pokok soalnya sambil tertawa dan berkata.
"Twako, orang yang dapat membuat kau seorang yang begitu tampan sampai jatuh hati, pastilah gadis itu adalah seorang wanita yang terpandai serta bijaksana!"
Leng Hong menjawab.
"Hiong-tee, janganlah kau menertawakan daku. Gadis yang aku jumpai itu jika dibandingkan dengan gadismu, terus-terang kukatakan, bahwa gadisku itu masih kalah setingkat dalam kecantikannya."
Mendengar perkataan saudaranya ini. Lie Siauw Hiong diam-diam merasa sangat girang, ketika sekonyong- konyong Leng Hong mengalihkan percakapannya dengan nada suara yang bersungguh-sungguh.
"Hiong-tee, nona she Thio itu bukan saja orangnya cantik, tapi hatinyapun baik, maka kau harus dengan segenap hati mencintainya, melindunginya pula dengan segenap jiwa ragamu. Hm, benar, tempo hari waktu kau terlukakan oleh Kwan-tiong- kiu-ho (sembilan jago dari Kwan Tiong), dalam keadaan separuh sedar separuh pingsan kau telah mengigau dan menyebut-nyebut nama nona-nona she Phui dan she Kim dan mereka itu sebenarnya siapa pula gerangan?"
Dengan bebas dan wajar Lie Siauw Hiong menceritakan tentang lenyapnya Kim Bwee Leng, begitu juga tentang jalan percintaan antara Phui Siauw Khun dan Kim Ie.
Ia menceritakan segala sesuatunya tanpa tedeng aling-aling, kecuali pada tempat dimana dianggapnya tidak terlampau perlu untuk dijelaskan.
Leng Hong berkata.
"Oh kiranya kau terluka demi untuk membela nona she Phui itu, sehingga kau rela menerima pukulan Heng-hoo-sam-hut? Dengan mengorbankan diri sendiri kau telah membelanya mati-matian, maka dengan itu hitung-hitung kau membalas atas kecintaannya yang murni terhadapmu. Sekarang dia telah-menikah, hingga itu boleh dikatakan sangat baik sekali, hanya nona she Kim .. dan masih untung nona Thio Ceng berhati jujur dan haik, hingga hal itu pasti ada daya untuk menyelesaikannya dengan sempurna."
Dengan perasaan terharu Lie Siauw Hiong lalu berkata.
"Apa yang twako katakan memang benar. Kerapkali aku berpikir, diantara manusia yang begitu banyaknya, kau hanya tertarik oleh hanya seorang saja, hingga kau rela mengorbankan dirimu untuknya. Hal mana, memang cukup berharga, pula memang seharusnya kita bertindak demikian."
Begitulah kedua pemuda remaja ini mencurahkan isi hati mereka dengan bebasnya, sehingga perasaan mereka terasa sangat mencocoki satu sama lain, begitu pula persahabatan mereka yang kian lama kian bertambah akrab.
Pada saat itu haripun sudah menjelang malam dan keadaan disekeliling mereka seakan-akan telah ditelan oleh kegelapan.
Leng Hong lalu berkata.
"Sekarang marilah kita melihat Peng Hoan Siangjin."
Begitulah kedua pemuda itu lalu kembali kegubuk kecil milik Peng Hoan Siangjin dengan tindakan perlahan, dimana pada saat itu orang tua tersebut tampak sedang duduk dipinggir sebuah meja, agaknya tengah merenungkan sesuatu.
Akan tetapi kemudian dia menepuk kepalanya sambil berteriak dengan nyaring.
"Benar, benar! Beberapa jurus ini sesungguhnya amat lihay dan langka!"
Sesudah berkata begitu, dia lalu tertawa, kemudian berkata pada kedua pemuda itu.
"Hai, kedua bocah, marilah kita mengadu kekuatan kaki kita. Kalian berdua aku persilahkan untuk mengerahkan segenap tenaga kalian dan berlari terlebih dahulu, sedang aku situa bangka akan memperlihatkan sebuah pertunjukan yang menarik untuk kalian tonton."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong sekalipun merasa amat heran, tapi mereka maklum tentulah Peng Hoan Siangjin mempunyai maksud yang dalam, oleh karena itu, mereka lalu membentangkan kepandaian mengentengi tubuh mereka yang telah mencapai kesempurnaan, hingga mereka segera melaksanakan perkataan orang tua itu.
Tatkala berlari tidak lama kemudian, kedua orang itu merasa dibelakang mereka tidak ada angin yang bertiup, hingga mereka mengira bahwa orang tua itu belum lagi dapat menyusul mereka.
Hanya pada waktu mereka membalikkan kepala memandang kebelakang, dengan sangat terkejut mereka melihat Peng Hoan Siangjin sudah berdiri dibelakang mereka.
Lie Siauw Hiong merasa tidak puas dan lalu berlari terlebih cepat lagi, tapi pada sebelum dia menolehkan kepalanya lagi, dia merasa bahwa Peng Hoan Siangjin hanya menotolkan sepasang kakinya beberapa dim saja diatas tanah, tapi dengan amat pesatnya mereka melihat orang tua itu sedang mengikuti mereka dengan gerakan yang sebat sekali.
Mereka lihat orang tua itu seolah-olah tidak menggunakan tenaga sama sekali, tapi dengan tindakan yang pesat ternyata dapat menyusul mereka dengan hanya menendangkan kakinya yang tampaknya hampir tidak menyentuh bumi pula.
Buru-buru Lie Siauw Hiong menahan larinya sambil berkata.
"Kepandaian kau orang tua kali ini, benar-benar sangat menakjubkan, apakah itu bukan menuruti cara-cara yang tertulis dalam buku asing itu?"
Peng Hoan Siangjin manggutkan kepalanya, suatu tanda ia membenarkan apa kata pemuda she Lie itu.
"Bocah"
Katanya kemudian.
"Coba katakan, mengenai ilmu mengentengi tubuh, dari partai manakah yang kalian anggap paling sempurna?"
Lie Siauw Hiong menjawab.
"Menurut pendapat Boanpwee, bila hanya melihat sepintas lalu saja, mengenai kepandaian meringankan tubuh yang sempurna, tampaknya adalah milik Hui Taysu yang paling jempolan."
Peng Hoan Siangjin menjawab.
"Menurut pendapatku situa bangkapun demikian pula, tapi dengan melihat pertempuran tempo hari antara 'Tiga Dewa Diluar Dunia' dengan 'Heng-hoo-sam-hut' apakah kau dapat melihat hal- hal yang aneh?"
Lie Siauw Hiong berkata.
"Boan-pwee merasa tiga manusia asing itu sungguh mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali, karena mengenai kecepatan mereka jika dibandingkan dengan Hui Taysu, tampaknya mereka lebih tinggi satu tingkat, bukankah begitu?"
Peng Hoan Siangjin menjawab dengan penuh kegirangan.
"Bocah, kau sungguh cerdik sekali! Aku situa bangka sejak kepergiannya Heng-hoo-sam-hut, terus menerus aku memikirkan tentang ilmu meringankan tubuh mereka yang sempurna itu. Aku hanya dapat menarik kesimpulan, bahwa ilmu meringankan tubuh mereka itu jika dibandingkan dengan tiap-tiap partai yang dari Tiong-goan, masing-masing berbeda satu sama lain, hingga setelah kumemikirkan setengah harian, akupun tidak dapat memikirkan apa sebabnya mengenai perbedaan tersebut. Tapi barusan setelah membaca buku ini, maka barulah terbuka pikiranku."
Leng Hong lalu turut campur mulut dengan berkata.
"Isi buku itu, apakah sama dengan apa yang dimiliki oleh kepandaian ketiga orang asing itu?"
Peng Hoan Siangjinpun memuji sambil berkata.
"Kaupun ternyata bukan orang bodoh! Mari, mari, akan kuceritakan sebuah cerita untuk kalian dengar."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata.
"Heng-hoo-sam-hut adalah orang-orang asing yang memiliki kepandaian dari partainya yang disebut Thian-tiok Mo-ka-pit-cong'. Partai itu mengajarkan kepada murid-muridnya untuk belajar dengan tekun seumur hidup. Mereka diwajibkan untuk menyelidiki, memperdalam serta mengubah kepandaian- kepandaian yang berarti dari partai mereka. Dengan demikian, maka mereka dapat menghasilkan murid-murid yang pandai-pandai sekali, tapi sesampainya pada ketiga pendeta ini, maka mereka telah melalaikan berlatih dengan tekun serta mengubah pula peraturan tersebut, hingga mereka bukan saja ingin menjagoi diri dinegeri asal mereka, malahan mereka sampai merembas ke Tiong-goan untuk menjagoi pula kesana."
Oleh karena itu, dengan penuh kemarahan Lie Siauw Hiong lalu berkata.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hanya dikuatirkan, bahwa hal itu tidaklah terlampau mudah bagi mereka."
Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya.
"Heng-hoo-sam-hut ini seluruhnya menerima enam orang murid, diantaranya yang paling, kecil adalah yang tempo hari pernah ribut diruangan 'Bu-wie-thia', yaitu Kinlungo. Diantara keenam orang muridnya itu, yang keempat adalah seorang pendeta yang bernama Barus. Dia ini karena tidak biasa melihat tindak-tanduk gurunya yang sering menyeleweng, sering-sering memberikan nasihat-nasihat kepada gurunya, tapi gurunya itu bukan saja tidak menghiraukan nasihat-nasihatnya, malah sebaliknya menjadi benci kepadanya, sehingga kepandaian yang hehat- hebat tidak diturunkan kepadanya."
"Belakangan, pada satu kali ada seorang dari Thian-tiok juga yang membawa se
Jilid buku pelajaran asli yang hebat sekali kepada Heng-hoo-sam-hut, untuk minta penjelasan dari pada isi buku tersebut, karena dia sendiri tidak mengerti isi kitab tersebut.
Ia mengharap dengan bekerjasama berarti, bahwa Heng-hoo-sam-hut juga boleh turut belajar dari buku itu, berhubung dia sendiri tidak mengerti kepandaian silat sama sekali.
Tapi buku dari leluhurnya itu sesungguhnya mengandung pelajaran yang hebat sekali.
Dia telah berkelana kemana-mana, tapi tak seorangpun dapat mengerti isi buku itu.
Akhirnya dia berkunjung kepada Heng-hoo-sam-hut.
Begitulah mereka mengadakan pertukaran cara belajar, yaitu Heng-hoo-sam- hut mengajarinya berdasarkan isi buku tersebut, sedangkan Heng-hoo-sam-hut pun dapat juga turut mempelajari isi buku tersebut."
Mendengar keterangan begitu, Lie Siauw Hiong dengan tidak sabaran lalu berkata.
"Bukankah buku itu yang kini dibawa oleh Gouw Twako?"
Peng Huan Siangjin menyahut.
"Benar, buku kecil ini adalah ilmu pelajaran meringankan tubuh yang asli dan bernama Tat-Mo Pit-kip (pelajaran asli ciptaan Tat Mo Couwsu)."
"Heng-hoo-sam-hut yang melihat buku tersebut, girangnya bukan buatan, karena inilah yang disebut pucuk dicinta ulam tiba, mereka mana mau mengijinkan orang lain dapat menjagoi di Thian-tiok pula? Begitulah mereka bukan saja tidak mengajari ilmu tersebut kepada orang itu, malahan dengan diam-diam mereka telah mencelakakannya sehingga menemui ajalnya. Maka dengan matinya orang itu, menjadi leluasalah mereka menguasai buku rahasia yang mengandung pelajaran silat yang hebat itu."
Lie Siauw Hiong, lalu berkata.
"Heng-hoo-sam-hut ini dalam ilmu kepandaian silat benar-benar sudah mencapai tingkat yang luar biasa sekali, tapi tidak disangka bahwa tabiat mereka demikian rendahnya sehingga melebihi daripada binatang yang paling berbisa dan hina. Hm, lain kali bila mereka terjatuh kembali kedalam tanganku, pasti sekali akan kubunuh mereka sekalian."
Peng Huan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya.
"Perbuatan mereka ini diketahui pula oleh muridnya yang keempat itu, Oleh karena dia tak dapat mencegah lagi perbuatan gurunya, berhubung orang itu sudah mati, maka diapun insyaf, bahwa gurunya mempunyai rasa dengki terhadap dirinya. Dan karena dia sendiri tidak dapat menyesuaikan diri dengan mereka, setelah dia berpikir-pikir setengah harian, dia hanya mendapat suatu jalan keluar saja, yaitu mengambil keputusan akan melarikan diri dari mereka. Tapi bersamaan dengan itu, diapun berpikir, sekarang saja guru dan para saudaranya sudah memiliki kepandaian yang tinggi sekali, andaikata kelak isi buku tersebut berhasil dapat dipelajari mereka semuanya, bukankah keadaan mereka bagaikan macan-macan yang tumbuh sayap saja, sehingga tak ada orang lagi yang dapat kendalikan mereka? Oleh karena itu, tentunya kelak mereka tak segan-segan pula melakukan segala kejahatan tanpa ada orang yang dapat merintangi mereka. Maka pada suatu hari dengan menggunakan kesempatan selagi mereka tidak memperhatikannya, buru-buru dia melarikan diri sambil membawa juga kitab Tat-mo Pit-kip itu.
"Perangai pendeta ini sungguh luhur sekali serta mulia, dia mencuri buku tersebut bukanlah dengan maksud untuk mencuri belajar dari isi buku itu, melainkan untuk mencegah jangan sampai gurunya mencapai kepandaian yang paling tinggi untuk melakukan kejahatan yang terlebih hebat dikemudian hari. Selain daripada itu, diapun telah bersumpah untuk tidak mencuri belajar dari buku itu. Begitulah dia berdiam selama puluhan tahun di Tiong-goan, sehingga Heng-hoo-sam-hut yang belum berhasil dapat mencangkok seluruh isi kitab tersehut, mereka tidak berani semharangan memasuki daerah Tiong-goan untuk menangkap murid mereka yang telah buron itu. Bocah, cobalah kau terangkan, cara bagaimana kitab dapat terjatuh kedalam tangan In Su-siok? Kau pasti dapat mengetahuinya."
Leng Hong merasa sangat tertarik mendengarkan kisah tersebut, hingga diapun segera menjawah.
"In Couw-su pada suatu hari bersua dengan pendeta itu yang tengah dikeroyok oleh berapa orang. Couw-su lantas turun tangan memberi pertolongan kepadanya. Dia sendiri karena menderita luka-luka parah dan ketahui bahwa dirinya tidak akan hidup terlebih lama pula, maka dengan perasaan terharu lalu membalas budi Couw-su, dengan jalan menghadiahkan buku pusaka itu. Sekianlah apa yang pernah kudengar dari keterangan Couw-su."
Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula.
"Isi kitab ini sesungguhnya memuat pelajaran yang hebat sekali. Heng- hoo-sam-hut hanya sempat mempelajari separuhnya, hingga mereka telah berhasil dapat mempelajari ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna. Tapi mengenai pelajaran aslinya, mereka belum berhasil dapat mempelajarinya. Isi kitab yang separuhnya lagi memuat pelajaran yang terahasia dan tersulit, maka untuk mempelajari isi kitab yang paling belakang ini, dibutuhkan latihan tenaga-dalam yang telah mencapai kesempurnaan. Dan andaikata tempo hari muridnya itu tidak mencuri kitab ini, Heng-hoo-sam- hut belum tentu dapat mempelajarinya juga."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan suara yang hampir berbareng lalu mengajukan pertanyaan.
"Kau orang tua barusan waktu mengejar kita, bukankah telah menggunakan jurus paling akhir dari isi kitab tersebut?"
Peng Hoan Siangjin tidak menjawab, hanya secara sekonyong-konyong saja dia berkata.
"Bocah, tempo hari Heng-hoo-sam-hut telah berjanji denganmu. Sekalipun hati mereka sangat dendam, mereka tidak mempunyai muka pula untuk memasuki daerah Tiong-goan, hanya muridnya saja yang bernama Kinlungo, yang telah dikalahkan dalam pertempuran diruangan Bu-wie-thia yang pasti takkan merasa puas dan akan datang kembali menuntut balas terhadapmu."
Sesudah berkata demikian, tiba-tiba saja Peng Hoan Siangjin tidak melanjutkan pula perkataannya. Sepasang matanya tampak dikejapkan, dan sejurus kemudian barulah dia berkata.
"Bocah, coba kau perlihatkan kembali pelajaran pendeta wanita bangkotan itu kepadaku sekali lagi."
Dalam pada itu Lie Siauw Hiong lalu menjalankan keempat-puluh-sembilan jurus dari pelajaran yang dimaksudkan itu. Dan setelah selesai, tampak Peng Hoan Siangjin tertawa dan berkata.
"Pelajaran 'Kit-mo-pouw-hoat' ini sekalipun kau tidak menjalankannya dengan betul, akupun dapat mengetahui dimana letak kefaedahannya, yaitu waktu menghadapi musuh, tipu ini benar-benar amat lihay dan jitu sekali. Oleh karena itu, agak mengherankan bahwa .."
Leng Hong lalu menyelak.
"Yang aneh itu dimana?"
Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.
"Ilmu meringankan tuhuh cara Thian-tiok ini, dalam kecepatannya didunia ini benar-benar sukar dicari bandingannya, hingga sekalipun Kit Me Pouw Hoat masih tidak dapat menandinginya. Tapi untunglah, bahwa Heng-hoo-sam-hut belum mempelajari sampai sempurna, sehingga diwaktu berhadapan dengan musuh, mereka belum dapat mengadakan perubahan sekonyong-konyong yang cukup bervariasi. Demikian juga halnya dengan tenaga dalam dari Heng-hoo-sam-hut itu. Entahlah apakah sebabnya setelah mempelajari ilmu kecepatan, mereka seolah-olah tidak memperhatikan lagi perubahan-peruhahan yang bermacam ragam."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hongpun merasa aneh pula, kemudian Peng Hoan Siangjin melanjutkan penuturannya.
"Andaikata penglihatanku tidak salah, ilmu meringankan dari Thiantiok ini masih mempunyai kegunaan yang lain pula, kelak andaikata kalian berjumpa pula dengan Heng-hoo-sam-hut, pastilah kalian dapat membuktikan, bahwa apa kataku ini tidak bohong adanya .. Baiklah, karena buku ini adalah milik kalian, maka akan kuajarkan isi kitab ini kepada kalian pula."
Setelah orang tua itu menjelaskan sampai habis segala rahasia yang terdapat dalam kitab tersehut, Lie Siauw Hiong lalu menolehkan kepalanya melihat matahari yang sudah doyong ke Barat, make buru-buru mereka berbangkit sambil meminta diri dari orang tua itu, hingga Peng Hoan Siangjin yang melihat kedua pemuda itu tampaknya sangat gugup, diapun insyaf, bahwa mereka pasti mempunyai urusan sangat penting yang hendak diselesaikan secepat mungkin.
Oleh karena itu, sambil tersenyum dia berkata.
"Mau pergi ya boleh pergi saja, aku situa bangkapun tidak dapat menahan kalian lama-lama."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong setelah memberi hormat sebagaimana layaknya, lalu membalikkan badan mereka dan berlari dengan secepat-cepatnya.
Sementara Peng Hoan Siangjin yang melihat mereka hanya tertawa terkekeh-kekeh saja.
Diatas perahu Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong merencanakan terlebih dahulu akan naik kegunung Kong Tong untuk merampas pulang pedang Bwee Hoa Kiam dari tangan Li Gok, dan bersamaan dengan itu, mereka pun hendak sekalian menantang kelima ahli partai-partai tersebut, untuk memperhitungkan hutang lama mereka.
Sudah itu mereka boleh sekalian menyerep-nyerepi kabar tentang Ah Lan dan Thio Ceng.
Setelah lewat sepuluh hari, dikalangan Kang-ouw tersiar berita bahwa 'Bwee-hiang-sin-kiam' Lie Siauw Hiong dan anaknya 'Tan-kiam-toan-hun' Gouw Ciauw In telah naik keatas gunung Kong Tong untuk menentang Li Gok, tapi Li Gok dengan tidak tahu malu telah menyembunyikan diri tidak berani keluar menemui kedua pemuda gagah itu, hingga dengan demikian, orang-orang diluaran menganggap, bahwa Li Gok yang mendapat gelar sebagai ahli pedang sejagat, kini sudah tidak layak lagi dia akan mempertahankan gelarnya terlebih lama pula.
Hal yang sesungguhnya ialah setelah berakhirnya pertemuan dipuncak gunung Thay-san tempo hari, Li Gok sudah menyembunyikan diri dan tidak berani menampakkan dirinya kembali dalam Rimba Persilatan.
Hal inipun diketahui oleh Hui Taysu, yang agaknya mengetahui juga sebab-musabab mengapa ahli pedang sejagat itu menyembunyikan dirinya.
(Oo-dwkz-oO) Musim dingin telah tiba, sedang angin utara yang tajam menusuk tulang dan sumsum mulai berhembus ..
Partai Kong Tong yang memperoleh gelar nomor satu sejagat dalam ilmu pedang yang terletak didaerah Sian-ciu, seluruh puncak gunungnya ditutupi oleh lapisan es yang berwarna putih, sehingga pemandangan tersebut sangat memilukan sekali karena sepinya.
Mungkin juga karena letaknya agak tinggi, maka hawa udara disitu terasa lebih dingin.
Kemarin malam diatas puncak gunung itu turun hujan salju besar sekali, sedangkan kabut memenuhi udara, sampaikan keesokan harinya kabut itu masih belum buyar seluruhnya.
Tapi hari ini hujan salju sudah mulai berhenti turun.
Kelenteng Ceng-goan-koan ..
tempat asal-mulanya partai ahli pedang sejagat berkembang, pada saat itu salju sudah tertimbun tinggi sekali memenuhi tanah disekitarnya kuil tersehut.
Pagi-pagi buta, tampak sepasang anak muda yang bermuka putih menyapu halaman dan tangga pintu kuil itu.
Hujan salju yang besar baru saja berhenti diatas puncak gunung, salju itu tebal hingga mencapai satu meter.
Kedua anak muda itu memakai baju biru dan dengan penuh semangat mereka menyapu salju, dan dengan melihat cara mereka mengangkat tangan dan kaki, teranglah bahwa mereka menggunakan tenaga yang cukup besar.
Hal mana, terbukti dengan beterbangannya salju-salju kemuka, karena mereka ini terhitung sebagai murid-murid yang cukup berbakat pula dari partai Kong Tong itu.
Keadaan disitu sangat sunyi.
Tiap-tiap malam hujan salju senantiasa turun, langit dingin dan bumi membeku, hingga setiap makhluk berjiwa tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya.
Seluruh pegunungan Kong Tong sunyi senyap tidak terdengar barang sedikit suarapun, selain suara sapu kedua anak muda yang sedang menyapu lantai itu.
Mereka berdua bekerja dengan rajinnya, hingga tidak antara lama mereka telah menyapu satu jalan yang panjang dan cukup luas.
Melihat usia mereka, yang besaran kelihatan berumur kurang lebih tiga atau empatbelas tahun, sedangkan yang kecilan paling banyak baru berkisar sepuluh tahun kurang lebih.
Kedua hocah ini sifatnya kekanak-kanakannya masih belum lenyap, dan setelah menyapu kembali sebentar, mereka serentak menghentikan sapu mereka, kemudian yang kecilan terdengar berkata.
"Ceng Hong-ko, aku tidak mau menyapu lagi ah .."
Orang yang disebut Ceng Hong-ko dengan sembarangan lalu menjawab.
"Melihat cuaca, tidak sampai tengah hari pasti akan turun hujan salju pula, hingga capai lelah kita akan sia-sia belaka .."
Sambil berkata begitu, ia lalu menunjuk kelangit yang tampaknya mendung. Bocah yang kecilan itu lalu berkata.
"Bila demikian halnya, buat apa kita nyapu lagi?"
Ceng Hong lalu menjawab.
"Memang akupun berpendapat demikian juga. Marilah, Beng Goat-tee, sudah lama kita tidak melatih ilmu silat kita. Pada beberapa hari yang lalu aku dengar Cu-kat Siok-siok telah memberi petunjuk-petunjuk tentang ilmu pukulan Tui-in-kun kepadamu .."
Orang yang disebut Cu-kat Siok-siok itu meski tidak dijelaskan lagi, sudah tentu bukan lain daripada murid kepala ahli pedang nomor satu dikalangan persilatan Li Gok, yaitu Cu-kat Beng.
Beng Goat tidak tunggu sampai Ceng Hong habis berkata-kata, dia segera menyelak dan mendahului memotong perkataan kawannya.
"Benar, benar, Tui-in-kun .. ih .."
Perkataannya itu belum lagi habis diucapkan, ketika butiran airmatanya sudah menetes jatuh, itulah sebabnya mengapa dia tadi menyebut 'ih'. Ceng Hong merasa heran dan lalu dengan suara yang nyaring dia bertanya.
"Kenapa?"
Beng Goat lalu menunjuk kearah kuil mereka sambil berkata.
"Koko (kakak), coba kau lihat, siapakah gerangan yang telah mengirimkan surat undangan dengan jalan menempelkan itu pada tiang penglari diatas kuil kita itu?"
Ceng Hong segera memandang kearah yang ditunjuk oleh Beng Goat, dan benar saja diatas tiang penglari kuil itu terpancang sehelai surat undangan.
Karena kedua orang ini tidak tahu apa yang harus diperbuat mereka, maka dengan cepat mereka lari masuk kedalam untuk mengabarkan peristiwa itu kepada ketua mereka.
Sebelum lari masuk, Ceng Hong terlebih dahulu mendekati kebawah tiang penglari, dimana dengan cermat dia perhatikan surat undangan itu, yang ternyata dibungkus dengan sehelai kertas merah yang tampak menyolok sekali diantara warna salju yang putih itu.
Tampaknya surat undangan itu telah ditempelkan orang pada kemarin malam.
Disekitar kuil Ceng Goan Kwan ini sebenarnya penuh dikelilingi oleh para murid partai Kong Tong yang tinggi-tinggi ilmu kepandaiannya, tapi tak seorangpun yang dapat memergoki ada orang yang naik keatas gunung mereka dan menempelkan sekali surat undangan itu, hingga dengan ini, sudah jelaslah betapa lihainya ilmu kepandaian pengirim surat undangan itu.
Ceng Hong dengan hati-hati lalu menurunkan surat undangan tersebut, sedang Beng Goat dengan tidak sabaran lalu berkata dengan suara nyaring.
"Koko, permainan apakah itu?"
Ceng Hong tampak menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata.
"Benar saja, inilah sepucuk surat undangan. Orang lain telah menyampulnya dengan hati-hati, maka lebih baik kita jangan coba merobeknya dan segera menyerahkannya kepada Cu-kat Siok-siok untuk diperiksa apa bunyinya."
Sesudah berkata begitu, lalu dituntunnya tangan Beng Goat akan diajak masuk kedalam kuil. Hampir dalam saat itu juga tampak dihadapan mereka berkelebat satu bayangan orang yang segera membentaknya.
"Ceng Hong, Beng Goat, pagi-pagi sekali kalian telah meribut tidak keruan? Menyapu belum lagi selesai, tapi mengapa kalian sudah berlaku malas-malasan dan main-main saja?"
Berbareng dengan habisnya perkataan tersebut, maka dihadapan mereka tampak seorang pemuda umur duapuluh-tujuh atau duapuluh-delapan tahun yang berdiri menghadang dijalan, hingga Ceng Hong dan Beng Goat yang melihatnya, dengan suara hampir berbareng lalu berkata.
"Ie Siok-siok, lekas lihat .."
Orang she Ie ini ternyata bukan lain daripada Ie It Hui adanya. Ie It Hui sendiri dengan tertawa-tawa lalu berkata.
"Lihat apa sih?"
Sambil berkata begitu, tangannya terus saja disodorkan untuk menyambuti surat yang diberikan oleh Ceng Hong itu, yang kemudian dengan laku yang hati-hati sekali lalu dirobeknya sampulnya dan bertanya dengan muka berubah.
"Ceng Hong, dari manakah kau dapatkan surat ini?"
Ceng Hong belum lagi menjawab, ketika Beng Goat sudah mendahuluinya berkata.
"Surat undangan ini telah didapatkan dari tiang penglari diatas pintu kuil kita."
Ie It Hui hanya mengeluarkan suara jengekan dari lubang hidung saja, kemudian dia berkata.
"Kalian boleh pergi menyapu kembali."
Sehabis berkata demikian, lalu dia tinggalkan kedua bocah tersebut dengan langkah tergopoh-gopoh, dengan cepat dia masuk kedalam sebuah kamar dan berseru.
"Toa- suheng, toa-suheng .."
Dengan gencarnya dia mengetuk-ngetuk pintu kamar suhengnya, sehingga perbuatannya ini telah mengejutkan rekan-rekannya, karena selain pada saat itu mukanya tampak sangat gugup, diapun tidak menghiraukan pertanyaan rekan-rekannya.
Dan begitu pintu kamar dibukakan oleh Cu-kat Beng, buru-buru dia masuk kedalam, sambil dengan cepat mengangsurkan surat undangan tersebut pada suhengnya.
"Lie Siauw Hiong telah mengirimkan kita surat undangan ini. Dia akhirnya dapat menemui tempat kediaman kita!"
Katanya. Cu-kat Beng segera menyambuti surat undangan itu yang ternyata berbunyi.
"Bu-lim angkatan terakhir Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan jalan ini minta bertemu dengan Li Gok. Mengenai peristiwa berdarah yang telah dialami oleh Tan-kiam-toan-hun Gouw Ciauw In diair terjun dan pengeroyokan yang terjadi atas diri Chit-biauw-sin-kun di Ngo-hoa-san, kini kita berpendapat sudah tiba saatnya untuk diselesaikan. Hutang jiwa serta sakit hati ini akan kita tagih sebagai pihak yang berhak untuk melakukan tuntutan tersebut. Oleh karena itu, kami menantikan kedatangan bapak dipuncak gunung Ngo-hoa-san tepat pada hari kelimabelas penanggalan Imlek. Maka sebagai seorang tokoh yang terkemuka dalam kalangan persilatan, bapak pasti akan datang untuk menunggu kedatangan kami disana pada waktu, tempat dan hari yang telah kami sebutkan itu."
Tertanda. Lie Siauw Hiong dan Gouw Lang Hong."
Cu-kat Beng setelah membaca habis bunyi surat undangan itu, lalu berkata pada Ie It Hui.
"Gouw Leng Hong ini pastilah anak Gouw Ciauw In itu, yang bersama guru kita memang mempunyai perhitungan hutang jiwa, maka urusan ini tak dapat tidak mesti selekas mungkin dikabarkan kepada guru kita!"
Ie It Hui lalu berkata.
"Suhu baru saja setengah bulan yang lampau menutup pintu, mana boleh kita sembarangan mengganggunya?"
Cu-kat Beng termenung sebentar, kemudian menggelengkan kepalanya sambil berkata.
"Tidak, urusan ini terlampau penting sekali sifatnya."
Ternyata Li Gok setelah menghadiri pertemuan dipuncak gunung Thay-san dan kena dikalahkan oleh musuhnya, hatinya menjadi putus asa dan semangatnya runtuh, hingga diapun insyaflah bahwa dirinya telah mengikat banyak sekali musuh yang tangguh, yang pasti kelak akan datang untuk menuntut balas.
Lebih jauh, sehagai salah seorang Ciang-bun-jin (ahli waris suatu partai), tentu saja namanya sangat terkenal.
Maka kalau ada lawan yang datang menantangnya, sudah tentu dia tak dapat menutup pintu untuk tidak melayaninya.
Oleh karena mempunyai perhitungan tersebut, maka dia telah bertekad bulat dengan menutup pintu untuk berlatih pula dengan tekunnya, bersiap-siap untuk menghadapi lawan yang akan mencari serta hendak menuntut balas kepadanya.
(Oo-dwkz-oO)
Jilid 43 Li Gok yang cukup cerdik, mula-mula ketika mendengar bahwa pada sarung sebuah pedang kuno ada tertera pelajaran asli ciptaan orang aneh yang disebut pelajaran 'kun-goan-sam-coat', halmana telah terjadi pada limabelas tahun yang lampau tatkala dia bertempur diatas puncak gunung Ngo-hoa-san dengan Bwee San Bin, tapi karena pada saat itu dia merasa terlampau girang, maka dengan lengahnya dia telah meninggalkan sarung pedang itu, sehingga akhirnya sarung pedang itu diketemui oleh salah seorang murid partai pengemis.
Halmana, sudah barang tentu dia merasa tidak rela melihat barang itu terjatuh kedalam tangan lain orang.
Begitulah seterusnya, baik secara terang-terangan maupun secara dibelakang layar, dia berusaha untuk mendapatkan kembali sarung pedang itu dari partai pengemis, dengan dia sendiri sebagai ahliwaris sebuah partai besar, tidak dapat turun tangan sendiri untuk mengambilnya.
Oleh karena itu, dia hanya dapat mengirimkan murid- muridnya saja, tapi siapa duga bahwa mereka itu bukanlah tandingan kedua saudara she Kim, maka dia bersekutu dengan kawan lamanya yaitu Kouw-loo-it-kway Ang Ceng, yang dengan amat cerdiknya telah dipancingnya keluar dari tempat persembunyiannya untuk mewakilkan dirinya mengambil sarung pedang tersebut.
Halmana, ternyata semuanya telah dapat diaturnya dengan beres, karena diapun berpendapat, bahwa dengan kepandaian yang dimiliki Ang Ceng, yang tempo hari bertempur sehingga ratusan jurus dengan Bwee San Bin, barulah akhirnya dia kena dikalahkan.
Maka setelah sekali ini dia melatih dirinya lebih lanjut, ia merasa pasti tak akan sampai terkalahkan pula.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi sungguh tidak dinyana, bahwa sekali ini Ang Ceng telah bertemu dengan ahliwaris Bwee San Bin, yaitu Lie Siauw Hiong, dan tatkala mereka telah bertempur dengan serunya, akhirnya lagi-lagi Ang Ceng telah menderita kekalahan yang getir sekali dirasakannya.
Sementara Li Gok yang melihat tipunya tidak berjalan seperti apa yang dikehendakinya, tidak terasa lagi jadi merasa sangat terkejut, dan setelah mengetahui bahwa dirinya sendiripun bukan lawan setimpal dari Lie Siauw Hiong, maka ia telah mencuri pedang Bwee Hiang Sin Kiam, yang lalu dibawanya balik kembali ke Kong Tong.
Dia mengira bahwa perbuatannya ini tidak meninggalkan jejak sesuatu, tapi dia lupa dia telah meninggalkan bekas pada pedangnya sendiri yaitu pedang Ie-hong-kiam diatas dinding tembok, sehingga ini dapat diketahui oleh Lie Siauw Hiong, yang pada belakang ini dari tempat yang ribuan lie jauhnya terus saja mengejar- ngejar kepadanya.
Sesampainya diatas gunung Kong Tong San, dia ketahui bahwa ilmu 'Kun-goan-sam-coat' itu tak mungkin pula dapat diperolehnya, tapi sungguh tidak disangka-sangka, bahwa dia telah berhasil dapat menemukan pelajaran asli yang disebut Siang-ceng-kie-kang.
Pelajaran ini adalah ciptaan selama dua ratus tahun terakhir dari partainya, pada waktu itu adalah murid keturunan ketujuh yang bergelar It Ceng Too-jin, dan dialah yang telah menciptakan pelajaran tersebut, yang kemudian diperkembangkannya sehingga partainya menjadi naik kembali pamornya dan pada suatu saat mencapai jaman keemasan yang gilang-gemilang.
Halmana, telah membuat para tetangganya merasa iri hati.
Begitulah akhirnya datang tujuh pendekar aneh yang disebut Tay-liang-chie-kie, bersama-sama mereka bertujuh It Ceng naik keatas gunung Kong Tong, dan karena mereka tidak dapat kata sepakat, akhirnya mereka jadi bertempur dengan It Ceng Tojin diruangan kuil Ceng-goan-kwan.
It Ceng Tojin dengan diam-diam telah menggunakan pelajaran ciptaannya ini, dengan mana dia berhasil telah dapat menjatuhkan ketujuh lawannya itu, sehingga akhirnya pelajaran yang disebut 'Siang-ceng-kie-kang' ini menjadi terkenal sekali.
Siapa tahu sekonyong-konyong saja timbal suatu peristiwa yang amat menggemparkap, yaitu sejak terjadinya pertempuran dengan Tay-liang-chit-kie, It Ceng dalam pengembaraannya dalam Rimba Persilatap telah lenyap entah kemana perginya, hingga ini menyebabkan pelajaran tersebut menjadi terputus sampai disitu.
Tetapi akhirnya dengan tidak disangka-sangka Li Gok telah berhasil dapat menemukannya, hingga ini telah membuat hatinya girang bukan kepalang.
Oleh karena itu segera juga dia menutup pintu untuk dengan tekunnya mempelajari isi kitab ilmu Siang-ceng-kie- kang itu, hingga diwaktu Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong berdua naik keatas gunung, mereka tidak berhasil menjumpainya, sekalipun hanya bayangannya Li Gok saja.
Selama menutup pintu untuk melatih diri, dia telah mengeluarkan larangan, bahwa siapapun tidak boleh mengganggunya, dan itulah sebabnya mengapa Ie It Hui tidak segera menyampaikan surat undangan itu, berhubung kuatir akan perbuatannya itu mengganggu kepada gurunya.
Tetapi Cu-kat Beng yang menganggap peristiwa ini suatu kejadian yang penting sekali sifatnya, akhirnya telah bersedia akan memberitahukan peristiwa ini kepada gurunya.
Diatas puncak gunung itu salju baru saja berhenti turun, kabut masih sangat tebal, begitupun suasana disitu sangat tenteram dan damai, sehingga siapapun tidak pernah menyangka, bahwa bahaya besar tengah mengancam diri Ciang-bun-jin dari partai Kong Tong itu.
Hampir dalam bulan itu juga, hanya terpisah lima atau enam hari saja lamapya, Cek Yang Tojin diatas gunung Bu Tong San juga telah menerima surat undangan pula, hanya pengirimnya saja yang berbeda.
Dalam surat undangan yang bersampul merah itu, isinya ditujukan langsung kepada Cek Yang Tojin pribadi, kata- katanya begitu menusuk, sehingga membuat Cek Yang yang belum sembuh dari luka-lukanya, hatinya gugup bukan kepalang.
Karena harus diketahui, bahwa Cek Yang sebagai seorang ahli waris dari partainya, sebenarnya terhadap orang lain jarang sekali dia berlaku jujur, dan diwaktu mengetahui bahwa lawannya hendak mencari kepadanya, hatinya jadi cemas, karena dia sendiri telah menginsyafi, bahwa dia bukau lawan yang setimpal dari penantangnya itu.
Akan tetapi, karena orang sudah mengirim tantangan kepadanya, sebagai ketua suatu partai, dimana kedudukannya dipandang amat tinggi, cara bagaimanakah dia harus menolak untuk melayani tantangan lawannya itu? Dia sendiri telah dapat mengira-ngira tentang kekuatan yang dimilikinya, yang jika dipergunakannya untuk berlawanan dengan Lie Siauw Hiong, sudah barang tentu bagaikan telur yang ditumbukkan pada batu, hingga didalam hatinya timbul rasa cemas yang telah membuat semangatnya beku dan tak bernapsu akan bertanding, dan tatkala teringat akan peristiwa berdarah pada limabelas tahun yang lampau itu, hatinya jadi sangat menyesal atas kesemberonoanya itu.
Tapi kini waktu itu telah lewat, hingga segala akibat dari perbuatan-perbuatannya yang lampau itu harus dipikulnya tanpa banyak mengeluh pula.
Oleh karena itu, dengan tidak terasa lagi ia jadi mengelus-elus surat tantangan bersampul merah itu, dengan menghela napas panjang.
Peristiwa tersebut telah terjadi didaerah Su-cuan, dengan masa kejadiannya adalah dimusim dingin ..
Didaerah Su-cuan dibawah aliran sungai Bin-kang, terdapat sebuah kali kecil yang bernama Bwee-kee, yang airnya bersumber dari gunung, yang kemudian mengalir kesebuah tanah datar, yang bernama See Liong Peng.
Disekitar daerah tersebut jumlah penduduknya amat sedikit, hingga daerah itu merupakan tempat yang terpencil dari dunia luar.
See Liong Peng ini merupakan sebuah tanah datar yang bundar dan luasnya kurang lebih hanya satu lie, tapi disepanjang aliran sungai Bwee-kee sehingga beberapa lie jauhnya, terdapat sebuah tempat yang istimewa, karena pohon-pohon yang tumbuh disitu hanya terdiri dari gerombolan pohon-pohon Bwee putih dan merah yang sudah ribuan tahun tuanya, dengan tiada terdapat barang sebatangpun pohon-pohon yang lainnya.
Pada waktu itu adalah tepat dimusim dingin.
Angin utara yang sangat tajam seolah-olah menusuk tulang-tulang dan sumsum dengan amat ganasnya.
Dalam hawa udara yang luar biasa dinginnya itu, cabang-cabang pohon Bwee yang berdiri tegak dengan megahnya, tampak berbunga dengan lebat dan indah, dengan baunya yang halus harum semerbak dibawa siliran angin lalu.
Sedang salju yang beterbangan diudara, sewaktu jatuh kebumi, titik-titik salju yang jatuh diatas bunga-bunga Bwee yang berwarna merah dan putih itu merupakan suatu panorama yang indah sekali.
Pada keesokan harinya langit mendung dan sama sekali tiada tampak cahaya matahari.
Maka dengan melihat keadaan cuaca, pasti salju akan turun kembali.
Dijalan-jalan keadaan sangat sunyi senyap, sehingga selama beberapa saat lamanya, tidak tampak barang satu manusiapun yang keluar mondar-mandir dijalanan pada waktu begitu.
Dibawah siliran angin utara yang dingin dengan menyiarkan bebauan bunga Bwee, dari kejauhan tampak mendatangi dua orang laki-laki.
Siapakah gerangan orang-orang yang sepagi itu sudah mengejar-ngejar waktu berjalan tanpa menghiraukan dinginnya hawa udara disaat itu? Pelahan-lahan kedua orang itu mendatangi semakin dekat, sehingga akhirnya tindakan kaki mereka dapat didengar dengan tegas sekali.
Dalam pada itu, dari sebuah rumah gubuk yang terletak disebelah kanan jalan tiba-tiba terdengar terkuaknya pintu rumah, dari dalam mana muncul seorang laki-laki tua yang janggutnya sudah memutih bagaikan salju, rambutnya sudah jarang sehingga kepalanya tepat juga bila dikatakan sudah gundul karena licin mengkilap tampaknya, mukanya berkisut-kisut.
Dengan ini, teranglah bahwa orang itu sudah tua sekali, tapi tindakannya masih gagah bagaikan seorang yang pandai silat saja.
Orang tua itu seakan-akan mendengar ada orang yang jalan kearahnya, maka begitu disingkapnya tirai pintunya, lalu dia melongok keluar, dimana benar saja, dibalik kabut yang tebal, samar-samar kelihatan mendatangi dua orang yang menghampiri dengan tindakan cepat kejurusannya.
Orang tua itu yang mukanya sudah berkerisut meski usianya sudah lanjut, tapi pandangan matanya sangat tajam bagaikan mata burung elang, hingga dengan hanya memperhatikan sekejap mata saja lamanya, ia telah dapat mengenali orang dan lalu dengan suara nada yang gembira ia memanggil.
"Hiong-jie .."
Kedua orang itu setibapya dimuka pintu rumah tersebut, segera dengan berbareng menjatuhkan diri berlutut dihadapan orang tua itu sambil memanggil.
"Bwee Siok- siok .."
Sesungguhnyalah bahwa orang tua ini adalah seorang- orang yang pada dua-puluh tahun yang lampau telah menggemparkan dunia Kangouw ditanah Sin-ciu yang terkenal dengan nama julukan Chit-biauw-sin-kun Bwee San Bin.
Sedang kedua pemuda itu bukan lain daripada Gouw Leng Hong dan Lie Siauw Hiong adanya.
Bwee San Bin tertawa bergelak-gelak sambil berkata.
"Lekas berdiri! Hiong-jie, yang ini apakah bukan Gouw Hian-tit?"
Kedua orang anak muda itu serentak berdiri, kemudian Gouw Leng Hong manggutkan kepalanya mengiakan atas pertanyaan orang tua itu. Bwee San Bin lagi-lagi tertawa mengakak sambil berkata.
"Haha, ternyata Gouw Hian-tit sangat pandai sehingga melebihi ayahmu almarhum. Kini sekalipun ayahmu yang sudah berada dialam baka menyaksikan kepandaianmu ini, pastilah beliauwpun akan merasa puas. Tampaknya kalian sudah letih dan belum lagi makan pagi. Oleh karena itu, maka janganlah lama-lama berdiri dimuka pintu ini. Mari, masuklah kalian .."
Sehabis berkata begitu, orang tua itu segera mendahului masuk kedalam, dengan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong mengikutinya masuk belakangan.
Gouw Leng Hong yang sejak masih kecil sudah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, boleh dikatakan nasibnya sangat malang.
Jika dia sedapg kesusahan, tiada seorangpun yang dapat menghiburnya.
Tapi karena dia sendiri gemar sekali menuntut ilmu, maka kesusahannya itu, ada kalanya dapat juga dikesampingkan, karena didalam hati ia bertekad bulad untuk menuntut balas atas kematian orang tuanya.
Tapi sejak dia turun gunung dan berjumpa dengan Lie Siauw Hiong yang berhati tabah, dengan siapa akhirnya ia telah mengangkat saudara angkat dan karib sekali perhubungannya sejak dua tahun yang lampau itu, boleh dikatakap sekalipun masa berpisah mereka lebih banyak daripada masa berkumpul, ia selalu mendapat dorongan dari Lie Siauw Hiong yang memberi semangat, sehingga dia merasa terhibur dan pulih kepercayaannya atas kemampuan dirinya sendiri.
Sekalipun Bwee Siok-sioknya hanya berkata-kata beberapa patah saja, tapi terang sekali bahwa dia menunjukkan perasaan kasih sayangnya yang dalam sekali, sehingga atas kebaikan orang tua itu.
Lie Siauw Hiong sampai meneteskan airmata dengan hampir tak terasa pula.
Bwee San Bin mengetahui jelas lubuk hati pemuda itu, maka dengan tersenyum dia berkata.
"Kalian kini darimana? Tampaknya kalian datang dengan tergopoh- gopoh sekali. Maka menurut aku situa bangka, paling sedikit kalian telah menempuh perjalanan sejauh empat atau lima lie jauhnya."
Lie Siauw Hiong segera mengetahui, bahwa orang tua itu marasa tertarik sekali oleh kepribadian Gouw Leng Hong, maka dengan cepat diapun menjawab.
"Kami memang benar baru kembali dari Bu-tong-san dan buru- buru datang kemari .."
Sehabis berkata begitu, lalu dia terangkan kisah perjalanannya sejak berpisah dengan orang tua itu.
Sementara Gouw Leng Hongpun yang seakan-akan sangat tertarik dengan cerita sipemuda kawannya itu, maka ada kalanya bila pada suatu bagian yang Lie Siauw Hiong terlupa atau terlompat ceritanya, tidak lupa Gouw Leng Hong menambahkannya untuk melengkapi cerita Siauw Hiong yang dituturkannya dihadapan orang tua itu.
Dan tatkala Bwee San Bin mendengar bahwa pedang 'Bwee Hiang Kiam' telah kena dicuri oleh Li Gok, tidak terasa lagi dia menjadi sangat gusar, sehingga ia memaki kalang kabutan atas diri Li Gok yang menjadi musuh besarnya.
Tapi pada waktu dia mendengar kisah pertempuran sipemuda diruangan 'Bu-wie-thia' melawan orang asing sehingga akhirnya dia mencapai kemenangan yang gilang-gemilang, Bwee San Bin jadi begitu gembira sehingga ia bersorak dengan perasaan hati yang amat puas.
Ternyata kabar itu cepat sekali tersiarnya dalam Rimba Persilatan, hingga nama julukan 'Bwee-hiang-sin-kiam' itu menerbitkan kegemparan sangat besar dikalangan Kang- ouw.
Halmana, telah membuat Chit-biauw-sin-kun yang mendengarnya senang tidak terkira.
Dan bersamaan dengan itu, diapun merasa terhibur berhubung capai lelahnya ternyata tidak sia-sia adanya.
Tatkala Lie Siauw Hiong menceritakan, kisahnya dipulau Siauw Ciap Too, dimana dia telah bertempur dengan bangsa asing dan dimana Tiga Dewa Diluar Dunia telah saling bertempur dengan dahsyatnya dengan Heng- hoo-sam-hut, bagaimana Bu Heng Seng menemui peristiwa aneh yang akhirnya telah tertolong berkat bantuan rekan- rekannya, Bwee San Bin bukan main merasa terkejutnya.
Karena diapun menginsyafi, bahwa sekalipun dimasa mudanya, belum tentu dia dapat menandingi bangsa asing tersebut, hingga tanpa terasa lagi mulutnya telah menyebut.
"Heng-hoo-sam-hut". Bwee San Bin sambil tertawa girang memandang kepada kedua pemuda itu sambil mengusap-usap janggutnya, maka dalam keadaan hati gembira yang tidak kepalang kemudian dia bertanya.
"Gouw Hian-tit, kau paling belakang juga telah menemui peristiwa yang aneh, terutama terhadap pelajaran kitab asing yang memuat pelajaran meringankan tubuh yang hebat sekali. Apakah kau tidak keberatan untuk memperlihatkan kepandaianmu itu?"
Gouw Leng Hong meluluskan dan lalu sambil bangun berdiri dia keluar kepekarangan dimuka gubuk Bwee San Bin.
Sipemuda yang sudah mendapat penerangan jelas dari Peng Hoan Siangjin dipulau Toa Ciap Too cara bagaimana ilmu meringankan tubuh itu harus dipraktekkannya.
Dan benar sekali bahwa pelajaran meringankan tubuh bangsa asing itu memang sangat aneh sekali.
Kaki Leng Hong yang terpisah dengan bumi hanya setengah meter saja tingginya, ternyata tubuhnya begitu ringan laksana terbang dan bergerak dengan cepatnya bagaikan terbang diudara, hingga kecepatan itu sangat mengejutkan orang dan sukar dipercaya bagi orang yang belum pernah menyaksikan ilmu tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Karena begitu tubuhnya bergerak, ternyata Leng Hong sudah berhasil dapat melompat sejauh tujuh atau delapan tombak jauhnya.
Bwee San Bin yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri akan kecepatan Gouw Leng Hong dalam ilmu silatnya, tidak terasa dia menyebut.
"Bagus sekali!"
Harus diketahui bahwa kepandaian Keng-sin-kang Bwee San Bin sendiri sudah terhitung dalam golongan cabang atas sekali, hingga dengan ciptaannya sendiri pelajaran yang diberi nama 'Am-hiang-liang-eng' dalam kalangan Rimba Persilatan sudah jarang menemui tandingan, tapi tidak disangka ilmu dari orang asing itu dapat melebihi kemampuannya.
Chit-biauw-sin-kun setelah berdiam diri sejurus lalu berkata.
"Pada saat ini jika membicarakan tentang kepandaian Keng-sin-kang adalah Hui Taysu dengan kepandaiannya yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw' adalah yang paling lihay, tapi dalam hal membicarakan tentang gerak kecepatannya, barangkali dia tak dapat menandingi kepandaian bangsa asing tersebut."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan serentak menyatakan benar sambil manggutkan kepala mereka, karena tempo hari Peng Hoan Siangjin pernah berkata demikian pula.
"Dahulu ketika aku berkelana dikalangan Kang Ouw,"
Kata orang tua itu pula.
"akupun pernah mendengar kabar angin yang menyatakan, bahwa di Thian-tiok terdapat suatu kepandaian yang hebat sekali, tapi aku tidak sampai melihat dengan mata kepala sendiri. Dan setelah sekarang aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri, barulah aku percaya, bahwa kabar angin tersebut bukanlah bohong adanya."
Ketiga orang ini setelah bercakap-cakap sebentar kemudian Lie Siauw Hiong lalu berkata.
"Kedatangan Teecu dengan Gouw Twako sekali ini, adalah ingin mengundang Bwee Siok-siok sebagai .."
Bwee San Bin tercengang, tapi dengan serta merta dia menjawab.
"Bagus! Kalian ternyata tidak pernah melupakan penghinaan terhadap orang tuamu yang mereka peroleh dari lawan-lawannya, dan perkara yang sudah lampau selama sepuluh tahun ini, aku pikir harus diputuskan dengan segera penyelesaiannya .."
Lie Siauw Hiong turut menimbrung.
"Sekali jalan kami telah mengirimkan surat undangan ke Kong Tong dan Bu Tong, menjanjikan mereka pada waktu rembulan terang tanggal lima belas nanti, untuk saling bertemu digunung Ngo-hoa-san."
Mendengar hal itu, Bwee San Bin hanya manggut- manggut saja.
"Dari sini menuju ke Go Bie,"
Lie Siauw Hiong melanjutkan bicaranya.
"jaraknya tidak seberapa jauh, maka hari ini biarlah kami pergi kesana untuk sekali mengundang juga pada Kouw Am Hweeshio."
Bwee San Bin sangat terharu mendengar perkataan pemuda itu.
Dia tak mau menjawab apa-apa, selain lagi-lagi manggutkan kepalanya.
Dengan adanya urusan ini, Lie Siauw Hiong tidak mau membuang-buang waktu dengan percuma, hanya bersama Gouw Leng Hong lantas pergi kegunung Go Bie.
Dengan mengandal kepada kepandaian mereka, dengan cepat dapat sampai kesana, dimana mereka tidak perdulikan bahwa disana, dikuil Sam Ceng Too Kwan, terdapat banyak sekali jago-jagonya.
Tiam Cong terpisah jauh dari situ, mereka tidak keburu pergi kesana, Sebenarnya terhadap Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng mereka menaruh perindahan pula, karena dia terhadap Lie Siauw Hiong mempunyai kesan-kesan yang baik.
Dia akan cukup tahu sekalipun tidak dikirimkan surat undangan, berhubung kawananya pasti akan mengundang juga kepadanya.
Pulang balik tepat makan perjalanan satu hari penuh.
Setelah dihitung-hitung, mereka berpendapat bahwa perjalanan ke Ngo-hoa-san akan cukup waktunya dalam tempo dua hari saja lamanya.
Oleh karena itu, sambil menyewa sebuah kereta yang cukup luas untuk Bwee San Bin naik, mereka bertiga lalu menuju kegunung Ngo-hoa- san.
Gunung ini terpisah tidak jauh dari situ.
Mereka bertiga yang naik kereta, disepanjang jalan melihat-lihat pemandangan alam yang indah dimusim dingin.
Sekalipun gunung Ngo-hoa-san terletak dibagian sebelah Selatan, tapi karena letak gunung itu cukup tinggi, lagi pula terdapat jalan yang menanjak menuju kegunung tersebut, sehingga salju yang turun itu melayang-layang memenuhi udara.
Ketiga orang itu mempunyai perasaan yang bersamaan, yaitu mereka berpikir, bahwa dendam mereka pasti akan terbalas dengan segera, hingga hati mereka merasa girang dan wajar.
Suara roda kereta menggelinding dengan kadang-kadang disertai suara berbengernya kuda itu.
Tatkala itu diatas puncak gunung Tiam-cong berdiri seorang pemuda tampan sambil menolak pinggang.
Tampaknya dia tengah dirundung oleh kerisauan hatinya, hingga sebentar-sebentar terdengar dia menghela napas berat.
Tangan kanannya memegang sesuatu yang dibuat main pergi datang.
Siapakah gerangan dia itu? Dialah bukan lain daripada Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng adanya.
Dibawah sinar matahari, tampak barang yang dipegangnya itu memancarkan sinar kekuning-kuningan, dan barang yang dipegangnya itu adalah sehelai kain sutera kuning yang diatasnya tersulam lima patah perkataan 'Ngo- kiam-cin-tion-goan' (lima pedang menggetarkan Tiong- goan).
Hanya kemarin malam saja Li Gok dengan menggunakan sembilan kuda jempolan telah mengirimkan berita ini kepadanya, dan sekarang dia teringat akan peristiwa yang lampau dan amat ruwet itu, hingga tidak lama kemudian urusan ini sudah akan memperoleh penyelesaiannya.
Sepuluh tahun lehih yang lampau itu, dia secara tidak disengaja telah melakukan kesalahan yang harus dibayarnya secara mahal sekali, hingga sekarang dia merasa seperti ada ular yang selalu mengejar-ngejar kepadanya.
Dia ketahui apa maknanya ingatannya ini, tapi biar bagaimanapun dia tak berdaya untuk melenyapkan perkara yang amat rumit ini.
Dikaki gunung tampak rombongannya Lie Siauw Hiong dengan laku yang tergopoh-gopoh mulai naik keatas gunung, hingga ketika menampak hal itu, tidak terasa lagi Cia Tiang Kheng jadi menghela napas pula.
Dan waktu memandang pada kereta yang menuju kearahnya, diapun tahu bahwa didalam kereta itu terdapat seorang lawan kerasnya, maka dengan segera dia melenyapkan diri dari puncak gunung tersebut.
Pohon-pohon Bwee tengah mekar sambil ditemani oleh dua kawan akrabnya, yaitu pohon-pohon cemara dan bambu, sedang daerah diluar kota Kun-beng tampak putih diliputi oleh salju yang terserak dimuka bumi.
Diatas gunung Ngo-hoa-san hawa udara yang sangat dingin seolah-olah menusuk tulang dan sumsum, hingga keadaan disitu menunjukkan suasana yang mengharukan sekali.
Dibelakang gunung yang menjulang tinggi kelangit itu, seakan-akan bersambung dengan awan gemawan diangkasa raya.
Hujan salju baru saja berhenti dipagi hari itu, langit tampak cerah, hingga diatas langit kelihatan puteri malam yang mulai menampakkan diri dengan bentuknya yang bundar dan bersinar gilang-gemilang.
Diatas pegunungan yang sunyi senyap itu, dibawah sebuah pohon pohon Bwee tampak berdiri tiga orang.
Mereka bertiga berdiri berendeng dengan teratur.
Yang berdiri ditengah-tengah adalah seeorang tua yang berambut dan berjanggut putih bagaikan perak, mengenakan baju panjang dan berdiri tegak diatas salju disekitar tempat yang amat sunyi itu.
Yang berdiri disisi kanan maupun kirinya adalah pemuda-pemuda yang rata-rata berumur duapuluhan.
Mereka berwajah tampak sekali, bersemangat menyala- nyala.
Alis mereka bagaikan pedang, sedang bibir mereka laksana delima merekah.
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang aneh adalah muka kedua pemuda ini seakan-akan mengandung kedukaan serta kemurkaan yang amat sangat.
Dibelakang punggung mereka menggemblok pedang masing-masing.
Mereka bertiga berdiri diam membelakangi pohon Bwee tanpa mengucap sepatah katapun.
Hawa udara yang demikian dinginnya itu, sampaikan membuat burung-burung sama bersembunyi disarangnya masing-masing dengan tak berani keluar.
Dan sekalipun ada yang keluar sarang, itulah hanya berapa ekor saja, lagi pula mereka inipun tampaknya sudah hendak balik kembali kesarang mereka pula.
Keadaan disekeliling mereka tampak sunyi senyap.
Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, sipemuda yang berdiri disebelah kiri tampaknya sudah agak tidak sabaran, tangannya sambil memegang batu gunung ia melongok kesebelah bawah dan lalu berkata.
"Bulan sudah hampir berada ditengah-tengah udara, mengapakah .."
Perkataannya ini belum lagi habis diucapkan, ketika pemuda yang berdiri disebelah kanannya telah menyelak, katanya.
"Hiong-tee, janganlah engkau berlaku gugup tidak keruan. Mereka adalah tokoh-tokoh yang terkenal dan pasti tak akan menebalkan muka dengan tidak berani munculkan diri."
Tak usah dikatakan lagi, ketiga orang ini bukan lain daripada Bwee San Bin, Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong adanya. Lie Siauw Hiong sifatnya agak tidak sabaran. Ia menoleh kekanan dan kekiri dengan rupa kesal dan berkata.
"Sungguh memualkan bangsat-bangsat itu! Twako, sebentar lagi harus kita balas penghinaan mereka tempo hari .."
Belum lagi perkataannya habis diucapkan, ketika sekonyong-konyong muka Siauw Hiong berubah.
Begitu pula dengan Gouw Leng Hong.
Agaknya mereka sudah mendengar suara kaki orang yang berlari-lari.
Hati Bwee San Bin bercekat, karena diapun tahu, bahwa lawannya sudah mulai datang.
Limabelas tahun yang lampau, juga dalam suasana yang bersamaan, pada waktu yang sama pula, juga ditempat yang sama, pada saat itu Bwee San Bin mempunyai kepandaian yang amat tinggi, tapi akhirnya dengan tipu yang keji ia telah kena dipedayai lawan-lawannya, sehingga hampir saja ia menemui ajalnya.
Sekarang kepandaiannya sudah punah sama sekali, tapi kepandaian sepasang anak muda ini sudah jauh melampauinya.
Kini musuh besarnya telah berada dihadapannya, hingga tidak terasa lagi peristiwa limabelas tahun yang lampau itu berlintas kembali diotaknya, tapi sekarang dia dapat berlaku dengan tenang sekali.
Orang-orang yang sedang mendatangi itu ternyata dapat bergerak pesat sekali, hingga sebentar saja bayangan- bayangan manusia yang semula tampak samar-samar itu karena amat jauhnya, dalam waktu yang pendek telah datang mendekati.
Mereka semulanya memutari gunung disitu, kemudian barulah datang kearah mereka bertiga dengan secara langsung.
Tidak antara lama jumlah mereka dapat dilihat dengan jelas, mereka semua hanya berjumlah empat orang.
Mereka ini seolah-olah sedang berlomba-lomba menuju kearah Bwee San Bin, Lie dan Gouw bertigaan, tapi semulanya tidak melihat musuh-musuh mereka itu.
Setelah mereka berempat mendatangi dekat, dengan segera mereka menghentikan tindakan mereka.
Keempat orang ini ternyata mempunyai ilmu Keng-sin-keng yang tinggi sekali, terutama orang yang lebih kurus dan lebih tua itu, yang tampaknya ilmunya paling sempurna dan bergerak dengan amat pesatnya.
Yang lebih tua setelah menghentikan tindakannya, lalu memandang keempat penjuru angin, kemudian dengan suara yang kurang jelas ia berkata.
"Bocah Lie Siauw Hiong itu mengapakah belum datang juga ..?"
Tiga orang yang lainnya yang mengikuti situa, tampaknya tidak terlampau menghiraukan perkataan rekannya.
"Bulan sudah berada ditengah-tengah udara, tapi mungkinkah Lie Siauw Hiong tak akan datang? Biarlah kita menunggu lagi sebentar .."
Perkataannya itu belum lagi habis diucapkan, ketika dari balik pohon Bwee tiba-tiba terdengar suara orang yang menjawab.
"Kami justeru siang-siang telah menunggu kalian disini!"
Sehabis berkata begitu, dari balik pohon Bwee sekonyong-konyong melompat keluar dua orang pemuda.
Mereka berempat ini adalah tokoh-tokoh yang terkenal dari empat partai terkenal, yang menurut urutannya adalah Kong-tong Kiam-sin Li Gok, Bu-tong Cek Yang, Go-bie Kouw Am dan Tiam-cong Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng.
Sekali-kali Li Gok tidak pernah menyangka, bahwa pemuda itu telah mendahului mereka datang kesitu.
Maka setelah mendengar suara pemuda itu, tidak terasa lagi ia menjadi terkejut dan lalu sambil tertawa getir berkata.
"Bagus! Bagus! Marilah kita bicarakan urusan kita."
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong jadi bermata merah ketika menampak lawan-lawan mereka terlebih-lebih Gouw Leng Hong yang dengan sengit lalu berseru.
"Omongan yang tidak perlu, baiklah dipersingkat, make paling betul kita segera turun tangan saja!"
Dia sehari-harinya biasanya bertabiat sangat sopan santun, hingga memaki orang pun jarang sekali dia lakukan.
Tapi sekali ini karena perasaannya sudah sangat melonjak, maka kelakuannyapun tidak dapat dipertahankan pula.
Li Gok yang sudah kenyang berkelana dikalangan Kang- ouw, perkara membunuh orang adalah perkara sepele saja dianggapnya, maka sambil tertawa mengakak dia berkata.
"Orang she Gouw, perselisihan antara kita memang dalam sekali bagaikan lautan, sekalipun kau tidak mencari aku, aku orang she Li pasti akan mencarimu. Janganlah lekas- lekas kau naik darah .."
Omongannya ini bukan main lancarnya, Cek Yang Tojin yang berdiri dibelakangnya lalu menimbrung.
"Gouw Sicu tidak usah berlaku terburu napsu, terhadap undangan keturunan Toan-hun-kiam dan Chit-biauw-sin-kun, dimanalah kami berani membantah? Apakah bukan begitu, Kouw Am Tooyu?"
Kouw Am hanya tertawa saja mendengar perkataan rekannya itu.
Mereka yang bertanya-jawab demikian, sudah barang tentu telah membuat Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong untuk campur bicara.
Perhubungan Li Gok dan kawan-kawannya, sebenarnya mereka satu sama lain tidak begitu akur.
Cek Yang dan Kouw Am agak kurang cocok, sedangkan Li Gok terhadap merekapun hanya baik dimulut saja, sedang didalam hati ia selalu mengandung tipu muslihat yang keji.
Hanya Cia Tiang Kheng seorang yang agak terasing diantara mereka sekalian.
Setelah berdiam sejurus, barulah Lie Siauw Hiong berkata.
"Boan-pwee dengan berani mati telah mengirimkan surat undangan pada kalian. Kini kalian sudah berada disini, aku sangat mengagumi sekali terhadap kepandaian kalian. Untunglah kalian adalah leluhur-leluhur dari partai- partai, hingga kalian tentu dapat berlaku sungkan terhadap Boan-pwee .."
Mendengar dirinya disindir dengan kata-kata yang halus, Li Gok jadi tertawa panjang dan berkata.
"Kami sudah tua, hati kamipun sudah tidak bersemangat pula. Lie Siauw-hiap sebagai ahli waris kepandaian Bwee San Bin, tentu sekali .."
"Orang she Li, janganlah kau banyak mementang bacot busukmu tidak keruan!"
Selak Gouw Leng Hong sambil tertawa dingin "Seumur hidupmu kau telah melakukan pekerjaan-pekerjaannya yang busuk sekali! Kau berkelana dikalangan Rimba Persilatan dengan senantiasa menipu serta mencelakai orang-orang baik dan para pendekar sejati.
Hari ini adalah tepat hari kematianmu, maka segala omongan kosong paling baik tak usah kau ucapkan!"
Perkataan ini sudah barang tentu telah membuat kemarahan Li Gok memuncak.
Kauw Am Siangjin dan Cia Tiang Kheng menerima kata-kata pemuda she Gouw itu dengan tenang, tapi Cek Yang yang tidak sedikit melakukan pekerjaan yang bersifat hina dan busuk, merasa tersinggung dan karena malu dia menjadi turut marah juga.
Sementara Li Gok dengan suara mengguntur telah berteriak.
"Orang she Gouw, ternyata nyalimu cukup besar, sehingga kami sekalian tidak dipandang mata olehmu!"
Setelah berkata begitu, lalu dia melambaikan tangan kirinya sambil berkata.
"Kau kemarilah, aku orang she Li akan memberikan pelajaran kepadamu!"
Begitu dia berlompat, lalu Cek Yang mengikuti jejaknya.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hongpun tanpa ragu- ragu pula segera mengikuti mereka.
Orang-orang yang berada diatas gunung itu, seluruhnya sudah mulai naik keatas, dibawah pohon Bwee hanya tertinggal seorang tua lainnya, yang ternyata bukan lain daripada Chit-biauw-sin- kun adanya.
Dia tidak sudi menampakkan dirinya dihadapan para lawannya yang berkelakuan hina-dina itu.
Dari balik pohon dia melihat gerak-gerik para lawannya dari masa yang lampau dengan dada seolah-olah mau meledak.
Tempo hari sewaktu namanya mulai terkenal dan dapat melatih dirinya dengan sempurna selama sepuluh tahun, sampai kini sifatnya masih tidak dapat diubah juga, hingga tepat sekali dengan apa yang suatu pepatah pernah mengatakan, bahwa "Gunung dan sungai mudah diubah, tapi tabiat manusia sulit sekali berubahnya."
Sekonyong-konyong satu muka yang pucat dan kehilangan semangat pada pelopak matanya, hingga dengan heran dia memandang lebih cermat, dan kemudian baru ternyata, bahwa orang itu bukan lain daripada Cia Tiang Kheng adanya.
Tidak terasa lagi Bwee San Bin menjadi tercengang, sedang diotaknya terlihat wajah seorang pemuda yang sekarang tampak kehilangan semangat.
Halmana, pun cukup dimengerti dalam hati Bwee San Bin, hingga diam- diam ia jadi menghela napas.
Tidak antara lama kemudian keenam orang itu sudah pada berteriak, suatu tanda bahwa mereka berempat telah bersiap-siap untuk turun tangan.
Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong lalu saling memberi isyarat, sudah itu lalu menyerbu barisan musuh mereka.
Kiam-sin Li Gok berdiri ditengah-tengah.
Sambil berseru ia sesumbar.
"Marilah kita mempertahankan barisan kita secara mati-matian! Jagalah jangan sampai pertahankan kita ini terpecahkan lawan! Karena bila sampai kejadian demikian, maka betapa malunya kita sebagai angkatan tua!"
Sehabis berkata begitu, tangannya diputar dan pedangnya dengan mengeluarkan suara yang bersuit-suit tajam telah menjurus keluar untuk menyerang lawannya.
Berbareng dengan gerakannya itu, Cek Yang dan Kouw Am-pun telah meluncurkan pula pedang-pedang mereka.
Dengan sekali bergerak saja orangpun segera mengetahui, bahwa mereka adalah ahli-ahli yang sudah kawakan sekali dikalangan Kang-ouw.
Go-bie-kiam-hoat dari Kouw Am lebih banyak mementingkan penjagaan daripada penyerangan, dan dengan mengeluarkan suara "Sreeet"
Yang tajam sekali, ternyata pedangnya itu sudah dicabut dari sarungnya.
Dengan melihat cara Kouw Am menarik pedangnya, orang segera diketahui sampai dimana kelihaiannya dalam hal permainan senjata itu.
Diantara keempat lawan Lie Siauw Hiong dan kawannya itu, hanya Cia Tiang Kheng saja yang belum lagi mencabut pedangnya.
Li Gok mengetahui rahasia hatinya, dengan suara yang perlahan lalu berkata.
"Cia sieheng, silahkanlah .."
Cia Tiang Kheng lalu menghela napas, sudah itu baru ia mencabut pedangnya dengan ogah-ogahan.
Tapi kedua pemuda itu tidak ragu-ragu lagi lalu pada mencabut pedangnya masing-masing.
Lie Siauw Hiong dengan menggunakan matanya yang tajam lalu menyapu pada lawan-lawannya, dan ketika pandangan matanya jatuh pada Li Gok, dengan tajam dia berseru.
"Sungguh kecewa sekali kau sebagai ahli waris suatu partai yang besar, ternyata berkelakuan begitu hina berani mencuri pedang orang .."
Sesungguhnyalah, bahwa pedang yang dipegang ditangan Li Gok itu adalah pedang Bwee Hiang Kiam milik Bwee San Bin yang hilang.
Sedangkan pedangnya sendiri yang bernama pedang 'Ie Hong Sin Kiam', tetap terselip dibebokongnya, hingga Li Gok yang mengetahui kesalahannya, tidak menjawab perkataan pemuda itu, hanya dengan suara dingin ia berkata.
"Kau berani bertarung denganku?"
Sambil menggereng tanda panas hati, Gouw Leng Hong sudah lantas menyerbu kedalam barisan lawannya, tapi dari sana Kouw Am sudah maju untuk menangkis serbuan lawan yang masih muda itu.
Lie Siauw Hiong dengan memutarkan pedangnya kekiri dan kekanan, turut membantu memperteguh daya serangan kawannya sendiri.
Keenam orang itu dengan mengandalkan kepandaian masing-masing yang sangat lihay, dalam waktu sekejapan saja telah bertarung dengan amat sengitnya, hingga beberapa banyak sinar-sinar pedang berkelebatan kian-kemari untuk mencari sasaran-sasaran masing-masing.
Cia Tiang Kheng dan Kouw Am mengambil sikap menjaga diri, tapi Li Gok dan Cek Yang mengambil kedudukan dengan jalan menyerang lawan-lawan mereka sehebat-hebatnya.
Li Gok yang mendapat julukan segagai Malaikat Pedang, dapat diduga betapa kelihayan permainan pedangnya, tapi pada kali ini diapun menginsyafi, bahwa ia akan lebih banyak mengalami kekalahan daripada kemenangan, meski ia percaya, bahwa dengan jalan bersatu padu, dia berusaha sekeras-kerasnya untuk mempertahankan diri dari pada gempuran musuhnya yang maha dahsyat itu.
Dalam pertempuran berombongan ini Cek Yang telah menggunakan jurus 'Heng-hui-tiang-kang' atau terbang melintang diatas sungai Tiang-kang, dengan mana ia menusuk perutnya Lie Siauw Hiong, sedangkan Li Gok membarengi gerakan kawannya untuk menyerang kepada Gouw Leng Hong.
Cek Yang Tojin yang bertabiat sangat kejam dan licin, ternyata tenaganyapun masih tetap ampuh, hingga ketika menampak hal itu, tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong jadi agak terkejut juga.
Dia dan Gouw Leng Hong yang pernah menempur lawan ini digunung Thay-san, cukup mengetahui bahwa barisan pedang lawannya sangat hebat dan sempurna.
Maka untuk memecahkan barisan mereka yang kompak ini, hendaknya dicari daya untuk mengalahkan salah seeorang antara lawan itu barulah mungkin barisan itu dapat dipecahkan.
Dia sendiri maklum bahwa tenaga-dalamnya sendiri berada setingkat diatas keempat lawannya itu.
Dia bersedia untuk keras lawan keras, tapi lawannya cukup cerdik dan tak mau keras lawan keras.
Sementara Cek Yang yang sangat licin, seakan-akan sudah membayangkan, bahwa kemenangan pasti berada dipihaknya, hingga dia sudah bersiap-siap untuk melakukan penyerangan dari tengah-tengah.
Halmana, membuat Lie Siauw Hiong merasa tercengang juga melihat gerakan lawannya ini, maka pedangnya pun lalu diputar begitu rupa untuk menangkis serangan pihak musuhnya.
Gerakan Lie Siauw Hiong ini selain amat cepat, tenaganyapun kuat sekali, hingga mengeluarkan suara sreeeet yang tajam seolah-olah menusuk pendengaran Cek Yang.
Siapa tahu bahwa gerakan Cek Yang ini adalah gertakan belaka.
Maka begitu menampak lawannya menangkis serangannya, dengan cepat ia menarik kemgali serangannya, hingga serangan Lie Siauw Hiong tidak mengenai sasarannya.
Dengan gerakan ini, ternyata barisan pedang itu menjadi berubah hebat sekali.
Dan begitu Cek Yang menarik serangannya, Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng yang berdiri dikirinya sudah menyerang dengan beruntun-runtun.
Tadinya dia ditugaskan segagai tenaga menjaga, tapi sekarang dia balik menyerang, dengan perubahan ini, kekuatan barisan itu menjadi berlipat ganda.
Perubahan ini benar-benar sangat hebat sekali.
Karena begitu Lok-eng-kiam Cia Tiang Kheng menyerang, tampak sinar pedangnya bergulung-gulung menyerang lawannya, hingga dalam kesibukannya Lie Siauw Hiong telah menggunakan jurus 'Cong-thian-jie-kie' (gerakan menerobos kelangit).
Pedangnya dikibaskan kekiri dan kekanan, sehingga dengan begitu memperdengarkan suara keras 'tang-tang' dua kali dalam menangkis pedangnya Cia Tiang Kheng.
Sebenarnya Liok-eng-kiam Cia Tiang Kheng tak mau bertempur melawan Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong, tapi karena keadaan sangat memaksa, barulah dia menggunakan cara menyerang begitu, hingga dengan demikian dia berulang-ulang menangkis serangannya Lie Siauw Hiong.
Sementara Gouw Leng Hong yang melihat Lie Siauw Hiong sudah berkutat dengan lawannya, Gouw Leng Hongpun tidak berani berayal-ayalan dan dengan beruntun ia telah menyerang dan memaksa Li Gok mundur karena desakannya.
Li Gok yang bertarung dengan Gouw Leng Hong, ia mengetahui betapa hebatnya kemajuan anak muda ini, maka dimanalah ia berani berlaku lengah dan dengan segera ia menggunakan jurus 'Sam-coat-hui-seng' (gerakan tiga kepandaian istimewa dalam hal menerobos kelangit), ia pergunakan tangkisan pedangnya keatas untuk menahan himpitan pedang pemuda she Gouw itu.
Pertempuran sekali ini menjadi agak kacau dilakukannya, karena Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dengan gerak yang cepat telah mencoba, mengusari lawan-lawannya, kemudian dengan gerakan yang cepat dan rapat bagaikan tembok baja mereka telah menghajar barisan pedang musuh dengan serentak.
Dengan begitu, Li Gok dan kawan-kawanpun terpaksa mempercepat juga gerakan penyerangan mereka, dengan Kouw Am dan Cek Yang mengubah siasat menjadi menjaga diri saja, sedangkan Li Gok dan Cia Tiang Kheng menyerang maju bagaikan orang-orang kalap.
Pada saat itu puteri malampun telah berada tepat ditengah-tengah udara.
Dibalik pohon Bwee yang sudah tua, berdirilah Chit- biauw-sin-kun Bwee San Bin yang tampak menyaksikan pertempuran yang sengit serta hebat itu dengan mata separuh dipejamkan, karena tanpa melihat pula kearah lawannya, diapun sudah mengetahui tipu-tipu keji apakah sekiranya yang akan dipergunakan oleh pihak lawan itu.
Dalam hati ia berkeyakinan penuh, bahwa Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong pasti akan memperoleh kemenangan yang gilang gemilang, karena pada saat itu kepandaian yang sesungguhnya belum lagi dikeluarkan oleh sepasang anak muda itu.
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Hong Lui Bun -- Khu Lung Telapak Emas Beracun -- Gu Long